Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

19
1 Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959-1967) Agil Kurniadi, Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indoneesia Email: [email protected] Abstrak Jurnal ini membahas tentang indoktrinasi Manipol-USDEK pada masa demokrasi terpimpin. Masa demokrasi terpimpin dicirikan dengan kekuasaan yang otoriter dengan peraturan yang terpusat. Kekuasaan otoriter digunakan oleh Sukarno sebagai cara strategis indoktrinasi Manipol- USDEK untuk memberikan pedoman bagi rakyat. Melalui hal tersebut, indoktrinasi Manipol- USDEK terus diusahakan dengan berbagai macam regulasi yang mendukung indoktrinasi tersebut. Proses indoktrinasi akan dipaparkan sejak proses awal hingga berakhirnya rezim. Kata kunci: Manipol-USDEK, indoktrinasi, Sukarno Indoctrination of ‘Manipol-USDEK’ as a Political Hegemony (1959-1967) Abstract This journal is discussing about indoctrination of Manipol-USDEK in thu guided democracy.The guided democracy’s regime was characterized the power of authoritarian with the central of authority. The power of authoritarian was used by Sukarno as Strategic way the indoctrination of Manipol-USDEK for gave guidance for the people. Because of that, the indoctrination of Manipol-USDEK made being effort with the regulations which support the indoctrination. The process of indoctrination had being explored since the beginning until the end. Key words: Manipol-USDEK, indoctrination, Sukarno Pendahuluan Demokrasi Terpimpin menjadi rezim Sukarno pada masa 1959-1967. Keberadaan demokrasi terpimpin menempatkan Sukarno sebagai “ujung tombak” dalam mengendarai “nahkoda kepemimpinan”. Dalam memimpin jalannya pemerintahan, Sukarno membuat suatu Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Transcript of Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

Page 1: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

1    

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959-1967)

Agil Kurniadi, Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat

Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indoneesia

Email: [email protected]

Abstrak

Jurnal ini membahas tentang indoktrinasi Manipol-USDEK pada masa demokrasi terpimpin. Masa demokrasi terpimpin dicirikan dengan kekuasaan yang otoriter dengan peraturan yang terpusat. Kekuasaan otoriter digunakan oleh Sukarno sebagai cara strategis indoktrinasi Manipol-USDEK untuk memberikan pedoman bagi rakyat. Melalui hal tersebut, indoktrinasi Manipol-USDEK terus diusahakan dengan berbagai macam regulasi yang mendukung indoktrinasi tersebut. Proses indoktrinasi akan dipaparkan sejak proses awal hingga berakhirnya rezim.

Kata kunci: Manipol-USDEK, indoktrinasi, Sukarno

Indoctrination of ‘Manipol-USDEK’ as a Political Hegemony (1959-1967)

Abstract

This journal is discussing about indoctrination of Manipol-USDEK in thu guided democracy.The guided democracy’s regime was characterized the power of authoritarian with the central of authority. The power of authoritarian was used by Sukarno as Strategic way the indoctrination of Manipol-USDEK for gave guidance for the people. Because of that, the indoctrination of Manipol-USDEK made being effort with the regulations which support the indoctrination. The process of indoctrination had being explored since the beginning until the end.

Key words: Manipol-USDEK, indoctrination, Sukarno

Pendahuluan

Demokrasi Terpimpin menjadi rezim Sukarno pada masa 1959-1967. Keberadaan

demokrasi terpimpin menempatkan Sukarno sebagai “ujung tombak” dalam mengendarai

“nahkoda kepemimpinan”. Dalam memimpin jalannya pemerintahan, Sukarno membuat suatu

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 2: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

2    

konsepsi nasional yang bertujuan sebagai pedoman jalannya arah kekuasaan. Konsepsi nasional

tersebut bernama Manipol-USDEK1.

Manipol-USDEK menjadi sebuah agenda penting bagi pemerintah. Menurut Roeslan

Abdulgani, Manipol-USDEK memiliki makna sebagai keseluruhan pidato presiden Sukarno

yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959.2 Keberadaan

Manipol-USDEK benar-benar tidak bisa terlepas dari Dekrit Presiden 5 juli 1959.3 Bagi Sukarno,

Manipol-USDEK sangatlah penting untuk “menyelesaikan revolusi”. Peran penting dari

Manipol-USDEK menjadi garis besar kebijakan yang penting untuk melaksanakan kekuasaan.

Oleh karena itu, Manipol-USDEK wajib disebarluaskan dalam bentuk indoktrinasi.

Untuk mengindoktrinasikan Manipol-USDEK kepada rakyat Indonesia, diperlukan

langkah-langkah yang penting guna menyukseskannya. Secara garis besar, langkah-langkah

daripada indoktrinasi Manipol-USDEK terbagi menjadi dua, yakni retooling4 dan nation and

character building5. Bagi Sukarno, retooling harus dilaksanakan di berbagai bidang—bidang

eksekutif, legislative, yudikatif, pertahanan negara, alat-alat produksi, dan organisasi-organisasi

masyarakat.6 Dalam realisasinya, retooling benar-benar terjadi seperti yang diungkapkan

Sukarno. Retooling terjadi di Jaksa Agung7, DPR, hingga ke partai politik. Lalu, setelah

melakukan retooling, langkah Nation and Character Building diterapkan. Sukarno menerapkan

langkah-langkah tersebut dengan cara otoriter. Seringkali, langkah-langkah retooling dilakukan

secara paksa. Beberapa pelarangan terhadap organisasi yang dianggap menyimpang seperti

sekte-sekte keagamaan berupa Rotary Club, Freemasons dan Rosicrucians terjadikarena                                                                                                                          1 Manipol-USDEK merupakan singkatan dari Manifestasi Politik-Undang-Undang dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Nasional. 2 Roeslan Abdul Gani, “Pendjelasan Manipol dan USDEK” dalam Printono, Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi, Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1960, hlm. 7 3 Secara hierarki, Manipol-USDEK merupakan penjelasan resmi dari Dekrit Presiden. Melalui hal tersebut Manipol-USDEK berdasarkan pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 karena Manipol-USDEK tidak bisa dilepaskan dari Dekrit Presiden. Sukarno, “ Manifestasi Politik Republik Indonesia” dalam Printono (ed), op.cit., 1961, hlm. 9 Ibid. 4 Retooling merupakan tindakan membongkar pasang lembaga-lembaga. Bagi sukarno, berarti mengganti sarana, alat, dan paratur yang tidak sesuai dengan pikiran demokrasi terpimpin agar menjadi sesuai. Sukarno, “Penemuan Kembali Revolusi Kita” dalam Sukarno, Amanat Proklamasi III 1956-1960, Jakarta: PT Indayu Press, 1986, hlm. 114 5 Nation and Character Building menyangkut dalam pembangunan identitas bangsa. 6 Sukarno, “Penemuan Kembali Revolusi Kita” dalam Sukarno, op.cit., hlm. 114 7 Retooling di Jaksa Agung terjadi pada 20 Januari 1960 bersamaan dengan kepolisian. Letjend. A. H. Nasution mengadakan rapat dengan jaksa agung untuk menyempurnakan koordinasi dan instansi pejabat yang berkepntingan dengan tugas-tugas kenegaraan. “Retooling & Reorganisasi Penting pada Kejaksaan Agung” dalam Duta Masyarakat No. 1736/VI, 19 Januari 1960, hlm. 1

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 3: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

3    

dianggap membahayakan negara.8 Kemudian, Sukarno juga menerapkan retooling ke partai

politik berupa penyederhanaan partai dengan mencabut Maklumat X tentang Pembentukan

partai-partai dan menggantinya dengan Penpres No. 1/1959. Sukarno juga mengkritik, prinsip

trias politica, yakni pemisahan legislative, eksekutif, dan yudikatif.9 bagi sukarno, lembaga

legislative dan yudikatif hanyalah lembaga yang bertugas sebagai pembantu presiden untuk

melaksanakan kekuasaan. Sukarno berdebat dengan DPR mengenai penerimaan dan pengeluaran

negara dalam rancangan anggaran membuat Sukarno geram akan keputusan DPR. Keberadaan

DPR mengenai rancangan anggaran menghalangi kepentingan Sukarno. Sukarno mencari jalan

keluar dengan melobi partai-partai penguasa parlemen seperti PNI, PKI, dan NU serta wakil dari

angkatan darat untuk menyetujui kepentingannya untuk membubarkannya dan

merestrukturisasinya kembali. Mereka setuju. Akhirnya, pada 24 Juni 1960, Sukarno

merestrukturisasi kembali DPR menjadi DPR-GR dengan Penpres. No. 4/1960 yang berisi

tentang susunan kembali DPR-GR. Sementara itu, Mahkamah Agung menjadi Sukaeno untuk

menyempurnakan Manipol-USDEK di bidang hukum.10

Restrukturisasi DPR menjadi DPR-GR ternyata membuat perlawanan terhadap Sukarno.

Mereka, pihak-pihak yang melawan, membentuk sebuah “lembaga tandingan” yang bernama

Liga Demokrasi. Namun, penantangan terhadap Sukarno justru menjadi sebuah “malapetaka”

bagi Liga Demokrasi. Liga Demokrasi memperoleh banyak kecaman. Di Jawa Tengah, Liga

Demokrasi dilarang atas pertimbangan untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum.11

Sementara itu, di Surabaya, rapat Liga Demokrasi bubar karena diserbu ratusan pemuda.12

Pelarangan Liga Demokrasi dilakukan juga oleh Kolonel Sambas Atmadinata dengan melarang

anggota legion veteran RI untuk berhubungan dengan Liga Demokrasi.13 Keputusan mengenai

                                                                                                                         8 Herbert Feith, Sukarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 86 9 Ibid. 10 Ibid., hlm. 87 11 Panglima Kolonel Pranoto menginstruksikan untuk melarang sementara Liga Demokrasi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, berdasarkan pertimbangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum. “Liga Demokrasi Dilarang di Jawa Tengah atas Pertimbangan untuk Memelihara Keamanan dan Ketertiban Umum” dalam Bintang Timur, No. 93/XXXII, 14 Mei 1960, hlm. 1 12 Para pemuda yang berjumlah ratusan orang menghancurkan ruangan rapat seperti meja, kursi, kaca-kaca karena para anggota Liga Demokrasi membawa poster-poster anti-Sukarno dan anti-DPR-GR. “Parat Liga Demokrasi di Surabaya Bubar Diserbu Ratusan Pemuda” dalam Bintang Timur, No. 94/XXXIV, 16 Mei 1960, hlm. 1 13 “Berhubungan dengan Liga Demokrasi Bisa Dihukum” dalam Bintang Timur, No. 100/XXXIV, 23 Maret 1960, hlm. 3

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 4: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

4    

pembubaran Liga Demokrasi dikeluarkan melalui Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No.

8/1961 mengenai “Larangan Liga Demokrasi”.

Indoktrinasi Manipol-USDEK ke Aspek-Aspek Kehidupan

Dalam penerapan indoktrinasi Manipol-USDEK di bidang pers, Sukarno memberikan

mandat kepada Roeslan Abdulgani14. Upaya mempengaruhi pers terjadi melalui pengaturan pers

melalui Penpres. No. 6 Thn. 1963 tentang pembinaan pers harus memberikan berita-berita yang

konstruktif. Segala hal mengenai izin penerbitan harus dimiliki oleh surat kabar dan majalah dan

semua izinnya harus ada dalam aturan Menteri Penerangan.15 Penerbitan surat kabar dan majalah

wajib mendukung pemberitaan mengenai Manipol-USDEK yang konstruktif dengan bersifat

mendukung Manipol-USDEK. Para penerbit surat kabar yang ingin memperoleh izin terbit

harus menjadi anggota SPS-OPS Pers.16 Bagi yang tidak menjadi anggota SPS-OPS Pers/

melanggar ketentuan yang berlaku, izin terbit akan dicabut.17

Berita-berita dari media massa nasional yang sifatnya berseberangan dengan kepentingan

pemerintah dilarang terbit. Kebijakan tersebut akan memperlancar kepentingan negara sehingga

menyuburkan kebijakan-kebijakan dari Manipol-USDEK. Namun, kritik tetap terjadi. Dalam

surat kabar Suluh Indonesia, dijelaskan mengenai hambatan-hambatan tersebut berupa

                                                                                                                         14 Roeslan Abdulgani, atau Cak Roes, dilahirkan di Surabaya, 24 November 1914. Ia merupakan anak dari saudagar kaya Haji Abdulgani. Ia memperoleh pendidikan agama yang kuat dari ibunya sehingga memberikan ilmu-ilmu agama yang kokoh. Ia memiliki kedekatan hubungan yang baik dengan Sukarno. Hubungan keduanya semakin erat ketika masa demokrasi terpimpin. Karena kedekatan hubungan antara keduanya tersebut, Roeslan Abdulgani memiliki kemampuan dalam menangkap dan menerjemahkan pemikiran-pemikiran dan keinginan Bung Karno. Bahkan, kedekatan Cak Roes dengan Sukarno membuat Cak Roes memperoleh kesempatan untuk memegang jabatan penting yang strategis. Pada tanggal 24 Oktober 1962, Sekretariat Negara mengumumkan pengangangkatan Roeslan Abdulgani sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus sekaligus juga Menteri Penerangan. Diangkatnya Roeslan Abdulgani sebagai pejabat penting dalam struktur kenegaraan sangat disambut baik oleh banyak pers. Kolom-kolom Koran seperti Suluh Indonesia, Berita Indonesia, Warta Bakti, dan Bintang Timur sangat menyambut Roeslan Abdulgani sebagai sesorang yang telah diakui kualitas kecerdasan dan keuletannya dalam bidang penerangan. Lihat di Subiyarto, “Roeslan Abdulgani: Peranannya dalam Penerapan Pemikiran Bung Karno tentang Pembangunan Bangsa dan Pembangunan Karakter (Tesis)”, Depok: FIB UI, 2009, hlm. 95-96 15Presiden RI, Penetapan Prseiden. No. 6 Thn. 1963 tentang Pembinaan Pers, Pasal 6 16“Pers jangan Tinggalkan Kegotongroyongan Tidak Masuk SPS-OPS Pers, Izin Terbit Dicabut” dalam Suluh Indonesia, No. 258/X, 9 Agustus 1963, hlm. 1 17Ibid.

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 5: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

5    

ketidakseimbangan mengenai hak menerbitkan surat kabar yang hanya bisa dikeluarkan jika

memiliki afiliasi pada organ-organ politik.18

Pemerintah juga memperkuat doktrinasi nilai-nilai Manipol-USDEK tersebut dengan

mengeluarkan kembali kebijakan mengenai pembinaan perfilman. Film menjadi perhatian bagi

orang-orang menengah ke atas pada saat itu. Pemicu diterbitkannya kebijakan perfilman ini

adalah pasaran film dikuasai 90% oleh film impor.19 Sementara itu, film-film buatan Indonesia

sendiri masih minim produksi. Dominasi film import milik negara-negara barat sangat

mengkhawatirkan. Pemerintah khawatir bahwa film-film yang ditampilkan tidak sesuai dengan

kepribadian Indonesia sehingga akan membentuk konstruksi pemikiran masyarakat yang tidak

nasionalis.

Pemerintah di bawah naungan Roeslan Abdulgani mengatur tentang pembinaan

perfilman di nasional. Pemerintah mengetatkan kebijakan di bagian penerbitan film impor

dengan syarat berupa tidak bertentangan Pancasila, kepribadian Indonesia, dan Manipol-USDEK

beserta pedoman-pedoman pelaksanaannya; tidak menjadi alat propaganda yang berasal dari

negara asing; sesuai dengan syarat-syarat ketertiban umum di Indonesia.20 Ketatnya penyeleksian

keluar masuknya film impor bertujuan untuk membangun kreativitas industri film dalam negeri

agar mampu menerbitkan film buatan sendiri.

Salah satu bentuk nyata dari pemerintah untuk membangkitkan industri film nasional

adalah mendukung Festival Film Asia Afrika (FFAA) III. Eksistensi dari FFAA III dijadikan

sebagai sarana propaganda dalam berjuang mencapai kesetaraan antara negara-negara Asia-

Afrika. Bagi Sukarno, penyelenggaraan FFAA didasarkan pada segi politis untuk

                                                                                                                         18 Ada tiga macam surat kabar. Pertama, surat kabar dalam golongan suara pemerintah, partai, dan organisasi golongan karya, tergabung dalam Front Nasional; kedua, surat kabar yang berafiliiasi dengan partai, atau organisasi/golongan karya yang tergolong dalam sekretariat bersama Front Nasional; ketiga, surat kabar independen/mandiri. Hal yang menjadi permasalahan adalah ketidakseimbangan mengenai hak dalam menertibkan surat kabar. Sebagai contoh, organ SOBSI tidak bisa mengeluarkan surat kabar, sedangkan organ lokal yang tergabung Front Nasional dengan mudahnya bisa mengeluarkan surat kabar. Lihat di“Masalah Penertiban Pers” dalam Suluh Indonesia, No. 207/XII, 8 Juni 1964, hlm. 2 19“Memetjahkan Masalah Pokok Perfilman Nasional sebagai Bangsa Merdeka”, Suluh Indonesia, No.132/XI, 4 Maret 1964, hlm. 3 20 Presiden RI, Penetapan Presiden No. 1 Thn. 1964 tentang Pembinaan Perfilman, Pasal 10

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 6: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

6    

memperjuangkan persatuan dan membentuk dunia baru.21 FFAA juga dijadikan sebagai sarana

pengganyangan Malaysia selain sebagai persahabatan antarnegara.

Tahapan awal yang dilakukan oleh pemerintah memajukan pendidikan berlandaskan

Manipol-USDEK adalah menyeleksi koleksi-koleksi buku yang tersebar di wilayah Indonesia.

Pemerintah berupaya untuk mengantisipasi terbitnya buku-buku di luar nilai-nilai Manipol-

USDEK. Terbitnya buku-buku di luar nilai-nilai Manipol-USDEK sangat dicemaskan oleh

pemerintah karena mampu membentuk konstruksi berpikir yang menyimpang.

Sementara itu, Berbagai partai politik dan lembaga masyarakat menegaskan kembali

tentang pendidikan Pancasila. Berbagai partai politik dan lembaga masyarakat seperti NU, PSII,

Muhammadiyah, Protestan, Katolik, Hindhu Bali, Taman Siswa, Angkatan Bersenjata, PGRI,

IPPI, dan lain-lain tergabung dalam Musyawarah Penegasan Pancasila sebagai Dasar Pendidikan

(MPPDP).22 MPPDP dilaksanakan di Lembaga Administrasi Negara Jakarta pada 16 dan 17 Juli

1963 dan bertujuan untuk menegaskan Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional.23 MPPDP

mendesak kepada Presiden Sukarno untuk memerintahkan kepada Menteri PD & K supaya

mengganti sistem Panca Wardhana menjadi sistem pendidikan nasional.24 Mereka menganggap

bahwa kebijaksanaan yang dijalankan oleh menteri PD & K adalah usaha tambal sulam serta

menekankan tafsiran Pancasila yang tidak tepat.25

Pancasila sebagai dasar pendidikan akhirnya disetujui oleh Sukarno. Disahkan pula

Penpres.No. 19 tahun 1965 tentang sistem pendidikan nasional Pancasila pada 25 Agustus 1965.

Sistem pendidikan nasional yang dirancang dalam pendidikan formal ini dibagi dalam dua bagian,

pendidikan sekolah dan di luar sekolah. Sistem yang tercipta secara sistematik ini menjadi landasan

bagi pemerintah untuk mewujudkan langkah nyata Manipol-USDEK. Dengan demikian, diharapkan

tidak ada sumber daya manusia yang menyimpang dari Pancasila.

Nation & Character Building menjelaskan bahwa pembangunan harus meliputi

pembangunan jasmani dan rohani untuk membentuk manusia sosialis Indonesia sejati. Untuk

                                                                                                                         21 “FFAA III Soal Politik Perluas Djadi FF NEFOS”, Suluh Indonesia, No. 138/XI, 11 Maret 1964, hlm. 1 22 “Pantjasila Satu-Satunya Dasar Pendidikan”, Suluh Indonesia, No. 237/X, 15 Juli 1963, hlm. 1 23Ibid. 24“Pantjasila Harus Dipegang Teguh sebagai Satu rangkaian Kesatuan”, Suluh Indonesia, No. 240/X, 18 Juli 1963, hlm. 1 25Ibid.

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 7: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

7    

memperoleh tujuan tersebut, pengembangan olahraga menjadi salah satu prioritas

pengembangan pemuda. Dalam seminar olahraga di Hotel Indonesia, Soemali Prawirosoedirjo26

menekankan doktrin olahraga sebagai blueprint pelaksanaan kegiatan revolusi keolahragaan

Indonesia.

Bentuk nyata dalam merealisasikan doktrin olahraga pesta olahraga bagi masyarakat

dunia. Ganefo (Games of new Emerging Forces) merupakan wujud nyata realisasinya. Ganefo

menyelanggarakan kompetisi olahraga berkapasitas pesta olahraga dunia sekelas Olimpic

Games. Ganefo dijadikan sebagai ajang persatuan antar negara, terutama negara Nefos27 (The

New Emerging Forces).28

Dalam penyelenggaraannya, persiapan para pemuda untuk berkontribusi dalam pesta

olahraga Ganefo menjadi salah satu prioritas. Tiap putra-putri diharapkan mampu memberikan

segenap jiwa raganya kepada pelaksanaan Ganefo.29 Pemerintah telah mengadakan pembinaan

pemuda ke berbagai daerah. Dalam pembinaan tersebut, setiap daerah harus mengerahkan

sumbangan wakil-wakil olahragawan untuk diseleksi kembali sebagai perwakilan terbaik dari

tim Indonesia.30 Olahragawan terbaik disiapkan untuk berkompetisi di Ganefo.31

Penyelenggaraan Ganefo pada 10-24 November 1963 ternyata memberikan kesuksesan

yang besar. Pembukaan Ganefo dihadiri oleh 100.000 orang dan perwakilan dari 42 negara; serta

juga meliputi 2799 olahragawan dan official.32 Pendapat masyarakat umum mengatakan bahwa

                                                                                                                         26 Soemali Prawirosoedirjo merupakan seorang wakil ketua Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) 27The new emerging forces (Nefos) adalah negara-negara baru dan masih berkembang. 28 Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo S. H., Ganefo bertujuan sebagai wadah persatuan perjuangan antara negara-negara yang masih muda dan berkembang untuk menghalang atau jika terpaksa menghancurkan the old estabilished forces jika pemerintah mereka tidak mampu mengakhiri aktivitas-aktivitas imperialism yang dijalankan oleh warga negaranya. The new emerging forces (Nefos) merupakan negara-negara baru yang masih berkembang, sedangkan the old estabilished forces (Oldefos) merupakan negara yang telah lama merdeka dan biasanya melaksanakan imperialisme dan kolonialisme. Keberadaan negara Oldefos sebagai pelaksana imperialisme dan kolonialisme di negara Nefos menghasilkan merugikan Nefos sehingga berdialektika. Dialektika inilah yang diramalkan akan memenangkan Nefos sehingga terciptalah perdamaian dunia yang santa diimpikan. Lihat di Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo S. H., “GANEFO I adalah Persatuan Perdjuangan Negara-Negara The New Emerging Forces Melawan Kolonialisme dan Imperialisme” dalam Mimbar Indonesia, No. 9/XVII, September 1963, hlm. 12 29“Ganefo Menyangkut Prestise bangsa, Sukseskan!” dalam Suluh Indonesia, No. 264/X, 16 Agustus 1963, hlm. 7 30Ibid. 31Ibid. 32“Ganefo Jadi Kenyataan, Stadion Utama Terasa Kecil Menampung Arus Gelombang Nefos” dalam Suluh Indonesia, No. 36/XI, 11 November 1963, hlm. 1

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 8: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

8    

Ganefo terasa lebih hebat dan lebih harmonis dibandingkan Asian Games IV.33 Apresiasi dari

berbagai negara berdatangan.34 Tujuan Ganefo sebagai alat pemersatu berbagai negara Nefos

berhasil. Kepala Team RPA, Touny, mengatakan bahwa mereka tidak begitu memerhatikan

medali, tetapi lebih banyak memerhatikan persahabatan.35

Upaya menghegemoni politik agama dalam nation building terlihat dari simpatinya

pemerintah untuk mendukung agama. Bentuk nyatanya adalah dukungannya terhadap berbagai

hari raya keagamaan.36 Upaya politisasi agama ini dilaksanakan oleh para redaktur surat kabar.

Salah satu surat kabar menjelaskan bahwa perjuangan nabi Muhammad di tanah Arab mampu

membentuk ikatan nasionalisme di kalangan umat Arab, yang pada akhirnya menciptakan negara

nasional Arab.37 Motif tulisan tersebut sungguh bersifat politis sehingga terlihat jelas bahwa

agama dipolitisasi untuk kepentingan pemerintah agar menjadi sarana pembinaan bangsa dalam

nation building.

Menjelang tahun 1965, pengaruh agama berkembang semakin kuat.Kuatnya pengaruh

agama berdampak pada jaringan-jaringan agama saat itu.38Beberapa bentuk menguatnya peran

agama terlihat pada doktrinasi agama dan solidaritas agama Islam. Doktrinasi agama semakin

menguat seiring dengan semakin dekatnya Sukarno dan PKI. Dapat dikatakan oleh penulis

bahwa hal-hal seperti ini adalah persaingan antara kubu agama dan komunis.

                                                                                                                         33Ibid. 34Salah negara yang mengapresiasi adalah negara Jepang. Toyama Tatsukumi, ketua delegasi olahraga Jepang ganefo I, menyatakan sukses besar dalam pertandingan persahabatan Ganefo. Baginya, Ganefo menjadi alat pengukur dan pengoreksi yang baik bagi IOC. Hal yang mendorong pemuda Jepang ikut Ganefo adalah hasrat persahabatan dengan bangsa Indonesia dan bangsa New Emerging Forces dalam gelanggang dan pertandingan. Lihat di “Ganefo Adalah Pengoreksi yang tegas Bagi IOC” dalam Suluh Indonesia, No. 54/XI, 2 Desember 1963, hlm. 3 35 “Kepala Team RPA Ke Ganefo I, Ad Touny: Ganefo I adalah Suatu Sukses Besar!”, dalam Suluh Indonesia, No. 57/XI, 5 Desember 1963, hlm. 3 36Sukarno selalu memberikan petuah-petuah agama dalam upaya mempengaruhi tokoh-tokoh agama dan rakyat agar turut bersatu dalam menyelesaikan revolusi.dalam hari raya natal pada 23 Desember 1963, Sukarno memberi petuah mengenai perjuangan kisah Nabi Isa. Sukarno mengemukakan bahwa seluruh hidup Nabi Isa, baik perkataan maupun perbuatannya, baik ajaran maupun amalnya, seluruhnya ditujukan kepada keselamatan dan kebahagiaan umat manusia yang menderita. Lihat di “Presiden Ajak Umat Kristen: Teruskan Perjuangan Kisah Nabi Isa” dalam Suluh Indonesia, no. 72/XI, 23 Desember 1963, hlm. 1 37 M. Assegaf, “Peranan Nabi Besar Muhammad SAW dalam Nation Building” dalam Suluh Indonesia, No. 264/X, 16 Agustus 1963, hlm. 7 38Beberapa jaringan agama Islam tersebut seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan lain-lain. Ada pun salah satu jaringan agama Islam yang berada di kalangan mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 9: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

9    

Salah satu kekuatan agama yang besar adalah pelaksanaan Konferensi Islam Asia Afrika

(KIAA). KIAA dilaksanakan pada 14 Maret 1965. Keberadaan KIAA bertujuan sebagai kunci

utama untuk membangun solidaritas beragama, terutama umat Islam. Penyelenggaraan KIAA

diketuai oleh H. Idham Chalid39 dan dua wakil ketua dari Asia dan Afrika, serta satu sekretaris

jenderal yang terpilih bernama H. A. Sjaichu40.41 KIAA terbagi menjadi organizing Committe

yang bersifat policy dan executive Committee yang bersifat pelaksanaan. Berbagai publikasi dan

propaganda disebarkan melalui siaran, bulletin mingguan, dan majalah bulanan.42 Dalam

penyelenggaraannya, diselenggarakan pekan film KIAA di Jakarta dan Bandung bioskop-

bioskop kelas 1.43 Pekan film KIAA digunakan sebagai alat dakwah menyebarluaskan ajaran

Islam .44 Selain itu, terdapat pula geleri-galeri pameran foto dan drama Islam untukk

memberikan pengetahuan seni dan agama Islam.45

Terbentuknya KIAA tidak bisa terlepas oleh peran menteri agama, Prof. K.H. Saifuddin

Zuhri. Ia menempatkan KIAA sebagai salah satu pilar persatuan umat Islam. Agama dijadikan

sebagi unsur mutlak dalam nation dan character building.46 Ia juga menandaskan bahwa KIAA

harus digelar sebaik mungkin sebagai dinamika bagi Islam dan umat-umatnya.47 Ia juga sangat

mendukung upaya pendidikan agama. Beberapa hal lain yang diliriknya juga mengenai buku-

buku cetak. Menteri agama mengajak kaum penerbit agar para penerbit turut memperhatikan

buku-buku pendidikan karakter dan indoktrinasi mental bangsa menuju ketahanan ideologi

negara.48

KIAA dilaksanakan juga untuk melaksanakan kepentingan nasional. Sekjen KIAA

mengatakan bahwa KIAA adalah peristiwa nasional dikarenakan KIAA bukan kepentingan kaum

                                                                                                                         39 H. Idham Chalid merupakan seorang wakil perdana menteri pada kabinet Ali Sastroamidjoyo II 40K. H. A. Sjaichu merupakan salah satu orang yang pernah menjabat ketua PBNU. 41 M. Suwardy, “Gema Konferensi Islam Asia Afrika” dalam Gema Islam, No. 67/IV, 1 Februari 1965, hlm. 18 42Beberapa siaran tersebut adalah RRI dan TVRI; bulletin yang diterbitkan berupa Aneka Warta KIAA; dan majalah bulanan yang diterbitkan berupa Gelora KIAA dan The Violence of AAIC (majalah Inggris). Lihat di Ibid. 43“Gema KIAA” dalam Gema Islam, No. 68/IV, 15 Februari 1965, hlm. 26 44Ibid. 45Ibid. 46“Menjadi Tanggung jawab Ummat Islam untuk Menggalang Persatuan Nasional” dalam Duta masyarakat, No. 5324/XII, 25 Februari 1965, hlm. 1 47“Mengabaikan dan Menodai Terhadap Kepercayaan Beragama Tidak Dapat Dibenarkan” dalam Duta Masyarakat, No. 5328/XII, 1 Maret 1965, hlm. 1 48 “Buku-Buku Kitapun Harus Mendidik Rakyat” dalam Duta Masyarakat, No. 5320/XII, 20 Februari 1965, hlm. 1

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 10: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

10    

muslimin, tetapi untuk seluruhnya.49 Empat puluh negara mendaftar dalam KIAA tersebut.50

Dukungan terhadap penyelenggaraan KIAA berdatangan. Ikatan Sarjana Katolik Indonesia

(ISKI) menyatakan dukungannya, serta bersyukur kepada Tuhan atas terselenggaranya KIAA di

Bandung.51 Keoptimisan ini dirasakan juga oleh negara di luar Indonesia. Ketua delegasi US

berpendapat bahwa Islam punya pedoman hidup berdampingan secara damai.52

Akhir dari Manipol-USDEK

Menjelang bulan September 1965, pertentangan antara PKI dan TNI AD memanas.

Manipol-USDEK digunakan oleh PKI dalam melaksanakan programnya yang disebut tahap

“nasional demokrasi dan tahap sosial demokrasi” yang pada akhirnya mewujudkan masyarakat

sosialis/komunis.53 PKI menyatakan bahwa melaksanakan Manipol-USDEK berarti sama saja

merealisasikan “masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia”, tetapi pihak-pihak yang tidak

melaksanakan Manipol-USDEK berarti anti-Pancasila dan menentang Sukarno.54 Selain itu,

Politik luar negeri “konfrontasi” menjadi momentum bagi NI AD dan PKI. Angkatan Darat

tersudutkan dalam politik “konfrontasi”, sementara PKI semakin memperoleh simpati. Konflik

tanah yang ada di daerah-daerah membuat PNI dan NU di daerah-daerah tersebut geram untuk

melemahkan PKI. Selain itu, kehadiran Partai Murba juga berusaha untuk melemahkan PKI.

Partai Murba mencoba membentuk Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) sebagai resistensi

terhadap PKI, tetapi Sukarno melihat BPS sebagai ancaman terhadap PKI Partai Murba

dibubarkan pada 6 Januari 1965.55

Pertentangan antara PKI dan TNI AD sudah tidak dapat diredam sehingga muncullah

peristiwa tragis G 30 S. peritiwa ini membunuh 6 elite tentara. Ada lima skenario di mana dalam

skenario tersebut memiliki perspektif masing-masing untuk mengungkapkan dalang siapa di

balik kudeta yang gagal itu. Lima skenario itu terbagi indikasi menjadi PKI sebagai dalang;

                                                                                                                         49“40 Negara yang mendaftar ikut KIAA Suara Umat Islam dari Dua Jazirah” dalam Duta Masyarakat, No. 5329/XII, 2 Maret 1965, hlm. 1 50Ibid. 51Ibid. 52“Islam Punya Pedoman-Pedoman Mengenai Koeksistensi Damai” dalam Duta Masyarakat, No. 5352/XII, 25 Maret 1965, hlm. 1 53 Kopkamtib, Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia, Kopkamtib: cetakan khusus, 1978, hlm. 48 54Ibid. 55Ibid., hlm. 111

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 11: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

11    

masalah internal angkatan darat; Sukarno yang bertanggung jawab; Suharto di balik Gestapu;

dan jaringan intelejen dan CIA.56 Namun, beberapa oknum PKI tetap menjadi dalang dalam

peristiwa tragis ini. Nyoto mengungkapkan bahwa memang ada oknum-oknum PKI yang

terlibat, tetapi juga ada oknum CIA.57 Dikatakan pula, Beberapa negara asing juga terlibat dalam

peristiwa ini. beberapa negara tersebut seperti negara Amerika, Inggris, dan Jepang. Ketiga

negara tersebut mencoba untuk menyingkirkan Sukarno dalam struktur kekuasaan. Keterlibatan

ini nyatanya sangat terlihat pada sat terjadinya orde baru. Amerika dan Jepang memperoleh

keuntungan melalui perusahaan-perusahaannya yang berbondong-bondong datang ke

Indonesia.58 Sementara itu, Inggris memperoleh keuntungan karena adanya penghentian

konfrontasi Malaysia.59 Kudeta PKI yang hampir berhasil mengakibatkan gagalnya PKI dalam

memperoleh kekuasaan pemerintahan.

Pasca terjadinya G 30 S, ketidakstabilan politik mulai bangkit dan mengancam

indoktrinasi Manipol-USDEK. Rakyat dan mahasiswa kembali turun ke jalan untuk menuntut

pembubaran PKI. Situasi tersebut membuat PKI terdesak untuk diganyang. Reaksi tersebut

membentuk gerakan “anti-G30 S/PKI” yang dinamakan sebagai sebagai Kesatuan Aksi

Pengganyangan G 30 S/PKI Front Pancasila (KAP Gestapu/Front Pancasila) untuk memberantas

sikap PKI.60 Lalu, muncul pula tuntutan mahasiswa untuk membubarkan PKI dengan

menyampaikan tritura pada tanggal 10 Januari 1966.61 Bahkan, PWI pun juga menuntut

pembubaran PKI. Dalam kongres luar biasa PWI yang disahkan menjadi Kongres Biasa PWI

XII, diambil keputusan bahwa secara aklamasi menuntut dibubarkannya PKI dengan segala

                                                                                                                         56 Hermawan Sulistyo, seorang akademisi sekaligus juga pengkaji tentang Pembantaian PKI, mengungkapkan lima scenario tersebut dengan dukup detail. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di Hermawan Sulistyo, Pallu Arit di Ladang Tebu,Jakarta: KP Gramedia, 2000, hlm. 47 57Lihat di W. F. Wertheim, G 30 S (di Mata Penulis Asing) Bila Arsip-Arsip Dibuka (Apakah Soeharto Terlibat G 30 S), Kronik Book (Cetakan Khusus), 1999, hlm. 8 58Ibid., hlm. 9 59Ibid., hlm. 10 60 Sulastomo, op.cit., hlm. 157 61Saat itu, HMI bersama organ gerakan-gerakan lainnya membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) untuk melaksanakan tuntutan berupa pembubaran PKI. Sikap HMI jelas, yakni membubarkan PKI, walaupun HMI berdalih bahwa tindakan ini atas dasar pertimbangan ideologi, bukan atas rasa balas dendam atas perbuatan PKI karena telah mengebiri HMI. Lihat di Ibid., hlm. 160

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 12: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

12    

ormas-ormas yang bernaung di bawahnya yang terlibat dalam G 30 S.62 Berita-berita tentang

indoktrinasi Manipol-USDEK tersingkirkan oleh berita-berita mengenai “pembersihan PKI”.

Sementara itu, Presiden Sukarno menegaskan bahwa peristiwa G 30 S itu terkutuk dan

sangat mencela Dewan Revolusi yang telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora untuk

menyelesaikan peristiwa itu secara politis.63 Baginya, G 30 S dengan usaha membentuk Dewan

Revolusi dan yang akan melakukan coup itu adalah benar-benar tindakan yang terkutuk dan

tercela.64

Indoktrinasi Manipol-USDEK telah mengalami kehabisan umur karena insiden Gestapu.

Kini, konstelasi politik berubah.PKI semakin sulit untuk bernafas dikarenakan terjebak dalam

kudetanya yang gagal. Sebagaimana yang diungkapkan dalam induk karangan, kondisi sosial dan

politik telah dimenangkan oleh kekuatan rakyat yang Pancasilais bersama ABRI.65 Berikut

ungkapan dalam induk karangan.

“…Dengan hancurnya PKI dan terlarangnya kegiatan dan pikiran mereka, tentulah persoalan tahapan revolusi

Indonesia sepenuhnya harus tunduk kepada falsafah Pancasila, sebagai ajaran baru yagn menolak Deklarasi

Kemerdekaan AS dan Manifesto Komunis. Tidak bisa lagi ada kesempatan dalam bentuk dan ukuran apapun untuk

menerapkan ajaran marxisme di dalam penyelesaian tahap demi tahap revolusi Indonesia…

… Masuknya revolusi ke tahap sosialis sama sekali bukan menurut hukum dialektik marxis yang diukur dari

sampainya PKI ke puncak kekuasaan mutlak, melainkan harus diukur dari kondisi kekuatan Pancasilais yang

tergabung dalam orpol dan ormas sekarang ini, karena memang sosialisme yang kita kehendaki adalah sosialisme

yang berdasar Pancasila yang diridhai Allah SWT.”66

Presiden Sukarno memberikan langkah pengamanan berupa SP 11 Maret kepada Suharto

agar mengondusifkan keadaan. Namun, Sukarno enggan untuk membubarkan PKI. Padahal,

MPRS –yang saat itu telah dipimpin oleh Nasution– sangat mendukung pembubaran PKI.

Dukungan pembubaran PKI dibuktikan dengan Tap MPRS XXV/MPRS/1966 yang

                                                                                                                         62“Kongres Biasa PWI ke XII Secara Aklamasi Menuntut Bubarkan PKI/Ormas-Ormasnya” dalam Berita Yudha, No. 267/I, 6 November 1965, hlm. 1 63“Bantulah Memulihkan Ketenangan Tanpa Takut-Takut” dalam Berita Yudha, No. 269/I, 8 November 1965, hlm. 1 64Ibid. 65“Tentang Tahapan Revolusi” (Induk Karangan) dalam Duta Masyarakat, No. 5691/XII, 15 April 1966, hlm. 1 66Ibid.

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 13: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

13    

ditandatangani pada 5 Juli 1966.67 Keadaan inilah yang membuat rakyat menjadi kecewa

terhadap Sukarno.

Kekecewaan rakyat terhadap Sukarno menjadi “bumerang” baginya. Kewibawaannya

jatuh. Berbagai gelar nama besarnya tidak diakui. Gelar “Bapak Marhaenisme” yang diberikan

oleh PNI kepada Sukarno dicabut.68 Kejatuhan wibawa Sukarno juga terlihat dari Laporan

Pertanggungjawabannya dalam pidato “Nawaksara”. Berbagai penolakan muncul

pascapertanggungjawaban.

Nasib buruk juga menimpa kepada Manipol-USDEK seiring jatuhnya kewibawaan

Sukarno. Kritik-kritik terhadap Manipol-USDEK berdatangan. B. M. Diah menuding bahwa

Manipol-USDEK adalah “program komunis” yang umumnya terdapat pada program politik,

ekonomi, dan kebudayaan.69 Dikatakan pula bahwa Manipol-USDEK menciptakan dualisme,

berbeda dengan UUD 1945 yang tidak demikian.70

Manipol-USDEK dianggap sebagai biang keladi dari maneuver PKI untuk menjalankan

strategi-strategi politiknya. Para pimpinan PKI selalu menggunakan Manipol-USDEK sebagai

pembuka jalan bagi konsepsinya sendiri.71 Maka dari itu, Presiden Sukarno dianggap telah

melakukan dua kesalahan, yakni tidak wasapada dalam mengamankan Pancasila dan

membiarkan pertumbuhan PKI.72 Sukarno pun terdesak. Desakan tersebut yang akhirnya

membuat Sukarno menjadi benar-benar melepas jabatannya sebagai presiden. Pada 20 Februari

1967, Sukarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jenderal Suharto sebagai pengemban Tap

MPRS No. IX/MPRS/1966 dengan aturan Tap MPRS No.XV/MPRS/1966.73 Pelantikan presiden

Suharto terjadi pada 12 Maret 1967. Dalam Tap MPRS No.XXXIII/MPRS/1967, Presiden                                                                                                                          67Dalam isi yang ditampilkan di Tap tersebut, pembubaran PKI diikuti juga dengan semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.Lihat di MPRS, Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NRI Bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme, Pasal 1 dalam MPR, op.cit., hlm. 190 68 Telah dikabarkan oleh Dewan Pimpinan daerah PNI/Front Marhaenis Jawa Barat bahwa Bung Karno tidak diakui sebagai “Bapak Marhaenisme” karena masih mengakui sebagai marxis. Lihat di Kompas, No. 180/II, 4 Februari 1967, hlm. 1 69“Manipol, Jarek Adalah Program Komunis” dalam Kompas, No. 181/II, 6 Februari 1967, hlm. 1 70 Gustav Trinanda, “Manipol Menciptakan Dualisme dan Anarkisme” dalam Kompas, No. 192/II, 18 Februari 1967, hlm. 3 71“Tuntutan Hapusnya Manipol” dalam Kompas, No. 210/II, 11 Maret 1967, hlm. 2 72Ibid. 73“Presiden Sukarno Menyerahkan Kekuasaan Pemerintahan pada Jenderal Suharto” dalam Kompas, No. 196/II, 23 Februari 1967, hlm. 1

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 14: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

14    

Sukarno tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konstitusional, sebagaimana layaknya

kewajiban seorang mandataris terhadap MPRS sebagai memberikan mandat, yang diatur dalam

UUD 1945.74 Tap tersebut juga mengangkat Jenderal Suharto sebagai presiden.75 Dalam sidang

tersebut, MPRS mencabut Tap MPRS No.1/MPRS/1960 tentang Manipol-USDEK sebagai garis-

garis besar haluan negara, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang dengan

mengeluarkan Tap MPRS No.XXXIV/MPRS/1967.76 Tap tersebut menjelaskan bahwa

“Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai

garis-garis besar haluan negara, sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang”.77

 

Kesimpulan

Indoktrinasi Manipol-USDEK menjadi suatu hal yang penting dalam pelaksanaan

kekuasaan pada masa demokrasi terpimpin. Indoktrinasi Manipol-USDEK mampu

melagitimasikan kekuasaan Sukarno sebagai pemimpin besar, sekaligus juga digunakan untuk

mempengaruhi rakyat agar tunduk kepada pemerintah. Melalui indoktrinasi tersebut, Sukarno

juga memiliki kesempatan untuk mengejawentahkan hasil pemikirannya mengenai Indonesia

yang ia inginkan. Impiannya mengnenai Indonesia yang bersih dari penjajahan, baik secara fisik

ataupun nonfisik, dan juga bersatunya golongan agama, komunis, dan nasionalis sangat dicita-

citakan. Akan tetapi, Sukarno tidak berhasil melaksanakan impiannya. Indoktrinasi Manipol-

USDEK gagal terlaksana karena pecahnya golongan komunis dan agama.

Langkah-langkah indoktrinasi berupa retooling dan nation & character building menjadi

gerakan strategis bagi pelaksanaan indoktrinasi. Langkah-langkah indoktrinasi tersebut sekaligus

juga menjadi propaganda yang mampu “mengambil hati rakyat” sebagai legitimasi dari

indoktrinasi dan besarnya kekuasaan Sukarno. Di balik langkah-langkah tersebut, otoritarianisme

tetap menjadi kendali utama bagi pemerintah untuk memperkuat kekuasaan. Namun, tidak dapat

                                                                                                                         74MPRS, Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno, Pasal 1 dalam MPRS, op.cit., hlm. 271 75MPRS, Ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno, Pasal 4 dalam MPRS, log.cit. 76Manipol/USDEK Ditinjau Kembali” dalam Angkatan Bersenjata, No. 533/II, 13 Maret 1967, hlm. 1 77MPRS, Ketetapan MPRS No.XXXIV/MPRS/1967 tentang Peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republic Indonesia sebagai Garis-Garis Besar haluan Negara dalam MPR, op.cit., hlm. 278

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 15: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

15    

dipungkiri bahwa keadaan politik yang penuh dengan nuansa “revolusi” mampu membuat rakyat

membentuk kekuatan pengendali jika terjadi penyimpangan dari jalannya “revolusi”. Dengan

demikian, demokrasi terpimpin memiliki keunikan di mana pemerintah dan rakyat memeliki

kekuatan masing-masing sebagai penyeimbang kekuatan.

Daftar Referensi

Arsip

Presiden RI, Penpres No. 3 Tahun 1959tentang Dewan Pertimbangan Agung Sementara

(lembaran cetak ulang)

Presiden RI, Penetapan Presiden RI No. 7 Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan

Penyederhanaan Kepartaian (lembaran cetak ulang)

Presiden RI, Peraturan Presiden RI No. 1 tahun 1959 tentang Pembentukan Badan Pengawas

Kegiatan Aparatur Negara (lembaran cetak ulang)

Presiden RI, Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 1959 tentang Front Nasional (lembaran cetak

ulang)

Presiden RI, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 1960 tentang Pembentukan Institut Agama Islam

Negeri

Presiden RI, Penetapan Preiden. No. 6 Thn. 1963 tentang Pembinaan Pers (lembaran cetak

ulang)

Presiden RI, Penetapan Presiden RI No. 13 Tahun 1963 tentang Larangan Mendengar Siaran

Radio dan Televisi Malaysia

Presiden RI, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 1963 tentang Pembentukan Institut Agama Islam

Negeri

Presiden RI, Penetapan Presiden No. 1 Thn. 1964 tentang Pembinaan Perfilman

Presiden RI, Penetapan Presiden No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan

Nasional Pancasila (Cetak Ulang)

Presiden RI, Peraturan Presiden RI No. 14 Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional

Presiden Republik Indonesia

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 16: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

16    

Sumber Sejaman

A. Koran

Angkatan Bersenjata, Maret 1967

Berita Yudha, Oktober, November, Desember 1965

Duta Masyarakat, Januari 1960

_________, Februari, Maret 1965

_________, April 1966

_________, April 1967

Harian Rakyat, No. 2518/IX, 7 Januari 1960

Kompas, Januari 1960

_________, Agustus 1965

_________, Februari, Maret 1967

Suluh Indonesia, Mei, Juni, Juli, Agustus, November, Desember 1963

_________, Maret 1964

_________, Juni 1965

_________, Juli 1965

Warta Bhakti, September 1965

B. Majalah

Mimbar Indonesia, Februari, Juni, Agustus, September 1963

Historia, 2014

Gema Islam, Februari 1965

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Android 3.02, 2008.

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 17: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

17    

Buku

Abdulgani, Roeslan. 1964. Dihadapkan Tunas Bangsa. Jakarta: Bp. Prapantja

Adams, Cindy. 2011. Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Penerbit

Media Pressindo

Adil, Hilman. 1993. Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1962 Jakarta: Djambatan

Budiarjo, Prof. Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Crtichley, Susan. 1995. Hubungan Australia dengan Indonesia. Jakarta: UI Press

Dahm, Bernhard. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan.Jakarta: LP3ES

Dake, Antonie C.A. 2005. Berkas-Berkas Sukarno 1965-1967 Kronologi Suatu Keruntuhan.

Jakarta: Aksara Karunia

Green, Marshall. 1992. Dari Soekarno ke Soeharto: G30S-PKI dari Kacamata Seorang Duta

Besar. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Feith, Herbert. 1995. Sukarno-Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Hatta, Mohammad. 1960. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. Djakarta: Penerbit Djambatan

_________,1960. Demokrasi Kita. Djakarta: PT Pustaka Antara

K., Iman Toto. 2001. Bung Karno dan Partai Politik. Jakarta: Grasindo

Kasenda, Peter. 2010. Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933. Jakarta: Komunitas

Bambu

Kopkamtib. 1978. Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia. Kopkamtib: cetakan

khusus

Legge, John D. 1972. Sukarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Sinar Harapan

Lindblad, J. Thomas. 2000. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, Berbagai Tantangan Baru.

Jakarta: LP3ES

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 18: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

18    

MPR RI. 2001. Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 s/d 2000 (terbitan khusus),

sekjen MPR RI

Nasution, DR. A. H..1989. Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5 Kenangan Masa Orde Lama.

Jakarta: PT Intidayu Press

Okham, Ong. 2009. Sukarno: Orang Kiri Revolusi dan G30S 1965. Jakarta: Komunitas Bambu

Patria, Nezar dan Andi Arif. 2009. Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Pr., Subagyo, Hendra. 2001. Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Manipol-USDEK dalam Mata

Pelajaran. Djakarta: PP Tjipta Karya

Printono. 1961. Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi. Djakarta: Departemen Penerangan RI

Soepardo. 1963. Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia. Djakarta: Balai Pustaka

Sukarno. 1961. Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Manifestasi Politik Republik Indonesia.

Djakarta: Departemen Penerangan

Sukarno. 1933. Mentjapai Indonesia Merdeka. Bandung: Departemen Penerangan RI (Cetakan

Khusus)

_________, 1986.Amanat Proklamasi III. Jakarta: PT Indayu Press

_________, 1986.Amanat Proklamasi IV. Jakarta: PT Inti Idayu Press

_________, 2001.Indonesia Menggugat.Jakarta: Toko Gunung Agung

_________, 2001.Pemikiran-Pemikiran Politik Marhaen Sukarno.Yogyakarta: Media Pressindo

Sulastomo. 2008. Hari-hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke orde Baru: Sebuah Memoar.

Jakarta: Kompas

Sulistyo, Hermawan. 2000. Palu Arit di Ladang Tebu. Jakarta: KP Gramedia

Toto, Iman dan K. Rahardjo dkk. (ed.). 2001. Bung Karno dan Tata Dunia Baru; Kenangan 100

Tahun Bung Karno. Jakarta: PT Grasindo

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014

Page 19: Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai Hegemoni Politik (1959 ...

19    

_________, 2001.Bung Karno wacana Konstitusi dan Demokrasi. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana,

Wertheim, W. F. 1999. G 30 S (di Mata Penulis Asing) Bila Arsip-Arsip Dibuka (Apakah

Soeharto Terlibat G 30 S).Kronik Book (Cetakan Khusus)

Yasni. Z. Dr. (ed.). 1978. Bung Hatta Menjawab. Jakarta: PT Gunung Agung

Disertasi

Ashidique, Jimlly. 1993. “Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

Indonesia: Pergeseran Keseimbangan antara Individualisme dan Kolektivisme dalam

Kebijakan Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi selama Tiga Masa Demokrasi, 1945-

1980-an” (Disertasi). Jakarta: Fakultas PascaSarjana UI

Tesis

Hasanah, Nur. 2006. “Hubungan Soekarno, PKI, dan Angkatan Darat pada Masa Demokrasi

Terpimpin pada Tahun 1959-1966” (Tesis), Jakarta: FISIP UI Dep. Ilmu Politik Pasca

Sarjana,

Subiyarto. 2009. “Roeslan Abdulgani: Peranannya dalam Penerapan Pemikiran Bung Karno

tentang Pembangunan Bangsa dan Pembangunan Karakter (Tesis)” Depok: FIB UI

Suyanti, Sri. “Kebijakan Moneter: Sanering dalam Menahan Laju Inflasi pada Sistem Ekonomi

Terpimpin 1959-1966” (tesis), Depok: Program Pascasarjana FIB UI, 2004

Indoktrinasi Manipol-USDEK sebagai..., Agil Kurniadi, FIB UI, 2014