Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

30
INFEKSI TETANUS DAN PENANGANANNYA Aditya Wicaksono Putra 102011372 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 e-mail : [email protected] Pendahuluan Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. 1 Diyakini bahwa Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu sejenis kuman gram positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysmin. Toksin inilah yang menimbulkan gejala – gejala penyakit tetanus.

description

tetanus

Transcript of Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Page 1: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

INFEKSI TETANUS DAN PENANGANANNYA

Aditya Wicaksono Putra

102011372

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

e-mail : [email protected]

Pendahuluan

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan

neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh

eksotosin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi

sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, luka nyata maupun luka

tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka-luka seperti Vulnus

laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk),  combustion (luka bakar),

fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat.1 Diyakini

bahwa Penyakit tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani   yaitu sejenis kuman gram

positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana

anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain

neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysmin.  Toksin inilah yang menimbulkan gejala

– gejala penyakit tetanus.

Pada skenario kasus yang dibahas, Tetanus terjadi karena adanya luka robek

(Vulnus Laceratum). Luka adalah cedera (injury) atau rudapaksa (trauma) yang

terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berakibat terputusnya atau discontinuity

jaringan. Ada berbagai macam penyebab luka yaitu mekanik, termal, elektris, khemis,

dan biologis. Luka robek (Vulnus Laceratum) termasuk dalam macam penyebab luka

mekanik.4

Skenario

Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan demam, mulut

terasa kaku, dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan. Menurut keterangan pasien,

2 minggu lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, dan mengalami luka robek

Page 2: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

pada tungkai bawah kanan dan mendapat 27 jahitan oleh seorang petugas kesehatan di

desanya. Saat dilakukan inspeksi, kulit tungkai bawah kanan didaerah luka tampak

kemerahan, teraba panas, dan bengkak, dari sela-sela luka yang dijahit keluar nanah.

Pasien juga tidak diberikan antibiotik oleh petugas kesehatan setelah menjahit

lukanya. Tekanan darah pasien 110/70 mmHg, denyut nadi 82x/menit.

Pembahasan

Bentuk spora Clostridium tetani terdapat di sekitar kita seperti pada tanah,

rumput– rumput, kayu, kotoran hewan dan manusia.  Kuman ini untuk

pertumbuhannya membutuhkan suasana anaerob yang akan terjadi apabila luka

dengan banyak jaringan nekrotik di dalamnya, atau luka dengan pertumbuhan bakteri

lain terutama bakteri pembuat nanah seperti Staphyloccus aureus. Istilah “tetanus

prone wound” yaitu luka yang cenderung menyebabkan penyakit tetanus antara lain

luka dengan patah tulang terbuka, luka tembus, luka dengan berisi benda asing,

terutama pecahan kayu, luka dengan infeksi pyogenic, luka dengan kerusakan

jaringan yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superfisial yang nyata

berkontaminasi dengan tanah atau pupuk kotoran binatang di mana luka itu terlambat

lebih dari 4 jam baru mendapat topical desinfektansia atau pembersihan secara bedah,

abortus dengan septis, melahirkan dengan pertolongan persalinan yang tidak adekuat,

pemotongan dan perawatan tali pusat tidak adekuat, gigitan binatang dengan banyak

jaringan nekrotik, ulserasi kulit dengan jaringan nekrotik, segala macam tipe

gangrena, operasi bedah pada saluran cema mulai dari mulut sampai anus, otitis media

puralenta.1 

Masa inkubasi penyakit tetanus tidak selalu sama tapi pada umumnya 8 – 12

hari, akan tetapi dapat juga 2 hari atau beberapa minggu bahkan beberapa bulan. 

Bertambah pendek masa inkubasi bertambah berat penyakit yang ditimbulkannya.

Penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan pada orang yang telah diserangnya. 

Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar 50 %, angka itu akan

bertambah besar pada rumah sakit yang belum lengkap peralatan perawatan

intensifnya, mungkin lebih rendah pada rumah sakit dengan perawatan intensif yang

sudah lengkap. Oleh sebab itu pencegahan penyakit ini sangat penting dan perlu

mendapat perhatian yang utama.  Usaha yang ditempuh mengatasi penyakit ini adalah

:

Page 3: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

a.   Memberikan kekebalan aktif kepada semua orang

b.   Melakukan tindakan profilaksis tetanus terhadap orang yang luka secara benar dan

tepat.

c.   Mengobati penderita tetanus dengan perawatan intensif secara multidisipliner.

Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun luka

kecil, luka nyata maupun tersembunyi.  Tetanus merupakan penyakit akut yang

disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yang menghasilkan eksotoksin bersifat

anaerob.  Clostridium tetani merupakan basil gram positif, dan bersifat anaerob.

Jenis luka yang mengundang tetanus adalah luka – luka seperti vulnus

laceratum (luka robek), vulnus punctum (luka tusuk), combustio (luka bakar), fraktur

terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. Masa inkubasi penyakit ini

adalah 1 – 54 hari, rata – rata 8 hari.  Semakin lambat debrimen dan penanganan

antitoksin, semakin pendek masa inkubasinya dan semakin buruk pula

prognosisnya. Kuman masuk ke dalam luka melalui tanah, debu atau kotoran.

Terdapat beberapa faktor yang memperburuk prognosis seperti masa inkubasi yang

pendek, stadium penyakit yang parahm penderita yang lanjut usia, neonatus, kenaikan

suhu yang tinggi, pengobatan yang lambat, adanya komplikasi seperti status

konvulsivus, gagal jantung, fraktur vertebra, pneumonia. Ciri khas kejang pada

tetanus yaitu kejang tanpa penurunan kesadaran.  Dan awitan penyakit (waktu dari

timbulnya gejala pertama sehingga terjadi kejang) adalah 24 – 72 jam.1

1. Anamnesis

Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi

dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap

penyakitnya. Kemudian dapat dibuat penilaian keadaan pasien. Seorang pewawancara

yang berpengalaman mempertimbangkan semua aspek presentasi pasien dan

kemudian mengikuti petunjuk-petunjuk yang kelihatannya perlu mendapat perhatian

yang terbesar.

a. Menanyakan identitas pasien : nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,

jenis kelamin, umur, suku agama, alamat lengkap, pendidikan,

pekerjaan dan status perkawinan.

Page 4: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

b. Menanyakan keluhan utama : keluhan utama pasien datang untuk

berobat : demam, mulut terasa kaku, dan nyeri pada tungkai bawah

sebelah kanan.

c. Menanyakan riwayat penyakit sekarang : apakah panasnya naik turun

atau panasnya tidak pernah turun, sudah berapa lama demam. Apakah

sebelumnya pasien pernah terluka atau tertusuk, atau terjatuh dan ada

luka ditempat yang kotor. Keluhan-keluhan penyerta : kaku pada

mulut, teraba panas dan bengkak pada daerah yang terluka dan dari

sela-sela luka yang dijahit keluar nanah. Informasi bisa didapat dari

keluarga pasien.

d. Riwayat penyakit dahulu : apakah pernah mengalami demam

sebelumnya, mengalami kecelakaan dijalan yg kotor dan terdapat luka

yang penuh dengan debu dan kotoran, riwayat pemberian ATS (anti

tetanus toxoid), apakah pernah menderita riwayat penyakit yang lain

dan pernahkah dirawat dirumah sakit. Tanyakan adakah riwayat alergi,

riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, DM dan penyakit infeksi lain.

Riwayat pemberian ulang vaksin DT (dipteri dan tetanus) pada saat

dewasa umur 19 tahun. Adakah riwayat penyakit keluarga seperti

epilepsi, jantung, ginjal, hepatitis, TBC, alergi.

e. Menanyakan riwayat sosial : lingkungan tempat tinggal contohnya

tinggal dekat pembuangan sampah atau didaerah yang tidak bersih.

Hygiene contohnya pasien tidak pernah bersihkan badannya, saat ada

luka pasien tidak pernah merawatnya, apakah perawatan luka

menggunakan bahan yang kurang aseptic, sosial ekonomi : bekerja

sebagai pemulung, tukang bangunan, rumah didaerah pertenakan.

2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini adalah inspeksi dan palpasi.

Ketika dilakukan inspeksi terlihat kulit tungkai bawah kanan disekitar luka tampak

kemerahan dan terdapat nanah (PUS) yang keluar dari sela-sela luka yang dijahit.

Sedangkan dalam pemeriksaan fisik palpasi, pada tungkai bawah kanan teraba panas

dan terdapat benjolan atau bengkak dan terasa nyeri. Kemudian pemeriksaan fisik

seperti kesadaran, tanda-tanda vital, ekstremitas juga sangat diperlukan.

Page 5: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien tersebut seperti

pemeriksaan Laboratorium Bakteriologik. Hanya pada sebagian kecil penderita, pada

pemeriksaan laboratorium akan didapatkan C. tetani bentuk berspora dari sediaan

yang diambil dari luka pada pewarnaan gram atau biakan anaerob. Pada pemeriksaan

dan karakteristik pada kultur, Clostridium tetani merupakan batang positif gram yang

ramping, bergerak, bersifat anaerob obligat dan tidak berkapsul. Walaupun demikian,

bakteri ini dapat juga bersifat negatif gram pada biakan yang sangat muda atau

sangat tua. Bakteri ini dengan mudah membentuk spora di alam dan pada biakan,

dengan menghasilkan spora dengan terminal bulat yang khas sehingga memberi kesan

seperti raket tennis (drumstick).1

3. Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang,

sukar membuka mulut lebar – lebar karena meningkatnya tonus otot masetter). Pada

keadaan yang lebih berat terjadi opistothonus (posisi cephalic tarsal), di mana pada

saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan hanya kepala dan

bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring. Keadaan ini sangat

nyeri dan berbahaya bagi penderita yang sadar penuh; mungkin dapat terjadi apnea,

sehingga hilang kesadaran, fraktur, pelepasan tendon, dan rabdomiolosis, kekakuan

abdominal, dan ekspresi muka khas yang disebut rhisus sardonicus (wajah setan) yang

merupakan tanda lanjut dari trismus yang disertai spasme otot muka yang

menyebabkan bibir mencucu atau terbuka (Doll sign) dengan gigi dalam keadaan

menggigit. Setelah otot lain terkena, spasme yang hilang timbul dapat terjadi spasme

umum sehingga mengenai juga otot menelan, diafragma dan otot–otot pernapasan

lainnya. Pada saat kejang penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal

hingga subfebris. Sekujur tubuh berkeringat.7

Dalam waktu 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui luka,

racun Clostridium tetani akan merusak sistem saraf dan segera memunculkan gejal

serta tanda-tanda tetanus, misalnya kejang dan kekakuan otot rahang (lockjaw), postur

badan kaku dan tidak dapat ditekuk karena kekakuan otot leher dan punggung

(opistotonus), dinding perut mengeras seperti papan, gangguan menelan, dan muka

seperti menyeringai/tertawa (risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali

mengalami kejang, terutama apa apabila mendapatkan rangsangan seperti suara

Page 6: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

berisik, terkejut, sinar, dan sebagainya. Sehingga perlu diisolasi dalam ruang

tersendiri. Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum lebih mudah

terjadi bila bayi tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat ibunya hamil tidak

pernah mendapat imunisasi.7

Komplikasi dari tetanus antara lain, Hipoksia yang diebabkan oleh gangguan

pernapasan, pnemonia sebagai akibat atelektasis, aspirasi dan/atau ventilasi mekanik,

trombosis vena dan emboli paru, aritmia jantung, hipertensi dan hipotensi yang

disebabkan oleh ketidakstabilan autonom, miokarditis, dan/atau kekurangan volume

intravaskular, fraktur tulang punggung atau tulang panjang, infeksi yang berkaitan

dengan luka awal, ulkus dekubitalis, dan berbagai kateter yang dipasang menetap

yaitu intravaskular dan pada kandung kemih, ulkus peprikum akut.6

4. Working Diagnosis

Diagnosis tetanus mutlak didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin

apabila terdapat riwayat serial vaskinasi yang telah diberikan secara lengkap dan

vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Secret luka hendaknya dikultur pada

kasus yang dicurigai tetanus. Namun demikian, C. tetani dapat diisolasi dari luka

pasien tanpa tetanus sering tidak dapat ditemukan dari luka pasien tetanus, kultur

yang positif bukan merupakan bukti bahwa organisme tersebut menghasilkan toksin

dan menyebabkan tetanus.1

Lekosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan hasil

yang normal. Elektromyogram mungkin menunjukkan impuls unit-unit motorik dan

pemendekan atau tidak adayna interval tenang yang secar normal dijumpai setelah

potensial aksi. Perubahan non spesifik dapat dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim

otot mungkin meningkat. Kadar antitoksi serum ≥ 0,15 U/ml dianggap protektif dan

pada kadar ini tetanus tidak mungkin terjadi, walaupun ada beberapa kasus yang

terjadi pada kadadar antitoksin yang protektif.1

Diagnosis diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapat menyebabbkan

trismus, miseperti abses alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonik (misalnya

terhadap fenotiasin dan metoklorpramid) tetanus hipokalsemik, dan perubahan-

perubahan metabolic dan neurologis pada neonatal. Kondisi-kondisi lain ydikacaukan

dengan tetanus lemiputi meningitis/ensefalitis, rabies dan proses intraabdominal akut

(karena kekakuan abdomen). Meningkatnya tonus pada otot sentral (wajah, leher,

Page 7: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

dada, dpunggung, dan perut) yang tumpang tindih dengan spasme generalisata dan

tida terlibatnya tangna dan kaki secara kuat menyokong diagnose tetanus.1

Diagnosis Pembanding

Adapun beberapa penyakit yang gejala-gejalanya mirip dengan tetanus dan

Vulnus laceratum ( luka robek ), seperti :4,5

- Rabies

Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan

mamalia yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang

termasuk genus Lyssa-virus, family rhabdoviridae dan menginfeksi manusia

melalui sekret yang terinfeksi pada gigitan binatang. Nama lain ialah

hydrophodia, ia rage (perancis), ia rabbia (italia), ia rabia (spanyol), die

tollwut (jerman) atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Agen

penyebab penyakit ini memiliki daya tarik kuat untuk menginfeksi jaringan

saraf yang menyebabkan terjadinya peradangan pada otak atau ensefalitis,

sehingga berakibat fatal bagi hewan ataupun manusia yang tertular. Pada

fase prodromal, gejala yang muncul umumnya bersifat ringan dan tidak

spesifik. Gejala ini meliputi kelemahan umum, kedinginan, demam, dan

kelelahan. Terkadang, ditemukan pula gejala nyeri tenggorokan, batuk,

dyspnoea; gangguan system pencernaan (anoreksia, disfagia, nausea,

muntah, nyeri lambung, diare) atau gangguan system saraf pusat (nyeri

kepala, vertigo, kekhawatiran, aprehensif, nervous). Pada tahap ini, dapat

ditemukan rasa nyeri sekali, gatal atau rasa terbakar pada daerah gigitan.

Periode neurologik akut dimulai dengan tidak berfungsinya system saraf.

Bila yang menonjol hipereksitasi, kasus tersebut disebut furious rabies.

Apabila paralisis yang dominan, maka disebut paralitic rabies atau dumb

rabies. Demam, paraestesia, kekakuan otot, konvulsi yang bersifat local atau

umum dan hiperalivasi dapat ditemukan pada kedua bentuk. Pada masa

transisi dari fase neurologic akut ke fase koma ditemukan periode apneustik

ditandai dengan pernafasan cepat, tidak teratur dan gemetaran, diikuti

dengan paralisa umum dan koma. Terjadi pernafasan yang tertahan selama

beberapa jam atau hari. Sepanjang publikasi ilmiah yang ada, hanya 3 kasus

rabies yang selamat setelah muncul gejala klinik.

- Keracunan Striknin

Page 8: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Keracunan striknin dapat menyerupai tetanus dengan peningkatan eksibilitas

neuron akibat gangguan pada inhibisi postsinaps, pengobatan yang sedang

berkembang bagi kedua keadaan adalah serupa, dan pemeriksaan biokimia

untuk striknin dapat menegakkan diagnosis. Striknin merupakan racun yang

sangat efektif. Dosis kecil dari striknin dapat menyebabkan kematian. 10 –

20 menit setelah terpapar striknin, korban akan merasakan kegelisahan dan

merasakan kekejangan yang keras, atau rasa sakit di otot dan kekakuan.

Spasme otot biasanya dimulai dari kepala dan leher. Keracunan stiknin juga

dapat menghasilkan Risus sardonicus seperti pada kasus tetanus. Keracunan

striknin dapat dibedakan dengan tetanus dari lamanya serta permulaan dari

simptomnya. Pada pasien tetanus, gejala akan ada selama beberapa hari,

sedangkan pada keracunan striknin, hanya akan ada pada beberapa jam saja

- Meningoencephalitis

Pada meningoencephalitis dapat ditemukan dysphagia dan kaku pada leher.

Juga ditemukan demam dan cairan cerebrospinal yang tidak normal,

ditambah dengan tidak adanya trismus merupakan perbedaannya dengan

tetanus.

Working Diagnosis : Dari ciri-ciri yang dapat dilihat pada pasien, seperti kakunya

daerah mulut, demam, dan juga nyeri. Dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja kali

ini adalah tetanus

Diffential Diagnosis : Pada kasus ini, telah ditentukan beberapa penyakit untuk

dijadikan diagnosis pembanding, …..

Diagnostik klinis

Diagnosis tetanus terutama berdasarkan riwayat dan presentasi klinik. Hanya

pada sebagian kecil penderita, pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Clostridium

tetani bentuk berspora dari sediaan yang diambil dari luka pada pewarnaan Gram

atau biakan anaerob. Di samping itu isolasi organisme tidak membuktikan diagnosis

tetanus karena bakteri ini mungkin bagian dari flora normal. Riwayat pasti riwayat

imunisasi dan/atau kadar antitoksin serum yang sebesar 0,01 unit/ml atau lebih tinggi

membuat diagnosis tersebut sangat tidak mungkin. Diagnosis banding tetanus

meliputi sejumlah keadaan medis yang dapat menstimulasi salah satu / lebih

Page 9: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

gambaran klinik. Yang termasuk di sini adalah meningitis (kaku kuduk), abses gigi

(trismus), peritonitis (kekakuan abdomen), rabies (disfagia), tetani hipokalsemik,

epilepsi, dan narcotic withdrawal. Riwayat distonik terhadap obat anti epilepsy dapat

dibedakan dengan riwayat adanya minum obat dan berkurangnya gejala pada

pemberian benztropin atau difenhidramin. Keracunan strignin dapat menyerupai

tetanus dengan peningkatan eksitabilitas neuron akibat gangguan pada inhibisi post-

sinaps; pengobatan yang sedang berkembang bagi keadaan berdua adalah serupa, dan

pemeriksaan biokimia untuk striknin dapat menegakkan diagnosis.2

Diagnosis lanjut pada kasus lanjut tetanus jelas mudah ditegakkan, tetapi

keberhasilan pengobatan tergantung pada diagnosis dini sebelum terjadi pengikatan

sejumlah toksin yang mematikan jaringan saraf. Pasien harus diobati berdasarkan

gejala klinis tanpa menunggu data laboratorium. Clostridium tetani hanya dapat

diisolasi dari luka pada sebagian kasus, dan pada 10-20% kasus tidak jelas ada luka.

Galur yang mengeluarkan toksin (toksigenik) dapat tumbuh aktif pada luka orang

yang telah diimunisasi, tetapi keberadaan antitoksin sebagai antibodi mencegah

terjadinya tetanus. Juga karena bakteri tetanus biasa dijumpai di tanah, keberadaan

Clostridium tetani pada luka tidak selalu berarti bahwa organisme tersebut secara aktif

bereplikasi dan mengeluarkan toksin.

Kejang – kejang bertambah beram selama tiga hari pertama, menetap selama 5

– 7 hari. Setelah 10 hari, frekuensi kejang mulai berkurang, setelah 2 minggu kejang

menghilang. Dan kaku otot hilang paling cepat mulai minggu ke-4. Berdasarkan

gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada anak

dan stadium klinis pada orang dewasa.

-Stadium klinis pada anak. Terdiri dari :

Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang rangsang,

dan belum ada kejang spontan.

Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum

ada kejang spontan.

Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan

kejang spontan.

-Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :

Stadium 1 : trisnus

Stadium 2 : opisthotonus

Stadium 3 : kejang rangsang

Page 10: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Stadium 4 : kejang spontan

5. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, yaitu Clostridium tetani. Bakteri

ini terdapat di berbagai tempat, dan banyak terdapat di alam. Selain itu, bakteri ini

juga diisolasi oleh kotoran binatang peliharaan dan manusia. Clostridium tetani

merupakan bakteri yang berbentuk batang yang selalu bergerak serta merupakan

bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan Clostridium

tetani tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenes atau paha ayam.3 Spora

ini dapat bertahan lama pada lingkungan tertentu, mampu bertahan terhadap sinar

matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan selama

20 menit.2,3

Setiap sel yang terinfeksi oleh bakteri ini, dapat dengan mudah diinaktivasi dan

bersifat sensitif terhadap beberapa antibiotic (metronidazol, penisilin, dan lainnya).

Bakteri ini dapat dikultur, namun hal tersebut jarang dilakukan, sebab efek yang

ditimbulkan dari infeksi bakteri ini dapat dilihat secara klinis. Clostridium tetani

menghasilkan efek-efek klinis melalui eksotoksin yang kuat.2,3

Spora yang dihasilkan oleh Clostridium tetani dapat hidup bertahun-tahun, dan

jika spora tersebut menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging

atau bakteri lain masuk ke tubuh penderita, maka spora itu akan mengeluarkan toksin

yang bernama tetanospasmin. Tetanospasmin dihasilkan dalam sel-sel yang terinfeksi

di bawah kendali plasmin. Tetanospasmin ini merupakan rantai polipeptida tunggal.

Peranan toksin tetanus dalam tubuh organisme belum diketahui. DNA toksin ini

terkandung dalam plasmid. Adanya bakteri belum tentu mengindikasikan infeksi,

karena tidak semua strain mempunyai plasmid. Belum banyak penelitian tentang

sensitifitas antimicrobial bakteri ini.2-4

Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri

masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik (kurang steril), tetanus

ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.2

6. Patofisiologi

Seperti pada semua infeksi luka yang disebabkan oleh Clostridium, kejadian

awal pada tetanus adalah kejadian trauma pada jaringan hospes, yang diikuti dengan

Page 11: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

kontaminasi luka oleh Clostridium tetani. Kerusakan jaringan menyebabkan

menurunnya potensial oksidasi-reduksi sehingga menyediakan lingkungan yang

cocok untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Setelah pertumbuhan awal, bakteri ini

tidak invasif dan tetap terbatas berada di jaringan nekrotik, yaitu tempat Clostridium

tetani menghasilkan toksin mematikan. Dan pertumbuhan tetanus biasanya

disebabkan oleh masuknya spora bersama benda asing dan/atau bakteri lain ke dalam

jaringan yang rusak atau mati sehingga tersedia keadaan anaerob yang

menguntungkan bagi pertumbuhannya. Kadang-kadang, spora bakteri yang masuk

pada cedera terdahulu dapat bertahan di dalam jaringan selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun, dan dapat diaktifkan untuk menjalani pertumbuhan vegetatif ketika

terjadi trauma kecil yang mengubah keadan setempat. Penyakit tetanus disebabkan

oleh neurotoksin yang kuat, yaitu tetanospasmin, yang dihasilkan sebagai protein

protoplasmik oleh bentuk vegetatif C. tetani pada tempat infeksi yang terlokalisasi

dan dilepaskan terutama ketika terjadi lisis bakteri tersebut.6

Pembetukan toksin ini tampaknya dikendalikan oleh plasmid. Tetanospasmin

dapat terikat secara kuat pada gangliosida neural, dan tempat masuknya yang

terpenting ke dalam susunan saraf aadalah myoneural junction pada neuron motorik

alfa. Setelah toksin menjalar ke dalam neuron, toksin tersebut tidak lagi dapat

dinetralkan. Tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal retrograd ke neutoaksis,

dan di situ toksin tersebut bermigrasi secara transinaprik ke neuron linnya. Hal yang

terpenting di antara neuron ini adalah sel penghambat presinaptik. Toksin akan terikat

pada sinaps penghambat presinaptik pada neuroaksis dan mencegah pelepasan

transmiter. Karena tidak ada hambatan tersebut, neuron motorik yang lebih bawah

akan meningkatkan tonus otot sehingga timbul kekakuan otot. Hal ini memungkinkan

timbul spasme otot agonis ataupun otot antagonis secara stimultan, yang merupakan

ciri khas tetanus. Tetanospasmin dapat pula memudahkan kontraksi otot spontan pada

tetanus yang berat tanpa potensial aksi pada saraf eferen.6

Salah satu di antara faktor yang menetukan perjalanan klinis tetanus pada

orang yang tidak diimunisasi ialah jumlah toksin yang dihasilkan dan panjang jalur

saraf yang harus dilalui oleh toksin untuk mencapai neuroaksis. Bila jumlah

tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui pembulu limfe dan aliran darah

ke myoneural junction di seluruh tubuh, yang akan terkena terlebih dahulu adalah

otot dengan jalur saraf terpendek. Dengan demikian, waktu transpor ke neuroaksis

adalah yang terpendek. Pada tetanus generalisata yang terkena pertama-tama adalah

Page 12: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

otot pengunyah, otot muka, dan otot leher, kemudian secara desendens diserang pula

otot distal. Pada jenis tetanus generalisata ini, yaitu bentuk penyakit yang paling

sering, pelepasan jumlah toksin yang lebih besar dari luka ke dalam aliran darah,

cenderung menimbulkan permulaan penyakit serta perkembangan gejala yang lebih

cepat ataupun penyakit yang lebih berat. Bila jumlah tetanospasmin sedikit dan

dibawa ke neuroaksis hanya melalui jalur saraf regional, permulaan kekakuan otot

akan tertunda sebanding dengan panjang jalur saraf. Keterlibatan otot mungkin tetap

terbatas pada daerah sekitar luka atau mungkin terjadi tetanus ascendens bila terdapat

toksin yang cukup banyak sehingga dapat menyebar ke arah kranial di dalam medula

spinalis.6

Meskipun neuro spinal penghambat paling sensitif terhadap kerja tetanospasmin,

toksin tersebut dapat pula menghambat pelepasan asetilkolin pada neuromuscular

junction. Hal ini dapat menerangkan paralisis fasialis yang dapat terjadi pada tetanus

sefalik. Pada tetanus generalisata, kadar dan ekspresi katekolamin plasma dapat

sangat tinggi, yang mungkin disebabkan oleh kehilangan inhibisi kolom sel

intermediolateral medula spinalis. Fungsi susunan saraf autonom lainnya dapat pula

dipengaruhi oleh tetanospasmin. Suntikan tetanospasmin secara langsung ke dalam

otak dapat menimbulkan kejang, tetapi makna temuan ini untuk penyakit pada

manusia masih belum jelas. Spasme otot tetanus ditimbulkan pada tingkat spinal

susunan saraf pusat, bukan tingkat supraspinal, dan penderita dapat tetap sadar penuh

tanpa ada gangguan fungsi akibat hipoksia. Kerusakan yang disebabkan tetanospamin

adalah pada neuromuscular junction, dan agaknya juga pada sinaps lainnya.

Tampaknya kerusakan ini bersifat permanen, untuk penyembuhannya dibutuhkan

pertumbuhan sinaps baru.

Perjalanan penyakit

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-

rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama

dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset yang lebih

pendek berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit yang lebih berat. Minggu

pertama ditandai dengan rigiditas dan spasme otot yang semakin parah. Gangguan

otonomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2

minggu. Spasme berkurang setelah 2-3 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih

Page 13: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

lama. Pemulihan terjadi karena timbulnya lagi akson terminal dan karena

penghancuran toksin. Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu. 2

7. Epidemiologi

Tetanus terjadi di seluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang

berkembang, tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk paling sering, tetanus

neonatorum (umbilicus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun

karena ibu tidak terimunisasi, lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10

negara asia dan Afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000-30.000 wanita yang tidak

terimunisasi di seluruh dunia meninggal setaip tahun karena tetanus ibu yang

merupakan akibat dari infeksi dengan C. tetani luka pascapartus.5

Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas

traumatis, sering luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku,

serpihan, fragmen gelas, atau infeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang

mungkin tanpa riwayat trauma. Tetanus pascainjeksi obat terlarang menjadi lebih

sering, sementara keadaan yang tidak lazim adalah gigitan binatang, abses (termasuk

abses gigi), pelubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka bakar, fraktur

komplikata, radang dingin (frostbite), gangrene, pembedahan usus, goresan-goresan

upacara, dan sirkumsisi wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang

jahit yang terkontaminasi atausesudah injeksi intramuskuler obat-obatan, paling

menonjol kinin untuk malaria falsiparum resisten-kloroquin.5

WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap

bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan

kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992,

termasuk di dalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia

Tenggara, dan 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang di jumpai di negara-negara

maju. Di Afrika Selatan, kira-kira terdapat 300 kasus per tahun, kira-kira 12-15 kasus

dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris. Di Amerika Serikat sebagian besar kasus

tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka tusuk, laserasi atau abrasi.5

8. Tatalaksana

Page 14: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Terapi Non Medika Mentosa

Nanah (pus) merupakan salah satu tanda adanya infeksi bakteri kulit. Luka

dapat bernanah jika perawatan atau pengobatan lukanya tidak baik/kotor. Mula-mula,

tutup luka dengan pembalut steril. Jangan menaruh antiseptik, salep, obat tepung, dan

sebagainya pada luka karena akan memperbesar kemungkinan kontaminasi dan

kerusakan jaringan oleh bahan kimia. Perdarahan diatasi dengan pembalut tekan. Bila

luka terdapat pada ekstremitas, maka ekstremitas yang terluka harus ditinggikan.

Perdarahan pada arteri coba diatasi dengan melakukan kompresi dengan jari. Bila

perdarahan tidak berhenti, tekan arteri bagian proksimal dengan jari. Setelah itu

kompres bagian proksimal arteri yang terluka tersebut dengan knevel verband.

Dengan cara ini, luka harus sering-sering dibuka, sekitar setiap 5-15 menit. Bila lebih

dari dua jam, dapat terjadi nekrosis atau iskemia kontraktur.1

Bila terdapat luka yang kotor dan terlihat jelas bahwa lukanya terkontaminasi,

maka dapat diindikasikan balutan yang mengandung antiseptik. Povidone iodine dan

klorheksidin mempunyai aktivitas dengan spectrum yang luas. Penggunaan povidone

iodine sangat berguna untuk pengobatan luka – luka yang terinfeksi.1

Untuk luka yang memerlukan tindakan pembedahan, maka harus dilakukan

beberapa hal, antara lain persiapan luka, anestesi lokal, pembersihan luka dan

sekitarnya, kemudian penutupan luka.Yang dilakukan dalam persiapan luka antara

lain mencuci luka dengan larutan fisiologis atau dengan akuades. Jangan

menggunakan bahan yang merangsang seperti alkohol, karena akan merangsang rasa

nyeri pada pasien. Pembersihan dilakukan seperlunya saja. Selanjutnya suntikkan zat

anestesi lokal di sekitar luka. Penyuntikan dilakukan pada kulit di luar atau sekitar

luka pada luka kotor, atau di dalam luka pada luka bersih. Setelah dianestesi, maka

penderita tidak akan merasa kesakitan sewaktu dimanipulasi.1

Terapi Medika Mentosa

Terdiri atas :

1. Pemberian antitoksin tetanus

2. Penatalaksanaan luka

3. Pemberian antibiotika

4. Penanggulangan kejang

5. Perawatan penunjang

6. Pencegahan komplikasi

Page 15: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Pemberian antitoksin tetanus. Pemberian serum dalam dosis terapetik untuk ATS

bagi orang dewasa adalah sebesar 10.000 – 20.000 IU IM dan untuk anak – anak

sebesar 10.000 IU IM, untuk hypertet bagi orang dewasa adalah sebesar 300 IU –

6000 IU IM dan bagi anak – anak sebesar 3000 IU IM. Pemberian antitoksin dosis

terapetik selama 2 – 5 hari berturut – turut.3

Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera

dikerjakan 1 jam setelah terapi sera (pemberian antitoksin tetanus). Jika

memungkinkan dicuci dengan perhydrol. Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah

keadaan anaerob. Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS.

Pemberian antibiotika. Obat pilihannya adalah Penisilin, dosis yang diberikan untuk

orang dewasa adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedang untuk anak –

anak adalah sebesar 50.000 IU/kg BB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.

Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin. Dosis pemberian

tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4 x 500 mg/hari, dibagi dalam 4 dosis.

Pengobatan dengan antibiotika ditujukan untuk bentuk vegetatif clostridium tetani,

jadi sebagai pengobatan radikal, yaitu untuk membunuh kuman tetanus yang masih

ada dalam tubuh, sehingga tidak ada lagi sumber eksotoksin.3

ATS atau HTIG ditujukan untuk mencegah eksotoksin berikatan dengan susunan saraf

pusat (eksotoksin yang berikatan dengan susunan saraf pusat akan menyebabkan

kejang, dan sekali melekat maka ATS / HTIG tak dapat menetralkannya. Untuk

mencegah terbentuknya eksotoksin baru maka sumbernya yaitu kuman clostridium

tetani harus dilumpuhkan, dengan antibiotik.

Penaggulangan Kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat

menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena

dengan pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah. Bila kejang

belum juga teratasi, dapat digunakan pelemas otot (muscle relaxant) ditambah alat

bantu pernapasan (ventilator). Cara ini hanya dilakukan di ruang perawatan khusus

(ICU = Intesive Care Unit) dan di bawah pengawasan seorang ahli anestesi.

Perawatan penunjang. Yaitu dengan tirah baring, diet per sonde, dengan asupan

sebesar 200 kalori / hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/kg BB/hari untuk

anak – anak, bersihkan jalan nafas secara teratur, berikan cairan infus dan oksigen,

awasi dengan seksama tanda – tanda vital (seperti kesadaran, keadaan umum, tekanan

darah, denyut nadi, kecepatan pernapasan), trisnus (diukur dengan cm setiap hari),

Page 16: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

asupan / keluaran (pemasukan dan pengeluaran cairan), temperatur, elektrolit (bila

fasilitas pemeriksaan memungkinkan), konsultasikan ke bagian lain bila perlu.3

Pencegahan komplikasi. Mencegah anoksia otak dengan (1) pemberian antikejang,

sekaligus mencegah laringospasme, (2) jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan

intubasi (pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan trakheotomi berencana, (3)

pemberian oksigen.

Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan

posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah fraktur vertebra dengan

pemberian antikejang yang memadai.

Jenis Obat Dosis Anak – anak Dosis Orang Dewasa

Fenobarbital

(Luminal)

Mula–mula 60–100 mg IM, kemudian 6 x 30 mg

per oral.  Maksimum 200 mg/hari 3 x 100 mg IM

Klorpromazin

(Largactil)

4–6 mg/kg BB/hari, mula – mula IM, kemudian

per oral 3 x 25 mg IM

Diazepam

(Valium)

Mula–mula 0,5 – 1 mg/kg BB IM, kemudian per

oral 1,5 – 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6 dosis 3 x 10 mg IM

Klorhidrat - 3 x 500 – 100 mg per rectal

9. Pencegahan

Vaksinasi

Vaksinasi tetanus bertujuan untuk mencegah kerusakan saraf. Vaksin tetanus

diberikan pada (1) bayi dan anak usia kurang dari 10 tahun, (2) ibu hamil, (3) semua

orang dewasa. Vaksin tetanus memiliki berbagai kemasan seperti preparat tunggal

(TT), kombinasi dengan toksoid difteri dan atau perusis (dT, DT, DTwp,Dtap) dan

kombinasi dengan komponen lain seperi Hib dan hepatitis B.7

Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari DPT (difteri,

pertusis, tetanus). DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2

bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan terakhir saat masuk sekolah (4-6 tahun).

Page 17: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Bagi orang dewasa, sebaiknya menerima booster dalam bentuk TT (tetanus toksoid)

setiap 10 tahun. 7

Untuk mencegah tetanus neonatorum, wanita hamil dengan persalinan

berisiko tinggi paling tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT kedua

sebaiknya diberikan paling tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT

kedua sebaiknya dberikan paling tidak 4 minggu setelah pemberian dosis pertama,

dan dosis kedua sebaiknya diberikan paling tidak 2 minggu sebelum persalinan.

Untuk ibu hamil yang sebelumnya pernah menerima TT 2x pada waktu calon

pengantin pada kehamilan sebelumnya, maka diberikan booster TT 1 kali saja. 7

Vaksin tetanus tidak boleh diberikan pada orang dengan riwayat reaksi alergi

berat (anafilaksis) pad pemberian sebelumnya, pada orang yang alergi terhadap

komponen vaksin, dan wanita hamil. Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus

ditunda jika anak mengalami demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami

gangguan pertumbuhan. 7

Imunisasi Aktif dan Imunisasi Pasif

Imunisasi aktif didapat dengan menyuntikan toksoid tetanus dengan tujuan

merangsang tubuh membentuk antibodi. Manfaat imunisasi aktif ini sudah banyak

dibuktikan. Imunisasi pasif diperoleh dengan memberikan serum yang sudah

mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau antitoksin homolog (imunoglobulin

antitetanus). Berdasarkan riwaya imunitas dan jenis luka, baru ditentukan pemberiaan

antitetanus serum atau toksoid.8

Ada keraguan untuk memberikan serum antitetanus bersamaan dengan toksoid

karena ditakutkan terjadinya netralisasi toksoid oleh ATS. Ini dapat dicegah dengan

memberikannya secara terpisah pada tempat penyuntikn yang berjauhan, misalnya

lengan kanan dan paha kiri. 8

Page 18: Infeksi Tetanus Dan Penanganannya

Kesimpulan

Tetanus adalah penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri Clostridium tetani.

Penyakit ini ditandai oleh spasme otot yang tidak terkendali akibat kerja neurotoksin

kuat, yaitu tetanospasmin, yang dihasilkan bakteri ini.. Pencegahan seperti vaksinasi

dan imunisasi dapat dilakukan untuk mengatasi tetanus.

Salah satu penyebab terjadinya tetanus adalah adanya luka robek ( Vulnus

laceratum ) atau trauma jaringan yang kemudian akan terkontaminasi oleh bakteri

Clostridium tetani tersebut. Kerusakan jaringan ini dapat menyediakan lingkungan

yang cocok bagi pertumbuhan bakteri ini dan pengeluaran toksinnya.

Daftar Pustaka

1. Ismanoe G. Ilmu penyakit dalam. Tetanus. Jilid ke 3. Edisi ke 5. Jakarta : Interna

Publishing, 2009.

2. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke 15. Volume ke 2.

Jakarta : EGC, 2000.

3. Cahyono JBSB, Lusi RA, Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K. Vaksinasi,

cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2010.

4. Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. Perawatan bayi resiko tinggi. Jakarta :

EGC, 2003.

5. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : EGC, 2009.

6. Davey P. At a Glance medicine. Cetakan 8. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011.

7. Akoso BT. Rabies. Yogyakarta : Kanisius, 2fru007.

8. Batticaca FB. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan.

Jakarta : Penerbit Salemba Medika, 2008.

9. Soeharsono. Zoonosis: penyakit menular dari hewan ke manusia. Yogyakarta:

Kanisius, 2006.h.118-9.

10.Wahab AS, penyunting. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC,

2000.h.1004-145.

11.Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2008.