IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR ...
Transcript of IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-
A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT
DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
DI KOTA SURAKARTA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik
Oleh :
RACHMAT WIBISONO
S 310809014
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-
A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT
DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
DI KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh :
RACHMAT WIBISONO
NIM. S 310809014
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda tangan
Tanggal
Pembimbing 1 Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum …………… …..
NIP. 195702031985032001
Pembimbing 2 Suraji, S.H., M.Hum ……………. ….
NIP.196107101985031011
Mengetahui :
Ketua Program Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S.
NIP. 194405051969021001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 18-
A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT
DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
DI KOTA SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
RACHMAT WIBISONO
NIM. S 310809014
Telah disetujui oleh Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan tanggal
Ketua Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. …………. .………. NIP. 19440505 196902 1 001
Sekretaris Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M. Hum .................. ................ NIP. 19611108 198702 1 001 Anggota Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum ................. .............. NIP. 19570203 198503 2 001 Suraji, S.H., M.Hum ……………. ……….
NIP.196107101985031011
Mengetahui :
Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. .............. ........... Magister Ilmu Hukum NIP. 19440505 196902 1 001
Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc.,Ph.D. ............ .......... NIP. 19570820 198503 1 004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Nama : RACHMAT WIBISONO NIM : S 310809014 Menyatakan dengan sesungguhya bahwa tesis yang berjudul :
“IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR
18-A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS
PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN
KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN KERJA PERANGKAT
DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KOTA DALAM PENYELENGGARAAN
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
DI KOTA SURAKARTA” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang
bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila benar di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan,
RACHMAT WIBISONO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang
telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis
dengan judul “IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA
NOMOR 18-A TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK
TEKNIS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN KELURAHAN, KECAMATAN, FORUM SATUAN
KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DAN MUSYAWARAH
PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA DALAM
PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA SURAKARTA” Tentunya
selama penyusunan penelitian tesis ini, maupun selama peneliti menuntut ilmu di
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret tidak terlepas dari bantuan serta
dukungan moril maupun spiritual dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ (K) selaku Rektor
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. selaku Ketua Program Studi
Magister Ilmu Hukum yang banyak memberikan dorongan dan kesempatan
kepada peneliti untuk mengembangkan pengetahuan mengenai hukum
bisnis.
5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Program Studi
Magister Ilmu Hukum dan pembimbing I penelitian tesis yang secara cermat
memberikan masukan, memberikan bimbingan, arahan dan kemerdekaan
berpikir bagi peneliti dalam proses penyusunan hingga penyelesaian
penelitian tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Bapak Suraji, S.H.,M.H selaku pembimbing II penelitian tesis yang
memberikan bimbingan, arahan dan kemerdekaan berpikir bagi peneliti
dalam proses penyusunan hingga penyelesaian penelitian tesis ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan tulus telah memberikan
ilmunya.
9. Mama, terima kasih atas doa dan cinta yang tak pernah habis.
10. Keluarga, kakak, mas, ponakan evan dan keisya tercinta, terima kasih atas
dukungannya.
11. Indah Permatasari, terima kasih doa, cinta dan kasihnya.
12. Sahabat-sahabatku tersayang, terima kasih atas semangat yang telah
diberikan.
13. Rekan-rekan Hukum Kebijakan Publik Tahun 2009 pada Program Studi
Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas segala bantuan dan kerja samanya.
14. Staf administrasi Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan yang telah
diberikan.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penyusunan tesis ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran, teguran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Januari 2011
RACHMAT WIBISONO
S 3108090014
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................. ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS ............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ x
ABSTRAK ..................................................................................... xi
ABSTRACT ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ……………………………………..... 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………. 6
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7
BAB II LANDAAN TEORI.............................................................. 8
A. Kerangka Teori .................................................................... 8
1. Tinjuan Umum tentang Pemerintahan Daerah............... 8
2. Tinjauan Umum tentang Perencanaan Kota..................... 14
3. Tinjauan Umum tentang Pembangunan........................... 16
4. Tinjauan Umum tentang Musrenbang....... ..................... 19
5. Tinjauan Umum tentang Partisipasi Masyarakat............. 21
6. Teori Kebijakan Publik.................... ................................. 25
7. Tinjauan Umum tentang Sistem Hukum........................... 31
8. Tinjauan Umum tentang Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 18-A Tahun 2009 Tentang Pedoman dan
petunjuk teknis pelaksanaan
Musrenbangkel, Musrenbangcam, Forum SKPD,
Musrenbangkot di kota Surakarta................................... 37
9. Tinjauan Umum tentang Sistem Perencanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pembangunan Nasional ................................................. 42
10. Tinjauan Umum Implementasi Kebijakan ......................... 46
B . Kerangka Berpikir ................................................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 52
A. Jenis Penelitian ........…………………………………………. 53
B. Bentuk Penelitian .....…………………………………………. 53
C. Lokasi Penelitian .....………………………………………...... 53
D. Penentuan Informan....……………………………………….... 53
E. Jenis dan Sumber data... ..…………………………………. 54
F. Teknik Pengumpulan Data ...............…………………………. 55
G. Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..………..... 58
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 58
1 Deskripsi Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota Surakarta ................................................ 58
a. Deskripsi Wilayah Surakarta .......................................... 58
b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah . 59
c. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Sekretariat Daerah ...... 62
d. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Badan Perencanaan
dan Pembangunan Daerah ........................................... 64
e. Uraian Tugas Jabatan Struktural Bappeda
Kota Surakarta........................................................... 66
2. Implementasi Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun
2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang
di Kota Surakarta............................................................... 73
3. Faktor – Faktor Hambatan dalam Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
di Kota Surakarta................................................................ 86
4. Prespektif ke depan Penyelenggaraan Musyawarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta......................... 93
B. Pembahasan .............................................................................. 91
1. Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A
Tahun 2009 terhadap Penyelenggaraan Musrenbang
di Kota Surakarta........................................................... 91
2. Faktor – Faktor Hambatan dalam Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
di Kota Surakarta ........................................................... 109
a. Komponen Struktur ........................................................ 109
b. Komponen Substansi ...................................................... 115
c. Komponen Kultur ........................................................... 117
3. Prespektif ke depan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan di Kota Surakarta........................................... 118
a. Komponen Struktur .......................................................... 118
b. Komponen Substansi ....................................................... 120
c. Komponen Kultur ............................................................. 121
BAB V PENUTUP ............................................................................. 121
A. Kesimpulan ............................................................................. 121
B. Implikasi ............................................................................. 123
C. Saran ........................................................................................ 124
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
LAMPIRAN .............................................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Bagan I : Kerangka Berpikir .................................................................................. 50
Bagan II : Proses Analisis Data .............................................................................. 56
Bagan III : Struktur Organisasi Pemerintah Kota Surakarta .................................. 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK Rachmat Wibisono, S 310809014, 2011, Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Kecamatan, Forum Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota dalam Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran tentang Implementasi Peraturan Walikota terhadap pelaksanaan kebijakan daerah, dalam hal ini penerapan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta. Di samping itu untuk menganalisis kendala-kendala hukum yang muncul serta prespektif ke depan pelaksanaannya.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non doktrinal (socio legal research) karena dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai manifestasi makna-makna simbolik perilaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi mereka, dengan mengambil lokasi penelitian di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumenter guna mendapatkan data primer dan data sekunder. Analisis datanya menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta belum bisa sesuai, belum berjalan dengan baik disebabkan oleh faktor-faktor: masih banyaknya penyimpangan-penyimpangan di dalam penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta. Kurangnya kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan musrenbang menjadikan musrebang terkesan hanya formalitas saja. Hanya dalam hal teknis dalam acara masing-masing tahapan Musrenbang sudah berjalan dengan baik.
Faktor-faktor penyebab pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta belum bisa sesuai dengan harapan adalah: berdasarkan aspek struktur, birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit dalam hal pencairan dana pembangunan; 2) aspek substansi, terkait dengan materi pelaksanaannya kurang berjalan maksimal, terkesan hanya formalitas penyampaian recana kerja pemerintah. 3) aspek kultur, adanya kendala psikologis yang dihadapi Tim Penyelenggara dan Pembantu terhadap masyarakat yang mengikuti musrenbang belum bisa mandiri serta tingkat keswadayaanya rendah.
Prespektif pelaksanaan musrenbang ke depan,1) berdasarkan aspek struktur dibutuhkan peran aktif pemerintah dalam penyelenggaraan musrenbang agar tidak terjadi tumpang tindih pembangunan. 2) aspek substansi, diharapkan terkait materi dari musrenbang dirumuskan lebih baik lagi dan lebih partisipatif. 3) aspek kultur, komunikasi yang baik semua elemen pendukung musrenbang agar menghindari konflik kepentingan.
Kata Kunci = implementasi peraturan terhadap Musrenbang ABSTRACT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Rachmat Wibisono, S 310809014, 2011, The Implementation of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 about the Technical Guidelines and Instruction of Kelurahan and Subdictrict Development Planning Discussion Implementation, Work Forum of SKPD (Local Government Work Unit), and City Development Planning Discussion in the Development Planning Discussion Implementation in Surakarta City.
This research aims to give a description about the implementation of Mayor Regulation on the implementation of local policy, in this case, the application of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 on the Development Planning Discussion Implementation in Surakarta City. In addition it also aims to analyze the legal obstacles occurring and the perspective on the implementation in the future.
This study belongs to a non-doctrinal (socio-legal) research because in this research, the law is conceptualized as the manifestation of symbolic meanings of social behavior as apparent in their interaction, taken place in Surakarta City’s Local Planning and Development Agency. The data collection was done using interview and documentary study for obtaining the primary and secondary data. The data analysis was done using qualitative analysis.
The result of research shows that the implementation of Surakarta Mayor’s Regulation Number 18-A of 2009 has not been stated as expected, it is because of the following factors: 1) the law structure component, has been consistent with the regulation that the implementer is Bapeda and helped by the special team established by Bappeda itself. 2) the law substance component, there is several strategic changed in the content of such mayor regulation to accomplish the organization of Development Planning Discussion (Musrenbang) in surakarta city. 3) Culture component has not been appropriate because there are still a variety of law perspective criticizing the mayor regulation, the organization and the result of Development Planning Discussion.
The factors making the implementation of Development Planning Discussion in Surakarta has not been as expected are: based on the structure aspect, the elaborate government bureaucracy in the development fund release; 2) substance aspect, related to the implementation material that runs not maximally, that seems to be only formality of government work plan delivery. 3) culture aspect, there is psychological obstacle encountered by the Implementer and Assistant Team among the society participating in Development Planning Discussion that has not been independent as well as the low self-help level.
The perspective of the Development Planning Discussion implementation in the future, 1) based on the structure aspect, the government’s active role is required in the implementation of Development Planning Discussion to prevent the development overlap. 2) the substance aspect, related to material it is expected that Development Planning Discussion is formulated better and more participative. 3) the culture substance, the good communication among all supporting elements of Development Planning Discussion in order to avoid the interest conflict.Keywords = the implementation of regulation on the local policy.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang telah beberapa kali diubah terakhir diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan
kewenangan yang sangat luas kepada setiap pemerintah daerah, sepanjang
kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pemerintah pusat,
pemerintah daerah mempunyai keleluasaan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. Di samping itu
melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian,
pemerintah daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberikan pelayanan, peningkatan partisipasi, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat bermuara pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya, atas dasar kuasa peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah
yang dirumuskan dalam produk hukum daerah, baik dalam bentuk
peraturan daerah, peraturan kepala daerah maupun keputusan kepala
daerah dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi kedudukannya, tidak bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.
Pemberian otonomi kepada kepala daerah dan pemberian
kewenangan kepala daerah dalam menetapkan produk hukum daerah
dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepala daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesuai dengan kondisi lokalistiknya dan mendekatkan jarak antara pejabat
daerah dengan masyarakat sehingga terbangun suasana komunikatif yang
intensif dan harmonis, artinya keberadaan rakyat didaerah sebagai
pendukung utama demokrasi mendapat tempat dan saluran untuk
berpartisipasi dalam berperan aktif menyusun produk hukum maupun
dalam perencanaan pembangunan yang ada di daerahnya masing-masing.
Keberhasilan suatu penyelenggaraan pembangunan pada era
otonomi daerah tidak terlepas dari adanya peran serta masyarakat secara
aktif. Masyarakat daerah baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai
individu, merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem
pemerintahan daerah, karena prinsip penyelenggaraan otonomi daerah
adalah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh sebab itu,
maka tanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah,
sesungguhnya bukan saja berada ditangan pemerintah daerah dan aparat
pelaksananya, tetapi juga menjadi tanggungjawab masyarakat daerah yang
bersangkutan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada era otonomi
dikembangkan agar pemerintahan daerah dapat menggalang partisipasi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, apabila masyarakat ikut
berperan aktif dan dilibatkan, pemerintah daerah dalam membuat
kebijakan daerah akan mendapat dukungan dari masyarakat. Oleh karena
itu, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan akuntabel
merupakan konsekuensi logis dari otonomi daerah.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun
spiritual, di mana pembangunan nasional merupakan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Untuk mempelancar pembangunan tersebut, Pemerintah Pusat
telah menyerahkan sebagian kewenangan pemerintahannya kepada
Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga
atau pemerintahan di daerahnya masing-masing dalam sistem Negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut dengan asas
Desentralisasi.1
Pemerintah pusat telah mengeluarkan peraturan Perundang-
undangan mengenai suatu sistem perencanaan pembangunan nasional
yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) untuk mendukung pelaksanaan
perencanaan pembangunan yang ada di daerah dan merupakan rujukan
formal Selain itu juga di dukung oleh rujukan umum yaitu Surat Edaran
Gubernur Jawa Tengah Nomor 050/22268 tentang Pedoman Umum
penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan tahun 2009.
Peraturan-peraturan tersebut mendukung Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 18-A Tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan,.
Kecamatan, Forum Kerja SKPD, dan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kota (Musrenbangkot)
Tiap-tiap daerah mempunyai wewenang untuk melaksanakan
perencanaan pembangunan yang baik sesuai dengan potensi daerah
masing-masing. Perencanaan pembangunan daerah sekarang ini harus
bersifat partisipatif. Artinya melibatkan peran masyarakat secara langsung
dan unsur-unsur elemen masyarakat lainnya seperti Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Organisasi masyarakat, Akademisi di dalam
perumusan sistem perencanaan pembangunan daerah.2
Perencanaan pembangunan yang partisipatif penting sekali
dilakukan sekarang ini, hal ini disebabkan oleh karena selama ini
perencanaan pembangunan hanya dirumuskan oleh pemerintah pusat saja
dan pemerintah tidak pernah tahu apa kebutuhan masyarakat dan masalah
dari masyarakat itu sendiri. Hal itu disebabkan dinamika kebutuhan dan
kepentingan masyarakat yang makin lama makin kompleks dan
beranekaragam. Dalam hal ini wewenang sepenuhnya diserahkan kepada
1 Syaukani HR, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 166 2 www.otodanisme.com/google.com/burdan lewit/ diakses tanggal 12 November 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan,
pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya dalam
suatu pembangunan daerah.
Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan landasan yuridis
bagi pengembangan otonomi daerah, dengan desentralisasi sebagai titik
tekan yang diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut. Ada dua misi
utama di dalamnya yaitu pertama bahwa desentralisasi pemerintah lebih
menekankan pada terciptanya penyelenggaraan pemerintahan dan
kehidupan masyarakat yang lebih demokratis dan partisipatif, kedua
desentralisasi fiskal tujuan utamanya adalah untuk menciptakan
pemerataan pembangunan diseluruh daerah dengan mengoptimalkan
kemampuan, prakarsa, kreasi, inisiatif, dan partisipasi masyarakat, serta
kemampuan untuk mengurangi dominasi pemerintah dalam pelaksanaan
pembangunan dengan prinsip-prinsip good governance.3
Pemerintah Kota Surakarta telah mencoba melaksanakan dengan
merubah berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, di
mana sejak tahun 2001 mulai mencoba melaksanakan model
pembangunan yang demokratis berbasiskan pada partisipasi masyarakat.
Namun demikian, untuk melaksanakan hal itu ternyata tidak mudah
disebabkan masih belum adanya pemahaman yang sama antara pemerintah
dan DPRD maupun masyarakat mengenai arti pentingnya suatu
perencanaan pembangunan partisipatif yang melibatkan masyarakat.
Perencanaan pembangunan partisipatif melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kota (Musrenbangkot) sudah mulai
dilaksanakan di Kota Solo sejak tahun 2001. Pemerintah Kota Solo yang
diwakili oleh Bapeda telah melakukan kerja sama dengan elemen
perguruan tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta
3 Agus Dodi Sugiartoto, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Kota Solo (Pengalaman IPGI Solo
Merintis Jalan Menuju Demokrasi, Partisipasi Masyarakat, dan Otonomi Daerah), IPGI, Solo, 2003, hlm. 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masyarakat kalurahan untuk mewujudkan suatu model perencanaan
pembangunan yang melibatkan masyarakat. Melihat tiap tahun hasilnya
yang dinilai positif maka Walikota Solo kemudian mengeluarkan
Peraturan Walikota Surakarta yang terakhir yaitu Peraturan Walikota
Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta isinya tentang Kerangka
Acuan Umum Pelaksanaan Musyawarah Kota Surakarta tahun 2010.
implementasi Peraturan Walikota tersebut dipergunakan sebagai landasan
penyelenggaraan Musrenbang yang terdiri dari Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Musrenbangkot dalam rangka penyusunan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2010.
Kemudian berlanjut terus sampai tahun 2010 ini, yaitu pada bulan Maret
2010 telah dilaksanakan Musrenbangkot tahun 2010 untuk penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2011.
Namun dalam kenyataannya selama ini pelaksanaan musrenbang
masih banyak kelemahan-kelemahan yang terjadi. Kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap peraturan-peraturan yang menjadi acuan pelaksanaan
musrenbang. Hal ini menyebabkan pelaksanaan musrenbang hanya
formalitas saja dari penjabaran rencana kerja pemerintah kota. Dari
kelemahan-kelemahan tersebut di harapakan ke depan terjadi perbaikan-
perbaikan baik dalam peraturan dan mekanisme pelaksanaan musrenbang
di Kota Surakarta.
Penelitian ini berusaha memberikan analisis mengenai
Implementasi Peraturan Walikota terhadap kebijakan Pemerintah Kota
Surakarta yang partisipatif dan dalam rangka perwujudan perencanaan
pembangunan partisipatif melalui program pelaksanaan Musrenbangkot
yang diawali dari Musrenbangkel dan Musrenbangcam serta perbaikan-
perbaikan yang harus dilakukan ke depan.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang sebagaimana tersebut,
untuk menegaskan masalah yang akan diteliti agar lebih mudah dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengkajiannya dan tercapai sasaran yang diinginkan, dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18- A
sudah sesuai dengan penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta?
2. Faktor-Faktor apakah yang menghambat penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan pembangunan di Kota Surakarta?
3. Bagaimana Prespektif ke depan pelaksanaan Musrenbang di Kota
Surakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai
pemecahan masalah yang dihadapi dan sekaligus untuk melakukan
pengkajian dari aspek hukum. Berdasarkan permasalahan yang telah
dikemukakan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk menganalisis implementasi Peraturan Walikota Surakarta
Nomor 18-A Tahun 2009 terhadap penyelenggaraan musrenbang di
Kota Surakarta
b. Untuk mengetahui faktor-faktor hambatan dalam pelaksanaan
musyawarah perencanaan pembangunan
c. Untuk menjelaskan prespektif ke depan pelaksanaan Musrenbang.
2. Tujuan subyektif
a. Untuk memperoleh data yang lengkap guna penyusunan tesis,
melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Magister dalam
Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik
di Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terhadap
penerapan teori-teori hukum dan peraturan Perundang-undangan
hukum yang berlaku serta untuk melakukan kajian hukum. Untuk
menambah pengetahuan dalam melakukan pengkajian suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kebijakan pemerintah daerah yang berkaitan dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
D. MANFAAT PENELITIAN
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kegunaan baik secara tertulis maupun praktis berdasar dari hasil penelitian.
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi aparatur
pemerintah daerah dalam penyusunan produk hukum daerah yang
dikeluarkan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di Kota Surakarta
serta diharapkan dapat berguna bagi yang berminat melakukan
penelitian terhadap masalah yang sama.
b. Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah-masalah dan
ruang lingkup yang bahas dalam penelitian ini.
2. Manfaat Teoritis
Dalam hal ini manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan mencapai
hasil sebagai berikut:
a. Dapat memberikan konstribusi dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum
pemerintahan daerah pada khususnya.
b. Semakin memperkaya konsep-konsep dan teori-teori tentang
pelaksanaan otonomi daerah dan penyusunan produk hukum
daerah.
c. Dapat dipakai sebagai respon terhadap penelitian-penelitian sejenis
untuk tahap berikutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Tinjauan umum tentang Pemerintahan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa pemerintah daerah itu dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan itu terdapat hubungan pemerintah
dan pemerintah daerah yang lain baik kewenangan, hubungan pelayanan
umum, keuangan, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya yang dilakukan secara adil dan selaras.4
Penyelenggaraan hubungan kewenangan antara pemerintah dan
daerah, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menegaskan, pemerintah daerah menyelenggarakan
urusan pemerintah yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan
yang menjadi urusan pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.5
Sedangkan menurut Juanda, penerapan pembagian kekuasaan di
dalam Negara yang berbentuk federal dimulai dari pembagian kekuasaan
antara pemerintah federal dengan pemerintah Negara bagian. Pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan Negara federal diatur di konstitusi.
Smeentara itu, di dalam Negara kesatuan pembagian semacam itu tidak
ditemukan karena pada asanya seluruh kekuasaan dalam Negara berada
ditangan pemerintah pusat. 6
4 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 340 5 Ibid; hlm. 350
6 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung : alumni, Bandung, hlm, 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa seluruh kekuasaan berada
ditangan pemerintah pusat, karena ada kemungkinan mengadakan
dekonsentrasi kekuasaan ke darah lain dan hal ini tidak diatur di dalam
konstitusi, lain halnya dengan Negara kesatuan yang bersistem
desentralisasi, di dalam konstitusinya terdapat suatu ketentuan menganai
pemencaran kekuasaan tersebut. 7
Pembentukan organisasi pemerintahan di daerah pada Negara
kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian seperti dalam
negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara
kesatuan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak
memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam Negara
federal, hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah
dependent dan subordinate sedangkan hubungan Negara bagian dengan
Negara federal/ pusat dalam Negara federal adalah independent dan
koordinatif. 8
Sehubungan sifat keuniversalan pemerintahan daerah (local Self
government) di beberapa Negara terkandung didalamnya cirri-ciri sebagai
berikut 9:
a. segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah
dijadikan urusan-urusan rumah tangga sendiri sehingga urusan-
urusannya perlu ditegaskan secara rinci.
b. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat
perlengakapan yang seluruhnya bukan terdiri dari para pejabat
pusat, akan tetapi pegawai pemerintahan daerah.
c. Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas
dasar inisiatif atau kebijakan sendiri.
d. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mengurus
rumah tangga sendiri adalah hubungan pengawasan.
7 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum tata nagara Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hlm, 65 8 Hanif Nurcholish, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi daerah. PT. Gramedia Widia
Sarana, Jakarta, 2005, hlm. 6 9 Jurnal Yuridika, edisi no. 3 Vol.4, 2006, hlm, 17-20, Sri Haryanti. 2006. ”Perencanaan
Pembangunan Partisipatif”. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Seluruh penyelenggaraannya pasda dasarnya dibiayai dari sumber
keuangan sendiri.
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu
penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian
hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu
membangun kerjasama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang
tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu
menjamin hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah, artinya
harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan
tujuan Negara. Dengan demikian, otonomi atau desentralisasi akan
membawa sejumlah manfaat bagi masyarakat di daerah ataupun
pemerintah nasional.10
Secara umum, desentralisasi mencakup kepada empat bentuk yaitu
dekonsentrasi, devolusi, pelimpahan pada lembaga semi otonom dan
privatisasi. Dekonsentrasi merupakan penyerahan beban kerja dari
kementrian pusat kepada pejabat-pejabat yang berada di wilayah.
Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan dan
diskresi untuk melaksanakannya. Selanjutnya, devolusi merupakan
pelepasan fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat satuan
pemerintahan baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi
adalah untuk memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat
dengan cara mendelegasikan kewenangan dan fungsi. Dalam rangka
desentralisasi, daerah otonom berada diluar hirarki organisasi pemerintah
pusat, sedangkan dslam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi dalam
hirarki organisasi pemerintah pusat. Desentralisasi menunjukkan
hubungan kekuasaan antarorganisasi, sedsangkan dekonsentrasi
menunkjukkan model hubungan kekuasaan intra organisasi. Dalam
10 Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
praktiknya di Indonesia selama ini, disamping desentralisasi dan
dekonsentrasi, juga dikenal adanya tugas pembantuan (medebewind). Di
belanda Medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan
kepentingan-kepentingan dari pemerintah pusat atau daerah-daerah yang
tinggkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. 11
Menurut Moh.Mahfud MD, dalam konteks hubungan antara
pemerintah pusat dengan daerah, maka ketiga asas tersebut yaitu asas
desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan, secara
bersama-sama menjadi asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
di Indonesia. Ditambahkan bahwa pelaksanaan hubungan kekuasaan
antara pusat dan daerah melahirkan adanya dua macam organ, yaitu
pemerintah daerah dan pemerintah wilayah. Pemerintah daerah adalah
organ daerah otonom yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri
dalam rangka desentralisasi, sedangkan pemerintah wilayah adalah organ
pemerintah pusat di wilayah-wilayah administratif dalam rangka
pelaksanaan dekonsentrasi yang terwujud dalam bentuk propinsi dan
ibukota negara, kabupaten, kotamadya, kota administratif, dan kecamatan
namun dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan kemudian diganti dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah beberapa
kali diubah terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Pemerintahan Daerah, kotamadya telah dihapus.12
Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kepada pemerintah
provinsi, kabupaten/ kota, diberikan melalui tiga cara, yaitu :
a. Atribusi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pembuat
Undang-Undang kepada organ Pemerintahan, wewenang yang
diberikan langsung dari Undang-Undang atau peraturan Daerah.
11 Irawan Soedjito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta, Jakarta,
hlm. 34 12 Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998, hlm. 93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Delegasi, yaitu pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan
kepada organ lainnya, wewenang ini adalah ketika daerah
melaksanakan urusan yang berasal dari tugas pembantuan.
c. Wewenang, yaitu prakarsa dan inisiatif yang muncul sendiri dari
masing-masing daerah, seiring dengan kebebasan dan kemandirian
yang dimiliki, sesuai dengan potensi serta kekhasan daerah, wewenang
ini disebut urusan pemerintahan yang bersifat pilihan.
Pemberian kewenangan dari pemerintah kepada pemerintah daerah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang telah diubah terakhir menjadi Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan Daerah, untuk mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan
pemerintahan yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter, dan fiskal nasional dan agama. 13 Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib
dan pilihan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
untuk kabupaten/ kota antara lain meliputi beberapa hal sebagai berikut14 :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
b. penyelenggaraan ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat,
penyediaan sarana dan prasarana umum
c. penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan,
penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang
ketenagakerjaan, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil,
dan menengah,
d. pengendalian lingkungan hidup, pelayanan kesehatan, pelayanan
kependudukan , dan catatan sipil, pelayanan administrasi umum
pemerintahan
13 Ridwan, Hukum Administrasi di Daerah, Cetakan pertama, FH, UII Press, Yogyakarta, 2009,
hlm.67 14 Bagir Manan, Wewenang Propinsi, Kabupaten/kota Dalam Rangka Otonomi Daerah. Makalah
seminar nasional, Bandung, 13 Mei 2000, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. pelayanan administrasi penanaman modal, penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya, urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala daerah sebagai kepala pemerintahan daerah mempunyai
tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
b. Mengajukan rancangan pertauran daerah dan menetapkan
peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan bersama dengan
DPRD.
c. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
d. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah dan mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
e. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya di dalam
ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, kepala
daerah mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila , melaksanakan
UUD 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara kesatuan Republik Indonesia.
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Melaksanakan kehidupan demokrasi, mentaati dan menegakkan
seluruh peraturan perundang-undangan
d. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik
serta melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangan daerah.
f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah
dan semua perangkat daerah serta menyampaikan rencana strategis
penyelenggaraan pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna
DPRD.
2. Tinjauan Umum Tentang Perencanaan Kota
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen
yang dihuni oleh individu-individu yang heterogen dalam arti sosial, dan
sudah merupakan masyarakat dengan organisasi yang teratur. Sedangkan
kedudukan kota sendiri pada masa sekarang ini dari tahun ke tahun
semakin meningkat, yang pada dewasa ini rupanya tidak hanya dalam
statusnya sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian saja, tetapi lebih
banyak mengandung berbagai arti sosial lainnya.15
Kata perencanaan (design) digunakan dengan berbagai cara dan
berbagai makna di berbagai bidang. Di dalam perencanaan daerah atau
kota yang komprehensif, perencanaan daerah memiliki suatu makna
khusus yang membedakan dari berbagai aspek proses perencanaan daerah.
Perencanaan daerah atau kota berkaitan dengan tanggapan manusia
terhadap lingkungan fisik kota : penampilan visual, kualitas estetika, dan
karakter spesial. Istilah tersebut berhubungan dengan hal-hal yang
mempengaruhi indera manusia tentang keberadaan, kesadaran akan
tempat-tempat yang berbeda di dalam kota, dan perilaku mereka di dalam
15 Hadi Sabari Yunus, Manajemen Kota (Prespektif Spasial). Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005,
Hlm. 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
artian tanggapan langsung atau tidak langsung terhadap pelingkup fisik
spasial tempat manusia bertempat tinggal, bekerja, dan bermain.16
Pada skala kawasan, perencanaan kota meliputi situasi dan
perkembangan lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan gedung, suatu
taman atau plaza, boulevard atau pejalan kaki, tiang lampu atau
pemberhentian bus, atau elemen fisik lingkungan lain yang sering
berhubungan dengan penghuninya. Pada skala kota, perencanaan Kota
berkaitan dengan elemen visual utama yang meliputi : tengaran
(landmark), pemusatan (nodes), kawasan (districts), jejalur (paths), dan
tepian (edges). Adapun konsep khusus yang digunakan oleh teoritisi dan
praktisi terkemuka tersebut, telah diterapkan di dalam banyak rencana tata
guna lahan. Adapun konsep khusus yang digunakan, ada kesepakatan
umum bahwa perencanaan Kota haruslah mengenali dan menunjang
elemen-elemen visual utama kota dengan meningkatkan kualitas estetika,
derajad kepentingan sebagai titik acuan pemandangan kota, dan
konstribusinya kepada kendaraan dan gengsi warga kota.17
Perencanaan Kota atau daerah tidak dapat efektif kecuali bila
dilakukan dengan pengenalan, pemahaman, dan pemanfaatan, struktur
kekuatan pemerintah dan non pemerintah. Pada kenyataanya terdapat
perbedaan pendapat tentang pihak yang melakukan perencanaan Kota,
baik antara satu Negara dengan Negara lain, antara kebudayaan yang satu
dengan kebudayaan yang lain, maupun antara sistem politik yang satu
dengan yang lain. Ciri-ciri rencana yang baik18 :
a. Rencana harus memberi kemudahan dalam melaksanakan kegiatan
dan usaha pencapaian tujuan. Untuk itu suatu rencana harus jelas
dan dapat dipahami oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya
serta bisa dilaksanakan dilapangan guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
16 www.google.com/wikipedia/ kata perencanaan/ diakses tanggal 13 November 2010 17 Melville C Barnch, Perencanaan Kota Komprehensif. Hlm 204 18 Jurnal Keadilan, edisi no. 3 Vol . 4, 2006, hlm. 17-20, Arie Sinambolon. 2006. “Sekilas
Mengenai Perencanaan Pembangunan (otonomi daerah perjuangan nyata buttom-up)”. Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Rencana harus dirumuskan oleh para tenaga ahli yang kuat dalam
teori dan memiliki pengalaman yang mendukung dibidang
operasional serta mendalami hakiki dari tujuan yang hendak
dicapai. Tujuannya adalah agar terdapat kepaduan antara teori dan
praktek serta motivasi yang baik para perencana untuk
menghasilkan suatu rencana yang rasional, actual atas dasar data
dan kebutuhan yang sebenarnya.
c. Rencana yang memiliki fleksibilitas yang dapat disesuaikan
dengan setiap perubahan yang terjadi. Namun pola dasar dari
rencana harus mantap.
d. Rencana harus memiliki bentuk dan isi yang sederhana sehingga
dapat dijabarkan ke dalam program kerja dengan skala prioritas
yang wajar. Dengan demikian tidak terjadi polarisasi antara
rencana disatu pihak dan pelaksana dipihak lain.
e. Rencana harus memiliki batas toleransi yang menjadi dasar dalam
mengevaluasi setiap penyimpangan yang terjadi. Hal ini
bermanfaat untuk menampung kejadian-kejadian masa mendatang
yang belum pasti, sehingga setiap terjadi penyimpangan, hal
tersebut tidak akan menimbulkan kegoncangan yang dapat
mengganggu atau menghambat pelaksanaan. Karena setiap
penyimpangan yang masih dalam batas toleransi tela
diperhitungakan sebelumnya.
3. Tinjauan Umum tentang Pembangunan
Pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang merupakan
syarat mutlak bagi setiap warga Negara, terutama Negara-negara yang
sedang berkembang dalam rangka mewujudkan cita-sita yang ingin
dicapai. Tentunya beban dan pelaksanaan pembangunan itu akan selalu
berbeda tergantung dari situasi dan kondisi masing-masing Negara yang
melaksanakannya. Kemerdekaan dan kedaulatan yang dicapai telah
membuka jalan bagi pemenuhan cita-cita tersebut. Kemauan politik untuk
mencapai telah dimiliki, begitu juga dengan kekayaan alam dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terdapatnya kaum cendikiawan, Ilmuwan serta tenaga ahli yang siap untuk
mengelola berbagai potensi yang telah tersedia.
Namun demikian cita-cita tersebut tidak akan tercapai tanpa
adanya suatu kemauan untuk menggunakan segala potensi kekuatan
nasional yang dimiliki serta memadukannya dalam bentuk pengelolaan
yang berdaya guna dan berhasil guna. Proses pengelolaan inilah yang akan
menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan nasional di berbagai
bidang dan pada gilirannya akan menentukan pula kemauan bangsa
tersebut untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pembangunan dapat
diartikan sebagai suatu “perubahan” yang mewujudkan suatu kondisi yang
lebih baik dari sekarang, baik secara materiil maupun spiritual.
Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu rangkaian
tindakan yang dilakukan oleh setiap individu yang bernaung dalam suatu
system kemasyarakatan guna mencapai hasil akhir yang diinginkan. Selain
pengertian itu pembangunan juga disebut sebagai suatu “pertumbuhan”
yang merupakan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pertumbuhan di sini
mencakup semua aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, dan politik
yang berjalan seirama dengan keadaan yang saling menunjang.19
Sondang P Siagian mengemukakan bahwa yang terdapat beberapa
ide pokok yang menjadi dasar untuk suatu pembangunan, yaitu :
a. Pembangunan sebagai suatu “perubahan” yang mewujudkan suatu
kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik
dari kondisi sekarang. Pengertian perubahan kearah kondisi yang
lebih baik tidak hanya dalam arti yang sempit seperti peningkatan
taraf hidup, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan yang lainnya,
karena satu segi kehidupan memiliki kaitan yang erat dengan segi
kehidupan lainnya karena manusia bukan hanya makhluk ekonomi,
tetapi makhluk sosial dan makhluk politik.
19 Ibid hlm. 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Pembangunan diartikan sebagai suatu pertumbuhan, hal ini
menunjukkan kemampuan suatu kelompok masyarakat untuk terus
berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pertumbuhan ini diartikan sebagai suatu yang mutlak yang harus
terjadi dalam pembangunan, yang meliputi aspek kehidupan seperti
aspek ekonomi, sosial dan politik yang berjalan seirama dengan
keadaan yang saling menunjang.
c. Pembangunan sebagai suatu rangkaian tindakan dan usaha yang
dilakukan secara sadar oleh masyarakat yang bernaung dalam suatu
system kemasyarakatan guna mencapai hasil akhir yang
diinginkan. Dalam hal ini diharapkan suatu kesadaran yang tidak
hanya terbatas pada kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat, tetapi meliputi seluruh warga pada semua lapisan dan
tingkatan serta timbul dari dalam diri sendiri. Pembangunan
tidaklah terjadi dengan sendirinya, apalagi secara kebetulan,
sehingga tercapai keadaan yang lebih baik dengan pertumbuhan
yang berlangsung secara terus-menerus.
d. Pembangunan harus didasarkan pada suatu rencana. Artinya
pembagunan itu harus dengan sengaja dan ditentukan secara jelas,
tujuan, arah dan bagaimana pelaksanaanya.
e. Pembangunan diharapkan bermuara pada satu “titik akhir” tertentu
seperti masalah keadilan sosial, kemakmuran yang merata,
kesejahteraan material, mental dan spiritual. Namun demikian,
“titik akhir” ini mempunyai sifat-sifat yang sangat relatif dan sukar
untuk dibayangkan. Kenyataannya adalah selama masih terdapat
suatu masyarakat selama ini pulalah kegiatan-kegiatan
pembangunan akan terus dilaksanakan.20
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembangunan
adalah suatu kegiatan untuk mencapai cita-cita suatu masyarakat untuk
memperbaiki kehidupan secara sadar dan terencana telah dan akan terus
20 Ibid hlm 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berlangsung. Atau dengan kata lain pembangunan merupakan tindakan
atau usaha yang dilakukan secara sadar untuk melakukan perubahan-
perubahan yang mendasar terhadap sikap mental, struktur sosial dan
lembaga-lembaga masyarakat yang ditujukan untuk mengacu pertumbuhan
ekonomi tanpa mengabaikan sektor lainnya.21
4. Tinjauan Umum tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang)
Dalam pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang) melibatkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh.
Musrenbang terdiri dari 3 bentuk permusyawaratan yang melibatkan
partisipasi masyarakat dari tingkat Kalurahan, Kecamatan, dan Kota.
Masyarakat dapat secara bebas menyalurkan aspirasi dan kehendakanya
dalam rangka perwujudan pelaksanaan pembangunan di daerahnya melalui
musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang).
Kata musyawarah diambil dari bahasa Arab yang artinya berunding
atau berdiskusi untuk mencari jalan keluar dalam memecahkan suatu
masalah. Salah satu syarat dari suatu musyawarah adalah bertujuan
untuk mencari kebenaran (bertujuan baik), bukan bertujuan buruk. Kalau
berdiskusi untuk bertujuan buruk, itu namanya makar. Dalam proses
musyawarah mungkin terjadi perubahan pemikiran karena terjadi
pertukaran pendapat dan juga kemungkinan munculnya sintesis atau
perkawinan pendapat.22
a. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan
merupakan mekanisme tertinggi perencanaan pembangunan
partisipatif di tingkat kalurahan yang dilakukan secara terbuka
dengan melibatkan seluruh komponen dan stake holders yang ada
di wilayah kalurahan yang terdiri dari komponen warga
masyarakat, para tokoh, unsur kelembagaan, organisasi
21 Ibid hlm 24 22 (http://www.soc.culture.indonesia=naomi diakses tanggal 31 Januari 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kebudayaan, paguyuban, LSM. Tujuan Musrenbangkel adalah
untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah kalurahan
yang berpihak kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat
dengan cara yang demokratis dan partisipatif.23
b. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan
Tidak berbeda dengan prinsip yang dilakukan di
Musrenbangkel, pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam) sebagai forum
perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan dilakukan dengan
prinsip musyawarah, dialog, dan partisipasi. Prinsip dialog dan
partisipatif dikembangkan diantara peserta yang dating dari
berbagai kalangan dan antar wilayah dalam rangka menemukan
rumusan perencanaan pembangunan yang akomodatif terhadap
usulan dari berbagai wilayah kalurahan (Musrenbangkel). Prinsip
penyelenggaraan Musrenbangcam ditekankan untuk menjalin
koordinasi dan kerjasama baik antar wilayah kalurahan maupun
dengan pihak dinas-dinas unit kerja di lingkungan pemerintah kota
yang diikut sertakan dalam proses musyawarah perencanaan
pembangunan ditingkat kecamatan. Tujuan Musrenbangcam adalah
untuk melakukan sinkronisasi permasalahan dan program yang
dihasilkan oleh musyawarah kalurahan membangun yang belum
dapat diselesaikan ditingkat kalurahan.24
c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota
Musyawarah kota membangun atau disingkat
Musrenbangkot merupakan forum musyawarah tertinggi ditingkat
kota yang dilaksanakan berdasarkan asas demokrasi, kemitraan,
dialog, dan partisipasi. Musrenbangkot dikembangkan sebagai
wahana untuk meninngkatkan partisipasi masyarakat kota dalam
23 Agus Dodi Sugiartoto, Perencanaan Pembangunan Partisipatif Kota Solo (Pengalaman IPGI
Solo Merintis Jalan Menuju Demokrasi, Partisipasi Masyarakat, dan Otonomi Daerah) IPGI, Solo,.hlm 111 24 Ibid hlm 119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membangun kota. Musrenbangkot merupakan proses pembelajaran
masyarakat untuk melakukan pembangunan yang memanusiakan
manusia (nguwongke wong) sehingga masyarakat merasa ikut
memiliki dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Proses
pembelajaran ini sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan
roso handarbeni masyarakat Solo atas pembangunan yang
dilakukannya sendiri. Proses pembangunan yang semula berjalan
dari atas ke bawah perlu diubah dan diganti dengan proses
pembangunan yang lebih mengedepankan kepentingan dan
kebutuhan nyata masyarakat. Di dalam musrenbangkot ini, pihak-
pihak yang selama ini tersingkir dairi proses pembangunan
diakomodasi dalam proses ini. Keterlibatan komponen-komponen
strategis di masyarakat, terutama sekali komponen eksekutif,
legeslatif, masyarakat, kalangan pengusaha dan stake holders
penting lainnya, diharapkan mampu mengurangi disorientasi
pembangunan yang selama ini kurang menyentuh kebutuhan hidup
masyarakat.25
5. Tinjauan Umum tentang Partisipasi Masyarakat
Pemahaman tentang Partisipasi Masyarakat, Di era Reformasi,
pasca runtuhnya rezim orde baru yang telah mengusung “demokrasi tanpa
rakyat”, terjadi perubahan paradigma politik di Indonesia yang hampir
menempatkan rakyat kembali ke posisinya sebagai pemegang kedalulatan.
Partisipasi masyarakat merupakan wujud demokrasi di mana kekuasaan
adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga seharusnya
dalam setiap proses politik, rakyat berhak mengetahui, berpendapat dan
berperan serta, dan bereaksi (positif maupun negatif) terhadap segala
kebijakan pemerintah sesuai dengan hati nurani mereka. Namun semuanya
sangat wajar mengingat hegemoni rezim orde baru begitu mengakar.
Meskipun sistem otoriter telah jauh bergeseran, namun demokrasi justru
masih tertatih-tatih. Pergeseran mungkin juga terjadi dalam bidang
25 Ibid, hlm 126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketatanegaraan dan kebijakan publik, yaitu pergeseran makna public yang
berarti penguasa orang banyak (diidentikkan dengan pemerintah) kepada
kepentingan orang banyak/ masyarakat.26
Hal ini menunjukkan bahwa pembentukkan peraturan perundang-
undangan sebagai hasil dari proses kebijakan harus didasarkan pada
kepentingan orang banyak atau masyarakat sebagai pemangku kepentigan
(Stake holders) dan tentu saja membutuhkan partisipasi masyarakat secara
langsung maupun tidak langsung dalam setiap prosesnya. Namun realitas
yang ada, keterlibatan masyarakat dalam kerangka kedaulatan rakyat,
demokrasi konstitusional masih jauh panas dari api. Masyarakat Indonesia
belum sampai pada tahapan civil society di mana masyarakat mampu
mempengaruhi dan mengawasi proses kebijakan publik.
Partisipasi berarti ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi,
mengontrol, dan mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan
pembentukan peraturan mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi
pelaksanaan peraturan daerah. Oleh sebab itu partisipasi masyarakat
termasuk dalam kategori partisipasi politik.27 Ada beberapa konsep
partisipasi28 :
a. Partisipasi sebagai kebijakan
Konsep ini memandang partisipasi sebagai porsedur
konsultasi para pembuat kebijakan kepada masyarakat sebagai
subyek peraturan daerah maupun kebijakan pemerintah daerah.
b. Partisipasi sebagai strategi
Konsep ini melihat partisipasi sebagai salah satu strategi
untuk mendapatkan dukungan masyarakat demi kredibilitas
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
c. Partisipasi sebagai alat komunikasi
26 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial.
Alfa Beta, Bandung, 2005, Hlm 13 27 Kamus Besar Bahasa Imdomesia, 2003, Gramedia. Jakarta. 28 Journal International, Gaventa, John. 2000. Learning From Changes. “issues and
experience in participation and evaluation”. London. Intermediate Technology Publications, Ltd.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konsep ini melihat partisipasi sebagai alat komunikasi bagi
pemerintah (sebagai pelayan rakyat) untuk mengetahui keinginan
rakyat.
d. Partisipasi sebagai alat penyelesaian sengketa
Partisipasi sebagai alat penyelesaian sengketa dan
toleransi atas ketidakpercayaan dan kerancuan yang ada di
masyarakat. Adapun konsep partisipasi yang diterapkan oleh
pemerintah, setidaknya keterlibatan masyarakat dapat memberikan
legitimasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan
menimbulkan kepercayaan adanya keberpihakan pemerintah
terhadap kepentingan masyarakat. Manfaat Partisipasi Masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan antara lain sebagai
berikut29 :
1) meningkatkan proses belajar demokrasi 2) menciptakan masyarakat yang lebih bertanggungjawab 3) mengeliminir perasaan terasing 4) mempelancar komunikasi antara masyarakat dan pemerintah
(Bottom up communication)
5) menumbuhkan adanya kepercayaan (trust), penghargaan
(respect), dan pengakuan (recognition) masyarakat terhadap
pemerintahan daerah.
Tata Cara Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat, Partisipasi tidak
cukup hanya dilakukan oleh beberapa orang yang duduk dilembaga
perwakilan, karena situasi dalam institusi politik cenderung
menggunakan politik atas nama kepentingan rakyat untuk
memperjuangkan kepentingan kelompok atau kepentingan pribadi. Oleh
sebab itu, dalam kegiatan wakil rakyat juga perlu ada ruang publik untuk
berperan serta dalam proses kebijakan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan partisipasi
masyarakat yang paling utama adalah masyarakat itu sendiri. Yang perlu
29 Journal International. Jeremy Hollan. 2005. Who Changes?. “institutionalizingbParticipation in Development. London. Intermediate Technology Publications, Ltd.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dibangun adalah kesadaran berpatisipasi dan dukungan terhadap
aktivitas partisipasi melalui pendidikan politik. Yang bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan pendidikan politik bagi masyarakat adalah
masyarakat dan organisasi-organisasi local, baik berupa institusi
akademis, media massa, lembaga swadaya masyarakat. . Model-model
Partisipasi30 :
a. mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap ahli dan
independent dalam team atau kelompok kerja dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan
b. melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau
mengundang pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan, musyawarah rencana pembangunan
c. melakukan jejak pendapat, kontak public melalui media massa,
melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
atau membentuk forum warga.
Adapun model partisipasi yang disediakan, tidak akan berarti jika
masyarakat masih saja bersikap apatis terhadap keputusan atau kebijakan
pemerintah. Untuk itu harus ada strategi khusus untuk mendorong
masyarakat agar aktif berpatisipasi dalam setiap proses kebijakan. Ada
beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi partisipasi
masyarakat, antara lain :
a) mensolidkan kekuatan masyarakat terutama para stake
holders
b) memberdayakan masyarakat (membangun kesadaran kritis
masyarakat)
c) publikasi hasil-hasil investigasi atau riset-riset yang penting
d) berupaya mempengaruhi mengambil kebijakan.
Memunculkan aksi dan gerakan secara kontinyu.31
30 Ricard M. Bird. 2000. “subnational revenues, reality and prospect, yang disampaikan
pada intergovernmental participation relation and local government”. Yang diselenggarakan oleh The World Bank, Institute, Almaty, Kazakstan, 17-21 April 2002.
31 Ibid, hlm 152
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6. Teori Kebijakan Publik
Definisi tentang kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang
tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijkan negara
tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabatyang
mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama
besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara. Misalnya kebijakan
negara yang meranruh harapan banyak agar pelaku kejahatan dapat
memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dari sisi lain sebagai abdi
masyarakat haruslah memperhatikan kepentingan publik.32
Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan
kebijaksanaan seringkali disamakan pengertiannya dengan istilah policy.
Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini belum diketahui
terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam bahasa Indonesia.kebijakan
dalam kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata bijak yang berarti
selalu menggunakan akal budinya, pandai, mahir, pandau bercakap-cakap,
petah lidah.33
Menurut Hoogerwerf, pada hakekatnya pengertian kebijakan
adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk
memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu,
yaitu dengan tindakan yang terarah. Dari beberapa pengertian tentang
kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya
dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang
kebijakan mencakup pertanyaan : what, why, who, where, dan how. Semua
pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang dihadapi lembaga-
lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut isi, cara atau
prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan
dilaksanakan. 34
32 Irfan M. Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2007,
hlm. 10 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 42
34 Sahrir, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, PT. Rineka cipta, Jakarta, 1988. hlm 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan
sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek
yang terarah. Sedangkan Carl J. Friedrich mendefinisikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintaha dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Secara
lebih rinci James E. Andersonn (dalam Buku Winarno, 2007 :19)
memberikan pengertian kebijakan negara sebagai kebijakan oleh badan-
badan pejabat-pejabat pemerintah yang memiliki beberapa implikasi
berikut ini 35 :
a. Kebijakan negara selalu mempunyai tujuan fertentu atau
merupakan tindakan yag berorientasi kepada tujuan;
b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pejabat pemerintah;
c. Kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan
pemerintah, jadi bukan mempakan apa yang pemerintah bermaksud
akan melakukan suatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu;
d. Kebijakan negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan
bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu, atau
bisa bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat
pemerintah untuk melakukan sesuatu.
Di samping kesimpulan tentang pengertian kebijakan dimaksud,
pada dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas
dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan ; pemerintah
serta perilaku negara pada umumnya. Luasnya makna kebijakan publik
sebagaimana disampaikan oleh Charles O. Jones di dalam mendefinisikan
kebyakan publik sebagai antar hubungan di antara unit pemerintah
tertentu dengan lingkungannya. Bahkan terdapat satu kesan sulit
menemukan hakekat dari pada kebijakan publik itu sendiri36
35 Budi Winarno, Kebiijakan public, Teori dan Proses, Media Presindo, Jakarta, 2007, hlm. 19
36 Ibid hlm.30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penyusunan rancangan peraturan daerah sebagaimana diuraikan
dimuika, tidak terlepas dari kebijakan di bidang tersebut dilaksanakan oleh
pemerintah daerah- Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah
apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.37
Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu
yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh
pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Sedangkan Richard Rose
menyarankan bahwa kebijaten publik hendaknya dipahami sebagai
serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta
konsckuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada
sebagai suatu keputusan tersendiri.38
Di sisi lain, James E, Anderson merumuskan kebijakan sebagai
perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah)
serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.39 Walaupun
disadari bahwa kebyakan publik itu dapat dipengaruhi oleh para aktor dan
faktor dari luar pemerintah. Lebih lanjut ditegaskan bahwa kebijakan
publik sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan
pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan politik,
ekonomi, pendidikan, pertanian, industri, dan sebagainya. Di samping
lingkupnya yang sangat luas, ditinjau dari hirarkinya, kebijakan publik
dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal.40
Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik
sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa
serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana
kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti bahwa kebijakan
negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku
37 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 16
38 Budi Winarno, Kebiijakan public, Teori dan Proses, Media Presindo, Jakarta, 2007, hlm. 17 39 Ibid, hlm. 35 40 A.G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori, dan Aplikasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2005, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
imtuk Mencapai tujuan masyarakat negara. Kesimpulan dari pandangan
ini adalah: pertama, kebijakan publik sebagai tindakan yaftg dilakukan
oleh pemerintah daa keduu, kebijakan publik sebagai keputusan
pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu.41 Dari beberapa pandangan
tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa
kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka Irfan M,
Islami menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik,
yaitu :
a. Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk peraturannya berupa
penetapan tindakan – tindakan pemerintah.
b. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.
c. Bahwa kebijakan publik, baik untuk sesuatu ataupun tidak
melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilaadasi maksud dan
tujuan tertentu.
d. Bahwa kebijakan publik itu hams senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Kebijakan publik pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan
dan mengakomodasi kepentingan masyarakat Penilaian akhir dari sebuah
kebijakan publik adalah pada masyarakat. 42 Kebijakan publik adalah
bentuk nyata dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret
dari proses persentuhan negara dengan rakyatnya. Sebab dengan adanya
kesadaran ini sesungguhnya kita sedang mencermati aspek dinamis dan
aspek yang hidup dari relasi negara dengan rakyat. Paradigma kebijakan
publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara
yang kaku dan tidak responsif pula, Demikian pula sebaliknya, paradigma
41 Barry Bozeman. 2009. Public Values Theory: Three Big Question, Journal International of Public
Policy. Vol. 4, No. 5, pp : 369-375.
42 Irfan M. Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah
negara yang luwes dan responsif pula. Sedangkan Don K. Price,
menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijaksanaan negara yang
bertanggungjawab adalah proses melibatkan antara kelompok-kelompok
ilmuwan, pemimpin – pemimpin rganisasi profesional, para administrator
dan para politisi.43
Secara umum kebijakan (policy) dapat dikategorikan menjadi tiga
strata, yaitu kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan
Teknis.
a. Kebijakan Umum
Kebijakan Umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif maupun negatif
meliputi keseluruhan wilayah atau instansL Untuk wilayah negara,
kebijakan urnmn mengambil bentuk Undang-Undang atau
Keputusan Presiden dan sebagainya. Sementam untuk wilayah
propinsi, selain dari peraturan dan kebijakan yang diambil pada
tingkat pusat juga, ada Keputusan Gubernur atau Peraturan Daerah
yang diputuskan oleh DPRD. Suatu kebijakan umum dapat
dijadikan pedoman bagi tingkatan kebijakan di bawahnya, minimal
ada -tiga kriteria yang harus dipenuhi :
1) Mempunyai cakupan kebijakan dengan meliputi keseluruhan
wawasannya. Artinya, kebijakan tidak hanya meliputi dan
ditunjukkan pada aspek tertentu atau sektor tertentu.
2) Memiliki jangka waktu yang panjang. Artinya masa berlaku
atau tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan tersebut tidak
berada dalam Jangka waktu yang pendek, sehingga tidak
mempunyai tetas waktu tertentu. Karena itu, tujuan yang
digambarkan sebagai istitah sasaran strategi kebijakan
seringkali dianggap tidak jelas. Dengan kata lain dalam suatu
43 Solihin abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formalisasi ke Implementasi Kebijakan Negara,
Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kebijakan umum tidak tepat untuk menetapkan sasarannya
secara sangat jelas dan rumusannya secara teknis. Rumusan
yang demikian akan menghadapi. kekuatan atau fleksibel
dalam perubahan waktu jangka panjang dan akan mengalami
kesulitan untuk diberlakukan di wilayah-wilayah kecil yang
berbeda.
3) Strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional.
Sebagaimana pengertian umum, pengertian operasional atau
teknis juga bersifet relatif. Sesuatu yang dianggap umum untuk
tingkat kabupaten mungkin dianggap teknis atau operasional di
tingkat dibawahnya. amun, suatu kebijakan yang bersifat
umum tidak berarti kebijakan tersebut bersifat sederhana.
4) Kebijakan Pelaksanaan.
Kebijakan Pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum, Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah
tentang pelaksanaan Undang-Undang atau Keputusan Menteri
yang menjabarkan pelaksanaan Keputusan Presiden adalah
contoh dari kebijakan pelaksanaan. Untuk tingkat propinsi,
Keputusan Walikota/ Bupati atau keputusan seorang kepala
dinas yang- menjabarkan Keputusan Gubemur atau peraturan
daerah bisajadi suatu kebijakan pelaksanaan.
5) Kebijakan Teknis
Kebijakan Teknis adalah kebijakan operasional yang berada di
bawah kebijakan pelaksanaan. Secara umum, kebijnkan umum
adalah kebijakan tingkat pertama, kebijakan pelaksanaan
adalah kebijakan tingkat kedua dan kebijakan teknis adalah
kebijakan tingkat ketiga atau yang terbawah.
Terkadang sebuah proses kebijakan publik yang ada telah
mencapai hasil (output) yang-ditetapkan dengan balk, namun tidak
memperoleh respons atau dampak {outcome) yang baik dari masyarakat
atau kelompok sesamanya atau sebaliknya sebuah proses kebijakan publik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak maksimal dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan namun
ternyata dampaknya cukup memuaskan bagi masyarakat umum Kebijakan
publik tidak lagi memilih proses internal (yang menghasilkan output) di
satu sisi dengan dinamika masyarakat di sisi yang lain. Artinya mulai dari
pemmusan kebijakan publik sampai pada evaluasinya semua elemen yang
ada dalam masyarakat harus dilibatkan secara partisipatif dan emansipatif.
Sehingga dalam konteks ini hasil-hasil yang telah ditetapkan dalam sebuah
produk kebijakan publik adalah hasil pembahasan dan kesepakatan
bersama antara rakyat dengan negara.
Proses pembuatan kebijakan publik berangkat dari realitas yang
ada di dalam masyarakat. Realitas tersebut bisa berupa aspirasi yang
berkembang, masalah yang ada maupim tuntutan atas kepentingan
perubahan-perubahan. Dari realitas tersebut maka proses berikutnya
adalah mencoba untuk mencari sebuah jalan keluar yang terbaik yang akan
dapat mengatasi persoalan yang muncul atau memperbaiki keadaan yang
ada sekarang. Hasil pilihan solusi tersebutlah yang dinamakan hasil
kebijakan publik.
7. Teori Sistem Hukum
Menurut Lawrence Meir Friedman, seorang ahli sosiologi hukum
dari Stamford University mengemukakan mengenai Tiga Unsur Sistem
Hukum (Three Element of Legal System).44 Untuk itu sangat tepat teori
Lawrence Meir Friedman yong menyatakan bahwa hukum merupakan satu
kesatuan sistem yang terdiri dari tiga unsur yang saling terkait. Dalam
ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Struktur Hukum (legal structure)
Struktur menurut Lawrence Meir Friedman adalah
kerangka bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan. Di Indonesia berbicara tentang struktur
44 Lawrence Meir Friedman, Sistem Hukum Perspektif llmu Sosial (Terjemahan The Legal System A Social Science Perspective). Penerjemah M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 2009.hlm.12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sistem hukum Indonesia maka termasuk didalamnya struktur
institusi-institusi penegakan hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan,
dan Pengadilan. Dalam hal ini merupakan unsur yang berasal dari
para pemegang aturan hukum. Bisa jadi pemerintah (eksekutif),
pembuat peraturan (legislatif) ataupun lembaga kehakiman
(yudikatif). Para aparat penegak hukum, seyogyanya harus
bersikap konsisten terhadap apa yang telah dikeluarkannya. Ia tidak
boleh mangkir dari kebijakan-kebijakan hukum yang telah
dibuatnya. Dengan kata lain, dalam melakukan segala perbuatan,
pemerintah harus selalu berpegang eguh terhadap peraturan umum
yang telah dibuatnya.
Jadi pada dasarnya struktur hukum secara sederhana bisa
diartikan dari kerangka bukum maupun wadah dan organisasi dari
lembaga-lembaganya,
b. Substansi Hukum (legal substance)
Substansi adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem hukum itu. Substansi juga
berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada didalam
sistem hukum itu mencakup peraturan baru yang mereka susun.
Komponen substantif sebagai output dari sistem hukum yang
berupa peraturan-peraturan kepuhisan-keputusan yang digunakan
baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.45
Substansi hukum meliputi norma dan aturan itu sendiri.
Tidak terbatas pada norma fonnal saja tetapi juga meliputi pola
perilaku sosial termasuk etika sosial, terlepas apakah nantinya akan
perilaku sosial tersebut akan membentuk norma formal tersendiri.
Idealnya, isi/ materi hukum tidak boleh diinterpretasikan secara
baku/sebagaimana adanya seperti yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
45 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru
Utama,Semarang, 2005, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Kultur hukum (legal impact).
Pernyataan Lawrence Meir Friedman yang menyatakan
bahwa kultur hukum adalah apa yang masyarakat rasakan terhadap
hukum dan sistem hukumnya. Tapi kemudian Lawrence Meir
Friedman memperluas lagi bahwa budaya hukum bukan sekedar
pikiran saja, tetapi juga cara pandang dan cara masyarakat
menentukan bagaimana sebuah hukum itu digunakan
Pada akhirnya, pemahaman kultur hukum menurut
Lawrence Meir Friedman adalah setiap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Kultur hukum adalah susunan pikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalah gunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum itu
sendiri tidak berdaya.46
Pendapat Lawrence Meir Friedman, jika unsur ini
dihilangkan akan menimbulkan kepincangan hukum dan tidak bisa
berjalan sebagaimana mestinya, serta cita-cita mewujudkan
keadilanpun akan sirna. Pemerintah, dalam menyusun peraturan
dan menentukan langkah-langkah hukum perlu memperhatikan
pula nilai-nilai dalam masyarakat. Tidak boleh mengambil
keputusan/kebijakan hanya berdasarkan asumsinya belaka. Sesuai
dan atau tidaknya kebijakan hukum dengan tuntutan masyarakat
umum, akan sangat menentukan keberhasilan hukum itu sendiri.
Dalam mengenal hukum sebagai sistem, seperti yang
dikemukakan Lon L. Fuller harus dicennati apakah telah memenuhi
6 (delapan) asas (principles of legality), adalah sebagai berikut :
a. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, artinya
tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang
bersifat ad hoc;
46 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan dan
Peraturan tidak boleh berlaku surut;
c. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti;
d. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain;
e. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang
melebihi apa yang dapat dilakukan dan Peraturan tidak boleh
sering berubah-ubah;
f. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan
dengan pelaksanannya sehari-hari.
Mengenai efektifitas pelaksanaan hukum berkaitan erat
dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat. Apabila seseorang
membicarakan berfungsinya hukum dalam masyarakat, maka
biasanya pikiran diarahkan pada kcnyataan apakah hukum tersebut
benar-benar berlaku atau tidak. Kelihatannya sangat sederhana,
padahal dibalik kesederhanaan tersebut ada hal-hal yang sangat
rumit.
Dalam sistem hukum yang tidak lain merupakan cerminan
dari nilai-nilai dan standar elit masyarakat, yang masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan
kelompok mereka.47 Berbicara inasalah hukum, pada dasamya
membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. Karena
kebijakan dalam dalam bidang hukum akan berimplikasi ke
persoalan politik yang sarat dengan diskriminasi.
Pelaksanaan keefektifan hukum (pelaksanaan suatu
kebijaksanaan atau suatu komitmen), bersangkutan dengan lima
faktor pokok, yaitu sebagai berikut48 :
1) Faktor hukumnya sendiri; 47 Ibid hlm.105
48 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan, UI Press, Jakana, 1983, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Faktor penegak hukum;
3) Faktor sarana yang mendukung penegakan hukum;
4) Faktor masyarakat (adresat) hukum;
5) Faktor budaya;
Menurut William Chambliss dan Robert B. Seidman yang
memberikan perspektif dalam pemahaman hukum dan efektifitas
yang lebih luas,49 dimana dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana
seorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak;
2) Seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum yang merupakan fungsi
peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-
sanksinya, aktivitas dan lembaga-lembaga pelaksana serta
keseluruhan kompleks kekuatan sosial dan politik;
3) Lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon
terhadap peraturan hukum yang merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi,
keseluruhan kompleks kekuatan sosial dan politik;
4) Para pembuat Undang-Undang itu akan bertindak yang
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada
mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan sosial,
politik, ideologi mengenai diri mereka serta umpan-umpan
balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi.
Untuk memahami fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami
terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada empat
bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum,50 yaitu sebagai
berikut :
49 Ibid , hlm. 21 50 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru
Utama,Semarang, 2005, . hlm, 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat
dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang
dilarang dan yang boleh dilakukan;
2) Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh
melakukan kekuasaan atau siapa saja yang boleh melakukan
kekuasaan atau siapa berikut prosedurnya;
3) Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat;
4) Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara
mengatur keinbali hubungan-hubungan dalam masyarakat.
Menurut Roscoe Pound, hukum yang berfungsi sebagai
sarana rekayasa sosial sebenarnya adalah manifestasi dari
digunakannya hukum sebagai alat politik negara guna
mewujudkan kepentingan politiknya untuk melindungi
kepentingan umum, kepentingan kemasyarakatan dan
kepentingan pribadi.51
Di dalam teori-teori hukum, biasanya dibedakan antara tiga
macam berlakunya hukum sebagai kaidah, dimana ada anggapan-
anggapan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto52:
1) Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, atau
apabila terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan, atau
apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi
dan akibatnya.
2) Kaidah hukum berlaku secara secara sosiologis. Artinya kaidah
hukum dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak diterima oleh warga masyarakat; kaidah hukum
diberlakukan oleh penguasa meskipun tidak diterima oleh
warga masyarakat; kaidah hukum berlaku karena diterima dan
diakui oleh masyarakat.
51 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan), Bhatara, Jakarta, 1982, hilm. 87 52 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, VI Press, Jakarta, 2004,
hlm. 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan
cita-cita hukum sebagai nilai positif yang berlaku.
8. Tinjauan Umum tentang Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A
Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk teknis Penyelenggaraan
Musrenbangkot Surakarta
Pasal 2 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009
menjelaskan tentang Diskusi Kelompok Terbatas (DKT). Sering di sebut
juga Focus Group Discussion, merupakan musyawarah antara SKPD
dengan komunitas sektoral/ pihak-pihak yang terkait langsung dengan
fungsi SKPD untuk menyepakati Rancangan awal renja SKPD. DKT
berkedudukan sebagai forum sinkronisasi aspirasi dan usulan komunitas
sektoral dengan program dan kegiatan SKPD, pada tahapan persiapan
Musrenbang.
Pasal 3 berisi tentang Musrenbangkel yaitu berkedudukan sebagai
forum stakeholders ditingkat kelurahan dalm penyusunan dan penetapan
rumusan kegiatan serta Daftar Skala Prioritas kegiatan pembangunan, yang
hasilnya sebagai rujukan kegiatan pembangunan tahun berikutnya. Pasal 4
berisi tentang Musrenbangcam yaitu berkedudukan sebagai forum tahunan
stakeholders di tingkat kecamatan dalam penetapan pengelompokkan
prioritas ermasalahn dan Daftar Skala Prioritas sebagai rujukan kegiatan
pembangunan tahun berikutnya.
Kemudian Pasal 5 berisi tentang Forum SKPD, yaitu sebagai
forum sinkronisasi dan sinergitas antara program/ kegiatan prioritas SKPD
dengan prioritas permasalahan dan kegiatan pembangunan hasil
musrenbangcam dan hasil DKT. Pasal 6 berisi tentang Musrebangkot yaitu
sebagai forum musyawarah stakeholders ditingkat kota dalam rangka
penyempurnaan rancangan RKPD berdasarkan prioritas dan kebijakan
pembangunan kota.
Bab III berisi tentang tujuan DKT, Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Forum SKPD, dan Musrenbangkot. Pasal 7 dijelaskan
bahwa DKT bertujuan untuk menserasikan kegiatan pembangunan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tahunan melalui program dan kegiatan SKPD. Pasal 8 dijelaskan bahwa
Musrenbangkel bertujuan untuk menyusun dan menetapkan DSP kegiatan
pembangunan maupun kegiatan unggulan tahunan tingkat kelurahan yang
akan dibiayai dengan alokasi anggaran dalam SKPD Kelurahan (sesuai
pelimpahan sebagian kewenangan walikota kepada lurah), DPK didukung
dengan swadaya, PNPM mandiri didukung dengan swadaya, atau sumber
dana lainnya, serta rumusan kegiatan pembangunan yang akan diajukan
untuk dibahas pada Musrenbangcam. Pasal 9 dijelaskan bahwa
musrenbangcam bertujuan untuk menyusun dan menetapkan DSP
pembangunan tingkat kecamatan yang berasal dari hasil Musrenbangkel
yang disinkronkan dngan prioritas pembangunan daerah. Pasal 10
dijelaskan bahwa forum SKPD bertujuan untuk menyusun dan
menetapkan DSP kegiatan dalam rancangan renja SKPD melalui
sinkronisasi prioritas pembangunan hasil musrenbangcam dan hasil DKT,
dengan memperhatikan renstra SKPD, evaluasi kinerja pelaksanaan SKPD
dan Pagu indikatif pendanaan masing-masing urusan pemerintahan daerah
yang akan dituangkan dalam rancangan RKPD. Pasal 11 dijelaskan bahwa
musrenbangkot bertujuan untuk meyempurnakan rancangan RKPD yang
memuat prioritas dan garis besar kebijakan pembangunan daerah,
merumuskan rancangan kebijakan pengalokasian DPK serta
menginformasikan usulan kegiatan untuk didanai dengan APBD provinsi
Jawa Tengah dan APBN.
Bab IV berisi tentang Tahapan Musrenbang, yaitu di dalam pasal
12 dijelaskan tentang persiapan Musrenbang yaitu persiapan pelaksanaan
musrenbang dilakukan sebelum dijalankannya seluruh tahapan
musrenbang pada semua kegiatan, yang salah satu kegiatannya adalah
pelaksanaannya DKT. Pasal 13 dijelaskan bahwa musrenbangkel
dilaksanakan melalui tahapan pra musrenbangkel dan musrenbangkel.
Pasal 14 dijelaskan bahwa musrenbangcam dilaksanakan melalui pra
musrenbangcam dan musrenbangcam. Pasal 15 dijelaskan bahwa forum
SKPD dilaksanakan melalui pra forum SKPD dan Forum SKPD. Pasal 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dijelaskan bahwa musrenbangkot dilaksanakan melalui pra musrenbangkot
dan musrenbangkot.
Bab V berisi tentang Kepanitiaan dan Penyelenggaraan. Pasal 17
dijelaskan sebagai berikut :
a. DKT diselenggarakan oleh panitia khusus dan difasilitasi oleh
BAPPEDA.
b. Panitia khusus sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
kepala BAPPEDA.
c. Musrenbangkel, musrenbangcam, dan musrenbangkot diselenggarakan
oleh kepanitiaan ditingkatan masing-masing yang terdiri dari :
1) Panitia Pengarah ( Steering Committee)
2) Panitia Pelaksana (Organizing Committee
d. forum SKPD diselenggarakan oleh panitian penyelenggara yang
ditetapkan dengan keputusan kepala BAPPEDA.
e. Panitia masing-masing tingkatan ditetapkan pada tahapan persiapan
pelaksanaan musrenbang.
Pasal 18 dijelaskan bahwa persiapan pelaksanaan musrenbang,
musrenbangkel, musrenbangcam, forum SKPD, dan Musrenbangkot
diselenggarakan pada masing-masing tingkatan dan kedudukan dengan
berpedoman pada peraturan walikota ini.
Bab VI berisi tentang peserta DKT, Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Forum SKPD, dan Musrenbangkot. Pasal 19 dijelaskan
sebagai berikut :
a. peserta DKT adalah kemunitas sektoral atau pihak-pihak yang
berkepentingan langsung dengan kegiatan SKPD, mengacu pada hasil
inventarisasi SKPD.
b. Keterliabatan peserta sebagaimana dimaksud di atas dalam DKT
dilakukan dengan cara mendaftar kepada dan atau diundang oleh
panitia khusus.
c. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta DKT ditetapkan
oleh panitia khusus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Peserta DKT memiliki hak suara mengusulkan dan menyepakati
rencana kegiatan SKPD melalui pembahasan bersama.
Pasal 20 dijelaskan sebagai berikut :
a. peserta musrenbangkel meliputi perwakilan semua unsur masyarakat
yang berdomisili dikelurahan setempat.
b. Keikutsertaan peserta sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan
cara mendaftar dan atau diundang oleh panitia pelaksana.
c. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh
panitia pelaksana.
d. Peserta musrenbangkel memiliki hak pengambilan keputusan dalam
musrenbangkel melalui pembahasan yang disepakati bersama.
Pasal 21 dijelaskan sebagai berikut :
a. Peserta musrenbangcam meliputi delegasi musrenbangkel dan
organisasi kemasyarakatn maupun pengusaha yang operasional
kegiatannya pada lingkup kecamatan setempat, serta anggota DPRD
yang berasal dari daerah pemilihan setempat.
b. Kekutsertaan peserta sebagaimana diatas dilakukan dengan cara
mendaftar kepada dan atau diundang oleh panitia pelaksana.
c. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh
panitian pelaksana
d. Peserta musrenbangcam memiliki hak pengambilan keputusan dalam
musrenbangcam melalui pembahasan yang disepakati bersama.
Pasal 22 dijelaskan sebagai berikut :
a. peserta forum SKPD dan forum gabungan SKPD terdiri dari SKPD,
delegasi musrenbangcam, dan perwakilan komunitas sektoral yang
telah ditetapkan dalam DKT.
b. Keikutsertaan peserta sebagaimana dijelaskan diatas dilakukan dnegan
cara mendaftar kepada dan atau diundang oleh panitia penyelenggara
melalui BAPPEDA.
c. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oelh
panitia penyelenggara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Peserta forum SKPD dan atau forum gabungan SKPD memiliki hak
pengambilan keputusan dalam forum melalui pembahasan yang
disepakati bersama.
Pasal 23 dijelaskan sebagai berikut :
a. peserta musrenbangkot adalah SKPD, delegasi dari Musrenbangcam,
delegasi DKT, delegasi dari forum SKPD dan stakeholders lainnya.
b. Keikutsertaan peserta sebagaimana diatas dilakukan dengan cara
mendaftar kepada dan atau diundang oleh panitia pelaksana melalui
BAPPEDA.
c. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh
panitia pelaksana.
d. Peserta musrenbangkot memiliki hak pengambilan keputusan dalam
musrenbangkot melalui pembahasan yang disepakati bersama.
Bab VII berisi tentang pembiayaan DKT, Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Forum SKPD, dan Musrenbangkot di dalam Pasal 24
yaitu sebagai berikut :
a. DKT dibiayai APBD Kota Surakarta yang dialokasikan pada rekening
Anggaran SKPD Bappeda
b. Musrenbangkel dibiayai APBD Kota Surakarta yang dialokasikan pada
rekening anggaran SKPD kelurahan, partisipasi masyarakat, dan
sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
c. Musrenbangcam dibiayai APBD kota Surakarta yang dialokasikan
pada rekening Anggaran SKPD kecamatan, partisipasi masyarakat, dan
sumber lain yang sah dan tidak mengikat
d. Forum SKPD dan musrenbangkot dibiayai APBD Kota Surakarta dan
dialokasikan pada rekening anggaran SKPD BAPPEDA.
Bab VIII berisi tentang pelaporan dan informasi, Pasal 25
dijelaskan bahwa sebagai berikut :
a. Lurah wajib melaporkan hasil musrenbangkel kepada Walikota
Surakarta melalui BAPPEDA dengan tembusan Camat selambat-
lambatnya 7 har setelah pelaksanaan kegiatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Camat wajib melaporkan hasil musrenbangcam kepada Walikota
Surakarta melalui Bappeda selambat-lambatnya 7 hari setelah
pelaksanaan kegiatan.
c. Kepala Bappeda wajib melaporkan hasil musrenbangkot kepada
Walikota Surakarta selambat-lambatnya 14 hari setelah pelaksanan
kegiatan
d. Kepala BAPPEDA meginformasikan RKPD yang telah ditetapkan
Walikota kepada SKPD dan masyarakat melalui kelurahan selambat-
lambatnya 14 hari kerja setelah penetapan.
Bab IX berisi tentang Ketentuan lain-lain sebagai berikut
dijelaskan didalam Pasal 26 yaitu petunjuk teknis mulai dari persiapan
pelaksanaan musrenbang, pelaksanaan musrenbangkel, pelaksanaan
musrenbangcam, pelaksanaan forum SKPD, pelaksanaan Musenbangkot
tercantum dalam lampiran. Bab X berisi tentang Ketentuan Penutup.
9. Tinjauan Umum Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
a. Tinjauan Umum tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
1) Pengertian Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Dengan pertimbangan bahwa adanya sistem
perencanaan pembangunan untuk menjamin agar pelaksanaan
kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran
serta tercapainya tujuan Negara maka yang dimaksud dengan
sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu satuan
tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara Negara dan masyarakat baik di tingkat pusat dan
daerah. (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
2) Asas dan Tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional
mempunyai asas dan tujuan yang tercantum di dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yaitu sebagai berikut :
1) Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan
demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta
kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan nasional.
2) Perencanaan pembangunan nasional disusun secara
sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap
terhadap perubahan.
3) Sistem perencanaan pembangunan nasional
diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan
Negara.
c. Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk :
1) Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.
2) Menjamin terciptanya integritas, sinkronisasi, dan sinergi
baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi
pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
3) Menjamin keterikatan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
4) Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5) Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
d. Ruang lingkup Perencanaan Pembangunan Nasional
Perencanaan pembangunan nasional mencakup
penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi
pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara
terpadu dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementrian/
lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.
Perencanaan pembangunan nasional tersebut
menghasilkan antara lain sebagai berikut :
1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
3) Rencana Pembangunan Tahunan
RPJP nasional merupakan penjabaran dari tujuan
dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dalam visi, misi, dan arah
pembangunan nasional.
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi,
dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada
RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional,
kebijakan umum, program kementrian/ lembaga dan lintas
Kementrian/ lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) merupakan penjabaran dari RPJM Nasional,
memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program
Kementrian/ Lembaga, lintas kementrian/ lembaga,
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan
Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional. RPJM Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
merupakan penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah
yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan
umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas
Satuan kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan
disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi
dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM
daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka
ekonomi Daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja,
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Rencana strategis Kementrian/ Lembaga (Renstra-KL)
memuat visi, misi, srtategi, tujuan, kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi
kementrian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada
RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Rencana kerja
Kementrian/ Lembaga (Renja-KL) disusun dengan berpedoman
pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas pembangunan
nasional dan indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Rencana strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra-SKPD) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan pembagunan yang disusun sesuai
dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta
berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat kebijakan, program,
dan kegiatan-kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat.
10. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan menurut Van Metern dan Van Horn adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu maupun
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah yang diarahkan pada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan sebelumnya. Dalam konsep proses kebijakan dinyatakan
bahwa salah satu rangkaian kegiatan utama dalam proses kebijakan adalah
pelaksanaan kebijakan (policy implementation). Pelaksanaan kebijakan
merupakan rangkaian tindak lanjut dari pembuatan kebijakan. Instrumen
yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan (negara) dapat bersifat
memaksa (compulsory instruments) sampai yang bersifat sukarela
(voluntary instruments). Meskipun demikian, pada umumnya kebijakan
publik bersifat memaksa yang tercermin dari sifat perundang-undangan
(manifestasi dari kebijakan publik) yang mengikat pemerintah dan
masyarakat.
Dalam implementasi suatu kebijakan publik terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhinya, dimana Van Meter dan Van Horn mengatakan
implementasi kebijakan amat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Sumber-sumber kebijakan;
b. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana;
c. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
d. Sikap para pelaksana;
e. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.53
53 William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, .Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1998, hlm. 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemudian Merille S. Grindle, mengemukakan terdapat dua faktor
yang mempengaruhi aktivitas implementasi kebijakan, yaitu kontens
kebijakan dan konteks implementasi, yaitu :
a. Kontens (Isi) kebijakan, yaitu apa yang ada di dalam isi suatu
kebijakan publik yang berpengaruh terhadap proses kebijakan publik
tersebut. Konten atau isi kebijakan ini meliputi 6 variabel, yaitu:
1) Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan;
2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan;
3) Derajat perubahan yang diinginkan;
4) Kedudukan pembuat kebijakan;
5) Pelaksana-pelaksana program;
6) Sumber-sumber yang tersedia.
b. Konteks implementasi, yaitu gambaran mengenai bagaimana konteks
politik dan administrasi mempengaruhi implementasi kebijakan
publik tersebut. Konteks implementasi kebijakan ini meliputi 3
variabel, yaitu:
1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari mereka yang terlibat
dalam penerapan kebijakan;
2) Karakteristik rezim dan lembaga dan Kepatuhan dan daya
tanggap.54
Menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam
kebijakan publik yaitu komunikasi (communications), sumber daya
(resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi
(bureucratic structure). Ke empat faktor tersebut dilaksanakan secara
simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang
erat.
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
54 Mahmud akher Sharef dan Norm Archer. 2010. Developing Fundamental Capabilities for
Succesful E-Goverment Implentation, Journal International of Public Policy. Vol. 6, No. ¾, pp : 318-335.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan
ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan
secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman
dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga
implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan
kebijakan itu. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang
bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui
apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementors
kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti
secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan.
b. Sumber Daya
Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten
implementasi program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim.
Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program
kekurangan sumber daya dalam melakukan tugasnya. Komponen
sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana,
informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan
program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat
diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya
fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan
kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Informasi
merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua
bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana cara
menyelesaikan kebijakan serta bagi pelaksana harus mengetahui
tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data
pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-
undang. Sumber daya lain yang juga penting adalah kewenangan
untuk menentukan bagaimana kebijakan dilakukan, kewenangan
untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang,
pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan harus terpenuhi seperti
kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi.
c. Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi
kebijakan adalah sikap implementor. Sikap merupakan suatu yang
penting dalam implementasi kebijakan. Jika pelaksana kebijakan
didasari oleh sikap yang positif terhadap kebijakan maka besar
kemungkinan mereka akan dapat melaksanakan apa yang dikehendaki
oleh pembuat kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Di dalam birokrasi selalu terdapat SOP (Standard Operating
Procedure) dan Fragmentasi. SOP merupakan rutinitas-rutinitas yang
memungkinkan para pejabat publik membuat sejumlah besar
keputusan umum sehari-hari dan ia merupakan jawaban terhadap
keterbatasan waktu dari sumber daya pelaksana organisasi yang
kompleks dan beragam. Sedangkan fragmentasi adalah pembagian
tanggung jawab suatu daerah kebijakan di antara beberapa unit
organisasi. SOP dan fragmentasi dapat mempengaruhi bahan-bahan
dalam kebijakan, memboroskan sumber daya, meningkatkan tindakan
yang diinginkan, menghambat koordinasi dan membingungkan
pejabat di tingkat bawah.55
Banyak pakar kebijakan menilai dari keseluruhan siklus
kebijakan, implementasi kebijakan merupakan tahapan yang paling
sulit. Pendekatan yang biasa digunakan dalam mengimplementasikan
kebijakan adalah :
1) Pendekatan Struktural (Peran Organisasi) dan Pendekatan
Prosedural dan Manajemen;
2) Pendekatan Perilaku (Behavioral) yang terdiri dari Komunikasi,
Informasi lengkap pada setiap tahap.
55Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Media Presindo,Yogyakarta, 2007,
hlm.126-154
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Pendekatan Politis (Aspek-aspek interdepartemental politik).56
Kerangka Berpikir
Bagan I. Alur Kerangka Berpikir Penjelasan Bagan
Penelitian ini berfokus pada kajian tentang Implementasi Peraturan
Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009 tentang Pedoman dan
petunjuk teknis Musrenbang dalam penyelenggaraan Musrenbang di Kota
Surakarta. Apakah sudah sesuai pelaksanaan Musrenbang dengan
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009. Dalam penelitian
ini penulis mengkaji dengan menggunakan teori sistem hukum (penegakan
hukum) dari Lawrence M. Friedman yang melihat bahwa keberhasilan dan
efektifitas penegakan hukum selalu mensyaratkan berfungsinya semua
komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman
terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (Legal
56Ibid, hlm.155
Musyawarah Perencananaan Pembangunan Di Kota Surakarta
Peraturan Walikota Surakarta No 18-A Tahun 2009
Strukur Hukum (Legal Structure)
Substansi Hukum (Legal Substance)
Budaya Hukum (Legal Culture)
Prespektif Ke depan Pelaksanaan Musyawarah perencanaan Pembangunan Di Kota Surakarta
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta belum sesuai dengan harapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
structure), komponen substansi hukum (Legal substance), dan komponen
budaya hukum (Legal culture).
Struktur hukum (Legal structure) merupakan batang tubuh,
kerangka, bentuk abadi dari suatu sistem, dalam hal ini sruktur dari sistem
hukum merupakan bentuk dari keseluruhan instansi-instansi penegak
hukum. Substansi hukum (Legal substance) aturan-aturan dan norma-
norma aktual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga kenyataan, bentuk
perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam sistem.
Adapun kultur atau budaya hukum (Legal culture) merupakan
gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan
pendapat tentang hukum. Untuk dapat melakukan kajian yang holistik
terhadap budaya hukum, maka diperlukan suatu pendekatan dari aspek
hukum empiris yang memungkinkan dapat berlakunya hukum di
masyarakat. Dalam kaitan dengan budaya hukum Lawrence M. Friedman
membedakannya menjadi dua bagian, yaitu:
a. Budaya Hukum Eksternal (external legal culture), adalah budaya
hukum dari warga masyarakat secara umum.
b. Budaya hukum Internal (internal legal culture) adalah budaya hukum
dari kelompok orang-orang yang mempunyai profesi di bidang hukum
seperti hakim, Birokrat dan lain-lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh hasil penelitian yang memiliki bobot nilai
tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan
suatu metode penelitian yang dapat memberikan arah dan pedoman dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memahami obyek yang diteliti sehingga dapat berjalan dengan baik dan
lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya,
suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan
tujuan yang hendak dicapai sebelumnya, sedangkan dalam penentuan
metode mana yang akan digunakan, penulis harus cermat agar metode
yang dipilih nantinya tepat dan jelas sehingga untuk mendapatkan hasil
dengan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan tercapai.
Dalam mempelajari hukum, terdapat lima konsep hukum yang
menurut Soetandyo Wignjosoebroto adalah sebagai berikut 57 :
1. Hukum adalah asas-asas moral atau kebenaran dan keadilan yang
bersifat kodrati dan berlaku universal.
2. Hukum merupakan norma atau kaidah yang bersifat positif di dalam
sistem perundang-undangan.
3. Hukum adalah keputusan-keputusan badan peradilan dalam
penyelesaian kasus atau perkara (in concreto) atau apa yang diputuskan
oleh hakim.
4. Pola-pola perilaku sosial yang terlembaga, eksis sebagai variable sosial
yang empirik.
5. Manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai
tampak dalam interaksi mereka.
Pada penelitian ini penulis mendasarkan pada konsep hukum yang
kelima, yang menurut Soetandyo Wingyosoebroto, hukum dalam hal ini
dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para pelaku
sosial sebagai tampak dalam interaksi mereka (hukum yang ada dalam
benak mereka).58
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis atau non
doktrinal. Dalam hal ini, hukum dikonsepsikan sebagai pranata sosial
57 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Surakarta, UNS, 2005. hlm. 4 58 Ibid; hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang secara riil dikaitkan dengan variable-variable sosial yang lain. 59
Secara khusus, penelitian ini mencoba menggambarkan bagaimana
hukum sebagai gejala sosial sebagai variabel bebas (independent
variabel) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek
kehidupan sosial, sehingga merupakan kajian hukum yang sosiologis.
2. Bentuk Penelitian
Apabila dilihat dari bentuknya, yaitu penelitian diagnostik
yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-
sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala. Kemudian
Penelitian Prespektif yaitu mendapatkan saran untuk mengatasi
permasalahn tertentu dan Penelitian Evaluatif yaitu menilai program-
program yang dijalankan.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi penelitian adalah di wilayah Kota
Surakarta atau sumber pencarian data berasal dari berbagai Instansi/
lembaga/ organisasi/ pusat-pusat informasi dan dokumentasi lain yang
memiliki kapasitas untuk menyediakan bahan-bahan tersebut. Instansi
yang terkait yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kota Surakarta, Kecamatan Serengan, Kelurahan
Kratonan, dan di rumah ketua LPMK Semanggi.
4. Penentuan Informan/ Responden
Untuk memperoleh informasi dipilih dari beberapa pihak,
yakni :
a. Kepala Bappeda Kota Surakarta
b. Kasubbid Perencanaan Bappeda Kota Surakarta
c. Kabag Hukum Pemerintah Kota Surakarta
d. Camat Serengan
e. Lurah Kratonan
f. Ketua LPMK Semanggi
59 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta, 2004,
hlm. 133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penentuan informan dilakukan secara purposive sampling,
sesuai dengan kepentingan dan keperluan dalam menganalisis
perkembangan informasi maupun sumbernya yang dapat berkembang
mengikuti prinsip bola salju (snow ball), dan pilihan sampel berakhir
apabila terdapat indikasi sudah tidak ada lagi informasi yang dapat
diperoleh, atau sudah mencapai titik kejenuhan sampai kelengkapan
dan validitas informasi sudah dirasa cukup untuk kepentingan analisis
data.
5. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan/
lokasi penelitian (field research), yang meliputi sikap dan pendapat
dari para informan terkait dengan implementasi peraturan walikota
Surakarta terhadap pelaksanaan Musrenbang.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui bahan
kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan produk-produk
hukum daerah serta dari litelatur/ buku-buku ilmiah.
Untuk memperoleh kedua jenis data tersebut maka sumber yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dengan metode
wawancara dari kalangan eksekutif (para pejabat di lingkungan
pemerintah Kota Surakarta), dan tokoh masyarakat yang berperan
aktif dalam penyelenggaraan Musrenbang. Antara lain :
1) Kepala Bappeda Kota Surakarta
2) Kasubbid Perencanaan Bappeda Kota Surakarta
3) Kabag Hukum Pemerintah Kota Surakarta
4) Camat Serengan
5) Lurah Kratonan
6) Ketua LPMK Semanggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan
kepustakaan, meliputi bahan-bahan dokumen, laporan, dan buku-
buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang menjadi
topik penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Guna memperolah data yang sesuai dan mencakup
permasalahan dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui 2 (dua)
cara sebagai berikut :
a. Pertama
Pra survey dilakukan pengambilan data awal di instansi terkait
untuk lebih memudahkan langkah pengumpulan data selanjutnya
b. Kedua
Pengumpulan data dengan wawancara. Pada prinsipnya wawancara
dilakukan secara tidak terarah (non directive interview) yang tidak
didasarkan pada suatu daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih
dahulu. Peneliti tidak memberikan pengarahan-pengarahan yang
tajam, namun diserahkan sepenuhnya kepada informan yang
diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya.
Dari wawancara yang mendalam (indept interview) diharapkan
dapat digali lebih mendalam mengenai apa yang diamati
dilapangan atau dilokasi penelitian.
c. Ketiga
Observasi atau pengamatan langsung dilapangan ketika sedang
berlangsung pelaksanaan hasil dari musrenbang.
d. Keempat
Studi pustaka (library research) yakni menggali berbagai dokumen
dar data sekunder atau bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan
permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Teknik Analisis Data
Dalam mengolah dan menganalisis data digunakan
pendekatan kualitatif, sedangkan analisanya menggunakan model
interaktif. Proses analisis interaktif hádala : ketika pengumpulan data
selalu diikuti dengan membuat reduksi data dan sajian data. Dari sini
disusun pengertian singkatnya dengan pemahaman arti segala
peristiwanya yang disebut reduksi data, kemudian diikuti penyusunan
sajian data. Reduksi dan sajian data disusun ketika peneliti sudah
mendapatkan data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian.
Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, selanjutnya dilakukan
usa untuk menarik kesimpulan dengan verifikasi berdasarkan semua
hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian datanya. Bila
kesimpulannya dirasa kurang mantap karena maíz terdapat kekurangan
data dalam reduksi dan sajian data, maka dilakukan penggalian lagi ke
dalam fieldnote. Jira ternyata dalam field note juga tidak dapat
diperoleh data pendukung yang dimaksud, dilakukan pengumpulan
data khusus kembali bagi pendalaman dukungan yang diperlukan.
Bagan 3 : Proses Analisis Data
Keterangan :
Data yang terkumpul direduksi berupa seleksi dan penyederhanaan
data dan kemudian diambil kesimpulan. Tahap-tahap ini tidak harus urut, yang
Pengumpulan data
Reduksi data Penyajian data
Penarikan kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memungkinkan adanya penilaian data kembali setelah ada gambaran
kesimpulan. Model analisis ini merupakan proses siiklus dan interaktif.
Seorang peneliti harus bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama
pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi,
penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu
penelitiannya. Kemudian komponen-komponen yang diperoleh adalah
komponen-komponen yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Setelah menganalisis data selesai, maka hasilnya
akan disajikan secara deskriptif yaitu secara apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti dan data-data yang diperoleh.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Dekripsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kota Surakarta
a. Deskripsi Wilayah Surakarta
Keraton, batik dan Pasar Klewer adalah tiga hal yang menjadi
simbol identitas Kota Surakarta. Eksistensi Keraton Kasunanan
Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran (sejak 1745)
menjadikan Solo sebagai poros, sejarah, seni dan budaya yang memiliki
nilai jual. Nilai jual ini termanifestasi melalui bangunan-bangunan
kuno, tradisi yang terpelihara, dan karya seni yang menakjubkan.
Tatanan sosial penduduk setempat yang tak lepas dari sentuhan-
sentuhan kultural dan spasial keraton semakin menambah daya tarik.
Salah satu tradisi yang berlangsung turun temurun dan semakin
mengangkat nama daerah ini adalah membatik. Seni dan pembatikan
Solo menjadikan daerah ini pusat batik di Indonesia. Pariwisata dan
perdagangan ibarat dua sisi mata uang, dimana keduanya saling
mendukung dalam meningkatkan sektor ekonomi.
Secara geografis wilayah Kota Surakarta berada antara
110º45’15”- 110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas
wilayah 44,04 Km² dengan batas-batas sebagai Berikut :
1) Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.
2) Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
3) Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo.
4) Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Kota Surakarta terdiri dari 5 kecamatan seluas keseluruhan 44,04
km2 dengan perincian sebagai berikut :
1) Laweyan seluas = 8,64 km2
2) Serengan seluas = 3,19 km2
3) Pasar Kliwon seluas = 4,82 km2
4) Jebres seluas = 12,58 km2
5) Banjarsari seluas = 14,81 km2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Wilayah kota Surakarta yang terbagi menjadi 5 wilayah kecamatan
tersebut terbagi-bagi lagi menjadi 51 kelurahan. Menurut hasil wawancara
dengan Kantor Bappeda, jumlah RW tercatat sebanyak 595 dan jumlah
RT tercatat sejumlah 2.669 dengan jumlah KK sebanyak 134.811 KK.
Jadi rata-rata jumlah KK setiap RT berkisar 50 KK setiap RT. Berdasarkan
estimasi survey penduduk antar sensus (2005), tahun 2008 penduduk Kota
Surakarta mencapai 522.935 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar
89.68; yang artinya bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat
sebanyak 89 penduduk laki-laki. Adapun tingkat kepadatan penduduk rata-
rata kota Surakarta pada tahun 2008 mencapai 12.849 jiwa/km2.
Pada tahun 2008 tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di
Kecamatan Serengan yaitu mencapai angka 19.889 jiwa/km2. Kecamatan
yang mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari
(14,81 km2) sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil
yaitu Kecamatan Serengan (3,19 km2). Secara umum kota Surakarta
merupakan dataran rendah dan berada antara pertemuan kali/sungai-sungai
Pepe, Jenes dengan Bengawan Solo, yang mempunyai ketinggian ± 92 dari
permukaan air laut.
b. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Pemerintah Daerah
Kota Surakarta, maka Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
tersusun sebagai berikut :
1) Sekretariat Daerah;
2) Sekretariat DPRD;
3) Dinas Daerah, yang terdiri dari :
a) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga;
b) Dinas Kesehatan;
c) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
d) Dinas Perhubungan;
e) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
f) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
g) Dinas Pekerjaan Umum;
h) Dinas Tata Ruang Kota;
i) Dinas Kebersihan Dan Pertamanan;
j) Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM);
k) Dinas Perindustrian Dan Perdagangan;
l) Dinas Pengelolaan Pasar;
m) Dinas Pertanian;
n) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset;
o) Dinas Komunikasi dan Informatika.
4) Lembaga Teknis Daerah, yang terdiri dari :
a) Inspektorat;
b) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
c) Badan Kepegawaian Daerah;
d) Badan Lingkungan Hidup;
e) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana;
f) Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
g) Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah;
h) Kantor Ketahanan Pangan;
i) Kantor Penanaman Modal;
j) Rumah Sakit Umum Daerah.
5) Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu;
6) Satuan Polisi Pamong Praja;
7) Kecamatan-Kecamatan;
8) Kelurahan-Kelurahan.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun
2008, masing-masing satuan organisasi tersebut mempunyai tugas dan
fungsi masing-masing. Adapun Tugas pokok dan fungsi masing-masing
satuan organisasi tersebut diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 69.
Masing-masing pasal mengatur tentang kedudukan, tugas pokok dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fungsi masing-masing satuan organisasi. Adapun susunan organisasi
terlihat dalam bagan berikut :
Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Kota Surakarta
c. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Daerah
Walikota Wakil Walikota
DPRD
Sekretariat Daerah
1. Dinas Pemuda dan
Olah Raga
2. Dinas Kesehatan
3. Dinas Sosial, Naker,
Trans
4. Dinas Hub
5. Dinas Capil
6. Dinas Bud Par
7. Dinas Pekerjaan
Umum
8. Dinas Tata Ruang
9. Dinas Keb Taman
10. Dinas UMKM
11. Dinas Perindag
12. Dinas Pengelolaan
Pasar
13. Dinas Pertanian
14. Dinas Pendapatan,
pengelolaan keuangan
dan aset
15. Dinas Komunikasi dan
Informatika
1. Inspektorat
2. Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
3. Badan
Kepegawaian
Daerah
4. Badan
Lingkungan
Hidup
5. Badan
Pemberdayaan
masy, perempuan,
anak dan KB
1. Kantor Satpol PP 2. Kantor
Kesbanglimas 3. Kantor Arsip dan
Perpustakaan Daerah
4. Kantor Ketahanan Pangan
5. Kantor Penanaman Modal
6. Kantor Perizinan Pelayanan Terpadu
7. Kantor Pengelolaan PKL
Kecamatan
Kelurahan
Asisten Pemerintahan
Asisten Administrasi
Sekretariat DPRD
Asisten Perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Daerah (Sekda) diatur
dalam Pasal 43 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008. Adapun
kedudukan, tugas dan fungsi Sekretariat Daerah sebagai berikut :
1) Sekretariat Daerah merupakan unsur staf yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Daerah yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota.
2) Sekretariat Daerah mempunyai tugas pokok membantu Walikota
dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan Sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satpol PP,
Lembaga Lain, Kecamatan, dan Kelurahan.
3) Untuk melaksanakan tugas pokok Sekretariat Daerah
menyelenggarakan fungsi :
a) Penyusunan kebijakan pemerintahan daerah;
b) Pengoordinasian pelaksanaan tugas Sekretariat DPRD, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satpol PP, Lembaga Lain,
Kecamatan, dan Kelurahan;
c) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
pemerintahan daerah;
d) Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintahan daerah;
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Susunan Organisasi Sekretariat Daerah, terdiri dari :
1) Sekretaris Daerah;
2) Asisten Pemerintahan, terdiri dari :
a) Bagian Pemerintahan Umum, terdiri dari :
i. Subbagian Administrasi Pemerintahan Umum;
ii. Subbagian Otonomi Daerah;
iii. Subbagian Administrasi Penataan Wilayah.
b) Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia, terdiri dari :
i. Subbagian Peraturan Perundang-undangan;
ii. Subbagian Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii. Subbagian Dokumentasi Hukum.
c) Bagian Kerjasama, terdiri dari :
i. Subbagian Kerjasama Dalam Negeri;
ii. Subbagian Kerjasama Luar Negeri.
3) Asisten Perekonomian, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat,
terdiri dari:
a) Bagian Administrasi Perekonomian, terdiri dari :
i. Subbagian Pengembangan Usaha Daerah;
ii. Subbagian Infrastruktur Perekonomian;
iii. Subbagian Perekonomian Rakyat.
b) Bagian Administrasi Pembangunan, terdiri dari :
i. Subbagian Penyusunan Program;
ii. Subbagian Pengendalian Program;
iii. Subbagian Pelaporan.
c) Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat, terdiri dari :
i. Subbagian Kesejahteraan;
ii. Subbagian Agama, Pendidikan dan Kebudayaan;
iii. Subbagian Pemuda dan Olah Raga.
2) Asisten Administrasi, terdiri dari :
a) Bagian Organisasi, terdiri dari :
i. Subbagian Kelembagaan;
ii. Subbagian Ketatalaksanaan;
iii. Subbagian Akuntabilitas dan Kinerja Aparatur
b) Bagian Humas dan Protokol, terdiri dari :
i. Subbagian Pemberitaan;
ii. Subbagian Pengumpulan dan Distribusi Informasi;
iii. Subbagian Protokol.
c) Bagian Umum, terdiri dari :
i. Subbagian Tata Usaha Pimpinan dan Sandi Telekomunikasi;
ii. Subbagian Rumah Tangga dan Keuangan;
iii. Subbagian Perlengkapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Kelompok Jabatan Fungsional.
Dalam hal bertanggung jawab, tiap-tiap jabatan dan bagian diatur
sebagai berikut:
a) Asisten-asisten berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Sekretaris Daerah.
b) Bagian-bagian, masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala
Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Asisten yang bersangkutan.
c) Subbagian-subbagian, masing-masing dipimpin oleh seorang
Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Bagian yang bersangkutan.
d) Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga
Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung
jawab kepada Sekretaris Daerah.
d. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam melaksanakan
tugas dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris
Daerah.
2) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang perencanaan pembangunan.
3) Untuk melaksanakan tugas pokok Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi :
a. Penyelenggaraan kesekretariatan badan;
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan
pelaporan;
c. Perencanaan penataan ruang dan prasarana kota;
d. Perencanaan bidang ekonomi;
e. Perencanaan bidang sosial budaya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
f. Pengelolaan data dan laporan;
g. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan;
h. Penyelenggaraan sosialisasi;
i. Pembinaan jabatan fungsional.
Adapun susunan organisaasi Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah terdiri dari :
a. Kepala.
b. Sekretariat, membawahkan :
1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.
2) Subbagian Keuangan;
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Penataan Ruang dan Prasaran Kota, membawahkan :
1) Subbidang Penataan Ruang dan Lingkungan;
2) Subbidang Prasarana Kota.
d. Bidang Ekonomi, membawahkan :
1) Subbidang Investasi dan Keuangan;
2) Subbidang Pengembangan Dunia Usaha.
e. Bidang Sosial Budaya, membawahkan :
1) Subbidang Pemerintahan dan Kependudukan;
2) Subbidang Kesejahteraan Rakyat.
f. Bidang Data dan Pelaporan, membawahkan :
1) Subbidang Data dan Dokumentasi;
2) Subbidang Evaluasi dan Pelaporan.
g. Bidang Penelitian dan Pengembangan, membawahkan :
1) Subbidang Sosial, Budaya dan Pemerintahan;
2) Subbidang Ekonomi dan Prasarana Kota.
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
e. Uraian Tugas Jabatan Struktural Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kota Surakarta
Berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 30
tahun 2001 tentang Pedoman Uraian Tugas Badan Perencanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pembangunan Daerah Kota Surakarta, uraian tugas struktural Badan
Perencanaan Daerah Kota Surakarta dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kepala Badan
Kepala Badan mempunyai tugas membantu dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangga Daerah dan Tugas
pembantuan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah. Uraian
tugas tersebut adalah :
a) Menyusun rencana strategis dan program kerja Badan sesuai
dengan Program Pembangunan Daerah (Propeda)
b) Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan mengawasi pelaksanaan tugas
bawahan agar tidak terjadi penyimpangan
c) Memeriksa hasil kerja bawahan untuk mengetahui kesulitan dan
hambatan serta memberikan jalan keluarnya dan menilai hasil
kerja bawahan secara periodik guna bahan peningkatan kinerja
d) Menyusun visi dan misi kota dan menyusun dan Program
Pembangunan Daerah (Propeda) untuk lima tahun sesuai dengan
visi misi Kota
e) Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan
pelaksanaan tugas
f) Menyusun Rencana Strategis (Renstra) daerah untuk lima tahun
sebagai penjabaran Program Pembangunan Daerah (Properda)
dan menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Daerah
(Repetada) sebagai penjabaran Program Pembangunan Daerah
(Propeda)
g) Menyelenggarakan koordinasi perencanaan keuangan dan
program pembangunan daerah dengan instansi pemerintah kota,
instansi vertikal, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, dan
masyarakat
h) Menyelenggrakan penelitian permasalahan pokok daerah sebagai
dasar penyusunan perencanaan pembangunan daerah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian atau kajian
ilmiah mengenai suatu program atau proyek pembangunan
i) Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pembangunan tiap tahun
j) Mengendalikan administrasi proyek pembangunan dan
menyelenggrakan urusan tata usaha Badan serta
menyelenggarakan pembinaan kelompok jabatan fungsional
k) Menginvestasikan permasalahan-permasalahan guna menyiapkan
bahan petunjuk pemecahan permasalahan dan menyelenggarakan
tertib administrasi serta membuat laporan berkala dan tahunan
l) Melaksanakan koordinasi guna kelancaran pelaksanaan tugas dan
memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas
m) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh atasan.
2. Sekretariat
Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris. Sekretaris
mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, kepegawaian,
dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Kepala Badan.uaraian tugasnya adalah sebagai berikut :
a) Menyusun program kerja sekretariat sesuai dengan rencana
strategis dan program kerja tahunan Badan
b) Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan memberi petunjuk dan arahan
kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas
c) Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan memeriksa hasil kerja bawahan secara
periodik guna bahan peningkatan kinerja
d) Menyusun rencana kegiatan di lingkungan sekretariat serta
mengelola dan melayani administrasi surat-menyurat, peralatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan perlengkapan kantor, rumah tangga, dokumen, dan
perpustakaan
e) Mengelola administrasi kepegawaian dan mengelola administrasi
keuangan
f) Menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi
hukum
g) Menginventarisasi permasalahan-permasalahan guna menyiapkan
bahan petunjuk pemecahan masalah dan menyelenggarakan tertib
administrasi serta membuat laporan berkala dan tahunan serta
melaksanakan koordinasi guna kelancaran pelaksanaan tugas.
1) Bidang Penelitian dan Pengembangan
Kepala bidang penelitian dan pengembangan mempunyai
tugas menyelenggarakan dan mengkoordinasikan kegiatan penelitian
dan pengembangan kebijakan perencanaan sektor-sektor bidang
ekonomi, sosial, dan budaya, fisik serta prasarana sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Uraian tugasnya
sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja bidang penelitian dan pengembangan
sesuai dengan rencana strategis dan program kerja tahunan Badan
b. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan memberi petunjuk dan arahan
kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas
c. Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan memeriksa hasil kerja bawahan secara periodic
guna bahan peningkatan kinerja serta memeriksa hasil kerja
bawahan untuk mengetahui kesulitan dan hambatan serta
memberikan jalan keluarnya
d. Menyusun indikator kinerja penelitian dan pengembangan dan
menyusun rencana penelitian bersama pejabat fungsional peneliti
sebagai acuan perencanaan tahunan maupun lima tahunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Menyusun rencana pengembangan hasil penelitian bersama pejabat
fungsional peneliti, untuk memberikan rekomendasi perumusan
dan atau perubahan kebijakan teknis daerah
f. Mengkoordinasikan usulan maupun pelaksanaan penelitian dan
atau pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi,
lembaga ilmiah, lembaga penelitian, instansi, organisasi profesi
yang menggunakan anggaran pemerintah kota
g. Mengevaluasi pelaksanaan program dan proyek tahunan dan lima
tahunan dan membuat laporan hasil penelitian dan pengembangan
serta menyebarluaskan hasil penelitian dan pengembangan
h. Menginventarisasi permasalahan-permasalahan guna menyiapkan
bahan petunjuk pemecahan masalah dan menyelenggarakan tertib
administrasi serta membuat laporan berkala dan tahunan
i. Melaksanakan koordinasi guna kelancaran pelaksanaan tugas dan
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
2) Bidang Ekonomi
Kepala bidang ekonomi mempunyai tugas menyelenggarakan
dan mengkoordinasikan kegiatan perencanaan pembangunan bidang
investasi dan keuangan serta pengembangan dunia usaha sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh kepala badan. Uraian tugasnya
sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja bidang ekonomi sesuai dengan rencana
strategis dan program kerja tahunan Badan
b. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan memberi petunjuk dan arahan
kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas
c. Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan memeriksa hasil kerja bawahan secara periodik
guna bahan peningkatan kinerja serta memeriksa hasil kerja
bawahan untuk mengetahui kesulitan dan hambatan serta
memberikan jalan keluarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Menyelenggarakan kegiatan perencanaan pembangunan di bidang
ekonomi
e. Menyusun dan menyebarluaskan Product Domestic Regional Bruto
(PDRB) dan menyusun angka index harga konsumen secara
berkala
f. Menyelenggarakan inventarisasi permasalahan pokok bidang
ekonomi dan menginventarisasikan permasalahan-permasalahan
guna menyiapkan bahan petunjuk pemecahan masalah serta
menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan
berkala dan tahunan
g. Memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas, melaksanakan koordinasi guna
kelancaran pelaksanaan tugas dan melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh atasan.
3) Bidang Sosial dan Budaya
Kepala bidang sosial dan budaya mempunyai tugas
menyelenggarakan dan mengkoordinasikan kegiatan perencanaan
program bidang pemerintahan, kesejahteraan rakyat, kependudukan
serta pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh kepala badan. Uaraian tugasnya sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja bidang sosial dan budaya sesuai dengan
rencana strategis dan program kerja tahunan Badan
b. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan memberi petunjuk dan arahan
kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas
c. Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan memeriksa hasil kerja bawahan secara periodik
guna bahan peningkatan kinerja serta memeriksa hasil kerja
bawahan untuk mengetahui kesulitan dan hambatan serta
memberikan jalan keluarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Menyelenggarakan kegiatan perencanaan pembangunan di bidang
sosial budaya dan menyusun indikator kinerja program bidang
sosial budaya serta menyelenggarakan inventarisasi permasalahan
pokok bidang sosial budaya
e. Menginventarisasikan permasalahan-permasalahan guna
menyiapkan bahan petunjuk pemecahan masalah dan
menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan
berkala dan tahunan
f. Memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas
g. Melaksanakan koordinasi guna kelancaran pelaksanaan tugas. dan
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Bidang Fisik dan Prasarana mempunyai tugas melaksanakan
dan mengkoordinasikan penyusunan program sesuai dengan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Uraian tugasnya sebagai
berikut :
h. Melaksanakan penyusunan visi dan misi, program pembangunan
daerah (Properda), Rencana strategis (Renstra) kota
4) Menyusun program kerja bidang fisik dan prasarana
Kepala bidang fisik dan prasarana mempunyai tugas
menyelenggarakan dan mengkoordinasikan kegiatan perencanaan
pembangunan prasarana kota serta tata ruang dan lingkungan sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh kepala badan. Uraian
tugasnya sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja bidang fisik dan prasarana sesuai dengan
rencana strategis dan program kerja tahunan Badan
b. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas dan memberi petunjuk serta arahan
kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas
c. Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan memeriksa hasil kerja bawahan secara periodik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
guna bahan peningkatan kinerja serta memeriksa hasil kerja
bawahan untuk mengetahui kesulitan dan hambatan serta
memberikan jalan keluarnya
d. Menyelenggarakan kegiatan perencanaan pembangunan di bidang
fisik dan prasarana, menyusun Rencana Umum Tata Ruang Kota
(RUTK) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) serta
menyusun Neraca Sumber Daya Alam Daerah (NSDA)
e. Menyelenggarakan inventarisasi permasalahan pokok di bidang
fisik dan prasarana serta menginventarisasikan permasalahan-
permasalahan guna menyiapkan bahan petunjuk pemecahan
masalah
f. Menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan
berkala dan tahunan
g. Memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas, melaksanakan koordinasi guna
kelancaran pelaksanaan tugas serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh atasan.
5) Bidang Penyusunan dan Pengendalian Program
a. Kepala Bidang Penyusunan dan Pengendalian Program ndalian
program sesuai dengan rencana strategis dan program kerja
tahunan Badan serta membagi tugas kepada bawahan sesuai
dengan bidang tugas agar tercipta pemerataan tugas
b. Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan
pelaksanaan tugas serta mengawasi pelaksanaan tugas bawahan
agar tidak terjadi penyimpangan
c. Memeriksa hasil kerja bawahan secara periodik guna bahan
peningkatan kinerja dan memeriksa hasil kerja bawahan untuk
mengetahui kesulitan dan hambatan serta memberikan jalan
keluarnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Melaksanakan dan mengkoordinasikan penyusunan pedoman dan
petunjuk teknis pembinaan serta pengendalian pelaksanaan
program dan proyek pembangunan
e. Menganalisa dan menilai pelaksanaan proyek pembangunan serta
menyusun statistik hasil pelaksanaan proyek pembangunan
f. Menginventarisasikan permasalahan-permasalahan guna
menyiapkan bahan petunjuk pemecahan masalah dan
menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan
berkala dan tahunan
g. Memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh atasan.
2. Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun
2009 terhadap Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta
Dengan adanya otonomi daerah yang menerapkan asas
desentralisasi memberikan keleluasaan untuk dapat mengurus rumah
tangganya sendiri. Hal ini berbeda dengan penerapan asas sentralisasi yang
semua urusan menjadi kewenangan pusat, sehingga daerahhanya bersifat
terbatas kewenangannya. Dengan adanya otonomi daerah seperti saat ini,
mendorong masyarakat daerah untuk lebih kritis dan lebih maju dalam
mengembangkan daerahnya masing-masing. Berbagai kebijakan
dikeluarkan guna mendukung pelaksanaan pemerintahan daerah.
Dasar dari pemikiran yang demikian, tidak lain bahwa dengan
desentralisasi dapat memudahkan proses pengambilan keputusan ke
tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Karena
merekalahyang akan meneruskan langsung pengaruh program pelayanan
yang dirancang, dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam
system ini, kekuasaan Negara akan terbagi antara pemerintah pusat disatu
pihak, dan pemerintah daerah di lain pihak. System pembagian kekuasaan
dalam rangka penyerahan kewenangan otonomi daerah, antara Negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang satu dengan Negara yang lan, tidak akan sama, termasuk Indonesia
yang menganut system Negara kesatuan.
Dikaitkan dari penjelasan diatas, dengan adanya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ini maka daerah
berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan, hal ini diarahkan untuk mempercepat
terwujudnyaksejahteraan masyarakat melalui peningkatan , pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam system Negara
kesatuan Republik Indonesia. Pembagian urusan, tugas dan fungsi serta
tanggung jawab antara pusat dan darah menunjukkan bahwa tidak
mungkin semua urusan pemerintahan diselenggarakan oleh pusat saja.60
Dalam pelaksanaan otonomi daerah dengan mengedepankan peran
aktif masyarakat, pada kenyataannya pemerintah Kota Surakarta telah
mengadakan agenda rutin pada tiap tahunnya yaitu Musyawarah
Perencanaan pembangunan di Kota Surakarta. Pelaksanaan Musyawarah
perencanaan pembangunan merupakan model perencanaan pembangunan
partisipatif di Kota Surakarta, menurut wawancara yang dilakukan penulis
kepada Ibu Ir. Endang Sri Haryani, M.T. selaku Kepala Bidang
Penyusunan Program di BAPEDA Kota Surakarta61 menjelaskan bahwa
adanya perencanaan pembangunan partisipatif mempunyai makna penting
bagi kelangsungan pembangunan di Kota Surakarta. Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Musrenbangkot yang diterapkan mempunyai tujuan
strategis yaitu antara lain :
a. Untuk menciptakan hubungan yang baik antara pemerintah,
DPRD, dan masyarakat, dalam penyelenggaraan pemerintahan
60 Isharyanto. “analisis Singkat Terhadap Pembiayaan Pelaksanaan Desentralisasi Ditinjau Dari Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah diIndonesia” pada jurnal Konstitusi P3KHAM UNS, edisi no.1 vol. 1. 2008, hlm. 25. 61 Wawancara dengan Ir. Endang Sri Haryani, selaku kepala bidang Penyusunan program di BAPPEDA kota Surakarta, tanggal 20 Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daerah agar program-program pembangunan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
b. Membudayakan mekanisme penyelenggaraan perencanaan
pembangunan yang bertumpu pada prakarsa, kemampuan dan
kepentingan masyarakat.
c. Mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan daerah mulai dari
tingkat Kota, Kecamatan, Kelurahan sebagai fasilitator
pembangunan dengan mengedepankan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat.
d. Menigkatkan citra Good Governance dimata masyarakat.
Dari hasil penelitian penulis di BAPEDA Kota Surakarta,
fungsi dari adanya pelaksanaan Musrenbangkot di Kota Surakarta
2010 sebagai forum untuk melaksanakan beberapa prioritas
pembangunan di Kota Surakarta pada tahun 2011 ini antara lain
sebagai berikut :
a. Penyusunan program peningkatan kesejahteraan masyarakat
miskin, kualitas pendidikan dan derajad kesehatan masyarakat.
b. Pembangunan ekonomi melalui peningkatan daya saing produk,
peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi UKM, peningkatan
pariwisata dan investasi.
c. Penyusunan program peningkatan kualitas pelayanan publik dan
kapasitas pemerintah daerah, pembangunan politik, hukum,
keamanan dan ketertiban masyarakat.
d. Penyusunan program peningkatan infrastruktur Kota dan
pembangunan kawasan Kota Surakarta bagian utara dengan tetap
mempertimbangkan daya dukung ekosistem dan kelestarian
lingkungan hidup.
e. Penyusunan program penataan ruang Kota sejalan dengan upaya
konservasi lingkungan hidup dan pencitraan Kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
f. Penyusunan program penanggulangan dan pemulihan akibat
bencana alam.
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota
Surakarta di dasarkan pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan yaitu
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009. selain itu juga
memperhatikan peraturan perundangan yang lain antara lain sebagai
berikut :
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/ kota lepada Lurah.
c. Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Bappenas dan Menteri dalam Negeri Nomor
0008/M.PPN/ 01/2007-050/264A/SJ perihal Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Musrenbang.
d. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 050/22268 Tanggal 30
Desember 2008 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan.
Berbagai Peraturan tersebut digunakan oleh Bappeda Kota Surakarta
untuk menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota
Surakarta. Sehingga dalam menjalankan kebijakan berkaitan dengan
muerenbang ada landasan hukum terlebih dahulu. Peraturan yang berupa
Undang-Undang menjadi acuan dalam membentuk kebijakan yang lebih
aspiratif. Mengedepankan aspirasi rakyat dan menyinkronkan dengan
rencana kerja dari pemerintah daerah. Maka setiap kebijakan yang
dijalankan, maupun yang dikeluarkan harus merujuk pada asas pemerintahan
yang baik dan untuk mewujudkan Good Local Governance. Bertujuan
supaya penyelenggaraan Musrenbang dapat sesuai dengan petunjuk teknis
dan pelaksana seperti yang ada dalam Peraturan Walikota Nomor 18-A
tahun 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil Penelitian diperoleh data mengenai isi dari Peraturan
Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta sebagai berikut :
a. Pasal 2 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009
menjelaskan tentang Diskusi Kelompok Terbatas (DKT). Sering di
sebut juga Focus Group Discussion, merupakan musyawarah antara
SKPD dengan komunitas sektoral/ pihak-pihak yang terkait langsung
dengan fungsi SKPD untuk menyepakati Rancangan awal renja SKPD.
DKT berkedudukan sebagai forum sinkronisasi aspirasi dan usulan
komunitas sektoral dengan program dan kegiatan SKPD, pada tahapan
persiapan Musrenbang.
b. Pasal 3 berisi tentang Musrenbangkel yaitu berkedudukan sebagai
forum stakeholders ditingkat kelurahan dalm penyusunan dan
penetapan rumusan kegiatan serta Daftar Skala Prioritas kegiatan
pembangunan, yang hasilnya sebagai rujukan kegiatan pembangunan
tahun berikutnya. Pasal 4 berisi tentang Musrenbangcam yaitu
berkedudukan sebagai forum tahunan stakeholders di tingkat
kecamatan dalam penetapan pengelompokkan prioritas ermasalahn dan
Daftar Skala Prioritas sebagai rujukan kegiatan pembangunan tahun
berikutnya.
c. Pasal 5 berisi tentang Forum SKPD, yaitu sebagai forum sinkronisasi
dan sinergitas antara program/ kegiatan prioritas SKPD dengan
prioritas permasalahan dan kegiatan pembangunan hasil
musrenbangcam dan hasil DKT. Pasal 6 berisi tentang Musrebangkot
yaitu sebagai forum musyawarah stakeholders ditingkat kota dalam
rangka penyempurnaan rancangan RKPD berdasarkan prioritas dan
kebijakan pembangunan kota.
d. Bab III berisi tentang tujuan DKT, Musrenbangkel, Musrenbangcam,
Forum SKPD, dan Musrenbangkot. Pasal 7 dijelaskan bahwa DKT
bertujuan untuk menserasikan kegiatan pembangunan daerah tahunan
melalui program dan kegiatan SKPD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Pasal 8 dijelaskan bahwa Musrenbangkel bertujuan untuk menyusun
dan menetapkan DSP kegiatan pembangunan maupun kegiatan
unggulan tahunan tingkat kelurahan yang akan dibiayai dengan alokasi
anggaran dalam SKPD Kelurahan (sesuai pelimpahan sebagian
kewenangan walikota kepada lurah), DPK didukung dengan swadaya,
PNPM mandiri didukung dengan swadaya, atau sumber dana lainnya,
serta rumusan kegiatan pembangunan yang akan diajukan untuk
dibahas pada Musrenbangcam.
f. Pasal 9 dijelaskan bahwa musrenbangcam bertujuan untuk menyusun
dan menetapkan DSP pembangunan tingkat kecamatan yang berasal
dari hasil Musrenbangkel yang disinkronkan dngan prioritas
pembangunan daerah.
g. Pasal 10 dijelaskan bahwa forum SKPD bertujuan untuk menyusun
dan menetapkan DSP kegiatan dalam rancangan renja SKPD melalui
sinkronisasi prioritas pembangunan hasil musrenbangcam dan hasil
DKT, dengan memperhatikan renstra SKPD, evaluasi kinerja
pelaksanaan SKPD dan Pagu indikatif pendanaan masing-masing
urusan pemerintahan daerah yang akan dituangkan dalam rancangan
RKPD.
h. Pasal 11 dijelaskan bahwa musrenbangkot bertujuan untuk
meyempurnakan rancangan RKPD yang memuat prioritas dan garis
besar kebijakan pembangunan daerah, merumuskan rancangan
kebijakan pengalokasian DPK serta menginformasikan usulan kegiatan
untuk didanai dengan APBD provinsi Jawa Tengah dan APBN.
i. Bab IV berisi tentang Tahapan Musrenbang, yaitu di dalam pasal 12
dijelaskan tentang persiapan Musrenbang yaitu persiapan pelaksanaan
musrenbang dilakukan sebelum dijalankannya seluruh tahapan
musrenbang pada semua kegiatan, yang salah satu kegiatannya adalah
pelaksanaannya DKT.
j. Pasal 13 dijelaskan bahwa musrenbangkel dilaksanakan melalui
tahapan pra musrenbangkel dan musrenbangkel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
k. Pasal 14 dijelaskan bahwa musrenbangcam dilaksanakan melalui pra
musrenbangcam dan musrenbangcam.
l. Pasal 15 dijelaskan bahwa forum SKPD dilaksanakan melalui pra
forum SKPD dan Forum SKPD.
m. Pasal 16 dijelaskan bahwa musrenbangkot dilaksanakan melalui pra
musrenbangkot dan musrenbangkot.
n. Bab V berisi tentang Kepanitiaan dan Penyelenggaraan. Pasal 17
dijelaskan DKT diselenggarakan oleh panitia khusus dan difasilitasi
oleh BAPPEDA.Panitia khusus sebagaimana pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan kepala BAPPEDA.
o. Musrenbangkel, musrenbangcam, dan musrenbangkot diselenggarakan
oleh kepanitiaan ditingkatan masing-masing yang terdiri dari : Panitia
Pengarah ( Steering Committee) dan Panitia Pelaksana (Organizing
Committee
p. forum SKPD diselenggarakan oleh panitian penyelenggara yang
ditetapkan dengan keputusan kepala BAPPEDA. Panitia masing-
masing tingkatan ditetapkan pada tahapan persiapan pelaksanaan
musrenbang.
q. Pasal 18 dijelaskan bahwa persiapan pelaksanaan musrenbang,
musrenbangkel, musrenbangcam, forum SKPD, dan Musrenbangkot
diselenggarakan pada masing-masing tingkatan dan kedudukan dengan
berpedoman pada peraturan walikota ini. Bab VI berisi tentang peserta
DKT, Musrenbangkel, Musrenbangcam, Forum SKPD, dan
Musrenbangkot.
r. Pasal 19 dijelaskan peserta DKT adalah kemunitas sektoral atau pihak-
pihak yang berkepentingan langsung dengan kegiatan SKPD, mengacu
pada hasil inventarisasi SKPD. Keterliabatan peserta sebagaimana
dimaksud di atas dalam DKT dilakukan dengan cara mendaftar kepada
dan atau diundang oleh panitia khusus. Tata cara pendaftaran dan
undangan calon peserta DKT ditetapkan oleh panitia khusus. Peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DKT memiliki hak suara mengusulkan dan menyepakati rencana
kegiatan SKPD melalui pembahasan bersama.
s. Pasal 20 dijelaskan peserta musrenbangkel meliputi perwakilan semua
unsur masyarakat yang berdomisili dikelurahan setempat.
Keikutsertaan peserta sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara
mendaftar dan atau diundang oleh panitia pelaksana. Tata cara
pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh panitia
pelaksana. Peserta musrenbangkel memiliki hak pengambilan
keputusan dalam musrenbangkel melalui pembahasan yang disepakati
bersama.
t. Pasal 21 dijelaskan peserta musrenbangcam meliputi delegasi
musrenbangkel dan organisasi kemasyarakatn maupun pengusaha
yang operasional kegiatannya pada lingkup kecamatan setempat, serta
anggota DPRD yang berasal dari daerah pemilihan setempat.
Kekutsertaan peserta sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara
mendaftar kepada dan atau diundang oleh panitia pelaksana. Tata cara
pendaftaran dan undangan calon peserta ditetapkan oleh panitian
pelaksana. Peserta musrenbangcam memiliki hak pengambilan
keputusan dalam musrenbangcam melalui pembahasan yang disepakati
bersama.
u. Pasal 22 dijelaskan peserta forum SKPD dan forum gabungan SKPD
terdiri dari SKPD, delegasi musrenbangcam, dan perwakilan
komunitas sektoral yang telah ditetapkan dalam DKT. Keikutsertaan
peserta sebagaimana dijelaskan dilakukan dengan cara mendaftar
kepada dan atau diundang oleh panitia penyelenggara melalui
BAPPEDA. Tata cara pendaftaran dan undangan calon peserta
ditetapkan oleh panitia penyelenggara. Peserta forum SKPD dan atau
forum gabungan SKPD memiliki hak pengambilan keputusan dalam
forum melalui pembahasan yang disepakati bersama.
v. Pasal 23 dijelaskan peserta musrenbangkot adalah SKPD, delegasi dari
Musrenbangcam, delegasi DKT, delegasi dari forum SKPD dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
stakeholders lainnya. Keikutsertaan peserta sebagaimana dimaksud
dilakukan dengan cara mendaftar kepada dan atau diundang oleh
panitia pelaksana melalui BAPPEDA. Tata cara pendaftaran dan
undangan calon peserta ditetapkan oleh panitia pelaksana. Peserta
musrenbangkot memiliki hak pengambilan keputusan dalam
musrenbangkot melalui pembahasan yang disepakati bersama.
w. Bab VII berisi tentang pembiayaan DKT, Musrenbangkel,
Musrenbangcam, Forum SKPD, dan Musrenbangkot di dalam Pasal 24
yaitu DKT dibiayai APBD Kota Surakarta yang dialokasikan pada
rekening Anggaran SKPD Bappeda. Musrenbangkel dibiayai APBD
Kota Surakarta yang dialokasikan pada rekening anggaran SKPD
kelurahan, partisipasi masyarakat, dan sumber lain yang sah dan tidak
mengikat. Musrenbangcam dibiayai APBD kota Surakarta yang
dialokasikan pada rekening Anggaran SKPD kecamatan, partisipasi
masyarakat, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Forum
SKPD dan musrenbangkot dibiayai APBD Kota Surakarta dan
dialokasikan pada rekening anggaran SKPD BAPPEDA.
x. Bab VIII berisi tentang pelaporan dan informasi, Pasal 25 dijelaskan
bahwa Lurah wajib melaporkan hasil musrenbangkel kepada Walikota
Surakarta melalui BAPPEDA dengan tembusan Camat selambat-
lambatnya 7 hari setelah pelaksanaan kegiatan. Camat wajib
melaporkan hasil musrenbangcam kepada Walikota Surakarta melalui
Bappeda selambat-lambatnya 7 hari setelah pelaksanaan kegiatan.
Kepala Bappeda wajib melaporkan hasil musrenbangkot kepada
Walikota Surakarta selambat-lambatnya 14 hari setelah pelaksanan
kegiatan. Kepala BAPPEDA meginformasikan RKPD yang telah
ditetapkan Walikota kepada SKPD dan masyarakat melalui kelurahan
selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah penetapan.
y. Bab IX berisi tentang Ketentuan lain-lain sebagai berikut dijelaskan
didalam Pasal 26 yaitu petunjuk teknis mulai dari persiapan
pelaksanaan musrenbang, pelaksanaan musrenbangkel, pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
musrenbangcam, pelaksanaan forum SKPD, pelaksanaan
Musenbangkot tercantum dalam lampiran. Bab X berisi tentang
Ketentuan Penutup.
Isi dari Peraturan Walikota Surakarta digunakan sebagai petunjuk
teknis dan pelaksana untuk penyelenggaraan Musrenbang di Kota
Surakarta pada tahun 2010. Pemerintah Kota Surakarta dengan adanya
Perwali tersebut berkeinginan untuk mewujudkan perencanaan
pembangunan yang partisipatif melibatkan semua komponen masyarakat
agar tercipta pembangunan sesuai dengan harapan. Maka untuk
menyempurnakan peraturan tersebut selalu dilakukan perubahan-
perubahan strategis agar penyelenggaraan musrenbang dapat berjalan
dengan lancar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Anung Indro
Susanto, MM selaku Kepala BAPPEDA Kota Surakarta dinyatakan
sebagai berikut :
“ada beberapa perubahan strategis berkaitan dengan substansi hukum atau aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan lain yang digunakan untuk pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta, perubahan-perubahan strategis itu semata-mata demi terciptanya perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif, melibatkan berbagai elemen masyarakat yang berkepentingan yang mengutamakan prioritas pembangunan bukan hanya untuk kepentingan sesaat. Hal ini juga untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimangan dalam hal pelaksanaan hasil Musrenbang itu sendiri.”62 Dari hasil pernyataan tersebut, dari segi substansi Peraturan
Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Musenbang di Kota Surakarta masih banyak kelemahan dan
perlu dilakukan perubahan-perubahan, perubahan-perubahan strategis
yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1) Dasar Hukum
62 Wawancara dengan Bapak Drs. Anung Indro Susanto selaku Kepala BAPPEDA Kota
Surakarta, tanggal 20 Oktober.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari yang semula hanya mengacu pada Surat Edaran
Gubernur Jawa Tengah, telah diambil kebijakan dengan menambah
acuan dan pedoman untuk pelaksanaan Musrenbang yaitu dengan
penambahan adanya pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Lurah, SE
GUB JATENG Nomor 050/22268 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan musrenbang Tahun 2009 dari yang sebelumnya
hanya mengacu pada Surat edaran Gubernur saja. (BAB I, Pasal 1,
ayat 1, Halaman 6)
2) Ketentuan Umum
Sebelumnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(LPMK), Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, Lembaga
Keswadayaan Masyarakat, Pemangku Kepentingan Pemangunan
belum ada sekarang dibentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan (LPMK) yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Tingkat Kelurahan sebagai wadah yang dibentuk atas prakarsa
masyarakat sebagai mitra Pemerintah Kelurahan dalam menampung
dan mewujudkan aspirasi kebutuhan demokrasi masyarakat di bidang
pembangunan. Hal ini untuk mendorong pemberdayaan masyarakat
dari tingkat kelurahan untuk mandiri tidak selalu tergantung terhadap
Pemerintah Kota. Selanjutnya adanya Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, selanjutnya disebut PNPM
Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program – program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat,
yang dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem
serta mekanime dan prosedur program, penyediaan pendampingan,
dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkelanjutan. Selanjutnya adanya Lembaga Keswadayaan
Masyarakat, yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga
pimpinan kolektif masyarakat warga / penduduk suatu kelurahan
yang terdiri dari disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat
dalam berbagai kepentingan khususnya terkait pelaksanaan PNPM
Mandiri. Pemangku Kepentingan Pembangunan, selanjutnya
disebut Stakeholders adalah pihak yang berkepentingan untuk
mengatasi permasalahan dan pihak yang akan terkena dampak hasil
musyawarah pada setiap tingkatan.
Kemudian perubahan mengenai pengertian dan maksud dari
Dana Pembangunan Kelurahan dari yang semula hanya dijelaskan secara
umum sekarang menjadi Dana Pembangunan Kelurahan, selanjutnya
disebut DPK adalah bantuan keuangan Pemerintah Kota Surakarta yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota
Surakarta ditujukan kepada masyarakat melalui SKPD Kelurahan untuk
digunakan membiayai kegiatan pembangunan kelurahan, sesuai prioritas
yang ditetapkan dalam Musrenbangkel tahun sebelumnya, meliputi
Biaya Pelaksanaan Kegiatan dan Biaya Operasional Kegiatan. Perubahan
lainnya yang sebelumnya belum ada adalah Bantuan Langsung
Masyarakat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri,
selanjutnya disebut BLM PNPM Mandiri adalah dana stimulan
keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk
membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam
rangka pelaksanaan PNPM Mandiri.
Perubahan strategis lainnya berhubungan dengan kedudukan
masing-masing tahap Musrenbang yaitu :
a) Kedudukan Musrenbangkel
Sebelumnya yaitu Sebagai forum tahunan tertinggi di tingkat
kelurahan dalam penyusunan dan penetapan rumusan kegiatan,
prioritas dan penetapan Daftar Skala Prioritas pembangunan tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berikutnya. Sekarang menjadi merupakan forum tahunan
stakeholders ditingkat kelurahan dalam penyusunan dan penetapan
rumusan kegiatan serta Daftar Skala Prioritas kegiatan
pembangunan, yang hasilnya sebagai rujukan kegiatan
pembangunan tahun berikutnya
b) Kedudukan Musrenbangcam
Sebelumnya yaitu Sebagai forum tahunan tertinggi di
tingkat kecamatan dalam penyusunan rumusan kegiatan
pembangunan tahun berikutnya. Sekarang menjadi Sebagai forum
tahunan stakeholders di tingkat kecamatan dalam penetapan
pengelompokan prioritas permasalahan dan Daftar Skala Prioritas
sebagai rujukan kegiatan pembangunan tahun berikutnya
c) Kedudukan forum SKPD
Sebagai forum sinkronisasi dan sinergitas antara program /
kegiatan prioritas SKPD dengan prioritas permasalahan dan
kegiatan pembangunan hasil musrenbangcam dan hasil DKT
d) Kedudukan Musrenbangkot
Kedudukan Musrenbangkot sebagai forum musyawarah
stakeholders di tingkat kota dalam rangka penyempurnaan
rancangan RKPD berdasarkan prioritas dan kebijakan
pembangunan kota
Tujuan dari masing-masing tahap pelaksanaan Musrenbang juga
mengalami perubahan strategis, yaitu :
a) tujuan Musrenbangkel
Untuk menyusun dan menetapkan Daftar Skala Prioritas Kegiatan
Pembangunan maupun kegiatan unggulan tahunan tingkat kelurahan yang
akan dibiayai dengan alokasi anggaran dalam SKPD Kelurahan (sesuai
pelimpahan kewenangannya), DPK didukung dengan swadaya, BLM
PNPM Mandiri didukung dengan swadaya, atau sumber dana lainnya,
serta rumusan kegiatan pembangunan yang akan diajukan untuk dibahas
pada Musrenbangcam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) tujuan Musrenbangcam
Untuk menyusun dan menetapkan Daftar Skala Prioritas
Pembangunan tingkat kecamatan yang berasal dari hasil musrenbangkel
yang disinkronkan dengan prioritas pembangunan daerah.
a) Tujuan Forum SKPD
Untuk menyusun dan menetapkan DSP kegiatan dalam
rancangan renja SKPD melalui sinkronisasi priroitas pembangunan
hasil musrenbangcam dan hasil DKT, dengan memperhatikan renstra
SKPD, Evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan SKPD tahun
sebelumnya, dan pagu indikatif pendanaan masing – masing urusan
pemerintahan daerah yang akan dituangkan dalam rancangan RKPD
b) Tujuan Musrenbangkot
Untuk menyempurnakan rancangan RKPD yang memuat
prioritas dan garis besar kebijakan pembangunan daerah, merumuskan
rancangan kebijakan pengalokasian DPK dan menginformasikan
usulan kegiatan untuk didanai dengan APBD Provinsi dan APBN.
3. Faktor-Faktor Hambatan dalam Penyelenggaraan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta
Hukum dapat berlaku efektif, jika telah dapat dilaksanakan dengan
baik. Terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam hal
implementasi peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009
terhadap penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan di Kota
Surakarta. Namun dalam evaluasi yang dilakukan masih terdapat
kekurangan dalam penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
di Kota Surakarta.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Untara, S.H. selaku Kabag
Hukum Kota Surakarta pada tanggal 16 Oktober 201063, kendala yang
terjadi dari pengamatan tim dalam pelaksanaan Musrenbangkot adalah yang
paling sering di Kecamatan dan Kelurahan mengenai proses pencairan dana
63 Wawancara dengan Untara SH, selaku Kabag Hukum Pmerintah Kota Surakarta, tanggal 16 Oktober 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harus disertai dengan proposal dari tingkat Kelurahan, terkadang dari
Kelurahan proses pembuatan proposal lambat, dari pihak kota terkadang
juga memberikan waktu yang relatif singkat jadi dalam hal ini secara tidak
langsung menghambat keluarnya dana. Kendala berikutnya mengenai
masalah laporan pertanggungjawaban, dalam implementasinya panitia
pelaksana pembangunan terlambat dalam pembuatan laporan
pertanggungjawaban khususnya dalam laporan penggunaan dana
pembangunan dari DPK (Dana Pembangunan Kelurahan).
Kemudian beberapa hambatan lain yang diperoleh penulis dari
penelitian di lapangan yang menghambat kelancaran pelaksanaan
Musrenbang. Hambatan-hambatan tersebut antara lain :
a. Pola perencanaan pembangunan partisipati melalui forum
Musrenbangkot walaupun sudah berjalan dari tahun 2001 akan tetapi
masih merupakan hal yang baru bagi masyarakat yang sebelum-
sebelumnya tidak berpatisipasi secara langsung. Karena biasanya
orang-orang yang ikut merupakan orang-orang lama, sehingga
masyarakat yang lain seakan masih menjadi hal yang baru. Serta dalam
proses persiapan baik pelaksanaan Musrenbangkel, Musrenbancam dan
Musrenbangkot nampak tergesa-gesa karena waktunya yang mepet.
b. Proses sosialisasi jadwal pelaksanaan Musrenbangkel,
Musrenbangcam, dan Musrenbangkot yang kurang lancar dan
persiapan sosial yang dibutuhkan untuk melaksanakan perencanaan
pembangunan partisipatif terlalu pendek dan kurang memperhatikan
aspek pembelajaran. Proses pelaksanaan hanya mengejar output
program, bukan menekankan pada proses pembelajaran
bermusyawarah secara partisipatif.
c. Masyarakat belum memiliki kesadaran yang memadai untuk
membedakan antara harapan dan kebutuhan. Kesan yang ditangkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
program yang diusulkan oleh warga kebanyakan masih bersifat
harapan, belum berupa suatu kebutuhan.
d. Kemampuan masyarakat menyusun perencanaan masih kurang.
e. Representasi kelompok-kelompok peserta musyawarah masih
homogen, kurang mengadopsi kelompok-kelompok lain.
f. Kesan birokratis masih sangat menonjol dan dominan.
Dari data diatas dapat dilihat seberapa besar partisipasi warga Solo
dalam ikut menentukan kebijakan, ikut andil dalam pelaksanaan dan juga
ikut dalam memberikan masukan terhadap permasalah yang terkait dengan
penyelenggaraan musrenbang di Kota Surakarta. Karena partisipasi
masyarakat akan sangat menentukan tujuan pembangunan pembangunan
daerah. Hal ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di daerah.
4. Prespektif Ke Depan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan di Kota Surakarta
Harapan masyarakat terhadap penyelenggaraan Musyawarah
perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta begitu besar. Mengingat
semua pembangunan daerah yang ada di Kota Surakarta dijalankan
melalui proses perencanaan pembangunan yang partisipatif. Dari data yang
diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, ada beberapa
pandangan prespektif ke depan penyelenggaraan musrenbang di Kota
Surakarta, dari beberapa komponen pendukung pelaksanaan musrenbang
antara lain sebagai berikut :
a. Peran BAPEDA
Bapeda mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
melaksanakan perencanaan pembangunan yang partisipatif, karena
ditangan badan inilah semua perencanaan pembangunan baik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bersifat mikro maupun makro dirumuskan dan diimplementasikan
untuk melaksankan pembangunan. Kalau melihat kegiatan BAPEDA,
paling tidak ada tiga besaran kegiatan setiap tahunnya. Kegiatan
pertama BAPEDA adalah harus menyusun rencana program
pembangunan untuk satu tahun ke depan. Kedua menyusun anggaran
program pembangunan, melaksanakan dan ketiga adalah
mengendalikan serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
program satu tahun sebelumnya.
Dengan demikian untuk mengatasi berbagai hambatan yang
muncul maka BAPEDA harus melakukan peningkatkan kemampuan
managerial, ketrampilan berkomunikasi, kemampuan melakukan
networking dengan kelompok-kelompok strategis di masyarakat serta
perubahan sikap yang lebih terbuka dan proaktif terhadap masyarakat,
merupakan tantangan yang mau tidak mau harus ditanggapi dengan
sikap arif dan professional oleh seluruh jajaran, baik jajaran pimpinan
maupun staf di BAPEDA Kota Surakarta.
b. Peran DPRD
DPRD Kota Surakarta harus aktif dalam pelaksanaan
Musrenbangkot, hal ini merupakan peran yang diharapkan oleh
masyarakat. Pada era otonomi daerah sekarang ini, peran DPRD
merupakan peran yang sangat sentral dalam menentukan arah dan
pelaksanaan pembangunan Kota. Sehingga tanpa adanya dukungan
yang positif dari kalangan DPRD, maka proses ini dapat terhenti
ditengah jalan. Kehadiran para anggota DPRD merupakan indikasi
positif bahwa mereka mendukung pelaksanaan perencanaan
pembangunan partisipatif malalui Musrenbangkot. Kehadiran dan
dukungan anggota DPRD dapat mampu meningkatakan motivasi
warga setempat untuk berpatisipasi dalam kegiatan tersebut. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
demikian sikap pro aktif dari DPRD sangat dibutuhkan dalam
pelaksanaan Musrenbangkot.
c. Keterlibatan LSM
Ruang partisipasi yang terbuka lebar ini sebaiknya
dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak, masyarakat, stake
holders, DPRD maupun LSM untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan
pembangunan masyarakat. Peran aktif LSM dapat membuat
pelaksanan Musrenbangkot lebih matang. Karena LSM selalu kritis
dalam suatu forum dan memberikan masukan-masukan yang positif
untuk pembangunan Kota. LSM dapat melakukan suatu bentuk
pengawasan secara indpenden sesuai dengan lembaganya. Dengan
demikian agar keterlibatan LSM dapat optimal maka perlu kerjasama
yang baik antara pemerintah Kota dengan berbagai LSM yang ada di
Kota Surakarta agar mereka mau untuk berpartisipasi secara langsung
dalam kegiatan baik Musrenbangkel, Musrenbangcam,
Musrenbangkot.
d. Conflict Resolution
Masyarakat belum memiliki kesadaran yang memadai
untuk membedakan antara harapan dan kebutuhan. Kesan yang
ditangkap program yang diusulkan oleh warga kebanyakan masih
bersifat harapan, belum berupa suatu kebutuhan. Kemudian
representasi kelompok-kelompok peserta musyawarah masih
homogen, kurang mengadopsi kelompok-kelompok lain dan bersifat
individual. Adanya perbedaan suku, golongan, ras, dan agama dari
masing-masing masyarakat dalam forum Musrenbangkot akan
berpotensi menimbulkan konflik, apalagi dengan adanya sistem multi
partai sekarang ini, potensi konflik antar masyarakat juga bisa muncul.
Untuk mengatasi hambatan atau masalah tersebut, sesuai dengan
tujuan Musrenbangkel, Musrenbangcam, dan Musrenbangkot
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperlukan suatu kohesifitas atau komunikasi dan kebersamaan
diantara warga masyarakat Kota Solo. Dengan mempertemukan
berbagai elemen masyarakat dalam suatu musyawarah perencanaan
pembangunan, diharapkan mampu mengurangi berbagai konflik yang
muncul di pelaksanaan perencanaan pembangunan partisipatif baik di
Musrenbangkel, Musrenbangcam, dan Musrenbangkot.
d. Monitoring dan Evaluasi
Dalam proses perencanaan pembanguan pertisipatif, hal
yang penting dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Untuk
melaksanakan monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan
pendekatan partisipatif, jadi melibatkan masyarakat secara langsung
agar mengetahui secara langsung berkaitan dengan prosesnya dan lebih
terbuka. Hal ini untuk menghilangkan kesan birokratis bahwa untuk
urusan monitoring dan evaluasi selalu dipegang oleh pemerintah Kota,
apabila dalam proses monitoring dan evaluasi di lakukan oleh
pemerintah Kota maka harus dilakukan secara terbuka dan dan
bertanggungjawab sehingga menimbulkan kepercayaan dari
masyarakat kepada pemerintah.
B. Pembahasan
1. Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun
2009 terhadap Penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta
Sebagaimana telah dikemukakan dalam tinjauan pustaka, bahwa
kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan mempunyai tujuan tertentu.
Semenjak tahun 2001, Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan
perubahan pendekatan dalam melaksanakan pembangunan. Jika semula
pendekatan pembangunan menggunakan pendekatan top-down, sekarang
dirubah menjadi pendekatan buttom-up yang melibatkan partisipasi
masyarakat. Pembangunan yang melibatkan masyarakat itu selanjutnya
dikenal sebagai model Perencanaan Pembangunan Parisipatif yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pelaksanaannya melalui kegiatan Musrenbangkel, Musrenbangcam, dan
Musrenbangkot.
Pelaksanaan Musrenbangkot tidak selalu dihubungkan dengan
perencanaan pembangunan dari segi infrastruktur saja tetapi dalam segala
bidang, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial
budaya, pariwisata, dan lain sebagainya. Kemudian dalam
pelaksanaannya, kegiatan Musrenbangkot mempuyai beberapa fungsi.
Secara umum Musrenbangkot mempuyai fungsi antara lain sebagai
berikut :
a. Sebagai sarana partisipasi dan wadah komunikasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan di Kota Surakarta
Partisipasi mengandung makna keikutsertaan total masyarakat
dalam suatu aktifitas. Musrenbangkot berfungsi sebagai tempat
partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan untuk
dapat tersalurkannya berbagai aspirasi masyarakat ditingkat Kelurahan.
Jadi masyarakat terlibat langsung dalam proses pelaksanaan
perencanaan pembangunan baik dalam forum Musrenbangkel,
Musrenbangcam, maupun Musrenbangkot.
Kemudian untuk membangun Komunikasi yang baik antara
komponen masyarakat Solo, kalangan eksekutif, legeslatif dan stake
holders untuk membangun kota Solo dengan asas kebersamaan,
kemitraan, dan partisipasi. Komunikasi tersebut dipergunakan untuk
menjembatani kesenjangan komunikasi para pihak, karena sulitnya
hubungan yang dibangun akibat kondisi masa lalu. Komunikasi yang
dimaksud memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah sebagai
strategi untuk membangun hubungan antara individu dari pemerintah
Kota, khususnya BAPEDA, Perguruan Tinggi, LSM, maupun
masyarakat membangun pertemanan. Tujuan yang kedua adalah untuk
membangun kesamaan perspektif, pemikiran dan konsep mengenai
perencanaan pembangunan partisipatif melalui Musrenbangkot.
b. Untuk Membentuk Kelembagaan Sosial Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Membangun kelembagaan masyarakat yang kuat sebagai alat
untuk menyatukan aspirasi dan menyatukan cara pandang dan
menyatukan kebutuhan manusia di dalam pembangunan serta dapat
meningkatkan meningkatkan kemampuan, kesejajaran, kemitraan
yang sama dengan stake holders yang lain. Selain itu dapat
memperkuat mekanisme perencanaan pembangunan kota yang lebih
berorientasi pada kepentingan masyarakat dengan melibatkan seluruh
komponen sosial masyarakat dengan pendekatan yang lebih
demokratis dan partisipatif.
c. Sebagai Sarana Mewujudkan Good Governance dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kota Surakarta
Fungsi Musrenbangkot berikutnya adalah untuk dapat
mewujudkan masyarakat yang bersih dan transparan (Good
Governance). Terwujudnya Good Governance mengandaikan jika
masyarakat sudah terwujud adanya demokrasi, pluralitas, pengambilan
keputusan yang partisipatif, tanggungjawab pelayanan yang lebih
besar, keterbukaan informasi serta menghargai perbedaan yang ada di
dalam masyarakat. Good Governance adalah suatu wujud partisipasi
semua pihak, tanpa membedakan pihak itu pemerintah, masyarakat,
perguruan tinggi, LSM maupun kalangan privat. Tujuan Good
Governance tidak cukup sekedar mengefisienkan dan memprivatisasi
pelayanan publik akan tetapi tujuan Good Governance adalah untuk
mengantarkan masyarakat Indonesia sejahtera, adil dan makmur.
Dengan demikian dari forum Musrenbangkot dapat berfungsi sebagai
sarana perwujudan Good Governance di Kota Surakarta.
d. Pedoman dan Acuan Penyusunan Prioritas Pembangunan dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta
Musrenbangkot digunakan sebagai sarana untuk menyusun
prioritas program-program pembangunan yang layak, tepat guna dan
mampu meningkatkan kesejahteraan warga Kota Solo khususnya dan
bangsa Indonesia pada umumnya. Selain itu juga hasil dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Musrenbangkot digunakan untuk bahan menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta yang
didasarkan dari perencanaan program-program pembangunan ditingkat
Kota yang telah tersusun.
Dengan demikian, kebijakan pelaksanaan Musrenbang di
Pemerintah Kota Surakarta, adalah suatu tindakan yang diambil
(diputuskan) dan dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Pemerintah Kota Surakarta dengan tujuan untuk melaksanakan
perencanaan pembangunan partisipatif di Kota Surakarta dengan
melibatkan semua komponen masyarakat baik dari leading sector dan
dari masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan stake holders
sesuai dengan ketentuan Peraturan Walikota Nomor 18-A tahun 2009
tentang Petunjuk teknis dan pelaksaan Musrenbang di Kota Surakarta.
Untuk menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di Kota Surakarta, maka telah dilakukan
langkah-langkah konkrit sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional yaitu bahwa dalam rangka penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Surakarta sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional perlu dilaksanakan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota. Agar penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota berjalan
sebagaimana mestinya diperlukan pedoman penyelenggaraan dan
petunjuk teknis pelaksanaannya. Dengan demikian Pemerintah Kota
Surakarta, sebagian bagian dari Negara memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan yang partisipatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melalui Musrenbangkot. Hal ini dilakukan untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat untuk pembangunan yang ada di Kota Surakarta dan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan dasar Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional secara yuridis Pemerintah Kota Surakarta
mempunyai wewenang untuk melaksanakan Musrenbangkot.
Sesuai dengan pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Walikota Surakarta bertanggungjawab penuh terhadap
pelaksanaan pembangunan di Kota Surakarta, dengan demikian dalam
melaksanakan tugasnya Walikota Surakarta dibantu oleh Kepala BAPEDA
untuk menyusun program-program perencanaan pembangunan yang
terarah dan tepat sasaran sesuai dengan potensi daerah masing-masing
untuk kesejahteraan rakyatnya berpedoman pada RRJM Daerah dan RPJP
Daerah.
Dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan bahwa
salah satu tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah,
antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan
daerah dan tujuan yang terpenting adalah mengoptimalkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pembangunan yang ada di daerah masing-
masing.
Selanjutnya, dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
disebutkan bahwa “Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah
yang penyususunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, Lintas Satuan Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perangkat Daerah, dan program kewilayahan, disertai dengan rencana-
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif”. Kemudian Pasal 5 ayat (3) menjelaskan bahwa
“Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari
RPJM Daerah dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP),
memuat kerangka otonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana
kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat”. Kepala BAPEDA berwenang menyiapkan rancangan,
menyusun rancangan akhir RPJP Daerah. Kemudian berwenang
menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) Jangka Panjang Daerah sesuai dengan Pasal 11 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Di dalam Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dijelaskan bahwa
“Kepala BAPEDA berwenang menyusun rancangan RPJM Daerah dengan
berpedoman pada RPJP Daerah”. Kemudian di dalam Pasal 20 ayat (2)
dijelaskan bahwa “Kepala BAPEDA berwenang untuk menyiapkan
rancangan awal Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Kemudian dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan bahwa :
a. Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertangungjawab atas
perencanaan pembangunan daerah di daerahnya.
b. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah, Kepala
Daerah dibantu oleh Kepala BAPEDA. Pimpinan Satuan Kerja
Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan pembangunan
daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
c. Dalam hal ini Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar
Kabupaten/Kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan demikian Pemerintah Kota Surakarta, sebagian bagian dari
Negara memiliki wewenang untuk menyelenggarakan Perencanaan
Pembangunan yang partisipatif melalui Musrenbangkot. Hal ini dilakukan
untuk menyalurkan aspirasi masyarakat untuk pembangunan yang ada di
Kota Surakarta dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan
dasar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional secara yuridis Pemerintah Kota Surakarta
mempunyai wewenang untuk melaksanakan Musrenbangkot.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut perlu ditetapkan
Peraturan Walikota Surakarta tentang Pedoman Penyelenggaraan dan
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kelurahan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum
Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Kota.
Sehubungan dengan amanat tersebut, maka untuk melaksanakan
Musrenbang BAPPEDA selaku badan pelaksana ditunjuk untuk
menyelenggarakan Musrenbang pada tiap tahunnya. Penetapannya
berdasarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009
tentang Petunjuk teknis Pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta.
Sebagai Ketua dijabat oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kota Surakarta. sedangkan anggotanya terdiri dari Kepala Bidang
dan Ka. Sub. Bid di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota
Surakarta. Adapun peran Tim Penyelenggara dan Pembantu Pelaksana
Musyawarah Perencanaan Pembangunan sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 adalah Bappeda mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam melaksanakan perencanaan
pembangunan yang partisipatif, karena ditangan badan inilah semua
perencanaan pembangunan baik yang bersifat mikro maupun makro
dirumuskan dan diimplementasikan untuk melaksankan pembangunan.
Kalau melihat kegiatan BAPPEDA, paling tidak ada tiga besaran kegiatan
setiap tahunnya. Kegiatan pertama BAPPEDA adalah harus menyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rencana program pembangunan untuk satu tahun ke depan. Kedua
menyusun anggaran program pembangunan, melaksanakan dan ketiga
adalah mengendalikan serta melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program satu tahun sebelumnya.
Dengan adanya Peraturan Walikota Surakarta tersebut dapat
memberikan gambaran kepada kita bahwa Tim Penyelenggara dan
Pembantu Pelaksana Pelaksanaan Musrenbang mendapat wewenang penuh
untuk melaksanakan penyelenggaraan Musyawarah perencanaan
pembangunan di Pemerintah Kota Surakarta. Dalam melaksanakan tugas
kewenangannya Tim Penyelenggara dan Pembantu Pelaksana
Penyelenggaraan Musrenbang mengacu pada ketentuan Peraturan
Walikota Nomor 18-A Tahun 2009, sehingga dalam tata cara
pelaksanaannya harus sesuai dengan Pasal-Pasal yang termuat dalam
Peraturan Walikota tersebut.
Agar penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta dapat
berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku meningkatkan kedisiplinan
bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta,
dilakukan sosialisasi mengenai penyampaian Petunjuk teknis dan
pelaksana kepada seluruh jajaran SKPD di lingkungan Pemerintah Kota
Surakarta. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mila Yuniarti, ST, MM
salah satu Pegawai BAPPEDA sebagai berikut:64
“Ya memang sebelum dilaksanakan Musrenbang pada setiap tahunnya setiap akhir tahun saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan sosialisasi dan pemberitahuan petunjuk teknis dan pelaksana melalui peraturan walikota. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan Musrenbang nantinya dapat berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku yang termuat di dalam peraturan walikota tersebut. Tentunya peraturan walikota ini mengacu pada pertaturan perundang-undangan di atasnya. Agar dalam pelaksanaannya di berseberangan. Jadi menurut saya pelaksanaan musrenbang tidak ada masalah, dan sesuai dengan apa yang telah dengan Peraturan walikota No 18-a tahun 2009. Tim Bappeda sendiri setiap melangkah baik itu dalam Musrenbangkel, Musrenbangcam, forum SKPD, maupun Musrenbangkot selalu
64 Wawancara dengan Mila Yuniarti, ST, MM salah satu staf BAPPEDA Kota Surakarta,
tanggal 19 Oktober 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengiuti prosedur yang berlaku. Apabila ditanya kesesuaian pelaksanaan Musrenbang terhadap Peraturan yang berlaku ya sudah sesuai..”
Dengan demikian jelas bahwa Pemerintah Kota Surakarta selalu
melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta
sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk perwujudan perencanan
pembangunan partisipatif di Kota Surakarta. Hal ini tercermin dari
pernyataan Bapak Budi Suharto selaku Sekretaris Daerah Pemkot
Surakarta.
Sejalan dengan tujuan musrenbang di Kota Surakarta yaitu
menyempurnakan rencana kerja SKPD yang memuat prioritas
pembangunan sesuai dengan kemampuan daerah implementasi peraturan
walikota Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 harus dilakukan di dalam
penyelenggaraan musrenbang di Kota Surakarta.
Di dalam proses implementasinya masih belum bisa berjalan dengan
lancar. Peserta yang hadir di dalam penyelenggaraan musrenbang belum
sesuai dengan apa yang ada di dalam ketentuan Perwali tersebut. Banyak
delegasi-delegasi dari semua komponen unsur masyarakat tidak hadir pada
tahapan penyelenggaraan musrebang yaitu di forum musrenbangcam.
Kebanyakan yang lengkap hanya di forum musrenbangkel. Kemudian
ketewakilan perempuan yang diharapkan hadir minimal 30 % akan tetapi
kenyataannya tidak sesuai dengan ketentuan Perwali, hanya beberapa
orang yang berjenis kelamin perempuan yang hadir, itupun yang menjabat
misalnya ketua RT atau Ketua RW di dalam forum Musrenbangkel.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan Perwali yang belum di terapkan
dalam penyelenggaraan Musrenbang yaitu mengenai tim pelaksana
kegiatan pembangunan hasil musrenbang yang terkadang terkait hal
melaporkan hasil pelasanaan pembangunan sering molor dari jadwal, dan
akuntabilitas serta keterbukaan dalam penggunaan dana juga tidak
transparan. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya indikasi tindak pidana
korupsi. Kemudian ketentuan mengenai anggota monitoring yang harusnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beanggotakan dari semua elemen yaitu LPMK, Pemerintah Kelurahan,
Masyarakat terkait, selain yang telah duduk di Tim Perencana Kegiatan
Pembangunan dan Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan, stakeholders
pembangunan Kelurahan (orang yang paham terhadap obyek monitoring
dan evaluasi) tetapi dalam kenyataannya belum sesuai dengan ketentuan
yang ada, hanya tim dari kelurahan saja yang aktif dalam monitoring.
Akan tetapi juga ada beberapa ketentuan yang sudah sesuai dan sudah
dijalankan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait
dengan mekanisme penyelenggaraan teknis acara pada masing-masing
forum Musrenbang. Baik di dalam Pra maupun pada acara inti masing-
masing forum Musrenbang. Hasil yang dikeluarkan pada masing-masing
forum juga sudah baik sesuai dengan harapan pemerintah yaitu prioritas
pembangunan yang sesuai dengan rencana kerja SKPD Pemerintah Kota
Surakarta.
Menyangkut output dari sistem hukum yang berupa peraturan-
peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang
diatur maupun pihak yang mengatur. Dalam hal komponen substansi dari
permasalahan penelitian yang dilakukan ini adalah menyangkut peraturan
yang menjadi acuannya utamanya adalah Peraturan Walikota Nomor 18-A
Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan, Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kecamatan, Forum SKPD, dan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Kota. Sedangkan peraturan lain yang menjadi
acuannya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Serta mengacu juga pada Surat
Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor
0008/M.PPN/01/2007-050/264A/SJ perihal Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Musrenbang kemudian Surat Edaran Gubernur Jawa
Tengah Nomor 050/22268 Tanggal 30 Desember 2008 tentang Pedoman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Umum Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun
2009;
Dengan mendasar pada keempat komponen utama peraturan
pemerintah tersebut, terutama dengan Peraturan Walikota Nomor 18-A
Tahun 2009, Pemerintah Kota Surakarta telah berhasil melaksanakan
sekaligus merumuskan Rencana Kerja tiap-tiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dari hasil adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kota Surakarta.. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Anung
Indro Susanto, MM selaku Kepala BAPPEDA Kota Surakarta dinyatakan
sebagai berikut :
“ada beberapa perubahan strategis berkaitan dengan substansi hukum atau aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan lain yang digunakan untuk pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta, perubahan-perubahan strategis itu semata-mata demi terciptanya perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif, melibatkan berbagai elemen masyarakat yang berkepentingan yang mengutamakan prioritas pembangunan bukan hanya untuk kepentingan sesaat. Hal ini juga untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimangan dalam hal pelaksanaan hasil Musrenbang itu sendiri.”65 Dari hasil pernyataan tersebut, Peraturan Walikota Nomor 18-A
Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Musenbang di Kota Surakarta masih banyak kelemahan dan perlu
dilakukan perubahan-perubahan, perubahan-perubahan strategis yang
dimaksud antara lain sebagai berikut :
a. Dasar Hukum
Dari yang semula hanya mengacu pada Surat Edaran Gubernur
Jawa Tengah, telah diambil kebijakan dengan menambah acuan dan
pedoman untuk pelaksanaan Musrenbang yaitu dengan penambahan
adanya pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009
tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelimpahan Urusan
65 Wawancara dengan Bapak Drs. Anung Indro Susanto selaku Kepala BAPPEDA Kota
Surakarta, tanggal 20 Oktober.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Lurah, SE GUB JATENG
Nomor 050/22268 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
musrenbang Tahun 2009 dari yang sebelumnya hanya mengacu pada
Surat edaran Gubernur saja. (BAB I, Pasal 1, ayat 1, Halaman 6)
b. Ketentuan Umum
Sebelumnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(LPMK), Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, Lembaga
Keswadayaan Masyarakat, Pemangku Kepentingan Pemangunan
belum ada sekarang dibentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan (LPMK) yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Tingkat
Kelurahan sebagai wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat
sebagai mitra Pemerintah Kelurahan dalam menampung dan
mewujudkan aspirasi kebutuhan demokrasi masyarakat di bidang
pembangunan. Hal ini untuk mendorong pemberdayaan masyarakat
dari tingkat kelurahan untuk mandiri tidak selalu tergantung terhadap
Pemerintah Kota. Selanjutnya adanya Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, selanjutnya disebut PNPM
Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program – program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, yang
dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta
mekanime dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan
pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat
dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Selanjutnya adanya Lembaga Keswadayaan Masyarakat, yang
selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga pimpinan kolektif
masyarakat warga / penduduk suatu kelurahan yang terdiri dari
disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat dalam berbagai
kepentingan khususnya terkait pelaksanaan PNPM Mandiri.
Pemangku Kepentingan Pembangunan, selanjutnya disebut
Stakeholders adalah pihak yang berkepentingan untuk mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
permasalahan dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah
pada setiap tingkatan.
Kemudian perubahan mengenai pengertian dan maksud dari
Dana Pembangunan Kelurahan dari yang semula hanya dijelaskan
secara umum sekarang menjadi Dana Pembangunan Kelurahan,
selanjutnya disebut DPK adalah bantuan keuangan Pemerintah Kota
Surakarta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kota Surakarta ditujukan kepada masyarakat melalui SKPD
Kelurahan untuk digunakan membiayai kegiatan pembangunan
kelurahan, sesuai prioritas yang ditetapkan dalam Musrenbangkel
tahun sebelumnya, meliputi Biaya Pelaksanaan Kegiatan dan Biaya
Operasional Kegiatan. Perubahan lainnya yang sebelumnya belum ada
adalah Bantuan Langsung Masyarakat Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, selanjutnya disebut BLM PNPM
Mandiri adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada
kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang
direncanakan oleh masyarakat dalam rangka pelaksanaan PNPM
Mandiri.
Perubahan strategis lainnya berhubungan dengan
kedudukan masing-masing tahap Musrenbang yaitu sebagai berikut :
a. Kedudukan Musrenbangkel
Sebelumnya yaitu Sebagai forum tahunan tertinggi di tingkat
kelurahan dalam penyusunan dan penetapan rumusan kegiatan,
prioritas dan penetapan Daftar Skala Prioritas pembangunan tahun
berikutnya. Sekarang menjadi merupakan forum tahunan
stakeholders ditingkat kelurahan dalam penyusunan dan penetapan
rumusan kegiatan serta Daftar Skala Prioritas kegiatan
pembangunan, yang hasilnya sebagai rujukan kegiatan
pembangunan tahun berikutnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Kedudukan Musrenbangcam
Sebelumnya yaitu Sebagai forum tahunan tertinggi di tingkat
kecamatan dalam penyusunan rumusan kegiatan pembangunan tahun
berikutnya. Sekarang menjadi Sebagai forum tahunan stakeholders di
tingkat kecamatan dalam penetapan pengelompokan prioritas
permasalahan dan Daftar Skala Prioritas sebagai rujukan kegiatan
pembangunan tahun berikutnya
c. Kedudukan forum SKPD
Sebagai forum sinkronisasi dan sinergitas antara program /
kegiatan prioritas SKPD dengan prioritas permasalahan dan kegiatan
pembangunan hasil musrenbangcam dan hasil DKT
d. Kedudukan Musrenbangkot
Kedudukan Musrenbangkot sebagai forum musyawarah
stakeholders di tingkat kota dalam rangka penyempurnaan rancangan
RKPD berdasarkan prioritas dan kebijakan pembangunan kota
Tujuan dari masing-masing tahap pelaksanaan Musrenbang juga
mengalami perubahan strategis, yaitu :
a. Tujuan Musrenbangkel
Untuk menyusun dan menetapkan Daftar Skala Prioritas
Kegiatan Pembangunan maupun kegiatan unggulan tahunan tingkat
kelurahan yang akan dibiayai dengan alokasi anggaran dalam SKPD
Kelurahan (sesuai pelimpahan kewenangannya), DPK didukung dengan
swadaya, BLM PNPM Mandiri didukung dengan swadaya, atau sumber
dana lainnya, serta rumusan kegiatan pembangunan yang akan diajukan
untuk dibahas pada Musrenbangcam
b. tujuan Musrenbangcam
Untuk menyusun dan menetapkan Daftar Skala Prioritas
Pembangunan tingkat kecamatan yang berasal dari hasil musrenbangkel
yang disinkronkan dengan prioritas pembangunan daerah.
c. tujuan Forum SKPD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk menyusun dan menetapkan DSP kegiatan dalam
rancangan renja SKPD melalui sinkronisasi priroitas pembangunan
hasil musrenbangcam dan hasil DKT, dengan memperhatikan renstra
SKPD, Evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan SKPD tahun
sebelumnya, dan pagu indikatif pendanaan masing – masing urusan
pemerintahan daerah yang akan dituangkan dalam rancangan RKPD
d. Tujuan Musrenbangkot
Untuk menyempurnakan rancangan RKPD yang memuat
prioritas dan garis besar kebijakan pembangunan daerah, merumuskan
rancangan kebijakan pengalokasian DPK dan menginformasikan
usulan kegiatan untuk didanai dengan APBD Provinsi dan APBN
Dari beberapa perubahan strategis yang ada di dalam petunjuk
teknis merupakan cara untuk peningkatan daya partisipasi masyarakat
agar lebih aktif. Dari sisi pemerintah Kota Surakarta juga beberapa
perubahan strategis tersebut untuk lebih memaksimalkan kinerja dari
satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintah Kota
Surakarta, agar dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku dan
meminimalkan tindakan penyelewengan yang dilakukan aparat
pemerintah selaku pihak penyelenggara. Semisalnya tindakan
penyelewengan dana rumusan hasil musrenbang atau tindakan korupsi.
Sesuai dengan slogan pemerintahan Jokowi-Rudy yaitu “berseri tanpa
Korupsi” yang selama ini menjadi jargon tersendiri. Karena bisa terjadi
kemungkinan adanya tindakan penyelewengan tersebut.
Korupsi merupakan perilaku buruk yang mencerminkan
lunturnya nilai-nilai kedisiplinan.66 Jadi apabila perilaku aparat
pemerintah tidak sejalan dengan slogan pemerintahannya akan
berakibat fatal bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan
Pemerintah Kota Surakarta. Manusia dalam kehidupan sosialnya tidak
bisa menghindar dari pengaruh lingkungan sekitarnya, baik lingkungan
66 Hokky Sitangkir, “The Dynamics of Corruptions Artificial Society Approach,” Journal
of Social Complexity (1) 3: September 2003, hlm. 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sosial maupun lingkungan alam. Apalagi pengaruh lingkungan sosial
seperti keluarga, maka jika permasalahan yang dihadapi merupakan
masalah yang pelik, maka niscaya tidak mudah untuk
menyelesaikannya. Dan hal ini akan sangat mengganggu secara psikis
kepada orang yang bersangkutan, sehingga bisa menyebabkan suasana
hati menjadi tidak nyaman dan menjadi malas untuk beraktivitas.67
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan Bapak Budi
Suharto Sekretaris Daerah Kota Surakarta sebagai berikut :
“Sebenarnya pelaksanaan Musrenbangkot memungkinkan
terjadinya kerawanan untuk adanya tindakan penyelewengan dana
terutama pada penyaluran Dana Pembangunan Kalurahan (DPK). Hal
ini dikarenakan bahwa pendistribusian dana tersebut langsung di
berikan ke kelurahan jadi pengawasan tidak bisa langsung diawasi oleh
pemkot, karena kelurahan diberikan porsi sendiri untuk mengelola
dana tersebut, akan tetapi seiring berjalannya waktu kesadaran
masyarakat juga sudah terbuka lebar, sampai saat ini minim sekali
terjadi bentuk pelanggaran dari pelaksanaan musrenbang terutama
terkait hasil dari musrenbang baik dari segi penyelenggaraan dan
penggunaan dananya. Pemerintah kota Surakarta juga sudah
membentuk tim pengawas independent dan bekerja sama dengan LSM
untuk membantu pengawasan tersebut. Dari jajaran perangkat SKPD
juga walikota sudah memberikan mandate khusus kepada jajaran di
bahwanya seperti camat dan lurah untuk terus memonitoring dari
pelaksanaan hasil pembangunan Musrenbang. Setelah adanya
pengawasan juga dilakukan evaluasi dari hasil pembangunan agar ke
depan dapat lebih baik lagi sesuai dengan prioritas yang diutamakan.
Sehingga dari komponen kultur belum bisa sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang ada di dalam Peraturan Walikota tersebut.”68
67 Azizi Yahaya, “Discipline Problem Among Secondary School Student In Johor Bahru
Malaysia,” E European Journal of Social and Sciences, Vol. 11 Number 4 (2009). 68 Wawancara dengan Bapak Budi Suharto selaku Sekretaris Daerah Kota Surakarta,
tanggal 26 Juli 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun 2009 Tentang Pedoman
dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbangkel, Musrenbangcam,
Forum SKPD dan Musrenbangkot di Kota Surakarta Peraturan dibuat jelas
ditujukan kepada semua orang yang ambil bagian dalam pelaksanaannya,
baik dari Pemerintah dalam hal ini Pemkot Surakarta melalui Bappeda,
kemudian dari Jajaran SKPD, Stake Holders dari kalangan masyarakat dan
seluruh warga yang berkepntingan dalam pelaksanaan musrenbang
tersebut
Dengan demikian, maka setiap komponen dalam pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta berkewajiban
mengindahkan dan melaksanakan ketentuan dalam peraturan walikota
tersebut. Namun dalam praktek masih saja ada yang melakukan tindakan
yang menyimpang ketentuan Peraturan Walikota Nomor 18-A Tahun
2009. Dari hasil wawancara dengan Kepala Bappeda Surakarta Bapak Drs.
Anung Indro Susanto69 menjelaskan bahwa dari kita (pemerintah) sudah
sangat berupaya untuk mentaati segala peraturan yang ada dalam proses
pelaksanaan Musrenbang ini sesuai prosedur yang berlaku, akan tetapi
banyak delegasi-delegasi dari masing-masing perwakilan masyarakat yang
kurang paham dan menyimpak dari Peraturan walikota ini. Seakan-akan
acuh tak acuh terhadap pelaksanaan Musrenbangkot ini. Peran perempuan
yang di dalam peraturan walikota diharuskan minimal 30 persen juga tidak
bisa terpenuhi, tingkat keswadayaan masyarakat juga masih kurang
padahal di dalam peraturan walikota sudah menekankan sedemikian rupa.
Watak masyarakat masih suka di emong belum bisa mandiri. Masih terlalu
tergantung pada permerinta kota. Prioritas-prioritas kegiatan juga masih
belum bersifat primer atau utama terkadang materi-materi pembangunan
masih belum prioritas utama. Hal ini memang merupakan suatu
keniscayaan karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai keinginan-
keinginan, selain itu sebagai makhluk sosial juga sangat dipengaruhi oleh
69 Wawancara dengan Bapak Drs. Anung Indro Susanto, selaku Kepala BAPPEDA Kota
Surakarta, wawancara tanggal 24 November 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbagai faktor di luar dirinya, baik faktor sosial maupun faktor alam. Hal
ini jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia yang bersangkutan.
Dengan demikian kultur masyarakat yang masih belum bisa
mandiri , masih selalu tergantung terhadap pemerintah kota, maka dalam
pelaksanaan pembangunan pertitisipatif kurang bisa sejalan, karena dengan
model perencanaan pembangunan yang pertisipatif diharapkan semua
komponen bisa mandiri. Berawal dari usulan pembangunan kemudian
sinkronisasi, setelah itu pelaksanaan kegiatan pembangunan harus bisa
berkerja sama dengan pemerintah kota yang dibantu oleh swadaya
masyarakat.
Terkait dengan budaya hokum atau cara pandang seseorang terhadap
peraturan hokum, dalam hal ini adalah pandangan tentang Peraturan
Walikota Surakarta Nomor 18-A tahun 2009 tentang pedoman dan
petunjuk teknis penyelenggaraan musrenbang di kota surakarta, peneliti
telah mewawancarai beberapa tokoh dalam pelaksanaan musrenbang di
kota Surakarta yaitu wawancara dengan lurah Kalurahan Kratonan
surakarta Indradi AP, SH.70 “ menurut pandangan saya tentang Peraturan
Walikota mengenai Musrenbang dari segi formulasi, sudah bagus, memuat
berbagai ketentuan mengenai penyelenggaraan musrenbang, baik dari
musrenbangkel, musrenbangcam, musrenbangkot. Dari pengertian, tujuan
teknis penyelenggaraan sudah termuat jelas, akan tetapi dari segi sanksi
saya masih kurang begitu memahami ketentuannya, karena belum ada
kejelasan bagaimana semisal ada pelanggaran mengenai dari pelaksanaan
hasil musrenbangkot. Karena pelanggaran-pelanggaran mungkin saja bisa
terjadi dalam pelaksaksanaan pemabangunan dari hasil musrenbangkot.
Apalagi terkait dana pelaksanaan pembangunan yang ada di kalurahan
oleh tim penyelenggara pembangunan. Saya selaku lurah hanya bisa
mengawasi, akan tetapi payung hokum belum ada.”
Kemudian penulis juga mewawancarai Camat Serengan mengenai
pandangan hokum terkait peraturan walikota tentang pelaksanaan
70 Wawancara dengan lurah kratonan, Indradi AP, SH.tanggal 27 desember 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
musrenbang. Drs. Agus Wiyono. M.Si , beliau menjelaskan bahwa
“mengenai peraturan walikota sekarang tentang pelaksanaan musrenbang
sudah baik. Karena sudah dilakukan perubahan-perubahan strategis dari
peraturan walikota sebelumnya. Jadi dari prosedur dan formulasinya sudah
bagus, akan tetapi dari segi sanksi saya rasa ketentuannya masih belum
baik. Belum termuat jelas misalnya ntar ada pelanggaran dalam hal
penggunaan dana pembangunan. Di tingkat kecamatan saya bertugas
menjalankan perintah dari walikota dalam hal sinkronisasi hasil
musrenbangkel dengan renja SKPD sehingga menghasilkan rumusan yang
terbaik. Sesuai dengan ketentuan dari peraturan walikota tersebut.
2. Faktor – Faktor Hambatan dalam Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Surakarta belum bisa sesuai
dengan harapan
Untuk membahas permasalahan di atas, maka kiranya perlu dikaji
dengan teori bekerjanya hukum. Sebagaimana telah ditulis Lawrence Meir
Friedmen dalam Esmi Warasih bahwa untuk penerapan sistem hukum
harus secara lengkap berdasar teori bekerjanya hukum sebagai suatu
proses, hal ini ada tiga komponen , yaitu : 71
a. Struktur Hukum (Legal Structure), yang mencakup institusi-instusi
penegak hukum termasuk penegak hukumnya;
b. Substansi Hukum (Legal Substance), mencakup aturan-aturan
hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis termasuk pola
perilaku nyata manusia yang termasuk dalam suatu sistem, bisa juga
berupa produk yang dihasilkan oleh orang yang berada pada suatu
sistem hukum, mencakup keputusan yang mereka ambil;
c. Kultur Hukum ( Legal Culture), mencakup sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum – kepercayaan, nilai, pemikiran serta
harapannya.
71 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. PT. Suryandaru Utama,
Semarang, 2005. hlm. 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari ketiga komponen di atas digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor yang menghambat dalam penyelenggaraan Musrenbang di
Kota Surakarta. Pembahasannya sebagai berikut :
a. Komponen Struktur
Sebagaimana telah dikemukakan di depan bahwa dalam
pelaksanaan Musrenbang di Kota Surakarta telah didelegasikan
wewenang kepada Tim Penyelenggara dan Pelaksana dalam Hal
ini adalah Bappeda Kota Surakarta sesuai dengan Peraturan Walikota
Nomor 18-A Tahun 2009. Adapun Bappeda mempunyai peranan yang
sangat strategis dalam melaksanakan perencanaan pembangunan yang
partisipatif, karena ditangan badan inilah semua perencanaan
pembangunan baik yang bersifat mikro maupun makro dirumuskan
dan diimplementasikan untuk melaksankan pembangunan. Kalau
melihat kegiatan BAPPEDA, paling tidak ada tiga besaran kegiatan
setiap tahunnya. Kegiatan pertama BAPPEDA adalah harus menyusun
rencana program pembangunan untuk satu tahun ke depan. Kedua
menyusun anggaran program pembangunan, melaksanakan dan ketiga
adalah mengendalikan serta melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program satu tahun sebelumnya.
Akan tetapi tidak selamanya dalam pelaksanaan
Musrenbangkot dapat selalu berjalan dengan baik dan lancar. Ada
kalanya dalam pelaksanaan Musrenbangkot di Kota Surakarta tidak
dapat terlaksana sesuai dengan harapan dan timbul suatu kendala atau
permasalahan. Dari hasil wawancara dengan Bapak Untara, S.H.
selaku Kabag Hukum Kota Surakarta pada tanggal 16 Oktober 201072,
kendala yang terjadi dari pengamatan tim kita dalam pelaksanaan
Musrenbangkot adalah yang paling sering di Kecamatan dan
Kelurahan mengenai proses pencairan dana harus disertai dengan
proposal dari tingkat Kelurahan, terkadang dari Kelurahan proses
72 Wawancara dengan Untara SH, selaku Kabag Hukum Pmerintah Kota Surakarta, tanggal 16 Oktober 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembuatan proposal lambat, dari pihak kota terkadang juga
memberikan waktu yang relatif singkat jadi dalam hal ini secara tidak
langsung menghambat keluarnya dana. Kendala berikutnya mengenai
masalah laporan pertanggungjawaban, dalam implementasinya panitia
pelaksana pembangunan terlambat dalam pembuatan laporan
pertanggungjawaban khususnya dalam laporan penggunaan dana
pembangunan dari DPK (Dana Pembangunan Kelurahan).
Dari pernyataan tersebut jelas bahwa harapan dari pelaksanaan
sesuai dengan peraturan walikota untuk dapat berjalan dengan lancar
sesuai dengan petunjuk teknis yang berlaku belum seperti yang kita
harapkan, stuktur birokrasi pemerintah yang berbelit-belit dapat
menghambat dari pembangunan dari hasil musrenbang itu sendiri.
Kemudian panitia pelaksana pembangunan juga tidak mentaati
ketentuan yang ada di dalam peraturan walikota tersebut, sering
terlambatnnya terkait dengan laporan pertanggungjawaban penggunaan
dana pembangunan juga menjadi kendala tersendiri.
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ir.
Endang Sri Haryani, MT selaku Kepala Bidang Penyusunan Program
BAPEDA Kota Surakarta tanggal 17 Oktober 201073 menjelaskan
bahwa kendala kesulitan untuk mencari data tentang kelompok-
kelompok sektoral maupun LSM, ini akan menghambat pelaksanaan
dari Musrenbangkot. Masalah waktu pelaksanaan terkadang waktunya
agak molor dari jadwal yang telah ditentukan di dalam petunjuk teknis
yang ada di peraturan walikota nomor 18-A Tahun 2009. dari
pernyataan tersebut mencerminkan bahwa tim penyelenggara awal
yang di bentuk oleh Bappeda kurang mampu merencanakan secara
baik terkait dengan pencarian elemen-elemen penting yang menjadi
komponen pelaksanaan musrenbang kemudian ketidakdisiplinan juga
73 Wawancara dengan Ir. Endang Sri Haryani, MT, selaku Kabid Penyusunan Program Bappeda Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membuat pelaksanaan musrenbang terkadang sering molor dari jadwal
yang telah ditentukan.
Tetapi pihak pemerintah mempunyai pendapat lain mengenai
pelaksanaan musrenbang yang sering molor dari jadwal yang telah
ditentukan yaitu berdasarkan hasil wawancara dengan Mila Yuniarti,
S.T. MM74 menjelaskan bahwa penyusunan bahan musrenbang
sebenarnya bisa sesuai dengan jadwal apabila antara komponen terkait
pihak DPRD, pihak Diskusi Kelompok Terbatas, dan Pemerintah Kota,
serta rekomendasi pemerintah pusat dalam hal penyusunan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah bisa tepat waktu, tidak perlu mengalami
beberapa revisi apabilan sinkronisasi antar berbagai komponen yang
berkepentingan dapat berkerja secara maksimal dan tidak
mengutamkan kepentingannya tetapi prioritas pembangunan.
b. Komponen Substansi
Berdasarkan data yang telah berhasil dikumpulkan dapat diketahui
tentang kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan Musrenbang yang
menjadi penyebab pelaksanaan Musrenbang belum bisa sesuai dengan
harapan. Dari penelitian yang dilakukan penulis, Peraturan walikota
Nomor 18-A Tahun 2009 sebenarnya sudah menjadi petunjuk teknis yang
utama, dan dilihat dari segi isi atau substasi sudah baik. Hanya saja terkait
dengan materi utama yang menjadi bahan pada waktu acara pelaksanaan
musrenbang baik dari Musrenbangkel, Musrenbangcam, forum SKPD,
maupun Musrenbagkot kurang berjalan dengan maksimal, terkesan
pelaksanaannya hanya formalitas dari penjabaran rencana kerja yang sudah
tersusun. Jadi kesan bahwa factor birokratis yang sangat menonjol dan
dominan.
Sebenarnya apabila pemerintah Kota mampu menghilangkan kesan
pelaksanaan Musrenbang yang birokratis, bahwa pihak pemerintah
(leading sector) dengan pelaksanaan Musrenbangkot yang sesuai dengan
74 Wawancara dengan Mila Yuniarti, ST, MM, selaku KAsubid Perencanaan BAPPEDA Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
subtansi atau isi sesuai tidak hanya mengacu petunjuk teknis yang ada
mempunyai banyak manfaat positif yang didapat dengan pola
pemabangunan partisipatif melibatkan masyarakat secara langsung.
Manfaat yang diperoleh antara lain :
a. Pemerintah akan memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat
dalam melaksanakan program-program pembangunan. Legitimasi yang
diperoleh dari masyarakat merupakan modal yang sangat besar dalam
menjalankan roda pembangunan. Munculnya konflik pembangunan
antara pemerintah dengan masyarakat merupakan akibat tidak adanya
legitimasi tersebut.
b. Pemerintah memiliki sarana untuk membangun pola relasi yang lebih
komunikatif serta dialogis dengan masyarakat. Pembangunan-
pembangunan yang mempunyai dampak penting akan dapat
dibicarakan dan dibahas terlebih dahulu sebelum dilaksanakan,
sehingga apabila terdapat dampak penting, maka hal tersebut dapat
diketahui sejak awal.
c. Dengan komunikasi dan dialog yang ada, pemerintah dapat
mengetahui secara langsung problem-problem yang dirasakan maupun
dialami masyarakat. Hal ini penting untuk membangun sikap sence of
crisis yang dialami oleh masyarakat sehingga hal itu mampu
mengubah kesadaran pemerintah untuk menyusun kebijakan yang
lebih berpihak kepada masyarakat.
d. Keterbukaan dan akuntabilitas yang ditunjukkan oleh pemerintah
semakin mendekatkan tujuan untuk mencapai terwujudnya
pemerintahan yang baik (Good Governance) dan dipercaya oleh
masyarakat.
c. Komponen kultur
Komponen kultur adalah sikap manusia terhadap hukum, sistem
hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Ini merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kendala-kendala yang berkaitan dengan sebab pelaksanaan musrenbang
belum bisa sesuai dengan harapan. Dengan demikian komponen kulturnya
adalah sebagai berikut :
1) terkadang usulan-usulan dari masyarakat bukan kebutuhan tapi
keinginan
2) dalam hal tingkat pemikiran masing-masing masyarakat lain-lain,
hal ini menimbulkan hambatan dalam penyatuan pemikiran
mengenai perumusan hasil musrenbangkel
3) Masyarakat masih banyak bersifat individual
4) Pola perencanaan pembangunan partisipati melalui forum
Musrenbangkot walaupun sudah berjalan dari tahun 2001 akan
tetapi masih merupakan hal yang baru bagi masyarakat yang
sebelum-sebelumnya tidak berpatisipasi secara langsung. Karena
biasanya orang-orang yang ikut merupakan orang-orang lama,
sehingga masyarakat yang lain seakan masih menjadi hal yang
baru. Serta dalam proses persiapan baik pelaksanaan
Musrenbangkel, Musrenbancam dan Musrenbangkot nampak
tergesa-gesa karena waktunya yang mepet.
5) Masyarakat belum memiliki kesadaran yang memadai untuk
membedakan antara harapan dan kebutuhan. Kesan yang ditangkap
program yang diusulkan oleh warga kebanyakan masih bersifat
harapan, belum berupa suatu kebutuhan.
6) Kemampuan masyarakat menyusun perencanaan masih kurang.
7) Representasi kelompok-kelompok peserta musyawarah masih
homogen, kurang mengadopsi kelompok-kelompok lain.
8) Peran perempuan dalam musrenbangkot masih minim
9) Ketergantungan masyarakat terrlalu tinggi terhadap pemerintah
dalam hal dana pemangunan, harusnya aspek swadaya masyarakat
juga tinggi
10) Masyarakat masih suka di emong, belum bisa mandiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Prespektif ke depan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan di Kota Surakarta
a. Komponen Struktur
Prespektif atau harapan ke depan untuk penyelenggaraan
Musrenbang di Kota Surakarta, berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak Untara, S.H selaku Kabag Hukum Pemerintah Kota Surakarta
tanggal 18 Oktober 201075, menjelaskan bahwa yang terpenting ke
depan adalah perlu peran aktif pihak Bappeda Kota Surakarta dalam
hal komunikasi yang baik antara pihak Kota dengan Kelurahan
berkaitan dengan pencairan DPK. Kemudian membuat kebijakan yang
baik berkenaan dengan masalah waktu untuk pembuatan proposal dan
sosialisasi cara pembuatan proposal dari panitia pembagunan di
Kelurahan agar tidak lambat dalam pembuatannya serta harus
dikonsultasikan ke tingkat Kota terlebih dahulu. Kemudian berkenaan
dengan laporan pertanggungjawaban dari panitia pelaksanaan
pembangunan perlu dibuat aturan yang tegas agar dalam hal
pembuatan laporan pertanggungjawaban tidak molor dan sesuai
dengan yang diharapkan.
BAPPEDA mempunyai peranan yang sangat strategis
dalam melaksanakan perencanaan pembangunan yang partisipatif,
karena ditangan badan inilah semua perencanaan pembangunan baik
yang bersifat mikro maupun makro dirumuskan dan
diimplementasikan untuk melaksankan pembangunan. Kalau melihat
kegiatan BAPPEDA, paling tidak ada tiga besaran kegiatan setiap
tahunnya. Kegiatan pertama BAPPEDA adalah harus menyusun
rencana program pembangunan untuk satu tahun ke depan. Kedua
menyusun anggaran program pembangunan, melaksanakan dan ketiga
adalah mengendalikan serta melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program satu tahun sebelumnya.
75 Wawancara dengan Untara, SH, Kabag Hukum Pemerintah Kota Surakarta, tanggal 18 Oktober 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan demikian untuk mengatasi berbagai hambatan yang
muncul maka BAPPEDA harus melakukan peningkatkan kemampuan
managerial, ketrampilan berkomunikasi, kemampuan melakukan
networking dengan kelompok-kelompok strategis di masyarakat serta
perubahan sikap yang lebih terbuka dan proaktif terhadap masyarakat,
merupakan tantangan yang mau tidak mau harus ditanggapi dengan
sikap arif dan professional oleh seluruh jajaran, baik jajaran pimpinan
maupun staf di BAPPEDA Kota Surakarta.
DPRD Kota Surakarta harus aktif dalam pelaksanaan
Musrenbangkot, hal ini merupakan peran yang diharapkan oleh
masyarakat. Pada era otonomi daerah sekarang ini, peran DPRD
merupakan peran yang sangat sentral dalam menentukan arah dan
pelaksanaan pembangunan Kota. Sehingga tanpa adanya dukungan
yang positif dari kalangan DPRD, maka proses ini dapat terhenti
ditengah jalan. Kehadiran para anggota DPRD merupakan indikasi
positif bahwa mereka mendukung pelaksanaan perencanaan
pembangunan partisipatif malalui Musrenbangkot. Kehadiran dan
dukungan anggota DPRD dapat mampu meningkatakan motivasi
warga setempat untuk berpatisipasi dalam kegiatan tersebut. Dengan
demikian sikap pro aktif dari DPRD sangat dibutuhkan dalam
pelaksanaan Musrenbangkot.
b. Komonen Substansi
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ir. Endang Sri haryani, MT
selaku Kepala Bidang Penyusunan Program BAPPEDA Kota Surakarta
tanggal 17 Oktober 201076, menjelaskan dari segi substansi
penyelenggaraan Musrenbang beliau memberikan solusi ke depan yaitu
mengenai penyampaian Renja SKPD lebih cepat diserahkan kepada
masyarakat di tingkat Kelurahan supaya masyarakat dari tingkat terkecil
sudah memahami rencana kerja SKPD terlebih dahulu. Kemudian
76 Wawancara dengan Ir. Endang Sri Haryani, MT, selaku Kepala Bidang Penyusunan Program dan pengendalian BAPPEDA Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyampaian sosialisasi lebih lanjut mengenai harus memprioritaskan
kebutuhan dahulu yang lebih penting bukan suatu keinginan,
menyampaikan pengertiannya dengan baik. Kemudian untuk mengatasi
masalah waktu pelaksanaan yang sering molor dari jadwal yang telah
ditentukan, beliau menjelaskan perlu dilakukan pemahaman dan
kebijakan-kebijakan lebih baik kepada semua komponen masyarakat agar
bertanggungjawab untuk sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang telah
ditentukan.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suparno
selaku Ketua LPMK Kelurahan Semanggi tanggal 19 Oktober 201077,
menjelaskan bahwa perlunya suatu mekanisme yang lebih baik lagi dalam
hal penyatuan berbagai visi dari masing-masing masyarakat agar dapat
meminimalisir perbedaan-perbedaan menjadi satu arah tujuan demi
tercapai tujuan bersama. Kemudian sosialisasi yang lebih baik lagi dari
Kota kepada masyarakat agar semakin giat berpartisipasi dalam
pelaksanaan baik Musrenbagkel, Musrenbangcam, Musrenbangkot.
Mengenai masalah dana dari Kota yang sering terlambat diperlukan
kerjasama yang lebih baik dari berbagai elemen yang mendukung
pelaksanaan Musrenbangkel, Musrenbangcam, dan Musrenbangkot.
Dalam proses perencanaan pembanguan pertisipatif, hal yang
penting dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Untuk melaksanakan
monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan pendekatan partisipatif,
jadi melibatkan masyarakat secara langsung agar mengetahui secara
langsung berkaitan dengan prosesnya dan lebih terbuka. Hal ini untuk
menghilangkan kesan birokratis bahwa untuk urusan monitoring dan
evaluasi selalu dipegang oleh pemerintah Kota, apabila dalam proses
monitoring dan evaluasi di lakukan oleh pemerintah Kota maka harus
dilakukan secara terbuka dan dan bertanggungjawab sehingga
menimbulkan kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah. Perlu
77 Wawancara dengan bapak Suparno ketua LPMK kelurahan Semanggi Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ditingkatkan koordinasi berkaitan dengan keterbukaan, kebersamaan, dan
akuntabilitas lintas sektor dan lintas program.
Terkait dengan Peraturan Walikota yang menjadi pedoman teknis
dan pelaksana diharapkan ke depan untuk semakin diperbaiki dan
perubahan-perubahan strategis yang telah dilakukan mampu
menyempurnakan Peraturan Walikota yang menjadi acuan utama dalam
penyelenggaraan Musrenbang Di Kota Surakarta.
c. Komponen Kultur
Ruang partisipasi yang terbuka lebar ini sebaiknya
dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak, masyarakat, stake
holders, DPRD maupun LSM untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan
pembangunan masyarakat. Peran aktif LSM dapat membuat
pelaksanan Musrenbangkot lebih matang. Karena LSM selalu kritis
dalam suatu forum dan memberikan masukan-masukan yang positif
untuk pembangunan Kota. LSM dapat melakukan suatu bentuk
pengawasan secara indpenden sesuai dengan lembaganya. Dengan
demikian agar keterlibatan LSM dapat optimal maka perlu kerjasama
yang baik antara pemerintah Kota dengan berbagai LSM yang ada di
Kota Surakarta agar mereka mau untuk berpartisipasi secara langsung
dalam kegiatan baik Musrenbangkel, Musrenbangcam,
Musrenbangkot.
Masyarakat belum memiliki kesadaran yang memadai
untuk membedakan antara harapan dan kebutuhan. Kesan yang
ditangkap program yang diusulkan oleh warga kebanyakan masih
bersifat harapan, belum berupa suatu kebutuhan. Kemudian
representasi kelompok-kelompok peserta musyawarah masih
homogen, kurang mengadopsi kelompok-kelompok lain dan bersifat
individual. Adanya perbedaan suku, golongan, ras, dan agama dari
masing-masing masyarakat dalam forum Musrenbangkot akan
berpotensi menimbulkan konflik, apalagi dengan adanya sistem multi
partai sekarang ini, potensi konflik antar masyarakat juga bisa muncul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Untuk mengatasi hambatan atau masalah tersebut, dan harapannya ke
depan adalah sesuai dengan tujuan Musrenbangkel, Musrenbangcam,
dan Musrenbangkot diperlukan suatu kohesifitas atau komunikasi dan
kebersamaan diantara warga masyarakat Kota Solo. Dengan
mempertemukan berbagai elemen masyarakat dalam suatu
musyawarah perencanaan pembangunan, diharapkan mampu
mengurangi berbagai konflik yang muncul di pelaksanaan perencanaan
pembangunan partisipatif baik di Musrenbangkel, Musrenbangcam,
dan Musrenbangkot.
Selama beberapa tahun berjalan, proses perencanaan
pembangunan partisipatif selain telah menumbuhkan harapan baru
bahwa pembangunan telah menjadi lebih baik, aspiratif, dan berpihak
kepada kepentingan masyarakat. Akses pembangunan tidak lagi
didominasi oleh segelintir elite kekuasaan, akan tetapi didistribusikan
secara adil dan merata kepada semua pihak, terutama kepada kaum
perempuan yang masih terpinggirkan dalam proses tersebut.
Perencanaan pembangunan partisipatif telah menumbuhkan sikap
percaya diri, partisipasi dan sikap melu handarbeni pada diri
masyarakat. Kapasitas SDM maupun kelembagaan kelompok-
kelompok masyarakat sedikit-demi sedikit mulai meningkat.
Masyarakat mulai mampu mengatur diri sendiri, merencanakan apa
yang penting dan apa yang tidak penting dilakukan, belajar, terbuka
satu dengan yang lain, melakukan negosiasi, tawar menawar, sharing
dan mengenal sistem dan mekanisme pembangunan dengan lebih baik.
Kemampuan untuk mengatur diri sendiri merupakan ciri-ciri
masyarakat yang modern dan mandiri yang disebut dengan dewasanya
masyarakat sipil (civil society). Selain itu, perencanaan pembangunan
partisipatif juga telah memberikan pengalaman praktis kepada
masyarakat, terutama pengalaman untuk lebih mengenal sistem
administrasi, mekanisme pangambilan kuputusan dengan pola
manajemen perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemerintah kota Solo. Harapan-harapan dari sikap masyarakat inilah
yang diharapkan selalu tumbuh untuk prespektif ke depan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
dalam Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Implementasi Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2009
tentang Pedoman dan petunjuk Teknis penyelenggaraan Musrenbang Di
Kota Surakarta terhadap penyelenggaraan Musrenbang dalam
kenyataannya belum sesuai, belum dapat berjalan dengan baik, hal ini
dibuktikan masih banyaknya penyimpangan-penyimpangan di dalam
penyelenggaraan Musrenbang di Kota Surakarta. Kurangnya kepedulian
masyarakat dalam penyelenggaraan musrenbang menjadikan musrebang
terkesan hanya formalitas saja. Hanya dalam hal teknis dalam acara
masing-masing tahapan Musrenbang sudah berjalan dengan baik.
2. Faktor-Faktor hambatan Penyelenggaraan Musyawarah perencanaan
Pembangunan di Kota Surakarta. Berdasarkan aspek struktur, Birokrasi
pemerintahan yang kurang baik dapat menghambat proses pelaksanaan
pembangunan di Kota Surakarta. Yang terjadi dalam pelaksanaan
Musrenbangkot adalah yang paling sering di Kecamatan dan Kelurahan
mengenai proses pencairan dana harus disertai dengan proposal dari
tingkat Kelurahan, terkadang dari Kelurahan proses pembuatan proposal
lambat, dari pihak kota terkadang juga memberikan waktu yang relatif
singkat jadi dalam hal ini secara tidak langsung menghambat keluarnya
dana. Mengenai laporan pertanggungjawaban, dalam implementasinya
panitia pelaksana pembangunan terlambat dalam pembuatan laporan
pertanggungjawaban khususnya dalam laporan penggunaan dana
pembangunan dari DPK (Dana Pembangunan Kelurahan). Berdasarkan
aspek substansi, terkait dengan materi utama yang menjadi bahan pada
waktu acara pelaksanaan musrenbang baik dari Musrenbangkel,
Musrenbangcam, forum SKPD, maupun Musrenbangkot kurang berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan maksimal, terkesan pelaksanaannya hanya formalitas dari
penjabaran rencana kerja yang sudah tersusun. Jadi terkesan bahwa factor
birokratis yang sangat menonjol dan dominan. System perencanaan
pembangunan partisipatif yang diharapkan belum bisa tercapai.
Berdasarkan aspek kultur, adanya kendala psikologis yang dihadapi baik
oleh Tim Penyelenggara Musrenbang maupun masyarakat yang mengikuti
pelaksanaan Musrenbang. Masyarakat belum bisa mandiri masih sangat
tergantung pada pemerintah dalam hal pelaksanaan pembangunan, masih
suka “di-emong”, tingkat keswadayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan di wilayah kelurahan masing-masing masih kurang sekali,
masih sangat tergantung sekali dengan Dana Pembangunan Kelurahan
(DPK).
3. Prespektif ke depan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
di Kota Surakarta. Berdasarkan aspek struktur dari hasil penelitian perlu
adanya peran aktif dari semua komponen pemerintah terkait dengan
kelancaran pelaksanaan pembangunan hasil dari musrenbang agar
pelaksanaan pembangunan tiap tahunnya tidak terjadi tumpang tindih,
dapat selesai tiap tahunnya. Menghilangkan sikap berbelit-belit dalam
proses pencairan dana pembangunan. Peran DPRD juga diharapkan
mampu berperan aktif untuk melakukan menjadi jembatan antara
masyarakat dan pemerintah serta melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pembangunan tersebut. Berdasarkan aspek substansi untuk ke
depan di harapakan bahwa terkait dengan isi materi di dalam pelaksanaan
musrenbang dapat dirumuskan lebih baik lagi harus lebih partisipatif
melibatkan seluruh komponen yang berkepentingan dalam pelaksanaan
musrenbang. perlunya suatu mekanisme yang lebih baik lagi dalam hal
penyatuan berbagai visi dari masing-masing masyarakat agar dapat
meminimalisir perbedaan-perbedaan menjadi satu arah tujuan demi
tercapai tujuan bersama. Berdasarkan aspek kultur kohesifitas atau
komunikasi dan kebersamaan diantara warga masyarakat Kota Solo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan mempertemukan berbagai elemen masyarakat dalam suatu
musyawarah perencanaan pembangunan, diharapkan mampu mengurangi
berbagai konflik yang muncul di pelaksanaan perencanaan pembangunan
partisipatif baik di Musrenbangkel, Musrenbangcam, dan Musrenbangkot.
B. Implikasi
Konsekuensi logis dari kesimpulan yaitu
1. Bahwa apabila suatu penyelenggaraan kebijakan pemerintah
daerah belum bisa sesuai dengan peraturan yang berlaku maka
penyelenggaraan kegiatan kebijakan pemerintah daerah tersebut
tidak bisa berjalan sesuai dengan tujuan dari kebijakan pemerintah
daerah.
2. Dapat berpengaruh terhadap terhambatnya suatu perencanaan
pembangunan yang pertisipatif. Produk hokum hokum yang di buat
pemerintah harus memuat segala aspek pendukung yang berkaitan
dengan kebijakan yang di buatnya. Jika peratuan yang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan belum bisa sesuai maka tujuan yang
akan di capai juga belum bisa berhasil secara optimal.
3. Apabila hambatan-hambatan dalam penyelenggaraan Musrenbang
tidak segera ditangani dan diperbaiki, maka tujuan dari
implementasi peraturan walikota surakarta dalam penyelenggaraan
musrenbang akan sulit terwujud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Saran
Berdasar hasil penelitian , maka penulis dapat memberi saran-saran
sebagai berikut :
1. Komponen struktur : diperlukan peningkatan profesionalisme dalam
bekerja, dilakukan berbagai pelathan kaitannya dengan peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia. Meningkatkan transparransi dan lebih
membuka ruang public agar masyarakat lebih berpartisipasi.
2. Komponen Substansi : perlu adanya perbaikan atau revisi dari berbagai
peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan agar tidak terjadi
saling bertentangan dan saling menyimpangi. Sehingga diperlukan
kajian tersendiri mengenai penyusunan peraturan yang berhubungan
langsung dengan pelaksanaan Musrenbang sebelum penyelenggaraan.
3. Komponen Kultur : masyarakat diharapkan lebih aktif dalam
memberikan masukan dan juga control terhadap penyelenggaraan
Musrenbang di Kota Surakarta, jangan bersifat acuh dan diam dan
beranggapan hanya formalitas pelaksanaannya. Karena budaya hokum
masyarakat yang taat dan partisipatif akan sangat menentukan suatu
kebijakan.