Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

36
Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Transcript of Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Page 1: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Volume 4 | Nomor 5 | Edisi Mei 2014 | www.ekon.go. id

Implementasi Upah

Berbasis

Produktivitas

Page 2: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

01 Editorial

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

02 Koordinasi Tim

Pengendalian Inflasi

Daerah: Liputan Rakornas V

TPID Tahun 2014

Ekonomi Internasional

03 Perkembangan Ekonomi

Perancis 2014

Ekonomi Domestik

04 Perkembangan Nilai Tukar

dan Inflasi Mei 2014

Ekonomi Daerah

08 Upah Harian Petani dan

Produktivitas

10 Hubungan antara Tingkat

Upah dan Produktivitas

12 Kesiapan Provinsi dalam

Sistem Upah Berbasis

Produktivitas

14 Reformasi Pengupahan di

Indonesia

15 Peningkatan Produktivitas

Sektoral Sebagai Alternatif

Solusi dalam Mengatakan

Kesenjangan Ekonomi Antar

Wilayah

Opini Pakar

16 Perbandingan Pendekatan

Upah Berbasis Produktivitas

dan Komponen Hidup Layak

KUR

18 Realisasi KUR April 2014

UKM

20 Peranan SCORE dalam

Meningkatkan Produktivitas

UKM

Keuangan

22 Pengembangan Sektor

Keuangan dan Pengurangan

Kemiskinan

Fiskal & Regulasi Ekonomi

24 Regional Economist

Meeting: Sosialisasi

Kebijakan Pemeritah Pusat

dan Wadah Rekomendasi

dari Pemerintah Daerah

Ketenagakerjaan

26 Manfaat Implementasi

Pengupahan Berbasis

Produktivitas terhadap

Pengusaha dan Iklim

Investasi

MP3EI

27 Perkembangan Realisasi

MP3EI Semester I Tahun

2014

Korporasi/ BUMN

29 Budaya Kerja Karyawan

dalam Merger dan Akuisisi

BUMN

Kegiatan Menko

31 Peningkatan Peran

Wirausaha dalam

Perekonomian Indonesia

IPTEK/Inovasi/Ekonomi Kreatif

32 Bangkitnya Ekonomi Kreatif

di Indonesia

Pembina :

Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian

Pengarah :

Sekretaris Kementerian

Koordinator

Bidang Perekonomian

Deputi Fiskal & Moneter

Koordinator :

Bobby Hamzar Rafinus

Editor :

Edi Prio Pambudi

Puji Gunawan

Ratih Purbasari Kania

Analis :

Alisa Fatimah, Annida Masruroh,

Fitria Faradila, Nia Kurnia

Sholihah, Sri Purwanti,

Trias Melia

Kontributor :

Ely Nurhayati, Bank Indonesia,

Tim Pemantauan dan Pengendali

Inflasi, Komite Kebijakan KUR,

Komite Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Laporan Utama

DAFTAR ISI volume 4 | Nomor 5 | Edisi Mei 201 4 | www. ekon. go. id

Page 3: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Kebijakan

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 01

Editorial

Kebijakan pemerintah atau serikat pekerja dapat

menyumbang terjadinya pengangguran. Hal ini ,

menurut Ha-Joon Chang dalam publ ikasi terbarunya

“Economics : The User’s Guide” (2014), disebut political

unemployment. Sebagai contoh kebijakan Pemerintah

mengenai penetapan upah minimum, pesangon serta

pajak pekerja yang tinggi menyebabkan gaji pekerja

lebih besar dari yang seharusnya. Kondisi ini

mengurangi minat pengusaha membuka lapangan kerja

baru. Hal yang sama juga timbul apabila serikat pekerja

senantiasa menuntut kenaikan gaji tanpa diimbangi

peningkatan produktivitas.

Bagi Indonesia kondisi ini seyogyanya dihindari karena

memil iki 51 persen dari total pekerja, yang bekerja

dengan jam kerja panjang namun minimal

menyumbang output. Kelompok pekerja ini sering

disebut dengan pengangguran terselubung (disguised

unemployment) yang banyak terdapat di sektor

pertanian dan sektor informal . Proporsi jumlah

pengangguran terselubung di Indonesia merupakan

yang tertinggi dalam kelompok negara berkembang.

Besarnya pengangguran terselubung timbul karena

sul itnya pekerja di sektor pertanian dan sektor jasa

informal memasuki lapangan pekerjaan di sektor lain

seperti manufaktur dan jasa formal . Hal tersebut

disebabkan ketentuan pasar tenaga kerja yang dinilai

kurang fleksibel selain faktor ketrampilan dan tingkat

pendidikan yang relatif rendah. Menurut ILO, indeks

kekakuan ketentuan perl indungan tenaga kerja

(employment protection legislation stringency) Indonesia

mencapai 2,8 yang tertinggi di kawasan ASEAN.

Ketentuan yang dinilai menyul itkan dunia usaha

mengelola sumber daya manusianya antara lain

menyangkut ketentuan pembayaran pemutusan

hubungan kerja yang terdiri dari uang pesangon, uang

penghargaan masa kerja, uang penggantian hak

sehingga perusahaan harus menyediakan dana besar

untuk melakukannya. Juga ketentuan masa pekerja

kontrak yang tidak boleh lebih dari tiga tahun serta

penetapan upah minimum regional tahunan. Kedua

ketentuan ini memberikan ketidakpastian bagi

kelangsungan kerja yang kondusif bagi dunia usaha.

Pembenahan regulasi tenaga kerja tersebut kiranya

perlu segera dilakukan untuk meringankan dampak

perlambatan pertumbuhan ekonomi yang telah

berlangsung selama tiga tahun terakhir ini karena

ancaman kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT)

semakin nyata. Ketentuan

tenaga kerja yang lebih

lentur diperlukan agar

tercipta pasar pekerja yang

efisen dan mendorong

peningkatan daya saing

ekonomi Indonesia.

Pembenahan ketentuan

tenaga kerja seyogyanya

merupakan bagian dari

upaya peningkatan

produktivitas. Kenaikan

produktivitas akan

memastikan perbaikan

kesejahteraan pekerja.

Tabel Indikator Ekonomi, April - Mei 2014

Bobby Hamzar Rafinus

Page 4: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

P

02 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Penanganan inflasi daerah di Indonesia saat ini sudah

banyak mengalami kemajuan terutama sejak

terbentuknya TPID sejak l ima tahun yang lalu.

Koordinasi penanganan inflasi daerah pada pemerintah

pusat dilakukan dengan antara kementerian

Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Dalam

Negeri, Kementerian Keuangan serta Bank Indonesia.

Sebagai salah satu program TPID, pada bulan Mei

tahun 2014, Tim Pokjanas TPID melaksanakan Rakornas

V TPID yang diikuti oleh para Gubernur dan

Wal ikota/Bupati yang mewakil i 233 TPID (33 provinsi

dan 200 kabupaten/kota), tahun sebelumnya hanya

diikuti oleh 95 TPID. Hal ini dikarenakan sejak tanggal 2

april 2013, dikeluarkannya Inmendagri No. 027/1696/SJ

tentang pembentukan dan pengembangan TPID.

Rakornas yang dibuka Presiden RI, dalam pidatonya

ditekankan tentang pentingnya meningkatkan

ketahanan pangan dan menjaga stabil itas harga

pangan bagi kesejahteraan masyarakat. Sementara itu,

Gubernur BI dalam laporannya menyatakan bahwa

untuk mengatasi permasalahan inflasi daerah

diperlukan komitmen yang kuat dari kepala daerah

serta tersedianya data dan informasi yang akurat

sebagai dasar untuk melaksanakan kerja sama dengan

daerah lainnya. Sama seperti rakornas tahun

sebelumnya, pada rakornas V TPID juga diberikan

penghargaan kepada daerah-daerah yang memil iki

TPID yang memil iki prestasi dan berkinerja terbaik.

Dengan adanya penghargaan TPID ini diharapkan dapat

memberikan motivasi kepada daerah agar semakin

meningkatkan usahanya serta membuat program-

program dalam rangka pengendal ian harga di daerah.

Rakornas V TPID 2014 ini menghasilkan tiga

kesepakatan penting, antara lain:

1. Meningkatkan kerjasama antar daerah di bidang

ketahanan pangan melalui dukungan perencanaan

program kerja dan penyediaan anggaran di daerah

2. Meningkatkan ketersediaan dan kual itas data dan

informasi surplus defisit pangan di setiap daerah

oleh TPID untuk menjadi acuan dalam melakukan

kerjasama antar daerah

3. Meningkatkan kapasitas pengelolaan kerjasama

antar daerah antara lain melalui bimbingan dan

konsultasi bagi TPID yang difasi l itasi oleh Pokjanas

TPID.

Kerjasama antar daerah pada bidang pangan

diupayakan untuk mengantisipasi gejolak harga pangan

(volatile food) yang diakibatkan oleh kekurangan

pasokan bahan pangan serta adanya hambatan dalam

distribusi suplai barang dan jasa antar daerah melalui

optimal isasi distribusi bahan pangan dari daerah yang

surplus pangan ke daerah yang defisit pangan. Tim

Pokjanas TPID dalam upaya koordinasi inflasi daerah

menyediakan data surplus deficit komoditas pangan

sebagai dasar dalam pemetaan dan identifikasi kondisi

dan kebutuhan setiap daerah. Dalam monevnya

pokjanas TPID memfasil itasi penyebarluasan

data/informasi dan bentuk-bentuk kerjasama yang

telah dilakukan daerah yang bersangkutan agar bisa

diterapkan pada daerah lainnya. Bentuk-bentuk kerja

sama yang saat ini diprioritaskan terutama kerja sama

antar daerah yang mendukung ketahanan pangan serta

stabil isasi harga pangan.

Daerah Kabupaten Kota saat ini difasi l itasi terutama

terkait pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan

Strategis (PIHPS) untuk memperkuat kondisi

perekonomian petani serta pembentukan harga yang

lebih efisien. Selain PIHPS, dalam proses penyusunan

RAPBD dan penyusunan asumsi makro ekonomi daerah,

dilakukan fasil itasi untuk meningkatkan kompetensi

aparatur daerah dalam upaya menyelaraskan

perencanaan dan pembangunan didaerah dengan

sasaran pembangunan nasional . Terkait koordinasi

kerjasama antar daerah, saat ini teridentifikasi sebanyak

27 kelembagaan kerjasama antar daerah sebagai

contoh mitra praja

utama merupakan kerja

sama yang mel ingkupi

wilayah DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Timur, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta,

Bal i , Lampung, Banten,

NTT serta NTB.

Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah::

Liputan Rakornas V TPID Tahun 2014

Ratih Purbasari Kania

Page 5: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

B

Ekonomi Internasional

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan

(2014), total perdagangan Perancis dengan Dunia pada

awal tahun 2014 sebesar US$ 104,14 milyar, atau naik

sebesar 0,72% dibandingkan dengan awal tahun 2013,

yang tercatat sebesar US$ 103,39 milyar. Total

perdagangan tersebut terdiri dari ekspor Perancis bulan

Januari 2014 sebesar US$ 46,78 milyar, atau naik 1,02%

apabila dibandingkan dengan bulan Januari 2013, yang

tercatat sebesar US$ 46,31 milyar. Sedangkan, impor

Perancis dari Dunia sebesar US$ 57,36 milyar, atau naik

sebesar 0,48% apabila dibandingkan dengan nilai impor

bulan Januari 2013, sebesar US$ 57,09 milyar. Neraca

perdagangan Perancis dengan Dunia bulan Januari

2014, defisit sebesar US$ 10,58 milyar, atau mengalami

penurunan sebesar 1,87% apabila dibandingkan

dengan bulan Januari 2013.

Pada bulan Januari 2014, angka tingkat inflasi di

Perancis sebesar 0,6%, sementara itu, tingkat

pengangguran pada trimester ketiga 2013 sebesar

10,2%, dan laju produksi industri di bulan Januari 2014

berada di angka 0,0%. Sementara itu, angka konsumsi

rumah tangganya pada bulan Januari 2014, menurun

sebesar – 2,1%. Hal tersebut mengindikasikan kondisi

daya bel i masyarakat Perancis bulan Januari 2014,

secara umum mengalami sedikit penurunan.

Pertumbuhan ekonomi Perancis pada trimester

keempat tahun 2013 mencatatkan pertumbuhan positif

di angka 0,3%. J ika dihitung sepanjang tahun 2013,

pertumbuhan ekonomi Perancis pada angka yang

positif sebesar 0,3% , sehingga lebih baik bila

dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun

2012 yang hanya sebesar 0,1% . Pertumbuhan ekonomi

yang positif tersebut didorong oleh pertumbuhan

konsumsi rumah tangga dan real isasi investasi pada

beberapa bulan terakhir tahun 2013.

Untuk awal tahun 2014, negara mitra dagang utama

Perancis (untuk ekspor), antara lain : Jerman; Belgia, dan

Spanyol . Ketiga negara, memberi kontribusi sebesar

34,69% terhadap total ni lai ekspor Perancis ke 50

negara utama bulan Januari 2014. Sementara itu,

negara-negara mitra dagang utama Perancis (untuk

impor), antara lain : Jerman; China dan Belgia. Ketiga

negara, mencatatkan pangsa sebesar 34,82% terhadap

total ni lai impor Perancis dari 50 negara utama, bulan

Januari 2014. Total ni lai perdagangan Perancis dengan

Indonesia pada bulan Januari 2014 sebesar US$ 255,58

juta, atau turun sebesar 20,82% apabila dibandingkan

dengan bulan Januari 2013, sebesar US$ 322,80 juta.

Perkembangan

Ekonomi Perancis 2014

http://www.ibtimes.co.uk/

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 03

Page 6: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Ekonomi Domestik

Total perdagangan tersebut, terdiri dari ni lai ekspor

Perancis ke Indonesia sebesar US$ 83,54 juta, atau

turun sebesar 31,32% apabila dibandingkan dengan

bulan Januari 2013, sebesar US$ 121,64 juta. Sementara

itu, ni lai Impor Perancis dari Indonesia sebesar US$

172,05 juta, atau turun sebesar 14,48% apabila

dibandingkan dengan bulan Januari 2013, yang tercatat

sebesar US$ 201,17 juta.

Neraca perdagangan Perancis dengan Indonesia pada

bulan Januari 2014, Indonesia mencatatkan surplus

sebesar US$ 88,51 juta, atau naik sebesar 11,29%

apabila dibandingkan dengan bulan Januari 2013 yang

tercatat surplus sebesar US$ 79,53 juta. Selama 4 tahun

berturut-turut (2009 s/d 2012), surplus Indonesia dalam

neraca perdagangannya dengan Perancis, cenderung

menurun, rata-rata sebesar 2,60% per tahun.

Sedangkan pada tahun 2013, sebal iknya Perancis yang

mencatatkan surplus sebesar US$ 67,70 juta, dalam

neraca perdagangannya dengan Indonesia.

Meskipun, pertumbuhan ekonomi Perancis tahun 2013

telah sesuai dengan target Pemerintah pada angka

yang positif, namun kondisi ekonomi makro Perancis

masih buruk dimana tingkat competitiveness Perancis

masih lemah serta jumlah utang yang sangat tinggi,

menyebabkan Perancis saat ini berada dalam

pengawasan Komisi Uni Eropa.

Pertumbuhan ekonomi Perancis di proyeksikan akan

stag pada kuartal kedua tahun ini , hal ini semakin

terl ihat dari sentimen bisnisnya yang turun bulan Mei

seperti yang dilaporkan kantor statistik Insee.

Perekonomian negeri ini diperkirakan tumbuh 0,2

persen yang tidak berubah dari kuartal sebelumnya.

Nilai Tukar

Penguatan rupiah sedikit terkoreksi pada bulan

April 2014 karena pengaruh pernyataan The Fed

yang lebih hawkish, kekhawatiran atas perlambatan

ekonomi Tiongkok, dan eskalasi ketegangan

geopolitik di perbatasan Ukraina-Rusia. Pada April

2014, rupiah ditutup pada level Rp11.562 per dolar AS,

melemah 1,74% dibandingkan dengan level akhir Maret

2014. Secara rata-rata, rupiah pada April 2014 tercatat

Rp11.439 per dolar AS, melemah 0,17% dari bulan

sebelumnya. Pergerakan rupiah tersebut relatif sejalan

dengan perkembangan nilai tukar di beberapa negara

seperti India dan Tiongkok.

Perkembangan

Nilai Tukar & Inflasi

Mei 2014

Nia Kurnia Shol ihah

Nilai Tukar

Grafik Nilai Tukar Rupiah

Grafik Nilai Tukar Kawasan

04 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 7: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Perkembangan nilai tukar rupiah tersebut juga

diikuti dengan perkembangan positif pada struktur

mikro pasar valas. Volume transaksi valas meningkat

terutama ditopang oleh semakin aktifnya transaksi valas

antarbank serta transaksi dengan pihak nonresiden.

Selain itu, Credit Default Swap (CDS) yang terus

menurun serta sel isih bid-ask rupiah yang menipis

sehingga menunjukkan kondisi pasar valas domestik

yang semakin l ikuid.

Inflasi

Perkembangan inflasi pada April 2014 semakin

memperkuat gambaran bahwa proses penyesuaian

ekonomi tetap terkendali dan dibarengi stabilitas

ekonomi yang terjaga. Inflasi pada April 2014 berada

dalam tren menurun sehingga diperkirakan dapat

mendukung pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni pada

kisaran 4,5+1%. Inflasi pada April 2014 mencatat

deflasi sebesar 0,02% (mtm) atau inflasi sebesar 7,25%

(yoy). Penurunan inflasi pada bulan April tersebut

didukung oleh deflasi kelompok volatile food dan

terjaganya inti inti .

Pada April 2014, kelompok volatile food kembali

mencatat deflasi yang cukup tajam seiring

meningkatnya pasokan terkait datangnya musim

panen. Deflasi yang tercatat sebesar 1,26% (mtm) lebih

rendah bila dibandingkan dengan rata-rata historis

selama 10 tahun sebesar 0,36% (mtm). Deflasi

disebabkan oleh mel impahnya pasokan bahan pangan

karena panen, terutama komoditas beras, bawang

merah, cabai merah dan cabai rawit serta aneka sayur.

Panen beras sedang berlangsung di beberapa sentra

(terutama Sumatera dan Jawa) yang diperkirakan masih

akan berlangsung sampai dengan 2 bulan ke depan

karena pergeseran masa panen akibat banjir di awal

tahun. Selain itu, pasokan cabai merah juga meningkat

dengan adanya panen di beberapa sentra, seperti

Subang, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi dan Garut)

sehingga harga saat ini berada di bawah harga referensi

Pemerintah. Bersamaan dengan itu, panen sayur juga

terjadi di kawasan Jabodetabek dan Sumatera,

khususnya komoditas tomat, kubis, dan wortel .

Grafik VIX dan CDS

Grafik Selisih Bid-Ask Rupiah

Inflasi

Grafik Perkembangan Inflasi Tahunan

Grafik Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 05

Page 8: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Tren penurunan inflasi juga dipengaruhi inflasi inti

yang tetap terkendali ditopang moderasi

permintaan domestik serta menurunnya ekspektasi

inflasi. Ekspektasi inflasi yang menurun tersebut tidak

terlepas dari dampak lanjutan menurunnya inflasi

volatile food sehingga pada gil irannya menurunkan

tekanan inflasi inti . Inflasi inti pada pada April 2014

tercatat relatif stabil mencapai 0,24% (mtm) atau 4,66%

(yoy) dari 0,21% (mtm) atau 4,61% (yoy) pada Maret

2014.

Pengaruh permintaan domestik yang termoderasi

terhadap terkendalinya inflasi tergambar pada

dekomposisi inflasi inti menjadi inflasi inti

kelompok non-traded dan Traded. Inflasi inti

kelompok non-traded terl ihat menurun di semua

kelompok. Kelompok pangan menurun sejalan dengan

menurunnya tekanan inflasi volatile food. Inflasi

kelompok perumahan juga menurun tidak terlepas dari

moderasi permintaan domestik, khususnya terkait

perumahan, sejalan kebijakan stabil isasi yang ditempuh

Bank Indonesia termasuk kebijakan LTV (Loan to Value) .

Tren penurunan inflasi inti kelompok perumahan juga

diperkuat perkembangan harga properti residensial

yang juga dalam tren menurun.

Inflasi inti yang terkendali juga tergambar pada

kelompok inflasi inti kelompok traded yang cukup

stabil dalam beberapa bulan terakhir. Inflasi

kelompok pangan berada dalam tren menurun sebagai

dampak lanjutan inflasi volatile food yang juga

menurun. Inflasi perumahan juga stabil antara lain

sejalan dengan dampak moderasi permintaan.

Perkembangan sedikit berbeda ialah inflasi kelompok

lainnya yang berada dalam tren meningkat. Kenaikan ini

tidak terlepas dari pengaruh dampak rambatan

pelemahan nilai tukar rupiah di periode-periode

sebelumnya kepada barang-barang berkandungan

inpor seperti tercermin pada harga barang kelompok

elektronik dan otomotif yang juga berada dalam tren

meningkat. Proses kenaikan harga kelompok traded ini

pada sisi lain berpengaruh pada menurunnya

permintaan impor dan berkontribusi pada menurunnya

defisit transaksi berjalan.

Grafik Inflasi Inti NonTraded

Harga Properti Residensial

Grafik Inflasi Inti Traded

Grafik Inflasi Barang dengan Import Content

06 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 9: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Selain karena moderasi permintaan, inflasi inti yang

terkendali juga dipengaruhi ekspektasi inflasi yang

terjaga. Di pasar barang (dari sisi pedagang eceran

maupun konsumen), ekspektasi tekanan harga untuk

periode 3 maupun 6 bulan yang akan datang

cenderung mengalami perlambatan dibandingkan

dengan beberapa bulan sebelumnya. Namun demikian,

akibat kuatnya dorongan permintaan menjelang dan

selama bulan Ramadhan, menyebabkan masih

tingginya level ekspektasi inflasi baik dari sisi

pedagang eceran maupun konsumen.

Sementara itu, tekanan inflasi administered prices

masih terjaga sebesar 0,28% (mtm) atau 17,64% (yoy)

pada April 2014. Sumber tekanan pada bulan ini berasal

dari kenaikan permintaan akibat hari l ibur nasional

(long weekend) , kenaikan airport tax di beberapa

daerah, dan lanjutan penerapan tarif surcharge oleh

maskapai penerbangan . Selain itu, kenaikan harga

rokok dan bahan bakar rumah tangga turut

menyumbang tekanan pada kelompok ini. Sementara

itu, koreksi harga terjadi pada tarif kereta api akibat

diberlakukannya subsidi PSO per 1 April 2011.

Tren penurunan inflasi antara lain akibat pengaruh

penurunan inflasi volatile food juga tergambar pada

inflasi secara spasial. Deflasi di kawasan Jawa dan

Sumatera yang merupakan sentra produksi bahan

pangan berkontribusi mendorong penurunan inflasi di

periode laporan. Panen beras dan beberapa komoditas

hortikultura yang berlangsung di Jawa Barat dan Jawa

Tengah menyebabkan terjadinya deflasi yang cukup

besar di dua daerah tersebut. Selanjutnya, berbagai

daerah di Sumatera mencatat terjadinya deflasi karena

koreksi harga holtikultura dan mel impahnya produksi

sayuran. Sebal iknya, Jakarta dan mayoritas wilayah

Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih mencatatkan

inflasi . Sebagai contoh, inflasi pada komoditas aneka

cabai tercatat cukup tinggi di Gorontalo dan Maluku.

Kontributor:

Bank Indonesia

Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)

Grafik Ekspektasi Inflasi Pedagang Grafik Ekspektasi Inflasi Konsumen

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 07

Page 10: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Ekonomi Daerah

Upah Harian

Petani dan

Produktivitas

PPermasalahan upah saat ini tidak hanya menjadi mil ik

para pekerja baik pada sektor formal maupun informal .

Dilain pihak, para petani di negeri ini juga

membutuhkan perhatian dalam upaya memenuhi

kebutuhan hidupnya. Sebagai negara agraris, sektor

pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan

perikanan merupakan sektor yang menjadi mata

pencaharian terbesar penduduk Indonesia, yakni

sebanyak 44,51 persen pada tahun 2004 dan menurun

menjadi 34,55 persen pada tahun 2014.

Peningkatan kesejahteraan petani tercermin dari

peningkatan pendapatan petani, penurunan tingkat

pengangguaran dipedesaan, serta perbaikan kual itas

hidup petani. Salah satu indikator yang dipakai untuk

menilai tingkat kesejahteraan petani dalam kurun

waktu yang pendek adalah Nilai Tukar Petani(NTP). Hal

ini mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan

tukar(term of trade) produk yang dijual petani dengan

produk yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan

konsumsi rumah tangga. Dalam jangka panjang , NTP

lebih akurat bila diiringi dengan indikator volume

produksi pertanian atau sumber pendapatan lain.

Angka NTP menunjukkan tingkat daya

saing(competitiveness) produk pertanian dibandingkan

dengan produk lain.

Pada bulan Mei tahun 2014, NTP secara nasional naik

0,08 persen bila dibandingkan dengan NTP pada bulan

sebelumnya yakni dari 101,8 menjadi 101,88. Kenaikan

NTP ini disebabkan kenaikan indeks harga hasil

produksi pertanian relatif lebih tinggi j ika dibandingkan

dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk

keperluan produksi pertanian. Subsektor yang naik

pada NTP yakni Hlotikultura sebesar 0,57 persen,

perkebunan rakyat sebesart 0,11 persen, peternakan

sebesar 0,07 persen dan perikanan sebesar o,22 persen.

Adapun subsektor yang mengalami penurunan NTP

adalah tanaman pangan sebesar 0,22 persen.

Peningkatan NTP saat ini diikuti oleh naiknya upah

nominal harian buruh tani. Upah nominal petani selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak

tahun 2008 upah nominal cenderung meningkat hingga

tahun 2014. Pada awal Januari 2014, upah nominal

petani sebesar Rp. 43.808,- meningkat menjadi Rp.

44.125,- pada bulan maret dan meningkat lagi menjadi

Rp. 44.314,- pada bulan Mei tahun 2014.

Secara spasial , NTP yang mengalami kenaikan tertinggi

sebesar 1,4 persen yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur,

sedangkan yang mengalami penurunan pal ing besar

yakni 1,4 persen bila debandingkan dengan provinsi

lainnya adalah provinsi Riau. Penyebab kenaikan NTP di

Provinsi NTT yaitu komoditi jagung naik sebesar 2,07

persen, sedangkan komoditi karet turun sebesar 10,09

persen di provinsi Riau. Untuk kawasan pedesaan,

perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT)

menggambarkan angka inflasi atau angka deflasi

pedesaan, yang mencapai 0,23 persen pada bula mei

2014, hal ini diakibatkan oleh naiknya indeks seluruh

kelompok konsumsi rumah tangga. Dari 33 provinsi ,

inflasi pedesaan tertinggi terjadi di Maluku sebesar 0,69

persen dan deflasi terjadi di NTT sebesar 0,33 persen.

Saat ini walaupun produksi pertanian telah tumbuh

signifikan namun belum nampak peningkatan

kesejahteraan bagi para petani, hal ini disebabkan

karena umumnya harga yang diterima petani dan yang

dibayar konsumen relatif masih rendah, terutama

berkaitan dengan dengan rendahnya daya tawar petani.

Faktor-faktor yang menghambat peningkatan

kesejahteraa petani antara lain infrastruktur pertanian,

pemasaran serta kual itas produk.

Dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani, maka

diupayakan untuk mencari solusi dari setiap hambatan

yang ada serta meningkatkan produktivitas petani

melalui peningkatan produksi yang dihasilkan oleh

petani. Ketersediaan lahan yang semakin berkurang

hendaknya perlu dil indungi oleh peraturan-peraturan

yang melarang mengenai

al ih fungsi lahan pertanian.

Dalam upaya peningkatan

produktivitas pertanian

maka perlu adanya

peningkatan ilmu

pengetahuan dan teknologi

serta peningkatan sarana

dan prasarana pertanian

bagi petani.

Ratih Purbasari Kania

http://www.solopos.com/

08 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 11: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Laporan Utama

P

OR

DU

CT

IV

IT

Y

Implementasi Upah Berbasis

Produktivitas

Page 12: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

http://thehearttruths.fi les.wordpress.com/

Hubungan antara Tingkat Upah dan

Produktivitas

BBerdasarkan Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

7 Tahun 2013, penetapan upah minimum dihitung

berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan

memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan

ekonomi. Namun, produktivitas Indonesia dirasakan

masih rendah dibandingkan negara tetangga lainnya,

seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Menurut data

dari Asian Productivity Organization (APO),

produktivitas Indonesia berada di urutan 18 dari 27

negara Asia. Pada tahun 2011, produktivtas Indonesia

per tenaga kerja sebesar 9.500 USD di tahun 2011, jauh

di bawah negara tetangga lainnya, seperti Singapura

sebesar 92.000 USD (urutan 2), Malaysia sebesar 33.300

USD (urutan 12) dan Thailand sebesar 15.400 USD

(urutan 13).

Di sisi lain, tingkat upah minimum dari tahun ke tahun

cenderung meningkat. Rata-rata pertumbuhan Upah

Minimum Regional (UMR) tahun 2013-2014 tercatat

17,21% (yoy). Selama ini, penetapan UMR masih sangat

bergantung dari peningkatan Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) yang diajukan oleh serikat pekerja bukan

didasarkan dari peningkatan produktivitas tenaga kerja

itu sendiri .

Sudah sepantasnya kenaikan upah dapat mendorong

tingkat produktivitas suatu negara dan sebal iknya.

Menurut Nir Klein dalam jurnalnya yang berjudul “Real

Wage, Labor Productivity and Employment Trend in

South Africa”, terdapat hubungan jangka panjang

antara upah dan produktivitas yang terl ihat dari uji

kointegrasi dalam estimasi statistik yang dilakukannya.

Klein menambahkan pertumbuhan upah rii l berkorelasi

positif dengan produktivitas tenaga kerja.

Berdasarkan data dari ILO, dari periode tahun 2008

hingga 2011, perbandingan pertumbuhan upah rii l dan

pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Indonesia

cenderung sama. Berdasarkan grafik scatter plot antara

pertumbuhan upah rii l dan produktivitas menunjukkan

bahwa posisi pertumbuhan kedua variabel hampir sama

yaitu di rentan nilai 3-4%. Walaupun begitu, posisi

Indonesia dirasakan masih kurang strategis

dibandingkan India, Korea, Singapura dan Hongkong.

Keempat negara ini memil iki tingkat pertumbuhan

produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi

dibandingkan tingkat pertumbuhan upah rii l . Hal ini

menunjukkan bahwa dengan sedikit penambahan upah

rii l akan berdampak pada peningkatan produktivitas

tenaga kerja yang lebih tinggi, sehingga proses

produksi semakin efisien.

Untuk mendorong tingkat produktivitas, perlu

dilakukan suatu mekanisme pengupahan berdasarkan

produktivitas. Mekanisme ini mendorong tenaga kerja

untuk lebih produktif dalam bekerja. Selain dari sisi

tenaga kerja, mekanisme ini pun mengharuskan

perusahaan untuk lebih bersifat transparan kepada

tenaga kerja, khususnya di bidang keuangan

perusahaan. Salah satu upaya mekanisme pengupahan

Laporan Utama

10 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 13: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

berdasarkan produktivitas adalah

dengan proses gain-sharing antara

perusahaan dan tenaga kerja dimana

perusahaan akan memberikan

kompensasi yang lebih besar kepada

tenaga kerja dengan produktivitas

yang tinggi seiring dengan

meningkatnya performa perusahaan

itu sendiri ,

Secara umum, serikat pekerja sangat

setuju dengan upaya peningkatan

produktivitas. Namun hal ini harus

diiringi dengan peningkatan upah

tenaga kerja itu sendiri minimum 30%

dan penambahan komponen KHL

menjadi 84 unit. Selain itu, serikat

pekerja mengemukakan bahwa upaya

peningkatan produktivitas pun harus

didukung oleh perusahaan dan

pemerintah. Beberapa upaya

peningkatan produktivitas yang harus dilakukan

perusahaan antara lain: (i) melakukan kegiatan

pelatihan di internal perusahaan untuk meningkatkan

skil l tenaga kerja; (i i ) melakukan inovasi teknologi

dengan mengganti mesin-mesin tua dengan mesin

baru; dan (ii i ) meningkatkan kreativitas perusahaan

sendiri dalam memperluas diversifikasi pasar dan

metode produksi. Sementara itu, kepada pemerintah,

serikat pekerja menyarankan untuk meningkatkan

kegiatan pelatihan di Balai Latihan kerja (BLK) serta

memberikan insentif berupa insentif pajak bagi

perusahaan-perusahaan yang menunjukkan

komitmennya dalam mengadakan pelatihan di internal

perusahaan.

Referensi:

- Klein, Nir. 2012. Real Wage, Labor Productivity and

Employment Trend in South Africa: A Closer Look. IMF

Working Paper.

- ILO Global Wage Report 2012/13.

.

Perbandingan Pertumbuhan Upah Riil dan Produktivitas

Kawasan Asia, 2008-2011

Sumber: ILO Global Wage Database; ILO Trend Econometric Model

Fitria Faradila

http://mediad.publ icbroadcasting.net/ http://blog.uattend.com/

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 11

Page 14: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

MMenurut Ahl i Penel iti Utama Ketenagakerjaan, Prof. Dr.

Payaman J . Simanjuntak, Sistem pengupahan

berdasarkan produktivitas adalah sistem pemberian

upah kepada pekerja sesuai dengan produktivitas

masing-masing pekerja atau kelompok pekerja dan

kondisi perusahaan. Kondisi dan produktivitas

perusahaan dipengaruhi oleh produktivitas masing-

masing pekerja. Bi la produktivitas masing-masing

pekerja secara keseluruhan meningkat, maka

produktivitas perusahaan akan meningkat pula. Bi la

produktivitas perusahaan meningkat, maka perusahaan

patut meningkatkan upah. Dengan kata lain, pada saat

kondisi perusahaan cerah, karyawan patut menerima

upah tinggi. Sebal iknya pada saat perusahaan lesu

karena produktivitas pekerja pada umumnya menurun,

maka upah wajar diturunkan.

Pekerja pada umumnya sul it menerima penurunan

upah. Demikian para pengusaha, biasanya tidak mudah

menaikkan gaji pegawai saat profitnya besar. Para

pengusaha lebih cenderung mengambil jalan pintas

dengan langsung mengurangi pegawai atau pemutusan

hubungan kerja (PHK). Akan tetapi melakukan PHK

bukanlah soal mudah. PHK dapat menimbulkan

masalah-masalah baru. Siapa yang akan di-PHK?

Pengurangan pegawai otomatis akan mempengaruhi

sistem kerja. Dalam mengadakan seleksi dan memil ih

siapa yang diberhentikan dan siapa yang dipertahankan

tetap bekerja diperlukan kriteria tertentu. Selama

menunggu keputusan pimpinan, seluruh pekerja resah

dan bekerja secara tidak optimal . Mereka yang

diberhentikan selalu merasa keputusan pimpinan

perusahaan tidak adil dan dapat menimbulkan gejolak

yang justru memperburuk kondisi perusahaan.

Disamping itu, Pemerintah biasanya tidak senang

dengan PHK karena akan menambah barisan

pengangguran.

Mel ihat uraian definisi dan psikologi kedua belah pihak

(perusahaan dan karyawan), penerapan sistem upah

berdasarkan prodktivitas memang tidak mudah

diimplementasikan. Apalagi di Indonesia, yang jumlah

penduduk bekerjanya sangat besar, dengan kapasitas

perusahaan yang beragam pula. Diperlukan sinergitas

antar elemen yang berperan dalam melaksanakan

kebijakan upah berbasis produktivitas. Koordinasi pusat

dan daerah serta perusahaan sangat penting untuk

mendukung implementasi sistem upah berbasis

produktivitas ini .

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam

kesempatan ini diwakil i oleh Keasdean Moneter, Neraca

Pembayaran dan Perluasan Kesempatan Kerja

berkesempatan meninjau langsung kesiapan elemen

pemerintah maupun perusahaan di tingkat Provinsi

(Daerah Istimewa Yogyakarta) menuju rencana

penetapan upah berbasis produktivitas yang

direncanakan oleh pemerintah beberapa tahun

mendatang. Dalam kesempatan tersebut, diadakan

diskusi dengan Dinas Tenaga Kerja Provinsi DIY,

Anggota Dewan Pengupahan Tingkat Provinsi , serta

Kesiapan Provinsi dalam Sistem Upah

Berbasis Produktivitas

(Studi Kasus Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta)

http://www.panoramio.com/

12 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 15: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

beberapa industri yang mewakil i skala besar,

menengah, maupun keil/ rumah tangga.

Jajaran pemerintahan setempat mengatakan siap dan

mendukung kebijakan yang akan ditetapkan

pemerintah pusat, dengan catatan ada sosial isasi

sebelumnya dan dilakukan uji coba (pilot project) pada

industri dan perusahaan, sehingga nantinya kebijakan

yang ditetapkan sudah

dipahami semua pihak dan

kalangan. Sosial isasi juga

dinilai perlu untuk meredam

gejolak yang mungkin

timbul , baik dari pihak

perusahaan/ industri sebagai

pengguna jasa tenaga kerja,

maupun dari pegawai/ buruh

sebagai pihak yang diberikan

imbal atas jasa yang telah

digunakan oleh perusahaan.

Salah satu industri besar

yang diobservasi ialah PT

Mega Andalan Kalasan yang

bergerak di bidang

pembuatan alat-alat

kesehatan, untuk pemasaran

lokal maupun internasional .

PT MAK memil iki karyawan sebanyak 600 orang,

dengan proporsi karyawan tetap sebesar 90% dan siswa

SMK magang sebanyak 10%. Standar gaji karyawan di

PT MAK sudah melebihi UMP DIY. Selain sudah

memperhatikan kesejahteraan karyawan, PT MAK juga

mengutamakan kenyamanan dan loyal itas dalam

bekerja. Dibuktikan dengan dibangunnya sarana dan

prasarana pendukung seperti fasi l itas olahraga dan

bermusik. PT MAK percaya, j ika hubungan baik antar

perusahaan dan karyawan sudah tercipta, maka

produktivitas bukan lagi suatu hal yang harus

dipaksakan dan memberatkan kedua belah pihak.

Di sektor industri kecil , produsen Bakpia dan roti/kue

(dengan nama Roti Marina) menjadi perwakilan yang

kami observasi. Meskipun bermula dari hobi sang

pemil ik toko, Hj, Sukartiningsih membuat kue/roti , Roti

Marina mengalami perkembangan yang cukup pesat

untuk skala industri rumahan. Dalam 10 tahun, Roti

Marina sudah memil iki 7 cabang toko dan 70 karyawan,

yang seluruhnya ialah karyawan tetap. Artinya ada

upah, serta tunjangan yang didapat oleh karyawan Roti

Marina. Meskipun upahnya tidak sebesar UMP DIY,

namun turnover di Roti Marina ini tergolong rendah.

Karena manajemen perusahaan memberlakukan sistem

bonus dimana yang berproduksi melebihi target akan

menerima bonus mingguan sesuai dengan

produktivitasnya (tentunya dengan tetap menjaga

kual itas). Hal ini menandakan, sudah terjadi sistem

pengupahan berbasis

produktivitas disini ,

meskipun upah dibawah

UMP.

J ika mel ihat dari hasi l

observasi di D.I Yogyakarta

tersebut, sebenarnya baik

perusahaan/ industri level

kecil sampai besar sudah

memil iki standar penetapan

upah sendiri , yang

didasarkan pada

pertimbangan produktivitas

karyawan dan kapasitas

perusahaan/industri .

Kebijakan dari pemerintah

berperan sebagai acuan dan

dasar hukum bagi kedua

belah pihak yang memil iki

kesepakatan (perusahaan dan karyawan). Oleh karena

itu, penerapan upah berbasis produktivitas semestinya

tidak akan terlalu menimbulkan polemik di masyarakat

jika dilaksanakan dengan sosial isasi yang baik kepada

masyarakat sebagai pelaku usaha, maupun pekerja.

Alisa Fatimah

"penerapan upah berbasis

produktivitas semestinya

tidak akan terlalu

menimbulkan polemik di

masyarakat jika

dilaksanakan dengan

sosialisasi yang baik kepada

masyarakat sebagai pelaku

usaha, maupun pekerja"

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 13

Page 16: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

UUpah merupakan salah satu kriteria penting dalam

meningkatkan produktivitas perusahaan. Dengan upah

yang tinggi maka kesejahteraan pekerja dapat

ditingkatkan, maka hal ini akan berdampak pada

peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah serta

perekonomian nasional “Kita perlu melakukan reformasi

pengupahan dengan menghitung formula pengupahan

yang simple, certain and fair.” Seperti diungkapkan Vivi

Alatas, senior economist World Bank Jakarta pada acara

workshop pengupahan dalam rangka peningkatan

produktivitas yang diselenggarakan Kemenko bidang

Perekonomian RI di Jakarta.

Pada akhirnya dengan formula pengupahan tersebut

reformasi dengan implementasi yang tepat akan

diterima semua pihak. Pencari kerja akan diuntungkan

oleh pertumbuhan lapangan kerja formal yang

berkelanjutan, begitu pula dengan serikat buruh akan

ada metode baru yang secara ekspl isit mel indungi dan

menguntungkan pekerja. Dari sisi perusahaan, akan

didapatkan kepastian mengenai tingkat UM dari tahun

ke tahun. Maka hal tesebut akan berdampak pada

kondisi didaerah, pembangunan daerah terfasi l itasi

dengan sistem upah minimum yang jelas.

Pada saat ini permasalahan pengupahan mengalami

beberapa permasalahan terutana terkait mekanisme

penetapan upah minimum yang belum ideal serta

mekanisme pengupahan yang tidak berfungsi dengan

baik. Kalkulasi yang rumit dan sul it diprediksi ,

mekanisme yan tidak pasti dan rentan terhadap confl ict

of interest, serta angka yang ditetapkan biasanya

menghasilkan situasi yang lose-lose bagi pekerja dan

pemberi kerja.

Pendekatan berbasis formula merupakan salah satu

pendekatan yang diajukan Bank dunia dimana formula

tersebut dapat memperbaiki mekanisme penetapan

upah minimun yang berlaku, formula

memperhitungkan perubahan standar hidup dengan

lebih baik dari pada KHL, karena terkait langsung

dengan inflasi . Sedangkan secara ekspl isit, kenaikan

upah minimum terkait dengan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi, sehingga diharapkan

ketidakpastian ekonomi dan konfl ik kepentingan dalam

penetapan upah minimum akan berkurang. Formula

yang diajukan dimana kenaikan upah minimum provinsi

dipengaruhi olehinflasi di provinsi tersebut, kontribusi

tenaga kerja dalam total value added, serta

pertumbuhan PDB rii l d i provinsi. Dalam hal provinsi

dengan upah minimum kurang dari 80% dari KHL maka

harus ada mekanisme penyesuaian secara bertahap.

Dikatakan vivi alatas, formula ini adalah alternatif yang

pal ing simple, certain and fair, untuk mekanisme yang

berlaku. Simple karena satu rumus berlaku untuk semua

daerah dan sektor. Certain berarti ekspektasi kenaikan

upah minimum dapat dihitung secara akurat.

Sedangkan Farir mengandung makna bahwa pekerja

terl indungi, pemberi kerja mendapat kepastian dan

pencari kerja mendapatkan pekerjaan.

Lesson learn dari negara lain dalam penetapan upah

minimum, Di banyak negara, pemerintahannya

Reformasi Pengupahan di Indonesia

http://indopol itika.com/

14 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 17: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

menetapkan upah minimum setelah melakukan

konsultasi tripartit dan negosiasi dengan mitra sosial .

Di China dan Indonesia, pemerintah lokal yang

memutuskan besarnya upah minimum. Upah minimum

ditetapkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi

dan produktivitas, hal ini di lakukan di 28 negara dari 81

negara yang menggunakan kriteria ekonomi ekspl isit

untuk kenaikan upah minimum. Sebagai contoh, di

Perancis, ada indeksasi upah minimum terhadap indeks

harga konsumen(IHK), apabila IHK naik semisal 25,

maka upah minimum juga dinaikan dengan persentase

yang sama.

Metode yang simple, certain dan fair saja tidak cukup,

banyak sekal i perbaikan yang dibutuhkan dari segi

implementasi , yang mencakup tingkat kepatuhan serta

struktur pemerintahan. Untuk memaksimalkan tujuan

yang ingin dicapai maka tingkat kepatuhan harus

ditingkatkan yakni melalui insentif pajak, credible

punishment serta layanan pengaduan. Dalam struktur

pemerintahan, diperlukan perubahan dalam struktur

Dewan Pengupahan terutama pada Dewan

Pengupahan Pusat dan Dewan Pengupahan Provinsi.

Oleh karena itu menurut Vivi alatas, apabila semua

elemen terpenuhi, maka sistem yang simple, certain

and fair yang disertai kepatuhan yang tinggi serta

struktur pemerintahan yang idela maka akan tercipta

lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik.

Referensi:

World Bank

Ratih Purbasari Kania

Alisa Fatimah & Sri Purwanti

IIndonesia sebagai negara kepulauan memil iki potensi

yang luar biasa, khususnya kekayaan sumberdaya alam.

Sumberdaya alam yang berl impah seyogyanya menjadi

kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dari sektor pertanian, dan menciptakan

pemerataan kesejahteraan penduduk Indonesia.

Namun pada praktiknya, mengolah sumberdaya alam

yang berl impah bukan perkara mudah untuk dapat

membuat semua rakyat dari sabang sampai merauke

sejahtera. Oleh karena itu, terjadilah apa yang disebut

ketimpangan antar wilayah. Tidak hanya pengolahan

SDA nya saja yang belum optimal , melainkan juga

perbedaan kual itas SDM antar pulau, serta akses

terhadap kemajuan peradaban (naik itu pendidikan,

teknologi dan lapangan pekerjaan) yang belum dapat

dijangkau oleh masyarakat-masyarakat pedalaman,

yang semakin lama semakin membuat jarak

kesenjangan antar wilayah (desa dan kota).

Berdasarkan penel itian yang dilakukan oleh beberapa

dosen dari IPB mengenai disparitas ekonomi, dalam

jurnalnya menyebutkan ketidakseimbangan

pertumbuhan antar wilayah akan menimbulkan banyak

permasalahan sosial , ekonomi dan pol itik, termasuk

instabil itas pol itik disintegratif. Kesenjangan ekonomi

antar wilayah tidak hanya terjadi antar Kawasan Barat

Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia, melainkan

juga antar pulau, provinsi dan antar wilayah pedesaan

Peningkatan

Produktivitas

Sektoral Sebagai

Alternatif Solusi

dalam Mengatasi

Kesenjangan

Ekonomi Antar

Wilayahhttp://energitoday.com/

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 15

Page 18: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

dan perkotaan. Dalam kurun waktu delapan tahun, atau

dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007,

kesenjangan antar wilayah tersebut makin meningkat.

Terbukti dari data PDB dari Kawasan Barat Indonesia

yang tumbuh sekitar 4,87%, sedangkan PDB Kawasan

Timur Indonesia hanya tumbuh sekitar 3,93% dalam

kurun waktu yang sama.

Kesenjangan atau ketimpangan wilayah sangat erat

kaitannya dengan strategi atau kebijakan

pembangunan yang condong ke arah industrial isasi .

Seperti yang terjadi di Indonesia, dimana belakangan ini

proses pembangunan ekonomi terpusatkan pada sektor

industri dan infrastruktur. Akibatnya terjadi sentral isasi

sempit pembangunan ekonomi, yaitu di Pulau Jawa,

khususnya Daerah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya

(Jabodetabek). Sementara, sektor industri yang padat

modal akan mengikis lahan pertanian karena dampak

l imbah dan perbedaan tingkat upah bagi pekerjanya.

Secara perlahan dan berkala, terjadi penurunan laju

produktivitas sektor pertanian yang berdampak pada

rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB

Indonesia. Hal ini terl ihat dari struktur komponen

sektoral terhadap PDB yang dirangkum oleh BKPM

berikut:

Meskipun secara nasional , sektor pertanian tidak lagi

menjadi kontributor utama PDB. Namun, secara

regional sektor pertanian masih menjadi sektor utama

kontributor PDRB wilayah. Sebagian besar provinsi

(terutama yang di luar Jawa), sumber PDRB utamanya

ialah sektor pertanian. Meskipun sektor pertanian angat

berperan dalam menyerap tenaga kerja, namun

pendapatan perkapita provinsi dengan penduduk yang

bekerja pada sektor pertanian lebih kecil dibandingkan

dengan provinsi non pertanian (BPS, 2010).

Oleh karena itu, peran sektor pertanian tetap

dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia

kedepan. Dengan semakin bertambahnya jumlah

penduduk, maka peran sektor pertanian akan semakin

penting terkait penyediaan food, feed dan fuel. Dalam

jurnalnya, Yeti dan rekan menyimpulkan bahwa

Indonesia harus memprioritaskan alokasi investasi ke

sektor pertanian agar dapat dibangun negara industri

yang berbasis hasil pertanian. Dengan didorong oleh

peningkatan pembangunan infrastruktur dan strategi

industrial isasi yang mengedepankan pembangunan

pertanian atau ADLI (Agricultural Development Led-

Industrialization) . Konsep ADLI menurut Bourniaux dan

Waelbroeck (1989) , dikatakan menjanjikan

pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih besar,

pemerataan kesejahteraan serta dapat mengurangi

kemiskinan.

Strategi ADLI bekerja dari sektor primer yang

dibutuhkan oleh semua manusia, yaitu pangan.

Peningkatan produktivitas pertanian dengan sendirinya

akan mendorong kemajuan dalam inovasi teknologi

dan peningkatan investasi yang akan meningkatakan

pendapatan daerah dengan basis sektor agraris.

Produksi pertanian yang meningkat akan menciptakan

pasar bagi barang-barang industri karena keterkaitan

permintaan antara dan permintaan akhir yang kuat.

Pada akhirnya, secara berkala dan simultan proses

tersebut akan memunculkan transfer sumberdaya dari

sektor pertanian, yang kemudian diikuti dengan

pertumbuhan di sektor lain yang non pertanian.

Lebih jauh, penel itian Yeti dan rekan menggambarkan

dampak peningkatan produktivitas sektor pertanian

akan mampu mengendal ikan laju inflasi , penurunan

jumlah impor komoditas pangan nasional , serta

pemerataan kesejahteraan rakyat di pedesaan yang

akan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Untuk

dapat meningkatkan efektivitas penerapan strategi

ADLI, pemerintah perlu memfokuskan kebijakan yang

dapat mendorong peningkatan produktivitas sektor

pertanian, melalui alokasi investasi dan sumber daya

manusia yang kompeten dalam bidang pertanian. Agar

nantinya sektor pertanian Indonesia tidak saja sebagai

stimulan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi

nasional , namun juga dapat menjadi ekpsortir pangan

dunia.

Referensi:

Jurnal ”Dampak Perubahan Produktivitas Sektoral

Berbasis Investasi Terhadap Disparitas Ekonomi Antar

Wilayah dan Kondisi Makroekonomi Indonesia”, IPB,

2010.

Tabel Komposisi PDB Indonesia

Sumber: BKPM, 2013

16 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 19: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

TTingginya tuntutan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) oleh

serikat pekerja yang menjadi dasar penetapan upah

seringkal i tidak diiringi dengan produktivitas pekerja itu

sendiri . Hal ini lah yang kerap kal i menjadi

persengketaan mengenai penetapan upah yang sesuai

dan sama adil untuk kedua belah pihak.

Menurut Arif Hartono,

Anggota Dewan Pengupahan

Provinsi DIY, j ika

diperhitungan dengan inflasi

sebenarnya UMP relatif stabil

dan tidak naik. Terkait

besarnya tuntutan KHL,

menurut Arif struktur KHL itu

sendiri perlu dikaji kembal i .

Beberapa beban seharusnya

dikeluarkan dari struktur KHL,

salah satu contoh adalah

beban pendidikan. Menurut

Arif, seharusnya pendidikan

merupakan beban yang harus

ditanggung oleh pemerintah, maka perlu dikeluarkan

dari struktur KHL. Selain itu, Arif juga mengatakan

bahwa pemerintah pusat harus menjelaskan konsensi

detail dari peraturan upah minimum. Terkadang

permasalahan upah terjadi akibat tidak adanya

panduan formulasi perhitungan upah dari instansi

terkait.

Kementerian Tenaga Kerja mengungkapkan saat ini

Indonesia sedang didorong tingkat produktivitasnya.

Salah satu upaya yang dilakukan Kemenakertrans untuk

mendorong upah berbasiskan produktivitas adalah

melalui gain sharing. Pada prinsipnya gain sharing

merupakan suatu sistem dimana ketika perusahaan

mendapatkan keuntungan

yang lebih, keuntungan

tersebut akan dibagi ke

pekerja berdasarkan tingkat

produktivitas masing-masing

pekerja. Terkait tuntutan upah

yang tinggi, kemenakertrans

khawatir bahwa akan adanya

pergeseran investasi

perusahaan yang telah ada

dan yang baru akan masuk

Indonesia ke negara-negara

tetangga yang mempunyai

struktur upah yang masih

dibawah Indonesia namun

memil iki tingkat produktivitas

yang tergolong tinggi, seperti Vietnam, Thailand dan

Fil ipina.

KSPSI dan Apindo dalam kesempatan diskusi ini juga

berpendapat bahwa pengaturan upah harus dibedakan

secara sektoral tergantung pada produktivitas sektor

Opini Pakar

Narasumber:

Arif Hartono, Drs., MHRM, PhD

Anggota Dewan Pengupahan Provinsi DIY

Dosen Manajemen SDM UII, Yogyakarta

Perbandingan

Pendekatan Upah

Berbasis

Produktivitas

dan

Komponen Hidup Layak (KHL)

http://www.pekanbaru.com/

http://www.solopos.com/

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 17

Page 20: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

masing-masing. Selanjutnya KSPSI menambahkan

untuk meningkatkan produktivitas yang tinggi perlu

diberlakukan merit system pada perusahaan dimana

pekerja yang melakukan kesalahaan atau

produktivitasnya rendah diberikan sanksi sedangkan

pekerja yang produktivitasnya tinggi diberikan

penghargaan baik materii l maupun non materii l .

Adapun konsekuensi dari penerapan upah dengan

metode pendekatan berbasis produktivitas adalah para

buruh juga harus siap dengan kondisi menurunnya

profit perusahaan. Sesuai dengan judulnya, maka

menurunnya profit perusahaan akan langsung

berdampak pada menurunnya upah yang diterima. Ini

yang mungkin masih sul it diterima banyak pihak.

Sedangkan untuk metode pendekatan berbasis KHL,

tentunya sangat menguntungkan buruh karena

perusahaan memberikan upah sesuai

dengan tuntutan zaman. Dimana KHL

terus menyesuaikan dengan harga-

harga kebutuhan pokok yang

berlaku di masyarakat. Peran

pemerintah adalah menjaga inflasi

agar tidak memberatkan para pemil ik

perusahaan dalam memberikan upah

yang sesuai dengan harga

kebutuhan. Namun konsekuensi

lainnya ialah tidak ada sistem reward

and punishment terhadap kinerja

perusahaan. Dimana yang

diuntungkan disini ialah mereka yang

bekerja lebih banyak dari rekannya

yang berada dalam satu level yang

sama, namun mendapat upah yang

sama dari perusahaan.

Kesepakatan mengenai skema upah

akan segera ditentukan oleh

pemerintahan baru mendatang. Dari

skema tersebut nantinya terdapat

gambaran upah minimum buruh dan

metode pendekatan yang digunakan.

Apakah berdasarkan tingkat KHL atau

produktivitas pekerja. Sebenarnya

metode upah berbasis produktivitas

dinilai lebih tepat, karena besar

kecilnya upah yang diterima oleh

buruh tergantung dari besar kecilnya

usaha yang mereka keluarkan.

Sehingga kita dituntut untuk lebih produktif untuk

mendapatkan upah yang lebih besar. Peningkatan

produktivitas pekerja lebih lanjut akan mendorong

produktivitas perusahaan, yang diharapkan akan

berkontribusi terhadap sektor rii l untuk menyokong

pertubuhan ekonomi nasional .

Alisa Fatimah

http://www.o5.com/

http://noiprieteni.ro/

18 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 21: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

R

KUR

Real isasi penyaluran KUR dari tahun 2007 s.d April

2014 mencapai Rp150,9 tri l l iun dengan total jumlah

debitur 10.806.788 debitur. Sedangkan sepanjang

tahun (Januari-April ) , total penyaluran mencapai Rp12,4

tri l iun dengan jumlah debitur hanya 774.610 debitur

atau rata-rata kredit Rp16 juta/debitur. Dibandingkan

dengan bulan sebelumnya, penyaluran KUR pada bulan

April mengalami kenaikan 12% atau sebesar Rp382,03

mil iyar.

Secara sektoral , pada bulan April 2014 penyaluran KUR

terbesar terdapat pada sektor perdagangan sebesar

Rp2,4 tri l iun atau mencapai Rp6,5 tri l iuan sepanjang

tahun. Diikuti oleh sektor pertanian sebesar Rp617,7

mil iar. Berbeda dengan bulan sebelumnya, pada April

2014 penyerapan pal ing rendah terjadi pada sektor jasa

pendidikan Rp0,36 mil iar diikuti oleh sektor jasa

perorangan serta sektor l istrik, gas dan air masing-

masing sebesar Rp2,4 mil iar dan Rp3,1 mil iar.

Secara nasional , sampai bulan April 2014, dari target

yang ditetapkan sebesar Rp. 37 tri l iun KUR sudah

mencapai Rp. 12,4 tri l iun atau 33,5%. Hingga April 2014,

rata-rata NPL Bank pelaksana sebesar 4%. Penyerapan

terbesar dana KUR sesuai data per provinsi masih

terkonsentrasi pada wilayah-wilayah di pulau Jawa

dengan penyerapan terbesar di Jawa Tengah, Jawa

Timur dan Jawa Barat dengan nilai share mencapai

43,9% dari total penyaluran di 33 propinsi.

Sampai bulan April 2014 ini , bank nasional yang

menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank

Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI),

Bank Mandiri , Bank Tabungan Negara (BTN), Bank

Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara

Indonesia Syariah (BNI Syariah).

Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total

plafond mencapai Rp. 96,5 tri l iun. Selain sektor ritel BRI

juga menyalurkan KUR di

sektor mikro yang masing-

masing plafondnya sebesar

Rp. 18,44 tri l iun dan Rp.

78,08 tri l iun, debiturnya

105.918 UMK dan 9.886.905

UMK, rata-rata kredit Rp.

174,1 juta/debitur dan Rp.

7,9 juta/debitur, serta NPL

penyaluran masing-masing

3,3% dan 2,0%. Secara

keseluruhan, nilai Non

Performing Loan (NPL)

penyaluran KUR oleh bank

pelaksana ini masih dibawah

5% yaitu sebesar 4%.

Realisasi KUR April 2014

http://www.gresnews.com/

Realisasi Penyaluran KUR Berdasarkan Sektor Ekonomi (Rp Juta)

Sumber: Komite KUR

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 19

Page 22: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

P

Sri Purwanti

Penyaluran KUR Berdasarkan Propinsi (2007 - April 2014)

Sumber: Komite KUR

Program Sustaining Competitive Responsible Enterprises

(SCORE) merupakan program yang bertujuan untuk

meningkatkan daya saing dan kesinambungan Usaha

Kecil dan Menengah (UKM) / Industri Kecil dan

Menengah (ILK) melalui peningkatan produktivitas dan

penerapan praktik-praktik kerja yang baik dan

bertanggungjawab. Program SCORE ini pada awalnya

dirintis oleh International Labor Organization (ILO) dan

didanai oleh Swiss State Secretariat for Economic Affair

(SECO) dan Norwegian Agency for Development

Cooperation (NORAD).

Metodologi program SCORE dilakukan melalui

pelatihan di dalam kelas dan kunjungan instruktur ahl i .

Dalam masa pelatihan, perusahaan yang diwakil i oleh

direktur, manajer dan pekerja dibimbing untuk

meningkatkan kerja sama di tempat kerja,

produktivitas, mutu produk, kondisi kerja dan efisiensi

produksi. Dalam mencapai tujuannya, SCORE

menggunakan 2 pendekatan yaitu mikro dan makro.

Pendekatan mikro dilakukan melalui jasa pelatihan dan

konsel ing metode peningkatan perusahaan, sedangkan

pendekatan makro dilakukan melalui pemberian

capacity building kepada mitra SCORE yang melatih

UKM/IKM.

Secara umum, metodologi program SCORE terdiri dari

3 tahapan, yaitu:

1. Tahapan menentukan target perusahaan dengan

berbagai syarat, seperti :

a. Jumlah pekerja 30 – 250 orang

b. Bergerak di bidang manufaktur

c. Ada komitmen dari pemil ik perusahaan

d. Bersedia memberikan data-data pengukuran

produktivitas

2. Tahapan pelatihan, yaitu:

a. Tahap 1 – Baseline Assessment, tahap untuk

mengetahui keadaan perusahaan melalui

pengumpulan data Key Performance Indicator

(KPI) dan dokumentasi sebelum mengikuti

program SCORE

UKM

Peranan SCORE dalam

Meningkatkan Produktivitas UKM

20 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 23: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

b. Tahap 2 – Workshop selama 2 hari , setiap

perusahaan mengirimkan 4 orang perwakilan

yang terdiri dari direktur, manajer dan 2 pekerja

dengan harapan menghasilkan sebuah rencana

aksi (action plan) perubahan

c. Tahap 3 – Kunjungan ke Perusahaan, kunjungan

dilakukan sebanyak 3 kal i oleh instruktur ahl i

untuk membantu dan memastikan rencana aksi

terimplementasi dengan baik

d. Tahap 4 – Presentasi Hasil oleh Perusahaan,

perusahaan akan memaparkan hasil (manfaat)

yang mereka terima setelah mengikuti program

SCORE

3. Modul Pelatihan yang terdiri dari modul

kerjasama di tempat kerja, modul manajemen

kual itas, modul produktivitas dan produksi yang

lebih bersih, modul sumber daya manuasia dan

modul kesehatan, keselamatan dan hubungan

kerja.

Di Indonesia, program ini dikembangkan oleh

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi , Asosiasi

Pengusaha Indonesia (APINDO), Konfederasi Serikat

Pekerja, Buruh Indonesia dan ILO. Melalui program

SCORE, diharapkan UKM/IKM Indonesia dapat berjalan

lebih produktif, bersih dan kompetitif. Fokus program

SCORE di Indonesia ditujukan untuk sektor-sektor yang

memil iki potensi penciptaan lapangan kerja, seperti

contoh sektor auto parts, furniture, garmen dan

makanan.

Seiring dengan keberhasilan program SCORE Fase I

pada sektor auto-parts di kawasan Jakarta-Bogor-

Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), saat ini

program SCOPE telah mencakup ke kawasan yang lebih

luas yaitu Jawa Tengah (Semarang), Lampung (Bandar

Lampung), Sulawesi Selatan (Makassar), Kal imantan

Timur (Samarinda) dan Sulawesi Tenggara (Kendari) .

Saat ini , sudah terdapat 90 UKM yang mengikuti

program SCORE dengan jumlah pekerja yang dilatih

sebanyak 13.357 orang. Adapun pekerja yang dilatih

pada kegiatan workshop sebesar 495 orang. Total

kunjungan perusahaan sebanyak 359 kal i . Sekitar 75%

dari total perusahaan yang mengikuti program SCORE

menyatakan puas dengan metodologi yang disediakan

oleh program ini.

Selain pelatihan kepada UKM dan pekerja UKM.

Program SCORE pun aktif melakukan kegiatan Training

ofTrainer (ToT). Saat ini , terdapat 92 instruktur program

SCORE yang sudah terlatih dan 34% diantaranya

merupakan perempuan.

ILO mencatat bahwa tercipta 337 lapangan kerja baru di

90 UKM yang berpartisipasi dalam program SCORE.

Selain itu, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi ,

perusahaan berhasil menerapkan praktik kerja yang

baik dan bertanggungjawab. Bahkan l ima diantaranya

berhasil mendapatkan penghargaan Parama Karya

Award pada tahun 2011 dan 2013 oleh Kementerian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republ ik Indonesia.

Penghargaan ini diberikan kepada UKM yang dinilai

berhasil menerapkan konsep produktivitas dan kual itas

yang baik. Kel ima perusahaan tersebut antara lain PT

Mubarokfood Del icia, PT Lestari Dini Tunggul , PT

Baruasa Mandiri (Tahun 2011), PT AsindoTech, dan CV.

ATS (Tahun 2013).

UKM merupakan salah satu sumber penggerak

ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, upaya peningkatan

produktivitas pada UKM sangat penting untuk

dilakukan. Kehadiran program SCORE di Indonesia

merupakan salah satu upaya peningkatan daya saing

dan produktivitas UKM. Melalui program SCORE,

diharapkan UKM menjadi lebih produktif sehingga

dapat mendorong daya saing Indonesia di masa

mendatang.

Fitria Faradila

"Kehadiran programSCORE di Indonesia

merupakan salah satuupaya peningkatan dayasaing dan produktivitas

UKM"

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 21

Page 24: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

K

Keuangan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang pal ing

menonjol di seluruh dunia. Banyak langkah di level

makro maupun mikro telah diambil namun masalah ini

masih menjadi isu yang hangat, tidak hanya di negara

berkembang, tetapi juga di negara maju. Terkait hal

tersebut, pengembangan sektor keuangan merupakan

instrumen efektif yang dapat mengurangi angka

kemiskinan. Teori dan bukti menunjukkan bahwa

pengembangan sektor keuangan dapat memberikan

efek secara langsung pada kemiskinan, memperluas

akses jasa keuangan bagi masyarakat miskin, dan

secara tidak langsung memberikan dampak positif pada

pertumbuhan yang membantu mengurangi kemiskinan.

Pengembangan sektor keuangan memungkinkan

masyarakat miskin untuk meminjam dana dan

berinvestasi , menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan pendapatan dan mengurangi

kemiskinan. Hal ini memfasil itasi distribusi tabungan

untuk investasi produktif, modal fisik dan manusia serta

tambahan modal dari luar negeri. Selain itu juga

mengurangi biaya transaksi, meningkatkan kemajuan

teknologi, juga membantu peningkatkan produktivitas.

Fungsi lembaga keuangan adalah sebagai tabungan

yang memindahkan resiko, sarana mendapatkan

informasi tentang peluang investasi , mengamati

kreditor serta memfasil itasi pertukaran barang dan jasa

untuk meningkatkan modal dan meningkatkan

pertumbuhan teknologi. Ada hubungan yang kuat

antara pembangunan sektor keuangan dan

pertumbuhan ekonomi. Sektor keuangan memobil isasi

sumber daya dan mengalokasikannya untuk investasi

yang menghasilkan keuntungan besar. Bila sektor

keuangan dapat bekerja efisien dan menunjukkan

pelayanan baik, kinerja perekonomian akan lebih baik

dan pertumbuhan akan meningkat sehingga akhirnya

akan mengurangi kemiskinan.

Dengan memfasil itasi transaksi dan menyediakan kredit

serta produk keuangan lainnya kepada masyarakat

miskin, tentunya akan membantu mereka dalam

memenuhi kebutuhan primer sehingga angka

kemiskinan akan berkurang. Bank juga menyediakan

pinjaman pendidikan sehingga mendorong

pembangunan sumber daya manusia. Semakin banyak

investasi , akan besar pula produksi dan semakin besar

produksi, akan meningkatkan pertumbuhan kemudian

menurunkan angka kemiskinan, ini adalah dampak

tidak langsung dari sektor perbankan terhadap

penurunan angka kemiskinan. Agar pembangunan

dapat berkelanjutan dan kemiskinan berkurang, kita

memerlukan sektor keuangan yang efisien. informasi

tentang peluang investasi , mampu mengelola risiko

yang mampu memberikan keuntungan besar.

Memperoleh informasi lebih dalam bagi perseorangan

sangatlah mahal . Namun bagi lembaga keuangan yang

merupakan lembaga ahl i dalam investasi , hal ini

dirasakan cenderung lebih murah. Berinvestasi secara

individu beresiko besar, bila investasi di lakukan melalui

lembaga keuangan risikonya lebih kecil dan lebih

menguntungkan.

Ketidakstabilan sektor keuangan akan mempengaruhi

individu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dampak langsungnya populasi masyarakat miskin lebih

banyak daripada masyarakat kelas atas, sebab mereka

tidak mampu mendiversifikasi resiko mereka di bank

dan kekuatan mereka lemah dalam negosiasi . Secara

tidak langsung ketidakstabilan keuangan menambah

kemiskinan melalui pertumbuhan.

Pengembangan Sektor Keuangan

dan Pengurangan Kemiskinan

http://www.energitoday.com/ http://www.vibiznews.com/

22 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 25: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Ketidakstabilan sektor keuangan akan mengurangi

dana yang tersedia untuk investasi sehingga

mempengaruhi laju pertumbuhan. Ketidakstabilan

keuangan juga mempengaruhi nilai tukar ri i l karena

barang yang diperdagangkan (yang harganya

ditentukan oleh permintaan dan penawaran domestik)

berhubungan langsung dengan tingkat kredit.

Pertumbuhan ekonomi tergantung pada stabil itas

keuangan dan kemiskinan tergantung pada

pertumbuhan ekonomi. Masyarakat miskin justru lebih

rentan terhadap siklus pertumbuhan dari pada

masyarakat kelas atas dan dampak negatif dari resesi

lebih kuat dari pada dampak positifnya terhadap

perluasan kemiskinan. Karena efek negatif

pertumbuhan kemiskinan umumnya lebih besar

daripada efek positif dalam meningkatkan pendapatan.

Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk mengurangi

kemiskinan, namun hal tersebut harus disertai dengan

struktur kelembagaan dan l ingkungan kebijakan yang

berkelanjutan dan memberikan dampak pertumbuhan

pada kemiskinan.

Berdasarkan hasil anal isis, dibuktikanan bahwa ada

hubungan yang negatif dan sangat signifikan antara

kemiskinan dan aset bank sentral . Koefisien asset

deposito bank terhadap PDB negatif. Koefisien

konsentrasi bernilai positif, ini berarti semakin banyak

konsentrasi , kemiskinan akan semakin meningkat.

Konsentrasi bank akan mengurangi jumlah pil ihan

konsumen dan juga mengurangi jumlah saingan di

bidang perbankan karena bank bergabung menjadi

mega bank. Jadi efek pertumbuhan terbal ik konsentrasi

dan dampak utamanya bagi konsumen tidaklah baik.

Koefisien biaya overhead bernilai positif, ini berarti

bahwa bila biaya overhead meningkatkan maka

kemiskinan pun juga akan meningkat. Untuk

meningkatkan kinerja lembaga keuangan diperlukan

alokasi biaya overhead seperti uti l itas, penggunaan

komputer, ruangan dan persediaan, semakin berkurang

biaya overhead akan mempengaruhi kinerja lembaga

keuangan.

Koefisien tingkat suku bunga bernilai negatif dan

sangat signifikan. Tingkat suku bunga yang tinggi

menyebabkan penurunan angka kemiskinan karena

lebih banyak uang yang didistribusikan kepada

deposan. Sistem pengembangan keuangan adalah

salah satu sistem yang memil iki pembayaran yang

aman dan efisien dalam bentuk bunga. Rasio omset

pasar saham bernilai negatif. Kapital isasi pasar obl igasi

swasta memil iki efek negatif dan sangat signifikan,

sedangkan kapital isasi obl igasi pemerintah tersebut

memil iki efek positif namun tidak signifikan terhadap

kemiskinan. Alasan untuk efek negatif dari kapital isasi

obl igasi swasta terhadap kemiskinan adalah bahwa

sektor swasta meningkatkan dana melalui pasar

obl igasi terutama untuk perluasan perusahaan yang

mengarah pada output yang lebih banyak, banyaknya

lapangan kerja, besarnya pemasukan dan berkurangnya

kemiskinan. Sementara di sisi pemerintah. penggunaan

obl igasi dapat meningkatkan pemasukan dan

mengatasi defisit yang harus dibayarkan bersama

dengan bunganya oleh konsumen dalam bentuk pajak.

Ini akan menjadi efek negatif bagi konsumen dan

mengarah ke kemiskinan lagi.

Sehingga dapat disimplkan bahwa variabel sektor

perbankan (CBA, DMB dan BD) membuktikan adanya

hubungan negatif antara kemiskinan dan

pengembangan sektor keuangan, sektor pasar saham

juga menunjukkan hubungan negatif yang sangat

signifikan. Di pasar obl igasi hubungan negatif antara

kapital isasi pasar obl igasi terhadap PDB dan kemiskinan

ditemukan. Dengan meningkatkan variabel lain dari

perbankan, melemahnya pasar saham dan

berkurangnya obl igasi. Terlepas dari itu ada variabel

lain seperti konsentrasi dan biaya overhead. Studi

empiris menunjukkan hubungan positif antara

konsentrasi dan biaya overhead dengan kemiskinan.

Referensi

Ali Khan, Hafiz Ghufran; Abdul Zahid Khan; Arif Ahmad;

Dr Awais E Siraj . 2011. Financial Sector Development

And Poverty Reduction. Global Jurnal of Management

and Business Research. USA.

Ely Nurhayati

Staf Komite Ekonomi Nasional (KEN)

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 23

Page 26: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

DDipertengahan tahun 2014, Badan Koordinasi Fiskal

(BKF) aktif melakukan kegiatan regional economist

meeting di beberapa kawasan di Indonesia. Pada Bulan

Mei 2014, kegiatan ini diselenggarakan di beberapa

kota, seperti Serang (Provinsi Banten), Mataram

(Provinsi Nusa Tenggara Barat), Jambi (Provinsi Jambi),

Padang (Provinsi Sumatera Barat), Bengkulu (Provinsi

Bengkulu) dan Makassar (Provinsi Sulawesi Selatan).

Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk

menyampaikan kebijakan pemerintah kepada akademisi

dan masyarakat setempat agar dapat memberikan

umpan bal ik dan respon positif dari para pemangku

kepentingan terutama terkait perkembangan

perekonomian, kebijakan fiskal terkini dan penguatan

fiskal daerah. Selain itu, kegiatan ini pun merupakan

wadah aspirasi dari pemerintah dan akademisi daerah

untuk menyampaikan perkembangan ekonomi daerah

serta rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah

pusat.

Menurut sejumlah perwakilan dari pemerintah pusat,

saat ini Indonesia tengah dilanda berbagai

kemungkinan resiko ekonomi

baik dari eksternal dan internal .

Kebijakan exit policy berupa

pelonggaran kebijakan moneter

di Amerika Serikat mendorong

berl impahnya l ikuiditas di pasar

global , sehingga kerap

mendorong ketidakseimbangan

pasar. Selain itu, harga

komoditas yang melemah di

pasar global serta kondisi

geopol itik yang tengah terjadi

pun mendorong ketidakpastian

ekonomi global . Sementara itu,

kondisi internal juga kerap

memberikan resiko, seperti

pelemahan transaksi berjalan dan anggaran serta

ketidakstabilan sistem keuangan. Menanggapi hal

tersebut, BKF menyebutkan beberapa upaya yang harus

difokuskan untuk mengatasi segala resiko tersebut,

yaitu (i) pertumbuhan ekonmi yang berdaya saing dan

inklusif; (i i ) stabil itas ekonomi dan sistem keuangan; (i i i )

keseimbangan eksternal ; (iv) kesejahteraan masyarakat

dan perl indungan sosial ; dan (v) fiskal yang

berkesinambungan.

Terkait kondisi fiskal daerah, BKF memaparkan

pentingnya desentral isasi fiskal berupa desentral isasi

pengeluaran memalui transfer ke daerah dan

desentral isasi penerimaan melalui local taxing power.

Desentral isasi fiskal terutama bertujuan untuk

memperbaiki mekanisme penganggaran dan

penyaluran. Selain itu, instrumen transfer daerah pun

dapat meningkatkan kapasitas dan kesinambungan

fiskal daerah, sehingga pemerataan kemampuan

keuangan daerah dapat tercapai. Secara umum, hal ini

di lakukan untuk mengakselerasi pembangunan di

daerah dan nasional .

FIskal dan Regulasi Ekonomi

Regional Economist Meeting: Suatu Ajang

Sosialisasi Kebijakan Pemerintah Pusat dan

Wadah Rekomendasi dari Pemerintah Daerah

http://www.fiskal .kemenkeu.go.id/

24 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 27: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Setiap daerah mempunyai permasalahan ekonomi

tersendiri , seperti contoh di Banten. Menurut Bambang

Juanda, akademisi IPB, hal yang perlu difokuskan pada

perekonomian provinsi Banten adalah upaya

pengurangan tingkat pengangguran terbuka dan

peningkatan kual itas infrastruktur, sehingga dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Berbeda dengan di Banten, perekonomian di Provinsi

Nusa Tenggara Barat cenderung lebih berfluktuatif dan

mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap

sektor publ ik. Adapun selama empat tahun terakhir,

terdapat suatu pergeseran sektoral dari sektor primer

ke sekunder dan tersier. Oleh karena itu, akademisi

merekomendasikan agar dilakukan kebijakan

industrial isasi dan pembangunan infrastruktur di

sektor-sektor primer, khususnya sektor unggulan

seperti peternakan, pertanian, perikanan dan

pasriwisata. Selain itu pula, diperlukan suatu kebijakan

untuk mendorong kual itas tenaga kerja baik di Provinsi

Nusa Tenggara Barat dan nasional .

Sama halnya dengan rekomendasi kebijakan di Provinsi

Nusa Tenggara Barat, pemerintah Provinsi Sumatera

Barat menekankan pentingnya infrastruktur di wilayah

tersebut. Pasalnya Sumber Daya Alam tergolong

terbatas dan jauh dari pusat aktivitas ekonomi,

sehingga biaya transportasi mahal dan terdapat biaya

lain yang dikeluarkan karena proses yang tidak efektif

dan efisien. Hal itu pula yang menyebabkan banyak

investor tidak tertarik berinvestasi di Provinsi Sumatera

Barat. Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat pun menambahkan bahwa

pertumbuhan industri padat karya di

wilayah tersebut cenderung rendah

karena karakteristik masyarakat

setempat yang tidak ingin menjadi

buruh, namun ingin membangun usaha

sendiri .

Berbagai permasalahan daerah

diharapkan dapat terselesaikan dengan

terintegrasinya kebijakan pemerintah

pusat dan daerah, khususnya dalam

pengelolaan fiskal . Sesuai dengan arah

kebijakan fiskal tahun 2014 yaitu

memperkuat pertumbuhan ekonomi

yang inklusif, berkual itas dan

berkelanjutan melalui pelaksanaan

kebijakan fiskal yang sehat dan efektif.

Adapun upaya-upaya yang difokuskan dalam mencapai

arah kebijakan ini adalah: (i) memberikan insentif fiskal

untuk kegiatan ekonomi strategis; (i i ) meningkatkan

belanja modal secara signifikan untuk pembangunan

infrastruktur; (i i i ) memanfaatkan utang untuk belanja

produktif; dan (iv) meningkatkan kinerja BUMN untuk

mendukung pembangunan infrastruktur,

pemberdayaan koperasi dan UKM.

Referensi:

Badan Koordinasi Fiskal , Kementerian Keuangan RI

http://www.fiskal .kemenkeu.go.id/

Fitria Faradila

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 25

Page 28: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

P

Ketenagakerjaan

Pengupahan di Indonesia merupakan isu yang tidak ada

habisnya untuk diperdebatkan. Pemerintah selaku

regulator memil iki peran penting dalam memfasil itasi

keinginan pengusaha dalam meningkatkan

produktivitas dan daya saing usahanya dengan

keinginan pekerja dalam meningkatkan kesejahteraan

melalui upah yang tinggi. Idealnya, upah minimum

dihitung berdasarkan tiga komponen secara

proporsional , yaitu Kebutuhan Hidup Layak (KHL),

produktivitas dan pertumbuhan ekonomi seperti yang

tercantum di dalam pasal 88 ayat 4 Undang-Undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Akan

tetapi, upah minimum di Indonesia hingga saat ini lebih

banyak dipengaruhi oleh komponen KHL. Selain itu,

tuntutan pekerja terhadap kenaikan upah minimum

kerap kal i mengabaikan komponen produktivitas.

Padahal , j ika komponen produktivitas diabaikan dan

penentuan upah minimum didominasi oleh pengaruh

KHL, perusahaan dapat kehilangan daya saing karena

peningkatan upah tidak sejalan dengan peningkatan

produktivitas.

Untuk menjembatani kepentingan pengusaha dalam

meningkatkan daya saing dan kepentingan pekerja

dalam peningkatan kesejahteraan, pemerintah

merancang sistem pengupahan yang memperhatikan

unsur produktivitas. Sistem pengupahan akan

dibedakan menjadi upah minimum dan upah diatas

minimum. Upah minimum hanya akan berlaku untuk

pekerja dengan pengalaman di bawah satu tahun,

sedangkan upah diatas minimum akan dikaitkan

dengan produktivitas. Perumusan sistem pengupahan

berbasis produktivitas yang dilakukan oleh Kementerian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama-sama dengan

Badan Koordinasi Penanaman Modal ini juga bertujuan

untuk mempersiapkan tenaga kerja dalam menghadapi

persaingan di Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Implementasi sistem pengupahan berbasis

produktivitas akan berdampak positif baik bagi

pengusaha maupun pekerja. Pendapatan yang tinggi

akan didapatkan oleh pekerja yang mampu

memberikan output yang lebih, sehingga dapat

memacu pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya.

Selanjutnya, dengan adanya peningkatan produktivitas,

daya saing usaha juga akan meningkat sehingga

perusahaan dapat lebih berkembang.

Selain itu, sistem pengupahan berbasis produktivitas

juga akan membawa dampak baik bagi ikl im investasi .

Ikl im ketenagakerjaan yang kondusif akan

meningkatkan kepercayaan investor dalam berinvestasi

di Indonesia. Dengan begitu, sistem pengupahan akan

membawa angin segar bagi semua pihak.

Trias Mel ia

Manfaat Implementasi Pengupahan

Berbasis Produktivitas terhadap

Pengusaha dan Iklim Investasi

26 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 29: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

PPerkembangan real isasi sektor rii l dan real isasi

infrastruktur MP3EI semester I Tahun 2014 tercatat

masing-masing sebesar 441 tri l iun rupiah dan 399

tri l iun rupiah. Dimana real isasi sektor rii l dan real isasi

infrastruktur tersebut berada

di enam koridor ekonomi

yaitu KE Sumatera, KE Jawa,

KE Kal imantan, KE Sulawesi,

KE Bal i-Nusa Tenggara, dan

KE Papua-Maluku. Selama

semester I tahun berjalan

real isasi proyek untuk sektor

rii l sebanyak 174 proyek,

sedangkan real isasi proyek

pada sektor insfrastruktur

berjumlah 205 proyek.

Dimana sumber pendanaan

real isasi proyek pada sektor rii l

maupun sektor infrastruktur

berasal dari BUMN, swasta,

APBN dan campuran. Peran

BUMN dalam pendanaan

real isasi sektor infrastruktur

proyek MP3EI masih sangat

dominan. Hal ini terl ihat dari

jumlah besaran nominal seperti

yang terl ihat pada tabel di atas

sebesar 147.757 mil iar Rupiah.

Di sisi lain, real isasi sektor rii l d i

dominasi oleh swasta senilai

294.018 mil iar Rupiah.

Jumlah proyek terbesar pada real isasi sektor

infrastruktur berada di KE Kal imantan sebesar 47

proyek. Sedangkan jumlah proyek terbesar pada

real isasi sektor rii l berada di KE Jawa sebesar 67 proyek.

MP3EI

Realisasi Groundbreaking Sektor Riil Tahun 2014

Realisasi Groundbreaking Sektor Infrastruktur Tahun 2014

Perkembangan

Realisasi MP3EI Semester I Tahun 2014

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 27

Page 30: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Sedangkan untuk real isasi investasi

sektor rii l d i KE Jawa hanya 17,8 persen

dari total real isasi . Real isasi investasi

swasta sebesar 66,6 persen dari total

real isasi sektor rii l . Kemudian untuk

prosentase real isasi investasi pada

sektor infrastruktur di KE Jawa 54,8

persen dari total investasi . APBN

memil iki kontribusi sekitar 35 persen

(untuk KE Jawa).

Sementara itu proporsi real isasi

investasi pada sektor rii l terbesar berada

pada KE Kal imantan dan KE Papua-

Maluku masing-masing sebesar 27,2

persen dan 18,4 persen. Sedangkan

proporsi real isasi investasi pada sektor

rii l terkecil berada pada KE Bal i-Nusa Tenggara sebesar

8,2 persen.

Berbeda dengan proporsi real isasi investasi sektor rii l ,

d imana proporsi real isasi sektor infrastruktur terbesar

berada di KE Jawa sebesar 54,8 persen kemudian

proporsi terkecil berada di KE Bal i - Nusa Tenggara

hanya sebesar 4,39 persen seperti yang terl ihat pada

gambar di bawah ini.

Anida Ul Masruroh

Proporsi Realisasi Investasi pada Sektor Riil Tahun 2014

Proporsi Realisasi Investasi pada Sektor Infrastruktur Tahun 2014

28 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 31: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

KKeberadaan merger dan akuisisi dari BUMN menjadi

pembicaraan hangat akhir-akhir ini . Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, akuisisi adalah

pengambilal ihan kepemil ikan perusahaan atau aset.

Sedangan merger diartikan sebagai pengambilal ihan

seluruh aktiva dan pasiva yg dimil iki suatu perusahaan

untuk digabungkan dengan perusahaan yang

mengambil al ih atau perusahaan yang baru. Dalam

penggabungan ini , tentunya akan banyak hal yang

perlu disesuaikan selain penyesuain organisasi , visi dan

misi perusahaan baru. Perubahan yang terjadi akibat

adanya merger atau akuisisi ini akan turut

mempengaruhi budaya kerja karyawan yang bekerja

pada perusahaan tersebut.

Hisckman dan Silva (1985) mengatakan bahwa budaya

kerja dipengaruhi oleh pendiri dan para pemimpin

perusahaan, dan dapat menjadi faktor penghambat

dalam merger akibat adanya resistensi terhadap

perubahan, karena budaya kerja terbentuk bertahun-

tahun dari masing-masing perusahaan. Agar proses

merger dan akuisisi ini nantinya tidak berpengaruh

buruk bagi kinerja karyawan, maka diperlukan

persiapan yang baik (Edratna, 2007).

Pada masa pre-deal , perlu dilakukan penyelesaian

masalah karyawan yang ada, baik masalah strategis dan

taktis sebelum dilakukan proses due diligence. Perlu

juga dilakukan anal isis mengenai pembauran budaya

korporat dan sosial isasi kepada serikat buruh dari

masing-masing perusahaan. Memasuki masa doing the

deal, para karyawan akan dihadapkan pada tempo dan

tekanan kerja yang besar yang membutuhkan integritas

dan proses yang komprehensif dalam penyatuan

budaya organisasi antarperusahaan. Di sini lah peran

dari perencanaan yang baik akan sangat memmbantu

dalam proses penyatuan. Selanjutnya pada masa post-

deal, d iperlukan pembentukan dan pengikatan

organisasi baru, pengelolaan dan pengintegrasian kerja,

penyesuaian kompensasi bagi karyawan, dan

pengarahan tujuan bisnis yang terpadu dari perusahaan

hasil merger atau akuisisi . Proses integrasi yang baik

dan cepat akan menghasilkan ritme kerja yang baik

yang akan membawa pada kinerja perusahaan yang

semakin baik.

Dalam proses merger dan akuisisi , manajemen biasanya

lebih sering berfokus pada aspek legal dan finansial .

Padahal dalam hal ini isu karyawan ini sama rumitnya,

Budaya Kerja

Karyawan

dalam Merger

dan Akuisisi

BUMN

http://www.irecycl ingtimes.com/

"Agar proses merger dan

akuisisi ini nantinya tidak

berpengaruh buruk bagi

kinerja karyawan, maka

diperlukan persiapan yang

baik (Edratna, 2007)"

BUMN

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 29

Page 32: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

sensitif dan membutuhkan banyak waktu. Komunikasi

harus dibangun dan difokuskan pada hal tersebut.

Setelah terjadi merger atau akuisisi , komunikasi harus

dilakukan sesering dan seefektif mungkin. Rhenald

Kasal i (2007), menyatakan bahwa pada masa transisi ,

manusia pada institusi mengalami tekanan-tekanan,

rasa takut, cemas, dan tidak percaya, yang akhirnya

dapat merenggangkan ikatan suatu institusi . Manusia-

manusia organisasi atau para karyawan justru akan

meningkatkan ikatan emosional pada kelompoknya

masing-masing . Akibat yang menonjol adalah nilai-

ni lai perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur,

bukan pada keseluruhan institusi .

Terl ihat bahwasanya dalam usaha penggabungan dua

perusahaan, tidak hanya faktor bisnis dan organisasi

perusahaan saja yang perlu dilakukan integrasi , tetapi

juga perlu diperhatikan aspek manusianya.

Satria (2010) menyampaikan ada empat fase yang

dibutuhkan dalam penggabungan budaya yaitu fase

penjajakan, fase pencairan, fase penggabungan, dan

fase pemantapan. Pada fase penjajakan, harus sudah

bisa diidentifikasi di mana

letak persamaan dan

perbedaan budaya

antarpihak, dan niat baik

untuk mencapai yang terbaik

harus tetap dipel ihara.

Kemudian pada fase kedua

dicairkan budaya lama pada

masing-masing pihak agar

bisa bersinergi dengan pihak

lainnya. Fase penggabungan

menjadi fase

didefinisikannya budaya baru

melalui pendidikan dan

pelatihan yang nantinya akan

membentuk sinergi budaya.

Kemudian pada fase terakhir,

selain diwujudkannya

beberapa hal teknis yang

berhubungan dengan

perusahaan baru seperti

logo, warna, dan penampilan

fisik gedung, juga

didefinisikan sistem

organisasi seperti peraturan,

definisi budaya baru, dan

reward and punishment.

Diharapkan dengan melalui fase-fase tersebut dengan

baik, perusahaan hasil merger dan akuisisi akan

membentuk budaya organisasi yang lebih nyaman dan

mendukung produktivitas dari karyawan.

Nia Kurnia Shol ihah

30 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Bank Bumi Daya

Page 33: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

T

Kegiatan Menko

Tumbuhnya kegiatan wirausaha di suatu negara dapat

menunjang perekonomian melalui meningkatnya

jumlah investasi dan penyerapan tenaga kerja. Oleh

karena itu, gerakan kewirausahaan perlu digalakkan di

Indonesia untuk mendorong perekonomian nasional ,

terutama untuk mengurangi tingkat pengangguran dan

angka kemiskinan. Dalam rangka menggalakkan

gerakan kewirausahaan Indonesia, Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian Chairul Tanjung pada tanggal 28

Mei 2014 berdialog dengan para pengusaha dari

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

Dalam dialognya bersama APINDO tersebut, Chairul

Tanjung menegaskan bahwa untuk memperluas

gerakan kewirausahaan di Indonesia, peran pengusaha

di tingkat pusat dan daerah sama pentingnya dengan

peran pemerintah. Menurutnya, pengusaha dapat

berperan dengan ‘menularkan’ virus kewirausahaan

agar jumlah pengusaha di Indonesia dapat terus

bertambah dan dapat membawa Indonesia menjadi

salah satu negara maju.

Selain itu, perlu ada peningkatan kual itas pengusaha di

tingkat mikro, kecil atau menengah. Hal ini diperlukan

karena jika terjadi kegagalan peningkatan dari

pengusaha mikro menjadi pengusaha kecil ataupun

pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah,

pengusaha tersebut justru menghilang. Oleh karena itu,

peningkatan kual itas pengusaha di tingkat mikro, kecil

dan menengah harus direal isasikan agar dapat tercipta

pengusaha yang berkontribusi dalam pembangunan

Indonesia.

Menanggapi pernyataan Menko Perekonomian terkait

pentingnya peran pengusaha dalam perekonomian

nasional , para pengusaha yang tergabung dalam

APINDO mengharapkan dukungan pemerintah dalam

menjaga kepastian dan kesinambungan pembangunan

Indonesia. Pemerintah sebagai regulator dapat

memberi dukungan melalui kebijakan-kebijakan yang

mampu menunjang perbaikan dan peningkatan ikl im

investasi di Indonesia. Dengan adanya dukungan dari

pemerintah dan meningkatnya gerakan kewirausahaan,

diharapkan perekonomian Indonesia akan

menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan.

Trias Mel ia

Peningkatan Peran Wirausaha dalam

Perekonomian Indonesia

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 31

Page 34: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

MMeningkatnya kreativitas dan

inovasi baru yang dikembangkan

masyarakat Indonesia telah

mendorong munculnya industri

kreatif di berbagai penjuru tanah

air. Pemanfaatan kreativitas,

keterampilan serta bakat individu

tersebut mampu menciptakan

lapangan pekerjaan dan

meningkatkan kesejahteraan

dengan menghasilkan sebuah

daya kreasi dan daya cipta yang

mempunyai nilai tambah (value

added) cukup tinggi. Mengingat

skema peduduk Indonesia saat ini

didominasi usia muda sebesar

68,7% dan apabila kita cermati selama ini pertumbuhan

ekonomi Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh

sektor migas yang merupakan sumber daya alam tak

terbarukan. Dengan kondisi yang demikian, maka sudah

saatnya Pemerintah harus serius dengan regulasinya

untuk dapat mengembangkan ekonomi kreatif.

Saat ini kemajuan industri kreatif dapat terl ihat dari

semakin banyaknya anak-anak muda yang basis

kerjanya menggunakan teknologi terkini. Mereka

menerima tawaran proyek dari seluruh penjuru dunia

mulai dari pembuatan komik strip dari penerbit

terkemuka di Amerika Serikat, pembuatan animasi

untuk industri fi lm Hol lywood dan pembuatan logo-

logo perusahaan terkemuka di luar negeri. Kinerja

kreatif anak-anak muda inilah yang menyokong

tumbuhnya ekonomi kreatif Indonesia seperti yang

tampak pada gambar 1 kontribusi sektor ekonomi

kreatif terhadap PDB dan serapan tenaga kerja Tahun

2010-2013.

Dapat terl ihat pola pergerakan kontribusi ekonomi

keatif terhadap PDB sepanjang Tahun 2010-2013

bernilai positif akan tetapi mempunyai tendensi

konstan. Sedangkan untuk kontribusi penyerapan

cenderung meningkat sepanjang Tahun 2010-2013. Hal

ini menunjukkan bahwa ekonomi kreatif yang didukung

dengan kemajuan industri kreatif berperan besar dalam

penyerapan tenaga kerja. Kemudian sebaran untuk

serapan tenaga kerja dalam ekonomi kreatif terbagi

menjadi 15 subsektor ekonomi kreatif. Dimana tiga

subsektor ekonomi kreatif yang pal ing unggul daripada

12 subsektor lainnya, yaitu subsektor ekonomi kreatif

fesyen atau mode sebesar 32,3 %, kul iner sebesar 31,5%

dan kerajinan sebesar 26,2%.

BPS meril is dalam statistik ekonomi kreatif 2013

menyatakan bahwa angka sementara pencapaian

ekonomi kreatif 2013 pertumbuhannya mencapai 5,76%

di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia

sebesar 5,74%. Sementara itu, di sisi ekspor BPS juga

IPTEK/Inovasi/Ekonomi Kreatif

Bangkitnya

Ekonomi Kreatif di

Indonesia

Kontribusi Sektor Ekonomi Kreatif Terhadap PDB

dan Serapan Tenaga Kerja Tahun 2010-2013

http://www.airestazzahra.wordpress.com/

32 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | volume IV nomor 5 edisi Mei 2014

Page 35: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

mencatat telah terjadi peningkatan nilai ekspor di

Indonesia, khususnya kontribusi ekonomi kreatif.

Aktivitas ekspor Indonesia Tahun 2013 meningkat

sebesar 4,04% dengan pencapaian sebesar

2.079.941.326 juta rupiah. Dari angka tersebut sebesar

118.968.031,8 juta rupiah merupakan kontribusi dari

ekonomi kreatif yang tumbuh sebesar 8,01%.

Berbicara mengenai target Pemerintah Tahun 2015-

2019 terkait sektor industri kreatif. Pemerintah

menargetkan industri kreatif mampu menyerap 11,8

juta tenaga kerja atau 10,72% tenaga kerja nasional

serta melahirkan sebanyak 5,4 juta jenis usaha atau

9,68% terhadap total usaha di Indonesia. Target

tersebut difokuskan pada 15 jenis industri kreatif seperti

terl ihat pada gambar 2. Dalam menghadapi Asean

Economic Community (AEC) Tahun 2015 mendatang

Indonesia kedepannya harus mampu bertansformasi

sebagai negara yang memil iki daya saing tinggi di

bidang ekonomi. Dengan meningkatkan produktivitas

tenaga kerja dan menggerakkan industri kreatif

sebagai kekuatan perekonomian domestik, maka akan

tercipta sebuah peluang pasar untuk ekonomi kreatif

baik di pasar domestik maupun Internasional .

Di sisi lain, terdapat tantangan yang dihadapi oleh

industri kreatif dalam menyokong ekonomi kreatif di

Indonesia. Industri kreatif masih menghadapi banyak

tantangan mulai dari pelanggaran HAKI (Hak atas

Kekayaan Intelektual )/ pelanggaran hak paten atas

karya cipta ekonomi kreatif, minimnya animo ikl im

investasi terhadap Usaha Mikro

Kecil Menengah (UMKM), kredit

macet/ Non Performing Loan

(NPL) yang masih tinggi sehingga

bank penyalur kredit UMKM

enggan mereal isasikan kredit

investasi mengingat risiko gagal

bayar yang cukup tinggi,

pemasaran yang masih sempit

disebabkan masih tingginya bea

keluar dan bea masuk, daya saing

dan kual itas produk lokal yang

kurang kompettif, daya serap

tenaga kerja cenderung

melambat, maraknya

pemberlakuan outsourcing, suku

bunga kredit investasi yang masih

tinggi serta administrasi yang

rumit.

Menurut penel itian terbaru dari UNESCO dan UNDP

(2013) menyebutkan bahwa ekonomi kreatif tidak saja

membawa dampak besar terhadap pendapatan,

penciptaan lapangan kerja, dan nilai ekspor, akan tetapi

ekonomi kreatif juga berkontribusi penting bagi

terciptanya kesejahteraan dan pembangunan

berkelanjutan. Jadi, Indonesia harus bisa memanfaatkan

momentum bangkitnya ekonomi kreatif dan

menjadikannya sebagai kekuatan ekonomi domestik.

Proporsi Serapan Tenaga Kerja Subsektor Ekonomi Kreatif

terhadap Total Subsektor Ekonomi Kreatif Tahun 2013

Anida Ul Masruroh

volume IV nomor 5 edisi Mei 2014 | TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN | 33

Page 36: Implementasi Upah Berbasis Produktivitas

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4

Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0

Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836

Email : [email protected]

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website

www.ekon.go.id