INDONESIA, PERAIH FLEGT LICENSE PERTAMA DI...

2
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah sistem yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memaskan keberlanjutan hutan Indonesia melalui perdagangan produk kayu secara legal dan mencegah penebangan liar (illegal logging). Perancangan sistem legalitas kayu telah dimulai pada tahun 2001 dengan dilaksanakannya deklarasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) di Bali, yang diiku oleh perwakilan berbagai negara antara lain organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan sektor swasta. Setelah pelaksanaan deklarasi, berbagai pihak terlibat akf dalam pengembangan SVLK. Selanjutnya Kementerian Kehutanan mulai menerbitkan aturan SVLK pada tahun 2009, sedangkan Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan terkait SVLK pada tahun 2012. Melalui skema SVLK produk kayu dari Indonesia dianggap legal apabila sumber, produksi, pengolahan, transportasi dan proses perdagangan produk kayu berhasil diverifikasi dan memenuhi regulasi yang telah ditetapkan di Indonesia. Perkembangan Regulasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bertujuan untuk memberikan kepasan tentang legalitas produk kayu Indonesia di pasar global. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk industri kehutanan Indonesia, mengurangi praktek illegal logging dan perdagangan kayu ilegal. Produk industri kehutanan adalah produk kayu olahan dan turunannya serta barang jadi rotan. Contoh produk industri kehutanan antara lain perabotan kayu, kertas, kertas karton, kayu lapis, su dan panel kayu. Regulasi SVLK untuk ekspor produk industri kehutanan telah ditetapkan sejak tahun 2012 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/M-DAG/ PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang mulai diberlakukan pada Januari 2013. Permendag tersebut mengalami perubahan beberapa kali diantaranya Permendag Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/ PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 66/M-DAG/PER/8/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 89/M-DAG/ INDONESIA, PERAIH FLEGT LICENSE PERTAMA DI DUNIA Indonesia menjadi negara eksporr pertama yang meraih FLEGT License. Diharapkan dengan adanya FLEGT License ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk industri kehutanannya, mengurangi praktek illegal logging dan perdagangan kayu ilegal. Sumber: Piter (2017) Tidak jauh berbeda dengan nilai, dari sisi kinerja volume ekspor pada periode yang sama ternyata Inggris masih menjadi negara tujuan ekspor utama dengan volume 96,3 ribu ton dengan pangsa mencapai 23,74%. Jerman dan Belanda menjadi negara tujuan ekspor produk industri kehutanan terbesar kedua dan kega dari sisi volume, pangsa ekspor ke dua negara tersebut masing- masing sebesar 13,29% dan 13,20%. Sepuluh negara UE tujuan ekspor terbesar produk industri kehutanan memberikan kontribusi volume ekspor sebesar 91,84% pada Januari-Juli 2016. Volume ekspor produk industri kehutanan ke sepuluh negara UE tumbuh signifikan sebesar 27,73% dibanding periode yang sama tahun 2015, sedangkan dari sisi tren selama periode 2012-2015 kinerja ekspornya tumbuh posif 2,79% per tahun (Tabel 4). Tabel 4. Realisasi Volume Ekspor Produk Industri Kehutanan Sepuluh Negara UE Terbesar Sumber: BPS (2016), diolah SVLK Mengantar Indonesia Sebagai Negara Pertama Yang Meraih FLEGT License Negosiasi Indonesia dengan Uni Eropa dalam kerangka Forest Law Enforcement Governance and Trade - Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) atau Perjanjian Kerjasama Sukarela Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan, sudah berlangsung hampir 10 tahun, yakni sejak tahun 2007. Akhirnya Indonesia dan Uni Eropa siap untuk mengimplementasikan FLEGT-VPA pada 15 November 2016 (SILK-Kementerian LHK, 2016). Dengan demikian, setelah kesepakatan tersebut ditandatangani maka perusahaan kayu asal Indonesia yang melakukan ekspor ke pasar UE-28 dan termasuk dalam Annex FLEGT VPA, dak memerlukan due diligence lagi untuk masuk ke pasar UE jika menggunakan FLEGT license. Tahapan yang telah dilalui oleh Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang berhasil meraih EU FLEGT license adalah sebagai berikut: 1. Negosiasi dimulai pada Maret 2007 2. VPA disetujui tanggal 4 Mei 2011 3. VPA ditandatangani tanggal 30 September 2013 4. VPA dirafikasi pada April 2014 5. VPA mulai berlaku tanggal 1 Mei 2014 6. Implementasi FLEGT license tanggal 15 November 2016 Berikut adalah catatan penng capaian keberhasilan Indonesia dalam meraih EU FLEGT license yang dikup dari Indonesia and the European Union Annual Report Progress update – April 2015-Mei 2016: 100% hutan aktif memegang izin penebangan tahunan. 23 juta hektar hutan merupakan hutan produksi. 356 unit pengelolaan hutan dan daerah konversi penghasil kayu. 100% industri primer skala besar menghasilkan lebih dari 6000 m3 produk kayu setiap tahun. 82% industri terdaftar memproduksi 2.000- 6.000 m3 setiap tahun. Secara total, 2.363 industri memegang sertifikasi SVLK, meningkat lebih dari 200% sejak akhir tahun 2014. 95% industri dan pedagang yang mengekspor produk kayu dari total 1.794 perusahaan. 354.169 SVLK telah diterbitkan untuk 194 jenis produk kayu. Indonesia telah mengekspor produk kayu yang memiliki SVLK ke 195 negara termasuk 28 negara Uni Eropa. Kementerian LHK dan Indonesia’s Multi- stakeholder Forestry Programme (MFP3) telah memfasilitasi 5% SVLK bagi IKM produk kehutanan. 143 industri kecil kayu memiliki produksi tahunan di bawah 2.000 m3. 285 industri kecil memiliki produksi rata-rata 120 m3 produk kayu pada tahun 2015. (Hasni) Hutan Industri Eksportir IKM Produk Produk Kayu Kehutanan

Transcript of INDONESIA, PERAIH FLEGT LICENSE PERTAMA DI...

Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah sistem yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memastikan keberlanjutan hutan Indonesia melalui perdagangan produk kayu secara legal dan mencegah penebangan liar (illegal logging). Perancangan sistem legalitas kayu telah dimulai pada tahun 2001 dengan dilaksanakannya deklarasi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) di Bali, yang diikuti oleh perwakilan berbagai negara antara lain organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan sektor swasta. Setelah pelaksanaan deklarasi, berbagai pihak terlibat aktif dalam pengembangan SVLK. Selanjutnya Kementerian Kehutanan mulai menerbitkan aturan SVLK pada tahun 2009, sedangkan Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan terkait SVLK pada tahun 2012. Melalui skema SVLK produk kayu dari Indonesia dianggap legal apabila sumber, produksi, pengolahan, transportasi dan proses perdagangan produk kayu berhasil diverifikasi dan memenuhi regulasi yang telah ditetapkan di Indonesia.

Perkembangan Regulasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bertujuan untuk memberikan

kepastian tentang legalitas produk kayu Indonesia di pasar global. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk industri kehutanan Indonesia, mengurangi praktek illegal logging dan perdagangan kayu ilegal. Produk industri kehutanan adalah produk kayu olahan dan turunannya serta barang jadi rotan. Contoh produk industri kehutanan antara lain perabotan kayu, kertas, kertas karton, kayu lapis, tisu dan panel kayu. Regulasi SVLK untuk ekspor produk industri kehutanan telah ditetapkan sejak tahun 2012 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan yang mulai diberlakukan pada Januari 2013. Permendag tersebut mengalami perubahan beberapa kali diantaranya Permendag Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 66/M-DAG/PER/8/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, Permendag Nomor 89/M-DAG/

INDONESIA, PERAIH FLEGT LICENSE PERTAMA DI DUNIA

Indonesia menjadi negara eksportir pertama yang meraih FLEGT License. Diharapkan dengan adanya FLEGT License ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk industri kehutanannya, mengurangi praktek illegal logging dan perdagangan kayu ilegal.

Sumber: Piter (2017)

Tidak jauh berbeda dengan nilai, dari sisi kinerja volume ekspor pada periode yang sama ternyata Inggris masih menjadi negara tujuan ekspor utama dengan volume 96,3 ribu ton dengan pangsa mencapai 23,74%. Jerman dan Belanda menjadi negara tujuan ekspor produk industri kehutanan terbesar kedua dan ketiga dari sisi volume, pangsa ekspor ke dua negara tersebut masing-masing sebesar 13,29% dan 13,20%. Sepuluh negara UE tujuan ekspor terbesar produk industri kehutanan memberikan kontribusi volume ekspor sebesar 91,84% pada Januari-Juli 2016. Volume ekspor produk industri kehutanan ke sepuluh negara UE tumbuh signifikan sebesar 27,73% dibanding periode yang sama tahun 2015, sedangkan dari sisi tren selama periode 2012-2015 kinerja ekspornya tumbuh positif 2,79% per tahun (Tabel 4).

Tabel 4. Realisasi Volume Ekspor Produk Industri Kehutanan Sepuluh Negara UE Terbesar

Sumber: BPS (2016), diolah

SVLK Mengantar Indonesia Sebagai Negara Pertama Yang Meraih FLEGT License Negosiasi Indonesia dengan Uni Eropa dalam kerangka Forest Law

Enforcement Governance and Trade - Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) atau Perjanjian Kerjasama Sukarela Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan, sudah berlangsung hampir 10 tahun, yakni sejak tahun 2007. Akhirnya Indonesia dan Uni Eropa siap untuk mengimplementasikan FLEGT-VPA pada 15 November 2016 (SILK-Kementerian LHK, 2016). Dengan demikian, setelah kesepakatan tersebut ditandatangani maka perusahaan kayu asal Indonesia yang melakukan ekspor ke pasar UE-28 dan termasuk dalam Annex FLEGT VPA, tidak memerlukan due diligence lagi untuk masuk ke pasar UE jika menggunakan FLEGT license.

Tahapan yang telah dilalui oleh Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang berhasil meraih EU FLEGT license adalah sebagai berikut:

1. Negosiasi dimulai pada Maret 20072. VPA disetujui tanggal 4 Mei 20113. VPA ditandatangani tanggal 30 September 20134. VPA diratifikasi pada April 20145. VPA mulai berlaku tanggal 1 Mei 20146. Implementasi FLEGT license tanggal 15 November 2016Berikut adalah catatan penting capaian keberhasilan Indonesia dalam meraih

EU FLEGT license yang dikutip dari Indonesia and the European Union Annual Report Progress update – April 2015-Mei 2016:

100% hutan aktif memegang izin penebangan tahunan.

23 juta hektar hutan merupakan hutan produksi.

356 unit pengelolaan hutan dan daerah konversi penghasil kayu.

100% industri primer skala besar menghasilkan lebih dari 6000 m3 produk kayu setiap tahun.

82% industri terdaftar memproduksi 2.000-6.000 m3 setiap tahun.

Secara total, 2.363 industri memegang sertifikasi SVLK, meningkat lebih dari 200% sejak akhir tahun 2014.

95% industri dan pedagang yang mengekspor produk kayu dari total 1.794 perusahaan.

354.169 SVLK telah diterbitkan untuk 194 jenis produk kayu.

Indonesia telah mengekspor produk kayu yang memiliki SVLK ke 195 negara termasuk 28 negara Uni Eropa.

Kementerian LHK dan Indonesia’s Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP3) telah memfasilitasi 5% SVLK bagi IKM produk kehutanan.

143 industri kecil kayu memiliki produksi tahunan di bawah 2.000 m3.

285 industri kecil memiliki produksi rata-rata 120 m3 produk kayu pada tahun 2015.

(Hasni)

Hutan Industri Eksportir IKM Produk Produk Kayu Kehutanan

PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, dan terakhir Permendag Nomor 25/M-DAG/PER/4/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Permendag ini menegaskan bahwa untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan ekspor produk industri kehutanan, maka perlu dibatasi ekspor produk industri kehutanan melalui penetapan kode Harmonized System (HS) produk industri kehutanan, baik yang wajib maupun yang tidak wajib dilengkapi dengan Dokumen V-Legal. Dalam Permendag Nomor 25/M-DAG/PER/4/2016 terdapat dua lampiran, yaitu:a. Lampiran A untuk kode HS produk industri kehutanan yang wajib dilengkapi

dengan Dokumen V-Legal yang diterbitkan oleh LVLK (Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu) sebagai dokumen pelengkap pabean untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor.

b. Lampiran B untuk kode HS produk industri kehutanan yang tidak wajib menyampaikan Dokumen V-Legal.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan telah menerapkan regulasi tentang SVLK untuk produk industri kehutanan sejak Juni 2009 melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.38/Menhut-II/2009. Permenhut tersebut juga mengalami beberapa kali perubahan yaitu Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2011, Permenhut Nomor P.45/Menhut-II/2012, Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2013 dan terakhir Peraturan Menteri LHK Nomor P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016. Pengelolaan informasi verifikasi legalitas kayu dilakukan oleh Unit Informasi Verifikasi Legalitas Kayu/Licensing Information Unit melalui Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan1.

Peraturan yang dikeluarkan baik oleh Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersifat saling melengkapi. Adapun peraturan dari Kementerian Perdagangan lebih spesifik dalam pengaturan ekspor produk industri kehutanan, sedangkan peraturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatur izin pengelolaan kayu dengan bukti Dokumen V-Legal. Eksportir harus melampirkan Dokumen V-Legal untuk melengkapi dokumen pabean sebagai syarat melakukan ekspor produk industri kehutanan.

Pada saat awal implementasi SVLK, para pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) produk kehutanan memiliki kekhawatiran terhadap besarnya biaya dalam mengurus SVLK atau Dokumen V-Legal. Sebagai solusi dari permasalahan tersebut pemerintah menerbitkan Permenhut Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak, dan Permen LHK Nomor P.95/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau

1 Sejak 27 Oktober 2014 Kementerian Kehutanan berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tabel 1. Realisasi Nilai Ekspor 10 Produk Industri Kehutanan Terbesar Indonesia ke Uni Eropa

Pada Hutan Hak. Dalam peraturan tercantum bahwa biaya yang terkait penerbitan Deklarasi Ekspor (DE) bagi IKM produk kehutanan dapat dibebankan pada pemerintah, sehingga meringankan biaya produksi IKM. Penggunaan DE sebagai pelengkap kepabeanan merupakan alternatif atas Dokumen V-Legal.

Keputusan penggunaan DE yang tercantum dalam Permen LHK Nomor P.95/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak sebagai mekanisme sementara di luar SVLK, merupakan hasil kesepakatan bersama tiga menteri, yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian dan berlaku sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Desember 2015. Setelah satu tahun menggunakan DE sebagai alternatif atas Dokumen V-Legal, IKM diharapkan sudah dapat menggunakan SVLK sehingga tidak lagi menggunakan DE. Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) memfasilitasi kegiatan pelaksanaan sertifikasi termasuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifikasi serta penilikan (surveillance) pertama bagi IKM secara berkelompok, dalam rangka mempercepat perolehan SVLK bagi IKM sesuai dengan Surat Menteri LHK Nomor S.34/Menhut-VI/2015.

Selanjutnya untuk kegiatan penelusuran teknis SVLK, dilakukan oleh PT. Sucofindo-Strategic Business Unit Layanan Publik dan Sumber Daya Alam (SBU LSI) secara periodik dan dimulai pada tahun 2016. SVLK ini merupakan dokumen untuk memperoleh Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) License dari Uni Eropa. FLEGT License adalah program aksi dari Uni Eropa untuk mengatasi masalah pembalakan liar dan perdagangan produk-produk kayu yang ilegal. Setelah Indonesia memperoleh FLEGT License maka ekspor produk kayu ke 28 negara Uni Eropa tidak lagi mensyaratkan uji tuntas (due diligence). Indonesia dan Uni Eropa sepakat bahwa evaluasi pada putaran periodik yang pertama dilakukan tidak lama setelah lisensi FLEGT dimulai yaitu pada tanggal 15 November 2016, dan selanjutnya akan diulang setiap tahun.

Evaluasi Kebijakan Pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)Sejak SVLK mulai diterapkan pada awal tahun 2013, nilai ekspor produk

industri kehutanan ke Uni Eropa sempat mengalami penurunan, dimana ekspor produk industri kehutanan tahun 2013 turun 6,2% dibanding tahun 2012 menjadi USD 796,1 juta. Namun, setelah tahun 2013 kinerja ekspor produk industri kehutanan kembali mengalami peningkatan hingga saat ini, dimana pada tahun 2014 ekspornya meningkat 12,3% dibanding tahun 2013 menjadi USD 894,4 juta. Produk dengan pangsa ekspor terbesar adalah Perabotan kayu lainnya (HS 9403609000), dimana kontribusi nilai ekspor produk ini terhadap ekspor produk industri kehutanan pada periode Januari-Juli 2016 mencapai 21,25% atau sebesar USD 123,4 juta. Kayu (termasuk jalur dan potongan untuk

lantai papan, tidak dipasang) (HS 4409290000) berada di peringkat kedua dengan nilai ekspor sebesar USD 75,8 juta dan pangsa mencapai 13,05%, disusul kemudian oleh Kertas dan kertas karton tidak dilapisi (HS 4802569000) yang memberikan kontribusi ekspor sebesar 11,17% dan nilai USD 64,9 juta. Sepuluh produk industri kehutanan terbesar memberikan kontribusi nilai ekspor sebesar 84,43%. Total ekspor produk industri kehutanan ke Uni Eropa pada Januari-Juli 2016 tumbuh 9,12% dibanding periode yang sama tahun 2015, sedangkan dari sisi tren selama periode 2012-2015 menunjukkan kinerja ekspor yang tumbuh positif 3,37% per tahun (Tabel 1).

Sumber: BPS (2016), diolah

Dari sisi volume, produk dengan pangsa terbesar adalah kertas dan kertas karton tidak dilapisi (HS 4802569000), dimana kontribusi volume ekspor produk ini pada periode Januari-Juli 2016 mencapai 21,82%. Perabotan kayu lainnya (HS 9403609000) berada di peringkat kedua dengan pangsa volume ekspor mencapai 12,96%, disusul kemudian oleh kayu (termasuk jalur dan potongan untuk lantai papan, tidak dipasang) (HS 4409290000) yang memberikan kontribusi ekspor sebesar 12,65%. Sepuluh produk industri kehutanan terbesar memberikan kontribusi volume ekspor sebesar 87,01%. Sementara total volume ekspor produk industri kehutanan ke Uni Eropa pada Januari-Juli 2016 tumbuh signifikan sebesar 28,75% dibanding periode yang sama tahun 2015, sedangkan dari sisi tren selama periode 2012-2015 volume ekspornya tumbuh positif 3,05% per tahun (Tabel 2).

Tabel 2. Realisasi Volume Ekspor 10 Produk Industri Kehutanan Terbesar Indonesia ke Uni Eropa

Dari sisi kinerja nilai ekspor, negara tujuan utama ekspor produk industri kehutanan ke Uni Eropa (UE 28) selama Januari-Juli 2016 adalah Inggris dengan nilai ekspor sebesar USD 140,4 juta dengan pangsa mencapai 24,18%. Sedangkan Belanda dan Jerman berada di posisi kedua dan ketiga tujuan ekspor utama dengan pangsa masing-masing mencapai 17,34% dan 16,54%. Diantara sepuluh negara utama di EU 28, Kroasia mengalami pertumbuhan ekspor yang paling tinggi tahun 2016 (Januari-Juli) yakni tumbuh 351,20%. Sepuluh negara Uni Eropa tujuan ekspor utama produk industri kehutanan pada Januari-Juli 2016 memberikan kontribusi sebesar 92,17%, dan tumbuh rata-rata 3,28% per tahun selama 2012-2015. Sementara dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, kinerja ekspor ke sepuluh negara UE pada Januari-Juli 2016 naik signifikan sebesar 9,41% (Tabel 3).

Tabel 3. Realisasi Nilai Ekspor Produk Industri Kehutanan Indonesia Ke Sepuluh Negara Uni Eropa Terbesar

Sumber: www.pohonrindang.com (2017)

4412390000 Kayu lapis, panel lapisan kayu dan kayu sema

Subtotal 624,3 607,8 712,9 746,8 435,6 490,3 12,56 7,22 84,43 Lainnya 224, 2 188,4 181,5 164,7 96,6 90,4 -6,38 -9,17 15,57TOTAL 848,5 796,1 894,4 911,5 532,2 580,7 9,12 3,37 100,00

Sumber: BPS (2016), diolah