INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

4
Indonesia Butuh Pemimpin yang Progresif Menyitir istilah yang digunakan oleh Prof. Tjip, kata “progresif” sebenarnya tidak hanya diperlukan dalam ranah hukum, tetapi juga kepemimpinan. Mungkin muncul pertanyaan, kenapa dua entitas tersebut (hukum dan kepemimpinan) hampir-hampir tidak ada implikasinya sama sekali. Sebelum berkomentar lebih banyak, alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu makna dan seperti apa konsep progresif itu. Progresif berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Pemimpin hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada konsep-konsep moralitas. Urgenitasnya tidak bisa dielakkan lagi. Namun jangan salah klaprah, fleksibel terhadap perkembangan zaman bukan berarti kita harus melupakan identitas yang dimiliki. Pancasila juga bersifat fleksibel, tidak rigit. Tetapi fleksibel yang dimaksud adalah mampu menjadi aktual di setiap masa dengan tetap memegang teguh karakternya. Setelah kita bersama-sama mengetahui gambaran dari makna dan konsep progresif. Selanjutnya, gambaran yang masih sangat umum tersebut akan coba dimanifestasikan lewat 12 kriteria Presiden Indonesia masa depanagar kita semakin jelas, semakin paham, sehingga tidak perlu lagi meraba-raba apa maksud progresif itu. Presiden punya andil besar terhadap perubahan nasib bangsanya. Indonesia bisa saja mengulangi kejayaannya dulu, tidak lain dan tidak bukan jika memiliki pemimpin yang tepat. Ada satu hal yang menarik. Kursi presiden di Indonesia sebenarnya mempunyai dualisme status. Maksudnya, meskipun hanya dijabat oleh perseorangan (individu), namun dalam sistem ketatanegaraan Indonesia kedudukannya sejajar dengan lembaga- lembaga tinggi negara. Jadi selain sebagai perseorangan (individu), presiden juga dapat dianggap sebagai suatu lembaga. Itu yang menyebabkan kenapa posisinya sangat vital bagi Bangsa Indonesia. Saat ini Indonesia tengah menghadapi apa yang dinamakan krisi multidimensi. Menurut Prof. Dr. Musa Asy’rie, akar dari krisi multidimensi ini adalah krisis kepercayaan. Masyarakat sudah mulai frustasi dengan pemimpin-pemimpin yang lebih sering bohong daripada jujur, lebih sering curhat daripada bertindak, dan lain sebagainya. Dalam kehidupan politik, kepercayaan adalah mutlak. Hanya pemimpin progresif (peka akan perubahan) yang bisa menciptakan kepercayaan itu. Berikut adalah 12 Kriteria Presiden Indonesia masa depan yang terdiri dari kepingan-kepingan pemikiran progresif, namun melekat secara interaktif satu dengan lainnya. Bersikap otentik

description

Saat ini Indonesia tengah menghadapi apa yang dinamakan krisi multidimensi. Menurut Prof. Dr. Musa Asy’rie, akar dari krisi multidimensi ini adalah krisis kepercayaan. Masyarakat sudah mulai frustasi dengan pemimpin-pemimpin yang lebih sering bohong daripada jujur, lebih sering curhat daripada bertindak, dan lain sebagainya. Dalam kehidupan politik, kepercayaan adalah mutlak. Hanya pemimpin progresif (peka akan perubahan) yang bisa menciptakan kepercayaan itu.

Transcript of INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Page 1: INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Indonesia Butuh Pemimpin yang Progresif

Menyitir istilah yang digunakan oleh Prof. Tjip, kata “progresif” sebenarnya tidak

hanya diperlukan dalam ranah hukum, tetapi juga kepemimpinan. Mungkin muncul

pertanyaan, kenapa dua entitas tersebut (hukum dan kepemimpinan) hampir-hampir tidak

ada implikasinya sama sekali. Sebelum berkomentar lebih banyak, alangkah baiknya jika

kita mengetahui terlebih dahulu makna dan seperti apa konsep progresif itu.

Progresif berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Pemimpin hendaknya

mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan

segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada

konsep-konsep moralitas. Urgenitasnya tidak bisa dielakkan lagi. Namun jangan salah

klaprah, fleksibel terhadap perkembangan zaman bukan berarti kita harus melupakan

identitas yang dimiliki. Pancasila juga bersifat fleksibel, tidak rigit. Tetapi fleksibel yang

dimaksud adalah mampu menjadi aktual di setiap masa dengan tetap memegang teguh

karakternya.

Setelah kita bersama-sama mengetahui gambaran dari makna dan konsep

progresif. Selanjutnya, gambaran yang masih sangat umum tersebut akan coba

dimanifestasikan lewat “12 kriteria Presiden Indonesia masa depan” agar kita semakin

jelas, semakin paham, sehingga tidak perlu lagi meraba-raba apa maksud progresif itu.

Presiden punya andil besar terhadap perubahan nasib bangsanya. Indonesia bisa saja

mengulangi kejayaannya dulu, tidak lain dan tidak bukan jika memiliki pemimpin yang

tepat.

Ada satu hal yang menarik. Kursi presiden di Indonesia sebenarnya mempunyai

“dualisme status”. Maksudnya, meskipun hanya dijabat oleh perseorangan (individu),

namun dalam sistem ketatanegaraan Indonesia kedudukannya sejajar dengan lembaga-

lembaga tinggi negara. Jadi selain sebagai perseorangan (individu), presiden juga dapat

dianggap sebagai suatu lembaga. Itu yang menyebabkan kenapa posisinya sangat vital

bagi Bangsa Indonesia.

Saat ini Indonesia tengah menghadapi apa yang dinamakan krisi multidimensi.

Menurut Prof. Dr. Musa Asy’rie, akar dari krisi multidimensi ini adalah krisis

kepercayaan. Masyarakat sudah mulai frustasi dengan pemimpin-pemimpin yang lebih

sering bohong daripada jujur, lebih sering curhat daripada bertindak, dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan politik, kepercayaan adalah mutlak. Hanya pemimpin progresif (peka

akan perubahan) yang bisa menciptakan kepercayaan itu.

Berikut adalah 12 Kriteria Presiden Indonesia masa depan yang terdiri dari

kepingan-kepingan pemikiran progresif, namun melekat secara interaktif satu dengan

lainnya.

Bersikap otentik

Page 2: INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Tidak banyak kesusaian antara das sollen (teori) dan das sein (kenyataan) di Indonesia.

Bersikap otentik artinya presiden harus bisa bersikap sesuai dengan tujuan aslinya.

Banyak Undang-Undang, peraturan-peraturan, maupun keputusan-keputusan yang kita

miliki. Tetapi tidak jarang hanya berakhir sebagai kertas usang. Presiden yang bersikap

otentik, akan secara konsisten melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tujuannya.

Bukan hanya dalam tataran teoritis, tetapi juga praksis.

Anti status quo

Kemapanan memang baik, namun kemapanan yang sekarang sedang dinikmati Indonesia

tidaklah sebaik seperti arti sesungguhnya. Indonesia sedang terkurung dalam krisis yang

berkepanjangan. Praktek KKN seolah-olah mulai mendapatkan legalitas dan kelumrahan.

Jika tidak ada presiden yang anti terhadap status quo (semua non revolusioner), maka

negara ini juga tidak akan pernah dapat beranjak dari krisis fundamental. Gawatnya lagi,

pembangunan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara bisa saja mengalami

kemunduran (berada di gigi “R”)

Bertindak luar biasa

Krisis yang dihadapi Indonesia sekarang bukanlah krisis sembarangan. Krisis “luar

biasa”, itu sebutannya. Mungkin agak sedikit lebih kasar kalau dibandingkan dengan

istilah krisis “multidimensi”, krisis “fundamental”, atau justru sebaliknya. Entahlah,

namun yang pasti krisis luar biasa tersebut juga harus dilawan dengan tindakan yang luar

biasa pula. Presiden jangan berfikir ajek, datar, dan tetap. Pola fikir demikian akan

membuat nasib Bangsa Indonesia terus-menerus seperti ini (jalan di tempat), bahkan

lebih buruk.

Independen dari Parpol

Negara kita sedang dikaveling Parpol. Hal itu bukan isapan jempol belaka, lihatlah

berbagai unsur kepentingan Parpol yang sangat kuat di sendi-sendi pemerintahan. Tidak

ada kepentingan rakyat yang istimewa. Sebaliknya, justru kepentingan Parpol (golongan)

yang selalu menjadi prioritas. Presiden harus independen dari Parpol. Meskipun terpilih

karena diusung Parpol, tetapi ketika sudah menjadi presiden, kepentingan-kepentingan

apapun harus disingkirkan, kecuali kepentingan rakyat. Di negara demokrasi, “suara

rakyat adalah suara Tuhan”.

Berjiwa idealis

Menemukan pemimpin yang berjiwa idealis itu bukan perkara mudah. Pemimpin jenis ini

akan berusaha bersikap istiqomah antara hati, fikiran, dan perbuatannya. Tidak peduli

mau seperti apa hambatan atau tantangan yang menghadangnya. Indonesia butuh

pemimpin yang seperti demikian. Ketiadaan figur Presiden Indonesia yang berjiwa

idealis, membuat pemberantasan korupsi maupun penegakan hukum di negeri ini berjalan

terengah-engah. Hampir macet dan kehilangan arah.

Visioner

Pemimpin yang visioner mampu memandang jauh ke depan. Dia akan mengurangi apa

yang disebut tension gap, yaitu mendekatkan realitas dengan visi, atau sebaliknya.

Kriteria ini sangat cocok untuk pemimpin di negara-negara yang sedang dilanda krisis.

Page 3: INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Indonesia akan 50 langkah lebih maju jika memiliki presiden seperti demikian. Akan ada

banyak pandangan-pandangan komprehensif dari presiden yang visioner. Namun tetap

dalam bingkai kesederhanaan, sehingga tidak sulit untuk dipahami dan diwujudkan.

Inovatif (thinking outside the box)

Sering kali kita merasa bahwa pergantian presiden tidak menimbulkan efek yang

signifikan. Artinya, masalah-masalah dari dulu sampai sekarang ya tetap sama saja. Kita

perlu memiliki presiden yang inovatif, tidak selalu berfikir konvensional. Non

konvensional bukan berarti mutlak menghindari mekanisme yang ada. Lebih tepatnya

memposisikan mekanisme sebagai suatu referensi, bukan patokan. Pemimpin penuh

inovasi akan membuat jalan yang sebenarnya panjang menjadi pendek, dan masalah yang

sesungguhnya kompleks menjadi sederhana.

Berani mengambil resiko

Semakin besar resiko yang kita ambil, maka semakin besar pula keuntungan yang kita

peroleh ketika berhasil, begitupun sebaliknya. Rata-rata orang sukses bisa berhasil karena

berani mengambil resiko. Namun tetap konsisten mengupayakan tujuannya. Oleh karena

itu, Indonesia juga membutuhkan sosok presiden yang berani mengambil resiko. Dengan

catatan, tetap konsisten mengupayakannya bagi kepentingan rakyat. Rakyat sudah

semakin cerdas, mereka akan selalu simpatik dan mendukung pemimpin yang berani.

Bertindak cepat (tapi cermat)

Pemimpin yang sangat mobile biasanya diahadapkan pada sebuah paradoks. Di satu sisi,

dia dituntut untuk bisa bertindak cepat dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada

agar tidak terus menumpuk. Namun di sisi lain, dia tidak boleh gegabah atau grusa-grusu

ketika bertindak. Seorang presiden memang harus bertindak cepat, namun juga dibarengi

dengan kecermatan. Kecermatan akan meminimalisir dampak yang ditimbulkan jika

tindakan yang diambil ternyata tidak tepat.

Responsif terhadap sekitar

Kita lebih suka mengobati daripada mencegah, itulah masyarakat Indonesia. Meskipun

telah ada adagium yang mengatakan, “sedia payung sebelum hujan”. Jika ingin mencegah

agar tidak kehujanan, kita harus sedia payung. Sebelum sedia payung, kita harus tahu

apakah akan terjadi hujan atau tidak. Itu gunanya responsif terhadap sekitar. Presiden

juga perlu responsif, peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat. Jangan represif

“baru” setelah terjadi masalah. Kalau seperti demikian, namanya presiden Lola (Loading

Lama).

Tegas (tanpa pandang bulu)

Tarik ulur kepentingan-kepentingan politik dipemerintahan memang nyata adanya.

Kadang kala, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah justru sangat kental

oleh muatan lobby-lobby politik pihak tertentu. Salah satu kriteria Presiden Indonesia

yang dibutuhkan sekarang adalah tegas. Ketegasan itu bersifat objektif, tanpa pandang

bulu. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada lagi kepentingan-kepentingan politik yang

menjadi parasit kebijakan pemerintah, selain hanya kepentingan rakyat.

Page 4: INDONESIA BUTUH PEMIMPIN YANG PROGRESIF

Transformatif penuh restorasi

Kata transformatif mempunyai ambiguitas. Bisa berarti perubahan dari yang buruk

menjadi baik, maupun sebaliknya. Oleh karena itu, di sini kata transformatif dipertegas

dengan tambahan kata restorasi (pemulihan). Perubahan yang kita harapkan sekarang

adalah perubahan dari kondisi krisis (buruk) menjadi sejahtera (baik). Hanya presiden

transformatif dan penuh restorasi yang dapat mewujudkan hal itu. Masyarakat sudah

teralalu muak dengan gaya kepemimpinan yang lambat, lama membawa perubahan.

Referensi

Mujiran, Paulus. 2003. Kerikil-kerikil di Masa Transisi (Serpihan Esai Pendidikan,

Agama, Politik, dan Sosial). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahardjo, Satjipto. 2008. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Identitas Penulis

Nama : Arie Hendrawan

TTL : Kudus, 28 Agustus 1992

Universitas : Universitas Negeri Semarang (Unnes)

Alamat : Ds. Jepang, RT5/RW10, Kec. Mejobo, Kab. Kudus

No. HP : 085740228837

E-mail : [email protected]

Facebook : Arie Hendrawan