Inteligensi dBy rirn

43
Inteligensi 1. Sejarah Tes Intelegensi Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja. Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi mandarin. Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan perancis. Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun 1890.

Transcript of Inteligensi dBy rirn

Page 1: Inteligensi dBy rirn

Inteligensi

1. Sejarah Tes Intelegensi

Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar

jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti

ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis

puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang

biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis

prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian

tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja.

Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan

demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi

mandarin.

Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada

kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran

intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan

perancis.

Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James

Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun

1890. buku ini berisi serangkaian tes intelegensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam

ukuran tersebut adalah :

a) Dinamo meter peasure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap

sebagai indikator aspek psikofisiologis

b) Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang

dianggap memiliki komponen mental didalamnya.

c) Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit

yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda.

d) Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis

terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal.

e) Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil

yang masih dapat dirasakan seseorang.

Page 2: Inteligensi dBy rirn

f) Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan

timbulnya reaksi tercepat.

g) Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang

lebih”mental”daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif.,

h) Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi “ space

judgment’

i) Judgment of 10second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam ‘time

judgment’( subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun).

j) Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran

terhadap perhatian dan ingatan( subyek diminta mengulang huruf yang sudah

disebutkan 1x)

2. Latar Belakang Tes Intelegensi

a) E. Seguin (1812 – 1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang

mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis

keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard

(1906). E. Seguin digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada

pendidikan anak terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi.

b) Joseph Jasnow (1863 – 1944) adalah merupakan salah satu dari beberapa orang yang

pertama kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis.

c) G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis

keterbelakangan mental.

d) August Oehr mengadakan penelitian inhmetasi antara berbagai fungsi psikologis (h. 14).

e) E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong usaha ini, empat macam tes yang

dikembangkan, di antaranya yaitu:

Koordinasi motorik

Asosiasi kata-kata

Fungsi persepsi

Ingatan

f) Dan E. Kraepelin juga mengembangkan tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes

penataran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.

Page 3: Inteligensi dBy rirn

Di samping itu berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali

dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk

yang buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar tahun

1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.

3. Pendekatan Teori-teori BelajarIntelegensi adalah kemampuan berpikir individu untuk belajar dari pengawasan,

mengeluarkan pendapat dengan baik, dan untuk mengatasi tuntutan hidup sehari-hari.

Menurut Rergutnrie dalam bukunya (the psychology of learning) mengemukakan definisi

belajar yang artinya sebagai berikut berbuat sesuatu, belajar untuk menulis, belajar untuk

bermain sky, pendek kata ialah hasil suatu kecakapan atau keahlian khusus atau sanggupan dari

beberapa prestasi. Jadi pengertian belajar ini adalah adanya perubahan-perubahan yang menuju

ke arah yang lebih sempurna (maju) dan perubahan-perubahan itu dikarenakan adanya latihan-

latihan yang disengaja.

Inteligensi berkaitan erat dengan proses belajar. Dalam psikologi dikenal istilah teori-

teori belajar serta pendekatan-pendekatannya.

A.  Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu.

Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek

- aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat

dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks

sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih

dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar

artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau

mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya

ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang

individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan

pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”

(Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,

Page 4: Inteligensi dBy rirn

bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau

respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan

peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang

diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku

manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari

lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara

reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat

bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil

belajar.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya: Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang

memuaskan, maka hubungan Stimulus-Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak

memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara

Stimulus- Respons.

Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan

organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana

unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu.

Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin

bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak

dilatih.

b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya :

Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua

macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai

reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

Page 5: Inteligensi dBy rirn

Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang

sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap

burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus

penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui

proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut

akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah

sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant

conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh

reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan

kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai

pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

d. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori

belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan

penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata

refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai

hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar

menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi

melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih

memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang

individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

B.  Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan

Page 6: Inteligensi dBy rirn

untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan

individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)

sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.

Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan

akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which

a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the

evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind

or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya

dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan

kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.

Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi

dengan teman-temanya.

C.  Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang

sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari

pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,

untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam

pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-

kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan

Page 7: Inteligensi dBy rirn

untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi

eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses

pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,

motivasi

pemahaman

pemerolehan

penyimpanan

ingatan kembali

generalisasi

perlakuan dan

umpan balik

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau

konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan

dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada

tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa

setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.

Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan

figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi

kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun

ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan

dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada

dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk

tertentu.

Page 8: Inteligensi dBy rirn

5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya

bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang

baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola

obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku

“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau

keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan

dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah

beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan

perilaku “Molecular”.

2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan

geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang

sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.

Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan

behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan

hutan yang lebat (lingkungan geografis).

3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian

peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya,

adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan

sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti

gunung atau binatang tertentu.

4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses

yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan

suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang

diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam

perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan

Page 9: Inteligensi dBy rirn

tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau

peristiwa.

2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang

terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas

makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat

penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan

pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya

memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku

bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan

dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta

didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya

menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam

memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan

lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki

keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran

tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan

melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk

kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam

pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).

Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok

dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam

memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat

membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang

diajarkannya.  

Page 10: Inteligensi dBy rirn

4. Teori Menurut Tokoh

a. Single factor

ALFRED BINET

Alfred Binet (1857-1911) termasuk salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa

intelegensi bersifat monogenetic, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum.

Alfred binet beserta Theodore Simon merupakan seorang tokoh utama perintis pengukuran

intelegensi yang mendefinisikan intelegensi terdiri atas tiga komponen, yaitu:

Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan;

Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan;

Kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan autocritism.

Menurut Binet, intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus

berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Binet menggambarkan intelegensi

sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan

menilai tingkat perkembangan individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi untuk melihat

apakah seseorang cukup inteligen atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk

melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu perlu.

Inilah yang dimaksudkan dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi intelegensi.

Pada tahun 1904 Menteri Pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk

menyusun metode guna mengidentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar di sekolah. Para

pejabat di sekolahan ingin mengurangi sekolahan ingin mengurangi sekolah yang penuh sesak

dengan cara memindahkan murid yang kurang mampu belajar di sekolah umum ke sekolah

khusus. Binet dan mahasiswanya, Theophile Simon, menyusun tes intelegensi untuk memnuhi

permintaan ini. Tes itu disebut skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari

kemampuan untuk menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambar desain

berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak.

Binet mengembangkan konsep mental age (MA) atau usia mental, yakni level

perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian,

pada 1912 Wiliam Stern menciptakan konsep intelligence quotient (IQ), yakni usia mental

seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological age-CA), dikalikan seratus. Jadi

rumusnya adalah:

IQ = MA / CA x 100

Page 11: Inteligensi dBy rirn

Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia

mental di atas usia kronologis, maka IQ-nya lebih dari 100. Misalnya anak enam tahun dengan

dengan usia mental 8 tahun akan punya IQ 133. Jika usia mentalnya di bawah usia kronologis,

maka IQ-nya di bawah 100. Misalkan anak usia 6 dengan usia mental 5 akan punya IQ 83.

Tes Binet direvisi berkali-kali untuk disesuaikan dengan kemajuan dalam pemahaman

intelegensi dan tes intelegensi. Revisi-revisi ini disebut tes Stanford-Binet (sebab revisi itu

dilakukan di Stanford University). Dengan melakukan tes untuk banyak orang dari usia yang

berbeda dan latar belakang yang beragam, peneliti menemukan bahwa skor pada tes Stanford-

Binet mendekati distribusi normal. Distribusi normal adalah simetris, dengan mayoritas skor

berada pada tengah-tengah rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor yang

berada mendekati ujung dari rentang itu.

Tes Stanford-Binet kini dilakukan secara individual untuk orang dari usia 2 tahun hingga

dewasa. Tes ini memuat banyak item, beberapa di antaranya membutuhkan jawaban verbal, yang

lainnya respon nonverbal.

Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. Salah satu penambahan

penting pada versi ini adalah analisis respon s individual dari segi empat fungsi: penalaran

verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak dan memori jangka pendek. Skor komposit

umum masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan intelegensi. Tes Stanford-Binet masih

menjadi salah satu tes yang paling banyak digunakan untuk menilai intelegensi murid.

Sehingga jelaslah bahwa peranan Alfred binet sangat luas dalam mendefiniskan

intelegensi. Dan definisi intelegensi itu semakin kuat setelah terciptanya tes Stanford-Binet yang

sangat luas manfaatnya dalam mengukur intelegensi kita.

b. two factor

CHARLES E. SPEARMAN

Pandangan Spearman (1927) mengenai inteligensi ditunjukkan dalam teori mengenai

kemampuan mental yang populer dengan nama teori dua faktor (two factor theory)

penjelasannya mengenai teori ini berangkat dari analisis korelasional yang dilakukannya

terhadap skor seperangkat tes yang mempunyai tujuan dan fungsi ukur yang berlainan. Hasil

analisisnya memperlihatkan adanya interkorelasi positif diantara berbagai tes tersebut. Menurut

Spearman, interkorelasi positif itu terjadi dikarenakan masing-masing tes tersebut memang

Page 12: Inteligensi dBy rirn

mengukur suatu faktor umum yang sama, yang dinamakannya dengan faktor-g. Namun

demikian korelasi-korelasi itu tidaklah sempurna disebabkan setiap tes, disamping mengukur

faktor umum yang sama, mengukur pula komponen tertentu yang spesifik bagi tes masing-

masing. Faktor yang spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu saja ini disebut faktor-s.

Gambar X : Ilustrasi Teori Spearman

Gambar X memberikan model ilustratif teori Spearman mengenai kemampuan mental.

Dalam model ini, dua tes akan berkorelasi tinggi satu sama lain hanya bila masing-masing

mengandung faktor g dalam proporsi besar. Tes 3 dan tes 1 dalam gambar tersebut akan

mempunyai korelasi yang lebih tinggi daripada koreasi tes 3 dan tes 2 serta lebih tinggi daripada

tes 1 dan tes 2, dikarenakan tes 2 hanya mengandung sedikit faktor g. Semakin besar korelasi

suatu tes dengan g maka akan semakin besar pula korelasinya dengan tes lain yang juga

mengandung g. Korelasi antara dua tes dapat diprediksikan dari korelasi masing-masing dengan

faktor g. Bila korelasi tes 1 dengan g sebesar r1g = 0,60 sedangkan korelasi tes 3 dengan g

sebesar r3g = 0,80 maka prediksi terhadap korelasi antara tes 1 dan tes2 adalah sebesar r13 = (r1g)

(r3g) = (0,60)(0,80) = 0,48.

Namun demikian, menurut Spearman, beberapa tes dapat saja berkorelasi melebihi

korelasi masing-masing dengan g apabila terhadap suatu kemampuan khusus yang sama-sama

diukur oleh tes-tes tersebut atau apabila terjadi kemiripan pada aitem dalam tes-tes tersebut.

Interkorelasi yang melebihi korelasi tes dengan g ini oleh Spearman dikatakan sebagai petunjuk

adanya faktor kelompok (group factor).

g 3

1

2

Page 13: Inteligensi dBy rirn

Korelasi positif tadi jika digambarkan adalah sebagai berikut :

Teori TwoFactor dari Spearman g : Faktor umum : s1 – s6; faktor

Spesifik : L1 – L6; Faktor Loading

Gambar Y. Hubungan antara faktor G dan beberapa faktor s menurut Teori Dua (Two) Faktor

dari Charles Spearman

Faktor G digambarkan dengan elips besar dengan kode G (sebenarnya elips besar). Dan

faktor-faktor khusus digambarkan dengan elips-elips yang kecil dengan tidak sama besarnya,

yakni s1, s2, s3 dan s4. Masing-masing faktor khusus tadi mempunyai korelasi dengan faktor G,

dan ada bagan-bagiannya yang gambarnya berimpit dengan G. Bagian-bagian yang berimpit

tersebut diberi simbol L1, L2, L3 dan L4. Bagian-bagian yang berimpit inilah yang disebut

faktor loaded atau loading, atau juga faktor saturated (faktor milik bersama).

Dalam gambar tersebut nampaklah, bahwa faktor khusus s1 berkorelasi dengan faktor G

dan mempunyai faktor loading L1. Demikian juga faktor-faktor khusus lainnya berkorelasi

dengan faktor G dan faktor-faktor loading-nya s2 dengan L2, s3 dengan L3 dan s4 dengan L4.

Dengan adanya faktor-faktor loading tadi ditafsirkan, bahwa bagian-bagian dari faktor-faktor

khusus tadi mempunyai sifat sama atau persamaan dengan sifat-sifat faktor G. Jika di dalam

g

L6

s6

s6

L5

s5

s5

s1 L1

L4 s4

s3

L3

s5

s2

L2

s5

Page 14: Inteligensi dBy rirn

perhitungan statistik, yakni perhitungan angka koefisien korelasinya dengan teknik tertentu,

hasilnya menunjukkan ada korelasi positif tinggi, maka faktor loading-nya akan terlihat besar;

dan sebaliknya jika angka korelasinya kecil, maka faktor loading-nya juga akan nampak kecil.

Apa yang menyebabkan faktor-faktor s berkorelasi dengan faktor G, dalam bentuk-

bentuk tes khusus, dihipotesiskan ada fungsi yang bersamaan dengan faktor G. Jadi, yang

berkorelasi itu adalah fungsi dari tes khusus dan tes umum. Artinya, ada persamaan fungsi antara

faktor-faktor s dengan faktor G. Berdasarkan konsep ini, jika makin besar persamaannya antara

faktor s dan faktor G, maka kekhususannya akan makin kecil. Dan sebaliknya, jika makin kecil

persamaannya, maka faktor s makin spesifik, artinya faktor khususnya makin besar. Dan jika

faktor s dipandang sebagai bakat, maka makin kecil korelasinya dengan faktor G, berarti

bakatnya makin besar atau bakatnya makin menonjol. Sebaliknya, makin besar korelasinya,

berarti makin kecil bakatnya.

Dengan teori dua faktor dari Spearman, maka tes psikologis dapat untuk mengukur besar

faktor G pada individu-individu, demikian juga besar faktor s. Hal ini ditunjukkan oleh besar

kecilnya korelasi sebagai hasil perhitungannya. Kalau dua macam tes menghasilkan persamaan

yang besar, bahkan semuanya sama, berarti tidak mengukur perbedaan khusunya, tetapi hanya

berarti berbeda situasi saja.

Spearman mengusulkan, bahwa sebuah tes yang mempunyai faktor loading sangat tinggi,

dapat digantikan oleh sekumpulan items yang heterogen terdapat pada inteligensi. Suatu tes yang

mengukur kemampuan hubungan-hubungan abstrak, mungkin tes ini mengukur faktor G, dan

dapat dipakai sebagai tes intelegensi. Misalnya, tes Raven, yang disebut Standard Progressive

Matrices (SPM), dan tes intelegensi yang bebas budaya dari Cattel.

Definisi inteligensi menurut Spearman mengandung dua komponen kualitatif yang

penting, yaitu :

(a). Edukasi relasi ( eduction of relation)

Eduksi relasi adalah kemampuan untuk menemukan suatu hubungan dasar yang

berlaku diantara dua hal. Misalnya, dalam menemukan hubungan yang terdapat diantara

dua kata “panjang-pendek”.

Page 15: Inteligensi dBy rirn

(b). Edukasi korelasi (eduction of correlates).

Eduksi korelasi adalah kemampuan untuk menerapkan hubungan dasar yang

telah ditemukan dalam proses eduksi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. Misalnya,

bila telah diketahui bahwa hubungan lawan-arti, maka menerapkannya dalam situasi

pertanyaan seperti “baik-.......” tentu dapat dilakukan.

Eduksi hubungan (r) antara Eduksi korelasi (f2) dari hal (f1)

dua hal (f1 dan f2) dan hubungan (r)

Gambar Z. Diagram Eduksi Relasi dan Eduksi Korelasi (Spearman, 1927 dalam

Eysenck, 1981)

Dalam istilah modern apa yang dikonsepkan oleh Speraman itu dapat disebut sebagai

proses Enkoding (encoding), proses penyimpulan (inference), dan aplikasi (apliation). Inilah

proses penalaran dengan menggunakan analogi yang menurut Sperman, merupakan salah satu

indikator faktor g terbaik.

Disamping itu, Sperman juga mengemukakan lima prinsip kuantitatif dalam kognisi,

yaitu :

1. Energi Mental, setiap fikiran cenderung untuk menjaga total output kognitif simultanya

dalam kuantitas yang tetap walu bagaimanapun variasi kualitatifnya.

2. Kekuatan Menyimpan (retantivity), terjadinya peristiwa kognitif menimpulkan

kecenderungan untuk terulang kembali.

r

f1 f2

r

f1 f2

Page 16: Inteligensi dBy rirn

3. Kelelahan, terjadinya peristiwa kognitif menimbulkan kecenderungan untuk

melawanterulangnya peristiwa tersebut.

4. Kontrol Konatif, intensitas kognisi dapat dikendalikan olah konasi (motivasi).

Potensi Primordial, setiap manifestari dari keempat prinsip kuantitatif terdahulu akan

ditimbun di atas potensi awal individu yang bervariasi.

c. Multiple Factor

EDWARD LEE THORNDIKE

Thorndike lahir di Williamsburg pada tangal 31 Agustus 1874 dan meninggal di

Montrose, New York. Pada tahun 1898, di usianya ke 24 tahun Thorndike menerbitkan buku

“Animal Intelligence, An Experimental Study of Association Process in Animal”. Buku ini

nerupakan penelitian dari Thorndike terhadap tingkah laku beberapa jenis hewan seperti kucing,

anjing dan burung, yang mencermikan prinsip dasar dari proses belajar, Thorndike menganut

bahwa dasar dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi. Suatu stimulus (S),

akan menimbulkan suatu respon (R) tertentu. Teori ini juga sering di sebut teori S-R. Dalam teori

ini dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama sekali organisme (manusia atau hewan)

belajar dengan cara trial and error. Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu,

(1) perilaku nyata (trial & error), (2) Perseptual (trial & error), (3 )Ideational, (4) Konseptual

yang dijadikan acuan bagi pengukuran intelegensi. Di bawah ini ada proses belajar yang

mengikuti prinsip trail and error ini, dan ada beberapa hukum yang di kemukakan Thorndike.

Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Teori belajar yang dikemukakan oleh Edward Thorndrik yang kemudian berpengaruh pada

pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat. Thorndike berpendapat bahwa belajar merupakan

proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering pula disebut

“Trial and Error learning”,. Penelitian ini dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap

kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,

maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak

memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi

antara Stimulus- Respons.

Page 17: Inteligensi dBy rirn

2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan

organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana

unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu.

3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan

semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang

atau tidak dilatih.

Pada penelitian Thorndike tentang ”Transfer of Training” yang ditulis bersama Woodwort,

Thorndike mengemukakan bahwa apa yang telah dipelajari terdahulu akan mempengarui apa

yang dipelajari kemudian. Apabila hal yang dipelajari mempunyai banyak persamaa dengan hal

yang dipelajari dulu, makan akan terjadi transfer yang positif dimana hal yang baru tidak akan

terlalu sulit dipelajari. Misalnya, bila kita sudah bisa mengendari sepeda, maka sewaktu kita akan

mengendari sepeda motor tidak begitu sulit, sebaliknya bila yang kita pelajari dengan yang

terdahulu yang kita pelajari terdapat banyak perbedaan, maka akan sulit mempelajari hal yang

baru itu, disini terjadi transfer yang negatif. Misalnya, orang yang biasa menggunakan tangan

kiri, pada suatu saat di suruh menggunakan tangan kanan, maka hal ini sangatlah sulit.

Prinsipnya mengenai transfer ini kemudian ditulisnya kedalam buku Eductional Psychology

(1903) dan karena prestasi-prestasinya, beliau diangkat menjadi guru besar di Teacher’s Colege

of Colombia.

THURSTONE

Teori Multifaktor dikembangkan oleh Thurstone. Metoda analisis faktor yang

dipergunakan untuk menganalisa faktor-faktor inteligensi adalah metoda centroid dan metoda

rotasi. Metoda centroid dipergunakan untuk meringkaskan faktor-faktor yang terdapat dalam tes

tabel korelasi. Sedangkan metoda rotasi dipergunakan untuk melukiskan faktor-faktor yang

terdapat dalam tes, sehingga mudah dimengerti (Loevinger, Helson, 1951 : 572-573). Multifaktor

disini dimaksudkan sebagai faktor-faktor inteligensi yang dianalisis dengan mempergunakan

metoda analisis faktor itu, terdiri dari lima faktor atau lebih. Apabila banyak sekali, faktor-faktor

itu dikelompok-kelompokkan sehingga akhirnya faktor-faktor itu tidak lebih dari sepuluh buah.

Model korelasi antar faktor-faktor inteligensi itu digambarkan dalam bagan berikut :

Misalkan, tes inteligensi yang dimaksud terdiri dari 5 subtes, yang dilambangkan dengan persegi

Page 18: Inteligensi dBy rirn

empat yang diberi angka 1, 2, 3, 4 dan 5. subtes 1, 2 dan 3 berkorelasi, sama-sama mengandung

faktor spatial (keruangan), dan subtes 4 dan 5 berkorelasi, sama-sama mengandung faktor

numerical (bilangan). Lingkaran bulat telur melambangkan korelasi antara faktor-faktor dari

subtes-subtes tersebut.

Teori Multifaktor ini tidak lagi mempermasalahkan jenis-jenis faktor, seperti faktor

umum, faktor kelompok atau faktor khusus, tetapi lebih memperhatikan faktor-faktor apa yang

termuat di dalam sebuah tes inteligensi.

Di dalam teorinya ini, Thurstone mengemukakan 6 faktor utama yang terdapat dalam tes

inteligensi, yaitu : faktor verbal (V), faktor bilangan (N = numerical), faktor keruangan (S =

spatial), faktor kefasihan kata-kata (W = words fluency), faktor ingatan (M = memory), faktor

pikiran ( P = perceptual speed). Keenam faktor inteligensi ini disebut “primary mental abilities”.

Sedangkan enam faktor di dalam inteligensi menurut Witherington adalah : faktor kemudahan

penggunaan bilangan, faktor efisiensi pemakaian bahasa, faktor kecepatan pengamatan, faktor

kemudahan pemahaman ruang dan waktu, faktor kemudahan mengingat-ingat dan faktor khayal

yang rekonstruktif (Witherington, 1952 : 135). Kesembilan subtes IST memuat keenam faktor

utama ini.

Thurnstone mempunyai pandangan tersendiri. Dia berpendapat bahwa dalam intelegensi

terdapat faktor-faktor primer yang merupakan “group factor”, yaitu.

a) Spatial relation (S)

Kemampuan untuk melihat gambar tiga dimensi

b) Perceptual speed (P)

Kecepatan dan ketepatan dalam mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan atau dalam

merespon detil-detil visual.

c) Verbal comprehension (V)

Kemampuan memahami bacaan, kosakata, analogi verbal, dan sebagainya.

d) Word fluency (W)

Kecepatan dalam menghubug-hubngkan kata dengan berbagai rima dan intonasi.

e) Number facility (N)

Kecepatan ketepatan dalam perhitungan

f) Associative memory (M)

Kemampuan menggunakan memori untuk menghubungkan berbagi assosiasi.

Page 19: Inteligensi dBy rirn

g) Induction (I)

Kemampuan untuk menarik suatu kesimpulan suatu prinsip atau tugas.

Menurutnya faktor-faktor tesebut berkombinasi sehingga menghasilkan tindakan atau

perbuatan yang intelegen.

JOY PAUL GUILFORD

Menurut Guilford dalam Mulyadi (2004), penelitian tentang kreativitas dimulai dari

Galton yang memulainya dengan meneliti tentang orang – orang genius pada tahun 1869. Saat

itu ia mencoba memahami cara kerja fungsi mental para pemimpin dan tokoh – tokoh yang

berhasil mengetengahkan ide – ide cemerlang. Perhatiannya terutama tertuju untuk mengupas

faktoriter (keturunan) dari intelegensi dan kreativitas. Sehubungan dengan itu, maka penelitian

Galton dianggap sebagai sumbangan yang sangat penting dalam upaya para ahli memahami

kreativitas, meski tidak berhasil secara penuh untuk menciptakan teori dan definisi yang mantap

tentang hal tersebut.

Di lapangan intelektual, di tahun 1959, Guilford mengeluarkan satu model untuk

menjelaskan kreativitas manusia bernama Model Struktur Intelek. Di dalamnya terdapat konsep

berpikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berpikir untuk memberikan satu-

satunya jawaban yang benar sedangkan berpikir divergen adalah pemikiran yang memberikan

serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam.

Model struktur intelektual (SI) diilustrasikan oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus

dengan masing-masing dimensi mewakili faktor-faktor intelektual yang bersesuaian satu sama

lain. Dimensi-dimensi tersebut ialah:

1. Dimensi isi (content)

Isi menunjukkan kepada tipe informasi yang sedang diproses. Dalam dimensi ini terdapat

4 jenis bentuk yang merupakan input yang bbeda kompleksitasnya

a) Figure :informasi yan berupa bentuk yang menggambarkan keadaan suatu objek.

Setiap input yang diproses berupa gambaran suatu objek dari bentuknya

diklasifikasikan sebagai isi yang figural

b) Symbol : informasi yang diproses disini dapat mempunyai bentuk yang sama

seperti isi figural,akan tetapi arti yang dikehendaki merupakan penggambaran

objek lain. Jadi merupakan sesuatu yang lain,bukan objek itu sendiri

Page 20: Inteligensi dBy rirn

c) Semantic : informasi yang harus diproses berupa input yang disajikan secara lisan

d) Perilaku : informasi yang diterima berupa perilaku orang lain. Isi kemampuan

inilah yang dapat disamakan dengan konsep intelegensi sosial menurut teori

Thorndike,yaitu suatu kemampuan yang kita gunakan sehari-hari dalam

melakukan hubungan interaktif dengan orang lain disekitar kita

2. Dimensi operasi

Dimensi ini menunjuk kepada cara bagaimana suatu informasi diproses. Cara pemrosesan

informasi terdiri atas lima macam

a) Kognisi : proses penemuan suatu informasi atau pengenalan kembali suatu

informasi

b) Ingatan : proses langsung dalam mengangkat kembali informasi yang pernah

diterima ke atas kesadaran

c) Produksi konvergen :kemampuan memanfaatkan informasi yang diterima guna

mencapai satu jawaban atau satu penyelesaian yang benar

d) Produksi divergen : proses informasi guna memperoleh berbagai jawaban yang

baik. Proses ini mencerminkan kemampuan berpikir kreatif

e) Evaluasi : kemampuan untuk menilai setiap dari segi evaluative,seperti baik buruk

atau salah benar. Termasuk dalam bentuk proses ini adalah penilaian berdasarkan

moral (moral judgement)

3. Dimensi produk

Dimensi ini menunjuk kepada hasil pemrosesan yang dilakukan oleh dimensi operasi

terhadap berbagai macam bentuk isi informasi. Jadi,merupakan proses berpikir. Menurut

tingkat kompleksitasnya terdapat enam macam produk

a) Satuan (unit) : produk satuan berupa suatu respon tunggal,misalnya (X)

b) Kelas : produk kelas berupa respon dalam bentuk kelompok kelas,misalnya (X,Y,Z)

c) Relasi : produk yang dinyatakan dalam bentuk satuan yang saling berhubungan atau

dalam bentuk hubungan diantara satuan-satuan,misalnya (X=Y;X>Y>Z)

d) System : respon yang strukturnya terorganisasikan secara keseluruhan

e) Transformasi : berupa perubahan satu jenis produk ke dalam bentuk atau jenis produk

lain

f) Implikasi : produk yang hasilnya berlaku pula di luar data yang diproses

Page 21: Inteligensi dBy rirn

Jadi, menurut Guilford seluruhnya ada 15 faktor inteligensi. Kelimabelas faktor itu jika

disusun berdasarkan struktur menurut dimensinya masing-masing akan menghasilkan 120

macam model tingkah laku intelegen, yaitu 4 x 5 x 6. bagi Guilford tingkah laku intelegen itu

merupakan fungsi-fungsi dari intelek

(Anastasi, 1997 : 315).

SOI

Structure of Intellect’s System (SOI) adalah dasar dari asesmen akademik atau

pendidikan.Didasarkan pada theory of multiple intelligence yang dikemukakan oleh Guilford dan

dikembangkan oleh Mary Meeker untuk digunakan di sekolah. SOI adalah tes yang memiliki

jarak kemampuan (inteligen) dimana dibutuhkan untuk menilai kesuksesan dalam bidang

akademik dan dapat juga digunakan di tempat kerja. Mary Meeker menemukan bahwa inteligen

tidak menetap, tetapi dapat berkembang. Berdasarkan kekuatan dan kelemahan diagnosa, SOI

melaksanakan suatu program yang membangkitkan kemampuan potensial untuk memampukan

individu sukses dalam sekolah dan kehidupan. Program ini memiliki aplikasi yang luas dalam

kesiapan membaca, asesmen akademik dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan

akademik, dan konseling karir.

Structure of Intellect (SOI) adalah teori mengenai intelegensi manusia yang

dikembangkan dari penelitian Dr.J.P.Guilford yang dilakukan di University of Southern

California. Para psikolog di U.S.Air Force pada pertengahan tahun 1990-an, Guilford

menciptakan alat asesmennya untuk membantu Air Force menemukan pilot yang ahli di

bidangnya. Meskipun tipe lain dari tes disaring seperti untuk IQ dan bakat, 30% dari para trainer

tidak membuatnya melalui pelatihan kejuruan mereka. Peletakan teorinya untuk praktek,

pengurangan tingkat turun secara dramatis. Asesmen Guilford diadaptasi dari theory of multiple

Page 22: Inteligensi dBy rirn

intelligence nya, dimana diusulkan 150 perbedaan kemampuan, diperhitungkan dari three

dimensional model nya.

Dr. Mary Meeker, adalah murid dari Guilford dan seorang psikolog, melihat potensi dari

penelitian Guilford untuk digunakan dalam bidang pendidikan, dan dimodifikasi modelnya untuk

menjadi asesmen dan alat remediasi untuk siswa dalam sistem pendidikan. Versi yang

diadaptasinya (SOI) juga menunjukkan potensi dalam konseling karir dan perkembangan

kemampuan kognitif yang dibutuhkan di tempat kerja.

Kesuksesan model ini dibuktikan oleh model ini sendiri. SOI digunakan di sekolah dan

pembelajaran klinik di Amerika Utara untuk mendiagnosa dan memperbaiki kembali

ketidakmampuan belajar bagi siswa untuk memperkaya bakat anak. Program ini juga

dimplementasikan dalam program pelatihan pegawai dan dalam bisnis dan industri.

Struktur dari filosofi intelektual adalah bahwa inteligen tidak tetap. Kemampuan

intelektual dapat dipelajari.

Dengan adanya penelitian mengenai otak, peneliti membawa kesadaran baru ini ke dalam area

neuroscience dan pendidikan. Tes IQ secara tradisional mengarah kepada pengukuran jarak

kemampuan. Struktur dari tes intelektual mengukur jarak yang luas dari kemampuan yang

dibutuhkan untuk kesuksesan akademik.

Walaupun kemampuan untuk menunjukkan area masalah adalah sesuatu yang berharga

tinggi, hasil tidak menjadi efektif tanpa kesesuaian sistem dalam menempatkan penyelesaian area

ini. Structure of intellect’s diagnostic tests menyebabkan secara langsung untuk penyelesaian

dengan mengembangkan potensi kemampuan belajar.

Models of Creativity

J.P.Guilford (1959) mengemukakan structure of intellect (SOI), terdiri dari kumpulan

kemampuan yang diorganisasikan digunakan untuk memproses informasi. Model SOI meliputi

tiga dimensi, dimana menetapkan tipe yang berbeda dari kemampuan intelektual: operasi, isi,

dan hasil. Guilford percaya ada enam kelompok utama mengenai kemampuan kreatif, kebutuhan

bagi usaha kreatif seseorang:

1. sensitivity to problem----kemampuan untuk sadar akan kebutuhan untuk merubah atau melihat

kerusakan dan kekurangan yang butuh untuk diperliatkan.

2. fluency----kemampuan untuk menghasilkan ide dalam jumlah yang besar

Page 23: Inteligensi dBy rirn

3. flexibility----kemampuan untuk merubah set atau kumpulan

4.originality----kemampuan untuk mengembangkan hal yang tidak biasa, penerimaan solusi

untuk ide

5. redefinition----kemampuan untuk memindahkan objek yang eksis atau ide kedalam pikiran

dengan design yang berbeda, fungsi, atau kegunaan

6.penetration----kemampuan untuk melihat lebih daripada apa itu atau itu adalah…..

HOWARD GARDNER

Howard Gardner lahir 11 Juli 1943 di Scranton, Pennsylvania adalah psikolog

Amerika dari Harvard University. Dia terkenal dengan teorinya Multiple Intelligences.

Sepanjang hidup Howard Gardner, ia adalah seorang pelajar yang memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi. Gardner tidak pernah diizinkan mengikuti olah raga di sekolah karena sebelum

kelahirannnya, saudara Gardner meninggal akibat sebuah kecelakaan tragis dalam olah raga. di

umur yang ke-13, dia telah menjadi pianis yang luar biasa dan meraih peringkat di Eagle Scout.

Howard masuk ke Harvard pada September 1961. Dengan pengaruh Erik Erikson ia

menjadi tertarik pada hubungan sosial (gabungan psikologi, sosiologi, dan antropologi) dan

fokus di psikologi klinis. minatnya kembali berubah ketika bertemu dengan Jerome Bruner yang

merupakan psikolog kognitif.

Setelah lulus dari Harvard, Howard bertemu dengan Nelson Goodman. Bersama-sama

mereka mendirikan Project Zero pada tahun 1967. Project Zero adalah sebuah proyek yang

ditujukan untuk program studi yang sistematis pada artistic thought dan creativity dengan misi

untuk memahami dan meningkatkan belajar, berpikir, dan kreativitas dalam seni, serta

humanistik dan disiplin ilmu, pada tingkat individu dan kelembagaan. Howard juga bekerja

dengan David Perkins dari 1972 sampai 1 Juli 2001 ketika Dr Steve Seidel mengambil alih

sebagai direktur proyek. Tahun 1981, dia mendapatkan Mac Arthur Prize Fellowship.

Teori intelegensi Gardner merupakan teori intelegensi ganda (multiple intelegence). Hal

ini didorong oleh pandangannya yang mengatakan bahwa konsep intelegensi tidak cukup

digambarkan dari sisi psikometri dan kognitif saja. Howard Garner (1983, 1993, 2002) percaya

bahwa ada banyak intelegensi spesifik atau kerangka pikiran. Dalam usahanya melakukan

identifikasi terhadap tipe-tipe intelegensi, Gardner menggunakan beberapa macam kriteria, yaitu:

pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior

Page 24: Inteligensi dBy rirn

informasi mengenai kerusakan otak

studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar, juga

individu idiot savant, dan orang-orang yang autistik

data psikometris; dan

studi pelatihan psikologis

Menurut Gardner, ada delapan tipe inteligensi khusus, atau kerangka berpikir, yang

dideskripsikan bersama dengan contoh pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing

kerangka (Campbell, Campbell & Dickinson, 1999), yaitu:

1. Inteligensi linguistik ( Linguistic intelligence)

Kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata – kata secara efektif baik

secara oral maupun secara tertulis

contohnya pencipta puisi, editor , jurnalis, dramawan, sastrawan, orator Tokoh

terkenal seperti : Sukarno, Paus Yohanes Paulus II, Winston Churhill.

2. Inteligensi matematis-logis ( Logical – mathematical intelligence )

Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika . Jalan pikiran

bernalar dengan mudah mengembangkan pola sebab akibat

contohnya matematikus, programer, logikus.

Tokoh terkenal seperti : Einstein ( ahli fisika ), Habibie ( ahli pesawat )

3. Inteligensi ruang (Spatial intelligence)

Kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat dan kemampuan

untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat serta mempunyai daya imaginasi

secara tepat.

contohnya pemburu, arsitek, dekorator.

Tokoh terkenal seperti Sidharta (pemahat), Pablo Pacasso (pelukis)

4. Inteligensi kinestetic-badani (bodily- kinesthetic intelligence)

Kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan

gagasan dan perasaan .

contohnya aktor, atlet, penari ahli bedah.

Tokoh terkenal seperti : Charlie Chaplin (pemain pantonim yang ulung), Steven

Seagal (actor)

Page 25: Inteligensi dBy rirn

5. Inteligensi musikal ( Musical intelligence)

Kemampuan untuk mengembangkan , mengekspresikan dan menikmati bentuk–

bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi, dan intonasi serta

kemampuan memainkan alat musik.

Contohnya komponis.

Tokoh terkenal seperti Beethoven, Mozart.

6. Inteligensi interpersonal (Interpersonal intelligence)

Kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi,

motivasi, watak, temperamen orang lain.

Kemampuan yang menonjol dalam berelasi dan berkomunikasi dengan berbagai

orang.

contohnya komunikator, fasilitator.

Tokoh terkenal Mahatma Gandhi (tokoh perdamaian India ), Ibu Teresa ( Pejuang

kaum miskin )

7. Inteligensi intrapersonal (Intrapersonal intelligence)

Kemampuan berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan

untuk bertindak secara adaptif berdasar pengalaman diri serta mampu berefleksi

dan keseimbangan diri, kesadaran tinggi akan gagasan–gagasan. Mereka mudah

berkonsentrasi dengan baik, suka bekerja sendiri dan cenderung pendiam

contohnya para pendoa batin.

8. Inteligensi lingkungan / naturalis (Naturalist inetlligence)

Kemampuan untuk mengerti flora dan fauna dengan baik, menikmati alam,

mengenal tanaman dan binatang dengan baik.

Tokoh terkenal Charles Darwin

Selain kedelapan inteligensi tersebut, perkembangan terakhir diketahui bahwa terdapat

satu inteligensi lagi yaitu:

Inteligensi eksistensial (Exixtential intlligence)

Kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab

persoalan–persoalan terdalam keberadaan atau eksistensi manusia.

contohnya persoalan mengapa ada, apa makna hidup ini.

Tokoh terkenal seperti Plato, Sokrates, Thomas Aquina.

Page 26: Inteligensi dBy rirn

Teori Gardner ini lebih banyak diaplikasikan pada bidang pendidikan. Gardner percaya

bahwa masing-masing bentuk inteligensi di atas dapat dihancurkan oleh pola kerusakan otak

tertentu, yang masing-masing melibatkan keahlian kgnitif yang unik, dan masing-masing tampak

dalam cara unik baik di dalam diri orang berbakat maupun orang yang tidak berbakat.

Meskipun Gardner menganjurkan penerapan model teorinya untuk pendidikan, dia juga

menjadi saksi atas penyalahgunaan pendekatannya. Berikut ini beberapa peringatannya dalam

mengaplikasikan pendekatannya (Gardner, 1998):

1. Tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa setiap subjek dapat diajari secara efektif dengan

delapan cara yang berbeda untuk delapan tipe inteligensi. Usaha melakukan usaha ini

akan sia-sia

2. Jangan berasumsi bahwa sudah cukup mengaplikasikan tipe inteligensi tertentu.

Misalnya, dalam keahlian tubuh kinestetik, gerakan otot secara acak tidak ada kaitannya

dengan memperbesar keahlian kognitif

3. Tidak ada alasan untuk percaya bahwa adalah berguna untuk menggunakan satu tipe

inteligensi sebagai aktivitas pendukung saat anak-anak mengerjakan aktivitas yang

berhubungan dengan inteligensi yang berbeda. Misalnya, Gardner percaya bahwa

memberi latarbelakang musik saat murid memecahkan soal matematika adalah bentuk

penyalahgunaan teorinya.

Page 27: Inteligensi dBy rirn

5. Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :

a) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya:

Stanford – Binet Intelegence Scale.

Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS)

Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC)

Wechster – Ault Intelegence Scale (WAIS)

Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI)

b) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya:

Pintner Cunningham Prymary Test

The California Test of Mental Makurity

The Henmon – Nelson Test Mental Ability

Otis – Lennon Mental Ability Test

Progassive Matrices

c) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan

Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes

intelegensi kelompok berupa:

The California Test of Mental Maturity (CTMM)

The Henmon – Nelson Test Mental Ability

Otis – Lennon Mental Ability Test, and

Progassive Matrices. (22)

Ada kalsifikasi atau standar tingkat IQ yang cukup berpengaruh yaitu klasifikasi dari

Wechsler yang menciptakan tes WISC yang diperuntukan bagi anak-anak pada tahun 1949.

Adapun kalsifikasi IQ-nya.

Name IQ

Very superior 130 +

Superior 120 – 129

Bright normal 110 – 119

Average 90 – 109

Dull normal 80 – 89

Borderline 70 – 79

Mental defective 69 and below

(Harriman, 1958)

Page 28: Inteligensi dBy rirn

Daftar pustaka

Azwar, S (2004). Pengantar Psikologi Intelegensi.Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Santrock, J. W (2007). Psikologi Pendidikan (edisi Bahasa Indonesia). Kencana Prenada

Media Group: Jakarta.

Anastasi, A (2007). Tes Psikologi, psychological testing (edisi Bahasa Indonesia). PT.

Indeks: Jakarta.

Azwar, Saifuddin. 1996. Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Santrock, John. 2007. Psikologi Pendidikan Ed. Ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup

Lahey Benjamin. 2007. Psychology an Introduction. NewYork: McGraw Hill