INTERAKSI OBAT.pptx

36
OLEH KELOMPOK 4 INTERAKSI OBAT DENGAN HASIL LABORATORIUM

Transcript of INTERAKSI OBAT.pptx

OLEHKELOMPOK 4

INTERAKSI OBAT DENGAN HASIL

LABORATORIUM

1.1 Latar Belakang

BAB IPENDAHULUAN

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan.

Terdapat banyak factor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium. Factor-faktor tersebut jika dikelompokkan ada dua kelompok, yaitu factor di luar pasien dan faktro pasien. Factor-faktor di luar pasien yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium adalah factor yang mencakup seluruh proses meliputi pra-analitik, analitik dan paska analitik. Sedangkan factor pasien antara lain diet, obat-obtan, aktifitas fisik, merokok, alcohol, ketinggian, kondisi demam, trauma, variasi circadian rythme, usia, ras, jenis kelamin, kehamilan.

Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu pemberian obat secara intra muscular akan menimbulkan jejas pada otot, sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil beberapa pemeriksaan.

1.2 Pembatasan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?

2. Sebutkan macam-macam interaksi laboratorium?

3. Apa yang dimaksud dengan Alkaline Fosfatase, Bilirubin, Glukosa, Kolesterol, Trigliserida, Kreatinin Serum, Urobilinogen Urin, Asam Urat (Uric Acid)?

4. Obat-obat apa saja yang mempengaruhi uji lab Alkaline Fosfatase, Bilirubin, Glukosa, Kolesterol, Trigliserida, Kreatinin Serum, Urobilinogen Urin, Asam Urat (Uric Acid)?

1.3 Metode penulisan1. Mengetahui interaksi obat dengan hasil uji

lab.2. Mengetahui macam-macam uji lab.3. Mengatahui obat-obat yang dapat

mempengaruhi uji lab.

2.1 Pengertian Interaksi Obat dengan Hasil Laboratorium

BAB IIPEMBAHASAN

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

Interaksi obat dengan hasil laboratorium adalah suatu keadaan dimana obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

2.2 Metode penulisan

a. Alkalin Fosfataseb. Birublinc. Glukosad. Kolesterole. Trigliseridaf. Kreatinin Serumg. Urobilinogen Urinh. Asam Urat (Urac Acid)

2.3 Uraian Macam-Macam Uji Laboratorium

a. Alkalin FosfataseSuatu Enzim yang dibuat di liver, tulang dan

plasenta dan biasanya ada dalam konsntrasi tinggi pada saat pertumbuhan tulang, dan di dalam empedu. Enzim ini menghidrolisis ester fostat dalam medium alkali.1. Bilirubin

Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolism dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya penyakit hati dan saluran empedu. Obat-obat yang mempengaruhi bilirubin adalah:

1. Fenobarbital yang dapat menurunkan kadar bilirubin. Fenobarbital meningkatkan aktivitas glukorinil transferase (enzim yang digunakan pada konyugasi dengan asam glukuronat sehingga dengan cepat dieksresi melalui empedu dan urin).

2. Estrogen, Steroid Anabolik yang juga dapat meningkatkan kadar bilirubin. Obat ini dapat menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan karena terjadinya gangguan yang disebabkan karena terjadinya gangguan transfer bilirubin melalui membrane hepatosit yang sehingga terjadi retensi bilirubin dalam sel. Obat-obat yang mempunyai mekanisme yang sama adalah halotan (anestesik), isoniazid, dan klorpromazin.

c. GlukosaObat-obat yang mempengaruhinya:

1. AtenololInteraksi dengan tes laboratorium yaitu dapat menurunkan konsentrasi glukosa. Mekanismenya menghambat glikogenolisis di sel hati dan otot rangka sehingga mengurangi efek hiperglikemia sehingga kembalinya kadar gula pada hipoglikemia diperlambat.

2. Kortikosteroid golongan glukokortikoidInteraksi dengan tes laboratorium yaitu dapat menurunkan konsentrasi glukosa. Mekanismenya meningkatkan glukoneogenesis dan mengurangi penggunaan glukosa di jaringan perifer dengan cara menghambat uptake dan penggunaan glukosa oleh jaringan mungkin melalui hambatan transporter glukosa kadar normal 7-20 mg/DL.

d. KolesterolKolesterol berasal dari makanan dan sintesis

endogen di dalam tubuh. Sumber kolesterol dalam makanan seperti kuning telur, sxusu, daging, lemak (gajih), dan sebagainya terutama dalam keadaan ester. Dalam usus, ester tersebut kemudian dihidrolisis oleh kolesterol esterase yang berasal dari pancreas kolesterol bebas yang terbentuk diserap oleh mukosa usus dengan kilomikron sebagai alat transport ke system limfatik dan akhirnya ke sirkulasi vena. Kira-kira 70% kolesterol yang diesterifikasi (dikombinasikan dengan asam lemak), serta 30% dalam bentuk bebas.

Kolesterol disintesis di hati dan usus serta ditemukan dalam eritrosis, membrane sel, dan otot. Sebagian besar kolesterol yang dibutuhkan tubuh disintesis dari asetil koenzim A melalui betahidroksi-betametil glutamil KoA. Kolesterol penting dalam struktur dinding sel dan dalam bahan yang membuat kulit kedap air. Kolesterol digunakan tubuh untuk membentuk garam empedu, sebagai fasilitator untuk pencernaan lemak dan untuk pembentukan hormone steroid (missal kortisol, estrogen, androgen) oleh kelenjar adrenal, ovarium, dan testis.

Peningkatan kadar lemak darah dapat menimbulkan resiko penyakit arteri atau koronaria atau penyakit kardiovaskuler. Peningkatan kadar kolesterol (hiperkolesterolemia) menyebabkan kerak lemak di arteri koroner (arteriosklerosis) dan risiko penyakit jantung (infark miokardial). Kadar kolesterol serum tinggi dapat berhubungan dengan kecenderungan genetic (herediter), obstruksi bilier, dan/atau asupan diet. Peningkatan trigliserid dalam waktu yang lama akan menjadi gajih di bawah kulit dan menyebabkan obesitas. Gajih yang berlebih akan diubah juga menjadi kolesterol LDL. Kolesterol LDL yang tinggi dan kolesterol HDL yang rendah merupakan risiko penyakit terosklerosis. Sebaliknya, kolesterol LDL yang rendah dan kolesterol HDL tinggi dapat menurunkan risiko penyakit arteri koronaria.

Peningkatan kadar kolesterol dapat dijumpai pada : infark miokardial (MCI), akut, aterosklerosis, hiperkolesterolemia keluarga, hiperlipoproteinemia tipe II, III dan V, diet tinggi kolesterol (lemak hewani). Selain itu juga dijumpai pada : hipotiroidisme, obstruksi bilier, miksedema, hepatitis infeksiosa, DM yang tidak terkontrol, sindrom nefrotik, pankreatektomi, kehamilan trimester III, periode stress berat. Pengaruh obat : aspirin, kostikosteroid, steroid (agens anabolic dan androgen), kontrasepsi oral, epinefrin dan sulfonamide, fenitoin (Dilantin).

Obat-obat yang dapat menurunkan nilai kolesterol : Tiroksin, estrogten, aspirin, antibiotic (tetrasiklin dan neomisin), asam nikotinik, heparin, kolkisin.

Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai kolesterol : Pil KB, epinfrin, fenotiazin, vitamin A dan D,sulfonamide, fenotoin (Dilatin).

Vitamin C dosis tinggi menurunkan kadar kolesterol melalui mekanisme

e. TrigliseridaTrigliserida merupakan asam lemak yang

dibentuk dari esterifikasi tiga molekul asam lemak menjadi satu molekul gliserol. Jaringan adipose memiliki simpanan trigliserid yang berfungsi sebagai ‘gudang’ lemak yang segera dapat digunakan. Dengan masuk dan keluar dari molekul trigliserida di jaringan adipose, asam-asam lemak merupakan bahan untuk konversi menjadi glukosa (glukoneogenesis) serta untuk pembakaran langsung untuk menghasilkan energi.

Obat-obat yang dapat menurunkan nilai trigliserida : Asam askorbat, kofibrat (Atromids), fenformin, metformin.

Peningkatan kadar : hiperlipoproteinemia, IMA, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, thrombosis serebral, sioris alkoholik, DM yang tidak terkontrol, sindrom Down’s, stress, diet tinggi karbohidrat, kehamilan.

f.Kreatinin SerumKreatinin adalah produk sampingan dari

hasil pemecahan fosfokreatin (keratin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Normalnya kadar kreatinin dalam darah 0,6 – 1,2 mg/dl. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin darah bisa meningkat.

1.Obat Golonga AINSBeberapa contoh obat yang termasuk

golongan AINS antara lain: diklofenak, indometasin, asetosal, ibuprofen, piroksikam, asam mefenamat, ketoproen, naproksen, meloksikam, oksaprozin, dan lain-lain.

Obat golongan ini dapat menyebabkan resiko menurunnya fungsi ginjal, sehingga dapat menyebabkan meningkatnya kadar kreatinin dalam darah.

2.Amfoterisin BAmfoterisin B dapat menyebabkan

penurunan filtrasi glomerulus yang juga berakibat pada penurunan fungsi ginjal, sehingga dapat menyebabkan meningkatnya kadar kreatinin dalam darah.

g.Urobilinogen UrinEmpedu, yang sebagian besar dibentuk dari

bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah; disini urobilinogen diproses menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin.

Eksresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24 jam. Ekskresi kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut.

h. Asam Urat (Urac Acid)Asam urat (uric acid) adalah produk akhir

metabolism purin (adenine dan guanine) yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagian, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya dieksresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolism purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.

Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi purin yang alkalis diperlukan bila terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak berkaitan dengan hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau beberapa minggu.

Kadar asam urat meningkat dijumpai pada: gout, leukemia (limfositik, mielositik, monositik), kanker metastatic, myeloma multiple, eklampsia berat, alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal, glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma, polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi protein.

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :• Sampel serum/plasma hemolisis,• Stress dan puasa

berlebihdapatmenyebabkan peningkatan kadar asam urat serum,

• Diet tinggi purin,• Pengaruh obat :

1. Obat-obatanyang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah : diuretic (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka lama), teofilin.

2. Penurunan kadar asamurat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan. Pengaruh obat: alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.

i. Protein UrineBiasanya, hanya sebagian kecil protein

plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan dieksresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan specimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal eksresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stress atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama.

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang memiliki resiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥ +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil ≥ +1 yang terdeteksi baik pada specimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah melakukan aktivitas.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitive untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.

Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein dengan menggunakan sampel urine tamping 24 jam. Jumlah proteinuria dalma 24 jam digunakan sebagai indicator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500 mg/24 jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium bikarbonat. Obat pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8).

j. Tes Toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT)Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose

tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.

TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak diantara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolism glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolism glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamlan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.

• Toleransi glukosa normalSetelah pemberian glukosa, kadar glukosa

darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria.

Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetic dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat. Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai. Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.

• Penyimpanan glukosa yang lambatKadar glukosa dara puasa normal. Terdapat

peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepat tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbs yang cepatsetelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.

• Toleransi glukosa meningkatKadar glukosa puasa normal atau rendah,

dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbs karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau normal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium:• Penggunaan obat-obatan tertentu. Obat

hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.

• Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

• Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menuruhkan kadar glukosa darah.

3.1 Kesimpulan

BAB IIIPENUTUP

.

3.2 Saran

Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak..

SEKIAN DAN

TERIMA KASIH