INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN ...
-
Upload
vuongthuan -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN ...
TESIS
INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum
L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA
BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN
I MADE AGUS WIARTANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS
INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum
L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA
BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN
I MADE AGUS WIARTANA
NIM 1192261014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum
L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA
BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biologi
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I MADE AGUS WIARTANA
NIM 1192261014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 10 DESEMBER 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Made Pharmawati, M.Sc., PhD. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P.
NIP.196807071993032001 NIP.196301221987021001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biologi Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., PhD. Prof.Dr.dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K).
NIP.196803271993022001 NIP.195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 10 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana No.: 4442/UN14.4/HK/2014, Tanggal 8 Desember 2014
Ketua : Ir. Made Pharmawati, M.Sc., PhD.
Anggota :
1. Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P.
2. Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., PhD.
3. Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons).
4. Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : I MADE AGUS WIARTANA
NIM : 1192261014
Program Studi : Ilmu Biologi
Judul Tesis : INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA
BERBAGAI TINGKAT WAKTU PERENDAMAN
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam tulisan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 10 Desember 2014
Yang membuat pernyataan
(I Made Agus Wiartana)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu,
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ir. Made Pharmawati, M.Sc, PhD., sebagai pembimbing I yang
dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian
tesis ini, serta bantuan zat kimia dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih
sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Ir. I Ketut Suada, M.P,
sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis
sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc, PhD.,
Dr. Ir. Made Ria Defiani, M.Sc (Hons). dan Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si.
yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini
dapat terwujud seperti ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD. atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Anak
Agung Raka Sudewi, Sp.S(K). atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
vii
untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa
terima kasih kepada Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc, PhD., selaku Ketua Program
Magister Ilmu Biologi Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. I Gede Ketut Adi Putra selaku Kepala Laboratorium MIPA
pada Fakultas MIPA Universitas Hindu Indonesia atas bantuannya dalam analisa
klorofil.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai
penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai
dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih
kepada Ibu dan mendiang Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis,
memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta
lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis ucapkan
terima kasih kepada istri tercinta Ni Kadek Yunita, S.Ag., serta anak-anak Ni Putu
Chyntia Pradnyandari W., Ni Made Chyntia Wulandari W. dan Pande Komang
Wira Adhyaksa Putra W. tersayang serta Ibu dan Ayah mertua terkasih yang
dengan penuh pengorbanan dan cinta kasih telah memberikan kepada penulis
kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian tesis ini serta kepada penulis sekeluarga.
Om Santih, Santih, Santih Om
viii
ABSTRAK
INDUKSI VARIASI CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN ETHYL METHANESULFONATE PADA BERBAGAI
TINGKAT WAKTU PERENDAMAN
Salah satu cara untuk meningkatkan variasi genetik adalah melalui
induksi mutasi. Induksi mutasi pada tanaman telah terbukti dapat menghasilkan
variasi baru pada tanaman dengan menggunakan mutagen. Ethyl
methanesulfonate (EMS) adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan mutasi
pada tanaman. Variasi pada cabai merah dalam penelitian ini diinduksi dengan
menggunakan EMS yang diberikan melalui perendaman benih. Benih direndam
dengan EMS konsentrasi 1% dalam buffer fosfat pH 7 selama 6, 9, 12 dan 15 jam
pada suhu ruang. Kontrol adalah benih yang direndam dalam buffer fosfat pH 7.
Variasi yang terjadi dilihat dari perubahan karakter morfologi, fisiologi serta
reproduktif tanaman. Penelitian dilakukan di lahan terbuka dengan 5 ulangan
untuk setiap perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan perendaman
benih cabai merah dengan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam memberikan efek
menghambat proses munculnya bibit. Tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah
daun akibat perlakuan EMS 1% meningkat pada perendaman selama 6 dan 9 jam.
Kandungan klorofil a, b dan total meningkat akibat perendaman EMS selama 9
jam. Perendaman benih cabai merah dengan EMS 1% selama 12 jam
meningkatkan viabilitas pollen dibandingkan waktu perendaman lainnya pada
penelitian ini. Umur 50% berbunga dan berbuah paling cepat terjadi pada
perlakuan EMS 1% dengan perendaman selama 6 dan 9 jam. Jumlah bunga dan
buah paling banyak terdapat pada tanaman dengan perlakuan perendaman selama
6 dan 9 jam. Rata-rata diameter buah dan panjang buah cabai merah paling besar
terdapat pada tanaman dengan perlakuan perendaman selama 6 jam.
Kata Kunci: cabai merah, EMS, fisiologi, lama perendaman, morfologi, mutasi,
reproduktif
ix
ABSTRACT
INDUCED VARIATION OF RED PEPPER (Capsicum annuum
L.) BY ETHYL METHANESULFONATE WITH VARIOUS
LEVELS OF SOAKING TIME
One way to increase genetic variation is through induced mutation.
Induced mutation in plants has been proven to be able to produce new variations
on plant using mutagen. Ethyl methanesulfonate (EMS) is a chemical compound
that can cause mutations in plants. Variations of red chili in this study were
induced using EMS through seed soaking. Seeds were soaked with EMS at
concentration of 1% in phosphate buffer pH 7 for 6, 9, 12 and 15 hours at room
temperature. As control, the seeds were soaked in phosphate buffer pH 7.
Observations were conducted on morphological, physiological and reproductive
characters of plants. The study was conducted in an open field with 5 replicates
for each treatment and control. The results showed that soaking seeds of red chili
with 1% EMS for 6, 9, 12 and 15 hours inhibited seedling emergence. Plant
height, number of branches and number of leaves increased at 6 and 9 hours
soaking period, while the increase of number of petals and sepals occurred at 6
hours. In this study, the content of chlorophyll a, b and total chlorophyll increased
at plant resufled from seed soaking for 9 hours. Soaking seeds of red chili with
1% EMS for 12 hours increased the viability of pollen than other soaking period
in this study. The 50% flowering and fruiting time occured earlier at 6 and 9 hours
soaking period. The number of flowers and fruits were higher in the plant derived
from soaking treatment for 6 and 9 hours. The highest diameter and length of
fruits was found in treatment for 6 hours.
Keywords: chili, EMS, morphology, mutation, physiology, reproductive, soaking
period
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM…………………………………………………............................ i
PRASYARAT GELAR……………………………………………..………….…….. ii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………….……..………… iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………..……….......... iv
SYARAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………………………..……….…... v
UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………..………...…… vi
ABSTRAK………………………………………………..…………………………… viii
ABSTRACT………………………………………………..…………………………. ix
DAFTAR ISI………………………………………………………….......................... x
DAFTAR TABEL….………………………………………………............................. xiii
DAFTAR GAMBAR……..………………………………………............................... xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………. xvi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………........................... 5
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………… 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………….. 7
2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L)………................................ 7
2.2 Induksi Mutasi…........................................................................................... 9
2.3 Mutasi dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)..……............................... 11
2.4 Induksi Mutasi Cabai Merah dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)…… 13
xi
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN…………………………………………………………....................... 15
3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………………. 15
3.2 Konsep Penelitian………………………………………………………….. 16
3.3 Hipotesis…………………………………………………………………… 17
BAB IV. METODE PENELITIAN…………………………………………………. 18
4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………………… 18
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………............................. 19
4.3 Ruang Lingkup Penelitian…………….………………................................ 20
4.4 Penentuan Sumber Data…………………………………………………… 20
4.5 Variabel Penelitian………………………………………………………… 20
4.5.1 Persentase perkecambahan cabai merah…………………………….. 20
4.5.2 Morfologi tanaman cabai merah…………………………………….. 21
4.5.3 Fisiologi tanaman cabai merah………………………………………. 21
4.5.4 Reproduktif tanaman cabai merah…………………………………… 21
4.6 Bahan Penelitian………………………..………………………………….. 21
4.7 Instrumen Penelitian……………………………………………………….. 22
4.8 Prosedur Penelitian………………………………………………………… 22
4.8.1 Pembuatan buffer posfat pH 7 dan larutan EMS 1%………………... 22
4.8.2 Pembuatan pewarna aceto-carmine…………………………………. 22
4.8.3 Persiapan lahan………………………………………………………. 23
4.8.4 Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% dan persemaian……. 23
4.8.5 Penanaman…………………………………………………….…….. 24
xii
4.8.6 Pemeliharaan………………………………………………………… 24
4.8.7 Pengamatan karakter morfologi……………………………………... 25
4.8.8 Pengamatan karakter fisiologi….…………………………………… 25
4.8.9 Pengamatan karakter reproduktif tanaman………………….……….. 26
4.9 Analisis Data………………………………………………………………. 27
BAB V. HASIL PENELITIAN……………………………………………………… 29
5.1 Persentase Munculnya Bibit Cabai Merah………………………………… 29
5.2 Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah…………….............................. 29
5.3 Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah……………................................ 37
5.4 Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah……………........................... 38
5.5 Hubungan Antar Karakter…………...……………...................................... 44
BAB VI. PEMBAHASAN……………………………………………………………. 47
6.1 Persentase Munculnya Bibit Cabai Merah………………………………… 47
6.2 Pengaruh EMS terhadap Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah…… 49
6.3 Pengaruh EMS terhadap Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah…….. 52
6.4 Pengaruh EMS terhadap Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah…. 53
6.5 Hubungan Antar Karakter…………..……………...................................... 56
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….. 57
7.1 Simpulan……………………………………………………………............ 57
7.2 Saran…………………………………………………………………......... 58
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….…. 59
LAMPIRAN…………………………………………………………………..………. 66
xiii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Cabai Tahun 2009-2011……… 8
5.1 Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah ……………...……………… 29
5.2 Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%.................................................................................. 31
5.3 Jumlah Daun Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%………………………………….……………………………… 32
5.4 Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%.................................................…………………… 33
5.5 Jumlah Petal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%........................................................……………….. 34
5.6 Persentase Jumlah Bunga Yang Memiliki Petal dan Sepal 5, 6 dan 7
Setiap Perlakuan pada 9 MST, 11 MST dan 13 MST...………… 36
5.7 Kandungan Klorofil a, b dan Total Cabai Merah pada Berbagai Lama
Waktu Perendaman EMS 1%....................................................................... 37
5.8 Viabilitas Serbuk Sari Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%.................................………………………………. 38
5.9 Umur Tanaman Cabai Merah Saat Mulai Berbunga dan Berbuah pada
Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%...............................……….. 39
5.1 Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga dan Berbuah pada
Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%...............................……….. 40
5.11 Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
xiv
Perendaman EMS 1%...............................................……………............... 41
5.12 Jumlah Buah Total Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%................................……………………………… 42
5.13 Diameter Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%..............................................................…………………………. 43
5.14 Panjang Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%................................................................................……………... 44
5.15 Nilai Korelasi Pearson antara Tinggi Tanaman dengan Jumlah Cabang
Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%....................................................................................................... 45
5.16 Nilai Korelasi Pearson antara Jumlah Buah dengan Jumlah Bunga
Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%..............................................................................………………. 46
xv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
3.1 Konsep Penelitian………………………………………………………... 16
1.1 Denah Petak Percobaan…………………………………………………... 18
5.1 Grafik Tinggi Tanaman………………………………………………… 30
5.2 Foto Bunga Cabai Merah dengan 5 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS
1% Selama 6 Jam…………………………...…...……………………….. 34
5.3 Foto Bunga Cabai Merah dengan 6 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS
1% Selama 6 Jam…………………………....…………………………… 35
5.4 Foto Bunga Cabai Merah dengan 7 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS
1% Selama 6 Jam...………………………………………………………. 35
5.5 Foto Serbuk Sari Bunga Cabai Merah…………………………………… 38
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST….……… 66
Lampiran 2. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST………... 66
Lampiran 3. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST…........... 66
Lampiran 4. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST…........... 66
Lampiran 5. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST…........... 67
Lampiran 6. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST……… 67
Lampiran 7. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST……… 67
Lampiran 8. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 2 MST……… 67
Lampiran 9. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 5 MST……… 68
Lampiran 10. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 9 MST............ 68
Lampiran 11. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 11 MST……... 68
Lampiran 12. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 13 MST……... 68
Lampiran 13. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 2 MST…............. 69
Lampiran 14. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 5 MST…............. 69
Lampiran 15. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 9 MST…............. 69
Lampiran 16. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 11 MST………... 69
Lampiran 17. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 13 MST………... 70
Lampiran 18. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 2 MST………………... 70
Lampiran 19. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 5 MST………………... 70
Lampiran 20. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 9 MST………………... 70
Lampiran 21. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 11 MST………............. 71
xvii
Lampiran 22. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 13 MST………............. 71
Lampiran 23. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST.............. 71
Lampiran 24. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST……… 71
Lampiran 25. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 13 MST…........ 72
Lampiran 26. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST………… 72
Lampiran 27. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST……….. 72
Lampiran 28. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST……….. 72
Lampiran 29. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST….. 73
Lampiran 30. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST….. 73
Lampiran 31. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST… 73
Lampiran 32. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST… 73
Lampiran 33. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST…. 74
Lampiran 34. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST…. 74
Lampiran 35. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST... 74
Lampiran 36. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST... 74
Lampiran 37. Anova Klorofil a Tanaman Cabai Merah…………………...... 75
Lampiran 38. Anova Klorofil b Tanaman Cabai Merah…………………...... 75
Lampiran 39. Anova Klorofil Total Tanaman Cabai Merah………………… 75
Lampiran 40. Anova Viabilitas Pollen Tanaman Cabai Merah……………... 75
Lampiran 41. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga………… 76
Lampiran 42. Anova Umur Pertama Tanaman Cabai Merah Berbunga…...... 76
Lampiran 43. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbuah………...... 76
Lampiran 44. Anova Umur Pertama Tanaman Cabai Merah Berbuah……… 76
xviii
Lampiran 45. Hasil Analisis Tanah………………………………………...... 77
Lampiran 46. Foto Penelitian………………………….…………………...... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabai merah merupakan salah satu sayuran yang memiliki banyak manfaat
serta disukai baik di Indonesia maupun di mancanegara. Cabai merah biasanya
dipakai sebagai bumbu dapur dan pelengkap masakan, selain itu juga
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai campuran obat-obatan herbal
bahkan sebagai anti kanker. Kandungan kimia utama cabai merah yang
bermanfaat sebagai obat adalah antioksidan, lasparaginase, dan capsaicin
(Kilham, 2006).
Di tengah perkembangan ilmu dan teknologi, cabai merah mengalami
permasalahan yang cukup serius. Harga cabai merah yang tidak stabil di pasaran
membuat pengaruh yang besar bagi perekonomian Indonesia. Pada akhir 2010,
cabai mengalami kenaikan harga yang tinggi. Harga cabai mencapai Rp 100.000
hingga Rp 150.000 per kg dengan harga awal sekitar Rp 30.000 per kg (BPS,
2011). Kenaikan harga cabai disebabkan oleh anomali musim, yang menyebabkan
produktivitas cabai menurun, seperti kurangnya sinar matahari, busuk, yang
akhirnya menyebabkan penyakit jamur, kuning, dan patek. Musim hujan
berkepanjangan yang terjadi pada tahun 2010 membuat produksi cabai di
beberapa wilayah Indonesia mengalami penurunan drastis sehingga menyebabkan
kenaikan harga.
Penurunan harga cabai yang terjadi akhir tahun 2010 menunjukkan
perubahan yang tidak biasa. Inflasi cabai biasanya diikuti oleh deflasi pada bulan
1
2
berikutnya dengan besaran yang kurang lebih sama sehingga harga cabai
cenderung kembali turun di sekitar level harga ketika sebelum terjadi kenaikan.
Namun, hingga awal tahun 2011 harga cabai lambat untuk turun kembali dan
cenderung bertahan (BPS, 2012).
Pada tahun 2011 produksi cabai merah segar dengan tangkai sebesar
888,852 ribu ton dengan luas panen sebesar 121,063 ribu hektar, dan rata-rata
produktivitas 7,34 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010, cabai merah
mengalami kenaikan produksi sebesar 81,692 ribu ton (10,12%). Kenaikan ini
disebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,76 ton per hektar (11,55%)
sementara luas panen terjadi penurunan sebesar 1,692 ribu hektar (1,38%)
dibandingkan tahun 2010 (BPS, 2012).
Pemeliharaan dan perawatan tanaman cabai lebih rumit dibandingkan
tanaman hortikultura lainnya, sehingga biaya perawatan tanaman cabai menjadi
lebih mahal. Selain kebutuhan pupuk yang cukup serta penyemprotan untuk
penanggulangan hama penyakit yang lebih sering, terutama apabila sering hujan.
Tanaman cabai memerlukan sinar matahari yang cukup untuk berfotosintesis,
sehingga pada musim hujan fotosintesis akan terhambat karena intensitas sinar
matahari berkurang. Musim hujan yang berkepanjangan pada tahun 2010
membuat produksi cabai turun drastis. Biaya produksi yang mahal dan tidak
diimbangi oleh pendapatan yang baik menyebabkan terganggunya produksi cabai
merah yang akhirnya berpengaruh pada kualitas cabai merah (BPS, 2011).
Tersedianya variasi baru cabai merah merupakan hal yang sangat
diperlukan saat ini, mengingat kondisi dan keadaan pasar cabai merah yang tidak
3
stabil yang disebabkan oleh cuaca ekstrem serta tanaman kurang tahan terhadap
penyakit akibat cuaca yang tidak stabil. Salah satu cara mengatasi permasalahan
produksi cabai merah adalah dengan meningkatkan variasi genetik secara
morfologi, fisiologi dan reproduksi melalui mutagenesis menggunakan senyawa
kimia.
Saat ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan variasi
genetik yang dapat dikembangkan ke arah pemuliaan dan perbaikan sifat suatu
tanaman. Penelitian terdahulu biasanya menggunakan mutagen yang dapat
menyebabkan mutasi pada tanaman (Soedjono, 2003). Jenis mutagen yang banyak
dipakai adalah mutagen kimia dan mutagen fisika. Mutagen kimia berasal dari
senyawa kimia yang memiliki gugus alkil, seperti ethyl methanesulfonate (EMS),
diethyl sulfate (DES), methyl methanesulfonate (MMS), hydroxylamine, dan
sodium azida. Mutagen kimia EMS merupakan senyawa kimia yang paling sering
digunakan dalam penelitian mutasi induksi (Soeranto, 2003). Mutagen fisika
merupakan radiasi energi nuklir, seperti iradiasi sinar gamma. Penggunaan
mutagen-mutagen fisika dan kimia juga dapat dilakukan secara bersamaan
(Koornneef, 1991; Soeranto, 2003).
Penerapan teknik mutasi pada cabai merah akan dapat memberikan variasi
genetik pada cabai merah. Melalui mutasi induksi cabai merah dengan
menggunakan senyawa kimia seperti EMS akan didapatkan suatu variasi cabai
merah yang nantinya diharapkan mampu memberikan solusi permasalahan-
permasalahan pertanian cabai merah di Indonesia.
4
Ethyl methanesulfonate merupakan senyawa alkil yang menyebabkan
perubahan basa yaitu terjadinya delesi pasangan basa tertentu dalam kromosom
(Van Harten, 1998). Mutagen EMS bisa digunakan dengan konsentrasi 0,05%
sampai 2,5% dengan lama perendaman antara 3 sampai 24 jam (Alcantara et al.,
1996; Jabeen dan Mirza, 2002; Jabeen dan Mirza, 2004; Khan et al., 2009;
Priyono dan Susilo, 2002). Konsentrasi 0,05% menyebabkan peningkatan nilai
jumlah bulbet dan persentase perakaran pada tanaman Lily Kerk (Priyono dan
Susilo, 2002). Pada tanaman cabai merah, perendaman biji dengan EMS
konsentrasi 1% selama 6 jam menghasilkan bibit cabai yang memiliki varian
perkembangan daun dengan persentase 11,2% (Pharmawati, komunikasi pribadi).
Penelitian ini menguji pengaruh variasi lama perendaman biji cabai merah
pada konsentrasi EMS 1% (v/v) terhadap morfologi, fisiologi dan reproduksi
tanaman cabai merah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap morfologi cabai merah yang meliputi tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal dan jumlah sepal?
2. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap fisiologi tanaman cabai merah dalam hal ini
konsentrasi klorofil daun cabai merah?
5
3. Bagaimana pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap reproduksi cabai merah yang mencakup viabilitas
serbuk sari, hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman
berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, panjang
dan diameter buah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap morfologi cabai merah yang meliputi tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal dan jumlah sepal.
2. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap fisiologi tanaman cabai merah dalam hal ini
konsentrasi klorofil daun cabai merah.
3. Mengetahui pengaruh EMS konsentrasi 1% dengan lama perendaman selama
6, 9, 12 dan 15 jam terhadap reproduksi cabai merah yang mencakup viabilitas
serbuk sari, hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman
berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, panjang
dan diameter buah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan lama perendaman yang
tepat dengan EMS konsentrasi 1% yang menyebabkan perubahan morfologi,
fisiologi dan reproduksi cabai merah. Penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada peneliti dan petani cabai merah khususnya serta masyarakat luas pada
6
umumnya tentang pengaruh pemberian EMS konsentrasi 1% dengan lama
perendaman 6 jam, 9 jam, 12 jam dan 15 jam terhadap perkembangan tanaman
cabai merah. Di samping itu, penelitian ini menambah pengetahuan tentang
keefektifan EMS 1% dapat menimbulkan variasi yang menguntungkan untuk
perbaikan genetik cabai merah. Jika ditemukan variasi baru tanaman cabai merah,
maka dapat meningkatkan jumlah plasma nutfah yang telah ada dan memberikan
hasil yang baik bagi pertanian cabai merah sehingga memungkinkan
menggunakan EMS 1% untuk melakukan mutasi agar didapat karakter tertentu
serta menambah khasanah pengetahuan mengenai manfaat EMS konsentrasi 1%
khususnya sebagai agen mutasi.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Cabai merupakan tanaman dengan buah yang memiliki rasa pedas sehingga
baik digunakan sebagai bumbu masakan dan bahan obat-obatan herbal. Banyak
orang yang menggemari buah cabai, walaupun rasanya pedas tetapi masakan
tanpa cabai akan terasa belum lengkap. Di Indonesia, cabai merupakan salah satu
komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
data Biro Pusat Statistik tahun 2012, yang menunjukkan bahwa cabai telah
dibudidayakan di seluruh Indonesia dengan luas lahan, produksi dan
produktivitas yang cukup bervariasi pada Tabel 2.1.
Cabai merah merupakan salah satu anggota famili Solanaceae. Tumbuhan
berkayu ini memiliki ciri-ciri tinggi tanaman ± 1 m dan bercabang. Daun tunggal
berbentuk bulat telur sampai elip. Bunga tunggal bentuk bintang terdapat di ketiak
daun, berwarna putih. Cabai merah memiliki buah menggantung, berbentuk
seperti kerucut memanjang, dengan permukaan buah mengkilat berwarna hijau
sampai merah setelah tua. Biji cabai merah berukuran kecil, pipih, berwarna putih
kekuningan dan setelah tua menjadi coklat (Djarwaningsih, 2005). Cabai merah
tumbuh merata di seluruh Indonesia mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua (Poulos, 1994).
7
8
Tabel 2.1
Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Cabai Tahun 2009-2011 (BPS, 2012)
Tahun 2009
Tahun 2010 Tahun 2011
Provinsi Luas
Lahan (Ha)
Produksi
(Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)
Luas Lahan (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
Luas Lahan (Ha)
Produksi
(Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)
Aceh 7,27
34,82
4,79
9,11 64,15
7,04 8,61
49,53
5,75
Sumatera Utara 18,35
154,80
8,44
21,71 196,35
9,04 22,61
233,26
10,32
Sumatera Barat 6,86
41,52
6,05
7,05 46,22
6,56 8,08
58,98
7,30
R i a u 3,14
11,22
3,57
3,17 11,94
3,77 3,52
15,83
4,49
J a m b i 3,51
17,96
5,12
3,68 17,92
4,87 4,56
28,79
6,31
Sumatera Selatan 6,84
28,69
4,20
8,20 34,06
4,15 6,93
18,64
2,69
Bengkulu 8,38
47,70
5,69
9,43 58,53
6,21 5,76
41,50
7,21
Lampung 7,52
28,39
3,78
8,42 38,60
4,58 8,59
62,74
7,30
Bangka Belitung 1,17
5,84
5,01
991 6,27
6,32 968
6,81
7,04
Kep. Riau 961
3,78
3,94
821 3,58
4,36 538
2,40
4,45
DKI Jakarta -
-
-
- -
- -
-
-
Jawa Barat 23,21
315,57
13,60
26,09 245,60
9,41 24,05
300,62
12,50
Jawa Tengah 40,73
220,93
5,42
36,92 194,97
5,28 36,57
184,36
5,04
DI Yogyakarta 2,86
17,01
5,95
2,83 15,10
5,33 3,28
16,58
5,04
Jawa Timur 59,31
243,56
4,11
57,71 213,67
3,70 61,95
255,48
4,12
Banten 1,75
6,43
3,68
1,73 7,44
4,31 1,63
6,42
3,93
B a l i 3,64
27,27
7,49
3,85 25,29
6,56 4,24
31,50
7,42
Nusa Tenggara Barat
7,45
39,33
5,28
4,69 18,87
4,03 6,21
26,13
4,21
Nusa Tenggara Timur
1,60
9,66
6,04
1,48 5,97
4,04 1,46
6,31
4,33
Kalimantan Barat 2,29
11,12
4,85
2,20 6,77
3,08 2,57
9,46
3,68
Kalimantan Tengah
1,48
8,15
5,51
1,47 3,60
2,45 1,53
4,10
2,68
Kalimantan Selatan
1,67
7,65
4,57
1,63 8,20
5,03 1,50
9,20
6,12
Kalimantan Timur
3,25
15,97
4,92
3,27 14,62
4,47 3,00
12,70
4,23
Sulawesi Utara 2,88
14,41
5,00
2,81 10,23
3,64 2,69
10,08
3,74
Sulawesi Tengah 2,57
7,48
2,92
2,99 13,91
4,65 3,11
19,82
6,37
Sulawesi Selatan 6,50
20,98
3,23
6,41 24,90
3,89 7,31
37,28
5,10
Sulawesi Tenggara
1,25
4,76
3,81
1,96 7,82
3,99 2,00
4,76
2,38
Gorontalo 2,97
15,00
5,05
2,52 17,23
6,85 2,07
11,08
5,37
Sulawesi Barat 1,15
2,50
2,17
828 3,35
4,04 1,25
4,36
3,50
M a l u k u 107
328
3,07
449 1,234
2,75 594
2,92
4,91
Maluku Utara 557
659
1,18
557 719
1,29 418
1,08
2,58
Papua Barat 653
4,91
7,52
653 4,30
6,58 789
2,73
3,46
Papua 2,05
10,33
5,04
1,50 7,48
5,00 1,37
7,66
5,58
Indonesia 233,90
1,378,73
5,89
237,11 1,328,86
5,60 239,77
1,483,08
6,19
9
Selain rasa yang pedas karena kandungan capsaicin, cabai merah juga
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin seperti protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, vitamin A, B1, dan C. Capsaicin pada cabai merah juga telah banyak
diteliti untuk keperluan pengobatan, dimana kandungan lasparaginase dan
capsaicin dapat berperan sebagai zat anti kanker (Kilham, 2006).
2.2 Induksi Mutasi
Mutasi merupakan perubahan materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (Girija dan Dhanavel, 2009). Peristiwa terjadinya mutasi
disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan
faktor penyebab mutasi disebut mutagen (Shah et al., 2008).
Pada tanaman, induksi mutasi dapat diterapkan untuk memperoleh variasi
baru yang bertujuan untuk perbaikan sifat genetik tanaman. Perbaikan sifat
genetik suatu tanaman dapat dilakukan dengan cara konvensional maupun buatan.
Mutasi secara buatan biasanya memakai suatu mutagen.
Terdapat dua jenis mutagen yang digunakan, yaitu mutagen kimia dan
fisika. Pada tumbuhan, mutagen kimia yang biasa digunakan adalah ethyl
methanesulfonate (EMS), diethyl sulfate (DES), methyl methanesulfonate
(MMS), hydroxylamine, sodium azida dan sebagainya. Senyawa-senyawa tersebut
menyebabkan mutasi titik (Soeranto, 2003). Senyawa lainnya seperti kolkisin,
orizalin (Wan et al., 1991) dan kafein (Samuels dan Staehelin, 1996)
menyebabkan mutasi kromosom yaitu bertambahnya set kromosom. Mutagen
fisika yang biasa digunakan adalah sinar gamma (Soedjono, 2003).
10
Penggunaan mutagen kimia dan fisika dalam perbaikan sifat genetik suatu
tanaman seperti kolkisin, EMS, MMS serta sinar gamma juga telah banyak
dilaporkan. Pemberian kolkisin 1% menyebabkan variasi bentuk, ukuran, dan
jumlah pada kromosom ujung akar bawang merah (Suminah et al., 2002).
Penggunaan EMS sebagai mutagen pada tanaman cabai juga telah banyak
dilakukan, misalnya pada sweet pepper dengan EMS 1% selama 3-9 jam
merangsang ketahanan terhadap penyakit powdery mildew. Setelah dilakukan
skrining pada populasi besar generasi M2 ditemukan tiga tanaman resisten.
Progeni tanaman ini terdiri dari tanaman yang mengekspresikan derajat resistensi
yang berbeda. Pemilihan berikutnya dilakukan hingga generasi M8 pada tanaman
resisten yang terus dikembangkan (Torodova dan Daskalov, 1979). Selain pada
cabai, EMS sebagai mutagen juga digunakan pada tanaman lain seperti pada
Arabidopsis yang menghasilkan mutan dengan daun variegata (Chen et al., 2000).
Mutagen fisika seperti sinar gamma juga telah banyak digunakan dalam
pemuliaan tanaman. Salah satunya iradiasi dosis 700-800 Gy dan 140 Gy sinar
gamma terhadap biji Brassica oleracea L. var. acephala (kubis) yang
meningkatkan produksi, serta tahan patogen dan genjah (Itoh et al., 1991;
Abraham dan Bhatia, 1994).
Dibandingkan dengan mutagen lain, EMS merupakan senyawa kimia yang
paling banyak digunakan sebagai mutagen kimia dan terbukti efektif dapat
menyebabkan mutasi titik pada berbagai tanaman selain murah dan mudah
diperoleh jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya (Van Harten, 1998).
11
2.3 Mutasi dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)
Ethyl methanesulfonate merupakan senyawa kimia yang dapat
menyebabkan mutasi pada tingkat DNA dengan mengubah basa-basa DNA. EMS
memiliki rumus kimia C3H8SO3 (Russell, 1992). Mutagen kimia EMS merupakan
salah satu zat kimia yang termasuk dalam golongan agen alkilasi yang dapat
menyebabkan mutasi titik. Mutasi titik terjadi pada sebuah basa yang dapat berupa
insersi, delesi, transversi, atau transisi basa. Insersi dan delesi pada satu atau lebih
basa dapat menyebabkan perubahan urutan pembacaan sehingga mengubah
susunan asam amino. Transisi dan transversi menyebabkan perubahan ekspresi
asam amino. EMS akan mengikatkan gugus etilnya pada DNA guanin (G) pada
posisi 7-N dan 6-O yang akan membentuk gugus O6-etilguanin. Terjadinya etilasi
ini menyebabkan kesalahan pemasangan basa ketika replikasi, sehingga
menyebabkan mutasi acak pada rantai DNA (Sambrook dan Russell, 2001).
Beberapa peneliti melaporkan telah dihasilkan mutan dengan menggunakan
EMS, seperti peningkatan keragaman dan resistensi pisang terhadap virus (Imelda
et al., 2000), keragaman varian abaka (Purwati et al., 2008), pembentukan
maksimal embrio pada loquat (Hong et al., 2011). Beberapa kultivar tanaman
hasil mutasi dengan EMS telah dirilis di beberapa negara. Kultivar-kultivar
tersebut diantaranya Allium sativum (bawang putih) yang telah dirilis sebagai
varietas di Cina. Mutan dihasilkan dengan perlakuan 0,03-0,06% EMS terhadap
subang dari bawang, mutan ini dilaporkan meningkatkan produksi dan jumlah
umbi (Novax et al., 1984; Selvaraj et al., 2001). Mutan lain yang telah dirilis
sebagai varietas adalah Solanum melongena L. (terung), yang telah dirilis satu di
12
India dan tiga di Italia. Mutan didapatkan dari perlakuan EMS terhadap biji,
mutan ini dapat meningkatkan produksi, dan tanaman agak kerdil (Zeerak, 1991).
Mutagen kimia EMS telah terbukti lebih efektif dan efisien daripada
mutagen fisika pada tanaman kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp) yang
menghasilkan lebih banyak mutan yang viabel daripada penggunaan sinar gamma
(Girija dan Dhanavel, 2009). Penelitian dengan menggunakan EMS telah banyak
dilakukan umumnya memiliki perbedaan pada rentang waktu dan konsentrasi
EMS yang digunakan. Purwati et al. (2008) merendam kalus embriogen abaka
dalam EMS konsentrasi 0%, 0,3%, 0,4%, 0,5% dan 0,6% yang digoyang selama 2
jam dengan kecepatan 60 rpm yang menghasilkan daun variegata dan berbagai
kelainan morfologi daun. Penelitian lain pada biji Sonchus arvensis L.
menggunakan konsentrasi 0,3%, 0,6%, 0,9%, 1,2%, 1,5% dan 1,8% EMS selama
4 jam melaporkan dosis EMS 0,9%-1,2% dapat menimbulkan mutasi tanpa
mengurangi jumlah tanaman yang mampu berbunga 50%, serta menghasilkan
mutasi warna daun (kimera) (Poerba, 2000).
Ethyl methanesulfonate sebagai mutagen juga dilaporkan pada beberapa
penelitian seperti pada tanaman krisan ditemukan sebanyak 48 mutan (5,2%) dari
910 tanaman dengan warna petal yang menyimpang yaitu pink-salmon, warna
pink bercahaya, perunggu, putih, kuning dan salmon pada EMS konsentrasi
0,77% selama 1 jam (Latado et al., 2004). Penelitian pada kedelai yang
menggunakan 1-30 mM EMS menunjukkan polimorfisme dalam jaringan kedelai,
hasil ini nantinya berguna dalam mendeteksi mutasi dalam kultur embriogenik
kedelai melalui penanda RAPD (Hofmann et al., 2004).
13
2.4 Induksi Mutasi Cabai Merah dengan Ethyl Methanesulfonate (EMS)
Induksi mutasi cabai merah dengan menggunakan EMS diharapkan dapat
meningkatkan keragaman cabai merah yang selanjutnya dapat diseleksi untuk
menghasilkan tipe yang lebih baik. Penelitian induksi variasi cabai menggunakan
EMS telah dibuktikan oleh Alcantara et al. (1996) pada cabai cv Keystone
Resistant Giant no.3 dengan parameter penelitian meliputi konsentrasi, lama
waktu perlakuan dan temperatur. Konsentrasi EMS yang digunakan adalah 0,5%,
1% dan 1,5% dengan lama perendaman 3, 6 dan 9 jam serta suhu yang diatur pada
5oC, 1
oC, 15
oC dan 20
oC. Pada generasi M1 ditemukan sedikit tanaman yang
mengalami mutasi seperti bentuk daun yang tidak beraturan dan menjari, selain itu
umumnya tanaman menjadi kerdil dengan daun yang klorosis, serta persentase
perkecambahan terendah pada konsentrasi EMS 1,5% selama 9 jam.
Penelitian lain menggunakan cabai merah cv Longhi (Jabeen dan Mirza,
2002) dengan konsentrasi EMS yang digunakan 0,01, 0,1 dan 0,5% selama 3 dan
6 jam. Karakteristik yang dapat diamati pada tanaman yang termutasi meliputi
bentuk daun, berat tanaman, jumlah percabangan, jumlah daun, hari saat berbunga
dan berbuah, jumlah buah, susunan daun, struktur cabang, jumlah petal dan
jumlah sepal. Perlakuan dengan konsentrasi EMS 0,5% selama 6 jam ditemukan
dapat meningkatkan variasi genetik. Pada penelitian ini teramati 4 mutan dari
seluruh tanaman, dimana 2 mutan steril dan 2 mutan fertil. Mutan steril dilaporkan
memiliki jumlah daun yang lebih banyak, selain itu hasil uji klorofil tanaman
mutan menunjukkan kandungan klorofil yang lebih sedikit. Secara fisiologi,
14
kandungan klorofil dalam tanaman cabai juga dinilai sebagai salah satu variabel
(Lichtenthaler dan Wellburn, 1983).
Pada cabai merah “Smart” penggunaan EMS 1% dengan lama perendaman
biji selama 6 jam menghasilkan perkecambahan sebesar 96%. Penggunaan
konsentrasi EMS yang lebih rendah yaitu 0,5%, 0,3% dan 0,1% menghasilkan
perkecambahan sebesar 98%, 98,5% dan 100% berturut-turut (Pharmawati et al.,
2012). Manzila et al. (2010) juga melaporkan hasil penelitian pada lima genotipe
cabai yang diuji yaitu Jatilaba, ICPN12 no.4, PBC495, Helem dan Gelora dapat
menimbulkan keragaman morfologi pada konsentrasi EMS 0,5% dengan
perendaman selama 60 menit.
15
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kebutuhan pasar cabai merah selalu mengalami peningkatan, ditambah lagi
pada saat panen cabai yang merosot karena gagal panen dan musim yang tidak
menentu. Kebutuhan ini tidak diimbangi dengan ketersediaan cabai merah di
pasar nasional (BPS, 2011). Kenaikan harga cabai disebabkan oleh anomali
musim yang menyebabkan produktivitas cabai menurun, seperti kurangnya sinar
matahari karena curah hujan yang tinggi, busuk, yang akhirnya menyebabkan
penyakit jamur, kuning, dan patek. Musim hujan berkepanjangan yang terjadi
pada tahun 2010 membuat produksi cabai di beberapa wilayah indonesia
mengalami penurunan drastis sehingga menyebabkan kenaikan harga. Meskipun
cabai bukanlah merupakan tanaman ekonomi utama, tetapi beberapa negara
termasuk Indonesia mengakui bahwa tanaman cabai merupakan salah satu
tanaman rempah-rempah yang banyak dimanfaatkan, sehingga tanaman cabai
memiliki nilai ekonomi yang cukup berarti dan berpengaruh terhadap inflasi
(BPS, 2012).
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam budidaya cabai terutama
produksinya, perlu diupayakan penemuan sifat-sifat yang baik dari tanaman cabai
sehingga perlu diupayakan mutasi untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan variasi genetik melalui
mutagenesis menggunakan senyawa kimia. EMS dapat digunakan sebagai
mutagen yang menghasilkan variasi genetik suatu tanaman.
15
16
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Konsep Penelitian
Kebutuhan Cabai Besar di Pasar
Menemukan variasi cabai merah
Pemuliaan Mutasi
Mutagen Kimia
Kultivar Unggul yang sedikit
Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L)
Ethyl methanesulfonate
Mutan Cabai Merah
K
u
l
t
i
v
a
r
u
n
g
g
u
l
Persentase
Muncul Bibit
Morfologi
Tanaman
Fisiologi
Tanaman
Reproduksi
Tanaman
17
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0: Perendaman biji cabai merah menggunakan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15
jam tidak dapat menyebabkan perbedaan karakter morfologi, fisiologi, dan
reproduksi tanaman cabai merah.
H1: Perendaman biji cabai merah menggunakan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15
jam dapat menyebabkan perbedaan karakter morfologi, fisiologi, dan
reproduksi tanaman cabai merah.
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan
acak kelompok (RAK) dengan lima ulangan atau kelompok. Perlakuan terdiri dari
perendaman menggunakan EMS selama 6 jam, 9 jam, 12 jam, dan 15 jam dan
kontrol. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 10 tanaman. Pada setiap petak
akan diamati masing-masing 6 unit tanaman yang dipilih secara acak. Denah
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:
K
K1-K10
D
D1-D10
B
B1-B10
C
C1-C10
A
A1-A10
B
B1-B10
D
D1-D10
K
K1-K10
C
C1-C10
A
A1-A10
D
D1-D10
K
K1-K10
B
B1-B10
A
A1-A10
C
C1-C10
C
C1-C10
D
D1-D10
K
K1-K10
A
A1-A10
B
B1-B10
B
B1-B10
C
C1-C10
D
D1-D10
K
K1-K10
A
A1-A10
Gambar 4.1. Denah Petak Percobaan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 5
Kelompok 4
18
19
Keterangan:
K: Kontrol
A: Perlakuan EMS 1%, 6 jam
B: Perlakuan EMS 1%, 9 jam
C: Perlakuan EMS 1%, 12 jam
D: Perlakuan EMS 1%, 15 jam
1-10: Nomor tanaman dalam percobaan
Ethyl methanesulfonate digunakan sebagai mutagen kimia pada benih cabai
merah dengan lama perendaman 6, 9, 12 dan 15 jam. Pengamatan dilakukan
terhadap morfologi, fisiologi dan reproduksi. Benih cabai merah “Hot Paper
Smart” dibeli dari toko pertanian di Denpasar. Benih cabai direndam dalam EMS
konsentrasi 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam dan kontrol direndam dalam buffer
phosphate pH 7 dengan waktu yang sama dalam suhu ruangan. Benih disemai
dalam oker kertas / bumbungan, setelah bibit berusia 21 hari dipindah ke bedeng.
Pengamatan dilakukan terhadap persentase munculnya bibit, karakter morfologi,
fisiologi serta reproduktif. Data dianalisis secara deskriptif komparatif serta secara
statistik dengan uji ANOVA.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Lab Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Udayana dan di lahan pertanian di Br. Temen, Kec. Susut, Ds. Penglumbaran,
Kab. Bangli dengan ketinggian ± 850 m dpl selama 5 bulan dari bulan Juli 2013
sampai bulan Desember 2013. Uji kandungan klorofil dan viabilitas serbuk sari
dilakukan di Laboratorium FMIPA Universitas Hindu Indonesia.
20
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada varietas cabai, konsentrasi EMS,
lama waktu perendaman serta kondisi eksperimental. Pembatasan hal yang
diamati meliputi persentase munculnya bibit, karakteristik morfologi, fisiologi,
dan reproduktif.
4.4 Penentuan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan cabai merah sebagai sampel dan EMS sebagai
mutagen. Jumlah total sampel yang digunakan sebanyak 250 benih cabai merah,
masing-masing 10 benih cabai pada perlakuan EMS 6 jam, 9 jam, 12 jam, 15 jam,
dan kontrol masing-masing dengan lima kali ulangan. Untuk karakter morfologi
diamati enam tanaman pada setiap unit percobaan dan diantaranya dua tanaman
diambil secara acak untuk pengamatan variabel fisiologi berupa kandungan
klorofil daun. Variabel reproduktif untuk viabilitas serbuk sari diambil masing-
masing lima bunga dari dua tanaman yang diambil secara acak. Untuk
pengamatan hari pertama saat berbunga dan berbuah serta jumlah buah, panjang
dan diameter buah diamati enam tanaman yang dipilih untuk karakter morfologi.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati meliputi persentase munculnya bibit, karakteristik
morfologi, fisiologi, dan reproduksi tanaman cabai merah yang diberi perlakuan
EMS 1% dengan rentang waktu perendaman benih selama 6, 9, 12 dan 15 jam.
4.5.1 Persentase munculnya bibit cabai merah
Pengamatan persentase munculnya bibit dilakukan untuk mengetahui
jumlah bibit yang dapat tumbuh dari benih cabai merah yang disemaikan sehingga
21
dapat diketahui pengaruh waktu perendaman efektif EMS 1%. Persentase
kemunculan bibit dihitung dari jumlah bibit muncul dibagi seluruh benih yang
ditanam dikali 100%.
4.5.2 Morfologi tanaman cabai merah
Karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang,
jumlah daun, jumlah petal, dan jumlah sepal dengan perlakuan EMS 1% pada
benih cabai merah yang direndam selama 6, 9, 12, dan 15 jam.
4.5.3 Fisiologi tanaman cabai merah
Secara fisiologi diuji kandungan klorofil daun tanaman cabai merah dengan
perlakuan EMS 1% pada benih cabai merah yang direndam selama 6, 9, 12, dan
15 jam.
4.5.4 Reproduktif tanaman cabai merah
Bagian reproduktif tanaman yang diamati meliputi viabilitas serbuk sari,
hari saat pertama berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga pada
tanaman perlakuan, umur 50% tanaman berbuah pada tanaman perlakuan, jumlah
bunga, jumlah buah, panjang serta diameter buah.
4.6 Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan adalah benih cabai merah (Capsicum
annuum L) kultivar ”Hot Pepper Smart” yang diperoleh dari toko pertanian,
K2HPO4, KH2PO4, Ethyl methanesulfonate (EMS), akuades, aceton 80%, media
tanam siap pakai (merk Pubotan), pupuk NPK, kompos, pupuk kandang,
fungisida, insektisida, bubuk carmine, asam asetat glasial, kertas label, dan kertas
saring.
22
4.7 Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bak perkecambahan, alat-
alat pertanian, mulsa plastik hitam-perak, gelas ukur, labu ukur, gelas beaker,
pinset, tabung reaksi, penggaris, alat tulis, tabung falcon, spektrofotometer,
mikroskop, timbangan analitik, sentrifuge, pipet tetes, mikropipet, pipet tip,
mortar, blender, corong, gelas objek, kaca penutup, pH meter, kamera, dispenser
25 ml, botol kocok plastik 100 ml, dan mesin kocok bolak-balik.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Pembuatan buffer posfat pH 7 dan larutan EMS 1%
Pembuatan EMS 1% dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama-tama dibuat
1 M buffer posfat pH 7 dengan mencampurkan 70 ml 1 M K2HPO4 dengan 20 ml
1 M KH2PO4 lalu pH diukur sampai mencapai pH 7. Jika pH belum mencapai
nilai 7, maka ditambahkan dengan KH2PO4. Konsentrasi buffer posfat yang
digunakan untuk melarutkan EMS adalah 0,1 M. Untuk membuat buffer posfat
pH 7 dengan konsentrasi 0,1 M, maka dilakukan pengenceran 10 x dari buffer
posfat 1 M (Koethoff et al., 1989). Tahap berikutnya membuat EMS 1% dengan
cara mengambil 0,05 ml EMS dan dijadikan 5 ml dengan menambahkan buffer
posfat pH 7.
4.8.2 Pembuatan pewarna aceto-carmine
Pewarna aceto-carmine dibuat dengan melarutkan 0,5 gram bubuk carmine
dalam 22,5 ml asam asetat glasial, diaduk dengan batang pengaduk sampai
tercampur. Campuran dipanaskan hingga mendidih, didinginkan, kemudian
23
ditambahkan 50 ml akuades dan disaring dengan kertas saring (Koethoff et al.,
1989).
4.8.3 Persiapan lahan
Tanah dicangkul untuk membersihkan lahan dari akar bekas tanaman lama
dan segala macam gulma yang tumbuh. pH tanah diukur dengan pH meter digital.
pH diukur pada tiap petak tanah perlakuan, pH tanah yang kurang dapat dilakukan
penaburan kapur pertanian atau dolomit sebanyak 200-400 gr/m2 agar pH menjadi
6-7 (Sherly et al., 2010). Tanah yang telah dicangkul dibuat bedengan dengan
lebar 100 cm, tinggi 40 cm, jarak antar bedengan 80 cm, panjang bedengan 5 m,
lebar parit 50 cm. Setiap bedengan ditaburi 50 kg pupuk kandang untuk 5 m
panjang bedengan dan dicampur dengan tanah secara merata. Bedengan ditutup
dengan mulsa plastik hitam-perak. Untuk mengetahui unsur makro tersedia
dilakukan analisis tanah yang dikerjakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Udayana.
4.8.4 Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% dan persemaian
Benih cabai merah diseleksi dengan cara direndam dalam air bersih selama
6 jam, kemudian dipilih benih cabai yang tenggelam. Sebanyak 200 benih cabai
merah yang telah diseleksi direndam dengan EMS 1% masing-masing 50 benih
selama 6 jam, 9 jam, 12 jam dan 15 jam. Perlakuan dilakukan pada temperatur
ruang. Sebagai kontrol adalah 50 benih yang direndam dalam buffer fosfat pH 7.
Benih selanjutnya dibilas dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa mutagen
(Narayanan and Konzak, 1969). Benih yang telah diberi perlakuan kemudian
disemaikan pada media tanam siap pakai yang telah dimasukkan ke dalam
24
bumbungan dan disusun di bawah naungan atau sungkup yang telah disiapkan.
Bumbungan yang tersusun rapi diberi air secukupnya sampai basah. Penyiraman
dilakukan dengan sprayer. Bumbungan yang telah ditanam benih cabai ditutup
dengan kertas koran, lalu disiram sampai basah agar kelembabannya terjaga.
Kemunculan bibit dipermukaan tanah dicatat pada tahap ini.
4.8.5 Penanaman
Penanaman pada bedengan dilakukan setelah bibit berumur 21 hari. Jarak
tanam 50 x 50 cm (Sherly et al., 2010). Penanaman dilakukan pada sore hari
secara serentak dalam 1 hari. Setelah selesai ditanam, bibit cabai disiram air
secukupnya dengan cara disemprotkan dengan tekanan rendah dan merata sampai
ke akarnya.
4.8.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai dilakukan dengan memberi pupuk tambahan.
Campuran pupuk dibuat sesuai kebutuhan dalam ember atau tong besar ukuran
20-30 liter, diisikan 25 liter air bersih, dimasukkan 1,250 kg kompos,
ditambahkan 0,625 kg NPK (15 : 15 : 15) (2 sendok makan untuk 10 liter air).
Pemupukan dilakukan dengan kocor setiap bulan (100 ml per pohon), dimulai
pada umur 14 HST minimal 8 kali selama masa pemeliharaan tanaman (Sherly et
al., 2010). Kucuran pupuk diusahakan tidak terkena tanaman secara langsung.
Tanaman cabai disiram dengan air 2 kali sehari. Penyiangan dilakukan secara
manual dengan garu atau mencabut gulma secara hati-hati.
25
4.8.7 Pengamatan karakter morfologi
Karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman yang diukur dari
leher akar sampai titik tumbuh, jumlah cabang, jumlah daun, bentuk daun, jumlah
petal dan jumlah sepal. Pengamatan dilakukan terhadap tanaman terduga mutan
pada setiap perlakuan serta 6 tanaman yang dipilih pada setiap perlakuan dan
ulangan. Pengambilan data dilakukan setiap minggu, dengan mencatat dan
mengukur perubahan morfologi yang terjadi dari leher akar sampai titik tumbuh
tanaman serta dokumentasi gambar foto dengan kamera sampai tanaman cabai
berbuah.
4.8.8 Pengamatan karakter fisiologi
Karakter fisiologi yang diuji adalah kandungan klorofil. Uji klorofil
dilakukan dengan metode yang dijelaskan oleh Lichtenthaler dan Wellburn
(1983). Masing-masing perlakuan dan ulangan dipilih 3 tanaman dan diambil
daun ketiga dari pucuk dan sudah berkembang sempurna untuk diekstraksi
klorofilnya. Sampel daun sebanyak 100 mg dihaluskan dengan cara digerus,
ditambahkan 3 ml aseton 80% dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 2 menit.
Dari hasil sentrifugasi didapatkan pellet dan supernatan. Supernatan diambil dan
dipindahkan ke labu takar. Pellet yang masih dalam tabung ditambahkan 1 ml
aseton dan disentrifugasi kembali. Supernatan yang didapatkan dipindahkan ke
labu takar sebelumnya sampai mencapai 5 ml, kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 663 dan 645 nm.
Kandungan klorofil (mg/L) dalam ekstrak dihitung menurut rumus berikut
(Lichtenthaler dan Wellburn, 1983):
26
1. Klorofil a mg/L berat daun = 12,7 x E663 – 2,69 x E645
2. Klorofil b mg / L berat daun = 22,9 x E645 – 4,68 x E663
3. Klorofil total mg / L berat daun = 20,2 x E645 + 8,02 x E663
Keterangan :
E : Nilai absorbansi
4.8.9 Pengamatan karakter reproduktif tanaman
Secara reproduktif pengamatan meliputi viabilitas serbuk sari, hari saat
pertama berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga pada tanaman
perlakuan, umur 50% tanaman berbuah pada tanaman perlakuan, jumlah bunga,
jumlah buah serta besar buah setelah panen yang dihitung berdasarkan Standar
Nasional Indonesia.
Viabilitas serbuk sari diamati dengan mengambil sebuk sari dari 5 bunga
yang telah mekar dari 2 tanaman terpilih pada setiap perlakuan dan ulangan.
Serbuk sari ditaburkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan aceto-carmine 2%
dan dibiarkan selama 30 menit, dibuat masing-masing 1 preparat untuk setiap
bunga. Preparat yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 40 x dan dihitung jumlah serbuk sari pada 10 lapang pandang (Tyagi,
2002).
Pengamatan dilakukan terhadap serbuk sari yang viabel dan tidak viabel.
Serbuk sari yang viabel menyerap zat warna aceto-carmine dan memiliki dinding
yang tidak mengkerut, sedangkan serbuk sari yang tidak viabel tidak menyerap zat
27
warna aceto-carmine dan memiliki dinding yang mengkerut. Cara menghitung
persentase viabilitas serbuk sari adalah sebagai berikut:
rata-rata serbuk sari viabel x 100%
rata-rata jumlah serbuk sari yang diamati
Pengamatan terhadap hari saat berbunga dan berbuah dicatat mulai saat
tanaman pertama kali berbunga dan berbuah, sedangkan untuk jumlah bunga dan
jumlah buah dicatat saat mulai berbunga serta berbuah sampai tanaman dipanen.
Besar buah diukur dari diameter buah dan panjang buah, diameter diukur
pada pangkal buah cabai dan panjang buah diukur dari pangkal buah sampai ujung
buah. Pengukuran besar buah dilakukan terhadap setiap buah pada 6 tanaman
untuk setiap perlakuan dan ulangan sesuai dengan ukuran SNI yaitu Mutu I
dengan panjang buah 12-14 cm dan garis tengah pangkal 1,5-1,7 cm, Mutu II
dengan panjang buah 9-11 cm dan garis tengah pangkal 1,3-<1,5 cm, Mutu III
dengan panjang buah <9 cm dan garis tengah pangkal <1,3 cm (BSN, 1998).
4.9 Analisis Data
Data hasil penelitian merupakan data kuantitatif yang dianalisis secara
deskriptif komparatif serta statistik, yaitu dengan melihat dan membandingkan
hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan. Data persentase munculnya bibit
dilihat berdasarkan jumlah bibit yang hidup. Hasil rata-rata tinggi tanaman,
jumlah cabang, jumlah daun, jumlah petal, jumlah sepal, viabilitas serbuk sari,
hari pertama saat berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman berbunga, umur 50%
tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah buah, besar buah, kandungan klorofil
dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA (Analisis of Variance). Hasil uji
ANOVA yang berbeda nyata (P ≤ 0,05) dilanjutkan dengan uji LSD sehingga
28
dapat dilihat perbedaan antar pelakuan (Steel dan Torrie, 1993). Data yang
diperoleh diolah menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social
Sciences). Data akan dilaporkan dalam grafik dan tabel.
29
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol persentase
kemunculan bibit 100% pada 14 hari setelah semai (HSS). Bibit cabai merah
pertama tumbuh pada 7 HSS dan tumbuh 100% pada seluruh perlakuan pada 21
HSS.
Tabel 5.1
Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah
Perlakuan Munculnya Bibit (%)
7 HSS 14 HSS 21 HSS
Kontrol 66 100 100
EMS 1%, 6 jam 50 86 100
EMS 1%, 9 jam 60 91 100
EMS 1%, 12 jam 60 85 100
EMS 1%, 15 jam 50 96 100
HSS = hari setelah semai
5.2 Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah
Pengamatan karakter morfologi tanaman cabai merah dilakukan terhadap
tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bentuk daun, jumlah petal dan
jumlah sepal pada 2, 5, 9, 11 dan 13 minggu setelah transfer (MST) ke lahan.
Hasil ANOVA dan uji Duncan pada pengaruh perlakuan perendaman biji cabai
merah dengan konsentrasi EMS 1% terhadap tinggi tanaman menunjukkan
perlakuan berpengaruh signifikan. Hal ini terjadi pada 2 MST, 5 MST dan 9 MST
sedangkan pada 11 MST dan 13 MST perlakuan perendaman biji cabai merah
dengan konsentrasi EMS 1% tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi
tanaman (Gambar 5.1).
29
30
Gambar 5.1. Grafik Tinggi Tanaman.
Analisis pada 2 MST dan 5 MST menunjukkan tanaman hasil perlakuan
perendaman selama 9 jam menghasilkan tanaman yang paling tinggi yaitu
berturut-turut 12,68 cm dan 25,37 cm. Sedangkan pada kontrol menghasilkan
tanaman paling pendek yaitu sebesar 4,43 cm. Umur 9 MST, 11 MST, dan 13
MST, tanaman hasil perendaman 1% EMS selama 6 jam menghasilkan tanaman
yang paling tinggi yaitu 37,12 cm, 38,37 cm, dan 38,42 cm berturut-turut
Berdasarkan analisis statistik perendaman biji cabai merah dengan EMS
1% berpengaruh signifikan terhadap jumlah cabang tanaman cabai merah. Hal ini
terjadi pada 2 MST dan 5 MST, sedangkan pada 9 MST, 11 MST, dan 13 MST
perendaman biji dengan EMS tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah
cabang (Tabel 5.2).
31
Tabel 5.2
Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%
Jumlah Cabang (Batang)
PERLAKUAN 2 MST 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0 0,27±0,08(a) 5,13±0,44(a) 5,40±0,33(a) 5,43±0,29(a)
EMS 1%, 6 jam 0,10±0,07(a) 3,38±0,53(b) 6,10±0,42(a) 5,93±0,40(a) 5,43±0,36(a)
EMS 1%, 9 jam 0,40±0,14(b) 3,63±0,58(b) 6,30±0,49(a) 6,13±0,46(a) 5,57±0,33(a)
EMS 1%, 12 jam 0 1,10±0,21(a) 6,20±0,50(a) 6,27±0,50(a) 5,83±0,41(a)
EMS 1%, 15 jam 0 0,17±0,07(a) 5,20±0,39(a) 5,37±0,38(a) 5,40±0,37(a)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Hasil menunjukkan bahwa pada 2 MST perlakuan perendaman selama 9
jam menghasilkan jumlah cabang paling banyak dengan nilai rata-rata sebesar
0,40. Sedangkan tanaman dengan perlakuan kontrol, perendaman selama 12 jam,
dan 15 jam belum menghasilkan cabang pada 2 MST. Pada 5 MST semua
tanaman hasil perlakuan telah menghasilkan cabang dan jumlah paling banyak
pada perlakuan 9 jam. Pada umur 9, 11, dan 13 MST jumlah cabang tidak berbeda
antara kontrol dengan perlakuan dan antar perlakuan.
Pengaruh perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% terhadap jumlah
daun, menurut uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terjadi
pada 2, 5, dan 9 MST sedangkan pada 11 MST tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah (Tabel 5.3).
32
Tabel 5.3
Jumlah Daun Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%
Jumlah Daun (Helai)
PERLAKUAN 2 MST 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 3,53±0,09(a) 7,23±0,45(a) 36,33±0,68(a) 54,00±1,00(a) 36,30±1,52(c )
EMS 1%, 6 jam 8,07±0,42(b) 25,10±1,43(b) 56,07±2,28(b) 55,37±1,59(a) 31,20±1,26(b)
EMS 1%, 9 jam 7,77±0,49(b) 25,83±1,88(b) 56,57±1,97(b) 54,60±1,92(a) 27,53±0,66(a)
EMS 1%, 12 jam 3,83±0,10(a) 8,83±0,47(a) 39,07±1,37(a) 55,17±1,64(a) 28,93±0,85(ab)
EMS 1%, 15 jam 3,50±0,10(a) 6,57±0,29(a) 37,70±0,88(a) 54,67±1,01(a) 29,63±0,69(ab)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Analisis menunjukkan pada 2 MST perlakuan perendaman selama 6 jam
menghasilkan tanaman dengan jumlah daun paling banyak dari perlakuan lainnya,
yaitu dengan jumlah daun rata-rata sebesar 8,07. Pada 9 MST perlakuan
perendaman selama 9 jam menghasilkan tanaman dengan jumlah daun paling
banyak dengan jumlah rata-rata daun sebesar 56,57 dari jumlah daun tanaman
pada 2 MST, 5 MST, 11 MST dan 13 MST. Sedangkan pada 13 MST jumlah rata-
rata daun tanaman mulai mengalami penurunan dengan jumlah rata-rata terbanyak
pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 36,30.
Pengaruh perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1%
terhadap jumlah sepal bunga tanaman cabai merah pada 11 MST dan 13 MST
hasil ANOVA dan uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh
signifikan.
33
Tabel 5.4
Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS
1%
Jumlah Sepal Bunga Cabai Merah (Helai)
PERLAKUAN 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 5,00±0,00(a) 5,52±0,03(a) 5,49±0,02(a) 5,53±0,02(ab)
EMS 1%, 6 jam 5,58±0,08(a) 5,54±0,02(a) 5,54±0,02(ab) 5,64±0,03(c)
EMS 1%, 9 jam 5,41±0,08(a) 5,53±0,02(a) 5,56±0,02(ab) 5,60±0,03(bc)
EMS 1%, 12 jam 5,67±0,33(a) 5,48±0,04(a) 5,58±0,02(b) 5,56±0,03(abc)
EMS 1%, 15 jam 6,00±0,00(a) 5,50±0,04(a) 5,60±0,02(b) 5,49±0,03(a)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Analisis menunjukkan pada 11 MST perlakuan EMS 1% selama 15 jam
menghasilkan tanaman yang memiliki jumlah rata-rata sepal bunga yang paling
banyak sebesar 5,60 dan pada 13 MST perlakuan selama 6 jam menghasilkan
tanaman yang memiliki jumlah rata-rata sepal bunga yang paling banyak yaitu
sebesar 5,64 (Tabel 5.4). Bunga cabai yang dihasilkan pada penelitian ini
memiliki jumlah sepal sebanyak 5, 6 dan 7.
Perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1%
terhadap jumlah petal bunga tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh signifikan pada 11 MST dan 13 MST.
34
Tabel 5.5
Jumlah Petal Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS
1%
Jumlah Petal Bunga Cabai Merah (Helai)
PERLAKUAN 5 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 5,00±0,00(a) 5,52±0,03(a) 5,49±0,02(a) 5,53±0,02(ab)
EMS 1%, 6 jam 5,58±0,08(a) 5,54±0,02(a) 5,54±0,02(ab) 5,64±0,03(c)
EMS 1%, 9 jam 5,41±0,08(a) 5,53±0,02(a) 5,56±0,02(ab) 5,60±0,03(bc)
EMS 1%, 12 jam 5,67±0,33(a) 5,48±0,04(a) 5,58±0,02(b) 5,56±0,03(abc)
EMS 1%, 15 jam 6,00±0,00(a) 5,50±0,04(a) 5,60±0,02(b) 5,49±0,03(a)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Gambar 5.2. Foto Bunga Cabai Merah dengan 5 Petal pada 9 MST Perlakuan
EMS 1% Selama 6 Jam
35
Gambar 5.3. Foto Bunga Cabai Merah dengan 6 Petal pada 9 MST Perlakuan
EMS 1% Selama 6 Jam
Gambar 5.4 Foto Bunga Cabai Merah dengan 7 Petal pada 9 MST Perlakuan EMS
1% Selama 6 Jam
Pada 13 MST perlakuan selama 6 jam menghasilkan tanaman yang
memiliki jumlah petal bunga yang paling banyak yaitu dengan jumlah petal rata-
36
rata sebesar 5,64 (Tabel 5.5). Penelitian ini menghasilkan bunga cabai merah
dengan petal berjumlah 5, 6, dan 7.
Bunga cabai merah dengan jumlah petal dan sepal 5, 6, dan 7 dihasilkan
pada seluruh perlakuan kecuali pada 5 MST karena merupakan minggu awal
mulai berbunga sehingga tanaman cabai merah belum seluruhnya berbunga.
Jumlah petal dan sepal dihitung dari 30 tanaman perlakuan yang diambil dari 6
tanaman untuk setiap ulangan. Jumlah petal dan sepal selalu sama pada setiap
bunga, jika petal berjumlah 5 maka sepal juga berjumlah 5 begitu pula yang
berjumlah 6 dan 7. Jumlah bunga dengan petal dan sepal 5, 6, dan 7 pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Persentase Jumlah Bunga yang Memiliki Petal dan Sepal 5, 6, dan 7 Setiap
Perlakuan pada 9 MST, 11 MST dan 13 MST
Perlakuan
Persentase Jumlah Petal dan Sepal (%)
9 MST 11 MST 13 MST
5 6 7 5 6 7 5 6 7
Kontrol 49,79 48,93 1,29 51,40 48,35 0,25 47,94 51,23 1,44
EMS 1%,
6 jam 50,23 45,48 4,29 50,07 45,91 4,03 44,44 48,07 7,49
EMS 1%,
9 jam 51,44 44,64 3,92 48,92 46,50 4,59 46,18 47,71 6,12
EMS 1%,
12 jam 55,20 42,08 2,71 47,49 47,23 5,28 48,83 46,75 4,42
EMS 1%,
15 jam 53,88 42,23 3,88 46,20 47,69 6,11 53,98 43,03 2,99
Tabel 5.6 diatas menunjukkan pada 9 MST bunga telah muncul pada
seluruh perlakuan, persentase jumlah petal dan sepal berjumlah 5 terbanyak
terjadi pada perlakuan selama 12 jam yaitu sebesar 55,20%. Jumlah petal dan
sepal berjumlah 6 terbanyak terjadi pada 13 MST dengan perlakuan kontrol yaitu
37
sebesar 51,23% dan untuk jumlah petal dan sepal berjumlah 7 terbanyak terjadi
pada 13 MST dengan perlakuan 6 jam yaitu sebesar 7,49%.
5.3 Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah
Karakter fisiologi yang diamati adalah kandungan klorofil pada 11 MST
dari daun tanaman cabai merah dengan perlakuan EMS 1% pada benih yang
direndam selama 6, 9, 12, 15 jam dan kontrol. Hasil ANOVA dan uji Duncan
menunjukkan perlakuan perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% selama 6,
9, 12, 15 jam dan kontrol terhadap klorofil a, b dan total yang dihasilkan tanaman
cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan (P ≥ 0,05).
Tabel 5.7
Kandungan Klorofil a, b dan Total Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%
PERLAKUAN Kandungan Klorofil (µg/ml)
Korofil a Klorofil b Klorofil total
Kontrol 24,68±0,51(a) 31,41±1,75(a) 56,08±2,23(a)
EMS 1%, 6 jam 26,18±0,36(b) 36,04±1,12(b) 62,20±1,39(b)
EMS 1%, 9 jam 26,38±0,35(b) 42,30±1,63(c) 68,66±1,63(c)
EMS 1%, 12 jam 25,25±0,43(ab) 35,16±1,20(b) 60,39±1,45(ab)
EMS 1%, 15 jam 26,26±0,52(b) 33,44±1,23(ab) 59,68±1,72(ab)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Hasil uji kandungan klorofil a, b dan total pada perlakuan kontrol memiliki
kandungan yang paling rendah berturut-turut sebesar 24,68, 31,41 dan 56,07.
Sedangkan pada perlakuan EMS 1% selama 9 jam menunjukkan kandungan
klorofil a, b dan total yang paling tinggi yaitu 26,38, 42,30 dan 68,66 secara
berturut-turut. Persentase peningkatan klorofil a, b dan total yang terjadi antara
38
kontrol dengan perlakuan selama 9 jam berturut-turut adalah 6,89%, 34, 67%, dan
22,43%.
5.4 Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah
Hasil analisis viabilitas serbuk sari tanaman cabai merah menunjukkan
bahwa perlakuan berpengaruh signifikan (Tabel 5.8)
Tabel 5.8
Viabilitas Serbuk Sari Bunga Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%
Perlakuan Viabilitas Serbuk Sari (%)
Kontrol 97±0,01(bc)
EMS 1%, 6 jam 93±0,03(ab)
EMS 1%, 9 jam 89±0,02(a)
EMS 1%, 12 jam 99±0,00(c)
EMS 1%, 15 jam 93±0,02(ab)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Gambar 5.5. Foto Serbuk Sari Bunga Cabai Merah; a) Serbuk Sari Viabel,
b) Serbuk Sari Tidak Viabel; Perbesaran Mikroskop 4 x 10
Perlakuan perendaman biji cabai merah dengan EMS 1% selama 12 jam
menghasilkan viabilitas serbuk sari yang paling tinggi yaitu sebesar 99%. Namun
39
berdasarkan hasil analisis perbandingan berganda Duncan, nilai viabilitas serbuk
sari pada perendaman selama 12 jam tidak berbeda signifikan dengan viabilitas
serbuk sari hasil perlakuan kontrol sebesar 97%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan perendaman biji cabai dengan
EMS 1% selama 12 jam menghasilkan tanaman dengan viabilitas serbuk sari
paling tinggi yaitu sebesar 99%. Sedangkan tanaman dengan perlakuan
perendaman biji cabai dengan EMS 1% selama 9 jam menghasilkan tanaman
dengan viabilitas serbuk sari paling rendah yaitu sebesar 89% (Tabel 5.8).
Analisis of Variance dan Uji Duncan menunjukkan hari saat pertama
tanaman berbunga dan berbuah yang berbeda-beda pada setiap perlakuan.
Tabel 5.9
Umur Tanaman Cabai Merah Saat Mulai Berbunga dan Berbuah pada Berbagai
Lama Waktu Perendaman EMS 1%
Perlakuan Umur Pertama Berbunga
(Hari)
Umur Pertama Berbuah
(Hari)
Kontrol 53,67±5,90(b)
74,67±2,33(b)
EMS 1%, 6 jam 35,00±4,57(a)
63,00±2,30(a)
EMS 1%, 9 jam 35,00±4,57(a)
63,00±2,30(a)
EMS 1%, 12 jam 53,67±5,90(b)
70,00±3,13(b)
EMS 1%, 15 jam 53,67±5,90(b)
74,67±2,33(b)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Hasil analisis menunjukkan perlakuan perendaman biji cabai merah dengan
EMS 1% selama 6 jam dan 9 jam menghasilkan tanaman cabai yang rata-rata
berbunga paling cepat yaitu 35 hari. Sedangkan tanaman dengan umur pertama
kali berbunga yang paling lama pada tanaman cabai merah adalah dengan
40
perlakuan 12 jam, 15 jam dan kontrol dengan rata-rata umur pertama kali tanaman
berbunga pada 53 hari. Umur pertama kali tanaman berbuah paling cepat terjadi
pada tanaman dengan perlakuan EMS 1% selama 6 jam dan 9 jam yaitu 63 hari.
Sedangkan tanaman dengan umur pertama kali berbuah yang paling lama terjadi
pada tanaman dengan perlakuan 15 jam dan kontrol dengan rata-rata umur
pertama kali tanaman berbuah pada 74 hari.
Hasil ANOVA dan Uji Duncan umur 50% tanaman berbunga dan berbuah
menunjukkan umur 50% tanaman yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan.
Tabel 5.10
Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga dan Berbuah pada Berbagai Lama
Waktu Perendaman EMS 1%
Perlakuan Umur 50% Berbunga
(Hari)
Umur 50% Berbuah
(Hari)
Kontrol 63,00±2,64(c)
77,00±1,04(b)
EMS 1%, 6 jam 35,00±2,64(a)
63,00±1,04(a)
EMS 1%, 9 jam 44,33±5,90(b)
63,00±1,04(a)
EMS 1%, 12 jam 63,00±2,64(c)
74,67±2,33(b)
EMS 1%, 15 jam 63,00±2,64(c)
77,00±1,04(b)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Analisis menunjukkan perlakuan perendaman biji cabai merah dengan
EMS 1% selama 6 jam menghasilkan tanaman cabai dengan umur 50% berbunga
paling pendek yaitu 35 hari. Sedangkan tanaman dengan umur 50% berbunga
yang paling lama adalah tanaman dengan perlakuan 12 jam, 15 jam dan kontrol
dengan rata-rata umur 50% tanaman berbunga pada 63 hari. Tanaman cabai
dengan umur 50% berbuah paling cepat ditunjukkan oleh perlakuan perendaman
41
EMS 1% selama 6 jam dan 9 jam yaitu 63 hari. Sedangkan umur 50% tanaman
berbuah yang paling lama terjadi pada perlakuan 15 jam dan kontrol dengan rata-
rata umur 50% tanaman berbuah pada 77 hari.
Analisis umur pertama kali berbunga dan berbuah, umur 50% tanaman
berbunga dan berbuah dilakukan untuk mengetahui keefektifan EMS dalam
mempengaruhi hari berbunga dan berbuah serta umur 50% tanaman berbunga dan
berbuah pada tanaman dengan perlakuan EMS 1% dibandingkan dengan tanaman
kontrol.
Pengaruh perlakuan perendaman biji cabai merah dengan EMS 1%
terhadap jumlah bunga tanaman cabai merah didapatkan bahwa perlakuan
berpengaruh signifikan pada 5 MST dan 9 MST, sedangkan pada 11 MST
perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah bunga tanaman cabai merah (Tabel 5.11).
Tabel 5.11
Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman
EMS 1%
PERLAKUAN Jumlah Bunga (Kuntum)
5 MST 9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0,07±0,05(a) 7,77±1,35(a) 26,27±2,72(a) 16,20±0,96(c )
EMS 1%, 6 jam 2,07±0,46(b) 28,80±3,03(b) 24,83±1,47(a) 13,80±0,74(b)
EMS 1%, 9 jam 1,93±0,42(b) 28,93±2,56(b) 26,17±1,32(a) 10,93±0,65(a)
EMS 1%, 12 jam 0,10±0,07(a) 7,37±1,46(a) 25,27±2,03(a) 12,80±0,88(ab)
EMS 1%, 15 jam 0,07±0,05(a) 6,87±0,68(a) 24,53±1,45(a) 13,40±0,61(b)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
42
Hasil analisis menunjukkan pada 9 MST perlakuan 9 jam menghasilkan
tanaman dengan jumlah bunga paling banyak dari 5 MST, 11 MST dan 13 MST,
yaitu dengan jumlah bunga rata-rata sebesar 28,93.
Pengaruh perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS
1% terhadap jumlah buah tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh signifikan pada 9 MST dan 11 MST, sedangkan pada 13 MST
perlakuan tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah buah tanaman (Tabel
5.12)
Tabel 5.12
Jumlah Buah Total Tanaman Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu
Perendaman EMS 1%
PERLAKUAN Jumlah Buah Total (Buah)
9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0,03±0,03(a) 9,40±1,08(a) 6,23±0,58(a)
EMS 1%, 6 jam 10,43±1,38(b) 19,87±1,43(b) 7,90±0,39(a)
EMS 1%, 9 jam 9,47±1,30(b) 17,73±1,22(b) 6,63±0,51(a)
EMS 1%, 12 jam 0,20±0,09(a) 8,00±1,02(a) 6,73±0,75(a)
EMS 1%, 15 jam 0,03±0,03(a) 8,40±0,85(a) 7,07±0,49(a)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Hasil analisis pada 11 MST dengan perlakuan 6 jam menunjukkan jumlah
buah paling banyak dari 9 MST dan 13 MST yaitu dengan jumlah buah rata-rata
sebesar 19,87. Pada 13 MST jumlah buah mulai mengalami penurunan dengan
jumlah rata-rata buah terbanyak pada perlakuan selama 6 jam sebesar 7,90.
Jumlah buah yang didapatkan pada penelitian ini menurun karena dipengaruhi
oleh faktor cuaca yang kurang mendukung karena pada saat tanaman berbunga
43
dan berbuah sedang terjadi musim hujan sehingga tidak semua bunga dapat
menjadi buah dan buah mengalami kerontokan saat akan dipanen.
Pengaruh perlakuan perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS
1% terhadap diameter buah tanaman cabai merah menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap diameter buah cabai (Tabel 5.13).
Tabel 5.13
Diameter Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%
PERLAKUAN Diameter Buah (Cm)
9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0,50±0,00(a) 0,97±0,03(a) 0,87±0,02(a)
EMS 1%, 6 jam 0,97±0,05(b) 1,09±0,03(b) 0,92±0,02(ab)
EMS 1%, 9 jam 0,85±0,03(b) 1,06±0,03(b) 0,94±0,02(b)
EMS 1%, 12 jam 0,68±0,07(a) 0,92±0,02(a) 1,04±0,02(b)
EMS 1%, 15 jam 0,50±0,00(a) 0,93±0,02(a) 0,99±0,02(b)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
Analisis menunjukkan pada 9 MST dan 11 MST dengan perendaman EMS
1% selama 6 Jam menghasilkan tanaman yang memiliki rata-rata diameter buah
cabai merah yang paling besar yaitu 0,97 dan 1,09 berturut-turut. Sedangkan rata-
rata diameter buah cabai merah terkecil terlihat pada 9 MST dengan perlakuan
kontrol dan perendaman selama 15 jam yaitu masing-masing sebesar 0,50.
Perendaman biji cabai merah dengan konsentrasi EMS 1% terhadap
panjang buah tanaman cabai merah menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
panjang buah tanaman cabai merah.
44
Tabel 5.14
Panjang Buah Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%
PERLAKUAN Panjang Buah (Cm)
9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 4,00±0,00(a) 6,87±0,17(ab) 6,26±0,08(a)
EMS 1%, 6 jam 6,78±0,26(c) 7,31±0,14(c ) 6,48±0,07(ab)
EMS 1%, 9 jam 6,03±0,15(bc) 7,19±0,13(bc) 6,61±0,07(b)
EMS 1%, 12 jam 5,34±0,39(b) 6,62±0,12(a) 7,07±0,08(c)
EMS 1%, 15 jam 4,00±0,00(a) 6,63±0,11(a) 6,93±0,10(c)
Keterangan : Angka adalah nilai rata-rata ± standar error.
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata (P ≥ 0.05)
Data pengamatan menunjukkan pada 9 MST dan 11 MST dengan
perendaman EMS 1% selama 6 jam menghasilkan tanaman yang memiliki rata-
rata diameter buah cabai merah yang paling besar yaitu 6,78 dan 7,31. Sedangkan
rata-rata diameter buah cabai merah terkecil terlihat pada 9 MST dengan
perlakuan kontrol dan perendaman selama 15 jam yaitu masing-masing sebesar
4,00.
5.5 Hubungan Antar Karakter
Dari data penelitian ini dicari hubungan antar karakter tanaman cabai
merah. Hubungan antar karakter diperlukan untuk menunjukkan adanya korelasi
antara variabel dengan perlakuan EMS 1% dengan waktu perendaman yang
berbeda. Variabel yang menunjukkan korelasi kuat adalah tinggi tanaman dengan
jumlah cabang serta jumlah bunga dengan jumlah buah. Nilai korelasi yang
dilambangkan dengan r berkisar antara -1 sampai 1. Semakin mendekati nol,
korelasi akan semakin rendah. Korelasi positif (r > 0) menyatakan hubungan yang
searah antara dua variabel, artinya semakin tinggi suatu variabel, maka nilai
45
variabel lain juga akan semakin tinggi. Sebaliknya, korelasi negatif (r < 0)
menandakan adanya hubungan berbalik arah antar dua variabel, yang artinya
semakin tinggi suatu variabel, nilai variabel lain akan semakin rendah atau
sebaliknya.
Pada penelitian ini, ditinjau korelasi antara tinggi tanaman dengan jumlah
cabang tanaman serta korelasi antara jumlah bunga pada tanaman dengan jumlah
buah pada 9 MST, 11 MST dan 13 MST.
Tabel 5.15
Nilai Korelasi Pearson antara Tinggi Tanaman dengan Jumlah Cabang Tanaman
Cabai Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%
Perlakuan
Nilai Korelasi
9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0,006 -0,306 -0,208
EMS 1%, 6 jam 0,583* 0,719* 0,701*
EMS 1%, 9 jam 0,365* 0,461* 0,490*
EMS 1%, 12 jam 0,354* 0,534* 0,487*
EMS 1%, 15 jam 0,254 0,085 0,091
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Data korelasi menunjukkan pada 9 MST, 11 MST, dan 13 MST terjadi
korelasi pearson yang positif dan signifikan antara tinggi tanaman dengan jumlah
cabang tanaman cabai pada perlakuan EMS 1% selama 6, 9 dan 12 Jam. Tingkat
korelasi pearson yang terjadi antara kedua variabel tesebut adalah korelasi rendah
sampai dengan kuat.
46
Tabel 5.16
Nilai Korelasi Pearson antara Jumlah Buah dengan Jumlah Bunga Tanaman Cabai
Merah pada Berbagai Lama Waktu Perendaman EMS 1%
Perlakuan Nilai Korelasi
9 MST 11 MST 13 MST
Kontrol 0,619* 0,682* 0,689*
EMS 1%, 6 jam 0,855* 0,642* 0,802*
EMS 1%, 9 jam 0,791* 0,836* 0,845*
EMS 1%, 12 jam 0,382* 0,815* 0,885*
EMS 1%, 15 jam 0,058 0,686* 0,701*
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Data korelasi menunjukkan pada 9 MST, 11 MST, dan 13 MST terdapat
korelasi pearson yang positif dan signifikan antara jumlah bunga dengan jumlah
buah tanaman cabai merah pada perlakuan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15 jam.
Tingkat korelasi pearson yang terjadi antara kedua variabel tesebut adalah korelasi
sedang sampai dengan sangat kuat. Korelasi yang paling kuat terjadi antara
jumlah bunga dengan jumlah buah tanaman yang diberi perlakuan EMS 1%
selama 12 jam pada 13 MST.
47
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Persentase Kemunculan Bibit Cabai Merah
Perlakuan benih cabai merah dengan EMS 1% untuk seluruh masa
perendaman menyebabkan kemunculan 100% bibit 7 hari lebih lambat
dibandingkan kontrol. Bibit mulai muncul pada 7 HSS dan kemunculan 100%
terjadi pada 21 HSS sementara pada kontrol terjadi pada 14 HSS (Tabel 5.1).
EMS 1% sebagai mutagen memberikan efek yang menghambat dalam proses
perkecambahan benih cabai. EMS dapat menyebabkan mutasi titik yang dapat
mempengaruhi sintesis protein maupun enzim dalam benih cabai (Van Harten,
1998), sehingga proses perkecambahan benih menjadi terhambat.
Proses perkecambahan merupakan awal dari munculnya bibit di
permukaan tanah. Perkecambahan merupakan suatu proses yang dimulai dengan
penyerapan air untuk melunakkan kulit biji dan hidrasi protoplasma yang akhirnya
akan mengaktifkan auksin dan giberelin. Hormon tersebut akan memicu
pembentukan enzim-enzim hidrolitik yaitu α-amilase yang dapat merombak
amilase menjadi glukosa, enzim ribonuklease yang merombak ribonukleotida,
enzim fosfatase yang dapat merombak senyawa yang mengandung posphat, β-
glukanase yang merombak senyawa glukan, peptidase yang merombak senyawa
protein serta lipase yang merombak senyawa lipid. Enzim-enzim tersebut akan
membantu dalam mengurai bahan-bahan makanan seperti protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi bentuk yang dapat digunakan dan ditransfer ke bagian-bagian
benih cabai yang akan tumbuh menjadi kecambah.
47
48
Efek EMS dalam proses perkecambahan memberikan dampak pada
terhambatnya pembentukan kecambah karena sifat EMS sebagai agen alkilasi
yang menyebabkan mutasi titik pada sebuah basa yang dapat berupa insersi,
delesi, transversi, atau transisi basa yang menyebabkan perubahan susunan asam
amino. Fungsi hormon dan enzim terganggu oleh EMS yang masuk ke dalam
sistem fisiologis perkecambahan benih sehingga sintesis asam amino dan enzim
yang kacau menyebabkan terhambatnya metabolisme pada benih dan
perkecambahan berjalan lebih lambat (Sambrook dan Russell, 2001).
Terhambatnya kemunculan bibit akibat EMS dapat dihubungkan dengan
terhambatnya imbibisi biji terhadap air melalui dinding sel. Terdapat perbedaan
konsentrasi pada cairan di luar sel dan di dalam sel. Perbedaan konsentrasi
tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya osmosis, namun jika konsentrasi di
luar sel lebih tinggi maka akan menyebabkan cairan di luar sel lebih lambat untuk
dapat masuk ke dalam sel sehingga akan mempengaruhi perkembangan sel
(Campbell et al, 2006). Begitu pula EMS akan menghambat penyerapan air pada
proses perkecambahan, jika benih cabai direndam dalam larutan dengan
konsentrasi EMS yang tinggi justru air yang ada dalam benih cabai akan keluar
dari sel-selnya yang mengakibatkan sel mengalami dehidrasi bahkan mati.
Terhambatnya perkecambahan dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi mutagen
(Sheeba et al, 2005). Selain itu lambatnya tingkat perkecambahan juga dapat
disebabkan oleh respon pertahanan terhadap adanya radikal aktif dari EMS yang
dapat merusak aktivitas fisiologi benih.
49
Pada 21 HSS perkecambahan akibat perendaman EMS 1% selama 6, 9, 12
dan 15 jam dapat mencapai 100%. Hal ini dapat dikarenakan benih cabai telah
beradaptasi dengan EMS dan dapat tumbuh dengan pertumbuhan benih yang lebih
lambat (Al-Qurainy dan Khan, 2009).
6.2 Pengaruh EMS terhadap Karakter Morfologi Tanaman Cabai Merah
Hasil penelitian menunjukkan EMS 1% dengan lama perendaman yang
berbeda memberikan pengaruh terhadap karakter morfologi tanaman cabai merah.
Perubahan karakter dapat dilihat dari adanya penambahan tinggi tanaman, jumlah
cabang, jumlah daun, jumlah sepal dan petal bunga pada perlakuan perendaman
selama 6, 9, 12 dan 15 jam serta kontrol.
Data menunjukkan perlakuan EMS 1% selama 9 jam menghasilkan
tanaman yang paling tinggi pada 2 dan 5 MST, jumlah cabang paling banyak pada
2 MST, dan jumlah daun paling banyak pada 9 MST. Dapat dikatakan perlakuan
EMS 1% selama 9 jam efektif untuk tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah
daun tanaman cabai merah. Sedangkan untuk jumlah buah cabai merah
menunjukkan peningkatan jumlah buah pada perlakuan EMS 1% selama 6 jam
dibandingkan dengan tanaman kontrol. Jika dibandingkan pada masing-masing
perlakuan, tingkat penyerapan jumlah mutagen yang terjadi akan berbeda-beda
sehingga fluktuasi nilai perubahan pada setiap perlakuan akan berbeda (Manzila et
al, 2010). Peningkatan tinggi tanaman mungkin disebabkan karena meningkatnya
proses metabolisme dan kinerja tanaman setelah efek yang ditimbulkan oleh
EMS. Metabolisme yang cepat dan baik akan mendukung pembentukan zat
pengatur tumbuh berupa enzim dan hormon yang mendukung pertumbuhan, zat
50
pengatur tumbuh dapat merangsang pembelahan dan pembesaran sel dalam
pemanjangan batang (Wattimena, 1998). Menurut Dhakshanamoorty et al., (2010)
perlakuan EMS 1% memberikan hasil dengan ketinggian tanaman dan panjang
akar maksimum pada tanaman Jatropha curcas L.
Pada penelitian ini dihasilkan bunga cabai merah dengan jumlah sepal dan
petal berjumlah 5, 6 dan 7. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh yang
ditimbulkan oleh EMS pada aktivitas enzim, keseimbangan hormon dan inhibitor
dalam proses mitotik. Umumnya tanaman dikotil seperti cabai merah memiliki
jumlah numerik dari bagian-bagian bunga seperti sepal, petal, stamen dan carpel
dengan jumlah tiga, empat, lima atau kelipatan dari tiga, empat, dan lima (Meyer,
1996). Dalam perkembangan primordial bunga, organ bunga terbentuk dari
kuncup yang muncul pada meristem apikal. Pada proses ini terjadi pembelahan
sel, diferensiasi sel dan pemanjangan sel meristematik melalui suatu mekanisme
genetika. Hormon merupakan faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan
bunga. Hormon yang berpengaruh terhadap munculnya bunga adalah auksin dan
giberelin. Auksin berperan dalam menginduksi giberelin, sehingga terjadi
akumulasi giberelin yang dapat memicu pembungaan. Jika dikaitkan dengan
perlakuan EMS pada benih cabai merah maka dapat dikatakan EMS memberikan
efek pada proses fisiologi dan kimia dalam merubah kode protein pembawa
hormon yang menyebabkan perubahan ekspresi asam amino pada tanaman cabai
merah dalam pembentukan bunga (Hopkins and Huner, 2008). Peningkatan
jumlah sepal dan petal dapat dikaitkan dengan jumlah kandungan unsur hara
tanah. Dari analisis unsur tanah didapatkan hasil dengan unsur C organik, P
51
tersedia, dan K tersedia yang tinggi. Menurut Soepardi (1983) salah satu peran
unsur P dalam perkembangan tanaman adalah pembentukan dan pertumbuhan
bunga. Unsur P merupakan penyusun sel hidup dari jaringan tanaman berupa
asam nukleat, fosfolipida, dan fitin (Tisdale, 1990). Fosfor merupakan penyusun
karbohidrat dan asam amino yang mempengaruhi induksi pembungaan
(Poerwanto, 2003). Pada tanaman Borago officinales L. dengan perendaman EMS
1% selama 16 jam mengakibatkan jumlah petal dan sepal yang lebih banyak dari
kontrol (De Haro and Del Rio, 1998). Sri Devi dan Mullainathan (2012) juga
mendapatkan hasil dengan jumlah petal dan sepal trimerous, tetramerous,
pentamerous dan heptamerous pada Capsicum annuum L. var Kovilpatti dengan
perlakuan EMS 10, 20, 30, 40 dan 50 mM.
Perubahan karakter morfologi tanaman cabai merah yang berbeda-beda
pada setiap perlakuan dapat dipengaruhi oleh lama waktu perendaman yang
berbeda. Dari hasil pengamatan dengan konsentrasi EMS yang sama
menunjukkan perlakuan dengan perendaman selama 9 jam terbukti dapat
meningkatkan karakter morfologi tanaman cabai merah. EMS merupakan
senyawa alkilasi yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi, namun mutasi juga
sangat dipengaruhi oleh keadaan dari objek mutasi yang memiliki tahap
perkembangan dan tingkat penerimaan yang berbeda-beda terhadap mutagen
(Deshpande et al, 2010). Sehingga hasil pada setiap perlakuan akan berbeda
tergantung kemampuan adaptasi tanaman yang dijadikan objek perlakuan,
perubahan karakter morfologi yang terjadi dapat disebabkan proses perubahan
52
struktur DNA dimana mutagen dapat masuk ke dalam replikasi DNA dan
mengubah struktur DNA (Cummings dan Klug, 1994).
6.3 Pengaruh EMS terhadap Karakter Fisiologi Tanaman Cabai Merah
Pengaruh EMS 1% terhadap kandungan klorofil tanaman cabai merah
menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh signifikan (P ≤ 0,05). Data penelitian
menunjukkan perlakuan EMS 1% selama 9 jam menunjukkan kandungan klorofil
a, b dan total paling tinggi dan pada tanaman kontrol memiliki kandungan yang
paling rendah. Klorofil merupakan pigmen penangkap dan penyerap cahaya yang
digunakan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan energi bagi tanaman.
Daun merupakan bagian utama tanaman yang menghasilkan energi dalam jumlah
besar dikarenakan setiap millimeter persegi daun mengandung setengah juta
kloroplas (Kimball, 1983).
Peran klorofil a dalam fotosintesis yaitu mengubah energi radiasi menjadi
energi kimia dan mengangkut energi ke pusat reaksi molekul. Sedangkan klorofil
b menyerap energi radiasi dan meneruskan ke klorofil a. Peningkatan klorofil
dapat menyebabkan bertambah kompleks pemanenan cahaya dan membesarnya
antena pada fotosistem II yang menyebabkan tingkat efisiensi penangkapan
cahaya meningkat (Rotundo et al, 2004). Pada penelitian ini didapatkan hasil
kandungan klorofil yang meningkat dengan perlakuan EMS 1%. EMS juga dapat
meningkatkan klorofil dengan mempengaruhi kandungan karotenoid yang
diinduksi oleh mutagen EMS pada fotosistem tanaman (Pande et al, 2012).
Harahap (2005) mengemukakan bahwa mutagen dapat meningkatkan klorofil
pada daun. Dengan bertambahnya klorofil pada daun maka energi yang dihasilkan
53
akan semakin besar, dan tentunya akan mempengaruhi perkembangan tanaman
dengan meningkatnya sistem metabolisme pada tanaman karena pasokan energi
yang besar serta dapat mempengaruhi morfologi dan reproduktif tanaman cabai
merah.
Selain klorofil, proses fotosintesis juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti intensitas cahaya, kondisi lingkungan, kandungan unsur hara dan mineral
tanah, tahap perkembangan tanaman serta faktor genetik. Tanaman cabai merah
memiliki suhu optimum sebesar 15-25oC untuk fotosintesis maksimum (Lakitan,
2011). Penelitian ini dilakukan di daerah dengan suhu ±22-29oC, jika
dihubungkan dengan suhu optimum fotosintesis maka daerah yang dijadikan
tempat penelitian masih mendukung bagi tanaman cabai merah untuk dapat
berfotosintesis dengan optimal dan dapat meningkatkan jumlah klorofil tanaman.
6.4 Pengaruh EMS terhadap Karakter Reproduktif Tanaman Cabai Merah
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa EMS 1% berpengaruh
signifikan terhadap viabilitas pollen, hari saat pertama berbunga dan berbuah,
umur 50% tanaman berbunga, umur 50% tanaman berbuah, jumlah bunga, jumlah
buah serta besar buah. Terdapat peningkatan dan penurunan viabilitas pollen pada
perlakuan perendaman EMS 1% dengan waktu perendaman yang berbeda, hal ini
dapat dikaitkan dengan EMS sebagai mutagen dapat menghambat dan
meningkatkan viabilitas pollen dengan mengacaukan enzim dan hormon yang
merangsang pembentukan pollen, dosis mutagen juga sangat berpengaruh
terhadap kondisi pollen sehingga pollen yang dihasilkan dapat menjadi steril
ataupun fertil yang akhirnya mempengaruhi peningkatan dan penurunan viabilitas
54
pollen (Pathak et al., 1983). Menurut Ramya et al (2014), pemberian mutagen
pada Vigno mungo L. Hepper menurunkan fertilitas pollen seiring meningkatnya
konsentrasi mutagen yang diberikan. Lgnacimuthu dan Babu (1989) juga
melaporkan hasil yang sama pada tanaman Urd dan mungbeans jenis liar dan
kultivar. Sedangkan menurut Yunita et al (2012) pemberian mutagen sodium
azida dapat meningkatkan viabilitas pollen pada tanaman cabai besar (Capsicum
annuum L).
Hasil penelitian menunjukkan hari saat pertama berbunga tanaman cabai
merah adalah hari ke 35 sedangkan untuk pertama kali berbuah adalah hari ke 63
pada perlakuan EMS 1% selama 6 dan 9 jam. Umur 50% tanaman berbunga
adalah umur 35 hari sedangkan untuk umur 50% tanaman berbuah adalah hari ke
63 pada perlakuan EMS 1% selama 6 dan 9 jam. Hal ini dapat dikaitkan dengan
efektivitas lama waktu perendaman EMS 1%. Hari pertama berbunga dan berbuah
yang terganggu mungkin dikarenakan perubahan proses fisiologis tanaman yang
disebabkan oleh lama waktu perendaman EMS. Mutagen dapat merubah hari
berbunga dan berbuah pada tanaman (Nahiyan et al, 2014). Lama waktu
perendaman yang tepat pada penelitian ini dapat mempercepat hari berbunga dan
berbuah, dimana perendaman selama 6 dan 9 jam dapat mempercepat hari
berbunga dan berbuah. Nasare dan Choudhary (2011) mendapatkan hasil
pembungaan lebih awal pada generasi M2 dan M3 tanaman Ocimum sanctum
Linn dengan perlakuan EMS 0,1%, 0,2% dan 0,4% yang direndam dan dikocok
selama 18 jam, menurutnya tanaman yang diberi perlakuan mutagen yang mulai
berbunga 15 – 20 hari sebelum kontrol tergolong tanaman early flowering. Proses
55
fisiologi yang mungkin dipengaruhi EMS menyangkut produksi hormon yang
dalam proses pembungaan dipengaruhi oleh florigen yang menginduksi
pembungaan. Florigen dihasilkan daun pada kondisi fotoperiodisme yang cocok
dan ditransmisikan dari daun ke tunas apikal (Nita dan Pancoro, 2002). Penelitian
lain untuk hari berbunga lebih awal juga dilaporkan pada tanaman Lathyrus
stativus L. (Kumar and Dubey, 1998; Girhe and Choudhary, 2002). Untuk umur
berbuah ditemukan pematangan buah lebih awal pada mutan tanaman mungbean
bahkan lebih unggul dari tanaman kontrol berkaitan dengan produksi benih (Wani
dan Khan, 2006). Temuan ini menunjukkan bahwa EMS dapat mengubah hari
untuk berbunga dan umur berbuah menjadi lebih cepat.
Pengaruh EMS 1% terhadap jumlah bunga dan buah tampak mengalami
peningkatan pada perlakuan dengan perendaman selama 6 dan 9 jam. Jabeen dan
Mirza (2002) menemukan peningkatan jumlah buah pada tanaman cabai merah
dengan nilai rata-rata maksimum didapatkan pada perlakuan EMS konsentrasi
0,1%. Dhakshanamoorty et al., (2010) juga melaporkan peningkatan jumlah buah
maksimum pada tanaman Jatropha curcas L dengan perlakuan EMS 1%
dibandingkan konsentrasi EMS lainnya. Namun karena penelitian dilakukan di
lahan terbuka, bunga dan buah mengalami kerontokan, buah yang dihasilkan tidak
mengalami kematangan, hanya sedikit buah yang menjadi matang. Hal ini karena
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan cuaca yang tidak mendukung dimana
hujan deras sering turun, suhu menjadi rendah dan kelembaban udara meningkat
sehingga tanaman sangat rentan terhadap jamur dan bakteri (Setiadi, 2011).
56
Analisis untuk besar buah cabai dihitung dari diameter dan panjang buah
cabai merah, hasil analisis menunjukkan rata-rata diameter dan panjang buah
cabai merah terbesar terlihat pada perlakuan EMS 1% selama 6 jam dengan nilai
rata-rata diameter 1,09 cm dan panjang 7,31 cm. Nilai tersebut dimasukkan ke
dalam Standar Nasional Indonesia, maka besar buah cabai merah penelitian ini
termasuk ke dalam standar Mutu III dengan panjang buah <9 cm dan garis tengah
pangkal <1,3 cm (BSN, 1998).
6.5 Hubungan Antar Karakter
Hasil analisis hubungan antar karakter menunjukkan hasil yang positif
antara tinggi tanaman dengan jumlah cabang tanaman. Bertambahnya tinggi
tanaman dikaitkan dengan kinerja hormon dan enzim dalam proses fisiologi
tanaman. Hormon dan enzim bekerja dalam proses pembelahan dan pembesaran
sel dalam pemanjangan batang sehingga tanaman cabai merah semakin bertambah
tinggi (Wattimena, 1998). Tinggi tanaman dihubungkan dengan peningkatan
jumlah cabang yaitu munculnya meristem apikal pada titik tumbuh batang yang
memunculkan cabang tanaman baru sehingga semakin tinggi tanaman jumlah
cabang akan semakin bertambah. Korelasi antara jumlah bunga dan jumlah buah
dapat dilihat dengan semakin banyak bunga maka semakin besar kemungkinan
penyerbukan bunga yang terjadi sehingga pembuahan yang terjadi semakin tinggi
dan meningkatkan jumlah buah yang muncul.
57
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa :
1. Perendaman benih cabai merah dengan EMS 1% selama 6, 9, 12 dan 15
jam menghambat kemunculan bibit. Perendaman 6 dan 9 jam paling
efektif meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah daun,
sedangkan untuk peningkatan jumlah petal dan sepal adalah perendaman 6
jam.
2. Peningkatan kandungan klorofil tertinggi terjadi pada perendaman selama
9 jam.
3. Perendaman benih cabai merah dengan EMS 1% selama 12 jam
menghasilkan viabilitas serbuk sari tertinggi. Umur pertama berbunga dan
berbuah serta umur 50% berbunga dan berbuah paling cepat terjadi pada
perendaman 6 dan 9 jam. Jumlah bunga dan buah paling banyak terdapat
pada tanaman dengan perendaman selama 6 dan 9 jam. Buah cabai paling
besar dihasilkan perendaman selama 6 jam dengan nilai rata-rata diameter
1,09 cm dan panjang 7,31 cm, besar buah cabai merah penelitian ini
termasuk ke dalam standar Mutu III Badan Standar Nasional dengan
panjang buah <9 cm dan garis tengah pangkal <1,3 cm.
57
58
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan adalah dapat dilakukan penelitian lebih lanjut pada generasi M2 untuk
dapat melakukan seleksi dan melihat penurunan mutasi yang terjadi serta
kemungkinan terjadinya varietas baru. Selain itu penelitian ini juga masih perlu
disempurnakan lagi dengan melakukan penelitian terhadap karakter tanaman cabai
merah secara anatomi dan molekuler.
59
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, V. and C.R. Bhatia. 1994. Testing for tolerance to aphids in Indian
mustard, Brassica juncea (L.). Plant Breeding 112:260-263
Alcantara, T.P., P.W. Bosland, and D.W. Smith. 1996. Ethyl methanesulfonate
induced mutagenesis of Capsicum annuum. Journal of Heredity. 87
(3):239–241.
Al-Qurainy, F., and S. Khan. 2009. Mutagenic Effects of Sodium Azide and its
Application in Crop Improvement. World Applied Sciences Journal, 6(12):
1589-1601.
Belletti, P., M. O. Nassi, and L. Quagliotti. 1983. Capsicum newsletter. Number
2. Turin – Italy : Institute of Plant Breeding and Seed Production. Via P.
Gloria, 15 -10126
Bird, R.M.K. and Neuffer, M.G, 1987. Induced mutations In maize. In: Plant
breeding reviews, vol 5. (Janlck J, ed). New York Van Rostrand Relnhold;
139-180.
BSN. 1998. Cabai Merah Segar. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
BPS. 1996. Survei Pertanian. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan di
Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
BPS. 2011. Laporan ringkas studi cabai. Laporan bulanan data sosial ekonomi.
Edisi 9. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS. 2012. Produksi Cabai Besar, Bawang Merah, dan Mangga Tahun 2011.
Jakarta: Biro Pusat Statistik
BPT. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Jakarta: Balai Penelitian Tanah
Brady, N.C. 1990. The Natural and Properties Soils. Macmillan Publishing
Company. New York.
Campbell, N.A, L.G. Mitchell, J.B. Reece, M.R. Taylor, and E.J. Simon. 2006.
Biology, 5th ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword
City, England.
Chen, M., Y. Choi, D.F. Voytas, and Rodermel. 2000. Mutation in the Arabidosis
VAR2 Locus Leaf Variegations due to the loss of chloroplast FtsH
protease. Plant Journal, 22:303- 313.
60
Cummings, M.R. and W.S. Klug. 1994. Concepts of Gennetics. Fourth Edition.
USA: Macmillan Publishing Company. P: 341-343
De Haro and Del Rio, A., 1998. Isolation of chemically induced mutants in
Borage (Borago officinalis L.). Journal of the American Oil Chemists
Society, 75: 281-3.
Deshpande, K.N., S.S. Mehetre, and S.D. Pingle. 2010. Effect of Different
Mutagens for Induction of Mutations in Mulberry. Asian Journal of
Experimental Biological Sciences.,10 :104-108.
Dhakshanamoorty, D., R. Selvaraj, and A. Chidambaram. 2010. Physical and
Chemical Mutagenesis In Jatropha curcas L. To Induce Variability In Seed
Germination, Growth and Yield Traits. Romanian Journal of Biology-Plant
Biology., 55 (2) P.113-125. Bucharest
Djarwaningsih, T. 2005. review: Capsicum spp. (Cabai): Asal, Persebaran dan
Nilai Ekonomi. Biodiversitas. 6 (4):292-296.
Girhe, S. and A.D. Choudhary. 2002. Induced morphological mutants in Lathyrus
stativus. Journal Cytology and Genetics. 3: 1-6
Girija, M. and D. Dhanavel. 2009. Mutagenic Effectiveness and Efficiency of
Gamma Rays Ethyl methanesulfonate and Their Combined Treatments in
Cowpea (Vigna unguiculata L. Walp). Global Journal of Molecular
Sciences. 4 (2):68-75.
Hofmann, N.E., R. Raja, R.L. Nelson, and S.S. Korban. 2004. Mutagenesis of
embryogenic cultures of Soybean and detecting polymorphisms using
RAPD markers. Plant Biology. 48:173-177.
Hong, M.Q., Y.Q. Wang, and C.X. Hou. 2011. Effect of ethyl
methanesulfonate(EMS)in in vitro mutation on anther-derived embryos
in loquat (Eriobotrya japonica Lindl.) African Journal of Agricultural
Research. 6 (11):2450-2455.
Hopkins, W.G., and N.P.A. Huner. 2008. Introduction to Plan Physiology. 4th
Ed.
John Willey & Sons. 528 P
Imelda, M., P. Deswina, S. Hartati, A. Estiati, and S. Atmowijoyo. 2000.
Chemical mutation by Ethyl methanesulfonate (EMS) for bunchy top virus
resistence in Banana. Annales Bogorienses 7:19-25.
Itoh, K., M. Iwabuchi, and K. Shimamoto. 1991. In situ hybridization with spesies
DNA probes gives evidence for asymmetric nature of Brassica hybrids
obtained by X-ray fusion. Theoretical and Applied Genetics. 81:356-362
61
Jabeen, N. and B. Mirza. 2002. Ethyl methanesulfonate enhances genetic
variability in Capsicum annuum. Asian Journal of Plant Sciences, 4:425–8.
Jabeen, N. and B. Mirza. 2004. Ethyl methanesulfonate induces morphological
mutations in Capsicum annuum. International Journal of Agriculture &
Biology. 6:340-345.
Khan. Z., H. Gupta, M.Y.K. Ansari, and S. Chaudhary. 2009. Methyl
methanesulphonate induced chromosomal variations in a medicinal plant
Cichorium intybus L. during microsporogenesis. Cytogenetics and
Mutation Breeding Lab. Deptt. Of Botany, Aligarh Muslim University,
Aligarh 202 002 (UP), India. Toxeminar-1. Biology and Medicine. 1 (2):66-
69.
Kimball, J. 1983. Biologi Umum Edisi Ke Lima. Erlangga. Jakarta
Koethoff, M., E.B. Sandel, and E.J. Merhan. 1989. Quantitative Chemical
Analysis. Fourth Edition. New York: Macmillan Publishing. Co. Inc.
Kilham, C. 2006. Chiles, The Hottest Health Promoters. [on line]
http://www.medicinehunter.com
Koornneef, M. 1991. Variation and Mutan Selection in plant cell and tissue
culture in biotechnological innovation. p. 99-115. In Crop Improvement.
Open Universiteit Nederland and Thames Polytechnic, United Kingdom.
Kumar S., and D.K. Dubey, 1998, Induced morphological mutations in Lathyrus
stativus L. Journal Cytology and Genetics., 33, pp. 131-137.
Lakitan, B. 2011. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Ed 1,Cet 9. Jakarta: Rajawali
Pers.
Latado, R.R., A.H. Adames, and A.T. Neto. 2004. In Vitro mutation of
Chrysanthemum (Dendranthema grandiflora Tzveler) with
ethylmethanesulphonate (EMS) in immature floral pedicels, Plant Cell
Tissue Organ Culture. 77:103-106.
Lgnacimuthu, S., and C.R. Babu. 1989. lnduced chromosomal abnormality and
pollen sterility in wild and cultivated urd and mung beans. Cytologio.
51(1):159-167.
Lichtenthaler, H.K., and A.R. Wellburn. 1983. Determination of total carotenoids
and Chlorophylls a and b of leaf extracts in different solvents. Biochemical
Society Transactions. 603:591–2.
62
Manzila, I., S.H. Hidayat, I. Mariska, dan S. Sujiprihati. 2010. Induksi kalus dan
daya regenerasi tunas cabai melalui kultur in vitro. Jurnal AgroBiogen. 6:1-
11.
Meyer, V. 1996. Flower abnormalities. Botanical Review. 32: 165-195.
Nahiyan, A.S.M., L. Rahman, S. Raiyan, H. Mehraj, and A.F.M. Jamal Uddin.
2014. Selection of EMS Induced Tomato Variants Through Tilling for
Point Mutation. Bangladesh Research Publications Journal. 10 (2): 214-
222
Nasare, P.N., and A.D. Choudhary. 2011. Early Flowering and High Yielding
Mutants In Ocimum sanctum Linn. Indian Streams Reseach Journal. 1 (4)
Narayanan, K.R., and C.F. Konzak. 1969. Influence of chemical post-treatments
on the mutagenic efficiency of alkylatlng agents. In: Induced mutation In
plants. Vienna: IAEA; 281-301.
Nita, E., dan A. Pancoro. 2002. Isolasi dan Karakterisasi Gen Homolog
LEAFY/FLORICAULA pada Jati (Tectona grandis L.f.). BioSMART. 4
(2): 11-17
Novax, F.J., L. Havel, and J. Dolezel. 1984. In vitro breeding system of Allium.
Proc. 5th Int. Conf. Japan 1982. P. 767-768.
Pande, S., and M. Khetmalas. 2012. Biological Effect of Sodium Azide and
Colchicine on Seed Germination and Callus Induction in Stevia
Rebaudiana. Asian Journal of Experimental Biological Sciences, 3 (1): 93-
98.
Pathak, C.S., D.P. Singh, and A.A. Deshpande. 1983. Male and female sterility in
hot pepper (Capsicum annuum L.). Capsicum Newsletter. 97-98
Pharmawati, M., I.K. Suada, and M.R. Defiani. 2012. Ethyl Methanesulfonate
Delayed Germination and Altered Seedling Morphology of Capsicum
annuum L. 4th International Conference on Biotechnology and Biosciences.
Abstract Book.
Poerba, Y.S. 2000. Pengaruh mutagen Etil-Methan-Sulfonat (EMS) terhadap
pertumbuhan Sonchus arvensis (L.) pada generasi M1. Puslitbang Biologi-
LIPI.
Poerwanto, R. 2003. Budidaya Buah-Buahan: Proses Pembungaan dan
Pembuahan. Bahan Kuliah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 44 hal.
63
Purwati, R.D., Sudjindro, E. Kartini, dan Sudarsono. 2008. Keragaman genetika
varian abaka yang diinduksi dengan ethyl methanesulphonate (EMS).
Jurnal Littri. 14 (1):16-24.
Poulos, J.M. 1994. Capsicum L., p. 136-140. In J. S. Siemonsma, and P. Kasem
(Eds.). Prosea, Plant Resources Of South-East Asia No 8, Vegetables.
Prosea Foundation. Bogor.
Priyono dan A.W. Susilo. 2002. Respons regenerasi in vitro eksplant sisik mikro
kerk Lily (Lilium longiflorum) terhadap Ethyl methanesulfonate (EMS).
Jurnal Ilmu Dasar. 3:74-79.
Ramya, B., G. Nallathambi and S. Ganesh Ram. 2014. The effect of mutagens on
M1 population of black gram (Vigno mungo L. Hepper). African Journal of
Biotechnology. Vol. 13(8), pp. 951-956
Rotundo, A., M. Forlani and C. Di Vaio. 2004. Influence of shading net n
vegetative and productive characteristics, gas exchange and chlorophyll
content of the leaves in two blackberry (Rubus ulmifolius Schott). (serial on
line). http:/www.actahort.org/books/457/457- 42.htm (9 September 2004).
Russell, P.J. 1992. Genetics. Third edition. New York: Harper Collins Pub. 758 P.
Sambrook, J. and D.W. Russell. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual.
Eds. 3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Samuels, A.L. and L.A. Staehelin. 1996. Caffeine inhibits cell plate formation by
disrupting membrane reorganization just after the vesicle fusion step.
Department of Biology, University of Colorado, Boulder, Colorado.
Protoplasma. Austria: Springer-Verlag.
Selvaraj, N.S., Natarajan, and B. Ramaraj. 2001. Studies on induced mutation in
garlic. Mutation Breeding Newsletter. 45: 40-41.
Setiadi. 2011. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Jakarta: Penebar Swadaya.
Shah, T.M., J.I. Mirza, M.A. Haq, and B.M. Atta. 2008. Induced genetic
variability in chickpea (Cicer arietinum L.). II. Comparative mutagenic
effectiveness and efficincy of physical and chemical mutagens. Pakistan
Journal of Botany. 40 (2): 605-613.
Sheeba, A., J. Abumalarmathi, S. Babu, and S.M. Ibrahim. 2005. Mutagenic
effects of gamma rays and EMS in M1-generation in Sesame. Resources on
Crops,6 (2): 300-306.
64
Sherly, S.P., A. Tyasdjaja, Y. Ermawati, dan F.R.P. Hantoro. 2010. Budidaya dan
Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L.), Ungaran, BPTP Jawa
Tengah, iv, 60 hlm.
Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam
Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (2):70-78.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor
Soeranto, H. 2003. Peran Iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk
mendukung industri pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi.
Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Sri Devi, A and L. Mullainathan. 2012. The Use of Ethyl Methanesulfonate to
Study the Flower Development in Capsicum annuum L. Mutants. Botany
Research International 5 (1): 04-09.
Steel, R.G.D. dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. P.T. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty.
Suminah, Sutarno, dan A.D. Setyawan. 2002. Induksi poliploidi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas. 3
(1):174-180.
Todorova. J. and S. Daskalov. 1979. Possibilities for the utilization of some
mutagenic factors in changing sweet pepper susceptibility to powdery
mildew (Leveillula solanacearum Gol. f. capsici Berg.). Journal of
Genetics and Breeding. 12:174.
Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Ferilizers.
New York: Macmillan Publishing Company.
Tyagi, A.P. 2002. Cytogenetics and Reproductive Biology of Some BELE
(Abelmoschus manihot Linn., Medic Sub-Species manihot) Cultivars.
Pacific Journal of Natural Science. 20:4-8.
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding: Theory and Practical Application.
New York: Cambridge University Press.
65
Wan, Y., D.R. Duncan, A.L. Rayburn, J.F. Petolino, and J.M. Widholm. 1991. The
use of antimicrotubule herbicides for the production of doubled haploid plants
from anther-derived maize callus. Theoretical and Applied Genetics. 81:205-
211.
Wani M.R. and S. Khan. 2006. Estimates of genetic variability in mutated
populations and the scope of selection for yield attributes in Vigna radiata
(L.) Wilczek. Egyptian Journal of Biology, 8, pp. 1-6.
Wattimena, G.A. 1998. Zat Pengatur Tumbuh. PAU IPB. Bogor. 145 hal.
Yulmira, Y. 2011. Aktivitas Peroksidase Mutan Pisang Kepok dengan Ethyl
Methanesulfonate (EMS) Secara In Vitro. Jurnal Natur Indonesia 14(1)
Yunita, S. N. K., M. Pharmawati, dan I. K. Junitha. 2012. Pengaruh Mutagen
Kimia Sodium Azida Terhadap Morfologi Tanaman Cabai Besar
(Capsicum annuum L). Metamorfosa Journal of Biological Sciences, I (1).
Zeerak, N.A. 1991. Cytogenetical effect of gamma rays and ethyl
methanesulfonate in brinjal (Solanum melongena L.). Cytologia. 56:639-
643.
66
LAMPIRAN
Lampiran 1. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 3515.267 4 878.817 44.742 0.000*
Kelompok 368.067 4 92.017 4.685 0.001*
Error 2769.500 141 19.642
Total 6652.833 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 2. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 3844.907 4 961.227 28.294 0.000*
Kelompok 825.507 4 206.377 6.075 0.000*
Error 4790.227 141 33.973
Total 9460.64 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 3. Anova Jumlah Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 47.107 4 11.777 1.354 0.253
Kelompok 118.24 4 29.56 3.398 0.011
Error 1226.527 141 8.699
Total 1391.873 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 4. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 128.533 4 32.133 16.276 0.000*
Kelompok 57.933 4 14.483 7.336 0.000*
Error 278.367 141 1.974
Total 464.833 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
67
Lampiran 5. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 16705.107 4 4176.277 39.03 0.000*
Kelompok 2427.373 4 606.843 5.671 0.000*
Error 15087.093 141 107.001
Total 34219.573 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 6. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 72.84 4 18.21 0.209 0.933
Kelompok 2906.44 4 726.61 8.326 0.000*
Error 12305.093 141 87.27
Total 15284.373 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 7. Anova Jumlah Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 433.227 4 108.307 6.389 0.000*
Kelompok 247.36 4 61.84 3.648 0.007*
Error 2390.107 141 16.951
Total 3070.693 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 8. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 2 MST
Sumber Jumlah
Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 3.6 4 0.9 6.231 0.000*
Kelompok 1.533 4 0.383 2.654 0.036*
Error 20.367 141 0.144
Total 25.5 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
68
Lampiran 9. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 5 MST
Sumber Jumlah
Kuadrat
Db Kuadrat
Tengah
F Sig.
perlakuan 335.133 4 83.783 23.97 0.000*
kelompok 75.533 4 18.883 5.403 0.000*
Error 492.833 141 3.495
Total 903.5 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 10. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
perlakuan 39.107 4 9.777 2.000 0.098
kelompok 196.707 4 49.177 10.058 0.000*
Error 689.360 141 4.889
Total 925.173 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 11. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 20.773 4 5.193 1.336 0.259
Kelompok 211.44 4 52.86 13.603 0.000*
Error 547.927 141 3.886
Total 780.14 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 12. Anova Jumlah Cabang Tanaman Cabai Merah 13 MST
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
perlakuan 3.867 4 0.967 0.352 0.843
kelompok 151.733 4 37.933 13.795 0.000*
Error 387.733 141 2.750
Total 543.333 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 13. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 2 MST
69
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
perlakuan 667.293 4 166.823 72.034 0.000*
kelompok 57.827 4 14.457 6.242 0.000*
Error 326.540 141 2.316
Total 1051.66 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 14. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 5 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
perlakuan 11447.84 4 2861.96 83.637 0.000*
kelompok 447.573 4 111.893 3.27 0.013*
Error 4824.86 141 34.219
Total 16720.273 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 15. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 12592.707 4 3148.177 48.996 0.000*
Kelompok 1518.373 4 379.593 5.908 0.000*
Error 9059.693 141 64.253
Total 23170.773 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 16. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 34.36 4 8.59 0.146 0.965
Kelompok 1182.427 4 295.607 5.014 0.001*
Error 8312.573 141 58.954
Total 9529.36 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 17. Anova Jumlah Daun Tanaman Cabai Merah 13 MST
70
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 1376.84 4 344.21 13.231 0.000*
Kelompok 1161.24 4 290.31 11.159 0.000*
Error 3668.16 141 26.015
Total 6206.24 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 18. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 2 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 1945.457 4 486.364 93.622 0.000*
Kelompok 65.59 4 16.397 3.156 0.016*
Error 732.493 141 5.195
Total 2743.54 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 19. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 5 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 6752.488 4 1688.122 74.952 0.000*
Kelompok 333.916 4 83.479 3.706 0.007*
Error 3175.704 141 22.523
Total 10262.109 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 20. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 907.067 4 226.767 4.252 0.003*
Kelompok 759.333 4 189.833 3.559 0.008*
Error 7520.475 141 53.337
Total 9186.875 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 21. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 11 MST
71
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 233.157 4 58.289 1.157 0.332
Kelompok 640.523 4 160.131 3.179 0.016*
Error 7103.293 141 50.378
Total 7976.973 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 22. Anova Tinggi Tanaman Cabai Merah 13 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 82.833 4 20.708 0.454 0.769
Kelompok 517.067 4 129.267 2.834 0.027
Error 6431.308 141 45.612
Total 7031.208 149
Lampiran 23. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.731 4 0.183 4.006 0.007*
Kelompok 0.759 4 0.19 4.158 0.005*
Error 2.373 52 0.046
Total 3.719 60
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 24. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.673 4 0.168 8.122 0.000*
Kelompok 0.189 4 0.047 2.284 0.063
Error 2.901 140 0.021
Total 3.767 148
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 25. Anova Diameter Buah Tanaman Cabai Merah 13 MST
72
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.459 4 0.115 15.101 0.000*
Kelompok 0.123 4 0.031 4.037 0.004*
Error 1.011 133 0.008
Total 1.586 141
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 26. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 19.974 4 4.994 3.042 0.025*
Kelompok 21.792 4 5.448 3.319 0.017*
Error 85.353 52 1.641
Total 124.12 60
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 27. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 11.969 4 2.992 5.754 0.000*
Kelompok 5.877 4 1.469 2.825 0.027*
Error 72.801 140 0.52
Total 90.735 148
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 28. Anova Panjang Buah Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 12.117 4 3.029 17.653 0.000*
Kelompok 2.064 4 0.516 3.007 0.021*
Error 22.823 133 0.172
Total 36.864 141
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 29. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST
73
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 5.069 4 1.267 1.424 0.247
Kelompok 2.695 4 0.674 0.757 0.561
Error 30.269 34 0.890
Total 36.735 42
Lampiran 30. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.136 4 0.034 0.811 0.520
Kelompok 0.242 4 0.061 1.441 0.224
Error 5.467 130 0.042
Total 5.846 138
Lampiran 31. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.136 4 0.034 3.122 0.017*
Kelompok 0.011 4 0.003 0.25 0.909
Error 1.532 141 0.011
Total 1.679 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 32. Anova Jumlah Petal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.502 4 0.126 3.91 0.005*
Kelompok 0.041 4 0.01 0.321 0.863
Error 4.529 141 0.032
Total 5.072 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 33. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 5 MST
74
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 5.541 4 1.385 1.589 0.200
Kelompok 2.743 4 0.686 0.787 0.542
Error 29.637 34 0.872
Total 36.639 42
Lampiran 34. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 9 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
perlakuan 0.067 4 0.017 0.408 0.803
kelompok 0.191 4 0.048 1.164 0.330
Error 5.343 130 0.041
Total 5.603 138
Lampiran 35. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 11 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
perlakuan 0.148 4 0.037 3.878 0.005*
kelompok 0.011 4 0.003 0.297 0.879
Error 1.346 141 0.01
Total 1.505 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 36. Anova Jumlah Sepal Bunga Tanaman Cabai Merah 13 MST
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.434 4 0.108 3.65 0.007*
Kelompok 0.09 4 0.023 0.759 0.554
Error 4.189 141 0.03
Total 4.713 149
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 37. Anova Klorofil a Tanaman Cabai Merah
75
Sumber Jumlah
Kuadrat db
Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 33.365 4 8.341 3.076 0.022*
Kelompok 25.195 4 6.299 2.323 0.066
Error 178.981 66 2.712
Total 237.541 74
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 38. Anova Klorofil b Tanaman Cabai Merah
Sumber Jumlah
Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 1012.157 4 253.039 12.217 0.000*
Kelompok 723.442 4 180.861 8.732 0.000*
Error 1367.015 66 20.712
Total 3102.614 74
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 39. Anova Klorofil Total Tanaman Cabai Merah
Sumber Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 1284.014 4 321.003 9.854 0.000*
Kelompok 932.377 4 233.094 7.155 0.000*
Error 2150.053 66 32.577
Total 4366.444 74
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 40. Anova Viabilitas Pollen Tanaman Cabai Merah
Sumber Jumlah
Kuadrat Db Kuadrat Tengah F Sig.
Perlakuan 0.066 4 0.017 5.212 0.002*
Kelompok 0.039 4 0.010 3.093 0.026*
Error 0.131 41 0.003
Total 0.236 49
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 41. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbunga
76
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 4181.333 4 1045.333 25.000 0.000*
Error 1045.333 25 41.813
Total 5226.667 29
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 42. Anova Umur Pertama Tanaman Cabai Merah Berbunga
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 2508.800 4 627.200 5.000 0.004*
Error 3136.000 25 125.440
Total 5644.800 29
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 43. Anova Umur 50% Tanaman Cabai Merah Berbuah
Sumber Jumlah Kuadrat Db Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 1280.533 4 320.133 49.000 0.000*
Error 163.333 25 6.533
Total 1443.867 29
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 44. Anova Umur Pertama Tanaman Cabai Merah Berbuah
Sumber Jumlah
Kuadrat Db
Kuadrat
Tengah F Sig.
Perlakuan 823.200 4 205.800 8.289 0.000*
Error 620.667 25 24.827
Total 1443.867 29
*signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Lampiran 45. Hasil Analisis Tanah
77
Lampiran 46. Foto Penelitian
Pembibitan Benih Cabai
6 Jam
9 Jam 12 Jam 15 Jam
Kontrol
78
Lahan Penelitian
Unit tanaman kontrol
79
Unit tanaman dengan perlakuan EMS 1% 15 jam
Unit tanaman dengan perlakuan EMS 1% 12 jam
80
Unit tanaman dengan perlakuan EMS 1% 9 jam
Unit tanaman dengan perlakuan EMS 1% 6 jam
81
Proses pewarnaan serbuk sari dengan Acetocarmine
Pembacaan absorban klorofil pada spektrofotometer