Infeksi Intrakranial

64
Infeksi Intrakranial Bab 1. Pendahuluan Di negara-negara berkembang dan juga negara maju, penyakit infeksi merupakan satu masalah yang sering terjadi dan merupakan tantangan bagi tenaga medis, karena penyakit infeksi angka kematiannya masih cukup tinggi. 1 Infeksi boleh disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa dan sebagainya. Namun, infeksi yang paling berbahaya jika infeksi tersebut terjadi pada sistem saraf pusat. Infeksi sistem saraf pusat meliputi infeksi pada otak, medulla spinalis dan membran. Infeksi sistem saraf pusat tergantung pada lokasinya. Contoh penyakit yang merupakan infeksi pada sistem saraf pusat adalah meningitis dan ensefalitis. Meningitis berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak. 1 Gejala- gejala infeksi intracranial ini seringkali tidak khas, yang secara umum mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa ditangani dengan baik. 2 Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara, diantaranya dengan pemeriksaan lumbal pungsi, CT SCAN baik dengan kontras, dapat juga dengan pemeriksaan radiologi, ataupun kultur, dengan indikasi dan kontraindikasi masing- masing penyakit. Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa diketahui penyebab pastinya 1

description

Infeksi Intrakranial adalah

Transcript of Infeksi Intrakranial

Infeksi Intrakranial

Bab 1. PendahuluanDi negara-negara berkembang dan juga negara maju, penyakit infeksi

merupakan satu masalah yang sering terjadi dan merupakan tantangan bagi tenaga

medis, karena penyakit infeksi angka kematiannya masih cukup tinggi. 1 Infeksi boleh

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa dan sebagainya. Namun, infeksi yang

paling berbahaya jika infeksi tersebut terjadi pada sistem saraf pusat. Infeksi sistem

saraf pusat meliputi infeksi pada otak, medulla spinalis dan membran. Infeksi sistem

saraf pusat tergantung pada lokasinya. Contoh penyakit yang merupakan infeksi pada

sistem saraf pusat adalah meningitis dan ensefalitis.

Meningitis berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid

dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim

otak.1 Gejala-gejala infeksi intracranial ini seringkali tidak khas, yang secara umum

mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada

gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera lakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini memang tidak mudah, karenanya

proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa ditangani dengan baik.2

Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara, diantaranya dengan

pemeriksaan lumbal pungsi, CT SCAN baik dengan kontras, dapat juga dengan

pemeriksaan radiologi, ataupun kultur, dengan indikasi dan kontraindikasi masing-

masing penyakit. Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa

diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri, jamur, parasit atau

cacing pita. Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan progresif maka bisa

mengurangi kecacatan yang timbul.2

Otak manusia  adalah pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan

terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Karena perannya yang begitu penting, otak

memiliki pelindung yang terdiri dari tengkorak, meningen, dan CSF. Meskipun memiliki

pelindung yang banyak, tetap saja otak tidak terhindar dari kemungkinan keruaskan

akibat infeksi bakteri, virus, ataupun jamur. Infeksi susunan saraf pusat (SSP) dapat

terbagi menjadi meningitis bacterial, meningitis viral, ensefalitis, infeksi fokal (abses

otak dan emphiema subdural), dan trombophlebitis infeksiosa. Perlu diketahui dan

dibedakan antara masing-masingnya untuk dapat memberikan penangananan yang

tepat.

1

Infeksi Intrakranial

Bab 2. PembahasanANATOMI DAN FISIOLOGI

Meningen

Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang

bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran yang

menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak, dan medulla spinal. Meningen

terdiri dari tiga lapisan yaitu piamater, arachnoid dan duramater.

Duramater:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum

yang membungkus permukaan dalam calvaria.

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat

yang berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater spinalis yang

membungkus medulla spinalis.

Arachnoidmater:

Menyerupai sarang laba-laba.

Merupakan bagian dari meningen yang mempunyai banyak trabekula

halus yang berhubungan dengan piamater tetapi tidak mengikuti setiap

lekukan otak. Diantara arachnoid dan piamater terdapat ruang yang

disebut ruang subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-

pembuluh darah.

Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-lekukan otak, maka di

beberapa tempat terdapat ruang subarakhnoid melebar yang disebut

sisterna.

Siterna magna (paling besar): terletak diantara bagian inferior

serebelum dan medulla oblongata.

Sisterna pontis di permukaan ventral pons,

Sisterna interpedunkularis di permukaan ventral mesensefalon,

Sisterna siasmatis di depan lamina terminalis.

Sisterna vena magna serebri di sudut antara serebelum dan lamina

quadrigemina. Sisterna ini berhubungan dengan

sisterna interpedunkularis melalui

sisterna ambiens.

2

Infeksi Intrakranial

Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna

dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai

setinggi S2.

Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis,

tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.

Piamater:

Merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang

mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus dan fisura pada otak, juga

melekat pada permukaan batang otak dan medulla spinalis kemudian ke

kauda sampai ujung medulla spinalis setinggi korpus vertebra.

Ruang epidural

Ruang epidural adalah ruang dimana diantara lapisan luar dura dan tulang

tengkorak yang terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler halus.

Ruang subdural

Ruang subdural merupakan ruangan diantara lapisan dalam duramater dan

arachnoid yang mengandung sedikit cairan.

3

Infeksi Intrakranial

Gambar 1. kulit kepala, tengkorak dan lapisan meningen

Sistem ventrikel

Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV.

Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri

dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium.

Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong

unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus

unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan

diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah

anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel

IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum

dan dorsal dari pons dan medula oblongata.3

Cairan Serebro Spinal (CSS) /LCS

Cairan serebrospinal adalah cairan yang berada diotak dan sterna serta ruang

subrachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Cairan serebrospinal

mempunyai tekanan yang konstan, dan seluruh ruangan berhubungan satu sama lain.

Secara umum sirkulasi CSS terdiri dari pleksus koroideus, ventrikulus, ruang

subaraknoid dan vili araknoidea. 4

1. Pleksus koroideus

4

Infeksi Intrakranial

Pleksus koroideus terletak pada ventrikulus lateralis, tertius dan quartus. Pada

saat embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah

mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7

sampai ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal dan

ditutupi oleh sel-sel ependimal.

2. Sistem ventrikulus

a. Ventrikulus Lateralis

Ventrikulus lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara

anatomi, ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu

anterior, korpus dan kornu posterior. Corpus dari ventrikulus lateralis

menjadi dasar dari septum pelusida.

b. Ventrikulus Tertius

Ventrikulus tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh

hypothalamus di bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikulus tertius

berhubungan dengan lamina teminalis dan foramen interventrikularis atau

foramen Monroe. Sedangkan bagian posteriornya berhubungan dengan

ventrikulus quartus melalui aquaduktus cerebri Sylvii.

c. Ventrikulus Quartus

Ventrikulus quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian

dari isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan

inferior (bagain mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel

ependim, berlanjut ke bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian

superior oleh aquaduktus cerebri Sylvii dan melebar ke foramen

lateralis/foramen Luschka.

3. Spatium/Ruang Subaraknoid

Spatium subaraknoid terdapat diantara araknoid dan piamater. Spatium

subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri utama yang memperdarahi otak.

Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar dan membentuk suatu

cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna magna.

5

Infeksi Intrakranial

Gambar 2. Posisi dari sisterna ruang subaraknoid

4. Granulatio dan vili araknoidea

Telah diketahui bahwa granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting

dalam mengatur aliran CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.

Gambar 3. potongan coronal Vili Arachnoid

Fisiologi aliran CSS:

Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di

luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi

sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.5

Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium

dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga

menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan

6

Infeksi Intrakranial

negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan

neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg

lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air

dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat

terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan

mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut

Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam

keseimbangan.5

Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium

disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS

ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga

terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS

tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan

masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi

secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara

mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat

menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik.5

Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan

terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di

atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar

95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum

saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.5

CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam

ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga

buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen

luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler

medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III

memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid.

CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2,

juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS

mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial

dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan

diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis

7

Infeksi Intrakranial

superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan

hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan

melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi

sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari

cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow.

CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula

spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan

spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara

difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem

saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piamater

disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan

ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan

ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam

rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid

bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Yang mempengaruhi aliran LCS adalah metabolism otak, kekuatan hidrodinamik

aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotic darah.

8

Infeksi Intrakranial

Gambar 4. Aliran Cairan serebro spinal

Fungsi cairan serebrospinal (CSS):

9

Infeksi Intrakranial

Fungsi utama dari cairan serebrospinal ini adalah melindungi sistem saraf pusat

dari trauma (tekanan/benturan) dari luar dan mempertahankan lingkungan cairan

sesuai untuk otak serta memberi perlindungan terhadap benturan ringan dan luka

mekanik lainnya (sebagai bumper/penyangga).6

PUNGSI LUMBAL6-10

Tujuan:

Pemeriksaan cairan serebrospinal mengukur & mengurangi tekanan cairan

serebrospinal menentukan ada tidaknya darah pd cairan serebrospinal mendeteksi

adanya blok subarakhnoid spinal memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis

spinal terutama kasus infeksi.

Indikasi:

Kejang

Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI

Pasien koma

Ubun – ubun besar menonjol

Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

Tuberkolosis milier

Pasien suspek meningitis

Kontra Indikasi:

Meningitis bakterialis saat sedang demam tinggi sepsis

Infeksi local di sekitar daerah tempat pungsi lumbal

Gangguan pembekuan darah yang belum diobati

Gangguan pembentukan darah trombositopenia

Hidrosefalus obstruksi

Ada deformitas corpus vertebrae di tempat punksi.

Masa di posterior

Komplikasi:

Sakit kepala

Infeksi

Iritasi zat kimia terhadap selaput otak

10

Infeksi Intrakranial

Jarum pungsi patah

Herniasi

Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi

DEFINISI INFEKSI SSP

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan

tubuh. Infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di

dalam susunan saraf.3

Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan, tidak

memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis,

pada meningen disebut meningitis, pada jaringan medulla spinalis dinamakan mielitis

dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis. sebaliknya, pembagian menurut jenis kuman

merupakan diagnosis kausal.

Infeksi Susunan saraf pusat terbagi atas :

Meningitis infeksi yang melibatkan selaput meninges otak terdiri dari :

Meningitis Purulenta yang disebabkan oleh kuman Bakteri:

Pneumokokus, stapilokokus, haemophylus influenza, sering pada orang

dewasa, sedangkan Escericia Coli sering menyerang anak-anak.

Meningitis Serosa yang disebabkan oleh Jamur, Virus, Protosoa, Parasit,

Mycobacterium Tuberculosa.

Ensefalitis yaitu infeksi yang melibatkan jaringan otak.

Myelitis yaitu infeksi yang melibatkan sumsum tulang belakang.

11

Infeksi Intrakranial

Tabel 1. Clinical features of Major Central Nervous System Infections

PATOFISIOLOGI INFEKSI SSP

Pathogen biasanya dapat menginversi sistem saraf pusat melaui local ekstensi dari

focus infeksi yang berdekatan seperti sinusitis atau mastoiditis dan boleh juga melalui

focus infeksi yang jauh melalui hematogen. Kebolehan pathogen untuk menyebar

melaui aliran darah tergantung pada virulensi pathogen dan sistem kekebalan host.

Mekanisme untuk melewati sawar darah otak tergantung pada jenis pathogen, cara

yang digunakan adalah melalui saraf perifer pada infeksi herpes simplex virus tipe 1,

varicella-zoster dan rabies. Neisseria meningitis melalui endositosis, transpotasi

intraseluler pada palasmodium falciparum melalui eritrosit, Toxoplasma Gondii melalui

makrofag dan invasi intraselular pada haemofilus influenza. Bagi invasi ke ruang

subarachnoid, transmisi melaui pleksus koroidius, sinus venosus atau lempeng

kribrofom. Apabila memasuki ruang SSP, pathogen ini akan menyebabkan terjadinya

proses peradangan yang akan melepaskan faktor komplemen dan sitokin, influks

leukosit dan makrofag, dan juga aktivasi microglia dan astrosit. Gangguan pada sawar

darah otak menyebabkan cairan dan protein influk dan melewati endothelium pada

pembuluh darah dan ssp dan terjadilah edema vasogenik serebral dan juga disertai

dengan edema seluler sitotoksik dan edema intertisial. Edema serebral ini akan

meninggikan tekanan intracranial.5,6

12

Infeksi Intrakranial

Gambar 5. Rute infeksi ke SSP

Anamnesis

- riwayat penyakit sekarang. Anak sakit kepala, rewel, gelisah, muntah,

demam 1-4 hari sebelumnya

- riwayat penyakit dahulu. Batuk, pilek 1-4 hari sebelumnya, herpes, campak,

rubella, atau infeksi pada saluran pernafasan dan telinga

- riwayat keluarga. Apakah ada yang pernah menderita hal yang sama,

merokok.

- Riwayat imunisasi. Ensefalitis dapat terjadi post imunisasi DPT

- Lamanya kejang. Bedakan dengan epilepsy dimana kejang hanya

berlangsung sebentar. Lalu dengan kejang demam dimana anak tidak

mengalami penurunan kesadaran.5

Pemeriksaan Fisik7

Keadaan umum

A. Ringan

Kesadaran penuh

Tanda-tanda vital (TTV) stabil

Pemenuhan kebutuhan mandiri

13

Infeksi Intrakranial

B. Sedang

Memiliki minimal 3 (tiga) poin di bawah

Kesadaran penuh s/d apatis

Tanda-tanda vital (TTV) stabil             

Memerlukan tindakan medis & perlukaan (diluar obs) minimal 3

(tiga)          tindakan perhari

Memerlukan observasi

Pemenuhan kebutuhan di bantu sebagian s/d seluruhnya

C. Berat

Memiliki minimal 2 (dua) poin di bawah

Kesadaran penuh s/d samnolent

Tanda-tanda vital (TTV) tidak stabil

Memakai alat bantu organ vital            

Memerlukan tindakan pengobatan & perawatan yang intensif

Memerlukan observasi yang ketat

Pemenuhan kebutuhan di bantu seluruhnya

Kesadaran

Kualitatif:

Compos mentis: Baik/sempurna

Apatis: Perhatian berkurang

Somnolens: Mudah tertidur walaupun sedang diajak berbicara

Sopor/Delirium: Dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan

Coma: Tidak memberi respon sama sekali

Kuantitatif: GCS

Score yang ≤ 7= coma

Score yang ≥ 9= tidak coma

14

Infeksi Intrakranial

Nadi

Tabel 2. Nilai nadi normal

Suhu

Tabel 3. Suhu normal

15

Infeksi Intrakranial

Pernafasan

Tabel 4. Pernafasan normal

Pemeriksaan fisik pada infeksi SSP (meningitis dan ensefalitis) ditemukan adanya :

- Panas mendadak, muntah

- Gejala-gejala neurologik

- kaku kuduk

- gangguan kepribadian

- refleks neurologik

Pemeriksaan Neurologis

Refleks fisiologis

a. Refleks superficial

Refleks dinding perut :

Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal,

umbilikal, intra umbilikal dari lateral ke medial

Respon : kontraksi dinding perut

Refleks cremaster

Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah

Respon : elevasi testes ipsilateral 

Refleks gluteal

Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal

Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

16

Infeksi Intrakranial

b. Refleks tendon

Refleks Biceps (BPR):

Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon

m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku

Refleks Triceps (TPR)

Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada

sendi siku dan sedikit pronasi

Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

Refleks Periosto radialis

Cara : ketukan pada periosteum ujung distal os radial, posisi lengan

setengah fleksi dan sedikit pronasi

Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi krena

kontraksi m.brachiradialis

Refleks Periostoulnaris

Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan

setengah fleksi dan antara pronasi supinasi.

Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates

Refleks Patela (KPR)

Cara : ketukan pada tendon patella

Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

Refleks Achilles (APR)

Cara : ketukan pada tendon Achilles

Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

Refleks patologis

Babinsky

Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior

Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya

Chadock

Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus

lateralis dari posterior ke anterior

Respon : seperti babinsky

17

Infeksi Intrakranial

Oppenheim

Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal

Respon : seperti babinsky

Gordon

Cara : penekanan betis secara keras

Respon : seperti babinsky

Schaefer

Cara : memencet tendon achilles secara keras

Respon : seperti babinsky

Gonda

Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4

Respon : seperti babinsky.11

Saraf cranial

Cara pemeriksaan nervus cranialis :

1. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh

membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,tembakau, alkohol,dll).

2. N.II : Optikus (Tajam penglihatan):Dengan snelen card, funduscope, dan

periksa lapang pandang.

3. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan

otot mata) :Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra,

refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

4. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III.

5. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks

kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien

memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri

dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas

dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.

6. N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : sama sperti N.III.

7. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):

senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak

mata dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan

garam.

18

Infeksi Intrakranial

8. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ): test Webber

dan Rinne, test Romberg dll

9. N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterior lidah ):membedakan rasaa

manis dan asam (gula dan garam)

10. N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior,

pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”

11. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus):

palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu

dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan

catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan

lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.

12. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan

menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu

tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.11

Rangsang meningeal

Kaku kuduk: Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan

pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,

kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai

dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku

kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku

kuduk dapat bersifat ringan atau berat

Kernig sign: Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan

pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu

tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk

sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri

sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.

Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu

lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya

badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.

Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi

di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

19

Infeksi Intrakranial

Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada

sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila

timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada

sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.

Lasegue sign  : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring

lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai

diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang

satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan

normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila

sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut

tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil

patokan 60°.

Pemeriksaan Penunjang

- LCS- lumbal punksi

- Lab rutin

- PCR, ELISA

- Biakan LCS

- EEG

- CT scan, MRI. Dikerjakan untuk memastikan bahwa penyebab dari

timbulnya gejala bukan karena abses otak, stroke, atau kelainan struktural. 

Etiologi

20

Infeksi Intrakranial

1. Streptococcus pneumonia. Merupakan penyebab meningitis tersering pada orang

dewasa dan kedua terbanyak pada bayi dan anak-anak. Biasanya menyebabkan

pneumonia dan infeksi telinga. Meningitis sering disertai dengan infeksi telinga,

dan tidak diketahui mana yang datang terlebih dahulu.

Gambar 12. Streptococcus pneumonia

2. Neisseria meningitidis. Sering terdapat pada saluran napas bagian atas.

Merupakan penyebab terbanyak meningitis pada bayi dan anak-anak. Menular

dari orang ke orang melalui udara, maupun kontak.

Gambar 10 N. Meningitidis

3. Haemophilus influenzae. Sering disertai ISPA, OMA, dan sinusitis.

Gambar 11. H. influenzae

4. Mycobacterium tuberculosae.

21

Infeksi Intrakranial

5. Lysteria monocytogenes. Terdapat paling sering di udara, dan binatang

peliharaan. Menular melalui makanan yang tercemar. Mudah mati karena system

imun dalam tubuh manusia. Wanita hamil, manula dan bayi sangat rentan

terhadap bakteri ini. L. monocytogenes dapat menembus sawar placenta dan

infeksi pada kehamilan masa tua dapat menyebabkan kematian langsung pada

bayi atau kematian tidak lama setelah bayi itu lahir.

6. Virus RNA: morbili, rubella,

7. Virus DNA: Herpes, Varicella-Zooster, CMV. HSV1 yang sering menyebabkan

ensefalitis.

8. Arbovirus, biasanya dari nyamuk: EEE, WEE, St.Louis, West Nile virus, Japanese

encephalitis virus

9. Jamur. Jarang terjadi namun Cryptococcal meningitides sering terjadi pada orang-

orang dengan imunodefisiensi seperti pada AIDS dan juga diabetes.

10. Amuba. Jarang terjadi. Naegleria fowleri menyebabkan Primary Amoebic

Meningoencephalitis (PAM).* Pertama ditemukan pada tahun 1965, dengan

kasus kurang dari 100 di Amerika. PAM tidak menular dari orang ke orang, tetapi

masuk melalui saluran napas saat seseorang sedang menyelam, atau terjun ke

air. PAM dapat menyerang orang dengan system imun yang kuat, kebanyakan

menyerang orang muda. Tanpa penanganan yang adekuat, penderita dapat

meninggal dalam 3- 10 hari.

Pencegahan

Mencegah infeksi SSP dapat dilakukan dengan ara :

1. Cuci tangan secara menyeluruh dan sering dengan sabun dan air mengalir. Cuci

tangan sangat penting setelah mengganti popok, menggunakan toilet, batuk atau

membuang tissue.

2. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi seperti gagang pintu, remote control

dengan sabun dan air.

3. Tutup mulut ketika batuk dengan tissue atau arahkan batuk ke lengan atas.

Setelah menggunakan tisue, dibuang ke tempat sampah lalu cuci tangan.

4. Hindari mencium atau berbagi gelas minum, alat makan, lipstick atau barang-

barang lainnya dengan orang yang sakit atau dengan orang lain ketika anda sakit.

5. Vaksinasi dapat melindungi anak dari beberapa bentuk meningitis

22

Infeksi Intrakranial

a. BCG

Vaksinasi BCG diberikan sebelum berumur 3 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan

menganjurkan vaksinasi BCG pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya

dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji

tuberkulin negatif. Vaksinasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Vaksin BCG

merupakan virus hidup, maka tidak diberikan pada pasien dengan sistem

kekebalan tubuh rendah (leukimia, anak yang sedang dapat pengobatan

steroid jangka panjang, atau penderita infeksi HIV).

Vaksin BCG disuntikkan di daerah lengan kanan atas sesuai

anjuran WHO, karena lebih mudah dilakukan (jaringan lemaknya, koreng

yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat dibandingkan

pemberian di daerah pantat dan paha, dan sebagai tanda baku untuk

keperluan diagnosa apabila diperlukan. Vaksin BCG diberikan secara

Intrakutan 1/3 lengan atas kanan (deltoid) dengan dosis 0.5cc.

b. Campak

Vaksin campak disuntikkan pada umur 9 bulan. Dari hasil studi

Badan Penelitian & Pengembangan dan Dirjen PPM&PL Kmeneterian

Kesehatan di 4 provinsi, 18,6%-32,6% anak sekolah mempunyai kadar

campak dibawah batas perlindungan, sehingga dijumpai kasus campak

pada anak usia sekolah. Beberapa provinsi masih melaporjan kejadian

luar biasa (KLB) campak.

Karena selain vaksinasi umur 9 bulan, vaksinasi campak diberikan

pada kesempatan kedua (Second oppurtunity pada crash program

campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6. Crash program campak

ini telah dilakukan secara bertahap (5 tahap) di semua provinsi pada

2006 dan 2007.

Selanjutnya vaksinasi campak dosis ke-2 diberikan pada program

BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yaitu secara rutin pada anak

sekolah SD kelas 1. Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-

18 bulan dan ulangan umur 6 tahun; ulangan campak SD kelas 1 tidak

diperlukan. Vaksin Campak diberikan dengan dosis 0.5cc subkutan pada

lengan atas kiri (deltoid).

23

Infeksi Intrakranial

c. MMR

Vaksin MMR disuntikkan pada umur 15-18 bulan, dengan jarak

minimal 6 bulan antara vaksinasi campak (umur 9 bulan) dan MMR.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan banyak lembaga penelitian termuka

di Amerika Serikat dan Eropa melalui berbagai kajian epidemiologi dan

statistik menyatakan tidak ada hubungan antara MMR dan autisme.

Apabila seorang anak telah mendapat vaksinasi MMR pada umur

12-18 bulan dan 6 tahun, maka vaksinasi campak tambahan pada umur 5-

6tahun tidak perlu diberikan. Ulangan vaksinasi MMR diberikan pada

umur 6 tahun. Penyuntikan Vaksin MMR diberikan secara

intramuskular/subkutan.

d. Hib

Vaksin Hib disuntikkan pada umur 2, 4 dan 6 bulan, dapat

diberikan dalam bentuk vakisin kombinasi DPT-Hib, DPT-Hib-Polio.

Vaksin Hib perlu diulang pada umur 15 bulan. Apabila anak datang pada

umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.

Pemberian vaksin kombinasi, bertujuan mempersingkat jadwal

vaksinasi, mengurangi kunjungan. Selain vaksin kombinasi DPT dengan

Hib, Kementerian Kesehatan memberikan vaksin kombinasi DPT dengan

Hepatitis B. Pemberian vaksin Hib dilakukan pada paha mid anterolateral

bila usia kurang dari 2 tahun, bila usia lebih dari 2 tahun disuntikkan

pada deltoid.

e. PCV

Terdapat 2 jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia,

yaitu vaksin pneumokokus polisakarida murni 23 serotipe disebut

pneumococcal polysacharide vaccine (PPV23). Vaksin pneumokokus

generasi kedua berisi vaksin polisakarida konjugasi 7 serotipe yang

disebut pneumococcal conjugate vaccine (PCV7). Dalam waktu dekat, akan

masuk dan beredar ke Indonesia bvaksin polisakarida konjugasi 10

serotipe (PCV 10) dan serotipe 13 (PCV13).

Vaksin polisakarida konjugasI (PCV 7,10 dan 13) atau dikenal

sebagai imunisasi untuk IPD (Invasive Penumococcus Disease) dapat

24

Infeksi Intrakranial

disuntikkan mulai umur 2 bulan dan kekebalan berlangsung lama.

Sedangkan Vaksin penumokokus polisakarida murni 23 serotipe (PPV23),

diperuntukkan pada lansia (umur >60tahun).

Vaksin PCV diberikan sejak usia 2 bulan sampai 9 tahun. Dapat

diberikan bersama vaksin lain misalnya DPT, TT, Hib, Hepatitis B,MMR

atau Varicella, menggunakan spuit terpisah. Setiap vaksin diberikan pada

sisi badan yang berbeda. Vaksin PCV diberikan dengan dosis 0.5cc secara

intramuskular.

A. Meningitis

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)

disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial

otak dan medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan

subaraknoida dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening

medula spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu

merupakan suatu proses serebrospinal.7

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter

(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan

mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis merupakan

peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan

meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah

leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS).8

Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun sudah ada

kemoterapeutik, yang secara in vitro mampu membunuh mikroorganisme penyebab

infeksi tersebut. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0-14 tahun karena

di usia inilah resiko cenderung menjadi besar. Ini akibat infeksi Haemophilus influenzae

maupun Pneumococcus.

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada airan otak, meningitis dibagi menjadi dua

golongan yaitu meningitis serosa dan purulenta. Meningitis serosa adalah radang

selaput otak arakhnoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab

terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain seperti virus,

Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

25

Infeksi Intrakranial

Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piamater yang

meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumonia,

Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus

influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.

Sauran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan ini. Bakteri-bakteri

ini disebarkan padaorang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-

sekresi tenggorokan yang masuk melalui jalur hematogen, memperbanyak diri dalam

diri didalam darah, masuk ke dalamcairan serebrospinal selanjutnya memperbanyak

dir didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.

Meningitis bakterialis lebih sering terjadi pada anak-anak. Infectious agent

meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu.

Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme yang paling menyebabkan

meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan.

Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan – 12 tahun disebabkan

oleh H.influenza, Streptococcus pneumoniae atau Neisseria meningitidis. Pada anak-anak

berusia lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya terjadi akibat infeksi S.pneumoniae,

atau N.meningitidis. Penyebab tersering merupakan dari bakteri. Gejala meningitis

berbeda pada masing-masing usia.

1. neonatus, bayi premature. Gejala tidak khas

- demam, pada 50% kasus saja

- tidak mau minum

- ikterus dan sepsis (sepsis pada neonatus selalu curigai meningitis)

- lemah, kesadaran menurun, napas tidak teratur, muntah-muntah

- UUB tegang dan membonjol

2. bayi 3 bln- 2 th

- demam, muntah-muntah, gelisah

- high-pitched cry

- kejang berulang

3. anak dan dewasa, tanda-tanda mulai khas

- demam, muntah, sakit kepala, fotofobi

26

Infeksi Intrakranial

- mengantuk, penurunan kesadaran sampai koma

- kejang

- kaku kuduk +, Brudzinski dan Kernig +

Gambar 6. Gejala Klinis Meningitis

Berbeda dengan meningitis bakterialis, meningitis tuberkulosa memiliki 3 fase:

1. fase prodromal

- berlangsung 2-3 minggu

- demam tidak terlalu tinggi, malaise, muntah

- belum ada gangguan neurologist

2. fase transisi/ meningitik

- saraf otak yang terkena: III, IV, VI, VII

- gejala neurologik nyata: meningismus, sefalgia, muntah-muntah, paresis,

klonus pada patella, sopor, Brudzinski dan Kernig +, refleks abdomen –

3. fase paralitik

- fase percepatan penyakit

- penurunan kesadaran bisa sampai koma

- pupil tidak bereaksi

- spasme klonik pada ekstremitas

- demam tinggi, napas tidak teratur

- hidrosefalus pada 2/3 kasus

27

Infeksi Intrakranial

Ketiga fase tersebut tidak jelas batas-batasnya, biasanya berlangsung 3 minggu

sebelum terapi sebelum pasien meninggal.

Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great

Britain (1948) :

1. Stadium I :

Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. GCS 15, tidak

didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Tanpa defisit fokal. Penderita tampak

tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.

2. Stadium II :

Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal, GCS 11-14

3. Stadium III :

Gejala diatas disertai penurunan kesadaran, GCS ≤ 10.11

Kriteria diagnostik dari meningitis TB menurut Thwaites dkk dalam Journal of

Infectious Disease 2005 adalah:

1. Definitif :

Klinis meningitis / meningoensefalitis

Analisa CSF tidak normal

Pewarnaan BTA + pada CSS (secara mikroskopis) dan atau kultur + untuk M.

Tuberkulosis dan atau PCR TB positif.

2. Probable

Klinis meningitis atau meningoensefalitis

Analisa CSF tidak normal

Salah satu dari

BTA ditemukan pada jaringan lain

Foto torak sesuai dengan TB paru aktif

3. Possible

Klinis meningitis atau meningoensefalitis

Analisa CSF tidak normal

Salah satu dari :

Riwayat TB

Sakit > 5 hari

28

Infeksi Intrakranial

Gangguan kesadaraan

Tanda neurologis fokal

Dominasi mononuklear pada CSS

Rasio glukosa serum dengan LCS <0,5, CSS berwarna kekuningan

(xantokrom) 11

Patogenesis

1. hematogen. Didahului infeksi awal dari tempat lain seperti faringitis, tonsillitis,

infeksi gigi, dan endokarditis

2. perkontinuitatum. Berasal dari sinusitis, mastoiditis, abses otak

3. implantasi langsung seperti pada trauma kepala terbuka, bedah otak, dan punksi

lumbal

4. pada neonatus dapat terjadi dari aspirasi cairan amnion atau juga transplasental.

Patofisiologi pada meningitis tuberkulosa agak berbeda dengan meningitis

bakterialis dan ensefalitis. Penyebaran basil secara hematogen, dari infeksi terutama

saluran napas, akan membentuk tuberkel di meningen atau medulla spinalis. Adanya

rangsangan seperti trauma, system imun yang turun, atau mungkin tanpa rangsangan,

akan menyebabkan tuberkel pecah sehingga basil dan antigennya masuk ke ruang

subaraknoid atau ventrikel, menyebabkan reaksi peradangan.

Diagnosa pasti dengan pemeriksaan CSF dengan punksi lumbal. Karena meningitis

bacterial bersifat progresif maka bisa didapatkan hasil normal. Namun perlu dilalukan

ulangan setelah 8 jam pada anak dengan sepsis dan demam tidak turun-turun serta

terdapat rangsang meningeal. Gambaran hari I, sel PMN dominant sampai 95%, protein

akan meningkat sampai 75%, serta glukosa bisa menurun sampai 20% atau negative.

Pada meningitis bakterialis diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, riwayat

kontak dengan pasien TBC, serta kultur CSF ditemukan BTA.

Etiologi

1. Meningitis Viral

29

Infeksi Intrakranial

Enteroviruses

menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.

Enterovirus merupakan family Picornaviridae dan termasuk

echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan sejumlah

enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering,

sama dengan prevalensi rhinoviruses (flu biasa)

Enterovirus sering di musim panas dan awal musim gugur,

kecenderungan mereka untuk menyebabkan infeksi selama bulan-

bulan hangat karena merupakan faktor reisko utama dalam

insiden meningitis aseptik

Arbovirus

menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara

Penularan karena paparan nyamuk atau kutu

Jumlah infeksi tertinggi di musim panas dan awal musim gugur,

karena populasi nyamuk tinggi.

Kejang lebih sering terjadi dengan meningitis arboviral

dibandingkan dengan kelompok lain dari virus.

Cacar/mumps:

Family dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama

dari meningitis dan meningoensefalitis.

Laki-laki 16-21 tahun berada pada risiko tertinggi untuk terkena

infeksi ini , dengan 03:01 pria / wanita rasio

Virus keluarga herpes:

HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6 secara

kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan

HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.

Lymphocytic choriomeningitis virus:

LCMV masuk ke dalam keluarga arenaviruses. Saat ini adalah

jarang penyebab meningitis, virus ditransmisikan ke manusia

melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi mereka. Mereka

berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium, pemilik

binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.

Adenovirus:

30

Infeksi Intrakranial

Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada

individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama

pada pasien AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan

infeksi saluran nafas atas.

Campak:

Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.

Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan

perkuliahan.

2. Meningitis Bakterialis

Neisseria meningitidis 

Menyebabkan meningococcal meningitis, meningitis yang umum terjadi

pada anak-anak dan remaja,  dan merupakan satu-satunya meningitis

yang menyebabkan KLB.

Bakteri ini sangat mudah menular dan hanya terdapat pada manusia.12, 13

Dua belas jenis kelompok bakteri ini telah diidentifikasi, 5 diantaranya

(yang dapat menyebabkan KLB) adalah kelompok A, B, C, W135 dan X.13

Haemophilus influenzae 

Penyebab utama meningitis pada bayi dan anak-anak  di bawah usia 6

tahun sebelum tahun 1986.12

Streptococcus pneumonia 

Merupakan penyebab utama meningitis pada anak-anak pada masa

sekarang.

Bakteri ini berasal dari infeksi sinus atau telinga atau pneumonia.11

Listeria monocytogenes

Merupakan bakteri yang berada di sekitar kita.

Bakteri ini tidak dengan mudah menginfeksi orang, tetapi wanita hamil

sangat beresiko terinfeksi bakteri ini.12

Staphylococcus aureus dapat terlihat saat mengalami luka di kepala atau bedah

otak.12

Epidemiologi

31

Infeksi Intrakranial

Virus encephalitis B Japaneese, patogen tersering pada meningitis virus di dunia,

menyebabkan lebih dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan

menyebabkan 200-300 kali penjumlahannya dari infeksi subklinis.

Kejadian meningitis bakteri diperkirakan sekitar 5 sampai 10 kasus per 100.000

orang per tahun.* Meningitis bakteri jauh lebih umum di negara-negara berkembang

dan di kawasan-kawasan geografis tertentu, seperti di Afrika, dimana kejadian yang

diduga adalah 70 kasus per 100.000 orang per tahun. Sejak tahun 1960, kejadian

penyakit meningococcal setiap tahun di Amerika Serikat adalah 0,9 sampai 1,5 per

100.000 penduduk. Kejadian ditemukan paling tinggi pada bayi-bayi yang berusia di

bawah 1 tahun, dimana 7,1 kasus per 100.000 penduduk dilaporkan pada tahun 2001,

dibandingkan dengan hanya 1,8 per 100.000 orang yang berusia 1-4 tahun, 0,7 pada 5-

17 tahun dan 0,7 pada 18-34 tahun.

Menurunnya tingkat meningitis bakterialis secara drastis dapat diperkirakan

akibat Hemophilus influenzae tipe b yang juga menurun secara dramatis sejak

ditemukannya vaksin H. influenzae.* Dengan meluasnya penggunaan vaksin konyugat

H. influenzae tipe b yang dimulai tahun 1990, kejadian penyakit infeksi H. influenzae

tipe b diantara anak-anak balita berkurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk di era

vaksin menjadi 0,3 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 1996. Pada tahun 1996,

kejadian penyakit invasif H. influenzae tipe b, seperti meningitis dan sepsis, pada anak-

anak balita telah berkurang lebih dari 99 persen.

Adapun faktor risiko tinggi ditemukan pada:

- anak-anak usia di bawah 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering daripada anak

perempuan. Anak dengan BBLR, prematur, dan malnutrisi lebih rentan

- orang-orang yang tinggal di suatu komunitas padat seperti asrama, kamp

militer, dan tempat penampungan anak

- kehamilan, dimana L. monocytogenes merupakan penyebab tersering dari

meningitis pada saat kehamilan. Partus lama, ketuban pecah dini (terlebih

jika ketuban berwarna hijau dan bau), infeksi pada masa akhir kehamilan

akan mempermudah terjadinya sepsis

- Orang-orang yang bekerja atau selalu terpapar dengan binatang

- Imunodefisiensi, atau pemberian imunosupresan

Tatalaksana

32

Infeksi Intrakranial

Meningitis bakterialis:

- antikonvulsi: Diazepam IV 0.2-0.5mg/kgBB. Bila kejang telah berhenti

dilanjutkan dengan Fenolbarbital IM 10-20mg/kgBB selama 24 jam dan

dilanjutkan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari. Bila kejang belum berhenti

dengan 2x diazepam, lanjutkan dengan Fenitoin IV 10-20mg/kgBB/menit,

dan 5mg/kgBB/hari 24 jam kemudian.

- Kortikosteroid: Dexamethasone IV 0.5mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis

rumatan 0.5 mg/kgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 4 hari. Diberikan 30

menit sebelum pemberian antibiotika. Terbukti mengurangi mortalitas dan

kecacatan pada kasus ringan dan sedang.

- Antibiotik: sebelum ada hasil biakan, berikan Ampisilin 200-300mg/kgBB/

hari dan kloramfenikol 100mg/kgBB/hari pada anak dan 50mg/kgBB/hari

pada neonatus secara IV. Lama terapi pada bayi dan anak 10-14 hari,

sedangkan pada neonatus selama 21 hari. Setelah ada hasil biakan,

sesuaikan antibiotic dengan hasil tersebut.

- Suportif: cairan IV bila terdapat asidosis. Kompres atau Paracetamol

10mg/kgBB/hari untuk antipiretik.

Meningitis tuberkulosa:

- OAT: INH oral 10-20mg/kgBB/hari, maks 300mg/hr, selama 12 bulan.

Rifampisin oral 10-20mg/kgBB/hr sebelum makan selama 12 bulan. PZA

oral 20-40mg/kgBB/hr, maks 2g/hr selama 2 bulan. Etambutol

15-25mg/kgBB/hr, maks 2.5g/hr selama 12 bulan.

- Kortikosteroid sebagai terapi adjuvan: prednisone 1-2mg/kgBB/hr selama

4 minggu dan tapering off selama 4 minggu kemudian

- Terapi suportif

Upaya rehabilitasi medis, seperti terapi bicara, fisioterapi, terapi okupasi, perlu segera

dilakukan begitu memungkinkan.

Komplikasi

33

Infeksi Intrakranial

Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari meningitis antara lain :

1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma atau kelumpuhan.

2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena

adanya infeksi oleh kuman.

3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal

yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinal.

4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak

5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.

6. Arteritis pembuluh darah otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah

di otak.

7. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena

adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada

jaringan otak.

8. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran

pendengaran.

9. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental

yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.

Prognosis

Sangat tergantung dari factor resiko dan cepatnya penanganan yang tepat.

Prognosis pada pasien berumur <3th umumnya buruk. 18% dari kasus yang hidup

memiliki gejala2 neurologik, namun kecerdasan tetap normal.

B. Ensefalitis

34

Infeksi Intrakranial

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme

(Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat

mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.

Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat

terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik

atau vaksinasi terdahulu.

Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

Infeksi virus yang bersifat endemic:

1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,

Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring

summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,

Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang

dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-

vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti

infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. 17

Gejala ensefalitis terkenal dengan trias ensefalitis yaitu demam, kejang, dan

penurunan kesadaran. Selebihnya gejala-gejala ensefalitis adalah adanya demam akut,

dengan kombinasi kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis

dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski +, gerakan involunter, ataxia,

nystagmus, kelemahan otot-otot wajah. Sebelumnya, ensefalitis biasa diawali dengan

gejala-gejala ISPA, atau penyakit GIT.

Apabila ditemukan gejala tersebut beserta gejala2 meningitis, kemungkinan

pasien terkena meningo-ensefalitis, dimana peradangan pada otak sudah meluas

sampai ke selaputnya.

Pemeriksaan Penunjang ensefalitis:

1. Biakan: Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar sehingga sukar untuk

mendapatkan hasil yang positif. Dari LCS akan didapat gambaran jenis kuman

dan sensitivitas terhadap antibiotika. Dari feses untuk jenis enterovirus sering

35

Infeksi Intrakranial

didapat hasil yang positif. Dari swap hidung dan tenggorokan juga sering didapat

hasil kultur positif.

2. Pemeriksaan serologis: uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji

neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.

IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

3. Pemeriksaan darah: terjadi peningkatan angka leukosit.

4. Punksi lumbal: LCS sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan

sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

5. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan

kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf,

bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik

berbeda dari pola normal irama dan kecepatan

6. CT scan  Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa

pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus

seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus

inferomedial temporal dan lobus frontal

Tekanan LCS Protein Hitung Sel Glukosa

Meningitis

bakterialis

↑ ↑↑ >50 PMN Rendah

Meningitis

viral

N N atau ↑ Lifosit N

Meningitis

tuberculosis

N atau ↑ ↑ Pleositosis

atau

limfositosis

Rendah

Ensefalitis N atau ↑ ↑ Limfositosis N

LCS Normal Bakteri Virus TBC Toxoplasma Jamur

Warna Jernih Keruh/ jernih Jernih- jernih Jernih

36

Infeksi Intrakranial

purulen keruh

∑ sel <4 100-10.000 - 10-500 - 25-500

Sel

dominan

L PMN M L/M M M

Tekanan

(mmH2o)

70- 180 ↑↑ N N/↑↑ N/ ↑↑ ↑↑↑

Protein

(mg/dl)

<50 ↑↑ N/ sedikit

↑↑ N ↑↑

Glukosa

(mg/dl)

50-75 ↓↓ N/↓ ↓↓ N ↓↓

Tabel 3. Perbandingan hasil Lumbal Pungsi

Patofisiologi

Virus masuk melalui gigitan nyamuk atau udara ke dalam tubuh manusia menuju

system limfatik dan berkembang biak. Selanjutnya virus melalui darah menuju SSP. Ada

yang menyebabkan destruksi langsung pada sel neuron, ada juga yang karena reaksi

antigen antibody jaringan saraf menyebabkan demyelinisasi, kerusakan vaskuler dan

perivaskuler. Keduanya akan menyebabkan timbulnya gejala2 neurologik.

37

Infeksi Intrakranial

Gambar 8. Patofisiologi Ensefalitis

Epidemiologi

Kasus ensefalitis ditemukan meningkat pada musim hujan, mengingat vector

penularan virus arbovirus dan entero virus merupakan nyamuk. Di Amerika dilaporkan

jumlah pasien ensefalitis sebanyak 0.59 per 100.000 penduduk dengan factor resiko

anak umur 5-14 tahun sebanyak 32%, 15-64 tahun 19% dan di atas 64 tahun sebanyak

12%. (Farley, 2006) Sedangkan di Jepang dilaporkan pasien ensefalitis sebanyak 3.3 per

100.000 penduduk dan insiden ensefalitis post vaksinasi pada anak berumur di bawah

4 tahun sebanyak 6.6 per 100.000 penduduk. (Hom J, 2006)

Tatalaksana

- antikonvulsi: diazepam IV 0.3-0.5mg/kgBB, rectal 5 -10 mg, fenolbarbital 8-

10mg/kgBB/hari dosis awal dan dosis maintenance 4-5mg/kgBB/hari

- Antiviral : jika sangat dicurigai HSV terapi dengan acyclovir

60mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis untuk neonatus dan anak-anak

sampai usia 12 tahun. Remaja & dewasa, 30mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3

dosis. Jika dicurigai penyebabnya adalah CMV ensefalitis diberikan

Gancyclovir 7-10mg/kgBB/kali.

- Pemberian kortikosteroid pada ensefalitis tidak dianjurkan.

- Antipiretik : Paracetamol 1-15mg/kgBB/hari, kompres

- menurunkan TIK: manitol IV 1.5-2mg/kgBB selama 1 jam setiap 12 jam.

- Antibiotik bila didapatkan infeksi sekunder

- Suportif, seperti koreksi cairan dan elektrolit, serta makanan tinggi kalori

protein

Prognosis

Angka kematian 35-50% sedangkan pasien hidup dengan gejala sisa terdapat

sebanyak 20-40%. Gejala sisa dapat berupa parestesis/ paralysis, epilepsy, RM,

gangguan tinggah laku, korea, gangguan pengelihatan dan gangguan pendengaran.

C. Abses Serebri

38

Infeksi Intrakranial

Abses serebri merupakan infeksi pyogenik yang terbatas pada jaringan

parenkimal otak. 40% Infeksi supuratif pada jaringan parenkimal otak berasal dari

infeksi lokal yang berdekatan (sinus paranasal, telinga tengah dan sel mastoid).

Disamping itu perlu dipertimbangkan juga penyebab sekunder dari infeksi paru

supuratif (abses paru, bronkiektasis dan endokarditis bakterialis). Diperkirakan insiden

abses otak relatif tetap stabil di era antibiotik.13 Abses bisa berasal dari organisme

aerobik gram + (Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus) dan juga gram – (E.coli, H.

influenzae, Pseudomonas), organisme anaerobic, jamur, dan parasit seperti E.

hystolitica. Perlu diperhatiknan pada abses otak sering terjadi peningkatan TIK

sehingga pemeriksaan dengan punksi lumbal biasanya tidak dilakukan karena bahaya

herniasi. Penegakan diagnosis sering dilakukan dari gejala klinik, lekositosis,

peningkatan LED, serta dengan CTscan dimana ada pelebaran sutura. Biopsy dilakukan

untuk menyingkirkan kemungkinan tumor, sedangkan untuk mengetahui organisme

penyebab.

Sekitar 1/3 dari seluruh kasus abses otak adalah akibat metastatis (hematogen),

dan 20% kasus dengan sumber yang tidak diketahui. Diagnosis dini dan terapi yang

adekuat dan tepat dapat memberikan prognosis yang baik.13

Etiologi

Sebenarnya, penyakit abses otak jarang terjadi. Biasanya merupakan akibat dari :

Adanya penyebaran infeksi di bagian lain dari kepala (misalnya gigi, hidung, atau

telinga).

Adanya cedera kepala yang menembus ke otak.

Adanya infeksi di bagian tubuh yang lain, yang disebarkan melalui darah.

Sinusitis radang rongga paranasal,

Sinusitis frontalis dan sinusitis maksilaris,

Infeksi mata,

Infeksi wajah, dan lain-lain.

Patogenesis13

Mekanisme infeksi pada abses serebri:

Penyebaran langsung dari fokus primer (>50% kasus), seperti sinusitis, infeksi gigi,

telinga tengah, mastoid, yang dapat langsung menembus duramater atau tidak

langsung mengikuti vena.

39

Infeksi Intrakranial

Penyebaran melalui darah (25% kasus), berasal dari infeksi primer paru, jantung,

dan kulit. Separuh dari seluruh kasus abses hematogen berhubungan dengan

infeksi kronis paru (bronkiektasis, abses paru).

Paparan langsung organisme sebagai akibat trauma tembus kepala atau komplikasi

tindakan bedah saraf (35-40% kasus).

Stadium pembentukan abses serebri :

Stadium serebritis awal (hari 1-3) reaksi radang perivaskular yang

mengelilingi daerah nekrotik, disertai edema.

Stadium serebritis lanjut (hari 4-9) munculnya fibroblas dan neovaskular

di tepi daerah nekrotik.

Stadium pembentukan kapsul awal (hari 10-13) pembentukan lapisan

fibroblas yang sempurna dengan serebritis yang menetap dan

neovaskularisasi.

Stadium pembentukan kapsul lanjut (>hari 14 ) penebalan kapsul yang

kaya akan kolagen yang reaktif.

Manifestasi Kinik

Abses otak biasanya muncul sebagai suatu proses subakut dan gejala timbul dalam

waktu 2 minggu. Tetapi bila lokasi di temporal cukup luas, maka gejala dapat timbul

secara akut (hari) atau kronik (bulan). Hal ini tergantung dari penekanan efek massa di

otak.12

Trias gejala klinis yang klasik adalah sakit kepala (75%), demam (40-80%) dan

defisit neurologis fokal (50%). 4-6

Sign or Symptom Approximate FrequencyHeadache ~ 75%Mental Status Change ~50%Fever 40 – 80% (higher % in children)Motor Weakness (e.g Hemiparesis) 30%Cranial Nerve Palsies 15 – 30%Seizures 25 – 45%Nause & Vomiting 20 – 50%Nuchal Rigidity 25 – 30%Papilloedema 25 – 30%Aphasia ~10%

40

Infeksi Intrakranial

Table 4. Frequency of Common Signs & Symptoms in Brain Abscess

Manifestasi klinis lebih dominan akibat tekanan intrakranial yang meningkat

dibandingkan dengan tanda-tanda infeksi. Variasi gejala tergantung antara lain oleh :

derajat virulensi, status imunologis, lokasi abses, jumlah lesi dan adanya meningitis /

ruptur ventrikel. Abses serebellum ditandai dengan nistagmus, ataksia ipsilateral dan

dismetria, muntah dan sakit kepala. Jika abses pecah ke dalam rongga ventrikel, syok

berat dan kematian biasanya terjadi.

1. Sakit kepala. Paling sering dijumpai, biasanya menetap.

2. Muntah. Sering pada pagi hari karena selama tidur CO2 meningkat menyebabkan

aliran darah meningkat dan TIK juga meningkat.

3. Papiledem. Ditemukan pada 40% kasus. Tidak ditemukan pada pasien < 2th

4. Kejang

5. Iritabel, mengantuk, stupor, rangsang meningeal. Bila disertai penurunan

kesadaran, prognosis bisa menjadi buruk.

6. Demam, lekositosis

Diagnosis

Jumlah sel darah putih dapat normal atau meningkat, dan biakan darah adalah

positif hanya pada 10% kasus. Pemeriksaan cairan serebrospinal (LCS) menunjukkan

hasil yang berbeda-beda; sel darah putih dan protein dapat normal atau sedikit

meningkat. Glukosa mungkin sedikit rendah dan biakan LCS jarang positif. Karena

pemeriksaan LCS jarang berguna dan pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi tonsil

serebellum, tindakan ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak yang dicurigai abses otak.

Pada lebih dari 80% kasus, pemeriksaan EEG memperlihatkan pelambatan setempat.

Pemeriksaan menggunakan CT-scan dan MRI merupakan metoda yang paling dapat

dipercaya untuk memperagakan pembentukan serebritis dan abses.

Terapi

Manajemen awal abses otak adalah diagnosis segera dan pemberian regimen

antibiotik yang didasarkan atas kemungkinan penyebab dan organisme yang paling

mungkin. Dalam kasus dimana penyebab belum diketahui, digunakan kombinasi

41

Infeksi Intrakranial

Nafsilin atau Vankomisin dengan antibiotik golongan Sefalosporin generiasi III dan

metronidazol. Pilihan antibiotik harus diubah bila hasil biakan dan sensitivitas tersedia.

Abses akibat dari luka tembak, trauma kepala, atau sinusitis harus diterapi dengan

kombinasi Nafsilin atau Vankomisin, Cefotaxime dan Metronidazol, sedangkan terapi

awal lesi akibat dari penyakit jantung sianosis adalah penisilin dan metronidazol.

Abses akibat shunt ventrikulo-peritoneum yang terinfeksi pada mulanya dapat

diterapi dengan Vankomisin dan Seftazidim. Bila otitis media atau mastoiditis

merupakan penyebab yang mungkin, Nafsilin atau Vankomisin bersama dengan

Seftazidim dan Metronidazol terindikasi. Pada asus dimana meningitis sitrobakter

(sering pada neonatus) yang menyebabkan abses, sefalosporin generasi III digunakan

dan aminoglikosida dipertimbangkan.

Pada penderita dengan tanggap imun yang lemah, digunakan antibiotik

spektrum luas, dan terapi amfoterisin B harus dipertimbangkan. Manajemen bedah

abses otak telah berubah sejak adanya CT-san. Pada awal stadium serebritis atau

dengan abses multiple, dapat digunakan antibiotik saja. Lama terapi antibiotik

tergantung pada organisme dan respons terhadap terapi, namun biasanya memerlukan

3 sampai 4 minggu.

Prognosis

Mortalitas abses telah menurun secara bermakna sekitar 5 – 10% dengan

penggunaan CT-san atau MRI dan antibiotik segera serta manajemen bedah. Faktor-

faktor yang terkait dengan mortalitas yang tinggi pada saat masuk adalah abses

multiple, koma dan kurangnya fasilitas CT-scan. Skuele jangka panjang terjadi pada

setidaknya pada 50% dari penderita yang bertahan hidup dan meliputi hemiparesis,

kejang, hidrosefalus, kelainan saraf kranialis dan masalah belajar dan perilaku.

D. Meningo-Ensefalitis

Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi

otak dan medula spinalis).

Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput

pembungkus otak dan medulla spinalis.

Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan

otak.

42

Infeksi Intrakranial

Epidemiologi

Diperkirakan insiden tahunan di UK sebesar 4 per 100,000. Infeksi paling sering

berat pada anak-anak dan orang tua. Herpes simpleks dapat menyebabkan limfositik

meningitis jinak pada orang dewasa, tapi biasanya menghasilkan ensefalitis berat pada

neonatus.13

Etiologi

Etiologi meningonecephalitis sama dengan etiologi encephalitis. Infeksi HIV

meningkat dengan tajam; toxoplasmic meningoencephalitis merupakan satu dari infeksi

oportunistik yang dapat terlihat pada pasien yang terinfeksi HIV.5 

Meskipun HSV 1 (biasanya, tipe 2) dapat menyebabkan meningoencephalitis,

gambarannya sangat jelas berbeda dengan infeksi virus B, penyakit SSP yang

disebabkan oleh cercopithecine herpes virus 1, suatu jenis virus yang sangat dekat

dengan HSV. Virus ini menyebabkan meningkatnya kejadian encephalomyelitis pada

dokter hewan, petugas laboratorium, dan orang-orang yang sering kontak dekat dengan

kera yang berasal dari belahan timur bumi atau kontak dengan kultur sel kera. Setelah

masa inkubasi yang berlangsung antara 3 hari sampai dengan 3 minggu maka akan

terjadi demam akut disertai dengan sakit kepala, lesi lokal berbentuk vesikuler,

lymphocytic pleocytosis dan berbagai pola gejala neurologis yang berbeda.13

Diagnosis13-15

Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala meningitis seperti

demam, sakit kepala, kekakuan pada leher, vomiting, diikuti oleh penurunan

kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda-tanda neurologik, tanda

peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatri. Mungkin juga

gejala-gejala yang muncul berhubungan dengan infeksi di bagian tubuh lain. 

Gejala–gejala ensephalitis yang muncul berupa gejala peningkatan tekanan

intrakranial seperti sakit kepala, vertigo, nause, konvulsi dan perubahan mental.

Gejala lain yang mungkin timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik,

dan kekakuan leher. 

Penegakan diagnosis dilakukan dengan prosedur seperti yang dilakukan pada

meningitis dan eksefalitis diantaranya pemeriksaan cairan serebrospinal;

43

Infeksi Intrakranial

pemeriksaan darah termasuk didalamnya kultur; pemeriksaan imaging,

diantaranya CT scan, MRI dan elektroencephalogram

Diagnosis banding13-15

Meningitis

Behcet's syndrome

Systemic lupus erythematosus

Multiple sclerosis

Syphilis

Intracerebral tumour

Leukemia

Lymphoma

Prognosis

Prognosis tergantung pada umur pasien dan penyebab yang mendasari. Prognosis

terburuk terjadi pada pasien herpes simplex encephalitis dan subacute sclerosing

panencephalitis.13-15

Bab 3. Penutup

Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan

kondisi yang mengancam jiwa. prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis

pathogen yang menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan

anti biotic yang efektif secepat mungkin.

Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan

sekuelae yang bernakna pada penderita.

Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting dalam pengobatan

meningitis bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik.

Oleh karena analisis LCS, biopsy, dan analisis laboratorium merupakan Gold

standard untuk mengidentifikasi pathogen penyebab meningitis, neuroimaging

merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menggambarkan letak lesi pada

otak dan medulla spinalis. Gambaran pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan

44

Infeksi Intrakranial

menentukan tatalaksana terapi selanjutnya. khususnya, neuroimaging memiliki peran

yang sangat penting pada penyakit-penyakit oportunistik, bukan hanya untuk

penegakan diagnosis, namun juga untuk memantau respon terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1) Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna. Mekanisme Infeksi

Susunan Saraf. Jakarta: ECG.2008. hal.312-313

2) Moore KL, Agur AM. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.

3) Susunan Saraf. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 303-331.

4) Fauci, Branwald, Kasper et al. Infection Disease; Harison’s Principle of Internal

Medicine 17th Ed, 2008.

5) Stephen J, Mc Phee MD, William F MD, Nervous System Disorder , Lange

Pathophisiology. Mc Graww Hill, 2006.

6) Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, 2006; 161-167.

45

Infeksi Intrakranial

7) Workshop Neuro-Infeksi 1 “Hand out workshop Neuro-infeksi”. Jakarta:

Perhimpunan dokter spesialis saraf. Feb 2011.

8) Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. FK Bagian Bedah Universitas

Sumatera Utara. library. usu.ac.id/ download/ fk/ bedah-iskandar%20japardi23.

pdf. Diakses pada 22 Maret 2011

9) WHO (World Health Organization). Meningococcal Meningitis. Desember

2010.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs141/en/index.html. diakses

pada 22 Maret 2011

10)Tidy C. Encephalitis and Meningoencephalitis. Update Oct. 30, 2010. Available at.

http://www.patient.co.uk

11)Pujiadi, Hegar,dkk. Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak.

Jakarta. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2013.hal.32-34.

12)Karen.M, Robert.K,dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta.2011.hal.743-

770.

13)Irawan M, Setyo H,dkk. Tata Laksana Kejang pada Bayi dan Anak. Semarang. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.2013.hal.59-79.

46