Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan...

4

Click here to load reader

Transcript of Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan...

Page 1: Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan IPCC ke-4 tahun 2007. ... Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC ke-5 ini mengutip bencana-bencana

Indonesia Climate Action Network (ICAN) d/a Institute for Essential Services Reform (IESR)

Jl. Mampang Prapatan VIII No. R-13, Jakarta 12790

Tel. +62-21-7992945, Fax. +62-21-7996160

UNTUK DISIARKAN SEGERA

Siaran Pers

Laporan IPCC ke-5 Kelompok Kerja I

“Laporan IPCC: Perubahan Iklim Nyata, Umat

Manusia Menghadapi Ancaman Serius”

Kota-kota di daerah pesisir Indonesia menghadapi ancaman kenaikan

muka air laut dan meningkatnya resiko rawan pangan akibat cuaca

ekstrim dan kekeringan.

Jakarta, 30 September 2013 - Dampak perubahan iklim di kawasan Asia Tenggara,

termasuk di Indonesia, diperkirakan akan meningkatkan ancaman terhadap ketahanan

pangan, kesehatan manusia, ketersediaan air, keragaman hayati, dan kenaikan muka air

laut. Demikian hasil kajian yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change

(IPCC), sebuah panel ahli internasional yang ditunjuk untuk mengkaji aspek-aspek ilmiah

tentang perubahan iklim dan memberikan masukan kepada UNFCCC.

Laporan Kelompok Kerja pertama IPCC tentang fakta-fakta ilmiah terjadinya perubahan iklim

secara global, diluncurkan pada tanggal 30 September 2013. Naskah Rangkuman untuk

Para Pembuat Kebijakan (Summary for Policy Makers) dirilis pada tanggal 27 September

2013. Rilis laporan ini merupakan rangkaian dari rilis seluruh laporan IPCC hingga tahun

2014 mendatang.

Laporan Kajian IPCC yang ke-5 (IPCC Fifth Assessment Report/AR-5) menggunakan

pemodelan iklim dengan menggunakan skenario RCP, dimana model yang terparah

ditunjukkan oleh RCP 8.5 (Representative Concentration Pathway). Skenario RCP 8.5

menggambarkan radiactive forcing yang terjadi mencapai 8,5 Watt/m2. Skenario ini

serupa dengan skenario SRES A2 di laporan IPCC ke-4 tahun 2007. Skenario ini

merupakan skenario tertinggi yang menggambarkan keadaan dunia dengan

pertumbuhan populasi yang tinggi, namun sedikit sekali aksi signifikan untuk

mengurangi emisi gas rumah kaca. Skenario ini merupakan refleksi dari realita politik

perubahan iklim yang saat ini terjadi, dimana pertumbuhan emisi gas rumah kaca

meningkat dan diiringi dengan terbatasnya kemauan politis untuk melakukan aksi

mitigasi gas rumah kaca yang drastis dalam waktu dekat. Laporan ini mencakup kajian

atas 18 area regional secara global, dimana Asia Tenggara merupakan salah satunya.

Laporan ini juga memberikan gambaran fakta dan data mengenai iklim, serta perkiraan

mengenai pertumbuhan emisi gas rumah kaca ke depan beserta dampaknya.

Menurut IPCC, kenaikan temperatur global semenjak tahun 1901 mencapai 0,89oC. Di

kawasan Asia Tenggara, tercatat kenaikan temperatur pada kisaran 0,4 – 1o C.

Diperkirakan kenaikan temperatur di wilayah Asia Tenggara untuk jangka menengah di

tahun-tahun mendatang (2046-2065) akan terjadi pada rentang 1,5-2oC. Pada masa-masa

Page 2: Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan IPCC ke-4 tahun 2007. ... Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC ke-5 ini mengutip bencana-bencana

ini, kenaikan temperatur yang paling tinggi akan terkonsentrasi di daerah-daerah bagian

Barat Laut yaitu di negara-negara seperti Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam.

Untuk jangka panjang (2081-2100), kenaikan temperatur akan berada di rentang 2-4oC yang

akan menyebar ke seluruh daratan secara merata. Suhu tertinggi di siang hari akan

mencapai 3-4oC lebih tinggi dari temperatur rata-rata saat ini yang menyebar secara merata

di seluruh daratan di kawasan Asia Tenggara.

Curah hujan diperkirakan akan meningkat di negara-negara seperti Indonesia dan

Papua Nugini. Sedangkan di negara-negara seperti Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja,

dan Vietnam, curah hujan diperkirakan akan menurun sebesar 10%-20% di bulan Maret-

Mei. Secara keseluruhan, curah hujan tahunan diperkirakan akan meningkat, kecuali

di bagian Barat Daya Indonesia.

Kelembaban tanah akan meningkat hingga 1 mm di bagian Barat Daya dari kawasan

ini (Papua Nugini) dan penurunan sekitar 0,6 mm di bagian barat region ini, yaitu di

negara-negara Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, sebagian Indonesia, dan

sebagian Myamar.

Data dan temuan IPCC ini juga menguatkan laporan Bank Dunia dengan judul “Turn Down

the Heat – Climate Extremes, Regional Impacts and the Case for Resilience” yang dirilis

pada bulan Juni 2013. Laporan tersebut menyatakan bahwa kawasan pesisir pantai di

seluruh Asia Tenggara akan mengalami kenaikan muka air laut 10-15 persen lebih

tinggi dibandingkan dengan rata-rata kenaikan muka air laut global. Kenaikan muka

air laut di tahun 2050 akan mencapai hingga 50 cm dan 100 cm di tahun 2090, dimana

kota-kota besar di Asia Tenggara seperti Jakarta, Bangkok, Ho Chi Minh, Manila, dan

Yangon, akan terkena dampak yang paling besar.

Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC ke-5 ini mengutip bencana-bencana yang telah diprediksi

dalam laporan Bank Dunia, yaitu meningkatnya kerentanan aquaculture, pertanian, dan juga

tangkapan ikan dikarenakan kenaikan muka air laut, meningkatnya intensitas angin puting

beliung tropis, serta intrusi air laut. IPCC juga mencatat adanya kemungkinan terjadi panas

ekstrim dan gelombang panas (heatwaves) di Asia. Kawasan Asia juga akan kehilangan

keanekaragaman hayati berupa terumbu karang hingga 88% akibat dari pemutihan

untuk 30 tahun mendatang. Resiko pemutihan tahunan terumbu karang akan terjadi mulai

dari tahun 2030. IPCC mencatat bahwa fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi

merupakan fenomena yang terjadi karena perbuatan manusia dan bukan bencana alam.

Untuk mengatasi ancaman perubahan iklim global ini diperlukan kerjasama negara maju dan

berkembang dalam hal meningkatkan amibisi aksi mitigasi dan adaptasi. Fabby Tumiwa,

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) sekaligus koordinator

Indonesia Climate Action Network (ICAN), mengutip laporan DNPI dan McKinsey tahun

2009 menyatakan bahwa walaupun saat ini emisi GRK Indonesia masih dibawah mayoritas

negara-negara maju; namun, pada tahun 2030, emisi gas rumah kaca Indonesia

diperkirakan mencapai 5% dari total emisi global.

Komitmen Indonesia yang disampaikan oleh Presiden SBY tahun 2009 lalu untuk

menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% secara sukarela, dengan tambahan 15%

apabila ada bantuan internasional merupakan langkah maju dan bentuk ketaatan Indonesia

pada konvensi perubahan iklim. Walaupun demikian, dampak pada penurun emisi GRK

hanya terjadi jika komitmen ini diwujudkan dengan aksi yang nyata dan konsisten.

Page 3: Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan IPCC ke-4 tahun 2007. ... Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC ke-5 ini mengutip bencana-bencana

IESR dan Indonesia Climate Action Network (ICAN) mendesak Pemerintahan SBY untuk

melaksanakan implementasi yang nyata atas Rencana Aksi Nasional mengenai

Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dengan kegiatan-kegiatan yang konkrit dan

dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

IESR juga mendesak agar prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam

implementasi program dan kegiatan dalam RAN dan RAD GRK yang menggunakan

dana dari APBN dan APBD, serta dukungan dari lembaga donor dapat

dipertanggunjawabkan kepada publik baik atas dana yang terpakai, maupun hasil

penurunan emisi GRK yang terjadi. Aplikasi dari mekanisme Pemantauan, Evaluasi, dan

Pelaporan (PEP) yang sedang dikembangkan Bappenas untuk RAN/RAD hendaknya dapat

memberikan informasi yang akurat kepada publik tentang kedua hal ini.

IESR mendorong pemerintah dan berbagai kalangan untuk lebih serius mengantisipasi

dampak perubahan iklim yang telah dan akan menimpa Indonesia dengan skala yang lebih

besar. Penyusunan Rencana Aksi Nasional untuk Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-

API), sebagai panduan untuk membangun dan meningkatkan daya lenting masyarakat

dalam menghadapi dampak perubahan iklim di kawasan-kawasan yang sangat rentan,

terutama di wilayah pesisir sebagaimana yang telah diprediksi oleh IPCC, merupakan

langkah awal yang perlu segera dllaksanakan. Penyusunan RAN-API hendaknya

melibatkan publik secara luas, khususnya kelompok masyarakat rentan (petani,

nelayan, masyarakat pesisir).

Pengintegrasian kajian kerentanan perubahan iklim dengan prioritas dan rencana

pembangunan nasional jangka pendek, menengah dan panjang, perlu segera dilakukan,

sehingga program dan proyek pembangunan dapat menjadi sarana untuk mengurangi

tingkat kerentanan sekaligus meningkatkan daya lenting masyarakat.

IESR juga mendesak agar dilakukan pengkajian dari MP3EI. Kajian tersebut harus

segera dilakukan dengan mempertimbangkan resiko perubahan iklim dan dampak

terhadap peningkatan kerentanan masyarakat di tingkat akar rumput serta dampak

terhadap meningkatnya kerentanan kawasan secara keseluruhan.

Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, “Laporan IPCC menggarisbawahi peran

manusia sebagai penyebab utama perubahan sistem lingkungan, termasuk iklim. Salah

satunya dari penggunaan bahan bakar fosil. Untuk itu, WWF meminta pemerintah agar

serius melakukan percepatan pemanfaatan energi terbarukan dengan menciptakan

iklim investasi yang kondusif untuk kepentingan ini. Tidak ada pilihan lain kecuali

bertindak.”

Nur Amalia, dari Pelangi Indonesia menambahkan, “Pemerintah juga harus membatasi

laju pembangunan yang sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam serta konversi

lahan secara besar-besaran, terutama di wilayah pulau-pulau kecil, sebagaimana yang

terjadi di kabupaten kepulauan Aru, dimana ada rencana untuk melakukan konversi lahan

hutan menjadi perkebunan tebu. Bagi Jakarta sendiri, harus disadari bahwa kondisi

penurunan tanah yang terjadi saat ini, akan semakin memperparah kondisi.”

Laporan IPCC ke-5 ini juga menjadi peringatan bagi dunia internasional akan dampak

perubahan iklim yang akan dialami pada jangka menengah, maupun jangka panjang. ICAN

menyatakan bahwa negara maju harus memenuhi kewajiban mereka sebagaimana

tercantum dalam Konvensi, baik untuk memimpin negara-negara berkembang dalam

Page 4: Indonesia Climate Action Network (ICAN) · PDF fileserupa dengan skenario SRES A2 di laporan IPCC ke-4 tahun 2007. ... Laporan Kelompok Kerja 1 IPCC ke-5 ini mengutip bencana-bencana

menurunkan emisi domestik mereka, dan pada saat yang bersamaan memenuhi

komitmen mereka untuk memberikan pendanaan bagi negara berkembang baik untuk

melakukan upaya mitigasi, maupun adaptasi.

Hal-hal ini harus dilakukan secara bersamaan dan dengan segera oleh semua pihak. Gagal

dalam melakukan mitigasi akan menyebabkan kegiatan untuk melakukan adaptasi

akan semakin besar dan semakin sulit. Kegagalan dalam melakukan adaptasi akan

menimbulkan kerusakan permanen (irreversible damage), dimana biaya dan upaya

yang diperlukan untuk dapat bertahan akan lebih besar.

Jakarta, 30 September 2013

Untuk Informasi lebih lanjut, dapat menghubungi

Henriette Imelda, IESR

Email: [email protected]

HP: 081383326143

Definisi :

Radiactive Forcing: Didefinisikan sebagai perbedaan antara energi radiasi yang diterima oleh bumi dengan yang dipantulkan kembali ke luar bumi. Semakin besar radiactive forcing, maka semakin besar energi yang masuk ke bumi sehingga memanaskan sistem, sedangkan semakin kecil radiactive forcing, maka semakin banyak energi yang keluar sehingga mendinginkan bumi.

Hubungan antara konsentrasi CO2 dengan radiative forcing bersifat logaritmik. Artinya, perubahan konsentrasi CO2 yang kecil akan dapat meningkatkan radiactive forcing. Sehingga akan lebih banyak energi yang masuk, atau, sistem dapat dengan mudah menjadi lebih panas.

RCP 8,5: Representative Concentration Pathway adalah sebuah skenario emisi yang digunakan di laporan IPCC ke-5, menggantikan skenario yang dibuat dalam lapora IPCC sebelumnya, yaitu SRES. RCP merupakan skenario yang lebih memberikan konsentrasi dari emisi, dan tidak secara langsung berdasarkan gambaran mengenai sosial-ekonomi. Skenario RCP juga konsisten pada gas-gas yang berumur pendek di atmosfir, serta alih fungsi lahan. RCP 8,5 adalah skenario RCP dengan radiative forcing bisa melebihi > 8,5 W/m2 yang sepadan dengan kondisi yang akan terjadi, pada saat tidak ada kemauan politik dari negara-negara yang ada untuk berkomitmen menurunkan emisi dalam jumlah yang signifikan.

Mengenai Indonesia Climate Action Network (ICAN)

ICAN adalah koalisi organisasi masyarakat sipil (OMS) Indonesia yang melakukan advokasi

di bidang perubahan iklim di tingkat nasional, regional dan internasional. ICAN

beranggotakan Institute for Essential Services Reform (IESR), Yayasan WWF

Indonesia, dan Yayasan Pelangi. ICAN merupakan anggota dari Climate Action Network

(CAN) South East Asia dan CAN Internasional, yang melakukan advokasi dan kampanye

kesepakatan perubahan iklim sejak UNFCCC dicetuskan tahun 1992.