INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS...

15
208 INOVASI dan PEMBANGUNAN JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03 INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DI LAMPUNG INTEGRATIONS OF SOCIAL FUNCTION AND PROFIT FUNCTION OF BMT IN LAMPUNG Oleh Ridwan Saifuddin Fungsional Peneliti Pada Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah Provinsi Lampung Jl. Drs. Warsito No. 77 Telukbetung Bandar Lampung Email : [email protected] ABSTRAK Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial dan fungsi bisnis. Keduanya mencakup prinsip muamalah dalam Islam yang tidak memisahkan antara kepentingan materi dan immateri. Masalah dalam operasional BMT di Lampung adalah perlakuan yang timpang antara fungsi sosial dan fungsi bisnis, di mana fungsi bisnis berorientasi laba terlalu mendominasi, dan cenderung meninggalkan fungsi sosialnya. Fungsi sosial dicerminkan dalam pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS), sedangkan fungsi bisnis dicerminkan dalam perkembangan ukuran finansial baik pertumbuhan aset maupun laba BMT. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder laporan keuangan BMT, serta data primer yang diperoleh melalui pengungkapan pendapat dan kuesioner kepada 36 responden pengelola BMT di Lampung. Metode analisis menggunakan diagram tulang ikan (fishbone diagram) untuk mengindetifikasi akar penyebab lemahnya fungsi sosial BMT di Lampung. Hasil penelitian menunjukkan pengelola BMT di Lampung cenderung melalaikan fungsi sosialnya, sehingga BMT lebih merefleksikan lembaga bisnis murni. Penyebab lemahnya fungsi sosial BMT adalah faktor management, manpower, methods, money, dan environment. Analisis laporan keuangan BMT juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang jelas antara peningkatan kinerja bisnis yang ditunjukkan dengan perkembangan aktiva dan laba, dengan kinerja fungsi sosial BMT. Laporan keuangan BMT juga belum sepenuhnya mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan. Kata kunci: Kesenjangan, dana ZIS, fishbone diagram, internal BMT.

Transcript of INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS...

Page 1: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

208 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS

BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DI LAMPUNG

INTEGRATIONS OF SOCIAL FUNCTION AND PROFIT FUNCTION

OF BMT IN LAMPUNG

Oleh

Ridwan Saifuddin

Fungsional Peneliti Pada Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah

Provinsi Lampung

Jl. Drs. Warsito No. 77 Telukbetung Bandar Lampung

Email : [email protected]

ABSTRAK

Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial dan fungsi

bisnis. Keduanya mencakup prinsip muamalah dalam Islam yang tidak memisahkan antara

kepentingan materi dan immateri. Masalah dalam operasional BMT di Lampung adalah

perlakuan yang timpang antara fungsi sosial dan fungsi bisnis, di mana fungsi bisnis

berorientasi laba terlalu mendominasi, dan cenderung meninggalkan fungsi sosialnya. Fungsi

sosial dicerminkan dalam pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS), sedangkan

fungsi bisnis dicerminkan dalam perkembangan ukuran finansial baik pertumbuhan aset

maupun laba BMT.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder laporan keuangan

BMT, serta data primer yang diperoleh melalui pengungkapan pendapat dan kuesioner

kepada 36 responden pengelola BMT di Lampung. Metode analisis menggunakan diagram

tulang ikan (fishbone diagram) untuk mengindetifikasi akar penyebab lemahnya fungsi sosial

BMT di Lampung. Hasil penelitian menunjukkan pengelola BMT di Lampung cenderung

melalaikan fungsi sosialnya, sehingga BMT lebih merefleksikan lembaga bisnis murni.

Penyebab lemahnya fungsi sosial BMT adalah faktor management, manpower, methods,

money, dan environment. Analisis laporan keuangan BMT juga menunjukkan tidak adanya

hubungan yang jelas antara peningkatan kinerja bisnis yang ditunjukkan dengan

perkembangan aktiva dan laba, dengan kinerja fungsi sosial BMT. Laporan keuangan BMT

juga belum sepenuhnya mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Keuangan.

Kata kunci: Kesenjangan, dana ZIS, fishbone diagram, internal BMT.

Page 2: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

209 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

ABSTRACT

The baitul maal wat tamwil (BMT) has two major functions, such as social and business.

Both of them are suitable with the principles if muamalah in Islam. The baitul maal wat

tamwil in Lampung, actuallu, faces problems that must be solved. They are not able to run

those functions equally. They only do business more than social. Social function is reflected

by the management of donation of zakah, infak and sadaqah (the ZIS) while the other

function, business, is reflected by the growth of the the BMT finance. This research uses two

sources in gathering data. First, secondary data are obtained from financial report of the

BMT. Second, primary data are obtained from questionnaire which spread to 36 respondents

of the BMT staffs. This research also used fishbone diagram to analyze the data.

Findings show that the BMT staffs still have not been able to do social function as well as

business function. They tend to do business only. Of course, it is caused by many factors such

as lack of human resources, methods, money and environment. The findings also show that

there is no significant correlation between the growth of business performance and special

performance of the BMT. Moreover, the report shows that it is still not based on the Pedoman

Standar Akuntansi Keuangan.

Keywords: gap, donation of the ZIS, fishbone, internal of the BMT

PENDAHULUAN

Keuangan mikro (microfinance) telah

diakui sebagai suatu instrumen yang efektif

dalam upaya mengatasi kemiskinan di

banyak negara. Tidak saja pada tingkat

nasional, bahkan lembaga dunia

Perserikatan Bangsa Bangsa mengakui dan

telah mencanangkan tahun 2005 sebagai

Tahun Kredit Mikro Internasional. Konsep

keuangan mikro meliputi jasa keuangan

seperti kredit atau pembiayaan, simpanan,

serta jaminan bagi masyarakat miskin

dalam aktifitas ekonomi dan pemenuhan

kebutuhan hidupnya.

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro

(LKM) dalam mendukung pemberdayaan

UKM sering kali dikaitkan dalam satu

konteks upaya sektoral mengatasi masalah

kemiskinan. Masyarakat miskin dengan

penghasilan rendah berikut aktivitas UKM-

nya sering menghadapi persoalan dalam

memenuhi kebutuhan hidup dan

permodalan, sehingga terkadang harus

menghadapi kondisi yang tidak

menyediakan cukup pilihan untuk dapat

keluar dari masalah keuangan tersebut.

Mereka menghadapi lingkaran setan

kemiskinan (poorness vicious circle)

dengan rendahnya penghasilan, ketiadaan

kepemilikan aset atau tabungan, dan

ketidakmampuan berusaha, apalagi

dukungan finansial dari lembaga keuangan.

Salah satu bentuk lembaga keuangan mikro

yang banyak muncul akhir-akhir ini adalah

Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yang

dalam operasionalnya idealnya

berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam.

Karena itu, karakteristik ekonomi Islam

hendaknya menjadi perhatian dan panduan

bagi para pengelola BMT, sehingga

lembaga tersebut mampu merefleksikan

serta mengaktualisasikan keunggulan

sistem ekonomi Islam tersebut dan tidak

terjebak pada praktik ekonomi kapitalistik

yang individualistis dan meterialistis.

Page 3: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

210 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Misi mulia yang diemban BMT dengan dua

fungsi maal dan tamwil tersebut merupakan

refleksi dari bagian sistem perekonomian

Islam yang menghendaki keadilan dalam

distribusi pendapatan serta kesempatan

berusaha bagi semua lapisan masyarakat.

Selain berperan sebagai lembaga

pembiayaan, BMT juga membawa misi

sebagai lembaga sosial bagi masyarakat

yang membutuhkan melalui akad-akad

yang diaplikasikan dalam lembaga tersebut

baik yang berbasis keadilan maupun

kedermawanan.

Peran BMT juga strategis dalam rangka

mengisi ruang yang tidak dimasuki oleh

perbankan dalam menyediakan fasilitas

pembiayaan kepada usaha-usaha mikro,

mengatasi pengangguran dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Namun, peranan

LKM yang telah ada—termasuk juga

BMT—pada kenyataannya belum mampu

melayani masyarakat khususnya mereka

yang berpenghasilan rendah, atau

kelompok fakir miskin, secara optimal.

Sementara, keberadaan jasa rentenir yang

menawarkan pinjaman cepat dengan bunga

sangat tinggi kepada masyarakat yang

memiliki kebutuhan mendesak, hingga saat

ini masih cukup eksis di beberapa wilayah.

Optimalisasi peran BMT dalam

menggerakkan dan meningkatkan kapasitas

perekonomian masyarakat khususnya usaha

kecil dan mikro perlu mendapat perhatian

serta dukungan mengingat potensinya yang

besar dalam mengangkat taraf kehidupan

masyarakat berpenghasilan rendah. Selain

itu, lembaga ini juga perlu meningkatkan

perannya dalam pemberdayaan kelompok

fakir miskin yang belum memiliki kapasitas

untuk mendapatkan pembiayaan komersiil

karena tidak memadainya aset yang

dimiliki.

Ada dua fungsi BMT yang berbeda, yaitu

fungsi baitul maal sebagai institusi kolektor

zakat, infaq, sadaqah, wakaf dan distributor

kepada mereka yang berhak atau disebut

sebagai mustahiq, serta fungsi sebagai

baitul tamwil yaitu institusi keuangan dan

bisnis yang berorientasi pada

pengembangan usaha-usaha produktif,

seperti investasi yang diarahkan bagi

kegiatan ekonomi skala kecil (Ascarya dan

Sanrego, 2007, Hal.17).

Terhadap kebutuhan masyarakat dari aspek

sosial tersebut, BMT hendaknya mampu

mengantisipasi dengan memberdayakan

fungsi baitul maal-nya dengan lebih baik.

Keseimbangan yang terintegrasi dalam

menjalankan fungsi baitul maal dan baitul

tamwil tersebut akan lebih menjamin

tersedianya pelayanan bagi masyarakat

sekaligus mengoptimalkan manfaat dari

kehadiran BMT tersebut.

Dengan definisi Baitul Maal wat-Tamwil

tersebut berarti BMT dapat diartikan

sebagai lembaga sosial-ekonomi, dimana

dalam implementasinya harus selalu

berusaha untuk menyeimbangkan antara

peran sosial dan peran ekonominya. BMT

tidak boleh terjebak pada ekstrem

kapitalisme yang hanya mengedepankan

motif mencari keuntungan (profit) sebagai

satu-satunya tujuan. Tidak juga berpuas diri

hanya sebagai lembaga yang memberikan

manfaat sosial, tanpa juga memiliki

kemapuan efisiensi dalam mengoptimalkan

penggunaan sumber dayanya dalam rangka

mengembangkan lembaga secara ekonomi.

Dalam implementasinya, operasional BMT

di Lampung cenderung ―terdistorsi‖

menjadi seperti halnya lembaga keuangan

murni yang hanya berorientasi laba. Hal

tersebut terlihat dari fokus perhatian

Page 4: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

211 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

pengelolanya terhadap fungsi baitul tamwil

dalam mengembangkan usahanya dan

meningkatkan laba yang setiap tahun

diakumulasikan dalam sisa hasil usaha

untuk dibagi kepada ―pemegang saham.‖

Sementara fungsi baitul maal yang melekat

dalam lembaga tersebut, yang ditunjukkan

dengan perkembangan dana zakat, infaq,

shadaqah yang dikelola, nyaris tidak

tertangani secara serius.

Dari data laporan keuangan BMT, terlihat

adanya kesenjangan yang signifikan antara

pertumbuhan aset dengan pertumbuhan

dana ZIS yang dikelola sepuluh BMT di

Lampung. Bahkan, perkembangan

pengelolaan dana ZIS menunjukkan tidak

adanya kemajuan yang berarti dari tahun ke

tahun. Secara umum, perbandingan antara

jumlah dana zakat, infaq, shadaqah yang

mencerminkan kinerja baitul maal dengan

jumlah aset BMT yang berada di Provinsi

Lampung berada pada rasio yang sangat

kecil kurang dari satu persen.

Fungsi sosial BMT sebagai baitul maal

dapat diimplementasikan begitu luas, tidak

saja terbatas pada penggalangan dana dan

penyaluran yang bersifat charity, tetapi

juga penyaluran dana untuk kegiatan

produktif masyarakat kelompok fakir

miskin dalam rangka pemberdayaan, yang

diharapkan akan dapat berkembang

menjadi usaha yang mandiri. Konsep baitul

maal dalam lembaga BMT ini meski

terinspirasi dari baitul maal yang

dipraktikan pada masa Rasulullah SAW

dan mulai dilembagakan pada masa

sahabat, tetapi berbeda baik menyangkut

cakupan operasinya maupun

manajemennya.

Melihat pertumbuhan fungsi bisnis yang

lebih mengedepan dibanding fungsi

sosialnya, BMT di Provinsi Lampung

cenderung menjalankan fungsi tamwil

secara lebih dominan, bahkan telah

cenderung meninggalkan fungsi baitul

maal-nya. Kondisi tersebut menimbulkan

kesenjangan antara kebutuhan masyarakat

yang menjadi segmen pasar BMT dengan

fungsi pelayanan yang diberikan oleh

lembaga tersebut. Pada akhirnya, kinerja

BMT menjadi kurang optimal dalam

menjalankan fungsinya yang idealnya dan

untuk dapat mengatasi masalah kemiskinan

serta meningkatkan taraf ekonomi umat.

Permasalahan

Dalam perspektif Islam, aktifitas muamalah

(bisnis) bukan sekadar berorientasi pada

keuntungan di dunia, melainkan juga

menghasilkan value added yang akan

didapat di akhirat. Dalam praktiknya,

aktivitas bisnis tidak boleh lepas sama

sekali dari perhatiannya terhadap

permasalahan lingkungan. Menjalankan

bisnis dengan cara abai terhadap

lingkungannya—dengan berbagai dampak

eksternalitas—pada gilirannya akan

mengancam kelangsungan bisnis itu

sendiri.

BMT sebagai lembaga keuangan mikro

yang bernafas Islam seharusnya mampu

mengartikulasi dan mangaktualisasikan

orientasi tersebut ke dalam aktifitas

operasionalnya. BMT—sesuai dengan

filosofi lembaga—tidak boleh hanya

berorientasi pada keuntungan materi

(profit), tetapi juga harus memperhatikan

misi sosialnya, membawa rahmat bagi alam

(masyarakat) juga membangun dan

memelihara jaringan ukhuwah seluruh

potensi kaum muslimin.

Page 5: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

212 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Lembaga BMT secara de facto harus

menjalankan dua fungsi usaha sekaligus,

yaitu dalam bidang pengelolaan zakat,

infaq, shadaqah (ZIS), serta lembaga

intermediasi keuangan mikro syariah. Bila

salah satunya tidak tidak berjalan, maka

hakikatnya lembaga tersebut tidak tepat

untuk disebut sebagai BMT, melainkan

baitul maal saja atau baitul tamwil saja.

Kedua fungsi tersebut merupakan suatu

sistem dalam wadah BMT yang bekerja

sinergis, yang seharusnya tidak dipisahkan

satu sama lain. Pengingkaran terhadap

prinsip ini dapat berakibat fatal terhadap

keutuhan jati diri BMT sebagai lembaga

keuangan mikro syariah. Siapa pun tidak

berhak mengklaim lembaganya sebagai

BMT bila de facto baitul maalnya tidak

berjalan (Ilmi, 2002, Hal.67).

Konsep ideal BMT tersebut, dengan

mengintegrasikan fungsi sosial dan fungsi

bisnis secara baik, akan melahirkan kinerja

lembaga yang lebih optimal dalam

memberikan manfaat bagi masyarkat

khususnya kelompok yang berpengasilan

rendah. Namun, BMT di Lampung dalam

aktivitas operasionalnya masih cenderung

mengedepankan fungsi bisnis dan

meninggalkan fungsi sosialnya.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut: ―Adanya

perlakuan yang timpang antara fungsi

bisnis (tamwil) dan fungsi sosial (maal)

BMT. Kepincangan (gap) antara fungsi

bisnis dan fungsi sosial BMT tersebut

membuat keberadaannya kurang optimal

mencapai sasaran yang diharapkan,

terutama dalam memberikan manfaat bagi

masyarakat berpenghasilan rendah atau

kelompok fakir-miskin. Kesenjangan

tersebut adalah kurang berjalannya fungsi

sosial BMT khususnya di Provinsi

Lampung.‖

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui faktor penyebab dan akar

masalah dari lemahnya fungsi sosial

(baitul maal) BMT di Lampung.

b. Mengetahui langkah yang dapat diambil

pengelola BMT untuk meningkatkan

fungsi sosial lembaga tersebut.

Teori

Perkembangan kelembagaan keuangan

sebagai lembaga intermediasi, baik bank

maupun lembaga keuangan bukan bank

yang mengalami pasang surut sesuai

dengan perkembangan kondisi keuangan

dan moneter yang dialami suatu negara.

Lembaga keuangan terdiri dari beraneka

ragam bentuk lembaga yang bergerak pada

sektor finansial. Dengan demikian, konsep

lembaga keuangan dapat dirumuskan dalam

beberapa definisi tergantung dari sudut

mana melihatnya (Rivai, dkk, 2007,

Hal.15).

Lembaga keuangan dalam sistem

perbankan adalah lembaga keuangan yang

menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, Pasal 1, ‖adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup masyarakat banyak.‖

Sedangkan lembaga keuangan bukan bank

adalah lembaga keuangan selain bank, yang

dalam kegiatannya tidak diperkenankan

Page 6: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

213 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

menghimpun dana secara langsung dari

masyarakat dalam bentuk simpanan, yang

meliputi perusahaan asuransi, dana pensiun,

pasar modal, leasing, modal ventura,

pegadaian, serta perusahaan pembiayaan

lainnya.

Dilihat dari sifat operasinya, suatu lembaga

atau organisasi dapat dibagi menjadi dua

macam. Pertama, lembaga yang

berorientasi untuk mendapatkan

keuntungan (profit institution). Kedua,

lembaga yang dalam menjalankan

aktivitasnya tidak berorientasi

mengumpulkan keuntungan (non-for-profit

institution) yang dalam bahasa lain sering

disebut organisasi nirlaba. Kelangsungan

hidup organisasi nirlaba sangat tergantung

dari berbagai sumbangan yang diberikan

oleh pihak-pihak yang percaya kepada

organisasi tersebut.

Di berbagai negara, seperti Amerika Serikat

dan Eropa, organisasi nirlaba berkembang

sangat pesat. Secara umum, pengertian

organisasi nirlaba adalah institusi yang

dalam menjalankan operasinya tidak

berorientasi mencari laba. Namun

demikian, bukan berarti organisasi nirlaba

tidak dibolehkan menerima atau

menghasilkan keuntungan dari setiap

aktivitasnya. Hanya biasanya jika

memperoleh keuntungan, keuntungan

tersebut dipergunakan untuk menutupi

biaya operasional atau kembali disalurkan

untuk kegiatan utamanya lagi (Widodo dan

Kustiawan, 2001, Hal 4).

Keuangan mikro (microfinance) merupakan

alat yang penting dan strategis dalam

mewujudkan pembangunan dalam tiga hal

sekaligus, yaitu: menciptakan lapangan

kerja, meningkatkan pendapatan

masyarakat, dan mengentaskan kemiskinan.

Akses terhadap jasa keuangan yang

berkelanjutan merupakan prasyarat bagi

masyarakat miskin dan pengusaha mikro

untuk meningkatkan kemampuan dan

kapasitas ekonominya.

Layanan microfinance dapat dilakukan baik

oleh pemerintah, swasta, LSM, lembaga

keuangan formal ataupun informal, bahkan

oleh perseorangan. Layanan microfinance

yang dilakukan oleh perbankan disebut

microbanking. Konsep microbanking

adalah bagaimana perbankan dapat

melayani sektor usaha mikro yang

umumnya bersifat informal.

Pengertian BMT atau padanan kata dari

Balai-usaha Mandiri Terpadu adalah

lembaga keuangan mikro yang

dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,

untuk menumbuhkembangkan bisnis usaha

mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat

derajat dan martabat serta membela

kepentingan kaum fakir miskin (PKES,

2006, Hal.1).

Secara konseptual, BMT memiliki dua

fungsi, yaitu baitul maal (bait = rumah,

maal = harta) yang menerima titipan dana

zakat, infaq dan shadaqah serta

mengoptimalkan distribusinya sesuai

dengan peraturan dan amanahnya, dan

fungsi baitut tamwil (bait = rumah, at-

tamwil = pengembangan harta) untuk

melakukan kegiatan pengembangan usaha-

usaha produktif dan investasi dalam

meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha

mikro dan kecil terutama dengan

mendorong kegiatan menabung dan

menunjang pembiayaan kegiatan

ekonominya (Aziz, 2004, Hal.1).

Page 7: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

214 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

BMT adalah lembaga keuangan mikro yang

memadukan kegiatan ekonomi berupa

simpanan dan pembiayaan dalam berbagai

jenis akad, serta kegiatan sosial melalui

penggalangan titipan dana sosial untuk

kepentingan masyarakat, seperti zakat,

infaq dan shadaqoh serta

mendistribusikannya dengan prinsip

pemberdayaan masyarakat sesuai peraturan

dan amanahnya (Aziz, 2005, Hal.1).

Dalam menjalankan fungsi sosialnya, BMT

dapat berperan sebagai outlet bagi lembaga

baitul maal. Pengajuan pembiayaan atau

peminjaman yang tidak layak kepada BMT,

dapat dipertimbangkan untuk diambil alih

baitul maal (Widyaningrum. 2002).

Sedangkan misi ekonomi BMT sebagai

baitul tamwil dilakukan melalui berbagai

pembinaan yang menyertai pembiayaan

yang diberikan kepada pelaku usaha mikro.

Dalam banyak kisah sukses BMT,

kedekatan LKM tersebut dengan

masyarakat serta pelaku usaha mikro yang

dibiayainya dibangun melalui pembinaan

berbasis kelompok yang materinya

mencakup tata kelola usaha, teknis dan

spiritual secara berkelompok. Pembinaan

berbasis kelompok ini di satu sisi sangat

mendukung performa kolektibilitas

pembiayaan dengan penerapan tanggung

jawab bersama dan di sisi lain

meningkatkan efisiensi BMT dalam

melakukan pengawasan dan penyuluhan

atau pembinaan.

Tujuan BMT adalah terciptanya sistem,

lembaga dan kondisi kehidupan ekonomi

rakyat banyak yang dilandasi oleh nilai-

nilai dasar salaam: keselamatan yang

berintikan keadilan, kedamaian, serta

kesejahteraan berwujud pada tiga perempat

usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia

sebelum tahun 2014 (Aziz, 2004, Hal.2).

Praktik baitul maal secara esensi dan

aplikasi sebenarnya telah dicontohkan oleh

Rasulullah SAW, dan secara formal mulai

ada pada masa Khulafaur Rasyidin. Baitul

maal merupakan lembaga keuangan Islam

yang strategis dalam tatanan sistem

ekonomi Islam. Lembaga ini banyak

memberikan kontribusi dalam membangun

perekonomian umat Islam bahkan mampu

menyejahterakan umat. Sejarah Islam

menjadi saksi akan hal tersebut (Fikri,

1997, Hal.207).

Dalam konteks lain yang lebih sempit yaitu

lembaga BMT, fungsi baitul maal dapat

diimplementasikan tidak saja terbatas pada

penggalangan dana dan penyaluran yang

bersifat sesaat, tetapi juga penggalangan

dan penyaluran dana yang

berkesinambungan untuk kegiatan-kegiatan

produktif masyarakat kelompok fakir

miskin dalam rangka pemberdayaan, yang

diharapkan akan dapat berkembang

menjadi usaha yang lebih mandiri.

Baitul maal dalam BMT berperan dalam

beberapa hal, antara lain:

1. Mengelola dana ZIS dari lembaga,

anggota, maupun masyarakat

disekitarnya.

2. Membantu baitul tamwil dalam

menyediakan kas untuk alokasi

pembiayaan nonkomersial qardul

hasan.

3. Menyediakan cadangan penyisihan

penghapusan pembiayaan macet akibat

kebangkrutan usaha nasabah baitul

tamwil yang berstatus ghorimin.

4. Dengan kiprahnya yang nyata dalam

usaha-usaha peningkatan bidang

Page 8: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

215 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

kesejahteraan sosial, seperti pemberian

beasiswa, santunan kesehatan,

sumbangan pembangunan sarana umum

dan peribadatan, serta lainnya, ia dapat

membantu baitul tamwil dalam

menyukseskan kegiatan promosi

produk-produk penghimpunan dana

(funding) dan penyalurannya kepada

masyarakat (financing).

Dengan pengelolaan dana-dana kebajikan

tersebut, diharapkan dapat menjadi sarana

untuk menumbuhkan unit-unit usaha baru

yang merintis usahanya dari awal, sehingga

kemudian menjadi mitra BMT yang siap

dan layak untuk mendapatkan pembiayaan

berikutnya dengan akad komersiil melalui

fungsi tamwil-nya.

BMT idealnya mampu menjalankan dua

peran tersebut secara sinergis. Alternatif

lain, BMT dapat bekerja sama secara

sinergis dengan lembaga lain dalam

mengelola potensi filantrophi umat Islam

yang dirasakan mengalami peningkatan

dari waktu-ke-waktu. Dengan seiring

berjalannya dua fungsi muamalah tersebut,

diharapkan melahirkan umat yang semakin

berdaya secara ekonomi dengan taraf

kesejahteraan yang semakin baik.

Mengenai pengertian shadaqah dan infaq

ini, sebagian ulama fiqh berpendapat bahwa

sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang

sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian

yang lain mengatakan infaq wajib

dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah

dinamakan shadaqah (www.pkpu.or.id).

Sumber dana ZIS berasal dari:

a. Zakat BMT berasal dari keuntungan

bersih BMT selama periode satu tahun.

b. Zakat dari nasabah BMT yang dipotong

dari rekening atas perintah nasabah

tersebut.

c. Zakat dari pihak luar BMT adalah dana

yang disetor atau dititipkan oleh pihak

luar ke rekening ZIS BMT.

d. Infaq didapatkan dari pihak luar atau

diterima dari nasabah BMT dengan

memotong dari rekening atas perintah

nasabah tersebut.

e. Shadaqah didapatkan dari pihak luar

atau diterima dari nasabah dengan

memotong dari rekening atas perintah

nasabah tersebut (Aziz dan Hatta, 2006,

Hal.45).

Sedangkan pengertian qardul hasan adalah

pinjaman tanpa imbalan yang

memungkinkan peminjam untuk

menggunakan dana tersebut selama jangka

waktu tertentu dan wajib mengembalikan

dalam jumlah yang sama pada akhir

periode yang telah disepakati. Laporan

sumber dan penggunaan qardul hasan

merupakan laporan yang menunjukkan

sumber dan penggunaan dana selama

jangka waktu tertentu, serta saldo qardul

hasan pada tanggal tertentu (Aziz dan

Hatta, 2006, Hal.46).

Dana qardul hasan bersumber dari:

a. Infaq yang didapatkan dari pihak luar

atau diterima dari nasabah BMT dengan

memotong dari rekening atas perintah

nasabah tersebut.

b. Shadaqah yang didapatkan dari pihak

luar atau diterima dari nasabah BMT

dengan memotong dari rekening atas

perintah nasabah tersebut.

c. Denda yang berasal dari keterlambatan

pelunasan piutang maupun pembiayaan

yang diberikan oleh BMT kepada

Page 9: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

216 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

debiturnya yang diakibatkan karena

kelalaian debitur yang bersangkutan.

d. Sumbangan yang didapatkan dari

nasabah atau pihak luar.

e. Hibah.

f. Penerimaan nonsyariah, misalnya yang

berasal dari penerimaan jasa giro BMT

pada bank konvensional atau

penerimaan lainnya yang tidak dapat

dihindari dari kegiatan operasional

BMT.

Khusus penyaluran dana nonsyariah

diarahkan untuk membantu pembangunan

fasilitas atau infrastruktur publik, seperti

jalan dan jembatan dan bukan untuk

bantuan konsumtif atau untuk

perseorangan.

Dana qardul hasan dapat disalurkan untuk

dana kebajikan dan sebagai dana bergulir

dan/atau pinjaman sosial. Laporan sumber

dan penggunaan dana kebajikan merupakan

laporan yang memberikan informasi agar

pemakai dapat mengevaluasi aktivitas BMT

dalam mengelola dana tersebut, atau

berkaitan dengan pelaksanaan fungsi sosial

BMT yang bersangkutan.

Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas,

dalam penelitian dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

a. Fungsi sosial (baitul maal) BMT di

Provinsi Lampung selama ini tidak

berjalan secara optimal dan lebih

mengedepankan fungsi bisnisnya.

b. BMT di Lampung belum optimal

memberikan pelayanan jasa keuangan

kepada kaum dhuafa maupun sektor

usaha mikro.

METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian dimulai dari batasan

penelitian di mana yang menjadi indikator

fungsi sosial BMT sebagai tema bahasan

adalah dana zakat, infaq dan shadaqah

(ZIS) yang dikelola oleh sepuluh BMT di

Lampung. Sepuluh BMT tersebut dipilih

dari 36 BMT berdasarkan data lembaga

pendamping Microfin (2008), atas dasar

kinerja (tamwil) yang dinilai dapat

mewakili dan relatif lebih baik dibanding

BMT lainnya yang ditunjukkan dengan

perkembangan aset dan laba dalam periode

lima tahun berturut-turut.

Dari sepuluh BMT tersebut diambil data

sekunder berupa laporan keuangan masing-

masing sebagai dasar melakukan analisa

adanya kesenjangan dalam pengelolaan

fungsi maal dan tamwil BMT yang

bersangkutan. Selain data sekunder

tersebut, penelitian ini juga menggunakan

kuesioner mengenai penyebab lemahnya

fungsi sosial BMT yang terdiri dari 15

pertanyaan dengan pilihan jawaban ―Ya‖

dan ―Tidak.‖ Kuesioner tersebut disebarkan

dan diisi oleh pengurus atau pengelola dari

36 BMT yang aktif beroperasi hingga

sekarang.

Kuesioner disusun berdasarkan identifikasi

faktor penyebab lemahnya fungsi sosial

BMT, yang diketahui melalui proses

pengungkapan pendapat (brainstorming)

dengan pengurus dan pengelola sepuluh

BMT di Lampung yang menjadi objek

penelitian.

Identifikasi faktor penyebab tersebut

dikelompokkan berdasarkan katagorisasi

yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil

identifikasi melalui pengungkapan

pendapat terhadap faktor penyebab

Page 10: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

217 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

lemahnya fungsi sosial BMT tersebut yang

kemudian disusun menjadi bentuk

pernyataan-pernyataan dalam kuesioner.

Alat analisis menggunakan diagram sebab-

akibat atau diagram tulang ikan (Fishbone

Diagram), yang selanjutnya menjadi

panduan merumuskan hasil penelitian.

Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung,

dengan mengambil 36 BMT yang tersebar

di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung

Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara,

Way Kanan, Tulangbawang, Tanggamus,

Kota Metro, dan Bandar Lampung. Kriteria

yang menjadi dasar memilihnya adalah

BMT yang aktif dan cukup berkembang

dengan baik hingga penelitian ini

dilaksanakan.

Pengumpulan data dilakukan dengan

penyebaran kuesioner kepada 36 BMT

yang menjadi sampel dari penelitian ini.

Kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan yang

bersifat tertutup, dengan pilihan jawaban

―ya‖ atau ―tidak.‖ Kuesioner tersebut diisi

oleh anggota pengurus atau unsur pengelola

masing-masing BMT.

Analisis penelitian yang akan dilakukan

adalah, analisis data sekunder dan

identifikasi faktor penyebab lemahnya

fungsi sosial dengan menggunakan model

fishbone diagram. Tujuannya adalah

mengidentifikasi akar masalah lemahnya

fungsi sosial BMT dan langkah yang dapat

diambil pengelola lembaga tersebut untuk

mengatasi permasalahan.

Penelitian ini ingin mengetahui faktor

penyebab lemahnya fungsi sosial BMT,

untuk itu penelitian menguraikan faktor

penyebab tersebut menggunakan fishbone

diagram. Data yang akan dipergunakan

adalah neraca dan rugi laba akhir tahun

pada masing-masing BMT, khususnya

untuk mengetahui jumlah dana zakat, infaq,

shadaqah (ZIS) dan dana kebajikan (qardul

hasan) yang dikelola BMT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BMT dengan dua pilar baitul maal dan

tamwil idealnya dapat terbangun dengan

baik, seiring dan bersinergi dalam

mengembangkan lembaga serta masyarakat

sekitarnya. Segmen masyarakat yang

menjadi sasaran BMT tidak semua dapat

terlayani dengan fungsi bisnisnya.

Masyarakat miskin berpendapatan rendah,

bahkan tak menentu (dhuafa), yang masih

menghadapi masalah dalam pemenuhan

kebutuhan dasar sehari-hari tidak dapat

terlayani dengan pembiayaan komersial

BMT. Sementara para aghnia (masyarakat

yang secara ekonomi tergolong mampu)

relatif memiliki ―hambatan psikologis‖

untuk menggunakan jasa BMT, misalnya

untuk simpanan, di mana mereka akan

cenderung memilih menggunakan jasa

perbankan untuk kebutuhan layanan

keuangan.

Dalam rangka penguatan fungsi sosial

tersebut, khususnya bagi BMT yang ada di

Lampung, maka pertama perlu dilakukan

pembenahan manajemen lembaga.

Kehadiran BMT secara kelembagaan perlu

dipersiapkan untuk menjalankan dua peran

dalam masyarakat, yaitu peran untuk

mengembangkan sektor produktif dan

kebutuhan konsumtif melalui fungsi

tamwil, serta peran untuk memberdayakan

kaum dhuafa untuk lebih terjamin

pemenuhan kebutuhan pokoknya dan lebih

berdaya melalui fungsi maal.

Pembenahan manajemen yang dapat

dilakukan adalah, menyusun dan

Page 11: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

218 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

menyepakati antara anggota, pengurus,

serta pengelola tentang indikator-indikator

keberhasilan pengelolaan BMT, yang tidak

hanya terfokus pada ukuran komersial

(laba), melainkan juga indikator dalam

pelaksanaan fungsi-fungsi sosial, seperti

pemberdayaan kaum dhuafa melalui

berbagai bentuk pemanfaatan dana ZIS.

Oleh karena itu perlu dipersiapkan

infrastruktur pendukungnya, mulai dari

rekrutmen tenaga yang akan khusus

menangani fungsi sosial tersebut, sarana

administrasi, evaluasi dan penyusunan

struktur organisasi yang mengakomodasi

baitul maal sebagai unit atau bagian khusus

untuk menangani masalah tersebut, dan

menjamin struktur organisasi tersebut dapat

berjalan dengan baik dengan dukungan

sarana-prasarana yang dibutuhkan.

Di samping itu, kebijakan-kebijakan

pengurus dan pengelola hendaknya mulai

menyentuh sektor maal, baik pada tataran

target atau proyeksi ke depan, maupun

penyediaan petunjuk pelaksanaan fungsi

sosial tersebut. Motivasi para pengurus dan

pengelola BMT perlu ditingkatkan dengan

mengkaji kembali pentingnya fungsi sosial

tersebut dalam memberdayakan masyarakat

serta menggerakkan ekonomi rakyat di

sekitarnya, yang pada gilirannya akan dapat

mendorong pertumbuhan bisnis BMT itu

sendiri. Termasuk juga mengkaji kembali

filosofi BMT sebagai sebuah lembaga yang

membawa misi muamalah dalam Islam

adalah untuk mewujudkan keadilan dalam

masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data sekunder serta

pengungkapan pendapat secara langsung

(brainstorming) maupun melalui kuesioner,

dapat disimpulkan bahwa, BMT di

Lampung belum melaksanakan fungsi

sosialnya dengan baik, bahkan cenderung

meninggalkannya, dengan lebih

mengedepankan fungsi bisnis yang

berorientasi laba. Fungsi sosial BMT dalam

penelitian ini adalah menggunakan

indikator jumlah dana zakat, infaq, dan

shadaqah (ZIS) yang dikelola BMT

bersangkutan.

Dari analisis terhadap laporan keuangan

neraca sepuluh BMT tidak terlihat ada

hubungan (pola) keterkaitan yang jelas

antara kecenderungan pertumbuhan bisnis

(tamwil) BMT dengan perkembangan

fungsi sosialnya. Perkembangan fungsi

bisnis BMT tidak sejalan dengan

perkembangan fungsi sosialnya, di mana

perkembangan tamwil jauh meninggakan

baitul maal BMT.

Secara ringkas, penelitian yang melibatkan

pengurus dan pengelola BMT di Lampung

ini menyimpulkan bahwa faktor

manajemen paling dominan menjadi

penyebab lemahnya fungsi sosial BMT,

setelah itu faktor sumber daya manusia,

kemudian faktor metode dan prosedur

kerja, faktor dana, dan faktor lingkungan

eksternal.

Page 12: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

219 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Saran

Saran untuk pengelola BMT:

Perlu evaluasi kembali tentang

implementasi filosofi BMT sebagai

lembaga yang mengintegrasikan fungsi

sosial dan fungsi bisnis, baik dalam

aspek manajemen, sumber daya

manusia, metode kerja, serta dukungan

finansial baik secara internal maupun

eksternal.

Perlu dilakukan analisis SWOT tentang

pelaksanaan fungsi baitul maal BMT,

serta manfaatnya, baik bagi

perkembangan lembaga, maupun bagi

masyarakat di wilayah kerjanya.

Alternatif yang dapat dilakukan dalam

menjalankan misi sosial BMT adalah

dengan menghidupkan dan

menjalankan unit kerja dalam lembaga

BMT yang khusus mengurusi

pengelolaan ZIS, mulai dari

perencanaan, penggalangan, hingga

penyalurannya; atau dapat bekerja sama

dengan lembaga amil zakat yang ada,

dan bisa juga beberapa BMT dalam satu

wilayah bergabung membentuk

lembaga amil zakat bersama untuk

menggali potensi ZIS dari lingkungan

sekitarnya. Langkah ini tentu perlu

dibarengi penyiapan sumber daya

manusia yang memahami dan memiliki

komitmen kuat untuk melaksanakan

tugasnya, melalui pendidikan dan

pelatihan yang terencana dan

berkesinambungan.

Saran untuk penelitian berikutnya:

Perlu penelitian lebih lanjut yang lebih

komprehensif mengenai optimalisasi

fungsi dan kinerja BMT sebagai ujung

tombak lembaga keuangan syariah

dalam meningkatkan kapasitas ekonomi

serta kemandirian umat, di samping

penelitian-penelitian yang telah ada.

Perlu penelitian tentang efektifitas

BMT dengan status badan hukum

koperasi, baik menyangkut legalitas

operasinya dalam penggalangan dana

masyarakat, pelaksanaan dua pilar

bisnis dan sosial, maupun prospek

pengembangan dan keberlanjutannya ke

depan, serta alternatif bentuk badan

hukum BMT yang sesuai untuk

berjalannya dua fungsi tersebut dengan

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ali, Mohammad Daud, 1988, Sistem

Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,

Jakarta, UI-Press.

An-Nabhani, Taqyuddin, 2002, Memba-

ngun Sistem Ekonomi Alternatif;

Perspektif Islam, Jakarta, Risalah

Gusti.

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank

Syariah Dari Teori ke Praktek,

Jakarta, Gema Insani Press.

Assauri, Sofjan, 2007, Manajemen Pema

saran, Jakarta, Raja

GrafindoPersada.

Aziz, Amin, 2005, AD/ART Baitul Maal

wat Tamwil, Jakarta, Pinbuk Press.

_________, 2006, Buku Saku Tata Cara

Pendirian BMT, Jakarta, PKES.

_________, dan Rahmadi J. Hatta, 2006,

Akuntansi BMT, Jakarta, Pinbuk

Press.

Page 13: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

220 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Chapra, Umer, 2001, The Future of

Economics: An Islamic Perspective;

Landscape Baru Perekonomian

Masa depan, Jakarta, Shari’ah

Economics and Banking Institute

(SEBI).

Evans dan Lindsay, 2007, An Introduction

to Six Sigma & Process

Improvement; Pengantar Six Sigma,

Jakarta, Salemba Empat.

Gaspersz, Vincent, 2006, Sistem Manaje-

men Kinerja Terintegrasi Balanced

Scorecard Dengan Six Sigma; untuk

Organisasi Bisnis dan Pemerintah,

Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Hafidhuddin, Didin, 2002, Zakat dalam

Perekonomian Modern, Jakarta,

Gema Insani.

Harahap, Sofyan S, 2001, Menuju Perumu-

san Teori Akuntansi Islam, Jakarta,

Pustaka Quantum.

Hardini, Isriani, S.S. dan Muh. H. Giarto,

2007, Kamus Perbankan Syariah,

Bandung, Marja.

Ilmi, Makhalul, 2002, Teori dan Praktek

Lembaga Mikro Keuangan Syariah,

Yogyakarta, UII Press.

Islahi, A.A., 1997, Konsep Ekonomi Ibnu

Taimiyah, Penerjemah Anzhari

Thayib, Surabaya, Bina Ilmu.

Kamal, Mustafa (Editor), 1997, Wawasan

Islam dan Ekonomi; Sebuah Bunga

Rampai, Jakarta, Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.

Karim, Adiwarman, 2004, Bank Islam

Analisis Fiqih dan Keuangan,

Jakarta, Rajawali Pers.

Kartajaya, Hermawan dan Muhammad

Syakir Sula, 2006, Syariah

Marketing, Bandung, mizan.

Kasali, Rhenald, 2000, Membidik Pasar

Indonesia; Segmentasi, Targeting,

Positioning, Jakarta, Gramedia.

Metwally, M.M., April 1995, Teori dan

Model Ekonomi Islam, Jakarta,

Bangkit Daya Insana.

Muhammad, 2004, Manajemen Dana Bank

Syariah, Yogyakarta, Ekonisia.

__________, 2004, Ekonomi Mikro dalam

Perspektif Islam, Yogyakarta, BPFE.

Mulianto, Sindu, Eko Ruddy Cahyadi dan

Widjajakusuma, 2006, Panduan

Lengkap Supervisi Diperkaya

Perspektif Syariah; Menuju

supervisi yang profesional, beretos

kerja tinggi, dan amanah, Jakarta,

PT Alex Media Komputindo.

Nasution, Mustafa Edwin dan Uswatun

Hasanah (Editor), 2005, Wakaf

Tunai Inovasi Finansial Islam;

Peluang dan Tantangan dalam

Mewujudkan Kesejahteraan Umat,

Jakarta, PKTTI UI – Bank

Indonesia.

Nasution, Mustafa Edwin, dkk, 2006,

Pengenalan Eksklusif Ekonomi

Islam, Jakarta, Kencana.

Rangkuti, Freddy, Marketing Analysis

Made Easy; Teknik Analisis

Pemasaran dan Analisis Kasus

Menggunakan Excel dan SPSS,

2005, Jakarta, PT Gramedia Pustaka

Utama.

Rao, Carr, Dambolena, Kopp, Martin,

Rafii, Schlesinger, Total Quality

Management; A Cross Functional

Perspective, 1996, New York,

Chichester, Brisbane, Toronto,

Singapore, John Wiley & Sons.

Page 14: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

221 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Rivai, H. Veithzal, dkk. Bank and Finan-

cial Institution Management;

Conventional & Sharia System,

2007, Jakarta, Rajagrafindo

Persada.

Sabiq, Sayyid, 1987, Fikih Sunnah 12, 13,

14. Bandung, Alma’arif.

Umar, Husein, 2005, Riset Pemasaran dan

Perilaku Konsumen, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama.

Yunus, Muhammad, 2007, Bank Kaum

Miskin; Kisah Yunus dan Grameen

Bank Memerangi Kemiskinan,

Jakarta, Marjin Kiri.

Yusuf, Eva Zhoria Dr. dan Lesley Wiliams

Dr., 2007, Manajemen Pemasaran;

Studi Kasus Indonesia, Jakarta,

Sekolah Tinggi Manajemen.

Widodo, Hertanto dan Teten Kustiawan,

2001, Akuntansi dan Manajemen

Keuangan untuk Organisasi

Pengelola Zakat, Jakarta, Institut

Manajemen Zakat.

Penelitian:

Ginanjar, Adhitya, 2003, Faktor Dominan

yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Aset Lembaga Keuangan Mikro

Syariah, Tesis PSTTI UI.

Mukhlisin, 2007, Analisis Tingkat Keseha-

tan Lembaga Keuangan Mikro

Syariah Baitul Maal wat Tamwil

Pringsewu, Skripsi FE Unila.

Mulyadi, Arief, 2006, Dukungan LKM

terhadap Usaha Mikro dan Kecil

untuk Meningkatkan Ketahanan

Daerah, Tesis Pascasarjana UI.

Salam, Abdul Dr., 2008, Working Papers in

Interdisciplinary Studies; Koperasi

Simpan Pinjam: Sustainabilitas

Lembaga Keuangan Mikro, Sekolah

Pascasarjana Universitas Gadjah

Mada.

Siena, Ibnu, 2005, Analisis Pengaruh Dana

Zakat, Infaq, Sedekah (ZIS), Tingkat

Pendidikan, dan Lama Usaha

Mustahiq terhadap Peningkatan

Pendapatan Usaha (Studi Kasus

Para Peserta Program Ikhtiar

Peramu Periode 1999-2004), Tesis

PSTTI.

Widyaningrum, Nurul, 2002, Model

Pembiayaan BMT dan Dampaknya

Bagi Pengusaha Kecil; Studi Kasus

BMT Dampingan Yayasan Peramu

Bogor, AKATIGA.

Wijaya, Yudho Adi, 2007, Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Pembiayaan

Pada Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (Studi Kasus BMT Daarut

Tauhid), Tesis PSTTI UI.

Paper:

Agustianto, Zakat, Wakaf, dan BMT,

PSTTI, UI.

Ascarya dan Diana Yumanita, 2007, The

Profile of Micro, Small, and

Medium Enterprises in Indonesia

and the Strategy to Enhance Islamic

Financial Services through Baitul

Maal wa Tamwiel, Proceedings of

the 2nd

Islamic Conference 2007

(iECONS2007) organized by

Faculty of Economics and

Muamalat, Islamic Science

University of Malaysia.

Ascarya dan Yulizar D. Sanrego, 2007,

Redefine Micro, Small, and Medium

Enterprises Classification and the

Potency of Baitul Maal wa Tamwiel

as Intermediary Institutions in

Indonesia, Paper presented at UBD-

IRTI International Conference on

Inclusive Islamic Financial Sector

Page 15: INTEGERASI FUNGSI SOSIAL DAN FUNGSI BISNIS ...balitbangda.lampungprov.go.id/e-jurnal/user/files/...Terdapat dua pilar operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), yaitu fungsi sosial

222 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 03

Development: ―Enhancing Islamic

Financial Services for Micro and

Medium Sized Enterprises

(MMEs)‖, UBD-IRTI, Empire

Hotel and Country Club, Negara

Brunei Darussalam, 17-19 April,

2007.

Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil

dan Menengah Republik Indonesia,

2004, Juklak Koperasi Jasa

Keuangan Syariah.

Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil

(PINBUK) Propinsi Lampung,

2002, Kumpulan Materi Pelatihan

Calon Pengelola Baitul Maal wat

Tamwil (BMT) Masjid, PINBUK

Lampung.

Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil

(PINBUK) Wilayah Jawa Barat,

Materi Pelatihan Pengelola Baitul

Maal Wat Tamwil.

Wijono, Wiloejo Wirjo, 2005, Pemberda-

yaan Lembaga Keuangan Mikro

Sebagai Salah Satu Pilar Sistem

Keuangan Nasional: Upaya

Kongkrit Memutus Mata Rantai

Kemiskinan, apresiasi terhadap

Tahun Keuangan Mikro 2005 dan

Millenium Development Goals

(MDGs) yang digagas oleh PBB.