Indonesian Legal System

download Indonesian Legal System

of 77

Transcript of Indonesian Legal System

Kelompok 2

Etimologi:medicina, senipenyembuhan,lex, hukum berkaitan denganbaikkedokteran dan hukum. PertimbanganMedikolegaladalah bagian pentingdariproses pembuatankeputusanperawatan pasiendan menentukankebijakanuntuk pengobatanpasienmentaltidak kompeten dananak di bawah umur, kinerjasterilisasi atauaborsi terapeutik, danperawatan pasienyang sakit parah. PertimbanganMedikolegal, keputusan, definisi,dan kebijakanmenyediakankerangka untukinformed consent,kewajiban profesional, danbanyak aspek lain dariprakteksaat ini di bidangperawatan kesehatan.

Persetujuan pengobatan Praktisi medis dituntut memberikan informasi pada pasien mereka agar pasien mampu memahami : - Pilihan pengobatan mereka - Konsekuensi yang dapat diperkirakan dan efek samping dari setiap terapi atau intervensi yang diusulkan - Konsekuensi jika tidak berproses dengan pengobatan - Praktisi medis memberi nasehat pada pilihan klinis terbaik dan alasan mereka untuk opini profesional tersebut

Rekam Medis Praktisi medis diharuskan menyimpan dengan akurat, rekaman perawatan yang telah diberikan pada pasien.

Kerahasiaan adalah landasan hubungan dokter-pasien. Sebagai prinsip umum, pasien memiliki hak mengharapkan praktisi medis tidak akan menyingkap informasi yang didapat dari pasien dalam rangka hubungan dokter-pasien tanpa ijin dari pasien. Pengecualian terhadap Kerahasiaan a) Jika pasien setuju untuk diungkapkan b) Dengan persetujuan seseorang yang berhak bertindak atas nama pasien c) Anggota keluarga d) Ketika informasi klinis perlu dibagi diantara tim pengobatan e) Untuk jaminan kualitas dan evaluasi pelayanan f)Kelahiran g) Kematian kesehatan yang melakukan

h) Wajib melaporkan penganiayaan anak-anak i) Pemberitahuan penyakit infeksi kepada otoritas yang berhubungan j) Kebugaran untuk mengendarai kendaraan bermotor k) Contoh darah setelah kecelakaan l) Pemenuhan surat perintah pencarian m) Pemberitahuan praktisi kesehatan yang kecacatan kesehatannya dapat membahayakan publik n) Sertifikasi orang dengan penyakit mental o) Panggilan tertulis untuk tampil di pengadilan p) Resiko serius untuk dirinya dan orang lain q) Pengungkapan terhadap otoritas pemerintah

Menyediakan laporan sebagaimana yang diminta pihak ketiga merupakan bagian penting pada praktek medis kontemporer. Hal itu juga merupakan satu dari banyak pengalaman praktisi medis sebagai gangguan terhadap kewajiban klinis mereka.

Praktisi medis yang diminta untuk memberikan laporan mungkin saja sebagai seorang dokter biasa yang mengobati pasien, atau diminta sebagai ahli independen untuk menilai pasien dan memberikan opini dan/atau rekomendasi tentang permasalahan semisal kebugaran untuk kembali bekerja. Kunci permasalahannya adalah bahwa laporan seperti itu ditulis sebagai permintaan pihak ketiga dan biasanya dibayar oleh pihak tersebut.

Pihak ketiga yang mencari laporan mungkin saja perusahaan asuransi, pemberi kerja pasien, otoritas menurut undang-undang, polisi, praktisi hukum, dan pengadilan.

Praktisi medis dapat dipanggil secara tertulis untuk tampil di pengadilan sebagai saksi di hadapan hukum dan pengadilan dan juga dapat diminta untuk memberikan keterangan. Ini berhubungan dengan pengobatan yang dilakukan oleh mereka, penilaian yang dilakukan dan observasi yang mereka buat. Bukti tersebut dapat berupa bukti fakta dan bukti pendapat.

Sebelum memberikan keterangan, praktisi medis harus meninjau kembali diri mereka dengan dokumen yang berhubungan dengan pasien tentang keadaan medis yang dibutuhkan untuk memberikan bukti. Praktisi medis harus mendasarkan pendapat mereka pada data dan menahan diri dari spekulasi, kecuali dengan jelas diminta melakukannya oleh pengadilan. Mereka harus menggambarkan dengan jelas antara fakta dan pendapat pribadi dan dipersiapkan untuk menjelaskan alasan muculnya pendapat tersebut, jika diminta untuk melakukannya.

Memberi kesaksian Ketika praktisi medis diminta untuk memberi kesaksian, para praktisi harus menganggap dirinya bertindak dalam kapasitas sebagai praktisi medis dan menerapkan kemampuan klinis mereka. Seorang praktisi seharusnya tidak memberikan kesaksian jika dia menerima uang untuk kesaksian tersebut.

Bersaksi untuk dokumen hukum lainnya Praktisi medis diminta untuk bersaksi atas berbagai dokumen hukum yang pasti. Banyak pertimbangan garis besar dalam hubungan kesaksian yang bisa diterapkan pada kesaksian dokumen lainnya.

Declaration

patient UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : pasal 53 : hak pasien UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 52 dan 53. SE Ditjen Yanmed Depkes RI No YM.02.04.3.5.2504 : Pedoman Hak dan kewajiban pasien, dokter dan RS Deklarasi Muktamar IDI : Hak dan kewajiban pasien dan dokter

of Lisbon (1991) : The Rights of the

Hak

memilih dokter Hak dirawat dokter yang bebas Hak menerima / menolak pengobatan setelah menerima informasi Hak atas kerahasiaan Hak mati secara bermartabat Hak atas dukungan moral / spiritual

Hak Hak Hak Hak Hak Hak

atas Informasi atas second opinion atas kerahasiaan atas persetujuan tindakan medis atas pelayanan kesehatan atas ganti rugi

HAK

UNTUK BEKERJA BEBAS, PROFESIONAL HAK MENOLAK MELAKUKAN PEKERJAAN YG DI LUAR STANDAR PROFESI ATAU MELANGGAR ETIK HAK MEMILIH PASIEN DAN MENGAKHIRI HUB DRPASIEN, KECUALI GAWAT DARURAT MEDIS HAK ATAS PRIVACY HAK ATAS IMBALAN

KEWAJIBAN PROFESI :

SUMPAH DOKTER KODEKI STANDAR PERILAKU STANDAR PROSEDUR STANDAR PELAYANAN MEDIS MEMENUHI HAK PASIEN

KEWAJIBAN AKIBAT HUB. DOKTER-PASIEN

KEWAJIBAN SOSIAL

PIDANA PERDATA DISIPLIN ETIK

Sanksi

= - teguran - penghentian tugas/kewenangan tertentu untuk sementara - pengalihan tugas - re-edukasi - pencabutan ijin praktik

KELALAIAN KETERANGAN

PALSU ABORSI ILEGAL PENIPUAN PERPAJAKAN EUTHANASIA PENYERANGAN SEKS

: : : : : : :

359-361 KUHP 267-268 KUHP 347-349 KUHP 382 BIS KUHP 209, 372 KUHP 344 KUHP 284-294 KUHP

Visum

et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.

Istilah

malpraktik berasal dari kata mala, artinya tidak baik, dan praktik yang artinya pelaksanaan pekerjaan. Dalam bidang kesehatan, malpraktik medis merupakan pelaksanaan pekerjaan dokter secara tidak baik. Jadi, malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional.

medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standart of care for treatment of the patients condition, orlack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional), seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ ketidak-kompetenan yang tidak beralasan.

Menurut W.L. Prosser (The Law of Torts) unsur malapraktik adalah : (1)Adanya perjanjian dokter-pasien; (2)Adanya pengingkaran perjanjian; (3)Adanya hubungan sebab akibat antara tindakan pengingkaran itu dengan musibah yang terjadi; (4)Tindakan pengingkaran itu merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5)Musibah itu dapat dibuktikan keberadaannya.

Duty to use due care (kewajiban)Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai standar profesi serta sudah ada informed consent. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Dereliction (breach of duty/adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas)

Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di rumah sakit tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.

Damage (injury/kerugian)

Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntut ganti-kerugian. Istilah injury tidak saja dalam bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang hebat. Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktik medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung.

Direct Causation (Proximate Cause/penyebab langsung )

Kelalaian

medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu : Malfeasance;

melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/ layak (unlaw atau improper). Misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai. Misfeasance; melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance). Misalnya melakukan tindakan medis yang menyalahi prosedur. Nonfeasance; tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Tingkat-tingkat kelalaian oleh hukum hanya dibedakan 2 (dua) ukuran tingkat : Yang bersifat ringan, biasa (culpa levis); yaitu apabila seseorang tidak melakukan apa yang seorang biasa, wajar, dan berhati-hati akan melakukan, atau justru melakukan apa yang orang lain yang wajar tidak akan melakukan di dalam situasi yang meliputi keadaan tersebut. Yang bersifat kasar, berat (culpa lata); yaitu apabila seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukannya.

Menurut Prof. Leenen suatu tindakan medik harus memenuhi syarat : Harus ada indikasi medik, Dilakukan berdasarkan standar, Dilakukan dengan teliti dan hati-hati, Harus ada informed consent.

Setiap tindakan medis mengandung resiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan ataupun tindakan guna mereduksi resiko tersebut. Resiko yang dapat diterima adalah sebagai berikut:Resiko

yang derajat propabilitas dan keparahannya cukup

kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan atau infeksi pada pembedahan, dan lain-lain.Resiko

yang derajat propabilitas dan keparahannya besar pada

waktu tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang beresiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu-satunya cara yang harus ditempuh terutama dalam keadaan gawat darurat.

1. 2.

Malpraktek Etik - tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Malpraktek YuridikMalpraktek Perdata (Civil Malpractice) - - Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien. II. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice) - - Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.I.a. b. c.

Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional) Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness) Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

3.

Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice) Tidak punya STR

Berdasarkan ringan-berat sanksinya : Malpraktek Etika Malpraktek Disiplin Malpraktek Hukum

BIDANG

SIFAT Intern (self imposed regulation)

TUJUAN Memelihara harkat martabat profesi dan menjaga mutu

SANKSI Teguran, skorsing, pemecatan sebagai anggota

Etika Hukum publik (ada unsur Disiplin pemerintah dan awam)

Melindungi masyarakat (termasuk anggota profesi) Teguran, skorsing, pencabutan izin Hukum perdata

Hukum

Berlaku umum (bersifat memaksa)

Menjaga tata tertib masyarakat luas

= ganti rugi Hukum Pidana = sanksi badan dan atau pencabutan izin

Keterlibatan dokter gigi sehubungan dengan Kedokteran Gigi Forensik dapat dibagi menjadi 3 bidang (Cameron dan Sims, 1973) yaitu : a. Perdata nonkriminal; b. Kriminal; dan c. Penelitian Pada dasarnya dokter dan dokter gigi dalam membantu aparat penegak hukum dapat dibedakan atas (Prakoso, 1987) : 1. Menurut obyek pemeriksaan : a. Orang hidup b. Jenazah c. Benda-benda atau yang berasal dari dalam tubuh. 2. Menurut jasa yang diberikan : a. Melakukan pemeriksaan lalu mengemukakan pendapat dari hasil pemeriksaannya. b. Mengajukan atau mengemukakan pendapat saja. 3. Menurut tempat kerja : a. Di rumah sakit atau laboratorium b. Pemeriksaan di tempat kejadian c. Di muka sidang pengadilan

Tugas dokter gigi dalam lingkup forensik adalah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan mulut dan gigi dan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan mulut dan gigi, contohnya : memeriksa bekas gigitan. Oleh sebab itu seorang dokter gigi dapat dilibatkan dalam pembuatan Visum et Repertum oleh dokter pembuat Visum et Repertum sebagai konsultan untuk memeriksa keadaan mulut dan geligi korban, karena dokter gigi tidak memiliki wewenang khusus untuk membuat Visum et Repertum. Walaupun demikian, dokter gigi dapat membuat berbagai hasil pemeriksaan yang kedudukannya setara dengan Visum et Repertum tetapi tidak dengan judul Visum et Repertum.

Catatan : Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.

Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut (Franklin C.A, 1988). Berdasarkan pasal 184 KUHAP ayat (1), keterangan ahli yang diberikan oleh saksi ahli di pengadilan adalah merupakan salah satu alat bukti yang sah.

Tata cara pemanggilan saksi ahli diatur dalam pasal 227 KUHAP, secara garis besarnya adalah : (1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan. (2) Petugas yang melaksanakan panggilan harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil. (3) Bila orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat tinggalnya atau tempat kediamannya yang terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Desa atau pejabat, dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat dimana orang yang dipanggil tinggal.

Apabila saksi ahli telah datang ke Pengadilan sesuai dengan tanggal pemanggilannya, pertama-tama saksi ahli melaporkan kedatangannya kepada panitera pengadilan, lalu menunggu gilirannya untuk dipanggil memasuki ruang sidang. Di ruang sidang saksi ahli duduk berhadapan dengan hakim, dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh jaksa, pengacara atau terdakwa kepada saksi ahli harus melalui hakim. Semua jawaban yang diberikan harus jelas, tidak berbelit, menggunakan bahasa Indonesia yang baik, mudah dipahami, hati-hati, sopan, dan sesuai batas profesi. (Baheram, 1995).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang saksi ahli adalah (Prakoso, 1987) : 1. Syarat obyektif. a. Sehat, dewasa, tidak dibawah perwalian, sebagaimana (pasal 171 KUHAPidana). b. Tidak boleh ada hubungan keluarga dengan terdakwa, baik pertalian darah atau karena perkawinan, dan bukan orang yang bekerja atau yang mendapat gaji dari terdakwa (pasal 168 KUHAPidana). 2. Syarat Formil Saksi ahli harus disumpah menurut aturan agamanya, untuk memberi keterangan yang sebenarnya, sebagai-mana diatur dalam pasal 120 ayat (2) KUHAPidana, pasal 179 ayat (2) KUHAPidana

1.Kewajiban : a. Didasarkan pasal 159 ayat (2) KUHAPidana saksi ahli wajib menghadap ke persidangan setelah dipanggil dengan patut. b. Didasarkan pasal 160 KUHA Pidana, saksi ahli wajib ber-sumpah menurut agamanya untuk memberi keterangan yang sebenarnya. 2. Hak sebagai saksi ahli : Didasarkan pasal 229 KUHAP, saksi ahli yang telah hadir berhak mendapat penggantian biaya menurut Undangundang yang berlaku.

Catatan

medis : pemeriksaan medis, bersifat

rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya. Visum

et Repertum : dibuat berdasarkan Undang-

Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP, dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.

Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan Visum et Repertum Kejahatan Susila Visum et Repertum Jenazah Visum et Repertum Psikiatrik Tiga jenis visum yang pertama mengenai tubuh atau raga manusia, sedangkan jenis keempat mengenai mental atau jiwa

1. Pendahuluan: berisi landasan operasionalobyektif administrasi:

Identitas penyidik: nama, NRP, pangkat, jabatan, kepolisian mana Identitas surat permintaan: nomor, tanggal, dari Sektor/Resort atau Polda, cap dan kop surat Identitas korban/barang bukti :nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal, agama, pendidikan, alamat tempat tinggal

Identitas

macam peristiwa, misalnya KLL (kecelakaan lalu lintas), KN (kriminal), KL (kecelakaan lain), GEL (gelandangan), atau M (misteri), jika KLL antara apa dan apa, pakai helm/ tidak, kalau kriminal: pembunuhan, penganiayaan, tembakan, tusukan, dan lain-lain Identitas tempat/saat peristiwa: dimana, kapan, hari, tanggal, jam, lokasi peristiwa

2. Pelaporan/inti isi: Dasarnya

obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa) Meliputi pemeriksaan medis dari: Hasil pemeriksaan TKP Hasil pemeriksaan luar bagian tubuh jenazah Hasil pemeriksaan dalam bagian tubuh/alat-alat dalam jenazah Hasil semua pemeriksaan laboratorium/penunjang Dilakukan

pemeriksaan mikroskopi jaringan (Patologi Anatomi), Toksikologi, Parasitologi, Mikrobiologi, Identifikasi anthropologi, Identifikasi odontologi, Kimia darah, Laboratorium lain (DNA)

3. Kesimpulan: landasannya

subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis (poin 3) Tiap baris kesimpulan di akhir kalimat diisi nomor penunjuk sebagai alasan, ditulis dalam kurung Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai alasan penyebab kematian

Kelainan-kelainan

yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan penyebab kematian disebut sebelum akhir kesimpulan Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir kesimpulan (kalau diperlukan) Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada kelainan akibat kekerasan Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan:

4. Penutup: Visum

et Repertum dalam penutupnya menyatakan dengan mengingat Sumpah Jabatan. Pembuatan Visum et Repertum berdasarkan surat permintaan pihak Penyidik dengan landasan operasional UU No.8 Tahun 1981. Kalimat terakhir berupa tanda tangan dan nama dokter serta cap instansi dimana dokter tersebut bekerja/bertugas. Tidak perlu pakai tanggal karena sudah tertulis dalam pendahuluan

Tatacara urutan kesimpulan:1. Tiap baris kesimpulan di akhir kalimat diisi nomor penunjuk sebagai alasan, ditulis dalam kurung 2. Kelainan-kelainan yang bersifat fatal/berat disebut lebih dulu sebagai alasan penyebab kematian 3. Kelainan-kelainan yang sifatnya ringan dan tidak ada hubungan dengan penyebab kematian disebut sebelum akhir kesimpulan 4. Untuk jenazah tidak dikenal, identitas korban disebut pada awal (no.1) kesimpulan

5. Untuk jenazah dikenal, identitas dan saat kematian disebut pada akhir kesimpulan (kalau diperlukan) 6. Untuk kasus kematian mendadak, pada awal kesimpulan, tidak ada kelainan akibat kekerasan 7. Untuk kasus jenazah orok, ada hal-hal khusus yang harus dijelaskan umur kandungan, ada / tidak ada cacat, dll 8. Untuk kasus gelandangan tidak ada kelainan akibat kekerasan, sebab kematian akibat penyakit/kelemahan. Selanjutnya jenazah dikirim ke Fakultas Kedokteran UGM atas ijin penyidik dan Pemda setempat (tertulis) untuk kadaver (bila jenazah masih baik) 9. Untuk jenazah membusuk atau tinggal tulangtulang perlu disebutkan dalam awal kesimpulan.

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Pasal 186 KUHAP : keterangan ahli ini dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan, dan dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam bentuk laporan

Pasal 187 KUHAP : atau dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di dalam suatu surat

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

PIHAK YANG BERWENANG MEMBUAT KETERANGAN AHLI

Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan dapat membuat keterangan ahli, namun untuk ketertiban administrasi sebaiknya keterangan ahli diberikan oleh dokter yang bekerja di suatu instansi kesehatan.

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Apabila korban telah meninggal dunia. Jenasah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenasah untuk kepentingan peradilan diancam hukum sesuai dengan pasal 222 KUHAP Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pastikan identitasnya. Korban juga merupakan pasien, sehingga ia masih mempunyai hak sebagai pasien pada umumnya

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

kelayakan dari bukti ilmiah ini sangat bergantung pada serangkaian upaya ilmiah, pemeriksaan, dan keputusan manajerial yang dilakukan oleh polisi dan personel laboratorium:

1. penyelidik TKP 2. detektif 3. staf ahli laboratorium kejahatan 4. ilmuwan pengadilan (pakar kriminal).

Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai letak posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan Benda bukti yang ditemukan diperlakukan sesuai prosedur, dipegang dengan hati-hati dan dimasukkan kedalam kantong plastik tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru Mayat dan benda biologis di kirim ke instalansi kedokteran forensik, apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium forensik. Maka benda bukti dapat dikirm ke laporatorium kepolisianSri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.

Setelah proses barang bukti telah di nyatahkan sah oleh staf ahli laboratorium

Terdapat 2 laporan : 1. Laporan lisan disampaikan oleh penyidik yang sedang menangani kasus 2. Laporan formal laboratorium pada umumnya diserahkan kepada detektif yang bertugas menyelidiki

Laporan biasanya menggambarkan hasil dalam istilah umum dan tidak banyak menyertakan keseluruhan pengujian ilmiah yang dilakukan. Keseluruhan pengujian ilmiah tersebut disimpan dalam buku catatan penguji dan sebagai file laboratorium. Bila kasus sudah sampai ke pengadilan, maka laporan ini dapat dijadikan pengacara sebagai bukti pengganti penunjukan yang dilakukan oleh penguji. Dalam kasus yang melibatkan pembelaan, laporan tertulis ini akan menunjukkan hasil ilmiah kepada jaksa dan pengacara pembela. Kesaksian di pengadilan merupakan sarana utama yang lain, dan laboratorium akan menyampaikan hasil temuannya kepada hakim, juri, dan penasihat hukum.Sri Ingeten Br Perangin Angin : Peran Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana. USU Repository. 2008.