inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

17
TABOT BENGKULU Inke Nur Dewanti 1206202545 Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Jurnal ini membahas tentang Tabot sebagai salah satu tradisi tahunan Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah dengan menggabungkan beberapa langkah seperti heuristik, verifikasi interpretasi, dan historiografi. Tabot merupakan tradisi bawaan yang dibawa oleh orang Bengali, India Selatan. Dahulu, orang Bengali merupakan pekerja yang dibawa penjajah untuk membangun Benteng Malborough milik Inggris di sekitar kawasan Pantai Panjang. Tabot dilaksanakan setiap tanggal 1-10 Muharam. Adapun ritual yang biasa dilakukan dalam perayaan Tabot antara lain mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan Tabot tebuang. Diketahui, tabot terbagi menjadi dua, yaitu Tabot sakral dan Tabot Pembangunan. Kini, Tabot yang dibawa oleh kaum Bengali telah berakulturasi dengan budaya lokal, budaya Bengkulu. Kata kunci: Tabot, Bengkulu, Budaya THE BENCOOLENS TABOT Abstract This journal explain about Tabot as a year culture of Bengkulu. The research methods that used in this journal is history methods which combine some steps like heuristic method, verification, interpretation, and historyografi. Tabot is a tradition who bring by Bengali’s people of south India. In the past, Bengali’s people is worker who bring by colonialist to build Malborough’s fort around long beach. Tabot’s usually attend on 1-10 Muharram. The Tabot rituals are mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, and Tabot tebuang. Tabot divided into two, like Sakral’s Tabot and Building’s Tabot. Today, Tabot who bring by Bengali’s people already acculturation with local culture, Bengkulu culture. Keyword: Tabot, Bencoolen, Culture Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Transcript of inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

Page 1: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

TABOT BENGKULU

Inke Nur Dewanti

1206202545

Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Jurnal ini membahas tentang Tabot sebagai salah satu tradisi tahunan Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah dengan menggabungkan beberapa langkah seperti heuristik, verifikasi interpretasi, dan historiografi. Tabot merupakan tradisi bawaan yang dibawa oleh orang Bengali, India Selatan. Dahulu, orang Bengali merupakan pekerja yang dibawa penjajah untuk membangun Benteng Malborough milik Inggris di sekitar kawasan Pantai Panjang. Tabot dilaksanakan setiap tanggal 1-10 Muharam. Adapun ritual yang biasa dilakukan dalam perayaan Tabot antara lain mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan Tabot tebuang. Diketahui, tabot terbagi menjadi dua, yaitu Tabot sakral dan Tabot Pembangunan. Kini, Tabot yang dibawa oleh kaum Bengali telah berakulturasi dengan budaya lokal, budaya Bengkulu.

Kata kunci: Tabot, Bengkulu, Budaya

THE BENCOOLENS TABOT

Abstract

This journal explain about Tabot as a year culture of Bengkulu. The research methods that used in this journal is history methods which combine some steps like heuristic method, verification, interpretation, and historyografi. Tabot is a tradition who bring by Bengali’s people of south India. In the past, Bengali’s people is worker who bring by colonialist to build Malborough’s fort around long beach. Tabot’s usually attend on 1-10 Muharram. The Tabot rituals are mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, and Tabot tebuang. Tabot divided into two, like Sakral’s Tabot and Building’s Tabot. Today, Tabot who bring by Bengali’s people already acculturation with local culture, Bengkulu culture.

Keyword: Tabot, Bencoolen, Culture

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 2: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

2

 

Universitas Indonesia

 

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap daerah memiliki budaya masing-masing. Bengkulu sebagai salah satu provinsi

yang terletak di Sumatera salah satunya. Selain terkenal akan Raflesia Arnoldinya, Bengkulu juga

terkenal dengan budayanya yaitu Tabot. Tabot merupakan sebuah acara tahunan Bengkulu yang

dilaksanakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak pembangunan

Benteng Malborough yang terletak di kawasan Pantai Panjang. Tabot selalu dilaksanakan selama

10 hari berturut-turut. Dalam pelaksanaanya, ada banyak pihak yang terlibat. Selain tokoh, dari

pelaksanaannya kegiatan ini tentu tak luput dari kekayaan maknanya sehingga dapat terus

bertahan di tengah perkembangan zaman yang semakin modern ini.

Awalnya Tabot merupakan sebuah tradisi bawaan dari kaum Bengali, India Selatan yang

dibawa oleh Inggris untuk menjadi pekerja membangun Benteng Malborough di Bengkulu.

Namun, lama kelamaan tradisi mereka yang dilaksanakan di Bengkulu menjadi sebuah budaya

yang berakulturasi dengan budaya lokal.

1.2. Tujuan Penulisan dan Rumusan Masalah

Penulisan jurnal ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana ritual Tabot yang

dilaksanakan di Bengkulu. Selain itu, penulis juga akan memperlihatkan nilai budaya dan

dampak sosial yang terkandung di dalam pelaksanaan ritual Tabot. Adapun rumusan masalahnya,

yaitu:

1. Bagaimana ritual Tabot yang dilaksanakan di Bengkulu?

2. Apa saja nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaannya?

3. Bagaimana dampak sosial pelaksanaan Tabot bagi masyarakat Bengkulu?

2. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Langkah-

langkah yang digunakan dalam metode sejarah meliputi pemilihan judul, rancangan penelitian,

pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan penulisan sejarah

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 3: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

3

 

Universitas Indonesia

 

(Historiografi) (Daliman, 2012: 33-106). Sumber-sumber yang penulis gunakan untuk

menyelesaikan penelitian ini berasal dari buku, artikel, jurnal, dan pidato yang berkaitan dengan

Tabot serta pelaksanaannya. Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan sebuah data

yang layak untuk dipublikasikan melalui pengembangan naratif, deskriptif, dan analitik yang

didapatkan melalui sumber data maupun lapangan. Selain itu, jurnal ini muncul didasarkan pada

skripsi Penulis yang berjudul “Tabot Bengkulu 2015”.

3. HASIL PENELITIAN

Tabot merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan di Bengkulu setiap tanggal 1-

10 Muharram. Tabot awalnya dibawa oleh orang-orang dari kaum Bengali, India Selatan. Orang-

orang Bengali ini datang ke Bengkulu dibawa oleh para penjajah Inggris untuk membangun

Benteng Maborough yang terletak di sekitar kawasan Pantai Panjang. Tabot memiliki ritual

khusus yang kegiatannya hanya boleh dilakukan oleh keluarga asli Tabot yang bernama KKT

(Kerukunan Keluarga Tabot). Ritual sakral yang wajib dilakukan selama sepuluh hari berturut-

turut yaitu mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan

Tabot tebuang. Ada dua jenis Tabot, yaitu Tabot Sakral dan Tabot Pembangunan. Tabot sakral

dikenal sebagai Tabot resmi milik keluarga Tabot sedangkan Tabot pembangunan merupakan

Tabot pemerintah yang dibuat untuk ikut meramaikan meramaikan kegiatan bulan Muharram.

4. PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Tabot

Upacara Tabot di Bengkulu ini merupakan upacara hari berkabung atas gugurnya Syahid

Agung Husain bin Ali bin Abi Thalib cucu Rasulullah saw, putera dari Fatimah Az-Zahroh

binti Muhammad. Dia gugur dalam peperangan melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di

Padang Karbala, Irak. Peperangan ini terjadi pada awal Muharam 61 Hijriyah 681 M yang

dikenal dengan nama “Perang Karbala”. Tabot berasal dari kata تابوتت (Tabutu) yang berarti

kotak kayu atau peti (Hans Wehr, 1974: 88). Istilah Tabot itu sendiri sudah muncul sejak

zaman Nabi Musa As dan Nabi Harun yang berarti kotak. Pada kisah Nabi Musa As kata

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 4: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

4

 

Universitas Indonesia

 

Tabot muncul ketika peristiwa lahirnya Nabi Musa As yang dibuang ke sungai dan

diletakkan dalam sebuah kotak kayu agar selamat dari pembunuhan bayi yang pada saat itu

tengah digencarkan oleh Firaun. Berdasarkan tulisan Kartomi pada tahun 1986 tentang

“Tabot a Ritual Syiah Transpalated from India to Sumatera” menyebutkan jika istilah Tabot

muncul dari ritual yang ada di Irak, Persia, dan India Selatan yang disebut ta’ziyah.

Awalnya kegiatan ini merupakan tradisi orang Bengali, India Selatan yang dibawa oleh

Inggris saat membangun Benteng Malborough (salah satu cagar budaya yang ada di

Bengkulu) sekitar 1718-1719 hingga akhirnya kegiatan ini berakulturasi dengan kebudayaan

Bengkulu lainnya. Kegiatan ini erat kaitannya dengan kaum sipai. Kaum Sipai merupakan

sekelompok orang yang menjadi keluarga asli keturunan Tabot. Kaum Sipai adalah orang-

orang yang membangun Malborough tempo dulu, karena pekerjaan itulah mereka membaur

dengan penduduk lokal dan akhirnya menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat

Melayu pada masa itu. Masyarakat Melayu itu sendiri adalah bangsa Rejang Sabah (Jang

Beak), yaitu masyarakat kerajaan Sungai Serut yang berasimilasi dengan kerajaan Sungai

Lemau dari Minangkabau. Kedatangan orang Minangkabau ini dipimpin oleh Datuk Bagindo

Maha Raja Sakti, suami Putri Gading Cempaka, ratu pertama Sungai Lemau. Pada masa

kerajaan Sungai Lemau berbagai orang dari seluruh penjuru datang dan menetap di

Bengkulu. Interaksi inilah yang kemudian melahirkan percampuran budaya dan munculnya

komunitas Melayu Bengkulu (Dahri, 2009: 46-58).

Di sisi lain, dilihat dari sejarah Tabuik Pariaman (Ernatib, 2001:37) bahwa Tabot

pertama kali dikenal melalui serdadu Tamil yaitu sekelompok pasukan Inggris yang dipimpin

oleh Thomas Stanford Raffles yang ingin menguasai Bengkulu pada 1826. Diketahui setiap

tahunnya pasukan Tamil menggelar pesta Tabot yang lama-kelamaan kegiatannya diikuti

oleh masyarakat asli Bengkulu hingga meluas ke daerah Painan, Padang, Pariaman,

Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Hingga akhirnya kegiatan ini terus

memudar dan hanya bertahan di Bengkulu juga Pariaman.

4.2. Maksud dan Tujuan Upacara

Tujuan dari dilaksanakannya tahapan-tahapan ritual Tabot adalah untuk mengenang

usaha kelompok Syiah yang pada saat itu mengumpulkan bagian-bagian jenazah tubuh

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 5: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

5

 

Universitas Indonesia

 

Husein yang tercecer untuk dimakamkan di Padang Karbala. Meski pada awalnya upacara ini

dikenal sebagai bagian dari Syiah dan dilakukan untuk mengenang gugurnya Husain bin Ali

bin Abi Thalib yang gugur dalam Perang Karbala. Namun di Bengkulu sendiri, sejak keluarga

pelestari Tabot atau keluarga Sipai lepas dari pengaruh Syiah, tujuan dari upacara ini

hanyalah untuk memenuhi wasiat dari leluhur mereka terdahulu. Kini, upacara Tabot juga

dilaksanakan untuk ikut mensukseskan pengembangan kebudayaan daerah dan pariwisata

kota Bengkulu. Mulanya upacara ini bertujuan untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada

keluarga Rasulullah saw, juga untuk memupuk rasa permusuhan kepada Bani Umayyah.

Namun, keluarga Sipai menjalankan upacara ini untuk menanamkan rasa bangga atas budaya

leluhur serta untuk melestarikan kebudayaan daerah. Selain itu, tujuan terpenting dari terus

dilestarikannya kegiatan ini adalah untuk menjaga tali silaturahmi antar sesama keluarga

Tabot (Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).

Tujuan yang diciptakan tradisi ini kemudian memunculkan manfaat yang tidak hanya

berimbas bagi keluarga asli keturunan Tabot namun juga berimbas bagi perekonomian

Bengkulu, hal ini dimanfaatkan pemerintah setempat untuk mengundang banyak wisatawan

sekaligus memperkenalkan kebudayaan khas Bengkulu lainnya. Selain itu, unsur keagamaan

yang ada pada ritualnya diyakini dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan pelaksananya

kepada Allah swt.

4.3. Ritual Tabot

Kegiatan ini memiliki dua aspek, aspek ritual dan non ritual. Kegiatan ritual adalah

sebuah kegiatan yang hanya boleh dilakukan oleh keluarga Tabot sedangkan kegiatan non

ritual dapat dilakukan oleh siapa saja. Adapun ritual Tabot yaitu:

a. Mengambik tanah

Mengambik tanah berarti mengambil tanah. Prosesi upacara ini berlangsung pada 1

Muharam pukul 22.00 Wib. Dalam kegiatan ini peserta upacara dapat duduk atau berdiri di

sekitar pekuburan tempat berlangsungnya acara. Ritualnya adalah meletakkan sesajen di

samping kuburan, membakar kemenyan, berdoa, setelahnya pemimpin upacara mengambil

tiga kepal tanah yang selanjutnya diletakkan di tempat khusus sebelum meninggalkan lokasi.

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 6: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

6

 

Universitas Indonesia

 

Dalam ritual ini tanah yang diambil bukan sembarang tanah, diyakini tanah yang diambil tadi

adalah tanah magis yang pengambilannya dilakukan di tempat khusus, yaitu di Tapak Padri

dan Anggut. Tanah yang sudah diambil tadi selanjutnya dibentuk seperti boneka manusia dan

dibungkus kain putih, lalu diletakkan dalam gerga, yaitu markas kelompok Tabot masing-

masing. Dari 1-4 Muharam merupakan rangkaian upacara Gerga karena kegiatannya hanya

dilakukan oleh kelompok masing-masing. Ritual ini juga dijadikan simbol dari pengumpulan

potongan tubuh Husein yang dibentuk menyerupai tubuh manusia berlapis kain putih

(Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).

Nilai yang dapat diambil dari ritual mengambik tanah ini adalah untuk mengingatkan

manusia tentang asal muasal mereka. Kemudian, penggunaan ayat suci dalam ritual ini

dimaksudkan untuk menyadarkan manusia jika budaya sekalipun tidak dapat dilepaskan dari

nilai agama. Terakhir, mengambik tanah juga menjadi sebuah ritual yang menandakan jika

Muharam telah tiba (Dahri, 2009: 94-95).

b. Duduk Penja

Penja atau jari-jari ini adalah sebuah benda yang berbentuk telapak tangan manusia

lengkap. Penja dapat terbuat dari kuningan, tembaga, juga perak. Ketika ritual, penja haruslah

dicuci dengan air bunga dan air limau. Setelah dicuci penja dilap dan didoakan. Penja tadi

ada yang dibawa untuk diarak dan ada pula yang disimpan kembali di dalam gerga. Biasanya

ritual ini dilakukan di rumah pimpinan Tabot yang bersangkutan dan dilaksanakan pada 5

Muharam pada pukul 4 sore. Duduk penja menjadi simbol ketangkasan Husein ketika

menggunakan pedang hingga tangannya terputus ketika berperang (Hamdani, wawancara, 26

Oktober 2015).

c. Menjara

Ritual ini berarti berkunjung ke kelompok lain untuk bertanding menabuh dol. Dol

merupakan sebuah alat musik yang berbentuk seperti gendang. Kegiatan ini dilaksanakan

pada 6 dan 7 Muharam di lapangan terbuka. Pada 6 Muharam kelompok Tabot Bangsal

mendatangi kelompok Tabot Berkas dan keesokannya sebaliknya. Kegiatan ini diawali

dengan ritual di gerga masing-masing dan doa demi kelancaran acara. Setelahnya, mereka

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 7: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

7

 

Universitas Indonesia

 

konvoi melewati tempat yang telah ditentukan. Ada sebuah tanda yang diyakini oleh

masyarakat, jika dalam perjalanan ditemukan tumpukan daun kelapa kering hal ini

menandakan para penabuh dol harus berhenti dan memainkan permainan di hadapan

masyarakat setempat. Kegiatan ini juga diiringi oleh tarian dan hiburan sekitar dan pada

akhirnya kelompok yang paling sedikit memecahkan dol adalah pemenangnya. Menjara

menjadi simbol ketangguhan pasukan Husein yang berani dalam melawan pasukan Yazid bin

Muawiyah meskipun jumlah pasukan mereka tidaklah sepadan. (Hamdani, wawancara, 26

Oktober 2015).

d. Meradai

Meradai adalah sebuah kegiatan meminta Jola (sumbangan) oleh anak-anak berusia 10-

12 tahun untuk kegiatan Tabot dimulai pukul 7 pagi hingga 5 sore. Kegiatan ini berlangsung

pada 6 dan 7 Muharam. Sumbangan yang diterima dapat berupa uang maupun beras. Meradai

menjadi simbol pembelajaran kepada anak-anak suku Sipai agar lebih menghargai apa yang

sudah dilakukan oleh para leluhur mereka di masa lalu (Hamdani, wawancara, 26 Oktober

2015).

e. Arak Penja

Kegiatan ini dilaksanakan pada 7 Muharam mulai pukul 7 hingga 9 malam dengan

melewati rute-rute khusus di jalanan Bengkulu. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh kelompok

Tabot dengan rombongan yang terdiri dari remaja dan anak-anak sekitar 10-15 orang.

Rangkaian ritual ini diawali dengan membaca doa selamat, setelahnya penja yang sudah

dibungkus kain putih digantungkan pada tombak bermata ganda yang mengibarkan panjí juga

tasa yang di arak dari daerah Tabot masing-masing hingga ke lapangan merdeka. Kegiatan ini

menyimbolkan kegiatan arak-arakan tubuh Husein pada masa itu. (Hamdani, wawancara, 26

Oktober 2015).

f. Arak Sorban

Ritual ini tidak jauh berbeda dengan arak penja. Nama lainnya adalah malam coki

besanding. Kegiatan ini merupakan kegiatan mengarak sorban dengan panjí-panji berwarna

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 8: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

8

 

Universitas Indonesia

 

putih, hijau, atau biru yang berkaligrafikan nama “Hasan dan Husein” yang dilaksanakan

pada 8 Muharam malam, mulai pukul 7-9 malam. Dalam kegiatan ini sorban yang diarak

diselimuti oleh kain tipis khusus ditambah dengan sebuah coki yang diatasnya diletakkan

sebuah sorban (Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).

g. Gam

Kegiatan ini berarti masa tenang, di mana semua hal yang berkaitan dengan upacara

tidak boleh dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pukul 7 pagi hingga 4 sore pada 9

Muharam. Gam menjadi simbol masa berkabung para pengikut Syiah yang bersedih atas

meninggalnya Husain pada perang Karbala yang terjadi pada 1-10 Muharam 61 Hijriah

(Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).

h. Arak Gedang

Setelah masa tenang, acara selanjutnya adalah Tabot naik pangkek yaitu menaikkan

Tabot ke gerobak untuk diarak. Pada 9 Muharam pukul 7 malam dilakukan arak-arak Tabot

dari setiap keluarga Tabot dari setiap daerah. Kegiatan ini berakhir ketika seluruh Tabot telah

berkumpul di lapangan merdeka. Iring-iringan juga diramaikan oleh berbagai hiburan. Malam

ini juga disebut sebagai malam Tabot bersanding karena Tabot yang berdatangan membentuk

satu barisan berjejer. Pada malam ini semua lapisan masyarakat berkumpul sambil

menyaksikan kelap-kelip lampu Tabot yang menerangi lapangan merdeka (Hamdani,

wawancara, 26 Oktober 2015).

i. Tabot Tebuang

Kegiatan ini dilaksanakan pada 10 Muharam. Kegiatan ini merupakan arak-arakan yang

dilakukan untuk mengiring Tabot menuju Pemakaman Umum Karbela yang merupakan

tempat Imam Senggolo dimakamkan. Pada hari terakhir ini, jalanan kota Bengkulu akan

dipenuhi oleh khalayak ramai yang ingin melihat proses pembuangan Tabot, bahkan hanya

sekedar ingin melihat arak-arakannya. Tabot yang terbuang hanya bangunannya saja,

sedangkan bagian lainnya yang masih bisa digunakan disimpan oleh pemuda-pemudi Tabot.

Dengan terbuangnya Tabot maka berakhirlah seluruh rangkaian penyambutan bulan

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 9: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

9

 

Universitas Indonesia

 

Muharam di Bengkulu. Tabot ini dibuang di makam Imam Senggolo karena diyakini beliau

merupakan orang pertama yang melakukan tradisi Tabot di Bengkulu (Hamdani, wawancara,

26 Oktober 2015).

4.4. Pantangan

Pantangan dalam kegiatan ini terbagi dua, ada pantangan khusus bagi keluarga Tabot

juga pantangan khusus bagi masyarakat lainnya, yaitu (Karneii, dkk., 1991:105-107):

a. Keluarga Tabot

- dilarang untuk memperlihatkan kegembiraan, karena 10 hari tadi merupakan hari

berkabung atas Husain bin Ali di Karbela.

- dilarang terjadinya perselisihan antar keluarga Sipai selama upacara Tabot

berlangsung.

- tidak mencela makanan persembahan.

- wajib melaksanakan upacara Tabot setiap tahunnya.

Diyakini jika terjadi demikian maka keluarga tersebut akan mendapat hukuman seperti

sakit.

b. Masyarakat umum

- Harus menghormati Imam Senggolo dengan tidak menggunakan alas kaki ketika

berada di makam.

- Tidak berkata kotor.

- Tidak melakukan hal yang tidak pantas.

4.5. Makna Simbol Upacara

Unsur dan komponen yang mutlak dalam sebuah acara adalah simbol. Tabot, sebuah

upacara tradisional yang masuk ke Bengkulu sekitar abad ke-17 merupakan sebuah kegiatan

yang menggunakan simbol-simbol khusus dalam pelaksanaanya, seperti (Karneii, dkk., 1991:

107-111):

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 10: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

10

 

Universitas Indonesia

 

a. Boneka Tanah/Boneka Tabot

Boneka tanah dalam upacara Tabot ini digunakan untuk melambangkan jenazah dari

Husain bin Ali.

b. Gerga

Gerga merupakan simbol markas Husain bin Ali dan laskarnya di sungai Euprat yang

menjadi tempat disemayamkannya jenazah Husain bin Ali ketika telah terkumpul.

c. Dol dan Tasa

Dol dan tasa merupakan simbol dari genderang peperangan ketika dahulu Husain bin Ali

berperang di Karbela. Kedua alat musik ini merupakan simbol pelestarian akan karya seni

yang menunjukkan bahwa suku Sipai mampu melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh

pendahulu mereka.

d. Roti sebrat dan air serobat

Roti sebrat adalah roti yang terbuat dari gandum, sedangkan air serobat adalah arak. Roti

dan air ini dianggap sebagai makanan dan minuman sederhana yang melambangkan kondisi

peperangan yang kesulitan bahan pangan pada saat itu.

e. Bendera panjí

Bendera hitam/biru/hijau adalah bendera syiah, bendera putih adalah lambang

perdamaian dan bendera merah putih melambangkan jiwa kebangsaan dari keluarga Sipai

sebagai warga negara Indonesia. Pada zaman dahulu, panji ini digunakan di medan

pertempuran untuk melihat kubu manakah yang bisa menegakkan panjinya hingga akhir dan

menjadi pemenangnya. Panjí ini digunakan dalam ritual arak penja, arak sorban, dan Tabot

tebuang. Panjí-panji ini ada untuk menjadi simbol kepahlawanan Husain dan keluarganya

(Zoneirah Sharleen Anindita, Jurnal, 2013: 12).

f. Penja

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 11: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

11

 

Universitas Indonesia

 

Penja adalah jari-jari. Dalam ritual Tabot, panjí ini merupakan simbol terpisah-pisahnya

tubuh Husain bin Ali dalam peperangan yang terjadi di Karbela. Penja merupakan lambang

kepercayaan, keyakinan, serta harapan yang bersifat dinamisme (Zoneirah Sharleen Anindita,

Jurnal, 2013: 12).

g. Seroban/Sorban

Seroban yang biasa dikenal dengan nama sorban ini merupakan simbol bahwa keluarga

Sipai memandang ajaran Islam sebagai agama yang harus dijunjung tinggi dan dipatuhi.

Selain itu, sorban ini diyakini melambangkan penghargaan suku Sipai terhadap keberanian

dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh Husein ketika Perang Karbala terjadi (Zoneirah

Sharleen Anindita, Jurnal, 2013: 12).

h. Bola-bola

Bola-bola yang diletakkan di puncak Tabot ini melambangkan kepala Husain bin Ali

yang dibawa oleh Ubaidillah bin Ziad yang dipersembahkan untuk Yazid bin Muawiyah pada

masa itu.

i. Bangunan Tabot

Dahulu, Tabot masih berbentuk bangunan masjid, namun kini bentuknya sudah

bervariasi dan unik. Bangunan Tabot ini melambangkan peti mati dari Husain bin Ali yang

dihias dan bentuknya seperti menara. Selain itu, bangunan Tabot ini menjadi simbol

penghargaan suku Sipai kepada Husain.

j. Pohon pisang dan Tebu

Pohon pisang dan Tebu dalam ritual ini menyimbolkan keluwesan dan kesejukan yang

berarti dalam suasana apapun kita harus selalu berkepala dingin dan lapang dada, tidak

ceroboh apalagi gegabah dalam menentukan tindakan agar tidak merugikan diri sendiri juga

orang lain.

k. Replika Pedang Mini Zulfikar

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 12: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

12

 

Universitas Indonesia

 

Replika Pedang Mini Zulfikar ini merupakan sebuah pedang mini yang terbuat dari besi

dan dibawa dalam arak-arakan Tabot. Pedang mini ini merupakan simbol untuk menghormati

Muhammad Saw yang telah memperjuangkan agama Islam dari orang-orang kafir. Selain itu,

pedang ini juga menunjukkan sifat nabi yang berani dan rela berkorban (Zoneirah Sharleen

Anindita, Jurnal, 2013: 12).

l. Sesaji

Sesaji yang wajib ada dalam setiap pelaksanaan Tabot adalah air jahe, nasi emping, nasi

kebuli, bubur putih, bubur merah, susu sapi mentah, kemenyan, sirih tujuh subang, rokok

nipah tujuh batang, air cendana, pisang emas, gula merah, kopi pahit, tebu sepotong, dan air

selasih. Diyakini sesaji ini merupakan permintaan dari roh leluhur yang harus dipenuhi

karena sesaji ini menjadi simbol penghormatan sekaligus kepercayaan suku Sipai pada

leluhur yang telah mendahului mereka. Selain itu, sesaji ini diyakini dapat menyampaikan

pesan yang ingin disampaikan oleh suku Sipai kepada leluhurnya (Zoneirah Sharleen

Anindita, Jurnal, 2013: 13).

4.6. Tabot dan Dampaknya

Pada perayaannya, lapangan merdeka tidak hanya dipenuhi oleh Tabot, tetapi juga

diramaikan oleh berbagai stand bazar, pasar malam, juga aneka gerobak jajanan yang dipenuhi

oleh para pengunjung. Festival Tabot yang menjadi acara tahunan Bengkulu ini juga telah dibuat

menjadi kebudayaan khas dari Bengkulu karena dalam pelaksanaannya banyak kegiatan

pendukungnya seperti lomba dan peragaan seni. Meski diiringi oleh kegiatan lain, festival Tabot

dan ritualnya adalah dua hal yang berbeda.

Banyak desas-desus beredar jika Tabot yang bersifat sakral tidak lagi bernilai demikian.

Kesakralan Tabot dianggap memudar karena munculnya Tabot pembangunan yang pada

kegiatannya mengiringi 17 Tabot sakral. Kemunculan Tabot pembangunan ini berdampak

menambah euforia festival. Di sisi lain, orang-orang menganggap hal ini menjadi salah satu hal

yang membuat budaya Tabot masih membekas di hati khalayak, mampu bertahan dalam

guncangan globalisasi, dan budaya lain yang semakin mengikuti perkembangan zaman.

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 13: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

13

 

Universitas Indonesia

 

Kini, budaya ini dianggap sebagai budaya Melayu-Bengkulu. Sifat budaya yang

mengikuti perkembangan zaman membuat ritual Tabot ini kini berlabel semi ritual dan semi

sekuler. Terlihat, jika kegiatan ini dilaksanakan agar kita dapat menunjukkan rasa simpati kita

kepada apa yang telah dilakukan dan telah terjadi pada dahulu kala. Namun, jika kita menelaah

lebih dalam lagi tentu ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan yang seharusnya tidak terjadi.

Apalagi peperangan ini adalah sebuah perang saudara yang terjadi karena adanya kepentingan

pihak tertentu dan banyak pertumpahan darah terjadi di dalamnya.

Akulturasi yang terlihat jelas dan nyata pada kegiatan ini juga terdapat pada ritual serta

pelaksanaannya. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung Festival Tabot

Bengkulu lebih menggunakan alat-alat lokal untuk mengibaratkan perayaan yang sesungguhnya,

karena di Irak sendiri kebiasaan Syiah ini merupakan sebuah kegiatan melukai diri sendiri agar

para pengikutnya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasukan Hasan dan Husein pada saat

Perang Karbala terjadi. Pada Festival Tabot Bengkulu kegiatan melukai diri tadi digantikan oleh

kegiatan menabuh dol. Selain itu, adanya sesaji dianalisis merupakan sebuah kelengkapan yang

muncul sebagai bentuk dari akulturasi budaya setempat. Akulturasi ini diciptakan agar ritual ini

dapat diterima oleh khalayak ramai dan apa yang ingin disampaikan pada ritualnya dapat

dipahami.

Pada kenyataannya pula, kegiatan ini sangat berkaitan dengan Syiah. Namun, lagi-lagi

seiring berjalannya waktu. Kegiatan ini dilaksanakan hanya untuk mewariskan budaya bukan

untuk berbuat syirik. Lagipula, kini dalam kegiatannya sudah semakin banyak Tabot-Tabot yang

diakulturasikan untuk memeriahkan acara. Dahulu, Tabot pernah dibuang ke laut, namun karena

kurangnya antusiasme masyarakat, akhirnya pembuangan Tabot ini hanya dibuang di Padang

Karbela saja.

Selain itu, bermacamnya ritual, banyaknya pihak yang terlihat, dan euforia yang muncul

membuat silaturahmi antar sesama masyarakatnya semakin terjalin. Sejak dibukanya festival,

dimulainya ritual, hingga hari Tabot Tebuang, antusias masyarakat sangatlah meriah, kemeriahan

ini membuat masyarakat yang ingin melihat langsung kegiatan ini harus rela antri untuk sekedar

masuk ke área sekitar. Sifat sabar ini juga dapat menambah pahala bagi masyarakat Bengkulu

karena toleransi yang mereka timbulkan terhadap sesama, terutama terhadap sesama pengunjung

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 14: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

14

 

Universitas Indonesia

 

Festival Tabot 2015 ini. Pada ritualnya, sifat kekeluargaan akan silaturahmi ini dapat terlihat dari

kegiatan menjara yang dilakukan oleh Tabot Berkas dan Tabot Bangsal.

Ritual khusus yang kini telah berakulturasi dengan festival ini juga menunjukkan betapa

percampuran budaya ini justru mampu membuat masyarakat berduyun-duyun berpesta ria

bersama dan tanpa disengaja ikut berfoya-foya menambah perekonomian kota dan pedagang

lokal meski hanya sekedar mengeluarkan uang untuk membeli jajanan yang bertebaran di sekitar

Lapangan Merdeka. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit rasanya bisa menjadi

peribahasa yang tepat untuk menggambarkan perekonomian yang muncul pada euforia malam ke

malam Festival Tabot ini.

Dari keseluruhan dampak di atas, dampak yang paling penting adalah masyarakat sekitar

menjadi menghargai apa yang menjadi budaya leluhur mereka. Tabot merupakan sebuah warisan

budaya yang membuat kita semua harusnya sadar, jika bukan kita yang melestarikan budaya

lokal kita, siapa lagi. Tanpa kaum sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabot (KKT)

Bengkulu dan tanpa adanya pemberdayaan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bengkulu,

tentu Tabot tidak akan sefenomenal dan terus terlaksana seperti ini.

Namun, di balik dampak positif yang muncul, tentu ada saja dampak negatif yang ikut

campur dalam sebuah kegiatan. Keramaian yang ditimbulkan oleh festival Tabot ini bisa saja

memicu tindak kriminal terjadi, pencopetan bahkan penjambretan dapat terjadi sewaktu-waktu di

tengah kepadatan pengunjung. Selain itu, ritual Tabot yang cukup berbau mistik juga dapat

menjadi faktor yang mempengaruhi kepercayaan dan membuat orang tersebut percaya kepada

selain Allah yang esa. Dampak negatif ini tentu harus pula diperhatikan dengan menanamkan

sikap waspada akan tindak kriminalitas yang mungkin terjadi, dan dengan sifat mistik yang ada

pada ritual dapat pula ditanamkan kepada masyarakat yang ikut dalam kegiatan ini agar tidak

menduakan Allah dan mampu menyaring apa yang jadi tujuan utama dari adanya kegiatan

tahunan ini.

4.7. Tabot dan Nilainya

Tabot, dilihat dari segi kebudayaannya telah menjadi sebuah budaya yang tidak hanya

berakulturasi dengan budaya lokal namun mampu memperlihatkan nilai estetika akan keunikan

Tabot. Tabot di Bengkulu beragam bentuknya, mulai dari Tabot yang berbentuk pagoda hingga

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 15: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

15

 

Universitas Indonesia

 

Tabot yang berbentuk seperti menara masjid. Bentuk Tabot ini dibuat berdasarkan kebijakan

masing-masing perwakilan kelompok Tabot yang ada. Semakin meriah Tabot yang dibuat, maka

semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok pembuat Tabot.

Tabot Bengkulu menjadi sebuah budaya yang tidak dapat dihindarkan setiap tahunnya.

Euforia yang menggelora, masyarakat yang makin antusias, dan partisipan yang makin

membludak membuat festival ini meninggalkan kesan tersendiri bagi penikmatnya. Di Bengkulu,

selain dibudidayakan ke dalam festival. Tabot juga dijadikan maskot di setiap bundaran jalanan

yang ada di seluruh Kota Bengkulu. Tabot maskot ini merupakan Tabot permanen yang terbuat

dari semen dan berdiri kokoh di tengah-tengah bundaran jalan-jalan kota. Jika Tabot aslinya

dibuat semegah dan semenarik mungkin. Tabot maskot yang ada di bundaran jalanan ini sangat

sederhana, berbentuk seperti pagoda dan kebanyakan di cat berwarna putih. Dari maskot ini

terlihat jelas betapa masyarakat lokal sangat menghargai Tabot sebagai budaya warisan nenek

moyang mereka. Nilai pelestarian inilah yang patut kita apresiasi bagi pemerintah kota Bengkulu

yang melestarikan Tabot sebagai budaya khas lokal mereka.

Selain itu, nilai estetika lain yang sangat terlihat dari Tabot terlihat dari model, bentuk,

seni, dan keunikan yang ditunjukkan pada masing-masing Tabot. Dari sini, sebagai penonton

awam peneliti melihat jika pembuatnya sangatlah memiliki nilai artistik yang baik karena mampu

menunjukkan dan mengekpresikan keindahan Tabot yang ada dengan baik, sehingga para

penikmat festival Tabot terkagum-kagum melihatnya. Ditambah lagi jika malam tiba, kerlap-

kerlip lampu hias yang mengitari bangunan Tabot tiap kelompok membuat malam pada Festival

Tabot semakin menggelora dan membuat banyak orang berduyun-duyun mengabadikan momen

tersebut. Dekorasi yang beragam, juga semakin indah ketika ditambah dengan alunan musik dol,

yang menjadi musik khas pengiring ritual juga festival Tabot. Semua hal tadi menunjukkan

betapa nilai seni sangat dihargai juga diutamakan dalam setiap langkahnya.

Meski nilai seni menjadi nilai estetika dari Tabot. Adanya nilai religi dalam kegiatan ini

tidak dapat dihindarkan. Salah satu contoh jika kegiatan ini mengedepankan asas religi adalah

ketika ritual terakhir dilaksanakan, yaitu Tabot Tebuang. Kegiatan ini berlangsung pada Jumat,

23 Oktober 2015. Sejak pagi hari, Lapangan Merdeka sudah dipadati oleh ribuan orang, karena

hari itu menjadi hari terakhir sekaligus hari pembuangan Tabot. Jika tidak mentoleransi waktu,

para peserta bisa saja mulai melakukan arak-arakan sejak pukul 10.00 Wib, namun mengingat

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 16: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

16

 

Universitas Indonesia

 

hari tersebut adalah hari Jumat semua peserta mengutamakan solat Jumat terlebih dahulu dan

setelahnya barulah membuang Tabot tadi. Jika saja masyarakat tidak toleran akan kebijakan ini

pastilah keributan sudah terjadi. Selain itu, hal lain yang berkaitan dengan nilai toleransi

beragama yang ditunjukkan kegiatan ini adalah kegiatannya yang diadakan di kampung Cina,

kampung yang mayoritasnya diisi oleh orang non Muslim. Tabot, notabenenya merupakan

sebuah kegiatan perayaan dari umat Islam. Namun disini, masyarakat Kampung Cina terlihat

tidak mempermasalahkan dan ikut meramaikan kegiatan Festival Tabot ini, bahkan ketika hari

Minggu tiba peneliti melihat secara langsung, ada sebuah kelompok agama kristen tetap

beribadah berjamaah meski sekeliling mereka sedang ramai oleh euforia Festival Tabot.

Dari setiap ritualnya pula, ada nilai-nilai khusus yang dijadikan maksud dan tujuan

untuk terus dilaksanakannya kegiatan ini. Hal ini menunjukkan jika apa yang dilakukan oleh

Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) bukan sembarang kegiatan. Apa yang dipertahankan dan

dilestarikan akan Tabot ini juga kini telah membekas dan menjadi sebuah folkways (kebiasaan)

yang tidak dapat dihindarkan. Antusiasme, keberagaman, kebersamaan, keindahan, kerja sama,

kemasyarakatan, membuat Tabot masih akan terus bertahan meski globalisasi terus menerus

menggerusnya dengan budaya lain.

5. KESIMPULAN

Tabot terus dilaksanakan karena dianggap sebagai sebuah budaya yang harus terus

dilakukan. Selain itu, nilai budaya yang ada upacara ini menjadi nilai khusus bagi pariwisata dan

kebudayaan Bengkulu dan mendatangkan devisa yang cukup besar bagi perekonomian mereka.

Setiap tahunnya kegiatan ini dilakukan di Lapangan Merdeka, Bengkulu. Pada 2015 ini upacara

Tabot jatuh pada 13-23 Oktober. Meski syarat akan ritual sakral, kegiatan Tabot juga

dimeriahkan dengan bazar-bazar dan festival yang ada memenuhi Lapangan Merdeka.

Tabot merupakan produk budaya yang harus dilestarikan dan telah menjadi budaya lokal.

Budaya yang menjadi label Tabot juga memberikan dampak positif dan negatif yang tidak boleh

sembarang kita terima begitu saja. Globalisasi yang sekarang merebak membuat kita harus aktif

menyaring apa yang harus dipertahankan dan tidak. Awalnya kegiatan ini dianggap syirik karena

mengadopsi upacara dari kalangan Syiah. Namun, setelah ditelusuri kegiatan ini ditemukan tidak

lagi menjadi upacara ritual semata karena telah dijadikan sebagai salah satu devisa bagi

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016

Page 17: inke nur dewanti-skripsi-fakultas ilmu budaya-naskah ...

17

 

Universitas Indonesia

 

pariwisata Bengkulu. Kini, Tabot juga sudah beraneka ragam ditambah adanya Tabot

pembangunan yang dibuat oleh instansi pemerintah setempat untuk memeriahkan acara ini. Tabot

kini menjadi sebuah kebudayaan yang telah berakulturasi dengan budaya juga zaman. Tabot

merupakan sebuah kebudayaan yang muncul karena adanya unsur, komponen, dan sistem budaya

juga religi yang berkembang dalam masyarakat. Hal lainnya adalah Tabot memiliki nilai-nilai

sendiri bagi masyarakatnya sehingga menjadikan Tabot memiliki keunikan yang mampu bertahan

sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.

Daftar Referensi

Anindita, Zoneirah Sharleen. 2013. Tradisi dan Makna Simbolik Ritual Tabot Pada Suku Sipai di Kota Bengkulu. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Cowan, J Milton. 1980. A Dictionary of Modern Written Arabic. New York: Librairie du Liban.

Dahri, Harapandi. 2009. Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu. Jakarta: Pemikat Citra.

Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Ernatib, dkk. 2001. Upacara Tabuik di Pariaman: Kajian Nilai Budaya dan Fungsi Bagi

Masyarakat Pendukungnya. Padang: BKNST.

Hamdani. 2015. Skripsi: Tabot Bengkulu (2015). Bengkulu: Wawancara.

Karneii, dkk. 1992. Upacara Tradisional Daerah Bengkulu: Upacara Tabot. Bengkulu:

Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kartomi. 1986. Tabut a Ritual Syiah Transpalated from India to Sumatera. Victoria: Studies

Monash University.

 

Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016