IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

25
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 259 IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL Suteki Fakultas Hukum Universitas Diponegoro [email protected] ABSTRAK Analisis terhadap hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep atau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui dalam peranan hukum dalam mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum dapat menanggulangi bahkan menghapuskan kemiskinan. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pasal 66A ayat (1), salah satu tujuan bagi hasil cukai pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial. Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah para karyawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brak rokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkan konsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh, (2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembaga pendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasarana pendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6) peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehab atau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni. Kata Kunci: Cukai Tembakau; Kebijakan Formulasi A. LATAR BELAKANG Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Melalui penalaran seperti ini, maka hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan jembatan, yang akan membawa kita untuk mencapai tujuan hidup sebagai negara bangsa. Untuk itu kita harus mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan

Transcript of IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Page 1: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

259

IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASILCUKAI TEMBAKAU TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL

SutekiFakultas Hukum Universitas Diponegoro

[email protected]

ABSTRAK

Analisis terhadap hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsepatau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yang tidakdikemukakan oleh Seidman, dapat diketahui dalam peranan hukum dalam mengubah dan mengarahkanperilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat. Apabilaperubahan perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapat berfungsi sebagai saranauntuk merekayasa masyarakat (a tool of social Engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentudiharapkan hukum dapat menanggulangi bahkan menghapuskan kemiskinan. Berdasarkan UU No. 39Tahun 2007 tentang Cukai, pasal 66A ayat (1), salah satu tujuan bagi hasil cukai pembinaan industri,pembinaan lingkungan sosial. Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah parakaryawan/buruh. Setiap hari sejak subuh para buruh/karyawan sudah berangkat kerja menuju brak-brakrokok untuk membuat lintingan batang per batang. Karena itu, pemerintah daerah perlu memperjuangkankonsep regulasi teknis untuk memikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat dari tingkat kesejahteraan,kehidupan para buruh tentu masih belum seluruhnya layak. Karena itu, pemerintah kabupaten perlumemprioritaskan nasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalam pengelolaan dana bagi hasil cukaitersebut. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara: (1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh,(2) memberikan tambahan penghasilan (tunjangan) bagi para pendidik yang mengelola lembagapendidikan swasta yang kebanyakan berasal dari keluarga buruh, (3) membangun sarana dan prasaranapendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan, (6)peningkatan sarana dan prasarana publik yang bermanfaat baik secara langsung atau tidak langsungterhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberian subsidi perumahan, dana rehabatau bedah rumah bagi para buruh yang tidak memiliki rumah atau memiliki rumah yang tidak layak huni.

Kata Kunci: Cukai Tembakau; Kebijakan Formulasi

A. LATAR BELAKANGHukum untuk manusia, bukan manusia

untuk hukum. Melalui penalaran seperti ini, makahukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi

hanya merupakan jembatan, yang akan membawakita untuk mencapai tujuan hidup sebagai negarabangsa. Untuk itu kita harus mengetahuimasyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan

Page 2: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

260

oleh bangsa Indonesia baru kemudian kita dapatmenentukan hukum yang bagaimana yang dapatmembawa rakyat kita ke arah masyarakat yangdicita-citakan itu. Cita-cita bangsa Indonesia tidaklain adalah tujuan nasional yang tercantum dalamalinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Tujuannasional tersebut adalah (1) melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)mencerdaskan kehidupan bangsa dan (4) ikutmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilansosial.

Sebagai negara hukum1, negara Indonesiadapat mendayagunakan hukum sebagai saranauntuk mewujudkan cita-cita nasional atau dalambahasa kebijakan, hukum dapat digunakan sebagaiinstrumen kebijakan tertentu (law as an instrument

of policy). Memajukan kesejahteraan umum (sosial)

1 Jimly Assiddiqie memerinci karaktristik negara hukumdengan menyebut 12 ciri. Karakteristik tersebut yaitu: (1)Supremasi hukum (Supremacy of Law); (2) Persamaan dalamHukum (Equality before the Law); (3) Asas legalitas (DueProcess of Law); (4) Pembatasan kekuasaan; (5) Organ-organ Eksekutif Independen; (6) Peradilan Bebas dan TidakMemihak; (7) Adanya Peradilan Tata Usaha Negara; (8)Peradilan Tata Negara (Constitutional Court); (9)Perlindungan Hak Asasi Manusia; (10) Bersifat Demokratis(Demecratische Rechtsstaat); (11) Berfungsi Sebagai SaranaUntuk Mewujudkan Tujuan Negera (Welfare Rechtsstaat) dan(12) Transparansi dan Kontrol Sosial. Lihat, Jimly Asshiddiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, SekretariatJenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta,2006, hlm. 151-161.

merupakan salah satu tujuan negara hukumIndonesia didirikan. Tujuan nasional ini seharusnyaditerjemahkan ke dalam instrumen peraturanperundang-undangan di bawah UUD 1945. Hukumdalam wajahnya berupa sistem peraturanperundang-undangan inilah yang diharapkanmampu mewujudkan kesejahteraan umum (sosial).Untuk dapat mewujudkan kesejahteraan sosial,maka hukum harus dapat menciptakan keadilan,bukan hanya keadilan individual (baik keadilanlegal, maupun keadilan komutatif), melainkan jugakeadilan distributif atau dapat diterjemahkan lebihkongkret menjadi keadilan sosial.

Berdasarkan uraian di atas tampak jelasbahwa hukum dan keadilan sosial memilikihubungan yang sangat erat dengan kesejahteraansosial. Dalam UUD 1945, Kesejahteraan Sosialdiatur dalam Pasal 33 dan 34. Dapat dikatakanbahwa kesejahteraan sosial menyangkutpemenuhan kebutuhan materiil yang harus diaturdalam organisasi dan sistem ekonomi yangberdasarkan kekeluargaan. Kesejahteraan sosialadalah sarana materiil yang harus dipenenuhi untukmencapai rasa aman dan tenteram yang disebutkeadilan sosial. Sedangkan keadilan sosialmerupakan tujuan yang lebih tinggi daripadasekedar kesejahteraan. Keadilan merupakancondition sine qua non terciptanya ketertiban danmerupakan syarat utama berlangsungnya

Page 3: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

261

kehidupan masyarakat. Keadilan menjaga supayatidak terjadi ketimpangan sehingga terciptakeseimbangan antara hak dan kewajiban, adanyakeseimbangan antara kepentingan pribadi dankepentingan sosial.

Melalui UU No. 39 Tahun 2007 tentangCukai, negara sebenarnya ingin agar pelaksanaanUU ini juga dapat menciptakan kesejahteraansosial. Hal ini dapat dibuktikan melalui isi darikonsiderans UU Cukai tersebut. UU Cukai disusunberdasarkan pertimbangan bahwa cukai sebagaipungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat ataukarakteristik sesuai dengan undang-undangmerupakan penerimaan negara guna mewujudkankesejahteraan bangsa. Kesejahteraan bangsamenjadi tanggung jawab negara c.q. pemerintah,baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.Instrumen otonomi daerah berusaha membagitanggung jawab terhadap kewajiban untukmewujudkan kesejahteraan rakyat oleh pemerintahpusat dengan pemerintah daerah. Salah satu carauntuk mendanai pembangunan di daerah adalahalokasi pendanaan dari pemerintah pusat yangdiberikan kepada pemerintah daerah dalam bentukDana Alokasi Umum (DAU). Pengalokasian danabagi hasil tembakau yang diatur dalam UU Cukaimerupakan salah satu cara pemerintah pusatmendanai pembangunan di daerah melalui DAU

untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 66Asecara tegas menyatakan bahwa salah satu carapenggunaan alokasi DBHCHT adalah untukmelakukan pembinaan lingkungan sosial, makaberarti persoalan penaggulangan kemiskinan dapatmenjadi salah satu sasaran program tersebut.Dalam hal ini hokum, melalui peraturan perundang-undang sedang menjalani fungsinya sebagaisarana untuk melakukan rekayasa sosial (law as a

tool of social engineering).Kebijakan terkait Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2007 melalui UUNomor 39 tahun 2007 tentang Cukai dan PutusanMahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008tahun 2008, setiap tahunnya Pemerintah telahmengalokasikan dan menyalurkan DBHCHTsebesar 2% (dua persen) dari penerimaan negaracukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesiakepada provinsi Penghasil Cukai Hasil Tembakaudan Provinsi Penghasil Tembakau, yangselanjutnya oleh Provinsi Penerima DBHCHTbersangkutan dibagikan kepadaprovinsi/kabupaten/ kota di wilayahnya dengankomposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsipenghasil, 40% (empat puluh persen) untukkabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tigapuluh persen) untuk kabupaten / kota lainnya.

Page 4: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

262

DBHCHT yang dibagikan tersebut bersifatspecific grant, di mana penggunaannya sudahdiarahkan untuk mendanai kegiatan tertentusebagaimana diatur dalam Pasal 66A UU Nomor 39tahun 2007 ayat (1) yaitu untuk mendanaipeningkatan kualitas bahan baku, pembinaanindustri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasiketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasanbarang kena cukai ilegal. Selanjutnya kelimakegiatan tersebut dirinci lebih detil menjadi 21 (duapuluh satu) sub jenis kegiatan sebagaimana diaturdalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan DBHCHTdan Sanksi atas Penyalahgunaan DBHCHT.

Pengaturan penggunaan DBHCHT tersebutpada dasarnya merupakan bentuk sharingkewajiban Pemerintah Pusat kepada PemerintahDaerah penerima DBHCHT guna mendukungpelaksanaan pencapaian tujuan pengenaan cukaihasil tembakau yaitu dalam rangka pengendaliandan pengawasan serta mitigasi terhadap dampaknegatif yang ditimbulkan produk tembakaudisamping juga dalam rangka optimalisasipenerimaan negara CHT sebagaimana dimaksuddalam ketentuan Pasal 2 UU Nomor 39 tahun 2007.

Dengan pengaturan kebijakan DBHCHTsebagaimana tersebut di atas, maka sudahseharusnya DBHCHT yang diberikan kepadadaerah penerima digunakan sesuai peruntukannya.

Namun dalam prakteknya kondisi yang terjadimalah sebaliknya, masih ditemukannya berbagaikegiatan penggunaan DBHCHT yang tidak sesuaidengan peruntukannya. Berdasarkan hasil evaluasiyang dilakukan terhadap rencana kerja anggaranmaupun realisasi penggunaan anggaran DBHCHTdari beberapa daerah penerima masihmenunjukkan ketidaktepatan daerah dalammengalokasikan kegiatan yang sesuai denganketentuan, seperti penggunaan DBHCHT dalambidang kesehatan.

Masih ditemukan adanya kegiatanpengadaan sarana dan prasarana kesehatan yangtidak ada kaitannya langsung dengan penangananpenyakit akibat dampak asap rokok ataupenempatan kegiatan DBHCHT untuk menanganipenyakit menular, HIV/AIDS, Keluarga Berencana,dan sebagainya. Kondisi ini tentu berakibat tidakhanya terhadap ketidak tercapaian tujuan cukaihasil tembakau tersebut, namun juga berpotensimenyalahi ketentuan yang berlaku.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan dibeberapa daerah, ternyata kondisi ketidaktepatandalam pengalokasian penggunaan DBHCHTtersebut hampir merata terjadi disemua daerah, dansalah satu penyebabnya adalah faktor kurangnyapemahaman unit/aparatur pelaksana di daerahdalam menterjemahkan aturan pelaksanaanpenggunaan DBHCHT sebagaimana tertuang

Page 5: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

263

dalam PMK 84/PMK.07/2008 jo. PMK Nomor20/PMK.07/2009, meskipun sosialisasi maupunkonsultasi atas pemahaman aturan penggunaan inisudah sering dilakukan oleh Pemerintah Pusatmaupun Pemerintah Provinsi Penerima.

Pada tahun 2013 DBHCHT telah memasukitahun kelima pelaksanaannya, berbagai macamtanggapan para pengelola dana DBHCHT di daerahterhadap muatan PMK telah didengar, disatu pihakada yang menyatakan bahwa pengaturan dalamPMK sangat membatasi penggunaan, namun dipihak lain ada yang menginginkan pengaturan yanglebih rinci lagi. Dalam rangka mengatasi berbagaipermasalahan tersebut terutama untuk menjawabberbagai persoalan penggunaan DBHCHT dibidang kesehatan, kami menyambut baik kehadiranbuku “Pedoman Penggunaan Dana Bagi HasilCukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dalam BidangKesehatan” yang diterbitkan oleh KementerianKesehatan bekerjasama dengan KementerianKeuangan. Dengan kehadiran buku pedoman inidiharapkan dapat membantu daerah dalammenyusun dan merencanakan kegiatan DBHCHT dibidang kesehatan yang tepat sasaran dan sesuaidengan ketentuan sehingga diharapkan padagilirannya DBH CHT yang diberikan dapatdigunakan secara optimal sesuai dengantujuannya.

Praktik penggunaan dana alokasi bagi hasiltembakau di beberapa daerah ditemukan beberapavariasi. Seperti yang dilaporkan oleh Tim HumasProvinsi Jawa Tengah, pengelolaan Dana BagiHasil cukai rokok untuk Jawa Tengah belumoptimal, dari 52,196 M baru sekitar 3 M yangdigunakan untuk peningkatan usaha pertanian.Pada tahun 2011 total alokasi Cukai hasil tembakauyang dikembalikan ke Provinsi dan kabupaten/kotasebesar 52,196 M, dengan perincian KabupatenKudus mendapatkan 17,2 M, provinsi 15,6 M, KotaSurakarta 1,2 M dan seluruh Kabupatenkota yangbesarnya antara 450 juta sampai 878 juta. Padatahun 2013 ini kenaikan DBHCT untuk JawaTengah mengalami penurunan yang cukup banyak,dari Rp 426 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp364 milyar untuk tahun 2013. Pembagian danasebesar Rp 426 milyar tersebut adalah 30 % (128milyar) untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,dan 70 % (298 milyar) sisanya dibagikan ke pada35 Kabupaten/Kota secara proporsional. Sebesar40% dari 298 milyar (119 milyar) diberikan kepada15 Kabupaten/Kota penghasil tembakau, 30% (89milyar) lainnya diberikan kepada 35 kabupaten/kotasecara merata.

Menurut Wakil ketua komisi B DPRD JawaTengah Muhammad Haris alokasi penggunaandana bagi hasil cukai untuk pemerintah provinsi

Page 6: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

264

belum diarahkan pada upaya peningkatanproduktifitas pertanian dan UMKM. Dari 15,6 Myang digunakan untuk mendorong potensi usahakecil hanya kurang dari 3 M, selainya digunakanuntuk kegiatan lain. Dalam Perubahan APBD 2013hanya ada beberapa kegiatan yang berdampaklangsung pada masyarkat misalnya pengembangandiversifikasi usaha dan sistem distribusi koperasidan UMKM sebesar 845 juta, pengembangan SDMdan kelembagaan koperasi dan UMKM 714 juta.Masih banyak kegiatan yang terkesan untukmenghabiskan uang saja misalnya promosi bahayarokok lewat komik, DVD, serta sarana-sarana lainyang sebenarnya tidak sesuai peruntukan dan tidakdiperlukan masyarakat. Haris berharap adanyatransparansi dari pemerintah provinsi tentangpenggunaan alokasi bagi hasil cukai tembakau ini.Karena masih baru, maka perlu transparansi danharus benar-benar manfaat tidak hanyamenghabiskan anggaran.

B. PERMASALAHANSituasi dilematis akan dihadapi oleh

pemerintah sebagai penyelenggara negara yangbertanggung jawab terhadap kesejahteraanrakyatnya. Di satu sisi, cukai rokok mempunyaiposisi strategis untuk menyokong APBN (termasukAPBD) khususnya dapat digunakan untukmelakukan pembinaan lingkungan sosial (misalnya

program pengentasan kemiskinan), di sisi laindampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa inikampanye anti rokok serta adanya peraturan ditingkat daerah yang membatasi masyarakat untukmerokok jelas merupakan upaya untukmengendalikan dampak rokok bagi kesehatanmasyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokokterus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang”dari sistem industri rokok tetap pula didambakanoleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda(APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau.Keadaan demikian sering menggiring padastatemen yang menyatakan bahwa cukai rokok ituadalah ”tax of sin”.

Permasalahan yang perlu diajukan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:1. Bagaimanakah kebijakan pengaturan

(formulasi) penggunaan alokasi Dana BagiHasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) terkaitdengan program pembinaan lingkungansosial?

2. Apakah produk kebijakan pengaturanpenggunaan alokasi DBHCHT mampumengarahkan pemerintah daerah setempatuntuk melaksanakan program pembinaanlingkungan dalam rangka pengentasankemiskinan?

3. Bagaimana strategi yang ideal tentangpenggunaan hukum sebagai sarana untuk

Page 7: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

265

mengentaskan kemiskinan melalui studi kasuspelaksanaan kebijakan pengaturanpenggunaan alokasi DBHCHT?

C. PEMBAHASANNegara Indonesia adalah negara hukum,

dengan demikian negara telah memiliki landasanyuridis yang kuat dalam peranannya melaksanakanpembangunan. Pancasila sebagai ideologi bangsadan sebagai pandangan hidup telah memberikanarah dan tujuan bagi pembangunan yangdiharapkan, yakni menuju keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia, dan pembangunanmanusia Indonesia seutuhnya. Indonesia jugadapat diklasifikasikan sebagai negarakesejahteraan (welfare state) yang mempunyaikewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraanumum, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantukmdalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NegaraRepublik Indonesia 1945, sebagai berikut:

“……negara melindungi segenap bangsa danseluruh tumpah darah Indonesia dan untukmemajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikutmemelihara perdamaian dunia…”.

Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagikemanusiaan. Pasal ini memberikan pengertianbahwa pemerintah berkewajiban untukmengupayakan agar setiap warga negara dapathidup layak sesuai dengan harkat martabatmanusia Indonesia, atau dengan kata lainpemerintah berkewajiban untuk menanggulangiatau mengentaskan kemiskinan.

Sehubungan dengan masalah kemiskinan,pada Pasal 34 UUD NRI 1945 secara eksplisitdinyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anakterlantar dipelihara oleh negara. Mengingat bahwatujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untukmemajukan kesejahteraan umum, makakonsekuensinya negara atau pemerintah tidakdapat melepaskan tanggung jawabnya untukmenaggulangi kemiskinan. Dalam erapembangunan di segala bidang kehidupan, untukmewujudkan kesejahteraan sosial, hukumdiharapkan mampu difungsikan untuk mengatasikemiskinan yang masih dialami oleh sebagianwarga negara kita. Dalam hal ini, hukum dapatdijadikan sebagai alat atau sarana untukmengadakan rekayasa sosial (as a tool of social

engineering) dalam upaya mengentaskan rakyatdari kemiskinan.

Page 8: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

266

C.1. Pengertian HukumMasyarakat Indonesia mempunyai

pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum.Terdapat berbagai pengertian atau arti yangdiberikan pada hukum, yang variasinya adalahsebagai berikut :1) Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan;2) Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah,

yakni patokan tingkah laku yang diharapakan;3) Hukum diartikan sebagai disiplin, yaitu sistem

ajaran tentang kenyataan;4) Hukum diartikan sebagai tata hukum yaitu

hukum positif tertulis;5) Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat;6) Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat

atau penguasa;7) Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan;8) Hukum diartikan sebagai perilaku yang teratur

dan unik;9) Hukum diartikan sebagai jalinan nilai-nilai.2

Pengertian hukumn yang diberikantersebut, menunjukan cakupan hukum yang tidakterbatas pada pengertian hukum yang secaranormatif ada dalam undanng-undang saja. Dalanhal ini penulis memilih pengertian hukum sebagai

2 . Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, SosiologiHukum Dalam Masyarakat, (Jakarta : Rajawali, 1982),halaman 37-39

patokan yang merupakan keputusan/kebijakan daripejabat pemerintah dan bukan hanya merupakanhukum positif tertulis.C.2. Hakikat Kemiskinana. Pengertian Kemiskinan

Menurut Jhon Friedman, kemiskinandiartikan sebagai kecilnya peluang untukmengakumulasikan basis kekuatan sosial , yangmeliputi hal-hal sebagai berikut :(1) Modal produktif seperti tanah, perumahan,

perlatan dan lainnya;(2) Sumber-sumber keuangan seperti pendapatan

dan fasilitas kredit;(3) Organisasi sosial dan politik untuk mencapai

kebutuhan bersama;(4) Jaringan-jaringan sosial untuk memperoleh

pekerjaan seperti barang-barang, pengetahuan,informasi, keterampilan dan lainnya.3

b. Tolak ukur kemiskinanPada tahun 1975 berdasarkan indeks-

indeks tertentu oleh UNESCO telah diperkirakanbahwa garis batas kemiskinan diukur daripendapatan perkapita adalah berkisar pada US $100 per tahun. Sedangkan mengenai tolak ukurgaris kemiskinan, menurut Sayogo adalah jumlahkalori yang dikonsumsikan perkapita. Bataskemiskinan ditentukan pada tingkat 1700 kalori

3 Suara Merdeka, 20 Juni 1991, halaman VI

Page 9: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

267

sehari perkapita. Batas ini sudah berada di bawahkebutuhan normal orang Indonesia yangmembutuhkan lebih dari 2000 kalori per hari.4

Menurut kesimpulan penelitian Pusat StudiInstitut Teknologi Bandung pada tahun 1992,walaupun Indonesia memiliki kekayaan yangmelimpah, akan tetapi kenyataan menunjukanbahwa sebanyak 61,6% rumah tangga petani diIndonesia tergolong miskin dengan kriteriapendapatan Rp.50.000.- (sekarang diperkirakan Rp500.000,-) atau kurang per bulan per keluarga.5

Sedangkan menurut Alex Emyll, MSP (1992),kriteria bagi batas kemiskinan adalah pendapatansebesar Rp.20.000.- atau kurang perbulanperorangan.6

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik(BPS) Per Maret 2011, jumlah penduduk miskinsebesar 30,02 juta orang atau 12,49% dari totalseluruh penduduk Indonesia. Jika dibandingkandata Maret 2010, di mana penduduk miskin adalah31,02 juta orang atau 13,33%, maka terjadipenurunan 1 juta orang dalam setahun. Jumlahpenduduk miskin 30,02 juta jiwa yang beradadibawah garis kemiskinan adalah jumlah yangmasih sangat besar, ini belum ditambahkan

4 Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dalam PemahamanMasalah-Masalah Hukum, (Semarang, Agung Press, 1989),

5 Ibid, halaman 636 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman IX

dengan yang sedikit di atas garis kemiskinanatau near poor yang bisa mencapai jumlah yangsama. Tahun sebelumnya, jumlah warga yangtergolong near poor mencapai 29,38 juta. Near

poor ini menurut BPS ukurannya adalah 1,2 kalidari garis kemiskinan.

Definisi miskin menurut versi amerikaserikat yang melihat pada penghasilan tentuberbeda dengan definisi miskin versi Indonesiayang berpedoman pada kemampuan membiayaikehidupannya. Jika tolok ukur miskin menurut versiAmerika adalah mereka yang berpenghasilandibawah US $ 30 per hari atau setara Rp 270.000,per hari ( Rp 8.100.000,- perbulan /kurs Rp. 9000per US $ ) maka dapat dikatakan PNS Indonesiamasuk dalam katagori miskin. Namun, pendekatankemiskinan di Indonesia dengan tolok ukurpengeluaran sebesar Rp. 233.740 per bulan (Equivalen US $ 25, 97 per bulan ) tentunya tidakdapat dibandingkan dengan standar kehidupan diAmerika Serikat.

Menurut BPS (2007), keluarga yang samasekali tidak mempunyai kemampuan untukmemenuhi kebutuhan pokok atau orang yangmempunyai sumber mata pencaharian akan tetapitidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga yang

Page 10: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

268

layak bagi kemanusiaan dengan ciri-ciri atau kriteriasebagai berikut :(i) Pembelanjaan rendah atau berada di bawah

garis kemiskinan, yaitu kurang dariRp.175.324 untuk masyarakat perkotaan, danRp.131.256 untuk masyarakat pedesaan perorang per bulan di luar kebutuhan nonpangan;

(ii) Tingkat pendidikan pada umumnya rendahdan tidak ada keterampilan;

(iii) Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni,termasuk tidak memiliki MCK;

(iv) Pemilikan harta sangat terbatas jumlah ataunilainya;

(v) Hubungan sosial terbatas, belum banyakterlibat dalam kegiatan kemasyarakatan; dan

(vi) Akses informasi (koran, radio, televisi, daninternet) terbatas.

Menurut Sajogyo (1977), garis kemiskinanberdasarkan kebutuhan minimum rumah tanggaadalah senilai 2.140 kg beras setiap orang pertahun di pedesaan dan 360 kg beras setiap orangper tahun di daerah kota. Penetapan gariskemiskinan ini yang setara dengan nilai berasdimaksudkan ini untuk dapat membandingkantingkat hidup antar waktu dan perbedaan hargakebutuhan pokok antar wilayah. Pendapat Sajogyoini pada masa berikutnya mendapat kritikan dariBoth dan Sundrum, karena dalam kenyataannya

beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokokpenduduk pedesaan yang miskin terutama di PulauJawa.c. Jenis Kemiskinan

Belum ada cara yang benar-benar tepatuntuk mendefinisikan kelompok miskin. Alternatifyang banyak digunakan adalah membedakankemiskinan relatif dan kemiskinan absolut.Kemiskinan absolut mendasarkan pada suatujumlah minimum tertentu untuk tingkat hidupsubsisten. Batasan jumlah minimum inipun masihkabur, karena faktor yang membentuk minimalitastersebut bersifat relatif subyektif dan sangatdipengaruhi oleh kodisi-kondisi ekonomi suatunegara. Dengan demikian makan akan munculkonsep yang berlawanan yaitu adanya kemiskinanyang relatif. Kemiskinan relatif mempunyai dasarbatas minimum kemiskinan yang tidak tetap.Batasa kemiskinann yang ditetapkan akan terusberubah yang secara ideal akan meningkat. Hal inidisebabkan karena adamnya dampak pertumbuhandan harapan yang terus berkembang, sementarapertumbuhan itu sendiri diragukan perembesannya( efek tetesnya) bagi kelompok miskin.7

Para ahli kependudukan membagi tingkatkemiskinan menjadi dua, yaitu :

7 Suara merdeka, 14 Agustus 1991, halaman VI

Page 11: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

269

(1) Kemiskinan biasa, dimana penghasilan masihcukup untuk menjamin kebutuhan primernya,yaitu cukup untuk makan meskipun hannyaditahun-tahun yang normal, artinya dtahun itutidak terjadi kemarau yang terlalu panjangataupun ada bencana alam lainnya. Namunpada saat-saat sulit misalnya pada paceklik,dalam kemiskinan biasa seseorang tidak dapatmemenuhi kebutuhan pokoknya secara wajar.

(2) Kemiskinan luarbiasa atau kemelaratan. Dalamhal ini penghasilan untuk menjamin kebutuhanprimernya tidak cukup. Meskipun tidak adabencana alam mauoun kemarau yang terlalupanjang. Untuk kebutuhan makan saja tidakmencukupi baik dari segi kuantitas maupun darisegi kualitas.8

d. Sebab-sebab timbulnya kemiskinanGunnar Myrdal mengajukan konsepsi

hubungan kausal sirkuler yang kumulatif sebagailandasan untuk menjelaskan terjadinya ketidakmerataan ekonomi nasioanal maupun internasional.Konsepsi Gunnar Myrdal didasarkan pada konsepsilingkaran tak berujung pangkal (Vicious Circle)C.E.A Winslow. Selanjutnya dikemukakan bahwakemiskinan dan penyakit membentuk lingkarankemiskinan yang tak berujung pangkal. Orang-orang menjadi sakit karena merka miskin. Mereka

8 Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 30-31.

menjadi miskin karena mereka sakit dan merekasemakin sakit karena mereka semakian miskin.Pernyatan Winslow ini adalah suatu pernyataanproses yang sirkuler dan komulatif yang terusmenerus menurun ketingkat yang lebih rendah yaitudi mana satu faktor negatif menjalankan duapernaan sekaligus yaitu menjadi sebab dan akibatdari faktor-faktor negatif lainnya.9

Menurut Lampman, terdapat tiga penyebabkemiskinan yaitu:(1) Faktor resiko dari bekerjanya sistem ekonomi

dan sistem pembangunan yang sedangdilaksanakan;

(2) Faktor batasan sosial yang terjadi karenaadanya rintangan-rintangan penyempitanbudaya kemiskinan dan lingkaran setankemiskinan (vicious circle);

(3) Faktor-faktor perbedaan individu, yaitu karenaadanya perbedaan dan ketidak merataandistribusi pendapatan diantara waragamasyarakat. Kenyataan menunjukan bahwadiantara warga masyarakat terdapat jurangpemisah anatara mereka yang berpenghasilantinggi dan para buruh petani yang hannyaberpenghasilan rendah.10

9 Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 45.10 Suara Merdeka, 14 Agustus 1992, halaman VI.

Page 12: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

270

Sedangkan Sadono Sukirno lebihcenderung menyatakan bahwa dualisme teknologitelah memperkukuh keadaan kemiskinan yangterdapat dinegara-negara berkembang, termasukdidalamnya Indonesia. Lebih lanjut dikatakanbahwa akhir-akhir ini disadari pula suatu implikasiyang tidak menguntungkan dari adanya dualismeteknologi. Kegiatan-kegiatan disektor padaumumnya mengalami perkembangan yang jauhlebih cepat dari pada sektor tradisional. Dengandemikian jurang tingkat kesejahteraan di antarakedua sektor tersebut makin lamamakin bertambahlebar. Sehingga walaupun dicita-citakan bahwapembangunan bertujuan untuk meningkatkankesejahteraan seluruh masyarakat, padakenyataannya manfaat pembangunan terutamadinikmati hannya oleh golongan kecil penduduk dinegara berkembang. Sebagaimana telah secaraumum disadari bahwa jurang pemisah tingkatpendatan diantara golongan kaya dan miskin telahmenjadi bertambah lebar. Dari pernyataan SadonoSukirno ini dapat dikatakan jurang pemisah yangsemakain melebar tersebut pada akhirnya akanmembuat golongan masyarakat berpenghasilanrendah semakin sulit untuk beradaptasi denganpembanguan teknologi yang semakin pesat. Darisini kemiskinan diperkirakan akan muncul.11

11 Sukirno, Sadono, Ekonomi Pembanguan, (Jakarta, Bima

Di sisi lain Satjipto Raharjo, berpendapat,bahwa kemiskinan sekarang bukan disebabkanoleh faktor individual atau alam, melainkandisebabkan oleh proses-proses serta institusi yangterdapat dalam masyarakat. Hukum dapatdimasukan dalam institusi tersebut disamapinginstitusi-institusi yang lain. Hal ini dapat dimengertikarena di dalam negara yang berdasarkan hukum,maka warga negara yang ingin meninggkatakankesejahtereaan harus berhadapan dengan hukum.Dengan demikian, mereka tidak dapat bertindakmelalui dan mengiluti proses alami, melainkandituntut untuk dilakukan melalui jalur hukum yangtelah ditetapkan. Dalam hal ini hukum dapatmenjadi penghambat atau kendala pertumbuhanekonomi yang selanjutnya akan menimbulakankemiskinan. Misalnya tindakan yang secaraekonomi adalah sah untuk dilakukan, tetapi olehhukum dapat dimungkinkan dan dinyatakandilarang, atau untuk melakukannya harus ditempuhmelalui prosedur hukum tertentu.12

C.3. Fungsi HukumHoebel berpendapat bahwa ada empat

fungsi dasar hukum yaitu :

Grafika, 1985), halaman 217.

12 Rahardjo, Satjipto, “Memikirkan Hubungan Hukum danKemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke 15;1991,hal aman 21

Page 13: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

271

a. Menetapkan hubungan-hubungan antaranggota masyarakat, dengan menunjukanjenis-jenis tingkah laku apa yang diperkenankandan apa pula yang dilaranga;

b. Menentukan pembegian kekuasaan danmencari siapa saja yang boleh melakukanpaksaaan serta siapakah yang harusmenaatinya dan sekaligus memilih sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif;

c. Menyelesaikan sengketa;d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan kehidupanyang berubah-ubah, yaitu dengan merumuskankembali hubungan yang esensial antaraanggota-anggota masyarakat.13

Menuerut Profesor Peters, terdapat tigaperspektif dari fungsi hukum didalam masyarakat,yaitu :a. Perspektif pertama adalah perspektif kontrol

sosial (social control). Tinjauan yang demikianini dapat disebut sebagai tinjauan dari sudutpandang seseorang polisi terhadap hukum (the

policeman view the law).b. Perspektif kedua dari fungsi hukum didalam

masyarakat adalah perspektif social

engineering yang merupakan tinjauan yangdipergunakan para pejabat (the official

13 Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsi-fumngsinya”,Masalah –masalah Hukum, No.5 – 1991, halaman 6.

perspektif of the law) dan oleh karena pusatperhatiaanya adalah apa yang diperbuatpejabat atau penguasa maka tinjauan inikerpakali disebut sebagai the technocrat’s view

of the law.c. Perspektif ketiga adalah perspektif emansipasi

masyarakat dari hukum. Perspektif inimerupakan tinjauan dari bawah terhadaphukum (the bottom’s up view the law). Denganperspektif ini ditinjau kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan hukum sebagaisarana untuk menampung semua aspirasimasyarakat.14

Sesuai dengan tujan penelitian ini, makayang perlu unutk dijelaskan adalah fungsi hukumdalam perspektif social engineering ataupenggunaan hukum sebagai sarana untukmengubah masyarakat. Salah satu fungsi hukumadalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat,dalam arti bahwa hukum sangat mungkindigunakan sebagai alat oleh pelopor perubah(agent of change). Agent of change atau peloporperubahan adalah seorang atau kelompok orangyang mendapat kepercayaan dari masyarakaruntuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembagakemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin

14 Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Masyarakat,(Bandung, Alumni, 1985), halaman 10-11.

Page 14: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

272

masyarakat dalam mengubah sistem sosial dandalam menjalankan hal itu langsung tersangkutdengan tekanan-tekanan untuk melakukanperubahan. Setiap perubahan sosial yangdikehendaki atau yang direncanakan, selalu beradadi bawah pengendalian serta pengawasan peloporperubahan tersebut. Oleh karena itu cara-carauntuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem-sistem yang direncanakan dan diatur lebih dahuludinamakan social engineering atau social

planning.15

Kaidah-kaidah hukum sebagai alat untukmengubah masyarakat mempunyai perananpenting terutama dalam perubahan-perubahanyang direncanakan (intended change atau planed

change). Dengan perubahan yang dikehendaki dandirencanakan tersebut, dimaksudkan sebagai suatuperubahan yang dikehendaki dan direncanakanoleh warga-warga masyarakat yang berperansebagai pelopor masyarakat. Dalam masyarakat-masyarakat yang sudah kompleks dimana birokrasimemegang peranan penting dalam tindakan-tindakan sosial, perubahan-perubahan tersebutharus mempinyai dasar hukum untuk sahnya.Legalitas dari perubahan tersebut sangat pentingartinya. Kaidah-kaidah hukum yang telah terbentuk,dapamerupakan alat yang ampuh untuk

15 Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,(jakarta : Rajawali, 1986), halaman 107.

mengadakan perubahan-perubahan sosial,walaupun secara tidak langsung. Dengan demikanapabila pemerintah ingin membentuk badan-badanyang berfungsi untuk mengubah masyarakat secaraterencana, maka hukum diperlukan untukmembentuk badan tersebut serta untukmenentukan dan membatasi kekuasaannya.Sampai di sini sudah terungkap bahwa kaidahhukum dapat mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang membentuk badan-badanyang secara langsung berpengaruh terhadapperkembangan di bidang sosial, politik, bahkan dibidang ekonomi.16

Dalam hal penggunaan hukum sebagai alatuntuk mengubah masyarakat, maka hukumtersebut harus disesuaikan dengan anggapan-anggapan masyarakat apabila suatu hasil positifhendak dicapai. Dengan pernyataan ini maka yangperlu dilakukan pertama adalah menelaahbagaimana anggapan-anggapan masyarakattentang hukum. Artinya, apakah pada suatu saatfokus masyarakat tertuju pada hukum atau tidak.Kedua, perlu disoroti bagian-bagian manakah darisuatu sistem yang paling dihargai oleh sebagianterbesar masyarakat pada suatu saat. Hal-hal inilahsecara minimal harus dipertimbangkan.17

16 Ibid, halaman 110-111.17 Ibid, halaman 116.

Page 15: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

273

Di samping ada beberapa hal yang perludiperhatikan, yaitu anggapan masyarakat terhadaphukum dan bagian yang paling mendapatpenghargaan masyarakat, terdapat beberapakondisi yang harus mendasari suatu sistem hukumagar dapat dipakai sebagai alat untuk mengubahmasyarakat (a tool of socisl enginering). Kondisi-kondisi tersebut adalah:1. Hukum merupakan aturan-aturan umum yang

tetap; jadi bukan merupakan aturan yangbersifat ad hoc;

2. Hukum tersebut harus jelas bagi dan diketahuioleh warga-warga masyarakat yangkepentingannya diatur oleh hukum tersebut;

3. Sebaiknya dihindari penerapan peraturan-peraturan yang bersifat retroaktif;

4. Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum;5. Tidak ada peraturan-peraturan yang

bertentangan;6. Pembentukan hukum harus memperhatiakan

kemampuan para warga masyarakat untukmematuhi hukum tersebut;

7. Perlu dihindarkan terlalu banyaknya,perubahan-perubahan hukum, oleh karenawarga-warga masyarakat dapat kehilanganukuran dan pegangan bagi kegiatannya;

8. Adanya korelasi antara hukum denganpelaksanaan atau penerapan hukum tersebut.18

Pada kebanyakan masyarakat sistemhukumnya banyak berpengaruh dan mendukunglembaga-lembaga sosial yang telah ada. Suatupemerintah yang berkuasa dapat menggunakanhukum untuk merubah lembaga-lembaga sosialyang berupa pola-pola tingkah laku yang telah ada.Perubahan lembaga-lembaga yang berupa pola-pola tingkah laku tersebut diharapkan hukumsampai sampai tingkatan tertentu mampumengarahkan tingkah laku tersebut hingga dapatberfungsi sebagai sarana untuk menghapuskanatau mengurangi kemiskinan. Hal ini tergantungdari dua faktor yaitu: pertama, penguasa harusberkemauan keras untuk mengadakan perubahan-perubahan dan kedua, perbahan-perubahan ituhanya dapat terjadi bila tidak terdapat perbedaanpendapat antara para penguasa politik dengankelompok pengendali ekonomi termasuk jugamasyarakat yang berekonomi kuat.19

Dalam rangka pembangunan di daerah,perlu terus dikembangkan dan ditingkatkanprakarsa dan partisipasi masyarakat termasuk didalamnya lembaga swadaya masyarakat, sertaperanan pemerintah daerah dalam pembangunan.

18 Ibid, halaman 130.19 Soemitro, Ronny H, Permasalahan Hukum di DalamMasyarakat, (Bandunng : Alumni,1984), halaman 73

Page 16: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

274

Untuk itu ditingkatkan kemampuan pengelolaanpembangunan dari seluruh aparatur pemerintah didaerah sekaligus dalam rangka mewujudkanotonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab. Pemerintah daerah yang dimaksudtermasuk di dalamnya adalah Pemerintah Provinsi,Pemerintah Kabupaten/Kota. Sejalan denganpemikiran ini, perlu terus dibangun dan ditingkatkankemapuan daerah untuk membangun antara laindengan menghimpun dana secara wajar dan tertibtermasuk penggalian dana baru yang tidakbertentangan dengan kepentingan nasional.

Sebagian besar kantong-kantongkemiskinan berada di pedesaan. Oleh karena itu,usaha untuk mengentaskan kemiskinan seharusnyadiupayakan dari pedesaan. Upaya tersebut antaralain ditempuh melalui pembentukan lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk menghimpundana pembangunan daerah pedesaan khususnya.Pembangunan yang meliputi segala bidangkehidupan, tidak dapat dilakukan hanya olehsebagian masyarakat, melainkan melibatkanpartisipasi seluruh rakyat.

Pengesahan UU Cukai ini akan semakinmemperkuat posisi cukai sebagai sumber pundikeuangan negara. Cukai menempati urutan ketigasumber pendapatan negara. Dua besar masihdidominasi hasil ekspor baik produk minyak dangas (migas) maupun non migas serta berbagai jenis

pajak. “Pada 2006, jumlah cukai mencapai Rp 38,5triliun. Tahun ini meningkat Rp 3,5 triliun menjadiRp 42 triliun. Ketentuan tentang bagi hasiltembakau dapat disimak pada Pasal 66 UU Cukai.

Pasal 66A(1) Penerimaan negara dari cukai hasil tembakauyang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsipenghasil cukai hasil tembakau sebesar 2 persenyang digunakan untuk mendanai peningkatankualitas bahan baku, pembinaan industri,pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuandi bidang cukai, dan/atau pemberantasan barangkena cukai ilegal.(4) Pembagian dana bagi hasil cukai hasiltembakau dilakukan dengan persetujuan Menteri,dengan komposisi 30 persen untuk provinsipenghasil, 40 persen untuk kabupaten/kota daerahpenghasil, dan 30 persen untuk kabupaten/kotalainnya.

Pasal 66D(1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasilcukai hasil tembakau dapat diberikan sanksiberupa penangguhan sampai dengan penghentianpenyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakauyang dibuat di Indonesia.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi ataspenyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasiltembakau diatur dengan peraturan menteri.

Page 17: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

275

Ada satu poin baru yang cukup menarik,yakni dana bagi hasil untuk daerah penghasiltembakau. Ketentuan tersebut tertuang dalamPasal 66A, 66B, 66C, dan 66D. Penerimaan negaradari cukai hasil tembakau akan dibagikan kepadaprovinsi penghasilnya sebesar 2 persen.Selanjutnya, realisasi dana segitu dibagikan kepadaprovinsi itu sendiri sebesar 30 persen,kota/kabupaten penghasil sebesar 40 persen20, dankota/kabupaten lainnya yang masih seprovinsisebesar 30 persen. Caranya, lewatpemindahbukuan dari rekening kas umum negarake rekening kas umum provinsi dan rekening kasumum kota/kabupaten. Tentu saja bagi-bagi hasilini atas persetujuan Menteri Keuangan. Bagi hasiltersebut muncul dalam Dana Alokasi Umum (DAU)pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD). Setiap daerah juga harus siap. Iniberdampak peralihan belanja dari pusat ke daerah.Masalahnya, ada beberapa kendala. Misalnyapersiapan pencairan APBD. Pemerintah juga perlumempersiapkan instrumen aturan yangmemperlancar belanja daerah.

20 Daerah produsen cukai rokok yang meliputi 8 kabupatenyaitu Kabupaten Kudus, Kota Surabaya, Kota Kediri, KotaMalang, Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, danKabupaten Pasuruan.

Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasilini untuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan,di antaranya untuk(1) mendanai peningkatan kualitas bahan baku,(2) pembinaan industri, pembinaan lingkungan

sosial,(3) sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta(4) pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC)

ilegal.

Situasi sulit akan dihadapi oleh pemerintahsebagai penyelenggara negara yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Di satusisi, cukai rokok mempunyai posisi strategis untukmenyokong APBN (termasuk APBD), di sisi laindampak akibat rokok perlu dikendalikan. Dewasa inikampanye anti rokok serta adanya peraturan ditingkat daerah yang membatasi masyarakat untukmerokok jelas merupakan upaya untukmengendalikan dampak rokok bagi kesehatanmasyarakat. Kesadaran terhadap bahaya rokokterus ditingkatkan namun harapan perolehan ”uang”dari sistem industri rokok tetap pula didambakanoleh jutaan penduduk, termasuk oleh Pemda(APBD) di daerah produsen rokok dan tembakau.

Masyarakat kita belum sejahtera.Kelangkaan lapangan kerja di luar sistem produksirokok memaksa penduduk (buruh, petani) sekaligusPemda untuk melanggengkan industri rokok yang

Page 18: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

276

dipenuhi situasi dilematis ini. Rokok terbuat darilintingan tembakau (Nicotania Tobacum). Sampaitahun 1920-an rokok dikenal luas sebagaipenenang yang dapat membebaskan perokok darikecemasan atau stress. Hal tersebut diperkuat olehdukungan para dokter pada waktu itu. Baru setelah70 tahun kemudian, pengaruh negatif rokokdiketahui. Meskipun ditemui situasi yang dilematis,namun, upaya untuk keluar dari situasi dilematis initetap harus dilakukan baik oleh pemerintah maupunrakyat.

Setiap orang saya kira tahu betapabahayanya rokok bagi kesehatan manusia. Bukansaja berbahaya bagi penghisapnya tetapi jugaberbahaya bagi orang-rang yang berada disekitarnya (perokok pasif). Memang belum adastudi atau penelitian yang menyajikanperbandingan antara biaya kesehatan yangdikeluarkan untuk membiayai penyakit akibatmerokok dengan besarnya dana APBN maupunAPBD yang diterima oleh Pemerintah. Imbangkahantara pendapatan dari rokok dengan bahayaakibat rokok bagi kesehatan manusia? Siapakahyang peduli dengan masalah ini? Mampukah cukaitembakau dapat secara signifikan menurunkanproduksi dan konsumsi rokok? Apa akibatnya bilaseluruh penduduk negeri ini tidak menghisaprokok? Bila produksi rokok berhenti, bagaimananasib para pekerja di pabrik rokok? Bagaimana

pula nasib petani tembakau? Bagaimana pula nasibAPBN dan APBD? Vicious circle. Kita sulit untukmenentukan dari mana kita harus mengatasimasalah dilematis ini.

Upaya sistematis dapat dilakukan olehpemerintah dan masyarakat untuk mengatasiproblematika di bidang industri rokok. Upaya-upayatersebut antara lain:1. Secara terencana pemerintah harus mulai

mengarahkan alih tanaman bagi petanitembakau melalui program intensifikasipertanian yang handal.

2. Negara (c.q. Pemerintah Pusat dan Daerah)secara terencana harus mengurangiketergantungan APBN pada sumber cukaitembakau.

3. Petani harus mulai mengganti tanamantembakau dengan tanaman lain sesuai denganprogram intensifikasi pertanian pemerintah.

4. Penggunaan dana alokasi umum yang berasaldari DBH cukai tembakau harus tepat sasarandan diarahkan pada rencana penurunanproduksi rokok dengan mengalihkan padaproduksi barang lainnya seperti kerajinantangan, elektronik dll.

5. Pemerintah perlu merumuskan New Deal

sebagai suatu program yang mereformasisistem keuangan dan perbankan dan membuatbanyak program untuk membantu para

Page 19: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

277

penganggur, melaksanakan jaminan sosialyang meliputi bantuan untuk para penganggur,jaminan untuk orang usia lanjut, orang cacatdan sebagainya. Di dalamnya termasukprogram Agricultural Adjusment Administration

Act (AAA) untuk memberikan subsidi kepadapetani dan dapat memberikan BantuanLangsung Tunai (BLT) kepada orang miskin.

6. Melakukan perbaikan nasib buruh dengan cara:(1) pemberian beasiswa bagi putra-putri buruh,(2) memberikan tambahan penghasilan(tunjangan) bagi para pendidik yang mengelolalembaga pendidikan swasta yang kebanyakanberasal dari keluarga buruh, (3) membangunsarana dan prasarana pendidikan, (4)pemberian pelayanan hibah atau kredit lunak,(5) peningkatan jaminan kesehatan, (6)peningkatan sarana dan prasarana publik yangbermanfaat baik secara langsung atau tidaklangsung terhadap produktivitas pabrik-pabrikpenghasil cukai, serta (7) pemberian subsidiperumahan, dana rehab atau bedah rumah bagipara buruh yang tidak memiliki rumah ataumemiliki rumah yang tidak layak huni.

Sebagaimana kita ketahui, pendapatancukai tentu saja tidak lepas dari jerih payah parakaryawan/buruh. Setiap hari sejak subuh paraburuh/karyawan sudah berangkat kerja menuju

brak-brak rokok untuk membuat lintingan batangper batang. Karena itu, pemerintah daerah perlumemperjuangkan konsep regulasi teknis untukmemikirkan nasib buruh/karyawan. Jika dilihat daritingkat kesejahteraan, kehidupan para buruh tentumasih belum seluruhnya layak. Karena itu,pemerintah kabupaten perlu memprioritaskan nasibpara buruh dalam regulasi di tingkat teknis dalampengelolaan dana bagi hasil cukai tersebut.

Untuk mengakhiri perbincangan ini perlusaya sampaikan bahwa pada nilai keadilan sosialhendaknya menjadi visi utama dalam pengelolaandana bagi hasil cukai tembakau. Kendati hukummemang seharusnya menjadi alat legitimasikebijakan, tetapi pada suatu saat kita harus beranimelakukan ”rule breaking” sehingga kita menjadilebih kreatif dalam penegakkan hukum agar tujuansejati hukum untuk menciptakankesejahteraan/kebahagiaan tercapai. Kita sadarbetul bahwa pada waktu sakit, orang kadangterpaksa menelan pil pahit untuk menyembuhkanpenyakitnya. Untuk tujuan ke depan demikesejahteraan umat manusia secara bertahapmasyakat Jawa Tengah harus melepaskan diri dariketergantungannya terhadap industri rokok yangjelas berbahaya bagi kesehatan umat manusia.

Page 20: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

278

C.4. Hubungan Hukum dan KemiskinanDalam era industrialisasi sebagai ciri dunia

ketiga, pada kenyatannya kemiskinan masihmerupakan sosok yang nyata yang meliputi bagianbesar penduduknya. Kemiskinan dapat terjadidisebabkan oleh karena lembaga-lembaga yangmembentuk masyarakat yaitu pada tingkah lakuyang berulang-ulang dari anggota masyarakatnya.Peraturan-peraturan hukum menetapkan norma-norma tingkah laku. Peraturan tersebut mengaturtentang segala sesuatu yang diperbolehkan dansekaligus membatasi, di samping juga menentukannorma-norma yang tidak boleh dilakukan wargamasyarakat yang dikenai sasaran peraturantersebut.

Lebih lanjut Seidman berpendapat, bilapara penguasa di dunia ketiga hendak merubahlembaga-lembaga masyarakat mereka harusmenggunakan sistem hukum untuk menetapkannorma-norma tingkah laku baru denganmenghormati lembaga-lembaga yang dmaksud danmengusahakan terbentuknya sarana-sarana untukmendorong tingkah laku yang sesuai. Lembaga-lembaga sosial, politik dan ekonomi di dunia ketigadapat menghasilkan kemiskinan untukmenggunakan sistem hukum guna mengubahlembaga-lembaga itu memerlukan sebuah modalyang menjelaskan bagaimana hukum memberikanpengaruh terhadap tingkah laku-tingkah laku dan

kemudian menggunakan pengetahuan itu untukmendorong terciptanaya tingkah laku baru ayngmengurangi kemiskinan.21

Sistem hukum dapat menimbulkanatau mempengaruhi tingkah laku wargamasyarakat. Pernan ini hanya dapat dilakukandengan persyaratan bahwa peraturan hukumditetapkan berdasarkan kehendak sebagai variabelbebas (independent variabel). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan danpengidentifikasian sistem hukum dan sebagaivariabel operasional atau penjelasan. Bekerjanyahukum dalam masyarakat melibatkan beberapaunsur atau aspek yang saling memiliki keterkaitansebagai suatu sistem. Beberapa aspek tersebutyaitu: Lembaga Pembuat Hukum (Law Making

Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction

Activity Institutions), Pemegang Peran (Role

Occupant) serta Kekuatan Sosietal Personal(Societal Personal Force), Budaya Hukum (Legal

21 Soemitro, Ronny H, Studi Hukum dan Kemiskinan,(Semarang : Tugu Muda, 1989), halaman 9.

Page 21: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

279

Culture)22 serta unsur-unsur Umpan Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum yangsedang berjalan. Seidman juga menggambarkan model bekerjanya hukum dalam masyarakat untukmengarahkan laku pemegang peran dengan diagram berikut :

22 Lihat, Lawrence M. Friedman, The Legal System, A Social Science Perspective, Russel Sage Foundation, New York,1975, hlm. 14-15.

MasyarakatDPR+Presiden:

UUD , UU Cukai,Permenkeu dll

Norma

Lembaga PenerapanSanksi Pemegang

PeranKegiatan Pemagaran

Hukum

Norma

Kekuatan-kekuatanSosial dan Personal

umpan balik

Kekuatan-kekuatanSosial dan Personal

umpan balik

umpan balik

Kekuatan-Sosial danPersonal

Page 22: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

280

Selanjutnya dikemukan alasan-alasanpemegang peran bertingkah laku seperti yangsesungguhnya mereka melakukan, berdasarkannorma tertentu yang oleh pembuat peraturanhukum ditunjukan pada mereka, yaitu :1. Pemegang peran melakukan tingkah laku

pilihan dari beberapa alternatif tingkah lakubila mereka memahami tingkah laku itu;

2. Tingkah laku antisipasi dari pihak lainmerupakan bagian alternatif pilihan tiappemegang peran dalam proses pembuatanhukum dan penegakannya;

3. Peranana pemegang peran ditentukan olehnorma-norma yang berlaku;

4. Sistem hukum terdiri dari norma-norma yangdiundangkan oleh negara;

5. Setiap peraturan hukum yang ditujukan untukmerubah tingkah laku pemegang peranberarti merubah alternatif pilihan tingkah lakudengan merubah peraturan hukum itu sendiridan dengan mengubah antispasi tingkah lakuoleh pihak-pihak lain;

6. Dalam proses penyelenggaraan hukum,pemegang peran akan bertindak sesuaidengan peraturan hukum berdasar alasan-alasan yang disetujui oleh mereka dantingkah laku yang ditujukan pada mereka dankarena kenyataan bahwa mereka mendudukiperan dalam lembaga pengak hukum;

7. dalam proses pembuatan hukum, pemegangperan akan bertindak sesuai denganperaturan hukum berdasarkan alasan-alasanyang mereka setujui dan karena alasantingkah laku yang ditujukan pada mereka darpeserta dalam proses penyelenggaraanperan dalam lembaga pembuat hukum;23

Dari uraian di atas kiranya dapat dipahamibahwa dalam menelaah hubungan hukum dankemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanyakonsep atau model bekerjanya hukum dalammasyarakat. Bertitik tolak dari batasan model yangtidak dikemukakan oleh Seidman, dapat diketahuidalam peranan hukum dalam mengubah danmengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah lakupemegang peran, dalam hal ini adalah wargamasyarakat. Apabila perubahan perilaku ini dapatdilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dapatberfungsi sebagai sarana untuk merekayasamasyarakat (a tool of social Engineering). Dengandemikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukumdapat menanggulangi bahkan menghapuskankemiskinan.

Sementara itu menurut Satjipto Rahardjo,dalam negara Indonesia yang berdasarkan hukumini, cara-cara hukum memegang peranannya di

23 Soemitro, Ronny H, Perspektif Sosial Dlam PemahamanMasalah-Masalah Hukum, (Semarang : Agung Press,1989), hlm. 83-86.

Page 23: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

281

bidang manajamen bidang-bidang kehidupan,seperti sosial dan ekonomi. Cara-cara tersebutpada akhirmnya akan mempertemukan usahapenggulangan kemiskinan dengan hukum. Lebihlanjut Satjipto Rahardjo menunjukan betapakomplek serta rumitnya interaksi masalah hukumdengan masalah sosial, dalam hal ini kemiskinan.Hukum yang diharapkan dapat untuk mencapaitujuan-tujuan yang diingunkan mungkin kurangberhasil untuk mengerjakannya. Bahkan secarasosiologis juga bis ditemukan keadaaa, bagaimanahukum justru merupakan hambatan dalam usahamenanggulangi kemiskinan. Bagi hukum sendiri,apabila segala sesuatunya telah dijalankan sesuaidengan prosedur hukum, maka masalahnya sudahdiselesaikan dengan baik.24

Penyebaran hukum yang demikian luas kedalam hampir setiap bidang kehidupan makahukum itu bisa berfungsi sebagai penghambat dankendala proses sosial, politik serta ekonomi yangberlangsung dalam masyarakat. Hal ini dapatdimengerti karena di negara yang berdasarkanhukum ini, setiap warga negara ingin meningkatkankesejahteraan atau mencapai tingkat kehidupanyang lebih baik, harus berhadapan dengan hukum.Dengan demikian ia tidak dapat bertindak mengikuti

24 Satjpto Rahardjo, “Memikirkan Hubungan Hukum danKemiskinan”, Gema Keadilan, No.1 Tahun ke -15, 1991,hlm. 20.

proses alami, melainkan harus mengikuti jalurhukum. Pada keadaan tersebut hukum dapatmenjadi kendala dan penghambat.25

Dengan memperhatikan kenyataantersebut di muka, apa bila hukum diharapakanuntuk bisa dipakai sebagai sarana penaggulanganmasalah kemiskinan, maka usaha hendaknyadilakukkan dengan koordinasi, konsolodasi dankerja sama yang lebih baik di bidang-bidang lain.Penangulangan masalah secara hukum saja tanpabersama-sama denagn bidang lain niscaya akanmengurangi hasil yang dicapai, bahkan mungkintimbul akibat yang berlawanan. Pada akhirnyadikatakan bahwa penanganan masalah kemiskinanseyogyanya dilakukan secara holistik.

D. KESIMPULAN

1. Analisis terhadap hubungan hukum dankemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanyakonsep atau model bekerjanya hukum dalammasyarakat. Bertitik tolak dari batasan modelyang tidak dikemukakan oleh Seidman, dapatdiketahui dalam peranan hukum dalammengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal iniadalah warga masyarakat. Apabila perubahan

25 Ibid, hlm. 21.

Page 24: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

282

perilaku ini dapat dilaksanakan maka hukumdalam bekerjanya dapat berfungsi sebagaisarana untuk merekayasa masyarakat (a tool of

social Engineering). Dengan demikian padatingkatan tertentu diharapkan hukum dapatmenanggulangi bahkan menghapuskankemiskinan.

2. Berdasarkan Pasal 66A ayat (1), bagi hasil iniuntuk bermacam tujuan yang sudah ditentukan,di antaranya untuk(1)mendanai peningkatan kualitas bahan baku,(2)pembinaan industri, pembinaan lingkungan

sosial,(3)sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta(4)pemberantasan Barang Kena Cukai (BKC)

ilegal.

Pendapatan cukai tentu saja tidak lepas darijerih payah para karyawan/buruh. Setiap harisejak subuh para buruh/karyawan sudahberangkat kerja menuju brak-brak rokok untukmembuat lintingan batang per batang. Karenaitu, pemerintah daerah perlu memperjuangkankonsep regulasi teknis untuk memikirkan nasibburuh/karyawan. Jika dilihat dari tingkatkesejahteraan, kehidupan para buruh tentumasih belum seluruhnya layak. Karena itu,pemerintah kabupaten perlu memprioritaskannasib para buruh dalam regulasi di tingkat teknis

dalam pengelolaan dana bagi hasil cukaitersebut. Melakukan perbaikan nasib buruhdengan cara: (1) pemberian beasiswabagi putra-putri buruh, (2) memberikantambahan penghasilan (tunjangan) bagi parapendidik yang mengelola lembaga pendidikanswasta yang kebanyakan berasal dari keluargaburuh, (3) membangun sarana dan prasaranapendidikan, (4) pemberian pelayanan hibah ataukredit lunak, (5) peningkatan jaminan kesehatan,(6) peningkatan sarana dan prasarana publikyang bermanfaat baik secara langsung atautidak langsung terhadap produktivitas pabrik-pabrik penghasil cukai, serta (7) pemberiansubsidi perumahan, dana rehab atau bedahrumah bagi para buruh yang tidak memilikirumah atau memiliki rumah yang tidak layakhuni.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chedar, 2002, Pokoknya Kualitatif:

Dasar-dasar Merancang dan Melakukan

Penelitian Kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya.Ashshofa, Burhan, 1998, Metode Penelitian Hukum

hal 20-21, Jakarta: Rineka Karya , danHadari Nawaai dan Mimi Martini, 1996,Penelitian Terapan, Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Page 25: IMPLIKASI KEBIJAKAN FORMULASI PENGGUNAAN ALOKASI DANA …

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu HukumVolume 13, Nomor 2, Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

283

Birowo, M.Antonius, 2004, Metode Penelitian

Komunikasi: Teori dan Aplikasi,Yogyakarta: Gitanyali.

Black Donald, 1976, The Behaviour of Law, NewYork: Academic Press.

Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor, 1993,Kualitatif: Dasar – dasar Penelitian,Surabaya: Usaha Nasional.

Endraswara, Suwardi, 2006, Metode, Teori dan

Teknik Penelitian Kebudayaan,Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Faisal, Sanafiah, 1990, Penelitian Kualitatif: Dasar-

dasar & Aplikasinya, Malang: YayasanAsah Asih Asuh

Friedman, Lawrence M., 1975, The Legal System,

A Social Science Perspective, New York:Russel Sage Foundation

Guba, Egon G. dan Y. Vonna S. Lincoln. 1994,Handbook of Qualitative Research,London: Sage Publication.

Indarti, Erlyn, “Selayang Pandang Critical Theory,

Critical Legal Theory, dan Critical Legal

Studies”, Majalah Masalah-Masalah

Hukum Fak Hukum Undip, Vol. XXXI No. 3Juli 2002, Semarang.

Moleong, Lexy, 1996, Metodology Penelitian

Kualitatif, Bandung: Remaja RosdakaryaNasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik

Kualitatif, Bandung: Tarsito

Rahardjo, Satjipto, 1991, “Memikirkan HubunganHukum dan Kemiskinan”, Gema Keadilan,No.1 Tahun ke 15

Soemitro, Ronny H, 1989, Perspektif Sosial Dalam

Pemahaman Masalah-Masalah Hukum,

Semarang: Agung PressSoemitro, Ronny H, 1989, Studi Hukum dan

Kemiskinan, Semarang: Tugu MudaSoemitro, Ronny H, 1985, Studi Hukum dan

Masyarakat, Bandung: AlumniSoemitro, Ronny H, 1984, Permasalahan Hukum di

Dalam Masyarakat, Bandunng: Alumni.Sukirno, Sadono, 1985, Ekonomi Pembangunan,

Jakarta: Bima Grafika.Tamanaha Brian Z., 2006, A General Jurisprudence

of Law and Society, New York: OxfordUniversity Press

Warassih, Esmi, “Peranan Hukum dan Fungsi-fumngsinya”, Masalah –masalah Hukum,No.5 – 19.

Peraturan Perundang-undangan:Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945UU No. 39 Tahun 2007 Tentang CukaiPeraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009

Tentang Penggunaan Dana Bagi HasilCukai Hasil Tembakau dan Sanksi AtasPenyalahgunaan Alokasi Dana Bagi HasilCukaiHasilTembakau.