interna.docx
-
Upload
netifarhatii -
Category
Documents
-
view
9 -
download
2
Transcript of interna.docx
Blok 13: Urogenital
LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN
SMF INTERNA RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN
NUSA TENGGARA BARAT
OLEH :
NURFARHATI
H1A012043
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Alah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada saya sehingga laporan kunjungan lapangan ke bangsal interna ini bisa
terselesaikan dengan baik.
Secara keseluruhan, saya melaporkan hasil yang saya peroleh pada kunjungan lapangan
dan anamnesis serta pemeriksaan yang telah saya lakukan pada pasien.
Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
serta dukungan hingga terselesaikannya laporan ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran
yang membangun demi penyempurnaan laporan-laporan saya selanjutnya di masa yang akan
datang.
Mataram, 26 September 2014
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 5
1.2 Tujuan............................................................................................................ 5
1.3 Tempat Pelaksanaan....................................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6
2.1 GAGAL GINJAL KRONIK.......................................................................... 6
2.1.1 Definisi Gagal Ginjal.................................................................................. 6
2.1.2 Penyebab Terjadinya Gagal Ginjal............................................................. 6
2.1.3 Faktor resiko Gagal Ginjal.......................................................................... 7
2.1.4 Patofisiologi Gagal Ginjal........................................................................... 7
2.1.5 Manifestasi klinis Gagal Ginjal................................................................... 8
2.1.6 Diagnosis Gagal Ginjal............................................................................... 9
2.1.7 Tatalaksana Gagal Ginjal............................................................................ 10
2.1.8 Prognosis Gagal Ginjal............................................................................... 13
2.1.9 Komplikasi Gagal Ginjal............................................................................. 14
BAB III. ANALISIS KASUS............................................................................. 15
A. Anamnesis....................................................................................................... 15
B. Pemeriksaan Fisik............................................................................................ 15
C. Pemeriksaan Penunjang................................................................................... 16
D. Terapi yang Diberikan..................................................................................... 18
E. Edukasi............................................................................................................ 18
F. Komplikasi....................................................................................................... 19
G.Prognosis.......................................................................................................... 19
H.Preventif........................................................................................................... 19
I. Resume.............................................................................................................. 20
I. Diagnosis Kerja................................................................................................. 20
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 21
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 21
3.2 Saran............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan ini dibuat sebagai hasil kunjungan lapangan kelompok kami ke RSUP NTB
terkait dengan blok yang sedang kami pelajari yaitu blok Urogenital. Dari hasil kunjungan
lapangan, kami mendapan pasien gagal ginjal
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Adapun penanganan gagal ginjal dapat melalui saran umun, kemudian terapi obat-
obatan serta pemakaian alat dan tindakan bedah.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui kondisi klinik di rumah sakit tentang penyakit gagal ginjal kronik
2. Dapat meningkatkan kemampuan anamnesis serta pemeriksaan fisik maupun gejala
klinik yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik. Sehingga dapat mengevaluasi
pasien dan menentukan penatalaksanaannya.
3. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit di blok urogenital yang sedang dipelajari.
1.3 Tempat Pelaksanaan
Tempat : SMF Interna Bangsal Kenanga RSUP NTB
Hari/ Tanggal : Sabtu, 20 september 2014
Waktu : 08.30-10.00 WITA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAGAL GINJAL KRONIK
2.1.1 DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
2.1.2 ETIOLOGI
- Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis. Gambaran
klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari
pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus
memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
- Diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.
- Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan
hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
- Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-
kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh
karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.
Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult
polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia
di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak
kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.
2.1.3 FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit
primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme
adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada
penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah
adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang
disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan
kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS
- Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum
darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
- Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum
jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau
hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
- Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
- Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
- Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan
salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
- Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
- Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular,
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan
dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
2.1.6 DIAGNOSIS
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
- Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai
spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat
penurunan faal ginjal.
- Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat
serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto
polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG).
2.1.7 TATALAKSANA
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat
dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien
sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di
daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2.1.8 PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya
GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan
gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
2.1.8 KOMPLIKASI
Hiperkalemia, Asidosis metabolic, Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF ),
Kelainan hematologi (anemia), Osteodistrofi renal, Gangguan neurologi ( neuropati
perifer dan ensefalopati), Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
BAB III
ANALISIS KASUS
A. ANAMNESIS :
1. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Usia : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tanjung
Agama : islam
2. Keluhan utama : Tidak dapat kencing
3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengelukan nyeri pinggang, malaise, demam, gatal,
mual, muntah, dan pusing.
4. Riwayat penyakit dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit atau
keluhan tersebut sebelumnya.
5. Riwayat pengobatan : Pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan
6. Riwayat penyakit keluarga : Keluarga pasien tidak memiliki penyakit seperti yang
dialami oleh pasien.
7. Anamnesis sistem : pada sistem gastrointestinal pasien mengeluhkan adanya nyeri perut,
pada sistem kardiovaskular, pasien mengeluhkan sesak.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Dari hasil pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan darah pasien sebesar 140/75
mmHg.
Inspeksi: dari hasil inspeksi didapatkan pasien tampak lemah, kesakitan dan tampak
anemis. Telapak tangan pasien tampak pucat, sclera tidak tampak ikterik, sementara
pemeriksaan konjungtiva tidak dilakukan karena pasien kurang kooperatif akibat
kesakitan yang dirasakannya. Pada perut pasien terlihat adanya asites. Tidak tampak
adanya skar ataupun ketidaksimetrisan pada abdomen. Pada inspeksi bagian punggung
pasien, tampak adanya penonjolan massa pada bagian sudut costovertebra.
Auskultasi: auskultasi tidak dilakukan.
Perkusi: pada perkusi dinding abdomen didapatkan suara redup pada sisi perut sebelah
kanan dan suara timpani pada sisi perut sebelah kiri. Hal ini mungkin disebabkan karena
pasien mengalami asites minimal sehingga cairan masih dapat berpindah-pindah. Pada
saat perkusi dilakukan, pasien dalam keadaan sedikit miring ke kanan pada saat perkusi
dilakukan
Palpasi: dari hasil palpasi abdomen didapatkan adanya pembesaran ginjal (ginjal teraba
pada saat palpasi). Selain itu, pada saat palpasi pasien juga mengeluhkan nyeri.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. USG
Interpretasi hasil USG :
Pada pemeriksaan USG abdomen, didapatkan gambaran terjadinya hidronefrosis yang
merupakan dilatasi pielum dan perifer ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin
yang menyebabkan urin mengalair balik sehingga tekanan pada ginjal menjadi meningkat.
b. Pemeriksaan Laboraturium :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kreatinin 27,9 mgl/dl L: 0,9-1,3
P: 0,6-1,1
Ureum 321 mgl/dl 10-50
Asam urat 12,2 mgl/dl L: 3,5-7,2
P: 2,6-6,0
HGB 7,1 g/dL L: 13,0-18,0
P: 11,5-16,5
RBC 2,72 10’6/uL L: 4,5-5,5
P: 4,0-5,0
HCT 29,1 % L: 40,0-50,0
P: 37,0-45,0
MCV 80,5 fL 82,0-92,0
MCH 26,1 Pg 27,0-31,0
MCHC 32,4 g/dL 32,0-37,0
Interpretasi hasil laboraturium :
Pada pemeriksaan kreatinin, didapatkan hasil kadar kreatinin dan ureum yang
sangat meningkat. Kreatinin dan ureum meningkat jika fungsi ginjal menurun, olehkarena
itu, kadar kreatinin dan ureum yang sangat meningkat pada pasien dapat dicurigai telah
mengalami kerusakan ginjal. Pemeriksaan hemoglobin, RBC, HCT, MCH mendapatan
hasil terjadi penurunan, yang dapat menunjukan bahwa pasien mengalaimi anemia, yang
lebih mengarah pada anemia akibat penyakit kronis.
D. TERAPI
Terapi yang diberikan pada pasien adalah :
1. Retriksi cairan
2. Cuci darah
3. Renal are
4. Ranitidine
5. Asam folat
6. Diet rendah garam dan rendah kalori
7. Ondansetron
8. Furosemid
9. Dextrose 5% (10 tetes/menit)
E. EDUKASI
Edukasi yang diberikan pada pasien dapat berupa pengontrolan dalam asupan garam,
cairan, dan kalori.
F. KOMPLIKASI
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
Kelainan hematologi (anemia)
Osteodistrofi renal
Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
G. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya
buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang
ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
H. PREVENTIF
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarny adalah sebelum terjadinya penurunan
LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit gagal ginjal. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memerburuk
keadaan pasien. Factor-faktor komorbid tersebut antara lain, gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan
radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
Ada dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu pembatasan asupan
protein dan terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
I. RESUME
Pasien datang sebagai rujukan dari RSU Kabupaten Lombok Utara. Pasien mengeluh
tidak bisa kencing selama 29 hari. Pasien juga mengeluh mengalami mual dan muntah, pusing,
nyeri pinggang, nyeri perut, nyeri ulu hati, sesak, BAB cair, gatal-gatal, dan sempat demam.
Didapatkan riwayat bahwa pasien merupakan peminum kopi berat dan belum pernah
mengkonsumsi obat apapun untuk mengatasi penyakitnya sebelum pasien ke rumah sakit. Tidak
didapatkan riwayat keluarga yang pernah mengalami gejala yang sama seperti yang dikeluhkan
pasien. Hasil inspeksi menunjukkan adanya asites, anemis, malaise, dan penonjolan massa pada
bagian punggung. Hasil palpasi menunjukkan adanya pembesaran ginjal dan nyeri saat palpasi.
Perkusi menunjukkan suara redup di sisi perut sebelah kanan dan suara timpani di sisi perut
sebelah kanan.
J. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan gejala yang didapatkan pasien, diduga pasien mengalami gagal ginjal
kronik. Namun, diagnosis ini masih belum dapat ditegakkan secara pasti karena keluhan gejala
yang dialami pasien hanya berkisar 1 bulan, namun gejala yang didapatkan lebih mengarahkan
kepada gagal ginjal kronik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu
Berdasarkan gejala yang didapatkan pasien, diduga pasien mengalami gagal ginjal kronik.
Namun, diagnosis ini masih belum dapat ditegakkan secara pasti karena keluhan gejala yang
dialami pasien hanya berkisar 1 bulan, namun gejala yang didapatkan lebih mengarahkan
kepada gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan
jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
3.2 Saran
Diharapkan untuk kunjunggan lapangan selanjutnya agar setiap mahasiswa
didampingi oleh petugas yang berwajib (perawat, co-ass, atau dokter) agar dapat
mengobservasi pasien dengan baik dan dapat melakukan pemeriksaan dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing
Huether S.E., Forshee B.A., 2010. Alterations of renal and urinary tract function. In: McCance
K.L., Huether S.E., Brashers V.L., Rote N.S., Pathophysiology the biologic basis for
disease in Adults and Children 6th Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby, 1389-1396.
Universitas Sumatra Utara. Gagal Ginjal Kronik. Retrieved from: http://ocw.usu.ac.id/