insentif non finasial
-
Upload
andyk-widodo-3982 -
Category
Documents
-
view
448 -
download
0
Transcript of insentif non finasial
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki, kompetisi global dan perdagangan bebas menuntut sumber
daya manusia yang handal yang mampu beradaptasi dengan berbagai situasi
perubahan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memilih sumber daya yang
berkualitas dan mempertahankan sumber daya manusia yang sudah ada dalam
mencapai tujuan organisasi. Untuk dapat mempertahankan sumber daya yang ada,
perusahaan dituntut untuk meningkatkan kepuasan karyawan, meningkatkan
komitmen organisasi karyawan dan memberikan keamanan kerja bagi karyawan,
Widiandono (2003).
Kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh kepuasan gaji (Grund, 2001.
Oshagbemi, 2000). Bagi perusahaan yang besar memberikan gaji yang tinggi akan
relatif lebih mudah karena adanya sumberdaya finansial yang memadai, akan tetapi
bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan mengalami kendala, karena terbatasnya
sumberdaya finansial. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya tingkat kepuasan dan
komitmen organisasi karyawan usaha kecil. Anoraga (2002) menyatakan bahwa
masalah sumber daya manusia pada usaha kecil adalah sulitnya mencari dan
mempertahankan tenaga kerja yang memiliki loyalitas, kedisiplinan, kejujuran dan
tanggung jawab yang tinggi. Karyawan yang memiliki kejujuran dan disiplin akan
cenderung lebih cepat berpindah kerja untuk mencari insentif yang lebih tinggi atau
membagi waktu bekerja dengan pekerjaan lain. Hal ini akan sangat mengganggu
usaha kecil.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya UKM harus pandai menarik
dan mempertahankan karyawan dalam kondisi keuangan yang terbatas, sehingga
memerlukan alternatif penggajian (reward), yaitu dengan insentif non finansial,
1
Appelbaum (1991). Appelbaum (2000) menyatakan bahwa perusahaan kecil bisa
mengoptimalkan imbalan ekstrinsik non finansial yang sesuai untuk dipergunakan
sebagai pendorong serta menarik dan mempertahankan sumber daya manusia yang
berkeahlian agar tidak berpindah. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala finansial
yang terbatas, insentif non finansial menjadi alat yang sangat penting agar karyawan
betah dan puas pada pekerjaannya.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh tambahan bukti empiris mengenai
pengaruh insentif non financial (job enrichment, employee recognition) terhadap
kepuasan kerja dan komitmen organisasi karyawan. Beberapa penelitian telah
membuktikan bawa insentif non financial memberikan kontribusi yang sangat besar
terhadap kepuasan kerja karyawan, dan kepuasan kerja berpengaruh pada komitmen
organisasi.
B. Perumusan Masalah
Pimpinan UKM perlu mengidentifikasi sumber-sumber yang mampu
memotivasi pekerja secara efektif sehingga sesuai dengan kondisi dan kemampuan
suatu usaha. Keberhasilan sebuah program insentif sebagai bentuk pemotivasi yang
dilakukan oleh organisasi sangat tergantung tingkat kesesuaian program dengan
kebutuhan pekerja atau karyawan.
Appelbaum (2000) menyimpulkan adanya sumber-sumber motivasi yang
efektif dari insentif non finansial yang secara signifikan dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan UKM. Untuk meningkatkan kualitas pengaruh program
insentif non finansial, pimpinan UKM perlu mengetahui karakteristik karyawan
sebagai tolak ukur keberhasilan program tersebut. Tujuan program insentif non
finansial pada dasarnya adalah untuk mempengaruhi perilaku karyawan atau pekerja
agar berkinerja lebih baik, Oleh karena itu dirumuskan suatu permasalahan apakah
terdapat pengaruh yang signifikan antara insentif non finansial dengan kepuasan kerja
dan komitmen organisasi.
2
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka diambil suatu tujuan penelitian
yaitu :
1. Mengetahui pengaruh insentif non finansial terhadap kepuasan.
2. Mengetahui pengaruh insentif non financial terhadap komitmen.
3. Mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasi
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah bukti empiris tentang hubungan insentif non financial
dengan kepuasan dan komitmen
2. Sebagai masukan bagi pimpinan UKM dalam mendisain sistem
insentif untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan
3. Sebagai salah satu acuan yang mungkin dapat digunakan untuk
penelitian lebih lanjut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Insentif non Finansial
Sistem pembayaran (pay system) adalah mekanisme integrasi penting melalui
usaha individu yang diarahkan pada sasaran strategis organisasi dan ketika hal ini
dapat dilakukan dengan tepat akan menjadipendukung terhadap efektifitas organisasi
(Gomez 1988 dalam Widiandono 2003). Untuk mencapai tujuan organisasi yang
efisien dan efektif, pimpinan UKM perlu menentukan strategi kompensasi yang tepat
yang dapat diterapkan pada karyawan agar sesuai dengan tujuan organisasi. Sistem
pembayaran merupakan mekanisme penting untuk mengarahkan pekerja pada sasaran
strategi organisasi yang tepat sehingga mendukung efektifitas organisasi, Gomez
(1988) Apabila strategi kompensasi tidak tepat, sebagai bentuk motivator bagi
karyawan, usaha manajerial untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan relevansi
motivator dapat menjadi tidak tepat untuk mengobati organisasi yang sakit (Savey,
1996 dalam Widiandono, 2003)
Strategi kompensasi merupakan daftar pilihan pembayaran yang bisa
dilakukan oleh manajeman dalam kondisi tertentu yang memberikan dampak pada
kinerja organisasi dan efektifitas penggunaan sumber daya manusia. Dari perspektif
tersebut, tingkat sukses dari berbagai macam pilihan pembayaran tergantung pada
kondisi yang dihadapi organisasi pada waktu tertentu (Balkin, 1987 dalam
Widiandono, 2003).
Kompensasi bisa terdiri dari kompensasi berupa uang (financial reward) dan
bukan uang (non financial reward). Secara umum perusahaan akan menggunakan
financial reward sebagai pemotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas dan
kepuasan kerja karyawan. Akan tetapi berbagai penelitian telah membuktikan bahwa
financial reward bukan satu-satunya alat pemotivasi pekerja, terdapat beberapa
motivator lain (non financial reward) yaitu : employee recognition, work it self,
4
growth, responsibility dan advancement (Linkert, 1961. Appelbaum, 2000). Bahkan
menurut Lawler, 1983 dalam Widiandono, 2003) mengatakan bahwa perusahaan bisa
memperoleh nilai kompetitif yang tinggi jika mereka mengkombinasikan sistem
pembayaran yang baik dengan imbalan intrinsik (recognition, achievement, dan
lainnya) untuk mencapai kebutuhan psikologis dari pekerja potensial yang diharapkan
dan ingin dipertahankan perusahaan.
Insentif non finansial merupakan bentuk reward yang dapat berupa ekstrinsik
reward yang berasal dari orang lain (financial reward, interpersonal reward,
promosi) dan berupa intrinsik reward yang diperoleh dari dalam diri sendiri
(completion, achievement, authonomy, personal growth) Appelbaum (2000)
2. Kepuasan Kerja
Menurut Osagbemi (2000) kepuasan kerja mengacu pada sebuah reaksi
emosional positif individu terhadap pekerjaan tertentu. Reaksi tersebut merupakan
reaksi affective terhadap sebuah pekerjaan yang merupakan hasil dari perbandingan
antara hasil aktual dengan apa yang diharapkan akan diperoleh.
Kepuasan kerja dirasakan menjadi sangat penting mempengaruhi perilaku
yang berkaitan dengan pekerjaan seperti produktivitas dan perputaran karyawan.
Porter dan Lowler (1968) menyatakan bahwa kinerja karyawan akan meningkat
apabila karyawan merasakan keadilan dan imbalan ekstrinsik (gaji, promosi) dan
imbalan intrinsik (perasaan terhadap apa yang telah di capai) kondisi ini akan
mengarah pada tingkat kepuasan yang tinggi.
Ketidakpuasan kerja juga menyebabkan seseorang mencari cara untuk
menghindari pekerjaan atau employee withdrawal. Dua bentuk employee withdrawal
adalah absentism dan voluntary turn over. Dengan tidak muncul di tempat kerja dan
menyatakan keluar dari pekerjaan untuk mencari pekerjaan baru merupakan wujud
ekspresi ketidakpuasan terhadap pekrjaan dari aspek yang tidak menyenangkan yang
mereka alami (Greenberg dan Baron, 2000 dalam Widiandono, 2003). Meskipun
absentism bukanlah merupakan reaksi yang dapat diandalkan secara sempurna
5
terhadap adanya ketidak puasan kerja, namun absentism adalah akibat yang paling
penting dari ketidakpuasan kerja.
Ketidak puasan akan mengarahkan pekerja untuk berfikir tentang keluar dari
organisasi, kemudian hal ini akan mengarahkan pada keputusan untuk mencari
pekerjaan lain. Jika pencarian ini sukses, seseorang akan mengembangkan keinginan
yang pasti untuk keluar dari organisasi. Kondisi perekonomian juga akan
mempengaruhi voluntary turn over, semakin tinggi tingkat pengangguran, maka akan
semakin rendah korelasi antara kepuasan kerja dengan voluntary turn over. Menurut
Greenberg dan Baron (2000) dalam Widiandono (2003) usaha yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepuasan kerja adalah dengan menciptakan pekerjaan yang
menarik, menciptakan sistem pembayaran yang adil, menempatkan orang sesuai
dengan bidang yang di minati, serta dapat menghindari kebosanan.
Secara umum kepuasan kerja berkaitan dengan pembayaran atau gaji, akan
tetapi dalam usaha kecil dan menengah (UKM) memberikan pembayaran atau gaji
yang besar sangat sulit di realisasikan karena terbatasnya sumber financial
perusahaan. Salah satu alternatif meningkatkan kepuasan karyawan adalah dengan
memberikan insentf non financial.
3. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi secara umum dapat diartikan sebagai keterikatan
karyawan pada organisasi dimana karyawan tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan
oleh organisasi agar sumberdaya manusia yang kompeten dalam organisasi dapat
terjaga dan terpelihara dengan baik, Desiana (2006). Komitmen organisasi dipandang
sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat
memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha
memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi
mencapai tujuannya.
Komitmen organisasi juga dipandang sebagai keterikatan emosional seseorang
terhadap organisasi, dan pertimbangan untung atau rugi apabila karyawan
6
meninggalkan organisasi. Komitmen organisasi juga berkaitan dengan perasaan
karyawan terhadap keterikatan untuk terus menerus bekerja pada organisasi, Desiana
(2006).
Porter, dkk (dalam Setiawan dan Ghozali, 2005) mengemukakan bahwa
komitmen organisasi sebagai kekuatan relative individual terhadap suatu organisasi
dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu yang dicirikan dengan tiga factor
psikologis yaitu :
a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi
b. Keinginan untuk berusaha mempertahankan organisasi
c. Kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi.
4. Hubungan Insentif non Finansial dengan Kepuasan Kerja
Beberapa penelitian menemukan bukti yang berbeda berkaitan dengan insentif
non finansial dan kepuasan kerja. Appelbaum (2000) melakukan penelitian terhadap
perusahaan kecil dan menengah dengan karyawan kurang dari 100 orang. Hasil
penelitian menyatakan bahwa variabel insentif non finansial (job enrichment,
employee recognition, pay equity, managerial skill) secara signifikan mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan.
Peneliti lain Lewis (1999) melakukan penelitian terhadap variabel non
finansial dan kepuasan kerja. Hasil penelitian membuktikan bahwa pay benefit,
supervisor style, communication berpengaruh signifikan terhadap kepuasan.
Menurut Appelbaum (2000) terdapat beberapa variabel utama dari insentif
non finansial yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan umum Usaha Kecil
Menegah. Variabel tersebut merupakan kesatuan elemen terpenting dalam program
insentif non finansial, semakin elemen tersebut mampu di ciptakan oleh perusahaan
maka akan menghasilkan kepuasan kerja yng efektif bagi perusahaan. Elemen
tersebut adalah job enrichment, employee recognition, managerial skill,
7
5. Hubungan Antar Variabel dan Hipotesis
a. Job Enrichment dengan kepuasan dan komitmen
Job enrichment merupakan suatu jenis program inovatif yang di disain untuk
kepentingan membuat pekerjaan menjadi menarik dan memuaskan. Menurut
Greenberg (2001) job enrichment adalah praktek dengan memberikan pekerja sebuah
pengendalian kerja, dari perencanaan, pengorganisasian sampai dengan implementasi
dan evaluasi hasil pekerjaan.
Kegiatan job enrichment dimaksudkan untuk mengorganisasikan tugas
sehingga karyawan mampu menyelesaikan aktifitas kerja, meningkatkan kebebasan
karyawan, meningkatkan tanggung jawab, memberikan feedback, sehingga karyawan
mampu menaksir dan mengoreksi kinerja sendiri, (Hachman, Odman 1980 dalam
Robbin 1998). Job enrichment merupakan cara terbaik untuk meningkatkan motivasi
kerja dan produktifitas, menurut pandangan ini jika pekerjaan memberikan rasa
tanggung jawab, karyawan akan memiliki motivasi dan kinerja yang tinggi,
Greensing (1996). Appelbaum (2000) menyatakan bahwa job enrichment mampu
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Masalah diskripsi pekerjaan adalah masalah yang banyak dialami para pekerja
atau karyawan UKM, para pimpinan belum menyadari pentingnya pembagian tugas
yang jelas. Pimpinan tidak menyadari bahwa sumber daya manusia adalah hal yang
sangat penting dalam organisasi dan masih menganggap sumberdaya manusia hanya
sebagai alat produksi, akibatnya karyawan tidak mengetahui tugas dan tanggung
jawab yang sebenarnya, serta cara mengevaluasi keberhasilan atas pekerjaan. Kondisi
ini akan menciptakan ketidak puasan, Anoraga Sudantoko (2002).
Selanjutnya menurut simmons, (2005) kepuasan kerja karyawan dapat
menjadi prediktor komitmen organisasi, atau dengan kata lain komitmen organisasi
dengan kepuasan kerja mempunyai korelasi yang positif. Hal ini berarti untuk dapat
meningkatkan komitmen organisasi karyawan, perusahaan harus mampu memenuhi
dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Dari beberapa penelitian tersebut maka
dibuat suatu hipotesis sebagai berikut :
8
H1.a : Job enrichment berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
H1.b : Job enrichment berpengaruh signifikan terhadap komitmen
organisasi
b. Employee Recognition
Employee recognition adalah sebuah pengakuan terhadap apa yang telah di
capai oleh karyawan. Penghargaan ini dapat mengakibatkan meningkatnya
kepercayaan diri serta dapat menjadi reward bagi mereka, Heller & Hindle (1998).
Pendekatan ini memberikan pengertian bahwa individu membutuhkan penghargaan
atas pencapaian prestasi pekerjaan, sehingga penghargaan terhadap pencapaian kerja
merupakan cara penting untuk memuaskan kebutuhan atas penghargaan (esteem
need) karyawan, Greenberg & Baron (2001)
Appelbaum (2000) menyatakan bahwa dengan memberikan penghargaan atas
prestasi karyawan, banyak kebutuhan psikologis dan motivasional karyawan tercapai,
sehingga meningkatkan kinerja. Ketiadaan penghargaan terhadap pekerja akan
menyebabkan sumber turn over dan perusahaan akan kurang inovatif serta kinerja
yang sangat rendah, Dalton (1993)
Penghargaan terhadap karyawan bisa menjadi salah satu jenis imbalan yang
paling efektif, selain murah, hal ini sangat populer pada perusahaan kecil atau UKM.
Perusahaan kecil bisa menggunakan penghargaan secara kreatif untuk
mempertahankan karyawan dan menarik karyawan baru, Greenberg (2001).
Budaya feodal dan kapitalis sangat menghambat implementasi program
penghargaan karyawan pada UKM. Hal ini mengakibatkan hubungan yang kurang
baik antara pimpinan dan karyawan, apa yang dicapai karyawan sering di anggap
sebagai kewajiban tanpa ada penghargaan lain selain gaji, sehingga karyawan tidak
merasakan kepuasan kerja, Anoraga (2002). Knop (1995) menyatakan bahwa kpuasan
kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Apabila karyawan merasa
apa yang telah dilakukan terhadap perusahaan sangat banyak dan karyawan
memperoleh penghargaan atas pekerjaan itu, maka karyawan akan merasa puas. Hal
9
ini secara otomasit akan meningkatkatkan komitmen organisasi. Berdasarkan
kesimpulan diatas dapat diambil suatu hipotesis yaitu :
H2a : Employee recognition berpengaruh signifikan terhadap kepuasan.
H2b : Employee recognition berpengaruh signifikan terhadap komitmen
Organisasi
6. Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi
Menurut penelitian Simmons, (2005) bahwa kepuasan kerja merupakan
variable predictor dari komitmen organisasi, jika kepuasan kerja karyawan terpenuhi
maka komitmen organisasi karyawan akan meningkat, sehingga kesadaran karyawan
untuk tetap mempertahankan organisasi akan sebakin bertambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Desiana, (2006) terhadap 112 orang asisten
dosen di Universitas Indonesia juga membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap komitmen organisasi. Semakin puas asisten dosen terhadap
Universitas, maka akan semakin kuat komitmen organisasinya.
Peneliti lain yang menyatakan bahwa komitmen organisasi karyawan sangat
dipengaruhi oleh kepuasan karyawan atas apa yang telah diperoleh dibandingkan
dengan harapan adalah Knoop, (1995). Dari beberapa penelitian diatas maka diajukan
satu hipotesis yaitu :
H3 : Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen
organisasi
B. Model Penelitian
Berangkat dari landasan teori dan hasil hasil penelitian terdahulu mengenai
hubungan antara insentif non finansial, dengan kepuasan kerja dan komitmen
organisasi, serta berdasarkan pada beberapa hipotesis yang telah diajukan maka
diambil suatu model penelitian seperti pada gambar 2.1.
10
Hubungan antara Insentif non Finansial,
Kepuasan Kerja dan Komitmen
11
S1
S2
S3
S4
S5
A1
A2
A3
A4
A5
K1
K2
K3
K4
K5
K6
Q4
Q3
Q2
Q1
Q5
Job enrichment
EmployeeRecognitio
n
Kepuasan
Komitmen
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek / subyek penelitian
Obyek penelitian menunjukkan lokasi atau tempat penelitian, dalam hal ini
obyek penelitian adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berada di Kodya
Yogyakarta. Sampel penelitian adalah target populasi atau sampel penelitian yang
relevan dengan tujuan penelitian, dalam hal ini subyek penelitian adalah karyawan
yang bekerja di UKM di Kodya Yogyakarta.
B. Jenis dan Tehnik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data primer
adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti. Tehnik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey yaitu dengan penyebaran
kuesioner kepada karyawan yang bekerja pada UKM di Kodya Yogyakarta.
C. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu. Sedangkan
metode pengambilan sampel adalah convenience sampling yaitu penarikan sampel
berdasar keinginan peneliti sesuai dengan tujuan tertentu Indriantoro, Supomo (2000).
D. Definisi operasional Variabel
1. Job Enrichment
Intrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang
dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 5 item pertanyaan
dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat
setuju).
12
2. Employee Recognition
Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang
dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 5 item pertanyaan
dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat
setuju).
3. Kepuasan
Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang
dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 6 item pertanyaan
dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat
setuju).
4. Komitmen
Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang
dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990) yang terdiri dari 5 item
pertanyaan dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan
5 (sangat setuju).
BAB IV
13
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Profil Responden
Responden penelitian ini adalah para karyawan yang bekerja pada Usaha
Kecil Menengah (UKM) di Kodya Yogyakarta. Keterbatasan waktu yang dimiliki
oleh peneliti mengakibatkan terbatasnya jumlah responden yang dapat digunakan
dalam penelitian. Dalam penelitian ini responden yang digunakan adalah sebanyak 60
orang. Kesulitan yang dihadapi dalam memperoleh responden adalah karena waktu
yang terbatas dan keengganan responden dalam mengisi kuesioner. Jumlah responden
ini sudah dapat diterima, karena ukuran sampel yang sesuai dengan disain penelitian.
Berikut ini adalah gambaran mengenai responden penelitian:
Tabel 4.1 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Pria 36 60 %
Wanita 24 40 %
Total 60 100 %
Sumber: data primer diolah tahun 2007
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 60 responden yang
digunakan dalam penelitian, jumlah responden terbanyak adalah responden laki-laki
dengan jumlah 36 orang atau 60 %, sedangkan responden wanita hanya berjumlah 24
orang atau 40 %. Data umur responden dapat dilihat pada tebel dibawah ini:
Tabel 4.2 Umur Responden
Umur Jumlah Persentase
20-29 tahun 8 14 %
30-39 tahun 28 46 %
14
40-49 tahun 14 24 %
Lebih dari 50 tahun 10 16 %
Total 60 100 %
Sumber: Data primer diolah tahun 2007
Beerdasarkan segi usia, responden yang berpartisipasi paling banyak adalah
pada rentang usia 30 sampai dengan 39 tahun atau sebesar 46 %. Sedangkan
responden yang berusia 40 sampai dengan 49 tahun hanya sebanyak 14 orang atau 24
%. Berikutnya adalah responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang
atau 16 %, serta responden yang berusia antara 20 sampai denga 29 tahun sebanyak 8
orang atau sebesar 14 %.
Tabel 4.3 Masa Kerja Responden
Masa Kerja Jumlah Persentase
1- 5 tahun 30 50 %
6-10 tahun 14 24 %
11-15 tahun 12 20 %
Lebih dari 16 tahun 4 6 %
Total 60 100 %
Data primer: diolah tahun 2007
Untuk masa kerja responden, dari 60 orang yang paling banyak berpartisipasi
adalah responden yang memiliki masa kerja antara 1 sampai dengan 5 tahun yaitu
sebanyak 30 orang atau 50 %, berikutnya adalah responden dengan masa kerja antara
6 sampai dengan 10 tahun sebanyak 14 orang atau 24 %, responden dengan masa
kerja antara 11 sampai dengan 15 tahun sebanyak 12 orang atau 20 %, dan responden
yang paling sedikit berpartisipasi adalah responden dengan masa kerja diatas 16 tahun
yaitu sebanyak 4 orang atau sebesar 6 %.
15
B. Analisis Data
Analisis diskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran demografi
responden dan diskripsi mengenai variabel penelitian yaitu employee recognition (a),
job enrichment (s), kepuasan (k), dan komitmen organisasi (q) dengan menggunakan
tabel distribusi frekuensi yang menunjukkan mean dari variabel yang diteliti.
Tabel 4.4
Rata-rata tiap dimensi Pertanyaan
Descriptive Statistics
60 3 5 3.98 .624
60 3 5 3.87 .791
60 3 5 3.88 .691
60 3 5 4.00 .759
60 3 5 3.98 .651
60 16 24 19.72 2.394
60 3 5 3.93 .733
60 3 5 3.97 .736
60 3 5 3.98 .748
60 3 5 4.00 .664
60 3 5 3.95 .622
60 16 24 19.83 2.505
60 3 5 3.90 .730
60 3 5 4.02 .624
60 3 5 3.87 .676
60 3 5 3.90 .573
60 3 5 3.92 .561
60 3 5 3.77 .533
60 19 28 23.37 2.314
60 3 5 3.67 .510
60 3 5 3.95 .723
60 3 5 3.98 .676
60 3 5 3.87 .791
60 3 5 3.82 .748
60 12 20 15.62 2.278
60
s1
s2
s3
s4
s5
enrich
a1
a2
a3
a4
a5
employe
k1
k2
k3
k4
k5
k6
kepuasan
q1
q2
q3
q4
q5
komitmen
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Data primer: diolah tahun 2007
16
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat dari nilai rata-rata responden dalam menjawab
dan mempersepsikan variabel job enrichmen tidak terlalu tinggi, dengan 5 buah
instrumen pertanyaan memiliki nilai rata-rata masing-masing (3.98; 3.87; 3.88; 4.00;
3.98), sedangkan rata-rata total untuk kelima pertanyaan job enrichment adalah
sebesar 3.94, hal ini berarti bahwa rata-rata responden mempersepsikan variabel job
enrichment cukup baik.
Dari sisi variabel employee recognition diperoleh rata-rata jawaban untuk
kelima pertanyaan masing-masing (3.93; 3.97; 3.98; 4.00; 3.95), sedangkan rata-rata
total untuk kelima pertanyaan employee recognition adalah sebesar 3.96, sedikit lebih
tinggi dari rata-rata job enrichment, hal ini berarti variabel employee recognition
dipersepsikan oleh responden dengan cukup baik.
Dari enam dimensi kepuasan kerja, terdapat dimensi yang memiliki rata-rata
cukup rendah yaitu sebesar 0.77, yaitu untuk intrumen pertanyaan kesempatan
mengembangkan diri. Instrumen ini kemungkinan menjadi sumber ketidakpuasan
responden karena keadaan dalam perusahaan memang tidak memungkinkan untuk
mengembangkan diri. Rata-rata untuk keenam intrumen pertanyaan adalah sebesar
3.89, hal ini berarti variabel kepuasan kerja dipersepsikan cukup baik oleh responden.
Dari lima dimensi komitmen organisasi terdapat dimensi yang memiliki rata-
rata cukup rendah yaitu sebesar 3.67, yaitu untuk intrumen tentang nilai-nilai yang
dianut oleh karyawan. Instrumen ini kemungkinan menjadi sebab berkurangnya
loyalitas karyawan pada perusahaan. Rata-rata untuk kelima instrumen pertanyaan
adalah sebesar 3.12, hal ini berarti bahwa variabel komitmen organisasi responden
kurang baik, sehingga memungkinkan karyawan untuk mudah berpindah.
C. Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu uji yang bertujuan untuk menentukan
kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel laten. Untuk mendapatkan
skala pengukuran yang baik, dalam arti tepat dan dapat dipercaya harus dilakukan
17
pengujian terhadap validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang akan digunakan.
Dengan menggunakan program LISREL 8.54 pengujian terhadap validitas instrumen
penelitian berupa kuesioner disajikan dalam bentuk format simplis dengan melihat t
value pada loading factor, jika nilai p value pada loading faktor > 1.96, maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen adalah valid. Pengujian validitas juga dapat dilihat
dengan format LISREL yang disajikan pada bagian LAMBDA-X dan LAMBDA-Y
(Ghozali, 2005). Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5 Hasil uji Validitas
Instrumen Loading faktor Keterangans1 3.46 Valids2 3.97 Valids3 2.20 Valids4 2.98 Valids5 1.74 Tidak Valida1 2.82 Valida2 4.11 Valida3 1.53 Tidak Valida4 9.20 Valida5 9.17 Validk1 0.00 Tidak Validk2 0.20 Tidak Validk3 0.45 Tidak Validk4 2.86 Validk5 2.86 Validk6 2.65 Validq1 0.00 Tidak Validq2 2.35 Validq3 2.48 Validq4 3.23 Validq5 3.24 ValidSumber: data primer dioleah tahun 2007
Dari tabel 4.5 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk intrumen job enrichment
semua memiliki nilai loading factor > 1.96 kecuali instrumen no 5 yang memiliki
18
loading factor 1.74 atau < 1.96. Sehingga instrumen ini tidak digunakan untuk uji
reliabilitas. Semua instrumen employee recognition adalah valid karena memiliki
nilai loading factor > 1.96 kecuali intrumen nomor 3 yang memiliki loading factor <
1.96 yaitu sebesar 1.53. Oleh karena itu intrumen nomor 3 tidak digunakan dalam
pengujian reliabilitas. Untuk instrumen kepuasan kerja hanya 3 intrumen yang valid,
karena memiliki loading faktor > 1.96 yaitu untuk instrumen pertanyaan nomor 4, 5,
6. sedangkan instrumen pertanyaan nomor 1, 2, 3 adalah tidak valid, karena memiliki
loading factor < 1.96 yaitu sebesar 0.00, 0.20, 0.45, sehingga untuk pengujian
reliabilitas ketiga intrumen yang tidak valid tidak digunakan.
Gambar 4.1
Hasil Pengujian Path Diagram t Value
19
Semua intrumen komitmen organisasi adalah valid karena memiliki loading
factor > 1.96 kecuali intrumen nomor 1 yang memiliki nilai loading factor < 1.96
yaitu sebesar 0.00, sehingga untuk pengujian reliabilitas, instrumen ini tidak
disertakan.
Uji validitas juga dapat dilihat pada t value pada hasil output path diagram
yang disajikan dalam output LISREL, t value dapat dilikat pada gambar 4.1
2. Pengujian Reliabilitas
Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel. Satu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pertanyaan tersebut adalah konsisten dari waktu ke
waktu. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan menilai
reliabilitas gabungan (composite reliability). Instrumen yang reliabel akan memiliki
composite reliability lebih dari 0.6 (Ghozali, 2005). Untuk menghitung composite
reliability, digunakan informasi pada loading indikator dan error variance yang
diperoleh pada output completely standardized solution dan menggunakan rumus
sebagai berikut
ρ = (∑ λ)2 / [ ( ∑λ)2 + ∑ (θ)]
Dimana:
ρ = composite reliability
λ = loading indikator
θ = error variance indikator
Dengan menggunakan informasi standardized loadings dan error variances yang
tersedia pada output LISREL, composite reliability untuk masing-masing variabel
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Reliabilitas
20
Variabel Composite Reliability Keterangan
Job Enrichment 0.64 Reliabel
Employee Recognition 0.80 Reliabel
Kepuasan 0.70 Reliabel
Komitmen 0.79 Reliabel
Sumber: data primer diolah tahun 2007
D. Penguian Normalitas Data
Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate adalah
normalitas, yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel metrik
tunggal dalam menghasilkan distribusi normal (Hair, 1998). Suatu distribusi data
yang tidak membentuk distribusi normal, maka data tersebut tidak normal, sebaliknya
data dikatakan normal apabila ia membentuk suatu distribusi normal. Apabila asumsi
normalitas tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka seluruh
hasil uji statistik adalah tidak valid karena perhitungan uji t dan lain sebagainya
dihitung dengan asumsi data normal (Ghozali, 2005). Normalitas data dibagi menjadi
2 yaitu:
1. Univariate Normality
2. Multivariate Normality
Berbeda halnya dengan univariate normality, yang dapat diuji dengan menggunakan
data ordinal maupun data continuous, uji multivariate normality hanya dapat
dilakukan untuk data continuous.
Apabila suatu data memiliki multivariate normality, maka data tersebut pasti
juga memiliki univariate normality, tetapi hal tersebut tidak berlaku sebaliknya.
Apabila data adalah univariate normality, belum tentu data juga memiliki
multivariate normality.
Gambar 4.2
21
Pengujian Normalitas Data
Disamping itu Curran (1996) memiliki suatu rules of thumb yang dapat membantu
dalam memberikan judgment mengenai normalitas data, yaitu dengan membagi data
menjadi 3 bagian:
1. Normal
2. Mederately non-normal: yaitu besarnya tidak normalitas data adalah moderat
(sedang)
3. extremely non normal: yaitu data sangat tidak normal.
22
Dalam penelitian ini pengujin normalitas data dilakukan dengan melihat hasil
output LISREL pada Qplot of standardized residuals, hasil output pada pengujian
data dapat dilihat pada gambar 4.2.
Output LISREL pada gambar 4.2 diatas disebut normal probability (Q-plot),
yang menunjukkan asumsi terpenuhi tidaknya asumsi normalitas data dan juga
kemungkinan model fit. Suatu model dapat dikatakan memiliki kemungkinan fit
terbaik apabila garis residualnya sejajar dengan garis diagonal. Sedangkan model
memiliki kemungkinan acceptable fit apabila garis residual memiliki kecuraman >
450. Sedangkan model paling buruk adalah model yang residualnya terletak pada garis
horisontal. Jika pola residual tersebut tidak linear, maka terdapat indikasi bahwa data
menyimpang dari asumsi normalitas, linearitas, atau bahkan adanya specification
errors (model yang tidak sempurna yang timbul akibat dimasukkan variabel atau
indikator yang tidak relevan atau dihilangkannya suatu variabel) (Ghozali, 2005)
Berdasarkan output normal probability plot tersebut, model secara
keseluruhan telah menunjukkan terpenuhinya asumsi normalitas. Hal tersebut karena
garis residual (*) dan (x) sejajar dengan garis diagonalnya. Meskipun pada puncak
gambar Q-Plot menunjukkan adanya penyimpangan normalitas, tetapi hal tersebut
perlu diuji lebih lanjut.
E. Analisis Model Persamaan Struktural
Structural Equation Modeling (SEM) merupakan model yang
menggambarkan hubungan kausal antara variabel eksogen (variabel penyebab) dan
variabel endogen (variabel akibat). Dalam analisis model persamaan struktural,
hubungan antara variabel variabel penelitian didasarkan pada variabel laten yang
memiliki indikator-indikator yang baik. Dengan program ini dapat diuji keksesuaian
antara model teoritik dengan data penelitian serta dapat diuji tingkat kebermaknaan
dari setiap koefisien hubungan kausal (Ghozali, 2005).
Model Persamaan struktural adalah generasi kedua teknik analisis
multivariate yang menmungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel
23
yang komplek baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa
(regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama
(Ghozali, 2005). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran dalam
penelitian memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran
(measuarement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari struktural equation
modeling, serta melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
Struktural Equation Modeling dianggap sebagai suatu alat statistik yang
sangat berguna bagi para peneliti pada seluruh bidang ilmu sosial. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan Model Persamaan Struktural melalui program LISREL 8.54
dengan tujuan untuk menguji secara bersama-sama suatu model yang terdiri dari
variabel eksogen dan variabel endogen.
Sebelum melakukan pengujian hipotesis dari output SEM, maka terlebih
dahulu dilakukan analisis terhadap model untuk mengetahui apakah model yang
dihasilkan merupakan model fit atau tidak. Berikut adalah hasil evaluasi kecocokan
model struktural (Goodness of Fit Model) pada penelitian:
Tabel 4.6Evaluasi Kecocokan Model Struktural
No Indikator Nilai
1 Degrees of Freedom 178
2 Minimum Fit Function Chi-Square 360.56
3 Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 0.015
4 Expected Cross Validation Index (ECVI) 6.42
5 ECVI for Saturated Model 7.83
6 ECVI for Independence Model 16.34
7 Model AIC 378.63
8 Saturated AIC 462
9 Independence AIC 1.028
24
10 Normed Fit Index (NFI) 0.89
11 Non Normed Fit Index (NNFI) 0.96
12 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) 0.25
13 Comparative Fit Index (CFI) 0.89
14 Incremental Fit Index (IFI) 0.91
15 Relative Fit Index (RFI) 0.89
16 Goodness of Fit Index (GFI) 0.90
17 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0.90
18 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) 0.74
Sumber: data primer diolah tahun 2007
1. Chi Square dan Probabilitas
Nilai Chi Square menunjukkan adanya penyimpangan antara sampel
covariance matrik dan model (fitted) covariance matrik. Namun nilai chi square ini
hanya akan valid jika asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah
besar (Ghozali, 2005). Chi Square ini merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu
model. Nilai Chi Square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang
sempurna (perfect fit). Probabilitas chi square ini diharapkan tidak signifikan,
sehingga nilai chi square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data
empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun
berdasarkan structural equation modeling, sedangkan nilai probalilitas yang > 0.05
adalah yang diharapkan yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model.
Nilai probabilitas chi square memiliki permasalahan yang fundamental dalam
validitasnya. Probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data
dengan teori (model) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel (Cochran,
1952 dalam Ghozali, 2005). Jika ukuran sampel kecil, maka uji chi square ini akan
menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori yang
mendasarinya. Sedangkan jika ukuran sampel adalah besar, maka uji chi square akan
25
menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori, meskipun
perbedaan tersebut adalah sangat kecil. Sehingga prosedur untuk menilai model fit
hanya dengan menggunakan probabilitas ini kurang dapat dibenarkan (Bentler, 1980
dalam Ghozali, 2005), karena probabilitas dapat dijadikan tidak signifikan dengan
cukup menurunkan nilai chi square, sehingga dibutuhkan indikator-indikator lainnya
untuk menghasilkan justifikasi yang pasti mengenai model fit (Ghozali, 2005)
Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai degrees of freedom sebesar 178
dan nilai Minimum fit function chi square sebesar 360.56, perbandingan antara
degrees of freedom/minimum fit function chi square menghasilkan nilai sebesar 2.02,
hal ini berarti model yang diajukan adalah model yang baik karena nilai yang
dihasilkan masih lebih tinggi daripada batas minimum yang disarankan oleh
Carmines (1981) dalam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2, meskipun jauh lebih rendah
dari batas minimum yang disarankan oleh Wheaton (1977) yaitu sebesar 5.
2. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
Indikator RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model
dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali,
2005) Nilai RMSEA yang kurang dari 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan
nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan
kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005). Sedangkan RMSEA
yang lebih besar daripada 0.1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek. Model
yang diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai RMSEA sebesar 0.015, karena nilai
RMSEA lebih kecil dari batas yang ditetapkan yaitu sebesar 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa model adalah fit.
3. Expected Cross Validation Index (ECVI)
ECVI digunakan untuk mengukur penyimpangan antara fitted (model)
covariance matrik pada sampel yang dianalisis dan kovariance matrik yang diperoleh
pada sampel lain (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005), karena nilai ECVI tidak dapat
26
ditentukan, maka kita tidak dapat memberikan suatu judgment nilai ECVI berapa
yang diharapkan agar model dapat dikatakan baik. Namun nilai ECVI model yang
lebih rendah daripada ECVI yang diperoleh pada saturated model dan independence
model, mengindikasikan bahwa model adalah fit (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005)
Pada penelitian ini dihasilkan nilai ECVI sebesar 6.42, ECVI for saturated
sebesar 7.83, serta EVCI for independence sebesar 16.34, karena nilai ECVI lebih
kecil daripada nilai ECVI saturated dan independence, maka dapat disimpulkan
bahwa odel yang diajukan memiliki kesesuaian yang cukup baik.
4. Akaike Information Criterion (AIC)
AIC digunakan untuk menilai mengenai masalah parsimony dalam penilaian
model fit. Sama seperti ECVI batasan nilai untuk AIC juga tidak dapat ditentukan,
sehingga peneliti tidak dapat menentukan nilai berapa yang harus ditetapkan agar
model memiliki fit yang baik, namun jika nilai AIC model lebih rendah daripada nilai
AIC pada saturated dan lebih rendah daripada AIC independence, maka
mengindikasikan bahwa model adalah fit (Bentler, 1995 dalam Ghozali, 2005)
Model yang diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai AIC sebesar 378.63,
nilai AIC saturated sebesar 462, serta nilai AIC independence sebesar 1.028, karena
nilai AIC pada model lebih kecil daripada AIC for saturated, serta lebih kecil
daripada AIC for independence, maka dapat disimpulkan bahwa model adalah fit.
5. Fit Index
Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler (1980) merupakan salah
satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, NFI memiliki tendensi untuk
merendahkan fit pada sampel yang kecil, Bentler (1990) merevisi indeks ini dengan
nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1, suatu
model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar daripada 0.9
(Bentler, 1992 dalam Ghozali, 2005). Pada model yang diajukan dalam penelitian ini
27
memiliki nilai NFI sebesar 0.89 serta nilai CFI sebesar 0.89, maka dapat disimpulkan
bahwa model yang diajukan memiliki kesesuaian yang kurang baik.
Non Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul akibat kompleksitas model. Akan tetapi karena NNFI adalah ‘non normed’
nilainya bisa lebih besar daripada 1, sehingga susah untuk diintepretasikan (Ghozali,
2005). Meskipun ketiga indeks tersebut dihasilkan oleh output LISREL, tetapi
Bentler (1990) menganjurkan penggunaan CFI sebagai ukuran fit.
Incremental Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimony
dan ukuran sampel, dimana hal tersebut berhubungan dengan NFI. Batas cut-off IFI
adalah 0.9 (Byrne, 1998) dalam Ghozali, 2005), sedangkan Relative Fit Index (RFI)
digunakan untuk mengukur fit model, dimana nilainya adalah antara 0 sampai dengan
1. Pada model penelitian yang diajukan memiliki nilai IFI sebesar 0.91 menunjukkan
bahwa model adalah fit, sedangkan nilai RFI sebesar 0.89 menunjukkan bahwa model
kurang fit.
6. Goodness of Fit Indices (GFI)
Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan
model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar
antara 0 sampai dengan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negatif
tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi, karena model yang memiliki nilai negatif
adalah model yang paling buruk. Nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukkan fit
suatu model yang baik (Diamantopaulus, 2000 dalam Ghozali, 2005). Model yang
diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai GFI sebesar 0.90, karena nilai GFI tidak
lebih besar dari 0.90, maka dapat disimpulkan bahwa model adalah kurang fit.
7. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama seperti GFI, akan tetapi
telah menyesuaikan pengharuh degrees of freedom pada suatu model. Sama seperti
28
GFI, nilai AGFI sebesar 1 berarti model memiliki kesesuaian yang sangat sempurna,
sedangkan model yang fit adalah memiliki nilai AGFI nilai AGFI lebih besar
daripada 0.9 (Diamantopaulus, 2000 dalam Ghozali, 2005). Model yang diajukan
dalam penelitian ini memiliki nilai AGFI sebesar 0.90, karena nilai AGFI tidak lebih
besar dari batas cut-off yang disarankan, maka dapat disimpulkan bahwa model
adalah kurang fit.
Ukuran yang hampir sama dengan AGFI adalah parsimony goodness of fit
index (PGFI) yang telah menyesuaikan dengan dampak dari degree of freedom dan
kompleksitas model. Intepretasi PGFI ini sebaiknya diikuti dengan indeks model fit
lainnya. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6
(Byrne, 1998 dalam Gjozali, 2005)
F. Hasil Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil uji model struktural diketahui bahwa beberapa hipotesis
dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan. Pengujian model dilakukan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh hubungan dari variabel-variabel job enrichment dan
employee recognition, serta kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan dengan melihat t value pada output yang
ada di dalam persamaan ataupun yang terdapat dalam path diagram (Gambar 4.2).
Agar hubungan bermakna signifikan maka nilai t hitung harus lebih besar daripada t
tabel. Hubungan yang signifikan akan ditandai dengan t value yang berwarna hitam
pada path diagram, sedangkan hubungan yang tidak signifikan ditandai dengan t
value yang berwarna merah.
Gambar 4.2
Path Diagram Untuk t Value
29
Dari hasil pengujian hipotesis 1a pada path diagram terlihat bahwa hubungan
antara job enrihment dengan kepuasan memiliki t value sebesar 2.19 (signifikan)
signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna hitam, karena t value lebih
besar dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa job enrichment
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan karyawan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa hipotesis 1a yang menyatakan bahwa job enrichment berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja dapat dibuktikan (Hipotesis 1a diterima).
Dari hasil pengujian hipotesis 1b pada path diagram terlihat bahwa hubungan
antara job enrihment dengan komitmen memiliki t value sebesar 1.71 (tidak
signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna merah,
karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa job
enrichment tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1a yang menyatakan bahwa job
30
enrichment berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan tidak
dapat dibuktikan (Hipotesis 1b ditolak).
Dari hasil pengujian hipotesis 2a pada path diagram terlihat bahwa hubungan
antara employee recognition dengan kepuasan memiliki t value sebesar -1.51 (tidak
signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna merah,
karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa
employee recognition tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan karyawan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2a yang menyatakan bahwa employee
recognition berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tidak dapat dibuktikan
(Hipotesis 2a ditolak).
Dari hasil pengujian hipotesis 2b pada path diagram terlihat bahwa hubungan
antara employee recognition dengan komitmen organisasi memiliki t value sebesar
0.07 (tidak signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna
merah, karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa
employee recognition tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi
karyawan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2b yang menyatakan bahwa
employee recognition berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi tidak
dapat dibuktikan (Hipotesis 2b ditolak).
Dari hasil pengujian hipotesis 3 pada path diagram terlihat bahwa hubungan
antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi memiliki t value sebesar -1.32
(tidak signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna
merah, karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa
kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kepuasan
kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi tidak dapat dibuktikan
(Hipotesis 3 ditolak).
Kemudian untuk mengetahui pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
endogen dapat dilihat pada output persamaan atau dapat dilihat pada koefisien
estimate path diagram (Gambar 4.3). Dari hasil output path diagram terlihat koefisien
31
job enrichment terhadap kepuasan adalah sebesar 0.65, hal ini berarti bahwa job
enrichment berpengaruh signifikan terhadap kepuasan sebesar 0.65. Apabila job
enrichment bertambah 10 satuan, maka kepuasan akan bertambah sebesar 6.5 satuan.
Demikian juga koefisien antara job enrihment dengan komitmen sebesar 0.67,
menunjukkan bahwa job enrichment berpengaruh terhadap komitmen sebesar 0.67.
Apabila job enrichment bertambah 100 satuan, maka komitmen organisasi akan
bertambah 67 satuan, akan tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan. Koefisien antara
employee recognition terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 2.27, menunjukkan
bahwa employee recognition berpengaruh terhadap kepuasan sebesar 2.27. Apabila
employe recognition bertambah sebesar 100 satuan, maka kepuasan akan bertambah
sebesar 22.7 satuan. Koefisien antara employee recognition terhadap komitmen
organisasi adalah sebesar 0.01, menunjukkan bahwa employee recognition
berpengaruh terhadap komitmen organisasi sebesar 0.01. Apabila employee
recognition bertambah sebesar 100 satuan maka komitmen organisasi organisasi akan
bertambah sebesar 1 satuan. Koefisien antara kepuasan dengan komitmen adalah
sebesar 0.46, menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap kepuasan
sebesar 0.46. Apabila kepuasan kerja bertambah sebesar 100 satuan, maka komitmen
organisasi akan bertambah sebesar 46 satuan.
Gambar 4.3
Keofisien Estimate pada Path Diagram
32
G. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas, ditemukan beberapa hubungan
yang tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan antara job enrichment dengan
komitmen organisasi dalam struktur model lebih disebabkan karena hubungan yang
lemah antara keduanya, bukan karena tidak adanya hubungan sama sekali. Hal ini
terlihat pada nilai t value sebesar 1.71 yang berada dibawah nilai batas sebesar 1.96
(dengan tingkat kepercayaan 95 %). Apabila tingkat kepercayaan diturunkan menjadi
90 %, maka nilai batas menjadi 1.68, sehingga nilai t value pada model akan lebih
besar daripada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 1b dapat dibuktikan.
Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan komitmen organisasi,
karyawan perlu diberikan kebebasan untuk merencanakan pekerjaan. Karyawan
dalam UKM juga memerlukan kebebasan untuk mengimplementasikan apa yang
33
telah direncanakan dalam praktek pekerjaan sehari-hari. Selanjutnya salah satu
pendorong agar karyawan memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah adanya
evaluasi dari pimpinan mengenai apa yang telah dikerjakan oleh bawahan, sehingga
dapat diketahui apabila terdapat permasalahan dan ditemukan penyelesaiannya.
Hubungan yang signifikan antara job enrichment dengan kepuasan kerja
disebabkan karena adanya pengaruh yang kuat antara kedua variabel tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan t value sebesar 2.19 yang jauh diatas cut-off yang ditetapkan
sebesar 1.96 (dengan tingkat kepercayaan 95%). Hal ini membuktikan bahwa
hipotesis 1b dapat diterima.
Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja
karyawan, perusahan kecil atau UKM harus memberikan kebebasan dalam
mengembangkan ide, kebebasan dalam merencanakan pekerjaan dan kebebasan
dalam mengimplementasikan apa yang akan dilaksanakan dalam proses pekerjaan.
Untuk meningkatkan kepuasan kerja, karyawan pada UKM juga memerlukan
evaluasi dari pimpinan untuk mengetahui kesalahan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan.
Selanjutnya hubungan yang tidak signifikan antara employee recognition
dengan kepuasan kerja disebabkan karena hubungan yang lemah antara kedua
variabel tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t value sebesar -1.51, karena nilai t
value lebih kecil dari batas yang telah ditetapkan yaitu sebesar -1.96 (dengan tingkat
kepercayaan 95 %), maka hal ini membuktikan bahwa hipotesis 2a tidak dapat
diterima.
Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja
karyawan, perusahan kecil atau UKM tidak hanya memberikan pengakuan atas
prestasi dan penghargaan atas apa yang telah dikerjakan oleh karyawan. Pemberian
pengakuan atas sesuatu yang telah dikerjakan tidak dapat memotivasi karyawan untuk
meningkatkan kepuasan mereka dalam bekerja. Penelitian ini juga membuktikan
bahwa karyawan telah mempersepsikan bahwa pengakuan atas prestasi bukan
merupakan imbalan yang sesuai dengan yang mereka harapan.
34
Hubungan yang tidak signifikan antara employee recognition dengan
kepuasan kerja terjadi karena pengaruh yang sangat lemah diantara dua variabel
tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t sebesar 0.07 yang jauh dibawah batas
minimum yang ditetapkan sebesar 1.96 (dengan tingkat kepercayaan 95 %). Hal ini
membuktikan bahwa hipotesis 2b tidak dapat dibuktikan.
Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan komitmen organisasi
karyawan perlu diberikan penghargaan atas prestasi yang telah dicapai seorang
karyawan yang tidak hanya berupa pengakuan saja, tetapi berupa imbalan lainnya
yang sesuai dengan yang mereka harapkan.
Hubungan yang tidak signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen
organisasi disebabkan karena adanya pengaruh yang lemah diantara kedua variabel
tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan t value sebesar -1.32 yang jauh dibawah batas
minimum yang telah ditetapkan yaitu sebesar -1.96 (dengan tingkat kepercayaan
95%). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis 3 tidak dapat dibuktikan.
Penelitian ini membuktikan bahwa kebebasan yang diberikan kepada
karyawan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan ide yang dimiliki secara
signifikan akan mampu meningkatkan kepuasan kerja. Meskipun kepuasan kerja
meningkat, akan tetapi karyawan tidak memiliki komitmen yang besar terhadap
organisasi, hal ini disebabkan karena pada UKM kemungkinan besar karyawan tidak
memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, pekerjaan yang membosankan
serta pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang yang diminati. Hal tersebut yang
mendasari sebagian besar karyawan di UKM untuk beripndah ke perusahaan lain dan
memiliki keperdulian yang rendah terhadap masa depan organisasi dimana tempat
mereka bekerja.
Hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan teori hirarkhi kebutuhan
menurut maslow, seperti pada gambar 4.4 dibawah ini:
Gambar 4.4
Hirarkhi Kebutuhan Menurut Maslow
35
Self Actualization
Esteem
Affiliation
Security
Psychological
Menurut teori tersebut psychological needs merupakan kebutuhan yang
paling mendasar. Kebutuhan ini berupa kebutuhan pokok yaitu makan, pakaian dan
tempat tinggal, sedangkan esteem needs merupakan kebutuhan yang berada dua
tingkat diatas psychological needs. Esteem needs merupakan kebutuhan atas
penghargaan dari apa yang telah dilakukan, kebutuhan ini baru akan terpenuhi jika
semua tingkatan kebutuhan dibawahnya sudah terpenuhi.
Insentif non finansial merupakan bagian dari esteem needs, karena dalam
insentif non financial reward yang diberikan bukan merupakan pemenuhan
kebutuhan pokok, akan tetapi hanya pemberian penghargaan kepada karyawan.
Sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia bahwa pada kenyataannya masyarakat
yang bekerja sebagai karyawan khususnya UKM adalah golongan menengah
kebawah yang masih sangat kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya.
Kondisi yang terbatas tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat menengah
kebawah tidak mementingkan penghargaan, akan tetapi mementingkan kebutuhan
pokok saja.
36
BAB V
KESIMPULAN
37
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian model dan analisis pada bab sebelumnya serta nilai
rata-rata yang diperoleh dari setiap kuesioner, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut:
Dalam penelitian ini job enrichment memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kepuasan kerja (hipotesis 1a). Apabila job enrichment semakin tinggi, maka
kepuasan akan semakin meningkat. Dengan skor rata-rata sebesar 3.94, maka dapat
disimpulkan bahwa karyawan merasa cukup bebas dalam melaksanakan pekerjaan
serta mudah mengevaluasi hasil kerja mereka sendiri, kondisi seperti ini sangat
diharapkan oleh karyawan, sehingga kepuasan kerja dapat ditingkatkan. Kepuasan
kerja karyawan juga dapat disebabkan karena adanya pekerjaan yang menarik dan
kesempatan untuk mengimplementasikan semua rencana dan ide dalam pekerjaan.
Apabila semua karyawan mulai dengan pekerjaan yang menarik, bebas merencanakan
apa yang akan dikerjakan, serta mengimplementasikan apa yang telah direncanakan,
dan dapat mengevaluasi apa yang telah dikerjakan, maka karyawan akan mencapai
tingkat kepuasan kerja yang optimal.
Job enrichment memiliki hubungan yang signifikan terhadap komitmen
organisasi (hipotesis 1b) pada tingkat kepercayaan 90 %. Hal ini menandakan apabila
job enrichment mengalami peningkatan, maka komitmen organisasi karyawan juga
akan mengalami peningkatan. Dari jawaban yang diberikan dalam kuesioner,
menunjukkan bahwa karyawan merasa bebas dalam melaksanakan pekerjaan dan
mengevaluasi hasilnya, hal ini akan mendorong karyawan untuk memiliki kepedulian
terhadap masa depan organisasi tempat mereka bekerja. Pekerjaan yang menarik juga
merupakan pendorong bagi karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan yang
paling penting adalah karyawan merasa memiliki dan bangga dengan organisasi
dimana mereka bekerja.
Employee recognition memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap
kepuasan kerja (hipotesis 2a), hal ini menandakan apabila employee recognition
bertambah maka kepuasan kerja tidak bertambah secara signifikan. Hal ini berarti
38
bahwa penghargaan yang diberikan atas prestasi yang telah dilakukan yang hanya
dalam bentuk pengakuan, bukan merupakan hal yang diinginkan oleh karyawan.
Pengakuan atas prestasi yang telah dikerjakan tidak dapat meningkatkan kepuasan
karyawan secara signifikan. Meskuipun perusahaan menghargai apa yang telah
dilakukan oleh karyawan, namun hal tersebut ternyata juga tidak mampu
meningkatkan kepuasan karyawan secara signifikan.
Employee recognition juga memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap
komitmen organisasi, hal ini menandakan apabila employee recognition meningkat,
maka komitmen organisasi tidak akan mengalami kenaikan secara signifikan.
Kesimpulan ini dapt dijelaskan bahwa karyawan tidak menginginkan imbalan yang
hanya pengakuan atas prestasi, karyawan menginginkan imbalan yang lebih berarti
dalam hidupnya. Apabila yang didapatkan dalam perusahaan hanya imbalan yang
berupa pujian, maka karyawan akan dengan mudah meninggalkan organisasi, serta
tidak peduli dengan masa depan organisasi dimana mereka bekerja.
Kepuasan kerja memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan komitmen
organisasi (hipotesis 3), hal ini menandakan bahwa apabila kepuasan kerja
mengalami peningkatan, maka komitmen organisasi akan mengalami peningkatan
yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang diberi kebebasan
untuk menggunakan ide dan berkreasi dalam pekerjaan, serta adanya kesempatan
untuk mengembangkan diri tidak menjamin bahwa karyawan tidak akan
meninggalkan organisasi. Kepuasan yang didapat dalam bekerja juga tidak mampu
memotivasi karyawan untuk peduli terhadap masa depan organisasi.
Hasil pengujian yang menunjukkan pengaruh yang signifikan memberikan
fakta bahwa, sebagian besar karyawan yang bekerja pada UKM adalah golongan
yang masih mementingkan kebutuhan pokok saja (psychological needs). Menurut
persepsi sebagian besar karyawan, imbalan berupa penghargaan atas prestasi yang
mereka kerjakan (non financial reward) bukan merupakan imbalan yang tepat,
sehingga tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja dan menjamin karyawan untuk
tidak meninggalkan organisasi.
39
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penelitian ini, diantaranya adalah keterbatasan jumlah responden. Dalam penelitian
ini, peneliti hanya memperoleh 60 responden, tentu saja jumlah tersebut sangatlah
sedikit, sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Jumlah responden yang terbatas
tersebut disebabkan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti, padahal
semakin besar jumlah responden yang didapatkan, hasil penelitian akan semakin
representatif.
Keterbatasan berikutnya adalah banyaknya inntrumen yang tidak valid dalam
pengujian intrumen. Terdapat 3 instrumen yang tidak valid dalam variabel kepuasan
kerja, pertanyaan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang diminati,
kebosanan, dan kesempatan untuk mengembangkan diri ternyata tidak valid. Hal ini
berarti ketiga pertanyaan tersebut tidak mampu mengukur kepuasan kerja karyawan.
Ketidak validan intrumen tersebut mungkin juga disebabkan karena kondisi besar
atau kecilnya lingkup perusahaan. Ketiga pertanyaan tersebut lebih cocok digunakan
untuk perusahaan yang berskala lebih besar dari UKM.
Instrumen pertanyaan untuk variabel employee recognition terdapat satu buah
butir pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan tersebut adalah mengenai penghargaan
atas prestasi akan meningkatkan perstasi. Pertanyaan tersebut mungkin
membingungkan, sehingga responden cenderung menjawab asal-asalan. Sedangkan
instrumen untuk variabel job enrichmen memilki satu butir pertanyaan yang tidak
valid yaitu pertanyaan mengenai tanggung jawab atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan. Pertanyaan tersebut memiliki t value sebesar 1.74 yang lebih kecil dari
batas yang disarankan yaitu 1.96. Akan tetapi pertanyaan tersebut akan valid jika
menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 90%, karena batas yang disarankan adalah
sebesar 1.68.
C. Saran
40
Berdasarkan proses dan hasil dari penelitian yang diperoleh, peneliti
mengakui masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki untuk menunjang
penelitian ini diwaktu yang akan datang, beberapa hal yang dapat disarankan adalah
sebagai berikut:
Penelitian selanjutnya dapat ditambah jumlah sampel hingga 150 orang,
karena jumlah sampel akan mempengaruhi hasil akhir penelitian. Pada penelitian
selanjutnya diharapkan dapat ditambah satu variabel seperti managerial skill,
dukungan organisasi dan lain-lain, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih
baik mengenai pengaruh insentif non finansial terhadap kepuasan kerja dan komitmen
organiasi.
Penelitian selanjutnya dapat menggali lebih jauh komponen insentif non
finansial lainnya yang mampu memberikan pengaruh lebih besar terhadap kepuasan
kerja dan komitmen organisasi karyawan UKM. Dengan melakukan wawancara
langsung akan sangat membantu mengevaluasi komponen insentif non finansial apa
saja yang diinginkan karyawan, serta akan membantu pengukuran konstruk variabel
menjadi lebih valid dan reliabel.
Menyediakan waktu yang cukup dalam menyebarkan kuesioner dan
melakukan pendekatan yang lebih personal baik dengan pihak manajer maupun
karyawan untuk meningkatkan jumlah responden.
Perusahaan yang berada dalam golongan Usaha Kecil dan Menegah agar
mempu meningkatkan kepuasan kerja karyawan dengan memberikan alternatif
imbalan selain insentif non finansial sehingga peningkatan kepuasan kerja karyawan
akan diikuti oleh komitmen organisasi yang semakin baik. Adanya kepedulian
karyawan terhadap organisati dimana mereka bekerja, maka akan mengurangi turn
over karyawan sehingga kinerja perusahaan secara keseluruhan akan semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Allen & Meyer (1990) The Measurement & Antecedent of Afective, Continuance & Normative Commitment to The Organization. Journal Of Occupational Psychology, 63
41
Anoraga, Sudantoko. Joko S. (2002) Koperasi, kewirausahaan, dan usaha kecil. Bhineka Cipta. Edisi Pertama.
Appelbaum. Kamal R. (2000) An Analysis of The Utilization & Effectiveness of non Financial Incentive on Small Bussiness. Journal of Management Development. p 733-763
Appelbaum. Shapiro BT.(1991) Pay for Performance Implementation of Individual and Group Plans. Journal of Management Development p 77-81
Dalton DR. Todor WD. (1993) Turn Over, Transfer, Absteeism and Independent Perspective. Journal of Management p 193-219
Gomez-Meija. Welbourne M. (1988) Compensation Strategy An Over View & Future Steps. Human Resource Planing p 173-190
Gaskill LR. Van Auken. Manning RA. (1993) A Factor analytic Study of The Percheived Causes of Small Bussiness Failure. Journal of Small Bussiness Management p 19-31
Ghozali Imam (2005) Struktural Equation Modeling Dengan Program LISREL 8.54, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Greensing L.(1996) When The Carrot Cant Be Cash. Security Management p 143-149
Greenberg J. Baron RA.(2001) Behavior in Organization. Prentice Hall International 7th Edition
Grund C. Sliwka D. (2001) The Impact of Wage Incrases on Job Satisfaction-Empirical Evidence & Theoritical Implications. Discussion Papper 387
Heller R. Hindle (1998) Essencial Manager Manual. D.K. Publishing New York . NY
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2000) Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi 1, BPFE, Yogyakarta
Knoop R. (1995) Relationships Between Job Involvement, Job Satisfaction & Organizational Commitment for Nurses. Journal of Psychology Interdisciplinary & Apllied, 129 (6) 643-649
Kran L. (1992) Moderating Effect of Locus Of Control on Performance Incentives & Participation. Human Relations p 991-1012
42
Lewis D. Brazil K. Krueger. Lochfeld. Tjam E. (2001) Extrinsic and Intrinsic eterminants of Quality of Work Life. Leadership in Healt Services p 9-15
Locke, (1976)The Nature & Causes of Job Satisfaction in MD Dunnete (ed) Handbook of Industrial and Organizational Psycology. Chicago. Rand Mc Nally Pub. Co
Nicholson GC. (1998) Keeping Inovation Alive. Research Technology Management
Oshagbemi T. (2000) Correlates of Pay of Satisfaction in Higher Education. The International Journal of Educational Management 14 p 31-39
Reed SA. Katcman. Strawser (1994) Job Satisfaction Organizational Commitment & Turn Over Intentions of United States Accountant The Impact of Locus of Control & Gender. Accounting & Auditing & Accountability Journal p 31-58
Robbin SP. (1998) Organizational Behavior : Concept Controversies, Application. Prentice Hall International 8th Editions
Setiawan dan Ghozali. (2005) Pengaruh Multi Dimensi Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar dalam Setting Akuntan Publik. Usahawan No 04.39-44
Simmons ES. (2005) Predictors of organizational Commitment Among Staff in Assisted Living. The Gerontologies. Vol 45 (2) 196-206
Spector. Paul E. (1982) Behavior in Organization as A Function of Employees Locus Of Control. Psychologycal Bulletin p 482-497
Widyandono Hengky. (2003) Dampak Locus Of Control terhadap Pengaruh insentif non finansial pada kepuasan kerja raryawan UKM. Tesis. Program Magister Sains. FE. UGM
Wyer P. Mason J. (1999) Empowerment in Small Bussiness. Participation & Empowerment. An International Journal p180-193
KUESIONER
Identitas Responden :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Umur : 1. 20-29 tahun 2. 30-39 tahun
43
3. 40-49 tahun 4. diatas 50 tahun
Lama Bekerja : 1. 1-5 tahun 2. 6-10 tahun
3. 11-15 tahun 4 diatas 16 tahun
Jumlah Karyawan dalam perusahaan ;
Petunjuk Pengisian
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda silang pada kolom yang
telah disediakan untuk 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju)
Daftar Pertanyaan
Kepuasan
Pertanyaan 1 2 3 4 5
1 Pekerjaan yang anda lakukan sesuai dengan bidang yang anda minati
2 Pekerjaan yang anda lakukan tidak membosankan
3 Ada kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
4 Ada kebebasan untuk menggunakan ide
5 Ada manfaat dari pekerjaan yang saya lakukan
6 Ada kesempatan untuk mengembangkan diri
Job Enrichment
Pertanyaan 1 2 3 4 5
1 Apakah anda tertarik dengan pekerjaan yang anda lakukan
2 Apakah anda bebas merencanakan pekerjaan
44
3 Apakah pekerjaan yang telah direncanakan dapat di implementasikan
4 Apakah hasil pekerjaan dapat anda evaluasi
5 Apakah anda bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang anda
laksanakan
Employee Recognition
Pertanyaan 1 2 3 4 5
1 Perusahaan menghargai apa yang sudah anda kerjakan
2 Pengakuan atas prestasi merupakan imbalan yang tepat bagi anda
3 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan prestasi
4 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan kepuasan anda
5 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan komitmen
Komitmen
Pertanyaan 1 2 3 4 5
1 Nilai-nilai yang saya anut sama dengan nilai-nilai perusahaan / organisasi
2 Saya senantiasa merasa bangga menyatakan pada orang lain bahwa saya
bekerja pada perusahaan/organisasi ini
3 Jika terjadi perubahan yang tidak baik, saya akan meninggalkan organisasi
ini
4 Pilihan saya terhadap organisasi tempat saya bekerja sudah tepat dengan
tugas yang sudah saya pertimbangkan pada saat akan bergabung
5 Kepedulian saya terhadap masa depan organisasi dimana saya bekerja
sangat besar
PENGARUH JOB ENRICHMENT DAN EMPLOYEE RECOGNITION
TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN
45
ORGANISASI KARYAWAN
USULAN PENELITIAN
OLEH
Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi
46
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
MARET 2007
Halaman Persetujuan
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH JOB ENRICHMENT DAN EMPLOYEE RECOGNITION
TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN
ORGANISASI KARYAWAN
Oleh
Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi
Disetujui Untuk Diusulkan
Kepada Kopertis Wilayah V Di Yogyakarta
Pembimbing
47
Tri Siwi N, SE, MSi
NIP 132049004
HALAMAN PENGSAHAN
1. Judul Penelitian Pengaruh Job Enrichment dan Employee
Recognition Terhadap Kepuasan Kerja
dan Komitmen Organisasi Karyawan
2. Bidang Kajian Sumberdaya Manusia
3. Data Peneliti :
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. NIS
d. Prodi
e. Fakultas
f. Universitas
g. Alamat
h. Telp
i. Email
Dekeng Setyo B, SE, MSi
Laki-laki
063100192
Akuntansi
Ekonomi
Universitas PGRI Yogyakarta
Pakel Mulyo UH V/405 Yogyakarta
081 2281 6000
4. Lama Penelitian 5 bulan (April sd Agustus 2007)
5. Biaya (kopertis wilayah V) Rp 1.500.000 (satu juta limaratus ribu
rupiah)
48
Mengetahui Yogyakarta, 6 Maret 2007
Dekan Fakultas Ekonomi Peneliti
Sukhemi, SE Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi
NIS 023100168 NIS 063100192
Menyetujui
Ketua LPPM
Dra. Murdjanti, M.Pd
NIP. 130839122
49