Inspirasi untuk Banyumas.

229

description

Buku yang berisi kisah inspiratif mahasiswa Banyumas menaklukan mimpinya mendapatkan bangku kuliah.

Transcript of Inspirasi untuk Banyumas.

Page 1: Inspirasi untuk Banyumas.
Page 2: Inspirasi untuk Banyumas.

ii

Page 3: Inspirasi untuk Banyumas.

iii

Page 4: Inspirasi untuk Banyumas.

iv

Page 5: Inspirasi untuk Banyumas.

v

Sebuah Prakata Banyumas, sebuah kabupaten yang terletak di lereng

Gunung Slamet dan Lembah Serayu ini merupakan salah satu

kabupaten dengan potensi sumber daya alam yang

melimpah. Oleh karena itu generasi muda harus di didik

menjadi insan yang mampu memanfaatkan potensi yang

ada. Namun kondisi di lapangan menunjukan tingkat

pendidikan masyarakat Banyumas masih rendah dengan

rata-rata lama sekolah hanya 7,79 tahun (BPS Prov. Jateng.

2012). Angka partisipasi kasar perguruan tinggi di Kabupaten

Banyumas juga relatif masih rendah. Masalah ekonomi masih

menjadi alasan utama generasi muda tidak melanjutkan

kuliah. Padahal begitu banyak kesempatan mendapatkan

beasiswa yang ada di perguruan tinggi.

Melalui buku Inspirasi untuk Banyumas kami ingin

berbagi kisah dalam memperjuangkan mimpi kami

mendapatkan bangku di perguruan tinggi serta berbagi

pengalaman mendapatkan beasiswa di bangku kuliah.

Semoga buku ini dapat menginspirasi adik-adik di

Page 6: Inspirasi untuk Banyumas.

vi

Kabupaten Banyumas terutama dan di seluruh Indonesia

untuk terus memperjuangkan impiannya.

Terimakasih kami ucapkan kepada segenap kontributor

yang bersedia berbagi inspirasi kepada adik-adik di

Banyumas. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada

Keluarga Mahasiswa Banyumas (GAMAS ITB) yang selalu

memberikan inspirasi hingga tersusunlah buku ini.

Demikian dari kami, semoga pembaca dapat mengambil

pembelajaran yang ada di buku ini. Terimakasih

Tim Penyusun

Page 7: Inspirasi untuk Banyumas.

vii

Isi Buku Secuil Asa Anak Desa | 1

Banyak Jalan Menuju Roma | 9

Mengejar Kampus Impian = Masa Depan Cerah, Ini adalah

tentang Aku Belajar, Berjuang dan Meraih Mimpi | 23

Idealisme Kurang Bumbu | 39

Sepucuk Kertas Kehidupanku | 55

Ibu, Bapak, Izinkan Aku Kuliah | 64

Pejuang Kecil Peraih Mimpi | 72

Perjuangan Menggapai Impian | 81

Kuliah? Siapa Takut | 94

Motivasi Bangunkan Mimpi untuk Sebuah Aksi | 101

Bermimpilah dengan Aksi dan Iringan Doa | 109

Mimpiku Akan Terwujud Dimulai Hari Ini | 116

Don’t be Scared to Try | 120

Kisahku | 130

It’s All Paid-Off | 135

Page 8: Inspirasi untuk Banyumas.

viii

Mayuh Pada Kuliah, Lur ! | 142

Inspiring Your Surrounding | 152

Dreams are Real, Go Get Them | 158

Gagal? Jangan Bangun Kalau Tak Punya Mimpi | 169

Akhir dari Cerita | 187

Janjiku, Si Pejuang Mimpi | 199

Berbekal Olimpiade, Aku Taklukan Kampus Impianku | 209

Page 9: Inspirasi untuk Banyumas.

1

Secuil Asa Anak Desa

Tofik Hidayat | Institut Teknologi Bandung

--------------------------------------------------------------

ernah terbayang kuliah di kampus ternama? Tidak.

Seorang anak ingusan yang tak tahu apa-apa ini ingin

mencoba membagikan kisah perjalanan hidupnya hingga

bisa singgah di kampus kenamaan bernama ITB.

Dahulu, ketika orang bertanya kamu ingin jadi apa?

Jawabku dengan polos menjadi artis. Saat itu, sedang

maraknya sinetron yang banyak digemari orang yaitu

Tersanjung. Setelah disadari ternyata aku adalah korban

sinetron. Lebih besar sedikit, saya mulai berpikir untuk

menjadi seorang guru, karena guru itu bisa berbaur dengan

anak-anak setiap hari, bisa berbagi ilmu pengetahuan, dan

gajinya tetap, plus dapat pensiunan. Maklum, mental saya

adalah mental pegawai yang juga menjadi mental mayoritas

penduduk sana. Upaya untuk mewujudkan cita-cita pun saya

buktikan dengan menduduki ranking 1 ataupun 2 di kelas,

sejak bangku SD hingga SMP.

P

Page 10: Inspirasi untuk Banyumas.

2

Pada saat akan masuk SMA, ada kisah unik yang akan

sangat sulit untuk dilupakan. Saya adalah anak yang kuper,

bahkan untuk urusan sekolah lanjutan mana yang bagus

sekalipun. Sosialisasi ke SMP saya waktu itu mayoritas

berasal dari sekolah kejuruan. Tapi, saya kurang tertarik

karena jurusan yang ditawarkan banyak yang tidak saya

sukai. Alhasil, saya mulai bimbang. Orang tua pun kelabakan

mencari informasi sana-sini mengenai sekolah yang bagus.

Alhasil, pada suatu hari, ayah mengajak saya melihat-lihat 3

sekolah, yaitu SMEA, SMA, dan STM yang ketiganya berlokasi

di kecamatan Banyumas. Waktu itu tidak terpikirkan untuk

mencari sekolah lain karena lokasi yang cukup jauh,

sementara ketiga sekolah itu lokasinya berdekatan.

Sekolah di SMEA awalnya menjadi impian saya, karena

ada jurusan akuntansi di sana, sebab saya sangat suka

pelajaran ekonomi saat itu. Namun, dasar saya menjaga

gengsi, saya urungkan niat sekolah di sana karena lebih

banyak kaum hawa dibanding kaum adam, which is

mengurangi rasa PD saya. Alhasil, saya lihat dulu STM.

Meskipun dari awal sudah tidak berminat, tapi karena

menuruti kata ayah, akhirnya sayapun kesana, dan tetap tidak

Page 11: Inspirasi untuk Banyumas.

3

tertarik. Pilihan terakhir adalah SMA. Di SMA, ada dua jurusan

yaitu IPA dan IPS. Tanpa pikir panjang, saya bilang ke ayah

saya agar mendaftar di SMA saja karena saya sangat suka

rumpun pelajaran IPS. Akhirnya, mendaftarlah saya di sana.

Pendaftaran dimulai, dan saya lolos administrasi. Lalu,

menyusul daftar ulang. Waktu itu, dipungut biaya sekitar 3

juta. Nominal yang sangat memberatkan kami. Yang mana

orang tua hanya petani dan penderes gula kelapa, tapi harus

membayar biaya sekolah semahal itu. Akhirnya, orang tua

saya putar otak, dan kalung ibu saya pun harus dijual beserta

beberapa ekor kambing dan beberapa batang pohon untuk

menggenapi tiga juta tersebut. Akhirnya daftar ulang pun

terlaksana.

Mulailah pelajaran di minggu pertama. Rasa PD saya

goyah ketika mendapati satu pelajaran yang agaknya susah

dan saya rasa tidak mampu mengikutinya yaitu Elektro.

Gurunya pun terlihat killer. Bahkan, beliau menyarankan

kalau dirasa kami tidak mampu mengikuti sistem KBM yang

ada di SMA itu, lebih baik kami pindah sekolah saja. Wah,

pikiran dalam hati berkecamuk. Saya pun menyampaikan hal

Page 12: Inspirasi untuk Banyumas.

4

ini pada orang tua dan meminta secepatnya saya ingin

pindah ke sekolah lain yang masih membuka pendaftaran.

Waktu itu, sekolah kejuruan swasta di kecamatan somagede

masih membuka pendaftaran. Tapi, orang tua saya bersikeras

tidak membolehkan saya pindah, karena yang jelas mereka

sudah korban uang untuk pendaftaran, ditambah lagi saya

yang sudah terlanjur mengikuti pelajaran selama seminggu.

Akhirnya saya simpan rasa kecewa itu, hingga pagi harinya

sebelum saya berangkat, saya minta orang tua saya untuk ke

sekolah untuk menyampaikan pengunduran diri saya dari

sekolah itu. Di sekolah, saya sudah tidak konsentrasi lagi

belajar di kelas karena beban pikiran yang berkecamuk.

Hingga menjelang jam istirahat, guru BP memanggil saya ke

ruangannya. Ternyata di sana ada ayah saya. Saya ditanya

macam-macam mengapa tidak ingin bersekolah di sana. Air

mata sempat mewarnai curahan hati saya. Dan nasihat guru

cukup membuat saya tegar, di samping saya juga tidak tega

melihat ayah yang sudah berjuang memasukkan saya ke

sekolah itu, akhirnya pun saya bertekad melanjutkan

pendidikan di sana bagaimanapun resikonya. Masalah

ekonomi yang saya khawatirkan dijawab guru BP dengan

Page 13: Inspirasi untuk Banyumas.

5

jaminan bahwa saya akan diikutkan pada program beasiswa

yang bertujuan untuk meringankan biaya sekolah.

Waktu terus berjalan, dan Alhamdulillah saya berhasil

mencapai hasil akademis yang membanggakan, apalagi

setelah memasuki jurusan yang saya inginkan yaitu IPS. 3

tahun berjalan cukup lama, dan di kelas 3 kami harus

menentukan perguruan tinggi mana yang kami inginkan.

Pada saat itu, pengetahuan tentang universitas pun nol

besar. Saya hanya tahu kampus yang ada di area Kabupaten

Banyumas. Kalau saja tidak ada sosialisasi dari kampus-

kampus lain, sudah pasti saya akan menjatuhkan pilihan pada

kampus di daerah saya. Namun, pencerahan-pencerahan

dari beberapa kampus ternama membuat saya yang tadinya

tak tau apa-apa menjadi tergugah untuk memasuki salah

satu kampus ternama tersebut. Apalagi ketika saya

mendengar ada kakak kelas dari IPS yang berhasil masuk di

kampus teknik terbaik di indonesia. Wah, sudah saja saya pun

mengikuti jejak beliau.

Waktu perpisahan dan wisuda pun tiba. Saat itu, saya

tidak menyangka sama sekali kalau saya akan menyabet tiga

Page 14: Inspirasi untuk Banyumas.

6

penghargaan sekaligus yaitu peraih nilai sempurna pada

mapel Matematika; siswa berprestasi IPS; dan peraih nilai

ujian nasional tertinggi jurusan IPS. Dan pada hari yang sama,

sore harinya pukul lima, ada pengumuman SNMPTN

undangan. Waktu itu, ada kakak kelas yang kuliah di ITB

menanyakan nomor registrasi saya dan password, lalu dia

memberitahukan bahwa saya diterima di SBM ITB. Saya

masih belum percaya, dan akhirnya saya mengajak ayah saya

ke warnet untuk memastikan kebenarannya. Setelah melihat

dengan mata kepala saya sendiri, Alhamdulillah, saya benar

bisa kuliah di kampus yang awalnya saya tidak kenal tersebut.

Saya menempuh kuliah dengan beasiswa Bidik Misi yang

diberikan oleh DIKTI. Beasiswa tersebut meliputi biaya kuliah,

serta biaya hidup yang besarnya lebih dari cukup untuk

membiayai kehidupan sehari-hari. Saya manfaatkan waktu

kuliah sebaik-baiknya dan berusaha mengikuti perkuliahan

semampu yang saya bisa. Hingga akhirnya, tiga tahun

berjalan, saya bisa menyandang gelar sarjana manajemen.

Dan saya bersiap untuk menatap masa depan, menempuh

karier dan akan berusaha menjadi manusia bermanfaat bagi

sekeliling saya.

Page 15: Inspirasi untuk Banyumas.

7

Untuk bekerja, saya sebenarnya tidak ingin yang muluk-

muluk, misal penghasilan harus sekian sekian. Akan tetapi,

saya berkeinginan bekerja di tempat yang dekat dengan

keluarga, penghasilan cukup dan berkah, serta bisa

mendatangkan manfaat. Bagi saya itu lebih dari cukup.

Pada akhirnya, saya berkesimpulan bahwa apa yang

orang tua saya sampaikan dan katakan adalah benar. Karena

orang tua sudah melampaui pahit manis kehidupan,

sehingga dalam memberikan nasihat, saran, ataupun

keputusan selalu didasarkan pada naluri yang benar. Coba

kalau saya memaksakan diri keluar dari sekolah itu, pasti saya

memiliki cerita yang berbeda dari apa yang saya tulis ini.

Tetapi, kembali lagi semua itu adalah kehendak Tuhan.

Karena yang harus selalu diingat adalah Tuhan mungkin tidak

memberi apa yang kita inginkan, tapi Tuhan memberi apa

yang kita butuhkan. Dan ingat selalu bahwa ridho Illahi

adalah restu orang tua kita. Marilah berusaha menjadi anak

yang berbakti pada orang tua kita, agar setiap langkah kita

diridhoi Yang Maha Kuasa.

Page 16: Inspirasi untuk Banyumas.

8

Satu yang terakhir, kepada pembaca kisah ini, jangan

takut untuk kuliah, karena sangat disayangkan jika kita

melewatkan kesempatan untuk mendapatkan bekal dan

pengalaman yang luar biasa. Masalah keuangan? Jangan

khawatir, banyak beasiswa yang bisa kita dapatkan, yang

terpenting adalah tekad kuat untuk belajar lebih giat lagi.

Kalau kata kampus saya, “tidak ada kasus drop out hanya

karena masalah ekonomi”, artinya permasalahan ekonomi

pasti ada solusinya selama kita berkomitmen untuk serius

belajar. Dan, dalam berkuliah menurut saya ada tiga pilihan

yaitu menjadi orang biasa di kampus ternama; menjadi orang

luar biasa di kampus biasa; atau menajdi orang luar biasa di

kampus ternama. Itu semua pilihan. Tapi kembali lagi bahwa

keberhasilan seseorang tidak ditentutkan dari asal

almamaternya, karena setiap orang sudah memiliki jalan

hidupnya masing-masing. So, berkaryalah dimanapun kita

berada!

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri Banyumas dan telah menyelesaikan studi

sarjananya dari Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB dengan predikat Cumlaude

Page 17: Inspirasi untuk Banyumas.

9

Banyak Jalan Menuju Roma

Hardika Ilhami | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

“Banyak jalan menuju roma” – Anonim

ering saya mendengar pepatah itu. Sejalan dengan kata-

katanya, kalimat tersebut dibuat untuk memberikan

motivasi bagi seseorang yang sedang jatuh untuk kembali

bangkit dengan menemukan jalan lain menuju roma.

Mungkin kalimat tersebutlah yang sangat merefleksikan

proses saya untuk mendapat gelar menjadi seorang

mahasiswa.

Mahasiswa. Salah satu dari sekian banyak kata yang

sangat di idam-idamkan oleh banyak siswa SMA yang sudah

ada diujung kelulusan. Hampir semua teman yang saya

tanyai selalu mengatakan akan berkuliah. Begitu pun dengan

saya. Meskipun awalnya saya kurang begitu tertarik, karena

menurut saya tidak ada yang lebih menarik sebagai

mahasiswa selain rambut gondrong.

S

Page 18: Inspirasi untuk Banyumas.

10

Ada banyak keraguan yang muncul jika saya

membayangkan ketika menjadi seorang mahasiswa. Saat itu,

orang tua saya sangat menginginkan saya untuk mendaftar

menjadi TNI saja, keinginan orang tua saya bukan tanpa

alasan semata. Orang tua saya sangat khawatir karena kiprah

saya di SMA memang sangat buruk. Selalu ranking dengan

peringkat 25 kebawah. Alasan yang cukup kuat untuk saya

supaya tidak melanjutkan kuliah.

Namun akhirnya saya memilih untuk kuliah.

Sebelum menjadi seorang calon mahasiswa, banyak

tahap-tahap yang harus dipersiapkan dan sukur-sukur bisa

dilalui. Proses memantaskan diri menjadi amat sangat susah

bagi saya yang notabene tidak mendapatkan ilmu apa-apa

dari bangku SMA. Semester dua kelas tiga SMA pun datang.

Semua teman saya di SMA sibuk untuk mempersiapkan hari

untuk penerimaan mahasiswa. Termasuk saya, tanpa sadar

saya sudah bekerja lebih keras dari dua tahun sebelumnya

karena saya sadar yang menjadi saingan saya adalah orang-

orang yang jauh lebih baik dibanding dengan saya.

Kesempatan pertama datang. SNMPTN Undangan.

Page 19: Inspirasi untuk Banyumas.

11

Banyak yang menyebutnya jalur VIP. Bagi mereka yang

memiliki nilai bagus di SMA, tahap ini hanyalah semudah

membalikkan telapak tangan. Sangat mudah. Sayangnya

tidak bagi saya. Nilai baik hanyalah mitos. Walaupun

kesempatan ini terbuka bagi semua siswa yang ada, namun

bagi saya untuk diterima di SNMPTN Undangan bagaikan

saya bisa mencium Raisa. Hampir tidak mungkin. Saya pun

mengisi form pendaftaran tanpa keseriusan sedikit pun. Saya

lebih memilih untuk mempersiapkan diri untuk kesempatan

selanjutnya yaitu SBMPTN Tertulis. Pengumuman SNMPTN

Undangan pun datang. Terbukti, saya pun gagal di

kesempatan tersebut.

Kebetulan hari pengumuman Undangan berbarengan

dengan waktu SMA saya doa bersama. Kami satu angkatan

ada diruang yang sama dengan harap-harap cemas untuk

diterima. Tepat pukul lima sore, hasilnya resmi diumumkan.

“Yes! Aku mlebu.”

“Yes, diterima!”

“Alhamdulillah ya Allah....”

Page 20: Inspirasi untuk Banyumas.

12

Satu ruangan riuh dalam euforia. Terkecuali saya.

Walaupun sudah tahu bahwa saya tidak akan diterima, masih

saja ada rasa iri hati dalam diri saya. Saya pun memilih pulang

lebih cepat ke kosan. Dan ternyata kekecewaan saya masih

berlanjut, bermaksud untuk mengurangi kekecewaan saya

membuka facebook dan twitter saya. Ternyata kekecewaan

saya masih berlanjut, mata saya perih melihat banyak teman

saya yang update status tentang keberhasilan mereka.

“Yes! Aku mlebu.”

“Yes, diterima!”

“Alhamdulillah ya Allah....”

Kalimat yang cukup membuat iri hati saya semakin

meningkat.

Selepas hasil Undangan diumumkan, pendaftaran

SBMPTN tertulis pun dibuka. Itu merupakan kesempatan

kedua bagi saya dan mungkin menjadi kesempatan terakhir

bagi saya untuk masuk kuliah dengan jalur murah. Dengan

rasa iri dan dongkol yang amat besar, saya pun mulai

mempersiapkan diri lagi untuk kesempatan kedua tersebut.

Page 21: Inspirasi untuk Banyumas.

13

Berangkat sekolah pukul tujuh pagi dengan seragam

SMA, dan pulang pukul sembilan malam masih dengan

seragam yang sama. Mungkin seragam tersebut menjadi

saksi bisu betapa keras perjuangan saya memantaskan diri

menjadi seorang mahasiswa hingga hari Ujian SBMPTN tiba.

Saya pun merasa puas dengan ujian tersebut karena saya

merasa bisa mengerjakan ujian tersebut. Saya keluar dari

ruangan dengan senyum tanpa beban.

“Akhirnya perjuangan saya selesai,” ujar saya semangat

dalam hati.

Pengumuman SBMPTN adalah pada tanggal 8 Agustus

2013. Kebetulan dihari itu, saya sedang melakukan tes UM-

UGM paginya. Jeleknya, saya mengikuti UM-UGM agar bisa

liburan ke Jogja. Saya ujian tanpa ada persiapan karena

sudah terlalu yakin dengan hasil diterima di SBMPTN Tertulis.

Sorenya, saya dan teman saya pulang. Seperti biasa,

pengumuman dimulai pada pukul lima sore, saya dan teman

saya sudah ada di terminal giwangan menunggu bis yang

sudah kami pesan.

Page 22: Inspirasi untuk Banyumas.

14

“Walaikum salam, pripun Pak?” Sayup-sayup suara

Dharu, teman saya menerima telepon.

Saya menganggap panggilan telepon teman saya itu

hanya telepon orang tuanya yang sedang menanyakan

sudah di perjalanan pulang atau belum. Ternyata bukan.

Dengan mata berkaca-kaca, Dharu menghapiri dan

duduk didekat saya.

“Anu kepriwe ru?” Tanya saya dengan nada menghibur.

“Aku ora ketampa koh dik.”

“Maksude?”

“Ora ketampa SBMPTN, bapakku ngomong nembe bae,”

katanya lemas.

“Lah, lomboan ndean, Bapakmu ngomong kaya kue arep

aweh surprise nggo koe pas tekan umah.”

Saya masih menganggap Ayah Daru hanya bercanda.

Saya tidak bisa membayangkan jika saya jadi Dharu. Dia

bagaikan menerima panggilan kematian saat menerima

telepon dari bapaknya itu. Namun, ternyata bapaknya benar.

Page 23: Inspirasi untuk Banyumas.

15

Dharu tidak diterima setelah di akun SBMPTN nya ada tulisan

berwarna merah yang intinya meminta maaf kalau dia belum

diterima. Saya beruntung karena saya lupa untuk membawa

password dan nomor pin untuk membuka pengumuman.

Sehingga saya bisa mempersiapkan untuk hal terburuk.

Seperti dihari pengumuman sebelumnya, hari itu

timeline akun facebook dan twitter saya pun banjir dengan

ungkapan euforia kesuksesan.

Kata-kata yang membuat saya berpikir yang tidak-tidak

dan tanpa sadar saya sudah berdoa lebih kusyuk dibanding

doa-doa yang pernah saya lakukan sebelumnya. Perjalanan

empat jam Jogja–Purwokerto itu menjadi salah satu perjalan

terpanjang yang pernah saya lalui.

Setelah empat jam berlalu, saya sampai dan langsung

mengambil nomor pin dan password. Pergi ke warnet

dengan tergopoh-gopoh membawa sebuah harapan untuk

diterima menjadi seorang mahasiswa. Mengisi password,

mengisi nomor pin. Enter!

Maaf, anda belum diterima di pilihan yang anda pilih.

Terima kasih telah berpartisipasi pada SBMPTN Tertulis 2013

Page 24: Inspirasi untuk Banyumas.

16

Seketika saya lemas. Saya bingung ekspresi apa yang

harus saya lakukan saat itu. Saya pulang ke rumah dengan

muka murung, bingung harus menjawab apa saat orang tua

menanyakan hasilnya.

“Priwe pengumumane?” kata ibu saya.

“Ora olih koh bu.”

Ibu saya diam, tahu kalau saya butuh waktu untuk

menenangkan diri. Saya pun langsung pergi ke kamar untuk

tidur dan berharap bisa amnesia saat terbangun nanti.

Berharap terlalu tinggi, jatuh terlalu keras.

Itulah yang sedang saya alami saat itu. Pikiran saya kalut,

tidak tahu harus bagaimana. Bahkan saya masih berkabung

dua hari setelahnya. Banyak sanak saudara saya yang

menelpon Embah saya tentang bagaimana hasil

pengumuman yang lama-lama malah membuat saya

semakin risih dengannya.

“Semangat Dik, mungkin memang bukan jalanmu,” ucap

Pakdhe saya.

“Iya pak.”

Page 25: Inspirasi untuk Banyumas.

17

“Banyak jalan menuju Roma, Pakdhe juga bakal nyariin

jalan buatmu, Dik.”

“Iya makasih pak,” jawab saya seadanya.

Selang sehari, Pakdhe mengirim SMS yang berisi jadwal

pendaftaran universitas yang masih buka.

“Ternyata masih banyak jalan menuju Roma,” ungkap

saya dalam hati.

Saya pun mulai mempersiapkan pendaftarannya. Saya

tidak ingin gagal untuk kesekian kalinya. Saya tahu

kegagalan pasti ada batasnya, setali tiga uang dengan

keberhasilan. Dari sekian banyak lowongan pendaftaran,

saya memilih mendaftar di Universitas Brawijaya. Setelah

mempersiapkannya, saya mengikuti tes. Saya berada di

Malang selama hampir seminggu. Satu bulan kemudian

pengumuman. Dan disitu tertulis bahwa saya diterima. Dan

pada saat itu akhirnya saya bisa mengatakan hal yang sama

seperti teman-teman saya yang sudah diterima sebelumnya.

“Yes! Aku mlebu.”

“Yes, diterima.”

Page 26: Inspirasi untuk Banyumas.

18

“Alhamdulillah ya Allah....”

Ternyata cobaan belum berhenti sampai disitu. Belum

selesai saya merayakan keberhasilan saya, dua hari kemudian

pengumuman UKT diluncurkan. Saya kaget melihat nominal

nilai UKT saya yang selangit. Saya tidak tahu bagaimana

caranya kuliah dengan nilai UKT tersebut.

“Bu biaya kuliaeh semene koh. Priwe yah Bu?”

“larange,” kata Ibu saya sambil memegang jidat.

“Pangapurane Bu.”

Jujur, kala itu saya menangis. Saya bingung. Disaat

harapan saya untuk kuliah sudah didepan mata, ternyata

masih ada saja halangan yang harus saya lewati.

Satu hari kemudian, Ibu saya masuk ke kamar saya.

“Wis mangkat bae Dik, nek duit tah masalaeh aku karo

bapane, kowe gari sekolah sing bener.”

Saya bingung harus berekspresi seperti apa. Senang

karena akhirnya jalan untuk kuliah kembali terbuka, atau

Page 27: Inspirasi untuk Banyumas.

19

harus sedih karena nantinya saya akan melihat orang tua

saya bekerja sangat keras demi biaya kuliah saya.

“Ya kesuwun Bu, tapi mengko disit jajal dika nggolet

celah mbok ana keringanan.”

Setelah mencari informasi, akhirnya saya mendapat

keringanan agar pembayaran UKT saya ditangguhkan

terlebih dahulu. Namun sayangnya nominalnya masih sama.

Alhasil, saya resmi menjadi seorang mahasiswa. Tidak

tahu kenapa, seharusnya saya senang sudah bisa kuliah, tapi

malah yang ada dongkol tiap berangkat dan pulang kuliah.

Pikiran saya hanya ingin cepat-cepat lulus agar uang UKT nya

bisa lebih berkurang. Mungkin saat itulah saya malah

menjadi tidak ingin kuliah. Setelah satu bulan berjalan,

datang lagi kesempatan.

Saya mendengar informasi tersebut dari kakak kelas dan

teman-teman saya yang ada di SMA.

“Kie ana pendaftaran maning Dik,” isi sms dari teman

saya.

“Pendaftaran apa?”

Page 28: Inspirasi untuk Banyumas.

20

“D3 Metrologi neng ITB, biaya kuliaeh gratis loh,” kata

teman saya

Tanpa pikir panjang, saya pun langsung membuka

laman pendaftarannya dan melihat persyaratan apa saja

yang dibutuhkan. Input data, pengumuman pertama, dan

saya ke ITB untuk tertulis. Tiga minggu kemudian

pengumuman. Berbeda dengan pengumuman sebelumnya,

pengumuman ini diberikan dengan memberikan daftar 50

orang nama yang lulus dalam ujian.

Saya mencari-cari nama saya, dari awal sampai akhir.

Dari nomor satu sampai lima puluh. Tidak ada sama sekali

nama saya. Dan untuk keempat kalinya saya ditolak. Kecewa?

Pasti, namun tidak sekecewa saat gagal dikesempatan-

kesempatan sebelumnya.

“Mungkin emang aku kudu kuliah neng kene. Neng

malang,” ujar saya dalam hati

Seperti biasa, di tiap hari rabu saya berangkat kuliah

siang. Saya tidak menyangka hari itu menjadi hari yang tidak

biasa, setelah mencuci baju. Saya mendapat telepon dari

nomor yang tidak saya kenal.

Page 29: Inspirasi untuk Banyumas.

21

“Betul, ini dengan Hardika Ilhami?” suara ibu-ibu

terdengar.

“Iya betul, maaf ini siapa ya?”

“Selamat, anda diterima di D3 metrologi ITB. Mohon

untuk melakukan pendaftaran ulang di Bandung hari Jumat

ya.”

“Iya Bu, siap terima kasih banyak.”

Saya sujud sukur. Saya bagaikan menang lotre hadiah

dua milyar walaupun saya belum pernah merasakannya. Saya

menelfon ibu saya dan ibu saya pun bersukur. Tanpa pikir

panjang saya langsung pulang kerumah untuk

mempersiapkan persyaratannya. Jarak 16 jam Malang-

Purwokerto terasa sangat menyenangkan bagi saya kala itu.

Singkat cerita, akhirnya saya berkuliah disini. Saya masih

ingat candaan saya dengan teman-teman saya yang kala itu

masih kelas 2 SMA.

“Kowe bar lulus arep ngendi mad?” tanya teman saya

kepada saya

Page 30: Inspirasi untuk Banyumas.

22

“Aku? ITB lah! Hahahahahhaha,” saya menjawab

sekenanya dan teman-teman saya pun ikut tertawa lebar.

Saya tidak menyangka, keinginan saya untuk menjadi

seorang mahasiswa harus berjalan sepanjang dan serumit itu.

Bahkan sampai sekarang, saya pun masih kaget. kalo bahan

candaan saya waktu SMA untuk kuliah di ITB malah jadi

kenyataan.

Saya pernah mendengar ungkapan, kerja keras takkan

menghianati. Saya hampir tidak percaya dengan ungkapan

itu, karena saya sudah dikhianati hampir ke-empat kalinya.

Namun, ternyata akhir dari cerita pun berbeda. Mungkin hasil

dari kerja keras tidak akan datang dengan cepat dan mudah,

mungkin hasilnya akan datang diwaktu yang sangat lama

dan rumit. Bahkan mungkin saat kita sudah lupa dengan

kerja keras kita, hasil tersebut baru datang.

Tetaplah semangat kalian yang sedang mengalami

cobaan. Tenang saja. Banyak jalan menuju Roma.

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri 1 Purwokerto tahun 2013.

Page 31: Inspirasi untuk Banyumas.

23

Mengejar Kampus Impian = Masa

Depan Cerah Ini adalah tentang aku belajar, berjuang, dan meraih mimpi

Dian Pratiwi | Universitas Indonesia

-----------------------------------------------------------------------------

rang biasa memanggilku DP. Aku adalah anak bungsu

dan anak perempuan satu-satunya dari keluarga

broken home. Ayahku seorang PNS, bekerja di perbatasan

provinsi Jawa Barat-Jawa Tengah. Ibuku hanya seorang ibu

rumah tangga dan petani biasa, hidup di desa jauh dari kota.

Karena orang tuaku berpisah sejak aku masih kecil aku harus

memilih untuk hidup bersama siapa? Dari TK sampai SD aku

ikut ibuku, mulai SMP sampai sekarang aku ikut ayahku.

Namun, karena ayahku bekerja di luar kota aku lebih sering

hidup bersama tetangga dan teman-temanku. Ayahku tak

pernah memaksaku untuk belajar atau rajin sekolah, setiap

hari aku berangkat ke sekolah atas niat dan tekadku sendiri.

Bahkan pernah suatu kali aku kabur dari rumah karena kesal

dengan ayahku, tapi saat hari senin tiba aku pulang ke rumah

karena aku harus berangkat ke sekolah. Sampai lulus SMA

O

Page 32: Inspirasi untuk Banyumas.

24

aku tidak pernah sekalipun membolos karena aku pikir

ayahku sudah bayar uang sekolah mahal-mahal kalau aku

bolos sekolah artinya aku hanya membuang uang ayahku

secara percuma, berarti aku rugi donk? Udah bayar enggak

dapet ilmu, ya gak? Akhirnya aku lulus SMA dengan nilai

yang baik meski ayahku tak pernah mengontrol kegiatan

sekolahku, tidak pernah menyuruhku belajar, tidak pernah

menyuruhku les sana sini, kalaupun aku les di kelas 3 itu pun

atas kemauanku sendiri bukan karena arahan dari orang

tuaku.

Setelah lulus SMA tahun 2007 aku ingin sekali kuliah di

perguruan tinggi negeri favoritku, yaaah…kampus negeri

ternama seperti UNDIP, UGM, STT Telkom, STAN, dan UI.

Pada waktu itu aku sadar tabungan ayahku terbatas, karena

banyak masalah keluarga seperti mbah putri yang sakit keras

setelah ditinggal wafat mbah kakung sampai masalah

keluarga yang tak terduga sehingga menguras isi rekening

tabungan ayahku. Saat itu ayahku menanggung hidup

banyak orang di keluarga besar kami, isi rekening tabungan

ayahku hanya tersisa sekitar sebelas juta saja. Ayahku

Page 33: Inspirasi untuk Banyumas.

25

memaksaku untuk berkuliah di Purwokerto saja, “kuliah aja

di UNSOED yang negeri dan paling murah, jangan jauh-jauh

di luar kota! Kalau kuliah di UNSOED papah masih sanggup

biayain kuliah kamu, tapi kalo mau kuliah di luar kota sanah

biaya sendiri! Mau gak kuliah jadi bakul pecel juga sanah!”

ujar ayahku marah-marah. Aku sadar ayahku tak akan

mampu membayar kuliahku sampai lulus jika aku hidup dan

kuliah di kota besar, biaya hidup di sana sangat tinggi. Aku

harus memikirkan biaya hidup untuk makan dan kos jika aku

nekat kuliah di kota besar. Pada saat itu aku memang nekat,

tahun 2007 ibuku sedang berada di Depok ikut tinggal

bersama kakakku. Aku memutuskan untuk kuliah di Depok

atau Jakarta karena aku pikir jika kuliah di dekat ibukota

apalagi di universitas nomor satu di Indonesia aku akan

mudah mendapat pekerjaan. Namun, tidak semudah itu

untuk dapat berkuliah di UI, saingannya berat dan ketat

sekali. Bayangkan saja berapa ribu orang yang

memperebutkan satu kursi di universitas nomor satu itu?

Masuk kampus negeri ternama saja sudah syukur

alhamdullilah. Aku sadar diri, aku tidak sepintar dan

seberuntung itu. Maka, aku memutuskan untuk mencoba

Page 34: Inspirasi untuk Banyumas.

26

kuliah di UGM atau UNDIP saja yang biaya hidupnya tidak

terlalu tinggi, tapi apa mau dikata? Ayahku bersikeras

melarang ku kuliah di luar kota dan tidak mau membiayai

kuliahku, katanya tidak sanggup.

Oke, aku tidak kehabisan akal. Aku coba kuliah di

kampus yang gratis karena dapat bantuan penuh dari

pemerintah. Bahkan, dapat uang saku tiap semesternya, tapi

kata orang susah keterima di STAN, tidak hanya pandai,

tetapi juga harus berpengetahuan umum luas jika ingin lulus

ujian masuknya. Katanya aku harus rajin nonton berita di TV

dan baca Koran sebelumnya. Aduh, aku paling tidak suka

membaca, bahkan selama ini aku hanya memperhatikan apa

yang diajarkan guru saat di kelas, pulang mengerjakan PR

lalu sudah selesai. Aku paling malas membaca dan menonton

berita di TV, tapi aku tetap coba mengikuti ujian STAN di kota

yang paling dekat, yaitu Jogja. Aku memang tidak yakin akan

lolos ujian STAN jadi aku sudah mempersiapkan segalanya,

aku sudah membawa semua ijazahku beserta legalisirnya

untuk mendaftar kuliah di kampus lain di Jakarta atau Depok

jika aku tidak diterima di STAN. Ujiannya memang benar

Page 35: Inspirasi untuk Banyumas.

27

susah bagiku, soalnya seperti “ada berapa jumlah provinsi di

Indonesia sekarang? Siapa peraih medali emas kejuaraan

blablabla…” aku tidak pernah update berita terkini jadi aku

gagal ujian masuk STAN dan setelah itu aku nekat

melanjutkan rencanaku ke Jakarta untuk menemui ibu dan

kakakku yang tinggal di Depok.

Aku bilang pada mereka aku ingin sekali kuliah di

ibukota, karena menurutku peluang mendapatkan pekerjaan

di sana akan lebih besar daripada di Purwokerto. Syukur-

syukur kalau aku bisa masuk UI, aku ingin sekali merasakan

kuliah di kampus terbaik negeri ini. Aku minta kakakku

menemaniku ke beberapa universitas di Jakarta, baik negeri

maupun swasta. Sialnya waktu pendaftaran masuk UI sudah

lewat, ujian SPMB nasional juga sudah lewat, dan saat ujian

SPMB itu aku diterima di UNSOED Purwokerto atas paksaan

ayahku. Namun, aku bersikeras tidak mau kuliah di

Purwokerto, jadilah aku mendaftar di UI college yang

bernama Politeknik Negeri Jakarta. Dulu PNJ merupakan

bagian dari kampus UI yang kemudian berdiri sendiri, seperti

perguruan tinggi negeri binaan UI programnya adalah

Page 36: Inspirasi untuk Banyumas.

28

Diploma yaitu D3 dan D4 (setara S1). Ada jurusan yang baru

dibuka saat itu tahun 2007, namanya “Manajemen

Konstruksi” di bawah naungan departemen teknik sipil dan

merupakan program khusus Dual Degree (kuliah 3 tahun di

PNJ lalu dilanjutkan 1 tahun di London dan pulang

mendapatkan 2 ijazah D3 dan S1). Program itu baru dibuka

dan hanya menerima kuota mahasiswa sebanyak 23

mahasiswa/i. Persyaratannya cukup ketat, seperti nilai bahasa

Inggris di UAN harus minimal 7,00 dsb. Alhamdullilah saat itu

aku lulus tes, masuk urutan ke-22 dan aku memaksa ayahku

untuk membayarkan uang kuliahku di semester pertama

terlebih dahulu, setelah itu aku akan cari kerja untuk biaya

kuliahku selanjutnya. Namun, ayahku bersikeras menyuruhku

untuk registrasi ulang di UNSOED dan kuliah di Purwokerto

saja. Jika tidak, silahkan aku membiayai kuliahku sendiri.

Meski ayahku tidak membiayai kuliahku, aku tidak mau

pulang! Aku tetap tinggal di Depok sampai ayahku mau

membiayai kuliahku di Depok. Aku bilang pada ibu dan

kakakku ingin kuliah di sini, kalau kalian tidak ada uang aku

bisa bekerja untuk membiayai kuliahku sendiri, tapi ibuku

Page 37: Inspirasi untuk Banyumas.

29

melarangku bekerja. Ibuku bilang kakakku akan menabung

dan akan menguliahkan aku.

Pada akhirnya 2 tahun berlalu dan aku tetap belum bisa

kuliah karena di tahun 2008 kakakku mendapat masalah

dengan rekan kerjanya sampai mengalami kecelakaan dan

memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerjanya.

Uang tabungan pun habis untuk menghidupi orang satu

rumah dan saat itu kakakku hanya kerja serabutan yang

pendapatannya tidak tentu. Aku ingin sekali bekerja, tetapi

ibuku selalu melarangku. Sampai akhirnya aku memutuskan

untuk pulang ke rumah ayahku. Bukan, aku kembali bukan

untuk menyerah. Sebelum aku pulang ke rumah ayahku, aku

mampir dulu main ke rumah saudara, menginap di kosan

saudara sepupuku. Bahkan terkadang aku ikut teman ke

kampus dan sit in jadi mahasiswa illegal karena aku sangat

ingin tahu kehidupan para mahasiswa/i.

Aku pulang ke rumah untuk kembali bernegosiasi

dengan ayahku, ini sudah 2 tahun dari hari kelulusan SMAku.

Aku yakin pasti tabungan ayahku sudah bertambah

Page 38: Inspirasi untuk Banyumas.

30

walaupun sedikit. Aku minta ayahku memberiku jatah uang

tiap bulan untuk kuliah atau sekedar untuk hidup di luar kota,

jika tidak aku akan terus menumpang hidup di rumah

saudara-saudara sampai ayahku malu. Kemudian berhasillah

aku membujuk ayahku untuk mengijinkanku berkuliah di

kota besar dengan budget tertentu. Jika uang kuliah dan

biaya hidup melebihi budget yang diberikan ayahku, maka

aku harus mengurusnya sendiri. Oke, aku bersiap untuk

perang agar dapat meraih impianku kuliah di Universitas

Indonesia!

Hari di saat aku akan mengikuti ujian masuk universitas

secara nasional yang sudah berganti nama menjadi SNMPTN

tahun 2009 adalah H – sebulan. Jadi, persiapanku untuk

belajar hanya satu bulan. Aku sudah dua tahun tidak belajar.

Aku sudah lupa semua rumus-rumus fisika dan kimia yang

dulu aku pelajari saat SMA. Waktunya tidak memungkinkan

karena passing grade UI sangat tinggi. Sepertinya mustahil

untuk bisa diterima di kampus ini, tapi karena ini adalah

impianku aku akan berusaha keras! Aku ubah strategi, cari

jurusan yang tidak banyak rumusnya! Oke aku coba jurusan

Page 39: Inspirasi untuk Banyumas.

31

IPS dan Bahasa. Aku coba saja pilihan pertama di peringkat

yang tinggi yaitu jurusan management fakultas ekonomi

dengan passing grade tahun lalu 835 dan pilihan terakhir

jurusan Bahasa yang passing gradenya tidak setinggi FE.

Karena tidak ada bahasa tertentu yang aku minati aku pilih

saja jurusan baru yang berdasarkan survey bagus peluang

kerjanya. Lulusan prodi ini akan banyak dibutuhkan oleh

perusahaan-perusahaan di seluruh Indonesia dan karena

posisi negaranya yang berada di sebelah Jepang, maka aku

memutuskan untuk memilih jurusan Bahasa dan Kebudayaan

Korea, yah siapa tahu ada kesempatan ke Korea lalu bisa

nyebrang dikit ke Jepang deh hehe..

Manusia hanya bisa berencana, tetapi tetap Allah yang

menentukan. Sedari SMA ingin kuliah di jurusan Teknik

Kimia. Namun, apa daya ternyata takdirku untuk berkuliah di

UI dengan jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea.

Alhamdullilah sekali aku bisa diterima di kampus yang

merupakan impian banyak orang yaitu UI. Namun, masalah

tidak berakhir di situ saja. Untuk dapat berkuliah di UI aku

harus membayar biaya kuliah yang tidak murah. Saat

Page 40: Inspirasi untuk Banyumas.

32

pertama diterima aku harus registrasi ulang secara online

dan memilih cara pembayaran uang kuliah (DPP & SPP). Pada

layar tersedia tiga pilihan pembayaran: bayar tunai lunas,

bayar tunai dicicil, atau cara pembayaran BOPB (dana

bantuan yang disesuaikan) secara dicicil. Secara otomatis

tanpa pikir panjang aku langsung memilih pilihan ketiga, aku

“klik” dan muncul persyaratan yang harus dipenuhi dalam

waktu dua minggu. Ada lembar essay yang harus aku isi dan

ditulis tangan, isi essay harus menceritakan kondisi

permasalahan ekonomi keluarga yang memberatkan

mahasiswa untuk membayar uang kuliah secara penuh

sehingga pihak kampus dapat mengerti dan memutuskan

berapa besaran biaya yang sanggup ditanggung oleh

keluarga mahasiswa/i. Alhamdullilah sekali, Allah emang baik

banget. Aku akhirnya bisa kuliah di UI hanya dengan

membayar SPP tidak sampai Rp 1.500.000/semester. Biaya

kuliahku sama dengan kuliah di UNSOED sehingga ayahku

sanggup untuk menguliahkan aku di UI.

Ceritaku tidak berakhir sampai di sini ya kawan-kawan.

Aku akan menceritakan suka duka kisah kehidupan

Page 41: Inspirasi untuk Banyumas.

33

kampusku yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan

semasa masih duduk di bangku SMA. Saat diterima di UI

kampus idamanku, aku berkata pada diriku sendiri: “aku akan

sukses! Aku akan memulai masa depanku yang cerah, itu

semua dimulai dari sini. Ini adalah jalanku. Ini adalah langkah

awalku menuju kesuksesan yang dapat merubah nasibku

sendiri dan juga mengangkat derajat keluargaku. Aku akan

dapat membanggakan orang tuaku di mata kerabat,

tetangga, dan orang lain di luar sana. Aku berjanji tidak akan

menyia-nyiakan peluang yang bagus selama di kampus dan

semoga cita-citaku pergi ke luar negeri dapat terwujud

semasa kuliah. Ini kampus terbaik negeri ini, masa iya aku gak

bisa dapetin beasiswa atau kesempatan ke luar negeri? Kan

kampusnya dekat Ibukota dan banyak orang asing yang bisa

jadi koneksi di sini, aku yakin aku pasti jadi orang sukses

kelak!” ujarku pada diri sendiri.

Aku bertekad sangat kuat saat itu! Semua kegiatan yang

bersifat positif seperti mengikuti UKM dan organisasi-

organisasi kampus dari mulai tingkat jurusan, fakultas,

sampai tingkat universitas aku ikuti. Aku berusaha sebaik

Page 42: Inspirasi untuk Banyumas.

34

mungkin di bidang akademik maupun kegiatan non-

akademik atau kegiatan bersosialisasi lainnya, seperti hanya

sekedar nongkrong dan mengobrol dengan teman atau

orang asing di kantin. Itu tidak mudah, kuliah yang sulit serta

tugas yang menumpuk membuatku sebagai mahasiswa

harus benar-benar pintar membagi waktu agar semua bisa

dilakukan dan tidak mengganggu prestasi akademikku. Aku

ingat sekali kata-kata yang diucapkan oleh Rayi-RAN

(penyanyi terkenal alumni kampus kami), “ilmu itu tidak

hanya didapatkan dari kelas dan kegiatan formal di kampus,

tapi seringkali kita mendapatkan ilmu dari orang lain di luar

kelas, seperti di kantin kampus,” pesan Rayi kepada semua

MaBa. Yah kata-kata itu sangat menginspirasiku, ilmu yang

kita dapat di kampus tidak 100% dapat kita serap. Dan saat

kita bekerja nanti kerjaan kita tidak selalu sama dengan

bidang yang kita pelajari di kampus, tapi tahukah kawan…

Bahwa kampus adalah tempatnya orang-orang besar

bermunculan, tempatnya orang-orang cerdas berkumpul

dan bertukar pikiran, tempat dimana banyak peluang dari

mulai persahabatan sampai koneksi pekerjaan. Jika mau

Page 43: Inspirasi untuk Banyumas.

35

sukses dekatilah orang-orang yang telah sukses dan curi

ilmunya, setidaknya kita dapat mengcopynya pada diri kita.

Perjuanganku baru dimulai saat aku masuk kuliah. Aku

baru merasakan yang namanya harus membagi waktu,

belajar mengatur dan membedakan mana tanggung jawab

dan mana kewajiban, mana juga hak dan mana peluang. Di

kampus, aku banyak belajar, berjuang untuk lulus tepat

waktu dengan gelar caumlaude. Bahkan, saat aku merasa

terjun ke dalam jurang karena memilih jurusan yang tidak

sesuai dengan bidangku, aku belajar mati-matian untuk

menghafalkan kosakata asing yang bukan bakatku. Aku tidak

pandai bahasa asing, aku anak IPA, otakku lebih cepat

menangkap rumus dan penerapannya dibandingkan ilmu

sosial atau bahasa. Dari kecil sampai lulus SMA aku dapat

lulus dengan mudahnya tanpa harus belajar, tapi di kampus

aku harus belajar mati-matian di perpustakaan sampai

malam. Begadang mengerjakan tugas setiap hari sabtu dan

minggu juga hanya agar dapat lulus ujian bahasa agar tidak

mengulang tahun depan. Aku belajar banyak hal di kampus,

mengenal banyak orang dari yang sangat polos dan baik,

Page 44: Inspirasi untuk Banyumas.

36

sampai yang sangat jahat dan bertindak licik demi tujuannya

agar tercapai. Semua itu adalah proses menuju kehidupan

yang sebenarnya agar saat aku terjun ke masyarakat aku

tidak terkejut lagi akan kekejaman dunia ini.

Berita baiknya, target yang kukatakan di awal kuliah

dapat aku raih lebih cepat dari perkiraanku. Jalan menuju

kesuksesanku terbuka lebar sejak aku berkuliah di UI. Tak

disangka keinginanku dapat pergi ke luar negeri semasa

masih berkuliah dapat terwujud. Di akhir semester pertama

tahun 2009 aku terpilih sebagai salah satu delegasi,

perwakilan dari teater mahasiswa Indonesia untuk turut

tampil di pementasan teater Singapura. Mulai semester tiga

aku sudah bisa mencari uang sendiri dari mengajar. Dua kali

mendapat kesempatan makan malam bersama Duta Besar

Korea untuk Indonesia di kediaman Beliau di Jakarta. Tahun

2012 dapat pergi untuk bekerja (magang) di Pulau Dewata

yang sedari sekolah sudah aku impikan. Di tahun yang sama

setelah pulang dari Bali aku dapat pergi ke Korea dengan

usahaku sendiri (memanfaatkan peluang dan koneksi yang

ada, jalan-jalan dengan budget minim hasil mengajar selama

Page 45: Inspirasi untuk Banyumas.

37

kuliah). Bertemu dengan orang-orang tenar, yah maklum

banyak artis yang kuliah di UI. Bahkan, pejabat juga banyak

yang merupakan alumni UI, seperti: Sri Mulyani, Jajang C.

Noer, Okky Setiana Dewi, Kukuh Adirizky, Dian Sastro

Wardoyo, dan masih banyak lagi. Sudah dapat membeli

motor sendiri dan mendapatkan pekerjaan yang bagus

sebelum lulus kuliah. Banyak kesempatan emas yang dapat

aku raih karena berkuliah. Kampus adalah gudangnya ilmu,

baik yg formal (akademik) maupun yang non formal (non-

akademik).

Kebetulan di kampus ku banyak orang asing (bule) jadi

aku dapat melebarkan sayap lebih luas, koneksiku lebih

banyak dari kebanyakan orang, sehingga rejekiku pun

alhamdullilah lebih lancar. Ini bukan sekedar “berkuliah di

kampus ternama atau terbaik di Indonesia.” Aku bicara

tentang masa depan, “ini adalah tentang aku belajar,

berjuang, dan meraih mimpi.” Jangan percaya pada kata-kata

“kalau mimpi jangan tinggi-tinggi, nanti kalau gak

kesampaian jatuhnya sakit.” Aku lebih percaya pada kata-

kata dan cara berpikirku sendiri, “bermimpilah setinggi

Page 46: Inspirasi untuk Banyumas.

38

mungkin bahkan melebihi atmosfir karena jika mimpimu

tidak kau capai setidaknya kamu sudah berjuang dan sampai

pada titik yang tinggi,” maksudnya apa? Gampangnya gini:

“jika kau terbang tinggi dan tak kau capai bulan, setidaknya

kau sudah melampaui awan.” Awan tinggi gak? Tinggi kan?

Kalau masih belum juga paham gini deh dibuat lebih simple,

“kalau mimpi jadi presiden gak tercapai setidaknya kau bisa

jadi menteri, kalau mimpi jadi dokter setidaknya bisa jadi

perawat, sekarang paham kan? Perjuangan itu tidak ada yang

mudah, pasti berat, tapi hasilnya pasti berbuah manis. Allah

sangat menyukai orang yang mau berusaha merubah nasib

daripada orang yang hanya meratapi nasibnya. Ayo

persiapkan dirimu untuk masa depan lebih baik!

*Penulis merupakan alumni SMA Bruderan Purwokerto.

Page 47: Inspirasi untuk Banyumas.

39

Idealisme Kurang Bumbu

Astiawan Handi Pradana | Sekolah Tinggi Akuntani Negara

----------------------------------------------------------------------------

ahun terakhir di SMA itu ibarat dua sisi mata uang. Di

satu sisi, kita ingin menikmatinya karena merupakan

akhir dari masa-masa yang “katanya” paling indah, namun di

sisi lain datanglah sederetan cobaan di dalamnya. Selain

tentunya ujian, perubahan sikap teman-teman kita pun jadi

cobaan tersendiri. Mereka yang tadinya langsung cabut saat

kita ajak nongkrong, sekarang punya jawaban, “Nyong arep

sinau, demi kuliah neng ITB” artinya “Aku mau belajar, demi

kuliah di ITB”. Obrolan di sekolah juga bukan lagi tentang

Manchester United yang dibantai oleh Liverpool atau

Liverpool yang dibantai Queens Park Ranger tapi tentang UN

lah, SNMPTN lah, apalagi sampai ada yang ngobrolin tentang

ospek. Yah, begitulah. Jujur saja, saya bukanlah siswa

berprestasi di sekolah, bahkan saya termasuk deretan

peringkat 10 besar terbawah di kelas. Jadi, di saat teman-

T

Page 48: Inspirasi untuk Banyumas.

40

teman lain mulai ngobrolin tentang hal-hal yang berbau

dunia perkuliahan, saya tidak tertarik. Sayangnya sedikit

sekali orang-orang seperti saya di sekolah ini, semuanya

mainstream.

Tibalah saatnya untuk memilih 4 jurusan di dua

universitas negeri yang ingin kita masuki melalui jalur

undangan atau SNMPTN. Pada masa itu, SNMPTN

menggunakan nilai rapor dari semester satu sampai lima.

Tahu sendiri lah bagaimana nilai saya, rendah dan tidak

stabil. Kadang peringkat 10 terbawah, kadang peringkat 4

terbawah, terus naik lagi ke peringkat 6 terbawah. Sungguh

bervariasi. Tapi, di saat seperti ini, saya bingung dan galau.

Wawasan saya mengenai dunia universitas sangat sempit.

Apalagi tentang prospek kerjanya. Saya juga tidak tahu cita-

cita sendiri, mau jadi apa di masa depan, benar-benar tidak

tahu. Satu jam sebelum mendaftar, saya searching mengenai

dunia universitas dan akhirnya menjatuhkan pilihan pada

Geologi dan Statistika UGM, kemudian Teknik Elektro dan

Statistika Undip. Empat pilihan yang bisa dibilang dipilih

secara spontan.

Page 49: Inspirasi untuk Banyumas.

41

Dan hasilnya mudah ditebak. Saya tidak lolos.

Sedangkan teman-teman lain yang sudah belajar lebih keras

dan merencanakan dengan baik masa depannya mulai

menapaki kampus impian mereka. Saya kecewa dan sedih.

Pertama, karena belum diterima dimanapun dan menjadi

pengangguran karena sudah tidak lagi terdaftar sebagai

murid SMA. Ngomong-ngomong, hasil Ujian Nasional

menempatkan saya di peringkat 8 terbawah di kelas. Oke,

lanjut ke alasan kekecewaan dan kesedihan saya yang kedua

adalah saya harus belajar dan membuka buku lagi untuk

mengikuti SBMPTN atau tes masuk perguruan tinggi negeri

secara tertulis. Di saat teman-teman lain yang telah lolos

mulai merencanakan traveling, hiking, snorkeling, doing

nothing, dan sleeping all day long, saya malah masih

berkutat dengan buku. Malu dan rikuh (tidak enak) pada

orang tua kalau sampai jadi pengangguran karena tidak

diterima di kampus mana pun. Untungnya saya masih punya

kesadaran itu dan mulai belajar demi masa depan.

Saya benar-benar direpotkan oleh SBMPTN, saya harus

belajar dari awal karena sudah lupa dengan sebagian besar

Page 50: Inspirasi untuk Banyumas.

42

materi pelajaran. Optimisme yang berlebihan di jalur

undangan ternyata berbuah petaka. Karena merasa bakal

diterime, saya tidak pernah belajar, berangkat les pun tidak

pernah. Padahal sudah didaftarkan dan dibiayai oleh orang

tua. Apalagi soal-soal di SBMPTN itu bukan soal-soal dasar,

tapi sudah satu sampai tiga level di atasnya. Saat itu saya

benar-benar stress. Pikiran saya benar-benar lurus, semua

hobi dan kesenangan ditinggalkan, belajar siang malam demi

PTN idaman.

Manusia memang dianugerahi akal untuk membuat

rencana, tapi tetap saja Tuhan yang menentukan. Lagi-lagi

rencana saya untuk berkuliah di UGM ataupun Undip tidak

diridhoi. Rasa kecewa dan sedih kali ini jauh lebih dalam

daripada saat pengumuman jalur undangan karena saya

merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi saya mau

menyalahkan siapa? Jelas-jelas ini kesalahan saya yang

kurang mempersiapkan semuanya dengan baik. Baru mau

belajar setelah gagal, tetapi memilih universitas yang muluk-

muluk. Gak tau diri! Tanggapan orang tua pada saat itu

Page 51: Inspirasi untuk Banyumas.

43

sangat dingin. Mereka diam, tidak berkomentar apa pun.

Pastilah mereka kecewa dengan anaknya yang satu ini.

Mereka sudah menyarankan untuk memilih Unsoed yang

selain dekat dengan rumah, universitas ini juga menunjukan

kemajuan yang pesat beberapa tahun terakhir. Tapi saya

dengan keras kepala menolak saran tersebut dengan alasan

bosan di Purwokerto terus. Hasilnya ya seperti ini. Bingung

dan menyesali diri sendiri.

Walaupun sebenarnya masih ada kesempatan di

UMBPTN (Ujian Mandiri Bersama Perguruan Tinggi Negeri),

tapi saya rasa ikut UMBPTN hanya akan buang-buang waktu,

pikiran, dan tenaga karena sudah merasa gagal duluan. Di

saat keadaan saya lagi kalangkabut, seorang teman

menyarankan buat mulai melirik perguruan tinggi swasta.

Saran itu saya pertimbangkan. Terus ada temen lain bernama

Laila yang menyarankan buat ikut tes-tes masuk perguruan

tinggi ikatan dinas. Bahkan dia sampai mencarikan mana-

mana saja perguruan tinggi ikatan dinas yang masih

membuka pendaftaran. Saya merasa benar-benar dikasihani,

mereka ikut memikirkan dan terus memberi suntikan

Page 52: Inspirasi untuk Banyumas.

44

motivasi, meminjami buku-buku, bahkan ikut mencari info

tentang perguruan tinggi yang cocok buat saya. Yang paling

ngena adalah kalimat singkat yang terlontar dari mulut Nova

Ristiana, teman kelase saya yang berbunyi, “Keep kalem bro,

usaha keras tidak akan berkhianat”. Pas banget sama gejolak

di hati saya yang merasa usaha keras selama ini sia-sia.

Setidaknya, saya jadi punya keyakinan bahwa usaha keras

beberapa bulan terakhir, meskipun hasilnya nihil di SBMPTN,

tapi bisa jadi mengantarkan saya ke tempat yang lain. Ya,

saya mulai semangat kembali. Pokoknya saat itu

ungkapan “Sahabat bukan mereka yang menghampirimu

ketika butuh, namun mereka yang tetap bersamamu ketika

seluruh dunia menjauh” terasa relevan. Orang tua pun yang

meskipun diam saya yakin mereka masih selalu mendoakan,

dan yang paling penting, saya masih diberi asupan gizi setiap

hari agar bisa berpikir jernih.

Pilihan telah dijatuhkan. Saya memilih buat mendaftar

Ujian Saringan Masuk (USM) STAN. Sebuah sekolah ikatan

dinas di bawah Kementerian Keuangan yang sejak saya SMP

Page 53: Inspirasi untuk Banyumas.

45

sudah diidam-idamkan oleh orang tua. Setelah orang tua

tahu kalau STAN masih membuka pendaftaran, tanpa ragu

lagi mereka langsung memberi instruksi untuk mendaftar. Di

USM STAN ini, ada secercah harapan dimana materi yang

diujikan hanya Tes Potensi Akademik, Bahasa Inggris, dan

Bahasa Indonesia. Di sana tidak ada fisika, kimia, dan biologi.

Ya, orang tua menyarankan ikut USM STAN itu bukan

semata-mata nafsu mereka ingin anaknya masuk ke STAN.

Tapi karena mereka tahu betul kalau saya lemah di Fisika dan

Kimia. Dua mata pelajaran itu juga yang sering jadi kambing

hitam atas kegagalan di SNMPTN dan SBMPTN. Tapi

memang benar sih, saya merasa payah di dua mata pelajaran

itu. Jadi ceritanya, saya itu korban salah jurusan, ingin masuk

jurusan IPS malah dimasukan ke IPA. Tapi ora papa, ini

kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar. STAN

meskipun singkatan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara,

tetapi bukan berarti hanya dapat dimasuki oleh anak dengan

jurusan IPS karena sama sekali tidak melihat latar belakang

jurusan sebelumnya. Ya, inilah kesempatan saya.

Page 54: Inspirasi untuk Banyumas.

46

Keputusan saya sudah bulat untuk mengikuti Ujian

Saringan Masuk (USM) STAN. Jadi saya harus bekerja keras

buat itu. Tapi, ada yang berbeda dengan atmosfer belajar

saya kali ini. Rasanya sekarang lebih santai dan tidak terlalu

sulit. Tinggal mengerjakan buku-buku latihan soal yang

dipinjami Nova dan Aldy. Tidak perlu lagi belajar dari nol

karena hasil belajar SBMPTN masih membekas. USM STAN

juga membuat saya jadi rajin ibadah dan berdoa. Mungkin

Allah memberi rangkaian kegagalan agar saya jadi lebih

dekat dengan-Nya.

Singkat cerita saya akhirnya menjalani ujian tulis USM

STAN. Ternyata ujiannya tidak sesulit SBMPTN. Meski begitu

saya masih pesimis karena ada sekitar 90.000 pendaftar

sedangkan yang nantinya lolos hanya sekitar 5.000 orang.

Saya tahu diri saja lah. Tidak terlalu berharap meski doa tidak

pernah terputus. Sekarang, lebih baik saya jalan-jalan keliling

desa untuk menyegarkan otak. Ngomong-ngomong, saya

tinggal di sebuah desa bernama Lesmana, yang masuk dalam

daerah administratif Ajibarang. Sekitar 15 km dari pusat Kota

Purwokerto. Kadang-kadang saya memang suka iseng jalan-

Page 55: Inspirasi untuk Banyumas.

47

jalan keliling desa hanya untuk menghirup-hembuskan udara

pagi, menyentuh embun di dedaunan, dan menyapa warga

desa dengan segala aktivitas paginya. Tapi jangan salah

sangka ya, saya bukan calon kepala desa menjelang pilkades

yang sedang melakukan pencitraan untuk mengambil hati

masyarakat. Bukan.

Di tengah perjalanan, saya berhenti di jalan setapak

diantara tanah-tanah yang tidak terawat. Isinya hanya

rumput, semak-semak, dan beberapa pohon buah yang

jarang berbuah. Tanah-tanah ini milik orang kaya di desa ini.

Mereka memiliki kebun luas mung nggo duwe-duwe.

Barangkali mereka membeli kebun hanya untuk menyimpan

uang mereka. Daripada disimpan di bank dan terkena biaya

administrasi setiap bulan lebih baik uangnya dipakai untuk

membeli tanah dan jika suatu saat butuh tinggal dijual saja

tanahnya. Sah-sah saja sih hal seperti itu. Tapi mbok ya lebih

baik jika tanahnya jangan dibiarkan terbengkalai dan tidak

produktif sama sekali. Jika tanahnya produktif bukan hanya

sang pemilik tanah yang diuntungkan melainkan juga

masyarakat sekitar. Yang tadinya menganggur, bisa saja

Page 56: Inspirasi untuk Banyumas.

48

dipekerjakan sebagai buruh tanam. Penjual bibit semakin

untung. Pedagang buah tak perlu jauh-jauh mencari barang

jualannya. Lingkungan pun menjadi lebih hijau dan tidak

gersang. Pokoknya banyak sekali faedahnya jika semua tanah

kosong dimanfaatkan dengan bijak. Atas dasar itu, sebagai

anak yang dibesarkan di lingkungan pedesaan, tiba-tiba

terbesit pikiran “Oya, kenapa saya gak jadi petani aja ya, lebih

tepatnya petani modern. Menanam banyak bibit,

mempekerjakan banyak orang, panen berlimpah, dan

memakmurkan desa ini.” Hemm ujare gampang ya mas. Tapi

apa salahnya punya impian wong Bung Karno saja pernah

bilang, “Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh,

engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.”

Saya lantas pergi ke rumah eyang untuk meminjam

cangkul dan peralatan bertani lainnya. Kemudian memakai

sepatu boot dan mengolesi tubuh dengan lotion anti

nyamuk. Yap, petani masa depan siap beraksi. Kebetulan ada

tanah milik eyang yang belum digarap jadi bisa saya pakai

untuk mencari jam terbang di dunia pertanian. Ditemani

alunan musik karya John Coltrane dan Miles Davis tangan ini

Page 57: Inspirasi untuk Banyumas.

49

mulai memainkan cangkul, menghujam tanah musim hujan

yang gembur dan sedikit basah. Ternyata tidak mudah

menjadi petani. Baru berapa kali ayunan tangan ini langsung

pegal-pegal. Tapi saya menikmatinya, menikmati setiap

keringat yang mentes karena kerja keras. Yah, semoga ada

manfaatnya.

Setiap hari begitulah kegiatan saya. Berangkat ke

ladang, mencabuti rumput liar, dan kembali menyangkul. Kali

ini prosesnya memasuki tahap penanaman bibit. Ngomong-

ngomong saya mau menanam munthul, atau bisa disebut ubi

manis. Kalau lelah biasanya saya duduk-duduk di bawah

pohon buah klesem yang rindang sembari menyantap

sandwich buatan mama. Dalam kedaan lelah itu tiba-tiba

terpikir, “Kalau gini apa bedanya saya sama petani-petani

lainnya ya, apanya yang petani modern kalau sama-sama

kelelahan”. Saya sadar dalam melakukan sesuatu itu harus

didasari oleh ilmu. Jika ingin jadi petani modern, otomatis

kita harus mengacu pada ilmu pertanian yang terkini dan

terhangat. Ilmu bertani konvensional yang diajarkan eyang

masih belum cukup jika cita-cita saya adalah petani modern

Page 58: Inspirasi untuk Banyumas.

50

masa depan yang dielu-elukan masyarakat. Saat itu lah tiba-

tiba saya terpikir buat mendaftar di Fakultas Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman. Kebetulan Unsoed masih

membuka jalur mandiri dan kuota untuk Fakultas Pertanian

tampaknya masih banyak. Setelah koordinasi dengan orang

tua, akhirnya saya mendaftarkan diri dan mengikuti ujian

mandiri di Fakultas Pertanian jurusan Agroteknologi.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Akhirnya ada juga

Universitas yang mau menerima saya apa adanya. Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal

Soedirman. Ah saya bangga sekali bisa masuk ke sini.

Padahal dulunya saya selalu memandang sebelah mata

kampus ini. Menganggap bahwa kuliah di luar kota jauh lebih

baik dari segi kualitas maupun pergaulan. Opini saya

berubah ketika ternyata banyak sekali mahasiswa dari luar

kota yang sangat berharap bisa diterima di kampus ini.

Sebagai putra daerah dan sekarang menjadi bagian dari

kampus ini, saya harusnya bersyukur dan tidak boleh hanya

berpikir kampus ini mau menjadikan aku apa. Tapi

Page 59: Inspirasi untuk Banyumas.

51

sebaliknya, apa yang bisa aku lakukan untuk kampus ini.

Lagipula, Unsoed mulai menunjukan taringnya beberapa

tahun terakhir, dan saya ingin mengasah taring tersebut

untuk menunjukan wibawanya di mata dunia.

Hari-hari di Unsoed semakin hari semakin

menyenangkan. Apalagi setelah saya bergabung dengan

Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Pertanian. Meskipun belum

menjadi anggota resmi, tapi saya sudah biasa nongkrong-

nongkrong di sekretariat mapala. Sering juga diajari

menggunakan peralatan seperti seat harnest, carabiner,

descender, dinding panjat tebing, dan sebagainya. Dan yang

paling penting adalah teman saya bertambah banyak.

Sebagai calon petani modern yang memegang harapan

masyarakat, saya harus memperbanyak relasi. Toh dengan

adanya mereka saat ini, saya jadi semakin betah dan

menjalani hari-hari di kampus dengan tanpa kebosanan.

Lagi seru-serunya di kampus baru, sebuah kabar tak

terduga datang dari STAN. Secara mengejutkan saya lolos tes

tulis dan melaju ke tahap selanjutnya yaitu tes wawancara

dan tes fisik. Kejutan berlanjut, satu bulan kemudian saya

Page 60: Inspirasi untuk Banyumas.

52

berhasil menaklukan kedua tes tersebut. Saya baru saja

menyingkirkan 85.000 peserta lain. Saat orang tua tahu, saya

langsung dipeluk sama mama. Ekspresi gembira terpancar

dari keduanya. Tapi bukannya sujud syukur saya malah

bengong kebingungan kemudian merasakan haru yang luar

biasa.

Meskipun saya sangat bersyukur bisa lolos USM STAN,

sejujurnya saya belum mengambil keputusan apakah akan

pindah ke STAN atau tetap di Faperta tercinta ini. Saya sudah

terlanjur betah. Sudah terlanjur banyak impian yang tergagas

setelah saya masuk ke kampus ini. Mungkin bergabung

dengan STAN memberikan jaminan pekerjaan di masa

depan, tapi benarkah saya mencintai pekerjaan tersebut?

Kalau bertani sudah jelas saya sangat tertarik dan mencintai

pekerjaan sebagai petani. Ah lagi-lagi ada pergolakan di hati

saya. Tidak diterima dimanapun bingung, sekarang diterima

di dua kampus ternyata lebih bingung lagi.

Orang tua yang dari saya SMP sudah mendambakan

anaknya bisa masuk STAN, ternyata masih konsisten dengan

cita-cita mereka. Mereka berharap saya memilih STAN.

Page 61: Inspirasi untuk Banyumas.

53

Karena selain masa depan yang sudah hampir terjamin,

berkuliah di sana juga meringankan beban mereka karena

gratis. Bahkan diberi uang saku setiap bulan. “Masalah

pekerjaan di masa depan bakal menyenangkan atau tidak,

tergantung seberapa besar rasa syukur kita”, begitu kata

bokap. Masuk akal juga sih. Lagipula saya sudah pernah tidak

menuruti kata orang tua, dan akhirnya terseok-seok sendiri.

Bisa jadi idealisme saya memang belum cukup penopang,

idealisme yang terbentuk tanpa ilmu yang cukup. Berbeda

dengan idealisme orang tua yang mungkin sudah dicampur-

adukan dengan segudang pengalaman dan sedikit realitas.

Tapi bukan berarti anak muda tidak boleh beridealisme ya,

maksud saya, idealisme anak muda juga harus dibumbui

nasehat orang tua.

Okelah, kali ini saya coba menahan hasrat pribadi dan

mencoba merevisi lagi rencana-rencana jangka panjang

yang telah disusun. Sembari terbayang kembali betapa

gembiranya orang tua ketika mereka tau saya lolos, saya

akhirnya memutuskan untuk memilih STAN. Besoknya saya

langsung menemui teman-teman di kampus untuk

Page 62: Inspirasi untuk Banyumas.

54

berpamitan. Sedih sih meninggalkan kampus hijau beserta

isi-isinya, tapi untuk sukses, terkadang seseorang harus

berani meninggalkan zona nyamannya. Setelah itu berharap

zona nyaman baru segera menyusul.

Ya, begitulah saya beberapa tahun yang lalu. Sekarang,

meskipun saya sudah bergabung dengan keluarga besar

Direktorat Jenderal Pajak, tapi hasil revisi rencana jangka

panjang yang saya buat beberapa tahun lalu masih saya

pegang teguh. Rencananya, saya mau menabung sebagian

gaji untuk modal mendirikan perkebunan, dan yang akan

mengurus segala macam keperluan termasuk teknologi dan

formula-formulanya adalah teman-teman saya sewaktu

masih di Faperta dulu. Meskipun tidak bisa selalu terjun

langsung ke lahan, tapi saya berharap agar bisa berguna bagi

dunia pertanian dan tidak lupa juga perpajakan. Aamiin

*Penulis merupakan mahasiswa STAN angkatan 2013 dan merupakan alumni SMA

Negeri 2 Purwokerto.

Page 63: Inspirasi untuk Banyumas.

55

Sepucuk Kertas Kehidupanku

Dwi Astuti | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

ujuh belas tahun yang lalu, saya lahir disebuah desa kecil

bagian dari Kota Banjarnegara. Desa yang begitu damai,

tentram, dan jauh dari keramaian perkotaan. Kehidupnnya

masih sangat tradisional. Bahkan, akses transportasi umum

pun masih begitu langka. Terlebih, pendidikan bukan

menjadi aspek penting untuk mereka.

Saya lahir dari keluarga yang sederhana. Sebelumnya,

saya tumbuh dalam kondisi keuangan yang berkecukupan.

Namun, semuanya berubah saat saya masih duduk di kelas

empat SD. Usaha ayah saya mengalami kebangkrutan. Dan

kini, ayah saya hanyalah seorang buruh tani. Ibu saya juga

sebagai buruh pembuat genting. Kakak sayapun bekerja

sebagai buruh serabutan.

Mengingat kondisi keluarga saya yang seperti itu, saya

memiliki keinginan yang kuat untuk mengangkat derajat

T

Page 64: Inspirasi untuk Banyumas.

56

mereka. Cita-cita saya sangat sederhana, yakni masuk SMK

terbaik di daerah saya dan segera bekerja untuk

meringankan beban mereka. Tidak pernah terbayangkan saat

itu, saya bisa merasakan duduk dibangku perkuliahan.

Perjalanan saya hingga lulus SMP tidak semulus yang

teman-teman saya rasakan. Karena ekonomi keluarga yang

semakin memburuk, saya pernah menjajakan makanan yang

hasilnya bisa cukup untuk uang saku saya sehari-hari. Saya

juga sudah terbiasa jalan dari sekolah kerumah kurang lebih

1.5 km setiap harinya. Hal itu menjadi perjuangan saya untuk

bisa mendapatkan pendidikan di SMP. Alhamdulillah, berkat

doa dan usaha, saya mendapat beberapa beasiswa yang

cukup bahkan lebih untuk memenuhi kebutuhan saya sampai

lulus.

Setelah lulus SMP, sesuai rencana saya akan mendaftar

ke SMK. Tetapi, ayah saya melarang saya. Keluarga saya

adalah keluarga yang cukup agamis. Teman-teman ayah saya

menyarankan untuk memasukkan saya di SMA islam yang

didirikan oleh yayasan pengajian yang keluarga saya ikuti.

Bagi ayah saya, karakter saya itulah yang paling penting. Buat

Page 65: Inspirasi untuk Banyumas.

57

apa mejadi menteri kalau dia tidak tau agama. Ayah saya

berusaha menempatkan saya dalam lingkungan yang baik.

Dengan risiko yang besar bagi orang tua saya, akhirnya

saya dilepaskan jauh di kota Solo. Keluarga saya bisa dibilang

cuek dengan pendidikan. Saya tidak pernah menuntut

mereka untuk tau apa yang saya pelajari dan apa yang saya

butuhkan. Saya juga tidak marah ketika ayah saya tidak hadir

dalam awwalussanah maupun akhirussanah dan tidak pernah

mengambil nilai-nilai raport saya.

Satu tahun telah berjalan dan tiba saatnya liburan

panjang. Suatu hari, Ibu saya mendekati saya dan

mengatakan "Ndhuk, kalau nanti bapak sudah tidak sanggup

lagi membayar SPP kamu, kamu berhenti sekolah saja ya.

Kamu harus tau kondisi bapak". Spontan saya kaget dan

dalam hati kecil saya menangis. Tapi, saya harus memahami

dan mengiyakan permintaan ibu saya.

Tiba-tiba, mendekati hari masuk awal semester, saya

mendapat telepon dari sekolah. Bahwa saya mendapat

beasiswa alumni sebesar Rp 500.000,00 per bulan.

Sebelumnya, saya memang mendapatkan beasiswa dari

Page 66: Inspirasi untuk Banyumas.

58

sebuah bank, tetapi itu jauh dari kata cukup untuk membayar

kebutuhan bulanan saya. Rasa syukur yang tiada tara selalu

saya ucapkan. Saya semakin yakin bahwa Allah SWT tidak

akan memberikan cobaan yang diluar kemampuannya.

Namun, ditengah perjalanan, saya melakukan kesalahan

besar. Saya "mencontek" saat ujian tengah semester. Saya

tidak tau kenapa saya melakukan itu. Saya menjadi orang

paling bodoh saat itu, karena tidak mampu mengatur diri

sendiri. Akhirnya, saya menyerahkan diri ke BK dan mengakui

semua kesalahan saya. Saya siap menerima hukuman apa

saja. Cemoohan dan cacian itu menjadi hukuman sosial bagi

saya.

Ditengah kehancuran kepercayaan itu, saya berusaha

menciptakan kepercayaan baru. Saya memang sudah

menjadi seperti abu yang tak berguna di mata teman-teman

saya. Mengulang ujian, di-skors dari tim olimpiade dan

sebagainya. Namun, guru pembimbing saya selalu

menguatkan saya "Orang yang baik itu bukanlah orang yang

selalu benar. Tetapi, orang yang baik adalah orang yang

apabila salah langsung mengakui kesalahannya dan kembali

Page 67: Inspirasi untuk Banyumas.

59

ke jalan-Nya".

Ya, semuanya berjalan dengan baik. Saya berhasil

mendapat kepercayaan baru yang bahkan jauh lebih besar

sebelumnya. Tapi, ada satu yang tidak bisa saya kembalikan.

Kepala sekolah saya mengatakan dengan berat hati, bahwa

beasiswa saya tidak bisa diperpanjang. Namun, beliau

mengijinkan saya untuk meminta keringanan pembayaran.

Guru pembimbing saya juga menerima saya kembali

aktif di tim. Beliau juga siap membantu jika saya mendapat

masalah finansial. Saya menggunakan kesempatan ini

dengan sebaik-baiknya. Alhasil, saya dipercaya untuk

mengikuti beberapa event di perguruan tinggi. Dan berhasil

mengharumkan nama sekolah di dua event terakhir. Dan dari

situlah saya tertarik untuk kuliah. Saya mulai mengerti dan

memahami artinya pendidikan dari pengalaman-

pengalaman itu.

Guru, teman, bahkan Kepala Sekolah sangat mendukung

saya untuk kuliah, walaupun orang tua saya tidak

mengijinkan kerena masalah biaya. Saya berjanji kepada

mereka kalau saya bisa mendapatkan beasiswa untuk biaya

Page 68: Inspirasi untuk Banyumas.

60

kuliah nanti. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang

orang tua saya miliki, membuat saya kesulitan untuk

meyakinkan kepada mereka bahwa kuliah adalah hak untuk

semua orang.

Saya beranikan diri mendaftar lewat SNMPTN, walaupun

tidak sepenuhnya diijinkan oleh orang tua saya. Saat banyak

yang tau saya memilih ITB sebagai perguruan tinggi pilihan

saya, banyak orang mencemooh saya. Tidak mungkin saya

diterima disana. Saya tidak memiliki prestasi yang melimpah.

Pesimisme itu akhirnya berhasil mengalahkan rasa optimis

saya.

Setelah Ujian Nasional berakhir, saya ditawari

kesempatan oleh guru pembimbing saya untuk mengikuti les

SBMPTN yang mana biayanya akan ditanggung oleh beliau.

Akhirnya, saya kuatkan hati saya untuk tidak kembali ke

rumah sampai saya benar-benar mendapat kuliah. Rindu

akan kampung halaman pasti ada, tapi saya punya cita-cita

yang harus diperjuangkan.

Karena kekhawatiran saya, sayapun mencoba mendaftar

di sebuah universitas yang menjajikan beasiswa penuh bagi

Page 69: Inspirasi untuk Banyumas.

61

yang lolos seleksi. Dan Alhamdulillah saya lolos. Tetapi,

keraguan itu muncul lagi dalam benak saya. Saya masih

mengharapkan pengumuman SNMPTN itu. Dengan berat

hati, saya mengundurkan diri dari universitas pertama dan

menunggu hingga pengumuman SNMPTN tiba.

Hari-hari saya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.

Saya dipinjami buku dari guru dan teman-teman saya untuk

mendukung usaha saya. Hingga ada teman saya yang

mengikhlaskan akun zenius yang ia beli untuk digunakan

oleh saya. Ya, sebuah keberuntungan bagi saya disaat saya

tidak memiliki apa-apa, banyak orang yang mau membantu

saya.

Tanggal 9 Juni pun tiba. Hari yang ditunggu juga paling

ditakuti bagi saya. Sejak pagi hari, pikiran saya menjadi

kacau, waktu pun berasa kian melambat. Hingga tepat pukul

lima, guru BK saya datang keasrama dan mengajak saya

untuk membantu membuka pengumuman SNMPTN untuk

satu sekolah. Dan subhanallah, sebuah keajaiban terjadi, saya

diterima menjadi mahasiswa baru di ITB.

Page 70: Inspirasi untuk Banyumas.

62

Segera saya pulang kampung dan mengatakan kabar

bahagia tersebut kepada mereka. Sempat saya kecewa,

karena orang tua saya malah menyuruh saya merahasiakan

kabar tersebut dari orang lain. Saya tau, karena mereka

khawatir kalau-kalau saya tidak mendapat beasiswa dan

tidak jadi kuliah.

Tetapi dengan keyakinan saya, saya kuatkan diri saya

untuk tetap melanjutkan proses berikutnya. Saya juga harus

menerima saat keluarga saya tidak ada yang mengantarkan

saya ketika daftar ulang tiba. Saya harus menyadari bahwa

kuliah adalah pilihan saya yang harus

dipertanggungjawabkan. Saya berangkat ke Bandung

dengan gambaran masa depan saya yang indah tidak

dengan diantar orang tua saya.

Mungkin, kini saya belum bisa mengajak mereka

mengunjungi kampus ini, tapi saya yakin, suatu saat nanti

kalau sudah tiba waktunya, saya akan mengajak mereka

melihat inilah kampus yang mencerahkan hidup kami. Amiin..

Page 71: Inspirasi untuk Banyumas.

63

Semua orang itu memiliki warna yang berbeda. Namun,

tidak akan menjadi masalah apabila kita bisa menyikapinya

dengan baik. Tidak ada kata tidak mungkin kalau mau

berusaha. "Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan" (Qs Al-Insyirah : 5).

*penulis merupakan mahasiswa Fakultas Teknologi Industri ITB angkatan 2015

Page 72: Inspirasi untuk Banyumas.

64

Ibu, Bapak, Izinkan Aku Kuliah

Eka Setianingsih | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

etapa senangnya hati ini ketika menginjakkan kaki di

kelas XII IPA 3, aku merasa sebentar lagi aku akan

menempuh kehidupan baru, kehidupan anak kuliahan.

Dengan berbagai kisah yang menyenangkan tentang

kehidupan anak kuliahan, siapa yang tidak tertarik untuk

segera lulus dan meneruskan ke pergururan tinggi

favoritnya.

Namun ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, “apa

aku bisa kuliah?” pikirku. Bahkan, sebelum aku sempat

menanyakan pada orang tuaku, mereka sudah

mendahuluinya dengan menasehatiku, ”De, mama tahu

kamu ingin kuliah, tapi kamu harus tahu dan mengerti

keadaan orang tua, mama berharap kamu jangan merasa

minder kalau nantinya kamu tidak kuliah dan terpaksa kerja,

tetap semangat, kuliah atau enggak kamu tetep bisa

B

Page 73: Inspirasi untuk Banyumas.

65

bahagiain mama kok”. Air mata ini tidak tertahankan lagi

ketika mendengar kata-kata itu.

Aku merasa hancur disaat semua teman-teman sudah

merencanakan pendidikan masa depannya, lalu bagaimana

nasibku? Apa aku tidak diberi kesempatan untuk

melanjutkan kuliah? Aku sempat marah pada orang tuaku,

aku belum siap terjun ke dunia kerja dan aku masih ingin

merasakan indahnya pendidikan.

Padahal selama di SMA sejak semester satu hingga

semester lima, aku berusaha masuk peringkat tiga besar agar

aku bisa mengikuti tes SNMPTN. Orang tuaku sama sekali

tidak mendukung keinginanku. Aku iri pada orang tua yang

lain, walaupun mereka kondisi ekonominya sama seperti

orang tuaku, namun mereka tetap mendukung dan memberi

semangat pada anaknya agar bisa melanjutkan kuliah.

Setiap kali aku ditanya oleh teman-temanku hendak

melanjutkan kemana, pasti aku hanya bisa menjawab,

”dimana aja si, yang penting bisa membahagiakan orang

tua”. Dengan tersenyum kecil, hanya itu yang bisa aku jawab

karena aku belum punya tujuan yang pasti, ya setidaknya itu

Page 74: Inspirasi untuk Banyumas.

66

merupakan doa yang mudah-mudahan menjadi suatu

kenyataan.

Namun aku tidak pantang menyerah, menjelang UN aku

mengikuti les, bahkan uang untuk membayar les aku

dapatkan dari hasil usahaku berjualan martabak unyil dan

piscok di kelas serta dengan serta menghemat uang sakuku.

Hingga tiba saatnya pendaftaran SNMPTN, aku bingung

memilih universitas. Aku tidak berani memilih univeritas yang

berlabel elit. Mendengar teman-teman memilih ITB, UGM,

UNDIP, UNPAD, UI, membuatku merinding dan aku merasa

sama sekali tidak berhak memilih universitas tersebut

sebagai tujuanku, karena untuk pergi ke tempatnya pun tidak

ada biaya apalagi bayar biaya pendaftarannya. Bapakku

seorang pensiunan biasa yang sudah berumur 70 tahun dan

ibuku adalah ibu rumah tangga. Mereka harus menghidupi

dua orang anak yang sama-sama harus dibiayai

pendidikannya.

Tapi apa salahnya mencoba, dengan mengandalkan

peruntungan saat itu, aku memilih ITB sebagai tujuan

utamaku, dan fakultas teknik sipil dan lingkungan di ITB

Page 75: Inspirasi untuk Banyumas.

67

sebagai jurusan yang akan aku masuki. Aku mendapat info

ada beasiswa bidik misi yang diperuntukan bagi siswa yang

kurang mampu, aku dibantu oleh guru bimbingan

konselingku untuk mendaftarkan diri sebagai calon penerima

beasiswa bidik misi.

Setelah ujian nasional dilaksanakan, orang tuaku

menyuruhku melamar pekerjaan. Mereka terus mendesakku

bekerja dengan memberiku berbagai tumpukan koran yang

berisi info lowongan pekerjaan. Menyebalkan rasanya saat

itu dan aku belum berani mengatakan bahwa aku mendaftar

SMNPTN di ITB. Hingga hari pengumuman kelulusan pun

tiba, dan alhamdulliah, segala puji bagi Allah SWT, aku lulus

dengan nilai yang tidak mengecewakan. Aku senang dan

terharu, namun terharuku mulai bercampur dengan

ketakutanku yang semakin kuat kalau aku akan didorong

oleh orang tuaku untuk bekerja. Setelah pengumuman ini

berarti aku sudah memiliki SKHU yang bisa digunakan untuk

melamar kerja.

Dan benar saja ketika dua hari menjelang perayaan

wisudaku, aku dipaksa melamar pekerjaan di tempat

Page 76: Inspirasi untuk Banyumas.

68

percetakan foto. Benar-benar siang itu aku naik sepeda dan

ke warung membel kertas folio untuk menulis surat lamaran.

Surat lamaran dikirimkan siang hari sebelum pengumuman

hasil SNMPTN. Aku pasrah apapun hasilnya, itu aku anggap

sudah merupakan jalan takdirku, yang jelas aku sudah

berusaha dan berdoa.

Pukul 16.00 wib aku berangkat ke SMA Negeri

Banyumas. Sekolah yang selama tiga tahun merekam semua

kisah putih abu-abuku dan keesokan harinya aku akan

diwisuda, melepas semua kenangan manis dan setiap

tingkah polah kekanak-kanakanku. Sore itu aku latihan

perayaan wisuda untuk esok harinya dan hari ini juga aku

akan membuka web dikti untuk melihat hasil tes SNMPTN ku.

Seorang sahabatku yang bernama Firdha menjerit dan

menangis ketika dia mendapatkan hasilnya bahwa dia di

terima di ITB di jurusan FTTM. Syukurlah, sahabat karibku

akhirnya mendapatkan apa yang ia cita-citakan.

Lalu, apakah aku masih bisa bersama firdha lagi pikirku.

Dengan hati ragu dan perasaan pasrah aku membuka

pengumumannya. Aku mendapati sebuah tulisan sederhana

Page 77: Inspirasi untuk Banyumas.

69

yang begitu istimewanya hingga aku meneteskan air mata.

Ini dia kata-kata yang membawaku berada pada jalan yang

aku cita-citakan, “atas nama Eka Setianingsih dinyatakan

lulus SNMPTN ITB jurusan FTSL,” begitulah kurang lebihnya.

Sujud syukur bagi Allah SWT yang telah mengabulkan

keinginanku.

Aku langsung menghubungi mamahku dan mengatakan

aku lolos seleksi, beliau menangis dan memintaku segera

pulang. Sesampainya di rumah aku dipeluk, dan diberi

ucapan selamat. Namun, kebahagiaan itu sempat terhenti

ketika bapakku bertanya bagaimana caranya membiayaiku

kuliah di ITB ? Aku pun menjelaskan kalau aku mengikuti

besiswa bidik misi yang artinya orang tuaku tidak perlu

mengeluarkan biaya sepeserpun untuk membayar uang

kuliahku dan kehidupanku selama aku kuliah nanti.

Menyebalkan memang, bapakku masih tidak

mengijinkan aku kuliah, apalagi sampai kuliah di Bandung.

Katanya jauh dengan orang tua sangat berisiko. Aku

mencoba berbagai cara untuk meyakinkan bapakku, dibantu

dengan mamahku yang mendinginkan suasana.

Page 78: Inspirasi untuk Banyumas.

70

Hingga aku meminta bantuan pada seorang mahasiswa

ITB yang juga merupakan tetanggaku untuk meyakinkan

bapakku kalau semua tidak seburuk yang ia pikirkan. Hingga

akhirnya bapak luluh dan mengijinkan aku kuliah. Sebagai

calon penerima beasiswa bidik misi, aku harus mengikuti

suatu kegiatan yang disebut matrikulasi.

Bapakku harus mencari ongkos dengan meminjam uang

pada tetangga dan saudara untuk membiayai

keberangkatanku ke Bandung. Ada rasa sedikit berdosa

karena telah membebani bapakku. Hingga tiba saat

keberangkatanku ke Bandung bersama enam orang temanku

yang berasal dari SMA Negeri Banyumas juga. Semua ini

nyata dan aku benar-benar mencium tangan kedua orang

tuaku saat aku memasuki mobil yang akan mengantarkanku

ke Bandung. Aku kira hanya bermimpi dan mana mungkin

terjadi, tapi sekarang semuanya ada di depan mata.

Page 79: Inspirasi untuk Banyumas.

71

Terbayarlah sudah semua perjuanganku selama tiga

tahun, semua ada di genggaman, tinggal melanjutkan mimpi

dan mempertanggung jawabkan amanah yang aku emban

sebagai penerima beasiswa. Semangat dan berdoa serta

ikhlas menerima setiap kegagalan yang meyertai setiap

jalannya perjuangan adalah kunci keberhasilan.

*Penulis merupakan mahasiswa Teknik Kelautan ITB angkatan 2013 yang juga

merupakan alumni dari SMA Negeri Banyumas. Naskah tersebut juga merupakan

30 besar Kisah Inspiratif Forum Bidikmisi ITB.

Page 80: Inspirasi untuk Banyumas.

72

Pejuang Kecil Peraih Mimpi

Esti Rahayuning Tias | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

Ku berdebar melewati gerbang yang penuh sakura

Di awal musim semi ku memulai sekolah

Orang-orang disekitar semua tampak bersinar

Hanya aku sendirilah yang tak percaya diri

asanya lirik lagu tersebut cocok sekali dengan

perasaanku saat aku pertama kali menginjakan kaki di

ITB, ya di Institut Teknologi Bandung. Saat itu aku benar-

benar berdebar melewati pintu gerbang ITB dengan bunga-

bunga ungu yang mulai bermekaran. Ku lihat banyak para

calon mahasiswa sepertiku, mereka semua tampak begitu

bersinar, sempat terlintas rasa tak percaya diri saat melihat

mereka. Karena mereka adalah putra-putri terbaik bangsa.

Desember 2014, saat itu ada sosialisasi ITB di sekolahku,

ku lihat beberapa kakak kelasku saat di SMA dengan begitu

R

Page 81: Inspirasi untuk Banyumas.

73

gagah memakai jas almamater ITB. Mereka menjelaskan

banyak hal tentang ITB. Sejak saat itulah aku mulai berani

untuk mengubah angan-angan semu ku menjadi mimpi yang

harus diwujudkan, ya impian untuk bisa seperti mereka

menjadi mahasiswa ITB.

Aku tahu untuk bisa masuk ITB pasti butuh perjuangan

keras. Memang benar perjuanganku untuk bisa diterima di

ITB tidak mudah. Ayah dan ibuku sempat tak setuju dengan

pilihanku. Kuliah di Bandung? Jauh dari orang tua, biaya

hidup yang mahal, dan banyak alasan lain. Bahkan, saat aku

katakan bahwa ada beasiswa bidik misi pun, ibu ku belum

sepenuhnya rela aku kuliah di ITB.

Seiring waktu berjalan, perlahan orang tuaku setuju

dengan pilihanku. Aku ceritakan bahwa ada kakak-kelas ku

yang saat ini kuliah di ITB lewat bidik misi, Aku katakan

apabila aku ingin seperti mereka, meski kurang biaya tapi

bisa mewujudkan mimpinya kuliah di ITB.

Pendaftaran SNMPTN, aku mantapkan niatku untuk

memilih ITB sebagai pilahan PTN pertamaku. Aku putuskan

untuk memilih SITH-S, aku senang belajar makhluk hidup

Page 82: Inspirasi untuk Banyumas.

74

dan beragam kehidupannya. Meski guruku saja kurang

mendukung pilihanku untuk memilih SITH-S, aku tetap

mantapkan niatku tersebut. Dukungan untukku pun tidak

sedikit, tapi dukungan yang paling berarti bagiku adalah

dukungan keluargaku. Setelah aku jelaskan dengan baik-

baik, keluargaku pun merestui pilihanku. Aku percaya bahwa

restu orang tua lah yang paling berarti untukku.

Setelah proses pendaftaran SNMPTN dan menunggu

hasil SNMPTN, memang membuatku resah. Untunglah,

selama menunggu, banyak hal yang harus dilakukan. Aku

fokus untuk mempersiapkan UN. Banyak teman - temanku

yang sibuk juga mendaftar berbagai universitas. Sempat ada

yang meremehkan keputusanku memilih ITB, bahkan ada

yang bilang bahwa aku terlalu percaya diri hanya

mengandalkan SNMPTN dan tidak mendaftar kesana kemari

seperti yang dia lakukan. Entah mengapa, aku yakin akan

pilhanku. Bukan berarti aku terlalu percaya diri, tapi aku

kuatkan pilihanku tersebut dengan doa yang tulus dan

penuh kepasrahan karena hanya usaha itu yang bisa aku

lakukan. Meski begitu aku tetap khawatir tentang hasilnya,

untuk itu aku mulai sedikit demi sedikit belajar untuk

Page 83: Inspirasi untuk Banyumas.

75

SBMPTN . Ingin rasanya seperti teman-teman yang lain bisa

ikut bimbingan belajar untuk mempersiapkan SBMPTN, tapi

aku sadar saat ini orang tuaku tak punya cukup uang untuk

membiayai keinginanku itu. Aku lakukan usaha terbaikku

dengan belajar sendiri, dan aku tetap berharap banyak bisa

lolos SNMPTN.

Ujian Nasional, akhirnya aku bisa mengikuti ujian

dengan baik. Aku yakin apapun hasilnya itulah yang terbaik

untukku. Aku telah berusaha sekuat tenaga. Karena hasil tak

akan pernah mengkhianati usahanya, aku percaya itu.

9 Juni 2015, pengumuman SNMPTN saat itulah yang

telah aku nantikan. Ternyata bukan hanya aku yang khawatir,

kedua orang tuaku pun ikut khawatir. Mereka tetap

menguatkan dan meyakinku bahwa apapun hasilnya itulah

yang terbaik. Air mataku tak kuasa ku tahan saat terpampang

namaku dinyatakan lolos SNMPTN dan diterima di ITB. Ku

ucap syukur sembari memeluk kedua orang tuaku. Raut

wajah mereka tampak haru dan bahagia . Ibuku pun tak

kuasa menahan tangis. Kami larut dalam rasa syukur.

Page 84: Inspirasi untuk Banyumas.

76

Apa yang aku rasa? Senang, terharu, tidak percaya,

semua bercampur menjadi satu. Aku sangat bersyukur bisa

lolos, tapi ternyata dari sekolahku hanya ada lima orang yang

dinyatakan lolos SNMPTN, dan dari kelasku hanya aku yang

lolos. Sedih dan kecewa, kenapa teman-temanku tidak ada

yang lolos? Bahkan ada dari mereka yang begitu kecewa dan

melampiaskannya padaku, aku tahu itu pasti hanya bentuk

kekecewaannya dan aku tak marah padanya, tidak akan .

Untunglah semangat mereka tak putus. Meraka berjuang

untuk SBMPTN dan UMPTN, dan aku berharap mereka bisa

lolos dan diterima.

Pasca pengumuman, aku mulai menyiapkan berkas-

berkas yang diperlukan. Aku bersyukur karena ada satu

teman sekolahku yang sama-sama diterima di ITB sehingga

kami bisa menyiapkannya bersama-sama. Perjuanganku

dimulai, saat itu aku semakin merasakan betapa besar

dukungan ayah, ibu dan kakakku. Mereka memberi yang

terbaik untukku, saat aku merasa lelah mereka lah yang

mengembalikan semangatku. Saat itu untuk tes kesehatan

aku harus pergi ke kota, saat itu ayahku sedang sakit tapi

beliau dengan rela mengantar ku.

Page 85: Inspirasi untuk Banyumas.

77

Bukan hanya aku. Di sisi lain, kakakku yang sudah

dewasa akan segera menikah. Sayang, belum ada cukup dana

yang terkumpul. Karena sejak ia bekerja banyak uangnya

digunakan untuk biaya sekolahku. Kakakku rela menunda

keinginannya demi aku. Dia terus memberi yang terbaik

untukku. Ayah dan ibuku pun bekerja keras untuk bisa

membiayai ku ke Bandung karena memang tak sedikit uang

yang dibutuhkan. Oleh karena itu, aku bertekad untuk bisa

membahagiakan keluarga ku. Aku perbaiki niat dan

semangatku untuk belajar di ITB. Tak akan aku kecewakan

orang-orang yang begitu luar biasa mendukungku.

Aku di Bandung. Dulu saat aku berselisih pendapat

dengan orang tua, ku pikir berada jauh dengan mereka akan

jauh lebih baik. Tidak. Aku benar-benar merindukan mereka,

aku sering menangis dan ingin pulang saja. Namun, sekali

lagi, semangat dan dukungan dari mereka pula lah yang

menguatkanku. Mimpiku masih terlalu pendek untuk aku

akhiri saat ini. Aku harus berjuang demi impian-impianku

untuk membahagiakan keluargaku. Aku tahu akan banyak

tantangan yang harus aku hadapi, tapi inilah yang namanya

Page 86: Inspirasi untuk Banyumas.

78

perjuangan, harus dinikmati. Menikmati indahnya

perjuangan.

Orang-orang hebat. Banyak pelajaran berharga yang

aku dapat, aku malu akan sikapku yang begitu manja, aku

malu. Para pembicara di acara pengembangan karakter

begitu memotivasiku. Merekalah orang-orang hebat yang

membangkitkan semangatku. Perjuanganku tak sepadan

dengan perjuangan mereka. Oleh karena itu, aku tak berhak

untuk menyerah sebelum menjadi orang-orang hebat seperti

mereka.

Impian. Sejak itu, mimpi-mimpiku semakin berkembang.

Cita-cita kecilku untuk menjadi guru kini berubah, aku ingin

menjadi seorang dosen. Bisa belajar ke luar negeri,

mengelilingi dunia untuk mewujudkan mimpi. Lebih dari itu,

aku ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Aku yakin tidak ada kata “terlalu banyak” untuk impian dan

cita-cita yang harus diwujudkan.

Perjuangan dan doa. Tak cukup rasanya hanya

bermimpi, harus ada usaha nyata dan doa penuh harap agar

impian itu bisa menjadi kenyataan. Aku selalu teringat pesan

Page 87: Inspirasi untuk Banyumas.

79

ibuku, bahwa cita-cita besar akan dipaketkan dengan ujian

yang besar pula. Aku yakin setiap ada ujian dan cobaan aku

harus kuat, karena ujian itulah jalanku untuk bisa meraih

mimi-mimpiku.

Bukan si jenius. Aku ada di antara orang-orang hebat

yang memiliki mimpi-mimpi luar biasa. Aku bukan si jenius,

aku perlu belajar keras dan bersungguh-sungguh demi

impianku. Oleh karenanya aku harus semangat, semangat,

dan terus semangat.

Aku percaya bahwa usaha keras itu tak akan

mengkhianati. Man jadda wa jadda. Demi impian yang harus

aku perjuangkan untuk menjadi kenyataan, demi cita-cita,

demi keluarga tercinta. Demi mengharap ridho dari mu, ya

Allah . Aku berjuang. Aku harus berjuang.

Sekarang inilah aku, seorang pemimpi kecil yang punya

impian besar. Ceritaku mungkin tak seindah dan se-inspiratif

seperti orang-orang hebat yang hidup penuh perjuangan.

Tapi aku percaya, setiap kisah pasti punya makna. Inilah

kisahku, sebuah kisah kecil yang terus diperjuangkan. Karena

hidup adalah perjuangan. Nikmatilah, petik hasil usaha dan

Page 88: Inspirasi untuk Banyumas.

80

perjuangan itu. Sekali lagi, percayalah. Usaha keras itu tak

akan mengkhianati, man jadda wa jadda.

*Penulis merupakan mahasiswa Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati program Sains

ITB angkatan 2015 dan merupakan alumni SMA Negeri Jatilawang

Page 89: Inspirasi untuk Banyumas.

81

Perjuangan Menggapai Impian

Indah Nur’aini | Universitas Gadjah Mada

----------------------------------------------------------------------------

Assalamu’alaikum wr.wb

“Ilmu adalah mutiara yang ada di samudra kehidupan,

yang harus direngkuh dalam asa dan cita, sebagai harapan

untuk terus berjuang melawan kebodohan”, Kalimat mutiara

ini untuk adik-adikku di Banyumas, generasi muda pengubah

masa depan bangsa, dan sebagai pembuka cerita yang

sederhana ini dari seseorang yang juga sederhana

“Mbak mbaaakk, ingkang dereng ngaos diaturi ngaos

seniki!”

Teriak salah satu teman kamar, mengagetkanku. Seperti

biasa, segera aku lirik jam di aula kompleks El Hawa. Jam

07.30! Astaga. Aku terlalu asyik menulis laporan. Untunglah,

jam di aula dipercepat 10 menit, masih ada waktu untuk ngaji

Al-Qur’an. Dengan cepat aku menuju aula Pondok Pesantren

Page 90: Inspirasi untuk Banyumas.

82

Al-Barokah. Ramai, banyak yang antri. Aku urutan ke-5.

Bagaimana cukup waktu untuk aku menunggu, pikirku. Aku

ada jadwal kuliah jam 08.05.

“Mbak-mbak ingkang ngaos Al-Quran bin nadhor maju

riyin...” ngendhikanipun ibu nyai Anita Durrotul Yatimah

“Nggih Bu” jawabku.

Alhamdulillah ternyata yang antri di depanku mbak-

mbak yang sedang menghapal Al-Quran bil ghaib. Segera

aku baca ta’awudz, Al-Fatihah dan aku baca halaman demi

halaman mushaf tercinta, panduan hidup umat manusia.

Cukup 3 halaman, lagi-lagi aku melirik jam di aula, jam 07.45!!

Jam di aula pondok ini tepat waktu berbeda dengan jam

yang ada di aula kompleks El-Hawa.

“Shodaqollahul’adziiimm.” Segera aku salim ke ibu nyai,

lalu dengan cepat naik tangga lagi ke kompleks El Hawa.

Tenang, tenang, jangan terburu-buru. Diriku mencoba

tenang. Segera aku masukkan laptop, buku catatan, kertas

Page 91: Inspirasi untuk Banyumas.

83

laporan, dan jas lab yang ada di almari segera aku ambil,

sekaligus pamitan ke teman-teman kamar, “mbak-mbak aku

berangkat dulu yaa.. assalamu’alaikum”.

“Hati-hati mba Indah.. wa’alaikumsalaaam” jawab

teman-teman. Dengan segera aku menuju parkiran sepeda

yang ada di belakang pondok.

Dengan berlari-lari kecil aku membawa sepeda mini

warna ungu merk phoenix keluar komplek pondok, aku mulai

mengayuh sepeda itu setelah melewati ndalem Pak Kyai.

Dalam perjalanan aku berdoa semoga tidak telat. Lima menit

kemudian, peluh keringat bertetesan dari dahi, bajuku serasa

mulai basah oleh keringat, maklum aku terburu-buru

mengayuh pagi itu. Lima belas menit kemudian,

alhamdulillah sampai di fakultas tercinta, Fakultas Biologi,

Universitas Gadjah Mada. Segera aku parkir sepeda yang

telah setia menemaniku selama hampir 3 tahun ini. Meskipun

nampak telah berkarat di beberapa bagian, tapi sehari saja

tanpa sepeda ini, perjalanan ke kampus menjadi sangat lama

karena harus berjalan kaki atau mencari tebengan. Perjalanan

ke kampus sekitar 4,5 km tidak pernah menyurutkan

Page 92: Inspirasi untuk Banyumas.

84

langkahku untuk bersemangat menuntut ilmu di kampus

terbesar di Indonesia ini.

Sudah kuduga, aku telat 10 menit. “Assalamu’alaikum

Bu, maaf saya telat”, kataku sambil tersenyum. “Tidak apa-

apa, silahkan duduk”, kata dosen immunobiologi cantik dan

keibuan. Beliau bernama Bu Nastiti. Aku langsung duduk di

meja paling depan pojok karena hanya meja ini yang tersisa.

“Ndah.. bajumu basah?” kata teman yang duduk di

sampingku, dia nampak kaget melihat keringatku

bercucuran..

“Eh, iya, gapapa, nanti juga kering”, kataku, sambil

mengeluarkan buku catatan ukuran kwarto berwarna biru

yang ada di tas.

Pagi itu, aku kuliah di laboratorium biologi dasar barat

lantai satu. Lima menit pertama aku belum bisa fokus,

nafasku masih terengah-angah. Berulang kali aku menatap

jendela tepat 5 meter di hadapanku, berusaha mencari

pemandangan yang menyejukkan. Bukan pemandangan

yang aku lihat tetapi dua orang bapak tukang bangunan

Page 93: Inspirasi untuk Banyumas.

85

yang sedang merenovasi toilet di samping laboratorium ini.

Tiba-tiba aku teringat sosok laki-laki yang telah berumur 44

tahun, seorang bapak yang tidak kenal lelah menyemangati

dan mendoakan anak-anaknya. Tiba-tiba terlintas di pikiran

“Sedang apa yaa bapak sekarang?” Rasa lelah yang aku

rasakan sekarang ini tidaklah sebanding dengan perjuangan

bapak. Bapak bukanlah seorang yang berpendidikan, dia

hanya lulusan SMP dan setiap hari bekerja sebagai buruh

harian lepas. Walaupun begitu, kecintaannya terhadap ilmu

sangat besar. Begitu pula semangatnya. Tidak pernah

sedikitpun keluhan keluar dari bibirnya.

Sudah sebulan ini bapak pergi merantau ke ibu kota dan

bekerja sebagai kuli bangunan juga, sama dengan dua orang

bapak itu. Biasanya jam 08.00 bapak mulai bekerja, kadang

sampai malam, kadang hanya sampai sore, tergantung

pekerjaan apa yang dilakukan. Banyak orang yang tidak

percaya, bagaimana mungkin anak seorang buruh bisa kuliah

di UGM? Sebuah universitas ternama, yang identik dengan

mahasiswa kaya. Ditambah lagi dengan nyantri di pondok

pesantren. Jawabannya adalah niat dan doa. Semua bisa

Page 94: Inspirasi untuk Banyumas.

86

terjadi itu karena kehendak Allah SWT. Tidak ada yang dapat

mencegah kalau Allah sudah berkehendak. Oleh karena itu,

usaha saja tidak cukup, perlu doa yang mengiringi. Apabila

doa saja yang kita panjatkan, juga sama saja, tidak akan

cukup mengantarkan pada kesuksesan, perlu usaha dan niat

yang kuat. Ingatanku terlempar lagi ke masa pendaftaran

SNMPTN 3,5 tahun yang lalu.

“Bapak yakin kamu bisa diterima di Biologi UGM,

belajarlah dan berdoalah”, begitu doa bapak ketika

mengantarkanku untuk mengikuti tes tertulis. Saat itu aku

hanya bisa meng-amin-i doa bapak. Dua hari mengikuti

SNMPTN Jalur tertulis aku lalui ditemani bapak. Tentu tidak

di ruang ujian. Bapak dengan sabar menunggu di masjid

fakultas Biologi UNSOED, tempat di mana aku ujian. Jarak

dari rumah menuju UNSOED terbilang cukup jauh, butuh

sekitar 1,5-2 jam untuk mencapai lokasi ini dengan naik

kendaraan umum. Dulu aku dan bapak berangkat dari rumah

tepat sehabis sholat Shubuh. Saat itu bapak bekerja bukan

sebagai kuli bangunan tapi penjaga warung makan milik

saudaraku. Warung itu buka 24 jam, tetapi bapak hanya jaga

Page 95: Inspirasi untuk Banyumas.

87

yang malam saja. Jadi, bapak berangkat bekerja setelah

Ashar dan pulang Shubuh. Aku sudah bersiap-siap sejak

pukul 03.30. Sholat malam tak terlewatkan sebagai ikhtiar

untuk meraih ridho-Nya. Setelah itu, aku mandi. Udara masih

sangat dingin, tapi alhamdulillah ibuku sangat baik dan

perhatian, ibu telah menyiapkan air panas untuk mandi. Tak

seperti biasanya, pagi itu bapak pulang lebih awal sebelum

Shubuh dengan membawa makanan kesukaanku, nasi

kucing dan combro. Seusai sholat Shubuh, aku makan

dengan lahap, walaupun rasanya aneh juga sarapan jam

04.30. Tapi tak mengapa, daripada nanti kelaparan saat

mengerjakan soal, lebih baik sarapan di awal saja.

Hari pertama ujian aku hampir telat, aku belum tahu

lokasi ruangan ujian, aku juga tidak pernah pergi ke gedung

biologi UNSOED. Tepat pukul 06.50 aku dan bapak sampai di

depan gerbang biologi UNSOED. Kami bingung ke arah

mana, ditambah motor dan mobil yang ramai berlalu lalang

semakin menambah kegundahan hatiku. Dari jauh aku lihat

ada kakak kelas SMAN Ajibarang yang sedang duduk di

depan gedung. Langsung saja aku tanya lokasi ujian itu,

Page 96: Inspirasi untuk Banyumas.

88

alhamdulillah dengan baik hati mas itu mengantarkanku ke

gedung tempat ujian.

“Bapak, maturnuwun nggih, doakan Indah nggih Pak”,

kataku terharu mengingat kembali perjuangan bapak yang

dapat menyekolahkanku hingga SMA dan memiliki niat tulus

ingin anaknya terus belajar, melanjutkan studinya agar

anaknya yang tidak terlalu pintar ini dapat menjadi

seseorang yang berilmu dan bermanfaat.

“Iya, semoga sukses. Sudah bel, segera saja masuk

ruangan”, begitu kata bapak. Aku cium punggung tangan

bapak, langsung aku masuk ruangan tempat perang dimulai.

Perang yang harus aku menangkan, demi ilmu yang manfaat

itu.

Saat aku menuliskan namaku di lembar soal I N D A H N

U R A I N… Belum lengkap, tiba-tiba ada suara sedikit keras,

“Mba, lepas sandalnya!” astaga! Aku tidak tahu kalau saat

ujian harus memakai sepatu, aku memakai sandal jepit

kesukaanku. Malu, itu yang aku rasakan. Dengan berjalan

pelan, aku lepas sandal itu di dekat pintu. Lalu aku duduk

Page 97: Inspirasi untuk Banyumas.

89

kembali dan berusaha fokus mengerjakan soal-soal TPA.

Beberapa pasang mata melirikku, mungkin dalam hati

mereka tertawa karena kesalahanku ini. Tapi aku memang

benar-benar tidak tahu.

Aku tidak memiliki banyak informasi dan cerita

mengenai dunia kampus dan perkuliahan karena di

keluargaku, akulah yang pertama menempuh pendidikan

sampai perguruan tinggi. Selama ini, dari belasan cucu mbah

Sudar, nama mbahku, tidak ada yang kuliah. Paling tinggi

sampai lulus pendidikan SMA. Itu pun hanya beberapa.

Mungkin orang jaman dahulu berpikiran bahwa

pendidikan itu tidak penting, apalagi untuk seorang wanita

yang pada akhirnya nanti akan jaga tungku di dapur. Aku

tidak setuju dengan perkataan itu, menuntut ilmu dilakukan

sejak lahir sampai akhir hayat. Dengan ilmu, Allah akan

memuliakan hamba-Nya. Dengan ilmu, segala hal yang

dikerjakan akan ada maknanya.

Teeeeettttt. Waktu untuk mengerjakan soal-soal TPA

telah habis. Aku segera memakai sandalku lalu keluar

Page 98: Inspirasi untuk Banyumas.

90

ruangan. Di balik pintu tanpa kusangka, ada sesosok yang

tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

“Bapak, kok ngga pulang saja istirahat di rumah. Bapak

kan capek habis bekerja semalam suntuk malah nungguin

aku. Insya Allah aku bisa pulang sendiri Pak”, kataku, lagi-lagi

dengan air mata berlinang.

“Sudah, ngga papa, Bapak nanti tunggu dari masjid ya.

Bapak selalu ada menemani perjuangan Indah. Sekarang

manfaatkan waktu istirahat untuk istirahat saja, tenangkan

pikiran, jangan belajar terus, udah belajar dari dulu kan?

Bapak tinggal dulu ya. Semangat mengerjakan soal

berikutnya”, kata bapak sambil berlalu. Ujian berlanjut lagi,

kemampuan dasar aku berhasil mengerjakan dengan baik.

Tak henti aku panjatkan doa semoga ada jawaban yang

menggembirakan dari perjuangan dan sebagai jawaban atas

doaku dan orang tuaku.

Kebaikan bapak dan ibu tidak mungkin aku lupakan.

Dalam kesederhanaan sikap, mereka memberikan suntikan

semangat yang luar biasa besar ke dalam diri yang lemah ini.

Page 99: Inspirasi untuk Banyumas.

91

Hingga detik ini, aku merasa belum bisa membalas kebaikan

mereka. Hanya dengan menuntut ilmu sebaik-baiknya dan

berusaha untuk menjadi anak yang baik dan sholehah

semoga dapat memberikan kebahagiaan di hati bapak dan

ibu tercinta.

“Mba Indah yang baru datang, coba jawab teknik apa

yang dapat digunakan dalam penelitian imunobiologi?”

Suara Bu Nastiti menghentikan lamunanku. Peluhku sudah

mulai berkurang, aku mulai lebih fokus dalam mengikuti

kuliah. Dengan tenang aku menjawab “ELISA Bu, Enzyme

Linked Immunosorbent Assay”.

“Ya benar. Jadi ada banyak teknik yang dapat digunakan

dalam penelitian imunobiologi, yaitu ELISA, presipitasi, dan

lain-lain“, Bu Nastiti melanjutkan penjelasan. Kuliah pagi itu

aku lalui dengan senang hati. Rasa lelah yang sedari tadi

kurasakan ternyata hanya hinggap sejenak, tak sebanding

dengan nikmatnya berenang di lautan ilmu.

Page 100: Inspirasi untuk Banyumas.

92

Hari itu aku lalui kegiatan kuliah sampai sore. Selesai

praktikum pukul 16.00, aku langsung menuju mushola untuk

sholat Ashar. Setelah itu, aku langsung pulang.

Perjalanan yang cukup membuatku berkeringat kembali

aku lalui. Satu kayuhan, dua kayuhan hingga puluhan aku

lakukan dengan senang hati. Nikmatnya menuntut ilmu ada

di sini, di kisah perjuangan ini. Bahwa yang paling penting

adalah prosesnya. Proses yang baik memiliki peluang besar

untuk menghasilkan “hasil” yang terbaik. Apabila dari niat

yang baik saja Allah telah menunjukkan keridhoan-Nya

dengan memberikan pahala. Apalagi jika kita telah

melaksanakannya dengan sepenuh hati, maka pintu

keberhasilan sesuai yang dicita-citakan akan semakin dibuka

oleh-Nya. Berniatlah, niat ikhlas menuntut ilmu agar dapat

menjadi seseorang yang bermanfaat karena sebaik-baik

manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain, tidak

hanya untuk dirinya sendiri. Sekarang apalah yang

menghalangi diri untuk terus belajar menuntut ilmu? apakah

harta? kekurang percayaan terhadap kemampuan diri? Atau

kelelahan saat harus belajar dan belajar? Tidak. Tidak ada

Page 101: Inspirasi untuk Banyumas.

93

yang menghalangi setiap orang untuk menuntut ilmu. Harta

dapat dicari dengan ikhtiar, usaha diiringi doa.

Ketidakpercayaan diri dapat diatasi dengan semangat yang

membuncah dan keyakinan dalam hati bahwa Allah selalu

menemani langkah ini, langkah kecil namun berada di jalan-

Nya. Rasa lelah dan peluh yang mengucur pun sungguh tidak

sebanding dengan nikmatnya ilmu yang akan kita dapat.

“Nawaitutta’aluma li izaalatil jahli lillahi ta’ala”, aku

berniat menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodohan

karena Allah ta’ala.

Sekian tulisan singkat ini, semoga dapat bermanfaat untuk

adek-adek sekalian

Ditulis di Aula Komplek El-Hawa,

Pondok Pesantren Al-Barokah

8 November 2015 1:44

Indah Nur’aini

*Penulis merupakan mahasiswa Biologi UGM angkatan 2012 dan merupakan alumni

SMA Negeri Ajibarang.

Page 102: Inspirasi untuk Banyumas.

94

Kuliah? Siapa Takut Lukito Nur Wulandari | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

alo! Perkenalkan, saya Lukito Nur Wulandari, panggil

saja dengan Wulan atau Lukito. Nama saya unik

bukan? ‘Lukito’, nama dari almarhum ayah saya yang sangat

menyukai sinden jawa ‘Candra Lukito’. Dan menurut orang-

orang, nama ini berasal dari kata bahasa Inggris ‘lucky’, yang

berarti beruntung. Apakah hidup saya seberuntung itu? Dan

mungkin ini memang semacam doa yang diberikan oleh

almarhum ayah saya pada nama saya, dan berdampak pula

dalam kehidupan pendidikan saya.

Ketika saya berada di tingkat akhir di SMA, saya

termasuk kalangan yang tidak mengikuti bimbingan belajar

di luar sekolah demi sukses untuk masuk perguruan tinggi

yang diinginkan. Ya, saya berasal dari golongan ekonomi

yang pas-pasan. Ayah saya seorang PNS saat itu, dan

menurut pandangan orang secara umum, PNS itu mampu,

namun keluarga kami, ya, pas-pasan. Saya adalah anak

H

Page 103: Inspirasi untuk Banyumas.

95

sulung, tidak mungkin bagi saya untuk meminta uang pada

orang tua saya untuk ikut bimbingan belajar di luar sekolah

tersebut, yang memakan biaya berjuta-juta rupiah. Nanti

bagaimana dengan biaya pendidikan kedua adik saya yang

masih kecil? Bagaimana dengan biaya hidup keluarga kami

yang sangat pas-pasan? Dan pikiran inilah yang memenuhi

otak saya ketika saya menjadi siswa baru di SMA. Ya, saya

harus belajar sebaik mungkin agar saya dapat diterima di

perguruan tinggi negeri yang saya inginkan tanpa melalui tes

atau melalui nilai rapor sehingga tidak perlu ikut bimbingan

belajar yang mahal itu, di tingkat akhir di SMA saya nanti.

Saya sangat bersyukur saya dapat mewujudkan mimpi

saya tersebut. Dengan nilai rapor saya selama 5 semester

yang cukup baik, tanpa melalui tes atau dimasa itu dibilang

‘SNMPTN UNDANGAN’ saya diterima di FTTM ITB tahun

2012. Saya sangat senang impian saya terwujud, dan saya

sampaikan kabar baik ini pada orang tua saya. Ketika orang

tua saya mendengar kabar ini, mereka tersenyum senang,

namun yang tampak pada saya ialah semacam senyum yang

dipaksakan. Mereka khawatir tidak mampu membiaya kuliah

saya di ITB. Orang tua saya justru lebih mendukung saya

Page 104: Inspirasi untuk Banyumas.

96

untuk meneruskan seleksi masuk Sekolah Tinggi Sandi

Negara di Bogor saja, karena jika melanjutkan pendidikan

disana, lebih terjamin untuk kerja dan tidak mengeluarkan

biaya kuliah. Ya, saya sudah memasuki tahap 3 seleksi dari 6

tahap seleksi. Saya tidak mendaftar beasiswa Bidik Misi

sebelumnya. Penghasilan orang tua saya tidak memenuhi

syarat untuk mendaftar beasiswa tersebut, dan sebenarnya

kelebihan sedikit saja penghasilannya dari syarat

pendaftaran beasiswa bidik misi tersebut yakni 3,5 juta,

bahkan penghasilan bersihnya jauh dari nilai penghasilan

kotornya karena kami memiliki beberapa hutang. Jadi, saya

harus membayar biaya kuliah tiap semesternya. Dan orang

tua saya merasa tak mampu untuk membiayai kuliah saya.

Saya pun meyakinkan mereka bahwa di ITB memiliki

beasiswa yang banyak, tak perlu khawatir untuk masalah

biaya kuliah, karena di ITB tidak akan di-DO karena masalah

biaya. Dan itu memang benar.

Saya melakukan penangguhan untuk biaya semester

satu ketika memasuki awal kuliah. Saya berusaha mencari-

cari informasi beasiswa untuk mahasiswa baru dan ternyata

beasiswa bidik misi di ITB masih terdapat kuota. Saya

Page 105: Inspirasi untuk Banyumas.

97

daftarkan diri saya untuk apply beasiswa tersebut, dan saya

diwawancara oleh salah satu pegawai LK ITB, yang saya ingat

sekali namanya, Pak Sandro. Saat itu, saya menceritakan

masalah ekonomi saya, bahwa ayah saya tidak mampu

membiayai kuliah saya, apalagi harus membiayai pendidikan

kedua adik saya yang masih kecil, dengan penghasilan bersih

sebesar 2,5 juta tiap bulan, orang tua saya tidak mampu

membiayai kuliah saya sehingga saya mengajukan beasiswa

bidik misi ini. Saya menceritakan masalah ini dengan mata

yang berkaca-kaca, hampir menangis di depan Pak Sandro

ini, ya karena saya teringat bagaimana ayah saya bekerja

sekuat tenaga untuk menghidupi kami, dan saya ingin

meringankan beban ayah saya tersebut dengan

mendapatkan beasiswa ini. Hingga akhirnya bapak ini

menanyakan hal berikut “Kalau kuota bidik misi ini tinggal

satu, dan ada dua mahasiswa yang butuh sekali, yakni kamu

dan satu orang lain yang kondisi ekonominya lebih susah

daripada kamu, apa yang akan kamu lakukan?” Saya sangat

bingung menjawabnya, disisi lain saya butuh disisi lainnya

ada orang yang lebih butuh daripada saya. Saya ragu

awalnya untuk menjawab, namun akhirnya saya menjawab

Page 106: Inspirasi untuk Banyumas.

98

“Saya akan biarkan orang tersebut yang lebih butuh beasiswa

ini untuk mendapatkannya pak, jika saya tidak mendapatkan

beasiswa ini, ayah saya bilang bahwa ia masih bisa untuk

pinjam uang ke tempat lain demi membiayai kuliah saya,

ayah saya akan melakukan apa saja pak”. Keluar dari tempat

wawancara tersebut, saya langsung menangis sejadi-jadinya

karena saya takut tidak mendapatkan beasiswa ini, saya

bingung sekali bagaimana saya akan membayar biaya kuliah

di ITB ini. Dan beberapa waktu kemudian, terdapat

pengumuman bahwa saya masuk ke gelombang kedua bidik

misi di ITB, saya sangat bersyukur sekali mendapatkan

beasiswa ini. Setidaknya saya dapat mengurangi sedikit saja

beban ekonomi keluarga saya.

Dan di akhir semester dua saya di ITB, saya mengalami

pengalaman hidup yang sangat menyedihkan bagi saya dan

keluarga. Ayah saya, tulang punggung keluarga, meninggal

pada 30 April 2013. Saya sangat sedih, apalagi saya sebagai

anak sulung, saya harus menjadi tulang punggung

dikemudian hari. Dan saya sangat bersyukur bahwa di tiap

bulannya kami mendapatkan pensiunan dari ayah saya 1,5

juta setiap bulan. Menurut sebagian orang, penghasilan ini

Page 107: Inspirasi untuk Banyumas.

99

sangat kecil. Ya, tapi sekali lagi saya sangat bersyukur masih

mendapatkan pensiunan dari ayah saya, dan saya juga

sangat bersyukur saya mendapatkan beasiswa bidik misi ini

untuk dapat melanjutkan kuliah saya. Jika tidak mendapatkan

beasiswa ini, kemungkinan saya tidak akan melanjutkan

pendidikan saya ke kuliah karena saya tidak memiliki biaya

untuk itu. Saya sangat berterima kasih pada pemerintah di

masa pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono,

pada Menteri Pendidikan yakni bapak Muhammad Nuh,

terima kasih sekali di masa pemerintahan bapak diadakan

beasiswa ini, demi memutus rantai kemiskinan di Indonesia,

agar anak miskin yang akademiknya cukup baik, dapat

melanjutkan pendidikan kuliah di seluruh PTN yang ada di

Indonesia. Tanpa beasiswa ini, saya tidak akan bisa

melanjutkan kuliah. Terima kasih, Pak.

Bagi kalian yang masih bingung masalah biaya untuk

melanjutkan pendidikan ke kuliah, saya tekankan, jika kamu

berusaha, pasti ada jalan. Jangan takut, jangan batasi

mimpimu, lanjutkanlah pendidikanmu, buatlah orang tuamu

bangga, ubahlah nasib ekonomi keluargamu, bangunlah

desa atau daerahmu dengan ilmu yang kamu dapatkan di

Page 108: Inspirasi untuk Banyumas.

100

perkuliahan nanti. Jangan pernah takut untuk melanjutkan

kuliah karena tidak ada biaya. Jika kamu berusaha pasti ada

jalan. Man Jadda Wa Jada, barangsiapa bersungguh-

sungguh pasti akan berhasil. Bermimpilah karena Tuhan akan

memeluk mimpi-mimpimu-Andrea Hirata. Salam semangat

dari saya,

Purwokerto, 7 Agustus 2015

*Penulis merupakan mahasiswa Teknik Perminyakan ITB angkatan 2012 dan

merupakan alumni SMA Negeri 1 Purwokerto.

Page 109: Inspirasi untuk Banyumas.

101

Motivasi Bangunkan Mimpi untuk

Sebuah Aksi

Millatul Khasanah | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

Gadis itu kembali mengeluarkan buliran hangat dari kelopak

matanya. Bukan karena sedih ataupun menyesali nasibnya.

Tetapi dia hanya sedang mencari keadilan untuk seorang

pemimpi kecil yang harus membatasi mimpinya hanya

karena ‘biaya’.

ungkin itu adalah sebuah fakta yang pernah terjadi

pada setemplik kehidupanku. Sebuah takdir yang

tidak mungkin bisa aku negosiasi. Hidup sebagai gadis

pemimpi yang hanya bisa berharap pada keajaiban dari

sebuah do’a dan jawaban dari setiap usaha. Sebuah

pertarungan keras menghadapi cobaan kehidupan yang

sewaktu-waktu berusaha mematahkan dan mematikan

sebuah mimpi.

M

Page 110: Inspirasi untuk Banyumas.

102

Tertulis dalam buku catatan harianku, 7 Juli 2012. Di

sebuah malam kuceritakan mimpiku pada ayah ibu yang

selalu menjadi inspirasi dan semangatku. Aku mengharapkan

motivasi dari mereka agar semakin mengukuhkan mimpi ini.

Sebuah mimpi besar seorang gadis yang duduk di bangku

kelas XII SMA, “Aku ingin kuliah.”

Teringat mata ibuku yang menahan tangis di balik

senyum tenangnya saat kuceritakan mimpiku setelah SMA.

Jawabannya singkat, tetapi begitu meresap di hatiku, “Ibu

hanya bisa membantu berdo’a, Nak”. Ya, aku sadar dengan

keadaan keluargaku saat itu. Seorang ayah yang hanya

mengandalkan dagangan kaki limanya di pasar dan sesekali

membantu menggarap sawah orang lain untuk menghidupi

keluarga seakan ditodong oleh mimpi anaknya yang begitu

egois. Ya, biaya untuk kuliah tidaklah murah. Belum lagi

keperluan mahasiswa yang tidak sedikit.

Suatu hari, sebuah cambukan lidah salah seorang

sahabat hampir mematahkan mimpiku. “Aku juga pengin

kuliah Mil. Tapi buat orang seperti kita, harusnya sadar diri

dengan keadaan keluarga kita. Mendingan kerja, biar bisa

Page 111: Inspirasi untuk Banyumas.

103

cari uang buat meringankan beban mereka, bukan malah

merepotkan dengan biaya kuliah kita yang ngga murah itu.”

Sempat aku merenungi kata-katanya dan sedikit

mengiyakan. Tapi kemudian akupun tersadar, jika aku hanya

sekolah sampai SMA, maka aku tidak akan bisa berkembang

dan tak tahu kehidupan di luar sana. Padahal cita-citaku

adalah bisa menjadi salah satu tokoh berpengaruh di

Indonesia.

Setelah kubincangkan lagi, akhirnya keluargaku

menyetujui permintaanku untuk melanjutkan kuliah. Mereka

berharap aku bisa melanjutkan di sekolah tinggi ikatan dinas

yang tidak memungut biaya pada mahasiswanya. Tes masuk

sekolah tinggi pun aku ikuti. Setidaknya ayahku masih bisa

membayar untuk biaya pendaftarannya saja. Sementara

ongkos ke tempat tes, beliau meminjam uang kepada

kakekku. Semua orang di rumah begitu berharap aku lolos.

Akupun tidak ingin mengecewakan mereka karena sebuah

kegagalan. Karena ku pikir ini adalah jalan satu-satunya aku

bisa kuliah.

Page 112: Inspirasi untuk Banyumas.

104

Saat pengumuman tiba, seketika mimpiku terpatahkan.

Bukan karena berhasil kuraih, tetapi justru sebaliknya.

Sebuah kekecewaan telah kuukir di hati kedua orangtuaku.

Hal itu terlihat dari raut wajah mereka dan mulut mereka

yang membisu tak bisa berkata. Namun dengan sisa-sisa

ambisiku, aku terus mencoba meyakinkan kedua orangtuaku

bahwa pasti ada jalan lain. Senyum penuh harap itu pun

kembali hadir dari mereka dan membuatku tetap optimis

untuk mencari jalanku.

Ditengah-tengah ketidakberdayaan meratapi

kegagalanku, akupun teringat bahwa masih ada SNMPTN

yang masih menumbuhkan harapan, walaupun kecil

kemungkinan untukku bisa masuk. Apalagi saat itu pilihan

yang kuisi adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu

perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Pastilah di sana

persaingannya begitu ketat. Tetapi mau bagaimana lagi,

itulah kampus impianku. Walau terasa jauh untuk meraihnya,

tetapi apa salahnya untuk mencoba. Walaupun selalu

menggelisahkannya. Jika gagal masuk, maka aku benar-

benar harus mengkubur mimpiku. Namun, jika aku lolos

tetapi tidak bisa membayar kuliah, itu sama artinya dengan

Page 113: Inspirasi untuk Banyumas.

105

gagal masuk ke sana. Aku benar-benar hanya bisa berserah

diri padaNya.

27 Mei 2013, sebelum berangkat ke sekolah untuk acara

tasyakuran, setelah mencium tangan ibu, akupun bersujud di

bawah telapak kaki beliau yang hendak mengantarku ke

depan rumah. Aku benar-benar memohon keridhoannya dan

mengharap do’a dari beliau. Buliran hangat yang keluar dari

mata Ibu membuatku ikut menangs dalam pelukannya.

“Insyaa Allah Ibu ridho atas apa yang Milla pilih,” sebuah

kalimat pendek yang begitu menentramkan dan membuatku

lebih ikhlas untuk menerima apapun yang terjadi nantinya

saat pengumuman SNMPTN.

Saat di sekolah, semua orang sibuk membicarakan

pengumuman hasil SNMPTN. Mungkin hanya aku yang tidak

tertarik sedikitpun untuk membuka web itu. Aku takut sakit

karena selalu terbayang kegagalan yang kurasakan

sebelumnya. Terdengar ramai suara teman-temanku. Ada

yang bersorak karena lolos ke PTN pilihannya, dan tidak

sedikit yang menangis atau sekedar cemberut tanda kecewa.

Akupun menyibukkan diri membaca sholawat dan tak

Page 114: Inspirasi untuk Banyumas.

106

berhenti berdo’a. Ya, mungkin hanya itulah yang dapat

kulakukan untuk membuatku tetap tenang saat itu.

Tiba-tiba beberapa SMS masuk membuatku sedikit was-

was. Teman-teman terdekatku bertubi-tubi mengucapkan

selamat padaku. Namun aku tak begitu saja percaya.

“Memangnya dari mana mereka tau? Aku saja belum

membuka webnya,” gumamku dalam hati. Namun itu

membuatku memuncak penasaran. Melalui handphone milik

teman yang duduk di bangku sebelahku, akupun

memberanikan diri untuk membukanya. Seketika aku

bersujud syukur diantara keramaian teman-teman. Airmata

ini benar-benar mengalir derasnya mengungkapkan rasa

syukur yang luar biasa di dalam sujudku.

Page 115: Inspirasi untuk Banyumas.

107

Sesampainya di rumah, segera kukabarkan berita

bahagia ini. Namun, tak ada satupun keluargaku yang

percaya, bahkan orangtuaku. Akhirnya kutunjukkan hasil di

web yang kubuka melalui handphone tetanggaku yang bisa

koneksi dengan internet barulah mereka percaya. Namun

seketika Ibu kembali menangis. Di samping tangis syukur,

ternyata tangis itu pun bercampur kekhawatiran beliau akan

biaya kuliah nantinya. Namun dengan tenang aku menjawab,

“Tenang bu, insyaa Allah kuliah Milla gratis karena ada

Bidikmisi dari pemerintah.”

Akhirnya hari itu aku berhasil mengukir sebuah senyum

kebahagiaan di wajah keluargaku, sahabatku, orangtuaku,

Page 116: Inspirasi untuk Banyumas.

108

dan yang utama adalah Ibu. Tanpa motivasi mungkin

mimpiku telah mati. Karena motivasiku adalah tekadku untuk

bisa mengukir senyum di wajah Indonesia. Karena untuk

Indonesia aku mengabdi, melalui bidikmisi aku berani terus

bermimpi. Berawal dari mimpi, ciptakan lebih banyak aksi

untuk negeri.

*Penulis merupakan mahasiswa Teknik Kelautan ITB angkatan 2013 dan

merupakan alumni SMAN 1 Purwokerto.

Page 117: Inspirasi untuk Banyumas.

109

Bermimpilah dengan Aksi dan Iringan Doa

Muhammad Aziz Ali Mutia | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

ak disangka anak sawah ini sedang menjalani

perkuliahan semester tujuh di kampus terbaik Institut

Teknologi Bandung. Tak disangka pula dia yang hanyalah

anak seorang petani pernah mewakili ITB diberbagai

kompetisi bahkan pernah menjadi delegasi Indonesia dalam

acara Nusantara Leadership Camp di Putrajaya, Malaysia,

Asean Youth Forum di Kuala Lumpur dan bertemu presiden

SBY dalam acara Forum Bidikmisi Nasional di Hotel Bidakara

Jakarta. Inilah aku Muhammad Aziz Ali Mutia, sang pejuang

mimpi yang tumbuh dalam keterbatasan ekonomi.

Berbicara tiga tahun lalu, aku akan selalu mengingat

perjuangan untuk menaklukan impianku. Aku tinggal

bersama kedua orang tuaku di Desa Gerduren sekitar 30 km

dari Purwokerto. Aku dan teman-teman harus berjalan 2 km

menyeberangi sungai, melewati pemakaman, sawah, serta

permukiman untuk mencapai jalan raya sebagai akses

T

Page 118: Inspirasi untuk Banyumas.

110

menuju ke sekolah. Ketika aliran sungai membesar, kami

harus menggunakan perahu yang dikemudikan dengan

tenaga manusia. Ketika banjir datang, maka kami harus

memutar arah berjalan hingga 4 km melewati jembatan tua

peninggalan Belanda untuk menuju sekolah kami. Kondisi

desa kami memang benar-benar terisolir walaupun masih

berada di pulau Jawa.

Gambar kiri : Perahu Pembawa Masyarakat Desa Gerduren Beraktivitas

Gambar kanan : Jembatan Mancangan Peninggalan Belanda sebagai Akses Utama

Menuju Kota

Sumber : Majalah PPI Belanda “Jong Indonesia”, 2009

Terisolasinya desaku berdampak pada kurangnya minat

sekolah di desaku. Sebagian besar masyarakat desa kami

Page 119: Inspirasi untuk Banyumas.

111

hanyalah lulusan SD, sementara hanya sedikit yang

melanjutkan SMA dan hanya satu dua yang melanjutkan

kuliah. Mereka yang melanjutkan kuliah biasanya anak

orang-orang penting di desa. Hal inilah yang menjadikan

sedikit ganjalan ketika aku ingin melanjutkan studi ke

perguruan tinggi.

“Le, kowe olih kuliah asal bisa mbiaya dewek kaya

mbamu,” itu adalah pesan mamaku yang selalu aku ingat. Ya,

pantas sajalah, bapaku yang hanya seorang petani dan

mama yang hanya seorang pembuat nira tak akan mampu

membiayai kuliah apalagi di ITB yang saat itu uang masuknya

mencapai Rp 55 juta.

Walaupun dengan berbagai keterbatasan, aku sangat

bersyukur kedua orang tuaku sangat terbuka mengenai

pentingnya pendidikan sehingga aku tidak terkekang untuk

bekerja. Kondisi inilah yang membuat aku memiliki tekad

kuat untuk kuliah. Karena aku percaya semakin tinggi

pendidikan tentu pekerjaan yang didapat juga semakin baik.

Saat kelas satu SMA dengan mantap aku pilih ITB

sebagai pilihan utama studiku. Aku yakin dengan kuliah di

Page 120: Inspirasi untuk Banyumas.

112

kampus yang berkualitas tentu banyak pembelajaran yang

aku dapatkan. ITB ITB terus aku lontarkan di hatiku hingga

kelas XII. Aku percaya apa yang dikatakan Andrea Hirata

“Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”

Mimpi-mimpi itu aku visualisasikan di buku mimpi, di meja

belajar, di buku catatan, facebook, dan berbagai media sosial

lainnya.

Foto ITB Penyemangatku

Sumber : Ardisaz.com

Mimpi memang mudah, yang susah yaitu

merealisasikannya, aku percaya itu. Aku sadar aku berada di

Page 121: Inspirasi untuk Banyumas.

113

sekolah biasa bahkan bukan di sekolah unggulan sehingga

aku harus berjuang mati-matian. Apalagi apabila dilihat dari

sejarah hanya ada 3 kakak kelas yang diterima di ITB.

Walaupun sedikit pesimis dengan kondisi yang ada, tetapi

aku berusaha tetap optimis. Berbekal buku-buku SNMPTN

yang aku perbanyak dari teman-teman, aku berjuang untuk

persiapan SNMPTN tulis.

“Man Jadda wa Jada,” aku percaya bahwa siapa yang

bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya.

Inilah kalimat motivasi yang menjadi penyemangat hidupku.

Perjuangan kedua orang tuaku membiayai ketiga

anaknya sekolah hingga SMA menjadi motivasi untukku.

Mama harus menjual beras setiap pagi untuk uang saku

kami, bapak harus pergi ke sawah baik saat hujan maupun

panas demi mendapatkan sesuap nasi untuk kami. Belum lagi

saat mama harus pontang-panting cari pinjaman untuk

membiayai SPP kami. Sungguh kondisi ini menjadi suntikan

motivasi yang paling ampuh ketika aku sedang terjatuh.

Sebelum shubuh aku selalu dibangunkan mama untuk

sholat malam dan belajar. Aku percaya walaupun aku telah

Page 122: Inspirasi untuk Banyumas.

114

berusaha semaksimal mungkin, tetapi apabila Allah tidak

mengizinkan maka mimpi-mimpi itu tidak akan terwujud.

26 Mei 2012, satu hari setelah usiaku genap berusia 18

tahun, SNMPTN undangan resmi diumumkan dan SAPPK ITB

menjadi hadiah ulang tahun terindah yang pernah aku

peroleh. Sujud syukur tak lupa aku panjatkan terlebih aku

juga mendapatkan Bidikmisi sehingga tidak membayar

sepeserpun untuk melanjutkan kuliah. Tetesan air mata

mama juga menjadi momen yang sangat mengharukan.

Sungguh setelah ada kesusahan pasti ada kemudahan.

Mimpi, usaha dan doa inilah tiga kunci utama yang aku

percaya akan memberikan arah pada hidupku. Hingga saat

ini, tiga prinsip tersebut tetap menjadi peganganku untuk

menjalani hari-hari di ITB. Aku merasa kehampaan hidup

setelah aku memegang tiga kunci ini seketika hilang

dibandingkan sebelum aku memiliki 3 kunci ini. Semoga

dengan tiga kunci ini aku terus mampu untuk berkarya

membahagiakan kedua orang tua, membangun desa

kelahiran, agama dan tentu membangun Indonesia

Page 123: Inspirasi untuk Banyumas.

115

“Dan bahwa sanya seorang manusia tidak akan

memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”

(QS. An-Najm : 39)

Dan ingat, kita memiliki waktu yang sama, yang

membedakan adalah bagaimana kita memprioritaskan

kegiatan positif dalam kehidupan kita. Masa depan ada di

tanganmu, lakukan sekarang karena 5 menit yang lalu adalah

masa lalu

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Institut Teknologi Bandung dan alumni SMA Negeri Jatilawang.

Page 124: Inspirasi untuk Banyumas.

116

Mimpiku Akan Terwujud dimulai Hari Ini

Oki Purwaningsih | Universitas Negeri Semarang

----------------------------------------------------------------------------

wal masuk kelas XII sudah banyak teman-temanku

yang membicarakan SNMPTN, salah satu seleksi masuk

PTN lewat jalur undangan. Aku masih cuek, acuh tak acuh,

karena aku berpikir toh itu masih ada waktu lama, dan alasan

lainnya juga karena aku masih disibukkan dengan kegiatan-

kegiatan organisasi. Pun sampai tiba di semester dua, dan

bahkan saat sudah ada beberapa universitas yang mulai

sosialisasi ke kelas-kelas, aku belum memikirkan aku akan

memilih program studi apa. Namun, yang perlu

digarisbawahi, AKU SANGAT INGIN KULIAH. Sampai pada

acara tahunan yang diadakan oleh alumni yaitu Open House

University (OHU) SMA N Jatilawang Tahun 2015, aku seperti

dibangunkan dari tidurku. Kamu punya mimpi besar dan

kamu hanya diam tanpa ada gerakan apapun, heyyy ayo

bangun! Dari situlah aku mulai mencari-cari informasi

tentang SNMPTN, universitas-universitas di Indonesia, dan

prodi yang sekiranya cocok untukku. Dan tibalah pilihanku di

A

Page 125: Inspirasi untuk Banyumas.

117

Farmasi-UNS, Kimia-UNS, dan pilihan ketiga Farmasi-

Unsoed. Klik. Pengisian SNMPTN telah difinalisasi.

9 Mei 2015, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Aku

membuka pengumuman dengan hati berdebar, berharap ini

adalah rezeki ku, ini adalah kesempatanku dan berharap ini

kesempatanku. Namun, yang terjadi saat aku membuka

pengumuman, background warnanya adalah merah. Aku

menangis sangat lama, aku sangat mengharapkan aku hanya

sampai ditahap ini, tanpa harus berjuang di jalur tes, tapi apa

daya kali ini bukan rezeki ku. Ah ini bukan rezeki ku, aku harus

segera fokus tahapan seleksi selanjutnya, SBMPTN. Aku juga

segera mengingat kata motivasi yang pernah aku baca

disalah satu media sosial, bahwa Allah mempunyai 3 jawaban

atas doa dan harapan para hambanya. Pertama, Ya, Aku beri

sekarang. Atau yang kedua, Tidak sekarang, Aku ingin

melihatmu berusaha lebih keras lagi. Atau juga jawaban yang

ketiga, Tidak, Aku punya yang lebih baik untukmu.

Sembari sibuk belajar aku juga sambil memikirkan

beberapa kemungkinan kenapa aku belum berhasil di tahap

SNMPTN sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Salah

Page 126: Inspirasi untuk Banyumas.

118

satu faktor yang mungkin adalah prodi yang aku ambil, tidak

cocok dengan kemampuan yang aku miliki, tidak sesuai

dengan bakat dan minat yang ada pada diriku. Hal ini terpikir

berkat obrolan ku dengan salah satu kakak kelas, “kamu

minatnya apa? Memilih prodi yang sesuai dengan minat

sangatlah penting untuk bisa bertahan dalam masa

perkuliahan”. Aku baru menyadari pada saat pengisian

SNMPTN, aku hanya memikirkan prospek kerja setelah lulus,

berapa gaji yang didapat saat sudah kerja, tanpa memikirkan

apa kemampuan ku dan apa minat dan bakat yang ku miliki.

Dan ditanggal yang sama namun bulan yang berbeda, 9

Juni, mimpiku siap terwujud dimulai hari itu. Pengumuman

SBMPTN dibuka dan Alhamdulillah aku lolos Pendidikan

Kimia UNNES. Maha Besar Allah dengan segala ketentuan-

Nya. Tidak lolosnya aku di SNMPTN, Allah telah

menunjukkan bahwa bukan itu yang cocok untukku, ada

yang lain yang lebih cocok untukku. Insya allah, seorang

pendidik, cita-cita waktu kecil

Kini, saat aku menulis cerita ini, aku sudah merasakan

atmosfer para pejuang dari hampir seluruh penjuru negeri

Page 127: Inspirasi untuk Banyumas.

119

melalui kegiatan mahasiswa baru. Disanalah aku bertemu

orang-orang hebat, berada disekeliling pejuang-pejuang

yang hebat, merasakan energi positif yang berasal dari

pejuang-pejuang hebat, yang memunculkan mimpi-mimpi

baru dan semakin membuatku bersemangat menggapai

mimpi-mimpiku.

Adik-adikku, bermimpilah setinggi langit maka jika kau

jatuh, kau akan berada diantara bintang-bintang. Dan

bangunlah dari mimpimu untuk bergerak merealisasikannya

atau kamu akan terlelap selamanya.

Begitupun kuliah, jadikan kuliah sebagai salah satu

mimpi besarmu dan teruslah bergerak merealisasikannya.

Selamat bermimpi Kutunggu nama kalian muncul didaftar

mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Indonesia

Kutipan favorit teman seperjuangan:

Bismillah

Ada Mimpi yang harus menjadi nyata

Luruskan niat, Kuatkan tekad

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri Jatilawang

Page 128: Inspirasi untuk Banyumas.

120

Don’t be Scared to Try

Rido Dwi Ismanto | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

ama saya Rido Dwi Ismanto. Saya lahir di Desa

Tambaknegara. Desa kecil nan tentram dengan

penduduknya yang masih menganggap satu sama lain

sebagai saudara. Kebanyakan penduduk di desa ini

berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Namun, disini saya

bukan mau bercerita tentang desa saya.

Keluarga saya hanya berasal dari kelas ekonomi

menengah ke bawah. Ibu saya bekerja sebagai buruh tani

sedangkan ayah saya bekerja sebagai buruh serabutan.

Sementara kakak saya bekerja sebagai buruh di sebuah

pabrik di kawasan industri di Cikarang, Bekasi.

Melihat kondisi ekonomi yang kurang menentu, selalu

terbesit di pikiran saya untuk merubah nasib keluarga.

Keinginan terus menggebu-gebu tersebut, sehingga timbul

niat untuk segera bekerja setelah lulus SMA agar segera bisa

N

Page 129: Inspirasi untuk Banyumas.

121

memperbaiki perekonomian keluarga. Namun, orang-orang

di desa saya yang kelas ekonominya menengah ke atas

mayoritas menyandang gelar Sarjana. Hal tersebut

mengubah pandangan saya. Saya ingin kuliah untuk menjadi

seorang sarjana dan mengubah nasib keluarga saya. Sebuah

keinginan yang terasa tidak mungkin terwujud jika dilihat

berdasarkan latar belakang ekonomi saya.

Ditengah dilema antara bekerja atau melanjutkan

pendidikan, saya mendapat pencerahan dari guru BK saya.

Ternyata terdapat beasiswa yang ditunjukan bagi siswa yang

kurang mampu untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang

yang lebih tinggi. Betapa bersyukunya saya mendengar hal

itu. Nama beasiswa tersebut adalah Beasiswa BIdik Misi.

Tanpa pikir panjang saya langsung mengejar beasiswa

tersebut. Syarat untuk mendaftar beasiswa tersebut sangat

mudah saya penuhi karena kebanyakan berhubungan

dengan kondisi ekonomi keluarga.

Masalah ekonomi sudah berhasil saya back up,

tantangan selanjutnya adalah bagaimana cara saya bisa

masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang saya idamkan.

Page 130: Inspirasi untuk Banyumas.

122

Karena PTN tersebut menuntut standar akademik yang

sangat tinggi bagi calon mahasiswanya. Saingan yang saya

hadapi juga bukan hanya teman se-SMA, melainkan saya

harus bersaing dari lulusan SMA se-Indonesia untuk masuk

ke PTN pilihan saya.

Rasa pesimis kembali muncul di benak saya. Apakah

mungkin seseorang dari pinggiran seperti saya bisa bersaing

melawan anak-anak kota yang kehidupanya lebih terjamin?

Apakah masih ada peluang untuk saya mengalahkan

mereka? Andai pun saya lolos, apakah saya pantas kuliah di

kampus yang isinya anak-anak orang “gedongan“ itu? Di saat

pikiran kacau seperti itu, saya hanya bisa berdoa. Akhirnya

saya bulatkan tekad untuk tetap mendaftar. Karena

seseorang tidak akan tahu hasil sebelum mencobanya.

Jalur yang ditempuh pertama untuk masuk PTN adalah

jalur Undangan atau yang biasa disebut dengan Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada

jalur seleksi ini, saya hanya mengirimkan nilai raport beserta

data prestasi akademik dan non akademik yang saya raih.

Selanjutnya, data yang dikirim akan dirangking dalam skala

Page 131: Inspirasi untuk Banyumas.

123

nasional. Jika memenuhi syarat yang di tentukan PTN terkait

maka bisa saja saya diterima.

Melihat nilai raport saya yang lumayan stabil dari

semester ke semester membuat saya merasa cukup optimis

bisa diterima. Apalagi setelah saya berkonsultasi dengan

kakak kelas yang sudah terlebih dahulu kuliah, saya menjadi

sangat optimis. Dia mengatakan berdasarkan nilai raport

saya, maka sangat dimungkinkan bagi saya untuk diterima di

PTN favorit saya.

Hari pengumuman pun tiba. Perasaan cemas takut gagal

bercampur aduk dengan rasa penasaran. Tidak henti-

hentinya saya berdoa semoga saya bisa diterima. Dengan

rasa opitimisme yang sangat tinggi saya membuka

pengumuman online tersebut. Namun, berulang kali saya

mencoba, saya gagal membukanya. Mungkin karena

pendaftar dari seluruh Indonesia secara bersamaan

membukanya, maka server yang menyediakan pengumuman

tersebut akhirnya down. Saya putuskan untuk meminta

bantuan kakak kelas. Beberapa saat saya tunggu, akhirnya

kabar itu pun datang. Pesan yang saya terima dari kakak

Page 132: Inspirasi untuk Banyumas.

124

kelas adalah “Semangat buat SBMPTN”. Langsung hancur

lebur hati saya, karena pesan itu berarti saya gagal lolos jalur

SNMPTN. Stres terus melanda diri saya. Langsung saya

kontak teman-teman untuk mencari mereka yang senasib

dengan saya. Waktu itu juga saya pergi main ke rumah temen

cewek yang senasib dengan saya. Saya berharap bisa berbagi

cerita dengannya. Namun hal itu gagal mengobati rasa

kekecewaan saya. Keesokan harinya saya memutuskan untuk

membeli gitar dengan uang yang rencananya akan saya

gunakan untuk mendaftar di Pegruan Kedinasan (PTK).

Karena rasa kecewa yang begitu luar biasa saya melupakan

hal itu.

Setelah banyak upaya yang saya lakukan, akhirnya rasa

kecewa, stress, malu, dan lainnya akhirnya hilang juga.

Setelah itu saya baru ingat plan B, yaitu rencana yang akan

saya lakukan jika saya gagal lolos SNMPTN. Namun semua

itu sudah terlambat, karena uang yang akan saya gunakan

untuk menjalankan rencana tersebut sudah habis untuk

membeli gitar. Sebenarnya saya berencana untuk mendaftar

di PTK jika saya gagal, karena kuliah di PTK juga dibebaskan

dari biaya. Penyesalan pun menimpa diri saya. Sempat orang

Page 133: Inspirasi untuk Banyumas.

125

tua berniat untuk menjual perhiasannya untuk membiayai

pendaftaran tersebut namun saya larang karena saya tidak

tega. Ini semua kesalahanku sendiri, orang tua tidak boleh

menanggungnya, itu yang ada di benakku saat itu. Pada

akhirnya aku pun gagal di dua kesempatan tersebut.

Kegagalan dikesempatan kedualah yang paling membuatku

kecewa karena itu akibat kesalahanku sendiri.

Sebenarnya masih ada dua jalur lagi yang membuatku

bisa kuliah. Pertama jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SBMPTN) dan yang kedua yaitu jalur Seleksi

Mandiri di masing-masing Universitas. Walaupun gratis

(Untuk pendaftar Beasiswa Bidik Misi), namun kedua jalur

tersebut menggunakan ujian sebagai media untuk

menyeleksi. Saya pun pernah mencoba mengerjakan soal-

soal kedua jalur seleksi tersebut. Ternyata sangat sulit.

Tingkat kesulitannya mungkin sekitar satu atau dua tingkat

diatas Ujian Nasional. Ditambah lagi dengan alokasi waktu

yang sangat kurang (itu yang saya rasakan) untuk soal sesulit

itu. Kemungkinan saya diterima sangat kecil untuk jalur

seleksi ini. Apalagi mereka yang punya biaya kebanyakan

mengikuti bimbingan belajar untuk mempersiapkan ujian

Page 134: Inspirasi untuk Banyumas.

126

tersebut. Sedangkan saya hanya menjadi pengangguran

dirumah. Meskipun saya tetap mendaftar SBMPTN, namun

spirit saya untuk kuliah sepertinya sudah luntur.

Suatu saat sekitar H-11 menuju SBMPTN saya mendapat

tawaran untuk bekerja. Pekerjaan tersebut bukan pekerjaan

yang mewah hanya sebagai kuli bangunan. Namun karena

kondisi saya sebagai pengangguran yang ingin sebuah

kegiatan untuk mengobati kebosanan, tanpa pikir panjang

saya terima tawaran tersebut. Dua hari saya bekerja sebagai

kuli tidak tetap dan saya mendapat uang Rp 100,000,00.

Uang itu saya gunakan untuk membeli buku soal-soal

SBMPTN beserta pembahasannya. Dengan membeli buku

tersebut, peluang saya untuk berkuliah akhirnya kembali

hidup.

Selama sekitar 9 hari, saya habiskan hari-hari saya hanya

untuk belajar. Pada saat itu yang ada dipikiran saya hanya

satu yaitu saya harus kuliah. Dengan tekad yang luar biasa

dan dibarengi dengan doa akhirnya saya putuskan untuk

mengisi hari-hari itu dengan full belajar. Pagi pukul tujuh

sampai sebelas, siang pukul satu sampai lima dan malam

Page 135: Inspirasi untuk Banyumas.

127

pukul tujuh sampai sepuluh, semua waktu itu saya gunakan

hanya untuk belajar. Tidak keluar “ngelayab” dan tidak main.

Setelah belajar mati-matian, hasilnya ternyata saya tetap

kesulitan dalam mengerjakan soal ujian itu. Namun, bukan

tanpa hasil, saya menjadi terbiasa dengan soal-soal sesulit

itu. Saya sudah tidak merasa keget lagi jika bertemu soal

dengan tingkat kesulitan seperti itu.

Hanya berbekal “kebiasaan”, saya melangkah maju

menghadapi ujian SBMPTN. Sudah kuduga soal-soal yang

keluar sudah pernah ku jumpai, namun tetap saja saya

kesulitan untuk mengerjakannya. Satu bagian soal terdiri dari

15 soal, dan saya hanya mampu mengerjakan mungkin 5

atau 6 soal saja. Sisanya saya mengandalkan keajaiban dari

Yang di Atas, saya pilih jawaban secara acak karena soal yang

diujikan bertipe pilihan ganda. Walaupun jika salah ada nilai

minus, saya tetap yakin untuk melakukan itu. Karena secara

matematis mungkin peluang saya untuk diterima hampir

pasti sudah tertutup jika hanya mengerjakan soal sesedidkit

itu.

Page 136: Inspirasi untuk Banyumas.

128

Berselang beberapa minggu, akhirnya hasil seleksi pun

keluar. Untuk kali ini saya tidak terlalu optimis namun juga

tidak pesimis mengingat pengalaman sebelumnya yang

begitu menyakitkan. Selain itu, saya juga berniat membuka

pengumuman itu sendiri agar tidak mendapat berita buruk

dari orang lain, lagi. Namun, seperti biasa, server down. Saya

coba terus-menerus membuka pengumuman tersebut,

namun tetap saja gagal. Saat saya sedang sibuk membuka

pengumuman online itu, tiba-tiba handphone saya berbunyi

tanda ada pesan singkat masuk. Lalu saya buka pesan itu,

ternyata pesan itu dari kakak kelas saya di SMA dan isinya

“Selamat Do, FMIPA ITB”. Terdiam saya membaca pesan itu.

Perasaan bahagia, bingung, kaget, sedih , senang, semuanya

becampur dalam keheningan. Sejenak aku bertanya-tanya,

kok bisa aku diterima? Hmm, mungkin ini sudah kehendak

Allah Swt. Seharian aku menikmati kabar bahagia tersebut

tanpa memikirkan tidak lanjut dari pengumuman itu.

Page 137: Inspirasi untuk Banyumas.

129

Sekarang saya sudah memasuki semester ketiga kuliah

di ITB. Alhamdulillah, saya masuk program studi Matematika.

Sebuah awal yang baik untuk mewujudkan cita-cita

impossible saya.

*Penulis merupakan mahasiswa Matematika ITB angkatan 2014 dan merupakan

alumni SMA Negeri Jatilawang.

Page 138: Inspirasi untuk Banyumas.

130

Kisahku

Riris Purnis | Universitas Padjadjaran

----------------------------------------------------------------------------

elanjutkan ke perguruan tinggi adalah hal yang

sempat membuat saya bingung. Saya belum yakin

keluarga saya dapat membiayai uang kuliah saya nanti.

Langsung bekerja setelah lulus SMA sempat terlintas dalam

pemikiran saya ketika saya masih awal duduk di kelas XII.

Karena sebelumnya saya tidak memikirkan mau kemana

setelah saya lulus SMA. Banyak hal yang harus

dipertimbangkan antara lanjut ke perguruan tinggi atau

turun ke dunia kerja. Ini mungkin karena saya anak pertama

yang harus membantu orang tua untuk mencari nafkah.

Maklum saja, orang tua saya hanya berprofesi sebagai buruh

yang penghasilannya tidak tetap.

Namun, semakin dekat dengan kelulusan SMA, saya

justru semakin tertarik untuk melanjutkan pendidikan saya ke

jenjang yang lebih tinggi, yaitu masuk perguruan tinggi.

M

Page 139: Inspirasi untuk Banyumas.

131

Setelah saya diskusi dengan keluarga saya, mereka semua

mendukung rencana saya untuk melanjutkan kuliah, “rejeki

bagi seorang anak akan selalu ada selama masih tetap

berusaha” itulah yang dikatakan kedua orang tua saya kala

itu.

SNMPTN, saya sangat semangat untuk bisa masuk ke

universitas lewat jalur tersebut. Walaupun saya sadar nilai

raport saya sangat pas-pasan, nilai saya turun drastis pada

semester lima atau tepatnya semester pertama di kelas XII

yaitu hamper 50 poin dan saya sempat menangisi nilai saya.

Untuk bisa meringankan beban orang tua saya memutuskan

untuk mengikuti program bidik misi. Selama mengurus

pendaftaran kuliah, saya lebih sering dibantu oleh teman-

teman saya yang memiliki fasilitas lebih. Dengan modal

nekad, waktu itu saya mengambil jurusan arsitek dan teknik

di Universitas Indonesia. Belum nasib saya memang untuk

lolos lewat jalur SNMPTN. Saya tidak berhenti berjuang

disitu, saya pun mengikuti seleksi melalui jalur SBMPTN

dengan biaya pendaftaran nol rupiah. Dengan percaya diri

saya berusaha mengerjakan soal tes masuk perguruan tinggi

semampu saya saja. Sambil menunggu pengumuman

Page 140: Inspirasi untuk Banyumas.

132

SBMPTN, saya mencoba mendaftar tes STAN dan SMUP

(seleksi masuk Universitas Padjajaran).

“Maaf anda tidak lolos SBMPTN”, itu adalah kalimat yang

muncul ketika saya membuka laman yang berisi

pengumuman dari tes SBMPTN. Kecewa itu pasti, tapi

mungkin memang kemampuan saya belum sebanding

dengan soal SBMPTN yang saya kerjakan. Saya sempat putus

asa tidak ingin mencoba lagi. Namun, dukungan terus

datang dari keluarga saya. Akhirnya saya memutuskan untuk

berangkat ke Jogja demi mengikuti tes STAN. Dengan

harapan kali ini saya bisa lolos masuk ke STAN. Ketertarikan

saya terhadap STAN yaitu karena adnya ikatan dinas, saya

berfikir jika STAN mempunyai ikatan dinas maka saya tidak

perlu khawatir tentang biaya dan akan kemana nanti setelah

usai kuliah. Harapan saya terlalu tinggi akan tes STAN ini, dan

kenyataan yang saya etrima saya tidak lolos tes STAN. Tiga

kali berturut-turut saya ditolak oleh perguruan tinggi.

Kini harapan saya hanya tinggal SMUP, pendaftaran

dengan mengirimkan nilai raport secara online saja. Dan kali

ini saya juga merepotkan teman saya dalam mengurus

Page 141: Inspirasi untuk Banyumas.

133

pendaftaran SMUP. Saya yakin bisa lolos SMUP karena mata

pelajaran yang digunakan bukanlah mata pelajaran kejuruan.

Ya, waktu itu saya adalah siswi SMA di kelas IPA. Waktu

pengumuman tiba, saya tidak bisa membuka situs

pengumuman sendiri karena tidak ada fasilitas dirumah saya

untuk bisa online dan teman saya yang memberi info ke saya

saat pengumuman. Alhamdulillah saya bisa lolos SMUP, saya

mengambil jurusan Administrasi Pemerintahan Program

Diploma III. Saya tetap bersyukur walaupun hanya D3.

Kini saya harus mengurus semua berkas-berkas yang

diperlukan. Niat saya untuk registrasi ulang agak tersendat

karena biaya yang dibutuhkan lumayan besar. Awalnya saya

berubah pikiran lebih baik kerja saja langsung. Namun,

kegigihan orang tua saya membuat saya tetap semngat dan

berfikir pula bahwa rezeki tidak akan kemana dan akan selalu

ada.

Akhirnya, saya bisa menjadi seorang mahasiswa, ketika

ospek saya merasa sangat terharu sampai menangis bisa

masuk universitas yang banyak orang inginkan. Baru

seminggu saya menjadi mahasiswa, tiba-tiba ayah saya jatuh

Page 142: Inspirasi untuk Banyumas.

134

sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Jauh-jauh dari

Bandung saya langsung pulang ke Banyumas dan di

semester awal ini saya harus izin selama dua minggu. Ayah

saya terkena penyakit stroke. Saya bingung harus berhenti

apa tetap lanjut kuliah. Akhirnya, saudara-saudara sayalah

yang membantu biaya kuliah saya agar saya tetap lanjut

sampai wisuda nanti. Saya tetap menjadi mahasiswa selama

ayah saya sakit. Dengan berusaha bisa mendapat beasiswa

dari program beasiswa yang ada. Saya mendaftar beasiswa

di semester awal, namun katanya masih belum memenuhi

syarat. Saya mencoba lagi semester berikutnya. Dan akhirnya

saya bisa meringakan beban orang tua saya dengan beasiswa

prestasi yang saya peroleh.

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri Jatilawang tahun 2013.

Page 143: Inspirasi untuk Banyumas.

135

It’s All Paid-Off

Slamet Setya Aji | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

erkenalkan, saya Slamet Setya Aji, saat ini Alhamdulillah

diterima di Fakultas Teknologi Industri, Institut

Teknologi Bandung. Disini saya ingin sharing dengan adik-

adik di Banyumas tentang perjalanan saya bisa sampai di

kampus Ganesha ini.

Pertama, anda mungkin berpikir bahwa kuliah itu mahal,

atau buat orang berada yang kaya punya uang, atau juga

hanya anak bimbel ternama,atau berasal dari keluarga guru,

dokter, pejabat mungkin. Saya bilang semua itu

salah,mengapa? Karena saya anak dari seorang ayah yang

bekerja sebagai tukang las pinggir jalan, anda pikir ayah saya

lulusan smk politeknik atau teknik mesin, semua salah lagi.

Ayah saya bersekolah hanya sampai SMP, ia pun tidak lulus.

Namun, ayah saya adalah orang yang bekerja keras agar bisa

mencari nafkah. Bahkan uniknya, saat mendengar cerita dari

P

Page 144: Inspirasi untuk Banyumas.

136

ayah saya bahwa suatu saat ia diminta untuk mengelas besi

sepeda oleh seseorang guru atau orang teknik mesin itb

tetapi hasilnya lebih baik dari orang itu. Maaf, bukan berarti

sombong memang ayah saya merantau ke Bandung dan

bekerja di bengkel bus suatu perusahaan bus sebelum beliau

kembali ke desa.

Kalau ayah saya seperti itu, anda pikir ibu sebagai guru,

pegawai negeri atau yang lain. Ibu saya hanya lulus SMK

Banyumas sebelum berkarier sebagai tukang potong rambut

di Bandung. Namun, ibu saya adalah orang yang rela

melakukan apa saja demi anaknya. Beliau adalah panutan

dan inspirasi saya tentang bagaimana menjalani hidup. Jadi,

yang ingin saya tekankan adalah apapun jenis pekerjaan

orang tua anda tidak menjadi halangan bagi anda untuk

melanjutkan ke perguruan tinggi. Asalkan ada kemauan

keras pasti ada jalan.

Baik, mari mulai berlayar bersama cerita saya dalam

mengarungi samudera perjuangan. Saya bersekolah di SMA

N Banyumas. Saat di SMA kelas X, belum terlintas di benak

saya bahwa saya akan melanjutkan mimpi di perguruan

Page 145: Inspirasi untuk Banyumas.

137

tinggi. Tetapi hati saya sadar bahwa jika saya adalah siswa

SMA maka saya harus melanjutkan pendidikan di perguruan

tinggi, wajar saja, saya bukanlah lulusan SMK yang punya

bekal keterampilan kerja. Saat kelas X itulah, saya pulang

sekolah dengan bus, di bus saya mendengar cerita dari kakak

kelas ia bercerita panjang lebar tentang cara masuk

perguruan tinggi karena saya tidak mengenal dia saya hanya

duduk dan mendengarkan dengan seksama. Kalimat yang

terpatri dalam memori saya adalah "kalau kamu ingin masuk

perguruan tinggi tanpa tes atau SNMPTN syaratnya nilai

rapor kamu harus stabil dari tiap semester kalau bisa ada

peningkatan". Sejak saat itu, terlintas di pikirkan saya bahwa

Allah telah menunjukkan jalan bagi saya untuk merajut

mimpi. Petunjuk semakin jelas tatkala aku sedang meminjam

buku - buku SMA tetangga saya yang kebetulan baru saja

lulus. Ibunya berkata bahwa kalau ingin kuliah harus rajin,

nilai rapor dijaga dan jangan lupa berdoa. Itulah awal

perjalanan panjang yang akan ku lalui. Sejak saat itu, saya

bersungguh-sungguh untuk kuliah bagaimanapun caranya

pasti ada jalan. Maklum saja, di desaku kebanyakan teman-

teman saya langsung kerja atau merantau .Alhamdulillah,

Page 146: Inspirasi untuk Banyumas.

138

Allah memudahkan jalanku berkat usaha dan doa saya

berhasil naik ke kelas XI jurusan IPA dan Alhamdulilah saya

menjadi yang terbaik. Rasa syukur senantiasa kupanjatkan

pada Allah yang telah menunjukkan jalan yang mudah

dengan cara yang tak mudah. Selanjutnya, cerita indah terus

berlanjut hingga kelas XI di kelas ini saya merasa inilah

keluarga yang sebenarnya. Saat kelas XI saya belum berpikir

untuk masuk ITB. Saya merasa hal yang harus saya lakukan

adalah berusaha lebih keras dari sebelumnya. Saat kelas XI,

saya aktif sebagai pengurus ROHIS dan saat itu saya

ditugaskan untuk menjadi ketua panitia training motivasi

bagi kakak kelas saya yang akan menempuh ujian nasional.

Hal positif yang dapat dari acara ini adalah bagaimana

membangun motivasi diri dan menyingkirkan segala

halangan yang ada.

Kelas XII saya semakin sadar akan masa depan yang

harus saya kejar. Saat itu saya semakin giat belajar berlatih

bersama sahabat sahabat saya. Saya sangat senang untuk

belajar bersama baik dengan teman satu kelas maupun kelas

yang lain. Cerita yang cukup membuat saya terpukul adalah

ketika saya dan kelompok belajar saya diremehkan oleh anak

Page 147: Inspirasi untuk Banyumas.

139

bimbel. Dalam hati saya berujar lihat saja akhirnya apa yang

akan terjadi. Sejak saat itu, saya menuliskan hal apa yang

akan saya raih di kamar saya tempelkan target nilai UN saya

masih ingat kertas itu saya tempatkan di dinding kamar.

Tertulis 17 Oktober 2014 "Target Nilai Ujian Nasional" saya

tulis Matematika 100, Fisika 100, Kimia 100, Bahasa Indonesia

92, Bahasa Inggris 86. Hal ini saya lakukan jauh hari sebelum

UN di bulan April.T ulisan kedua adalah saya akan masuk

Fakultas Teknologi Industri melalui jalur SNMPTN. Saya

tempelkan tulisan tersebut di dinding kamar.

Siapa bilang saya tidak pernah gagal. Awalnya saya

pesimis dengan tulisan itu saat try out UN pertama nilai kimia

saya jauh dari harapan sekitar 65. Saya tahu saya harus

banyak belajar masalah kimia. Siapa bilang saya tidak pernah

terpuruk, saat ITB mengikuti try out di SMAN 1 Purwokerto

saya menempati peringkat 101, secara nalar sangat sulit

untuk masuk ITB melihat nilai dari simulasi try out ITB. Saat

itu saya sadar saya harus bisa mewujudkan mimpi saya.

Setelah try out berlangsung, saya mengambil pamflet

tentang gambaran kampus ITB sampai di rumah saya

menempelkan pamflet itu bersanding dengan tulisan saya

Page 148: Inspirasi untuk Banyumas.

140

sebelumnya.Tapi apa hal yang istimewa dari semua itu.

Tuhan memang punya jalan sendiri menentukan nasib

umatnya.

Saat tanggal 9 Juni 2015, saat pengumuman SNMPTN,

satu target yang aku tuliskan terwujud. Alhamdulillah saya di

terima di Fakultas Teknologi Industri ITB. Setelah itu tulisan

saya yang lain menjadi kenyataan saat pengumuman UN

SMA saya mendapat nilai 100 di mata pelajaran Kimia dan

Fisika. Hal ini sangat sesuai dengan tulisan saya. Untuk

Matematika,Bahasa Indonesia,dan Bahasa Inggris nilai nya

tidak jauh berbeda dengan tulisan saya.Matematika sebesar

97.5 dari target 100, Bahasa Indonesia 91.38 dari target 92,

serta Bahasa Inggris 84 dari target 86. Saya merasa bersyukur

dengan apa yang saya lakukan dan saya dapatkan. Semua

apa yang saya tulis menjadi kenyataan.

Saya berharap kawan- kawan dapat mengambil hikmah

dari cerita perjuangan saya. Saya yakin Tuhan Maha

Mengetahui apa yang baik untuk kamu, jika hal itu baik, maka

Dia akan berikan. Jadi sekarang juga tuliskan apa yang ingin

Page 149: Inspirasi untuk Banyumas.

141

kamu raih di secarik kertas dan tempelkan. Saya siap untuk

menuliskan mimpi saya dan mewujudkannya. Saat ini saya

menulis di kertas yang isinya "Saya akan lulus TPB ITB , Saya

akan meraih IPK > 3.6 dan Masuk Jurusan Teknik Kimia".

Entah, temanmu mungkin menertawakan hal ini, tetapi tulis

saja. Jika hal ini baik maka Tuhan akan wujudkan.

"Tuliskan mimpimu dan wujudkanlah mimpimu" Sekian

dari sang Penulis dan Pewujud Mimpi.

*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Teknologi Industri angkatan 2015 dan

merupakan alumni SMA Negeri Banyumas.

Page 150: Inspirasi untuk Banyumas.

142

Mayuh pada Kuliah, Lur!

Patrick Nugroho Hadiwinoto | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

ugeng enjang/siyang/sonten/ndalu, sedulur se-

Panginyongan! Kenalna dhisit ya, jenengku Patrick

Nugroho Hadiwinoto. Biasa diceluk Patrick. Nyong umure 18

taun, siki mahasiswa STEI ITB tingkat siji. Oiya, nyong asale

saka Purwokerto. SMAne nang SMA 1 Purwokerto. Umahe ya

nang Purwokerto. Pokoke, Purwokertone kenthel, lah! Hehe.

Yawis, siki nyong arep crita, ya. Nyong njaluk

pangapurane nek nang tulisane nyong bahasane campur

aduk, ngapak karo Indonesia. Maklum, urung jago banget

Banyumasane. Ya, sebelumnya saya ingin bercerita soal

bagaimana ceritanya saya bisa masuk ITB.

Orang kalau mendengar kata ”ITB”, pasti terdengar

‘wow’ banget. Iya, kan? Nah, aku juga merasa begitu. Pada

saat aku masuk SMA, aku belum terpikir mau kuliah dimana.

Tapi, setelah kira-kira kelas XI SMA, aku sudah mulai

S

Page 151: Inspirasi untuk Banyumas.

143

terbayang mau kuliah apa nantinya. Sudah terbayang mau

ambil jurusan apa.

Aku ingin masuk Teknik Elektro. Ini mungkin

dikarenakan melihat pamanku yang juga lulusan Teknik

Elektro dan sukses sekarang ini. Dan juga karena aku punya

minat di sana. Kalau mau kuliah dimana, aku ingin di ITB

karena aku dengar untuk elektro yang paling bagus, ya di ITB.

Selain itu juga karena banyaknya alumni SMA ku yang

diterima di ITB.

Awalnya, aku pikir, wah, pasti tidak mungkin aku yang

berasal dari kota kecil seperti Purwokerto bisa diterima di

institut yang sangat tersohor seperti ITB. Awalnya aku rendah

diri dan minder, merasa kalah saing dengan anak-anak dari

SMA lain di kota-kota besar yang pastinya lebih pintar dan

cerdas daripada aku, pikirku.

Tapi, aku tetap berjuang di SMA. Aku berusaha

melakukan yang terbaik di tiap mata pelajaran di tiap

semesternya dan aku bersyukur bisa mendapat hasil (nilai

rapor) yang memuaskan. Lalu, tiba saatnya kelas XII. Di

tingkat ini, aku mulai serius belajar ujian dan disibukkan

Page 152: Inspirasi untuk Banyumas.

144

dengan berbagai kegiatan yang menyangkut ujian, seperti

bimbel dari sekolah, praktikum maupun belajar sendiri untuk

ujian. Waktuku rasanya benar-benar terkuras habis untuk

urusan ujian dan semacamnya.

Karena aku ingin masuk PTN, maka aku akan mengikut

yang namanya SNMPTN kan. Nah, untuk SNMPTN itu yang

diperhitungkan adalah nilai semester 1-5. Jadi, di kelas XII ini

aku benar-benar fokus untuk nilai raporku di semester LIMA

ini. Sedangkan semester dua sudah fokus ujian.

Aku bersyukur karena nilai semester lima ku bisa lebih

baik dari semester-semester sebelumnya. Setelah selesai

semester lima, aku langsung fokus ke ujian, tidak berpikiran

sampai misalnya, “Ah, aku bakal lolos SNMPTN undangan

tidak, ya?” Aku tidak sempat berpikir ke situ karena langsung

disibukkan dengan agenda ujian yang super padat.

Berangkat pagi, pulang sore. Itu kami lakukan setiap hari

sebagai siswa kelas XII yang akan menempuh UN.

Setelah melalui berbagai Try Out sekolah maupun

kabupaten, akhirnya ujian sekolah tiba juga. Untuk ujian ini,

jujur persiapanku bisa dibilang sangat minim, karena masih

Page 153: Inspirasi untuk Banyumas.

145

belum bisa menyesuaikan diri dengan jadwal yang ada. Aku

masih kewalahan membagi waktu antara try out yang satu

dengan try out yang lain. Antara bimbel yang satu dengan

bimbel yang lain. Akhirnya, selesai juga ujian sekolah itu.

Emm, aku lupa, penyelenggaraan ujian praktek itu sebelum

atau setelah ujian sekolah, ya?

Ya, pokoknya ujian praktek pun akhirnya datang juga.

Aku berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin. Aku juga

berusaha menjalaninya dengan sebaik mungkin. Akhirnya

ujian praktek pun selesai juga. Dan, jeng jeng jen, akhirnya

yang dinanti-nantikan pun tiba juga. Ujian Nasional. Ya, UN.

Walaupun di tahunku itu UN tidak menentukan kelulusan,

tapi dengan dipertimbangkannya nilai UN sebagai parameter

diterima atau tidaknya siswa pada SNMPTN membuat semua

siswa ketar-ketir menghadapi UN ini. Tidak terkecuali aku.

Ya, aku awalnya tentu khawatir dengan UN ini. Tapi, aku

berusaha menghadapinya dengan lebih berpikir positif

setelah aku berkeluh kesah dengan orang tua. Aku

membicarakan soal hal-hal yang membuatku stress dengan

Page 154: Inspirasi untuk Banyumas.

146

orang tua. Nah, ini dia pentingnya kita curhat sama orang

tua. Niscaya beban kita bisa berkurang. Aku juga sudah

mengalaminya di 11 minggu pertama kuliah di ITB ini.

Tiap hari aku pasti telpon (atau lebih tepatnya ditelpon

mamaku). Aku yang baru mulai kuliah tentu menghadapi

berbagai hal baru. Nah, semua itu pasti bikin kaget dan stress

kan pada awalnya. Nah, di saat aku lagi stress-stresnya, aku

bersyukur bisa mengurangi stresku engan mengobrolkan

hal-hal yang membuatku stress dengan mamaku itu. Kadang

papaku, Jadi, paling tidak stresku berkurang, lah. Jadi ngga

terlalu stress lagi deh.

Oke, kembali lagi ke topik. Sampe mana aku tadi? Sampe

UN ya? Kok, aku malah jadi curhat, ya. Gapapa, kan? Hehe.

Oke, jadi waktu mau UN itu aku perbanyak latihan soal aja.

Nah, akhirnya UN tiba juga. Hari pertama adalah Bahasa

Indonesia dan Biologi. Puji Tuhan, lancar, walaupun BI ada

yang ga yakin si. Bio juga, hehe. Hari kedua: Mat dan Kimia.

Untuk Mat, aku inget banget ada 1 soal yang susah banget

dan akhirnya aku jawab ngasal. Untuk Kimia ada 2 soal yang

aku ga yakin. Dan, hari ketiga atau terakhir menunya adalah

Page 155: Inspirasi untuk Banyumas.

147

Bhs Inggris dan Fisika. Untuk B.Ing, ya lumayan lancar, lah.

Nah untuk Fisika nih ada yang unik.

Seperti biasa, kalau aku mengerjakan ujian dan ada soal

yang ngga bisa, langsung dilewati. Nah, untuk Fisika ini, ada

1 soal yang ngga bisa dan ngga kebayang sama sekali

gimana caranya. Aku udah koreksi kembali 39 soal yang lain

dan sudah cukup yakin dengan jawabnya. Nah, yang 1 soal

ini aku udah coba pikirin pake cara apa yah supaya ketemu

jawabnya. Eh, ga ketemu-ketemu juga.

Akhirnya, aku berdoa mohon bantuan Tuhan untuk

menerangi akal budi dan menunjukkan jawaban yang tepat.

Nah, setelah beberapa waktu emang ngga kerasa apa-apa.

Tetap aja aku ngga kebayang gimana cara ngerjainnya.

Sedangkan waktu tinggal 15 menit lagi. Waduuhh, gimana

nih? Dan, entah ada angin apa, ijig-ijig kaya ana ilham mudun

maring sirahe nyong, koh. Kayane carane kuwe kaya kiye.

Lah, banjur tak jajal, ya. Eh, kayane logis. Yawis, jajal tak

jawab. Eh, ana nang pilihan jawabane. Yawis, langsung bae

tak pilih. Dan ngga tahu kenapa aku yakin banget jawabanku

itu benar. Padahal, aku juga baru mendapatkan ilham tidak

Page 156: Inspirasi untuk Banyumas.

148

lama sebelumnya. Dan, ngga tahu kenapa aku juga yakin

jawaanku itu bakal bener semua. Terus, aku tulis aja di

soalnya (kan soalnya ngga bakal dikoreksi, tapi buat sekolah

masing-masing). Aku tulis “Puji Tuhan!” karena Tuhan sudah

menunjukkan jalan-Nya padaku. Eh, jebul temenan, pas

pengumuman UN, Fisikane nyong entuk 100! Wah jan

bersyukurepol yakin nyong. Dadi, kaya entuk pencerahan

gitu loh. Jadi, intine: kalau sedang menghadapi ujian (dan

lainnya juga) jangan hanya belajar saja, tapi berdoa juga

harus! Temenan kiye loh, ora lombo! Hehe.

Nah, jadi setelah selesai UN, aku refreshing dong

pastinya, haha. Dolan kambi bocah sekelas maring Gua

Jatijajar karo Pantai Logending, Pantai Ayah nang Kab.

Kebumen. Nyarter bus, ora nginep si, tapi berkesanepol

yakin. Kowe-kowe juga pada kaya kuwe, ya. Nek arep ujian

ya belajar sing sregep. Do Your Best. Nah, bar ujian kuwe

dolan bae sedolan-dolane, nglepas stres lan penat men seger

maning pikirane. Work Hard, Play Hard.

Bar kuwe, tanggal 9 Mei 2015 kuwe tanggal sing

ditunggu-tunggu lan pastine deg-degane pol. Kuwe tanggal

Page 157: Inspirasi untuk Banyumas.

149

pengumuman SNMPTN. Dari pagi sudah deg-degan padahal

pengumumane baru jam 5an sore. Setelah jam yang

ditetapkan, aku buka dan Puji Tuhan ketrima di STEI ITB.

Setelah itu tanggal 15 Mei 2015 pengumuman kelulusan. Puji

Tuhan juga, aku lulus!

Lalu tanggal 19 Mei 2015 pelepasan dan 23 Mei 2015

perpisahan. Nah, sekitar akhir Mei, kami yang diterima di ITB

yang berasal dari Kab. Banyumas diajak kumpul bareng

Gamas. Gamas? Apa itu Gamas? Setelah aku cari tahu,

ternyata Gamas adalah singkatan dari Keluarga Mahasiswa

Banyumas, yaitu paguyuban tempat berkumpulnya

mahasiswa-mahasiswa yang dari Banyumas dan

Banjarnegara. Kita dikasih tahu ini itu soal ITB dan 9 Juni 2015

aku daftar awal di Sabuga. Lalu, LIBUR LAGI! Yeay! Barulah

tanggal 5 Agustus 2015 aku daftar ulang. Dan setelah itu ada

serangkaian kegiatan sampai 24 Agustus 2015 mulailah

kuliah. Setelah masuk kuliah, ngga taunya banyak juga yang

berasal dari daerah dan mereka dapat bersaing di ITB ini.

Oh ya, kan peneriman mahasiswa baru secara resmi itu

pada Sidang Terbuka tanggal 10 Agustus 2015 lalu ya. Nah,

Page 158: Inspirasi untuk Banyumas.

150

pada sidang itu, selain penerimaan mahasiswa baru, ada juga

pemberian penghargaan kepada Mahasiswa Berprestasi

tahun 2015. Nah, di antaranya ada juga lo yang dari

Banyumas. Dia meraih medali emas ONMIPA 2015 bidang

kimia. ONMIPA tuh kaya OSN nya mahasiswa. Tingkatnya

nasional. Keren ngga tuh dapat emas tingkat nasional? Oh

ya, selain disebut namanya, Mahasiswa Berprestasi (atau

biasa disingkat Mapres) juga disebut asal SMA nya juga dan

dapat bersalaman dengan Rektor ITB di hadapan ribuan

mahasiswa baru. Gimana ga bangga, tuh? Keren banget, kan?

Nah, ini nunjukin kalo kita-kita yang dari Banyumas juga

bisa berprestasi dan bersaing di ITB, ngga kalah sama yang

dari kota-kota besar. Kita tidak boleh rendah diri, tapi juga

jangan terlalu percaya diri dan malah jadi meremehkan. So,

ayolah kita harus kuliah, men! Karena pendidikan itu penting,

dan lulusan SMA itu biasanya cuma bisa jadi (maaf) tukang

ngecor bensin nang SPBU.

Ya, kita emang ga ngejar gelar doang di kuliah, tapi lulus

tepat waktu dengan nilai yang baik itu juga penting!

Janganlah kita hanya berhenti pada wajib belajar 12 tahun.

Page 159: Inspirasi untuk Banyumas.

151

karena wajib belajar itu baru kriteria minimal pendidikan

seorang WNI. Kalau masalah biaya, kalau kita benar-benar

niat, niscaya beasiswa ada dimana-mana. Karena dengan

pendidikan kita bisa lebih membuka mata kita terhadap hal-

hal baru di sekitar kita.

Ya, mungkin cuma segini yang bisa diomongkan oleh

seorang mahasiswa baru tingkat pertama yang baru kuliah

11 minggu sampe tulisan ini dibuat. Mungkin aku belum bisa

omong banyak, tapi yang sudah kutulis ini adalah seluruh

yang aku rasakan dan alami bagaimana ceritanya sampai aku

bisa diterima di ITB. Oke, jadi intinya: Mayuh pada kuliah, lur!

Sekian. Suwun. Salam Panginyongan! Keep Ngapak! Ora

ngapak, dupak!

*Penulis merupakan mahasiswa Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

angkatan 2015 dan merupakan alumni SMA Negeri 1 Purwokerto.

Page 160: Inspirasi untuk Banyumas.

152

Inspiring Your Surrounding

Aisah Resti Amalia | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

Kenapa SITH Sains?

Jeng…jeng….

emester 1 kelas XII baru saja dimulai. Hawa liburan itu

masih menyelimuti alam bawah sadar yang terdalam.

Pagi itu, aku masih belum percaya kalau liburan sudah selesai

dan harus kembali ke sekolah. Biasanya ada upacara juga.

Pasti pengin banget baris paling belakang, tapi nggak pernah

kebagian. Jadi harus siap grak di bagian depan.

Setelah upacara, biasanya sekolahku nggak pulang

gasik. Kalo pulang gasik, berarti itu kejadian langka, selangka

dua pelangi melengkung bersama di langit biru hehe. Tapi

kadang belum ada pelajaran pagi juga. Mau bagaimana lagi,

sebagai pelajar yang baik harus menaati peraturan sekolah,

bukan?

S

Page 161: Inspirasi untuk Banyumas.

153

Pada saat jam kosong itulah, temen-temenku udah pada

tanya atau bahasa gaul sekarangnya kepo temen-temen

lainnya mau masuk universitas mana.

“Kowe arep mlebu ngendi ngesuk?”

“Jurusane, jurusan apa?”

“Passing grade-de si pira? Mbok dhuwur?”

Dan mereka tanyanya nggak cuma sekali, dua kali. Tapi

hampir berkali-kali dan setiap hari sampe aku mabok

ditanyain begitu terus.

Kenapa aku nggak terlalu suka ditanya begitu? Bukan

nggak suka, hanya saja setiap kali orang bertanya, semakin

besar beban yang aku rasa. Sering aku berfikir, kalau aku

masuk ini, besok aku mau jadi apa? Besok aku sukses nggak

ya? Mending aku pilih universitas ini atau ini ya? Universitas

atau kedinasan ya? Besok hidupku gimana ya? Dan selalu

berkata besok, besok dan besok, padahal hidupmu ya hari

ini. Biarkan hari esok itu datang dengan sendirinya karena

hari ini Anda sudah sangat sibuk. Lebih mengherankan

orang-orang yang berani menebus kesedihan suatu masa

Page 162: Inspirasi untuk Banyumas.

154

yang belum tentu matahari terbit di dalamnya dengan

bersedih dan ketakutan akan masa depan (La Tahzan)

“Wahai masa depanku, engkau masih dalam kegaiban.

Maka, aku tdak akan pernah bermain dengan khayalan dan

menjual diri hanya untuk sebuah dugaan. Aku pun tak bakal

memburu sesuatu yang belum tentu ada, karena esok hari

mungkin tak ada sesuatu.”

Kalimat diatas adalah yang kutemukan dalam buku La

Tahzan yang kubaca. Terasa lelah sekali waktu itu, ketika aku

memikirkan masa depan yang terlalu jauh dan selalu

dirundung pertanyaan yang aku tak bisa menjawab karena

pertanyaan itu diawali dengan “Apakah besok....”

Hingga akhirnya, aku merubah itu semua. Aku mulai

bertanya, “Apa yang aku senangi, apa yang aku bisa

lakukan?” Dan semua itu terjawab, mungkin kalau aku tanpa

biologi aku nggak bisa menyumbangkan prestasi, piala, dan

nama harum bagi sekolahku. Jadi dalam hati akhirnya aku

memilih biologi.

Page 163: Inspirasi untuk Banyumas.

155

Badai di pikiranku sudah reda. Kemudian kusampaikan

kepada kedua orang tua. Namun, kulihat raut sedih di wajah

mereka. Kedua orang tuaku menyarankan agar aku masuk

sekolah dinasan saja yang dijamin kerja karena kedua orang

tuaku nggak punya tabungan sama sekali untuk membiayai

aku kuliah. Aku menyerah, aku akhirnya mendaftarkan diri ke

salah satu sekolah kedinasan dan lolos babak 1 ujian

saringan sekolah tersebut. Namun, aku masih punya niat

besar untuk biologi. Oleh sebab itu, aku juga mendaftar

SNMPTN 2014, mengambil Sekolah Ilmu dan Teknologi

Hayati program Sains Institut Teknologi Bandung (SITH S,

ITB). Mengapa ITB? Karena, aku mendapatkan informasi

kalau mahasiswa penerima bidikmisi ITB, benar-benar tidak

membayar uang kuliah. Bahkan malah dibiayai hidupnya.

Aku sudah berserah saat itu, kalo tidak lulus ITB, saya

akan menuruti keinginan kedua orang tua saya mengambil

kedinasan. Karena pada saat itu saya tidak ingin mengikuti

SBMPTN. Sebelum ujian babak 2 sekolah kedinasan,

keluarlah pengumuman SNMPTN 2014. Dan Alhamdulillah,

saya di terima di ITB di SITH Sains. Orang tua saya juga

bersyukur dan bahagia.

Page 164: Inspirasi untuk Banyumas.

156

Pesan sponsor

Orang tua sering menyarankan masuk ini, masuk itu,

karena mereka khawatir dengan dirimu. Mereka ingin putra-

putrinya bisa hidup sukses, terjamin baik material maupun

batin. Jadi, kalau ada perbedaan pendapat dengan orang tua,

jangan emosi dulu. Dicerna dulu perkataan orang tua, pasti

ada benarnya. Kemudian, sampaikan maksud dan keinginan

kita secara lemah lembut kepada mereka. Dan temukan

mufakat yang terbaik.

Pilih jurusan yang memang kamu senangi bahkan hobi.

Karena apabila salah jurusan, itu nggak nyaman kuliahnya.

Jangan pilih berdasarkan universitasnya, jangan ikut-ikutan

temen, apalagi ngikutin trend. Bertanyalah pada dirimu

sendiri? Soalnya apabila ada masalah di kampus nantinya,

bila kamu memikirkan masak-masak sebelum kamu masuk

universitas itu, kamu akan lebih dingin menyelesaikan

masalah tersebut, dan berfikir “ya sudah, ini pilihanku”. Beda

halnya yang memilih bukan dari hati, mungkin akan

mengungkit “coba aku dulu milih ini aja.”

Page 165: Inspirasi untuk Banyumas.

157

Life is Choice and The Choice Is Yours, Selamat

Menikmati Indahnya Perjuangan.

*Penulis merupakan mahasiswa Biologi ITB angkatan 2014 dan merupakan alumni

SMA Negeri 2 Purwokerto.

Page 166: Inspirasi untuk Banyumas.

158

Dreams are Real, Go Get Them

Endang Asih Safitri | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

ujur, saya bukanlah orang yang ahli dalam menulis, tapi

perkenankanlah saya membagi cerita perjalanan saya

sebelum bisa besekolah di ITB, yang semoga saja bisa

menjadi inspirasi adik-adiku semua. Silahkan dibaca, mohon

ambil yang baik–baik dan buang jauh–jauh yang buruk.

Karena sebagai seseorang yang masih dalam tahap belajar,

saya juga memiliki banyak kekurangan.

Sebenarnya saya merasa belum pantas untuk mulai

membagi kisah perjuangan saya, karena memang secara fisik

dan mental perjuangan saya belum apa-apa dibanding

teman- teman saya yang lain, para pejuang jalur tulis. Karena

saya adalah salah satu dari sekian anak yang beruntung

mendapatkan undian berhadiah SNMPTN jalur Undangan.

Saya amat sangat bersyukur, atas semua nikmat yang Allah

SWT berikan ini.

J

Page 167: Inspirasi untuk Banyumas.

159

Mau melanjutkan sekolah kemana Ndang? Hmm,

pengennya ke ITB pak. Hah, Kamu mau sekolah di ITB?

(Sambil ngelus-ngelus dada). Yah, itu adalah reaksi sebagian

besar orang ketika mereka mendengar saya ingin

melanjutkan sekolah ke ITB. Maklumlah, sebagian

masyarakat masih menganggap ITB sebagai sekolah anak

para pejabat dan konglomerat, yang punya banyak uang.

Yang mereka tanyakan pertama kali pasti masalah biaya,

biaya, dan biaya. Seolah-olah tidak ada hal yang lain bisa

dibicarakan.

Pada saat awal–awal masuk SMA N Jatilawang, saya

sudah tidak asing lagi dengan nama Azka Mujiburohman.

Sering sekali saya mendengar nama itu disebut dan

diperbincangkan oleh guru di kelas dan teman- teman.

Konon kabarnya, mas Azka berhasil diterima di Institut

Teknologi Bandung. Waaahh, hebat, keren #pikir saya.

Karena setahu saya, Institut Teknologi Bandung itu termasuk

perguruan tinggi terbaik di Indonesia setingkat Universitas

Indonesia dan Universitas Gajah Mada.

Page 168: Inspirasi untuk Banyumas.

160

Saat naik ke kelas XI, ada satu kakak kelas lagi yang

berhasil masuk Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB

namanya mas Heriawan, anak kelas XII IPA 1. Tapi saya dan

teman–teman tidak heran, mas Heri memang pantas dapat

itu semua, lihat saja prestasinya dalam dunia karya tulis, mas

Heri dan teman–temannya, salah satunya mas Rajif Dri Angga

yang sekarang dapat beasiswa di Fisipol UGM itu sudah

menjuarai beberapa perlombaan karya tulis, kepintarannya

di kelas juga sering menjadi bahan cerita ibu guru fisika di

kelas. Kemahirannya melakukan presentasi juga sering

dijadikan model oleh guru bahasa Indonesia. Sejak saat itu,

tidak tahu karena apa, saya jadi terinspirasi oleh mas

Heriawan, kata teman–teman dulu mas Heri ikut ekstra KIR,

oke saya juga ikut ekstra KIR. Mas Heri dulu jadi pengurus

koperasi, dengan beraninya aku juga mencalonkan diri

menjadi pengurus koperasi. Terus dulu mas Heri juga ikut

Dewan Ambalan, tapi yang satu itu saya tidak mau ikut-iku

karena saya memang tidak berminat saja. Konyol memang,

tapi itulah saya, mencoba menyamakan diri dengan orang

lain yang menjadi idola saya, dengan harapan semoga saja

saya memiliki nasib yang sama.

Page 169: Inspirasi untuk Banyumas.

161

Ada lagi satu kakak kelas yang diterima di ITB, namanya

Mas Mujianto dan dialah pioneer SMA ku yang pertama kali

masuk ITB, lulusan tahun 2007. Saya juga kaget

mendengarnya, jujur saya juga baru tahu awal janurari

kemarin, sewaktu ada sosialisasi ITB ke sekolah. Ternyata ada

yang lebih sepuh lagi dari mas Azka. Mas Mujianto itu

termasuk mahasiswa yang berprestasi di ITB, dia juga

berhasil mendapat beasiswa S2 program studi Kimia.

Sekarang sudah lulus dengan gelar M.Sc, kereen kan adek –

adek, dan Insha Allah aku adalah the next mas Muji. Aamiin.

Cerita – cerita sukses kakak kelas itulah yang selalu

menjadi motivasi saya dalam belajar dan berjuang agar bisa

masuk ITB. Kalau Mas Mujianto, Mas Azka, Mas Heriawan

bisa, lalu kenapa saya tidak bisa? Sama–sama anak Smanja

(sebutan popular SMA ku), diajar oleh bapak ibu guru yang

sama, dapat pelajaran yang sama, sama – sama makan nasi,

sama–sama berasal dari desa dan banyak persamaan yang

lainnya.

Seperti anak – anak SMA yang lainnya, kelas XII itu

menjadi masa–masa yang teramat galau. Masa–masa dimana

Page 170: Inspirasi untuk Banyumas.

162

kita harus belajar dengan serius untuk menghadapi Ujian

Nasional dan yang lebih penting lagi karena kita juga harus

sudah punya rencana hidup, mau jadi apa kita kelak. Kemana

kita mau melanjutkan ke universitas mana dan jurusan apa?

Belum lagi ditambah masalah yang lainnya lagi seperti

kendala biaya atau lainnya, yang bisa membuat kepala

pusing. Sebagai anak yang masih labil, saya juga sering

mengalami kegalauan, puncak kegalauan itu terjadi saat

kelas XII semester dua. Saya benar–benar pusing memikirkan

masa depan, sebenarnya mau jadi apa saya? Ditambah lagi

beban ujian Nasional yang semakin tahun, standar

kelulusannya semakin tinggi.

Oleh karena itu, adik–adiku kalau saya boleh kasih saran,

kalian harus sudah punya rencana dari jauh–jauh hari. Mau

melanjutkan kemana nanti setelah lulus dan mau mengambil

jurusan apa. Semua itu butuh waktu dan pemikiran yang

jernih, jangan sampai kalian salah jurusan atau salah

universitas. Pikirkanlah baik–baik karena itu akan menetukan

masa depan kalian, kedengarannya agak lebay memang, tapi

yaah begitulah adanya.

Page 171: Inspirasi untuk Banyumas.

163

Saya sudah mencoba mencari informasi tentang ITB di

Internet, tentang jurusan- jurusan, syarat pendaftaran sejak

kelas XII semester awal. Menurut saya, ini adalah penentu

masa depan kita yang harus kita persiapkan sematang

mungkin, agar tidak sampai menyesal di kemudian hari. Saya

dan teman–teman juga sering membuat forum disela–sela

istirahat sekolah dan jam pelajaran kosong untuk sekedar

sharing info perguruan tinggi, info try out, dan beasiswa.

Untuk memotivasi, saya sengaja mencari foto-foto

kampus ITB dan saya jadikan wallpaper di HP. Entah

mengapa saat sedang malas belajar seolah semangat belajar

saya terisi kembali ketika melihat gambar-gambar tersebut.

Gambar dibawah ini adalah foto–foto yang berhasil saya

download dengan memanfaatkan gratis internetan. Tiga

gambar kampus ITB ini selalu saya pajang secara bergilir

menjadi wallpaper HP. Entah mengapa ketika saya sedang

malas belajar, gambar ini seolah menjadi semangat baru

yang berhasil membujuk saya untuk tidak berhenti belajar.

Saya bayangkan suatu saat saya berdiri di tengah-tengah

bangunan kokoh seperti gambar tersebut.

Page 172: Inspirasi untuk Banyumas.

164

Teringat akan nasihat seseorang, Mba Upik namanya,

beliaulah yang sering memotivasi saya ketika sedang down.

”Visualisasikanlah apa yang kamu impiakan!” Jadi intinya

jangan lah adik-adiku semua merasa malu dan takut atau

pun minder untuk bermimpi.

Saya bangga dengan salah seorang teman, namanya

Muhammad Aziz Ali Mutia, kalian kenal sudah kenal kan adik

– adik? Dia dengan lantang mendeklarasikan keinginannya

untuk masuk ITB. Setiap ada orang yang bertanya tentang

rencana melanjutkan kuliah kemana, dia dengan lantang

menjawab ITB. Bahkan yang paling ekstrim, dia dengan pd¬-

nya memproklamirkan diri dengan memasukkan Institut

Teknologi Bandung ke dalam timeline facebooknya, padahal

waktu itu pendaftaran SNMPTN pun belum dibuka.

Teman saya satu lagi, namanya Dani Mustofa, pasti

semua sudah kenal. Dia anak yang luar biasa, meskipun anak

IPA tapi jiwanya IPS. Dia memiliki minat yang besar dalam

dunia Ekonomi, sehingga dia mengincar Sekolah Bisnis dan

Manajemen ITB. Di setiap buku catatan dan buku latihan

soalnya, tertulis SBM ITB, SBM ITB, SBM ITB dimana–mana

Page 173: Inspirasi untuk Banyumas.

165

ada tulisan itu. Kadang–kadang saya heran, tapi mungkin itu

adalah caranya dalam memotivasi diri.

Saya bangga bisa memiliki teman–teman seperti

mereka, tidak seperti saya yang pengecut. Karena hampir

saja saya menyerah karena tidak bisa membujuk kedua orang

tua saya untuk member ijin kepada saya untuk bersekolah di

ITB, lagi – lagi karena masalah biaya kuliah.

Pada saat masa SMA, saya tergolong anak yang kuper

dan pendiam. Berbeda dengan teman- teman seperjuangan

di SMP saya, Diah dan Fitria, yang pada awal masuk SMA

sudah ikut berorganisasi di OSIS, juga teman-teman lain

yang aktif di kegiatan Dewan Ambalan.

Saya hanya berbicara seperlunya, tetapi saya rasakan

sikap saya yang seperti itu malah mengganggu saya. Oleh

karena itu, pada awal kelas XI saya mencoba merubah sikap

dan kebiasaan saya untuk bisa lebih membaur, dan ternyata

hal tersebut mudah untuk saya lakukan karena saya memang

berada dilingkungan yang mendukung saya untuk berubah.

Semenjak saat itu, saya mulai bisa untuk berbicara di depan

umum, saya terbiasa untuk mendiskusikan masalah dan

Page 174: Inspirasi untuk Banyumas.

166

mempresentasikan di depan kelas. Saya merasakan ada

kemajuan yang positif dari diri saya.

Begitu juga pada awal kelas XII, saya ditempatkan di

kelas XII IPA 3 yang notabene anak-anaknya sangat gaul.

Mereka justru menganggap tabu apabila menggunakan

waktu istirahat untuk belajar dan pergi ke perpus. Yah, tapi

saya tetap percaya diri, bukankah kita di sekolah memang

untuk belajar bukan untuk bergaya ataupun bermain. Saya

lebih merelakan masa-masa SMA saya berjalan tidak seindah

yang dikatakan orang. Namun, setelah itu saya sungguh

merasakan keindahan luar biasa yang lebih dari apa yang

saya duga sebelumnya.

Alhamdulillah, nilai rapot saya dari semester satu sampai

semester lima cukup stabil. Mungkin itulah yang membuat

saya bisa lolos jalur undangan.

Upacara Peresmian Mahasiswa Baru

Selamat malam teman-teman. Saya menulis cerita ini

tepat dimalam hari setelah saya dan teman-teman ITB

Page 175: Inspirasi untuk Banyumas.

167

angkatan 2012 dilantik secara resmi sebagai

mahasiswa/mahasiswi ITB yang sah oleh bapak Rektor ITB,

bapak Akhmaloka, di Sabuga (Sasana Budaya Ganesha).

Acara sakral ini bahkan dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, Bapak Muhammad Nuh. Sungguh, semenjak

saya menginjakkan kaki di Kampus ITB, sudah menjadi hal

yang biasa untuk bertemu dengan tokoh- tokoh penting dan

berpengaruh di Indonesia, seperti Bapak Muh. Nuh (Menteri

Pendidikan RI), kemudian Bapak Hatta Rajasa, dan juga

direktur utama Bank Mandiri.

SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU ITB 2012, PARA

CALON PEMIMPIN GLOBAL. Slogan itulah yang terpampang

saat pertama kali memasuki sabuga, tempat dimana kami

sebagai calon mahasiswa baru diresmikan menjadi seorang

mahasiswa. Merinding pastinya saat membaca tulisan itu.

Saat itu, dalam hati saya tak henti-hentinya mengucap syukur

kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya yang telah

member kesempatan kepada saya untuk menuntut ilmu di

lingkungan hebat dengan teman- teman yang luar biasa

hebat pula. Segala puji bagi-Mu Ya Allah.

Page 176: Inspirasi untuk Banyumas.

168

OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa)

Tulisan ini saya tulis tepat setelah OSKM ( Orientasi

Studi Keluarga Mahasiswa ) ITB 2012 berakhir.

Semua yang sudah saya dapat setelah menjalani OSKM

ini semakin meyakinkan saya bahwa ITB adalah yang terbaik

dan sampai kapanpun akan selalu yang terbaik. Oleh karena

itu, marilah belajar dan bekerja lebih giat lagi. Bagi siapapun

yang menginginkan untuk bisa berkuliah di ITB, berusahalah

lebih giat lagi. Buktikanlah kalau kalian memang terbaik dan

pantas berada di tengah orang-orang terbaik di institut

terbaik bangsa ini. Di ITB, kalian tidak hanya belajar di dalam

kelas, tapi ITB lebih dari itu semua, lebih luar biasa dan tak

terduga- duga sebelumnya. Percayalah semua itu sebanding

dengan kerja keras kita. Untuk bisa masuk ITB, butuh ekstra

kerja keras, maka maksimalkanlah usaha adik-adik semua.

Seleksi masuk ITB memang sangat ketat dan butuh

ketekunan, keberanian, kekonsistensi untuk bisa menjadi

bagian dari keluarga besar ITB.

*Penulis merupakan mahasiswa Kimia ITB angkatan 2012 dan merupakan alumni

SMA Negeri Jatilawang.

Page 177: Inspirasi untuk Banyumas.

169

Gagal? Jangan Bangun Kalau

Tak Punya Mimpi Ginanjar Ramadhan | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

----------------------------------------------------------------------------

khir semester 5, anak-anak SMA masih banyak yang

sibuk untuk bermain, tapi ada yang sudah memikirkan

untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Begitu

pula aku, aku dari awal masuk semester 5 sudah mulai

dihantui rasa bingung. Bingung mengenai mau lanjut kuliah

atau tidak, pasalnya ekonomi keluarga ku yang pas-pasan

sulit kalau untuk membiayai studiku selama katakanlah 3-4

tahun di perguruan tinggi. Faktor lingkungan juga yang

belum mendukung untuk menjadi acuanku kuliah. Sekitar

rumahku hanya beberapa saja yang sudah jadi sarjana dan

melanjutkan kuliah. Maka dari itu, aku dari awal sudah

mencari peluang beasiswa full untuk studi, dari beasiswa

bidikmisi, beastudi etos, beasiswa astra, dan lainnya. Awal

kelas XII aku sudah bertanya ke kakak alumni SMA ku yang

A

Page 178: Inspirasi untuk Banyumas.

170

sudah melanjutkan kuliah, dari A sampai Z udah aku

tanyakan. Tak hanya modal nekat bertanya, tapi aku juga

browsing dan masuk di grup anak-anak kelas XII dari seluruh

penjuru nusantara. Tapi memang iya, banyak dapat kenalan

dari Palembang, Surabaya, Jakarta, Bekasi, banyak lah. Dari

situ jadi tau banyak mengenai persiapan buat masuk

perguruan tinggi, belajar bareng, diskusi bareng, saling share

soal untuk UN dan SBMPTN, dan kalau hari apa itu ada

khusus English Day, jadi chatnya pakai bahasa Inggris,

kadang kalau English day malah pada ngumpet ngga ada

satu orangpun yang aktif, tapi kadang juga sering ngobrol

pake bahasa Inggris, aku sih cuma jadi silent reader hehe.

Aku sedang membuka recent update di Blackberry

messager, aku membaca post message dari temanku Sulis

dari SMAN Wangon, “Astra buka beasiswa teman” aku

langsung chat Sulis, tanya tentang linknya. Dan aku pun

dikasih link untuk informasi lebih lanjut. Aku baca-baca dan

ternyata ini full beasiswa. Beasiswa sekolah gratis di

Politeknik Manufaktur Astra dan setiap bulannya diberi uang

saku. Aku mencoba mendaftar, aku mendaftar di akhir

Desember. Kala itu aku harus mengurusi surat seperti SKTM,

Page 179: Inspirasi untuk Banyumas.

171

surat rekomendasi sekolah, dan bukti tagihan listrik. Ada

beberapa tahapan seleksi, administrasi, psikotes, wawancara,

dan tes kesehatan. Aku lolos seleksi administrasi, dilanjutkan

tes psikotes di SMKN 1 Gombong, Kebumen. Aku berangkat

dengan Difki dan Langgeng, mereka berdua juga lolos

administrasi. Setelah tes psikotes hampir berlalu sebulan,

pengumuman kelulusan psikotes aku diberi tulisan seperti ini

: “Maaf Anda tidak lolos tes psikotes”. Ya udah nggapapa,

masih banyak kesempatan yang lain.

Bulan Februari, aku diberi NISN dan password untuk

mendaftar SNMPTN. Tak ketinggalan aku juga diberi nomor

peserta bidikmisi dan kode akses untuk mendaftar. Bingung

lagi mau ndaftar jurusan apa dan dimana. Karena waktu itu

ada acara dari alumni Open House Universities merupakan

acara tahunan dari alumni SMA ku yaitu SMA Negeri

Jatilawang, yang memberikan gambaran tentang bagaimana

melanjutkan di perguruan tinggi. Disitu aku sebenarnya

sudah mempunyai gambaran untuk masuk Jurusan Teknik

Elektro di UNSOED, sudah tanya-tanya juga sama mas Yahya

(TE UNSOED ‘14). Tapi akhirnya aku mendaftar SNMPTN di

Teknik Elektro UNDIP, Teknik Informatika UNDIP, dan Teknik

Page 180: Inspirasi untuk Banyumas.

172

Elektro UNSOED. Sebenarnya takut daftar di UNDIP, tapi

banyak yang mensupport untuk daftar disitu. Dari situ, jadi

aku punya motivasi kuat untuk di UNDIP. Mungkin karena

ke”alay”an ku, sampe di buku detik-detik UN pun ditulisi.

“Calon Mahasiswa Teknik Elektro UNDIP’15 Aamiin.” Biar

semangat aja sih waktu belajar, bahwa aku mau kesitu masa

ngga belajar? Pikirku gitu. Ujian Sekolah dan Ujian Nasional

berlalu, disela-sela liburan itu aku mencoba menyempatkan

diri untuk belajar materi SBMPTN dan disaat liburan juga pak

Lutfi (Waka kurikulum) memberitahuan bahwa akan ada

kegiatan Learning Camp persiapan SBMPTN yang

diselenggarakan oleh keluarga mahasiswa Banyumas di ITB.

Aku dan teman-temanku di rekomendasikan untuk

mendaftar. Jujur antara pengumuman kelulusan dan

pengumuman SNMPTN aku rasa lebih dag dig dug

pengumuman SNMPTN. Pengumuman SNMPTN

dijadwalkan 9 Mei jam 5 sore, aku tak terlalu berharap pada

seleksi ini. Karena sekolahku yang notabene masih sekolah

pinggiran, belum terlalu mendapat nama di universitas.

Walaupun tak berharap banyak, tapi aku tetap berdoa agar

diterima. Aku membuka pengumuman SNMPTN 9 Mei tepat

Page 181: Inspirasi untuk Banyumas.

173

jam 5 sore. Dan akhirnya background merah menghiasi layar

hpku. Tanda bahwa aku tidak diterima SNMPTN. “Anda

dinyatakan tidak lulus seleksi SNMPTN 2015” begitu kata

webnya. Dari sekolahku hanya 5 orang saja yang lolos

SNMPTN 2 ITB, 2 IPB, dan 1 UNNES. Teman sekelasku hanya

1 orang yang lolos yaitu Esti di ITB. Malamnya, aku di sms

oleh mas Gilang dari keluarga mahasiswa Banyumas

(GAMAS) ITB, menanyakan mengenai perihal kegiatan

Learning Camp yang akan diselenggarakan. Aku diminta

untuk mendaftar di web, dan mengirimkan essay/karangan

tentang pribadi, keluarga, dan jurusan dan kampus pilihan

beserta alasannya. Waktu itu, aku bersama teman

sebangkuku selama 3 tahun, Aan, mendaftar kegiatan

tersebut. Sebelumnya, kami mendaftar SBMPTN terlebih

dahulu. Aku memilih jurusan Teknik Elektro UNDIP,

Pendidikan Fisika UNNES, dan Pendidikan Teknik Elektro

UNNES. Setelah mendaftar, pengumuman LC tanggal 21 Mei,

sedangkan kegiatan berlangsung mulai 26 Mei.

Alhamdulillah, aku dan Aan menjadi bagian dari 10 orang

yang lolos seleksi. Kegiatan tersebut berlangsung di yayasan

QT Purwokerto. Kami berangkat tanggal 26 dengan

Page 182: Inspirasi untuk Banyumas.

174

membawa berbagai perlengkapan untuk 2 minggu ke depan.

Aku, Aan, Adib, Afit, Apit, Dhila, Dika, Dimas, Giri, dan Kaful

dibimbing dan dibekali untuk mengerjakan soal-soal

SBMPTN, diberi arahan juga mengenai kehidupan kuliah itu

seperti apa. Dari Learning Camp, bukan hanya bisa dapat

ilmu untuk mengerjakan SBMPTN saja, tetapi juga mendapat

ilmu agama. Memang karena tempat LC ini berada di sebuah

yayasan islami. 2 minggu telah berlalu, 9 Juni waktunya kami

bertempur untuk mendapatkan kursi di PTN. Kami semua

diantar oleh kakak-kakak GAMAS dari yayasan menuju lokasi

ujian. Pulangnya pun kami dijemput. Aku ujian di panlok

Purwokerto tepatnya di MAN 2 Purwokerto bersama dengan

Aan, kami hanya berbeda ruangan saja. Alhamdulillah aku

diberi kesempatan untuk mengikuti kegiatan ini. Berkat LC

Alhamdulillah aku bisa mengerjakan soal SBMPTN dengan

tenang, dan berharap hasilnya maksimal. Aku juga sudah

mengoreksi jawabanku dengan jawaban versi bimbel. Kalau

dihitung aku mendapat passing grade 38 sekian. Kata

temenku itu sudah aman. Ujian SBMPTN selesai, aku

langsung bergegas pulang dan menuju ke terminal Wangon

untuk membeli tiket untuk ke Jakarta mengikuti ujian mandiri

Page 183: Inspirasi untuk Banyumas.

175

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 13 dan 14 Juni. Aku

berangkat ke Jakarta sendirian, ini sudah kali ke 4 aku ke

Jakarta sendirian. Di UIN aku mengambil jurusan sistem

informasi dan pendidikan fisika. Di UIN ujian selama 2 hari di

lantai 6 FEB. Ada ujian Tes Potensi Akademik dan Pernyataan

Akademik, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pengetahuan

Agama, Matematika IPA, dan IPA Terpadu. Aku diantar oleh

om ku yang memang tinggal kurang lebih 4 km dari UIN. Saat

ujian Alhamdulillah aku bisa mengerjakan, dengan cara

berlatih soal dari buku yang aku peroleh dari seseorang

mahasiswa UIN Kak Ridwansyah (AK UIN JKT’14) yang

mengadakan sebuah kuis di jejaring sosial Twitter, dan aku

mengikutinya dengan cara mengirimkan essay ke kak

Ridwansyah. Alhamdulillah barangnya dikirim ke sekolah.

Aku ujian bersama dengan temanku Abu yang memang

saudaranya tinggal dekat UIN juga. Aku pulang sebelum

bulan puasa, aku sudah sangat kangen dengan rumah.

Karena hampir 3 minggu aku tidak berada di rumah.

Menunggu hasil pengumuman SBMPTN dan UIN, aku

dirumah saja. Sambil mengurus e-ktp yang karena datanya

hilang jadi harus bolak balik kantor catatan sipil di

Page 184: Inspirasi untuk Banyumas.

176

Purwokerto. 9 Juli tiba, saatnya aku membuka pengumuman

SBMPTN, karena saat itu tepat kuota internetku habis, jadi

aku ke rumah saudaraku untuk menumpang melihat

pengumuman. Tepat jam 5 sore aku membukanya, tapi

server down. Karena waktu buka puasa yang semakin dekat,

akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja dan hasilnya

aku minta dikabari lewat sms. Aku juga ditanya lewat sms

oleh teman-teman dan kakak kelas. “Gimana Njar hasilnya?”

tanya mereka. Karena aku belum tau hasilnya, tiba-tiba

temanku ada yang menawarkan untuk membuka hasilnya.

Pengumumanku dibuka pertama kali oleh Deventi, tapi

karena lama sekali membalas smsku jadi aku tinggal salat

Maghrib dulu. Sisa-sisa kuotaku ternyata masih bisa untuk

membuka BBM, dan banyak teman-temanku yang lolos

SBMPTN yang aku tau dari grup kelasku. Deventi

memberitahu bahwa aku tidak lolos SBMPTN katanya

disuruh tetap semangat dan jangan putus asa. Okehlah, tidak

mengapa mungkin belum rejekinya di Semarang. Aan juga

turut membukanya, dan tetap saja aku tidak lolos. Aku turut

senang dengan diterimanya teman sebangkuku ini di

Pendidikan Teknik Otomotif UNNES. Teman LC ternyata yang

Page 185: Inspirasi untuk Banyumas.

177

lolos Aan dengan Afit anak SMAN Ajibarang lulus Geodesi

UGM. Jujur, aku merasa tidak enak dengan para panitia yang

sudah bekerja keras membimbing tapi hasilku masih belum

sesuai dengan ekspetasi. Tidak lolos SBMPTN rasanya begitu

sakit, lebih sakit ketimbang waktu membuka ASTRA dan

SNMPTN. Karena tidak lolos, aku memikirkan kedepan harus

bagaimana. Ada seleksi mandiri yang menggunakan nilai

SBMPTN yaitu UNS. Mba Gamma (Psikologi UNS’14) yang

sering aku kepoin juga mendukung untuk mendaftar, aku

mencoba mendaftar. Walaupun uang di dompet hanya

tinggal seratus tiga puluh ribu, aku relakan seratus ribu untuk

mendaftar. Siapa tau rejekiku di UNS. Aku mendaftar jurusan

S1 Perencanaan Wilayah & Kota, S1 Pendidikan Fisika, D3

Teknik Informatika, dan D3 Teknik Kimia. Aku mendaftar hari

terakhir pendaftaran di saat sahur, alhamdulillah lancar. Tapi

setelah tinggal klik setuju, ternyata aku salah klik saat

memasukan kabupaten orang tua. Harusnya Banyumas

malah Banjarnegara. Akhirnya aku ulangi pendaftaram lagi

dari awal dan berhasil. Pembayaran Ujian Mandiri UNS ini

dilaksanakan setelah pendaftaran online, membayar seratus

ribu pada Bank BNI. Karena saat itu hari Sabtu, jadi teller

Page 186: Inspirasi untuk Banyumas.

178

tutup dan diharuskan untuk membayar lewat ATM. Aku

punya ATM BNI, tetapi tidak ada saldonya, apa malah sudah

mati rekeningnya. Tapi aku punya ATM Bersama siapatau

bisa, tapi aku juga mencoba ke rumah Ibuku dan meminjam

apakah punya atau tidak, ternyata tidak punya. Tapi aku

sudah punya rencana, kalau memang nanti punyaku tidak

bisa mengirim aku akan berniat menitip kepada orang yang

sedang transaksi untuk membayar. Aku sampai di ATM BNI

Wangon, ada dua orang perempuan sedang melakukan

transaksi, aku tidak sengaja melihat ternyata mereka juga

mendaftar UNS. Mereka keluar dan bergantian aku masuk ke

dalam ruang ATM terlebih dahulu mencoba siapa tau

punyaku bisa untuk transaksi, dan ternyata tidak bisa. Dan

kedua orang perempuan itu ternyata masih diluar, karena

bukti pembayaran salah satu belum keluar. Aku keluar,

mereka masuk lagi. Dan ternyata mereka keluar lagi, dan

bukti transaksinya tidak keluar juga. Aku dengan berani

bilang “Mba, ndaftar UNS juga yah? Aku nitip boleh ngga

mba? Aku ada uang di saku” “Iya boleh, tapi ini punya

temenku juga belum keluar bukti transaksinya” jawabnya.

Kami bertiga masuk kedalam ruangan ATM, aku membayar.

Page 187: Inspirasi untuk Banyumas.

179

Dan keluar transaksinya, ternyata atas nama Elsa perempuan

itu. Berarti tinggal punyaku yang masih nyangkut di mesin.

Aku, Elsa, dan Riska keluar, dan aku belum mendapatkan

bukti pembayarannya. Aku menunggu ada sesorang yang

melakukan transaksi dan berharap akan keluar bukti

punyaku. Awalnya ada ibu-ibu ambil uang, aku menjelaskan

semuanya, ternyata ngga keluar bukti transaksinya.

Kemudian ada bapak-bapak dan aku menjelaskannya lagi,

akhirnya beliau bilang “Ini rejekinya kamu mas, keluar”.

Alhamdulillah aku sangat bersyukur sudah keluar bukti

transaksiku. Dan aku lanjutkan untuk login dan cetak kartu.

Dan ternyata kedua perempuan itu adalah temannya Afit dan

Adib kawan LC dari SMAN Ajibarang. Dua hari setelah itu,

pengumumanpun tiba. Namaku tidak tercantum dalam calon

mahasiswa yang diterima. Gagal SM UNS, akhirnya aku, Adib,

Dhila, dan Kaful berencana untuk mendaftar ujian mandiri

UNSOED. Kami pun berencana untuk mendaftar bersama

agar ruangan kami bisa berdekatan, dan kami pun berencana

untuk H-1 sudah berada di Purwokerto, jadi menginap di

Purwokerto. Sebenarnya ingin ikut ujian mandiri banyak univ,

Page 188: Inspirasi untuk Banyumas.

180

tetapi aku yang hanya mengandalkan bidikmisi, jadi hanya

mendaftar di UNSOED.

Idul Fitri, hari yang penuh kemenangan. Harusnya tak

ada lagi kesedihan dalam hati. Tapi, aku tak dapat

menyembunyikannya. “Njar, sekarang kuliah dimana?”

hampir semua orang yang datang ke rumah eyangku

bertanya seperti itu. Sedih iya sedih, tapi aku berfikir bahwa

Allah pasti akan memberikan jalan terbaik untuk hamba-Nya

yang sabar. Tak hanya aku yang sedih, keluarga dekatpun

ikut prihatin kenapa aku bisa diberi maaf terus. Dengan sabar

aku selalu mengatakan “Belum rejekiku”. Pengumuman UIN

Jakarta tanggal 1 Agustus, tapi aku melihat di web spmb, aku

mencari namaku. Disitu tertera status kelulusan. Punyaku

hanya setrip. Aku mencoba memasukan nama depanku saja,

dan ternyata ada yang sudah tertera jurusannya. Aku

bingung, aku berfikir bahwa aku tidak lolos. Karena itu, aku

harus berjuang untuk ujian mandiri UNSOED tanggal 2

Agustus. Aku sempatkan untuk belajar sungguh-sungguh.

Tak hanya belajar, aku juga sudah mempersiapakan untuk

bekerja jika di UNSOED tidak lolos, udah ke POLSEK untuk

membuat SKCK, rencana juga untuk membuat kartu kuning

Page 189: Inspirasi untuk Banyumas.

181

yang diterbitkan oleh Dinsosnaker. Karena sudah ada yang

sedang mencarikan aku kerja di Jakarta jadi aku persiapkan

sejak dini agar tak terburuburu di kemudian hari. Aku juga

sudah berniat kerja sambil belajar untuk SBMPTN 2016. Pagi

kerja, malamnya belajar untuk SBMPTN.

Aku dan 3 teman LC ku mendaftar SPMB UNSOED di hari

yang selisih beberapa hari. Aku bingung untuk memilih

jurusannya, jadi aku putuskan untuk memilih kelompok ujian

campuran bersama Kaful. Adib dan Dhila tetap memilih

Sainstek. Aku dan Kaful masih satu komplek tesnya di FE,

sedangkan Adib di FIK dan Dhila di FKU. Kami berencana

akan survei tempat bareng, karena mendadak ada acara

Dhila dan Adib tidak bareng cek lokasinya. Aku bareng

dengan Kaful untuk cek lokasi dan mencari masjid untuk

menginap saat H-1 UM yaitu 1 Agustus 2015. Adib akan

menyusul ba’da Maghrib. Jam 4 sore aku dan Kaful sudah

menemukan masjid untuk berlindung dari dinginnya malam

tepat di depan UNSOED persis. Pengumumman ujian UIN

Jakarta tak terlalu aku pedulikan, dari pagi aku sudah

mencoba membuka, ternyata pengumuman jam 5 sore

seperti pengumuman ujian biasanya. Hanya modal nomor

Page 190: Inspirasi untuk Banyumas.

182

peserta, bisa langsung melihat hasilnya. Kali ini, aku pinjem

hpnya Kaful untuk membuka, soalnya dia yang udah stay di

opera mini. Aku memasukan nomor pesertaku. Langsung

dilihat hasilnya, dan disitu tertera. Status kelulusan nama,

nomor peserta. Kirain emang semuanya ada namanya terus

ngga lolos gitu, soalnya emang diawal aku sudah mengira

ngga lolos karena setrip yang ada di status kelulusan di web.

Alhamdulillah diberi ucapan “Jenis Seleski : SPMB Mandiri

Nomor Peserta : 154130000997 Nama : Ginanjar Ramadhan.

Selamat Atas Keberhasilan Anda! Anda dinyatakan LULUS

pada program studi SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS

DAN TEKNOLOGI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Terima

Kasih” sempet ngga percaya. “Ful, beneran lolos?” kataku.

“Iya Njar, selamat ya” jawabnya. Saat itu aku berfikir mau

pulang, tapi udah tanggung . Aku juga langsung mengabari

ibuku dan tanteku bahwa aku lolos. Tak ketinggalan kakak

GAMAS juga aku beritahu. Mereka turut senang mendengar

kabar dariku. Keseokan harinya aku tetap mengikuti ujian di

UNSOED, kesampean juga ngerjain soal soshum. Ini juga

sedang bingung untuk masalah finansial, karena bidikmisi di

UIN diajukan setelah resmi menjadi mahasiswa UIN Jakarta.

Page 191: Inspirasi untuk Banyumas.

183

Aku daftar ulang di UIN Jakarta tanggal 14 dan 18

Agustus 2015, sedangkan pemungumuman UNSOED

tanggal 12 Agustus. Aku membayar di Bank BNI Wangon

tanggal 12 Agustus, aku juga sudah memutuskan untuk tetap

mengambil UIN jika UNSOED diterima. Aku tanggal 12 sore

berangkat ke Jakarta. Waktu itu belum pengumuman

UNSOED, karena aku tertidur setelah naik bus ke Jakarta. Jam

7 pagi saat aku masih di jalan tol baru aku bisa membuka

pengumuman UNSOED, dengan memasukan nomor peserta

dan tanggal lahir aku membukanya. Permohonan maaf lagi

aku dapatkan. Aku saat itu bersyukur karena aku tidak

diterima, mungkin jika aku diterima maka aku akan menyia-

nyiakan rejeki. Kasihan teman-teman yang belum mendapat

bangku kuliah di PTN. Temanku Adib dan Kaful yang

menginap bareng di Masjid diterima. Adib yang diterima di

Teknik Sipil dan Kaful yang diterima di Administrasi Negara

(Pararel).

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan

berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya

kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-

Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukain setiap orang

Page 192: Inspirasi untuk Banyumas.

184

yang sombong lagi membanggakan diri” (57:23). Jadi, tetap

semangat untuk terus menggapai asa. Jangan menyerah

hanya karena satu kali gagal. Teruslah mencoba selagi kau

bisa. Karena jika kamu menyerah berarti kamu kalah.

Mungkin sulit menerima keadaan bahwa jika gagal masuk

PTN, tapi ingatlah Allah selalu memberi yang terbaik untuk

hamba-Nya. Udah biasa kalau ditolak PTN, aku hanya

mencoba 6 kali. Ditolak 5 kali, Alhamdulillah 1 kali diterima.

Temanku di grup malah sampai 10 kali lebih mencoba, dan

masih belum diberi kelulusan. Jangan sampai karena gara-

gara ditolak PTN, malah jadi malas belajar, malas beribadah.

Harusnya malah harus hijrah menuju lebih baik. Yang masih

berjuang untuk cari PTN, semangat ya! Banyak jalan menuju

PTN. Usaha keras tidak akan menghianati, kalau masih

menghianati berarti usahamu belum keras. Jangan lupa

untuk selalu berdoa, berusaha, dan bersyukur. Mungkin

cuma kata-kata sederhana sih, tapi semoga bermakna.

Aamiin

Page 193: Inspirasi untuk Banyumas.

185

Bukti Perjuanganku

Page 194: Inspirasi untuk Banyumas.

186

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri Jatilawang angkatan 2015

Page 195: Inspirasi untuk Banyumas.

187

Akhir dari Cerita Adib Haekal Al Kautsar | Universitas Jenderal Soedirman

-----------------------------------------------------------------------------

emua orang pasti memiliki cita-cita untuk meningkatkan

taraf hidupnya menjadi lebih baik. Salah satu caranya

yaitu dengan berkuliah atau melanjutkan pendidikan ke

jenjang lebih tinggi. Inilah yang menjadi alasan aku selalu

berusaha untuk mendapatkan kursi di salah satu perguruan

tinggi di Indonesia. Perkenalkan aku Adib, sekarang aku

berkuliah di Jurusan Teknik Sipil Universitas Jenderal

soedirman angkatan 2015. Untuk bisa berkuliah di perguruan

tinggi negeri bukanlah hal yang mudah, perlu perjuangan

dan usaha yang keras untuk melampaui itu.

Dulu saat kelas XII, aku mempunyai rencana untuk

mengambil jurusan Arsitektur atau Teknik Sipil. Selain karena

aku adalah anak IPA, aku juga hobi menggambar. Jadi

menurutku dua jurusan tersebut adalah pilihan yang tepat.

Tentunya aku menginginkan kuliah di Universitas yang

akreditasinya A, misal ITB, Undip atau UGM. Di akhir semester

S

Page 196: Inspirasi untuk Banyumas.

188

1 saat itu ada pengumuman akan dibukanya SNMPTN

(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi), ini adalah jalur

masuk PTN cara yang pertama, yaitu dengan nilai rapot. Pada

awal semester II, banyak dari alumni sekolah dan mahasiswa

asal Banyumas yang kuliah di luar daerah datang ke

sekolahku untuk melakukan sosialisasi perguruan tinggi yang

mereka duduki. Banyak universitas yang melakukan

sosialisasi tetapi yang sangat menarik bagiku adalah ITB,

siapa yang tidak tahu institut terbaik Indonesia? Sekolah

tempat dimana mantan Presiden Indonesia BJ. Habibie

mengenyam pendidikan. Terbesit saat itu keinginanku untuk

masuk FTSL, SAPPK, dan FSRD ITB. Kenapa FSRD? Karena saat

itu aku pernah membaca di berita “jurusan desain sedang

banyak diminati pasar”. Karena hobiku menggambar aku

terbesit untuk masuk FSRD, selain arsitektur atau teknik sipil.

Semua sosialisasi sudah terlaksana, lantas aku berfikir apakah

berani dengan nilaiku yang pas-pasan tetapi ingin masuk

univ favorit seperti ITB? Sekolahku yang berada di pinggiran

Banyumas yaitu SMA Negeri Ajibarang yang juga belum

memiliki alumni di tempat tersebut menjadi bahan

pertimbangan. Akhirnya aku berfikir realistis saat itu, pada H-

Page 197: Inspirasi untuk Banyumas.

189

1 penutupan pendaftaran SNMPTN, aku memilih Undip

sebagai pilihan pertama dengan jurusan Teknik Sipil.

Sedangkan pilihan kedua adalah UNS dengan jurusan Teknik

Sipil dan Desain Komunikasi Visual.

Setelah mengentri data dan portofolio gambar (jurusan

seni harus menunjukan portofolio) aku melakukan finalisasi,

aku berharap bisa istiqomah saat itu. Aku berdoa setiap hari

agar bisa diterima di PTN yang aku pilih. Pengumuman

SNMPTN dilakukan setelah ujian nasional. Sedikit cerita,

UNku berjalan lancar, dengan tes CBT aku bisa melaluinya

dan hasilnya Alhamdulillah, cukup memuaskan. Setelah UN

selesai aku menyiapkan plan B jika tidak diterima di jalur

SNMPTN. Pada saat itu, Sekolah Tinggi Ilmu Statistika (STIS)

juga membuka pendaftaran untuk mahasiswa baru. Aku

mendaftar dan saat itu aku kebagian tempat tes di

Yogyakarta tepatnya di Universitas Atmajaya. Aku berangkat

ke Jogja bersama teman sekolah. Disana aku menginap di

penginapan satu malam untuk istirahat, esok paginya tes,

dan setelah tes langsung pulang ke Ajibarang. Aku baru ingat

waktu itu, hari itu juga adalah pengumuman SNMPTN.

Semua teman-temanku begitu juga denganku, jantung kami

Page 198: Inspirasi untuk Banyumas.

190

sangat berdebar, Menunggu pengumuman online untuk

pertama kalinya. Pada saat perjalanan pulang dari Jogja kami

sempat singgah di sebuah Masjid di Kebumen untuk sholat

Ashar, saat itu juga aku berdoa dengan penuh mohon agar

aku bisa diterima di salah satu pilihan itu. Sekitar jam 5 sore,

kami sepakat untuk membuka pengumuman di mobil,

awalnya banyak teman yang sms, “kepriwe, kowe ketrima

ora? Aku zonk kie”, tulis beberapa temanku dengan logat

jawa ngapak. Ada juga yang menulis status di bbm,

“Alhamdulillah pilihan 1 ”, ada yang mengubah tampilan

BBMnya dengan screenshoot halaman web SNMPTN bahwa

ia diterima, dan masih banyak lagi kisah pengumuman

SNMPTN di medsos saat itu. Aku dan temantemanku di

mobil tambah panik, akhirnya sesuai kesepakatan awal kami

membuka pengumuman bareng di mobil. Pertama, temanku

membuka dan hasilnya gagal. Kedua, juga gagal, ketiga, dan

keempat juga gagal, akhirnya kini giliranku, aku buka dengan

login nomer pendaftran dan tanggal lahir, apa hasilnya? Tak

terduga, ada tulisan di dalam kotak merah yang berbunyi

“maaf anda tidak diterima di jalur snmptn, berusaha lagi dan

jangan menyerah”, itu artinya aku gagal, aku langsung down

Page 199: Inspirasi untuk Banyumas.

191

saat itu. Orang tua di rumah juga sudah mengirim pesan

kepadaku yang isinya, “gimana pengumumannya? lolos

kan?”, aku bingung akan membalas pesan apa, aku takut

menyakiti hati orang tuaku, Akhirnya tidak aku balas sampai

pulang kerumah. Sesampainya di rumah aku mengatakan

yang sejujurnya, bahwa aku gagal. Aku melas juga melihat

orang tuaku, tapi aku yakin ini bukan akhir, aku harus bangkit

dan mencoba jalan lain untuk kuliah.

Pada saat pulang dari Jogja, ada dua temanku yang tidak

mau membuka pengumuman bersama-sama. Sialnya, hanya

merekalah yang diterima, mereka lolos PWK dan Teknik Sipil

UGM. Mungkin ini hanya keberuntungan mereka, aku selalu

berfikir positif. Sekitar satu minggu setelahnya, ada

pembukaan pendaftaran lagi, kali ini adalah LNG Academy di

Bontang milik perusahaan gas PT Badak,. Tidak ada salahnya

aku mencoba mendaftar, toh selesksi tahap 1 adalah seleksi

administrasi. Pendaftaran berlangsung 3 hari, dan hari itu

juga pengumuman secara online. Aku membuka

pengumuman, dan…. Aku tidak lolos, untuk seleksi

administrasi saja aku gagal, aku berfikir positif saja, mungkin

aku salah mengentri data. Seminggu setelah pengumuman

Page 200: Inspirasi untuk Banyumas.

192

LNG Academy adalah pendaftaran SBMPTN, adalah jalur

kedua dari Dikti untuk masuk PTN. Ini adalah kesempatan ke

sekian kalinya, akupun turut mendaftar SBMPTN. Saat masa

pendaftaran SBMPTN itu ada pengumuman STIS. Kali ini

pengumuman STIS sama-sama online tetapi berbeda cara

penyampaiannya. Yaitu dengan SK dan di lampirannya

terdapat nomor-nomor pendaftaran yang lolos. Perlu teliti

membacanya, akhirnya aku menemukan deretan nomor

yang ada di kisaran nomor pendaftaranku. Aku baca berkali-

kali, dan naasnya memang tidak ada nomor pendaftaranku,

alias aku gagal untuk yang ketiga kalinya untuk tahun ini.

Pahit memang, tapi aku tetap berpikir positif akan ada jalan

yang baik.

Setelah pengumuman STIS aku mulai belajar mandiri

dengan giat lagi, dengan buku soal-soal yang kubeli di toko

buku. Sebenarnya aku sudah mempersiapkan SBMPTN jauh-

jauh hari sebelum UN karena aku menyiapkan rencana jika

tidak diterima di jalur undangan, dan memang benar adanya.

Aku belajar mandiri karena aku tidak mungkin mengikuti

bimbingan les seperti anak yang lain, aku melihat kondisi

ekonomi kedua orangtuaku sepertinya sayang jika hanya

Page 201: Inspirasi untuk Banyumas.

193

membuang uang untuk les saja, aku tidak ingin

menyusahkan mereka. Pada saat itu, aku dikabari oleh

temanku bahwa ada bimbingan gratis dari mahasiswa ITB

untuk persiapan SBMPTN. Syarat pendaftarannya adalah

dengan mengirim essay tentang motivasi untuk bisa

berkuliah. Aku coba saja waktu itu menulis essay sebisaku,

dan fyi itu adalah tulisan essay pertama yang pernah aku

tulis. Alhamdulillah, akhirnya aku terpilih menjadi satu dari 10

orang di Banyumas yang bisa mengikuti bimbingan,

namanya bimbingannya adalah “Learning Camp (LC)” yang

diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Banyumas

(GAMAS) ITB. Aku berfikir, sangat mulianya mahasiswa-

mahasiswa tersebut mau membagikan ilmunya untuk anak

yang baru lulus SMA dan bingung akan kemana.

LC dilaksanakan dua minggu di SD Qyta Purwokerto,

disitu sistemnya seperti di karantina. 24 jam aku dibawah

pengawasan dan bimbingan kakak-kakak ITB. Banyak cerita

yang aku dapat di LC, aku bertemu dengan teman baru yang

berasal dari banyak sekolah berbeda di Banyumas. Di LC aku

digembleng materi dan latihan soal oleh kakak-kakak

mahasiswa yang tentunya bukan mahasiswa sembarangan,

Page 202: Inspirasi untuk Banyumas.

194

mereka adalah juara-juara OSN nasional bahkan

internasional dan mahasiswa yang sudah sering pergi ke luar

negri. Selain itu juga disitu aku dilatih mengatur waktu

dengan baik dan salah satu yang terpenting disitu adalah aku

bisa meningkatkan kualitas ibadah karena tiap waktu sholat

kami melakukan sholat berjamaah, mengikuti kajian islam,

dan membaca Al Quran tiap Ba’da Sholat Shubuh. Intinya aku

senang bisa mengikuti LC, selain gratis dan makan terjamin,

aku bisa mendapat banyak pengalaman. Aku di gembleng di

LC selama dua minggu sampai H-1 SBMPTN. Pada saat H-1

aku juga cek tempat di Unsoed karena tempat tes SBMPTNku

di Unsoed. Hari yang ditunggu-tunggu tiba, setelah belajar

sekian lama dan ditambah pematangan di LC aku

menyelesaikan soal-soal SBMPTN. Seingatku aku hanya

mengerjakan separuh dari jumlah soal yang ada. Selain soal

yang levelnya sangat sulit dan waktu yang terbatas, ada juga

pengurangan nilai jika salah nilai akan dikurangi -1. Oh iya,

waktu SBMPTN aku mendaftar di UNS dan Unsoed, belajar

dari pengalaman aku mencoba realistis dengan keadaan

diriku. Aku memilih jurusan Arsitektur dan Teknik sipil untuk

UNS, dan pilihan ketiga adalah Teknik Sipil Unsoed. Setelah

Page 203: Inspirasi untuk Banyumas.

195

beberapa waktu pengumuman SBMPTN pun tiba, seperti

biasa dilakukan secara online. Lagi lagi dan lagi, aku harus

menelan pil pahit. Aku gagal lolos di jalur SBMPTN. Dan

teman-temanku yang ada di LC juga hanya dua dari 10 yang

lolos SBMPTN, rasanya kami telah mengecewakan orang tua

lagi dan mengecewakan kakak-kakak GAMAS ITB yang

membimbing kami dalam persiapan SBMPTN.

Rasanya aku sangat frustasi saat itu, tetapi bersyukur aku

masih bisa mengendalikan diri. Setelah SBMPTN diadakan

seleksi mandiri yang dilakukan oleh PTN itu sendiri. Aku

kembali mencoba peruntungan dan berusaha lagi. Yang

pertama aku mendaftar SM-UNS, dengan sistem seleksi nilai

SBMPTN. Aku yang tidak tahu berapa nilai SBMku tetap

mencoba mendaftar, ya seperti sedang berjudi. Pada saat itu

aku sudah tidak enak dengan orang tua karena selalu

membuat mereka kesusahan. Untuk mendaftar pun aku

meminjam uang ke saudara sebesar 100.000 tanpa

sepengetahuan orang tuaku. Namun, mungkin karna ridho

Allah tergantung ridho orang tua aku kembali gagal masuk

perguruan tinggi. Padahal pilihanku saat itu tidak terlalu

tinggi karena ada program DIIInya. Tapi mungkin ini lah

Page 204: Inspirasi untuk Banyumas.

196

rencana Tuhan saat itu. Aku kembali mendaftar seleksi

mandiri dan menurutku ini cukup ekstrim, aku mendaftar

UTUL UGM dimana ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia

menginginkan untuk masuk sedangkan kuota untuk seleksi

mandiri hanyalah sekitar 10% dari kuota total. Aku saat itu

mencoba hal yang baru, aku saat itu memilih jurusan Teknik

Geologi, Geodesi dan D-III Teknik Sipil. Saat tes, aku harus

kembali ke Jogja dan tes disana. Dan memang benar,

keberanianku yang ekstrim ini berbuah pahit kembali. Aku

gagal masuk UGM lewat jalur mandiri. Tetapi tidak hanya

sampai situ ceritaku, sebenarnya aku ingin berhenti dulu

untuk mendaftar kuliah tahun itu dan mencoba hal yang baru

yaitu bekerja. Aku sudah ditawari untuk ikut omku untuk

bekerja di Riau. Namun bertentangan dengan izin orang tua,

dan orang tua menyarankan untuk mencoba lagi, jika gagal

mereka baru boleh membolehkanku untuk bekerja. Akhirnya

aku mengikuti saran orang tua. Pada sekitar bulan Agustus

tinggal beberapa universitas yang membuka pendaftaran

lewat jalur mandiri, dan yang letaknya tidak terlalu jauh dari

rumahku adalah Unsoed dan Unnes. Sayangnya jadwal

tesnya bersamaan sehingga aku harus memilih antara

Page 205: Inspirasi untuk Banyumas.

197

keduanya. Akhirnya aku memilih untuk mendaftar Ujian

Mandiri Unsoed. Selain itu juga aku ikut mendaftar USM-

STAN. Pada akhir Juli aku mendaftar UM Unsoed dengan

jurusan Teknik Sipil dan Teknik Elektro, H-7 tes aku mulai

mereview materi lagi dan mengontak teman-teman

seperjuanganku di LC, ternyata beberapa dari mereka juga

mendaftar UM Unsoed. Dan kami sepakat pada waktu itu

menginap H-1 di Purwokerto. Akhirnya H-1 kami menginap

di Masjid depan kampus Unsoed. Esoknya eksekusi soal

dilaksanakan, seperti biasa tipe soalnya adalah tipe-tipe

SBMPTN begitu juga peraturannya. Setelah beberapa

minggu menunggu, akhirnya pengumuman juga. Tak

disangka aku yang awalnya pesimis bisa diterima di jurusan

yang aku idam-idamkan dari dulu, TEKNIK SIPIL UNSOED! Ya,

akhirnya aku diterima sebagai calon mahasiswa dengan

predikat penerima Bidikmisi, Alhamdulillah aku sangat

bersyukur. H+3 pegumuman Unsoed ada tes USM STAN,

padahal aku sudah mendaftar dan membayar tetapi aku

mencoba istiqomah dengan pilihanku dan aku tetap daftar

ulang Unsoed dan meninggalkan USMku….

Page 206: Inspirasi untuk Banyumas.

198

Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu, kita

sebagai makhluk hanya bisa menjalankan apa yang Dia

perintah. Usaha, doa, dan kerja kerasku akhirnya berbuah

manis. Tentunya setelah diuji dengan berkali-kali gagal.

Percayalah, rencana Tuhan lebih baik. Jangan pernah

berputus asa dan tetap realistis. Jika kamu gagal bukan

berarti doamu tidak dikabulkan, percayalah, saat satu doa

dikabulkan ribuan doa dikorbankan. Tinggal menunggu saja,

kapan doamu akan dikabulkan. Usaha keras tidak akan

menghianati

Adib Haekal Al kautsar

Alumni LC Gamas ITB 2015

Mahasiswa Teknik Sipil Unsoed angkatan 2015

*Penulis merupakan alumni SMA Negeri Ajibarang tahun 2015

Page 207: Inspirasi untuk Banyumas.

199

JANJIKU, SI PEJUANG

MIMPI Eka Nur Prasetiani | Institut Teknologi Bandung

----------------------------------------------------------------------------

. . . .

“ mba, apasih yang bikin mba Eka semangat lagi, kalau

lagi down kuliah”.

Tiba-tiba seseorang teman melontarkan pertanyaan itu

kepadaku di sela-sela perbincangan. Hmmm, pertanyaan ini

sebenarnya pertanyaan yang sering juga kutanyakan kepada

diriku sendiri. Entah berapa kali di saat aku ‘down’ karena

masalah akademik, organisasi maupun diluar masalah kuliah,

aku merenung dalam kebimbangan. Bukannya tak ada yang

memberi semangat, teman-teman dekat ku tak ada capek

nya selalu menyemangatiku. Ahhh, tapi entah kenapa energi

semangat dari mereka belum mampu mendobrak ku untuk

bangkit dan semangat lagi, i don’t know. Banyak sekali

Page 208: Inspirasi untuk Banyumas.

200

pertanyaan yang sebenrnya lebih pantas disebut kalimat

penyesalan bermunculan dikapalaku.

“ Apa aku pantas kuliah disini ?”.

“ Apa aku bisa nyelesain masalah ini ?”

“ kamu gak bisa survive deh kalo gini aja gak bisa”.

“ Duh payah bet, yang lain aja bisa”.

Dan banyak lagi blaa blaa lain yang seakan

menndorongku untuk menyerah. Namun semua godaan itu

terpatahkan, ketika aku mengingat janji itu. Usaha dan

perjuangan panjangku. Eh bukan hanya aku, tetapi juga

mereka, Ibu, bapak dan orang-orang yang mensupportku.

Yaapp, masa perjuanganku sebelum aku mengenyam

pendidikan perguruan tinggi di kampus yang katanya

kampus impian ‘ putra-putri terbaik bangsa’ ini. Dan inilah

kisahku.

Aku merupakan salah satu siswa kurang mampu yang

alhamdulillah diberi rezki, kesempatan dan keberuntungan

untuk kuliah di ITB melalui program beasiswa bidikmisi.

Teknik Elektro menjadi jurusan yang aku pilih, dan semester

Page 209: Inspirasi untuk Banyumas.

201

4 sedang menantiku di depan mata. Namaku Eka Nur

Prasetiani, anak pertama dari tiga bersaudara. Aku dilahirkan

oleh seorang ibu bernama Nani Rahayu, beliau sosok wanita

yang tangguh, pantang menyerah, pekerja keras namun

begitu sederhana. Kesederhanaan beliaulah yang sangat aku

kagumi. Dan bapakku bernama Samsi, merupakan seorang

petani yang tak punya sawah dan peternak yang tak punya

hewan ternak. Bapak ku hanya pekerja (petani dan peternak)

yang bekerja pada seseorang saja, yang otomatis

penghasilanya tak seberapa. Tapi beliau seorang imam

keluarga yang selalu taat akan kewajiban nya sebagai

muslim, dan sekali lagi aku mengagumi beliau, lebih tepatnya

kedua orang tuaku. Di sebuah desa kecil di pinggir kota

Purwokerto, aku dibesarkan dalam kesederhanan. Meskipun

kondisi keluarga yang pas-pasan, oh lebih tepatnya

kekurangan, namun satu hal yang selelu dipegeng oleh

orang tuaku adalah masalah pendidikan. ‘ Kalian harus

sekolah setinggi-tingginya. Meskipun orang tuamu ini orang

gak punya, tapi kita punya tenaga dan doa untuk kesuksesan

kalian.’ Itulah kata-kata yang sangat sering orangtuaku

yakinkan kepadaku, begitu menyentuh bukan?. Aku percaya

Page 210: Inspirasi untuk Banyumas.

202

disamping kondisi keluargaku yang pas-pasan, Alloh yang

Maha Adil pasti memberikan kelebihan lain.

Saat aku lulus SMP, disaat itulah aku sempat merasa

bingung antara melanjutkan SMA atau tidak. Bukan masalah

nilai sebenarnya, tapi biaya masuk SMA yang pada waktu itu

menurutku tidak mampu untuk orang tuaku membayarnya.

Karena disaat yang bersamaan ke dua adikku juga sedang

membutuhkan biaya sekolah yang lumayan besar. Namun

lagi-lagi Alloh menunjukan kebesaranya. Seseorang yang kini

sudah kuanggap sebagai bapak ku yaitu Pak Tono, bersedia

menjadi wali ku dengan menanggung biaya selama aku

sekolah. Beliau merupakan salah satu perangkat desa di

desaku dan kebetulan juga teman bapak ku sejak masih kecil.

Tak ada alasan ku untuk menolong kebaikan beliau, begitu

pun dengan kedua orang tuaku. Selain itu, Pak Tono juga

menawarkan tanggungjawab kepada kedua orangtuaku

untuk membantunya mengurus sawah dan peternakan ayam

miliknya, tak ada alasan lagi untuk orangtuaku menolak.

InsyaAlloh dengan niat saling membantu, orang tuaku

bagaikan menggadaikan tenaga mereka (bahasa kasarnya)

untuk biaya sekolahku. Sejak saat itu, kehidupan orangtuaku

Page 211: Inspirasi untuk Banyumas.

203

berubah. Gubuk kini bagaiakan rumah untuk bapakku,

karena beliau harus berangkat sekitar pukul 22.00 WIB ke

sawah untuk menjaga ayam ternaknya. Tidur digubuk dan

paginya akan langsung bekerja di sawah sambil mengurusi

ayam ternaknya juga. Dan akan pulang ketika senja kembali

ke peraduanya. Dan terus berlangsung begitu setiap

harinnya, tak kenal lelah dan tak pernah mengeluh.

Sedangkan Ibuku akan mengantarkan makanan untuk

bapakku pada siang harinya, kemudian ibuku akan menanam

ataupun memetik sayuran yang dia tanam untuk membantu

bapak ku, meskipun hasilnya tak seberapa. Selain itu ibuku

juga akan membantu mengurusi ayam ternaknya dan akan

pulang bersama bapakku saat malam menjelang. Dan begitu

setiap harinya.

Dengan tujuan mengurangi biaya, akupun memilih SMA

terdekat dari rumahku yaitu SMA Negeri 3 Purwokerto

sehingga aku bisa menghemat ongkos transportasi dengan

jalan kaki. Lagian menurutku sekolah di SMA manapun sma

saja, yang penting niat kita untuk mencari ilmu sungguh-

sungguh. Dan alhamdulillah aku diterima di SMA tersebut.

Karena tidak ada uang untuk membeli perlengkapan sekolah,

Page 212: Inspirasi untuk Banyumas.

204

akupun memakai buku dan alat tulis sisa dari SMP begitupun

dengan tas dan sepatu. Namun tak seperti perlengkapan

lainya yang masih layak pakai, sepatu yang kupunya satu-

satunya tersebut sudah berlubang dibagian depanya.

Sempat enggan untuk aku memakainya, namun dengan

wajah yang berusaha menahan air mata, ibuku berusaha

menutup lubang sepatuku dengan menjahitnya sambil

berkata “biarlahh kamu pakai sepatu berlubang jahitan

ibumu, biar kelak jika kamu sukses bisa menjadi cerita indah

seperti pak Dahlan Iskandar dengan sepatu bututnya”. Lagi-

lagi kelembutan hati dan kata-kata bijak dari seorang ibu

membuat hatiku terenyuh dan sempat meneteskan airmata.

Akhirnya dengan senang hati aku memakai sepatu jahitan

ibuku tersebut, sebelum akhirnya aku mendapat rezki untuk

membeli sepatu baru. Hari-hari di SMA begitu

menyenangkan, sangat menyesal jika saat itu aku

memutuskan untuk putus sekolah. Beasiswa prestasi dan

bantuan bagi siswa kurang mampu menjadi salah satu caraku

membantu meminimalisasi biaya yang harus dibayarkan

bapak ku. Bahkan sejak kelas XI-XII, untuk biaya bulanan SPP

sepenuhnya aku yang bayar dengan beasiswa yang kudapat

Page 213: Inspirasi untuk Banyumas.

205

tersebut. Tawaran untuk mengajari anak-anak SD disekitar

rumah juga saya terima, selain bisa berbagi ilmu dengan

mereka, orang tua mereka juga bersedia membayar ku

seikhlasnya perminggu nya. Sejak saat itu, setiap sore pukul

15.00 sampai menjelang magrib, rumahku ramai dengan

anak-anak SD ( sekitar 10 anak) mulai dari kelas 1 sampai

kelas 5 untuk sekedar menanyaan PR ataupun aku kasih

materi pelajaran dan belajar mengerjakan soal-soal.

Alhamdulillah dari mengajar tersebut, sebagian bisa

kutabung dan tambahan uang jajan. Seseorang yang juga

banyak membantuku yaitu fattahalani rizkika, dialah mbaku,

sahabat, teman sekelas, temen belajar, main, dan curhat yang

begitu baik, yaa meskipun tak jarang pula kami berbeda

pendapat. Dia tak senggan untuk menebengiku untuk pergi

ke sekolah atau pulang ke rumah, padahal arah rumah kita

saling berlawanan. Dia juga yang selalu meminjamiku laptop

jika ada tugas laporan sampai laptop dia kubawa pulang,

karena saat itu aku belum punya perangkat tersebut. Hingga

masa SMA pun berakhir dan akupun lulus. Alhamdulillah.

Kegalauan kembali menghampiriku, antara melanjutkan

kuliah atau tidak sama sekali. Dengan alasan yang sama yaitu

Page 214: Inspirasi untuk Banyumas.

206

masalah biaya, apalagi ini kuliah, yang semua orang tau kalau

biayanya tak sedikit. Tak hanya itu, banyak juga orang

didesaku yang meremehkan kemampuan finansial

keluargaku, kalau keluarga petani seperti orangtuaku tidak

akan mungkin untuk mampu membiayai kuliah. Tetapi

dengan semangatku dan dukungan orangtuaku, Pak Tono,

sahabatku dan orang-orang yang menyayangiku, akhirnya

kuputuskan untuk mendaftar kuliah melalui jalur SNMPTN

dan beasiswa bidikmisi. Pilihan PTN menjadi masalah kedua

bagiku, karena sebelumnya aku disarankan untuk masuk ke

STAN sehingga aku tidak punya kampus impian, satupun

tidak. Dengan pertimbangan jurusan, tempat tinggal,

transportasi dan lain-lain yang sudah didiskusikan bersama

keluarga, yang awalnya aku anggap ini cuma sebuah

keisengan untuk memilih STEI ITB sebagai pilihan pertamaku.

Jujur sebenarnya pada waktu itu aku sangat awam dan tidak

tau menau tentang ITB apalagi persaingan PMB nya. Saat

kucari tahu informasi tentang bagaimana itu kampus ITB,

seketika aku down dan pesimis kalau aku pasti tidak mungkin

diterima. Dari SMA almamaterku saja belum ada satupun

yang berhasil menembus ITB, apalagi aku yang istilah

Page 215: Inspirasi untuk Banyumas.

207

katanya hanya sekedar ‘iseng’ memilih ITB. Hingga akhirnya,

pengumuman ‘membahagiakan’ itu kubaca. Serasa mimpi,

tak percaya, entah perasaan apa yang kurasakan saat itu.

Bahagia, haru, sedih, cemas, ragu bercampur menjadi satu.

Mungkin inilah yang dinamakan takdir sebagai hasil dari

usaha dan doa yang tak henti-hentinya dari kami, khususnya

doa orangtua yang menginginkan kesuksesan anaknya.

Alhamdulillah, kabar ini membuat orang-orang

tercintaku bahagia. Senyum dan tangis bahagia itu kembali

terlihat dari muka kedua orangtuaku. Namun lagi-lagi ibuku

membuatku terharu, beliau rela berhutang untuk

membelikan dua celana jeans, satu kemeja dan dan satu kaos

untuk kuliah nanti. Yaaa, begitulah ibuku yang selalu berhasil

membuatku semakin mengagumi beliau. Hingga tiba hari

dimana aku harus pergi merantau ke Bandung, memulai

kisah baru sebagai mahasiswa ITB, sebuah title yang tak

enteng untuk kusandang. Bersama pak Tono , untuk pertama

kalinya aku menginjakan kaki di kampus Institut Teknologi

Bandung dan kubaca kalimat sambuatan yang tertulis di

sebuah poster di gerbang kampus ‘SELAMAT DATANG

PUTRA – PUTRI TERBAIK BANGSA’. Seketika kakiku serasa

Page 216: Inspirasi untuk Banyumas.

208

bergetar dan bulu kudukku merinding. Detik itulah, aku

meyakinkan diri sendiri dan berjanji. Berjanji kepada diriku

sendiri bahwa aku akan tetap semangat dan terus berjuang

apapun yang terjadi. Impian dan kesuksesanku akan berada

di tahap baru ketika aku berada disini. Dan janji itulah yang

selalu menjadi pengingat ku sebagai flashback akan memori

perjuangan panjang ku hingga aku bisa sampai di titik sejauh

ini, pendobrak semangatku ketika aku down . Selain tentunya

berdoa dan memohon ampunan kepada Alloh yang

Pengasih dan Penyayang. Karena aku sadar, perjuanganku

tak hanya perjuanganku dan impianku tak hanya impianku,

semua ini tentang mereka, keluargaku.

*Penulis merupakan mahasiswa Teknik Elektro ITB angkatan 2014 dan merupakan

alumni SMA Negeri 3 Purwokerto.

Page 217: Inspirasi untuk Banyumas.

209

Berbekal Olimpiade, Aku Taklukan

Kampus Impianku Ryan Setyabudi | Institut Teknologi Bandung

--------------------------------------------------------------------

ama saya adalah Ryan Setyabudi, lahir di Banyumas 7

Juli 1997 dan merupakan anak kedua dari pasangan

Bapak Rasikun dan Ibu Waridah. Perjuanganku menaklukan

kampus impianku tak lepas dari perjuanganku selama

mengikuti olimpiade. Olimpiade Sains Nasional atau orang

lebih suka menyebutnya OSN merupakan ajang kompetisi

bergengsi yang digunakan sebagai tolak ukur pemetaan

kapasitas akademik siswa di seluruh Indonesia. Saya mulai

mengenal OSN saat saya duduk di bangku SD, tepatnya di

SD N Kembaran. Saat itu saya berkesempatan merasakan

atmosfer persaingan olimpiade bidang IPA di tingkat

Kecamatan Kembaran namun hasilnya kurang memuaskan.

Kegagalan yang saya alami waktu itu karena persiapan yang

kurang matang. Maklum sajalah lokasi sekolah saya cukup

N

Page 218: Inspirasi untuk Banyumas.

210

jauh dari perkotaan dan fasilitas sekolahku juga kurang

mendukung.

Perjalanan olimpiadeku dilanjutkan ketika saya

melanjutkan studi di SMP Negeri 8 Purwokerto. Bidang

Matematika menjadi fokusku saat itu. Namun lagi-lagi

kegagalan kembali membayangiku sehingga saya tertahan

seleksi di tingkat kabupaten. Saya benar-benar penasaran

dengan dunia olimpiade. Saya penasaran untuk dapat

bersaing dengan siswa siswi cerdas di olimpiade.

Alhamdulillah saya berhasil lolos tes masuk salah satu

sekolah favorit di kota saya, SMA Negeri 2 Purwokerto. Saya

bergabung dengan komunitas anak olimpiade COSCODA

(Community of Science Olympiad of SMA Negeri 2

Purwokerto). Saya mendaftar di bidang Astronomi namun

saya gagal seleksi menjadi Tim Astronomi SMA Negeri 2

Purwokerto. Akhirnya sayapun mendaftarkan diri ke tim

kebumian karena kebetulan tim ini kekurangan anggota. Dari

10 anggota tim hanya akan ada enam siswa yang menjadi

tim inti dengan komposisi tiga tim inti kebumian dan tiga tim

inti geografi. Saya sedikit pesimis waktu itu apalagi 3 dari 10

anggota tim merupakan siswa kelas XI. Namun saya bekerja

Page 219: Inspirasi untuk Banyumas.

211

sekeras mungkin untuk bisa lolos menjadi tim inti. Setelah

mendapatkan pelatihan dari Lembaga Pelatihan OSN

Alhamdulillah saya lolos menjadi tim inti kebumian.

Setelah terpilih menjadi dua tim, kami diberi pelatihan di

LIPI Karang Sambung, Kebumen selama kurang kebih 4 hari,

pelatihan di UGM selama kurang lebih seminggu. Kemudian

diadakan lagi pelatihan dari Lembaga Pelatihan OSN untuk

persiapan seleksi olimpiade tingkat kabupaten. Kami pun

diberi waktu kelonggaran tidak mengikuti pelajaran selama

seminggu untuk belajar mandiri persiapan OSK.

Alhamdulillah setelah melalui tahap persiapan yang cukup

panjang kami bertiga dari tim inti kebumian bisa lolos ke

tingkat provinsi. Lalu kami pun kembali diberikan pelatihan

dari Lembaga Pelatihan OSN untuk persiapan OSP.

Cobaan terus berlanjut, 8 Februari 2013 sebulan

sebelum OSK saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Motor

yang saya kendarai melaju cukup kencang karena saya

terburu-buru pulang ke rumah. Saat mendekati perempatan

terlihat lampu lalu lintas berkedip-kedip namun saya tetap

menarik gas motor saya. Tak disangka dari arah kanan ada

mobil yang melaju kencang, tabrakan pun tak bisa dihindari.

Page 220: Inspirasi untuk Banyumas.

212

Tubuh saya terlempar sejauh lima meter. Dengan menahan

rasa sakit saya berusaha duduk dan melihat ke arah belakang

yang terlihat motor saya terlindas oleh bagian depan mobil

dengan dipenuhi asap yang mengepul. Alhamdulillah Allah

masih memberi kesempatan bagi saya hidup untuk

membahagiakan orang tua saya.

Momentum kecelakaan tersebut memberikan semangat

dan energi baru untuk persiapan OSP. Saya menyusun jadwal

untuk meng-khatamkan beberapa buku yang saya miliki dan

juga menjadwalkan seminggu terakhir persiapan untuk me-

review ulang materi yang sudah dipelajari. Hari pelaksanaan

OSP pun tiba, saat itu pelaksanaannya di Hotel Kusuma Said,

Surakarta. Setelah diumumkan saya dinyatakan tidak lolos ke

tingkat nasional. Saya sangat terpukul namun saya

menyadari saya kurang sungguh-sungguh menyiapkan OSP

ini. Sayapun bertekad untuk menebusnya tahun depan di

kelas XI. Saya bertekad mendedikasikan hidup saya kepada

orang tua dan sekolah melalui olimpiade ini.

Setahun kemudian, dengan tekad yang kuat saya

mengikuti lagi olimpiade kebumian dan mengikuti

pembinaan yang diadakan oleh sekolah. Namun kali ini

Page 221: Inspirasi untuk Banyumas.

213

sekolah sedikit mengurangi intensitas pelatihan bagi

kebumian, mungkin hal ini karena pertimbangan tim tahun

sebelumnya yang gagal melaju ke OSN. Jadi kami hanya

diberi pelatihan oleh Lembaga Pelatihan OSN. Sebagai senior

di sekolah saya pun diberi tanggung jawab untuk

memberikan tutorial sebaya bagi adik-adik kelas. Mungkin

dari tutor ini pula lah saya semakin memahami konsep

kebumian. Alhamdulillah dengan tekad yang kuat saya

berhasil lolos ke tingkat provinsi dan memperoleh peringkat

delapan passing grade Jawa Tengah. Sekolah kembali

memberika pelatihan dari Lembaga Pelatihan OSN untuk

persiapan OSP. Selain mengandalkan materi yang didapat

dari pelatihan saya pun belajar mandiri dengan lebih giat lagi

daripada tahun sebelumnya. Alhamdulillah kali ini saya

berhasil menjadi juara satu tingkat provinsi Jawa Tengah.

Sungguh tidak menyangka, saya sangat bersyukur saya

dinyatakan lolos ke tingkat nasional bersama adik kelas saya.

Kami pun mengikuti PELATDA atau pelatihan daerah di

Yogyakarta selama sebulan untuk mempersiapakan OSN.

Saya mengikuti PELATDA ini dengan tekad dan semangat

untuk membalas budi kepada orang tua, sekolah dan dindik

Page 222: Inspirasi untuk Banyumas.

214

Jawa Tengah yang telah mendukung dan memfasilitasi saya.

Alhamdulillah saya berhasil mempersembahkan medali

perak bagi mereka. Sekaligus ini merupakan medali kedua

saya yang berhasil saya persembahakan untuk sekolah

setelah sebelumnya saya mempersembahkan medali emas

pada Olimpiade Geografi dan Geosains ITB.

Perjuangan sesungguhnya sebenarnya baru dimulai di

tahap ini. Saya mengikuti pelatihan nasional sebagai tahap

awal perjuangan selanjutnya. Di pelatihan nasional ini

seluruh medalis OSN dikumpulkan dan diberikan pelatihan

untuk selanjutnya diseleksi lagi untuk memilih delegasi

Indonesia di IESO 2015 (International Earth Science

Olympiad). Di pelatihan ini saya harus bekerja keras. Disini

juga saya berusaha lebih mendekatkan diri kepada Allah agar

usaha saya mendapatkan ridho dan kemudahan. Saya

berusaha lebih keras lagi, mengurangi waktu tidur, mengatur

jadwal lebih disiplin dan dituntut aktif di dalam kelas. Saya

juga ikut termotivasi dan bersemangat karena berada di

sekitar orang-orang yang hebat. Persaingan di pelatnas ini

memang sangat ketat namun kekeluargaan tetap terjaga.

Page 223: Inspirasi untuk Banyumas.

215

Alhamdulillah setelah beberapa kali seleksi, saya berhasil

lolos ke pelatnas tahap dua dan tiga. Di pelatnas tahap tiga

terjadi banyak perubahan pola pembelajaran. Pelatihan di

fokuskan pada materi astronomi sehingga kami sering di ajak

ke Bosscha. Jadwal yang cukup padat dan banyaknya materi

yang diberikan membuat saya sempat sakit. Saya juga

merasa tertinggal dari teman-teman yang lain sehingga

harus menyediakan waktu belajar ekstra. Di posisi ini saya

sempat down dan kehilangan semangat. Saya pun menelpon

orang tua dan meminta nasehatnya. Saya juga sempat

meminta saran dari teman-teman. Akhirnya saya pun

memutuskan untuk berusaha lebih keras lagi dan

berkeyakinan bahwa semua sudah diatur dan ditakdirkan

oleh Allah, kewajiban saya hanya berusaha sekeras mungkin

masalah hasil serahkan kepada Allah.

Tiba saatnya tes akhir dalam penentuan delegasi

Indonesia yang akan berangkat ke IESO 2015. Saya merasa

kesulitan dan minder karena sudah ada anak yang memang

diunggulkan untuk lolos, terlebih lagi mereka adalah peraih

medali emas OSN. Namun dengan keyakinan yang kuat

setelah berusaha keras, saya hanya bisa berusaha maksimal

Page 224: Inspirasi untuk Banyumas.

216

dan berdoa. Setelah tes saya sempat merasa stres dan

pesimis.

Akhirnya sore itu juga diumumkan hasilnya. Setelah

selesai sholat Ashar kami dikumpulkan untuk pengumuman.

Setiap anak akan menerima kertas yang berisi nama dan

tulisan IESO 2015 bagi yang lolos. Kami diminta membuka

bersama-sama. Inilah saat-saat yang mendebarkan. Saya

hanya tawakal dan dengan mengucap Bismillah saya pun

membuka kertas itu. “Alhamdulillah” ternyata ada tulisan

IESO 2015 di kertas saya yang menunjukan bahwa saya lolos

ke tingkat internasional. Saya sempat memandangi kertas itu

beberapa saat dengan perasaan tidak percaya. Seketika itu

juga saya menitikkan air mata dan langsung bersujud

sebagai tanda syukur. Saya sempat merasa tidak enak

dengan teman yang lain karena di pelatihan ini saya

dianggap sebagai kuda hitam. Namun ternyata dengan rasa

kekeluargaan yang ada mereka tetap menyambut dengan

ucapan selamat kepada tim yang sudah terpilih.

Sebagai siswa kelas XII, masa depan untuk melanjutkan

kuliah juga menjadi hal utama yang harus difikirkan. Di

SNMPTN saya pilih ITB sebagai pilihan utama saya dengan

Page 225: Inspirasi untuk Banyumas.

217

Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM)

sebagai pilihan pertama studi saya. Alhamdulillah berbekal

perjuangan beberapa sertifikat di olimpiade serta karunia-

Nya saya dinyatakan diterima di FTTM ITB. Sungguh,

mungkin inilah salah satu buah perjuangan saya selama

berjuang di olimpiade.

Perjuangan saya kembali berlanjut, di pelatnas empat

atau yang terakhir kami diberikan porsi latihan yang

terintegrasi dari keempat subdisiplin ilmu kebumian. Kami

pun berusaha untuk mengubah atau membalik pola tidur

untuk menyesuaikan waktu lokal tempat diadakan IESO. Di

pelatnas ini saya sempat merasa stres memikirkan kuliah

karena memang waktu pelatanas bersamaan dengan

penerimaan mahasiswa baru. Saya juga sering bingung

memikirkan ketinggalan kuliah. Namun saya pun

memutuskan untuk memfokuskan daya dan upaya untuk

IESO, saya kembali teringat perjuangan selama kurang lebih

dua tahun ini di bidang kebumian dan teringat kecelakaan

waktu itu yang mungkin salah satunya untuk alasan ini lah

saya masih hidup dan juga semua pihak yang sudah

mendukung termasuk seluruh masyarakat Indonesia pasti

Page 226: Inspirasi untuk Banyumas.

218

mendoakan usaha kami. Dengan semangat itulah saya

berjuang di IESO, walaupun beberapa soal ujian tidak sesuai

dengan eskspektasi, saya pun hanya bisa berusaha

semaksimal mungkin dan berdoa dan Alhamdulillah saya

bisa mempersembahkan medali perunggu bagi bangsa

Indonesia dan juga tim Indonesia berhasil menduduki

peringkat tiga setelah Taiwan dan Korea. Ini juga merupakan

pengalaman yang sangat bersejarah bagi saya, untuk

pertama kalinya saya menginjakan kaki di balik belahan bumi

dari tempat kelahiran saya dan berjuang mengharumkan

nama bangsa.

Kontingen Indonesia di IESO, Brazil 13-20 September 2015

Sumber : International Earth Science Olympiad

Page 227: Inspirasi untuk Banyumas.

219

Itulah kisah singkat perjuangan saya di OSN Kebumian.

Kisah dari seorang anak kecil dari desa yang kecil dengan

mimpinya yang besar. Semoga dapat menginspirasi para

pembaca, para pejuang OSN, pejuang SNMPTN hingga

SBMPTN. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena

telah diberi kesempatan untuk menjadi salah satu peraih

medali IESO. Saya juga ingin berterima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu, menyemangati, dan

mendoakan selama berjuang di olimpiade ini.

Olimpiade bukan satu-satunya jalan mendapatkan

kampus impian, tetapi dengan olimpiade peluang kamu

untuk mendapatkan kampus impian akan lebih terbuka lebar.

Dan yang terpenting untuk adik-adik pejuang SBMPTN

dan tes tertulis lain semoga dapat mengambil pembelajaran

dari perjuangan anak desa di kompetisi olimpiade ini. Bahwa

perjuangan itu tidak instan, butuh waktu yang lama tidak

cukup sehari dua hari atau hanya seminggu untuk

mempersiapkan itu tetapi dibutuhkan waktu bertahun-

bertahun untuk mempersiapkan masa depan terbaikmu.

Page 228: Inspirasi untuk Banyumas.

220

*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

ITB angkatan 2015, alumni SMA Negeri 2 Purwokerto dan peraih medali perunggu

di International Earth Science Olympiad di Brazil.

Page 229: Inspirasi untuk Banyumas.

221