Implementasi Program K eluarga Harapan di Kabupaten T anah ... · Program Keluarga Harapan (PKH),...
-
Upload
phamkhuong -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of Implementasi Program K eluarga Harapan di Kabupaten T anah ... · Program Keluarga Harapan (PKH),...
49FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Implementasi Program Keluarga Harapan
di Kabupaten Tanah Laut1
Oleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad Rozi22222
ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitasProgram Keluarga Harapan (PKH) dan bagaimana manfaat programbagi Rumah Tangga Sangat Miskin yang merupakan kelompok sasaranprogram tersebut di Kabupaten Tanah Laut. Pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini merujuk pada prinsip-prinsip penelitiandeskriptif dengan desain penelitian studi kasus. Unit analisis penelitianadalah rumah tangga peserta PKH dengan mengambil kasus di DesaBatakan (Kecamatan Panyipatan) yang berciri pinggiran, dan KelurahanPelaihari (Kecamatan Pelaihari) yang berciri perkotaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKH dalam implementasinya dilokasi kasus dapat dinilai efektif. Efektivitas pelaksanaan programditentukan oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas, danadanya pendampingan yang memadai. Manfaat yang paling dirasakanoleh Rumah Tangga sangat Miskin (RTSM) peserta program PKH adalahsub-program peningkatan kualitas sarana sekolah, karena dana bantuanPKH benar-benar bisa digunakan untuk mendukung kelangsunganpendidikan formal anak-anak dari keluarga peserta PKH.
A. PENDAHULUANA. 1. Latar Belakang
Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh
Pemerintah, mulai dari penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan
kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan
1 Tulisan ini diringkas dari penelitian Tesis yang dibuat oleh Akhmad Rozi dibawahbimbingan Dr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSi dan Drs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSi.
2 Akhmad RoziAkhmad RoziAkhmad RoziAkhmad RoziAkhmad Rozi adalah mahasiswa Program Magister Sains Administrasi PembangunanUniversitas Lambung Mangkurat (MSAP-UNLAM) angkatan I, dan status pekerjaannyaketika itu adalah sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
50 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
pertanian, pemberian dana bergulir dan pembangunan infrastruktur.
Namun gejala kemiskinan di Indonesia belum sepenuhnya bisa teratasi.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan berbasis rumah
tangga, Pemerintah meluncurkan program khusus yang diberi nama
Program Keluarga Harapan (PKH), yang dilaksanakan sejak tahun
2007. Meskipun pelaksanaan program ini seiring dengan berakhirnya
program Subsidi Langsung Tunai (SLT), tetapi bukan dimaksudkan
sebagai kelanjutan program SLT. Program PKH lebih dimaksudkan
sebagai upaya membangun sistem perlindungan kepada masyarakat
miskin.
Menurut Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial (Depsos, 2010) PKH
dirancang untuk membantu penduduk miskin kluster terbawah berupa
bantuan bersyarat. Program ini akan dilaksanakan secara
berkesinambungan setidaknya sampai tahun 2015. Program ini
diharapkan mampu berkontribusi untuk mempercepat pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau
MDGs), yaitu pengurangan penduduk miskin ekstrim dan kelaparan,
pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka
kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.
Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan
dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada rumah
tangga sangat miskin. Dalam jangka pendek bantuan yang diberikan
membantu mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sangat
Miskin (RSTM). Dengan PKH diharapkan RTSM penerima bantuan
memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan sosial
dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi; termasuk
menghilangkan kesenjangan sosial, ketidakberdavaan dan keterasingan
sosial yang selama ini melekat pada diri warga miskin (Panduan
pendamping PKH, 2008).
PKH dilaksanakan dengan cara memberikan bantuan uang tunai
kepada RTSM jika mereka memenuhi persyaratan terkait upaya
peningkatan sumber daya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan.
RTSM penerima PKH memiliki kewajiban yang harus dipenuhi,
khususnya kewajiban kesehatan dan pendidikan. Kewajiban itu adalah
pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan,
pemberian asupan gizi dan imunisasi anak balita, serta kewajiban
51FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
menyekolahkan anak ke sekolah dasar dan lanjutan. PKH diasumsikan
akan dapat memberi manfaat jangka pendek dan panjang Untuk jangka
pendek PKH akan memberikan income effect kepada RTSM melalui
pengurangan beban pengeluaran rumah tangga. Untuk jangka panjang
Program PKH dimaksudkan untuk memutus rantai kemiskinan antar
generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan dan
kapasitas pendapatan anak di masa depan (Pedoman Umum PKH,
2008).
Sebagai sebuah program yang direncanakan secara terpusat,
dalam implementasinya terdapat banyak aspek dan pihak yang terlibat.
Dalam kaitan itu tidak tertutup kemungkinan terjadinya deviasi pada
saat implementasi program. Hal ini misalnya telah terjadi di Kabupaten
Jember, sedikitnya 550 orang warga dari enam desa di Kecamatan
Arjasa Jember Kabupaten Jember Jawa Timur, melakukan aksi unjuk
rasa, mendatangi kantor DPRD, memprotes kebijakan pemberian
bantuan PKH yang dinilai tidak tepat sasaran (Tempo Interaktif, 1 April
2008). Sebelumnya, warga Karang Muwo, Kecamatan Kalirates
Kabupaten Jember memprotes pelaksanaan PKH, karena Program ini
diduga digunakan untuk kepentingan politik Pilkada Jawa Timur
(Tempo Interaktif, 8 Januari 2008).
Di Kabupaten Pandeglang, peserta PKH di desa Cibingbin
kecamatan Cibaliung harus menyisihkan 30% dari dana yang diterima
oleh peserta PKH untuk diberikan kepada warga lain yang tidak
mendapatkan dana dari PKH (Koran Banten, 2 Mei 2009). Sedangkan
di Kabupaten Rengasdengklok pencairan dana PKH untuk tiga
Kecamatan di kantor pos Cabang Rengasdengklok ada indikasi
pemotongan dana PKH, antara Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu/penerima
PKH (Jawapos/Radar Karawang, 10 November 2008).
Di Kabupaten Tanah Laut, PKH dilaksanakan sejak tahun 2008
bersama dengan 4 kabupaten lainnya (kabupaten Banjar, Barito Kuala,
Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Selatan) di Provinsi Kalimantan
Selatan. Pada tahun 2010, pelaksanan PKH di kabupaten Tanah Laut
memasuki tahun ketiga. Sebagaimana biasanya sebuah kebijakan publik
lainnya, implementasi PKH di tingkat lokal tidak tertutup kemungkinan
menghadapi permasalahan-permasalahan. Merujuk pada Idris dkk
(2009), terdapat beberapa kendala pelaksanaan PKH di kabupaten
52 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Tanah Laut, antara lain kurangnya koordinasi antar instansi terkait,
kurang pedulinya petugas instansi lain yang seharusnya ikut terlibat,
dan keterlambatan informasi dari pusat ke daerah terkait pencairan
dana serta verifikasi data.
Wibawa dkk (1994) mengemukakan bahwa dalam kenyataannya
tidak selamanya kebijakan publik itu mencapai sasaran setelah
diimplementasikan, walaupun direncanakan sedemikian rupa. Karena
pada saat diimplementasikan banyak sekali terkait dengan berbagai
hal yang kompleks, yang tidak mudah untuk dieliminir. Oleh karena
itu, tidak semua kebijakan itu mudah untuk mencapai sasaran dan
membuahkan hasil yang diharapkan. Implementasi kebijakan sangat
terbuka pada munculnya gejala yang disebut “implementation gap”,
yaitu suatu keadaan dimana suatu kebijakan selalu terbuka mengalami
deviasi dalam implementasi.
A. 2. Pokok Permasalahan
Sebagai sebuah program yang dibuat secara sentralistik, tidak
tertutup kemungkinan PKH mengalami berbagai deviasi di dalam
implementasi. Deviasi dimaksud bukan hanya terkait dengan
karakteristik wilayah, tetapi juga karena faktor intervensi politik. Dalam
konteks kasus di Kabupaten Tanah Laut isu utama yang tampak adalah
kurang adanya dukungan dari pihak pelaksana kesehatan dan
pendidikan untuk mendukung program. Oleh karena itu perlu diteliti
apakah implementasi PKH dapat berjalan efektif dan memberikan
manfaat bagi peserta PKH dengan adanya kondisi aktual semacam
itu.
A. 3. Perumusan Masalah
Pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah, apakah kebijakan
yang didesain sedemikian rupa oleh pemerintah secara terpusat dapat
diimplementasikan di tingkat lokal sesuai dengan perencanaan yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Bagaimana efektivitas PKH di kabupaten Tanah Laut, dan
manfaat apa yang dapat dirasakan oleh RTSM yang jadi kelompok
sasaran program?
53FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
A. 4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan PKH di kabupaten Tanah Laut sebagai salah satu pro-
gram Pemerintah Pusat yang dikhususkan untuk mengatasi masalah
kemiskinan penduduk di daerah.
B. METODOLOGI
B. 1. Teorisasi Masalah
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebuah kebijakan pro-
gram yang dirumuskan oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah
kemiskinan penduduk di Indonesia. Secara umum, konsep kebijakan
hampir selalu dikaitkan dengan keputusan tetap yang bersifat konsisten
dan merupakan pengulangan tingkah laku dari yang membuat dan
dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (Utomo, 2000).
Menurut Friedrich sebagaimana dikutip Wahab (1997), kebijakan
adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan, terutama dalam kaitan adanya peran
fungsional Pemerintah di ranah publik sebagai pelayan masyarakat.
Namun, merujuk pada Nugroho (2004), untuk menyelesaikan
permasalahan yang berkembang di masyarakat diperlukan kebijakan
sebagai realisasi dari fungsi dan tugas negara serta dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan (dalam
konteks peran Pemerintah sebagai pemangku otoritas publik)
dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang ada di ranah publik.
Dan untuk itu dibutuhkan bukan hanya perumusan (rencana) pro-
gram, tetapi juga implementasi program guna mencapai tujuan yang
telah direncanakan.
Oleh karena itu suatu kebijakan harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak atas tujuan yang diinginkan (Tachjan, 2006). Itulah
sebabnya implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk
mencapai tujuan dengan sarana dan dalam urutan waktu tertentu.
Padahal implenentasi kebijakan program itu baru dapat dimulai apabila
54 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program-program aksi telah
dibuat, dan dana untuk mendukung pelaksanaan program aksi telah
dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut (Sugono,
1994).
Merujuk pada Wahab (1997), agar suatu kebijakan dapat terimple-
mentasi dengan baik diperlukan syarat-syarat antara lain:
(1) Kondisi eksternal (sikap masyarakat);
(2) Ketersesedian waktu dan sumber daya;
(3) Sinergisitas sumber daya yang diperlukan;
(4) Adanya hubungan kausalitas;
(5) Kesederhanaan mata rantai penghubung;
(6) Hubungan saiing ketergantungan kecil;
(7) Pemahaman terhadap tujuan;
(8) Adanya tugas-tugas yang jelas dalam urutan waktu yang tepat;
(9) Komunikasi dan koordinasi yang baik.
Meminjam konsep efektivitas program Maarse (Hogerwerf, 1983)
ada empat faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu
implementasi kebijakan, yaitu: isi dari kebijakan yang dilaksanakan,
tingkat informasi dari aktor-aktor yang terribat pelaksanaan,
banyaknya dukungan yang harus dilaksanakan, dan pembagian dari
potensi-potensi yang ada. Itulah sebabnya keberhasilan aktifitas
implementasi kebijakan tergantung pada isi kebijakan dan konteks
kebijakan (Subarsono, 2006). Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected), jenis
manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), derajat perubahan yang
diinginkan (extent of change envisioned), kedudukan pembuat
kebijakan (site of decision making), para pelaksana program (program
implementators), sumber daya yang dikerahkan (resources commited).
Sedangkan konteks implementasi yang terdiri dari: kekuasaan (power),
kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors
involved), karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime
characteristics), kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance
and responsiveness).
Merujuk pada penjabaran Robbins (1994), sebuah kebijakan pro-
gram itu bisa efektif terrgantung pada pendekatannya, apakah
55FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
berorientasi pada upaya mencapai tujuan, atau mengikuti model sistem,
atau mempertimbangkan konstituensi-strategisnya, atau dengan
mempertimbangkan nilai-nilai persaingan. Pendekatan pencapaian
tujuan (goal attainment approach) memandang bahwa keefektifan
organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada
caranya (means). Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan
ini dikenal dengan Managemen By Objectives (MBO), yaitu falsafah
manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya
dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Sedangkan pendekatan sistem menekankan
bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka
perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianva, mempertahankan
diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan
pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan
yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus
bagi, kelangsungan hidupnya. Pendekatan konstituensi-strategis lebih
menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi di dalam
lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang
terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. Adapun pendekatan nilai-
nilai bersaing mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan lainnya,
masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing
didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya
lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.
Dalam konteks PKH, tampaknya pendekatan terakhir itulah yang ingin
dicoba diimplementasikan di lapangan.
PKH merupakan program pemerintah dalam rangka percepatan
penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di
bidang perlindungan sosial. Menurut Dirjen Bantuan dan Jaminan
Sosial Departemen Sosial (2007), PKHmerupakan asistensi sosial
kepada Rumah Tangga Miskin yang ditujukan untuk mengubah
perilaku terhadap perbaikan status kesehatan ibu hamil, ibu menyusui,
dan anak balita, serta pendidikan anak RTSM. Secara umum PKH
bertujuan untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan,
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mengubah perilaku
RTSM yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan.
Tetapi secara khusus, PKH sebenarnya bertujuan untuk:
56 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
(1) Meningkatkan status sosial ekonomi RTSM;
(2) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas,
anak balita dan anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekolah
dasar dari RTSM;
(3) Meningkatkan akses dan kualitas pelayahan pendidikan dan
kesehatan, khususnya bagi anak-anak RTSM;
(4) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM.
Diasumsikan bahwa untuk jangka pendek PKH mestinya mampu
memberikan income effect kepada rumah tangga miskin melalui
pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin. Namun untuk
jangka panjang, PKH diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan
antar generasi melalui:
(1) Peningkatan kualitas kesehatan/nutrisi, pendidikan dan
kapasitas pendapatan anak di masa depan price effect anak
keluarga miskin).
(2) Memberikan kepastian kepada si anak akan masa depannya (in-
surance effect).
(3) Mengubah perilaku keluarga miskin yang relatif kurang
mendukung peningkatan kesejahteraan akibat antara lain: (a)
kurangnya informasi mengenai hak, manfaat, keuntungan dan
kesempatan, (b) tingginya biaya tidak langsung seperti biaya
transportasi dan seragam sekolah, (c) opportunity cost yakni
sikap orang tua yang menganggap anak bekerja lebih
menguntungkan daripada bersekolah.
(4) Mengurangi pekerja anak dan mencegah turunnya anak-anak
bekerja di jalanan, serta mencegah rumah tangga miskin
menjadi tuna sosiai dan atau penyandang masalah
kesejahteraan sosial.
(5) Peningkatan kualitas pelayanan dan barang publik melalui
perbaikan komplementer di bidang akses pendidikan dan
kesehatan keluarga miskin, penyempurnaan sistem
perlindungan sosial, dan pelaksanaan desentralisasi.
(6) Mempercepat pencapaian MDGS (melalui peningkatan akses
pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan
kematian balita, dan peningkatan kesetaraan jender).
57FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Itulah sebabnya, sasaran atau penerima bantuan PKH adalah
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga
yang terdiri dari anak usia 0 - 15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan
berada pada lokasi terpilih.
B. 2. Kerangka Konseptual
PKH adalah program khusus untuk kelompok masyarakat yang
paling miskin. Secara konseptual, kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Haryana, 2005).
Pemahaman mengenai “kemiskinan” mestilah beranjak dari
pendekatan berbasis hak (right based approach). Dalam pemahaman
ini harus diakui bahwa seluruh anggota masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama.
Kemiskinan juga harus dipandang sebagai masalah multidimensional,
tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi
juga kegagalan dalam memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan
perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat. Pendekatan semacam itu mengandung
arti bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap. menurut
Merujuk pada Sumodiningrat (2008) salah satu jalan keluar
mengurangi kemiskinan memang adalah menciptakan lapangan kerja
dan membuka akses-akses ekonomi serta memberdayakan ekonomi
masyarakat miskin usia produktif. Namun aktualisasinya sebenarnya
tidak sederhana. Bagi orang miskin, mereka lebih suka akses ekonomi
atau lapangan pekerjaan daripada beras miskin. Menciptakan lapangan
pekerjaan bukan hanya mengandalkan investor asing membuka pabrik
atau membuka toko. Juga tidak harus mengandarkan utang luar negeri
dapat makin memiskinkan rakyat. Melainkan, dengan lebih
memberdayakan potensi ekonomi setiap orang, termasuk orang miskin.
Dan hal itu tentu saja tidak mudah.
Undang-Undang No. 5 tahun 2000 tentang program Pem–
bangunan Nasional (Propenas) menyebutkan empat strategi
penanggulangan kemiskinan, yaitu:
58 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
(1) Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan
ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan
pelayanan umum.
(2) Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan
meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.
(3) Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui
pendidikan dan perumahan.
(4) Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang
memiliki cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang
terisolir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan
korban konflik sosial.
Dalam konteks model PKH, strategi dasarnya adalah bagaimana
memberikan perlindungan sosial bagi RTSM. Merujuk pada ADB (2003)
konsep perlindungan sosial dimaksudkan sebagai seperangkat kebijakan
kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan
kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien,
pengurangan risiko-risiko kehidupan yang senantiasa mengancam
manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi
dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan
terganggunya atau hilangnya pendapatan. Ada lima bidang utama
dalam perlindungan sosial:
(1) Kebijakan prcgram pasar kerja aktif yang didesain untuk
memfasilitasi pembukaan kesempatan kerja.
(2) Program asuransi sosial untuk meredam risiko yang terkait
dengan pengangguran, sakit, cacat, cedera kerja dan usia tua.
(3) Bantuan sosial dan program kesejahteraan pelayanan untuk
kelompok yang paling rentan tanpa dukungan yang memadai,
termasuk janda, tunawisma, atau orang-orang yang mengalami
gangguan fisik atau mental.
(4) Skema mikro dan berbasis wilayah untuk mengatasi kerentanan
di tingkat masyarakat antara lain asuransi mikro, asuransi
pertanian, dana sosial dan program untuk mengelola bencana
alam.
(5) Program perlindungan anak guna memberikan kepastian agar
tumbuh sehat dan kelak menjadi tenaga kerja yang produktif di
masa depannya.
59FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Namun, menurut Norton (2001) perlindungan sosial merupakan
kebijakan yang ditujukan kepada kelompok masyarakat yang
mengalami keadaan yang rentan baik secara absolut atau kerentanan
yang paling miskin. Selain itu dapat ditujukan kepada kelompok
masyarakat yang tidak miskin untuk perlindungan dalam menghadapi
guncangan dan peristiwa siklus kehidupan. Karena itu kebijakan
perlindungan sosial mestinya dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:
(a) Responsif terhadap realitas kebutuhan dan kondisi kehidupan
kelompok sasaran;
(b) Terjangkau dalam konteks perencanaan anggaran jangka
pendek dan panjang;
(c) Berkelanjutan, baik secara finansial dan politik;
(d) Adanya kelembagaan dalam struktur pemerintahan yang
berkelanjutan maupun kelembagaan di tingkat implementasi
terutama di struktur masyarakat sipil;
(e) Dibangun dengan prinsip memanfaatkan kemampuan individu,
rumah tangga dan komunitas serta menghindari penciptaan
ketergantungan dan stigma; dan,
(f) Mampu menanggapi skenario yang berubah cepat dan
munculnya tantangan baru.
Bahkan dalam Konferensi Perburuhan Internasional (Sesi ke-89
Tahun 2001) disampaikan resolusi bahwa perlindungan sosial harus
dilihat sebagai bagian integral dari proses pembangunan. Perlu sinergi
antara kebijakan sosial, perlindungan pekerja pengembangan
masyarakat. sinergi ini hartrs terjadi di berbagai bidang kebijakan sosial,
seperti kesehatan, pendidikan, perumahan termasuk juga di bidang
ekonomi, seperti kebijakan ekonomi makro dan sektoral seperti
pengembangan usaha kecil (ILO, 2001).
Dari perspektif lain, Kaber (2008) justru memandang pentingnya
perspektif gender dalam strategi perlindungan sosial, terutama pada
sektor ekonomi informal. Pada sektor informal perempuan menempati
posisi yang rentan dari ketidakamanan. Oleh karenanya perlu adanya
perspektif gender dalam perancangan kebijakan perlindungan sosial.
Penekanan pada sektor ekonomi informal ini dikarenakan di situlah
sebagian besar perempuan miskin, harus ditemukan, sementara upaya
60 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
formal bagi bagi perempuan dalam kebijakan perlindungan sosial
sangat terbatas. Pendekatan gender ini harus pula dilakukan ;ada
kebijakan program perlindungan sosial. Selain itu juga perempuan
harus diberikan ruang untuk menyuarakan kepentingannya.
Secara teknis, perlindungan sosial merupakan kebijakan yang
harus dilaksanakan secara berkesinambungan (Chou & Gupta, 1998).
Selain pemerintah, dalam model perlindungan sosial diperlukan juga
peran lembaga non pemerintah. Ke-Young Chou dan Sanjeev Gupta
dalam konteks pembangunan berkelanjutan membuat skema
perlindungan sosial yang menunjukkan model komplementer tersebut
(Gambar 1).
Gambar 1.
Skema Perlindungan Sosial dalam konteks pembangunan
berkelanjutan
Sumber: Ke-Yong Chu & Sanjeev Gupta, 1998.
Di Indonesia sejak tahun 2004 telah diterbitkan undang-undang
terkait perlindungan sosial, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam sistem jaminan sosial ini diakui
bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya
menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan
makmur. Untuk memberikan jaminan sosiai yang menyeluruh, Negara
61FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat
Indonesia, yang terdiri jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Sedangkan
undang undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
lebih banyak mengatur perlunya keberadaan Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
PKH adalah sebuah model perlindungan sosial berbasis keluarga.
Secara konseptual PKH termasuk dalam kategori bantuan sosial (so-
cial assistance), yakni program jaminan sosial (social security) yang
berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan yang
umumnya diberikan kepada keluarga rentan yang tidak memiliki
penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Keluarga miskin,
penganggur, anak-anak, penyandang cacat, lanjut usia, orang dengan
kecacatan fisik dan mental, kaum minoritas, yatim-piatu, kepala
keluarga tunggal, pengungsi, dan korban konflik sosial adalah beberapa
contoh kelompok sasaran bantuan sosial. Model serupa PKH ini
biasanya disebut sebagai pelayanan sosial yang berorientasi pada pro-
gram subsidi tunai atau barang seperti Subsidi Langsung Tunai (SLT),
kupon makanan, dan subsidi temporer seperti tunjangan perumahan.
Bahkan program “beras miskin” (raskin) dapat dikategorikan sebagai
bantuan sosial juga (Suharto, 2006).
Dalam pelaksanaan perlindungan sosial berbasis keluarga, sesuai
kebijakan pemerintah, termasuk bagian dari program penanggulan
kemiskinan. Program ditujukan kepada kelonpok program bantuan
sosial terpadu berbasis keluarga. Program ini merupakan kebijakan
perlindungan sosial dalam rangka pemenuhan, hak dasar. pengura-
ngan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin
(Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010). Melalui Inpres Nomor 3
Tahun 2010, Presiden mengintruksikan kepada segenap Menteri,
Pimpinan Lembaga Non Departemen dan Kepala Daerah untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan
kewenangan masing-masing, untuk memfokuskan antara lain
percepatan program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga.
PKH merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian uang
tunai kepada RTSM, yang selanjutnya kepada mereka diwajibkan untuk
melakukan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
62 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
B. 3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif
dengan merujuk pada metode studi kasus. Pendekatan deskriptif adalah
model penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan adanya
hubungan antar variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
suatu fenomena yang dijadikan sebagai obyek kajian (Sarman, 2004).
Sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah RTSM. RTSM
yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah RTSM yang ditetapkan
sebagai peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut tahun 2010. Sebagai
kasus, dalam penelitian ini ditetapkan lokasi penelitian di Kelurahan
Pelaihari (sebagai representasi kasus berciri wilayah perkotaan), dan
Desa Batakan di Kecamatan Panyipatan (yang diasumsikan dapat
mewakili wilayah berciri pedesaan). Kelurahan Pelaihari berada di
pusat kota sedangkan Desa Batakan merupakan berada di wiiayah
pinggiran.
Sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah observaasi dan
wawancara untuk menggali informasi tentang: (1) bagaimana
efektivitas PKH, dan (2) bagaimana manfaat program bagi RTSM
peserta PKH. Hasil observasi dan wawancara itu kemudian diperkuat
dengan verifikasi data skunder yang berasal dari dokumen-dokumen
pelaksanaan program dan konfirmasi dengan petugas dan pejabat yang
berwenang sebagai pelaksana program di daerah. Dengan demikian
desain penelitiannya lebih diarahkan untuk menilai pelaksanaan pro-
gram dari perspektif kemanfaatan yang diterima oleh subyek penelitian
sebagai peserta PKH (Gambar 2).
63FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Gambar 2. Model Desain Penelitian
C. HASIL PENELITIAN
C. 1. Kondisi Aktual Pelaksanaan PKH
Kabupaten Tanah Laut memiliki jumlah penduduk mencapai
270.091 jiwa, terdiri dari 137.574 jiwa laki-laki (50,94%) dan 132.517
jiwa perempuan (49,06 %) dengan mayoritas usia 15-60 tahun sebesar
174.899 jiwa, sedangkan usia harapan hidup 67,90 tahun atau lebih
tinggi dari rata-rata usia harapan hidup provinsi Kalimantan Selatan
(63,10 tahun). Data BPS tahun 2009 menyebutkan jumlah rumah tangga
di Kabupaten Tanah Laut sebanyak 71.418; sedangkan RTSM peserta
PKH pada tahun yang sama berjumlah 1.466 atau 2,05% dari jumlah
rumah tangga di Kabupaten Tanah Laut.
64 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Pada tahun 2008 peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut sebanyak
1.499 RTSM. tahun 2009 sebanyak 1.466 RTSM, dan tahun 2010
sebanyak 1.188 RTSM. Sedangkan total bantuan dana PKH di
Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2008 sebesar Rp1.891.400.000, pada
tahun 2009 sebesar Rp1.854.400.000, dan pada tahun 2010 sebesar
Rp1.461.600.000. Peserta PKH terbanyak berada di wilayah Kecamatan
Panyipatan yang hampir dua kali lipat dari jumlah Peserta PKH yang
berada di kecamatan lain, sehingga jumlah bantuan dana terbesar untuk
PKH pun berada di kecamatan tersebut (Tabel 1).
Tabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah Laut
Sumber: UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2010
Sesuai dengan pedoman PKH yang mengatur bantuan PKH
pemberian bantuan dana PKH tidak terkait dengan jumlah anggota
keluarga, faktor jumlah anggota keluarga tidak digunakan untuk
memperhitungkan besaran bantuan yang diberikan kepada peserta
PKH. Itulah sebabnya bisa saja terjadi RTSM yang memiliki anggota
lebih besar tetapi mendapatkan bantuan lebih kecil. Kasus semacam
ini terjadi Desa Batakan, ada satu RTSM yang memiliki 9 anggota rumah
tangga (ART) tetapi hanya mendapatkan bantuan Rp1.800.000;
sedangkan tetangganya yang hanya memiliki 5 ART justru
mendapatkan bantuan Rp2.200.000. Di desa Tanjung Dewa (kecamatan
Penyipatan), ada RTSM yang 10 ART tetapi hanya mendapatkan
bantuan dana sebesar Rp1.400.000; sedangkan satu RTSM yang
memiliki jumlah 5 ART justru mendapatkan bantuan dana PKH sebesar
Rp2.200.000. Di Kelurahan Pelaihari (Kecamatan Pelaihari), ada
seorang janda yang memiliki 6 orang ART tetapi hanya menerima Rp
100.000; sama dengan yang diterima oleh tetangganya yang hanya
memiliki 2 ART (berita acara UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2010) .
65FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Sesuai dengan tujuan PKH untuk meringankan beban RTSM dalam
pembiayaan kesehatan dan pendidikan, maka komponen yang
mendapatkan bantuan dana PKH adalah yang pembiayaan yang terkait
dengan kesehatan dan pendidikan (Pedoman PKH, 2010). tetapi dalam
prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa dana bantuan dapat
dimanfaatkan sepenuhnya untuk pembiayaan kesehatan dan
pendidikan.
Sesuai dengan pernyataan Bupati dan Ketua DPRD sebagai mana
terdapat dalam dokumen komitmen kesediaan sebagai daerah yang
menerima PKH, untuk Kabupaten Tanah Laut sebenarnya cukup
tersedia fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk
mendukung PKH (UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2008). Dengan
demikian secara formal tidak ada masalah dengan ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Tanah Laut.
Tabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah
Sumber: Tanah Laut dalam Angka 2009 dan UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2009
Dari Tabel 2 tampak bahwa persentase penerima bantuan dana
PKH untuk jenis pendidikan sebenarnya lebih banyak diserap oleh
mereka yang sekolah ditingkat SLTP (4,26%), meskipun secara riil
jumlah penerima bantuan dana PKH itu lebih banyak pada keluarga
yang menyekolahkan anaknya di SD (1.267 orang). Anak SMA dan
SMK sesuai dengan ketentuan PKH, bukan merupakan sasaran PKH.
Sedangkan untuk layanan pengguna Posyandu, dari 13 kecamatan
hanya ada 4 kecamatan di Kabupaten Tanah Laut yang mendapatkan
program dana PKH (Tabel 3).
66 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Tabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan Posyandu
di Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Laut
Sumber: Tanah Laut dalam Angka 2009 dan UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2009
Pada tahun 2008, hasil validasi data peserta PKH yang dilakukan
oleh pendamping, terdapat 10 RTSM yang pindah domisili, enam
orang di antaranya pindah mukim dari Kecamaan Panyipatan. Pada
tahun yang sama, ternyata ada 5 RTSM yang sudah layak dikategorikan
sebagai Rumah Tangga Mampu, sehingga tidak mendapatkan lagi dana
PKH, 3 di antaranya berasal dari Kecamatan Panyipatan, dan 2 orang
lainnya dari Kecamatan Pelaihari. Pada tahun 2009, jumlah RTSM
yang dikategorikan mampu dan tidak lagi mendapatkan dana PKH
bertambah menjadi 37 orang, sedangkan pada tahun 2010 bertambah
lagi sebanyak 21 rumah tangga (Tabel 4). Sayangnya tidak dapat
diverifikasi lebih lanjut, mengapa mereka berubah status menjadi
keluarga yang “mampu”, apakah karena keberhasilan program PKH
atau karena faktor lain atau bahkan boleh jadi karena peranan pro-
gram pengentasan kemiskinan lainnya.
Tabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH di
Kabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah Laut
Sumber: Diolah dari UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2010.
Adanya keraguan atas pengaruh PKH terhadap perubahan sta-
tus RTSM itu sesuai dengan laporan Pendamping PKH Kabupaten
Tanah Laut Tahun 2009, bahwa terdapat beberapa kendala di
lapangan, antara lain:
67FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
(a) Kurangnya koordinasi antara instansi terkait sehingga ada pro-
gram yang tidak sikron satu sama lain.
(b) Kendala distribusi formulir verifikasi Fasilitas kesehatan dan
Fasilitas Pendidikan sehingga pengembalian formulir mengalami
keterlambatan, padahal ini merupakan dasar acuan
pembayaran bantuan dana PKH. Meskipun telah dijelaskan
bahwa PKH program untuk keluarga sangat miskin muncul pula
pertanyaan dari guru dan bidan dalam hal kompensasi pengisian
formulir.
(c) Keterlambatan informasi yang di berikan pusat kepada daerah
sehingga menyulitkan pendamping untuk meneruskan informasi
tersebut kepada peserta PKH, terutama dalam hal pencairan
dana bantuan dan verifikasi data (deadline closing).
(d) Masih ada daerah yang belum tersentuh oleh fasilitas kesehatan
(Pulau Ubi Desa Batakan) sehingga peserta PKH sulit untuk
mengaksesnya dan melaksanakan kewajiban kesehatan.
(e) Sulitnya pendamping menuju lokasi dampingan karena kondisi
jalan masih banyak yang rusak.
C. 2. Efektivitas PKH
PKH adalah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis
keluarga yang dalam target jangka pendeknya bertujuan terlaksananya
pemanfaatan fasilitas pendidikan ataupun fasilitas kesehatan oleh
RTSM peserta PKH. Dalam jangka panjang, PKH bertujuan untuk
mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia, serta merubah perilaku RTSM yang
relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Berikut ini
adalah hasil temuan implementasi PKH di dua kasus, yaitu: Desa
Batakan Kecamatan Panyipatan, dan Kelurahan Pelaihari Kecamatan
Pelaihari.
(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan
Desa Batakan merupakan salah satu desa di Kecamatan
Panyipatan yang berada di wilayah utara Kabupaten Tanah Laut. Jarak
Desa Batakan dengan ibukota kabupaten sejauh 40 km atau dapat
ditempuh kurang lebih selama 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan
68 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
bermotor. Sebelah barat dan selatan Desa Batakan, berbatasan dengan
Laut Jawa, sebelah utara berbatasan Desa Tanjung Dewa dan sebelah
timur berbatasan Desa Kandangan Lama. Penduduk Desa Batakan
berjumlah 4.929 jiwa sedangkan penduduk miskin berjumlah 1.876
orang atau 38,06% dari total penduduk (Profil Desa Batakan, 2010).
(a) Peserta PKH
Peserta PKH di Desa Batakan merupakan peserta terbanyak di
Kabupaten Tanah laut. Pada tahun 2010 jumlah peserta PKH di
Desa Batakan sebesar 149 RTSM. Dari jumlah RTSM peserta PKH
tersebut terdapat lima orang hamil, 89 balita, 148 anak SD dan 34
anak SLTP. Dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di Desa Batakan
yang berjumlah 1.272 rumah tangga, maka persentase penerima
PKH di Desa Batakan sebesar 0,27% dari rumah tangga miskin.
Berdasarkan studi kelayakan Kementerian sosial, Desa Batakan
menempati rangking pertama sebagai desa sasaran PKH di
Kecamatan Panyipatan dengan skor kelayakan 25,47. Rangking
kedua ditempati Desa Tanjung Dewa dengan skor 13,24. (UPPKH
Kabupaten Tanah Laut, 2010).
RTSM peserta PKH di Desa Batakan sudah sesuai dengan
sasaran. Berdasarkan wawancara dengan tiga RTSM masing
berinisial W, M dan J (wawancara tanggal 12 Agustus 2010) mereka
semua pada intinya berpendapat, semua RTSM peserta PKH di Desa
Batakan memang layak mendapatkan bantuan dana PKH. Hasil
konfirmasi kepada pendamping PKH yang berinisial Y, ternyata
tidak semua RTSM dapat diakomodir karena keterbatasan dana.
“Penentuan PKH untuk tahun 2010 dilaksanakan dengan open
system, sehingga peserta yang tidak memenuhi syarat
dikeluarkan, kemudian diusulkan peserta baru. Tetapi karena
kuota yang ditentukan terbatas, sehingga memang ada rumah
tangga yang sebenarnya layak mendapatkan dana PKH tidak
dapat dijadikan peserta. Kami pernah didatangi warga untuk
minta dijadikan peserta PKH dan setelah kami cek kondisi rumah
tangga, memang layak mendapatkan. Tetapi sudah tidak ada
lagi kuota, kami hanya mengusulkan. RTSM peserta PKH semua
ditetapkan oleh pusat (Wawancara dengan Y, 12 Agustus 2010).
69FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
(b) Ketersediaan Fasilitas
Di Desa Batakan terdapat 3 posyandu, sedangkan jumlah balita
dan ibu hamil RTSM yang mendapat pelayanan sebanyak 94 orang
yang terdiri dari 5 orang ibu hamil dan 89 balita; dan berarti setiap
posyandu rata-rata harus melayani 32 orang. Keadaan ini dapat
dikatakan kurang memberikan kenyamanan dalam pelayanan
kesehatan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan S, peserta PKH
mengeluhkan keadaan ini, dan dibenarkan oleh sejumlah peserta
PKH lainnya.
Kami tidak mempermasalahkan kewajiban peserta PKH untuk
mengikuti kegiatan di posyandu, tapi kegiatan di Posyandu itu
membosankan. Bagaimana tidak, kami harus meninggalkan
pekerjaan di rumah, harus bersusah payah membawa kedua
anaknya ke posyandu, sesampainya di Posyandu, masih fokus
menunggu antri lama. Setelah menunggu cukup lama baru
dipanggil oleh petugas (Wawancara dengan S, 12 September
2010).
Ketidaknyamanan pelayanan Posyandu itu diakui oleh petugas
(berinisial D) yang bertugas memberikan pelayanan. Idealnya,
untuk kondisi posyandu seperti yang ada di lokasi penelitian
itu seharusnya cukup melayani 15 orang per hari agar stamina
petugas tetap terjaga sampai pekerjaan selesai. Sedangkan untuk
fasilitas pendidikan untuk peserta PKH, hasil verifikasi
menunjukkan kapasitas yang tersedia untuk SD dan SLTP lebih
dari cukup. Pada beberapa kasus SD di mana peserta PKH
bermukim, bahkan cenderung kekurangan murid.
c. Pendampingan
Pendamping untuk Desa Batakan dilakukan oleh petugas
pendamping PKH Kecamatan Panyipatan. Dalam melaksanakan
tugas pendampingan, pendamping PKH itu menyampaikan laporan
bulanan setiap wilayah desa/kelurahan kepada UPPKH Kabupaten
Tanah Laut. Memperhatikan laporan yang dibuatnya, tampaknya
kinerja petugas itu cukup baik dalam melaporkan segala hal yang
berkaitan dengan bidang tugasnya. Namun, dari laporannya itu pula
tampak bahwa petugas belum mampu mengatasi permasalahan
70 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
manakala ada kendala di lapangan. Contohnya, ada laporan bahwa
tidak setiap anggota PKH melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui ke
Posyandu, namun petugas hanya mencatat tetapi tidak melacak
mengapa peserta PKH tidak melakukan aktivitas yang seharusnya
dilakukan oleh seorang peserta PKH, dan juga tidak ada laporan
apa yang telah dilakukan oleh petugas agar peserta PKH itu menjadi
lebih aktif.
Dari hasil wawancara dengan peserta PKH dapat dilacak
bahwa satu-satunya peran pendamping yang paling menonjol
adalah ketika dilakukan validasi kelengkapan dan proses pencairan
bantuan dana program. Mereka mengakui bahwa petugas
pendamping PKH selalu hadir dalam setiap pertemuan kelompok
RTSM. Keberadaan pendamping, menurut peserta program,
dirasakan sangat membantu kelancaran dalam proses pencairan
dana PKH.
(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari
Kelurahan Pelaihari merupakan pusat kota di Kabupaten Tanah
Laut. Kelurahan Pelaihari di sebelah utara berbatasan dengan
Kelurahan Angsau, sebelah selatan bersebelahan dengan Kelurahan
Karang Taruna, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Angsau
dan seberah barat berbatasan dengan Desa Tungkaran. Pada tahun
1980-an pusat perkantoran Pemda Tanah Laut berada di Kelurahan
Pelaihari, sebelum kemudian dipindahkan ke kawasan baru di
Kelurahan Angsau. Namun demikian pusat kegiatan ekonomi rakyat
berupa pasar tradisional dan pertokoan yang menyebabkan muncul
keramaian tetap berada di Kelurahan Pelaihari. Penduduk Kelurahan
Pelaihari berjumlah 12.703 jiwa sedangkan penduduk miskinnya
berjumlah 910 orang atau sekitar 7,16% dari total penduduk (Profil
Kelurahan Pelaihari 2010).
Peserta PKH di Kelurahan Pelaihari pada tahun 2010 berjumlah
42 RTSM. Dari jumlah RTSM peserta PKH tersebut terdapat ibu yang
bertanggung jawab atas perawatan 20 balita,51 anak SD dan 15 anak
SLTP. Di Kelurahan Pelaihari pada tahun 2010 tidak terdapat anggota
RTSM yang sedang hamil. Dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di
71FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Kelurahan Pelaihari yang berjumlah 2.439 rumah tangga, maka
persentase penerima PKH di Kelurahan Pelaihari sebesar 0,13% dari
rumah tangga miskin.
Berdasarkan studi kelayakan Kementerian sosial, Kelurahan
Pelaihari menempati rangking kedua sebagai desa/kelurahan sasaran
PKH di Kecamatan Pelaihari dengan skor kelayakan 7,76. Rangking
pertama ditempati Desa Ujung Batu dengan skor 7,88 (UPPKH
Kabupaten Tanah Laut, 2010). Dengan demikian, peserta PKH di
Kelurahan Pelaihari sudah sesuai dengan aturan sasaran program.
Kelayakan peserta PKH bukan hanya diakui oleh petugas pendamping,
tetapi juga diaminkan oleh peserta PKH yang diwawancarai dalam
rangka penelitian ini. Tidak ada keluhan dan keberatan dari peserta
PKH atas status mereka.
a. Ketersediaan Fasilitas
Di Kelurahan Pelaihari terdapat 7 posyandu, sedangkan jumlah
balita dan ibu hamil RTSM yang harus mendapatkan pelayanan
sebanyak 20 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan P
(Wawancara 02 September 2010) diketahui bahwa pelayanan
terhadap RTSM peserta PKH cukup nyaman, karena tidak perlu
menunggu terlalu lama. Konfirmasi dengan petugas posyandu
(Wawancara dengan Z,02 September 2010), ternyata petugas pun
merasa tidak keberatan dengan tambahan pengunjung yang berasal
dari RTSM peserta PKH, karena jumlahnya sedikit. Demikian pula
untuk ketersediaan fasilitas pendidikan dalam rangka mendukung
program bantuan PKH, lebih dari cukup, dan tidak ada masalah.
b. Pendampingan
Pendamping untuk Kelurahan Pelaihari merupakan
pendamping PKH Kecamatan Pelaihari. Dalam melaksanakan tugas
pendampingan, Pendamping PKH menyampaikan laporan bulanan
setiap wilayah kelurahan kepada UPPKH Kabupaten Tanah Laut.
Dan seperti juga petugas pendamping di Kecamatan Panyipatan,
aktivitas yang dilakukan oleh petugas pendamping di Kecamatan
Pelaihari terutama berkaitan dengan hal-hal administratif proses
72 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
bagaimana pencairan dana, dan belum sampai memberikan
prakondisi agar peserta PKH lebih aktif memanfaatkan akses layanan
kesehatan manakala mereka seharusya membutuhkan hal itu.
C. 3. Manfaat PKHManfaat jangka pendek PKH adalah memberikan income effect
kepada RTSM melalui pengurangan beban pengeluaran RTSM peserta
PKH untuk membiayai kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Untuk
jangka panjang, manfaat PKH diharapkan dapat memutus rantai
kemiskinan antar generasi. PKH dilaksanakan dengan cara memberikan
bantuan dana kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang
terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada
pada lokasi terpilih. Berikut ini diuraikan hasil temuan implementasi
PKH di dua kasus, yaitu Desa Batakan (Kecamatan Panyipatan) dan
Kelurahan Pelaihari (Kecamatan Pelaihari) dari perspektif manfaat
program.
Untuk Desa Batakan, dari 149 RTSM peserta PKH terjadi
peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan pendidikan sesuai
dengan ketentuan PKH sebagai berikut:
1. Pada catur wulan I sebanyak 69 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau 80 RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan
2. Pada catur wulan II sebanyak 114 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau 35 RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan.
3. Pada catur wulan II sebanyak 146 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau tiga RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan.
Sedangkan untuk Kelurahan Pelaihari dari 42 RTSM peserta PKH
tidak tampak terjadi peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan
pendidikan sesuai dengan ketentuan PKH, rincian pemanfaatan
fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk Kelurahan Pelaihari sebagai
berikut:
1. Pada catur wulan I sebanyak 47 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau satu RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan
2. Pada catur wulan II sebanyak 21 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau zr RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan
73FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
3. Pada catur wulan III sebanyak 35 RTSM yang melaksanakan
pemanfaatan atau tujuh RTSM tidak melaksanakan
pemanfaatan
Konfirmasi dengan peserta PKH yang tidak memanfaatkan fasilitas
menunjukkan bahwa aktivitas yang berkaitan dengan PKH dianggap
sebagai pilihan bebas. Seorang peserta PKH di Kelurahan Pelaihari,
berinisial K, mengaku sebenarnya ingin berpartisipasi, namun ia
terkendala dengan kegiatannya berjualan, dan tidak mungkin
meninggalkan jualannya hanya untuk pergi ke Posyandu mengantar
anaknya. Sejumlah peserta PKH mengakui bahwa mereka akan ke
Posyandu mengantar anak balitanya kalau sakit, dan apabila hanya
untuk pemeriksaan rutin akan dilakukan kalau ada kesempatan waktu
luang.
Pemanfaatan dana PKH praktis jauh lebih baik dalam konteks
kebutuhan pakaian dan alat-alat sekolah anak-anak peserta PKH. Hasil
wawancara dengan peserta PKH yang berinisial Ist barangkali dapat
mewakili kemanfaatan PKH bagi RTSM penerima dana bantuan.
Dengan adanya PKH sekarang ini. kami lebih nyaman
memenuhi kebutuhan anak sekolah. Dari dana PKH yang kami
terima dibelikan sepeda untuk anak laki-Iaki kami. Biasanya ia
berjalan kaki, atau menumpang temannya naik sepeda. Ia dulu
sering terlambat dan sering tidak masuk sekolah. Karena harus
berjalan jauh, sesampai di sekolah pelajaran sudah dilaksanakan.
Bila ia bergantung kepada temannya yang memiliki sepeda,
sering ia tidak masuk sekolah karena temannya itu belum tentu
menjemputnyo. Sedangkan adiknya yang juga sekolah kami
belikan baju baru dari dana PKH. Kalau tidak ada PKH belum
tentu kami bisa membelikan baru seragam yang baru
(Wawancara dengan Ist tanggal 23 November 2010).
Tetapi tidak selalu dana PKH diperuntukkan buat aktivitas jangka
pendek sebagaimana dirancang dalam panduan program. Seorang
peserta PKH penerima bantuan berinisial M, justru memanfaatkan
dana bantuan PKH untuk uang saku anaknya ketika sekolah.
Alasannya, anaknya itu sering tidak masuk sekolah karena tidak ada
74 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
uang saku, dan dana PKH itulah solusinya. Sedangkan seorang peserta
PKH yang berinisial D, mengaku jadi rajin datang ke posyandu karena
dengan adanya dana PKH dia dapat memanfaatkannya guna
membayar ongkos ojek ke posyandu.
C. 4. Pembahasan
PKH merupakan salah satu program dari kebijakan pemerintah
dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Pada saat awal
diluncurkannya PKH didasarkan pada kebijakan Penanggulangan
kemiskinan sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009 (Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2005). Pada tahun 2010, program ini selain
didasarkan pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010),
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang
percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Instruksi Presiden Nomor
Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan
Nasional Tahun 2010 dan Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
Berbagai peraturan tersebut di atas mengatur kebijakan umum
Pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan. Dalam hal
pelaksanaan teknisnya Program Keluarga Harapan diatur oleh Direktur
Jenderal Bantuan Sosial dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, dalam
bentuk Pedoman Umum Program Keluarga Harapan. Untuk Tahun
2008, Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Nomor 01/BJS-BS.08.04/II/2008. Untuk Tahun 2008,
Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Nomor 01/BJS-BS.08.04/V/2009; dan untuk Tahun 2010,
Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Nomor 01/BJS-BS .08.04/ II/ 2010.
Penentuan sasaran PKH ditentukan oleh Kementerian Sosial.
Untuk penentuan daerah, dipersyaratkan adanya komitmen dari
Pemerintah Daerah terkait kesediaannya sebagai wilayah yang
menerima Program Keluarga Harapan. Komitmen Pemerintah
Kabupaten Tanah Laut dituangkan dalam bentuk Surat Pernyataan
Kesediaan Daerah Untuk Melaksanakan PKH yang ditandatangani
75FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
oleh Bupati Tanah Laut Drs H Adriansyah dan Wakii Ketua DPRD
Kabupaten Tanah Laut Hadi Sucipto, tertanggal 6 Maret 2008.
Penentuan RTSM peserta PKH yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat, setelah memperoleh data RTSM dari Badan Pusat Statistik. Data
penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) digunakan sebagai data awal
yang kemudian diolah sebagai dasar penentuan sasaran RTSM
Penerima PKH. Penggunaan data BLT sebagai data awal ini
dimaksudkan sebagai langkah penghematan biaya. Meskipun diakui
bahwa data BLT itu seringkali tidak begitu valid.
Dalam menentukan perhitungan besaran bantuan yang diberikan
kepada RTSM didasarkan pada komponen syarat kepesertaan PKH,
yaitu adanya Ibu hamil, Ibu menyusui, adanya anak balita, anak
sekolah dasar dan SLTP. Karena tujuan jangka pendek PKH adalah
untuk memberikan efek pendapatan kepada rumah tangga miskin
melalui pengurangan beban biaya kesehatan Ibu hamil, Ibu menyusui
dan anak balita serta biaya pendidikan anak sekolah. Sesuai dengan
tujuan jangka pendek tersebut maka perhitungan besarnya bantuan
kepada RTSM peserta PKH sudah tepat, karena disesuaikan dengan
kebutuhan riil. Deviasi hanya terjadi untuk komponen anak sekolah
dasar yang dikonversikan dengan besar bantuan Rp 400.000 setiap
satuan anak; karena dalam kenyataannya kebutuhan pembiayaan anak
SD jauh lebih besar dari angka tersebut.
Mencoba belajar dari program BLT, pembayaran bantuan dana
PKH kepada RTSM peserta PKH juga dilakukan di kantor pos, dan
untuk menghindari adanya pemotongan oleh pihak lain harus diterima
langsung yang bersangkutan. Pada tahun 2010 penggunaan Surat
Kuasa untuk pengambilan dana oleh Kepala Desa/Perangkat Desa,
tidak diperbolehkan lagi. Kebijakan itu dilakukan untuk menghindari
kasus serupa yang terjadi pada program BLT, adanya dugaan
penyalahgunaan surat Kuasa untuk pengambilan dana BLT Tahun
2009 yang terjadi di Kabupaten Tanah Laut (Banjarmasin Post, 2
Oktober 2010).
Terkait dengan kasus perpindahan domisili bagi RTSM Peserta
PKH, tidak ditemukan solusi untuk juga memindahkan status
kepesertaan yang bersangkutan sebagai penerima program. Status
kepersertaan PKH sulit untuk dapat dapat dilakukan perpindahan
76 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
karena terkait dengan daerah yang dituju, apakah termasuk daerah
sasaran pelaksanaan PKH atau tidak. Bila daerah tersebut merupakan
daerah sasaran PKH itu pun tidak mudah dipindahstatuskan karena
penentuan RTSM Peserta PKH ditentukan oleh Pemerintah Pusat
(Kemensos). Hal ini tentu saja menjadi persoalan tersendiri. PKH pada
dasarnya diadakan untuk meringankan beban keluarga miskin berbasis
keluarga, tetapi dalam implementasinya menggunakan pendekatan
wilayah yang semata-mata bersifat administratif. Meskipun populasi
RTSM Peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut yang mengalami
perpindahan tidak terlalu besar, namun kasusnya tidak terselesaikan
karena persoalan administratif tersebut.
Dari pelaksanaan PKH di Kabupaten Tanah Laut sejak Tahun 2008
sampai dengan 2010, terdapat beberapa RTSM yang kemudian tidak
lagi dapat dikategorikan sebagai RTSM penerima PKH karena dinilai
menjadi keluarga mampu. Oleh petugas pendamping PKH rumah
tangga demikian diusulkan untuk dikeluarkan dari Daftar RTSM
penerima PKH atau exit program. Sejak tahun 2008 sampai dengan
2010 RTSM Peserta PKH yang memasuki exit program sebagai berikut:
Pada tahun 2008 terdapat lima RTSM atau 0,33% dari total RTSM
peserta PKH yang yang masuk kategori exit program. Pada tahun 2009
terdapat 37 RTSM atau 2,52% dari total RTSM peserta PKH yang yang
masuk kategori tersebut. Dan pada tahun 2010 terdapat 21 RTSM atau
1,77% dari total RTSM peserta PKH yang masuk kategori bukan RTSM
lagi. Meskipun angka persentase RTSM peserta PKH yang termasuk
dalam kategori exit program terbilang kecil, namun keadaan ini
menunjukan bahwa pelaksanaan PKH di Kabupaten Tanah Laut dapat
diasumsikan memiliki dampak yang nyata.
Sehubungan dengan diberlakukannya penilaian dan sanksi terkait
komitmen pemanfaatan fasilitas kesehatan (faskes) dan fasilitas
pendidikan (fasdik) pada tahun 2010, pemenuhan komitmen
pemanfaatan faskes/fasdik oleh RTSM peserta PKH ternyata
mengalami peningkatan. Pada Catur Wulan I 68,86%, Catur Wulan II
78,82% dan pada Catur Wulan III sebesar 91,67%. Sedangkan untuk
kategori tidak terpenuhinya komitmen pemanfaatan faskes/ fasdik,
dari Catur Wulan I, II dan III, pemanfaatan fasilitas kesehatan selalu
menduduki persentasi tertinggi (Gambar 3). Dengan kata lain, RTSM
77FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
peserta PKH yang tidak dapat memenuhi komitmen pemanfaatan
fasdik/faskel mengalami penurunan secara signifikan.
Jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi
pemanfaatan faskes dari catur wulan I, II dan II selalu lebih besar dari
jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan
fasdik. Ini dapat dimaknai bahwa kesadaran anak anggota RTSM
peserta PKH untuk bersekolah iebih tinggi bila dibandingkan dengan
kesadaran ibunya untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Di sisi lain,
jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan
faskes dan fasdik dari catur wulan I, II dan II selalu lebih kecil bila
dibandingkan dengan jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat
memenuhi pemanfaatan fasdik ataupun jumlah RTSM peserta PKH
yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan fasdik. Adanya
kecenderungan kecilnya jumlah RTSM yang tidak memenuhi komitmen
pemanfaatan atas kedua komponen yakni faskes dan fasdik sekaligus
menggambarkan bahwa kesadaran ibu RTSM peserta PKH yang rendah
tidak otomatis menyebabkan dia mengabaikan pendidikan anak-
anaknya. Ada dugaan bahwa bagi setiap RSTM sekalipun persoalan
pendidikan anak itu urgen dan tidak ingin diabaikan.
Gambar 5. Kecenderungan pemanfaatan faskes/faskel peserta PKH.
Sumber: UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2010
78 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
D. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa:
1. PKH dalam implementasinya di desa Batakan dan Kelurahan
Pelaihari sebagai lokasi kasus dapat berjalan efektif karena
didukung oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas
dan aktibitas pendampingan.
2. Secara spesifik, PKH ternyata amat bermanfaat untuk
mendukung kelangsungan pendidikan bagi anak-anak usia
sekolah dari RTSM, karena kebutuhannya riil dan penggunaan
dananya juga terukur.
3. Bahwasanya PKH membutuhkan dukungan peran aparatur
pemerintah lainnya terbukti dari adanya ketidakpuasan peserta
PKH atas layanan yang diberikan oleh petugas di Posyandu,
dan ihwalnya bermula dari terbatasnya jumlah petugas layanan
sementara jumlah peserta PKH yang harus dilayani cukup
banyak.
DAFTAR RUJUKAN
Anonimous, 2002. Social Security Concensus. International Labour
Office Geneva.
_________, 2003. Social Protection Strategy. Asian Development Bank,
Manila Philippine.
Chu, Ke-Yong & Sanjeev G, 1998. Social Safety Nets: Issues and Recent
Experiences. IMF, Washington.
Edwards, George C. III, 1990. Implementing Public Policy.
Conggressional Quartely Press, Washington DC.
Gibson, Ivancevich, 1984. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur
Proses. Penerbit Erlangga, Jakarta
Gilbert, Neil, 2003. Changing Patterns of Social Protection. Transac-
tion Publisher, New Jersey, USA.
Hanyna, Arif 2005. Konsep dan Implementasi Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong
Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan. Bappenas, Jakarta.
79FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Jones, Charles O, 1992. Pengantar Kebijakan Publik. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Kabber, Naela, 2008. Mainstreaming Gender in social protection for
the Informal Economy. Commonwealth Secretariat, London.
Karsidi, Rafik, 2007. Sketsa Paradigma dan Teori pembangunan, UNS,
Surakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2004. Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia. LAN, Jakarta.
Maika, Amelia, 2010. Kemiskinan di Pedesaan dan perkembangan
pendidikan Anak Usia Dini. Pusat Studi pedesaan dan Kawasan
Universitas Gadjah Mada, yogyakarta.
Norton, Andy, 2001. Social Protection Concept and Approaches. In-
ternational Development Institute, London.
Nugroho, Riant, 2004. Kebijakan publik: Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Elex Media Komputindo, Jakarra.
_____________, 2007. Analisa Kebijakan. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Rachman Sani, 2009. Penelitian Kualitatif. Universitas Islam Indone-
sia, yogyakarta.
Royat, Sujana, 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan
Kemiskinan. Kemenkokesra, Jakarta.
Safii, Ahmad, 2006. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan
Kritis. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam volume 2 nomor
1 Juni 2006.
Sarman, Mukhtar & Sajogyo, 2000. Masalah Penanggulangan
Kemiskinan. Puspa Swara, Jakarta.
Sarman, Mukhtar, 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Pustaka FISIP
Un1am, Banjarmasin
______________, 2008. Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis
LERD: Peluang Kalimantan Selatan. PK2PD-MSAP Unlam,
Banjarbaru.
Soenarko, 1998. Kebijaksanan Pemerintah. Papyrus, Surabaya.
80 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011
Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik (konsep, teori dan
aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Subejo dan Supriyanto, 2004. Metodologi Pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan. Fakultas Pertanian UGM. Jogjakarta.
Wahab, Sholichin Abdul, 1997. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Jakarta.
Wibawa, Samodra dkk, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali press,
Jakarta.
Widianto, Bambang, 2010. Pelaksanaan dan Penyempurnaan Program
ProRakyat. Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta.
Yufridawati, 2008. Pemberdayaan Masyarakat Lokal dan
Pengembangan Jaringan Pendidikan dalam Pengelolaan
Pendidikan. Depdiknas, Jakarta.