Ini Fix Syok Sepsis Sara Ikaaaa

36
2.2 Syok Sepsis Syok sepsis umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari penyakit yang sudah ada pada pasien tersebut. Syok sepsis mempunyai angka mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% (Bone, 1987). Sepsis sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis hati, diabetes, payah ginjal, pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasien yang memakai kateter dan nasogastric tube. Infeksi nasokomial adalah penyebab tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf (1991) dari seluruh pasien yang dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi. Infeksi nasokomial yang sering ditemukan adalah kemih (40%), infeksi luka operasi (25%), infeksi saluran nafas (15%). 2.2.1 Definisi Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 mendefinisikan sepsis , sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS) , sepsis berat dan syok/renjatan sepsik,sebagai berikut.

description

syok

Transcript of Ini Fix Syok Sepsis Sara Ikaaaa

2.2 Syok SepsisSyok sepsis umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari

penyakit yang sudah ada pada pasien tersebut. Syok sepsis mempunyai angka

mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% (Bone, 1987). Sepsis sebagai komplikasi

dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis hati, diabetes, payah ginjal,

pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasien

yang memakai kateter dan nasogastric tube. Infeksi nasokomial adalah penyebab

tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf (1991) dari seluruh pasien yang

dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi. Infeksi nasokomial yang sering

ditemukan adalah kemih (40%), infeksi luka operasi (25%), infeksi saluran nafas

(15%).

2.2.1 Definisi

Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen

atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses

inflamasi. American College of Chest Physician dan Society of Critical Care

Medicine pada tahun 1992 mendefinisikan sepsis , sindroma respon inflamasi

sistemik (systemic inflammatory response syndrome/SIRS) , sepsis berat dan

syok/renjatan sepsik,sebagai berikut.

Sistemik inflammatroy response syndrome (SIRS) merupakan respon

tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan sebagai berikut

yaitu suhu > 38 C atau < 36 C, frekuensi jantung > 90 x/menit, frekuensi napas > 20

kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg, leukosit darah > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3

atau batang > 10%. Sepsis adalah keadaan klinis dengan manifestasi SIRS. Sepsis

berat yaitu sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hiperfusi atau hipotensi

termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. Sedangkan sepsis

dengan hipotensi merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau

penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab

hipotensi lainnya. Renjatan sepsis yaitu sepsis dengan hipotensi meskipun telah

diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk

mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Syok sepsis seperti juga syok yang lain merupakan suatu syndrome dimana

terjadi suply oksigen ke sel/ jaringan yang tidak adekuat. Septic syok merupakan

salah satu bentuk dari sepsis berat (severe sepsis) yang memiliki karakteristik

hipotensi yang sulit diatasi dan penurunan perfusi jaringan. Biasanya hal ini terjadi

ketika intervensi awal yang dilakukan untuk menanggulangi masalah hemodinamik

gagal dilakukan. Definisi lain menyebutkan syok sepsis merupakan keadaan dimana

terjadi penurunan tekanan darah (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau

penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg) disertai tanda kegagalan

sirkulasi, meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan

vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Syok sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan

segera, oleh karena semakin cepat syok dapat teratasi, akan meningkatkan

keberhasilan pengobatan dan menurunkan risiko kegagalan organ dan kematian. Oleh

karena itu strategi penatalaksanaan syok sepsis yang tepat dan optimal perlu diketahui

untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

2.2.2 Etiologi Sepsis

Syok sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%

(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri

gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur

dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria

falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas,

disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Syok sepsis yang terjadi karena infeksi

gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus

(Root, 1991).

Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi

endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi

eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri

menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan

terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting

terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).

LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang

terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam

tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai penyebab sepsis

terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular dan humoral, yang

dapat menimbulkan perkembangan gejala sepsisemia. LPS sendiri tidak mempunyai

sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung

jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor

nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8

yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita

immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

2.2.3 Faktor Resiko

1. Umur

- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun

2. Pemasangan alat invasive

- Venous catheter

- Arterial lines

- Pulmonary artery catheters

- Endotracheal tube

- Tracheostomy tubes

- Intracranial monitoring catheters

- Urinary catheter

3. Prosedur invasive

- Cystoscopic

- Pembedahan

4. Medikasi/Therapeutic Regimens

- Terapi radiasi

- Corticosteroids

- Oncologic chemotherapy

- Immunosuppressive drugs

- Extensive antibiotic use

5. Underlying Conditions

- Poor state of health

- Malnutrition

- Chronic Alcoholism

- Pregnancy

- Diabetes Melitus

- Cancer

- Major organ disease – cardiac, hepatic, or renal dysfunction

2.2.4 Patofisiologi

Respon inflamasi sistemik timbul bila benda asing di dalam darah atau

jaringan diketahui oleh tuan rumah. Respon ini bertujuan untuk menetralisir

mikroorganisme dan produknya sampai bersih, tetapi dapat terjadi efek negative pada

tuan rumah, terutama kerusakan jaringan. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi yang

diaktifkan di ruang intravascular melalui kehadiran material mikroba mempunyai

efek merusak. Respon inflamasi yang berlebihan berperan terhadap gangguan

hemodinamik dan iskemia jaringan dan berakhir sebagai multiple organ dysfunction.

Patofisiologi sepsis adalah complex karena memberikan efek pada

hemodinamik. Faktor koagulasi, respon kekebalan, dan proses metabolik berkaitan

dengan serangkaian reaksi biokimia yang distimulasi mediator endogen. Produksi

mediator endogen dirangsang oleh endotoksin, suatu lipopolisakarida yang

merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram-negatif.

Endotoksin dilepaskan dan memulai kegiatannya setelah bakteri telah

dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh inang atau dengan terapi antibodi. Oleh

karena itu, sepsis dapat terjadi meskipun bakteri tidak lagi beredar pada sirkulasi

intravaskular. Bakteri Gram positif tidak menghasilkan endotoksin. Namun, mediator

kimia endogen dari respon sepsis diaktifkan dalam gram sepsis positif. bakteri Gram

positif, jamur dan virus dapat menghasilkan respon inflamasi sistemik yang mirip

dengan sepsis gram negatif, walaupun biasanya tidak parah.

Meskipun tidak adanya endotoksin dalam beberapa bentuk sepsis, efek

endotoksin dapat digunakan sebagai model untuk menjelaskan perubahan

physiologyc terlihat pada SIRS, sepsis dan syok sepsis.

Pengaruh endotoksin

Endotoksin mengaktifkan jalur klasik dan alternatif. C3a dan C5a adalah

produk utama komplemen protein yang diproduksi. Mediator ini menghasilkan

vasodilatasi melalui pelepasan histamin dan meningkatkan permeabilitas kapiler,

yang menyebabkan perpindahan cairan ke interstisial.

Perpindahan cairan ke interstisial juga disebabkan oleh vasodilatasi dan

perubahan permiabelitas yang disebabkan oleh endotoksin / reaksi mediator lain.

Contoh bradikinin, prostaglandin, dan leukotrien metabolisme. Perpindahan cairan

dari intravaskuler ke ruang interstisial menyebabkan terjadinya hypovolemia,

penurunan perfusi jaringan, dan hipoksia jaringan.

Perfusi jaringan juga berkurang melalui pembentukan emboli dalam

mikrosirkulasi. Koagulasi dipicu oleh endotoksin, dengan mengaktifkan jalur

koagulasi intrinsik , melalui faktor Hageman. Koagulasi lebih lanjut disebabkan oleh

komplemen / platelet prostaglandin dengan meningkatkan platelet aggregation dan

aktivasi platelet factor. platelet factor diproduksi dan distimulasi oleh faktor lain

Tumor nekrosis mediator endogen (TNF, cachectin). Proses biokimia yang diaktivasi

oleh endotoksin digambarkan pada tabel 1.

Tabel 1Proses Biokimia yang dipacu oleh endotoksin dalam sepsis dan SIRS

Proses Mediator EfekAktivasi jalur klasik dan alternatif

C3a dan C5a VasodilatasiPeningkatan permeabelitas kapilerAktivasi histamine

Kemotaksis oleh leukositPlatelet agregasi

Aktivasi intrinsic koagulasi

Hageman factor (factor XII)

Koagulasi intravaskular

Aktivasi kallikrein-bradikinin

Bradikinin Vasodilatasi Peningkatan permeabelitas kapiler

Aktivasi metabolism arachidonic acid

ProstaglandinLeukotrien

VasodilatasiPeningkatan permeabelitas kapilerPlatelet agregasiBronkokonstriksiDepressi myokardial

Produksi Makrofag oleh sitokin

Tumor nekrosis factor (TNF)Interleukin 1

Intravascular koagulasiNeutrofil agregasiMenimbulkan perusakan dan fagosit endotel sel dan adesi oleh PmnMenghasilkan proteolitik enjimPenurunan aktivitas lipaseDemam

Pengeluaran hormone pituitari

Endorphin, ACTH VasodilatasiHipotensiHiperglikemia

Sumber : Bone,RC

Tumor necrosis factor TNF dianggap sebagai mediator utama pada sepsis dan SIRS. Endotoksin

merangsang makrofag untuk menghasilkan TNF dan sitokin lainnya, seperti

interleukin 1, interferon dan interleukin 6. TNF memiliki efek langsung dan juga

menguatkan reaksi mediator lainnya, seperti cascade koagulasi dan produksi

leukotriene.

TNF secara langsung meracuni sel-sel endotel. Selain itu, kerusakan sel juga

meningkat akibat aktivasi TNF pada sel polymorphonuclear (PMNs), melalui

phagocytize sel endotel, dan melalui pelepasan TNF promored enzim proteolitik.

TNF juga terlibat dalam metabolisme derangements. Hal ini berkaitan dengan

hubungan TNF dengan penurunan aktivitas lipase dengan mencegah penyerapan dan

penyimpanan triglyserides.

Efek metabolik

Beberapa penyimpangan metabolik terlihat selama respon sepsis.

Hypermetabolic, Hiperglikemi, katabolik terjadi sebagai akibat dari respon stres (rilis

cathecolamine), endotoksin menstimulasi adrenocoticotropic hormon (ACTH) rilis

dan TNF menyebabkan penurunan aktivitas enzim lipase. Glukosa, lemak. dan

metabolisme protein berubah. Serum glukosa meningkat terkait dengan peningkatan

produksi glukosa hepatik dan resistensi insulin perifer. Lypolisis dan katabolisme

Protein ditinagkatkan. katabolik, ditambah dengan perfusi terganggu dan hipoksia

jaringan, berkontribusi terhadap kerusakan sel dan organ.

Empat perubahan patofisiologi yang utama terjadi pada syok sepsis adalah,

depresi miokard, vasodilatasi masif, maldistribution volume intravaskuler dan

pembentukan microemboli (gambar 1). Depresi miokard terjadi bila kekuatan

kontraksi ventrikel menurun akibat dari mediator biokimia, termasuk yang terlibat di

dalamnya adalah faktor depresi miokard, endotoksin, tumor nekrosis faktor, endorfin,

produk komplemen dan leukotrien. vasodilatasi masif dan meningkatnya

permeabilitas kapiler menyebabkan menurunnya jumlah darah kembali ke jantung

(preload). Penurunan afterload karena vasodilatasi terjadi akibat pelepasan mediator

seperti bradikinin, endorphions, produk komplemen, histamin dan prostaglandin.

Meskipn volume plasma normal pada fase awal syok sepsis, akan menjadi

maldistributed selama syok berlangsung karena peningkatan permeabilitas kapiler,

vasokonstriksi selektif, dan oklusi vaskuler. Peningkatan permeabilitas kapiler

memungkinkan protein dan cairan bergeser ke kompartemen interstisial dan

intacellular. Tetapi tidak semua vaskular vasodilatasi. Stimulasi sistem saraf simpatik

dan prostaglandin dan mediator biokimia lainnya menyebsdabkan vasokonstriksi

selektif dalam sirkulasi paru, ginjal, dan splancnic.

Aktivasi dari sistem pembekuan dan agregasi neutrofil menyebabkan

pembentukan microemboli yang kemudian menutupi pembuluh darah kecil,

menyebabkan beberapa jaringan vaskular untuk menerima darah lebih dari yang

mereka butuhkan, sementara yang lain menerima terlalu sedikit. Maldistribution

darah ini menyebabkan hipoksia dan kurangnya dukungan gizi ke beberapa daerah,

menyebabkan disfungsi seluler yang akhirnya menyebabkan kematian sel.

Gambar 1 Patofisiologi syok sepsis

Tahap awal syok sepsis dicirikan oleh fase hiperdinamik atau hangat sebagai

mekanisme kompensasi diaktifkan. Selama fase ini, vasodilatasi besar terjadi di

pembuluh vena dan arteri, menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik.

Dilatasi vena menurunkan arus vena kembali ke jantung dan menurunkan preload.

ENDOTOXIN

Production, Release and/or activation of endogenous Mediators

Direct Endothelial Cell DamageLactic Acidosis

Decreased Tissue Perfusion

Cellular Death

Death

Multiple Organ Failure

Catabolism of Protein

Hypermetobolism &

Metabolic Derangements

Intravascular MicroemboliDistributional Hypovolemia

Clotting Cascade

Platelet Aggregation

Shunting of Fluids intravascular to Interstitial

Vasodilation↑ Capillary Permiability

Dilatasi arteri menurunkan afterload. vasodilatasi ini menyebabkan penurunan

tekanan darah, tekanan nadi melebar dan hangat, kulit flused. peningkatan denyut

jantung merupakan kompensasi untuk mengimbangi hipotensi, peningkatan asidosis

metabolik, terstimulasinya sistem saraf simpatik, dan adrenal. ventilasi / perfusi

yang tidak seimbang terjadi di paru-paru sebagai akibat dari vasokonstriksi paru

sehingga frekuensi napas akan meningkat untuk mengimbangi hipoksemia tersebut.

Crackles terjadi karena permeabilitas kapiler membran paru meningkat sehingga

menyebabkan edema paru. Hasil penilaian gas darah arteri menunjukkan alkalosis

pernafasan, asidosis metabolik, dan hipoksemia. Tingkat kesadaran menurun, pasien

menjadi disorientasi, bingung, agresif, atau lesu. Suhu tubuh pasien meningkat

sebagai reaksi terhadap phyrogen yang dibebaskan oleh mikroorganisme yang

menyerang. Ketika proses syok sepsis terus berlangsung, kondisi pasien memburuk

dan masuk ke dalam fase hypodynamic, dengan penurunan output jantung dan

hipotensi. Hasil dari fase kegagalan ventrikel yang disebabkan oleh hipoksemia

miokard, akibat faktor depresan miokardial, dan asidosis, untuk menghasilkan

peningkatan afterload. Takikardia terjadi karena tubuh berusaha untuk

mengkompensasi penurunan output jantung dan hipotensi. vasokonstriksi perifer

menyebabkan peningkatan tekanan resistensi vaskular sistemik untuk mengimbangi

penurunan tekanan darah . Kulit pasien menjadi pucat, dingin dan lembap. Pada Tabel

2, mencantumkan gejala dan temuaN klinis yang terlihat pada syok hiperdinamik dan

syok hipodinamik.

Tabel 2.Manifestasi klinis dari syok septicSyok Hiperdinamik Syok hipodinamik

Hipotensi

Takikardia

Takipnea (inspirasi dalam)

Alkalosis respiratorik

Curang jantung tinggi, TVS

rendah

Hipotensi

Takikardia

Takipnea (inspirasi dangkal)

Asidosis metabolic

Curah jantung rendah, TVS

tinggi

Kulit hangat, kemerahan

Hyperthermia/hypothermia

Perubahan status mental

Poliuria

Sel darah putih meningkat

Hiperglikemia

Sa O2 80%

Kulit dingin, pucat

Hypothermia

Status mental memburuk

Disfungsi organ dan selular

(oliguria, KID, ARDS)

Sel darah putih menurun

Hipoglikemia

Sa O2 < 60%

2.2.5 Manifestasi Klinis

1. Manifestasi Kardiovaskular

a. Perubahan sirkulasi

Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya tahanan

vaskular sitemik (TVS) ,sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi Sekunder

terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine dan

endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan

meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume

intravascular menembus membrane yang bocor, dengan demikian mengurangi

volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan TVS dan volume

yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk

mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi

sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.

Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan TVS yang rendah, terjadi

maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh sistemik

menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu,

mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan

lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif

pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan

penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

b. Perubahan miokardial

Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi

ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Factor depresan miokardial, yang

berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya.

Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolic abnormal

yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan

responsivitas terhadap katekolamin.

Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic.

Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan TVS yang rendah,

kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai dengan curah

jantung yang rendah dan peningkatan TVS disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 2. Cardiovascular changes associated with septic syok and the effects of

fluid resuscitation.

A. Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic,

C.kompensasi resusitasi cairan. (Sumber : Dellinger RP: Cardiovascular management

of septic syok. Crit Care Med 2003;31:946-955.)

B. Manifestasi Hematologi

Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis

melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-

respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi.

Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine

merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini

selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema

interstisial.

Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara

tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih

banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang

bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan aliran

darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi

system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan,

koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

C. Manifestasi Metabolik

Gangguan metabolic yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan

ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai

sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena

peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa

ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian

glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.

Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya

eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian

digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada

proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan

asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino

tersebut terakumulasi dalam darah.

Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk

menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid

menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism

oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.

Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi

kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ

Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome,

payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti

terlihat pada tabel 3 (Dobb, 1991).

Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ

akan

meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena

terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian

tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis

jaringan otak (Plum, 1983). Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat

meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat aliran darah

serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

Tabel 3.Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syoksepsis

Variable UmumTemperature >38.3 c atau < 36 cHR > 90x/mntTakipnea Penurunan status mentalSignifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jamHiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasiWBC >12000,<4000 mmC reaktif protein meningkatProcalcitonin plasma meningkatVariabel heodinamikSistolik BP <90 mmHg/MAP < 70 mmHgSVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringanLaktat serum >1mmol/LCRT> 2 detikVariable gangguan organPa O2/FiO2 <300Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam

Sumber : Levy MN et all:2001,Crit Care Med 31:1250,2003.

2. Manifestasi Pulmonal

Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung.

Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi pulmonal

dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan

pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air ekstravaskular paru-paru

(edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang

mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan

permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru

berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

RAPID ASSESSMENTI. Immediate Question

a. Survey Primer Cek Airway, Breathing, Circulation

- Airway: clear- Breathing:

Tidak terdapat masalah pada fase awal syok sepsisGangguan pada breathing ditemukan bila ada gangguan lanjut setelah adanya gagal sirkulasi. Biasanya ditemukan pada suara nafas crackles (+), Respirasi rate > 30 x/menit. Pernafasan kusmaul

- Circulation:

Variable UmumTemperature >38.3 c atau < 36 cHR > 90x/mntTakipnea Penurunan status mentalSignifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jamHiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasiWBC >12000,<4000 mmC reaktif protein meningkatProcalcitonin plasma meningkatVariabel heodinamikSistolik BP <90 mmHg/MAP < 70 mmHgSVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringanLaktat serum >1mmol/LCRT> 2 detikVariable gangguan organPa O2/FiO2 <300Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam

Gangguan sirkulasi jelas tampak terlihat pada fase awal (hiperdinamik): akral teraba hangat karena suhu tubuh yang meningkatPada fase lanjut yaitu fase hipodinamik ditandai dengan penurunan tekanan darah/hipotensi, penurunan perfusi ke jaringan ditandai dengan akral yang dingin, CRT lebih dari 2 detik, urin output < 2 cc/kgbb/jam. Nadi teraba lemah dengan frekuensi > 100 x/menit

b. Bagaimana status mental dan vital sign ?Status mental pasien pada fase awal masih baik perlahan terjadi penurunan status mental seiring dengan gangguan sirkulasi yang semakin berat. Vital sign pada fase hiperdinamik terdapat peningkatan suhu, tekanan darah masih tergolong pada rentang normal, nadi cepat >100 x/menit. Pada fase hipodinamik terjadi penurunan suhu tubuh < 37 C, tekanan darah dan nadi semakin lemah dan cepat.

c. Bagaimana tanda dan gejala secara umum ? hipertherma/hipotermia, takikardia, takipnea, hiperperfusi perifer (hangat), hipotensi, ekstremitas dingin, bingung, crt > 2 detik, penurunan urin output

d. Riwayat penyakit ?1. Pulmonal . batuk, dispnea, takipnea,nyeri dada pleuritik, produksi

sputum, hemoptysis2. Genitourinary. Disuria, frekuensi, urgensi,hematuri, nyeri

abdomen,muntah, riwayat penggunaan katete folley, riwayat penyakit prostat, riwayat nyeri panggul, nyeri perineal atau testicular, aborsi.

3. CNS. Sakit kepala, meningismus, kebingungan, koma, riwayat autitis media / sinusitis.

4. GI/Intra abdomen. Nyeri abdomen, muntah, anoreksia, jaundice, 5. Kulit. Luka bakar, injuri karena trauma, cellulitis, abses, ulkus dekubitus,

riwayat drakius, 6. Cardiovaskular. Nyeri dada, emboli perifer, perdarahan, kelainan

congenital.7. Muskuloskeletal. Bengkak terlokalisasi, nyeri dan hangat pada daerah

persendian, otot atau tulang. Riwayat trauma terutama fraktur terbuka, riwayat pembedahan,

e. Riwayat penyakit masa lalu? Riwayat penyakit Imunosupresi ( HIV, diabetes, gangguan autoimun, kanker).

f. Medikasi? Obat-obatan imunosupresi (corticosteroids, kemoterapi).

II. DatabaseA. Poin utama pengkajian fisik

1. Mental Status2. Vital sign3. Kulit. Eteki, luka terinfeksi, cellulitis.4. Heent. Sinusitis, otitis media5. Leher. Lympha denopathy, nuchal rigidity6. Suara paru. Wheezing, rhonchi, rales, takipnea, ards, batuk,7. Suara jantung. Takikardi, murmur.8. Abdomen. Abdominal tenderness9. Genitourinary. Suprapubik atau panggul tenderness, pendarahan/

discharge vagina.10. Muskuloskeletal. Vocal redness, swelling, tenderness, krepitasi.11. Neurologic. Perubahan status mental ; kebingungan, delirium, koma.

III. Laboratory data1. Darah. Test kimia, kultur, ABG, CBC.2. Urin. Kultur.3. CSF. Kultur, 4. Sputum. Kultur.5. Drainase luka. Kultur.

IV. Radiographic dan pengkajian diagnosis lainnya

2.2.6 Tata Laksana Syok SepsisEarly goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan

pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan

kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup

pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan

vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65

mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan

vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2 <70 %,

dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan hematokrit

optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila

MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit. (Gambar 2)

Gambar 3. Algoritma early goal directed therapy

Sumber : Rivers 2001

Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life

lSupport (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap

sebagai berikut (gambar 4):

Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan

keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. manajemen

Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif,

baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan

mengganggu denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi

Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan

ventilasi mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan

ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman

oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah:

kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan

kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan.

Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot

pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan

untuk mengatasi hal tersebut.

Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis

dan sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah

upaya untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon

vaskular. Ada bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume

agresif meningkatkan hasil pada sepsis

Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat

Ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke

interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous .

Pemberian resusitasi kristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena

hyperchloremia (disebut "asidosis dilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman

diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati parah.

• Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation

Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh

mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan

antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme

yang terlibat.

• Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C

Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

- Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)

- Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat

immunosuppressive ), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.

- ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien

diperlakukan

- Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C

memodulasi inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi

kematian. Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen

yang mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten: Anda

harus menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif

yang lebih luas .

Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian dari

penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang

biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas

mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 %

dari 100 sumber dapat dilokalisasi dan dikendalikan.

Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation

- Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi

- Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan

restorasi aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.

- Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan

oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan

lapisan ini penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri

(1). Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan

telah muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine,

dengan makan Immunonutrition

(2) strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan

glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan

konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko

infeksi.

Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of

organ failure.

- Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ

- Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ -

menggunakan pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran

tekanan darah langsung (menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk

membimbing terapi, dan ada hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan

darah dan output urin. Tekanan vena sentral berguna untuk memantau status

volume, tapi nilai kecil dalam hal perfusi organ. Analisa gas darah, pH, defisit

dasar dan laktat serum adalah panduan yang berguna dari semua perfusi tubuh

dan metabolisme anaerobik. Selama proses resusitasi, harus bertahap

mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam serum.

• Step I = Iatrogenic Iatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol

gula darah dan monitor adanya adrenal insufisiensi.

Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif memiliki kondisi yang

rentan terhadap sumber infeksi . Tim kesehatan harus berupaya untuk

melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan

trombosis vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan

endotrakealtube dapat menjadi jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-

paru. Penggunaan neuromuscular blocking agents dan steroids dapat menjadi

factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua intervensi yang diberikan

dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan central line dapat

menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul

manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.

Step J = Justify your therapeutic plan

- Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudah

dilakukan

- Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah

stabil dan sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa

kateter arteri paru-paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat

memberikan risiko negatif. Spektrum terapi antimikroba harus dipersempit,

sesuai dengan hasil laboratorium. Secara agresif upaya untuk melakukan

penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi mekanik harus dilakukan.

Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis, Anda harus

mempertanyakan mengenai sumber kontrol lain yang belum teridentifikasi

Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there

secondary sources of infection/inflammation.

- Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai

sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.

- Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang

harus diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda

infeksi baru muncul , jumlah sel darah putih meningkat . Ingatlah infeksi baru

cenderung datang dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh

dilupakan karena dapat beresiko terjadinyakolesistitis, perforasi tukak

lambung.

Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar.

Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal

failure

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa

bila ditemukan adanya gagal ginjal akut

Sepsis adalah penyakit multisistem dipengaruhi oleh respon neuroendokrin.

Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang bagus bahwa kontrol gula

darah meningkatkan harapan hidup.

Gambar 4. Stepwise approach to sepsis and septic syok

DAFTAR PUSTAKA

Dolan’s,1996, Critical care nursing clinical management through the nursing process, Davis Company, USA.

Emergency Nurses association, 2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.Hudak galo, 1996, keperawatan Kritis pendekatan holistik edisi IV, EGC, Jakarta.Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and

management, Mosby, USA.Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit

dalam, PDSPDI. Jakarta.