Indikasi intubasi
-
Upload
cindya-perthy -
Category
Documents
-
view
131 -
download
7
description
Transcript of Indikasi intubasi
INDIKASI INTUBASI
Indikasi untuk dilakukannya intubasi adalah proteksi jalan nafas, akses terhadap sekret,
Bypass obstruksi, mengatur fungsi pernafasan, dan anestesia.
Proteksi Jalan Nafas
Refleks proteksi laring bisa terganggu jika terdapat penurunan kesadaran. Pada
ketiadaan dari refleks batuk, aspirasi isi gaster atau darah bisa mengkontaminasi paru-paru,
atau menyumbat jalan nafas yang mengarah ke hipoksia dan hipercarbia.
Cedera kepala, tumor otak, cedera cerebrovaskular, overdosis obat, epilepsi atau sinkop
sering dihubungkan dengan kegagalan dari refleks proteksi laring, maka dari itu diperlukan
intubasi. Kadang-kadang, bulbar palsy, atau kelemahan neuromuskular bisa mengganggu jalan
nafas, diperlukan juga intubasi.
Hilangnya kendali terhadap jalan nafas ditemukan pada pasien dengan nilai Glasgow
Coma Scale 8 atau kurang. Tanda klinis dari obstruksi parsial jalan nafas yaitu suara nafas yang
berisik dan mendengkur. Pada obstruksi total tidak ada suara nafas karena tidak ada udara yang
melewati laring. Baik obstruksi partial maupun total dihubungkan dengan pola pernafasan khas
yang paradoks, dimana dada bergerak turun saat inspirasi.
Akses terhadap Sekret
Retensi sputum terjadi karena refleks batuk yang tertahan oleh nyeri, pemakaian sedatif
yang berlebihan, atau mekanisme batuk yang tidak adekuat. Hal tersebut bisa karena
kebocoran pada glottis mencegah terbentuknya tekanan tinggi dalam trakea yang dibutuhkan
untuk melakukan batuk atau ketidakmampuan untuk menghasilakan aliran udara yang cepat.
Situasi seperti ini dijumpai pada pasien ICU setelah intubasi terlalu lama akan menyebabkan
inkompetensi sementara laring. Hasilnya, sekresi pulmonar berakumulasi di traktus
respiratorius. Dalam kasus seperti ini, intubasi endotrakeal akan melindungi jalan nafas dan
memberi akses untuk bisa menyedot sekret yang terakumulasi tersebut.
Bypass Obstruksi
Trauma, benda asing, inflamasi laringotrakeal, anafilaksis akut, dan inhalasi gas panas,
zat kimia, asap, atau uap bisa menyebabkan kerusakan atau pembengkakan dari jalan nafas
sehingga mengakibatkan obstruksi. Jika 50 persen dari jalan nafas tersumbat seperti pada
edema, maka muncul stridor. Jika terdengar stridor, maka intubasi atau tindakan bedah untuk
membebaskan jalan nafas menjadi sangat penting. Pada luka bakar pada wajah, leher, atau kulit
kepala yang cukup dalam, perlu segera dilakukan intubasi sebelum munculnya sumbatan jalan
nafas.
Pengaturan Fungsi Pernafasan
Pada terjadinya gagal nafas, dimana pengobatan cepat tidak memungkinkan, maka
intubasi diperlukan sebagai awal dari bantuan ventilasi.
Anestesia
Ketika pemindahan ke kamar operasi tidak dapat dilakukan dengan cepat, anestesia
untuk tindakan bedah bisa dilakukan di ICU. Indikasi untuk intubasi ini yaitu lambung yang
penuh, resiko aspirasi, obesitas, fungsi pernafasan terganggu, atau memerlukan posisi operasi
yang tidak memungkinkan dengan sungkup anestesi.
KOMPLIKASI INTUBASI
Intubasi yang terlalu lama tidak hanya pada pasien hipoksia tetapi juga pada pasien
dekompensasi jantung. Stimulasi pada faring bisa menyebabkan bradikardi berat atau asistol,
jika memungkinkan, seorang asisten memantau monitor jantung selama intubasi pada pasien
yang belum pernah mengalami cardiac arrest. Atropin harus selalu tersedia untuk me-reverse
bradikardi yang vagal-induced yang bisa terjadi secara tidak langsung karena penyedotan atau
laringoskopi. Stimulasi lama terhadap faring juga bisa menyebabkan laringospasm,
bronkospasm, dan apnea.
Jeda waktu maksimal yang diperbolehkan untuk intubasi pada pasien apnea adalah 30
detik. Sebagai penuntun, orang yang melakukan intubasi membatasi waktu intubasi
berdasarkan lama waktu ia dapat menahan nafas dalam satu tarikan nafas. Hal ini terutama
penting pada anak-anak, karena jumlah udara residu fungsional anak lebih sedikit dari orang
dewasa. Kegagalan pada percobaan intubasi harus diselingi dengan ventilasi sungkup sebelum
mencoba lagi. Preoksigenasi harus dilakukan untuk mengurangi resiko hipoksia. Monitor
saturasi oksigen dapat digunakan untuk menetapkan hipoksia dimana intubasi dilakukan bila
pasien memiliki saturasi >98% dan menghentikan intubasi jika saturasi O2 <92%. Jia ventilasi
tidak mencukupi, kerusakan otak permanen bisa terjadi dalam beberapa menit. Karena itu,
interval maksimum yang diperbolehkan untuk penanganan jalan nafas adalah sekitar 3 menit.
Periksa juga gigi pasien yang goyang atau hilang sebelum dan sesudah intubasi
orotrakeal. Setiap gigi yang lepas yang tidak ditemukan pada rongga mulut mengindikasikan
foto thoraks postlaringoskopi untuk megetahui ada tidaknya aspirasi gigi. Gigi yang tertelan
masuk saluran cerna tidak perlu dikhawatirkan. Patah gigi adalah komplikasi paling sering dari
laringoskopi. Luka pada mukosa bibir, terutama bibr bawah terjadi karena kurang hati-hati.
Cedera pada trakhea atau bronkus jarang terjadi namun serius, terutama pada bayi dan orang
lanjut usia karena berkurangnya elastisitas jaringan. Muntah dengan aspirasi isi lambung adalah
komlikasi serius lainnya yang dapat terjadi selama intubasi.
Komplikasi paling gawat dari intubasi trakhea adalah intubasi esophagus yang tidak
disadari. Pengecekan posisi tube merupakan langkah utama evaluasi pasien yang mendapat
intubasi. Jaminan terbaik adalah bagi operator untuk melihat sendiri pipa tersebut melewati
vocal cords. Metode lain yaitu dengan fiberoticscope untuk melihat trakhea melalui kamera di
dalam pipa. Penggunaan stylet dengan sinar juga membantu menentukan lokasi trakhea.
Foto rontgen thoraks dilakukan segera setelah intubasi untuk mengkonfirmasi letak dan
posisi pipa. Intubasi endobronkial secara klinis tidak terdeteksi tanpa foto rontgen pada sekitar
7% pasien. Keterlambatan reposisi bisa menyebabkan hipoksia dan juga edema paru unilateral.
Jika endotrakheal tube dicabut dari esophagus, bisa terjadi muntah. Hal ini harus
diantisipasi dengan tersedianya alat penyedot. Penekanan cricoid dilakukan selama mencabut
tube hingga intubasi berhasil dilakukan.
Kebocoran udara yang persisten selama ventilasi bisa disebabkan karena balon
penyangga yang rusak, posisi penyangga yang terlalu di atas, atau balon luar yang bocor. Jika
penyangga bocor, maka tube tersebut harus diganti. Striktur trakhea dapat terjadi pada
pemakaian penyangga tube yang bertekanan tinggi bervolume rendah sehingga sekarang ini
penggunaannya diganti dengan tube dengan penyangga yang bertekanan rendah bervolume
tinggi.
GAGAL NAFAS
Gagal nafas akut atau Acute Respiratory Failure terjadi apabila sistem pernafasan tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk metabolisme tubuh. Gagal nafas
merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan perawatan intensif.
Ada enam indikator terjadinya gagal nafas yaitu :
1. Nadi diatas 120 kali/menit
2. Nadi kurang dari 70 kali/menit
3. Frekuensi respirasi > 30 kali/menit
4. Penggunaan otot nafas yang asimetris
5. Pola nafas yang tidak teratur meliputi apnea
6. Penurunan status mental (koma)
Ada 2 tipe gagal nafas :
1. Tipe I, gagal nafas hipoksik
Pada tipe ini PaO2 kurang dari 55-60 mmHg dan PaCO2 kurang dari 40 mmHg.
Hipoksemia tanpa hipercapnia biasanya karena gangguan perfusi oksigen dalam paru.
Contoh pada acute respiratory distress syndrome dan edema paru.
2. Tipe II, gagal nafas hipoksik dan hipercapnia
Disebut juga gagal ventilasi. Terutama disebabkan oleh hipoventilasi alveolar. Ada dua
sub tipe yaitu yang gagal nafas yang terjadi pada paru normal dan pada paru abnormal.
Kebanyakan kondisi terdapat komponen dari kedua tipe secara bersamaan dan bisa
berubah seiring perjalanan penyakit. Contoh pada paru normal yaitu obat-obatan
sedatif, gangguan neuromuskular, flail chest, dan kifoskoliosis; sedangkan pada paru
abnormal yaitu penyakit paru obstruktif dan asthma.
Penyebab Gagal Nafas
Peningkatan Laju Metabolik
Pada pasien dengan gangguan berat pengaturan sistem pernafasan dan pertukaran gas,
hiperkapnia bisa terjadi karena peningkatan sedikit dari laju metabolisme seperti pada demam,
sepsis, agitasi, kelebihan berat badan, hipertiroid, hiperventilasi, dan kelebihan karbohidrat
atau peningkatan asam amino karena total parenteral nutrition.
Depresi Sentral
Sentral pernafasan bisa terdepresi langsung (mis: penyakit SSP, overdosis obat,
anestesia, alkalosis metabolik) atau tidak langsung (mis: obstructive sleep apnea syndrome,
kelelahan sentral dari otot pernafasan).
Penurunan Kekuatan Otot Pernafasan
Disebabkan oleh :
1. Penyakit neuromuskular (Guillain–Barré syndrome, diphtheria), sel cornu anterior
(amyotrophic lateral sclerosis, poliomyelitis), atau otot pernafasan (myopathy)
2. Malnutrisi
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Steroid
5. Mediator humoral (prostaglandin dan radikal bebas oksigen)
6. Kelainan bentuk dada dan flail chest
7. Melemahnya otot nafas (ventilasi mekanik yang lama)
8. Aktivitas berlebih otot inspirasi yang mengarah ke kelelahan perifer
9. Hiperinflasi pulmonar, dimana disebabkan oleh peningkatan volume dari sistem
respirasi total (mis: emphysema)
Keseimbangan Ventilasi-Perfusi
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan peningkatan jumlah dead-space fisiologis.
Setelah itu menyebaban hiperkapnia, berhubungan dengan penurunan volume tidal. Kegagalan
ventilasi akut pada pasien dengan obstruksi jalan nafas kronik ditandai dengan peningkatan
volume dead-space dan nafas cepat dan dangkal, menghasilkan rasio VD / VT yang sangat
tinggi.
Penanganan Gagal Nafas
Untuk reaksi nonspesifik paru terhadap kelainan, maka pengobatan nonspesifik yang
memadai dilakukan. Penanganan ini meliputi terapi oksigen dengan nasal kanul atau sungkup,
bantuan nafas (positive pressure, ventilasi mekanik), infus intravena, pengobatan
(bronkodilator, kortikosteroid, dll), dan terapi nutrisi.
TUGAS UJIAN
Penyusun:Herman
1301-1207-0099
Preceptor:Suwarman, dr., SpAn., M.Kes
Evaluator:Ezra O., dr., SpAn., M.Kes
BAGIAN ANESTESI DAN REANIMASIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
RS. HASAN SADIKINBANDUNG
2007