Implementasi Program K eluarga Harapan di Kabupaten T anah ... · Program Keluarga Harapan (PKH),...

32
49 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011 Implementasi Program Keluarga Harapan di Kabupaten Tanah Laut 1 Oleh Akhmad Rozi Oleh Akhmad Rozi Oleh Akhmad Rozi Oleh Akhmad Rozi Oleh Akhmad Rozi 2 ABSTRAK ABSTRAK ABSTRAK ABSTRAK ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) dan bagaimana manfaat program bagi Rumah Tangga Sangat Miskin yang merupakan kelompok sasaran program tersebut di Kabupaten Tanah Laut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada prinsip-prinsip penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi kasus. Unit analisis penelitian adalah rumah tangga peserta PKH dengan mengambil kasus di Desa Batakan (Kecamatan Panyipatan) yang berciri pinggiran, dan Kelurahan Pelaihari (Kecamatan Pelaihari) yang berciri perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKH dalam implementasinya di lokasi kasus dapat dinilai efektif. Efektivitas pelaksanaan program ditentukan oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas, dan adanya pendampingan yang memadai. Manfaat yang paling dirasakan oleh Rumah Tangga sangat Miskin (RTSM) peserta program PKH adalah sub-program peningkatan kualitas sarana sekolah, karena dana bantuan PKH benar-benar bisa digunakan untuk mendukung kelangsungan pendidikan formal anak-anak dari keluarga peserta PKH. A. PENDAHULUAN A. 1. Latar Belakang Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh Pemerintah, mulai dari penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan 1 Tulisan ini diringkas dari penelitian Tesis yang dibuat oleh Akhmad Rozi dibawah bimbingan Dr. Suyanto, MSi Dr. Suyanto, MSi Dr. Suyanto, MSi Dr. Suyanto, MSi Dr. Suyanto, MSi dan Drs. Mukhtar Sarman, MSi Drs. Mukhtar Sarman, MSi Drs. Mukhtar Sarman, MSi Drs. Mukhtar Sarman, MSi Drs. Mukhtar Sarman, MSi. 2 Akhmad Rozi Akhmad Rozi Akhmad Rozi Akhmad Rozi Akhmad Rozi adalah mahasiswa Program Magister Sains Administrasi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat (MSAP-UNLAM) angkatan I, dan status pekerjaannya ketika itu adalah sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Transcript of Implementasi Program K eluarga Harapan di Kabupaten T anah ... · Program Keluarga Harapan (PKH),...

49FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Implementasi Program Keluarga Harapan

di Kabupaten Tanah Laut1

Oleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad RoziOleh Akhmad Rozi22222

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitasProgram Keluarga Harapan (PKH) dan bagaimana manfaat programbagi Rumah Tangga Sangat Miskin yang merupakan kelompok sasaranprogram tersebut di Kabupaten Tanah Laut. Pendekatan yangdigunakan dalam penelitian ini merujuk pada prinsip-prinsip penelitiandeskriptif dengan desain penelitian studi kasus. Unit analisis penelitianadalah rumah tangga peserta PKH dengan mengambil kasus di DesaBatakan (Kecamatan Panyipatan) yang berciri pinggiran, dan KelurahanPelaihari (Kecamatan Pelaihari) yang berciri perkotaan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKH dalam implementasinya dilokasi kasus dapat dinilai efektif. Efektivitas pelaksanaan programditentukan oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas, danadanya pendampingan yang memadai. Manfaat yang paling dirasakanoleh Rumah Tangga sangat Miskin (RTSM) peserta program PKH adalahsub-program peningkatan kualitas sarana sekolah, karena dana bantuanPKH benar-benar bisa digunakan untuk mendukung kelangsunganpendidikan formal anak-anak dari keluarga peserta PKH.

A. PENDAHULUANA. 1. Latar Belakang

Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh

Pemerintah, mulai dari penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan

kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan

1 Tulisan ini diringkas dari penelitian Tesis yang dibuat oleh Akhmad Rozi dibawahbimbingan Dr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSiDr. Suyanto, MSi dan Drs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSiDrs. Mukhtar Sarman, MSi.

2 Akhmad RoziAkhmad RoziAkhmad RoziAkhmad RoziAkhmad Rozi adalah mahasiswa Program Magister Sains Administrasi PembangunanUniversitas Lambung Mangkurat (MSAP-UNLAM) angkatan I, dan status pekerjaannyaketika itu adalah sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

50 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

pertanian, pemberian dana bergulir dan pembangunan infrastruktur.

Namun gejala kemiskinan di Indonesia belum sepenuhnya bisa teratasi.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan berbasis rumah

tangga, Pemerintah meluncurkan program khusus yang diberi nama

Program Keluarga Harapan (PKH), yang dilaksanakan sejak tahun

2007. Meskipun pelaksanaan program ini seiring dengan berakhirnya

program Subsidi Langsung Tunai (SLT), tetapi bukan dimaksudkan

sebagai kelanjutan program SLT. Program PKH lebih dimaksudkan

sebagai upaya membangun sistem perlindungan kepada masyarakat

miskin.

Menurut Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial (Depsos, 2010) PKH

dirancang untuk membantu penduduk miskin kluster terbawah berupa

bantuan bersyarat. Program ini akan dilaksanakan secara

berkesinambungan setidaknya sampai tahun 2015. Program ini

diharapkan mampu berkontribusi untuk mempercepat pencapaian

Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau

MDGs), yaitu pengurangan penduduk miskin ekstrim dan kelaparan,

pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, pengurangan angka

kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan.

Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan

dengan cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada rumah

tangga sangat miskin. Dalam jangka pendek bantuan yang diberikan

membantu mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sangat

Miskin (RSTM). Dengan PKH diharapkan RTSM penerima bantuan

memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan sosial

dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi; termasuk

menghilangkan kesenjangan sosial, ketidakberdavaan dan keterasingan

sosial yang selama ini melekat pada diri warga miskin (Panduan

pendamping PKH, 2008).

PKH dilaksanakan dengan cara memberikan bantuan uang tunai

kepada RTSM jika mereka memenuhi persyaratan terkait upaya

peningkatan sumber daya manusia, yaitu pendidikan dan kesehatan.

RTSM penerima PKH memiliki kewajiban yang harus dipenuhi,

khususnya kewajiban kesehatan dan pendidikan. Kewajiban itu adalah

pemeriksaan kandungan bagi ibu hamil, pemeriksaan kesehatan,

pemberian asupan gizi dan imunisasi anak balita, serta kewajiban

51FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

menyekolahkan anak ke sekolah dasar dan lanjutan. PKH diasumsikan

akan dapat memberi manfaat jangka pendek dan panjang Untuk jangka

pendek PKH akan memberikan income effect kepada RTSM melalui

pengurangan beban pengeluaran rumah tangga. Untuk jangka panjang

Program PKH dimaksudkan untuk memutus rantai kemiskinan antar

generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan, pendidikan dan

kapasitas pendapatan anak di masa depan (Pedoman Umum PKH,

2008).

Sebagai sebuah program yang direncanakan secara terpusat,

dalam implementasinya terdapat banyak aspek dan pihak yang terlibat.

Dalam kaitan itu tidak tertutup kemungkinan terjadinya deviasi pada

saat implementasi program. Hal ini misalnya telah terjadi di Kabupaten

Jember, sedikitnya 550 orang warga dari enam desa di Kecamatan

Arjasa Jember Kabupaten Jember Jawa Timur, melakukan aksi unjuk

rasa, mendatangi kantor DPRD, memprotes kebijakan pemberian

bantuan PKH yang dinilai tidak tepat sasaran (Tempo Interaktif, 1 April

2008). Sebelumnya, warga Karang Muwo, Kecamatan Kalirates

Kabupaten Jember memprotes pelaksanaan PKH, karena Program ini

diduga digunakan untuk kepentingan politik Pilkada Jawa Timur

(Tempo Interaktif, 8 Januari 2008).

Di Kabupaten Pandeglang, peserta PKH di desa Cibingbin

kecamatan Cibaliung harus menyisihkan 30% dari dana yang diterima

oleh peserta PKH untuk diberikan kepada warga lain yang tidak

mendapatkan dana dari PKH (Koran Banten, 2 Mei 2009). Sedangkan

di Kabupaten Rengasdengklok pencairan dana PKH untuk tiga

Kecamatan di kantor pos Cabang Rengasdengklok ada indikasi

pemotongan dana PKH, antara Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu/penerima

PKH (Jawapos/Radar Karawang, 10 November 2008).

Di Kabupaten Tanah Laut, PKH dilaksanakan sejak tahun 2008

bersama dengan 4 kabupaten lainnya (kabupaten Banjar, Barito Kuala,

Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Selatan) di Provinsi Kalimantan

Selatan. Pada tahun 2010, pelaksanan PKH di kabupaten Tanah Laut

memasuki tahun ketiga. Sebagaimana biasanya sebuah kebijakan publik

lainnya, implementasi PKH di tingkat lokal tidak tertutup kemungkinan

menghadapi permasalahan-permasalahan. Merujuk pada Idris dkk

(2009), terdapat beberapa kendala pelaksanaan PKH di kabupaten

52 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Tanah Laut, antara lain kurangnya koordinasi antar instansi terkait,

kurang pedulinya petugas instansi lain yang seharusnya ikut terlibat,

dan keterlambatan informasi dari pusat ke daerah terkait pencairan

dana serta verifikasi data.

Wibawa dkk (1994) mengemukakan bahwa dalam kenyataannya

tidak selamanya kebijakan publik itu mencapai sasaran setelah

diimplementasikan, walaupun direncanakan sedemikian rupa. Karena

pada saat diimplementasikan banyak sekali terkait dengan berbagai

hal yang kompleks, yang tidak mudah untuk dieliminir. Oleh karena

itu, tidak semua kebijakan itu mudah untuk mencapai sasaran dan

membuahkan hasil yang diharapkan. Implementasi kebijakan sangat

terbuka pada munculnya gejala yang disebut “implementation gap”,

yaitu suatu keadaan dimana suatu kebijakan selalu terbuka mengalami

deviasi dalam implementasi.

A. 2. Pokok Permasalahan

Sebagai sebuah program yang dibuat secara sentralistik, tidak

tertutup kemungkinan PKH mengalami berbagai deviasi di dalam

implementasi. Deviasi dimaksud bukan hanya terkait dengan

karakteristik wilayah, tetapi juga karena faktor intervensi politik. Dalam

konteks kasus di Kabupaten Tanah Laut isu utama yang tampak adalah

kurang adanya dukungan dari pihak pelaksana kesehatan dan

pendidikan untuk mendukung program. Oleh karena itu perlu diteliti

apakah implementasi PKH dapat berjalan efektif dan memberikan

manfaat bagi peserta PKH dengan adanya kondisi aktual semacam

itu.

A. 3. Perumusan Masalah

Pertanyaan pokok dalam penelitian ini adalah, apakah kebijakan

yang didesain sedemikian rupa oleh pemerintah secara terpusat dapat

diimplementasikan di tingkat lokal sesuai dengan perencanaan yang

telah ditetapkan. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: Bagaimana efektivitas PKH di kabupaten Tanah Laut, dan

manfaat apa yang dapat dirasakan oleh RTSM yang jadi kelompok

sasaran program?

53FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

A. 4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana

pelaksanaan PKH di kabupaten Tanah Laut sebagai salah satu pro-

gram Pemerintah Pusat yang dikhususkan untuk mengatasi masalah

kemiskinan penduduk di daerah.

B. METODOLOGI

B. 1. Teorisasi Masalah

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebuah kebijakan pro-

gram yang dirumuskan oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah

kemiskinan penduduk di Indonesia. Secara umum, konsep kebijakan

hampir selalu dikaitkan dengan keputusan tetap yang bersifat konsisten

dan merupakan pengulangan tingkah laku dari yang membuat dan

dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut (Utomo, 2000).

Menurut Friedrich sebagaimana dikutip Wahab (1997), kebijakan

adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya

mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan

sasaran yang diinginkan, terutama dalam kaitan adanya peran

fungsional Pemerintah di ranah publik sebagai pelayan masyarakat.

Namun, merujuk pada Nugroho (2004), untuk menyelesaikan

permasalahan yang berkembang di masyarakat diperlukan kebijakan

sebagai realisasi dari fungsi dan tugas negara serta dalam rangka

mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijakan (dalam

konteks peran Pemerintah sebagai pemangku otoritas publik)

dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang ada di ranah publik.

Dan untuk itu dibutuhkan bukan hanya perumusan (rencana) pro-

gram, tetapi juga implementasi program guna mencapai tujuan yang

telah direncanakan.

Oleh karena itu suatu kebijakan harus diimplementasikan agar

mempunyai dampak atas tujuan yang diinginkan (Tachjan, 2006). Itulah

sebabnya implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk

mencapai tujuan dengan sarana dan dalam urutan waktu tertentu.

Padahal implenentasi kebijakan program itu baru dapat dimulai apabila

54 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program-program aksi telah

dibuat, dan dana untuk mendukung pelaksanaan program aksi telah

dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut (Sugono,

1994).

Merujuk pada Wahab (1997), agar suatu kebijakan dapat terimple-

mentasi dengan baik diperlukan syarat-syarat antara lain:

(1) Kondisi eksternal (sikap masyarakat);

(2) Ketersesedian waktu dan sumber daya;

(3) Sinergisitas sumber daya yang diperlukan;

(4) Adanya hubungan kausalitas;

(5) Kesederhanaan mata rantai penghubung;

(6) Hubungan saiing ketergantungan kecil;

(7) Pemahaman terhadap tujuan;

(8) Adanya tugas-tugas yang jelas dalam urutan waktu yang tepat;

(9) Komunikasi dan koordinasi yang baik.

Meminjam konsep efektivitas program Maarse (Hogerwerf, 1983)

ada empat faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu

implementasi kebijakan, yaitu: isi dari kebijakan yang dilaksanakan,

tingkat informasi dari aktor-aktor yang terribat pelaksanaan,

banyaknya dukungan yang harus dilaksanakan, dan pembagian dari

potensi-potensi yang ada. Itulah sebabnya keberhasilan aktifitas

implementasi kebijakan tergantung pada isi kebijakan dan konteks

kebijakan (Subarsono, 2006). Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected), jenis

manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), derajat perubahan yang

diinginkan (extent of change envisioned), kedudukan pembuat

kebijakan (site of decision making), para pelaksana program (program

implementators), sumber daya yang dikerahkan (resources commited).

Sedangkan konteks implementasi yang terdiri dari: kekuasaan (power),

kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors

involved), karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime

characteristics), kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance

and responsiveness).

Merujuk pada penjabaran Robbins (1994), sebuah kebijakan pro-

gram itu bisa efektif terrgantung pada pendekatannya, apakah

55FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

berorientasi pada upaya mencapai tujuan, atau mengikuti model sistem,

atau mempertimbangkan konstituensi-strategisnya, atau dengan

mempertimbangkan nilai-nilai persaingan. Pendekatan pencapaian

tujuan (goal attainment approach) memandang bahwa keefektifan

organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada

caranya (means). Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan

ini dikenal dengan Managemen By Objectives (MBO), yaitu falsafah

manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya

dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan. Sedangkan pendekatan sistem menekankan

bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka

perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianva, mempertahankan

diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan

pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan

yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus

bagi, kelangsungan hidupnya. Pendekatan konstituensi-strategis lebih

menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi di dalam

lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang

terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. Adapun pendekatan nilai-

nilai bersaing mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan lainnya,

masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing

didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya

lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.

Dalam konteks PKH, tampaknya pendekatan terakhir itulah yang ingin

dicoba diimplementasikan di lapangan.

PKH merupakan program pemerintah dalam rangka percepatan

penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di

bidang perlindungan sosial. Menurut Dirjen Bantuan dan Jaminan

Sosial Departemen Sosial (2007), PKHmerupakan asistensi sosial

kepada Rumah Tangga Miskin yang ditujukan untuk mengubah

perilaku terhadap perbaikan status kesehatan ibu hamil, ibu menyusui,

dan anak balita, serta pendidikan anak RTSM. Secara umum PKH

bertujuan untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan,

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta mengubah perilaku

RTSM yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan.

Tetapi secara khusus, PKH sebenarnya bertujuan untuk:

56 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

(1) Meningkatkan status sosial ekonomi RTSM;

(2) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas,

anak balita dan anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekolah

dasar dari RTSM;

(3) Meningkatkan akses dan kualitas pelayahan pendidikan dan

kesehatan, khususnya bagi anak-anak RTSM;

(4) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM.

Diasumsikan bahwa untuk jangka pendek PKH mestinya mampu

memberikan income effect kepada rumah tangga miskin melalui

pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin. Namun untuk

jangka panjang, PKH diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan

antar generasi melalui:

(1) Peningkatan kualitas kesehatan/nutrisi, pendidikan dan

kapasitas pendapatan anak di masa depan price effect anak

keluarga miskin).

(2) Memberikan kepastian kepada si anak akan masa depannya (in-

surance effect).

(3) Mengubah perilaku keluarga miskin yang relatif kurang

mendukung peningkatan kesejahteraan akibat antara lain: (a)

kurangnya informasi mengenai hak, manfaat, keuntungan dan

kesempatan, (b) tingginya biaya tidak langsung seperti biaya

transportasi dan seragam sekolah, (c) opportunity cost yakni

sikap orang tua yang menganggap anak bekerja lebih

menguntungkan daripada bersekolah.

(4) Mengurangi pekerja anak dan mencegah turunnya anak-anak

bekerja di jalanan, serta mencegah rumah tangga miskin

menjadi tuna sosiai dan atau penyandang masalah

kesejahteraan sosial.

(5) Peningkatan kualitas pelayanan dan barang publik melalui

perbaikan komplementer di bidang akses pendidikan dan

kesehatan keluarga miskin, penyempurnaan sistem

perlindungan sosial, dan pelaksanaan desentralisasi.

(6) Mempercepat pencapaian MDGS (melalui peningkatan akses

pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan

kematian balita, dan peningkatan kesetaraan jender).

57FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Itulah sebabnya, sasaran atau penerima bantuan PKH adalah

Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga

yang terdiri dari anak usia 0 - 15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan

berada pada lokasi terpilih.

B. 2. Kerangka Konseptual

PKH adalah program khusus untuk kelompok masyarakat yang

paling miskin. Secara konseptual, kemiskinan adalah kondisi dimana

seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak

terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Haryana, 2005).

Pemahaman mengenai “kemiskinan” mestilah beranjak dari

pendekatan berbasis hak (right based approach). Dalam pemahaman

ini harus diakui bahwa seluruh anggota masyarakat, baik laki-laki

maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama.

Kemiskinan juga harus dipandang sebagai masalah multidimensional,

tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi

juga kegagalan dalam memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan

perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani

kehidupan secara bermartabat. Pendekatan semacam itu mengandung

arti bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan

memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap. menurut

Merujuk pada Sumodiningrat (2008) salah satu jalan keluar

mengurangi kemiskinan memang adalah menciptakan lapangan kerja

dan membuka akses-akses ekonomi serta memberdayakan ekonomi

masyarakat miskin usia produktif. Namun aktualisasinya sebenarnya

tidak sederhana. Bagi orang miskin, mereka lebih suka akses ekonomi

atau lapangan pekerjaan daripada beras miskin. Menciptakan lapangan

pekerjaan bukan hanya mengandalkan investor asing membuka pabrik

atau membuka toko. Juga tidak harus mengandarkan utang luar negeri

dapat makin memiskinkan rakyat. Melainkan, dengan lebih

memberdayakan potensi ekonomi setiap orang, termasuk orang miskin.

Dan hal itu tentu saja tidak mudah.

Undang-Undang No. 5 tahun 2000 tentang program Pem–

bangunan Nasional (Propenas) menyebutkan empat strategi

penanggulangan kemiskinan, yaitu:

58 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

(1) Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan

ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan

pelayanan umum.

(2) Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan

meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

(3) Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui

pendidikan dan perumahan.

(4) Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang

memiliki cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang

terisolir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan

korban konflik sosial.

Dalam konteks model PKH, strategi dasarnya adalah bagaimana

memberikan perlindungan sosial bagi RTSM. Merujuk pada ADB (2003)

konsep perlindungan sosial dimaksudkan sebagai seperangkat kebijakan

kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan

kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien,

pengurangan risiko-risiko kehidupan yang senantiasa mengancam

manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi

dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan

terganggunya atau hilangnya pendapatan. Ada lima bidang utama

dalam perlindungan sosial:

(1) Kebijakan prcgram pasar kerja aktif yang didesain untuk

memfasilitasi pembukaan kesempatan kerja.

(2) Program asuransi sosial untuk meredam risiko yang terkait

dengan pengangguran, sakit, cacat, cedera kerja dan usia tua.

(3) Bantuan sosial dan program kesejahteraan pelayanan untuk

kelompok yang paling rentan tanpa dukungan yang memadai,

termasuk janda, tunawisma, atau orang-orang yang mengalami

gangguan fisik atau mental.

(4) Skema mikro dan berbasis wilayah untuk mengatasi kerentanan

di tingkat masyarakat antara lain asuransi mikro, asuransi

pertanian, dana sosial dan program untuk mengelola bencana

alam.

(5) Program perlindungan anak guna memberikan kepastian agar

tumbuh sehat dan kelak menjadi tenaga kerja yang produktif di

masa depannya.

59FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Namun, menurut Norton (2001) perlindungan sosial merupakan

kebijakan yang ditujukan kepada kelompok masyarakat yang

mengalami keadaan yang rentan baik secara absolut atau kerentanan

yang paling miskin. Selain itu dapat ditujukan kepada kelompok

masyarakat yang tidak miskin untuk perlindungan dalam menghadapi

guncangan dan peristiwa siklus kehidupan. Karena itu kebijakan

perlindungan sosial mestinya dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:

(a) Responsif terhadap realitas kebutuhan dan kondisi kehidupan

kelompok sasaran;

(b) Terjangkau dalam konteks perencanaan anggaran jangka

pendek dan panjang;

(c) Berkelanjutan, baik secara finansial dan politik;

(d) Adanya kelembagaan dalam struktur pemerintahan yang

berkelanjutan maupun kelembagaan di tingkat implementasi

terutama di struktur masyarakat sipil;

(e) Dibangun dengan prinsip memanfaatkan kemampuan individu,

rumah tangga dan komunitas serta menghindari penciptaan

ketergantungan dan stigma; dan,

(f) Mampu menanggapi skenario yang berubah cepat dan

munculnya tantangan baru.

Bahkan dalam Konferensi Perburuhan Internasional (Sesi ke-89

Tahun 2001) disampaikan resolusi bahwa perlindungan sosial harus

dilihat sebagai bagian integral dari proses pembangunan. Perlu sinergi

antara kebijakan sosial, perlindungan pekerja pengembangan

masyarakat. sinergi ini hartrs terjadi di berbagai bidang kebijakan sosial,

seperti kesehatan, pendidikan, perumahan termasuk juga di bidang

ekonomi, seperti kebijakan ekonomi makro dan sektoral seperti

pengembangan usaha kecil (ILO, 2001).

Dari perspektif lain, Kaber (2008) justru memandang pentingnya

perspektif gender dalam strategi perlindungan sosial, terutama pada

sektor ekonomi informal. Pada sektor informal perempuan menempati

posisi yang rentan dari ketidakamanan. Oleh karenanya perlu adanya

perspektif gender dalam perancangan kebijakan perlindungan sosial.

Penekanan pada sektor ekonomi informal ini dikarenakan di situlah

sebagian besar perempuan miskin, harus ditemukan, sementara upaya

60 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

formal bagi bagi perempuan dalam kebijakan perlindungan sosial

sangat terbatas. Pendekatan gender ini harus pula dilakukan ;ada

kebijakan program perlindungan sosial. Selain itu juga perempuan

harus diberikan ruang untuk menyuarakan kepentingannya.

Secara teknis, perlindungan sosial merupakan kebijakan yang

harus dilaksanakan secara berkesinambungan (Chou & Gupta, 1998).

Selain pemerintah, dalam model perlindungan sosial diperlukan juga

peran lembaga non pemerintah. Ke-Young Chou dan Sanjeev Gupta

dalam konteks pembangunan berkelanjutan membuat skema

perlindungan sosial yang menunjukkan model komplementer tersebut

(Gambar 1).

Gambar 1.

Skema Perlindungan Sosial dalam konteks pembangunan

berkelanjutan

Sumber: Ke-Yong Chu & Sanjeev Gupta, 1998.

Di Indonesia sejak tahun 2004 telah diterbitkan undang-undang

terkait perlindungan sosial, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dalam sistem jaminan sosial ini diakui

bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya

menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan

makmur. Untuk memberikan jaminan sosiai yang menyeluruh, Negara

61FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat

Indonesia, yang terdiri jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,

jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Sedangkan

undang undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

lebih banyak mengatur perlunya keberadaan Tenaga Kesejahteraan

Sosial.

PKH adalah sebuah model perlindungan sosial berbasis keluarga.

Secara konseptual PKH termasuk dalam kategori bantuan sosial (so-

cial assistance), yakni program jaminan sosial (social security) yang

berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan yang

umumnya diberikan kepada keluarga rentan yang tidak memiliki

penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Keluarga miskin,

penganggur, anak-anak, penyandang cacat, lanjut usia, orang dengan

kecacatan fisik dan mental, kaum minoritas, yatim-piatu, kepala

keluarga tunggal, pengungsi, dan korban konflik sosial adalah beberapa

contoh kelompok sasaran bantuan sosial. Model serupa PKH ini

biasanya disebut sebagai pelayanan sosial yang berorientasi pada pro-

gram subsidi tunai atau barang seperti Subsidi Langsung Tunai (SLT),

kupon makanan, dan subsidi temporer seperti tunjangan perumahan.

Bahkan program “beras miskin” (raskin) dapat dikategorikan sebagai

bantuan sosial juga (Suharto, 2006).

Dalam pelaksanaan perlindungan sosial berbasis keluarga, sesuai

kebijakan pemerintah, termasuk bagian dari program penanggulan

kemiskinan. Program ditujukan kepada kelonpok program bantuan

sosial terpadu berbasis keluarga. Program ini merupakan kebijakan

perlindungan sosial dalam rangka pemenuhan, hak dasar. pengura-

ngan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin

(Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010). Melalui Inpres Nomor 3

Tahun 2010, Presiden mengintruksikan kepada segenap Menteri,

Pimpinan Lembaga Non Departemen dan Kepala Daerah untuk

mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan

kewenangan masing-masing, untuk memfokuskan antara lain

percepatan program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga.

PKH merupakan program perlindungan sosial melalui pemberian uang

tunai kepada RTSM, yang selanjutnya kepada mereka diwajibkan untuk

melakukan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

62 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

B. 3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif

dengan merujuk pada metode studi kasus. Pendekatan deskriptif adalah

model penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan adanya

hubungan antar variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

suatu fenomena yang dijadikan sebagai obyek kajian (Sarman, 2004).

Sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah RTSM. RTSM

yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah RTSM yang ditetapkan

sebagai peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut tahun 2010. Sebagai

kasus, dalam penelitian ini ditetapkan lokasi penelitian di Kelurahan

Pelaihari (sebagai representasi kasus berciri wilayah perkotaan), dan

Desa Batakan di Kecamatan Panyipatan (yang diasumsikan dapat

mewakili wilayah berciri pedesaan). Kelurahan Pelaihari berada di

pusat kota sedangkan Desa Batakan merupakan berada di wiiayah

pinggiran.

Sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah observaasi dan

wawancara untuk menggali informasi tentang: (1) bagaimana

efektivitas PKH, dan (2) bagaimana manfaat program bagi RTSM

peserta PKH. Hasil observasi dan wawancara itu kemudian diperkuat

dengan verifikasi data skunder yang berasal dari dokumen-dokumen

pelaksanaan program dan konfirmasi dengan petugas dan pejabat yang

berwenang sebagai pelaksana program di daerah. Dengan demikian

desain penelitiannya lebih diarahkan untuk menilai pelaksanaan pro-

gram dari perspektif kemanfaatan yang diterima oleh subyek penelitian

sebagai peserta PKH (Gambar 2).

63FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Gambar 2. Model Desain Penelitian

C. HASIL PENELITIAN

C. 1. Kondisi Aktual Pelaksanaan PKH

Kabupaten Tanah Laut memiliki jumlah penduduk mencapai

270.091 jiwa, terdiri dari 137.574 jiwa laki-laki (50,94%) dan 132.517

jiwa perempuan (49,06 %) dengan mayoritas usia 15-60 tahun sebesar

174.899 jiwa, sedangkan usia harapan hidup 67,90 tahun atau lebih

tinggi dari rata-rata usia harapan hidup provinsi Kalimantan Selatan

(63,10 tahun). Data BPS tahun 2009 menyebutkan jumlah rumah tangga

di Kabupaten Tanah Laut sebanyak 71.418; sedangkan RTSM peserta

PKH pada tahun yang sama berjumlah 1.466 atau 2,05% dari jumlah

rumah tangga di Kabupaten Tanah Laut.

64 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Pada tahun 2008 peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut sebanyak

1.499 RTSM. tahun 2009 sebanyak 1.466 RTSM, dan tahun 2010

sebanyak 1.188 RTSM. Sedangkan total bantuan dana PKH di

Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2008 sebesar Rp1.891.400.000, pada

tahun 2009 sebesar Rp1.854.400.000, dan pada tahun 2010 sebesar

Rp1.461.600.000. Peserta PKH terbanyak berada di wilayah Kecamatan

Panyipatan yang hampir dua kali lipat dari jumlah Peserta PKH yang

berada di kecamatan lain, sehingga jumlah bantuan dana terbesar untuk

PKH pun berada di kecamatan tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah LautTabel 1. Alokasi Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah Laut

Sumber: UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2010

Sesuai dengan pedoman PKH yang mengatur bantuan PKH

pemberian bantuan dana PKH tidak terkait dengan jumlah anggota

keluarga, faktor jumlah anggota keluarga tidak digunakan untuk

memperhitungkan besaran bantuan yang diberikan kepada peserta

PKH. Itulah sebabnya bisa saja terjadi RTSM yang memiliki anggota

lebih besar tetapi mendapatkan bantuan lebih kecil. Kasus semacam

ini terjadi Desa Batakan, ada satu RTSM yang memiliki 9 anggota rumah

tangga (ART) tetapi hanya mendapatkan bantuan Rp1.800.000;

sedangkan tetangganya yang hanya memiliki 5 ART justru

mendapatkan bantuan Rp2.200.000. Di desa Tanjung Dewa (kecamatan

Penyipatan), ada RTSM yang 10 ART tetapi hanya mendapatkan

bantuan dana sebesar Rp1.400.000; sedangkan satu RTSM yang

memiliki jumlah 5 ART justru mendapatkan bantuan dana PKH sebesar

Rp2.200.000. Di Kelurahan Pelaihari (Kecamatan Pelaihari), ada

seorang janda yang memiliki 6 orang ART tetapi hanya menerima Rp

100.000; sama dengan yang diterima oleh tetangganya yang hanya

memiliki 2 ART (berita acara UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2010) .

65FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Sesuai dengan tujuan PKH untuk meringankan beban RTSM dalam

pembiayaan kesehatan dan pendidikan, maka komponen yang

mendapatkan bantuan dana PKH adalah yang pembiayaan yang terkait

dengan kesehatan dan pendidikan (Pedoman PKH, 2010). tetapi dalam

prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa dana bantuan dapat

dimanfaatkan sepenuhnya untuk pembiayaan kesehatan dan

pendidikan.

Sesuai dengan pernyataan Bupati dan Ketua DPRD sebagai mana

terdapat dalam dokumen komitmen kesediaan sebagai daerah yang

menerima PKH, untuk Kabupaten Tanah Laut sebenarnya cukup

tersedia fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk

mendukung PKH (UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2008). Dengan

demikian secara formal tidak ada masalah dengan ketersediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Tanah Laut.

Tabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten TanahTabel 2. Siswa Penerima Bantuan Dana PKH di Kabupaten Tanah

Sumber: Tanah Laut dalam Angka 2009 dan UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2009

Dari Tabel 2 tampak bahwa persentase penerima bantuan dana

PKH untuk jenis pendidikan sebenarnya lebih banyak diserap oleh

mereka yang sekolah ditingkat SLTP (4,26%), meskipun secara riil

jumlah penerima bantuan dana PKH itu lebih banyak pada keluarga

yang menyekolahkan anaknya di SD (1.267 orang). Anak SMA dan

SMK sesuai dengan ketentuan PKH, bukan merupakan sasaran PKH.

Sedangkan untuk layanan pengguna Posyandu, dari 13 kecamatan

hanya ada 4 kecamatan di Kabupaten Tanah Laut yang mendapatkan

program dana PKH (Tabel 3).

66 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Tabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan PosyanduTabel 3. Jumlah RTSM Pengguna Pelayanan Posyandu

di Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Lautdi Kabupaten Tanah Laut

Sumber: Tanah Laut dalam Angka 2009 dan UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2009

Pada tahun 2008, hasil validasi data peserta PKH yang dilakukan

oleh pendamping, terdapat 10 RTSM yang pindah domisili, enam

orang di antaranya pindah mukim dari Kecamaan Panyipatan. Pada

tahun yang sama, ternyata ada 5 RTSM yang sudah layak dikategorikan

sebagai Rumah Tangga Mampu, sehingga tidak mendapatkan lagi dana

PKH, 3 di antaranya berasal dari Kecamatan Panyipatan, dan 2 orang

lainnya dari Kecamatan Pelaihari. Pada tahun 2009, jumlah RTSM

yang dikategorikan mampu dan tidak lagi mendapatkan dana PKH

bertambah menjadi 37 orang, sedangkan pada tahun 2010 bertambah

lagi sebanyak 21 rumah tangga (Tabel 4). Sayangnya tidak dapat

diverifikasi lebih lanjut, mengapa mereka berubah status menjadi

keluarga yang “mampu”, apakah karena keberhasilan program PKH

atau karena faktor lain atau bahkan boleh jadi karena peranan pro-

gram pengentasan kemiskinan lainnya.

Tabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH diTabel 4. Distribusi Hasil Validasi RTSM Peserta PKH di

Kabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah LautKabupaten Tanah Laut

Sumber: Diolah dari UPPKH Kabupaten Tanah Laut, 2010.

Adanya keraguan atas pengaruh PKH terhadap perubahan sta-

tus RTSM itu sesuai dengan laporan Pendamping PKH Kabupaten

Tanah Laut Tahun 2009, bahwa terdapat beberapa kendala di

lapangan, antara lain:

67FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

(a) Kurangnya koordinasi antara instansi terkait sehingga ada pro-

gram yang tidak sikron satu sama lain.

(b) Kendala distribusi formulir verifikasi Fasilitas kesehatan dan

Fasilitas Pendidikan sehingga pengembalian formulir mengalami

keterlambatan, padahal ini merupakan dasar acuan

pembayaran bantuan dana PKH. Meskipun telah dijelaskan

bahwa PKH program untuk keluarga sangat miskin muncul pula

pertanyaan dari guru dan bidan dalam hal kompensasi pengisian

formulir.

(c) Keterlambatan informasi yang di berikan pusat kepada daerah

sehingga menyulitkan pendamping untuk meneruskan informasi

tersebut kepada peserta PKH, terutama dalam hal pencairan

dana bantuan dan verifikasi data (deadline closing).

(d) Masih ada daerah yang belum tersentuh oleh fasilitas kesehatan

(Pulau Ubi Desa Batakan) sehingga peserta PKH sulit untuk

mengaksesnya dan melaksanakan kewajiban kesehatan.

(e) Sulitnya pendamping menuju lokasi dampingan karena kondisi

jalan masih banyak yang rusak.

C. 2. Efektivitas PKH

PKH adalah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis

keluarga yang dalam target jangka pendeknya bertujuan terlaksananya

pemanfaatan fasilitas pendidikan ataupun fasilitas kesehatan oleh

RTSM peserta PKH. Dalam jangka panjang, PKH bertujuan untuk

mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan

kualitas sumberdaya manusia, serta merubah perilaku RTSM yang

relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Berikut ini

adalah hasil temuan implementasi PKH di dua kasus, yaitu: Desa

Batakan Kecamatan Panyipatan, dan Kelurahan Pelaihari Kecamatan

Pelaihari.

(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan(1) PKH di Desa Batakan

Desa Batakan merupakan salah satu desa di Kecamatan

Panyipatan yang berada di wilayah utara Kabupaten Tanah Laut. Jarak

Desa Batakan dengan ibukota kabupaten sejauh 40 km atau dapat

ditempuh kurang lebih selama 1,5 jam perjalanan dengan kendaraan

68 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

bermotor. Sebelah barat dan selatan Desa Batakan, berbatasan dengan

Laut Jawa, sebelah utara berbatasan Desa Tanjung Dewa dan sebelah

timur berbatasan Desa Kandangan Lama. Penduduk Desa Batakan

berjumlah 4.929 jiwa sedangkan penduduk miskin berjumlah 1.876

orang atau 38,06% dari total penduduk (Profil Desa Batakan, 2010).

(a) Peserta PKH

Peserta PKH di Desa Batakan merupakan peserta terbanyak di

Kabupaten Tanah laut. Pada tahun 2010 jumlah peserta PKH di

Desa Batakan sebesar 149 RTSM. Dari jumlah RTSM peserta PKH

tersebut terdapat lima orang hamil, 89 balita, 148 anak SD dan 34

anak SLTP. Dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di Desa Batakan

yang berjumlah 1.272 rumah tangga, maka persentase penerima

PKH di Desa Batakan sebesar 0,27% dari rumah tangga miskin.

Berdasarkan studi kelayakan Kementerian sosial, Desa Batakan

menempati rangking pertama sebagai desa sasaran PKH di

Kecamatan Panyipatan dengan skor kelayakan 25,47. Rangking

kedua ditempati Desa Tanjung Dewa dengan skor 13,24. (UPPKH

Kabupaten Tanah Laut, 2010).

RTSM peserta PKH di Desa Batakan sudah sesuai dengan

sasaran. Berdasarkan wawancara dengan tiga RTSM masing

berinisial W, M dan J (wawancara tanggal 12 Agustus 2010) mereka

semua pada intinya berpendapat, semua RTSM peserta PKH di Desa

Batakan memang layak mendapatkan bantuan dana PKH. Hasil

konfirmasi kepada pendamping PKH yang berinisial Y, ternyata

tidak semua RTSM dapat diakomodir karena keterbatasan dana.

“Penentuan PKH untuk tahun 2010 dilaksanakan dengan open

system, sehingga peserta yang tidak memenuhi syarat

dikeluarkan, kemudian diusulkan peserta baru. Tetapi karena

kuota yang ditentukan terbatas, sehingga memang ada rumah

tangga yang sebenarnya layak mendapatkan dana PKH tidak

dapat dijadikan peserta. Kami pernah didatangi warga untuk

minta dijadikan peserta PKH dan setelah kami cek kondisi rumah

tangga, memang layak mendapatkan. Tetapi sudah tidak ada

lagi kuota, kami hanya mengusulkan. RTSM peserta PKH semua

ditetapkan oleh pusat (Wawancara dengan Y, 12 Agustus 2010).

69FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

(b) Ketersediaan Fasilitas

Di Desa Batakan terdapat 3 posyandu, sedangkan jumlah balita

dan ibu hamil RTSM yang mendapat pelayanan sebanyak 94 orang

yang terdiri dari 5 orang ibu hamil dan 89 balita; dan berarti setiap

posyandu rata-rata harus melayani 32 orang. Keadaan ini dapat

dikatakan kurang memberikan kenyamanan dalam pelayanan

kesehatan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan S, peserta PKH

mengeluhkan keadaan ini, dan dibenarkan oleh sejumlah peserta

PKH lainnya.

Kami tidak mempermasalahkan kewajiban peserta PKH untuk

mengikuti kegiatan di posyandu, tapi kegiatan di Posyandu itu

membosankan. Bagaimana tidak, kami harus meninggalkan

pekerjaan di rumah, harus bersusah payah membawa kedua

anaknya ke posyandu, sesampainya di Posyandu, masih fokus

menunggu antri lama. Setelah menunggu cukup lama baru

dipanggil oleh petugas (Wawancara dengan S, 12 September

2010).

Ketidaknyamanan pelayanan Posyandu itu diakui oleh petugas

(berinisial D) yang bertugas memberikan pelayanan. Idealnya,

untuk kondisi posyandu seperti yang ada di lokasi penelitian

itu seharusnya cukup melayani 15 orang per hari agar stamina

petugas tetap terjaga sampai pekerjaan selesai. Sedangkan untuk

fasilitas pendidikan untuk peserta PKH, hasil verifikasi

menunjukkan kapasitas yang tersedia untuk SD dan SLTP lebih

dari cukup. Pada beberapa kasus SD di mana peserta PKH

bermukim, bahkan cenderung kekurangan murid.

c. Pendampingan

Pendamping untuk Desa Batakan dilakukan oleh petugas

pendamping PKH Kecamatan Panyipatan. Dalam melaksanakan

tugas pendampingan, pendamping PKH itu menyampaikan laporan

bulanan setiap wilayah desa/kelurahan kepada UPPKH Kabupaten

Tanah Laut. Memperhatikan laporan yang dibuatnya, tampaknya

kinerja petugas itu cukup baik dalam melaporkan segala hal yang

berkaitan dengan bidang tugasnya. Namun, dari laporannya itu pula

tampak bahwa petugas belum mampu mengatasi permasalahan

70 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

manakala ada kendala di lapangan. Contohnya, ada laporan bahwa

tidak setiap anggota PKH melakukan aktivitas yang berkaitan

dengan pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui ke

Posyandu, namun petugas hanya mencatat tetapi tidak melacak

mengapa peserta PKH tidak melakukan aktivitas yang seharusnya

dilakukan oleh seorang peserta PKH, dan juga tidak ada laporan

apa yang telah dilakukan oleh petugas agar peserta PKH itu menjadi

lebih aktif.

Dari hasil wawancara dengan peserta PKH dapat dilacak

bahwa satu-satunya peran pendamping yang paling menonjol

adalah ketika dilakukan validasi kelengkapan dan proses pencairan

bantuan dana program. Mereka mengakui bahwa petugas

pendamping PKH selalu hadir dalam setiap pertemuan kelompok

RTSM. Keberadaan pendamping, menurut peserta program,

dirasakan sangat membantu kelancaran dalam proses pencairan

dana PKH.

(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari(2) PKH di Kelurahan Pelaihari

Kelurahan Pelaihari merupakan pusat kota di Kabupaten Tanah

Laut. Kelurahan Pelaihari di sebelah utara berbatasan dengan

Kelurahan Angsau, sebelah selatan bersebelahan dengan Kelurahan

Karang Taruna, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Angsau

dan seberah barat berbatasan dengan Desa Tungkaran. Pada tahun

1980-an pusat perkantoran Pemda Tanah Laut berada di Kelurahan

Pelaihari, sebelum kemudian dipindahkan ke kawasan baru di

Kelurahan Angsau. Namun demikian pusat kegiatan ekonomi rakyat

berupa pasar tradisional dan pertokoan yang menyebabkan muncul

keramaian tetap berada di Kelurahan Pelaihari. Penduduk Kelurahan

Pelaihari berjumlah 12.703 jiwa sedangkan penduduk miskinnya

berjumlah 910 orang atau sekitar 7,16% dari total penduduk (Profil

Kelurahan Pelaihari 2010).

Peserta PKH di Kelurahan Pelaihari pada tahun 2010 berjumlah

42 RTSM. Dari jumlah RTSM peserta PKH tersebut terdapat ibu yang

bertanggung jawab atas perawatan 20 balita,51 anak SD dan 15 anak

SLTP. Di Kelurahan Pelaihari pada tahun 2010 tidak terdapat anggota

RTSM yang sedang hamil. Dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di

71FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Kelurahan Pelaihari yang berjumlah 2.439 rumah tangga, maka

persentase penerima PKH di Kelurahan Pelaihari sebesar 0,13% dari

rumah tangga miskin.

Berdasarkan studi kelayakan Kementerian sosial, Kelurahan

Pelaihari menempati rangking kedua sebagai desa/kelurahan sasaran

PKH di Kecamatan Pelaihari dengan skor kelayakan 7,76. Rangking

pertama ditempati Desa Ujung Batu dengan skor 7,88 (UPPKH

Kabupaten Tanah Laut, 2010). Dengan demikian, peserta PKH di

Kelurahan Pelaihari sudah sesuai dengan aturan sasaran program.

Kelayakan peserta PKH bukan hanya diakui oleh petugas pendamping,

tetapi juga diaminkan oleh peserta PKH yang diwawancarai dalam

rangka penelitian ini. Tidak ada keluhan dan keberatan dari peserta

PKH atas status mereka.

a. Ketersediaan Fasilitas

Di Kelurahan Pelaihari terdapat 7 posyandu, sedangkan jumlah

balita dan ibu hamil RTSM yang harus mendapatkan pelayanan

sebanyak 20 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan P

(Wawancara 02 September 2010) diketahui bahwa pelayanan

terhadap RTSM peserta PKH cukup nyaman, karena tidak perlu

menunggu terlalu lama. Konfirmasi dengan petugas posyandu

(Wawancara dengan Z,02 September 2010), ternyata petugas pun

merasa tidak keberatan dengan tambahan pengunjung yang berasal

dari RTSM peserta PKH, karena jumlahnya sedikit. Demikian pula

untuk ketersediaan fasilitas pendidikan dalam rangka mendukung

program bantuan PKH, lebih dari cukup, dan tidak ada masalah.

b. Pendampingan

Pendamping untuk Kelurahan Pelaihari merupakan

pendamping PKH Kecamatan Pelaihari. Dalam melaksanakan tugas

pendampingan, Pendamping PKH menyampaikan laporan bulanan

setiap wilayah kelurahan kepada UPPKH Kabupaten Tanah Laut.

Dan seperti juga petugas pendamping di Kecamatan Panyipatan,

aktivitas yang dilakukan oleh petugas pendamping di Kecamatan

Pelaihari terutama berkaitan dengan hal-hal administratif proses

72 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

bagaimana pencairan dana, dan belum sampai memberikan

prakondisi agar peserta PKH lebih aktif memanfaatkan akses layanan

kesehatan manakala mereka seharusya membutuhkan hal itu.

C. 3. Manfaat PKHManfaat jangka pendek PKH adalah memberikan income effect

kepada RTSM melalui pengurangan beban pengeluaran RTSM peserta

PKH untuk membiayai kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Untuk

jangka panjang, manfaat PKH diharapkan dapat memutus rantai

kemiskinan antar generasi. PKH dilaksanakan dengan cara memberikan

bantuan dana kepada RTSM yang memiliki anggota keluarga yang

terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada

pada lokasi terpilih. Berikut ini diuraikan hasil temuan implementasi

PKH di dua kasus, yaitu Desa Batakan (Kecamatan Panyipatan) dan

Kelurahan Pelaihari (Kecamatan Pelaihari) dari perspektif manfaat

program.

Untuk Desa Batakan, dari 149 RTSM peserta PKH terjadi

peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan pendidikan sesuai

dengan ketentuan PKH sebagai berikut:

1. Pada catur wulan I sebanyak 69 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau 80 RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan

2. Pada catur wulan II sebanyak 114 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau 35 RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan.

3. Pada catur wulan II sebanyak 146 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau tiga RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan.

Sedangkan untuk Kelurahan Pelaihari dari 42 RTSM peserta PKH

tidak tampak terjadi peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan dan

pendidikan sesuai dengan ketentuan PKH, rincian pemanfaatan

fasilitas kesehatan dan pendidikan untuk Kelurahan Pelaihari sebagai

berikut:

1. Pada catur wulan I sebanyak 47 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau satu RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan

2. Pada catur wulan II sebanyak 21 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau zr RTSM tidak melaksanakan pemanfaatan

73FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

3. Pada catur wulan III sebanyak 35 RTSM yang melaksanakan

pemanfaatan atau tujuh RTSM tidak melaksanakan

pemanfaatan

Konfirmasi dengan peserta PKH yang tidak memanfaatkan fasilitas

menunjukkan bahwa aktivitas yang berkaitan dengan PKH dianggap

sebagai pilihan bebas. Seorang peserta PKH di Kelurahan Pelaihari,

berinisial K, mengaku sebenarnya ingin berpartisipasi, namun ia

terkendala dengan kegiatannya berjualan, dan tidak mungkin

meninggalkan jualannya hanya untuk pergi ke Posyandu mengantar

anaknya. Sejumlah peserta PKH mengakui bahwa mereka akan ke

Posyandu mengantar anak balitanya kalau sakit, dan apabila hanya

untuk pemeriksaan rutin akan dilakukan kalau ada kesempatan waktu

luang.

Pemanfaatan dana PKH praktis jauh lebih baik dalam konteks

kebutuhan pakaian dan alat-alat sekolah anak-anak peserta PKH. Hasil

wawancara dengan peserta PKH yang berinisial Ist barangkali dapat

mewakili kemanfaatan PKH bagi RTSM penerima dana bantuan.

Dengan adanya PKH sekarang ini. kami lebih nyaman

memenuhi kebutuhan anak sekolah. Dari dana PKH yang kami

terima dibelikan sepeda untuk anak laki-Iaki kami. Biasanya ia

berjalan kaki, atau menumpang temannya naik sepeda. Ia dulu

sering terlambat dan sering tidak masuk sekolah. Karena harus

berjalan jauh, sesampai di sekolah pelajaran sudah dilaksanakan.

Bila ia bergantung kepada temannya yang memiliki sepeda,

sering ia tidak masuk sekolah karena temannya itu belum tentu

menjemputnyo. Sedangkan adiknya yang juga sekolah kami

belikan baju baru dari dana PKH. Kalau tidak ada PKH belum

tentu kami bisa membelikan baru seragam yang baru

(Wawancara dengan Ist tanggal 23 November 2010).

Tetapi tidak selalu dana PKH diperuntukkan buat aktivitas jangka

pendek sebagaimana dirancang dalam panduan program. Seorang

peserta PKH penerima bantuan berinisial M, justru memanfaatkan

dana bantuan PKH untuk uang saku anaknya ketika sekolah.

Alasannya, anaknya itu sering tidak masuk sekolah karena tidak ada

74 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

uang saku, dan dana PKH itulah solusinya. Sedangkan seorang peserta

PKH yang berinisial D, mengaku jadi rajin datang ke posyandu karena

dengan adanya dana PKH dia dapat memanfaatkannya guna

membayar ongkos ojek ke posyandu.

C. 4. Pembahasan

PKH merupakan salah satu program dari kebijakan pemerintah

dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Pada saat awal

diluncurkannya PKH didasarkan pada kebijakan Penanggulangan

kemiskinan sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009 (Peraturan

Presiden Nomor 7 Tahun 2005). Pada tahun 2010, program ini selain

didasarkan pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010),

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang

percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Instruksi Presiden Nomor

Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan

Nasional Tahun 2010 dan Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010

tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.

Berbagai peraturan tersebut di atas mengatur kebijakan umum

Pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan. Dalam hal

pelaksanaan teknisnya Program Keluarga Harapan diatur oleh Direktur

Jenderal Bantuan Sosial dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, dalam

bentuk Pedoman Umum Program Keluarga Harapan. Untuk Tahun

2008, Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Nomor 01/BJS-BS.08.04/II/2008. Untuk Tahun 2008,

Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan Direktur

Jenderal Nomor 01/BJS-BS.08.04/V/2009; dan untuk Tahun 2010,

Pedoman Umum PKH dikeluarkan berdasarkan Keputusan Direktur

Jenderal Nomor 01/BJS-BS .08.04/ II/ 2010.

Penentuan sasaran PKH ditentukan oleh Kementerian Sosial.

Untuk penentuan daerah, dipersyaratkan adanya komitmen dari

Pemerintah Daerah terkait kesediaannya sebagai wilayah yang

menerima Program Keluarga Harapan. Komitmen Pemerintah

Kabupaten Tanah Laut dituangkan dalam bentuk Surat Pernyataan

Kesediaan Daerah Untuk Melaksanakan PKH yang ditandatangani

75FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

oleh Bupati Tanah Laut Drs H Adriansyah dan Wakii Ketua DPRD

Kabupaten Tanah Laut Hadi Sucipto, tertanggal 6 Maret 2008.

Penentuan RTSM peserta PKH yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat, setelah memperoleh data RTSM dari Badan Pusat Statistik. Data

penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) digunakan sebagai data awal

yang kemudian diolah sebagai dasar penentuan sasaran RTSM

Penerima PKH. Penggunaan data BLT sebagai data awal ini

dimaksudkan sebagai langkah penghematan biaya. Meskipun diakui

bahwa data BLT itu seringkali tidak begitu valid.

Dalam menentukan perhitungan besaran bantuan yang diberikan

kepada RTSM didasarkan pada komponen syarat kepesertaan PKH,

yaitu adanya Ibu hamil, Ibu menyusui, adanya anak balita, anak

sekolah dasar dan SLTP. Karena tujuan jangka pendek PKH adalah

untuk memberikan efek pendapatan kepada rumah tangga miskin

melalui pengurangan beban biaya kesehatan Ibu hamil, Ibu menyusui

dan anak balita serta biaya pendidikan anak sekolah. Sesuai dengan

tujuan jangka pendek tersebut maka perhitungan besarnya bantuan

kepada RTSM peserta PKH sudah tepat, karena disesuaikan dengan

kebutuhan riil. Deviasi hanya terjadi untuk komponen anak sekolah

dasar yang dikonversikan dengan besar bantuan Rp 400.000 setiap

satuan anak; karena dalam kenyataannya kebutuhan pembiayaan anak

SD jauh lebih besar dari angka tersebut.

Mencoba belajar dari program BLT, pembayaran bantuan dana

PKH kepada RTSM peserta PKH juga dilakukan di kantor pos, dan

untuk menghindari adanya pemotongan oleh pihak lain harus diterima

langsung yang bersangkutan. Pada tahun 2010 penggunaan Surat

Kuasa untuk pengambilan dana oleh Kepala Desa/Perangkat Desa,

tidak diperbolehkan lagi. Kebijakan itu dilakukan untuk menghindari

kasus serupa yang terjadi pada program BLT, adanya dugaan

penyalahgunaan surat Kuasa untuk pengambilan dana BLT Tahun

2009 yang terjadi di Kabupaten Tanah Laut (Banjarmasin Post, 2

Oktober 2010).

Terkait dengan kasus perpindahan domisili bagi RTSM Peserta

PKH, tidak ditemukan solusi untuk juga memindahkan status

kepesertaan yang bersangkutan sebagai penerima program. Status

kepersertaan PKH sulit untuk dapat dapat dilakukan perpindahan

76 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

karena terkait dengan daerah yang dituju, apakah termasuk daerah

sasaran pelaksanaan PKH atau tidak. Bila daerah tersebut merupakan

daerah sasaran PKH itu pun tidak mudah dipindahstatuskan karena

penentuan RTSM Peserta PKH ditentukan oleh Pemerintah Pusat

(Kemensos). Hal ini tentu saja menjadi persoalan tersendiri. PKH pada

dasarnya diadakan untuk meringankan beban keluarga miskin berbasis

keluarga, tetapi dalam implementasinya menggunakan pendekatan

wilayah yang semata-mata bersifat administratif. Meskipun populasi

RTSM Peserta PKH di Kabupaten Tanah Laut yang mengalami

perpindahan tidak terlalu besar, namun kasusnya tidak terselesaikan

karena persoalan administratif tersebut.

Dari pelaksanaan PKH di Kabupaten Tanah Laut sejak Tahun 2008

sampai dengan 2010, terdapat beberapa RTSM yang kemudian tidak

lagi dapat dikategorikan sebagai RTSM penerima PKH karena dinilai

menjadi keluarga mampu. Oleh petugas pendamping PKH rumah

tangga demikian diusulkan untuk dikeluarkan dari Daftar RTSM

penerima PKH atau exit program. Sejak tahun 2008 sampai dengan

2010 RTSM Peserta PKH yang memasuki exit program sebagai berikut:

Pada tahun 2008 terdapat lima RTSM atau 0,33% dari total RTSM

peserta PKH yang yang masuk kategori exit program. Pada tahun 2009

terdapat 37 RTSM atau 2,52% dari total RTSM peserta PKH yang yang

masuk kategori tersebut. Dan pada tahun 2010 terdapat 21 RTSM atau

1,77% dari total RTSM peserta PKH yang masuk kategori bukan RTSM

lagi. Meskipun angka persentase RTSM peserta PKH yang termasuk

dalam kategori exit program terbilang kecil, namun keadaan ini

menunjukan bahwa pelaksanaan PKH di Kabupaten Tanah Laut dapat

diasumsikan memiliki dampak yang nyata.

Sehubungan dengan diberlakukannya penilaian dan sanksi terkait

komitmen pemanfaatan fasilitas kesehatan (faskes) dan fasilitas

pendidikan (fasdik) pada tahun 2010, pemenuhan komitmen

pemanfaatan faskes/fasdik oleh RTSM peserta PKH ternyata

mengalami peningkatan. Pada Catur Wulan I 68,86%, Catur Wulan II

78,82% dan pada Catur Wulan III sebesar 91,67%. Sedangkan untuk

kategori tidak terpenuhinya komitmen pemanfaatan faskes/ fasdik,

dari Catur Wulan I, II dan III, pemanfaatan fasilitas kesehatan selalu

menduduki persentasi tertinggi (Gambar 3). Dengan kata lain, RTSM

77FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

peserta PKH yang tidak dapat memenuhi komitmen pemanfaatan

fasdik/faskel mengalami penurunan secara signifikan.

Jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi

pemanfaatan faskes dari catur wulan I, II dan II selalu lebih besar dari

jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan

fasdik. Ini dapat dimaknai bahwa kesadaran anak anggota RTSM

peserta PKH untuk bersekolah iebih tinggi bila dibandingkan dengan

kesadaran ibunya untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Di sisi lain,

jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan

faskes dan fasdik dari catur wulan I, II dan II selalu lebih kecil bila

dibandingkan dengan jumlah RTSM Peserta PKH yang tidak dapat

memenuhi pemanfaatan fasdik ataupun jumlah RTSM peserta PKH

yang tidak dapat memenuhi pemanfaatan fasdik. Adanya

kecenderungan kecilnya jumlah RTSM yang tidak memenuhi komitmen

pemanfaatan atas kedua komponen yakni faskes dan fasdik sekaligus

menggambarkan bahwa kesadaran ibu RTSM peserta PKH yang rendah

tidak otomatis menyebabkan dia mengabaikan pendidikan anak-

anaknya. Ada dugaan bahwa bagi setiap RSTM sekalipun persoalan

pendidikan anak itu urgen dan tidak ingin diabaikan.

Gambar 5. Kecenderungan pemanfaatan faskes/faskel peserta PKH.

Sumber: UPPKH Kabupaten Tanah Laut 2010

78 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

D. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan

dapat disimpulkan bahwa:

1. PKH dalam implementasinya di desa Batakan dan Kelurahan

Pelaihari sebagai lokasi kasus dapat berjalan efektif karena

didukung oleh faktor ketepatan sasaran, ketersediaan fasilitas

dan aktibitas pendampingan.

2. Secara spesifik, PKH ternyata amat bermanfaat untuk

mendukung kelangsungan pendidikan bagi anak-anak usia

sekolah dari RTSM, karena kebutuhannya riil dan penggunaan

dananya juga terukur.

3. Bahwasanya PKH membutuhkan dukungan peran aparatur

pemerintah lainnya terbukti dari adanya ketidakpuasan peserta

PKH atas layanan yang diberikan oleh petugas di Posyandu,

dan ihwalnya bermula dari terbatasnya jumlah petugas layanan

sementara jumlah peserta PKH yang harus dilayani cukup

banyak.

DAFTAR RUJUKAN

Anonimous, 2002. Social Security Concensus. International Labour

Office Geneva.

_________, 2003. Social Protection Strategy. Asian Development Bank,

Manila Philippine.

Chu, Ke-Yong & Sanjeev G, 1998. Social Safety Nets: Issues and Recent

Experiences. IMF, Washington.

Edwards, George C. III, 1990. Implementing Public Policy.

Conggressional Quartely Press, Washington DC.

Gibson, Ivancevich, 1984. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur

Proses. Penerbit Erlangga, Jakarta

Gilbert, Neil, 2003. Changing Patterns of Social Protection. Transac-

tion Publisher, New Jersey, USA.

Hanyna, Arif 2005. Konsep dan Implementasi Strategi Nasional

Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong

Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan. Bappenas, Jakarta.

79FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Jones, Charles O, 1992. Pengantar Kebijakan Publik. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Kabber, Naela, 2008. Mainstreaming Gender in social protection for

the Informal Economy. Commonwealth Secretariat, London.

Karsidi, Rafik, 2007. Sketsa Paradigma dan Teori pembangunan, UNS,

Surakarta.

Lembaga Administrasi Negara, 2004. Sistem Administrasi Negara

Republik Indonesia. LAN, Jakarta.

Maika, Amelia, 2010. Kemiskinan di Pedesaan dan perkembangan

pendidikan Anak Usia Dini. Pusat Studi pedesaan dan Kawasan

Universitas Gadjah Mada, yogyakarta.

Norton, Andy, 2001. Social Protection Concept and Approaches. In-

ternational Development Institute, London.

Nugroho, Riant, 2004. Kebijakan publik: Formulasi, Implementasi, dan

Evaluasi. Elex Media Komputindo, Jakarra.

_____________, 2007. Analisa Kebijakan. Elex Media Komputindo,

Jakarta.

Rachman Sani, 2009. Penelitian Kualitatif. Universitas Islam Indone-

sia, yogyakarta.

Royat, Sujana, 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan

Kemiskinan. Kemenkokesra, Jakarta.

Safii, Ahmad, 2006. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan

Kritis. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam volume 2 nomor

1 Juni 2006.

Sarman, Mukhtar & Sajogyo, 2000. Masalah Penanggulangan

Kemiskinan. Puspa Swara, Jakarta.

Sarman, Mukhtar, 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Pustaka FISIP

Un1am, Banjarmasin

______________, 2008. Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasis

LERD: Peluang Kalimantan Selatan. PK2PD-MSAP Unlam,

Banjarbaru.

Soenarko, 1998. Kebijaksanan Pemerintah. Papyrus, Surabaya.

80 FOCUS Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2011

Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik (konsep, teori dan

aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Subejo dan Supriyanto, 2004. Metodologi Pendekatan Pemberdayaan

Masyarakat Pedesaan. Fakultas Pertanian UGM. Jogjakarta.

Wahab, Sholichin Abdul, 1997. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Jakarta.

Wibawa, Samodra dkk, 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Rajawali press,

Jakarta.

Widianto, Bambang, 2010. Pelaksanaan dan Penyempurnaan Program

ProRakyat. Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta.

Yufridawati, 2008. Pemberdayaan Masyarakat Lokal dan

Pengembangan Jaringan Pendidikan dalam Pengelolaan

Pendidikan. Depdiknas, Jakarta.