Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

20
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Parasitologi dengan judul “Jenis – Jenis Insektisida yang Digunakan dalam Pengendalian Arthropoda” untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan, oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga akan menghasilkan karya tulis yang lebih baik untuk kedepannya. Demikian Makalah ini kami buat semoga dapat membantu dalam menyebarkan imformasi mengenai materi – materi yang bersangkutan dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh….

Transcript of Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

Page 1: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa,

atas Limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah Parasitologi dengan judul “Jenis – Jenis Insektisida yang Digunakan

dalam Pengendalian Arthropoda” untuk memenuhi tugas mata kuliah yang

bersangkutan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan, oleh karena itu

Kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga akan

menghasilkan karya tulis yang lebih baik untuk kedepannya.

Demikian Makalah ini kami buat semoga dapat membantu dalam

menyebarkan imformasi mengenai materi – materi yang bersangkutan dan dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh….

Penyusun

Kendari, 03 Juni 2013

Page 2: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I 3

PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang.................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................4

1.3 Tujuan...............................................................................................................4

PEMBAHASAN 5

2.1 Pengertian Insektisida......................................................................................5

2.2 Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida.............................................6

BAB III 12

PENUTUP 12

A. Kesimpulan.........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA 13

Page 3: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang

digunakan untuk menegendalikan jasad  pengganggu yang merugikan

kepentingan manusia. Pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam

bidang kesehatan dan bidang pertanian. Dibidang kesehatan, pestisida

merupakan sarana yang penting, terutama digunakan dalam melindungi

manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu maupun tidak

langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga vektor

yang menularkan  penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil

dikendalikan dengan bantuan pestisida. Berkat  pestisida, manusia telah

dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti

penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.

Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai

untuk membunuh serangga. Insektisida dapat mempengaruhi pertumbuhan,

perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon,

sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada

kematian serangga pengganggu tanama. Insektisida termasuk salah satu jenis

pestisida. Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang

paling banyak menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani sayuran,

petani tanaman pangan dan petani tanaman hotikultura buah-buahan. Khusus

petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari ketergantungan

penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa pestisida dianggap tidak

aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi keberhasilan

berproduksi.

Jenis pestisida yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya

adalah pestisida yang berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu

Page 4: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

membunuh sebagian besar organisme yang dikenainya, termasuk organisme

berguna seperti musuh alami hama dan organisme bukan target lainnya yang

hidup berdampingan dengan organisme pengganggu tanaman. Program

pertanian penyuluhan pun merekomendasikan aplikasi pestisida secara

terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak

adanya hama yang menyerang tanaman dilapangan. Sehingga frekuensi

penyemprotan menjadi lebih intensif, dan bisa dilakukan setiap minggu

musim panjang musim tanam. Peran insektisida EBM (ekstrak biji mimba)

sebagai agen pengendali hama berpeluang besar untuk dapat diterima oleh

petani yang “spray minded”, karena dapat berfungsi sebagai substitusi

insektisida kimia sintetis. Sebagai insektisida yang direkomendasikan dalam

sistem pengelolaan serangga hama kapas, maka penggunaan insektisida

EBM selain sebagai agen pengendali, sekaligus memberikan ketenangan

kepada petani yang memiliki keyakinan bahwa penyemprotan insektisida

sebagai jaminan keberhasilan usahatani.

Insektisida dapat dibedakan menjadi golongan organik dan

anorganik. Insekstisida organik mengandung unsur karbon sedangkan

insektisida anorganik tidak. Insektisida organik umumnya bersifat alami,

yaitu diperoleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan insektisida?

2. Apa saja jenis-jenis insektisida yang digunakan dalam pengendalian

arthropoda ?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan insektisida.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis insektisida dalam pengendalian

arthropoda.

Page 5: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Insektisida

Pestisida adalah zat kimia yang di gunakan untuk membasmi

organism yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki keberadaannya,

termasuk pembasmi serangga (insektisida), pembasmi rumput liar

(herbisida), pembasmi jamur, dan pembasmi binatang penggerat

(rodentisida). Penggunaan komersial dan penjualan pestisida di Indonesia

dikontrol oleh Direktorat Jendral Pemberantasan penyakit Menural dan

penyehatan Lingkugan Pemukiman (Dirjen PPm & PLP), Departemen

Kesehatan Republik Indonesia , yang bertempat di Jakarta mealui program

pendaftaran (registrasi) pestisida . Keracunan pestisida sering melibatkan

profesi pembasmi, pekerja pertanian, dan konsumen. Lebih dari separuh

kasus keracunan pestisida yang disebabkan oleh pestisida pertanian

melibatkan anak.

Kebanyakan insektisida larut dalam lemak sehingga dapat diabsorbsi

melalui eksoskeleton berkitin pada serangga. Beberapa insektisida pada

memerluka aktivasi metabolik sebelum serangga tersebut dapat

memperlihatkan efek tosiknya. Serangga memiliki enzim monooksiginase

yang hampir sama dengan yang didapatkan pada hepar mamalia .

Gejala keracunan akibat Insektisida golongan organofosfat pada

petani ditandai dengan sakit kepala, pusing, lemah anggota badan, sakit

perut, mual, muntah, berkeringat banyak, keluar air liur yang banyak,

pandangan kabur, susah bernafas dan pingsan.

Page 6: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

2.2 Jenis – Jenis dan Mekanisme Kerja Insektisida

a. Fenitrotion 40 WP

Pestisida ini termasuk dalam golongan

Organofosfat. Diseut juga sebagai Sumitron

atau Folition. Bersifat sedikit menguap. Oleh

karena itu, dalam penggunaannya dilakukan

dengan penyemprotan residu pada dinding

rumah. Toksisitas oral terhadap mamalia

lebih tinggi daripada DDT, tetapi

mempunyai daya residu lebih pendek, yaitu kurang lebih 2 bulan.

Di Indonesia, pestisida ini digunakan untuk pengendalian vector malaria

(Anopheles sp.), bersifat tidak persisten terutama di lokasi dengan

masalah malaria di pulau Sumatera, Jawa dan Bali, kecuali pada

sebagian kabupaten Purworejo (Jawa Tengah), Pangandaran (Jawa

Barat) dan sebagian Pantai Selatan Malang (Jawa Timur).

b. Temefos

Pestisida ini tergolong dalam Organofosfat, terutama

digunakan untuk pengendalian larva Aedes aegypti

pada tempat-tempat penampungan air, karena larvasida

ini tidak toksik terhadap mamalia termasuk manusia,

tetapi mempunyai toksisitas tinggi terhadap larva

nyamuk. Larvasida ini dikenal dengan nama dagang

Abate 1%, berbentuk granula, mempunyai daya residu

lebih kurang 1 bulan bila digunakan dalam tempat-tempat penampungan

air.

c. Malation

Malation termasuk golongan organofosfat, berupa

larutan berwarna tengguli, baunya sangat tidak

menyenangkan, lambat larut dalam air, mudah

larut dalam pelarut lainnya. Merupakan salah

Page 7: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

satu insektisida yang paling banyak digunakan dalam memberantas

nyamuk dewasa. Insektisida ini sangat toksik untuk nyamuk, lalat,

lipang, pinjal, dan lain-lain, serta tidak membahayakan manusia dan

binatang. Sering digunakan untuk megganti insektisida golongan

chlorinated hydrocarbon misalnya DDT yang telah mengalami

resistensi. Ketika Semarang dinyatakan sebagai daerah wabah DHF,

pemerintah telah menggunakan malation dari kapal terbang dalam upaya

pengendalian vektor DHF.

d. Baygon

Baygon termasuk dalam golongan karbamat yang

bersifat sdikit berbau, sangat efektif sebagai

insektisida yang digunakan untuk residual

spray, karena mempunyai daya residu yang

tahan 5 bulan. Kurang toksik terhadap manusia

dan binatang. Baygon disebut juga propoksur

atau aprokarb. Dapat digunakan untuk

memberantas lipas, lalat, nyamuk, laba-laba dan sand flies. Baygon

banyak dijual di kedai atau di took dalam bentuk spray atau aerosol

yang dicampur dengan diklorvos. Sebagai repellent sangat pekauntuk

pengendalian nyamuk rumah (Cx. Quinquefasciatus).

e. Dieldrin

Insektisida ini sering digunakan sebaga residual

spray bersama dengan DDT dan BHC untuk

memberantas nyamuk malaria. Mempunyai

sifat lebih toksik daripada DDT, tetapi berdaya

resodi lebih pendek daripdaDDT (1 – 3 bulan).

Dalam menggunakan dieldrin, jika kurang hati-

hati dapat mengakibatkan terjadinya absorbs melalui kulit. Dieldrin

termasuk kelompok insektisida yang disebut seri klorden bersama-sama

dengan klordena aldrin, endrin, heptaklor dan toksafen. Dieldrin

Page 8: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

digunakan untuk pemberantasan serangga yang telah resisten terhadap

DDT, yaitu lalat, nyamuk, semut dan juga Triatoma. Ketika

An.sundaicus pada tahun 1954 dinyatakan resisten terhadap DDT,

pemerintah pernah menggantinya dengan dieldrin untuk pengendalian

An.sundaicus.

f. Piretrum

Insektisida ini berasal dari kepala bunga

serunai (Chrysanthemum sp.). piretrum

mempunyai daya bunuh serangga yang besar,

bersifat neurotoksik dan menyebabkan terjadinya

paralisis pada serangga. Larut dalam minyak dan

mudah dicampur dalam bentuk serbuk. Tidak

toksik untuk mamalia tetapi dapat menyebabkan iritasi pada bronkus

yang berakibat sesak napas. Dipakai dalam obat nyamuk dengan

konsentrasi rendah seingga berkerja sebagai repellant.

g. Klorfirifos

Insektisida yang termasuk ke dalam golongan

Organofosfatini mempunyai toksisitas rendah bagi

mamalia dan serangga yang bukan target, tetapi

potensial bila digunakan untuk pengendalian beberapa

serangga lainnya terutama vector DHF dan larva

nyamuk yang mempunyai habitat pada air yang sangat

terpolusi, juga dapat digunakan untuk pengendaian

lipas.

h. Bendiocarp

Tergolong insektisida golongan Karbamat,

mempunyai efek bunuh yang cepat terhadap

serangga, efikasi residunya baik, digunakan terutama

untuk pengendalian vector malaria dan vektor

penyakit Chagas, juga dapat digunakan untuk

Page 9: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

pengendalian serangga lain seperti lalat, pinjal, sengkent, lipas dan kutu

busuk.

i. Permetrin

Merupakan insektisida golongan

piretroid sintetik, bersifat foto stabil dan

neuron-poison terhadap serangga, tidak

toksik bagi organisme lain termasuk

mamalia, menyebabkan iritasi ringan pada

kulit, larut dalam air dan bersifat sebagai

racun perut atau racun kontak, daya residu insektisida ini sama dengan

DDT yaitu lebih kurang 6 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian

nyamuk Aedes sp. Culex sp. Dan Anopheles sp., juga dapat digunakan

untuk pengendalian lalat (M. domestica) atau lipas (Periplaneta

Americana dan Blatta orientalis).

j. Lamda Sihalotrin

Insektisida ini juga termasuk golongan piretroid

sintetik, mempunyai sifat hampir sama dengan

permetrin yaitu foto stabil dan mempengaruhi

sistim saraf pusat, efektivitas terhadap serangga

target (vektor) cukup tinggi yaitu 70 – 80 kali

lebih aktif daripada DDT dan malation, toksisitas

terhadap manusia dan binatang peliharaan sangat

rendah, cukup toksik terhadap ikan dan invertebrata tetapi di alam cepat

diabsorbsi oeh bahan-bahan yang terdapat pada bagian dasar habitat

sehingga toksisitasnya terhadap organisme yang tidak ditargetkan

tersebut berkurang. Kelebihan lain dari insektisida ini adalah tidak

Page 10: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

mempunyai bau yang kurang menyenangkan dan pengaruh terhadap

lingkungan sangat minimal. Daya residu insektisida ini pada permukaan

kayu bertahan sampai 12 bulan, sedangkan pada permukaan kaca dapat

bertahan sampai 3 bulan. Selain digunakan untuk pengendalian nyamuk

Ae.aegypti, juga dapat digunakan untuk pengendalian lalat, lipas dan

Triatoma.

k. Metopren

Metopren merupakan hormone tiruan

analog dengan hormone juvenile, yang

berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan

dan pergantian kulit serangga (Insect

growth hormone) pada larva nyamuk atau

serangga lain. Larvisida ini bersifat kurang

stabil, oleh karena itu untuk penggunaan

dilapangan dibuat suatu formula yang bersifat slow release (terutai

lambat). Pengaruh hormone tiruan ini terhadap larva adalah

menyebabkan perkembangan dan pematangan larva terhambat, sehingga

pembentukan pupa dihambat karena larvisida ini akan menekan kerja

dari hormone ekdison yang penting pada serangga untuk pergantian

kulit. Lavirsida ini dipasarkan dengan nama dagang altosid, berbentuk

granula, pellet dan briket dan sangat efektif digunakan untuk

pengendalian larva Anopheles, Culex dan Aedes, tetapi tidak toksik

terhadap organisme bukan sasaran termasuk serangga lainnya.

l. Diflubenzuron

Analog dengan hormone eksidon, yaitu suatu

hormone tiruan yang berfungsi dalam

perkembangan larva. Hormon ini disusun oleh

bahan kimia : (4-klorofenil)3(2,6-difluorobenzoil).

Cara kerjanya adalah menghambat pengerasan kulit

sesudah pengelupasan kulit larva dan menyebabkan

Page 11: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

larva menjadi mati. Hormone ini dapat digunakan terhadap berbagai

stadium larva.

m. Diquat dan MCPA

Merupakan herbisida yang digunakan untuk

membunuh tumbuh-tumbuhan air tempat

berlindung nyamuk Mansonia sp. seperti

Eichornia sp. dan Pistia sp. Herbisida ini

bersifat sebagai racun kontak.

n. Phenoxylen (2,5 – D)

Herbisida yang biasa digunakan untuk

membunuh tumbuh-tumbuhan air seperti

pistia sp. dan Salvinia sp.. Kedua jenis

tumbuhan ini juga merupakan tempat

berlindung nyamuk Mansonia sp. yang

berperan sebagai vektor filariasis malayi di Indonesia.

o. DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane)

Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) adalah

insektisida organik sintetik yang termasuk golongan

organoklorin (chlorinated hydrocarbon). DDT

disintesis oleh Othmar Zeidler pada tahun 1873, namun

efek insektisidanya baru ditemukan oleh Paul Muller

pada tahun 1939. Oleh karena efikasinya yang sangat

baik, DDT menjadi sangat terkenal di bidang pertanian dan bidang

kesehatan masyarakat, dan digunakan secara luas sejak tahun 1945.

Namun pada tahun 1948 sudah mulai dilaporkan terjadinya resistensi

DDT pada nyamuk dan lalat. Toksisitas DDT adalah sedang,dengan

LD50 oral (tikus) 113 mg/kg. Insektisida ini bekerja melalui kontak kulit

Page 12: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

terhadap berbagai jenis serangga. Dichloro Diphenyl Trichloroethane

mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel saraf)

dan merusak selubung saraf sehingga fungsi saraf terganggu

(Tarumingkeng, 2001). Serangga dengan mutasi tertentu pada gen kanal

sodiumnya resisten terhadap DDT dan insektisida sejenis lainnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarka rumusan masalah dari makalah ini, dapat kami simpulkan bahwa:

1. Insektisida merupakan bahan – bahan kimia atau sintesis alam yang

beracun dan digunakan untuk memberantas serangga.

2. Jenis – jenis insektisida yang sering digunakan dalam pemberantasan

hama yaitu Fenitrotion 40 WP, Temefos Malation, Baygon, Dieldrin,

Piretrum, Klorfirifos, Bendiocarp, Permetrin, Lamda Sihalotrin,

Metopren, Diflubenzuron, Diquat dan MCPA, Phenoxylen (2,5 – D)

serta DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane).

Page 13: Insektisida Untuk Pengendalian Athropoda

DAFTAR PUSTAKA

Adi Sunarto, Dwi., Nurindah. 2009. Peran Insektisida Botani Ekstrak Biji Mimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam Pengelolaan Serangga Hama Kapas. Jurnal Entomologi Indonesia, Volume VI, Nomor 01, Halaman 42-52.

Anonim. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi II. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Gandahusada, Srisasi. et al. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Gassa, Ahdin., Sjam, Sylvia. et al. 2007. Uji Residu Insektisida pada Buah Cabai (Capsicum Annum Linnaeus) di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Ilmu Hama dan Penyait Tumbuhan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ishar, Tadiati Kartika. 2005. Resistensi Serangga Terhadap DDT. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 3 No 5. Surabaya.