in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil...
Transcript of in Trade and Investment Climate - image.kadin-indonesia.or.id · Advancing Indonesia’s Civil...
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E) P
rog
ram
me
DAFTAR NEGATIF INVESTASI
DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PERKEMBANGAN INVESTASI
DI INDONESIA
POLICY PAPER 20, Agustus 2013
Daftar Isi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○Team i
Pendahuluan 1
Pengertian Penanaman Modal 1
Gambaran Umum DNI dan Penanaman Modal 3
Dampak Penanaman Modal dan DNIterhadap Output Industri 14
Saran dan Rekomendasi 15
Daftar Pustaka 17○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
i
Steering Commitee
1. Hariyadi B. Sukamdani
2. Emirsyah Satar
3. Maxi Gunawan
4. Rahardjo Jamtomo
Active Team
1. Didik J. Rachbini - Executive Director
2. Tulus Tambunan - Senior Economist and Project Team Leader
3. Rasidin Sitepu - Junior Economist
4. M. Hakim - Legal Councel
5. Yohanna M.L Gultom - Social Scientist
6. Aslim Nurhasan - PR Professional/Expert
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E) P
rog
ram
me Team
Penulis :
Rasidin Sitepu
Tulisan ini merupakan hasil pemikiran Tim Advokasi Program ACTIVE.Pertanyaan yang berkaitan dengan tulisan ini dapat diajukan kepada Tim ACTIVE Kadin Indonesiadi [email protected]
1
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
1. Pendahuluan
Komponen dari PDB nasional di lihat dari
sisi pengeluaran adalah konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan net export. Artinya
bahwa investasi merupakan salah satu
komponen pertumbuhanan ekonomi. Konsumsi
dan investasi merupakan dua aktivitas yang
berhubungan erat. Penundaan konsumsi
sekarang dapat diartikan sebagai investasi untuk
konsumsi masa yang akan datang. Walaupun
pengorbanan konsumsi masa sekarang dapat
diartikan sebagai konsumsi untuk investasi
untuk masa yang akan datang, namun pengertian
investasi yang luas membutuhkan kesempatan
produksi yang efisien untuk mengubah satu unit
konsumsi yang ditunda untuk dihasilkan
menjadi lebih dari satu unit konsumsi
mendatang.
Lahirnya UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, diharapkan akan dapat
meningkatkan jumlah investasi yang
ditanamkan oleh para investor khususnya
investor asing di Indonesia. Karena selain
memberikan kemudahan-kemudahan, serta
fasilitas. UU-PM ini juga menjamin adanya
perlakuan yang sama antara investor asing dan
domestik sebagai prinsip dasar dalam
penyusunan kebijakan penanaman modal di
Indonesia dengan tetap memperhatikan
kepentingan nasional. Salah satu bentuk
kebijakan pemerintah dalam menjaga
kepentingan Nasional adalah diterbitkannya
Perpres Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal atau yang lebih dikenal
dengan Daftar Negatif Investasi (DNI).
Dalam kegiatan penanaman modal di
Indonesia dapat disebutkan bahwa Daftar
Negatif Investasi (DNI) merupakan acuan
pertama kali dan terpenting bagi calon investor,
baik investor asing maupun investor domestik
sebelum melakukan penanaman modal, karena
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan suatu
daftar yang mengatur mengenai bidang-
bidang usaha apa saja yang terbuka untuk
penanaman modal dan bidang-bidang usaha
apa saja yang tertutup bagi penanaman modal.
Kompleksnya hubungan antara kebijakan
Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam kegiatan
penanaman modal di Indonesia, maka tulisan
ini mencoba menelaah Tinjauan Kebijakan
Daftar Negatif Investasi dalam Kegiatan
Penanaman Modal di Indonesia dan
bagaimana dampak DNI terhadap kinerja
penanaman modal dan output industri
manufaktur di Indonesia.
2. Pengertian Penanaman Modal
Penanaman modal pada suatu perusahaan
dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan
investment, dimana dalam perkembangannya
kita sering menyebutnya dengan istilah
investasi. Investasi merupakan salah satu
akselerator dalam perekonomian suatu negara
karena besar kecilnya suatu investasi akan
terkait dengan aktifitas atau variabel ekonomi
lain seperti tingkat kesempatan kerja, laju
pertumbuhan dan pendapatan suatu negara.
Peningkatan investasi akan mampu
mendorong laju pertumbuhan ekonomi
menjadi lebih cepat sehingga pendapatan
nasional yang tinggi dapat dicapai. Investasi
dapat diartikan sebagai suatu aktifitas atau
kegiatan yang diharapkan pada masa akan
datang akan memberikan return yang lebih
besar (Romer, 1996).
Investasi dapat dibagi dua bagian
berdasarkan pelakunya yaitu (1) autonomous
invesment yang biasanya dilakukan
pemerintah karena membutuhkan dana besar
dan lebih berorientasi pada peningkatan
pelayanan masyarakat meskipun kadang-
kadang aspek profit juga dipertimbangkan, dan
(2) Induced Invesment (investasi dorongan)
yang biasanya dilakukan oleh swasta baik
2
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
individu maupun perusahaan dan biasanya
lebih memperhatikan aspek profit yang akan
dicapai.
Investasi dalam pendapatan nasional
(GNP) merupakan salah satu variabel penentu
disamping Konsumsi (C), Pengeluaran
Pemerintah (G) dan Ekspor-Impor (X).
Pengeluaran untuk investasi dalam perhitungan
pendapatan nasional merupakan total belanja
sektor swasta untuk barang-barang kapital atau
yang lebih dikenal dengan Investasi Swasta
(Private Invesment). Investasi swasta di
Indonesia sebagaimana negara lain dapat
berasal dari negara lain (Foreig Investment) yang
lebih dikenal dengan Penanaman Modal Asing
(PMA) dan investasi dari dalam negeri (Domestic
Investment) atau yang lebih dikenal dengan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Melihat pentingnya investasi swasta ini maka
pemerintah membentuk suatu badan khusus
yang mengatur kegiatan investasi di Indonesia
yang disebut dengan Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) dengan tugas tidak
hanya mengontrol tetapi juga melakukan
promosi investasi dan mengeluarkan izin
investasi.
Penanaman modal dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal adalah segala bentuk
kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal
asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia, definisi ini juga senada
dalam Pasal 1 Peraturan Presiden No 76 Tahun
2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
Di Bidang Penanaman Modal.
Modal dalam negeri adalah modal yang
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia,
perseorangan warga negara Indonesia, atau
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau
tidak berbadan hukum (Pasal 1 Ayat (9)
Peraturan Presiden No.76 Tahun 2007 tentang
kriteria dan persyaratan penyusunan bidang
usaha yang tertutup dan terbuka dengan
persyaratan di bidang penanaman modal).
Berbeda dengan pengertian diatas, dalam
Pasal 1 Ayat (2) UU Penanaman Modal
memberikan pengertiannya sendiri bahwa:
“penanaman modal dalam negeri adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal dalam
negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri”. Penanaman modal asing juda dapat
didefinisikan sebagai kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri (Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal).
Umumnya setiap Negara membutuhkan
modal pembangunan nasional melalui
penanaman modal, sehingga kehadiran para
investor tidak mungkin dihindari.
Permasalahannya kehadiran investor sangat
dipengaruhi kondisi internal negara, seperti
stabilitas ekonomi, politik negara, dan
penegakan hukum. Untuk memenuhi harapan
tersebut, pemerintah dan masyarakat dituntut
menciptakan iklim yang kondusif untuk
investasi bagi pertumbuhan perindustrian
nasional Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
antara lain adalah dengan mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dan kebijaksanaan
pemerintah yang pada dasarnya tidak akan
merugikan kepentingan nasional dan
kepentingan investor. Tujuan penyelenggaraan
penanaman modal sebagaimana ditetapkan
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
tahun 2007, antara lain (1) meningkatkan
3
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
pertumbuhan ekonomi nasional; (2)
menciptakan lapangan kerja; (3) meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan; (4)
meningkatkan kemampuan daya saing dunia
usaha nasional; (5) meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional; (6) mendorong
pengembangan ekonomi kerakyatan; (7)
mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi
riil dengan menggunakan dana dari dalam negeri
maupun dari luar negeri; dan (8) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
3. Gambaran Umum DNI danPenanaman Modal
3.1. Perkembangan Daftar Negatif Investasi
(DNI)
Sebelum memutuskan untuk melakukan
investasi atau penanaman modal di suatu
negara, biasanya para investor akan
memperhatikan beberapa hal guna
meminimalisasi resiko dalam berinvestasi. Salah
satunya adalah melalui transparansi, yaitu
kejelasan mengenai peraturan perundang-
undangan, prosedur administrasi yang berlaku
serta kebijakan investasi di negara penerima
modal (host country). Tujuan transparansi atau
keterbukaan adalah membuka ketertutupan
informasi, agar tidak menimbulkan
ketidakpastian bagi investor. Ketidakpastian
dapat mengakibatkan investor sulit untuk
mengambil keputusan untuk berinvestasi.
Sebagai wujud pelaksanaan prinsip keterbukaan
(transparansi) yang tersebut dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf (b) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007,
pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif
Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang
ditetapkan pada tanggal 25 Mei 2010. Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010 menggantikan
Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 dan
Perpres No 111 Tahun 2007 yang telah dinyatakan
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak
berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2010.
Daftar Negatif Investasi (DNI) yang ada
sekarang dahulu disebut Daftar Skala Prioritas
(DSP), Daftar Negatif Investasi (DNI)
merupakan hasil perubahan Daftar Skala
Prioritas (DSP) yang dilakukan dalam rangka
penyederhanaan. Daftar Skala Prioritas
Bidang-bidang Usaha Penanaman Modal,
terdiri dari:
1. Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha
Penanaman Modal Asing
2. Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha
Penanaman Modal Dalam Negeri;
3. Daftar Bidang Usaha di luar Undang-
undang Penanaman Modal Asing dan
Undang-undang Penanaman Modal Dalam
Negeri
4. Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup.
Pada tahun 1998, Daftar Negatif Investasi
(DNI) diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun
1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998,
kemudian kedua peraturan tersebut diubah
dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000,
Keppres Nomor 96 Tahun 2000 kemudian
diubah lagi dengan Keppres Nomor 118 Tahun
2000. Dan pada tahun 2007 Daftar Negatif
Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanamaan Modal (Perpres No. 77 Tahun
2007) dan Peraturan Presiden Nomor 111
Tahun 2007 tentang Perubahan Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan (Perpres No. 111
Tahun 2007). Dan pada saat ini Daftar Negatif
Investasi (DNI) diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010.
Berkaitan dengan pengaturan DNI,
pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan
pengaturan mengenai kriteria dan persyaratan
4
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
bidang usaha yakni Perpres No 76 Tahun 2007
tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal (Perpres Nomor 76 Tahun
2007), dan pada saat ini DNI diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010.
Pada pasal 3 Peraturan Presiden No 76
Tahun 2007, Penentuan kriteria dan
persyaratan penyusunan bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan (DNI) bertujuan untuk:
1. meletakkan landasan hukum yang pasti
bagi penyusunan peraturan yang terkait
dengan penanaman modal;
2. menjamin transparansi dalam proses
penyusunan daftar bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan;
3. memberikan pedoman dalam menyusun
dan menetapkan bidang usaha tertutup
dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan;
4. memberikan pedoman dalam melakukan
pengkajian ulang atas daftar bidang usaha
yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyratan, dan
5. memberikan pedoman apabila terjadi
perbedaan penafsiran atas daftar bidang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan
Tabel 1.
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal
Sumber: Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007
No Sektor Bidang Usaha KBLI
1 Kebudayaan & Pariwisata Perjudian/Kasino 92429
Peninggalan Sejarah danPurbakala (candi, keraton,prasasti, petilasan,
bangunankuno,temuan bawah laut, dsb) 92323
Museum 92321
Pemukiman/Lingkungan Adat 92323
Monumen 92324
Obyek Ziarah( Tempat peribadatan, petilasan, makam dsb) 92439
2 Kehutanan Pemanfaatan (pengambilan) Koral Alam 01501
3 Kelautan dan Perikanan Penangkapan Spesies Ikan dalam Appendix 1 CITES 05011
4 Komunikasi dan Informatika Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 64223
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio dan Televisi 92131
5 Perhubungan Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal 63310
Pemasangan dan Pemeliharaan Perlengkapan Jalan 45326
Penyelengaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 63390
Penyelengaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 63390
Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 63390
Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 63321
Vessel Traffic Information System (VTIS) 63321
63322
63223
Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS) Provider 63330
6 Perindustrian Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan
24212
24119
Industri Bahan Kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia 24119
Industri Minuman Mengandung Alkohol 15510
15520
15530
Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Bahan Mengandung Merkuri 24111
Industri Siklamat Dan Sakarin 24119
Industri Logam Dasar Bukan Besi (Timah Hitam) 27201
7 Pertanian Budidaya Ganja 01119
5
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Lebih lanjut di Pasal 5 Perpres No 76 Tahun
2007 menjelaskan bahwa Penentuan bidang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan menggunakan
prinsip-prinsip dasar sebagai berikut (1)
Penyederhanaan (2) Kepatuhan terhadap
perjanjian atau komitmen internasional, (3)
Transparansi, (4) Kepastian hukum, dan (5)
Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar
tunggal.
Dalam perpres No 77 Tahun 2007, terdapat
7 sektor yang tertutup untuk penanaman modal
yaitu sektor (1) Kebudayaan & Pariwisata, (2)
Kehutanan, (3) Kelautan dan Perikanan, (4)
Komunikasi dan Informatika, (5) Perhubungan,
(6) Perindustrian, dan (7) Pertanian, (secara
lengkap di Tabel 1).
Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang
Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang
Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal, pada Pasal (1) menjelaskan
bahwa Bidang usaha yang tertutup merupakan
bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan
sebagai kegiatan penanaman modal (Lihat Tabel
1).
Perpres No 77 Tahun 2007 di setuaikan
kembali dengan dikeluarkannya Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup
Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Daftar
Bidang Usaha Yang Tertutup yang tertuang dalam
Perpres No 36 Tahun 2010 ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2.
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal
No Sektor Bidang Usaha KBLI
1 Pertanian Budidaya Ganja 01289
2 Kehutanan 1. Penangkapan Spesies Ikan Yang Tercantum dalam Appendix I CITES
2. Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan
bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau
koral mati (recent death coral) dari alam.
01701
03119
03119
3 Perindustrian 1. Industri Minuman Mengandung Alkohol (Minuman Keras, Anggur, dan
Minuman Mengandung Malt)
11010
11020
11030
2. Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri 20111
3. Industri Bahan Kimia Yang Dapat Merusak Lingkungan, seperti:
• Halon dan lainnya 20114
• Penta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT),
Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra Chloride, Methyl Chloroform,
Methyl Bromide, Chloro Fluoro Carbon (CFC)
20119
4. Industri Bahan Kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman,
Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, DLL) 20119
4 Perhubungan 1. Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat 52211
2. Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang 52219
3. Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor 71203
4. Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor 71203
5. Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 52221
6. Vessel Traffic Information System (VTIS) 52221
7. Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara 52230
5 Komunikasi dan
Informatika
Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio
dan Orbit Satelit 61300
6 Kebudayaan dan
Pariwisata 1. Museum Pemerintah 91021
2. Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan,
bangunan kuno, dsb) 91023
3. Pemukiman/Lingkungan Adat 91023
4. Monumen 91023
5. Perjudian/Kasino 92000
Sumber: Peraturan Presiden No 36 Tahun 2010
6
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Secara umum sejauh ini hanya satu sektor yang
awalnya di tutup untuk penanaman modal
pada Perpres No 77 Tahun 2007 yaitu Sektor
Kelautan dan Perikanan, dan pada Perpres No
36 Tahun 2010 sektor tersebut telah dibuka
terutama diutamakan untuk penanaman
modal domestik yang Dicadangkan untuk
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi.
Ada tiga sub bidang usaha di sektor
Kelauatan dan perikanan yang diterbuka untuk
penanaman modal asing tentu dengan
persyaratan persyaratan yang minta dalam
peraturan tesrebut, yaitu sub bidang:
1. Usaha Perikanan Tangkap dengan
menggunakan kapal penangkap ikan
berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di
wilayah penangkapan ZEEI
2. Pemanfaatan (pengambilan) dan
peredaran koral/karang hias dari alam
untuk akuarium*)
3. Pengangkatan Benda Berharga asal
Muatan Kapal yang Tenggelam
Dan terdapat tiga sub bidang usaha di
sektor Kelauatan dan perikanan yang diterbuka
hanya untuk penanaman modal domestik
yaitu sub bidang:
1. Usaha perikanan tangkap dengan
menggunakan kapal penangkap ikan
berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di
wilayah penangkapan laut lepas
2. Perikanan tangkap dengan menggunakan
kapal penangkap ikan berukuran di atas
30 GT, di wilayah perairan di atas 12 Mil.
3. Penggalian Pasir Laut
Pemerintah melonggarkan aturan Daftar
Negatif Investasi (DNI) untuk beberapa sektor.
Sektornya mencakup bidang kesehatan,
perindustrian, pariwisata dan ekonomi kreatif
(parekraf), perdagangan, dan kehutanan.
Revisi tersebut dibuat untuk melonggarkan
aturan DNI yang terbilang ketat untuk beberapa
sektor investasi yang dibatasi. Prinsipnya harus
banyak memberikan peluang terhadap swasta.
Sebetulnya bukan dibuka, tapi lebih
dilonggarkan. Dulu persyaratannya X persen
untuk asing sekarang X minus. Misalnya 49%
menjadi 65%. Namun secara umum tujuan
pemerintah melonggarkan DNI adalah dalam
rangka untuk meningkatkan PMA dan PMDN di
Indonesia.
Ketidakpastian mengenai proses
perubahan dan transisi serta bagaimana
perubahan DN ini dapat diaplikasikan dimasa
depan akan menjadi masalah tersendiri bagi
perusahaan asing, contoh, apa yang terjadi bila
sebuah perusahan yang telah berdiri ingin
melakukan ekspansi? Apakah mereka harus
mengikuti peraturan DNI yang baru atau
mengikuti peraturan yang berlaku pada saat
perusahaan tersebut berdiri?
Diperlukan sebuah dasar pemikiran yang
lebih rasional atau lebih filosofi yang melatar
belakangi keputusan penentuan kriteria
perubahan pada Daftar Negatif Investasi,
karena perubahan DNI ini secara langsung
mempengaruhi kondisi perusahaan, jika DNI
tidak konsisten maka dapat dipastikan akan
menurunkan minat investor ke Indonesia.
Mengingat DNI mempunyai sifat strategis yaitu
untuk melindungi kepentingan nasional dalam
kerangka penciptaan iklim investasi yang sehat
serta mempertimbangkan masalahnya yang
bersifat lintas sektor, maka penyusunan DNI
perlu dilakukan oleh tim khusus yang
bertanggung jawab kepada Presiden.
3.2. Realisasi Penanaman Modal
Nilai investasi Triwulan II 2013 merupakan
realisasi investasi yang dilakukan selama 3
bulan periode laporan (April–Juni 2013)
berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman
Modal (LKPM) yang diterima BKPM. Diluar
7
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
investasi Migas, Perbankan, Lembaga Keuangan
NonBank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, dan
Industri Rumah Tangga.
Nilai investasi dalam Rp.Triliun (T) dan Kurs
US$.1=Rp.9.300,-. Realisasi investasi pada
Triwulan II 2013: Rp.99,8T, meningkat 7,3% dari
Triwulan I 2013 (Rp.93,0T) atau meningkat 29,8%
dari Triwulan II 2012 (Rp.76,9T). Realisasi
investasi pada Januari–Juni 2013: Rp.192,8T,
meningkat 30,2% dari tahun sebelumnya yaitu
Januari–Juni 2012 (Rp.148,1T) (Gambar 1).
Penyerapan tenaga kerja Indonesia secara
langsung pada periode Triwulan II 2013
sebanyak 626.376 orang. Penyerapan tertinggi
oleh PMA, yaitu sebesar 386.566 orang (61,71%
dari total tenaga kerja). Keberadaan investasi
PMDN dan PMA diperkirakan akan dapat
mengakibatkan efek ganda terhadap
penyerapan tenaga kerja secara tidak langsung
yaitu sebesar 4 kali. Sejauh ini hubugan antara
investasi dengan penyerapan tenaga kerja
masih positif dan searah dengan
perkembangan investasi.
Gambar 1. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal
Triwulan II Tahun 2013
Sumber: BKPM, Juli 2013 (diolah)
3.3. Realisasi Penanaman Modal
Berdasarkan Sektor
Minat investasi dari PMA terlihat masih
terbesar di sector sekunder yaitu sebesar US $
3,459.5 Juta (48.23% terhadap total investasi
PMA), yang tersebar di sektor (1) Ind. Kendaraan
Bermotor & Alat Transportasi Lain, (2) Industri
Makanan, dan (3) Ind. Kimia dan Farmasi (Tabel
3).
Sementara di sektor primer yang
menyumbang sebesar US $ 1,646.1 Juta (22.95%
dari total investasi PMA), terbesar hanya di
sektor pertambangan, yaitu US $ 1,242.0 Juta
(17.32% dari total Investasi PMA atau sebesar
75.5% dari total investasi PMA di sector Primer)
dan kedua diikuti oleh sektor Tanaman Pangan
& Perkebunan yang menyumbang sebesar US $
372.6 juta (22.6% dari total Investasi PMA di
sektor Primer).
8
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Tabel 3. Perkembangan Realisasi Investasi PMA
Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013
Sumber: BKPM, Juli 2013
P I P I P I P I P I
I SEKTOR PRIMER / Primary Sector 428 3,033.9 713 4,883.2 734 5,933.1 361 1,694.9 400 1,646.1
1 Tanaman Pangan & Perkebunan / Food Crops & Plantation 159 751.0 264 1,222.5 261 1,601.9 127 314.3 146 372.6
2 Peternakan / Livestock 11 25.0 14 21.1 14 19.8 3 1.7 10 8.2
3 Kehutanan / Forestry 12 39.4 15 10.3 16 26.9 11 1.4 9 22.6 4 Perikanan / Fishery 19 18.0 29 10.0 31 29.0 13 1.2 27 0.6
5 Pertambangan / Mining 227 2,200.5 391 3,619.2 412 4,255.4 207 1,376.3 208 1,242.0 II SEKTOR SEKUNDER / Secondary Sector 1,091 3,337.3 1,643 6,789.6 1,714 11,770.0 608 4,552.2 986 3,459.5
6 Industri Makanan / Food Industry 194 1,025.7 308 1,104.6 347 1,782.9 156 405.5 223 542.2
7 Industri Tekstil / Textile Industry 110 154.8 166 497.3 149 473.1 42 234.3 66 160.5
8 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki / Leather Goods & Footwear Industry
30 130.4 59 255.0 73 158.9 19 25.4 25 3.8
9 Industri Kayu / Wood Industry 31 43.1 29 51.1 38 76.3 5 0.9 29 12.7
10 Ind. Kertas dan Percetakan/Paper and Printing Industry 32 46.4 42 257.5 57 1,306.6 20 579.3 34 180.4
11 Ind. Kimia dan Farmasi / Chemical and Pharmaceutical Industry 159 793.4 223 1,467.4 230 2,769.8 90 1,228.2 136 545.0
12 Ind. Karet dan Plastik / Rubber and Plastic Industry 100 104.3 148 370.0 147 660.3 41 122.1 72 74.3
13 Ind. Mineral Non Logam / Non Metallic Mineral Industry 8 28.4 46 137.1 48 145.8 25 30.0 43 220.2
14 Ind. Logam, Mesin & Elektronik / Metal, Machinery & Electronic Industry
269 589.5 383 1,772.8 364 2,452.6 121 1,041.9 192 684.1
15 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam/Medical Preci. & Optical Instru, Watches & Clock Industry
2 - 5 41.9 4 3.4 3 0.1 2 -
16 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry
97 393.8 147 770.1 163 1,840.0 49 866.4 103 1,005.9
17 Industri Lainnya / Other Industry 59 27.6 87 64.7 94 100.2 37 18.1 61 30.3
III SEKTOR TERSIER / Tertiary Sector 1,557 9,843.6 1,986 7,801.7 2,131 6,861.7 1,044 801.2 1,448 2,067.0
18 Listrik, Gas dan Air / Electricity, Gas & Water Supply 42 1,428.6 64 1,864.9 65 1,514.6 34 218.0 51 470.4 19 Konstruksi / Construction 65 618.4 63 353.7 77 239.6 28 30.7 52 334.8
20 Perdagangan & Reparasi / Trade & Repair 735 773.6 899 826.0 983 483.6 500 215.5 649 130.3
21 Hotel & Restoran / Hotel & Restaurant 181 346.6 205 242.2 223 768.2 107 31.2 133 65.7 22 Transportasi, Gudang & Komunikasi/Transport, Storage & 87 5,072.1 86 3,798.9 93 2,808.2 33 51.8 68 760.2
23 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran/Real Estate, Ind. Estate & Business Activities
71 1,050.4 109 198.7 131 401.8 79 116.7 85 250.4
24 Jasa Lainnya / Other Services 376 553.9 560 517.3 559 645.8 263 137.3 410 55.2
JUMLAH / Total 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5
2012 Q1 2013 Q2 2013
NO. S E K T O R / S e c t o r
2010 2011
1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha,
Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan
Investasi Rumah Tangga
2. P : Jumlah Proyek
3. I : Nilai Investasi dalam US $. Juta
Sedangkan sektor Tersier, investasi PMA
adalah sebesar US $ 2,067.0 juta (28.82%
terhadap total investasi PMA). Investasi PMA
terbesar di sektor ini adalah sector Transportasi,
Gudang & Komunikasi (36.78%), Listrik, Gas dan
Air (22.76%) dan sektor Kontruksi (16.20%)
(Lihat Tabel 3).
Total Investasi PMDN berdasarkan sektor
terbesar disumbangkan oleh sektor Sekunder
Rp. 15,989.9 M (48.27%), kedua diikuti oleh
sektor Tersier sebesar Rp 10,057.3 M dan ketiga
adalah sektor primer Rp.7,080.8 M (21.37%).
Sektor primer investasi PMDN hanya tersebar
di dua sektor yaitu sektor Pertambangan
(73.92%) dan Tanaman Pangan & Perkebunan
(23.51%). Sementara di sektor Peternakan
hanya menyumbang sebesar (2.58%),
sedangkan sektor Kehutanan dan Perikanan
sampai pada Q2 tahun 2013 adalah nol persen.
Ini mengindikasikan bahwa kedua sektor
tersebut PMA dan PMDN tidak tertarik untuk
menanamkan modalnya di sektor tersebut
dan juga karena pemberlakuan DNI yang
sebelumnya sektor kelautan dan perikanan
9
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Tabel 4.Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman
Modal (LKPM) Menurut Sektor Triwulan II 2013 (Rp Miliar)
Sumber: BKPM, Juli 2013
P I P I P I P I P I
I SE KTO R P RIM ER / Primary Sector 253 12,131.4 363 16,526.3 266 20,369.1 85 7,246.2 139 7,080.8
1 Tanaman Pangan & Perkebunan / Food Crops & P lantation 166 8,727.3 255 9,367.3 180 9,631.5 57 1,259.7 87 1,664.6 2 Peternakan / Livestock 59 156.5 62 247.2 31 97.4 5 15.5 20 182.4 3 Kehutanan / Forestry 8 171.6 11 12.5 9 144.5 - - 5 - 4 Perikanan / Fi shery 2 1.0 5 0.1 7 14.7 1 - 7 - 5 Pertam bangan / M ining 18 3,075.0 30 6,899.2 39 10,480.9 22 5,971.0 20 5,233.8
I I SE KTO R S EKUNDER / Secondary Sector 419 25,612.6 706 38,533.8 714 49,888.9 241 10,926.4 372 15,989.9
6 Industri Makanan / Food Industry 166 16,405.4 258 7,940.9 222 11,166.7 81 3,978.9 143 4,957.5 7 Industri Tekst il / Tex t ile Indus try 26 431.7 52 999.2 51 4,450.9 22 811.9 28 174.5 8 Ind. Barang Dari Kulit & Alas K aki / Leather G oods & Footwear 4 12.5 3 13.5 9 76.7 1 - 4 0.1 9 Industri K ayu / Wood Industry 6 451.3 14 514.9 15 57.0 4 49.4 5 - 10 Ind. Kertas dan Percetakan/Paper and Print ing Industry 25 1,102.8 53 9,296.3 64 7,561.0 20 956.1 40 3,917.7 11 Ind. K im ia dan Farmasi / Chem ical and Pharm aceutical Industry 64 3,266.0 106 2,711.9 94 5,069.5 33 1,522.0 56 1,268.6
12 Ind. Karet dan P lastik / Rubber and P lastic Indust ry 48 522.8 81 2,295.7 110 2,855.0 25 482.8 36 60.5 13 Ind. Mineral Non Logam / Non M etallic M ineral Industry 13 2,264.6 39 7,440.5 37 10,730.7 15 1,288.2 15 2,147.2 14 Ind. Logam, Mes in & E lekt ronik / M etal, Machinery & Electronic
Industry50 789.6 76 6,787.0 81 7,225.7 28 1,769.7 29 2,803.6
15 Ind. Inst ru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam/Medical Preci. & Optical Instru, Watches & Clock Industry
- - 1 - - - 1 5.5
16 Ind. Kendaraan Berm otor & Al at Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other T ransport Equip. Indus try
15 362.2 16 529.1 21 664.4 6 39.6 12 633.2
17 Industri Lainnya / Other Industry 2 3.7 7 4.8 10 31.5 5 22.3 4 27.1
III SE KTO R T ERS IE R / Tertiary S ecto r 203 22,882.2 244 20,940.6 230 21,924.0 108 9,324.9 130 10,057.3
18 Listrik, Gas dan Air / Electric ity, Gas & Water Supply 31 4,929.8 49 9,134.7 42 3,796.8 10 1,725.3 25 3,021.1 19 Konstruksi / Constructi on 7 67.6 8 598.2 17 4,586.6 7 101.0 9 2,106.2 20 Perdagangan & Reparasi / T rade & Repair 32 116.4 31 328.6 35 1,030.4 26 3.9 17 769.3 21 Hotel & Restoran / Hotel & Restaurant 27 390.3 26 394.4 34 1,015.0 16 53.4 27 169.9 22 Transportasi, Gudang & K omunikasi/Transport, S torage &
Comm unicat ion34 13,787.7 27 8,130.1 33 8,612.0 26 5,970.5 25 3,550.8
23 Perum ahan, Kawasan Ind & P erkantoran/Real Estate, Ind. E state & Bus iness Act iv ities
3 261.7 8 732.7 6 58.0 7 1,450.0 7 190.2
24 Jasa Lainnya / O ther Services 69 3,328.6 95 1,621.9 63 2,825.1 16 20.9 20 249.9
JUM LAH / T o t a l 875 60,626.3 1,313 76,000.7 1,210 92,182.0 434 27,497.5 641 33,128.0
2012 Q 1 2013 Q2 2013
NO. S E K T O R / S e k t o r
2010 2011
tertutup untuk penanaman Modal. Disektor
tersier masih terbesar disumbankan oleh sektor
Industri Makanan, Ind. Kertas dan Percetakan,
Ind. Logam, Mesin & Elektronik, dan Ind. Mineral
Non Logam. Sementara di sektor tersier,
perilaku PMA dan PMDN hampir sama, yang di
dominasi oleh sektor Transportasi, Gudang &
Komunikasi, Listrik, Gas dan dan sector Kontruksi
(Lihat Tabel 4).
3.4. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan
Lokasi
Nilai PMA berdasarkan lokasi terbesar
masih terdapat di pulau Jawa yaitu sebesar US
$. 4,787.0 juta (66.74% terhadap total investasi
PMA) kemudian diikuti oleh pulau Kalimantan
US $ 11.24 juta, pulau Sumatera sebesar US $
9.17 juta dan Papua sebesar US $ 7.52 juta
selebihnya pulau Bali, Sulawesi, dan Maluku
kurang dari 5% dari total investasi PMA (Tabel
5).
Hal yang sama juga terjadi pada PMDN
dimana, kontribusi terbesar masih terdapat
dipulau Jawa yaitu sebesar Rp 16,412.1 M
(49.54%), kemudian diikuti oleh pulau Sumatera
Rp 6,882.0 M (20.77%), Kalimantan Rp.5,688.5 M
(17.17%) dan pulau Bali-Nusa Tenggara Rp
2,401.3 M (7.25%). Sementera pulau-pulau
lainnya di Indonesia nilai PMDN masih kurang
dari 5% dari total investasi PMDN (Lihat Tabel
6). Rendahnya invesasi di bagian timur, seperi
Pulau Maluku dan Papua Barat adalah
disebabkan karena iklim investasi yang kurang
memadai di tambah dengan kondisi infrastruktur
daerah yang masih relatif kurang memadai.
Berdasarkan Koridor Ekonomi pada periode
Januari Juni 2013, realisasi PMDN dan PMA
tertinggi ada di Koridor Jawa. Realisasi PMDN
terbesar berikutnya berada di Koridor
Kalimantan, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara,
Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Sedangkan
PMA terbesa rberikutnya berada di Koridor
10
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman
Modal (LKPM) Menurut Lokasi Triwulan II 2013
P I P I P I P I P I
I SUM AT ERA / S umater a 359 747.1 667 2,076.6 695 3,729.3 206 1,084.3 385 657.8
1 NA NGGROE ACEH DARUS SALAM / NA D 13 4.6 40 22.5 26 172.3 18 40.4 19 29.4
2 SUMATERA UT ARA / North Sum atera 78 181.1 115 753.7 133 645.3 51 175.3 112 230.8
3 SUMATERA BA RAT / W est Sumatera 10 7.9 43 22.9 45 75.0 20 15.2 29 16.3 4 R I A U / Riau 45 86.6 64 212.3 81 1,152.9 30 588.7 54 132.9 5 JAMBI / Jam bi 12 37.2 31 19.5 30 156.3 12 16.4 17 6.1 6 SUMATERA SE LATAN / South Sumatera 51 186.3 99 557.3 107 786.4 27 112.6 48 83.1 7 BE NGKULU / Bengkulu 11 25.1 18 43.1 21 30.4 6 13.2 12 3.8 8 LAMPUNG / Lampung 31 30.7 54 79.5 57 114.3 11 7.5 16 10.8 9 BA NGK A BE LITUNG / B angka Belitung 22 22.0 48 146.0 30 59.2 12 10.9 12 47.6 10 KE PULAUAN RIAU / Ri au Is lands 86 165.7 155 219.7 165 537.1 19 104.2 66 97.0
- I I JAWA / Java 1,973 11,498.8 2,632 12,324.5 2,807 13,659.9 1,275 3,779.4 1,744 4,787.0 -
11 DKI JAKART A / Jakarta Capital Territory 885 6,429.3 1,094 4,824.1 1,148 4,107.7 715 477.4 872 960.7 12 JAWA BARA T / W est Java 595 1,692.0 825 3,839.4 682 4,210.7 239 1,339.2 400 1,653.9 13 JAWA TENGAH / Central Java 83 59.1 122 175.0 141 241.5 47 241.4 52 91.1 14 D.I YOGYAKARTA / S pecial Region of Yogyakarta 20 4.9 22 2.4 28 84.9 15 7.0 24 4.6 15 JAWA TIMUR / East Java 110 1,769.2 208 1,312.0 403 2,298.8 116 605.0 245 812.6 16 BA NT EN / Banten 280 1,544.2 361 2,171.7 405 2,716.3 143 1,109.3 151 1,264.0
- II I BALI & NUS A TE NGG ARA / Bali & Nusa T enggara 372 502.7 474 952.7 477 1,126.6 169 224.9 330 109.9
- 17 B A L I / Bali 279 278.3 337 482.1 324 482.0 83 11.1 230 50.3 18 NUSA T ENGGARA BARA T / W est Nusa Tenggara 81 220.5 113 465.1 133 635.8 80 211.5 80 57.7 19 NUSA T ENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara 12 3.8 24 5.5 20 8.7 6 2.2 20 1.9
- IV KALIMANTAN / Kalim an tan 254 2,011.4 331 1,918.8 355 3,208.6 216 338.3 247 805.9
- 20 KA LIMANT AN B ARAT / W est Kalim antan 50 170.4 47 500.7 45 397.5 33 116.8 44 134.7 21 KA LIMANT AN TENGAH / Central K alim antan 62 546.6 91 543.7 89 524.7 67 48.5 65 124.7 22 KA LIMANT AN S ELAT AN / South Kalim antan 44 202.2 47 272.1 54 272.3 38 36.6 33 59.4 23 KA LIMANT AN TIMUR / E ast Kalim antan 98 1,092.2 146 602.4 167 2,014.1 78 136.3 105 487.2
- V SUL AWESI / Sulawesi 80 859.1 146 715.3 187 1,507.0 98 719.9 60 189.6
24 SULAW ESI UTARA / North S ulawes i 25 226.8 40 220.2 70 46.7 36 19.1 15 15.4 25 SULAW ESI T ENGAH / Central Sulawes i 7 138.5 18 370.4 27 806.5 14 516.8 4 0.0 26 SULAW ESI SELA TAN / South Sulawes i 33 441.8 36 89.6 29 582.6 21 166.3 17 151.0 27 SULAW ESI T ENGGARA / South E ast S ulawes i 10 14.0 28 17.0 41 35.7 23 17.8 17 19.3 28 GORONTALO / Gorontalo 1 0.8 19 12.5 17 35.3 3 - 6 3.8 29 SULAW ESI BARAT / West Sulawesi 4 37.3 5 5.6 3 0.2 1 0.0 1 -
- VI MALUKU / M aluku 10 248.9 31 141.5 19 98.8 20 63.8 28 83.1
- 30 MALUKU / M al uku 5 2.9 15 11.7 10 8.5 13 5.0 19 4.1 31 MALUKU UTARA / North M aluku 5 246.0 16 129.8 9 90.3 7 58.8 9 79.0
- VII PAPUA / Papu a 28 346.8 61 1,345.1 39 1,234.5 29 837.6 40 539.2
- 32 PA PUA / Papua 18 329.6 36 1,312.0 21 1,202.4 18 832.9 22 514.4 33 IRIAN JAYA BARAT / W est I rian 10 17.2 25 33.1 18 32.0 11 4.7 18 24.8
JUML AH / To tal 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5
2012 Q1 2013 Q2 2013NO. LOKASI / L ocation
2010 2011
Sumber: BKPM, Juli 2013
Tabel 6. Perkembangan Realisasi Investasi PMDN
Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman
P I P I P I P I P I
I SUMATERA / Sumatera 222 4,224.2 370 16,334.3 287 14,256.2 55 4,034.3 196 6,882.0
1 NANGGROE ACEH DARUSSALAM / Nanggroe Aceh Darussalam 5 40.9 16 259.4 11 60.2 19 1,522.1 9 746.5
2 SUMATERA UTARA / North Sumatera 41 662.7 79 1,673.0 61 2,550.3 7 1,991.0 68 1,410.7
3 SUMATERA BARAT / West Sumatera 11 73.8 24 1,026.2 22 885.3 3 5.8 9 239.0 4 R I A U / Riau 52 1,037.1 56 7,462.6 51 5,450.4 2 149.4 34 1,985.8 5 JAMBI / Jambi 17 223.3 30 2,134.9 24 1,445.7 - - 19 1,302.7 6 SUMATERA SELATAN / South Sumatera 29 1,738.4 48 1,068.9 32 2,930.6 11 281.9 14 533.5 7 BENGKULU / Bengkulu 2 8.5 2 - 1 52.6 1 27.6 1 82.0 8 LAMPUNG / Lampung 32 272.3 58 824.4 48 304.2 2 14.5 11 162.5 9 BANGKA BELITUNG / Bangka Belitung 5 0.4 7 514.4 4 533.5 1 28.2 2 95.8 10 KEPULAUAN RIAU / Riau Islands 28 166.9 50 1,370.4 33 43.5 9 13.9 29 323.6
II JAWA / Java 397 35,140.3 601 37,176.2 636 52,692.9 257 13,506.3 301 16,412.1
11 DKI JAKARTA / Jakarta Capital Territory 86 4,598.5 84 9,256.4 72 8,540.1 44 1,872.8 37 1,279.3 12 JAWA BARAT / West Java 103 15,799.8 170 11,194.3 125 11,384.0 37 867.8 55 1,628.3 13 JAWA TENGAH / Central Java 40 795.4 100 2,737.8 78 5,797.1 53 1,012.7 29 595.2 14 D.I YOGYAKARTA / Special Region of Yogyakarta 3 10.0 7 1.6 6 334.0 1 15.1 10 107.3 15 JAWA TIMUR / East Java 89 8,084.1 157 9,687.5 289 21,520.3 103 9,011.9 145 10,500.2 16 BANTEN / Banten 76 5,852.5 83 4,298.6 66 5,117.5 19 726.0 25 2,301.8
III BALI & NUSA TENGGARA / Bali & Nusa Tenggara 39 2,119.3 32 356.7 29 3,167.8 15 50.0 26 2,401.3
17 B A L I / Bali 19 313.4 18 313.4 15 3,108.0 5 25.0 15 1,065.0 18 NUSA TENGGARA BARAT / West Nusa Tenggara 16 1,805.8 11 42.3 11 45.4 9 14.8 9 1,329.9 19 NUSA TENGGARA TIMUR / East Nusa Tenggara 4 0.1 3 1.0 3 14.4 1 10.3 2 6.5
IV KALIMANTAN / Kalimantan 149 14,575.6 198 13,467.4 183 16,739.7 79 9,145.5 79 5,688.5
20 KALIMANTAN BARAT / West Kalimantan 43 1,171.7 56 1,404.0 53 2,811.0 13 202.7 8 172.3 21 KALIMANTAN TENGAH / Central Kalimantan 34 3,507.7 55 3,376.0 46 4,529.6 32 676.7 23 548.8 22 KALIMANTAN SELATAN / South Kalimantan 26 2,015.0 39 2,118.3 40 3,509.8 10 3,420.3 21 1,686.8 23 KALIMANTAN TIMUR / East Kalimantan 46 7,881.3 48 6,569.1 44 5,889.3 24 4,845.9 27 3,280.7
V SULAWESI / Sulawesi 58 4,337.6 82 7,227.5 59 4,901.0 20 622.0 25 1,284.5
24 SULAWESI UTARA / North Sulawesi 13 95.8 11 331.6 8 678.5 5 43.6 2 3.6 25 SULAWESI TENGAH / Central Sulawesi 7 153.6 12 2,620.2 2 602.8 2 43.9 2 153.8 26 SULAWESI SELATAN / South Sulawesi 23 3,212.3 42 3,986.3 34 2,318.9 9 78.0 13 367.5 27 SULAWESI TENGGARA / South East Sulawesi 5 19.2 8 59.0 6 907.3 3 324.3 2 234.0 28 GORONTALO / Gorontalo 3 16.7 3 11.8 2 164.9 - - 1 84.4 29 SULAWESI BARAT / West Sulawesi 7 840.0 6 218.6 7 228.6 1 132.2 5 441.2
VI MALUKU / Maluku 2 0.0 4 13.6 4 323.9 3 82.4 2 279.7
30 MALUKU / Maluku 1 - 2 0.1 2 3.4 2 - 1 - 31 MALUKU UTARA / North Maluku 1 - 2 13.5 2 320.5 1 82.4 1 279.7
VII PAPUA / Papua 8 229.3 26 1,425.0 12 100.5 5 56.9 12 180.0
32 PAPUA / Papua 7 178.0 21 1,377.9 7 54.7 1 13.7 7 160.4 33 PAPUA BARAT / West Papua 1 51.3 5 47.2 5 45.8 4 43.2 5 19.6
JUMLAH / Total 875 60,626.3 1,313 76,000.7 1,210 92,182.0 434 27,497.5 641 33,128.0
2012 Q1 2013 Q2 2013NO. LOKASI / LOCATION
2010 2011
Sumber: BKPM, 2013
11
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Sumatera, Maluku dan Papua, Kalimantan,
Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara. Ini
menunjukkan bahwa sebaran PMDN dan PMA
juga masih terbesar di pulau Jawa (Gambar 2)
Perlu upaya yang serius dari pemerintah
dalam melaukan pemerataan investasi di
seluruh wilayah Indonesia. Jika investasi hanya
terfokus pada daerah bagian barat, maka
kesenjangan antara daerah pun akan semakin
tinggi, dan ini tidak akan mendukung perbaikan
iklim investasi ke depan. Menumpukkan
investasi di pulau Jawa-Sumatera, sebenarnya
sudah masalah klasik. Investasi sebenarnya dapat
diarahkan ke wilayah timur Indonesia, jika dan
hanya jika di dukung oleh infrastruktur, iklim
investasi yang baik, dukungan dari pemda
setempat (dalam rangka otonomi daerah), dan
keberpihakan pemerintah terhadap PMDN dan
PMA tentu tanpa harus mengorbankan nilai
budaya-budaya masyarakat yang ada di wilayah
Indonesia.
Gambar 2.
Nilai Realisasi PMDN dan PMA Berdasarkan Koridor Ekonomi
Sumber: BKPM, Juli 2013
3.5. Realisasi Penanaman Modal Asing
Berdasarkan Negara Asal
Realisasi penanaman modal asing dilihat
berdasarkan Negara asal terbesar di
sumbangkan oleh Negara-negara Asia yaitu
pada kwartal kedua (Q2) Tahun 2013 sebesar
51.74% (dengan nilai investasi sebasar Rp
3,710.9 Miliar dengan jumlah proyek sebanyak
1,436) (Lihat Tabel 7).
Dari negara asean terbesar realisasi
investasi terbesar disumbangkan oleh negara
Singpura (19.02%) sementara di Negara asia
diluar asen terbesa disumbangkan oleh Negara
Jepang (16.10%) dengan total Realisasi
investasi sebesar Rp 1,154.6 M. Di luar Negara-
negara asia, terbesar kedua diikuti oleh Negara
Amerika yaitu sebesar 11.61% (Rp 832.7 M).
Secara garis besar, peranan penanaman
modal asing terhadap pembangunan negara
Indonesia antara lain (1) Sumber dana
eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan
oleh negara sedang berkembang sebagai dasar
untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan
12
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Tabel 7. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(LKPM) Menurut Negara Triwulan II 2013
I ASIA / ASIA 1,628 7,977.8 2,311 9,135.5 2,364 11,098.4 1,053 2,914.5 1,436 3,710.9 ASEAN / ASEAN 641 6,131.9 994 5,841.8 1,069 5,460.0 475 779.0 693 1,595.7
1 MALAYSIA / Malaysia 198 472.1 275 618.3 237 529.6 126 155.4 164 222.8 2 SINGAPURA / Singapore 418 5,565.0 679 5,123.0 805 4,856.4 331 616.0 519 1,364.2 3 Lainnya 25 95 40 100 27 74 18 8 10 9
ASIA DILUAR ASEAN / Asia Excluding ASEAN 987 1,845.9 1,317 3,293.6 1,295 5,638.4 578 2,135.5 743 2,115.3 1 HONG KONG / Hong Kong (SAR) 62 566.1 104 135.0 105 309.6 55 45.9 53 188.8 2 INDIA / India 44 8.9 58 41.9 58 78.1 33 29.7 26 27.4 3 JEPANG / Japan 321 712.6 421 1,516.1 405 2,456.9 168 1,151.7 278 1,154.6 4 KOREA SELATAN / South Korea 355 328.5 456 1,218.7 421 1,949.7 174 774.7 215 454.2 5 R. R. CHINA / People's Republic of China 113 173.6 160 128.2 190 141.0 99 60.2 96 113.7 6 TAIWAN / Taiwan 72 47.5 87 243.2 85 646.9 31 7.7 55 142.4 II EROPA / Europe 456 1,302.3 538 2,179.9 520 2,573.9 211 1,139.0 337 469.4 1 BELANDA / Netherlands 106 608.3 118 1,354.4 131 966.5 50 330.5 70 267.9 2 INGGRIS / United Kingdom 132 276.2 156 419.0 97 934.4 48 544.0 87 112.6 3 Lainnya 218 418 264 407 292 673 113 264 180 89 III AMERIKA / America 234 2,715.0 302 2,018.9 345 2,139.5 113 1,109.7 203 832.7 1 AMERIKA SERIKAT/United States of America 100 930.9 112 1,487.8 97 1,238.3 44 885.7 70 467.2 2 BRITISH VIRGIN ISLANDS / British Virgin Islands 99 1,615.9 151 517.1 168 855.9 58 151.1 89 82.4 3 Lainnya 35 168 39 14 80 45 11 73 44 283 IV AUSTRALIA / Australia 104 239.2 142 112.1 144 745.4 70 134.5 79 5.8 1 AUSTRALIA / Australia 94 214.2 123 89.7 137 743.6 70 134.5 73 4.5 2 Lainnya 10 25 19 22 7 2 - - 6 1 V AFRIKA / Africa 45 150.0 57 202.1 42 1,195.7 15 12.5 34 451.6 1 MAURITIUS / Mauritius 20 23.3 20 72.5 23 1,058.8 11 12.5 23 440.9 2 SEYCHEL / Seychelles 12 8.4 19 79.7 11 136.2 2 - 7 10.5 3 Lainnya 13 118 18 50 8 1 2 - 4 0 VI GABUNGAN NEGARA / Joint Countries 609 3,830.4 992 5,826.0 1,164 6,811.8 551 1,738.1 745 1,702.1
Total 3,076 16,214.8 4,342 19,474.5 4,579 24,564.7 2,013 7,048.2 2,834 7,172.5
P I P I P I
2012 Q1 2013 Q2 2013
P I P I NO.
2010 2011
Sumber BKPM 2013 (diloah)
ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan
perpindahan struktur produksi dan
perdagangan, (3) Modal asing dapat berperan
penting dalam memobilisasi dana maupun
transformasi structural, dan (4) investasi
swasta yang tidak tidak mampu memulai
membangun industri-industri berat dan
industri strategis, adanya modal asing akan
sangat membantu untuk dapat mendirikan
pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik
elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya.
Sehingga, kehadiran PMA sangat
diperlukan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi. Modal asing
membantu dalam industrialisasi,
pembangunan modal dan menciptakan
kesempatan kerja, serta keterampilan teknik.
Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan
tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan
kerugian pada tahap perintisan juga
tertanggung, selanjutnya modal asing
mendorong pengusaha setempat untuk
bekerjasama. Modal asing juga membantu
mengurangi problem neraca pembayaran dan
tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat
sektor usaha negara dan swasta domestik dari
negara tuan rumah (host country).
3.6. Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan
Industri Manufactur
Jika dilihat lebih detail Realisasi investasi
berdasarkan status kepemilikan modal di
13
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
industri manufaktur, terlihat bahwa hamper
seluruh sektor dikuasai oleh Swasta Nasional.
Kecuali untuk industry Radio, Televisi dan
Peralatan Komunikasi kepemilikan modal
dikuasai oleh Asing sebesar 57.99%, sementara
swasta nasional memiliki kepemilikan modal
sebesar 41.99%, sebelihnya dimiliki oleh
pemerintah daerah sebear 0.02%. Hal yang
hampir sama untuk industri Industri Mesin &
Peralatan Kantor, Akuntansi & Pengolah Data,
dimana kepemilikan modal hanya dikuasi oleh
swasta nasional yaitu sebear 57.57% dan asing
sebesar 42.43%.
Sementara kepemilikan modal terbesar
yang dimilki oleh pemerintah adalah industri
Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2
dan R4, dan Industri Batu Bara, Minyak dan gas.
Meskipun demikian, kedua industri tersebut
kepemilikan pemerintah pusat maupan
daerah tidak lebih dari 10%, kedua industri
tersebut tetap dikuasasi oleh swasta nasional
(Tabel 8).
Tabel 8. Realisasi Penanaman Modal Pemerintah, Swasta
dan Modal Asing bersadarkan Kode ISIC Digit 2 di Indonesia
ISIC Pemerintah Swasta Asing Total
Pusat Daerah Nasional
Makanan dan minuman 2.34 0.81 92.91 3.94 100
Tembakau 0.33 0.30 98.94 0.42 100
Tekstil 0.25 0.49 94.36 4.93 100
Pakaian jadi 0.07 0.76 90.61 8.56 100
Kulit dan barang dari kulit 0.24 0.37 90.39 8.99 100
Kayu, Barang dari Kayu dan Barang Anyaman 0.51 0.84 93.87 4.78 100
Kertas dan barang dari kertas 0.67 1.33 89.54 8.46 100
Penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman 0.91 2.35 94.78 1.96 100
Industri Batu Bara, Minyak dan gas 5.35 2.76 80.73 11.16 100
Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 2.34 1.61 80.12 15.92 100
Karet dan barang dari karet 2.58 2.38 85.59 9.45 100
Barang galian bukan logam 0.89 0.44 95.17 3.50 100
Logam dasar 2.11 0.43 78.49 18.97 100
Barang-barang dari logam 0.23 1.46 84.65 13.66 100
Mesin dan perlengkapannya 1.09 0.28 72.71 25.92 100
Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi & Peng. Data 0.00 0.00 57.57 42.43 100
Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 0.13 0.41 70.32 29.14 100
Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 0.00 0.02 41.99 57.99 100
Peralatan Kedokteran 0.00 0.00 73.59 26.41 100
Kendaraan bermotor 0.39 0.47 76.03 23.11 100
Alat angkutan, selain kendaraan bermotor R2 dan R4 5.80 1.10 77.93 15.17 100
Furnitur dan industri pengolahan lainnya 0.11 0.44 91.62 7.83 100
Daur ulang 0.00 0.83 94.40 4.76 100
Sumber: IBS, 2010 (diolah)
14
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
Empat sektor industri yang memiliki
status kepemilikan modal Asing lebih dari 25%
adalah:
1. Industri Mesin & Peralatan Kantor,
Akuntansi & Peng. Data
2. Industri Radio, televisi, dan peralatan
komunikasi
3. Industri Mesin dan perlengkapannya, dan
4. Industri Peralatan Kedokteran
Jika dilihat lebih jauh dari keempat sektor
tersebut, ada indikasi bahwa tingginya status
kepemilikan modal asing disektor tersebut
disebabkan karena keterbatasn SDM domestik
dan industri yang menggunakan teknologi
tinggi. Untuk merebut pangsa tersebut tidak
bagi swasta nasional, tanpa dukungan dari
pemerintah.
4. Dampak Penanaman Modaldan DNI terhadap OutputIndustri
Dalam teori produksi maupun dalam teori
makro dijelaskan bahwa output di pengaruhi
oleh modal (capital) dan tenaga kerja (labor).
Secara signkat dalam bentuk fungsi cobb
douglas dituliskan sebagai berikut:
βα LKAY =
Dimana A adalah teknologi, K adalah
modal dan L adalah jumlah tenaga kerja,
sementara α dan β koefisien parameter untuk
modal (PMA dan PMDN) dan tenaga kerja.
Salah properties dari fungsi produksi
Cobb-Douglass yaitu homogenous of degree
one. Suatu fungsi memiliki homogenous of
degre one maka fungsi tersebut memiliki
constant return to scale. Suatu fungsi
homogenous of degree lebih besar dari satu
disebut increasing return to scale dan jika lebih
kecil dari satu disebut decreasing return to
scale (Debertin., 1986). Constant return to scale
terjadi hanya jika parameter α+β=1, jika > 1
maka fungsi disebut sebagai increasing dan jika
< 1 maka fungsi bersifat decreasing. Dalam
tulisan modal diagresi menjadi penanaman
modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman
modal asing (PMA), untuk memudahkan fungsi
diestimasi dengan melakukan transformasi
logaritma dalam bentuk double-log, yang
dituliskan sebagai berikut:
εβααδ ++++= )()()( 21 LLogPMALogPMDNLogYLn (1)
Dimana ε unsur error. Hasil estimasi
dengan menggunakan OLS dan menggunakan
IBS 2010 menunjukkan bahwa penanaman
modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman
modal asing (PMA), berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penciptaan output.
Persamaan (1) diestimasi dengan menggunakan
Ordinari Least Quares (Verbeek, 2000;
Intrilligator, 1996 hasilnya adalah
Ln Y = - 2.580 + 0.119 PMDN + 0.250 PMA + 0.709 L......(2)
tstat
(-9.49) (4.35) (7.90) (14.51)
R2 = 0.5968
Sama halnya dengan faktor tenaga kerja,
yang secara statisitik juga signifikan
mempegaruhi output industri. Untuk melihat
dampak dari kebijakan DNI, dalam model
diproxy dengen menggunkan dummy variabel
di sector yang memiliki konstribusi terbesar
dalam hal permodalan asing seperti industri
Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akuntansi &
Pengolahan Data dan Radio, televisi, dan
peralatan komunikasi.
Ln Y = 0.115 PMDN + 0.242 PMA + 0.752 L – 2.963 DNI .....(3)
tstat
(4.16) (7.65) (15.37) (-10.88)
R2 = 0.5957
Hasilnya (persamaan 3) menujukkan bahwa
kebijakan DNI memberikan dampak negatif bagi
penciptaan output secara keseluruhan. Dengan
adanya kebijakan DNI akan tingkat output akan
berbeda sebesar Rp 2.96 Miliar, dibandingkan
15
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
dengan tanpa kebijakan DNI. Hasil ini tidak
mengejutkan karena memang secara logika
ketika DNI diberlakukan maka tidak semua
investor asing dapat menanamkan modalnya
di secara penuh, melainkan dengan cara syarat
atau bahka tertutup untuk PMA maupaun
PMDN.
Dari kedua persamaan (2) dan (3)
menunjukkan bahwa koefisien parameter PMA,
PMDN dan tenaga kerja masing masing adalah
lebih dari 1 (α+β > 1), yaitu secara berturut-
turut 1.080 dan 1.110. Hal ini mengindikasikan
bahwa output industri di Indonesia tidak
memiliki properties constant return to scale
(CRS) melainkan bersifat increasing return to
scale. Dari ini dapat dijelaskan bahwa kenaikan
input factor produksi di industri berupa modal
(baik modal asing maupun domestik, dan
tenaga kerja) masih memberikan kanaikan hasil
terhadap output industri secara signifikan.
Sebaliknya jika hasil estimasi menunjukkan
bahwa α+β < 1, maka industri kita telah berapa
pada kondisi irrasional, yang ditunjukkan bahwa
kenaiakn faktor produksi seperti modal PMA
dan PMDN atau tenaga kerja, akan menurunkan
jumlah output industri. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa industri manufaktur
Indonesia masih berapa pada fase 1, dimana
kenaikan tambahan penerimaan industry lebih
besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan.
Dengan kata lain bahwa PMA dan PMDN
memiliki peran penting dalam penciptaan
output di industri manufaktur. Secara umum
setiap kebijakan baru pemerintah akan berefek
kepada biaya bagi perusahaan, baik
administrasi maupun produksi.
Chavas (1994) menunjukkan bahwa
kehadiran sunk cost dan informasi baru yang
timbul akibat biaya transaksi dan adanya
temporal uncertainty secara parsial tidak
memberikan dampak terhadap efisiensi
produksi tetapi kombinasi keduanya tidak
menjamin adanya alokasi pareto-optimal.
Interpretasi secara intiutif firma mencoba
mengantisipasi pengaruh informasi baru dalam
rencana entry-exit dan dalam usahanya untuk
menghadapi sunk cost yang terkait dengan
keputusan entry-exit akan berubah sepanjang
waktu. Semakin tinggi sunk cost, semakin tinggi
efek dari informasi baru, akan semakin sedikit
usaha untuk mengubah keputusan entry-exit
yang selanjutnya memperkecil mobilitas
sumber daya. Sunk cost salah satu jenis biaya
yang dikenal di dunia ekonomi. Sunk cost adalah
biaya investasi yang sudah dikeluarkan oleh
seseorang dan tidak dapat dipulihkan kembali.
Di dalam konteks perusahaan, definisi sunk cost
sedikit berbeda, yaitu suatu biaya yang telah
dikeluarkan, tetapi tidak memiliki hubungan
langsung dengan proses produksi yang terjadi
di dalam perusahaan. Secara sederhana dapat
diartikan bahwa perubahan kebijakan
pemerintah (DNI) akan membawa efek bagi
keputusan investor ke Indonesia.
5. Saran dan Rekomendasi
Peranan PMDN dan PMA di Indonesia
cukup besar dalam mendukung perkembangan
perekonomian Indonesia. Terdapat empat
faktor yang paling besar mempengaruhi
investasi yang dijadikan pertimbangan investor
dalam menanamkan modalnya, yaitu (1)
infrastruktur, (2) ketersedian SDM, (3) stabilitas
politik, dan (4) kebijakan pemerintah.
Kelemahan dari keempat faktor tersebut
menyebabkan investor asing enggan masuk ke
Indonesia yang telah disetujui oleh pemerintah
serta terjadinya relokasi industri ke negara lain
yang berakibat adanya pelarian modal (capital
flight).
DNI seharusnya mencakup bidang-bidang
usaha yang bersifat strategis. Dengan demikian
DNI berlaku pada setiap daerah. Sebaliknya
bidang usaha yang tidak termasuk dalam DNI
bersifat terbuka bagi semua daerah. Penetapan
bidang-bidang usaha yang ditutup perlu
16
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
mempunyai pertimbangan yang jelas. Untuk
itu penetapan DNI dalam bentuk keppres perlu
dilampiri dengan pertimbangan-
pertimbangan pokok ditutupnya suatu bidang
usaha. Pertimbangan tersebut harus
menggambarkan urgensi nasional dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka penutupan
beberapa bidang usaha tidak akan
mempengaruhi iklim investasi.
Karena dari hasil estimasi diketahui
bahwa DNI memberikan pengaruh negatif bagi
perkembangan PMDN dan PMA, oleh karena
itu pemerintah harus lebih memperhatikan
kebijakan DNI untuk mendukung adanya
penanaman modal asing dan domestik di
Indonesia. Sehingga dalam proses penyusunan
DNI, usulan departemen teknis diharuskan
mencantumkan pertimbangan-pertimbangan
pokok disertai dengan dampak-dampak
negatifnya apabila suatu bidang usaha ditutup
untuk PMA. Mengingat DNI mempunyai sifat
strategis yaitu untuk melindungi kepentingan
nasional dalam kerangka penciptaan iklim
investasi yang sehat serta mempertimbangkan
masalahnya yang bersifat lintas sektor.
Karena dalam setiap proses perubahan
kebijakan berdampak pada biaya peruahaan
maka, ketidakpastian mengenai proses
perubahan dan transisi serta bagaimana
perubahan DNI harus transparan dan konsisten
agar dapat diaplikasikan dimasa depan, dan
sekali lagi penysunan DNI harus memiliki dasar
pemikiran yang rasional atau filosofi yang
melatarbelakangi DNI.
Berdasarkan kondisi perkembangan
investasi swasta di Indonesia beberapa hal yang
perlu diperhatikan pemerintah untuk menarik
minat investasi adalah menciptakan iklim
investasi yang kondusif melalui penegakan
hukum dan jaminan keamanan investor.
Penggalian sumber dana domestik perlu terus
dilakukan dengan perlakuan yang sama bagi
setiap individu dan mengurangi biaya transaksi
yang menjadi penghambat minat investasi
domestik serta penyusunan DNI yang logis dan
konsisten.
17
Ad
va
ncin
g I
nd
on
esia
’s C
ivil
So
cie
ty i
n T
rad
e a
nd
In
ve
stm
en
t C
lim
ate
(A
CT
IV
E)
Pro
gra
mm
e
BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan I Tahun 2013. Badan Koordinasi Penanaman
Modal Republik Indonesia 22 April 2013. Jakarta
BKPM, Realisasi Penanaman Modal PMDN–PMA, Triwulan II dan Januari–Juni Tahun 2013. Badan
Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia 23 Juli 2013. Jakarta.
Chavas, J.P. 1994. Production and Invesment Decisions Under Sunk Cost and Temporal Uncertainty.
American Journal of Agricultural Economics, Edisi Februari 1994. Volume 76 No. 1 : 114-127.
Claessens, S. 1995. The Emergency of Equity Investment in Developing Conutry; Overview. The Word
Bank Economic Review, Edisi Januari 1995. Vol. 9. No. 1 : 1-18.
Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York.
Greenwood, J. Z. Hercowitz dan G. W. Huffman, 1988. Investment, Capacity Utilization, dan Real
Business Cycle, The American Economic Review, Edisi Juni 1988 Vol. 78 No. 3 : 402-417.
Intrilligator, M. D., R. G. Bodkin, and C. Hsiao, 1996. Econometric Models, Techniques, and Applications.
Second Edition. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.
Pindyck, R. S., and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts. Third Edition.
McGraw-Hill, Inc. Singapore.
Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics, University of California - The McGraw-Hill Companies,
Inc. New York.
Sitepu, R. K. 2002. Dampak Kebijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Penawaran
dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan).
Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. John Wiley & Son, Ltd. England.
Daftar Pustaka