IMUNISASI new

download IMUNISASI new

of 25

description

er

Transcript of IMUNISASI new

IMUNISASI

1. Imunisasi1.1. PengertianImunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Depkes-Kessos RI, 2000).1.2. Perkembangan Imunisasi di IndonesiaKegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin varisela pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2005).2. Tujuan imunisasi di Indonesia2.1 Tujuan UmumTurunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat PD3I.2.2 Tujuan Khusus1) Program Imunisasia) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010b) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.c) Eradikasi polio pada tahun 2008.d) Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.2) Program Imunisasi Meningitis MeningokusMemberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis Meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan pada calon jemaah haji.3) Program Imunisasi Demam KuningMemberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan berasal dari atau ke negara endemis demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning diIndonesia.4) Program Imunisasi RabiesMenurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular rabies.3. Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang PedomanPenyelenggaraan Imunisasi.f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang PedomanPemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi(KIPI).

4.1. Respon ImunisasiKekebalan tubuh dapat kita kelompokkan menjadi dua golongan :1. Kekebalan pasif 2. Kekebalan aktif Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar dirinya. Jadi, tubuhnya sendiri tidak membentuk sistim kekebalan tersebut. Kekebalan jenis ini bisa didapat langsung dari luar, atau secara alamiah (bawaan). Keunggulan dari kekebalan pasif adalah langsung dapat dipergunakan tanpa menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak berlangsung lama. Kekebalan jenis ini memang biasanya hanya bertahan beberapa minggu sampai bulan saja.Kekebalan aktif terjadi bila seseorang membentuk sistem imunitas dalam tubuhnya. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh bibit penyakit, atau terinfeksi secara buatan saat diberi vaksinasi. Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang. Keuntungannya, daya imunitas biasanya bertahan lama, bahkan bisa seumur hidup.4.2. Imunitas TubuhImunitas pasif alamiahPada saat seorang bayi lahir ke dunia, ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai oleh si ibu. Misalnya, bila ibu mendapat imunisasi tetanus pada saat yang tepat di masa kehamilan, maka anak mempunyai kemungkinan sangat besar untuk terlindung dari infeksi tetanus di saat kelahirannya. Imunitas pasif didapatPada keadaan ini, daya imunitas diperoleh dari luar, misalnya pemberian serum anti tetanus. Kelebihannya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang pendek.Imunitas aktif alamiahPada saat tubuh kita dimasuki oleh bibit penyakit, terjadi suatu mekanisme pembentukan sistem pertahanan tubuh yang spesifik terhadap bibit penyakit yangmenyerang. Dengan demikian, bila bibit penyakit tersebut mencoba kembali masuk ketubuh kita, tubuh sudah siap dengan pertahanannya.Imunitas aktif didapatPrinsip dari imunitas aktif didapat ini diambil dari imunitas aktif alamiah. Bedanya, kita memberikan bibit penyakit atau bagiannya, agar tubuh dapat membentuk sistem imunitas spesifik sebelum bibit penyakit tersebut benar-benar datang. Inilah yang dikenal sebagai vaksinasi. Keuntungan dari pemberian vaksinasi adalah kita dapat mengontrol agar masuknya bibit penyakit (agen) tidak sampai menimbulkan penyakit yang parah padadiri si penerima. Walau mungkin tidak bergejala, dalam keadaan normal kekebalan tetap terbentuk. Vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap antigen yang kita masukkan. Mungkin akan timbul sedikit keluhan pada penerima (resipien) akibat reaksi yang terjadi antara sistim imunitas spesifik yang terbentuk dan antigen (dalam vaksin) yang kita masukkan. Tapi setelah itu, akan terbentuk antibodi yang selalu siap untuk mengingat lawannya. Jadi bila nanti antigen yang sama berusaha masuk, tubuh dengan cepat dapat melipat gandakan antibodi spesifiknya untuk membunuh antigen tersebut. Vaksin mengandung substansi atau antigen yang relatif tidak berbahaya bagi tubuh penerima (resipien). Substansi atau antigen yang dipergunakan biasanya didapat dari mikroorganisme penyebab penyakit itu sendiri. Komponen yang diberikan bisa berupa : Virus yang dilemahkan Bakteri yang sudah dimatikan Toksin kuman Toksoid5.1. Tempat Suntikan yang DianjurkanPaha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.5.2. Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah : Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal. Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara adekuat. Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah gluteal Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun. Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.

Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

5.3. Cara Penyuntikan VaksinSubkutanPerhatian: Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

UmurTempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d12 bulan)Paha anterolateralJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Arah jarum 45o Terhadap kulit

1-3 tahunpaha anterolateral/Lateral lengan atasJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Cubit tebal untuk suntikan subkutan

Anak > 3 tahunLateral lengan atasJarum 5/8-3/4Spuit no 23-25Aspirasi spuit sebelum disuntikanUntuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas berbeda

IntramuskularPerhatian: Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza. Perhatikan rekomendasi untuk umur anakUmur TempatUkuran jarumInsersi jarum

Bayi (lahir s/d 12 bulanOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral Jarum 7/8-1 Spuit n0 22-251. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencpai otot

1-3 tahunOtot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral sampai masa otot deltoid cukup besar (pada umumnya umur 3 tahunJarum 5/8-1 (5/8 untuk suntikan di deltoid umur 12-15 bulanSpuit no 22-252. Suntik dengan arah jarum 80-90o. lakukan dengan cepat1. Tekan kulit sekitar tepat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukan

Anak > 3 tahunOtot deltoid, di bawah akromionJarum 1-1 Spuit no 22-252. Aspirasi spuit sblm vaksin disuntikan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena.Apabilaterdapat darah, buang dang ulangi dengan suntik yang baru.3. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian sekstremitas berbeda

5.4. Kipi (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi)Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya teknologi pembuatan vaksin dan semakin meningkatnya teknik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja terjadi.Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologis, efek samping (side effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.Faktor penyebabPokja KIPI Depkes RI membagi penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi menjadi 4 kelompok, yaitu karena kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan, dan penyebab tidak atau belum diketahui.Klasifikasi LapanganSesuai dengan manfaatnya di lapangan maka KN PP KIPI memakai kriteria WHO Western Pasific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu :1. Kesalahan program2. Reaksi suntikan3. Reaksi vaksin4. Koinsiden5. Sebab tidak diketahuiKesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi (programmatic errors)Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut misalnya dapat terjadi pada: Dosis antigen (terlalu banyak) Lokasi dan cara menyuntik Sterilisasi semprit dan jarum suntik Jarum bekas pakai Tindakan dan antiseptik Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik Penyimpanan vaksin Pemakaian sisa vaksin Jenis dan jumlah pelarut vaksin Tidak memperhatikan petunjuk prosedur (petunjuk pemakaian, indikasi kontra).Induksi Vaksin (vaccine induced)Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya ringan.Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian lainya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.Faktor kebetulan (coincidental)Seperti telah disebutkan di atas, maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak mendapat imunisasi pada saat bersamaan.Penyebab tidak diketahuiBila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan ke dalam salah satu penyebab lain maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini. Tetapi biasannya dengan kelengkapan informasi lebih lanjut maka akan dapat ditentukan masih dalam kelompok mana yang sesuai.Reaksi KIPIOrangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi lokal di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu, tergantung pada jenis vaksinnya.

6.1. Vaksinasi Yang Dianjurkan1. BCG Jadwal imunisasi dan dosisBacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain.Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan,sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberculin negatif. Efek proteksi biasanya timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan. Kejadian ikutan pasca imunisasi BCGPenyuntikan BCG intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial 3 minggu setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam. LimfadenitisLimfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. BCG-itis diseminasi Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum, iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati dengan kombinasi obat anti tuberculosis. Kontra indikasi Reaksi uji tuberculin >5 mm. Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV, imundefisiensi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau system limfe. Menderita gizi buruk. Menderita demam tinggi. Menderita infeksi kulit yang luas. Pernah sakit tuberculosis. Kehamilan.2.Hepatitis BVaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa, diberikan diregion deltoid.

Imunisasi aktif : Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir. Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1, yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan. Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi kedua. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah memungkinkan. Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status Hbs-Ag ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui ibu dengan Hbs-Ag positif, maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. Bayi lahir dari ibu dengan Hbs-Ag positif, diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3x pada masa bayi, maka pada saat usia 5 tahun tidak perlu imunisasi ulang (booster). Hanya dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3x pemberian (catch up vaccination). Catch up vaccination merupakan upaya imunisasi pada anak atau remaja yang belum pernah di imunisasi atau terlambat >1 bulan dari jadwal yang seharusnya. Khusus pada imunisasi hepatitis B, imunisasi catch up ini diberikan dengan interval minimal 4 minggu antara dosis pertama dan kedua, sedangkan interval antara dosis kedua dan ketiga minimal 8 minggu atau 16 minggu sesudah dosis pertama. Ulangan imunisasi (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti Hbs< 10g/ml).Imunisasi pasif : Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat akan memberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg 0,06 ml/kgBB maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak. Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06ml/kgBB maksimum 5 ml dalam waktu 6 tahundalam 3 dosis dengan interval dosis selang sehari (hari 1, 3, 5) 1 jam sebelum makan. Ulangan : Polisakarida diberikan setiap 3 tahun dan oral setiap 5 tahun. Kejadian ikutan pasca imunisasi tifoid Reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari. Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Kontra indikasi Anak dengan demam. Penyakit akut maupun kronik yang progresif. Alergi terhadap bahan-bahan vaksin (polisakarida, fenol, natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat).11. Imunisasi Hepatitis AVaksin HepA diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin kombinasi HepB atau HepA diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan terutama catch-up immunization, yaitu mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi HepB sebelumnya atau imunisasi HepB yang tidak lengkap.Imunisasi PasifNormal human immune globulin (NHIg) diberikan sebagai upaya pencegahan setelah kontak atau profilaksis pasca paparan. Diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah paparan.Imunoglobulin (Ig) diberikan secara intramuskular dalam dosis 0,002ml/kgBB. Pada anak dan dewasa 5ml dan pada bayi 10 tahun. Imunisasi diberikan dengan dosis 0,5 ml secara intramuskular pada M.deltoideus. Untuk vaksin HPV bivalen, imunisasi diberikan dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan. Untuk vaksin HPV kuadrivalen, dengan jadwal 0, 2 dan 6.

Gambar 3: Jadwal imunisasi 2011-20127

Daftar PustakaDepkes R.I. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.

Depkes R.I. 2005. Modul 1 Pelatihan Safe Injection, Pengenalan Penyakit dan Vaksin Program Imunisasi. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.

Depkes R.I. 2005. Modul 2 Pelatihan Safe Injection, Penanganan Peralatan Rantai Vaksin dan Vaksin. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.

Depkes R.I. 2005. Modul 3 Pelatihan Safe Injection, Perencanaan Program Imunisasi. Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.

Depkes R.I. 2005. Modul 4 Pelatihan Safe Injection, Penyuntikan yang Aman (Safe Injection). Diperbanyak oleh Dinkes Jateng.

Depkes R.I. 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Jakarta: Depkes RI.

Ranuh IGN, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas ImunisasiIkatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

Wahab, A.S., Julia, M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun,Jakarta: Widya MedikaWorld Health Organization. Immunization 2011. World Health Organization; 2011[Diakses pada tanggal 20 September 2014]. Available from URL: HIPERLINK .http://www.who.int/immunization_monitoring/data/en/.