IMPLEMENTASI RELIGIOUS CULTURE MELALUI PROGRAM...

137
IMPLEMENTASI RELIGIOUS CULTURE MELALUI PROGRAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MAN 4 JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Oleh : Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz 11140110000096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

Transcript of IMPLEMENTASI RELIGIOUS CULTURE MELALUI PROGRAM...

IMPLEMENTASI RELIGIOUS CULTURE MELALUI

PROGRAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DI

MAN 4 JAKARTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh :

Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz

11140110000096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1440 H

i

Kata kunci : Religous Culture, Program, Penguatan Pendidikan Karakter

ABSTRAK

Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz (11140110000096). Implementasi Religious

Culture melalui Program Penguatan Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta.

Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018

Pendidikan di sekolah bukan hanya ditekankan pada pemahaman kognitif

semata tetapi juga pengamalan dari pemahaman kognitif tersebut atau yang

disebut dengan perilaku atau akhlak. Karena itu sekolah menerapkan pendidikan

karakter dalam proses pembelajaran di sekolah. Namun faktanya masih banyak

guru yang kurang terampil dalam mendidik karakter siswa sehingga kurang

berdampak pada pengembangan karakter siswa. Dengan latar belakang tersebut

maka diciptakanlah religious culture dalam rangka mensukseskan program

Penguatan pendidikan Karakter di sekolah yang bertujuan agar siswa terbiasa

melakukan berbagai kegiatan positif keagamaan guna membentuk habit dalam

diri siswa sehingga terciptalah karakter yang diharapkan.

Penelitian ini dilakukan di MAN 4 Jakarta dengan metode penelitian

kualitatif yaitu mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang kejadian atau

suasana dengan sebenar-benarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah: observasi, wawancara dan dokumentasi. Pemerikasaan keabsahan data

dengan menggunakan triangulaisi yaitu penggabungan dari teknik yang

digunakan. Dan untuk analisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif

dengan tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: dalam rangka pembentukan

religious culture di MAN 4 adalah dengan menggunkan pola pelakon dengan

konsep yang diberikan menggunakan metode pembiasaan dan peneladanan.

Kemudian dalam implementasi religious culture maka dibentuklah beberapa

kegiatan siswa yaitu: 5 S, mengawali pembelajaran dengan TTD, tausiyah, infaq,

melaksanakan sholat dhuhur dan ashar berjamaah tepat waktu, berdzikir dan

berdoa setelah sholat, kultum setelah sholat dzuhur, keputrian untuk siswi putri,

selasa bersih, pengajian bulanan, perayaan PHBI dan pesantren Ramadhan. Ada

pula beberapa kegiatan guru dan staff yaitu: kajian tafsir dan hadist, kajian

keislaman, dzikir dan muhasabah bersama. Dan ada beberapa faktor penghambat

dan pendukung yang dibagi menjadi bebrapa kategori yaitu: dilihat dari sisi siswa,

sisi guru, dan sis keadaan sekolah.

ii

Keywords: Religious Culture, Programs, Strengthening Character Education

ABSTRACT

Faridatunnuha Khoha Al-Fawwaz (11140110000096). Implementation of

Religious Culture through the Character Education Strengthening Program at

MAN 4 Jakarta. Essay. Jakarta: Major of Islamic Education, Faculty of Tarbiyah

Science and Education at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2018

Education in schools is not only emphasized in cognitive understanding but also

the practice of cognitive understanding or what is called behavior or morals.

Therefore the school applies character education in the learning process at school.

But the fact is that there are still many teachers who are less skilled in educating

students 'character so that they have less impact on students' character

development. With this background religious culture was created in order to

succeed the Character Education Strengthening program in schools which aims to

make students accustomed to carrying out various positive religious activities in

order to shape the habit within students so that the desired character is created.

This research was conducted in MAN 4 Jakarta with a qualitative research method

that is describing and providing an overview of events or atmosphere in truth.

Data collection techniques used are: observation, interviews and documentation.

Examination of the validity of the data by using triangulation is a combination of

the techniques used. And for data analysis, researchers used descriptive analysis

with stages, namely: data reduction, data presentation, and conclusions.

The results of this study indicate that: (1) in order to establish a religious culture

in MAN 4 is to use an actor pattern with the concept given using the method of

habituation and example. (2) in the implementation of religious culture several

student activities are formed, namely: 5 S, initiating learning with TTD, tausiyah,

infaq, performing dhuhur and ashar prayers in congregation on time, performing

dhikr and praying after prayer, cultum after midday prayer, keputrian for female

students , Tuesday, monthly recitation, PHBI celebrations and Ramadan Islamic

boarding schools. There are also several teacher and staff activities, namely: study

of interpretations and hadiths, Islamic studies, dhikr and muhasabah together. (3)

there are several inhibiting and supporting factors which are divided into several

categories, namely: in terms of students, the teacher's side, and the school

situation.

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin, segaala puji syukur kepada Allah swt.

karena atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat serta

salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah saw. yang membawa risalah

islam sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan di

akhiarat nanti.

Penulisan skripsi tentang Implementasi Religious Culture Melalui

Program Penguatan Pendidikan Karakter bisa selesai dengan semestinya dengan

banyaknya bantuan, dorongan serta semangat dan doa dari berbagai pihak, maka

penulis dengan hormat dan atas kerendahan hati berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Marhamah Saleh, Lc., MA. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Bahrissalim, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing dalam

penyelesaiaan skripsi ini.

5. Siti Khadijah, MA selaku dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan semangat dan motivasi kepada saya.

6. H. Ismail Nur, Lc., M.Ag selaku kepala madrasah MAN 4 Jakarta, beserta

seluruh jajarannya.

7. M. Kholil, S.Pdi dan Solikhatun, M.Ag selaku kedua orang tua yang selalu

memberi support, bimbingan dan doa untuk anaknya ini agar senantiasa

diberikan kemudahan dalam segala aktivitas, terimaksih sedalam-dalamnya.

iv

8. Sahabat seperjuangan, Nursyifa Mufliha, Riska Rudithia, Zaki Irfan yang

telah menemani saya dalam suka maupun duka dalam lika-liku kehidupan di

Ciputat. Semoga lekas menyelesaikan skripsinya.

9. Keluarga KAHFI BBC Motivator School yang selalu memberikan motivasi

untuk hidup saya, juga selalu mengingatkan saya untuk segara menyelesaikan

skripsi ini.

10. Teman-teman PAI angkatan 2014, yang terus membuat saya terpacu agar

segera meyelesaikan skripsi ini.

11. Untuk saudara Teguh Iswanto, terimakasih karena selalu berusaha

memberikan semangat, bantuan dan setia menemani dalam proses pembuatan

skripsi

Atas semua kontribusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih

saya haturkan. Saya hanya bisa berdo’a semoga kita semua selalu di beri rahmat,

hidayah, dan keberkahan hidup dunia dan akhirat. Dan untuk semua yang telah

membantu, saya amat berterimakasih atas kebaikannya semoga Allah

memberikan pahala yang setimpal dan senantiasa meridhoi amal usaha kita.

Aamiin.

Jakarta, 10 Desember 2017

Penulis

Faridatunnuha K.AF

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. i

ABSTRACK ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 8

C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 8

D. Perumusan Masalah .............................................................................. 8

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................... 9

F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Budaya Religius (religious culture) .................................................... 10

1. Pengertian Culture (Budaya) ......................................................... 10

2. Modal Pembangun Budaya ........................................................... 12

3. Pendekatan Budaya ....................................................................... 17

4. Pengertian Religious ...................................................................... 20

5. Pengertian Religious Culture ........................................................ 21

6. Proses Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan ... 23

7. Karakteristik Budaya Religius ...................................................... 26

8. Faktor Pendukung Penciptaan Religious Culture di Sekolah ....... 28

B. Program Penguatan Pendidikan Karakter ............................................ 29

C. Pendidikan Karakter ............................................................................ 31

vi

1. Pengertian Pendidikan Karakter .................................................... 31

2. Tujuan Pendidikan Karakter ......................................................... 34

3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ................................................... 35

D. Hasil Penelitian Relevan ..................................................................... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 41

B. Metode Penelitian ................................................................................ 41

C. Sumber Data ........................................................................................ 42

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 43

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 44

F. Teknik dan Analisis Data .................................................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Gambaran Umum Tentang Madrasah ........................................... 45

2. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta ............................... 55

3. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan

Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ........................................ 58

4. Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................. 66

B. Pembahasan ......................................................................................... 67

1. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta ............................... 67

2. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan

Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ........................................ 69

3. Faktor Pendukung dan Penghambat .............................................. 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 77

B. Saran .................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kepala Madrasah Dari Masa ke Masa .................................................. 46

Tabel 4.2 Jumlah Guru .......................................................................................... 46

Tabel 4.3 Jumlah Karyawan .................................................................................. 46

Tabel 4.4 Struktur Muatan Kurikulum IPA ........................................................... 47

Tabel 4.5 Struktur Muatan Kurikulum IPS ........................................................... 48

Tabel 4.6 Struktur Muatan Kurikulum Keagamaan .............................................. 49

Tabel 4.7 Daftar Kegiatan Harian Religious ......................................................... 56

Tabel 4.8 Daftar Kegiatan Pendukung Religious .................................................. 57

Tabel 4.9 Daftar Kegiatan Mingguan Guru dan Staff ........................................... 57

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan Religious Culture

Lampiran 2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Hasil Wawancara

Lampiran 5 Hasil Catatan Lapangan

Lampiran 6 Daftar Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Lampiran 7 Struktur Organisasi

Lampiran 8 Struktur Penegakan Disiplin

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan zaman sekolah dituntut untuk menciptakan sumber

daya manusia berkualitas yang diciptakan melalui pendidikan. Pendidikan

yang dimaksud bukan hanya pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan

semata, tetapi pendidikan yang mengacu kepada pembentukkan pola prilaku

dan karakter.

Menurut Omar Muhammad Toumy Assyaibani yang di kutip dalam buku

Ilmu Pendidikan , mengartikan bahwa pendidikan sebagai perubahan yang

diinginkan dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada tataran tingkah

laku individu maupun pada tataran kehidupan sosial serta tataran relasi dengan

alam sekitar, atau pengajaran sebagai aktivitas asasi dan proporsi antara

profesi di masyarakat.1 Pendidikan dapat dilihat dari dua segi yaitu, Pertama

dilihat dari sudut masyarakat, diakui manusia memiliki kemampuan asal atau

potensi, disini ditekankan pada mencari apa yang ingin dicarinya. Kedua

dilihat dari segi pandang individu, jadi di sini pendidikan dapat didefinisikan

sebagai proses untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan-

kemampuan seseorang.2

Oleh karenanya pendidikan memiliki fungsi juga

tujuan agar pembelajaran dapat dilakukan secara optimal dan peserta didik

dapat meraih prestasi yang baik.

Dalam UUD No 20 tahun 2003 dijelaskan pula bahwa “pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

1 Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), h. 13.

2 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka

Alhusna,1988), h. 56-57.

2

masyarakat, bangsa, dan negara”.3 Dalam undang-undang tersebut juga

disebutkan, pendidikan memiliki tujuan yang tertera pada pasal 3 yang

berbunyi “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.4

Menurut pandangan Islam, tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan

manusia sebagai hamba Allah, sebagaimana yang terdapat dalam firman

Allah:

س إل ليعبدوى ٦٥ وها خلقت ٱلجي وٱل

Artinya:”Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah”

(Q.S. adh-Dhariyat, 51:56).

Dalam hadits Rasullullah SAW bersabda:

ن هكارم األخالق إوا بعثت ألتو

yang artinya: “Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnaan

keluhuran budi pekerti.” (HR. Ahmad).5

Dari pernyataan di atas tujuan pendidikan nasional beriringan dengan

tujuan pendidikan Islam yaitu dalam undang-undang, ayat dan hadits tersebut

sangat nyata bahwasanya selain menciptakan manusia yang memiliki ilmu

pengetahuan, manusia di dunia ini juga diciptakan agar menjadi makhluk yang

bertakwa, berakhlak mulia dan berkarakter baik. Sesuai dengan panutan dan

suri tauladan kita Rasulullah SAW. kita selaku ummatnya dituntut untuk

mengikuti sebagaimana Rasulullah telah ajarkan. Sehingga pendidikan

karakter merupakan langkah awal untuk mewujudkan hal tersebut.

3 Depdiknas, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sisdiknas, (Bandung: Fokus

Media, 2009), h. 2 4 Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

(Bandung: Citra Umbara, 2009), h. 64. 5 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), cet. 15, h. 2

3

Pendidikan karakter bukanlah sebuah topik baru dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan penelitian sejarah, pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu

membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas, dan memiliki perilaku

baik. Kata cerdas dan baik bukanlah dua kata yang sama, cerdas condong pada

kemampuan menguasi ilmu pengetahuan, sedangkan baik condong pada

prilaku manusia itu sendiri.

Karakter merupakan hal terpenting yang harus ditumbuhkembangkan

dengan baik dan benar dalam diri setiap generasi muda, karena karakter

adalah sebuah dasar dan fondasi utama untuk dapat membentengi diri dari

segala hal buruk yang hadir dalam dinamika kehidupan. Secara umum

karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri

sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam

pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.6

Dalam dunia pendidikan, intelektual memang menjadi hal penting namun

karakter jauh lebih penting untuk ditumbuhkembangkan dalam diri peserta

didik. Tetapi pada realitanya tidak sedikit sekolah yang masih hanya

mengedepankan nilai-nilai kognitif semata tanpa memperhatikan lebih dalam

tentang nilai-nilai afektif (sikap) dalam proses pembelajaran di sekolah

sehingga peserta didik kurang memberikan perilaku baik terhadap guru,

teman, orang tua, diri sendiri hingga terhadap Tuhannya. Banyak siswa yang

memiliki tingkat kepintaran dalam pengetahuannya, tapi kurang mampu dalam

berinteraksi dengan sesamanya, cenderung sombong dengan kepintarannya

sehingga mengakibatkan hubungan sosial dengan lingkungannya tidak baik.

Bahkan banyak juga siswa yang pintar dalam intelektualnya tetapi kurang baik

dalam memperlakukan Tuhannya, lupa akan ibadahnya.

Hal ini bisa terjadi karena masih rendahnya keterampilan guru dalam

menumbuhkan karakter positif islami pada peserta didik, dan kurangnya

6 Lany Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Rumah

Kitab, 2014), Cet ke-1, h. 11

4

program-program sekolah yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses

pendidikan karakter.

Sesuai RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang

sudah ada, maka untuk menghasilkan perilaku yang baik serta menumbuhkan

karakter positif pada siswa, bisa diupayakan dengan program-program yang

dilaksanakan oleh sekolah dalam menunjang keberhasilan pendidikan

karakter, karena program adalah upaya untuk mencapai sasaran. Untuk

mencapai satu sasaran, bisa dengan melalui satu atau beberapa program yang

direalisasikan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Hal ini sesuai dengan UU

No 25 Tahun 2004 bahwa “Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi

satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga

untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau

kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah”. Program

pendidikan karakter dapat dilakukan melalui; pengajaran, pemotivasian,

peneladanan, pembiasaan, dan penegak aturan.7

Dengan pembuatan program

pengembangan budaya di sekolah, serta menerapkannya melalui kegiatan-

kegiatan yang positif pada siswa, seperti masuk ke lokasi sekolah tepat waktu

dan bertingkah sopan, belajar dalam kelas secara tertib tanpa adanya bising

ketika tidak ada guru sekalipun, belajar di perpustakaan ketika waktu dan

belajar untuk mengisi waktu kosong, mengikuti upacara sesuai program

sekolah, dan lain sebagainya.

Penguatan Pendidikan Krakter merupakan salah satu program pemerintah

untuk menunjang tingkat kualitas diri peserta didik seperti yang tertulis dalam

PERPRES RI Nomor 87 Tahun 2017 bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 yang

menyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter yang disingkatt PPK

adalah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta

didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan

7 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga: Revitalisasi Peran

Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2014), h. 2

5

pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat

sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).8

Program pendidikan karakter ini bukanlah program yang baru diterapkan,

Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mengeluarkan Rencana

Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter untuk mengembangkan rintisan di

sekolah-sekolah seluruh Indonesia dengan delapan belas nilai karakter. Dalam

perkembangannya di dunia pendidikan, sudah banyak sejumlah sekolah yang

sering dianggap unggul oleh masyarakat, dan telah lama melakukan

implementasi pendidikan karakter sesuai visi dan misi sekolah yang

bersangkutan. Banyak9 satuan pendidikan telah melaksanakan praktik baik

dalam penerapan pendidikan karakter. Dampak dari penerapan ini adalah

terjadinya perubahan mendasar dalam ekosistem pendidikan dan proses

pembelajaran sehingga prestasi mereka pun meningkat. Namun, pendidikan di

Indonesia sesungguhnya melewatkan beberapa dimensi penting dalam

pendidikan, yaitu olah raga (kinestetik), olah rasa (seni) dan olah hati (etik dan

spiritual). Apa yang dilakukan oleh pihak sekolah hanya berupa olah pikir

yang menumbuhkan kecerdasan akademis, itu pun belum berada pada

pengembangan berpikir tingkat tinggi. Persoalan ini perlu diatasi melalui

penguatan pendidikan karakter sehingga Program PPK ingin memperkuat

pembentukan karakter siswa yang selama ini sudah dilakukan di banyak

sekolah.

Dalam upaya menguatkan kembali pendidikan karakter di sekolah,

sehingga mampu terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari, maka

diperlukan suatu pengimplementasian religious culture di sekolah. Dan dengan

mengimplementasikan religius culture sebagai salah satu cara untuk

meningkatkan kembali pendidikan karakter, maka peserta didik akan benar-

benar dapat menjadi generasi unggul yang bukan hanya dalam bidang

8 Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 87 Tahun 2017 Tentang

Penguatan Pendidikan Karakter

6

keilmuannya tapi juga karakternya dengan dilandasi fondasi yang kuat dari

nilai-nilai keagamaan.

Religious Culture atau budaya religi merupakan salah satu metode

pendidikan yang komperhensif, karena dalam perwujudannya terdapat banyak

cara seperti pemberian teladan, pembiasaan melakukan nilai-nilai islami, dan

memfasilitasi dalam pembentukan moral serta bertanggungjawab dan

keterampilan hidup yang lain. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

religius culture ini adalah penanaman budaya-budaya islami di sekolah untuk

dapat menginternalisasi nilai-nilai keagamaan kedalam diri peserta didik.

Religius ini bukan sekadar memberikan materi tentang agama, tetapi juga

benar-benar merealisasikan langsung dalam keseharian di lingkungan sekolah.

Nilai karakter religius juga mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang

Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku, menghargai perbedaan agama,

menjunjung tinggi sikap toleran terhadap agama. Religius culture dalam

konteks ini yang berarti pembudayaan nilai-nilai agama Islam dalam

kehidupan di sekolah dan di masyarakat, yang bertujuan untuk

menumbuhkembangkan nilai-nilai agama Islam yang diperoleh siswa dari

hasil pembelajaran di sekolah, agar menjadi bagian yang menyatu dalam

perilaku siswa sehari-hari dalam lingkungan sekolah atau masyarakat. Sasaran

pengamalan budaya agama Islam (religious culture) adalah siswa dan seluruh

komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam,

guru mata pelajaran umum, pegawai sekolah, dan komite sekolah. Sedangkan

upaya dari perwujudan nilai-nilai keagamaan dalam diri peserta didik perlu

dilakukan secara serius dan terus menerus melalui suatu program yang

terencana. Upaya tersebut dalam konteks lembaga pendidikan tidak semata-

mata menjadi tugas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) saja, tetapi juga

menjadi tugas dan tanggungjawab bersama, seperti guru mata pelajaran

umum, pegawai sekolah, komite sekolah, dukungan siswa (OSIS), terutama

Kepala Sekolah bagaimana dapat membangun budaya sekolah yang kondusif

melalui penciptaan religious culture di sekolah.

7

Diantara berbagai instansi pendidikan, MA Negeri 4 Jakarta merupakan

salah satu sekolah unggulan dibawah naungan KEMENAG RI yang dijadikan

sebagai percontohan untuk seluruh MAN yang ada di Jakarta. Sekolah yang

berbasis keagamaan ini telah membuktikan mampu tumbuh di kota besar dan

mampu bersaing dengan sekolah – sekolah umum lainnya sehingga telah

banyak mengantongi prestasi dalam bidang akademik ataupun non akademik.

Sebagai sekolah berbasis keagamaan, tentunya MAN 4 tidak terlepas dari

pembiasaan melakukan nilai-nilai agama di lingkungan madrasah yang

dijadikan budaya agar senantiasa melekat dan menjadi kebiasaan dalam diri

peserta didik. Berbagai kegiatan keIslaman telah diimplementasikan dengan

baik dalam kegiatan rutin di sekolah. Tadarus Al-Quran, pembacaan Al-

Ma’tsurat dan surat Al-Waqiah serta kajian agama di pagi hari merupakan

sederetan kegiatan yang telah dijalankan oleh peserta didik sebelum memasuki

kelas. Kegiatan rutin ini dilakukan selama 90 menit mulai pukul 06.30 WIB –

08.00 WIB di masjid madrasah. Pelaksanaan sholat dhuha hingga sholat

dhuhur dan ashar diwajibkan berjamaah di masjid dan diberikan sanksi bagi

siswa yang tidak melaksanakannya. Hal ini dilakukan agar peserta didik

terbiasa melakukan ibadah – ibadah wajib hingga sunnah di kesehariannya dan

menjadikan agama islam sebagai ruh dalam diri guna untuk meningkatkan

keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sebagaimana salah satu misi MAN 4

yaitu menjadikan agama Islam sebagai ruh dan sumber nilai pengembangan

madrasah. Masih banyak lagi program – program keagamaan yang dibuat

untuk meningkatkan pola pembiasaan sikap dan perilaku religi di madrasah.

Pembiasaan serta pembudayaan nilai-nilai keislaman yang dibuat dalam

program-program sekolah yang akhirnya tanpa disadari akan membentuk pola

karakter Islami dalam diri peserta didik sehingga mereka tetap terus

menjalankan kegiatan-kegiatan positif tersebut.

Keberhasilan MAN 4 Jakarta dalam mengimplementasikan religious

culture tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam, untuk mengetahui

bagaimana hal tersebut bisa dicapai melalui Program Penguatan Pendidikan

8

Karakter yang ada di dalamnya. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian

lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul:

“Implementasi Religious Culture Melalui Program Penguatan Pendidikan

Krakter di MAN 4 Jakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat

diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Rendahnya keterampilan guru dalam menumbuhkan karakter positif

siswa.

2. Kurangnya program-program kegiatan Islami yang dapat menunjang

keberhasilan dalam proses penguatan pendidikan karakter.

3. Kurangnya kerjasama antara guru PAI dengan guru lain dalam

membudayakan nilai-nilai agama di madrasah

4. Belum optimalnya dalam mengimplementasikan Religous culture di

madrasah

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, agar masalah yang diteliti tidak

terlalu luas pembahasannya maka penulis membatasi penelitian ini yaitu:

1. Program-program kegiatan Islami yang dapat menunjang karakter

siswa.

2. Upaya masyarakat madrasah dalam mengimplementasikan budaya

beragama di lingkungan madrasah.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana konsep religious culture di MAN 4 Jakarta?

2. Bagaimana implementasi religious culture melalui program Penguatan

Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta ?

9

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan

religious culture di MAN 4 Jakarta?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsep religious culture di MAN 4 Jakarta.

2. Untuk mengetahui implementasi religious culture melalui program

Penguatan Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam

mengimplementasikan religious culture di MAN 4 Jakarta.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan di atas,

maka penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat:

1. Untuk pihak madrasah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

salah satu referensi dalam pengimplementasian religious culture di

madrasah.

2. Untuk segenap guru penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu

perantara untuk meningkatkan kinerja dalam mendidik siswa bukan hanya

dalam aspek kognitif, tetapi juga dalam hal pembentukan karakter peserta

didik dan benar-benar menjadi teladan yang baik dengan

mengimplementasi religious culture.

3. Untuk peserta didik penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

senantiasa menghidupkan secara aktif budaya Islami di madrasah, agar

terbentuk karakter Islami pula.

4. Untuk penulis, sebagai salat satu persyaratan mendapatkan gelar sarjana

dalam jenjang pendidikan.

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Budaya Religius (Religious Culture)

1. Pengertian Budaya (Culture)

Istilah budaya pada awalnya berasal dari disiplin ilmu antropologi

sosial dan memiliki cakupan yang sangat luas. Istilah budaya dapat

diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan,

kelembagaan dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia

yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang

ditransmisikan bersama.1

Budaya sering disamakan dengan kebudayaan, meskipun sebenarnya

budaya tidak sama dengan kebudayaan. Kata budaya bermula dari kata

majemuk budidaya dan dapat dipisahkan menjadi daya dan budi. Budaya

adalah daya dari budi yang melahirkan cipta, karsa dan rasa, sementara itu

kebudayaan adalah hasil atau buah dari budaya itu sendiri.2

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), budaya diartikan

sebagai pikiran, adat istiadat, sesuatu yang sudah berkembang, sesuatu

yang menjadi kebiasaan yang sulit diubah.3 Istilah kebudayaan atau

culture dalam bahasa Inggris, berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin

colere yang berarti bercocoktanam (cultivation) dan bahkan di kalangan

penulis pemeluk agama Kristen istilah cultura juga dapat diartikan sebagai

ibadah atau sembahyang (worship). Dalam bahasa Indonesia, kata

kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk

jamak dari kata buddhi (budi atau akal) dan ada kalangannya juga

ditafsirkan bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata

1 J.P. Kotter & J.L. Heskett, Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja, terj.

Benyamin Molan (Jakarta : Prenh.lindo, 1992), h.. 4. 2 Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar, Cet. 2, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 28.

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.

Balai Pustaka, 1991), h.. 149

11

majemuk ―budi-daya‖ yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta,

karsa dan rasa. Karenanya ada juga yang mengartikan bahwa kebudayaan

merupakan hasil dari cipta, karsa dan rasa.

Dalam pemakaian sehari-hari, orang biasanya mensinonimkan definisi

budaya dengan tradisi. Tradisi dalam hal ini diartikan sebagai ide-ide

umum, sikap dan kebiasaan dari masyarakat yang nampak dari perilaku

sehari-hari yang menjadi kebiasaan dari kelompok dalam masyarakat

tersebut. Padahal tradisi dan budaya itu berbeda, budaya dapat

memasukkan ilmu pengetahuan kedalamnya, sedangkan tradisi tidak dapat

memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam tradisi tersebut.

Taylor, sebagaimana di kutip dalam buku Budaya Religius Dalam

Peningkatan Mutu Pendidikan yang mengartikan budaya merupakan suatu

kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian suatu

kemampuan kreasi manusia yang immaterial, berbentuk kemampuan

psikologis seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan keyakinan,

seni dan sebagainya.4

Dalam antropologi budaya, ruang lingkup kajian kebudayaan

mencakup variasi obyek yang sangat luas, antara lain meliputi

dongeng-dongeng, ragam bahasa, ragam keranjang, hukum,

upacara minta hujan dan lain sebagainya. Lebih lanjut

Koentjaraningrat sendiri mendefinisikan kebudayaan merupakan

―keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia dengan belajar‖.5

Koentjaraningrat juga mengelompokkan aspek-aspek budaya berdasarkan

dimensi wujudnya, yaitu:

a) Kompleks gugusan atau ide seperti pikiran, pengetahuan, nilai,

keyakinan, norma dan sikap

b) Kompleks aktivitas seperti pola komunikasi, tari-tarian dan

upacara adat.

4 Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,

(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h.. 44 5 Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di

Indonesia (Jakarta : Lembaga Riset Kebudayaan Nasional Seni, 1969), h.. 17.

12

c) Material hasil benda seperti seni, peralatan dan lain

sebagainya.6

Juga menyebutkan unsur-unsur universal dari kebudayaan adalah

meliputi:

a) Sistem religi dan upacara keagamaan

b) Sistem dan organisai kemasyarakatan

c) Sistem pengetahuan

d) Bahasa

e) Kesenian

f) Sistem mata pencaharian hidup dan

g) Sistem teknologi dan peralatan.7

Sedangkan menurut Robert K. Marton yang di kutip oleh Asmaun

Sahlan dalam bukunya Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya

Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, bahwa di antara segenap unsur-

unsur budaya terdapat unsur yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi

tersebut, dalam artian ada nilai budaya yang merupakan konsepsi abstrak

dan hidup di dalam alam pikiran.8

Oleh karena itu, dapat simpulkan dari berbagai pendapat tentang

pengertian budaya di atas bahwasanya budaya merupakan keseluruhan

pola-pola tingkah laku, adat istiadat, baik eksplisit maupun implisit, yang

diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu

membentuk sesuatu yang khas, yang kemudian menjadi identitas dari

kelompok itu sendiri. Budaya melahirkan cipta, karya dan karsa manusia

yang terwujud setelah diterima oleh masyarakat atau komunitas tertentu

serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran

tanpa pemaksaan dan ditransmisikan pada generasi selanjutnya secara

bersama pula.

6 Ibid

7 Ibid

8 Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan PAI

dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h.. 71

13

2. Modal Pembangun Budaya

Selama ini pengertian modal sering kali identik dengan ilmu ekonomi.

Teori ekonomi, menurut Bourdieu, telah mereduksi pengertian modal

sebagai semata-mata bagian dari praktik ekonomi materialis, karena

ukurannya adalah uang, padahal dalam sejarahnya, justru ekonomisme

sebagai alat invasi kapitalisme. Teori ekonomi mereduksi modal sebagai

pertukaran universal menjadi pertukaran perdagangan, berorientasi profit

ekonomi, dan mengejar kepentingan pribadi. Pada konteks inilah Bourdieu

berusaha membongkar reduksi teori ekonomi itu dengan membebaskan,

memperluas, dan menafsirkan ulang pengertian modal, menjadi sesuatu

yang berharga, imaterial, dan non-ekonomi. Melalui konsep modal,

Bourdieu mengusahakan ―transubstansiasi‖, supaya modal-modal lain

yang bersifat non-ekonomi bisa saling terhubung dan berkonversi dengan,

salah satunya, modal ekonomi. Melalui konsep modal, Bourdieu ingin

menjelaskan struktur dan praktik dunia sosial dengan terlebih dahulu

melampaui dan mensintesiskan problem ekonomisme dan non-

ekonomisme. Dengan memperluas pengertian modal menjadi

―transubstansiasi‖ – pertukaran substantif – maka bisa dikatakan. Bourdieu

tengah menampilkan, mengangkat, bahkan mengembalikan posisi

sumberdaya-sumberdaya non-ekonomisme yang selama ini didominasi

oleh ekonomisme, seperti sumberdaya sosial dan budaya, untuk

diposisikan setara dengan sumberdaya ekonomisme dalam dunia sosial.

Bukan hanya membebaskan non-ekomisme dari monopoli dan dominasi

kelas ekonomisme, bahkan sampai pada tahap dapat dipertukarkan dengan

sumberdaya lain yang dihargai dalam praktikpraktik sosial. Modal sebagai

modalitas kekuasaan, menurut Bourdieu, akumulatif, bisa diwariskan, bisa

diatur posisinya, artinya dapat diperoleh dengan syarat-syarat tertentu

sebagaimana diatur dalam ruang sosial atau kelas sosial tempat modal

tersebut dihargai. Seperti disebutkan di atas, modal merupakan sesuatu

yang dianggap berharga dalam arena, digunakan sebagai sumber sekaligus

tujuan dari strategi kekuasaan. Jika arena adalah tempat habitus

14

menempuh strategi, modal adalah bagian dari mekanisme strategi habitus

dalam menguasai arena. Strategi relasi kuasa dan dominasi didasarkan

kepemilikan, komposisi, dan strategi penempatan modal-modal. Semakin

kokoh modal yang dimiliki, semakin kokoh pula posisi agen di suatu

arena. Secara lebih rinci, Bourdieu menulis modal dalam tiga bentuk:9

a. Modal ekonomi, yang dapat dikonversi menjadi uang dan dapat

dilembagakan dalam bentuk hak milik. Modal ekonomi, sebagaimana

dijelaskan sebelumnya, adalah tipikal modal paling sempit,

pengertiannya terbatas, karena bersifat material dalam bentuk uang,

hak milik, dan kekayaan. Namun, justru karena bentuknya adalah

material, kata Bourdieu, modal ekonomi lebih independen, dan efektif

untuk dikonversi dengan modal-modal imaterial. Konvertibilitas

adalah strategi modal ekonomi untuk menempati posisi-posisi tertentu

dalam suatu arena, memastikan kelangsungan reproduksi modal, dan

dalam kondisi tertentu, menentukan relasi kekuasaan dalam dunia

sosial. Pada modal ekonomi, reproduksi dan transmisi terhadap modal-

modal lain dapat dikatakan bergerak intensif dan mengakar.

b. Modal budaya, pada kondisi tertentu dapat dikonversi menjadi modal

ekonomi dan dapat dilembagakan dalam bentuk kualifikasi

pendidikan; Modal budaya, menurut Bourdieu, eksis dalam tiga

bentuk. Pertama, terintegrasi dalam diri, berbentuk sistem disposisi

yang tahan lama dalam tubuh dan pikiran, seperti jujur, suka

menolong, tampan. Tipologi modal pertama ini, menurut Bourdieu,

melekat dalam diri agen sampai menjadi habitus. Konsekuensinya, ia

tidak mudah — pada hal-hal tertentu, bukan berarti tidak bisa —

dipindah, ditukar, diminta, atau dijual-belikan, secara instan,

sebagaimana uang, hak milik, atau kebangsawanan. Kedua, bersifat

objektif, yakni segala sesuatu yang secara budaya dianggap baik,

9 M. Najib Yuliantoro, Ilmu dan Kapital: Sosiologi Ilmu Pengetahuan Pierre

Bourdieu, (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2016), cet ke 1, h. 50

15

seperti karya ilmiah, buku, lukisan, monumen, dan secara material

dapat ditukar menjadi modal ekonomi. Secara material dan simbolik,

modal budaya objektif bersifat aktif, efektif, dipertaruhkan, dan

diperjuangkan dalam produksi budaya. Oleh karena itu, selain berbekal

modal budaya diri, modal budaya objektif membutuhkan kesungguhan

dan kecakapan individual untuk mendapatkannya. Ketiga, bersifat

institusional, yakni diobjektifikasi dalam bentuk aturan-aturan tertentu

yang diasumsikan memberi jaminan mutu secara sosial, seperti gelar

pendidikan atau jabatan politik.

c. Modal sosial, terdiri dari kewajibankewajiban sosial (‗koneksi-

koneksi‘), pada kondisi tertentu dapat dikonversi menjadi modal

ekonomi dan dapat dilembagakan dalam bentuk gelar kebangsawanan.

Bourdieu juga memperkenalkan modal sosial, sebagai: ―jumlah

sumberdaya aktual dan potensial, terkait kepemilikan jaringan relasi

jangka panjang, baik sudah atau belum terlembagakan, saling

mengakui dan mengenal; setiap anggota kelompok tersebut bersedia

mendukung kepemilikan modal secara kolektif‖. Modal sosial eksis

dalam bentuk praksis, berbentuk material dan simbolik, dan kedua hal

terakhir ini bisa dipertukarkan untuk saling melanggengkan jumlah

kepemilikan. Secara umum, modal sosial mengandung unsur

kepercayaan, solidaritas, loyalitas, dan koneksi, sehingga dapat

menjamin penerimaan eksistensi agen dalam ruang-ruang sosial yang

terikat seperti keluarga, kelas sosial, partai, sekolah, dan ruang-ruang

sosial lain. Kepemilikan modal sosial dipengaruhi oleh jumlah jaringan

relasi-relasi. Semakin banyak jumlah jaringan relasi, semakin kuat pula

pengaruh agen memobilisasi dan mengumpulkan modal-modal atau

modal global: ekonomi, budaya, simbolik. Karena eksistensi jaringan

relasi-relasi tidak natural, artinya tidak terberikan begitu saja baik

secara personal maupun sosial, maka modal sosial perlu diusahakan.

Dengan kata lain, jaringan relasi modal sosial perlu diraih melalui

strategi investasi, sosialisasi, baik individual atau kolektif, sadar atau

16

tidak sadar, untuk memberi pengaruh terhadap kemapanan reproduksi

relasi sosial dalam jangka pendek maupun panjang, sehingga memberi

implikasi sosial tertentu dalam bentuk subjektif, seperti rasa hormat,

pertemanan, terima kasih, atau institusional, seperti hak, keadilan dan

sebagainya.

d. Modal simbolik. Pengertian modal simbolik, menurut Bourdieu,

adalah jenis modal yang sebenarnya tidak berbentuk, bahkan

bersumber dari kekeliruan pengenalan, tetapi diakui, diterima, dan

bahkan dapat dikonversi dengan modal-modal lain. Modal simbolik

mengandaikan pula, kata Bourdieu, adanya mediasi dan intervensi dari

habitus. Secara sosial, modal simbolik berada dalam kapasitas kognitif

karena perkaranya adalah ke(tidak)absahan dalam mengakui dan

mengenali modal simbolik oleh logika pengetahuan. Modal simbolik,

dengan kata lain, berkaitan erat dengan legitimasi status dan prestise

dalam lingkaran sosial dan menjadi representasi legitimasi yang

dihargai dalam pandangan modal ekonomi, sosial, dan budaya.

e. Modal pendidikan. Pendidikan, sebagai suatu arena, cukup kental

dengan kekerasan simbolik dan imposisi arbitrasi budaya; pada

setidaknya tiga bentuk: pertama, pendidikan yang membaur (diffuse

education), terjadi dalam proses interaksi dengan anggota formasi

sosial yang dianggap kompeten dalam bidang-bidang tertentu,

contohnya, kelompok studi informal; kedua, pendidikan keluarga, pada

ruang sosial terkecil agen; ketiga, pendidikan institusional, seperti

sekolah atau perguruan tinggi. Pada ketiga bentuk tersebut, kekuatan

simbolik dibentuk, diarahkan, disempurnakan, melalui penanaman

karakter makna dan keberhasilan. Tetapi tanpa disadari, dengan cara

itu pulalah struktur relasi kuasa simbolik menguat. Dengan kata lain,

bentuk reproduksi sosial dari praktik pendidikan adalah melakukan

reproduksi praktikpraktik dominasi kelas dominan kepada kelas di

bawahnya, seraya mempertahankan posisi dan status kelasnya melalui

mekanisme simbolik. Fungsi pendidikan, dengan demikian, tiada lain

17

kecuali sebagai media reproduksi sosial atas reproduksi budaya.

Praktik-praktik kekerasan simbolik dalam pendidikan semakin kokoh

dengan dibentuknya perangkat-perangkat simbolis yang secara khusus

diciptakan untuk melancarkan proses reproduksi relasi kekuasaan.

Perangkat-perangkat tersebut diantaranya adalah etos, karya, dan

otoritas. Melalui perangkat-perangkat tersebut, proses inkulkasi

(penanaman) pendidikan, bisa dalam bentuk pelatihan, dilakukan

secara terus-menerus, memakan waktu cukup panjang, dan

membutuhkan konsistensi, sehingga memungkinkan bahwa hasil

pendidikan menjadi habitus dan stabil bagi kontinuitas kekerasan

simbolik. Jadi, dapat dikatakan, pendidikan selain menjadi arena untuk

reproduksi sosial dan kekerasan simbolik, juga arena untuk

membentuk dan mengakumulasi sistem disposisi dalam diri agen.

Perlu segera ditambahkan bahwa proses inkulkasi pendidikan tidak

dimulai dari nol. Fungsi pendidikan sekadar melatih, mendidik,

menyempurnakan, pada konteks tertentu ‗memilih‘, sistem disposisi

dan modal tertentu yang dimiliki oleh agen, sehingga agen

mendapatkan pengakuan dan kualifikasi simbolik dari sistem relasi dan

legitimasi kekuasaan otoritas pendidikan. Selain mendidik dan

melegitimasi, pendidikan juga menciptakan legitimasi hierarki sosial

dalam masyarakat modern. Selain itu, pendidikan sebagai strategi

kekuasaan, juga dapat diwariskan meskipun bersifat statis. Berbeda

dengan pewarisan dalam keluarga yang bersifat otomatis, pewarisan

statis mengandung maksud: pertahanan diri oleh kelas sosial

cenderung dilanggengkan tanpa perlu mengusahakan reproduksi diri

dari segenap anggotanya. Tetapi, bukan berarti pewarisan tersebut

tidak efektif. Pewarisan melalui pendidikan, menurut Bourdieu, jauh

lebih efektif karena kemampuannya untuk melegitimasi — dalam

konteks tertentu melanggengkan — reproduksi hierarki sosial,

menjamin kemapanan kelas, serta mendapatkan pengakuan simbolik

dari negara.

18

3. Pendekatan Budaya

Sangatlah menarik perhatian bahwa dalam alam kehidupan yang serba

maju dan modern dewasa ini, kebudayaan semakin mempunyai

kedudukan yang sentral. Hal ini dapat dijelaskan karena di samping

memang timbulnya berbagai masalah budaya yang harus di hadapi

juga karena pendekatan budaya menunjukkan cakupan yang

komperhendif dan berusaha mengadakan penyorotan secara evaluatif.

Berpijak pada kenyataan-kenyataan objektif yang dipahami serta

dijelaskan dalam kerangka pikir yang sistematis, pendekatan budaya

mempertanyakan makna pembangunan nasional dan berusaha mencari

pemecahan terhadap masalah yang di hadapinya untuk menemukan

jalan yang bermakna pula. Oleh karena itu, pendekatan ini melibatkan

tiga unsur yaitu data, teori, dan nilai seperti terlihat dalam gambar

berikut:

Data

Empirisme Kritisisme

Teori Nilai

Konstruktivisme

Suatu karya ilmiah mengenai fenomena budaya perlu berpijak pada

data objektif, sebab tanpa pijakan itu karya tersebut akan hanya

merupakan utopia yang tidak tahu ujung pangkalnya. Namun objek

memanifestasikan diri dalam gejala-gejala yang cerai berai serta serba

tak teratur dan hanya tampil sebagai sense-data dalam kesadaran

manusia sejauh didata dan disusun dalam kategori apriori, sehingga

terjadilah apa yang di sebut pengalaman atau pengetahuan empiris.

19

Selanjutnya untuk meningkatkan pengetahuan manusia secara

kreatif menjadi suatu ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan umat

manusia, diperlukan suatu teori atau rangkaian konsep sebagai kerangka

penyorotan secara tajam terhadap data-data empiris, sehingga kita dapat

memahami dan menjelaskan kejadian serta kaitan kausalnya secara

pasti dan bertanggung jawab. Dengan teori manusia mendalami proses

dan hukum yang berlaku dalam lalu-lalang serta timbul tenggelamnya

fenomena empiris dan bahkan mampu menguasai serta

mengendalikannya secara artifisal. Namun perlu di dasari bahwa teori

bersumber dari dan terarah pada data empiris, sedangkan data empiris

pada hakikatnya adalah factual: artinya de facto terjadi dalam bentuk

tertentu. Hal itu khususnya terlihat dalam kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan kehidupan masyarakat, seperti kemiskinan,

ketidakadilan, dan bentuk-bentuk alienasi lainnya dalam masyarakat.

Hal semacam itu dapat di ukur dengan diberlakukan nilai. Dan dalam

membahas masalah-masalah manusia dan masyarakat, khususnya

masalah budaya sering melibatkan nilai etis sebagai tolok ukur kita

membutuhkan nila-nilai dasar untuk dapat memberikan kritik dan

evaluasi terhadap realitas faktual yang disodorkan melalui sense-data.

Dalam hal ini jelaslah bahwa terdapat asumsi-asumsi dasar tertentu

yang tidak dapat dielakkan yang justru dibutuhkan untuk memberikan

orientasi bagi kebudayaan termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.10

Dengan demikian secara ringkas dapat dikemukakan bahwa

pendekatan budaya dilakukan dengan melibatkan ketiga unsur tersebut.

Data objektif semata-mata tanpa teori dan nilai adalah buta. Data dan

teori semata-mata tanpa nilai akan menimbulkan empirisme yang

ter[aku pada faktualisasi belaka tanpa idealisme yang terarah. Teori dan

nilai semata tanpa data objektif akan menimbulkan konstruktivisme

yang kehilangan sikap realitas sosial. Data dan nilai semata tanpa teori

10

Soerjanto Poespowadojo, Strategi Kebudayaan suatu Pendekatan Filosofis, (Jakarta:

Gramedia, 1989), h. 5-6

20

akan menimbulkan kritisisme yang melayang dan bahkan sering jatuh

dalam fanatisme yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

4. Pengertian Religious

Religious dalam bahasa Indonesia bermakna religius yang dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bersifat religi atau keagamaan, atau

yang bersangkut - paut dengan religi.11

Agama adalah keseluruhan tingkah

laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah,

dengan kata lain meliputi, keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup

ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur

(ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan

bertanggung jawab pribadi di hari kemudian.12

Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.13

Religius menurut

Islam adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh. Allah

berfirman dalam Q.S Al-Baqarah: 208

ه يطان إن بعوا خطوات الش لم كافة ول تت ها الذين آمنوا ادخلوا في الس ياأي

بين ) ( ٨٠٢لكم عدو م

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Menurut Nurcholis Madjid mengatakan agama bukan hanya

kepercayaan kepada yang ghaib dan melaksanakan ritual-ritual

tertentu. Agama adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang

terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah. Agama,

dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam

11

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 288 12

Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.. 124 13

Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis

Agama dan Budaya Bangsa), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.. 54

21

hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia

berbudi luhur (ber-akhlaq karimah), atas dasar percaya atau iman

kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari kemudian. Jadi

dalam hal ini agama mencakup totalitas tingkah laku manusia

dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada

Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan

dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi

dan perilakunya sehari-hari.14

Muhaimin menyatakan bahwa kata religius memang tidak selalu

identik dengan agama. Kata religuis lebih tepat diterjemahkan sebagai

keberagamaan. Keberagamaaan lebih melihat aspek yang di dalam lubuk

hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri

bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, citra rasa yang

mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia, bukan pada aspek yang

bersifat formal.15

Namun demikian keberagamaan dalam konteks

character building sesungguhnya merupakan manifestasi lebih mendalam

atas agama. Jadi, religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran

agama dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan menurut Nurcholis Madjid, mengatakan bahwasanya

agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti shalat dan

membaca doa. Agama lebih daripada itu, yaitu keseluruhan tingkah laku

manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridla atau

perkenan Allah. Agama dengan demikian meliputi keseluruhan tingkah

laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan

manusia berbudi luhur atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan

tanggungjawab pribadi di hari kemudian.16

5. Pengertian Budaya Religius (Religious Culture)

Dari beberapa pengertian tentang culture (budaya) dan religius di atas,

dalam kaitannya untuk memberikan definisi budaya religius, tidak hanya

14

Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997), h.. 124 15

Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h.. 288 16

Nurcholis Madjid, op.cit, h.. 125

22

menggabungkan pengertian dari kedua kata tersebut. Akan tetapi perlu

dimaknai secara luas adalah sekumpulan ajaran dan nilai-nilai agama yang

melandasi perilaku, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang

dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan

masyarakat sekolah.17

Antara agama dan budaya keduanya sama-sama melekat pada diri

seorang beragama dan di dalamnya sama-sama terdapat keterlibatan akal

fikiran mereka. Dari aspek keyakinan maupun aspek ibadah formal,

praktik agama akan selalu bersamaan, dan bahkan berinteraksi dengan

budaya. Budaya sangat berperan penting di dalam terbentuknya sebuah

praktik keagamaan bagi seseorang atau masyarakat. Dalam tataran nilai,

budaya religius berupa semangat berkorban, semangat persaudaraan,

semangat saling menolong dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam

tataran perilaku, budaya religius berupa tradisi sholat berjamaan, gemar

bershodaqoh, rajin belajar dan perilaku mulia lainnya.18

Religious culture atau budaya beragama dalam ini memiliki makna

yang sama dengan ―suasana religious atau suasana keagamaan‖. Adapun

makna suasana keagamaan menurut M. Saleh Mustahir adalah suasana

yang memungkinkan setiap anggota keluarnga beribadah, kontak dengan

tuhan dangan cara-cara yang telah ditetapkan agama, dengan suasana

tenang, bersih, hikmah. Sarananya adalah selera religious, selera etis,

estetis, kebersihan, itikat religious dan ketenagan.19

Namun budaya religius bukan hanya sekedar terciptanya suasana

religi, tetapi kegiatan yang biasa diciptakan untuk menginternalisasikan

nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik sehingga telah menjadi

kebiasaan sehari-hari. Jadi budaya religius harus didasari tumbuhnya

17

Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan

PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 77 18

Ibid , h. 7 19

M. Salah Muntasir, Mencari Evidensi Islam, (Jakarta: Rajawali, 1995), h.. 120

23

kesadaran dalam diri civitas akademika di lokasi penelitian, tidak hanya

berdasarkan perintah atau ajakan sesaat saja.20

Budaya beragama di sekolah merupakan cara berfikir dan cara

bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius

(keberagamaan). Budaya beragama disekolah merupakan sekumpulan

nilai-niai agama yang diterapkan di sekolah, yang meliputi : perilaku,

tradisi, kebiasaan, keseharian dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh

seluruh warga sekolah, atau perilaku-perilaku juga pembiasaan-

pembiasaan yang diterapkan dalam lingkungan sekolah sebagai salah satu

usaha untuk menanamkan akhlak mulia dan karakter yang baik pada diri

anak.

Dengan demikian, budaya religius pada hakikatnya adalah

terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai kebiasaan dalam berperilaku

dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan

menjadikan agama sebagai kebiasaan berperilaku dalam sekolah maka

secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti budaya yang

telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran

agama.

6. Proses Pembentukan Budaya Religius di Lembaga Pendidikan

Proses pembentukan budaya religius didahului dengan penanaman

nilai religius dalam pembelajaran. Nilai religius merupakan dasar dari

pembentukan budaya religius, karena tanpa adanya penanaman nilai

religius, maka budaya religius tidak akan terbentuk. Budaya religius yang

merupakan bagian dari budaya sekolah sangat menekankan peran nilai.

Bahkan nilai merupakan pondasi dalam mewujudkan budaya religius.

Tanpa adanya nilai yang kokoh, maka tidak akan terbentuk budaya

20

Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,

(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h. 44

24

religius. Nilai yang digunakan untuk dasar mewujudkan budaya religius

adalah nilai religius.21

Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescriptive dan dapat

juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu

masalah. Pertama terbentuknya budaya religius di lembaga pendidikan

melalui penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario dari

atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Pola ini disebut pola

pelakonan, modelnya sebagai berikut:

Pola Pelakonan22

Tradisi dan perintah

Kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning

process. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya dan suara

kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh

sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap

dan perilaku. Kebenaran itu diperoleh melalui pengalaman atau pengkajian

trial and eror dan pembuktiannya adalah peragaan pendiriannya tersebut.

Itulah sebabnya pola aktualisasinya itu disebut pola peragaan. Berikut ini

modelnya:

21

Chusnul Chotimah dan Muhammad Fathurrohman, Komplemen Manajemen

Pendidikan Islam Konsep Integratif Pelengkap Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras,

2014), h. 357. 22

Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya Mengembangkan

PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 83

Penurutan Peniruan Penganutan Perataan Skenario

Dari atas

25

Pola Peragaan23

Tradisi, Perintah

Budaya religius yang telah terbentuk di lembaga pendidikan

berkualitas ke dalam dan keluar pelaku budaya menurut dua acara, yaitu

aktualisasi budaya berlangsung secara covert (samar/tersembunyi) dan ada

yang overt (jelas/terang). Pertama adalah aktualisasi budaya yang berbeda

antara aktualisai ke dalam dengan ke luar, ini disebut covert yaitu

seseorang yang tidak berterus terang, berpura-pura, lain di mulut lain di

hati, penuh kiasan, dalam bahasa lembing, ia diselimuti rahasia. Kedua,

adalah aktualisasi budaya yang tidak menunjukkan perbedaan antara

aktualisasi ke dalam dengan aktualisasi ke luar, ini desibut dengan overt.

Pelaku overt berterus terang dan langsung pada pokok pembicaraan.

Menurut Novan Ardy Wiyani, pembentukan Religious Culture di

lingkungan sekolah yang mendukung kualitas iman dan taqwa guru dan

peserta didik, diantaranya dapat dilakukan dengan program-program

berikut:24

a. Penataan sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi

nilai iman dan taqwa dalam pembelajaran.

23

Ibid. 24

Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:

Teras, 2012), h. 170-171

Raga

(Kenyataan) Perilaku Sikap Pendirian

dalam diri

pelaku

budaya

26

b. Pendirian sarana ibadah yang memadai.

c. Membiasakan membaca Al-Qur‘an/ tadarus setiap mengawali KBM.

d. Membiasakan menghubungkan setiap pembahasan disiplin ilmu

tertentu dengan perspektif ilmu agama

e. Membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan

Dzuhur).

f. Membudayakan ucapan salam di sekolah.

g. Memberikan hukuman bagi peserta didik yang melanggar peraturan

seperti terlambat masuk sekolah dengan hukuman hafalan Al-Qur‘an.

h. Adanya program Bimbingan Konseling yang berbasis nilai-nilai

keagamaan.

i. Membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu shalat

dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapapun yang tidak

mengerjakan shalat berjamaah.

j. Adanya slogan-slogan motivasi di lingkungan sekolah.

7. Karakteristik Budaya Religius

Budaya religius pada masing-masing lembaga pendidikan mempunyai

karakteristik sendiri-sendiri. Hal tersebut dikarenakan budaya religius

merupakan bagian dari budaya lembaga pendidikan. Para ahli pendidikan

dan antropologi sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya

kepribadian manusia. Dari budaya dapat terbentuk identittas seseorang,

identitas masyarakat bahkan identitas lembaga pendidikan. Di lembaga

pendidikan secara umum terlihat adanya budaya yang sangat melekat

dalam tatanan pelaksanaan pendidikan yang menjadikan inovasi

pendidikan sangat cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius,

filsafat, etika dan estetika yang terus dilakukan.

Budaya lembaga pendidikan dapat berupa suatu kompleks ide-ide,

gagasan nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, aktivitas

27

kelakuan dari manusia dalam lembaga pendidikan, dan benda-benda karya

manusia. Budaya yang terjadi di lembaga pendidikan, termasuk

didalamnya adalah budaya religius, merupakan bidang budaya organisasi.

Budaya organisasi satu dengan lainnya tidak ada yang sama, walaupun

organisasinya sejenis. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh visi dan misi

organisasi tersebut. Maka dari itu, Siswohartono mengatakan bahwa

budaya organisasi disebut juga dengan siat-sifat internal organisasi yang

dapat membedakannya dengan organisasi lain. Dalam suatu organisasi

disamping terdapat hal-hal yang bersifat hard antara lain adalah: struktur

organisasi, aturan-aturan, kebijakan, teknologi, dan keuangan. Hal tersebut

dapat diukur, kuantitatif serta dikontrol dengan relatif mudah. Sedangkan

hal-hal yang soft adalah yang terkait dengan the human side of

organizational (sisi/aspek manusiawi dan organisasi), meliputi nilai-nilai,

keyakinan, budaya serta norma-norma perilaku. Dimensi hard sering

disebut pula sebagai the classic elements dari suatu organisasi. Meskipun

elemen klasik, seperti hierarki struktur, formulisasi, dan rasionalisasi itu

merupakan hal-hal yang penting, namun hal tersebut tidak dapat

sepenuhnya menjelaskan perilaku organisasi. Budaya organisasi, yaitu

yang terkait dengan the human side of organizational, meliputi nilai-nilai,

keyakinan, serta norma-norma perilaku.

Jadi sudah wajar kalau budaya religius yang ada di lembaga

pendidikan yang satu berbeda dengan lembaga lainnya. Selain disebabkan

perbedaan visi dan misi lembaga yang bersangkutan, karakteristik budaya

religious di suatu lembaga pendidikan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai

yang disepakati.25

Namun pada dasarnya dalam budaya religius sekolah terdapat

beberapa bentuk kegiatan yang setiap hari dijalankan oleh peserta didik,

diantaranya ialah:

25

Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,

(Yogyakarta: KALIMEDIA, 2015), h. 212-214

28

a. Senyum, salam, sapa.

b. Saling hormat dan toleran.

c. Doa bersama.26

Budaya beragama (religious culture) yang diterapkan di sekolah ini

memiliki tujuan yang ingin dicapai, salah satunya adalah menanamkan

akhlak mulai diri pribadi peserta didik. Adapun nilai-nilai yang seharusnya

di kembangkan di sekolah antara lain:

a. Terbiasa berperilaku bersih, jujur dan kasih sayang, tidak kikir,

malas, bohong, serta terbiasa dengan etika belajar, makan dan

minum.

b. Berperilaku rendah hati, rajin, sederhana, dan tidak iri hari,

pemarah, ingkar janji, serta hormat kepada orang tua.

c. Tekun, percaya dan tidak boros.

d. Terbiasa hidup disiplin, hemat tidak lalai serta suka tolong

menolong.

e. Bertanggung jawab.

Jadi walaupun dikatakan setiap sekolah memiliki karakteristik budaya

religius sendiri-sendiri, namun ketetapan dasar dalam kegiatan inti untuk

menciptakan budaya religius di sekolah tetap sama dan memiliki tujuan

yang sama pula.

8. Faktor Pendukung Penciptaan Religious Culture di Sekolah

Untuk menciptakan suasana seperti itu sebaiknya diperhatikan hal-hal

berikut:

a. Peraturan Sekolah Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan

aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana

sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah tata tertib

26

Asmaul Sahlan, Mewujudkan Budaya Religious di Sekolah; Upaya Mengembangkan

PAI dari Teori ke Aksi, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), h. 117-121.

29

sekolah yang memuat hak, kewajiban sanksi, dan penghargaan bagi

peserta didik, kepala sekolah, guru dan karyawan.

b. Tenaga Pembina Untuk menciptakan suasana sekolah yang kondusif

bagi peningkatan imtaq peserta didik diperlukan tenaga Pembina yang

secara terus menerus melakukan bimbingan, arahan, dan pengawasan,

terhadap segenap aspek yang berkaitan dengan program tersebut yang

telah diterapkan di sekolah. Kegiatan pembinaan ini harus melibatkan

segenap potensi sumberdaya manusia yang tersedia di sekolah,

sehingga gerakan pembinaan ini berjalan secara serentak dan

terintegrasi.

c. Sarana Prasarana Faktor dominan, disamping ketenagaan dan

peraturan sekolah, dalam menciptakan suasana sekolah yang kondusif

bagi peningkatan imtaq peserta didik adalah ketersediaan sarana dan

prasarana sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembinaan.27

B. Program Penguatan Pendidikan Karakter

Pengembangan atau pembentukan pendidikan karakter diyakini perlu dan

penting untuk dilakukan oleh sekolah untuk menjadi pijakan utama dalam

penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Program PPK (Penguatan

Pendidikan Karakter) merupakan program pendidikan yang dimaksud adalah

bentuk-bentuk penanaman nila-nilai karakter melalui pengajaran, pembiasaan,

peneladanan, pemotivasian serta penegakan aturan di sekolah untuk

memperkuat karakater siswa melalui proses pembentukan, transformasi,

transmisi, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi

olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan

numerisasi), dan olah raga (kinestetik) sesuai falsafah hidup Pancasila dengan

dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan

masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Program PPK dapat dimaknai sebagai pengejawantahan Gerakan Revolusi

27

Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:

Teras, 2012), h.179-184

30

Mental sekaligus bagian integral Nawacita. Program PPK ini menempati

kedudukan fundamental dan strategis pada saat pemerintah mencanangkan

revolusi karakter bangsa sebagaimana tertuang dalam Nawacita (Nawacita 8),

menggelorakan Gerakan Nasional Revolusi Mental, dan menerbitkan RPJMN

2014-2019.28

Sebagai pengejawatan Gerakan Nasional Revolusi Mental sekaligus

bagian integral Nawacita, program PPK menempatkan pendidikan karakter

sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan

karakter menjadi poros pelaksanaan dalam pendidikan. Lebih lanjut, program

PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus

menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang

sudah dilaksanakan sampai sekarang. Dalam hubungan ini pengintegrasian

dapat berupa pemanduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar

sekolah (masyarakat/komunitas); pemanduan kegiatan intrakulikuler,

kokulikuler, dan ekstrakulikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah,

keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa

penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada

pengembaganan karakter siswa, penambahan dan pemajanan kegiatan belajar

siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah;

kemudian penyelarasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru,

Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan

program PPK. Dan Penguatan Pendidikan Karakter merujuk pada lima nilai

utama yang meliputi; (1) religuis; (2) nasionalis; (3) mandiri; (4) gotong

royong; (5) integritas.

Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi

empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahapan pembentukan

karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan;

ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat,

28

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Konsep dan Pedoman Penguatan

Pendidikan Karakter, 2017, h.5

31

pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan. Karakter dikembangkan

melalui tahap pengetahuan (knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan

(habit).29

Karakter tersebut dikembangkan melalui tahap pengetahuan,

pelaksanaan, dan kebiasaan. Dengan demikian diperlukan tiga komponen

karakter yang baik, yaitu moral knowing, moral feeling atau perasaan, dan

moral action atau moral perbuatan. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan

warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus

dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan)

nilai-nilai kebajikan (moral).

Program PPK berfokus pada struktur yang sudah ada dalam sistem

pendidikan nasional. Terdapat tiga struktur yang dapat digunakan sebagai

wahana, jalur, dan medium untuk memperkuat pendidikan karakter bangsa,

yaitu:

1. Struktur Program, antara lain jenjang dan kelas, ekosistem sekolah,

penguatan kapasitas guru.

2. Struktur Kurikulum, antara lain kegiatan pembentukan karakter yang

terintegrasi dalam pembelajaran (intrakulikuler), kokulikuler, dan

ekstrakulikuler.

3. Struktur Kegiatan, antara lain bergabagai program dan kegiatan yang

mampu mensinergikan empat dimensi pengolahan karakter dari Ki Hadjar

Dewantara (olah raga, olah pikir, olah rasa, dan olah hati).30

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Bila ditelusuri asal karakter berasal dari bahasa Latin ―kharakter‖,

―kharassein‖, ―kharax‖, dalam bahasa Inggris : character dan Indonesia

―karakter‖, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam,

29

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga

Pendidikan, (Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2011), ed. I, cet. I, h.. 198 30

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Konsep dan Pedoman Penguatan

Pendidikan Karakter, 2017, h..12

32

membuat dalam.31

Dalam kamus Poerwadarminta yang di kutip ooeh

Abdul madjid dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter

Perspektif Islam karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

yang lain.32

Secara umum, karakter merupakan perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan

kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya

dan adat istiadat.33

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dengan yang lainnya.34

Dengan demikian karakter dapat dikatakan pula

sebagai jati diri atau identitas yang dimiliknya yang membedakan dengan

seseorang dengan lainnya. Sebagai identitas atau jati diri, karakter

merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata cara interaksi

antara sesama manusia. Individu yang berkarakter baik atau unggul

merupakan seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik

terhadap Tuhan, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara.

Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal

positif apa saja yang dilakukan guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada

para siswanya.35

Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan

makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlah.

31

Abdul Majid, dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya, 2011), h.. 11 32

Ibid h. 11 33

Lany Octavia, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Rumah

Kitab, 2014), Cet ke-1, H.. 11 34

Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2011), h.. 42 35

Ibid, h.. 43

33

Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang

baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.36

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang

mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik

dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan

pengambilan keputusan yang berada dalam hubungan dengan sesama

manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.37

Russel

Williams, menggambarkan karakter laksana ―otot‖, yang akan menjadi

lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka ―otot-otot‖

karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan.38

Dalam grand desain pendidikan karakter, pendidikan karakter

merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur

dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga,

dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur ini berasal dari teori-

teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya,

ajaran agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan

praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.39

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana

yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter

menannamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga peserta

didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah,

mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya

(psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus

melibatkan bukan saja aspek ―pengetahuan yang baik (moral knowing)‖,

akan tetapi juga ―merasakan dengan baik atau loving good (moral

feeling)‖, dan perilaku yang baik (moral action).

36 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,

2012), h.. 24 37

Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2011), h.. 44 38

Ibid, h.. 35 39

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan, (Jakarta: KENCANA, 2011), h.. 17

34

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pada dasarnya tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya

anak-anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang

baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan

komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan

segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Tujuan pendidikan

karakter adalah sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan keterampilan,

dengan berlandaskan empat pilar pendidikan.

Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan

berkarakter. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,

pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau bahkan

nilai-nilai karakter yang bertujuan mengembangkan kemampuan para

siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan,

mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan

sepenuh hati. Menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara

lain:

a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan

karakter bangsa.

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religius

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai generasi penerus bangsa

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia

yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan

e. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan

rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).40

40 Agus Zaenul Fitri,. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis

Nilai & Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 24

35

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir

sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif,

berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Secara

substantif, tujuan pendidikan karakter adalah memimbing dan

memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik).41

Adapun tujuan pendidikan karakter yang sesungguhnya jika

dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah

mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-

nilai luhur Pancasila.

Menurut Maswardi Muhammad Amin, Berdasarkan komitmen

tersebut dirumuskan tujuan pendidikan karakter/budi pekerti secara

umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter/budi

pekerti peserta didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan

agar dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai butir sila dari

Pancasila. Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak

didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki

sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai

sesama umat manusia.42

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berorientasi, bergotong

royong, berjiwa patriotik berkembang dinamis, berorientasi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

3. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia

diidentifikasikan berasal dari empat sumber, yaitu:

a. Agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama, oleh

karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari

pada ajaran agama dan kepercayaannya.

41

Ibid, h. 20 42 Mawardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Badouse

Media Jakarta, 2011), h. 37

36

b. Pancasila. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan

mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki

kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam

kehidupannya sebagai warga negara.

c. Budaya. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna

terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota

masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam

kehidupan masyarakat mengharuskannya menjadi sumber nilai dalam

pendidikan budaya dan karakter.

d. Tujuan pendidikan nasional. Tujaun pendidikan nasional memuat

berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara

Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber

yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan

bangsa.43

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai

untuk pendidikan karakter yaitu:

a. Religius

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu

berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

c. Toleransi

Sikap memberikan hormat terhadap berbagai macam hal, baik yang

bersifat fisik, sifat, adat, budaya, suku, maupun agama.

d. Disiplin

43

Said Hamid Hasan, dkk, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,

(Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas, 2010), h.. 8

37

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (atau bekerja) dengan

sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Cara berpikir dan melakukan sesuatu berdasarkan kenyataan untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah

dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas.

h. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengarnya.

j. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya

k. Nasionalis

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

l. Menghargai prestasi

38

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta

menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan

bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran dirinya.44

o. Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

p. Peduli sesama dan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya

untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin

memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang

membutuhkan.45

q. Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan

Yang Maha Esa.

D. Hasil Penelitian Relevan

1. Isma Rahmawati, Sarjana UIN Syarief Hidayatullah Jakarta tahun

2014 dengan judul skripsi ―Kontribusi Budaya Beragama Dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Di Smk Triguna

44

Asmaun Sahlan, Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan

Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 39 45

Zainal Aqib, Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yrama

Widya, 2011), h. 7-8

39

Utama‖. Berdasarlan penelitian tersebut bahwa udaya beragama di

sekolah SMK Triguna dapat memberikan kontribusi untuk mencapai

tujuan Pendidikan Agama Islam. dengan hasil siswa mampu membaca

al-Qur‘an dapat dilakukan dengan adanya kegiatan BTQ. Peningkatan

keimanan siswa dapat dilakukan dengan adanya budaya berdo‘a

sebelum dan sesudah memaulai pembelajaran, serta berdo‘a sehabis

shalat. Penanaman akhlak bagi siswa dapat dilakukan dengan

berberilaku disiplin, memberikan salam dan berjabat tangan.

Pengaplikasian dari kajian fikih dapat dilakukan dengan adanya shalat

zuhur dan shalat duha berjama‘ah. Untuk mempelajari sejarah Islam

dapat dilaksanakan dengan adanya Peringatan Hari Besar Islam.

Dengan adanya budaya beragama di sekolah seperti ini tentu sangat

berkontribusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

2. Lukman, sarjana UIN Walisongo Semarang Fakultas Ilmu Tarbiuah

dan Keguruan Jurusan PAI tahun 2015 dengan judul skripsi

―Implementasi ”Religious Culture” Dalam Pendidikan Agama Islam

(Studi Kasus Di Smk Islamic Centre Baiturrahman Semarang)‖.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut implementasi Religius Culture

berjalan dengan lancar di SMK Islamic Centre Baiturrahman

Semarang. Dengan adanya kegiatan Religius Culture ini, para peserta

didik lebih aktif dan rajin dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan religius culture. Dengan adanya kegiatan

Religius Culture ini, peserta didik menjadi lebih aktif dan disiplin

dalam menjalankan kewajibannya dan memiliki sopan santun yang

sesuai dengan akhlak Islami dan karakter yang baik.

3. Pendidikan Karakter Religius di Sekolah Dasar Intregal (SDI) Luqman

Al-Hakim Trenggalek (2015) Penelitian ini dilakukan oleh Wahyu

Hendry Trisnawati. Dengan hasil penelitiannya adalah Mendidik

karakter religius siswa di SDI Luqman al-Hakim Trenggalek dianggap

sangat penting dikrenakan beberapa hal. Untuk karakter religius yang

ditunjukkan siswa melalui tiga aspek yaitu: Pertama, berkaitan dengan

40

moral knowing, siswa mengetahui alasan mengenakan jilbab. Kedua,

berkaitan dengan moral feeling, siswa menunjukkan rasa empati

terhadaptemannya yang kesusahan, dan mencintai hal baik (berpakaian

rapi, suk tempat bersih) dan peduli orang lain. Ketiga, berkatian

dengan moral doing adalah membudayakan senyum, salam, sapa,

berjabat tangan, melakukan sholat duhadan dhuhur berjamaah.

Kemudian metode yang digunakan adalah metode tauladan atau

uswah, metode memberi perhatian, metode nasehat, metode

pembiasaan, dan metode punishment atau hukuman.

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di MA Negeri 4 Jakarta terletak di Jl. Ciputat

Raya RT. 005 RW. 08 Kel. Pondok Pinang Kec. Kebayoran Lama, Kota

Jakarta Selatan – DKI Jakarta. Adapun waktu penelitian mulai dilaksanakan

pada bulan Oktober 2018.

B. Metode Penelitian

Secara umum metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut ilmuan

Hillway, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan

sesorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu

masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah

tersebut.1 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu

penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis

tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun

menyediakan informasi tentang misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat

pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-

situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari

suatu fenomena, pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam

masyarakat. Lazimnya dalam penelitian deskriptif ini mengembangkan

konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis.2 Metode ini disebut

juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni

(kurang terpola), dan disebut sebagai interpretive karena data hasil penelitian

1 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Galia Indonesia, 2013), h. 10

2 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 47-

48

42

lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang ditemukan di

lapangan.3

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian lapangan (field

research) yaitu penelitian yang dilakukan langsung di lapangan dan yang

bersifat deskriptif kualitatif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk

menerangkan fenomena sosial atau suatu peristiwa.

C. Sumber Data

Sumber data adalah dari mana data diperoleh. Sedangkan menurut Lofland

dan Lonfland sebagaimana dikutip moleong sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain.4

Sumber data penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu data primer dan

sekunder:

1. Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari

informan di lapangan yaitu melalui wawancara dan observasi

mendalam dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang

kurikulum, kesiswaan, dan guru agama Islam, serta beberapa siswa di

MAN 4 Jakarta mengenai implementasi religious culture melalui PPK

di sekolah.

2. Sumber data sekunder, yaitu kajian kepustakaan. Metode ini

dilakukan untuk mendapatkan data dan teori yang berhubungan dengan

yang diteliti melalui referensi buku dan berita-berita dari sumber

terpercaya.

Dalam penelitian kualitatif sumber data akan berkembang terus

(snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan

dianggap memuaskan. Oleh karena itu, sumber data akan bertambah terus

3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2010), h.8 4 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2010), cet. 27, h. 157

43

jika sumber data yang ditentukan belum dapat memberikan data yang

relevan bagi penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk

mendapatkan informasi data. Untuk mendapatkan data yang diinginkan,

penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:

1. Pengamatan (Observasi)

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap

objek baik secara langsung maupun tidak langsung.5 Dengan teknik ini

penulis dapat mengamati objek dengan lebih seksama dan lebih mampu

memahami konteks sosial yang terjadi di lingkungan sekolah sehingga

mendapatkan data yang lebih lengkap dan valid. Teknik ini digunakan

untuk mengumpulkan data yang di perlukan.

2. Wawancara (Interview)

Wawancara atau interview barang kali dapat dikatakan merupakan alat

tukar menukar informasi yang tertua dan banyak digunakan umat manusia

dari seluruh zaman.6 Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara

semistruktur yang mana pertanyaannya akan memberi kebebasan kepada

responden untuk mejawab pertanyaan yang diajukan dan untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka,. Wawancara ditunjukkan

langsung kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum,

kesiswaan, dan guru agama Islam, serta beberapa siswa di sekolah. Teknik

ini digunakan untuk mendapatkan hasil data yang diperlukan, yaitu:

a. Identitas sekolah

b. Peraturan-peraturan sekolah yang telah di tetapkan

c. Data siswa

d. Identifikasi kegiatan yang menunjang dalam penguatan karakter

5 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 85

6 Ibid, h. 82

44

e. Identifikasi kegiatan yang terprogram dalam mengimplementasikan

religoius culture di sekolah.

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, leger, agenda, dan

sebagainya. Dalam penelitian ini, dikarenakan buku catatan konseling siswa

bersifat rahasia, maka data yang dapat diambil adalah buku atau catatan

laporan kasus siswa dan .peraturan tertulis yang telah ditetapkan.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini memakai uji triangulasi.

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.7 Jadi triangulasi digunakan

untuk menggabungkan antara wawancara, observasi, serta dokumen-dokumen

yang didapat dari MAN 4 Jakarta. Maka data yang diperoleh akan lebih

konsisten, tuntas dan pasti.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain.8 Setelah semua data dari lapangan terkumpul, maka penulis akan

mengolah data tersebut dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif,

yaitu suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data

yang terkumpul sehingga memperoleh gambaran secara umum dan

menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya.9 Untuk menganalisa data,

7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2010), h. 241 8 Ibid, h. 244

9 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (akarta: Rineka Cipta, 2005), h. 322

45

penulis mengikuti konsep Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa

analisis data kualitatif terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction) Inti dari reduksi data adalah proses

penggabungan dan penyeragaman segala bentuk informasi yang

diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis.

Penulis mereduksi data dengan memfokuskan pada hal yang penting,

dan membuat kategori berdasarkan macam atau jenisnya dan

membuang data yang tidak diperlukan. Dengan demikian data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data.

2. Penyajian Data (Data Display) Setelah data direduksi, langkah

selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif,

penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.10

Setelah

mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu mendisplay data. Dalam

langkah ini dilakukan penyajian dengan memisahkan pola yang

berbeda sesuai jenis dan macamnya sehingga strukturnya mudah

dipahami.

3. Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion/Verifikasi) Langkah ketiga dalam

analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

yang kuat. Tetapi jika didukung dengan bukti yang valid, maka

menjadi kesimpulan yang kredibel.11

10

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2010), h. 249 11

Ibid, h. 252

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Gambaran Umum Tentang Madrasah

a. Identitas MAN 4 Jakarta

Nama Sekolah : MAN 4 Pondok Pinang Jakarta

Nomor Pokok Sekolah Nasional :Lama : 20109253 / Baru : 20177932

Jenjang : Sekolah Menengah Atas

Nomor Statistik Madrasah : 131131730003

Akreditasi : A (Ma. 004506)

Sertifikasi ISO : ISO 9001:2008 (Sucofindo ICS)

Jenis Sekolah : Keagamaan

Status : Negeri

Waktu Belajar : Sekolah Pagi s/d Sore

Tahun Berdiri : 29 April 1992,No 64 thn 1992

Standar Sekolah : Sekolah Standar Nasional (SSN)

Alamat Sekolah : Jl. Ciputat Raya RT. 005 RW. 08,

Kel. Pondok Pinang – Kec.

Kebayoran Lama, Kotamadya

Jakarta Selatan - DKI Jakarta, 12310

Telpon : 021-7690283

Faxmile : 021-7697795

Website : www.man4jkt.kemenag.go.id

Email : [email protected]

Status Tanah : Milik Kementerian Agama RI

Luas Tanah : 29.980 M2

Luas bangunan : 7.317 M2

Nama Kepala Madrasah : H. Ismail Nur, Lc., M.Ag.

47

b. Denah MAN 4 Jakarta

Gambar 4.1

c. Sejarah MAN 4 Jakarta

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta adalah Lembaga

Pendidikan tingkat SLTA dengan ciri khas keislaman. Madrasah

Aliyah Negeri 4 Jakarta didirikan pada tahun 1992 hasil alih fungsi

dari PGAN 28 sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI nomor 64

tahun 1992 tanggal 29 April 1992.

Pada tahun 1998 MAN 4 Jakarta ditetapkan sebagai MAN Model

untuk DKI Jakarta oleh Menteri Agama RI sesuai Surat Keputusan

Dirjen Binbaga Islam tanggal 20 Februari 1998. Dan pada tahun 2008

MAN 4 Jakarta menjadi Madrasah Standar Nasional (MSN), sesuai

dengan perkembangan dunia pendidikan serta undang – undang

tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka pada tahun 2010 MAN 4

Jakarta ditetapkan sebagai Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional

(RMBI) sesuai Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama

Provinsi DKI Jakarta. Namun sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) mengenai penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

(RSBI) maka kini MAN 4 Jakarta tidak lagi berstatus sebagai Rintisan

Madrasah Bertaraf Internasional (RMBI). Namun MAN 4 Jakarta tetap

menjaga dan menjamin kualitas dan mutu pendidikan agar tetap

bersaing dengan sekolah lain, diantaranya menjalin sister school

48

dengan Narrogin Senior High School, Western Australia dan

Universitas di Tokyo, Jepang.

d. Visi, Misi, dan Motto, MAN 4 Jakarta

Visi Madrasah :

“ Terwujudnya Pendidikan Islami Unggul dalam Prestasi.”

Misi Madrasah :

1) Mewujudkan sistem pembinaan keagamaan yang islami.

2) Mewujudkan sistem akademik dan non akademik yang sistematis,

profesional dan berkelanjutan yang berorientasi pada tercapainya

prestasi nasional.

3) Menyelenggarakan pembinaan kompetensi guru dan

profesionalitas pegawai yang berintegritas.

4) Mewujudkan sistem pembinaan kecakapan global yang

sistematis, mendalam, aplikatif dan berkelanjutan.

5) Mewujudkan sarana dan prasarana madrasah yang lengkap,

berkualitas dan terawat.

6) Menyediakan tata kelola madrasah yang handal dan menjamin

terselenggaranya layanan prima.

7) Mewujudkan sistem pembinaan asrama yang sistematis, kreatif,

efektif, inovatif, menyenangkan, dan Islami.

8) Mewujudkan monitoring dan evaluasi sistem administrasi

manajemen madrasah.

Motto Madrasah :

“Madrasah Pilihanku, Madrasah Prestasiku”

e. Kepala MAN 4 Jakarta Dari Masa ke Masa :

Sejak MAN 4 Jakarta didirikan pada tahun 1992, sudah beberapa

kali terjadi pergantian kepala madrasah. Masa jabatan masing – masing

kepala madrasah berbeda – beda, MAN 4 Jakarta yang merupakan

institusi negeri/pemerintah maka kewenangan pergantian kepala

49

madrasah di tentukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama

Provinsi DKI Jakarta, Hal tersebut dikarenakan MAN 4 Jakarta secara

hirarki merupakan binaan Kanwil Kemenag Prov. DKI Jakarta.

Pergantian kepala madrasah disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya

dikarenakan kepala madrasah masuk masa pensiun, penilaian kinerja

kepala madrasah dan prestasi madrasah. Beberapa kepala madrasah

yang pernah bertugas di MAN 4 Jakarta dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.1

NAMA PERIODE TUGAS

1. Drs. H. Daud Edies

2. Drs. H. Fachruddin,MM

3. Drs. H. Muchyi

4. Drs. H. Kidup Supriyadi, M.Pd.

5. Drs. M. Fadoli

6. Drs. Nuroto, M.Si.

7. Dra. Hj. Isnadiar Dekok, M.M.

8. Dra. Nurlaelah, M.Pd.

9. H. Ismail Nur, Lc., M.Ag.

Tahun 1992 s/d 1996

Tahun 1997 s/d 2002

Tahun 2002 s/d 2009

Januari s/d Maret 2009

April 2009 s/d Juli 2010

Agustus 2010 s/d Okt.2011

November 2011 s/d November 2014

Desember 2014 s/d Januari 2016

Februari 2016 s/d Sekarang

f. Jumlah Guru dan Karyawan

Guru

Tabel 4.2

No Guru Negeri Guru Guru

Jumlah NIP.15 NIP.13 Kontrak Honorer

1 71 5 15 91

Karyawan

Tabel 4.3

No Jabatan PT/PNS PTT/Honorer Jumlah

1 Tata Usaha 17 2 19

2 P/C.S 17 17

3 Satpam 6 6

JUMLAH TOTAL 42

50

g. Struktur Muatan Kurikulum

Tabel 4.4

1 2 3 4 5 6

Kelompok Umum

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2

b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2

c Fikih 2 2 2 2 2 2

d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2

2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2

3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4

4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2

5 Matematika 4 4 4 4 4 4

6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2

7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2

8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*

9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3

10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2

11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*

12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2

34 34 34 32 32 32

Kelompok Peminatan ( C)

13 3 3 4 4 4 4

14 3 3 4 4 4 4

15 3 3 4 4 4 4

16 3 3 4 4 4 4

17 3 3 4 4 4 4

18 3 3

52 52 52 52 52 52

312

STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN IPA

Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =

Total Beban Belajar Minimal =

Matematika Peminatan IPA

Lintas Minat 1: Bahasa dan Sasra Inggris

Lintas Minat 2: Bahasa Asing (Jepag/

Jerman)

Kelompok A :

Kelompok B :

XMATA PELAJARAN

XII

Biologi

Fisika

Kimia

Kelompok Lintas Minat

N0XI

51

Tabel 4.5

1 2 3 4 5 6

Kelompok Umum

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2

b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2

c Fikih 2 2 2 2 2 2

d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2

2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2

3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4

4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2

5 Matematika 4 4 4 4 4 4

6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2

7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2

8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*

9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3

10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2

11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*

12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2

34 34 34 32 32 32

Kelompok Peminatan ( C)

13 3 3 4 4 4 4

14 3 3 4 4 4 4

15 3 3 4 4 4 4

16 3 3 4 4 4 4

17 3 3 4 4 4 4

18 3 3

52 52 52 52 52 52

312

Kelompok Lintas Minat

Lintas Minat 1: Bahasa dan Sasra Inggris

Lintas Minat 2: Bahasa Asing (Jepag/

Jerman)

Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =

Total Beban Belajar Minimal =

Kelompok A :

Kelompok B :

Geografi

Sosiologi

Ekonomi

Sejarah Peminatan IPS

STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN IPS

N0 MATA PELAJARANX XI XII

52

Tabel 4.6

1 2 3 4 5 6

Kelompok Umum

1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

a Al-Qu'ran Hadis 2 2 2 2 2 2

b Akidah Akhlak 2 2 2 2 2 2

c Fikih 2 2 2 2 2 2

d Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 2

2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2

3 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4

4 Bahasa Arab 4 4 4 2 2 2

5 Matematika 4 4 4 4 4 4

6 Sejarah Indonesia 2 2 2 2 2 2

7 Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2

8 Seni Budaya (*) 2* 2* 2* 2* 2* 2*

9 Penjasorkes 3 3 3 3 3 3

10 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2 2 2 2

11 Mulok (Tahfiz Quran)* 1* 1* 1* 1* 1* 1*

12 Mulok Ketrampilan Bhs Asing (Jepang/ Jerman) 2 2 2 2 2 2

34 34 34 32 32 32

Kelompok Peminatan ( C)

13 2 2 3 3 3 3

14 2 2 3 3 3 3

15 2 2 3 3 3 3

16 2 2 2 2 2 2

17 2 2 2 2 2 2

18 2 2 3 3 3 3

19 3 3 4 4 4 4

20 3 3

52 52 52 52 52 52

312

Kelompok Lintas Minat

Lintas Minat 1: Bahasa dan Sastra Inggris

Lintas Minat 2: Ekonomi

Jumlah jam pelajran tiap-tiap Semester =

Total Beban Belajar Minimal =

Ilmu Kalam

Akhlak

Kelompok A :

Kelompok B :

Tafsir Ilmu Tafsir

Hadis Ilmu Hadis

Fikih Ushul Fikih

Bahasa Arab

STRUKTUR KURIKULUM PEMINATAN KEAGAMAAN

N0 MATA PELAJARANX XI XII

53

h. Unit Kegiatan Kesiswaan / Ekstrakurikuler

Bidang Keislaman:

a. Qiraatul Kutub

b. Kaligrafi

c. Hadroh

d. FMIKA (Forum Mudzakarah Isi dan kandungan Al-Quran)

e. Qira’at

f. Naady araby

g. Marawis ”Nahdhotus Shab’ah”

h. M4IC (MAN 4 Islamic Choir)

Bidang Bahasa:

a. English Conversation Club (ECC)

b. Nihon Kurabu

Bidang Olahraga:

a. FUTSAL / SEPAKBOLA

b. ALMODE BASKET

c. Badminton

d. Tenis Meja

e. Atletik

f. FUTSAL / SEPAKBOLA

g. ALMODE BASKET

h. Bola Voly

Bidang SAINS:

a. SAINS Matematika

b. SAINS Kimia

c. SAINS Ekonomi Dan Akuntansi

d. SAINS Kebumian

e. SAINS Geografi

f. SAINS Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK)

g. SAINS Biologi

h. SAINS Fisika

54

i. Astronomi

j. Robotik

k. Kelompok Ilmiah Remaja ( KIR )

Bidang Bela Diri:

a. Silat

b. Taekwondo

c. Jujitsu

Bidang Seni:

a. Seni Tari Tradisional

b. BAND Akustik

c. Teater

d. Modeling

e. COLSTRA/BAND

Bidang lain-lain:

a. Klub Jurnalistik Sekolah (KJS)

b. PASKIBRAKA (Pasukan Pengibaran Bendera)

c. Palang Merah Remaja

d. Gerakan Pramuka

e. Pusat Informasi Dan Konsultasi (PIK)

i. Sarana Dan Prasarana

Di atas tanah seluas 2,2 hektar, berdiri kampus MAN 4 Jakarta

yang memiliki sarana prasarana sesuai dengan Permendiknas No. 24

Tahun 2007, berikut sarana dan prasarana yang tersedia:

1) Ruang belajar dilengkapi dengan LCD, AC, CCTV dan Sound

System (Hotspot area)

2) Laboratorium IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi), Bahasa, komputer,

Agama dan Kesenian

3) Perpustakaan Digital

4) Ruang Multimedia

5) Ruang Bimbingan Konseling

55

6) Alat musik (Colstra, Band, Kedaerahan dan Marawis)

7) PSBB (Pusat Sumber Belajar Bersama)

8) Asrama Putra dan Putri (daya tampung 80 siswa)

9) Kantin dan koperasi

10) Lapangan olah raga (Sepak bola, volly, futsal dan basket)

11) Masjid

12) Green House dan Vertical Garden

13) Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan Dokter jaga dan Suster

14) Lapangan parkir yang luas dan aman

15) Bus Operasional

16) Fitness Outdoor

2. Konsep Religiuos Culture di MAN 4 Jakarta

Budaya atau culture merupakan satu set perilaku, ide, adat-istiadat atau

kesenian, dan wujud benda yang diciptakan oleh seseorang atau

sekelompok orang dan diikuti oleh orang lain secara terus menerus.

Budaya yang dibentuk di MAN 4 merupakan budaya Islami yang

menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman di dalamnya karena memang

sudah jelas bahwa title yang disandangkan adalah madrasah, sekolah

keagamaan. Adapun budaya beragama di MAN 4 yang mencakup set ide

dan perilaku yaitu dengan adanya peraturan-peraturan yang mana di

dalamnya terkandung pembetukkan karakter Islami siswa.

Dalam perencanaan penerapan religious culture di MAN 4 Jakarta

kepala sekolah bekerjasama dengan seluruh guru yang ada. Perencanaan

ini prosesnya diawali dengan rapat kerja tahunan yang diadakan oleh

madrasah yakni rapat antara kepala sekolah dan guru yang masing-masing

guru menyampaikan pendapatnya terkait program religious culture yang

akan terus diterapkan atau adanya perubahan dan perbaikan di madrasah

yang nantinya akan disesuaikan dengan visi misi yang telah ditetapkan

dengan tujuan membentuk anak bangsa yang cerdas, terampil dan mandiri,

56

beriman dan taqwa kepada Allah SWT serta berwawasan IPTEK. Dan

berupaya menghasilkan peserta didik yang mempunyai landasan agama

yang kuat, berilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, taat kepada

Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada orang tua, terampil dan mandiri

dalam hidup, serta berakhlak mulia dan menjaga nama baik madrasah.1

Dalam keseharian budaya religius di MAN 4 sudah dibentuk dan

diimplementasikan sejak pertama kali berdiri yaitu pada tahun 1992.

Konsep dalam religious culture adalah adanya pembiasaan serta

peneladanan di madrasah. Karena pembiasaan dapat berpengaruh besar

untuk mengembangkan karakter siswa agar lebih baik, serta peneladaan

merupakan pencontohan dari seorang guru yang merupakan model siswa

di madrasah. Selain pembiasaan dan peneladanan, untuk menanamkan

nilai-nilai religius juga diberikan di dalam kelas saat pembelajaran PAI

yang terbagi menjadi 4 mata pelajaran yaitu, akidah akhlak, fiqh, Quran

hadits, dan SKI . Sama seperti madrasah pada umumnya, pelajaran agama

masing diberikan alokasi waktu sebanyak 2 X 45 menit. Pembelajaran di

kelas merupakan dasar-dasar yang harus di miliki oleh siswa yang berupa

ilmu pengetahuan sebagai sebuah fondasi awal untuk menjalankan

kewajiban-kewajibannya baik di madrasah maupun di luar lingkungan

madrasah.

Dan ini sangat di dukung penuh oleh semua pihak sekolah, baik kepala

sekolah, guru, staff, karyawan, peserta didik, hingga wali murid terutama

guru bidang agama Islam yang merupakan ketua koordinasi kegiatan

religious culture dan sangat berperan aktif didalamnya. Dalam membuat

rangkaian konsep kegiatan religius, disepakati adanya kegiatan religius

dengan berbagai jenjang waktu, yaitu harian, mingguan, hingga bulanan

serta ada banyaknya ekstrakulikuler di bidang keagamaan yang sangat

1 Hasil wawancara dengan bu Fitri selaku WAKA Kurikulum pada hari rabu, 10 Oktober

2018

57

menunjang religious culture di madrasah ini. Berikut beberapa kegiatan

tersebut:

Program kegiatan harian:

a. 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, santun).

b. Mengawali pembelajaran dengan TTD (tadarus, tahfidz, dhuha).

c. Tausiyah

d. Infaq

e. Melaksanakan sholat dzuhur berjamaah tepat waktu

f. Berdzikir dan berdoa bersama setelah sholat

g. Adanya kultum setiap sholat dzuhur oleh siswa

h. Melaksanakan sholat ashar berjamaah tepat waktu

Program kegiatan mingguan:

a. Keputrian untuk para siswi

b. Selasa bersih

c. Kajian tafsir dan hadist

d. Kajian keislaman

e. Dzikir dan muhasabah bersama

f. Berbagai ekstrakulikuler keIslaman.

Program kegiatan bulanan

a. Pengajian bulanan di rumah siswa

b. Perayaan PHBI dan Pesantren Ramadhan

Semua kegiatan keIslaman yang dibuat oleh pihak madrasah bertujuan

untuk menjadikan habit siswa melakukan kegiatan positif dan selalu

mengandung nilai keIslaman didalamnya yang berorientasi pada Allah

swt., sehingga berkelanjutan menjadi karekter pribadi siswa itu sendiri.

Religious culture ini dibentuk adalah sebagai salah satu cara untuk

kembali menguatkan program pendidikan karakter yang sudah lama

terlaksana karena karakter dapat terbentuk dengan adanya peneladanan

58

dan pengulangan serta pemberian motivasi agar terbentuklah karakter yang

positif.

3. Implementasi Religious Culture melalui program Penguatan

Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta

Program PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) merupakan program

pendidikan yang dimaksud adalah bentuk-bentuk penanaman nila-nilai

karakter melalui pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian serta

penegakan aturan di sekolah untuk memperkuat karakater siswa yang

mempunyai kedudukan fundamental dalam pendidikan.

MAN 4 Jakarta merupakan sekolah yang memiliki akreditasi sangat

baik dan termasuk salah satu sekolah unggulan yang berpegang teguh pada

visi dan misinya, khususnya dalam menjadikan siswa yang berkarakter

positif.2 Sebagai salah satu treatmentnya adalah melalui kegiatan religious

culture di madrasah

Dalam pelaksanaanya, MAN 4 Jakarta sudah mengimplementasikan

religious culture sejak madrasah pertama kali berdiri dan terus

dikembangkan dan lebih diinovasikan kembali. Budaya religius yang

dapat dilihat pertama kali adalah adanya masjid yang terletak di bagian

depan sekolah dan di samping sekolah. Hal ini dikarenakan masjid

memiliki banyak fungsi yaitu masjid ini adalah sebagai sarana ibadah dan

sarana pendukung terlaksananya pembelajaran Pendidikan Agama Islam

dan kegiatan lainnya.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam konsep religius yang telah di

sepakati oleh semua pihak sekolah, yaitu dalam pelaksanaannya diadakan

program yang bersifat harian, mingguan dan bulanan. Kegiatan harian itu

difokuskan pada pembiasaan dan sarana latiah bagi siswa agar nantinya

terus diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, sedangkan program yang

2 Hasil wawancara dengan bu Fitri selaku WAKA Kurikulum pada hari rabu, 10 Oktober

2018

59

sifatnya mingguan dan bulanan adalah sebagai program pendukung yang

tetap dipentingkan kegiatannya.

Adapun program pembiasaan harian religious culture, yaitu3:

Tabel 4.7

No. Kegiatan Waktu pelaksanaan

1. 5 S (senyum, salam, sapa, sopan

dan santun)

Secara formal dilakukan pada

saat baru sampai dan hendak

memasuki masjid tetapi secara

nonformal dilakukan kapan

saja, setiap bertemu dengan

guru dan siswa lainnya.

2. Mengawali pembelajaran

dengan TTD (tadarus, tahfidz,

dhuha).

Sebelum memasuki jam

pembelajaran pukul 06.30 sd

07.30 WIB.

3. Tausiyah Selesai TTD di lanjutkan

dengan tausiyah hingga pukul

08.00 WIB.

4. Infaq Berjalan saat keberlangsungan

tausiyah

5. Melaksanakan sholat dzuhur

berjamaah tepat waktu

Saat adzan berkumandang

seluruh siswa diistirahatkan dan

langsung menuju masjid.

6. Berdzikir dan berdoa bersama

setelah melaksanakan sholat

Setelah melaksanakan sholat

berjamaah.

7. Adanya kultum setiap sholat

dzuhur oleh siswa

Setelah sholat dzuhur dan

berdzikir bersama.

8. Melaksanakan sholat ashar

berjamaah tepat waktu

Saat adzan berkumandang

seluruh siswa diistirahatkan

3 Ibid

60

untuk melaksanakan sholat

ashar.

Adapun program religious culture pendukung, yaitu4:

Tabel 4.8

No. Kegiatan Waktu pelaksanaan

1. Selasa bersih Dilakukan setiap hari selasa

setelah pelajaran olahraga.

2. Pengajian bulanan di rumah

siswa

Setiap satu bulan sekali yang

diadakan di rumah siswa secara

bergilir.

3. Perayaan PHBI dan Pesantren

Ramadhan

Di saat adanya hari besar Islam

dan pada saat bulan Ramadhan

4. Berbagai ekstrakulikuler

keIslaman.

Sesuai dengan jadwal ekskul

yang telah ditetapkan.

Tidak hanya siswa yang menerapkan religious culture di madarasah,

seluruh guru, staff, dan karyawan pun memiliki program religious culture

khusus, diantaranya adalah:

Tabel 4.9

No. Kegiatan Waktu pelaksanaan

1. Kajian tafsir dan hadist Setiap hari rabu pagi

2. Kajian keislaman Setiap hari kamis pagi

3. Dzikir dan muhasabah bersama Setiap hari jumat pagi

4 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18

Oktober 2018

61

Semua program kegiatan religious culture yang telah dibuat tidak

lain adalah dengan tujuan agar dapat meningkatkan keimanan pada

masing-masing individu warga sekolah, terutama dalam mendidik siswa

agar dapat mengembangkan karakter siswa untuk memiliki karakter Islami

dan berakhlakul karimah juga untuk membiasakan anak agar selalu

mengedepankan perilaku positif yang berlandaskan al-Quran dan hadist

rasul.5 Mulai dari saat tiba di sekolah siswa dibiasakan untuk senyum,

salam dan sapa yang secara formal dilaksanaan dengan cara setiap guru

yang bertugas piket menyambut semua siswa yang baru datang di depan

masjid. Namun, di luar itu secara non formal pun siswadibiasakan untuk

tetap selalu melakukan 5S kapan pun, dimana pun, dan dengan siapa pun.

Kegiatan ini dibiasakan dengan tujuan adanya sikap saling menghormati

dan menghargai antara murid ke gurunya serta sikap saling menyayangi

antara guru ke muridnya.

Kemudain berlanjut untuk melaksanakan kegiatan tadarus atau

muraja’ah, kegiatan ini bertujuan agar siswa lebih mencintai al-Quran

salah satunya adalah dengan cara membacanya setiap hari sebelum

memasuki kelas. Tadarus atau muraja’ah dilakukan secara individu, tanpa

ada dibantu oleh pembina tertentu. Kemudian dilanjut dengan tahfidz yaitu

penyetoran ayat al-Quran yang telah dihafalkan kepada guru atau pembina

yang telah ditetapkan. Tahfidz ini merupakan salah satu syarat siswa untuk

bisa lulus di madrasah, jadi siswa dijawibkan untuk menghafalkan

minimal 3 juz yaitu juz 29, 28, dan 30 agar dapat mendapatkan keterangan

lulus dari madrasah. Dalam penyetoran hafalan atau tahfidz, dilakukan

sesuai dengan kelasnya masing-masing dikarenakan target hafalan setiap

kelas dibedakan. Dilanjut lagi dengan pelaksanaan sholat dhuha bersama-

sama. Ketiga kegiatan ini dilakukan dengan kelasnya masing-masing di

masjid yang berbeda. Kelas X di masjid lama yang terletak di depan

sekolah, sedangkan kelas XI dan XII di masjid baru yang masih dalam

5 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18

Oktober 2018

62

proses penyempurnaan pembangunan. Proses kegiatan TTD selesai

dilanjutkan dengan tausiyah yang disampaikan oleh guru secara bergantian

setiap harinya. Tausiyah ini bertujuan agar siswa selalu mengingat

perbuatan-perbuatan baik yang Islam ajarkan juga untuk lebih menambah

wawasan keislaman siswa. Pada saat mendengarkan tausiyah yang

disampaikan, siswa menjalankan infaq rutin yang di pandu oleh beberapa

anggota OSIS secara berkeliling.

Setelah selesai melaksanakan ketiga kegiatan tersebut, barulah

seluruh siswa diperbolehkan untuk masuk ke kelasnya masing-masing dan

memulai pembelajaran seperti biasanya.

Religous culture selanjutnya adalah sholat dzuhur berjamaah di

masjid sekolah dengan tepat waktu. Saat adzan berkumandang, bel

istirahat langsung dibunyikan walau pun jam pelajaran belum selesai. Ini

diterapkan karena untuk membiasakan siswa agar sholat tepat waktu, guna

untuk meningkatkan kualitas keimanan mereka. Pada pelaksanaan sholat

dzuhur, diimami oleh siswa yang bertugas setiap kelas dilanjut juga untuk

memimpin dzikir dan doa setelah sholat. Setelah selesai dilanjutkan

dengan berdzikir serta berdoa bersama-sama dan kultum yang

disampaikan dari siswa untuk siswa. Kultum ini ditunjuk secara spontan

oleh guru atau pembina yang bertugas. Kegiatan ini diadakan bertujuan

agar siswa selalu sigap dan siap saat ditugaskan apa saja serta melatih

public speaking saat berbicara di depan khalayak ramai. Begitu juga saat

sholat ashar, bel langsung dibunyikan saat adzan berkumandang walau jam

pelajaran belum selesai. Selain siswa, guru pun sangat dianjurkan untuk

sholat berjamaah di masjid guna sebagai teladan dan contoh untuk siswa

sekaligus mengontrol selama kegiatan berlangsung.

Selain kegiatan rutin harian ada juga kegiatan rutin mingguan yaitu

keputrian pada hari Jumat yang diisi dengan kajian tentang kewanitaan

baik secara segi umum maupun segi Islamnya. Keputrian ini

dilaksanakaan saat shalat jumat sedang berlangsung yang di isi oleh guru

63

penanggung jawab keputrian. Materi yang diberikan berganti-ganti setiap

dua minggu sekali sebagai contoh materinya yaitu ada kajian tentang fiqh

sunnah wanita, atau melakukan kegiatan kerajianan wanita atau membahas

tentang ilmu pengetahuan umum kewanitaan.

Setiap hari selasa diadakan kegiatan selasa bersih yaitu kegiatan

siswa bersama-sama kerja bakti membersihkan kelasnya masing-masing

yang dilakukan setelah selesai pelajaran olahraga. Diberikan waktu khusus

30 menit untuk siswa mebersihkan kelasnya masing-masing. Kegiatan

selasa bersih merupakan inovasi baru yang diterapkan di madrasah dengan

tujuan agar siswa melatih dirinya untuk peduli terhadap lingkungannya

juga selalu menjaga kebersihan karena kebersihan adalah sebagian dari

iman.

Kemudian ada juga pengajian bulanan, pengajian ini dilakukan

setiap bulan di rumah para siswa secara bergantian dan tetap di bawah

pengawasan wali kelasnya masing-masing. Konsep yang diberikan

berbeda-beda tergantung kesepakatan bersama di kelasnya. Kegiatan ini

dimaksudkan agar tetap terjalinnya silaturahmi antar sesama wali murid,

sesama murid, juga wali murid dengan guru yang kelak akan terbangunnya

emosional yang baik.6

PHBI (Perayaan Hari Besar Islam) juga tidak pernah terlewatkan

untuk dirayakan karena ini merupakan salah satu bentuk sikap menghargai

setiap momen besar Islam juga agar siswa mengingat dan memahami

sejarah di balik setiap peristiwa Islam. Kegiatan ini diserahkan kepada

OSIS yang bertanggungjawab untuk merealisasikan dan mengelolanya

dengan sedemikian menariknya. Salah satu contoh kegiatan yang baru

diadakan yaitu ikut memperingati hari santri dengan cara mengadakan

upacara khusus memperingati hari santri.

6 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18

Oktober 2018

64

Program pendukung untuk menghidupkan religious culture juga

bisa dilihat dari banyaknya ekstrakulikuler yang berhubungan dengan

keIslaman atau keagamaan, yaitu:

a. Qiraatul Kutub

b. Kaligrafi

c. Hadroh

d. FMIKA (Forum Mudzakarah Isi dan kandungan Al-Quran)

e. Qira’at

f. Naady araby

g. Marawis ”Nahdhotus Shab’ah”

h. M4IC (MAN 4 Islamic Choir)

Ekstrakulikuler merupakan kegiatan yang dapat menunjang olah

rasa, olah pikir, dan olah raga siswa karena dengan ekstrakulikuler siswa

dapat lebih kreatif, aktif, bertanggungjawab, mandiri, toleransi, dan kerja

keras dengan tugas dan pilihannya sendiri. Dalam ekstrakulikuler siswa

yang menjalankan penuh setiap kegiatan yang ada dan berusaha untuk

tetap terlaksananya kegiatan tersebut. Karena adanya ekstrakulikuler

adalah untuk lebih menggali lagi kemampuan serta potensi dalam diri

siswa baik dari sikap, tindakan hingga keahlian yang dimiliki siswa dan

disinilah siswa dihadapkan dengan sebuah contoh kenyataan dari ilmu

yang telah diterimanya selama pembelajaran. Sebagi arti siswa berusaha

mengatur dirinya sendiri dan oranglain. Dan dari sinilah biasanya bisa

terlihat bagaimana karakter siswa dalam berinteaksi, bersosialisai,

memanage diri, dan lainnya.

Pelatih ekstrakulikuler yang disediakan oleh madrasah bukanlah

pelatih biasa yang hanya sekedar bisa, tetapi benar-benar pelatih yang

sangat mahir dibidangnya. MAN 4 selalu memfasilitasi semua kegiatan

madrasah dengan semaksimal dan seoptimal mungkin agar minat dan

bakat yang dimiliki siswa benar-benar tersalurkan dengan baik dan bisa

berkembang dengan sempurna.

65

Dalam mengikuti semua kegiatan rutin religious di madrasah siswa

mengaku bahwasannya dikarenkan adanya pertauran wajib untuk

mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, namun dengan berjalannya waktu

siswa merasa hal tersebut membuat tumbuh kesadaran dari diri sendiri dan

menjadi kebiasaan, karena siswa sadar semua kegiatan yang diadakan

adalah untuk menjadikan diri siswa lebih baik lagi.7

Religious culture di MAN 4 bukan semata berlaku untuk siswa saja

tetapi juga untuk seluruh guru, staff dan karyawan di madrasah. Hal ini

dikarenakan adanya dukungan penuh dari semua pihak sekolah. Saat

semua kegiatan religious culture berlangsung banyak guru yang ikut

melaksanakan, seperti mengikuti shalat dhuha bersama, mendengarkan

tausiyah, infaq, hingga sholat dhuhur dan ashar berjamaah. Terlebih lagi

dengan adanya program religious culture khusus untuk guru dan staff,

yaitu kajian tafsir dan hadits setiap hari Rabu yang di isi langsung oleh

pemateri dari Turki, kemudian di hari Kamis ada materi tentang keIslaman

yang di isi langsung oleh Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ph.D dan

lanjut di hari Jumat adanya kegiatan dzikir dan muhasabah bersama.

Ketiga kegiatan tersebut dikhususkan untuk guru dan staff MAN 4 Jakarta

dilaksanakan di ruang Multimedia mulai pukul 06.30 – 07.30 WIB yang

bertujuan untuk menambah khasanah keimanan juga wawasan keIslaman,

dan untuk tetap menjaga tali silaturahmi antar guru dan staff yang ada.

Religious culture yang dilaksanakan di MAN 4 Jakarta merupakan

salah satu pelaksanaan dari program Pengembangan Pendidikan Karakter

di madrasah karena di rasa dengan adanya religious culture dapat sangat

membantu guru dan pihak sekolah lainnya untuk menjaga dan

megembangkan karakter siswa untuk tetap memiliki karakter yang positif.

Religious culture ini adalah kegiatan keIslaman yang sangat dijunjung

tinggi oleh madrasah karena sebagai sekolah yang berbasis agama sangat

7 Hasil wawancara siswa pada hari Rabu, 31 Oktober 2018

66

mengedepankan potensi serta karakter Islami dalam diri siswa untuk dapat

bersaing dengan sekolah-sekolah umum di luar sana .8

Selain dalam bentuk kegiatan yang tadi telah dipaparkan, kegiatan

Penguatan Pendidikan Karakter juga diterapkan dalam pembelajaran.

Yakni sikap bekerjasama dalam mengerjakan tugas kelompok,

kepercayaan diri dalam mengemukakan pendapat, disiplin dan tertib

selama mengikuti pembelajaran serta menghargai dan menghormati guru

dan teman sesamanya.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat

Terlaksananya religious culture di MAN 4 Jakarta bukan berarti

tidak adanya hambatan dalam pelaksanaanya, namun dalam hal ini seperti

yang telah disampaikan oleh Ibu Khoirunnisa bahwasannya selaku

pendidik disini, mencoba untuk meminimalisir hambatan yang terjadi dan

dapat mengganggu kegiatan yang ada. Adapun beberapa faktor

penghambatnya yaitu:

a. Tenaga pendidik yang tidak seiring sejalan karena ada saja beberapa

guru yang masih kurang partisipasi dalam mensukseskan kegiatan

religious culture.

b. Adanya rasa malas dalam diri siswa sehingga terkadang mulai muncul

sikap ogah-ogahan dalam mengikuti kegiatan religious culture.

c. Siswa merasa bosan dengan rutinitas religious setiap hari.

Namun lagi-lagi hambatan yang terjadi diusahakan untuk

diminimalisirkan dengan adanya evaluasi dan hukum-hukuman yang

sudah ditetapkan yaitu apabila tidak mengikuti salah satu kegiatan yang

berlangsung maka akan langsung diberikan poin dan diserahkan kepada

pembinanya, kemudian pembinanya yang akan memberikan hukuman

sesuai dengan situasi dan kondisinya. Tidak lupa juga guru selalu

8 Hasil wawancara dengan bu Khairunnisa selaku guru akidah akhlak, pada hari kamis, 18

Oktober 2018

67

meberikan motivasi agar siswa tetap istoqomah dalam menjalankan setiap

kegiatan-kegiatan positif di madrasah.

Dengan adanya faktor penghambat, ada pula faktor pendukung dalam

mengimplemantasikan religious culture di MAN 4 Jakarta yang menjadi

pertahanan agar religous culture tetap terlaksana. Adapun faktor

pendukung dalam religious culture di MAN 4 adalah:

a. Adanya dukungan penuh dari berbagai pihak madrasah mulai dari

kepala madrasah, guru, staff, dan wali murid.

b. Peraturan wajib yang ditetapkan untuk semua siswa mengikuti

kegiatan dengan tertib dan disiplin.

c. Adanya inisiatif siswa untuk menjadikan religious culture lebih

berwarna.9

d. Sarana dan prasarana yang memadai seperti adanya masjid, ruangan

khusus untuk pembelajaran PAI dan selalu menjadikan model/praktek

dalam pembelajaran.

e. Tersedianya pembina profesional untuk membimbing dalam mengikuti

religious culture di madrasah.

B. Pembahasan

1. Konsep Religious Culture di MAN 4 Jakarta

Dari hasil penelitian yang penulis dapatkan, maka dapat diketahui

bahwa ada banyak berbagai program kegiatan untuk menghidupkan

religous culture di MAN 4 Jakarta, dan kegiatan tersebut sudah

terealisasikan dengan baik di madrasah. Dan ini sudah mulai direalisasikan

sejak pertama pembangunan madrasah dan terus berkembang menjadi

lebih baik lagi dalam prosesnya. Bisa dilihat dari terus bertambahnya

kegiatan, bertambahnya efektifitas kegiatan religius dan semakin tertibnya

serta antusias siswa dalam pelaksanaannya.

9 Hasil wawancara siswa pada hari Rabu, 31 Oktober 2018

68

Suksesnya ini tidak terlepas dari bagaimana konsep yang dibuat dalam

rangka mewujudkan religious culture yang baik, bagus dan benar. Konsep

yang diterapkan dalam religious culture di MAN 4 Jakarta adalah

pembiasaan dan peneladanan. Pembiasaan terlihat dari konsistensinya

setiap hari selalu menjalankan program kegiatan harian dengan baik dan

benar sedangkan peneladanan terlihat dari percontohan yang diberikan

oleh guru-guru madrasah dalam keikutsertaan melaksanakan kegiatan

religious di madrasah setiap hari. Kedua hal tersebut sangat berpengaruh

untuk kesuksesan religious culture di sekolah yang bertujuan agar siswa

terbiasa melakukan kegiatan tersebut di rumah dan di kehidupan sehari-

harinya. Selain itu untuk mengembangkan karakter Islami dalam diri siswa

dan menginternalisasi nilai-nilai ke-Islaman pada siswa.

Jika dikaitkan dengan teori pola pembentukan budaya religius yang

mana terdapat dua pola dalam pembentukan budaya religius di lembaga

pendidikan yaitu pola pelakon dan pola peragaan, maka di MAN 4 Jakarta

dapat dianalisa menggunakan model pertama yaitu pola pelakonan dengan

bentuk proses yaitu penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu

skenario dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Analisa

ini didapatkan karena melihat proses pembentukan religious culture di

MAN 4 Jakarta yang diawali melalui rapat kerja tahunan yang diadakan

oleh madrasah yakni rapat antara kepala sekolah dan guru yang masing-

masing guru menyampaikan pendapatnya terkait program religious culture

yang akan terus diterapkan atau adanya perubahan dan perbaikan di

madrasah. Ini merupakan dorongan dari eksternal siswa yang

bersangkutan, yaitu dari kebijakan sekolah yang berlaku sehingga

kedepannya siswa terbiasa dan tumbuh kesadaran dari dalam diri sendiri

untuk melakukan secara continue bukan hanya dalam lingkungan sekolah

tetapi juga dalam kehidupan sehari-harinya.

69

2. Implementasi Religious Culture melalui Program Penguatan

Pendidikan Karakter di MAN 4 Jakarta

Sesuai dengan data yang telah didapatkan dari penelitian,

bahwasannya ada banyak kegiatan religius di MAN 4 Jakarta yang telah

terlaksana dengan sangat baik, mulai dari kegiatan pokok harian, hingga

kegiatan mingguan dan bulanan. Pelaksanaan religious culture sudah

diintergrasikan dalam berbagai kegiatan madrasah mulai dari KBM,

kegiatan rutin, hingga ekstrakulikuler yang tersedia.

Dan dari berbagai aktivitas kegiatan yang sudah terlaksana, maka

dapat diidentifikasi kembali menjadi 2 kategori, yaitu kegiatan yang

berhubungan dengan Tuhan dan kegiatan yang berhubungan dengan

sesama manusia/sosial. Adapun pembagiannya sebagai berikut:

No. Kegiatan yang berhubungan

dengan Tuhan

Kegiatan yang berhubungan

dengan sesama manusia/sosial

1. Mengawali pembelajaran

dengan TTD (tadarus, tahfidz,

dhuha).

5 S (senyum, salam, sapa, sopan

dan santun)

2. Melaksanakan sholat dzuhur

berjamaah tepat waktu

Tausiyah

3. Berdzikir dan berdoa bersama

setelah melaksanakan sholat

Infaq

4. Melaksanakan sholat ashar

berjamaah tepat waktu

Adanya kultum setiap sholat

dzuhur oleh siswa

5. Dzikir dan muhasabah bersama

untuk guru

Selasa bersih

6. -

Pengajian bulanan di rumah

siswa

7. -

Perayaan PHBI dan Pesantren

Ramadhan

8. - Kajian tafsir dan hadist untuk

70

guru

9. - Kajian keislaman untuk guru

Dari pembagian tersebut maka dapat lebih difokuskan kembali tentang

cara berperilaku kebiasaan saat melaksanakan kegiatan tersebut. Karena

berperilaku saat berhubungan langsung dengan Tuhan sangat berbeda

dengan berperilaku dengan sesama manusia. Aktivitas kegiatan yang

selalu dilakukan dengan rutin akan menjadi kebudayaan yang membentuk

karakter di dalam diri, sehingga agar siswa tidak sekedar melakukan

kegiatan religius di madrasah tanpa memahami aturan dan dasar-dasar

dalam berperilaku dengan sesamanya, terutama dengan Tuhannya.

Menurut Novan Ardy Wiyani, pembentukan religious culture di

lingkungan sekolah yang mendukung kualitas iman dan taqwa guru dan

peserta didik, diantaranya dapat dilakukan dengan program-program

berikut:10

a. Penataan sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi

nilai iman dan taqwa dalam pembelajaran.

b. Pendirian sarana ibadah yang memadai.

c. Membiasakan membaca Al-Qur’an/ tadarus setiap mengawali KBM.

d. Membiasakan menghubungkan setiap pembahasan disiplin ilmu

tertentu dengan perspektif ilmu agama

e. Membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan

Dzuhur).

f. Membudayakan ucapan salam di sekolah.

g. Memberikan hukuman bagi peserta didik yang melanggar peraturan

seperti terlambat masuk sekolah dengan hukuman hafalan Al-Qur’an.

h. Adanya program Bimbingan Konseling yang berbasis nilai-nilai

keagamaan.

10

Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta:

Teras, 2012), h.. 170-171

71

i. Membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu shalat

dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapapun yang tidak

mengerjakan shalat berjamaah.

j. Adanya slogan-slogan motivasi di lingkungan sekolah.

Jika dilihat dari keterangan kriteria bentuk program religious culture

menurut Novan Ardy Wiyani, maka dapat dikatakan sudah tercipta

religious culture yang baik di MAN 4 Jakarta. Dimulai dari penataan

sarana fisik sekolah yang mendukung proses internalisasi nilai iman dan

taqwa dalam pembelajaran, pendirian sarana ibadah yang memadai yang

dapat dilihat dari adanya 2 bangunan masjid sekolah yang selalu

digunakan untuk aktifitas melaksanakan religious culture siswa dan guru,

fasilitas lengkap dalam kelas, ruang khusus untuk setiap mata pelajaran

termasuk PAI, labolatorium dan aula serba guna yang sering digunakan

untuk aktifitas melaksanakan religious culture guru dan staff.

Membiasakan membaca Al-Qur’an/ tadarus setiap mengawali KBM

dan membiasakan Shalat berjamaah Shalat berjamaah (Dhuha dan

Dzuhur), membiasakan menghentikan semua aktifitas setiap tiba waktu

shalat dan adanya petugas keamanan sekolah bagi siapa pun yang tidak

mengerjakan shalat berjamaah. Ini jelas terlihat dari kegiatan TTD yaitu,

Tadarus, Tahfidz, Dhuha yang selalu rutin setiap hari dilakukan dan

berjalan dengan tertib dan tepat waktu, begitu pun dengan guru yang

mengikuti serta mengontrol pelaksanaan tersebut. Hingga pemasangan

slogan-slogan motivasi dan pemasangan asmaul husna di setiap lorong

sekolah.

Implementasi religious culture melalui program Penguatan Pendidikan

Karakter di MAN 4 adalah bagaimana dengan adanya religius culture di

madrasah dapat menguatkan kembali pendidikan karakter yang telah

ditumbuhkan sejak lama karena religious culture ini merupakan salah satu

cara alternatif dalam bentuk kegiatan pendidikan untuk menguatkan

kembali pendidikan karakter terutama karakter Islami di madrasah. Karena

72

sesuai dengan perkembangan siswa yang masih dalam tahap remaja maka

karakter yang sudah di milki harus kembali dikuatkan dengan pengetahuan

(knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan (habit). Semua sudah

diberlakukan di MAN 4 dan sesuai dengan konsep religious culture yang

disepakati yaitu pembiasaan dan peneladanan karena dengan tujuan yaitu

dengan perilaku dan pembiasaaan akan menjadi habit dalam kehidupan

siswa. Kemudian dapat diketahui dari banyaknya kegiatan terdapat nilai

yang didalamya mencakup hampir semua nilai-nilai inti dalam pendikakan

karakter, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royang, dan integritas.

Adapun wujud kegiatan religius yang dapat membangun karakter

tersebut, yaitu:

a. Nilai religius jelas dapat dilihat dari semua kegiatannya yang

mengandung unsur keislaman didalamnya. Mulai dari tadarus, tahfidz,

dhuha, sholat dhuhur berjamaah tepat waktu, sholat ashar berjamaah

tepat waktu, kajian keislaman setiap pagi hari, dzikir dan doa bersama

dilakukan setiap selesai melaksanakan sholat berjamaah. Itu semua

membangunkan jiwa-jiwa religius dalam diri siswa.

b. Nilai mandiri dari beberapa kegiatan di atas adalah terlihat dari

kegiatan tahfidz, tadarus dan dhuha yang mana siswa sudah

berinisiatif mengikuti kegiatan tersebut dengan atas dorongan dan

kemauan diri sendiri dan saat tahfidz benar-benar melakukan dan

berusaha dengan kemampuan yang dimilikinya. Kemudian saat

melaksanakan sholat berjamaah dan dzikir bersama setelah sholat,

siswa dengan tanpa adanya paksaan melaksanakannya karena itu

sudah tertanam dalam diri siswa bahwa untuk melaksanakan sholat 5

waktu adalah kewajiban umat Islam.

c. Nilai gotong-royang terlihat dari beberapa kegiatan yaitu saat

melaksanakan kegiatan Selasa bersih. Dalam kegiatan tersebut sudah

jelas bahwa sikap gotong royong dan saling membantu sangat

ditanamkan dalam diri siswa. Kemudian dengan kegiatan acara PHBI

73

yang sudah sangat jelas dibutuhkan adanya gotong royong, saling

membantu dan berkerja sama untuk mensukseskan acara tersebut.

Selain itu siswa juga dituntut memiliki sikap tanggungjawab dan

kerja keras yang tinggi. Pengajian bulanan di setiap rumah-rumah

siswa juga dapat menumbuhkan karakter gotong-royong, peduli

terhadap sesama, dan bersahabat serta dapat memnjaga ukhuwah

Islamiyah.

d. Nilai integritas jelas ditanamkan dalam diri siswa melalui semua

kegiatan di madrasah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas hingga

dalam ekstrakulikuler. Integritas merupakan keteguhan diri dalam

memegang prinsip hidup sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan yang

dipercayai dengan benar. Dan semua kegiatan religious di MAN 4

sangat berpengaruh dalam menumbuhkan nilai intergritas dalam diri

siswa.

Karena hakikatnya pendidikan bukanlah sekedar memahamkan ilmu

kepada siswa, tapi juga proses penataan sikap dan perilaku sehingga

menciptakan karakter baik dalam diri siswa yang dapat berpengaruh pada

pengembangan potensi yang siswa miliki.

Sehingga dari semua pembahasan dapat disimpulkan bahwasannya

implementasi religiuos culture melalui program Penguatan Pendidikan

Karakter di MAN 4 Jakarta dapat dikatakan berhasil dalam

melaksanakannya, walupun ini semua masih dalam proses perbaikan dan

pengembangan terus-menerus.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat

Semua kegiatan religious culture yang telah dilaksanakan di madrasah

merupakan perwujudan dari sebagian cara untuk mensukseskan program

penguatan pendidikan karakter yang telah berjalan sejak lama di MAN 4

Jakarta. Dan religious culture ini dapat dikatakan telah berhasil

dilaksanakan dengan baik, namun dalam pelaksanaannya tentu tidak

74

terlepas dari hambatan dan kendala. Maka berikut penjelasan hambatan-

hambatan dalam pelaksanaannya, yaitu:

a. Pendidik

Pendidik atau guru merupakan sosok teladan di madrasah yang

menjadi sorotan setiap siswa. Keberhasilan pelaksanaan religious

culture tentunya tidak lepas dari peran aktif guru yang sudah maksimal

dalam melaksanakan tugasnya, namun belum optimal karena masih

ada beberapa guru yang tidak seiring sejalan atau kurang aktif dalam

ikut membantu mengawasi dan mengontrol setiap kegiatan religious

yang sedang terlaksana. Hal ini terjadi karena guru tersebut merasa

bahwa tidak ditugaskan secara resmi untuk mengawasi dan mengontrol

jalannya kegiatan religious di madrasah.

b. Siswa

Hambatan yang terjadi pada siswa adalah terkadang adanya rasa

malas, jenuh dan bosan saat mengikuti kegiatan religious harian di

madrasah. Hal ini diakui oleh setiap siswa MAN 4 Jakarta,

dikarenakan waktu belajar yang padat dan siswa telah diberikan

banyak tugas dari guru sehingga merasa malas dan jenuh dalam

mengikuti kegiatan religious di madrasah.

Terlepas dari semua hambatan yang dialami selama melaksankan

kegiatan religus di madrasah, banyak pula faktor-foktor yang mensuport

kegiatan tersebut sehingga dapat berjalan dengan baik dan tertib. Sesuai

dengan acuan pada teori yang dituliskan oleh Novan Ardy Wiyani tentang

faktor pendukung pencipta religious culture di sekolah adalah peraturan

sekolah, tenaga pembina, dan sarana prasarana. Berikut penjelasan faktor

pendukung dalam pelaksanaanya:

a. Peraturan sekolah

Peraturan sekolah merupakan hak paten yang harus di ikuti oleh

semua siswa karena peraturan adalah tata tertib untuk mengatur

perilaku dan tingkah laku siswa untuk menciptakan suasana

75

pendidikan yang mendukung agar terbentuk sikap disiplin. Dalam

pelaksanaan religious culture peraturan dan punishment sangat

diberlakukan untuk siswa, bagi siswa yang tidak tertib dan tidak

disiplin dalam mengikuti kegiatan maka diberlakukan hukuman yang

merupakan konsekuensinya. Peraturan sekolah di MAN 4 Jakarta

sudah diberitahukan kepada wali murui serta murid itu sendiri sejak

pertama masuk madrasah dan dengan kesepakatan-kesepakatan laiinya

yang tertandatangani dengan kedua belah pihak, dengan artian bahwa

keduanya setuju dan sepakat dengan peraturan madrasah yang telah

dibuat.

Dan dengan demikian peraturan-peraturan yang ada, sebagai

pendukung aktif agar terlakasanya program kegiatan religious culture

dan program kegiatan lainnya berjalan dengan tertib dan disiplin.

b. Masyarakat sekolah

Berbagai lapisan masyarakat sekolah mulai dari yang tertinggi

yaitu kepala madrasah, hingga karyawan satpam bahkan wali murid

mendukung penuh kegiatan religious culture di madrasah, dan

berusaha berperan aktif untuk ikut mensukseskan kegiatan tersebut.

Pemberian motivasi dan semangat selalu diberikan oleh guru guna

untuk memberikan lagi semangat yang telah redup karena rasa lelah

dan letih yang siswa rasakan.

c. Siswa

Antusias siswa yang baik merupakan faktor pendukung terkuat

dalam melaksanakan kegiatan religius di madrasah. Walaupun

terkadang siswa merasa bosan dan jenuh tetapi karena telah menjadi

kesadaran dalam diri sehingga terus berusahan mengikuti kegiatan

dengan rutin dan tertib. Serta tidak jarang siswa membuat inisiatif

untuk mengadakan acara yang berkontekskan keagamaan, sehingga

siswa tidak selalu merasa bosan dengan kegiatan rutin setiap hari.

d. Tenaga pembina

76

MAN 4 Jakarta selalu berusaha untuk melayani siswa dengan

sebaik mungkin. Pembina pada setiap kegiatan selalu tersedia bahkan

pembina yang di miliki merupakan seorang yang memang ahli di

bidangnya sehingga tidak sedikit yang menjadikan lulusan luar negeri

sebagai pembina dalam beberapa kegiatan di madrasah.

e. Sarana dan prasarana

Tidak dapat di pungkiri bahwa MAN 4 Jakarta adalah madrasah

yang telah memiliki kualitas sangat baik dalam bidang pendidikan.

Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang di sediakan di

madrasah. MAN 4 Jakarta selalu memfasilitasi apa pun kebutuhan

siswa selama masa pembelajaran di madrasah. Sebagai contoh

tersedianya 2 masjid, adanya bus operasional, dan pengkhususan

ruang untuk setiap guru mata pelajaran.

77

BAB V

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Setelah peneliti menguraikan hasil penelitian tentang pelaksanaan

implementasi religious culture melalui program enguatan pendidikan karakter

di MAN 4 Jakarta dan sesuai rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep religious culture di MAN 4 Jakarta adalah berbasis peneladanan

dan pembiasaan yang mana peneladanan merupakan percontohan dari

sosok guru sebagai role model bagi siswa yang setiap perilakunya,

perkataannya, sikapnya sangat diperhatikan oleh siswa untuk dijadikan

contoh di madrasah. Sedangkan pembiasaan merupakan pembentukan

habit dalam diri siswa agar tertanam secara otomatis perilaku positif

sehingga mengembangkan karakter lebih baik lagi. Konsep yang di buat

mengacu pada pola pelakonan yaitu dengan bentuk proses dimulai dari

penurutan, peniruan, penganutan, dan penataan suatu skenario dari atas

atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan.

2. Implementasi religious culture yang termasuk dalam kegiatan penunjang

program penguatan pendidikan karakter berbasis Islam di MAN 4 Jakarta

telah terlaksana sejak pertama madrasah didirikan dan hingga saat ini

kegiatannya masih terus dikembangkan secara optimal guna

menyempurnakan untuk mencapai tujuan madrasah mecetak generasi yang

berkarakter Islami. Tadarus, tahfidz, dhuha, sholat dhuhur berjamaah tepat

waktu, sholat ashar berjamaah tepat waktu, kajian keislaman setiap pagi

hari, dzikir dan doa bersama dilakukan setiap selesai melaksanakan sholat

berjamaah adalah penerapan dari nilai religius. Nilai mandiri terlihat dari

sikap siswa yang mengikuti setiap kegiatan religius dengan tanpa paksaan

dan atas kesadaran dalam diri sendiri yang merasa bertanggungjawab atas

kewajibannya sebagai siswa. Nilai gotong-royang terlihat dari beberapa

78

kegiatan yaitu saat melaksanakan kegiatan Selasa bersih, kemudian

dengan kegiatan acara PHBI dan Pengajian bulanan di setiap rumah-rumah

siswa juga dapat menumbuhkan karakter gotong-royong, peduli terhadap

sesama, dan bersahabat serta dapat memnjaga ukhuwah Islamiyah. Nilai

integritas jelas ditanamkan dalam diri siswa melalui semua kegiatan di

madrasah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas hingga dalam

ekstrakulikuler, karena saat melaksanakan kegiatan tanggungjawab akan

terlihat integritas diri seseorang.

3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan religious culture di MAN 4 ada 2

yaitu dari faktor pendidik masih ada beberapa guru yang tidak seiring

sejalan atau kurang aktif dalam ikut membantu mengawasi dan

mengontrol setiap kegiatan religious yang sedang terlaksana. Dan faktor

siswa yang terkadang adanya rasa malas, jenuh dan bosan saat mengikuti

kegiatan religious harian di madrasah.

4. Sedangkan ada banyak juga faktor pendukung dalam pelaksanaan

religious culture di MAN 4 yaitu, pertama peraturan sekolah yang tegas

diberlakukan untuk siswa yang tidak tertib dan tidak disiplin sebagai

pendukung aktif agar terlakasanya program kegiatan religious culture dan

program kegiatan lainnya berjalan dengan tertib dan disiplin. Kedua

Masyarakat sekolah yang mendukung penuh kegiatan religious culture di

madrasah, ketiga antusisas siswa, keempat tenaga pembina yang selalu

berusaha untuk melayani siswa dengan sebaik mungkin dan kelima Sarana

dan prasarana yang lengkap dan selalu disediakn untuk setiap kegiatan

madrasah.

B. Saran

Saran ini merupakan bahan masukan dan pertimbangan yang ditujukan kepada

semua pihak yang turut bertanggungjawab terhadap kegiatan Pembelajaran.

1. Bagi Siswa

79

Kesadaran dari siswa untuk terus belajar, aktif dalam kegiatan dalam kelas

maupun di luar kelas dan menyadari bahwa pentingnya berperilaku sesuai

nilai-nilai ajaran Islam, memiliki sikap spiritual dan sosial yang tinggi untuk

membentengi diri dari hal-hal negatif yang banyak terjadi di zaman sekarang.

2. Bagi Guru

Senantiasa selalu melakukan pengawasan dan control terhadap siswa saat

melaksanakan kegiatan religius di madrasah.

3. Bagi Madrasah

Meningkatkan kerja sama yang lebih erat dengan orang tua dan masyarakat

terkait dengan pembinaan dan penguatan karakter siswa lebih baik lagi.

80

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mawardi Muhammad. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta:

Badouse Media Jakarta. 2011

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2005

Aqib, Zainal dan Sujak. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Bandung:

Yarama Widya. 2011

Chotimah, Chusnul dan Muhammad Fathurrohman. Komplemen Manajemen

Pendidikan Islam Konsep Integratif Pelengkap Manajemen Pendidikan

Islam. Yogyakarta: Teras. 2014

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: PT. Balai Pustaka. 1991

Depdiknas. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sisdiknas. Bandung:

Fokus Media. 2009

Fathurrohman, Muhammad. Budaya Religius Dalam Peningkatan Mutu

Pendidikan. Yogyakarta: KALIMEDIA. 2015

Fitri, Agus Zaenul. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter

Berbasis Nilai & Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012

Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:

Alfabeta. 2012

Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching. 2006

Hasan, Said Hamid dkk. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa. Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas. 2010

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Konsep dan Pedoman Penguatan

Pendidikan Karakter. 2017

Koentjaraningrat. Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan

Ekonomi di Indonesia. Jakarta : Lembaga Riset Kebudayaan Nasional

Seni. 1969

Kotter, J.P. dan J.L. Heskett. Dampak Budaya Perusahaan Terhadap

Kinerja, terj. Benyamin Molan. Jakarta : Pres lindo. 1992

Langgulung, Hasan. Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21. Jakarta:

Pustaka Alhusna. 1988

81

Majid, Abdul dkk. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya. 2011

Madjid, Nurcholis. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina. 1997

Muhaimin dkk. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008

Muntasir, M. Salah. Mencari Evidensi Islam. Jakarta: Rajawali. 1995

Moleong, Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 2010

Naim, Ngainun. Character Building. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2015

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Galia Indonesia. 2013

Octavia, Lany dkk. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta:

Rumah Kitab. 2014

Prasetya, Joko Tri dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 1998

Salahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie. Pendidikan Karakter (Pendidikan

Berbasis Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: Pustaka Setia. 2013

Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 87 Tahun 2017 Tentang

Penguatan Pendidikan Karakter

Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011

Sahlan, Asmaun. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah; Upaya

Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi. Malang: UIN Maliki Press. 2010

S, Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2012

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta. 2010

Syarbini, Amirulloh. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga:

Revitalisasi Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut

Perspektif Islam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2014

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung: Citra Umbara. 2009

82

Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010

Wiyani, Novan Ardy. Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa.

Yogyakarta: Teras. 2012

Yuliantoro, M. Najib. Ilmu dan Kapital: Sosiologi Ilmu Pengetahuan Pierre

Bourdieu. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. 2016

Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam

Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kecana Prenada Media Group. 2011

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Lampiran 1

Dokumentasi kegiatan

Saat melaksanakan sholah berjamaah

Saat tausiyah pagi Saat pemberian infaq dan sedekah

Saat kegiatan penyetoran tahfidz Saat pengajian guru dan staff oleh prof

nasaruddin

Kondisi masjid 1 Kondisi masjid 2

Saat PHBI memperingati hari santri nasional

Slogan dan asmaul husna yang diletakan di setiap lorong kelas

LAMPIRAN 2

Kisi – Kisi Instrumen Penelitian

Fokus

Penelitian

Tujuan

Penelitian

Pertanyaan

Penelitian

Variabel Sub Variabel Teknik yang

Digunakan

Sumber Data

Implementasi

Religious

Culture

Melalui

Program

Penguatan

Pendidikan

Karakter

Untuk

mengetahui

konsep

religious

culture di

MAN 4

Jakarta

Bagaimana

konsep

religious

culture di

MAN 4

Jakarta

Konsep

religious

culture

Dasar-dasar

pembentukan

religious

culture

Tujuan

pembentukan

religious

culture

Konsep

dalam

membentuk

religious

culture

Penyusunan

program

kegiatan

religious

culture

Wawancara Wakil

kepala

sekolah

bidang

kurikulum

Guru agama

Islam

Untuk

mengetahui

proses

implementa

si religious

culture

melalui

program

Bagaimana

proses

implementas

i religious

culture

melalui

program

Penguatan

Proses

implement

asi

religious

culture

melalui

program

Penguatan

Penanaman

nilai religi

dalam

pembelajaran

di kelas

Pengaplikasi

an program

Observasi

Wawancar

Dokumentas

i

Wakil kepala

sekolah

bidang

kurikulum

Guru agama

Islam

Beberapa

Penguatan

Pendidikan

Karakter di

MAN 4

Jakarta

Pendidikan

Karakter

Pendidika

n Karakter

kegiatan

Islam di

madrasah

siswa

Apa saja

faktor

pendukung

dan

penghamba

t dalam

mengimple

mentasikan

religious

culture di

MAN 4

Jakarta

Apa saja

faktor

pendukung

dan

penghambat

dalam

mengimplem

entasikan

religious

culture di

MAN 4

Jakarta

Faktor

pendukun

g dan

penghamb

at

Peraturan dan

tata tertib

madrasah

Tenaga

pembina

dalam

melaksanaka

n religious

culture

Sarana dan

prasarana

madrasah

Observasi

wawancara

wakil kepala

sekolah

bidang

kurikulum

guru agama

Islam

beberapa

siswa

LAMPIRAN 3

Pedoman Wawancara

A. Untuk Waka Kurikulum

1. MAN 4 merupakan sekolah yang berbasis keagamaan, menurut ibu

bagaimana keadaan religious culture di madarasah ini?

2. Apa yang menjadi dasar atau alasan dalam membentuk religious culture

disini?

3. Apa tujuan dari diadakannya religious culture di madarasah?

4. Bagaimana konsep yang diberikan untuk religious culture?

5. Program apa saja yang dibuat dalam menuwujudkan religious culture yang

baik?

6. Adakah tenaga pembina khusus untuk mendampingi siswa dalam

menjalankan kegiatan religious culture?

7. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia untuk mendukung suksesnya

religious culture di madrasah?

8. Apakah MAN 4 sudah menerapkan Program Penguatan Pendidikan

Karakter?

9. Sejak kapan itu diterapkan?

10. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program karakter?

11. Apakah karakter Islami siswa mengalami perubahan yang lebih baik

setelah adanya religious culture?

B. Untuk Guru PAI (Akidah Akhlak)

1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?

2. Bagaimana proses penyusunan program-program tersebut?

3. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?

4. Adakah sanksi yang diberikan bagi siswa yang tidak ikut

melaksanakan program tersebut?

5. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam

mengimplementasikan program religious culture di madrasah ini?

6. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program

pendidikan karakter di madrasah?

7. Adakah dampak positif untuk siswa?

8. Apa kelebihan religious culture di MAN 4 dengan madrasah lainnya?

9. Bagaimana tanggapan ibu sebagai guru PAI dengan adanya religious

culture di madrasah ini?

10. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?

C. Untuk siswa

1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?

2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?

3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di

madrasah ini?

4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya

peraturan atau memang kesadaran diri sendiri?

5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti

kegiatan religious culture di madrasah?

6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan

religious di madrasah ini?

7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih

baik?

LAMPIRAN 4

Hasil Wawancara

Rabu, 10 Oktober 2018

Waka Kurikulum

Ibu Fitri Sulastri, S.Pd

1. MAN 4 merupakan sekolah yang berbasis keagamaan, menurut ibu

bagaimana keadaan religious culture di madarasah ini?

Keadaannya disini sangat baik, karana kami disini berusaha untuk

benar-benar mendidik siswa dengan sebaik-baiknya terutama yang

berhubungan dengan karakter dan akhlak siswa. Sekolah kami

identitasnya adalah madrasah yang mana sudah jelas sekolah yang

berbasis Islam, jadi kegiatan religius disini sangat benar-benar

diperhatikan oleh kami.

2. Apa yang menjadi dasar atau alasan dalam membentuk religious culture

disini?

Pembentukan kebiasaan atau habit yang Islami berdasarkan al-Quran

dan Hadist

3. Apa tujuan dari diadakannya religious culture di madarasah?

Untuk meningkatkan keimanan siswa. Sebagai contohnya sholat tepat

waktu disini, dan diwajibkan untuk berjamaah. Dengan berawal dari

sholat rutin tepat waktu, jadi bisa menambah kualitas iman mereka serta

sikap disiplin siswa.

4. Bagaimana konsep yang diberikan untuk religious culture?

Disini tentunya tidak terlepas dari pembiasaan dan pemberian contoh

teladan dari guru-guru. Jadi tidak neko-neko yang terpenting adalah

siswa dibiasakan untuk melakukan kegiatan keagamaan sehingga

terbawa dalam kehidupan sehari-harinya bukan hanya di kelas.

Kemudian teladan dari guru di madrsah, guru itu orang tua disini jadi

segala tingkah lakunya diperhatikan oleh siswanya sehingga kita

sebagai guru harus memberikan teladan yang baik untuk siswa disini.

5. Program apa saja yang dibuat dalam menuwujudkan religious culture yang

baik?

Ada TTD (tadarus, tahfidz, dhuha) itu dilakukan sebelum KBM

sebelum siswa masuk ke kelas masing-masing, kemudian baru

ditetapkan lagi pengistirahatan di setiap waktu adzan berkumandang

dan langsung melaksanakan sholat dzuhur, saat waktu ashar pun seperti

itu. Karena diharapkan anak-anak sholat tepat waktu. Lalu ada

ekstrakulikuler yang mendukung, ada tahfidz, hadroh, selalu

memperingati bulan-bulan Islam, kebiasaan saat bertemu siswa, cara

bicara saat bertemu guru, sampai cara menghormati tamu yang datang.

6. Adakah tenaga pembina khusus untuk mendampingi siswa dalam

menjalankan kegiatan religious culture?

Tentu saja ada. Setiap kegiatan pasti ada pembinanya disini. Tahfidz

kami sediakan beberapa pembina yang dibagi di setiap kelas. Jadi anak-

anak menyetorkan hafalannya dan dibenarkan bacaannya. Kemudian

ekstrakulikuler kami adakan pembina atau pelatih yang benar-benar ahli

dan mahir di bidangnya. Karena kita disini berusaha untuk

memfasilitasi apa saja keperluan yang mendukung kegiatan siswa.

7. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia untuk mendukung suksesnya

religious culture di madrasah?

Kita sediakan masjid, masjid disini ada 2 karena dirasa kurang kalau

hanya satu dengan kapasitas siswa yang banyak. Kemudian ada juga

ruang khusus untuk setiap mapel dan kalau untuk PAI jika ada praktek

kami sediakan apa yang anak-anak butuhkan.

8. Apakah MAN 4 sudah menerapkan Program Penguatan Pendidikan

Karakter?

Sudah

9. Sejak kapan itu diterapkan?

Pendidikan karakter sudah kami terapkan sejak pertama madrasah ini

didirikan. Artinya yang dinamakan pendidikan adalah bukan sekedar

kita mengajarkan ilmu tapi juga membimbing serta mendidik akhlak

siswa supaya berkatakter baik.

10. Apakah religious culture ini termasuk dalam salah satu program karakter?

Iya jelas termasuk. Karena kita membuat sedemikian cara untuk bisa

mengembangkan karakter siswa. Kalau sekarang program yang baru

dijalankan ada selasa bersih yang mana anak-anak kita perintahkan

untuk membersihkan kelasnya masing-masing setelah pelajaran

olahraga. Tapi karena baru dua minggu dijalankan jadi belum terlihat

hasilnya, mungkin nanti akan terlihat. Jadi kita setiap semester

mempunyai target karakter yang ingin kita capai.

11. Apakah karakter Islami siswa mengalami perubahan yang lebih baik

setelah adanya religious culture?

Dalam pembentukan karakter masih dalam kategori proses karena kita

tidak bisa terlalu memaksakan, tapi sekoalah sudah berusaha

memperbaiki dan meningkatkan agar pembiasaan-pembiasaan terus

dilakukan dan menjadi karakter. Namun kalau karakter religiusnya

memang sudah dari awal diterapkan karena memang bahwa sekolah

kita adalah aliyah sekolah Islam.

Rabu, 10 Oktober 2018

Guru PAI (Akidah Akhlak)

Khairunnisa, S.Ag

1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?

Ada TTD, setiap jumat ada keputrian, sholat duhur dan ashar wajib

berjamaah, pengajian di rumah siswa setiap bulan, kajian prof

Nasaruddin, kajian hadits, dan PHBI.

2. Bagaimana proses penyusunan program-program tersebut?

Di awali dari rapat tahunan yang diikuti semua guru kemudian di

bahaslah semua kegiatan di sekolah dan dibentuklah penanggung

jawabnya. Dari penanggung jawab itu kemudian yang membuat jadwal,

absensi, hingga petugas-petugasnya. Dalam melaksanakannya di bantu

juga oleh OSIS.

3. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?

Tujuannya adalah tebentuknya karakter Islami dan akhlakul karimah,

bukan hanya dari segi pengetahuannya tapi juga mempunyai akhlak

yang baik. Untuk apa pinter tapi akhlaknya buruk yang terpenting

adalah akhlaknya untuk bisa atau tidaknya bisa menyusul sambil terus

membaca.

4. Adakah sanksi yang diberikan bagi siswa yang tidak ikut melaksanakan

program tersebut?

Untuk sanksi pertama diserahkan kepada wali kelas kemudian ke

bagian kedisiplinan.

5. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam mengimplementasikan

program religious culture di madrasah ini?

Untuk faktor pendukungnya kalau semua guru disini dalam semua

aspek bergerak maka akan aman dan berjalan dengan lancar.

Sedangkan faktor penghambatnya adalah ada beberapa orang yang

tidak seiring sejalan. Adakah dampak positif untuk siswa?

6. Bagaimana tanggapan ibu sebagai guru PAI dengan adanya religious

culture di madrasah ini?

Sangat bagus sekali karena anak bukan hanya belajar tapi juga adanya

pembentukan karakter yang baik

7. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?

Masih proses, tapi kalau dikatakan berhasil ya alhamdulillah. Tapi ya

memang membentuk karakter tidak mudah, kita sudah sama-sama

berusaha memberikan yang terbaik.

Senin, 1 Oktober 2018

Staff TU (bendahara)

Ade Putri, S.E

1. Apa saja program religious culture di madrasah ini?

Banyak kalau untuk siswa banyak banget, mungkin hampir setiap

jamnya selalu bersangkutan dengan keagamaan. Dari masuk kelas itu

ada TTD sampai pulang sekolah juga harus sudah melaksankan sholat

ashar berjamaah. Kalau untuk guru juga ada disini yaitu kajian setiap

rabu dan kamis.

2. Apa tujuan dari adanya religious culture di madrasah ini?

Tujuannya adalah untuk membiasakan siswa agar terbiasa melakukan

kegiatan positif yang berhubungan dengan Allah

3. Bagaimana tanggapan ibu sebagai staff dengan adanya religious culture di

madrasah ini?

Sangat baik, sangat positif. Kami semua guru dan staff disini sangat

mendukung dengan kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Terutama

religious culture ini ada kegiatannya untuk guru dan staff khusus, jadi

merasa lebih ada kekeluargaan dengan kegiatan tersebut.

4. Sudah berhasilkah implementasi religious culture di MAN 4?

Menurut saya sudah berhasil, tapi kami masih tetap terus berusaha

untuk menjadi lebih baik lagi.

Rabu, 31 Oktober 2018

Siswa

Risyda kelas XI Agama

1. Apa yg kamu ketahui tentang Religious Culture di MAN 4?

Religious culture di MAN 4 itu sangat kuat ya, soalnya kan namanya

juga MAN pastinya kegiatan keagamaannya banyak banget , dari TTD,

sampe upacara hari santri kemaren, pokoknya MAN 4 itu religius

banget dan banyakk sekali kegiatan keagamaan.

2. Seberapa besar antusias kamu dalam melakukan kegiatan tersebut?

Kalo untuk antusiasme sendiri, mungkin kebanyakan merasa jenuh

atau males, tapi saya sendiri seneng banget apalagi kemaren sempet

ada acara QREATEEN yang ngundang ustad2 muda terkenal kayaa

alvin dan muzammil.

3. Menurut kamu, Seberapa pentingnya Religious Culture dilaksanakan di

madrasah ini?

Pastinya penting banget. Soalnya kita anak MAN, dan aku juga ngerasa

anak MAN sekarang udah seenaknya, padahal harusnya agama kita bisa

lebih yaa bagus dengan pengetahuan agama kita yang lebih banyak.

Jadi pasti penting banget untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

keagamaan.

4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena hanya

diperintahkan dan ada peraturan atau memang sudah kesadaran diri

sendiri?

Awalnya memang sudah peraturan, seperti TTD. Tapi untuk setoran

tahfiz, bahkan sudah banyak hafiz, aku yakin itu kesadaran kita

sendiri. mengadakan talk show, presentasi dll juga menurut ku inisiatif

dari kita yang ingin menunjukkan identitas kita sebagai anak MAN.

5. Setelah mengikuti hampir setiap hari, adakah perubahan karakter yg terasa

dalam diri?

Pasti ada perubahan. Dengan awalnya diharuskan untuk sholat dhuha,

pasti jadi terbiasa. Terbiasa menghafal, terbiasa senyum sapa salam,

dan ibadah-ibadah ringan lainnya.

6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dalam melaksanakan

kegiatan Religious Culture?

Kelebihannya pastinya sebagai hamba pasti ingin dekat dengan

Tuhan-Nya. Dan pasti kebanyakan dari kita termotivasi mengikuti

kegiatan keagamaan karena kita ingin dilancarkan dalam ujian, atau

sedang memiliki hajat. Untuk kekurangannya, mungkin lebih karena

banyak tugass, jadi kayak males gituu sholat dhuha, atau emang

dianya yang males.

7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?

Insyaallah sudah, tapi tetap masih belajar memperbaiki diri lagi

Rabu, 31 Oktober 2018

Siswa

Kiki kelas XII IPS

1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?

Religius culture di MAN 4 sangat banyak dan beragam, contohnya

TTD dan menulis kaligrafi

2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?

Sebenarnya antusias saya tidak terlalu besar, karena dilakukan setiap

hari jadi merasa bosan

3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di

madrasah ini?

Sebenernya penting, tapi saya rasa seharusnya tidak terlalu di tekan.

4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan

atau memang kesadaran diri sendiri?

Sebearnya karena peraturan, tapi setelah di pikir-pikir kegiatan

tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya kesadaran dari diri sendiri.

5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan

religious culture di madrasah?

Ada. Salah satu yang saya rasakan adalah saya menjadi pribadi yang

lebih mengenal islam dengan baik.

6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious

di madrasah ini?

Kekurangannya kalau buat saya hafalan quran yang ditargetkan

lumayan membebankan. Kalau kelebihannya kita dapat lebih

mendekatkan diri kepada Allah.

7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?

Sudah, sejauh ini sudah ada perubahan walaupun belum maksimal.

Rabu, 31 Oktober 2018

Siswa

Vivi Nafisah kelas XII Agama

1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?

Di MAN 4 ini banyak sekali kegiatan keagamaan seperti TTD, acara

maulid dll.

2. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?

Kegiatan agama sangat saya sukai karena buat saya acara keagamaan

bisa menambah pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama dan inysaallah

bisa termotivasi untuk selali melakukan kegiatan yang positif.

3. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di

madrasah ini?

Sangat penting karena di madrasah ini harus bisa memotivasi anak-

anak untuk bisa belajar agama karena agama itu juga menjadi

landasan dan pedoman dalam kehidupan.

4. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan

atau memang kesadaran diri sendiri?

Di peraturan sekolah memang ada, tetapi dengan pertauran tersebut

membuat tumbuh kesadaran dari diri saya sendiri.

5. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan

religious culture di madrasah?

Perubahan sangat saya rasakan, terlebih lagi banyak teman-teman saya

yang ikut kegiatan jadi lebih menambah motivasi saya dan juga lebih

mengenal Allah.

6. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious

di madrasah ini?

Di peraturan sekolah memang ada, tetapi dengan peraturan tersebut

membuat tumbuh kesadaran dari diri saya sendiri.

7. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?

Mungkin dibandingkan sebelumnya saya lebih bisa memperbaiki diri

karena mulai tau syariat yang diajarkan Islam dan insyaallah terus

memperbaiki diri dan istiqomah.

Rabu, 31 Oktober 2018

Siswa

Anna kelas XII IPS

1. Apa yang kamu ketahui tentang religious culture di MAN 4?

Religius culture di MAN 4 sangat banyak dan beragam, contohnya

TTD dan menulis kaligrafi

8. Seberapa besar antusias kamu dalam mengikuti kegiatan tersebut?

Sebenarnya antusias saya tidak terlalu besar, karena dilakukan setiap

hari jadi merasa bosan

9. Menurut kamu, seberapa pentingnya religious culture dilaksanakan di

madrasah ini?

Sebenernya penting, tapi saya rasa seharusnya tidak terlalu di tekan.

10. Dalam melaksanakan kegiatan Religious, apakah karena adanya peraturan

atau memang kesadaran diri sendiri?

Sebearnya karena peraturan, tapi setelah di pikir-pikir kegiatan

tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya kesadaran dari diri sendiri.

11. Adakah perubahan yang terasa dalam diri kamu setelah mengikuti kegiatan

religious culture di madrasah?

Ada. Salah satu yang saya rasakan adalah saya menjadi pribadi yang

lebih mengenal islam dengan baik.

12. Apa kekurangan dan kelebihan yang kamu rasakan dari kegiatan religious

di madrasah ini?

Kekurangannya kalau buat saya hafalan quran yang ditargetkan

lumayan membebankan. Kalau kelebihannya kita dapat lebih

mendekatkan diri kepada Allah.

13. Sudahkan semua kegiatan tersebut menjadikan karakter kamu lebih baik?

Sudah, sejauh ini sudah ada perubahan walaupun belum maksimal.

LAMPIRAN 5

Catatan Lapangan 1

Metode Pengumpulan Data : Observasi

Hari dan Tanggal : Senin, 1 Oktober 2018

Waktu : 08.30

Lokasi : Ruang Tunggu

Sumber Data : Ade Putri S.E

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan pengamatan keadaan madrasah secara umum dan kegiatan

budaya agama apa saja yang dijadikan rutinitas sehari-hari.

Interpretasi Data :

Secara umum siswa melakukan setiap kegiatan sekolah dengan baik dan tertib,

hingga menunjukkan perilaku senyum, sopan, santun dan salam kepada guru, dan

tamu yang datang.

Catatan Lapangan 2

Metode Pengumpulan Data : Wawancara

Hari dan Tanggal : Kamis, 4 Oktober 2018

Waktu : 11.00

Lokasi : Ruang Guru

Sumber Data : Fitri Sulastri, S.Pd

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan wawancara tentang dasar-dasar, konsep, tujuan pembentukan

religious culture hingga bagaimana pelaksanaannya.

Interpretasi Data :

Dasar-dasar dan tujuan tidak lain adalah agar siswa terbiasa melakukan kegiatan

positif dengan rutinitas yang baik.

Catatan Lapangan 3

Metode Pengumpulan Data : Observasi

Hari dan Tanggal : Selasa, 9 Oktober 2018

Waktu : 07.30

Lokasi : Masjid

Sumber Data : Ade Putri S.E

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan pengamatan kegiatan TTD (tadarus, tahfidz, duhua),

shadaqah, dan kajian pagi yang dilakukan sebelum pembelajaran di mulai.

Interpretasi Data :

Ritual kegiatan yang dilakukan sebelum KBM berlangsung tersebut berjalan

dengan kondusif, tertib, dan lancar tetap dengan pengawasan dari guru dan

pembina.

Catatan Lapangan 4

Metode Pengumpulan Data : Wawancara

Hari dan Tanggal : Rabu, 10 Oktober 2018

Waktu : 12.30

Lokasi : Ruang Guru

Sumber Data : Khairunnisa S.Pd

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan wawancara tentang proses pelaksanaan religious culture,

faktor pendukung dan penghambat hingga tanggapan sebagai guru agama.

Interpretasi Data :

Pelaksanaan religous culture merupakan kegiatan positif yang terus dilestarikan

dan dikembangkan, dan kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari semua pihak

sehingga kontribusi serta bantuan dari guru lain baik.

Catatan Lapangan 5

Metode Pengumpulan Data : Observasi dan wawancara

Hari dan Tanggal : Jumat, 12 Oktober 2018

Waktu : 11.00

Lokasi : Masjid 2

Sumber Data : Ade Putri S.E

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan pengamatan tentang kegiatan keputiran yang dilakukan pada

saat sholat jumat berlangsung

Interpretasi Data :

Keputrian yang dilaksanakan adalah membahas seputar wanita mulai dari

pembahasan fiqh wanita, hingga membuat kerajinan tangan.

Catatan Lapangan 6

Metode Pengumpulan Data : Observasi

Hari dan Tanggal : Selasa, 16 Oktober 2018

Waktu : 11.30

Lokasi : Masjid

Sumber Data : Ade Putri S.E

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan pengamatan tentang kegiatan sholat dzuhur berjamaah,

kultum, hingga sholat ashar berjamaah.

Interpretasi Data :

MAN 4 menerapkan bahwa setiap adzan berkumandang yang menandakan bahwa

waktu sholat telah tiba, maka semua aktivitas KBM diistirahatkan dan seluruh

siswa dan guru melaksanakan sholat berjamaah. Sedangkan kultum dilakukan saat

sesudah melaksanakan sholat duhur.

Catatan Lapangan 7

Metode Pengumpulan Data : Observasi

Hari dan Tanggal : Kamis, 18 Oktober 2018

Waktu : 07.00

Lokasi : Ruang Multimedia

Sumber Data : Ade Putri S.E

Deskripsi Data :

Peneliti melakukan pengamatan tentanng kegiatan religius guru yang dilakukan

seminggu sekali yaitu berupa kajian keislaman dan kajian kitab.

Interpretasi Data :

Kajian ini bertujuan untuk menjalin silaturahmi antara semua guru dan staff yang

ada di MAN 4, juga untuk menambah wawasan keislamannya.

Catatan Lapangan 7

Metode Pengumpulan Data : Dokumentasi

Hari dan Tanggal : Rabu, 24 Oktober 2018

Waktu : 08.30

Lokasi : -

Sumber Data : Kepala Bagian Pengembangan SDM

Deskripsi Data :

Peneliti meminta berkas atau data yang berhubungan dengan sekolah dan kegiatan

religious culture di MAN 4 Jakarta

Interpretasi Data :

Data tersebut berupa sejarah, visi misi, data guru, rombel, jam belajar, data siswa,

data kegiatan sekolah.

LAMPIRAN 6

1. Tenaga Pendidik

No Nama Lengkap (Gelar

Dibelakang)

Pend.

Terakhir Mata Pelajaran HP

1 H. Ismail Nur, Lc., M.Ag. S2 PAI 085711100722

2 Hj. Alifah, Dra S1 Sejarah 02172195127

3 Hj. Tuti Arwati, Dra S1 Sosiologi 08128480178

4 Ida Candraenii, Dra S1 Sosiologi 08161371148

5 Aisyah, S.Pd S1 Sejarah 085213661910

6 Emroni, S.Sos., M.Pd. S2 PKN 082122020199

7 Teguh Martono, Ba D3 Kimia 08568334108

8 M. Belya, Drs S1 Fisika 085719993247

9 Fahrul Hilal, Drs. M.Pd S2 B. Inggris 081310389905

10 Erma M, Dra, M.Pd S2 Matematika 081384865275

11 Hj. Yunarni Siregar, M.Pd. S2 B. Indonesia 085777803795

12 Solahuddin, Drs S1 B. Indonesia 081311027903

13 Herlin Suswati, M.Pd S2 B. Inggris 081218550070

14 Yusnely, Dra., M.Pd. S2 B. Indonesia 082123262626

15 Saiful Iman, Drs S1 Matematika 08129643296

16 Hj. Titi Sumanti, Dra S1 BK 08151617210

17 A. Kodir, Drs S1 Penjaskes 081317438543

18 Eridawati, Dra., M.Pd. S2 Biologi 081381109411

19 Yulisnaeni, Dra., M.Pd. S2 Biologi 081310375018

20 Abd. Ghozi, S.Ag S1 B. Inggris 085216378521

21 Mutingatun, M.Pd S2 Kimia 081285861235

22 Elida Syarifah, Dra S1 Matematika 085695446710

23 Misbahuddin, Drs S1 Biologi 081314702030

24 Nina Ningsih, Dra., M.Pd. S2 Matematika 085695094720

25 H. Nawawi, Ma S2 Al-Qur’an

hadist 08128229442

26 Rosmawati, Dra S1 B. Inggris 08128176571

27 Sri Yunandari, S.Pd S1 Ekonomi 081316327560

28 Nia Kurniasih, S.Pd S1 Bahasa Asing 081585162132

29 Endah Umayanah, S.Ag S1 Bahasa Arab 081281263255

30 Andriani, Dra., M.Pd. S2 Ekonomi 085691565534

31 Khairunnisa, S.Ag S1 PAI 085217311973

32 Khairunas, S.Pd S1 Bahasa

Indonesia 085883647201

33 Rita Widiarti, Se., M.Pd. S2 Ekonomi 081310872590

34 Lisnur Azizah, M.Pd. S2 Bahasa 081385382010

35 Eneng Herawati, S.Pd.,

M.Pd. S2 Fisika 081212638265

36 Novianti Mulyana, M.Pd. S2 Matematika 081513250743

37 Ma'lufah, Lc S1 Aqidah Akhlak 081285692098

38 Indrayanti Syafruddin, Lc.,

M.A. S2 Fiqih 08129359301

39 Halimatussa'diyah,S.Pd.I. S1 B. Inggris 085324054054

40 Suparmo, S.Ag S1 PAI 081310736902

41 Muklis Amanudin, S.Ag S1 B. Arab 081296003703

42 Ra'yal Ain, S.Psi S1 BK 081584013044

43 Raliyanti, S.Sos., M.Pd. S2 TIK 081586462152

44 Fitri Sulastri, S.Pd S1 B. Inggris 081284028774

45 Eva Zahrowati, S.Pd S1 B. Inggris 08116627128

46 Iik Zakki Mubarok,S.Kom.,

M.Pd. S2 TIK 081315664699

47 Ellis Ermawati, S.Kom S1 TIK 087776765471

48 Abdullah, S.Pd S1 Sejarah 08129867962

49 Ahmad Fitroh, S.Hi., M.Ag. S2 Bahasa Arab 081585187354

50 Hilmawati, S.Hum S1 B.Indonesia 081294948631

51 Abd. Ghafur, S.Pd S1 Kimia 087774757229

52 Wida Fery Astini, S.Kom S1 TIK 085695068631

53 Hasanudin, S.Pd S1 B. Arab 08999117269

54 Fitria Silvi, S.Kom S1 TIK 08128666300

55 Sahmiati Siregar, S.Si S1 Fisika 081218903309

56 Hj. Neneng Amalia, M.A. S2 B. Indonesia 08129803004

57 Zuhrotunnisa, M.A. S2 PAI 082125959005

58 Lutfi Effendi, S.Ag. S1 Matematika 085697287769

59 Suharto, Drs., M.Pd. S2 Fisika 081288444780

60 Wiharti Lesnani, Dra. S1 Kimia 085331825314

61 Srimayati, M.Pkim S2 Kimia 087774872281

62 Khodijah, Dra., M.Pd. S2 Ekonomi 081282655396

63 Rahmaniah, M.Ag. S2 Fiqih 087784365700

64 Hilal Najmi, S.Pd. S1 B. Jerman 081511319639

65 Hj. Kapti Ch, Dra S1 Fisika 08158227601

66 Agus Salim, Drs. M.M S2 Ekonomi/Akunt

ansi 081318590744

67 Edi Harapan S1 Penjasorkes 088809749721

68 Drs. JEJEN ZAINUDIN S1 Penjasorkes 081932333042

69 Cahyono, Drs S1 Matematika 085216069157

70 H. Djejen Zainudin, Drs S1 Antropologi 0817732850

71 Fathan Mubin, S.Kom S1 TIK 085782881460

72 Aam Aminah, S.Pd S1 B. Inggris 082122038764

73 H. Hafiz Abdillah, S.Pd S1 B. Arab 089605978280

74 Asep Eka Mulyanuddin,

S.Pd.I. S1 PAI 089660910637

75 Muh. Izdiyan Muttaqin, Lc. S1 SKI 081311448187

76 Siti Khamsiah, S.Ag. S1 PAI 081261298528

77 Henkky Oktriandi Sm, S.Sn. S1 Seni Budaya 081293549321

78 Arya Sentana Krisnadiharja,

S.Psi. S1 BK 08561616857

79 Ricky Awaluddin, S.Pd. S1 BK 085716888833

80 Elang Faisal, S.Pd S1 Geografi 081284286845

81 Siti Nurul Afiyah, S.Pd S1 Matematika 081288480040

82 Sri Suripti, S.Pd S1 Biologi 08129957859

83 Lina Khiyaroh, S.Pd S1 Geografi 087889197625

84 Sri Sudarwati, M.Pd S2 Bahasa/Sastra

Inggris 085880245867

85 Eko Yulianto, S.Ag S1 Fiqih 085868977659

86 Ridwan, Lc. S1 Alqur’an

Hadits/Bhs Arab 085773301480

87 Ahmad Rifky, S.E S1 Sejarah

Indonesia 085714790606

88 Hisnuddin, Lc. S1 Ski 082346123410

89 Khairul Yakub, S.Pd S1 Akidah Akhlak 082213133844

90 M. Rasyid, Lc. S1 Akidah Akhlak 085210381065

91 Ama Gusti Aziz S1 Seni Budaya 087763671077

2. Tenaga Kependidikan

No Nama Lengkap (Gelar

Dibelakang)

Pend.

Terakhir Jabatan HP

1 Murhakim, S.Pd. S1 Kepala TU 081511547400

2 Mansur , S.Ag. S1 JFU 081380633503

3 Muhammad Ali Hanafi, Lc S3 JFU 081280491776

4 SUHANDA, S.Pdi S1 JFU 085770206725

5 Munibah, S.E. S1 JFU 089664008107

6 Widada, S.Pd. S1 JFU 085890813818

7 Umi Masitoh, S.E. S1 JFU 081288666745

8 Alfi Nuriyah, S.E. S1 JFU 081382376386

10 Rosma Barasa D3 JFU 081285386400

11 Syarif Hidayat D3 JFU 081298167890

12 Vonny Dewi Pratiwi D3 JFU 081399888152

13 Suparni SMA JFU 081218656035

14 Erwan SMA JFU -

15 Rohmad SMA JFU 081314863116

16 Armiati SMA JFU 081218602072

18 Ulin Ni'mah S1 Komite 081289290971

19 Bambang S. SMA Teknisi

Bangunan 082123519080

20 Juju Juanda SMP Petugas

Kebersihan 089688866657

21 Hendrik SMA Satpam 082310190966

22 Rasiyem SD Pramusaji 085288693680

23 Setyo Budi Rianto SMP Petugas

Kebersihan 081281278999

24 Munawar SMA Pustakawan 081281729538

25 Heri Supriadi SMP Petugas

Kebersihan 082125638390

27 R. Napis SD Satpam 081213981113

28 Romdoni SMP Petugas

Kebersihan 085218481108

29 Hengky SMP Satpam 083870084442

32 Nana Suryana SMP Petugas

Kebersihan 085881842109

33 Ahmad Rivai SMK Teknisi 081293103141

35 Muhammad Izzi SMA Administrasi 08999128922

37 Munaji SD Administrasi -

38 Arifin SMP Petugas

Kebersihan 085695267847

40 Rini D3 LABORAN 087784701854

41 Taufik SMP SATPAM 081908877083

42 Dadang SMP SATPAM 087878545448

LAMPIRAN 7

Struktur Organisasi MAN 4 Jakarta

LAMPIRAN 8

STRUKTUR PENEGAKAN DISIPLIN

si

Garis hitam : jalur Instruksi

Garis putus-putus : jalur konsultasi

KEPALA MADRASAH

WAKAMAD KESISWAAN

GURU BK

PEMBINA KEDISIPLINAN

TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN

PESERTA DIDIK

ORANG TUA/WALI