in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil...

21

Transcript of in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil...

Page 1: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI
Page 2: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E) P

rog

ram

me

DAFTAR NEGATIF INVESTASI

DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PERKEMBANGAN INVESTASI

DI INDONESIA

POLICY PAPER 20, Agustus 2013

Daftar Isi

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Team i

Pendahuluan 1

Pengertian Penanaman Modal 1

Gambaran Umum DNI dan Penanaman Modal 3

Dampak Penanaman Modal dan DNIterhadap Output Industri 14

Saran dan Rekomendasi 15

Daftar Pustaka 17○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Page 3: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

i

Steering Commitee

1. Hariyadi B. Sukamdani

2. Emirsyah Satar

3. Maxi Gunawan

4. Rahardjo Jamtomo

Active Team

1. Didik J. Rachbini - Executive Director

2. Tulus Tambunan - Senior Economist and Project Team Leader

3. Rasidin Sitepu - Junior Economist

4. M. Hakim - Legal Councel

5. Yohanna M.L Gultom - Social Scientist

6. Aslim Nurhasan - PR Professional/Expert

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E) P

rog

ram

me Team

Penulis :

Rasidin Sitepu

Tulisan ini merupakan hasil pemikiran Tim Advokasi Program ACTIVE.Pertanyaan yang berkaitan dengan tulisan ini dapat diajukan kepada Tim ACTIVE Kadin Indonesiadi [email protected]

Page 4: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

1

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

1. Pendahuluan

Komponen dari PDB nasional di lihat dari

sisi pengeluaran adalah konsumsi, investasi,

pengeluaran pemerintah dan net export. Artinya

bahwa investasi merupakan salah satu

komponen pertumbuhanan ekonomi. Konsumsi

dan investasi merupakan dua aktivitas yang

berhubungan erat. Penundaan konsumsi

sekarang dapat diartikan sebagai investasi untuk

konsumsi masa yang akan datang. Walaupun

pengorbanan konsumsi masa sekarang dapat

diartikan sebagai konsumsi untuk investasi

untuk masa yang akan datang, namun pengertian

investasi yang luas membutuhkan kesempatan

produksi yang efisien untuk mengubah satu unit

konsumsi yang ditunda untuk dihasilkan

menjadi lebih dari satu unit konsumsi

mendatang.

Lahirnya UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal, diharapkan akan dapat

meningkatkan jumlah investasi yang

ditanamkan oleh para investor khususnya

investor asing di Indonesia. Karena selain

memberikan kemudahan-kemudahan, serta

fasilitas. UU-PM ini juga menjamin adanya

perlakuan yang sama antara investor asing dan

domestik sebagai prinsip dasar dalam

penyusunan kebijakan penanaman modal di

Indonesia dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional. Salah satu bentuk

kebijakan pemerintah dalam menjaga

kepentingan Nasional adalah diterbitkannya

Perpres Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha

yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang

Penanaman Modal atau yang lebih dikenal

dengan Daftar Negatif Investasi (DNI).

Dalam kegiatan penanaman modal di

Indonesia dapat disebutkan bahwa Daftar

Negatif Investasi (DNI) merupakan acuan

pertama kali dan terpenting bagi calon investor,

baik investor asing maupun investor domestik

sebelum melakukan penanaman modal, karena

Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu

daftar yang mengatur mengenai bidang-

bidang usaha apa saja yang terbuka untuk

penanaman modal dan bidang-bidang usaha

apa saja yang tertutup bagi penanaman modal.

Kompleksnya hubungan antara kebijakan

Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam kegiatan

penanaman modal di Indonesia, maka tulisan

ini mencoba menelaah Tinjauan Kebijakan

Daftar Negatif Investasi dalam Kegiatan

Penanaman Modal di Indonesia dan

bagaimana dampak DNI terhadap kinerja

penanaman modal dan output industri

manufaktur di Indonesia.

2. Pengertian Penanaman Modal

Penanaman modal pada suatu perusahaan

dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan

investment, dimana dalam perkembangannya

kita sering menyebutnya dengan istilah

investasi. Investasi merupakan salah satu

akselerator dalam perekonomian suatu negara

karena besar kecilnya suatu investasi akan

terkait dengan aktifitas atau variabel ekonomi

lain seperti tingkat kesempatan kerja, laju

pertumbuhan dan pendapatan suatu negara.

Peningkatan investasi akan mampu

mendorong laju pertumbuhan ekonomi

menjadi lebih cepat sehingga pendapatan

nasional yang tinggi dapat dicapai. Investasi

dapat diartikan sebagai suatu aktifitas atau

kegiatan yang diharapkan pada masa akan

datang akan memberikan return yang lebih

besar (Romer, 1996).

Investasi dapat dibagi dua bagian

berdasarkan pelakunya yaitu (1) autonomous

invesment yang biasanya dilakukan

pemerintah karena membutuhkan dana besar

dan lebih berorientasi pada peningkatan

pelayanan masyarakat meskipun kadang-

kadang aspek profit juga dipertimbangkan, dan

(2) Induced Invesment (investasi dorongan)

yang biasanya dilakukan oleh swasta baik

Page 5: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

2

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

individu maupun perusahaan dan biasanya

lebih memperhatikan aspek profit yang akan

dicapai.

Investasi dalam pendapatan nasional

(GNP) merupakan salah satu variabel penentu

disamping Konsumsi (C), Pengeluaran

Pemerintah (G) dan Ekspor-Impor (X).

Pengeluaran untuk investasi dalam perhitungan

pendapatan nasional merupakan total belanja

sektor swasta untuk barang-barang kapital atau

yang lebih dikenal dengan Investasi Swasta

(Private Invesment). Investasi swasta di

Indonesia sebagaimana negara lain dapat

berasal dari negara lain (Foreig Investment) yang

lebih dikenal dengan Penanaman Modal Asing

(PMA) dan investasi dari dalam negeri (Domestic

Investment) atau yang lebih dikenal dengan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Melihat pentingnya investasi swasta ini maka

pemerintah membentuk suatu badan khusus

yang mengatur kegiatan investasi di Indonesia

yang disebut dengan Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) dengan tugas tidak

hanya mengontrol tetapi juga melakukan

promosi investasi dan mengeluarkan izin

investasi.

Penanaman modal dalam Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal adalah segala bentuk

kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

modal dalam negeri maupun penanam modal

asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara

Republik Indonesia, definisi ini juga senada

dalam Pasal 1 Peraturan Presiden No 76 Tahun

2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan

Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan

Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan

Di Bidang Penanaman Modal.

Modal dalam negeri adalah modal yang

dimiliki oleh Negara Republik Indonesia,

perseorangan warga negara Indonesia, atau

badan usaha yang berbentuk badan hukum atau

tidak berbadan hukum (Pasal 1 Ayat (9)

Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 tentang

kriteria dan persyaratan penyusunan bidang

usaha yang tertutup dan terbuka dengan

persyaratan di bidang penanaman modal).

Berbeda dengan pengertian diatas, dalam

Pasal 1 Ayat (2) UU Penanaman Modal

memberikan pengertiannya sendiri bahwa:

“penanaman modal dalam negeri adalah

kegiatan menanam modal untuk melakukan

usaha di wilayah Negara Republik Indonesia

yang dilakukan oleh penanam modal dalam

negeri dengan menggunakan modal dalam

negeri”. Penanaman modal asing juda dapat

didefinisikan sebagai kegiatan menanam

modal untuk melakukan usaha di wilayah

negara republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal asing, baik yang menggunakan

modal asing sepenuhnya maupun yang

berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri (Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

Umumnya setiap Negara membutuhkan

modal pembangunan nasional melalui

penanaman modal, sehingga kehadiran para

investor tidak mungkin dihindari.

Permasalahannya kehadiran investor sangat

dipengaruhi kondisi internal negara, seperti

stabilitas ekonomi, politik negara, dan

penegakan hukum. Untuk memenuhi harapan

tersebut, pemerintah dan masyarakat dituntut

menciptakan iklim yang kondusif untuk

investasi bagi pertumbuhan perindustrian

nasional Indonesia.

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah

antara lain adalah dengan mengeluarkan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal dan kebijaksanaan

pemerintah yang pada dasarnya tidak akan

merugikan kepentingan nasional dan

kepentingan investor. Tujuan penyelenggaraan

penanaman modal sebagaimana ditetapkan

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25

tahun 2007, antara lain (1) meningkatkan

Page 6: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

3

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

pertumbuhan ekonomi nasional; (2)

menciptakan lapangan kerja; (3) meningkatkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan; (4)

meningkatkan kemampuan daya saing dunia

usaha nasional; (5) meningkatkan kapasitas dan

kemampuan teknologi nasional; (6) mendorong

pengembangan ekonomi kerakyatan; (7)

mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi

riil dengan menggunakan dana dari dalam negeri

maupun dari luar negeri; dan (8) meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

3. Gambaran Umum DNI danPenanaman Modal

3.1. Perkembangan Daftar Negatif Investasi

(DNI)

Sebelum memutuskan untuk melakukan

investasi atau penanaman modal di suatu

negara, biasanya para investor akan

memperhatikan beberapa hal guna

meminimalisasi resiko dalam berinvestasi. Salah

satunya adalah melalui transparansi, yaitu

kejelasan mengenai peraturan perundang-

undangan, prosedur administrasi yang berlaku

serta kebijakan investasi di negara penerima

modal (host country). Tujuan transparansi atau

keterbukaan adalah membuka ketertutupan

informasi, agar tidak menimbulkan

ketidakpastian bagi investor. Ketidakpastian

dapat mengakibatkan investor sulit untuk

mengambil keputusan untuk berinvestasi.

Sebagai wujud pelaksanaan prinsip keterbukaan

(transparansi) yang tersebut dalam Pasal 3 ayat

(1) huruf (b) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007,

pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif

Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan

Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang

ditetapkan pada tanggal 25 Mei 2010. Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2010 menggantikan

Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 dan

Perpres No 111 Tahun 2007 yang telah dinyatakan

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak

berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2010.

Daftar Negatif Investasi (DNI) yang ada

sekarang dahulu disebut Daftar Skala Prioritas

(DSP), Daftar Negatif Investasi (DNI)

merupakan hasil perubahan Daftar Skala

Prioritas (DSP) yang dilakukan dalam rangka

penyederhanaan. Daftar Skala Prioritas

Bidang-bidang Usaha Penanaman Modal,

terdiri dari:

1. Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha

Penanaman Modal Asing

2. Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha

Penanaman Modal Dalam Negeri;

3. Daftar Bidang Usaha di luar Undang-

undang Penanaman Modal Asing dan

Undang-undang Penanaman Modal Dalam

Negeri

4. Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup.

Pada tahun 1998, Daftar Negatif Investasi

(DNI) diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun

1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998,

kemudian kedua peraturan tersebut diubah

dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000,

Keppres Nomor 96 Tahun 2000 kemudian

diubah lagi dengan Keppres Nomor 118 Tahun

2000. Dan pada tahun 2007 Daftar Negatif

Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha

yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang

Penanamaan Modal (Perpres No. 77 Tahun

2007) dan Peraturan Presiden Nomor 111

Tahun 2007 tentang Perubahan Daftar Bidang

Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan (Perpres No. 111

Tahun 2007). Dan pada saat ini Daftar Negatif

Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2010.

Berkaitan dengan pengaturan DNI,

pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan

pengaturan mengenai kriteria dan persyaratan

Page 7: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

4

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

bidang usaha yakni Perpres No 76 Tahun 2007

tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha

yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang

Penanaman Modal (Perpres Nomor 76 Tahun

2007), dan pada saat ini DNI diatur dalam

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010.

Pada pasal 3 Peraturan Presiden No 76

Tahun 2007, Penentuan kriteria dan

persyaratan penyusunan bidang usaha yang

tertutup dan bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan (DNI) bertujuan untuk:

1. meletakkan landasan hukum yang pasti

bagi penyusunan peraturan yang terkait

dengan penanaman modal;

2. menjamin transparansi dalam proses

penyusunan daftar bidang usaha yang

tertutup dan bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan;

3. memberikan pedoman dalam menyusun

dan menetapkan bidang usaha tertutup

dan bidang usaha yang terbuka dengan

persyaratan;

4. memberikan pedoman dalam melakukan

pengkajian ulang atas daftar bidang usaha

yang tertutup dan bidang usaha yang

terbuka dengan persyratan, dan

5. memberikan pedoman apabila terjadi

perbedaan penafsiran atas daftar bidang

usaha yang tertutup dan bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan

Tabel 1.

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal

Sumber: Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007

No Sektor Bidang Usaha KBLI

1 Kebudayaan & Pariwisata Perjudian/Kasino 92429

Peninggalan Sejarah danPurbakala (candi, keraton,prasasti, petilasan,

bangunankuno,temuan bawah laut, dsb) 92323

Museum 92321

Pemukiman/Lingkungan Adat 92323

Monumen 92324

Obyek Ziarah( Tempat peribadatan, petilasan, makam dsb) 92439

2 Kehutanan Pemanfaatan (pengambilan) Koral Alam 01501

3 Kelautan dan Perikanan Penangkapan Spesies Ikan dalam Appendix 1 CITES 05011

4 Komunikasi dan Informatika Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum

Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 64223

Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi 92131

5 Perhubungan Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal 63310

Pemasangan dan Pemeliharaan Perlengkapan Jalan 45326

Penyelengaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 63390

Penyelengaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 63390

Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 63390

Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 63321

Vessel Traffic Information System (VTIS) 63321

63322

63223

Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS) Provider 63330

6 Perindustrian Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan

24212

24119

Industri Bahan Kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia 24119

Industri Minuman Mengandung Alkohol 15510

15520

15530

Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Bahan Mengandung Merkuri 24111

Industri Siklamat Dan Sakarin 24119

Industri Logam Dasar Bukan Besi (Timah Hitam) 27201

7 Pertanian Budidaya Ganja 01119

Page 8: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

5

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Lebih lanjut di Pasal 5 Perpres No 76 Tahun

2007 menjelaskan bahwa Penentuan bidang

usaha yang tertutup dan bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan menggunakan

prinsip-prinsip dasar sebagai berikut (1)

Penyederhanaan (2) Kepatuhan terhadap

perjanjian atau komitmen internasional, (3)

Transparansi, (4) Kepastian hukum, dan (5)

Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar

tunggal.

Dalam perpres No 77 Tahun 2007, terdapat

7 sektor yang tertutup untuk penanaman modal

yaitu sektor (1) Kebudayaan & Pariwisata, (2)

Kehutanan, (3) Kelautan dan Perikanan, (4)

Komunikasi dan Informatika, (5) Perhubungan,

(6) Perindustrian, dan (7) Pertanian, (secara

lengkap di Tabel 1).

Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang

Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang

Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang

Penanaman Modal, pada Pasal (1) menjelaskan

bahwa Bidang usaha yang tertutup merupakan

bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan

sebagai kegiatan penanaman modal (Lihat Tabel

1).

Perpres No 77 Tahun 2007 di setuaikan

kembali dengan dikeluarkannya Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup

Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan

Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Daftar

Bidang Usaha Yang Tertutup yang tertuang dalam

Perpres No 36 Tahun 2010 ditampilkan pada

Tabel 2.

Tabel 2.

Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal

No Sektor Bidang Usaha KBLI

1 Pertanian Budidaya Ganja 01289

2 Kehutanan 1. Penangkapan Spesies Ikan Yang Tercantum dalam Appendix I CITES

2. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan

bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau

koral mati (recent death coral) dari alam.

01701

03119

03119

3 Perindustrian 1. Industri Minuman Mengandung Alkohol (Minuman Keras, Anggur, dan

Minuman Mengandung Malt)

11010

11020

11030

2. Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri 20111

3. Industri Bahan Kimia Yang Dapat Merusak Lingkungan, seperti:

• Halon dan lainnya 20114

• Penta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT),

Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra Chloride, Methyl Chloroform,

Methyl Bromide, Chloro Fluoro Carbon (CFC)

20119

4. Industri Bahan Kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman,

Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, DLL) 20119

4 Perhubungan 1. Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat 52211

2. Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 52219

3. Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 71203

4. Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 71203

5. Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 52221

6. Vessel Traffic Information System (VTIS) 52221

7. Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara 52230

5 Komunikasi dan

Informatika

Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio

dan Orbit Satelit 61300

6 Kebudayaan dan

Pariwisata 1. Museum Pemerintah 91021

2. Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan,

bangunan kuno, dsb) 91023

3. Pemukiman/Lingkungan Adat 91023

4. Monumen 91023

5. Perjudian/Kasino 92000

Sumber: Peraturan Presiden No 36 Tahun 2010

Page 9: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

6

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Secara umum sejauh ini hanya satu sektor yang

awalnya di tutup untuk penanaman modal

pada Perpres No 77 Tahun 2007 yaitu Sektor

Kelautan dan Perikanan, dan pada Perpres No

36 Tahun 2010 sektor tersebut telah dibuka

terutama diutamakan untuk penanaman

modal domestik yang Dicadangkan untuk

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi.

Ada tiga sub bidang usaha di sektor

Kelauatan dan perikanan yang diterbuka untuk

penanaman modal asing tentu dengan

persyaratan persyaratan yang minta dalam

peraturan tesrebut, yaitu sub bidang:

1. Usaha Perikanan Tangkap dengan

menggunakan kapal penangkap ikan

berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di

wilayah penangkapan ZEEI

2. Pemanfaatan (pengambilan) dan

peredaran koral/karang hias dari alam

untuk akuarium*)

3. Pengangkatan Benda Berharga asal

Muatan Kapal yang Tenggelam

Dan terdapat tiga sub bidang usaha di

sektor Kelauatan dan perikanan yang diterbuka

hanya untuk penanaman modal domestik

yaitu sub bidang:

1. Usaha perikanan tangkap dengan

menggunakan kapal penangkap ikan

berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di

wilayah penangkapan laut lepas

2. Perikanan tangkap dengan menggunakan

kapal penangkap ikan berukuran di atas

30 GT, di wilayah perairan di atas 12 Mil.

3. Penggalian Pasir Laut

Pemerintah melonggarkan aturan Daftar

Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor.

Sektornya mencakup bidang kesehatan,

perindustrian, pariwisata dan ekonomi kreatif

(parekraf), perdagangan, dan kehutanan.

Revisi tersebut dibuat untuk melonggarkan

aturan DNI yang terbilang ketat untuk beberapa

sektor investasi yang dibatasi. Prinsipnya harus

banyak memberikan peluang terhadap swasta.

Sebetulnya bukan dibuka, tapi lebih

dilonggarkan. Dulu persyaratannya X persen

untuk asing sekarang X minus. Misalnya 49%

menjadi 65%. Namun secara umum tujuan

pemerintah melonggarkan DNI adalah dalam

rangka untuk meningkatkan PMA dan PMDN di

Indonesia.

Ketidakpastian mengenai proses

perubahan dan transisi serta bagaimana

perubahan DN ini dapat diaplikasikan dimasa

depan akan menjadi masalah tersendiri bagi

perusahaan asing, contoh, apa yang terjadi bila

sebuah perusahan yang telah berdiri ingin

melakukan ekspansi? Apakah mereka harus

mengikuti peraturan DNI yang baru atau

mengikuti peraturan yang berlaku pada saat

perusahaan tersebut berdiri?

Diperlukan sebuah dasar pemikiran yang

lebih rasional atau lebih filosofi yang melatar

belakangi keputusan penentuan kriteria

perubahan pada Daftar Negatif Investasi,

karena perubahan DNI ini secara langsung

mempengaruhi kondisi perusahaan, jika DNI

tidak konsisten maka dapat dipastikan akan

menurunkan minat investor ke Indonesia.

Mengingat DNI mempunyai sifat strategis yaitu

untuk melindungi kepentingan nasional dalam

kerangka penciptaan iklim investasi yang sehat

serta mempertimbangkan masalahnya yang

bersifat lintas sektor, maka penyusunan DNI

perlu dilakukan oleh tim khusus yang

bertanggung jawab kepada Presiden.

3.2. Realisasi Penanaman Modal

Nilai investasi Triwulan II 2013 merupakan

realisasi investasi yang dilakukan selama 3

bulan periode laporan (April–Juni 2013)

berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman

Modal (LKPM) yang diterima BKPM. Diluar

Page 10: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

7

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

investasi Migas, Perbankan, Lembaga Keuangan

NonBank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, dan

Industri Rumah Tangga.

Nilai investasi dalam Rp.Triliun (T) dan Kurs

US$.1=Rp.9.300,-. Realisasi investasi pada

Triwulan II 2013: Rp.99,8T, meningkat 7,3% dari

Triwulan I 2013 (Rp.93,0T) atau meningkat 29,8%

dari Triwulan II 2012 (Rp.76,9T). Realisasi

investasi pada Januari–Juni 2013: Rp.192,8T,

meningkat 30,2% dari tahun sebelumnya yaitu

Januari–Juni 2012 (Rp.148,1T) (Gambar 1).

Penyerapan tenaga kerja Indonesia secara

langsung pada periode Triwulan II 2013

sebanyak 626.376 orang. Penyerapan tertinggi

oleh PMA, yaitu sebesar 386.566 orang (61,71%

dari total tenaga kerja). Keberadaan investasi

PMDN dan PMA diperkirakan akan dapat

mengakibatkan efek ganda terhadap

penyerapan tenaga kerja secara tidak langsung

yaitu sebesar 4 kali. Sejauh ini hubugan antara

investasi dengan penyerapan tenaga kerja

masih positif dan searah dengan

perkembangan investasi.

Gambar 1. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Triwulan II Tahun 2013

Sumber: BKPM, Juli 2013 (diolah)

3.3. Realisasi Penanaman Modal

Berdasarkan Sektor

Minat investasi dari PMA terlihat masih

terbesar di sector sekunder yaitu sebesar US $

3,459.5 Juta (48.23% terhadap total investasi

PMA), yang tersebar di sektor (1) Ind. Kendaraan

Bermotor & Alat Transportasi Lain, (2) Industri

Makanan, dan (3) Ind. Kimia dan Farmasi (Tabel

3).

Sementara di sektor primer yang

menyumbang sebesar US $ 1,646.1 Juta (22.95%

dari total investasi PMA), terbesar hanya di

sektor pertambangan, yaitu US $ 1,242.0 Juta

(17.32% dari total Investasi PMA atau sebesar

75.5% dari total investasi PMA di sector Primer)

dan kedua diikuti oleh sektor Tanaman Pangan

& Perkebunan yang menyumbang sebesar US $

372.6 juta (22.6% dari total Investasi PMA di

sektor Primer).

Page 11: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

8

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Tabel 3. Perkembangan Realisasi Investasi PMA

Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013

Sumber: BKPM, Juli 2013

P I P I P I P I P I

I SEKTOR PRIMER / Primary Sector 428 3,033.9 713 4,883.2 734 5,933.1 361 1,694.9 400 1,646.1

1 Tanaman Pangan & Perkebunan / Food Crops & Plantation 159 751.0 264 1,222.5 261 1,601.9 127 314.3 146 372.6

2 Peternakan / Livestock 11 25.0 14 21.1 14 19.8 3 1.7 10 8.2

3 Kehutanan / Forestry 12 39.4 15 10.3 16 26.9 11 1.4 9 22.6 4 Perikanan / Fishery 19 18.0 29 10.0 31 29.0 13 1.2 27 0.6

5 Pertambangan / Mining 227 2,200.5 391 3,619.2 412 4,255.4 207 1,376.3 208 1,242.0 II SEKTOR SEKUNDER / Secondary Sector 1,091 3,337.3 1,643 6,789.6 1,714 11,770.0 608 4,552.2 986 3,459.5

6 Industri Makanan / Food Industry 194 1,025.7 308 1,104.6 347 1,782.9 156 405.5 223 542.2

7 Industri Tekstil / Textile Industry 110 154.8 166 497.3 149 473.1 42 234.3 66 160.5

8 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki / Leather Goods & Footwear Industry

30 130.4 59 255.0 73 158.9 19 25.4 25 3.8

9 Industri Kayu / Wood Industry 31 43.1 29 51.1 38 76.3 5 0.9 29 12.7

10 Ind. Kertas dan Percetakan/Paper and Printing Industry 32 46.4 42 257.5 57 1,306.6 20 579.3 34 180.4

11 Ind. Kimia dan Farmasi / Chemical and Pharmaceutical Industry 159 793.4 223 1,467.4 230 2,769.8 90 1,228.2 136 545.0

12 Ind. Karet dan Plastik / Rubber and Plastic Industry 100 104.3 148 370.0 147 660.3 41 122.1 72 74.3

13 Ind. Mineral Non Logam / Non Metallic Mineral Industry 8 28.4 46 137.1 48 145.8 25 30.0 43 220.2

14 Ind. Logam, Mesin & Elektronik / Metal, Machinery & Electronic Industry

269 589.5 383 1,772.8 364 2,452.6 121 1,041.9 192 684.1

15 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam/Medical Preci. & Optical Instru, Watches & Clock Industry

2 - 5 41.9 4 3.4 3 0.1 2 -

16 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry

97 393.8 147 770.1 163 1,840.0 49 866.4 103 1,005.9

17 Industri Lainnya / Other Industry 59 27.6 87 64.7 94 100.2 37 18.1 61 30.3

III SEKTOR TERSIER / Tertiary Sector 1,557 9,843.6 1,986 7,801.7 2,131 6,861.7 1,044 801.2 1,448 2,067.0

18 Listrik, Gas dan Air / Electricity, Gas & Water Supply 42 1,428.6 64 1,864.9 65 1,514.6 34 218.0 51 470.4 19 Konstruksi / Construction 65 618.4 63 353.7 77 239.6 28 30.7 52 334.8

20 Perdagangan & Reparasi / Trade & Repair 735 773.6 899 826.0 983 483.6 500 215.5 649 130.3

21 Hotel & Restoran / Hotel & Restaurant 181 346.6 205 242.2 223 768.2 107 31.2 133 65.7 22 Transportasi, Gudang & Komunikasi/Transport, Storage & 87 5,072.1 86 3,798.9 93 2,808.2 33 51.8 68 760.2

23 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran/Real Estate, Ind. Estate & Business Activities

71 1,050.4 109 198.7 131 401.8 79 116.7 85 250.4

24 Jasa Lainnya / Other Services 376 553.9 560 517.3 559 645.8 263 137.3 410 55.2

JUMLAH / Total 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5

2012 Q1 2013 Q2 2013

NO. S E K T O R / S e c t o r

2010 2011

1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha,

Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan

Investasi Rumah Tangga

2. P : Jumlah Proyek

3. I : Nilai Investasi dalam US $. Juta

Sedangkan sektor Tersier, investasi PMA

adalah sebesar US $ 2,067.0 juta (28.82%

terhadap total investasi PMA). Investasi PMA

terbesar di sektor ini adalah sector Transportasi,

Gudang & Komunikasi (36.78%), Listrik, Gas dan

Air (22.76%) dan sektor Kontruksi (16.20%)

(Lihat Tabel 3).

Total Investasi PMDN berdasarkan sektor

terbesar disumbangkan oleh sektor Sekunder

Rp. 15,989.9 M (48.27%), kedua diikuti oleh

sektor Tersier sebesar Rp 10,057.3 M dan ketiga

adalah sektor primer Rp.7,080.8 M (21.37%).

Sektor primer investasi PMDN hanya tersebar

di dua sektor yaitu sektor Pertambangan

(73.92%) dan Tanaman Pangan & Perkebunan

(23.51%). Sementara di sektor Peternakan

hanya menyumbang sebesar (2.58%),

sedangkan sektor Kehutanan dan Perikanan

sampai pada Q2 tahun 2013 adalah nol persen.

Ini mengindikasikan bahwa kedua sektor

tersebut PMA dan PMDN tidak tertarik untuk

menanamkan modalnya di sektor tersebut

dan juga karena pemberlakuan DNI yang

sebelumnya sektor kelautan dan perikanan

Page 12: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

9

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Tabel 4.Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman

Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013 (Rp Miliar)

Sumber: BKPM, Juli 2013

P I P I P I P I P I

I SE KTO R P RIM ER / Primary Sector 253 12,131.4 363 16,526.3 266 20,369.1 85 7,246.2 139 7,080.8

1 Tanaman Pangan & Perkebunan / Food Crops & P lantation 166 8,727.3 255 9,367.3 180 9,631.5 57 1,259.7 87 1,664.6 2 Peternakan / Livestock 59 156.5 62 247.2 31 97.4 5 15.5 20 182.4 3 Kehutanan / Forestry 8 171.6 11 12.5 9 144.5 - - 5 - 4 Perikanan / Fi shery 2 1.0 5 0.1 7 14.7 1 - 7 - 5 Pertam bangan / M ining 18 3,075.0 30 6,899.2 39 10,480.9 22 5,971.0 20 5,233.8

I I SE KTO R S EKUNDER / Secondary Sector 419 25,612.6 706 38,533.8 714 49,888.9 241 10,926.4 372 15,989.9

6 Industri Makanan / Food Industry 166 16,405.4 258 7,940.9 222 11,166.7 81 3,978.9 143 4,957.5 7 Industri Tekst il / Tex t ile Indus try 26 431.7 52 999.2 51 4,450.9 22 811.9 28 174.5 8 Ind. Barang Dari Kulit & Alas K aki / Leather G oods & Footwear 4 12.5 3 13.5 9 76.7 1 - 4 0.1 9 Industri K ayu / Wood Industry 6 451.3 14 514.9 15 57.0 4 49.4 5 - 10 Ind. Kertas dan Percetakan/Paper and Print ing Industry 25 1,102.8 53 9,296.3 64 7,561.0 20 956.1 40 3,917.7 11 Ind. K im ia dan Farmasi / Chem ical and Pharm aceutical Industry 64 3,266.0 106 2,711.9 94 5,069.5 33 1,522.0 56 1,268.6

12 Ind. Karet dan P lastik / Rubber and P lastic Indust ry 48 522.8 81 2,295.7 110 2,855.0 25 482.8 36 60.5 13 Ind. Mineral Non Logam / Non M etallic M ineral Industry 13 2,264.6 39 7,440.5 37 10,730.7 15 1,288.2 15 2,147.2 14 Ind. Logam, Mes in & E lekt ronik / M etal, Machinery & Electronic

Industry50 789.6 76 6,787.0 81 7,225.7 28 1,769.7 29 2,803.6

15 Ind. Inst ru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam/Medical Preci. & Optical Instru, Watches & Clock Industry

- - 1 - - - 1 5.5

16 Ind. Kendaraan Berm otor & Al at Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other T ransport Equip. Indus try

15 362.2 16 529.1 21 664.4 6 39.6 12 633.2

17 Industri Lainnya / Other Industry 2 3.7 7 4.8 10 31.5 5 22.3 4 27.1

III SE KTO R T ERS IE R / Tertiary S ecto r 203 22,882.2 244 20,940.6 230 21,924.0 108 9,324.9 130 10,057.3

18 Listrik, Gas dan Air / Electric ity, Gas & Water Supply 31 4,929.8 49 9,134.7 42 3,796.8 10 1,725.3 25 3,021.1 19 Konstruksi / Constructi on 7 67.6 8 598.2 17 4,586.6 7 101.0 9 2,106.2 20 Perdagangan & Reparasi / T rade & Repair 32 116.4 31 328.6 35 1,030.4 26 3.9 17 769.3 21 Hotel & Restoran / Hotel & Restaurant 27 390.3 26 394.4 34 1,015.0 16 53.4 27 169.9 22 Transportasi, Gudang & K omunikasi/Transport, S torage &

Comm unicat ion34 13,787.7 27 8,130.1 33 8,612.0 26 5,970.5 25 3,550.8

23 Perum ahan, Kawasan Ind & P erkantoran/Real Estate, Ind. E state & Bus iness Act iv ities

3 261.7 8 732.7 6 58.0 7 1,450.0 7 190.2

24 Jasa Lainnya / O ther Services 69 3,328.6 95 1,621.9 63 2,825.1 16 20.9 20 249.9

JUM LAH / T o t a l 875 60,626.3 1,313 76,000.7 1,210 92,182.0 434 27,497.5 641 33,128.0

2012 Q 1 2013 Q2 2013

NO. S E K T O R / S e k t o r

2010 2011

tertutup untuk penanaman Modal. Disektor

tersier masih terbesar disumbankan oleh sektor

Industri Makanan, Ind. Kertas dan Percetakan,

Ind. Logam, Mesin & Elektronik, dan Ind. Mineral

Non Logam. Sementara di sektor tersier,

perilaku PMA dan PMDN hampir sama, yang di

dominasi oleh sektor Transportasi, Gudang &

Komunikasi, Listrik, Gas dan dan sector Kontruksi

(Lihat Tabel 4).

3.4. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan

Lokasi

Nilai PMA berdasarkan lokasi terbesar

masih terdapat di pulau Jawa yaitu sebesar US

$. 4,787.0 juta (66.74% terhadap total investasi

PMA) kemudian diikuti oleh pulau Kalimantan

US $ 11.24 juta, pulau Sumatera sebesar US $

9.17 juta dan Papua sebesar US $ 7.52 juta

selebihnya pulau Bali, Sulawesi, dan Maluku

kurang dari 5% dari total investasi PMA (Tabel

5).

Hal yang sama juga terjadi pada PMDN

dimana, kontribusi terbesar masih terdapat

dipulau Jawa yaitu sebesar Rp 16,412.1 M

(49.54%), kemudian diikuti oleh pulau Sumatera

Rp 6,882.0 M (20.77%), Kalimantan Rp.5,688.5 M

(17.17%) dan pulau Bali-Nusa Tenggara Rp

2,401.3 M (7.25%). Sementera pulau-pulau

lainnya di Indonesia nilai PMDN masih kurang

dari 5% dari total investasi PMDN (Lihat Tabel

6). Rendahnya invesasi di bagian timur, seperi

Pulau Maluku dan Papua Barat adalah

disebabkan karena iklim investasi yang kurang

memadai di tambah dengan kondisi infrastruktur

daerah yang masih relatif kurang memadai.

Berdasarkan Koridor Ekonomi pada periode

Januari Juni 2013, realisasi PMDN dan PMA

tertinggi ada di Koridor Jawa. Realisasi PMDN

terbesar berikutnya berada di Koridor

Kalimantan, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara,

Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Sedangkan

PMA terbesa rberikutnya berada di Koridor

Page 13: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

10

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman

Modal (LKPM) Menurut Lokasi Triwulan II 2013

P I P I P I P I P I

I SUM AT ERA / S umater a 359 747.1 667 2,076.6 695 3,729.3 206 1,084.3 385 657.8

1 NA NGGROE ACEH DARUS SALAM / NA D 13 4.6 40 22.5 26 172.3 18 40.4 19 29.4

2 SUMATERA UT ARA / North Sum atera 78 181.1 115 753.7 133 645.3 51 175.3 112 230.8

3 SUMATERA BA RAT / W est Sumatera 10 7.9 43 22.9 45 75.0 20 15.2 29 16.3 4 R I A U / Riau 45 86.6 64 212.3 81 1,152.9 30 588.7 54 132.9 5 JAMBI / Jam bi 12 37.2 31 19.5 30 156.3 12 16.4 17 6.1 6 SUMATERA SE LATAN / South Sumatera 51 186.3 99 557.3 107 786.4 27 112.6 48 83.1 7 BE NGKULU / Bengkulu 11 25.1 18 43.1 21 30.4 6 13.2 12 3.8 8 LAMPUNG / Lampung 31 30.7 54 79.5 57 114.3 11 7.5 16 10.8 9 BA NGK A BE LITUNG / B angka Belitung 22 22.0 48 146.0 30 59.2 12 10.9 12 47.6 10 KE PULAUAN RIAU / Ri au Is lands 86 165.7 155 219.7 165 537.1 19 104.2 66 97.0

- I I JAWA / Java 1,973 11,498.8 2,632 12,324.5 2,807 13,659.9 1,275 3,779.4 1,744 4,787.0 -

11 DKI JAKART A / Jakarta Capital Territory 885 6,429.3 1,094 4,824.1 1,148 4,107.7 715 477.4 872 960.7 12 JAWA BARA T / W est Java 595 1,692.0 825 3,839.4 682 4,210.7 239 1,339.2 400 1,653.9 13 JAWA TENGAH / Central Java 83 59.1 122 175.0 141 241.5 47 241.4 52 91.1 14 D.I YOGYAKARTA / S pecial Region of Yogyakarta 20 4.9 22 2.4 28 84.9 15 7.0 24 4.6 15 JAWA TIMUR / East Java 110 1,769.2 208 1,312.0 403 2,298.8 116 605.0 245 812.6 16 BA NT EN / Banten 280 1,544.2 361 2,171.7 405 2,716.3 143 1,109.3 151 1,264.0

- II I BALI & NUS A TE NGG ARA / Bali & Nusa T enggara 372 502.7 474 952.7 477 1,126.6 169 224.9 330 109.9

- 17 B A L I / Bali 279 278.3 337 482.1 324 482.0 83 11.1 230 50.3 18 NUSA T ENGGARA BARA T / W est Nusa Tenggara 81 220.5 113 465.1 133 635.8 80 211.5 80 57.7 19 NUSA T ENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara 12 3.8 24 5.5 20 8.7 6 2.2 20 1.9

- IV KALIMANTAN / Kalim an tan 254 2,011.4 331 1,918.8 355 3,208.6 216 338.3 247 805.9

- 20 KA LIMANT AN B ARAT / W est Kalim antan 50 170.4 47 500.7 45 397.5 33 116.8 44 134.7 21 KA LIMANT AN TENGAH / Central K alim antan 62 546.6 91 543.7 89 524.7 67 48.5 65 124.7 22 KA LIMANT AN S ELAT AN / South Kalim antan 44 202.2 47 272.1 54 272.3 38 36.6 33 59.4 23 KA LIMANT AN TIMUR / E ast Kalim antan 98 1,092.2 146 602.4 167 2,014.1 78 136.3 105 487.2

- V SUL AWESI / Sulawesi 80 859.1 146 715.3 187 1,507.0 98 719.9 60 189.6

24 SULAW ESI UTARA / North S ulawes i 25 226.8 40 220.2 70 46.7 36 19.1 15 15.4 25 SULAW ESI T ENGAH / Central Sulawes i 7 138.5 18 370.4 27 806.5 14 516.8 4 0.0 26 SULAW ESI SELA TAN / South Sulawes i 33 441.8 36 89.6 29 582.6 21 166.3 17 151.0 27 SULAW ESI T ENGGARA / South E ast S ulawes i 10 14.0 28 17.0 41 35.7 23 17.8 17 19.3 28 GORONTALO / Gorontalo 1 0.8 19 12.5 17 35.3 3 - 6 3.8 29 SULAW ESI BARAT / West Sulawesi 4 37.3 5 5.6 3 0.2 1 0.0 1 -

- VI MALUKU / M aluku 10 248.9 31 141.5 19 98.8 20 63.8 28 83.1

- 30 MALUKU / M al uku 5 2.9 15 11.7 10 8.5 13 5.0 19 4.1 31 MALUKU UTARA / North M aluku 5 246.0 16 129.8 9 90.3 7 58.8 9 79.0

- VII PAPUA / Papu a 28 346.8 61 1,345.1 39 1,234.5 29 837.6 40 539.2

- 32 PA PUA / Papua 18 329.6 36 1,312.0 21 1,202.4 18 832.9 22 514.4 33 IRIAN JAYA BARAT / W est I rian 10 17.2 25 33.1 18 32.0 11 4.7 18 24.8

JUML AH / To tal 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5

2012 Q1 2013 Q2 2013NO. LOKASI / L ocation

2010 2011

Sumber: BKPM, Juli 2013

Tabel 6. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN

Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman

P I P I P I P I P I

I SUMATERA / Sumatera 222 4,224.2 370 16,334.3 287 14,256.2 55 4,034.3 196 6,882.0

1 NANGGROE ACEH DARUSSALAM / Nanggroe Aceh Darussalam 5 40.9 16 259.4 11 60.2 19 1,522.1 9 746.5

2 SUMATERA UTARA / North Sumatera 41 662.7 79 1,673.0 61 2,550.3 7 1,991.0 68 1,410.7

3 SUMATERA BARAT / West Sumatera 11 73.8 24 1,026.2 22 885.3 3 5.8 9 239.0 4 R I A U / Riau 52 1,037.1 56 7,462.6 51 5,450.4 2 149.4 34 1,985.8 5 JAMBI / Jambi 17 223.3 30 2,134.9 24 1,445.7 - - 19 1,302.7 6 SUMATERA SELATAN / South Sumatera 29 1,738.4 48 1,068.9 32 2,930.6 11 281.9 14 533.5 7 BENGKULU / Bengkulu 2 8.5 2 - 1 52.6 1 27.6 1 82.0 8 LAMPUNG / Lampung 32 272.3 58 824.4 48 304.2 2 14.5 11 162.5 9 BANGKA BELITUNG / Bangka Belitung 5 0.4 7 514.4 4 533.5 1 28.2 2 95.8 10 KEPULAUAN RIAU / Riau Islands 28 166.9 50 1,370.4 33 43.5 9 13.9 29 323.6

II JAWA / Java 397 35,140.3 601 37,176.2 636 52,692.9 257 13,506.3 301 16,412.1

11 DKI JAKARTA / Jakarta Capital Territory 86 4,598.5 84 9,256.4 72 8,540.1 44 1,872.8 37 1,279.3 12 JAWA BARAT / West Java 103 15,799.8 170 11,194.3 125 11,384.0 37 867.8 55 1,628.3 13 JAWA TENGAH / Central Java 40 795.4 100 2,737.8 78 5,797.1 53 1,012.7 29 595.2 14 D.I YOGYAKARTA / Special Region of Yogyakarta 3 10.0 7 1.6 6 334.0 1 15.1 10 107.3 15 JAWA TIMUR / East Java 89 8,084.1 157 9,687.5 289 21,520.3 103 9,011.9 145 10,500.2 16 BANTEN / Banten 76 5,852.5 83 4,298.6 66 5,117.5 19 726.0 25 2,301.8

III BALI & NUSA TENGGARA / Bali & Nusa Tenggara 39 2,119.3 32 356.7 29 3,167.8 15 50.0 26 2,401.3

17 B A L I / Bali 19 313.4 18 313.4 15 3,108.0 5 25.0 15 1,065.0 18 NUSA TENGGARA BARAT / West Nusa Tenggara 16 1,805.8 11 42.3 11 45.4 9 14.8 9 1,329.9 19 NUSA TENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara 4 0.1 3 1.0 3 14.4 1 10.3 2 6.5

IV KALIMANTAN / Kalimantan 149 14,575.6 198 13,467.4 183 16,739.7 79 9,145.5 79 5,688.5

20 KALIMANTAN BARAT / West Kalimantan 43 1,171.7 56 1,404.0 53 2,811.0 13 202.7 8 172.3 21 KALIMANTAN TENGAH / Central Kalimantan 34 3,507.7 55 3,376.0 46 4,529.6 32 676.7 23 548.8 22 KALIMANTAN SELATAN / South Kalimantan 26 2,015.0 39 2,118.3 40 3,509.8 10 3,420.3 21 1,686.8 23 KALIMANTAN TIMUR / East Kalimantan 46 7,881.3 48 6,569.1 44 5,889.3 24 4,845.9 27 3,280.7

V SULAWESI / Sulawesi 58 4,337.6 82 7,227.5 59 4,901.0 20 622.0 25 1,284.5

24 SULAWESI UTARA / North Sulawesi 13 95.8 11 331.6 8 678.5 5 43.6 2 3.6 25 SULAWESI TENGAH / Central Sulawesi 7 153.6 12 2,620.2 2 602.8 2 43.9 2 153.8 26 SULAWESI SELATAN / South Sulawesi 23 3,212.3 42 3,986.3 34 2,318.9 9 78.0 13 367.5 27 SULAWESI TENGGARA / South East Sulawesi 5 19.2 8 59.0 6 907.3 3 324.3 2 234.0 28 GORONTALO / Gorontalo 3 16.7 3 11.8 2 164.9 - - 1 84.4 29 SULAWESI BARAT / West Sulawesi 7 840.0 6 218.6 7 228.6 1 132.2 5 441.2

VI MALUKU / Maluku 2 0.0 4 13.6 4 323.9 3 82.4 2 279.7

30 MALUKU / Maluku 1 - 2 0.1 2 3.4 2 - 1 - 31 MALUKU UTARA / North Maluku 1 - 2 13.5 2 320.5 1 82.4 1 279.7

VII PAPUA / Papua 8 229.3 26 1,425.0 12 100.5 5 56.9 12 180.0

32 PAPUA / Papua 7 178.0 21 1,377.9 7 54.7 1 13.7 7 160.4 33 PAPUA BARAT / West Papua 1 51.3 5 47.2 5 45.8 4 43.2 5 19.6

JUMLAH / Total 875 60,626.3 1,313 76,000.7 1,210 92,182.0 434 27,497.5 641 33,128.0

2012 Q1 2013 Q2 2013NO. LOKASI / LOCATION

2010 2011

Sumber: BKPM, 2013

Page 14: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

11

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Sumatera, Maluku dan Papua, Kalimantan,

Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara. Ini

menunjukkan bahwa sebaran PMDN dan PMA

juga masih terbesar di pulau Jawa (Gambar 2)

Perlu upaya yang serius dari pemerintah

dalam melaukan pemerataan investasi di

seluruh wilayah Indonesia. Jika investasi hanya

terfokus pada daerah bagian barat, maka

kesenjangan antara daerah pun akan semakin

tinggi, dan ini tidak akan mendukung perbaikan

iklim investasi ke depan. Menumpukkan

investasi di pulau Jawa-Sumatera, sebenarnya

sudah masalah klasik. Investasi sebenarnya dapat

diarahkan ke wilayah timur Indonesia, jika dan

hanya jika di dukung oleh infrastruktur, iklim

investasi yang baik, dukungan dari pemda

setempat (dalam rangka otonomi daerah), dan

keberpihakan pemerintah terhadap PMDN dan

PMA tentu tanpa harus mengorbankan nilai

budaya-budaya masyarakat yang ada di wilayah

Indonesia.

Gambar 2.

Nilai Realisasi PMDN dan PMA Berdasarkan Koridor Ekonomi

Sumber: BKPM, Juli 2013

3.5. Realisasi Penanaman Modal Asing

Berdasarkan Negara Asal

Realisasi penanaman modal asing dilihat

berdasarkan Negara asal terbesar di

sumbangkan oleh Negara-negara Asia yaitu

pada kwartal kedua (Q2) Tahun 2013 sebesar

51.74% (dengan nilai investasi sebasar Rp

3,710.9 Miliar dengan jumlah proyek sebanyak

1,436) (Lihat Tabel 7).

Dari negara asean terbesar realisasi

investasi terbesar disumbangkan oleh negara

Singpura (19.02%) sementara di Negara asia

diluar asen terbesa disumbangkan oleh Negara

Jepang (16.10%) dengan total Realisasi

investasi sebesar Rp 1,154.6 M. Di luar Negara-

negara asia, terbesar kedua diikuti oleh Negara

Amerika yaitu sebesar 11.61% (Rp 832.7 M).

Secara garis besar, peranan penanaman

modal asing terhadap pembangunan negara

Indonesia antara lain (1) Sumber dana

eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan

oleh negara sedang berkembang sebagai dasar

untuk mempercepat investasi dan

pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan

Page 15: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

12

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Tabel 7. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal

(LKPM) Menurut Negara Triwulan II 2013

I ASIA / ASIA 1,628 7,977.8 2,311 9,135.5 2,364 11,098.4 1,053 2,914.5 1,436 3,710.9 ASEAN / ASEAN 641 6,131.9 994 5,841.8 1,069 5,460.0 475 779.0 693 1,595.7

1 MALAYSIA / Malaysia 198 472.1 275 618.3 237 529.6 126 155.4 164 222.8 2 SINGAPURA / Singapore 418 5,565.0 679 5,123.0 805 4,856.4 331 616.0 519 1,364.2 3 Lainnya 25 95 40 100 27 74 18 8 10 9

ASIA DILUAR ASEAN / Asia Excluding ASEAN 987 1,845.9 1,317 3,293.6 1,295 5,638.4 578 2,135.5 743 2,115.3 1 HONG KONG / Hong Kong (SAR) 62 566.1 104 135.0 105 309.6 55 45.9 53 188.8 2 INDIA / India 44 8.9 58 41.9 58 78.1 33 29.7 26 27.4 3 JEPANG / Japan 321 712.6 421 1,516.1 405 2,456.9 168 1,151.7 278 1,154.6 4 KOREA SELATAN / South Korea 355 328.5 456 1,218.7 421 1,949.7 174 774.7 215 454.2 5 R. R. CHINA / People's Republic of China 113 173.6 160 128.2 190 141.0 99 60.2 96 113.7 6 TAIWAN / Taiwan 72 47.5 87 243.2 85 646.9 31 7.7 55 142.4 II EROPA / Europe 456 1,302.3 538 2,179.9 520 2,573.9 211 1,139.0 337 469.4 1 BELANDA / Netherlands 106 608.3 118 1,354.4 131 966.5 50 330.5 70 267.9 2 INGGRIS / United Kingdom 132 276.2 156 419.0 97 934.4 48 544.0 87 112.6 3 Lainnya 218 418 264 407 292 673 113 264 180 89 III AMERIKA / America 234 2,715.0 302 2,018.9 345 2,139.5 113 1,109.7 203 832.7 1 AMERIKA SERIKAT/United States of America 100 930.9 112 1,487.8 97 1,238.3 44 885.7 70 467.2 2 BRITISH VIRGIN ISLANDS / British Virgin Islands 99 1,615.9 151 517.1 168 855.9 58 151.1 89 82.4 3 Lainnya 35 168 39 14 80 45 11 73 44 283 IV AUSTRALIA / Australia 104 239.2 142 112.1 144 745.4 70 134.5 79 5.8 1 AUSTRALIA / Australia 94 214.2 123 89.7 137 743.6 70 134.5 73 4.5 2 Lainnya 10 25 19 22 7 2 - - 6 1 V AFRIKA / Africa 45 150.0 57 202.1 42 1,195.7 15 12.5 34 451.6 1 MAURITIUS / Mauritius 20 23.3 20 72.5 23 1,058.8 11 12.5 23 440.9 2 SEYCHEL / Seychelles 12 8.4 19 79.7 11 136.2 2 - 7 10.5 3 Lainnya 13 118 18 50 8 1 2 - 4 0 VI GABUNGAN NEGARA / Joint Countries 609 3,830.4 992 5,826.0 1,164 6,811.8 551 1,738.1 745 1,702.1

Total 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5

P I P I P I

2012 Q1 2013 Q2 2013

P I P I NO.

2010 2011

Sumber BKPM 2013 (diloah)

ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan

perpindahan struktur produksi dan

perdagangan, (3) Modal asing dapat berperan

penting dalam memobilisasi dana maupun

transformasi structural, dan (4) investasi

swasta yang tidak tidak mampu memulai

membangun industri-industri berat dan

industri strategis, adanya modal asing akan

sangat membantu untuk dapat mendirikan

pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik

elektronik, industri kimia dasar dan

sebagainya.

Sehingga, kehadiran PMA sangat

diperlukan untuk mempercepat

pembangunan ekonomi. Modal asing

membantu dalam industrialisasi,

pembangunan modal dan menciptakan

kesempatan kerja, serta keterampilan teknik.

Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan

tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan

kerugian pada tahap perintisan juga

tertanggung, selanjutnya modal asing

mendorong pengusaha setempat untuk

bekerjasama. Modal asing juga membantu

mengurangi problem neraca pembayaran dan

tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat

sektor usaha negara dan swasta domestik dari

negara tuan rumah (host country).

3.6. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan

Industri Manufactur

Jika dilihat lebih detail Realisasi investasi

berdasarkan status kepemilikan modal di

Page 16: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

13

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

industri manufaktur, terlihat bahwa hamper

seluruh sektor dikuasai oleh Swasta Nasional.

Kecuali untuk industry Radio, Televisi dan

Peralatan Komunikasi kepemilikan modal

dikuasai oleh Asing sebesar 57.99%, sementara

swasta nasional memiliki kepemilikan modal

sebesar 41.99%, sebelihnya dimiliki oleh

pemerintah daerah sebear 0.02%. Hal yang

hampir sama untuk industri Industri Mesin &

Peralatan Kantor, Akuntansi & Pengolah Data,

dimana kepemilikan modal hanya dikuasi oleh

swasta nasional yaitu sebear 57.57% dan asing

sebesar 42.43%.

Sementara kepemilikan modal terbesar

yang dimilki oleh pemerintah adalah industri

Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2

dan R4, dan Industri Batu Bara, Minyak dan gas.

Meskipun demikian, kedua industri tersebut

kepemilikan pemerintah pusat maupan

daerah tidak lebih dari 10%, kedua industri

tersebut tetap dikuasasi oleh swasta nasional

(Tabel 8).

Tabel 8. Realisasi Penanaman Modal Pemerintah, Swasta

dan Modal Asing bersadarkan Kode ISIC Digit 2 di Indonesia

ISIC Pemerintah Swasta Asing Total

Pusat Daerah Nasional

Makanan dan minuman 2.34 0.81 92.91 3.94 100

Tembakau 0.33 0.30 98.94 0.42 100

Tekstil 0.25 0.49 94.36 4.93 100

Pakaian jadi 0.07 0.76 90.61 8.56 100

Kulit dan barang dari kulit 0.24 0.37 90.39 8.99 100

Kayu, Barang dari Kayu dan Barang Anyaman 0.51 0.84 93.87 4.78 100

Kertas dan barang dari kertas 0.67 1.33 89.54 8.46 100

Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman 0.91 2.35 94.78 1.96 100

Industri Batu Bara, Minyak dan gas 5.35 2.76 80.73 11.16 100

Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 2.34 1.61 80.12 15.92 100

Karet dan barang dari karet 2.58 2.38 85.59 9.45 100

Barang galian bukan logam 0.89 0.44 95.17 3.50 100

Logam dasar 2.11 0.43 78.49 18.97 100

Barang-barang dari logam 0.23 1.46 84.65 13.66 100

Mesin dan perlengkapannya 1.09 0.28 72.71 25.92 100

Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Peng. Data 0.00 0.00 57.57 42.43 100

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 0.13 0.41 70.32 29.14 100

Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 0.00 0.02 41.99 57.99 100

Peralatan Kedokteran 0.00 0.00 73.59 26.41 100

Kendaraan bermotor 0.39 0.47 76.03 23.11 100

Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2 dan R4 5.80 1.10 77.93 15.17 100

Furnitur dan industri pengolahan lainnya 0.11 0.44 91.62 7.83 100

Daur ulang 0.00 0.83 94.40 4.76 100

Sumber: IBS, 2010 (diolah)

Page 17: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

14

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

Empat sektor industri yang memiliki

status kepemilikan modal Asing lebih dari 25%

adalah:

1. Industri Mesin & Peralatan Kantor,

Akuntansi & Peng. Data

2. Industri Radio, televisi, dan peralatan

komunikasi

3. Industri Mesin dan perlengkapannya, dan

4. Industri Peralatan Kedokteran

Jika dilihat lebih jauh dari keempat sektor

tersebut, ada indikasi bahwa tingginya status

kepemilikan modal asing disektor tersebut

disebabkan karena keterbatasn SDM domestik

dan industri yang menggunakan teknologi

tinggi. Untuk merebut pangsa tersebut tidak

bagi swasta nasional, tanpa dukungan dari

pemerintah.

4. Dampak Penanaman Modaldan DNI terhadap OutputIndustri

Dalam teori produksi maupun dalam teori

makro dijelaskan bahwa output di pengaruhi

oleh modal (capital) dan tenaga kerja (labor).

Secara signkat dalam bentuk fungsi cobb

douglas dituliskan sebagai berikut:

βα LKAY =

Dimana A adalah teknologi, K adalah

modal dan L adalah jumlah tenaga kerja,

sementara α dan β koefisien parameter untuk

modal (PMA dan PMDN) dan tenaga kerja.

Salah properties dari fungsi produksi

Cobb-Douglass yaitu homogenous of degree

one. Suatu fungsi memiliki homogenous of

degre one maka fungsi tersebut memiliki

constant return to scale. Suatu fungsi

homogenous of degree lebih besar dari satu

disebut increasing return to scale dan jika lebih

kecil dari satu disebut decreasing return to

scale (Debertin., 1986). Constant return to scale

terjadi hanya jika parameter α+β=1, jika > 1

maka fungsi disebut sebagai increasing dan jika

< 1 maka fungsi bersifat decreasing. Dalam

tulisan modal diagresi menjadi penanaman

modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman

modal asing (PMA), untuk memudahkan fungsi

diestimasi dengan melakukan transformasi

logaritma dalam bentuk double-log, yang

dituliskan sebagai berikut:

εβααδ ++++= )()()( 21 LLogPMALogPMDNLogYLn (1)

Dimana ε unsur error. Hasil estimasi

dengan menggunakan OLS dan menggunakan

IBS 2010 menunjukkan bahwa penanaman

modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman

modal asing (PMA), berpengaruh positif dan

signifikan terhadap penciptaan output.

Persamaan (1) diestimasi dengan menggunakan

Ordinari Least Quares (Verbeek, 2000;

Intrilligator, 1996 hasilnya adalah

Ln Y = - 2.580 + 0.119 PMDN + 0.250 PMA + 0.709 L......(2)

tstat

(-9.49) (4.35) (7.90) (14.51)

R2 = 0.5968

Sama halnya dengan faktor tenaga kerja,

yang secara statisitik juga signifikan

mempegaruhi output industri. Untuk melihat

dampak dari kebijakan DNI, dalam model

diproxy dengen menggunkan dummy variabel

di sector yang memiliki konstribusi terbesar

dalam hal permodalan asing seperti industri

Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi &

Pengolahan Data dan Radio, televisi, dan

peralatan komunikasi.

Ln Y = 0.115 PMDN + 0.242 PMA + 0.752 L – 2.963 DNI .....(3)

tstat

(4.16) (7.65) (15.37) (-10.88)

R2 = 0.5957

Hasilnya (persamaan 3) menujukkan bahwa

kebijakan DNI memberikan dampak negatif bagi

penciptaan output secara keseluruhan. Dengan

adanya kebijakan DNI akan tingkat output akan

berbeda sebesar Rp 2.96 Miliar, dibandingkan

Page 18: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

15

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

dengan tanpa kebijakan DNI. Hasil ini tidak

mengejutkan karena memang secara logika

ketika DNI diberlakukan maka tidak semua

investor asing dapat menanamkan modalnya

di secara penuh, melainkan dengan cara syarat

atau bahka tertutup untuk PMA maupaun

PMDN.

Dari kedua persamaan (2) dan (3)

menunjukkan bahwa koefisien parameter PMA,

PMDN dan tenaga kerja masing masing adalah

lebih dari 1 (α+β > 1), yaitu secara berturut-

turut 1.080 dan 1.110. Hal ini mengindikasikan

bahwa output industri di Indonesia tidak

memiliki properties constant return to scale

(CRS) melainkan bersifat increasing return to

scale. Dari ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan

input factor produksi di industri berupa modal

(baik modal asing maupun domestik, dan

tenaga kerja) masih memberikan kanaikan hasil

terhadap output industri secara signifikan.

Sebaliknya jika hasil estimasi menunjukkan

bahwa α+β < 1, maka industri kita telah berapa

pada kondisi irrasional, yang ditunjukkan bahwa

kenaiakn faktor produksi seperti modal PMA

dan PMDN atau tenaga kerja, akan menurunkan

jumlah output industri. Dari hasil ini dapat

disimpulkan bahwa industri manufaktur

Indonesia masih berapa pada fase 1, dimana

kenaikan tambahan penerimaan industry lebih

besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan.

Dengan kata lain bahwa PMA dan PMDN

memiliki peran penting dalam penciptaan

output di industri manufaktur. Secara umum

setiap kebijakan baru pemerintah akan berefek

kepada biaya bagi perusahaan, baik

administrasi maupun produksi.

Chavas (1994) menunjukkan bahwa

kehadiran sunk cost dan informasi baru yang

timbul akibat biaya transaksi dan adanya

temporal uncertainty secara parsial tidak

memberikan dampak terhadap efisiensi

produksi tetapi kombinasi keduanya tidak

menjamin adanya alokasi pareto-optimal.

Interpretasi secara intiutif firma mencoba

mengantisipasi pengaruh informasi baru dalam

rencana entry-exit dan dalam usahanya untuk

menghadapi sunk cost yang terkait dengan

keputusan entry-exit akan berubah sepanjang

waktu. Semakin tinggi sunk cost, semakin tinggi

efek dari informasi baru, akan semakin sedikit

usaha untuk mengubah keputusan entry-exit

yang selanjutnya memperkecil mobilitas

sumber daya. Sunk cost salah satu jenis biaya

yang dikenal di dunia ekonomi. Sunk cost adalah

biaya investasi yang sudah dikeluarkan oleh

seseorang dan tidak dapat dipulihkan kembali.

Di dalam konteks perusahaan, definisi sunk cost

sedikit berbeda, yaitu suatu biaya yang telah

dikeluarkan, tetapi tidak memiliki hubungan

langsung dengan proses produksi yang terjadi

di dalam perusahaan. Secara sederhana dapat

diartikan bahwa perubahan kebijakan

pemerintah (DNI) akan membawa efek bagi

keputusan investor ke Indonesia.

5. Saran dan Rekomendasi

Peranan PMDN dan PMA di Indonesia

cukup besar dalam mendukung perkembangan

perekonomian Indonesia. Terdapat empat

faktor yang paling besar mempengaruhi

investasi yang dijadikan pertimbangan investor

dalam menanamkan modalnya, yaitu (1)

infrastruktur, (2) ketersedian SDM, (3) stabilitas

politik, dan (4) kebijakan pemerintah.

Kelemahan dari keempat faktor tersebut

menyebabkan investor asing enggan masuk ke

Indonesia yang telah disetujui oleh pemerintah

serta terjadinya relokasi industri ke negara lain

yang berakibat adanya pelarian modal (capital

flight).

DNI seharusnya mencakup bidang-bidang

usaha yang bersifat strategis. Dengan demikian

DNI berlaku pada setiap daerah. Sebaliknya

bidang usaha yang tidak termasuk dalam DNI

bersifat terbuka bagi semua daerah. Penetapan

bidang-bidang usaha yang ditutup perlu

Page 19: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

16

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

mempunyai pertimbangan yang jelas. Untuk

itu penetapan DNI dalam bentuk keppres perlu

dilampiri dengan pertimbangan-

pertimbangan pokok ditutupnya suatu bidang

usaha. Pertimbangan tersebut harus

menggambarkan urgensi nasional dan dapat

dipertanggungjawabkan, maka penutupan

beberapa bidang usaha tidak akan

mempengaruhi iklim investasi.

Karena dari hasil estimasi diketahui

bahwa DNI memberikan pengaruh negatif bagi

perkembangan PMDN dan PMA, oleh karena

itu pemerintah harus lebih memperhatikan

kebijakan DNI untuk mendukung adanya

penanaman modal asing dan domestik di

Indonesia. Sehingga dalam proses penyusunan

DNI, usulan departemen teknis diharuskan

mencantumkan pertimbangan-pertimbangan

pokok disertai dengan dampak-dampak

negatifnya apabila suatu bidang usaha ditutup

untuk PMA. Mengingat DNI mempunyai sifat

strategis yaitu untuk melindungi kepentingan

nasional dalam kerangka penciptaan iklim

investasi yang sehat serta mempertimbangkan

masalahnya yang bersifat lintas sektor.

Karena dalam setiap proses perubahan

kebijakan berdampak pada biaya peruahaan

maka, ketidakpastian mengenai proses

perubahan dan transisi serta bagaimana

perubahan DNI harus transparan dan konsisten

agar dapat diaplikasikan dimasa depan, dan

sekali lagi penysunan DNI harus memiliki dasar

pemikiran yang rasional atau filosofi yang

melatarbelakangi DNI.

Berdasarkan kondisi perkembangan

investasi swasta di Indonesia beberapa hal yang

perlu diperhatikan pemerintah untuk menarik

minat investasi adalah menciptakan iklim

investasi yang kondusif melalui penegakan

hukum dan jaminan keamanan investor.

Penggalian sumber dana domestik perlu terus

dilakukan dengan perlakuan yang sama bagi

setiap individu dan mengurangi biaya transaksi

yang menjadi penghambat minat investasi

domestik serta penyusunan DNI yang logis dan

konsisten.

Page 20: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI

17

Ad

va

ncin

g I

nd

on

esia

’s C

ivil

So

cie

ty i

n T

rad

e a

nd

In

ve

stm

en

t C

lim

ate

(A

CT

IV

E)

Pro

gra

mm

e

BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan I Tahun 2013. Badan Koordinasi Penanaman

Modal Republik Indonesia 22 April 2013. Jakarta

BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan II dan Januari–Juni Tahun 2013. Badan

Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia 23 Juli 2013. Jakarta.

Chavas, J.P. 1994. Production and Invesment Decisions Under Sunk Cost and Temporal Uncertainty.

American Journal of Agricultural Economics, Edisi Februari 1994. Volume 76 No. 1 : 114-127.

Claessens, S. 1995. The Emergency of Equity Investment in Developing Conutry; Overview. The Word

Bank Economic Review, Edisi Januari 1995. Vol. 9. No. 1 : 1-18.

Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York.

Greenwood, J. Z. Hercowitz dan G. W. Huffman, 1988. Investment, Capacity Utilization, dan Real

Business Cycle, The American Economic Review, Edisi Juni 1988 Vol. 78 No. 3 : 402-417.

Intrilligator, M. D., R. G. Bodkin, and C. Hsiao, 1996. Econometric Models, Techniques, and Applications.

Second Edition. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.

Pindyck, R. S., and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition.

McGraw-Hill, Inc. Singapore.

Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics, University of California - The McGraw-Hill Companies,

Inc. New York.

Sitepu, R. K. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Penawaran

dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan).

Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Son, Ltd. England.

Daftar Pustaka

Page 21: in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil Society in Trade and Investment Climate (ACTIVE) Programm e DAFTAR NEGA TIF INVEST ASI