Implementasi sila pertama

21
IMPLEMENTASI SILA PERTAMA DIBIDANG RELIGI DI S U S U N OLEH KELOMPOK 5 : Della Yasinta Wira Putri Ana (140643053) Komang Sri Meiningsih (1406043065) Sherly ( 1406043066 ) Imanuel Efa Yabes Hulu ( 1406043068 ) Made Desi Sukmayanti (1406043073) Ni Luh Nyoman Ayu Mas Trisna Sari (1406043080) I Gusti Bagus Aditya Wira P. (1406043081)

Transcript of Implementasi sila pertama

Page 1: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA

DIBIDANG RELIGI

DI

S

U

S

U

N

OLEH

KELOMPOK 5 :

Della Yasinta Wira Putri Ana (140643053)

Komang Sri Meiningsih (1406043065)

Sherly ( 1406043066 )

Imanuel Efa Yabes Hulu ( 1406043068 )

Made Desi Sukmayanti (1406043073)

Ni Luh Nyoman Ayu Mas Trisna Sari (1406043080)

I Gusti Bagus Aditya Wira P. (1406043081)

Page 2: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 2

KATA PENGANTAR

puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun tugas lapangan tentang

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA(KETUHANAN YANG MAHA ESA) DI BIDANG

RELIGI . Sesuai dengan hasil yang diperoleh dari pemikiran dan pengolahan sumber informasi

yang kami dapat. baik dari internet maupun dari sumber refrensi buku-buku dan wawancara dari

narasumber. Yang akhirnya di tulis dengan bentuk sebuah makalah ini. Maka, dengan adanya

makalah usaha ini. Harapan Kami mahasiswa ataupun siapa saja yang membaca dapat berfikir

kritis untuk ke depannya, serta memahami IMPLEMENTASI SILA PERTAMA(KETUHANAN

YANG MAHA ESA) DI BIDANG RELIGI,saat itu. Atas tersusunnya makalah ini, tidak lepas

pula dari jasa berbagai pihak yang terkait baik dalam proses penyusunan makalah ini,

Mudah – mudahan semua amal baik ini mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha

Esa. Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kesalahan dan

kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

Kami selaku penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi para Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayan atau pun

siapa saja yang membaca nya.

Page 3: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 3

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia

yang majemuk. Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya

mempelajari, mendalami dan mengembangkannya serta mengamalkan Pancasila dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Tingkatan-tingkatan pelajaran mengenai Pancasila yang dapat dihubungkan dengan tingkat-

tingkat pengetahuan ilmiah. Dengan pancasila terutama pertama yakni sila ketuhanan Yang

Maha Esa , bangsa indonesia dengan ini menyetakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenannya manusia indonesia percaya dan taqwa tehadaap

Tuhan Yang Maha Esa, Didalam kehidupan masyarakat indonesia di kembangkan sikap hormat

menghormati dan bekerja sama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut

kepercayaan yang berbeda-beda sehingga dapat selalu di bina kerukunan hidup di antara sesama

umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sadar bahwa agama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan

pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang di percayai dan di yakininnya.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Penerapan Nilai pancasila yang pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) Di bidang

Religi.

3. TUJUAN

1. Mengetahui itu pancasila

2. Mengerti dan memahami Bagaimana penerapan sila pertama di setiap agama.

Page 4: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 4

BAB II

PEMBAHASAN

Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari,

mendalami dan mengembangkannya serta

mengamalkan Pancasila dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Tingkatan-

tingkatan pelajaran mengenai Pancasila yang

dapat dihubungkan dengan tingkat-tingkat

pengetahuan ilmiah. Tujuan pendidikan Pancasila

adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk memupuk sikap dan perilaku yang

sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai

arti menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan.

Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini

menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila

dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya

semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.

Pancasila memiliki bentuk kesatuan yang utuh, pancasila merupakan kesatuan yang mutlak dan

pancasila merupakan unsur mutlak yanag membentuk kesatuan.

Dalam identifikasi sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa)di tempatkan pada urutan

yang paling atas karena bangsa indonesia meyakini segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan

akan kembali kepada-Nya. Agama merupakan sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan

atau dewa atau yang lain dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian

dengan kepercayaan tersebut. Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya

makhluk lain di ciptakan oleh penciptannya . pencipta itu adalah Tuhan dalam bahasa filsafat di

sebut dengan causa prima yang mempunyai hubungan yang di ciptakannya. Manusia sebagai

makhluk yang di ciptakan-Nya wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi

larangannya.Dalam konteks bernegara maka dalam masyarakat yang berdasarkan pancasila,

dengan sendirinnya menjamin kebebasan memeluk agama masing-masing . Dengan payung

Ketuhanan Yang Maha Esa itu maka bangsa indonesia mempunyai satu asas yang di pegang

teguh yaitu kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama masing-masing .

Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus di

laksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang di ciptakan oleh Tuhan , maka untuk menjamin

kebebasan tersebut di dalam pancasila seperti yang kita alami sekarang ini tidak ada paksaan

beragama atau memeuluk agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu

dalam masyarakat pancasila dengan sendirinnya agama di jamin berkembang dan tumbuh subur

dan konsekuensi di wajibkan adannya toleransi beragama.

Page 5: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 5

Jika di teliti secara , memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan di

luar alam yang ada ini atau adannya sesuatu yang bersifat adikodrati(diatas atau di luar yang

kodrat)dan yang transenden (yang mengatasi segala sesuatu ) sudah di pahami oleh bangsa

indonesia sejak dahulu. Sejak jaman nenek moyang sudah di kenal paham animisme, dinamisme

sampai paham politheisme . kekuatan itu terus saja berkembang di sunia sampai masuknnya

agama-agama hindu,budha,islam,nasrani, ke indonesia , sehingga kesadaran akan monotheisme

di masyarakat indonesia semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika rumusan sila pertama

pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

1. Arti dan Makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Pengakuan adannya causa prima (sebab pertama)yaitu Tuhan Yang Maha Esa

Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut

agamanya masing-masing

Tidak memaksa warga negara untuk beragama tetapi di wajibkan untuk memeluk agama

sesuai dengan hukum yang berlaku

Atheisme di larang hidup dan berkembang di indonesia

Menjamin berkembang dan tumbuh suburnnya kehidupan beragama, toleransi antara

umat dan dalam beragama

Negara memberi fasilitataor bagi tumbuh kembangnnya agama dan iman warga negara

dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama

Dengan sila ketuhanan Yang Maha Esa , bangsa indonesia dengan ini menyetakan

kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenannya manusia

indonesia percaya dan taqwa tehadaap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kepercayaannnya

masing- masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Didalam kehidupan

masyarakat indonesia di kembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara

pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga dapat

selalu di bina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang di

percayai dan di yakininnya, maka di kembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan dalam

menjalankan ibadah sesuai agama dan tidak memaksakan suatu agama itu kepada orang lain.

Dengan rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tersebut di atas tidak berarti bahwa

negara memaksa agama atas suatu kepercayaan terhadap Tuhan Yang MaHA Esa, sebab agama

dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, sehingga tidak

dapat di peksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu

sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya. Pancasila dan UUD

1945 menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah merupakan salah

satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asaai manusia, karena kebebasan agama itu

Page 6: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 6

langsung bersumber kepada martaba manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan

beragama bukan pemberian negara atau bukan pemberian golongan.

IMPLEMENTASI KETUHANAN YANG MAHA ESA BAGI AGAMA HINDU

Bagi agama Hindu penerapan Ketuhanan Yang Maha Esa, Penerapannya dengan cara

Sembahyang yang ritualnya disana menghormati kepada Yang Maha Esa(Umum) dan terkhususnya bagi Agama Hindu “Sang Hyang Widhi Wasa”.Dimana umat Hindu percaya dan

yakin akan adanya Tuhan, dan bertakwa kepada Beliau(Sang Hyang Widhi Wasa). Bagi Umat hindu tempat sembahyang di laksanakan Di pura.

Pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang widhi wasa dalam segala Prabawa(manifestasi-Nya) dan Atman Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur). Disamping di

pergunakan istilah Pura untuk menyebut tempat suci dan pemujaan, dipergunakan juga istilah Kahyangan atau Parhyangan.

Fungsi Pura adalah Tempat suci umat Hindu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan

Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabawa-Nya dan atau Atma Sidha Dewata dengan sarana upacara Yadnya sebagai perwujudan dari Tri Marga.

Pengelompokan Pura di Bali :

A. berdasarkan fungsinya digolonhkan menjadi dua kelompok :

1. Pura jagat yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabawa-NYA (manifestasi-Nya)

2. Pura kawitan yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci pemuja Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur)

B. Berdasarkan karakterisasi digolongkan menjadi empat kelompok :

1. Pura Kahyangan jagat yaitu pura tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabawa-Nya seperti Pura Sad Kahyangan dan Pura Jagat lainnya.

2. Pura Kahyangan Desa yaitu pura yang disungsung oleh Desa Adat. 3. Pura swagina (pura Fungsional) yaiyu pura yang penyiwinya terikat oleh ikatan

swaginanya(kekayaannya) yang mempunyai profesi sama dalam system mata

pencaharian Hidup seperti Pura Subak,pura melanting dan yang sejenisnya. 4. Pura Kawitan yaitu pura yang penyiwinya ditentukan oleh ikatan “wit” atau leluhur

berdasarkan garis kelahiran (genealogies), seperti sanggah/merajan, pretiwi,ibu,panti,dadia,batur,dadia,dalem Dadia, Dadia,Pedharman dan yang sejenisnya.

Panca Sradha

Dalam Agama Hindu lima pilar sebagai dasar keyakinan disebut Panca Sradha,

Panca artinya lima dan Sradha artinya Keyakinan terdiri dari :

1. Brahman artinya Umat Hindu percaya dan yakin akan adanya Tuhan Yang Maha Esa. 2. Atman artinya Umat hindu percaya dan yakin bahwa ada percikan-percikan keTuhanan

yang bersemayam dalam diri setiap mahluk hidup yang disebut Atman. 3. Karma Phala artinya Umat Hindu yakin dan percaya bahwa setiap perbuatan sekecil

apapun pasti ada akibatnya.

4. Punarbhawa artinya Umat Hindu percaya dan yakin bahwa setiap manusia akan mengalami kelahiran kembali (reinkarnasi) untuk menyempurnakan karmanya.

Page 7: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 7

Moksa artinya Umat Hindu percaya dan yakin akan adanya tujuan tertinggi kehidupan adalah

dalam rangka bersatunya Atman dengan Brahman.

1. Ajaran Tentang KeTuhanan

Tuhan Yang Maha Esa Menurut Hindu Dharma

Menurut Hindu Dharma, Tuhan hanya satu. Umat Hindu di Indonesia memberi Dia gelar Sang Hyang

Widhi Wasa ‘Widhi’ berarti takdir dan ‘Wasa’ artinya Yang Maha Kuasa. ‘Widhi Wasa’ berarti Yang Maha Kuasa, yang mentakdirkan segala yang

ada.1[6]

Dia juga disebut Bhatara Ciwa Pelindung Yang Tertinggi. Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Sebagai Sang Hyang Parameswara raja Termulia, Parama Wicesa, Maha Kuasa, jagat Karana pencita Alam dan lain-lainnya.

Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti), dalam aksara Ia disimbolkan dengan huruf ‘A’.

Sebagai pemelihara dan pelindung (Sthiti) ia disebut Wisnu dalam aksara disimbolkan huruf ‘U’. Sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada suber asalnya (Pralina) Ia bergelar Ciwa; sering juga disebut sebagai Icwara, sibolnya dalam aksara adalah huruf ‘M’.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pustaka suci Weda: “EKAM EVA ADWITYAM

BRAHMAN” , artinya: “hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya Adwityam Hyang Widhi itu itu “EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KACIT” artinya: “hanya satu Tuhan sama sekali

tidak ada duanya”.

Gelar Tuhan disebut dengan berbagai nama disebabkan sifat-sifat Sang Hyang Widhi Yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas. Sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas. Rsi-rsi agama Hindu hanya mampu

memberi sebutan dengan berbagai nama serta berbagai fungsinya. Yang paling utama ialah TRI SAKTI, yakni:

1. BRAHMA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pencipta, dalam

bahasa sansekerta disebut “UTPATTI”. 2. WISNU adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelindung,

pemelihara dengan segala kasih-sayangnya. Pelindung dalam bahasa sansekerta disebut “STHITI”.

3. SIWA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia serta

isinya dan mengembalikan dalam penyadaran ke asal.

TRI SAKTI ini mencipta, memelihara dan melebur semesta alam. Mereka menguasai ketiga hukum: lahir, hidup, dan mati serta seluruh makhluk, termasuk manusia. untuk dapat meresapkan

kemahakuasaan Hyang Widhi ini, agama Hindu memberikan simbol pada kekuatannya dalam ucapan aksara suci “OM”.2[7] Perkataan “OM” adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya, yaitu:

Aksara ‘A’ untuk menyimbolkan BRAHMA , Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pencipta.

Aksara ‘U’ untuk menyimbolkan WISNU, Hyang Widhi prabhawanya Maha Melindungi.

Aksara ‘M’ untuk menyimbolkan SIWA, Hyang Widhi dalam prabhawanya Maha Pelebur.

Suara ‘A’, ‘U’ dan ‘M’ ditunggalkan menjadi AUM atau OM.

Page 8: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 8

Dalam Agama Hindu, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa atau Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi kekuatan suci guna kesempurnaan

hidup makhluk. Dewa itu bukan Sang Hyang Widhi Wasa, Ia hanyalah sinarnya.

Kata ‘Dewa’ berasal dari bahasa sansekerta ‘DIV’, artinya Sinar (kata ini menjadi Day dan Divine dalam bahasa inggris). Tegasnya, Dewa berarti bersinar, sedangkan kata Bhatara adalah

prabhawa (manifestasi) kekuatan dari Sang Hyang Widhi untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya.

Kata ‘Bhatara’ berasal dari bahasa sansekerta ‘BHATR’ yang berarti pelindung, antara Dewa

dan Bhatara sering pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya Dewa Wisnu disebut juga Bhatara Wisnu karena beliau melindungi makhluk semesta.3[8]

Tripramana

Agama Hindu mengajarkan teori “TRIPRAMANA” yakni: tiga cara untuk mengetahui benar-benar adanya Tuhan Yang Maha Esa,4[9] yaitu dengan cara:

1. PRATYAKSA PRAMANA ialah dengan cara melihat langsung, mengenal Tuhan Yang Maha Esa hanya orang-orang sangat suci yang mungkin mengetahui Sang Hyang Widhi dengan cara melihat langsung, yaitu dengan cara Pratyaksa pramana.

2. ANUMANA PRAMANA ialah dengan cara analisa yang mudah-mudah saja. Umat Hindu percaya bahwa terdapatnya seluruh alam semesta tentu ada yang menciptakan,

yanki Sang Hyang Widhi. Apabila manusia mati tentu ada tempatnya bagi atman yang lepas dari badan. Inipun tentu adalah Sang Hyang Widhi.

3. AGAMA PRAMANA ialah denga cara mempercayai isi pustaka suci Agama Hindu.

Umpamanya kitab suci Upanisad menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah “telinga dari semua telinga; pikiran dari semua pikiran; ucapan dari segala ucapan; nafas dari segala nafas; mata dari segala mata”, dan lain sebagainya.

Adanya Sang Hyang Widhi

Maka dari itu, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa merupakan maha Sempurna dan tidak terbatas, karena itu manusia tidak dapat melihatnya. Walaupun manusia tidak dapat melihat Sang Hyang Widhi bukanlah Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai halnya bintang-bintang di

langit, tidak kelihatan pada siang hari tidak berarti bahwa bintang-bintang itu tidak ada atau ada hanya pada waktu malam saja. Justru karena mata manusia tidak mampu menembus sinar

matahari, maka dari itulah sebabnya tidak dapat melihat bintang-bintang di langit. Akan tetapi bintang-bintang itu tetap ada. Demikian pula lantaran manusia tidak dapat menembus kegelapan jiwanya. Maka tidak dapat pula melihat Sang Hyang Widhi, akan tetapi Sang Hyang Widhi pada

hakikatnya tetap ada. Umat beragama yang benar-benar melaksanakan kehidupan suci sesuai dengan petunjuk dan ajaran pustaka suci, niscaya akan melihat Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang

Maha Esa dengan terang. Tuhan Yang Maha Esa akan tampil dalam hati-sanubari para umat beragama dan jiwa yang suci lagi murni.

Tidak Berbentuk

Dalam pustaka suci Weda, disebutkan bahwa Sang Hyang Widhi tidak berbentuk, tidak

bertangan maupun berkaki, tidak berpancaindra, tetapi beliau dapat mengetahui segala sesuatu yang ada pada makhluk. Lagi pada Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang juga bertambah. Tegasnya Sang Hyang Widhi tidak berbentuk tetapi karena

kemuliaannya dapat mengambil wujud sesuai dengan keadaan untuk menegakan Dharma. Perwujudan ini dinamakan AWATARA.

Awatara

Page 9: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 9

Istilah Awatara adalah perwujudan Sang Hyang Widhi ke dunia dengan mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran-ajaran sucinya, beri tuntutan untuk membebaskan

manusia dari penderitaan dan angkara murka disebabkan kegelapan awidya.5[10]

Pustaka suci Bhagavadgita, Bab IV sloka 7 berbunyi:

“Manakala Dharma (kebenaran) mulai hilang

Dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela,

Saat itu, wahai keturunan Brata (arjuna),

Aku sendiri turun menjelma.

Ternyata apabila dunia dalam penderitaan dan dikuasai Adharma, maka Sang Hyang Widhi turun

ke dunia untuk menegakan Dharma. Dalam hal ini, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dalam maifestasinya sebagai Wisnu, telah menjelma ke dunia ini sebagai Awatara sebanyak Sembilan kali untuk menjelmakan dan menegakan Dharma. Dalam kitab suci Purana, ada

disebutkan DHASA AWATARA (Sepuluh Awatara)6[11] sebagai berikut:

1. MATYSA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi berbentuk ikan besar, telah menyelamatkan manusia dari banjir yang maha besar.

2. KURMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai kura-kura raksasa telah menupu dunia ini agar terhindar dari bahaya terbenam.

3. WARAHA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai seekor badak agung yang

telah menyelamatkan dunia dan mengait dunia dari bahaya terbenam NARASIMBA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi dalam bentuk manusia berkepala samba

(singa) telah menyelamatkan dunia dengan mebasmi kekejaman Raja Hirnyakasipu yang terkenal dengan lalim dan selalu menindas Dharma.

4. WAMANA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai orang

kerdil yang berpengengetahuan tinggi dan mulia, telah menyelamatkan dunia dengan mengalahkan Maharaja Bali yang selalu menginjak- injak Dharma dan kedaulatan negara.

5. PARASHURAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia bentuk Ramaparashu, yakni Rama yang bersenjata kapak telah menyelamatkan dunia dengan membasmi segenap kesatrya yang menyeleweng dari ajaran Dharma.

6. RAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagi Sri Rama, putra raja Dasharatha, telah menyelamatkan duina dengan membasmi Sang Rawana, raja

kelaliman dan keangkaramurkaan di negeri Alengka. 7. KRESNA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Sri Kresna ,

raja Dwarawati yang terkenal, telah membasmi raja Kangsa dan jarasada tokoh

kelaliman. 8. BUDDHA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Buddha

Gautama, putra raja Sudhodana yang lahir di kapilavastu, telah menyebarkan Dharma dan memberikan tuntunan kepada manusia untuk mencapai Nirwana.

10. KALKI AWATARA: penjelmaan terakhir Sang Hyang Widhi akan membasmi segala penghianat dan penyeleweng agama. KALKI akan turun ke dunia pada zaman Kali Yuda, yakni zaman

memuncaknya pertentangan. Menurut keyakinan umat Hindu, Awatara Kalki itu sekarang amsih belum lahir, namun pasti akan lahir untuk melenyapkan pertentangan-pertentangan keyakinan

itu.

Rsi—Acarya/Sulinggih

Disamping Awatara, dalam agama Hindu terdapat pula istilah ‘Rsi’ dan ‘Acarya’. Rsi adalah orang suci yang atas usahanya melakukan tapa yoga, semadi, memiliki kesucian dan dapat

menghubungkan dirinya kepada Sang Hyang Widhi dan sudah mencapai moksa, sehingga dapat

Page 10: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 10

melihat hal-hal yang lampau (atita), yang sekarang (wartamana) dan yang akan datang (anagata).7[12]

Para rsi berkewajiban memelihara, menuntun umat manusia dengan ajaran-ajaran Weda.

Awatara berbeda dengan Rsi, sebab yang satu turun dari atas sedangka yang lainnya dari bawah naik ke atas. Acarya berbeda pula dengan Rsi, sebab Rsi sudah melepaskan dir dari ikatan

keduniawian, sedangkan Acarya masih belum dapat melepaskan diri dari ikatan keduniawian, ia harus melakukan upacara keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.

2. SEMBAHYANG

Sembah yang adalah salah satu hakekat inti dari ajaran Hindu Dharma. Setiap orang yang mengaku beragama, ia pasti melakukan

sembahyang karena sembahyang menurut ajaran agama bersifat wajib atau harus.

Sembahyang intinya adalah iman atau percaya sehingga semua tingkah laku atau perbuatan, pikiran dan ucapan sebagai perwujudan dalam

bentuk “bhakti” hakekatnya bersumber pada unsur iman (sraddha) yang salah satunya

dengan cara sembahyang. Sembahyang terdiri atas dua kata, yaitu;

Sembah yang berarti o Sujud atau sungkem, yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dengan tujuan

untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik dengan

ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya sikap pikiran.

Hyang yaitu o Yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam pemujaan, yaitu : Ida Sang

Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak menerima penghormatan

menurut kepercayaan itu.

Didalam bahasa sehari-hari, orang bali sering juga menyebut kata sembahyang dengan sebutan:

Muspa, karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan dengan jalan persembahan kembang (puspa).

Mebakti, dinamakan demikian karena inti persembahan itu adalah untuk memperlihatkan

rasa bakti (bhakti) atau hormat setulus-tulusnya dengan cara mencakupkan kedua belah tangan atau cara lain yang dapat diartikan sama sebagai penyerahan diri setulus hati kepada yang dihormati atau Tuhan Yang Maha Esa.

Maturan, yang artinya menyampaikan persembahan dengan mempersembahkan apa saja yang merupakan hasil karya sesuai menurut kemampuan dengan perasaan tulus ikhlas,

seperti buah, kue, minuman dll.

Didalam bhagawadgita, yoga atau Samadhi dinyatakan sebagai salah satu bentuk persembahyangan yang dapat pula dilakukan oleh orang yang menganut ajaran sanatha dharma (hindu) dengan melakukan “tri sandhya”.

Sembahyang atau yadnya mempunyai fungsi dan kedudukan sangat penting dalam kehidupan beragama. Ini ditegaskan oleh kitab weda smerti sebagai berikut;

Page 11: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 11

“wedoditam swakam karma nityam kuryadatandritah, Taddhi kurwanyathasakti prapnoti paranam gatim” (Manawa Dharmasastra IV, 14)

Hendaknya tanpa kenal lelah melakukan yadnya yang ditentukan untuknya dalam weda, karena ia yang melaksanakan semua itu menurut kemampuan mencapai kedudukan kejiwaan paling

tinggi. Dengan menggariskan ketentuan yang ditegaskan adanya penyesuaian kemampuan menurut

kemampuan atau relative tidaklah mutlak untuk melakukan yadnya melebihi kemampuan karena

dengan melebihi kemampuan berarti bertentangan pula dengan weda. Demikian dijelaskan pengertian tentang "sembahyang" dalam Forum Diskusi Hindu Nusantara (Facebook), ref)

Sebelum melakukan sembahyang, setelah duduk dan situasi tenang, maka Mantram Penyucian Badan dan Sarana Sembahyang disebutkan sebagai awal dari persembahyangan.

Dalam tuntunan sembahyang melalui sebuah keyakinan yang bersumber pada sraddha kita

yang disebutkan sebagai berikut :

Makna dan Tujuan dari persembahyangan :

o Untuk menghormati dan mengagungkan kebesaran sifat Tuhan Yang Maha Esa, selaku pencipta dan penguasa alam semesta.

o Sebagai pengakuan diri bahwa pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang sangat lemah.

o Sebagai permohonan maaf dan pengampunan atas segala dosa yang pernah dilakukan dalam hidupnya.

o Menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas segala waranugraha-Nya.

o Memohon perlindungan-Nya agar dijauhkan dari segala bahaya maupun cobaan hidup.

o Menemukan suasana kedamaian lahir dan bathin.

Pura sebagai tempat sembahyang atau pemujaan kepada Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi kemahakuasaan-Nya.

Macam-macam Persembahyangan :

o Menurut waktu pelaksanaan. Nitya Kala, yaitu sembahyang yang dilaksanakan 3 (tiga) kali sehari.

Naimitika Kala, yaitu persembahyangan yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu.

o Menurut bentuk pelaksanaannya.

o Persembahyangan bersama dengan dipandu puja Sulinggih. o Persembahyangan bersama tanpa dipandu puja Sulinggih.

Persembahyangan perorangan.

Persyaratan Sembahyang o Persyaratan lahir (sakala, wahya) :

Bersihkan badan dengan mandi. Boleh juga mandi dengan air

kumkuman. Berpakaian yang bersih dah sopan.

Sarana persembahyangan yang dipakai supaya baik, misalnya : Bunga yang harum dan segar, dupa yang harum serta kwangen.

Tempat persembahyangan yang bersih dan bersuasana tenang.

o Persyaratan bathin (niskala, adyatmika) :

Rasa tulus ihklas dalam melaksanakan sembahyang. Kesadaran bathin yang luhur dan suci sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu :

suci dalam pikiran, suci dalam perkataan, dan suci dalam perbuatan.

Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa/Sanghyang Widhi Wasa secara pasrah dan utuh. Kesadaran melaksanakan sembahyang agar ditujukan pada jalan dharma, kesucian dan

kesejahtraan mahluk serta alam semesta.

Page 12: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 12

Meyakini ajaran Tat Twam Asi yakni memandang semua mahluk mempunyai hakikat yang sama.

o Asana dalam sikap Sembahyang

Sikap tangan. Sikap tangan pada waktu Tri Sandhya. Mengambil sikap Devapratistha atau

Amusti Karana yaitu kedua ibu jari tangan dipadukan dengan telunjuk tangan kanan (berbentuk “kojong”) atau kedua ibu jari tangan kanan dan kiri dipertemukan/ditempelkan sedangkan jari-jari tangan yang lain saliang

bertumpukan diatas ulu hati. Sikap tangan pada waktu melaksanakan kramaning sembah. Sikap tangan pada

waktu melaksanakan persembahyangan/kramaning sembah yaitu kedua belah telapak tangan dicakupkan dan diangkat keatas ubun-ubun.

Sikap badan pada waktu sedang sembahyang.

Bila memuja dalam sebuah Pura, Sanggah Pamrajan dan sebagainya dilakukan dengan cara duduk. Bagi kaum pria dengan sikap Padmasana (Silasana)

sedangkan sedangkan bagi kaum wanita dengan sikap Bajrasana (bersimpuh). Ada lagi sikap-sikap yang lain misalnya bagi yang sakit mengambil sikap Sawasana. Selanjutnya apabila kondisitempat tidak memungkinkan untuk duduk

maka dapat dilaksanakan dengan mengambil sikap Padasana (berdiri).

Sebagai salah satu kelengkapan sembahyang, penggunaan udeng disebutkan memiliki simbol ketuhanan dalam simpul yang "nunggal".

Demikianlah pengertian dan makna sembahyang kepada Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi kemahakuasaan-Nya agar menemukan suasana kedamaian lahir dan bathin.

Dalam melakukan persembahyangan, beberapa hal yang patut dilakukan,

Sikap duduk dalam memulai persembahyangan, baik itu tempat duduk, sikap dll sebagai awal dari persembahyangan.

Karasodhana | mensucikan pikiran terlebih dahulu sebelum melakukan persembahyangan.

PENERAPAN KETUHANAN YANG MAHA ESA BAGI AGAMA KRISTEN

(PROTESTAN, KATOLIK)

Penerapan ketuhanan yang Maha Esa pada sila

pertama bagi agama Kristen yaitu dengan cara percaya

kepada Tuhan yang memiliki tiga Kepribadian yaitu

Allah Bapa,Allah Putra,dan Allah Roh kudus

(Tritunggal). Umat Kristen pada umumnya melaksakan

ibadah/kebaktian di gereja dengan cara berdoa,memuji

tuhan(dengan cara bernyanyi lagu Rohani/Kidung Pujian)

dan mendengarkan firman (kitab suci Alkitab).

Umat Kristen di ajarkan untuk selalu bersyukur

dan mengutahakan Tuhan dari segalanya,dan taat terhadap perintah – perintah Allah, dan sujud

menyembah kepadaNya.

Page 13: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 13

Tempat ibadah umat Kristen dikenal dengan nama GEREJA, disana seluruh umat Kristen

beribadah dan setiap perayaan-perayaan hari raya seperti HAri Raya Natal (kelahiran yesus

Kristus), Hari Raya Paskah,dll dilaksanakan di gereja.

Bagi Umat Kristen Katolik peribatan orang Katolik disebut misa , sedangkan peribadatan Umat

Protestan Disebut kebaktian.keduanya berbeda dalam hal isi maupun sama-sama dilaksanakan

pada hari minggu.

Tritunggal

Inti iman kepercayaan umat Kristen adalah misteri Tritunggal yang tidak mudah

dimengerti – kepercayaan bahwa Allah itu tiga pribadi yang adalah satu – Allah Bapa, Allah

Putra, dan Allah Roh Kudus. Tuhan Allah adalah satu atau Esa, sebagai lawan dari segala yang

banyak. Tuhan ini menjadi sebab segala sesuatu yang berada. Dengan perantaraan Logos atau

Firman, Tuhan Allah , yang Roh adanya itu, berhubungan dengan dunia benda. Logos ini berdiri

sendiri sebagai suatu zat, yang memiliki kesadaran ilahi dan asas-asas duniawi. Ia adalah

gambaran Allah yang sempurna. Sejak kekal ia dilahirkan dari Allah. Karena kekuasaan

kehendak ilahi, ia terus-menerus dilahirkan dari zat ilahi. Ia memiliki tabiat yang sama dengan

Allah, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Ia satu dengan Allah, akan tetapi sebagai yang

keluar dari Allah Bapa, Ia lebih rendah daripada Allah Bapa. Ia adalah pangkat pertama dari

perpindahan dari “Yang Esa” kepada “Yang Banyak”, atau pangkat kedua di dalam zat Allah.

Aktivitas Logos atau Anak ini juga lebih rendah dibanding dengan aktivitas Bapa. Ia

adalah pelaksana kehendak Allah Bapa, yang melaksanakan instruksi Allah Bapa, sebagai

umpamanya: penjadian.

Roh Kudus dianggapnya juga sebagai zat yang ada pada Allah, yaitu pangkat ketiga di

dalam zat Allah itu. Roh Kudus ini adanya karena Anak hubungannya dengan Anak sama

dengan hubungan Anak dengan Bapa. Bidang kerjanya juga lebih sempit dibanding dengan

bidan kerja Anak. Bapa adalah asas beradanya segala sesuatu, sedang Roh Kudus adalah asas

penyucian segala sesuatu.

Jadi ketritunggalan Allah dipandang sebagai berpangkat-pangkat. Oleh karena itu ajaran

ini disebut Subordinasianisme. Di sini, perbedaan diantara Bapa, Anak, dan Roh Kudus

dipertahankan, akan tetapi kesatuannya ditiadakan[5].

Karena muncul masalah dalam pembicaraan tiga pribadi dalam konteks monoteistik maka

beberapa umat Kristen modern telah berbicara tentang tiga pikiran, jiwa atau kekuatan yang

semuanya adalah bagian dari Allah yang sama dan berada dalam keadaan harmonis: Allah Bapa

mengasihi Allah putra dengan Roh Kudus sebagai kekuatan yang mempersatukan mereka. Umat

Kristen lain berpendapat bahwa akan lebih mudah dengan mengatakan bahwa Allah mempunyai

tiga peran: Allah dalam diri-Nya sendiri adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Dengan demikian, konsep keesaan Tuhan dalam agama Kristen belum jelas dan masih

diperdebatkan di antara umat Kristiani sendiri.

Page 14: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 14

Implementasi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Buddha

Umat Buddha Indonesia sebagai

bagian dari masyarakat bangsa Indonesia berkewajiban melaksanakan Pancasila dasar negara Republik Indonesia. Dengan

berpedoman pada Dhamma dan Vinaya yang telah diajarkan oleh Buddha

Gotama, tujuan hidup umat Buddha untuk mencapai kebahagiaan/kesejahteraan jasmani dan rohani dapat tercapai. Setiap

sila dalam Pancasila harus dimaknai dan dilaksanakan oleh seluruh rakyat

Indonesia, termasuk umat Buddha. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Umat Buddha Indonesia memiliki keyakinan (saddha) dan ketaqwaan (bhakti) terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Ajaran tentang hal tersebut terdapat dalam Kitab Udana VIII:3 yang berbunyi: “Para Bhikkhu, ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak. Para

Bhikkhu, bila tidak ada tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada yang tidak dilahirkan, tidak menjelam, tidak tercipta,

yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan sebab yang lalu.”

Jadi dalam agama Buddha Tuhan Yang maha Esa Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak menjelma, Tidak tercipta dan Yang

Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang “Tanpa Aku” (anatta/anatman), yang tidak dapat dipersonifikasikan (disamakan dengan suatu sosok yang

berkepribadian) dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

IMPLEMENTASI KETUHANAN YANG MAHA ESA BAGI UMAT MUSLIM

Penerapan Ketuhanan yang maha esa bagi

umat muslim dengan cara percaya kepada Allah

SWT dan melaksanakan solat di mesjid.

Konsep keesaan Tuhan dalam Islam disebut

dengan istilah tauhid. Hakekat Tauhid adalah

menafikan sekutu bagi Allah SWT pada zat, sifat,

ibadah, dan perbuatan.

Dalam Al-Qur’an, dalam berbagai ayatnya

ketauhidan digambarkan dalam kesatuan perintah dan kesatuan arah (ketauhidan dalam ajaran

dan ketauhidan dalam tujuan hidup) selain juga kesatuan penyembahan dan kesatuan ketaatan

(ketauhidan dalam hal ibadah dan ketauhidan dalam kesalehan). Dan semua kesatuan ini

diarahkan hanya kepada satu tujuan yaitu Tuhan yang satu.

Mengenai Tuhan Yang Satu itu, Al-Qur’an menjelaskan secara jelas dan tegas dalam

surah Al-Ikhlas. Allah SWT berfirman:

Page 15: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 15

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa”.

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”.

“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”.

“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.(Al-Ikhlas:1-4)

Tuhan itu satu Zat-Nya, tak ada sekutu bagi-Nya, Dia Maha Tunggal, tak ada yang

menyamai-Nya. Maha Tinggi, tak ada lawan-Nya. Maha sendiri, tak ada yang sepadan dengan-

Nya. Dia Satu. Qadim, tak ada awal-Nya. Azali, tak ada permulaan-Nya. Dia terus ada, tak

berakhir. Abadi, tak berkesudahan. Dia mengatur makhluk-Nya, tak berhenti. Kekal, tak berlalu.

Selalu dan selamanya bersifat agung, tak akan habis, dan tak terpisahkan dengan berlalunya

masa dan habisnya waktu.

“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha

mengetahui segala sesuatu”.(Al-Hadid:3)

Tuhan itu bukan jisim yang berbentuk, bukan materi yang memiliki batas dan ukuran. Dia

tak sama dengan jisim-jisim, tak dapat diukur, tak bisa dibagi. Dia bukan jauhar (substansi) dan

tak bisa ditempati jauhar, bukan pula ‘aradh (sifat) dan tak bisa ditempati ‘aradh. Dia tak sama

dengan maujud (being) dan tak bisa disamai maujud.

“... tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”.(As-Syuura:11)

Pun Dia tak menyerupai sesuatu. Dia tak dibatasi ukuran, tak dilingkupi daerah, dan tak

dikelilingi arah, tak juga diliputi langit dan bumi. Dia bertahta di Arsy sebagaimana yang Dia

katakan dan arti yang dikehendaki-Nya. Tahta yang suci dari menyentuh, menetapi, menempati,

mendiami, dan berpindah. Dia tak disokong Arsy, sebaliknya Arsy dan yang memikulnya

dipandu kelembutan qudrah-Nya, dan dikuasai dalam genggaman-Nya.

Dia di atas Arsy, langit, dan segala sesuatu hingga bawah tanah. Keadaan-Nya di atas tak

menjadikan-Nya lebih dekat kepada Arsy dan langit, tak juga menjadikan-Nya lebih jauh dari

bumi dan tanah. Akan tetapi Dia Maha Tinggi daripada Arsy dan langit, Maha Tinggi daripada

bumi dan tanah. Walau begitu, Dia dekat dengan segala maujud, dekat dengan hamba-hamba-

Nya, lebih dekat daripada urat nadi.

“dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu".(Saba:47)

Kedekatan-Nya tak sama dengan dekatnya jisim, begitu pula Zat-Nya. Dia tak menempati

sesuatu, dan tak sesuatupun menempati-Nya. Maha Tinggi Dia dari ruang lingkup tempat. Maha

suci dia dari batas masa. Dia ada sebelum menciptakan masa dan tempat. Dan Dia saat ini tetap

seperti ada-Nya.

Pembagian Tauhid

Lebih spesifik tentang konsep Tauhid, Beberapa kalangan dari ulama muslim kemudian

membuat pembagian Tauhid.

Ada tiga pokok pembagian Tauhid: 1. Tauhid Rububiyyah. 2. Tauhid Uluhiyyah. 3.

Tauhid Al-Asma wash Shifat.

Page 16: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 16

1. Tauhid Rububiyyah

Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah SWT, baik mencipta,

memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan Dia adalah Raja, Penguasa, dan Yang

Mengatur segala sesuatu.

2. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid Uluhiyyah disebut juga Tauhiidul ‘Ibaadah yang berarti mentauhidkan Allah SWT

melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri kepada

Allah, apabila hal itu disyariatkan oleh-Nya, seperti berdoa, khauf (takut), raja’ (harap),

mahabbah (cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (meminta pertolongan),

istighatsah (meminta pertolongan di saat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan), dan segala

apa yang disyariatkan dan diperintahkan Allah SWT dengan tidak menyekutukan-Nya dengan

sesuatu apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus dilakukan hanya karena Allah semata dan

ikhlas karena-Nya, dan ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.

Sungguh, Allah tidak akan ridha jika dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Apabila ibadah

tersebut dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada Syirkun Akbar (Syirik

yang besar) dan tidak diampuni dosanya

3. Tauhid Al- Asma wash Shifat

Ahlussunnah menetapkan apa-apa yang Allah SWT dan Rasu-Nya telah tetapkan atas Diri-Nya,

baik itu dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah SWT, dan mensucikan-Nya dari segala aib

dan kekurangan, sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.

Page 17: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 17

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dalam identifikasi sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa)di tempatkan pada urutan yang

paling atas karena bangsa indonesia meyakini segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan akan

kembali kepada-Nya. Agama merupakan sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan atau

dewa atau yang lain dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan tersebut. Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk

lain di ciptakan oleh penciptannya . pencipta itu adalah Tuhan dalam bahasa filsafat di sebut

dengan causa prima yang mempunyai hubungan yang di ciptakannya. Manusia sebagai makhluk

yang di ciptakan-Nya wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya.Dalam

konteks bernegara maka dalam masyarakat yang berdasarkan pancasila, dengan sendirinnya

menjamin kebebasan memeluk agama masing-masing . Dengan payung Ketuhanan Yang Maha

Esa itu maka bangsa indonesia mempunyai satu asas yang di pegang teguh yaitu kebebasan

untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama masing-masing . Sehubungan dengan

agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus di laksanakan oleh manusia

sebagai makhluk yang di ciptakan oleh Tuhan , maka untuk menjamin kebebasan tersebut di

dalam pancasila seperti yang kita alami sekarang ini tidak ada paksaan beragama atau memeuluk

agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat pancasila

dengan sendirinnya agama di jamin berkembang dan tumbuh subur dan konsekuensi di wajibkan

adannya toleransi beragama.

2. SARAN

Mungkin inilah contoh tugas lapangan tentang implementasi sila pertama dibidang religi,

baiknya kita saling menjaga keutuhan bangsa ini, dan mengutamakan atau mengataskan segala

sesuatu Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan memeluk Agamanya masing-masing tanpa paksaan

dari pihak lain.

Kami juga mohon maaf jika dalam pembuatan makalah ini banyak kesalahan mau pun

kekurangan, kritik dan saran pun kami terima. Dan kami juga berterima kasih kepada dosen

pembimbing mata kuliah Pancasila yang telah member tugas lapangan ini demi kebaikan diri kita

sendiri dan untuk Negara.

Page 18: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 18

DAFTAR PUSTAKA

Wisata puja mandala.bali

Implementasi-ketuhanan-yang-maha-esa-bagi-umat-hindu

Implementasi-ketuhanan-yang-maha-esa-bagi-umat-Kristen-protestan

Implementasi-ketuhanan-yang-maha-esa-bagi-umat-Buddha

Implementasi-ketuhanan-yang-maha-esa-bagi-umat-Katolik

Implementasi-ketuhanan-yang-maha-esa-bagi-umat-islam

Kompas.gramedia.kaelan.1996.fisafat

Pancasila.yogyakarta:paradigma

Page 19: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 19

DOKUMENTASI IMPLEMENTASI KETUHANAN YANG MAHA ESA

( WISATA PUJA MANDALA BALI)

Page 20: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 20

Page 21: Implementasi sila pertama

IMPLEMENTASI SILA PERTAMA KELOMPOK 5 Page 21