INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh...

21
1 INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM ISLAM: Dialog Kritis atas Pemikiran Kontemporer Muhammad Shahrur Sokhi Huda "Jika 95 tesis Martin Luther yang digantungkan di pintu Gereja Istana Wittenberg pada tahun 1517 mampu mengubah cara berpikir dan bertindak bahkan para musuh- musuhnya, maka demikian juga yang Akan tetapi pada buku-buku yang ditulis oleh Muhammad Shahrur." (Prof. Dr. Dale F. Einkelman, Darmouth Colleg, Hanover NH) 1 "Karya-karya Muhammad Shahrur berbicara sendiri, bahwa ia adalah pemikir yang berani menentang arus konvensi, melakukan dekonstruksi, sekaligus menawarkan resep baru berbasis pandangan filosofis, pendekatan rekonstruksi historis, dan metode hermeneutik sehingga menghasilkan inovasi metodologis hukum Islam, meskipun ia belum pernah disebut sebagai ahli tafsir dan fikih. Suhu kontroversi semakin naik ketika Shahrur diketahui berlatarbelakang otodidak, Profesor jurusan Teknik Sipil, dan anak tukang celup di wilayah Arab." (Sokhi Huda) A. PENDAHULUAN Seiring dengan dinamika global pasca perang dunia II, yang dapat disebut era posmodern atau era kontemporer, umat Islam memasuki tantangan baru sebagai konsekuensi problem-problem baru yang dihadapi dan dialaminya. Tantangan ini menyangkut desakan terhadap umat Islam sendiri untuk melakukan rekoreksi diri dalam kaitan dengan kompetisi global, penyelesaian agenda modernitasnya yang belum tuntas, serta penerjemahan ajaran kedalam pengalaman hidup yang semakin kompleks dan kompetitif. Pada skala inilah harga Islam dan umatnya dipertaruhkan. Tantangan era kontemporer tersebut merangsang para pemikir muslim untuk melakukan respons riil secara eksternal maupun internal dalam bentuk- bentuk yang variatif. Ketika para pemikir modern muslim mengosentrasikan pada paduan romantisisme abad klasik dan kritik eksternal, maka para pemikir kontemporer muslim lebih banyak memberikan perhatian pada kritik internal Islam dan problem-problem umat Islam. Dinamika pemikiran keislaman kontemporer (PKK) ditandai oleh munculnya sejumlah respons para pemikir kontemporer muslim. Dari sejumlah respons tersebut terdapat gejala-gejala yang menggobal di kalangan para pemikir muslim era kontemporer yang bermaksud mempersoalkan abilitas dan aplikabilitas Islam dalam konteks praksis pemecahan problem-problem yang dihadapi oleh umat Islam. Diantara problem-problem ini adalah problem kemampuan hukum Islam untuk menjawab persoalan yuridis dalam tantangan global yang dihadapi oleh umat Islam. 1 Dale F. Einkelman, “Islamic Religious Contemporary and Lesson Circles: is there a Copernican Revolution?,” dalam G.W. Most (ed.), Commentaries-Kommentare (Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1999), 140, sebagaimana dikutip oleh Andreas Christmann (Trans., Ed., Intro.), The Qur"an, Morality, and Critical Reason; The Essential Muhammad Shahrur (Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, 2009).

Transcript of INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh...

Page 1: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

1

INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM ISLAM:

Dialog Kritis atas Pemikiran Kontemporer Muhammad Shahrur Sokhi Huda "Jika 95 tesis Martin Luther yang digantungkan di pintu Gereja Istana Wittenberg pada tahun 1517 mampu mengubah cara berpikir dan bertindak bahkan para musuh-musuhnya, maka demikian juga yang Akan tetapi pada buku-buku yang ditulis oleh Muhammad Shahrur." (Prof. Dr. Dale F. Einkelman, Darmouth Colleg, Hanover NH) 1

"Karya-karya Muhammad Shahrur berbicara sendiri, bahwa ia adalah pemikir yang berani menentang arus konvensi, melakukan dekonstruksi, sekaligus menawarkan resep baru berbasis pandangan filosofis, pendekatan rekonstruksi historis, dan metode hermeneutik sehingga menghasilkan inovasi metodologis hukum Islam, meskipun ia belum pernah disebut sebagai ahli tafsir dan fikih. Suhu kontroversi semakin naik ketika Shahrur diketahui berlatarbelakang otodidak, Profesor jurusan Teknik Sipil, dan anak tukang celup di wilayah Arab." (Sokhi Huda)

A. PENDAHULUAN

Seiring dengan dinamika global pasca perang dunia II, yang dapat disebut era posmodern atau era kontemporer, umat Islam memasuki tantangan baru sebagai konsekuensi problem-problem baru yang dihadapi dan dialaminya. Tantangan ini menyangkut desakan terhadap umat Islam sendiri untuk melakukan rekoreksi diri dalam kaitan dengan kompetisi global, penyelesaian agenda modernitasnya yang belum tuntas, serta penerjemahan ajaran kedalam pengalaman hidup yang semakin kompleks dan kompetitif. Pada skala inilah harga Islam dan umatnya dipertaruhkan.

Tantangan era kontemporer tersebut merangsang para pemikir muslim untuk melakukan respons riil secara eksternal maupun internal dalam bentuk-bentuk yang variatif. Ketika para pemikir modern muslim mengosentrasikan pada paduan romantisisme abad klasik dan kritik eksternal, maka para pemikir kontemporer muslim lebih banyak memberikan perhatian pada kritik internal Islam dan problem-problem umat Islam.

Dinamika pemikiran keislaman kontemporer (PKK) ditandai oleh munculnya sejumlah respons para pemikir kontemporer muslim. Dari sejumlah respons tersebut terdapat gejala-gejala yang menggobal di kalangan para pemikir muslim era kontemporer yang bermaksud mempersoalkan abilitas dan aplikabilitas Islam dalam konteks praksis pemecahan problem-problem yang dihadapi oleh umat Islam. Diantara problem-problem ini adalah problem kemampuan hukum Islam untuk menjawab persoalan yuridis dalam tantangan global yang dihadapi oleh umat Islam.

1Dale F. Einkelman, “Islamic Religious Contemporary and Lesson Circles: is there a Copernican

Revolution?,” dalam G.W. Most (ed.), Commentaries-Kommentare (Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht,

1999), 140, sebagaimana dikutip oleh Andreas Christmann (Trans., Ed., Intro.), The Qur"an, Morality, and

Critical Reason; The Essential Muhammad Shahrur (Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, 2009).

Page 2: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

2

Persoalan yuridis tersebut juga memperoleh perhatian dari kalangan pemikir kontemporer muslim semisal pertama, Abdullahi Ahmed al-Na>’im mempertanyakan teori naskh-mansukh yang biasa dipahami oleh ulama usul fiqh selama ini.2 Kedua, Fatima Mernissi (l. 1940 di Fez, Maroko), Riffat Hassan, dan Amina Wadud3-Muhsin mempertanyakan keabsahan hadis-hadis missoginik4 dengan menggunakan perangkat analisis gender. Ketiga, Muhammad Shahrur (l. 1938 di Damaskus, Suriah) melalui karyanya al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’ah

Mu’a >s}irah dan Nah}w Us}u >l Jadi>dah: Fiqh al-Mar’ah, dengan teori “h}udu>d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan akurasi analisis dan kerangka keilmuan Islam klasik jika harus diterapkan seluruhnya pada era kontemporer.5

Dalam hemat penulis, Shahrur merupakan sebutir diantara butir-butir mutiara yang dimiliki oleh Islam pada periode kontemporer ini. Kehadiran Shahrur di dunia kontemporer Islam ibarat sosok yang tiba-tiba muncul dari

dunia lain, karena ia ber-background non-ahli keislaman dan tidak pernah tercatat sebagai mahasiswa di lembaga-lembaga studi Islam, juga tidak pernah tercatat berguru kepada seorang guru pun dalam bidang ilmu keislaman. Ini semua diakui sendiri oleh Shahrur. Oleh karena itu melalui karya-karyanya yang fenomenal Shahrur secara tiba-tiba juga menarik perhatian dengan berbagai bentuk pro maupun kontra. Hal ini lah diantaranya yang menarik untuk dikaji, khususnya terkait dengan inovasi metodologis yang diukirnya dalam konstelasi hukum Islam.

Sedang problem akademik yang menginspirasi Shahrur adalah kondisi statis atau sangat lamban dalam kesejarahan hidup masyarakat Islam, khsususnya di wilayah Arab, yang pergerakannya hanya terkonsentrasi pada matra-matra eksistensi dan proses, tetapi sangat lamban dalam perubahan (kemajuan) di bidang-bidang ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu alam, teknologi, antropologi, dan humaniora. Kondisi ini niscaya berimplikasi terhadap gaya-gaya yang kurang responsip terhadap pemecahan problem-problem yang dihadapi oleh umat Islam.

Inspirasi tersebut menggerakkan Shahrur menelusuri, mendekonstruksi, dan merekonstruksi pemahaman terhadap sumber pokok Islam yang selanjutnya diwujudkan kedalam bentuk-bentuk konstruksi pemikiran kontemporer dari asasnya yang filosofis sampai dengan operasionalisasinya di bidang hukum Islam.

2 Perhatian dan solusi al-Na’im dalam dua bukunya Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right, and International Law (New York: Syracuse University Press, 1990) dan Islamic Law Reform and Human Right Challenges and Rejoinders, Editor: Tore Lindholm dan kari Vogt (Norwegia: Nordic Hman Rights Pubications, 1993). 3 Amina Wadud (nama baru pada tahun 1974 setelah masuk Islam pada 972), lahir dengan nama Maria Teasley di Bethesda Maryland Amerika serikat pada 1952 dari ayah seorang pengkhotbah Kristen Metodis. 4 Fatima Mernissi, Beyond the Veil: Male-Female Dynamics in the Modern Muslim Society (Bloomingtoon: Indian University Press, 1987); Riffat Hassan dan Fatima Mernissi, Setara di

Hadapan Allah, terj. tim LSPPA (Yogyakarta: Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak [LSPPA], 1996). 5 Muhammad Shahrur, Dirasat Islamiyah Mu’asirah (1): Al-Kitab wa al-Qur’an (Dimasq: 1990).

Page 3: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

3

B. PEMBAHASAN

1. Biografi Singkat Muhammad Shahrur

Pertama, data lahir dan keluarga. Prof. Dr. Ir. Muhammad Shahrûr lahir di Damaskus, Suriah, pada 11 April 1938. Ayahnya bernama Daib sedangkan ibunya bernama S }iddî >qah binti S }a >lih Filyu>n. Shahru>r beristeri ‘Azî >zah dan dikarunia lima orang anak, yaitu: (1) T}a >riq (beristri Riha >b), (2) al-Layth (beristri Olga), (3) Rîma (bersuami Luis), sedang yang dua lagi adalah (4) Basi>l dan (5) Mashûn. Shahrur memiliki dua cucu bernama Muhammad dan Kina>n. Perhatian dan kasih sayang Shahrur kepada keluarganya begitu besar. Hal ini terbukti dengan selalu menyebutkan nama-nama mereka dalam persembahan karya-karyanya. Selain itu, kasih sayangnya tampak juga dalam penyelenggaraan pernikahan anak perempuanya, Rîma, yang dirayakan dengan mengundang para tokoh agama dan bahkan tokoh politik dari partai Bath, partai paling berpengaruh di Suriah saat ini.6

Kedua, bakat intelektual, pendidikan, dan karir. Sejak usia belia Shahrur terkenal dengan anak yang cerdas dan cemerlang. Diantaranya hal ini terbukti pada proses pendidikannya yang lancar dan tidak menghadapi kendala yang signifikan. Jenjang pendidikan Shahrur sebagaimana anak-anak lainnya diawali dari madrasah Ibtida>i>yah, I‘da>diyah (sederajat SLTP/Tsanawiyah), dan Thanawiyah (sederajat SMU/Aliyah) di Damaskus. Dalam usia 19 tahun Shahrur memperoleh ijazah Tsanawiyah dari madrasah Abdurrahma >n al-Kawa >kibi> pada tahun 1957 M.7

Kecerdasannya terbukti dengan perolehan beasiswa dari pemerintah Suriah ke Moskow, Rusia untuk melanjutkan kuliah di bidang Teknik Sipil pada Maret 1957. Jenjang pendidikan ini ditempuhnya selama lima tahun mulai 1959 hingga berhasil meraih gelar Diploma (S1) pada tahun 1964. Kemudian Shahrur kembali ke negara asalnya mengabdikan diri pada Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus sampai tahun 1965. Dalam waktu yang tidak lama, Universitas Damaskus mengutusnya ke Dublin Irlandia tepatnya di Ireland

National University8 guna melanjutkan studinya pada jenjang Magister dan Doktoral dalam bidang yang sama dengan spesialisasi Mekanika Pertanahan dan Fondasi. Pada tahun 1969 Shahrur meraih gelar Master dan tiga tahun

6 Ahmad Zaki Mubarok, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an Kontemporer ‘ala M. Syahrur (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), 137. 7 Untuk penjelasan lebih lengkap tentang biografi Muhammad Shahrur dapat dirujuk langsung ke website resminya, yaitu www.shahrour.org. 8 Dublin adalah pusat utama pendidikan di Irlandia, dengan tiga universitas dan banyak lembaga pendidikan tinggi. Ada 20 lembaga tingkat ketiga di kota Dublin yang akan menjadi Ibukota Sains Eropa pada tahun 2012. Lihat Wikipedia: "Dublin City Council: Dublin’s bid for City of Science 2012 gathers pace". Dublin City Council. July 2008. http://www.dublincity.ie/Press/PressReleases/ /Dublin John Walshe dan Ralph Reigel (25-11-2008). "Celebrations and hard work begin after capital lands science 'Olympics' for 2012". Irish Independent. The University of Dublin adalah universitas tertua di Irlandia berasal dari abad ke-16, dan terletak di pusat kota. Sedang Universitas Nasional Irlandia (NUI) memiliki kedudukan penting di Dublin, yang juga merupakan lokasi universitas konstituen terkait dari University College Dublin (UCD), universitas terbesar di Irlandia dengan lebih dari 22.000 mahasiswa. Kampus utama UCD di Belfield terletak sekitar 5 km sebelah selatan timur dari pusat kota.

Page 4: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

4

kemudian, tahun 1972, dia berhasil menyelesaikan program doktoralnya. Pada tahun yang sama ia diangkat secara resmi menjadi dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Damaskus dan mengampu mata kuliah Mekanika Pertanahan dan Geologi.9

Kecerdasan Shahrur diwarisinya dari keluarga ayahnya yang cinta ilmu. Menurut pengakuan Shahrur sendiri, ayahnya adalah murid dekat Syaykh Na >s}ir al-Di>n al-Alba>ni >. Setiap kali Syaykh al-Alba>ni> berkunjung ke Damaskus, ayahnya menjemputnya dan mengajaknya menginap di rumah mereka. Kemudian ayahnya meminta kepada Syaykh al-Alba >ni > untuk menyampaikan ceramah pengajian.10

Penjelasan tersebut mendeskripsikan betapa akrab dan dekat keluarga Shahrur dengan sosok Syaykh al-Alba>ni > (w. 1999 M), seorang pakar Hadis abad ke-21. Meskipun keluarga Shahrur begitu dekat dengan al-Alba>ni > yang terkenal sebagai ulama konservatif di bidang Hadis, namun hal itu ternyata tidak mewarnai pemikiran Shahrur. Bahkan ia cenderung memberontak terhadap pandangan Hadis yang diusung oleh al-Alba>ni > dan ulama Hadis klasik lainnya.11

Sedang Suriah tercatat sebagai negara yang memiliki pengaruh luar biasa dalam arus pemikiran di dunia Islam, baik sosial, politik, budaya, dan intelektual. Dari Suriah telah muncul sejumlah tokoh dan ulama terkenal seperti Ibnu ‘Asha >kir (w. 1176 M), Jamal ad-Di >n al-Qa >simî (w. 1913 M), Na >shir ad-Di >n al-Alba>ni > (w. 1999 M) dan yang masih hidup adalah Prof. Dr. Wahbah al-Zuhayli>, Prof. Dr. Sa‘i>d Ramad}a >n al-Bu>t}î dan Prof. Dr. Ir. Muhammad Shahru>r. Penduduk Suriah secara umum sangat toleran dan jauh lebih terlatih untuk hidup berdampingan dengan agama lain jika dibandingkan dengan negara muslim lainnya.12 Secara historis, hal ini merupakan peninggalan kebijakan dari masa para khalifah dahulu. Di Suriah jumlah umat Islam mencapai 80% sedangkan 20 % terdiri dari Kristen, Yahudi, dan aliran-aliran keagamaan lainnya seperti Shi‘ah Druz. Dalam undang-undang yang berlaku dinyatakan dengan tegas bahwa kepala negara republik harus beragama Islam, di samping undang-undang juga menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya. Sedang mazhab yang

9 Peter Clark, “The Shahrorur’s Phenomenon; A Liberal Islamic Voice From Suriah”, dalam Islam

and Christian-Muslim Relation, Vol. VII, No. 3, Oktober, 1996, 339. 10 Penjelasan ini dapat dibaca dalam wawancara ‘Assa>f ‘Abu>d dengan Muhammad Shahrur yang dimuat dalam majalah Al-Rajul al-Yawm, edisi I, 01 Juli 2004, yang diterbitkan oleh Muassasah al-‘Arabiyah li al-S }ahafah wa al-T }iba >’ah; Uni Emirat Arab, 1, dan juga dimuat dalam website resmi Shahrur. 11 Hal ini diakui sendiri oleh Shahrur, bahwa pemikiran ayahnya yang banyak diwarnai oleh pemikiran Syaykh al-Alba >ni > tidak mempengaruhi pemikirannya. Bahkan lebih berani lagi Shahrur mengatakan bahwa saya tidak akan tunduk di bawah pendapat siapa pun, meskipun ia adalah Imam Shafi’i > atau Ibnu ‘Abba >s. Pernyataan ini disampaikan oleh Shahrur dalam wawancara yang berjudul “La > Aqbal al-Julu >s ‘inda Aqda >m Ibn ‘Abba >s wa al-Sha >fi‘i>”, dalam www.shahrour.org. 12 Kultur sosial-politik Suriah sangat mendukung setiap orang untuk menghasilkan dan mempublikasikan pemikiran-pemikirannya, tanpa harus mengalami “sanksi politik” dan “sanksi teologis” sebagaimana yang dialami oleh Nas}r H }a >mid Abu> Zayd. Lihat Moh. Inam Esha, “Rekonstruksi Historis Metodologis Pemikiran M. Shahrur” dalam Jurnal al-Huda, Vol. 2 No. 4, 2001, 124.

Page 5: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

5

berkembang luas adalah mazhab Hanafi, meskipun mazhab lain juga tetap digunakan.13

Ketiga, karya-karya. Shahrur dengan latar belakang sebagai ahli teknik, ternyata meminati juga secara serius terhadap masalah-masalah keislaman. Hal ini sebagaimana diwujudkannya dalam al-Kitab wa al-Qur`an (tahun 1992), sebagai karya pertama yang monumental. Buku inilah sebenarnya yang telah membuat namanya popular dalam kancah pemikiran. Renungan dalam buku ini ternyata tidak tanggung-tanggung karena ditulisnya dalam waktu yang cukup lama, yaitu 20 tahun. Di bidang spesialisasinya sendiri, Shahrur sebenarnya juga menonjol, khususnya di negaranya sendiri, sebab pada tahun 1972, bersama rekan-rekannya ia membuka biro konsultasi teknik (Da>r al-Istisha>ra>t al-Handasi>yah) di Damaskus, dan pada 1982-1983 pihak universitas mengirimnya ke luar negeri sebagai tenaga ahli pada al-Sawd Consult, Saudi Arabia.

Shahrur juga menguasai bahasa Inggris dan Rusia. Akan tetapi secara garis besar, karya-karya Shahrur diantaranya adalah al-Handasah al-Asasiyah (3 Volume) dan al-Handasah al-Turabiyah 2. Sedang karya-karya Shahrur di bidang keislaman dapat dikategorikan kedalam dua kategori (serial dan non-serial), ditambah karya-karya berbentuk artikel. Karya-karya serial Shahrur, yakni Dira>sa >t Isla >mi >yah Mu`a>s}irah, adalah: (1) Al-Kita>b wa al-Qur`a>n (1990), (2) Fi al-

Dawlah wa al- Mujtama` (1994), (3) Al-Isla>m wa al-Ima>n: Manz}u>mah al-Qiyam (1996), (4) NahwUsu >l Jadi >dah li al-Fiqh al-Isla>mi >y; Fiqh al-Mar’ah (2000), dan (5) Tajfi>f Mana>bi’ al-Irha>b (2008). Sedang karya-karya non-serial Shahrur adalah: (1) Mashr >u` Mitha>q al-`Amal al-Isla >mi>y (1999) dan (2) Al-Qas}as} al-Qur’a>ni >y;

Qira>’ah Mu`a>s}irah: Madkhal ila> al-Qas}as} wa Qis}s}ah A>dam (2010). Selanjutnya artikel-artikel Shahrur diantaranya adalah: (1) “The Divine Text and Pluralism in Muslim Societies”, dalam Muslim Politics Report, 14 (1997) dan (2) “Islam and the 1995 Beijing World Conference on Woman” dalam Kuwaiti Newspaper dan dipublikasikan juga dalam Charles Kurzman (Ed.), Liberal Islam: A Sourcebook (New York & Oxford: Oxford University Press, 1998).

Semua karya non-artikel Muhammad Shahrur tersebut diterbitkan oleh Al-Ah }ali li al-T}iba>̀ ah wa al-Nashr wa al-Tawzi ,̀ Damaskus. Sedang buku pertama, yakni Dira>sa >t Isla>mi >yah Mu`a>s}irah (1): Al-Kita>b wa al-Qur`a>n (1992) diterjemahkan kedalam bahasa Inggris berjudul The Qur’an, Morality, and Critical Reason; The Essential

Muhammad Shahrur.14

2. Inovasi Shahrur tentang Metodologi Hukum Islam

a. Konstruksi Kekaryaan dan Pemikiran Muhammad Shahrur

Pertama, secara ringkas, konstruksi pemikiran Muhammad Shahrur penulis gambarkan kedalam bentuk bagan dan diagram di bawah ini.

13 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik

Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 1998), 130. 14 Andreas Christmann (Trans., Ed., Intro.), The Qur"an, Morality, and Critical Reason; The

Essential Muhammad Shahrur (Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, 2009). Buku ini diberi kata pengantar oleh Dale F. Eickelman, dilengkapi hasil interviu dengan Shahrur oleh Dale F. Eickelman (1996) dan Andreas Chrismann (2007).

Page 6: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

6

Gambar 1. Bagan Konstruksi Pemikiran Muhammad Shahrur

Al-Tanzi >l al-H }aki>m

1

BASIS ONTOLOGIS

2

ARGUMEN

ONTOLOGIS

5

METODE STUDI

6

INSTRUMEN

METODOLOGIS

Relasi Ketiganya =

keniscayaan alami.

Konsekuensi:

“hukum dialektika

negatif” (Qanun

al-Nafy wa Nafy

‘an Nafy)

Dialektika tiga dimensi

kehidupan (hay’ah al-hayah):

a. Al-Kaynu>nah (das Sein,

Being)

b.Al-Sayru >rah (Process)

c. Al-S }ayru >rah (Becoming)

secara dinamis.

Teori H }udu >d H }ani>fi>yah

sebagai Teori Antara/

Alternatif (Fleksibel/Elastis)

4

PENDEKATAN

Multidimensional (Filosofis,

Historis, Linguistik, Saintifik)

3

EPISTEMOLOGI

7

PRODUK

PEMIKIRAN

Mujtahid pertama :

Nabi Muhammad

SAW

Fiqh Mar’ah: (1) Wasiat, (2)

Pewarisan, (3) Kepemimpinan,

(4) Poligami, (5) Pakaian.

Keyakinan tentang

Universalisme Hukum al-

Tanzil al-Hakim (Hududiyah

Hanifiyah) sebagai Ladang

Ijtihad.

Metode Mayor: Hermenutika

(Relatif dalam penafsiran

terhadap kitab suci)

Metode Minor:

a. Linguistik-Semantik: (1) Linguistik al-Jurjani

(Sinonimitas dan

Komposisi), 2) Linguistik

Ibnu Faris (Polisemi)

b. Ilmu Eksakta Modern: (1) Matematika Analitik, 2)

Teknik Analitik, (3) Teori

Himpunan.

Page 7: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

7

Gambar 2. Diagram Konstruksi Pemikiran Muhammad Shahrur

9.

Dinamika Historis

Islam dan Umatnya

8.

Wilayah Aksiologis

7.

Produk Pemikiran

6.

Instrumen Metodologis

5.

Metode Studi

4.

Pendekatan

3.

Epistemologi

2.

Argumen

Ontologis

1.

Basis

Ontologis

Kedua, pembahasan konstruksi pemikiran Muhammad Shahrur. Shahrur mengaku bahwa gagasan-gagasannya dalam al-Kitāb wa al-Qur’ān berangkat dari perenungan yang tidak kurang dari seperempat abad, berujung pada keprihatinan dan kritik terhadap kondisi umat Islam yang –menurutnya—selama ini terkungkung oleh dogma-dogma dan keyakinan yang justru dapat salah kaprah dan bahkan terbalik. Sedang literatur keislaman yang berkembang tidak lagi mampu menampilkan wajah Islam yang semestinya dan tidak mampu memecahkan persoalan-persoalan prinsipil dalam pemikiran Islam.15

Dengan keyakinan bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah yang akan selalu abadi dan up to date, Shahrur mengajak umat Islam agar al-Qur’an ditafsirkan sesuai perubahan waktu. Menurutnya, pada abad ke-7 Masehi Nabi dan para sahabat telah menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan latar pengetahuan saat itu. Sedang sekarang al-Qur’an hendaknya dibaca seakan-akan turun di masa sekarang dengan latar pengetahuan kekinian pula16.

Sebagai jaminan bahwa penafsiran al-Qur’an tersebut dapat menjadikan Islam sebagai agama yang cocok untuk semua waktu dan tempat, umat Islam masa kini harus menganggap bahwa al-Qur’an seakan-akan diturunkan kepada mereka di masa kini dan seakaan-akan Nabi baru saja meninggal dan menyampaikan al-

15 Shahrur, Al-Kitāb wa al-Qur’ān: Qirāah Mu’āshirah (Damaskus, al-Ahāli Publishing House, 1990) 29-30. 16 Ibid., 36.

Page 8: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

8

Qur’an baru-baru saja (ka anna al-nabiy tuwuffiya hadīthan wa ballaghanā hādzā

al-Kitāb).17 Shahrur menggambarkan konstruksi pemikirannya melalui bagan berikut18:

Gambar 3. Bagan Konsep Shahrur tentang al-Kitab

b. Teori Limit Shahrur dan Kontribusinya terhadap Studi Hukum Islam Shahrur menempatkan teori limit (h}udu>d) pada bagian integral dalam dua

karyanya, yakni (1) al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’ah Mu`a>s}irah19 dan (2) Nah }w

Us}u >l Jadi>dah: Fiqh al-Mar’ah20. Karya pertama merupakan landasan fundamental yang bersifat ontologis dan epistemologis dari seluruh karya pemikiran Shahrur, dan secara khusus yang terkait dengan inovasi metodologis hukum Islam. Sedang karya kedua merupakan profil operasionalnya bagi inovasi tersebut.

Melalui karyanya al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’ah Mu`a>s}irah Shahrur menegaskan bahwa teori limit (h}udu>d) merupakan salah satu pendekatan dalam ijtihad. Pendekatan ini digunakan dalam usaha mengkaji ayat-ayat muh}kama>t

(ayat-ayat yang bersisi pesan hukum) dalam al-Qur’an. Terma limit yang digunakan oleh Shahrur mengacu pada pengertian “batas-batas ketentuan Allah yang tidak boleh dilanggar, tetapi di dalamnya terdapat wilayah ijtihad yang bersifat dinamis, fleksibel, dan elastis.” Teori limit yang dimunculkan oleh Shahrur merupakan salah satu inovasi (kontribusi baru) dalam kajian pemikiran kontemporer di bidang fikih. Dalam pandangan Wael B. Hallaq, teori limit Shahrur

17 Ibid., 44. 18 Shahrūr, Al-Kitāb wa al-Qur’ān, 17. 19 Pembahasan tentang teori h}udu >d ditempatkan pada bab III (Umm al-Kita >b wa al-Sunnah wa al-Fiqh), pasal I tentang Umm al-Kita>b (al-Risa >lah), sub I “Al-H}udu >d fi> al-Tashri>’ wa al-‘Iba >da >t”. Lihat Shahrur, Al-Kita >b wa al-Qur’a >n, 443-491. 20 Teori limit diterapkan secara operasional mulai bab III sampai dengan bab VI pada masalah-masalah: (1) wasiat, (2) kewarisan, (3) poligami, (4) kepemimpinan, dan (5) pakaian. Pembahasan opeasional ini didadului oleh pembahasan landasan filosofis dan argumentetatif pada bab I serta landasan konseptual-teoretis dan metodologis pada bab II. Lihat Shahrur, Nah}w Us}u>l Jadi>dah: Fiqh

al-Mar’ah.

Page 9: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

9

telah mengatasi kebuntuan epistemologi yang menimpa karya-karya pemikir sebelumnya.21

Minimal, teori limit Shahrur memberikan empat kontribusi dalam pengayaan bidang fikih. Pertama, dengan teori limit, Shahrur telah berhasil melakukan pergeseran paradigma (shifting paradigm) yang sangat fundamental di bidang fikih. Selama ini, pengertian h}udu>d dipahami oleh para ahli fikih secara rigid sebagai ayat-ayat dan hadis-hadis yang berisi sanksi hukum (al-`uqu>ba>t)

yang tidak boleh ditambah atau dikurangi dari ketentuannya yang termaktub, seperti sanksi potong tangan bagi pencuri, cambuk 100 kali bagi pelaku zina yang belum berkeluarga, dan lainnya. Berbeda dengan itu, teori limit yang ditawarkan oleh Shahrur cenderung bersifat dinamis-kontekstual, dan tidak hanya menyangkut masalah sanksi hukum (al-`uqu>ba>t). Teori limit Shahrur juga menyangkut aturan-aturan hukum lainnya, seperti liba>s al-mar’ah (pakaian perempuan), ta`addud al-zawj (poligami), pembagian warisan, kepemimpinan, dan wasiat.

Kedua, teori limit Shahrur menawarkan ketentuan batas minimum (al-h }add al-adna>) dan batas maksimum (al-h }add al-a`la>) dalam menjalankan hukum-hukum Allah. Hukum-hukum Allah diposisikan bersifat elastis, sepanjang tetap berada di antara batas minimum dan maksimum yang telah ditentukan. Wilayah ijitihad manusia, menurut Shahrur berada di antara batas minimum dan maksimum itu. Secara singkat, sepanjang seorang muslim masih berada dalam wilayah h}udu>d Alla >h (ketentuan Allah antara batas minimum dan maksimum), dia tidak dapat dianggap keluar dari hukum Allah. Contohnya adalah ketentuan potong tangan bagi pencuri.22

Menurut Shahrur, potong tangan merupakan sanksi maksimum (al-h}add al-

a`la>) bagi seorang pencuri. Batas minimumnya adalah dimaafkan23. Dari sini Shahrur berkesimpulan, seorang hakim dapat melakukan ijtihad dengan memperhatikan kondisi objektif si pencuri. Hakim tidak harus secara serta merta memberi sanksi potong tangan dengan dalih menegakkan syariat, tetapi dapat berijtihad di antara batasan maksimum dan minimum, misalnya dengan sanksi penjara. Jika kasus yang dihadapi oleh hakim adalah pejabat yang korup, sanksi dipecat dari jabatannya juga masih berada dalam dua batasan tadi. Shahrur beralasan, esensi sebuah sanksi hukum adalah membuat jera si pelanggar hukum. Oleh karena itu, negara atau pemerintahan yang tidak atau belum menerapkan sanksi potong tangan, rajam, qis}as}, dan beberapa sanksi hukum yang tertera di dalam al-Qur’an maupun hadis tidak dapat diklaim sebagai negara atau pemerintahan yang kafir sebagaimana tuduhan dari kalangan fundamentalis.

Dalam kasus pakaian perempuan (liba>s al-mar’ah), Shahrur berpendapat bahwa batas minimum pakaian perempuan adalah satr al-juyu >b24 atau menutup bagian dada (payudara), kemaluan, pantat, dan bawah ketiak. Batas maksimumnya adalah menutup sekujur anggota tubuh, kecuali dua telapak tangan dan wajah. Dengan pendekatan ini, perempuan yang tidak memakai jilbab pada umumnya

21 Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to Sunni Ushul Fiqh (edisi Indonesia), ter. E. Kusnadiningrat dkk, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), 377. 22 Q.S. al-Ma >’idah [5]: 38. 23 Q.S. al-Ma >’idah [5]: 34. 24 Q.S al-Nur [24]: 31.

Page 10: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

10

(termasuk model “jilbab gaul” yang menjadi tren) sesungguhnya telah memenuhi ketentuan Allah, sebab masih berada pada wilayah di antara batas minimum dan maksimum tadi. Sebaliknya, perempuan yang menutup sekujur tubuhnya (termasuk wajah, dengan cadar misalnya) dianggap telah keluar dari h }udu>d Alla >h, karena melebihi batas maksimum yang ditentukan al-Qur’an. Artinya, perempuan yang mengenakan cadar dan menutup sekujur tubuhnya –dengan pendekatan ini—justru tidak islami.

Dalam kasus kewarisan, Shahrur merumuskan teori batasnya berangkat dari Q.S. al-Nisa’ [4]: 11. Teori batas Shahrur ini terkait dengan setiap konteks hubungan antara anak laki-laki dan perempuan yang dapat saja berubah sesuai dengan jumlah perbandingan anak, dan tidak selalu terikat pada konsep “satu bagia bagi anak laki-laki dan setengah bagian bagi anak perempuan” sebagaimana yang pendapat mayoritas ulama fikih.

Formulasi teori batas kewarisan menurut Shahrur adalah sebagai berikut. Batas pertama: li al-dhakar mithl haz}z } al-unthayayn (laki-laki=1: Perempuan =1/2). Ini adalah batasan hukum yang membatasi jatah-jatah atau bagian-bagian bagi anak-anak si mayit jika mereka terdiri dari seorang laki-laki dan dua anak perempuan. Pada saat yang bersamaan ini merupakan kriteria yang dapat diterapkan pada semua kasus dimana jumlah perempuan dua kali lipat jumlah laki-laki. Batas kedua: fa in kunna nisa>’an fawqa ithnatayn (Lk=1/3: Pr=2/3). Batas hukum ini membatasi seorang laki-laki dan tiga perempuan dan selebihnya (lebih dari dua). Satu orang laki-laki+perempuan lebih dari dua, maka bagi laki-laki adalah 1/3 dan bagi pihak perempuan adalah 2/3 berapa pun jumlah mereka (di atas dua). Batasan ini berlaku pada seluruh kondisi ketika jumlah perempuan lebih dari dua kali jumlah laki-laki. Batas ketiga: wa in ka>nat wa >h}idah fa laha> al-nisf (lk=1: Pr=1). Batas hukum ketiga ini membatasi jatah warisan anak-anak dalam kondisi ketika jumlah pihak laki-laki sama dengan jumlah pihak perempuan. Dengan demikian, masing-masing anak mendapatkan separuh dari harta peninggalan.

Dalam kasus poligami (ta’addudi>yah), Shahrur menjelaskan dua pembatasan istilah, yaitu (1) pembatasan kuantitas (al-h}add al-kamy) empat istri dan (2) pembatasan kualitas (al-h}add al-kalfiy). Hal ini menunjukkan bahwa istri kedua, ketiga, dan keempat adalah janda dengan anak-anaknya, yang suaminya meninggalkannya. Shahrur membolehkan poligami dalam dua kondisi, yaitu: (1) istri kedua, ketiga, dan keempat adalah janda-janda beranak yang suaminya meninggalkannya dan (2) suami harus memiliki perasaan gelisah bahwa dia tidak akan dapat berbuat adil kepada anak-anaknya. Jika kedua kondisi ini tidak terpenuhi, maka poligami akan gagal. Shahrur menerapkan dua kondisi ini berdasarkan struktur norma bahasa dalam al-Qur'an surat al-Nisa’ [4]: 4.25

Ketiga, dengan teori limitnya Shahrur telah melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap metodologi ijtihad hukum, utamanya terhadap ayat-ayat h }udu>d yang selama ini diklaim sebagai ayat-ayat muh}kama>t yang bersifat pasti dan hanya mengandung penafsiran tunggal. Bagi Shahrur, ayat-ayat muh}kama >t

dapat juga dipahami secara dinamis dan memiliki alternatif penafsiran, sebab al-Qur’an diturunkan untuk merespons persoalan manusia dan berlaku sepanjang

25 Shahrur, Nahw Us}u >l Jadi>dah: Fiqh al-Mar’ah, h. 305.

Page 11: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

11

masa. Semua ayat dalam al-Qur’an tidak saja dapat dipahami, bahkan bagi Shahrur, dapat dipahami secara pluralistik, sebab makna suatu ayat itu dapat berkembang, tidak harus sesuai dengan makna ketika ayat itu turun. Penafsiran suatu ayat sesungguhnya bersifat relatif sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan teori limitnya Shahrur ingin melakukan pembacaan ayat-ayat muh}kama>t secara produktif dan prospektif (qira>’ah muntijah), bukan pembacaan repetitif dan retrospektif (qira>’ah mutakarrirah). Pada konteks inilah Shahrur melakukan dekonstrusi pemahaman historis terhadap sumber-sumber pokok Islam.

Keempat, dengan teori limitnya Shahrur ingin membuktikan bahwa ajaran Islam benar-benar merupakan ajaran yang relevan untuk tiap ruang dan waktu. Shahrur berasumsi bahwa kelebihan risalah Islam adalah di dalamnya terkandung dua aspek gerak, yaitu gerak konstan (istiqa>mah) dan gerak dinamis dan lentur (hani>fiiyah). Dengan demikian, sifat kelenturan Islam ini berada dalam bingkai teori limit yang oleh Shahrur dipahami sebagai the bounds that God has

placed on mans freedom of action. Kerangka analisis teori limit yang berbasis dua karakter utama ajaran Islam ini (aspek-aspek yang konstan dan lentur) akan membuat Islam tetap survive sepanjang zaman. Dua hal yang beroposisi secara biner itu selanjutnya melahirkan gerak dialektis (al-h}arakah al-jadali>yah) dalam pengetahuan dan ilmu-ilmu sosial. Dari situlah diharapkan lahir paradigma baru dalam pembuatan legislasi hukum Islam (tashri>’) sehingga memungkinkan terciptanya dialektika dan perkembangan sistem hukum Islam secara dinamis.

c. Inovasi Metodologis Hukum Islam Gagasan Shahrur dalam Konstelasi

Hukum Islam

Secara historis, pemikiran Shahrur dapat dibilang inovatif dalam konstelasi hukum Islam pada teori “h }udu>d” (teori limit) sebagai teori antara atau teori alternatif. “Teori antara” sebenarnya secara implisit dapat dibilang sebagai perpanjangan tangan terhadap teori istih}sa >n Imam Abu Hanifah. Semangat teori istih}sa >n adalah untuk kebaikan siapa, bukan apa, yaitu masyarakat, bukan individu. Teori antara pernah dilakukan oleh Imam al-Ghazali (405-505 H/1058-1111 M) dalam kitab Al-Mustas}fa> min ‘Ilm al-Us}u >l26, yang intinya adalah mencari alternatif pemecahan masalah hukum Islam yang tidak ditemukan pemecahannya dari empat mazhab otoritatif hukum Islam. Al-Ghazali menampilkan asas manfaat dalam prinsip teori istih}sa>n Imam Abu Hanifah, sebagai alternatif baru.

Selanjutnya untuk pelacakan data-data historis bagi penentuan status inovasi metodologis Shahrur tersebut, perlu digali teori-teori metodologis sebelumnya yang secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

26 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-Mustas}fa > min ‘Ilm al-Us }u >l, studi dan tah}qi>q oleh H}amzah bin Za>hir H}a>fiz} (Beirut: al-Risalah, 1997).

Page 12: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

12

Tabel 1. Inovasi Metodologis Hukum Islam Muhammad Shahrur dalam

Perbandingan Semangat Teori-Teori Konvensional Hukum Islam

No. Tokoh Asal Wilayah

dan Masa Hidup

Teori

Hukum

Aksentuasi

Semangat Hukum

Konstelasi

Developmental

1 Malik bin Anas

93-179 H/ 713-795 M, lahir di Madinah

Mas}lah}ah

Mursalah

Persuasif kemaslahatan dan antisipatif kemudaratan

Sifat persuasif

dan antisipatif hukum Islam

2 Abu Hanifah

81-150 M/700-767 H, lahir di Kufah, wafat di Baghdad

Istih }sa>n Untuk kebaikan siapa, bukan apa, yakni masyarakat

Sifat rahmat hukum Islam

3 Al-Shafi’i 150-208 H/ 767-820 M, lahir di Gaza, Palestina

Qiya >s Alasan-alasan/pertimbangan-pertimbangan dalam penetapan hukum, dengan basis riset

Penggalangan riset dalam ijtihad hukum Islam

4 Ibnu Hanbal

l. 164 H/ 780 M, di Baghdad

Istish }a>b Prinsip praktis, sederhana, dan kultural

Cara praktis penerapan hukum Islam

5 Al-Ghazali

405-505 H/ 1058-1111 M

Antara/ Alternatif

Menambah unsur manfaat dalam istihsan

Sifat solutif

hukum Islam

6 Al-Shat }ibi

730 H – 790 H/1388 M, lahir di Granada

Maqa>s}id al-

Shar>i’ah Kontekstualitas maksud Shari’ dan maksud mukallaf

Sifat kontekstual hukum Islam

7 Shahrur Lahir 1938 di Damaskus, Suriah

H}udu >d (Limit)

Dinamika aplikabilitas dan kontrol perbuatan

Sifat dinamis dan elastis hukum Islam.

Tabel di atas disusun atas dasar referensi-referensi terkait.27 Jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk bagan yang menonjolkan

konteks konstelasi hukum Islam, maka hal itu dapat dilihat bagannya sebagai berikut.

27 Must}afa> Dib al-Bugha>, Us}u>l al-Tashri>’ al-Isla>mi>y: Athar al-Adillah al-Mukhtalif fi>>ha> (Beirut: Da>r al-Qalam. 1993), 35; Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Allakhami al-Gharnat}i al-Shat}ibi, Al-Muwa>faqat fi Us}u >l al-Shari>’ah (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmi >yah, t.t.), Vol. I h. 38; Vol. II h. 10; Vol. III h. 10; dan Vol. IV h. 27; Mus }t }afa Sa’id al-Khin dalam bukunya Al-Ka >fi> al-Wa >fi> fi> Us }u >l al-Fiqh

al-Isla >m >y (Beirut: Muassasah Risalah, 2000); Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Quda>mah al-Maqdisiy, Rawd}ah al-Na >z }ir wa Jannah al-Muna>z }ir, Jilid 1 (Riya >d}: Maktabah al-Rushd, 1416 H),

h. 497; Majid Khadduri, “Al-Shafi`i“ dalam Mircea Eliade, ed., The Encyclopedia of Religion, vol. 13 (New York: Macmillan Publishing Company, 1993), 195. Al-Mu’ti, ‘A`la >m al-Fuqaha>‘ wa al-Muhaddithi>n: Al-Ima >m al-Sha>fi‘i (Beirut-Libanon: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1992), 5; al-Shafi’i, Al-

Risa>lah, ed. Ahmad Muhammad Shakir (1309) (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.). al-Shafi’i Al-Umm, ed. Ahmad Muhammad Shakir (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1990); ‘Abd al-Rahim ibn Hasan, Nihayah al-Sawl, Jilid 3 (Kairo: Al-Mat }ba’ah al-Salafiyah, t.t.), 131.

Page 13: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

13

Gambar 4. Bagan Inovasi Metodologis Hukum Islam Muhammad Shahrur

dalam Konstelasi Hukum Islam

Selanjutnya secara sistematis-individual, teori “h}udu>d” bersifat khas milik Shahrur sendiri karena dibangun di atas pandangan filosofis yang ditunjang dengan perangkat metodologis pula sebagai impl;ikasi sistemik.

Sedang secara non-sistematik-individual, sebagai “teori antara” atau “teori alternatif” dapat dibilang merupakan pengembangan, bukan sesuatu yang baru, karena ijtihad dengan “teori antara” sudah pernah dilakukan oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya al-Mustas}fa > min ‘Ilm al-Us}u >l. Dalam buku ini Imam al-Ghazali berusaha mencari alternatif untuk memecahkan sejumlah problem hukum Islam yang peme-cahannya tidak ditemukan dalam keempat mazhab otoritatif hukum Islam. Dalam hal ini dia menambahkan prinsip “manfaat” terhadap teori istihsan Imam Hanafi.

3. Analisis Kritis terhadap Pemikiran Shahrur

Dari pembahasan di atas dapat dipahami, bahwa pertama, secara hermenutis Shahrur adalah seorang “kontekstualis” yang meyakini keharusan perubahan penafsiran terhadap ajaran Islam. Perubahan ini menuntut keterbukaan epistemologis, tanpa adanya keterkungkungan oleh tura>th meskipun berasal dari generasi pertama kaum muslim, ataupun sesuatu yang merupakan ijma>’. Oleh karena

Tokoh Teori Hukum

Islam Konstelasi Developmental

Hukum Islam

1

Malik bin Anas

Mas}lah }ah

Mursalah

Sifat Persuasif dan

Antisipatif Hukum Islam

2

Abu Hanifah Istih }sa >n

Sifat Rahmat

Hukum Islam

3

Al-Shafi’i Qiya >s

Penggalangan Riset dalam

Ijtihad Hukum Islam

4

Ibnu Hanbal Istish }a >b

Cara Praktis Penerapan

Hukum Islam

5

Al-Ghazali

Antara/

Alternatif

Sifat Solutif

Hukum Islam

6

Al-Shat }ibi

Maqa >s}id

al-Shar>i’ah

Sifat Kontekstual

Hukum Islam

7

Shahrur

H}udu >d (Limit)

Sifat Dinamis dan Elastis

Hukum Islam

Page 14: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

14

itu Shahrur sangat berani melakukan reinterpretasi terhadap kitab suci dan mendekonstruksi metodologi pemahamannya secara bebas.

Kedua, dalam pustaka studi Islam Shahrur tidak pernah dikenal sebagai seorang mufassir ataupun faqīh. Bahkan dalam record jejaknya, Shahrur tidak pernah tercatat sebagai mahasiswa ataupun berguru disiplin keislaman kepada siapa pun. Shahrur sendiri mengaku belajar secara otodidak dan banyak mengagumi tokoh-tokoh filsafat seperti al-Farābi (w. 338 H/950 M), Ibn Rushd (w. 595 H/1198 M), Newton (m. 1727 M), Hegel (m. 1831 M), maupun Charles Darwin (m. 1882 M).28

Atas dasar hal di atas, kiranya dapat dipahami jika dalam beberapa bagian pemikirannya Shahrur tampak banyak terpengaruh oleh filsafat modern, khususnya Marxisme dengan dialektika materialismenya. Aroma Marxian ini pernah ditandaskan oleh Shahrur pada saat menjelaskan metode yang dianutnya dalam penulisan al-Kita>b wa al-Qur’a>n bahwa sumber pengetahuan manusia adalah dunia materialis29. Hal ini dapat dijumpai di beberapa bagian bukunya, misalnya saat dia menafsirkan makna tasbi>h } dengan konflik dialektik antara dua komponen yang kontradiktif dalam setiap materi yang ada di alam semesta.30 Secara berani Shahrur menyebut pemikiran yang statis (suku >ni >yah al-fikr atau static

state of mind) adalah bentuk kesyirikan karena melawan keniscayaan perubahan yang telah digariskan oleh Allah swt terhadap semesta ini.31

Ketiga, pereduksian fungsi Sunnah Nabi sebagai referensi utama tafsir al-Qur’an telah mengantarkan Shahrur kepada interpretasi yang aneh seperti pemaknaan al-sab’ al-matha>ni>y dengan tujuh kelompok huruf-huruf pembuka beberapa surat al-Qur’an (al-ah}ruf al-muqat}t}a’ah).32 Penolakan Shahrur terhadap Sunnah dengan argumen bahwa Nabi tidak pernah memerintahkan ucapannya ditulis sebagaimana al-Qur’an33, dan faktor politislah yang menjadi sebab utama dikumpulkannya hadis-hadis Nabi34.

Keempat, pada metode linguistik, meskipun Shahrur selalu mendengungkan pembebasan diri dari tura>th, tetapi keputusannya untuk berkomitmen dengan pendapat aliran Tha’lab dan Ibn Fāris tentang prinsip tidak adanya sinonimitas dalam bahasa, tidak kalah menarik untuk dicatat. Kenyataannya, persoalan ada atau tidaknya sinonimitas dalam bahasa belum menjadi satu hal yang disepakati dan masih menjadi bahan perdebatan oleh para pakar bahasa (Arab). Bahkan jika merujuk penjelasan al-Shawkanī35 –mengulangi dan meringkas dari para pakar us}u>l al-fiqh pendahulunya—justru 28 Andreas Christman, “The Form is Permanent, but the Content Moves: The Qur’anic Text and Its Interpretation(s) in Mohammad Shahrour’s al-Kitab wa al-Qur’an”, dalam Suha Taji-Farouki (Ed.), Modern Muslim Intelectuals and the Qur’an (Oxford: Oxford University Press, 2004), 265. 29 Shahrur, Al-Kitāb wa al-Qur’ān, 42-43. 30 Ibid., 223. 31 Ibid., 49. 32 Ibid., 96-99. 33 Ibid., 546. 34 Shahrur, Al-Kitāb wa al-Qur’ān,. 566. 35 Muhammad Ibn ‘Alī ibn Muhammad al-Shawkanī, Irshād al-Fuhūl ila> Tahqīq al-Haqq min ‘Ilm

al-Uşūl, Vol. 1, Tahqiq: Syaykh Ahmad ‘Azw ‘Ināyah (Dār al-Kitāb al-‘Arabi, Cet.1, 1999), 56-57. Penulis sengaja merujuk perdebatan tentang persoalan ada tidaknya sinonimitas dalam bahasa ini ke buku-buku uşūl al-fiqh, karena pembahasan kebahasaan merupakan salah satu bahasan yang lazim dan penting.

Page 15: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

15

pendapat yang mengatakan adanya tarāduf dalam bahasa adalah pendapat yang lebih kuat dan dianut oleh jumhur. Sedang pakar us}u>l yang lain, al-Āmidī, menyebut mereka yang menyatakan ketidakadaan tara>duf dengan istilah shudhu>dh (aneh/ganjil) karena eksistensi tara>duf ini tidak dapat dpungkiri baik melalui jalur dalil ‘aqliy maupun sima >’iy.36

Kelima, secara metodologis, wilayah kajian hukum Islam dalam pemikiran Shahrur bergerak melampaui batas-batas kemestian. Jika digunakan pemetaan ‘Abd al-Rahman Shad tentang wilayah kajian hukum Islam37, persoalan tata hitung kewarisan semestinya tidak masuk wilayah ijtihadiah karena ia berada pada wilayah h}aqq Allah, bukan h}aqq al-na>s. Dalam hal ini warisan memang merupakan h }aqq al-na>s, tetapi tata hitungnya merupakan h}aqq Allah karena sudah ada patokan hitungan dalam al-Qur’an. Di samping itu, secara metodologis, dalam usul fiqh dikemukakan bahwa mayoritas ketentuan hukum tentang kewarisan bersifat ta`abbudi yang tidak memerlukan ijtihad fikih, sebagaimana penjelasan Khallaf dan Zuhayli.38

4. Tipologi, Kontribusi, dan Posisi Pemikiran Shahrur dalam Peta Pemikiran

Keislaman Kontemporer

a. Tipologi Pemikiran Shahrur dalam Peta Pemikiran Keislaman

Kontemporer

Menurut Andreas Chrismann, tipe pemikiran Shahrur adalah eklektis, anti ortodoksi dan subversif, sebagaimana daftar tokoh yang dirujuk olehnya, yakni: A.N. Whitehead, Ibn Rishd, Charles Darwin, Isaac Newton, al-Farabi, al-Jurjani, F. Hegel, W. Fitchte, dan F. Fukuyama. Untuk konteks ini Shahrur dalam karya-karyanya menganjurkan pembelajaran agama yang tidak berdasarkan aliran tertentu.39

Dalam hemat penulis, tipologi pemikiran Muhammad Shahrur adalah revolusioner jika dilihat dari prinsip siklus paradigma Thomas S. Kuhn dalam buku monumentalnya The Structure of Scientific Revolution40, karena Shahrur menegaskan bahwa pemikiran kontemporernya ditulis sebagai respons atas “kegelisahan”-nya terhadap kondisi memprihatinkan (krisis) yang dialami oleh

36 Al-Āmidi secara ringkas mengulas perdenbatan ini dengan menghadirkan alasan-alasan mereka yang mengatakan tidak ada taraduf kemudian mematahkannya. Lihat: Abū al-Hasan ‘Ali ibn Muhammad al-Āmidī, Al-Ihkām fī Uşul al-Ahkām, vol. 1, Tahqiq: Sayyid al-Jamīlī (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabiy, 1404 H), 46-48. 37 Untuk relevansi ini, `Abd al-Rahman Shad, The Rights of Allah and Human Rights (Delhi-India: Adam Publisher and Distributor, 1993) mempresentasikan bahwa hak-hak Tuhan adalah salat, puasa, zakat, haji, dan jihad. Sedangkan hak-hak manusia meliputi hak-hak orang tua, anak, suami-isteri, saudara, tetangga, guru dan murid, tamu dan tuan rumah, anak yatim, pembantu, teman, dan fakir-miskin. Selanjutnya Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), 22, memetakan bahwa kelima hak Tuhan itu masuk dalam wilayah fikih ibadat, sedangakan hak-hak manusia masuk dalam fikih mu'amalat. 38 `Abd al-Wahhab Khallaf, 'Ilm Us }u>l al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1977), 23; Wahbah al-Zulayli Us}u >l al-Fiqh al-Isla >mi> (Damshiq: Dar al-Fikr 1986), 440. 39 Andreas Chrismann, “Kata Pengantar” dalam Shahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, terj. Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta: eLSAQ, 2004), 20. 40 Thomas S Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (Chicago: The University of Chicago Press, 1970). Siklus revolusi sains menurut Kuhn adalah: Pra-Paradigma � Pra-Ilmu � Paradigma � Ilmu Biasa � Anomali � Krisis � Revolusi �Paradigma Baru.

Page 16: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

16

umat Islam dalam pemahaman agama sebagaimana penjelasan di atas. Dalam versi Kuhn, revolusi ilmu dilakukan oleh ilmuwan yang gelisah terhadap krisis akibat anomali yang diderita oleh ilmu pengetahuan. Kegelisahan ini diwujudkan kedalam bentuk respons nyata secara revolusioner untuk membangun dan memperkuat paradigma baru yang dapat dipedomani bersama untuk mengatasi anomali tersebut.

Dengan demikian, para pemikir kontemporer Islam yang dilatarbelakangi oleh kegelisahannya dalam responsnya tehadap kondisi Islam dan umatnya, ia dapat disebut sebagai pemikir revolusioner. Dalam hemat penulis, tokoh-tokoh yang termasuk kedalam kategori ini adalah (1) Muhammad Abid al-Jabiri yang gelisah terhadap problem epistemologis bangunan tradisi keilmuan Arab-Islam, (2) Khaleed Abou El-Fadhl yang gelisah terhadap penjangkitan authoritarian

hermeneutic pasca 1975 seiring dengan maraknya radikalisme, fundamentalisme, dan puritanisme di tengah-tengah umat Islam, (3) Farid Esack yang gelisah terhadap problem hermeneutis terhadp al-Qur’an untuk pembebasan masyarakat dari ketertindasan, dan (4) tokoh-tokoh lain yang terinspirasi oleh kegelisahannya.

a. Kontribusi dan Posisi Pemikiran Muhammad Shahrur dalam Peta

Pemikiran Islam Kontemporer

Dalam bagian ini penulis sengaja melakukan pemetaan terhadap pokok-pokok pemikiran para tokoh pemikiran Islam Kontemporer. Hasilnya kemudian penulis susun kedalam bentuk “piramida pemikiran keislaman kontemporer” sebagaimana dapat diperiksa pada lampiran 1. Selanjutnya penulis menyusun “matrik pemikiran keislaman kontemporer” untuk memastikan kontribusi dan posisi pemikiran Muhammad Shahrur, sebagaimana dapat diperiksa pada lampiran 2.

Pada “piramida pemikiran keislaman kontemporer” dapat diketahui bahwa pokok-pokok pemikiran Islam kontemporer terbentang dari kategori pertama “Sumber dan Sendi Pokok Islam” sampai dengan kategori ke-13 “Problem-problem umat Islam”. Secara vertikal, masing-masing kategori saling terkait, dan pada akhirnya problem-problem umat Islam selalu mereferensi kepada sumber dan sendi pokok Islam untuk memperoleh penyelesaian dalam dinamika historisnya.

Sedang pada matriks pemikiran keislaman kontemporer dapat diketahui adanya 13 kisi-kisi pemikiran yang terkelompokkan kedalam tiga wilayah, yaitu: (1) wilayah ideal, (2) wilayah metodologis dan dinamika pemikiran keislaman kontemporer (PKK), dan (3) wilayah dinamika realitas. Dalam matriks tersebut dapat diketahui bahwa posisi Shahrur berada pada dua wilayah, yakni: (1) wilayah “ideal” dan (2) wilayah “metodologis dan dinamika pemikiran keislaman kontemporer”. Posisi ini sekaligus mendeskripsikan kontribusi Shahrur terhadap pemikiran keislaman kontemporer. Selanjutnya, inovasi metodologis hukum Islam yang dilakukan oleh Shahrur merupakan bentuk spesifik kontribusi Shahrur dalam wilayah metodologis dan dinamika pemikiran keislaman kontemporer. Sedang wilayah idealnya menjadi fondasi yang bersifat filosofis, teoretis, dan konseptualnya.

Page 17: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

17

C. PENUTUP Ide Shahrur dibangun di atas basis ontologis “al-Tanzi>l al-H}aki>m (al-

Qur’a>n)” sebagai bentuk aplikatif dari konsep utama “al-Kita>b”. Basis ontologis ini diperkuat oleh argumen ontologis sebelum dijabarkan kedalam bentuk epistemologi. Argumen ontologis ini adalah dialektika tiga dimensi kehidupan (hay’ah al-hayah): (1) al-kaynu>nah (das sein, being), (2) al-sayru>rah (process), dan (3) al-s}ayru>rah (becoming) yang bergerak secara dinamis. Sedang epistemologinya adalah keyakinan tentang universalisme hukum al-Tanzi>l al-

H}aki>m yang memuat prinsip h }udu >di>yah h}ani>fi>yah, bersifat dinamis dan fleksibel, sebagai ladang ijtihad. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw adalah mujtahid pertama dalam eksistensinya sebagai “al-mir’ah al-s}a >diqah al-u>la >”.

Cara kerja pemikiran Shahrur menggunakan pendekatan multidimensional (filosofis, historis, linguistik, saintifik). Metodenya terbagi kedalam metode mayor (hermenutika, yang relatif dalam penafsiran terhadap kitab suci) dan metode minor: (1) linguistik-semantik (linguistik al-Jurjani tentang sinonimitas dan komposisi, dan linguistik Ibnu Faris tentang polisemi) dan (2) ilmu eksakta

modern (matematika analitik, teknik analitik, dan teori himpunan). Sedang instrumen metodologisnya adalah teori h}udu>d h}ani>fiyah sebagai teori antara/alternatif yang bersifat fleksibel/elastis). Teori ini khas milik Shahrur yang dibuat atas dasar basis ontologis, argumen ontologis, dan epistemologi yang dipresentasikan olehnya.

Teori h}udu>d tersebut digunakan oleh Shahrur untuk memproduk hukum Islam berupa fiqh al-mar’ah yang mencakup (1) wasiat, (2) pewarisan, (3) kepemimpinan, (4) poligami, dan (5) pakaian. Dalam konstelasi metodologi hukum Islam, teori h}udu>d tersebut merupakan teori baru yang memberikan kontribusi berupa sifat dinamis dan elastis hukum Islam, dengan aksentuasi semangat hukum Islam berupa dinamika aplikabilitas dan kontrol perbuatan. Selanjutnya dalam peta pemikiran keislaman kontemporer (PKK), tipologi pemikiran Shahrur adalah revolusioner. Sedang posisinya dalam matriks PKK ada pada kontribusinya terhadap pemikiran Islam dalam wilayah-wilayah: (1) ideal, (2) metodologis dan dinamika PKK, dan (3) wilayah dinamika realitas.

Dalam hemat penulis, karya-karya Muhammad Shahrur berbicara sendiri, bahwa ia adalah pemikir yang berani menentang arus konvensi, melakukan dekonstruksi, sekaligus menawarkan resep baru berbasis pandangan filosofis, pendekatan rekonstruksi historis, dan metode hermeneutic sehingga menghasilkan inovasi metodologis hukum Islam, meskipun ia belum pernah disebut sebagai ahli tafsir dan fikih. Suhu kontroversi semakin naik ketika Shahrur diketahui berlatarbelakang otodidak, Profesor jurusan Teknik Sipil, dan anak tukang celup di wilayah Arab.

Wa Alla >h a’lam. Ana uri>d wa anta turi>d wa Alla >h yaf’al ma > yuri >d.

Page 18: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

18

BIBLIOGRAFI

‘Abu>d, ‘Assa >f. 2004. “Wawancara dengan Muhammad Shahrur” dalam majalah Al-Rajul al-Yawm, edisi I, 01 Juli. Uni Emirat Arab: Muassasah al-‘Arabiyah li al-S}ahafah wa al-T}iba >’ah.

Abu Rabi’, Ibrahim M. 2002. “A post-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic History” dalam Markham, Ian dan Ibrahim, 11 September:

Religious Perspective on the Causes and Consequences, M. Abu Rabi’(Ed). Oxford: Oneworld Publications.

Āmidī, Abū al-H}asan ‘Ali ibn Muhammad. 1404 H. Al-Ihkām fī Us}u>l al-Ah }kām, Vol. 1, Tahqiq: Sayyid al-Jamīlī. Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabiy.

Bugha>, Must}afa> Dib. 1993. Us}u>l al-Tashri>’ al-Isla>mi>y: Athar al-Adillah al-Mukhtalif

fi>>ha>. Beirut: Da>r al-Qalam.

Christman, Andreas. 2004. “The Form is Permanent, but the Content Moves: The Qur’anic Text and Its Interpretation(s) in Mohammad Shahrour’s al-Kitab wa al-Qur’an”, dalam Taji, Suha-Farouki (Ed.), Modern Muslim Intelectuals

and the Qur’an. Oxford: Oxford University Press.

_________ (Trans., Ed., Intro.). 2009. The Qur"an, Morality, and Critical Reason; The

Essential Muhammad Shahrur. Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV.

Clark, Peter. 1996. “The Shahrorur’s Phenomenon; A Liberal Islamic Voice From Suriah”, dalam Islam and Christian-Muslim Relation, Vol. VII, No. 3, Oktober.

Einkelman, Dale F. 1999. “Islamic Religious Contemporary and Lesson Circles: is there a Copernican Revolution?,” dalam Most, G.W. (ed.), Commentaries-

Kommentare. Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht.

Esha, Moh. Inam. 2001. “Rekonstruksi Historis Metodologis Pemikiran M. Shahrur” dalam Jurnal al-Huda, Vol. 2 no. 4.

Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1997. Al-Mustas}fa > min ‘Ilm al-

Us}u >l, studi dan tah }qi>q oleh H}a>fiz}, H}amzah bin Za>hir. Beirut: al-Risalah.

Glasse, Cyril. 1996. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Hallaq, Wael B. 2000. A History of Islamic Legal Theories: an Introduction to Sunni

Ushul Fiqh (edisi Indonesia), ter. E. Kusnadiningrat dkk. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hassan, Riffat dan Mernissi Fatima. 1996. Setara di Hadapan Allah, terj. tim LSPPA. Yogyakarta: Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA).

Hasan, ‘Abd al-Rahim Ibn. t.t. Nihayah al-Sawl, Jilid 3. Kairo: Al-Mat}ba’ah al-Salafiyah.

Ibn Quda >mah, Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad Maqdisiy. 1416 H. Rawd }ah

al-Na>z }ir wa Jannah al-Muna>z }ir, Jilid 1. Riya>d}: Maktabah al-Rushd.

Page 19: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

19

Ja >bi >, Salîm. 1991. Al-Qira>’ah al-Mu’a>s}irah li al-Duktu>r Shahru>r: Mujarrad Tanji>m. Damaskus: Âkad.

Khadduri, Majid. 1993. “Al-Shafi`i“ dalam Eliade, Mircea (ed.), The Encyclopedia

of Religion, Vol. 13. New York: Macmillan Publishing Company.

Khallaf, `Abd al-Wahhab. 1977. 'Ilm Usul al-Fiqh. Kuwait: Dar al-Qalam.

Khin, Mus}t}afa Sa’id. 2000. Al-Ka>fi> al-Wa>fi> fi> Us}u >l al-Fiqh al-Isla>m>y. Beirut: Muassasah Risalah.

Kuhn, Thomas S. 1970. The Structure of Scientific Revolution. Chicago: The University of Chicago Press.

Madjid, Nurcholish. 1998. Dialog Keterbukaan; Artikulasi Nilai Islam dalam

Wacana Sosial Politik Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1998.

Mernissi, Fatima. 1987. Beyond the Veil: Male-Female Dynamics in the Modern

Muslim Society. Bloomingtoon: Indian University Press.

Mu’ti, 1992. ‘A`la >m al-Fuqaha>‘ wa al-Muhaddithi>n: Al-Ima >m al-Sha>fi‘i. Beirut-Libanon: Da >r al-Kutub al-‘Ilmiyah.

Mubarok, Ahmad Zaki. 2007. Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir

al-Qur’an Kontemporer ‘ala M. Syahrur. Yogyakarta: Elsaq Press.

Muqtafa, M. Khoirul. 2003. “Membincang Fiqh al-Mar’ah ‘ala Shahrur”, dalam jurnal Tashwirul Afkar, edisi 14. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.

Na >’im, Abdullahi Ahmed. 1990. Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties,

Human Right, and International Law. New York: Syracuse University Press.

_________. 1993. Islamic Law Reform and Human Right Challenges and Rejoinders, Editor: Tore Lindholm dan kari Vogt. Norwegia: Nordic Hman Rights Pubications.

_________. 1994. Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia,

dan Hubungan Internasional dalam Islam, terj. Suaedy, Ahmad dan Arrrani, Amiruddin. Yogyakarta: LKiS, 1994).

_________. 1996. Dekonstruksi Shari’ah: Kritik Konsep, Penjelajahan Lain, terj. Farid Wajdi. Yogyakarta: LKiS.

Shafi’i, Al-Risa >lah. 1309. Ed. Ahmad Muhammad Shakir. Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.

-------------. 1990. Al-Umm, ed. Ahmad Muhammad Shakir. Beirut-Libanon: Dar al-Fikr.

Shad, ‘Abd al-Rahman. 1993. The Rights of Allah and Human Rights. Delhi-India: Adam Publisher and Distributor.

Shahrur, Muhammad. 1990. Al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah. Dimashiq: Al-Aha >li li al-T }iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’.

_________, Al-Umm, 1990. Ed. Ahmad Muhammad Shakir. Beirut-Libanon: Dar al-Fikr.

Page 20: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

20

_________, 1994. Dira>sat Isla >miyah Mu’a>is}rah (2): Fî> al-Dawlah wa al-Mujtama’ (.

_________, 1996. Dira>sat Isla>miyah Mu’a>is}rah (3): Al-Isla>m wa al-Imân: Manzu>ûmah

al-Qiyam

_________, 2000. Dira>sat Isla >miyah Mu’a>is}rah (4): Nahw Us}u >l Jadî>dah li al-Fiqh al-

Isla >mî >y; Fiqh al-Mar’ah.

Sha >t}ibi, Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Allakhami al-Gharnat}i. t.t. Al-Muwa >faqat fi Us}u >l al-Shari>’ah, Vol. I, II, III, dan IV. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah.

Shawkanī, Muhammad Ibn ‘Alī ibn Muhammad. 1999. Irshād al-Fuhūl ila > Tahqīq

al-Haqq min ‘Ilm al-Uşūl, Vol. 1, Tahqiq: Syaykh Ahmad ‘Azw ‘Ināyah (Dār al-Kitāb al-‘Arabiy, Cet.1.

Shiddieqy, Hasbi. 1989. Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.

Tawbah, Ghazi. 1998. “Shahru>r Yulawwi A‘na>q al-Nus}u>s} li Aghra>d} ghayr al-‘Ilmi>yah wa al-Taftaqir ila> al-Bara >’ah,” dalam Majalah al-Mujtama‘, No. 1302, 26 Mei.

Ūra, Hālah. t.t. Qirā’ah fi al-Kitāb wa al-Qur’ān. Cairo, Dār al-Fikr al-Islāmi. Walshe, John dan Reigel, Ralph (2008-11-25).

http://www.dublincity.ie/Press/PressReleases/ /Dublin

Wikipedia: "Dublin City Council: Dublin’s bid for City of Science 2012 gathers pace". Dublin City Council. July 2008.

www.shahrour.org; www.Shahrur.info

Ziriklī, Khayr al-Dīn ibn Mahmūd. 2002. Al-A’lām, Vol. I. Beirut, Dār al-‘Ilm li al-Malāyīn, Cet. XV.

Zuhayli, Wahbah. 1986. Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi >y, Vol. 2. Suria: Dar al-Fikr.

Page 21: INOVASI METODOLOGIS DALAM KONSTELASI HUKUM … fileMu’a >s}irah dan Nah}w Us }u>l Jadi >dah: Fiqh al-Mar’ah , dengan teori “h}udu >d” yang diperkenalkannya juga mempertanyakan

21

Lampiran 1:

Gambar 5:

PIRAMIDA PEMIKIRAN KEISLAMAN KONTEMPORER

1. Sumber dan Sendi Pokok

Islam

2. Kenabian

3. Warisan/Tradisi Islam

4. Hukum

5. Metodologi

6. Konsep-konsep tentang Islam

dan Muslim

7. Konsep-konsep Perbandingan tentang

Islam dan Khazanahnya

8. Keprilakuan

9. Sain dan Teknologi

10. Politik

11. Interaksi Sosial

12. Realitas Islam dan Muslim

13. Problem-problem Umat Islam