Indonesia ICT Institute Newsletter
-
Upload
heru-sutadi -
Category
Technology
-
view
728 -
download
1
description
Transcript of Indonesia ICT Institute Newsletter
Edisi No. 1 Tahun I Oktober 2012
Indonesia ICT Institute Research . Empowerment . Discussion
Seleksi 3G Tertunda Lagi Seleksi blok tambahan di rentang frekuensi 2,1 GHz atau 3G, kembali tertunda. Penundaan kali ini diakibatkan karena menyusul status Telkomsel yang dipailitkan oleh pengadilan.
Halaman 3
What We Do
Research Perkembangan ICT di Indonesia menarik untuk dikaji dan diteliti mengingat perubahan teknologi yang cepat, pasar yang dinamis, regulasi yang berubah serta peluang investasi di sektor ini yang terbuka lebar
Discussion
Adopsi teknologi baru dan perkembangan ICT memberi dampak bagi pengguna dimana perlu pemberdayaan agar dampak negatif dapat diminimalisir
Empowerment
Membangun ekosistem ICT tidak bisa dilakukan satu pihak, sehingga forum diskusi sangat dibutuhkan. Kami memfasilitasinya
Berdasar catatan sejarah, pada tanggal 27 September 1945, kantor pusat Post, Telegraaf en Telefoondienst (PTT) diambilalih secara paksa oleh Angkatan Muda
PTT. Pembebasan Jawatan PTT dari tangan penjajah tersebut kemudian dijadikan Hari Bakti Pos dan Telekomunikasi
Indonesia Masih Tertinggal dalam Mengembangkan Broadband Posisi Indonesia dalam mengembangkan jaringan pita lebar (broadband) ternyata masih tertinggal. Setidaknya demikian laporan yang disampaikan Komisi Broadband Dunia berjudul “The State of Broadband 2012: Achieving Digital Inclusion for All”. Komisi Broadband Dunia merupakan Komisi yang dibentuk oleh International Telecommunication Union (ITU) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Ketertinggalan Indonesia diantaranya adalah dalam penetrasi broadband tetap (fixed broadband). Posisi Indonesia berada jauh di bawah negara ASEAN lain seperti Singapura (24), Malaysia (71), Vietnam (87) maupun Filipina (101). Indonesia juga tertinggal dalam hal rumah tangga yang memiliki koneksi ke internet. Indonesia berada di posisi ke-74 dengan 7% di bawah Singapura yang berada di posisi kedua dengan 85%, Brunei Darussalam di posisi ke-8, kemudian Malaysia di posisi ke-12 ataupun Filipina di posisi ke-54.
Bersambung di halaman 4
2
Edisi No. 1 Tahun I Oktober 2012
Terbentuknya IndoLTE Forum Menyambut Adopsi LTE Evolusi menuju teknologi Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah keniscayaan. Cepat atau lambat, sesuai kebutuhan akan data berkecepatan tinggi, LTE akan diadopsi di Indonesia. Diperkirakan oleh GSA hingga akhir 2012 akan ada 144 jaringan di 59 negara.
Implementasi LTE tidak dapat berdiri sendiri, melainkan melibatkan banyak pihak sehingga ekosistem LTE perlu mendapat perhatian dan dibangun. Ekosistem LTE melibatkan isu regulasi/frekuensi, standardisasi, penyedia perangkat keras dan lunak baik di sisi jaringan maupun CPE (customer premises equipment) , penyelenggaraan layanan serta sosialisasi dan edukasi pengguna. Sehingga, banyak pihak perlu diajak membangun bersama ekosistem LTE meliputi regulator, vendor perangkat dan produsen devide konsumen, akademisi, penyelenggara telekomunikasi (operator), penyedia konten serta calon pengguna layanan berbasis LTE.
Belajar dari kesalahan masa lalu, saat adopsi 3G maupun WiMAX dimana ekosistem tidak diperhatikan, maka Indonesia ICT Institute menggagas didirikannya Indonesia LTE Forum dengan semangat membangun ekosistem guna menyambut masuknya teknologi LTE. Diharapkannya, IndoLTE Forum menjadi ajang berbagi pengetahuan dan pemikiran semua stakeholder yang berhubungan dengan ekosistem LTE. Dari forum ini diharapkan ekosistem terbangun dan termonitor serta stakeholder membantu penyiapan regulasi maupun standardisasi, serta edukasi dan sosialisasi adopsi LTE.
Tentang IndoLTE Forum
Forum ini merupakan forum bersifat terbuka, yang diharapkan dapat melibatkan regulator, operator,
vendor perangkat maupun CPE serta pengguna, baik perseorangan
maupun lembaga/perusahaan, yang memiliki keterkaitan dengan
implementasi LTE di Indonesia. Jika tertarik untuk bergabung, silakan
dapatkan formulirnya dengan mengirimkan email ke
[email protected]. Untuk komunikasi media sosial, dapat
diikuti melalui Twitter di akun @indolte.
Selintas Perkembangan ICT Indonesia Sejarah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia telah dimulai sejak hubungan telepon lokal pertama pada 16 Oktober 1882 yang menghubungkan Gambir dan Tanjung Priok (Batavia). Saluran telegrap pertama dibuka pada tanggal 23 Oktober 1855 oleh Pemerintah Hindia Belanda yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor). Jasa telegrap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas di 28 kantor telegrap. (Sumber: Buku “Dari Monopoli ke Kompetisi: 50 Tahun Telekomunikasi Indonesia - Sejarah dan Kiat Manajemen PT Telkom”, Ramadhan KH dkk.,1994)
Indonesia saat ini bersama Filipina menjadi negara dengan penetrasi pengguna ke jejaring sosial tertinggi di
dunia, hampir 80% dari pengguna online yang aktif. (Sumber: Laporan Komisi Broadband Dunia, September
2012)
3
Edisi No. 1 Tahun I Oktober 2012
Maju Mundur Seleksi Blok Tambahan 3G
Seleksi blok tambahan di rentang frekuensi 2,1 GHz atau karena dipakai untuk teknologi Generasi ke-3 dikenal juga dengan 3G, kembali tertunda. Penundaan menyusul diputuskannya status Telkomsel—salah satu operator yang mengajukan permintaan tambahan blok—menjadi pailit oleh Pengadilan. Telkomsel merupakan anak perusahaan PT Telkom, Badan Usaha Milik Negara yang memiliki 65% saham di Telkomsel, dimana sisanya 35% dimiliki SingTel.
Keputusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap Telkomsel menyusul terjadinya sengketa bisnis antara Telkomsel dengan PT Prima Jaya Informatika (PJI) terkait kartu Prima. Perjanjian terkait kartu dan voucher Prima 1 Juni 2011 dimana berawal dari memorandum of understanding (MoU) antara Telkomsel dengan Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI). Dengan perjanjian ini, Telkomsel memberi kewenangan kepada YOI untuk menjual kartu perdana dan voucher isi ulang. Untuk mengeksekusi MoU, YOI kemudian menunjuk PJI. Dalam perjanjian kerja sama disebutkan bahwa PJI ditargetkan harus menjual 10 juta kartu perdana dan 120 juta voucher isi ulang dalam rentang waktu setahun. Tetapi setelah setahun, PJI dinilai Telkomsel tidak mampu memenuhi target. Sehingga kemudian, terjadilah pemutusan hubungan kerja sama. Tidak terima dengan keputusan Telkomsel, PJI menggugat ke meja hijau sampai kemudian Pengadilan memutuskan Telkomsel Pailit. Sementara itu, sesungguhnya proses seleksi blok tambahan 3G menanti babak pamungkas saja. Ada empat Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah dikonsultasikan ke publik. Yaitu meliputi RPM Prosedur Koordinasi antara penyelenggara PCS dengan UMTS, RPM Revisi PM No. 1/2006, RPM Revisi PM No. 7/2006 dan tentunya adalah RPM Tata Cara Seleksi Tambahan blok 3G.
Terkait dengan status Telkomsel, dalam dokumen RPM Tata Cara Seleksi ada ketentuan mengenai kondisi pailit peserta seleksi (Pasal 18 ayat (1) butir g). Inilah yang dianggap akan mengganjal. Menurut analisis Indonesia ICT Institute, posisi pemerintah nampaknya mendua. Satu sisi tidak ingin terlihat terlalu membela Telkomsel sebagai anak perusahaan Telkom yang BUMN dengan mengatakan bahwa seleksi akan terus berjalan, dimana tertunda terkendala dokumen seleksi yang belum selesai. Namun di sisi lain, tersirat bahwa proses akan dilanjutkan setelah status Telkomsel yang saat ini sudah melakukan kasasi ke MA jelas.
Hanya saja, bagi industri, tentu perlu kejelasan. Trafik yang kian padat dan membuat kecepatan data kian turun, serta proses yang sudah menjadi perhatian dunia ini, menjadi faktor bahwa seleksi apapun kondisinya harus berjalan sesuai rencana. Apalagi, pertaruhan yang tidak kecil adalah nama baik Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang tiap tahun selalu terpenuhi target Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) nya, bahkan terlampaui. Dengan status seleksi yang maju mundur seperti ini target PNBP yang ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai. Apalagi waktu akhir tahun kian dekat. Padahal, proses seleksi dari pemberitahuan ke publik hingga penetapan penetapan pemenang akan memakan waktu sekitar dua bulan.
MenKominfo Tifatul Sembiring: “Sebetulnya sayang juga seandainya Telkomsel
sebagai perusahaan mayoritas sahamnya dimiliki negara tidak bisa ikut seleksi”
(Indotelko, 29 September 2012)
4
Edisi No. 1 Tahun I Oktober 2012
Sambungan dari halaman 1
Indonesia juga harus berada di posisi bawah dalam hal individu yang menggunakan internet. Indonesia berada di posisi 117 dari 177 negara atau posisi ke-72 dari 132 negara berkembang. Adapun individu yang menggunakan internet di Indonesia dilaporkan hanyalah 18%, jauh di bawah Singapura (27) dengan 75%, Malaysia di posisi ke-43 dengan 61%, menyusul Brunei Darussalam di peringkat ke-49, Viet Nam di peringkat ke-87, Filipina di peringkat ke-100 serta Thailand di peringkat ke-106. Peringkat atas dipegang Islandia dengan 95%.
Yang agak lumayan dari apa yang sudah dilakukan Indonesia adalah dalam hal penetrasi broadband berberak (mobile broadband). Indonesia bertengger di posisi-41. Walaupun Singapura berada di atas negara-negara lain di dunia dengan 110,9%, negara ASEAN lain berada di bawah Indonesia, semisal Viet Nam di posisi 18, begitu Malaysia (66), Brunei Darussalam (81) maupun Filipina (96). China (71) maupun Uni Emirat Arab (42) juga berada di bawah Indonesia.
Komisi Broadband Dunia nampaknya menyepakati bahwa pengembangan broadband diperlukan guna mengarahkan pembangunan dan pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s). Hal itu karena broadband menawarkan kesempatan untuk meningkatkan pembangunan sosial ekonomi, pendidikan serta kesehatan—isu-isu yang menjadi target dalam pencapaian MDG’s di 2015, yang telah disepakati bersama secara internasional.
Agar pengembangan broadband terarah dalam pencapaian MDG’s, maka Komisi Broadband juga mengeluarkan 12 rekomendasi untuk dapat dilakukan oleh semua negara. Rekomendasi-rekomendasi itu meliputi: mengelaborasi pendekatan baru terhadap manajemen spektrum frekuensi, mengimplementasikan kebijakan penggunaan infrastruktur galian kabel bersama dengan right of way dan mudahnya ijin, penggunaan dana USO untuk pengembangan broadband, mempertimbangkan untuk mengevaluasi dan memperbaharui kebijakan ICT, mempertimbangan rejim lisensi terpadu, kemudian juga mempertimbangkan regulasi yang konvergen, mengurangi pajak dan bea masuk perangkat dan jasa ICT, mengkreasikan konten lokal dengan bahasa lokal, meningkatkan kebutuhan akan broadband melalui inisiatif pengembangan layanan pemerintahan secara elektronik (e-government), memonitor perkembangan ICT sesuai indikator yang ditetapkan, mengedepankan prinsip yang berkesinambungan dalam kebijakan dan regulasi ICT, serta mempromosikan keahlian dan bakat yang dibutuhkan dalam pengembangan broadband.
Potensi Bisnis E-Commerce
Bisnis perdagangan elektronik (e-commerce) sedang bergairah. Dalam catatan Direktorat E-Business Kementerian Komunikasi dan Informatika, bisnis ini berpotensi memutar uang sebesar Rp. 330 triliun. Angka yang cukup fantastis.
Tak mengherankan jika kini sudah puluhan pemain yang terjun ke dalam bisnis ini. Sebut saja Plasa.com, Kaskus.us, Multiply.com, Tokobagus.com, Blibli.com maupun Rakuten Belanja Online (RBO).
Pengguna situs belanja online di Indonesia saat ini tidak sedikit. Seperti Multiply.com, pengguna sudah mencapai tiga jutaan dengan 80.000 merchant. Sementara Blibli.com memiliki 300 merchant partner dengan rata-rata transaksi 200-300 per hari. Di Kaskus lebih cerah, terjadi 38 juta transaksi per bulan.
Walaupun pasar terbuka lebar, Indonesia ICT Institute melihat ada tiga tantangan utama dalam bisnis online di Indonesia. Pertama, mengubah budaya yang tadinya beli di toko dengan melihat langsung barang, berubah dengan secara online. Kedua, kejelasan aturan yang memayungi dan melindungi transaksi bisnis online. Dan ketiga, banyaknya penipuan jual barang mendompleng bisnis online.
5
Edisi No. 1 Tahun I Oktober 2012
Jika saja tidak ada kendala berarti yang membuat seleksi tambahan blok 3G di blok 11 dan 12 batal dilakukan, maka diperkirakan negara melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi akan mendapat tambahan pendapatan Rp. 1,13 triliun di tahun ini. Hal itu karena berdasar rancangan Peraturan Menteri mengenai Tata Cara Seleksi 3G, up front fee dan BHP tahun untuk tiap blok tambahan frekuensi direntang 3G adalah Rp. 256,876 miliar.
Bila dikaitkan dengan rekomendasi Komisi Broadband Dunia mengenai spektrum frekuensi dimana akses broadband yang terjangkau hanya dapat diwujudkan dengan kebijakan dan pendekatan yang spesifik. Termasuk tentunya, apakah biaya spektrum frekuensi menjadi faktor membuat terjangkau atau justru mempersulit akses broadband. Apalagi untuk Indonesia, dimana akses broadband bergerak jauh lebih besar daripada akses broadband tetap.
Berdasar Comparative Analysis of Spectrum Fee yang dibuat Ovum Juni 2010 didapat besaran biaya spektrum untuk negara-negara G7 maupun G20 per populasi dalam dolar Amerika Serikat untuk tiap MHz. Dari perhitungan yang dilakukan Indonesia ICT Institute, besaran biaya spektrum di Indonesia untuk 3G dengan menghitung rata-rata BHP Frekuensi yang terdiri dari Up Front Fee dan Biaya Tahunan, didapat angka 0,01716 USD/MHz/Population. Ini artinya, biaya spektrum Indonesia berada di atas negara-negara G7 seperti Prancis, Jerman, Jepang, Inggris maupun Amerika Serikat.
Dalam manajemen Spektrum Frekuensi Radio, ada beberapa pendekatan menentukan nilai dari spektrum radio: pendekatan tradisional, melalui spectrum licensing serta melalui spectrum pricing.
Untuk pentarifan spektrum frekuensi yang menggunakan spectrum licensing adalah dengan metode First Come First Served, Beauty Contest ataupun Lotteries. Sementara pentarifan spektrum frekuensi yang menggunakan spectrum Pricing adalah dengan metode berdasar pendapatan gross income dari pengguna frekuensi.
Selain sistem bagi hasil, yang saat ini juga banyak dipakai adalah pendekatan dengan metode Cost Recovery. Cost Recovery banyak dipertimbangkan saat ini karena bertujuan untuk menutupi biaya pengelolaan spektrum frekuensi radio dengan memegang prinsip tidak terlalu tinggi dalam memberlakukan tarif kepada pemegang lisensi dan menghindari penggunaan anggaran negara untuk mensubsidi manajemen spektrum frekuensi.
Untuk Cost Recovery ada tiga jenisnya, yaitu Cost Recovery sebagian, Cost Recovery penuh serta Cost recovery lebih dari penuh. Untuk jenis Cost Recovery terakhir, hal itu didasar pada tujuan untuk mendorong penggunaan spektrum yang lebih efisien meski juga tidak bersifat eksesif.
Metode reformulasi apapun yang dipakai, Indonesia ICT Institute menilai bahwa biaya spektrum jangan membebani pemegang lisensi yang pada gilirannya membebani pengguna. Kalaupun mahal, harusnya pendapatan itu dikembalikan lagi untuk pengembangan sektor ICT. Sebab selama ini, sayangnya, hal itu sulit dilakukan karena dianggap sebagai pendapatan negara dimana termasuk juga dana USO.
Perlukah Reformulasi Biaya Spektrum Frekuensi?
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi sangat signifikan. Di tahun 2011, didapat Rp. 8,79 triliun dari pemanfaatan spektrum radio. Di 2010, pendapatan lebih besar lagi, mencapai Rp 10,69 triliun.
Edisi No. 1 Tahun I
Indonesia ICT Institute E-Newsletter Electronic Newsletter ini akan hadir secara tetap setiap bulan. Namun begitu, untuk isu-isu spesifik atau ringkasan penelitian-penelitian tertentu akan disampaikan melalui newsletter terpisah termasuk perbaharuan (update) informasi.
Guna mendukung program “Go Green” demi bumi yang lestari, sangat tidak dianjurkan untuk mencetak e-newsletter ini. Tiap lembar kertas dan tiap tetes tinta yang kita hemat, akan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup bumi kita di masa kini dan mendatang.
Terima kasih.
HERU SUTADI Direktur Eksekutif
HUBUNGI KAMI:
Jika Pembaca memiliki pertanyaan , kritik maupun saran, silakan hubungi
kami melalui email di [email protected]