Pojk Kewajiban Penyediaan Modal Minumum Terintegrasi Bagi Konglomerasi Keuangan
Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika
-
Upload
satudunia-foundation -
Category
Technology
-
view
2.281 -
download
3
Transcript of Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika
Indepth Report
Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
Oleh:
Firdaus Cahyadi
Knowledge Department, One World Indonesia
Era digital membuat setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi konsumen sekaligus
produsen dari sebuah konten. Namun di sisi lain era digital juga dimanfaatkan oleh perusahaan-
perusahaan media massa besar untuk memperkokoh bangunan konglomerasi medianya1.
Amerika Serikat adalah negara yang dapat dijadikan contoh dari konglomerasi media. Pada
era tahun 1980-an hinggga pertengahan tahun 1990-an, perusahaan media massa di Amerika
Serkat terus mengalami penurunan. Tahun 1996, perusahaan media di negeri itu hanya
menyisakan lima media, yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann Inc., dan
Disney2.
Diolah dari tulisan Veronika Kusuma3
Tahun 2011, muncullah sejarah besar dalam integrasi konglomerasi media di Amerika
Serikat yang mencoba mengintegrasikan kepemilikan media dan infrastruktur internet. Pada
tahun tersebut perusahaan raksasa Time Warner bergabung dengan American On Line (AOL)4
1 terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-
us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/ 2 https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/
3 Konglomerasi Media dalam Grup MNC (Media Nusantara Citra)
4 AOL amat disukai para investor di pasar Wall Street, karena dianggap sebagai a leader in the rapidly emerging world of
internet based media
menjadi Time Warner and AOL (TWOL)5. Penggabungan dua perusahaan itu dinilai sangat
strategis dan menandai munculnya konglomerasi media baru6.
Namun marger TWOL tidak berlangsung lama. Pada tahun 2003 marger itu bubar.
Menurut Satrio Arismunandar7, yang ditulis dalam blognya8, setidaknya ada tiga penyebab dari
kegagalan marger kedua media besar itu. Pertama, alasan yang bersifat teknis. Orang Amerika
ternyata lamban dalam mengadopsi koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi, yang diperlukan
untuk terjadinya konvergensi.
Kedua, pemilihan waktu yang tidak tepat. Merger itu terjadi tak lama sebelum saham-
saham perusahaan yang terkait dengan Internet berguguran, sehingga menguras habis modal
potensial yang dibutuhkan untuk memajukan proses ke arah konvergensi yang diidamkan.
Ketiga, terkait dengan kekeliruan dalam membaca psikologi konsumen. Hanya karena
seseorang bisa terkoneksi ke Internet melalui AOL, tidaklah lantas berarti ia ingin menyaksikan
liputan CNN9 atau menonton film-film Warner Brothers atau membaca majalah Time10.
Sementara itu menurut Direktur LSPP11 Ignatius Haryanto, dalam wawancara dengan
Yayasan SatuDunia12, kegagalan marger TWOL disebabkan oleh culture dari keduanya (Time
Warner dan AOL) berbeda. “Misalnya, AOL terkait dengan internet yang sangat tinggi.
Sementara produksi konten Time Warner sangat lama bila dibandingkan dengan internet,”
ujarnya, “Kalau kita bicara soal produksi majalah, itu kan skalanya mingguan atau bulanan.
Bahkan jika bicara film, maka proses produksinya bisa tahunan,”
Hal itulah, menurut Ignatius yang kurang bisa dipertemukan. Pertanyaan berikutnya
adalah, apakah jika faktor-faktor kegagalan yang menimpa TWOL itu dibenahi, apakah akan ada
integrasi baru antara industri konten media dan penyedia infrastruktur internet? “Bisa jadi, jika
perusahaan-perusahaan lain sudah mengetahui kunci untuk mengatasi kegagalan marger TWOL
5 KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program
Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya 6 Time Warner menguasai konten, dengan deretan majalah, film, dan program-program televisi yang dimilikinya. Sedangkan AOL
memiliki saluran ke lebih dari 20 juta tempat tinggal di Amerika 7 Seorang TV Jurnalis di salah satu group media terkemuka di Indonesia
8 http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/memahami-konvergensi-media-media.html
9 CNN adalah televisi yang dimiliki oleh Group Time Warner
10 Time adalah majalah yang dimiliki oleh Group Time Warner
11 Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
12 Wawancara di Kantor SatuDunia, 17 Juni 2011
itu dan bisa bersinergi, maka bukan tidak mungkin muncul konglomerasi media baru yang
berbasiskan konvergensi telematika itu di masa depan,” kataya.
Konglomerasi media yang menyorot perhatian publik di Amerika Serikat lainnya adalah
kerajaan media News Corporation milik Ruperth Murdoch. Jaringan bisnis media dari News
Corporation ini membentang dari Amerika, Australia, Inggris, Eropa dan Asia. Jaringan bisnis
medianya meliputi media cetak, televisi dan internet.
No Negara Media dalam Jaringan News Corporation
1 Australia Fox Studio Australia, Fox Sport Australia, Foxtel, Harper Collins Australia,
Big League, Daily Telegraph, Gold Coast Bulletin, Hearl Sun, Alpha,
Donna Hay, Inside Out, Sunday Hearld Sun, Sunday Mail, Sunday
Tasmanian, Sunday Territorian, The Advertiser, The Australian, The
Courier-mail, The Sunday Times, Weekly Times, The Mercury, The
Sunday Telegraph, Sunday Times, The Sunday Mail, NT News,
Truelocal.com.au, News.com.au, Careerone.com.au, Foxsport.com.au
2 Inggris Bskyb, News International, The Times, The Sun, Shine Group, Harper
Collins UK, Time Literary Supplement, NDS
3 Amerika Serikat Fox News Channel, National Geographic Channel AS, The Wall Street
Journal, 20th Century Fox, Fox Searchilight Picture, Fox Broadcasting
Company, Harper Collins Publishers, New York Post, FX dsb
4 India Tata Sky, Harper Collins India
5 Hongkong Star TV
6 Kanada Harper Collins Canada
7 Italia Sky Italia
8 Jerman Sky Deutschland
9 Selendia Baru Harper Collins New Zealand
10 Papua Nugini Post-Courier
Tabel Kerajaan Bisnis Media Murdoch13.
13
Sumber: Media Indonesia, Selasa, 26 Juni 2011
Beberapa kerajaan bisnis media Murdoch juga merambah dunia internet. Jejaring media milik
Murdoch di internet antara lain: Americanidol.com, askmen, fox.com, foxsport.com, hulu.com,
mikround, News Digital Media, News Outdor, Scout, Spring Widgets dan Whatifsport. Selain itu
pada tahun 2005, News Corporation juga membeli saham MySpace14. Rupert Murdoch,
membeli MySpace pada 2005 seharga US$580 juta sekitar Rp 5,2 triliun15.
Di Amerika Serikat, menurut Ketua Yayasan Pantau16 Andreas Harsono dalam sebuah
wawancara melalui Skype dengan SatuDunia17, beberapa konglomerat media itu memiliki
saham di perusahaan telekomunikasi dan jasa internet. “Washington Post18 itu punya saham di
facebook, meskipun kecil,” ujarnya, “Donald Graham, CEO The Washington Post19, menjadi salah
satu investor facebook,” Raksasa di dunia internet, seperti google, lanjut Andreas Harsono, itu
memiliki kerjasama dengan New York Time20. “Tapi itu bukan kepemilikan saham,” lanjutnya.
Seperti ditulis oleh kompas.com21, The New York Times (dan juga Washington Post )
memiliki kerjasama dengan Google. Kedua media besar AS tersebut membuat proyek
eksperimen yang disebut Living Stories untuk menyajikan berita secara komprehensif
berdasarkan tema dan akan ter-update setiap ada berita lanjutan.
Konglomerasi Media di Indonesia
a. Perubahan konsumsi masyarakat terhadap media di Indonesia
Trend digital juga merambah ke Indonesia. “Saat ini sedang transisi dari analog ke digital,
ditandai dengan proses migrasi dari system analog dan digital yang menurut blue print
14
situs jejaring sosial terpopuler di Amerika pada 2006 15
http://daerah.tempo.co/hg/iptek/2011/01/12/brk,20110112-305665,id.html 16
Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan memperbarui jurnalisme di Indonesia 17
Wawancara via skype dilakukan 23 Juni 2011 18
The Washington Post Company (NYSE: WPO) is a diversified education and media company whose principal operations include educational services, newspaper print and online publishing, television broadcasting and cable television systems. http://www.washpostco.com/phoenix.zhtml?c=62487&p=irol-ourcompanyprofile 19
The Company also owns The Washington Post, Express and El Tiempo Latino; Post–Newsweek Stations (Detroit, Houston, Miami, Orlando, San Antonio and Jacksonville); Cable ONE, serving subscribers in midwestern, western and southern states; The Slate Group (Slate, TheRoot.com and Foreign Policy); The Gazette and Southern Maryland Newspapers; The Herald (Everett, WA); Avenue100 Media Solutions, an analytics-based performance marketing company; SocialCode, a full service Facebook advertising agency; and Trove, a personalized news aggregation service. 20
The New York Times Company, a leading media company with 2010 revenues of $2.4 billion, includes The New York Times, the International Herald Tribune, The Boston Globe, 15 other daily newspapers and more than 50 Web sites, including NYTimes.com, Boston.com and About.com. http://www.nytco.com/company/index.html 21
http://bola.kompas.com/read/2009/12/09/18482871/.The.New.York.Times.dan.Washington.Post.Merapat.ke.Google
pemerintah berakhir di tahun 2017,” ujar aktivis AJI22 Margiono di Jakarta pada Agustus 201123.
Setelah 2017 tidak ada lagi radio FM, TV UHF. Kita melihatnya TV Digital. Pada 2013 dilakukan
switch di kota-kota besar dahulu. Kalau planning tersebut berjalan, dua tahun lagi di Jakarta kita
tidak akan bisa lagi ndengar radio FM, nonton TV UHF, kita harus beli seatle box terlebih dahulu.
Trend baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap media di
negeri ini. Hasil Survei Media Index yang dilakukan oleh Nielsen Media Survei24, menunjukan
pembaca koran konvensional menurun sementara pengguna internet mengalami kenaikan.
Sementara penonton televisi relatif stabil di angka 94%.
Sumber riset Nilsen yang dikutip Kompas.com
Data itu juga dikuatkan oleh riset yahoo.com dan TNS mengenai trend pengguna
internet di Indonesia. Riset itu menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan yang signifikan dalam
pengaksesan berita online, 28% di tahun 2009 dibandingkan 37% di tahun 2010 sementara
penggunaan media cetak terus menurun25.
22
Aliansi Jurnalis Independen 23
Diskusi lingkar balajar Telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 24
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun 25
http://www.detikinet.com/read/2010/05/31/160759/1366831/398/media-online-mulai-memangsa-media-cetak
Survei Markplus Insight26, juga menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia
cenderung tidak lagi menjadikan media konvensional sebagai sumber informasi utama.
Menurut riset tersebut, internet sudah menjadi preferensi utama dalam mendapatkan informasi
dan hiburan selain TV. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya,
Internet lebih unggul di banding TV.
Temuan lain yang cukup menarik sekaligus mengkhawatirkan adalah penetrasi media cetak
seperti surat kabar, tabloid, dan majalah terlihat jauh di bawah media yang lain. Meski demikian
ada beberapa kota yang memiliki karakteristik yang berbeda. Di Surabaya surat kabar masih
populer, karena posisi Jawa Pos yang sangat kuat. Hal yang sama juga terjadi di Denpasar.
b. Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
Era konvergensi telematika yang mulai menjalar di Indonesia dimanfaatkan pula oleh
para konglomerat media untuk mengukuhkan bisnis medianya. Namun, sejarah konglomerasi
media di Indonesia sendiri, sejatinya telah dimulai sejak era Orde Baru.
Menurut aktivis AJI Margiyono, proses konvergensi di Indonesia dimulai dari
konglomerasi, “Dimana industri-industri media besar membeli/mencaplok media-media lain,”
ujarnya27, “Misal portal beritasatu.com milik Ulil dibeli Lippo, Detik.com dibeli kelompok Para,”.
Menurutnya, hal itu tidak ahanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di tingkat internasional,
“Sebagaimana Google dan Yahoo yang membeli situs-situs/kontak local,” tambahnya.
“Konglomerasi media, dalam arti cross section28, di Indonesia muncul sejak jaman
Soeharto dan semua terpusat di Jakarta,” ujar Andreas Harsono, “Di era Hindia Belanda dan
Soekarno memang ada media besar, tapi tidak cross section, pada waktu itu hanya koran saja,”
“Adapun aktornya, kebanyakan sama sejak Orde Baru,” katanya, “Namun ada aktor baru
dalam konglomerasi media ini setelah Orde Baru tumbang, yaitu Trans Corps”
Menurut Andreas Harsono, di luar internet, konglomerasi media yang terbesar adalah
MNC (Media Nusantara Citra). “Yang kedua, Kompas-Gramedia,” ujarnya, “Untuk konglomerasi
yang berbasiskan konvergensi telematika, saat ini yang paling besar adalah Group Bakrie,”.
26
http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html 27
Diskusi Lingkar Belajar Telematika (1), Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 28
Media cetak, radio, televisi dan internet
Menurutnya, konvergensi telematika akan semakin memperkuat konglomerasi media di
Indonesia. “Akan makin parah,” ungkapnya.
No Media
Group
Newspaper Magazine Radio
Station
Television
Station
Cyber Media Other Bussines
1 Kompas-
Gramedia
Group
Kompas,
The Jakarta
Post, Warta
Kota dan 11
surat kabar
lokal
37 Majalah dan
Tabloid, 5 book
publisher
Sonora
Radio dan
Otomotion
Radio
Kompas
TV29
Kompas.com,
Kompasiana.com30
Hotel,Printing,
House,
Promotion,
Agencies,
University
2 MNC
(Media
Nusantara
Citra)
Seputar
Indonesia
Genie,
Mom&Kiddy,
Realita,
Majalah Trust
Trijaya
FM,Radio
Dangdut
TPI, ARH
Global,
Women
Radio
RCTI, Global
TV, TPI
(MNC TV),
Indovision
(Televisi
Cable)
Okezone.com IT Bussines
3 Jawa Pos Jawa Pos,
Fajar, Riau
Pos, Rakyat
Merdeka,
dan 90 surat
kabar lokal
di berbagai
daerah
23 majalah
mingguan
Fajar FM di
Makassar
JTV di
Surabaya
dan 3
stasiun TV
lokal31
Travel Bureau,
Power House
4 Mugi Reka
Aditama
(MRA)
Cosmopolitan,
Harper’s
Bazaar,Esquire,
FHM, Good
House Keeping
dan 10 majalah
lainnya
Hard Rock
FM32
, MTV
Sky33
O’Channel34
Holder of Saveral
International
Boutique
29
Saat tulisan ini dibuat Group Kompas sedang mempersiapkan kompasTV 30
Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media) 31
Batam, Pekanbaru, Makassar 32
Bandung, Jakarta, Bali dan Surabaya 33
Jakarta dan Bandung 34
Has been taken over SCTV
(kebanyakan
franchise)
5 Bali Post Bali post,
Suluh
Indonesia
dan 2 koran
lainnya
Tabloid Tokoh Bali TV dan
8 TV lokal
lainnya
Balipost, bisnis bali
6 Mahaka
Media
Harian
Republika
Golf Digest,
Arena, Parents
Indonesia, A+
Radio Jak
FM
JakTV, TV
One35
Entertaiment.
Outdoor
Advertisment
7 Femina
Group
Femina, Gadis,
Ayah Bunda,
Dewi dan 10
majalah lainnya
Radio U FM Production House
8 Bakrie
Group
AnTV, TV
One
Vivanews.com Property, minning,
palm oil dan
telekomunikasi
9 Lippo
Group36
Jakarta
Globe,
Investor
Daily, Suara
Pembaruan
Majalah
Investor, Globe
Asia, Campus
Asia
Beritasatu.com Property,hospital,
Education,
insurance,
internet service
provider
10 Trans Corp TransTV,
Trans7
Detik.com37
11 Media
Group38
Media
Indonesia,
Lampung
Post,
Borneo
News
MetroTv mediaindonesia.com
Sumber: diolah dari tabel konglomerasi media Ignatius Haryanto39
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu yang sulit
35
Bekerjasama dengan Group Bakrie 36
Berita Satu Media Holdings 37
Saat tulisan ini dibuat, masih dalam proses akusisi 38
http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Group 39
10 tahun Yayasan Tifa,”Semangat Masyarakat Terbuka”
dihindarkan,” ujar Don Bosco Salamun, dari Berita Satu Media Holdings40, saat menjadi
pembicara di konferensi media baru yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen
(AJI)41.
”Karena dengan penyatuan kepemilikan media itu dapat menjadikan operasional industri
media lebih efisien,” katanya, “Seorang wartawan misalnya, dapat membuat satu berita bukan
hanya untuk satu kanal namun juga beberapa kanal sekaligus”
Bahkan dalam seperti ditulis di salah satu portal42, Presiden Direktur PT Bakrie Telecom
Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology
(BakrieTMT2015) yang akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA
Group) dan teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015.
“Sebelum era konvergensi telematika di Indonesia ini, konglomerasi sudah terjadi,” ujar
Farid Gaban43, dalam wawancaranya dengan SatuDunia44, “Kemajuan teknologi
mempermudahkan lagi konglomerasi itu,”
Sementara menurut aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margiyono, konvergensi
telematika adalah istilah teknologi, sementara dalam konteks bisnis adalah konglomerasi.
“Secara teknologi terkonvergensi dan secara bisnis ya konglomerasi,” ujarnya dalam diskusi
lingkar belajar di Yayasan SatuDunia45.
Di tempat terpisah Ignatius Haryanto menyatakan bahwa yang paling pertama
diuntungkan dengan era konvergensi telematika ini adalah pengusaha media. “Karena itu
membuka peluang baru untuk menyebarkan konten-konten media melalui outlet-outlet yang
beragam,” ujarnya, “Kuntungan dari konvergensi telematika ini paling cepat dimanfaatkan oleh
pengusaha-pengusaha media. Nah, pertanyaannya kemudian adalah publik akan mendapatkan
apa dengan konvergensi telematika ini?”
Konglomerasi media dengan memanfaatkan konvergensi telematika di Indonesia
40
Berita Satu Media Holdings is an Indonesian media holding company that operates the Berita Satu TV, BeritaSatu.com, Jakarta Globe, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Investor Daily, Majalah Investor and Suara Pembaruan. Berita Satu Media Holdings are a multiplatform media company, focusing in broadcast, print, digital, online, social media, mobile, and events. http://www.linkedin.com/company/berita-satu-media-holdings. 41
Konferensi “Media Baru: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, Hotel Nikko Jakarta, 7 Juli 2011 42
http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867 43
Mantan wartawan Harian Republika dan Majalah TEMPO, kini aktif di Kantor Berita Pena Indonesia dan juga menjadi pengajar pelatihan jurnalistik dan menulis bagi wartawan dan aktifis NGOs. 44
Wawancara dengan Farid Gaban di Jakarta, Selasa, 5 Juli 2011 45
Diskusi lingkar belajar telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011
semakin nampak dari upaya Trans Corps membeli situs portal popular, detik.com. Dari sisi bisnis
pembelian detik.com memang sangat menguntungkan. Bagaimana tidak, menurut situs
alexa.com46, per 26 Juli 2011, detik.com masuk 10 besar situs paling popular di Indonesia. Tak
heran kue iklan pun banyak mengalir ke situs detik.com.
Menurut Nukman Lutfie, seperti ditulis portal TEMPO47, detik.com adalah media daring
nomor satu dalam perolehan iklan. “Tahun 2011 ini mereka meraup Rp 100 miliar dari iklan.
"Media detik.com nomor satu diikuti kompas.com." ujarnya.
c. Dampak Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
c.1. Hegomoni Wacana Publik
Mungkin benar bahwa konglomerasi media di era konvergensi telematika ini akan
menguntungkan dari segi bisnis. Dari sisi pendapatan iklan dan juga efisiensi kerja para
jurnalisnya. Namun konglomerasi media bukan sekedar urusan bisnis. Konglomerasi media
mendorong munculnya hegomoni48 wacana di publik.
“Dengan konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, akhirnya informasi akan
dikuasai oleh segelintir orang saja,” ujar Andras Harsono, “Opini publik di Indonesia ya hanya
dikuasai beberapa perusahaan media besar itu,”
Televisi yang dimiliki oleh jaringan konglomerasi media misalnya, memiliki potensi
pemirsa yang besar di Indonesia. Dengan besarnya pemirsa tersebut, menimbulkan
kecenderungan hegomoni wacana. Kecenderungan itu bertambah besar bila kemudian
konglomerasi media itu juga merambah dunia online.
46
http://www.alexa.com/topsites/countries/ID 47
http://portal.tempo.co/hg/bisnis/2011/07/01/brk,20110701-344177,id.html 48
Pengertian dari hegomoni itu sendiri adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan tersebut diterima sebagai sesuatu yang wajar. http://satuportal.net/content/menyoal-konglomerasi-media-baru
Nama Stasiun TV Transmission
Site
Potential
Viewer
(juta)
RCTI49 49 115,7
SCTV 47 117,8
ANTV50 23 87,4
TPI51 28 90,6
Indosiar 40 113,5
Global TV52 20 108,8
Trans TV53 30 100,7
Trans 754 27 92,8
TV One55 26 108,8
Metro TV56 52 97,8
Potensi Pemrisa Televisi, sumber presentasi Satriyo Dharmanto57
“Jika konvergensi telematika ini kemudian mendorong monopoli kepemilikan media dari
berbagai kanal58, maka itu akan dapat mempengaruhi opini publik yang luar biasa,” ujar Farid
Gaban, “Dan opini publik ini kan berpengaruh pada pembuatan kebijakan publik,”
Farid Gaban mencontohkan persoalan pembangunan jalan tol misalnya. “Pilihan
membangun jalan tol atau rel kereta api, itu kan public policy,” ujarnya, “Bisa dibayangkan bila
wacana publik mengenai hal itu dikuasai oleh konglomerat media yang juga berkepentingan
atau memiliki bisnis infrastruktur,”
“Group Bakrie misalnya, selain menguasai media59, mereka juga punya bisnis jalan tol,
49
Group MNC 50
Group Bakrie 51
Group MNC 52
Group MNC 53
Group Trans Corps 54
Group Trans Corps 55
Group Bakrie 56
Group Media Indonesia, Surya Paloh 57
Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010 58
Cetak, televisi, radio, online 59
Group Bakrie memiliki TV One, An TV dan vivanews.com
properti dan tambang,” kata Farid Gaban, “Jika konglomerasi media di era konvergensi
telematika ini tidak diatur akan berbahaya sekali,”
c.2. Menurunnya Kualitas Jurnalistik
Selain itu di era konvergensi telematika ini memungkinkan seorang wartawan
menuliskan berita bukan hanya untuk satu kanal informasi saja, tapi berbagai kanal sekaligus.
Misalnya, seorang wartawan dapat menulis berita untuk ditampilkan di media cetak,
ditayangkan di running text televisi, disiarkan di radio dan diupload (unggah) di media online.
“Meskipun itu menurut kaidah bisnis dapat lebih efisien, namun menurut saya harus
dibatasi,” ujar Farid Gaban, “Ini akan berpengaruh pada kualitas jurnalistik, wartawan menjadi
kekurangan waktu untuk menambah bahan bacaan, akibatnya berita yang dihasilkannya pun
tidak lagi kritis,”
Selain itu, menurut Farid Gaban, posisi wartawan akan semakin lemah. “Dengan
membebani wartawan untuk menulis berita di berbagai kanal sekaligus, keuntungan pemilik
modal di media semakin berlipat-lipat sementara penghasilan wartawan sendiri tidak jauh
berubah,” katanya, “Ini juga akan berpengaruh pada kualitas karya jurnalistik,”
Bahaya yang lain dari integrasi media cetak, televisi, radio dan online, lanjut Farid Gaban,
media massa cenderung memuaskan yang online atau yang cepat. “Sehingga orang lebih
memperhatikan berita yang cepat dibanding berita yang berkualitas,” jelasnya, “Jika tidak ada
pengaturan-pengaturan terkait hal ini maka, jurnalistik akan semakin hancur, kesejahteraan
wartawan makin turun dan karya jurnalistik pun makin tak berkualitas,”
“Saya tidak tahu pasti, apakah serangkaian dampak buruk dari konglomerasi media di era
konvergensi telematika ini disadari oleh kawan-kawan wartawan,” ujar Farid Gaban, “Tapi
menurut saya agak sulit bila wartawan akan kritis terhadap lembaganya sendiri,”
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika ini posisi wartawan semakin lemah
dan posisi pemilik modal semakin kuat, sehingga mereka akan sulit bila harus mengkritisi
kebijakan lembaganya sendiri dalam menyajikan berita,” katanya, “Berita terorisme di TV One
atau kasus Lapindo60 di Group Media Bakrie61misalnya, adakah wartawannya kemudian
60
Kasus Lapindo adalah kasus munculnya semburan lumpur di Sidoarjo. Sebagian pakar pemboran di dunia dalam konferensi
mengkritisi cara media itu menyajikan berita?
d. Perlawanan Publik Terhadap Hegomoni Wacana di Era Konvergensi Telematika
Di era konvergensi telematika ini, selain dapat memberikan peluang semakin kuatnya
konglomerasi media, juga memberikan peluang bagi publik untuk mengimbangi, bahkan juga
melawan wacana yang dikeluarkan oleh media massa arus utama.
Kita, pengguna internet, dapat menulis ketidakpuasan kita terhadap pemberitaan
sebuah media mainstream di blog, milis, web 2.062, twitter atau facebook. “Publik
memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi wacana dari konglomerasi
media mainstream, terutama dengan hadirnya internet yang memberikan ruang baru bagi
publik untuk berekspresi,” ujar Andreas Harsono, “Tetapi kecil sekali,”
“Melawan konglomerat media sekarang ini tidaklah gampang,” ujarnya, “Mayoritas
konten yang ada di internet63, dibuat oleh media konglomerasi itu,” Selama publik, termasuk
jurnalis warga, lanjut Andreas Hartanto, tidak membuat konten sendiri, akan sulit untuk
menandingi hegomoni wacana dari media konglomerasi.
Menurut laporan Saling-Silang tahun 201164, sebanyak 22% link media massa muncul di
twitter. Adapun komposisinya adalah sebagai berikut.
internasional di cape town, Afrika Selatan, menyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo terkait dengan aktivitas pemboran (http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Geolog-Internasional-Pengeboran-Penyebab-Lumpur-Lapindo-2750.html). Lapindo sebagai anak perusahaan Group Bakrie dikaitkan dengan peristiwa itu. Selain memiliki usaha tambang, group Bakrie juga memiliki media massa (dua televisi dan satu portal berita). 61
TV One, AnTV dan vivanews.com 62
Website yang memungkinkan pengguna internet mengupload sendiri tulisannya, seperti www.politikana.com, www.kompasiana.com, www.suarakomunitas.net, www.satuportal.net 63
Twitter, facebook 64
Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011
Link media yang sering muncul di twitter
“Sesekali perlawanan publik terhadap dominasi wacana media konglomerasi ini bisa
berhasil,” ujar Andreas Harsono, “Kasus penyerangan Jama’ah Ahmadiyah di Cikusik misalnya,”
Video tragedi Cikesik di youtube misalnya, itu hanya bisa mendominasi pemberitaan di
media besar dalam beberapa minggu saja. “Tapi setelah itu berjalan seperti biasanya,” ujarnya,
“Dan akan lebih sulit lagi bila kasusnya menyangkut kepentingan Group media konglomerasi,
kasus Lapindo misalnya,”
Kasus Lapindo menjadi salah satu hal yang dapat dijadikan contoh bagaimana publik
melakukan perlawanan terhadap wacana yang disajikan oleh media-media dalam kelompok
Group Bakrie. TV One menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur
Lapindo65. Bahkan TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr. Sergey Kadurin
yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan
pengeboran66. Sementara pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat
pengeboran tidak diwawancarai.
Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Group Bakrie itu juga menyebut
semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan
65
Penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan akibat pengeboran. 66
http://www.youtube.com/watch?v=F9H1X8cMaoE
pendapat Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi
bukan akibat kesalahan pengeboran67. Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan bahwa
semburan lumpur akibat pengeboran tidak dimintai pendapat.
Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Group Bakrie itu juga
menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat yang
hampir bersamaan pula portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia yang
menyatakan semburan lumpur bukan akibat pengeboran68. Liputan khusus terhadap pakar
Rusia juga ditampilkan secara audio-visual di portal vivanews.com69.
Tapi publik tidak tinggal diam. Terkait wawancara khusus kelompok media Bakrie
terhadap Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi
bukan akibat kesalahan pemboran, diimbangi oleh www.korbanlumpur.info70 dengan
menuliskan pendapat pakar perminyakan Mark Tingay dari Australian School of Petroleum,
Universitas Adelaide, Australia71. Menurut Mark Tingay, semburan lumpur di Sidoarjo, 90%
akibat aktivitas pemboran bukan bencana alam72.
Web korban korban lumpur sendiri adalah sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk
melawan wacana dari media mainstream dalam kasus Lapindo. Web korban lumpur juga
mendistribusikan kontennya melalui media sosial, facebook dan twitter. Kampanye untuk
melawan wacana media mainstream dalam kasus Lapindo juga dilakukan melalui jejaring sosial
facebook.
67
http://www.youtube.com/watch?v=vLlvU9pcVZU 68
http://nasional.vivanews.com/news/read/180457-lumpur-sidoarjo-bukan-karena-pengeboran 69
http://video.vivanews.com/read/11227-wawancara-dengan-pakar-geologi-rusia-tentang-penyebab-lumpur-sidoarjo 70
Situs ini (www.korbanlumpur.info) dikelola oleh Kanal News Room, dapur berita dan data yang lahir atas inisiatif aliansi masyarakat sipil untuk korban Lapindo pada pertemuan Ciputat 12-13 Juli 2008. Kanal hingga kini melahirkan tiga bentuk media, yakni website www.korbanlumpur.info, buletin Kanal dan Kanal Radio. Kanal menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur Lapindo dengan menitikberatkan pada komitmen memperjuangkan hak-hak korban. 71
http://korbanlumpur.info/berita/lingkungan/705-pakar-bantah-ilmuwan-rusia-90-persen-yakin-semburan-lapindo-akibat-pemboran-.html 72
“Menurut pendapat saya, berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang sudah saya lakukan, gempa tidak bisa memicu semburan lumpur Lapindo. Dan kita 90 persen yakin, bahkan kolega-kolega saya 99 persen yakin, semburan ini terkait dengan kecerobohan pemboran,” ujar Tingay.
Gerakan kampanye kasus Lapindo di media sosial
Channel Jumlah anggota/follower Keterangan
Fanpage facebook73 878 (per 19 Juli 2011)
Friend of Lapindo Victim,
Group in Facebook74
3404 (per 19 Juli 2011)
Twitter @korbanlapindo75 452 (27 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 76
17,238 ( Per Juni 2011)
Tingkat keterbacaan atau paparan media yang dijadikan tempat untuk melawan
dominasi wacana dalam kasus Lapindo sangat sedikit dibandingkan dengan keterbacaan atau
paparan dari media konglomerasi Group Bakrie.
NO Channel Jumlah
pembaca/pemirsa
Ranking di
Alexa
Jumlah
anggota/follower
di media sosial
Gerakan kampanye publik untuk kasus Lapindo
1 Website korbanlumpur.info 6,167,065
(global),
140,328 (rank
in id), 40 (site
link in)
73
http://www.facebook.com/korbanlumpur.info?sk=wall 74
http://www.facebook.com/group.php?gid=26083340518 75
http://twitter.com/#!/korbanlapindo 76
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932
2 Fanpage facebook 878
3 Friend of Lapindo Victim,
Group in Facebook
3404
4 Twitter @korbanlapindo 452
5 Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan
17,238
Media Group Bakrie
1 Vivanews.com Peringkat ke-13
topsite
menurut alexa.
857 (global), 13
(rank in Id), 276
(site link in)
Twitter (@VIVAnews) 185,597
Vivanews.com di
facebook77
4,545
Vivanews.com di facebook
278
66,849
2 AnTV 87,4 juta
AnTV di twitter79 30,278
3 TV One 108,8
TV One di Twitter80 404,409
Dari tabel di atas terlihat bahwa secara kuantitas potensi publik yang terpapar kampanye
terkait kasus Lapindo dan media group Bakrie jauh dari berimbang.
77
http://www.facebook.com/#!/pages/VIVAnews-dot-COM/72076019043?sk=wall 78
http://www.facebook.com/#!/VIVAnewscom 79
@whatsonANTV 80
@tvOneNews
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana masa depan gerakan perlawanan publik dalam
melawan dominasi wacana oleh konglomerasi media di era konvergensi telematika ini?
Kebijakan Telematika dan Masa Depan Gerakan Perlawanan di Dunia Maya
a. UU ITE dan Pelemahan Perlawanan Publik
Prita Mulyasari. Sebuah nama yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah gerakan sosial di
internet. Prita Mulyasari adalah seorang perempuan yang menuliskan ketidakpuasannya
terhadap pelayanan sebuah rumah sakit Omni Internasional melalui email pribadinya ke rekan-
rekannya.
Akhirnya email pribadi tersebut sampai ke RS Omni Internasional. RS Omni Internasional
kemudian melakukan gugatan perdata dan melaporkan Prita Mulyasari secara pidana. Dalam
hukum pidana Prita Mulyasari dinilai telah melakukan pencemaran nama baik seperti yang
tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus itu kemudian mendorong para pengguna internet, blogger dan facebooker
menggalang dukungan untuk Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional. Gerakan
dukungan online itu kemudian berlanjut ke aktifitas offline. Hal itu terlihat dari berbagai
demonstrasi di persidangan Prita Mulyasari dan yang paling besar tentu saja adalah gerakan
koin keadilan untuk Prita.
Gencarnya dukungan di dunia maya terhadap Prita Mulyasari ini akhirnya mencuri
perhatian media massa mainstream untuk memberitakannya. Gerakan dukungan terhadap
Prita Mulyasari pun semakin besar sejak beritanya muncul di media massa mainstream
konvensional81. Menggemannya dukungan terhadap Prita Mulyasari pun membuat para
kandidat calon Presiden pada tahun 2009 memanfaatkan kasus ini sebagai salah satu isu dalam
kampanye mereka.
Besarnya dukungan terhadap gerakan di internet dalam kasus Prita Mulyasari ini
akhirnya dicoba diulangi dalam kasus-kasus lainnya. Meskipun tidak semuanya bisa mengulang
lagi keberhasilan gerakan itu. Gerakan di internet yang cukup berhasil dalam mengulang
gerakan dalam kasus Prita adalah dukungan terhadap Bibit-Candra dalam kasus Cicak Vs Buaya
81
Televisi, koran, tabloid, majalah, radio
(KPK)82.
Gerakan Sosial di Facebook Jumlah Pendukung Keterangan
Page Dukung:
Bebasmurnikan Prita dr
Tuntutan Bui83
19.339 (per 8 Juni 2011)
Causes; “Dukungan Bagi Ibu
Prita Mulyasari, Penulis
Surat Kelahuhan Melalui
Internet yang ditahan”84.
389.639
(per 8 Juni 2011)
Gerakan 1.000.000
Facebookers Dukung
Chandra Hamzah & Bibit
Samad Riyanto85
378,453 (per 19 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 86
17,238 ( Per Juni 2011)
Group Gerakan Rakyat
Dukung Pembebasan Nenek
Minah87
3669 (per 7 Juni 2011)
Selain gerakan sosial di facebook, muncul pula gerakan jurnlisme warga melalui website
82
Saat itu ada anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dinilai telah dikriminalkan oleh kepolisian. Pihak polisi diberi label buaya, sementara pihak KPK diberi label cicak 83
(http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476?ref=ts) 84
http://www.causes.com/causes/290597-dukungan-bagi-ibu-prita-mulyasari-penulis-surat-keluhan-melalui-internet-yang-
ditahan
85 http://www.facebook.com/pages/Gerakan-1000000-Facebookers-Dukung-Chandra-Hamzah-Bibit-Samad-
Riyanto/192945806132?ref=ts&sk=info 86
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932 87
http://www.facebook.com/group.php?gid=180415896573
UGC (User Generate Content)88. Hal itu misalnya dilakukan Akhmad Rovahan89. Pengajar di
sebuah madrasah di Buntet, Cirebon, itu menulis karut-marut pengucuran dana pendidikan
untuk tujuh sekolah di Kecamatan Astanajapura. Karyanya itu kemudian diunggah di Suara
Komunitas (www.suarakomunitas.net), salah satu portal tempat para pewarta warga berbagi
informasi, akhir tahun 2010.
Tulisannya mengalir sampai ke Jakarta. Petugas Badan Pemeriksa Keuangan mengecek
langsung, juga tim pemantau dari beberapa kampus. Kasus itu menjadi pembicaraan di tingkat
provinsi. "Orang pemerintah daerah sampai minta tulisannya dicabut," kata Akhmad.
Kejadian itu bukan satu-satunya. Seorang warga mengunggah tulisan tentang sekolah
yang siswanya belajar secara lesehan. "Dua hari kemudian, datang meja-kursi dari pemerintah,"
kata Akhmad. Ada juga cerita pengusutan kasus meninggalnya tenaga kerja asal Cirebon di Jawa
Tengah oleh pemerintah setelah beredarnya tulisan dari kerabat korban di situs media
komunitas.
Suara Komunitas (www.suarakomunitas.net) sendiri adalah website yang dikelola oleh
media-media komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengelolaannya difasilitasi oleh
sebuah NGOs Yogyakarta, COMBINE Resource Institution90.
Namun, nampaknya gerakan sosial di dunia maya kembali akan menemui kendala.
Kendala pertama adalah terkait dengan ancaman pencemaran nama baik di UU ITE. Dalam
kasus pidana91, Prita dikalahkan melalui putusan kasasi Mahkamah Agung. Dikalahkannya Prita
Mulyasari dalam kasus pidana melawan RS Omni menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial
di dunia maya.
Selain dalam kasus Prita Mulyasari, pasal karet pencemaran nama baik dan perbuatan
tidak menyenangkan92, telah mengancam beberapa warga yang mencoba melakukan kritik
sosial terhadap tokoh-tokoh yang kebetulan memiliki kekuasaan, baik secara politik maupun
ekonomi. Bambang Kisminarso misalnya, polisi sempat menahannya berserta anaknya M.
88
User Generte Conten (UGC) adalah website yang memungkinkan pengguna internet menulis dan mengupload sendiri connten di web tersebut 89
Majalah TEMPO, Edisi 2 Mei 2011. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/02/MD/mbm.20110502.MD136575.id.html 90
http://combine.or.id/suara-komunitas/ 91
http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/2026 92
Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik, pasal 28 UU ITE tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Naziri atas tuduhan telah menghina anak presiden dalam pelanggaran ketentuan pencemaran
nama baik melalui UU ITE.
Bambang mengajukan pengaduan kepada komisi pengawasan pemilu daerah bahwa para
pendukung putra presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membagi-bagikan
uang kepada para calon pemilih93.
Selain itu ada Yudi Latif, seorang intelektual publik yang pernah terancam terjerat pasal
karet UU ITE ini. Pada akhir tahun 2010 lalu, Yudi latif, dilaporkan ke polisi oleh para kader
Partai Golkar dengan tuduhan mencemarkan nama baik pimpinan partainya, Aburizal Bakrie.
Dalam laporan polisi bernomor TBL/498/XII/2010/Bareskrim itu, Yudi dilaporkan atas dugaan
pelanggaran Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (1)
dan (2) UU ITE94.
Sebelumnya pasal pencemaran nama baik selalu digunakan menjadi alat untuk
membungkam gerakan masyarkat sipil95.
1. Fifi Tanang, seorang penulis surat pembaca di sebuah surat kabar. Dituduh
mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi melalui tulisannya di kolom surat pembaca.
2. Alex Jhoni Polii, warga Minahasa, yang memperjuangkan kepemilikan tanahnya
melawan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Dituduh melakukan tindak pidana
pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
3. Dr. Rignolda Djamaluddin, ia dinilai telah mencemarkan nama baik perusahaan
tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) karena pernyataannya tentang
gejala penyakit Minamata yang ditemukan pada beberapa warga Buyat Pante.
4. Yani Sagaroa dan Salamuddin, kedua orang itu dituding telah mencemarkan
nama baik perusahaan karena pernyataanya bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)
harus bertanggung jawab atas penurunan kualitas kesehatan yang dialami masyarakat
Tongo Sejorong sejak perusahaan tersebut membuang limbah tailingnya ke Teluk
Senunu.
5. Usman Hamid (Koordiantor Kontras). Tuduhan: pencemaran nama baik.
93
Kritik Menuai Pidana, Human Right Watch, 2010. http://satuportal.net/system/files/indonesia0510indosumandrecs.pdf 94
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=11870 95
http://www.satudunia.net/lawan-kebangkitan-orde-baru-di-dunia-maya
6. Emerson Yuntho (Koordinator ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
7. Illian Deta Arta Sari (aktivis ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
8. Gatot (aktivis KSN). Tuduhan: pencemaran nama baik.
9. Suryani (aktivis LSM Glasnot Ponorogo). Tuduhan: pencemaran nama baik.
10. Dadang Iskandar (aktivis Gunung Kidul Corruption Watch). Tuduhan:
pencemaran nama baik.
11. Itce Julinar (Ketua SP Angkasapura). Tuduhan: pencemaran nama baik.
Kasus Prita Mulyasari yang akhirnya dikalahkan dalam putusan kasasi MA (UU ITE) dan
juga penggunaan pasal karet pencemaran nama baik dalam KUHAP untuk menjerat aktivis
menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial digital ke depannya. Warga masyarakat yang akan
melakukan kontrol sosialnya melalui internet akan selalu dibayangi pasal pencemaran nama
baik UU ITE.
b. RUU Konvergensi Telematika dan Pelemahan Perlawanan Publik
Saat laporan ini96 dibuat pemerintah sedang membahas Rancangan Undang Undang
(RUU) Konvergensi Telematika. RUU itu nantinya akan menggantikan UU 36/1999 tentang
telekomunikasi. Terkait dengan hal itulah RUU Konvergensi Telematika ini menjadi penting untuk
mendapatkan pengawalan dari masyarakat.
Dalam konteks liberalisasi telekomunikasi, RUU Konvergensi Telematika ini tidak jauh
beda dengan UU 36/1999. Dalam penjelasan draft RUU itu disebutkan bahwa Dalam penjelasan
RUU Konvergensi Telematika secara gamblang disebutkan, bahwa salah satu hal yang
melatarbelakangi munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau dorongan
untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai
hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin besar
melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan pasar
(open market)”.97
Menurut Margiyono ada sebuah paradigma regulasi di era konvergensi telamatika.
96
Juli 2011 97
http://www.satudunia.net/content/indepth-report-membaca-inisiatif-e-asean
Paradigma itu adalah98:
Sudah terjadi konvergensi teknologi, kemudian terjadi konvergensi media, dan
tantangannya ada konvergensi hukum, kemudian konvergensi badan regulasi
Karena selama ini di media ada beberapa badan yang bersentuhan dan bergesekan
sehingga terjadi pergesekan kewenangan, misalnya antara KPI dengan Dewan Press
sempat terjadi ketegangan ketika KPI memberikan sanksi kepada Metro TV yang
menanyangkan berita pagi tentang Satpol PP melakukan sweeping internet dan situs
pornonya tidak disamarkan, KPI memberian sangsi berita pagi tidak boleh tayang selama
5 hari. Dewan Press menganggap ini sebagai pembredelan. Belum lagi pergesekan
dengan pengatur frekuansi dengan BRTI.
Idenya adalah bagaimana membuat badan regulasi yang terkonvergensi
Pertanyaannya kemudian adalah, dari sisi masyarkat, apakah RUU ini akan mampu
memberikan payung hukum baru yang masyarakat untuk memperkuat perlawanan terhadap
dominasi wacana dari konglomerasi media yang telah terkonvergensi itu?
b.1. Pembagian Penyelenggara Telematika
Kendala pertama dari RUU ini muncul terkait dengan pembagian penyelenggara
telematika. "Persoalan pembagian penyelenggara telematika di RUU Konvergensi ini juga
menimbulkan pertanyaan," ujar Donny BU dalam wawancaranya dengan SatuDunia, di kantor
ICT Watch Jakarta99. Persoalan terkait dengan hal itu menurut Donny berasal dari Pasal 8 ayat 1
draft RUU Konvergensi Telematika.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika terdiri atas.
Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial dan Penyelenggaraan Telematika yang
bersifat non-komersial. Semua penyelenggaraan telematika menurut RUU Konvergensi
Telematika dianggap komersial, kecuali pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban
pelayanan universal, dinas khusus dan perseorangan.
98
http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 99
Wawancara dengan Donny BU, ICT Watch, 1 April 2011
Sedangkan menurut penjelasan pasal 8 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah
penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna
memperoleh keuntungan (profit oriented). Dan yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan
Telematika yang bersifat non-komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan
untuk keperluan sendiri atau keperluan publik tanpa dipungut biaya (non-profit oriented).
Pasal 13 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri berupa
perizinan individu atau perizinan kelas.
Selain itu dalam pasal 12 juga disebutkan bahwa setiap penyelenggara telematika wajib
membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase pendapatan
kotor (gross revenue).
Sementara itu menurut RUU Konvergensi Telematika penyelenggaraan Layanan Aplikasi
Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari aplikasi
pendukung kegiatan bisnis dan aplikasi penyebaran konten dan informasi.
"Nah pertanyaannya adalah bagaimana dengan Media Online, Situs jejaring komunitas
seperti suarakomunitas.net, penyelenggara radio streaming (IP-Based), penyedia forum diskusi
yang user generated content atau layanan darurat (emergency) seperti AirPutih/ JalinMerapi?"
tanya Donny BU.
Soal penyelenggaraan telematika ini juga pernah diutaran oleh aktivis koalisi Masyarakat
Informasi (Maksi) dan juga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margi Margiyono100. "Jadi yang bisa
membuat aplikasi itu hanya komersial," ujar Margiyono, "Lantas, kalau NGO membuat aplikasi
bagaimana? Bukankah web termasuk juga aplikasi,"
Dalam RUU Konvergensi Telematika itu disebutkan bahwa baik penyelenggara non
komersial dan komersial harus izin ke menteri. "Jadi kalau kita bikin portal/website harus izin ke
menteri dan bayar BHP /Biaya Hak Penggunaan," lanjutnya.
RUU Konvergensi Telematika ini, lanjut Margiyono, jelas berpotensi menghambat
gerakan sosial digital atau klik activism dan juga jurnalisme warga. "Bagaimana tidak, untuk
100
Diskusi di SatuDunia, “Revisi UU ITE dan RUU Konvergensi Telematika, Bagaimana Sikap Masyarakat Sipil”, 25 Oktober 2010
menjadi citizen jurnalis dan aktivis sosial digital harus mendapat izin, membayar BHP dan
melakukan USO," tambahnya, "UU Pers saja menyatakan bahwa pers tidak perlu ijin, lha kok
Citizen Jurnalist harus izin”
“Begitu pula pers, kecuali penyiaran, tak bayar BHP,” tambah Margiyono “Lha kok Citizen
jurnalist harus bayar BHP?”
Dampak buruk RUU Konvergensi Telematika bagi organisasi non pemerintah mulai
dikeluhkan oleh aktivis Combine Resource Institute. "Organisasi kami menggunakan alat dan
perangkat telematika untuk pemberdayaan masyarakat (kebutuhan non komersial)," ujar
Ranggoaini Jahja, aktivis Combine Resource Institute kepada SatuDunia101, "Sehingga jika
101
Wawancara dengan RANGGOAINI JAHJA (via email), COMBIMBINE Resource Institution, 4 April 2011
penerapan RUU ini akan membatasi ruang kami untuk melakukan kerja pemberdayaan,
sementara operator swasta memperlakukan jenis layanan kepada masyarkat secara sama maka
organisasi kami menolak RUU ini,"
b.2. Ketimpangan Akses Telematika
Ketimpangan akses telematika yang menjadi fakta di Indonesia menjadi persoalan serius
dalam konteks perlawanan warga terhadap wacana dominan konvergensi media konglomerasi.
Warga yang ada di luar Jawa, utamanya di sebagian kawasan Indonesia tengah dan Timur akan
kesulitan mengimbangi atau melawan dominasi wacana media konglomerasi melalui blog,
jurnalisme warga jika mereka tidak memiliki akses terhadap telematika.
Akibatnya, tentu saja apa yang dipublikasikan oleh media konglomerasi yang teleh
konvergen itu mendominasi wacana publik dan dianggap sebagai sebuah kebenaran tunggal.
Perlawanan warga di kawasan Indonesia tengah dan timur terhadap wacana dominan media
konglomerasi menjadi penting, utamanya menyangkut persoalan pengelolaan sumberdaya
alam. Mengingat kawasan itu sangat kaya dengan sumberdaya alam. Sementara di sisi lain,
sebagian konglemerat media selain memiliki bisnis media juga memiliki bisnis yang terkait
dengan sumber daya alam semisal, perkebunan sawit dan tambang.
“Jika konsep besarnya adalah hak warga negara (masyarakat luas), mengapa yang diatur
dalam RUU Konvergensi Telematika ini lebih kental soal hak konsumen/pengguna?” ujar Donny
BU, “Sementara hak warga negara, utamanya yang belum mendapat akses telematika, belum
atau tidak diatur,”
Terkait dengan hak warga itu pula, Donny BU mengaku sepakat dengan catatan yang
pernah dibuat oleh Yayasan SatuDunia terkait hak warga negara dalam RUU Konvergensi
Telematika ini. Dalam Brief Paper SatuDunia102 tentang RUU Konvergensi Telematika
menyebutkan telah terjadi pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen.
Menurut Brief Paper SatuDunia, meskipun berkali-kali disebutkan kata masyarakat dalam
RUU Konvergensi Telematika, namun di batang tubuh RUU ini justru tidak ada satu pasal pun
yang mengatur hak warga negara. Dalam salah satu pasal di RUU ini mengatur perlindungan
102
http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-konvergensi-telematika
konsumen tapi bukan warga negara.
Antara konsumen dan warga negara jelas sesuatu yang berbeda. Hak konsumen muncul
didasarkan atas hubungan transaksional dengan korporasi. Sementara hak warga negara
muncul didasarkan atas kontrak sosial yang dibuat antara negara dan warganya.
Dalam kontrak sosial itu, negara diberikan mandat untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak warganya. Termasuk hak warga atas pembangunan dalam hal ini termasuk
pembangunan telematika. Dalam pasal 38 RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan
bahwa pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telematika103 menjadi tanggung jawab
pemerintah.
Sayangnya di RUU Konvergensi Telematika itu tidak disebutkan mengenai hak warga
negara jika layanan universal gagal dipenuhi pemerintah. Apakah warga negara berhak
komplain atau bahkan mengajukan gugatan jika layanan universal telematika itu gagal
disediakan pemerintah? Tidak jelas, karena hak warga negara untuk komplain dan menggugat
itu tidak disebutkan dalam RUU.
Di sisi lain dalam RUU Konvergensi Telematika ini hanya mengatur perlindungan
mengenai hak konsumen atau pengguna telematika. Artinya, dalam RUU ini hak warga negara
telah direduksi menjadi hak konsumen. Hak warga negara untuk komplain bahkan menggugat
tidak ada payung hukumnya selama kita belum menjadi konsumen produk telematika. Hak
warga negara pelosok Indonesia untuk komplain dan menggugat akibat kegagalan pemerintah
menyediakan layanan universal telematika tidak mendapat perlindungan sama sekali dalam
RUU ini. Ini sangat sesuai dengan penjelasan umum RUU ini, bahwa “….paradigma telematika
dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang
dapat diperdagangkan….”
103
Kewajiban pelayanan universal telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika.
Daftar Pustaka a. http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi b. http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-konvergen/ c. http://www.internetworldstats.com/stats.htm d. http://www.prasetyapuspita.info/berita-113-sejarah-perkembangan-telematika-
di-indonesia.html e. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT
/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447277~pagePK:141132~piPK:141109~theSitePK:447244,00.html
f. Berita Resmi Statistik No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 g. INDONESIAN ICT-2009 FACTS & FIGURES h. http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-
di-indonesia.html i. Indepth Report SatuDunia, “Revolusi Digital Samadengan Revolusi Hijau?”
http://www.satudunia.net/system/files/Indepth%20Report-Revolusi%20Digital%20sama%20dengan%20Revolusi%20Hijau%20%3F_SD.pdf
j. http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/Miskin_2011.pdf k. GATS: Liberalisasi Kehidupan, Lutfiyah Yamnin dan Yanuar Nugroho, Institute
Global of Justice, 2008 l. Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam
Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. m. Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak Biru
Kebijakan Telekomunikasi Indonesia. n. Undang Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. o. Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika”, Kementerian Telekomunikasi dan
Informatika Republik Indonesia, tahun 2010. p. Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011.
http://www.slideshare.net/salingsilang/snapshot-of-indonesia-social-media-users-saling-silang-report-feb-2011.
q. Terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/
r. https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/
s. KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya.
t. http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867
u. Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010