IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA …repository.ub.ac.id/6029/1/Pujiati, Astri...
Transcript of IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA …repository.ub.ac.id/6029/1/Pujiati, Astri...
1
IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI
KAWASAN PERKOTAAN KEPANJEN
(STUDI PADA DINAS PERUMAHAN, KAWASAN PERMUKIMAN DAN
CIPTA KARYA KABUPATEN MALANG)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
ASTRI DEWI PUJIATI
NIM. 135030101111006
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
2
ii
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholatmu sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Q.S. Al-Baqarah: 153)
Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah
Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik
Tuhan pasti kan menunjukan kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah…
Jangan menyerah…
Jangan menyerah…
(d`Masiv - Jangan Menyerah)
3
iii
4
iv
5
v
6
vi
RINGKASAN
Astri Dewi Pujiati. 2017. Implementasi Program Pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen (Studi pada Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang). Dr. Siswidiyanto, M.S;
174 Halaman + XVI.
Program pengelolaan RTH merupakan program pembangunan Kabupaten
Malang yang secara konseptual terintegrasi dengan amanat yang tertuang pada
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Secara teknis,
program tersebut diimplementasikan pada Kawasan Perkotaan Kepanjen untuk
meningkatkan ketersediaan RTH di kawasan tersebut. Namun, hingga kini
ketersediaan RTH pada Kawasan Perkotaan Kepanjen masih belum ideal. Dalam
hal ini tentu muncul kesenjangan dimana selama 10 tahun kebijakan tersebut
diundangkan pada tahun 2007, prosentase RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
masih belum mencapai angka 30 %.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif dan dibatasi oleh dua fokus penelitian yaitu (1) Implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen; (2) Faktor pendukung dan
penghambat implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Metode analisis data yang digunakan adalah model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen memiliki sejumlah kekurangan
pada tahapan pengorganisasian dan aplikasi. Kekurangan tersebut seperti
pengaturan terhadap pembagian tugas dan koordinasi yang kurang tegas,
keterbatasan sumber daya yang digunakan, kurangnya kegiatan di dalam proses
penyusunan kerangka acuan program dan pelaksanaannya yang terkendala dari
segi waktu. Selain itu, implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat dan
pendukung. Adapun, faktor pendukungnya yaitu adanya peraturan daerah tentang
rencana detail tata ruang untuk kawasan perkotaan kepanjen yang di dalamnya
telah ditetapkan zona RTH serta adanya partisipasi dari masyarakat sekitar dalam
pengelolaan RTH. Sedangkan, faktor penghambatnya yaitu keterbatasan pada
sumber daya yang digunakan seperti jumlah personil di lapangan, besaran
anggaran serta ketersediaan lahan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat
dikatakan belum berjalan dengan baik sebab terdapat beberapa kekurangan
dibeberapa tahapannya. Oleh sebab itu, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu
perlu menyusun dokumen khusus tentang pelaksanaan program pengelolaan RTH
yang memuat pembagian tugas dan koordinasi untuk para pihak yang terlibat.
Menambah jumlah personil di lapangan, bekerja sama dengan pihak swasta dan
melakukan terobosan dengan mewajibkan setiap bangunan melakukan tamanisasi
hingga membuat aturan yang tegas tentang pemanfaatan ruang berupa lahan,
sehingga ketersediaan sumber daya yang digunakan dapat lebih memadai.
Kata Kunci: Implementasi Program, Program Pengelolaan RTH
7
vii
SUMMARY
Astri Dewi Pujiati. 2017. The Implementation of Green Open Space
Management Program in Kepanjen Urban Area (A Study at Departement of
Housing, Settlement Area and Copyright, Malang Regency). Dr. Siswidiyanto,
M.S; 174 Pages + XVI.
Green Open Space management program is a Malang Regency’s
development program that has integrated with the mandate of Act No. 26 of 2007
About Spatial Planning, conceptually. These program, technically, is
implementing at Kepanjen Urban Area to increasing the availability of green open
space at that area. However, the availability of green open space at Kepanjen
Urban Area is still not fulfilled up to now. In this case, there is a gap between the
policy that was set in 2007 with the percentage of green open space at Kepanjen
Urban Area. Because of since the policy is apllied for ten years, the percentage of
green open space at Kepanjen Urban Area is still not reaching 30 %.
This research used qualitative method with the types of descriptive
research and it has restricted by two research focuses. They are (1)
Implementation of green open space management program in Kepanjen Urban
Area; (2) The supporting and resistor factors in the implementation of green open
space management program in Kepanjen Urban Area. The method of data analysis
in this research used interactive model by Miles, Huberman and Saldana.
The result of this research is the implementation of green open space
management program in Kepanjen Urban Area has some weaknesses in the
organizing and application steps. Those weaknesses are unsettled settings in the
coordination and division of the tasks, the resources are limited, the activities in a
process of making reference framework is not complex, and there is a resistance
in timing aspect when it was applied. In addition, the implementation of green
open space management program has influenced by supporting and resistor
factors. The supporting factors are there is a local regulation about spatial detail
planning for Kepanjen Urban Area 2014-2034 in which has been set of the green
open space zone and there is a citizen participant that take a part in managing the
green open space at Kepanjen Urban Area. Furthermore, the resistor factors are
there is a limited resources in the number of personnel who are working in the
field, amount of the budget, and the availability of land areas.
The conclusion of this research is the implementation of green open space
management program in Kepanjen Urban Area, generally, can be said that it was
not good. Because of it has some weakness in several steps. Therefore, the
recommendations that can be given are the local government have to make a
special document about the implementation of those program that is including the
coordination and division of the tasks for each stakeholders. Increasing the
number of personnel, cooperating with privat sector, require for all building to do
a planting activity and compose a strict rules about land use. So, the availability of
resources that used in implementing the program, can be adequate.
Key Words: Program Implementation, Green Open Space Management Program
8
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Implementasi Program Pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen (Studi Pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya;
2. Bapak Dr. Choirul Saleh, M.S selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik;
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi
Publik;
4. Bapak Dr. Siswidiyanto, M.S selaku Dosen Pembimbing;
5. Bapak Kasi di Bidang Penataan Ruang dan Bangunan Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
9
ix
6. Ibu Rina selaku Staf Bidang Penataan Ruang dan Bangunan Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
7. Bapak Yudho selaku Kepala UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
8. Bapak Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
9. Ibu Aniek selaku Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
10. Ibu Dyah selaku Kasubid Pemeliharaan Lingkungan Hidup Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang;
11. Cak Mad selaku Ketua Komunitas Arek Kepanjen;
12. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan do’a, dukungan dan kasih
sayang; serta
13. Pihak lainnya yang telah memberikan semangat dan do’a untuk kelancaran
selama proses penyusunan skripsi.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 8 Mei 2017
Penulis
10
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini merupakan hasil perjuangan penulis yang tidak akan selesai
tanpa adanya dukungan dan do`a dari banyak pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini, penulis mempersembahkan karya pertamanya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Sutirto dan Ibu Aprimiharti yang telah
memberikan kasih sayang sepanjang masa;
2. Nenek tersayang yaitu Mbah Sumiati yang saat menelepon tidak lupa
menanyakan “Gimana skripsi selesai?”;
3. Keluarga besarku yang ada di Jatiroto dan Malang;
4. Kakak-kakak dan keponakanku yaitu Jen, yang selalu memberikan hiburan;
5. Teman-teman seperjuangan terdahsyat yaitu Intan, Ghina, Novia, Agnes, Deta,
Mufida, Daning yang selalu kompak mulai dari zaman maba sampai sekarang
serta Ria, Astari, Farida dan Selvy yang telah bersedia membantuku dalam
menyelesaikan skripsi ini;
6. Teman-teman lawas tersayang yaitu Afi, Nisa, Atul, Nurma, Tiwi, Kiki,
Diana, Najwa, Ocy, Litha, Icha, Umi, Lila, Khur; serta
7. Pihak-pihak lainnya yang telah memberikan do’a dan bantuan selama penulis
melakukan penelitian.
x
11
DAFTAR ISI
MOTTO ............................................................................................................ ii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................. iii
TANDA PENGESAHAN ................................................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................. v
RINGKASAN ................................................................................................... vi
SUMMERY ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 9
E. Sistematika Pembahasan 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 13
A. Administrasi Publik 13
1. Definisi Administrasi Publik 13
2. Ruang Lingkup Administrasi Publik 14
B. Kebijakan Publik 15
1. Definisi Kebijakan Publik 15
2. Tahapan Kebijakan Publik 16
3. Aspek Manajemen dalam Implementasi Kebijakan Publik 18
4. Implementasi Program dalam Konsep Implementasi
Kebijakan Publik 28
5. Tahapan Implementasi Program 30
C. Penataan Ruang 36
1. Definisi dan Prinsip Dasar Penataan Ruang 36
2. Asas dan Tujuan Penataan Ruang 38
3. Klasifikasi Penataan Ruang 39
D. Ruang Terbuka Hijau (RTH) 39
1. Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) 39
2. Fungsi dan Manfaat RTH 40
3. Tipologi RTH 41
xi
12
4. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan 43
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 46
A. Jenis Penelitian 46
B. Fokus Penelitian 46
C. Lokasi dan Situs Penelitian ............................................................ 48
D. Sumber Data .................................................................................. 48
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 50
F. Instrumen Penelitian ....................................................................... 53
G. Analisis Data .................................................................................. 54
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ................................ 58
A. Gambaran Umum Lokasi dan Situs Penelitian 58
1. Gambaran Umum Kabupaten Malang ...................................... 58
2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Kepanjen 60
3. Gambaran Umum Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang 69
B. Penyajian Data 77
1. Implementasi Program Pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen ................................................................. 77
a). Interpretasi 79
b). Pengorganisasian ................................................................ 89
c). Aplikasi ............................................................................... 110
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program
Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen 114
a). Faktor Pendukung 115
b). Faktor Penghambat ............................................................. 118
C. Analisis dan Interpretasi 122
1. Implementasi Program Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen 123
a). Interpretasi 123
b). Pengorganisasian ................................................................ 131
c). Aplikasi ............................................................................... 146
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program
Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen 151
a). Faktor Pendukung 151
b). Faktor Penghambat 156
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 163
A. Kesimpulan .................................................................................. 163
B. Saran ............................................................................................. 166
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 169
LAMPIRAN ....................................................................................................... 172
xii
13
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ............................ 44
2. Daftar Narasumber Penelitian .......................................................... 51
3. Mata Pencaharian Penduduk Kawasan Perkotaan
Kepanjen Tahun 2013 ..................................................................... 64
4. Ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
Tahun 2013, 2014 dan 2015 ............................................................. 67
5. Kondisi Kepegawaian Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang Menurut
Latar Belakang Pendidikan Tahun 2015 .......................................... 101
6. Anggaran Kegiatan Program Pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Tahun 2013, 2014 dan 2015 ............................ 104
7. Persentase Lahan Terpakai Menurut Jenis di
Kawasan Perkotaan Kepanjen Tahun 2015...................................... 108
xiii
14
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Tahapan Kebijakan Publik ............................................................... 17
2. Lima Variasi Kombinasi Fungsi-Fungsi Manajemen ...................... 23
3. Klasifikasi Rencana .......................................................................... 26
4. Sekuensi Implementasi Kebijakan Publik ........................................ 29
5. Tipologi RTH ................................................................................... 42
6. Analisis Data Model Interaktif ......................................................... 55
7. Peta Administratif Kabupaten Malang ............................................. 60
8. Peta Kecamatan Kepanjen................................................................ 63
9. Bagan Struktur Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang........................... 74
10. Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Kepanjen ....................... 98
xiv
15
DAFTAR GRAFIK
No. Judul Halaman
1. Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen
Tahun 1990, 2000, 2010 dan 2015 ................................................... 6
xv
16
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara ....................................................................... 172
2. Daftar Riwayat Hidup ...................................................................... 174
3. Surat Keterangan Riset .................................................................... 175
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia administrasi publik sangat erat kaitannya dengan apa yang
dikerjakan oleh pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Keban (2004:17)
dengan menjelaskan bahwa apa yang menjadi kegiatan administrasi publik
seyogyanya adalah apa yang dikerjakan pula oleh pemerintah, baik yang
menyangkut pemberian pelayanan publik, maupun penyediaan barang-barang
publik melalui berbagai program pembangunan untuk memenuhi kepentingan
publik. Secara umum, kegiatan-kegiatan tersebut dapat ditinjau dari apa yang
secara formal dilaksanakan oleh pejabat pemerintahan di sektor publik seperti di
lembaga departemen, dinas, badan dan sebagainya. Dengan demikian, mengacu
pada pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apa yang menjadi kegiatan
administrasi publik adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemerintah
khususnya dalam rangka memenuhi kepentingan publik (public interest).
Adapun pekerjaan dari pemerintah sendiri cakupannya luas dan bervariasi
sebab bidang atau urusan yang ditangani oleh pemerintah menyangkut seluruh
aspek kehidupan manusia. Pekerjaan pemerintah pun menjadi semakin kompleks
tatkala kepentingan publik yang harus dipenuhi juga semakin kompleks (Keban,
2008:17-18). Hal ini menyebabkan pemerintah dituntut untuk dapat bekerja secara
lebih responsif, akuntabel, efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya, maka
1
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia memberlakukan konsep desentralisasi
yang dilakukan dengan melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada
pemerintah daerah.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pasal
1 ayat (8) menjelaskan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan urusan
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas
otonomi”. Adapun, urusan pemerintahan yang dilimpahkan tersebut ialah urusan
pemerintahan konkuren yang terdiri dari urusan yang bersifat pilihan dan wajib.
Bidang lingkungan hidup merupakan salah satu urusan konkuren bersifat wajib
yang menjadi tanggung jawab bagi setiap pemerintah daerah. Adanya hal tersebut
secara otomatis mendorong setiap daerah otonom untuk menjadi lebih mandiri
dalam melakukan serangkaian program pembangunan dan mengurus urusan
pemerintahan, khususnya di bidang lingkungan hidup.
Saat ini, pemerintah pusat dan daerah bersama-sama tengah berupaya
untuk melaksanakan pembangunan dalam rangka mengatasi permasalahan di
bidang lingkungan hidup. Hal tersebut dikarenakan lingkungan hidup merupakan
salah satu aspek terpenting bagi manusia dalam melangsungkan kehidupannya.
Lingkungan hidup adalah salah satu sumber kesejahteraan bagi manusia. Apabila
tingkat kualitas lingkungan hidup semakin baik, maka semakin tinggi pula
kualitas kehidupan manusia. Kondisi tersebut telah dijelaskan di dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup bagian umum bahwa “lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan
hak asasi bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang telah
2
diamanatkan pada Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945” yang berbunyi
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat kualitas
lingkungan hidup berdampak secara linier terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Namun, sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan
semakin canggihnya teknologi dan pesatnya industrialisasi ternyata tidak serta
merta membuat kondisi lingkungan hidup menjadi lebih baik. Tanpa dipungkiri
lagi bahwa kondisi lingkungan hidup saat ini sangat memprihatinkan. Disamping
itu timbul permasalahan pada kualitas lingkungan hidup yang kian menurun
seperti adanya pencemaran udara, air dan tanah, punahnya beberapa spesies flora
dan fauna dan sebagainya. Bahkan isu menurunnya kualitas lingkungan hidup
telah menjadi perbincangan dikancah internasional.
Adanya pemanasan global (global warming) telah menjadi salah satu fakta
bahwa kondisi lingkungan hidup secara global mulai mengalami penurunan
kualitas. Pemicu utamanya ialah efek rumah kaca (greenhouse effect). Menurut
Siagian (2014:30), efek rumah kaca merupakan proses pemanasan suhu udara di
permukaan bumi yang disebabkan oleh panas matahari yang masuk ke bumi tidak
dapat dipantulkan kembali ke atmosfer karena tingginya kadar gas karbon
dioksida (CO2) yang menahan panas matahari tersebut. Lebih jauh, Siagian
menambahkan bahwa jika efek rumah kaca semakin kuat dan berkesinambungan
untuk jangka waktu yang panjang, maka dapat dipastikan bahwa lapisan es yang
3
ada di kutub utara dan selatan akan mencair, sehingga dapat mengancam
eksistensi kawasan pantai dan negara-negara kepulauan karena permukaan air laut
semakin naik.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang
No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Kebijakan tersebut merupakan salah
satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka mengendalikan
kerusakan lingkungan hidup melalui upaya penyelenggaraan penataan ruang
dengan memperhatikan faktor kelestarian lingkungan hidup. Hal ini mengingat
bahwa penyelenggaraan penataan ruang terdiri dari serangkaian kegiatan yang
diarahkan untuk dapat mendukung terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup
yang berkelanjutan. Adapun wujudnya ialah dengan adanya amanat tentang
perlunya penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada setiap
wilayah administratif kota maupun kawasan perkotaan dengan ketentuan proporsi
luasan minimal sebesar 30 (tiga puluh) persen yang terdiri dari 20 (dua puluh)
persen RTH Publik dan 10 (sepuluh) persen RTH Privat. Amanat tersebut tertuang
di dalam Pasal 28 huruf (a) yang berbunyi “rencana penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka hijau.” Serta pada Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi:
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a
terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit
20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
4
Dengan demikian, adanya amanat yang tertuang di dalam kebijakan
tersebut telah membuat setiap wilayah administratif diwajibkan untuk dapat
memenuhi amanat tersebut melalui berbagai upaya yang salah satunya dapat
melalui program yang mendukung.
Sejalan dengan hal diatas, Pemerintah Kabupaten Malang melalui
Perangkat Daerah terkait telah menerapkan program yang konsepnya terintegrasi
dengan amanat yang terkandung dalam kebijakan penataan ruang. Khususnya,
dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan RTH sebesar 30% dari luas wilayah
kota. Program tersebut merupakan program pengelolaan RTH yang secara khusus
dimaksudkan untuk mencapai sasaran tersedianya RTH sebesar 30 persen di
Kawasan Perkotaan Kabupaten Malang, termasuk wilayah Kecamatan Kepanjen.
Kecamatan Kepanjen merupakan Ibukota dari Kabupaten Malang yang
sekaligus menjadi sasaran dari program pengelolaan RTH. Hal tersebut mengingat
adanya pertimbangan bahwa menurut Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 3
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang,
Kecamatan Kepanjen juga merupakan kawasan perkotaan yang menjadi pusat dari
Wilayah Pengembangan (WP) Kepanjen. Sehingga, pada kawasan tersebut
terdapat fungsi dan peranan perkotaan seperti pusat pemerintahan kabupaten,
pusat perdagangan dan jasa skala kabupaten, pusat kesehatan skala kabupaten,
pendidikan tinggi, pusat kegiatan olahraga, pusat kegiatan kesenian regional-
nasional, pusat pelayanan umum kabupaten serta pusat kegiatan militer
(www.ciptakarya.malangkab.go.id).
5
Mengacu pada kondisi Kepanjen tersebut, maka konsekuensi yang
ditimbulkan ialah terpusatnya pembangunan di kawasan perkotaan Kepanjen yang
pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah penduduk di Kepanjen. Hal
tersebut dapat ditinjau dari data mengenai jumlah penduduk di Kawasan
Perkotaan Kepanjen tahun 1999, 2000, 2010 dan 2015 sebagai berikut:
Grafik 1 : Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen Tahun
1990, 2000, 2010 dan 2015
Sumber: Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2016, diolah
Berdasarkan pada grafik 1 tersebut dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen pada tahun 1990 mencapai 84.057 jiwa,
tahun 2000 mencapai 93.391 jiwa, tahun 2010 mencapai 102.621 dan tahun 2015
mencapai 106.668 jiwa. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk di
Kawasan Perkotaan Kepanjen terus mengalami peningkatan.
Peningkatnya jumlah penduduk tersebut menyebabkan tingginya angka
kepadatan penduduk di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang mencapai angka 2.306
per km2 pada tahun 2015. Namun, perlu diketahui bahwa dengan kondisi yang
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1990 2000 2010 2015
Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
1990 2000 2010 2015
Jumlah Penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen
6
demikian, timbul permasalahan lain yaitu masalah ketersediaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen. Hal tersebut lantaran banyaknya jumlah penduduk di
Kawasan Perkotaan Kepanjen berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan
hunian dan untuk memenuhinya dilakukan pembangunan fisik dengan struktur
perkerasan melalui langkah konversi ruang terbuka seperti lahan pertanian,
perkebunan, tegal, hutan dan sebagainya. Alhasil, timbul konsekuensi dimana
kawasan permukiman semakin bertambah tetapi peningkatan tersebut justru
menyebabkan ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sulit untuk
mengalami peningkatan.
Apabila kondisi tersebut tidak segera mendapatkan tindakan penanganan
dan pengendalian yang tegas, maka dapat dipastikan kawasan tersebut akan
mengalami permasalahan pada lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan menurut
Permen PU No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
RTH di Kawasan Perkotaan, fungsi utama dari adanya RTH ialah untuk
menyeimbangkan ekosistem kota mengingat berfungsinya RTH sebagai produsen
oksigen, penyerap air hujan, pengatur iklim mikro, penyerap polutan dan
sebagainya. Sehingga, apabila ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
kurang maka akan timbul permasalahan pada segi lingkungan hidup yang berupa
ketidakseimbangan terhadap ekosistem kota. Oleh sebab itu, diterapkanlah
program pengelolaan RTH sebagai sebuah cara yang dimaksudkan untuk
mengembangkan ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sekaligus
sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Malang terhadap upaya
pelestarian lingkungan hidup melalui pengembangan ketersediaan RTH.
7
Namun, meskipun program pengelolaan RTH telah diimplementasikan,
tetap merupakan sebuah fakta bahwa kondisi RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen masih belum dapat dikatakan ideal karena sampai pada tahun 2016,
persentase RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen masih mencapai angka 10
persen yang tersebar pada ruang publik dan privat (www.radarmalang.co.id).
Dalam hal ini tentunya menimbulkan sebuah kesenjangan dalam pencapaian
persentase RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebab selama 10 tahun sejak
diundangkannya kebijakan penataan ruang pada tahun 2007, kondisi RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen masih belum dapat mencapai angka 30 persen dari
total luas wilayahnya.
Adapun kondisi demikian, tentu tidak terlepas dari upaya yang dilakukan
oleh pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Malang melalui Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang selaku
pihak yang secara teknis bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program
pengelolaan RTH. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen, sehingga judul yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu
“Implementasi Program Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
(Studi Pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang)”.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang penelitian, maka
permasalahan yang dapat ditarik untuk dijadikan pembahasan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat
dari implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen.
D. Manfaat Penelitian
Ditinjau dari segi akademis maupun segi praktis, adanya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
9
1. Manfaat Akademis
a) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menunjang penerapan
ilmu administrasi publik khususnya dalam konteks implementasi kebijakan.
b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain,
khususnya penelitian yang mengangkat topik serupa dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a) Adanya penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis khususnya dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan terutama yang
berkaitan dengan implementasi kebijakan publik.
b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Malang khususnya Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya dalam meningkatkan perannya selaku
implementor program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan ketersediaan RTH di
Kabupaten Malang.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan gambaran umum dari masing-masing
bab yang ditulis dalam suatu penelitian. Sehingga, memuat konsep pemikiran
yang digunakan oleh peneliti untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan
secara lebih sistematis. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini
yaitu:
10
BAB I Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang penelitian,
kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah berdasarkan
latar belakang, penetapan tujuan dan manfaat penelitian serta
uraian sistematika pembahasan sebagai penutup.
BAB II Pada bab ini diuraikan beberapa teori yang memiliki relevansi
dengan topik yang diangkat dalam penelitian, dalam hal ini teori
administrasi publik, implementasi kebijakan publik, penataan
ruang dan ruang terbuka hijau yang digunakan sebagai landasan
dalam penelitian ini.
BAB III Pada bab ini dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini. Mengingat metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, maka
uraian pada bab ini tersusun atas komponen-komponen metode
kualitatif yang memuat jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi
dan situs penelitian, sumber data, pengumpulan data, instrumen
penelitian dan metode analisis.
BAB IV Pada bab ini, pemaparan difokuskan tentang penyajian data
berdasarkan fokus penelitian, yang kemudian dilakukan
pembahasan atau analisis data dengan mengacu pada teori-teori
yang relevan, sehingga dalam bab ini secara umum memaparkan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.
11
BAB V Pada bab ini, penarikan kesimpulan dilakukan dengan
memperhatikan hasil analisa teoritis terhadap data-data fokus
penelitian yaitu implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen beserta faktor-faktor pendukung dan
penghambatnya. Selain itu, pada bab ini juga disampaikan
beberapa rekomendasi berupa saran-saran yang diharapakan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam mengimplementasikan
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen agar
dapat berjalan semakin baik.
12
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
1. Definisi Administrasi Publik
Administrasi adalah suatu hal yang tidak hanya terbatas pada kegiatan
perkantoran, ketik-mengetik, surat-menyurat, ketatausahaan dan sebagainya.
Melainkan lebih luas lagi sebab menurut Siagian (2014:2), administrasi dipandang
sebagai “keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya”. Ditinjau dari sisi perkembangannya, administrasi berkembang
sebagai sebuah ilmu dan terbagi atas dua bagian besar yaitu administrasi publik
dan administrasi privat atau swasta (Siagian, 2014:7). Dua bagian administrasi
tersebut memiliki perbedaan yang didasarkan berbagai hal. Appleby membedakan
antara administrasi publik dengan swasta berdasarkan orientasi pada pihak yang
dilayani, jika administrasi swasta orientasinya adalah melayani kepentingan
swasta atau pribadi. Sedangkan, administrasi publik lebih berorientasi pada
melayani kepentingan publik (Keban, 2008:20). Adanya perbedaan orientasi
tersebut, secara otomatis juga telah menyebabkan administrasi swasta dan
administrasi publik berbeda.
Administrasi publik sendiri merupakan suatu disiplin ilmu yang dalam
perkembangannya terus mengalami dinamika, sehingga terdapat variasi dalam
14
penafsirannya karena faktor perbedaan perspektif yang digunakan dalam
menafsirkan istilah administrasi publik.
Nigro dan Nigro memberikan definisi terhadap administrasi publik sebagai
berikut:
Administrasi publik adalah usaha kerja sama kelompok dalam suatu
lingkungan publik, yang mencakup ketiga cabang yaitu judikatif, legislatif,
dan eksekutif; mempunyai suatu peranan penting dalam memformulasikan
kebijakan publik, sehingga menjadi bagian dari proses politik; yang sangat
berbeda dengan cara-cara yang ditempuh oleh administrasi swasta; dan
berkaitan erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat (Keban, 2008:5-6).
Sedangkan, menurut Chandler dan Plano, “Administrasi publik adalah
proses dimana sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan
untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengelola (manage)
keputusan-keputusan dalam kebijakan publik” (Indradi, 2010:114).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perhatian utama
dalam mendefinisikan administrasi publik yaitu administrasi publik berkaitan erat
dengan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam menyelesaikan masalah-
masalah publik melalui proses kebijakan publik.
2. Ruang Lingkup Administrasi Publik
Administrasi publik harus diakui memiliki ruang lingkup yang sangat
kompleks karena dinamika permasalahan yang dihadapi masyarakat pun juga turut
berkembang semakin kompleks (Keban, 2008:8). Chandler dan Plano pun juga
menambahkan bahwa “Apabila kehidupan manusia menjadi semakin kompleks
15
permasalahannya, maka apa yang dikerjakan oleh pemerintah atau administrasi
publik juga semakin kompleks” (Keban, 2008:8).
Berdasarkan hal tersebut, Keban menjabarkan ruang lingkup administrasi
publik ke dalam enam dimensi strategis. Adapun keenam dimensi strategis
tersebut antara lain:
a. Dimensi kebijakan, menyangkut proses pembuatan keputusan untuk
penentuan tujuan dan cara atau alternatif terbaik untuk mencapai
tujuan tersebut.
b. Dimensi struktur organisasi, berkenaan dengan pengaturan struktur
yang meliputi pembentukan unit, pembagian tugas antar unit (lembaga-
lembaga publik) untuk mencapai tujuan dan target, termasuk
wewenang dan tanggung jawabnya.
c. Dimensi manajemen, menyangkut proses bagaimana kegiatan-kegiatan
yang telah dirancang dapat diimplementasikan (digerakkan, diorganisir
dan dikontrol) untuk mencapai tujuan organisasi melalui prinsip-
prinsip manajemen.
d. Dimensi etika, memberikan tuntutan moral terhadap administrator
tentang apa yang salah dan apa yang benar, atau apa yang baik dan
yang buruk.
e. Dimensi lingkungan, adalah suasana dan kondisi sekitar yang
mempengaruhi seluruh dimensi yang ada yaitu dimensi struktur
organisasi, manajemen, kebijakan dan tanggung jawab moral.
f. Dimensi akuntabilitas kinerja, berkenaan dengan pembuktian nyata
atas kehadiran dan kegunaan riil pemerintah yang menjalankan fungsi-
fungsi administrasi publik di dalam suatu negara (Keban, 2008:10-11).
B. Kebijakan Publik
1. Definisi Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari dunia
pemerintahan. Mengacu pendapat dari Lemay, kebijakan publik dipandang
sebagai “Suatu kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh
lembaga pemerintah atau pejabat pemerintah” (Keban, 2008:60). Dye juga
16
mendefinisikan bahwa “Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan” (Winarno, 2007:17). Sejalan
dengan definisi tersebut, Peterson juga memberikan pendapat terhadap definisi
kebijakan publik dengan mengemukakan bahwa “Kebijakan publik secara umum
dilihat sebagai aksi pemerintah dalam menghadapi masalah, dengan mengarahkan
perhatian terhadap “siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana” (Keban,
2008:61).
Dengan demikian, berdasarkan berbagai pendapat yang telah dipaparkan
maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penekanan kebijakan publik terletak
pada pemerintah. Hal tersebut lantaran pemerintah sebagai aktor yang berperan
penting dalam memutuskan terhadap apa yang harus dipilih dan
diimplementasikan untuk menyelesaikan suatu permasalahan publik demi
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
2. Tahapan Kebijakan Publik
Sementara itu, kebijakan publik adalah produk pemerintah yang
pembuatannya dilakukan melalui serangkaian tahapan. Adapun, diantara beberapa
tahapan tersebut, implementasi kebijakan publik adalah salah satunya. Menurut
Dunn, implementasi kebijakan publik merupakan tahapan ke empat setelah tahap
penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan dan tahap adopsi kebijakan serta
merupakan tahapan sebelum tahap evaluasi kebijakan (Winarno, 2007:32-33).
Adapun secara lebih jelasnya, Dunn mengilustrasikan tahapan kebijakan publik
tersebut ke dalam sebuah sekuensi sebagaimana gambar 1 berikut:
17
Gambar 1 : Tahapan Kebijakan Publik
Sumber : Winarno (2007:33)
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan di dalam
proses kebijakan publik yang dinilai memegang peranan penting sebab kebijakan
publik yang telah dirumuskan akan dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh
tujuan yang dijabarkan dalam kebijakan dapat tercapai (Winarno, 2007: Wahab,
2014). Selaras dengan hal tersebut, Udoji secara tegas mengemukakan bahwa
“Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu hal penting bahkan mungkin jauh lebih
penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan berupa impian
atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan” (Wahab, 2014:126). Selain itu, Keban (2008:67)
mengungkapkan bahwa “Implementasi kebijakan merupakan suatu tahap dimana
kebijakan yang telah diadopsi tersebut dilaksanakan oleh unit-unit administratif
tertentu dengan memobilisasikan dana dan sumberdaya yang ada”.
18
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi memegang
peranan yang penting dalam proses kebijakan publik sebab adanya implementasi
adalah untuk mengetahui apakah suatu kebijakan mampu memberikan hasil dan
dampak yang dapat menghantarkan pada suatu perubahan yang lebih baik.
Namun, penekanan lain yang juga harus diperhatikan ialah apabila suatu
kebijakan diharapkan dapat memberikan hasil yang sesuai, maka hal ini harus
disertai pula dengan adanya perencanaan dan pelaksanaan yang baik.
3. Aspek Manajemen dalam Implementasi Program
Manajemen merupakan sebuah ilmu yang didefinisikan di dalam
Ensiklopedia Administrasi sebagai berikut:
Manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang
dan mengarahkan fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai
tujuan tertentu. Manajemen dapat berlangsung dalam bidang-kerja
administrasi, yakni: kepegawaian, keuangan, perbekalan, tata usaha dan
hubungan masyarakat. Demikian juga dapat dilakukan dalam bidang kerja
substansi. Misalnya: produksi, penjualan, pengajaran, industrialisasi,
agrarian, pertahanan keamanan dan sebagainya. Pada pokoknya
manajemen terdiri atas unsur-unsur: perencanaan, penggerakkan,
pengontrolan. Unsur ini adalah juga merupakan pola-pola perbuatan serta
fungsi-fungsi pokok manajer. Manajemen telah dipelajari secara luas oleh
suatu cabang ilmu administrasi yakni ilmu manajemen (Indradi, 2010:98-
99).
Sementara itu, menurut Siagian (2014:5), untuk mendefinisikan
manajemen dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sebagai upaya dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui serangkaian kegiatan dan
sebagai kemampuan dari seorang manajer dalam merealisasikan tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain. Kemudian, Hersey dan Blanchard mengemukakan
bahwa “manajemen sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan dan bersama
19
individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi” (Siswanto, 2013:2).
Dengan demikian, mengacu pada hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang mendukung.
Dalam perkembangannya, manajemen terus mengalami penyempurnaan
melalui perubahan paradigma. Menurut Keban perkembangan dari manajemen
tersebut paling tidak dipengaruhi oleh tiga pandangan yaitu manajemen normatif,
manajemen deskriptif dan manajemen publik. Adapun dua paradigma pertama
tidak memiliki lokus yang jelas sebab hanya menggambarkan apa yang sebaiknya
dilakukan (normatif) dan menggambarkan apa yang seharusnya dilakukan
(deskriptif), sehingga dalam hal ini manajemen hanya dipandang sebagai suatu hal
yang umum (Keban, 2008:94).
Namun setelah paradiga manajemen publik muncul, manajemen memiliki
lokus yang pasti karena manajemen publik menggambarkan apa yang sebaiknya
dilakukan (normatif) dan yang seharusnya (deskriptif) harus dilakukan oleh para
manajer publik di instansi pemerintah (Keban, 2008:94). Hal ini menunjukan
bahwa manajemen tidak hanya berlaku di dunia bisnis saja, melainkan juga
diterapkan pada sektor publik untuk menunjang kegiatan administrasi publik
dalam mencapai tujuan.
Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu kegiatan administrasi
publik yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang dijabarkan
dalam kebijakan dapat tercapai. Agar kebijakan publik dapat mencapai tujuannya,
20
maka harus diimplementasikan dan sesuai dengan pendapat dari Nugroho
(2008:494), kebijakan publik tersebut dapat diimplementasikan secara langsung
dalam bentuk program. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program
merupakan instrumen bagi kebijakan publik dalam rangka mencapai tujuannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif dan efisien, pada
pelaksanaan suatu program pun terdapat aspek manajemen dimana fungsi-fungsi
manajemen tertentu diterapkan untuk dapat menunjang pencapaian tujuan
tersebut. Adapun fungsi-fungsi tersebut menurut Siswanto (2013:23),
diilustrasikan sebagai fungsi dari seorang manajer karena manajer merupakan
sosok yang harus melaksanakan suatu rangkaian aktivitas dalam suatu organisasi.
Adapun rangkaian aktivitas yang dimaksud merupakan fungsi dari seorang
manajer. Sehingga, dalam hal ini fungsi manajemen dapat direpresentasikan oleh
fungsi dari seorang manajer dalam suatu organisasi. Secara lebih lanjut, Siswanto
(2013:23) menjabarkan fungsi manajer tersebut ke dalam dua arah yaitu fungsi
manajer ke dalam organisasi dan fungsi manajer ke luar organisasi. Adapun,
fungsi manajer ke dalam organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu
sudut pandang proses dan spesialisasi kerja.
Ditinjau dari sudut pandang proses, fungsi manajer dalam hal ini
merupakan tahapan aktivitas yang secara kontinyu mutlak dioperasikan oleh
manajer sebagaimana pendistribusian fungsi tersebut meliputi perancanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian dan pengendalian (Siswanto,
2013:23). Adapun penjelasan dari masing-masing fungsi tersebut adalah sebagai
berikut:
21
a. Perencanaan (planning)
Aktivitas perencanaan dilakukan untuk menetapkan sejumlah
pekerjaan yang harus dilaksanakan kemudian. Setiap manajer dituntut
terlebih dahulu agar mereka membuat rencana tentang aktivitas yang
harus dilakukan. Perencanaan tersebut merupakan aktivitas untuk
memilih dan menghubungkan fakta serta aktivitas membuat dan
menggunakan dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal
merumuskan aktivitas yang direncanakan.
b. Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian sebagai fungsi manajemen yang kedua adalah
organisasi baik dalam arti statis yaitu skema, bentuk, bagan yang
menunjukan hubungan diantara fungsi, otoritas dan tanggung jawab
yang berhubungan satu sama lain. sedangkan organisasi dalam arti
dinamis adalah proses pendistribusian pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh individu atau kelompok dengan otoritas yang
diperlukan untuk pengoperasiannya. Jadi, pengorganisasian berarti
menetapkan sistem organisasi yang dianut organisasi dan mengadakan
distribusi kerja agar mempermudah perealisasian tujuan.
c. Pengarahan (directing)
Aktivitas pengarahan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pemberian perintah dan saran. Hal ini mengandung permasalahan
dalam menunjukan rencana yang penting kepada bawahan yang
bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Selain itu, penting juga
hubungan individual setiap saat diantara manajer dan para bawahannya
yang terikat dalam organisasi. Agar organisasi selalu dinamis, manajer
haruslah memberikan perintah dan saran secara jelas dan realistis
kepada bawahan yang sudah ditempatkan pada posisi sesuai dengan
kemampuannya.
d. Pemotivasian (motivating)
Agar tercipta keadaan kerja yang menggairahkan, manajer harus
melaksanakan fungsinya, memotivasi bawahannya. Motivasi
dimaksudkan setiap perasaan, kehendak, atau keinginan yang sangat
mempengaruhi kemauan individu. Dengan demikian, individu tersebut
didorong berperilaku dan bertindak mencapai tujuan.
e. Pengendalian (controlling)
Dengan aktivitas pengendalian, berarti manajer harus mengevaluasi
dan menilai pekerjaan yang dilakukan para bawahan. Demikian pula
manajer harus mengevaluasi dan menilai pelaksanaan rencana kerja
secara makro untuk mengetahui apakah pekerjaan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Hal itu dilakukan
untuk membimbing bawahan agar pekerjaan yang dikerjakan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan (Siswanto, 2013:24-25).
22
Ditinjau dari sudut pandang spesialisasi kerja, fungsi manajer dalam hal ini
merupakan penerapan fungsi sesuai dengan bidang kerja yang ada dalam
organisasi. Adapun, fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Fungsi keuangan
Dalam bidang keuangan, manajer harus berusaha agar posisi keuangan
organisasi setiap saat dapat memberikan dana dalam aktivitas secara
rutin maupun berkala.
b. Fungsi ketenagakerjaan
Dalam bidang ketenagakerjaan manajer harus berusaha agar bawahan
selalu ada dalam kondisi moral dan disiplin kerja yang tinggi.
c. Fungsi pemasaran
Dalam bidang pemasaran, manajer harus berusaha agar pelaksanaan
aktivitas organisasi yang mengarahkan arus barang dan jasa dari
produsen kepada konsumen dapat memenuhi para konsumen dengan
sebaik-baiknya.
d. Fungsi pembelian
Dalam bidang pembelian, manajer harus berusaha agar pembelian
bahan baku dan bahan penolong dapat terjamin kualitasnya dan dengan
harga yang serendah mungkin.
e. Fungsi produksi
Dalam bidang produksi, manajer harus berusaha agar barang dapat
diproduksikan dengan teknik yang tidak berbelit (Siswanto, 2013:26).
Sedangkan, fungsi manajer ke luar organisasi merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh seorang manajer dalam membangun hubungan dengan pihak luar
yang memiliki kepentingan dengan organisasi maupun organisasi yang
berkepentingan dengan pihak tertentu (Siswanto, 2013:26-27). Adapun, fungsi
manajer keluar organisasi antara lainnya yaitu:
a. Penyampaian informasi ekonomis kepada pihak yang berkepentingan
dengan organisasi, misalnya kepada pemegang saham, investor,
pemasok, pelanggan, bank, kreditur, pemerintah dan sejenisnya;
b. Penyampaian informasi umum kepada pihak luar, misalnya
pengumuman, pameran, siaran dan sejenisnya;
c. Kerja sama dengan pihak lain, pemerintah maupun swasta dalam
maupun luar negeri (Siswanto, 2013:27).
23
Sementara itu, Terrry mengemukakan bahwa terdapat beragam variasi
dalam menentukan fungsi-fungsi manajemen mengingat adanya perbedaan
pendapat diantara kalangan kelompok paham (scholar) dan para pelaksana
manajemen (Terry, 2013:15). Lebih jauh, Terry menunjukan beberapa macam
variasi fungsi-fungsi manajemen tersebut ke dalam lima kombinasi sebagaimana
ditunjukan melalui gambar 2 berikut:
Gambar 2 : Lima Variasi Kombinasi Fungsi-Fungsi Manajemen
Sumber : Terry (2013:16)
Berdasarkan pada gambar 2 tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi-fungsi
tersebut disusun dalam rangka mencapai tujuan. Selain itu, dari seluruh variasi
yang ada terdapat tiga fungsi yang sama yaitu fungsi perencanaan,
24
pengorganisasian dan pengawasan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa ketiga
fungsi manajemen tersebut merupakan fungsi yang paling mendasar dalam proses
manajemen dan fungsi perencanaan merupakan fungsi yang paling awal yang
harus dilakukan. Terry (2013:17) menjelaskan bahwa fungsi perencanaan
(planning) adalah sebagai berikut:
Perencanaan merupakan fungsi untuk menetapkan pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan.
Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk
pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk
mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu
pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.
Sedangkan, menurut Siswanto (2013:24), fungsi perencanaan dijelaskan
sebagai berikut:
Aktivitas perencanaan dilakukan untuk menetapkan sejumlah pekerjaan
yang harus dilaksanakan kemudian. Setiap manajer dituntut terlebih
dahulu agar mereka membuat rencana tentang aktivitas yang harus
dilakukan. Perencanaan tersebut merupakan aktivitas untuk memilih dan
menghubungkan fakta serta aktivitas membuat dan menggunakan dugaan
mengenai masa yang akan datang dalam hal merumuskan aktivitas yang
direncanakan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan
merupakan fungsi mendasar dan paling awal dalam proses manajemen karena
fungsi ini menekankan pada sebuah aktivitas untuk menentukkan sejumlah
kegiatan yang hendak dilaksanakan di masa depan, sehingga dalam hal ini juga
terdapat suatu kegiatan pengambilan keputusan yang didasari oleh upaya
memprediksi masa depan dan menghubungkannya dengan kenyataan.
Adapun dalam pelaksanaannya, terdapat pengklasifikasian terhadap
perencanaan. Menurut Terry, klasifikasi dari rencana-rencana tersebut diantaranya
25
yaitu jenis rencana orientasi dan jenis rencana oprasional. Jenis rencana orientasi
berusaha untuk memperjelas sasaran-sasaran perusahaan dengan dapat membuat
proyeksi tentang hal-hal yang diharapkan dapat terjadi. Rencana tersebut juga
dapat membantu para manajer dalam mengevaluasi situasi perusahaan.
Sedangkan, rencana operasional adalah rencana yang mencakup kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan oleh pihak tertentu dengan mengaktifkan sumber-sumber
fisik seperti fasilitas, bahan dan personil (Terry, 2013:62).
Sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Terry sebelumnya, Stoner
dan Wankel juga mengklasifikasikan rencana ke dalam dua jenis yaitu rencana
strategis (strategic plan) dan rencana operasional (operational plan). Adapun
penjelasan dari masing-masing rencana dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rencana Strategis
Rencana ini dirancang untuk mencapai tujuan organisasi yang luas,
yaitu untuk melaksanakan misi yang merupakan satu-satunya alasan
kehadiran organisasi tersebut. Perencanaan strategis adalah proses
perencanaan jangka panjang yang formal untuk menentukan dan
mencapai tujuan organisasi. Sehingga, rencana strategis sangat penting
bagi setiap organisasi.
b. Rencana Operasional
Rencana operasional memberikan deskripsi tentang bagaimana rencana
strategis dilakukan. Rencana operasional terdiri atas dua macam yaitu
rencana sekali pakai dan rencana tetap. Rencana sekali pakai
dikembangkan untuk mencapai tujuan tertentu dan ditinggalkan
manakala tujuan tersebut telah tercapai. Adapun bentuk dari rencana
ini seperti program, proyek dan anggaran. Sementara, rencana tetap
merupakan pendekatan yang sudah dilakukan untuk menangani situasi
yang terjadi berulang (repetitive) dan dapat diperkirakan. Bentuk dari
rencana ini antara lain kebijakan (policy), prosedur standar (standard
procedure) dan peraturan (rules) (Siswanto, 2013:48-50).
Adapun lebih jelasnya, Siswanto mengilustrasikan pengklasifikasian
rencana-rencana tersebut sebagaimana yang ditunjukan oleh gambar 3 berikut:
26
Gambar 3 : Klasifikasi Rencana
Sumber : Siswanto (2013:51)
Sementara itu, perencanaan merupakan sebuah proses yang sistematis,
yang terdiri dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan satu sama lain untuk
mencapai hasil tertentu yang diinginkan (Siswanto, 2013:45). Sehingga, di dalam
perencanaan terdapat serangkaian aktivitas yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Prakiraan (forecasting)
Prakiraan merupakan suatu usaha yang sistematis untuk meramalkan
atau memperkirakan waktu yang akan datang dengan penarikan
kesimpulan atas fakta yang telah diketahui.
b. Penetapan tujuan (establishing objective)
Penetapan tujuan merupakan suatu aktivitas untuk menetapkan sesuatu
yang ingin dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan.
c. Pemrograman (programming)
Pemrograman adalah suatu aktivitas yang dilakukan dengan maksud
untuk menetapkan:
1) Langkah-langkah utama yang diperlukan untuk mencapai suatu
tujuan;
2) Unit dan anggota yang bertanggung jawab untuk setiap langkah;
3) Urutan serta pengaturan waktu setiap langkah.
27
d. Penjadwalan (scheduling)
Penjadwalan adalah penetapan atau penunjukan waktu menurut
kronologi tertentu guna melaksanakan berbagai macam pekerjaan.
e. Penganggaran (budgeting)
Penganggaran merupakan suatu aktivitas untuk membuat pernyataan
tentang sumber daya keuangan (financial recources) yang disediakan
untuk aktivitas dan waktu tertentu.
f. Pengembangan prosedur (developing procedure)
Pengembangan prosedur merupakan suatu aktivitas menormalisasikan
cara, teknik, dan metode pelaksanaan suatu pekerjaan.
g. Penetapan dan interpretasi kebijakan (establishing and interpreting
policies) adalah suatu aktivitas yang dilakukan dalam menetapkan
syarat berdasarkan kondisi mana manajer dan para bawahannya akan
bekerja. Suatu kebijakan adalah sebagai suatu keputusan yang
senantiasa berlaku untuk permasalahan yang timbul berulang demi
suatu organisasi (Siswanto, 2013:45-46).
Setelah proses perencanaan dilaksanakan, maka aktivitas selanjutnya yang
dilakukan adalah pelaksanaan perencanaan. Menurut Terry terdapat beberapa
karakteristik tertentu dalam pelaksanaan perencanaan antara lain:
a. Tempat untuk mengawali perencanaan. Lebih baik mengawali
perencanaan dengan hal-hal yang utama. Dengan cara tersebut akan
didapat suatu kerangka yang luas yang membantu memperlancar
pertimbangan perencanaan. Sering pula seorang perencana merasa
lebih mudah membuatnya dengan cara mundur dari sasarannya seperti
di dalam pembuatan jadwal kerja. Pendekatan tersebut menekankan
pada sasaran ada uamh mendukung pendapat bahwa perencanaan
diawali pada tingkat teratas organisasi, sedangkan ada pula yang
menyatakan sebaliknya, yakni diawali dari bawah.
b. Pengaruh dari elemen manusia. Sukses atau kegagalan suatu rencana
langsung berhubungan dengan cara-cara para pegawai melaksanakan
tugasnya masing-masing. Kepercayaan terhadap rencana dan memikul
tanggung jawab yang tertera di dalamnya merupakan unsur-unsur
utama terhadap efektivitas sebagian besar rencana. Karena
menyangkut elemen manusia maka rencana-rencana yang baik dapat
gagal, namun rencana-rencana yang sedang dapat berhasil baik.
c. Penetapan komponen rencana mengandung dua unsur, yakni (a)
variabel dan (b) konstan yang pertama mengatur jumlah alternative
yang datangnya dan rencana yang bersangkutan biasanya mendapatkan
banyak perhatian dari perencanannya.
d. Proses percobaan dari perencanaan. Banyak rencana yang
dikembangkan penyusunan perlahan-lahan diawali dengan pembuatan
28
konsep-konsep dasar dan kata. Konsep dan data tersebut kemudian
disempurnakan hingga menjadi rencana akhir (Terry, 2013:71-72).
Berdasarkan keseluruhan pendapat tentang fungsi perencanaan, maka
dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan adalah salah satu fungsi mendasar
yang pasti ada pada setiap proses manajemen dimana bagi pelaksanaan suatu
program, diterapkannya fungsi perencanaan tersebut dapat memberikan dukungan
dalam hal pencapaian tujuan dari program yang diimplementasikan.
4. Implementasi Program dalam Konsep Implementasi Kebijakan Publik
Nugroho (2008:494) menjelaskan bahwa “Implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya”. Lebih
jauh, Nugroho mengemukakan bahwa ada dua pilihan langkah yang ada dalam
mengimplementasikan kebijakan publik yaitu “langsung mengimplementasikan
dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari
kebijakan publik tersebut” (Nugroho, 2008:494). Adapun, dua pilihan langkah
tersebut digambarkan oleh Nugroho sebagai berikut:
29
Gambar 4 : Sekuensi Implementasi Kebijakan Publik
Sumber : Nugroho (2008:495)
Mengacu pada gambar 4 tersebut, Nugroho menjelaskan bahwa:
“kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis
kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang
sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang
bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan
Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain. Rangkaian
implementasi kebijakan, dari gambar di atas, dapat dilihat dengan jelas,
yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan ke kegiatan” (Nugroho,
2008:495).
Dengan demikian, mengacu pada pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa program adalah rangkaian dari implementasi kebijakan publik yang
berfungsi sebagai alat agar tujuan kebijakan publik dapat tercapai. Sehingga,
dengan perkataan lain program merupakan bentuk dalam mengimplementasikan
kebijakan publik yang menyebabkan program dan kebijakan publik adalah satu
kesatuan. Hal ini didukung dengan pendapat dari Winarno (2007:143) yang
mengemukakan bahwa “Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar
30
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan”. Selain itu, pernyataan serupa
juga diungkapkan oleh Ripley dan Franklin bahwa “Implementasi mencakup
tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para
birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan” (Winarno,
2007:145).
Oleh sebab itu, sering terdengar istilah implementasi program seperti salah
satunya ialah Implementasi Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
yang menjadi topik dalam penelitian ini. Program tersebut merupakan salah satu
bentuk implementasi dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan ruang terbuka hijau
(RTH) sebesar 30% dari luas wilayah kota maupun perkotaan.
5. Tahapan Implementasi Program
Implementasi kebijakan merupakan sebuah proses yang meliputi beberapa
tahapan. Jones dalam Widodo (2009:89) mengemukakan bahwa tahapan dalam
aktivitas implementasi kebijakan terdiri dari tiga macam yaitu pengorganisasian
(organization), interpretasi (interpretation) dan aplikasi (application). Adapun,
ketiga tahapan tersebut kemudian dijabarkan secara lebih jelas dan rinci oleh
Widodo (2009:90-94) sebagai berikut:
a. Tahap Interpretasi (Interpretation)
Tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke
dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. Wujudnya
dapat berupa kebijakan umum atau strategis (misalnya peraturan
daerah) yang kemudian dijabarkan ke dalam kebijakan manajerial
(misalnya keputusan kepala daerah) dan kebijakan manajerial
dijabarkan dalam kebijakan teknis operasional (misalnya kebijakan
kepala dinas, badan, dan sebagainya) sebagai unsur pelaksana teknis
31
pemerintah daerah. Tahap interpretasi sekaligus menjadi kegiatan
untuk mengkomunikasikan kebijakan (sosialisasi) agar pihak-pihak
yang terlibat dapat mengetahui, memahami, menerima dan mendukung
pelaksanaan dari suatu kebijakan.
b. Tahap Pengorganisasian (to Organized)
Tahapan yang lebih mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan
penetapan terhadap 5 (lima) hal, antara lain:
1) Pelaksana Kebijakan
Pelaksana kebijakan sangat tergantung kepada jenis kebijakan apa
yang akan dilaksanakan, namun setidaknya dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a) Dinas, badan, kantor, Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
lingkungan pemerintah daerah.
b) Sektor swasta.
c) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
d) Komponen masyarakat.
Penetapan pelaku kebijakan bukan sekadar menetapkan lembaga
mana yang melaksanakan dan siapa saja yang melaksanakan, tetapi
juga menetapkan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggung
jawab dari masing-masing pelaku kebijakan tersebut.
2) Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure)
Standard Operating Procedure (SOP) merupakan pedoman,
petunjuk, tuntunan dan referensi bagi para pelaku kebijakan dalam
melaksanakan kebijakan agar para pelaku tersebut dapat
mengetahui apa yang harus disiapkan dan lakukan, siapa
sasarannya dan hasil apa yang ingin dicapai dari pelaksanaan
kebijakan tersebut. Standard Operating Procedure (SOP) juga
berfungsi sebagai langkah untuk mencegah timbulnya perbedaan
dalam bersikap dan bertindak saat dihadapkan pada permasalahan
dalam melaksanakan kebijakan. Oleh sebab itu, setiap kebijakan
yang dibuat perlu ditetapkan prosedur tetap (Protap) atau prosedur
baku berupa standar prosedur operasi dan atau standar pelayanan
minimal (SPM).
3) Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Langkah berikutnya yang perlu diperhatikan adalah penetapan
anggaran sesuai dengan macam dan jenis kebijakan dan sumber
anggaran yang dapat berasal dari pemerintah pusat (APBN),
APBD, sektor swasta, swadaya masyarakat, dan lain-lain.
Demikian pula peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
suatu kebijakan karena macam, jenis dan besar kecilnya peralatan
yang diperlukan sangat bervariasi dan tergantung kepada jenis
kebijakan yang akan dilaksanakan. Dengan demikian, anggaran
dan peralatan yang memadai sangat diprioritaskan untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kebijakan.
32
4) Penetapan Manajemen Pelaksanaan Kebijakan
Manajemen pelaksanaan kebijakan dalam hal ini lebih ditekankan
pada penetapan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam
melaksanakan sebuah kebijakan. Apabila pelaksanaan kebijakan
melibatkan lebih dari satu lembaga (pelaku kebijakan), maka harus
jelas dan tegas pola kepemimpinan yang digunakan, apakah
menggunakan pola kolegial atau ada salah satu lembaga yang
ditunjuk sebagai koordinator. Bila ditunjukan salah satu diantara
pelaku kebijakan untuk menjadi koordinator biasanya lembaga
yang terkait erat dengan pelaksanaan kebijakan yang diberi tugas
sebagai leading sector bertindak sebagai koordinator dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut.
5) Penetapan Jadwal Kegiatan
Agar kinerja pelaksanaan kebijakan menjadi baik setidaknya dari
“dimesi proses pelaksanaan kebijakan”, maka perlu ada penetapan
jadwal pelaksanaan kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan tadi
harus diikuti dan dipatuhi secara konsisten oleh para pelaku
kebijakan. Jadwal pelaksanaan kebijakan ini penting, tidak saja
dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan kebijakan, tetapi
sekaligus dapat dijadikan sebagai standar untuk menilai kinerja
pelaksanaan kebijakan, terutama dilihat dari dimensi proses
pelaksanaan kebijakan. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan
kebijakan perlu ditegaskan dan disusun jadwal pelaksanaan
kebijakan.
c. Tahap Aplikasi (application)
Tahapan penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke dalam
realitas nyata. Tahap aplikasi merupakan perwujudan dari pelaksanaan
masing-masing kegiatan dalam tahapan yang telah disebutkan
sebelumnya.
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dipahami bahwa dalam proses
implementasi sebuah program terdapat serangkaian aktivitas yang tersusun secara
sistematis dimana aktivitas tersebut dituangkan dalam bentuk tahap persiapan,
pengaturan dan pelaksanaan. Adapun dalam setiap tahapan pada proses
implementasi tersebut juga terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan seperti
yang dikemukakan oleh Widodo (2009:89-90) bahwa dalam proses implementasi
kebijakan, hal-hal yang harus mendapatkan perhatian dan persiapan adalah
33
interpretasi, organisasi, penyediaan risorsis, manajemen program, dan penyediaan
layanan dan manfaat pada publik.
Mengacu pada pendapat tersebut dapat ditinjau bahwa terdapat banyak hal
yang harus diperhatikan dalam menunjang proses implementasi, salah satunya
adalah penyediaan risorsis. Dalam hal ini, penyediaan risorsis merupakan upaya
yang dilakukan untuk menunjang proses implementasi melalui penyediaan dan
pemanfaatan terhadap sumber daya yang ada. Oleh sebab itu, ketersediaan sumber
daya dalam proses implementasi ini sangat penting seperti yang diungkapkan oleh
Edward III dalam Widodo (2009:98) bahwa:
Bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-
aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan
atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Mengacu pada pendapat tersebut, maka dapat diketahui bahwa jika sumber
daya yang dimiliki kurang memadai untuk menunjang proses implementasi
meskipun aturannya sangat jelas, maka proses implementasi tersebut akan
mengalami kendala yang berdampak pada pencapaian tujuan yang kurang efektif.
Selanjutnya, Edward III dalam Widodo (2009:98) juga menjabarkan bahwa
sumber-sumber daya yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan meliputi
sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan. Adapun
penjelasan dari masing-masing sumber daya dapat dipaparkan sebagai berikut:
34
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia pada proses implementasi program adalah pihak
pelaksana yang bertanggung jawab atas pelaksaan suatu program. Dalam hal ini,
hal yang harus diperhatikan untuk sumber daya manusia adalah kuantitas dan
kualitasnya. Hal ini disampaikan oleh Edward III bahwa “Sumber daya manusia
(staff) harus cukup (jumlah) dan cakap (keahlian)”. Mengacu atas pendapat
tersebut, Widodo kemudian menjabarkan bahwa:
Jika demikian, efektivitas pelaksanaan kebijakan sangat tergantung kepada
sumber daya manusia (aparatur) yang bertanggung jawab melaksanakan
kebijakan. Sekalipun aturan main pelaksanaan kebijakan jelas dan
kebijakan telah ditransformasikan dengan tepat, namun manakala sumber
daya manusia terbatas baik dari jumlah maupun kualitas (keahlian)
pelaksanan kebijakan tidak akan berjalan efektif. Sekalipun demikian, agar
diperoleh efektivitas pelaksanaan kebijakan tidak hanya mengandalkan
banyaknya sumber daya manusia, tetapi harus memiliki keterampilan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi tanggung
jawabnya (Widodo, 2009:98-99).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa sumber daya
manusia adalah salah satu kunci dalam keberhasilan proses implementasi,
sehingga ketersediaannya harus diperhatikan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Artinya, selain jumlah sumber daya manusia yang harus cukup dalam
melaksanakan suatu program, sumber daya manusia juga harus memiliki
kemampuan atau keterampilan yang memadai sesuai dengan bidang yang
ditekuni. Dengan demikian, penetapan sumber daya manusia yang digunakan
untuk pelaksanaan proses implementasi program harus tepat dan seimbang secara
kualitas maupun kuantitas.
35
b. Sumber Daya Keuangan
Selain memanfaatkan sumber daya manusia, dalam proses implementasi
kebijakan maupun program juga memerlukan sumber daya keuangan atau
anggaran. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk kelangsungan kegiatan
operasionalisasi dalam implementasi sebuah program. Tanpa adanya keuangan
ataupun anggaran yang memadai, maka pelaksanaan dari sebuah program akan
menemui kendala. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan dari Edward III bahwa
“Terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan kepada
publik yang harus diberikan kepada masyarakat juga terbatas” (Widodo,
2009:100). Mengacu pada pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa
terbatasnya anggaran dalam penyediaan pelayanan publik dapat menyebabkan
turunnya kualitas pelayanan publik yang diberikan. Hal tersebut juga sama seperti
halnya dalam proses implementasi program karena jika anggaran yang digunakan
terbatas, maka implementasi dari suatu kebijakan maupun program tidak akan
berjalan secara maksimal.
c. Sumber Daya Peralatan
Edward III memberikan penjelasan bahwa “Sumber daya peralatan
merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu
kebijakan yang meliputi gedung, tanah dan sarana yang semuanya akan
memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan”
(Widodo, 2009:102). Mengacu pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
ketersediaan peralatan, yang dapat berupa sarana maupun prasarana juga dapat
mempengaruhi proses implementasi dari suatu program. Hal ini sama seperti
36
halnya ketersediaan anggaran yang apabila jumlahnya terbatas, maka dapat
menjadi penghambat dalam proses implementasi. Ketersediaan peralatan yang
terbatas pun juga akan menghalangi kelancaran proses implementasi dari sebuah
program. Oleh sebab itu, peralatan yang disediakan harus memadai baik dari sisi
kualitas maupun kuantitas.
C. Penataan Ruang
1. Definisi dan Prinsip Dasar Penataan Ruang
Mengacu pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang pasal 1 ayat (5), yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa penataan ruang
merupakan sebuah proses yang menekankan pada tiga hal penting yaitu
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Mirsa (2012:40-42) mengungkapkan bahwa ketiga hal tersebut adalah guidelines
dalam menata ruang yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Perencanaan Tata Ruang
Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju keadaan masa
depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat digunakan. Rencana tata ruang
perlu disempurnakan secara berkala mengingat adanya tuntutan
pembangunan dan perkembangan keadaan. Dalam penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang ada langkah-langkah yang harus
ditempuh, antara lain:
1) Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari
segi ekonomi, sosial budaya, daya dukung dan daya tampung
37
lingkungan serta tidak melupakan fungsi-fungsi pertahanan-
keamanan;
2) Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan
dalam suatu wilayah perencanaan;
3) Perumusan rencana tata ruang;
4) Penetapan rencana tata ruang.
b. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang
ditetapkan di dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang
diselenggarakan secara bertahap melalui penyiapan program kegiatan
pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang
yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan rencata tata ruang
yang telah ditetapkan. Dinamika dalam pemanfaatan ruang tersebut
dapat dilihat dari beberapa indikator yang dapat dijadikan tolok-ukur,
diantaranya adalah:
1) Perubahan nilai sosial akibat rencana tata ruang;
2) Perubahan nilai tanah dan sumber daya alam lainnya;
3) Perubahan status hukum tanah akibat rencana tata ruang;
4) Dampak terhadap lingkungan;
5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, maka
dilakukan pengendalian melalui kegiatan pengawasan dan penertiban
pemanfaatan ruang. Adapun yang dimaksud dengan pengawasan
adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan
fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Sedangkan,
penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan
ruang yang direncanakan dapat terwujud sesuai dengan ketetapan.
Adapun prinsip-prinsip dasar dari penataan ruang yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut (Mirsa, 2012:40):
a. Pengambilan keputusan untuk menentukan pilihan;
b. Suatu penetapan pengalihan sumber daya (resources allocation);
c. Suatu penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan
pembangunan (setting up goals and objectives);
d. Suatu pencapaian keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang,
yaitu:
1) Dapat membuat perkiraan yang baik dan menjabarkannya dalam
suatu penjadwalan yang berurutan sesuai dengan kebutuhan dan
sumber daya yang mendukungnya;
38
2) Pelaksanaan pentahapan untuk mencapai tujuan masa mendatang
disusun dalam urutan kegiatan yang logis, rasional dan tertata
secara bertahap, berurutan.
2. Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Asas dan tujuan dalam penyelenggaraan penataan ruang telah dijelaskan di
dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, khususnya
pada pasal 2 dan pasal 3. Pada pasal 2 telah dijelaskan bahwa:
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan asas:
a. Keterpaduan;
b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. Keberlanjutan;
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. Keterbukaan;
f. Kebersamaan dan kemitraan;
g. Pelindungan kepentingan umum;
h. Kepastian hukum dan keadilan; dan
i. Akuntabilitas.
Sedangkan, tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang telah dirumuskan
di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pada
pasal 3 yaitu:
Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
39
3. Klasifikasi Penataan Ruang
Penataan ruang sebagaimana dijelaskan pada Bab III Pasal 4 dan 5
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, diklasifikasikan
berdasarkan lima hal, meliputi:
a. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan
sistem internal perkotaan.
b. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
c. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan
ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota.
d. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
e. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten/kota.
E. Ruang Terbuka Hijau
1. Definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang pasal 1 ayat (31) dijelaskan bahwa definisi dari Ruang Terbuka Hijau
(RTH) adalah “Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”.
Selain itu, definisi dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dijelaskan oleh
Punomohadi bahwa:
Ruang terbuka hijau merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan
yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan
status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau
berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai
40
tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan
dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta
benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH
yang bersangkutan (Imansari & Khadiyanta, 2015:104).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa RTH merupakan area terbuka
baik berupa area memanjang maupun mengelompok yang memiliki ciri utama
adanya tumbuh-tumbuhan yang dominan serta benda-benda yang berfungsi
sebagai pelengkap RTH.
2. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, RTH memiliki empat fungsi dimana keempat fungsi tersebut dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota
seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
Adapun keempat fungsi tersebut antara lain:
a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu:
1) Fungsi ekologis:
a) Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem
sirkulasi udara (paru-paru kota);
b) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara
alami dapat berlangsung lancar;
c) Sebagai peneduh;
d) Produsen oksigen;
e) Penyerap air hujan;
f) Penyedia habitat satwa;
g) Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
h) Penahan angin.
b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1) Fungsi sosial dan budaya:
a) Menggambarkan ekspresi budaya lokal;
b) Merupakan media komunikasi warga kota;
c) Tempat rekreasi;
41
d) Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
2) Fungsi ekonomi:
a) Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur-mayur;
b) Menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lainlain.
3) Fungsi estetika:
a) Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota
baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan
permukimam, maupun makro: lansekap kota secara
keseluruhan;
b) Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
c) Pembentuk faktor keindahan arsitektural;
d) Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun.
Berdasarkan atas fungsi RTH tersebut, maka manfaat RTH yang dapat
diperoleh digolongkan menjadi manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.
Adapun penjelasannya menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun
2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu
membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible),
yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan
kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan
beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati).
3. Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, pembagian jenis-jenis RTH didasarkan pada empat hal yang dapat
ditunjukan melalui gambar 5 berikut:
42
Gambar 5 : Tipologi RTH
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan
Berdasarkan pada gambar 5, dapat diketahui bahwa menurut jenisnya,
RTH dapat diklasifikasikan ke dalam empat hal. Pertama, ditinjau dari segi fisik,
RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami (habitat liar alami, kawasan lindung
dan taman-taman nasional) dan RTH non alami atau binaan (taman, lapangan
olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan). Kedua, ditinjau dari segi fungsi,
RTH memiliki fungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. Ketiga,
ditinjau dari segi struktur ruang, RTH dapat dibedakan menjadi RTH mengikuti
pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar) dan RTH mengikuti pola
planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Terakhir, ditinjau
dari segi kepemilikan, RTH dibedakan menjadi dua jenis yaitu RTH Publik
(taman kota, hutan kota, sabuk hijau, jalur pejalan kaki, pulau jalan dan median
jalan, ruang dibawah jalan laying, RTH sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai,
43
RTH pengamanan sumber air baku/mata air, Pemakaman) serta RTH Privat
(pekarangan rumah, halaman perkantoran, taman atap bangunan, dan sebagainya).
4. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan
Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal
1 ayat 25 dijelaskan bahwa “Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi”. Dalam hal penyediaan RTH pada
kawasan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu luas wilayah,
jumlah penduduk dan kebutuhan fungsi tertentu.
Ketiga hal tersebut dijelaskan secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut:
a. Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai
berikut:
(1) Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH
privat;
(2) Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
(3) Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan
atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
b. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan
dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan
standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
44
Tabel 1. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
No. Unit
Lingkungan Tipe RTH
Luas
Minimal/unit
(m2)
Luas
Minimal/kapita
(m2)
Lokasi
1. 250 jiwa Taman RT 250 1,0
Di tengah
lingkungan
RT
2. 2500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat
kegiatan RW
3. 30.000 jiwa Taman
Kelurahan 9.000 0,3
Dikelompokan
dengan
sekolah/pusat
kelurahan
4. 120.000 jiwa
Taman
kecamatan 24.000 0,2
Dikelompokan
dengan
sekolah/pusat
kecamatan
Pemakaman Disesuaikan 1,2 Terbesar
5.
480.000 jiwa
Taman kota 144.000 0,3 Di pusat
wilayah/kota
Hutan kota Disesuaikan 4,0
Di dalam/
kawasan
pinggiran
Untuk
fungsi-
fungsi
tertentu
Disesuaikan 12,5
Disesuaikan
dengan
kebutuhan
Sumber : Permen PU No. 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
c. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
45
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak
teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta
api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan
perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan
pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, metode yang digunakan ialah metode kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Pemilihan tersebut didasarkan atas pertimbangan
bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”
(Moleong, 2007:6). Sedangkan jenis penelitian deskriptif yang digunakan
bertujuan untuk memberikan deskripsi atau gambaran fakta-fakta yang ditemukan
secara sistematis sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Dengan demikian, penggunaan metode penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif merupakan metode yang dinilai tepat untuk digunakan dalam
penelitian yang dimaksudkan untuk memahami bagaimana implementasi program
pengelolaan RTH dalam rangka pengembangan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjan secara holistik dan alamiah.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Gunawan (2013:109-110),
diketahui bahwa ditetapkannya fokus penelitian dalam penelitian kualitatif
dilakukan untuk membatasi bidang kajian dan bidang temuan, sehingga peneliti
47
hanya mencari dan mengumpulkan data yang sesuai dengan kriteria dan relevan
dengan fokus penelitian. Oleh sebab itu, fokus yang ditetapkan dalam penelitian
ini antara lain:
1. Implementasi program pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan
Perkotaan Kepanjen:
a) Interpretasi
1. Pemahaman antar stakeholder
2. Konsistensi tujuan
3. Sosialisasi program
b) Pengorganisasian
1. Pembagian tugas antar stakeholder
2. Koordinasi pihak-pihak yang terlibat
3. Ketersediaan petunjuk atau pedoman pelaksanaan
4. Sumber daya
a. Manusia
b. Keuangan
c. Sarana dan Prasarana
c) Aplikasi
1. Penyusunan rencana operasional program
2. Pelaksanaan rencana operasional program
2. Faktor pendukung dan penghambat implementasi program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
48
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melaksanakan
penelitian secara langsung terhadap objek yang diteliti. Sehingga, lokasi yang
ditetapkan pada penelitian ini adalah Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Penetapan tersebut didasari dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Kepanjen
yang termasuk sebagai kawasan perkotaan Kabupaten Malang dan sebagaimana
amanat yang tertuang pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang, memiliki ketersediaan RTH yang masih belum mencapai angka 30 % dari
total luas wilayahnya.
Sedangkan, situs penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah
pada beberapa Perangakat Daerah Kabupaten Malang terkait, yaitu:
1. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang;
2. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang.
Penetapan situs penelitian tersebut didasari alasan karena data yang
dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini tersedia pada kedua perangkat daerah
tersebut.
D. Sumber Data
Penelitian ini ditunjang oleh berbagai macam data yang berdasarkan
sumbernya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu data primer dan data
sekunder. Adapun penjelasan atas data-data tersebut dapat dipaparkan sebagai
berikut:
49
1. Data Primer
Data primer merupakan jenis data yang diperoleh secara langsung melalui
kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber untuk memperoleh informasi
maupun data yang relevan dengan fokus penelitian. Untuk itu, data primer pada
penelitian ini meliputi hasil wawancara dengan berbagai pihak yaitu:
a) Kepala UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
b) Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang;
c) Kasubid Pemeliharaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang;
d) Kasi Bidang Penataan Ruang dan Penataan Bangunan Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang;
e) Ketua Komunitas Arek Kepanjen.
2. Data Sekunder
Sedangkan, data sekunder ialah data yang berfungsi untuk memperkuat
data primer dan secara tidak langsung diperoleh dari dokumen-dokumen yang
terkait dengan penelitian ini. Adapun data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari:
a) Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016-2021;
b) Renja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016;
50
c) Review Renstra Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang tahun
2011-2015;
d) Review Renstra Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang tahun 2011-
2015;
e) Laporan kinerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang tahun
2015;
f) Dokumen Kabupaten Malang dalam angka tahun 2016;
g) Data ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen tahun 2013, 2014 dan
2015.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh data. Sugiyono mengungkapkan bahwa “Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan” (Sugiyono, 2014:224). Dalam hal pengumpulan data, terdapat
berbagai macam teknik yang dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan dari suatu penelitian. Adapun macam-macam teknik pengumpulan data
menurut Sugiyono (2014:225) adalah observasi, wawancara, dokumentasi dan
gabungan (triangulasi). Mengacu pada penjelasan tersebut, maka teknik
pengumpulan data yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini antara lain:
51
1. Wawancara
Menurut Esterberg terdapat berbagai macam teknik wawancara yang dapat
digunakan yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur dan tidak terstruktur
(Sugiyono, 2014:233). Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam penelitian
ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Pertanyaan
tersebut diajukan kepada para narasumber yang dipilih dengan mengajukan
pertanyaan seputar tema penelitian. Adapun daftar narasumber dalam penelitian
ini dapat ditunjukan melalui tabel 2 berikut:
Tabel 2: Daftar Narasumber Penelitian
No. Nama / Inisial Identitas Narasumber Lokasi Wawancara
1. Bapak Yudho Kepala UPT
Pengelolaan Taman
Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya
Kabupaten Malang
Kantor Dinas
Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten
Malang, Jalan
Trunojoyo Kav.6
Kepanjen, Kabupaten
Malang.
2. Bapak Himawan Staf UPT Pengelolaan
Taman Dinas
Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten
Malang
Kantor Dinas
Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten
Malang, Jalan
Trunojoyo Kav.6
Kepanjen.
3. Ibu Dyah Kasubid Pemeliharaan
Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten
Malang
Kantor Dinas
Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang,
Jalan K. H. Agus Salim
No. 7 Kota Malang.
52
No. Nama / Inisial Identitas Narasumber Lokasi Wawancara
4. Bapak X Kasi dari Bidang
Penataan Ruang dan
Penataan Bangunan
Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya
Kabupaten Malang
Kantor Dinas
Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten
Malang, Jalan
Trunojoyo Kav.6
Kepanjen.
5. Cak Mad Ketua Komunitas Arek
Kepanjen
Basecamp Komunitas
AK, Jalan Ahmad Yani,
Kepanjen.
Sumber : Hasil olahan peneliti, 2017
2. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi pada penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara mempelajari, mencatat
dan memanfaatkan data maupun dokumen yang tersedia berupa:
a) Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016-2021;
b) Renja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016;
c) Review Renstra Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang tahun
2011-2015;
d) Review Renstra Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang tahun 2011-
2015;
e) Laporan kinerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang tahun
2015;
f) Dokumen Kabupaten Malang dalam angka tahun 2016;
53
g) Data ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen tahun 2013, 2014 dan
2015.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam rangka memecahkan permasalahan pada suatu
penelitian. Mengingat penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif,
maka instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Peneliti sendiri
Pada penelitian kualitatif, peneliti sendiri dianggap sebagai key instrument
yang berperan penting dalam proses pengumpulan data, sehingga menurut
Sugiyono (2014:222) peneliti sebagai instrumen kunci harus “divalidasi” untuk
mengetahui seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian dengan
terjun ke lapangan. Lebih jauh, Sugiyono menjelaskan bahwa validasi tersebut
meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti memasuki objek
penelitian (secara akademik maupun logistik) (Sugiyono, 2014:222).
2. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara merupakan petunjuk yang digunakan oleh peneliti
saat melakukan proses wawancara, yang terdiri dari serangkaian pertanyaan untuk
disampaikan kepada para narasumber. Sehingga, dalam hal ini peneliti diharuskan
untuk menyusun pedoman wawancara agar proses wawancara dapat berjalan
54
sesuai rencana dan mendapatkan data yang diinginkan. Adapun pedoman
wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini terlampir pada
lampiran 1.
3. Peralatan penunjang lainnya
Peralatan penunjang lain yang dimaksud dalam hal ini adalah peralatan
yang digunakan selama kegiatan penelitian berlangsung, yang memiliki fungsi
sebagai penunjang penelitian agar penelitian dapat berjalan dengan baik. Adapun
alat pendukung tersebut antara lain dapat berupa peralatan tulis, kamera dan
perekam suara.
G. Analisis Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan mengemukakan bahwa
“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”
(Sugiyono, 2014:244). Selain itu, Sugiyono (2014:244) juga mengungkapkan
bahwa analisis data juga dilakukan dengan cara mengorganisasikan data,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
yang dapat diceritakan kepada orang lain. Oleh sebab itu, pemilihan metode
analisis data yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap analisis data.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini menggunakan metode analisis
data Miles, Huberman dan Saldana yang dikenal dengan model interaktifnya
55
untuk menganalisis data hasil penelitian. Aktivitas dalam menganalisis data
kualitiatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai
tuntas, hingga data mencapai titik jenuh. Adapun model interaktif dalam
menganalisis data dijelaskan sebagai berikut (Miles, Huberman & Saldana,
2014:14):
Gambar 6 : Analisis Data Model Interaktif
Sumber: Miles, Huberman & Saldana (2014:14)
Berdasarkan pada gambar 6 dapat diketahui bahwa analisis data model
interaktif yang dijelaskan oleh Miles, Huberman dan Saldana terdiri dari tiga
aktivitas. Aktivitas tersebut dimulai setelah tahapan pengumpulan data dilakukan
yaitu kondensasi data (data condensation), penyajian data (data display) dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusions: drawing/verifying). Adapun
tahapan-tahapan tersebut dijelaskan oleh Miles, Huberman & Saldana (2014:12-
14) sebagai berikut:
56
1. Pengumpulan data (Data collection)
Pengumpulan data merupakan tahap dimana peneliti menggunakan teknik
wawancara dan dokumentasi untuk mengumpulkan data penelitian. Teknik
wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian
kualitatif. Sedangkan, teknik dokumentasi merupakan teknik untuk
mengumpulkan data-data penunjang maupun pelengkap untuk data primer,
sehingga data primer semakin kuat. Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data
secara berulang dan berkesinambungan hingga data jenuh, sehingga data yang
terkumpul menjadi lengkap dan maksimal.
2. Kondensasi data (Data Condensation)
Tahap dimana data-data yang diperoleh dari proses wawancara maupun
dokumentasi ditelaah dengan melakukan proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, pengabstraksian dan ditransformasikan menjadi rangkuman,
tabel maupun gambar. Kemudian data tersebut disesuaikan dengan fokus
penelitian. Adapun data-data yang tidak berhubungan dengan fokus penelitian
diabaikan, sehingga data-data dalam penelitian hanya yang berhubungan dengan
judul penelitian. Dengan mengkondensasi data, maka data akan menjadi kuat.
3. Penyajian data (Data display)
Penyajian data dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam
menemukan gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian yang ditemukan
dari penelitian yang dilakukan. Sebab dalam hal ini data disajikan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, grafik, matriks dan sejenisnya, sehingga peneliti dapat
57
dengan mudah memahami apa yang terjadi dan merencanakan kegiatan
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
4. Menarik kesimpulan atau verifikasi (Conclusions: drawing/verifying)
Menarik kesimpulan adalah langkah terakhir dalam analisis data dengan
menggunakan model interaktif. Kesimpulan awal yang masih bersifat sementara
dapat berubah seiring dengan diperolehnya bukti-bukti kuat yang diperoleh dari
verifikasi data. Verifikasi data dilakukan oleh peneliti secara terus-menerus
sepanjang proses penelitian berlangsung yaitu sejak awal memasuki lokasi
penelitian sampai proses pengumpulan data.
1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi dan Situs Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Malang
Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten dari 38 kabupaten
dan/atau kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Secara astonomis, wilayah
Kabupaten Malang terletak di garis koordinat 112º17’10,90” – 122º57’00,00”
Bujur Timur (BT) dan 7º44’55,11” – 8º26’35,45” Lintang Selatan (LS).
Kabupaten Malang memiliki luas wilayah sebesar 3.534,86 km2 dan terdiri dari 33
Kecamatan, 12 Kelurahan, 378 Desa, 3.217 Rukun Warga (RW) dan 14.718
Rukun Tetangga (RT), yang tersebar pada wilayah perkotaan dan perdesaan.
Sedangkan ditinjau dari segi geografis, wilayah Kabupaten Malang berada
pada ketinggian antara 0–2000 m dari permukaan laut dan mayoritas berupa
daerah dataran tinggi karena wilayahnya dikelilingi oleh 9 gunung dan 1
pegunungan yang menyebar merata di sebelah utara, timur, selatan dan barat wilayah
Kabupaten Malang. Beberapa gunung dan pegunungan tersebut seperti G. Kelud
(1.731 m), G. Kawi (2.651 m), G. Panderman (2.040 m), G. Anjasmoro (2.277 m), G.
Welirang (2.156 m), G. Arjuno (3.339 m), G.Bromo (2.329 m), G. Batok (2.868 m),
G.Semeru (3.676 m) dan Pegunungan Kendeng (600 m). Adanya beberapa gunung
dan pegunungan tersebut menyebabkan kondisi suhu udara di wilayah Kabupaten
Malang sangat rendah, sehingga Kabupaten Malang dikenal sebagai daerah yang
memiliki udara sejuk. Hal ini ditunjang dengan adanya data tentang suhu udara
58
2
rata-rata di Kabupaten Malang berkisar antara 19,1° C - 26,6° C dengan
kelembaban udara rata-rata berkisar antara 71° C - 89° C dan curah hujan rata-rata
berkisar antara 2 mm hingga 780 mm.
Selanjutnya ditinjau dari segi administratif, wilayah Kabupaten Malang
berbatasan langsung dengan beberapa wilayah. Berikut dipaparkan beberapa
wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Malang beserta peta administratif
Kabupaten Malang, yaitu:
a) Sebelah Utara : Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Mojokerto dan
Jombang;
b) Sebelah Timur : Kabupaten Lumajang;
c) Sebelah Selatan : Samudera Indonesia;
d) Sebelah Barat : Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;
e) Lingkar dalam : Kota Malang dan Kota Batu.
59
3
Gambar 7 : Peta Administratif Kabupaten Malang
Sumber : www.malangkab.go.id
2. Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Kepanjen
a) Kronologi Pemindahan Ibukota Kabupaten Malang
Kecamatan Kepanjen merupakan salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Malang dan sekaligus menjadi Ibukota dari Kabupaten Malang. Hal
tersebut mengingat pusat pemerintahan daerah Kabupaten Malang terletak di
60
4
Kecamatan Kepanjen. Adapun proses penetapan Kecamatan Kepanjen sebagai
Ibukota Kabupaten Malang diawali oleh adanya usulan Bupati Malang tentang
pemindahan Ibukota Kabupaten Malang yang direalisasikan dengan adanya surat
Nomor 135.7/093/421.202/2007 yang diajukan kepada Ketua DPRD Kabupaten
Malang pada tanggal 17 Januari 2007. Kemudian, pada tanggal 12 Maret 2007,
usulan tersebut diperkuat dengan adanya persetujuan dari DPRD Kabupaten
Malang berdasarkan Keputusan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Persetujuan
Pemindahan Ibukota Kabupaten Malang ke Kecamatan Kepanjen. Hingga
akhirnya, hal tersebut lebih diperkuat lagi dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 2008 Tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Malang
Dari Wilayah Kota Malang Ke Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang.
Adanya pemindahan Ibukota Kabupaten Malang dari yang semula
berkedudukan di wilayah Kota Malang ke Kecamatan Kepanjen membawa
perubahan terhadap kondisi fisik di Kecamatan Kepanjen. Perubahan tersebut
ditandai dengan banyaknya pembangunan sarana dan prasarana maupun
bangunan-bangunan sebagai penunjang kehidupan masyarakat setempat. Selain
itu, perubahan lain yang nampak adalah adanya berbagai kegiatan skala kabupaten
yang berpusat di Kecamatan Kepanjen seperti kegiatan militer yang ada di
kompleks Yon Zipur 5/Arati Bhaya Wighina, kegiatan olahraga yang berpusat di
Stadion Kanjuruhan, kegiatan pelayanan umum, kesehatan dan pendidikan.
Adapun kondisi yang demikian, menyebabkan Kecamatan Kepanjen dijuluki
sebagai kawasan perkotaan karena memiliki peranan dan fungsi perkotaan,
sehingga kegiatan utama lebih diarahkan untuk pemusatan dan distribusi
61
5
pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Sementara itu,
peranan dan fungsi perkotaan yang terdapat di Kawasan Perkotaan Kepanjen akan
semakin berkembang lantaran sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Malang
No. 3 Tahun 2010 Tentang RTRW Kabupaten Malang, Kawasan Perkotaan
Kepanjen ditetapkan menjadi pusat dari Wilayah Pengembangan (WP) Kepanjen.
b) Karakteristik Lokasi dan Wilayah
Kawasan Perkotaan Kepanjen memiliki luas wilayah sebesar 46,25 km2
yang terbagi dalam 4 kelurahan dan 14 desa. Adapun 4 kelurahan tersebut antara
lain Kepanjen, Cepokomulyo, Penarukan dan Ardirejo. Sedangkan, 14 desa yang
dimaksud adalah Dilem, Ngadilangkung, Mojosari, Jatirejoyoso, Curungrejo,
Sukoraharjo, Kedungpedaringan, Tegalsari, Panggungrejo, Mangunrejo, Kemiri,
Jenggolo, Sengguruh dan Talangagung.
Secara administratif, Kawasan Perkotaan Kepanjen berbatasan langsung
dengan wilayah:
1) Sebelah Utara : Kecamatan Pakisaji, Kecamatan Ngajum;
2) Sebelah Selatan : Kecamatan Pagak, Kecamatan Pagelaran;
3) Sebelah Barat : Kecamatan Ngajum, Kecamatan Kromengan dan
Kecamatan Sumberpucung; dan
4) Sebelah Timur : Kecamatan Bululawang dan Kecamatan Gondanglegi.
Adapun secara lebih jelas, peta untuk Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat ditinjau
dari gambar 8 berikut:
62
6
Gambar 8 : Peta Kecamatan Kepanjen
Sumber : Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang, 2014
Kawasan Perkotaan Kepanjen merupakan wilayah yang dialiri oleh sungai
terpanjang di Jawa Timur yaitu Sungai Brantas serta Sungai Metro yang
merupakan anak Sungai Brantas. Oleh sebab itu, dengan keberadaan dua sungai
ini diharapkan mampu menunjang kebutuhan akan air oleh masyarakat setempat,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian. Sementara itu, ditinjau
dari segi kondisi topografi, Kawasan Perkotaan Kepanjen merupakan daerah
dataran rendah yang berada pada ketinggian rata-rata 440 meter diatas permukaan
laut dan diapit oleh tiga gunung besar yaitu Gunung Kawi, Gunung Semeru dan
Pegunungan Malang Selatan.
63
7
c) Aspek Demografi
Berdasarkan data yang diperoleh dari dokumen Kabupaten Malang Dalam
Angka (2016), jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen sampai tahun
2015 adalah sebanyak 106.668 jiwa, terdiri dari 52.914 jiwa penduduk laki-laki
dan 53.754 jiwa penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata per
tahunnya adalah 1 %. Sedangkan, tingkat kepadatan penduduk di Kawasan
Perkotaan Kepanjen ialah sebesar 2.306 jiwa per km2 pada tahun 2015.
Adapun, mata pencaharian penduduk di Kawasan Perkotaan Kepanjen
mayoritas didominasi oleh sektor non-pertanian karena sesuai dengan data pada
tahun 2013, persentase untuk sektor non-pertanian mencapai angka 66,92 %.
Sedangkan persentase untuk sektor pertanian mencapai angka 33,08 %. Secara
lebih detail, penjabaran mata pencaharian penduduk di Kawasan Perkotaan
Kepanjen dapat diketahui berdasarkan tabel 3 berikut:
Tabel 3: Mata Pencaharian Penduduk Kawasan Perkotaan Kepanjen
Tahun 2013
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang)
1. Petani atau buruh tani 8.412
2. Pengusaha 286
3. Pengrajin 220
4. Buruh bangunan 1.739
5. Buruh industri 4.218
6. Pedagang 5.872
7. PNS 2.856
8. Pegawai swasta 872
64
8
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang)
9. TNI 123
10. Lain-lain 430
Sumber: www.kepanjen.malangkab.go.id
Berdasarkan pada tabel 3 dapat diketahui bahwa jenis mata pencaharian di
Kawasan Perkotaan Kepanjen sangat beragam. Penduduk di Kawasan Perkotaan
Kepanjen banyak yang berprofesi sebagai petani atau buruh tani dan sedikit yang
berprofesi sebagai TNI. Namun, komposisi antara penduduk yang berprofesi di
sektor pertanian dan sektor non-pertanian menunjukan bahwa lebih banyak
penduduk yang berprofesi di sektor non-pertanian dari pada di sektor pertanian.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor non-pertanian
mencapai 16.186 orang, sedangkan jumlah penduduk yang bekerja di sektor
pertanian hanya mencapai 8.412 orang. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kegiatan utama di Kawasan Perkotaan Kepanjen adalah bukan pertanian.
d) Kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan Kepanjen
Kondisi RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen saat ini masih dikatakan
belum mencapai 30 % sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Persentase luasan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen secara keseluruhan masih jauh dari angka 20 % untuk RTH
privat sendiri. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Bapak Himawan selaku staff
UPT Pengelolaan Taman DPKPCK Kabupaten Malang bahwa:
“Secara keseluruhan dari RTH nya ada. Secara luasan belum mencukupi
semua tapi ada, tapi untuk perawatannya ada yang sudah maksimal, ada
yang belum. Untuk mencapai RTH publik sebesar 20 % masih jauh.”
(Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.37 WIB)
65
9
Sementara itu, kondisi akan kurangnya ketersediaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen juga diungkapkan oleh pihak lain bahwa pada tahun 2016
pun persentase RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen masih mencapai angka 10
%. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang, Tridiyah Maistuti bahwa:
“Kondisi RTH di Kota Kepanjen saat ini sekitar 10 % yang tersebar pada
ruang publik dan ruang privat. Peningkatan jumlah RTH menjadi salah
satu Pekerjaan Rumah (PR) besar ke depan” (Sumber: radar malang,
2016).
Berdasarkan dua pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa sementara ini
persentase RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen masih belum mencapai jumlah
yang ideal. Namun, disisi lain upaya untuk menambah jumlah RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen masih terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Malang khususnya melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Taman sebagai unsur
pelaksana teknis operasional yang khusus dibentuk untuk menunjang kegiatan
teknis Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang.
Adapun jenis RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang dikelola dan
dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malang adalah RTH dengan
jenis binaan (non-alami) yang berupa taman kota, median jalan, jalur hijau jalan,
makam dan sempadan sungai. Secara lebih detail, berikut dipaparkan data tentang
ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen pada tahun 2013 sampai tahun
2015 yaitu:
66
10
Tabel 4: Ketersediaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen Tahun 2013,
2014 dan 2015
No. Bentuk RTH Lokasi Luas (m2)
2013 2014 2015
1. Taman Kota
a.Taman Metro I Depan Pemandian
Metro Kepanjen 488 488 488
b.Taman Stadion
Kanjuruhan
Depan Stadion
Kanjuruhan
Kepanjen (82 x 3)
Ds.
Kedungpedaringan
246 246 246
c.Taman
Penarukan
Jalan Penarukan
Kepanjen (89.82 x
2)
518 518 518
d.Taman Kodok
Ngorek Segmen 4
dan 5
Jln Ry Talangagung
(121.6 x 3) 515 515 515
e. Taman Depan
Dinas Pengairan
Depan Dinas
Pengairan Kepanjen 68 100 100
f. Taman
Nusantara Stasiun
Kereta Kepanjen
Depan Stasiun
Kereta Api
Kepanjen
439 439 439
g. Taman Kehati Ngadilangkung
Kepanjen 3.600 5.000 11.067
h. Taman SKPD
Mojosari
Ngadilangkung
Kepanjen 250 250 350
i. Taman Puspa
Jalibar
Jalibar
Ngadilangkung
Kepanjen
5.000 5.000 5.000
j. Taman Bock
Office
Jl Panji Kepanjen 5.000 5.000 5.000
k. Taman Bhumi
Arema
Jl Trunojoyo
Kedungpedaringan
Kepanjen
5.000 5.000 5.000
l. Taman Buah
Nusantara
Jl Trunojoyo
Kepanjen - 1.344 1.344
m. Taman TPA
Talangagung Desa Talangagung - - 36.600
n. Taman TPA
Randuagung
Desa Randuagung - - 55.300
Jumlah Luas Taman Kota 21.122 23.899 121.966
67
11
No. Bentuk RTH Lokasi
Luas (m2)
2013 2014 2015
2. Sempadan Sungai
a. Sempadan Sungai
Metro
275 275 275
Jumlah Luas Sempadan Sungai 275 275 275
3. Median Jalan
a. Median Jalibar
(Jalur Lintas Barat)
Jalibar Kepanjen
(Ngadilangkung,
Mojosari) 1.750 12.000 12.000
Jumlah Luas Median Jalan 1.750 12.000 12.000
Total Luas RTH 23.147 36.174 134.241
Sumber : Dinas Perumahan, Kawasan Perukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang, 2017
Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa ketersediaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen paling banyak berbentuk taman kota yang
berjumlah 14 taman kota. Sementara, jika ditinjau dari sudut pandang lokasinya,
maka ketersediaannya masih tersebar dibagian utara dan barat saja yaitu di Desa
Ngadilangkung, Desa Kedungpedaringan, Desa Talangagung dan Kelurahan
Kepanjen. Sedangkan, bila ditinjau dari sudut pandang luasnya, RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen mengalami peningkatan selama dua tahun, terhitung dari
tahun 2013 sampai 2015. terdapat bentuk RTH yang luasnya tetap dan terdapat
pula bentuk RTH yang mengalami pertambahan luas. Adapun bentuk RTH yang
luasnya bertambah dari tahun 2013 sampai 2015 adalah taman kota sebesar
111.094 m2 dan sempadan sungai sebesar 10.250 m2.
68
12
3. Gambaran Umum Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang
a) Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang merupakan salah satu perangkat daerah di Kabupaten Malang yang
dibentuk pada tahun 2016 melalui Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 9
Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
merupakan perangkat daerah hasil peleburan dari dua perangkat daerah yaitu
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dengan Badan Perumahan Kabupaten Malang.
Menindaklanjuti peraturan daerah tersebut, Bupati Kabupaten Malang
kemudian mengeluarkan Peraturan Bupati Kabupaten Malang No. 62 Tahun 2016
Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang.
Berdasarkan peraturan tersebut, diketahui bahwa Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang adalah perangkat daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan daerah dibidang perumahan, kawasan
permukiman, bidang cipta karya dan penataan ruang. Hal tersebut telah dijelaskan
pada Pasal 4 bahwa Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang memiliki tugas pokok yaitu:
1) Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang perumahan dan
kawasan permukiman serta bidang cipta karya berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan; dan
69
13
2) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai
bidang tugasnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang Kabupaten Malang juga
mengemban beberapa fungsi sebagaimana tertuang di dalam Renstra Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
Kabupaten Malang Tahun 2016-2021. Adapun fungsi-fungsi tersebut antara lain:
1) Pengumpulan, pengelolaan dan pengendalian data yang berbentuk
database serta analisis data untuk penyusunan program kegiatan;
2) Perencanaan strategis pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya;
3) Perumusan kebijakan teknis pada Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya;
4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya;
5) Pembinaan dan pelaksanaan tugas Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya;
6) Pelaksanaan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya;
7) Penyelenggara kesekretariatan Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya;
8) Penyelenggaraan koordinasi, perencanaan, pengendalian, kebijakan,
strategi serta sosialisasi pembangunan perumahan, kawasan
permukiman dan cipta karya;
9) Pelaksanaan dan fasilitasi bantuan Prasarana, Sarana dan Utilitas
(PSU) perumahan, kawasan permukiman dan cipta karya;
10) Pelaksanaan sertifikasi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya;
11) Penyediaan informasi data perumahan, kawasan permukiman dan
cipta karya;
12) Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) berdasarkan skala
prioritas;
13) Penyusunan kebijakan, dan standarisasi teknis bangunan gedung
termasuk pengelolaan gedung dan rumah aset daerah;
14) Pembangunan dan pemeliharaan gedung-gedung aset daerah,
pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan dan pengelolaan
bangunan gedung dan rumah aset Pemerintah Daerah;
15) Pelaksanaan pelayanan publik yang berorientasi pada mutu
pelayanan prima;
70
14
16) Penyusunan prosedur manajemen mutu serta melaksanakan secara
berkelanjutan dengan perbaikan secara terus menerus;
17) Penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan air bersih atau air
minum, air limbah domestik (sanitasi), drainase, jalan lingkungan;
18) Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan
sanitasi melalui kerja sama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat;
19) Penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarkat miskin dan rawan
air;
20) Penyelenggara pembangunan prasarana dan sarana air minum,
sanitasi, drainase lingkungan, jalan lingkungan;
21) Pembinaan teknis dan manajemen pengelolaan air bersih perdesaan;
22) Pelaksanaan pengesahan pemanfaatan ruang, perumahan dan
kawasan permukiman serta rekomendasi teknis Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya;
23) Pelaksanaan pengawasan atas pemanfaatan Penataan Ruang
perumahan dan kawasan permukiman serta pertimbangan teknik
sesuai perizinan dan peraturan yang berlaku;
24) Pelaksanaan koordinasi dan pembinaan serta pemantauan dan
evaluasi terhadap perkembangan perumahan dan kawasan
permukiman terhadap pelaku perumahan;
25) Penyelenggara pembangunan prasarana dan sarana Ruang Terbuka
Hijau (RTH);
26) Pembinaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya.
b) Misi dan Visi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang
Misi dan visi adalah satu kesatuan dimana misi merupakan alasan mengapa
suatu organisasi hadir. Adanya misi juga menentukan visi dari suatu organisasi
yaitu arah kemana organisasi itu akan dibawa. Sehingga, misi dari suatu
organisasi sifatnya statis, sedangkan visi lebih bersifat fleksibel karena visi sangat
tergantung pada sosok pemimpin organisasi (Nugroho, 2008:496). Adapun dalam
hal ini, dengan mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki oleh
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang,
maka mengacu pada Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
71
15
Karya Kabupaten Malang Kabupaten Malang Tahun 2016-2021, visi yang
ditetapkan adalah “Terwujudnya penataan ruang, tata bangunan dan lingkungan
yang berkualitas”. Sedangkan, misi yang telah dirumuskan untuk mencapai visi
tersebut antara lain:
1) Mewujudkan pengelolaan ruang wilayah kabupaten malang yang
berkualitas;
2) Mewujudkan pengelolaan bangunan gedung pemerintah dan
masyarakat yang berkualitas;
3) Mewujudkan peningkatan prasarana dan sarana dasar permukiman
masyarakat yang berkualitas;
4) Mewujudkan peningkatan kualitas kebersihan dan keasrian kawasan
perkotaan yang berkualitas.
c) Struktur Organisasi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dilengkapi dengan struktur
organisasi yang telah ditetapkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Malang No.
62 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta
Tata Kerja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang. Berdasarkan peraturan tersebut, dijelaskan bahwa struktur organisasi
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
terdiri dari:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, membawahi:
a) Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Keuangan;
b) Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan;
72
16
3. Bidang Perumahan, membawahi:
a) Seksi Rumah Umum, Khusus dan Komersial;
b) Seksi Rumah Swadaya;
c) Seksi Pengendalian Ruang dan Bangunan;
4. Bidang Permukiman, membawahi:
a) Seksi Pengembangan Prasarana Air Minum;
b) Seksi Penanganan Limbah Domestik;
c) Seksi Prasarana Lingkungan;
5. Bidang Penataan Ruang dan Penataan Bangunan, membawahi:
a) Seksi Perencanaan Penataan Ruang;
b) Seksi Penyediaan dan Penataan Bangunan;
c) Seksi Pemanfaatan Ruang dan Bangunan.
6. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Air Limbah Domestik
7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertamanan
Adapun, secara lebih jelasnya, berikut disajikan gambar 9 tentang bagan
struktur organisasi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang:
73
17
Gambar 9: Bagan Struktur Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang
Sumber : Peraturan Bupati Kabupaten Malang No. 62 Tahun 2016
Berdasarkan gambar 9 dapat diketahui bahwa Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang membawahi sekretariat, tiga bidang dan UPT. Masing-masing bagian
tersebut memiliki deskripsi kerja yang berbeda-beda. Adapun menurut Renstra
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
Kabupaten Malang Tahun 2016-2021, deskripsi kerja dari setiap bagian pada
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepala Dinas memiliki tugas memimpin Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya dalam rangka perumusan kebijakan
organisasi, tata laksana perkantoran, penyusunan rencana anggaran
rutin berdasarkan skala prioritas pembangunan dan manajemen
pelaksanaan pembangunan, pengendalian teknik pembangunan,
monitoring dan evaluasi, pelaporan, pembinaan pegawai, pengelolaan
74
18
dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan serta melaksanakan tugas-
tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
2. Sekretariat memiliki tugas melaksanakan koordinasi perencanaan,
evaluasi dan pelaporan program Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya, pengelolaan urusan kepegawaian,
urusan umum yang meliputi kegiatan surat menyurat, penggandaan,
perlengkapan rumah tangga, hubungan masyarakat, urusan keuangan
serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas
sesuai dengan bidang tugasnya. Sedangkan, fungsi dari sekretariat
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya antara lain:
a. Perencanaan kegiatan kesekretariatan;
b. Pengelola urusan administrasi kepegawaian, kesejahteraan dan
pendidikan pelatihan pegawai;
c. Pengelolaan urusan rumah tangga, keprotokolan dan hubungan
masyarakat;
d. Penyelenggaraan pengelolaan administrasi keuangan dan kekayaan
daerah;
e. Penyelenggaraan kegiatan surat menyurat, pengetikan,
penggandaan, kearsipan;
f. Pengelolaan administrasi perlengkapan dan mengurus
pemeliharaan, kebersihan dan keamanan kantor;
g. Pengkoordinasian dan penyusunan rencana pembangunan, evaluasi
dan pelaporan.
3. Bidang Perumahan memiliki tugas merumuskan kebijakan dan
melakukan koordinasi terhadap pelaksanaan rumah umum, rumah
komersial, rumah susun dan rumah khusus, data rumah dan kawasan
permukiman berbasis Teknologi Informasi (TI) serta melaksanakan
tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya. Sedangkan, fungsi dari bidang perumahan antara
lain:
a. Pengumpulan dan penyediaan data, informasi sebagai bahan
pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan rumah umum, rumah
komersial, rumah susun, rumah khusus dan;
b. Perencanaan pencadangan lahan rumah umum dan rumah
komersial;
c. Pelaksanaan fasilitasi bantuan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU)
rumah umum, rumah komersial, rumah susun dan rumah khusus;
d. Pelaksanaan fasilitasi perencanaan dan pembangunan, rumah
umum dan komersial, rumah susun dan rumah khusus;
e. Pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang-undangan, kebijakan
strategis, program dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), rumah umum dan
komersial, pembiayaan, rumah susun, rumah khusus;
75
19
f. Pengumpulan data dan informasi sebagai bahan penyusunan
prosedur pengelolaan, pemanfaatan dan perizinan perumahan dan
kawasan permukiman;
g. Fasilitasi penyerahan PSU perumahan dan kawasan permukiman;
h. Perencanaan program dan administrasi kerja sama kegiatan
tanggung jawab sosial badan usaha atau Corporate Social
Responsibility (CSR).
4. Bidang Permukiman memiliki tugas yaitu merumuskan Rencana
Strategus dan menyelenggarakan pengelolaan program atau kegiatan
bidang permukiman serta melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
Sedangkan, fungsi dari bidang permukiman adalah:
a. Menyusun Rencana Strategis bidang Permukiman dan
melaksanakan perencanaan bidang permukiman;
b. Melaksanakan program atau kegiatan pembangunan bidang
permukiman;
c. Melaksanakan pelayanan bidang permukiman;
d. Monitoring evaluasi dan pelaporan bidang permukiman.
5. Bidang Penataan Ruang dan Penataan Bangunan memiliki tugas yaitu
merumuskan Rencana Strategis dan menyelenggarakan pengelolaan
program atau kegiatan bidang penataan ruang dan penataan bangunan
serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas
sesuai dengan bidang tugasnya. Sedangkan fungsi dari bidang
penataan ruang dan penataan bangunan antara lain:
a. Menyusun Rencana Strategis bidang penataan ruang dan penataan
bangunan;
b. Melaksanakan perencanaan bidang penataan ruang dan penataan
bangunan;
c. Melaksanakan program atau kegiatan pembangunan, pemeliharaan
dan pengelolaan bidang penataan ruang dan penataan bangunan;
d. Melaksanakan pelayanan bidang penataan ruang dan penataan
bangunan;
e. Monitoring evaluasi dan pelaporan bidang penataan ruang dan
penataan bangunan;
f. Pelaksanaan Sertifikasi Kepemilikan Bangunan Gedung
(SKBG).
6. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Air Limbah Domestik memiliki tugas
yaitu melaksanakan sebagian dari tugas Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya dalam menyelenggarakan pelayanan dan
pengelolaan Air Limbah Domestik. Sedangkan fungsi dari Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Air Limbah Domestik yaitu:
a. Pelaksanaan fasilitas pelayanan dan pengelolaan Air Limbah
Domestik;
76
20
b. Pelaksanaan pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan Air Limbah Domestik;
c. Pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan administrasi retribusi
pengelolaan air limbah domestik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertamanan memiliki tugas yaitu
melaksanakan sebagian dari tugas Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya dalam pengembangan pembangunan
peningkatan operasional pemeliharaan dan pengawasan taman kota dan
jalur hijau beserta aksesorisnya. Sedangkan fungsi dari Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pertamanan antara lain:
a. Melaksanakan perencanaan, pengembangan, pembangunan,
peningkatan, operasional, pemeliharaan dan pengawasan taman
kota dan jalur hijau beserta aksesorisnya guna menunjang
keindahan kota;
b. Menyusun dan menyelenggarakan rencana anggaran operasional,
kebutuhan personal, peningkatan dan perluasan taman kota,
pemeliharaan taman dan makam serta jumlah prasarana dan sarana;
c. Melaksanakan inventarisasi pemetaan taman kota dan makam,
aksesori dan peralatan operasional pertamanan di seluruh wilayah
daerah;
d. Melaksanakan penataan dan pengadaan tanaman, pembibitan,
tanaman hias, pengadaan dan pemeliharaan aksesori taman,
penghijauan kota serta perawatan peralatan operasional
pertamanan.
B. Penyajian Data
1. Implementasi Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kawasan Perkotaan Kepanjen
Permasalahan akan ketersediaan RTH yang belum memenuhi angka 30 %
dari yang telah ditentukan adalah salah satu fenomena yang dapat dijumpai di
kawasan perkotaan maupun wilayah kota. Upaya untuk mencapai luasan ideal
tersebut terus dilakukan dalam berbagai hal seperti salah satunya melalui program
pengelolaan RTH yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malang
melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya. Mengacu pada
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
77
21
Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021, program tersebut dimuat sebagai
salah satu program pembangunan daerah untuk mewujudkan visi Kabupaten
Malang periode tahun 2016-2021 yaitu “Terwujudnya Kabupaten Malang yang
Istiqomah dan Memiliki Mental Bekerja Keras Guna Mencapai Kemajuan
Pembangunan yang Bermanfaat Nyata untuk Rakyat Berbasis Perdesaan
(MADEP MANTEB MANETEP)” serta salah satu dari tujuh misi yang berbunyi
“Mengembangkan ketersediaan infrastruktur jalan, transportasi, telematika,
pengairan, permukiman dan prasarana lingkungan yang menunjang aktivitas sosial
kemasyarakatan”.
Adapun pada periode tahun 2010-2015, program pengelolaan RTH ini
sempat dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup yang saat ini berubah
menjadi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang serta Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Malang. Namun, sejak memasuki periode tahun 2016-
2021, Program Pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan sepenuhnya telah
menjadi tanggung jawab dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang yang saat ini
dikenal sebagai Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang. Untuk mengetahui implementasi dari program tersebut,
berikut dijabarkan penjelasan tentang proses implementasi program pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang mengacu pada tiga tahapan yaitu
interpretasi, pengorganisasian dan aplikasi.
78
22
a) Interpretasi
Tahapan interpretasi dapat dimaknai sebagai tahapan dimana suatu
kebijakan yang bersifat abstrak dijabarkan ke dalam kebijakan yang lebih bersifat
teknis operasional untuk siap dijalankan oleh unsur pelaksana teknis di lingkup
pemerintahan daerah. Dalam hal ini, adanya program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan merupakan bentuk implementasi dari kebijakan penataan
ruang yaitu Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang
dilaksanakan dengan mengacu pada Renstra Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang Kabupaten Malang Tahun 2016-
2021. Pada tahapan ini juga dilakukan peninjauan terhadap beberapa kegiatan
dalam rangka untuk mendapatkan kesepahaman bersama, konsistensi tujuan dari
program sampai kegiatan pelaksanaan serta wujud sosialisasi yang dilakukan
dalam rangka memperoleh dukungan dan diketahui oleh publik. Oleh sebab itu,
pada tahapan ini, kegiatan-kegiatan yang ditinjau diantaranya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Pemahaman antar Stakeholder
Stakeholder dalam konteks ini dapat dimaksudkan sebagai pihak-pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Pihak-pihak tersebut jelas memiliki andil dalam pelaksanaan program
tersebut, sehingga perlu dibangun kesepahaman bersama diantara pihak-pihak
yang terlibat tersebut. Adapun harapannya tidak lain adalah agar program
pengelolaan RTH yang dilaksanakan di Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat
79
23
dilaksanakan sebagaimana mestinya mengingat dengan adanya kesepahaman
bersama maka tujuan dari program tersebut dapat tercapai.
Adapun para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen ini antara lain meliputi pihak pemerintah
daerah melalui perangkat daerah terkait, masyarakat sekitar dan secara tidak
langsung juga melibatkan pihak pelaku usaha. Pemahaman dari para pihak
tersebut pun tentang adanya program ini menunjukkan bahwa terdapat
kesepahaman yang sama karena secara umum mereka menilai bahwa program ini
bertujuan untuk melestarikan lingkungan hidup melalui pemeliharaan RTH kota
secara optimal, sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Hal tersebut
dapat diketahui berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak X selaku
Kasi Bidang Penataan Ruang dan Penataan Bangunan Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Tujuannya untuk mengoptimalkan dan pemeliharaan RTH kota, untuk
peningkatan kualitas lingkungan.” (Hasil wawancara pada tanggal 16
Februari 2017, pukul 9.11 WIB)
Sementara itu, Bapak Himawan selaku staf UPT Pengelolaan Taman
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
Kabupaten Malang juga memberikan pernyataan bahwa:
“Yang jelas untuk memberikan manfaat kepada masyarakat disekitarnya.
Manfaatnya itu tadi ya kita melihatnya dari mana yaa dari estetikanya kan
untuk menunjang keindahan kota, dari segi manfaat ya kalo yang taman
bermain yaa anak-anak bisa bermain disitu, kalo yang untuk lapangan ya
berarti untuk pengembangan hobi dan minat serta kita punya fungsi-fungsi
untuk pelestarian lingkungan hidup.” (Hasil wawancara pada tanggal 20
Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
80
24
Selain itu, dalam kesempatan wawancara dengan pihak Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Malang yaitu Bu Dyah selaku Kasubid Pemeliharaan
Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang juga memberikan penjelasan bahwa:
“Ya untuk menunjang kelestarian LH dimana kita kan kegiatan ini kalau di
DLH kan untuk menunjang kelestarian LH terus meningkatan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan RTH. Lha ini masuk di program
pengelolaan RTH.” (Hasil wawancara pada tanggal 13 Februari 2017,
pukul 9.45 WIB)
Kemudian, pada kesempatan yang sama komunitas masyarakat bernama
Komunitas Arek Kepanjen (AK) juga memberikan pemahamannya mengenai
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal ini diungkapkan
oleh Cak Mad selaku ketua dari Komunitas Arek Kepanjen (AK), bahwa:
“Itu memang salah satu apa namanya, salah satu persyaratan karena untuk
menjadi kota itu minimal 30 persen dari luas wilayah itu harus ada RTH
nya. Nah jadi itu memang persyaratan jadi lumrah bukan suatu hal yang
istimewa nggak, semua kota seperti itu.” (Hasil wawancara pada tanggal
15 Maret 2017, pukul 14.20 WIB)
Berdasarkan pada keseluruhan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa
diantara pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen telah memiliki pahaman yang mengarah pada
suatu hal dimana adanya program tersebut memang dilaksanakan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup khususnya di Kawasan Perkotaan Kepanjen
melalui pengoptimalan pemeliharaan dan pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen dan sekaligus sebagai upaya nyata dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat sekitar serta mencapai luasan RTH minimal 30 % di Kawasan
Perkotaan Kepanjen.
81
25
2) Konsistensi Tujuan
Suatu program agar dapat berjalan dengan semestinya, maka harus
ditunjang dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Adapun kegiatan-kegiatan
tersebut harus mencerminkan pula tujuan awal dari program yang hendak dicapai,
sehingga terwujud adanya konsistensi tujuan dari program sampai pelaksanaan
kegiatan. Dalam hal ini, adanya program pengelolaan RTH yang diterapkan di
Kawasan Perkotaan Kepanjen juga diharapkan memiliki tujuan yang konsisten
dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaannya.
Menurut Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021, program pengelolaan RTH
merupakan salah satu program yang dirancang untuk mencapai tujuan akan
meningkatnya pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang ditandai oleh
meningkatnya pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan perkotaan.
Berdasarkan tujuan tersebut dapat dipahami bahwa tujuan tersebut merupakan
tujuan awal yang dirumuskan untuk melestarikan lingkungan hidup khususnya di
kawasan perkotaan dengan harapan RTH kawasan perkotaan dapat terpelihara
secara optimal dan bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Sekaligus sebagai upaya
nyata untuk mencapai luasan RTH minimal 30 % di Kawasan Perkotaan
Kepanjen.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, program pengelolaan RTH kemudian
diimplementasikan melalui berbagai bentuk kegiatan pelaksanaan yang terdiri dari
dua macam kegiatan. Selanjutnya, untuk mengetahui konsistensi tujuan dari
82
26
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, maka dalam hal ini
diperlukan peninjauan terhadap tujuan dari kegiatan pelaksanaan program
tersebut. Adapun beberapa kegiatan pelaksanaan dari program tersebut dapat
ditinjau dari Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021 yaitu:
a. Kegiatan pemeliharaan RTH
Kegiatan pemeliharaan RTH merupakan kegiatan dari program
pengelolaan RTH yang telah dirumuskan di dalam Rencana Strategis (Renstra)
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
tahun 2016-2021. Secara teknis, tujuan dari kegiatan ini tidak dijelaskan pada
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021. Namun, informasi seputar kegiatan
pemeliharaan RTH beserta tujuannya dapat dipahami melalui pernyataan yang
diungkapkan oleh Bapak X selaku Kasi Bidang Penataan Ruang dan Penataan
Bangunan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang bahwa:
“Penyediaaan RTH kota sehingga mencapai 30% (tiga puluh persen) dari
luas perkotaan, dengan mengembangkan RTH pekarangan, RTH taman
dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan dan RTH fungsi tertentu, dan
pengawasan, perawatan dan pemeliharaan kondisi RTH agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.” (Hasil wawancara pada tanggal 16
Februari 2017, pukul 9.12 WIB)
Selain itu, informasi tambahan tentang kegiatan pelaksanaan dari program
pengelolaan RTH juga didukung dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
83
27
Bapak Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang bahwa:
“Kita punya Taman Kehati. Taman itu keanekaragamanhayati lah disitu
kita punya tanaman macam-macam jadi semacam museum untuk tanaman
tapi hidup semua bukan yang sudah mati tapi yang masih hidup.
Kemudian kita punya juga Taman Puspa, sama seperti Taman Kehati cuma
disini isinya tanaman hias. Nah itu juga ada nilai edukasinya. Jadi selain
kegiatan penanaman juga pemeliharaan. Selain itu kalau ada kegiatan apa
namanya edukasi bisa diperkenalkan juga ini tanaman apa, cuma kita kan
tau ya anak sekarang pengetahuan terhadap tanaman-tanaman kan kurang
sekali ya, coba mbak tahu tanamannya buah sirsat seperti apa, tanaman
buah sawo itu seperti apa, kan jarang yang tau. Yang tau ya buah itu ada di
pasar seperti itu modelnya, tanamannya seperti apa kita gak tau. Cara
pembibitannya, cara pengembangannya sampai berbuah seperti apa juga
tidak pernah ada akses kan kesitu, nah disini kita bisa menerapkan seperti
itu.” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.39 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber, dapat
disimpulkan bahwa secara umum kegiatan pelaksanaan dari program pengelolaan
RTH berupa pemeliharaan RTH ini diarahkan untuk mengembangkan
ketersediaan RTH kota melalui penanaman sampai pemeliharaan taman agar dapat
mencapai luasan ideal sebesar 30 % khususnya dari total luas Perkotaan
Kepanjen. Selain itu, kegiatan ini juga sekaligus sebagai sarana edukasi bagi
masyarakat sekitar agar memiliki pengetahuan tentang mengelola tanaman.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mengembangkan ketersediaan RTH khususnya di Kawasan Perkotaan Kepanjen
melalui pengawasan, perawatan dan pemeliharaan kondisi RTH agar kualitas
RTH semakin meningkat serta membuka pengetahuan masyarakat sekitar tentang
mengelola tanaman, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan akan hal
tersebut.
84
28
b. Kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH
Adapun untuk kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan RTH ini sebelumnya merupakan kegiatan dari program pengelolaan
RTH yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, adanya kegiatan peningkatan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan RTH ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki
peran aktif dalam upaya menghijaukan kawasan perkotaan dan mendorong
masyarakat agar memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan hidup yang ada
disekitarnya. Sama seperti halnya kegiatan pemeliharaan RTH, tujuan dari
kegiatan ini juga tidak dijelaskan secara jelas pada Rencana Strategis (Renstra)
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
tahun 2016-2021 maupun dalam Review Renstra Dinas Lingkungan Hidup tahun
2011-2015. Namun, tujuan dari kegiatan tersebut dapat diketahui berdasarkan
dukungan pernyataan dari Ibu Dyah selaku Kasubid Pemeliharaan Lingkungan
Hidup DLH Kabupaten Malang, bahwa:
“Untuk menunjang kelestarian LH dan meningkatan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan RTH disini kegiatan aksinya berupa
pengadaan pohon di Kakija (kanan kiri jalan) di kepanjen. Kita tujuannya
kan untuk mendukung kegiatan adipura itu. Jadi disini kila LH kan
pengadaan, lah yang peran serta masyarakatnya itu dia dalam
penanamannya, pemeliharaannya seperti itu.” (Hasil wawancara pada
tanggal 13 Februari 2017, pukul 9.46 WIB)
Hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa saat program pengelolaan
RTH dengan kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dilaksanakan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, wujud nyata atas partisipasi
masyarakat dalam mengelola RTH ialah dengan melakukan kegiatan penanaman
85
29
sampai pemeliharaan. Sedangkan pihak dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang dalam hal ini hanya bertindak sebagai penyedia melalui pengadaan bibit-
bibit tanaman maupun pohon di Kakija (kanan kiri jalan) yang diutamakan di
Kepanjen. Aksi tersebut sekaligus sebagai upaya nyata yang bertujuan dalam
rangka mendukung kegiatan adipura yang difokuskan di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini memiliki tujuan untuk
melestarikan lingkungan hidup melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam
mengelola RTH serta mendukung pelaksanaan dari kegiatan adipura yang
difokuskan di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Berdasarkan keseluruhan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari dilaksanakannya program pengelolaan RTH telah dijelaskan secara jelas
dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021. Namun, untuk tujuan dari
kegiatan-kegiatan pelaksanaan program tersebut tidak dirumuskan dalam Rencana
Strategis (Renstra) Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang tahun 2016-2021. Sehingga, untuk mengetahui konsistensi
tujuan program hingga kegiatan pelaksanaannya dilakukan dengan meninjau hasil
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Adapun, hasilnya menunjukan
bahwa program pengelolaan RTH memiliki tujuan untuk meningkatkan
pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang ditandai oleh meningkatnya
pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan perkotaan. Kemudian,
berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait menunjukan bahwa
tujuan dari masing-masing kegiatan pelaksanaan adalah untuk mengembangkan
86
30
ketersediaan RTH dan melestarikan lingkungan hidup melalui peningkatan peran
serta masyarakat dalam mengelola RTH. Selain itu, terdapat pula serta tujuan
tambahan lainnya seperti mendukung kegiatan adipura dan memberikan sarana
edukasi kepada masyarakat sekitar.
3) Sosialisasi Program
Sebuah program harus disosialisasikan guna mendapatkan dukungan dan
diketahui oleh seluruh pihak khususnya masyarakat. Hal ini juga sekaligus
sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi atas upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dan pembangunan di daerah.
Adanya kegiatan sosialisasi juga dapat dipandang sebagai suatu sarana untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan aspirasinya terhadap
pembangunan daerah. Sehingga harapannya dari pihak masyarakat terdapat suatu
dorongan untuk turut serta dalam rangka mensukseskan implementasi dari sebuah
program.
Program pengelolaan RTH yang dilaksanakan di Kawasan Perkotaan
Kepanjen pun juga disosialisasikan dengan maksud yang demikian. Selain sebagai
bentuk akuntabilitas dan transparansi upaya Pemerintah Kabupaten Malang, juga
sebagai bentuk agar program tersebut dapat diketahui dan didukung oleh
masyarakat. Adapun wujud kongkritnya ialah seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Himawan selaku staf UPT Pengelolaan Taman bahwa:
“Kalau tahun lalu ya yang sudah berjalan karena kami kan masih baru ya.
Kalau tahun lalu kita mengumpulkan masyarakat disekitar ini di Kepanjen
bersama AK, dengan greencom terus dari kelurahan-kelurahan kita
kumpulkan disini terus ngomong kita itu ngobrol semacam sarasehan gitu,
kita punya program seperti ini, Kepanjen itu punya cita-cita seperti ini dan
87
31
dari masyarakat itu kira-kira ada masukan apa, yang bagus yang gimana,
yang kurang bagus yang seperti apa terus masyarakat punya keinginan
seperti apa, kita tampung suaranya, kita wadahi ya lalu kita wujudkan
dalam bentuk program. Tahun 2016 adalah yang pertama dilaksanakan
tapi pernah tau juga ya kalo ada bentuk yang lain yang isinya serupa itu
kan juga ada mungkin dalam grup yang lebih kecil atau dalam kelompok
yang lebih kecil.” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul
10.40 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa sosialisasi
dari program pengelolaan RTH yang dilaksanakan pada tahun 2016 adalah
pelaksanaan yang pertama. Sosialisasinya pun dilaksanakan dengan cara
membentuk suatu forum yang dihadiri oleh beberapa pihak seperti pihak dari
dinas terkait, pihak kelurahan dan kelompok masyarakat. Acaranya pun terkait
seputar kegiatan pengenalan program serta mewadahi segala aspirasi dari
masyarakat.
Selanjutnya, harapan agar adanya sosialisasi dari program ini dapat
diketahui dan didukung oleh masyarakat pun juga dapat diketahui berdasarkan
pernyataan dari Cak Mad selaku ketua dari Komunitas Arek Kepanjen (AK),
bahwa:
“Mendukung ya apalagi kita pernah mengupayakan untuk Taman
Condong yang ada di depan stasiun itu untuk dibangun ternyata sudah
dibangun. Kalau untuk RTH kita selama ini baru derlink aja kemudian kita
sering diskusi dengan Dinas Lingkungan Hidup. Kalau Cipta Karya ya
biasanya ya dengan Cipta Karya terus kita ada tiap bulan itu ada bersih
kuburan, itu juga dengan Cipta Karya. Jadi, tiap akhir bulan kita keliling
dengan kuburan satu ke kuburan lain untuk membersihkan kuburan karena
pada dasarnya kuburan itu sendiri kalo dikelola dengan baik bisa jadi
RTH.” (Hasil wawancara pada tanggal 15 Maret 2017, pukul 14.22 WIB)
88
32
Berdasarkan keseluruhan data yang diperoleh terkait dengan sosialisasi
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, dapat disimpulkan
bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pihak terkait pada tahun 2016
adalah yang pertama. Adapun dalam pelaksanaannya, sosialisasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dilakukan dengan membentuk
suatu forum yang dihadiri oleh berbagai pihak salah satunya dari pihak kelompok
masyarakat yaitu Komunitas Arek Kepanjen. Adanya sosialisasi tersebut telah
membuat komunitas tersebut mengetahui bahwa Pemerintah Kabupaten Malang
melalui dinas terkait tengah berupaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang direalisasikan melalui program
pengelolaan RTH. Bahkan dengan adanya sosialisasi tersebut, Komunitas Arek
Kepanjen juga turut serta dalam implementasi program pengelolaan RTH secara
tidak langsung dengan memberikan dukungan berupa aksi nyata yaitu
memberikan aspirasi tentang pembangunan Taman Condong serta kegiatan bersih
makam yang dilakukan pada setiap akhir bulan.
b) Pengorganisasian
1) Pembagian Tugas antar Stakeholder
Pembagian tugas tentunya sangat penting dilakukan dalam
mengimplementasikan sebuah program apabila pihak yang terlibat lebih dari satu.
Mengacu pada hal tersebut, adanya kegiatan implementasikan program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen ini juga dilakukan pembagian
tugas lantaran melibatkan banyak pihak. Pembagian tugas tersebut dilakukan
berdasarkan kompetensi masing-masing dalam rangka untuk mencapai tujuan dari
89
33
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Adapun dalam
mengimplementasikan program ini, pihak-pihak tersebut mengemban tugas yang
berbeda-beda. Bu Dyah Selaku Kasubid Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLH
Kabupaten Malang memberikan penjelasan tentang pihak-pihak yang terlibat
sebagai berikut:
“Untuk menunjang kegiatan adipura kita kan bersinergi lintas SKPD
(kalau dulu istilahnya SKPD, sekarang PD) itu kan tidak bisa DLH sendiri,
lah itu bersinergi dengan DCKTR, Dinas Pengairan, semua. Lah disini
juga di dalam DLH itu kita bersinergi antar bidang seperti itu, kan yang
kemarin untuk menangani RTH itu kan bidangnya bidang pemantauan dan
pemulihan trus yang nangani adipura itu bidang pengembangan kapasitas
kelembagaan (PKK).” (Hasil wawancara pada tanggal 13 Februari 2017,
pukul 9.47 WIB)
Kemudian informasi lainnya juga diungkapkan oleh Bapak Himawan
selaku Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau dulu kita kan keterikatannya banyak, ada dari BLH, ada yang
memberikan CSR dari pertamina juga ada, dari kehutanan juga ada.
Banyak mbak, jadi tidak menutup kemungkinan hanya kalau RTH
hubungannya berarti cuma dengan di taman, enggak, di tata bangunan dan
penataan ruang juga ada hubungannya, kawasan permukiman juga ada
karena kan gak mungkin kawasan permukiman terlepas dari RTH juga gak
mungkin kan, itu kan salah satu fasilitas ya.” (Hasil wawancara pada
tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.38 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dari dua narasumber tersebut, dapat
diketahui bahwa implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen sejauh ini melibatkan banyak pihak, baik yang bersifat langsung
maupun tidak langsung. Selain melibatkan masyarakat, kegiatan
mengimplementasikan program tersebut juga melibatkan beberapa perangkat
daerah di lingkup Kabupaten Malang serta pelaku usaha. Pihak-pihak tersebut
90
34
mengemban tugas yang berbeda-beda. Untuk mengetahui tugas dari masing-
masing pihak berikut disajikan pernyataan dari Bu Dyah Selaku Kasubid
Pemeliharaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
yang mengemukakan bahwa:
“Kita tujuannya kan untuk mendukung kegiatan adipura itu. Jadi disini
kita LH kan pengadaan, lah yang peran serta masyarakatnya itu dia dalam
penanamannya, pemeliharaannya seperti itu.” (Hasil wawancara pada
tanggal 13 Februari 2017, pukul 9.48 WIB)
Kemudian pernyataan dari Bapak Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan
Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang, bahwa:
“Yaa kita kan terbatas ya karena kita yang mengelola, mereka yang
mendatangkan CSR nya ya mereka yang dibutuhkan apa, tempatnya kalau
dikatakan kehutanan ada CSR mau nanem pohon sekian ribu, kita
nyarikan tempatnya dimana nanti, kita survey bareng, yang dibutuhkan apa
oo.. butuh digali, butuh ditandai, kita nyiapkan. Jadi mereka itu dalam
lingkup mencarikan CSR nya kemudian memantau, jadi kan mereka yang
nanem juga ingin tahu gimana sih tanamanku kan gitu.” (Hasil wawancara
pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.39 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber, dapat diketahui
bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH
ada yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan deskripsi tugas dari
masing-masing pihak juga telah jelas. Adapun pihak yang terlibat secara langsung
adalah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang, Dinas Lingkungan Hidup beserta masyarakat. Masing-masing pihak
tersebut mengemban tugas yang berbeda-beda seperti Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang melalui UPT Pengelolaan
Taman yang bertugas sebagai pelaksana utama bagi program pengelolaan RTH,
91
35
Dinas Lingkungan Hidup bertugas dalam meningkatkan peran serta masyarakat
melalui kegiatan pengadaan tanaman serta masyarakat yang memiliki tugas untuk
memelihara dan merawat tanaman yang telah ditanam.
Sedangkan, pihak yang terlibat secara tidak langsung dalam hal ini adalah
perangkat daerah lainnya seperti Dinas Kehutanan serta pihak pelaku usaha. Pada
pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sempat
terdapat pihak pelaku usaha yang mendukung program pengelolaan RTH dengan
memberikan ribuan bibit pohon untuk ditanam di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Hal tersebut dilakukan oleh pihak pelaku usaha sebagai bentuk tanggung jawab
sosial perusahaan kepada lingkungan (Corporate Social Responsibility).
Sementara itu, untuk mendatangkan pihak pelaku usaha tersebut dalam hal ini
dibantu oleh pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Malang.
2) Koordinasi antar Stakeholder
Adanya koordinasi sangat dibutuhkan untuk menjamin pencapaian tujuan
dari program penglolaan RTH. Hal ini mengingat antar pihak yang terlibat dengan
tugas yang berbeda-beda, saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan yang
dikehendaki bersama. Adapun dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen ini juga dilakukan koordinasi dengan beberapa
pihak yang terlibat. Pihak-pihak tersebut melakukan koordinasi karena
mengemban tugas yang berbeda-beda. Adanya hal tersebut secara otomatis telah
menciptakan suatu usaha saling membantu dan melengkapi satu sama lain,
sehingga usaha untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat tercapai dengan cepat.
92
36
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Bu Dyah selaku Kasubid
Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang bahwa:
“Ya kita tadi itu untuk misalnya khusus untuk RTH ya kita kan untuk
menentukan tanaman apa sih sama titik-titik lokasinya nanti dimana itu
koordinasi sama kecamatan, sama desa, sama masyarakat disitu. Kan kita
untuk jenis tanamannya kan menyesuaikan dengan masyarakat disana. Jadi
bukan kita yang menentukan misalnya masyarakat situ pingin mangga,
pingin sirsat lah kita ada kemauan masyarakat dan lokasi yang akan
ditanami itu. Jadi nanti kan masyarakat ada timbal balik, soalnya
masyarakat punya kewajiban untuk memelihara tadi.” (Hasil wawancara
pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 9.49 WIB)
Serta pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Himawan selaku Staf
UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Ya kita kan terbatas ya karena kita yang mengelola, mereka yang
mendatangkan CSR nya ya mereka yang dibutuhkan apa, tempatnya kalau
dikatakan kehutanan ada CSR mau nanem pohon sekian ribu, kita
nyarikan tempatnya dimana nanti, kita survei bareng, yang dibutuhkan apa
oo.. butuh digali, butuh ditandai, kita nyiapkan. Jadi mereka itu dalam
lingkup mencarikan CSR nya kemudian memantau, jadi kan mereka yang
nanem juga ingin tau gimana sih tanamanku kan gitu.” (Hasil wawancara
pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.39 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dimaknai bahwa pihak-pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen melakukan koordinasi dalam berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan
tersebut seperti dalam upaya penanaman pohon oleh masyarakat sekitar. Dalam
hal ini, pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang melalukan koordinasi
dengan pihak kecamatan, desa dan masyarakat untuk menentukan jenis bibit
tanaman yang akan ditanam, sehingga pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Malang selaku penyedia bibit tanaman dapat menyesuaikan dan menyediakan
93
37
bibit tanaman sesuai dengan keinginan dari masyarakat setempat. Hal tersebut
juga mengingat bahwa masyarakat sekitar memiliki kewajiban untuk melakukan
kegiatan penanaman hingga pemeliharaan. Sedangkan, untuk penentuan lokasi
penanaman bibit tersebut, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang
berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan desa karena pihak tersebut adalah
yang paling mengetahui tentang kondisi fisik di wilayahnya, sehingga dapat
menentukan lokasi mana yang tepat untuk dilakukan kegiatan penanaman bibit
tanaman.
Selain itu, koordinasi juga dilakukan pada kegiatan yang sama yaitu
penanaman bibit pohon, tetapi dalam hal ini pihak yang dilibatkan adalah sektor
privat. Diketahui bahwa Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang bertindak sebagai pengelola RTH terutama di Kawasan
Perkotaan Kepanjen. Untuk menunjang kegiatan pengelolaan RTH tersebut, Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Malang dalam rangka
mendatangkan CSR dari sektor privat. Dalam hal ini, pihak sektor privat
memberikan bantuan berupa penyediaan ribuan bibit pohon dan penentuan lokasi
penanamanya dilakukan oleh pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang.
3) Ketersediaan Petunjuk Pelaksanaan
Adanya petunjuk atau pedoman pelaksanaan juga menjadi salah satu hal
penting dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen sebab ketersediaannya dapat membantu pihak pelaksana dalam
94
38
bertindak untuk mencapai tujuan dari program tersebut. Adapun program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dilaksanakan dengan mengacu
pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Undang-
undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Berdasarkan kedua kebijakan tersebutlah, program pengelolaan RTH ini
diadakan terutama di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Namun, kedua kebijakan
tersebut masih bersifat umum dan harus diterjemahkan lagi ke dalam kebijakan
yang lebih bersifat teknis operasional agar dapat menjadi pedoman teknis bagi
pihak pelaksana dalam mengimplementasikan program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen. Oleh sebab itu, Bu Dyah selaku Kasubid
Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang memberikan
keterangan bahwa:
“Kan untuk nama programnya, ini sudah ada berdasarkan kita acuannya
Permendagri tentang kode-kode rekening. Kalo RTH landasannya UU No.
26 tahun 2007, UU No. 32 tahun 2009, PP No. 63 tahun 2002, Permen PU
No. 5 tahun 2008, Permendagri No. 1 tahun 2007, Instruksi Menteri PU
No. 31 tahun 1991, Perda Jawa Timur No. 2 tahun 2006, Perda Kab.
Malang No. 6 tahun 2008, Perda Kab. Malang No. 3 tahun 2010, DPPA-
SKPD BLH Kab. Malang No.930/128/DPPA/421.119/2015, Keputusan
Kepala BLH Kab. Malang No. 180/571/KEP/421.206/2015.” (Hasil
wawancara pada tanggal 13 Februari 2017, pukul 9.50 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa adanya
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Undang-
undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang menengarai dilaksanakannya program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen ternyata masih diperjelas dengan beberapa kebijakan
95
39
dibawahnya. Kebijkan tersebut merupakan kebijakan yang dibuat oleh unsur
penyelenggara pemerintahan dari pusat hingga daerah. Secara umum, setelah
diundangkannya kebijakan penataan ruang pada tahun 2007 serta kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tahun 2009, terdapat
kebijakan penjelas dibawahnya yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
melalui Permendagri No. 1 tahun 2007 Tentang Penataan RTH di Kawasan
Perkotaan serta kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum melalui
Permen PU No. 5 tahun 2008 Tentang Pedoman, Penyediaan dan Pemanfaatan
RTH di Kawasan Perkotaan. Kemudian, dari tingkat pusat kebijakan tersebut
diperjelas lagi dengan adanya peraturan daerah yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Malang. Peraturan daerah tersebut adalah Peraturan Daerah
Kabupaten Malang No. 6 tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kabupaten Malang Tahun 2005-2025 serta Peraturan Daerah
Kabupaten Malang No. 3 tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Malang.
Sementara itu, selama kegiatan penelitian berlangsung, peneliti
memperoleh pemahaman bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 3 tahun
2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang juga diperjelas
dengan adanya kebijakan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK), yang
tidak lain merupakan tindak lanjut atas kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah
tersebut. Sehingga, pada setiap kawasan di Kabupaten Malang harus memiliki
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK). Namun, untuk saat ini
Kabupaten Malang masih memiliki satu Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
96
40
(RDTRK) yaitu Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal tersebut dapat diketahui dari
ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5 tahun 2014 Tentang
Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-
2034.
Kebijakan tersebut memuat beberapa hal khususnya tentang rencana
terperinci tentang tata ruang Kawasan Perkotaan Kepanjen diantaranya seperti
rencana pola ruang, ketentuan pemanfaatan ruang dan peraturan zonasi. Adapun
untuk hal yang berkaitan dengan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen juga telah
diatur pada kebijakan ini melalui pembagian zona, sehingga terdapat zona RTH
kota dalam rencana pola ruang Kawasan Perkotaan Kepanjen. Adapun lebih
jelasnya, berikut disajikan gambar 10 tentang rencana pola ruang Kawasan
Perkotaan Kepanjen.
97
41
Gambar 10 : Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Kepanjen
Sumber : Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang, 2014
Berdasarkan gambar 10 dan Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5
tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan
Kepanjen Tahun 2014-2034, dapat diketahui bahwa luas zona untuk RTH kota
yang direncanakan adalah 559,87 hektar, yang notabene tersebar diseluruh sub
Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Kepanjen. Oleh sebab itu, dalam hal
pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen juga
harus mengacu pada peraturan tersebut.
Namun, untuk mewujudkan rencana tersebut sekaligus melaksanakan
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dibutuhkan acuan
98
42
yang lebih bersifat operasional. Adapun acuan yang dimaksud dalam hal ini
adalah Rencana Strategis (Renstra) yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala
Dinas atau Badan sebab perangkat daerah merupakan unsur pelaksana teknis di
daerah. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Bu Dyah selaku
Kasubid Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang bahwa:
“Bukan juknis dek, kalo ini kan sudah ada apa kita mengacu pada renstra
(rencana strategi) itu kan sudah ada lima tahun seperti apa itu, acuannya
itu” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.41 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam
mengimplementasikan program tersebut, dokumen yang dijadikan sebagai acuan
ialah Renstra. Rencana Strategis (Renstra) yaitu dokumen perencanaan strategis
perangkat daerah untuk periode 5 tahun. Adapun Renstra tersebut dijabarkan lagi
menjadi Rencana Kerja (Renja) yang disusun untuk jangka waktu 1 tahun.
Dengan demikian, berkaitan dengan ketersediaan pedoman atau petunjuk
pelaksanaan dari program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
yang sifatnya paling operasional dalam hal ini ialah Keputusan Kepala Dinas
melalui penetapan Rencana Strategis Dinas yang selanjutnya dijabarkan ke dalam
Rencana Kerja Dinas. Adapun pada Renja Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang telah tersusun indikator kinerja
sasaran dengan Standard Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi di tahun
yang bersangkutan. Khususnya, dalam melaksanakan program pengelolaan RTH
pada Renja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016 telah terumuskan indikator kinerja sasaran yaitu persentase
99
43
(Taman Kota) RTH publik sebesar 20 % dari luas wilayah kota atau kawasan
perkotaan dengan SPM yang harus dipenuhi pada tahun 2015 adalah 0,15 %.
4) Sumber Daya
Sumber daya merupakan salah satu pendukung lainnya yang sangat
penting digunakan untuk menjamin suatu program yang diimplementasikan dapat
mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada umumnya, suatu program tidak dapat
berjalan dengan baik jika pelaksanaannya tidak disertai dengan sumber daya
manusia, keuangan dan sarana maupun prasarana yang memadai. Oleh sebab itu,
untuk mendukung program pengelolaan RTH ini, maka dibutuhkan pula sumber
daya manusia, keuangan dan sarana maupun prasarana yang memadai. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dapat dikatakan sebagai faktor kunci dalam
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebab
tanpa sumber daya manusia, maka sumber daya yang lainnya tidak dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Adapun, sumber daya manusia yang
digunakan dalam implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen ini secara umum adalah seluruh aparatur yang ada pada Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang. Namun,
apabila ditinjau berdasarkan tupoksi dari setiap bidang pada dinas tersebut, maka
program pengelolaan RTH ini merupakan tanggung jawab dari Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang sejak tahun 2017.
100
44
Secara umum, kondisi sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang dapat
ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Adapun dari segi kuantitasnya,
sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang pada tahun 2015 sebesar 451
orang. Sementara itu, dititinjau dari segi kualitasnya, sumber daya manusia yang
dimiliki oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang dapat ditinjau berdasarkan data tentang kepegawaian sebagai
berikut:
Tabel 5: Kondisi Kepegawaian Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang Menurut Latar Belakang Pendidikan
Tahun 2015
Sumber : Laporan Kinerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Malang Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa secara kuantitas, sumber daya
manusia yang dimiliki Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
No. Jenjang Pendidikan PNS Kontrak Sub Total
1. S2 9 - 9
2. S1 41 26 67
3. D3 5 7 12
4. SLTA/Sederajat 120 118 238
5. SLTP 41 32 73
6. SD 33 19 52
Total 249 202 451
101
45
Kabupaten Malang sejumlah 451 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 249 pegawai
yang berstatus PNS dan 202 pegawai yang berstatus non-PNS.
Sedangkan apabila ditinjau dari segi kualitas, Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang memiliki pegawai yang
sebagian besar menyelesaikan pendidikannya dalam jenjang SLTA/sederajat. Hal
ini diketahui bahwa jumlah lulusan SLTA/sederajat lebih tinggi dari pada jumlah
para pegawai yang menamatkan pendidikannya pada jenjang perguruan tinggi
yaitu sebesar 238 orang.
Disisi lain, program pengelolaan RTH yang diimplementasikan di
Kawasan Perkotaan Kepanjen juga melibatkan sumber daya manusia yang
diterjunkan ke lapangan untuk kegiatan pemeliharaan RTH dan sumber daya
manusia tersebut merupakan bagian dari UPT Pengelolaan Taman dari Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang yang
berbentuk tim. Adapun ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya, tim tersebut
secara umum memiliki kualitas yang dirasa sudah memadai meskipun secara
kuantitas masih menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini. Untuk lebih
jelasnya, berikut kondisi kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
dipaparkan oleh Bapak Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau kita ngomongnya tentang SDM nya ya macem-macem ya dari
jumlah ada 42 orang di lapangan, pendidikan atau tingkat keterampilannya
atau dari apa yang dilihat kan berbeda-beda. Kan kadang kita tahu dia
masih SD tapi dia itu terampil dalam bidang tertentu, gitu jadi gak
selamanya yang dia itu pendidikannya lebih tinggi lalu keterampilannya
jadi tinggi itu enggak tapi ada kecenderungan seperti itu. Jadi kalau
seumpama dia yang merawat taman gitu ya, ini kan siapa saja bisa tapi
102
46
harus dilatih dulu di Kepanjen setelah dilatih itu baru nanti ditempatkan
ditempat-tempat yang lain katakanlah kalau disini kan wilayahnya besar ya
ada Lawang, Singosari kadang sampai di Ngantang. Jadi sebelum mereka
disebar, di Kepanjen ditraining dulu setelah ditraining baru disebar.”
(Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.40 WIB)
Hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa sumber daya manusia yang
menangani kegiatan teknis di lapangan memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda. Namun, untuk menghasilkan tingkat keterampilan yang memadai dan
sesuai dengan harapan, pihak UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang memberikan pelatihan
(training) kepada seluruh tim yang bertugas di lapangan sebelum tim tersebut
disebar ke seluruh tempat. Oleh sebab itu, ditinjau dari sudut pandang kualitas,
sumber daya manusia yang bertugas di lapangan dirasa memiliki kualitas yang
memadai karena pihak UPT Pengelolaan Taman DPKPCK Kabupaten Malang
telah berupaya untuk menjamin kualitas sumber daya manusianya melalui
pelatihan yang diberikan sebelumnya.
Sementara itu, sumber daya manusia yang bertugas di lapangan apabila
ditinjau dari segi kuantitas masih menjadi kendala. Hal ini diungkapkan oleh
Bapak Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan Taman DPKPCK Kabupaten
Malang, bahwa:
“Dari tenaga kita yang ditanggung itu besar sekali per orangnya itu. Satu
orangnya itu mencapai 400 meter persegi dan itu pun masih kurang, masih
harus ditambah kegiatan disana dan disana yang sifatnya insidental karena
biar ada yang merawat dari tempat lain harus ditarik untuk LH jadi gitu.”
(Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.41 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa memang
terdapat keterbatasan pada jumlah sumber daya manusia yang dimiliki. Hal ini
103
47
juga sekaligus menunjukan bahwa antara jumlah sumber daya manusia yang ada
dengan beban kerja itu tidak seimbang karena satu orangnya harus melakukan
kegiatan pemeliharaan RTH pada luasan 400 m2. Berdasarkan luasan yang harus
ditanggung per orangnya tersebut tentu sangat besar sekali jika ditanggung oleh
satu orang.
b. Sumber Daya Keuangan
Ditinjau dari segi sumber daya keuangan yang digunakan dalam
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen ini
sepenuhnya berasal dari APBD Kabupaten Malang. Adapun secara lebih rinci,
pendanaan atas implementasi program pengelolaan RTH ini dapat ditelusuri
berdasarkan anggaran pada setiap kegiatan pelaksanaan dari program tersebut.
Tabel 6: Anggaran Kegiatan Program Pengelolaan RTH Kawasan
Perkotaan Tahun 2013, 2014 dan 2015
No. Kegiatan Anggaran (dalam rupiah)
Th. 2013 Th. 2014 Th. 2015
1. Kegiatan
Pemeliharaan
RTH
3.342.599.000 3.450.594.000 3.450.594.600
2. Kegiatan
Peningkatan
Peran serta
Masyarakat
dalam
Pengelolaan RTH
100.000.000 500.000.000 500.000.000
Sumber : Review Renstra BLH dan DCKTR Kab. Malang Tahun 2011-2015,
diolah peneliti
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa alokasi dana untuk
mengimplementasikan program pengelolaan RTH melalui kegiatan
104
48
pelaksanaannya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akan tetapi, hal tersebut
masih belum dapat dikatakan memadai untuk mendukung pelaksanaan program
pengelolaan RTH. Hal ini mengacu dari penjelasan Bapak Yudho selaku Kepala
UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau anggaran dibilang kurang memang kalau dipresentase dengan
jumlah yang idealnya tadi memang masih kurang banyak tapi kita kan juga
gak harus satu kali anggaran selesai itu kan enggak jadi bertahap. Memang
kita tetap setiap kali tetap menganggarkan memang jumlahnya juga
terbatas dari APBD yang kita dapat itu aja. Kalau idealnya relatif ya
soalnya menurut kebutuhan juga jadi kalau kita punya lahan luas mungkin
anggarannya juga besar tapi tergantung dari APBD kita kalau APBD
terlalu kecil ya nantinya nanti dengan luasan yang luas sekali kan
bertahap. Kalau dibilang ideal, idealnya ya relatif juga.” (Hasil wawancara
pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.40 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa sejauh ini
dari pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tetap menganggarkan dana setiap tahunnya yang disesuaikan pula dengan
kebutuhan di lapangan. Namun, hal tersebut juga seringkali tidak sesuai dengan
harapan karena memang harus mengacu pula pada keterbatasan dari APBD
Kabupaten Malang. Meskipun demikian, program pengelolaan RTH ini tetap
dilaksanakan untuk dapat memenuhi luasan RTH perkotaan secara ideal dengan
melaksanakannya secara bertahap setiap tahunnya karena untuk mencapai target
tersebut tidak dapat dipenuhi hanya dengan satu kali anggaran.
105
49
c. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Ketersediaan dan macam sarana dan prasarana yang digunakan juga
menjadi salah satu hal yang diprioritaskan untuk menunjang kesuksesan
implementasi sebuah program khususnya program pengelolaan RTH. Adapun
sarana dan prasarana yang digunakan dalam menunjang implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen ini dapat ditinjau dari
ketersediaan dan macamnya.
Ditinjau dari segi macamnya, secara keseluruhan sarana dan prasarana
yang digunakan antara lain berupa kendaraan sebagai sarana untuk survey lokasi
dan pengiriman bibit tanaman serta papan informasi dan lahan untuk menambah
jumlah RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebagai prasarananya. Sedangkan,
apabila ditinjau dari segi ketersediaannya, sarana yang digunakan dalam
mengimplementasikan program ini dirasa sudah memadai. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dari Bapak Yudho selaku Kepala UPT Pengelolaan Taman
DPKPCK Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau sarpras untuk menuju lokasi pakai kendaraan dinas, kalau misal
untuk pengiriman bibit kalau yang di kita pick up sama truck sudah ada
armadanya.” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul
10.41 WIB)
Hasil wawancara menyebutkan bahwa kendaraan dinas adalah salah satu
sarana yang digunakan untuk menunjang program pengelolaan RTH. Hal ini
menunjukan bahwa sarana yang digunakan sangat memadai karena pihak dinas
telah menyediakan sarana yang dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan
tugas dari masing-masing unit. Adapun sarana transportasi yang dimiliki oleh
106
50
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
mengacu pada Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang tahun 2016-2021 dapat diketahui dari data sebagai berikut:
1. Kendaraan roda 4 dan 6 sebanyak 54 unit, meliputi:
a) Mobil innova : 2 unit
b) Mobil Xenia : 1 unit
c) Mobil APV : 4 unit
d) Mobil Avanza : 2 unit
e) Mobil Toyota Rush : 2 unit
f) Mobil Kijang : 2 unit
g) Mobil Katana : 1 unit
h) Dump Truck : 11 unit
i) Hino : 2 unit
j) Arm Roll : 13 unit
k) Dyna Ryno : 1 unit
l) Mitsubishi : 1 unit
m) Hino (double cabin) : 2 unit
n) Mobil pickup : 7 unit
o) Tangki truck : 2 unit
p) Toyota Dyna : 1 unit
2. Kendaraan roda 2 dan 3 sebanyak 59 unit, meliputi:
a) Honda supra fit : 3 unit
b) Shogun : 9 unit
c) Bajaj Fulsar : 2 unit
d) Trail : 6 unit
e) GL max : 2 unit
f) Legenda 2 : 9 unit
g) Revo fit : 2 unit
h) Honda Win : 8 unit
i) Honda Vario 150 : 4 unit
j) Yamaha MX King : 1 unit
k) Tosa R-3 : 3 unit
l) Viar R-3 : 6 unit
m) Happy R-3 : 2 unit
n) Hercules R-3 : 1 unit
o) Jialing : 1 unit
Namun, hal tersebut berbeda halnya dengan ketersediaan untuk
prasarananya karena masih belum memadai. Prasarana berupa lahan ini masih
107
51
menjadi kendala utama dalam mengimplementasikan program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Padahal ketersediaan lahan ini sangat
dibutuhkan untuk menambah luasan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal
ini sama seperti yang diungkapkan oleh Bapak Yudo dan Bapak Himawan dari
UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang yang menjelaskan bahwa:
“Daerah perkotaan kan jarang sekali tanah-tanah yang kosong ya, kita
membutuhkan lahan-lahan ya, lah pengadaan lahan juga gak mudah dan
gak murah untuk RTH. Itu penghambatnya disitu pengadaan lahannya.”
(Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.42 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa upaya untuk
pengadaan lahan di Kawasan Perkotaan Kepanjen sangat sulit dilakukan karena
untuk mendapatkan lahan dibutuhkan biaya yang besar sedangkan kondisi untuk
lahan yang masih kosong pun juga sudah jarang ditemukan di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Hal ini dapat didukung dengan adanya data tentang persentase lahan
terpakai menurut jenis di Kecamatan Kepanjen pada tahun 2015 sebaga berikut:
Tabel 7: Persentase Lahan Terpakai Menurut Jenis di Kecamatan
Kepanjen Tahun 2015
No. Jenis lahan Luas lahan (%)
1. Sawah 46,53
2. Permukiman 16,58
3. Tegal/kebun 25,17
4. Budidaya kolam 0,17
5. Lahan parkir 0,009
6. RTH 0,29
Total (%) 88,74
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2017
108
52
Berdasarkan tabel 7 dapat disimpulkan bahwa lebih dari separuh luas
lahan yang tersedia di Kawasan Perkotaan Kepanjen telah digunakan. Dengan
demikian, hal ini dapat menjadi bukti bahwa memang sangat sulit untuk
menemukan lahan yang kosong di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Oleh sebab itu,
untuk menutupi kekurangan tersebut dilakukanlah strategi seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Himawan selaku staff UPT Pengelolaan Taman
DPKPCK Kabupaten Malang, bahwa:
“Yang pertama karena kita dikejarnya dalam bentuk luasan, ya kita
berusaha untuk memenuhi luasan, sambil berjalan kita mengelola yang
sudah ada karena kan tidak mungkin kalau kita hanya mengejar luasan
tanpa ada pengelolaan.” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017,
pukul 10.42 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa meskipun
terdapat hambatan dalam upaya pengadaan lahan, namun tetap dilakukan strategi
berupa pengelolaan terhadap RTH yang sudah ada di Kawasan Perkotaan
Kepanjen seraya berusaha untuk menambah luasan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi ketentuan sebesar 30
% dari luas wilayah Kepanjen.
Namun demikian, secara kesuluruhan sumber daya yang digunakan untuk
mendukung implementasi dari program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen memiliki keterbatasan dari sisi kuantitas. Oleh sebab itu, adanya
berbagai sumber daya yang digunakan tersebut dinilai masih belum memadai baik
ditinjau dari segi sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana
maupun sumber daya anggaran.
109
53
c) Aplikasi
Pada tahapan ini, peninjauan dilakukan terhadap proses penyusunan dan
pelaksanaan rencana operasional dari program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen, yang sekaligus sebagai bentuk operasionalisasi atas berbagai
kegiatan pada tahapan sebelumnya. Adapun penjelasan atas proses penyusunan
dan pelaksanaan dari program tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Penyusunan Rencana Operasional Program
Sebelum program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen siap
untuk diaplikasikan secara nyata, maka terlebih dahulu dilakukan proses
penyusunan rencana operasional dari program tersebut. Kegiatan ini bertujuan
untuk membuat program berjalan dan dapat mencapai keberhasilan dalam
pengimplementasiannya. Penyusunan rencana operasional ini juga sangat
bermanfaat bagi para pelaksana dalam melaksanakan Program Pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebab seluruh kegiatan untuk mendukung
program tersebut disusun guna mengarahkan para pelaksana dalam bertindak.
Adapun penyusunan rencana operasional program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen dituangkan dalam sebuah dokumen yang bernama
kerangka acuan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Bapak
Himawan selaku Staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang bahwa:
“DPA. Kalo sampeyan biasanya ee ya disebut KA (Kerangka Acuan) juga
ya sama dengan KA. KA modelnya seperti itu juga. Disitu lebih rinci,
ee..kegiatan ini, kegiatannya ini, kegiatannya ini, kegiatannya ini. Jumlah
110
54
volumenya berapa, satuannya berapa, keluar semua disitu. Nah beserta
nilainya.” (Hasil wawancara pada tanggal 15 Maret 2017, pukul 10.28
WIB)
Kerangka acuan merupakan dokumen perencanaan pelaksanaan dari
sebuah program yang sifatnya dilaksanakan dalam periode satu kali anggaran.
Adapun dalam proses penyusunannya, hal utama yang menjadi perhatian adalah
perolehan anggaran. Hal tersebut dikarenakan dengan anggaran yang diperoleh
akan menentukan pendistribusian jumlah kegiatan sesuai kebutuhan. Hal ini dapat
ditelusuri dari pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Himawan selaku Staf
UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang bahwa:
“Proses penyusunannya pertama kita kan kalau seperti itu diberi dulu
anggarannya. Nah dari anggaran itu kita distribusikan sesuai dengan
kebutuhannya. Kalau kebutuhannya disini kan ada RTH, nanti yang RTH
didistribusikan lagi kegiatannya apa saja, ada yang perencanaan, ada yang
fisik, ada yang pengelolaan, ada yang macam-macam. Satu per satu nanti
keluar volumenya juga. Dari volume nanti keluar ada satuan, ada nilainya
juga. Terus ada lagi, oo..ada penjadwalan. Kalau bulan ini harus
mengerjakan ini, bulan ini harus mengerjakan ini, namanya schedule.”
(Hasil wawancara pada tanggal 15 Maret 2017, pukul 10.29 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa perolehan
anggaran dalam proses penyusunan kerangka acuan menjadi hal yang sangat
penting karena dari anggaran yang diperoleh tersebut, dilakukan pendistribusian
ke dalam berbagai macam kegiatan yang disesuaikan pula dengan kebutuhan,
sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah anggaran yang diperoleh akan sangat
mempengaruhi penyusunan kerangka acuan. Disamping itu, di dalam proses
111
55
penyusunan kerangka acuan juga dilakukan penetapan jadwal kegiatan untuk
memudahkan para pelaksana dalam melakukan tugasnya.
2) Pelaksanaan Rencana Operasional Program
Setelah dilakukan proses penyusunan kerangka acuan untuk program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah pelaksanaan atas kerangka acuan tersebut. Adapun dalam
proses pelaksanaannya tetap mengacu pada jadwal kegiatan yang telah ditetapkan.
Hal ini memang menjadi sebuah keharusan karena penetapan jadwal kegiatan
merupakan wujud kongkrit atas penyerapan anggaran yang dilaksanakan dalam
rangka mencapai target yang telah ditetapkan. Sehingga, apabila pelaksanaannya
tidak sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah ditetapkan, maka dapat dipastikan
bahwa perangkat daerah yang bertanggung jawab akan memperoleh teguran. Hal
tersebut diketahui dari pernyataan yang diungkapkan oleh Bu Dyah selaku
Kasubid Pemeliharaan Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang bahwa:
“Ya. Kita kan harus sesuai schedule dek. Kalau tidak kan kita nanti kena
kan penyerapan anggaran itu kan sudah harus sesuai target. Kalau enggak
kita kan kena ee..rapot itu merah itu kayak anak sekolah, itu kan kita nanti
teguran kalau tidak sesuai schedule.” (Hasil wawancara pada tanggal 20
Maret 2017, pukul 11.10 WIB)
Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa proses
pelaksanaan kerangka acuan dari program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen harus mengikuti jadwal kegiatan yang telah disusun dan
termuat di dalam kerangka acuan sebab jika tidak sesuai dengan jadwal kegiatan,
maka pihak pelaksana dapat dikatakan belum optimal dalam melaksanakan
112
56
program tersebut. Hal ini juga sama seperti halnya yang diungkapkan oleh Bapak
Himawan selaku staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang bahwa:
“Menurut schedule ya sudah kita laksanakan sesuai dengan schedule. Tapi
kalau untuk yang real biasanya ada ee… banyak hambatan ya. Hambatan-
hambatan yang harus diselesaikan terutama dari segi ya waktu. Karena
kadang karena kita adanya sudah semakin banyak, kalau dilihat dari
angka, bukan dari prosentase ya, kalau dari prosentase kecil memang tapi
saat itu dikeluarkan dalam bentuk ee.. dalam satuan meter persegi ini
menjadi luas. Nah, disitu kita jadi agak keberatan karena iya kalau
dianggap berat ya keberatan karena kekuatan kita belum bisa meng-cover
sekian itu. Jadi harus ekstra.” (Hasil wawancara pada tanggal 15 Maret
2017, pukul 10.31 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa dalam
keadaan yang sebenarnya saat proses pelaksanaan berlangsung, adanya hambatan
atau kendala merupakan kondisi yang harus diselesaikan. Adapun hambatan yang
menjadi perhatian utama dalam hal ini adalah dari segi waktu. Pada dokumen
kerangka acuan yang memuat jadwal kegiatan, tahap-tahap pelaksanaan kegiatan
memang harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Namun, dalam hal
pelaksanaan kerangka acuan dari program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen ini terdapat ketidakseimbangan antara kapasitas yang dimiliki
dengan kegiatan yang harus mencapai target tertentu. Hal ini terjadi karena
terdapat perubahan terhadap satuan untuk menentukan luasan RTH menjadi meter
persegi. Oleh sebab itu, terdapat hambatan dalam segi waktu karena kapasitas
yang dimiliki oleh pihak pelaksana belum optimal dalam melaksanakan kegiatan
untuk mencapai target tertentu. Sehingga pihak pelaksana harus menyelesaikan
hambatan tersebut dengan bekerja secara ekstra.
113
57
Dengan demikian, ditinjau berdasarkan keseluruhan data yang diperoleh,
dapat dipahami bahwa memang pelaksanaan dari kerangka acuan harus sesuai
dengan jadwal kegiatan yang termuat di dalam kerangka acuan tersebut. Namun
demikian, dalam proses pelaksanaan terkadang juga terdapat kendala dan hal ini
harus mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat karena akan sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan jadwal kegiatan.
1. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
Implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
menurut Renstra Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang Tahun 2016-2021 merupakan aksi nyata yang bertujuan untuk
meningkatkan pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang ditandai oleh
meningkatnya pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan perkotaan. Sejalan
dengan hal tersebut, terkadang terdapat pula faktor baik yang sifatnya mendukung
maupun menghambat dan hal ini tentunya akan mempengaruhi jalannya proses
implementasi dari program tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui faktor
pendukung maupun penghambat dari implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen, berikut dipaparkan tentang penjelasannya antara
lain:
a) Faktor Pendukung
Implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
didukung oleh berbagai faktor selama proses pelaksanaannya, sehingga hal ini
114
58
dapat menjadi nilai tambah tersendiri untuk program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen yang diimplementasikan. Adapun, faktor
pendukung yang ditemukan selama pelaksanaan program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen adalah sebagai berikut:
1) Faktor Kebijakan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang merupakan
sebuah kebijakan yang telah membuat program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen ada untuk dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk memenuhi
amanat yang tertuang dalam kebijakan tersebut yaitu agar setiap wilayah kota
maupun kawasan perkotaan di wilayah kabupaten dapat menyediakan RTH
sebesar 30 % dari total luas wilayah tersebut. Selanjutnya, agar kebijakan tersebut
lebih bersifat operasional, maka kebijakan tersebut harus dijabarkan lagi ke dalam
kebijakan yang lebih bersifat operasional.
Terkait dengan hal tersebut, Kabupaten Malang telah menetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Malang serta satu kebijakan rencana detail tata ruang
Kabupaten Malang yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014
Tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan
Kepanjen Tahun 2014-2034. Adapun, kebijakan RDTR untuk Kawasan Perkotaan
Kepanjen tersebut memberikan kemudahan bagi pelaksanaan program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen karena pada kebijakan tersebut
telah ditentukan rencana pola ruang secara lebih rinci untuk Kawasan Perkotaan
Kepanjen termasuk juga untuk bidang RTH. Hal ini diungkapkan oleh Bapak
115
59
Himawan selaku staff UPT Pengelolaan Taman DPKPCK Kabupaten Malang
bahwa:
“Kalau RDTRK itu produknya ada di tata ruang. Itu nanti plotnya itu
seperti apa, kalau setiap luas lahan sekian RTHnya berapa,
permukimannya berapa, itu nanti masuknya di RDTRK. Nanti ditentukan
juga karena dia sudah bilangnya detail nanti RTHnya dititik mana, nanti
dititik mana, dititik mana, sampai titik itu.” (Hasil wawancara pada tanggal
1 Maret 2017, pukul 10.40 WIB)
Berdasarkan pada pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa tersedianya
Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034,
secara langsung telah memberikan dukungan dalam proses pelaksanaan program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Bentuk dukungan tersebut
terlihat bahwa pada kebijakan tersebut, masalah untuk penempatan lokasi RTH
telah ditentukan atau dipetakan. Sehingga, pihak pelaksana program dalam hal ini
hanya tinggal melaksanakan tugasnya terutama dalam mengelola dan mengadakan
pembangunan RTH dengan mengacu pada kebijakan tersebut.
2) Faktor Keterlibatan Masyarakat
Implementasi dari program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen memang merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Kabupaten
Malang melalui perangkat daerah terkait. Namun, hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi masyarakat untuk dapat terlibat karena sebaik-baiknya proses
implementasi adalah yang diketahui dan didukung oleh masyarakat dengan
memberikan partisipasinya dalam aksi nyata. Keterlibatan masyarakat dalam
proses implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
116
60
menjadi salah satu faktor pendukung dalam menunjang kelancaran implementasi
dari program tersebut. Sebab, dalam hal ini pihak masyarakat dan pihak perangkat
daerah saling bekerja sama dalam upaya penanaman pohon bersama. Hal ini dapat
diketahui berdasarkan pernyataan dari Bu Dyah selaku Kasubid Pemeliharaan
Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Malang bahwa:
“Ya dari keterlibatan masyarakat itu, peran serta masyarakat itu kan. Iya
kan dia kan nanti yang ee..dia yang nanem, yang memelihara, yang
merawat, nanti kan dia hasilnya yang apa, kan tanaman buah ya dia
mintanya, kan nanti yang menikmati buahnya kan ya masyarakat itu.
Makanya kita pun untuk ngasih bibitnya itu kan kita bukan atas kemauan
kita. Kita survey ke lapangan, masyarakat menghendaki buah apa. Jadinya
kan nanti masyarakat itu ee..mau merawat gitu dek. Kan ada hasil timbal
balik gitu lho, kita ngasih dia merawat, nanti dia yang merasakan hasilnya
seperti itu.” (Hasil wawancara pada tanggal 20 Maret 2017, pukul 11.28
WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat
peran serta masyarakat dalam implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal ini mengingat salah satu kegiatan pelaksanaan
atas program tersebut adalah peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan RTH, sehingga partisipasi dari masyarakat di sekitar Kawasan
Perkotaan Kepanjen harus dibangun dan untuk itu dilakukanlah aksi nyata berupa
penanaman pohon. Adapun bentuk kerja sama yang terjalin antara pihak
perangkat daerah terkait dengan pihak masyarakat adalah kerja sama yang
berorientasi hasil timbal balik.
Hal tersebut mengingat pihak perangkat daerah terkait bertindak sebagai
penyedia bibit-bibit tanaman berdasarkan keinginan masyarakat, sedangkan pihak
117
61
masyarakat bertugas untuk melakukan kegiatan penanaman, pemeliharaan,
perawatan dan pemanfaatan hasil tanaman. Oleh sebab itu, partisipasi masyarakat
sekitar dalam hal ini dapat mendukung kegiatan pelaksanaan program pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen mengingat masyarakat sekitar telah
memiliki kemauan dan kesadaran dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar
melalui kegiatan penanaman bibit tanaman sampai pada pemanfaatan hasil
penanaman tersebut.
b) Faktor Penghambat
Implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
juga memiliki faktor yang menghambat dalam proses pelaksanaannya, sehingga
hal ini menjadi kekurangan tersendiri bagi implementasi program pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Adapun, faktor penghambat dalam
mengimplementasikan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen yaitu:
1) Faktor Sumber Daya
Sumber daya merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam proses
implementasi dari sebuah kebijakan atau program karena untuk membuat
kebijakan atau program dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sumber
daya yang memadai. Namun, jika keadaan menunjukan arah yang sebaliknya,
maka dapat menyebabkan proses implementasi kebijakan maupun program
menjadi terhambat dan hal inilah yang terjadi pada proses implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
118
62
Ditinjau dari macam sumber daya yang digunakan untuk menunjang
implementasi program pengelolaan RTH, terdapat keterbatasan pada ketiga
macam sumber daya yang digunakan yaitu sumber daya manusia, keuangan serta
prasarana. Sehingga, hal tersebut dapat menyebabkan implementasi program
pengelolaan RTH kurang dapat berjalan dengan baik. Adapun keterkaitan dari
keterbatasan masing-masing sumber daya terhadap proses implementasi program
pengelolaan RTH dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Keterbatasan Sumber Daya Prasarana
Lahan merupakan sumber daya prasarana yang digunakan untuk
menunjang pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Namun, ketersediaannya menunjukan adanya kuantitas yang tidak
memadai. Padahal, lahan merupakan prasarana yang menjadi kebutuhan utama
dalam menambah kuantitas RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Adanya
kondisi yang demikian tentu dapat menjadi kendala tersendiri untuk proses
implementasi program pengelolaan RTH. Hal tersebut seperti yang disampaikan
oleh Bapak Yudho selaku Kepala UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau penghambatnya ini macem-macem bisa luasan. Luasan karena
nanti apalagi daerah perkotaan kan jarang sekali tanah-tanah yang kosong
ya. Kita membutuhkan lahan-lahan itu ya, nah pengadaan lahan untuk
RTH gak mudah dan gak murah. Itu penghambatnya disitu.”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu
penghambat dalam melaksanakan program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen adalah pengadaan lahan. Sulitnya pengadaan lahan
119
63
disebabkan oleh kurangnya ketersediaan lahan terutama di kawasan perkotaan.
Padahal, disatu sisi untuk menambah luasan RTH ataupun melakukan
pembangunan RTH dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen, ketersediaan lahan sangat dibutuhkan.
b. Keterbatasan Jumlah Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan aspek berpengaruh lainnya yang juga
menentukan keberhasilan atas implementasi dari sebuah kebijakan maupun
program, khususnya pada program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen, baik ditinjau dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Adapun pada
pelaksanaan program tersebut, sumber daya manusia yang dikerahkan dapat
digolongkan menurut wilayah kerjanya yaitu sumber daya manusia yang
bertempat di kantor pusat dan sumber daya manusia yang melaksanakan kegiatan
di lapangan. Secara kualitas, sumber daya manusia yang dimiliki untuk
melaksanakan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen telah
mumpuni. Namun, bila ditinjau secara kuantitas, masih terdapat kendala untuk
sumber daya manusia yang dimiliki. Hal tersebut dikarenakan terdapat
keterbatasan pada jumlah sumber daya manusia yang dikerahkan di lapangan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, terdapat ketimpangan dalam
pelaksanaan kegiatan pengelolaan RTH sebab antara jumlah sumber daya manusia
yang dikerahkan di lapangan dengan beban kerja yang harus dilakukan tidak
sesuai. Bapak Himawan selaku staf UPT Pengelolaan Taman Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang mengungkapkan
bahwa:
120
64
“Dari tenaga kita yang ditanggung itu besar sekali per orangnya itu. Satu
orangnya itu mencapai 400 meter persegi dan itu pun masih kurang, masih
harus ditambah kegiatan disana dan disana yang sifatnya insidental karena
biar ada yang merawat dari tempat lain harus ditarik untuk LH jadi gitu.”
(Hasil wawancara pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.41 WIB)
Menurut hasil wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa secara
kuantitas, sumber daya manusia yang dikerahkan untuk melakukan kegiatan
pengelolaan RTH masih sangat terbatas. Apabila dirata-rata, satu orang harus
melakukan kegiatan pengelolaan pada luasan 400 meter persegi. Angka tersebut
tentunya sangat besar untuk ditanggung oleh satu orang. Oleh sebab itu, hal ini
dapat menjadi penghambat dalam mendukung kelancaran proses program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen karena terdapat
ketidaksesuaian sumber daya manusia dalam segi kuantitas dengan beban kerja
yang harus ditanggung.
c. Keterbatasan Sumber Daya Keuangan
Keuangan atau anggaran dalam implementasi program pengelolaan RTH
merupakan sumber daya lainnya yang digunakan untuk menunjang keberhasilan
dari implementasi program tersebut. Namun, ditinjau dari segi ketersediannya,
sumber daya tersebut kurang memadai, sehingga berdampak pada terhambatnya
kegiatan operasionalisasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen. Kondisi yang demikian dikemukakan oleh Bapak Yudho selaku Kepala
UPT Pengelolaan Taman DPKPCK Kabupaten Malang, bahwa:
“Kalau anggaran dibilang kurang memang kalau dipresentase dengan
jumlah yang idealnya tadi memang masih kurang banyak tapi kita kan juga
gak harus satu kali anggaran selesai itu kan enggak jadi bertahap. Memang
kita tetap setiap kali tetap menganggarkan memang jumlahnya juga
terbatas dari APBD yang kita dapat itu aja. Kalau idealnya relatif ya
121
65
soalnya menurut kebutuhan juga jadi kalau kita punya lahan luas mungkin
anggarannya juga besar tapi tergantung dari APBD kita kalau APBD
terlalu kecil ya nantinya nanti dengan luasan yang luas sekali kan
bertahap. Kalau dibilang ideal, idealnya ya relatif juga.” (Hasil wawancara
pada tanggal 20 Februari 2017, pukul 10.40 WIB)
Menurut pemaparan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
memang terdapat kendala pada sumber daya keuangan yang digunakan dalam
proses implementasi program pengelolaan RTH. Upaya yang dilakukan oleh
pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang dalam mengusulkan anggaran setiap tahunnya yang disesuaikan pula
dengan kebutuhan di lapangan harus mengalami ketidaksesuaian antara besaran
yang diusulkan dengan besaran yang diperoleh. Kondisi ini disebabkan pula oleh
adanya keterbatasan dari APBD Kabupaten Malang. Apabila jumlah APBD
terbatas, maka besaran anggaran yang dialokasikan untuk operasionalisasi
program pengelolaan RTH juga akan terbatas. Sehingga, pelaksanaan kegiatan
dalam rangka mencapai target yang ideal yaitu prosentase RTH sebesar 30 %
harus dilakukan secara bertahap. Oleh sebab itu, adanya keterbatasan anggaran
tersebut dapat menghambat proses implementasi program pengelolaan RTH.
C. Analisis dan Interpretasi
Pada pembahasan ini, uraian lebih ditekankan pada pemaparan tentang
temuan-temuan berdasarkan data fokus penelitian dari implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang kemudian ditafsirkan
sesuai dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun, analisis
122
66
dan interpretasi tentang proses implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Implementasi Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kawasan Perkotaan Kepanjen
a) Interpretasi
Tahapan interpretasi merupakan tahapan awal yang harus dilakukan pada
proses implementasi program. Pada tahapan ini, kegiatan yang ditinjau meliputi
pemahaman dari pihak-pihak yang terlibat, konsistensi tujuan serta sosialisasi
program. Sehingga, pembahasan pada tahap ini lebih difokuskan pada analisa
teoritis terhadap hasil penelitian dari ketiga kegiatan tersebut. Adapun,
pembahasan atas masing-masing kegiatan dapat disajikan sebagai berikut:
1) Pemahaman antar Stakeholder
Berdasarkan pemahaman dari para pihak yang terlibat dalam proses
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, baik
yang secara langsung maupun tidak langsung diperoleh hasil bahwa program
tersebut dilaksanakan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup khususnya di
Kawasan Perkotaan Kepanjen melalui pengoptimalan pemeliharaan dan
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Sekaligus sebagai upaya nyata
dalam meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat sekitar melalui
penyediaan fasilitas publik berupa RTH dan untuk mencapai luasan RTH minimal
30 % di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
123
67
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pemahaman dari para
pihak yang terlibat terhadap adanya program ini beragam. Setidaknya terdapat tiga
hal yang dapat ditangkap dari hasil pemahaman tersebut yaitu pertama
meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui pemeliharaan RTH. Kedua,
menunjang keindahan kota melalui penyediaan fasilitas publik yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Ketiga, memenuhi persyaratan untuk menyediakan
RTH sebesar 30 % dari total luas kawasan perkotaan maupun wilayah kota.
Namun dengan keberagaman tersebut, justru menunjukan bahwa terdapat
pemahaman yang sama diantara para pihak yang terlibat yaitu program
pengelolaan RTH dipahami sebagai program yang sangat penting dan bermanfaat.
Dikatakan sebagai program yang sangat penting dan bermanfaat sebab
sesuai dengan poin yang pertama, program yang dirancang untuk meningkatkan
ketersediaan RTH secara kualitas dan kuantitas tersebut, dapat meningkatkan
kualitas lingkungan hidup melalui pemeliharaan RTH. Hal tersebut sesuai dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, RTH
memiliki empat fungsi dan salah satunya menyebutkan bahwa RTH memiliki
fungsi utama yang secara umum dapat membantu melestarikan dan meningkatkan
kualitas lingkungan hidup khususnya di kawasan perkotaan. Dalam hal ini, fungsi
tersebut dikenal sebagai fungsi ekologis karena menurut peraturan tersebut, RTH
diketahui dapat berfungsi sebagai pengatur sistem sirkulasi udara (paru-paru
kota), penyerap air hujan, penyerap polutan media udara, air dan tanah, penahan
angin, peneduh, produsen oksigen serta penyedia habitat bagi aneka satwa.
124
68
Dengan demikian, adanya pemahaman bahwa adanya program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen sangat penting dan bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui pemeliharaan RTH memanglah
benar sebab dengan meningkatkan ketersediaan RTH, maka kualitas dan
kelestarian lingkungan hidup terutama di perkotaan dapat terjamin mengingat
fungsi utama dari RTH tersebut.
Kedua, dikatakan sebagai program yang sangat penting dan bermanfaat
sebab sesuai dengan poin yang kedua, program yang dirancang untuk
meningkatkan ketersediaan RTH secara kualitas dan kuantitas tersebut, dapat
menjadi penunjang bagi keindahan kota melalui penyediaan RTH dan sekaligus
menambah fasilitas publik berupa RTH yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, RTH juga memiliki fungsi tambahan diantaranya berupa fungsi
estetika dan fungsi sosial-budaya. Ditinjau dari fungsi estetika, menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, RTH dapat membuat
kondisi fisik suatu kota atau kawasan perkotaan menjadi lebih indah dan
meningkatkan kenyamanan di dalam kota atau kawasan perkotaan. Sedangkan,
ditinjau dari fungsi sosial-budaya, RTH dapat dipandang sebagai tempat rekreasi
dan berkumpul bagi masyarakat sekitar serta objek yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan penelitian maupun pendidikan terkait dengan alam sekitar.
125
69
Mengacu pada hal tersebut dapat disimpulkan bahwa memang benar
adanya pemahaman tentang adanya program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen sangat penting dan bermanfaat untuk dapat menunjang
keindahan kota dan menyediakan fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Hal ini dikarenakan dengan adanya program pengelolaan RTH,
kualitas dan kuantitas RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat mengalami
peningkatan seperti yang saat ini telah terbangun sebagai taman kota yaitu Taman
Kehati, Taman Puspa, Taman Median Jalibar dan sebagainya. Apabila ditinjau
dari segi estetika, maka hal tersebut dapat memberikan keindahan tersendiri bagi
tampilan fisik Kawasan Perkotaan Kepanjen. Selain itu, ditinjau dari segi sosial-
budaya, adanya program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
tersebut juga dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat sekitar mengingat
RTH yang merupakan objek dari program tersebut adalah fasilitas publik yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat rekreasi bagi
keluarga, tempat bermain untuk anak-anak serta sarana untuk pengembangan hobi
dan minat.
Selanjutnya, dikatakan sebagai program yang penting dan bermanfaat
sebab sesuai dengan poin yang ketiga, adanya program pengelolaan RTH tersebut
merupakan wujud nyata dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyediakan
RTH sebesar 30 % dari total luas suatu wilayah kota maupun kawasan perkotaan.
Menurut Permen PU No. 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan diatur mengenai
penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan ialah bahwa proporsi
126
70
RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20%
RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat. Oleh sebab itu, adanya pemahaman
tentang hal tersebut dari para pihak yang terlibat dalam program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen juga benar adanya karena program tersebut
sangat penting untuk merealisasikan amanat yang tertuang pada kebijakan
penataan ruang khususnya dalam mengupayakan agar ketersediaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen dapat mencapai 30 %.
Dengan demikian, program pengelolaan RTH ini merupakan program
yang dipahami sebagai program yang penting dan bermanfaat sebab melalui
program ini kualitas lingkungan hidup dan keindahan Kawasan Perkotaan
Kepanjen dapat ditingkatkan serta sebagai upaya yang nyata untuk memenuhi
amanat dari UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang menyatakan
bahwa proporsi RTH pada wilayah kota minimal sebesar 30 % dari luas wilayah
kota.
2) Konsistensi Tujuan
Diimplementasikannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang ialah untuk mewujudkan tujuan agar pada setiap wilayah kota
maupun kawasan perkotaan dapat menyediakan RTH dengan proporsi minimal
sebesar 30 % dari total luas wilayah kota maupun kawasan perkotaan di wilayah
kabupaten. Tujuan tersebut sekaligus menjadi amanat yang harus dipenuhi oleh
setiap pemerintah daerah, sehingga dalam hal ini pemerintah daerah dituntut agar
dapat mewujudkan tujuan tersebut melalui berbagai program daerah yang
mendukung. Hal tersebut seperti halnya program pengelolaan RTH yang
127
71
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat daerah
terkait. Program tersebut adalah bentuk implementasi dari kebijakan penataan
ruang yang berupaya untuk menyediakan RTH secara ideal di kawasan perkotaan
khususnya Kawasan Perkotaan Kepanjen. Sesuai dengan pendapat dari Winarno
(2007:143) yang mengemukakan bahwa diimplementasikannya kebijakan melalui
sebuah program dimaksudkan agar tujuan maupun dampak yang diinginkan dapat
terwujud. Berdasarkan pendapat tersebut, maka program pengelolaan RTH yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Malang merupakan sebuah program
yang secara konseptual terintegrasi dengan amanat yang tertuang pada kebijakan
penataan ruang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa program pengelolaan RTH
adalah instrumen untuk mengimplementasikan kebijakan penataan ruang yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dari kebijakan penataan ruang secara umum
dan mencapai tujuan untuk meningkatkan pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen secara khusus.
Selanjutnya, berkaitan dengan pencapaian tujuan program, Nugroho
(2008:494) memberikan penjelasan bahwa implementasi kebijakan merupakan
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya melalui dua langkah pilihan
yaitu diimplementasikan melalui kebijakan turunan atau melalui serangkaian
implementasi kebijakan yang dimulai dari program, proyek dan kegiatan. Atas
dasar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa program dan kegiatan merupakan
satu kesatuan dalam rangkaian implementasi kebijakan publik. Oleh sebab itu,
dalam hal ini tujuan kebijakan, program dan kegiatan harus konsisten mengingat
penjelasan sebelumnya.
128
72
Disisi lain, berdasarkan data yang telah disajikan sebelumnya sebagaimana
teori yang telah dipaparkan, implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen merupakan bentuk implementasi dari Undang-Undang No. 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Adapun, tujuan dari program tersebut telah
dirumuskan secara jelas dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang tahun 2016-2021 yaitu
untuk meningkatkan pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang ditandai oleh
meningkatnya pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan perkotaan.
Namun, hal tersebut lain halnya dengan kegiatan pelaksanaan dari program
tersebut karena tujuan dari kegiatan pelaksanaan program tidak turut dirumuskan
dalam Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang. Sehingga, untuk mengetahui tujuan dari masing-masing
kegiatan pelaksanaan program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
dilakukan peninjauan terhadap hasil wawancara dengan beberapa pihak yang
terkait.
Adapun, hasilnya terdapat konsistensi tujuan antara program dan kegiatan.
Hal ini dikarenakan tujuan dari program pengelolaan RTH diwujudkan melalui
kegiatan pemeliharaan RTH dan kegiatan peningkatan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan RTH. Tujuan dari masing-masing kegiatan pelaksanaan pun
juga diarahkan untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH yaitu untuk
mengembangkan ketersediaan RTH dan melestarikan lingkungan hidup melalui
peningkatan peran serta masyarakat dalam mengelola RTH yang diwujudkan
seperti halnya dalam aksi penanaman pohon di Kakija (Kanan Kiri Jalan)
129
73
Kepanjen. Selain itu, terdapat pula beberapa tujuan tambahan lainnya di dalam
kegiatan pelaksanaan program yaitu untuk mendukung kegiatan adipura dan
memberikan sarana edukasi kepada masyarakat sekitar.
3) Sosialisasi Program
Kegiatan sosialisasi program termasuk ke dalam tahapan interpretasi yang
telah dijelaskan oleh Widodo (2009: 89-94) sebagai kegiatan mengkomunikasikan
atau mensosialisasikan sebuah kebijakan maupun program kepada para pihak
yang terlibat agar pelaksanaan dari kebijakan atau program tersebut dapat
diketahui dan didukung oleh para pihak yang terlibat. Oleh sebab itu, setiap
kebijakan maupun program yang diimplementasikan oleh pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus disosialisasikan supaya pihak-
pihak yang terlibat, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mengetahui dan memberikan dukungan terhadap proses implementasi dari sebuah
kebijakan maupun program.
Berkaitan dengan hal tersebut, sosialisasi untuk program pengelolaan RTH
di Kawasan Perkotaan Kepanjen juga diperlukan dalam rangka untuk memperoleh
dukungan dan diketahui oleh publik terutama masyarakat dan sekaligus sebagai
wujud tanggung jawab dan keterbukaan atas upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan sosialisasi untuk program tersebut telah dilakukan oleh
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang yang kini mengalami
perubahan nomenklatur menjadi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang. Pelaksanaannya dilakukan pada tahun 2016 dan
130
74
saat itu merupakan pelaksanaan yang pertama. Kegiatan tersebut dihadiri oleh
berbagai pihak khususnya kelompok masyarakat dan berbagai perangkat daerah.
Apabila ditinjau lebih lanjut, kegiatan mensosialisasikan program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen secara langsung telah
memberikan informasi kepada para pihak yang terlibat bahwa Pemerintah
Kabupaten Malang memiliki salah satu program yang ditunjukan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen secara
umum. Agar program tersebut dapat dilaksanakan dengan lancar, maka para pihak
yang terlibat harus mengetahui bahkan mendukung program tersebut dengan
disertai aksi yang nyata. Adapun, bentuk dukungan dari para pihak yang terlibat
khususnya masyarakat pun telah ditunjukan dengan adanya berbagai aksi seperti
turut sertanya masyarakat di sekitar Kawasan Perkotaan Kepanjen dalam
melakukan kegiatan penanaman pohon di kanan kiri jalan, merawat hingga
memelihara serta adanya kegiatan bersih makam yang dilakukan setiap akhir
bulan oleh komunitas masyarakat bernama Arek Kepanjen.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adanya
kegiatan sosialisasi untuk program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen selain telah membuat para pihak yang terlibat mengetahui adanya
program tersebut, juga telah membuat para pihak yang terlibat memberikan
dukungannya yang dapat diketahui melalui berbagai aksi nyata dari masyarakat di
Kawasan Perkotaan Kepanjen.
131
75
b) Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan tahapan lanjutan yang dilakukan setelah
tahapan interpretasi. Pada tahapan ini, kegiatan pengaturan terhadap beberapa hal
dilakukan seperti pembagian tugas antar pihak yang terlibat, koordinasi antar
pihak yang terlibat, ketersediaan petunjuk pelaksanaan, sumber daya yang
meliputi sumber daya manusia, keuangan serta sarana dan prasarana.
1) Pembagian Tugas antar Stakeholder
Suatu kebijakan dapat dilaksanakan oleh lebih dari satu pelaksana
kebijakan dan masing-masing mengemban tugas pokok dan fungsi yang berbeda-
beda. Widodo (2009:91-92) mengemukakan bahwa pelaksana kebijakan sangat
tergantung kepada jenis kebijakan. Pelaksana kebijakan dapat berasal dari pihak
pemerintah, sektor swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta komponen
masyarakat. Penetapan pelaksana kebijakan tersebut diiringi pula oleh penetapan
tugas pokok fungsi, kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing
pelaksana kebijakan.
Pada implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen, pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang merupakan pelaksana utama yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan program tersebut. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang
dimiliki oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang, dinas tersebut memiliki kewenangan untuk melaksanakan
program pengelolaan RTH, hingga secara khusus pihak Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang membentuk UPT
132
76
Pengelolaan Taman sebagai salah satu bagian dari dinas yang membidangi urusan
pengembangan pembangunan peningkatan operasional pemeliharaan dan
pengawasan taman kota dan jalur hijau beserta aksesorisnya. Dengan demikian,
secara teknis, UPT Pengelolaan Taman yang bertanggung jawab atas
diimplementasikannya program tersebut.
Selain itu, untuk mendukung pencapaian tujuan dari program pengelolaan
RTH, terdapat banyak pihak yang terlibat seperti dari kalangan pemerintah daerah
terdapat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, dari pihak pelaku usaha
dan juga dari masyarakat. masing-masing pihak memiliki tugas yang berbeda-
beda dalam mendukung proses implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen. Namun, tugas yang dimiliki oleh masing-masing
pihak tersebut tidak ditetapkan dan disebutkan secara formal dan jelas dalam suatu
dokumen tertentu. Hanya pelaksana program dari kalangan perangkat daerah yang
memiliki tugas pokok dan fungsi yang secara formal ditetapkan pada suatu
peraturan daerah, namun hal tersebut bersifat umum dan bukan secara khusus
untuk implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Sehingga, apabila hal tersebut ditinjau dari sudut pandang teoritis, maka tidak
sesuai dengan pendapat dari Widodo (2009:92) dimana penetapan pelaku
kebijakan harus disertai pula dengan penetapan tupoksi, kewenangan dan
tanggung jawab dari masing-masing pelaksana kebijakan. Hal ini dikarenakan
para pelaksana program tidak dijelaskan dan ditetapkan secara tegas dan formal
tentang tupoksi, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing dalam
implementasi Program Pengelolaan RTH.
133
77
Mengacu pada hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa kendalanya
adalah pada tidak terdapatnya penetapan tupoksi, kewenangan dan tanggung
jawab secara formal dan tegas untuk masing-masing pihak yang terlibat. Namun,
diluar hal itu, masing-masing pihak yang terlibat dalam implementasi program
pengelolaan RTH tetap memiliki tugas yang berbeda-beda, yang dapat diketahui
berdasarkan bentuk dukungan yang diberikan. Misalnya, pihak dari pelaku usaha
memberikan dukungan berupa pemberian bibit tanaman, sehingga dalam hal ini
pihak pelaku usaha bertugas dalam membantu pihak pemerintah daerah dengan
menyediakan bibit tanaman.
Berdasarkan uraian tersebut, apabila ditinjau dari teori fungsi manajemen,
maka hal tersebut merupakan fungsi manajer ke luar organisasi yang dijelaskan
oleh Siswanto (2013:27) sebagai suatu aktivitas dari seorang manajer yang
memiliki kepentingan dengan pihak luar. Adapun, hal-hal yang termasuk ke
dalam fungsi tersebut menurut Siswanto (2013:27) salah satunya adalah
membangun kerja sama dengan pihak luar seperti pemerintah maupun dengan
sektor swasta dalam maupun luar negeri. Keterlibatan banyak pihak dalam
mendukung proses implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen merupakan bentuk kerja sama antara Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang melalui UPT
Pengelolaan Taman selaku pelaksana yang berwenang dalam
mengimplementasikan program, dengan berbagai pihak seperti lintas perangkat
daerah, sektor swasta dan masyarakat. Adapun, masing-masing pihak memiliki
134
78
tugas yang berbeda-beda dan dilakukan untuk membantu merealisasikan tujuan
dari program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
2) Koordinasi antar Stakeholder
Tahapan pengorganisasian pada proses implementasi kebijakan merupakan
tahap pengaturan terhadap lima hal. Adapun, penetapan manajemen pelaksanaan
kebijakan merupakan salah satu hal yang diatur pada tahap ini. Widodo (2009:93)
memberikan penjelasan terhadap manajemen pelaksanaan kebijakan sebagai suatu
hal yang difokuskan dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi dalam
pelaksanaan sebuah kebijakan yang melibatkan banyak pihak. Dalam hal ini,
penetapan pola kepemimpinan yang tegas dan jelas sangat dibutuhkan untuk dapat
menentukan pihak yang bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan
kebijakan.
Pada proses implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen terdapat banyak pihak yang terlibat. Selain Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang selaku implementor
program tersebut, pihak yang terlibat juga berasal dari berbagai kalangan seperti
masyarakat, sektor swasta, lintas perangkat daerah seperti Dinas Kehutanan
Kabupaten Malang dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, kecamatan
dan desa. Adapun, pihak-pihak tersebut melakukan koordinasi dalam berbagai hal
seperti Dinas Lingkungan Hidup yang berkoordinasi dengan pihak kecamatan,
desa dan masyarakat untuk meningkatkan peran serta masyarakat melalui aksi
penanaman bibit tanaman serta Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
135
79
Cipta Karya yang berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan untuk mendatangkan
CSR.
Mengacu pada uraian tersebut, apabila ditinjau dari sudut pandang teoritis,
maka adanya koordinasi yang dilakukan merupakan bentuk penetapan manajemen
pelaksanaan dari proses implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen. Koordinasi tersebut dilakukan untuk merealisasikan tujuan
dari program tersebut secara cepat. Namun, mengacu pada teori yang telah
disebutkan, bentuk koordinasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut tidak
menunjukan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang sebagai koordinator pada proses implementasi program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal ini dikarenakan tidak
adanya pola kepemimpinan secara jelas dan tegas untuk mengarahkan pihak-pihak
tersebut dalam berkoordinasi. Adapun hal yang demikian hanya dapat ditemukan
pada bentuk koordinasi antar bidang pada Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang karena pada dokumen Renstra
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
telah dijelaskan pola kepemimpinan yang dituangkan dalam bentuk bagan struktur
organisasi dimana pimpinan dijabat oleh kepala dinas dan pelaksana teknis
dilaksanakan oleh UPT Pengelolaan Taman. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat pihak yang bertindak sebagai koordinator pada proses
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Meskipun, dalam hal ini Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang adalah implementor dari program tersebut. Hal ini dapat
136
80
dijelaskan bahwa koordinasi yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak terdapat
pola kepemimpinan yang jelas dan tegas. Adanya pola kepemimpinan yang tegas
dan jelas dapat membantu menentukan pihak yang bertindak sebagai koordinator.
Namun, jika dalam suatu pelaksanaan program yang melibatkan banyak pihak
tidak terdapat pola kepemimpinan, maka pihak yang bertindak sebagai
koordinator tidak dapat ditentukan dalam hal ini.
3) Ketersediaan Petunjuk Pelaksanaan
Proses implementasi suatu program harus ditunjang dengan ketersediaan
pedoman pelaksanaan karena hal ini digunakan oleh pihak pelaksana sebagai
acuan dalam bertindak. Widodo (2009:92) memperjelas pernyataan tersebut
dengan memberikan penjelasan bahwa setiap kebijakan yang dibuat perlu
ditunjang dengan adanya pedoman pelaksanaan yang dapat membantu kelancaran
dalam proses implementasi suatu program. Pedoman pelaksanaan tersebut dapat
berupa Standard Operating Procedure (SOP) maupun Standar Pelayanan Minimal
(SPM). Hal tersebut sangat membantu pihak pelaksana dalam bertindak dan
mencegah perbedaan sikap dalam menghadapi suatu permasalahan saat proses
implementasi berlangsung. Sehingga, dapat dikatakan bahwa ketersediaan
pedoman pelaksanaan sangat penting dalam menunjang proses implementasi
program.
Selaras dengan hal tersebut, program pengelolaan RTH merupakan
program yang dirancang untuk melaksanakan amanat dan mewujudkan tujuan
yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang. Sehingga dalam pelaksanaan program tersebut, Undang-Undang No. 26
137
81
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menjadi acuannya. Namun, sesuai dengan
pernyataan dari Nugroho (2008:495) yang mengemukakan bahwa undang-undang
merupakan kebijakan publik yang masih memerlukan kebijakan penjelas yang
lebih bersifat operasional, maka kebijakan penataan ruang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai pedoman pelaksanaan dari program pengelolaan RTH. Hal ini
mengingat kebijakan penataan ruang tersebut merupakan jenis kebijakan publik
yang masih bersifat abstrak dan memerlukan kebijakan atau keputusan yang lebih
bersifat teknis operasional.
Berkaitan dengan ketersediaan pedoman atau petunjuk pelaksanaan dari
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen yang sifatnya paling
operasional dalam hal ini ialah Keputusan Kepala Dinas melalui penetapan
Rencana Strategis Dinas yang selanjutnya dijabarkan ke dalam Rencana Kerja
Dinas. Adapun pada Renja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang telah tersusun indikator kinerja sasaran dengan
Standard Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi di tahun yang
bersangkutan. Khususnya, dalam melaksanakan program pengelolaan RTH pada
Renja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang tahun 2016 telah terumuskan indikator kinerja sasaran yaitu persentase
(Taman Kota) RTH publik sebesar 20 % dari luas wilayah kota atau kawasan
perkotaan dengan SPM yang harus dipenuhi pada tahun 2015 adalah 0,15 %.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini Renja menjadi petunjuk
teknis bagi pihak pelaksana program dalam mencapai target yang telah ditetapkan
karena di dalam Renja telah dirumuskan teknis pelaksanaan atas program tersebut
138
82
seperti adanya indikator kinerja sasaran dengan Standard Pelayanan Minimal
(SPM) yang harus dipenuhi.
4) Sumber Daya
Kesuksesan proses implementasi yang sedang berlangsung setidaknya
harus didukung oleh tiga macam sumber daya yaitu manusia, keuangan serta
sarana dan prasarana. Hal ini dikarenakan sesuai dengan pernyataan dari Edward
III dalam Widodo (2009:98) yang mengemukakan bahwa sumber daya merupakan
hal penting yang harus tersedia dalam menunjang proses implementasi dari
sebuah program. Hal ini dikarenakan dengan adanya sumber daya yang memadai,
maka proses implementasi program dapat berjalan dengan baik. Namun, jika
kondisi menunjukan hal yang sebaliknya, maka proses implementasi program
tidak akan berjalan secara efektif, meskipun peraturannya telah ditetapkan secara
jelas dan konsisten. Oleh sebab itu, dalam proses implementasi program
pengelolaan RTH ini pelaksanaannya juga memanfaatkan sumber daya manusia,
keuangan dan peralatan (sarana dan prasarana).
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia pada pelaksanaan program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen adalah pihak pelaksana yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan program tersebut. Pada pelaksanaan program pengelolaan
RTH ini sumber daya manusia yang dikerahkan adalah pihak dari Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang. Hal ini
karena sesuai tugas pokok dan fungsi, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang memiliki tugas pokok untuk melaksanakan
139
83
urusan pemerintahan daerah bidang perumahan dan kawasan permukiman serta
bidang cipta karya serta mengemban salah satu fungsi yakni penyelenggara
pembangunan prasarana dan sarana Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Adanya kesesuaian antara pihak pelaksana dengan tugas, pokok dan fungsi
yang diemban tersebut sesuai dengan pendapat dari Widodo (2009:89) yang
mengemukakan bahwa penetapan pelaku kebijakan juga harus disertai pula
dengan penetapan tugas, pokok dan fungsi beserta kewenangan dan tanggung
jawab dari pelaku kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, atas dasar pendapat tersebut
maka Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang ditetapkan sebagai pelaksana yang bertanggung jawab terhadap
implementasi program pengelolaan RTH mengingat program tersebut sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi yang dimilliki oleh dinas tersebut. Dengan
demikian, sumber daya manusia yang dimanfaatkan dalam pelaksanaan program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan RTH adalah para aparatur Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang.
Adapun, untuk menentukan kondisi sumber daya manusia dalam
implementasi program pengelolaan RTH ini dilakukan peninjauan terhadap
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang mengingat menurut pendapat
yang dikemukakan oleh Edward III dalam Widodo (2009:98) bahwa sumber daya
manusia haruslah dalam kondisi yang cukup dalam segi jumlah dan memadai
dalam segi keahlian.
140
84
Secara umum, kondisi sumber daya manusia di Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang apabila ditinjau dari
segi kualitas menunjukan bahwa setengah dari jumlah keseluruhan sumber daya
manusia yang dimiliki telah menamatkan pendidikannya di jenjang
SLTA/sederajat yaitu sebesar 238. Sedangkan, aparatur yang menempuh jenjang
pendidikan tinggi menunjukan jumlah yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah aparatur yang menempuh jenjang pendidikan SLTA/sederajat yaitu
sebesar 88. Namun, terlepas dari latar belakang pendidikan, sumber daya manusia
yang dimiliki oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang khususnya sumber daya manusia yang bertugas di lapangan
memiliki kualitas yang sudah memadai. Hal ini dikarenakan pihak dari UPT
Pengelolaan Taman Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang telah memberikan kegiatan pelatihan bagi tim yang bertugas di
lapangan sebelum tim tersebut disebar ke berbagai lokasi RTH. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya manusia dalam implementasi
program pengelolaan RTH ini telah memadai karena telah diadakannya kegiatan
pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan bagi para pegawai.
Sementara itu, ditinjau dari segi kuantitas, jumlah sumber daya manusia
yang bertugas di kantor pusat dirasa sudah mencukupi karena jumlah keseluruhan
aparatur yang ada di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang mencapai 451 orang. Namun, hal tersebut lain halnya dengan
jumlah sumber daya manusia yang bertugas di lapangan karena menurut hasil
wawancara menunjukan bahwa jumlah personil yang bertugas di lapangan
141
85
berjumlah 42 orang. Adapun jumlah tersebut dirasa sangat kurang mencukupi
karena setiap satu orang harus melakukan kegiatan pemeliharaan RTH pada
luasan 400 m2. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat
ketidakseimbangan antara jumlah sumber daya manusia dengan beban kerja yang
ada.
Berdasarkan keseluruhan penjelasan, maka dapat diketahui bahwa secara
kualitas tidak terdapat kendala. Namun, secara kuantitas terdapat kendala dimana
antara jumlah sumber daya manusia yang bertugas di lapangan tidak sebanding
dengan beban kerja yang harus ditanggung oleh per orangnya. Secara teori, hal
tersebut dapat menyebabkan proses implementasi program pengelolaan RTH
menjadi terhambat karena seperti yang diungkapkan oleh Widodo (2009:98-99)
bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan sangat ditentukan oleh kondisi sumber
daya manusia yang bertanggung jawab atas hal tersebut, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara kualitas dengan
kuantitas sumber daya manusia, maka implementasi dari suatu program tidak akan
dapat berjalan dengan baik meskipun aturan main dari implementasi program
tersebut telah ditetapkan dengan jelas. Oleh sebab itu, dalam proses implementasi
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen harus
mempertimbangkan kembali tentang sumber daya manusia yang digunakan baik
secara kualitas maupun secara kuantitas agar proses implementasi dari program
tersebut dapat berjalan secara efektif.
142
86
b. Sumber Daya Keuangan
Pada proses implementasi program, salah satu sumber daya lainnya yang
sangat penting untuk menunjang kelangsungan kegiatan operasionalisasi adalah
sumber daya keuangan atau anggaran. Ketersediaan anggaran menjadi hal yang
harus dipertimbangkan terutama terhadap penetapan besaran dan sumber dari
anggaran tersebut (Widodo, 2009:92). Sementara itu, ketersediaan sumber daya
ini akan sangat berpengaruh pada proses implementasi dari sebuah program
karena sesuai dengan pendapat dari Edward III dalam Widodo (2009:100) bahwa
ketersediaan anggaran yang terbatas dapat berdampak pada menurunnya kualitas
pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Hal tersebut juga sama
seperti halnya dalam proses implementasi program karena jika anggaran yang
digunakan terbatas, maka implementasi dari suatu kebijakan maupun program
tidak akan berjalan secara maksimal.
Pada proses implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen, pihak Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta
Karya Kabupaten Malang pun juga telah menyiapkan anggaran setiap tahunnya
untuk operasionalisasi program tersebut. Adapun anggaran tersebut bersumber
dari APBD Kabupaten Malang yang telah dialokasikan sesuai dengan kebutuhan.
Berkaitan dengan besaran anggaran yang digunakan untuk proses implementasi
program pengelolaan RTH ini dapat diketahui dengan mengacu pada Review
Renstra Dinas Lingkungan Hidup Tahun 2011-2015 dan Review Renstra Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Tahun 2011-2015. Pada
kedua dokumen tersebut telah dirumuskan besaran anggaran untuk setiap kegiatan
143
87
pelaksanaan dari program pengelolaan RTH. Pada tahun anggaran 2015, anggaran
yang disediakan untuk pelaksanaan kegiatan pemeliharaan RTH adalah sebesar
Rp. 3.450.594.600. Sedangkan, untuk pelaksanaan kegiatan peningkatan peran
serta masyarakat dalam pengelolaan RTH adalah sebesar Rp. 500.000.000.
Dengan demikian, besaran anggaran yang disediakan untuk
mengimplementasikan program pengelolaan RTH di tahun anggaran 2015 adalah
sebesar Rp. 3.950.594.000.
Adanya penetapan anggaran tersebut oleh Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang merupakan bentuk
memobilisasikan dana yang telah diperoleh. Secara teori, hal ini dipahami sebagai
tahap implementasi kebijakan dimana kebijakan yang telah diadopsi tersebut
dilaksanakan oleh unit-unit administratif tertentu dengan memobilisasikan dana
dan sumberdaya yang ada (Keban, 2004:67). Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang selaku pihak pelaksana yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan program pengelolaan RTH, telah
merumuskan pendanaan indikatif untuk operasionalisasi program pengelolaan
RTH pada Renstra Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang.
Namun, disisi lain, anggaran yang digunakan untuk mengimplementasikan
program pengelolaan RTH oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang dikatakan belum memadai apabila disesuaikan
dengan kebutuhan di lapangan. Belum memadainya anggaran tersebut disebabkan
oleh keterbatasan APBD Kabupaten Malang, sehingga dalam pengalokasiannya
144
88
harus menganut prinsip keadilan mengingat terdapat banyak program
pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui
perangkat daerah terkait. Secara teori, hal tersebut menunjukan bahwa program
pengelolaan RTH memiliki sumber daya keuangan yang terbatas untuk
pengimplementasiannya. Jika anggaran yang digunakan terbatas, maka
implementasi dari program tersebut tidak akan berjalan secara optimal.
Berdasarkan hasil wawancara, program pengelolaan RTH ini tetap
dilaksanakan untuk dapat memenuhi luasan RTH perkotaan secara ideal dengan
melaksanakannya secara bertahap setiap tahunnya karena untuk mencapai target
tersebut tidak dapat dipenuhi hanya dengan satu kali anggaran. Hal ini berarti
bahwa dalam mengimplementasikan program pengelolaan RTH terdapat kendala
berupa keterbatasan anggaran yang diperoleh, sehingga upaya dalam mencapai
target ketersediaan RTH sebesar 30 % tersebut harus dilakukan secara bertahap
oleh pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten
Malang.
c. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Ketersediaan dan macam sarana dan prasarana yang digunakan juga
menjadi salah satu hal yang diprioritaskan untuk menunjang kesuksesan
implementasi dari sebuah program. Widodo (2009: 92-93) menjelaskan bahwa
macam, jenis dan jumlah peralatan yang diperlukan sangat bervariasi dan
tergantung pada macam dan jenis kebijakan yang akan dilaksanakan. Selain itu,
dukungan peralatan yang cukup dan memadai juga akan berpengaruh terhadap
145
89
efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kebijakan. Disisi lain, Edward III
dalam Widodo (2009:102) juga memberikan penjelasan tentang ketersediaan
sumber daya peralatan yang dapat memudahkan dalam pengimplementasian suatu
program karena sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan sebagai
penunjang dalam kegiatan operasionalisasi implementasi dari suatu program.
Dengan demikian, mengacu pada dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
ketersediaan peralatan, yang dapat berupa sarana maupun prasarana juga dapat
mempengaruhi proses implementasi dari suatu program. Apabila ketersediaan
sarana dan prasarana yang digunakan terbatas, maka akan berdampak terhadap
kelancaran proses implementasi dari sebuah program.
Pada implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen ini bentuk dukungan dari segi sumber daya sarana dan prasarana dapat
dikatakan belum memadai untuk ketersediaan prasarananya. Hal ini dikarenakan
lahan sebagai prasarana utama dalam mendukung proses implementasi program
pengelolaan RTH tidak memadai secara kuantitas. Kondisi tersebut disebabkan
oleh sulitnya pengadaan lahan di Kawasan Perkotaan Kepanjen karena untuk
mendapatkan lahan dibutuhkan biaya yang besar. Selain itu, lahan yang masih
kosong pun juga sudah jarang ditemukan di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Secara
teori, hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Edward
III karena lahan yang merupakan prasarana untuk menambah luasan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen kurang memadai. Sehingga, sesuai dengan
pendapat dari Widodo, hal tersebut dapat mempengaruhi proses implementasi
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen mengingat program
146
90
tersebut didukung oleh sumber daya prasarana berupa lahan yang kurang
memadai.
c) Aplikasi
1) Penyusunan Rencana Operasional Program
Ditinjau dari sudut pandang manajemen, terdapat fungsi-fungsi
manajemen yang kaitannya dengan implementasi kebijakan publik adalah
mendukung pencapaian tujuan dari kebijakan yang diimplementasikan melalui
fungsi-fungsi manajemen agar tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Secara teori, di dalam sebuah proses manajemen terdapat beberapa fungsi
manajemen yang merupakan representasi atas tugas-tugas yang dikerjakan oleh
seorang manajer (Terry, 2013:15). Adapun dari beberapa fungsi manajemen yang
ada, terdapat fungsi perencanaan yang merupakan fungsi yang bersifat
fundamental dalam suatu proses manajemen karena perencanaan adalah fungsi
yang dapat ditemukan dalam setiap model-model fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh beberapa ahli.
Menurut Terry (2013:17), perencanaan dalam proses manajemen berfungsi
dalam menentukan serangkaian kegiatan yang harus dikerjakan oleh sekelompok
orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu, sehingga kegiatan pengambilan
keputusan juga terdapat dalam hal ini. Adapun dalam perwujudannya, terdapat
berbagai macam jenis perencanaan dimana salah satunya adalah rencana
operasional. Menurut Terry (2013:62), rencana operasional dijelaskan sebagai
rencana yang di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan
147
91
oleh pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut dengan memanfaatkan
beberapa sumber daya yang tersedia.
Program pengelolaan RTH merupakan bentuk implementasi dari
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang memiliki
tujuan untuk mewujudkan amanat dari kebijakan penataan ruang secara umum
dan untuk meningkatkan pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang ditandai oleh
meningkatnya pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan perkotaan.
Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut, maka penerapan fungsi manajemen
dilakukan dalam hal ini termasuk fungsi perencanaan. Seperti yang diungkapkan
oleh Terry (2013:16) bahwa fungsi perencanaan adalah fungsi yang bersifat
fundamental dalam suatu proses manajemen, sehingga pada setiap pelaksanaan
kebijakan maupun program selalu diawali oleh kegiatan perencanaan, termasuk
program pengelolaan RTH yang diimplementasikan saat ini.
Adapun perencanaan yang dilakukan untuk mengimplementasikan
program pengelolaan RTH tersebut diwujudkan melalui penyusunan kerangka
acuan. Secara teori, diadakannya penyusunan kerangka acuan untuk program
tersebut merupakan jenis perencanaan operasional karena sesuai dengan pendapat
dari Terry, pada proses penyusunan kerangka acuan tersebut terdapat kegiatan
mengaktifkan sumber-sumber fisik yang dalam hal ini berupa uang (anggaran).
Kegiatan tersebut merupakan hal yang pertama dilakukan setelah anggaran
diperoleh dengan mendistribusikannya sesuai dengan kebutuhan yang ada,
sehingga dalam hal ini kemudian muncul berbagai kegiatan yang harus
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau dengan kata lainnya
148
92
adalah jadwal kegiatan (schedule). Sebagaimana teori yang telah dikemukakan
oleh Terry, ditetapkannya jadwal kegiatan dalam proses penyusunan kerangka
acuan merupakan salah satu hal yang juga dicakup dalam perencanaan
operasional. Dengan demikian, adanya proses penyusunan kerangka acuan untuk
program pengelolaan RTH merupakan bentuk penerapan atas fungsi perencanaan
dalam rangka mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH dimana
penyusunan kerangka acuan tersebut merupakan perencanaan yang berbentuk
rencana operasional.
Sementara itu, proses penyusunan kerangka acuan program pengelolaan
RTH apablia ditinjau dari sudut pandang teori tentang perencanaan, maka proses
penyusunan rencana operasional program pengelolaan RTH berupa kerangka
acuan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Siswanto (2013:45-46) bahwa perencanaan adalah proses yang terdiri dari
serangkaian aktivitas yaitu pertama, prakiraan yang merupakan kegiatan meramal
masa depan kemudian menarik suatu kesimpulan atas fakta yang diketahui.
Kedua, aktivitas dalam menetapkan tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan
pekerjaan. Ketiga, pemrograman yang merupakan suatu aktivitas dalam
menentukan langkah utama beserta penanggung jawab atas setiap langkah tersebut
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keempat, penjadwalan yang
merupakan kegiatan untuk menetapkan urutan pelaksanaan berbagai macam
kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kelima, penganggaran yaitu
aktivitas menyusun pernyataan tentang sumber daya keuangan yang akan
digunakan untuk membiayai segala aktivitas yang dilaksanakan. Keenam,
149
93
pengembangan prosedur yang merupakan aktivitas dalam menormalisasikan cara,
teknik maupun metode pelaksanaan suatu pekerjaan. Ketujuh, penetapan dan
interpretasi kebijakan yaitu aktivitas menentukan keputusan yang bersifat tetap
beserta menetapkan syarat yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perkerjaan
yang akan dilakukan oleh manajer dan para bawahannya.
Adapun, ketidaksesuaian tersebut dikarenakan proses penyusunan
kerangka acuan diawali dengan mendistribusikan anggaran yang diperoleh sesuai
dengan kebutuhan yang ada. Kemudian, muncul berbagai kegiatan yang harus
dilaksanakan dan penetapan waktu pelaksanaan untuk kegiatan tersebut. Dalam
hal ini disebut dengan kegiatan penyusunan jadwal kegiatan (schedule).
2) Pelaksanaan Rencana Operasional Program
Setalah dilakukan proses penyusunan rencana operasional program
pengelolaan RTH berupa kerangka acuan, maka hal yang selanjutnya dilakukan
adalah pelaksanaan kerangka acuan tersebut. Adapun dalam pelaksanaannya,
Terry (2013:71) menjelaskan bahwa terdapat karakteristik tertentu di dalam
pelaksanaan perencanaan yaitu pertama, tempat untuk mengawali perencanaan
yang dapat diawali dari tingkatan tertinggi maupun tingkat bawah pada suatu
organisasi. Kedua, pengaruh dari elemen manusia dimana keberhasilan dari
pelaksanaan rencana sangat bergantung pada cara para pegawai dalam
melaksanakan tugasnya. Ketiga, adanya dua unsur sebagai komponen di dalam
rencana yaitu variabel dan konstan. Keempat, proses percobaan dari perencanaan
yang semula diawali dengan pembuatan konsep dasar dan data kemudian
disempurnakan hingga menjadi rencana akhir.
150
94
Sebagaimana pendapat tersebut dan berdasarkan atas perolehan data
penelitian, maka dapat dianalisis bahwa pelaksanaan kerangka acuan sebagai
bentuk rencana operasional bagi program pengelolaan RTH mencerminkan
karakteristik yang kedua yaitu pengaruh dari elemen manusia. Hal ini dikarenakan
meskipun rencana telah dilaksanakan sesuai dengan jadwal kegiatan, namun
dalam kenyataannya pelaksanaan rencana tersebut menuai hambatan karena
terdapat ketidakseimbangan antara kapasitas yang dimiliki dengan kegiatan yang
harus dilaksanakan untuk mencapai target tertentu. Hal ini terjadi karena terdapat
perubahan terhadap satuan untuk menentukan luasan RTH menjadi meter persegi.
Sehingga, pihak pelaksana sebagai sumber daya manusia yang memikul tanggung
jawab untuk melaksanakan rencana tersebut harus bekerja keras untuk
menyelesaikan hambatan tersebut karena jika pelaksanaan kegiatan tidak sesuai
dengan jadwal kegiatan, maka pihak pelaksana akan mendapatkan teguran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan rencana operasional
program pengelolaan RTH yang berupa kerangka acuan ini sangat dipengaruhi
oleh faktor sumber daya manusia karena pelaksanaannya sangat ditentukan oleh
bagaimana pihak pelaksana tersebut mampu melaksanakan tugasnya sesuai
dengan yang direncanakan.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
Program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dalam
pengimplementasiannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya dapat
151
95
mendukung maupun menghambat jalannya proses implementasi tersebut. oleh
sebab itu, pada pembahasan ini dijelaskan tentang faktor pendukung dan
penghambat dari implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen.
a) Faktor Pendukung
1) Faktor Kebijakan
Pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah
jelas disebutkan bahwa setiap wilayah kota maupun kawasan perkotaan agar dapat
menyediakan RTH dengan ketentuan minimal sebesar 30 % dari total luas suatu
wilayah kota maupun kawasan perkotaan. Ketentuan tersebut terdiri dari 20 %
RTH publik dan 10 % RTH privat. Adanya ketentuan tersebut membuat pihak
pemerintah daerah termasuk Pemerintah Kabupaten Malang diwajibkan untuk
menyediakan RTH sebesar 30 % di kawasan perkotaan Kabupaten Malang
khususnya Kawasan Perkotaan Kepanjen. Menanggapi adanya kebijakan tersebut,
Pemerintah Kabupaten Malang menetapkan kebijakan tentang rencana tata ruang
wilayah untuk Kabupaten Malang melalui Peraturan Daerah Kabupaten Malang
No. 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
beserta kebijakan tentang rencana detail tata ruang Kabupaten Malang yaitu
Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034
sebagai bentuk kebijakan operasional bagi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan.
152
96
Secara teori, adanya kedua peraturan daerah tersebut dapat dikatakan
sebagai bentuk implementasi dari kebijakan penataan ruang karena sesuai dengan
pendapat dari Nugroho (2008:494) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya
implementasi kebijakan merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya melalui mengimplementasikannya dalam bentuk program atau melalui
formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik tersebut. Adapun,
ditetapkannya kedua Peraturan Daerah Kabupaten Malang tersebut juga sekaligus
untuk memenuhi amanat dan tujuan yang termuat di dalam kebijakan penataan
ruang melalui upaya perencanaan tata ruang.
Berkaitan dengan perencanaan tata ruang, Mirsa (2012:40-42)
memberikan penjelasan bahwa dalam proses penataan ruang terdapat tiga hal
utama yang harus diperhatikan dalam menata ruang yaitu perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun, perencanaan
tata ruang menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
pasal 1 ayat 13 adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Atas dasar
tersebut, maka adanya Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014
Tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan
Kepanjen Tahun 2014-2034 merupakan bentuk rencana tata ruang yang telah
ditetapkan untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang di Kawasan
Perkotaan Kepanjen. Peraturan daerah tersebut merupakan peraturan yang
menjelaskan tentang rencana tata ruang untuk Kawasan Perkotaan Kepanjen
secara rinci, sehingga segala ketentuan tentang pemanfaatan ruang hingga
153
97
pembagian zona diatur dalam peraturan tersebut termasuk penetapan untuk
rencana zona RTH kota.
Adanya, penetapan rencana zona RTH kota pada Peraturan Daerah
Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034 disadari telah
memberikan dukungan dalam proses implementasi program pengelolaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal ini dikarenakan urusan dalam hal penempatan
lokasi RTH telah ditentukan atau dipetakan melalui penetapan rencana zona RTH
kota pada peraturan daerah tersebut. Sehingga, pihak pelaksana program dalam
hal ini dapat menjadikan peraturan daerah tersebut acuan dalam melaksanakan
tugasnya terutama dalam mengelola dan mengadakan pembangunan RTH.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya Peraturan Daerah Kabupaten
Malang No. 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian
Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034 merupakan faktor yang
mendukung dalam implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen mengingat program tersebut secara konseptual terintegrasi
dengan amanat yang tertuang di dalam kebijakan penataan ruang yaitu
menyediakan RTH sebesar 30 % dari total luas suatu wilayah kota maupun
kawasan perkotaan.
2) Faktor Keterlibatan Masyarakat
Pada program pengelolaan RTH terdapat salah satu kegiatan pelaksanaan
yaitu kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan RTH.
Apabila dipahami, kegiatan tersebut berorientasi pada upaya membangun
154
98
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar termasuk
RTH. Sehingga, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat
daerah terkait berusaha agar terdapat suatu upaya kerja sama antara pemerintah
dengan masyarakat dalam pengelolaan RTH.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa upaya yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Malang dalam melibatkan masyarakat pada
implementasi program pengelolaan RTH sesuai dengan teori manajemen yang
diungkapkan oleh Hersey dan Blanchard dalam Siswanto (2013:2) yang
mengemukakan bahwa manajemen merupakan usaha kerja sama yang melibatkan
individu-individu atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan dari suatu
organisasi. Hal ini dikarenakan upaya tersebut merupakan salah satu cara yang
tepat untuk dapat mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH melalui
partisipasi dari masyarakat.
Disamping itu, sesuai dengan salah satu fungsi manajemen yaitu motivasi,
maka di dalam upaya untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH
secara efektif dan efisien, pihak pemerintah harus dapat memotivasi masyarakat
agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi dalam mengelolan RTH. Secara
teori, motivasi tersebut di dalam proses manajemen merupakan salah satu fungsi
yang dijelaskan oleh Siswanto (2013:25) sebagai tugas dari seorang manajer
dalam menciptakan kondisi kerja yang dapat memotivasi bawahannya agar para
bawahan tersebut terdorong untuk berperilaku dan bertindak dalam mencapai
tujuan.
155
99
Sebagaimana dengan pendapat tersebut, untuk dapat memotivasi
masyarakat di Kawasan Perkotaan Kepanjen agar terdorong untuk memiliki rasa
tanggung jawab dalam menjaga lingkungan sekitar termasuk RTH, maka Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Malang selaku perangkat daerah yang
melaksanakan kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam mengelola
RTH untuk program pengelolaan RTH pada tahun 2015 melakukan sebuah
tindakan yang dapat memotivasi masyarakat di Kawasan Perkotaan Kepanjen
melalui pengadaan bibit tanaman yang disesuaikan dengan keingingan dari
masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan pihak Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang hanya bertindak sebagai penyedia saja, sementara masyarakat
setempatlah yang diserahi tugas mulai dari kegiatan penanaman hingga
perawatan. Oleh sebab itu, agar masyarakat di Kawasan Perkotaan Kepanjen
bersedia untuk melakukan kegiatan tersebut, pihak Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Malang memberikan bibit tanaman yang disesuaikan dengan keinginan
dari masyarakat setempat, selain itu, masyarakatlah yang nantinya juga akan
menikmati hasil dari kegiatan tersebut. Dengan demikian, adanya tindakan yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang tersebut merupakan
bentuk terobosan yang dilakukan untuk mendorong masyarakat agar bertindak
untuk mencapai tujuan dari program pengelolaan RTH tersebut.
b) Faktor Penghambat
1) Faktor Sumber Daya
Sumber daya merupakan unsur yang paling penting dalam menunjang
kelancaran implementasi dari sebuah kebijakan maupun program. Hal tersebut
156
100
sebagaimana teori yang diungkapkan oleh Edward III dalam Widodo (2009:98)
bahwa sumber daya merupakan hal penting yang harus tersedia dalam menunjang
proses implementasi dari sebuah program. Hal ini dikarenakan dengan adanya
sumber daya yang memadai, maka proses implementasi program dapat berjalan
dengan baik. Namun, jika kondisi menunjukan hal yang sebaliknya, maka proses
implementasi program tidak akan berjalan secara efektif, meskipun peraturannya
telah ditetapkan secara jelas dan konsisten.
Adapun dalam implementasi program pengelolaan RTH, sumber daya
yang tersedia untuk menunjang kegiatan operasionalisasi program tersebut belum
memadai apabila ditinjau dari segi sumber daya manusia, prasarana dan keuangan.
Secara teori, adanya sumber daya yang belum memadai tersebut menyebabkan
jalannya implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen tidak efektif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa keterbatasan sumber
daya tersebut telah menjadi penghambat tersendiri dalam proses implementasi
program pengelolaan RTH yang menyebabkan program tidak dapat berjalan
secara efektif. Adapun penjelasan dari masing-masing sumber daya yang
menghambat proses implementasi program tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keterbatasan Sumber Daya Prasarana
Ketersediaan lahan merupakan salah satu sumber daya prasarana yang
digunakan untuk menunjang implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan
Perkotaan Kepanjen sebab program tersebut merupakan program pembangunan
yang bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang
157
101
ditandai oleh meningkatnya pengembangan dan pemeliharaan RTH kawasan
perkotaan dengan memanfaatkan ruang berupa lahan untuk pengadaan RTH di
Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Secara teori, hal tersebut merupakan bentuk pemanfaatan ruang yang
dijelaskan oleh Mirsa (2012:41) sebagai serangkaian program kegiatan
pelaksanaan pembangunan dengan memanfaatkan ruang menurut jangka waktu
yang telah ditetapkan di dalam rencana tata ruang. Sebagaimana pendapat
tersebut, program pengelolaan RTH juga mengacu pada Peraturan Daerah
Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034 dalam hal
pengadaan RTH melalui pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Kepanjen.
Oleh sebab itu, mengacu pada hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa ruang
berupa lahan merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam
rangka mewujudkan tujuan akan tercapainya prosentase sebesar 30 % di Kawasan
Perkotaan Kepanjen mengingat dengan adanya ketersediaan lahan yang memadai,
maka kegiatan pengadaan RTH akan mudah untuk diwujudkan.
Namun , kondisi yang demikian tidak dijumpai pada Kawasan Perkotaan
Kepanjen sebab pengadaan lahan sendiri di Kawasan Perkotaan Kepanjen sangat
sulit mengingat tidak mudah dan tidak murahnya lahan yang tersedia di Kawasan
Perkotaan Kepanjen. Menurut data yang diperoleh pun menunjukan bahwa
persentase lahan yang telah terpakai menurut jenis di Kawasan Perkotaan
Kepanjen telah mencapai angka 88,74 %. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat
pemanfaatan ruang berupa lahan di Kawasan Perkotaan Kepanjen sangat tinggi.
158
102
Disamping itu, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Widodo
(2009: 92-93) bahwa dukungan peralatan yang cukup dan memadai juga akan
berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kebijakan,
maka ketersediaan lahan di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebagai prasarana yang
kurang memadai dapat mempengaruhi implementasi program pengelolaan RTH
dalam mencapai tujuannya sebab dengan terbatasnya lahan yang tersedia, maka
upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH di Kawasan Perkotaan
Kepanjen agar mencapai 30 % dapat menuai hambatan. Oleh sebab itu,
ketersediaan lahan merupakan sumber daya prasarana yang menjadi penghambat
dalam implementasi program pengelolaan RTH karena ketersediaannya yang
kurang memadai.
b. Keterbatasan Jumlah Sumber Daya Manusia
Implementasi dari sebuah program harus didukung oleh sumber daya
manusia yang menurut Edward III dalam Widodo (2009:98) harus memadai baik
dari sisi kualitas maupun kuantitas. Sebagaimana pendapat tersebut, pada
implementasi program pengelolaan RTH pun juga harus didukung oleh sumber
daya manusia yang cakap dan cukup, sehingga proses implementasi dari program
tersebut dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, peninjauan terhadap sumber
daya manusia untuk implementasi program pengelolaan RTH dilakukan dengan
meninjau kondisi sumber daya manusia pada Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang mengingat sesuai dengan tugas,
pokok dan fungsi yang dimiliki, dinas tersebut memiliki kewenangan dalam
menjalankan program tersebut, sehingga Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
159
103
dan Cipta Karya Kabupaten Malang bertindak sebagai implementor untuk
program pengelolaan RTH.
Secara teknis, dinas tersebut membentuk UPT Pengelolaan Taman untuk
menangani urusan dibidang RTH serta mengerahkan sejumlah personil untuk
melaksanakan kegiatan pemeliharaan RTH di lapangan. Ditinjau dari segi
kualitas, sumber daya manusia tersebut memiliki tingkat keterampilan yang
memadai karena telah diberikan pelatihan sebelum disebar ke seluruh lokasi RTH.
Namun, apabila ditinjau dari segi kuantitas, jumlah sumber daya manusia yang
melaksanakan kegiatan tersebut dapat dikatakan kurang memadai sebab terdapat
ketidaksesuaian antara jumlah personil yang dikerahkan di lapangan dengan beban
kerja yang harus ditanggung per satu orangnya. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa sumber daya manusia yang dimanfaatkan untuk proses implementasi
program pengelolaan RTH tidak sesuai antara kualitas dan kuantitas yang dimiliki
karena terdapat kendala dalam hal kuantitasnya.
Secara teori, kondisi yang demikian dapat menyebabkan jalannya
implementasi program pengelolaan RTH menjadi terhambat sebab sebagaimana
pendapat dari Widodo (2009:98-99) yang menjelaskan bahwa adanya keterbatasan
sumber daya manusia baik dari segi jumlah maupun kualitas dapat mempengaruhi
jalannya pelaksanaan dari suatu kebijakan karena pelaksanaannya tersebut tidak
dapat berjalan secara efektif. Atas dasar tersebut, maka jelas bahwa sekalipun
program pengelolaan RTH telah dirumuskan secara jelas di dalam Renstra Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang, namun
tidak didukung dengan adanya keterpaduan antara kualitas dan kuantitas sumber
160
104
daya manusianya, maka proses implementasi program pengelolaan RTH akan
menuai hambatan. Dengan demikian, kondisi dari sumber daya manusia yang
menunjukan adanya jumlah yang kurang memadai dalam hal ini dapat menjadi
penghambat bagi kelancaran proses implementasi program pengelolaan RTH.
c. Keterbatasan Sumber Daya Keuangan
Sumber daya keuangan atau anggaran menjadi hal lain yang sangat
menentukan bagi kelancaran implementasi program pengelolaan RTH karena
ketersediaannya sangat dibutuhkan untuk mendukung dan membiayai proses
implementasi program pengelolaan RTH. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
optimalnya implementasi program pengelolaan RTH sangat bergantung pada
ketersediaan anggaran. Apabila besaran anggaran tersebut memadai dan sesuai
dengan kebutuhan, maka implementasi program pengelolaan RTH dapat berjalan
dengan optimal. Namun, jika sebaliknya, maka proses implementasi dari program
tersebut akan menuai hambatan.
Selama ini, besaran anggaran yang disediakan untuk membiayai
implementasi program pengelolaan RTH bersumber dari APBD Kabupaten
Malang. Sementara itu, diketahui dari dokumen Review Renstra Dinas
Lingkungan Hidup Tahun 2011-2015 dan Review Renstra Dinas Perumahan,
Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Tahun 2011-2015, besaran anggaran
untuk mengimplementasikan program pengelolaan RTH pada tahun 2015 sebesar
Rp. 3.950.594.000. Adapun jumlah tersebut menunjukan nominal yang besar,
namun jumlah tersebut dapat dikatakan belum memadai untuk memenuhi
kebutuhan dalam mengimplementasikan program pengelolaan RTH. Belum
161
105
memadainya anggaran tersebut dikarenakan terdapat keterbatasan di dalam APBD
Kabupaten Malang. Oleh sebab itu, pelaksanaan program pengelolaan RTH dalam
rangka menyediakan RTH di Kawasan Perkotaan sebesar 30 % harus dilakukan
secara bertahap dan tentunya akan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Secara teori, adanya keterbatasan pada sumber daya anggaran tersebut
dapat mempengaruhi proses implementasi program pengelolaan RTH karena
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Edward III dalam Widodo
(2009:100) bahwa ketersediaan anggaran yang terbatas dapat berdampak pada
menurunnya kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Hal
tersebut juga sama seperti halnya dalam proses implementasi program karena jika
anggaran yang digunakan terbatas, maka implementasi dari suatu kebijakan
maupun program tidak akan dapat berjalan secara optimal. Oleh sebab itu,
terdapatnya keterbatasan dari segi sumber daya anggaran yang digunakan dapat
menjadi penghambat dalam proses implementasi program pengelolaan RTH.
162
1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang implementasi
program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, maka terdapat
beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:
1. Implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
masih memiliki kekurangan terhadap beberapa hal yaitu tidak dirumuskannya
tujuan dari kegiatan pelaksanaan program secara tegas dan jelas di dalam
dokumen rencana strategis Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang. Kemudian, pengaturan terhadap pembagian
tugas dan koordinasi diantara beberapa pihak yang terlibat pun juga tidak
ditetapkan secara jelas dan tegas dalam suatu dokumen tertulis, sehingga
kedudukan dan kewenangan dari masing-masing pihak yang terlibat tidak
dapat ditentukan dalam hal ini. Selain itu, koordinasi yang dilakukan oleh para
pihak tersebut tidak menunjukan adanya pola kepemimpinan yang tegas dan
jelas, sehingga pihak yang bertindak sebagai koordinator juga tidak dapat
ditentukan dalam hal ini, meskipun Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman
dan Cipta Karya Kabupaten Malang merupakan implementor dari program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Hal serupa juga diketahui
dari adanya berbagai sumber daya yang digunakan untuk menunjang kegiatan
operasionalisasi belum memadai, baik ditinjau dari segi kuantitas sumber daya
163
2
manusia, besaran anggaran serta prasarana lahan. Selanjutnya, kekurangan
juga berasal dari adanya proses penyusunan rencana operasional program yang
masih belum memuat beberapa kegiatan karena seperti kegiatan prakiraan,
penetapan tujuan, pemrograman, pengembangan prosedur serta penetapan dan
interpretasi kebijakan. Sehingga, kegiatan yang terdapat di dalam proses
penyusunan kerangka acuan tersebut masih belum kompleks. Kemudian, di
dalam pelaksanaannya pun juga terdapat kekurangan yaitu adanya kendala
utama yang berasal dari segi waktu sebagai dampak atas ketidaksesuaian
antara kapasitas yang dimiliki oleh pihak pelaksana dengan beban kerja yang
berorientasi dalam pencapaian target RTH sebesar 30 % tersebut, sehingga
menyebabkan pihak pelaksana harus bekerja dengan ekstra untuk
menyelesaikan kendala tersebut. Dengan demikian, adanya beberapa
kekurangan tersebut telah menyebabkan implementasi dari program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen dikatakan belum dapat
berjalan dengan baik.
2. Implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat. Adapun
bentuk dukungan untuk implementasi program tersebut adalah adanya Perda
Kabupaten Malang No. 5 tahun 2014 Tentang Rencana Detail Tata Ruang
Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034. Di dalam peraturan
tersebut telah ditetapkan struktur dan pola ruang dari Kecamatan Kepanjen
secara rinci termasuk penetapan untuk zona RTH, sehingga urusan dalam hal
penempatan lokasi RTH telah ditentukan atau dipetakan dalam peraturan
164
3
tersebut. Sehingga, pihak pelaksana program dalam hal ini dapat menjadikan
peraturan daerah tersebut acuan dalam melaksanakan pengadaan
pembangunan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Selain itu, dukungan
lain berasal dari adanya keterlibatan masyarakat di Kawasan Perkotaan
Kepanjen yang diwujudkan dengan berbagai aksi. Dalam hal ini masyarakat
telah memiliki kesadaran dan dorongan untuk membantu Pemerintah
Kabupaten Malang dalam merealisasikan tujuan dari program pengelolaan
RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Sementara itu, bentuk hambatan dalam
implementasi program ini ialah adanya keterbatasan terhadap sumber daya
yang digunakan. Keterbatasan sumber daya yang dimaksud meliputi
kurangnya jumlah personil di lapangan, besaran anggaran dan ketersediaan
lahan di Kawasan Perkotaan Kepanjen. Adanya keterbatasan tersebut secara
langsung telah menyebabkan proses implementasi program pengelolaan RTH
belum dapat berjalan dengan baik.
Selain itu, terdapat beberapa temuan hasil penelitian yang dirasa menarik
dalam impementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen
yaitu terdapatnya Perda Kabupaten Malang No. 5 tahun 2014 Tentang Rencana
Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034.
Adanya peraturan tersebut telah membantu proses implementasi dari program
pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen sebab di dalam peraturan
tersebut telah ditetapkan zona RTH. Disamping itu, terdapat prinsip-prinsip
manajemen yang diterapkan dalam implementasi program pengelolaan RTH di
165
4
Kawasan Perkotaan Kepanjen guna membantu pencapaian tujuan dari program
tersebut.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka berikut
dipaparkan tentang beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
implementasi program pengelolaan RTH di Kawasan Perkotaan Kepanjen, antara
lain:
1. Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat daerah terkait yaitu Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang perlu
merumuskan dan memperjelas beberapa hal ke dalam Renstra Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang
tentang tujuan dari masing-masing kegiatan pelaksanaan program pengelolaan
RTH serta keterkaitan antara tujuan program dengan tujuan dari masing-
masing kegiatan pelaksanaan program tersebut, sehingga konsistensi dari
tujuan program hingga kegiatan pelaksanaannya dapat diketahui dan
ditentukan secara formal melalui adanya pernyataan tertulis.
2. Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat daerah terkait yaitu Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang perlu
menyusun suatu dokumen khusus tentang pelaksanaan program pengelolaan
RTH dimana di dalam dokumen tersebut dapat dimuat tentang siapa saja pihak
yang terlibat dalam mendukung proses implementasi program pengelolaan
RTH, pembagian tugas serta pola kepemimpinan untuk mengkoordinasikan
166
5
pihak-pihak tersebut, sehingga pihak yang menjadi koordinator untuk program
tersebut dapat ditentukan dengan jelas.
3. Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat daerah terkait yaitu Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang perlu
memperhatikan kembali terhadap sumber daya-sumber daya yang digunakan
sebagai penunjang dalam proses implementasi program pengelolaan RTH
khususnya pada sumber daya manusianya yang perlu dilakukan penambahan
terhadap jumlah personil yang bertugas dalam melaksanakan kegiatan
pemeliharaan RTH. Selain itu, besaran anggaran juga harus dipertimbangkan
dalam hal ini. Apabila besaran anggaran yang tersedia kurang memadai
dikarenakan pengalokasian yang terbatas dari APBD Kabupaten Malang,
maka Pemerintah Kabupaten Malang melalui perangkat daerah terkait
termasuk Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang perlu mengadakan kerja sama secara kontinyu dengan
sektor swasta karena sektor swasta dapat mendukung implementasi program
tersebut melalui pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
Social Responsibility) yang menjadi kewajiban bagi setiap sektor swasta.
Sehingga, permasalahan akan keterbatasan anggaran dapat terkover dengan
adanya kerja sama tersebut. Disamping itu, ketersediaan lahan juga harus
mendapatkan perhatian bersama dalam hal ini karena ketersediaan lahan
adalah salah satu sumber daya terpenting untuk dapat meningkatkan kuantitas
RTH di Kawasan Perkotaaan Kepanjen. Oleh sebab itu, Pemerintah
Kabupaten Malang perlu membuat suatu aturan yang tegas dalam hal
167
6
pemanfaatan ruang yang berupa lahan ataupun melakukan sebuah terobosan
agar setiap bangunan yang ada di Kawasan Perkotaan Kepanjen diwajibkan
untuk melakukan kegiatan tamanisasi atau menyediakan taman yang
berbentuk vertikal (vertical garden). Sehingga, prosentase untuk RTH privat
dapat meningkat dalam hal ini.
168
169
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Malang. 2016. Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2016,
diakses pada tanggal 10 Februari 2017 dari http://
https://malangkab.bps.go.id/index.php/publikasi/427.
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang.
2016. Rencana Strategis Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Kabupaten Malang Tahun 2016-2021. Malang: Tidak
Dipublikasikan.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Http://www.ciptakarya.malangkab.go.id, diakses pada tanggal 11 Novenber 2016.
Http://www.kepanjen.malangkab.go.id, diakses pada tanggal 10 Februari 2017.
Http://www.malangkab.go.id, diakses pada tanggal 5 Februari 2017.
Http://www.radarmalang.co.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2016, pukul
13.54 WIB.
Imansari, N., & Khadiyanta, P. 2015. Penyediaan hutan kota dan taman kota
sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik menurut preferensi
masyarakat di kawasan pusat Kota Tangerang. Jurnal Ruang, 1(3): 101-
110, diakses pada tanggal 10 Februari 2017 dari
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ruang/article/download/78/pdf.
Indradi, Sjamsiar Sjamsuddin. 2010. Dasar-Dasar dan Teori Administrasi Publik.
Malang: Agritek YPN.
Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep,
Teori dan Isu. Edisi Kedua. Jogjakarta: Gava Media.
Laporan Kinerja Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang Tahun
2015, diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari
http://www.ciptakarya.malangkab.go.id/downloads/LKJ-2015-Revisi-
Maret-2016.pdf.
Miles, M.B., Huberman, A.M., & Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis: A
Methods Sourcebook. California: Sage Publications, Inc.
Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang Kota. Jogjakarta: Graha Ilmu.
170
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant D. 2008. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Peraturan Bupati Kabupaten Malang No. 62 Tahun 2016 Tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas
Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Kabupaten Malang.
Peraturan Daerah Kabupaten Malang No. 9 Tahun 2016 Tentang Pembentukan
dan Susunan Perangkat Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Malang No.5.2014. “Perda Rencana Detail Tata
Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Kepanjen Tahun 2014-2034 No. 5
Tahun 2014”, diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari http://www.bag-
hukum.malangkab.go.id/downloads/5-rencana-detail-tata-ruang-bag-
wilayah-perkotaan-kepanjen-n2014-2034.pdf.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5.2008, “Peraturan Menteri Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan No. 5 Tahun 2008”, diakses pada tanggal 27 November 2016
dari http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/permen05-2008.pdf.
Peraturan Pemerintah No.18.2008. “PP Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Malang
dari Wilayah Kota Malang ke Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten
Malang No. 18 Tahun 2008”, diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari
http://www.ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2008/pp18-2008.pdf.
Rencana Kerja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya
Kabupaten Malang Tahun 2016, diakses pada tanggal 6 Februari 2017
dari http://www.ciptakarya.malangkab.go.id/download_0404.html.
Review Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang Tahun
2011-2015, diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari
http://www.lh.malangkab.go.id/konten-45.html.
Review Rencana Strategis Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang
Tahun 2011-2015, diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari
http://www.ciptakarya.malangkab.go.id/download_0404.html.
RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015, diakses pada tanggal 29 Desember
2016 dari http:// www.malangkab.go.id/files/berita/download/BUKU
RPJMD Kab. Malang Tahun 2010-2015.pdf.
Siagian, Sondang P. 2014. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan
Strateginya. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara.
________________. 2014. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
171
Siswanto, H.B. 2013. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta.
Terry, G.R. 2013. Prinsip-prinsip Manajemen. Diterjemahkan oleh: J. Smith
D.F.M. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen ke-
4).
Undang-undang No. 23. 2014. “UU Pemerintahan Daerah No. 23 Tahun 2014”,
diakses pada tanggal 20 November 2016 dari
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-
Undang/undang-undang-nomor-23-tahun-2014-4893.
Undang-undang No. 26. 2007. “UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007”, diakses
pada tanggal 19 November 2016 dari
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2007/26TAHUN2007UU.htm.
Undang-undang No. 32. 2009. “UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup No. 32 Tahun 2009”, diakses pada tanggal 20 November 2016 dari
http://www.jdih.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-1-2009-UU No. 32 Th
2009_Combine.pdf.
Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Widodo, Joko. 2009. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Jogjakarta: Media
Pressindo.