insentif non finasial

74
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, kompetisi global dan perdagangan bebas menuntut sumber daya manusia yang handal yang mampu beradaptasi dengan berbagai situasi perubahan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memilih sumber daya yang berkualitas dan mempertahankan sumber daya manusia yang sudah ada dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk dapat mempertahankan sumber daya yang ada, perusahaan dituntut untuk meningkatkan kepuasan karyawan, meningkatkan komitmen organisasi karyawan dan memberikan keamanan kerja bagi karyawan, Widiandono (2003). Kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh kepuasan gaji (Grund, 2001. Oshagbemi, 2000). Bagi perusahaan yang besar memberikan gaji yang tinggi akan relatif lebih mudah karena adanya sumberdaya finansial yang memadai, akan tetapi bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan mengalami kendala, karena terbatasnya sumberdaya finansial. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya tingkat kepuasan dan komitmen organisasi karyawan usaha kecil. 1

Transcript of insentif non finasial

Page 1: insentif non finasial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya

manusia yang dimiliki, kompetisi global dan perdagangan bebas menuntut sumber

daya manusia yang handal yang mampu beradaptasi dengan berbagai situasi

perubahan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu memilih sumber daya yang

berkualitas dan mempertahankan sumber daya manusia yang sudah ada dalam

mencapai tujuan organisasi. Untuk dapat mempertahankan sumber daya yang ada,

perusahaan dituntut untuk meningkatkan kepuasan karyawan, meningkatkan

komitmen organisasi karyawan dan memberikan keamanan kerja bagi karyawan,

Widiandono (2003).

Kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh kepuasan gaji (Grund, 2001.

Oshagbemi, 2000). Bagi perusahaan yang besar memberikan gaji yang tinggi akan

relatif lebih mudah karena adanya sumberdaya finansial yang memadai, akan tetapi

bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan mengalami kendala, karena terbatasnya

sumberdaya finansial. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya tingkat kepuasan dan

komitmen organisasi karyawan usaha kecil. Anoraga (2002) menyatakan bahwa

masalah sumber daya manusia pada usaha kecil adalah sulitnya mencari dan

mempertahankan tenaga kerja yang memiliki loyalitas, kedisiplinan, kejujuran dan

tanggung jawab yang tinggi. Karyawan yang memiliki kejujuran dan disiplin akan

cenderung lebih cepat berpindah kerja untuk mencari insentif yang lebih tinggi atau

membagi waktu bekerja dengan pekerjaan lain. Hal ini akan sangat mengganggu

usaha kecil.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya UKM harus pandai menarik

dan mempertahankan karyawan dalam kondisi keuangan yang terbatas, sehingga

memerlukan alternatif penggajian (reward), yaitu dengan insentif non finansial,

1

Page 2: insentif non finasial

Appelbaum (1991). Appelbaum (2000) menyatakan bahwa perusahaan kecil bisa

mengoptimalkan imbalan ekstrinsik non finansial yang sesuai untuk dipergunakan

sebagai pendorong serta menarik dan mempertahankan sumber daya manusia yang

berkeahlian agar tidak berpindah. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala finansial

yang terbatas, insentif non finansial menjadi alat yang sangat penting agar karyawan

betah dan puas pada pekerjaannya.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh tambahan bukti empiris mengenai

pengaruh insentif non financial (job enrichment, employee recognition) terhadap

kepuasan kerja dan komitmen organisasi karyawan. Beberapa penelitian telah

membuktikan bawa insentif non financial memberikan kontribusi yang sangat besar

terhadap kepuasan kerja karyawan, dan kepuasan kerja berpengaruh pada komitmen

organisasi.

B. Perumusan Masalah

Pimpinan UKM perlu mengidentifikasi sumber-sumber yang mampu

memotivasi pekerja secara efektif sehingga sesuai dengan kondisi dan kemampuan

suatu usaha. Keberhasilan sebuah program insentif sebagai bentuk pemotivasi yang

dilakukan oleh organisasi sangat tergantung tingkat kesesuaian program dengan

kebutuhan pekerja atau karyawan.

Appelbaum (2000) menyimpulkan adanya sumber-sumber motivasi yang

efektif dari insentif non finansial yang secara signifikan dapat mempengaruhi

kepuasan kerja karyawan UKM. Untuk meningkatkan kualitas pengaruh program

insentif non finansial, pimpinan UKM perlu mengetahui karakteristik karyawan

sebagai tolak ukur keberhasilan program tersebut. Tujuan program insentif non

finansial pada dasarnya adalah untuk mempengaruhi perilaku karyawan atau pekerja

agar berkinerja lebih baik, Oleh karena itu dirumuskan suatu permasalahan apakah

terdapat pengaruh yang signifikan antara insentif non finansial dengan kepuasan kerja

dan komitmen organisasi.

2

Page 3: insentif non finasial

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka diambil suatu tujuan penelitian

yaitu :

1. Mengetahui pengaruh insentif non finansial terhadap kepuasan.

2. Mengetahui pengaruh insentif non financial terhadap komitmen.

3. Mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen

organisasi

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah bukti empiris tentang hubungan insentif non financial

dengan kepuasan dan komitmen

2. Sebagai masukan bagi pimpinan UKM dalam mendisain sistem

insentif untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan

3. Sebagai salah satu acuan yang mungkin dapat digunakan untuk

penelitian lebih lanjut.

3

Page 4: insentif non finasial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Insentif non Finansial

Sistem pembayaran (pay system) adalah mekanisme integrasi penting melalui

usaha individu yang diarahkan pada sasaran strategis organisasi dan ketika hal ini

dapat dilakukan dengan tepat akan menjadipendukung terhadap efektifitas organisasi

(Gomez 1988 dalam Widiandono 2003). Untuk mencapai tujuan organisasi yang

efisien dan efektif, pimpinan UKM perlu menentukan strategi kompensasi yang tepat

yang dapat diterapkan pada karyawan agar sesuai dengan tujuan organisasi. Sistem

pembayaran merupakan mekanisme penting untuk mengarahkan pekerja pada sasaran

strategi organisasi yang tepat sehingga mendukung efektifitas organisasi, Gomez

(1988) Apabila strategi kompensasi tidak tepat, sebagai bentuk motivator bagi

karyawan, usaha manajerial untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan relevansi

motivator dapat menjadi tidak tepat untuk mengobati organisasi yang sakit (Savey,

1996 dalam Widiandono, 2003)

Strategi kompensasi merupakan daftar pilihan pembayaran yang bisa

dilakukan oleh manajeman dalam kondisi tertentu yang memberikan dampak pada

kinerja organisasi dan efektifitas penggunaan sumber daya manusia. Dari perspektif

tersebut, tingkat sukses dari berbagai macam pilihan pembayaran tergantung pada

kondisi yang dihadapi organisasi pada waktu tertentu (Balkin, 1987 dalam

Widiandono, 2003).

Kompensasi bisa terdiri dari kompensasi berupa uang (financial reward) dan

bukan uang (non financial reward). Secara umum perusahaan akan menggunakan

financial reward sebagai pemotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas dan

kepuasan kerja karyawan. Akan tetapi berbagai penelitian telah membuktikan bahwa

financial reward bukan satu-satunya alat pemotivasi pekerja, terdapat beberapa

motivator lain (non financial reward) yaitu : employee recognition, work it self,

4

Page 5: insentif non finasial

growth, responsibility dan advancement (Linkert, 1961. Appelbaum, 2000). Bahkan

menurut Lawler, 1983 dalam Widiandono, 2003) mengatakan bahwa perusahaan bisa

memperoleh nilai kompetitif yang tinggi jika mereka mengkombinasikan sistem

pembayaran yang baik dengan imbalan intrinsik (recognition, achievement, dan

lainnya) untuk mencapai kebutuhan psikologis dari pekerja potensial yang diharapkan

dan ingin dipertahankan perusahaan.

Insentif non finansial merupakan bentuk reward yang dapat berupa ekstrinsik

reward yang berasal dari orang lain (financial reward, interpersonal reward,

promosi) dan berupa intrinsik reward yang diperoleh dari dalam diri sendiri

(completion, achievement, authonomy, personal growth) Appelbaum (2000)

2. Kepuasan Kerja

Menurut Osagbemi (2000) kepuasan kerja mengacu pada sebuah reaksi

emosional positif individu terhadap pekerjaan tertentu. Reaksi tersebut merupakan

reaksi affective terhadap sebuah pekerjaan yang merupakan hasil dari perbandingan

antara hasil aktual dengan apa yang diharapkan akan diperoleh.

Kepuasan kerja dirasakan menjadi sangat penting mempengaruhi perilaku

yang berkaitan dengan pekerjaan seperti produktivitas dan perputaran karyawan.

Porter dan Lowler (1968) menyatakan bahwa kinerja karyawan akan meningkat

apabila karyawan merasakan keadilan dan imbalan ekstrinsik (gaji, promosi) dan

imbalan intrinsik (perasaan terhadap apa yang telah di capai) kondisi ini akan

mengarah pada tingkat kepuasan yang tinggi.

Ketidakpuasan kerja juga menyebabkan seseorang mencari cara untuk

menghindari pekerjaan atau employee withdrawal. Dua bentuk employee withdrawal

adalah absentism dan voluntary turn over. Dengan tidak muncul di tempat kerja dan

menyatakan keluar dari pekerjaan untuk mencari pekerjaan baru merupakan wujud

ekspresi ketidakpuasan terhadap pekrjaan dari aspek yang tidak menyenangkan yang

mereka alami (Greenberg dan Baron, 2000 dalam Widiandono, 2003). Meskipun

absentism bukanlah merupakan reaksi yang dapat diandalkan secara sempurna

5

Page 6: insentif non finasial

terhadap adanya ketidak puasan kerja, namun absentism adalah akibat yang paling

penting dari ketidakpuasan kerja.

Ketidak puasan akan mengarahkan pekerja untuk berfikir tentang keluar dari

organisasi, kemudian hal ini akan mengarahkan pada keputusan untuk mencari

pekerjaan lain. Jika pencarian ini sukses, seseorang akan mengembangkan keinginan

yang pasti untuk keluar dari organisasi. Kondisi perekonomian juga akan

mempengaruhi voluntary turn over, semakin tinggi tingkat pengangguran, maka akan

semakin rendah korelasi antara kepuasan kerja dengan voluntary turn over. Menurut

Greenberg dan Baron (2000) dalam Widiandono (2003) usaha yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kepuasan kerja adalah dengan menciptakan pekerjaan yang

menarik, menciptakan sistem pembayaran yang adil, menempatkan orang sesuai

dengan bidang yang di minati, serta dapat menghindari kebosanan.

Secara umum kepuasan kerja berkaitan dengan pembayaran atau gaji, akan

tetapi dalam usaha kecil dan menengah (UKM) memberikan pembayaran atau gaji

yang besar sangat sulit di realisasikan karena terbatasnya sumber financial

perusahaan. Salah satu alternatif meningkatkan kepuasan karyawan adalah dengan

memberikan insentf non financial.

3. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi secara umum dapat diartikan sebagai keterikatan

karyawan pada organisasi dimana karyawan tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan

oleh organisasi agar sumberdaya manusia yang kompeten dalam organisasi dapat

terjaga dan terpelihara dengan baik, Desiana (2006). Komitmen organisasi dipandang

sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat

memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha

memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi

mencapai tujuannya.

Komitmen organisasi juga dipandang sebagai keterikatan emosional seseorang

terhadap organisasi, dan pertimbangan untung atau rugi apabila karyawan

6

Page 7: insentif non finasial

meninggalkan organisasi. Komitmen organisasi juga berkaitan dengan perasaan

karyawan terhadap keterikatan untuk terus menerus bekerja pada organisasi, Desiana

(2006).

Porter, dkk (dalam Setiawan dan Ghozali, 2005) mengemukakan bahwa

komitmen organisasi sebagai kekuatan relative individual terhadap suatu organisasi

dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu yang dicirikan dengan tiga factor

psikologis yaitu :

a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi

b. Keinginan untuk berusaha mempertahankan organisasi

c. Kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi.

4. Hubungan Insentif non Finansial dengan Kepuasan Kerja

Beberapa penelitian menemukan bukti yang berbeda berkaitan dengan insentif

non finansial dan kepuasan kerja. Appelbaum (2000) melakukan penelitian terhadap

perusahaan kecil dan menengah dengan karyawan kurang dari 100 orang. Hasil

penelitian menyatakan bahwa variabel insentif non finansial (job enrichment,

employee recognition, pay equity, managerial skill) secara signifikan mempengaruhi

kepuasan kerja karyawan.

Peneliti lain Lewis (1999) melakukan penelitian terhadap variabel non

finansial dan kepuasan kerja. Hasil penelitian membuktikan bahwa pay benefit,

supervisor style, communication berpengaruh signifikan terhadap kepuasan.

Menurut Appelbaum (2000) terdapat beberapa variabel utama dari insentif

non finansial yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan umum Usaha Kecil

Menegah. Variabel tersebut merupakan kesatuan elemen terpenting dalam program

insentif non finansial, semakin elemen tersebut mampu di ciptakan oleh perusahaan

maka akan menghasilkan kepuasan kerja yng efektif bagi perusahaan. Elemen

tersebut adalah job enrichment, employee recognition, managerial skill,

7

Page 8: insentif non finasial

5. Hubungan Antar Variabel dan Hipotesis

a. Job Enrichment dengan kepuasan dan komitmen

Job enrichment merupakan suatu jenis program inovatif yang di disain untuk

kepentingan membuat pekerjaan menjadi menarik dan memuaskan. Menurut

Greenberg (2001) job enrichment adalah praktek dengan memberikan pekerja sebuah

pengendalian kerja, dari perencanaan, pengorganisasian sampai dengan implementasi

dan evaluasi hasil pekerjaan.

Kegiatan job enrichment dimaksudkan untuk mengorganisasikan tugas

sehingga karyawan mampu menyelesaikan aktifitas kerja, meningkatkan kebebasan

karyawan, meningkatkan tanggung jawab, memberikan feedback, sehingga karyawan

mampu menaksir dan mengoreksi kinerja sendiri, (Hachman, Odman 1980 dalam

Robbin 1998). Job enrichment merupakan cara terbaik untuk meningkatkan motivasi

kerja dan produktifitas, menurut pandangan ini jika pekerjaan memberikan rasa

tanggung jawab, karyawan akan memiliki motivasi dan kinerja yang tinggi,

Greensing (1996). Appelbaum (2000) menyatakan bahwa job enrichment mampu

meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

Masalah diskripsi pekerjaan adalah masalah yang banyak dialami para pekerja

atau karyawan UKM, para pimpinan belum menyadari pentingnya pembagian tugas

yang jelas. Pimpinan tidak menyadari bahwa sumber daya manusia adalah hal yang

sangat penting dalam organisasi dan masih menganggap sumberdaya manusia hanya

sebagai alat produksi, akibatnya karyawan tidak mengetahui tugas dan tanggung

jawab yang sebenarnya, serta cara mengevaluasi keberhasilan atas pekerjaan. Kondisi

ini akan menciptakan ketidak puasan, Anoraga Sudantoko (2002).

Selanjutnya menurut simmons, (2005) kepuasan kerja karyawan dapat

menjadi prediktor komitmen organisasi, atau dengan kata lain komitmen organisasi

dengan kepuasan kerja mempunyai korelasi yang positif. Hal ini berarti untuk dapat

meningkatkan komitmen organisasi karyawan, perusahaan harus mampu memenuhi

dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Dari beberapa penelitian tersebut maka

dibuat suatu hipotesis sebagai berikut :

8

Page 9: insentif non finasial

H1.a : Job enrichment berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

H1.b : Job enrichment berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasi

b. Employee Recognition

Employee recognition adalah sebuah pengakuan terhadap apa yang telah di

capai oleh karyawan. Penghargaan ini dapat mengakibatkan meningkatnya

kepercayaan diri serta dapat menjadi reward bagi mereka, Heller & Hindle (1998).

Pendekatan ini memberikan pengertian bahwa individu membutuhkan penghargaan

atas pencapaian prestasi pekerjaan, sehingga penghargaan terhadap pencapaian kerja

merupakan cara penting untuk memuaskan kebutuhan atas penghargaan (esteem

need) karyawan, Greenberg & Baron (2001)

Appelbaum (2000) menyatakan bahwa dengan memberikan penghargaan atas

prestasi karyawan, banyak kebutuhan psikologis dan motivasional karyawan tercapai,

sehingga meningkatkan kinerja. Ketiadaan penghargaan terhadap pekerja akan

menyebabkan sumber turn over dan perusahaan akan kurang inovatif serta kinerja

yang sangat rendah, Dalton (1993)

Penghargaan terhadap karyawan bisa menjadi salah satu jenis imbalan yang

paling efektif, selain murah, hal ini sangat populer pada perusahaan kecil atau UKM.

Perusahaan kecil bisa menggunakan penghargaan secara kreatif untuk

mempertahankan karyawan dan menarik karyawan baru, Greenberg (2001).

Budaya feodal dan kapitalis sangat menghambat implementasi program

penghargaan karyawan pada UKM. Hal ini mengakibatkan hubungan yang kurang

baik antara pimpinan dan karyawan, apa yang dicapai karyawan sering di anggap

sebagai kewajiban tanpa ada penghargaan lain selain gaji, sehingga karyawan tidak

merasakan kepuasan kerja, Anoraga (2002). Knop (1995) menyatakan bahwa kpuasan

kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Apabila karyawan merasa

apa yang telah dilakukan terhadap perusahaan sangat banyak dan karyawan

memperoleh penghargaan atas pekerjaan itu, maka karyawan akan merasa puas. Hal

9

Page 10: insentif non finasial

ini secara otomasit akan meningkatkatkan komitmen organisasi. Berdasarkan

kesimpulan diatas dapat diambil suatu hipotesis yaitu :

H2a : Employee recognition berpengaruh signifikan terhadap kepuasan.

H2b : Employee recognition berpengaruh signifikan terhadap komitmen

Organisasi

6. Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi

Menurut penelitian Simmons, (2005) bahwa kepuasan kerja merupakan

variable predictor dari komitmen organisasi, jika kepuasan kerja karyawan terpenuhi

maka komitmen organisasi karyawan akan meningkat, sehingga kesadaran karyawan

untuk tetap mempertahankan organisasi akan sebakin bertambah.

Penelitian yang dilakukan oleh Desiana, (2006) terhadap 112 orang asisten

dosen di Universitas Indonesia juga membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh

signifikan terhadap komitmen organisasi. Semakin puas asisten dosen terhadap

Universitas, maka akan semakin kuat komitmen organisasinya.

Peneliti lain yang menyatakan bahwa komitmen organisasi karyawan sangat

dipengaruhi oleh kepuasan karyawan atas apa yang telah diperoleh dibandingkan

dengan harapan adalah Knoop, (1995). Dari beberapa penelitian diatas maka diajukan

satu hipotesis yaitu :

H3 : Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen

organisasi

B. Model Penelitian

Berangkat dari landasan teori dan hasil hasil penelitian terdahulu mengenai

hubungan antara insentif non finansial, dengan kepuasan kerja dan komitmen

organisasi, serta berdasarkan pada beberapa hipotesis yang telah diajukan maka

diambil suatu model penelitian seperti pada gambar 2.1.

10

Page 11: insentif non finasial

Hubungan antara Insentif non Finansial,

Kepuasan Kerja dan Komitmen

11

S1

S2

S3

S4

S5

A1

A2

A3

A4

A5

K1

K2

K3

K4

K5

K6

Q4

Q3

Q2

Q1

Q5

Job enrichment

EmployeeRecognitio

n

Kepuasan

Komitmen

Page 12: insentif non finasial

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek / subyek penelitian

Obyek penelitian menunjukkan lokasi atau tempat penelitian, dalam hal ini

obyek penelitian adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berada di Kodya

Yogyakarta. Sampel penelitian adalah target populasi atau sampel penelitian yang

relevan dengan tujuan penelitian, dalam hal ini subyek penelitian adalah karyawan

yang bekerja di UKM di Kodya Yogyakarta.

B. Jenis dan Tehnik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data primer

adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti. Tehnik pengumpulan data

dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey yaitu dengan penyebaran

kuesioner kepada karyawan yang bekerja pada UKM di Kodya Yogyakarta.

C. Tehnik Pengambilan Sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan tertentu. Sedangkan

metode pengambilan sampel adalah convenience sampling yaitu penarikan sampel

berdasar keinginan peneliti sesuai dengan tujuan tertentu Indriantoro, Supomo (2000).

D. Definisi operasional Variabel

1. Job Enrichment

Intrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang

dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 5 item pertanyaan

dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat

setuju).

12

Page 13: insentif non finasial

2. Employee Recognition

Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang

dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 5 item pertanyaan

dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat

setuju).

3. Kepuasan

Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang

dikembangkan oleh Appelbaum (2000) yang terdiri dari 6 item pertanyaan

dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat

setuju).

4. Komitmen

Instrumen penelitian ini mengadopsi butir-butir pertanyaan yang

dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990) yang terdiri dari 5 item

pertanyaan dengan skala likert 5 poin, 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan

5 (sangat setuju).

BAB IV

13

Page 14: insentif non finasial

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Profil Responden

Responden penelitian ini adalah para karyawan yang bekerja pada Usaha

Kecil Menengah (UKM) di Kodya Yogyakarta. Keterbatasan waktu yang dimiliki

oleh peneliti mengakibatkan terbatasnya jumlah responden yang dapat digunakan

dalam penelitian. Dalam penelitian ini responden yang digunakan adalah sebanyak 60

orang. Kesulitan yang dihadapi dalam memperoleh responden adalah karena waktu

yang terbatas dan keengganan responden dalam mengisi kuesioner. Jumlah responden

ini sudah dapat diterima, karena ukuran sampel yang sesuai dengan disain penelitian.

Berikut ini adalah gambaran mengenai responden penelitian:

Tabel 4.1 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Pria 36 60 %

Wanita 24 40 %

Total 60 100 %

Sumber: data primer diolah tahun 2007

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 60 responden yang

digunakan dalam penelitian, jumlah responden terbanyak adalah responden laki-laki

dengan jumlah 36 orang atau 60 %, sedangkan responden wanita hanya berjumlah 24

orang atau 40 %. Data umur responden dapat dilihat pada tebel dibawah ini:

Tabel 4.2 Umur Responden

Umur Jumlah Persentase

20-29 tahun 8 14 %

30-39 tahun 28 46 %

14

Page 15: insentif non finasial

40-49 tahun 14 24 %

Lebih dari 50 tahun 10 16 %

Total 60 100 %

Sumber: Data primer diolah tahun 2007

Beerdasarkan segi usia, responden yang berpartisipasi paling banyak adalah

pada rentang usia 30 sampai dengan 39 tahun atau sebesar 46 %. Sedangkan

responden yang berusia 40 sampai dengan 49 tahun hanya sebanyak 14 orang atau 24

%. Berikutnya adalah responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang

atau 16 %, serta responden yang berusia antara 20 sampai denga 29 tahun sebanyak 8

orang atau sebesar 14 %.

Tabel 4.3 Masa Kerja Responden

Masa Kerja Jumlah Persentase

1- 5 tahun 30 50 %

6-10 tahun 14 24 %

11-15 tahun 12 20 %

Lebih dari 16 tahun 4 6 %

Total 60 100 %

Data primer: diolah tahun 2007

Untuk masa kerja responden, dari 60 orang yang paling banyak berpartisipasi

adalah responden yang memiliki masa kerja antara 1 sampai dengan 5 tahun yaitu

sebanyak 30 orang atau 50 %, berikutnya adalah responden dengan masa kerja antara

6 sampai dengan 10 tahun sebanyak 14 orang atau 24 %, responden dengan masa

kerja antara 11 sampai dengan 15 tahun sebanyak 12 orang atau 20 %, dan responden

yang paling sedikit berpartisipasi adalah responden dengan masa kerja diatas 16 tahun

yaitu sebanyak 4 orang atau sebesar 6 %.

15

Page 16: insentif non finasial

B. Analisis Data

Analisis diskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran demografi

responden dan diskripsi mengenai variabel penelitian yaitu employee recognition (a),

job enrichment (s), kepuasan (k), dan komitmen organisasi (q) dengan menggunakan

tabel distribusi frekuensi yang menunjukkan mean dari variabel yang diteliti.

Tabel 4.4

Rata-rata tiap dimensi Pertanyaan

Descriptive Statistics

60 3 5 3.98 .624

60 3 5 3.87 .791

60 3 5 3.88 .691

60 3 5 4.00 .759

60 3 5 3.98 .651

60 16 24 19.72 2.394

60 3 5 3.93 .733

60 3 5 3.97 .736

60 3 5 3.98 .748

60 3 5 4.00 .664

60 3 5 3.95 .622

60 16 24 19.83 2.505

60 3 5 3.90 .730

60 3 5 4.02 .624

60 3 5 3.87 .676

60 3 5 3.90 .573

60 3 5 3.92 .561

60 3 5 3.77 .533

60 19 28 23.37 2.314

60 3 5 3.67 .510

60 3 5 3.95 .723

60 3 5 3.98 .676

60 3 5 3.87 .791

60 3 5 3.82 .748

60 12 20 15.62 2.278

60

s1

s2

s3

s4

s5

enrich

a1

a2

a3

a4

a5

employe

k1

k2

k3

k4

k5

k6

kepuasan

q1

q2

q3

q4

q5

komitmen

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Data primer: diolah tahun 2007

16

Page 17: insentif non finasial

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat dari nilai rata-rata responden dalam menjawab

dan mempersepsikan variabel job enrichmen tidak terlalu tinggi, dengan 5 buah

instrumen pertanyaan memiliki nilai rata-rata masing-masing (3.98; 3.87; 3.88; 4.00;

3.98), sedangkan rata-rata total untuk kelima pertanyaan job enrichment adalah

sebesar 3.94, hal ini berarti bahwa rata-rata responden mempersepsikan variabel job

enrichment cukup baik.

Dari sisi variabel employee recognition diperoleh rata-rata jawaban untuk

kelima pertanyaan masing-masing (3.93; 3.97; 3.98; 4.00; 3.95), sedangkan rata-rata

total untuk kelima pertanyaan employee recognition adalah sebesar 3.96, sedikit lebih

tinggi dari rata-rata job enrichment, hal ini berarti variabel employee recognition

dipersepsikan oleh responden dengan cukup baik.

Dari enam dimensi kepuasan kerja, terdapat dimensi yang memiliki rata-rata

cukup rendah yaitu sebesar 0.77, yaitu untuk intrumen pertanyaan kesempatan

mengembangkan diri. Instrumen ini kemungkinan menjadi sumber ketidakpuasan

responden karena keadaan dalam perusahaan memang tidak memungkinkan untuk

mengembangkan diri. Rata-rata untuk keenam intrumen pertanyaan adalah sebesar

3.89, hal ini berarti variabel kepuasan kerja dipersepsikan cukup baik oleh responden.

Dari lima dimensi komitmen organisasi terdapat dimensi yang memiliki rata-

rata cukup rendah yaitu sebesar 3.67, yaitu untuk intrumen tentang nilai-nilai yang

dianut oleh karyawan. Instrumen ini kemungkinan menjadi sebab berkurangnya

loyalitas karyawan pada perusahaan. Rata-rata untuk kelima instrumen pertanyaan

adalah sebesar 3.12, hal ini berarti bahwa variabel komitmen organisasi responden

kurang baik, sehingga memungkinkan karyawan untuk mudah berpindah.

C. Pengujian Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu uji yang bertujuan untuk menentukan

kemampuan suatu indikator dalam mengukur variabel laten. Untuk mendapatkan

skala pengukuran yang baik, dalam arti tepat dan dapat dipercaya harus dilakukan

17

Page 18: insentif non finasial

pengujian terhadap validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang akan digunakan.

Dengan menggunakan program LISREL 8.54 pengujian terhadap validitas instrumen

penelitian berupa kuesioner disajikan dalam bentuk format simplis dengan melihat t

value pada loading factor, jika nilai p value pada loading faktor > 1.96, maka dapat

disimpulkan bahwa instrumen adalah valid. Pengujian validitas juga dapat dilihat

dengan format LISREL yang disajikan pada bagian LAMBDA-X dan LAMBDA-Y

(Ghozali, 2005). Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5 Hasil uji Validitas

Instrumen Loading faktor Keterangans1 3.46 Valids2 3.97 Valids3 2.20 Valids4 2.98 Valids5 1.74 Tidak Valida1 2.82 Valida2 4.11 Valida3 1.53 Tidak Valida4 9.20 Valida5 9.17 Validk1 0.00 Tidak Validk2 0.20 Tidak Validk3 0.45 Tidak Validk4 2.86 Validk5 2.86 Validk6 2.65 Validq1 0.00 Tidak Validq2 2.35 Validq3 2.48 Validq4 3.23 Validq5 3.24 ValidSumber: data primer dioleah tahun 2007

Dari tabel 4.5 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk intrumen job enrichment

semua memiliki nilai loading factor > 1.96 kecuali instrumen no 5 yang memiliki

18

Page 19: insentif non finasial

loading factor 1.74 atau < 1.96. Sehingga instrumen ini tidak digunakan untuk uji

reliabilitas. Semua instrumen employee recognition adalah valid karena memiliki

nilai loading factor > 1.96 kecuali intrumen nomor 3 yang memiliki loading factor <

1.96 yaitu sebesar 1.53. Oleh karena itu intrumen nomor 3 tidak digunakan dalam

pengujian reliabilitas. Untuk instrumen kepuasan kerja hanya 3 intrumen yang valid,

karena memiliki loading faktor > 1.96 yaitu untuk instrumen pertanyaan nomor 4, 5,

6. sedangkan instrumen pertanyaan nomor 1, 2, 3 adalah tidak valid, karena memiliki

loading factor < 1.96 yaitu sebesar 0.00, 0.20, 0.45, sehingga untuk pengujian

reliabilitas ketiga intrumen yang tidak valid tidak digunakan.

Gambar 4.1

Hasil Pengujian Path Diagram t Value

19

Page 20: insentif non finasial

Semua intrumen komitmen organisasi adalah valid karena memiliki loading

factor > 1.96 kecuali intrumen nomor 1 yang memiliki nilai loading factor < 1.96

yaitu sebesar 0.00, sehingga untuk pengujian reliabilitas, instrumen ini tidak

disertakan.

Uji validitas juga dapat dilihat pada t value pada hasil output path diagram

yang disajikan dalam output LISREL, t value dapat dilikat pada gambar 4.1

2. Pengujian Reliabilitas

Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel. Satu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika

jawaban seseorang terhadap pertanyaan tersebut adalah konsisten dari waktu ke

waktu. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan menilai

reliabilitas gabungan (composite reliability). Instrumen yang reliabel akan memiliki

composite reliability lebih dari 0.6 (Ghozali, 2005). Untuk menghitung composite

reliability, digunakan informasi pada loading indikator dan error variance yang

diperoleh pada output completely standardized solution dan menggunakan rumus

sebagai berikut

ρ = (∑ λ)2 / [ ( ∑λ)2 + ∑ (θ)]

Dimana:

ρ = composite reliability

λ = loading indikator

θ = error variance indikator

Dengan menggunakan informasi standardized loadings dan error variances yang

tersedia pada output LISREL, composite reliability untuk masing-masing variabel

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Reliabilitas

20

Page 21: insentif non finasial

Variabel Composite Reliability Keterangan

Job Enrichment 0.64 Reliabel

Employee Recognition 0.80 Reliabel

Kepuasan 0.70 Reliabel

Komitmen 0.79 Reliabel

Sumber: data primer diolah tahun 2007

D. Penguian Normalitas Data

Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariate adalah

normalitas, yang merupakan bentuk suatu distribusi data pada suatu variabel metrik

tunggal dalam menghasilkan distribusi normal (Hair, 1998). Suatu distribusi data

yang tidak membentuk distribusi normal, maka data tersebut tidak normal, sebaliknya

data dikatakan normal apabila ia membentuk suatu distribusi normal. Apabila asumsi

normalitas tidak dipenuhi dan penyimpangan normalitas tersebut besar, maka seluruh

hasil uji statistik adalah tidak valid karena perhitungan uji t dan lain sebagainya

dihitung dengan asumsi data normal (Ghozali, 2005). Normalitas data dibagi menjadi

2 yaitu:

1. Univariate Normality

2. Multivariate Normality

Berbeda halnya dengan univariate normality, yang dapat diuji dengan menggunakan

data ordinal maupun data continuous, uji multivariate normality hanya dapat

dilakukan untuk data continuous.

Apabila suatu data memiliki multivariate normality, maka data tersebut pasti

juga memiliki univariate normality, tetapi hal tersebut tidak berlaku sebaliknya.

Apabila data adalah univariate normality, belum tentu data juga memiliki

multivariate normality.

Gambar 4.2

21

Page 22: insentif non finasial

Pengujian Normalitas Data

Disamping itu Curran (1996) memiliki suatu rules of thumb yang dapat membantu

dalam memberikan judgment mengenai normalitas data, yaitu dengan membagi data

menjadi 3 bagian:

1. Normal

2. Mederately non-normal: yaitu besarnya tidak normalitas data adalah moderat

(sedang)

3. extremely non normal: yaitu data sangat tidak normal.

22

Page 23: insentif non finasial

Dalam penelitian ini pengujin normalitas data dilakukan dengan melihat hasil

output LISREL pada Qplot of standardized residuals, hasil output pada pengujian

data dapat dilihat pada gambar 4.2.

Output LISREL pada gambar 4.2 diatas disebut normal probability (Q-plot),

yang menunjukkan asumsi terpenuhi tidaknya asumsi normalitas data dan juga

kemungkinan model fit. Suatu model dapat dikatakan memiliki kemungkinan fit

terbaik apabila garis residualnya sejajar dengan garis diagonal. Sedangkan model

memiliki kemungkinan acceptable fit apabila garis residual memiliki kecuraman >

450. Sedangkan model paling buruk adalah model yang residualnya terletak pada garis

horisontal. Jika pola residual tersebut tidak linear, maka terdapat indikasi bahwa data

menyimpang dari asumsi normalitas, linearitas, atau bahkan adanya specification

errors (model yang tidak sempurna yang timbul akibat dimasukkan variabel atau

indikator yang tidak relevan atau dihilangkannya suatu variabel) (Ghozali, 2005)

Berdasarkan output normal probability plot tersebut, model secara

keseluruhan telah menunjukkan terpenuhinya asumsi normalitas. Hal tersebut karena

garis residual (*) dan (x) sejajar dengan garis diagonalnya. Meskipun pada puncak

gambar Q-Plot menunjukkan adanya penyimpangan normalitas, tetapi hal tersebut

perlu diuji lebih lanjut.

E. Analisis Model Persamaan Struktural

Structural Equation Modeling (SEM) merupakan model yang

menggambarkan hubungan kausal antara variabel eksogen (variabel penyebab) dan

variabel endogen (variabel akibat). Dalam analisis model persamaan struktural,

hubungan antara variabel variabel penelitian didasarkan pada variabel laten yang

memiliki indikator-indikator yang baik. Dengan program ini dapat diuji keksesuaian

antara model teoritik dengan data penelitian serta dapat diuji tingkat kebermaknaan

dari setiap koefisien hubungan kausal (Ghozali, 2005).

Model Persamaan struktural adalah generasi kedua teknik analisis

multivariate yang menmungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel

23

Page 24: insentif non finasial

yang komplek baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran

menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa

(regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama

(Ghozali, 2005). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran dalam

penelitian memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran

(measuarement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari struktural equation

modeling, serta melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Struktural Equation Modeling dianggap sebagai suatu alat statistik yang

sangat berguna bagi para peneliti pada seluruh bidang ilmu sosial. Dalam penelitian

ini peneliti menggunakan Model Persamaan Struktural melalui program LISREL 8.54

dengan tujuan untuk menguji secara bersama-sama suatu model yang terdiri dari

variabel eksogen dan variabel endogen.

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dari output SEM, maka terlebih

dahulu dilakukan analisis terhadap model untuk mengetahui apakah model yang

dihasilkan merupakan model fit atau tidak. Berikut adalah hasil evaluasi kecocokan

model struktural (Goodness of Fit Model) pada penelitian:

Tabel 4.6Evaluasi Kecocokan Model Struktural

No Indikator Nilai

1 Degrees of Freedom 178

2 Minimum Fit Function Chi-Square 360.56

3 Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 0.015

4 Expected Cross Validation Index (ECVI) 6.42

5 ECVI for Saturated Model 7.83

6 ECVI for Independence Model 16.34

7 Model AIC 378.63

8 Saturated AIC 462

9 Independence AIC 1.028

24

Page 25: insentif non finasial

10 Normed Fit Index (NFI) 0.89

11 Non Normed Fit Index (NNFI) 0.96

12 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) 0.25

13 Comparative Fit Index (CFI) 0.89

14 Incremental Fit Index (IFI) 0.91

15 Relative Fit Index (RFI) 0.89

16 Goodness of Fit Index (GFI) 0.90

17 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0.90

18 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) 0.74

Sumber: data primer diolah tahun 2007

1. Chi Square dan Probabilitas

Nilai Chi Square menunjukkan adanya penyimpangan antara sampel

covariance matrik dan model (fitted) covariance matrik. Namun nilai chi square ini

hanya akan valid jika asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah

besar (Ghozali, 2005). Chi Square ini merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu

model. Nilai Chi Square sebesar 0 menunjukkan bahwa model memiliki fit yang

sempurna (perfect fit). Probabilitas chi square ini diharapkan tidak signifikan,

sehingga nilai chi square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data

empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun

berdasarkan structural equation modeling, sedangkan nilai probalilitas yang > 0.05

adalah yang diharapkan yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model.

Nilai probabilitas chi square memiliki permasalahan yang fundamental dalam

validitasnya. Probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data

dengan teori (model) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel (Cochran,

1952 dalam Ghozali, 2005). Jika ukuran sampel kecil, maka uji chi square ini akan

menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori yang

mendasarinya. Sedangkan jika ukuran sampel adalah besar, maka uji chi square akan

25

Page 26: insentif non finasial

menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori, meskipun

perbedaan tersebut adalah sangat kecil. Sehingga prosedur untuk menilai model fit

hanya dengan menggunakan probabilitas ini kurang dapat dibenarkan (Bentler, 1980

dalam Ghozali, 2005), karena probabilitas dapat dijadikan tidak signifikan dengan

cukup menurunkan nilai chi square, sehingga dibutuhkan indikator-indikator lainnya

untuk menghasilkan justifikasi yang pasti mengenai model fit (Ghozali, 2005)

Dari hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai degrees of freedom sebesar 178

dan nilai Minimum fit function chi square sebesar 360.56, perbandingan antara

degrees of freedom/minimum fit function chi square menghasilkan nilai sebesar 2.02,

hal ini berarti model yang diajukan adalah model yang baik karena nilai yang

dihasilkan masih lebih tinggi daripada batas minimum yang disarankan oleh

Carmines (1981) dalam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2, meskipun jauh lebih rendah

dari batas minimum yang disarankan oleh Wheaton (1977) yaitu sebesar 5.

2. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

Indikator RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model

dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993 dalam Ghozali,

2005) Nilai RMSEA yang kurang dari 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan

nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan

kesalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005). Sedangkan RMSEA

yang lebih besar daripada 0.1 mengindikasikan model fit yang sangat jelek. Model

yang diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai RMSEA sebesar 0.015, karena nilai

RMSEA lebih kecil dari batas yang ditetapkan yaitu sebesar 0.05, maka dapat

disimpulkan bahwa model adalah fit.

3. Expected Cross Validation Index (ECVI)

ECVI digunakan untuk mengukur penyimpangan antara fitted (model)

covariance matrik pada sampel yang dianalisis dan kovariance matrik yang diperoleh

pada sampel lain (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005), karena nilai ECVI tidak dapat

26

Page 27: insentif non finasial

ditentukan, maka kita tidak dapat memberikan suatu judgment nilai ECVI berapa

yang diharapkan agar model dapat dikatakan baik. Namun nilai ECVI model yang

lebih rendah daripada ECVI yang diperoleh pada saturated model dan independence

model, mengindikasikan bahwa model adalah fit (Byrne, 1998 dalam Ghozali, 2005)

Pada penelitian ini dihasilkan nilai ECVI sebesar 6.42, ECVI for saturated

sebesar 7.83, serta EVCI for independence sebesar 16.34, karena nilai ECVI lebih

kecil daripada nilai ECVI saturated dan independence, maka dapat disimpulkan

bahwa odel yang diajukan memiliki kesesuaian yang cukup baik.

4. Akaike Information Criterion (AIC)

AIC digunakan untuk menilai mengenai masalah parsimony dalam penilaian

model fit. Sama seperti ECVI batasan nilai untuk AIC juga tidak dapat ditentukan,

sehingga peneliti tidak dapat menentukan nilai berapa yang harus ditetapkan agar

model memiliki fit yang baik, namun jika nilai AIC model lebih rendah daripada nilai

AIC pada saturated dan lebih rendah daripada AIC independence, maka

mengindikasikan bahwa model adalah fit (Bentler, 1995 dalam Ghozali, 2005)

Model yang diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai AIC sebesar 378.63,

nilai AIC saturated sebesar 462, serta nilai AIC independence sebesar 1.028, karena

nilai AIC pada model lebih kecil daripada AIC for saturated, serta lebih kecil

daripada AIC for independence, maka dapat disimpulkan bahwa model adalah fit.

5. Fit Index

Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler (1980) merupakan salah

satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, NFI memiliki tendensi untuk

merendahkan fit pada sampel yang kecil, Bentler (1990) merevisi indeks ini dengan

nama Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1, suatu

model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar daripada 0.9

(Bentler, 1992 dalam Ghozali, 2005). Pada model yang diajukan dalam penelitian ini

27

Page 28: insentif non finasial

memiliki nilai NFI sebesar 0.89 serta nilai CFI sebesar 0.89, maka dapat disimpulkan

bahwa model yang diajukan memiliki kesesuaian yang kurang baik.

Non Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan yang

timbul akibat kompleksitas model. Akan tetapi karena NNFI adalah ‘non normed’

nilainya bisa lebih besar daripada 1, sehingga susah untuk diintepretasikan (Ghozali,

2005). Meskipun ketiga indeks tersebut dihasilkan oleh output LISREL, tetapi

Bentler (1990) menganjurkan penggunaan CFI sebagai ukuran fit.

Incremental Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimony

dan ukuran sampel, dimana hal tersebut berhubungan dengan NFI. Batas cut-off IFI

adalah 0.9 (Byrne, 1998) dalam Ghozali, 2005), sedangkan Relative Fit Index (RFI)

digunakan untuk mengukur fit model, dimana nilainya adalah antara 0 sampai dengan

1. Pada model penelitian yang diajukan memiliki nilai IFI sebesar 0.91 menunjukkan

bahwa model adalah fit, sedangkan nilai RFI sebesar 0.89 menunjukkan bahwa model

kurang fit.

6. Goodness of Fit Indices (GFI)

Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan

model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar

antara 0 sampai dengan 1. Meskipun secara teori GFI mungkin memiliki nilai negatif

tetapi hal tersebut seharusnya tidak terjadi, karena model yang memiliki nilai negatif

adalah model yang paling buruk. Nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukkan fit

suatu model yang baik (Diamantopaulus, 2000 dalam Ghozali, 2005). Model yang

diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai GFI sebesar 0.90, karena nilai GFI tidak

lebih besar dari 0.90, maka dapat disimpulkan bahwa model adalah kurang fit.

7. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama seperti GFI, akan tetapi

telah menyesuaikan pengharuh degrees of freedom pada suatu model. Sama seperti

28

Page 29: insentif non finasial

GFI, nilai AGFI sebesar 1 berarti model memiliki kesesuaian yang sangat sempurna,

sedangkan model yang fit adalah memiliki nilai AGFI nilai AGFI lebih besar

daripada 0.9 (Diamantopaulus, 2000 dalam Ghozali, 2005). Model yang diajukan

dalam penelitian ini memiliki nilai AGFI sebesar 0.90, karena nilai AGFI tidak lebih

besar dari batas cut-off yang disarankan, maka dapat disimpulkan bahwa model

adalah kurang fit.

Ukuran yang hampir sama dengan AGFI adalah parsimony goodness of fit

index (PGFI) yang telah menyesuaikan dengan dampak dari degree of freedom dan

kompleksitas model. Intepretasi PGFI ini sebaiknya diikuti dengan indeks model fit

lainnya. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6

(Byrne, 1998 dalam Gjozali, 2005)

F. Hasil Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil uji model struktural diketahui bahwa beberapa hipotesis

dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan. Pengujian model dilakukan untuk

mengetahui bagaimana pengaruh hubungan dari variabel-variabel job enrichment dan

employee recognition, serta kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Hasil uji hipotesis dapat disimpulkan dengan melihat t value pada output yang

ada di dalam persamaan ataupun yang terdapat dalam path diagram (Gambar 4.2).

Agar hubungan bermakna signifikan maka nilai t hitung harus lebih besar daripada t

tabel. Hubungan yang signifikan akan ditandai dengan t value yang berwarna hitam

pada path diagram, sedangkan hubungan yang tidak signifikan ditandai dengan t

value yang berwarna merah.

Gambar 4.2

Path Diagram Untuk t Value

29

Page 30: insentif non finasial

Dari hasil pengujian hipotesis 1a pada path diagram terlihat bahwa hubungan

antara job enrihment dengan kepuasan memiliki t value sebesar 2.19 (signifikan)

signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna hitam, karena t value lebih

besar dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa job enrichment

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan karyawan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa hipotesis 1a yang menyatakan bahwa job enrichment berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja dapat dibuktikan (Hipotesis 1a diterima).

Dari hasil pengujian hipotesis 1b pada path diagram terlihat bahwa hubungan

antara job enrihment dengan komitmen memiliki t value sebesar 1.71 (tidak

signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna merah,

karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa job

enrichment tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1a yang menyatakan bahwa job

30

Page 31: insentif non finasial

enrichment berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan tidak

dapat dibuktikan (Hipotesis 1b ditolak).

Dari hasil pengujian hipotesis 2a pada path diagram terlihat bahwa hubungan

antara employee recognition dengan kepuasan memiliki t value sebesar -1.51 (tidak

signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna merah,

karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa

employee recognition tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan karyawan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2a yang menyatakan bahwa employee

recognition berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tidak dapat dibuktikan

(Hipotesis 2a ditolak).

Dari hasil pengujian hipotesis 2b pada path diagram terlihat bahwa hubungan

antara employee recognition dengan komitmen organisasi memiliki t value sebesar

0.07 (tidak signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna

merah, karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa

employee recognition tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi

karyawan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2b yang menyatakan bahwa

employee recognition berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi tidak

dapat dibuktikan (Hipotesis 2b ditolak).

Dari hasil pengujian hipotesis 3 pada path diagram terlihat bahwa hubungan

antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi memiliki t value sebesar -1.32

(tidak signifikan) tingkat signifikansi ini ditandai dengan t value yang berwarna

merah, karena t value lebih kecil dari t tabel yaitu 1.96, maka dapat dijelaskan bahwa

kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kepuasan

kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi tidak dapat dibuktikan

(Hipotesis 3 ditolak).

Kemudian untuk mengetahui pengaruh variabel eksogen terhadap variabel

endogen dapat dilihat pada output persamaan atau dapat dilihat pada koefisien

estimate path diagram (Gambar 4.3). Dari hasil output path diagram terlihat koefisien

31

Page 32: insentif non finasial

job enrichment terhadap kepuasan adalah sebesar 0.65, hal ini berarti bahwa job

enrichment berpengaruh signifikan terhadap kepuasan sebesar 0.65. Apabila job

enrichment bertambah 10 satuan, maka kepuasan akan bertambah sebesar 6.5 satuan.

Demikian juga koefisien antara job enrihment dengan komitmen sebesar 0.67,

menunjukkan bahwa job enrichment berpengaruh terhadap komitmen sebesar 0.67.

Apabila job enrichment bertambah 100 satuan, maka komitmen organisasi akan

bertambah 67 satuan, akan tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan. Koefisien antara

employee recognition terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 2.27, menunjukkan

bahwa employee recognition berpengaruh terhadap kepuasan sebesar 2.27. Apabila

employe recognition bertambah sebesar 100 satuan, maka kepuasan akan bertambah

sebesar 22.7 satuan. Koefisien antara employee recognition terhadap komitmen

organisasi adalah sebesar 0.01, menunjukkan bahwa employee recognition

berpengaruh terhadap komitmen organisasi sebesar 0.01. Apabila employee

recognition bertambah sebesar 100 satuan maka komitmen organisasi organisasi akan

bertambah sebesar 1 satuan. Koefisien antara kepuasan dengan komitmen adalah

sebesar 0.46, menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap kepuasan

sebesar 0.46. Apabila kepuasan kerja bertambah sebesar 100 satuan, maka komitmen

organisasi akan bertambah sebesar 46 satuan.

Gambar 4.3

Keofisien Estimate pada Path Diagram

32

Page 33: insentif non finasial

G. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas, ditemukan beberapa hubungan

yang tidak signifikan. Hubungan yang tidak signifikan antara job enrichment dengan

komitmen organisasi dalam struktur model lebih disebabkan karena hubungan yang

lemah antara keduanya, bukan karena tidak adanya hubungan sama sekali. Hal ini

terlihat pada nilai t value sebesar 1.71 yang berada dibawah nilai batas sebesar 1.96

(dengan tingkat kepercayaan 95 %). Apabila tingkat kepercayaan diturunkan menjadi

90 %, maka nilai batas menjadi 1.68, sehingga nilai t value pada model akan lebih

besar daripada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis 1b dapat dibuktikan.

Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan komitmen organisasi,

karyawan perlu diberikan kebebasan untuk merencanakan pekerjaan. Karyawan

dalam UKM juga memerlukan kebebasan untuk mengimplementasikan apa yang

33

Page 34: insentif non finasial

telah direncanakan dalam praktek pekerjaan sehari-hari. Selanjutnya salah satu

pendorong agar karyawan memiliki komitmen organisasi yang tinggi adalah adanya

evaluasi dari pimpinan mengenai apa yang telah dikerjakan oleh bawahan, sehingga

dapat diketahui apabila terdapat permasalahan dan ditemukan penyelesaiannya.

Hubungan yang signifikan antara job enrichment dengan kepuasan kerja

disebabkan karena adanya pengaruh yang kuat antara kedua variabel tersebut. Hal ini

ditunjukkan dengan t value sebesar 2.19 yang jauh diatas cut-off yang ditetapkan

sebesar 1.96 (dengan tingkat kepercayaan 95%). Hal ini membuktikan bahwa

hipotesis 1b dapat diterima.

Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja

karyawan, perusahan kecil atau UKM harus memberikan kebebasan dalam

mengembangkan ide, kebebasan dalam merencanakan pekerjaan dan kebebasan

dalam mengimplementasikan apa yang akan dilaksanakan dalam proses pekerjaan.

Untuk meningkatkan kepuasan kerja, karyawan pada UKM juga memerlukan

evaluasi dari pimpinan untuk mengetahui kesalahan atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan.

Selanjutnya hubungan yang tidak signifikan antara employee recognition

dengan kepuasan kerja disebabkan karena hubungan yang lemah antara kedua

variabel tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t value sebesar -1.51, karena nilai t

value lebih kecil dari batas yang telah ditetapkan yaitu sebesar -1.96 (dengan tingkat

kepercayaan 95 %), maka hal ini membuktikan bahwa hipotesis 2a tidak dapat

diterima.

Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja

karyawan, perusahan kecil atau UKM tidak hanya memberikan pengakuan atas

prestasi dan penghargaan atas apa yang telah dikerjakan oleh karyawan. Pemberian

pengakuan atas sesuatu yang telah dikerjakan tidak dapat memotivasi karyawan untuk

meningkatkan kepuasan mereka dalam bekerja. Penelitian ini juga membuktikan

bahwa karyawan telah mempersepsikan bahwa pengakuan atas prestasi bukan

merupakan imbalan yang sesuai dengan yang mereka harapan.

34

Page 35: insentif non finasial

Hubungan yang tidak signifikan antara employee recognition dengan

kepuasan kerja terjadi karena pengaruh yang sangat lemah diantara dua variabel

tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai t sebesar 0.07 yang jauh dibawah batas

minimum yang ditetapkan sebesar 1.96 (dengan tingkat kepercayaan 95 %). Hal ini

membuktikan bahwa hipotesis 2b tidak dapat dibuktikan.

Penelitian ini membuktikan bahwa untuk meningkatkan komitmen organisasi

karyawan perlu diberikan penghargaan atas prestasi yang telah dicapai seorang

karyawan yang tidak hanya berupa pengakuan saja, tetapi berupa imbalan lainnya

yang sesuai dengan yang mereka harapkan.

Hubungan yang tidak signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen

organisasi disebabkan karena adanya pengaruh yang lemah diantara kedua variabel

tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan t value sebesar -1.32 yang jauh dibawah batas

minimum yang telah ditetapkan yaitu sebesar -1.96 (dengan tingkat kepercayaan

95%). Hal ini membuktikan bahwa hipotesis 3 tidak dapat dibuktikan.

Penelitian ini membuktikan bahwa kebebasan yang diberikan kepada

karyawan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan ide yang dimiliki secara

signifikan akan mampu meningkatkan kepuasan kerja. Meskipun kepuasan kerja

meningkat, akan tetapi karyawan tidak memiliki komitmen yang besar terhadap

organisasi, hal ini disebabkan karena pada UKM kemungkinan besar karyawan tidak

memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri, pekerjaan yang membosankan

serta pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang yang diminati. Hal tersebut yang

mendasari sebagian besar karyawan di UKM untuk beripndah ke perusahaan lain dan

memiliki keperdulian yang rendah terhadap masa depan organisasi dimana tempat

mereka bekerja.

Hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan teori hirarkhi kebutuhan

menurut maslow, seperti pada gambar 4.4 dibawah ini:

Gambar 4.4

Hirarkhi Kebutuhan Menurut Maslow

35

Self Actualization

Esteem

Affiliation

Security

Psychological

Page 36: insentif non finasial

Menurut teori tersebut psychological needs merupakan kebutuhan yang

paling mendasar. Kebutuhan ini berupa kebutuhan pokok yaitu makan, pakaian dan

tempat tinggal, sedangkan esteem needs merupakan kebutuhan yang berada dua

tingkat diatas psychological needs. Esteem needs merupakan kebutuhan atas

penghargaan dari apa yang telah dilakukan, kebutuhan ini baru akan terpenuhi jika

semua tingkatan kebutuhan dibawahnya sudah terpenuhi.

Insentif non finansial merupakan bagian dari esteem needs, karena dalam

insentif non financial reward yang diberikan bukan merupakan pemenuhan

kebutuhan pokok, akan tetapi hanya pemberian penghargaan kepada karyawan.

Sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia bahwa pada kenyataannya masyarakat

yang bekerja sebagai karyawan khususnya UKM adalah golongan menengah

kebawah yang masih sangat kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya.

Kondisi yang terbatas tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat menengah

kebawah tidak mementingkan penghargaan, akan tetapi mementingkan kebutuhan

pokok saja.

36

Page 37: insentif non finasial

BAB V

KESIMPULAN

37

Page 38: insentif non finasial

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengujian model dan analisis pada bab sebelumnya serta nilai

rata-rata yang diperoleh dari setiap kuesioner, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

sebagai berikut:

Dalam penelitian ini job enrichment memiliki hubungan yang signifikan

terhadap kepuasan kerja (hipotesis 1a). Apabila job enrichment semakin tinggi, maka

kepuasan akan semakin meningkat. Dengan skor rata-rata sebesar 3.94, maka dapat

disimpulkan bahwa karyawan merasa cukup bebas dalam melaksanakan pekerjaan

serta mudah mengevaluasi hasil kerja mereka sendiri, kondisi seperti ini sangat

diharapkan oleh karyawan, sehingga kepuasan kerja dapat ditingkatkan. Kepuasan

kerja karyawan juga dapat disebabkan karena adanya pekerjaan yang menarik dan

kesempatan untuk mengimplementasikan semua rencana dan ide dalam pekerjaan.

Apabila semua karyawan mulai dengan pekerjaan yang menarik, bebas merencanakan

apa yang akan dikerjakan, serta mengimplementasikan apa yang telah direncanakan,

dan dapat mengevaluasi apa yang telah dikerjakan, maka karyawan akan mencapai

tingkat kepuasan kerja yang optimal.

Job enrichment memiliki hubungan yang signifikan terhadap komitmen

organisasi (hipotesis 1b) pada tingkat kepercayaan 90 %. Hal ini menandakan apabila

job enrichment mengalami peningkatan, maka komitmen organisasi karyawan juga

akan mengalami peningkatan. Dari jawaban yang diberikan dalam kuesioner,

menunjukkan bahwa karyawan merasa bebas dalam melaksanakan pekerjaan dan

mengevaluasi hasilnya, hal ini akan mendorong karyawan untuk memiliki kepedulian

terhadap masa depan organisasi tempat mereka bekerja. Pekerjaan yang menarik juga

merupakan pendorong bagi karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan yang

paling penting adalah karyawan merasa memiliki dan bangga dengan organisasi

dimana mereka bekerja.

Employee recognition memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap

kepuasan kerja (hipotesis 2a), hal ini menandakan apabila employee recognition

bertambah maka kepuasan kerja tidak bertambah secara signifikan. Hal ini berarti

38

Page 39: insentif non finasial

bahwa penghargaan yang diberikan atas prestasi yang telah dilakukan yang hanya

dalam bentuk pengakuan, bukan merupakan hal yang diinginkan oleh karyawan.

Pengakuan atas prestasi yang telah dikerjakan tidak dapat meningkatkan kepuasan

karyawan secara signifikan. Meskuipun perusahaan menghargai apa yang telah

dilakukan oleh karyawan, namun hal tersebut ternyata juga tidak mampu

meningkatkan kepuasan karyawan secara signifikan.

Employee recognition juga memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap

komitmen organisasi, hal ini menandakan apabila employee recognition meningkat,

maka komitmen organisasi tidak akan mengalami kenaikan secara signifikan.

Kesimpulan ini dapt dijelaskan bahwa karyawan tidak menginginkan imbalan yang

hanya pengakuan atas prestasi, karyawan menginginkan imbalan yang lebih berarti

dalam hidupnya. Apabila yang didapatkan dalam perusahaan hanya imbalan yang

berupa pujian, maka karyawan akan dengan mudah meninggalkan organisasi, serta

tidak peduli dengan masa depan organisasi dimana mereka bekerja.

Kepuasan kerja memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan komitmen

organisasi (hipotesis 3), hal ini menandakan bahwa apabila kepuasan kerja

mengalami peningkatan, maka komitmen organisasi akan mengalami peningkatan

yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang diberi kebebasan

untuk menggunakan ide dan berkreasi dalam pekerjaan, serta adanya kesempatan

untuk mengembangkan diri tidak menjamin bahwa karyawan tidak akan

meninggalkan organisasi. Kepuasan yang didapat dalam bekerja juga tidak mampu

memotivasi karyawan untuk peduli terhadap masa depan organisasi.

Hasil pengujian yang menunjukkan pengaruh yang signifikan memberikan

fakta bahwa, sebagian besar karyawan yang bekerja pada UKM adalah golongan

yang masih mementingkan kebutuhan pokok saja (psychological needs). Menurut

persepsi sebagian besar karyawan, imbalan berupa penghargaan atas prestasi yang

mereka kerjakan (non financial reward) bukan merupakan imbalan yang tepat,

sehingga tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja dan menjamin karyawan untuk

tidak meninggalkan organisasi.

39

Page 40: insentif non finasial

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

penelitian ini, diantaranya adalah keterbatasan jumlah responden. Dalam penelitian

ini, peneliti hanya memperoleh 60 responden, tentu saja jumlah tersebut sangatlah

sedikit, sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Jumlah responden yang terbatas

tersebut disebabkan karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti, padahal

semakin besar jumlah responden yang didapatkan, hasil penelitian akan semakin

representatif.

Keterbatasan berikutnya adalah banyaknya inntrumen yang tidak valid dalam

pengujian intrumen. Terdapat 3 instrumen yang tidak valid dalam variabel kepuasan

kerja, pertanyaan mengenai pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang diminati,

kebosanan, dan kesempatan untuk mengembangkan diri ternyata tidak valid. Hal ini

berarti ketiga pertanyaan tersebut tidak mampu mengukur kepuasan kerja karyawan.

Ketidak validan intrumen tersebut mungkin juga disebabkan karena kondisi besar

atau kecilnya lingkup perusahaan. Ketiga pertanyaan tersebut lebih cocok digunakan

untuk perusahaan yang berskala lebih besar dari UKM.

Instrumen pertanyaan untuk variabel employee recognition terdapat satu buah

butir pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan tersebut adalah mengenai penghargaan

atas prestasi akan meningkatkan perstasi. Pertanyaan tersebut mungkin

membingungkan, sehingga responden cenderung menjawab asal-asalan. Sedangkan

instrumen untuk variabel job enrichmen memilki satu butir pertanyaan yang tidak

valid yaitu pertanyaan mengenai tanggung jawab atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan. Pertanyaan tersebut memiliki t value sebesar 1.74 yang lebih kecil dari

batas yang disarankan yaitu 1.96. Akan tetapi pertanyaan tersebut akan valid jika

menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 90%, karena batas yang disarankan adalah

sebesar 1.68.

C. Saran

40

Page 41: insentif non finasial

Berdasarkan proses dan hasil dari penelitian yang diperoleh, peneliti

mengakui masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki untuk menunjang

penelitian ini diwaktu yang akan datang, beberapa hal yang dapat disarankan adalah

sebagai berikut:

Penelitian selanjutnya dapat ditambah jumlah sampel hingga 150 orang,

karena jumlah sampel akan mempengaruhi hasil akhir penelitian. Pada penelitian

selanjutnya diharapkan dapat ditambah satu variabel seperti managerial skill,

dukungan organisasi dan lain-lain, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih

baik mengenai pengaruh insentif non finansial terhadap kepuasan kerja dan komitmen

organiasi.

Penelitian selanjutnya dapat menggali lebih jauh komponen insentif non

finansial lainnya yang mampu memberikan pengaruh lebih besar terhadap kepuasan

kerja dan komitmen organisasi karyawan UKM. Dengan melakukan wawancara

langsung akan sangat membantu mengevaluasi komponen insentif non finansial apa

saja yang diinginkan karyawan, serta akan membantu pengukuran konstruk variabel

menjadi lebih valid dan reliabel.

Menyediakan waktu yang cukup dalam menyebarkan kuesioner dan

melakukan pendekatan yang lebih personal baik dengan pihak manajer maupun

karyawan untuk meningkatkan jumlah responden.

Perusahaan yang berada dalam golongan Usaha Kecil dan Menegah agar

mempu meningkatkan kepuasan kerja karyawan dengan memberikan alternatif

imbalan selain insentif non finansial sehingga peningkatan kepuasan kerja karyawan

akan diikuti oleh komitmen organisasi yang semakin baik. Adanya kepedulian

karyawan terhadap organisati dimana mereka bekerja, maka akan mengurangi turn

over karyawan sehingga kinerja perusahaan secara keseluruhan akan semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA

Allen & Meyer (1990) The Measurement & Antecedent of Afective, Continuance & Normative Commitment to The Organization. Journal Of Occupational Psychology, 63

41

Page 42: insentif non finasial

Anoraga, Sudantoko. Joko S. (2002) Koperasi, kewirausahaan, dan usaha kecil. Bhineka Cipta. Edisi Pertama.

Appelbaum. Kamal R. (2000) An Analysis of The Utilization & Effectiveness of non Financial Incentive on Small Bussiness. Journal of Management Development. p 733-763

Appelbaum. Shapiro BT.(1991) Pay for Performance Implementation of Individual and Group Plans. Journal of Management Development p 77-81

Dalton DR. Todor WD. (1993) Turn Over, Transfer, Absteeism and Independent Perspective. Journal of Management p 193-219

Gomez-Meija. Welbourne M. (1988) Compensation Strategy An Over View & Future Steps. Human Resource Planing p 173-190

Gaskill LR. Van Auken. Manning RA. (1993) A Factor analytic Study of The Percheived Causes of Small Bussiness Failure. Journal of Small Bussiness Management p 19-31

Ghozali Imam (2005) Struktural Equation Modeling Dengan Program LISREL 8.54, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Greensing L.(1996) When The Carrot Cant Be Cash. Security Management p 143-149

Greenberg J. Baron RA.(2001) Behavior in Organization. Prentice Hall International 7th Edition

Grund C. Sliwka D. (2001) The Impact of Wage Incrases on Job Satisfaction-Empirical Evidence & Theoritical Implications. Discussion Papper 387

Heller R. Hindle (1998) Essencial Manager Manual. D.K. Publishing New York . NY

Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2000) Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi 1, BPFE, Yogyakarta

Knoop R. (1995) Relationships Between Job Involvement, Job Satisfaction & Organizational Commitment for Nurses. Journal of Psychology Interdisciplinary & Apllied, 129 (6) 643-649

Kran L. (1992) Moderating Effect of Locus Of Control on Performance Incentives & Participation. Human Relations p 991-1012

42

Page 43: insentif non finasial

Lewis D. Brazil K. Krueger. Lochfeld. Tjam E. (2001) Extrinsic and Intrinsic eterminants of Quality of Work Life. Leadership in Healt Services p 9-15

Locke, (1976)The Nature & Causes of Job Satisfaction in MD Dunnete (ed) Handbook of Industrial and Organizational Psycology. Chicago. Rand Mc Nally Pub. Co

Nicholson GC. (1998) Keeping Inovation Alive. Research Technology Management

Oshagbemi T. (2000) Correlates of Pay of Satisfaction in Higher Education. The International Journal of Educational Management 14 p 31-39

Reed SA. Katcman. Strawser (1994) Job Satisfaction Organizational Commitment & Turn Over Intentions of United States Accountant The Impact of Locus of Control & Gender. Accounting & Auditing & Accountability Journal p 31-58

Robbin SP. (1998) Organizational Behavior : Concept Controversies, Application. Prentice Hall International 8th Editions

Setiawan dan Ghozali. (2005) Pengaruh Multi Dimensi Komitmen Organisasional Terhadap Intensi Keluar dalam Setting Akuntan Publik. Usahawan No 04.39-44

Simmons ES. (2005) Predictors of organizational Commitment Among Staff in Assisted Living. The Gerontologies. Vol 45 (2) 196-206

Spector. Paul E. (1982) Behavior in Organization as A Function of Employees Locus Of Control. Psychologycal Bulletin p 482-497

Widyandono Hengky. (2003) Dampak Locus Of Control terhadap Pengaruh insentif non finansial pada kepuasan kerja raryawan UKM. Tesis. Program Magister Sains. FE. UGM

Wyer P. Mason J. (1999) Empowerment in Small Bussiness. Participation & Empowerment. An International Journal p180-193

KUESIONER

Identitas Responden :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Umur : 1. 20-29 tahun 2. 30-39 tahun

43

Page 44: insentif non finasial

3. 40-49 tahun 4. diatas 50 tahun

Lama Bekerja : 1. 1-5 tahun 2. 6-10 tahun

3. 11-15 tahun 4 diatas 16 tahun

Jumlah Karyawan dalam perusahaan ;

Petunjuk Pengisian

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda silang pada kolom yang

telah disediakan untuk 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 5 (sangat setuju)

Daftar Pertanyaan

Kepuasan

Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Pekerjaan yang anda lakukan sesuai dengan bidang yang anda minati

2 Pekerjaan yang anda lakukan tidak membosankan

3 Ada kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan

4 Ada kebebasan untuk menggunakan ide

5 Ada manfaat dari pekerjaan yang saya lakukan

6 Ada kesempatan untuk mengembangkan diri

Job Enrichment

Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Apakah anda tertarik dengan pekerjaan yang anda lakukan

2 Apakah anda bebas merencanakan pekerjaan

44

Page 45: insentif non finasial

3 Apakah pekerjaan yang telah direncanakan dapat di implementasikan

4 Apakah hasil pekerjaan dapat anda evaluasi

5 Apakah anda bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang anda

laksanakan

Employee Recognition

Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Perusahaan menghargai apa yang sudah anda kerjakan

2 Pengakuan atas prestasi merupakan imbalan yang tepat bagi anda

3 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan prestasi

4 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan kepuasan anda

5 Penghargaan atas prestasi akan meningkatkan komitmen

Komitmen

Pertanyaan 1 2 3 4 5

1 Nilai-nilai yang saya anut sama dengan nilai-nilai perusahaan / organisasi

2 Saya senantiasa merasa bangga menyatakan pada orang lain bahwa saya

bekerja pada perusahaan/organisasi ini

3 Jika terjadi perubahan yang tidak baik, saya akan meninggalkan organisasi

ini

4 Pilihan saya terhadap organisasi tempat saya bekerja sudah tepat dengan

tugas yang sudah saya pertimbangkan pada saat akan bergabung

5 Kepedulian saya terhadap masa depan organisasi dimana saya bekerja

sangat besar

PENGARUH JOB ENRICHMENT DAN EMPLOYEE RECOGNITION

TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN

45

Page 46: insentif non finasial

ORGANISASI KARYAWAN

USULAN PENELITIAN

OLEH

Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi

46

Page 47: insentif non finasial

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

MARET 2007

Halaman Persetujuan

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH JOB ENRICHMENT DAN EMPLOYEE RECOGNITION

TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN

ORGANISASI KARYAWAN

Oleh

Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi

Disetujui Untuk Diusulkan

Kepada Kopertis Wilayah V Di Yogyakarta

Pembimbing

47

Page 48: insentif non finasial

Tri Siwi N, SE, MSi

NIP 132049004

HALAMAN PENGSAHAN

1. Judul Penelitian Pengaruh Job Enrichment dan Employee

Recognition Terhadap Kepuasan Kerja

dan Komitmen Organisasi Karyawan

2. Bidang Kajian Sumberdaya Manusia

3. Data Peneliti :

a. Nama

b. Jenis Kelamin

c. NIS

d. Prodi

e. Fakultas

f. Universitas

g. Alamat

h. Telp

i. Email

Dekeng Setyo B, SE, MSi

Laki-laki

063100192

Akuntansi

Ekonomi

Universitas PGRI Yogyakarta

Pakel Mulyo UH V/405 Yogyakarta

081 2281 6000

[email protected]

4. Lama Penelitian 5 bulan (April sd Agustus 2007)

5. Biaya (kopertis wilayah V) Rp 1.500.000 (satu juta limaratus ribu

rupiah)

48

Page 49: insentif non finasial

Mengetahui Yogyakarta, 6 Maret 2007

Dekan Fakultas Ekonomi Peneliti

Sukhemi, SE Dekeng Setyo Budiarto, SE, MSi

NIS 023100168 NIS 063100192

Menyetujui

Ketua LPPM

Dra. Murdjanti, M.Pd

NIP. 130839122

49