implikasi string of pearl terhadap strategi militer india di kawasan samudra hindia
-
Upload
iswandhari -
Category
Documents
-
view
377 -
download
24
description
Transcript of implikasi string of pearl terhadap strategi militer india di kawasan samudra hindia
1
IMPLIKASI STRING OF PEARL CINA TERHADAP STRATEGI MILITER
INDIA DI KAWASAN SAMUDRA HINDIA (2002-2010)
Iswandhari Widyas Anggraini
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implikasi String of Pearl Cina
terhadap strategi militer India di kawasan Samudra Hindia pada tahun 2002-2010.
Kehadiran Cina di kawasan Samudra Hindia melalui String of Pearl yang merupakan
strategi Cina dalam mengamankan jalur pengiriman energi ke negaranya, ditanggapi
oleh India sebagai ancaman. Pembangunan beberapa pelabuhan strategis dan
penempatan sejumlah kapasitas militer Cina di sepanjang Sea Lines of Communication
telah menempatkan India dalam posisi terkepung dan masuk ke dalam security
dilemma.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori security dilemma dan konsep
power projection yang dijelaskan melalui metode kualitatif-eksplanatif dengan teknik
pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implikasi String
of Pearl bagi India adalah perubahan strategi militer dari brown water strategy menjadi
blue water strategy yang kemudian membuat India melakukan power projection di
kawasan Samudra Hindia untuk menghindari kemungkinan tindakan ofensif Cina.
Kata Kunci : India, Cina, String of Pearl, Power Projection, Security Dilemma
2
I. Pendahuluan
Kebangkitan Cina merupakan ancaman bagi negara-negara maju, karena
perekonomian Cina yang berjalan di atas roda industri membutuhkan banyak sumber
daya energi, khususnya minyak yang menjadi incaran banyak negara di dunia. Akibat
adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari tahun ke tahun, maka
konsumsi minyak Cina pun semakin meningkat dari 900.000 barel per hari hingga 6,43
juta barel per hari1. Namun, produksi energi domestik yang tidak mampu mencukupi
permintaan pasar, membuat Cina harus mencari sumber energi dari wilayah lain.
Suplai minyak China selama ini ditopang dari berbagai negara pengekspor
minyak di dunia, khususnya wilayah Asia Tengah dan Afrika. Sebagian besar minyak
China, yakni lebih dari 62% (Saudi Arabia, Angola, Oman, Sudan, Kuwait, Brazil,
Lybia, dan 19 % lainnya) harus disalurkan melalui kapal-kapal tangki minyak yang
melewati jalur laut yang memakan waktu lama. Transportasi melalui kapal-kapal ini
lebih beresiko mengalami penyerangan oleh bajak laut dan memakan biaya lebih
banyak.2
Mengingat bahwa energi merupakan sumber daya yang penting bagi
kelangsungan ekonomi negaranya, maka untuk mengamankan kiriman minyak tersebut,
Cina menerapkan strategi yang dikenal sebagai String of Pearls. Strategi ini dapat
diartikan sebagai bentuk penjagaan Cina terhadap jalur laut yang digunakan oleh kapal-
kapal untuk mengirimkan pasokan minyak ke Cina dengan pembangunan beberapa titik
1Robert E. Ebel, China’s Energy Future, (Center for Strategic and International Studies (CSIS), January
2006). 2 Bergerson A Joule dan Lave B Lester (n.d.), Should We Transport Coal, Gas or Electricity: Cost,
Efficiency & Environmental Implications, (Carnegie Mellon University), 1-19
3
pelabuhan di sekitar chokepoints3 strategis, di sepanjang Laut Cina Selatan hingga
Samudra Hindia. Setiap titiknya diibaratkan sebagai mutiara dalam rangkaian.
Rangkaian mutiara ini membentang dari pantai Cina melalui daerah pesisir Laut Cina
Selatan, Selat Malaka, kemudian melewati Samudra Hindia dan berlanjut sampai ke
daerah pesisir Laut Arab dan Teluk Persia. Saat ini 80% impor minyak Cina melewati
Selat Malaka, di mana hanya 1,5 mil dengan titik terdekat akan bahaya bentrokan,
pembajakan, dan serangan teroris.4
Selain untuk mengamankan pasokan energi ke negaranya, Cina mengembangkan
strategi String of Pearl ini sebagai upaya untuk melindungi keamanan negaranya dalam
aspek yang lebih luas. Pada masa pemerintahan Deng Xiao Ping, tujuan keamanan
nasional Cina meliputi kedaulatan, pertahanan negara, reunifikasi “lost territory” dan
modernisasi. Namun, hal ini mengalami perubahan seiring perkembangan Cina dewasa
ini, seperti yang dijelaskan Chi Hoatian tujuan dari keamanan nasional Cina menjadi
terfokus pada konsolidasi pertahanan nasional, menangkal agresi dari pihak asing,
menjamin atau mengamankan kedaulatan nasional, hak dan kepentingan maritim, serta
menjaga kesatuan dan keamanan nasional.5 Hak dan kepentingan maritim yang
dimaksud di sini adalah merupakan hak dan klaim Cina ke perairan baru di wilayah
lautan dan daratan, serta kekayaan mereka di atas dan di bawah air. Oleh karena itu,
String of Pearl merupakan upaya Cina dalam mencapai tujuannya dalam bidang
maritim tersebut. Dalam pandangan Cina, India telah mendominasi Samudra Hindia
dengan letak geografisnya yang strategis dan hal tersebut dapat mempengaruhi strategi
3 Choke points adalah kondisi geografis di laut yang menyempit, berbentuk selat yang dalam segi militer
akan menyulitkan akses angkatan laut bersenjata. 4 Robert E. Ebel, China’s Energy Future (Center for Strategic and International Studies (CSIS), January
2006) 5 Harvir Sharma, “China‟s Interest in the Indian Ocean RIM Countries and India‟s Maritime Security”,
India Quarterly: A Journal of International Affairs (October 2001), 57: 67-88
4
serta ruang gerak Cina dalam jangka panjang, terutama pada pemenuhan kebutuhan
energi Cina.6
Strategi ini mendapat tantangan besar dari komunitas internasional, karena
dengan adanya ikatan militer Cina dengan negara-negara tertentu dan modernisasi
militer yang dilakukan Cina, dinilai akan meningkatkan ketegangan secara global
dengan Jepang, menyebrangi selat Taiwan, dan meluas hingga kawasan Asia. Di
samping itu, kekhawatiran mengenai tingginya kompetisi antara Cina dan India yang
sebelumnya pernah terlibat dalam konflik perbatasan tahun 1963, dinilai akan
memberikan pengaruh dalam konteks keamanan regional. Selain konflik perbatasan
yang pernah terjadi antara Cina dan India, kedua negara tersebut merupakan negara
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, yang kemudian menempatkan
keduanya dalam persaingan ekonomi secara global.
Persaingan ekonomi antara Cina dan India, dimulai sejak perekonomian India
tumbuh sebesar 6% pertahun selama tahun 1990-2003, dan semakin melaju saat
investasi meningkat dan semakin banyak sektor ekonomi yang terbuka terhadap
persaingan.7 Dengan pertumbuhan substansial dalam dekade terakhir, India telah
muncul sebagai salah satu perekonomian terbesar bukan hanya di Asia, tetapi seluruh
dunia. Pembangunan dan pengembangan sejumlah “pearl” di kawasan Samudra Hindia,
khususnya yang berada di Pakistan, menimbulkan kekhawatiran bagi India yang
memiliki kedekatan geografis dengan Pakistan dan Samudra Hindia8. Kehadiran dan
aktivitas Cina di kawasan Samudra Hindia dinilai akan memberikan akses yang lebih
6 Ibid
7 Pete Engardio, CHINDIA; Strategi Cina dan India menguasai Bisnis Global (PT Bhuana Ilmu Populer,
2007) h. vii-viii. 8 Vikas Bajaj, “India Worries as China Builds Ports in South Asia”. Diakses dari:
http://www.nytimes.com/2010/02/16/business/global/16port.html?_r=0 pada tanggal 13 Desember 2012
5
luas bagi Cina untuk mendapatkan sumber energi strategis dan membatasi ruang gerak
India di kawasan tersebut. Terlepas dari hubungannya dengan Amerika Serikat, India
menganggap bahwa String of Pearl merupakan upaya pengepungan yang dilakukan
Cina terhadap wilayah negaranya9.
Menanggapi Cina yang semakin berambisi meningkatkan pengaruhnya di
kawasan Samudera Hindia, maka kemudian India mengadopsi doktrin maritim dalam
strategi militernya10
dan mengubah strategi brown wate navyr11
yang sebelumnya telah
digunakan, menjadi blue water navy12
. Perubahan doktrin dan strategi yang dilakukan
India tersebut, berimplikasi pada operasi militer yang dilakukan India. Jika sebelumnya
India lebih memfokuskan operasi militer angkatan lautnya di kawasan perairan sungai,
maka setelah menggunakan strategi blue water, India meluaskan operasinya ke kawasan
laut lepas di Samudra Hindia. Upaya pengepungan oleh Cina ditanggapi India sebagai
sebuah ancaman bagi ekonominya terkait keamanan energinya serta dalam segi militer
ditanggapi sebagai ancaman terkait peningkatan kekuatan Angkatan Laut Cina.
Terkait latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis akan
meneliti bagaimana kemudian String of Pearl yang dikembangkan Cina sebagai bagian
dari pengamanan jalur suplai energi ke negaranya, telah memberikan ancaman bagi
India hingga India meresponnya secara militer. Hal tersebut menarik bagi penulis,
mengingat Cina dan India adalah dua negara dalam satu kawasan yang memiliki
kapabilitas ekonomi dan militer yang besar dan memiliki sejarah konflik perbatasan di
9 Vikas Bajaj, “China‟s „string of pearls‟ meant to encircle India?”. Diakses dari:
http://www.deccanherald.com/content/53291/chinas-string-pearls-meant-encircle.html pada tanggal 13
Desember 2012 10
David Scott, “India‟s Drive For A Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic Studies. Winter
2007-08, Vol. 10, Issue 2. 11
Angkatan laut yang fokus operasi militernya di wilayah perairan berupa sungai 12
Angkatan laut yang operasi militernya terfokus di wilayah perairan laut dalam atau laut lepas
6
antara keduanya, yang kemudian memberikan dinamika ketidakamanan bagi masing-
masing negara.
II. Pembahasan
String of Pearl adalah sebuah istilah yang diberikan oleh tim ahli dari
perusahaan konsultan Booz Allen yang berbasis di Amerika Serikat untuk menyebut
strategi yang dilakukan Cina di sepanjang Sea Lines of Communication (SLOC) yang
membentang dari Laut Cina Selatan hingga Samudra Hindia. SLOC sendiri adalah rute
maritim antar pelabuhan-pelabuhan yang digunakan untuk kegiatan perdagangan,
pengiriman logistik dan angkatan laut.13 Strategi ini mencakup pembangunan beberapa
titik pelabuhan di sekitar choke points strategis yang dilewati kapal dalam pengiriman
energi ke Cina. Cina mengadopsi strategi String of Pearl tidak hanya untuk melindungi
impor minyak Cina, tapi juga untuk mencapai tujuan keamanan yang lebih luas melalui
strategi geopolitik maritim.
Terdapat beberapa hal yang dilakukan Cina dalam pengembangan String of
Pearl14. Pertama, peningkatan akses menuju pelabuhan dan bandara. Hal ini dapat
dicapai dengan pembangunan fasilitas baru melalui pembangunan hubungan baik
dengan negara lain untuk menjamin akses menuju pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Kedua, peningkatan hubungan diplomatik. Hal ini untuk menjamin jalur lalu lintas
kapal dan pesawat untuk tetap bebas dan bersih dan dapat juga digunakan untuk
menjalin perdagangan yang saling menguntungkan dan perjanjian ekspor. Ketiga,
modernisasi kekuatan militer. Militer modern dapat bergerak dengan efektif untuk
13
John J. Klein, "Maritime Strategy Should Heed U.S. and UK Classics". U.S. Naval Institute
Proceedings 133 (4) (2007) h. 67–69 14
Christina Y. Lin. Militarisation of China’s Energy Security Policy–Defence Cooperation and WMD
Proliferation Along its String of Pearls in the Indian Ocean. (Berlin: ISPSW Institut für Strategie-
Politik Sicherheits und Wirtschaftsberatung) h.3
7
mengatur atau menahan masing-masing “pearl”. Hal ini juga disiapkan untuk berbagai
aksi dan percobaan dari bagian negara tersebut.
Cina membangun hubungan strategis dan mengembangkan angkatan lautnya
untuk mengawali keberadaannya di sepanjang SLOC yang menghubungkan Cina dan
Timur Tengah. Selain itu, Cina juga menempatkan masing-masing “mutiara”-nya di
titik-titik yang dianggap strategis. Beberapa rangkaian mutiara Cina akan disebutkan
sebagai berikut: (1) Gwadar, Pakistan. Pelabuhan Gwadar berada 450 mil sebelah barat
Karachi dan sekitar 75 kilometer sebelah timur perbatasan Iran.15
(2) Hambantota, Sri
Lanka. Hambantota merupakan yang berada di pesisir selatan Sri Lanka, 220 kilometer
dari Colombo. (3) Chittagong, Bangladesh. Chittagong merupakan pelabuhan laut
terbesar di Bangladesh yang menangani lebih dari 80% kegiatan ekspor-impor
Bangladesh dan hampir memiliki kesamaan fungsi dengan Pelabuhan Gwadar. (4)
Sittwe, Myanmar. Berbeda dengan beberapa proyek lainnya, pembangunan Sittwe
mendapat investasi dari dua negara, India dan Cina. (5) Kepulauan Coco. Kepulauan
Coco masih merupakan wilayah bagian Myanmar yang berada di Samudra Hindia
bagian timur, yang kemudian pada tahun 1994 dipercayakan pengelolaannya kepada
Cina. (6) Kra Canal. Kra Canal atau Kra Ishtimus Canal merupakan sebuah terusan
yang akan memotong wilayah Thailand selatan, bertujuan untuk mempermudah kapal
yang mengangkut minyak menuju Cina, sehingga tidak harus melewati Selat Malaka.16
(7) Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan secara geografis terletak di selatan wilayah
Cina dan Taiwan, barat Filipina, barat laut Malaysia, utara Indonesia dan timur
15 Ghulam Ali, “China‟s strategic interests in Pakistan‟s port at Gwadar”, diakses dari:
http://www.eastasiaforum.org/2013/03/24/chinas-strategic-interests-in-pakistans-port-at-gwadar/ pada
tanggal 20 Januari 2013 16
“China‟s silicon sea route via Thailand Boon to Hambantota, but threat to Singapore”, diakses dari:
http://infolanka.asia/opinion/sri-lanka/chinas-silicon-sea-route-via-thailand-boon-to-hambantota-but-
threat-to-singapore/china-and-kra-canal pada tanggal 23 April 2013
8
Vietnam. (8) Pulau Woody. Pulau Woody merupakan salah satu bagian dari Kepulauan
Paracel yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Cina. (9) Kepulauan Hainan.
Rangkaian 200 pulau kecil yang merupakan provinsi terkecil Cina ini merupakan basis
pelabuhan kapal selam Cina yang mampu menyembunyikan lebih dari 20 kapal selam
nuklir dari pantauan satelit.17
Dilema Keamanan India
Teori security dilemma menyebutkan bahwa ketika negara A meningkatkan
kapabilitas power-nya, hal itu akan dianggap sebagai sebuah ancaman bagi negara B.
Implikasinya, negara B merasa insecure dan berusaha mencari respon terbaik guna
menghindari resiko ofensif pihak lain, dengan cara meningkatkan kapabilitas power-
nya. Sejalan dengan konsep tersebut, maka ketika Cina meningkatkan kapabilitas
power-nya melalui pengembangan strategi String of Pearl, India menganggap hal
tersebut merupakan sebuah ancaman bagi keamanan negaranya. Dalam penelitian ini,
penulis mengukur ancaman bagi India melalui dua indikator, ambiguous symbolism of
weapons, dimana India tidak mampu membedakan secara jelas apakah persenjataan
yang digunakan Cina dalam String of Pearl bersifat defensif atau ofensif, dan the other
minds problem yang berkaitan dengan intensi serta motif Cina dalam String of Pearl.
Angkatan Laut Cina lebih unggul dalam jumlah kepemilikan kapal selam, kapal
amfibi dan kapal tempur jenis destroyer dan frigate jika dibandingkan dengan India.
Namun, dalam hal aircraft carriers India telah terlebih dahulu memiliki Viraat,
sedangkan aircraft carriers Cina masih berada dalam tahap uji laut. Keunggulan lain
yang dimiliki oleh India adalah kepemilikannya atas kapal patroli, minesweeper dan
17
“China Builds Secret Nuclear Submarine Base in South China Sea”, diakses dari:
http://www.foxnews.com/story/2008/05/02/china-builds-secret-nuclear-submarine-base-in-south-china-
sea/ pada tanggal 24 April 2013
9
missile boat, dimana Cina tidak memilikinya. Apabila dilihat secara total kuantitas,
Angkatan Laut Cina memiliki keunggulan jumlah armada dibandingkan India. Tetapi,
jika dilihat secara kualitas terkait kekuatan blue water navy-nya, India memiliki
keunggulan dibandingkan Cina dengan adanya aircraft carriers yang telah menjadi
bagian dari Angkatan Laut India. Keunggulan India dalam segi militer tidak secara
langsung membuatnya berada di posisi yang aman. Pengembangan kapasitas blue water
navy terus dilakukan oleh Cina seiring perkembangan ekonominya.
Sebuah negara dengan kapabilitas ofensif yang besar akan memiliki kapasitas
untuk mengancam kedaulatan negara lain yang hanya memiliki kapabilitas defensif18
.
Kapabilitas ofensif sebuah negara diukur dari kemampuan militer yang dimiliki negara
tersebut. Ketika sebuah negara mengukur ancaman terhadap kedaulatannya, negara
tersebut tidak hanya melihat kekuatan militer kompetitornya secara kuantitatif, tetapi
juga memperkirakan jenis strategi militer yang mungkin digunakan oleh musuh untuk
menyerang negara tersebut.
Penempatan kapasitas militer ofensif Cina terlihat di Kepulauan Coco, Pulau
Woody dan Kepulauan Hainan dengan penempatan basis militer angkatan laut maupun
angkatan udara yang cukup besar serta instalasi satelit pemantauan di kawasan Laut
Cina Selatan. Keberadaan fasilitas Cina tersebut, khususnya yang berada di Pulau Coco
memberikan ancaman bagi aktivitas India di Laut Cina Selatan. Dengan adanya satelit
pemantauan di pulau-pulau tersebut, Cina memiliki kemampuan dalam mengawasi
aktivitas Angkatan Laut India di kawasan tersebut. Rencana jangka panjang
pembangunan pangkalan angkatan laut di Gwadar, Chittagong dan Hambantota yang
akan digunakan untuk penempatan sejumlah armada Angkatan Laut Cina juga
18
Ibid, h. 11
10
memberikan ancaman bagi India. Hal tersebut menjadikan Cina memiliki akses yang
lebih besar ke wilayah India, melalui jalur laut dan wilayah-wilayah strategis yang
berada di sekitar India. Dengan kata lain, melalui pembangunan sejumlah pangkalan
angkatan laut tersebut, Cina dapat memperpendek jarak geografisnya dengan India dari
sisi laut dan memperluas pengaruhnya di Samudra Hindia.
Namun, kapabilitas ofensif yang dimiliki Cina tersebut tidak secara langsung
ditujukan untuk India, melainkan lebih ke Taiwan dan Amerika Serikat yang memiliki
pengaruh besar di kawasan tersebut. Di Pulau Woody, fasilitas militer yang dimiliki
Cina digunakan untuk tujuan perluasan pengaruh Cina di Laut Cina Selatan dan
mengklaim kedaulatan negaranya atas Laut Cina Selatan, serta menangkal pengaruh
Amerika Serikat di wilayah tersebut19
. Sedangkan instalasi-instalasi satelit dan pos
pemantauan yang ada di beberapa mutiaranya digunakan untuk mengawasi segala
aktivitas, baik yang bersifat komersial maupun militer, dari negara-negara seperti
Amerika Serikat dan India. Meskipun, beberapa pelabuhan yang dibangun Cina masih
terus dikembangkan menjadi basis angkatan laut, namun belum ada bukti bahwa
fasilitas tersebut akan digunakan sebagai kapasitas militer ofensif Cina.
Sedangkan yang terakhir, ancaman dapat dinilai intensi Cina terkait
pengembangan String of Pearl. Niat ofensif dapat dinilai dengan melihat faktor historis,
misalnya konflik yang terjadi diantara kedua negara, dan strategi yang dijalankan oleh
negara lawan. Intensi dan motif Cina dapat dilihat dari penempatan titik-titik mutiara di
sekeliling wilayah India yang akhirnya menempatkan negara tersebut dalam posisi
terkepung. Doktrin maritim India tahun 2004 menyebutkan, “attempts by China to
19
“China extends runway on Woody island in South China Sea”. Diakses dari:
http://www.wantchinatimes.com/news-subclass-cnt.aspx?id=20120813000052&cid=1101 tanggal 23
April 2013
11
strategically encircle India20
”, yang berarti India menyadari Cina sedang
mengembangkan strategi yang dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak India dengan
melakukan pengepungan. Kemudian disebutkan pula, “China’s vigorous exertions that
tend to spill over into our maritime zone21
”, dan pernyataan tersebut menggambarkan
bagaimana India memandang aktivitas Cina di kawasan Samudra Hindia sebagai
ancaman maritim bagi negaranya. Mantan Kepala Angkatan Laut India pernah
menyatakan kekhawatirannya terhadap keberadaan pangkalan kapal selam nuklir Cina
yang berada di ujung selatan Hainan, Laut Cina Selatan22
. Pihak India melihat aktivitas
tersebut sebagai sebuah upaya Cina untuk mendapatkan akses permanen ke wilayah
Samudra Hindia dan melakukan pengepungan terhadap wilayah India.
Pembangunan pangkalan Angkatan Laut Cina di Gwadar, Pakistan, serta ikatan
militer yang terjadi antara Cina dan Pakistan menjadi sebuah isu yang semakin
memperumit hubungan Cina-India23
dan menambah kekhawatiran India atas upaya
pengepungan yang dilakukan Cina terhadap negaranya. Gwadar merupakan salah satu
pearl yang penting dalam strategi String of Pearl; juga merupakan bagian dari strategi
awal Cina memasuki kawasan Laut Arab. Dengan adanya dukungan beberapa proyek
yang dibangun di Myanmar, Gwadar telah memperluas jangkauan kontrol Cina di
wilayah semenanjung India24
. Pangkalan yang berjarak 72 km dari perbatasan Iran dan
berada 400 km di timur Selat Hormuz tersebut membuat Cina dapat dengan mudah
memonitor aktivitas Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Persia, aktivitas India di
20
Indian Navy, Indian Maritime Doctrine (INBR 8), April 2004, h. 54 21
Ibid, hal. 71 22
Dr. Rahul Roy-Chaudhury, Maritime Ambitions and Maritime Security (Berlin: German Institute for
International and Security Affairs Stiftung Wissenschaft und Politik) 23
Yukteshwar Kumar, “Hu, Pakistan and the „String of Pearls‟”. Diakses dari:
http://www.rediff.com/news/2006/nov/28guest.htm pada tanggal 23 Mei 2013 24
Brahma Chellaney, “China Covets a Pearl Necklace: Dragon‟s Foothold in Gwadar”. Diakses dari:
http://chellaney.net/2007/04/06/china-covets-a-pearl-necklace/ pada tanggal 2 Mei 2013
12
wilayah Laut Arab serta kerjasama antara Amerika Serikat dengan India di Samudra
Hindia, pada masa yang akan datang.
Aktivitas Cina yang menggambarkan upaya pengepungan terhadap India
diwujudkan melalui kerjasama pertahanan dengan negara-negara yang berada di sekitar
wilayah India melalui kerangka strategi String of Pearl. Sebagai bagian dari strategi
String of Pearl, Cina mengembangkan empat koridor strategis di sekeliling wilayah
India yang pada akhirnya menempatkan India dalam posisi terkepung. Koridor strategis
yang pertama berada di sisi barat wilayah India, Trans Karakoran. Koridor tersebut
membentang ke bawah, dari barat Cina hingga Gwadar; yang merupakan pintu masuk
menuju Selat Hormuz dimana 40% minyak dunia dikirim melalui selat tersebut.25
Trans
Karakoran memudahkan Cina dalam mengakses minyak dari Selat Hormuz melalui
Pakistan, tanpa melalui Selat Malaka dan langsung menuju ke provinsi barat Cina,
Xinjiang.26
Hal ini tentu menguntungkan bagi Cina, dimana Cina dapat mengurangi
biaya shipping dan resiko keamanan di Selat Malaka.
Koridor kedua berada di sisi timur India, Irrawady. Irrawady Corridor
dilengkapi dengan jaringan jalan raya, transportasi sungai dan rel kereta api melalui
Myanmar, menghubungkan Provinsi Yunnan dengan Teluk Benggala.27
Adanya koridor
yang strategis ini juga telah membuat pasukan keamanan Cina yang ditempatkan di
Myanmar menjadi lebih dekat kepada Selat Malaka dan aset-aset strategis milik India
yang berada di wilayah India timur.28
Sedangkan koridor yang ketiga berada di wilayah
Tibet, dekat dengan perbatasan bagian utara India. Cina membangun rel kereta api
senilai 6,2 miliar dollar, menghubungkan Gormu dan Lhasa, yang secara signifikan
25
Brahma Chellaney, “Assesing India‟s Reactions to China‟s Peaceful Development Doctrine”, h.26 26
Ibid 27
Ibid 28
Brahma Chellaney, “Assesing India‟s Reactions to China‟s Peaceful Development Doctrine”, h.27
13
telah menambah kapabilitas militer Cina dalam menghadapi India.29
Pasukan tentara
Cina yang secara strategis ditempatkan di atas level tentara India, memiliki kemampuan
untuk melakukan tekanan militer dengan memobilisasi lebih dari 12 divisinya ke
wilayah India. Pihak Beijing berencana untuk terus mengembangkan jaringan rel kereta
api tersebut hingga ke lembah Chumbi, titik dimana tiga perbatasan bertemu, Sikkim,
Bhutan dan Tibet, serta ke persimpangan antara Arunachal, Burma dan Tibet.30
Sebagai bagian dari koridor ketiga ini, Cina telah membangun bandara militer di
sepanjang perbatasan dengan India dan berencana untuk membangun bandara tertinggi
di Ngari, tepi barat daya Tibet yang hanya memiliki populasi sekitar 69.000 jiwa.31
Bandara tersebut berperan dalam memperkuat kemampuan Cina hingga mencakup
wilayah Aksai Chin, dengan melakukan kontrol dari dalam maupun luar wilayah
tersebut. Jaringan rel kereta api yang telah dibangun sebelumnya difungsikan menjadi
rail-base untuk sejumlah intercontinental ballistic missile serta senjata rail-mobile, DF-
31A.32
Koridor terakhir berada di wilayah India bagian selatan. Gwadar, Pakistan
menjadi koridor strategis yang terakhir dengan rencana pengembangan kapabilitas
nuklir, bekerjasama dengan Pakistan, serta pembangunan jaringan jalan raya dan jalur
pipa minyak yang menghubungkan Pakistan langsung dengan Cina. Kekhawatiran India
atas tindakan Cina tersebut dijelaskan oleh Kanwal Sibal, mantan sekretaris luar negeri
India yang kini menjadi anggota National Security Advisory Board, melalui
pernyataannya, “There is a method in the madness in terms of where they are locating
29
Ibid 30
Ibid 31
Ibid 32
Brahma Chellaney, “Assesing India‟s Reactions to China‟s Peaceful Development Doctrine”, h.28
14
their ports and staging points, and this kind of effort is aimed at counterbalancing and
undermining India’s natural influence in these areas33
”.
Namun, jika dilihat secara keseluruhan, motivasi Cina dalam membangun
rangkaian mutiaranya lebih cenderung untuk kepentingan politik dan ekonomi
dibanding kepentingan militer. Kepentingan politik Cina terkait stabilitas domestik dan
kelangsungan rezim CCP di negara yang menganut sistem satu partai ini. Kelangsungan
rezim yang berkuasa bergantung pada bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan
warganya, khususnya terkait masalah perekonomian. Pembangunan proyek-proyek
dilakukan Cina dengan mempekerjakan ribuan warga Cina dan menempatkan mereka
untuk memelihara fasilitas-fasilitas yang telah dibangun sebelumnya. Dengan membuka
lapangan pekerjaan bagi warga negaranya yang kemudian memberikan implikasi dalam
peningkatan perekonomiannya, CCP dapat menjamin rezimnya tetap berkuasa di
pemerintahan.
Intensi ekonomi Cina juga dapat dianalisa melalui beberapa proyek yang
dibangun Cina dalam rangkaian mutiaranya. Meningkatnya ketergantungan Cina
terhadap minyak impor dari wilayah Timur Tengah dan Afrika, telah membuat Cina
meningkatkan kegiatan energy shipping menuju negaranya. Minyak yang diangkut
harus melalui beberapa chokepoint yang rawan dengan ancaman pembajakan dan
membutuhkan biaya yang cukup besar untuk sampai di Cina. Proyek-proyek seperti,
Gwadar, Hambantota, Kyaukpyu, Kra Canal dan Chittagong memiliki keuntungan
komersial sebagai titik transfer, dimana minyak yang berasal dari Timur Tengah dan
Afrika diturunkan di pelabuhan tersebut untuk kemudian disalurkan ke wilayah Cina
melalui jalur pipa strategis, langsung menuju Cina. Dengan model penyaluran seperti 33
Vikas Bajaj, “China's 'string of pearls' meant to encircle India?”. Diakses dari:
http://www.deccanherald.com/content/53291/ pada tanggal 23 April 2013
15
itu, Cina dapat menghemat biaya pelayaran dan menghindari ancaman pembajakan
kapal yang rawan terjadi. Pada Juni 2009, ditegaskan oleh Kapten Angkatan Laut Cina,
Xie Dongpei, bahwa pembangunan pelabuhan di Sri Lanka, Bangladesh dan Pakistan
murni untuk tujuan komersial34
. Lebih lanjut, presiden Sri Lanka dan menteri luar
negeri Bangladesh mendukung pernyataan pihak Cina tersebut, dengan menjelaskan
kepada publik bahwa investasi yang dilakukan Cina di negaranya dilakukan untuk
kepentingan ekonomi35
.
Dari analisa mengenai intensi dan kapasitas militer Cina sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa pengembangan String of Pearl oleh Cina lebih cenderung dilakukan
untuk kepentingan ekonomi, terkait keamanan energinya. Sedangkan dari sisi militer,
kapasitas militer yang dimiliki Cina dinilai lebih bersifat defensif daripada digunakan
untuk motif-motif ofensif. Motif militer Cina yang bersifat defensif inilah yang
kemudian dianggap sebagai motif ofensif oleh India, yang pada akhirnya menempatkan
negara India dalam ketidakamanan, hal ini lah yang kemudian disebut dilemma of
interpretation. Ketidakmampuan India dalam membedakan motif defensif dan ofensif
dari String of Pearl kemudian menjadi dorongan India untuk membangun kapabilitas
militernya, dalam menghadapi Cina. Dr. Harsh V. Pant, seorang peneliti di Defence
Studies Department Universitas King, menjelaskan pula kekhawatiran India terhadap
Cina, “India is really worried about China’s role in Gwadar and its penetration of
India’s periphery. There’s Gwadar, Hambantota [in Sri Lanka] and Chittagong [in
34
Daniel Kostecka, “Hambantota, Chittagong, and the Maldives – Unlikely Pearls for the Chinese Navy”,
19 Novemeber 2010. Diakses dari:
http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/?cHash=a82d537697&tx_ttnews%5Btt_news%5D
=37196 pada tanggal 20 Mei 2013 35
Ibid
16
Bangladesh]– all troublesome for New Delhi. India is responding in its usual
haphazard manner36
”
Mengambil dari penjelasan Ken Booth, Nicholas Wheeler dan Robert Jervis
mengenai dilema keamanan, suatu negara yang masuk pada kondisi dilemma of
response dapat membuat pilihan dalam merespon tindakan negara lain setelah
menetapkan interpretasi. Dalam kondisi ini, India lebih memilih untuk saling
berhadapan langsung dengan Cina dalam memperebutkan pengaruh atau menciptakan
daerah penyangga dalam konteks geopolitik. Dengan melihat beberapa aspek,
khususnya aspek militer dan ekonomi Cina yang memiliki kapasitas serta kapabilitas
lebih besar dibandingkan India, maka India mengambil langkah strategi power
projection sebagai hasil dari pilihannya tersebut. India mulai membangun dan
melakukan modernisasi kapasitas militernya dalam aspek maritim, serta kemudian
membangun diplomasi dengan negara-negara sekitarnya untuk memperkuat
kemampuan power projectionnya
Power Projection India
Power projection secara jelas telah disebutkan dalam Doktrin Maritim India
sebagai salah satu misi yang dijalankan untuk mencapai tujuan-tujuan strategisnya,
dalam konteks maritim. Program-program pengembangan kapabilitas militer secara
besar-besaran, terus dilakukan oleh India dengan tujuan memberikan kemampuan lebih
untuk melakukan power projection di Samudra Hindia. Proyek pembangunan militer
tersebut mencakup penambahan postur nuklir India menjadi sea-based nuclear,
investasi dalam perluasan kapasitas kapal laut dan kapal selamnya, serta pengembangan
36
Tim Daiss, “encircling India: China‟s South Asia String of Pearls”. Diakses dari:
http://www.energytribune.com/74635/encircling-india-chinas-south-asia-string-of-
pearls#sthash.NFGb1Jph.dpuf pada tanggal 20 Mei 2013
17
angkatan udaranya (mengembangkan pesawat tempur, pesawat tanker yang digunakan
untuk refuelling di udara dan sistem AWACS).
Dalam Doktrin Maritim India juga disebutkan bahwa, jika kapabilitas power
projection dapat terpenuhi secara utuh, maka hal tersebut akan menempatkan Angkatan
Laut India di posisi yang diperhitungkan. Menurut Ladwig, power projection memiliki
fungsi untuk merespon krisis yang terjadi, melakukan tindakan detterence dan
memelihara stabilitas regional37
. Dimensi militer dari power projection sendiri memiliki
sembilan bentuk, yakni: securing SLOC, noncombatant evacuation operations,
humanitarian assistance, peacekeeping, showing the flag, comppelence/detterence,
punishment, armed intervention dan conquest. Doktrin Maritim India kemudian
menjelaskan beberapa kapabilitas yang dapat digunakan dalam melakukan power
projection, antara lain: amphibious assault, expeditionary operations dan distant
operations.38
Amphibious Assault memiliki lingkup power projection dari wilayah laut hingga
ke wilayah pantai. Penyerangan tersebut dilakukan dengan menempatkan wilayah pantai
sebagai basis untuk melakukan serangan dari darat maupun laut.39
Kedua, expeditionary
operations memiliki definisi dan lingkup yang hampir sama dengan Amphibious
Assault, namun berbeda dalam penggunaan wilayah pantai sebagai basis penyerangan.
Operasi ini menyertakan komponen cadangan logistik karena seluruh armada angkatan
laut akan berada di laut atau wilayah pihak lain untuk waktu yang tidak ditentukan.40
Sedangkan distant operations merupakan operasi yang berbasis pada access, mobility
37
Walter C. Ladwig, “India and Military Power Projection,” Asian Survey 50, no. 6 (2010): 1166 38
Richard D. Marshall, Thesis: “The String of Pearls: Chinese Maritime Presence in The Indian Ocean
and its Effect on Indian Naval Doctrine” (Monterey, California: Naval Postgraduate School, 2012) h. 33 39
Ibid 40
Ibid, h. 34
18
dan sustenance dalam melakukan power proyeksi untuk melindungi kepentingan
nasional negaranya. Dalam operasi ini, armada angkatan laut ditempatkan di wilayah
perairan yang masih merupakan bagian dari pertahanan India.41
Terlepas dari keterbatasan kapasitas angkatan lautnya, India selama satu dekade
terakhir telah melakukan beberapa upaya power projection mulai dari Laut Cina Selatan
hingga Mediterania timur dan secara spesifik di bagian barat Samudra Hindia42
. Pada
tahun 2002, unit laut dan udara Angkatan Laut India (IN) melakukan patroli bersama
dengan Angkatan Laut Indonesia di sepanjang batas maritim. Pusat patroli tepat berada
di enam derajat di antara Pulau Nikobar dan Pulau Sumatra, yang menjadi titik rentan
shipping energy Cina.43
Selanjutnya, India melakukan patroli serupa di kawasan Laut
Andaman, bekerjasama dengan Thailand.
Pada tahun 2004, Angkatan Laut India berpartisipasi aktif dalam operasi
pemberian bantuan pasca tsunami dengan mengerahkan 32 kapal yang berisi lebih dari
20.000 personil angkatan laut. Operasi tersebut bertujuan untuk mengevakuasi dan
menyediakan pasokan listrik serta air bersih bagi korban tsunami di Sri Lanka,
Kepulauan Maladewa, Indonesia, Thailand dan Malaysia44
. Angkatan Laut India juga
menjangkau hingga ke negara-negara yang berada di pesisir timur Afrika dan
melakukan latihan bersama angkatan laut setempat serta pertukaran personel angkatan
laut dengan beberapa negara tersebut untuk nantinya mendapatkan pendidikan45
. Masih
di tahun 2004, Angkatan Laut India menyediakan dukungan dalam pengamanan African
41
Ibid 42
Walter C. Ladwig, “India and Military Power Projection: Will the Land of Gandhi Become a
Conventional Great Power?” Asian Survey 50, no. 6 (2010) h. 1162-83. 43
Ibid 44
Marwaan Macan-Markar, “India Shifts Regional Geopolitical Cards,” Asia Times. Diakses dari:
www.atimes.com/atimes/South_Asia/GA27Df04.html pada tanggal 20 Mei 2013 45
David Scott, “India‟s Drive For A Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic Studies. Winter
2007-08, Vol. 10, Issue 2.
19
Summit yang diadakan di Mozambique46
. Dilanjutkan pada tahun 2006, naval vessels
milik India ikut mengevakuasi lebih dari 2000 ekspatriat India, Sri Lanka dan Nepal
dari Lebanon selama negara tersebut berkonflik dengan Israel.47
India juga
menunjukkan kekuatan angkatan lautnya dalam showing the flag dengan mengirimkan
flotilla (armada kapal laut berukuran kecil) yang berisi tiga atau empat kapal ke Teluk
Oman, Teluk Persia, Laut Merah dan dalam beberapa kesempatan juga ke kawasan
Mediterania, secara tahunan. Armada tersebut mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di
beberapa negara kawasan tersebut dan melakukan latihan bersama dengan angkatan
laut setempat.
Angkatan Laut India juga mengadakan latihan gabungan di Teluk Benggala
bersama Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Singapura, pada September 2007.48
Latihan gabungan tersebut melibatkan tiga aircraft carrier (dua diantaranya dilengkapi
dengan nuklir), sebuah kapal selam nuklir, sejumlah frigate dan destroyer, serta lebih
dari 30 pesawat tempur. Sebelumnya, India pernah mengadakan latihan gabungan
bersama Amerika Serikat dan Jepang di sepanjang pantai Pasifik Asia Timur, pada
April 2007. Selain itu, pada April 2008, India dan Myanmar menandatangani perjanjian
tentang transportasi sungai yang juga merupakan bagian dari pengembangan pelabuhan
Sittwe di Myanmar oleh India serta merumuskan proposal untuk membangun pelabuhan
bawah laut di Dawei49
.
46
Ibid 47
Ibid 48
Walter C. Ladwig, “India and Military Power Projection: Will the Land of Gandhi Become a
Conventional Great Power?” Asian Survey 50, no. 6 (2010) h. 1162-83. 49
”Myanmar, India finalizing River Transportation Project”. Xinhua, 28 Agustus 2007. Diakses dari:
http://english.people.com.cn/90001/90778/6249864.html pada tanggal 20 Mei 2013
20
Lebih lanjut, Angkatan Laut India juga turut serta dalam operasi counter-piracy
sejak tahun 2008, dengan pengiriman personel ke Teluk Aden dan Somali Basin.50
Sebagai bagian dari misi yang dijalankan, India telah berhasil mempertahankan
posisinya di dua area kunci Laut Arab dengan penempatan kapal perangnya secara
permanen. Sejak tahun 2008 kapal perang India tersebut ditempatkan di wilayah Teluk
Aden dalam rangka pengamanan dari kemungkinan ancaman pembajakan terhadap
kapal dagang India yang melewati kawasan itu. Selain itu, secara permanen India juga
menempatkan pesawat pengintai dan beberapa kapal perang di dekat Seychelles untuk
kepentingan pengawasan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut serta lalu lintas maritim
di sepanjang pantai timur Afrika.51
India juga memproyeksikan kekuatannya dengan melakukan nuclear detterence.
Pada April 2007, India berhasil menguji intermediate range ballistic missile (IRBM),
Agni-III, yang merupakan nuklir pertama India yang mampu menjangkau hingga
wilayah Cina, dengan daya jangkau 3500-4000 kilometer.52
Meskipun pihak India
menyatakan bahwa nuklirnya tidak dilengkapi dengan hulu ledak, namun nuklir tersebut
tetap memiliki kapasitas jika nantinya digunakan dengan hulu ledak53
. Lebih lanjut,
Defence Research and Development Organisation (DRDO), sebuah badan yang
menangani pengembangan nuklir India, terus mengembangkan teknologi Agni-III
dengan tujuan untuk menangkal kapabilitas nuklir yang dimiliki Cina54
. India menilai
bahwa Cina memiliki sekitar 400 nuklir, dimana beberapa diantaranya sengaja
50
Walter C. Ladwig, “India and Military Power Projection: Will the Land of Gandhi Become a
Conventional Great Power?” Asian Survey 50, no. 6 (2010) h. 1162-83. 51
Ibid 52
Arun Vishwakarma, “India‟s Strategic Missiles, India Defence Review”. Diakses dari:
http://www.indiandefencereview.com/news/indias-strategic-missiles/ pada tanggal 26 April 2013 53
Ibid 54
Ibid
21
diarahkan ke negaranya. Hal tersebut dinyatakan dalam laporan tahunan Kementerian
Pertahanan India tahun 2002 melalui pernyataannya:
“every major Indian city is within reach of Chinese missiles and this
capability is being further augmented to include Submarine Launched
Ballistic Missiles (SLBMs). The asymmetry in terms of nuclear force is
pronouncedly in favour of China and is likely to get further accentuated
as China responds to counter the US missile defence programme”
III. Penutup
String of Pearl merupakan strategi yang dikembangkan oleh Cina dengan tujuan
untuk mengamankan jalur pengiriman energi ke negaranya. Dalam strategi tersebut,
Cina membangun dan menempatkan beberapa kapasitas militer di sekitar kawasan
Samudra Hindia yang kemudian dianggap sebagai sebuah ancaman bagi India.
Ancaman tersebut diidentifikasi melalui indikator ambiguous symbolism of weapons
dan the other minds problem yang kemudian membawa India ke dalam dua level
security dilemma, dilemma of interpretation dan dilemma of response.
Kemampuan ofensif yang dimiliki Cina merupakan hal yang dapat menjadi
ukuran ancaman bagi India. Penempatan kapasitas militer ofensif Cina di Kepulauan
Coco, Pulau Woody dan Kepulauan Hainan dengan penempatan basis militer angkatan
laut maupun angkatan udara yang cukup besar serta instalasi satelit pemantauan di
kawasan Laut Cina Selatan dinilai memberikan ancaman bagi aktivitas India di Laut
Cina Selatan. Rencana jangka panjang pembangunan pangkalan angkatan laut di
Gwadar, Chittagong dan Hambantota yang akan digunakan untuk penempatan sejumlah
armada Angkatan Laut Cina juga memberikan ancaman bagi India, dengan
menyediakan akses yang lebih besar ke wilayah India melalui jalur laut dan wilayah-
wilayah strategis yang berada di sekitar India.
22
Sedangkan terkait the other minds problem, indikator yang digunakan adalah
dengan melihat intensi dan motif Cina dalam pengembangan String of Pearl. Cina yang
secara strategis menempatkan titik-titik mutiaranya di sekeliling wilayah India dan
melengkapinya dengan sejumlah fasilitas militer telah menempatkan India dalam posisi
terkepung. Sejumlah ancaman tersebut kemudian memberikan implikasi terhadap India,
ketika String of Pearl yang dikembangkan oleh Cina dinilai telah membuat India berada
dalam posisi terkepung dan membuat India masuk ke dalam kondisi security dilemma
karena ketidakmampuan dalam membedakan niat ofensif dan defensif Cina.
Ketidakmampuan India dalam membedakan motif defensif dan ofensif dari
String of Pearl kemudian menjadi dorongan India untuk membangun kapabilitas
militernya, dalam menghadapi Cina. India mulai mengembangkan kapasitas angkatan
lautnya melalui modernisasi dan peningkatan jumlah fasilitas serta armada angkatan
lautnya untuk memperkuat kapabilitas power projectionnya. Power projection yang
dilakukan India di kawasan Samudra Hindia bertujuan untuk menangkal pengaruh Cina
di kawasan tersebut melalui tindakan detterence. Kerjasama militer dengan berbagai
negara dan sejumlah operasi yang bersifat maritim dilakukan oleh India, dengan tujuan
menunjukkan kekuatan militer maritimnya kepada pihak lawan serta memperkuat
posisinya di Samudra Hindia. India juga melakukan pengembangan kapasitas nuklirnya
yang ditujukan untuk menangkal kekuatan nuklir Cina. Namun, power projection yang
dilakukan India dinilai belum efektif mengingat beberapa proyek pengembangan
kapabilitas militernya masih dalam tahap penyelesaian.
23
Referensi
“China Builds Secret Nuclear Submarine Base in South China Sea”, diakses dari:
http://www.foxnews.com/story/2008/05/02/china-builds-secret-nuclear-
submarine-base-in-south-china-sea/
“China Extends Runway on Woody Island in South China Sea”. Diakses dari:
http://www.wantchinatimes.com/news-subclass-
cnt.aspx?id=20120813000052&cid=1101
“China‟s silicon sea route via Thailand Boon to Hambantota, but threat to Singapore”.
Diakses dari: http://infolanka.asia/opinion/sri-lanka/chinas-silicon-sea-route-
via-thailand-boon-to-hambantota-but-threat-to-singapore/china-and-kra-canal
“Myanmar, India finalizing River Transportation Project”. Xinhua, 28 Agustus 2007.
Diakses dari: http://english.people.com.cn/90001/90778/6249864.html
Ali, Ghulam. “China‟s strategic interests in Pakistan‟s port at Gwadar”, diakses dari:
http://www.eastasiaforum.org/2013/03/24/chinas-strategic-interests-in-
pakistans-port-at-gwadar/
Bajaj, Vikas, “China‟s „string of pearls‟ meant to encircle India?”. Diakses dari:
http://www.deccanherald.com/content/53291/chinas-string-pearls-meant-
encircle.html
Bajaj, Vikas, “India Worries as China Builds Ports in South Asia”. Diakses dari:
http://www.nytimes.com/2010/02/16/business/global/16port.html?_r=0
Chellaney, Brahma, “China Covets a Pearl Necklace: Dragon‟s Foothold in Gwadar”.
Diakses dari: http://chellaney.net/2007/04/06/china-covets-a-pearl-necklace/
Chellaney, Brahma. “Assesing India‟s Reactions to China‟s Peaceful Development
Doctrine” Functioning of the Aviation Arm of the Indian Navy. Comptroller &
Auditor General (CAG) Report No. 7 of 2010-2011. Diakses dari:
http://www.cag.gov.in/html/reports/defence/2010-11_7AFN-PA/chap2.pdf
Daiss, Tim. “encircling India: China‟s South Asia String of Pearls”. Diakses dari: http://
www.energytribune.com/74635/encircling-india-chinas-south-asia-string-of-
pearls#stha sh. NFGb1Jph.dpuf
Ebel, Robert E. 2006. China’s Energy Future. Center for Strategic and International
Studies (CSIS).
Engardio, Pete. 2007. CHINDIA; Strategi Cina dan India menguasai Bisnis Global. PT
Bhuana Ilmu Populer.
24
Klein, John J. 2007. "Maritime Strategy Should Heed U.S. and UK Classics". U.S.
Naval Institute Proceedings 133 (4).
Kostecka, Daniel. 2010 “Hambantota, Chittagong, and the Maldives – Unlikely Pearls
for the Chinese Navy”. Diakses
dari:http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/?cHash=a82d537697
&tx_ttnews%5Btt_news%5D=37196
Kumar, Yukteshwar. “Hu, Pakistan and the „String of Pearls‟”. Diakses dari: http://
www.rediff.com/news/2006/nov/28guest.htm
Ladwig, Walter C. 2010. “India and Military Power Projection: Will the Land of
Gandhi Become a Conventional Great Power?”. Asian Survey 50, no. 6.
Markar, Marwaan Macan. 2005. “India Shifts Regional Geopolitical Cards”. Asia
Times. Diakses dari: www.atimes.com/atimes/South_Asia/GA27Df04.html
Richard D. Marshall. 2012. Thesis: “The String of Pearls: Chinese Maritime Presence in
The Indian Ocean and its Effect on Indian Naval Doctrine”. Monterey,
California: Naval Postgraduate School.
Roy, Rahul Chaudhury. Maritime Ambitions and Maritime Security. Berlin: German
Institute for International and Security Affairs Stiftung Wissenschaft und Politik.
Scott, David. “India‟s Drive For A Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic
Studies, Winter 2007-08, Vol. 10, Issue 2.
Scott, David. “India‟s Drive For A Blue Water Navy”, Journal of Military and Strategic
Studies, Winter 2007-08, Vol. 10, Issue 2.
Sharma, Harvir. 2001. “China‟s Interest in the Indian Ocean RIM Countries and India‟s
Maritime Security”, India Quarterly: A Journal of International Affairs.
Vishwakarma, Arun. “India‟s Strategic Missiles, India Defence Review”. Diakses dari:
http://www.indiandefencereview.com/news/indias-strategic-missiles/
Y. Lin, Christina, Militarisation of China’s Energy Security Policy–Defence
Cooperation and WMD Proliferation Along its String of Pearls in the Indian
Ocean. Berlin: ISPSW Institut für Strategie- Politik Sicherheits und
Wirtschaftsberatung.