Indonesia Menggugat - nasionalisme.idnasionalisme.id/Dokumen/IndonesiaMenggugat.pdf · Di dalam...
Transcript of Indonesia Menggugat - nasionalisme.idnasionalisme.id/Dokumen/IndonesiaMenggugat.pdf · Di dalam...
Indonesia Menggugat
Ir. Sukarno
Pendahuluan Tuantuan Hakim yang terhormat. Tatkala kami pada tanggal 16 Juni 1930 di dalam surat kabar membaca pidatopembukaan
Volksraad oleh gouverneurgeneraal, yang antara lainlain hal berisi pula permakluman, bahwa kami akan terus dituntut dimuka pengadilan, maka tatkala itu juga kami berkata: “ini menjadi proses yang menggemparkan!”
Memang sedari mula diadakan penggerebekan dan tangkapantangkapan pada hari 29 Desember 1929, maka kekagetan yang meletus di dalam udara pergaulan hidup Indonesia dan negeri Belanda itu tak berhentilah terus mengumandangnya, perhatian dan kegemparan itu teruslah menggetarkan udarapolitik Indonesia dan Negeri Belanda sampai pada hari ini.
Dan perhatian itu bukanlah sekalikali berhubung dengan diri kamiorang persoonlijk, tetapi ialah disebabkan oleh maknanya proses ini, − sesuatu proses terhadap pada suatu pergerakan yang memang sedari lahirnya adalah hidup di dalam pusatnya perhatian, perhatian kawankawannya dan perhatian musuhmusuhnya. Perhatian dan kegemparan itu adalah melebihi perhatian dan kegemparan di zamannya proses “afdeeling B”, melebihi perhatian dan kegemparan di zamannya prosesproses “P.K.I.”, melebihi perhatian dan kegemparan di zamannya proses manapun juga, − tak lain tak bukan, yakni oleh karena proses ini adalah proses terhadap suatu pergerakan, yang menurut katanyaMiddendorp adalah dengan sebenarbenarnya “dagingnya daging dan darahnya darah” segenap pergerakan nasionalis di Indonesia adanya.
Tak usahlah kami uraikan lagi, bahwa proses ini adalah proses politik; ia, oleh karenanya, di dalam pemeriksaannya tidak boleh dipisahkan daripada soalsoal politik yang menjadi sifat dan azasnya pergerakan kami, dan yang menjadi nyawanya pikiranpikiran dan tindakantindakan kami; ia di dalam pemeriksaannya harus memasukkan soalsoal politik itu di dalam gedung mahkamah ini, agar supaya Tuantuan Hakim bisa mengerti segala azas dan sifatnya pergerakan kami itu, mengerti segala sebabsebab dan maksudmaksudnya tindakantindakan atau perkataanperkataan kami yang menjadi pemeriksaan Tuantuan itu.
Tuantuan Hakim yang terhormat, kami tidak sejak wasangka, kami percaya, bahwa Tuan, − bagaimana juga barangkali Tuan punya keyakinan politik −, kami percaya bahwa Tuan ada berdiri sama tengah. Maka oleh karenanyalah kami tersenyum akan caranya suratsuratkabar, misalnya A.I.D. de Preangerbode atau lainlain suratkabar yang benci kepada kami dan pergerakan kami, menghasut kepada Tuantuan Hakim bahwa di dalam proses ini kami tentu akan mendapat hukuman, yakni bahwa “putusan bebas tak bisa jadi”. Kami tersenyum pula, oleh karena suratsuratkhabar yang demikian itu adalah menunjukkan moralnya yang sebenarnya.
Kami tidak tahu apaapa tentang Tuantuan punya keyakinan politik. Kamipun tidak perlu mengetahuinya. Tetapi kami percaya bahwa peringatannya Mr. Dr. Schumann adalah tak perlu bagi Tuantuan, yakni peringatan bahwa:
“het is zoo verleidelijk om in den opruier tevens te straffen den tegenstander op politik gebied”. 1
“adalah begitu menarikhati, menjatuhkan hukuman atas si penghasut, karena ia adalah
1 Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten
musuh di atas lapang politik”.1 Kami percaya, kami yakin, bahwa juga peringatannya Prof. Molengraaff ada tak perlu bagi Tuan. Prof. Molengraaff yang mengatakan, bahwa:
“aan de zijde waar onze sympathie is, door ons allicht ook het recht wordt gevonden”.2 “Pihak yang kita senangi, itulah yang kita pandang benar”. 2
− meskipun barangkali Tuantuan (kami tidak tahu), sepanjang katanya Mr. van Houten ada termasuk dalam golongangolongan hakim.
yang “ook menschen zijnde, niet altijd staan buiten een conflict”.2 2 3
“karena juga manusia, tidak selamanya berdiri di luar sesuatu perjuangan”.2
malahan barangkali ada berdiri “midden in de politike beweging”. “di tengahtengah pergerakan politik”.
atau
“een werkzaam aandeel in elken strijd nemen”.2
“ikut mempunyai bagian di dalam tiaptiap perjuangan”. 2
Kami ulangi lagi: kami percaya bahwa Tuantuan hakim ada berdiri samatengah. Dan
jikalau nanti kami uraikan segala kamipunya keyakinan politik, jikalau nanti kami beberkan segala sifat P.N.I. dan segala penglihatanpenglihatan atau ideologiideologi kami, jikalau nanti kami masukkan “politik” di dalam gedung mahkamah ini, maka itu bukan untuk mempropagandakan kebenaran kamipunya keyakinan itu, melainkan hanyalah supaya Tuantuan bisa mengetahui azas, sifat dan aksinya P.N.I., dan bisa menakar, bisa mengerti, bisa begrijpen kami punya penglihatan politik, − dan dus begrijpen isi dan maksudnya segala perkataanperkataan dan tindakantindakan kami yang Tuantuan periksa dalam proses ini. Hanya inilah maksud kami dengan mengucapkan pidato ini. Bagian yang bersangkutan dengan hukuman adalah bagiannya kamipunya pembelapembela Mr. Sastromuljono cs.
2 Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten 32 Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten
Sebab, Tuantuan Hakim, kami di sini didakwa bersalah menjalankan halhal, yang sangat sekali mengasih kesempatan lebar pada subjectiefoordeel, yakni pada pendapatan yang kurang sama tengah. Kami didakwa melanggar artikel 169 yang di dalam aktetuduhannya berisi tuduhantuduhan pelanggaran artikelartikel pemberontakan, artikel 161 bis, artikel 171 hukumsiksa. Kami didakwa menjalankan halhal yang di dalam buku hukumsiksa itu dikalimahkan dengan cara yang membuka jalan bagi subjectiviteit itu, − subjectiviteit atas pertanyaan “apakah yang dinamakan menyindir”, “apakah yang dinamakan voorwaardelijk”, “apakah yang dinamakan dengan katakata tertutup”, − subjectiviteit atas pertanyaan “apakah yang dinamakan ketertiban umum”, “apakah yang dinamakan melanggar”, − subjectiviteit atas pertanyaan “apakah yang dinamakan membangun rasa”, subjectiviteit atas pertanyaan “apakah yang dinamakan kabarbohong”, “apakah yang dinamakan perikehidupan ekonomi dari pergaulan hidup”, dan lainlain sebagainya. Terutama sekali artikelartikel 161 bis 153 bis sangatlah sekali membuka kesempatan lebar pada subjectiviteitoordeel itu. Kita, kaum politik Indonesia, kita sejak mulamulanya artikelartikel ini diterbitkan, tidak berhentihentinya mengkritiknya, tidak berhentihenti memprotesnya. Kita anggap artikelartikel ini sebagai suatu halangan besar bagi menjalankan “hak berserikat dan berkumpul” yang toh tadinya sudah terancam sekali oleh adanya “haatzaaiartikelen” (artikelartikel penyegah menyebar rasa kebencian), oleh adanya “hak penDigulan” dan sebagainya itu. Kalau “haatzaaiartikelen” itu.
sudah tersohor dengan nama ”allerergerlijkst elastieke bepaling”,
”aturankaret yang keliwat kekaretannya”, nama apakah harus dikasihkan kepada misalnya artikel 153 bis itu? Tiada salahnya, kalau tuan Mendels di dalam TweedeKamer Staten Generaal, − algemeene beschowingen Indesche begrooting 1926 −, menyebutkan:
artikel ini “een horribel strafwetartikel”, “artikel hukumsiksa yang mendirikan bulu”,
yang ia “in de laatste jaren nog niet ontmoet”, “di dalam tahuntahun yang akhir ini belum pernah jumpakan”,
Ia mengatakan,
“maar laat men dan niet meer spreken van een rechtstoestand”: “tetapi kalau begitu, janganlah bilang, bahwa di sini ada aturanhukum”:
Ia mengatakan:
“het is de zuivere rechteloosheid”. “Ini sebenarnya berarti tidak ada aturanhukum”.
Ya ia mengatakan:
“het is de terreur met de wet in de hand”. “ini adalah kesewenangwenangan wet di dalam tangan”. Tuantuan Hakim, kami harap, kami percaya, bahwa di dalam Tuantuan punya tangan,
artikel ini tidak dibikin sewenangwenang! En Toh berhubung dengan kekaretan artikelartikel yang diancamkan atas diri kamiorang
itu, berhubung pula dengan soal, yang oleh Prof. Simons disebutkan: “de vraag in hoeverre en op welke wijke het strafrecht rekening moet houden met de overtuiging van den dader”. 4
“soal, sampai berapa jauh dan bagaimana hukumsiksa itu harus memperingati keyakinannya terdakwa”.3
atau berhubung dengan apa yang diperingati oleh Mr. Dr. Schumann,
bahwa hakim harus, “rekening houden met de verschillende omstandigheden, − met de meerdere of mindere welvaart der bevolking, met de meerdere of mindere provocatie”.3 “memperingati keadaankeadaan, memperingati melaratmakmurnya penduduk, memperingati ada atau tidakadanya sebabsebab yang memaksakan kepada terdakwa menjalankan perbuatan itu”.3
maka perlu sekalilah kami uraikan kepada Tuantuan segala bagianbagiannya kamipunya keyakinanpolitik yang terpenting, beserta bagianbagiannya pergerakan P.N.I. yang
4 Bij Duys, t. a. p.
perluperlu, − agar supaya Tuantuan lantas bisa mengerti dengan gampang, bahwa P.N.I. dan kami orang tidaklah bersalah atas halhal yang dituduhkan semuanya.
Maaflah, Tuantuan Hakim, kalau kami di dalam pidato ini minta Tuantuan punya perhatian sampai berjamjam lamanya. Maaflah pula, kalau kami di sana sini mendalilkan beberapa dalil dari beberapa buku, sebab dalildalil itu perlu sekalilah untuk membuktikan kepada Tuantuan, bahwa apa yang kami ucapkan, − terutama yang pahit dan getir, − bukanlah hisapan dari jempol kami sendiri, tetapi ialah bersendi atas pengetahuannya orangorang bijaksana dan tulus hati.
Atas salah satu pertanyaan Tuan Voorzitter di dalam verhoor, kami adalah menjawab, bahwa kami dengan sikap sama tengah yang bagaimanapun juga, sebagai kaum kiri adalah melihat lebih banyak kejelekan daripada kebagusan di dalam nasibnya negeri dan rakyat Indonesia sekarang ini. Kami adalah terkenal sebagai pengkritik nasibnya negeri dan rakyat yang jelek itu. Kami memang sering menjatuhkan kritik di atasnya. Tetapi kami tak pernahlah mengucapkan kritik yang palsu, kami tak pernahlah meninggalkan sikap yang adil. Sikap kami yang adil itu, akan mendapatlah buktibukti pula di dalam dalildalil itu, akan mendapatlah buktibukti di dalam sedikitangkaangka yang nyata.
Dengan permintaan maaf yang demikian itu, sekarang kami mulaikan kami punya pembelaan diri.
Imperialisme dan Kapitalisme Tuantuan Hakim yang terhormat!
Di dalam aksi kami seringseringlah kedengaran katakata “kapitalisme” dan “imperialisme”. Di dalam proses ini, dua perkataan, inipun menjadi penyelidikan. Kami antara lainlain dituduh memaksudkan bangsa Belanda dan bangsa asing lain, kalau umpamanya, kami berkata “kapitalisme harus dilenyapkan”. Kami dituduh membahayai pemerintah kalau kami berseru “rubuhkanlah imperialisme”. Ya kami dituduhkan berkata bahwa kapitalisme = bangsa Belanda serta bangsa asing lain, dan bahwa imperialisme = pemerintah yang sekarang! Adakah bisa jadi benar tuduhan ini ? Tuduhan ini tidak bisa jadi benar. Kami tidak pernah, mengatakan bahwa kapitalisme = bangsa asing, tidak pernah mengatakan bahwa imperialisme = pemerintah; kami pun tidak pernah memaksudkan bangsa asing kalau kami berkata kapitalisme, tidak pernah memaksudkan pemerintah atau openbareorde atau apa saja kalau kami berkata imperialisme. Kami memaksudkan kapitalisme kalau kami berkata kapitalisme; kami memaksudkan impeslisme kalau kami berkata imperialisme!
Apa dan artinya kapitalisme? Tuantuan Hakim, di dalam verhoor sudah kami katakan: Kapitalisme adalah stelsel pergaulanhidup yang timbul daripada cara productie 1) yang 5
memisahkan kaumburuh dari alatalat produetie 2). Kapitalisme adalah timbul dari ini 6
caraproductie, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya meerwaarde 3) tidak jatuh di dalam 7
tangannya kaumburuh melainkan jatuh di dalam tangannya kaum majikan. Kapitalisme, oleh karenanya pula, adalah menyebabkan kapitaalacumulatie 4), kapitaalconcentratie 5), 8 9
51) Productie = pembikinan sesuatu barang 62) alatalat productie yaitu misalnya mesinmesin, pabrikpabrik, dll 73) tambahnya harga oleh kerjanya yang membikin 84) penimbunan kapitaal
kapitaalcentratie 6) dan industrieelereservearmee 7). Kapitalisme adalah mempunyai arah 10 11
kepada Verelendung. 8) 12
Haruslah kami di dalam pidato ini masih lebih lebar lagi menguraikan, bahwa kapitalisme itu bukan suatu badan, bukan manusia, bukan suatu bangsa, − tetapi ialah suatu faham, suatu begrip, suatu stelsel? Haruslah kami menunjukkan lebih lanjut, bahwa kapitalisme itu ialah stelselnya caraproduksi, sebagai yang kami telah terangkan dengan singkat itu! Ah, Tuantuan Hakim, kami rasa tidak, Sebab tidak ada satu intellektuil yang tidak mengetahui artinya kata itu. Tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu sudah diselidiki dari kanankiri, luar dalam, sebagai kapitalisme itu tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu besar litteratuurnya (pustakanya), sebagai kapitalisme itu − hingga berpuluhpuluhan jilid, berpuluhpuluhanribu studiën dan standaardwerken dan brochures.
Tetapi arti perkataan imperialisme? Imperialisme juga suatu faham, imperialisme juga suatu begrip. Ia bukan sebagai yang dituduhkan pada kami itu. Ia bukan ambtenaar B.B., bukan pemerintah, bukan gezag, bukan badan apapun jua. Ia adalah suatu nafsu, suatu stelsel menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri bangsa lain, − suatu stelsel overheerschen atau beheerschen economie atau negeri bangsa lain. Ia adalah suatu verschijnsel, suatu “kejadian” di dalam pergaulan hidup, yang timbulnya ialah oleh keharusankeharusan atau noodwendigheden di dalam geraknya “ekonomibangsa”, selama ada “ekonominegeri”, selama itu dunia economie sesuatu negeri atau sesuatu bangsa. Selama ada “ekonomibangsa”, selama ada “ekonominegeri”, selama itu dunia adalah melihat imperialisme. Ia kita dapatkan di dalam nafsunya burung Garuda Romein terbang kemanamana menakluknaklukkan negerinegeri sekelilingnya dan di luarnya LautanTengah. Ia kita dapatkan di dalam nafsunya bangsa Spanyol menduduki negeri Belanda untuk bisa mengalahkan Inggeris, ia kita dapatkan di dalam nafsunya kerajaan Timur Sriwijaya menaklukkan negeri penanjung Melaka, menaklukkan kerajaan Melayu, mempengaruhi rumahtangganya negeri Kamboja atau Campa. Ia kita dapatkan di dalam nafsunya negeri Majapahit menaklukkan dan mempengaruhi semua kepulauan Indonesia, dari Bali sampai ke Borneo, dari Sumatera sampai ke Maluku. Ia kita dapatkan di dalam nafsunya kerajaan Japan menduduki penanjung Korea, mempengaruhi negeri Manchuria, menguasai pulaupulau di LautanTeduh. Imperialisme adalah terdapat di semua zaman “perekonomian bangsa”, terdapat pada semua bangsa yang ekonominya sudah butuh pada imperialisme itu.
Bukan pada bangsa kulitputih saja ada imperialisme, tetapi juga pada bangsa kulitkuning, juga pada bangsa kulithitam, juga pada bangsa kulitmerah sawo sebagai kami, − sebagai terbukti di dalam zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit; − imperialisme adalah suatu “economische gedetermineerde noodwendigheid”, suatu keharusan yang ditentukan oleh rendahtingginya ekonomi sesuatu pergaulan hidup, yang tak memandang bulu.
Dan sebagai yang tadi saya katakan, − imperialisme bukanlah saja stelsel atau nafsu menaklukkan negeri dan bangsa lain, tetapi imperialisme bisa juga hanya nafsu atau stelsel mempengaruhi ekonominya negeri dan bangsa lain! Ia tak usah dijalankan dengan pedang atau bedil atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa “pelebaran negeridaerah dengan
95) kapitaal kecilkecil menjadi satu kapitaal besar 106) kapitaal besarbesar menjadi satu kapitaal besar 117) tentara kaum werkloos 128) memeralatkan kaumburuh
kekerasan senjata” sebagai yang diartikan oleh van Kol. 9), − tetapi ia bisa juga berjalan hanya 13
dengan “putarlidah” atau cara “halushalusan” saja, bisa juga berjalan dengan cara “penetration pacifique”.
Terutama di dalam sifatnya mempengaruhi (beheerschen) rumah tangganya bangsa lain, maka imperialisme zaman sekarang sama berbuah “negerinegeri mandaat” alias “mandaatgebieden”, “daerahdaerah pengaruh” alias “invloedssferen” dan lainlain sebagainya, sedang di dalam sifatnya menaklukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuah negeri jajahan, − koloniaalbezit.
Dan bukan saja di dalam dua macam itu, imperialisme bisa kita bagikan, − imperialisme bisalah juga kita bagikan dalam imperialismetua., dan imperialismemodern. Tidaklah besar beda antara imperialismetua daripada bangsa Portugis atau Spanyol atau East India Company Inggeris atau Oost Indische Compagnie Belanda dalam abad ke16, ke17, dan ke18 − dengan imperialismemodern yang kita lihat di dalam abad ke19 atau ke20, imperialismemodern yang mulai menjalar ke manamana, sesudah modernkapitalisme bertahta kerajaan di benua Europa dan di benua AmerikaUtara?
Imperialismemodern, − imperialismemodern yang kini merajalela di seluruh benua dan kepulauan Asia dan yang kini kami musuhi itu, − imperialismemodern itu adalah anaknya modernkapitalisme. − Imperialismemodernpun sudah mempunyai literatuur, tetapi belum begitu terkenallah ia di dalam artiartinya dan rahasiarahasianya sebagai soal kapitalisme. Imperialismemodern itu, oleh karenanya, Tuantuan Hakim, mau kami dalilkan artinya agak lebar sedikit dari bukubuku satudua. Kami tidak akan mendalilkan bukunya Sternberg “Der Imperialismus” yang walau sangat menarikhati dan tinggiilmu, toh rada “kering” itu, rada “droog” buat mendengarnya, − kami mendalilkan Mr. Pieter Jelles Troelstra, itu pemimpin Belanda yang baru wafat yang menulis :
“Ik versta onder imperialisme dit verschijnsel, dat het grootendeels onder de macht der banken staande grootkapitaal van een bepaald land, de buitenlandsche politik van dat land aan zijn belangen weet dienstbaar te maken. De snelle economische ontwikkeling van de negentiendeeeuw bracht met zich een verbitterde concurrentie op agrarisch en industrieel gebied. Dat aan het einde van die eeuw de portectie snel veld won, was een van de gevolgen. De moderne grootindustrie was ontstaan, de produetiviteit van die grootindustrie was sterk opgevoerd, doch de afzetmogenjkheden in het eigen land waren beperkt en de noodzakelijkheid bestond, afzetgebieden buiten de grenzen te vinden. Deer eenerzijds op de beschermde binnenlandsche markt de prijzen op te voeren, andt.!r zijds op de buitenlandsche markten de dumpingtatktiek toe te passen, trachte de werkkrachten goedkoop zijn, en de winst niet door arbeidsgrootindustrie in de mogelijkheid te voorzien, zonder de winst aan te tasten. Deze “aggressieve protectie” bracht op zichzelf reeds grootere spanning in de internationale verhoudingen teweeg. Daarnaast stond de snene ontwikkeling der groote banken, die over ste”eds grooter kapitalen beschikken, waarvoor bij de binnenlandsche industrie en handel niet voldoende plaatsing was te vinden. Hieruit vloeide voorts kapitaaIexport, die zieh in het bijzonder DaM eoonomische − AchterIijke, kapits.aJanne landeD richtte. (Bijvde stroom van
139) TweedeKamer Staten Gen, 22 Nov. 1901
Fransch en Engelsch kapitaal naar Rusland, en van Nederlandsch kapitaal naar de Ooost). Deze kapitaaluitvoer geschiedt niet aneen in den vorm van geld. Machines worden door de kapitaaluitvoerende mogendheden verschaft, fabrieken gebouwd, spoorwegen en havens aangelegd, enz. In vele gevanen is het voor de kapitaalbeleggers voordeeliger hun geld te exploiteeren in ondernemingen in economischAchterlijke landen, waar de wetgeving e.d. wordt beperkt”. “Yang saya artikan dengan imperialisme ialah: itu kejadian pergaulan hidup, yang terjadi karena modalbesar dari sesuatu negeri yang kebanyakan ada di bawah kekuasaannya bankbank, memperusahakan politikluarnegeri daripada negeri itu guna kepentingannya modalbesar itu sendiri. Kemajuan abad yang kesembilanbelas yang cepat itu sudahlah melahirkan suatu persaingan matimatian di atas lapang perusahaantanah dan perusahaankepabrikan. Salah satu hasilnya persaingan ini ialah bahwa, pada penghabisan abad itu, politik “melindungi negeri sendiri” makin lama makin laku. Kepabrikanbesar sudahlah lahir, jumlahnya barangbarang yang dibikin oleh kepabrikanbesar ini sangatlah tambahnya, tetapi di negeri sendiri barangbarang itu tak bisalah habis terjual, maka timbunah keperluan mencarikan pasar baginya di luar negeri sendiri. Caranya kepabrikanbesar itu mengatur kesukaran ini dengan tak mengurangkan untungnya ialah: menjual barangbarang itu di pasarnegerisendiri yang terlindungi itu dengan harga mahal, dan menjual barangbarang itu di pasar luarnegeri dengan politik“dumping”, yakni menjual barangbarang itu dengan harga yang lebih murah daripada hargabiasanya disitu. Maka cara “melindungi diri sendiri dengan menyerang orang lain” ini saja sudahlah membikin tambah “panasnya” sikap antara negeri satu terhadap negeri yang lain. Selainnya itu, bankbank yang besar adalah menjadi makin subur, makin besar jumlah kapitalnya, yang tidak bisa diusahakan di dalam pabrikpabrik dalam negerisendiri. Maka lantas mengalirlah kapital itu ke luar, teristimewa ke negerinegeri yang masih belum maju ekonominya dan yang kekurangan modal. (Misalnya aliran kapital Perancis dan Inggeris ke negeri Roes, dan aliran kapital Belanda ke Timur). Aliran kapital keluar ini, tidaklah hanya berupa aliran harta saja. Negerinegeri yang mengeluarkan kapital itu jugalah mengirimkan mesinmesin, mendirikan pabrikpabrik, membikinkan jalanjalan kereta api dan pelabuhanpelabuhan dan sering kali juga kaum kapital itu adalah lebih beruntung lagi dengan memasukkan uangnya dalam ondernemingonderneming di negerinegeri yang belum maju ekonominya, di mana kaum buruhnya murah dan di mana untung tidak terancam oleh arbeidswetgeving atau sesuatu hukumperburuhan” Begitulah keterangan Mr. Pieter Jenes Troelstra. Marilah kita sekarang mendengarkan
seorang socialist lain, yakni R.N. Brailsford, itu pengarang Inggeris yang termashur. 1) 14
“Rijkdom in onze dagen is in de eerste plaats de gelegenheid voor buitengewoon voordeelige belegging. Verovering in den ouden zin is uit de mode geraakt .....
141) De Oorlog van Staal en Goud, Salinan van Revestein, p. 22, 51, 68
Het jagen van concessies in het buitenland en het exploiteeren van de potentieele rijkdommen van zwakke staten en stervende rijken wordt meer en meer een officieele onderneming, een nationale affaire. In deze fase is uitvoer van kapitaal voor de heerschende klasse gewichtiger en aantrekkelijker geworden dan de uitvoer van waren. Imperialisme is eenvoudig de pontieke uitdrukking van de groeiende neiging van het Impitaal, dat opgestapeId is in de meer beschaafde industrieele landen, zich te exploiteeren naar de minder beschaafde en minder bewoonde”. “Di dalam zaman sekarang, yang dinamakan kekayaan itu ialah pertamatama kesempatan menjalankan modal dengan untung yang besar sekali. Perampasan negeri dengan terangterangan seperti zaman dulu, kini sudahlah tak laku lagi ..... Menurut concessieconcessie di luarnegeri, dan membuka kekayaankekayaannya kerajaankerajaan yang lembek dan negerinegeri yang hampir mati, itulah kini makin menjadi perusahaan officieel, perusahaan nasional. Di atas tingkat ini maka bagi kaum atasan adalah lebih penting dan lebih menarikhati, mengalirkan uang keluar daripada mengalirkan barangbarang. Imperialisme baresnya, ialah suatu keadaan politik, yang ditimbulkan oleh nafsu yang makin lama makin keras daripada modal yang ditimbuntimbunkan di negerinegeri kepabrikan yang lebih maju, akan menggerakkan diri di negerinegeri yang kurang maju dan yang kurang banyak penduduk”. Bukanlah dengan dua contoh ini telah ternyata sebenarbenarnya, bahwa yang pengiraan
yang imperialisme itu kaum ambtenar, atau bangsa kulitputih, atau pemerintah, atau “gezag” dalam umumnya, ada salah samasekali? Tetapi marilah kita mendengarkan satu kali lagi uraiannya seorang sosialis lain, yakni uraiannya Otto Bauer 10) yang termashur itu, yang 15
melihat di dalam modernimperialisme itu, suatu politik melebarkandaerah. suatu expansiepolitik *) yang 16
“dient steeds het doel, aan het kapitaal beleggingssfeer en afzetmarkten te verzekeren. In de kapitalistische volkseconomie scheidt zich elk oogenblik een deel van het maatschappelijke geldkapitaal uit de circulatie van het industrieele kapitaal af ........ Een deel van het maatschappelijke kapitaal is dus elk oogehblik doodgelegd, ligt elk oogenblik braak. Is veel geldkapitaal doodgelegd, heeft het terugstroomen der vrijgekomen kapitalisplinters naar de productiesferen slechts langzaam plaats, dan daalt anereest de vraag naar produksimiddelen en naar arbeidskrakhten. Dit beteekent het onmiddelijk dalen der prijzen en winsten in de productiemiddelenindustrie, de verzwaring van den va kvereenigingsstrijd, het dalen der arbeidsloonen. Beide verchijnselen werken echter ook terug op die industrieen, die de verbruiks goederen vervaardigen. De vraag naar de goederen, die onmiddellijk diellen tot bevrediging der menschelijke beboeften daalt, omdat eenerzijds de kapitalisten, die hun inkomen uit de arbeidsmiddelenindustrieen trekken, geringer insten bekomen, en omdat anderzijds de grootere werkeloosheid en de dalende
1510) Nationalitatenfrage p. 461 e.v. 16*)
loonen de koopkrakht der arbeidersklasse verminderen. Daardoor worden ook in de bedrijven voor verbruiksgoederen de prijzen. winsten, arbeidsloonen kleiner; zoo heeft het afscheiden van een grooter deel van het geldkapitaal uit de kringloop van het kapitaal in de gezamenlijke industrie, dalende prijzen, winsten, loonen, vermeerderde werkloosheid, tengevolge. Deze kennis is. nu voor ons doel van groot belang, want nu eerst kunnen we de doeleinden van de kapitalistische beheerspolitik begrijpen. Ze streeft naar beleggingssferen voor bet kapitaal en naar afzetmarkten voor de waren. Nu begrijpen wij, dat deze geen arzondelijke opgaven zijn, doch in wezen een en dezelfde opgaaf. “selamanya bermaksud, mengasihkan kepada modal itu lapanglapang bergerak dan pasar penjualan barang. Di dalam rumah tangga kemodalan maka tiaptiap waktu adalah sebagian modaluang yang memisahkan diri daripada modal yang diusahakan dikepabrikan ..... Tiap waktu oleh karenanya, maka sebagian daripada modal itu menjadilah “mati”, menjadilah “bero” (jav.). Jikalau banyak modal menjadi “mati” demikian itu jikalau modalmodal yang terlepas ini tak gampang mengalir kembali ke dalam perusahaanperusahaan pabrik dengan cepat, maka pertamatama lantas menjadi kuranglah larisnya penjualan tenagakaumburuh: Ini adalah berarti bahwa hargaharga dan untunguntung di dalam perusahaanperusahaan yang membikin alatalat produksi itu dengan segera merosotlah ke bawah; perjuangan pergerakan kaum sekerjapun menjadilah lebih berat oleh karenanya, upahupah kaum buruh menjadi turun. Tetapi duadua hal ini berpengaruh juga atas perusahaanperusahaan yang membikin barangbarang bekal hidup. Barangbarang bekal hidup hidup seharihari inipun menjadilah kurang banyak pembelinya, yakni oleh karena pertamatama kaum modal dari perusahaanperusahaan alatproduksi itu kini kurang besar untungnya, dan kedua oleh karena kelas kaum buruh itu, yang kini banyak werkloos dan upahnya turun, kekuatannya pembeli menjadi kurang. Oleh karena itu, maka juga di dalam perusahaanperusahaan bekal hidup lantas merosotlah hargaharga, untunguntung dan upahupah. Demikianlah keadaannya, bagaimana terpisahnya modal dari perusahaanperusahaan umum sudah berbuntutlah merosotnya hargaharga, untunguntung dan upahupah beserta tambah banyaknya kaum werkeloos. Pengetahuan ini adalah amat penting sekali bagi kita, sebab baru sekaranglah kita bisa mengerti maksudmaksudnya politik mengungkungi negerinegeri lain itu. Politik ini bermaksud mencarikan lapanglapang usaha bagi kapital dan pasarpasar bagi barangbarangnya. Sekarang mengertilah kita, bahwa dua hal ini bukanlah soalsoal yang terpisah satu dari yang lainnya, tetapi di dalam hakekatnya ialah satu soal yang sama”. Sekianlah dalildalil kami tentang artinya kata imperialisme dari penanya orangorang
socialist. Marilah kita sekarang mendengarkan keterangannya orang yang bukan socialist, yakni keterangannya tuan Dr. J.S. Bartstra di dalam bukunya “Geschiedenis van het moderne imperialisme”, di mana nanti akan tertampak juga kebenaran perkataan kami, bahwa imperialisme itu ialah bukan regeering, bukan sesuatu anggota regeering, bukan sesuatu bangsa asing, tetapi suatu kehausan, suatu nafsu, suatu stelsel menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri lain adanya:
“et woord “imperialisme” is het eerst gebruikt in Engeland + 1880. Men bedoelde ermee
het streven om de zelfbesturende kolonien, wier e trekkingen tot het moederland in het afgeloopen “liberaletijdperk” vrij los waren geworden, weer vaster aan Engeland te verbinden. Opmerkelijk is, dat het woord deze oorspronkelijke beteekenis geheel verloren heeft” . ........ langzamelhand begon het woord een andere beg ripsinhoud te krijgen: het werd nu het streven van die Britten, die “het rijk” een nog veal grootere koloniale uitbreiding wilden geven, hetzij door de verwerving van landen, die door hun aardrijkskundige Jigging een gevaar zouden kunnen opleveren in de handen van concurrenten, hetzlj door de hand te leggen op zulke gebieden, die ean goede afzetmarkt konden worden of waar veel grondstoffen te vinden waren voor binnenIandsche nijverheid, welke juist in dien tijd moor en meer te lijden begon te krijgen van buitenlandsche modedinging” “In de beteekenis van omgebreidelde koloniale uitbreiding kon het begrip weldra algemeen worden ........... “Perkataan “imperialisme” mulamula dipakainya ialah di negeri Inggeris kirakira dalam tahun 1880. Yang dimaksudkan orang dengan kata itu ialah usaha menarikkan lebih keras lagi pertalian yang menggabungkan kolonikoloni dengan pemerintahan sendiri. *) kepada 17
negeri Inggeris, sebab pertalian ini di dalam “zaman liberaal” adalah menjadi terlampau longgar. Sangat menarik perhatian ialah, bahwa perkataan ini sekarang sudah hilanglah samasekali maknanya yang mulamula itu”. ....... lamalama, maka perkataanperkataan ini mendapatlah arti nafsunya itu bangsa Inggeris, yang mau lebih melebarkan lagi daerah jajahan Inggeris dengan jajahanjajahan baru, baik dengan merampas negerinegeri yang bila di tangan musuh bisa menjadi bahaya, maupun dengan menguasai negerinegeri yang bisa menjadi pasarpasarpenjualan bagi barangbarang bikinan pertukangan negerisendiri, atau di mana ada terdapat banyak bekalbekal untuk pertukangan negeri sendiri itu, yang justru pada waktu itu, makin menderita banyak rugi daripada persaingan negeri luaran” “Di dalam arti melebarlebarkan daerah dengan jajahanjajahan baru itu, maka faham imperialisme itu kini menjadi umum .............” Maka sesudah itu, Dr. Bartstra lantas mengasih keterangan lebih jauh atas penglihatannya
kaum sosialis terhadap pada imperialisme itu: “Dat het woord echter zoo'n ell01' popUlarhelt verk.t'\;.gea heeft, danKt het aan de SOClaald.emOCL”aIolI:lClle pL'Opd.ganua, we het versclllJnsel VOOrS\;eld.e als de CO~tUmt;le van het kapitahscSClle productaesysteem. :l::l.et zijn dan ook !vJ.aI'Xistische sCllrijvers geweest, zooals .Houdolf .tillferd.1ng, Karl !tenner, ook de bekende B.N. Brailsford, die aan het woord een veel diepere en wijdere beteekenis hebDen gegeven. V olgens hen is het imperialisme de noodwendige buitenlandsche polltiek van staten met oon “overrijp kapitalisme”. Daaronder wordt daD verstaan oon kapitallsme met ver doorgevoerde bedrijfs en bankconcentratie. Daardoor en niet het minst door de veranderde functie van het protectioniSDle, van middel om zichzelf staande te houden tegenover het
17*) Canada, Australia, dll
buitenland tot “dumpingstelsel” −, heeft het niet langeI genoeg aan de traditioneele liberale denkbeelden van staatsontliouding, vrije concurrentie en pacifisme. Die zijn dan als het ware omgeslagen in het tegendeel daarvan, n.1. het streven om de zuiver polltieke makhtsmiddelen van de staat aan te wenden voor economische doeleinden, als : beinvloeden en veroveren van afzet en grond stofgebieden, ook het waarborgen der rentebetalingen van kapitalen, die uitgezet zijn in economischakhterlijke landen. Op het laatste punt, dat van de zg. “kapitaalexport” wordt door de genoemde schrijvers bijzonder de nadruk gelegd. Door het veel intenser drijven van de nijverheid, door de concentratie in het bankwezen en het “dumpingstelsel” waren, zoo zeggen zij, ontzaglijke kapitalen opgehoopt, die in het binnenland dikwijls niet genoeg aangewend konden worden. Vandaar dat neer en meer de noodzakelijkheid werd gevoeld om groote kapitalen uit te zettcn in economischakhterlijke landen, natuurlijk tegen zoo hoog mogelijke interest. Men kan dan tevens bereiken, dat groote bestellingen werden gedaan van spoorwegen, makhines, enz. bij de eigen nijverheid. Gevolg van een en ander: verscherpte verhoudingen tot het buitenland, oorlogsgevaar, militaire expedities, “invloedssferen” in overzeesche gewesten, controle op de inkomsten en uitgaven van vreemde landen door consortia van Europeesche bankiers, jakht naar kolonien. Ziedaar het imperialisme !” “Sebabnya perkataan itu menjadi terkenal ke manamana, ialah oleh propagandanya kaum sociaaldemocraat, yang mengatakan, bahwa imperialisme itu ialah suatu keadaan yang tidakboleh tidak tentu dilahirkan oleh caraproduksi kemodalan. Memang kaum Marxistlah, sebagai Rudolf Hilferding, Karl Renner dan juga H.N. Brailsford yang terkenal itu, yang mengasihkan kepada perkataan itu suatu arti yang lebih dalam dan lebih lebar lagi. Menurut mereka, maka imperialisme itu ialah politikluarnegeri yang tidakboleh tidak pasti dijalankan oleh negerinegeri yang kapitalismenya sudah terlampau matang. Yang mereka maksudkan dengan katakata belakangan ini ialah: suatu kapitalisme yang aturanaturan perusahaan dan aturanaturan banyaknya sudah sangat rapat tergabung tersusunnya. Oleh sebab inilah, dan bukan buat bagian kecil, juga oleh rubahnya pekerjaannya protectionisme, − dulu protectionisme ini cuma buat melindungi negerisendiri saja terhadap pada persaingannya negeriluaran, sekarang ia sudah menjadi stelsel “dumping”− *) maka kapitalisme yang demikian itu tak puaslah lagi dengan 18
fahamfaham liberal yang biasanya, yakni faham yang mana staat tak boleh ikut campur di dalam urusan partikelir, faham persaingan merdeka, dan faham menjunjung tinggi altar perdamaian. Fahamfaham ini seolaholah terputarlah samasekali menjadi sebaliknya, yaitu menjadi nafsu memperusahakan kekuasaanpolitik daripada staat itu guna kepentingankepentingan rezeki, misalnya guna merebut dan mempengaruhi pasarpasar perdagangan dan tempattempat pengambilan bekalbekal kepabrikan, beserta guna menjaga supaya bunganya modalmodal, yang dijalankan di negerinegeri yang ekonominya rendah, tidak terganggulah suburnya. Fatsal yang belakangan inilah, yakni fatsal pengaliran kapital ke negeri luar, oleh penulispenulis tadi sangat sekali ditunjukkan kepentingannya. Tersebabkan oleh banyak lebih keras bekerjanya pertukangan, tersebabkan oleh pergabungannya bankbank, dan tersebabkan oleh stelsel dumping, maka, begitulah mereka
18*) Dumping = menjual barang sendiri
berkata menjadi bukan mainlah banyaknya modal yang tertimbuntimbunkan, yang di dalam negeri sendiri sering tak cukup kesempatan buat menjalankan. Itulah sebabnya, yang Makin lama lantas makin terasalah perlunya menjalankan banyak modal di negerinegeri asing yang ekonominya masih mundur, tentu saja dengan bunga yang setinggitingginya. Selainnya dari itu lantas bisalah juga tercapai, yang industri di negerisendiri lantas mendapat pesanan yang besar daripada alatalat jalan keretaapi, mesinmesin dll. Buntut satu dengan lainnya ialah: sikap negerinegeri luaran menjadi lebih “panas”, bahaya peperangan, pengirimanpengiriman militair, daerahdaerahpengaruh” di negerinegeri seberang, pengawasan atas keluarmasuknya uang di negerinegeri asing oleh serikatserikat kaum bankir Europah, pemburuan mencari negeri jajahan. Itulah imperialisme!” Akhirnya maka Dr. Bartstra sekali lagi mengatakan dengan saksama apa yang ia sebutkan
modernimperialisme: “Onder modernimperialisme wordt verstaan het streven naar ongelimiteerde uitbreiding van koloniaal bezit, zooals dat in de periode :f: 1880 tot heden de buitenlandsche staat kunde van bijna aIle groote cultuurlanden dreef, in hoofdzaak ten bate van hun industrie en bankkapitaal. Het is in het minst niet de eenige, zelfs niet. op aIle momenten de meest frappante van de zeer verschillende beweeg krachten van het tijdvak geweest, maar wel is het in zijn gevolgen een der meest gewichtige geworden, omdat het toonneel der algemeene geschiedenis erdoor is uitgebreid, voor het eerst en voor goed, over de geheele aarde”. “Yang disebutkan modernimperialisme ialah nafsu melebarkan jajahan dengan takberbatas, sebagaimana semenjak th. 1880 sampai sekarang menjadi penyorongnya politik luar negeri dari hampir semua negerinegeri besar, terutama guna kepentingan industri sendiri dan modalbanksendiri. Imperialisme ini bukan sekalikali tenagapenyorong yang satusatunya daripada zaman tersebut, malahan bukan yang paling membangunkan perhatian daripada tenagatenaga penyorong yang bermacammacam daripada zaman itu, − tetapi di dalam buntutbuntutnya ia adalah menjadi yang paling penting, yakni oleh karena lapangsifatnya riwayatdunia menjadi dilebarkanlah olehnya, sampai ke seluruh mukabumi, − buat pertama kali ini seterusnya. Begitulah artinya modernimperialisme. Dan artinya perkataan imperialismetua? Imperialismetua, sebagai yang kita alamkan dalam abadabad sebelumnya bagiankedua
dari abad ke 19 −, imperialismetua di dalam hakekatnya adalah sama dengan imperialismemodern: nafsu, zucht, streven, neiging, stelsel untuk menguasai atau mempengaruhi rumahtangganya negeri lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan keluar pagar negerisendiri. Sifatnya lain, azasazasnya lain, wujutnya lain, − tetapi hakekatnya, wezennya sama!
Di dalam abadabad yang pertama atau di dalam abad ke 19, di dalam abad ke 16 atau ke 20, − duaduanya adalah Imperialisme! Imperialisme, − begitulah kami katakan tadi −, adalah terdapat pada semua zaman! Ya, sebagai Prof. Jos. Schumpeter mengatakan:
“is zoo oud als de wereld”, “de ongebreidelde lust van een staat om zich gewelddadig uit te breiden buiten zijn natuurlijke grenzen” “adalah samatuanya dengan dunia”, − nafsu yang tiada berhingga daripada sesuatu staat, melebarlebarkan daerahnya keluarpagar dengan kekerasan dan perkosaan”. Imperialisme mana − juga yang kita ambil, imperialismetua atau imperialismemodern, −
bagaimana juga kita bolakbalikkan, darimana juga kita pandangkan, − imperialisme tetaplah suatu faham, suatu nafsu, suatu neiging, suatu zucht, suatu lust, suatu streven, suatu stelsel,− dan bukan ambtenaar B.B., bukan pemerintahan, bukan gezag, bukan bangsa Belanda, bukan bangsa asing manapun jua, − pendekkata bukan lichaam, bukan manusia, bukan benda atau materie!
Nafsu, neiging, zucht atau stelsel ini sejak zaman purbakala sudahlah menimbulkan politikluarnegeri, menimbulkan perseteruan dengan lain negeri, menimbulkan perlengkapan senjatadarat dan senjataarmada, menimbulkan perampasanperampasan negeri asing, menimbulkan kolonikoloni yang diambili rezekinya, − zaman modern ia menimbulkan “Bezugliinder” yakni tempat pengambilan bekal kepabrikan, menimbulkan afzetgebieden atau pasarpasar penjualan hatsilnya kepabrikan itu, menimbulkan lapang bergerak bagi modal yang tertimbuntimbun, menimbulkan “daerahpengaruh”, menimbulkan “protectoraten”, menimbulkan “negerinegeri mandaat” dan kolonikoloni dan macammacam “lapanglapang usaha” lainlain, sehingga imperialisme adalah juga suatu bahaya bagi negerinegeri yang merdeka.
Baik “daerahdaerahpengaruh” maupunnegerinegerimandaat”, baik “protectoraten” maupun “kolonikoloni”,− semuanya terjadinya begitu sebagai ternyata pula dari dalildalil kami tadi itu, untuk pencarian rezeki atau untuk penjagaan pencarian rezeki, semuanya ialah hasilnya keharusankeharusan urusan ekonomi. Partai Nasional Indonesia menolak semua teori, yang mengatakan bahwa asalasalnya kolonisatie dalam hakekatnya ialah bukan pencarian rezeki, menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebabsebabnya rakyat Europa dan Amerika mengembara di seluruh dunia dan mengadakan koloni di manamana itu, ialah keinginan mencari kemashuran, atau keinginan kepada segala hal yang asing, atau keinginan menyebarkan kemajuan dan kesopanan. Teorinya Gustav Klemm yang mengajarkan, bahwa menyebarnya bangsamenang” kemanamana itu selainnya oleh nafsu mencari kekayaan ialah terdorong pula oleh “nafsu mencari kemashuran”, “nafsu mencari keakuran”, “nafsu melihat negeriasing”, “nafsu mengumbara merdeka”, atau teorinya Prof. Thomas Moon, yang mengatakan, bahwa imperialisme itu selainnya berazas ekonomi juga adalah berazas nationalisme dll., sebagai ia diuraikan dalam iapunya buku “Imperialism and Worldpolitics”, − teoriteori itu buat sebagian besar kami tolak sama sekali. Tidak! bagai Partai Nasional Indonesia penjadahan itu asalasalnya yang dalam, asalasalnya yang diepliggend dan fundamonteel, ialah nafsu mencari benda, nafsu mencari rezeki belaka adanya.
“De eerste oorzaak tot kolonisatie is bijna altijd de beenging der levensverhoudingen in het eigen land”. “Asalasalnya kolonisasi yang paling penting ialah hampir selamanya sempitnya keadaan rezeki di negerisendiri”.
begitulah Prof. Dietrich Schafer menulis 1), dan Dernburg, kolonialdirector negeri Jerman 19
sebelumnya perang, dengan terusterang mengakui pula: 2) 20
“Koloniseeren is het geschikt maken van den grond, van zijn onderaardsche schatten, van de flora, van de fauna, en vooral van de bevolking, ten gunste van de economische behoeften van de koloniseerende natie” ........... “Penjajahan adalah usahamengolah tanah, mengolah tambangtambang, mengolah tanamantanaman mengolah sesatoan, dan terutama sekali adalah usaha mengolah penduduknya, bagi keperluan rezekinya bangsa yang menjajahkan ............ O, memang, Tuantuan Hakim, penjajahan membawa pengetahuan, penjajahan membawa
kemajuan, penjajahan membawa kesopanan. Tetapi maksud yang sedalamdalamnya ialah urusan rezeki, atau sebagai Dr. Abraham Kuyper menulisnya di dalam iapunya buku “Antirevolutionaire staatkunde”: − “suatu urusan perdagangan”, “een mercantiele betrekking”!
“Kolonis zonder eigen gezinskolonisatie geven kans om het land van de Inlanders tot rijke productie te brengen, er de mijnen te ontginnen, er onze koopwaren ter markt te brengen, en omgekeerd aan koopwaren der kolonie ten onzent een markt te doen vinden, maar het verband blijft economisch. Het gaat om ontginningen, om fabricage, am marktverkeer en handel over zee, maar tot zelf in taal en zeden, en vooral in de religie kan het bezettende volk zich tegenover het onderworpen volk geheel vreemd houden. Het is en blijft een mercantiele betrekking, die het bezettende land verrijkt en het bezette land niet zelden verarmt”. “Kolonis”, − begitulah pemimpin besar ini menulis 1), ”kolonis zonder penanaman 21
sumahsumah kulit putih buat berdiam menjadi penduduk di koloni itu selamalamanya, adalah mengasih kesempatan menyuburkan perhasilannya negeri bumiputera itu, menggali tambangtambangnya, menjual barang kita disitu dan sebaliknya mencarikan pasarpasar urusan rezeki. Urusan ini ialah urusan pembukaan tanah, urusan memberikan barangbarang urusan pasar dan perdagangan seberanglaut, tetapi sampai di dalam urusan bahasa dan adatistiadatpun, dan terutama sekali di dalam urusan agamanya rakyat yang kalah itu maka bangsa yang menang bisalah juga tak ikut campur samasekali. Urusan ini adalan dan tetaplah urusan perdagangan, yang mengayakan negeri yang menjajahkan dan yang tak jarang memelaratkan negeri yang dijajahkan. Dan Brailsford di dalam bukunya yang paling baru 2) adalah berkata: 22
“Het imperialisme heeft het prachtige epos van zijn durf en organiseerend genie in de aardkorst zelve gegrijpt van het met ijs bedekte Siberie tot de zandvlakten van ZuidAfrika. Doch de geschenken aan opvoeding, intellectueele prikkels en menschelijker bestuur, die het meebrengt, zijn steeds bijprodu'cten van zijn zelfzuchtige activiteit. Deze gaven te schenken is zelden, zoo nooit, het motief van zijn robuste pioniers. Indien zij eenige motief hebben, dat een weinig hoogeI' staat dan materieele winst, is het de glorie en de
191) Kolonial Geschichte p.12. 202) Bij DouwesDekker, Kolonial ideaal 211) Bij Snouk Hurgronje, Colijn over Indie 222) Hoe lang nog? p.227 e.v.
vergrooting van het moederland. Doch de drang, die hen, naar deze “plaatsen in de zon” drijf was gewoonlijk, of de begeerte om een markt van grondstoffen te monopoliseeren, of de nog lager berekening, dat er een goedkoope en ongeorganiseerde massa arbeidskracht ligi te wachten, om geexploiteerd te worden. Wanneer het dit aIles niet is, is het een berekening, die ontspringt uit het spel van materieele belangen met geographische gegevens ...... Het bijproduct van de beschaving is een gemak, dat al te duidelijk onze eigen bedoelingen dient.” “Imperialisme itu sudahlah menguraikan iapunya sejarah kegagahan dan iapunya sejarah kecerdikan menyusun di atas mukabumi sendiri, dari Siberia yang tertutup airbeku itu sampai ke padangpadang pasir di AfrikaKidul. Tetapi anugerahanugerah pendidikan, kemajuanpikiran dan aturanmemerintah yang lebih layak, yang ia bawa, hanyalah “rontonganrontongan” saja dari iapunya keasyikan yang angkaramurka itu. Mengasihkan “anugerahanugerah” ini, tak pernahlah menjadi maksud bagi barangbarang perdagangan koloni di negeri kita, − tetapi urusan ini tetaplah yang pertamatama dari pemukapemuka yang gagah itu. Bila umpamanya mereka benarbenar mempunyai maksud yang agak lebih tinggi sedikit daripada keuntungan benda, maka itu ialah maksud menambahkan kebesaran dan kemuliaan tanah tumpah darahnya sendiri. Tetapi nafsu yang mendorongkan mereka pergi ke”tempattempat di cahya matahari” ini, biasanya ialah keinginan menggagahisendiri sesuatu pasar bekalbekal kepabrikan, atau ialah perhitungan yang lebih durjana lagi, bahwa disitu adalah tersedia rakyatburuh yang murah harga dan tak tersusun, yang mereka nanti bisa suruh bekerja mandi keringat. Jikalau bukan halhal ini semuanya, maka mereka adalah terdorong oleh suatu perhitungan yang timbul daripada campurannya alasanalasankekayaan dengan alasanalasandaerah ........ Rontongan kesopanan itu tadi, nyatalah suatu keperluan bagi kitapunya kepentingan sendiri”. Tidakkah benar sekali oleh karenanya, kalau Prof. Anton Menger menulis: “Het ware doel der kolonisatie is de exploitatie van een volk, dat op een lageren trap van ontwikkeling staat; in vrome tijden verbergt men dit achter het mom van “Christendom” en in verlichte tijden achter dat van ‘beschaving’ der Inlanders” , “Maksud penjajahan yang sebenarbenarnya ialah menarik keuntungan daripada kerjanya suatu rakyat yang lebih rendah tingkatkemajuannya; di zamanalim maksud ini ditutupilah dengan kedok “Agama Kristen” ; dan di zamankemajuan dengan kedok ‘mau menyopankan’ bumiputera”,
atau kalau Friedrich Engels bersendagurau :
“De Engelschen zeggen altijd Christendom en meenen dan katoen”? “Bangsa Inggeris selamanya berkata Christendom, tetapi yang dimaksudkan sebenarnya ialah kapas”? Nafsu akan rezeki, Tuantuan Hakim, nafsu akan rezekilah yang menjadi penyorongnya
Columbus menempuh samudra Atlantika yang luas itu; nafsu akan rezekilah yang menyuruh
Bartholomeus Diaz dan Vasco de Gama menentang hebatnya gelombang samudra Hindia; pencarian rezekilah yang menjadi “noordster” dan “kompasnya” 1) Admiraal Drake, 23
Magelhaens, Heemskerk atau Cornelis de Houtman. Nafsu akan rezekilah yang menjadi nyawanya compagnie di dalam abad ke17 dan ke18; nafsu akan rezekilah pula yang menjadi sendisendinya balapan cari jajahan di dalam abad ke 19, yakni sesudah modernkapitalisme menjelma di Eropah dan Amerika.
Sebelum zaman modernkapitalisme itu, maka bangsa Inggeris sudahlah menguasai sebagian dari Amerika, sebagian dari Hindustan; sebagian dari Australia dan lainlain sebagainya, yakni sudahlah menaruh sendisendinya “British Empire”, nantinya, − sudahlah bangsa Perancis menguasai sebagian pula dari Amerika dan sebagian juga dari Hindustan, − sudahlah bangsa Portugis mengibarkan benderanya di AmerikaKidul dan di beberapa tempat di seluruh Asia, − sudahlah bangsa Spanyol menguasai AmerikaTengah dan kepulauan Philipina,− sudahlah bangsa Belanda menduduki AfrikaKidul, beberapa bagian kepulauan Indonesia, terutama Maluku, Jawa, CelebesKidul dan Sumatera. Sudahlah di zaman itu kita melihat hebatnya tenagaberusaha daripada nafsu mencari rezeki itu tadi, yakni geweldige daadkrachtnya imperialisme tua adanya!
Dan tatkala modernkapitalisme beranak modernimperialisme, maka kita menjadi saksi atas “balapan cari jajahan” yang seolaholah tiada terhingga! Kini orang Inggeris sudah bisa mengusir bangsa Perancis dan Portugis dan Belanda dari Hindustan. Tiada imperialismenya, tiada hingganya lagi bendera Inggeris ditanam kemanamana, tiada puaspuasnya kehausan kapitalisme Inggeris mencari dan meminum sumbersumber kekayaan di luar pagar daripada “hetrijk” sendiri, − tiada suatu benua yang tak mendengar dengungnya pekikperjuangan imperialisme Inggeris:
“When Britain first on Heaven's command. Arose from out the azure main. This was be charter of the land. And angelic voices sung this strain. Rule, Britannia, rule the waves! Britons never shall be slaves!” “Ketika Inggeris atas sabdanya Gusti. Menjelma dari samudera biru. Itu memanglah haknya negeri. Dan bidadari menyanyikan lagu. Perintahlah, Inggeris, perintahlah ombak! Bangsa Inggeris tak menjadi budak !” Hindustan takluk Singapore dan Malaka diduduki. Tiongkok direbut haknya menetapkan
bea dan hakhak exterritoriaal, beserta dibikin “daerahpengaruh” dengan jalan keras dan jalan “halushalusan”. Egypte “diperlindungi”. Mesopotamia “dimandati”, Hongkong, kepulauan Fiji, WestIndia, Kepulauan Falkland, Gibraltar, Malta, Cyprus, Afrika, ......... imperialisme Inggeris
231) Perkataan Mr. de Louter
seolaholah tiada puasnya! Dan negerinegeri yang lainlain? Negeri yang lainlainpun ikut lari di dalam balapan ini:
Perancis menaruhkan kakinya di AfrikaUtara, di IndoChina, di Martinique, di Guadeloupe, di Reunion, di Guyana, di Somali, di NieeuwCaledonia,− Amerika merebut Cuba, Portoriko, Philipina, Hawaii dll., − Jerman melancarlancarkan tangan imperialisme ke pulau Marshall, ke Afrika BaratTimur, ke Togo, ke Kamerun, ke pulaupulau Carolinen, ke Kiautsjiau, kekepulauan Marianen, geger perkara Marokko dan lainlain, − Italia hibuk memperusahakan iapunya pendudukan Assab dekat selatan Bab El Mandeb, mengaturngaturkan kekuasannya di AfrikaUtara, mengambil Kossala, mencoba menaklukkan Abessinia, mengautaut di Tripola dan lainlain pula.
Bahwasanya, balapan mencari kolonie yang kita alamkan di dalam zaman modernkapitalisme itu, yang mengautaut ke kiri dan ke kanan dan memasang mulut serta mengulurulurkan kukunya sebagai MahaKala yang angkaramurka, − balapan mencari koloni ini tak adalah persamaannya di seluruh riwayat manusia.
Dan di Asia sendiripun − modernimperialisme itu membuktikan asalturunannya: Asalturunannya daripada kekacauankekacauan ekonomi, anak daripada kapitalisme, yang di dalam lingkungan rumahtangga sendiri kekurangan lapang usaha. Di atas sudah kami katakan, bahwa imperialisme itu bukan tabiat bangsa kulitputih saja, bukan “kejahatanhati” kulitputih saja: − Bukan saja modernimperialisme, tetapi juga imperialismetua adalah kita dapatkan pada manamana bangsa. Kita ingat akan imperialisme bangsa Tartar yang di dalam abad ke13 dan ke14 sebagai “angin simum” menakluknaklukkan sebagian besar dari benua Asia; kita ingat akan imperialisme bangsabangsa Aria, Machmud Gazni dan Barber yang memasuki negeri Hindustan; kita ingat akan imperialisme Sriwijaja yang menaklukkan pulaupulau sekelilingnya; kita ingat akan imperialisme Majapahit, yang menguasai hampir semua kepulauan Indonesia beserta Malaka. Tetapi modernimperialisme Asia barulah kita lihat pada negeri Jepang tempo yang akhirakhir ini: modernimperialisme di Asia. adalah suatu “barangbaru”, suatu unicum, suatu nieuwigheid; memang hanya negeri Jepang saja daripada negerinegeri Asia yang sudah masuk ke dalam modernkapitalisme itu. Modernkapitalisme Jepang yang butuh akan minyaktanah dan arangbatu, modernkapitalisme Jepang yang juga membangkitkan tambahnya penduduk yang deras sekali sehingga melahirkan nafsu mencari negerinegeri emigratie *), − 24
modernkapitalisme Jepang itu membikin rakyat Jepang lupa akan keksatriaannya dan menamakan kukukukucengkeramannya di penanjung Sachalin dan Sohalin dan Korea dan Manchuria.
Nama, “kamipunya rakyatrakyat Asia yang diperbudakkan” bagi Jepang, nama itu adalah suatu barang bohong, suatu barang justa, suatu impian kosong bagi nationalisten kolot, yang mengira bahwa Japanlah yang akan membentuk kepada imperialisme Barat dengan dengungan suara: “Berhenti!”. − Bukan membentak “berhenti!”, tetapi dia sendirilah ikut menjadi belorongimperialisme yang angkaramurka! Dia sendirilah yang ikut menjadi hantu yang mengancam keselamatan negeri Tiongkok, dia sendirilah yang nanti di dalam perguletan mahahebat dengan belorongbelorongimperialisme Amerika dan Inggeris ikut membahayai keamanan dan keselamatan negerinegeri sekeliling LautanTeduh, dia sendirilah salah satu belorong yang nanti akan perangtanding di dalam perang Pacifik!
24*) emigrate = pemindahan rakyat
“Balapan cari jajahan” di dalam bagian kedua daripada abad ke19 adalah mulamula suatu balapan antara negerinegeri Eropah saja. Tetapi sesudah di dalam balapan ini negeri Inggeris menjadi yang terkemuka, sesudah kapitalisme Inggeris di dalam imperialismenya bisa membelakangkan sekalian musuhmusuhnya, sesudah John Bull boleh menjanji “Perintahlah, Inggeris, perintahlah ombak” sesudah itu maka masuklah dua kampiun baru di dalam gelanggang imperialisme dan menjadilah balapan ini di dalam abad ke 20 suatu balapanbaru antara Inggeris, Amerika dan Jepang, suatu balapanbaru antara mengejar kekuasaan di atas negeri mahakaya yang sampai sekarang belum bisa “terbuka” seluasluasnya itu, yakni: negeri Tiongkok!
Perebutan kekuasaan di Tiongkok inilah yang kini menjadi nyawanya persaingan antara belorongbelorong imperialisme tiga macam itu, perebutan kekuasaan di Tiongkok inilah kini menjadi pokoknya politikluarnegeri dari Jepang, Amerika dan Inggeris. Siapa kuasa di Tiongkok, dialah akan kuasa pula di seluruh daerah Pacific. Siapa yang menggenggam rumahtangga Tiongkok, dialah yang akan menggenggam pula segala urusan rumahtangga seluruh dunia Timur, baik tentang ekonomi, maupun tentang militair. Oleh karena itu, Tuantuan Hakim, maka rebutan negeri Tiongkok itu akan sampai dibelapati oleh belorongbelorong tadi, dibelapati dipeperangan LautanTeduh!
Tentang propaganda kami berhubung dengan bahaya peperangan LautanTeduh itu, akan kami uraikan lebih lebar di lain tempat.
Imperialisme di Indonesia. Tuantuan Hakim yang terhormat, begitulah gambarnya imperialisme di Asia di luar
Indonesia. Dan keadaan di Indonesia? Ah, Tuantuan Hakim, kita mengetahuinya semua. Kita
mengetahui bagaimana di dalam abadabad ke17 dan ke18 OostIndischeCompagnie, terdorong oleh persaingan hebat dengan bangsabangsa Inggeris, Portugis dan Spanyol, menanam stelselnya monopoli *). Kita. mengetahui kerasnya dan kejamnya cara menanam dan 25
memperteguhkan monopolie itu. Kita mengetahui, bagaimana di kepulauan Maluku ribuan jiwa manusia dibinasakan, kerajaankerajaan dihancurkan, miliyunan tanamantanaman cengkeh dan pala saban tahun dibasmikan (hongitochten). Kita mengetahui, bagaimana, untuk menjaga monopoli di kepulauan Maluku itu, kerajaan Makassar ditaklukkan, perdagangannya dipadamkan, sehingga pendudukpenduduk Makassar itu ratusan, ribuan yang kehilangan pencarianrezekinya dan terpaksa menjadi bajaklaut yang merampok kemanamana. Kita mengetahui, bagaimana di tanah Jawa dengan politik “divide et impera” yakni dengan politik “memecahmecah” sebagai Prof. Veth atau Clive Day atau Raffles mengatakan kerajaankerajaannya satupersatu diperhambakan, ekonominya rakyat oleh stelselnya monopoli contingenten **) van leverantien ***) samasekali disempitkan, ya samasekali didesak dan 26 27
dipadamkan. Kita mengetahui, ...... tetapi cukup, Tuantuan Hakim y.t.h.!
25*) Monopoli = “hak” berdagang sendiri. Orang lain tidak boleh ikutikut berdagang barang yang dimonopilikan itu. 26**) Contingent = Serupa pajak, dibayarnya dengan barangbarang hasilbumi oleh kepalakepala. 27***) Leverantien = Kepalakepala dipastikan setor barangbarang hasilbumi yang dibeli oleh Compagnie. Tetapi banyaknya dan harganya
barang itu Compagnielah yang menetapkan
Caranya OostIndischeCompagnie menanamkan monopolinya, caranya OostIndischeCompanie mengekalkan monopolinya, caranya OostIndischeCompagnie memperteguhkan monopolinya, tidaklah asing lagi bagi siapa yang suka membaca.
Tetapi, maafkanlah Tuantuan Hakim, bahwa kami di sini mau bercerita sedikit lebar atas zaman OostIndischeCompagnie itu dan juga atas zaman cultuurstelsel, yakni oleh karena bekasbekasnya O.I.C dan cultuurstelsel itu sampai kini hari masih tertanam, di dalam susunan pergaulan hidup Indonesia, sehingga sifatsifatnya P.N.I. terpengaruhilah oleh karenanya.
Maaflah yang berhubung dengan hal itu kami adalah sependapatan dengan Prof. Snouck Hurgronje yang menulis:
“Nu kan men zeggen, dat het nutteloos is, stil te staan bij verleden zonden, waaraan het tegenwoordige geslacht niet schuldig is, maar ............. het effect van die twee eeuwen wanbeheer op de geesteshouding der inheemsche bevolking tegenover het Westen mag bij de beschouwing der “vraagstukken” allerminst buiten rekening blijven” 1). “Orang bisa berkata, bahwa tiada gunanya membongkarbongkar kedosaan sediakala, yang orang zaman sekarang tak ikutikut menjalankan, tetapi ............... pengaruhnya pemerintah jahat yang dua abad itu di atas sikapkebatinannya penduduk bumi putera terhadap kepada duniaBarat, tidak bolehlah diabaikan kalau kita menyelidiki “soalsoal” itu”. Oleh karena itu, sekali lagi maaflah, yang kami berhubung dengan cultuurstelsel itu, di
bawah ini mengulangi pendapatanpendapatannya satudua kaum intellek Europa yang ternama: “De Compagnie beheerscht dehoofden en legt dezen verplichtingen op, die zij afwentelen op de bevolking. De Compagnie is hebzuchtig eerder dan wreed, maar het gevolg is hetzelfde: Onderdrukking!”, “Compagnie itu menundukkan kepalakepala dan membebaninya dengan kewajibankewajiban, yang oleh kepalakepala itu dijatuhkan lagi di atas pundak rakyat. Compagnie itu lebih serakah daripada kejam, tetapi kesudahannya adalah sama: Penindasan!”,
begitulah Prof. Colenbrander menulis 2), dan Prof. Veth berkata: 28
“Wreedheid behoort niet tot hare heerschende ondeugden, maar hare kortzichtige ...... inhaligheid heeft misschien meer kwaad gesticht dan zij door wreedheid had kunnen doen. Zelfs de gruwelen van Nerotroffen slechts weinige slachtoffers in zijn nabijheid, en lieten de welvaart der provincien ongedeerd; maar een slecht ingericht bestuur is een algemeene ramp”. “Kekejaman bukanlah iapunya kejahatan yang biasa, tetapi iapunya keserakahan yang picik itu barangkali adalah lebih merusak daripada kekejaman. Meski kekuasaan Nero 29
*)pun hanyalah mencelakakan sedikit orangorang yang berdekatan dengan dia saja dan
281) Colijn over Indie pag. 33. 292) Kol. Gesch. II Pag. 252
tidaklah mengganggu kesejahteraan mukimmukim; tetapi suatu pemerintahan yang jelek aturanaturannya 3)adalah suatu bencana umum”. 30
Dus tidak selamanya “kejam”, tidak selamanya “wreed”? Tetapi toh sering kejam dan
buas. Marilah kita membaca lagi Colenbrander tentang penanaman monopoli di Ambon dan
Banda: “Coen (Jan Pieterzoon Coen Sk), is in deze gansche zaak, die een vlek op zijne nagedachtenis wierp, met een onmenschelijke wreedheid − opgetreden, die zelfs Compagnie’s dienaren te kras was ......... Tot de bewindhebbers toe heeft het koele verhaal zijner executien, in Coen’s brieven vervat, onthutst ........ “ ‘t zal wel ontsagt, maar geen gunst baren” ........... zoo oordeelen de lieden zelve, terwille van wier winsten een bloeiende bevolking ...... nagenoeg was uitgeroeid”. 1) 31
“Coen (Jan Pieterszoon Coen Sk.), di dalam ini perkara yang meninggalkan noda di atas namanya, adalah menjalankan kekejaman yang bukan kekejaman manusia lagi, − sampai hambahamba Compagniepun menjadi jemu ... Sampai kepalakepala Compagniepun sama terkejut oleh ceritacerita hukumanhukuman mati, yang Coen tuliskan di dalam iapunya suratsurat dengan hati yang tiada rasakemanusiaan ... “Itu benar membikin takut, tapi tiada membawa kasih” ... Begitulah pendapatannya orangorang sendiri, yang untuk keperluan labanya, menjadi sebabnya suatu negeri penduduknya hampir ditumpaskan samasekali” . Dan Prof. Kielstra menceritakan: 2). 32
“Het handelsmonopoli moest door de onzen worden verworven en, was het eenmaal verkregen, dan werd zonder bedenking elk middel toegepast dat voor zijn handhaving dienstig was. Voor de belangen dier bevolkingen voelden onze machthebbenden bitter weinig: de Mohamedanen en heidenen waren in het oog der Christenen minderwaardig; naar de opvattingen van dien tijd vormden zij − men bezigde gaarne bijbelsche uitdrukkingen − een “verkeerd en verdraaid geslacht”, dat, wanneer het de Compagnie weestreefde, desnoods vernietiging verdiende”. Monopolidagang itu harus diperolehkan oleh orangorang kita, dan bilamana sudah di dalam tangan kita, maka zonder banyak pikiran lagi segala macam upaya dikerjakanlah untuk mengekalkannya. Kepentingankepentingan penduduk tak diperdulikan oleh pemukapemuka kita; kaum Islam dan kaum yang bukanIslam di dalam matanya kaum Kristen adalah kurangharga; menurut fahamfaham zaman itu, maka mereka, − orang gemar pada perkataanperkataan dari kitab Injil −, adalah “bangsa buruk” dan jahanam”, yang bila berani melawan Compagnie, harus dibinasakan samasekali.” Lagi satu dalil dari seorang Jerman: Prof. Dietrich Schäfer, yang berbunyi:
30*) Raja bangsa Romein yang sangat buas 313) Java II p. 250 321) t.a.p.p. 117
“De pogingen, die ze deden, ook de naburige Australische eilanden binnen het bereik van hun werkzaamheid te brengen, hebben we reeds vermeld. Toen het bleek dat hier voor het toenmalige bedrijf niets te halen viel, beperkte men zich tot de uitbuiting van de reeds vroeger bekende gebieden. De wijze, waarop deze plaats had, heeft men niet ten onrechte de meest rücksichtslose genoemd, waarvan de koloniale ervaring weet te verhalen.” 1) 33
Percobaanpercobaan mereka, memasukkan kepulauan Australia yang dekatdekat ke dalam lingkungan perusahaannya, sudahlah kami ceritakan. Tatkala ternyata bahwa di sini tiada hasil apaapa bagi perusahaan mereka ketika itu maka perusahaan itu lantas dipusatkanlah di atas pemerasan dan perampokannya pulaupulau yang terkenal lebih dulu saja. Caranya perampokan ini, tak salahlah kalau orang namakan yang paling kejam di seluruh riwayat kolonial adanya.” Sebagai penutup, pemandangannya Prof. Snouck Hurgronje, yang berkata: “Het eerste bedrijf der Nederlandsch Indische tragedie heet Compagnie, en begint bijna gelijk met de17e eeuw. De hoofdacteurs hebben aanspraak op onze bewondering om hunne onverschrokken energie, maar het doel, waarvoor zij werkten, en de door hen gebezigde middelen waren van zulken aard, dat men, zelfs bij volle betrachting van den regel, de faits et gestes met den maatstaf van hun tijd te meten, vaak moeite heeft om zijn afscbuw te bedwingen. Het “experiment” begon zoo, dat de bewoners van Indië in aanraking kwamen met het uitschot der Hollandsche natie, die hen met zooveel geringschatting behandelden als zij verdroegen, en wier taak het was, aIle krachten in te spannen tot verrijking eener groep aanndeelhouders in het moederland. De ambtenaren van dit gecharterde lichaam, door hunne broodheeren al te kort gehouden, maar niet minder dan deze belust op winst, vertoonden een beeld van corruptie dat het ergste, wat men Oostersche volken aanwrijft, in de schaduw stelt.” 1) 34
“Bagian yang pertama daripada ceritarindu HindiaBelanda itu adalah bernama Compagnie, dan mulainya hampirlah sama dengan abad yang ke17. Pemukapemukanya adalah berhak atas kitapunya rasahormat karena hebatnya merekapunya kemauan berusaha, tetapi maksud yang mereka kejar. dan upayaupaya yang mereka jalankan untuk mengejar maksud itu, adalah begitu rupa, sehingga kita, meskipun kita tak kurangkurang memperingati caradan adatistiadat zaman dulu itu, sukar sekalilah menahan kitapunya rasajemu dan rasajijik. Itu “percobaan” mulainya, ialah, yang pendudukpenduduk Hindia itu belajar kenaI dengan “tainya” bangsa Belanda, yang mempermainkan mereka dengan sombong dan lagak, dan yang pekerjaannya tak lain daripada memeraskan keringat untuk mengayakan sekawan aandeelhouders di tanahairnya. Punggawapunggawanya compagnie ini, yang oleh majikanmajikannya hanya digaji sedikit, tetapi yang tak kurang serakah untung daripada majikanmajikannya itu, adalah menunjukkan suatu kerendahan dan kejahatan buditindak, yang melebihi segala kejelekan yang dituduhkan kepada bangsabangsa Timur!” Begitulah gambarnya imperialismetua daripada OostIndischeCompagnie. Sesudah
OostIndischeCompagnie pada kirakira tahun 1800 mati, maka tidak ikut matilah stelselnya 332) Verstiging Ned. Gezag pag.12. 341) Kolonial Geschicte pag. 82.
monopoIie, tidak ikut matilah stelselmengautuntung yang bersendi pada paksaan. Malahan ... sesudah habis zaman commissiecommissie dan pemerintahan Inggeris, yang mengisi tahuntahun 18001830; sesudah habis zaman “tergoyanggoyang” antara ideologietua dan ideologiebaru *) sebagai yang disebarsebarkan oleh revolusi Prancis; sesudah habis “tijdvak 35
van den twijfel” 2) ini, maka datanglah stelselkerjapaksa yang lebih kejam lagi, lebih 36
mengungkungkan lagi, lebih memutuskan nafas lagi, − yakni stelsel kerjapaksa daripada cultuurstelsel, yang sebagai cambuk jatuh di atas pundak dan belakangnya rakyat kita! Juga cultuurstelsel ini, Tuantuan Hakim, tidak usah kami beberkan lebarlebar kekejamannya; juga cultuurstelsel ini sudah diakui jahatnya oleh hampir setiap kaum yang mengalaminya, dan oleh kaum terpelajar yang mempelajari riwayatnya.
Tetapi, juga daripada Cultuurstelsel ini, yang bekasbekasnya sampaiini hari masih belum hilang, dan mempengaruhi susunan P.N.I. itu, (sebagai nanti akan kami uraikan), marilah kami ulangkan satudua pendapatannya kaumkaum ahli itu:
“De uitbuiting der bevolking, waaraan nu bijna geen andere grens gesteld was dan haar physiek uithoudingsvermogen, kon ongehinderd plaats vinden”. “Pemerasan dan perampokan penduduk itu, yang tiada batas lagi melainkan batas kuat atau tidaknya badan orangorang penduduk itu memikulnya, kini bisalah dijalankan dengan tiada halangan suatu apa lagi.”
begitulah Prof. Gonggrijp berkata 3) Dan di lain tempat pujangga ini menulis: 37
“Niet alleen dus berustte dit systeem op dwang; die dwang was, in de donkere eerste twintig jaren van het hier besproken tijdvak, zwaarder dan het juk der oontingenten, wier heffing in hoofdzaak aan de inheemsche hoofden werd overgelaten. Het cultuurstelsel werd verzwaard door de activiteit van den Europeeschen ambtenaar; deze beteekende een verzwaring van den druk van het stelsel en tegelijkertijd zijn technische verbetering en groote rendabiliteit”. “Geen cultuur is zulk een plaag geweest als die van indigo. Toen deze in 1830 op roekelooze wijze in de Preanger was ingevoerd, werd ze tot een ware volksramp. In het district Simpoer van dat gewest werden de mannen uit een aantal dessa’s gedwongen om 7 maanden onafgebroken, ver van hun woningen, aan de indigovelden te werken; al dien tijd hadden ze in hun eigen voeding te voorzien. Bij hun thuiskomst vonden zij hun rijstgewas vernietigd. Gedurende de vijf eerste maanden van 1831 werden 5000 mannen met 3000 buffels uit hetzelfde district gedwongen, de gronden te ontginnen voor een opgerichte fabriek. Toen die arbeid was afgeloopen, ontbraken de indigostekken. Eerst twee maanden later, nadat de alangalang, het gevreesde onkruid, het ontgonnen terrein reeds bedekte, ontving men indigozaad uit Batavia. Mannen, vrouwen,kinderen werden nu opgejaagd om de velden opnieuw te spitten. Meer dan eens brachten zwangere vrouwen haar kinderen onder den zwaren arbeid tel wereld” ......... “Aturan ini bukannya saja bersendi atas paksaan, tetapi paksaan itu, di dalam dua puluh tahun di awalnya masa yang kami bicarakan ini, adalah lebih berat daripada bebannya contingen, yang pemungutannya ialah terutama diserahkan kepada kepalakepala
351) Colijn over Indië pag. 33. 36*) ideologie = akalpikiran 372) J.E. Stokvis, Van Wingewest naar zelfbestuur.
Bumiputera. Cultuurstelsel adalah lebih berat, yakni lantaran kerajinannya ambtenaar Belanda; kerajinan ambtenaar Belanda ini adalah berarti tambah beratnya tindasan stelsel itu, beserta pula tambah baiknya carakerjanya dan tambah besar hasiluntungnya.” “Tiada Cultuur adalah begitu menggoda kesejahteraan sebagai nila. Tatkala cultuur nila ini di dalam tahun 1830 dimasukkan di tanah Priangan dengan cara yang angkara, maka rakyat menjadilah binasa celaka samasekali. Di dalam district Simpur daripada keresidenan ini maka penduduk lakilaki daripada beberapa desa dipaksakanlah bekerja di kebonkebon nila itu, tujuh bulan lamanya, jauh dari rumahnya; selama tujuh bulan itu mereka haruslah mencari makan sendiri. Tatkala mereka pulang lagi, maka ternyatalah bahwa merekapunya tanaman padi sudah binasa. Di awalnya. 1831, maka daripada district ini, lima bulan lamanya, 5000 orang lakilaki dengan 3000 kerbau dipaksakanlah mengolah tanah buat suatu pabrik yang baru didirikan. Tatkala kerja ini sudah selesai, benihbenih nila belumlah tersedia. Baru dua bulan kemudian daripada itu, ketika alangalang, itu rumputrumput yang orang takuti, sudah subur memenuhi tanahtanah yang diolah tadi, datanglah benih nila dari Betawi. Orang lakilaki, perempuan, kanakkanak sekarang digiringkanlah disuruh meng olah lagi ladangladang itu. Kerapkali adalah perempuanperempuan hamil yang melahirkan anak selagi berkeluhkesah menjalankan kerja yang seberat itu” .........
Dan Stokvis menceritakan: 1) 38
“Nog in 1866 waren er streken, waar de koffieplanter 4 ä 5 ct. per dag verdiende, terwijl hij 30 ct. noodig had voor zijn levensonderhoud. In de indigocultuur werd in vele gevellen ƒ 8. per jaar uitbetaald ....... Er waren loonen in de koffiecultuur van ƒ 4.50 perjaar en per gezin, dus 90 ct. per persoon ............” In de Preanger zag dezelfde schrijver (Vitalis) de hongerende menschen als geraamten langs de wegen wankelen. Sommigen waren zoo uitgeput, dat zij het hun als voorschot toegediende voedsel niet konden opnemen; zij stierven .........” ........ volksverhuizingen kwamen ook in de cultures veel voor en op groote schaal. Het was de eenige mogelijke redding uit de ellende”. “Stokslagen en geeselingen waren aan de orde van den dag en op vele indigovelden was de geeselpaal een gewoon verschijnsel.” “Het ging hier om een volk, dat niet wettelijk maar feitelijk in slavernij verkeerde. Het had de vrees voor zijn hoofden in zich opgenomen; die hoofden weer hadden de vrees voor den overheerscher geleerd. Al wat er nog aandurf en vrijheidsgeest in den Javaan geleefd had, was verloren onder den ruwen handel der compagnie, en de kwade fout van Van den Bosch was, dat hij het reeds ontwrichte volk opnieuw onderwierp aan een uitmergeling, welke in wezen volslagen gelijk was aan het Compagniesysteem. Ze was èrger en schuldiger! De Compagnie had geen aansprakelijkheid te aanvaarden of aanvaard. Zij dreef negotie met de middelen van den harden negotiant. Van den Bosch vertegenwoordigde destaat zelf, een moederland, dat zooveel had goed te maken. Alle middelen, welke de koloniale verhouding weerzinwekkender konden maken dan ze van nature reeds is, hebben hij en zijn opvolgers gebezigd. Het opleggen van een Westersche, dus meer eischende productiemethode aan een tropische agrarische gemeenschap is reeds
383) Econ. Gesch, NedIndië, pag. 123.
een druk, maar zwaarder nog is het leed dat de machtsdrift van het vreemde ras medebrengt” ......... “Sampai di dalam tahun 1866 misih adalah daerahdaerah, di mana sipenanam kopi hanyalah menerima 4. atau 5 sen sehari, sedangkan ia harus ada 30 sen buat hidup. Di dalam cultuur nila acap kali orang bayarkan ƒ8, − setahun ......... Di dalam cultuur kopi adalah upah yang hanya ƒ4.50setahun buatorangorang seisi rumah,− yakni 90 sen buat satu orang. Penulis Vitalis adalah melihat orangorang yang kelaparan itu merangkak sepanjang jalan, tinggal tulang kulit belaka seperti jerangkongbengkarak kurusnya. Beberapa orang adalah begitu letih, sampai mereka tak bisa makan lagi makanan yang orang kasihkan padanya sebagai persekot; mereka lantas meninggal ........” ........ di dalam cultuurcultuur itu seringsering jugalah rakyat lantas sama kabur meninggalkan negerinya, jumlahnya malah sering besar sekali. Memang ini adalah jalan yang satusatunya untuk menyelamatkan diri daripada siksa itu”. “Pukulan dengan pentung dan labrakan dengan cambuk terjadilah seharihari, dan di ladang nila orang tidaklah heran lagi kalau tiangtiang buat mengikat orangorang yang mau dicambuk”. “Di sini adalah suatu rakyat yang tidak sepanjang wet, tetapi dengan sebenarnya hiduplah di dalam perbudakan. Rakyat itu memang takut kepada kepalakepalanya; kepalakepala ini sudahlah pula belajar takut kepada kaum yang memerintah. Semua kegagahan dan semua semangatkemerdekaan yang dulu hidup di dalam hati sanubari bangsa Jawa, kini sudah lenyaplah oleh kekuasaannya Compagnie dan kejahatan v.d. Bosch yaitu: ia menghisapkan lagi sungsumnya rakyat yang memang sudah binasa itu, hisapan yang mana sebenarnya tak bedalah sedikit juapun daripada stelselnya compagnie itu. Malahanlebih kelewat danlebih jahat! Sebab compagnie tak haruslah memikul pertanggunganjawab dan memang tak pernahlah suka memikul pertanggunganjawab itu. Compagnie adalah berdagang dengan caracaranya kaum dagang yang kakuhati. Tetapi v.d. Bosch adalah mewakili negeri, mewakili staat − tanahair yang begitu banyak berhutang budi. Segala macam upaya, yang bisa membikin aturan jajahan itu menjadi lebih keji lagi daripada memang, sudahlah dijalankan olehnya dan oleh penggantipenggantinya. Sudah beratlah tindasannya suatu caraprodusi Barat di atas suatu pergaulanhidup pertanian di dunia Timur, tetapi masih lebih beratlagilah rasanya kesengsaraan yang terjadi karena kesombongan si orang asing itu atas kekuasaannya” Dua dalil lagi, Tuantuan Hakim, lantas kami tutup kamipunya dalildalil berhubung
dengan cultuurstelsel ini: dua dalil lagi dari Prof. Kielstra dan Prof. Veth: “Men wist in Nederland niet, of veinsde niet te weten, dat in Indië alle uitgaven voor onderwijs, openbare − werken, politie en zooveel meer, steeds tot een uiterst minimum werden teruggebracht om de “batige sloten” te hooger te kunnen opvoeren; en, wat nog erger was, dat de bevolking door den haar opgelegden dwang zoozeer in de teelt van haar eigen voedingsmiddelen werd belemmerd, dat in verschillende gewesten armoede en ellende, hongersnood en voIksverloop ontstonden”, 1) 39
391) Van Wingewest naar Zelfbestuur
“Orang di negeri Belanda tidak tahu, atau purapura tidak tahu bahwa di Hindia semua beabea onderwijs, openbare werken, politie dan banyak lainlain hal lagi, selamanya diungsretungsretkan sampai sekecilkecilnya, agar supaya “untung bersih” bisa menjadi sebesarbesarnya; dan, yang lebih jahat, bahwa penduduk adalah begitu terhalanghalangi di dalam pertaniannya iapunya keperluan hidup sendiri oleh kerjapaksa yang ditimbulkan di atas pundaknya itu, sehingga di beberapa daerah timbullah kemelaratan dan kesengsaraan, kelaparan dan pelarian rakyat”.
dan “zelfs voor hen die in het cultuurstelsel een weldaad zoowel voor Java als voor het moederland zien, voor Java omdat het den Javaan lot den arbeid opleidde, voor het moederland omdat het zijn schatkist vulde, − moet dunkt mij de hypocrisie stuitend zijn waarmede het ingevoerd”, 2) 40
“meski buat siapapun yang memandang cultuurstelsel itu suatu kebajikan buat tanah Jawa maupun buat negeri Belanda, − buat tanah Jawa oleh karena stelsel ini mendidik orang Jawa suka bekerja, buat negeri Belanda oleh karena mengisi bendahara negeri −, maka sepanjang pendapatan kami, kemunafikan mengerjakannya adalah menjemukan dan mengejikan”,
begitulah itu dua orang professor menulis.
Tuantuan Hakim yang terhormat!, Oost Indische Compagnie mengkocarkacirkan rumahtangga Indonesia, Cultuurstelsel mengkocarkacirkan rumahtangga Indonesia. Tuantuan barangkali bisa juga lantas mempunyai pikiran: “benar V.O.C. dan Cultuurstelsel jahat, benar V.O.C. dan Cultuurstelsel ada suatu bencana bagi rakyat Indonesia, benar V.O.C. dan Cultuurstelsel memasukkan rakyat Indonesia di dalam kesengsaraan dan kehinaan, tetapi buat apa membongkarbongkar halhal yang sudah kuno?”
Betul Tuantuan Hakim, kejahatan V.O.C. dan kejahatan Cultuurstelsel adalah kejahatan kuno, tetapi hatinasional tak gampanglah melupakannya.
“De herinnering des menschen aangeleden onrecht is lang;gedaan onrecht wordt spoedig vergeten”. “Kelaliman yang orang deritakan lama sekalilah orang ingat; kelaliman yang orang perbuatkan, sebentar sekalilah orang lupakan”,.........
begitulah Sanders berkata. Lagi pula, sebagai tadi telah kami katakan, sebagai pula telah dikatakan oleh Prof. Snouck Hurgronje di muka itu, − buntutbuntutnya V.O.C. dan Cultuurstelsel itu naweënnya V.O.C. dan Cultuurstelsel itu yang duaduanya berstelsel monopoli, sampai ini hari belumlah hilang, sampai ini hari masihlah tercerminkan di dalam wujudnya susunan pergauIan Indonesia, sehingga politik dan gerakannya PartaiNasionalIndonesia, sebagai nanti akan kami terangkan, terpengaruilah oleh karenanya!
Di dalam pertengahan abad ke19 “modern kapitalisme” yang bersendi atas “kerjamerdeka” dan “persainganmerdeka”, di negeri Belanda mulai timbul. Toh .........
401) Vestiging Ned, gezag p. 38.
Cultuurstelsel yang bersendi atas “kerjapaksa” dan yang terutama mengasih untung kepada staat Belanda itu, yang tidak begitu menggemukkan kantong kapitalis Belanda partikelir itu, cultuurstelsel itu tidak lekaslekas dihapuskan. Bukan oleh karena staat Belanda tak memperdulikan kepentingannya kaum modalnya partikelir, bukan oleh karena kepentingan staat itu ada lebih ditinggikan daripada kepentingan bourgeoisie, tetapi tak lain tak bukan ialah oleh karena bourgeoisie Belanda pada masa itu adalah butuh pada cuItuurstelsel itu sebagai pembayar segala halhal yang perlu diadakan lebih dulu bagi suburnya kapitalisme di negeri Belanda sendiri! Henriëtte Roland Holst di dalam bukunya “Kapitaal en Arbeid in Nederland”
adalah menulis: “Het was practisch gehandeld van de bourgeoisie in de vijftiger jaren en een gezonde uiting van klassebewustzijn, dat zij het cultuurstelsel niet in den hoek wierp eer zij er alles had uitgehaald wat het kon geven ............. het gevaar bestond, dat al ongeduldige en te haastig vooruitstrevende geesten al te spoedig den Javaan de zegeningen van vrij arbeid hadden willen verschaffen en het cultuurstelsel, die erfenis der autokratic, door het particulier initiatief vervangen. Echter enkelen mochten zoo gezind zijn, de bourgeoisie in haar geheel was wijzer. Zij voelde als klasse vóór alles belang te hebben, eerstens, bij armortisatie der schuld. Tweedens: bij de ontheffing van handel en bedrijf door vermindering van rechten en belastingen, die alleen door het onder I genoemde kon tot stand komen. Derdens: bij bouw van spoorwegen en waterwegen, zónder de natie op groote kosten te jagen, die bij de op zuinigheid gestelde Nederlanders, het vuurtje van konservatisme aangeblazen zouden hebben. Dit alles was noodig vóór de individueele exploitatie van Indië kon beginnen, want nationalkrediet, spoorwegen en havens in het moederland moesten van die exploitatie de steunpunten zijn. Al die goede dingen leverden de Indische baten, dus de Indische baten moesten, voorloopig, behouden blijven”. 1) 41
“Bourgeoisie di dalam tahuntahun limapuluhan adalah cerdik sekali dan adalah menunjukkan keinsyafankelas yang sehat, yang ia tidak membuangkan cultuurstelsel itu di dalam kolong sebelum ia mengeduk dulu segala halhal yang cultuurstelsel itu bisa kasihkan ......... Adalah bahaya, yang kaumkaum yang tak sabar nanti terlampau tergopohgopohlah mengasihkan kepada bangsa Jawa itu berkahberkahnya kerjamerdeka dan terlampau tergopohgopohlah menggantikan cultuurstelsel, warisan dari pemerintahan lalim itu, dengan perusahaan partikelir. Tetapi, benar satu dua orang berpendapatan begitu, − bourgeoisie seumumnya adalah lebih budiman. Bourgeoisie itu sebagai kelas adalah merasa bahwa, teristimewamewa, kepentingannya ialah: pertama, naiknya crediet daripada staat oleh pelunasan hutangnya. Kedua: pengurangan beratnya beban yang harus dipikul oleh perdagangan dan perusahaan dengan jalan pengurangan tingginya beabea dan pajakpajak yang bourgeoisie itu harus bayar, − pengurangan bea dan pengurangan pajak yang mana hanyalah bisa laksana, kalau fatsal itu tadi sudah selesai. Ketiga: pembikinan jalanjalan keretaapi dan jalanjalanair, dengan tidak terlalulalu sekali merogoh kantongnya bangsa, sebab ini nanti bisalah menggugahkan kekolotannya bangsa Belanda itu, yang selamanya hemat dan kikir. Semua halhal ini adalah perlu sebelum pengedukan kekayaan Hindia oleh orang partikelir bisa dijalankan; sebab nationaalcrediet, jalanjalan keretaapi dan pelabuhanpelabuhan adalah perlu untuk menjadi alasalasnya usaha ini.
412) Java II pag. 410
Segala hal yang baik ini Hindialah yang membayar, dus buat sementara waktu, Hindia haruslah tetap membayar”. Tetapi, sesudah syaratsyarat modernkapitalisme semua selesai terurus, sesudah national
krediet kembali kokoh dan sesudah jalan, jalan keretaapi, kanaalkanaal, pelabuhanpelabuhan telah rampung, sesudah modernkapitalisme menjadi subur, maka surpluskapitaalnya *) 42
mulailah ingin dimasukkan di Indonesia, − modernimperialisme mulailah lahir. Tak berhentihenti modernimperialisme itu lantas memukulmukul di atas pintu gerbang Indonesia yang kurang lekas dibukanya, tak berhentihenti kampiunkampiunnya modernimperialisme yang tak sabar lagi itu menghantamhantam di atas pintugerbang itu, tak berhentihenti penjagapenjaga pintu gerbang itu sabansaban sama gemetar mendengar dengungan pekik “naar vrijheid!” “naar vrij arbeid” daripada kaumkaum liberaalkapitalisme yang ingin lekaslekas dimasukkannya. Dan akhirnya, pada kirakira tahun 1870, dibukalah pintugerbang itu! Sebagai angin yang makin lama makin meniup, sebagai aliran sungai yang makin lama makin membanjir, sebagai gemuruhnya tentara menang yang masuk ke dalam kota yang kalah,− maka sesudahnya Agrarische dan Suikerwet de Waal di dalam tahun 1870 diterima baik oleh StatenGeneraal di negeri Belanda, masuklah modal partikelir itu di Indonesia, mengadakan pabrikpabrik gula di manamana, kebonkebon teh, ondernemingonderneming tembakau dan lain sebagainya, ketambahan lagi modalpartikelir yang membuka macammacam perusahaan tambang, macammacam perusahaan keretaapi, tram, kapal, atau pabrikpabrik yang lainlain. Imperialismetua makin lama makin laju, makin lama makin mati, imperialismemodern menggantilah tempatnya, − carapengedukan harta yang menggali untung bagi staat Belanda itu makin lama makin berubahlah, terdesak oleh carapengedukan baru yang mengayakan modalpartikelir.
Caranyapengeduk berubah, − tetapi banyakkah perubahan bagi rakyat Indonesia? Tidak, Tuantuan Hakim yang terhormat, banjir harta yang keluar dari Indonesia malahan makin besar, “drainage” Indonesia malahan makin makan!.
“In den kolonialen strijd van 18481870 ging het uitsluitend tusschen dwangcultuur en vrijen arbeid; men zag een intensieve herhaling van de meeningstwisten uit de twijfelperiode na den val der Compagnie; ook nu duidelijkheid bij het behoud en onhelderheid bij de oppositie. De conservatieven blijven het koloniaalbezit als bron voor staatswillst beschouwen, de oppositie gruwde van de verwerking van het koloniale land als “wingewest”. Zuiver en menschlievend was hun strevell naar eell vrij arbeidend en rein bestuurd Indie met ruime ontwikkelingskansen; maar met de besten hunner voorloopers deelden zij het bijna symphatieke zelfbedrog, alsof het vrije kapitaal slechts behoefde binnen te treden om Indie uit den staat van wingewest te zien bevrijd. Toch, volar het verzwalrte yolk ging het slechts om wisselillg van exptaitant. Het zou wel gedaan zijn met de kwade vermenging van staatskapitalisme en staatsbestuur, onder moederlandsche verhoudingen, welke volkszeggenschap terughielden; maar de nieuwere koloniale geschiedenis heeft toch al geleerd, dat de verdwijning van het cultuurstelsel slechts de overwinning va den eenen exploitant op den anderen beduidde. Het wingewest kreeg nieuwe aandeelhouders. Het particuliere kapitaal wierp verhoogden in. vloed op den staat
421) pag. 85, 86.
en dan ook in het koloniale staatsgebeid. En nimmer vloeide het “batigsaldo” rijker dan juist onder den nieuwen exploitant; het volgde slechts stillere wegen” ........... “Di dalam perbantahan tentang soal − jajahan antara tahun 1848 dan tahun 1870 yang menjadi pusatnya perselisihan ialah soal kerjapaksa ataukah kerja merdeka; perselisihan di zaman baru− jatuhnya compagnie sediakala, ini adalah terjadi lagi; kini kaumkolot lagilah yang nyataterang alasannya, dan kaummuda lagilah yang kurang nyataterang alasanalasannya itu. Kaum kolot tetaplah memandang negeri jajahan itu sebagai sumber keuntungannya staat, kaummuda adalah jemu melihat negeri jajahan itu dibikin negeripengedukan harta. Suci dan penuh dengan rasa kemanusiaanlah usahanya kaummuda itu membikin Hindia dijadikan negeri kerjamerdeka dan negeri yang terperintah dengan bersihhati sehingga lekas bisa maju; tetapi, sebagai juga penganjurpenganjur yang dahulu, maka mereka adalah menglabui mata sendiri, mengira bahwa masuknya modal itu saja sudah cukuplah untuk memerdekakan Hindia daripada keadaan negeri pengedukan harta itu. Toh, bagi rakyat yang sudah letih itu, ini tak lainlah daripada penggantian pengeduk belaka. Betul berhentilah kejahatan penyampuran staatskapitalisme dengan staatsbestuur itu yang karena perbandinganperbandingan di negeri Belanda tak mengasih hak kepada rakyat ikut bicara; tetapi riwayat kolonial yang baru toh sudah cukuplah mengajarkan, bahwa hilangnya cultuurstelsel itu tak lainlah daripada kemenangan sipengeduk yang satu di atas sipengeduk yang lain. Negeri pengedukharta ini hanyalah mendapat aandeelhouders yang baru saja. Modal partikelir mendapatlah pengaruh yang besar di atas staat, juga di atas lapangnya staat jajahan. Dan tak pernahlah “untungbersih” itu mengalirnya begitu deras sebagai justru di bawah pimpinannya sipengeduk baru ini; aliran itu hanyalah melalui jalanjalan yang lebih tenang belaka” .........
begitulah Stokvis menggambarkannya. 1) 43
Dan tidakkah “kena” sekali perbandingannya Multatuli yang membandingkan “cultuurstelsel” itu dengan:
“Een net van buizen, zich in het oneindige splitsend en verdeelend tot millioenen fijne buisjes, alle op de borst van millioenen Javanen uitloopend, alle in verbinding met de hoofdbuis, waarop een flinke stoomzuiger pompt; terwijl bij particuliere exploitatie ieder avon turier toegang kreeg tot alle buizen en zijn eigen stoommachine kon doen werken op de bron.” 2) 44
“Suatu kumpulan pipapipa yang terpecahpecah lagi menjadi pipapipakecil milliunanmiliunan banyaknya, masingmasing masuk di dalam dadanya miliunanmiliunan orang Jawa dan masingmasing berhubungan dengan satu ibupipa, dimana bekerja satu pompa yang kuat; sedang di dalam aturan berusaha partikelir, tiaptiap pengejaruntung bolehlah masuk di dalam semua pipah dan bolehlah mengerjakan ia punya mesin sendiri mempompa sumber itu”. Tidakkah “kena sekali perbandingan ini?
43*) modal kelebihan 441) Van Wingewest naar Zelfbestuur pag. 92
Tuantuan Hakim yang terhormat, dengan dua citaat ini, maka sifat umum daripada modernimperialisme di Indonesia itu sudah cukuplah tergambar, sudah cukuplah geteekend. Memang, bagi rakyat Indonesia perobahan sejak tahun 1870 itu hanyalah perubahan caranya pengedukan rezeki; bagi rakyat Indonesia, imperialismetua dan imperialismemodern duaduanya tinggal lmperialisme belaka, duaduanya tinggal pengangkutan rezeki Indonesia keluar, duaduanya tinggal drainage!
O, zeker, zaman modernimperialisme mendatangkan “kesopanan”, zaman modernimperialisme mendatangkan perikehidupan: damai dan “tentram” yakni mendatangkan vrede. Zaman modernimperialisme mendatangkan tambahnya jumlah rakyat yang deras, mendatangkan bevolkingsaanwas yang cepat sekali. Zaman modernimperialisme mendatangkan jalanjalanlorong yang menggampangkan perhubungan antara tempattempat di Indonesia satu dengan yang lain, mendatangkan jalanjalan keretaapi, mendatangkan pelabuhanpelabuhan dan perhubunganperhubungan kapal yang sempurna, tetapi, adakah itu halhal semua di dalam hakekatnya, terpandang dari pendirian pergaulanhidupnasional, suatu kemajuan yang setimbang dengan bencana yang disebarsebar oleh usahapartikelir itu?
Ah, Tuantuan Hakim, berapakah tidak banyaknya orangorang yang tersuramkan penglihatannya itu oleh banyaknya modalmodalan hasilhasilkesopananbarat yang masuk di negeri kita, dan lantas mengira bahwa modernimperialisme itu adalah mendatangkan kemajuan belaka. Berapakah tidak banyaknya orangorang yang terbalikkan matanya oleh schijn belaka, terbalikkan matanya oleh syariatnya keadaan, yang didatangkan oleh modernimperialisme itu, dan lantas memanggutmanggutkan kepala sambil berkata: “Memang, memang, sekarang sudahlah berlainan sekali dengan zaman Compagnie atau Cultuurstelsel adanya!”
O memang, syariatnya memang mendayakan, schijnnya memang memutarkan mata! Modernimperialisme itu, menurut perkataannya Kautsky adalah:
“verschillend met de oude politik der uitbuitingskolonien, die daarin slechts objecten van plunderingen zag, van samenschrapen van rijkdom, die men als kapitaal het moederland binnensleepte. Integendeel, het is een politik, die juist kapitalen aan de koloniën toevoert, kultuurwerken in deze landen opbouwt, schijnbaar dus niet meer verwoestend, doch juist kultuurbevorderend werkt.” 1) 45
“berlainan dengan politiktua terhadap pada koloniekolonie perasan, yang memandang negeri jajahan itu hanyalah sebagai barang yang harus dirampok saja, sebagai kekayaan yang harus diangkut, dan yang bisa diangkut ke negeri sendiri sebagai modal. Sebaliknya ia (modernimperialisme) adalah suatu politik yang justru memasukkan modalmodal kedalam kolonie, mendirikan kerjakerjacultuur disitu,− dus sepanjang syariatnya seolaholah tidak lagi merusakkan, tetapi malahan memajukan cultuur.”
Tetapi hakekatnya, bagaimanakah hakekatnya! “cultuur” yang didatangkan oleh modernimperialisme itu!
“Itu damai dan ketentraman”, − begitulah J. E. Stokvis menutup pemandangannya atas Oost lndische Compagnie −,
452) Bij Roland Holst, Kapitaal en Arbeid in Ned. p. 150
die vrede echter beteekende een verloren strijd, vaak een heldenstrijd .......... om de nationale vrijheid; de sterke toename van het zielental was de voortplanting van ontwrichte en misbruikte tropenvolken” 2)............. 46
“itu damai dan ketentraman adalah berarti suatu perjuangan yang asor, seringkali juga perjuangan pahlawan yang gagah berani untuk merebut kemerdekaan nasional; itu tambahnya penduduk yang deras adalah beranakberbuahnya rakyatrakyat Timur yang koratkarit dan rusak” .........
dan tiaptiap perkataan di dalam kalimat ini bolehlah kita pakaikan untuk zaman modernimperialisme itu. Lagi pula, bevolkings aanwas tidak selamanya berarti welvaart, tambahnya penduduk tidak selamanya berarti kesejahteraan umum, sebagai diuraikan oleh Peter Maszlow di dalam bukunya “Die Agrarfrage in Ruszland”.
Di dalam kalangan kaum proletar di Eropah tambahnya jumlah manusia adalah lebih besar dan lebih cepat daripada di dalam kalangan kaum pertengahan dan kaum atasan, − adakah ini berarti bahwa kaum proletar itu lebih nyaman hidupnja daripada kaum bourgeoisie? Bahwasanya, tambahnya penduduk di Indonesia itu tak lainlah daripada “vootplanting van ontwrichte en misbruikte tropenvolken” yakni “beranakbuahnya rakyatrakyat yang koratkarit dan rusak belaka”, sebagai Stokvis mengatakan tadi!
Dan itu jalanjalanlorong, itu jalanjalan kereta api, itu perhubunganperhubungan kapal, itu pelabuhanpelabuhan, − tidaklah itu bagus sekali bagi rakyat Indonesia?
O zeker, kita mengakui faedahnya alatalatpengangkutan, yakni faedahnya modernverkeersmiddelen itu, mengakui pengaruhnya, yang baik di atas perhubungan dan kemajuan rakyat, kita mengakui bahwa, jikalau umpamanya rakyat Indonesia itu sekarang kehilangan halhal itu semua, niscaya ia merasa rugi, − tetapi tak dapat disangkallah bahwa modern verkeersmiddelen itu adalah menggampangkan geraknya modal partikelir. Tak dapat disangkallah, bahwa verkeersmiddelen itu menggampangkan modal itu jengkelitan di atas padang perusahaanya, membesarbesarkan diri dan beranak di manamana, sehingga kerezekian rakyat lantas menjadi makin kocarkacir oleh karenanya!
“de verbetering der communicatieen productie middelen zou inderdaad de productiekracht der economisch achterlijke landen beduidend vergrooten indien ze niet samenviel met de steeds groeiende toenamo van militaire lasten en buiten landsche schulden. Door dez ( factoren wordt die verbetering slechts een middel, uit arm( landen meer producten te per.sen als anders, zoo veel uit t( persen, dat niet alleen de even tueele meerproduksi daardoOl opgezogen wordt, die uit d( technische verbeteringen gebo ren wordt, maar ook zoo vee). dat de hoeveelheid pl'oducten die in het land ten behoeve del' pl'oducenten overblijft, afneemt.Onder zulke omstandigheden wordt de technische vooruitgang tot een middel van roof.bouw en verarming.” “Perbaikanperbaikan alatalat pengangkutan dan alatalatproduksi itu,” − begitulah Karl Kautsky di dalam bukunya ‘Sozialismus und Kolonialpolitik’ menulis (pag. 41), − “perbaikanperbaikan alatalatpengangkutan dan alatalatproduksi itu memang tentulah akan berhenti tambahnya tenagatenagaproduksi daripada negerinegeri yang berkemunduran ekonominya, umpama tidak dibarengi oleh tambahnya beabea kemiliteran
461) Soz. und Kol. Pol. pag. 43.
yang makin berat saja, dan oleh tambahnya hutanghutang pada negeri luaran. Oleh karena halhal ini, maka perbaikan itu hanyalah menjadi suatu upaya belaka untuk memeraskan kekayaankekayaannya negerinegeri yang melarat, begitu banyak diperaskan, sehingga bukan saja tambahnya produksi, yang terjadi karena perbaikanperbaikan tadi itu, juga samasekali habislah dihisap ...... tetapi juga begitu banyak diperaskan, sehingga jumlahnya bekalhidup yang tinggal di dalam negeri untuk hidupnya rakyat dan buruh, makin lama menjadilah makin kurang pula. Di bawah keadaankeadaan yang demikian, maka kemajuan tehnik tadi tak lainlah daripada alatperampokan dan alat memberatkan belaka .........” Begitulah pendapatannya “kaum merah”. Tetapi juga Kolonial DirektorDernburg,
pemimpin imperialisme Jerman sebelumnya perang besar, seorang yang dus bukan kaum “pengasut”, − Kolonial Direktor Denburg yang di muka sudah kami dalilkan kalimatnya yang begitu terus terang tentang azasazasnya penjajahan yang sebenarnya, − KolonialDirektor Dernburg itu adalah dengan terus
terang lagi berkata: “Maar de ervaringen van alle koloniseerende volken wijzen uit, dat groote koloniale gebieden zonder spoorwegen een onzeker economisch niet ontsluitbaar bezit blijven”. 1) 47
“Tetapi, semua rakyatrakyat yang mempunyai negeri jajahan sudahlah mendapat pengalaman, bahwa negerinegeri jajahan yang luasluas, akan tetaplah menjadi suatu kepunyaan yang tak menghasilkan harta sedikitpun juga, jikalau tidak dikasih jalanjalan keretaapi”
Dan keadaan di negeri kita? Buktibukti di negeri kita?
“Tanah Jawa mempunyai jalanjalan keretaapi dan tram.” begitu exAssistentResident Schmalhausen yang terkenal itu menulis.
“Java bezit spoorwegen en tramlijnen, talrijke erfpachtslanden zijn ontgonnen en in exploitatie gebracht, er zijn vele suikeren indigofabrieken verrezen, ......... maar heeft dit alles kunnen verhinderen, dat de welvaart in plaats van vóóruit, áchteruit is gegaan?”, 48
2) “Tanah Jawa mempunyai jalanjalan keretaapi dan tram, banyak tanahtanah erfpacht sudah dibuka dan diusahakan, banyak pabrikgula dan pabriknila sudah berdiri, ........ tetapi adakah semua hal ini bisa menghalanghalangi, yang kesejahteraan rakyat tidak maju, tetapi sebaliknya malahan makin mundur ?”
dan Prof. Gonggrijp menulis :
“Deze uitrusting van Indië met moderne verkeersmiddelen was het noodzakelijk complement van de ontwikkeling der particuliere nijverheid met haar voor de wereldmarkt bestemde massaproducten ...... Een groote en duidelijk zichtbare invloed op de welvaart van de massa der inheemsche bevolking hebben de moderne verkeersmiddelen ......... nog niet gehad.” 3) 49
472) t.a.p. pag. 1213. 481) Bij Parvus, Die Kolonial Pol. und der Zusammenbruch pag. 15. 492) Over Java en de Javanen, pag. 169.
“Pelengkapan Hindia dengan alatalat pengangkutan yang modern itu adalah suatu hal yang perlu, suatu noodzakelijk complement, bagi suburnya perusahaan partikelir yang barangbaranghasilnya harus didagangkan di pasarpasardunia itu. Suatu pengaruh besar dan nyata di atas kesejahteraan rakyat penduduk daripada moderne verkeersmiddelen itu belumlah ada” . “Noodzakelijk complement bagi suburnya perusahaan partikelir”! Dan berapa “noodzakelijk
complement”kah yang tidak ditemukannya. Ada aturan erfpacht yang bersendi atas “gewetenstopper” *)domeinverklaring 4)**) buat 50 51
ondernemingonderneming di pegunungan; ada aturan menyewa tanah (grondhuurregeling) bagi ondernemingonderneming tanahdatar yang banyak penduduk; ada aturan contract buruh dengan punalesanctie bagi ondernemingonderneming yang kekurangan kuli; dan “ketertiban dan keamanan” dan lapangusaha di manamana dengan staatsafronding” 1) yang 52
memusnahkan kemerdekaannya negerinegeri Aceh, Jambi, Kerinci, Lombok, Bali, Boni dan lainlain; ada stelselonderwijs yang menghasilkan kaumburuh “halusan”; ada artikel 161 bis W.v.S. yang mentiadakan hakmogok sedang hukum perlindungan kaumburuh tidak ada samasekali, sehingga nasib kaumburuh boleh dipermainkan semaumaunya; − sungguh benar kapitalpartikelir tak kurangkurang “noodzalijke complementen”, kaum modernimperialisme berada di suatu surga!
Hebatlah melarnya perusahaan imperialisme itu menjadi raksasa yang makin lama makin bertambah tangan dan kepala! Imperialismetua yang dulunya terutama hanya sistem mengangkuti bekalbekal hidup saja, kini sudahlah melar menjadi raksasa imperialismemodern yang empat macam, saktinya”: pertama : Indonesia tetap menjadi negeri pengambilan bekalbekal hidup, kedua : Indonesia menjadi negeri pengambilan bekalbekal untuk pabrikpabrik di Europa, ketiga : Indonesia menjadi negeri pasarpenjualan barangbarang hasil daripada
macammacam kepabrikan asing, keempat : Indonesia menjadi lapangusaha bagi modal yang ratusan, ribuanmilliunan rupiah
jumlahnya, − bukan saja modal Belanda tetapi sejak adanya “Opendeur politik” 2) juga modal Inggeris, 53
juga modal Amerika, juga modal Jepang, juga modal lainlain, sehingga imperialisme di Indonesia ialah international karenanya.
Terutama “sakti” yang keempat inilah, yakni “sakti” yang membikin Indonesia menjadi exploitatiegebied daripada buitenlandch surpluskapitaal, lapangusaha bagi modalmodalkelebihan dari negerinegeri asing, adalah yang paling hebat, dan Makin lama Makin bertambah hebatnya pula!
Di dalam th. 1870 jumlahnya tanah erfpacht adalah 35.000 bahu, di dalam tahun 1901 sudah 622.000 bahu, di dalam tahun 1928 sudah 2.707.000 bahu, − kalau dijumlahkan juga dengan landbouwconcessies, jumlah ini buat tahun 1928 menjadi 4.592.000 bahu! Jumlahnya tanah juga ditanami karet kini tak kurang dari+ 488.000 bahu, hasilnya+ 41.000 ton; jumlahnya 503) t.a.p. pag. 190 51*) Penidur anganangan hati jahat 524) v. Vollenhoven, De Indonesier en zijn grond 53**) Semua tanah diakui kepunyaan staat.
kebun teh+132.000 bahu, hasilnya+ 73.000 ton; jumlahnya kebun kopi+127.000 bahu, hasilnya + 55.000 ton; jumlahnya kebun tembakau + 79.000 bahu, hasilnya + 65.000 ton; jumlahnya kebun tebu + 275.000 bahu, hasilnya 2.937.000 ton. 3) 54
Tuantuan Hakim yang terhormat, milliunan, tidak, milliarden rupiah lah jumlahnya imperialistischkapitaal yang kini mengeduk kekayaankekayaan Indonesia!
Dr. F. G. Waller, di muka ledenvergadering daripada Verbond van Nederlandsche Werkgevers 4) adalah berpidato: 55
“De ondernemersraad schat de belastbare winst van de Indische bedrijven: suiker, rubber, tabak, thee, koffie, kina, aardolie, mijnbouw, bankinstellingen, en nog een aantal kleinere bedrijven, in 1924 op 490 milliun gulden, in 1925 op 540 milliun gulden. Bij schatting kan men aannemen dat hiervan 70% door Nederlandsche beleggers wordt ontvangen, dat is dus rond 370 milliun gulden. Wanneer wij dit bedrag kapitaliseeren tegen de hooge rente van 9 of 10% dan zou de waarde van die bedrijven thans zijn het reusachtig bedrag van 3700 á 4100 milliun gulden. Dit cijfer, maakt natuurlijk geen aanspraak op nauwkeurigheid, maar wel geeft het de orde aan van de waarde van het Nederlandsche bezit in Nederlandsch Indië, en mij is gebleken dat langs geheel anderen weg ge maakte becijferingen tot het zelfde resultaat voeren. N u is het geheele in Nederland in de vennogensbelasting aangeslagen vennogen 12 milliard, zoodat ons Indische bezit niet minder dan. 1/3 van ons volksvermogen bedraagt.” 5) 56
“Menurut penaksirannya majelis majikan, maka besarnya untung bersih dalam tahun 1924 daripada perusahaanperusahaan gula, karet, tembakau, teh, kopi, kina, minyaktanah, hasilhasil tambang, bankbank, beserta beberapa perusahaan yang kecilan adalah sejumlah 490 milliun rupiah, − di dalam tahun 1925 sejumlah 540 miliun rupiah. Menurut taksiran, bolehlah ditentukan, bahwa dari jumlah ini adalah 70 presen yang jatuh ditangannya pihakpihak Belanda, yakni kirakira 370 milliun rupiah. Kalau kita perhitungkan jumlah sekian ini di atas bunga 9 atau 10 persen, maka harganya perusahaanperusahaan itu tadi sekarang adalah besar sekali, yaitu 37000 á 4100 milliun rupiah. Angka ini tentu tidak boleh dinamakan angka seksama, tetapi ia dengan sebenarbenarnya adalah menggambarkan besarnya harga kekayaan Belanda di Hindia Nederland, dan saya mengetahuilah, bahwa perhitungannya orangorang yang mengambil jalan lain adalah sama buahnya. Kekayaan yang di negeri Belanda terkenai vermogensbelasting adalah 12 milliard, sehingga kekayaan kita yang ada di Hindia tak kuranglah daripada sepertiganya kekayaan rakyat kita semua” ......− Lebih dari 4000 milliun rupiah kapitaal Belanda saja, Tuantuan Hakim yang terhormat,
tetapi jumlah semua modal asing yang berusaha di Indonesia adalah lebih besar lagi, − yakni jikalau kita hitung dengan memakai azas perhitungan Dr. Waller itu juga: −kuranglebih 6000 miliun rupiah!
Enam milliar rupiah dengan untung setahuntahunnya ratarata sepuluh%! Tetapi berapa perusahaan asingkah yang untungnya tidak berlipatlipat ganda lagi, berapa perusahaan asingkah yang dividennya tidak kadangkadang sampai 30, 40, ya kadangkadang sampai lebih
541) Staatsafronding = pembulatan jajahan 552) Opendeurpolitiek = politik pintu terbuka 563) Verg. Statist: jaaroverz, 1928
dari 100%! Kita mengetahui dividennya tembakau Sumatera yang besarnya 35% di dalam tahun 1924, kita mengetahui dividennya kina yang berlipatlipat lagi, kita kenaI akan dividendividen yang sampai 170 persen! Kita oleh karenanya, tidaklah heran kalau seorang sebagai Colijn mengatakan, bahwa modal asing harus terus mengerumuni Indonesia itu sebagai semut mengerumuni wadahgula, sebagai “de mieren den suikerpot”! 2) 57
Memang milliunan rupiah harganya hasilhasil perusahaan kapital asing itu yang saban tahun diangkuti dari Indonesia keluar, milliunan rupiah besarnya uitvoerwaarde daripada hasilhasil itu saban tahun. Di dalam tahun 1927 keluarnya kopi ialah ƒ74.000.000.; keluarnya teh ƒ90.000.000.; keluarnya tembakau ƒ107.000.000.; keluarnya minyak ƒ155.000.000.; keluarnya gula ƒ360.000.000. (malahan sebelum hebatnya persaingan dari Cuba: kadangkadang lebih dari ƒ400.000.000,); keluarnya karet ƒ417.000.000., jumlah semua barang yang keluar tak kurang dari ƒ1600.000.000.. 3) 58
Pendekkata, saban tahun kekayaan yang diangkuti dari Indonesia ialah sedikitdikitnya ƒ1500.000.000.!
Dan harganya invoer? Harganya barangbarang yang masuk Indonesia? Tuantuan Hakim yang terhormat, Indonesia adalah suatu koloni, di mana, sebagai tadi telah kami katakan, sakti imperialisme, yang nomor empatlah yang paling hebat, semua koloni yang terutama ialah bagi lapangusahanya modal asing yang kelebihan, suatu exploitatiegebied buitenlandsch surpluskapitaal. Suatu koloni yang demikian itu, uitvoernya selamanya adalah melebihi invoer, kekayaannya yang diangkuti keluar selamanya adalah lebih banyak daripada harganya barang yang dia masukkan.
Inilah yang menjadi sifatnya rumahtangga kita yang miring itu:uitvoeroverschot *), dan 59
bukan invoeroverschot, − lebih banyak kekayaan yang keluar, dan bukan lebih banyak barang yang masuk, bahkan bukan pula “les produits se changent contre les produits”, yakni bukan pula barang yang keluar sama dengan barang yang masuk.
Uitvoeroverschot di Indonesia makin lama makin besar: Di dalam tahun delapanpuluhan uitvoeroverschot ini adalah + ƒ25.000.000.; di dalam
tahun sembilanpuluhan dia sudah menjadi + ƒ36.000.000.; di dalam tahuntahun penghabisan dari abad ke 19 dia sudah tambah menjadi + ƒ45.000.000.; di dalam kanankirinya tahun 1910 dia sudah menjadi ƒ145.000.000.; di dalam tahun akhirakhir ini dia sudah menjadi ƒ700.000.000. 2) ya di dalam tahun 1919 dia pegang record menjadi ƒ1.426.000.000. 3) 60 61
Bahwasanya, − Indonesia bagai kaum imperialisme adalah suatu sorga, suatu paradijs. Suatu paradijs yang di seluruh dunia tidak ada lawannya, tidak ada bandingan kenikmatannya:
Bij vergelijking der internationale cijfers, ...... blijkt, dat geen enkel ander land een uitvoeroverschot heeft, dat percentueel zoo hoog is als dat van Nederlandsch Indië”., “Kalau kita bandingkan angkaangka di Hindia dengan angkaangka negerinegeri yang lain, ... maka ternyatalah bahwa tidak ada satu negeri lainnya, yang procentage uitvoeroverschotnya begitu tinggi seperti Hindia Belanda!”
574) 40 September 1927 pag. 16. 585) Bij. Duys 592) Kol. vraagstukken v. heden en morgen p. 124 603) bandingkan statistisch jaaroverzicht 1928 61*) kalau misalnya harga barang yang keluar 1500 miliun, dan harganya barang yang masuk 500 miliun, maka uitvoeroverschot adalah 1500
mill. – 500 mill. = 100 milliun.
begitu Prof. v. Gelderen, kepala Centraal Kantoor voor de Statistiek di sini, berkata. 1) 62
Dan bangsa Indonesia? Bagaimanakah nasibnya bangsa Indonesia? “Jawab adalah singkat,” − begitulah Mr. Brooshooft seorang yang bukan socialist di dalam
bukunya “De Ethische Koers in de koloniale politiek” menjawab, −:
“Het antwoord is kort en goed, wij duwen hem in den afgrond!” “Wij drijven hem in denzelfden poel van ellende, die in de Westersche maatschappij millioenen tot aan den hals houdt omsloten: de uitbuiting van den man, die niets heeft den zijn arbeid door den bezitter van het kapitaal, d.i. van de macht.” 3) 63
“Jawab adalah singkat, kita menjerumuskan dia ke dalam jurang!” “Kita menjerumuskan dia ke dalam lumpurkesengsaraan, yang di dalam pergaulan hidup negeri Barat menenggelamkan jutaan manusia sampai ke batanglehernya, pemerasan orang yang tak mempunyai apaapa melainkan tenagakerjanya saja, oleh orang yang menggenggam modal, yakni yang menggenggam kekuasaan.” Ah, Tuantuan Hakim, begitu banyak orang bangsa Belanda yang tidak mengetahui
kesengsaraannya rakyat Indonesia, begitu banyak bangsa Belanda, yang mengira bahwa rakyat Indonesia itu senang kehidupannya.
Dan toh, .......... tidak kuranglah orangorang pandai bangsa Belanda pula yang menunjukkan kesengsaraan ini di dalam bukubuku, artikelartikel atau pidatopidato, − tidak kuranglah kaum terpelajar bangsa kulit putih yang mengakuinya! Kesengsaraan rakyat Indonesia haruslah diakui oleh siapa saja yang mau menyelidikinya dengan hati yang bersih; kesengsaraan rakyat itu bukan “omongkosong” atau “hasutannya kaum pengasut”. Kesengsaraan itu adalah suatu kenyataan atau realiteit yang gampang dibuktikan dengan angkaangka. Lagipula, Tuantuan Hakim, adanya uitvoeroverschotten itu saja, − yang juga bukan “omongkosong”, melainkan suatu barang yang nyata oleh adanya angkaangka statistiek −, adanya hal yang negeri Indonesia itu lebih banyak diangkuti kekayaannya keluar daripada dimasukkan, adanya hal itu saja sudah cukuplah bagi siapa yang mempunyai sedikit pengetahuan tentang ekonomi, bahwa di sini keadaan adalah “miring,” − bahwa disini tidak ada evenwicht, tidak ada “timbangan”. Dan bukan saja keadaan itu “miring”, bukan saja ada “onevenwicht” − tetapi (oleh sebab uitvoeroverschotten itu makin lama makin besar saja), keadaan “miring” itu makin lama juga menjadi makin “miring,” onevenwicht itu makin lama juga makin onevenwichtiger!
“Tentu saja”, − begitulah katanya D.M.G. Koch tatkala ia membicarakan uitvoeroverschotten ini, −
“Het spreekt vanzelf, dat een dergelijk stelselmatig onttrekken van jaar op jaar to enemende bedragen aan Indie dit land schatten doet onthouden, die voor zijn economische ontwikkeling zouden kunnen dienen.” 1) 64
622) Bandingkan v. Geldercn, voorlezingen pag. 98 633) D.M.G. KochVakbeweging 1927 pag. 570 641) Voorlezingen pag. 105
“Tentu saja pengambilan harta yang saban tahun makin bertambah jumlahnya itu, bagi Hindia adalah berarti hilangnya kekayaankekayaan yang sebenarnya bisa dipakai untuk keperluan kemajuannya.” Lagipula Tuantuan Hakim, tidaklah pemerintah sendiri mengakui akan adanya
“kekurangan sejahtera” itu, tidaklah pemerintah sendiri mengakui akan adanya “mindere welvaart” itu, tatkala pemerintah ini beberapa tahun yang lalu mengadakan “mindere welvaartcommissie”? Tidaklah Minister Idenburg sendiri duapuluhtahun yang lalu telah menyebutkan “chronischen nood”, suatu “kesengsaraan yang terusmenerus” ,
“die zich thans in een groot deel van Java openbaart”. 2) 65
“yang sekarang menjangkit, di sebagian besar dari tanah Jawa.” tidaklah minister itu pula mengakui akan adanya suatu “kemelaratan yang sudah makan”, suatu “ingevreten armoede”, *) sehingga 66
“de economische toestand van een groot deel der bevolking te wenschen overlaat”? *) “perikehidupan ekonomi daripada sebagian besar penduduk adalah jelek” ?
Tidaklah minister jajahan itu juga mengakui pula akan adanya “penyetoran rezeki keluar”, yakni akan adanya “drainage”, walaupun ia berpendapatan bahwa:
“het aanduiden dezer kwaal gemakkelijker dan een middel te vinden om haar te bestrijden”? 1) 67
“penyakit ini lebih gampang ditunjukkannya daripada didapatkan obat untuk menyembuhkannya”? Dan tidaklah kurang pula orangorang Belanda lain yang mengakui keadaan ini pada zaman
itu; tuan Pruys v.d. Hoeven, bekas Lid Raad van Indië, di dalam bukunya “Veertig jaren Indische dienst”
adalah menulis: “In het lot van den Javaan is in de laatste 40 jaren weinig verbeterd. Buiten de aristocratie en eenige landsdienaren vindt men nog altijd maar één klasse, levende van de hand in de tand. Een meer welgestelde stand heeft zich nog niet kunnen vormen, daarentegen heeft men in latere jaren een proletariaat zien ontstaan, vroeger alleen op de hoofdplaatsen bekend.” 3) 68
“Nasibnya orang Jawa di dalam empatpuluh tahun yang akhirakhir ini tidaklah banyak diperbaiki. Di luar golongannya kaum ningrat dan beberapa hambanegeri, maka misih sajalah orang mendapatkan satu kelas yang hidupnya “sekarang makan besok tidak”. Suatu kaum yang hidup senang belumlah bisa ada, sebaliknya di dalam tahuntahun yang belakangan ini adalah terlahir suatu kelas proletar, yang dulu banyak terdapat di kotakota saja.”
653) pag. 65 661) t.a.p. blz. 570 672) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 112 68*) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 112
H.E.B. Schmalhausen, bekas AssistentResident, di dalam bukunya “Over Java en de Javanen” adalah bercerita:
“Ik was er zelf getuige van hoe vrouwen, − na een paar uren geloopen te hebben; op de plaats harer bestemming aankwamen om dan te ondervinden, dat zij aan het snijden geen deel konden nemen, omdat er te veel helpsters waren. Sommigen barstten in tranen uit en gingen wanhopig aan den kant van den weg zitten. Zulke toestanden kan men eerst leeren begrijpen na een langdurig verblijf in de binnenlanden, wanneer men ten minste genoeg belang stelt in land en volk om steeds de oogen open te houden!” “Wij maakten .......... de berekening ............. naar juiste gegevens en kwamen toen tot het resultaat dat de waarde van de verdiende padie hoogstens 10.09 per dag bedroeg.” “Om die onnoozele waarde van 9 centen door zwaar werk in de brandende zon te ver dienen, loopen, zooals wij” zeggen, vrouwen dikwijls uren ver en worden dan soms nog afgewezen. Zulke feiten werpen een helderde licht op de wezenlijke toestanden dan tallooze oppervlakkige verslagen en redevoeringen” (pag 14). “Saya sudah melihat dengan mata sendiri bagaimana orangorang perempuan, sesudahnya jalan berjamjam jauhnya, datang di tempat yang dimaksudkannya itu dan lantas sama mendapat kabar, bahwa mereka tak boleh ikut mengetam padi, oleh karena sudah terlampau banyak yang mengerjakannya. Beberapa perempuan itu lantas menangislah dan sama duduklah di tepi jalan, keputusan asa. Keadaankeadaan yang demikian itu, barulah orang bisa mengarti kalau orang sudah hidup di desa bertahuntahun lamanya, asal saja mempunyai cukup perhatian di atas perikehidupan negeri dan rakyat dan membukakan mata selamalamanya!” “Kita lantas membikin perhitungan yang teliti, dan hasilnya perhitungan itu ialah, bahwa harganya padi yang mereka terimakan sebagai upah tak lebihlah dari ƒ0.09 sehariharinya.” “Untuk menerima upahremeh seharga 9 sen itu dengan kerja berat di bawah panasnya matahari, maka orangorang perempuan itu, sebagai tadi kita lihat, haruslah lebih dulu berjalan berjamjam jauhnya, dan kadangkadang misihlah ditolak juga. Kenyataankenyataan yang demikian ini adalah lebih membukakan keadaankeadaan yang sebenarnya daripada verslagverslag dan pidatopidato yang hanya mengenai luarnya perkara saja.”
Dan Mr. Brooshooft menulis diapunya kalimat yang termashur “Kita jerumuskan dia di dalam jurang” yakni “Wij duwen hem in den afgrond”, sedang di dalam Staten Generaal perkara “inzinking” ini ramailah dibicarakan. Terutama van Kol tidak berhentihentilah membongkar keadaankeadaan ini, tidak berhentiberhentilah membicarakan “negeri yang tiada sungsum lagi” atau “uitgemergelde gewesten” itu, tidak berhentihentilah menggambarkan nasibnya “koloni sengsara” atau “noodlijdende kolonie” ini; tidak berhentihentilah menangiskan itu “kemunduran manusia dan ternak”, yakni itu “physieke achteruitgang van mensch en en vee”. 1) 69
Begitulah keadaan beberapa tahun yang lalu. Adakah keadaan sekarang berbeda? Adakah keadaan hari ini lebih baik?
691) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 107
Tuantuan Hakim yang terhormat, tadi sudah kami buktikan dengan angkaangka, bahwa drainage Indonesia tidak makin surut, tidak makin kecil, melainkan makin besar, makin membanjirkan, mendahsyatkan, − bahwa uitvoeroverschotten makin tak berhingga,− bahwa onevenwicht makin menjadi onevenwichtiger! Bagi siapa yang mau mengerti, maka tidakbolehtidak, drainage yang makin membanjirkan itu pasti berarti rakyat makin sengsara, pasti berarti rakyat itu, dengan perkataannya Mr. Brooshooft, makin terjerumus di dalam “jurang”! Jikalau di zamannya Pruys v.d. Hoeven kita sudah melihat,
“een proretariat, vroeger alleen op de hoofdplaatsen bekend” . “suatu kelas proletar yang dulu hanya terdapat di kota kota saja.”
jikalau di zamannya Mr. Brooshooft kita sudah melihat,
“uithuiting van den man: die niets heeft dan zijn arbeid door den bezitter van het kapital”. “pemerasan orang yang tak mempunyai apaapa, melainkan iapunya tenagakerja oleh sipenggenggam modal”. Jikalau kita di zaman itu sudah melihat daya yang “memproletarkan” yakni
proletariseeringstencenz dengan senyatanyatanya, − bagaimanakah kerasnya proletariseeringstendenz itu di zaman kita sekarang ini, di mana pengedukan kekayaan secara imperialistisch itu makin lama makin mengaut, kapitaal asing makin lama makin bertambah banyak dan bertambah besar “saktinya”! Di dalam bukunya Dr. Huender “Overzicht van den Econ toestand der inheemsche bevolking van Jva en Madura” kita membaca:
“Was in 1905 ruim 71 procent van de volwassen bevolking betrokken bij het landbouwbedrijf, de laatste mededeelingen in den volksraad ............. leeren, dat thans nog 52 procent uitsluitend inkomsten uit het landbouwbedrijf heeft” ...... 1) 70
“Sedang di tahun 1905 jumlahnya orang yang kerja tani adalah 71 % daripada jumlah penduduk yang dewasa, − permakluman volksraad yang akhirakhir ini adalah mengajarkan bahwa sekarang hanya 52% saja yang hidup dari pertanian itu” ............
dan Prof. v. Gelderen dari Centraal Kantoor voor de Statistiek adalah menulis:
“De uitheemsche bedrijfsontwikkeling heeft uit zichzelve de strekking deze grondverhouding: ondernemer en kapitaal, dus winst buitenlandsch arbeid, dus loon Indisch, telkens weer en geleidelijk op steeds grooter scbaaI te reproducee ren. Zij oefent daarmee zeer zeker vraag uit naar arbeids kracht en verschaft in den vorm van loon aan een toenemtmd deel der bevolking ook inkomen. Maar zij doet dit op dere, zeer eenzijdige wijze. Zij maakt de inheemsche bevolking tot een natie van loontrekkers en daarmee van Indie een loonstrekker onder de naties.” 1) 71
“Kemajuan perusahaan asing adalah memang membikin makin melebarnya dan makin mendalamnya perbandingan ini: majikan dan kapitaal dus juga keuntungan, asing − kaum buruh, dus upah, bumiputera. Betul kemajuan perusahaan asing itu dibarengi oleh lebih lakunya tenaga kaum buruh dan memang mengasih penghidupan kepada makin lama makin
703) Bij Sneevliet, proces 711) Verg. Ned. Indie in de St. Gen. 18971909 (v. Kol)
banyak orang bumiputera dengan upah yang ia bayarkan kepadanya. Tetapi keadaan menjadilah miring. Kemajuan perusahaan asing itu adalah membikin penduduk bumiputera menjadi natie yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka dan membikin Hindia menjadi si buruh di dalam pergaulan natienatie.” “Natie yang hanya terdiri dari kaumkaumburuh belaka dan “Si buruh di dalam pergaulan
natienatie”, Tuantuan Hakim, itu bukan nyaman! Itu bukan mengasih harapan besar bagi harikemudian! Itu bukan mengasih perspektif pada harikemudian itu!, jikalau terusterusan begitu! Tidaklah oleh karenanya, wajibnya tiaptiap nationalis mencegah keadaan yang begini itu dengan sekuatkuatnya? tidakkah hal ini saya sudah cukup buat mengasih pembenaran pada kamipunya pergerakan?
“Natie yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka”! amboi, dan berapakah besarnya upah yang biasanya diterima oleh kang Kromo atau kang Marhaen itu! Berapakah, umpamanya, besarnya upah di dalam perusahaan yang terpenting, yakni perusahaan gula, − itu perusahaan gula yang terdiri di tengahtengah pusat pergaulanhidup Bumiputera, di tengahtengah uluhatinya pergaulanhidup itu? Menurut Statistisch Jaaroverzicht: ratarata hanya ƒ0.45 sehari bagi orang lakilaki dan ƒ0.35 sehari bagi perempuan! 2) 72
Bahwa sesungguhnya, Dr. Huender tak salahlah kalau ia menulis : “De suikercultuur is voor de Indonesische grondgerechtigden nadeelig; de loonen, die zij uitkeert aan de bij haar werkzame Indonesiers, zijn, zoo al niet te laag om er het leven bij te houden, toch zeker “minimumloonen”. “Perusahaan gula adalah jahat bagi yang menyewakan tanah; upah yang ia bayarkan kepada bangsa Indonesia yang bekerja di perusahaan itu, adalah, bila tidak terIalu rendah buat menolak maut, toh setidaktidaknya upah minimum, yakni upah yang paling rendah.”
dan bukan di dalam perusahaangula saja kita dapatkan itu “upah yang paling rendah” atau “minimumloonen”! Minimumloonen di Indonesia kita dapatkan di manamana. Selama rumah tangga rakyat Bumiputera masih suatu rumahtangga yang kocar kacir; selama rakyat Bumiputera masih “minimumlijdster” *) sebagai Dr. Huender mengatakannya 1) selama itu 73 74
maka upahupah di manamana tentulah berwujud upahupahminimum pula,− selama itu maka rakyat yang kelaparan itu tentu terpaksalah menerima saya upahupah yang bagaimanapun juga rendahnya, “buat menolak maut”, “om er het leven bij te houden”. Prof. van Gelderen di dalam iapunya buku adalah dengan seterangterangnya menunjukkan perhubungan (causaal verband) antara rumahtangga kita yang kocarkacir ini dengan rendahnya upahupah di dalam kitapunya pergaulanhidup yang menurut pendapatnya, ialah bukan “Ertragslohn”, tetapi “Erhaltungslohn”, 2) yakni upah yang “tiap cukup jangan sampai mati kelaparan”,− upah yang 75
“samen”, (valt) met de kosten van het bestaansminimum”!2)
721) pag. 10 731) t.a.p. pag. 116 742) Verg. Stat. Jaaroverz, 1928, pag. 193. Cijfers Dr. Huender rada tinggian sedikit 75*) “minimumlijdster” = rakyat yang sudah begitu kelewat melaratnya, sehingga kalau umpamanya dikurangi sedikit saja bekalhidupnya,
niscaya ia binasa
Dan hidupnya, bestaannya rakyat umum? Bagaimanakah bestaannya rakyat umum? Di atas sudah kami katakan, bahwa Dr. Huender menyebutkan rakyat Bumiputera itu “minimum lijdster”.
“Het moeilijke en beklemmende van den economischen toestand op Java en Madura ligt juist hierin, dat voor de bevolking, die tot de uiterste grens van haar kunnen belast, “minimumlijdster” schijnt te wezen, blijkbaar verscheidene der van overheidswege ter verbetering ondernomen maatregelen ondoeltreffend zijn” ......... 3) 76
“Yang paling sukar dan yang paling mendahsyatkan berhubung dengan perikeadaan ekonomi tanah Jawa dan Madura itu ialah justru, bahwa bagi penduduknya, yang lantaran memang sudah kelewat berat bebanbebannya itu menjadi suatu rakyat “minimumlijdster”, beberapa dayaupaya yang ditindakkan oleh pemerintah untuk memperbaiki nasibnya, samasekali tersiasialah adanya”
begitulah iapunya putusan. Dan Prof. Boeke di dalam “Het zakelijke en persoonlijke element in de koloniale welvaartspolitiek” adalah berkata:
“De keuterboer, de armoedige Javaansche padiplanter ......... heeft niet alleen zelf een ellendig bestaan, maar kan zoo goed als geen invloed uitoefenen op de welvaart van zijn omgeving; de schamele overschotten van zijn bedrijf staan niet toe dat, buiten de eerste levensbehoeften, verderliggende behoeften van eenige beteekenis bevredigd worden door andere maatschappelijke groepen, die wachten op wat hij te vragen en te bieden heeft. Het voornaamste wat hij maatschappelijk bewerkt, is een druok op het loonpeil”. 1) 77
“Si tani kecil, bapatani Jawa Yang melarat itu ........., bukanlah saja sangat sengsara hidupnya, tetapi ia juga sekalikali tidaklah bisa menjalankan pengaruh sedikit juapun di atas kesejahteraan kampungdesanya: hasilhasil perusahaannya tak cukuplah untuk memenuhi kebutuhankebutuhan di luar yang seperluperlunya, dan yang harus dibelinya dari orangorang lain. Ia punya pengaruh di atas pergaulan hidup, terutama hanyalah memerosotkan tinggirendahnya upah umumnya”.
“Perikehidupan yang keliwat melarat”, “een ellendig bestaan”. Tuantuan Hakim, begitulah pendapatan Prof. Boeke, seorang toh bukan, bolshevik atau “pengasut”, − melainkan seorang ahliekonomi yang ternama! Angkaangka, Tuantuan Hakim? Menurut perhitungannya” Dr. Huender maka pendapatan seorang kepalarumah Marhaen setahuntahunnya ialah ratarata ƒ161, jumlahnya beban ratarata ƒ22,50 − dus netto pendapatan setahun adalah ƒ161.50 − ƒ22.50 = ƒ138.50 seratus tigapuluh delapan rupiah limapuluh sen!, Tuantuan Hakim, di dalam duabelas bulan! Yakni: belum sampai ƒ12, satu bulannya; yakni: belum sampai ƒ0.40 sehari: yakni kalau dimakan lima orang, (besarnya somah ratarata), belum sampai ƒ0.08 seorang sehari! Bahwa sesungguhnya: sejak kalimahnya Pruys v.d. Hoeven yang berbunyi bahwa kebanyakan rakyat hidupnya “sekarang makan besok tidak”; sejak perkataannya Mr. Brooshooit bahwa rakyat terjerumus di dalam “jurang”; sejak dengungnya suara van Kol yang membikin dakwaan atas adanya “negerinegeri yang tiada sungsum lagi” atau “kolonie yang sengsara” atau “kemunduran manusia dan ternak”, − sejak zaman itu tetaplah bangsa kami hidup “sekarang
761) t.a.p. 246 772) pag. 67
makan besok tidak”, tetaplah bangsa kami hidup dalam “jurang”, tetaplah bangsa kami hidup dalam “kolonie yang sengsara”!
Bahwasanya, − drainage yang kita deritakan dengan tiada berhentinya itu, tak luputlah menunjukkan pengaruhnya, − imperialismemodern tak luputlah menunjukkan kejahatan saktisaktinya!
Orang bisa berkata: “Adakah imperialismemodern itu berkejahatan? Gula “memasukkan” uang di dalam pergaulanhidup Indonesia dengan upahupah dan penyewaan tanah; karet, teh, kopi, kina, hanya membuka tanahtanah hutan yang jauh dari rakyat: minyaktanah keluarnya dari sedalamdalamnya, − semuanya mengasih “berkah” pada rakyat dan kesempatan berburuh!
O, memang, − memang gula “memasukkan” uang; memang onderneming erfpacht tidak begitu “mengenai rakyat; − memang semuanya mengasih kesempatan berburuh. Tetapi marilah kita membaca pemandangannya Prof. Snouck Hurgronje, bagaimana macamnya “berhak” (kalau ada “berhak”), yang modal asing itu dikasihkan kepada kita, dan bagaimana macamnya kaummodal asing itu “memeliharakan” kesejahteraan kita:
“De voordoolen, die de Inlandsche bevolking aan het Europeesche kapitaal dankt, zijn bijproducten van den arbeid der ondernemers, niet en zeker niet in de oorste plaats door hen bedoeld. Hun doel is ............ geld verdienen ...... gesteld eens dat de “suikerpot”− om Colijns beeld te gebruiken− begon leeg te raken, doordien oon of moor der aan den bodem ontwoekerde producten een prijscrisis doorleefden, dan kropen de mieren fluks weer in den grond, zonder zich iets aan te trekken van het lot der 35 of 50 milliun, die dusver de suikerpot gevuld hielden ........Zoolang, gelijk nu, de mieren zich om den suikerpot verdringen, dat zeggen, de Europeesche ondernemingen goede zaken doen, zijn de belangen van de Inlanders tegenover hun natuurlijk streven naar steeds grooter wints, niet veilig zonder een flink tegenwicht......Men behoeft geen antikapitalist te zijn, om de gevaren, waarmee de Inlandsche bevolking eener kolonie door het Westersche kapitaal bedreigd wordt, zeer ernstig in te zien. “Manfaatmanfaat yang diterima oleh penduduk Bumiputera daripada modal asing itu hanyalah “rontoganrontogan” belaka daripada usahanya kaum majikan itu, − rontoganrontogan yang samasekali tidak sengaja dirontogkannya. Merekapunya maksud hanyalah ......... cari duit. Seandainya “wadah gula” itu mulai menjadi kosong lantaran salah satu atau lebih daripada hasilhasilbumi itu turun harga, maka segeralah semutsemut itu nyusup lagi ke dalam tanah, zonder ambil perduli sedikitpun jua atas nasibnya rakyat 35 atau 50 juta yang tadinya mengisi “wadah gula” itu ........... Selama, sebagai sekarang, semutsemut itu tadi berdesakdesak mengerumuni wadah gula itu, − dengan lain kata, selama onderneming Eropah itu membikin banyak untung, maka kepentingankepentingan Bumiputera tidaklah sama terhadap mereka punya nafsu membesarbesarkan untung itu, bila tidak ada alat penjagaan yang kuat......Orang tidak usah menjadi antikapitalist, buat mengerti bahwa bahaya yang mengancam penduduk Bumiputera daripada sesuatu kolonie dari pihaknya modal Barat adalah besar sekali. Marilah kita juga ingat akan kenyataan, sebagai yang diterangkan oleh Prof. van Gelderen
didalam ia punya buku itu tadi, bahwa tinggirendahnya upah itu adalah ditetapkan oleh”productiviteitnya” pergaulan hidup umum, − bahwa jikalau pergaulanhidup umum itu
kocarkacir, upah pasti kocarkacir dan serendahrendahnya pula : − bahwa jikalau pergaulan hidup umum itu ada suatu ”Ernahrungswirtschaft”, loon pasti hanya “Erhaltungslohn” adanya! Marilah kita ingat, bahwa keadaan rakyat Indonesia yang sebenarnya, memang membenarkan kenyataan ini, − yakni bahwa, di mana rakyat Bumiputera itu umumnya adalah “minimumlijdster”, upah yang biasa diterimanya jugalah memang hanya “minimumloonen”, “erhaltungslohnen” belaka! Marilah kita ingat, bahwa industriimperialisme yang citacitanya ialah membikin untung yang setinggitingginya itu, dan yang dus mempunyai kepentingan di atas adanya upahupah yang serendahrendahnya, (yakni mempunyai kepentingan di atas adanya loonen yang, minimumloonen), − oleh karenanya, mempunyailah kepentingan pula atas tetapnya pergaulan hidup kita ini di dalam keadaan yang kocarkacir, mempunyai belang atau tetapnya rakyatrakyat kita bersifat “minimum lijdster”, mempunyai belang atau tetapnya kita punya rumahtangga atau Wirtschaft itu bersifat “Ernahrungswirtschaft” adanya!
Prof. van Gelderen menulis: “Zou de productiviteit, der Inlandsche voortbrenging en daarmee de huurwaarde del gronden merkbaar gaan stijgen, dan werd bij een gegeven cultuurwijze der Europeesche ondernemers hun bedrijf minder rendabel. Een onmiskenbare belangentegenstelling, die van tijd tot tijd zich duidelijk voelbaar maakt” 1) 78
“Het veschil in arbeidsproductiviteit bij aanwending van arbeid in het inheemsche en in het uitheemsche arbeidsproces komt grootendeels den uitheemschen ondernemer ten goede. Hoe geringer dit versehil zou worden, doordat de produetiviteit van den inlandschen arbeid in eigen sfeer (d.i. in laaste instantie de productiviteit van den inlandschen landbouw) zou gaan stijgen, des te meer verminderde deze andere bron van rentabiliteit van het uitheemsehe grootbedrijf.” “Bilamana pergaulan hidup Bumiputra bertambah sehatnya, sehingga hargasewaan tanah juga naik ke atas, maka perusahaan kaum modal Eropah itu menjadi kurang untungnya. Ini adalah suatu pertentangan kepentingan yang nyata, yang kadangkadang terasa dengan sangat.” ”Bedanya hasil pekerjaan di dalam halnya tenagamanusia itu diusahakan di dalam perusahaanBumiputera dan di dalam halnya tenaga manusia itu diusahakan di dalam perusahaanasing, buat sebagian besar jatuhlah di dalam tangannya si kaummodal asing itu. Makin kecilnya beda ini, yakni apabila pergaulanhidup Bumiputera menjadi lebih sehat, maka makin kecillah pula keuntungan yang perusahaan asing itu dapatkan daripada sumber ini.”
Dan di dalam bukunya Prof. Schrieke “The Effect of Western Influence on native civilizations in the Malay Archipelago”, kita membaca kalimatnya tuan MeyerRanneft yang sekarang menjadi voorzitternya Volksraad:
“Het bed rag, verdiend door kapitaal en industrieel bedrijf wordt evenredig grooter naarmate de inheemsche levensstandaard inferieurder is,” 1) 79
“Jumlah harta yang diterima oleh modal dan perusahaan itu menjadilah lebih besar kalau tingkatnya pergaulanhidup Bumiputera itu ada lebih melarat,”
783) pag. 246 791) pag. 11
sedang Prof. Boelce dengan lebih terusterang lagi adalah berpidato:
“Zij, − (de uitheemsche ondernemers, Sk)−, vervullen in hoofdzaak de economische rol die de wereld van de kolonie verwacht, zij weten uit Indie in het algemeen en uit den Indischen bodem in het bijzonder te halen wat er in zit en aan het gebied zijn grootste economische nuttigheid te verschaffen, zij brengen in hoofdzaak de producten voort die de wereld. markt behoeft en zij verwachten en eischen daarbij van Indie niet verder dan goeden grond en goedkoope arbeidskrachten; de bevollcing is voor hen niet veel meer dan eenmiddel (voor zoover betreft de Javaansche bevolking) of noodzakelijk kwaad (voor zoover betreft de inheemsche bevolking in de huitengewesten). Voor hen geldt ................ slechts het aanbod op de arbeidsmarkt en de grondprijs; wat het aanbod vergroot en de prijs verlaagt komt hun ten stade. Zij zijn, zij moeten zijn, wat de Duitscher zoo kenmerkend noemt “Realpolitiker”, de werkelijkheid en de zakelijkheid gaan voor, het ideelle en het persoonlijke element is voor hen onvruchtbaar of erger”. 2) 80
“Mereka, − (kaum modal asing, Sk.) −, adalah teristimewa menjalankan rol ekonomi yang memang diharapkan oleh dunia daripada sesuatu kolonie, mereka pandailah mengeduk kekayaan dari Hindia umumnya dan dari bumi Hindia khususnya dan membikin negeri itu setinggitinggi laba − ekonominya, mereka teristimewa adalah mengeluarkan hasilhasil yang dibutuhkan oleh pasardunia, dan mereka hanyalah mengharap dan meminta tanahsubur dan kaumburuhmurah saya dari Hindia; rakyat penduduk mereka tak lebihlah daripada suatu alat (tanah Jawa) atau suatu kesusahan yang misti (luar tanah Jawa). Buat mereka, yang paling perlu hanyalah jumlah kaumburuh dan harganya tanah; merekapunya keuntungan ialah terletak dalam banyaknya kaum buruh dan banyaknya tanah, sehingga harga dan upah menjadilah rendah. Mereka adalah, mereka haruslah kaum “RealPolitiker”, sebagaimana orang Jerman menyebutkannya. Drusan perusahaan adalah dikemukakan, urusan hati adalah tiada guna.”
Dengan lainlain perkataan: Kaum modal partikelir adalah mempunyai kepentingan atas rendahnya productiviteit dan rendahnya standaard pergaulan hidup kita, imperialismemodern adalah dus menghalanghalangi kemajuan pergaulan hidup kita itu, imperialismemodern adalah dus suatu rem bagi kitapunya kemajuan socialekonomi!
Benar sekali, − modernimperialisme adalah “membikin rakyat Bumiputera menjadi natie yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka, dan membikin Hindia menjadi si buruh di dalam pergaulan natienatie!”
Dan si buruh yang bagaimana, Tuantuan Hakim!, − si buruh yang loonennya minimunloonen, si buruh yang Wirtschaftnya Minimumwirtschaft!, siburuh yang upahnya upah kokoro! Hatinasional tentu berontak atas kejahatan modernimperialisme yang demikian itu! !
Lagi pula, − siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaankekayaan Indonesia yang diambil oleh mijnbedrijvenpartikelir, yakni perusahaanperusahaantambangpartikelir, sebagai tin, sebagai arangbatu, sebagai minyak! Siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaankekayaantambang itu?!
801) t.a.p. pag. 59
Musnah, musnahlah itu kekayaankekayaan buat selamalamanya bagi kita, musnahlah buat selamalamanya bagi pergaulanhidup Indonesia, masuk di dalam kantongnya beberapa aandeelhouders belaka!
“........... Perusahaanhasiltambang, yang lamalama menghabiskan kekayaankekayaan tambang itu”, − begitulah Prof. v. Gelderen menulis −.
“Ook hierbij blijven alleen de produksikosten in het land. Het nettorendement valt den buitenlandschen kapitaalbezitters toe. Hieronder schuilt niet alleen interest en ondernemerswinst, doch bovendien de z.g. “mijnrente”, de vergoeding voor het onvervangbare, monopolistisch deel, dat in de opbrengst van alle mijnen schuilt, die een hoogere dan de “grensproductiviteit” bezitten. Door afschrijving en reserveering kan de in den mijnbouw belegde kapitaalsom voor den bezitter behouden blijven. Het object dezer werkzaamheid, de kolen, de olie, de tin, gaat onherroepelijk verloren”! 1) 81
“Juga di dalam hal ini, yang tinggal di dalam negeri hanyalah ongkosongkosproduksi saya. Hasilnettonya jatuhlah di dalam tangannya kaummodal asing. Di dalam hasil netto ini bukan sayalah termasuk bunga dan lainlain tetapi juga yang dinamakan “mijnrente”, yakni harganya bagian monopolistisch yang tidak bisa diganti, − bagian yang mana adalah terbenam di dalam hasil tiaptiap perusahaan tambang yang mempunyai penghasilan yang lebih tinggi daripada “grensproductiviteit” . Dengan afschrijving dan reserveering maka jumlah kapitaal yang diusahakan di dalam perusahaan tambang itu bisalah tetap di dalam tangannya yang memiliki. Tetapi barang yang diusahakan itu, yakni arangbatu, minyaktanah, tin, musnahlah buat selamalamanya”! “Onherroepelijk verloren!” “Musnah buat selamalamanya!” Bahwasanya: “natiekaumburuh”, minimumloonen”, “minimumlijdster”, “kemajuan
sosialekonomi direm”, “kekayaantambang musnah buat selamalamanya”, − bahwasanya, semua perkataanperkataan yang tidak menggembirakan! Dan toh ............ apakah hakhak bangsa kita? Apakah hakhak bangsa kita, yang sekiranya boleh kita “timbangkan” dengan keadaan ekonomi yang menyedihkan ini? Apakah hakhak bangsa kita yang boleh dipakai sebagai obat di atas lukanya hatinational yang perih ini? Onderwijs? Oh, di dalam “abadkesopanan” ini, di dalam “eeuw van beschaving” ini, menurut angkaangkanya Centraal Kantoor voor de Statistiek, orang lakilaki yang bisa membaca dan menulis belum ada 7%, orang perempuan belum ada .......... ½%! 2) Dan toch, HollandschInlandschOnderwijscommissie 82
memajukan voorstel memberhentikan penambahannya HollandschInlandschOnderwijs! − Pajakpajak enteng? Rapportnya MeyerRanneftHuender menunjukkan, bahwa kang Marhaen yang pendapatannya setahun ratarata hanya ƒ160. itu, harus membayar pajeg sampai kurang lebih 10%, dari pendapatannya; bahwa bagi bangsa Eropah pajeg yang setinggi itu barulah dikenakan kalau pendapatannya tak kurang dari ƒ8.000 à ƒ9.000 setahunnya!; bahwa pajeg yang special mengenai kang Marhaen, yang pada tahun 1919 sudah mencapai ƒ86.900.000, jumlah itu, di bawah bestuurnya G.G. Fock dinaikkan lagi menjadi ƒ173.400.000, setahunnya!; bahwa
811) pag. 77 822) t.a.g. pag. 12
teristimewa bebanbebandesa seringlah berat sekali adanya! − Kesehatan rakyat atau hygiene? Di seluruh Indonesia hanyalah ada 343 rumah sakit goepermen 1); kematian bangsa Bumiputera 83
setahuntahunnya tak kurang dari+ 20% 3), ya, di dalam kotakota besar sampai kadangkadang 84
30, 40, 50% 4), sepertinya di Betawi, di Pasuruan, di Makassar! Kesempatan bekerja di 85
pulaupulau luar tanah Jawa? Soal contractkoelie dan poenale sanctie, itu perbudakanzamanbaru atau modernslavernij seolaholah tak akan habishabis di “pertimbangkan” dan sekali lagi di “pertimbangkan”; − Perlindungan kepentingan kaum buruh? Peraturan yang melindungi kaumburuh tak ada samasekali, arbeidsinspectie tinggal namanya saja, hakmogok, yang di dalam negerinegeri yang sopan sudah bukan soal lagi itu, dengan adanya artikel 161 daripada Wetboek van Strafrecht musnahlah samasekali daripada realiteit, terhalimunkan samasekali menjadi impian belaka! − Kemerdekaan drukpers dan hakberserikat dan berkumpul? .......... Tuantuan Hakim, marilah kita dengan hati yang tenang dan tulus menanya lagi: Adakah di sini bagi kita bangsa Indonesia kemerdekaan drukpers, adakah di sini hak, yang dengan sebenarnya boleh kita namakan hak berserikat dan berkumpul? Amboi, − adakah di sini hakhak itu, di mana Wetboek van Strafrecht misih saja berisi itu haatzaaiartikelen yang bisa diulurkan sebagai karet, itu haatzaaiartikelen yang hampir zonder perubahan dioverkan dari “gewrocht der duisternis” *) sebagai Thorbecke menyebutkan 86
drukpersreglement, di mana “horribel strafwetartikel” 153bister yang lebihlebihelastisch lagi mengancam keselamatannya tiaptiap journalist dan tiaptiap pemimpin sebagai kami ini hari, di mana hak penDigulan mengasih kekuasaan yang hampir tak berhingga kepada pemerintah terhadap pada tiaptiap pergerakan dan tiaptiap manusia yang ia tidak sukai? Adakah di sini hakhak itu, di mana openbare kritik gampang sekali mendapat tegoran atau stopan, di mana tiaptiap vergadering penuh dengan spionspion politik, di mana hampir tiaptiap pemimpin dibuntuti reserse di dalam geraknya ke manamana, di mana gampang sekali diadakan “vergaderverbod”, di manamana rahasia surat sering sekali dilanggar diamdiam sebagai kami melihat dengan mata sendiri? Adakah di sini hakhak itu, di mana rapportnya spionspion itu saja atau tiaptiap surat kaleng sudah bisa dianggap cukup buat membikin penggrebekan di manamana, mengunci berpuluhpuluh pemimpin di dalam tahanan, yang menjerumuskan pemimpinpemimpin itu ke dalam dunia perbuangan? Tuantuan Hakim, marilah sekali lagi kita tanya dengan hati yang tenang dan tulus: adakah di sini bagi bangsaku kemerdekaandrukpers, dan hak berserikatdan berkumpul, di mana menjalankannya “kemerdekaan” dan “hak” itu dihalanghalangi oleh macammacam halangan, diranjaui oleh macammacam ranjau yang demikian itu???
Tidak!, di sini tidak ada hakhak itu! Dengan macammacam halangan dan macammacam ranjau demikian itu, maka “kemerdekaan” itu tinggal namanya saja “kemerdekaan”, “hak” itu tinggal namanya saja “hak”; dengan macammacam serimpatan yang demikian, maka “kemerdekaandrukpers” dan “hakberserikatdanberkumpul” itu lantas menjadi suatu omongkosong, suatu paskwil! Hampir tiaptiap journalist sudah pernah merasakan tangan besinya hukum, hampir tiaptiap pemimpin Indonesia sudah pernah merasakan bui, hampir tiaptiap bangsa Indonesia yang mengadakan perlawananradicaal lantas saya dipandang “berbahaya bagi keamanan umum”!
831) t.a.p. 113 842) pag. 86 851) Stat. Jaaroverz. 56 863) verg. Jaaroverz. 50
Bahwa sesungguhnya: − Tidak adalah hakhak yang orang kasihkan pada rakyat Indonesia untuk “ditimbangkan” dengan bencana pergaulanhidup dan bencana kerezekian yang ditebartebarkan oleh modernimperialisme itu; tidak adalah hakhak yang orang kasihkan pada rakyat kita yang cukup nikmat dan menggembirakan untuk dipakai penglipurhatinasional yang mengeluh melihat sociale dan economische ontwrichting yang diadakan oleh modernimperialisme itu:tidak adalah hak:! yang orang kasihkan pada rakyatku yang boleh dipakainya sebagai gegaman, sebagai penguat, sebagai sterking untuk memberhentikan kerja imperialisme yang mengobrakabrikkan kitapunya kerezekian dan kitapunya pergaulanhidup itu adanya!
ooOoo
Pergerakan di Indonesia. Toch..........., dikasih hakhak atau tidak dikasih hakhak; dikasih gegaman atau tidak
dikasih gegaman; dikasih sterking atau tidak dikasih sterking, − tiaptiap mahluk, tiaptiap ummat, tiaptiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya berbangkit, pasti akhirnya bangun, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, jikalau ia sudah terlalulalu sekali merasakan celakanya diri yang teraniaya oleh suatu daya yang angkaramurka! Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa, − walau cacingpun tentu bergerak berkelugetkeluget kalau merasakan sakit!
Seluruh riwayat dunia adalah riwayatnya golongangolongan manusia atau bangsabangsa yang bergerak menghindarkan diri daripada sesuatu keadaan yang celaka; seluruh riwayat dunia, menurut perkataan Herbert Spencer, adalah riwayatnya “reactid verzet van verdrukte elementen”! Kita ingat akan pergerakannya Jesus Kristus dan Christendom yang menghindarkan rakyatrakyat Yahudi dan rakyatrakyat LautanTengah dari bawah kakinya burung garuda Romein: kita ingat akan perjuangan rakyat Belanda yang menghindarkan diri dari bawah tindasannya Spanyol; kita ingat akan pergerakanpergerakan burgerlijke democratie yang menghindarkan rakyatrakyat Eropah di dalam akhirnya abad ke 18 dan awalnya abad ke 19 dari bawah tindasannya autocratie dan absolutisme *); kita menjadi saksi atas hebatnya 87
pergerakanpergerakan sosialisme yang mau menggugurkan tahtanya kapitalisme; kita mengetahui pergerakan rakyat Mesir di bawah pimpinan Arabi dan Zaglul Pasha beserta pergerakannya rakyat Hindia di bawah pimpinan Tilak atau Gandhi melawan ketemaân asing; kita mengetahui perjuangannya rakyat Tiongkok menjatuhkan absolutisme Mandsju dan melawan imperialisme Barat; kita telah bertahuntahun melihat seluruh dunia Asia bergelora sebagai lautan mendidih menentang imperialisme asing, − tidakkah ini memang sudah terbawa oleh hakekatnya keadaan, tidakkah ini memang sudah terbawa oleh nafsu mempertahankan dan melindungi diri atau nafsu zelfbehoud yang ada pada tiaptiap sesuatu yang bernyawa, tidakkah ini memang sudah “reactief verzet van verdrukte elementen” itu?
Rakyat Indonesiapun sekarang sejak 1908 sudah berbangkit; nafsu menyelamatkan diri sekarang sejak 1908 sudah menitis juga kepadanya! Modernimperialisme yang mengautngaut di Indonesia itu, − modernimperialisme yang menyebarkan kesengsaraan di manamana itu, − modernimperialisme itu sudah menyinggung dan membangkitkan diapunya musuhmusuh sendiri. Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan seolaholah tak bernyawa, raksasa Indonesia itu yang sekarang sudahlah berdiri setegaktegaknya dan sudahlah mamasangkan tenaganya! Sabansaban kali ia mendapat hantaman, sabansaban kali ia rebah, tetapi sabansaban kali pula ia tegak kembali! Sebagai mempunyai kekuatan rahasia, sebagai mempunyai kekuatan penghidup, sebagai mempunyai ajipancasona dan ajicandrabirawa, ia tak bisa dibunuh dan malahan ia makin lama makin tak terbilang pengikutnya!
Amboi, − di manakah kekuatanduniawi yang bisa memadamkan semangat sesuatu bangsa, di manakah kekuatan duniawi yang bisa menahan bangkitnya sesuatu rakyat yang mencari hidup, di manakah kekuatanduniawi yang bisa membendung banjir janji digerakkan oleh tenagatenaga pergaulanhidup sendiri! di manakah benarannya jerit daripada anggotaanggota dan sahabatsahabat imperialisme yang mengatakan ini ialah bikinannya beberapa kaum “pengasut”, yakni kaum “opruiers”, kaum “raddraaiers”, kaum “ophitsers” dan
874) verg. Jaaroverz. 54
lain sebagainya, dan yang oleh karenanya sama mengira bahwa pergerakan itu bisa dibunuh kalau “pengasutnya” semua dimasukkan bui, dibuang atau digantung? Puluhan, ratusan, ya ribuan “pengasut” dan “opruiers” dan “ophitsers” sudah dibui atau dibuang, − tetapi adakah pergerakan itu berhenti” adakah pergerakan itu mundur, tidakkah pergerakan itu di dalam umumnnya yang baru + 20 tahun itu malahan semakin menjadi besar dan semakin menjadi umum?
“Man tötet den Geist nicht”, begitulah Ereligrath menyairkannya, − “orang tak bisa membunuh semangat”! Di dalam tahun 1900, yakni sebelumnya di sini ada “pengasut”, sebelumnya di sini ada “ophitsers”, sebelumnya di sini ada “raadraaiers”, maka Ir. van Kol sudahlah mendengungkan iapunya peringatan di dalam TweedeKamer yang bunyinya:
“Gaat voort,...... tot er eenmaal een einde zal komen; eenmaal, wie weet wanneer, zal opbliksemen de “stille kracht!”........ “Berbuatlah terus begitu,........ sampai nanti satu ketika datang saat penghabisannya; satu ketika, entah kapan, pastilah meledak “kekuatan rahasia!”...... En inderdaad, die “stille krakht” is opgebliksemd! Itu “kekuatan rahasia” sudahlah
meledak! Seluruh dunia sekarang melihatlah bangkit dan geraknya kekuatan rahasia itu! Seluruh dunia yang tidak sengaja membutatuli, mengertilah, bahwa kekuatan rahasia ini bukanlah bikinan manusia, tetapi ialah bikinannya pergaulanhidup yang mau mengobati diri sendiri. Seluruh dunia yang tulushati mengertilah, bahwa pergerakan ini ialah antithesenya *) 88
imperialisme yang terbikin oleh imperialisme sendiri. Bukan bikinannya “pengasut”, bukan bikinannya “opruiers”, bukan bikinannya “raddraaiers”, bukan bikinanya “ophitsers”lah pergerakan ini − pergerakan ini ialah bikinannya kesengsaraan dan kemelaratan rakyat! Ir. Albarda di dalam TweedeKamer adalah memperingatkan:
“Onder hen, die geroepen zijn of althans zich geroepen achten om de verschijnselen van den tijd in het openbaar te bespreken, zijn er sommigen die de InIandsche beweging en haar groei gaarne voorstellen als de vruchten van westersche revolutionaire denkbeelden en die meenen, dat aan die beweging de kop kan worden ingedrukt door een krachtig regeeringsbeleid daartegen te richten en door politie en justitie tegen haar propagandisten te mobiliseeren. Die beschouwing en die taktiek zijn buitengewoon oppevlakkig; zij getuigen van evenveel gemis van historisch inzicht als van politiek begrib... Zoo’n beweging komt voort uit de maatschappelijke verhoudingen en uit de veranderingen die deze rondergaan. Zoo’n beweging zou ontstaan zijn en zou groeien, ook al had nooit een Europeesche revolutionnair In Indië een voet aan wal gezet. Zoo’n beweging groeit door, ook al zou men haar van al de leiders en propagandisten berooven. Evenmin als in de 16e eeuw de kerkhervorming is gestuit door de vervolging der ketters evenmin als in de 19e eeuw de sociaaldemocratie is ten onder gebracht door Bismarck’s politiek van gewelddadige onderdrukking, evenmin kan in de 20e eeuw de Indische volksbeweging door een reactionnair regeeringsbeleid worden teruggedrongen of ook maar tol staan gebracht.
88*) = “bikinannya hantu kegelapan”
Die beweging groeit vòòrt, en er is niet aan te twijfelen, of zijzal haar ideaal, de bevrijding van de Indische bevolking uit vreemde overheersching, bereiken!........ .” 1) 89
“Diantara mereka, yang berwajib atau merasa wajib membicarakan kejadiankejadianzaman di muka umum adalah beberapa orang yang menggambarkan pergerakan Bumiputera dan suburnya pergerakan Bumiputera itu sebagai buahnya pikiranpikiran revolutionnair dari negeri Barat, dan yang sama mengira bahwa pergerakan itu bisa ditindas de ngan suatu carapemerintahan yang keras dan dengan menggerakkan politie dan justitie untuk melawan propagandistpropagandistnya. Pemandangan dan taktiek yang demikian itu adalah menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidaklah mempunyai pengertianriwayat dan tidaklah mempunyai pengertianpolitik sedikit juapun adanya ...... Pergerakan yang demikian itu adalah timbul daripada keadaankeadaan pergaulanhidup sendiri dan daripada perubahanperubahan di daIam pergaulanhidup itu sendiri. Pergerakan yang demikian itu tetaplah akan timbul dan tetaplah akan subur, walau tidak ada kaum revolutionnair bangsa Eropah seorang juapun yang menginjak tanah Hindia! Pergerakan yang demikian itu tentu teruslah akan subur, walaupun pemimpinpemimpinnya dan propagandistpropagandistnya semua dibasmi. Sebagaimana di dalam abad ke 16 pergerakan kerkhervorming *) tidak bisa dicegah 90
dengan pemburuan anggotaanggotanya, sebagaimana di dalam abad 19 socialdemocratie tidak bisa ditumpas dengan politik penindasan yang dijalankan oleh Bismarck, maka di dalam abad ke 20 pergerakan rakyat di Hindia tak akanlah bisa pula dimundurkan atau diberhentikan dengan cara pemerintahan yang reactionair. Pergerakan itu terus akan maju dan ia tidak boleh tidak pasti akan mencapai citacitanya, yakni merdekanya penduduk Hindia daripada pemerintahan asing”. Tuantuan Hakim barangkali berkata: “O, itu pemandangannya kaum socialist!” Wahai dan, Dr. Kraemer seorang yang bukan socialist, menulis di dalam Koloniale Studien:
2) 91
“Hier ligt ook de verklaring waarom men zich schromelijk vergist, wanneer men waant, dat de zoogenaamde ontwaking v.h. Oosten, of om binnen eigen grenzen te zijn: de Inlandsche beweging, slechts het problem stelt van een dun, proportioneel buitengewoon gering laagje intellectueelen. Tegen wil en dank bevinden zich de “silent masses” ook in de smeltkroes,” “Maka di sinilah terletaknya keterangan, apa sebabnya orang salah samasekali, jikalau orang mengira, bahwa yang dinamakan kesedaranTimur itu, atau di dalam lingkungan kita sendiri: pergerakan rakyat Bumiputera hanyalah pergerakannya sedikit kaum intellectueel saja. Mau atau tidak mau “rakyat murba yang diam itu” adalah ikut pula mendidih di dalam pergolakan ini,”
dan Prof. Snouck Hurgronje, yang juga bukan kaum dogma, yang toh juga bukan kaum pembutatuli akan satu kepercayaan, adalah tempo hari berkata:
89*) autocratie dan absolutisme = kekuasaan di dalam tangannya satu orang saja Pemerintahan lalim 90*) anthithese = lawan 911) 19 Desember 1919
“De “voedingsbodem” ......... was toen en is nog steeds niet de aankweeking, door overvoeding met westersch onderwijs van eenige duizenden intellectueelen, die niet door de Inlandsche maatschappij geabsorbeerd kunnen worden, maar het overal gekoesterde, hier aan de oppervlakte waar te nemen, daar wat dieper verscholen door lieden van een andere bangsa.........” 3) 92
“Sumbernya”........ dulu dan sekarang bukanlah ajuajuannya beberapa ribu kaum intellectueel yang terlampau banyak memakan onderwijs Barat dan yang takbisa dihisap oleh pergaulanhidup Bumiputera belaka, − tetapi ialah rasaperlawanan terhadap pada bangsa asing, yang terkandung pemerintahannya orangorang di dalam hati di manamana, dan yang kadangkadang tampak keluar dan kadangkadang tinggal terbenam.’’ Bahwasanya: matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, ayam jantan berkokok
karena matahari terbit! Dan dengan sedikit perubahan maka kami di sini, bagi kaumkaum yang masih saja mengira bahwa pergerakan itu bikinannya “pengasut”, mengkobarkan lagi apipidatonya Jean Jaurès, itu kampiun kaumburuh Perancis yang termashur, di dalam dewanrakyat Perancis terhadap pada wakilwakilnya kaum modal:
“Ach mijne heeren, hoe zonderling verblind zijt gij door aan enkele menschen de universeele evolutie die zich voltrekt toe te schrijven! Zijt gij dan niet getroffen door de wereldomvang der nationalistische beweging? Overal, in alle onvrije landen verschijnt zij op hetzelfde oogenblik. Sinds het laatste tiental jaren is het niet meer mogelijk de geschiedenis van Egypte, India, China, de Philippijnen, Indonesia te schetsen zonder daarbij ook tevens die der nationalistische beweging te verhalen! ............ En het is in tegenwoordigheid dezer algemeene beweging die de Aziatische volkeren meesleept de meest van elkaar afwijkende volkeren, onder welk klimaat zij ook leven, tot welk ras zij ook behooren, − het is in tegenwoordigheid van zulk een beweging, dat ge spreekt van enkele op zichzelf staande opruiers. Maar ge doet hen die ge aldus beschuldigt te veel eer aan, ge schrijft te veel macht toe aan hen die ge opruiers noemt. Het is niethun werk zulk een overweldigende beweging te ontketenen; de zwakke ademtocht van enkele menschenmonden is niet voldoende om dezen orkaan der Aziatische volkeren te doen losbarsten! Neen, mijne heeren, de waarheid is dat deze beweging uit de diepte der dingen zelf is ontstaan; zij komt voort uit de tallooze lijdensgevallen welke zich tot nu toe niet bijeenvoegen, maar die in een verlossingroepende machtspreuk haar wachtwoord vonden. De waar heid is, dat ook in Indonesia de nationalistische beweging evenveel uit het door U verafgode imperialisme ontstond als uit het economisch drainagesysteem dat zich sinds eeuwen in het land ontwikkelt............ Het imperialisme is de groote ophitser, het imperialisme is de groote opruier: breng het imperialisme dus voor uwe gendarmen!” 1) 93
“Ah, tuantuanku, begitu aneh tuantuan tersilaukan mata, mengatakan bahwa kemajuan umum ini adalah bikinannya beberapa orang saja! Tidakkah mengenai perhatian tuantuan, bahwa pergerakan nationalist itu terdapat di seluruh muka bumi ini? Dimanamana,
92*) pergerakan protestan 932) Pebruari 1927 pag. 5.
tiaptiap negeri yang tak merdeka ini berbarengbarenglah bangkitnya. Sejak sepuluh tahun yang akhir ini, orang tidaklah bisa menulis riwayat Mesir, India, Tiongkok, Philippina dan Indonesia dengan zonder menceritakan riwayatnya pergerakanpergerakan nationalis juga! Dan di hadapan pergerakan umum yang menghela rakyatrakyat Asia itu, rakyatrakyat yang berbedaan satu sama lain, hawa bagaimanapun juga yang mereka hisap, warna yang bagaimanapun juga warnakulitnya, − dihadapan pergerakan yang demikian itu, maka tuantuan berkata, bahwa pergerakan itu adalah bikinannya satudua pengasut yang tiada hubungan dengan rakyat. Tetapi tuan adalah mengasih terlampau banyak kehormatan pada orangorang yang tuan sebutkan demikian itu, tuan adalah terlampau tinggi menaksirkan mereka punya kekuasaan. Mereka tidak kuasa menggerakkan pergerakan yang begitu mahahebat terjangnya; lemahnya hawanafas yang keluar daripada satusatu mulut manusia tidak kuasalah meniupkan angintaufan rakyatrakyat Indonesia yang gemuruh ini! Tidak, tuantuanku, sebenarnya pergerakan ini adalah timbul daripada sedalamdalam hakekatnya keadaan sendiri; pergerakan ini adalah timbul daripada kesengsaraankesengsaraan yang tadinya belum menghubungkan diri satu sama lain, tetapi yang kini sudahlah menemukan semboyannya di dalam suatu i’tikad yang mengajak merdeka. Sebenarnya pula, pergerakan nationalis di Indonesia pun adalah timbul daripada imperialisme yang tuan pundipundikan maupun daripada sistem penyerotan kekayaan yang telah berabadabadan bertindak di negeri itu ............... Imperialisme itulah penghasut yang terbesar, imperialismelah pembakar hati rakyat; bawalah imperialisme itu di muka politie dan di muka hakim!” Benar sekali!; “bawalah imperialisme itu di muka politie dan di muka hakim! ............” Toh ............... bukan imperialisme, bukan anggotaanggota imperialisme, bukan
sahabatsahabat imperialisme, bukan Treub, bukan Trip, bukan Colijn, bukan Bruineman, bukan Fruin, bukan Alimusa, bukan Wormser yang kini berada di muka mahkamah Tuantuan Hakim, − tetapi kami: tetapi Gatot Mangkupraja, tetapi Maskun, tetapi Supriadinata, tetapi Sukarno!
Apa boleh buat, biarlah nasib pemimpin begitu! Kami tidak merasa salah. Kami merasa bersih, kami tidak merasa melanggar halhal yang dituduhkan, sebagai nanti akan lebih jelas kami terangkan. Kami oleh karena itu, memang mengharapharap dan menunggununggu Tuantuan punya putusan bebas, mengharapharap mogamoga Tuantuan mengambil putusan vrijspraak adanya!
Tetapi, Tuantuan Hakim, marilah kami melanjutkan kamipunya pidatopembelaan: Pergerakan rakyat Indonesia bukanlah bikinannya kaum “penghasut”. Juga sebelum ada
“pengasut” itu, juga zonder ada “pengasut” itu, maka udara Indonesia sudahlah penuh dengan hawakesedihan merasakan kesengsaraan, dan oleh karenanya, penuh pula dengan hawakeinginan menghindarkan diri dari kesengsaraan itu. Sejak puluhpuluhan tahun udara Indonesia sudah penuhlah dengan hawahawa yang demikian itu. Sejak puluhpuluhan tahun rakyatrakyat Indonesia itu hatinya selalu mengeluh, hatinya selalu menangis menunggununggu datangnya wahyu yang akan menyalakan apipengharapan di dalamnya, menunggununggu datangnya mantram yang bisa menyanggupkan sesuap nasi dan sepotong nasi dan sepotong kain kepadanya. Haraplah memikirkan, Tuantuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggununggu datangnya “Ratuadil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai
ini hari masih terus menyalakan harapannya rakyat, − apakah sebabnya sering sekali kita mendengar kabar bahwa di desa ini atau di desa itu telah muncul seorang “ImamMahdi” atau “Heru Cakra” atau turunan seorang dari WaliSanga. Tak lain tak bukan ialah oleh karena hati rakyat yang menangis itu tak berhentihenti, tak habishabis menunggununggu atau mengharapharap datangnya pertolongan, sebagaimana orang yang berada di dalam kegelapan tak berhentiberhenti pula saban jam, saban menit, saban sekon menunggununggu dan mengharapharap; “kapan, kapankah matahari terbit!” O, siapa yang mengerti akan sebabsebab yang lebih dalam ini, siapa yang mengerti akan diepere ondergrond daripada kepercayaan rakyat ini, sebagaimana yang diterangkan pula oleh Prof. Snouck Hurgronje di dalam brochurenya “Vergeten Jubile’s”, 2) tentu sedih dan ikut menangislah hatinya, kalau ia 94
sabansaban kali mendengar suara rakyat meratap: “kapan, kapankah Ratu Adil datang”,− tentu sedih dan menangislah hatinya pula dan tidak tertawa, jikalau ia sabansaban kali melihat lekasnya dan setianya rakyat menyerahkan diri ke dalam tangannya sesuatu orang kyai atau dukun yang menyebutkan diri “Heru Cakra” atau “Ratu Adil” adanya!
“Zulke “gruwelen” (opstandenSk) waren, zoolang het inheemsche intellect nog niet geoutilleerd was voor de uiting van inheemsche bezwaren, de natuurIijke uitingen van opgekropte ergernis en lang onderdrukte weerstand tegen de botte poging om volken te besturen zonder zich van hunne wenschen en belangen ernstig rekenschap te geven en die tot richtsnoer te nemen. Zooals thans groote kringen van Inlanders steeds gereed staan om zich openlijk te scharen achter een hunner eigen intellectueelen, van wien zij gevoelen dat hij hun belang voorstaat, ook al zijn zij “nog niet rijp” om al zijne theoriën te doorgronden, zoo waren zij tevoren vaak toegankelijk voor de lokstem van leiders, die hun langs geheime wegen en door geheimzinnige middelen te verwerven verlossing beloofden, of die in het geheim een leger wierven om daarmee heiligen oorlog tegen de ongeloovingen te voeren, zoodra de gelegenheid gunstig zou zijn. De ijdelheid van zulke pogingen om zich met geheel ontoereikende middelen ruimte te verschaffen, konden zij niet inzient en zoo scheen ieder, die hun eenratoeadil, eenmahdi, een rechtvaardig bestuur in uitzicht steIde, een profeet. Onontbeerlijke levensvoorwaarden, die de natuur, de normale orde der dingen, de overheersching door vreemden hun schenen te onthouden, zochten zij te veroveren langs bovennatuurlijken weg van magie ........... in vertrouwen op de hulp des hemels”. “Selama kaum intellect Bumiputera belum bisa mengemukakan keberatan − keberatan bangsanya, maka keributankeributan yang demikian itu adalah peledakan yang semestinya daripada dendam hati dan rasa perlawanan yang lama telah terbenam, terhadap pada usaha memerintah rakyat dengan tidak memperdulikan keinginankeinginan dan kepentingankepentingan rakyat itu dan dengan tidak mengambil keinginankeinginan rakyat itu sebagai arahhaluan pemerintahannya. Sebagaimana sekarang besar jumlahnya orang bangsa Indonesia yang senantiasa dengan terusterang bersedia akan berdiri di belakangnya seorang intellectueel bangsanya sendiri yang membela merekapunya kepentingan, walaupun mereka “belum matang” buat mengerti semua teoriteorinya, − begitu pula rakyat itu dulu seringkali suka mengikuti pemimpinpemimpin yang menyanggupkan kebebasansengsara kepadanya dengan menginjak jalanjalan rahasia dan mengusahakan upayaupaya rahasia, atau yang dengan jalan sembunyi mengumpulkan tentara untuk berperangsabil dengan kaum kafir bilamana ada kesempatan baik. Rakyat itu
943) Calijn over Indië pag. 12
tak bisalah mengarti bahwa itu percobaanpercobaan membuka dunia dengan jalan yang samasekali kurang sempurna, tentu akan siasialah belaka, dan itulah sebabnya yang tiaptiap orang yang menyanggupkan kepadanya seorang ratuadil atau orang mahdi, lantas sajalah dipandangnya sebagai orang nabi. Syaratsyarat hidup yang perluperlu yang menurut perasaannya adalah tak dikasihkan kepadanya oleh kodratalam, oleh jalannya keadaankeadaan yang biasa, atau oleh si pemerintah asing, mereka cobalah merebutnya dengan jalan yang ga’ib .......... dengan menentukan turunnya pertolongan Tuhan,”...............
begitulah Prof. Snouck itu berkata, 1) 95
Dan sebagaimana sang kyai atau sang dukun itu pembikin daripada kepercayaanumum dan harapanumum atas kedatanganya Ratu Adil atau Heru Cakra itu, sebagaimana mereka mendapatnya pengaruh itu ialah hanya oleh karena rakyatumum hatinya memang menangis mendoadoa dan menunggununggu datangnya Ratu Adil atau Heru Cakra itu, maka kami yang disebutkan “pengasut” bukanlah pula pembikinnya pergerakan rakyat sekarang ini, dan bukanlah pula pengaruh kami itu terjadinya ialah oleh karena licinnya kamipunya lidah atau tajamnya kamipunya pena.
Pergerakan rakyat adalah bikinannya kesengsaraan rakyat, pengaruh kami di atas rakyat adalah pula bikinannya kesengsaraan rakyat! Kami hanyalah menunjukkan jalan; kami hanyalah mencarikan bagianbagian yang rata dan datar untuk aliranaliran yang makin lama makin mengebah dan membanjir itu; kami hanyalah menunjukkan tempattempat yang harus dilalui oleh banjir itu, agar supaya banjir itu bisa dengan sesempurnasempurnanya mencapai LautanKeselamatan dan LautanKebesaran adanya ..................
ooOoo
951) Verg. Rapport Jean Jaurès pag. 25
Partai Nasional Indonesia Tempat yang harus dilalui? Manakah tempattempat yang harus dilalui? Partai Nasional
Indonesia dengan sepenuhpenuhnya keyakinan menjawab: tempattempat yang berjajarjajar menuju ke arah IndonesiaMerdeka! Sebab di belakangnya lndonesiaMerdeka itulah tampak kepada mata P.N.I. keindahannya SamuderaKeselamatan dan SamuderaKebesaran itu, di belakangnya lndonesiaMerdeka itulah tampak kepada mata P.N.I. sinarnya harikemudian yang melambailambai !
Inilah pokoknya keyakinan P.N.I., sebagai yang tertulis di dalam buku keteranganazasnya itu: “Partai Nasional Indonesia berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulanhidup Indonesia itu, ialah kemerdekaannasional. Oleh karena itu, maka semua bangsa Indonesia terutama haruslah ditujukan ke arah kemerdekaannasional itu.”
Dengan bahasa Belanda: de nationale vrijheid als zeer belangrijke voorwaarde tot de nationale reconstructie!
Berlainan dengan banyak partaipartai politik lain, yang mengatakan “perbaikilah dulu rumahtangga, nanti kemerdekaan lantas datang sendiri”: − berlainan dengan partaipartai lain, yang menganggap kemerdekaan itu sebagai buahnya perbaikan rumahtangga, − maka P.N.I. berkata: “kemerdekaannasional usahakanlah, sebab baru dengan kemerdekaannasional itulah rakyat akan bisa memperbaiki rumahtangganya dengan tidak terganggu, yakni dengan sesempurnasempurnanya”, − P.N.I. berkata: “de volkomen nationale reconstructie alleen mogelijk na wederkomst der nationale onafhankelijkheid.“
Tuantuan Hakim, sepanjang keyakinan kami, azas P.N.I. yang demikian ini dalam hakekatnya tidak bedalah dengan azas perjuangan kaumburuh di Eropah dan Amerika, tidak bedalah dengan azas yang mengatakan bahwa untuk melaksanakan socialisme, kaumburuh itu harus lebih dulu mencapai kekuasaanpemerintahan.
“Het proletariaat kan den tegenstand der kapitalistische klasse tegen de overbrenging der bedrijfsmiddelen van particulier in maatschappelijk bezit slechts breken door verovering der politieke macht. Voor dit doel hebben zich over de geheele wereld de arbeiders, die, tot bewustzijn van hunne taak in den klassenstrijd zijn gekomen, georganiseerd,” “Koum proletar hanyalah bisa mengalahkan per lawannya kaum modaI terhadap usaha membikin alatalat productie itu dari milikpartikelir dijadikan milikumum, dengan mengambil kekuasaan pemerintahan. Untuk maksud yang demikian ini, maka kaumburuh seluruh dunia, yang telah insyaf akan kewajibannya di dalam perlawanankelas, adalah menghimpunkan dan menyusunkan diri satu sama lain,”
begitulah paragraaf 11 daripada keteranganazas Sociaal Democratische Arbeiders Partij berbunyi. 96
Welnu, buat sesuatu rakyat jajahan, buat sesuatu rakyat yang di bawah imperialisme bangsa lain, hakekatnya perkara sepanjang keyakinan kami tidaklah lain. Buat sesuatu rakyat yang dibencanai oleh imperialisme, buat usahanya rakyat itu melawan bencananya imperialisme itu,
962) pag. 13
perlu sekali pula“politieke macht” dicapainya. Buat rakyat yang demikian itu, maka kalimat tadi itu mendapatlah variasi:
“Het koloniaal overheerschte volk kan den tegenstand der imperialistische klasse tegen zijn nationaal − reconstructieve arbeid slechts breken door verovering der politieke macht.” “Rakyat jajahan hanyalah bisa mengalahkan perlawanannya kaum imperialisme terhadap kepada usaha memperbaiki lagi semua susunan pergaulanhidupnya, dengan mengambil kekuasaan pemerintahan, yakni dengan mengambil politieke macht.”
Dan apakah artinya “politieke macht” bagi sesuatu rakyat penjajahan? Apakah artinya “kekuasaan pemerintahan “, apakah artinya “mencapai kekuasaanpemerintahan” bagi sesuatu rakyat kolonial? Mencapai politieke macht bagi sesuatu rakyat kolonial adalah berarti mencapai nationaleregeering, mencapai kemerdekaannasional, − mencapai hak untuk mengadakan wetwet sendiri, mengadakan aturanaturan sendiri, mengadakan pemerintahan sendiri!
Nah, Partai Nasional Indonesia ingin melihat rakyat Indonesia bisa mencapai politieke macht itu, Partai Nasional Indonesia tidak tèdèngalingaling mengambil kemerdekaannasional itu sebagai maksudnya yang tertentu. Partai Nasional Indonesia mengerti, atau lebih benar: kami mengerti −, bahwa mengejar politieke macht en dus mengejar kemerdekaannasional itu, adalah consequentie dan voorwaarde, buntut dan syarat, bagi perjuangan contra imperialisme itu adanya.
Sebagai di negeri Barat kapitalist mengusahakan politieke machtnya mempengaruhi rumahtangganya staat menurut merekapunya kepentingan, sebagaimana kaum kapitalist itu mengusahakan politieke machtnya untuk mengadakan aturanaturan rumahtangga staat yang menguntungkan merekapunya kepentingan dan meniada kan aturanaturan yang merugikan merekapunya belang, − sebagaimana kaum kapitalist itu mengusahakan mereka punya politieke macht untuk menjaga dan memeliharakan kapitalisme−, maka di sesuatu negeri jajahan kaum imperialist adalah mengusahakan politieke machtnya pula untuk mempengaruhi rumahtangganya staat menurut merekapunya kepentingan, yakni menurut kepentingan stelsel imperialisme! Oleh karena pengaruh itu, maka hampir tiaptiap aturan yang penting di dalam sesuatu negeri jajahan lantas adalah bersifat menguntungkan kepentingannya kaum imperialisme itu, sesuai dengan belangnya kaum imperialisme itu. Hampir tiaptiap aturan yang penting di dalam sesuatu negeri jajahan adalah lantas bersifat untuk penjajahan itu, untukimperialisme itu. Oleh sebab itu, maka, salama sesuatu negeri masih bersifat kolonie, ya lebih jauh lagi: selama sesuatu negeri masih bersifat “protectoraat” ataupun “mandaatgebied”, − pendek kata selama sesuatu negeri masih belum samasekali leluasa mengadakan aturanaturan rumahtangga sendiri −, maka sebagian atau segenap aturanaturan rumahtangganya adalah mempunyai “cap” yang imperialistisch adanya. Artinya: selama rakyat belum mencapai politieke macht atas negeri sendiri, maka sebagian atau segenap dari iapunya syaratsyarathidup, baik yang economie maupun yang social maupun yang politiek, adalah diperuntukkan bagi kepentingankepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan kepentingannya. Ia adalah seolaholah terikat kaki dan tangannya tak bisa leluasa berjuang memusuhi dayadayanya imperialisme yang membencanai kepadanya, tak bisa leluasa berjuang menghalanghalangi yang syaratsyarathidupnya adalah diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain, tak bisa leluasa berusaha memperuntukkan syaratsyarathidupnya itu bagi perikehidupan ekonominya sendiri, perikehidupan sosialnya sendiri, peri kehidupan politiknya sendiri, perikehidupan cultuurnya. Ya, pendek kata, tak bisalah leluasa berusaha
memusuhi dan memberhentikan imperialisme, tak bisalah pula leluasa menyuburnyuburkan budan sendiri! *) 97
Rakyat kolonial adalah rakyat yang tak bisa “menemukan diri sendiri”, suatu rakyat yang tak bisa berada “zichzelf”, suatu rakyat yang hampir semua apaapanya kena “cap” yang imperialistisch itu, − “cap” yang terjadinya ialah oleh pengaruh besar daripada kaum imperialisme adanya. Tidak adalah persamaan kepentingan antara kaum imperialisme dan kaum yang di bawah imperialisme: tidak adalah belangengemeenschap antara dua pihak itu. Antara dua pihak itu adalah pertentangankepentingan, adalah pertentangankebutuhan, − adalah tegenstelling van belangen, adalah conflict van behoeften. Semua kepentingannya kaum imperialisme, baik yang ekonomi, maupun yang sosial, baik yang politik maupun yang cultureel umumnya, semua kepentingannya kaum imperialisme itu adalah bertentangan, tegengesteld pada kepentingannya Bumiputera. Kaum Imperialisme sebisabisa mau meneruskan adanya kolonisatie, − Bumiputera sebisabisa maumemberhentikan kolonisatie itu. Aturanaturan yang diadakan di bawah pengaruh kaum imperialisme, adalah dus bertentangan dengan kepentingannya Bumiputera itu adanya.
En toh, Bumiputera menerima saja aturanaturan itu? toh Bumiputera menghormati aturanaturan itu? O memang, Bumiputera menerima saja aturanaturan itu, Bumiputera menghormati aturanaturan itu. Tetapi mereka menerimanya dan menghormatinya itu, ialah hanya oleh karena Bumiputera kalah, hanya oleh karena Bumiputeraterpaksa menerimanya dan terpaksa menghormatinya!
Bukankah justru kekalahan ini sebabnya mereka dikolonikan? Bukan justru kekalahan ini yang memaksakan padanya menjadi rakyat jajahan? Jules
Harmand, Ambassadeur Honoraire dan Koloniale Specialiteit dari bangsa Perancis, adalah di dalam bukunya yang termashur “Domination et Colonisatlon” menulis dengan terangterangan :
“Zonder twijfel kan het voorkomen, dat het belang van den inboorling coincideert met dat van den kolonisator; maar dat is een zeldzame ontmoeting. Gemeenlijk ............. zijn ze met elkaar in oppositie.” 98
“De twee gedachten “dominatie” en “geweld” of ten minste “dwang”, zijn tot elkaar betrekkelijk of complementair. Al naar gelang van plaats, omstandigheid en gedrag, kan het geweld meer of minder werkelijk of gematigd zijn, openlijk of bewimpeld, − maar zijn gebruik kan nimmer verdwijnen. Den dag, waarop de dwang ophoudt te bestaan, houdt ook de dominatie op te bestaan” .......... 99
“Kepentingan kaum Bumiputera tentu saja bisa jatuh sama dengan kepentingan kaum yang men jajahkan; tetapi ini adalah pertemuan yang jarang sekali terjadi. Biasanya kepentingankepentingan itu adalah tabrakan satu sama lain.” “Faham “penjajahan” dan “perkosaan” atau setidaktidaknya “paksaan,” adalah bergandeng an satu sama lain. Perkosaan ini, menurut tempat, keadaan, dan tingkahlaku, bisalah menjadi lebih atau kurang keras atau lunak, terangterangan atau tertutup, − tetapi perkosaan itu tak pernahlah bisa dihilangkan sama sekali. Pada hari perkosaan itu hilang, maka hilanglah juga segala penjajahan adanya” ............
971) pag. 13 98 Leidsch program 99*) Menurut keyakinan kami, maka hilangnya pemerintahan asing dari Indonesia belum tentulah juga dibarengi oleh hilangnta
imperilaisme asing sama sekali. Imperialisme yang overheerschen hilang, tetapi imperialisme yang beheerschen (lihatlah Tiongkok) lenyapnya batu kemudian.
Adakah pengakuan yang lebih terangterangan, adakah ketulusan hati yang lebih tulus?
Bahwa sesungguhnya kita tidaklah berdiri sendiri kalau kita mengatakan, bahwa oleh adanya pertentangan kepentingan itu, tiaptiap systeem atau aturan kolonial adanya diterima dan dihormati rakyat jajahan itu, ialah hanya karena mereka terpaksa menerima dan terpaksa menghormatinya belaka, − terpaksa, yakni tidak dengan puashati, tidak dengan ridhohati, tidak dengan kemufakatan yang sebenarbenarnya, tidak dengan persetujuan yang sepenuhpenuhnya!
Oleh karena itulah, Tuantuan Hakim, maka tidak ada satu rakyat negeri jajahan yang tidak ingin merdeka, tidak ada satu rakyat jajahan yang tak mengharapharapkan datangnya harikebebasan. Jikalau Partai Nasional Indonesia mendengungdengungkan semboyan“naar de politieke macht” itu, jikalau Partai Nasional Indonesia mengkobarkobarkan nafsu ingin merdeka itu, maka ia hanyalah mengemukakan citacita umun belaka. Kemerdekaan adalah syarat yang amat penting baginya untuk bisa memusuhi dan memberhentikan imperialisme itu dengan seluasluasnya. Kemerdekaan adalah pula syarat yang amat penting bagi pembaikan kembali segala susunan pergaulanhidup sesuatu negeri bekasjajahan, suatu syarat yang amat penting bagi nationale reconstructienya.
Ya, kemerdekaan adalah syarat yang amat penting bagi kesempurnaan rumahtangganya tiaptiap negeri, tiaptiap bangsa, baik bangsa Timur maupun bangsa Barat, baik bangsa kulit berwarna maupun bangsa kulit putih. Tiada satu bangsa bisa mencapai kebesaran zonder kemerdekaannasional, tidak ada satu negeri bisa menjadi teguh dan kuasa umpama ia tidak merdeka. Sebaliknya tiada satu negeri jajahan yang bisa mencapai keluhuran, tiada satu negeri koloni yang bisa mencapai kebesaran itu. Oleh karena itu, maka tiaptiap bangsa jajahan adalah ingin kemerdekaan itu, ingin supaya lantas bisa mencapai kebesaran itu Tiaptiap rakyat yang tak merdeka, tiaptiap rakyat yang dus tak bisa dan tak boleh mengatur rumahtangga sendiri secara kepentingan dan kebahagiaan sendiri, adalah hidup di dalam hawa yang tak kejam, yakni hidup di dalam hawa yang kami sebutkan tadi, hidup di dalam suatu“permanente onrust” *) yang tersebutkan oleh tabrakannya dayadaya yang aan elkaartegengesteld itu, − suatu 100
keadaan yang tidakbolehtidak lantas menimbulkanlah pula keinginan keras akan hilangnya pertentanganpertentangan itu, yak ni keinginan keras akan berhentinya ketidak merdekaan itu tadi adanya. Dari Marokko sampai Philipina, dari Korea sampai Indonesia, melancarlancar kemanamana melalui gunung dan samudra, terdengarlah suara yang memanggilmanggil kemerdekaan itu, − bukan saja dari mulutnya rakyatrakyat yang baru saja merasakan pengaruhnya imperialisme, tetapi juga, ya malahan terutama, dari mulutnya bangsabangsa yang sudah berabadabadan tak menerima cahyanya mataharikebesaran.
“Zelfs na een eeuwenlangp occupatie ......... zou het voor den overheerscher een dwaasheid zijn te meenen, dat men hem liefheeft, − zou men blind zijn indien men gelooft, dat de overheerschte maatschappij zijn beheer met voldoening ondergaat”......... “Hoe zwak of 101
hoe gedegenereerd, hoe barbaarsch men de overheerschten ook moge veronderstellen te zijn, − hoe slecht hun eigen hoofden ook moge zijn, of andersom, hoe beschaafd in hun manieren en hoe intelligent men zich hen ook moge indenken, ........ ze zullen het vertrek of de verdwijning van de vreemde overheersching altijd als een bevrijding beschouwen.”4
100 pag. 122 101 pag 153
“Sekalipun sudah berabadabadan mereka menjajah”, begitulah Jules Harmand menulis lagi, − “sekalipun sudah berabadabadan mereka menjajah ....... maka piciklah kaum pertuanan itu kalau mereka adalah dicintai, − butalah mereka kalau mereka menyangka, bahwa pergaulanhidup yang mereka jajahkan itu suka memikul penjajahannya dengan rasa yang senanghati” ........ “Bagaimanapun juga lemahnya atau merosotnya kaum yang dijajahkan itu bagaimanapun juga biadabnya, − bagaimanapun juga lalimnya merekapunya kepalakepala sendiri, atau sebaliknya, bagaimanapun juga sopannya merekapunya adatistiadat dan bagaimanapun juga tingginya merekapunya kepandaian, ...... mereka selamanya akan memandanglah perginya hapusnya pemerintahan asing itu sebagai suatu pelepasan belenggu.”
Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya Prabu Jayabaya yang menujumkan kemerdekaan itu, terus hidup saja berabadabadan di dalam hati rakyat? Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya di dalam tiaptiap surat kabar Indonesia, di dalam tiaptiapvergadering bangsa Indonesia,−juga kalau kami disebutkan “penghasut” tidak menghadirinya! −, sebentarsebentar terbaca atau terdengar perkataan “merdeka”? Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya sampai partaipartai politik yang paling sabar atau gematigpun. misalnya BoediOetomo dan Pasundan yang toh terang sekali bukan perkumpulan kaum “pengasut”, juga sama mengambil citacita IndonesiaMerdeka, sebagaimana disyaratkan bagi diterimanya menjadi anggota P.P.P.K.I.?
Partai Nasional Indonesia hanyalah lebih terang mengemukakan citacita itu; Partai Nasional Indonesia hanya lah Iebih tentu mengutamakan kemerdekaannasional itu, menjunjung kemerdekaannasional itu dari gevolg dijadikanvoorwaarde yang amat penting bagi pembaikan kembali semua susunan pergaulanhidup Indonesia yang sekarang kocarkacir ini, dan bagi bisaberhasilnya perjuangan memberhentikan imperialisme itu! Sebab, sebagai yang kami terangkan tadi, Partai Nasional Indonesia adalah mengambil soal kolonial itu di dalam hakekat yang sedalamdalamnya, mengambil soal kolonial itu terus ke dalam pokokpokoknya, − mengambil soal kolonial itu di dalamfilsafatnya yang sebenarbenarnya, yakni filsafat− kami ulangkan lagi −, bahwa di dalam tiaptiapkoloniaalsysteem adalahpertentangankepentingan antara kaum imperialisme dan kaum Bumiputera; bahwa di dalam tiaptiap koloniaalsysteem umumnya keadaankeadaan adalah dipengaruhi, di “capkan”, diperuntukkan bagi kepentingankepentingan imperialistisch; − bahwa dus di dalam koloniaalsysteem mana juga, kepentingan Bumiputera tak bisa dapat terpelihara sesempurnasempurnanya.
Dan juga di dalam keyakinan ini, maka Partai Nasional Indonesia tidak berdiri sendiri. Juga di dalam keyakinan ini, maka Partai Nasional Indonesia adalah mendapat pembenaran di dalam ujarujarannya pemimpinpemimpin besar di negerinegeri lain. Jikalau Mustapha Kamil dari Mesir menulis bahwa “sesuatu bangsa yang tak merdeka sebenarnya adalah suatu bangsa yang tak hidup” jikalau Manuel Quezon dari Philipina berkata bahwa “lebih baik zonder Amerika ke Neraka daripada dengan Amerika ke Sorga”, jikalau Patrick Henry dari Amerikadulu berteriak “Kasihkanlah padaku kemerdekaan, atau kasihkanlah padaku maut samasekali”, − maka itu bukanlah jeritnya budipekerti yang “panas” belaka, tetapi di dalam hakekatnya mereka tidak lain daripada mengutamakan kemerdekaannasional itu. Jikalau kita membaca pemimpin Ierland, Michael Davitt, menulis:
“Noch voorspoed, noch misleiding, noch een voordeelige wetgeving zou het Iersche volk ooit kunnen bevredigen zonder het recht om ons land zelf te regeeren.” 102
“Sekalipun keuntungan, maupun pembujukan, maupun aturanhukum yang manfaat bagaimanapun juga, tidak akanlah bisa memuaskan hatinya rakyat Ier, jikalau rakyat itu tidak berhak menjalankan pemerintahan sendiri,”
ya jikalau kita membaca bahwa seorang pemimpin Ierland yang lain, Erskine Childers, menolak tingkat freestate dan menuntut kemerdekaan yang sepenuhpenuhnya dengan perkataan :
“De vrijheid is geen quaestie van meer of minder, ze is als de dood: zij is er of zij is er niet. Als men ons reserves maakt, dan is dat de vrijheid niet meer”, 103
“Kemerdekaan bukanlah soal tawarmenawar, kemerdekaan adalah sebagai maut: diaada atau dia tidak ada. Kalau orang membikin pengurangan ini dan itu, bukanlah lagi bernama merdeka”.
− tidakkah itu dalam hakekatnya suatu pembenaran pula dari kitapunya pendirian itu? Tetapi, perhatikanlah perkataanperkataan Jozef Mazzini, Bapa rakyat Italia, yang lebih terang lagi :
“Dit vaderland op te bouwen,is zelf een noodzakelijkheid. De aanmoedigingen en de middelen waarvan ik U heb ge sproken, kunnen slechts uitgaan van een vereenigd en vrij vaderland. De verbetering van Uw maatschappelijken toestand kan slechts volgen uit Uw deelname in het staatkundige leven der naties.” “Misleide U niet het denk beeld, dat ge Uw stoffelijken toestand zoudt kunnen verbeteren, zonder eerst het nationale vraagstuk op te lossen; ge zult er niet in slagen”,............... 104
“Menyusunkan ini tanahair, malahan adalah suatu keharusan. Dayadaya dan upayaupaya yang kami bicarakan tadi itu, hanyalah bisa diusahakan bila tanahair kita adalah tanahair yang bersatu dan yang merdeka. Pembaikannya kamupunya pergaulanhidup hanyalah bisa terjadi kalau kamu telah ikut campurgaul dalam perikehidupannya semua bangsa.” “Janganlah mengira, bahwa kamu akan bisa memperbaiki keadaan kerezekianmu itu, kalau soalnasional belum kamu selesaikan; kamupunya usaha tentu akan tersiasia belaka”,......
dan perhatikanlah pula perkataanperkataan Sister Nivedita, yang mengutamakan kemerdekaannasional itu buat suburnya hidup kebatinan dan hidupseni, di dalam bukunya Okakura “Die Ideale des Ostens”:
“De kunst kan zich slechts bij volkeren ontwikkelen, die invrijheid leven. Ze is in waarheid het geweldige middel en de vrucht van het Hooggevoel der vrijheid, dat wij nationaliteitsbewustzijn noemen”. 105
“Seni hanyalah bisa subur di kalangan rakyatrakyat yang hidup merdeka saja. Dia sebenarnya adalah alathidup dan buahnya itu rasakemerdekaan, yang kita sebutkan semangat bangsa”.
102*) satu ketidakjenjaman yang terusterusan 103 t.a.p. pag 154 104 Goblet, L’Irlande dans la crise Universellepag. 45 105 Tery, En Irlande pag. 101
Ini adalah ucapanucapan belaka. Praktijknya? Marilah kita misalnya mendengarkan pidatonya Dr. Sun Yat Sen tentang San Min Chu I, di
mana rakyat Tiongkok ini, sesudahnya menunjukkan bahwa Tiongkok sebenarnya ialah tidak mempunyai kemerdekaannasional yang sejati melainkan malahan ada suatu “hypocolony” *), 106
menggambarkan terganggunya rumahtangga Tiongkok itu dengan katakata: “Waar China op gelijke politieke basis stond als de andere naties, daar kon zij vrijelijk met hen wedijveren op economisch terrein, en was zij in staat zonder feilen zichzelf te handhaven. Maar niet zoodra gebruiken de vreemde naties politieke macht als een schild voor economische doeleinden, of China verliest haar vermogen ze met succes te weerstaan of met hen te wedijveren”. 107
“Tatkala Tiongkok dengan bangsabangsa lain ada berdiri di atas alaspolitik yang sama, maka dia bisalah bersaingan merdeka dengan bangsabangsa itu di atas lapangekonomi, dan dia bisalah mempertahankan diri dengan tak membuat kesalahan. Tetapi sesudah bangsabangsa asing itu memperusahakan kekuasaanpolitiknya sebagai suatu tameng bagi maksudmaksudnya rezeki, maka Tiongkok lantas tak bisa lagilah mempertahankan diri atau bersaingan dengan bangsabangsa itu.”
Dan sekarang, sesudahnya kemerdekaan nasional dari negeri Tiongkok itu makin lama makin teguh, maka ahlipikir Inggris H.G.Wells adalah menulis:
“Tegenwoording is het waarschijnlijk, dat er meer goed hersenmateriaal en meer toegewijde mannen bezig zijn, de moderniseering en reorganisatie van de Chineesche beschaving uit te werken, dan wij zouden vinden onder de directie van welk Europeesch volk ook.” 108
“Pada zaman sekarang ini bisa jadi adalah bekerja lebih banyak otak dan lebih banyak orangorang yang setiahati mengerjakan moderniseering danreorganisatienya kesopanan Tiongkok, daripada di bawah directienya bangsa Eropah yang manapun juga.” Dan praktijknya di Indonesia? Adakah praktijknya di sini membenarkan keyakinan P.N.I.,
bahwa negeri yang tak merdeka itu memang segala atau bagian daripada aturanaturan dan syaratsyarathidupnya dipengaruhi, di “cap” kan, diperuntukkan bagi kepentingankepentingan imperialistisch, yang bertentangan dengan Bumiputera itu?Praktijk adalah di sini membenarkan dengan sepenuhpenuhnya! Kita melihat, bahwa untuk sempurnanyaindustrieelimperialisme itu berusaha di sini, maatschappij kita diproletariseerkan, kita dijadikan “rakyat kaumburuh”; kita mengetahui, bahwa kaum imperialisme yang butuh akan tanah murah dan kaumburuhmurah itu, sebagai diterangkan oleh Prof. van Gelderen, mempunyailah kepentingan di dalam rendahnya productiviteit kitapunya pergaulanhidup, en dus sengaja pula merendahkan productiviteit itu dan melawan keras akan tiaptiap usaha bangsa Bumiputera yang mau menaikkan produktiviteit itu. Lihatlah,− jikalau kita mau memajukan perusahaan kita kebon teh dan pabrik teh, jikalau kita mendirikan nationale Bank di Surabaya, jikalau kita mau mendirikan
106 Mazzini, De plichten v.d. mensch p. 171 en 179 107 pag. 8. 108*) Hypocolony = negeri yang lebih “koloni” dari kolonie
suatu scheepstransportmaatschappij Indonesia, maka menjadilah kaum imperialisme itu geger perkara itu “pucukbeweging”, geger perkara keniatan pemerintah mau mengasihkan hak credietverband pada bank nasional itu, geger memakimaki di dalam pers dan di dalam kalangan pelajaran atas maksud mendirikan scheepstransportmaatschappij itu adanya. Dan kita melihat kaum imperialisme itu, sebagai yang kami telah kemukakan di dalam verhoor, menjalankan pengaruhnya, invloednya, ya tyrannienyu *) di atas pemerintahan, sebagai yang dimarahkan 109
oleh Prof. Snouk Hurgronje dengan katakata: .............het (is) noodig, dat het hoogste gezag door dezen (door de’ ondernemersSk) met evenveel eerbied bejegend worden als door die inlandsche bestuurders, die volgens Colijn steeds een oog op Buitenzorg gericht houden Inderdaad houden de meesten hunner echter in den laatsten tijd ook beide oogen derwaarts gericht, niet echter om wenken op te volgen, maar om hunne eischen te kennen te geven, die neerkomen op de inrichting en werking der regeeringsmachine naar hunnen zin. Dit is ook een soort revolutie............” 110
............. perlu sekalilah, bahwa pemerintah yang tertinggi itu sama banyak dihormati oleh ini kaum majikan sebagai oleh kaum bistir Bumiputera, yang sepanjang Colijn senantiasa mengarahkan satu mata ke Bogor itu. Memang di dalam tempo yang akhirakhir ini kebanyakan kaum majikan itu acapkali mengarahkanlah duadua matanya ke sana, tetapi tidak buat menerima dan menurut perintah, melainkan ialah buat mengemukakan merekapunya tuntutantuntutan, yakni untuk membelokkan peraturanperaturan dan kerjanya pemerintahan sesuai dengan merekapunya kemauan. Ini juga suatu macam revolutie......”
Kita melihat kaum imperialisme itu mempengaruhi pemerintah mengadakan tariefpolitiek yang menguntungkan baginya, sebagai tertulis di dalam A.I.D. de Preangerbode beberapa bulan yang lalu di bawah kepala “vrijhandel binnen het rijk is in strijd met het belang van Nederland en van Indië”: kita melihat bagaimana di sini adalah suatu aturanpajak, yang sebagai ditunjukkan oleh commissie MeyerRanneftHuender, enteng sekali bagi kaum Eropah dan berat sekali bagi kaum Indonesia; kita melihat bagaimana di sini adalah beakaret, yang mengenai karet Bumiputera saja, sehingga suburnya mendapat rintangan besar; kita melihat bagaimana di sini adalah itu aturan contractkulie beserta punalesanctienya, yang samasekali hanya menguntungkan kaum modal belaka!, kita melihat tidak adanya artikel 161bis W.v.S., yang juga melulu berarti untungnya kaum kapitaal, cilakanya kaumburuh; kita melihat adanya macammacam aturan yang menghalangi pergerakan rakyat apa saja, yang memusuhi pada imperialisme itu; kita melihat suatuonderwijspolitiek yang membunuh rasakebangsaan dan mendidik kepada pemuda kita menjadi pennelikkers **) dan tidak menjadi manusiamanusia yang tabiatsemangatnya 111
merdeka; kita melihat suatu keadaan, sebagai De Stuw mengatakannya, bahwa rakyat “voortdurend afhankelijker wordt van het uitheemsche element en daarmede zich voortdurend verder verwijdert van het ideaal Indië voor de Indiërs”; “makin lama menjadi makin tergantunglah kepada pihak asing, sehingga ia juga makin lama makin jauhlah daripada citacita Hindia buat bangsa Hindia”;
109 pag. 503 110 pag. 525 111*) tyrannie = kelaliman
kita melihat .................. tetapi cukup, Tuantuan Hakim, cukup untuk membuktikan kebenarannya keyakinan P.N.I. itu! P.N.I. memang adalah suatu partai yang tidak mau ngalamun, suatu pertai yang tidak mau terapungapung di atas awan angananganan; − P.N.I. adalah suatu partai yang dengan duadua kakinya berdiri di atas realiteit. Ia melihat, bahwa imperialisme adalah bertentangan keyakinan dengan kita, ia melihat bahwa kaum imperialisme itu mengusahakan politieke machtnya untuk menjaga dan memeliharakan kepentingannya,− dus ia mengatakan, bahwa kita barulah bisa memusuhi dan memberhentikan imperialisme itu seleluasaleluasanya kalau politieke macht itu sudah di dalam tangan kita, bahwa kita barulah bisa mengusahakan pembaikan kembali kitapunya pergaulanhidup itu dengan sesempurnasempurnanya kalau kita sudah merdeka, − dus ia memujikan rakyat Indonesia mengejar kemerdekaan itu! “Terang benderang sebagai kaca”, − “zoo helder als glas”, begitulah orang Belanda berkata!
Dan mendatangkan IndonesiaMerdeka itu ? Bagaimanakah datangnya IndonesiaMerdeka itu? Juga di dalam menjawabnya soal ini
maka P.N.I. dengan duaduanya kaki berdiri di atas realiteit. Ia menjawab soal itu dengan yakin: “dengan usaha rakyat Indonesia sendiri!” Ia tak mau mengikut pengelamunannya setengah orang yang mengira, bahwa adanya stelsel imperialisme disini itu ialah untuk mendidik kita dibikin “matang” atau “rijp”, dan bahwa jikalau nanti kita sudah cukup “didikan”, jikalau nanti kita sudah cukup “matang”, jikalau nanti kita sudah cukup “rijp”, stelsel imperialisme itu lantas akan “berhenti sendiri”, − “mengasihkan” kemerdekaan kepada kita sebagai suatu “anugerah yang berharga”, sebagai suatu “kostbaar geschenk”!
Amboi, alangkah baiknya imperialisme kalau memang begitu; alangkah benarnya kalau begitu perkataan Volkenbondspact artikeI 2, bahwa kolonial politik itu adalah suatu “mission sacree”, suatu “suruhan yang suci” dari bangsabangsa kulit putih terhadap kepada bangsabangsa kulit berwarna!
Tidak, Tuantuan Hakim yang terhormat, pengalamunan yang demikian itu adalah pengalamunan yang kosong sama sekali Pengalamunan yang demikian itu adalan pengalamunan yang sama sekali terapungapung di atas awan, pengalamunan yang tidak berdiri di atas kenyataan sedikit juapun adanya! Tidak, stelsel imperialisme tidak akan mendidik kita menjadi “matang”; stelsel imperialisme tidak akan membikin kita menjadi “rijp”; stelsel imperialisme tidak akan meng “anugerahi” kita dengan kemerdekaan, tetapi malahan sebaliknya akan bertambahtambah mengokohkan penjajahan dengan pelbagai talitali wadag dan talitali yang halus”, Sebab kenyataan yang sebenarnya ialah, bahwa imperialisme itu tidaklah buat “suruhan yang suci”, tidaklah buat suatu “missionsacree”. Kenyataan yang sebenarnya ialah, bahwa imperialisme itu ialah untuk kepentingankepentingan imperialisme sendiri! Imperialisme adalah bertentangan kepentingan dengan kita; bukan kepentingannya imperialismelah “mematangkan” kita atau “merupakan” kita; bukan kepentingannya imperialismelah “menganugerahkan” kemerdekaan kepada kita. Kepentingan imperialisme adalah meneruskan, mengekalkan, mengokohkan penjajahan itu buat selamalamanya!
O memang, imperialisme datangnya ialah dari bangsabangsa yang lebih pandai dari kita; imperialisme datangnya ialah dari negerinegeri yang lebih mempunyai modern cultuur dari kita imperialisme datangnya ialah dari dunia yang lebih tinggi tehnik dan ilmupikirannya diri kita, imperialisme datangnya ialah dari kalangan yang lebih pandai menjalankan“struggle for life” 112
112 Colijn over Indië, pag. 41
*) dari kita. Kita mengakui hal ini semuanya. Tetapi kita tidak mau mengakui, bahwa stelsel imperialisme itu dus mendidik kita ke arah ke”matangan”! Karl Kautsky, itu theoreticus SociaalDemocratie yang termashur, di dalam bukunya “Sozialismus und Kolonialpolitik” hoofdstuk III adalah menulis:
“maar de uitbuiting van het kapitalisme berust niet alleen op het naakte geweld, niet op het recht van den sterkste, ook niet op de onderscheiding van standen, maar op de maatschappelijke vrijheid van het individu, die daardoor tot onvrijheid wordt, dat de eene zijde niets bezit en de andere de productiemiddelen in uitsluitend bezit hebben. De bezitloosheid brengt echter mee gebrek aan beschavingsmiddelen, dus ook aan beschaving. Deze schijnt daardoor tot de heerschende kIaase beperkt te zijn. Zoo verkrijgt voor de laatste haar heerschappij over het proletariaatden schijn van de heerschapplj der cultuur over de onbeschaafdheid, van een heerschappij der uitgelezen intellectueelen over de groote massa der on ontwikkelden, the great unwashed **) zooals de Engelschen 113
zeggen. En aan dezen schijn houden de bezittenden vast........ Niet voor hun persoonlijk voordeel, niet om de winst, buiten zij volgens dezen schijn de proletariers uit, zij heerschen slechts over hen in het algemeen belang der maatschappij. Binnen de eigen naties treedt deze ethiek op als bevestiging van het hoogere recht der bezittenden over de bezitloozen. Tegenover andere naties ................ proclameert zij practisch niets andens dan het recht der kapitalistische naties op de heerschappij over de geheele menschheid!” 114
“tetapi adanya kapitalisme itu memeraskan rakyat tidaklah bersendi atas perkosaanterangterangan saja, tidaklah atas haknya siapa yang lebih kuat, tidakpun atas perbedaanderajat, tetapi ialah bersendi di atas kemerdekaanpergaulanhidup daripada manusia masingmasing, yang sebenarnya justru menjadi ketidak merdekaan, karena pihak yang satu tak mempunyai apaapa dan pihak yang lain menggagahi alatalatproduksi sebagai milik sendiri. Tetapi siapa yang tak mempunyai apaapa adalah pula kekurangan alatalatkesopanan, dus juga kekurangan kesopanan. Maka kesopanan ini seolaholah hanya bisalah terdapat pada kelas atasan saja. Itulah sebabnya, maka keunggulan kelas ini di atas kelas proletar tertampaknya ialah seolaholah keunggulan cultuur diatas kebiadaban, − seolaholah keunggulan kaum terpelajar itu, the great unwashed. **) sebagai orang Inggris menyebutkannya. Dan kaum atasan memeganglah 115
teguh akan syariatkeadaan yang demikian ini .............. Menurut syariatkeadaan yang demikian itu maka mereka merasakannya kaum proletar itu lantas seolaholah bukanlah untuk keuntungan atau laba sendiri, tetapi hanya untuk keperluanumum daripada pergaulanhidup saja. Di dalam lingkungan bangsa sendiri maka ethiek yang demikian ini adalah berarti suatu pembenaran bahwa kaum kaya harus memerintah kaum yang tak mempunyai apaapa. Terhadap kepada bangsabangsa lain ............ maka ethiek Wi tak lainya daripada berarti bahwa bangsabangsa yang kapitalistisch itu mempunyailah hak memerintahkan seluruh dunia manusia!”
Tuantuan Hakim yang terhormat, itulah dasarnya semua omongan tentang “voogdijleuze”nya stelsel imperialisme atas kita bangsa yang “sekarang masih bodoh”, dasarnya semua omongan
113**) pennelikkers = penjilat pena 114*) Strunggle for life = perjuangan merebut hidup 115**) The great unwashed = “kaum yang tidak tercuci”
atas isme ia tidak mendapat pertolongan; dari stelsel imperialisme ia malahan hanyalah akan mendapat rintangan!
Tidak, tidak, − voogdij itu tidak ada, didikan itu omongkosong belaka,− didikan itu“mere phrase”. Kalau bangsa Indonesia ingin mencapai politieke macht yakni ingin merdeka, kalau bangsa kita itu ingin menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri sendiri, menjalankan voogdij atas diri sendiri, berusaha dengan kebiasaan dan tenaga sendiri! Dari stelsel imperialisme ia tidak mendapat pertolongan; dari stelsel imperialisme iamalahan hanyalah akan mendapat rintangan!
Sudah semestinya kaum imperialisme itu merintangrintangi tiaptiap usaha kita kearah kebaligan. Sudah semestinya kita dihalanghalanginya didalam kitapunya zelvoogdij, dimakimaki, dimintakan hukuman, dimintakan pembuangan, dimintakan tiang penggantungan sebagai dulu Nieuws van den Dag memintakannya. Oleh karena itulah, Tuantuan hampir saban minggu, saban hari membaca cacian dan makian dari fihaknya A.I.D. de PreangerBode atau JavaBode atau de Locomotief atau Surabayaasch Handelsblad ke arah adres kita, membaca hasutanhasutan yang sampai mencoba mempengaruhi keadilannya putusan Tuantuan di dalam proses ini!
Ah, Tuantuan Hakim, itu begitu logisch, itu begitu vanzelfsprekend, itu memang semestinya: Tuantuan mengetahui, bahwa A.I.D. de PreangerBode adalah suratkabarnya kaum karet, kaum kina, kaum teh di seluruh Priangan; Tuantuan mengetahui, bahwa Surabajaasch Handelsblad adalah suratkabarnya kaum gula; Tuantuan mengetahui bahwa Nieuws van den Dag adalah suratkabarnya kaum dagang di KaliBesar; Tuantuan mengetahui bahwa semua suratsuratkabar yang reactionnair itu adalah suratkabarnya kaum imperialisme yang kita musuhi itu, bahwa jeritanjeritannya yang mencacimaki kepada kaum pergerakan itu ialah jeritannya orangorang yang takut akan kebakaran gedunghartanya, takut terancam dividendnya, takut terancam keselamatannya perusahaannya yang menghasilkan kekayaan milliunmilliunan itu! Tuantuan mengetahui hal itu semuanya!; − dan oleh karenanya, tidak khawatirlah kami akan apa yang dituliskan oleh Mr. Ritter dalam buku “Drukpersvrijheid” serie pro en en contra tentang :
“de mogelijkheid eener beinvloeding van de rechterlijke macht door een publieke opinie is een gevaarlijke mogelijkheid”, “bahwa yang bisa juga mengenai mahkamah hakim, yakni bahaya yang mahkamah itu kena pengaruhnya publieke opinie”,
dan percayalah kami, bahwa Tuantuan akan menjalankan keadilan dengan tidak kena pengaruhnya hasutanhasutan suratsurat kabar yang benci kepada pergerakan itu tadi.
Ah, Tuantuan Hakim, kami sudah biasa − lagi akan makimakian yang memang sudah logis itu. Kami tak heran lagi di atasnya ; − mereka punya kepentingan adalah terancam oleh usaha kita, mereka tentunya menjadi geger!
Prof. Snouck Hurgronje adalah menulis : “De ondernemers hebben zich krachtig georganiseerd, en zich den dienst van scherpe tongen en vlotte pennen verzekerd, teneinde door een veelzijdige propaganda niet alleen elken twijfel aan die zegeningen (van het particuliere kapitaalSk.) weg te nemen, maar ook de twijfelaars hevig te bestrijden. De geheele Europeesche dagbladpers in Indie is voor
dien heiligen oorlog gewonnen, ook die couranten, die vanouds hare kolommen voor klaagtoonen uit de Inlandsche wereld gaarne openstelden. Neen, moed is ........ vereischt, om tegen die met alle soorten van munitie zoo wel uitgeruste troepen in het veld te trekken.” 116
“Kaum majikan adalah menghimpunkan diri dengan teguh, dan mereka adalah banyak hamba yang licin lidahnya dan tajam penanya, yakni bukan saja untuk menghilangkan tiaptiap ketidakpercayaan atas berkahberkahnya modal asing itu dengan propaganda yang luas, tetapi juga untuk memerangi keras sekali semua orang yang tidak percaya akan berkahberkah itu. Semua suratkabar Eropah di Hindia kini sudahlah suka ikut kepada perangsabil ini, malahan juga itu korankoran, yang dulunya suka membuka halamannya bagi rataptangis yang keluar dari dunia Bumiputera. Tidak! ......... gagahberanilah siapaorang yang berani menentang tentara yang begitu cukup alatalat senjatanya itu”. Dan tuan Lievegoed, bekas redacteur de Locomotief, seorang liberaal yang tulushati, yang
dus dikeluarkan dari de Locomotief itu, sudah di dalam tahun 1925 adalah menulis bahwa kegegeran kaum imrialisme itu ialah :
“een ideaalloos rechtsextremisme dat onder rammelende leuzen roekelooze belangenpolitiek drijft.” “suatu extremismekanan, yang sama sekali tak mempunyai citacitatinggi, yang menjalankan politikduit membutatuli dengan semboyansemboyan yang menulikan telinga.”
dan bahwa:
“geen partij meer schade doet aan het Nederlandsch Indisch gezag in Indonesie dan deze luidruchtige groep, die onder het voorwendsel van gezagschraging aIIes zoekt neer te slaan wat haar eng belang bedreigt.” (Loc: 5 Nov. 1925) “sebenarnya tidak ada satu golongan yang begitu membencanai kekuasaan HindiaBelanda daripada golongan yang gembargembor ini, yang dengan purapura menyokong pemerintah, memukul ke kanan dan ke kiri untuk merebahkan apa saja yang mengancam kepentingannya.” Juist!, benar sekali, Tuantuan Hakim: “purapura menyokong pemerintah”, “onder het
voorwendsel van gezagschraging” mereka minta kami dihukum, dibuang, atau digantung, tetapi sebenarnya ialah oleh karena kantongnya dan dividennya terancam! Untuk keselamatan kantong dan untuk keselamatan dividen ini juga, mereka kalau perlu, tak segan pula melanggar gezag itu, sebagai misalnya A.I.D. de PreangerBode tak segan sebentarsebentar melanggar gezag itu, atau sebagai misalnya Nieuw van den Dag, yang dulu pernah menghina g.g. de Graeff dengan penghinaan.
“Ga weg, maak plaats, Indie heeft krachtiger mannen noodig”! “Pergilah, enyahlah, Hindia butuh kepada orangorang yang lebih keras” !
116 pag. 19
Kantongnya terancam!, Tuantuan Hakim, kantongnya terancam!; − Untuk melindungi kantong ini, maka mereka mengabui mata publik,− untuk menjaga kepentingan ini maka mereka mengadakan pers yang tiada moral melainkan moralduit, tiada etik melainkan etikfulus!
“Juga negeri Belanda”,− begitulah tuan Vleming, bekas kepala belastingaccountantsdienst disini, berpidato −,
“Ook Nederland is nog steeds een kapitalistisch geregeerd wordend land, waar het krachtig georganiseerd grootkapitaal en niet het minst dat wat zijn belangen heeft in Indonesie, niet alleen een ongekende economische macht bezit,maar ook met alle hem ten dienste staande middelen grooten invloed weet uit te oefenen op de regeering. En deze middelen zijn niet gering. Dit grootkapitaal is nauw verbonden aan de Engelsche, Amerikaansche, Belgische, Duitsche, Franche enz. enz. grootkapitalisten, die vanwege de zg. opendeurpolitiek, ook in Indonesie hun belangen hebben en die met de Nederlandsche georganiseerd zijn in de In 1921 opgerichte “ondernemerraad voor Nederl. Indie”. Direct of indirect beschikt deze ondernemersraad over een uit gebreide pers en persvoorlichtingsdienst, terwijl zijn belang hebben den tevens geinteresseerd zijn bij twee in het buitenland verschijnende bladen, “The New World” en “Le Monde Nouveau”. Met leugen, bedrog, broodroof, − en waar zijn belangen het meebrengen en zulks bereiket kan worden, is het bereid veel verder te gaan − voert het georganiseerde grootkapitaal in ieder land, dus ook in Indonesie, zijn belangenstrijd, de bakens verzettend als dat noodig wordt.” 117
“Juga negeri Belanda masihlah ada suatu negeri yang diperintah secara kapitalistisch, suatu negeri di mana modalbesar yang terhimpun teguh itu, terutama yang mempunyai kepentingankepentingannya di Indonesia, bukan saja mempunyai kekuasaanokonomie yang besar sekali, tetapi juga mejalankan pengaruh habitat di atas pemerintah dengan semua alatalat yang dipunyainya. Dan alatalat ini bukanlah remeh. Modal besar ini adalah rapat berhubungan dengan modalbesar dari Inggris, Amerika, Belgia, Jerman, Perancis, dll, yang sejak adanya opendeurpolitiek mempunyailah juga kepentingannya di Indonesia, dan yang bersamasama dengan modal Belanda itu tergabunglah satu sama lain di dalam suatu “Majelismajikan untuk Hindia Belanda” yang didirikan di dalam tahun 1921. Majelismajikan ini dengan jalan direct atau indirect mempunyailah kekuasaan di atas suatu pers dan penyuluhanpers yang lebarlapang, sedang mereka juga mempunyai kepentingan di dalam dua suratkabar di luar negeri, yakni “The New World” dan “Le Monde Nouveau”. Dengan pendustaan, penipuan, pembunuhan pencarianhidup orang lain, − dan kalau kepentingannya memandang perlu, mereka tak segan bertindak lebih kejam − maka modalbesar itu di dalam tiaptiap negeri, dus juga di Indonesia menjalankanlah perjuangan kepentingannya, dengan merubah haluan dimana perlu.” Lebih terang daripada tuan Vleming itu tak bisalah digambarkan asalasalnya moraalduit
dan ethiekduit daripada pers imperialisme di Indonesia itu. Oleh karena itu, tak haruslah kita heran atau marah atas kegegerannya suratsuratkabar ála A.I.D. de PreangerBode atau ála
117**) The great unwashed = “kaum yang tidak tercuci”
Surabajaasch Handelsblad itu. Biar mereka gembargembor, biar mereka berpikir ke kanan dan ke kiri, biar mereka jengkelitan berdiri di atas kepalanya,− kami tak akan ambil pusing, kami tak akan ambil mumet, kami akan bekerja terus!
Tuantuan Hakim yang terhormat, marilah kami mengulangi lagi: politieke macht kemerdekaan, hanyalah bisa didatangkan oleh usaha rakyat Indonesia sendiri! Kaum imperialisme sudah semestinya menghalanghalangi kita; dari stelsel imperialisme, yang hidupnya daripada penjajahan itu, kita tak harus mengharap sokongan memberhentikan penjajahan itu. Nasib kita adalah di dalam genggaman kita sendiri; keselamatan kita adalah di dalam kemauan kita, sendiri, di dalam tekad kita sendiri, di dalam kebiasaan kita sendiri, di dalam usaha kita sendiri. Semboyan kita tidaklah “mintaminta”, tidaklah “mengemis”, tidaklah “mendicancy” sebagai Tilak *) mengatakannya, − tetapi semboyan kita haruslah 118
“noncooperation”, lebih benar: “selfhelp” **) “zelfverwerkelijking”, “selfreliance”!, sebagai 119
yang kita simbolkan dengan simbol kepala banteng! Siapa yang masih mengharapharap pertolongan dari stelsel imperialisme, siapa yang masih
percaya akan “anugerah” yang nanti akan di “anugerah”kan olehnya, siapa yang masih menggugu akan omongan “mission sacree”, siapa yang masih mengarahkan mukanya ke Barat, ia adalah samasekali buta akan kenyataan yang sebenarnya, buta akan realiteit.
Sebab kenyataan yang sebenarnya adalah, sebagai tertulis di dalam keteranganazas kita, bahwa negeri Belanda perikehidupannya sangatlah tergantung daripada penjajahan Indonesia. Kenyataan yang sebenarnya adalah menyebabkan Mr. Dijkstra di dalam Indische Gids 1914 menulis:
“de bevolking kan in de eerste eeuwen niet van ons cultuurimperialisme verwachten, dat onze macht en kennis dienstbaar zal worden gemaakt aan hunne Beschaving en gezondheid”. “penduduk di dalam seratus atau duaratus tahun ini tak usahlah mengharap, bahwa kekuasaan dan kepandaian kita itu akan kita usahakan bagi pendidikan dan kesehatannya”.
Kenyataan yang sebenarnya adalah menyebabkan tuan Vleming berpidato:
“Voor de algemeene welstand van de bijna 7½ milliun inwoners van ons klein landje .... is het van enorme beteekenis, dat jaarlijks een belangrijk uitvoersaldo, dat wil dus zeggen een belangrijk grootere waarde die Indie uitvoert dan invoert, in den vorm van dividend, Interest, tantieme, salarissen, pensioenen, verlofstractementen ........... enz. enz. naar Nederland stroomt”. 120
“Bagi kesejahteraannya penduduk 7½ milliun daripada negeri kita yang kecil itu ...... besar sekalilah faedahnya, yang tiaptiap tahun adalah uitvoersaldo yang besar, artinya lebih banyak harga yang keluar dari Hindia daripada harga yang masuk mengalir ke negeri Belanda dengan berupa dividend, bunga, tantiëme, gajigaji, pensiunpensiun, tractementverlof dan lain sebagainya”.
118 Colijn over Indie, pag. 39 119 Intern. Soc. Dem. Kol. pol, pag. 82 120*) Tilak adalah pemimpin rakyat Hindustan yang utama
Kenyataan yang sebenarnya adalah, bahwa, sebagai Prof. Moon menuliskan, kebesaran negeri Belanda sekarang ini ialah oleh karena negeri Belanda itu mempunyai negeri jajahan Indonesia yang luas dan banyak penduduk itu. Kenyataan yang sebenarnya adalah menjadi sebabnya Dr. Sandberg tempohari geger membikin buku yang spesial bernama “Indie verloren, rampspoed geboren”, “Indonesia merdeka, Nederland bangkrut”, − menjadi sebabnya Staatscommissie voor de Verdediging van NederlandschIndie menulis :
“Ook uit economisch oogpunt zou het verlies van Indie in den volsten zin des woord een nationale ramp voor het moederland zijn”. 121
“Juga terpandang dari penglihatan ekonomi, maka lepasnya Hindia adalah berarti suatu bencana nasional yang sehebathebatnya bagi negeri Belanda”. Kenyataan yang sebenarnya adalah, bahwa sudah zaman dulupula minister Baud berkata
“Indie is de kurk waarop Nederland drijft”. “Hindia adalah gabus di atas mana Nederland terapungapung”, − bahwa de Kat Angelino di dalam iapunya buku “Staat kundig beleid en bestuurszorg in Ned. Indie”, (standaardwerk yang mendapat sokongan dari ministerie van Kolonien, Tuantuan Hakim), dengan terusterang menulis :
“Het industrieele Westen kan zonder de producten der agrarische tropische en subtropische gebieden, welke in hoofdzaak de koloniale wereld samenstellen, niet bestaan. Zijn maatschappij is door tallooze economische banden aan die gebieden en hun toekomst onverbrekelijk vastgeketend”. 122
“Dunia Barat yang penuh dengan kepabrikan itu tidaklah bisa hidup zonder hasilhasilnya negerinegeri panas dan setengahpanas, yakni sebagian besar negerinegeri jajahan. Pergaulanhidup adalah tertalikan dengan sekeraskerasnya kepada negerinegeri itu dengan talitaliekonomi yang banyak sekali”. Tidakkah ini berarti, bahwa dunia Barat itu seperti bunuh diri sendiri, kalau dengan
kemauan sendiri mengasih kemerdekaan kepada dunia Timur? Bahwa sesungguhnya: siapa yang dengan keadaan yang semacam itu masih berani mengharapkan pertolongan daripada dunia Barat di dalam ia punya usaha memerdekakan negeri dan bangsanya, − ia adalah menutupkan mata! P.N.I. tidak mau menutupkan mata, P.N.I. tidak mau mimpi, P.N.I. tidak mau ngalamun,− P.N.I. adalah “tangi” setangitanginya!
Banyak orang yang mengatakan, bahwa politieknya P.N.I. yang bersendi kepada “percaya diri sendiri itu”, adalah tersebabkan oleh halnya pemerintah tidak meluluskan ia punya “Novemberbeloften” dari tahun 1918, yang menyanggupkan perluasan hakhak bagi rakyat Indonesia. Sangkaan yang demikian ini adalah salah: Azas P.N.I.“percaya pada diri sendiri” tidaklah tersebabkan oleh pencederaannya persanggupanpersanggupan Novem ber itu ; azas P.N.I. itu, sebagai kami terangkan tadi, ialah keluar daripada analyse *) keadaan kolonial di 123
dalam hakekatnya, − yakni daripada analyse hakekatnya imperialisme sendiri. Azas “percaya pada diri sendiri” itu tidaklah buat Indonesia saja, tetapi sebenarnya dipakai untuk perjuangannya tiaptiap rakyat jajahan yang mengejar kemerdekaan. Ia boleh dipakai oleh bangsa Hindustan, bangsa Indochina, bangsa Philippina, bangsa Korea, bangsa Mesir, − pendek 121**) Selfhelp, selfreliance = berusaha sendiri 122 t.a.p. pag. 72 123 Bij Sneevliet, Proces, pag. 257
kata oleh tiaptiap bangsa yang berkeluhkesah memikul bebannya imperialisme asing. Azas kita tidaklah terikat kepada batasbatasnya negeri kita sendiri saja, − azas kita adalah “supranationaal”, oleh karena hakekatnya imperialisme adalah supranationaal pula. Imperialisme didalam hakekatnya dimanamana adalah sama; dimanamana imperialisme adalah: nafsu menguasai dan mempengaruhi negeri orang lain untuk keuntungan sendiri; dimanamana imperialisme adalahbertentangan kepentingan dengan rakyat yang didudukinya! Dimanamana stelsel imperialisme tidaklah akan “mematangkan” dan memerdekakan kolonienya dengan kemauan sendiri !
Diciderainya persanggupanpersanggupanNovember itu tidaklah membikin keingkaran kita. Politiknya gouverneurgeneraal Fock yang menciderai kata kehormatan yang oleh pemerintah van Limburg Stirum dipersanggupkan itu; politieknya g.g. Fock yang malahan memberatkan nasib kita dengan bezuiniging, dengan overcompleet, dengan cabutan duurtetoeslag, dengan tambahan belasting, dengan circulaire pembungkeman, dengan vergaderverbod, dengan artikel 161bis dan lainlain sebagainya; politiknya g.g. Fock yang sama sekali suatu penghinaan atas semangatnya persanggupanpersanggupanNovember itu, − politik yang demikian itu tidaklah mengasalkan kamipunya azas, tetapi hanyalah menambah teguhnya kamipunya kepercayaan di dalam kebenarannya kamipunya azas itu saja, menambah teguhnya kamipunya kepercayaan di dalam kebenarannya kamipunya analyse; yakni analyse bahwa kaum imperialisme yang sesudahnya perang besar itu malahan makin butuh akan kekayaan Indonesia, haruslah menjalankan pengaruhnya atas pemerintahan! Novemberbeloften, yang toh dikasihkannya juga tidak karena sekonyongkonyong kita dipandang lebih “matang” sedikit, tetapi hanya karena keadaan politik ada sangat mengkhawatirkan, yakni oleh karena pada masa itu perhubungan NederlandIndonesia, ada menjadi sangat tipis sekali, pergerakan rakyat makin membanjir, sedang keadaan Nederland sendiri ada sangat berbahaya, − Novemberbeloften yang oleh karenanya, toh sudah mempunyai sifat “persanggupan karena takut” alias “angstbeloften” itu − Novemberbeloften itu, sesudah bahaya hilang, oleh kaum imperialisme tidakboleh tidak harus dipaksakan menciderainya !
“Het was het hoogtepunt van het internationale gebeuren, toen de splinters van stukgeslagen tronen het volk van Nederland om de ooren vlogen en de donder van buitenlandsche revoluties over zijn velden rolde.” “Ketika itu kejadiankejadian internasional sudahlah mencapai puncakkepanasannya, tatkala singgasanasinggasana hancurlah terpukul terbang − di kanankirinya telinga − rakyat Belanda, dan tatkala gunturnya revolutierevolutie luarnegeri gemuruh terdengar menyambarnyambar di atas ladangIadangnya.”
− begitulah Troelstra menggambarkan keadaan tatkala Novemberbeloften itu perlu diucapkan, tetapi, sesudahnya bahaya hilang, tatkala Novemberbeloften itu perlu dicabut lagi, maka segeralah kita mengetahui “rahasia” sebabnya, yakni “rahasia” yang dibukakan oleh Prof. Treub di dalam vergederingnya ondernemersraad pada 21 Juli 1923, − rahasia yang berbunyi:
“Een der indrukken, die ik reeds lang, voordat ik in Indie kwam, had, is daar zeer versterkt, nl. dat, tengevolge van den oorlog,Indië voor Nederland van nog veel grootere beteekenis is geworden, dan het voordien was!”
“Salah suatu indruk yang lama sebelumnya saya datang di Hindia, sudah saya kandungkan, disana adalah sangat terkuatkan lagi, yaitu bahwa Hindia sesudahnya peperangan itu, adalah menjadi lebih besar lagi pentingnya bagi negeri Belanda daripada dahuIu!”
“Rahasia!” .............. Tetapi “rahasia” yang buat kita kaum P.N.I. bukanlah “rahasia” lagi, − “rahasia” yang gemerincing dengan ringgit, “rahasia” yang berbau guIa, “rahasia” yang berbau karet, “rahasia” yang berbau minyak, berbau teh, berbau tembakau dan lainlain! Sedang di zaman perang uitvoeroverschot “hanya” kurang lebih ƒ300.000,000. setahuntahunnya, sedang di zaman perang itu procentage uitvoeroverschot ialah “hanya” ratarata 40% daritotale uitvoer, maka di dalam tahun 1919 menjadilah ia lebih dari ƒ1.400.000.000., menjadilah ia lebih dari 70% dari jumlahnya uitvoer! Oleh sebab itu, ini “rahasia” adalah “rahasia” yang tidak 124
mengherankan kita lagi, bahwa Novemberbeloften itu harus diciderainya, harus digantinya dengan politiek yang sangat reactionnair!
Di dalam buku peringatan limabelas tahun berdirinya Indonesische Vereeniging kaca 25 26,
kami membaca: “En wanneer na den vrede, door het werk der vernietiging op groote schaal een economische ontreddering komt ........... is Europa dubbel aangewezen op de “onontgonnen gebieden” van het Oosten, waar moeder Natuur in geduldige onuitputtelijkheid hare rijkdommen verschaft. Dan moet de staatkunde er ook een zijn, die gericht is op de ruimste mogelijkheid van machtsuitoefening, zonder welke een intensieve exploitatie niet kan plaats grijpen. De Britsche reactionnaire politieke onmiddellijk na den oorlog t.o. v. India is een noodwendig gevolg daarvan. Maar ook Amerika, die in hoofdzaak zich toch nog zelf kan bedruipen, laat zijn zoo geroemde isolementspolitiek varen om als imperialistische macht in het Oosten op te treden. Van waar anders de tegenstrijdige regeeringsverklaringen ...... dat de Philippijnen eerst wel, dan weer niet “rijp’’ worden geacht voor onafhankelijkheid, die in de Jones Act van 1916 in uitzicht is gesteld? Nederland, die door zijn neutraliteitshouding in den oorlog van materieele verwoestingen bespaard is gebleven, doch in min of meer sterke mate de crisisgevolgen van het continent moet ondervinden, spant dan ook alle krachten in om de door den oorlog losser geworden economische banden met Nederlandsch Indië weer nauw aanzich te trekken,” ............ “Dan tatkala sesudahnya perdamaian, tersebabnya oleh kerjapembinasaan itu,
keadaanekonomi menjadi kacaubalau, ........... maka Eropah adalah menjadi bergandaganda lebih butuh lagi pada “padangpadang yang belum terbuka” di duniaTimur, dimana IbuAlam bersedia mengasihkan kekayaankekayaan dengan kemurahan yang tiada hingga. Maka politikkerajaan haruslah juga suatu politik yang menjalankan kekuasaan yang sekeraskerasnya, sebab zonder politik yang demikian itu kekayaan tadi tidaklah bisa dikeduk sebanyakbanyaknya. Itulah sebabnya maka negeri Inggris sebentar sesudahnya peperangan adalah menjalankan politik yang reactionnair sekali terhadap pada India.
124 1e deel, 1e ged: pag. 89
Tetapi juga Amerika, yang toh sebenarnya masih cukup makan kekayaan sendiri, adalah meninggalkan iapunya isolementspolitiek *) yang di mashurkan itu, dan menjalankanlah 125
politikimperialisme di duniaTimur. Kalau tidak begitu, darimanakah datangnya keteranganketerangan pemerintah yang bertentangan satu sama lainnya, yakni bahwa mulamula Philippina dianggapnya sudah matang, kemudian belum matang untuk kemerdekaan, sebagai mana dipersanggupkan di dalam Jones Act. 1916? Negeri Belanda, yang karena tak ikut perang, tidak begitu menderitakan kerusakan benda, tetapi yang toh ikut pula merasakan benarbenar pengaruhnya krisis di benua Eropah, tak urunglah juga lantas bekerja sekuatkuatnya buat mengeraskan pertalianekonomi antara negeri Belanda dan Hindia, yang oleh peperangan itu menjadi agak longgar adanya.” ..........
dan − gouverneurgeneraal Fock dikirimkanlah ke sini, Novemberbeloften musnalah menjadi kabut atau halimun di dalam peringatan belaka, − lebih teguh lagilah oleh karenanya keyakinan kita akan azas “selfhelp” dan “selfreliance” itu, lebih insyaf lagilah kita bahwa kemerdekaan adalah hasilnya perjuangan kita sendiri!
Bahwasanya: sebagaimana kaumburuh negeri Belanda berjuang untuk algemeen kiesrecht *) dengan nyanyian: 126
“Wat helpen ons gebeden, voor het kiesrecht dient gestreden!”, “Tak gunalah meminta sayang, buat kiesrecht harus berjuang!”
maka kita juga mendengungkan kitapunya semboyan:
“Wat helpen ons gebeden, voor de vrijheid dient gestreden!” “Tak gunalah meminta sayang, buat kemerdekaan harus berjuang!”
Berjuang! Dengan apa berjuang? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? Dengan merusak keamananumum? Dengan menjalankan kejahatan? Amboi, tidak! Tidak dengan pedang, tidak dengan bedil, tidak dengan bom, tidak dengan melanggar artikel 153bis atau 169, tidak dengan melintasi batasnya wet kita strijden atau berjuang, − kita berjuang ialah dengan sesuatu “pembikinantenaga” yang halal, yakni dengan suatu moderngeorganiseerde machtvorming di dalam Iingkungannya wet, sebagaimana kaumburuh di negeri Belanda berjuangnya melawan kapitalisme dan “mengambilnya” politieke macht itujuga tidak memakai caracara yang diharamkan oleh hukum, melainkan juga hanya dengan machtsvorming yang halal belaka. Machtsvorming yang halal, pembikinankuasa di dalam lingkungannya wet, itulah yang P.N.I. maksudkan, Tuantuan Hakim, dan bukanmachtsvorming yang dlharamkan oleh wet itu, − bukan machtsvorming dengan serdaduserdadu rahasia, bukan machtsvorming á la nihilisme, bukan pula machtsvorming yang bermaksud membahayai “keamananumum”, melanggar 153 bis dan artikel 169 buku hukum siksa.
Buat apa dan machtsvorming! buat apa dan pembikinankuasa!, kami dengar orang bertanya. Machtsvorming, pembikinankuasa, oleh karena soalkolonial adalah soalkuasa, soalmacht! Machtsvorming oleh karena seluruh riwayat dunia menunjukkan, bahwa perubahanperubahan besar hanyalah diadakan oleh kaum yang menang, kalau pertimbangan
125*) analyse = pengupasan 126 Verg. Koch. Vakbew: 1927 p. 570 en v. Gelderen: Voerlez: p. 98 e.v.
akan untungrugi menyuruhnya, atau kalau sesuatu macht menuntutkannya. “Tak pernahlah sesuatu kelas suka melepaskan hakhaknya dengan kemauan sendiri”, “nooit heeft een klasse vrijwillig van haar bevoorrechte positie afstand gedaan”, begitulah Marx berkata. Seluruh riwayat dunia adalah, riwayatnya pergerakanpergerakan macht ini. Seluruh riwayat dunia, terutama sesudah lahirnya faham democratie pada fajarnya abad ke 19, adalah menunjukkan machtsvorming itu; tiaptiap partai politik, tiaptiap serikat sekerja, tiaptiap vereeniging adalah suatu machtsvorming, suatu pembikinankuasa suatu pembikinantenaga. Orangorang manusia yang tersendiri tidaklah besar kekuasaannya, de individueele enkeling kan geen groote macht ontplooien. Maka orangorang manusia yang tersendiri itu lantas mengumpulkanlah diri satu sama lain, menggabungkanlah diri satu sama lain, − suatu vereeniging lahirlah didunia. Kalau misalnya orangorang Eropah disini mengadakan suatu perkumpulan P.E.B., kalau orangorang Eropah di sini mendirikan Vaderlandsche Club, kalau sebagian orang Tionghoa membangunkan Chung Hwa Hui, kalau orangorang Bumiputera menyerikatkan diri di dalam“WargiBandung” atau “Tulak Bahla Tawil Umur”, maka mereka hanyalah mendirikan badanbadan pembikinankuasa belaka.
O memang, machtsvormingnya P.E.B., machtsvormingnya Vaderlandsche Club, machtsvormingnya “TuIak Bahla Tawil Umur” tidaklah sama sifattabiatnya. dengan machtsvormingnya P.N.I. Sedang P.E.B. mengejar kepentingankepentingan yangsesuai dengan kepentingan imperialisme, sedang Vaderlandsche Club mau meneruskan penjajahan Indonesia itu sampai lebur kiamat, sedang T.B.T.O. percaya pula di dalam kebahagiaannya penjajahan itu, − sedang perkumpulanperkumpulan itu adalah partaipartai reaktie ataubehoudspartijen, maka P.N.I. adalah mengajar kepentingankepentingannya yang samasekali bertentangan dengan kepentingannya imperialisme, P.N.I. adalah partaiperlawanan, partaioppositie. Machtsvorming P.N.I. sebagai yang tadi kami katakan, machtsvorming P.N.I. adalah timbul daripada keyakinan bahwa soalkolonial adalah soalmacht. Selama rakyat Indonesia belum menjadi suatu macht yang mahasentosa, selama rakyat itu masih saja terceraiberai dengan tiada kerukunan satu sama lain, selama rakyat itu belum bisa mendorongkan semua kemauannya dengan suatu kekuasaan yang teratur dan tersusun,− selama itu maka kaum imperialisme yang mencari untung sendiri itu akan tetaplah memandang kepadanya sebagai seekor kambing yang menurut, dan akan terus mengabaikan segala tuntutantuntutannya. Sebab tiaptiap tuntutan rak yat Indonesia adalah merugikan kepada imperialisme; tiaptiap tuntutan rakyat Indonesia tidaklah akan diturutinya, kalau kaum imperialisme itu tidak terpaksa menurutinya. Tiaptiap kemenangan rakyat Indonesia atas kaum imperialisme dan pemerintah adalah buahnya desakan yang rakyat itu kerjakan, tiaptiap kemenangan rakyat Indonesia itu adalah suatu afgedwongen concessie! *) 127
Socialist Cramer pada 10 Juni 1925 adalah berkata dalam TweedeKamer: “Ondanks aIle mooi klinkende frasen, blijkt hieruit duiddelijk dat ................ de NederlandscheI belangen, of juist uitgedrukt de belangen, van het grookapitaal, voor alles veilig moeten worden gesteld; de belangen van het Indische volk komen eerst in de tweede, derde of vierde plaats. Mijnheer de Voorzitter! Het Indische volk zal niet nalaten daaruit de eenig juiste gevolgtrekking te maken, dat het van een Kamer zooals die thans is samengesteld, niets kan en behoeft te verwachten en dat het, wil het wat bereiken,macht tegenover macht zal hebben te stellen. Want is de geheele
127*) isomentspolitiek = politik tak mau ikut pusing apa yang terjadi di luar pagar.
questie van het al of niet rijp zijn om mede te regeeren niet in hoofdzaak een machtsquestie?” “Walaupun diselimuti oleh katakata manis yang bagaimana juga, maka ternyatalah di sini dengan senyatanyatanya, bahwa .......... kepentingankepentingan Belanda, atau lebih benar: kepentingankepentingan modal besar, senantiasa lebih dulu diperhatikan: kepentingan rakyat Hindia barulah datang di tempat yang kedua, ketiga atau keempat. Tuan Voorzitter ! Rakyat Hindia tentu tak oranglah mengambil pengajaran yang satusatunya daripada hal ini, yakni bahwa mereka tak bisa dan tak haruslah mengharap suatu apa daripada Kamer yang demikian ini susunannya, dan bahwa mereka, bilamana mereka mencapai suatu apa, haruslah menghadapkan kekuasaan kepada kekuasaan. Sebab tidakkah soal matang atau belum matang buat ikut memerintah itu, terutama sekali ialah soal kekuasaan?” “Kekuasaan dihadapkan kepada kekuasaan”, “macht tegenover macht”, begitulah
nasehatnya Cramer. En toh ......... Cramer bukan bolsheviek, Cramer bukan socialistkiri! Cramer bukan orang yang mau main bedilbedilan atau bomboman, bukan orang yang mau “membahayai keamananumum”, bukan orang yang mau “menyerang” atau “merubuhkan” gezag. Cramer adalah socialist yang “kutuk”, seorang “rechtscihapen burger”, anggota oppositepartij S.D.A.P. yang aman itu !
Bahwasanya; machtsvormingnya sesuatu partaiperlawanan tidaklah selamanya harus machtsvorming yang melintasi lingkungan hukum! Sebagaimana S.D.A.P. dengan jalan machtsvorming yang halal itu, dari suatu grup kecil yang dihinahina dan dimakimaki bisa menjadi suatu macht yang ditakuti orang karena Sekarang mempengaruhi orang ratusanribu; sebagaimana S.D.A.P. itu, dengan menggerakkan puluhanribu kaum rakyat, dengan mendirikan serikatserikat kaumburuh, dengan mengadakan cooperatiecooperatie, dengan mengeluarkan berpuluhpuluh suratkabar, bisa mendesak dan memaksa kepada musuhnya mengadakan concessieconcessie yang berharga: sebagaimana S.D.A.P. atau kaumburuh di EropahBarat dengan machtsvorming yang mahahebat tetapi halal itu, mau mencapai politieke macht dan lantas memberhentikan kapitalisme, − P.N.I. dengan jalan machtsvorming pula ingin menjadi macht yang ditakuti, yang akhirnya bisa menuntun rakyat Indonesia ke atas politieke macht juga, − politieke macht, kemerdekaan, yang menurut penglihatan kami adalahsyarat yang terpenting untuk memberhentikan imperialisme samasekali.
Mencapai politieke macht!, − mendatangkan IndonesiaMerdeka!− ya juist, mendatangkan IndonesiaMerdeka!, dus P.N.I. mau berontak kalau kemerdekaan itu tidak dikasihkan!” − begitulah orang bisa berkata.
Amboi, aneh benar “logica” yang demikian ini! Kalau memang benar “logica” yang demikian itu, orang lantas boleh me “logica”kan pula: dus P.S.I. yang bercitacita pemerintahanIslam itu, juga mau berontak!,− atau orang boleh me”logica”kan pula. dus Boedi Oetomo, dus Pasundan, dus KaumBetawi, dus SarekatMadura, dus semua anggauta P.P.P.K.I. yang juga mau mendatangkan kemerdekaan itu, juga mau membikin huruhara!, − yang orang boleh me”logica”kan pula: dus S.D.A.P., dus I.S.D.P., dus Albarda c.s. dan Stokvis c.s. yang bersemboyan “naar de politieke macht !, weg met het kapitalisme!” itu, juga mau mengamuk dengan bom dan dynamiet!
Amboi, kocak benar kalau begitu: Ouweheer Stokvis mengamuk dengan bom dan dynamiet!! Padahal, − bagaimanakah aksinya I.S.D.P.? Bagaimanakah aksinya S.D.A.P.? Bagaimanakah Stokvis c.s. dan Albarda c.s. itu mau mencapaikan politieke macht itu?
“Bagaimana jalannya mengambil politieke macht?”, begitulah kaum itu menjawab di dalam merekapunya bukukeciI tentang azas dan tujuan S.D.A.P.,
“Wij zijn er mede bezig bij elk stuk organisatie, dat wij vestigen en uitbreiden. Wij werken er aan bij elke verkiezing, bij kiesrechtstrijd, bij elke groote actie tegen de bourgeoisie. Het is geen opstand van één dag, maar het werk onzer opstandigheid van lange jaren .......... De uitorlijke middelen, waarmee het proletariaat den strijd voert, richten zich naar de eischen en mogelijkheden van dien strijd en naar de wapenen, die de kapitalistische samenleving zelve ons levert. Daarom vooral gebruiken wij het parlement; daarom ook gebruikt de vakbeweging − di negeri Belanda ada hakmogok, Tuantuan Hakim − het wapen der werkstaking, dat haar door de onmisbaarheid der arbeiders in het voortbrengingsproces aan de hand wordt gedaan. Maar datzelfde wapen gebruikt het proletariaat ook voor algemeene politieke en klasse eischen, als het meent, er profijt van te kunnen trekken .......... Geweld is ons door de ervaring gebleken eenslecht middel te zijn, vrijweloverbodig als wij de macht hebben, schadelijk zoolang wij die niet hebben ............ welke actie evenwel wij ook zouden willenvoeren − weIk middel door ons mocht worden ter handgenomen − de onontbeerlijke grondslag van alles is: het bestaan van een duurzame, hecht ineensluitende, groeiende organisatie, van een organisatie die het zedelijk recht en de macht heeft, de leiding der arbeidersklasse in den klasenstrijd op zich te nemen.” 128
“Kita adalah mengambil politieke macht itu pada tiaptiap usaha organisasi yang kita dirikan dan kita luaskan. Kita adalah mengerjakannya pada tiaptiap pemilihan dewanrakyat dan perjuangan untuk pemilihan itu, pada tiaptiap aksi yang besar melawan bourgeoisie. Kerja ini bukanlah perlawanan dari satu hari, tetapi ialah kerjaperlawanan yang berpuluhantahun. Alatalat, yang diusahakan oleh kaum proletar di dalam perlawanan ini, adalah ikut berubah menurut keharusankeharusan dan pertimbangan akan hasiltidaknya, dan menurut pula senjatasenjata yang dikasihkan oleh pergaulanhidup kapitalistisch itu kepada kita. Itulah sebabnya kita bekerja di dalam parlement; itulah juga sebabnya pergerakan sekerja − di negeri Belanda ada hakmogok. Tuantuan Hakim − memperusahakan senjata pemogokan, yang ada padanya oleh halnya tiada satu apaapa bisa terbikin jikalau tidak dengan tenaganya kaumburuh. Tetapi senjata pemogokan ini dipakailah juga oleh kaum proletar untuk merebut tuntutantuntutankelas, kalau ia memandang perlu ...... Perkosaan adalah menurut pengalaman kita suatu senjata yang tak baik, tak perIu kalau kita mempunyai kekuasaan, merugikan kalau kita tidak mempunyai kekuasaan itu. ............ Tetapi bagaimana juga aksi yang hendak kita jalankan, bagaimana juga senjata yang hendak kita usahakan, − sendinya semua itu tidakboleh tidak haruslah suatu organisatie yang langsung, yang teguh dan yang subur, suatu organisasi yang pantas dan kuasa menjadi penuntutannya kaum proletar di atas padang perjuangankelasnya.”
128*) Algemeenkiesrecht = hak semua rakyat ikut memilih dan dipilih menjadi anggota dewanrakyat.
Sesungguhnya, − kocak betullah “logica” yang me”logica”kan bahwa dus P.N.I. akan membikin huru hara. Tetapi, juga dengan tidak menertawakan “logica” yang kocak itu, maka tiaptiap orang yang mau mengakui bahwa sedikitnya otak kami toh masih belum terganggu, tiaptiap orang yang tidak memandang kami orangorang yang gila atau orangorang idiot, tentulah mengarti, bahwa kami mustahillah tak mengetahui bahwa kemerdekaan itu hanyalah bisa tercapai dengan suatu usahasusunan dan usahakekuasaan yang mahasukar dan mahaberat adanya, dan bahwa mustahillah pula kami misalnya bisa berkata, bahwa kemerdekaan itu akan datang daIam tahun 1930! Sebagaimana politieke macht tidak bisa dicapaikan oleh kaumburuh Eropah di dalam satu, dua, tiga, sepuluh, duapuluh tahun, maka kemerdekaanpun tak bisa diperolehkan oleh rakyat Indonesia di dalam satu nafas !
Aiai, “kemerdekaan akan datang dalam tahun ‘30!” Kami dikatakan pernah bilang bahwa kemerdekaan akan datang dalam tahun 1930!
Sesungguhnya, kalau memang benar begitu, perlu sekalilah kami dengan segera dikirimkan ke rumahsakit gila Tjikeumeuh, afdeeling “ongeneeslijke patiënten”, bersamasama dengan saudara Mr. Sartono, yang juga dikatakan pernah berpidato kemerdekaan akan datang tahun ini.
“Di atas pertanyaan Mr. Sartono,” − begitulah kami membaca dalam BintangTimur Hollandsche editie 4 Januari j.l. −,
“op de vraag van Mr. Sartono, waarop de feiten der tenlastelegging berusten, gaf de politie ten bescheid, dat de regeering bericht heeft ontvangen van geheel Indonesia, dat de P.N.I. een revolutie in het leven wil roepen, en ook dat. alweer volgens spionnenberichten, Mr.Sartono in een openbare (???) vergadering zou hebben uitgelaten, dat in 1930 dit land zijn vrijheid zou herkrijgen ......... Mr. Sartono antwoordde hierop ad rem, dat het Hoofdbestuur nimmer een dergelijk plan heeft ontworpen. Immers, indien het waar mocht zijn, dan zou daarvoor een zeker besluit vanwege het Hoofdbestuur zijn verschenen met instructies! En daarenboven, wanneer ze inderdaad dat snoode plan hadden, dan zouden ze zeker allen wapens of minstens een golok in huis moeten hebben, terwijl nu bij deze massale huiszoekingen bij geen der leiders een mes of ander wapen is aangetroffen. Hij herinnert zich wel, dat hij in een openbare vergadering verklaard heeft dat in 1930 onze Chineesche broeders gelijk worden gesteld met de Europeanen. In verband daarmede moet hij gezegd hebben, dat als consequentie daarvan de Indonesier ook aanspraak hebben op die rechtten, voortvloeiende uit de gelijkstellingswet. Hij heeft steeds verklaard, dat hij gaarne de vrijheid van Indonesia wenschte. In bijna elke openbare vergadering heeft hij dat zonder eenige restrictie verkondigd. Echter heeft hij nimmer beweerd dat Indonesia met ingang van 1 Januari 1930 merdeka zou zijn, en dat tegen dien tijd hier revolutie zou uitbreken. Indien hij zoo iets moet hebben uitgelaten, dan verwondert het hem, dat hij niet bij die gelegenheid was gearresteerd” ......... “di atas pertanyaan Mr. Sartono apakah yang menjadi pasalpasalnya pendakwaan, maka politik adalah menjawab, bahwa pemerintah mendapat kabar dari seluruh Indonesia, yang P.N.I. akan mengadakan pemberontakan dan juga bahwa menurut kabarkabar spion, Mr. Sartono di dalam suatu openbare vergadering (???) pernah berkata, bahwa negeri ini dalam tahun 1930 akan merdeka ........... Mr. Sartono lantas menjawablah dengan tandes, bahwa Hoofdbestuur tak pernah mempunyai maksud yang demikian itu. Sebab umpama benar begitu, maka niscayalah Hoofdbestuur itu mengadakan besluit di atasnya dengan instruksiinstruksi yang cukup. Lagipula, umpama mereka memang mempunyai maksud
yang demikian, tentunya mereka semua haruslah mempunyai senjatasenjata atau setidaktidaknya satu golok di rumah, sedangkan tatkala diadakan penggrebekan di manamana itu, tidak ada satu pisau atau satu senjata apa saja terdapat pada pemimpinpemimpin itu. Menurut ingatannya, maka ia di dalam suatu openbare vergadering pernah mengatakan, bahwa saudarasaudara kita bangsa Tionghoa akan dipersamakan dengan bangsa Eropah di dalam tahun 1930. Berhubung dengan hal ini, kalau tidak salah ia adalah mengatakan, bahwa semestinya bangsa Indonesia harus juga mendapatkan hakpersamaan itu. Ia selamanya menerangkan bahwa ia ingin melihat Indonesia merdeka. Dalam tiaptiap openbare vergadering ia mengatakan hal itu dengan tidak dikurangi sedikitpun juga. Tetapi ia tidak pernahlah berkata bahwa Indonesia akan merdeka pada 1 Januari 1930, dan bahwa pada saat itu di sini akan ada revolusi. Kalau memang ia bilang begitu, maka ia heranlah, apa sebabnya ia tidak ditangkap seketika itu juga”. Benar sekali! Kita tak pernah tedeng alingaling bahwa kita mengejar kemerdekaan, kita
tak pernah tedeng alingaling bahwa P.N.I. punya idamidaman ialah IndonesiaMerdeka! Tetapi kita tidak begitu idioot, mengira atau mengatakan bahwa kemerdekaan itu dalam satu nafas akan datang !
O memang, kalau umpamanya kemerdekaan itu bisa jatuh dari langit ini hari, kalau umpamanya bisa datang seorang malaikatmanis yang menghadiahkan kemerdekaan ituini hari, maka kita, dari Partai Nasional Indonesia, kita tidak akan menolaknya tetapi sebaliknya akan bersukaraya. Kita di dalam hal itu akan mengucap syukur dan alhamdulillah, oleh karena sepanjang keyakinan kita kemerdekaan adalah kuncinya pintugerbang sorga kebesaran kita. Kita memandang kemerdekaan inihari itu sebagal suatu ideaal yang seindahindahnya, dan oleh karena itu, tidak adalah bagi kita kemerdekaan yang datangnya terlalu pagi.
Kita tidak mau bersikap sebagai, setengah kaum sosialis, yang sudah lebih dahulu− à priori − menghilashilas azasnya sendiri dengan menolak tuntutan merdekainihari, menolak ideaal merdeka inihari. *) Tetapi ......... kemerdekaan tidak akan datang ini hari atau besok pagi! 129
Kemerdekaan hanyalah hasilnya suatu usahasusunan dan usahapersatuan yang sesuatu rakyat harus kerjakan tak berhentiberhenti dengan habishabisan mengeluarkan keringat, membanting tulang, memeras tenaga. Kemerdekaan, menurut perkataannya pemimpin Hindustan Surendra Nath Bannerjee adalah:
“een jaloersche godin die de meest stipte aanbidding verlangt en van haar aanbidders vlijtige en onafgebroken devotie eischt” ........... “seorang dewi yang cemburu hati, yang minta dipundipundi dengan saksama sekali, dan yang menuntut daripada pemundipemundinya kebaktian yang rajin dan tiada habishabisnya:” ............
129*) Kalau si musuh karena desakan kita lantas menuruti sebagian atau semua tuntutantuntutan kita, maka si musuh itu adalah mengadakan concessie.
Kemerdekaan, begitulah kami seringsering terangkan di dalam rapatrapatumum, kemerdekaan tidaklah bagi kita. Kemerdekaan adalah buat anakanak kita, buat cucucucu kita, buat buyutbuyut kita yang sama hidup di kelakkemudian hari!
Tidak!, untuk mencapai kemerdekaan itu, P.N.I. tidak bermaksud pedangpedangan atau golokgolokan atau bomboman, tidak pula bermaksud menyindir atau memujikan pengrusakan keamananumum atau pelanggaran gezag atau menjalankan halhal lain sebagai yang dituduhkan kepada kami di dalam proces ini, tetapi P.N.I. mengerjakanlah machtsvorming yang halal itu, mengerjakanlah pembikinankuasa itu menurut modelnya modernorganisatie. Dan sebagaimana kaumburuh di Eropah yang juga memandang politieke macht dan lenyapnya kapitalisme sebuah kunci yang satusatunya bagi kebagian yang sejati itu, dalam pada menumpuknumpukkan machtsvormingnya itu sudah mencobacoba meringankan nasibnya dengan pelbagai aturanaturan dari kemenangankemenangan yang bisa tercapai inihari; sebagaimana kaumburuh Eropah itu dalam pada mengejarnya maksud yang tertinggi itu tak emoh akan onmiddellijke voordeelen, maka P.N.I.pun dalam pada usahanya mengejar kemerdekaan itu sudah pula berjuang secara halal bagi keuntungankeuntungan inihari yang demikian itu juga adanya. P.N.I.pun dalam pada mengejar IndonesiaMerdeka itu, sudah pula berusaha di atas lapang ekonomi, sosial dan politik seharihari, ya malahan memandang keuntungankeuntunganinihari itu sebagai syaratsyarat pula bagi kemerdekaan itu. Ia mencoba mendirikan sekolahansekolahan, membangunkan rumahrumahsakit, melawan riba, menyokong bankbanknasional, membuka cooperaties, memajukan vakbondvakbond dan perserikatanperserikatan tani. Ia mencoba menghilangkan haatzaaiartikelen beserta artikelartikel 153bister dan artikel 161bis dari Strafwetboek, menghilangkan exorbitante recten daripada gouverneurgeneraal. Ia mencoba menjadi penyokong rakyat yang sengsara itu di dalam kebutuhannya seharihari. Dan jika P.N.I. pada saat ini belum banyak hasil di atas lapang itu; jika P.N.I. belum banyak sekolahannya, belum banyak polikliniknya, belum banyak cooperatienya; jika P.N.I. belum dapat menghapuskan ranjauranjau politik yang kami sebutkan tadi, maka itu adalah oleh karena P.N.I. baru berumur duatiga tahun saja!
Di dalam makna inilah Kongres P.N.I. di Jacatra tahun yang lalu mengambil putusan akan mengadakan “daadwerkelijkeactie” di dalam tahun 1929 1930!
Di dalam makna “berusaha secara halal mendatangkan perbaikanperbaikan yang bisa tercapai harisekarang” itulah perkataan “daadwerkelijkeactie” harus diartikan. Sebelumnya Kongres di Jacatra itu, sebelumnya bulan Mei 1929 itu, maka P.N.I. masihlah hidup di dalam zamannya propaganda. Segala vergaderingvergaderingnya, segala ucapucapannya, segala gerakbangkitnya, sebelumnya Kongres Jacatra itu, terutama hanyalah mengenalngenalkan diri belaka kepada rakyat Indonesia, mempropagandapropagandakan azasazas dan tujuantujuannya, agar supaya rakyat Indonesia mengetahui dan menjadi ketarik oleh kebenaran azasazasnya itu. Hampir di tiaptiap openbarevergadering yang diadakan oleh P.N.I. di dalam phase yang pertama ini, kami hanyalah berpidato menerangkan panjanglebar kitapunya 130
keteranganazas belaka, sebagai yang tercetak di dalam bukustatuten P.N.I. itu. Hampir tiaptiap openbarevergadering di dalam phase ini adalah openbarevergadering buat mendirikan cabangbaru, atau openbarevergadering buat menambah terkenalnya diri dan azas P.N.I. di tempat cabang yang sudah ada. Di dalam phasepropaganda ini, maka P.N.I. belumlah mengadakan “actie”; belumlah mengusahakan organisasinya untuk mendatangkan
130 Toelstra – De S.D.A.P. Wat zij is en Wat zij wil 8e druk pag. 54
perbaikanperbaikan yang termaktub di dalam daftar usahanya. Di dalam phase itu, P.N.I. hanyalah mempropagandakan beginselnya belaka, − belumlah ia “berusaha”, belumlah ia beractie untuk melaksanakan werkprogramnya!
Nah, tatkala di dalam permulaan tahun 1929 P.N.I. sudah rada banyak anggotanya, tatkala pada permulaan tahun 1929 itu P.N.I. sudah rada banyak mempunyai tenaga, tatkala pada saat itu P.N.I. sudah cukup agaknya dipropagandakan, − maka Hoofdbestuur memandanglah perlu mengerjakan apa yang tertulis dalam daftarusahanya, Hoofdbestuur memandanglah perIu menginjak lapangnya perbuatan, lapangnya daad, lapangnya actie. Beginsel sudah cukup dipropagandakan, − welnu, werkprogram sekarang harus dikerjakan, “daadwerkelijkeactie” sekarang harus dijalankan! Dan atas voorstelnya Hoofdbestuur itu, maka Kongres Jacatra adalah mengambil putusan menjalankan daadwerkelijke actie itu tentang pasalpasal I d dan III d dari daftarusaha, yakni pasalpasal “menghapuskan halanganhalangan yang merintangi kemerdekaan diri, kemerdekaan bergerak, kemerdekaan drukpers, kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan berkumpul”, beserta memajukan vakbondvakbond dan perserikatanperserikatan tani”. Sejak Kongres Jacatra itu maka phasepropaganda adalah tertutup,− mulailah phasebaru, mulailah phasenya constructieve verwerkelijking, yakni phasenya bekerja, phasenya actie.
Caranya beraksi? Caranya berdaadwerkelijkeactie? Bom, bedil, dinamit?− Tidak, caranya berdaadwerkelijkeactie” tidaklah dengan bom; tidak dengan bedil, tidak dengan dinamit, tidak pula dengan apaapa yang dilarang hukum. Caranya tak lainlah melainkan mengadakan openbarevergaderingen dimanamana untuk mempengaruhi, menggugahkan, membangkitkan publieke opinie, mengadakan artikelartikel di dalam suratsuratkabar, mengadakan kursuskursus kepada anggotaanggota sendiri tentang pasalpasal itu tadi. Caranya tak lainlah melainkan menggerakkan kekuasaan kita secara halal, membesarbesarkan kekuasaan itu. Caranya tak lainlah melainkan mobileeren kitapunya macht secara halal, uitbouwen kitapunya machtsvorming itu, tak lainIah melainkan S.D.A.P. beraksi, sebagai partai Sarekat Islam beraksi, sebagai tiaptiap perhimpunan yang bersendi kepada machtsvorming beraksi, − yakni menggerakkan semangat sendiri dan menggerakkan semangatnya publieke opinie sehebathebatnya, − mengeluarkan tenaga – bekerja − kedalam untuk melahirkan badanbadanorganisasi yang perlu, misalnya vak − dan tanibonden itu tadi, mengeIuarkan tenagabekerjakeluar untuk mengadakan desakan yang sekuatkuatnya agar supaya tuntutantuntutannya bisa terlaksanakan adanya. Bukan desakan dengan bom, bukan desakan dengan dinamit, bukan desakan dengan apaapa yang dilarang oleh hukum!, − tetapi desakan halal, desakan yang sebagai kami katakan di dalam verhoor, oleh Dr. Ratu Langit tatkala ia masih radicaal dan belum lunak sebagai sekarang, disebutkan “desakan semangat”, “moreelgeweld”.
Ah, Tuantuan Hakim, adakah perkataanperkataan “daadwerkelijkeactie” tentu berarti pemberontakan, barricaden, perkosaan,− adakah perkataanperkataan itutentu berarti geweld, 131
atau setidaktidaknya, perlanggaran hukum? Kaum socialist di EropahBarat toh sering juga menganjurkan “daadwerkelijkeactie” itu,
sering juga menganjurkan “directeactie”, − dan mereka toh juga tidak memaksudkan pelanggaran hukum, perkosaan atau bomboman dengan “directeactie” itu!
“Daar de macht van het grootkapitaal juist niet zit in de eerste plaats in het parlement, doch daarbuiten, kan de arbeidersklasse haar strijd niet bepalen tot het parlement alleen.
131*) Pembaca tentu ingat kitapunya perselisihan hebat dengan Stokvis c.s tentang perkara ini
Daarom dient de arbeidende klasse naast het wapen der parlementaire actie, te aanvaarden, in de groote momenten van haren strijd, het wapen der directeactie, de politiekeactie der vakbonden”, ......... 132
“Oleh karena kekuasaan modalbesar tidaklah pertamatama duduk di dalam parlement, tetapi di luar parlement itu, maka kaumburuh tidak bisalah berjuang hanya di dalam parlemen itu saja. Oleh karena itu, maka kaum buruh itu pada saatsaat perjuangannya yang besar, berdampingdampingan dengan aksinya di dalam parlemen, haruslah mengusahakan senjatanya direkteactie, yakni politiekeactie daripada serikatserikatsekerja”, ............
begitulah misalnya pemuka S.D.A.P. berpidato, − dan semua orang mengetahuilah, bahwa dengan directeactie di luar parlement itu tidaklah dimaksudkan pelanggaran hukum, atau perkosaan, atau insurrectie!
Tidak, tuantuan Hakim, sekali lagi kami ulangkan: tidak dengan bermaksud membikin huruhara, tidak dengan bermaksud membikin putsch, *) tidak dengan bermaksud melanggar 133
artikel 153bis atau lainlain hal yang dituduhkan di dalam proses ini, P.N.I. mau menjalankan aksinya mengejar kemerdekaan, − tetapi P.N.I. mau mencapaikan maksudnya itu dengan mengorganisirkan dan menggerakkan suatu machtsorganisatie yang wettig, sua tu nationalistische machtsorganisatie modern, suatu nationalistische massaactie; **) yang 134
menolak tiaptiap cara yang tidak nationalistische adanya. Tetapi perkataan “revolutionair”!, − tetapi halnya P.N.I. menyebutkan diri suatu partai
“revolutionair”!, − tidakkah itu berarti bahwa P.N.I. ada bermaksud pemberontakan, atau setidaktidaknya bermaksud pelanggaran gezag, penggangguan keamanan umum?
O memang, kami sering mengatakan bahwa kami adalah kaum revolutionair, kami sering menyebutkan P.N.I. itu suatu partai revolutionair! P.N.I. memang sedari muIanya adalah suatu partai revolutionair! Kalimat di dalam suratpendakwaan, bahwa P.N I adalah kemudian menjadi revolutionair, kalimat itu adalah salah sama sekali. P.N.I. tidakkemudian menjadi revolutionair, − P.N.I. adalah revolutionair sejak hari lahirnya! Tetapi kata revolutionair di dalam makna kita, samasekali tidak berarti “mau membikin pemberontakan” atau “menjalankan sesuatu pelanggaran hukum”. Kata revolution air di dalam makna kita adalah berarti “radicaal”, “mau mengadakan perubahan dengan lekas”, “omvormend in snel tempo”. Kata revolutionair di dalam makna kita haruslah diambil sebagai baliknya kata “sabar”, baliknya kata “gematigd”. Kita, kaum P.N.I., kita memang bukan kaum sabar, kita memang bukan kaum gematigd, kita memangbukan kaum “ulerkambang”, yang selamanya kita sebutkan kaum “kapuk”; kita adalah kaum ”radicaal”, kaum yang ingin mengadakan perubahan yang selekaslekasnya, − kita adalah kaum “Kepala Banteng”.
Ah, Tuantuan Hakim, perkataan “revolutionair” toh tidak di dalam makna kita saja berarti “ingin perubahan dengan lekas” yakni “omvormend in snel tempo!” Kalau’ orang berkata “stoommachine itu adalah mengadakan revolutie di dalam caraproduksi”, kalau orang berkata “Prof. Einstein sudah merevolusikan segenap ilmu alam”, kalau menyebutkan “Yesus Kristus seorang revolutionair yang terbesar di seluruh riwayat dunia”, kalau pacifistTolstoyanist *) Ds. 135
132 phase = “zaman”, tingkat 133 Di Eropa kalau kaum pemberontak membikin pemberontakan di kotakota, makamereka mendirikan “barricaden” di jalanjalan di kotakota
itu, dari meja, kursi almari, karung yang berisi tanah, dan lainlain. 134 Mr. Toelstra – De Soc. Dem. na den oorlog 1912 pag. 17 135*) putsch = pemberontakankecil
B. de Light menulis buku “Christenrevolutionnair”, − ya kalau kaum Marxist, berhubung dengan wetevolutie di dalam pergaulanhidup (sebagai variatie atas Heraclitus’ “pantarei”) berkata: “kita hidup di dalam revolutie terusterusan, yakni di dalam Revolution im Permanenz”, − adakah itu semua mengingatkan akan pedang, akan bedil, akan bom, akan dinamit, barricaden, darahmanusia dan hawamayat?
P.N.I. adalah “revolutionair” oleh karena P.N.I. ingin mengadakan perubahan yang lekas dan radicaal. Prof. Bluntschli, itu ahli hukumkerajaan yang termashur dan yang sama sekali bukan “kaum merah”, adalah mengatakan bahwa revolutie umumnya ialah berarti: “Umgestaltung von Grund aus”, yakni perubahan yang radicaal, perubahan yang sedalamdalamnya. Sebagaimana tiaptiap partai yang mau mengadakan perubahan yang radicaal ada suatu partai yang revolutionair, maka P.N.I. adalah pula suatu partai yang revolutionair. PerhimpunanIndonesia adalah revolutionair, P.S.I. adalah revolutionair, I.S.D.P. adalah revolutionair, sebagai tuan Koch mengakui sendiri, segenap perjuangankelas daripada kaumburuh adalah revolutionair.
“Niet bepaalde vormen van klassenstrijd zijn revolutionair, maar deklassenstrijd zelf is in wezen revolutionair, niettegenstaande velen alleen rumoer en staking revolutionair vinden.” “Bukan wujudnya atau sifatsifatnya perjuangankelaslah yang revolutionair, tetapi perjuangankelas itu sendiri di dalam hakekatnya adalah revolutionair, meskipun banyak orang hanyalah menyebutkan keributan dan pemogokan saja revolutionair.”
begitulah Stenhuis berkata. Dengarkanlah pula bagaimana sociaaldemocraat Liebknecht yang 136
tersohor itu menerangkan perkataan “revolutionair”: “Wij beleven “die Revolution im Permanenz”. De wereldgeschiedenis is ééne voortdurende revolutie. Geschiedenis en revolutie zijn aan elkaar identiek. Het revolutionaire omvormings proces in maatschappij en staat is geen oogenblik onderbroken, want staat en maatschappij zijn levcnde organismen, − en het eind van dit omvormings −, dit vernieuwingsproces, is de dood. Dat hebben wij sociaaldemocraten begrepen en daarom vormen wij een revolutionaire partij, d.i. een partij, die ten doel heeft de hinderpalen en belemmeringen voor de natuurlijke ontwikkeling van maatschappij en staat uit den weg te ruimen!”, “Kita adalah hidup di dalam revolutie yang terusterusan, di dalam Revolution im Permanenz. Seluruh riwayat dunia adalah satu revolutie yang terusterusan. Riwayat dan revolutie adalah sama. Procesperubahan yang revolutionair di dalam pergaulanhidup dan staat, tak pernah berhentilah sekejap matapun jua, sebab staat dan pergaulanhidup adalah barangbarang yang hidup, − dan berhentinya prosesperubahan atau prosespembaharuan ini adalah datangnya maut. Kita kaum sosialdemokrat mengartilah akan hal ini, dan itulah sebabnya kita ada satu partai yang revolutionair, yakni suatu partai yang bermaksud menghilangkan halanganhalangan yang menghalanghalangi geraksuburnya pergaulanhidup dan staat itu adanya!”
136**) massa = rakyat murba yang millionmilliunan itu
dan dengarkanlah apa sebabnya Karl Marx menyebutkan kaumnya itu kaum revolutionair: “De socialisten zijn revolutio nair, niet wegens het gewelddadige in hun manieren, maar wegens hun opvatting van den groei der productiewijze, te weten: dat die groei andere eigendoms en voortbrengingsvormen, tegenovergesteld aan de thans heerschende, zal moeten voortbrengen, zij zijn revolutionair wegens hun streven om de klasse, die het nieuwe stelsel zal moeten uitvoeren, daarvoor te organiseeren en rijp te maken”. 137
“Kaum socialist adalah revolutionair, tidak karena gemar pada perkosaan, tetapi ialah oleh karena kepercayaannya bahwa caraproductie itu adalah hidup dan geraksubur, yakni: bahwa hidup dan geraksuburnya caraproductie itu akan melahirkan pengertianpengertian tentang milik dan sifatsifat productie baru, yangberlainandengan apa yang ada sekarang; − mereka adalah revolutionair oleh karena usahanya menyusunnyusunkan dan mematangmatangkan kelas yang akan menjalankan stelsel baru itu”.
Sesungguhnya, − jitu sekalilah perkataan Karl Kautsky yang berbunyi:
“De sociaaldemocratie is een revolutionaire, niet echter een revoluties makende partij!” 138
“Sociaaldemocratie adalah suatu partai revolutionair, tetapi bukanlah suatu partai yang membikin revolutie”! Tidakkah ternyata sekarang kebenarannya perkataan kami, bahwa S.D.A.P. adalah
revolutionair, bahwa I.S.D.P. adalah revolutionair, bahwa Albarda c.s. adalah revolutionair, bahwa Stokviti, bahwa de Dreu, bahwa Middendorp adalah revolutionair? Tidakkah P.N.I. revolutionair juga, tidakkah kami kaum revolutionair juga, − P.N.I. dan kami, yang juga bermaksud “menghilangkan halanganhalangan yang menghalanghalangi geraksuburnya pergaulan hidup dan staat”, juga bermaksud “menyusunnyusunkan dan mematangmatangkan rakyat baginya”, yakni “daarvoor te organiseeren”, “daarvoor rijp te maken”? Oleh karena itu sekali lagi memang P.N.I. adalah revolutionair, kami adalah kaum revolutionair, − tetapi tidak karena apaapa, melainkan hanyalah oleh karena P.N.I. ingin perubahan yang lekas dan radicaal, ingin “omvorming in snel tempo”, ingin “Umgestaltung von Grund aus” itu. P.N.I. dan kami adalah revolutionair, tidak karena P.N.I. dan kami mau golokgolokan atau bomboman atau dinamitdinamitan, tidak karena P.N.I. (dengan perkataan Kautsky) “een revoluties makende partij”, − tetapi hanyalah karena P.N.I. ingin menghilangkan segala halhal yang merintangi dan memundurkan suburnya pergaulanhidup Indonesia, dan mengorganisirkan rakyat untuk menghilangkan rintanganrintangan itu. *) 139
Amboi! golok, bom dan dinamit! Kami dituduh golokgolokan, bomboman dan dinamitdinamitan! Seperti tidak ada senjata yang lebih tajam lagi daripada golok, bom dan dinamit!! Seperti tidak ada senjata lebih kuasa lagi daripada puluhan kapal perang, ratusan kapaludara, ribuan, ketian, milliunan serdadu darat! Seperti tidak ada senjatasemangat lagi, yang jikalau memang sudah sedar dan bangkit dan berkobarkobaran di dalam kalburakyat, ada lebihlebih hebat kekuasaannya daripada seribu bedil dan seribu meriam, ya, seribu armadalaut dan Seribu tentara yang lengkapalat dan lengkapsenjata! Seperti kami tak mengetahui akan kekuasaannya semangatrakyat yang bisa dibikin mahasakti dan mahadigjaya itu, orang 137*) orang yang cinta damai 138 Rede 3 Okt 1928 voor de ontwikkelingsvereeniging te Amsterdam, zie A.I.D. 4 Aug. 1930 139 Quack Socialisten V pag. 327
menuduh kami mau membikin ramerame dengan merconsumet dan merconbanting!! Seperti tidak ada ilmu ke Timuran lagi, yang dinantikan dalam buku BagawadGita, dan yang mengajarkan kekuatan semangat itu!:
“Ik zeg U, wapens raken ‘t leven niet; Vuur brandt het niet, geen water overstroomt, Noch schroeit het heete wind. Ondoordringbaar, Onaangetast, Onbetreedbaar en vrij Onsterfelijk, overàl, standvastig, vast, Onziehtbaar, onuitspreeklijk, door geen woord Noch door gedacht’ omvat, steeds gansch ziehzelf − Zoo wordt de Ziel genoeind!” “Ketahuilah, hidup tidaklah terkanai senjata; Api tidaklah membakarnya, air tidaklah mengabahinya, Anginpanas tidaklah memakannya. Tak bisa dimasuki, Tak bisa diserang, Tak bisa diinjak, dan Merdeka, Tak bisa mati, umum, tetap, tegak, Tak terlihat, tak bisa diucapkan, tak bisa dikatakan Dan tak bisa diciptakan, senantiasa pribadi Begitulah adanya Roh!”
− Tidak, P.N.I. tidak mencari kekuasaannya di dalam ributributan atau bomboman atau dinamitdinamitan, tidak pula mencari tenaganya didalam sengaja melanggar wet sebagai dituduhkan di sini. P.N.I. mencari kekuasaan machtsvormingnya ialah di dalam organisasi sosial dan organisasinya semangat rakyat yang sadar dan bangkit, mencari kekuasaan machtsvormingnya ialah dengan lebih lagi menghiduphidupkan dan menyusunnyusun semangat rakyat yang oleh pengaruhnya imperialisme turuntemurun, kemarin sudah hampir padam tetapi kini mulai menyala lagi. P.N.I. mengetahui, P.N.I. insyaf, P.N.I. yakin, bahwa jika semangat rakyat itu sudah tersusun serta menyala berkobarkobaran, tidak ada satu kekuasaan duniawi yang bisa membinasakannya. P.N.I. yakin, bahwa jika ia sudah menggenggam senjatasemangat yang demikian itu, ia tentu mencapai segala apa yang dimaksudkan, zonder pedang, zonder bedil, zonder bom, zonder meriam, ya, zonder “kocakkocakan” sengaja melanggar artikel 153bis dan 169 Strafwetboek, sebagai yang dituduhkan pada kami dalam proces ini. Dengan senjata semangat yang demikian itu, maka ia dengan sebenarbenarnya menggenggam senjata yang mahasakti, dengan sebenarbenarnya beraji candabirawa dan pancasona, − alvermogend, onsterfelijk, onoverwinnelijk!
“Wie kan een volk ketenen, als zijn geest niet geketekend wil worden? Wie kan een volk vernietigen, als zijn geest niet vernietigd wil worden?”, “Siapakah bisa merantai sesuatu bangsa, kalau semangatnya tak mau di rantai? Siapakah bisa membinasakan sesuatu bangsa, kalau semangatnya tak mau binasa?”,
begitulah Sarojini Naidu, Srikandi India, berpidato tatkala membuka Indian National Congress yang keempatpuluh, dan Mac Swiney, pendekar Ierland yang termashur itu, di dalam iapunya 140
“Principes de la Liberte” adalah menulis: “Want een ontwapende man kan geen menigte menschen weerstaan, een enkel leger kan geen legioenen zonder tal overwinnen, − maar àlle legers van àlle staten op aarde hebben te zamen niet de macht één enkele ziel te doen bukken, die vast besloten is te strijden voor recht.” 141
“Sebab seorang orang yang tiada senjata tak bisalah menentang orang banyak, satu tentara tak bisalah mengalahkan tentaratentara yang tiada jumlah,− tetapisemua tentara daripada semua negeri di mukabumi ini tidak cukup kekuatanlah menundukkan satu nyawa saja yang berjuang mengejar keadilan dengan ketetapan hati”.
Sesungguhnya, buat apa bomboman atau dinamitdinamitan, buat apa kocakkocakan sengaja melanggar artikel 153bis dan 169, − kalau kita dengan machtsvorming organisatiesemangat itu saja sudah mempunyai kepastian bekal mencapai semua maksud?
P.N.I. oleh karenanya, tak berhentiberhenti menyuburnyuburkan semangat rakyat itu. Semangat tiaptiap rakyat yang disengsarakan oleh sesuatu keadaan, baik rakyat proletar di negerinegeri kepabrikan maupun rakyat di tanahtanah jajahan adalah semangat ingin merdeka. Welnu, kita menyuburkan semangatinginmerdeka itu pada rakyat Indonesia. Kita menyuburkannya tidak terutama dengan keinsyafankelas sebagai pada pergerakan kaumburuh umumnya, tetapi dengan keinsyafanbangsa, dengan keinsyafannationaliteit, dengan nationalisme. Sebab tiaptiap rakyat yang dikuasai oleh bangsa lain, tiaptiap rakyat jajahan, tiaptiap rakyat yang saban hari, saban jam merasakan imperialismenya lain natie, − tiaptiap rakyat yang kolonial overheerscht demikian itu adalah berbudiakal nationalistisch. Rasapertentangan, yang di Eropah atau di Amerika berwujud rasapertentangankelas, oleh karena kaum yang berkuasa dan kaum yang dikuasai di sana ada terdiri dari satu bangsa, satu kulit, satu rasa, − rasapertentangan itu disesuatu negeri jajahan adalah menyatu, samenvallen, dengan pertentangan nationaliteit. Bukan terutama rasapertentangan si buruh terhadap pada sikapitalist, bukan terutama rasapertentangankelaslah yang kami alamkan di dalam sesuatu kolonie, tetapi ialah rasapertentangan si hitam terhadap si putih, si Timur terhadap si Barat, si gekoloniseerde terhadap sin kolonisator.
P.N.I. mengerti hal ini: P.N.I. mengerti, bahwa di dalam kesadarannationaliteit, di dalam nationalisme inilah letaknya daya yang nanti bisa membuka kenikmatannya harikemudian. P.N.I. oleh karenanya, menyuburnyuburkan dan mempeliharakanlah nationalisme itu, dari nationalisme yang kurang hidup dibikin nationalisme yang hidup, dan nationalisme yang instinctief dibikin nationalisme yang bewust, dari nationalisme yang statis dibikin nationalisme yang dinamis, − pendek kata: dari nationalisme yang negatif dibikin nationalisme yang positif adanya. Dibikin positif nationalisme, Tuantuan Hakim, dibikin positif nationalisme, sebab dengan nationalisme yang hanya rasaprotest atau rasadendam saja terhadap pada imperialisme, kita belumlah tertolong. Kitapunya nationalisme haruslah suatu nationalisme yang positif, suatu nationalisme yang scheppend, suatu nationalisme yang “mendirikan”, suatu nationalisme yang “mencipta dan memuja”. Dengan nationalisme yang positief itu maka rakyat Indonesia bisa
140 Der Weg zur Macht pag 57. 141*) Lihatlah buat maknanya revolutie, insurrectie dan putsch lebih jauh, keteranganketerangan kami di dalam bagian verhoor
mendirikan iapunya syaratsyarat hidup merdeka yang wadag dan yang halus, yang materieel dan yang geesteIijk. Dengan sekarang sudah menghiduphidupkan nationalisme yang positief itu, maka ini bisa menjaga, jangan sampai nationalisme itu menjadi nationalisme yang benci kepada lain bangsa, yakni jangan sampai nationalisme itu menjadi chauvinistisch nationalisme atau aggressief jingonationalisme sebagai yang kita alamkan jahatnya di dalam perang dunia yang lalu, − suatu aggressief jingonationalisme “of gain and loss” sebagai C.R. Das mengatakannya, yakni suatu jingonationalisme yang “untung atau rugi” dan yang menyerangnyerang. Dengan nationalisme yang positief itu, maka rakyat Indonesia merasalah kebenarannya kalimatkalimat Arabindo Ghose yang mengatakan bahwa nationalisme yang demikian itu adalah sebenarnya Allah sendiri.
Dengan nationalisme yang demikian itu, maka rakyat kita tentulah melihat harikemudian itu sebagai fajar yang berseriserian dan terangcuaca, tentulah hatinya penuh dengan pengharapan yang menghidupkan. Tidaklah lagi harikemudian itu dipandang olehnya sebagai malam yang gelapgulita, tidaklah lagi hatinya penuh dengan syak dan dendam belaka. Dengan nationalisme yang demikian itu rakyat kita akan ridho dan suka hatilah menjalankan segala korbanankorbanan untuk pembeli harikemudian yang toh indah dan menginginkan itu. Dengan pendek kata: dengan nationalisme yang demikian itu rakyat kita akan bernyawa, akan hidup, dan tidak laksana bangkai sebagai sekarang!
“Oleh karena rasakebangsaanlah”, − begitulah pemimpin Mesir yang termashur, Mustapha Kamil, menggambarkan positief nationalisme itu.
“het is door patriotisme dat achterlijke volken gauw tot beschaving geraken, tot grootheid en tot macht. Het is patriotisme dat vormt het bloed dat stroomt in de aderen van krachtige naties, en het is patriotisme dat leven geeft aan elk levend mensch.” 142
“oleh karena rasakebangsaanlah maka rakyatrakyat yang mundur lekas bisa mencapai kesopanan, kebesaran dan kekuasaan. Rasa kebangsaanlah yang menjadi darah yang mengalir di dalam uraturatnya bangsabangsa yang gagahkuat, dan rasakebangsaanlah yang menghidupkan tiaptiap manusia yang hidup.” ,
zonder nationalisme tiada kemajuan, zonder nationalisme tiada natie.
“Nationalisme is dat kostbare bezit, hetwelk aan een staat het vermogen geeft naar ontwikkeling te streven en aan een volk om zijn bestaan te handhaven.” 143
“Nationalisme adalah itu milikmahal, yang mengasih kekuasaan kepada suatu staat mengejar kemajuan, dan kepada sesuatu bangsa mempertahankan hidupnya.” Dan caranya menyuburkan nationalisme itu?, jalannya adalah tiga:
begitulah Dr. Sun Yat Sen berkata: Pertama : kita menunjukkan kepada rakyat bahwa iapunya hari dulu adalah haridulu yang
indah. Kedua : kita menambahkan keinsafan rakyat, bahwa iapunya harisekarang adalah
harisekarang yang gelap.
142 Dalam “ASIA” 143 Bij Tery, En Irlande pag. 140
Ketiga : kita memperlihatkan pada rakyat sinarnya harikemudian yang berseriserian dan terangcuaca, beserta caracaranya mendatangkan harikemudian yang penuh dengan persanggupan itu.
Dengan lain kata, P.N.I. menggugahkan dan menghidupkan keinsafan rakyat akan iapunya “grootsch verleden”, “donkerheden”, dan “de beloften eener lichtende, wenkende toekomst”. P.N.I. mengetahui bahwa hanya trimurti inilah yang akan bisa menjadikan kembang jayakusuma yang menghidupkan lagi nationalisme rakyat yang laju.
Kitapunya haridulu yang indah, kitapunya grootsch verleden! − Ah, Tuantuan Hakim, siapakah orang Indonesia yang tidak mengeluhhati kalau mendengarkan cerita akan keindahannya itu, siapakah yang tidak menyesalkan hilangnya kebesarankebesaran! Siapakah orang Indonesia yang tidak hidup semangatnasionalnya, kalau mendengar kan riwayat tentang kebesaran kerajaan Melayu dan Sriwijaya, tentang kebesaran Mataram yang pertama, kebesaran zaman Sindok dan Erlangga dan Kediri dan Singosari dan Majapahit dan Pajajaran,− kebesaran pula dari Bintara, Banten dan Mataramkedua di bawah Sultan Ageng! Siapakah orang Indonesia yang tak mengeluh hatinya kalau ia ingat akan benderanya yang dulu sampai ditemukan dan dihormati orang sampai di Madagaskar, di Persia dan di Tiongkok! Tetapi sebaliknya siapakah tidak hidup harapannya dan kepercayaannya, bahwa rakyat yang demikian kebesarannya haridulu itu, pasti cukupkekuatan untuk mendatangkan harikemudian yang indah pula, pasti masih juga mempunyai kebiasaankebiasaan menaiklagi di atas tingkat kebesaran di kelak kemudianhari? Siapakah yang tidak seolaholah mendapat nyawabaru dan tenagabaru kalau ia membaca riwayatnya zaman dulu itu! Begitulah pula rakyat, dengan mengetahui kebesarannya haridulu itu, lantas hiduplah rasanasionalnya, lantas menyala lagilah apiharapan di dalam hatinya, dan lantas mendapat lagilah rakyat itu nyawabaru dan tenagabaru oleh karenanya.
O memang, zaman dulu zaman feodal, *) zaman sekarang zaman modern. Kita bukan mau 144
menghidupkan lagi zaman feodal itu; kita bukanpun mufakat dan cinta kepada aturanaturan feodal itu. Kita mengetahui kejelekkejelekannya bagi rakyat. Kita hanyalah menunjukkan kepada rakyat, bahwa feodalisme kita haridulu itu adalah feodalisme yang hidup, feodalisme yang tidak sakitsakitan, feodalisme yang gezond dan bukan feodalis me yang ziekelijk, − feodalisme yang penuh dengan ontwikkelingskansen dan yang, umpamanya tidak diganggu hidupnya oleh imperialisme asing, niscaya bisa “meneruskan perjalanannya”, bisa “volbrengen evolutienya”, yakni niscaya bisa hamil dan akhirnya melahirkan suatu pergaulanhidup modern yang sehat pula! **) 145
Tetapi bagaimana pergaulanhidup kita harisekarang itu? Bukan sehat, bukan gezond, bukan penuh dengan ontwikkelingskansen, tetapi sakitsakitan, tetapi ziekelijk, tetapi “kosong”. Di awal, takala kami menggambarkan nasibnya rakyat Indonesia pada masa ini, takala kami menceritakan caranya imperialisme mengobrakabrikkan pergaulanhidup kita itu, maka Tuantuan sudah mendapat sedikit pemandangan atas keadaan harisekarang itu. Berhubung dengan sempitnya tempo, cukup lah sekian saja, tak perlulah kami tambahtambahi. Teta pi perlu sekalilah kami terangkan di sini, bahwa keinsyafan akan jeleknya nasib harisekarang inilah yang paling menghidupkan rasanasional rakyat.
Memang bukan saja bagi rakyat kita, tetapi bagi tiaptiap rakyat lain dan tiaptiap manusia, tiaptiap mahluk Yang bernyawa, maka pengetahuan akan sesuatu nasib yang jelek adalah
144 Lothrop Stoddard, “The new World of Islam”, p. 151 145 San Min Chu I, Sianghai 1928 pag. 55
sumbernyakeinginanakan nasib yang lebih nyaman baginya. Tidak ada keinginan, tidak ada harapan, tidak ada nafsu, kalau tidak ada rasa tak puas atau onbevredigdheid dengan keadaan yang ada.
Itulah sebabnya, maka tiaptiap perkumpulan atau tiaptiap negeri dan di tiaptiap zaman, suka sekali “membongkar keadaan”, yakni suka sekali membeberbeberkan keadaankeadaan yang ia tak sukai. Jikalau A.I.D. de PreangerBode mengamuk perkara regeeringspolitiek sekarang atau pergerakan rakyat yang ia takuti, jikalau P.E.B. geger membicarakan bahaya yang mengancam kepentingannya imperialisme, jikalau Vaderlandsche Club memakimaki ke kanan dan kiri, maka itu semua adalah oleh karena mereka tak senang akan keadaan sekarang dan oleh karena mereka dengan menyiarkan merekapunya ontevredenheid atau ketidaksenangan itu, bermaksud membangunkan atau mengeraskan lagi keinginan, harapan, nafsu kaumnya akan keadaan yang lebih nyaman baginya. Begitu pula maka P.S.I., Boedi Oetomo, Pasundan, dan perkumpulan atau suratkabar Indonesia manapun jua, dengan merekapunya propaganda atau protesprotes, tak lainlah daripada bermaksud menyebarkanmerekapunya ke tak senangan dan membesarkan lagi keinginan dan nafsu merekapunya kaum.
Welnu, kalau P.N.I. lebih menginyafkan lagi rakyat Indonesia akan kepahitan nasibnya harisekarang itu, maka ia tak lainlah pula daripada bermaksud memperkelaskan lagi keinginan dan harapan rakyat itu akan keadaankeadaan yang lebih layak. P.N.I. mengetahui, bahwa keinginan dan harapan inilah yang menjadi penyorongnya nafsu berusaha, penyorongnya “nafsumendirikan”, penyorongnya “nafsumengadakan”. P.N.I. mengerti, bahwa makin mendalamnya keinsyafan rakyat akan getirnya nasib harisekarang itu, membikin pula makin rajinnya dan makin maunya rakyat berusaha membanting tulang dan memeras tenaga untuk terkabulnya kesanggupankesanggupan harikemudian yang indah itu, mengarti, bahwa makin termasuknya keinsyafan akan perihnya harisekarang itu di dalam daging dan sungsum rakyat, membikinlah lebih hidupnya rasanasional, lebih berkobarkobarnya positiefnationalisme yang memang sudah menyala!
Orang boleh menamakan ini menyebarkan “ontevredenheid”, orang boleh menamakan ini “membikin pahithati dan dendamhati pada rakyat”, orang boleh mengata kan kami penghasut, pembakar nafsu, ophitser, opruier, − kami menjawab: apa bedanya perbuatan kami itu sebagai tadi kami terangkan, dengan perbuatannya A.I.D. dan V.C. dan P.E.B. dalam hakekatnya, apa bedanya dengan perbuatan P.S.I., B.O., Pasundan dan lainlain? Lagi pula: kami tidak pernah meninggalkan obyektiviteit, kami tidak menyebarkan yang dinamakan “ontevredenheid” itu untuk “ontevredenheid”, kami tidak “membikin pahithati dan dendam”untuk membangkitkan rasakebencian dan rasakedengkian atau nafsunafsu lainlain yang rendah, − kami menyebarkan yang dinamakan “ontevredenheid” itu hanyalah untuk lebih menghidupkan dan lebih mengeraskan lagi keinginan rakyat akan keadaan yang lebih nyaman, lebih membesarkan kemauannya berusaha, lebih menyuburkan positief nationalisme adanya.
Kami di sini ingatlah akan pidatonya Dr. Sun Yat Sen yang berkata: “Indien de toestand die ik beschreven heb ...... waar is, dan moeten wij goed in onze geest vasthouden de gevaarlijke positie welke wij nu innemen en de critieke periode die wij nu doormaken, voordat we kunnen weten hoe ons verloren nationalisme te doen herleven.” “Indien wij een herleving beproeven zonder de toestand goed te begrijpen, dan zal aIle hoop voorgoed verdwijnen en het Chineesche yolk zal worden vernietigd.”
“Wij moeten zelf eerst de feiten weten, wij moeten begrijpen dat deze rampen imminent zijn, wij moeten ze broadcasten totdat een ieder beseft, wat een tragedie de val van onze nat!.e zou beteekenen”. “Wanneer wij het nationaUsme willen aanwakkeren, dan moeten. wij eerst onze vierhonderd millioen doen beseffen dat hun doodsuur nabij is!”............ 146
“Jikalau keadaan yang tadi saja gambarkan itu ada benar, maka kita haruslah menanamkan di dalam kitapunya peringatan, keadaan kita yang mengkhawatirkan itu dan berbahayanya kedudukan kita sekarang ini, sebelum kita bisa mengetahui bagaimana caranya menghiduphidupkan lagi kitapunya nationalisme yang telah padam itu. Jikalau kita mau menghiduphidupkan lagi nationalisme itu zonder mengarti benarbenar keadaan kita, maka tiaptiap harapan akan menjadi matilah dan rakyat Tiongkok akan menjadilah binasa. Kita harus lebih dahulu mengetahui keadaankeadaan ini, kita harus mengarti bahwa bencanabencana ini sangatlah mengancamnya, kita harus mendengungkannya kemanamana, sehingga tiaptiap orang bangsa kita menjadilah merasakan seinsafinsafnya bagaimana besar kecilakaan kita jikalau bangsa kita sampai jatuh. Jikalau kita mau mengkobarkankobarkan rasanasionalisme, maka kita haruslah menanamkan keyakinan di dalam rakyat kita yang empat ratus juta itu, bahwa bahalamaut adalah hampir menerkam kepadanya !” ............ Artinya: membikin rakyat insyaf akan keadaannya yang sengsara itu, agar supaya
nationalismenya bangun dan ia mau bergerak,− itulah pengajarannya pemimpin besar ini. Itulah yang kita kerjakan pula.
Ontevredenheid yang memang ontevredenheid, bukanlah bikinan kami; ontevredenheid yang tulen dan asli itu, adalah bikinannya imperialisme sendiri!
Tuantuan Hakim yang terhormat, begitulah bagian yang pertama dan bagian yang kedua daripada usaha P.N.I. menyuburkan semangat nasional itu: membangunkan keinsyafan akan haridulu dan harisekarang. Tentang bagian yang ketiga, caracara mencapainya, tentang bagian yang ketiga itu, kami, juga oleh sempitnya tempo, tak usahlah panjang kata: sebab segenap usaha P.N.I. akan machtsvorming, segenap actie P.N.I. keluar dan ke dalam, segenap gerakbangkitnya, ya segenap jiwa raganya P.N.I. adalah caracara mendatangkan dan melaksanakan kesanggupankesanggupan harikemudian itu; dan akan bisanya rakyat Indonesia mencapaikannya, buat kita kaum P.N.I. bukanlah tekateki lagi: rakyat Indonesia yang dahulu begitu bersinarsinaran dan tinggi kebesarannya, meskipun sekarang sudah hampir sebagai bangkai, rakyat Indonesia itu pasti cukup kekuatan dan cukup kebisaan mendirikan gedung kebesaran pula dikelak kemudian hari, pasti bisa menaiki lagi ketinggian tingkat derajatnya yang sediakala, yang melebihi lagi ketinggian tingkat itu!
Tetapi wujudnya harikemudian ? Bagaimana wujudnya harikemudian itu ? Tidak ada satu manusia yang bisa menggambarkan hari kemudian dengan saksama. Tidak
ada satu manusia yang bisa menentukan lebih dulu wujudnya harikemudian menurut kemauannya. Tidak ada satu manusia yang mendahului riwayat. Kita hanya bisa menetapkan ancerancerannya saja, kita hanya bisa mempelajari tendenznya. Misalnya kaum Marxistpun tak 146*) zaman feudal = zaman “ningratningratan”
bisa menujumkan wujudnya pergaulan hidup socialistisch dengan saksama, melainkan juga hanyalah bisa mengetahui garisgarisnya yang besar dan tendenznya belaka. Harikemudian Indonesia kini hanyalah tampak sinarnya saja yang indah sebagai sinarnya fajar yang akan menyingsing, hanyalah kedengaran persanggupanpersanggupannya saja sebagai merdunya gamelan pada malam terangbulan yang kedengaran dari jauhan. Sebagai di dalam cerita wayang sebelumnya Ksatria Danajaya datang, kita lebih dulu sudah mendengar nyanyiannya burungburung yang menghantarkan dan mengikutnya, − begitulah pula datangnya harikemudian yang indah itu kini sudah dialamatkan lebih dulu kepada kita, yang menunggununggunya dengan hati yang mengharapharap. Kita sudah mendengar persanggupanpersanggupannya akan rezeki milliunmilliunan yang tak diangkuti ke negeri lain, akan perikehidupan rakyat yang dus senang dan selamat, akan keadaan sosial yang sesuai dan memenuhi kebutuhannya, akan susunan hidup politik yang secara kerakyatan longgar, akan kemajuan seni, ilmu, cultuur yang tak terhalanghalang. Kita mendengar persanggupannya akan suatu Federatieve Republik Indonesia, yang hidup di dalam persobatan dan kehormatan dengan bangsabangsa lain, akan suatu bendera Indonesia yang menghiasi angkasa Timur. Kita mendengar persanggupannya akan suatu natie yang teguh dan sehat, ke luar dan ke dalam .....................
Tuantuan Hakim yang terhormat, dengan menggambarkan tiga bagian tentang haridulu, harisekarang dan harikemudian itu, maka kami sudahlah dengan singkat sekali menunjukkan usahanya P.N.I. tentang nyawanya machtsvormingnya, yakni nationalisme, − kecintaan pada tanahair dan bangsa, rasagembira atas kebahagiaannya, rasamengeluh atas kemalangannya.
Marilah kita sekarang menjawab pertanyaan, apakah uraturat dan sarafsarafnya machtsvorming P.N.I. itu. Uraturat dan sarafsaraf machtsvorming P.N.I. adalah bertentangan dengan uraturat dan syarafsyarafnya stelsel imperialisme di sini. Uraturat dan syarafsyarafnya stelsel imperialisme yang terpenting adalah empat rupa;
pertama : stelsel imperialisme melahirkan politik divide et impera, yakni politiek memecahbelah;
kedua : stelsel imperialisme menetapkan rakyat Indonesia di dalam kemunduran; ketiga : stelsel imperialisme membangunkan kepercayaan di dalam hati dan pikiran
rakyat, bahwa bangsa kulitberwarna itu memang bangsa yang kurang “karaatnya” dan bahwa bangsa kulitputih memang “adhiadhining” bangsa;
keempat : stelsel imperialisme membangunkan kepercayaan di dalam hati dan pikiran rakyat pula, bahwa kepentingankepentingan rakyat itu adalah sesuai dan sama dengan kepentingankepentingan kaum imperialisme itu, sehingga rakyat itu jangan menjalankan politik selfhelp dan politik inginmerdeka, tetapi haruslah memeluk politik bersatu dengan kaumpertuanan, yakni associatiepolitiek. 147
∗) Nah, samasekali bertentangan dengan politik divide et impera inilah, samasekali
bertentangan dengan politik yang menetapkan rakyat di dalam kemunduran; samasekali berhadaphadapan dengan politik yang bermaksud “psychologische injectie van de inferioriteit
147**) Untuk mengerti kalimatkalimat kami ini, orang harus ingat, pergaulanhidup itu “tidak diam”, tetapi senantiasa hidup, senantiasa maju, senantiasa berEvolusi. Anggota P.N.I tentu ingat akan kamipunya kursuskursus tentang “Phasenleer”
van het bruine en de superioriteit van het blanke ras”, samasekali contra associatiepolitiek itulah uraturat dan saraf nya matchsvorming P.N.I. .
P.N.I. menjawab politik divide et impera itu dengan dengungannya itikad persatuanIndonesia, menjawab politik yang memecahmecah itu dengan dayanya mantram nationalisme Indonesia yang merapatkan baris. Dari zaman dulu sampai zaman sekarang, berabadabadlah rakyat kita itu kemasukan bagipemecah tak berhentihenti, baik di zaman compagnie maupun di zaman modern. Memang di dalam perceraian dan di dalam ketidakrukunan itulah letaknya kemenangan musuh. “Verdeel en heersch”, **) − itulah 148
mantramnya tiaptiap rakyat yang mau mengalahkan rakyat lain, mantramnya imperialisme di manamana zaman dan dimanamana negeri. “Verdeel en heersch” adalah mantramnya bangsa Romein yang memang penemu mantram itu, adalah mantramnya bangsa Spanyol dan Portugis di zaman dulu mengibarkan benderanya dinegerinegeri orang lain, adalah mantramnya bangsa Inggeris mendirikan iapunya kerajaandunia “British Empire”. Dengarkanlah bagaimana Prof. Seeley di dalam iapunya buku yang termashur “The expansion of England” menceriterakan “verdeelenheersch politiek” di India:
“Wanneer Engeland, dat geen militair land is, werkelijk een bevolking van een paar milIioen zielen moest beheerschen met een engelsche militaire macht, is het onnoodig te zeggen, dat de last onze krachten zou te boven gaan. Maar het is niet zoo ................ doordat Engeland Indie tot onderwerping bracht en het er in houdt in hoofdzaak met behulp van Indische troepen en met Indisch geld ......... Indien er in Indie een. nationale beweging kan ontstaan zooals die waarvan wij in Italie getuigen waren, zou de Britsche macht niet eens zooveel weerstand kunnen bieden, als Oostenrijk in Italie, maar zou onmiddellijk ineen moeten vallen.” 149
“Een menigte individuen, niet verbonden door gemeenschappelijke gevoelens en belangen, is gemakkelijk te on derwerpen, omdat zij tegen elkaar kunnen worden gebruikt. “ “Zooals ge ziet werd de muiterij grootendeels onderdrukt door de volken van Indie tegen elkaar op te zetten.” 150
“Jikalau negeri Inggeris, yang bukan negeri militer itu, dengan sesungguhnya harus memegang suatu rakyat dari beberapa juta manusia dengan sesuatu kekuasaan militer Inggeris, maka tak perlulah dikatakan lagi, bahwa kita tak akan bisa memikul beban yang seberat itu. − Tetapi keadaan bukanlah begitu, ................ sebab, Inggeris adalah menaklukkan India dan mengekalkan India di dalam ketaklukan itu terutama ialah dengan serdadu bangsa India dan harta India ........... Jikalau umpamanya di India bisa bangkit suatu pergerakankebangsaan sebagai yang dahulu kita lihat di Italia, maka kekuasaan Inggeris tidak akanlah bisa cukup kekuatan melawannya sebagai dahulu Oostenrijk di Italia, tetapi niscayalah segera menjadi gugur” . “Rakyat yang tidak tergabung satu sama lain oleh perasaanperasaan yang sama dan kepentingankepentingan yang sama, adalah gampang ditaklukkan, oleh karena mereka bisa diadudombakan satu sama lain.”
148 san min chu I pag. 102, 112. 149∗) bandingkan pikiranpikiran kami ini dengan pikiranpikiran Moh. Hatta didalam ia punya “Indonesiavrij”, dan juga dengan pikiranpikiran
Dr. Sun Yat Sen. 150**) “Pecahkanlah, nanti kamu bisa memerintahnya!”
“Sebagai tuan melihat sendiri maka pemberontakan ini adalah dipadamkan dengan mengadudombakan rakyat India itu satu dengan yang lain” Dan di Indonesiapun, imperialismetua dan imperialismemodern tak lupa akan
kemanjuran mantram itu; di Indonesiapun bagipemecah tak berhentiberhenti bekerja: “− haar gevaarlijkste vijanden had zij door de toepassing van den regel “divide et impera‘‘ schier machteloos gemaakt; ....... zij had hare schoonte triomphen behaald door de wapenen der zwakken, sluwe berekening en list.” − “− iapunya musuhmusuh yang terkuasa adalah ia lemahkan samasekali dengan menjalankan politik “verdeel en heerch” itu; ....... ia adalah mendapatkan iapunya kemenangankemenangan yang terbagus dengan senjatanya kaum lemah, perhitungan yang muslihat dan tipu daya.” −
begitulah Prof. Veth menggambarkan politiknya imperialismetua di Indonesia itu, dan Clive 151
Day adalah menulis : “Divide et impera” was de natuurlijke zinspreuk, die gevolgd werd bij het in aanraraking komen met inlandsche staten en was het beginsel dat voor het grootste deel tot het welslagen der Nederlanders heefl bijgedragen.” 152
“Politik memecahmecah adalah peribahasa yang diikutinya di dalam pergaulannya dengan kerajaankerajaan bumiputera, dan buat sebagian besar adalah azaskemenangannya bangsa Belanda itu.” Imperialismetua kini sudah mati; tetapi tidak matilah warisan yang dikasihkannya kepada
imperialismemodern, yakni warisan japamantram “verdeel en heersch” yang ampuh itu. Tidak sebagai dulu, − dipakai menakluknaklukkan dan melebarlebarkan jajahan, − semua pulau sudah takluk, “staatsafronding” sudah selesai −, − tidak sebagai dulu dibarengi dengan gemerincingnya pedang, letusnya bedil dan gunturnya meriam, tetapi dipakai mengekalkan apa yang sudah tercapai dengan melalui (menurut katanya Stokvis) “jalanjalan yang lebih sunyi”, “stillcre wegen”.
Memang, semua kepulauan sudah takluk, “staatsafronding” sudah selesai, − lahirnya Indonesia dibikin satu, lahirnya diikat di dalam satu persatuan, tetapi “persatuan” ini, menurut perkataannya seorang socialist adalah suatu:
“onderworpen eenheid, die slechts een eenheid van onder worpenheid is,” 153
“persatuan yang takluk, yang hanya persatuan daripada ketaklukan belaka.” dan amboi ............. janganlah bathinnya menjadi satu, janganlah semangatnya kemasukan nationalisme dan menjadi semangat natie! Sebab kaum imperialisme tahu, bahwa suatu rakyat yang tiada nationalisme dan tiada semangatnatie adalah sebagai Dr. Sun Yat Sen mengatakan, hanya “a sheet of loose sand” belaka,sebagai pasir yang meruluk dan ngeprul dan tiada
151 pag. 175, 204 (vertaling Steinmetz) 152 pag. 207, 208 153 Java II pag. 193
hubungan satu sama lainnya, yang bisa ditiuptiupkan kemanamana dan bisa dikoreh semaumaunya.
Semangat, semangatlah yang terutama oleh stelsel imperialismemodern itu dijatuhi mantram, di “verdeel” supaya stelsel itu bisa “heerschen” selamalamanya. Semangatlah yang terutama dimasuki bayipemecah agar supaya tidak bisa menjadi semangat nationalisme yang masuk sebagai semen di dalam pasir yang ngeprul itu dan membikin daripada satu blok beton mahabesar yang ibarat tak bisa hancur walau di meriam juga.
Kaumimperialisme modern tak lupa akan wejangan karuhunkaruhunnya itu. Japamantram “divide et impera”tak lupa saban hari, saban jam dikemahkemihkan. “Bilamana India menjadi satu natie,” − begitulah Prof. Seeley mengajarkan padanya, 154
“Zoodra lndie zou toonen te zijn ............ een onderworpen natie, zouden wij onmiddelijk begrijpen het onmogelijk te kunnen handhaven” ............... “Wanneer door een of andere oorzaak de bevolking zich als behoorende tot een nationaliteit gaat voelen, dan zeg ik niet dat er reden is te vreezen voor onze heerschappij; dan zeg ik, moeten wij onmiddelijk alle hoop opgeven!” “Bilamana India menjadi satu natie, maka kita segeralah mengerti, bahwa kita tak akan bisa terus memegangnya” ...... “Jikalau oleh salah suatu sebab, rakyat itu merasa dirinya satu kebangsaan, maka saya tidak berkata bahwa kita harus khawatir akan keadaan kekuasaan kita, tetapi saya berkata bahwa kita sekejapmataitujuga harus melepaskan tiap harapan!”
“Sekejap mata itu jua harus melepaskan tiaptiap harapan!”, “Onmiddellijk aIle hoop opgeven!”, − bahwa sesungguhnya: suatu ajaran yang mendahsyatkan! Tetapi, − neen, tidak, tidak usah dahsyat dan kurang tidur! Sebab tidakkah cukup suratsurat khabar sebagai A.I.D. de PreangerBode, JavaBode, Nieuws v.d, Dag, de Locomotief, Surabajaasch Handelsblad dll. yang saban minggu, saban hari biasa menebarnebarkan benih pemecahan itu, berisi cacimakian atas tiaptiap usahapersatuan dan atas tiaptiap usaha membangunkan nationalisme dan pihaknya “Inlander”! Tidakkah bahasa Indonesia, yakni bahasapersatuan, akan lekas dihapuskan dari sekolahsekolahan, dan tidakkah sistem pendidikan dari sekolahsekolahan itu sudah membunuh tiaptiap rasakebangsaan, − “denationaliseerend”! Tidakkah masih ada seorang Colijn, yang dengan iapunya buku “Koloniale vraagstukken van heden en morgen” mencoba mewujudkan azas divide et impera itu didalam suatu susunan administrasipemerintahan yang bernama “eilandgouvernementen”, tidaklah misih ada seorang De Kat Angelino yang membikin bukubuku tebal yang penuh dengan rapalrapal pembunuh semangat nationalisme Indonesia itu! Tidakkah masih ada seorang Couvreur, yang di dalam suatu nota memujikan kepada regeering:
“de openstelling van Bali voor de missie en de kerstening der bevolking. Aldus zou men in de toekomst kunnen krijgen een RoomschKatholiekBali, dat eenwig zou vormen tusschen Java en de Oostelijk gelegen eilanden. Men heeft reeds zoo’n Christelijkwig tusschen Aceh en Minangkabau: het gekerstende Batakland”, “pembukaan Bali untuk agama Kristen dan pengeristenan penduduknya. Begitulah orang di kemudian hari akan mempunyai suatu negeri Bali yang RoomschKatholiek, yang bisa menjadi bayi antara pulau Jawa dan pulaupulau sebelah Timur. Orang sudah mempunyai
154 Nederl. beheer p. 52
bayi Kristen yang demikian itu antara Aceh dan Minangkabau, yakni: negeri Batak yang telah dibikin nasrani itu”,
− tidakkah misih ada seorang Couvreur yang memujikan bayi yang demikian itu, sehingga dari kalangan bangsa Indonesia Kristen terdengarlah protest yang berbunyi:
“Mijn God, een Christelijk wig! Moeten wij, Christen Indonesiers, die al verschillen wij van Godsdienst met de andere landgenooten, toch in elk geval kinderen zijn van MoederIndonesia, − moeten wij toestaan, dat onze heerlijke godsdienst voor dat doel wordt misbruikt? Moeten wij toestaan, dat het heerlijke Christendom als middel wordt gebruikt, om onze nationale eenheid onmogelijk te maken, en om de kinderen van MoederIndonesia van elkaar te vervreemden?” 155
“Astaga, suatu bayi Kristen! Bolehkah kita bangsa KristenIndonesiers, yang walaupun berbedaan agama dengan bangsa sendiri yang lainlain, toh juga puteraputera IbuIndonesia, − bolehkah kita membiarkan saja bahwa kitapunya agama yang suci itu dihina untuk maksud yang demikian itu? Bolehkah kita membiarkan saja, bahwa agama Kristen yang suci itu dipakai sebagai alat untuk mencegah persatuan kebangsaan kita, dan untuk mengasingkan puteraputera IbuIndonesia satu dari yang lain?”
Pendek kata, tidakkah dimanamana misih ada sistem, yang menanggungkan padamnya semangat itu dan menanggungkan kekalnya perceraian antara “inlander” dengan “inlander” itu !
Tetapi kita, kaum yang ingin kuasa, kitapun tak usah kurang tidur! Kitapun kini mempunyai japamantram yang malahan nantinyatentu lebih ampuh daripada mantramverdeel en heersch itu, kitapun tak siasia maguru di dalam pertapaannya Sanghiang Merdeka, yang mewejangkan pada kita saktinya ilmu “bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh!” Kitapun memperhatikan pula pengajarannya Prof. Seeley tadi itu, tetapi di dalam kita punya arti, di dalam kitapunya makna!
Persatuan Indonesia, Tuantuan Hakim, persatuan Indonesia, yang menggabungkan segenap rakyat Indonesia itu menjadi satu ummat, satu bangsa, satu natie, itulah urat dan syarafnya machtsvorming P.N.I. yang pertama.
Dan yang kedua? Uratsyaraf machtsvorming kita yang kedua adalah kontra uratsyaraf stelsel imperialisme yang kedua pula. Stelsel imperialisme mau menetapkan rakyat kita di dalam kemunduran, − wahai, kita mau menjunjung rakyat kita daripada kemunduran itu! Kita mengetahui: kemunduran budiakal rakyat adalah kepentingan stelsel Imperialisme disini. Sebab Imperialisme di sini bukanlah terutama handelsimperialisme; imperialisme di sini adalah sebagai kami terangkan di muka, yakni palinghebat terutama di dalam saktinya yangkeempat, yakni paling hebat di dalam mengusahakan Indonesia sebagai exploitatiegebied daripada surpluskapital. Ia adalah paling hebat di dalam usahanya sebagai landbouwindustrien, industri pertambangan, industri biasa, dan perusahaan lainlain, − yakni semuanya perusahaan, yang butuh akan kaum buruhmurah, akan penyewaantanahmurah, akan kebutuhankebutuhan rakyat yang murah. Untuk kemurahan halhal ini, maka rakyat kita dibikin rakyat yang “hidup kecil” dan “narima”, rendah pengetahuannya, lembek kemauannya,
155 v.d. Zee, S.D.A.P. en Indonesia, pag 29.
sedikit nafsunafsunya, padam kegagahannya, rakyat “kambing” yang bodoh dan matienerginya!
Di muka sudah kami beberkan penyelidikannya Prof, van Gelderen yang membuktikan kepentingan imperialisme ini atas kemunduran sosialekonomi rakyat: nah, kemunduran budiakalpun, geestelijke decadencepun adalah di dalam kepentingannya itu!
Di dalam Welvaartverslag deel IX b 2 kaca 172 kami membaca: “De desaman en zijn hoofd en de desagemeente vormen van ouds den “kleinen man” de dienstbaren, ......... die dus nederig te houden is, overingens de belastingbetaler bij uitnemendheid. De priyayi daarentegen behoort tot de stand der bevelvoerenden en in het algemeen belang moet dit onderscheid goed merkbaar gehouden worden. Daarop is hier de heele maatsechappij gegrond ......... Al heeft men gelukkig toenemend voor den kleinen man gezorgd, ....... klein moet hij blijven!” “Rakyat desa dan kepalanya dan kampungnya dari dahulu kala adalah “si orang kecil”, si rendahbakti, ........ yang oleh karenanya harus ditetapkan rendah selamanya, − pembayarpembayar pajak yang sebaikbaiknya, Kaum priyayi sebaliknya adalah termasuk kaum yang memerintah; untuk keperluanumum maka perbedaan ini harus dibikin seterangterangnya. Seluruh pergaulan hidup di sini adalah disendikan di atas azas ini .......... Walaupun orang sudah makin banyak memelihara kepentingan si orang kecil itu, .......... ia harus tetap kecil, − klein moet hij blijven!”
“Klein moet hij blijven”, Tuantuan Hakim, − dia harus tetap “hidup kecil” dan “nerima”, tetap rakyat “kambing” yang harus menurut saja!; − berpuluhan tahun sistem ini bekerja, ya berabadabadan sistem ini menjalankan pengaruhnya. Herankah Tuantuan, kalau nyonya Augusta de Wit di dalam bukunya “Natuur en Menschen in Indie” ada menulis :
“Het onrecht heeft te lang geduurd; de geesten zijn er naar gegroeid, vergroeid. De gedachten zijn krom en klein geworden, de wil hangt slap” .........? 156
“Ketidakadilan sudahlah berjalan terlalu lama; budiakal sudahlah mengkerut menurut kepadanya. Akalpikiran sudahlah menjadi bengkok dan kecil, kemauan sudahlah menjadi lemah dan gelembos” .........? Herankah Tuantuan, kalau P.N.I. menuliskan perlawanan kepada geestelijke decadence ini
di atas panjipanjinya? Kita, kaum P.N.I., kita mencoba memberantas penyakit ini dengan mengadakan lebih banyak onderwijsrakyat, menyokong sekolahansekolahan rakyat, mengurangkan analphabetisme di kalangan rakyat. Kita mencoba membangkitbangkitkan dan membesarbesarkan ke mauan rakyat akan nasib yang lebih mempernasib manusia, menyalakan lebih banyak nafsunafsu di dalam kalbunya rakyat. Kita berusaha menghiduphidupkan lagi kegagalan rakyat, wilskracht rakyat, energie rakyat sebagai sediakala,− rakyat yang ‘kini “sudah mati kutunya” itu “rakyat kambing” yang menurut Professor Veth:
“de tijger in hen getemd”, “semangatharimaunya sudah jinak sampai kutukutunya”,
karena
156 t.a.p. pag. 204, 209
“de slaapdrank eener lange onderwerping aan overmachtigevreemdelingen zijne werking niet heeft geinist”! 157
“obattidurnya ketaklukan pada bangsabangsa yang kuasa tak luputlah bekerjanya”! Energi rakyat inilah salah satu urat syaraf machtsvorming kita, − salah satu urat syaraf penolak daya imperialisme, tetapi terutama sekali ialah urat syaraf penyorong rakyat kelapang muka!
Tuantuan Hakim, sempitnya tempo memaksakan kami membicarakan urat syaraf machtsvorming P.N.I. yang nomor tiga dengan cara yang sesingkatsingkatnya pula. Urat syaraf yang nomor tiga ini adalah bergandengan sekali dengan urat syaraf nomor dua itu, yakni bergandengan sekali dengan urat syaraf penolak daya yang mengambingngambingkan itu. Sebab stelsel imperialisme di sini tidaklah berkepentingan saja atas kemunduran sosialekonomi dan kemunduran budiakalnya rakyat kita itu, − stelsel imperialisme di sini adalah pula berkepentingan atas halnya rakyat itu percaya bahwa ia memang suatu rakyat kelas kambing.
Di atas sudah kami tunjukkan, bahwa kaum Imperialisme itu, sebagai kaum imperialisme dimanamana saja, adalah menutupi maksudnya yang sebenarbenarnya. Mereka menutupi dengan macammacam teori yang manis, mereka mengatakan bahwa maksudnya bukanlah urusan rezeki, bukanlah urusan yang begitu “kasarnya”, − tetapi ialah maksud, “mendidik” kita dari bodoh ke arah kemajuan, dari “tidak matang” dijadikan “matang”, pendek kata bahwa mereka ialah mau memenuhi suatu “suruhan yang suci”, yakni suatu “mission sacree”.
Mereka mengatakan, bahwa mereka itu tidaklah mendapat keuntungan apaapa, tidaklah mendapat manfaat apaapa, melainkan ialah malahan mendapat rugi belaka, malahan mendapat beban belaka,− yakni malahan mendapat “burden”,“white mans burden” *), menjunjung dan 158
memikul kita ke atas kemajuan! Maka untuk “lakunya” teori “mission sacree” ini, untuk “lakunya” teori “white mans
burden” itu, perlu sekalilah kaum kulitcoklat itu dimasukkan ke dalam kepercayaan, bahwa mereka dalam hakekatnya memang suatu bangsa inferieur atau “kurang karaat”, bahwa sebaliknya bangsa kulit putih adalah bangsa yang memang superieur, bangsa yang memang “adhiadhining” bangsa, − dan bahwa dus sudah semestinya bangsa yang “inferieur” ini harus “dituntun” oleh bangsa yang “superieur” itu dengan ......... imperialismenya!
“Itu tuantuan rambutjagung”, − begitulah Karl Kautsky di dalam bukunya tentang ras dan jodendom menggambarkan pendiriannya bangsa “rambutjagung” itu terhadap pada bangsa Yahudi −:
“de blonde heeren proklameeren zichzelve als de meest wijzen, edelsten en krachtsvolsten aller menschen, wien aIle anderen hebben te dienen,” 159
“itu tuantuan rambut jagung mengunggulngunggulkanlah diri sendiri sebagai orangorang yang paling budiman, paling murahhati, paling gagahkuat, yang pantas dihambai oleh semua orangorang lain.”
dan adakah pendiriannya terhadap pada bangsabangsa Asia berbeda, adakah pendiriannya terhadap bangsa kita berlainan? Tidak, tidak berbeda, tidak berlainan,− tidak kurang keraslah di
157 Suluh Indonesia Muda, Sep – Okt 1928, p. 274/275 158 pag. 90 159 Java, I, pag. 299
Indonesia itu bekerjanya sistem menanamkan kepercayaan dalam hati kalbu rakyat bahwa mereka memang superieur, kita memang inferieur, − tidak kurang keraslah di sini menyalanya kesombongan sikulitputih alias tropenwaan, tidak kurang keraslah di sini merajalela rasa “Ijeu aing ujah kidul!”
Pastoor van Lith, itu OrangAlim yang tulus hati, belum lama berselang di dalam bukunyakecil yang termashur , adalah menulis: 160
“Maar al behooren zij dus heelemaal niet tot de kruidnageldieven van die dagen, zij deelen toch mee in de erfenis. Zij hebben allen een legaatje getrokken uit de nalatenschap van de roemrijke O.I. Compagnie. Ze komen in Indië als telgen van de grootmogende Heeren XVII, als zonen des overheerschers, met de fierheid van het geslacht der overheerschers tegenover de overheerschten. Misschien zijn zij zich van die fierheid onbewust, zij hebben ze. Wellicht hadden zij die niet, toen zij uit Nederland vertrokken, zeer mogelijk; wanneer zij eenmaal in Indië zijn dan ontkomen ze daaraan niet. De omgeving biologeert hen. De een meer, de ander minder, allen krijgen van den rassenwaan een deel te pakken. De Nederlandsche maatschappij, zooals zij nu ......... in Indië voortleeft, is een voortzetting van de handelszaak de vroegere Compagnie, en elke Nederlander, al is hij katholiek, ........... leeft in de atmosfeer van dien grooten kruidenwinkel, ............. en leeft voor de reuzenondememing van wier voortbestaan en bloei zijn eigen leven, zijn eigen welzijn afhangt.” “Tetapi, walapun mereka samasekali tidak termasuk golongan pencuripencuri cengkeh sediakala, mereka toh ikut menerima warisannya. Mereka semua adalah menerima bagian daripada warisan compagnie yang termashur itu. Mereka datangnya di Hindia ialah sebagai turunanturunannya “Tuantuan XVII” itu, sebagai puteraputeranya yang memerintah, dengan kesombongannya kaum yang memerentah terhadap kaum yang diperintah. Barangkali mereka tidaklah merasa akan kesombongan itu, tetapi mereka tohada sombong. Barangkali mereka tidaklah begitu tatkala mereka meninggalkan negeri Belanda; tetapi bilamana mereka sudah ada di Hindia, maka mereka tak luputlah menjadi sombong. Keadaankeadaan di kanankirinya adalah memutarkan samasekali merekapunya hati dan pikiran, yang satu kurang, yang lain lebih, − semua terjangkitlah oleh penyakit kesombonganbangsa itu. Pergaulanhidup Belanda yang sekarang ada di Hindia itu, adalah sebenarnya terusannya perusahaandagang daripada compagnie dulu itu, dan tiaptiap orang Belanda, walaupun ia katolik, ........... adalah hidup di dalam hawanya kedairempahrempah yang besar itu, ............... dan adalah hidup untuk keperluannya perusahaan besar itu, yang terus hidupnya dan suburnya adalah berarti iapunya hidup dan iapunya keselamatan sendiri.”
Lebih terang sebagai di sini, tidak bisalah dinyatakan, bahwa rasa keunggulan itu adalah salah satu urat syaraf daripada perusahaan besar “reuzenonderneming” itu. Memang, tidak kurangkuranglah kita mendengar cacian “Inlander seperti kerbau”, “Inlander goblok”, “Inlander bodoh, kalau gak ada kita modar lu”, − beserta lainlain “pujian” yang “segar” lagi! Tetapi, walau begitu, toh bukan terutama di dalam ucapucapan kesombongan satusatunya orang Eropa itu letaknya bahaya yang terbesar bagi kita, bukan terutama di dalam ketinggianhati sesuatunya bangsa kulit putih itu letaknya bencanabatin dari rakyat kita − bahaya yang terbesar dan
160*) burden = beban. White mans burden = bebannya si kulit putih
bancana yang paling merusak adalah di dalam halnya ada sistem yang tak pedotpedot menginjeksikan pada rakyat kita racunkepercayaan “kamu Inlander bodo, kamu modar kalau tidak kita tuntun” itu. Sebab injeksi ini lamalama “makan”! Berabadabad kita mendapat cekokan “Inlander bodo”, berabadabad kita di injeksi rasakurang karaat, turuntemurun kita menerima sistem ini, − ketambahan lagi kita ditetapkan “rendah” dan ditetapkan “kecil” sebagai welvaartverslag itu tadi mengatakannya, dipadampadamkan segenap kitapunya energi, sekarang percayalah kebanyakan bangsa kita, bahwa kita, sesungguhnya, memang adalah bangsa kurangkaraat yang tak bisa apaapa! Hilanglah tiaptiap kepercayaan atas kebisaan sendiri, hilanglah tiaptiap rasakegagahan, hilanglah tiaptiap rasa zelfvertrouwen dan fierheid. Kita, sediakala adalah bangsa yang ikut menjunjung tinggi obornya cultuur Timur dan kebesaran Timur, yang dulu begitu insaf akan kebisaandiri dan kepandaiandiri, kita sekarang menjadilah rakyat yang sama sekali hilang keinsafan itu. Kita menjadilah kini rakyat yang mengira, ya percaya bahwa kita memang adalah rakyat yang “inferieur”. Kini dimanamana terdengarlah kesah: “yah, kita memang bodo, kalau tidak ada bangsa Eropah bagaimana kita bisa hidup!”
O Tuantuan Hakim, bagaimana baiknya kalau kita bisa membongkar bencanabatin yang demikian ini! Bagai mana baiknya kalau kita bisa menamakan lagi dengan sekejap mata saja “wahyu cakraningrat” yang meniadakan rantairoh yang mengikat itu! Tuantuan tentu mengerti, bahwa perasaan “memang kurangkaraat” atau inferioriteitsgevoel itu adalah racun bagi kemajuannyatiaptiap bangsa,rem, yang sejahatjahatnya bagi geraksuburnya atau evolutienya tiaptiap rakyat.
Herankah Tuantuan, kalau Tuan melihat P.N.I. membanting tulang memberantas inferioriteitsgevoel ini, memeras keringat dan tenaganya memberantas segala perasaan “ini tak bisaitu tak bisa” ini, membongkar teori “mission sacree” dan “white mans burden” dengan akarakarnya, − mengembalikan lagi kepercayaan di dalam kalbu rakyat, bahwa bangsa kita, asaI saja dikasih kesempatan, mempunyailah kebisaankebisaan yang tak kalah dengan kebisaankebisaan bangsa lain? Herankah Tuan, kalau melihat P.N.I. membongkarbongkar kebohongan kata, bahwa dunia Timur akan menjadi biadab sama sekali kalau tidak ada dunia Barat? Tidak, bagi kita kaum Partai Nasional Indonesia, bagi kita tidaklah syakwasangka lagi, bahwa “inferioriteit” atau “kebodohan” kita itu bukanlah “inferioriteit” dan “kebodohan” yang memang sifathakekat natuurnya dengan kulit berwarna, tetapi hanyalah “inferioriteit” dan “kebodohan” yang terbikin dan terinjeksikan belaka, − tidaklah pula kita syakwasangka lagi atas kebenarannya kalimat Karl Kautsky yang memang sudah kami dalilkan itu, yakni kalimat:
“De bezitloosheid brengt echter mee gebrek aan beschavingsmiddelen, dus ook aan beschaving”. 161
“Siapa orang yang tak mempunyai suatu apa, adalah tentu kekurangan pula alatalat kesopanan, dus juga kekurangan kesopanan”,
dan bahwa theorie “mission sacree” itu hanyalah benar di dalam syariat alias schijnnya saja.
“den schijn van de heerschappij der cultuur over de onbeschaafdheid !” 162
“syariat atau schijn akan keunggulan cultuur di atas kebiadaban!”
161 Bij Sneevliet, Proces 162 De politiek v. Ned. : t.o.v. Ned. Indië, pag. 11
Syariat, schijn, Tuantuan Hakim, schijn! Schijn bahwa kita memang bangsa yang kurangkaraat, schijll bahwa kaum imperialisme adalah kaum yang lebih superieur di dalam hakekatnya. Memberantas ini schijn, memberantas itu rasakurangkaraat, itulah kitapunya urat syaraf machtsvorming yang ketiga. Dengan memberantas itu rasakurangkaraat, maka P.N.I. menaruhlah salah satu syarat yang terpenting bagi politiknya “percaya pada diri sendiri”, “bekerja sendiri untuk sendiri !”,− yakni syarat bagi politiknya “selfreliance” atau “selfhelp”!
Marilah kami sekarang membicarakan urat syaraf machtsvorming kita yangkeempat. Juga di sini kami bisa singkatkata. Sebab tadi sudahlah kami terangkan, bahwa di dalam tiaptiap negeri jajahan adalah belangenstelling antara kaum imperialisme dan Bumiputera, adalah pertentangan kepentingan antara dua pihak itu di atas tiaptiap lapang, baik lapang ekonomi, maupun lapang sosial, baik lapang politik maupun lapang apa saja juapun adanya. Tak benarlah ajaran kaum imperialisme bahwa dua pihak itu mempunyai persamaan kepentingan, gemeen schap of gelijkheid van belangen, dan oleh karenanya, tak benarlah pula ajarannya, bahwa dus koloni itu harus selamanya bersatu dengan “negeri ibu” dan bahwa dus kita harus menjalankan politik bersatu dengan kaum sana, yakni associatiepolitiek.
Tidak, P.N.I. tidak mau mengakui persamaan kepentingan itu, tidak mau menjalankan associatiepolitiek itu. P.N.I. adalah teguh di dalam keyakinannya, bahwa di sini adalah pertentangan kepentingan, belangentegenstelling, belangenantithese, sebagaimana pula diakui oleh banyak kaum Eropah yang tulus hati. P.N.I. teguh di dalam keyakinannya, bahwa dengan adanya belangenstelling itu tidak adalah satu koloni yang bisa membereskan pergaulan hidupnya dengan sempurna, kalau belangentegenstelling itu belum berhenti adanya, − yakni kalau lebih dulu kolonie itu belum berhenti menjadi kolonie! P.N.I. adalah karenanya partaikemerdekaan, − partai nationalevrijheid. Dan kemerdekaan tidak akan “dihadiahkan” oleh imperialisme dengan sekarang berusaha “mematangkan” kita dulu, sebab kemerdekaan adalah ruginya imperialisme itu. Kemerdekaan adalah hasilnya yang kita sendiri harus mengusahakan, yang kita sendiri harus menciptakan dan memujikan! Politik asosiasi adalah bertentangan dengan faham kepribadian ini, politik asosiasi adalah mengeruhkan keadaan. Di dalam sesuatu koloni adalah belangenantithese, − welnu, politik kita haruslah berdiri di atas antithese itu juga. Siapa orang Indonesia yang tidak berdiri dia atas antithese ini di dalam politiknya, ia adalah ngalamun! P.N.I. tidak mau ngalamun, P.N.I. tidak mau terapungapung di atas awan angananganan, − P.N.I. mau berdiri di atas keadaan yang sebenarnya, di atas realiteit. Tidak, bukan associatiepolitiek, tetapi politiek antitheselah yang menjadi urat syarafnya machtsvorming P.N.I. yang hempat. Dengan politiekantithese ini, maka ia adalah menarikgaris yang terang antara sini dan sana, memisahkan golongan sini dari golongan sana, − menjernihkan keadaan menjadi sejernihjernihnya!
Tuantuan Hakim, kami sekarang tinggal menerangkan satu hal lagi daripada machtsvorming kita. Kami sudah menerangkan nyawa machtsvorming kita, yakni nationalisme. Kami sudah menerangkan pulauraturat dansyarafsyaraf machtsvorming itu, yakni persatuan Indonesia, memerangi kemunduran budiakal rakyat, membantras perasaan kurangkaraat, menjalankan politik antithese. Kami sekarang harus menerangkan anggotaanggotanya machtsvorming kita itu, − badan lahirnya, badanwadagnya, stoffelijk lichaamnya.
Badanwadagnya machtsvorming P.N.I.?
Badanwadagnya machtsvorming P.N.I. sebagai yang diinginkannya, adalah massa. Idamidaman P.N.I. bukanlah satu partai dari puluhan atau ratusan orang saja, bukanlah perkumpulan segundukan kaum “salon politiekers” yang pekerjaannya seharihari hanya menggerutu saja, − idamidaman P.N.I. ialah suatu pergerakan massa yang sehebathebatnya, suatu massaactie, yang membangkitkan ribuan, laksaän, ketian, ya milliunan rakyat tuamuda, lakiperempuan, pandaibodo, menak dan somah! Hanya dengan massaactie yang demikian itulah, menurut keyakinannya, machtsvormingnya bisa menjadi sempurna. Hanya dengan massaaetie yang sebagai banjir yang mahakuasa dan tak dapat dicegah majunya, massaactie yang sebagai gelombang melimpahi seluruh Indonesia, dari Aceh sampai ke FakFak, hanya dengan massaactie yang begitu, machtvormingnya bisa menjadimacht yang sebenarbenarnya. Airair Indonesia yang terang sejak winduberwindu, airair Indonesia itu P.N.I. ingin mengalirkannya, sumber sambung sumber, sungai sambung sungai, samudera sambung samudera, sehingga akhirnya menjadilah aliran yang mahalebar dan mahatinggi, bergelombanggelombangan menuju ke satu arah. Dengan badanwadag yang sebagai raksasa itu, dengan urat syaraf empatsakti sebagai yang tadi kami terangkan, dengan nyawa nationalisme yang berkobarkobaran di dalam kalbu, maka sepanjang idamidaman P.N.I. machtsvormingnya menjadilah sebagai Krishna Tiwikrama, − hebat, onoverwinnelijk!
KrishnaTiwikrama! Dus toh revolusi, dus toh hamuk sebagai “hamuk Jayabinangun”, dus toh huruhara atau setidaktidaknya menjungkirkan hukum?
Bukan, sekali lagi bukan! Bukan pelanggaran hukum atau revolusi, − tetapi sua tu massaactie yang aman tetapi
hebat, sesuatu massaactie yang ordelijk tetapi geweldig, sebagai misalnya massaactie S.D.A.P. tatkala duapuluh tahun yang lalu berjuang buat merebutkan AlgemeenKiersrecht. Adakah di dalam massaactienya S.D.A.P. pada waktu itu, tatkala puluhan, ratusanribu manusaia bergerak, bomboman atau dinamitdinamitan, pengrusakan keamananumum, pelanggaran gezag? Adakah S.D.A.P. di dalam kiesrechtmassaactie itu mengalirkan darah, adakah pemimpinpemimpinnya kena hukuman lantaran melanggar artikel ini atau artikel itu?
Tuantuan Hakim, rakyat Belanda sekarang merasa besar hatilah atas algemeen kiesrechtnya, merasa besarhatilah di atas kemenangan democratie itu; kitapun ikut mengucap bahagia di atasnya, kitapun ikut berseru: “bahagia, bahagialah kamu dengan itu algemeen kiesrecht, o, bangsa Belanda!” − Tetapi, .......... marilah kita ingat sebentar, bagaimana rakyat Belanda itu caranya mendatangkan algemeen kiesrecht itu, bagaimana caranya kemenangan democratic itu didatangkan! Tak lain tak bukan,− dengan massaactie! dengan massaactie yang bergelombanggelombang melimpahi seluruh Nederland, membangkitkan seluruh energinya rakyat, mengelektriseer sekujur badannya natie, − massaactie yang hebat dan kini tertulis dengan letteremas di dalam buku riwayatnya bangsa Belanda mendatangkan aturan pemerintahan yang modern! Massaactie yang demikian hebatnya itulah diidamidamkan oleh P.N.I., massaactie yang hebat dan mahakuasa, yang juga menggetarkan seluruh tubuhnya rakyat dan juga mengelektriseer sekujur badannya natie, − massaactie yang bergelombanggelombangan menuju kearah maksudnya, tidak dengan bermaksud isengiseng langgarlanggaran wet sebagai yang dituduhkan kepada kami dalam proces ini, tidak pula dengan senyata bom atau bedil atau gasracun atau “rameramean” apapun jua, melainkan hanyalah dengan senjatasemangat yang berupa nationalisme beserta empat urat syaraf itu tadi saja adanya, sebab senjatasemangat ini,
asal sudah cukup mengasahnya, sudah bisalah membikin kita menjadi mahasakti dan tak dapat dipertundukkan, yakni bisa membangkitkan desakan “moreel geweld” yang maha besar, sehingga semua maksud kita tentu dapat tercapai!
Kami kembali lagi: badanwadagnya machtvorming P.N.I. adalah kami carikan di dalam rakyatmurba yang bermilliunmilliunan itu, di dalam massa yang berkerumunkerumunan sebagai semut.
Aha! A.I.D. sering menulis atau saksi Albreghs a la Colijn berkata, − dus gantinya P.K.I., dus gantinya “Gombinis”!! Satu “Iogica” lagi yang kocak, Tuantuan Hakim!
“Logisch”, bukan? P.N.I. didirikan tidak lama sesudah P.K.I. mati, P.N.I. sering menunjukan sikap antiimperialisme sebagai P.K.I., P.N.I. mau menggerakan masa sebagai P.K.I., dus P.N.I. sama dengan P.K.I., dus merahputihkepalabanteng sama dengan merahmartilarit, dus nationalistIndonesia sama dengan “Gombinis” !
Toch,...... walau “logica” yang begitu “logisch” itu, − P.N.I. bukan “Gombinis”! P.N.I. memang didirikan di dalam tahun 1927, memang antiimperialisme, memang suatu partai massa, memang suatu partai yang kromoistisch dan marhaenistisch, memang dikhawatirkan oleh Dr. Cipto akan lekas dituduh dan ditindas sebagai gantinya P.K.I., tetapi P.N.I. bukan “Gombinis”, P.N.I. bukan “heimelijk opvolgster” *) dari Partai Kommunist Indonesia! 163
P.N.I. adalah suatu partai revolutionair nationalisme sebagai yang kami terangkan tadi, − dan massaisme, kromoisme, marhaenisme P.N.I. tidaklah karena faham “Gombinis” melainkan ialah oleh karena susunan pergaulan hidup Indonesia memang menyuruh P.N.I. memeluk kromoisme dan marhaenisme itu!
Menyuruh memeluk kromoisme? Ya, Tuantuan Hakim,menyuruh memeluk kromoisme, sebagaimana susunan pergaulan hidup Eropahmenyuruh kaum sosialis memeluk proletarisme pula! Sebab susunan pergaulan hidup Indonesia sekarang adalah pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah terdiri dari kaumtanikecil, kaumburuhkecil, kaumpedagangkecil, kaum pelajarkecil, pendek kata: ............... kaum kromo dan kaum marhaen yang apaapanya semua kecil! Suatu nationalebourgeoisie **) yang kuasa sebagai di Hindustan, suatu 164
nationalebourgeoisie yang tenaganya bisa dipakai di dalam perjuangan melawan imperialisme itu dengan suatu “selfcontaining”politiek, ***) di sini boleh dikatakan tidaklah ada. Banyak 165
kaum nasionalis bangsa Indonesia, yang mengatakan bahwa pergerakan Indonesia harusmeniru pergerakan Hindustan dengan mengadakan pula boycott economie atau swadeshi sebagai di Hindustan itu. Kami menjawab: kalau bisa, memang bagus, tetapi pergerakan Indonesia tidak bisa meniru pergerakan Hindustan, tidak bisa ikutikut mengadakan swadeshi, tidak bisa memakai tenaganya suatu nationalebourgeoisie, oleh karena di Indonesia tidak ada nationalebourgeoisie yang kuasa itu. Pergerakan Indonesia haruslah suatu pergerakan yang hampir melulu mencari tenaganya di dalam kalangan Kang Kromo dan kang Marhaen saja, oleh karena Indonesia hampir melulu mempunyai kaum Kromo dan kaum Marhaen belaka! Di dalam tangannya kaum Kromo dan kaum Marhaen itulah terutama letaknya nasib Indonesia, di dalam organisatienya kaum Kromo dan kaum Marhaen itulah terutama harus dicari tenaganya. Siapa dari kaum pergerakan Indonesia menjauhi atau ia tak mau bersatu dengan saudarasaudara “rakyat rendah” yang sengsara dan berkeluhkesah itu, siapa yang menjalankan politik 163 t.a.p 164 t.a.p 165*) Didalam suratpendakwaan adalah tertulis bahwa P.N.I. adalah “heimelijk opvolgester” dari P.K.I., artinya bahwa P.N.I. adalah “gantinya”
P.K.I. dengan sembunyisembunyi.
“salonsalonan” atau “menakmenakan”, siapa yang tidak memperusahakanmarhaenisme atau kromoisme, − walaupun ia seribukali sehari berteriak cintabangsacintarakyat, ia hanyalah menjalankan politiek yang....... cuma “politiekpolitiekan” belaka!
Kekromoan dan kemarhaenan!, − itulah kini gambarnya susunan pergaulan hidup kita. Sebab stelsel imperialisme di Indonesia adalah dari sejak mulanya, dari zaman Compagnie sampai ke zaman Cultuurstelsel, dari zaman Cultuurstelsel sampai ke zaman modern, merabut dan membasmi tiaptiap perusahaanbesar daripada rakyat kita dengan sulursulurnya dan akarakarnya, menghalanghalangkan dan membikin tidak bisa lagi hidupnya sesuatu perusahaan nijverheid atau industrie atau onderneming Indonesia apapun jua. Perdagangan, pelajaran, pertukangan, − semua matilah oleh pengaruhnya Imperialismetua dan imperialismemodern yang duaduanya monopolistisch itu!
Kini tinggallah perdagangan kecil belaka, pelajaran kecil belaka, pertukangan kecil belaka, pertanian kecil belaka ketambahan lagi miliunan kaumburuh yang samasekali tiada perusahaan sendiri, − kini pergaulan hidup Indonesia itu hanyalah pergaulanhidup kekromoan dan kemarhaenan saja !
Tuantuan Hakim, sempitnya tempo menghalanghalangi pada kami menguraikan dan membuktikan keadaan yang penting ini lebih lebar, tetapi satudua dalil daripada bangsa Eropah yang terpelajar tak bisalah kami tinggalkan, misalnya dari Raffles, Prof. Veth, Prof. Kielstra, Prof. Gonggrijp, Prof.v. Gelderen, ataupun Schmalhausen, Rouffaer dll, yang semuanya adalah membuktikan kebenarannya kata kami itu!
Di dalam bukunya Raffles yang termashur tentang TanahJawa maka kami membaca tentang imperialismetua:
“Het zou even moeilijk zijn, een uitvoerige beschrijving der uitgestrektheid te geven, welke de handel van Java tijdens de vestiging der Nederlanders in de Oostersche zeeen genoot, als het smartelijk zou zijn te moeten aantoonen, op welke wijs die handel door vreemde tusschenkomst belemmerd, geheelveranderd en beperkt werd, door het gezag van een wankelend monopolie, door eigenbaat en geldzucht met macht gepaard, en door de kortzichtige dwingelandij van een koopmansbestuur” ..........
“Zoodanig zijn de voornaamste der eenendertig artikelen van beperking, die elke beweging van den handel omkluisterde en de laatste vonk van ondernemingsgeest uitbluschte, ten behoeve van bekrompene inzichten van eigenbaat, welke men de dweepzucht der geldgierigheid zou kunnen noemen.” . 166
“Begitu sukarnya menceriterakan luasnya perdagangan di tanah Jawa pada saat orang Belanda mulai berdiam dilautanlautan Timur, begitu menyedihkan hatinya menceriterakan halnya perdagangan itu dihalanghalangi, dirubah dan dikecilkecilkan oleh perbuatan bangsa asing itu, oleh kekuasaannya monopolie yang sudah bobrok, oleh ketamakan dan keserakahan akan duit yang dibarengi oleh kekuasaan dan oleh kelaliman yang picik daripada suatu pemerintahansaudagar” .................
“Demikianlah artikelartikel yang terpenting daripada artikelartikel tigapuluhsatu, yang membelenggu tiaptiap pergerakan perdagangan dan memadamkan samasekali semua api kemauanusaha, untuk memuaskan nafsunafsu picik dan angkaramurka, yang orang boleh namakan keharusannya keserakahan harta.”
166**) Nationalebourgeoisie = kaum modal bangsa sendiri.
Tuantuan Hakim, Raffles adalah terkenal sebagai pembenci bangsa Belanda, terkenal
sebagai Hollanderhater! Marilah oleh karenanya, kita segera menyelidiki pendapatannya pujanggapujangga Belanda sendiri, dan kita akan mendengarkan pendapatannya yang tidak berbeda. Tidakkah Prof. Veth tentang imperialismetua itu mengatakan,
bahwa bangsa kita : “der 16e eeuw nog, evenals die van Majapahit, zich vooral als ondernemendehandelaars, stoute zeevaarders, onverschrokken kolonisten onderscheidden, en dat zij als geheel genomen ................. een groote verandering hebben moeten ondergaan om in de vreedzame landbouwers van onzen tijd te worden herschapen”. “masih di dalam abad ke enambelas, sebagai juga di zaman Majapahit, adalah terutama terkenal sebagai kaum saudagar yang besarusaha, kaum pelajar yang gagah, kaum perantau yang berani, dan bahwa mereka umumnya ......... adalah tentunya menderitakan perubahan yang besar sekali, menjadi kaum tani yang diam dan damai sebagai sekarang ini”.
dan bahwa :
“toch duidelijk, dat de tijger in hen getemd is en de slaapdrank eener lange onderwerping aan overmachtige vreemdelingen zijne werking niet heeft gemist”! . 167
“toh nyatalah dengan senyatanyatanya, bahwa semangat harimaunya sudah menjadi jinak sampai kutukutunya, beserta obattidurnya ketaklukan yang lama sekali pada bangsabangsa asing yang mahakuasa itu sudahlah bekerja”!
Tidakkah Prof. Kielstra menulis :
“De handelspolitiek der Nederlanders had er toe geleid, dat vele bronnen van bestaan waren verstopt of geheel uiitgedroogd; maar wat deerde dat! Werd niet ............ geleeraard, dat men nooit moest afgaan van de stelregel, dat een arm volk het gemakkelijkst te reegeeren is!” 168
“Politik perdagangannya bangsa Belanda adalah menyebabkan yang banyak sumbersumber penghidupan menjadilah tertutup atau kering samasekali; tetapi perduli apa! Tidakkah orang mengajarkan, bahwa orang tak boleh menyimpang dari pepatah, bahwa rakyat yang melarat itu adalah yang paling gampang diperintahkan!”. Dan haraplah memperhatikan perkataan Prof. Gonggrijp yang berbunyi : “De geweldige handhaving van dat monopolie heeft de welvaart van de Molukken vernietigd, en neergedrukt het weinige dat (nog) onder de inheemsche bevolking van Java aan handelsgeest en ondernemingslust leefde” 169
167***) Selfcontainingpolitiek = politiek membikin sendiri segala kebutuhan rakyat membikin sendiri kainkain bakal bajucelana, membikin sendiri perkakas, membikin sendiri gula atau minyak, − dus tidak membeli barang bikinan kaum imperialisme, melainkan segala kebutuhan itu dibikin perusahaan bangsa sendiri.
168 Geschiedenis v. Java. Vertaling v. de Sturler 1836, pag. 116 en 140. 169 Java I pag. 299.
“Usaha mengekalkan monopolie itu sudahlah membinasakan samasekali kesejahteraannya Maluku, danmenindas semua semangat perdagangan dan kemauan usaha yang masih ada pada penduduk tanah Jawa” .
− haraplah memperhatikan pula oordeelnya Prof. v. Gelderen yang menulis di dalam iapunya voorlezingen :
“Een uitvoerige litteratuur maakt het onbetwijfelbaar, dat een begin van stelselmatigen actieven handel, van overzeesch ruilverkeer met de toenmalige middelen ....... .... redds aanwezig was ....... door het stelsel van contingenten en leveringen, later dat der dwangcultures, werd de Inlandsche producent weggedrongen van de wereldmarkt en de verdere ontwikkeling van een eigen klasse van ondernemers, handelaren, belemmerd!” 170
“Dengan adanya pustaka yang luas kini tak bisalah disangkal lagi, bahwa pada zaman itu sudah adalah permulaan daripada perdagangan yang giat, daripada perhubungan dagang dengan tanah seberang ...... Oleh adanya stelsel contingenten dan leverantien, *) kemudian 171
oleh adanya stelsel cultuurpaksaan, maka kaum producent Bumiputera didesaklah daripada pasar dunia dandihalanghalangilah suburnya suatu kelasmajikan dan kelassaudagar bangsa sendiri !” Orang bisa membantah: “0, itu keadaan tempo dulu, keadaan sekarang sudah lain !” O memang, − itu keadaan tempo dulu, itu jahatnya imperialismetua! Tetapi keadaan
sekarang, dibawah Imperialismemodern, tidak lain! Keadaan sekarang masih tetap menghalanghalangi timbulnya suatu kaumperusahaanbesar di Indonesia, tetap “mengkromokan”, tetap “memarhaenkan” di dalam tendenznya,− walau, dengan meminjam lagi perkataan Stokvis, “melalui jalanjalan yang lebih sunyi”, “langs stillere wegen”. Keadaan sekarang tetaplah menunjukkan suatu pergaulanhidup tanikecil, pedagangkecil, pelajarkecil, segalanya kecil, beserta milliunmilliunan kaum yang tak mempunyai sesuatu milik atau perusahaan sendiri yang bagaimana kecilnya pun jua, − kaum proletar, yang (terbawa oleh tendenznya modernimperiaIisme yang sepanjang Prof. v. Gelderen membikin kita menjadi “rakyat kaumburuh”, dan “siburuh antara natienatie itu”), makin lama makin bertambah.
Dalildalil? Haraplah memperhatikan perkataan exAssistentResident SchmaIhausen, yang atas rapportnya Du Bus yang berbunyi :
“Hetzelfde, en in nog veel hoogere mate, is waar ten aanzien der lijnwaden. Java in vroeger tijd ontbood de fijnere soorten van de kust, maar van die voor dagelijksch gebruik voorzag het zichzelf en den Archipel grooten deels mede. Bij ladingen gingen zij van Java uit en verspreidden zij zich over de omliggende eilanden. Thans voeren wij op Java en in den Archipel onze Nederlandsche lijnwaden in ......... Onder dit conflict gaat de eigen fabricatie te niet en vleien zich onze Vaderlandsche fabrieken die wel spoedig geheel te zullen vervangen”. “Hal yang sama, dan malahan lebihlebih keras lagi, adalah terjadi pada perusahaan tenun. Di dalam zaman dulu tanah Jawa adalah mengambil kainkain yang lebih haIus dari pesisir, tetapi kainkain untuk keperluan seharihari dia bisalah membikin sendiri untuk
170 t.a.p. pag. 19. 171 t.a.p. pag. 76
kebutuhan tanah Jawa dan malahan juga untuk sebagian besar daripada kepulauan Hindia. Kapalkapalanlah kainkain itu meninggalkan tanah Jawa, menyebarkan kiankemari ke semua nusanusa sekelilingnya. Sekarang kita masukkanlah kitapunya kainkain Belanda di tanah Jawa dan di nusantara Hindia itu ......... Di bawah pengaruhnya pertentangan ini, maka perusahaan Bumiputera menjadi mundurlah ada nya, dan pabrikpabrik kita di negeri Belanda adalah harapan besar bisa menggantinya sama sekali” . menulis commentaar buat zamansekarang yang mengatakan : “Terwijl Du Bus onder de oorzaken van den ongunstigen toestand, naast den verhinder den uitvoer van rijst, het ver dwijnen van zooveel andere artikelen van uitvoer noemt, kan men in onzen tijd ook weer opmerken, dat vele inlandsche industrieen zijn te niet gegaan of kwijnen 172
“Sedang Du Bus diantara sebabsebabnya keadaan jelek ini, selainnya mundurnya perdagangan beras, menyebutkan pula hilangnya begitu banyak perusahaanperusahaan uitvoer, maka kita di dalam zaman sekarang ini jugalah boleh mengatakan lagi, bahwa banyak sekalilah perusahaanperusahaan Bumiputera yang mundur atau mati!” Dan adakah beda tulisannya G.P. Rouffaer yang berbunyi : “Zoo moest het gebeun, dat de eigen textielnijverheid ........ steeds neergedrukt werd door den aanzienlijken import uit den vreemde”? 173
“Dengan keadaan yang demikian itu, maka tidakbolehtidak, perusahaankain pastilah ma ti makin lama makin menjadi tertindas oleh banyaknya kainkain dari asing yang masuk ke dalam negeri” ? Tidak, tidak beda. Dan tidak bedalah pula nasibnya perusahaanperusahaan Indonesia yang
lainlain. Dimanakah sekarang kitapunya pelajaran! Dimanakah kitapunya perusahaan besi dan kuningan, kitapunya kaum pedagang? Sesungguhnya, benarlah tulisan Prof. v. Gelderen yang berbunyi :
“......... deze ontwikkeling (dari moderne industrieen. Tuantuan Hakim) heeft teruggedrongen de elementen van de hooger ontwikkelde huisindustrieen. De Inlandsche exporthandel is vernietigd en de locale industrie verdween voor de vloedgolf van de goedkoope importartikelen der massaproductie.” 174
“........ Zoo handhaafde zich, ook in het tijdperk der vrije cultures, dat op het cultuurstelsel is gevolgd, de historisch voltrokken scheiding tusschen den Javaanschen tani, en hiermede feitelijk de Inlandsche bevolking, en de wereldmarkt onzer dagen.” 175
“....... suburnya perusahaanperusahaan asing ini sudahlah mendesakkan pertukanganpertukangan di rumah. Perdagangan export Bumiputera adalah menjadi mati sama sekali, dan perusahaan yang hanya membikin barang untuk daerah sendiri saja
172 Voorlezingen p. 122. 173*) Lihatlah buat maknanya katakata ini, salah satu noot dimuka. 174 t.a.p. pag. 139 175 Voornaamste industrieen pag. 2.
menjadi hilang tersapu oleh gelombangnya barangbarang import murah bikinannya massaproductie”. “....... Begitulah maka, juga di dalam zamannya cultuurmerdeka, yang mengikut zamannya cultuurstelsel itu, si bapa tani Jawa, (dan oleh karenanya, sebenarnya juga segenap penduduk Bumiputera) tetaplah terpisahkan dari pasardunia zaman sekarang.” Tuantuan Hakim, dengan pergaulan hidup yang demikian ini, dengan pergaulan hidup
yang tiada kelasperusahaanbesar ini, dengan pergaulan hidup yang hampir penuh dengan kaum Kromo dan kaum Marhaen saja ini, kita dari Partai Nasional Indonesia, yang selamanya berdiri di atas realiteit itu, kita harus menjalankan politik yang Kromoistisch dan Marhaenistisch pula. Tidak bisalah kita mencoba mengalahkan imperialisme itu dengan mendesakkan ia keluar dengan kekuatannya persainganeconomie, tidak bisalah kita mencoba melemahkan dayanya dengan daya nationaaleconomische “selfcontaining” sebagai di Hindustan itu. Kita hanyalah bisa mengalahkannya dengan aksinya kang Kromo dan kang Marhaen, dengan nationalistische massaactie yang sebesarbesarnya. Kita mencoba menyusunnyusunkan energinya massa yang bermilliunmilliunan itu, mencoba membelokkan energinya segenap kaum intellectueel Indonesia kearah susunan massa itu; kita mencoba, − dan kita yakin akan bisa −, kita mencoba mengasih keinsyafan pada kaum intellectueel Indonesia itu, bahwa di dalam kalangan massa inilah mereka harus terjun dan berjuang, di dalam kalangan massa inilah mereka harus mencari kekuasaannya natie, − jangan sebagai dulu hanya menjalankan politiek “salonsalonan” saja, menggerutu sendirisendirian atau marahmarahan di dalam kalangan sendiri saja.
Tidak!” “di dalam massa, dengan massa, untuk massa!”, − itulah harus menjadi semboyan kita dan semboyan tiaptiap orang Indonesia yang mau berjuang untuk keselamatan tanahair dan bangsa !
Tuantuan Hakim, kami sekarang sudah menerangkan wujudnya machtvorming P.N.I. itu: nyawanya nationalisme, uratsyarafnya empat macam, badannya massa dan murba !
Marilah sekarang kami menerangkan dengan singkat bagaimanageraknya machtsvorming itu, bagaimana machtsvorming itu menjalankan aksinya.
Geraknya machtsvorming P.N.I. adalah ditetapkan oleh karakternya, adalah ditentukan oleh sifatnya pergerakan kita. Karakternya pergerakan kita adalah “nationale bevrijdingsbeweging en hervormingsbeweging tegelijk”, yakni pergerakan yang berusaha untuk kemerdekaan Indonesia dan untuk perbaikanperbaikan yang kiranya bisa tercapaikan sekarang juga.
“Dalam pada itu”, − begitulah Ir. Albarda di dalam Tweede Kamer, berkata 176
“intusschen heeft de inlandsche, beweging, evenals de sociaaldemocratie een tweeledig karakter. Terwijl zij streeft naar de verwezenlijking van haar ideaal in detoekomst, tracht zij in het heden verbeteringen te verkrijgen in het lot van de massa’s, wier ideaal zij dient. Evenals de sociaaldemocratie verwacht zij van den strijd voor onmiddellijke lotsverbetering, behalve die lotsverbetering zelf, ook een zoodanige intellectueele verheffing en scholing van de massa die zij leidt, dat deze tot de verwezenlijking van het ideaal eerder en beter in staat geraakt.”
176 In Dr. Schrieke’s “Western influence etc.” pag. 99.
“dalam pada itu, maka pergerakan Bumiputera, sebagai juga sosialdemokrasi, mempunyailah sifat yang cabang dua. Dalam pada ia mengejar citacitanya yang kemudianhari, maka ia sudah mencobalah mendatangkan perbaikanperbaikan pada harisekarang di dalam nasibnya rakyat yang ia mau laksanakan citacitanya itu. Sebagai sosialdemokrasi, maka ia mengharapharap daripada perjuangan merebut perbaikanperbaikan harisekarang itu, selainnya perbaikanperbaikan itu sendiri, juga pendidikan akal pikirannya dan pengolahan tenaganya rakyat yang ia pimpin, sehingga rakyat itu bisa lebih lekas dan lebih mencapai citacitanya.” Artinya: pergerakan kita adalah pergerakan, yang dalam pada usahanya mengejar
kemerdekaan, sudah pula berusaha mendatangkan perbaikanperbaikan yang kiranya bisa tercapai didalam harisekarang. Ia adalah suatu pergerakan yang bukan saja menulis didalam statutennya perkataanperkataan “kemerdekaan Indonesia”, − ia adalah pula menuliskan di dalam statuten itu “bekerja untuk Indonesia merdeka”, dan mempunyailah pula daftarusaha yang berisi macammacam pasal “perbaikanharisekarang” itu tadi. Dan sebagai Ir. Albarda tadi mengatakan, maka perjuangan dan actie untuk pasalpasalnya daftarusaha itu adalah pula sebagai suatu tempat mengolah tenaga dan mengasah hati, suatu scholing, suatu training, bagi citacita yang lebih tinggi dan lebih sukar lagi, yakni kemerdekaan tanahair dan bangsa. Actie untuk mendirikan sekolahansekolahan sendiri, actie untuk mendirikan rumahrumahsakit sendiri, actie untuk memberantas riba dan analphabetisme, actie untuk membangunkan cooperasicooperasi, actie menuntut hapusnya artikel 153bister atau haatzaaiartikelen atau hak pendigulan, actie menuntut pelebaran hakberserikatdanberkumpul dalam umumnya beserta kemerdekaan suratkabar, − itu “actie seharihari” semuanya adalah mempunyai “faedahmendidik”, yakni mempunyai “paedagogische waarde” yang tinggi sekali bagi rakyat, dan bagus sekali pula untuk mengasih rakyat keinsyafan dan kepercayaan akan tenaganya, akan kekuatannya, akan machtnya yang sebenarnya.
Dan bersampingsampingan dengan actie seharihari ini, bersampingsampingan dengan apa yang kita sebutkan “daadwerkelijke acties” ini, maka kita menghasilkanlah pada rakyat itu macammacam teori beserta pengajarannya pergerakanpergerakan di negerinegeri lain,− yakni kita mengasih kepada rakyat itu kursuskursus dan suratsuratbacaan, agar supaya rakyat itu mengetahui segala selukbeluk perjuangannya, mengetahui apa sebabnya ia harus berjuang, buat apa ia harus berjuang, dengan apa ia harus berjuang, artinya: agar supaya rakyat tidak menginjaki jalanjalan yang salah dan tidak pula sebagai kambing mengikuti saja kepada tuntunan dengan tidak ikut memikir. Kursuskursus, brochuresbrochures dan suratsuratorgaan, − itulah halhal yang tak dapat dipisahkan daripada sesuatu massaactie yang insyaf atau bewust, sesuatu massaactie yang mempunyai doorzicht.
Massaactie zonder teori kepada yang menjalankannya, massaactie zonder kursuskursus, brochures dan suratsuratkabar, adalah massaactie yang tak hidup dan tak bernyawa, − massaactie oleh karenanya, tak mempunyai kemauan, tak mempunyai wil. Padahal, hanya ini willah yang bisa menjadi motortenaganya massaactie itu yang sebenarbenarnya! Karl Kautsky, itu theoreticusnya massaactie kaumburuh Eropah yang termashur, adalah di dalam bukunya “Der Weg zur Macht” mengajarkan kepada kita:
“De wil als strijdlust wordt bepanld: 1e. door den prijs van den strijd, die de strijdenden wenkt, 2e. door het krachtsgevoel, 3e. door de werkelijke kracht. Hoe hooger de prijs, des te sterker is de wil, dus te meer waagt men, des te energieker biedt men al zijn krachten
aan, om dien prijs te erlangen. Maar dit geldt alleen dan, wanneer men er van overtuigd is over de krachten en kundigheden te beschikken, die voor de bereiking van den prijs noodig zijn. Heeft men niet het noodige vertrouwen in zichzelf, dan moge het strijddoel nog zoo aanlokkelijk zijn, − het ontketent geen willen, doch slechts een wenschen, een vurig verlangen, dat zeer brandend kan wezen, doch geen daad doet geboren worden en practisch volkomen nutteloos is. − Het krachtsgevoel is even kwaad als nutteloos, wanneer het niet op werkelijke kennis der eigen krachten en die van den tegenstander berust, doch slechts op blooteillusies. Kracht zonder krachtsgevoel blijft dood, toont geen willen. Krachtsgevoel zonder kracht kan onder zekere omstandigheden tot daden voeren, die den tegenstander verrassen en schuchteren, zijn wil of verlammen. Maar blijvende resultaten zijn zonder werkelijke kracht niet te bereiken. Ondernemingen die niet door werkelijke kracht, doch slechts door misleiding van den tegenstander t.a.v. de eigen kracht tot overwinning hebben geleid, moeten vroeger of later altijd te gronde gaan, en een te grootere ontmoediging achterlaten naarmate de eerste resultaten glansrijker zijn geweest. ....... Onze eerste en gewichtigste opgaaf is de vermeerdering van de kracht van het proletariaat. Deze kunnen wij natuurlijk niet naar believen vergrooten. De krachten van het proletariaat zijn voor een zekere toestand van de kapitalistische maatschappij door haar economische verhoudingen bepaald, en laten zich niet willekeurig vermeerderen. Maar men kan de werking der voorhanden krachten vergrooten door hare verspilling tegen te gaan. De nietbewuste processen in de natuur beteekenen een oneindige verspilling van krachten, wanneer wij ze vanuit het standpunt onzer doelstellingen beschouwen. De natuur heeft zelf geen doelstelling, die ze dient. Het bewuste willen van den mensch geeft hem doelstelingen, wijst hem echter ook de wegen aan, die doelstellingen zonder krachtsverspilling, met de geringste krachtsinspanning. te bereiken. Dit geldt ook voor den strijd van het proletariaat. Wel heefl hij al van meetaf niet zonder het bewustzijn der deelnemers plaats, maar hun bewuste willen omvat daarbij slechts hun dichtbijzijnde persoonlijke behoeften. De maatschappelijke veranderingen, die uit dien strijd voortspuiten, blijven voor de strijders eerst verborgen. Als maatschappelijke gebeurtenis is dientengevolge de klassenstrijd langen tijd een onbewuste gebeurtenis en als zoodanig behept met al de krachtsverspilling, die in alle onbewuste gebeurtenissen te vinden is. Slechts de kennis van het maatschappelijke proces, van zijn tendenzen en van zijn doelen vermag aan deze krachtsverspilling een einde te maken, de krachten van het proletariaat te concentreeren, ze in groote organisaties samen te vatten, die door groote doeleinden vereenigd worden en planmatig alle persoonlijke en oogenbliksacties ondergeschikt maken aan de blijvende klassebelangen, welke op hun beurt weder ten dienste der gezamenlijke maatschappelijke ont wikkeling worden gesteld. Met andere woorden: de theorie is de factor die de mogelijke krachtsontwikkeling van het proletariaat ten zeerste verhoogt, terwijl ze het ook leert op de meest doelmatige wijze gebruik te maken van de door de economische ontwikkelling gegeven krachten en hun Verspilling tengengaat. De theorie verhoogt echter niet alleen de werkzame kracht van het proletariaat, maar ook zijn krachtsbewustzijn. En dat is niet minder noodzakelijk.” 177
177 Voorlezingen p. 123
“Kemauan berjuang adalah ditentukan: pertama oleh upahnya perjuangan yang memanggilmanggil kaum perjuangan itu, kedua oleh rasakekuatan, ketiga oleh kekuatan yang sebenarnya ada. Makin berharga upah itu, maka makin keraslah juga kemauan, makin besarlah keberanian tekad, makin giatlah orang mengerjakan tenaganya untuk memperoleh upah itu. Tetapi ini hanyalah begitu, bilamana orang mempunyai keyakinan, bahwa ia adalah kekuatan dan kepandaian yang perlu untuk mencapai upah itu. Jikalau orang tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, maka maksud perjuangan itu, walaupun bagaimana juga menariknya hati, tidaklah membangkitkan suatu kemauan, tetapi hanyalah suatu keinginan, suatu nafsu yang bisa juga keras, tetapi tidak melahirkan suatuperbuatan, dan oleh karenanya, tiada faedah, Rasakekuatan adalah sama jahat dengan tiada faedahnya, jikalau rasakekuatan itu tidak terpikullah oleh pengetahuan yang benar tentang kekuatan musuh, tetapi hanya terpikul oleh pengalamunan yang kosong belaka. Kekuatan zonder rasakekuatan, krachtzonder krachtsgevoel, adalah mati, tidak menunjukkanlah kemauan. Rasakekuatan zonder kekuatan, kadangkadang bisalah juga melahirkan perbuatanperbuatan yang mengejutkan musuh dan mengecilkan hatinya, menundukkan atau melemahkan kemauannya. Tetapi hasilhasil yang kekal dan langgeng tidaklah bisa dicapai kalau tidak ada kekekuatan yang sebenarnya. Perjuanganperjuangan yang mendatangkannya kemenangan tidak karena kekuatan yang sebenarnya ada, tetapi hanya dengan mengabui mata si musuh saja tentang keadaannya kekuatan sendiri itu, suatu ketika pastilah menjadi runtuh lagi, dan pastilah meninggalkan suatu rasa keputusanasa yang makin keras bilamana buahbuah yang pertama tadi itu lebih berseriserian. ............ Kita punya kerja yang pertama dan yang terpenting adalah membesarbesarkan kekekuatannya kaum proletar itu. Kekuatan ini tentu saja tidak bisalah kita besarbesarkan semaumau kita. Kekuatan kaum proletar itu bagi sesuatu tingkat daripada pergaulanhidup kemodalan sudahlah dipastikan oleh perbandinganperbandingan ekonominya, dan tidak bisalah dibesarbesarkan semaumaunya. Tetapi orang bisa membesarkan hasilgeraknya kekuatankekuatan yang ada, dengan menjaga jangan sampai ada tenaga yang terbuang. Prosesproses di dalam alam yang tidak bewust *) adalah dibarengi oleh terbuangnya 178
kekuatankekuatan yang tiada hingga, bilamana kita pandangnya daripada penjurunya kitapunya maksudmaksud. Alam malahan tidak mempunyailah sesuatu maksud. Kemauan manusia yang bewust adalah mengasih kepadanya maksudmaksud, tetapi menunjukkanlah pula kepadanya jalanjalan yang harus diinjaki untuk mencapai maksudmaksud itu zonder banyak kekuatan yang terbuang, yakni dengan kekuatan yang sesedikitdikitnya. Begitu jugalah halnya dengan perjuangan kaum proletar. Betul perjuangan ini sedari mulanya memang tidaklah zonder bewustnya yang menjalankan, tetapi merekapunya kemauan yang bewust itu hanyalah mengenai merekapunya kebutuhan persoonlijk yang dekatdekat saja. Perubahanperubahan − pergaulan hidup yang timbul daripada perjuangan ini, mulamula tidaklah diketahui oleh kaum yang berjuang itu. Oleh karena itu, maka perjuangan kelas itu (sebagai kejadian pergaulan hidup) adalah lama sekali suatu kejadian yang tidak bewust, dan oleh karenanya pula, banyaklah kekuatankekuatan yang terbuang sebagaimana memang banyak kekuatankekuatan yang terbuang pula di dalam tiaptiap kejadian yang tidak bewust. Hanya pengetahuan tentang proses pergaulan hidup, tentang araharahnya dan tentang tujuantujuannya, bisalah memberhentikan terbuangnya
178 19 Desember 1919
kekuatankekuatan ini, memusatkan kekuatankekuatannya kaum proletar, mempersatukan kekuatankekuatan itu di dalam organisasiorganisasi besar, yang tergabung satu sama lain oleh maksudmaksud tinggi dan yang membelakangkan tiaptiap actie kecilkecil terhadap kepada kepentingankepentingankelas yang tetap, kepentingankepentingankelas yang mana adalah diperhambakan lagi kepada kemajuan pergaulan hidup umum adanya. Dengan lainlain perkataan: teori adalah factor yang sangat sekali mengeraskan kesuburan kekuatannya kaum proletar, teori itu adalah juga mengajarkan kepada kaum proletar bagaimana mengusahakan kekuatankekuatan, yang ditentukan oleh tingkatnya kemajuan ekonomi, dengan cara yang paling manfaat, beserta bagaimana menjaga jangan sampai ada kekuatan yang terbuang. Tetapi teori itu bukan saja membesarkan hasil geraknya kekuatan kaum proletar, − ia adalah juga membesarkan keinsyafan akan kekuatan itu, yakni membesarkan krachtsbewustszijn. Dan ini tidaklah kurang perlunya.” Tuantuan Hakim, dengan dalil ini maka tergambarlah dengan seterangterangnya
bagaimana besar faedahnya pemimpin mengasih teori kepada kaum yang ia tuntun. P.N.I. mengasih teori itu, ia mengadakan kursuskursus dan suratsuratorgaan. Ia mengasih teori atas seluk beluknya imperialisme, teori atas soalsoalnya pergerakan sendiri, teori atas pengajaranpengajarannya atau leeringennya pergerakanpergerakan di negeri lain. Tetapi, − bukan hanya teori sajalah yang menambah kekuatannya rakyat; bukan hanya kursuskursus dan brochures dan suratsuratorgaan sajalah yang membesarkan kemauannya rakyat. Rakyat haruslah dituntun dan diolah pula kemauan dan tenaganya di atas lapangnya perbuatan, − di”train” kemauan dan tenaganya di atas lapangnya “daadwerkelijke acties”, yakni di”train” bekerja untuk mendatangkan perbaikanperbaikan harisekarang sebagai yang kami sebutkan tadi itu. Di sinilah rakyat itu bisa diolah kemauan dan tenaganya diukurukur dan ditakertaker kekuatannya, dipelihara dan dibesarbesarkan kekuasaannya, digembleng kekerasanhati dan energinya!
Karl Kautsky tentang daadwerkelijke acties itu adalah mengajarkan: “Yang belum dipunyai oleh kaum proletar”, − buku “Der Weg zur Macht” adalah tertulis
hampir 30 tahun yang lalu, Tuantuan Hakim yang terhormat −, “Wat het proletariaat nog mist is het bewustzijn van zijn macht ............ Wat de sociaaldemocratie vermag te doen, doet ze, het proletariaat dat bewustzijn bij te brengen. Ook hier weer door theoretische voorlichting, maar niet door deze alléén. Werkzamer voor de vorming van het krachtsbewustzijn dan alle theorie is steeds de daad. Zijn successen in den strijd tegen den tegenstander zijn het, waarmee de sociaaldemocratie aan het proletariaat zijn kracht op de meest duidelijke wijze demonstreert en daardoor zijn krachtsgevoel op zijn krachtigst verhoogt. Successen, die ze echter ook weder hebben te danken aan de omstandigheid, dat ze wordt geleid door een theorie, welke aan de bewuste, georganiseerde deelen van het proletariaat mogelijk maakt, om op elk oogenblik het maximum van zijn voorhanden krachten aan te wenden. De werkzaamheid der vakbonden buiten de angelsaksische wereld is van begin af door sociaaldemocratische kennis in het leven géroepen en bevrucht. Naast haar successen zijn het de succesvolle worstelingen om en in de parlementen, die het krachtsgovoel en de kracht van het proletariaat machtig hebben opgeheven, niet allen door de materieele voordeelen, die daarbij aan enkele proletarierslagen ten deel vielen, maar voor aIles ook
daardoor, dat de bezitlooze, totnogtoe angstig gemaakte en hopelooze volksmassa’s hier een kracht zien optreden, die dapper tegen aIle heerschende machten den strijd opnam, overwinning op overwinning bevocht en daarbij toch niets anders was dan een organisatie van die bezitloozen zelf. Daarin berust de groote beteekenis der Meifees ten, daarin die van de verkiezingsstrijden zoomede die van de strijden om het kiesrecht. Niet altijd brengen ze het proletariant belangrijke materieele voordeelen, dikwijls zijn deze niet in verhouding tot de offers van den strijd, en toch beteekenen ze, waar ze met een overwinning eindigen, steeds een geweldige aanwas van de werkende krachten van het proletariaat, omdat ze zijn krachtsgevoel en daarmee de energie van zijn wil in den klassentrijd machtig prikkelen. Niets vreezen echter onze tegenstanders meer als het groeien van dit krachtsgevoeI! Ze weten, dat de reus voor hen ongevaarlijk blijft, zoolang hij zich niet bewust wordt van zijn kracht. Zijn krachtsgevoel klein te houden, dat is hun grootste zorg; materieele concessies haten ze zelf minder dan de moreele overwinningen van het proletariaat, die zijn krachtsgevoel verhoogen.” 179
“Yang belum dipunyai oleh kaum proletar itu ialah keinsafan akan kekuasaannya ...... Sosialdemokrasi adalah bekerja sekeraskerasnya mengasihkan kepada kaum proletar keinsafan itu. Juga di dalam hal ini dengan penyuluhan teori, tetapi tidak dengan penyuluhan teori itu saja. Lebih menggugahkan keinsafankekuatan daripada semua teori, adalah perbuatan, daad. Dengan kemenangankemenangan perjuangannya melawan si musuh itulah, maka sosialdemokrasi menunjukkan kepada kaum proletar itu kekuatannya dengan senyatanyatanya, dan oleh karenanya pula, membesarkan rasakekuatannya itu dengan sebesarbesarnya. Tetapi sebaliknya juga, maka kemenangankemenangan ini hanyalah bisa terjadi karena suatu teori, yang mengasih susuluh kepada bagianbagian kaum proletar yang bewust dan tersusun, bagaimana caranya mengambil hasil yang sebanyakbanyaknya daripada kekuatankekuatannya yang ada pada setiap waktu. Gerakanbangkitnya serikatserikat sekerja di luar negeri Inggeris adalah sedari mulanya dilahirkan dan diwahyui oleh pengetahuan dan ilmu sosialdemokrasi. Berdampingdampingan dengan kemenangankemenangan tadi itu, maka perjuanganperjuangan di dalam dan untuk dewan − rakyatlah yang menghebatkan sekali kepada kekuatannya dan rasakekuatannya kaum proletar itu, − bukan saja oleh buahbuahnya kemenangan yang diperolehkan oleh beberapa golongan kaum proletar itu, tetapi teristimewa juga ialah oleh karena rakyatrakyat yang melarat dan yang tadinya dibikinbikin takut dan putusasa itu, di sini melihatlah berbangkitnya suatu kekuatan yang dengan gagah berani berjuang melawan kaumkaum yang kuasa dan bisa merebut kemenangan lagi dan kemenangan lagi, sedangkan kekuatan itu toh tidak lain daripada organisasinya kaummelarat itu sendiri. Inilah artibesar daripada pestapesta di bulan Mei, daripada perjuanganperjuangan dimusimnya pemilihan anggota dewan − rakyat, daripada perjuanganperjuangan merebut kiesrecht. Tidak selamanyalah perjuanganperjuangan ini membawa kemenanganwadag kepada kaum proletar, malahan sering sekalilah besarnya kemenangankemenangan wadag ini tidak setimbang dengan besarnya korbanankorbanan yang jatuh di dalam perjuangan itu,
179 p. 49 e.v.
− en toh, di mana perjuanganperjuangan itu menang, maka kekuatankekuatannya kaumproletar lantas menjadilah hebat bertambah besarnya, oleh karena perjuanganperjuangan yang demikian itu adalah mengobarkan rasakekuatannya dan kekerasan kemauannya di dalam perjuangankelas. Tetapi tidak adalah barang yang lebih ditakuti oleh musuhmusuh kita daripada bertambahtambahnya rasakekuatan ini! Mereka tahu, bahwa raksasa ini tidak berbahayalah bagi mereka, selama iatidakinsaf akan kekuatannya. Mereka oleh karenanya tidak berhentihentilah mencari akal memadammadamkan rasakekuatan itu; concessieconcessie wadag malahan tidaklah begitu dibenci oleh musuhmusuh kita sebagai kemenangankemenangan − batin daripada kaum proletar yang membesarkan rasa kekuatannya itu.” Tuantuan Hakim, juga di Indonesia, adalah suatu raksasa yang tidak ditakuti oleh kaum
imperialisme, selama ia belum insaf akan tenaganya. Tetapi kami, dari Partai Nasional Indonesia, kami berusaha mengasih kepada raksasa itu dengan teori dan daadwerkelijke acties, keinsafan akan tenaganya yang mahabesar itu. Kami berusaha menggugahkan dan membesarkan krachtsgevoelnya raksasa itu, menghidupkan iapunya krachtsbewustzijn dengan suratsuratkabar, dengan kursuskursus, dengan meetingmeeting, dengan demonstratiedemontratie, dengan usaha − mendirikan sekolahansekolahan, dengan actie mengadakan cooperatiecooperatie, dengan perjuangan buat hapusnya pelbagai ranjau di dalam strafwetboek, dan dengan jalan lainlain lagi. Raksasa kekuasaan, yang bernyawa nasionalisme, berurat syaraf empat rupa, berbadan rakyatmurba itu, raksasa itu kini makin lama memang sudah makin tergugahlah keinsyafan akan tenaganya! Heranlah Tuantuan Hakim, bahwa imperialisme makin lama makin marah dan geger pula? Herankah tuantuan Hakim, bahwa suratsuratkabar kaum imperialisme itu, sebagai misalnya A.I.D., de PreangerBode, Nieuws v.d. Dag, Javabode, de Locomotief, Soerabajaasch Handelsblad dan lain sebagainya, makin lama makin keras pekiknya “hukumlah Soekarno cs.?”, “buanglah Soekarno cs.!”, “laranglah P.N.I. hidup terus!” Herankah Tuantuan, bahwa kaum itu sampai mencoba mempengaruhi Tuantuanpunya pengadilan?
Kami tidak heran. Kami tidak heran pula kalau kaum yang benci kepada pergerakan kita, supaya pergerakan itu gampang dan ada jalan buat ditindasnya, menjalankan provocatie. Provocatie seringlah sekali dicobakan pada pergerakan kaumburuh di Eropah, provocatie seringlah pula kita alamkan di negeri kita. Provocatie terutama sebelum pergerakan itu menjadi sentosa betul, yakni untuk ada jalan sah menindas pergerakan itu mumpungmumpung pergerakan itu misih belum kuat sekali, − provocatie itu sering kita temukan. Kita sering dicoba diprovoseer akan perbuatanperbuatan jahat dengan bajinganbajingannya “Sarekat Hejo” atau “Pamitran” sebagai sering terjadi di daerah Cianjur atau di kidulnya. Bandung, dengan rojokan akan penumpahandarah sebagai di desa Cikeruh daerah Rancaekek atau di desa Panjairan utaranya Bandung, dengan pengrusakan Clubhuis sebagai di Gadobangkong, dengan dipinta meneken atau mengisi lijstlijstpemberontakan sebagai di bengkel S.S. bulan Desember 1929,− dengan macammacam jalan lain yang rendah dan keji. Tetapi kita tak mau diprovoceer, kami tak berhentihenti mendidik anggotaanggota tinggal aman, jangan mau diprovoceer!
Sebab kami mengetahui, − kalan kita kena diprovoceer, maka kitalah yang dijatuhi palangpintu!!
Tidak! Tuantuan Hakim, kita tak mengambil pusing akan makimakiannya dan hasuthasutannya kaum atau suratsurat kabar imperialisme yang sudah semestinya itu, kita tak mengasih jalan bagi provokasi. Kita dengan tenang hati terus bekerja sepanjang jalan yang halal dan yang tak melanggar hukum, membesarbesarkan kekuasaan rakyat, menggugahgugahkan dan menghiduphidupkan keinsafan rakyat akan kekuasaannya itu; kita dengan kepala dingin terus berusaha secara halal menyusunkrachtnya rakyat dan membangunkankrachtsgevoelnya rakyat. Satu kali sedar, maka krachtsbewustzijn ini tak akan tidur lagi. Dengan geraknya kekuasaannya rakyat dan dengan hidupnya keinsafan akan kekuasaannya itu, maka pemerentah dan kaum imperialisme terpaksalah menuruti kehendaknya satupersatu. Sepuluh tahun yang lalu Albarda adalah bercerita:
“............. de hervormingspolitiek in Nederlandsch Indië is nu niet meer het beleid der genadige welwillendheid of het gevolg van den vrijen en nobelen gewetensdrang, zij is nu geworden de politieke weerslag van den machtsgroei der bevolking, die haar nooden blootlegt en haar eischen voordraagt. Zij is geworden de politiek der concessies aan de groeiende macht der volksbeweging.” 180
“.......... politik mengasih − perbaikanperbaikan kepada Hindia Belanda sekarang bukanlah lagi karena carapemerintahan yang murahhati atau karena suruhannya rasakasih, − politiek itu sekarang adalah hasil suburnya kekuasaan penduduk yang membeberkan merekapunya kesengsaraan dan memajukan merekapunya tuntutantuntutan. Politik itu sudahlah menjadi politik concessieconcessie terhadap kepada kekuasaannya pergerakan rakyat yang makin hebat.” Dan sekarang, sepuluh tahun kemudian, raksasa Indonesia sudahlah lebih kuasa, danlebih
insaf akan kekuasaannya! Segera akan datanglah saatsaatnya yang pemerentah dan kaum imperialisme itu harus lebih banyak lagi tunduk kepada tuntutannya, harus lebih banyak lagi melepaskan concessielagi dan concessielagi, haruslebih banyak lagi menjerahkan hakhak dan perbaikanperbaikan kepadanya. Bahwasanya, zonder geger berdebatdebatan dengan wakilwakilnya imperialisme itu dalam volksraad sebagai misalnya Fruin cs. atau Bruineman etc., zonder pula bomboman atau dinamitdinamit, zonder kocakkocakan sengaja melanggar artikel 153bis dan 169 Strafwetboek sebagai dituduhkan kepada kami dalam proses ini,− maka dengan macht yang nyata dan machtgevoel yang hidup itu, kita toh mencapai concessieconcessie yang penting!
Sebaliknya, zonder Macht dan zonder machtsgevoel, maka kita, walaupun dengan politiklidah yang bagaimana juga licinnya, tidak akanlah mendapat kemenangan yang besarbesar!
Tidakkah benar pertanyaan Albarda yang berbunyi: “Zou de volksraad toen in het leven zijn geroepen, als niet in Indië een krachtige volksbeweging was onstaan, die invloed op het bestuur over eigen volksleven verlangde? Ik zou verder willen vragen: Zijn niet de bekende Novemberbeloften van 1918 en de instelling van de herzieningscommissie −Carpentier−Alting te beschouwen als bewijzen
180*) bewust = insyaf
van het ontzag, misschien ook van de vrees, welke de jonge volksbeweging in die veel bewogen jaren ......... inboezemde?” 181
“Apakah kiranya volksraad itu diadakan juga, jikalau di Hindia tidak ada suatu pergerakan rakyat yang kuat, yang ingin menjalankan pengaruh di atas caranya memerentah bangsa sendiri? Saya tanya lebih jauh: Tidakkah persanggupanpersanggupan bulan November 1918 terkenal itu dan diadakannya herzieningscommissie− Carpentier− Alting harus dipandang sebagai buktibukti daripada ketakutan dan barangkali juga dari pada kedahsyatan terhadap kepada pergerakanrakyat muda di dalam tahuntahun yang menggegerkan itu?” Tidak benar pula, kalau kami, walaupun kami di dalam verhoor mengatakan bahwa P.N.I.
belum mencapai concessieconcessie yang besar, mengatakan bahwa diadakannya “Inlandsche meerderheid” di dalam volksraad dan diadakannya dua anggota Bumiputera di dalam Raad van Indie, adalah sebenarnya concessie pula terhadap pada pergerakan kita nasional Indonesia yang makin mendapat kekuasaan itu? Bahwasanya: dengan macht mendapat concessieconcessie yang besar, zonder macht tidak mendapat concessieconcessie yang besar itu?
“Baik”, − orang sekarang berkata −, consessieconsessie yang penting dapat tercapai dengan jalan yang halal itu! Tetapi kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan Indonesia!, tidakkah itu harus direbut oleh rakyat Indonesia dengan pemberontakan, dengan revolutiedarah?
Tuantuan Hakim, di dalam verhoor kami telah menerangkan dengan tulus hati: kami tidak tahu bagaimana langkah yang penghabisan itu. Ya kami tidak “memikirpikirkan acan” akan soal langkah penghabisan itu. Kami tidak tahu akan perbandinganperbandingan dikelakkemudianhari itu, sebagaimana kami tadi juga tidak tahu dengan saksama akan wujudnya kitapunya pergaulan hidup dikelakkemudianhari. Kami misalnya tidak tahu apakah Nederland pada saat penghabisan tidak lantas mengarti, lebih baik memberhentikan penjajahannya dengan damai. Kamipun tidak tahu, apakah misalnya di zaman itu kapitalisme Barat tidak sudah rubuh, imperialisme diganti dengan perhubunganekonomi EropaAsia dengan jalan merdeka, yakni dengan jalan vrijruilverkeer. Pendekkata, bagi kami, bagi siapapun juga, bagi tiaptiap manusia, harikemudian itu adalah suatu buku yang tertutup: Tertutup tentang soal bagaimana wujudnya langkah rakyat Indonesia yang penghabisan, tertutup tentang soal kapan terjadinya langkah penghabisan itu.
Kami bagi sekarang, hanyalah mengetahui, bahwa tiada kemerdekaan zonder nationalisme, dus kami menghiduphidupkan nationalisme; bahwa tiada kemerdekaan zonder persatuanbangsa, dus kami memperusahakan adanya persatuanbangsa; bahwa tiada kemerdekaan zonder macht, dus kami menyusunkan macht; bahwa tiada kemerdekaan zonder machtsbewustzijn, dus kami menggugahgugahkan machtsbewustzijn itu. Kami hanyalah mengetahui bahwa kemerdekaan itu adalah mintasyaratsyarat atau voorwaarden, dus P.N.I. bekerja untuk terlaksananya syaratsyarat atau voorwaarden itu. Dan kami hanyalah pula mengetahui, bahwa kemerdekaan tidaklah jatuh dari langit besok pagi atau lusa, tetapi bahwa ia adalah hasilnya kerja berat yang melalui berpuluhpuluh concessies politik. Hosial dan ekonomi yang semuanya tidak jatuh dari Iangit, melainkan harus kita desakkan atau afdwingkan satupersatu dengan desakannya “moreel geweld” kita adanya.
181 t.a.p. 52
Jalan yang melalui berpuluhpuluh consessie inilah, Tuantuan Hakim, yang kami maksudkan dengan katakata, bahwa langkah penghabisan itu masih ada di dalam “ver verschiet”, − tidak sebagai uitlegkunst atau putarlidahnya A.I.D. de PreangerBode, yang menulis bahwa kami mengatakan, bahwa langkahpenghabisan itu misih “na eeuwen” lagi terjadinya.
Tidak!, − jikalau kami berkata bahwa terjadinya langkahpenghabisan itu misih ada. “zoo ver in het verschiet, dat men zich daaromtrent nog niets gerealiseerd heeft”. “begitu jauh sehingga orang belum mengetahui apaapa di atasnya”.
maka kami tidakIah bermaksud mengatakan apaapa tentang tempoh atau chronologienya langkahpenghabisan itu terjadi. Tentang tempohnya langkahpenghabisan itu terjadi, tentang apabilanya langkahpenghabisan itu terjadi, kami tak dapat mengetahui suatu apa, dan kami di dalam verhoor pun telah menerangkan “zelfs bij benadering niet te weten”.
Dengan sesungguhnya, Tuantuan Hakim, entahkapan terjadinya langkahpenghabisan itu! Entah hanya tahunan lagi saja, entah puluhan tahun lagi, entah ratusan tahun lagi! Kami dengan katakata “ver verschiet” itu adalah bermaksud mengatakan bahwa antara harisekarang dan harikemudian itu adalah lapang yang lebar, lapangnya berpuluhpuluh consessie yang semuanya satupersatu harus kita capaikan dengan usahanya nationalistische massaactie yang mahahebat tetapi halal itu. Lamasebentarnya kita melalui lapang ini, lamasebentarnya tempoh kita dapat mencapaikan concessieconcessie ini, − itu adalah tergantung daripada kekuatan dan kesempurnaannya kitapunya organisasi, tergantung dari lemahkuatnya “moreel geweld” yang kita dapat bangkitkan. Makin sempurna kitapunya organisasi, makin besar tenaganya kitapunya “moreel geweld”, − makin lekaslah harikemerdekaan itu mendekat!
Welnu, Partai Nasional Indonesia ingin lekas dapat menambahnambah besarnya“moreel geweld” yang ia keluarkan, ingin lekas dapat mencapaikan semua consessieconsessie itu di dalam tempo yang secepatcepatnya oleh karenanya. Inilah sebabnya Partai Nasional Indonesia ada suatu partai yang revolutionnair, suatu partai yang ingin mendatangkan perubahanperubahan itu denganlekas, suatu partai yang ingin mengadakan“omvorming in snel tempo”.
Tuantuan Hakim, kami mengulangi lagi: tentang soalbagaimana wujudnya langkah yang penghabisan, dan tentang soalapabila langkah yang penghabisan itu, kami tak mengetahui suatu apa. Kami hanyalah mengetahui, bahwa P.N.I. tak adalah maksud menyimpang dari jalan yang wettig belaka. Kami hanyalah mengetahui bahwakami danP.N.I. tidak ingin atau tidak sengaja mau membikin pemberontakan, baik sekarang maupun kemudianhari, bahwa kami dan P.N.I. siang dan malam adalah mengharapharap dan mendoadoa jangan sampai ada pertumpahandarah, bahwa kami dan P.N.I. sepanjang kekuatannya akan berusahalah menghindarkan tiaptiap pertumpahandarah!
Kami dan P.N.I., Tuantuan Hakim, kami dan P.N.I.! − entah kaum imperialisme sendiri! Kepada kaum imperialisme itu, kami tak akan puaspuas mengasih ingat dengan kesucian hati:
“Janganlah menyengsarakan sekali kepada rakyat, janganlah membakar kemarahan rakyat, janganlah mengabaikan tuntutantuntutan rakyat. Sebab revolusi bukanlah bikinan manusia, bukanlah bikinan beberapa penghasut, bukanlah bikinan beberapa samen zweerders, − revolusi
adalah bikinan pergaulan hidup yang hampir tenggelam tertutup jalan nafasnya di dalam kesengsaraan, yakni bikinan pergaulan hidup sendiri yang kepepet. Manusia tidak bisa membikin revolutie semaumaunya, manusia tidakpun bisa mencegah revolutie kalau sudah telaat, yakni kalau sudah kasep.”
“Kita, kaum Partai Nasional Indonesia, kita betul kaum revolutionnair, tetapi kita bukan kaum yang membuat pemberontakan. Bumi dan langit akan kita panggil mencegah tiaptiap pertumpahandarah! Tetapi, − hai kamu kaum imperialisme!, kamu senantiasa menebarnebarkan benih kesengsaraan itu, kamu, senantiasa mepepetmepetkan pergaulan hidup itu, kamu senantiasa menebarnebarkan benih revolusi itu.”
Bagi kamu adalah cocok sekali tulisannya Dr. van den Bergh van Eysinga yang berbunyi: “De eigenlijke scheppers van de Revolutie ...... zijn, in den gang der huidige Geschiedenis, de zg. “ordelijke” burgers zij hebben het wonderlijke lichaam van samenleving en cultuur ziek gemaakt, en zij hebben het, doordat zij enkel dachten om zich zelve, omhun belang en winst.” 182
“Di dalam zaman sekarang ini, maka yang sebenarnya menjadi pembikin sesuatu revolusi ialah kaum yang disebutkan pendudukpenduduk yang “aman”, merekalah yang membikin badannya pergaulan hidup dan cultuur menjadi sakit dan membikinnya sakit itu ialah karena mereka hanya memikirkan diri sendiri saja, merekapunya kepentingan sendiri saja dan merekapunya keuntungan sendiri saja.” “Sebelum kasep, lekaslah berhentikan usahamu menyengsarakan rakyat, lekaslah
perhatikan keinginan dan tuntutan rakyat. Sebab jikalau oleh perbuatanmu itu bantupemberontakan nanti mengautaut, jikalau oleh angkaramurkamu itu revolusi nanti melahirkan diri sendiri, maka seribu Partai Nasional Indonesia “tidak akanlah bisa mencegahnya, seribu macam usahamanusia tidak akanlah bisa menolaknya. “Kita mengetahui”, begitulah Karl Kautsky menulis:
“Wij weten, ............ dat het evenmin in onze macht is deze revolutie te maken als in die onzer tegenstanders ze te verhinderen!” 183
“kita mengetahui, ........ bahwa kita tiadalah kekuasaanmembikin revolusi ini, sebagaimana juga musuhmusuh kita tiadalah kekuasaan mencegah kepadanya! Perhatikanlah peringatannya Prof. Bluntschli yang berkata: “Het eenige zekere middel om de revolutie te vermijden, is de tijdige en grondige hervorming ......... Zoodra de hoop op hervorming in een krachtig volk ondergaat, vangt de vertwijfeling der revolutie aan. De hoofdschuld is bij de machthebbers, .......... niet bij de verkeerd geregeerde naties, die een natuurlijken en beteren rechtstoestand eischen. Het is daarom een onnoozele opvatting, wanneer de revoluties van onzen eeuw voortdurend als het maakwerk van een troep samenzweerders worden voorgesteld” . “Jalannya yang satusatunya untuk menghindarkan sesuatu revolusi, ialah mengadakan perbaikan yang selekaslekasnya dan yang sedalamdalamnya ......... Pada saat yang sesuatu rakyat padam harapannya akan mendapat perbaikan, pada saat itu mulailah revolusi
182 TweedeKamer 19 Des 1919 183 TweedeKamer 21 Des 1922
menyala. Kesalahan yang terbesar adalah pada kaum yang kuasa, .......... tidak pada bangsabangsa yang salah diperintahnya, dan yang men cari kehidupan yang lebih layak dan lebih baik. Oleh karena itu, dungu sekalilah orang, jikalau mengira, bahwa revolusirevolusi di dalam abad kita ini adalah bikinannya sekawan penyamun belaka.” Tuantuan Hakim, mogamoga kaum imperialisme suka memperhatikan peringatan ini.
Kita, kaum nasionalis Indonesia, kita selamanya akan menjunjung tinggi perdamaian dan keamanan. Kita tak mempunyai keinginan atau niat menumpahkan darah: kita malahan tak akan puaspuas berusaha, supaya harikemudian itu hanya membawa keamanan dan perdamaian belaka. Tetapi kita tak mempunyai kekuasaan menetapkan gambarnya harikemudian itu. Kekuasaan itu adalah pada kaum imperialisme sendiri. Merekalah yang akhirnya menggenggam ketentuan di atasnya, merekalah yang bisa menetapkan gambarnya sudah hari sekarang, merekalah yang bisa menghindarkan huruhara itu.
Indonesia akan bebas. Tentang soal ini, tentang halnya Indonesia akan menjadi merdeka, tentang halnya Indonesia akan lepas dari negeri Belanda di kelak kemudian hari, tentang soal ini bagi kita tidaklah tekateki lagi. Tiadalah tekateki pula akan bebasnya negeri kita itu bagi tiaptiap manusia yang mau mengerti riwayat, bagi tiaptiap manusia, baik bangsa Indonesia maupun bangsa Belanda, yang mau bertulushati. Seluruh riwayat dunia, seluruh riwayatmanusia yang berpuluhpuluh abad itu, tidak adalah menunjukkan satu rakyat yang terjajah selamalamanya. Seluruh riwayatmanusia itu malahan adalah sabansaban kali menunjukkan menjadinya merdeka rakyatrakyat dan negerinegeri yang tadinya terkungkung.
Oleh karena itu, jikalau rakyat Indonesia mengusahakan berhentinya penyajahan itu, jikalau Partai Nasional Indonesia mengejar kebebasan itu, jikalau kamiorang memanggilmanggil kemerdekaan itu, maka rakyat Indonesia, maka Partai Nasional Indonesia, maka kamiorang hanyalah memenuhi “keharusankeharusan riwayat” belaka, − menjalankan “historische taak” nya tiaptiap bangsa dan tiaptiap negeri, − “historische taak” yang tidak boleh tidak pasti terjadi, pasti terlaksana.
Tetapi caranya. Indonesia akan merdeka, caranya tali penjajahan akan terlepas, adalah samasekali menurut kehendak kaum imperialisme sendiri, − adalah di dalam genggaman kaum imperialisme sendiri.
Bukan kepada kita, bukan kepada rakyat Indonesia, tetapi kepada imperialisme dan kaum imperialisme sendirilah kata yang penghabisan!
ooOoo
Pelanggaran Artikelartikel 169 dan 153bis adalah Mochal
Tuantuan Hakim yang terhormat! Bagian yang pertama daripada kamipunya pidato sekarang sudahlah habis. Sudahlah
mengetahui Tuantuan sekarang, segala azasazas dan sifatsifat actie P.N.I., beserta segala keyakinankeyakinan kami di dalam garisgarisnya yang besar.
Di dalam awalnya kamipunya pidato itu, kami sudah menerangkanlah kepada Tuantuan, bahwa maksud kami menceritakan azas P.N.I. beserta keyakinan kami itu dengan singkat, ialah bukan mempropagandakan halhal itu kepada Tuan, melainkan hanyalah untuk menunjukkan kepada Tuantuan azas dan sifat P.N.I. itu, agar supaya Tuantuan bisa mengerti asalasal dan sebabsebabnya kamipunya perkataanperkataan atau tindakantindakan yang menjadi penyelidikannya proses ini.
Maka dengan apa yang kami uraikan tadi itu, nyatalah dengan senyatanyatanya, bahwa P.N.I. adalah partai yang halal belaka, − partai yang tidak mempunyai maksud halhal sebagai yang dituduhkan itu. Tidak adalah dimaksudkannya pemberontakan, tidak adalah dimaksudkannya menyuruh orang kepada pemberontakan, tidak adalah dimaksudkannya pemogokanpemogokan, tidak ada lah pula dimaksudkannya pelanggaranpelanggaran sepanjang artikel 171 strafwetboek sebagai nanti akan kami uraikan lebih lebar. Oleh karena itu, bagian yang pertama daripada pendakwaan hilanglah sama sekali kekuatannya. Lagipula: artikel 169 strafwetboek, menurut arrest H. R. 3 Desember 1894 W.R. 6586 dan juga menurut bukunya Prof. Simons II kaca 217 dan Noyon aant. 3 ad art. 140, hanyalah mengenai perhimpunanperhimpunan yang didirikannya ialah dengan maksud yang tertentu menyuruh anggotaanggotanya menyalankan misdrijven itu. Dan Partai Nasional Indonesia tidaklah didirikan dengan maksud halhal yang termaktub di dalam tuduhan itu. Partai Nasional Indonesia adalah jauh daripada maksud yang demikian itu tatkala dilahirkan di dunia, − dan memang adalah pula jauh daripadanya selama ia hidup dan bergerak di dunia duatiga tahun ini. Partai Nasional Indonesia adalah partai yang dari hari lahirnya sampai hari sekarang halal belaka, wettig belaka.
Tetapi bukan itu sajalah yang ternyata dari pidato kami bagian pertama itu. Dari Pidato kami bagian pertama itu adalah ternyata pula, bahwa kami mustahil bisa bersalah menjalankan halhal yang dituduhkan itu; mustahil kami, yang mengetahui bahwa dengan nationalistische machtsvorming itu saja, kita sudah bisa membukamogelijkheden yang luas,− yang mengetahui bahwa kita harus menjauhi segala hal yang tak perlu yang bisa menyebabkan jatuhnya palangpintu di atas pundak kita, − yang mengetahui bahwa kemerdekaan tidaklah tercapai dengan satu unjalan nafas, − mustahil kami, yang mengetahui halhal itu semuanya, bisa “berkocakkocakan” atau “isengisengan” sengaja melanggar art. 153bis dan 169 itu adanya!
Tidak, Tuantuan Hakim, kami tidak usah berkocakkocakan demikian itu supaya maksudmaksud kami bisa tercapai. Kami hanyalah harus bekerja serajinrajinnya pada suatu machtsvorming secara modern yang teguh dan sentosa, suatu machtsvorming yang terangterangan, sebagai misalnya machtsvormingnya kaum proletar di Eropah.
Sebab dengan machtsvorming yang demikian itu, dengan suatu macht yang nyata dan hebat serta diinsyafi oleh anggotaanggotanya, dengan suatu macht yang bernyawa nationalisme, beruratsyaraf empatsakti itu, berbadan wadag massa yang berkerumuan itu, dengan macht yang demikian itu kita toh sudah bisa menjadi mahasakti dan mahakuasa, − amboi sesungguhnya, zonder bomboman atau dinamitdinamitan, zonder kocakkocakan sengaja membahayai keamanan umum, atau melanggar gezag atau ikut pada perkumpulan yang bermaksud kejahatan, zonder menjalankan barang sesuatu yang dilarang oleh hukum!
Tuantuan sekarang bisa membantah: “masa rakyat tidak tuan hasut sepanjang artikel 153bis, masa tuan tidak bersalah sepanjang artikel 169, toh semua orang tahu, bahwa rakyat setahun yang lalu ternyata tak aman dan tak tenteram!; masa tuan tidak bersalah, toh di manamana rakyat berbisikbisik bahwa tahun ini akan ada apaapa! Itu semua toh misti ada sebabnya!”
O memang, Tuantuan Hakim, kalau rakyat memang tak tentram, kalau memang ada bisikbisikan tahun 1930 akan ada apaapa, itu harus dan misti ada sebabnya! Tiada suatu keadaan zonder sebab, tiada suatu keadaan zonder oorzaak, tiada suatu kejadian zonder causaalverband dengan sesuatu kejadian yang lain! Tetapi, − di dalam hal yang diselidiki sekarang ini, adalah kami yang mentetap kami menjawab: tidak!, bukan kami yang menjadi sebabnya! bukan kami yang menjadi oorzaaknya! ....... Banyak saksisaksi adalah menerangkan, bahwa kami selamanya mendidik keamanan. Orang yang selamanya mendidik keamanan, mustahillah sengaja melanggar artikel 153bis dan 169 Strafwetboek itu, mustahillah menjadi sebabnya tak tenteramnya rakyat atau bisikanbisikan rakyat itu tadi.
Apa dan sebabnya? Sebabnya adalah banyak; sebabnya adalah sebagian terletak di dalam kepercayaan rakyat umum,− jugasebelum kami bergerak!,− bahwa di dalam tahun ini memang akan ada “apaapa”; sebabnya adalah sebagian pula terletak di dalam usahanya kaum yang benci kepada pergerakan dan mau membencanai pergerakan itu dengan pelbagai ancaman kepada orang desa bahwa toh pergerakan di dalam tahun ini akan”diributkan”; sebabnya adalah pula terletak di dalam kesengsaraan rakyat, yang sebagai kami terangkan di muka, membikin rakyat itu gampang sekali percaya akan ramalramalan yang kosong; sebabnya bisa juga sebagian terletak di dalam ancamannya kaum Communist yang tatkala organisasinya dihancurkan beberapa tahun yang lalu, sama mengancamkan “Awas nanti tahun 1930”! sebabnya ......... tetapi cukup Tuantuan Hakim.
Cukuplah kalau kami kemukakan, bahwa juga sebelum kami pergerak, juga zonder kami bergerak, ketaktenteraman itu sudah ada!
Haji Agus Salim, menurut surat kabar Sin Po tanggal 13 Januari yang lalu adalah menerangkan bahwa: “Di Kudus ada satu kyai dan iapunya 50 murid yang dual jimat dan ramalkan bahwa pada tahun 1930 bakal ada kejadian penting”.
Bujangga Jawa yang termasyur Kyai Rongowarsito pun adalah membikin ramalan, bahwa dalam tahun 1930 bakal ada kejadian yang luar biasa, sebagaimana diperingatkan pula oleh surat kabar Darmokondo tanggal 8 januari yang lalu.
Ya, suatu surat kabar pemerintah sendiri, yakni Pusaka Sunda, keluaran Bureau voor de Volkslectuur, beberapa bulan yang lalu adalah berisi suatu advertentie yang berbunyi:
Keanehan tahun 1930 !!!
Ti taun pungkur keneh jalmajalma satanah Pasundan guyur ibur, pada mareunang beja yen dina taun 1930 bakal aya kejadian anu aneh. Sarere pada samar kama pijadieunana sarta taya nu terang. Ayeuna nembe kahartos, sihoreng nu matak ngageunjleungkeun teh buku kaluaran Bale Pustaka, carios: Pangeran Kornel, nya eta menak Sunda anu linuhung, luhung elmuna, gede wawanenna, saincakincakna tuladeun wungkul.
Ku margi eta sadaya urang Sunda perlu karagungan iyeu buku, komo ari urang Sumedang mah, wantu Pangeran Kornel teh beunang disebutkan pupunjunganana. Dalah sanes urang Sumedang oge sami bae perluna mah, sugan jadi pitulung ngaluhungkeun budina.
Ijeu buku sanes mung sae rupina bae, nanging basana ge teu kinten maherna, perlu diaraos ku sugri anu keur ngarulik basa.
Pangaosna sahiji mung ...... ƒ 0.70.
Surat kabar pemerintah sendiri!, Tuantuan Hakim, surat kabar pemerintah sendiri
memuat perkataanperkataan yang begitu, mengasih makanan, mengasih voedsel, pada kepercayaan rakyat itu! Tuantuan bisa membantah: O, itu cuma suatu advertentie saja!”.
Baik!, − tetapi tidakkah mengenai perhatian Tuantuan, bahwa advertentie ini adalah termuat di dalam surat kabar pemerintah, dan tidakkah mengenai perhatian Tuantuan perkataanperkataan di dalam advertentie itu yang berbunyi : “Ti taun pungkur keneh, jalmajalma satanah Pasundan guyur ibur, pada mareunang beja jen dina tahun 1930 bakal aja kajadian anu aneh”, yakni, bahwa “dari sejak tahun dulu mula, orangorang setanah Pasundan sama ramai, mendapat kabar, bahwa di tahun 1930 akan ada kejadian yang aneh?”
Tidakkah ini suatu bukti, bahwa ramalan dan kepercayaan tentang tahun 1930 itu di dalam kalangan rakyat memang sudah tak aneh Iagi, dan memang sudah sebagai “keadaan biasa” belaka? Herankah kita kalau “ketidak tenteraman” itu semakin “makan”?
Tetapi kami, apakah yang kami katakan kepada rakyat? Apakah yang kami ajarkan berhubung dengan kepercayaan rakyat tentang tahun 1930 itu? Bukan mengasih makanan, bukan menambahnambahi atau membesarbesarkan kepercayaan itu, tetapi membantah, menjustakan, membohongkan ramalan itu ! Sebab kami mengerti: Tak baiklah rakyat mempunyai harapan yang kosong, dan kami tahu: kaum yang benci pada pergerakan itu, sengajalah uitbuiten kepercayaan rakyat itu untuk membencanai pergerakan, sengaja mengexploiteer kepercayaan rakyat itu untuk mencobakan provokasiprovokasi yang rendah. Dan jikalau provocatie itu berhasil,−kitalah yang nanti diingkelingkel!kitalah yang dijadikan anjingbelang!, kitalah yang mendapat palangpintu !!
Sesungguhnya, Tuantuan Hakim, “ketidaktenteraman” rakyat dan “bisikbisikan” tentang tahun ‘30 tadi itu bukanlah kami yang menyebabkan, bukanlah kami yang menghasutkan; “ketidaktenteraman” dan “bisikbisikan” itu hanyalah suatu keadaan yang memang sudah tertanam di dalam budiakal rakyat sejak sebeIumnya kami bergerak; kamipunya pergerakan hanyalah kebetulan berjatuhsama, coincideeren, dengan kepercayaan rakyat itu! Dan bukan saja berjatuh sama: kamipunya pergerakan adalah malahan secukupnya membantah dan
membohongkan padanya, mengasih peringatan dan didikan pada rakyat bahwa ramalanramalan tentang tahun 1930 itu adalah kosong belaka! Sangkaan bahwa kamilah yang mengasutnya, sangkaan itu haruslah kami tolak dengan seyakinyakinnya dan sekeraskerasnya!
Tetapi soal perang Pacific, soal bakal datangnya perang Pacific, tidakkah itu suatu bukti bahwa kami dengan menyebarkan kabar bohong sengaja membikin rakyat jadi tak tenteram, − suatu bukti, bahwa kami benarbenar menjalankan misdrijf yang dimaksudkan oleh artikel 171 strafwetboek?
Memang Tuantuan Hakim, memang!: kami adalah membicarakan soal LautanTeduh itu, − kami adalah mengatakan bahwa perang Pasifik itu akan datang. Kamitidak menyangkal hal itu, kami tidak memungkirinya. Kami hanyalah menyangkal, bahwa kabar perang Pacific adalah “kabarbohong” atau “logenachtig bericht”, kami hanyalah menyangkal, bahwa maksud kami dengan menyebarkan kabar perang Pacific itu ialah sengaja merusak ketentuan rakyat. Kabar perang Pasifik adalah mulamula keluarnya dari penanya kaumkaum Eropah yang ter pelajar tinggi dan bijaksana sebagai nanti kami terangkan, − kabar itu kami sebarkan tidaklah untuk sengaja merusak ketenteraman, tetapi ialah supaya rakyat segera sentosa, segera menjadi natie!
Di dalam permulaannya kami punya pidato, maka kami sudahlah menceritakan, bahwa balapan cari jajahan pada zaman sekarang ini adalah balapan matimatian antara belorongbelorong imperialisme Inggeris, Amerika dan Jepang. Kami di situ menceriterakan, bahwa nyawa persaingan antara tiga belorong ini ialah perebutan negeri Tiongkok. Kami menceritakan bahwa siapa yang bisa berkuasa di Tiongkok, dialah yang akan bisa berkuasa di seluruh daerah Pacific, bahwa siapa yang bisa menggenggam rumahtangga Tiongkok, dialah yang akan bisa menggenggam rumahtangga seluruh dunia Timur, ekonomis dan militer. Kami menceritakan, bahwa untuk merebut upah yang sebegini tingginya itulah, belorongbelorong imperialisme Amerika, Jepang dan Inggeris itu akan sampai nekatlah adu tenaga di dalam suatu peperangan maha besar, yakni peperangan Pacifik. Peperangan Pacifik, bagi belorongbelorong tiga macam itu, adalah suatu peperangan untuk soal “to be or not to be”, − suatu peperangan untuk soal “ er op of er onder”, suatu soal “hidup atau mati”. Oleh karena itulah, maka perang Pacific ini tidak akan berupa perang kecilkecilan saja tetapi akan berupalah peperangan yang menggegerkan seluruh duniamanusia, menggenjlongkan seluruh daerah Lautan Teduh.
Kita sebagai rakyat yang negerinya dekat sekali pada Lautan Pacific itu, yang bertinggal dipinggirnya Lautan Teduh itu, kita harus mengerti, bahwa hebatnya perang Pacific ini tentu akan terasa pula pengaruhnya di negeri kita, bahwa api yang akan menyalanyala di Lautan Teduh itutentu akan terasa pula panasnya di lingkungan negeri kita sendiri. Kita harus mengarti, bahwa jikalau rakyat Indonesia itu tidak segera menjadi suatu natie yang teguh dan sentosa, jikalau susunan pergaulan hidup Indonesia itu tidak sudah diperteguhkan sedikitsedikit, kita bisa jugalah tak tahan atau tak cukup kekuatan menderitakan pengaruhnya peledakan itu, bisa juga tak tahan berdiri kalau umpamanya buntutnya salah satu belorong ini menyabet mengenai diri kita adanya. Oleh karena itulah, maka kami seringsering memperingatkanlah rakyat Indonesia itu akan bahaya yang mengancam dirinya dari arahnya Lautan Teduh itu, bukan dengan mak sud merusak ketenteraman rakyat, bukan dengan maksud jahat menggegerkan rakyat, tetapi ialah untuk menggugahkan keyakinan rakyat Indonesia itu akan perlunya lekaslekas menjadi natie!
Kita tidak pernah mengatakannya, ya kita tidak mengetahui, kapan perang Lautan Teduh itu akan meledak; kita tidak perlu mengetahui, akan di mana pusatpeledakannya; kita hanyalah
mengetahui, bahwa jikalau tandatanda yang sekarang tertampak itu tidak menyalahi perhitungan manusia, perang Pacific itusatu ketika tentu akan meledak! Sebagaimana tiaptiap manusia yang jauh penglihatannya sudah bisa merasarasakan lebih dulu akan datangnya perang besar 1914 − 1918 itu sebelum perang ini terjadi, sebagaimana misalnya penulis H. N. Brailsford dengan bukunya “The War of Steel and Gold” sudah bisa lebih dulu menujumkan akan datangnya perang besar itu sebelum perang ini menggemuruhkan meriamnya, maka tiaptiap manusiapun yang memperhatikan jalannya imperialismeimperialisme Amerika, Inggeris dan Jepang itu di dalam tempo yang akhirakhir ini, tentulah mendapat keyakinan bahwa tabrakan Pacific itu satu ketika, entah kapan, pasti terjadi. Sebagaimana perang besar 19141918 itu mempunyai penujumpenujum yang lebih dulu sudah menujumkan dia akan terjadi,− misalnya penulis buku “The War of Steel and Gold” itu tadi −, maka perang Lautan Teduhpun sekarang juga sudah mempunyai penujumpenujumnya, misalnya, sebagaimana kami terangkan di dalam verhoor, Ernst Reinhard dengan iapunya buku “Die Imperialistische Politiek im fernen Oosten”, Karl Haushofer dengan iapunya buku “Geopolitiek des Pazifischen Ozeans”, Hector C. Bywater dengan iapunya bukubuku “Seapower in the Pacific” dan “The Great Pacific War”.
Juist, − orang bisa berkata −, perang Pacific mempunyai penujumpenujumnya, perang Pacific mempunyai profetennya,itu semua kaum bolsheviek yang selamanya menyebarnyebarkan kabarbohong!
Pardon!, Ernst Reinhard bukan bolsheviek, Karl Haushofer bukan communist, Hector Bywater bukan anggota 3e Internationale atau Sowjet Executief Comite!
Ernst Reinhard adalah suatu “rechtschapen burger” Zwitserland yang duduk di dalam Nationalrat, Karl Haushofer adalah professor tentang Geopolitiek pada Universiteit Munchen yang termashur itu, Hector Bywater adalah anggota Engelsche Marine! Pengiraan, bahwa tujuman atas akan terjadinya perang Pacific itu hanyalah buahotaknya kaum bolsheviek yang sakit demam saja, pengiraan itu adalah salah sama sekali. Bukan kaum boisheviek yang dikatakan demamotak itu, bukan kaum “gombinis” atau kaum pelemparbomlah yang mengadakan Pacificlitteratuur yang berharga, tetapi kaum neutraal yang objectief, kaum neutraal yang menyendikan segala ucapucapannya di atas buktibukti atau feittenmateriaal yang nyata dan besarjumlah.
Inderdaad: siapa yang membaca feitenmateriaal itu didalam Reinhards “Imperialistische Politiek im fernen Osten”, di dalam Haushofers “Geopolitiek des Pazifischen Ozeans”, atau didalam Bywater’s “Seapower in the Pacific” itu tadi, siapa yang membaca di dalam bukubuku itu sebagaimana Amerika, Inggeris dan Jepang bersediasedia melengkaplengkapkan senjatanya masingmasing; siapa yang membaca di bukubuku itu uraiannya penulispenulisnya yang sudah disangkal karena disendikan atas buktibukti yang nyata; ......... siapa yang memperhatikan tujumantujumannya penulispenulis itu, dia tentulah mendapat keyakinan bahwa satu hari entah kapan, perang Pacific itu pasti terjadi!
Kita membaca di situ bagaimana Jepang merebutkan concessieconcessieminyak di Sachalin buat keperluan armadanya; kita membaca di situ bahwa yang dinamakan “conferentie perlucutan senjata” di Washington itu hanyalah suatu akal Amerika belaka, mengikat kaki Jepang yang makin lama makin menakutnakuti itu dengan perdamaian bahwa armadanya tidak boleh lebih dari 315.000 ton kapalperang dan 81.000 ton kapal pembantu, sedang kapalkapal masingmasing pihak tidak boleh lebih besar dari 40.000 ton satusatunya, meriammeriam masingmasing pihak tidak boleh lebih besar dari 406 mm. kalibernya. Kita membaca disitu
bagaimana cerdik dan muslihatnya masingmasing pihak, toh membesarbesarkan kekuasaannya dengan membikin banyak kruiserkruiser kecilan tetapi yang lebih cepat, beserta membikin banyak kapalkapal selam, − kruiserkruiser kecilan dan kapalkapalselam yang di dalam peperanganbesar 19141918 terbukti lebih “efficient” daripada kapalkapal perang yang terlalu besar. Kita membaca di situ bahwa di dalam beberapa tahun saja sesudahnya komedie conferentie itu, Jepang seperti terjangkit setan bekerja membikin 30 kruiserbaru, 77 destroyer baru, 73 kapalselam baru, − Inggeris hibuk membanting tulang mengadakan 13 kruiserbaru, 4 destroyer baru, 6 kapal selam baru. − Amerika sebagai kemasukan iblis darahnya geger menyelesaikan 19 kruiser baru, 106 destroyer baru dan 48 kapalselam baru. Kita membaca di 184
situ, apa sebabnya Inggeris mau memindah kan vlootbasisnya dari Malta ke Timur, yakni ke Singapore dipinggir daerah Pacific, − dan apa sebabnya Amerika tak berhentiberhentinya membujukbujuk Perancis menjual kepulauan Oceania kepadanya, yakni supaya ia bisa menambah lagi bentengbentengnya laut yang kini sudah banyak itu. Kita membaca disitu, bagaimana Amerika sebentarsebentar mencoba kekuatannya denganvlootmanoeuvres, terutama dibawah pimpinannya marinesecretaris Wilbur, − manoeuvres mencoba kekuatan Panamabasis dalam tahun 1923, mencoba kekuatan Antillen− dan Virginiabasis dalam tahun 1924, mencoba kekuatan PearlHarbour dan Hawaiibasis dalam tahun 1925; dan bagaimana kemudian daripada itu, Amerika lantas mengadakan Pacifickruisvaart umum dengan disaksii oleh wakilwakilnya 40 suratkabar Amerika yang terbesar, yakni supaya semangat publiek Amerika bisa dipengaruhi dengan semangatimperialisme adanya. Pendek kata: Kita membaca di situ, bagaimana tiga negeri ini sebagai kena penyakit rabies anjinggila sama melengkaplengkapkan senjatanya! Dan siapa yang suka menghargakan feitenmateriaal dan isinya bukubuku itu tadi sebagai kami menghargakannya, dia tentulah tidakbolehtidak, mendapat pula keyakinan bahwa satu hari pastilah datang saatnya yang airair samudra Pacific itu menjadi heksenketel yang tiada bandingannya di seluruh riwayatdunia, menjadi kawahneraka yang mendidih seolaholah besok pagi akan kiamat!
Sebagai tiga maha rajasinga yang sudah berhadaphadapan mau menerkam satu sama lain dengan sudah memeringiskan giginya dan sudah mengeluarkan kukukukunya, sebagai tiga ularbelorong yang sudah memasangmasangkan mulutnya mau menelan satu sama lain, sebagai tiga ikan oktopus atau cumi maha besar yang sudah mengelogetngelogetkan tangantanganpenjerotnya akan membinasakan musuhnya, maka kini Inggeris bersiap di Singapore, Jepang menyedianyediakan senjatanya di Jepang sendiri beserta di kepulauan Mariana, Marshall dan Bonin, − Amerika berbenteng di Dutch Harbour, di Hawaii, di Tutuila, di Guam, dan di Manilla!
Tuantuan Hakim, siapakah yang tidak percaya bahwa perang Pacific itu akan datang, kalau ia melihat buktibukti pelengkapan senjata yang demikian ini? Siapakah yang bisa mendustakan, siapakah yang bisa loochenen perhitungan akan pecahnya perang ini, dengan feitenmateriaal sebagai yang ditundjukkan oleh Reinhard, oleh Prof. Haushofer, oleh Bywater itu? Siapakah yang bisa mengatakan bahwa akan datangnya perang Lautan Teduh itu adalah “kabarbohong”,− “logenachtig bericht” sebagai yang dimaksudkan oleh artikel 171 Strafwetboek −, kalau ia melihat, bahwa kaum terpelajar yang ternama sebagai Reinhard dan professor Haushofer, marinespecialiteit yang terkenal sebagai Hector Bywater, sama menujumkannya sesudah penyelidikan yang teliti?
184 Revol Cult. p. 17
Dan bukan menujumkan saja akan datangnya, Tuantuan Hakim! Hector Bywater di dalam iapunya buku “The great Pacific War” malahan bisalah menyebutkan jalannya perang itu satupersatu, gerakbangkitnya pergelutan belorongbelorongimperialisme itu hampir dengan seksama. Ia mengatakan, bahwa meledaknya Perang Pacific itu ialah oleh karena Jepang mau membelokkan publieke opinie di Jepang yang terjangkit pergerakan revolusionair. Ia menujumkan, bahwa pada permulaan peperangan itu, Amerika adalah bisa dipukul lemah oleh karena suatu kapal Jepang bisa menghancurkanlah Pannama kanaal dengan peledakan dinamit yang maha hebat, − bahwa Manilla dan kepulauan Philippina bisa direbut oleh musuh,− bahwa suatu armada Amerika bisa dibinasakanlah samasekali. Ia lantas meramalkan, bahwa, sesudahnya kena pukulanpukulan itu, rakyat Amerika lantas hiduplah semangatkemarahannya, bahwa segenap armada Amerika yang masih ada Iantas ngamuklah membasmi armada Jepang di dalam suatu pertempuran matimatian didekatnya Guam, − dan bahwa kemudian daripada itu perdamaian lantas terjadi. “Ia adalah terlalu kecil menaksirkan”, − begitulah commentaar Ernst Reinhard atas gambarnya tabrakan yang dibikin oleh Hector Bywater ini, −
“hij heeft haar zeker klein gedacht, als hij haar als een duel tusschen twee staten vooruitzag. Dat zal de botsing zeker niet zijn”. 185
“ia adalah terlalu kecil menaksirnya, kalau ia mengira bahwa tabrakan ini hanyalah tabrakan antara dua kerajaan saja. Itu tentu tidak begitu, − dat zal de botsing zeker niet zijn”. Amboi, − “dat zal de botsing zker niet zijn!”, perang Pasific menurut Reinhard akan lebih
besar lagi dari tujumannya Bywater itu! O, tidakkah wajib rakyat Indonesia lekaslekas menjadi kuat, lekaslekas memperteguhkan pergaulanhidupnya, lekaslekas menjadi natie, agar supaya cukup kesentosaan menolak pengaruhnya perang besar ini, − pengaruh yang tidakbolehtidak tentu kita deritakan, yang hidup di pinggir LautanTeduh itu!
Sayang Tuantuan Hakim, sayang kami tak cukup tempo buat membeberkan di sini semua isinya buku tiga penulis itu tadi, tetapi di sini kami sediakan salah satu daripadanya, − kalau Tuantuan timbang perlu, bolehlah Tuantuan nyatakan sendiri.
Toh, marilah kami di sini mengambil satudua citaat daripadanya, marilah kita mendengarkan ceritanya Reinhard yang berbunyi:
“Jepang wil het probleem van het verre Oosten naar zijn zin oplossen. Maar wat zijn machten, wat zijn trusts willen, dat past Amerika en Morgan niet. De strijd om de buit blijft bestaan. Wanneer zal hij uitbreken? Deze vraag heeft Amerika te beantwoorden”. (p.215) ................ Amerika wapent zich .............. Het bouwt niet alleen zijn vloot, maar ook zijn stationnen in den Pacific gereed. Van DutchHarbour op de Aleuten, over Hawaii naar Tutuila en Guam tot de Philippijnen toe, strekt zich een wijdgespannen boog uit van Amerikaansche vestingen, een boog, die Jepang in het Noorden en Zuiden als een tang omklemt. Jepang merkt de stalen greep van deze tang. Maar ook England bespeurt hem”. (p. 224) “De spanning groeit. Geen ventiel opent zich. Heden is de oververhitte ketel nog in staat, den sterken druk te weerstaan. Maar de concurrentie der Amerikaansche en Jepangsche trusts in China sleept er gestadig nieuwe brandstof bij, werpt dag aan dag olie in het vuur.
185 Macht p. 57
Eens moet de dag komen, waarop de stoomdruk den ketel met geweldige kracht tot explosie brengt!” ............ (p. 223) . “Als vanwege China een oorlog uitbreekt, dan wordt het zeker een wereldoorlog in den waren zin des woords, .............. Wij zullen allemaal moeten meedansen, als de dood de Chineesche doodenwijs ten gehoore geeft”. (p. 227). “Jepang mau menyelesaikan soal Timurjauh itu menurut diapunya kemauan. Tetapi apa yang dikemaui oleh kaumkaumkuasanya dan oleh trusttrustnya, itu tidak menyenangkanlah hati Amerika dan Morgan. Perjuangan rebutan mangsan tetaplah ada. Kapankah perjuangan ini meledaknya? Pertanyaan ini Amerikalah yang harus menjawab”. ....... Amerika melengkaplengkapkanlah senjatanya ...... ia bukan saja menyelesaikan armadanya, tetapi juga stationstationnya di LautanTeduh. Dari Dutch Harbour di kepulauan Aleuten, melewati Hawaii ke Tutuila dan Guam sam pai ke Philippina, maka adalah melengkung satu bengkungan yangmahabesar daripada bentengbenteng Amerika, satu bengkungan, yang menggigit Jepang di utara dan di selatan sebagai satu gegepkakatua. Jepang sudahlah merasa gigitannya gegep ini. Tetapi juga kepada Inggeris tampaklah dia”. “Keadaan makin lama menjadilah makin panas. Tidak ada satu jalanhawalah yang terbuka. Kini ketel itu masihlah cukup kuat menahan kekuatankekuatan dari dalam. Tetapi persaingan trusttrust Amerika dan Jepang di Tiongkok adalah tak berhentihenti membesarbesarkan apinya, adalah saban hari menyiramkan minyak di atas api itu. Satu ketika pasti datanglah saatnya, yang ketel itu meledaklah dengan cara yang sehebathebatnya oleh kerasnya tenagatenaga di dalamnya!” “Jikalau peperangan rebutan Tiongkok ini nanti meledak, maka tentulah ia suatu peperangan dunia yang sebenarbenarnya ............ Kita semua terpaksalah nanti ikut menari, jikalau hantumaut memainkan iapunya lagu kematian”. Tuantuan Hakim, begitulah bunyinya tujuman kaumkaum bijaksana itu. Kita, kaum Partai
Nasional Indonesia, kita mengerti akan bahaya yang mengancam rakyat dari peperangan hebat ini. Kita merasa wajib memperingatkan rakyat tentang bahaya itu, kita merasa wajib memujimujikan kepada rakyat supaya lekaslekas menjadi teguh, lekaslekas menjadi natie. Sebab kita, sekali lagi kami katakan, kita insyaf, kita yakin, bahwa rakyat kita dan negeri kita, yang berduduk di pinggir samudera peperangan itu, niscaya akan mendapat pengaruh pula yang membencanai ekonomi dan pergaulan hidup.
Kita tidak mengatakan bahwa perang Pacific itu tahun ini akan pecah. Kita tidak pula mengatakan bahwa ia sebentar lagi akan meledak. Kita hanyalah memperingatkan, bahwa dengan adanya persaingan Amerika, Jepang dan Inggeris itu, peperangan itu akan terjadi.
Ah, Tuantuan Hakim, di Indonesia ini, toh bukan kami saja yang mengatakan akan datangnya perang itu, toh bukan kami saja yang mengumumkan kabar itu, yang memang bukan kabar bohong! Dr. Ratu Langi di dalam zittingnya volksraad 14 Juni 1928, dus lebih dulu dari kami, adalah membicarakan akan datangnya perang Pasific itu juga, dan belakangan ini A.I.D. de Preangerbode dan JavaBodepun ikut menceritakannya! Adakah mereka menyebarkan “logenachtig bericht”? Adakah bermaksud merusak ketenteraman rakyat ?
“Dalam pada itu”, begitulah Dr. Ratu Langi berpidato, −
“Intusschen, bij de krachtsinspanning in sini − en sana− groep, wordt door de westersche groepen maar al te zeer uit het oog verloren, dat de, staatkundige toekomst van Indonesia ook, en voor een belangrijk deel, beheerscht zal worden door de verdere evolutie der internationale situatie in het zg. uiterste Oosten ........ Men onderdrukt psychologisch gesproken, eenvoudig het feit, dat het koloniale vraagstuk van Indonesia een deel is van het groote Pacificvraagstuk, en dat dit land niet kan ontkomen aan het lot, actief wellicht, maar zeker passief, betrokken te worden in een conflict in den Pacific, waarbij geweldige machten tegen elkaar zuIlen opbotsen ............ Trachten wij ons den toestand te realiseeren; over OostAzie heeft zich een netwerk gewezen van economische, politieke en strategische activiteit. De egoiatische, economische motieveen voorop, zooals altijd, en daarna volgen scheepladingen ethischhumanitaire leuzen over beschaving brengen etc. “Drie dingen”, zegt Max Reinhard (sebetulnya Ernst Reinhard, Tuantuan Hakim) “heeft het vreemde kapitaal in China gezocht; markten voor zijn waren, grondstoffen voor zijn grondstofbasis en goedkoope arbeidskrachten voor zijn fabrieken” ........ Wat van China gezegd werd, geldt mutatis mutandis voor veIe andere Pacificgebieden. Alleen, het Pacificvraagstuk vindt zijn exponent in China, om de afmetingen, die de kwesties daar hebben en omdat wij daar, als het ware onder onze oogen het treurspel zien afspelen van een onafhankelijk land, dat overgeleverd is aan een niets ontziend egoïsme van zekere machtscombinaties. Maar het is duidelijk, dat dit alles, de pachtgebieden, de invloeds − en interessensferen of opendeurpolitiek ...... noodzankelijk een toestand van spanning moet veroorzaken, in den zin, dien Van den Bergh van Eysinga daaraan hecht. Deze moreel eenzijdige relaties, waarvan gezegd wordt, dat ze alleen gehandhaafd kunnen worden, zoolang de vreemde naties krachting genoeg zijn om op haar handhaving te blijven staan, al die wijzen van ingrijpen, zijn evenzoovele haarden, waarop conflicten zullen groeien, conflicten, die zullen uitvlammen tot ver over de grenzen van het Rijk van het Midden. Want in den wedijver om economische voordeelen stuit het Westen echter thans op tegenstand, passief en achtief. Passief van de regeneratieve krachten van het Oosten zelf, en actief van een Ooostersch rivaal ......... en dat is Japan. Bij dezen toestand zullen antithese en antagonisme groeien en verscherpen, totdat ze eenmaal hun normale oplossing zullen moeten vinden in een catastrophaal conflict, waarbij diplomatie en staatsmanskunst zich moeten terugtrekken achter de monden van kanonnen en metrailleurs. Het voorstel deezer catastrophale oplossing is reeds zichthaar en de voorteekenen zijn niet te misduiden, als men maar zien will en zich niet laat misleiden door gelegenheid en hoeraspeeches, die ten slotte geen grijntje pit hebben ......... ......... Oost Azie is het schaakbord geworden van de internationle economische en militaire penetratiepolitiek; wij zien stuk na stuk naar voren schuiven on wederdom terugtrekken; Duitschland trekt zich, terug van Kiauchiau, Japan posteert er een zijner stukken, Amerika geeft Jap, knooppunt van teIegraafkabels, prijs, Japan plaats daar een ander Japan breidt zijn vloot sedert den wapenstiIstand van 1918 uit met 19 kruisers, 154 destroyers en 45
onderzoebooten waartegenover Engeland in Singapore een vlootbasis bouwt en Amerika zijn vloot met een nog grooter aantal uitbreidt en de steunpunten Hawaii, Tutuila en Guam versterkt. En hieronder door, aan de publieke controIe ontsnappend, werken spionnen, stukken van lager orde, die vlechten het netwerk waarop straks het tournooi gespeeld zal worden en grande style ........... ...... Maar intusschen kunnen te avond of te morgen de tegengerichte strevingen boven de bodem van OostAzie tot manifeste botsingen komen, en een heksensabbath ontketenen ook over deze Ianden en ook zonder onzen wil. Wat dan? Hoe is de positie van Indonesia in het castatsprophale conflict, dat niet kan uitblijven ............ ?” “dalam pada itu, maka di dalam perjuangan adutenaga antara golongan sini dan golongan sana itu, oleh golongangolongan Barat terlampau sekalilah dilupakan, bahwa keadaan politik di Indonesia di kelakkemudianhari adalah buat sebagian besar juga di bawah pengaruhnya gerakbangkitnya keadaan international di daerah Timurjauh ......... Orang dengan gampang sekali adalah mengabaikan, bahwa kolonial dari Indonesia itu adalah suatu bagian daripada soal Pacific yang besar itu, dan bahwa negeri ini tidak akan bisalah menghindarkan diri daripada cengkeramannya soal pergulatan di LautanTeduh, dimana kekuasaankekuasaan yang mahahebat nanti akan tabrakan satu sama lain ............ Marilah kita coba menggambarkan keadaan ini; di seluruh AsiaTimur adalah terancam suatu jaring dari pada kekuatankekuatan ekonomi, politik dan militer, Maksudmaksud dan keserakahan akan rezeki adalah sebagai biasa berjalan di muka, dan kemudian diikutilah oleh berkapalkapalan banyaknya omonganomongan tentang “mendatangkan kesopanan” dan lain sebagainya. “Tiga macam halhal”, begitulah Max Reinhard berkata (sebetulnya Ernst Reinhard, TuanTuan Hakim) “tiga macam halhal yang dicari oleh modal asing di Tiongkok itu; pasarpasar buat barangbarang perdagangannya, bekalbekal untuk perusahaanperusahaannya, dan kaumburuhmurah untuk pabrikpabriknya” ........... Apa yang saya katakan dari Tiongkok, bolehlah juga dikatakan dari daerahdaerah lautanTeduh yang lain. Hanya, pusatnya soal Pacific ini adalah Tiongkok, yakni karena soalsoal di situ adalah soalsoal yang besar; dan oleh karena kita, ibarat di bawah kitapunya hidung sendiri, adalah melihat keadaansedih, bagaimana suatu negeri yang merdeka menjadilah korban makanannya keserakahan kekuasaankekuasaan yang tamak dan angkaramurka. Tetapi nyatalah dengan senyatanyatanya, bahwa hal itu semua, yaitu daerahdaerahpenyewaan, daerahdaerahpengaruh, daerahdaerah kepentingan atau opendeurpolitiek ...... tidakbolehtidak tentulah menyebabkan keadaan menjadi panas di dalam makna yang dikasihkan oleh Van den Bergh van Eysinga. Ini perhubunganperhubungan yang mencong, yang menurut kata orang hanyalah bisa dikekalkan selama bangsabangsa asing itu masih sama cukup kekuatan untuk mengekalkannya, semua halhal itu adalah kawahkawah di mana nanti akan terjadilah peledakanpeledakan, − yang apinya nanti akan berkobarkobarlah sampai melewatlewati batasbatasnya negeri Tiongkok. Sebab, di dalam persaingan merebut keuntungankeuntungan ekonomi ini maka dunia Barat sekarang menemuilah musuh yang pasif dan aktif. Pasif daripada tenagatenaga
pembaharuan daripada dunia Timur sendiri, aktif daripada musuhpersaingan bangsa Timur, ..... yakni negeri Jepang. Dengan keadaan yang demikian ini, maka pertentangan dan permusuhan akan menjadilah makin lama makin besar dan makin sengit, sehingga satu ketika tidakboleh tidak pasti pecahlah satu perbentusan yang mahahebat, di mana diplomasi dan politik− lidah terpaksa memundurkan diri di belakang mulutnya meriammeriam dan metrailleurs. Pendahuluan daripada bencana ini sekarang sudahlah tampak dari tandatandanya tak bisalah dipungkiri lagi, asal saja orang mau membuka matanya dan tidak mengabui mata sendiri itu dengan pidatopidato omongkosong yang akhirnya tidak berisi garam sedikit juapun adanya ............... AsiaTimur sekarang sudah menjadilah papan caturnya politik international yang bermaksud menanamkan kekuasaan ekonomi dan kekuasaanmiliter; kita melihat mundurmajunya buahbuah catur itu satu persatu; negeri Jerman adalah memundurkan diri dari Kiauchiau, Jepang menaruhlah disitu salah satu buahcaturnya, Amerika melepaskanlah Jap, pusat pertemuannya kawatkawat telegraaf itu, Jepang menaruhlah di situ suatu buahcatur yang lain, Jepang menambahlah semenjak tahun 1918 kekuatan armadanya dengan 19 kruisers, 54 desroyers dan 45 kapalselam, sedang Inggris membikin iapunya bentenglaut di Singapura, dan Amerika menambah kekuatan armadanya dengan jumlah kapal yang lebih besar lagi dan menambah pula kekuatan bentengbentengnya di Hawaii, di Tutuila dan di Guam. Dan dibawah halhal ini semua, tak terlihat oleh pengawasan publik, bekerjalah spionspion, buahbuahcatur tingkat rendahan, yang menganyamkan jaring di atas mana nanti peraduantenaga itu akan dijalankanlah dengan cara yang mahahebat ............ Tetapi dalam pada itu, maka esok atau lusa nafsunafsu yang bertentangan satu sama lain itu bisa meledaklah bertabrakan di atas bumi AsiaTimur, mendidihlah kawahneraka yang meluapluap ke manamana, juga ke negeri di sini, juga di luar kemauan kita. Apakah yang harus kita perbuat? Bagaimanakah kedudukan Indonesia di dalam tabrakan mahabencana yang tidakboleh tidak pasti akan terjadi itu ............?” Tuantuan Hakim, Dr. Ratu Langi bukanlah komunis, bukanlah sosialis, bukanlah
nasionaliskiri sebagai kami. Dr. Ratu Langi adalah seorang yang sekarang terkenal gematigd sekali, yakni seorang yang terkenal sangat “lunaknya” dan sangat “kapuknya”. Dan Dr. Ratu Langi orang dus tidak gampang mengatakan, bahwa ia “omong bohong”, sebagai yang sering dituduhkan kepada kaum radikal. Toh, − Dr. Ratu Langi berpidato juga bahwa perang Pacific alian meledak, bahwa “heksensabbath” dan “catastrophaal conflict” itu “niet kan uitblijven”, akan membakar dunia Timur “te avond of te morgen”! sesungguhnya, adakah kabar perang Pacific itu, kalau kami yang mengabarkannya kepada rakyat, sekonyongkonyong menjadi “kabarbohong”, sekonyongkonyong menjadi “logenachtig bericht”? Adakah kabar itu, kalau kami yang mengabarkannya, sekonyongkonyong berarti, bahwa kami sengaja mau merusak ketenteramanumum? Adakah kabar itu, kalau kami yang mengucapkannya, sekonyongkonyong menjadi alasan untuk mengusahakan artikel 171 wetboek van strafrecht?
Toh tidak, Tuantuan Hakim! En toh, ........ kami berdiri di muka Tuantuan Baldal .......... terdakwa melanggar artikel 171
itu!
O nasib!, .......... sedang kami dilanjrat berhubung dengan soal Pacific ini, sedang kami menjadi pesakitan di hadapan mahkamah tuantuan berhubung dengan soal Pacific itu, maka dipertengahan bulan Oktober yang lalu diadakanlah vlootmanoeuvres Jepang yang mahahebat, dan A.I.D. de Preangerbode pada ketika itu memuatlah suatu kabar Associated Press yang berbunyi:
“De voorbereidingen begonnen reeds op 7 dezer .......... toen eenheden van de blauwe vloot naar hun concentratiepunt Koere vertrokken en de vijandelijke schapen in het geheim opereerden in Zuidelijke wateren, tot zelf in de buurt van Formosa toe. Iets verder dan Formosa ............ liggen de Philippijnen, maar niemand zou zoo ondiplomatik zijn er ook maar op te zinspelen, dat de aanval van dien kant komt!” “Persediaanpersediaan sudahlah mulai pada tanggal 7 bulan ini, tatkala kapalkapalnya armada biru berangkat kearah tempat pusatnya di Koere, sedang kapalkapal musuh adalah bergerak dengan sembunyisembunyian di lautanlautan kidul, sampai kedekatdekatnya pulau Formosa. Sedikit lebih jauh lagi dari Formosa itu .......... adalah kepulauan Philippina, tetapi tak seorangpun akan begitu kasarbibir menyindirnyindir, bahwa darisanalah akan datangnya serangan!” Sedang kami dilanjrat berhubung dengan soal Pacific itu, maka A.I.D. de Preangerbode 6
Oktober 1930 adalah membicarakan akan terpecahnya soal Pacific itu sebagai suatu soal practischactueel di dalam foordartikelnya, yang berkepala: “De vlootwet”, − Yakni menganjurkan diterimanya begrooting pembesaran armada HindiaBelanda guna menjaga neutraliteit di dalam perang Pacific yang dipastikan olehnya akan meledak itu! Sedang kami dilanjrat berhubung dengan soal Pacific itu, maka Javabode adalah mengumumkan artikel serieseriean dari penanya “Observer” yang mengatakan, bahwa keadaan di dunia Pacific “sudahlah begitu panas, sehingga sebab yang sekecilkecilnyapun sudah cukup buat meledakkan peperangan Pacific itu”. 186
Dan kami menanya lagi: Adakahkami harus dihukum, kalaukami ikutikut membicarakan soal Pacific itu, adakah kami sekonyongkonyong menjadi penyebar logenachtig bericht guna merusak ketenteraman umum, kalau kami ikutikut meramalkan Pacificoorlog itu, − Pacificoorlog, yang di Indonesia juga diramalkan oleh Dr. Ratu Langi, juga diramalkan oleh A.I.D. de Preangerbode, juga diramalkan oleh Javabode itu?
Tetapi hasutan harus berontak atau mogok kalau perang itu sudah datang!! Kami tidak pernah menghasut yang demikian itu. Kami tidakpun pernah menyindir atau memujikan dengan tertutup akan perbuatanperbuatan yang demikian itu, atau perbuatan apa saja yang dilarang oleh hukum. Kami, sebagai tadi terangkan, hanyalah memujikan supaya rakyat lekas menjadi natie agar kuat menolak pengaruhnya peperangan Pasifik itu, (terutama pengaruh ekonomi), − pengaruh yang tentu kita deritakan oleh karena kita hidupdi pinggir Lautan Pasifik! Lebih dari 10 saksi membuktikan halhal ini, Tuantuan Hakim. Dan lagi, − mana boleh jadi kami menghasut mogok, mana boleh jadi kami menyuruh atau memujikan staking, di mana kami tidak berdiri di muka perserikatan sekerja atau tidak berdiri di muka kaum buruh yang tersusun di dalam vakvereeniging; mana boleh jadi kami memujikan stakingstakingan, dimana pendirian kami terhadap pada staking itu ternyata dengan seterangterangnya di dalam manifest bestuur
186 Verg. Reinhard p. 211.
P.N.I. yang termuat di dalam “BantengPeriangan” No. 910 yang kami serahkan kepada Tuantuan itu? Mana boleh jadi kami berkata bahwa perang Pasifik akan terjadi dalam tahun 1930 atau lekaslekas, dan bahwa pada saat pecahnya itu kita akan merebut kemerdekaan, dimana ternyata tidak ada satu anggota P.N.I. yang terdapat mempunyai senjata apa saja yang pantas dipakai berontak, yakni di mana tidak terdapat satu bedil atau satu pistol atau satu pedang tatkala diadakan penggeledahan di manamana?
Tetapi perkataanperkataan “rubuhkanlah imperialisme!”, “rubuhkanlah kapitalisme!”; − perkataanperkataan “imperialisme memeras kita”, “kapitalisme menindas kita”, − tidakkah yang demikian itu buktibukti bahwa kami bersalah melanggar artikel 153 bis atau 169? Kami menjawab: kami mustahil sengaja melanggar artikelartikel itu. Kami toh, sebagaimana banyak saksi menerangkan kepada Tuantuan Hakim, selamanya mendidik keamanan, selamanya mendidik kesabaran. Kami toh, selamanya menghukum anggotaanggota yang membahayai keamananumum itu. Adakah bisa jadi bahwa orang yang senantiasa mendidik keamanan, lantas sengaja melanggar artikel 153bis atau 169? Adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk bagi Tuantuan Hakim, bahwa orang yang tak berhentihenti mengursuskan “harus menjauhi segala hal yang teu puguh”, yakni harus menjauhi segala yang tidak senonoh”, mengancam tiaptiap anggota yang melanggar keamanan dengan royement, membohongkan bisikbisikan akan ada apaapa tahun 1930, − adakah waarschijnlijk bagi Tuantuan, bahwa orang yang demikian itu lantas mempunyai opzet, *) membahayai keamanan umum atau melanggar gezag menjalankan 187
halhal yang dituduhkan dalam proses ini? O, zeker, kami memang pernah mengatakan “rubuhkanlah imperialisme!”, rubuhkanlah
kapitalisme!”, − kami memang pernah mengatakan “imperialisme jahat, kapitalisme angkaramurka, imperialisme mencelakakan kita, kapitalisme merusak rakyat” dan lainlain sebagainya, − tetapi adakah bisa jadi, bahwa kami memaksudkan dengan perkataan imperialisme itu pemerintahyang − sekarang atau keamananumum, adakah bisa jadi bahwa kami memaksudkan dengan kapitalisme itu bangsa Belanda atau bangsa asing yang lain?
Kapitalisme dan imperialisme, Tuantuan Hakim, kapitalisme dan imperialisme, sebagai kami uraikan diawalnya kami punya pidato dengan disokong dalildalilnya orangorang yang ternama, bukanlah bangsa asing yang lain, bukanlah kaum B.B., bukanlah gezag, bukanlah suatu badan atau materie,− kapitalisme dan imperialisme, sebagai tiaptiap perkataan yang berakhiran dengan “isme”, adalah suatu faham, suatu begrip, suatu stelsel!
Stelsel ini yang mencilakakan, stelsel ini yang merusak, stelsel ini yang jahat, stelsel inj. yang harus “dirubuhkan”, − bukan bangsa asing, bukan pemerintah, bukan gezag! Amboi adakah kami begitu goblok, adakah kami keringotak atau barangkali miringotak, mengira bahwa imperialisme = gezag, kapitalisme = bangsa asing, − kami, yang toh setidaktidaknya boleh dinamakan orang terpelajar? Adakah kami siasia, lebih dari 20 tahun duduk di atas bangku sekolahan, *) lebih dari 10 tahun membaca sociale litteratuur, mempelajari ilmu sociale 188
wetenschappen, − yang kami tidak tahu bedanya antara imperialismekapitalisme dengan gezag beserta bangsa asing?
Ah, Tuantuan Hakim, di dalam salah satu daripada producten yang diserahkan oleh saksi Albreghs, toh dengan seterangterangnya tertulis, bahwa yang kami orang musuhi itu ialah suatu stelsel, dan bahwa “kita tidak menyalahkan Holland” dan bahwa “niet aIle Hollanders zijn
187 pag. 224. 188 Lihatlah JavaBode 3 Desember 1930
slecht”! Di dalam catatancatatan leiderscursus toh tertulis dengan seterangterangnya, bahwa imperialisme adalah suatu faham atau tabeat, dan di dalam keterangannya banyak saksi toh ternyata juga, bahwa yang kamiorang empat terdakwa maksudkan dengan kata imperialisme itu ialah suatu faham atau suatu nafsu, sedang di dalam keterangan saksisaksi Doelhadi, Entjo, Soemarta, H. Mansoer, yang sama menerangkan, bahwa kata impelialisme terjadinya ialah dari kata imperium, ternyata pula dengan senyatanyatanya bahwa kami orang empat terdakwa sebelumnya membicarakan imperialisme itu, lebih dulu adalah mengasih keterangan atau uitleg yang jelas tentang faham dan artiartinya!
Lagi pula, tidakkah kami punya politiekevisie mengatakan bahwa dengan berhentinya 189
gezag di sini, imperialisme itu belum tentu berhenti sama sekali, yakni bahwa dengan berhentinya gezag itu, Indonesia buat sementara waktu misih menjadi lapangnya imperialisme, misih belum terhindar dari exploitatienya buitenlandsch surpluskapitaal, misih ada kaum gula, kaum minyak, kaum tembakau dll., sebagai misalnya sekarang negeri Tiongkok atau Persia yang merdeka itu duaduanya bongkok menderitakan exploitatienya imperialisme asing! Tidakkah kami punya politiekevisie itu mengatakan, bahwa pemerintahan nasional itu,− dus kalau gezag asing di sini sudah tidak ada! −, selainnya buat nationale reconstructie, adalah suatu syarat untuk melawan imperialisme dengan leluasa dan memberhentikannya sama sekali, sebagaimana juga misalnya kaum socialist memandang politieke macht sebagai suatu syarat untuk memberhentikan kapitalisme! tidakkah dengan kamipunya politiekevisie itu, ternyata dengan seterangterangnya, bahwa di dalam kamipunya visie imperialisme dan gezag bukanlah satu, bukanlah identiek!
Lagi pula tidakkah kami seringsering menerangkan di tahun kursuskursus atau openbare vergadering, bahwa imperialisme di Indonesia sejak adanya opendeurpolitiek adalah dihinggapi pula oleh imperialisme Amerika, imperialisme Inggeris, imperialisme Jepang dan lainlain, − imperialisme Belanda dengan modal + ƒ40.000.000.000,, imperialisme asing yang lainlain dengan modal + ƒ2.000.000.000,, sedang gezag di Indonesia toh hanya Nederlandsch gezag saja! Tidakkah di dalam keteranganazas P.N.I. tertulis dengan seterangterangnya apa yang bernama impelialisme itu, dan bahwa imperialisme di sini itu bersifat international, − keteranganazas P.N.I., yang kami menjadi penulisnya! Tidakkah kami, kalau kami membicarakan imperialisme itu dikursus atau diopenbarevergadering, biasa sekali lantas membikin suatu analyse daripadanya, − analyse di dalam empat sifat yang kami sebutkan diawalnya pidato ini dan yang juga tertulis di dalam keterangan azas − P.N.I. −, yakni pertama sifat pengambilan bekalbekal hidup, kedua sifat pengambilan bekalbekal atau basisgrondstoffen untuk industri di negeri asing, ketiga sifat memperusahakan Indonesia menjadi pasarpenjualan barangbarang dari asing, keempat sifat memperusahakan Indonesia menjadi exploitatiegebied buitenlandsch surpluskapitaal, − sambil selamanya menyebutkan angkaangka hasil “gula + ƒ400.000.000. setahunnya:, ”karet + ƒ400.000.000, setahunnya”, “minyak + ƒ150.000.000, setahunnya” dan seterusnya, sehingga ternyata bahwa yang kami namakan imperialisme itu ialah bukan gezag!
Sesungguhnya, Tuantuan Hakim, bahwa kami tak mengetahui bedanya imperialisme dengan gezag, itu adalah suatu hal yang tidak bisa masuk akal, suatu hal yang mochal, suatu hal yang mustahil!
189*) opzet = sengaja
Tetapi Tuantuan barangkali membantah: “Betul tuan tahu bahwa imperialisme bukan gezag, tuan tahu bahwa kapitalisme bukan bangsa asing, − tetapi, tatkala tuan berseru “rubuhkanlah imperialisme dan kapitalisme!”, tuan maksudkan gezag dan bangsa asing!”
Ini juga mustahil, Tuantuan Hakim! Kami toh, kepada semuaanggota baru, kalau, kami menerangkan azasnya P.N.I. dengan
panjanglebar, senantiasa menerangkan juga panjanglebar artinya dua perkataan imperialisme dan kapitalisme itu, sifatsifatnya dan internationaliteitnya imperialisme itu, sebagai yang kami uraikan tadi. Kami toh spesial mengadakan kursus serieseriean spesial tentang pasal imperialisme, mengadakan kursus serieseriean atas halnya bagaimana kapitalismekapitalisme di Eropah dan Amerika mengasih “cap” sendirisendiri atas imperialismeimperialismenya di Asia, − dari barbaarschroofimperialisme Spanyol zaman dulu sampai monopolistischimperialisme Belanda di Indonesia, dari halfmonopolistischimperialisme Inggeris di Hindostan sampai liberaalimperialisme Amerika di Philippina! Kami toh spesial mengadakan kursuskursus tentang pasal kapitalisme, kursuskursus buat menerangkan artinya dan faktorfaktornya, yakni kursuskursus tentang meerwaardetheorie, tentang kapitaalaccumulatie, tentang kapitaalconcenratie, tentang kapitaalcentralisatie tentang industrieelreservearmee dan lainlain!
Pendek kata Tuantuan Hakim, perkataan imperialisme dan kapitalisme seringlah kami terangterangkan maknanya, perkataanperkataan itu, kalau kami ucapkan, mustahillah kami lantas sebenarnya memaksudkan gezag atau bangsa asing. Apalagi ............ bahwa kamipernah mengatakan bahwa imperialisme = gezag, bahwa kami pernah mengatakan bahwa imperialisme = regent, = wedana, camat, kopral, bahwa kami pernah mengatakan bahwa kapitalisme = bangsa asing, − itu adalah lebih mustahil lagi, lebih lagi sama sekali tidak ada emperempernya !
Amboi, umpama kami dengan kata imperialisme itu memaksudkan kaum B.B. atau pemerintah, toh barangkali lebih baik sama sekali kami berkata imperialisme = gubernur jenderal, imperialisme = residen, imperialisme = hupkomissaris polisi, dan seterusnya!
Tidak, kalau kami berkata imperialisme maka kami bermaksud juga imperialisme, kalau kami berkata kapitalisme maka kaui bermaksud juga kapitalisme. Memang imperialisme dan kapitalisme ini yang jahat, memang imperialisme dan kapitalisme ini yang harus dirubuhkan, memang imperialisme dan kapitalisme ini yang kami musuhi. Kami adalah ingin merubuhkan suatu nafsu atau stelsel, tidak gezag atau sesuatu bangsa!
Tetapi perkataanperkataan yang tajamtajam itu!, − buat apa memakai perkataan yang tajamtajam itu, buat apa memakai perkataan “merubuhkan”, “menghancurkan”, “mencelakakan”, “merusak”, dan lain sebagainya, kalau tidak buat menghasut dan buat mengganggu keamananumum, − buat merusak ketenteraman rakyat?
O, memang, Tuantuan Hakim, kamipunya bahasa adalah bahasa yang radikal. Kamipunya bahasa bukanlah bahasa neneknenek yang sudah jatuh pingsan kalau mendengar kata “kemerdekaan”, kamipunya pidatopidato bukanlah pidatonya paderi di dalam gereja atau pidatonya jurukhotbah di dalam masjid. Kami adalah natiolisrevolutioner, nationalist yang radikal, nationalis kepala banteng! Kamipunya bahasa adalah bahasa yang keluar dari kalbu yang berkobarkobaran dengan semangat nasional, berkobarkobaran dengan rasakecewa atas celaka dan sengsaranya rakyat. Siapakah tidak pedih dan dendam hati, siapakah tidak kecewahati kalau ia mengetahui celaka dan sengsaranya rakyat sebagai yang kami gambarkan di
muka tadi, kalau memang ia mau bertulushati! Sebagai pidatopidatonya hampir semua pemimpinpemimpin kaum celaka dan kaum sengsara dimanamana negeri, sebagai bahasanya semua pemuka kaum terpepet hatinya penuh dengan rasapedih dan rasakecewa, sebagai bahasa semua kaum radikal dan revolutioner yang semangatnya berkobarkobaran, maka pidatopidato kami dan bahasa kami penuhlah dengan katakata yang radikal dan tandes, penuhlah dengan gambargambar, tamsiltamsil, babasan dan saloka yang berisi semangat yang berkobarkobaran pula. Tetapi tidak adalah pidatopidato kami dan bahasa kami itu berisi opzet melanggar artikeI 153bis, tidak adalah ia berisi maksud menjalankan kejahatankejahatan yang dituduhkan dengan artikel169!
Jikalau Mr. Pieter Jelles Troelstra di dalam apipidatonya berkata: “hantamkanlah kitapunya palugodam di atas singgasananya kapitalisme!”; jikalau Jean Jaures menggetarkan hati dan semangat pendengarpendengarnya dengan perkataan: “ini kesengsaraan sekarang sudah menjadilah bangun, dan menuntutlah dengan menggenggam pisaubelati iapunya tempat di bawah matahari”; jikalau pemimpinpemimpin proletariaat mendengungkan “majulah perang menghancurkan kapitalisme, majulah perang melawan kaumkaum yang kuasa”; jikalau di dalam parlemen atau meeting partai apa saja kita sebentar mendengar seruan “rapatkanlah barisan”, “luruglah bentengnya musuh”, “asahlah senjatamu yang paling tajam untuk melebur pengkhianatpengkhianat kita secindilabangnya”; jikalau Pastoor van Lith di sini berseru pada rakyat Indonesia:
........... laat hen misbruik maken van hun macht, indien zij dit verkiezen, − gij zult groeien tegen de verdrukking, als staal gehard worden in het vuur, krachten winnen door zelfverweer, de krijgskracht leeren van Uw vijand, en reuzensterk door de kracht van het getal, aanneengesmeed door volhardend samen werken en samenverchten, tenslotte toch als overwinnaar uit den kamp te voorschijn komen.” 190
........... biarlah mereka lalim mengerjakan merekapunya kekuasaan kalau mereka mau, meski ditindas bagaimana juga, kamu akan menjadilah makin kuat, menjadilah makin keras ibarat baja di dalam api, menambahnambahkan tenagamu karena melindungkan diri, meyakinkan caraberkelahi daripada musuh, dan mahakuat oleh besarnya jumlahmu, tergemblengkan satu sama lain oleh pekerjaan bersama dan perkelahian − bersama, kamu akhirnya toh akan keluar dari peperangan itu sebagai pihak yang menang”.
− jikalau kita mendengar perkataanperkataan yang demikian itu, adakah kita lantas harus ingat akan palugodam yang sebenarnya, akan tahta kerajaan yang sebenarnya, akan pisaubelati yang sebenarnya, akan perang yang sebenarnya, akan pedang, akan bom, akan dinamit, akan meriam, serdadu, darah, dan lainlain?, adakah mereka sengaja mau merusakkeamananumum atau melanggar gezag atau menjalankan sesuatu kejahatan yang dilarang oleh hukum di negerinya masingmasing?
Jikalau Prof. Boeke berkata, bahwa “bapa tani bangsa Jawa adalah hidup kelewat sengsara”; jikalau Dr. Huender menuliH, bahwa keadaan di sini sudah membikin rakyat menjadi “minimumlijdser”; jikalau van Kol mendengungkan iapunya protest tentang adanya “drainage” yang merusak negeri kita menjadi “negeri yang habis terhisap sungsumnya”; jikalau Mr. Brooshooft mengatakan:
190*) kami mulai sekolah di desa
“wij, duwen den Inlander in den afgrond, wij drijven hem in denzelfden poel van ellende die in de westersche maatschappij millioenen tot aan den hals houdt omsloten”, “kita menjerumuskan rakyat Bumiputera itu ke dalam jurang, ke dalam lembahkesengsaraan yang juga menenggelamkan milliunan orang di dunia Barat sampai ke batanglehernya” ,
dan berkata bahwa di sini adalah: “uitbuiting van den man die niet heeft dan zijn arbeid door den bezitter van het kapitaal, d.i. van de macht”, “perampok orang yang tak mempunyai apaapa melainkan tenaganya bekerja, oleh kaum yang menggenggam modal, yakni menggenggam kekuasaan”,
− adakah mereka bermaksud menghasut atau sengaja melanggar hukum?
Tidak, Tuantuan Hakim, mereka tidak adalah maksud yang demikian itu; mereka hanyalah menulis atau mengucapkan pidato yang penuh dengan perkataanperkataan yang berapi, mereka hanyalah menulis atau membeberkan oratorisch talent *) yang penuh denganwelsprekendheid 191
dan penuh dengan gambargambar, babasan dan saloka yang mengagumkan. Begitupun kami, di mana kami dengan semangat yang berkobarkobaran. berseru “rubuhkanlah imperialisme!”, di mana dari mulut kami keluar apinya perkataanperkataan “hancurkanlah itu nafsu angkaraangkara”, “lawanlah kapitalismeimperialisme yang menghisap kita itu dengan segenap kitapunya tenaga”, maka kami tidak ada satu kejap mata sengaja membahayai keamananumum, sengaja melanggar gezag, sengaja menyalankan apaapa yang dilarang oleh hukum di sini! Kami, sebagai dipersaksikan oleh banyak saksi, adalah senantiasa mendidik akan keamanan dan menjunjung tinggi akan keamanan itu, kami adalah malahan mengancamkan royement dan mengasih royement pada siapa yang merusak keamanan itu!
Ah, Tuantuan Hakim, mana boleh jadi kami sengaja menjalankan perbuatanperbuatan atau sengaja mempunyai maksudmaksud yang dituduhkan kepada kami itu, mana boleh jadi kami bisa bersalah sepanjang artikel 153bis atau 169 itu, di mana kami di dalamleiderkursus yang tertutup dan rahasia itu sampai mengadakan theorie antirevolutie dan antiputsch dan mendidik kepada leidersleiders itu supaya selamanya menjunjung tinggi pada keamanan, mana boleh jadi di mana kami di dalam leiderkursus yang rahasia itu, − zonder takut telinganya cucunguk atau coro alias spion, zonder takut telinganya politik, − senantiasa mendidik kepada pemukapemukamuda itu menginjak jalan yang halal agar supaya kitapunya machtsvorming tidak mendapat gangguan dan bisa melahirkan suatu macht yang sekuasakuasanya, sebagai terbukti daripada persaksiannya beberapa pemimpinpemimpin yang Tuantuan dengar itu?
Kalau kami memang senang kepada pengrusakan keamanan umum, kalau kami memang ingin akan pelanggaran gezag, kalau kami memang bermaksud pula halhal yang dituduhkan dengan artikel 169 itu, maka di sinilah tempatnya, di dalam leiderkursus inilah tempatnya kami mengajarkan hal itu kepada subleders, agar supaya subleiders itu, kalau berpropaganda ke desa dan ke kampung, bisa menyebarkanlah “benihracun” kami itu ke manamana, sehingga sempurnalah “keamananumum terrusak”, sempurnalah “gezag terlanggar”, sempurnalah “misdrijven dari artikel 169 itu terjadi”! En toh, bagaimanakah kenyataan! Kenyataan adalah menunjukkan sebaliknya, kenyataan adalah membuktikan bahwa kami di dalam kamipunya
191 politieke visie = penglihatan politik
“sarang” leiderkursus itu bukanlah bertelor racun, tetapi ialah bertelor barang, yang walaupun pahit rasanya bagi kaum imperialisme, sepanyang wet, adalah halal belaka!
O memang, kami tidak tedengalingaling, − telor yang kami jatuhkan di dalam leiderkursus dan kursuskursus biasa itu, adalah pahit sekali rasanya bagi kaum yang berkepentingan atas terusnya keadaankeadaan yang sekarang! Kami di mukapun tidak tedengalingaling, bahwa maksud P.N.I. adalah berusaha serajinrajinnya menyusunnyusunkan suatu nationalistische machtsorganisatie, suatu raksasakekuasaan yang insyaf akan kekuasaannya, suatu raksasa mahasakti ibarat saktinya. Krishna Tiwikrama! Kami tidak tedengalingaling bahwa P.N.I. hanyalah percaya kepadamacht yang demikian itu saja, untuk mendatangkan concessies dan perbaikanperbaikan di dalam kitapunya pergaulanhidup yang dikungkungi oleh belangentegenstellingen itu! Tetapi kamipun sudah menerangkan, bahwa machtsvorming dan macht ini sama sekali tidaklah memeluk faham bom atau dinamit, sama sekali tidaklah memeluk pula faham yang dilarang oleh artikel 153bis atau yang dituduhkan dengan artikel 169 dari wetboek van strafrecht itu.
Sekali lagi memang: telor P.N.I. adalah telor yang pahit sekali bagi kaum imperialisme; dan kaum imperialismepun tak lupa mencacimaki dan menjelekjelekkan kami sepuaspuasnya di dalam suratsuratkabar dan perkumpulanperkumpulannya, menuntutkan hukuman atau pembuangan atas diri kami, menuntutkan larangan atas actienya P.N.I., − tetapi tak bolehlah disangkal oleh siapajuga bahwa telor P.N.I. itu adalah telor yang halal!
Tuantuan Hakim, oleh karenanya, kembali lagi kami menanya: adakah boleh jadi, adakah waarschijnlijk, bahwa kami mempunyai opzet yang dimaksudkan oleh artikel 153bis atau bahwa kami melanggar artikel 169, − kami yang menurut persaksiannya banyak saksi itu senantiasa mendidik keamanan,kami yang sering memperingatkan jangan kena provokasi,kami yang membohongkan ramalan tentang tahun 1930, kami yang mengancamkan dan mengasih royement kepada tiaptiap anggota yang melanggar keamanan itu, kami yang menurut persaksiannya anam subleiders di dalam leiderscurcus seringkali mendidik menjunjung tinggi akan keamanan agar supaya machtsvorming tidak terganggu, dan mengajarkan theorie antirevolutie, antiputsch, antigeweld, antigolokgolokan, yang bagaimana juga?
Adakah halhal ini semuanya belum cukup untuk meyakinkan Tuantuan Hakim atas ketidaksalahan kamiorang? Adakah barangkali timbul pertanyaan pada Tuantuan, buat apa kami spesial mendidik keamanan itu, buat apa kamispesial mendidikantigolokgolokan itu, kalau keamanan tidak memang terancam bahaya dan kami tidak takut akan buahnya propaganda kami sendiri ?
Tuantuan Hakim, tidak benarlah gagasan yang demikian itu. Ketahuilah, bahwa P.N.I. adalah hidup di dalam suatu zaman dimana udara Indonesia
memang penuh dengan kepercayaan rakyat tentang “akan ada apaapa” di dalam tahun 1930 itu, di mana ingatannya rakyat akan caracara dan methodenya P.K.I. dan S.R. yang belum berselanglama matinya itu misih belum hilanglah samasekali, di mana kamu reactie tak berhentiberhenti mencoba menjatuhkan P.N.I. dengan pelbagai provokasi yang rendah dan keji! Didalam waktu yang demikian itu, P.N.I. yang memang sebenarnya partai keamanan dan menjunjung tinggi akan keamanan, di dalam waktu yang demikian itu P.N.I. haruslah lebihlebih dari misti menanamkan faham keamanan itu di dalam otak, hati, tulangsungsum dan darah dagingnya rakyat. Sebab, selainnya yang P.N.I. memang tak mau akan mengrusak
keamanan, maka sebagai tadi sudah beberapa kali kami katakan, P.N.I. tahu bahwadialah yang mendapat palang pintu kalau ada apaapa!!
Sebab P.N.I. di dalam matanya kaum reactie memang sudah sedari lahirnya adalah di cap dombahitam atau anjingbelang, memang sudah sedari lahirnya di cap zondebok yang hanya bisa menjalankan kejahatankejahatan belaka! Tanyakan hal ini kepada Mr. Wormser, Tuantuan Hakim, ia tentu bakal membetulkannya ............
Belum juga cukup menunjuknunjuk akan kemokhalannya kami bersalah, Tuantuan Hakim? Welnu, haraplah menanya kepada tuan Datoek Toemenggoeng dari Kantoor voor Inlandsche Zaken, apakah tidak benar yang kami di dalam suatu openbare vergadering P.N.I. di Pekalongan telah menerangkan bahwa P.N.I. tak akan menginjaki jalan yang tak aman. Haraplah membaca verslagnya openbare vergadering P.P.P.K.I. di Solo sebentar sebelumnya kami ditangkap, vergadering yang mana dihadliri juga oleh Tuantuan Gobee dan Van der Plas dari Kantoor itu tadi, − haraplah membaca verslagnya di dalam “de Locomotief” dari 28 December 1929 di mana tertulis bahwa kami mencela pemberontakanpemberontakan dengan katakata:
“De vroegere pogingen tot verwekking van “revolutie” in Sumatra, Aceh, Borneo, Celebes etc. zijn aIle symptomen van ellende onder de tani’s, die actie voeren tot verbetering van hun lot. We moeten nu andere wegen inslaan om een duurzame verbetering te bereiken”. “Percobaan di zaman dahulu, mengadakan pem berontakan di Sumatera, Aceh, Borneo, Selebes dan lainlain tempat, semuanya adalah tandatanda kesengsaraannya kaum tani yang berusaha mencari perbaikan nasibnya. Kita zaman sekarang ini haruslah menginyak jalanjalan yang lain, untuk mencapai perbaikanperbaikan yang kekal.”
− haraplah membaca verslagnya dalam suratkabar “Bintang Timur” 30 Desember 1929, di mana ada tertulis bahwa kami berpidato :
“Itu pembrontakan dari tempo hari di Sumatra, Java, Selebes, Borneo dll., itu semua disebabkan karena keadaan rakyat sangat jelek dan oleh karena rakyat adakan gerakan buat memperbaiki dan mintak perbaiki nasib yang jelek itu ............
Kita sekarang tidak ambil jalan sedemikian. Kita sekarang adakan actie yang sah buat mendatangkan kebaikan rakyat seumumnya”. Haraplah kalau Tuantuan Hakim tidak percaya pada verslag koran, haraplah menanyakan
kebenarannya verslagverslag ini pada tuantuan Gobee dan Van der Plas itu tadi, atau kepada wakil pemerintah siapa saja yang menghadiri rapat P.P.P.K.I. itu!
Sesungguhnya, sudah nyatalah senyatanyatanya. bahwa tidak bisa jadi, tidak ada empernya, tidak waarschijnlijk, ya tidak mogelijk, mokhal, mustahil kami bisa bersalah atas apaapa yang dituduhkan dalam proces ini, − kami yang begitu banyaknya buktibukti atau penunjukpenunjuk, bahwa kami selamanya adalah mendidik kepada keamanan itu!
Toh, ............... barangkali Tuantuan Hakim masih belum juga yakin? Baik!, tetapi apakah Tuantuan dan misih syakwasangka, kalau Tuantuan memperingatkan halnya kami di dalam bulan Desember tahun yang lalu menemui wakil pemerintah tuan Mr. Ir. Kiewiet de Jonge dengan permintaan supaya tuan itu suka memintakan idin bagi kami kepada residen
MiddenPriangan untuk mengadakan vergaderingvergadering openbaar, dimana kami dimuka seluruh dunia mau membohongkan ramalan tentang tahun 1930 itu, dan mau mendidik seluruh rakyat, terutama yang belum masuk P.N.I., akan tinggaI tenteram dan menjunjung tinggi keamanan.
Idin buat openbarevergadering? Ya, Tuantuan Hakim Idin buat openbarevergadering, − tetapi bukan idin buat openbarevergadering biasa, melainkan ialah idin buat openbarevergadering di mana kami akan membantah bisikbisikan itu, dan dimana kami akan membeberkan teori tentang massaactie yang P.N.I. maksudkan!
Sebab, sebagai yang sudah kami terangkan di dalam verhoor, pada suatu hari sebelumnya Desember itu, residen MiddenPriangan adalah kecewahati atas halnya saudara Gatot Mangkupradja dalam suatu rapat terbuka mengatakan bahwa P.N.I. memperusahakan kemerdekaan itu ialah dengan tidak mau mengalirkan darah setetespun jua, − pada suatu hari, tuan Kuneman telah memperingatkan pula kami, bahwa tiaptiap pidato yang ada perkataannya “darah” walau melarang mengalirkan darah, akan ditegor oleh politie atau distop sama sekali!
Ya, Tuantuan Hakim, sampai ini hari kami belum mengarti apa jeleknya meIarang meneteskan getihwalauhanyasetetes, sampai ini hari misihlah suatu tekateki bagi kami jahatnya propaganda sayang akan darah manusia!
Tetapi, bagaimana juga, kami di dalam bulan Desember itu memandang perlu sekali membantah di dalam openbaar omong kosong tentang tahun 1930 itu dan memandang perlu sekali mendidik keamanan dan ketenteraman pada rakyat. Bukan terutama kepada rakyat didalam kalangan P.N.I., Tuantuan Hakim, − rakyat didalam P.N.I. sudahlah cukup mendapat didikan yang demikian itu di dalam kursuskursus yang tertutup! Tetapi kepada rakyat di luar kalangan P.N.I., rakyat di luar organisasi yang misih kegelapan itu, kepada rakyat yang misih bodoh ini, yang gampang diabui matanya oleh kaum provocateurs, yang gampang ditipu oleh kaum SarekatSarekat atau Pamitran, yang gampang dibodohi oleh kaum jahathati yang lainlain, − kepada rakyat di luar P.N.I. inilah kami butuh akan openbare vergadering itu, − hanya di dalam openbare vergadering itulah kami akan bisa berjumpa dan mengasih didikan kepadanya!
Dan bahwasanya!, didikan itu pada waktu itu adalah perlu sekali, sebab dengan makin mendekatnya tahun 1930, ramalan tadi makin “makan”, kaum provocateurs makin rajin mengabui mata rakyat yang belum masuk P.N.I., kaum Pamitran makin merajalela, kaum dessapolitie makin bertambah jumlahnya yang ikut kena terjangkit penyakit “akan ada apaapa” itu, − pendek kata, dengan mendekatnya tahun 1930 udara di luar kalangan P.N.I. makin getar dan tak tenteramlah adanya. P.N.I. memandang perlu sekali ikut berusaha mengembalikan ketenteraman itu. P.N.I. memang tak suka akan keadaan rakyat yang tak tenteram itu. P.N.I. lagipula mengetahui, sebagai beberapa kali sudah kami katakan tadi, bahwa:− kalau ada apaapa di luar kesalahannya dan di luar anggungannya, toh dia yang paling dulu mendapat sangkaan, toh dia, yang paling dulu dianjingbelangkan, toh dia, yang paling dulu dijatuhi palang pintu!
Welnu, kami minta perantaraannya Mr. Ir. Kiewiet de Jonge untuk hal yang kami katakan tadi itu. Mr. Ir. Kiewiet de Jonge pergi ke tuan Kuneman; Mr. Ir. Kiewiet de Jonge sesudahnya itu lantas mengkabarkanlah kepada kami dengan surat, bahwa kami harus menemui tuan Kuneman, yakni kalau kami sudah pulang dad Congres P.P.P.K.I. di Solo dan dari tournee *) 192
ke JawaTengah. 192 t.a.p. pag. 32
Tetapi, Tuantuan Hakim, tetapi! ............. tournee belum habis, kami belum kembali di Bandung, − di Mataram pada 29 Desember kami sudah ditangkap, ditahan di kantor politie, dimasukkan di dalam bui, dikunci belakang pintu besi dan tralie besi, − sampai hari sekarang! ............ Yah, begitulah nasibnya pemimpin, kami pikul nasib itu dengan senantiasa ingat akan IbuIndonesia, tetapi kami menanya kepada Tuantuan penjabat pengadilan dan penjunjung keadilan: Adakah bisa jadi, adakah masuk akal, bahwa kami yang mempunyai permintaan yang demikian itu pada Mr. Ir. Kiewiet de Jonge, bisa bersalah atas halhal yang dituduhkan pada kami di dalam proces ini? Adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, adakah masuk akal bahwa kami yang mau mengadakan openbarevergadering di manamana untuk mendidik keamanan itu, bisa mempunyai opzet melanggar keamanan yang dilindungi oleh artikel 153bis dan 169 itu?
O memang, politie sering menerima verslag yang “kocak” dari spionspionnya, politie sering mendapat laporan yang sensasional dari matamatanya, politie sendiri sering mengirimkan verslag saringan kabarkabar spion kepada parketnya procureurgeneraal yang “mengagumkan”. Tetapi, − spion adalah spion, matamata budi pekertinya tinggallah budi pekerti matamata, cucunguk moraalnya tinggallah moraal cucunguk! Mereka selamanya mempunyai nafsu “mengocakkan” verslagnya, menambahnambahi laporannya, − dan amboi, berapa tinggikah pengetahuan atau ontwikkelingnya!
Kami mengetahui adanya politiekoplitioneeloverzicht yang menyebutkan kami menghasut pemogokan pada perusahaan post!, sedang sebenarnya kami hanya membicarakanhak mogok di tiaptiap negeri yang sopan, dan memujikan cabutannya artikel 161 bis wetboek van strafrecht. Kami mengetahui adanya politiekpolitioneel overzicht yang mengatakan, bahwa kami menujumkan pertolongan dari Jepang, sedang tiaptiap hidung mengetahui, bahwa barangkali tidak ada satu orang Indonesia yang begitu anti kepada Jepang sebagai kami. Kami mengetahui pula adanya politiekpolitioneeloverzicht, yang dengan “stalen gezicht” alias “muka kaju” memberitakan bahwa Mr. Iskaq sudah bicara di dalam suatu vergadering P.N.I. di Malang, sedang Mr. Iskaq itu seumur hidup belum pernah menginjak Malang buat urusan politik, ya barangkali seumur hidup belum pernah menginjak Malang sama sekali !! ............
Memang, Tuantuan Hakim, ini semua “kocak”, ini semua sangat “mendirikan bulu”, − tetapi juga ini semua “tragisch!” *) 193
Tragisch, tragisch sekali, tragisch setragischtragischnya, sebagai terbukti tahun yang lalu, tatkala kabarspion yang “jempoljempol” itu mengatakan dengan banyak kekocakan bahwa P.N.I. tanggal 1 Januari 1930 akan mengadakan rrrrevolutie,− rrrrevolutie yang akhirnya ........... mengkerut menjadi perkara di dalam proces ini!
Herankah Tuantuan Hakim, bahwa misalnya sampai Mr. Van Helsdingen di dalam volksraad memintakan:
“een scherper toezicht op do spionnen, die onrustwekkende onjuiste berichten aanbrengen, desnoodig door onverbiddelijlk zulke lieden te ontslaan?” 194
“pengawasan yang lebih keras atas spionspion, yang menyetorkan kabarkabar bohong yang membikin onar, kalau perlu dengan melepas orangorang yang demikian itu zonder ampunan lagi”?
193*) oratorisch talent = kepandaian berpidato 194*) tournee = keliling inspeksi
Herankah Tuantuan, bahwa kami, yang mengetahui akan bahaya yang datang dari spion yang jahathati atau bodokotak itu, sudah pernah meminta Mr. Ir. Kiewiet de Jonge meneruskan harapan kami kepada pemerintah, supaya lebih banyak **) mengada spion intellectueel yang 195
bisa mengerti akan maknanya pidatopidalo kami, yakni supaya rapportrapport kepada dan dari politie tidak ngacau sebagai sekarang? Tetapi sebaliknya juga, tidaklah Tuantuan mendapat satu penunjuk lagi akan mochal dan mustahilnya kami bisa sengaja bersalah atas halhal yang dituduhkan pada kami di dalam proces ini, kami yang meminta lebih banyakspion intellectueel supaya kursuskursus kami dan actie kami sempurna bisa diamatamati, − kursuskursus kami dan actie kami, yang memang tak pernah berisi satu apa saja yang harus kami sembunyikan!
Setengah orang barangkali heran, melihat seorang pemimpin partai revolutionair dan noncooperator bermusyawarat dengan wakil pemerintah. Lahirnya saja hal ini mengherankan, lahirnya saja hal ini sebagai bertentangan dengan kitapunya azas. Tetapi di dalam hakekatnya, di dalam sejatinya perkara, azas kita itu tidaklah terlanggar sedikitpun jua: Pertemuan kami dengan wakil pemerintah bukanlah timbul dari keinginan bekerja bersamasama, melainkan hanyalah timbul dari halnya actie P.N.I. dan noncooperation P.N.I. itu, bukanlah actie dan noncooperation yang sembunyisembunyian, bukanlah actie dan noncooperation yang seselumputan, bukanlah actie dan noncooperation àla nihilisme, tetapi ialah actie dan noncooperation yang terangterangan! Kita ialah berjuang dengan zonder tedengalingaling membukakan dan menunjukkan kitapunya dada, kita ialah berjuang dengan ketulusannya ksatria, kita berjuang ialah dengan open vizer! Dan oleh karena perjuangan kita yang dengan open vizier inilah, oleh karena actie yang tiada satu hal yang harus kita sembunyikan itulah, maka kami tak kuat akan matamata atau spionspion, asal saja spionspion itu spion yang intellectueel yang mengerti akan segala apa yang ia dengarkan!
Dan sekali lagi kami menanya: adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, kami bersalah tentang halhal yang dituduhkan kepada kami itu, kami yang minta diamatamati oleh sebanyakbanyaknya spion intellectueel?
Mogamoga sekarang Tuantuan, sesudahnya mendengar segala halhal yang kami beberkan itu, mendapat keyakinan akan ketidaksalahan kamiorang itu adanya!
Tuantuan Hakim yang terhormat!, − kami sekarang mengulangi, kami membikin resume; sudah terlampau lamalah kami meminta Tuantuan punya perhatian:
Imperialisme yang kami musuhi itu, adalah suatu faham, suatu begrip, suatu nafsu, suatu streven, suatu stelsel, suatu politik menaklukkan atau mempengaruhi negeri orang lain atau ekonomi bangsa lain. Imperialisme, dan juga kapitalisme bukanlah pemerintah, bukanlah bangsa asing, bukanlah kaum ambtenaar, bukanlah badan atau materie apapun juga,− imperialisme dan kapitalisme adalah nafsu dan stelsel belaka. Indonesia sudah lebih dari 300 tahun menderitakan imperialisme itu, lebih dari 300 tahun dipengaruhi, diduduki, diexploiteer oleh imperialisme, − dulu imperialismetua, kini imperialismemodern.
Baik imperialismetua, maupun imperialismemodern, − duaduanya bagi negeri Indonesia dan rakyat Indonesia adalah membikin melesetnya dan kocarkacirnya susunan pergaulanhidup, duaduanya adalah pengedukanrezeki, exploitatie, drainage yang sangat. Oleh karena itu, kehidupan rakyat Indonesia kini adalah kehidupan “minimumlijdster”, pergaulanhidup Indonesia adalah pergaulanhidup “rakyat kaumburuh”, rakyat Indonesia menjadilah rakyat
195*) Tragisch = merindukan
yang celaka. Maka kecelakaan rakyat ini, kesengsaraan rakyat ini, airmata rakyat ini, dan bukan hasutan kamiorang, bukan hasutan “opruiers”, bukan hasutan manusia manapun jua, melahirkan suatu pergerakan rakyat, yang berakhiran di dalam pergerakan P.N.I. itu, − di dalam satu pergerakan yang berkeyakinan, bahwa, oleh adanya pertentangankepentingan antara sana dan sini, syarat yang amat penting bagi pembaikan segala susunan pergaulanhidup kita dan bagi memberhentikan imperialisme ialah politieke macht, − kemerdekaan nasional. Pertentangankepentingan inipun mengasih keyakinan kepadanya, bahwa umumnya segala perbaikan yang pentingpenting hanyalah bisa datang kalau diusahakan oleh kitasendiri, dengan kebisaan kita sendiri, dengan macht kita sendiri. Sebab soalsoal jajahan bukanlah soal hak, bukanlah soal recht, − soalsoal jajahan adalah soalkekuasaan, soal macht. Partai Nasional Indonesia oleh karenanya, mau menyusunkan macht ini; ia mau mengorganisirkan rakyat Indonesia dengan jalan yang halal dijadikan suatu machtsorganisatie yang sentosa, − ia dengan rajin mengusahakan machtsvorming yang halal itu. Ia mendapatkan nyawa baginya di dalam nationalisme yang hidup dan berkobarkobar, ia mendapatkan uratsyaraf baginya di dalam saktisakti amput rupa yang tadi kami terangkan, ia mencarikan badanwadagnya di dalam massa, di dalam rakyatmurba yang ribuan, ketian, milliunan itu. Dengan nyawa yang demikian, dengan uratsyaraf yang demikian, dengan badanwadag yang demikian, maka organisatierakyat ilu menjadilah nanti macht yang mahahebat, menjadilah nanti raksasa yang maha sakti.
P.N.I. mengasih raksasakekuasaan ini keinsyafan akan kekuasaannya, mengasih padanya machtsgevoel dan machtsbewustzijn dengan jalan teori serta perbuatan, dengan jalan kursuskursus dan suratsuratorgaan beserta daadwerkelijke acties bermacammacam, − daadwerkelijke acties yang juga untuk mengusahakan pasalpasal daftarusahanya. Dengan kekuasaan dan keinsyafan akan kekuasannnya itu, maka raksasa Indonesia tidak boleh tidak tentu, pasti bisa mendatangkan perbaikanperbaikan atau concessieconcessie yang penting dan berharga, yang akhirnya di kelakkemudianhari mendatangkan IndonesiaMerdeka!
Dengan ini semua, maka ternyatalah bahwa actienya P.N.I. itu adalah actie yang tak melanggar hukum, − teryatalah bahwa kami tak melanggar halhal yang dituduhan dengan artikel 169 itu.
O memang, actie P.N.I. adalah merugikan sekali pada imperialisme dan kaum imperialisme, membahayai kantong mereka dan dividend mereka, tetapi tidak adalah halhal di dalamnya yang bertentangan dengan hukum. Tidak adalah kamiorang pernah sengaja berbuat barang sesuatu yang dilarang oleh hukum itu, tidak adalah keadilan, yang akan mengambil putusan. Kami menunggu Tuantuan punya putusan itu, yang tentu tak lupa mempertimbangkan segala apa yang kami uraikan tadi. Kami tidak merasa salah. Kami tidak memajukan verlichtende omstandigheden, kami tidak memajukan alasanalasan buat mengembangkan diri,− kami hanyalah kamiorang pernah bersalah atas hal apa saja yang dituduhkan dalam proses ini.
Ketaktentraman tempo yang akhirakhir itu bukanlah bikinan kami atau karena kami, bukanlah melentungnya benihbenih yang kami orang tebartebarkan, bukanlah bekerjanya “nafas racun” yang keluar dari mulut kamiorang, − ketaktentraman tempo yang akhirakhir itu memang sudahlah terjadi oleh kepercayaan rakyat akan ramalan tahun 1930 yang bukanbukan, oleh perbuatanperbuatannya kaumkaum pembencipergerakan yang jahathati dan rendahbudi, oleh sebabsebab yang semuanya di luar tanggungan P.N.I. adanya. Kami, semua pemimpinpemimpin P.N.I., kami malahan senantiasa mendidik keamanan dan mendidik anti kekerasan, sebagaimana dipersaksikan oleh banyak saksi biasa dan oleh enam saksipemimpin
yang dulu menghadiri leiderscursus. Kami malahan senantiasa mendidik dengan kena provokasi, mengancamkan dan mengasihkan royement pada tiaptiap anggota yang melanggar keamanan. Kami malahan membohongkan ramalan tentang tahun 1930, memerangi kepercayaan yang mengganggu keamanan itu, − kami malahan berpidato di dalam openbarevergadering di manamana, di Pekalongan, di Solo dan lainlain tempat, mengatakan bahwa jalan yang kita injaki harus jalan yang sah belaka. Kami malahan memajukan permintaan pada Mr. Ir. Kiewiet de Jonge tentang niat mengadakan rapatrapat terbuka, guna membantah ramalan itu dan mendidik rakyat di luar P.N.I. supaya mencitai ketentraman, − memintakan lebih banyak spion intellectueel agarsupaya actie dan kursuskursus kami bisa diamatamati dan diverslagkan kepada dan oleh politie dengan tidak dikocakkocakkan. Kami pendekkata, kami senantiasa menjunjung tinggi akan ketentraman dan menjunjung tinggi akan segala laranglarangan hukum!
O memang, di muka kami tak mungkin dan kami mengakui: machtsvorming P.N.I. adalah machtsvorming yang mendirikan bulupunduknya kaum imperialisme, bahasa kami adalah bahasa radikal yang bernyalanyala dengan apikekeciwaanhati atas kesengsaraan rakyat dan berkobarkobar dengan semangat nasional yang hurung, − kami adalah kaum noncooperator dan revolutionnair, − tetapi walau begitu, adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, adakah masuk akal, bahwa kami bersalah atas halhal yang dituduhkan dalam proses ini, kami yang begitu banyak bukti dan banyak petunjuk akan sebaliknya, kami yang berniat dan bertindak sebagai yang kami tuturtuturkan tadi itu, kami, pencinta keamanan dan pecinta ketertiban itu? Adakah bisa jadi, Tuantuan Hakim yang terhormat, adakah bisa masuk akal, bahwa kami sekonyongkonyong bisa mempunyai opzet membahayai keamananumum melanggar gezag atau menjalankan halhal yang dimaktubkan dalam artikel 169, kami yang berbuat dan bertindak sebagai kami ceritakan itu.
Dengan seolaholah tiada keadilan lagi maka kami, yang senantiasa mendidik keamanan itu, yang mempunyai niat yang begitu suci sebagai yang kami beritahukan pada Mr. Ir. Kiewiet de Jonge itu, dilemparkan ke dalam bui, dikunci dan digeredel di dalam sel yang hanya 1½ x 2½ Meter, tiga ratus tiga puluh hari lamanya dulu dikasih melihat matahari hanya dua kali dua jam sehariharinya, ditaruh di pinggirnya kebinasaan ekonomi dan kebinasaan pencaharian hidup! ....... En toh, ........ berapa lamakah berselang, yang kami, juga via Mr. Ir. Kiewiet de Jonge, pada permulaan tahun 1929 menyampaikan kata pada pemerintah yang berbunyi: “Kasihkanlah pada kami kans untuk menyusunkan tenaga rakyat, − kalau ada apaapa, kamilah yang akan memikul segala pertanggunganjawab, kamilah yang sanggup diasingkan kedalam rimba dan rawa pembuangan”?
Beberapa lamakah berselang, yang kami dengan katakata ini menunjukkan pula, bahwa kami memang hanya berniat mengorganiseer rakyat belakan dijadikan suatu macht yang maha kuasa dan maha sakti, zonder keniatan melanggar hukum! Dan buat sekian kalinya lagi kami menanya: adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, bahwa orang yang memasrahkan diri untuk dimasukkan ke dalam kesengsaraannya hidup pembuangan kalau ada apaapa yang menyimpang dari hukum, − adakah waarschijnlijk bahwa orang yang demikian itu bisa mempunyai opzet menjalankan halhal yang dituduhkan dalam proces ini ?
Tuantuan Hakim, sekarang Tuantuanlah yang akan mengangkat kata, sekarang Tuantuanlah yang akan melahirkan pendapatan, SekarangTuantuanlah, penjabat pengadilan dan penjunjung keadilan, yang akan mengambil putusan. Kami menunggu Tuantuan punya putusan itu, yang tentu tak lupa mempertimbangkan segala apa yang kami uraikan tadi. Kami
tidak merasa salah. Kami tidak memajukan verlichtende omstandigheden, kami tidak memajukan alasanalasan buat mengentengkan diri, − kami hanyalah membuktikan bahwa kami tidak bersalah, menunjukkan mochalnya kami bisa sengaja menjalankan halhal yang dituduhkan itu. Kami oleh karenanya, memang mengharap dan menunggu putusan bebas. Seluruh rakyat Priangan, seluruh rakyat Indonesia, seluruh dunia manusia yang tulushati dan cinta pada keadilan adalah mengharap dan menunggu pula putusan bebas itu.
Mogamoga demikianlah adanya. Tetapi, jikalau seandainya Tuantuan Hakim toh memandang kami bersalah, jikalau seandainya Tuantuan Hakim toh menjatuhkan hukuman, jikalau seandainya kamiorang toh harus menderita lagi kesengsaraanpenjara, wahai apa boleh buat, mogamoga pergerakan seolaholah mendapat wahyubaru dan tenagabaru oleh karenanya, mogamoga IbuIndonesia suka menerima nasib kami itu sebagai korbanan yang kami persembahkan di atas haribaannya, mogamoga IbuIndonesia suka menerimanya sebagai bungabunga yang harum dan cantik yang bisa dipakai menghiasi sanggulkundainya yang manis itu. Memang rohani kami tak adalah merasa masgul, rohani kami adalah berkata, bahwa segala apa yang kami tindakkan itu adalah hanya kamipunya kewajiban, − kamipunya plicht.
Pemimpin Hindustan Bal Gangadhar Tilak yang besar itu, di muka mahkamah adalah berkata :
“Het kan zijn de Wil der Voorzienigheid, dat de Zaak die ik voorsta beter gediend zal zijn met mijn lijden dan met mijn vrijheid.” “Barangkali sudah kemauannya Yang MahaSuci, bahwa pergerakan yang kami pimpin itu akan lebih majulah dengan kamipunya kesengsaraan daripada dengan kamipunya kemerdekaan.” Perkataan Tilak ini kami jadikan perkataan kami sendiri. Juga kami adalah menyerahkan
segenap raga dengan seridhoridhonya kepada tanahair dan bangsa, juga kami adalah menyerahkan segenap jiwa kepada IbuIndonesia dengan seikhlasikhlasnya hati. Juga kami adalah mengabdi kepada suatu ideaal yang suci dan luhur, juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan haknya tanahair dan bangsa atas perikehidupan yang merdeka, Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahunpun, tidaklah bisa menghilangkan haknya negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu. Untuk laksananyahak ini maka kami ridho menderitakan segala kepahitan yang dituntutkan oleh tanahair itu, ridho menandang kesengsaraan yang dipintakan oleh IbuIndonesia itu setiap waktu.
Memang tanahair Indonesia, bangsa Indonesia, IbuIndonesia adalah mengharap daripada semua puteraputera dan puteriputerinya pengabdian yang demikian itu, penyerahan jiwaraga yang tiada batas, pengorbanandiri walau yang sepahitpahitnyapun kalau perlu, dengan hati yang suci dan hati yang ikhlas. Puteraputera dan puteriputeri Indonesia haruslah merasa sayang, bahwa mereka untuk pengabdian ini, masingmasing hanya bisa menyerahkan satu badan saja, satu roh saja, satu nyawa saja, − dan tidak lebih!
Sebab, tiada korbanan yang hilang terbuang, tiada korbanan yang tersiasia,−“no sacrifice is wasted”, begitulah Sir Oliver Lodge berkata. Dengan korbanankorbanannya harisekarang, maka harikemudian akan menjadilah makin bercahya, makin berseriserian, makin berkilaukilauan, lebih berkilaukilauan lagi daripada segenap kebesarannya hari yang sediakala. Fajarkebesaranbaru, fajar kemuliaannya harikemudian bagi kita itu, kini sudahlah menyingsing, − fajar itu makin lama makin menerang, dan walau dihalanghalangi oleh
kekuatanmanusia yang bagaimanapun juga, walau dirintangrintangi oleh kekuatanwadag dari negeri manapun jua, walau dicegah oleh segenap kekuatanduniawi daripada segenap. negeri di atas segenap mukabumi ini, ia tidak boleh tidak, harus, tentu, pasti akan diikuti oleh terbitnya matahari yang menghidupkan segala sesuatu yang harus hidup dan mematikan segala sesuatu yang harus mati. Segala dayadayanya kegelapan akan hancurcairlah sebagai salju di hadapan sinarnya matahari ini, segala awanawangelap yang menyuramkan angkasa akan musnahlah tertiup oleh anginhangat yang keluar daripadanya.
Rakyat Indonesia sudahlah bersedia dengan hati yang memukulmukul akan menghormati terbitnya matahari itu. Dengan rakyat Indonesia itu kami menderita kesengsaraan, dengan rakyat Indonesia itu kami bersukaraya. Dengan rakyat Indonesia itu kami menunggu putusan Tuantuan Hakim.
Memang kamiorang berdiri di hadapan mahkamah Tuantuan ini bukanlah sebagai Soekarno, bukanlah sebagai Gatot Mangkoepradja, bukanlah sebagai Maskoen atau Soepriadinata, − kamiorang berdiri di sini ialah sebagai bagianbagian daripada rakyat Indonesia yang berkeluhkesah itu, sebagai puteraputera IbuIndonesia yang setill dan bakti kePadanya. Suara yang kami keluarkan di dalam gedung mahkamah sekarang ini, tidaklah tinggal diantara tembok dan dindingdindingnya saja, − suara kami itu adalah didengardengarkan pula oleh rakyat yang kami abdii, mengumandang kemanamana, melintaslintasi tanahdatar dan gunung dan samudera, ke KotaRaja sampai ke FakFak, ke Oeloesiaoe − dekat − Manado sampai ke Timor. Rakyat Indonesia yang mendengarkan suara kami itu, adalah merasa mendengarkan suaranya sendiri.
Putusan Tuantuan Hakim atas usaha kamiorang, adalah putusan atas usaha rakyat Indonesia sendiri, atas usaha IbuIndonesia sendiri. Putusanbebas, rakyat Indonesia akan bersyukur, putusan tidakbebas, rakyat Indonesia akan tafakur.
Kami memujikan Tuantuan mempertimbangkan segala halhal ini. Dan sekarang, di dalam bersatuhati dengan rakyat Indonesia itu, di dalam bakti dan bersujud kepada IbuIndonesia yang kami cintai itu, − didalam kepercayaan bahwa rakyat Indonesia dan IbuIndonesia akan terus nanti menjadi mulia, nasib yang bagaimanapun juga mengenai kami, maka kami siapbersedia mendengarkan putusan Tuantuan Hakim!
ooOoo
ooOoo