Insect Bite Reaction
description
Transcript of Insect Bite Reaction
INSECT BITE REACTION
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :Tn. J
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Cipedes
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Gatal
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke Puskesmas Cipedes dengan keluhan badan terasa gatal -
gatal sejak 6 jam yang lalu. Os juga mengeluhkan bahwa gatal dirasakan
terus – menerus. Gatal disertai rasa panas dan perih serta ketika ter ketika
sinar matahari terasa seperti terbakar. Os mengatakan sebelumnya ada
hewan kecil yang hinggap di tangannya lalu tidak lama kemudian os
merasakan gatal dan rasa panas yang semakin lama semakin parah.Os
sudah mencoba membasuh dengan air mengalir selama 5 menit, namun
tidak memberikan efek yang berarti. Kemudian os membawa ke
puskesmas cipedes. Os juga mengatakan mual disangkal, demam
disangkal, Buang air besar dan buang air kecil normal.
c. Riwayat Pengobatan :
Tidak ada
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada
f. Riawayat Alergi :
Os tidak mempunyai riwayat alergi.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 64 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Berat badan : 62 Kg
Status generalis
Kepala
Kepala : Bentuk normal.
Mata : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak
edema, pupil bulat, reflek cahaya (+), mata cekung
(-)
OS : Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis,
skelra tidak ikterik, palpebral superior et inferior
tidak edema, pupil bulat, reflek cahaya (+), mata
cekung (-)
Telinga : Bentuk normal
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi,
tidak ada sekret
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir
lembab
Leher : Pembesaran KGB -/-
Thorax
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris,
Palpasi
Trakea : Tidak ada deviasi trakea
Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal : Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
Cor : S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo :
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dievaluasi
V. Diagnosis Kerja
Insect bite reaction
VI. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
a. Promotif : Menjelaskan tentang penyakit Insect bite reaction
b. Preventif : Jangan digaruk
c. Kuratif :
Terapi Medikamentosa :
- Salep kulit Betametasone 3x1
- Dexametasone 0,5 mg 2x1
- Asamefenamat 3x1
VII. Prognosis : Dubia at bonam
DEFINISI
Insect bite reaction atau reaksi gigitan serangga adalah reaksi inflamasi
dan atau reaksi alergi, berupa erupsi pruritik pada tempat dimana serangga
menggigit yang timbul beberapa jam atau hari setelah gigitan.1
Manifestasi klinis dapat berupa papula urtikaria soliter atau grup,
papulovesikel dan atau bula yang dapat bertahan beberapa hari sampai minggu.1
ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dan sengatan serangga dibagi menjadi dua grup
yaitu Venomous ( beracun ) dan Non Venomous ( tidak beracun ). Serangga yang
beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah,
ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan
racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak
beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya
yang menimbulkan rasa gatal. (2,3)
Insect berasal dari bahasa latin ‘insecta’ bermaksud serangga adalah
hewan dengan ciri khusus mempunyai enam kaki (tiga pasang). Serangga
mempunyai tiga bagian tubuh yaitu caput, toraks dan abdomen. Kelas
Insectaterbagi kepada beberapa ordo yaitu:
a) ordo anoplura (kutu);
b) ordo coleoptera (kumbang);
c) ordo diptera (nyamuk, lalat hitam);
d) ordo hemiptera (kutu busuk);
e) ordo hymenoptera (semut, lebah, tawon);
f) ordo Lepidoptera (belalang, kupu-kupu. moths); dan
g) ordo siphonaptera (pinjal manusia, pinjal tikus).(1,2)
PATOGENESIS
Reaksi cepat dari kutaneus akibat gigitan serangga disebabkan karena
adanya induksi antisaliva IgE Immediate akibat injeksi dari saliva serangga.
Saliva pada serangga dapat membantu dalam pencernaannya, menghambat
koagulasi, meningkatkan aliran darah pada tempat gigitan, atau menganestesi
daerah gigitan. Banyak lesi yang terjadi biasanya merupakan akibat dari respon
imun terhadap sekret insekta ini. Kebanyakan gigitan serangga bentuknya kecil
dan hanya menghasilkan luka tusuk superficial(3,5)
Gigitan serangga dan saliva sangat kompleks. Reaksi yang cepat biasanya
berhubungan dengan histamin, serotonin, asam format atau kinin. Reaksi yang
lambat biasanya menyerupai manifestasi dari host respon imun ke protein alergen.
Infeksi sekunder biasanya terjadi.6
Kira-kiraseperempat darikasus yang dilaporkan dari anafilaksis yang terkait
dengan sengatan serangga, khususnya sengatan hymenopterid.
Urutan Hymenoptera beris ilebah, tawon, dan semut. Serangga inimemiliki
sayap membran dan sengatan kompleks yangdapat berisiasam format, kinindan
alergenprotein. Seranggadengan sengatan hipersensitivitaslebih sering terjadi pada
mereka yang memiliki diatesis atopik dan juga dapat menjadi indikasi
mastositosis. 6
DIAGNOSIS
Anamnesis
Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitans erangga ketik aterjadi
reaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui kecuali
terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Reaksi akibat gigitan muncul
beberapa menit hingga beberapa hari setelah gigitan.Durasi lesi beragam mulai
dari beberapa hari,minggu, hingga beberapa bulan. Gejala yang timbul berupa
pruritus, nyeri pada daerah yang digigit, serta gejala sistemik, misalnya demam
dan malaise.4
GEJALA KLINIS
Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal,
nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan sekitar
gigitan.(2,4) Pada reaksi lokal berat,keluhan terdiri dari eritemay ang luas, urtikaria,
dan edema pruritis.Reaksi local yang berat dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya reaksi sistemik serius pada paparan berikutnya.2
Pada reaks isistemik atau anafilaktik, pasien bias mengeluhkan adanya
gejala local sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala
dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam
yang luas, urtikaria, pruritus,dan angio edema. Gejala ini dapat berkembang dan
pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi, kelemahan,gangguan
gastrointestinal, kram perut pada wanita, inkontinensia urin ataualvi,pusing,
pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau batuk. Seiring berkembangnyareaksi,
pasien dapat mengalami kegagalan napas dankolaps kardiovaskuler.7
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium
yang sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat dan
membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami kegagalan
organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder, seperti
sellulitis.2Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada
diagnosis skabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan
serangga.2
Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi yang
diakibatkan oleh vector serangga, namun jarang tersedia dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mendapatkan hasilnya.2
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding insectbitereaction didasarkan oleh reaksi pada tempat
gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis
kutaneus yang menyebabkan timbulnyalesi yang berbeda.
a. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi merupakan tipe delayed dari perangsangan alergi
yang berasal dari kontak antara kulit dengan alergen spesifik dimana pasien
memiliki sensitivitas tertentu. Reaksi alergi ini menyebabkan radangkulit yang
bermanifestasi dalam berbagai bentuk eritema, edema, dan vesikulasi.Diagnosis
didasarkan pada riwayat dan ditambah dengan pengetahuan tentang penyebab
alergi umum dan iritan di lingkungan.8
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian di ikuti edema, papulo vesikel,vesikel
atau bula. 8
Gambar 2.Dermatitis kontak alergi akut pada pasien yang alergi terhadap
Akrilat yang digunakan dalam industri percetakan. (10)
b. Skabies
Skabies adalah infeksi parasit yang umum terjadi didunia. Arthropoda
Sarcoptes scabiei varhominis menyebabkan pruritus berat dan merupakan
penyakit kulit yang sangat menular, dapat menyerang pria dan wanita dari semua
tingkat status sosioekonomi dan etnik. (13, 14)
Gejala dan tanda hipersensitif pada tungau biasanya berkembang perlahan
sekitar 4-6 minggu sejak terpapar. Skabies muncul dalam bentuk kluster, pada
individu terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul.(13) Diagnosis scabies dapat
dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota keluarga yang
mengalaminya. Pruritusnokturnal yaitu gatal pada malam hari merupakan
keluhan utama yang khas pada skabies. Lesi primer scabies berbentuk liang,
pustul, nodul, biasanya papul dan plak urtikaria yang bertempat disela-selajari,
areaf leksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, areagenital dan
gluteal, sertakaki. Lesi sekunder skabies berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak
eksematous.( 14, 15, 16)
Gambar 3. Memperlihatkan lesi tipikal khas scabies liang linier
Dengan vesike lkecil diujungnya. (14)
c. Reaksi Obat yang merugikan Kulit (Adverse Cutaneous Drug
Reactions)16
Adverse Cutaneous Drug Reactions merupakan kasus rawat inap yang
tersering begitu pula pada pasien rawat jalan. Reaksi yang sering timbul adalah
reaksi ringan disertai dengan pruritus dan akan membaik ketika penggunaan obat
dihentikan. Erupsi obat dapat timbul seperti hamper semua ekspresimorfologi di
dermatologi dan harus menjadi pertimbangan pertama dalam diagnosis
banding dari suatu lesi yang muncul secara tiba-tiba. Erupsiobat disebabkan oleh
kekebalan atau mekanisme nonimmunologi dan diprovokasi oleh pemberian
sistemik atau obat topikal.
Gambar4.Urtikaria yang disebabkan acetylsalicylic acid (10)
PENATALAKSANAAN
Champora dan mentol lotion dan gel formulasi mungkin berguna dalam
pengendalian pruritus. Topikal anestesi akan sangat membantu, dan obat tersebut
mengandung pramoxine sudah tersedia dan saat ini risiko rendah untuk terjadinya
dermatitis kontak. Untuk reaksi gigitan persisten, persiapan kortikosteroid topikal
sering diperlukan. Pada anak-anak, ringan sampai pertengahan kekuatan persiapan
kortikosteroid seringkali cukup, sedangkan pada orang dewasa, biasanya
direkomendasikan kortikosteroid golongan 1 (mis. Betamethasone, Diflorasone)
atau golongan 2 (mis. Desoximetasone, Halcinonide, dan Amcinonide).16
Ketika agen topikal gagal, injeksi intralesi dari eksisi (misalnya
triamsinolon 10 mg / ml) kortikosteroid atau bintil pruritus mungkin diperlukan.
Kadang-kadang, nodul pseudolymphomatous mungkin memerlukan konsentrasi
triamcinolone setinggi 40 mg / ml. Atrofi cutaneous adalah risiko yang signifikan,
terutama jika kortikosteroid disuntikkan dangkal. Atrophy dapat dicatat dalam
distribusi sesuai dengan drainase limfatik.16
Diagnosis reaksi lokal biasanya terlihat dari riwayat gejala klinis dan
temuan pada pemeriksaan fisik.Reaksi yang normal tidak memerlukan
pengobatan, tetapi analgesik atau kompres dingindapat digunakan jika
dibutuhkan. Jika penyengat masih di kulit, maka harus dikeluarkan, sebaiknya
dengan cara dikorek, karena dengan meremas bisa menyebabkan kantung racun
dalam beberapa detik pertama setelah sengatanbisa menyuntikkan racun
tambahan. Infeksi dari sengatan serangga adalahkomplikasi langka padahost yang
memiliki imunokompeten, dan antibiotik tidak diindikasikan bila tidak ada
infeksi. Jika sengatan dari semut api, pustul harus dibiarkan utuh. Reaksi lokal
besar biasanya merupakan konsekuensi kecil dan biasanyadikelola seperti reaksi
normal, namun, pada beberapa kondisi bisa menjadi parah, gatal-gatal dan
pembengkakan lokal yang luas.4
Meskipun tidak ada studi yang telah menegaskan efektivitasnya, banyak
dokter memiliki pengalaman bahwa kortikosteroid topikal atau oral ampuh untuk
mengurangi keparahan dari reaksi ini. Karena pasien dengan reaksi lokal besar
memiliki peningkatan risiko anafilaksis dari sengatan berikutnya di masa depan.
Merupakan pilihan tetapi biasanya tidak diperlukan untukmeresepkan injeksi
epinefrin untuk pasien. Imunoterapi ditemukan tidak efektif dalam mencegah
reaksi lokal besar di masa depandalam suatu studi, tetapi laporan kasus baru-baru
ini menjelaskan efektifits penggunaan imunoterapi untuk mencegah keparahan
akibat sengatan dalam satu pasien.4
Pencegahan gigitan paling baik dilakukan melalui penggunaan pakaian
pelindung dan penolak. DEET (N, N-dietil-3-methylbenzamide, sebelumnya
disebut N, N-dietil-m-toluamide) tetap penolak paling banyak digunakan untuk
pencegahan gigitan nyamuk serta kebanyakan gigitan serangga lainnya. DEET
diterapkan pada kulit yang terkena dan juga dapat diterapkan untuk pakaian.
Sementara nyamuk yang membawa virus dengue cenderung menggigit pada siang
hari, vektor nyamuk yang membawa malaria cenderung menggigit pada malam
hari, dan piretroid-diresapi kelambu dan kemoprofilaksis adalah langkah-langkah
pencegahan tambahan.16
Durasi kemanjuran DEET tidak hanya tergantung pada dosis yang
diterapkan, tetapi juga pada jenis kelamin individu (betina menunjukkan
perlindungan kurang, dan pengamatan ini tampaknya menjadi independen dari
kadar estradiol serum). Khasiat juga dapat dikurangi dengan adanya lecet kulit.
Reaksi toksik jarang termasuk anafilaksis dan ensefalopati toksik, dan konsentrasi
tinggi DEET sesekali dapat menghasilkan letusan bulosa dramatis.16
Manajemen anafilaksis sengatan serangga akut tidak berbeda dari
anafilaksis dari penyebab lain. Strategi manajemen pencegahan yang dirancang
untuk mengurangi risiko pasien mengalami reaksi di masa depan dan morbiditas
dan mortalitas yang terkait,dan mencakup langkah-langkah untuk mengurangi
penghindaran kemungkinan pasien tersengat, penyediaan perawatan darurat,dan
evaluasi pasien sebagai calon potensial untuk imunoterapi. Banyak pasien alergi-
serangga tidak menerima pencegahan manajemen yang optimal dan imunoterapi
kurang dimanfaatkan. Pengembangan strategi pencegahan didasarkan pada
riwayat alami dari alergi sengatan serangga, konfirmasi diagnosis, dan
penggunaan imunoterapi racun untuk mempengaruhi perjalanan penyakit.
PROGNOSIS
Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang
terlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topical berbagai jenis
analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup
membantu, begitupun dengan kortikosteroid oral (mis. Metilprednisolone)
maupun topikal (mis. Betamethasone). Pemberian insektisida, mencegah pajanan
ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perlu diperhatikan.Sedangkan
untuk reaksi sistemik berat,penanganan medis darurat yang tepat memberikan
prognosis baik.(9, 10)
DAFTARPUSTAKA
1. Wolff K., Johnson A. R., et al. Insect Bites And Infestations. Fitzpatrick’s
Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. 2007.USA:
McGrawHill.p. 1-9
2. Steen J . Christoper. Anthropoda Bites and Stings. In :In Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K et all editors. Fitzpattrick’s Dermatology in General
Medicine, 7th edition. New York; Mc Graw-Hill, 2008.p.2059-2063.
3. Dofitas L.B. Insect Bites and Stings. In: Williams H., Bigby M., et al
editors. Evidence Based Dermatology. 2008. UK: Blackwell
Publishing.p.478-486
4. Moffitt, JohnE. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on
SouthernMedical Journal,November2003,Volume96, Issue11.p.1073-79.
5. Weller R., Hunter J., Savin J., et al editors. Clinical Dermatology 3rd
edition.UK: Blackwell Science Ltd. p 224-225
6. Elston D. Bites and Stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP
Editors. Dermatology 2nd Volume 1. Philadelphia: Elsevier Inc, 2008;
12(81)
7. Bouxton, K. Paul. Infestation. In: Bouxton, K. Paul, eds. ABC of
Dermatology 4th edition.UK: BMJ Publishing Group Ltd. 2003 .p.42,
105-6
8. El
stonD.ParasiticInfestations,Stings,andBitesin:Andrews'DiseasesOfTheSkin
Clinical Dermatology11thEdition:JameW,BergerT,ElstonD. Philadelphia:
Elsevier; 2006. p.444-51
9. Beck, M.H., Wilkinson, S.M.. Contact Dermatitis: Allergic. In: Burns T,
BreathnachS, CoxN,GriffithsC.RooksTextbookofDermatology.Vol.2.
EightEdition.USA: Blackwellpublishing; 2010. p. 26.13-14.
10. El
stonD.ParasiticInfestations,Stings,andBitesin:Andrews'DiseasesOfTheSkin
Clinical Dermatology11thEdition:JameW,BergerT,ElstonD. Philadelphia:
Elsevier; 2006. p.444-51
11. SularsitoSA,DjuandaS. Dermatitis. Dalam:DjuandaA,HamzahM,Aisah
S,dkk,editor.IlmuPenyakitKulitdanKelamin.Ed.5.Jakarta:FKUI;2005.p.
135
12. AmiruddinMD.Skabies.Dalam:IlmuPenyakitKulitdanKelamin.Ed.1.
Makassar:Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ;2003.p. 5-10.
13. Chosidow O.Scabies. New England JMed. 2006.1718-27
14. Handoko, R P. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediarja SA,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan 2 edisi VI. Jakarta:
FKUI, 2011. p.122-125
15. Anonim. Infestations. In: Gawkrodger D J, eds. Dermatology, An
Illustrated Color Text. 3rd Edition. Hancourt Publisher Limited. 2001
p.58-59
16. Anonim. Drug Reactions. In: James WD, Berger TG, Elston DM Editors.
Andrews Disease of the Skin – Clinical Dermatology 10th. Philadelphia:
Elsevier Inc, 2006:p.115-117