IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG...

110
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL KEMENTERIAN SOSIAL RI TAHUN 2019 IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL TERKAIT PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL DI DALAM PANTI

Transcript of IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG...

Page 1: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

KEMENTERIAN SOSIAL RITAHUN 2019

IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)BIDANG SOSIAL TERKAIT PELAKSANAANREHABILITASI SOSIAL DI DALAM PANTI

Page 2: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL TERKAIT PELAKSANAANREHABILITASI SOSIAL DI DALAM PANTI

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

KEMENTERIAN SOSIAL RITAHUN 2019

Page 3: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian atau selu-ruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.

Tim Peneliti:

HusmiatiHari Harjanto Setiawan

Setyo SumarnoAlit KurniasariRuaida MurniAulia Rahman

DelfirmanLucy Sandra Butar-Butar

Cetakan I : Maret 2020

ISBN : 978-623-7806-06-6

Diterbitkan oleh:

PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI.

Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur. Telp. (021) 8017126E-mail: [email protected]; Website: puslit.kemsos.go.id

IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIALTERKAIT PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL DI DALAM PANTI. Jakarta,- Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI, 2019.vi + 102; hlm. 14,8 cm x 21 cm.

Page 4: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

iiiImplementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

KATA PENGANTAR

Dalam amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi,dan Daerah kabupaten/kota.Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.

Untuk bidang sosial pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Ketersediaan data telah menjadi salah satu tantangan besar dalam merencanakan, menganggarkan, menerapkan dan mengevaluasi berbagai kebijakan dan program terkait SPM. Penelitian cepat implementasi standar pelayanan minimal (SPM) bidang sosialdalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) dan tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan menyumbangkan pemikiran dalam

Page 5: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

iv Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

pelaksanaan penelitian ini dan memberikan arah sebagai bahan dalam menyusun kebijakan dan program terkait SPM bidang sosial dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial.

Jakarta, Desember 2019Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan SosialKepala,

Eva Rahmi Kasim

Page 6: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

vImplementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................. 1

B. Rumusan Permasalahan .............................................. 5

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ........................................................ 5

BAB II KERANGKA TEORI ....................................................... 6

A. Standar pelayanan minimal (SPM) .............................. 6

B. Rehabilitasi Sosial ......................................................... 10

C. Manajemen Pelayanan Sosial ....................................... 12

D. Implementasi Kebijakan ............................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 31

A. Hasil Penelitian .............................................................. 31

B. Pembahasan ................................................................... 90

BAB IV PENUTUP ....................................................................... 98

A. Kesimpulan .................................................................... 98

B. Rekomendasi ................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 102

Page 7: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
Page 8: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

1Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah sebagai upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Konsekuensinya penyelenggaraan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melainkan juga pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota.

Sedangkan dalam amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2014 urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi,dan Daerah kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.

Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan Daerah kabupaten/kota walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan nampak dari skala atau ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut. Walaupun Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan Pemerintahan

Page 9: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

2 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.

Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Untuk bidang sosial pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan  Standar Pelayanan Minimal. Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap  Warga Negara secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Pelayanan dasar dalam Standar Pelayanan Minimal merupakan urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan Pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah. Pada pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan permukiman, Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, dan Sosial.

Jenis Pelayanan Dasar SPM Bidang Sosial bagi Pemerintah Provinsi adalah sebagai berikut.

1. Rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas terlantar di dalam panti

2. Rehabilitasi sosial dasar anak terlantar di dalam panti3. Rehabilitasi sosial dasar lanjut usia terlantar didalam panti4. Rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan

pengemis di dalam panti5. Perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap

darurat bencana bagi korban bencana provinsi

Kemudian pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM) secara

Page 10: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

3Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

rinci telah diatur oleh Peraturan Menteri Sosial RI nomor 9 tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial di Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan memberikan acuan kepada Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam menetapkan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah mengenai rencana pemenuhan Pelayanan Dasar pada SPM bidang sosial di daerah provinsi dan di daerah kabupaten/kota. Selanjutnya peraturan ini mengatur tentang:

1. Jenis pelayanan dasar bidang sosial di daerah provinsi dan kabupaten/kota

2. Standar jumlah dan kualitas barang dan/jasa yang harus diterima PMKS

3. Standar jumlah dan kualitas sumber daya manusia kesejahteraan sosial

4. Standar minimun sarana dan prasarana

5. Tata cara pemenuhan SPM bidang sosial

6. Pendanaan

7. Pelaporan

8. Pembinaan dan Pengawasan

Perubahan UUD 45 Amandemen dari sentralistik menjadi desentralistik dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa urusan pemerintahan daerah merupakan urusan wajib terkait pelayanan dasar dan non pelayanan dasar serta urusan konkuren (bersama) antara pemerintah pusat, provinsi dan kab/kota.

Urusan wajib terkait pelayanan dasar ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan mutu dan jenis pelayanan dasar merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia, sedangkan urusan konkuren yang merupakan urusan bersama antara pusat, provinsi dan kab/kota ditetapkan dengan Norma, Standar, Prosedur, Kriteria (NSPK) yang ditetapkan Kementerian/Lembaga sebagai Pemerintah Pusat. Tugas dan fungsi pemerintah pusat sebagai regulator menetapkan kebijakan diantaranya menetapkan Standar Teknis Penerapan SPM dari 6 (enam) bidang urusan wajib terkait pelayanan dasar, menetapkan NSPK

Page 11: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

4 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

melalui Peraturan Menteri Teknis dengan berkoordinasi Kemendagri sebagai pembina umum daerah. Kementerian Teknis (dalam hal ini Kemehterian Sosial) melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pembina teknis daerah dengan melakukan pembinaan dan pengawasan urusan teknis daerah seperti penerapan SPM dan pelaksanaan NSPK.

Fungsi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) melaksanakan pembinaan dan pengawasan urusan pemerintahan daerah kab/kota yang ada di wilayah provinsi tersebut. Regulasi terkait SPM sebagai berikut: PP No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal mengamanatkan urusan wajib terkait pelayanan dasar diantaranya urusan pemerintahan bidang sosial dan pada pasal 298 belanja daerah diprioritaskan untuk membiayai urusan wajib terkait pelayanan dasar dan Dana Alokasi Khusus (DAK) diperuntukkan untuk mendukung penerapan SPM tersebut. Selain itu ada PP No. 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negeri sebagai Pembina Umum Daerah melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan urusan umum daerah diantaranya perangkat daerah, keuangan daerah, pelayanan publik di daerah, kelembagaan daerah, personil daerah. Juga ada PP No. 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementerian Dalam Negeri sebagai Pembina Umum Daerah melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan dan laporan juga evaluasi urusan umum daerah diantaranya perangkat daerah, keuangan daerah, pelayanan publik di daerah, kelembagaan daerah, personil daerah.

Beberapa regulasi telah banyak disusun untuk mendukung proses pelayanan dasar rehabilitasi sosial yang diharapkan sesuai dengan SPM. Terutama setelah terbitnya Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 yang memberikan wewenang pada pemerintah daerah untuk melaksanakan SPM bidang sosial. Standar Pelayanan Minimal (SPM) disusun agar Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) pada saat berada didalam panti mendapatkan layanan sesuai standard yang telah ditetapkan dan diakhir pelayanan bisa kembali berfungsi sosial dengan baik.

Dari uraian diatas, pada tahun 2019 Puslitbang Kesejahteraan

Page 12: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

5Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Sosial melaksanakan kajian tentang kesiapan pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial berdasarkan SPM, khususnya di panti sosial milik provinsi. Peneliti mencoba menggali bagaimana implementasi standar pelayanan minimal (SPM) bidang sosial khususnya rehabilitasi sosial di panti sosial provinsi setelah UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan dan kemudian ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal. Selain itu ada Permensos nomor 9 tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar SPM di Provinsi, Kabupaten dan Kota. Tentunya dengan tidak mengabaikan landasan teori yang digunakan.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut:

1. Sejauhmana implementasi SPM di panti sosial provinsi ?

2. Apa sajakah yang jadi faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi SPM ?

3. Bagaimana strategi tindak lanjut rehabilitasi sosial berdasarkan SPM?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengidentifikasi pelaksanaan SPM di panti social provinsi.

2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi SPM.

3. Mengidentifikasi strategi tindak lanjut implementasi rehabilitasi sosial berdasarkan SPM.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk pemerintah pusat dan daerah dalam membuat kebijakan di bidang rehabilitasi sosial terkait dengan implementasi SPM.

Page 13: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

6 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

BAB IIKERANGKA TEORI

A. Standar pelayanan minimal (SPM)

Kebutuhan dasar wajib dipenuhi dan didapat oleh setiap individu, karena pada hakikatnya kebutuhan dasar merupakan kebutuhan mutlak harus terpenuhi dan apabila tidak terpenuhi akan membawa konsekwensi dan mengganggu kelangsungan hidupnya. Namun dalam pemenuhannya tidak semua warga masyarakat mampu untuk memenuhinya yang disebabkan berbagai keterbatasan dan hambatan yang dialami individu dan keluarga. Untuk itu negara hadir dalam pemenuhan kebutuhan dasar bagi warga masyarakat yang mengalami hambatan atau tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan kebijakan Implementasi Standar Pelayanan Minimal yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintahan daerah.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upaya percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat atau kesejahteraan rakyat tersebut dalam lingkungan strategis globalisasi dengan menggunakan prinsip pemerataan dan keadilan salah satunya diwujudkan melalui penetapan dan penerapan SPM.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka SPM tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu SPM merupakan

Page 14: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

7Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

ketentuan mengenai Jenis pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal, namun terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu pelayanan Dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM.

Pengaturan mengenai Jenis Pelayanan Dasar ditentukan dengan tegas dan jelas dalam Peraturan Pemerintah ini dan tidak didelegasikan lebih lanjut kedalam peraturan perundang-undangan lainnya. Terkait dengan Mutu Pelayanan Dasar maka pengaturan lebih rincinya ditetapkan oleh masing-masing menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sesuai dengan jenis SPM. Pengaturan oleh menteri terkait merupakan pengaturan mengenai standar teknis SPM.

Penetapan SPM dilakukan berdasarkan kriteria barang dan/atau jasa kebutuhan dasar yang bersifat mutlak dan mudah distandarkan yang berhak diperoleh oleh setiap warga negara secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu pelayanan Dasar. Untuk mekanisme penerapan SPM maka tidak lagi ditentukan berdasarkan indikator SPM dan batas waktu pencapaian tetapi mengutamakan penerapan SPM dengan berdasarkan: (i) pengumpulan data secara empiris dengan tetap mengacu secara normatif sesuai standar teknis; (ii) penghitungan kebutuhan pemenuhan pelayanan Dasar; (iii) penyusunan rencana pemenuhan pelayanan Dasar; dan (iv) pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar, yang kesemuanya itu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan bukan oleh kementerian terkait.

Perubahan paradigma penting lainnya mengenai SPM yaitu dalam konteks belanja daerah. Belanja Daerah diprioritaskan untuk mendanai pelaksanaan SPM. Atas prioritas tersebut dan terlaksananya SPM maka SPM telah menjamin hak konstitusional masyarakat, sehingga bukan kinerja Pemerintah Daerah yang menjadi prioritas utama apalagi kinerja kementerian tetap prioritas utamanya yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar Warga Negara.

Selanjutnya, mengingat makna Pemerintah Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20l4 tentang Pemerintahan Daerah

Page 15: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

8 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

tidak hanya pada Daerah kabupaten dan kota namun juga pada Daerah provinsi maka SPM tentu juga harus dimaknai tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah kabupaten/kota saja tetapi juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah provinsi. Hal ini juga mengingat bahwa di Daerah provinsi juga tersedia anggaran pendapatan dan belanja Daerah provinsi untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat serta sosial. Selain itu, penetapan dan penerapan SPM Daerah provinsi menjadi penting mengingat terdapatnya Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang tidak lagi menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan  Standar Pelayanan Minimal. Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap  Warga Negara secara minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Pelayanan dasar dalam Standar Pelayanan Minimal merupakan urusan pemerintahan wajib yang diselenggarakan Pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten / Kota. Urusan Pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang selanjutnya menjadi jenis SPM terdiri atas :

1. Pendidikan

2. Kesehatan

3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

4. Perumahan Rakyat dan Kawasan permukiman

Page 16: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

9Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

5. Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarkat, dan

6. Sosial

Tugas dan fungsi pemerintah provinsi dalam SPM Sosial adalah pelayanan dasar rehabilitasi sosial pada disabilitas terlantar, anak terlantar, lanjut usia terlantar dan gelandangan pengemis yang mendapatkan pelayanan didalam panti atau balai. Sedangkan pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan diluar panti adalah wewenang pemerintah daerah kabupaten / kota.

Setiap standar pelayanan minimal memiliki standar teknis masing-masing yang sekurang-kurangnya memuat standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa, standar jumlah dan kualitas sumber daya manusia kesejahteraan sosial, dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar. Standar teknis tersebut ditetapkan oleh kementerian terkait dikoordinasikan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam negeri dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.

Standar Pelayanan minimal diselenggarakan dan diterapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan Standar Teknis yang ditetapkan oleh masing-masing kementerian. Penerapan SPM dilakukan dengan tahapan :

1. Pengumpulan data;

2. Penghitungan kebutuhan pemenuhan pelayanan dasar;

3. Penyusunan rencana pemenuhan pelayanan dasar;

4. Pelaksanaan pemenuhan pelayanan dasar.

Percepatan penerapan SPM merupakan salah satu kebijakan prioritas nasional yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut dari Pemerintahan Daerah. Laporan pelaksanaan SPM termasuk dalam materi muatan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan. Materi muatan laporan penerapan SPM sekurang-kurangnya memuat hasil penerapan SPM, kendala penerapan SPM dan ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM. Selain itu Bupati/Walikota agar melaporkan perkembangan pelaksanaan dan pencapaian SPM pada

Page 17: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

10 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

tahapan sosialisasi, penghitungan pembiayaan, dan penerapan SPM dalam perencanaan dan anggaran daerah serta kinerja pencapaian SPM. Dengan penerapan SPM yang dilakukan oleh Pemerintah daerah, akan menjadi tolak ukur kinerja pemerintah daerah terhadap mutu dan jenis pelayanan yang prioritas kepada masyarakat.

B. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi merupakan upaya yang ditujukan untuk mengitegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara membantu menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental dan sosial serta diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Misalnya seseorang mengalami permasalahan sosial seperti gelandangan atau pengemis, maka mereka akan dicoba untuk dikembalikan kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya. Mereka diberi pelatihan atau ketrampilan sehingga mereka tidak kembali lagi menjadi gelandangan atau pengemis dan bisa mencari nafkah dari ketrampilan yang ia miliki.

Saat ini telah banyak panti-panti sosial baik milik pemerintah daerah maupun panti-panti sosial milik masyarakat yang biasa disebut Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Panti-panti sosial yang ada sekarang banyak menampung berbagai orang yang mengalami gangguan sosial seperti panti rehabilitasi sosial anak jalanan, gelandangan dan pengemis, tuna susila, penyandang disabillitas, lanjut usia, anak terlantar atau anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan lain-lain.

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya untuk memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya. Selain itu tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa fungsi, diantaranya untuk:

1. Pelaksanaan kebijakan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial

Page 18: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

11Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

2. Penyusunan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

3. Pemberian bimbingan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

4. Pelaksanaan koordinasi teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

5. Pengawasan penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

Dalam rehabilitasi sosial terdapat tiga model pelayanan yang diberikan kepada klien, yaitu sebagai berikut:

1. Institutional Based Rehabilitation (IBR),  suatu sistem pelayanan rehabilitasi sosial dengan menempatkan penyandang masalah dalam suatu institusi tertentu.

2. Extra-institusional Based Rehabilitation,  suatu sistem pelayanan dengan menempatkan penyandang masalah pada keluarga dan masyarakat.

3. Community Based Rehabilitation (CBR),  suatu model tindakan yang dilakukan pada tingkatan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran masyarakat dengan menggunakan sumber daya dan potensi yang dimilikinya.

Institutional Based Rehabilitation atau Panti berdasarkan Permensos nomor 9 tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada SPM Bidang Sosial di Daerah, saat ini merupakan tempat memberikan pelayanan dasar rehabilitasi sosial pada empat kluster anak terlantar, disabilitas terlantar, lanjut usia terlantar dan gelandangan pengemis dan menjadi ranah dari pemerintah daerah provinsi. Selanjutnya akan menjadi lokus dari penelitian ini.

Page 19: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

12 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

C. Manajemen Pelayanan Sosial

Pelayanan merupakan suatu hal yang penting dan dibutuhkan dalam hidup manusia. Hal ini didasari bahwa manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Perlu adanya kerjasama antara individu, kerjasama dalam interaksi antar manusia. Dan juga tidak hanya kebutuhan yang bersifat fisik saja, kebutuhan sosial, kebutuhan keamanan, kebutuhan akan penghargaan.

Menurut Ratminto (2005) manajemen pelayanan dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan yang tegas dan ramah terhadap konsumen, terciptanya interaksi khusus dan control kualitas dengan pelanggan. Dengan kata lain, manajemen pelayanan publik berarti merupakan suatu proses perencanaan dimana implimentasinya untuk mengarahkan dan mengkoodinasi penyelesaian aktivitas-aktivitas pelayanan publik demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan publik yang telah ditetapkan.

Secara substansial kualitas pelayanan didefinisikan sebagai cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang nyata-nyata mereka terima dengan layanan yang mereka harapkan. Jika kenyataan lebih besar dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu (ideal) sedangkan jika kenyataan kurang dari apa yang diharapkan, maka layanan tidak bermutu (buruk), dan jika kenyataan sama dengan harapan maka layanan disebut baik dan memuaskan (Nurman, 2005). Dengan demikian kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dengan harapan para pelanggan atas pelayanan yang mereka terima. Berdasarkan pendapat diatas, dua faktor dalam pengukuran kualitas pelayanan adalah kinerja pelayanan dan pelayanan yang diharapkan pelanggan. Agar pelanggan mempunyai persepsi yang baik terhadap kualitas jasa yang diberikan, maka penyedia jasa harus mengetahui apa yang menjadi harapan konsumen, sehingga tidak terjadi perbedaan (gap) antara kinerja yang diberikan dengan harapan pelanggan, yang akhirnya pelanggan merasa puas dan mempersepsikan secara baik atas kualitas jasa yang diterima.

Page 20: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

13Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial. Menurut Walter Friedlander, kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha–usaha sosial dan lembaga–lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan secara penuh, serta mempertinggi kesejahteraan selaras dengan kebutuhan–kebutuhan keluarga dan masyarakat (Wibhawa dkk., 2010). Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa : 1) Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga – lembaga dan pelayanan sosial; 2) Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti singkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan kesehatan, dan juga relasi – relasi sosial dengan lingkungannya; 3) Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila” (Muhidin, 1992).

Lingkup pengertian kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek kehidupan. Dalam kesejahteraan

Page 21: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

14 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya. Pelayanan sosial diartikan dalam dua macam, yaitu: a) Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya, b) Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992).

Fungsi Pelayanan Sosial diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagi berikut: 1) Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat; 2) Pengembangan sumber-sumber manusiawi, 3) Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuian sosial; 4) Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan; 5) Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi. Richard McTimuss juga mengemukakan fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut: 1) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkat kesejahteraan individu kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan dating: 2) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tujan sosial (suatu program tenaga kerja); 3) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat; 4) Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang orang yang tidak mendapat pelayanan sosial (misalnya kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya). Selain itu Alfred J. Khan menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah sosialisasi dan pengembangan yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Kesatu, pelayanan sosial

Page 22: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

15Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak. dalam bentuk program penitipan anak, program kegiatan remaja atau pemuda, program pengisian waktu luang bagi anak/remaja dalam keluarga. Kedua, pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi, mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang baik secara individu maupun didalam kelompok atau keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antar lain: a) Bimbingan sosial bagi keluarga; b) Program asuhan keluarga dan adopsi anak; c) Program bimbingan bagi anak nakal dan bebas hukuman; d) Program-program rehabilitasi bagi penderita cacat; e) Program bagi lanjut usia; f ) Program-program penyembuhan bagi penderita gangguan mental; g) Program-program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah dalam bidang pendidikan; h) Program-program bimbingan bagi para pasien dirumah-rumah sakit. ketiga pelayanan akses, kebutuhan akan program pelayanan sosial akses disebabkan oleh karena : a) Adanya birokrasi modern; b) Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal hal dan kewajiban atau tanggung jawabnya; c) Jarak geografis antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial. Dengan adanya berbagai kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai akses untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program sehingga program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya.

Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan referral. Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah sosial. Tujuan dapat berupa individual dan sosial untuk memberikan kepercayaan kepada diri individu dan masyarakat dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis, yaitu untuk mendistibusikan sumber-sumber dan kekuasaan. Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Ada

Page 23: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

16 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

yang memandang partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik karenanya harus dipilih salah satu. Karena harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya sulit untuk meningkatkan kedua-duanya secara sekaligus.

D. Implementasi Kebijakan

Ripley and Franklin (1990) mengatakan implementasi kebijakan mengacu pada serangkaian kegiatan atau tindakan yang menyertai pernyataan tentang tujuan dan hasil program yang ingin dicapai oleh pejabat pemerintahan. Serangkaian kegiatan atau tindakan yang dimaksud berlangsung manakala suatu aturan (laws) sudah ditetapkan untuk melaksanakan program tersebut. Senada dengan pendapat diatas, Mazmaniah dan Sabatier (dalam Wahab, 2004) menyatakan memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu keputusan dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Hal penting dari pendapat di atas adalah bahwa implementasi kebijakan mencakup serangkaian kegiatan yang timbul sesudah disahkan pedoman kebijakan negara. Selain itu, menurut Wahab (2004), Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Gunn dan Hoogwood (dalam Sunggono, 1994) mengatakan bahwa implementasi merupakan “is seen essentially as a technical or

Page 24: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

17Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

managerial problems”. Berangkat dari pendapat ini maka persoalan yang perlu diidentifikasi sebelum implementasi kebijakan dimulai adalah masalah-masalah manajemen dan teknis pelaksanaan kebijakan oleh para implementor kebijakan. Bila implementor kebijakan yang dimaksud adalah aparatur birokrasi dan unit-unit kerja birokrasi, maka yang menjadi persoalan sebelum kebijakan diimplementasikan adalah bagaimana aparatur atau unit kerja birokrasi tersebut merencanakan dan mengkoordinasikan berbagai program serta sumber daya program untuk mengefektifkan implementasi kebijakan. Dalam konteks ini, Sunggono (1994) mengatakan implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Dengan demikian, yang diperlukan dalam implementasi kebijakan ini adalah tindakan-tindakan seperti umpamanya tindakan-tindakan yang sah atau implementasi suatu rencana peruntukan.

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai dampak (manfaat) positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan perkataan lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik menjadi tidak efektif. Dengan demikian terjadi kegagalan kebijakan.

Gunn dan Hogwood (dalam Wahab, 2004), membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure) dalam 2 kategori, yaitu non impelementation dan unsuccessful implementation. Jika implementasi kebijakan pengelolaan keuangan negara dianggap tidak efektif, maka persoalannya adalah bagaimana memahami permasalahan implementasi kebijakan pada setiap tingkatan implementasi. Menurut Sunggono (1994), kekurang efektifan implementasi kebijakan publik juga disebabkan karena kurangnya peran para aktor pelaksana (dan badan-badan pemerintahan) dalam implementasi kebijakan publik. Di samping itu, juga disebabkan masih lemahnya peran para aktor tersebut dalam menyebarluaskan kebijakan-kebijakan publik baru

Page 25: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

18 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

kepada warga masyarakat.

Dengan pandangan yang demikian itu, maka dengan sendirinya perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Hal ini dapat dipelajari dengan memahami model-model implementasi kebijakan. Setiap model implementasi kebijakan publik tentu mempunyai komponen-komponen tertentu yang diformulasikan secara sistemik. Model implementasi kebijakan yang mana yang tepat tergantung pada masing-masing sudut pandang dan kepentingan.

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III dimulai dengan pertanyaan “Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses?”. Menjawab pertanyaan penting ini, Edward III menunjukkan empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik, yaitu communication, resources, dispotition or attitude, dan bureaucracy structure. Keempat variabel tersebut dijelaskan oleh Edward III (2003) sebagai berikut :

1. Komunikasi (communication), agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat, dan kebijakan ini mesti jelas, akurat, dan konsisten. Jika para pembuat keputusan kebijakan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya, maka kemungkinan akan timbul kesalahpahaman di antara pembuat kebijakan dan implementasinya.

2. Sumberdaya (resources), tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi dan menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditransmisikan, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi tidak akan efektif pula. Sumber daya yang penting meliputi staf yang tepat dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuian

Page 26: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

19Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

lainnya yang terlibat di dalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan, dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

3. Disposisi sikap (disposition), jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor kebanyakan bias melakukan seleksi yang layak didalam implementasi kebijakan. Salah satu dari berbagai alasan untuk ini adalah independensinya dari atasan (superior) nominal yang merumuskan kebijakan. Alasan lain adalah kompleksitas dari kebijakan mereka sendiri. Cara dimana para implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebijakan. Sikap-sikapnya, pada gilirannya, akan dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan organisasional dan pribadi.

4. Struktur birokrasi (Bureaucratic Structure), bahkan jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ada, dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakannya, maka implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang. Dan mungkin juga memboroskan sumber daya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi yang terabaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional menyelenggarakan kebijakan, mereka mengembangkan SOP untuk menangani situasi rutin dalam pola hubungan yang beraturan. Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebijakan-kebijakan masa depan sering tidak tepat bagi kebijakan-kebijakan baru dan mungkin menyebabkan penghalang terhadap perubahan, penundaan, pemborosan atau tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebijakan.

Page 27: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

20 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Dari uraian di atas diketahui bagaimana komunikasi, sumber daya, disposisi sikap, dan struktur birokrasi menjadi faktor dominan dalam proses implementasi kebijakan. Edwards (1980) menggambarkan interaksi faktor-faktor tersebut:

Gambar 1Direct and Indirect on Implementation

Sumber: Edwars III (1980:148)

Komunikasi yang efektif dalam implementasi kebijakan jelas diperlukan karena fungsi komunikasi dapat memperjelas isi kebijakan yang harus dimengerti dan dijabarkan oleh setiap implementor. Dalam hal komunikasi ini Edward III (2003) mengatakan persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan mesti tahu apa yang mereka harus kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara

Page 28: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

21Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan, dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implementor. Banyak rintangan terletak pada jalur transmisi komunikasi pada proses implementasi, bagaimanapun juga, dan rintangan-rintangan ini mungkin menganggu implementasi kebijakan.

Dengan demikian akurasi komunikasi dalam proses implementasi kebijakan menjadi hal penting. Dalam hal ini, Sunggono (1994) mengatakan faktor komunikasi menjadi penting dibicarakan, karena bagaimanapun juga kita harus menyadari bahwa tindakan pengundangan suatu peraturan hukum itu berkonsekuensi timbulnya suatu jenis aktivitas tertentu yang sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan. Berpihak dari sini, maka para aktor pelaksana tidak hanya dipersyaratkan memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, akan tetapi mereka juga harus mempunyai pengetahuan atau pemahaman akan substansi kebijakan (publik) yang hendak dilaksanakan.

Dengan demikian komunikasi membantu para implementor kebijakan untuk memahami substansi kebijakan yang dilaksanakannya. Searah dengan pendapat ini, menurut Edward III (2003), Jika kebijakan harus diimplementasikan secara tepat, ukuran implementasi mesti tidak hanya diterima, namun mereka mesti juga jelas. Jika tidak, para implementor akan kacau dengan apa yang seharusnya mereka lakukan, dan mereka akan memiliki diskresi (kewenangan) untuk mendorong tinjauannya dalam implementasi kebijakan, memandang bahwa mungkin berbeda dengan pandangan atasannya. Fungsi komunikasi kebijakan adalah untuk memperjelas isi kebijakan. Dalam hal ini, Edward III (2003) mengatakan bahwa perintah-perintah implementasi yang tidak ditransmisikan, yang terdistori dalam transmisi, atau yang tidak pasti atau tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan serius bagi implementasi kebijakan.

Implementasi kebijakan yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah jelas sangat membutuhkan dukungan suatu sistem komunikasi yang dapat memperjelas tujuan dan sasaran kebijakan serta prosedur dan program pencapain tujuan dan sasaran kebijakan.

Page 29: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

22 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Dengan dukungan suatu sistem komunikasi yang efektif, setiap pihak tentu dapat diajak untuk memahami isi kebijakan (content of policies), dan selanjutnya dapat menerjemahkan kebijakan tersebut ke dalam berbagai kegiatan nyata. Sistem komunikasi yang dimaksud sebaiknya mencakup keseluruhan model komunikasi yang memungkinkan setiap pihak yang berperan dan atau yang terkait dengan proses implementasi kebijakan dapat memahami dan menerjemahkan isi kebijakan.

Setelah fungsi komunikasi dalam proses implementasi kebijakan dapat dimengerti sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan implementasi kebijakan, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana dukungan sumber daya untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam hal sumber daya ini, Edward III (2003) mengatakan tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi dan menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditransmisikan, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi tidak akan efektif pula. Sumber daya yang penting meliputi staf dengan ukuran yang tepat dan dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan, dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan.

Disamping berbagai fasilitas untuk memperlancar pelaksanaan kebijakan, ternyata kompetensi implementor kebijakan menjadi sangat penting untuk mengefektifkan implementasi kebijakan. Sumber daya bisa menjadi suatu faktor kritis dalam implementasi kebijakan publik, terutama sumber daya staf dengan jumlah yang cukup dan dengan ketrampilan yang tepat untuk melakukan tugasnya serta informasinya, otoritas, dan fasilitas yang diperlukan. Dalam konteks ini, Edward III mengatakan “Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided, and reasonable regulations wail not be developed.” Dengan demikian fungsi sumber daya dalam proses

Page 30: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

23Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

implementasi kebijakan, terutama sumber daya manusia (staff), menjadi penting dan bernilai strategis untuk mengefektifkan pelaksanaan berbagai peraturan yang menjadi isi kebijakan.

Implementasi kebijakan jelas melibatkan sejumlah aparatur birokrasi, baik di tingkat administratif maupun di tingkat operasional. Karena itu, sikap kerja aparatur birokrasi di masing-masing tingkatan dalam mengimplementasikan kebijakan penting sekali. Mengapa demikian, karena sikap kerja aparatur ini turut menentukan kinerja kebijakan. Karena itu, menarik apa yang dikatakan oleh Edward III, bahwa implementasi memiliki diskresi yang hebat di dalam mengimplementasikan kebijakan. Komunikasi dari atasan seringkali tidak jelas atau konsisten, dan kebanyakan implementor menikmati ketergantungan substansial dari atasannya. Beberapa kebijakan jatuh di dalam “zona pengabaian” administratur, yang lainnya mendapatkan sambutan kuat.

Apa yang dikatakan oleh Edward III itu pada dasarnya ingin menunjukkan bahwa implementor kebijakan bisa cenderung pada kepentingan pribadi atau kepentingan organisasi. Dan dengan demikian disposisi atau katakalah kecenderungan sikap aparatur dalam mengimplementasikan kebijakan merupakan pergeseran sikap implementor dari yang semestinya sehingga tidak selaras lagi dengan tujuan dan sasaran implementasi kebijakan. Karena itu, Edward III (2003) mengatakan bahwa disposisi mungkin merintangi implementasi ketika implementor begitu saja tidak setuju dengan bahan dari suatu kebijakan dan penolakannya mengarahkan bukan untuk melakukannya.

Oleh sebab itu, untuk mengefektifkan implementasi kebijakan diperlukan sikap kerja aparatur yang sepenuh fokus pada tujuan dan sasaran kebijakan, dan tidak terlalu menonjolkan kepentingan pribadinya. Pembentukan sikap aparatur dalam proses implementasi kebijakan merupakan suatu fenomena sosial yang berlangsung dalam organisasi. Masing-masing organisasi mempunyai struktur dan fungsi tersendiri. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa implementasi kebijakan juga tidak lepas dari pengaruh struktur birokrasi yang terdiri atas sejumlah unit kerja (SKPD). Karena itu, implementasi

Page 31: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

24 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

kebijakan jelas membutuhkan suatu pola koordinasi dan prosedur yang mendukung terjalinnya suatu kerjasama yang harmonis, baik di tingkat administratif maupun di tingkat operasional. Untuk itu diperlukan suatu standard operating procedure (SOP), sebagaimana dikatakan Edward III (2003) berikut SOP tidak hanya mengatur tapi mencegah tindakan yang tidak tepat, namun juga mungkin menyebabkan personalia mengambil tindakan yang pejabat senior tidak ingin lakukan. Tujuan tertentu untuk situasi ini diprogramkan ke dalam sebuah repertoire perilaku organisasional. Tindakan-tindakan ini mungkin terjadi, bahkan bisa jadi tindakan ini membahayakan kebijakan para pejabat tinggi. SOP dengan visibilitas rendah bisa menyebabkan kritis karena para pembuat kebijakan ini tidak sadar akan implikasinya.

Salah satu implikasi pelaksanaan SOP diantaranya pelaksanaan prosedur yang lamban dan berbelit-belit serta menimbulkan biaya yang tidak semestinya. Karena itu, Edward III (2003) berani mengatakan jika sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboroskan sumber daya, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi yang terabaikan. Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebijakan-kebijakan masa depan sering tidak tepat bagi kebijakan baru dan mungkin menyebabkan halangan terhadap perubahan, penundaan, pemborosan atau tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebijakan.

Dari pemikiran Edward III terungkap pentingnya koordinasi dan kerjasama untuk mensukseskan implementasi kebijakan di antara perbedaan struktur birokrasi, karena perbedaan struktur birokrasi dapat menghambat koordinasi untuk mensukseskan implementasi kebijakan. Sementara itu, masalah di lingkungan internal birokrasi

Page 32: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

25Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

bisa disebabkan oleh struktur birokrasi yang terlalu hirarkis. Menurut Widodo ( 2007) masalah strategis yang berasal dari lingkungan internal bisa berupa struktur kelembagaan, penataan dan kompetensi aparatnya, ketatalaksanaan, teknologi administrasi (sarana dan prasaranan), dan manajemen birokrasi itu sendiri. Masalah yang berasal dari lingkungan eksternal bisa berupa dinamika masyarakat dan tumbuh-kembangnya masalah yang dihadapi masyarakat begitu cepat, perubahan kondisi masyarakat dari kurang berdaya (powerless) menjadi berdaya bahkan sangat berdaya (power full), terjadinya penggesaran paradigma berpikir, penggeseran paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, dan layanan masyarakat, dari sentralisasi ke desentralisasi (otonomi daerah), dari rule government menjadi good governance, dan sebagainya. Mengacu pada hal tersebut maka wajarlah bila faktor struktur birokrasi turut menentukan kinerja kebijakan. Artinya, keberhasilan implementasi kebijakan bergantung pada fungsi struktur birokrasi yang melaksanakan kebijakan tersebut.

Berdasarkan landasan teori diatas, pelayanan dasar yang dilaksanakan di dalam panti sebagai salah satu sasaran dari implemetasi SPM bidang sosial khususnya rehabillitasi sosial, tidak lepas dari komitmen dan peran serta pemerintah. Regulasi yang ada diharapkan saling melengkapi sehingga dapat mengimplementasi kebijakan yang telah disusun, dalam hal ini SPM rehabilitasi sosial. Komunikasi, sumberdaya, disposisi sikap dan struktur birorasi bisa menjadi tolok ukur keberhasilan penerapan SPM bidang rehabilitasi sosial didalam panti. Akan tetapi tetap harus mempertimbangkan factor pendukung dan penghambat yang ada. Oleh sebab itu untuk meminimalisir factor penghambat dan memaksimalkan factor pendukung, perlu ada strategi tindak lanjut. Strategi tindak lanjut dilakukan pada unsur kelembangaan, perencanaan, anggaran, sumber daya manusia, serta pembinaan dan pengawasan. Sehingga diharapkan pada tahun berikutnya SPM bidang rehabilitasi sosial terlaksana dengan baik.

Berdasarkan tinjauan teoritis dan uraian diatas, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini disusun sebagai berikut:

Page 33: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

26 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian

Page 34: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

27Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Dengan kata lain menggunakan pendekatan kombinasi. Menurut Sugiyono (2011), metode penelitian kombinasi adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif.

Teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Angket

Dilaksanakan menggunakan instrumen penelitian agar diperoleh data sesuai tujuan penelitian. Responden adalah pejabat structural dan fungsional di lingkungan panti sosial.

b. Diskusi Kelompok Terfokus (FGD)

Diskusi kelompok terfokus dilaksanakan dengan menggunakan pedoman FGD. Peserta diskusi terdiri dari:

1. Sekretaris Daerah

2. Bapeda Propinsi

3. Bapeda Kabupaten / Kota

4. Dinas Sosial propinsi (Kepala Dinas, Kabid Rehsos, Kasie, Perencana Program)

5. Dinas Sosial kab/kota (Kepala Dinas, Kabid Rehsos, Kasie, Perencana Program)

6. Kepala Panti Sosial

c. Observasi

Observasi untuk mendapatkan gambaran data tentang pelaksanaan rehabilitasi sosial di Panti Sosial

Page 35: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

28 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Informan dan Responden

Informan adalah semua peserta FGD yang telah disebutkan diatas. Responden adalah unsur struktural dan fungsional di panti sosial serta pihak-pihak yang menjadi mitra kerja panti.

Lokasi penelitian

Lokasi dipilih secara purposif di delapan provinsi yang memiliki empat jenis panti. Panti anak, lanjut usia, disabilitas dan gelandangan pengemis.

1. Rumoh Seujahtera Aneuk “Nanggroe” Banda Aceh.

2. PSAA “ Budi Mulia” Banjarbaru, Kalimantan Selatan

3. UPT Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara Pasuruan, Jawa Timur

4. PSBL “Mutmainah” Lombok Tengah, NTB

5. PPSLU “Mappakasunggu” Pare Pare, Sulawesi Selatan

6. BPSTW “Budhi Luhur” Yogyakarta, DIY.

7. PPS PGOT “ Mardi Utomo”, Semarang

8. PPS PGOT “Cisarua” Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat

Page 36: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

29Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Tahapan dan Jadwal Penelitian

No. Tahapan

Bulan

Oktober Nopember

Minggu Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4

A Pelaksaaan Penelitian

1 Identifikasi Kebutuhan Penelitian

2 Penyusunan rancangan dan instrument

3 Pembahasan rancangan dan instrument

4 Pengumpulan data lapangan)

5 Pengolahan dan Analisis Data

6 Finalisasi Penelitian

B Penyusunan Laporan

1 Penyusunan Hasil Penelitian dan Policy Brief

2 Penyusunan Executive Summary

Page 37: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

30 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Organisasi Penelitian

Pengarah : Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Konsultan : Dr. Karno, MSi.

Koordinator Tim : HusmiatiAnggota Tim : 1. Hari Harjanto Setiawan

2. Alit Kurniasari

3. Ruaida Murni

4. Aulia Rahman

5. Setyo Sumarno

6. Delfirman

7. Lucy Sandra Butar Butar

Page 38: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

31Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang implementasi Standar Pelayanan Minimal pada panti sosial di delapan lokasi dengan empat jenis sasaran, yaitu anak terlantar, disabilitas terlantar, lanjut usia terlantar, dan gelandangan pengemis. Panti sosial memberikan pelayanan rehabilitasi sosial, dan berada dalam pembinaan serta pengawasan pemerintah provinsi setempat, sehingga nama-nama masing-masing panti beragam. Nama-nama tersebut seperti Balai Pelayanan Sosial, Unit Pelaksana Teknis (UPT), Panti Perlindungan Sosial, Panti Rehabilitasi Sosial dan Panti Sosial. Berikut akan diuraikan hasil penelitian tentang profil panti yang berisi gambaran tentang responden. Selanjutnya akan diuraikan implementasi kebijakan berdasarkan persepsi responden terhadap komunikasi, sumber daya, sikap, dan struktur birokrasi.

1. Profil Panti

a. Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Budi Luhur  Yogyakarta

Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Yogyakarta adalah Balai Pelayanan Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik yang berada di dalam Balai Pelayanan maupun yang berada di luar Balai Pelayanan. BPSTW sebagai lembaga pelayanan sosial lanjut usia berbasis Balai Pelayanan yang dimiliki pemerintah dan memiliki berbagai sumberdaya perlu mengembangkan diri menjadi Institusi yang progresif dan terbuka untuk mengantisipasi dan merespon kebutuhan lanjut usia yang terus meningkat.

BPSTW Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah sesuai dengan SK Gubernur DIY Nomor 160 Tahun 2002 yang

Page 39: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

32 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada lanjut usia. BPSTW Yogyakarta diharapkan mampu mengembangkan komitmen dan kompentensinya dalam memberikan pelayanan sosial yang terstandarisasi dengan mengacu kepada Kepmen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 193/Menkes Kesos /III/2000 tentan Standarisasi Balai Pelayanan Sosial, yang telah direvisi dengan Kepmen Sosial RI Nomor 50/Huk/2004, sekaligus mengakomudasi potensi lokal di daerah.

Pada saat ini BPSTW Yogyakarta mempunyai 2 (dua) Unit yaitu BPSTW Yogyakarta Unit Abiyoso di Pakem Kab. Sleman dan BPSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan, Bangunjiwo, Kasihan Bantul.

VisiLanjut usia yang sejahtera dan berguna

Misi :1. Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia yang meliputi :

a. Kesehatan fisik, sosial, mental dan spiritual.

b. Pengetahuan dan Ketrampilan.

c. Jaminan sosial dan jaminan kehidupan.

d. Jaminan perlindungan hukum.

2. Meningkatkan profisionalisme pelayanan kesejahteraan lanjut usia.

3. Meningkatkan Program Pelayanan Khusus, Day Care Services, Trauma Services, Home Care Services dan Tetirah.

Tugas pokok dan fungsi

BPSTW mempunyai tugas sebagai pelaksana teknis dalam perlindungan, pelayanan dan jaminan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia. Sedangkan fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan program Balai Pelayanan,

2. Penyelenggaraan Ketatausahaan

3. Penyusunan pedoman pelaksana teknis dalam perlindungan,

Page 40: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

33Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

pelayanan dan jaminan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia

4. Pelaksanaan identifikasi dan pemetaan perlindungan, pelayanan dan jaminan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia

5. Penyelenggaraan rujukan baik pada tahap pra perlindungan, pelayanan dan jaminan sosial, tahap proses perlindungan, pelayanan dan jaminan sosial maupun paska perlindungan, pelayanan dan jaminan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial lanjut usia

6. Penyelenggaraan jaringan/koordinasi dengan Dinas/Instansi/ Lembaga/ Yayasan/Organisasi Sosial yang bergerak dalam penanganan lanjut usia

7. Penyelenggaraan rujukan baik pada tahap praperlindungan, pelayanan dan jaminan sosial lanjut usia

8. Pelaksanaan peningkatan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia

9. Fasilitasi penelitian dan pengembangan perguruan tinggi /lembaga kemasyarakatan / tenaga kesejahteraan sosial untuk perlindungan pelayanan dan jaminan sosial bagi lanjut usia

10. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program Balai Pelayanan

11. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya

Tujuan

Tujuan Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Budi Luhur adalah Balai Sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara baik dan terawat dalam kehidupan masyarakat baik yang berada di dalam panti maupun yang berada di luar panti.

Sasaran pelayanan1. Lanjut Usia

2. Keluarga

Page 41: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

34 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

3. Masyarakat

4. Instansi Terkait

5. Organisasi Sosial

6. Dunia Usaha

Proses pelayanan

Sarana prasaranaSarana BPSTW Budi Luhur Yogyakarta

1. Luas Tanah : 6.512 m3

2. Gedung Kantor & Aula : 470 m2

3. Ruang Keterampilan : 90 m2

4. Dapur dan Laundry : 260 m2

5. Poliklinik : 400 m2

6. Ruang Isolasi : 134 m2

7. MCK / WC Umum : 24 km /Toilet

8. Jumlah Kamar : 24 kamar

9. Mesjid : 9 m2

10. Rumah Dinas : 148 m2

Page 42: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

35Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

11. Garasi : 36 m2

12. Pos Satpam : 6 m2

Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW)  Budi Luhur Yogyakarta  memiliki kapasitas layanan kepada PPKS sejumlah 110 orang dan saat ini jumlah penerima layanan 120 orang, sedangkan jumlah Sumber daya manusianya terdiri dari 26 orang Pegawai dengan rincian sebagai berikut : 1. Struktural (4 orang) 2. Tenaga Fungsional Umum (17 orang) 3. Tenaga Fungsional Khusus (Pekerja Sosial) (2 orang) 4. Non PNS / Tenaga Kontrak (7 orang).

Pemeliharaan sarana gedung BPSTW Budi Luhur Yogyakarta dilakukan 1 kali dalam 1 tahun, sedangkan untuk pemeliharaan taman/ jalan/ dan halaman dilakukan pemeliharaan 3 kali dalam 1 tahun. Selain itu balai pun memiliki prasarana lain guna menunjang kebutuhkan seperti jaringan telepon kantor, fax, radio komunikasi, dan internet. Terkait kebutuhan mobilitas dan urgensi, BPSTW memiliki sarana 3 kendaraan roda empat dengan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 44.392.000 pertahun dan 4 roda dua dengan biaya pemeliharaan sebesar Rp. 3.748.000 pertahun.

Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW)  Budi Luhur Yogyakarta  menyediakan asrama / kamar dengan dibuatnya 24 kamar asrama, dengan ukuran diluar standart dari ukuran (4,5 m2/orang), dengan kamar yang di sesuaikan dengan jenis kelamin penerima layanan dan setiap kamar diisi oleh 2 tempat tidur. Kamar mandi/toilet dibuat sesuai standart, namun tidak memiliki pemisah kamar mandi sesuai jenis kelamin. Ratio kamar mandi yang ada dengan penghuni panti yaitu 1:4. Ventilasi dan penerangan pada asrama, dan kamar mandi sudah diperhatikan.

Perbekalan sektor kesehatan juga tidak boleh luput dari SPM, karena merupakan layanan dasar sekaligus penunjang yang harus dipenuhi dan di adakan dalam balai. Beberapa alat kesehatan yang sudah dimiliki balai: kursi roda : 23 buah ,kacamata, kruk : 2 buah, lansia walker : 18 buah, tripod, tongkat : 4buah dan pemeriksaan, pengukuran untuk penyediaan alat bantu dengar dalam 1 tahun. Dan Penyediaan

Page 43: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

36 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Pembekalan Kesehatan berupa obat umum:1 jenis, obat khusus, tensimeter : 4 buah, timbangan : 2 buah, pengukur gula darah, kolesterol, asam urat : 3 buah dan kotak P3K.

Pemberian bimbingan-bimbingan dalam bagian dari pelaksaan proses rehabilitasi sosial dalam panti. Kegiatan bimbingan fisik seperti olah raga bersama, menari dan berbagai jenis kesenian dilaksanakan dengan baik. Namun alat peraga dalam proses bimbingan fisik belum dapat direalisasikan sampai saat ini. Kegiatan bimbingan mental, seperti bimbingan psikologis, konsultasi, dan pembinaan spirilutal seperti bimbingan rohani, kegiatan keagaamn, sudah dilaksanakan. Frekuensi kegiatan spiritual dalam sebulan sebanyak lebih dari 2 kali. Frekuensi kegiatan pengisi waktu luang yang bersifat situasional, biasanya dilakukan sebanyak lebih dari 2 kali.

Dalam SPM, untuk kategori klien LANSIA harus dapat di advokasi dan difasilitasi terkait dengan pembuatan nomor induk kependudukan oleh pihak Balai dengan bekerjasama dengan Biro Bina Sosial pemda DIY. Namun terkait dengan biaya transport untuk Peksos yang melaksanakan advokasi tidak ada. Pemberian layanan reunifikasi keluarga dalam 1 tahun di lakukan 1 kali dengan biaya perjalanan Rp. 25.000. selain itu balai memiliki program pemulasaran dengan biaya pemulasaran / jenazah Rp. 1.500.000 dan transport petugas dalam kegiatan pemulasaran yaitu Rp. 30.000/orang.

b. Panti Perlindungan Sosial Lanjut Usia “MAPPAKASUNGGU” Pare Pare, Sulawesi Selatan

Panti ini mulai dirintis pada tahun 1980 sampai dengan 1981 sesuai dengan surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. HUK 3.5-50/107 Tahun 1971 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo Terlantar. Diresmikan pada tanggal 25 Agustus 1983 oleh Menteri Sosial dengan nama SASANA TRESNA WERDHA PAREPARE Atau tempat pembinaan/penyantunan (Lembaga Sosial) yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada lanjut usia yang dilandasi oleh cinta, kasih dan rasa sayang. Perubahan organisasi dan tata kerja di lingkungan Depertmen Sosial, Maka nama Sasana Tresna Werdha diubah menjadi

Page 44: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

37Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

“Panti Tresna Werdha Parepare” dengan tugas melakukan pelayanan dan perawatan baik jasmani maupun rohani kepada para lanjut usia yang terlantar, kemudian Panti Tresna Werdha berubah menjadi Panti Sosial Tresna Werdha yang mempunyai Tugas Pokok yang tak berbeda dengan tugas-tugas sebelumnya. Dengan berlakunya Otonomi Daerah terhitung Tahun 2000 Maka Penanganan Pemerintahan Pusat dialihkan ke daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Melalui Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Pusat Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PPSLU), mengubah nomenklatur Panti Sosial Tresna Werdha Parepare menjadi Pusat Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PPSLU) Mappakasunggu Parepare yang mempunyai Tugas Pokok menyelenggarakan kegiatan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang meliputi asuhan dan perlindungan, perawatan dan pemeliharaan lintas kota/Kabupaten dalam Provinsi Sulawesi Selatan.

PPSLU Mappakasunggu Parepare bertempat di Jalan Jendral Sudirman no.10 A. Memiliki visi, menjadikan UPTD PPSLU Mappakasunggu Parepare terbaik dalam pelayanan sosial serta memiliki misi, memberikan pelayanan sosial yang profesional dan bermutu, mengaktifkan bimbingan dan penyuluhan perorangan bagi binaan lanjut usia, menjalin koordinasi yang baik terhadap pihak-pihak terkait (stakeholders) guna terpenuhinya kebutuhan pelayanan sosial lansia. PPSLU Mappakasunggu Parepare memiliki 10 kegiatan pelayanan, yakni: 1) Pelayanan fisik, 2) Pelayanan Keagamaan, 3) Pelayanan Sosial, 4) Pelayanan Keterampilan, 5) Pelayanan Psikologis, 6) Pelayanan Kesehatan, 7) Pelayanan Pendampingan, 8) Pelayanan Rekreasi, 9) Pelayanan Pemakaman, 10) Terminasi (kembali ke keluarga). Saat ini PPSLU Mappakasunggu Parepare memiliki 75 PPKS dari daya tampung sebanyak 100 orang dengan jumlah pekerja sosial sebanyak 10 orang.

c. UPTD Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe Provinsi Aceh

Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe (UPTDRSAN) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Sosial Aceh mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional di bidang penerimaan, pelayanan, pengasuhan

Page 45: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

38 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

dan perlindungan terhadap anak jalanan, anak terlantar, anak korba tindak kekerasan atau diperlakukan salah, anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang memerlukan perlindungan khusus.

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe Provinsi Aceh berdiri sejak 2003 berlokasi di Lampineung dan pada 2004 pindah ke desa Lampuuk kecamatan Lok Nga Kabupaten Aceh Besar. Pada pertengahan tahun 2007 pasca tsunami Aceh UPTD RSAN ini dibangun kembali di Desa Gue Gajah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar atas kerjasama Dinas Sosial Aceh dengan Japan International Cooperation System (JICS).

Sumber daya manusia

Sumber daya manusia yang ada UPTD Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe Kepala UPTD,Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Penerimaan dan Pelayanan, Kepala Seksi Pengasuhan dan Perlindungan, Pegawai Negeri Sipil, Pegawai dengan Perjanjian Kerja, Pengasuh, Pekerja Sosial, Tenaga Medis, Tenaga Operator, Satuan Pengamanan, Ustaz-Ustazah, petugas masak, petugas cuci dan instruktur

Visi

Menjadikan UPTD RSAN sebagai pusat pelayanan, pengasuhan dan perlindungan sosial bagi anak-anak yang mengalami masalah sosial psikologis.

Misi:1. Melaksanakan pelayanan, pengasuhan dan perlindungan sosial

dengan berbasiskan pendekatan

2. Memberikan keterjaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar anak.

3. Melakukan system rujukan dan temrinasi sebagai rangkaian dari kegiatan pelayanan, pengasuhan dan perlindungan khusus.

Fasilitas

Fasillitas di UPTD terdiri dari : Kantor, ruang musik, rumah kepala, rumah pengasuh, musholla, asrama putra (14 kamar), lapangan bola,

Page 46: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

39Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

alat transportasi, kolam renang, Selain itu ada ruang belajar, asrama putri (14 kamar), klinik, dapus dan balai pertemuan. Pos Satpam, aula, gudang dan ruang makan.

Fungsi

Untuk menyelenggarakan tugasnya, UPTD Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe mempunyai fungsi  :

1. Penyusunan program perencanaan di bidang penyantunan, pelayanan ,pembinaan dan rehabilitasi terhadap anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang mengalami korban tindak kekerasan

2. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumah tanggaan3. Pelaksanaan kegiatan rujukan/referal dari intansi dan atau lembaga

terkait lainnya4. Pelaksanaan pelayanan dan penyantunan terhadap anak jalanan,

anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang mengalami korban tindak kekerasan

5. Pelaksanaan pembinaan dan rehabilitasi terhadap anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum dan anak yang mengalami korban tindak kekerasan

6. Pelaksanaan kegiatan fasilitas pendidikan formal7. Pelaksanaan bimbingan lanjutan terhadap hasil pembinaan, dan8. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan

d. Panti Sosial Asuhan Anak “BUDI MULIA” Banjarbaru, Kalimantan Selatan

PSAA Budi Mulia mulai beroperasi sejak tanggal 1 Juli 1984 yang waktu itu berada di bawah Departemen Sosial RI sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis dari Kanwil Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 1999 Departemen Sosial dilikuidasi, sehingga dan terjadi pengalihan pengelolaan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan sejak tanggal 2 Mei 2000 PSAA Budi Mulia masuk di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai UPTD Eselon IVA. Berdasarkan SK Gubernur No. 075 Tahun 2001 Tanggal 29 Maret 2001 PSAA “Budi Mulia” mendapat kepercayaan dari Pemerintah Daerah menjadi UPTD Eselon IIIA.

Page 47: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

40 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Budi Mulia yang terletak di Jalan A. Yani Km. 27.400 Landasan Ulin Banjarbaru, merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak yatim, piatu, yatim piatu terlantar dan anak kurang beruntung lainnya, meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat, kemampuan serta ketrampilan, agar mereka dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab dan berkembang secara wajar, memperoleh perlindungan, pengembangan potensi dan kemampuan secara memadai.

PSAA Budi Mulia Banjarbaru memiliki visi: Terwujudnya Pelayanan Sosial Anak yang Terdidik, Terampil Dan Berkepribadian, serta memiliki misi, sedangkan Misi yang diemban PSAA Budi Mulia Provinsi Kalimantan Selatan adalah: Menjamin Tumbuh Kembang Anak berupa pengasuhan, rawatan, perlindungan, partisipasi dan pembinaan melalui pendidikan formal, bimbingan fisik, mental keagamaan, sosial, psikologis dan bimbingan keterampilan; Meningkatkan kemandirian dan kemampuan anak untuk menolong dirinya sendiri; Meningkatkan sarana dan prasarana PSAA Budi Mulia; Meningkatkan sumberdaya pekerja sosial dan petugas PSAA lainnya guna peningkatan profesionalisme pelayanan; Meningkatkan koordinasi intra dan intersektoral; Mengembangkan sistim pendataan dan informasi. Saat ini, PSAA Budi Mulia memiliki 105 PPKS dengan jumlah pengasuh sebanyak 10 orang dan pekerja sosial sebanyak 4 orang serta dilengkapi 4 orang tenaga kesejahteraan sosial.

e. Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara (UPT RSBRW) Pasuruan, Jawa Timur.

UPT Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara Pasuruan berdiri merupakan unsur pelaksana teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas dan fungsi dalam pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang diabilitas rungu wicara, berdasarkan:

1. Peraturan Gubernur Jawa Timur, Nomor 71 tahun 2016 tentang Kedudukan Susunan Organisasi Uraian tugas dan fungsi serta tata kerja Dinaas Sosial Provinsi Jawa Timur

2. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 85 tahun 2018 tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Serta

Page 48: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

41Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

UPT Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara Pasuruan beralamat di Jalan RA Kartini No. 34 Bangil, Berdiri dan mulai operasional tahun 2009.

Visi :

Menyiapkan penyandang cacat rungu wicara menjadi manusia yang dapat melaksanakan fungsi sosialnya, terampil, dan mandiri.

Misi :1. Mewujudkan kesamaan kesempatan

2. Menyiapkan klien yang terampil sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja

3. Tersediannya aksesibilitas bagi penyandang cacat rungu wicara

4. Pemerataan jangkauan pelayanan dan tepat sasaran

5. Terciptanya interaksi sosial antara cacat rungu wicara dengan masyarakat luas

Sasaran kegiatan:

Berdasarkan data BPS Jawa Timur tahun 2010, jumlah PPKS sebanyak 26.708 orang, Sementara jumlah penyandang cacat rungu wicara yang mendapat pelayanan di UPT RSBRW Pasuruan Sampai tahun 2018 sebanyak 224 orang. Data yang telah mengikuti proses pelayanan 60 orang (0,27 persen) dan telah menyelesaikan pelayanan 164 orang (0,73 persen). Adapun jangkauan wilayah pelayanan: Kabupaten dan Kota seluruh Provinsi Jawa Timur.

Persyaratan sebagai klien UPT Rehabilitasi Sosial Bina Rungu Wicara:

1. Disabilitas rungu wicara,

2. berusia 15 (lima belas) tahun sampai dengan 35 (tiga puluh lima) tahun,

3. Tidak cacat ganda (disabilitas mental/netra/tubuh)

4. Tidak mempunyai penyakit kronis/menular (TBC, hepatitis, jantung, epilepsi, dll)

5. Mampu berkomunikasi dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia

Page 49: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

42 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

atau bahasa isyarat lokal

6. Bersedia tidak menikah selama masa pelayanan

Jejaring kerja1. Instansi Terkait :

- Dinas Sosial/ Kesejahteraan Sosial Kab./Kota Se-Provinsi Jawa Timur

- Dinas Pendidikan / SLB B (SDLB – SMALB)

- Dinas Kesehatan (Puskesmas, RSUD)

2. Perusahaan / Dunia Usaha

- Perusahaan Bordir, Las, Dan Konfeksi Di Wilayah Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo , Surabaya Dan Sekitarnya

3. Organisasi Sosial Dan Masyarakat

- BK3S PROV. JATIM

- FKKDAD PROV. JATIM

4. Sekolah Menengah Kejuruan (Jurusan Pekerjaan Sosial) dan Perguruan Tinggi.

Fasilitas pelayanan dan rehabilitasi sosial :1. Pelayanan

- Pengasramaan

- Permakanan

- Pakaian seragam

- Sarana kebersihan diri

- Pemeriksaan kesehatan dan obat – obatan

- Sarana pemeriksaan pendengaran (audiometri) dan terapi wicara

2. Rehabilitasi Sosial

- Mengikuti kegiatan bimbingan

- Penyediaan bahan praktek dan latihan keterampilan

- Kesempatan mengikuti praktek belajar kerja

- Bantuan sosial berupa barang

Page 50: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

43Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Kegiatan pelayanan sesuai SPM1. Penyediaan makanan dalam satu tahun

Jumlah permakanan yang diberikan kepada klien dalam satu tahun sebanyak 60 orang, dan realisasi juga 60 orang. Jumlah hari pemberian makanan dalam setahun sebanyak 355 hari, dengan indeks permakanan/SOSH Satu Orang Satu Hari) sebesar Rp. 25.000,-/hari/orang. UPT RSBRW Pasuruan dalam satu tahun juga menyediakan sarana prasarana dapur, tidak termasuk alat masak, alat makan dan alat minum. Alat ini akan diganti bila sudah rusak atau sudah bisa dipakai.

2. Penyediaan Sandang

UPT RSBRW Pasuruan memberikan pakaian kepada klien sebanyak 2 jenis, meliputi 1 stel pakaian olah raga dan seragam RSBRW, namun RSBRW tidak menyediakan pakaian harian dan pakaian dalam. UPT RSBRW ini setiap bulan juga memberikan sabun mandi, sikat gigi dan odol sebanyak 1 kali/bulan, tetapi tidak setiap bulan membelikan handuk. Pemberian kebutuhan khusus (pembalut, pempers) dan sepatu juga diberikan untuk kelengkapan seragam, sebanyak 1 kali/tahun, tetapi tidak untuk pemberian sandal, demikian halnya untuk perlengkapan ibadah seperti kitab suci dan pakaian ibadah.

3. Penyediaan Asrama/Kamar Yang Mudah Diakses

Pemeliharaan gedung dianggarkan oleh UPT RSBRW Pasuruan sebesar Rp 15.000.000,- sekali dalam satu tahun, tetapi tidak menyediakan anggaran untuk pemeliharaan taman, jalan dan halaman. Kemudian jaringan komunikasi seperti telepon kantor, fax maupun internet di UPT RSBRW telah tersedia tetapi tidak tersedia untuk pemeliharaan jaringan tersebut. Sementara untuk pemeliharaan kendaraan roda empat (mobil) dianggarkan sebesar Rp 1.200.000,- / tahun. Sedangkan untuk pemeliharaan kendaraan roda dua (motor) sebesar Rp 200.000,-/tahun. Jumlah kamar yang dimiliki sebanyak 5 kamar yang dipisahkan sesuai jenis kelamin, sedangkan jumlah asrama sebanyak 2 asrama yang juga dipisahkan sesuai jenis kelamin. Jumlah toilet yang dimiliki sebanyak 20 toilet yang terletak di asrama dan kantor, yang memiliki ukuran standar dan dipisahkan sesuai jenis kelamin. Ratio jumlah kamar yang digunakan oleh klien cukup memadai yakni 12 berbanding 60, artinya setiap toilet yang ada di asrama rata rata digunakan oleh 5

Page 51: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

44 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

orang klien. Terkait dengan penerangan dan ventilasi ruangan tidur/asrama pada kamar-kamar/toilet cukup memadai.

Ketersediaan tempat tidur beserta kelengkapannya (sprei, bantal) cukup memadai sebanding dengan jumlah penghuninya, artinya bahwa masing-masing penghuninya mempunyai tempat tidur sendiri-sendiri. Namun untuk pemeliharaan tempat tidur beserta perlengkapnnya tidak pernah dilakukan karena tidak tersedianya anggaran. Terkait dengan penyediaan alat bantu untuk klien sesuai dengan jenis kecacatan yaitu alat bantu selama ii lebih banyak berasal dari bantuan CSR, selain dari APBD.

4. Penyediaan perbekalan kesehatan

Penyediaan perbekalan kesehatan yang tersedia di dalam panti hanya ada tiga jenis alat, yaitu timbangan 1 buah, pengukuran tinggi badan dan kotak P3 K, alat pemeriksaan Audiometri, dan terapi wicara. Disamping itu juga tersedia obat-obatan yang disediakan panti untuk menjaga dan mengobati klien yang jatuh sakit sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk frekwensi kunjungan dokter THT dalam sebulan dilakukan dua kali oleh dua dokter, sedangkan kunjungan dari dokter umum dalam sebulan sebanyak 4 kali. Hal ini dilakukan secara rutin dalam rangka melihat perkembangan klien. Kemudian kunjungan yang dilakukan oleh psikiater dalam satu bulan lebih dari dua kali, tetapi untuk kunjungan yang dilakukan dari Peksos Medis menurut pendapat responden tidak pernah dilakukan, walaupun kenyataan di panti terdapat seorang tenaga pekerja sosial.

5. Penyediaan kegiatan Bimbingan Fisik, Mental, Spiritual, Sosial dan keterampilan.

Bimbingan Fisik yang diberikan kepada klien berupa kegiatan olah raga, baris berbaris dan Outboound. Tidak diperoleh informasi untuk pembelian alat peraga dalam kegiatan bimbingan fisik tersebut. Kegiatan bimbingan mental dan psikologis disediakan panti, berupa bimbingan individu dan kelompok, tetapi tidak memiliki anggaran untuk kegiatan konsultasi. Sama halnya dengan kegiatan spiritual, bimbingan rohani, kegiatan keagamaan/ibadah dilakukan secara rutin dalam sebulan sebanyak lebih dari 2 kali. Sementara untuk kegiatan mengisi waktu luang tidak dilakukan, karena waktu mereka sudah padat dengan kegiatan rutin sesuai jadwal yang ada. Untuk kegiatan keterampilan diberikan berupa kegiatan menjahit, border

Page 52: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

45Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

dan las listrik, tata boga, handycraft, salon/tata rias, membatik, menari. Anggaran untuk kegiatan bimbingan tersebut disediakan sebesar 8 juta/bulan, yang diperuntukkan bagi pembelian bahan-bahan untuk keterampilan.

6. Penyediaan untuk kegiatan pembuatan Identitas,

Tidak diperoleh informasi bahwa klien di UPT RSBRW Pasuruan membutuhan pembuatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), karena semua identitas dari semua klien sudah lengkap saat mendaftar.

7. Akses ke layanan Kesehatan Dasar

UPT melakukan kegiatan pelayanan kesehatan dasar, berupa layanan kunjungan dokter ke UPT setiap bulan, untuk pemeriksaan kesehatan dasar, dan akses ke RSUD Bangil bila ada klien yang memerlukan perawatan (sakit berat). Anggaran untuk pelayanan kesehatan sebesar Rp. 1 juta/bulan.

8. Pemberian Layanan Penelusuran Keluarga dan reunifikasi keluarga.

Tidak diperoleh informasi bahwa klien di UPT ini, membutuhkan penelusuran dan reunifikasi dengan keluarga, karena semua latar belakang keluarga telah diketahui sebelumnya, sehingga UPT tidak menyediakan anggaran dan pekerja sosial professional untuk kegiatan dimaksud

Data Kelulusan dan status bekerja klien UPT BSRW Pasuruan

Tahun Kelulusan Sudah Bekerja Belum bekerja

2010 30 29 1

2011 20 19 1

2012 20 17 3

2013 28 21 4

2014 20 18 2

2015 Tidak ada kelulusan

2016 25 21 4

2017 21 18 3

2018 17 13 4

Page 53: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

46 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

f. Panti Sosial Bina Laras “MUTMAINAH” Lombok Tengah, NTB

Sejarah berdirinya panti adalah sebagai berikut: Panti Sosial Bina Laras “Suka Waras” yang berubah nama menjadi Balai Sosial Bina Laras “Muthmainah” di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat didirikan pada tanggal 21 April 1997 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 82 tahun 1997 Tentang Penyerahan Unit/Saatuan Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Tingkat I Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai Balai Sosial Bina Laras.

Balai Sosial Bina Laras “Muthmainah” yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat bernama “Muthmainah” yang diartikan sebagai keinginan untuk memiliki jiwa yang tenang., sehat atau normal kembali baik secara fisik maupun psikis. Balai Sosial Bina Laras “Muthmainah” beralamat di Jalan Raya Selebung Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Penetapan Balai Sosial Bina Laras “Muthmainah” sebagai unit pelaksana teknis balai (UPTB) di Dinas Sosial Provinsi NTB dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 50 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisaasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas-dinas Daeraah Provinsi NTB. Namun untuk tahun 2020 akan berubah dari Balai menjadi Panti kembali.

Balai Sosial Bina Laras “Muthmainah” mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan perilaku, pelatihan ketrampilan, dan resosialisasi serta pembinaan lajut bagi penyandang cacat mental bekas psikotik.

g. Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK), Lembang, Jawa Barat

Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK) Cisarua adalah unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi sosial terhadap gelandangan, pengemis, keluarga miskin rentan menjadi Gepeng, orang terlantar dan korban traffiking. Awal berdirinya tahun 1991 dengan nama Lingkungan

Page 54: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

47Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Pondok Sosial (LIPOSOS)/Sasana Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (SRPGOT) dibawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat. Kemudian pada tahun 1995 berubah nama menjadi Panti Sosial Bina Karya “Marga Mulya”

Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 52 tahun 2002 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Rincian Tugas pada Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat maka berubahlah nomenklatur menjadi Balai Pemulihan Sosial Bina Karya. Pada tahun 2017, Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2017 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, nomenklatur berubah menjadi Panti Rehabilitasi Sosial Bina Karya (PRSBK) Cisarua – Bandung Barat.

Visi

Menjadi Lembaga Rehabilitasi Sosial yang Prima dalam melayani gelandangan, pengemis dan keluarga miskin rentan menjadi gelandangan dan pengemis di Provinsi Jawa Barat.

Misi1. Meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial bina karya bagi

gelandangan, pengemis dan mesyarakat miskin yang rentan menjadi gelandangan dan pengemis

2. Meningkatkan profesionalisme sumber dya manusia pelaksana pelayanan dan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis

4. Meningkatkan kualitas dan keterjangkauan pelayanan oleh PPKS

5. Meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat terhadap penanganan rehabilitasi sosial gelandangan, pengemis dan masyarakat miskin yang rentan menjadi gelandangan dan pengemis.

Tugas pokok dan fungsi

Panti Rehabilitasi Sosial (PRSBK) Cisarua, Bandung melaksanakan sebagian fungsi Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat di bidang Rehabilitasi Sosial Bina Karya bagi gelandangan, pengemis dan masyarakat rentan menjadi gelandanga dan pengemis. Dalam tugas pokok tersebut panti

Page 55: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

48 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

mempunyai fungsi:

1. Penyelenggaraan penyusunan petunjuk teknis rehabilitasi sosial bina karya

2. Penyelenggaraan rehabilitasi sosial bina karya meliputi gelandangan, pengemis, orang terlantar, trafficking, dan masyarakat rentan menjadi gelandangan dan pengemis.

Struktur Organisasi

Tujuan rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis di PRSBK adalah untuk membina, merehabilitasi dan memperbaiki sikap mental para keluarga binaan sosial (KBS), agar mereka dapat merubah kondisi kehidupannya menjadi lebih baik, berfungsi sosial secara wajar serta mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Sasaran Pelayanan

Gelandangan, pengemis, dan masyarakat rentan menjadi gelandangan dan pengemis di Jawa Barat dengan kriteria:

1. Sehat rohani, dalam arti tidak mengidap penyakit/kelainan jiwa

Page 56: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

49Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

2. Sehat jasmani, dala arti tidak mengidap penyakit menular atau berbahaya lainnya dan bukan penyandang cacat berat

3. Tidak sedang berurusan dengan aparat penegak hukum

4. Usia produktif antara 17 s/d 56 tahun

5. Status berkeluarga

6. Masih mampu bekerja

7. Bersedia mengikuti program rehabilitasi sampai tuntas sesuai jadual

8. Bersedia kembali ke daerah asal

Proses Pelayanana. Penerimaan

b. Pendekatan awal

c. Asesmen

d. Bimbingan sosial, fisik, mental dan spiritual, keterampilan dan kewirausahaan

e. Resosialisasi

f. Penyaluran

g. Bimbingan lanjut

h. Terminasi

h. Panti Pelayanan Sosial Pengemis Gelandangan Orang Terlantar “MARDI UTOMO” Semarang, Jawa Tengah

Panti Pelayanan Sosial PGOT Mardi Utomo Semarang terletak di Jl. Mulawarman , Kramas Tembalang Semarang adalah unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial di bidang rehabilitasi sosial yang berupa bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan keterampilanserta bimbingan resosialisasi untuk kurun waktu selama 6 – 12 bulan terhadap gelandangan, pengemis dan orang terlantar agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan di tengah masyarakat.

Panti ini didirikan pada tanggal 1 September 1985 oleh Departemen Sosial dengan nama Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS)/Sasana Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (SRPGOT)

Page 57: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

50 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

dibawah koordinasi Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Jawa Tengah. Selama berdiri panti ini mengalami beberapa kali perubahan nama atau nomenklatur, hingga pada tahun 2016 terbitlah Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 109 Tahun 2016 tanggal 27 Desember 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang berubah nama menjadi Panti Pelayanan Sosial Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT) Mardi Utomo Semarang dan mempunyai Unit Penunjang yaitu Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Grahita Pamardi Mulyo Demak.

Visi

Terwujudnya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang profesional dan berkelanjutan.

Misi1. Meningkatkan jangkauan, kualitas dan profesionalisme dalam

penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial.

2. Mengembangkan, memperkuat sistem kelembagaan yang mendukung penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial pengemis, gelandangan dan orang terlantar.

3. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial penegemis, gelandangan dan orang terlantar.

4. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup pengemis, gelandangan dan orang terlantar.

5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial.

Tugas Pokok dan Fungsi

Panti Pelayanan Sosial PGOT Mardi Utomo Jawa Tengah mempunyai tugas memberikan pelayananan kepada masyarakat antara lain sebagai pusat layanan informasi, training, kajian, penelitian dan pengembangan model pelayanan dan rehabilitasi sosial para PPKS gelandangan pengemis dan orang terlantar dari anak usia 0 tahun hingga 59 tahun agar dapat berfungsi kembali berperan aktif di tengah masyarakat.

Page 58: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

51Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Struktur Organisasi

Tujuan Panti Pelayanan Sosial PGOT

Tujuan Rehabilitasi Sosial dalam memelihara kondisi gelandangan dan pengemis di Panti Pelayanan Sosial PGOT Mardi Utomo adalah :

1. PPKS memiliki kemampuan dan kemauan dalam memelihara kondisi kesehatan fisik, harga diri dan kepercayaan diri serta tanggung jawab sosial untuk berintegrasi dalam tatanan hidup bermasyarakat.

2. Terciptanya kondisi PPKS yang menghayati harkat dan martabat kemanusiaan dalam arti terpulihnya harga diri dan kepercayaan diri.

3. Untuk menumbuh kembang dan meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosialnya, berdedikasi dalam kehidupan dan penghidupan secara nominatif yang diliputi suasana kerukunan dan kebersamaan /kegotong royongan dalam kemandirian.

4. Terbentuknya karakter PPKS yang jujur, disiplin, tanggung jawab dan mandiri.

Sasaran Pelayanan

Gelandangan , pengemis, dan orang terlantar warga Provinsi Jawa Tengah dan daerah lainnya dengan kriteria:

1. Sehat jasmani (tidak berpenyakit kronis dan menular).

2. Sehat rohani ( tidak sakit jiwa).

3. Tidak sedang berurusan dengan pihak berwajib.

4. Usia 20 – 59 tahun

5. Tidak memiliki kedisabilitasan ( penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental,

Page 59: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

52 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

penyandang disabilitas sensorik).

Proses Pelayanan1. Pendekatan awal

2. Asesmen ( Pengungkapan dan Pemahaman Masalah/Asesmen)

3. Tahap Perumusan Permasalahan

4. Tahap Pemecahan Masalah ( Bimbingan sosial, fisik, mental dan spiritual, keterampilan dan kewirausahaan )

5. Resosialisasi

6. Terminasi

7. Pembinaan Lanjut.

Sarana PrasaranaSarana PPS PGOT Mardi Utomo Semarang

1. Luas Tanah : 6,8 ha2

2. Kantor : 2 unit

3. Gedung rapat : 2 unit

4. Ruang keterampilan : 7 unit

5. Dapur utama : 1 unit

6. Gudang : 2 unit

7. Poliklinik : 1 unit

10. Perpustakaan : 1 unit

11. TPA/Aula : 1 unit

12. Ruang Pendidikan : 1 unit

13. MCK/WC Umum : 3 unit

14. Asrama /kopel Type 18 :16 unit

15. Rumah Dinas : 11 unit

16. Mushola : 1 unit

17. Lahan pertanian : 2 Ha

Sumber Daya Manusia

Panti Pelayanan PGOT Mardi Utomo memiliki kapasitas layanan kepada PPKS sejumlah 110 orang dan saat ini jumlah penerima layanan 120 orang, sedangakan jumlah Sumber daya manusianya terdiri dari 26

Page 60: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

53Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

orang Pegawai dengan rincian sebagai berikut :

1. Struktural : 4 orang

2. Tenaga Fungsional Umum : 17 orang

3. Tenaga Fungsional Khusus (Pekerja Sosial) : 2 orang

4. Non PNS ( Tenaga Kontrak) : 7 orang

2. Matrik Perbandingan Implementasi SPM Rehabilitasi Sosial Berdasarkan Jenis Panti / Balai

a. Anak Terlantar

NO. KegiatanPSAA Budi

Mulia

UPTDRS Aneuk

Nanggroe

1. Penyediaan Makanan (setahun)

Daya Tampung 100 orang 100 orang

Jumlah Penerima 116 orang 46 orang

Jumlah Indeks Permakanan (O/H) Rp50.000 Rp40.000

Pengadaan Sarana & Prasarana Dapur

Ya Ya

2. Penyediaan Sandang (setahun)

Kuantitas jenis pakaian yang disediakan panti (setahun)

4 Jenis 4 Jenis

Pembelian perlengkapan mandi Ya Ya

Pembelian kebutuhan khusus (pembalut, pampers)Pembelian alas kaki

Ya Ya

Ya Ya

Pembelian perlengkapan ibadah Ya Ya

3 Penyediaan Asrama/Kamar yang Mudah Diakses (setahun)

Pemeliharaan gedung Ya Ya

Pemeliharaan sarana & prasarana Ya Ya

Pemeliharaan jaringan telekomunikasi

Ya Ya

Kepemilikan Kendaraan Roda 2 & Roda 4

Roda 4

Page 61: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

54 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Pemisahan Asrama Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Pemisahan Kamar Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Jumlah Asrama sesuai standar 7 Asrama 2 Asrama

Jumlah Kamar sesuai standar 40 Kamar 24 Kamar

Jumlah Kamar Mandi/Toilet dalam panti

40 Kamar Mandi/Toilet

6 Kamar Mandi/Toilet

4. Penyediaan Layanan Kesehatan (dalam panti)

Penyediaan Obat umum, tensimeter, timbangan,pengukur tinggi badan, termometer, kotak P3K

Ya Ya

Ketersediaan Perawat Ya Ya

Kunjungan Dokter (dalam sebulan) Ya Ya

Kunjungan Psikiater/Psikolog (dalam sebulan)

Ya Ya

Ketersediaan Peksos Medis Tidak Tidak

5. Pemberian Bimbingan Fisik, Mental, Spritual dan Sosial

Kegiatan Bimbingan Fisik Ya Ya

Kegiatan Bimbingan Mental Ya Ya

Kegiatan Spiritual Ya Ya

Kegiatan Pengisi Waktu Luang Ya Ya

6. Pemberian Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Kegiatan Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Ya Ya

Penyediaan Alat Pendukung Kegiatan AktivitasSehari-hari

Ya Ya

7. Pembuatan Identitas

Fasilitasi Pembuatan Akte Kelahiran, NIK & KIA

Ya Ya

Page 62: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

55Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

8. Akses Layanan Dasar

Frekuensi Kunjungan Dokter ke Panti (dalam sebulan)

> 2 kali 2 kali

Frekuensi Kunjungan Psikiater/Psikolog (dalam sebulan)

> 2 kali 2 kali

Penyediaan Perlengkapan Sekolah Ya Ya

Frekuensi Pemberian Perlengkapan Sekolah (dalam setahun)

2 kali > 2 kali

9. Pemberian Layanan Penelusuran Keluarga

Kegiatan Penelusuran Keluarga (dalam setahun)

Ya Tidak

Frekuensi Kegiatan Penelusuran Keluarga (dalam setahun)

1 kali -

10. Pemberian Layanan Reunifikasi Keluarga

Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

Ya Ya

Frekuensi Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

1 kali 2 kali

11. Akses Layanan Keluarga Pengganti

Kegiatan Akses Layanan Keluarga Pengganti

Tidak Tidak

12. Pengasuhan

Jumlah TKS dalam kegiatan pengasuhan anak

10 orang 3 orang

Perbandingan pelaksanaan SPM rehabilitasi sosial di PSAA Budi Mulia dan UPTDRS Aneuk Nanggroe dapat dilihat dari matrik diatas. Dengan daya tampung yang sama, PSAA Budi Mulia mempunyai klien melebihi daya tampung (116 orang), sedangkan UPTDRS Aneuk Nanggroe hanya 46 orang. Akan tetapi PSAA Budi Mulia memiliki asrama yang cukup banyak dengan kamar dan toilet yang layak dengan perbandingan 1 berbanding 3 orang. Demikian pula dengan UPTDRS Aneuk Nangroe jumlah kamar yang dimiliki bila dihitung rata-rata satu kamar dihuni oleh dua anak. Akan tetapi untuk toilet rata-rata 1 toilet digunakan oleh 7 orang anak. Untuk kegiatan reunifikasi, PSAA Budi Mulia melakukan

Page 63: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

56 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

satu dalam setahun, sedangkan UPTDRS Aneuk Nanggroe sebanyak dua kali setahun. Jumlah TKS dalam kegiatan pengasuhan anak di Budi Mulia sebanyak 10 orang, dan di Aneuk nanggroe ada 3 orang. PSAA Budi Mulia melakukan penelusuran keluarga sekali setahun, sedangkan UPTDRS Aneuk Nanggroe tidak melakukan penelusuran.

Dari kedua sampel panti anak terlantar sebagian besar telah melaksanakan SPM yang sama. Walaupun masih ada perbedaan pada beberapa hal. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti luas lahan dan bangunan dan jumlah PPKS.

b. Lanjut Usia Terlantar

No KegiatanPSTW

MappakasungguBPSTW Budi

Luhur

1. Penyediaan Makanan (setahun)

Daya Tampung 100 orang 110 orang

Jumlah Penerima 75 orang 120 orang

Jumlah Indeks Permakanan (O/H)

Rp21.000 Rp.21.000

Pengadaan Sarana & Prasarana Dapur

Tidak 260 m2

2. Penyediaan Sandang (setahun)

Kuantitas jenis pakaian yang disediakan panti (setahun)

2 Jenis 2 jenis

Pembelian perlengkapan mandi Ya Ya

Pembelian kebutuhan khusus (pembalut, pampers)

Ya Ya

Pembelian alas kaki Ya Ya

Pembelian perlengkapan ibadah Tidak Tidak

3. Dukungan Sarpras Asrama/Kamar (setahun)

Pemeliharaan gedung Ya Ya

Pemeliharaan sarana & prasarana

Tidak Ya

Pemeliharaan jaringan telekomunikasi

Ya Ya

Page 64: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

57Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Kepemilikan Kendaraan Roda 4 Roda 4 & Roda 2

Pemisahan Asrama Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Pemisahan Kamar Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Jumlah Asrama sesuai standar 11 Asrama 6 wisma

Jumlah Kamar sesuai standar 11 Kamar 24 kamar

Jumlah Kamar Mandi/Toilet dalam panti

22 Toilet 6 toilet

Penyediaan Alat Bantu Tidak Ya

4. Penyediaan Layanan Kesehatan (dalam panti)

Penyediaan Obat umum, tensimeter, timbangan, pengukur tinggi badan, termometer, kotak P3K

Ya Ya

Ketersediaan Perawat Ya Ya

Kunjungan Dokter (dalam sebulan)

Ya Ya

Kunjungan Psikiater/Psikolog (dalam sebulan)

Tidak Ya

Ketersediaan Peksos Medis Tidak Tidak

5. Pemberian Bimbingan Fisik, Mental, Spritual dan Sosial

Kegiatan Bimbingan Fisik Ya Ya

Kegiatan Bimbingan Mental Ya Ya

Kegiatan Spiritual Ya Ya

Kegiatan Pengisi Waktu Luang Ya Ya

Kegiatan Bimbingan Fisik Ya Ya

Kegiatan Pengisi Waktu Luang Ya Ya

6. Pemberian Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Kegiatan Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Ya Ya

Page 65: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

58 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Penyediaan Alat Pendukung Kegiatan Aktivitas Sehari-hari

Tidak Ya

7. Pembuatan Identitas

Fasilitasi Pembuatan NIK Ya Ya

8. Akses Layanan Kesehatan Dasar

Frekuensi Kunjungan Dokter ke Panti (dalam sebulan)

1 kali 2 kali

9. Pemberian Layanan Reunifikasi Keluarga

Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

Ya Ya

Frekuensi Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

2 kali 2 kali

10. Pemulasaran (dalam setahun)

Kegiatan Pemulasaran Ya Ya

Anggaran Pemulasaran perorang Rp2.500.000 rp. 1.500.000

Perbandingan pelaksanaan SPM rehabilitasi sosial di panti lansia terlantar BPSTW Budi Luhur dan PSTW Mappakasunggu dapat dilihat dari matrik diatas. BPSTW Budi Luhur mempunyai daya tampung sebesar 110 dengan klien yang ada saat ini melebihi daya tampung (120 orang), sedangkan PSTW Mappakasunggu hanya 75 orang dengan daya tampung sebesar 100 orang. BPSTW Budi Luhur memiliki 6 asrama dengan 24 kamar (1 kamar dengan 5 penghuni) dan 6 toilet (1 toilet digunakan untuk 20 orang). Demikian pula dengan PSTW Mappakasunggu yang memiliki 11 kamar (1 kamar dihuni 7 orang), dan toilet sebanyak 11 (1 toilet digunakan 7 orang). BPSTW Budi Luhur menyediakan alat bantu dan layanan psikolog/psikiater serta alat pendukung kegiatan sehari-hari, sedangkan PSTW Mappakasunggu tidak menyediakan. Untuk kegiatan pemulasaraan, BPSTW Budi Luhur mendapatkan dana lebih sedikit (rp. 1.500.00) sedangkan PSTW Mappakasunggu sebesar rp. 2.500.000.

Dari kedua sampel panti lanjut usia terlantar sebagian besar telah melaksanakan SPM yang sama. Walaupun masih ada perbedaan pada beberapa hal. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor

Page 66: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

59Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

seperti luas lahan dan bangunan, jumlah PPKS, bantuan yang diterima dari luar pemerintah (NGO, masyarakat), dan kemampuan pemerintah daerah.

c. Disabilitas Terlantar

No KegiatanPanti

MutmainahPSBRW

Pasuruan

1. Penyediaan Makanan (setahun)

    

Daya Tampung 100 orang 60 orang

Jumlah Penerima 100 orang 60 orang

Jumlah Indeks Permakanan (O/H) Rp27.000 Rp 25.000

Pengadaan Sarana & Prasarana Dapur

Tidak Ya

2. Penyediaan Sandang (setahun)

     

Kuantitas jenis pakaian yang disediakan panti (setahun)

1 Jenis 2 Jenis

Pembelian perlengkapan mandi 

Ya Ya

Pembelian kebutuhan khusus (pembalut, pampers)

Ya Ya

Pembelian alas kaki Ya Ya

Pembelian perlengkapan ibadah Tidak Tidak

3. Penyediaan Asrama/Kamar yang Mudah Diakses (setahun)

       

Pemeliharaan gedung, Ya Ya

Pemeliharaan sarana & prasarana Ya Ya

Pemeliharaan jaringan telekomunikasi

Ya Ya

Pemeliharaan Tempat Tidur Tidak Tidak

Kepemilikan KendaraanRoda 2 & Roda 4

Roda 2 & roda 4

Pemisahan Asrama Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Pemisahan Kamar Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

Page 67: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

60 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

   

Jumlah Asrama sesuai standar 2 Asrama 2 asrama

Jumlah Kamar sesuai standar 10 Kamar 20 kamar

Jumlah Kamar Mandi/Toilet dalam panti

25 Toilet/KM 13 toilet/KM

4. Penyediaan Layanan Kesehatan

      

Penyediaan Obat umum, tensimeter, timbangan, pengukur tinggi badan, termometer, kotak P3K

Ya Ya

Ketersediaan Perawat Ya Tidak

Kunjungan Dokter (dalam sebulan) Ya Ya

Kunjungan Psikiater/Psikolog (dalam sebulan)

Ya Ya

Ketersediaan Peksos Medis Tidak Tidak

5. Pemberian Bimbingan Fisik, Mental, Spritual dan Sosial

    

Kegiatan Bimbingan Fisik Ya Ya

Kegiatan Bimbingan Mental Ya Ya

Kegiatan Spiritual Ya Ya

Kegiatan Pengisi Waktu Luang Ya Ya

6. Pemberian Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

  

Kegiatan Bimbingan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Ya Ya

Penyediaan Alat Pendukung Kegiatan Aktivitas Sehari-hari

Ya Ya

7. Pembuatan Identitas

 Fasilitasi Pembuatan Akte Kelahiran, NIK & KIA

Tidak Tidak

8. Akses Layanan Dasar

   

Frekuensi Kunjungan Dokter ke Panti (dalam sebulan)

2 kali 4 kali

Frekuensi Kunjungan Psikiater/Psikolog (dalam sebulan)

2 kali Tidak

Penyediaan Perlengkapan Sekolah Tidak Tidak

Page 68: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

61Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

9. Pemberian Layanan Penelusuran Keluarga

  

Kegiatan Penelusuran Keluarga (dalam setahun)

Ya Tidak

Frekuensi Kegiatan Penelusuran Keluarga (dalam setahun)

12 kali Tidak

10. Pemberian Layanan Reunifikasi Keluarga

  

Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

Ya Tidak

Frekuensi Kegiatan Reunifikasi Keluarga (dalam setahun)

12 kali Tidak

11. Pengasuhan

 Jumlah TKS dalam kegiatan pengasuhan anak

30 orang 24 orang

Panti disabilitas milik Pemerintah Daerah, yang menjadi lokasi penelitian ini, meliputi panti disabilitas mental Mutmainah di Kota Mataram, provinsi NTB dan Panti disabilitas Rumgu Wicara (PSBRW) di kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Daya tampung pada masing-masing panti terdiri dari 100 orang (Panti Disabilitas Mental) dan 60 orang (Panti Disabilitas Rungu Wicara). Jumlah PPKS (klien) pada masing-masing panti sudah sesuai dengan daya tampung panti. Pelaksanaan SPM bidang rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas pada kedua panti tersebut, meliputi kegiatan :

1. Penyediaan makan pada kedua panti disabilitas tersebut berbeda. Pada panti disabilitas mental menyediakan anggaran untuk permakanan sebesar Rp.27.000,-/hari sedangkan panti rungu wicara sebesar Rp. 25.000,-/hari. Demikian halnya pada penyediaan sarana prasarana dapur, di panti disabilitas mental tidak disediakan, sedangkan di panti rungu wicara menyediakan sarana prasarana dapur.

2. Penyediaan sandang berupa pakaian olah raga atau seragam, pada panti disabilitas mental hanya 1 (satu) kali sementara di panti rungu wicara sebanyak 2 (dua) kali, berupa pakaian olah raga dan pakaian seragam.

3. Penyediaan sarana asrama atau kamar, masing-masing panti tersedia 2 asrama. Masing-masing asrama, berjumlah 10 kamar di

Page 69: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

62 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

panti disabilitas mental dan 20 kamar di panti rungu wicara. Kondisi ini menunjukkan bahwa ratio jumlah anak yang menghuni kamar di panti disabilitas mental cukup padat (10 anak /kamar) dibandingkan dengan panti disabilitas rungu wicara (3 anak/kamar). Berbeda halnya dengan penyedian KM/toilet, cukup memadai. Penyediaan kamar mandi/Toilet, di panti disabilitas mental sejumlah 25 KM/toilet (untuk 100 anak) dan di panti disabilitas rungu wicara sejumlah 13 KM/toilet (untuk 60 anak). Dengan demikian rasio penggunaan KM/Toilet pada masing-masing panti, cukup memadai, dengan peruntukkan rata-rata untuk 3 sampai 4 orang bagi satu KM/toilet. Termasuk sudah ada pemisahan menurut jenis kelamin, baik pada kamar tidur maupun KM/toilet, pada masing-masing panti tersebut.

4. Penyediaan layanan kesehatan, meliputi penyediaan obat umum, tensimeter, timbangan, pengukur tinggi badan, termometer, kotak P3K, pada kedua panti disabilitas tersebut sudah tersedia, termasuk kunjungan Dokter, dan Psikolog. Kecuali ketersediaan perawat di Panti disabilitas rungu wicara tidak tersedia, sementara di panti disabilitas mental tersedia perawat. Demikian halnya ketersediaan Peksos Medis pada kedua panti tersebut, tidak tersedia.

5. Pemberian Bimbingan, meliputi bimbingan fisik, mental, spiritual, pengisi waktu luang dan aktifitas hidup sehari-hari (activity daily living), pada kedua panti tersebut sudah tersedia.

6. Pemberian layanan, meliputi layanan reunifikasi dan penelusuran, pada kedua panti tersebut berbeda. Pada panti disabilitas mental Mutmainah, melakukan reunifikasi dan penelusuran, karena diantara klien yang diperoleh, selain dari kiriman Dinas Sosial juga hasil dari “garukan” Dinas Soaial beserta Satpol PP setempat. Sementara kegiatan layanan penelusuran dan reunifikasi tidak dilakukan di panti disabilitas rungu wicara, karena klien diantar oleh TKSK, staf Dinsos setempat bahkan dengan orang tua mereka, sehingga jelas asal usul keluarga mereka.

7. Pemberian layanan pengasuhan pada masing-masing panti, memiliki jumlah pengasuh berjumlah 30 Pengasuh bagi 100 anak di panti Disabilitas mental Mutmainah, dan di panti disabilitas rungu wicara berjumlah 24 Pengasuh untuk 60 anak. Masing-masing bekerja berdasarkan pembagian waktu, antara siang dan malam. Kondisi ini menunjukkan bahwa rasio pengasuh di kedua panti

Page 70: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

63Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

disabilitas tersebut hampir sama mendekati 1 (satu) berbanding 3 (tiga).

d. Gelandangan dan Pengemis

No Kegiatan CisaruaMardi

Otomo

1. Penyediaan Makanan (setahun)

Daya Tampung 100 orang 110 orang

Jumlah Penerima 80 orang 118 orang

Jumlah Indeks Permakanan (O/H) Rp.30.000 Rp.22.500

Pengadaan Sarana & Prasarana Dapur

Ya Ya

2. Penyediaan Sandang (setahun)

Jumlah jenis pakaian yang disediakan panti (setahun)

4 Jenis >4 jenis

Pembelian perlengkapan mandi dalam sebulan :

Ya Ya

Pembelian alas kaki (sandal dan sepatu/tahun)

Ya Ya

Pembelian perlengkapan ibadah Ya Ya

Transport petugas dalam pembelian sandang

Tidak Tidak

3 Penyediaan Asrama/Kamar yang Mudah Diakses (setahun)

Pemeliharaan gedung Ya Ya

Pemeliharaan sarana & prasarana Ya Ya

Pemeliharaan Taman/Jalan/Halaman

Ya Ya

Pemilikan Jaringan Ya Ya

Pemeliharaan jaringan Ya Ya

Pemeliharaan Tempat Tidur Tidak Ya

Pemeliharaan kendaraan roda 2 dan 4

Ya Ya

Frekuensi pemeliharaan kendaraan roda 2 dan roda 4dalam setahun

2 kali 4 kali

Page 71: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

64 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

4 Dukungan Sarana dan Prasarana Kamar/Asrama

Ya Ya

Jumlah kamar yang dimiliki 30 kopel (untuk 100 jiwa)

52 kamar

Ukuran kamar sesuai standar (4,5 M²/orang)

Tidak sesuai Ya

Pemisahan kamar sesuai jenis kelamin

Ya Ya

Jumlah asrama yang dimiliki 15 asrama/cotage

14 asrama/cotage

Ukuran asrama sesuai standar (20 orang/asrama)

Tidak sesuai Ya

Ratio jumlah kamar dengan jumlah penghuni panti

- -

Pemisahan Asrama Sesuai Jenis Kelamin

Ya Ya

5 Kamar Mandi/Toilet

Jumlah kamar mandi/toilet dalam panti

- 15 km/toilet -

Ukuran KM/toilet sesuai standar Ya Ya

Pemisahan KM/toilet sesuai jenis kelamin

Tidak Ya

Ratio jumlah KM/toilet dengan dengan jumlah penghuni

1 berbanding 5

1 berbanding 5

Ventilasi

Penerangan pada KM/Toilet memadai

Ya Ya

Ventilasi pada ruang tidur/asrama memadai

Ya Ya

Ventilasi pada kamar mandi Ya Ya

Tempat tidur

Jumlah tempat tidur yang dimiliki 30 kopel untuk 30 KK (100 jiwa)

Page 72: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

65Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Jumlah tempat tidur sesuai dengan jumlah penghuni

Ya Ya

Pemeliharaan tempat tidur dan perlengkapannya dalam setahun

Ya Ya

Kelengkapan tempat tidur (sprei, bantal)

Ya Ya

6 Perbekalan Kesehatan

Penyediaan Perbekalan Kesehatan Ya Ya

Honor perawat dalam sebulan/setahun

- Rp. 500.000/bln-

Biaya kunjungan dokter Rp. 1.200.000/bl

Rp. 1.000.000/bln

Frekuensi kunjungan dokter dalam sebulan

4 kali/bulan 4 kali/bulan

Frekuensi kunjungan/mengunjungi psikiater dalam sebulan

Tidak pernah Tidak pernah

Frekuensi kunjungan peksos medis dalam sebulan

Tidak pernah Tidak pernah

7 Pemberian Bimbingan Fisik , mental, spiritual dan Sosial/sebulan

Kegiatan fisik Ya Ya

Kegiatan Bimbingan mental Ya Ya

Bimbingan psikologi Ya Ya

Konsultasi Ya Ya

Kegiatan spiritual Ya Ya

Bimbingan rohani Ya Ya

Kegiatan keagamaan/ibadah Ya Ya

Frekuensi kegiatan spiritual dalam sebulan

˃ 2 kali ˃ 2 kali

Kegiatan pengisi waktu luang Ya Ya

Honor pekerja sosial profesional /TKS dalam sebulan

Gratis -

Page 73: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

66 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

8 Pembuatan Identitas Tidak Tidak

9 Akses ke Layanan Kesehatan Dasar Ya Ya

Kunjungan dokter ke panti dalam sebulan

˃ 2 kali ˃ 2 kali

Biaya transportasi Peksos/TKS ke layanan dasar

Tidak Tidak

Biaya transport GEPENG ke layanan dasar

Tidak Tidak

Biaya dokter Rp. 1.200.000 -

10 Pemberian layanan Pemulangan GEPENG ke daerah asal

Ya Ya

Biaya transport pemulangan gepeng ke daerah asal

Rp. 150.000 Rp. 100.000

Perbandingan SPM antara PRSBK Cisarua dengan Mardi Utomo dilihat dalam matrik di atas bahwa, kapasitas tampung yang berbeda yaitu PRSBK Cisarua 100 orang namun jumlah penerima pelayanan hanya 80 orang , artinya masih ada tempat yang terisa untuk calon penerima pelayanan yang akan mendapatkan pelayanan dan direhabilitasi sosial. Sedangkan PRSBK Mardi Utomo daya tampung 110 orang dengan jumlah penerima pelayanan 118 orang, artinya kapasitas isi melebihi kasitas tampung panti, mengindikasikan jumlah pemerlu layanan lebih banyak dari kapasitas penyedia layanan. Jumlah indeks permakanan masing-masing panti juga berbeda, RPSBK Cisarua sebesar Rp. 30.000 per orang per hari sedangkan PRSBK Budi Utomo sebesar Rp, 22.500 per orang per hari.

Kedua panti ini menyediakan sandang untuk penerima pelayanan per tahun dengan jumlah yang berbeda. Kemudian ke dua panti juga menyediakan asrama/kamar yang mudah diakses, hanya saja PRSBK Cisarua tidak menyediakan pemeliharaan tempat tidur, dan menyediakan pemeliharaan kendaraan dengan frekuensi yang lebih kecil dari PRSBK Budi Utomo.

Demikian juga dengan sarana dan prasarana kamar/asrama, masing-masing panti menyediakan kamar beserta tempat tidur dengan

Page 74: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

67Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

jumlah yang cukup/sesuai, beserta kelengkapannya (sprei, bantal), dan masing-masing panti juga menyediakan pemeliharaan tempat tidur dan kelengkapannya. Ada pemisahan asrama laki-laki dan perempuan, masing-masing asrama memiliki ventilasi yang cukup namun ukuran kamar maupun ukuran asarama pada PRSBK Cisarua belum sesuai standart. Masing-masing PRSBK juga sudah menyediakan kamar mandi/toilet dengan perbandingan 1 (satu) kamar mandi untuk 5 orang penerima pelayanan, dan memiliki penerangan dan ventilasi yang cukup, pada PRSBK Cisarua tidak dipisahkan kamar mandi laki-laki dan perempuan.

Masing-masing panti juga sudah menyediakan perbekalan kesehatan dan masing-masing juga menyediakan biaya kunjungan dokter walaupun dalam jumlah yang berbeda, sedangkan untuk honor perawat hanya PRSBK Budi Utomo yang menyediakannya. Demikian juga layanan akses ke kesehatan dasar, dilakukan oleh kedua PRSBK lebih dari 2 (dua) kali sebulan, namun tidak menyediakan transport pekerja sosial yang mendampingi penerima pelayanan dan transpor penerima pelayanan ke layanan dasar. Biaya dokter hanya di sediakan oleh PRSBK Cisarua. Untuk mendukung kesehatan penerima pelayanan, kedua PRSBK juga memberikan bimbingan fisik, mental, spiritual dan sosial yang dilakukan lebih dari 2 (dua) kali dalam sebulan. Kedua PRSBK tidak melakukan pembuatan identitas bagi penerima pelayanan. Setelah selesai pelayanan dan rehabilitasi maka penerima pelayanan akan dipulangkan dengan biaya transport pemulangan ke daerah asal disediakan oleh PRSBK, PRSBK Cisarua menyediakan transportasi sebesar Rp. 150.000/orang dan PRSBK Budi Utomo sebesar Rp. 100.000/orang

Dari kedua sampel PRSBK ini sebagian besar pelayanan dan rehabilitasi yang dilakukan sudah mengikuti dengan SPM, walaupun masih terdapat beberapa perbedaan pada kedua panti tersebut seperti daya tampung, jumlah indek permakanan, luas kamar dan asrama, dan biaya transport pemulangan.

Berdasarkan matrik perbandingan kegiatan pelayanan didalam panti bisa dilihat panti-panti ini telah menyediakan dan melaksanakan

Page 75: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

68 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

pelayanan dasar berdasarkan SOP yang dibuat. Walaupun belum diketahui pasti apakah telah sesuai dengan SPM yang semestinya karena sampai saat penelitian dilaksanakan, NSPK belum ada. Panti-panti ini mencoba memberikan pelayanan semaksimal mungkin sesuai dengan anggaran, SDM, dan sarana prasarana yang ada.

2. Matrik perbandingan alokasi anggaran pelayanan rehabillitasi sosial berdasarkan SPM

Matrik Alokasi Anggaran SPM Rehabilitasi SosialDi Lokasi Penelitian Pada Tahun 2019 dan 2020

No. Provinsi Tahun 2019 Tahun 2020 Keterangan

1. DI Aceh Rp. 27.971.398.500. Rp. 28.772.651.486. Empat kluster PPKS

2. Jawa Barat Rp. 39.133.583.150 Rp.43.012.035.604. Empat kluster PPKS

3. Jawa Tengah Rp.65.075.459.000 Rp.72.563.665.000 Empat kluster PPKS

4. DI Yogyakarta Rp.21.438.195.296 Rp.49.075.215.305 Empat kluster PPKS

5. Jawa Timur Rp.90.935.876.330 Rp.110.871.407.530 Empat kluster PPKS

6. Kalimantan Selatan

Rp. 40.000.000.000 Rp. 55.000.000.000 Empat kluster PPKS

7. NTB Rp.10.099.954.944 Rp.12.446.020.545. Empat kluster PPKS

8. Sulawesi Selatan

Rp.3.917.834.000 Rp. 2.529.530.214 Empat kluster PPKS

Berdasarkan matrik diatas, dapat dilihat alokasi anggaran pelaksanaan pelayanan dasar rehabilitasi sosial pada delapan provinsi lokasi penelitian pada tahun 2019 mengalami kenaikan pada tahun 2020. Pelayanan dasar diberikan pada empat cluster PPKS yang sesuai dengan Permensos No. 9 tahun 2018 yaitu: anak terlantar, lanjut usia terlantar, disabilitas terlantar dan gelandangan pengemis.

Page 76: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

69Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

3. Identitas Responden Dan Persepsi Petugas Panti Terhadap Implementasi SPM di Panti

a. Identitas responden

Identitas responden dalam penelitian ini dijabarkan dalam beberapa diagram berdasarkan unit kerja, jabatan atau posisi saat penelitian dilaksanakan, serta lama menjabat atau berada dalam posisi atau perannya didalam panti. Unit kerja responden terlihat pada diagram 1 berikut.

Diagram 1. Identitas responden menurut unit kerja

Identitas reponden menurut unit kerja menunjukkan mereka yang bekerja di panti disabilitas sebanyak 31,3 persen, panti gepeng 25 persen, panti lanjut usia 23,1 persen dan panti anak sebanyak 20,6 persen yang tersebar di 8 provinsi. Sedangkan identitas responden berdasarkan jabatannya dapat dilihat pada diagram 2 berikut.

Diagram 2. Identitas responden menurut jabatan

Page 77: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

70 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 2 di atas menunjukkan bahwa jabatan responden yang bekerja di panti cukup bervariasi yaitu mulai dari pejabat struktural, fungsional pekerja sosial dan non pekerja sosial, perawat, psikolog, instruktur sampai pada staf panti. Dari berbagai posisi jabatan tersebut panti, prosentase terbanyak pada posisi staf (35,6 persen), kemudian menyusul pejabat struktural (17,5 persen), dan berturut-turut fungsional pekerja sosial (14,4 persen), dan lainnya (10 persen). Kemudian jabatan lainnya dibawah 10 persen terdiri dari istruktur (8,1 persen), fungsional non peksos (7,5 persen), perawat (5,0 persen) dan psikolog (1,9 persen). Dengan demikian menggambarkan bahwa semua panti sampel penelitian mempunyai berbagai jenis tenaga yang menjabat seperti yang terlihat pada diagram diatas. Tetapi bila dilihat dari jumlah tenaga di masing-masing panti sesuai dengan profesi dan jenis masalah yang ditangani sehingga antara panti satu dengan lainnya tidak sama. Misal, panti A perlu banyak tenaga fungsional pekerja sosial, panti B lebih membutuhkan tenaga psikolog.

Kemudian identitas responden berdasarkan lama menjabat seperti pada diagram 3 berikut.

Diagram 3. Identitas responden menurut lama menjabat

Diagram di atas menunjukkan bahwa responden yang menduduki jabatan lebih dari 4 tahun prosentasenya paling tinggi yaitu 61,9 persen, artinya bahwa responden yang sudah menjabat lebih dari 4 tahun sudah banyak pengalaman dalam bekerja dan menangani masalah yang dihadapi. Responden yang baru menjabat dibawah 1 tahun cukup banyak yaitu 16,3 persen dan 1 – 2 tahun 14,4 persen. Ini menunjukkan bahwa pegawai lama yang duduk dalam jabatan tertentu cukup banyak dan

Page 78: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

71Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

pegawai baru yang sudah duduk di dalam jabatan tertentu juga cukup banyak. Tetapi bila melihat pegawai yang menjabat 2-3 tahun hanya 6,3 persen dan yang menjabat selama 3 – 4 tahun hanya 1,3 persen. Hal ini bisa diprediksi mereka yang belum lama menduduki jabatan mendapat peluang untuk duduk di jabatan fungsional tertentu, mengingat untuk menduduki jabatan struktural peluangnya sangat terbatas.

b. Persepsi Petugas Panti Terhadap Implementasi SPM di dalam panti

Berikut akan diuraikan implementasi SPM Rehabilitasi Sosial berdasarkan persepsi petugas panti. Persepsi petugas digambarkan melalui diagram-diagram yang menjelaskan bagaimana petugas di lokasi penelitian mempersepsi pelaksanaan SPM rehabilitasi sosial di dalam panti. Persepsi terhadap komunikasi, sumberdaya, disposisi sikap dan struktur birokrasi.

1) Komunikasi

Persepsi petugas terhadap komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat tentang SPM Rehabsos, menyatakan setuju (63,8 persen) dan sangat setuju (25,6 persen). Artinya Petugas panti telah mendapatkan informasi tentang SPM Bidang Rehabilitasi social. Persepsi petugas terhadap komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat tentang SPM Rehabsos, menyatakan setuju (63,8 persen) dan sangat setuju (25,6 persen). Artinya Petugas panti telah mendapatkan informasi tentang SPM Bidang Rehabilitasi sosial.

Diagram 4. Telah mendapatkan informasi tentang SPM bidang Rehabsos

Page 79: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

72 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 4 menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar petugas (89,4 persen) sudah mendapatkan informasi tentang SPM, hanya sebagian kecil petugas yang belum mendapatkan informasi tentang SPM.

Informasi tentang SPM yang merupakan salah satu dari implementasi SPM bidang Rehabsos, dapat dilihat pada diagram 5 berikut dalam setiap forum pertemuan

Diagram 5. Implementasi SPM bidang Rehabsos sering disampaikan dalam setiap forum pertemuan

Pada diagram 5 terlihat sebagian petugas (21,9 persen) menyatakan sangat setuju dan 57,5 persen menyatakan setuju bahwa implementasi SPM disampaikan dalam setiap forum pertemuan. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar petugas (79,4 persen) mengatakan bahwa implementasi kebijakan tersebut disampaikan dalam setiap forum pertemuan. Hanya sebagian kecil (20,7persen) yang tidak setuju bahwa implementasi SPM disampaikan pada setiap forum pertemuan. Hal ini dapat dipahami karena implementasi tersebut dapat disampaikan tidak hanya dalam forum pertemuan yang formal, akan tetapi pada setiap kesempatan yang melibatkan petugas dan pimpinan serta pemerlu layanan, implementasi SPM dapat disampaikan. Hal ini terkait juga dengan pernyataan sebagian petugas bahwa sosialisai tentang SPM Rehabsos sudah dilaksanakan. Seperti terlihat pada diagram 6.

Page 80: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

73Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 6. Sosialisasi tentang SPM Rehabsos sudah dilaksanakan

Sebagian petugas (26,1 persen) menyatakan sangat setuju dan (54,4 persen) setuju bahwa sosialisasi tentang SPM sudah dilaksanakan. Hanya sebagian kecil yang tidak setuju bahwa sosialisasi tentang SPM sudah dilakukan, hal ini bisa terjadi karena tidak setiap pertemuan dihari oleh semua petugas pelaksana rehabilitasi di panti.

Informasi tentang SPM Rehabsos dikemukakan oleh petugas sebesar 19,4 persen sangat setuju dan 63,1 persen setuju informasi tsb telah sesuai dengan pelaksanaan, seperti pada diagram 7 berikut.

Diagram 7. Informasi tentang SPM Rehabsos sesuai dengan pelaksanaan

Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan ketentuan SPM maka pelaksanaan Rehabsos di Panti terus diperbaiki sesuai dengan ketentuan SPM. Diagram 8 terlihat bahwa sebagian Petugas (48,8 persen) menyatakan sangat setuju dan 40,6 persen setuju bahwa pelaksanaan Rehabsos di dalam Panti terus diperbaiki sesuai dengan ketentuan dalam SPM Rehabsos no 23 tahun 2014.

Page 81: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

74 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 8. Pelaksanaan Rehabsos di Panti terus diperbaiki sesuai dengan ketentuan SPM.

Pada diagram 9 dibawah, persentase komunikasi terkait SPM di dalam panti ada sejumlah 85 persen pegawai yang sudah mendapatkan informasi tentang SPM sehingga sudah mengetahui hal-hal yang terkait dengan SPM. Dan sebanyak 15 persen yang tidak mendapatkan informasi terkait SPM. Hal ini dapat dipahami karena informasi-informasi yang disampaikan ke petugas panti terkait SPM tentunya di awali dari petugas yang terkait langsung dengan pemerlu layanan, sementara responden dalam penelitian ini ada juga dari staf yang bisa jadi terkait langsung dengan administrasi.

Diagram 9. Total Komunikasi

2) Sumber Daya

Petugas panti merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap masyarakat yang merupakan PPKS panti sosial. Petugas tersebut juga harus sesuai dengan kualifikasi kebutuhan panti atau memenuhi

Page 82: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

75Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

ketentuan Standar Pelayanan Minimal. Pada diagram 10 dapat dilihat kesesuaian formasi petugas panti dengan kebutuhan pelayanan dan rehabilitasi sosial di panti.

Diagram 10. Formasi Petugas Panti (sebagaimana ketentuan pd SPM Rehabsos) Telah Sesuai Dengan Beban Kerja.

Pada diagram 10, menunjukkan bahwa sebagian besar (60 persen) responden setuju bahwa formasi petugas panti telah sesuai dengan beban kerja panti. Sebagian responden (10,0persen ) juga sangat setuju dengan hal tesebut. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar panti telah memenuhi kualifikasi petugas panti dalam melaksanakan pelayanan panti terhadap PPKS. Hanya sebagian kecil yang tidak setuju (18,8persen) dan sebagian kecil lagi (2,5 persen) sangat tidak setuju bahwa formasi petugas panti telah Sesuai dengan beban kerja. Hal ini menunjukkan bahwa adanya beban kerja yang lebih yang harus dilakukan oleh petugas panti.

Dalam melaksanakan kegiatan panti baik administratif maupun pada pelayanan dan rehabilitasi, butuh dukungan anggaran yang memenuhi kebutuhan pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi terhadap PPKS panti. Untuk itu kebutuhan anggaran panti perlu dimasukkan ke dalam penganggaran panti. Pada diagram 12 dapat dilihat anggaran pelaksanaan rehabsos dalam panti.

Pada diagram 11 terlihat sebagian setuju (53,1 ) dan sangat setuju (40,0) bahwa anggaran pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti telah dimasukkan ke dalam rencana kerja daerah.

Page 83: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

76 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 11. Anggaran pelaksanaan Rehabsos dalam panti telah masuk kedalam dokumen penganggaran panti (renja daerah)

Artinya sebagian besar (93,1 persen) responden setuju dengan hal tesebut. Ketika anggaran pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti sudah dimasukkan ke dalam rencana kerja daerah, maka pelaksanaan rehabilitasi dalam panti diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana kerja panti. Hanya sebagian kecil dari responden yang tidak setuju (5,6persen) dan 1,3 persen sangat tidak setuju. Hal ini diduga ada beberapa kegiatan yang masih terkendala dengan anggaran.

Selain anggaran, sarana panti harus sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan rehabilitasi sosial di panti. Berbagai sarana yang harus dipenuhi dan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditentukan. Pada diagram berikut terlihat keberadaan sarana panti untuk mendukung pelaksanaan rehabilitasi sosial di panti.

Diagram 12. Sarana yang tersedia untuk pelaksanaan rehabsos sudah sesuai dengan ketentuan SPM Rehabsos

Page 84: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

77Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju (62,5 persen) bahwa sarana yang tersedia sudah sesuai dengan ketentuan SPM, bahkan sebagain lagi (19,4 persen) sangat setuju. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden (81,9 persen) meyakini bahwa sarana yang tersedia untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial sudah sesuai dengan ketentuan SPM. Sedangkan sebagian kecil (16,3 persen) tidak setuju dan sangat tidak setuju (1,9persen) atau sebagian kecil (18,2 persen) tidak setuju, ini menunjukkan bahwa hanya sebagian sarana panti yang tersedia belum sesuai dengan ketentuan SPM.

Demikian halnya dengan fasilitas yang tersedia dalam melaksanakan rehabilitasi sosial di panti, harus sesuai dengan kebutuhan PPKS. Baik sarana kebersihan, kesehatan maupun sarana ibadah. Pada diagram 14 dapat dilihat pemenuhan fasilitas di panti.

Diagram 13. Fasilitas Untuk Rehabilitasi Sosial Dalam Panti Telah Sesuai Dengan Ketentuan SPM Rehabsos

Pada diagram 13 terlihat sebagian besar responden (56,3 persen) setuju bahwa fasilitas untuk rehabilitasi sosial dalam panti telah sesuai dengan ketentuan SPM rehabilitasi sosial. bahkan sebagian lagi (21,9 persen) sangat setuju. Ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar (78,2 persen) mengatakan fasilitas untuk rehabilitasi sosial dalam panti telah sesuai dengan ketentuan SPM rehabilitasi sosial. Hanya sebagian kecil (21,3 persen) yang tidak setuju dan 0,6 persen sangat tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa masih ada panti yang fasilitas yang dimiliki belum sesuai

Page 85: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

78 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

dengan SPM.

Tersedianya media informasi untuk penyebaran informasi pada setiap panti merupakan salah satu sarana yang harus mnyesuaikan dengan SPM. Pada diagram 14 dapat dilihat ketersediaan media informasi untuk penyebaran informasi yang sesuai dengan SPM.

Diagram 14. Tersedia media informasi (melalui WA dll) yang sering digunakan untuk penyebaran informasi terkait pelaksanaan SPM Rehabsos di Panti

Sebagian besar responden (43,1 persen) setuju bahwa di panti telah tersedia media informasi baik berupa WA dan lain-lain , sebagian lagi (41,3 persen ) sangat setuju. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar (84,4persen) panti memiliki ketersediaan media informasi yang mengikuti ketentuan SPM rehabilitasi sosial di panti. Sebagian kecil (15,0 persen) tidak setuju bahwa panti memiliki ketersediaan media iformasi yang sesuai dengan SPM dan 0,6 persen sangat tidak setuju. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian kecil panti memiliki ketersediaan media informasi yang memerlukan perhatian dari pimpinan panti.

Dalam diagram 15 dibawah, menggambarkan persentasi sumberdaya dalam pelaksanaan SPM di dalam panti. Sumberdaya yang dimaksud adalah manusia, sarana, prasarana, informasi. Sebanyak 83 persen sumberdaya telah terpenuhi, sisanya sebanyak 17 persen belum terpenuhi

Page 86: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

79Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 15. Total sumberdaya

3) Disposisi Sikap

Disposisi sikap petugas terhadap pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi didukung oleh beberapa item, seperti di jelaskan berikut.

Diagram 16. Memahami Pelayanan sesuai Ketentuan SPM Rehabsos

Diagram 16 menunjukkan pemahaman responden terhadap pelayanan yang sesuai ketentuan SPM rehabilitasi sosial dengan kategori sangat setuju 21,9 persen, setuju 69,4 persen, tidak setuju 8,1 persen dan sangat tidak setuju 0,6 persen. Bila hal ini dikelompokkan dalam 2 (dua) setuju dan tidak setuju, maka sebagian besar (91,3 persen) petugas setuju bahwa telah memahami Pelayanan sesuai Ketentuan SPM Rehabsos, dan hanya sebagian kecil (8,7 persen) yang tidak setuju bahwa telah memahami

Page 87: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

80 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Pelayanan sesuai Ketentuan SPM Rehabsos.

Kemudian dalam melayani PPKS harus selalu berpedoman pada SPM, pada diagram 17 berikut dapat dilihat sikap petugas dalam melayani PPKS.

Diagram 17. Pelayanan Berpedoman pada SPM Rehabsos

Data di atas menunjukkan bahwa responden petugas melayani PPKS berpedoman pada SPM rehabilitasi sosial paling banya responden petugas (60 persen) mengatakan setuju dan 32,5 persen sangat setuju dan selebihnya tidak setuju 6,9 persen dan sangat tidak setuju 0,6 persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar (92,5 persen) petugas dalam melaksanakan pelayanan terhadap PPKS selalu berpedoman pada SPM. Dan sebagian kecil (7,5 persen) melaksanakan pelayanan terhadap PPKS belum berpedoman pada SPM. Kemudian bagi petugas yang melaksanakan tugasnya dengan baik akan mendapatkan apresiasi. Pada diagram 18 berikut dapat dilihat seberapa banyak petugas yang mendapatkan apresiasi.

Diagram 18. Mendapat Apresiasi dalam Melaksanakan Tugas

Page 88: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

81Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Data di atas menunjukkan bahwa responden pernah mendapatkan apresiasi dalam melaksanakan tugas. Sebagian besar mengatakan setuju (56,3 persen) dan sangat setuju (13,1 persen). Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar petugas (69,4 persen) setuju mendapatkan apresiasi dalam melaksanakan tugasnya. Dan sebagian lagi (30,7 persen) tidak setuju atau belum mendapatkan apresiasi dalam melaksanakan tugas. Hal ini dapat dipahami karena untuk mendapatkan apresiasi dalam melaksanakan tugas terkait dengan prestasi atau nilai kerja yang diperoleh oleh petugas tidak mudah.

Kondisi ini juga terkait dengan komitmen petugas dalam melaksanakan petugas. Berikut pada diagram 19 dapat dilihat komitmen petugas dalam menjalankan tugas nya

Diagram 19. Komitmen Melaksanakan Tugas sesuai SPM Rehabsos

Data di atas menunjukkan bahwa responden memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas sesuai SPM Rehabilitasi Sosial yang dikatakan setuju oleh 59,4 persen petugas dan sangat setuju 37,5 persen. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar setuju (96,9persen) bahwa petugas memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas sesuai dengan SPM. Sedangkan sebagian kecil (3,1persen) tidak setuju bahwa petugas melaksanakan tugas sesuai dengan SPM. Kemudian sebagian petugas tetap melaksanakan tugas walaupun tidak terlihat oleh pimpinannya. Seperti terlihat pada diagram 20 berikut.

Page 89: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

82 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 20. Melaksanakan Tugas tanpa Dilihat Pimpinan

Data di atas menunjukkan bahwa sebagian responden petugas (68,1persen) mengatakan melaksanakan tugas walaupun tidak dilihat oleh pimpinan dan sebagian mengatakan setuju (30 persen). Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden petugas (98,1 persen) setuju bahwa petugas tetap melaksanakan tugasnya walaupun tidak dilihat oleh pimpinannya. Dan sebagian kecil tidak setuju 1,3 persen dan sangat tidak setuju 0,6 persen atau 1,9 persen tidak setuju bahwa petugas tetap melaksanakan tugasnya walaupun dilihat pimpinan.

Diagram 21 dibawah menggambarkan presentase disposisi sikap pegawai panti terkait pelaksanaan SPM. Sebanyak 90 persen petugas panti telah memiliki sikap yang baik yang mengikuti SPM dan sebagian kecil (10 persen) petugas panti masih belum bisa berperilaku sesuai SPM.

Diagram 21. Total Disposisi Sikap

Page 90: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

83Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

4) Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi diperlukan dalam penyelenggaraan suatu instansi pemerintahan. Gunanya untuk mengatur jalannya suatu system agar bisa berjalan dengan baik. Dibawah ini adalah data yang didapat dari responden petugas panti yang mencoba menggali bagaimana pendapat mereka dalam melaksanakan tugas dibawah aturan suatu birokrasi.

Diagram 22. Pelaksanaan tugas sesuai dengan perintah pimpinan

Diagram di atas menunjukkan bahwa kategori sangat setuju sebesar 45 persen, setuju 52,5 persen, bahwa petugas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan perintah pimpinan. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden petugas (97,5 persen) petugas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan perintah pimpinan. Hanya sebagian kecil yaitu 2,5 persen tidak setuju bahwa petugas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan perintah pimpinan, ini menunjukkan mereka dalam melaksanakan tugas tidak sesuai dengan perintah pimpinan mengindikasikan bahwa bawahan kurang patuh dalam melaksanakan tugas sesuai dengan perintah pimpinan sebagai atasannya.

Kemudian pelaksanaan tugas semestinya harus sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan. Pada diagram berikut dapat dilihat tanggung jawab dan kewenangan petugas.

Page 91: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

84 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram 23. Pelaksanaan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan

Pada diagram 23 dapat dilihat bahwa sebagian besar sangat setuju ( 62,5) dan setuju (35,6). Ini berarti bahwa sebagian besar responden petugas (98,1 persen) petugas mengatakan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan. Dan hanya sebagian kecil (1,9 persen) yang tidak setuju bahwa dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan.

Kemudian diagram berikut menggambarkan petugas bekerja sesuai dengan uraian tugas.

Diagram 24. Bekerja sesuai dengan uraian tugas

Demikian halnya dengan diagram di atas, bekerja sesuai dengan uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya menunjukkan jawaban yang cukup besar nilainya. Jawaban yang sangat setuju terhadap pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugas sebesar petugas (53,8 persen), kemudian yang menjawab setuju sebesar 42,5 persen. Dapat dikatakan bahwa sebagian

Page 92: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

85Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

besar responden petugas (96,3 persen) mengatakan bekerja sesuai dengan uraian tugas. Dan sebagian kecil (3,7 persen) tidak setuju petugas bekerja sesuai dengan uraian tugas. Bekerja sesuai dengan rencana merupakan sesuatu yang akan dicapai sesuai tujuan yang diharapkan. Dengan perencanaan, pekerjaan yang dilakukan akan lebih terarah dan terencana sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Namun sebaliknya bekerja tanpa perencanaan akan sulit untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Diagram 25. Pelaksanaan rehabsos sesuai dengan SOP panti

Kemudian dalam pelaksanaan rehabsos sesuai dengan SOP panti yang mengatakan sangat setuju (51,3 persen)dan setuju (46,9 persen).Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar petugas (98,2 persen) setuju bahwa melaksankan rehabsos sesuai dengan standar operasional prosedur panti. Dan hanya sebagian kecil (1,9 persen) yang tidak setuju bahwa melaksankan rehabsos sesuai dengan standar operasional prosedur panti . Ini mengindikasikan bahwa petugas dalam melaksanakan rehabilitasi sosial mengacu pada SOP panti. Sedangkan selebihnya petugas dalam melaksanakan rehabilitasi sosial tidak mengacu pada SOP panti.

Diagram 26. Selalu berkoordinasi dalam pelaksanaan tugas

Page 93: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

86 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Diagram di atas menunjukkan Sebagian besar petugas (52,5 persen) sangat setuju selalu berkoordinasi dalam melaksanakan rehabsos dan 45,0 persen setuju bahwa selalu berkoordinasi dalam melaksanakan rehabsos.Hal ini dikatakan bahwa sebagian besar setuju bahwa dalam melaksanakan rehabsos selalu berkoordinasi, hanya sebagian kecil (2,5persen) yan tidak setuju bahwa sebagian besar setuju bahwa dalam melaksanakan rehabsos selalu berkoordinasi.

Dalam diagram 27 dibawah, persentase total struktur birokrasi panti sebanyak 98 persen telah memadai dalam mendukung pelaksanaan SPM, dan sisanya sebanyak 2 persen masih belum memadai dalam pelaksanaan SPM.

Gambar 27. Total Struktur Birokrasi dalam Pelaksanaan SPM

Dari data yang didapatkan dilokasi penelitian, secara keseluruhan pelaksanaan SPM di panti rehabilitasi sosial adalah sebagai berikut :

Diagram 28. Total pelaksanaan SPM didalam panti

Page 94: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

87Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Dalam diagram 28 diatas, menunjukkan persentase total pelaksanaan SPM di dalam panti sebesar 89 persen telah melaksanakannya dengan baik, dan sebanyak 11 persen masih belum baik.

5) Hasil diskusi kelompok terfokus (FGD)

Sementara itu dari hasil diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan OPD terkait, seperti Sekretaris Daerah atau yang mewakili, Bappeda, BKD, BPSDM, Birotapem, Dinas Sosial Propinsi, dan Panti, didapat data faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan SPM bidang rehabillitasi sosial serta bagaimana strategi tindak lanjut yang akan mereka laksanakan dalam mengimplementasikan SPM sesuai dengan yang telah ditentukan.

a. Faktor pendukung dan penghambat

Dalam melakukan pelayanan sosial didalam panti tentunya ditemui berbagai hambatan dan dukungan, apalagi bila ingin menerapkan SPM bidang rehabilitasi sosial. Dibawah ini diuraikan hasil FGD terkait faktor pendukung dan penghambat sebagai berikut :

Faktor Pendukung

- SPM sudah terakomodir dan tercantum dalam dokumen perencanaan daerah mulai dari RPJMD, Renja dan Rensta di semua Dinas Sosial Provinsi.

- Pada beberapa Pemerintah Daerah Provinsi telah memiliki regulasi yang mendukung implementasi SPM di provinsi diantaranya provinsi Jawa Tengah (Pergub No. 16 th 2019 ttg Pedoman Pembentukan Tim Penerapan SPM, Keputusan Gubernur No. 400 /118 Tahun 2019 tentang Tim Koordinasi Pelaksanaan Penerapan SPM dan Keputusan Setda (sedang proses) tentang Pembentukan Sekretariat Tim Penerapan Standar Pelayanan Minimal). Dari data yang didapat pada delapan lokasi penelitian, provinsi Jawa Tengah dapat dijadikan contoh dalam penyediaan regulasi dalam mengatur pelaksanaan SPM.

- Implementasi SPM bidang rehabilitasi sosial di provinsi pada dasarnya sudah dilaksanakan , hal ini disebabkan karena panti-panti sosial di daerah telah melaksanakan rehabilitasi sosial

Page 95: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

88 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

sesuai dengan SOP. Pelayanan sosial dengan SPM dalam tahap sekarang minimal sudah mengacu kepada Permensos no. 16 tahun 2019.

- Komitmen daerah khususnya pemerintah daerah provinsi cukup mendukung terhadap implementasi SPM di Provinsi

Faktor penghambat

- Ketersediaan SDM yang masih kurang di semua lokasi penelitian, terutama Pekerja Sosial yang menjadi sumber daya penting dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti. Ketersediaan SDM yang ada serta beban kerja dalam memberikan pelayanan sosial kepada PPKS masih belum porposional.

- Data PPKS (khususnya yang menjadi sasaran SPM seperti anak terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang disabilitas terlantar serta gelandangan pengemis) belum tersedia dengan baik dan tidak ter-update.

- Pemenuhan hak dasar masih belum optimal, terutama di Panti Sosial PGOT Mardi Utomo dan Panti Sosial PGOT Lembang, khusus untuk PPKS gelandangan pengemis belum dapat mengakses pada kebutuhan memperoleh NIK/KTP, karena masih ada kesulitan dalam pengurusan adminduk di Dinas Catatatan Sipil.

- Sarana prasarana panti belum sesuai dengan standar nasional rehabilitasi sosial dan standar teknis SPM bidang Sosial seperti yang tercantum dalam Permensos no. 9 tahun 2018.

- Pembinaan dan pengawasan belum dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Dalam hal ini unit teknis (Ditjen Rehabilitasi Sosial, Badiklit / Pusdiklat/Balai Besar Diklat Kesos dan Inspektorat Jenderal).

Belum ada prosedur dan mekanisme yang jelas di dalam SPM bidang rehabilitasi sosial terkait pasca pelayanan rehabilitasi sosial dasar bagi PPKS yang harus melanjutkan ke layanan berikutnya

b. Strategi strategi tindak lanjut rehabilitasi sosial berdasarkan SPM

Menyusun strategi dalam pelaksanaan pelayanan didalam panti yang akan datang perlu strategi yang matang, agar pelayanan yang diberikan bermanfaat. Adapun strategi tindak lanjut rehabilitasi

Page 96: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

89Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

sosial berdasarkan SPM yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial maupun OPD terkait adalah sebagai berikut:

1) Kelembagaan

- Pada saat SPM belum dilaksanakan sepenuhnya, maka mensiasasti dengan cara menggabungkan layanan dalam satu lembaga/panti.

- Membentuk satuan pelayanan yang bertujuan untuk memperluas jangkauan pelayanan dan proses layanannya sesuai dengan panti.

- melakukan pendampingan dan pelayanan terpadu- meskipun PERDA/Pergub tentang pelaksanaan SPM belum

ada dapat dibentuk lembaga ad hoc yang diketuai oleh sekda dan memiliki tugas sebagai coordinator pelaksanaan SPM yang dilaksanakan oleh masing OPD didaerah.

- Evaluasi pelaksanaan SPM melibatkan semua orang termasuk Kemensos OPD terkait.

- Melaksanakan sinergitas antar OPD2) Perencanaan dan anggaran

- Memasukkan SPM kedalam visi misi Dinas Sosial- Menargetkan percepatan penerapan SPM didaerah paling

lama 5 tahun- Memasukkan SPM kedalam dokumen anggaran baik

RPJMD, apabila tidak direalisasikan masuk ke RPJMD, maka dimasukkan dalam RKPD (Rencana Kerja Penganggaran Dinas) / renstra dinas.

- Mengusulkan tambahan anggaran melalui dana CSR- pembuatan regulasi pendukung implementasi SPM

rehabilitasi sosial.- penyiapan data-data pendukung yang valid, seperti data

PPKS di panti misalnya bukti kependudukan sebagai salah satu hak sipil PPKS.

- Memaksimalkan kerjasama dan anggaran kabupaten / kota3) Sumber Daya Manusia

- Menambah formasi yang disesuaikan dengan persyaratan peraturan perundang undangan dan berdasarkan ANJAB dan ABK

Page 97: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

90 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

- Mengakomodir tenaga alumni-alumni kesejahteraan sosial dan purna bakti sebagai tenaga kontrak di panti.

- Melakukan Kerjasama lintas OPD dan lembaga lain untuk mengakomodasi ketersediaan tenaga pendukung, contohnya tenaga dokter, perawat, ahli gizi, instrukutur,

- Menyiapkan Data dukung tentang kebutuhan pekerja sosial professional di panti

- Menjaga kualitas tenaga kesejahteraan sosial khususnya pekerja sosial melalui pelaksanaan diklat dan bimtek yang dilaksanakan oleh BPSDM.

4) Pembinaan dan pengawasan

- Membentuk lembaga ad hoc untuk mengawasi implementasi SPM di daerah yang diketuai oleh Sekda (Kalsel)

- Duduk bersama semua perangkat daerah untuk mereview dokumen perencanaan agar semua anggran dipenuhi

B. PEMBAHASAN

1. Implementasi SPM Di Panti Sosial

Pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti sebagai upaya dari Pemerintah Provinsi untuk mengintegrasikan kembali PPKS (anak terlantar, lansia terlantar, disabilitas terlantar dan gelandangan pengemis) ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara membantu mereka agar mampu menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti bertujuan untuk memulihkan kembali kemauan dan kemampuan mereka agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Legalitas pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana tercantum dalam UU no 23 tahun 2014, jelas mengamanatkan bahwa pemda provinsi memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan rehabilitasi sosial dalam panti, Pelaksanaan rehabilitasi sosial tersebut tentunya sudah harus menyesuaikan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagaimana telah diatur melalui Peraturan Presiden no 2 tahun 2018. Kebijakan ini menjadi konsekuensi pemerintah daerah Provinsi setempat untuk melaksanakan rehabilitasi sosial dalam panti sesuai dengan SPM dimaksud. Untuk menjawab sejauhmana implementasi SPM telah dilaksanakan oleh panti sosial,

Page 98: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

91Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

perlu menelusuri melalui empat unsur, yakni komunikasi, sumber daya, disposisi sikap dan struktur birokrasi yang berlangsung dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti.

a. Komunikasi tentang SPM Rehabilitasi sosial.

Agar implementasi kebijakan tentang rehabilitasi sosial menjadi efektif, maka informasi tentang SPM perlu dikomunikasi kepada petugas di panti sosial. Hasil penelitian mendapati ada 85 persen responden menyatakan informasi terkait SPM telah mereka dapat melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan didalam panti. Selain itu menurut responden, panti telah berupaya memperbaiki pelayanan rehabilitasi sosial dalam panti supaya mendekati dengan ketentuan yang tercantum dalam SPM.

Bila dianalisis data dari hasil pengumpulan data tentang implementasi SPM pada panti-panti di lokasi penelitian, didapati persentase persepsi yang tinggi pada petugas di panti mengenai pelaksanaan SPM. Seperti menurut Kottler (1993) persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.  Persepsi seseorang terbentuk berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas dapat menyebabkan pemahaman dan persepsi seseorang tentang sesuatu menjadi berbeda dengan orang lain. Dalam hal ini para petugas di Panti boleh jadi kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dan lengkap mengenai pelaksanaan SPM sehingga mereka mempersepsi apa yang mereka alami dan rasakan hanya terbatas dalam konteks panti mereka.

b. Sumberdaya

Hasil penelitian mendapati ada 83 persen responden menyatakan sumberdaya dalam pelaksana SPM telah terpenuhi. Implementasi SPM yang sudah dikomunikasikan kepada petugas panti sosial, dapat berhasil jika didukung oleh sumberdaya yang memadai. Sumber daya dimaksud meliputi sumber daya manusia,

Page 99: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

92 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

anggaran, dan sarana prasarana. Sumber daya manusia meliputi pengasuh, pekerja sosial, maupun staf penunjang lainnya. Petugas yang bertanggungjawab dalam melaksanakan rehabilitasi sosial pada masing-masing panti sosial menurut pandangan responden telah memadai. Formasi petugas panti sosial telah sesuai dengan beban kerja mereka, Namun menurut pejabat yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan panti sosial, formasi tersebut masih perlu disesuaikan dengan persyaratan peraturan perundang-undangan dan berdasarkan analisa jabatan (ANJAB) dan analisa beban kerja (ABK). Selama ini staf di panti sosial berperan sebagai pengasuh, sekaligus sebagai tenaga pembimbing klien saat berkegiatan, sehingga sering terjadi rangkap jabatan.

Untuk tenaga penunjang pada semua panti sosial telah menyediakan tenaga kesehatan seperti Dokter, bahkan memiliki anggaran tersendiri untuk setiap kunjungan ke panti sosial. Panti sosial melakukan kerjasama dengan instansi terkait untuk mengakomodasi ketersediaan tenaga pendukung, seperti tenaga dokter, perawat, ahli gizi, instruktur. Selain itu ketersediaan Pekerja Sosial masih kurang dan bahkan belum tersedia di seluruh panti sosial. Panti sosial sebagian besar menggunakan tenaga kesejahteraan sosial. Sehingga pengetahuan dan ketrampilannya harus selalu diperbaharui melalui bimbingan teknis atau pendidikan dan pelatihan (diklat).

Sarana prasarana pada masing-masing panti sosial cukup memadai. Hal ini dapat dilihat berdasarkan ratio peruntukkannya. Untuk satu kamar di masing-masing panti sosial, ratio peruntukkannya 1 (satu) berbanding 6 (enam) orang penghuni. Demikian halnya peruntukkan KM/toilet, rata-rata ratio peruntukkan pada masing-masing panti sosial 1 berbanding 7 orang. Hal tersebut sudah dengan memperhatikan pemisahan kamar dan KM/Toilet berdasarkan jenis kelamin. Namun demikian, pada beberapa panti sosial masih ditemukan terbatasnya anggaran pemeliharaan tempat tidur. Fasilitas lainnya yang disediakan oleh panti sosial adalah penyediaan alat bantu dan fasilitasi layanan kesehatan.

Page 100: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

93Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

Sebagian besar panti sosial telah menyediakan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan PPKS. Sementara untuk fasilitas pelayanan kesehatan, sebagian besar panti sosial telah memiliki akses pelayanan kesehatan dasar bahkan memiliki kerjasama dengan berbagai pusat kesehatan maupun Rumah Sakit. Demikian halnya penyediaan sandang bagi PPKS berupa pakaian seragam dan olah raga pada masing-masing panti sosial sudah menyediakan minimal 1 atau 3 pasang pakaian.

Sumber daya anggaran, sebagian besar panti sosial telah merencanakan angggaran untuk rehabilitasi sosial dan menjadi bagian dari Rencana Kerja Daerah. Meski dalam beberapa hal, masih terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pembelian kelengkapan keterampilan, pemeliharaan sarana prasarana, seperti untuk tempat tidur, biaya untuk kepentingan kegiatan bimbingan. Selain itu masih ditemukan variasi jumlah anggaran untuk pemberian permakanan bagi setiap orang/klien.

c. Disposisi sikap

Agar implementasi SPM dapat berjalan efektif, maka para penentu kebijakan dalam hal ini pihak Dinas Sosial Provinsi setempat selayaknya mengetahui apa yang harus mereka tampilkan dalam memahami sikap dari pelaksana pelayanan rehabilitasi sosial didalam panti. Demikian pula sebaliknya, para petugas pelaksana pelayanan rehabilitasi sosial didalam panti juga harus bisa menempatkan sikapnya yang profesional. Hasil penelitian menunjukkan ada 90 persen responden yang menampilkan sikap yang baik dalam melengkapi pelaksanaan SPM di dalam panti. Petugas bekerja menyatakan telah memahami pelayanan sesuai Ketentuan SPM Rehabsos, melaksanakan pelayanan berpedoman pada SPM Rehabsos, mendapat apresiasi dalam melaksanakan tugas, berkomitmen melaksanakan tugas sesuai SPM rehabsos, dan mereka melaksanakan tugas tanpa dilihat pimpinan.

Kondisi ini menunjukkan petugas memiliki disposisi sikap tinggi dalam melakukan tugas. Hal ini nampak pada pemberian

Page 101: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

94 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

kegiatan baik bimbingan fisik, mental, spiritual maupun kehidupan sehari-hari sudah menjadi bagian dari pekerjaan mereka. Namun pandangan yang baik dari petugas terhadap pelaksanaan rehabilitasi sosial di Panti boleh jadi kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dan lengkap mengenai pelaksanaan SPM sehingga mereka mempersepsi apa yang mereka alami dan rasakan hanya terbatas dalam konteks panti mereka.

d. Struktur birokrasi

Sebagai bagian penting untuk keberlangsungan kebijakan yang masih dianggap baru, maka dalam melaksanakan rehabilitasi sosial para pelaksana panti perlu untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut. Hasil penelitian menunjukkan 98 persen responden ada dalam struktur birokrasi yang mendukung pelaksanaan SPM rehabsos. Responden mengatakan telah melaksanakan tugas sesuai dengan perintah pimpinan, sesuai dengan tanggungjawab dan kewenangan, sesuai dengan uraian tugas, sesuai dengan SOP, dan selalu berkoordinasi.

Dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial, petugas pada umumnya mengikuti SOP yang selama ini berlaku, mereka bekerja sesuai dengan tanggungjawab dan kewenangannya. Namun SOP yang selama ini dilaksanakan, senyatanya harus menyesuaikan dengan kebijakan baru tentang SPM rehabilitasi sosial, agar implementasi SPM dapat terlaksana secara optimal.

Bila dianalisis data dari hasil pengumpulan data tentang implementasi SPM pada panti-panti di lokasi penelitian, didapati persentase persepsi yang tinggi pada petugas di panti mengenai pelaksanaan SPM. Seperti menurut Kottler (1993) persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.  Persepsi seseorang terbentuk berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang bersangkutan. Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas dapat menyebabkan pemahaman dan persepsi seseorang tentang

Page 102: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

95Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

sesuatu menjadi berbeda dengan orang lain. Dalam hal ini para petugas di Panti boleh jadi kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dan lengkap mengenai pelaksanaan SPM sehingga mereka mempersepsi apa yang mereka alami dan rasakan hanya terbatas dalam konteks panti mereka.

2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi SPM

Faktor Pendukung- SPM sudah terakomodir dan tercantum dalam dokumen perencanaan

daerah mulai dari RPJMD, Renja dan Rensta di semua Dinas Sosial Provinsi.

- Pada beberapa Pemerintah Daerah Provinsi telah memiliki regulasi yang mendukung implementasi SPM di provinsi diantaranya provinsi Jawa Tengah (Pergub No. 16 th 2019 ttg Pedoman Pembentukan Tim Penerapan SPM, Keputusan Gubernur No. 400 /118 Tahun 2019 tentang Tim Koordinasi Pelaksanaan Penerapan SPM dan Keputusan Setda (sedang proses) tentang Pembentukan Sekretariat Tim Penerapan Standar Pelayanan Minimal). Dari data yang didapat pada delapan lokasi penelitian, provinsi Jawa Tengah dapat dijadikan contoh dalam penyediaan regulasi dalam mengatur pelaksanaan SPM.

- Implementasi SPM bidang rehabilitasi sosial di provinsi pada dasarnya sudah dilaksanakan , hal ini disebabkan karena panti-panti sosial di daerah telah melaksanakan rehabilitasi sosial sesuai dengan SOP. Pelayanan sosial dengan SPM dalam tahap sekarang minimal sudah mengacu kepada Permensos no. 16 tahun 2019.

- Komitmen daerah khususnya pemerintah daerah provinsi cukup mendukung terhadap implementasi SPM di Provinsi

Faktor penghambat- Ketersediaan SDM yang masih kurang di semua lokasi penelitian,

terutama Pekerja Sosial Medis dan Pekerja Sosial yang menjadi sumber daya penting dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial dalam panti. Ketersediaan SDM yang ada serta beban kerja dalam memberikan pelayanan sosial kepada penerima manfaat masih belum porposional.

Page 103: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

96 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

- Data PPKS (khususnya yang menjadi sasaran SPM seperti anak terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang disabilitas terlantar serta gelandangan pengemis) belum tersedia dengan baik dan tidak ter-update.

- Pemenuhan hak dasar masih belum optimal, terutama di Panti Sosial PGOT Mardi Utomo dan Panti Sosial PGOT Lembang, khusus untuk penerima manfaat gelandangan pengemis belum dapat mengakses pada kebutuhan memperoleh NIK/KTP, karena masih ada kesulitan dalam pengurusan adminduk di Dinas Catatatan Sipil.

- Sarana prasarana panti belum sesuai dengan standar nasional rehabilitasi sosial dan standar teknis SPM bidang Sosial seperti yang tercantum dalam Permensos no. 9 tahun 2018.

- Pembinaan dan pengawasan belum dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Dalam hal ini unit teknis (Ditjen Rehabilitasi Sosial, Badiklit/ Pusdiklat/Balai Besar Diklat Kesos dan Inspektorat Jenderal).

- Belum ada prosedur dan mekanisme yang jelas di dalam SPM bidang rehabilitasi sosial terkait pasca pelayanan rehabilitasi sosial dasar bagi penerima manfaat yang harus melanjutkan ke layanan berikutnya

3. Strategi Tindak Lanjut Rehabilitasi Sosial Berdasarkan SPMa. Kelembagaan

Belum semua daerah memiliki regulasi sebagai dasar pelaksanaan SPM rehabilitasi sosial. Belum semua daerah memiliki panti berdasarkan SPM rehabilitasi sosial seperti panti lanjut usia, panti anak, panti disabilitas, dan panti gepeng. Minimnya pemahaman aparat OPD terkait SPM.

b. Perencanaan dan Anggaran

SPM belum masuk dalam dokumen perencanaan dan anggaran pada tahun berjalan, namun dianggarkan pada tahun berikutnya. Selain itu Pemda terlalu bergantung pada DAK untuk penyiapan sarana dan prasarana.

c. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya Manusia panti masih banyak yang belum terpenuhi secara kuantitas dan kualitas / kompetensi, namun panti mensiasatinya dengan menambah tenaga kontrak yang berasal

Page 104: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

97Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

dari sarjana kesejahteraan sosial dan purna bakti panti. Serta mengakomodasi ketersediaan tenaga pendukung panti dengan bekerjasama lintas OPD dan lembaga lain untuk tenaga seperti dokter, perawat, ahli gizi dan instruktur.

d. Pembinaan dan Pengawasan

Kementerian Sosial belum pernah melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan implementasi SPM.

Page 105: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

98 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

Data penelitian menunjukkan persepsi petugas panti mengenai pelaksanaan SPM prosentasenya tinggi (rata-rata diatas 80 persen). Walaupun hasil yang didapat tinggi tetapi tidak dapat disimpulkan petugas panti sepenuhnya memahami SPM. Ada hal yang harus jadi perhatian, dimana petugas panti sebagai responden hanya menilai berdasarkan persepsi personal. Para petugas boleh jadi kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dan lengkap mengenai pelaksanaan SPM sehingga mereka hanya mempersepsi sesuai dengan pelaksanaan tugas sehari-hari di panti (business as usual).

Perbandingan data antara panti-panti yang menjadi lokasi, menunjukkan pelaksanaan SPM yang satu dengan panti yang lain tidak jauh berbeda, namun belum bisa disimpulkan telah memenuhi SPM karena belum tersedianya Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) oleh Kementerian Sosial. Selama ini, panti-panti yang menjadi lokasi penelitian telah berupaya menyediakan pelayanan baik sarana, prasarana pada penerima pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) dengan sebaik mungkin. Bahkan di delapan provinsi lokasi penelitian alokasi anggaran rehabilitasi sosial baik yang diklaim sesuai SPM ataupun tidak mengalami peningkatan dari tahun 2019 ke tahun 2020.

Selain itu komunikasi antar petugas panti, sumber daya manusia, sarana prasarana cukup mendukung kegiatan rehabilitasi sosial yang berpedoman pada SPM, meski keberadaan pekerja sosial masih terbatas. Ada beberapa aspek pemenuhan hak dasar misalnya pada gelandangan pengemis, anak dan lanjut usia masih belum terpenuhi. Implementasi SPM dapat berjalan karena adanya dukungan dari struktur birokrasi pada masing-masing pemerintah. Adanya regulasi memberi konsekuensi pada penyediaan anggaran bidang sosial, termasuk pada rehabilitasi sosial dalam panti. Selain itu perhatian pemerintah daerah dengan

Page 106: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

99Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

memasukkan agenda pembhasan SPM di kesempatan-kesempatan penting seperti dalam Musrenbang, dengar pendapat dengan DPRD, memasukkan dalam Renja, dll.

Terbatasnya Pekerja Sosial pada masing-masing panti menjadi factor penghambat penerapan SPM. Selain itu belum tersedia data base tentang PPKS (anak terlantar, disabilitas terlantar, lansia terlantar, gepeng) yang ter up-date untuk menjadi landasan bagi capaian pelayanan sosial. Factor penghambat lain yaitu masih terbatasnya pembinaan dan pengawasan bagi pelaksanaan rehabilitasi sosial, sehingga tidak dapat diketahui sejauh mana capaian dari pelaksanaan rehabilitasi sosial ini. Kondisi tersebut perlu menjadi perhatian agar implementasi SPM dapat dilaksanakan secara optimal.

Selain itu penyediaan data, sarana prasarana, SDM, regulasi, komitmen, pembinaan dan pengawasan belum maksimal bahkan belum dilaksanakan. Kerena SPM rehabilitasi sosial di panti baru mengacu pada SOP daerah dan belum mengacu sepenuhnya pada Permensos nomor 16 tahun 2019 tentang standard rehabilitasi sosial nasional. Padahal Permensos ini merupakan salah satu NSPK yang dapat mendukung pelaksanaan SPM di panti sosial provinsi.

Kesimpulan yang dapat diambil dari data hasil penelitian, secara umum pemerintah daerah yang menjadi lokasi penelitian pada tahun 2019 masih berada pada tahap persiapan mengimplementasikan SPM bidang sosial khususnya rehabilitas sosial.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan yang didapat dari lapangan, ada beberapa rekomendasi diajukan oleh peneliti sebagai berikut:

Kelembagaan

Kementerian sosial

– Mengadakan sosialisasi tentang SPM Rehabilitasi Sosial secara menyeluruh

Pemerintah Daerah

– Memperkuat komitmen dalam penyelenggaraan SPM bidang sosial dengan menyusun regulasi seperti: Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur

Page 107: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

100 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

– Dinas Sosial, Menyediakan layanan panti-panti sosial yang sesuai dengan permasalahan daerah dengan memperhatikan Data Terpada Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data-data pendukung yang menjadi dasar pembentukan panti sosial;

Perencanaan dan Anggaran

Pemerintah Daerah (Dinas Sosial)

– Menyiapkan data-data pendukung seperti data PPKS dalam panti yang berdasarkan by name dan by address, DTKS, data proyeksi PPKS setiap tahun, data jumlah personil pekerja sosial dan tenaga pendukung untuk menjadi landasan dalam penyusunan anggaran setiap tahun;

– Menyiapkan alternatif sumber anggaran lain (non APBD/APBN) untuk mendukung implementasi SPM di panti, seperti dana CSR.

Sumber Daya Manusia

Kementerian Sosial

– Badiklitpensos melalui pusdiklat dan enam balai diklat didaerah melaksanakan bimbingan teknis secara berkala dan rutin pada SDM panti terkait pelaksanaaan pelayanan rehabilitasi sosial berdasarkan SPM.

Pemerintah Daerah Provinsi

– Dinas Sosial melakukan analisis kebutuhan pegawai berdasarkan data, analisis jabatan dan analisis beban kerja di panti.

– Komitmen pemerintah daerah melakukan perekrutan SDM sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja panti.

Pembinaan dan pengawasan

Kementerian Sosial

– Kementerian Sosial (cq. Ditjen Rehabilitasi Sosial) segera dan rutin melaksanakan pembinaan dan pengawasan di daerah. Serta melakukan pendampingan mulai dari perencanaan dan pelaksanaan.

Page 108: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

101Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

– Kementerian Sosial merancang untuk pengadaan fungsional pengawas sosial yang melekat pada Inspektorat Jenderal. Nantinya diharapkan menjadi bagian dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan SPM bidang sosial di daerah.

– Kemendagri membentuk pengawas internal pemerintah daerah.

Page 109: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

102 Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang SosialTerkait Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di dalam Panti

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ainur Rohman, dkk. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Malang: Program Sekolah Demokrasi.

Edwar III, George C. 2003. Implementasi Kebijakan Publik, Tranformasi Pemikiran George Edwards. Terjemahan oleh Hessel Nogos Tangkilisan. Penerbit: Kerjasama Lukman Offset & Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia.

H.A.S.Moenir. 2008.  Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hoogerwerf, A, 1978, Ilmu Pemerintahan, Terj.R.L.L. Tobing, Jakarta : Erlangga

Kotler, Phillip. (1995). Marketing Management Analysis, Planning, Implementation& Control. Prentice Hall Int.

Lijan Poltak Sinambela,dkk. 2008.  Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Manullang. 1985. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2006.  Manajemen Pelayanan, Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ripley, Randall. B., Franklin, Grace. A. 1990. Policy Implementation and Bureaucracy (Second Edition). The Dorsey Press : Chicago, Illnois.

Tachjan, H, 2008, Implementasi Kebijakan Publik, Bandung : AIPI.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Page 110: IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/4a8d00d83fba581dc9... · 2020. 7. 15. · IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

Menindaklanjuti regulasi ini, maka disusunlah Peraturan Pemerintah Nomor. 2 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018 yang membagi urusan antara pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota) dalam hal melaksanakan layanan rehabilitasi sosial kepada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS). Kebijakan ini diperkuat dengan keluarnya Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2019 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial.

tandar Pelayanan Minimal (SPM) terkait pelaksanaan Rehabilitasi Sosial di

Sdalam Panti Sosial merupakan upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan yang terbaik pada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial

(PPKS) agar pada saat berada didalam panti mendapatkan layanan sesuai standar yang telah ditetapkan, dan diakhir pelayanan bisa kembali berfungsi sosial dengan baik. Terbitnya Undang Undang No. 23 tahun 2014 memberikan wewenang pada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan SPM bidang sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan SPM rehabilitasi sosial di panti, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat, dan mengidentifikasi strategi tindak lanjut yang digunakan agar SPM dapat diimplementasikan dengan baik didalam Balai / Loka / Panti.

Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) di dalam Balai / Loka / Panti yang dimaksud adalah anak terlantar, lanjut usia terlantar, disabilitas terlantar dan gelandangan dan pengemis. Saat dilaksanakan penelitian ditemukan semua Balai / Loka / Panti belum melaksanakan SPM, melainkan melaksanakan Strandar Operasional Prosedur (SOP) yang mereka buat sendiri berdasarkan situasi, kondisi dan kebutuhan internal. Balai / Loka / Panti masih dalam tahap mempelajari dan menyesuaikan SPM dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial.

Implementasi SPM perlu disosialisasikan dan didampingi dalam bentuk asistensi dan advokasi kebijakan agar pemahaman daerah optimal. Selain itu komitmen kepala daerah dan jajarannya sangat penting untuk melaksanakan kebijakan SPM berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018. Peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM tidak kalah penting dalam implementasi SPM ini. Peran Kementerian Sosial dalam melaksakan pembinaan dan pengawasan untuk memperkuat fungsi APIP baik pembina umum daerah, pembina teknis daerah serta APIP daerah perlu diperhatikan.