Infeksi Susunan Saraf pusat - Skenario 1 Neuro

download Infeksi Susunan Saraf pusat - Skenario 1 Neuro

of 35

description

Skenario Blok 1 Neuro

Transcript of Infeksi Susunan Saraf pusat - Skenario 1 Neuro

Infeksi Susunan Saraf Pusat Seorang laki-laki umur 19 tahun, datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya karena tidak sadar. Berdasarkan allonamnesis dengan keluarga, kurang lebih 1 minggu ini penderita demam, nyeri kepala, dan muntah dan riwayat kejang demam saat usia 4 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran menurun dan rangsang meningen positif.

Dokter menduga pasien mengalami Infeksi Susunan Saraf Pusat, dan untuk menegakkan diagnosis pasti, diambil sampel Cairan Serebrospinal melalui Pungsi Lumbal. Sebagai seorang mukallaf, walaupun kesadaran menurun, dia tetap berkewajiban menjalankan syariat Islam.STEP 1

LEARNING OBJECTIVE

LO 1. Memahami dan menjelaskan anatomi meninges, ventikel dan aliran LCS1.1 Memahami dan menjelaskan anatomi meninges1.2 Memahami dan menjelaskan anatomi ventrikel otak1.3 Memahami dan menjelaskan aliran LCSLO 2. Memahami dan menjelaskan LCSLO 3. Memahami dan menjelaskan kejang demam 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi kejang demam 3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi kejang demam 3.3 Memahami dan menjelaskan klasifikasi kejang demam 3.4 Memahami dan menjelaskan patofisiologi kejang demam

3.5 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis kejang demam

3.6 Memahami dan menjelaskan pemeriksaan dan penetapan diagnosis kejang demam

3.7 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan kejang demam

3.8 Memahami dan menjelaskan prognosis kejang demam

LO 4. Memahami dan menjelaskan infeksi susunan saraf pusat 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi infeksi susunan saraf pusat

4.2 Memahami dan menjelaskan etiologi infeksi susunan saraf pusat

4.3 Memahami dan menjelaskan faktor resiko infeksi susunan saraf pusat

4.4 Memahami dan menjelaskan patofisiologi infeksi sistem saraf pusat

4.5 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis infeksi sistem saraf pusat 4.6 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan pada infeksi sistem saraf pusat

4.7 Memahami dan menjelaskan prognosis pada infeksi sistem saraf pusat

LO 5. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan pungsi lumbalLO 6 Memahami dan menjelaskan batasan mukallaf

STEP 2

MANDIRISTEP 3

LO 1.Anatomi meninges, ventikel dan aliran LCS

A. Meninges

Otak terdiri rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningel terdiri dari pia mater,lapisan araknoid, dan dura meter

1. Pia mater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2. Lapisan araknoid

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe. Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum. Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).

3. Dura mater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak. Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di antara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.Terdiri dari dua lapiasn

a. Lapisan periosteal

Lapisan terluar dari dura mater yang melekat pada permukaan dalam tulang kranium dan berlanjut sebagai periostium yang membatasi kanalis vertebralis dengan medulla spinalis

b. Lapisan meningeal

Merupakan membran tebal yang meliputi otak dan menyusup di antara jaringan otak sebagai penyokong dan pelindung. Lapisan melanjutkan diri sebagai dura mater spinal.

c. Ruang subdural

Memisahkan dura mater dari araknoid pada daerah kranial dan medulla spinalis.

d. Ruang epidural

Ruang antara periosteal luar dan lapisan meningeal dalam pada dura mater di daerah medulla spinalis

B. Ventrikel

Terdiri dari :

1. Ventrikulus lateralis

Berbentuk huruf O panjang dan menempati hemisphareum cerebri

Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen Monroi yang terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus.

Dibedakan :

Corpus : dalam lobus parietalis

Cornu anterior (cornu frontalis)

Cornu posterior (cornu occipitalis)

Cornu inferior (cornu temporalis)

Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum

2. Ventrikulus tertius

Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaeductus cerebri (Sylvii)

3. Ventrikulus quartus

Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum

4. Ventrikulus terminalis

Ujung paling bawah caudalis sentralisyang sedikit melebar

C. Aliran LCS

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

LO 2Liquor Cerebro Spinalis

A. Fungsi

a) Menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.

b) Mengakibatkan otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak

c) Mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

d) Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon- hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke LCS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.

e) Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan LCS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

B. Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya:

DaerahPenampilanTekanan (dalam mm air)Sel (per ul)Protein (mg/dl)Lain lain

LumbalJernih dan tanpa warna70-1800-515-45Glukosa 50-75 mg/dl

VentrikelJernih dan tanpa warna70-1900-5 (limfosit)5-15Nitrogen nonprotein 10-35 mg/dl. Tes Khan dan Wasserman (VDRL) negatif

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat

diketahui dengan memperhatikan:a. Warna

Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.

b. Tekanan

Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun,maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..

Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.

Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran vena dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan tersebut bisa berupa kelainan bawaan atau didapat.c. Jumlah sel

Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa

Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar.

Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal.

Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.e. Protein

Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid.

Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acute inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.f. Elektrolit

Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.g. Osmolaritas

Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L. Bila terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.h. pHKeseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. pH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.LO 3Kejang DemamA. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.B. EtiologiPenyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1.Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2.Gangguan metabolik

3.Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4.Keracunan obat

5.Faktor herediter

6.Idiopatik.C. Klasifikasi

Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

Kejang bersifat umum.

Kejang timbul dalam 16 jam pertama

Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang berlangsung lama, 15 menit atau lebih

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

D. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na, K, ATP ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.E. Pemeriksaan1.EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2.CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.

3.Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4.Laboratorium

Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

F. Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan Fase AkutSeringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.2. Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksisAda 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist

sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi

kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.G. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat , prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50% , umumnya terjadi pada 6 bulan pertama . risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

LO 4

Infeksi Susunan Saraf Pusat

A. Infeksi Viral

1. Meningitis viralEtiologi

Biasanya disebabkan oleh enterovirus famili, poliomielitis, coxsackie virus, virus ECHO.

Penularan

Virus melakukan invasi dan penetrasi melalui usus dan ditemukan di feses dan sekresi nasofaring. Penularan dapat terjadi melalui fecal-oral dan droplet spray.

Manifestasi klinik

Virus coxsackie virus kelompok A hanya menimbulkan meningitis, tetapi yang lebih menonjil adalah eksantema (bercak-bercak merah atau makulo-papula merah pada muka dan badan). Kelompok B dari coxsackie virus membangkitkan meningitis dengan keletihan otot atau paralisis. Virus ECHO terjadi terutama pada anak-anak. Eksentema yang mengiringi gejala meningitis sangat menonjol. Pada awalnya timbul sakit kepala, muntah, nyeri otot anggota gerak, anak cengeng. Dalam 24 jam timbul eksantema.

2. Ensefalitis viral

EtiologiDisebabkan oleh dua kelompok :

Virus RNA : picorna atau enterovirus (polio, coxsackie virus A&B, echo dan enterovirus 70 & 71), togavirus, arbovirus (rubella), flavivirus (Japan B, yellow fever. dengue), rhabdovirus (rabies), mixovirus (H.influenza, parotitis, morbili), dan arena virus (lassa fever, koriomeningitis limfositik)

Virus DNA : herpes, pox (variola, vaccinia), dan retrovirus (AIDS)

Patofisiologi

Didalam tubuh manusia, virus memperbanyak diri secara secara lokal, kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus coroideus.

Pertumbuhan virus mulai di jaringan ekstraneural seperti di usus atau kelenjar limfe (poliomielitis), saluran pernapasan bagian atas, mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxsackie, poliomielitis, rabies, variola)

Didalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraselular. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi intraceluler inclusion bodies, peradangan otak dan medula spinalis serta edema otak. juga terdapat peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan proliferasi, astrosit dan mikroglia.

Didalam medula spinalis virus menyebar melalui endoneurium dalam ruang interstitial pada saraf-saraf. Dan sel-sel neuron dan glia mengalami kerusakan, dikelilingi sel.

Gambaran Klinik

Bentuk asimptomatik : gejala ringan, ada nyeri kepala ringan, demam tanpa idiopatik. Diplopia, vertigo, dan parestesi berlangsung sepintas.

Bentuk abortif : nyeri kepala, demam yang tidak tinggi dan kaku kuduk ringan, dan terdapat gejala seperti infeksi saluran pernapasan atas atau gastrointestinal.

Bentuk fulminan : pada stadium akut terjadi demam tinggi, nyeri kepala difus hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah, dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan jantung.

Bentuk khas : Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas atas. Tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fikal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.

Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan fisik/neurologis yang sistematik

Pemeriksaan tambahan : pemeriksaan darah rutin, CSS, tes serologik, biakan darah, urin dan feses, foto dada, CT scan, MRI. CSS umumnya jernih dengan jumlah sel 20-500/ml, kadar glukosa dan klorida normal.

Diagnosis Banding

Meliputi meningitis bakterial yang telah diobati, mengitis tuberculosa, meningitis oleh jamur, abses otak, lues serebri, sarkoidosis, SLE, dll.3. Rabies

adalah suatu penyakit infeksi virus akut pada SSP yang disebabkan oleh virus RNA. virus rabies terdapat dalam air liur binatang yang telah terinfeksi melalui gigitan, goresan dan garukan yang masuk ke tubuh manusia.

Patofisiologi

Waktu inkubasi 10 hari-1 tahun. Gigitan pada wajah lebih berbahaya karena dekat dengan medula oblongata dan banyak mengandung serat-serat saraf halus dan kecil.

Proses radang terjadi di seluruh sistem saraf pusat terutama di radiks dorsalis ganglion jugularis, gangglion Gasseri, dan nukleus dentatus, medula oblongata, hipotalamus, dan nukleus tuberalis.

Gambaran klinis

Stadium prodromal : berlangsung 2-4 hari. Penderita merasa nyeri, parestesia tempat gigitan atau garukan, demam, nyeri kepala, malaise, suara serak, anoreksia, perasaan takut, depresif. bila terjadi di tungkai, perasaan nyeri hebat terasa naik ke atas mengikuti nervus ischiadicus.

Stadium general overreaction : sangat peka terhadap rangsang sensorik dengan aktivitas saraf autonom yang berlebihan. Penderita merasa sangat letih, fotofobia, hiperkusis, tonus otot meningkat, pengeluaran air liur berlebihan, lakrimasi, dan dilatasi pupil.

Gejala psikatrik : Sangat gelisah, terus bergerak, mau lari, memukul orang, berteruak, sangat agresif, curiga terhadap sesuatu di dekatnya. Penderita merasa sangat haus, tapi begitu air masuk ke dalam mulut maka akan terjadi spasme otot laring diikuti otot faring dan pernapasan sehingga mengakibatkan terhentinya pernapasan dan mucul sianosis.

Saridum paralisis : penderita masuk ke dalam status koma, kejang berhenti, otot lumpuh secara progresif, akhirnya terjadi paralisis otot-otot pernapsan dan meninggal dunia.

Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan laboratorium meliputi CSS, biopsi kulit dan otak, antibodi rabies dalam serum, isolasi virus dari saliva, kerongkongan, dan CSS. CSS berwarna jernih, jumlah sel tidak menentu bberkisar 5-5000.ml, kadar protein meningkat, kadar glukosa dan klorida meningkat. Biopsi diambil dari punggung bersama dengan pengambilan hapusan kornea untuk pengecatan fluorosence.

4. Myelitis

Adalah proses radang yang menyerang substansia grisea atau alba medula spinalis, biasanya meluas secara transversal. Mielitis dibagi menjadi 3 jenis yaitu mielitis akut, mielitis subakut, dan mielitis kronis.

Gejala Klinis

Kerusakan medula spinalis sebagian besar menyebabkan gangguan motorik, sensibilitas, dan saraf otonom terutama gangguan miksi dan defekasi. Terdapat inkontinensia, dan sering terjadi paralisis kandung kemih.

Jika terjadi lesi dibawah segmen menyebabkan gejala-gejala traktus piramidalis seperti kelumpuhan otot yang spastik. Daerah kolumna vertebralis terasa yeri setinggi lesi.

Awalnya terdapat hipofleksi atau arefleksi, demikian juga refleks abdomen dibawah lesi. Refleks plantar mulai hilang dan kemudian terdapat refleks Babinski. Dalam CSS kadar protein meningkat, jumlah sel meningkat terutama polimorfonuklear.

Diagnosis

Pungsi lumbal penting untuk mencari etiologi. Foto kolumna vertebralis dan dada juga perlu untuk mencari kemungkinan adanya lesi pada corpus vertebra maupun lesi di paru-paru.

B. Infeksi Bakterial1. Meningitis bakterial

Adalah infeksi pada CSS disertai raadang pada piameter dan archnoid, ruang arachnoid, jaringan superficial otak, dan medulla spinalis.

Faktor resiko :

Infeksi sistemik maupun fokal

Trauma auat tindakan tertentu (misal operasi)

Penyakit darah, penyakit hati, dll

Patofisiologi

Kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan nasofaring, paru-paru, dan jantung. Invasi bakteri (Meningococcus, pneumococcus, H.influenza, Streptococcus) ke dalam ruang sub arachnoid menyebabkan reaksi radang pada piameter dan arachnoid, CSS, dan sistem ventriculus.Gambaran Klinik

Umumnya meningitis bakterial terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kkejang, nafsu makan berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare.

Tanda-tanada iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda Kernig, Bridzinski dan fontanela menonjol untuk menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi hipotensi dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma dapat ditemukan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah meningeal, dan dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial yang disertai fotofobia dan hiperestresi.

Diagnosis

Diagnosis pasti adalah dengan cara pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Bila terdapat tanda peningkatan tekana intrakranial (koma, kekauan, reaksi cahaya negatif), dapat dilakukan pungsi melalului sisterna magna. Jumlah sel berkisar anatara 1.000-10.000/mm3.

Diagnosis Banding

Meningismus

Penyakit Behcet

Meningitis limfositik

2. Meningitis tuberkulosa

Adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer

Klasifikasi :

a. Tuberkulosis miliaris yang menyebar

b. Bercak-bercak pengijuan fokal

c. Peradangan akut meningitis pengijuan

d. Meningitis proliferatifEtiologi

Disebabkan oleh mikobakterium tuberculosa jenis hominis.

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak (misal dari paru-paru).

Terjadinya meningitis melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang, tulang. Tuberkel tkemudian menjadi lunak, aecah masuk ke dalam ruang serebrospinaldan ventrikel sehingga terjadi peradangan. Akibat dari reaksi radang terbentuk eksudat kental serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblas.

Gambaran klinikStadium I : bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya demam ringan atau hanya tanda-tanda infeksi umum, muntah, tidak mau makan, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, kesadaran apatis.

Stadium II : terdapat kejang umum terutama pada bayi dan anak kecil. Seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul opistonosus, terdapat tanda-tanda peningkatan intrrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif membuat anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervi kranialis II, III, IV, VI, dan VII. Pada funduskopi ditemukan atrofi N.II dan khoroid tuberkel yaitu kelainan retina.

Stadium III : Suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh terganggunya regulasi diensefalon. Penafasan menjadi tak teratur dan terdapat gangguan pernapasanKussmaul. Gangguan miksi berupa inkotinensia urin. Kesadaran makin menurun sampai koma. Pda stadium ini penderita dapat meninggal dunia bila 3 minggu tidak memperoleh pengobatan.

Diagnosis

Anamnesis : diriwayatka pada kontak dengan penderita tuberkulosis, sosio-ekonomi yang rendah, imunisasi, dsb. Yang khas pada meningitis tuberkulosa : tekanan intrakranial yang meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif, dan pada bayi fontanela yang lebih menonjol.

Pungsi lumbal memperlihatkan CSS jernih atau sedikit keruh atau ground glass appreance. Bila CSS didiamkan maka akan terjadi pengendapan fibrin yang halus. Jumlah sel anatara 10-500/ml dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah 20-40% mg, klorida dibawah 600% mg.PrognosisBila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek. Penderita dapat meninggal dalam 6-8 minggu. Anak < 3 tahun dan dewasa > 40 tahun memiliki rognosis yang jelek.

3. Ensefalitis bakterial

Ensefalitis bakterial dikenal pula sebagai ensefalitis supuratif atau abses otak. Faktor peyebab meliputi kuman-kuman stafilokok, streptokok, eskerisia, pneumokok, dsb. Pada bayi dan anak kecil, ensefalitis terjadi sebagai komplikasi meningitis bakterial (jarang terjadi pad dewasa), mastoiditis, infeksi telinga bagian tengah, sinusitis frontalis, etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Pada umumnya ensefalitis paling sering terjadi pada umur dibawah 15 tahun, karena pada umur ini frekuensi penyakit-penyakit sinus nasalis maupun mastoiditis masih tinggi. Abses otak jarang terjadi, hanya lebih kurang 2% dari semua tindakan bedah otak. Kurang lebih 5% dari kasus-kasus penyakit jantung bawaan, terutama tetralogi Fallot, memberi komplikasi abses otak.PatofisiologiOrganisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak (serebritis purulenta, ensefalitis septik). Biasanya terdapat di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Didaerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Dikeliling abses terdapat pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Disekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu lebih kurang 2 minggu. abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk kedalam ventriculus dsn rusng subsrsknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.

Gambaran Klinik

Pada pemulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa nyeri kepala yang makin lama makin hebat. muntah-muntah, tak ada nafsu makan, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal, dan akhirnya kesadarannya menurun. Pada funduskopi tampak adanya eema papil.

Gejala-gejala defisit neurologik bergantung pada lookasi dan luas abses, antara lain defisit nervi kraniales, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus, ataksia, dsb. Pada abses serebeli nyeri kepala terasa di daerah suboksipital dan belakang telinga.

Diagnosis

Anamnesis terhadap kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis di telinga tengah, mastoid, sinus paranasales, paru-paru, jantung. Kemudian ditanyakan tentang kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial, melalui anamnesis yang spesifik. Anamnesis tentang adanya gejala fokal serebral tidak boleh dilupakan.

Pemeriksaan fisik/ neurologik perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis, dan sebaliknya: anamnesis dapat diulang berdasarkan atas temuan pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan fisik/ neurologik harus dikerjakan secara sistemik.

Pemeriksaan tambahan meliputi analisis CSS (hati-hati bila akan melakukan pungsi lumba; perhatikanlah tentang kenaikan tekanan intrakranial), foto toraks dan tengkorak, dan bola perlu dapat dilakukan pemeriksaan EEG, CT Scan atau MRI.

Diagnosis banding ,meliputi kemungkinan meningitis bakerial, tumor otak, abses ekstradural, abses subdural, dan tromboflebitis kortikal.

Penyulit

Berbagai penyulit dapat timbul pada ensefalitis bakterial ini, misalnya epilepsi (terjadi 1-15 tahun kemudian), defisit neurologik (motorik, koordinasi, nervi kraniales), retardasi mental, dan hidrosefalus.Prognosis

Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme penyebab serta pemberian obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan lebih tinggi lagi.Manifestasi Klinis pada Meningitis dan Ensephalitis :Meningitis Bakterial

Pada bayi baru lahir dan prematur :

Pasien tampak lemah dan malas,tidak mau minum,muntah-muntah,kesadaran menurun,ubun-ubun besar tegang dan membonjol,leher lemas,respirasi tidak teratur,kadang disertai ikterus jika sepsis.

Pada bayi berumur 3 bulan 2 tahun :

Demam, muntah,gelisah,kejang berulang,high pitched cry (pada bayi) ubun-ubun tegang dan membonjol.

Pada anak besar :

Meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.Terdapat demam,menggil,muntah dan nyeri kepala.Kadang kadang gejala pertama adalah kejang,gelisah,gangguan tingkah laku.Penurunan kesadaran dapat terjadi.

Tanda klinis yang biasa didapat adalah kaku kuduk,tanda Brudzinski dan kerning.saraf kranial yang sering mangalami kelainan adah N VI,VII dan IV. Bila terdapat trombosis vaskular dapat timbul kejang dan hemiparesis.

Meningitis Tuberkulosis

1. Stadium pertama : gejala demam,sakit perut,nausea,muntah,apatis kelainan neurologis belum ada

2. Stadium kedua : tidak sadar,sopor,terdapat kelaianan neurologis ada tanda rangsang meningeal,saraf otak yang biasa terkena adalah N III,IV,VI dan VII

3. Stadium ketiga : koma,pupil tidak bereaksi,kadang timbul spasme klonik pada ekstremitas,hidrosefalus.

Ensefalitis

1. Masa prodromal berlangsung antara 1 4 hari,ditandai dengan demam,sakit kepala,pusing,muntah,nyeri tenggorokan,malaise,nyeri ekstremitas dan pucat.

2. Berat ringanya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron

3. Gejalanya berupa gelisah,iritabel,screamingattack,perubahan perilaku,gangguan kesadaran dan kejang

4. Kadang kadang disertai neurologis fokal berupa afasia,hemiparesis,hemiplegia,ataksia,dan paralisis saraf otak

5. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.

PENATALAKSANAAN

Farmakologis

Obat anti inflamasi :

1. Meningitis tuberkulosa :

a. isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral,2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 tahun

b. Rimfamfisin 10 15 mg.kg/24 jam oral,1 kali sehari selama 1 tahun

c. Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu,1- 2 kali sehari selama 3 bulan.

2. Meningitis bacterial umur < 2 tahun :

a. Sefalosporin generasi ke 3

b. Ampisilina 150 200 mg (400 gr )/kg/24 jam IV,4 kali sehari

c. Koloramfenikol 50mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari

3. Meningitis bacterial umur > 2 bulan

a. Ampisilina 150 200 mg ( 400mg )/kg/24 jam IV 4 6 kali sehari

b. Sefalosforin generasi ke 3

Pengobatan simtomatis :

1. Diazepam IV : 0,2 -0,5 mg/kg/dosis atau rectal 0,4 0,6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan

2. Fenitoin 5mg/kg/24 jam 3 kali sehari

3. Turunkan panas : Antipiretik : parasetamol atau salisilat 10mg/kg/dosis

Prognosis pada Meningitis dan Ensephalitis :

Meningitis Bakterial:

Bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan hebatnya penyakit pada permulaannya,umur penderita,lamanya gejala atau sakit sebelum di rawat, kecepatan di tegakkannya diagnosis,antibiotika yang diberikan,serata adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai maningitis. Ensefalitis Bakterial:Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini,penentuan organisme penyebab serta pemberian obat yang tepat dan segera.angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan lebih tinggi lagi.

Ensefalitis Viral:Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Di samping itu perlu di pertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.

Meningitis Tuberkulosa:Bila meningitis tuberkulosa tidak di obati,prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan di mulai dan pada stadium berapa.umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak di bawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.C. Infeksi Jamur Infeksi fungal kini didiagnosis lebih sering karena bertambahnya kewaspadaan atas setiap infeksi, biopsi dan tehnik diagnostik lebih baik, bertambahnya pasien yang mendapat antibiotika jangka lama, dan bertambahnya perjalanan ke, dan immigrasi dari, daerah infeksi endemik. Misdiagnosis dan terlambatnya diagnosis umum dilakukan. Masalah ini secara umum berperan atas kegagalan mengejar diagnosis laboratorium dan jaringan. Kompetensi sistema immun adalah faktor yang penting dalam preseleksi patogen fungal spesifik: Cryptococcus, Coccidioides, Histoplasma, dan Blastomyces dapat menginfeksi orang sehat, sedang infeksi fungal lain terjadi hampir selalu pada pasien dengan immunitas seluler yang terganggu. Terkenanya SSP mungkin disseminata, menyebabkan meningitis atau meningoensefalitis; atau fokal, menyebabkan abses granulomatosa. Berbeda dengan infeksi bakterial, meningitis fungal cenderung dimulai ringan dengan perburukan bertahap. Nyeri kepala, kaku kuduk, demam, letargi, status mental depresi, dan palsi saraf kranial mungkin tampak. Cryptococcus, Coccidioides, Candida, dan Aspergillus umum tampil sebagai meningitis atau meningoensefalitis. Tanda dan gejala klinis tak bisa dibedakan dari semua bentuk meningitis kronik lain.

Pleositosis CSS adalah limfositik, protein CSS sedikit meninggi, dan glukosa CSS biasanya berkurang. Umumnya fungi sulit dibiak dari darah dan CSS, serta tes serologis kurang sensitif, sebagian karena terganggunya immunitas seluler umum terjadi pada pasien ini. CT scan tidak selalu membantu pada meningitis fungal, tapi mungkin memperlihatkan hidrosefalus, komplikasi dari meningitis kronik. MRI dapat efektif memperlihatkan penguatan basiler dan inflamasi.

Abses otak tunggal atau multipel mungkin tampil dengan kejang, nyeri kepala, status mental depresi, atau defisit neurologis fokal, sering bersamaan dengan pneumonia. Patogen yang umum adalah Cryptococcus, Aspergillus, Nocardia, Blastomyces, Actinomyces, dan Histoplasma.CRYPTOCOCCOSIS Cryptococcus neoformans, organisme tanah yang umum, adalah meningitis fungal terbanyak yang terjadi di USA. Abses granulomatosa kriptokokal juga telah dikenal baik, namun jarang terjadi. Cryptococcosis terjadi baik pada orang sehat maupun dengan sistema immun yang terganggu. Ia penyebab kematian dan kesakitan yang bermakna pada pasien AIDS, infeksi terjadi pada sekitar 10 % pasien. Saluran respirasi adalah daerah infeksi primer, dan disseminasi hematogen adalah sumber infeksi SSP tersering. Apus tinta india dari CSS hanya positif pada 50 % kasus; namun antigen kapsuler dapat dilacak dengan fiksasi komplemen pada sekitar 90 % kasus.

Dua regimen terapi saat ini dipakai untuk menindak meningitis kriptokokal, berdasar penelitian pada pasien AIDS: amfoterisin B IV (0.3-0.7 mg/kg/hari) dikombinasi dengan flusitosin (150 mg/kg/hari) dan flukonazol oral (150-400 mg/hari). Proporsi responder masing-masing 50 % dengan mortalitas 25 %; namun pasien yang diterapi flukonazol lebih lambat mencapai CSS yang bersih dan mempunyai mortalitas yang tinggi selama minggu pertama terapi. Karenanya amfoterisin B dengan atau tanpa flusitosin dianjurkan untuk minggu awal terapi. Flukonazol yang kurang toksik yang diberikan per oral, dibedakan karena waktu paruh yang lebih panjang, pemberian oral sekali sehari, dan penetrasi CSS tinggi, lebih disukai untuk pemakaian terapi kronis.COCCIDIOIDES Coccidioides immitis biasa terdapat pada tanah setengah kering di Amerika. Bisa menginvasi tanpa adanya kelainan lain yang menyertai; hampir selalu melalui saluran nafas. Walau kelainan ini dapat tampil sebagai infeksi SSP saja, biasanya didahului riwayat keluhan respirasi. Pada pasien dengan gangguan immunitas, meningitis bisa terjadi sebagai infeksi diseminata sistemik letal. Coccidiomycosis sering tidak ditemukan hingga penyakit telah menetap dengan eksudat sisternabasal proteinaseosa tebal; jadi hidrosefalus dan palsi saraf kranial mungkin timbul. Hidrosefalus dapat sangat mempersulit terapi. Tes fiksasi komplemen atas antibodi CSS positif pada setengah kasus.

Sebelum dikenal amfoterisin B, mortalitas meningitis coccidioidal mencapai 100 %. Pengobatan dengan pemberian amfoterisin B IV dan intratekal atau intrasisternal menurunkan mortalitas hingga 30-50 %. Namun amfoterisin B memiliki efek buruk yang jelas hingga membatasi penggunaan kllinis dan pemberian intratekal berbulan-bulan menjadi sulit. Karenanya dianjurkan pemasangan reservoir CSS subkutan. Efek samping amfoterisin B yang diberikan CSS adalah meningitis kemikal, arakhnoiditis, infarksi kord tulang belakang, perdarahan intrasisternal, dan superinfeksi bakterial pada reservoir. Relaps, sering beberapa tahun setelah terapi yang berhasil, sering dijumpai pada coccidiomycosis.

Azol diketahui sangat efektif dalam menindak coccidiomycosis sistemik, namun penelitian awal atas meningitis dengan mikonazol dan ketokonazol tidak menjanjikan. Flukonazol diketahui efektif dalam pengobatan meningitis, digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan amfoterisin atau mikonazol intratekal.

CANDIDIASIS Candidiasis jarang pada orang sehat, walau biasa didapat pada flora orofaringeal. Berbeda dengan meningitis fungal lainnya, sumber infeksi SSP sering primer bukan pada pernafasan, namun penyebaran dari intestinal, uriner atau kateter vaskuler. Candidiasis sering merupakan komplikasi lambat atas tindakan berbagai keadaan kelemahan, dan insidens yang tinggi infeksi SSP ditemukan pada autopsi. Walau meningitis lebih sering, juga ditemukan abses otak granulomatosa candidal. Candida albicans serta spesies lain dijumpai pada meningitis pasien AIDS dan infeksi alat pintas.

Tindakan dengan mikonazol, IV dan IV dikombinasi intratekal, memperlihatkan hasil memuaskan. Reseksi bedah atas granuloma diikuti terapi anti mikrobial memberikan hasil akhir memuaskan.

ASPERGILLOSIS Aspergillus adalah fungi paling banyak dilingkungan. Semula dijelaskan sebagai infeksi fokal yang jarang akibat dari perluasan infeksi sinus, aspergillosis adalah infeksi diseminata dengan prevalensi meningkat, kedua setelah C. neoformans sebagai infeksi fungal tersering pada SSP pada pasien dengan gangguan immunitas. Infeksi SSP opportunistik oleh Aspergillus biasanya didahului infeksi pulmoner dan dikira melalui penyebaran hematogen. Meningitis, ensefalitis, abses otak soliter atau multipel, dan vaskulitis telah diketahui. Invasi vaskuler dengan vaskulitis nekrotik dan embolisasi sering terjadi pada kelainan diseminata SSP, hal yang khas pada Phycomyces. Aneurisma mikotik

serebral bisa terjadi. Ditemukan kelainan yang didapat dari komunitas pada pasien immunokompeten berupa lesi massa soliter pada apeks orbit, dan menjadi diseminata setelah reseksi; karenanya hal ini harus dipikirkan pada pasien yang immunologis tak terganggu. Infeksi aspergillus pada ruang diskus pada pasien yang terganggu sistema immunnya juga dijumpai.

Amfoterisin B dengan atau tanpa flusitosin atau rifampin, adalah terapi medikal optimal. Dosis kumulatif amfoterisin B 450-2300 mg dilaporkan berhasil dengan baik. Bila terjadi massa yang diskreta, dilakukan kraniotomi reseksi atau aspirasi stereo-taktik. Bahkan dengan terapi agresif, prognosis buruk dan survival jarang.

PHYCOMYCYTES Walaupun penyebaran hematologis adalah jalur primer kebanyakan infeksi SSP, terkadang abses fungal terjadi setelah kontaminasi langsung pada otak dari infeksi berdekatan. Ini umum tampak pada infeksi Zygomyces, terutama mucormycosis, agen yang lebih agresif yang sering menyebabkan serebritis difusa. Mucormycosis adalah contoh ensefalitis fungal difusa, terjadi paling sering pada pasien dengan diabetes mellitus dan immunitas terganggu. Organisme ini lebih menyukai mengenai vaskulatur serebral dengan akibat iskemia, trombosis, dan infarksi sebagai tambahan atas inflamasi. Jaringan orbit dan sinus paranasal sering terkena. Tindakan termasuk debridemen jaringan terinfeksi dan devital, perawatan kelainan yang mendasari, dan amfoterisin B sistemik. Prognosis buruk walau dengan tindakan, kecuali diagnosis ditegakkan dini.

ACTINOMYCOSIS Actinomyces israelii adalah suatu bakteri anaerob gram positif yang biasa dijumpai pada flora oral normal. Dibicarakan dibab ini karena riwayatnya yang mengkategorikannya ke dalam infeksi fungal. Actinomycosis tampil sebagai abses otak tunggal, dan secara jarang sebagai meningitis basiler purulen, dan biasanya penyebaran langsung dari infeksi telinga atau mandibula walau penyebaran hematogen dari kelainan pulmoner menjadi lebih utama. Tindakannya terdiri dari drainasi serta penisilin IV untuk 3-4 bulan.

NOCARDIOSIS Nocardia adalah aerob gram positif yang juga sejarahnya dikategorikan kedalam bakteri 'fungus-like'. Nocardiosis SSP biasanya sekunder atas penyebaran hematogen dari infeksi pulmoner, dan biasanya tampil sebagai abses, walau meningitis purulen juga terjadi. Abses biasanya multipel dan multilokuler. Pembentukan kapsul terjadi dengan buruk. berbeda dengan actinomycetes, nocardia cenderung resisten penisilin. Tindakan yang dianjurkan adalah sulfametoksazol 4-8 gr/ hari untuk 6-12 bulan. Drainasi diindikasikan untuk abses yang terjangkau; namun pengelolaan non bedah pernah dilaporkan.

D. Infeksi Parasit

Infeksi parasit pada SSP adalah penyebab kelainan utama didunia. Banyak spesies penyebab kelainan SSP; cysticercosis, echinococcosis, toxoplasmosis, malaria, amebiasis, schistosomiasis, paragonimiasis, gonathostomiasis, angiostrongyliasis, filariasis, ascariasis, dan ankylostomiasis. Umumnya, sekali terjadi infeksi, pilihan tindakan terbatas dan terbaik adalah paliatif.

Tiga organisme utama adalah Taenia solium, bertanggung jawab atas neurocysticercosis, Echinococcus granulosis, bertanggung-jawab atas hydatid cyst, dan Toxoplasma gondii, penyebab tersering meningoensefalitis pada AIDS.

NEUROCYSTICERCOSIS Cysticercosis adalah infeksi sistemik oleh tingkat larval T. solium, cacing pita pada daging babi. Cacing dewasa hidup pada intestin manusia, tuan rumah obligatnya, menghasilkan proglottid yang keluar melalui BAB. Proglottid bila termakan, selaput pelindung kerasnya akan larut di lambung dan kemudian menembus mukosa gastrointestinal dan kemudian menyebar hematogen ke berbagai organ tuan rumah sementaranya, biasanya babi. Larva hidup dalam keadaan tak aktif selama 2-5 tahun, lalu mati. Tuan rumah sementara biasanya babi, namun bila seseorang memutus rantai ini dengan memakan proglottid pada makanan yang terkontaminasi feses, atau kemungkinan bila proglottid terbawa kelambung secara retroperistalsis, maka ia akan menjadi tuan rumah sementara dan terbentuk cysticercosis. Otot dan SSP terutama terinvasi dan sekitar 60 % mengalami neuro cysticercosis. Sisterna basiler terkena pada kebanyakan pasien, dan lebih jarang pada parenkhim dan ventrikuler. Spinal juga bisa dikenai. Neurocysticercosis tampil sebagai meningitis kronik, hidrosefalus, atau lesi massa parenkhimal dengan kelainan kejang dengan onset baru. Sista parenkhimal berdiameter sekitar 3-15 mm, sedang sista ventrikuler atau subarakhnoid umumnya lebih kecil. Pada CT scan sista tampak sebagai lesi berdensitas rendah, bundar, cincin berdensitas lebih kuat, dengan atau tanpa edema sekitar. Hidrosefalus adalah temuan yang umum pada kelainan yang mengenai sisterna basiler.

Tindakan atas neurocysticercosis adalah intervensi medikal dan bedah. Albenazol, suatu imidazol dengan aktifitas terhadap kawasan yang luas dari cestode, merupakan obat terpilih untuk neurocysticercosis, menggantikan praziquantil. Albenazol mengatasi sista parenkhimal, subarakhnoid, serta intraventrikuler.

Dosisnya 15 mg/kg/hari untuk 8 hari. Pintas diversi CSS diperlukan untuk hidrosefalus. Sista intraventrikuler dapat menyebabkan obstruksi akut dan eksisi langsung dapat mengurangi kebutuhan akan tindakan pintas. Pasien dengan gejala adanya efek massa dengan tanpa adanya hidrosefalus atau setelah tindakan pintas untuk hidrosefalus mungkin membaik dengan eksisi bedah.ECHINOCOCCOSIS (HYDATID CYST) Terutama di Amerika, Eropa, Australia dan Afrika. Echinococcosis disebabkan oleh larva bersistista dari E. granulosa, cacing pita anjing. Tuan rumah sementaranya termasuk manusia, biri-biri, unta dan lembu. Anak-anak sering terkena karena hubungan yang erat dengan anjing. Infeksi otak oleh larva terjadi hanya pada 3 % pasien dengan echinococcus sistemik. Sista biasanya merupakan lesi soliter pada substansi putih dengan respons inflamasi ringan. Pasien biasanya tampil dengan hipertensi intrakranial atau defisit fokal sekunder atas sista yang sangat besar. Diagnosis dibuat berdasar eosinofilia periferal dan tes kulit. CT scan dan MRI menunjukkan sista yang besar dengan edema minimal.

Morfologis dan biologis berbeda secara keseluruhan pada kelainan hydatid alveoler yang disebabkan E. multilocularis, cestode yang menginfeksi anjing, serigala dan kucing. Ia endemik diutara; Siberia, Alaska, Kanada dan Amerika Utara. Seperti infeksi E. granulosis, jarang menginfeksi SSP. Tindakan berupa reseksi sista yang simtomatis, hati-hati untuk tidak merobek sista karena larvanya hidup dan dapat menyebar pada lapang operasi.

TOXOPLASMOSIS Protozoa yang obligat intraseluler, T. gondii, adalah parasit yang sering pada manusia, kucing, dan burung. Kebanyakan infeksi pada manusia asimtomatis hingga sistema immun seluler terganggu. Manifestasi klinis tersering adalah limfadenopati menyeluruh. Meningoensefalitis kronik adalah tampilan SSP yang umum. Diagnosis ditetapkan dengan tes serologis. Abses fokal multipel tampak khas pada CT scan dengan kontras dan

MRI. Tindakan adalah pirimetamin dan sulfadiazin.

Perbandingan antara LCS antara meningitis purulenta, TB, Viral, dan Jamur.

PurulentaTuberkulosaVirusJamur

Tekanan > 180 mmH2O Bila didiamkan terbentuk papikula

Mikroskopis : kuman TBCPemeriksaan mikroskopis Biakan cairan otak

Pemeriksaan serologik serum dan cairan otakKultur bakteri negatif

WarnaKeruh sampai purulenJernih atau xantokromJernihJernih

SelLeukosit meningkat 95 % PMNMeningkat, < 500/mm3, MN dominanMeningkat anatar 10-1000/mm310-500 sel/mm3 dengan dominasi limfosit

ProteinMeningkata, > 75 mg %MeningkatNormal/sedikit meningkatMeningkat

KloridaMenurun, < 700mg%MenurunNormal

GlukosaMenurun, < 40 mg %, atau < 40 % gula darah

MenurunNormalMenurun sekitar 15-35 mg

LO 5

Pungsi Lumbal

Pungsi Lumbal adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedur neuro diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

TUJUAN pemeriksaan cairan serebrospinal

mengukur & mengurangi tekanan cairan serebrospinal

menentukan ada tidaknya darah pd cairan serebrospinal

mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal memberikan antibiotic intrathekal ke dlm kanalis spinal terutama kasus infeksi.Indikasi

1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi

2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi

3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografiKontra Indikasi

1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema

2. Penyakit kardiopulmonal yang berat

3.Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.4.Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.5.Kelainan pembekuan darah.6.Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal

KOMPLIKASI Sakit kepala

Infeksi

Iritasi zat kimia terhadap selaput otak Jarum pungsi patah

Herniasi

Tertusuknya saraf oleh jarum pungsiALAT DAN BAHAN Sarung tangan steril

Duk lubang

Kassa steril, kapas dan plester

Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

Antiseptic: povidon iodine dan alcohol 70%

Tabung reskasi untuk menampung cairan serebrospinal

Anestesi local Spuit dan jarum untuk memberikan obat anestesi local

Obat anestesi lokal (lidokain 1% 2 x ml)

PERSIAPAN PASIEN

Pasien diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke abdomen. Catatan : bila pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas kursi, dengan kursi dibalikan dan kepala disandarkan pada tempat sandarannya.

PROSEDUR LUMBAL PUNGSI

1. Lakukan cuci tangan steril

2. Persiapkan dan kumpulkan alat-alat

3. Jamin privacy pasien

4. Bantu pasien dalam posisi yang tepat, yaitu pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik kearah lutut), eksterimitas bawah fleksi maksimum (lutut di atarik kearah dahi), dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

5. Tentukan daerah pungsi lumbal diantara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi6. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan povidon iodine diikuti dengan larutan alcohol 70 % dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

7. Anestesi lokal disuntikan ke tempat tempat penusukan dan tusukkan jarum spinal pada tempat yang telah di tentukan. Masukkan jarum perlahan lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai menembus durameter. Jarak \antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.

8. Lepaskan stylet perlahan lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke cranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan.

9. Cabut jarum dan tutup lubang tusukkan dengan plester

10. Rapihkan alat-alat dan membuang sampah sesuai prosedur rumah sakit

11. Cuci tangan

LO 6

Mukallaf

BATASAN MUKALLAFMukallaf ialah seseorang yang mempunyai ciri-ciri seperti:

Baligh, (dan)

Beraqal, (dan)

Telah Sampai Da'wah Islam Kepadanya.

Mukallaf secara bahasa adalah berbentuk ism al-mafl dari fiil al-mdli kallafa (), yang bermakna membebankan. Maka, kata mukallaf berarti orang yang dibebani.

Secara istilah, mukallaf adalah:

Seorang manusia yang mana perlakuannya itu bergantungan dengan ketentuan al-Syri atau hukumnya.

Dari sini, dapat difahami bahwa mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT maupun larangan-Nya. Semua tindakan hukum yang dilakukan mukallaf akan diminta pertanggung-jawabannya, baik di dunia maupun di akhirat. Pahala akan didapatkan kalau ia melakukan perintah Allah SWT, dan dosa akan dipikulnya kalau ia meninggalkan perintah Allah SWT, begitu seterusnya sesuai dengan krateria hukum taklf yang sudah diterangkan.

Sebagian besar ulama Usul Fiqh mengatakan bahwa dasar adanya taklf (pembebanan hukum) terhadap seorang mukallaf adalah akal () dan pemahaman (). Seorang mukallaf dapat dibebani hukum apabila ia telah berakal dan dapat memahami taklf secara baik yang ditujukan kepadanya. Oleh karena itu, orang yang tidak atau belum berakal tidak dikenai taklf karena mereka dianggap tidak dapat memahami taklf dari al-Syri. Termasuk ke dalam kategori ini adalah orang yang sedang tidur, anak kecil, gila, mabuk, khilaf dan lupa. Pendapat ini berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW:

: ) )

Diangkat pembebanan hukum dari tiga (orang); orang tidur sampai bangun, anak kecil sampai baligh, dan orang gila sampai sembuh ( (

Beban hukum diangkat dari umatku apabila mereka khilaf, lupa dan terpaksa.Dari sini, ulama Usul Fiqh memberi kesimpulan bahwa syarat seseorang itu dikenai taklf atau masuk sebagai predikat mukallaf terdapat dua syarat:^^Orang tersebut harus mampu memahami dalil-dalil taklf. Ini dikarenakan taklf itu adalah khitb, sedangkan khitb orang yang tidak memiliki akal dan tidak faham itu jelas tidak mungkin (). Kemampuan memahami itu hanya dengan akal, karena akal itu adalah alat untuk memahami dan menemukan ide (). Hanya saja akal itu adalah sebuah perkara yang abstrak (). Maka al-Syri sudah menentukan batas taklf dengan perkara lain yang jelas dan berpatokan () yaitu sifat baligh seseorang. Sifat baligh itu adalah tempat pemikiran akal yaitu mengetahui baik, buruk, manfaat, dan bahaya. Maka orang yang gila dan anak kecil tidak termasuk mukallaf karena tidak memiliki kemampuan akal yang mencukupi untuk memahami dalil taklf. Begitu juga dengan orang yang lupa, tidur, dan mabuk seperti hadis yang di atas.

^^Seseorang telah mampu bertindak hukum/mempunyai kecakapan hukum ().

Secara istilahi, ahliyyah didefinisikan sebagai: Kepatutan seseorang untuk memiliki beberapa hak dan melakukan beberapa transaksi.

DAFTAR PUSTAKA

Gandasobrata. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat 2008

Papadakis, Maxine and Stephen McPhee. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. McGraw Hill: Lange.Sidharta, Priguna dan Mahar Mardjono. Neurologis Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat 2008

Snell, Richard. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC 2006

Uddin, Jurnalis. Anatomi Sistem Saraf Manusia. Jakarta : Langgeng Sejati Offset 2007Wilson. Lorraine dan Sylvia Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC 2003

29