Informatika 180 desember 2014

12

description

Informatika 180 desember 2014

Transcript of Informatika 180 desember 2014

Page 1: Informatika 180 desember 2014
Page 2: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014

◙Editorial

P ada peringatan 100 edisi penerbitan buletin Prestasi KSW, kami berkesempatan

untuk diwawancarai mengenai media di Masisir oleh mereka. Dari beberapa pertan-yaan, ada dua pertanyaan yang menarik dan penting bagi kami khususnya dan insan-insan media Masisir umumnya. Dua per-tanyaan itu yang pertama mengenai peran

dan objektifitas Informatika dalam liputan?

dan kedua mengapa informatika tetap eksis

dan bertahan disaat yang lain sedang lesu-lesunya? Maka ini jawaban kami dari dua pertanyaan tersebut. Pertama, Yang harus kita ketahui, bahwa fungsi utama media selain member-itakan, adalah sebagai kontrol sosial (social control) di Masyarakat. Maka kita yang no-tabene berada di lingkungan Masisir, punya kepentingan besar terhadap hal-hal yang terjadi disini. Seperti mengapa sering terjadi pencurian, kita liput dan kita kasih solusi. Itu sangat penting untuk dibaca, karena hal tersebut tak lain adalah kebutuhan pem-baca juga. seperti Temus, aktifitas kekeluargaan yang lesu, dan banyak lagi contoh lainnya. Jadi kita kerjaannya tidak hanya mengkritisi KBRI, padahal jujur kita juga butuh dana mereka. Namun kita

menyadari bahwa informatika adalah corong

Masisir, jika ada kebijakan KBRI yang ku-rang baik, kita ikut membantu menyuara-kannya. Tapi objektif, dan bukan isapan jempol belaka. Lalu, salah satu hal terpenting dari sebuah media adalah objektifitas. Maka

informatika hadir di tengah Masisir untuk

mengangkat hal tersebut. Kita tidak akan menyuarakan kebohongan apalagi mengangkat isu hanya untuk heboh-

hebohan. Kita cari faktanya, dan kita liput. Namun tetap kita objektif menilai dan be-rusah untuk menjadi penengah, bukan justru memperkeruh suasana. Kedua, Konsisten dalam penerbi-tan, jujur dalam pemberitaan, pengkaderan, dan punya prinsip -ciri khas- yang harus dipertahankan. Kami berpendapat bahwa empat hal tersebut yang harus dimiliki oleh sebuah media untuk tetap eksis dan ber-tahan dalam dunia yang keras ini. Oleh karena itu, walaupun ujian sebentar lagi datang, namun kita tetap be-rusaha untuk menghadirkan liputan dan bacaan yang bermutu kehadapan Masisir sekalian. Inilah bukti konsistensi kami se-bagai bagian dari pembelajaran untuk men-jadi insan media yang profesional, namun tetap tanpa melupakan tugas utama kami sebagai mahasiswa, yaitu belajar dengan sungguh-sungguh. Ada sebuah pernyataan Rasulu-lullah yang menarik mengenai konsistensi. “Pekerjaan yang sedikit namun konsisten, itu lebih baik daripada banyak namun han-ya sesekali saja,” begitulah kira-kira redaksinya. Saat ini, kita banyak dihadap-kan dengan berbagai macam ambisi besar, namun tanpa punya komitmen untuk kon-sisten. Yang terjadi akhirnya banyak yang menurun atau hilang sama sekali. Akhirnya, inilah persembahan dari kami yang terakhir sebelum menempuh ujian termin satu. Semoga berkenan dan jika ada hal-hal yang kurang dan salah, kritik dan saran kami harapkan. Tak lupa kami berdoa sekaligus meminta doa agar kita semua dimudahkan dalam menmpuh ujian dan mendapat ilmu yang bermanfaat

di dunia dan akhirat. ◙

Konsistensi

2

Email:

[email protected]

Telp / Mobile: 01157926958/01128872152

Alamat Redaksi: Wisma Nusantara, 8 Wahran St. Rabea el-Adawea , Nasr City, Cairo, Egypt.

Web Master

Distributor dan Periklanan: Khoirun Nisa: +201158328145 Fatimah NK: +201128016755

Layouter & Ilustrator: Al-Khawarizmi

Editor: Sifrul Akhyar, Ahwazy Anhar, Achmad Fawatih, Fakhry Emil Habib, Fitra Yuzarni. Nisak Ul Mujahidah

Reporter: Moch Hammam, Maulana Abdul Aziz, Irfan Muhammad Ali, Muhammad Fahmi, Nawa Syarif, Laela Nurhidayah, Shofuriya, Nurul Aini Azizah, Wasliyah J, Rif‟atud Darojah.

Redaktur Ahli: Ahmad Satriawan Hariadi, Lc., Fajar Pradika, Lc., Hilmy Mubarok, Lc. Sayyid Zuhdi, S.S., Nurul Azizah, Lc.

Penanggungjawab: Koordinator Departemen Media dan Komunikasi ICMI Orsat Kairo

Pengarah: Drs. Ahmad Isrona Bitoh Purnomo, Lc. Indra Gunawan, Lc.

Pelindung: Ketua Umum ICMI Orsat Kairo

Informatika

Dewan Redaksi: Raidah Sekar Harani, Suhardi Junaidi, Nur Fitria Qurrotu Aini‟, Nashirat Zimam al-Husna, Abdi Zakaria, Rabbani Rizki Fadhi-la, Pangeran Arsyad, Assadullah Rouf, Miftakhudin

Sekretaris Redaksi: Aisyah Ummu Fadhilah, Ikhwan Hakim Rangkuti, Durratul Azkiya

Pemimpin Redaksi: Miftah Firdaus

Pemimpin Usaha: Fatimah Nurul Khoiriyah

Pemimpin Umum: Hielya Abdurrahman

Ralat Aktualita Edisi 179/ November 2014

Yang benar: 1. Tidak ada sambutan dari rektor al-Azhar, yang ada hanya penuturan kemesiran oleh

Syeikh Abdul Fata Abdul Ghani. 2. Tidak ada sambutan dari ketua Wihdah, hanya beliau mengisi materi bersama Presi-

den PPMI mengenai PPMI dan WIHDAH. 3. Nama ketua marhalah yang putri bernama Syifa Nur Fadhilah, bukan Sofiyah se-

bagaimana tercantum. 4. Pada hari terakhir para peserta Ormaba dibawa keliling ke makan Sayyidah Aisyah,

Babul Futuh, masjid Ibnu Thulun, dan diakhiri di Hadiqah Azhar. Demikian ralat ini kami cantumkan. Mohon maaf atas segala kesalahan dan perhatian.

Page 3: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014

Selengkapnya...Hal 8

◙Suara Mayoritas

H abis manis sepah dibuang,

mungkin inilah pepatah yang pas untuk menggambarkan keadaan BWAKM saat ini. “Dulu itu pengurus BWAKM kebanyakan dari Masisir sendiri. Kok sekarang diambil alih KBRI? Bahkan seper-tinya pengurus lama tidak mendapat konfirmasi apapun dari KBRI,” ujar salah seorang mahasiswa al-Azhar yang tidak mau disebutkan identitasnya ini beropini. BWAKM yang du-lunya diketuai oleh Nur Kholis, Lc., salah seorang

local staff dan beberapa pen-gurus harian dari mahasiswa, sekarang telah diambil alih oleh KBRI secara langsung. Banyak pertanyaan yang masih mengganjal di ka-langan Masisir setelah KBRI berkuasa penuh atas kepen-gurusan BWAKM. BWAKM atau Badan Wakaf Amal Kesejahteraan Mahasiswa, dibentuk ketika terjadi tsunami Aceh pada tahun 2004 silam. Saat itu ada sekitar 80 mahasiswa Indonesia di Mesir yang ke-hilangan sanak saudaranya. Dari sini lah, tersalurnya dana untuk mereka yang berasal dari M Yahya Nabil, warga negara Belanda yang meni-kah dengan orang Indonesia. Seiring berjalannya waktu, organisasi ini terus mem-berikan bantuan kepada ma-hasiswa–mahasiswa Indonesia di Mesir yang benar-benar membutuhkan. Kini, saat kepengurusan BWAKM sudah berpindah tangan, banyak kalangan yang mempertanyakan dona-tur, apakah masih pak Nabil

atau ada donatur lainnya. Untuk menjawab pertanyaan

tersebut, kru Informatika lang-

sung mewawancarai Win-dratmo Suwarno, selaku ket-ua baru BWAKM. “Sumber dana BWAKM sampai sekarang adalah Pak Nabil, juga perkumpulan orang-orang Islam di Eropa, dari para muhsinîn (dermawan-red), dan dari Pak Dubes sendiri pun menghimbau kepada seluruh home staff KBRI untuk membagi pendapatannya kepada mahasiswa yang berprestasi secara suka rela dan tanpa paksaan,” tutur Windratmo

kepada kru informatika.

Untuk masalah pergantian pengurus baru, Windratmo yang akrab dipanggil Pak Win oleh Masisir ini memberikan alasan. “Penunjukan pengurus BWAKM yang sekarang melalui SK dari Pak Dubes. Dan pemilihan pengurus hariannya pun dari

Ada Apa dengan BWAKM?

"Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?" (QS. al-Rahman)

A yat al-Quran yang diulang sebanyak tigapuluh satu kali dalam satu surat ini

butuh penghayatan mendalam. Sebuah pertanyaan dari Sang Maha Pencipta un-tuk seorang hambanya. Pertanyaan yang menandakan bahwa tidak ada yang bisa menghitung betapa banyaknya nikmat yang telah kita terima dan rasakan. Lalu, apakah kita sudah bersyukur dan menggunakan nikmat sesuai dengan kebutuhannya? Waktu, salah satu nikmat yang terkadang orang tidak menyadari dan ter-lena dibuatnya. Betapa banyak orang yang telah menyia-nyiakan berharganya waktu. Orang yang sedang sakaratul maut

merasa begitu penting detik-detik waktu dalam hidupnya. Apakah kita harus menunggu ajal agar kita bisa begitu menyadarinya? Salah satu yang menjadi hi-tungan selama di dunia adalah waktu. Akan dipertanyakan kepada kita tentang nikmat waktu kelak. Hanya akan ada keg-embiraan dan penyesalan, dua pilihan yang kita sendiri sebagai penentunya. Imam Ghazali, dalam kitab Bi-dayatul Hidayah, memperingati kita ten-tang waktu. "Waktumu adalah umurmu, umurmu adalah harta berhargamu, dengannya kamu bisa berniaga dan sam-pai pada nikmat Allah SWT yang abadi. Maka, setiap nafas adalah permata yang tidak berharga, jika tidak digunakan dengan baik, dan siapa melewatkannya begitu saja, niscaya ia tak akan pernah kembali." Para ulama tidak akan berhenti berjuang kecuali ajal menjemput. Waktu adalah jihad dan ladang beramal mereka. Dalam tidur dan makannya, ilmu dan per-soalan ummatlah yang selalu ada dalam pikirannya. Kesimpulannya, Allah telah menciptakan antara kita dan mereka wak-tu yang sama, hanya berbeda cara

penggunaannya. Dalam setiap siang dan malam adalah perjalanan waktu. Yang mana didalamnya adalah tempat kita bekerja untuk dunia dan akhirat. Jika kita tidak bekerja, maka merekalah yang akan mempekerjakan kita. Disini, sebuah penyesalan menjadi titik tolak ukurnya. Seorang sahabat, Abdullah ibnu Mas'ud tidak pernah menyesal selama hidupnya, kecuali penyesalannya terhadap sebuah waktu yang selalu berjalan dan mengu-rangi sisa umurnya, namun tanpa ber-tambahnya sebuah amal. Maka, waktu adalah ibarat kertas putih. Kebaikan dan keburukan adalah tergantung pada seorang penulisnya. Kita memang berkuasa, tapi waktu lebih berkuasa pada kita. Sebagaimana per-kataan seorang sufi kepada Imam Syafii, Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia (batil). Peganglah waktu, niscaya ladang hidup akan lebih bermanfaat. Wallahu a'lam.

Oleh: Fatimah Nurul Khoiriyah*

◙Gerbang

Selengkapnya... Hal 4

. *Penus Informatika

3

◙Sorot

B agai sayur tanpa garam. Itulah pribahasa yang mun-cul di benak kita ketika

senat mahasiswa tanpa sebuah kegiatan nyata. Menurut Romal Mujaddedi Ahda, jika senat tanpa sebuah pembelajaran dan rasa kekeluargaan, maka ada yang salah dengan senat tersebut. Menurutnya, tujuan awal dibentuknya senat adalah untuk memayungi seluruh mahasiswa agar lebih teratur dan mudah un-tuk dikoordinir dalam mengadakan belajar kelompok dan kegiatan-kegiatan yang menunjang skill mahasiswa. “Pada dasarnya senat itu berawal dari kelompok belajar kecil, lama kelamaan anggotanya jadi banyak, maka muncullah ini-siatif untuk mendirikan organisasi yang memayungi seluruh maha-siswa, agar kelompok-kelompok ini jadi lebih teratur, serta memupuk rasa persaudaraan antar maha-siswa,” ujarnya tentang Senat Bahasa yang sudah ada sejak 1994. Menurut Shufy Ulum,

Senat oh Senat

Selengkapnya... Hal 5

WAKTU

Selengkapnya... Hal 4

Page 4: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014

pengurus lama, sedangkan pengangkatan pengurus harian langsung dari saya. Ada pun sebab pengalihan kepengurusan lama ke yang baru adalah karena ketua BWAKM yang lama (Nur Kholis, Lc. –red) telah bertolak ke Indonesia dan beliau ingin organisasi ini di teruskan. Kenapa? Karena sangat memberi manfaat dan bantuan kepada mahasiswa kita. Maka dari itu, beliau menyerahkan langsung ke Pak Dubes, yang kemudian diserahkan ke saya sebagai pengurus pusat atau sebagai pengganti di posisi beliau pada bulan Mei 2014,“ Setelah melakukan klarifikasi, yang mengajukan agar kepengurusan BWAKM diganti adalah pengurus lama, seperti yang dinyatakan Zaenal Mubarok. “Untuk pergantian pengurus baru bukan KBRI yang asal mengganti. Dalam sebuah organisasi harus ada pergantian tongkat estafet, agar mempunyai pengalaman yang sudah kami dapatkan disini, kami juga sudah cukup lama bergelut di BWAKM. Meski ada beberapa pihak yang kurang setuju yang berpendapat agar menambah pengurus saja dan kami tetap jadi pengu-rus. Akan tetapi saya tidak menyetujuinya, lebih baik ada pergantian pengurus dan kami tetap memantau kinerja pengurus harian yang baru,” ujar mantan sekertaris BWAKM ini. Senada dengan Zaenal, Windrat-mo juga berkomentar, “Ya, mereka tahu, bahkan mereka, pengurus lama melaporkan langsung ke Pak Dubes dan meminta Pak Dubes untuk mengambil alih. Bahkan pengurus yang sekarang ini ada 3 orang yang dari pengurus lama yang mem-

bantu menjalankan BWAKM sekarang ini. Jadi bukannya mereka ditinggalkan atau apalah, tapi memang dari pengurus lama sendirilah yang menyerahkan kepengurusan atau meminta untuk di ambil alih,” Menurut Hodri Sujak, selaku man-tan pengurus harian BWAKM, juga ikut mengomentari proses pengambilalihan kepengurusan BWAKM ini. “Terbentuknya kepengurusan baru ini bukan keputusan sepihak KBRI. Namun lebih tepatnya kese-pakatan pengurus lama untuk mengadakan regenerasi, yang bertujuan agar terus maju dan tetap eksis. Lagi pula banyak di antara kami yang sudah selesai studi dan mau pulang,” jelasnya. Ia juga memaparkan bahwa BWAKM merupakan lembaga independen di bawah KBRI yang bergerak di bidang sosial dan berperan aktif membantu Masisir. Oleh karena itu, regenerasi ini san-gatlah bagus, apalagi pihak KBRI juga ikut fokus menangani BWAKM. “Kita dukung bersama, hasilnya untuk Masisir juga kok,” pungkas mahasiswa Fakultas Ushuludin ini. “Sebenarnya, dari awal BWAKM sendiri sudah berada di bawah naungan KBRI. Hanya saja, dahulu, pengurus pusatnya bukan dari home staff KBRI, melainkan dari local staff. Tetapi mereka tetap ber-tanggung jawab kepada ketua perwakilan. Karena dana yang dikasih oleh Pak Nabil tidak begitu saja dikasihkan, akan tetapi harus ada tanda bukti atau laporan kerja, seperti tes wawancara, atau jika ada kegiatan lain harus di shooting. Dan pengu-rus harianlah yang mengatur administra-sinya, serta membantu menyalurkan dana perbulan. Tahun ini mereka menyalurkan untuk 80 mahasiswa, dan diseleksi dengan

sangat ketat. Bagi siapa yang benar-benar membutuhkan, dan bagi siapa yang tidak dikirim dari keluarga perbulannya. Dan saya tekankan lagi, bahwa BWAKM itu bukan dikuasai oleh KBRI, melainkan diali-hkan ke bawah naungan KBRI atau home staff khususnya. Kenapa? Supaya kepen-gurusan lebih tertib, lebih penuh tanggung jawab, lebih transparan, lebih efektif dalam mengelola mahasiswa. Maka dipilihlah Pen-sosbud untuk mengurus masalah ini. Kare-na fungsi Pensosbud (penerangan sosial dan budaya) yang utama adalah membina masyarakat Indonesia di luar negeri. Se-luruh lapisan masyarakat,” jelas Windratmo ketika ditanya alasan mengapa KBRI baru tahun ini fokus dengan BWAKM. Pengalihan kepengurusan ini tentu masih menimbulkan tanda tanya. Jika memang kepengurusan langsung oleh KBRI itu lebih baik, mengapa tidak dari dulu KBRI mengambil alih kepengurusan BWAKM? “Soal itu saya kurang tau kenapa, karena dari dulu Pak Nur Kholis selaku ketua BWAKM telah dipercaya oleh Pak Dubes, dan beliau sendiri adalah tipe orang yang sangat rajin dan cermat dalam menghitung anggaran. Mungkin karena dulu Pak Dubes belum percaya kepada selain beliau. Dan sekarang, karena beliau yaitu Pak Nur Kholis sudah pulang ke Indo-nesia, juga karena telah diserahkannya kepada Pak Dubes untuk diteruskan, maka Pak Dubes menyerahkan kepada stafnya atau orang yang dipercaya, ya… itu saya,” jawab Windratmo tersenyum. (Rif‟atud Da-rojah, Laela N, Nurul Aini Azizah, Liya W,

Shofuriya) ◙

4

Ketua, pengurus, dan para penerima

beasiswa BWAKM berfoto bersama.

Doc. Facebook/pages/ndonesian-embassy-in-cairo

BWAKM… Halaman 3

Page 5: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 5

ketua senat Fakultas Ushuluddin, fungsi senat adalah memfasilitasi anggota senat fakultas masing-masing dalam memperke-nalkan fakultas terutama kepada para ma-hasiswa baru, kemudian membuat program-program yang akan menunjang kemampu-an akademis mahasiswa, seperti memben-tuk kelompok belajar, mengadakan bincang intensif dan kegiatan-kegiatan lainnya. Pernyataan senada juga dilontarkan oleh ketua senat Dirasat Islamiah, Thoriq Aziz. Ia mengatakan bahwa senat adalah sebuah mediator yang bisa digunakan oleh mahasiswa dalam mengenali fakultasnya masing-masing. Namun, ketua senat yang baru dilantik dua bulan ini mengungkapkan bahwa fungsi senat di kalangan Masisir masih belum optimal dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. “Masih jauh panggang dari api, seharusnya senat itu menjadi garda terdepan dalam kegiatan-kegiatan Masisir yang bersifat akademis,” tuturnya menyesalkan.

Sejatinya, Senat mahasiswa didiri-kan dengan tujuan untuk memfasilitasi ma-hasiswanya dalam menempuh studi di uni-versitas. Namun sejauh apakah peran Senat dalam rangka menyukseskan maha-siswa dalam studi yang dilakoninya? Lu‟luah Al Hanoun, salah seorang mahasiswi jurusan Bahasa Arab menutur-kan kebanggaannya sebagai bagian dari Senat Bahasa Arab. Menurutnya, Senat tidak saja berperan sebagai organisasi se-mata, tapi juga membantunya dalam ban-yak hal, khususnya dalam belajar. “Senat banyak membantu saya dalam belajar dan memahami madah. Selain itu, senat juga pernah ngadain Rihlah Maktabah, jadi kita tahu maktabah khusus yang jual kitab-kitab Lughoh,” jawabnya. Berbeda dengan pendapat Khoirul Anas yang saat ini sedang deg-degan menunggu ujian fakultas Syariah. Maha-siswa asal Jawa Tengah ini justru menge-luhkan kinerja senatnya di saat-saat men-jelang ujian. “Kurang kerasa, entah saya

yang endak tahu atau mereka yang endak ada program,” tulisnya lewat media sosial. Hal senada juga diungkapkan sa-lah seorang mahasiswi jurusan Syariah Islamiyah yang enggan disebutkan naman-ya. Baginya, kesadaran pribadi itu jauh lebih penting dari pada harus menunggu peran senat dalam menyukseskan studi-nya. “Perannya kurang bahkan mungkin belum terasa. Yang lain pada bimbel dari senat, kalo anak syariah gak ada itu bimbel dari senat. Ada juga bimbel dari orang lain (yang bukan senat).” Bagaimana pun, kehadiran senat telah memberi warna dalam dunia akade-mis Masisir, meskipun bagi sebagian orang hanya dirasakan ketika menjelang ujian. Sebagaimana yang dituturkan Zhara, salah satu mahasiswi Ushuluddin, “Senat itu berguna buat bimbel!” tuturnya. Senat mahasiswa fakultas yang dinahkodai mahasiswa Indonesia memang tidak terikat secara horisontal dengan pihak Universitas Al-Azhar. Organisasi ini semata-mata merupakan inisiatif mahasiswa Indo-

nesia agar memiliki wadah yang menaungi mahasiswa secara spesifik per fakultas. Keberadaannya memang bukan hal yang baru. Karenanya, kinerja senat dapat dinilai tidak hanya dari masa baktinya di tahun ini, tapi juga bisa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Tahun 2010 masih ada talkhisan dari senat, jadi masih terasa perannya.” Ujar Iqsas Nurguslanda, salah satu alumni jurusan Syariah Islamiyah. Menurut Iqsas, salah satu penyebab tidak begitu terasanya peran senat adalah kare-na minimnya antusiasme Masisir untuk berperan aktif di Senat. Masisir, menurut-nya, lebih cenderung untuk aktif di organ-isasi lain seperti kekeluargaan, almamater, dan kajian-kajian. “Banyak akademisi di Masisir, tapi seolah-olah para akademisi itu kurang minat ke senat. Jadi senat terasa kurang aktif.” Imbuhnya. Lalu, dari mana sebenarnya sumber da-na senat untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut?

Menurut data yang diperoleh dari Ahmad Hujaj Nurohim, Wapres PPMI Me-sir, dana kegiatan untuk seluruh senat ma-hasiswa berasal dari temus. Jumlah dana tersebut sekitar 12.240 LE untuk 4 senat yang berada di bawah naungan PPMI Me-sir, sehingga masing-masing senat dapat kucuran dana sekitar 3.060 LE. “Rincianya, dana itu diperoleh dari potongan gaji semua temus untuk PPMI, setiap orang petugas temus dipotong 800 LE dikali jumlah temus kemarin 68 orang untuk kegiatan maha-siswa al-Azhar yang diadakan oleh PPMI. Kemudian dari 800 LE itu diambil 200 LE untuk dana kegiatan seluruh senat, lalu dikurangi 10 % untuk Dewan Keamanan dan Ketertiban Masisir (DKKM),” ujarnya menerangkan. Berbeda dengan tahun sebe-lumnya, seluruh dana untuk semua senat saat ini dipegang oleh PPMI. Alasanya menurut keterangan wapres PPMI adalah untuk keamanan dan kontrol dana kegiatan, sehingga untuk seluruh ketua senat yang membutuhkan dana kegiatan tinggal

mengambil di kantor PPMI. Menurutnya, kantor PPMI sebagai brangkas penyimpan dana seluruh senat maha-siswa al-Azhar dan bisa diam-bil kapanpun sesuai kebu-tuhan masing-masing senat dengan memberikan ket-erangan keperluan kegiatan. Kebijakan PPMI yang tidak langsung membagikan dana pada semua senat, Menurut Shufy Ulum, memang sangat masuk akal untuk kea-manan, akan tetapi masih kurang pas diterapkan. “Seolah-olah senat dimonitor-ing dan kurang leluasa ketika hendak menggunakanya. Ke-bijakan ini perlu disosialisikan pada semua DP-PPMI, karena

tidak setiap presiden PPMI dan wapresnya atau pengurus lainya berada dikantor PPMI. Harus mengambil dengan siapa keti-ka senat terdesak memerlukan dana?‟ im-buhnya. Adapun perkiraan jumlah dana yang digunakan oleh senat mahasiswa al-Azhar untuk kegiatan mendukung maha-siswa dalam bidang akademik, menurut Thoriq Aziz, berbeda-beda setiap perioden-ya. “Tergantung jumlah anggota, berapa banyaknya program kerja, serta permintaan teman-teman anggota untuk dana yang akan dihabiskan. Bila diperkirakan kebu-tuhan kegiatan internal dan tidak keluar kemana-mana, dana yang dibutuhkan ku-rang lebih 2000 LE, apabila kegiatan lebih banyak tentu akan lebih dari itu,” jelas Tho-riq Aziz. (M Fahmi, Nawa S, Irfan Muham-

mad, Moch Hammam, M Abdul Aziz) ◙

Senat… Halaman 3

Doc. FB: Sema FBA Al-Azhar Mesir

Slaah satu kegiatan Senat Fakultas Bahasa Arab

Page 6: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 7 6

Masisir Ideal ◙Dinamika

Oleh: Khoirunnisa*

D ahulu, ketika masih di Indonesia, kita banyak mendengar tentang

betapa hebatnya kuliah di Universitas Al-Azhar. Kita juga mendengar bahwa Mesir adalah negara yang paling tepat untuk menuntut ilmu agama dengan banyaknya ulama-ulama besar. Konon Al-Azhar-lah yang menciptakan ulama-ulama besar yang cakap dalam berbagai bidang keilmuan. Anggapan itu tidaklah salah, bahkan me-mang hal itulah yang menjadikan mesir menjadi istimewa di kalangan penuntut ilmu. Namun bagaimana halnya para pela-jar Indonesia yang telah menginjakkan ka-kinya di sini? Pada umumnya para mahasiswa Indonesia yang telah menginjakkan kaki di Mesir, mereka akan masuk ke dalam suatu organisasi induk, yakni PPMI. Nah PPMI inilah yang menaungi semua para anggotanya yang berasal dari berbagai kekeluargaan, almamater, maupun afiliatif. Meskipun demikian, tujuan kita datang ke Mesir sama yaitu kuliah di Universitas Al-Azhar. Masisir yang berasal dari berbagai ragam itu, mempunyai kecenderungan masing-masing. Kecenderungan tersebut dapat disederhanakan ke dalam dua karakteristik, pertama bergelut dalam bidang keilmuan seperti talaqqy dan kajian. Kedua bergelut dalam organisasi, seperti afiliatif, kekeluargaan, dan almamater. Karakter pertama yang meliputi bidang keilmuan bisa didapat dengan talaqqy maupun kajian. Mesir dengan sum-ber ilmunya, sangat sayang sekali jika kita tidak mengerahkan diri untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Sumber ilmu tersebut berada di tangan para ulama-ulama yang mengajarkan berbagai ilmu agama yang ada di masjid dan madhiyafah, inilah yang disebut dengan talaqqy. perbedaan antara talaqqy dan kuliah adalah, di talaqqy kita akan disuguhkan ilmu yang berasal dari sumbernya, yaitu para masayikh yang sanadnya turun temurun sampai Rasullulah SAW. berbeda dengan kuliah yang mana kita akan disuguhkan ilmu yang sudah dirancang oleh para dosen yang disusun sesuai dengan tingkatan akademis. Selain talaqqy, kita juga bisa mendapatkan wawasan dari kajian. Dalam kajian kita dituntut untuk membaca buku, memetakan pikiran, berlatih bagaimana mengutarakan pendapat atau maklumat kepada orang lain. Kajian inilah yang turut menyempurnakan dalam proses menuntut ilmu. Karena ketika kita sudah mendapatkan ilmu yang ada di talaqqy, kita bisa menyalurkannya kepada orang lain,

sehingga bermanfaat bagi sesama. Adapun karakter kedua, yaitu bergelut dalam organisasi. Pada umumnya banyak sekali jumlah organisasi yang ada di Masisir ini. Mulai dari kekeluargaan, almamater, atau kelompok yang fokus dalam seni dan hobi. Motif Masisir ketika terjun dalam suatu organisasi biasanya adalah untuk silaturahmi, memperluas jaringan, membentuk diri kita untuk bisa berinteraksi yang baik dengan orang lain, bahkan ada juga yang hanya berniat untuk main-main.

Dari sinilah terlihat bagaimana karakter setiap individu. Tujuan utama ke Mesir yang pada awalnya ingin kuliah di Universitas Al-Azhar, akan dibumbui dengan berbagai kegiatan yang terangkum dalam dua karakter di atas. Namun hal tersebut bukan mutlak seperti itu, ada juga sebagian dari Masisir yang benar-benar fokus dalam dunia perkuliahan saja, ada juga yang menggabungkannya dengan organisasi, dan ada juga yang menggabungkannya dengan keilmuan dan organisasi. Mahasiswa yang ideal menurut saya, ia yang bisa menggabungkan antara bidang keilmuan dan organisasi tanpa meninggalkan bangku perkuliahan. Ia yang bisa memadukan antara mencari dan menyalurkan ilmu dengan muamalah yang baik pada sesama. Kita tidak akan bisa lepas dari organisasi, karena di dalamnya kita belajar banyak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Dan ilmu yang kita dapatkan di organisasi akan sangat membantu ketika terjun di masyarakat. Namun bukan berarti yang mempunyai jiwa kepemimpinan bisa sukses ketika terjun di masyarakat, karena masyarakat juga butuh pemimpin yang berilmu.

Untuk mewujudkan kriteria mahasiswa ideal ini, butuh usaha yang maksimal. Pasalnya kita harus benar-benar menggunakan waktu secara efisien untuk melakukan semua aktifitas tersebut. Jika dilihat dinamika Masisir saat ini, Masisir dalam kondisi seimbang. Nampaknya para Masisir sudah mulai bangun dari tidur panjang. Masisir sekarang bukan hanya menempati organisasi, namun juga banyak dari Masisir yang sudah menyentuh bidang keilmuan. Sekarang yang ramai bukan hanya acara-acara yang berbau organisasi, namun dari kegiatan yang berbau keilmuan sudah mulai disentuh oleh Masisir seperti talaqqy. Terlebih dari perempuan, yang dulu katanya masih dibatasi, sekarang sudah sangat leluasa untuk bisa menghadiri majlis-majlis bersama masayikh. Bahkan sekarang sudah banyak beredar jadwal talaqqy di berbagai grup WhatsApp dan facebook. Meskipun presentase Masisir yang sudah terjun dalam talaqqy belum mencapai setengah dari jumlah Masisir secara keseluruhan, namun sudah mulai terlihat perkembangannya. Adapun sekarang sudah berdiri rumah-rumah ilmu, seperti rumah syariah dan rumah tahfidz. Setidaknya gerakan seperti ini yang menjadikan Masisir tumbuh berkembang dari segi organisasi dan keilmuan. Dari kepengurusan PPMI juga sudah banyak mengangkat kegiatan yang berbau keilmuan, seperti menggalakkan daurah bersama masayikh dll. Adapun solusi yang tepat agar kita bisa masuk dalam kedua dunia tersebut (organisasi dan keilmuan) tanpa mengabaikan bangku perkuliahan, hendaknya kita melihat prioritas dan kemampuan diri kita masing-masing. Kita bisa memilih beberapa pelajaran yang ada di talaqqy, satu kajian yang menunjang fokus belajar kita, serta memilih organisasi yang bermanfaat atau bisa menunjang prioritas kita. Jika sudah menentukan beberapa langkah yang akan kita ambil, maka beristiqomahlah dalam kegiatan itu. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki sesuatu yang menjadi kelebihannya. Kita tidak akan bisa maksimal jika semua kegiatan kita ambil. Lebih baik sedikit namun bisa istiqomah di dalamnya. Namun, dari solusi tersebut, tidak akan bisa terealisasikan tanpa adanya keinginan dan tekad yang kuat dari diri kita masing-masing. Maka dari itu kita kuatkan lagi tekad kita kemudian beristiqamahlah

dalam langkah-langkah yang kita ambil. ◙

Do

c.

Bin

dh

ara

-ma

sis

ir.c

om

*Keluarga Informatika

Page 7: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 6 7

PERHELATAN, DIHELAT, MENGHELAT ◙Bahasa

A khir-akhir ini, ketika mem-bicarakan acara kesenian hingga politik, media ser-

ing menggunakan kata “perhelatan”, “menghelat”, dan “dihelat”. Istilah “perhelatan” pada mulanya lazim digunakan untuk menyebut acara perkawi-nan, kenduri, atau selamatan. Malah para sastrawan Balai Pustaka lebih lazim menggunakan kata “helat” saja. Nur Sutan Iskandar dalam novel Salah Pilih (1928), misalnya, menulis, “Sekalian helat dan jamu itu dilayani oleh Ibu Liah dan Asnah sekuasa-kuasanya.” Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (KBBI III), 2005, memang memiliki lema “pehelatan”, yang bermakna “pesta atau kenduri selamatan, pesta perkawinan”. Adapun pesta adalah per-jamuan makan-minum atau perayaan sesuatu dengan bersuka ria dalam sebuah keramaian. Sebuah festival seni mungkin masih bisa dianggap sebuah pesta, tapi apakah pemutaran film atau diskusi adalah sebuah pesta? Contohnya, “Dalam perhe-latan diskusi yang berlangsung selama lebih-kurang dua jam tersebut, Ibnu menyampaikan bahwa sastra di media massa semakin hari semakin berku-rang” (Koran Jakarta, 23 Maret 2014). Beri-ta itu hanya membicarakan sebuah acara diskusi. Sebuah acara dengan kegiatan tunggal (sebuah film, teater, tari, dan se-bagainya) tak tepat disebut perhelatan. Sebuah perhelatan mengandaikan acara akbar dan ramai yang melibatkan banyak kegiatan, seperti Festival Film Indonesia. Bagaimana dengan pemakaian “dihelat” dan “menghelat”? Pada 8 Mei 2014, kompas.com membuat judul berita “Diskusi Bisnis Digital Kembali Dihelat di Yogyakarta”. Pada 20 Oktober 2014, Warta Kota menulis, “Untuk memperingati bulan bahasa, Kompas menghelat seminar ber-tajuk „Merumuskan Bahasa dalam Media Online dan Jurnalisme Warga‟.” Dalam KBBI III, kata dasar “helat” punya dua lema. Pertama, “helat” yang bermakna “pesta perkawinan dsb” dan “tamu”. Tapi, sebagai kata sifat, “helat” artinya “asing, lain, bukan keluarga”. KBBI III mencontohkan, “Di kota-kota besar ban-yak orang helat”. Kedua, lema “helat” yang dibaca sebagai “helat” (“e” dibaca seperti “dekade”). Bentuknya adalah kata benda dan artinya “tipu muslihat, akal, dalih”. Mak-na ini jelas jauh berbeda dengan lema per-tama. Namun lema pertama tak punya kata kerja turunan, sedangkan lema kedua justru punya dua: “berhelat” dan “menghelat”. Yang pertama berarti “menggunakan tipu muslihat, berdalih” dan yang kedua bermakna “menipu”. Tak ada

kata turunan “dihelat” disitu. Kalaupun bisa diturunkan dari “menghelat”, berarti artinya seharusnya menjadi “ditipu”. Bila kita merujuk pada KBBI III, penggunaan kata “menghelat” dan “dihelat” oleh banyak media jelas keliru. Berita War-ta Kota di atas jadinya bermakna “…Kompas menipu seminar bertajuk…”. Jelas bukan itu maksud penulisnya. Pemuatan dua lema yang penu-lisannya sama ini jadi bermasalah. T.D. Asmadi, pengajar Lembaga Pers Dr Soe-tomo, pernah mengecek makna “helat” dari beberapa sumber, seperti Kamus Dewan Edisi IV (2007) terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, Baoesastra Melajoe-Djawa karya Sutan Muhammad Zain. Semua kamus itu merujuk makna “helat” sebagai “tipu muslihat”. Bila kita mau konsisten dengan makna “helat” dalam berbagai kamus tersebut, “menghelat” tetaplah berarti “menipu”. Tapi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat (KBBIPBIV), 2008, membuat masalah tambah rumit dengan menambahkan kata turunan “menghelat”, yang berarti “menyelenggarakan”, pada lema “helat” yang terkait dengan perhe-latan. Istilah “helat” dalam pengertian “tipu daya” ini tampaknya memungut kata Melayu “helat” huruf jawinya: هلتyang merujuk pada “helah” (هيلهKata ini sudah muncul ratusan tahun lalu, misalnya dalam Maleisch-Nederduitsch Woordenboek (Kamus Melayu-Belanda) karya Jan Pijnappel Gzn., yang terbit pada 1863. Kamus Dewan Edisi IV pu-nya lema “helat”, tapi memberi tanda agar merujuk pada lema “helah” ada-lah “berhelah”, yang berarti “menggunakan tipu daya, berdalih”, dan “menghelah”, yang berarti “memperdaya, menipu”. Ini berkebalikan dengan KBBIPB IV, yang punya lema “helah”, tapi dengan tanda yang merujuk ke “helat”. Jadi, penyusun KBBIPB IV menganggap “helah” adalah kata la-ma yang tak disarankan pemakaiann-ya, yang merupakan ragam kata “helat”, yang ejaannya dianggap baku. Bagaimana cara mengatasi masalah ini? Saya menyarankan Pusat Bahas menghidupkan lema “helah”, lalu makna lema “helat” bisa dialihkan menjadi makna bagi “helah”. Cara ini akan membuat jelas bahwa “menghelat” tetap berarti “menyelenggarakan (pesta)”, “menghelah”

berarti “menipu”, dan “berhelah” bermakna “berdalih”. Sastrawan Nur Sutan Iskandar sudah memakai kata “berhelah” itu dalam novel Turun ke Desa (Balai Pustaka, 1982). Di situ dia menulis, “Tin,‟ katanya terengah-engah, „jangan berhelah jua. Berkata terus terang. Berapa banyaknya uang yang kau terima dari orang itu?‟” Sang pengarang jelas merujuk kata “berhelah” dalam arti “berdalih”. Pembedaan lema “helah” dan “helat” ini akan membuat makna “helat” tidak bermakna ganda seperti sekarang. Para pengguna rumpun bahasa Melayu di Malaysia dan Brunei juga tak akan salah paham, karena di dua Negara itu “helah”

memang berarti “tipu daya”. ◙

Sumber: Majalah Tempo, Edisi 20-26 Oktober 2014.

Page 8: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 8

Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fikih ◙Keislaman

Oleh: Ikhwan Hakim*

S ebagai agama yang komperehensif, Islam mengajarkan segala hukum

yang mengatur kehidupan manusia, mulai dari permasalahan i’tiqadiyah, khulukiah, hingga permasalahan ‘amaliyah. Jika ditarik kedalam ranah disiplin ilmu, al-Quran memiliki kedudukan yang amat sangat tinggi, begitupun dalam ilmu Ushul Fikih, al-Quran dijadikan sebagai sumber pertama dalam menentukan kaidah-kaidah hukum syariat setelah Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Keempat sumber inilah yang disepakati oleh Jumhur muslim sebagai sumber hukum, selain itu masih ada enam sumber hukum lainnya yang tidak disepakati oleh sebagian Jumhur muslim, diantaranya Istihsan, Masalih Mursalah, Istishhab, ‘Urf, Madzhab Shahabi dan Syar’u man Qablana. Dalam kajian ushul fikih, untuk memahami nash al-Quran dari segi dilalah, para ulama menggunakan pendekatan yang dikenal dengan istilah qath’iy al-dalalah dan dhanny al-dalalah. Menurut Abdul Wahab Khallaf, qath’iy al-dalalah merupakan ayat yang menunjukan makna secara jelas dan dapat dipahami maksudnya tanpa harus memerlukan takwil. Sedangkan dhanny al-dalalah ada-lah ayat yang menunjukan suatu makna tetapi memerlukan penakwilan untuk me-mahami makna lain yang terkandung dida-lamnya. Dalam sejarah perkembangannya, ushul fikih telah ada ketika fikih ada. Sela-ma ada ilmu fikih maka harus ada kaidah-kaidah yang menjelaskannya, inilah pokok dan hakikat dari ilmu ushul. Akan tetapi jika ditelisik dari segi penulisannya, ilmu fikih lebih dulu dituliskan daripada ilmu ushul fikih. Itu berarti bahwa ilmu fikih telah di-tulis, ditetapkan pembahasannya, kaidah dan juga bab-babnya sebelum penulisan kaidah ilmu ushul fikih. Akan tetapi itu bukan berarti bahwa ushul fikih belum mun-cul dan belum ada kecuali setelah ditulis-kan, juga bukan berarti bahwa para fuqaha tidak memiliki kaidah dan metode tertentu dalam menetapkan hukum. Pada kenyataanya, bahwa kaidah-kaidah serta metode ilmu ini telah tertanam pada diri para mujtahid terdahulu. Bisa diambil kesimpulan bahwa ushul fikih dan fikih sangat erat dan berkaitan, oleh karnanya haruslah ushul fikih itu ada ketika fikih itu ada, bahkan sebelum fikih itu muncul, karena ushul fikih meru-pakan suatu kaidah untuk menen-tukan suatu hukum, akan tetapi belum muncul suatu kebutuhan

untuk menuliskannya, terutama ketika za-man Nabi Muhammad SAW. Kala itu be-lum ada suatu kebutuhan untuk mendiskusikan masalah kaidah-kaidah ilmu ini, apalagi untuk menuliskannya, karena Nabi Muhammad-lah yang menjadi sumber rujukan utama dalam penjelasan hukum syariat. Ilmu ushul fikih mulai muncul dan dituliskan pada abad ke-2 Hijriah, yakni pada masa khilafah Abbasiah. Ada yang mengatakan bahwa orang pertama yang menuliskan ilmu ushul fikih adalah Abu Yusuf, sahabat dari Imam Abu Hanifah, akan tetapi tidak ada yang mendapatkan keterangan tentang bukunya. Sedangkan yang masyhur di kalangan para ulama, yang pertama kali menuliskan kaidah ilmu ushul fikih serta pembahasannya adalah Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi‟i, wafat pada tahun 204 Hijriah. Imam Syafi‟i telah menuliskan bukunya yang berjudul al-Risalah, kemudian diriwayatkan oleh murid-nya Rabi‟ al-Muradi. Dengan bukunya al-Risalah maka diakui oleh para ulama bah-wa penggagas serta penulis ilmu ushul fikih adalah Imam Syafi‟i. Dalam bukunya al-Risalah Imam Syafi‟i berbicara mengenai al-Quran, penjelasan tentang hukumnya, penjelasan Sunnah terhadap al-Quran, Ijma’, Qiyas, Nasikh dan Mansukh, al-Amru dan an-Nahyu, pengambilan hukum melalui khobar ahad dan lain sebagainya dari pem-bahasan kaidah ushuliah. Ada beberapa faktor yag men-dorong Imam Syafi‟i untuk menuliskan serta membukukan ilmu ushul fikih, diantaranya, pada masanya Imam Syafi‟i melihat banyak perbedaan pendapat mengenai masalah ushuliah yang nantinya para mujtahid akan merujuk kepadanya, kemudian perbedaan cara berijtihad dan sumber yang diambil untuk menentukan hukum, seperti Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Dari berbagai macam perbedaan pendpat inilah Imam Syafi‟i terdorong untuk menuliskan serta mem-bukukan ilmu ushul, kemudian menetapkan kaidah-kaidah khusus yang harus dipakai

oleh para mujtahid dalam penetapan hukumnya. Bagi yang mencermati serta meneliti, ia pasti memperhatikan bahwa ayat-ayat al-Quran tercakup didalamnya tiga dasar hukum pokok yang terbagi lagi menjadi banyak hukum. Tiga dasar hukum tersebut yaitu Hukum yang berkaitan dengan akidah, Hukum yang berkaitan dengan tazkiatu an-nafs atau akhlak dan Hukum amaliah, atau lebih dikenal dengan ilmu fikih. Al-Isnawy dalam bukunya Nihayatussul menjelaskan, bahwa sebelum menggunakan ayat al-Quran sebagai dalil untuk menentukan suatu hukum, terlebih dahulu kita harus mengetahui beberapa hal. Karena al-Quran ditulis dengan bahasa Arab, maka untuk menggunakan ayat-Nya sebagai dalil kita harus mempelajari bahasa Arab dan pembagian-pembagian yang tercakup didalamnya. Dari segi bahasa, al-Quran terbagi menjadi khobar dan insya’, tetapi ulama ushul lebih membahas masalah insya’ dan meinggalkan pembahasan khobar, melihat didalamnya tidak terdapat ketentuan hukum. Maka dari itu Imam baidhawi membaginya menjadi amr dan nahyu, ‘am dan khos, mujmal dan mubayyan, serta nasikh dan mansukh. Para ulama ushul dalam pemba-hasannya mengenai ushul fikih tidak selalu sama, baik dari segi istilah maupun jalan pembicaraannya, karenanya terdapat dua golongan yang muncul, yakni mutakallimin dan hanafiyah. Golongan Mutakallimin dalam pembahasannya selalu mengikuti cara-cara yang lazim digunakan dalam ilmu kalam, yaitu dengan memakai akal pikiran dan alasan-alasan yang kuat dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok (ushul). Di antara kitab-kitab yang ditulis oleh golongan ini adalah, al-Mu‟tamad milik Muhammad bin Ali, al-Burhan milik al-Juwaini, al-Mutashfa milik al-Ghazali, dan al-Mahsul milik ar-Razi. Sedangkan golon-gan hanafiyah dalam pembahasannya sela-

lu memperhatikan dan me-nyesuaikan antara aturan-aturan yang bersifat pokok (ushul) dengan persoalan cabang (furu’). Setelah itu muncullah kitab yang berada ditengah-tengah antara kedua golongan tersebut, dian-taranya adalah, Tanqihul Ushul milik Sadrus Syari‟ah, Badi‟unni-dzam milik Al-Sa‟ati, Attahir milik Kamal bin Hammam, dan al-Muwafaqat milik Al-Syatibi. Walla-

hua’lam.◙

*Aktivis NUN Center

Page 9: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014

9

S atu bundel kertas tergeletak di atas bangku:

** Menatap bayangmu di batas kota,

seperti kelabu yang menyiratkan keraguan. Angin menyelimuti hari serupa tirai-tirai tipis yang menggantung di jendela mataha-ri. Langit dikepung warna hitam pekat juga putih pucat seperti tumpukan kapas kotor. Awan berarak mengepak sayap mengantarku kepada namamu secara utuh. Hanya ada sahara. Juga debu yang kaku menanti pergantian kalender. Setelah musim panas tak lagi menciptakan keba-hagiaan, apa lagi yang lebih berarti selain mengharap musim dingin?

Tak banyak yang kuharapkan darimu, Pur, selain izin agar aku tetap bisa menyimpan senyummu dengan baik. Aku sudah khatam untuk sekadar menghafal lekuk wajahmu, juga senyummu, jadi jan-gan kau tanya apakah ketiadaanmu bisa membuatku menjadi amnesia begitu saja.

Aku masih saja mengharapkan hal yang indah-indah selama ketidakha-diranmu. Semisal menikmati Spink bersa-ma, berjalan di pesisir Alexandria, atau sekadar menitipkan cerita pada aliran sungai nil. Bahkan kita masih punya Perang Bubat dan Asmara Diah Pitaloka yang belum selesai kuceritakan. Tapi kita masih menjadi rahasia. Kau rahasia terbesarku. Begitu pun aku masih rahasia untukmu. Suatu saat, Allah akan saling mengenalkan rahasia itu, kemudian kita akan mengangguk dan saling ber-pandangan. Aku akan menanti itu. Karena kita tidak benar-benar berpisah. Tuhan hanya sedang memberi kesempatan untuk saling menenun rindu. Itu saja.

Pur, sudah lama kita tak saling

bertukar kabar. Terakhir kali saat kita menikmati dua es krim milik kita, pada sen-ja yang mengeja namanya, kau utarakan segala kekhawatiranmu. Biar kutebak, kau sekarang telah menjadi perempuan de-wasa. Kau sudah lebih tahu apa yang ingin dan apa yang perlu. Aku ingin mendengar ceritamu lagi, juga kau dengar ceritaku baik-baik. Tentunya dengan dua es krim milik kita. Tapi kekhawatiran kita saat ini tak lagi sama. Kita hanya saling paham sekarang.

** Metro masih berjalan menelusuri

lorong-lorong gelap. Sesekali Rudy menatap peta rute yang terpasang di dind-ing gerbong. Masih sembilan stasiun lagi. Tatapan lelahnya bercengkrama dengan keringat tubuh orang-orang Mesir di seke-lilingnya. Sebuah masa yang terasa begitu lama untuk dilewati. Siang ini, Metro begitu penuh sesak. Keterbatasan moda dan ting-ginya angka kebutuhan masyarakat, mem-buat suasana metro setiap waktu tak nya-man dan pengap. Pendingin udara hanya bekerja untuk merotasi udara pengap, bukan kesejukan. Rudy terlalu lelah untuk sekadar mengeluh.

Rudy kembali menatap bundelan kertas di tangannya. Ia masih tak percaya, di negeri seribu menara ini ia bisa temukan tulisan berbahasa ibunya. Di dalam Metro.

"Shinny?" tanya seorang pria ber-tubuh besar. Rudy tak terlalu antusias me-nanggapinya. Tak ada air muka spesial, selain lelah.

"Laa! Ana Andunisy!" jawab Rudy dengan senyum simpul.

"A,, ehsan nass!" katanya sambil menyodorkan tangan mengajak bersala-man. Bagi Rudy, pujian orang Mesir itu tak

lagi terdengar istimewa. Bukan satu atau dua kali, ia mendengar kalimat itu, sampai ia tak lagi mampu membedakan mana ka-limat haqiqy, dan mana yang majazy.

Tuhan memang begitu adanya. Menciptakan manusia dalam berbagai su-ku, ras, dan bahasa. Meski sudah ada ke-lompok-kelompok tertentu, tidak semua orang mampu mengenal setiap kelompok dengan baik. Semisal orang Asia yang selalu diasumsikan sebagai 'shinny' alias orang cina.

Waktu terus berlalu, namun ke-bosanan tak kunjung pergi. Rudy kembali menghampiri kertas di tangannya.

** Pur, sebenarnya aku sedang

gugup. Kelak ketika kukunjungi ayahmu dengan seikat bunga, tentu dengan senyu-man terbaik yang kumiliki, ia akan bertanya "Apa profesimu?". Dan kamu tahu bahwa aku hanya seorang jurnalis yang biasa juga disebut wartawan. Tapi sebutan wartawan tak terasa istimewa bagiku. Mainstream. Ayahmu pasti seperti kebanyakan orang, hanya akan memandang Jurnalis sebagai pencatat peristiwa-peristiwa penting, atau mungkin peristiwa biasa saja yang dibuat penting, orang berkualitas hidup standar, dan tak ada yang istimewa. Barangkali ayahmu akan mengernyitkan keningnya, merasa heran dengan pilihan puterinya. Mungkin yang ia harapkan adalah lulusan teknik sipil, kedokteran, kepabeanan, atau ekonomi manajemen. Ia tak akan ter-sanjung dengan jawabanku. Tapi kau pernah bilang untuk tidak merisaukan itu. Semua akan baik-baik saja.

Pur, aku hanya ingin menuliskan ini agar kau tahu bagaimana kelak masa depan kehidupan kita. Kau perlu tahu bah-

DIORAMA ◙Sastra

Oleh: Maulana Abdul Aziz*

Doc. Diorama—dreamland.at

Page 10: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 0 10

wa menjadi jurnalis adalah pilihan yang penuh tantangan. Kau akan mendapati sua-mimu bekerja sepanjang waktu. Bahkan ketika kau menantinya pulang dengan menu masakan terbaikmu, ia hanya akan pulang larut malam. Kau masih dengan senyum terbaikmu membukakan pintu, lalu bercengkrama di depan makanan bu-atanmu yang sudah dingin. Atau dalam beberapa waktu, kita akan bercengkrama dengan anak-anak kita di depan kue-kue buatan tanganmu. Tapi ketika suamimu melihat jam dinding, dan malam semakin larut, ia harus kembali ke meja kerjanya untuk memenuhi tuntutan dead line. Se-hingga kau meminta suamimu untuk melu-angkan waktunya untuk sekadar mendengarkan pengalaman anak-anak di hari pertama sekolahnya, atau saling ber-gantian membacakan dongeng sebelum tidur.

Barangkali tidak setiap tahun kita

akan memiliki bulan madu ke tempat-tempat yang indah. Di saat kau membutuh-kan liburan dan kebersaman, suamimu han-ya akan hadir di rapat pemerintahan, aksi demonstrasi, gedung perkantoran, atau wilayah konflik yang sama sekali tak menarik untuk dikunjungi. Ketika kelender mengajakmu menghabiskan waktu, suami-mu harus menghabiskan waktu dengan laporan lalu lintas, kemacetan, atau sahur dan buka puasa di jalan raya.

Tapi dalam segala keadaan itu, kau akan selalu menceritakan kebang-gaanmu sebagai orang tua. Sehingga sua-mimu akan sangat senang, karena dari sekian banyak cerita yang ia dapatkan, ceritamulah yang paling berharga baginya. Tapi, Pur, haruskah aku mengganti profesiku untuk membayar penantianmu?

Hari ini aku sedang khawatir, kelak aku tak menjadi lelaki bijaksana. Aku kha-watir kau tak mampu berlama-lama hidup

denganku. Sengaja kuceritakan ini sejak awal, agar kau tak merahasiakan perasaan yang mengganjal. Jika kelak suamimu lebih sibuk dengan pekerjaannya, dekatilah ia dengan senyumanmu, sampaikan keluhmu sampai ia ingat bahwa keluarganya lebih utama. Jadi bagaimana jika suamimu seorang jurnalis?

** Ponselnya bergetar. Di tengah

padatnya penumpang, ia sempatkan untuk mengambil ponselnya dari saku. Sebuah pesan masuk, "Reminder! Besok hari selasa jam 14.00 Clt kita Sidang Redaksi di Wisma! Jangan telat dan siapkan ide-ide

segar untuk edisi selanjutnya!".◙

. *Kru Informatika

◙Wawancara

Ust. Mufid Haris Asy-Syathibi Center

A pa itu Asy-Syathibi dan kapan didirikannya? Asy-Syathibi Cen-

ter merupakan lembaga bimbingan dan konsultasi belajar yang didirikan pada ta-hun 2001. Apa tujuan berdirinya? Tujuan daripada didirikannya lem-baga ini adalah untuk membantu kesuksesan belajar mahasiswa Indonesia di Mesir. Bagaimanakah program yang dijalankan oleh Asy-Syathibi? Program kerja yang dicanangkan oleh pengelola Syathibi ini memiliki 3 tahap, yaitu tahap pertama pada tahun ajaran baru, pertengahan, dan akhir tahun. Komunitas penggerak bimbingan belajar ini telah mengawali program kerjanya dengan mengadakan seminar untuk Masisir mengenai kiat-kiat sukses belajar dengan tema "Sukses bersama Asy-Syatibi". Pada acara seminar tersebut dipaparkan bagaimana memanage waktu, mengupas tuntas buku ICMI, yaitu meniti tangga-tangga prestasi, memetakan pemikiran mahasiswa/i baru setiap fakultas, serta menggali potensi diri dengan menghadirkan mahasiswa/i berprestasi. Akhir-akhir ini asy-Syathibi kian sibuk dengan mengaktifkan kembali bimbingan belajar. Dilanjutkan pro-gram kerja yang akan dilaksanakan setelah ujian berupa daurah fannul ulum baik disiplin ilmu yang berkaitan dengan tiap-tiap fakultas seperti Syari'ah, Ushuludin, dan Lughah. Apakah Asy-Syathibi berkaitan erat dengan Fushul Taqwiyah? Terkait masalah Fushul Taqwiyah yang sempat familiar beberapa tahun silam, bahwa terakhir program ini dikerjakan keti-

ka zaman kepengurusan presiden PPMI dibawah kepemimpinan Abu Nashar. Setelah program itu dik-erjakan, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa alasan yang menjadikan kurang efektifnya program tersebut, diantaranya kegiatan sepi peminat dan sama halnya memunculkan kelas baru seperti di kuliah. Ketika mengundang dosen al-Azhar untuk mengisi fu-shul taqwiyah dengan me-makan dana yang cukup banyak, justru hanya be-berapa mahasiswa yang menghadiri majelis ilmu ter-sebut. Hal ini tidak sepadan antara dana yang sudah dikeluarkan dengan ke-hadiran mahasiswa yang bisa dihitung. Sayang seribu kali sayang, sudah mendatangkan ulama besar tapi walhasil tidak banyak yang datang. Belajar dari pengalaman, maka kami menghapus fushul taqwiyah dari program Syathibi. Dari mana saja sumber penda-naan Asy-Syathibi? Syatibi bekerjasama dengan Ma-laysia dalam bimbingan belajar. Bagaimana dengan Senat yang juga mengadakan program bimbingan belajar? Perdebatan juga biasa terjadi dengan Senat masing-masing fakultas, khususnya Syariah dan Ushuluddin. Materi yang dibimbelkan Syatibi dengan senat sering berbenturan. Tapi itu tidak menjadi

masalah yang besar karena kita saling melengkapi. Ada anggapan bahwa Asy-Syathibi punya salah satu golongan Par-tai, apakah benar? Jika ada dua pilihan antara orang

pintar dengan orang yang dikenal dan mau

bekerja, pasti yang dipilih itu adalah orang

yang lebih dikenal dan mau bekerjasama,

begitu juga saya ketika merumuskan

struktur kepengurusan. Saya memilih orang

yang lebih dikenal dan mau diajak beker-

jasama. (Hielya A, Fatimah NK) ◙

Page 11: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014 11

◙Hikmah

Al-Hubb, 2014

Oleh: Miftah Firdaus*

S ebuah kata yang mempunyai beribu makna, definisi, dan

paling banyak diperbincangkan oleh makhluk bernama manusia. Dia ada di sanubari yang paling dalam, senantiasa memberi dan tidak pernah meminta, ia terkadang membawa penderitaan, namun ia tidak pernah mendendam. Kita mengatakannya dengan nama cin-ta, orang Arab menyebutnya al-hubb. Syahdan, Ali terpesona pada Fatimah sudah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, iba-dah, dan paras putri kesayangan Rasulullah SAW tersebut. Ia pernah ter-tohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar bin Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis lan-taran kedua orang sahabat tersebut la-marannya ditolak oleh Rasulullah SAW. Akhirnya Ali memberanikan diri, dan tern-yata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima. Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama juga. Singkat cerita, bahwa suatu hari setelah keduanya melangsungkan per-nikahan, Fatimah berkata kepada Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasa-kan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.” Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.” Subhanallah, betapa manisnya al-hubb. Al-Hubb juga bukan melulu perka-ra cinta antara pria dan wanita, namun dia lebih luas dan mencakup segala hal yang berkaitan dengan hati dan jiwa. Jalaluddin Rumi sang penyair sufi kelahiran Afghani-stan yang sangat masyhur, selalu membuat syair yang berkaitan dengan hubungan al-hubb dengan Tuhannya. Adakah cinta yang lebih cinta daripada mabuk cinta kepada Tuhan? Tulisnya. Oh, Tuhan Telah ku temukan cinta! Betapa menakjubkan, betapa indah, betapa hebatnya.. Bagi gairah yang bangkit Dan menghiasi alam semesta ini Maupun segala yang ada di dalamnya (Rumi)

Namun, tidak ada makna al-hubb

yang paling mengharukan selain kisah cinta Rasulullah SAW terhadap ummatnya. Keti-ka Rasulullah SAW berbaring sakit di kamar Aisyah. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru men-gucapkan salam. “bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengiz-inkannya masuk. “Maaf, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah SAW menatap putrinya itu dengan pandangan yang meng-getarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang mengha-puskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah SAW. Fati-mah pun menahan ledakan tangisnya. Ma-laikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah SAW menanyakan kenapa JIbril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh sang kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelas-kan apa hakku nanti dihadapan Allah SWT?” Tanya Rasulullah SAW dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.” “Semua surga terbuka lebar me-nanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah SAW lega, matanya masih penuh dengan kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril kembali. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah SWT berfirman kepadaku: “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Mu-

hammad telah berada di da-lamnya,” kata Jibril. Maka ucapan yang terakhir ketika ajal men-jemputnya adalah: ummati, umma-ti, ummati. Akhir tahun 2014 diam-bang mata, rasa-rasanya kita masih memerlukan banyak cinta. Masih terlalu banyak dendam yang bertebaran, hasut-menghasut, kritik yang bertujuan untuk menjatuhkan, dan hal-hal lain yang sekiranya perlu kita re-nungkan lebih dalam dengan al-hubb. Mungkin cinta tidak menemukan bentuk idealnya, na-

mun dia selalu mengarahkan jalan kepada kebenaran. Seperti kata pujangga: cinta selalu hadir, tinggal kita bisa merasakannya atau tidak. Keberanian bukan berarti tidak pu-nya rasa takut melainkan berani bertindak walau merasa takut. Mencintai berarti bera-ni memepertaruhkan hati. Kita hanya bisa belajar mencintai dengan mencintai. Bagi mereka yang sangat jatuh cinta, seluruh dunia terasa tersenyum. Tidak ada un-dangan yang lebih besar untuk mencintai selain mencintai terlebih dahulu. Lebih baik pernah mencintai dan kehilangan daripada tidak pernah sama sekali. Cinta bukanlah apa yang kita rasakan, tetapi apa yang kita lakukan. Kita mendefinisikan cinta sebagai perasaan bahagia kalau kita berada di dekat orang satunya, dan kita yakin akan nilai serta perkembangan orang itu, seperti yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Mencintai adalah hal paling indah. Hati yang dipenuhi rasa cinta, maka kedamaian selalu mengiringinya. Sebuah pekerjaan yang dilandasi dengan perasaan cinta, insyaAllah ketenangan dan kesuksesan selalu jalan berdampingan dengannya. Pemimpin yang melandasi tugasnya dengan cinta, maka yang dipim-pin akan melaksanakan sesuai cinta yang dipancarkan. Guru yang mengajar dengan rasa cinta, maka murid akan merasakan sentuhan energi yang tidak bisa dikeluar-kan bagi guru yang hanya sekedar menunaikan tugas. Itulah al-hubb sebagaimana Ibnu Qayyim al-Jauziyah deskripsikan pengaruh dahsyatnya. Karena cinta, demi cinta, langit dan bumi diciptakan, dan atas dasar cinta seluruh planet beredar. Dengannya pula semua gerak mencapai tujuannya serta bersambung awal dan akhirnya. Karena cinta semua jiwa meraih harapannya, mendapatkan idamannya serta terbebas

dari segala yang meresahkan.◙

*Pemred Informatika

Page 12: Informatika 180 desember 2014

Edisi 180/Desember 2014