IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU DALAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8683/1/SKRIPSI...Profil...

149
IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR DUSUN KLEGO DESA CANDIREJO KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2020 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh : Fatma Kholifatu Nur ‘Aziza NIM : 23010160149 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2020

Transcript of IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU DALAM ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8683/1/SKRIPSI...Profil...

  • IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU

    DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN AN-NUR DUSUN KLEGO DESA

    CANDIREJO KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN

    SEMARANG

    TAHUN 2020

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh :

    Fatma Kholifatu Nur ‘Aziza

    NIM : 23010160149

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

    IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU

    DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI

    DI PONDOK PESANTREN AN-NUR DUSUN KLEGO DESA

    CANDIREJO KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN

    SEMARANG

    TAHUN 2020

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh :

    Fatma Kholifatu Nur ‘Aziza

    NIM : 23010160149

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2020

  • iv

  • v

    K KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jalan Lingkar Salatiga KM.2 Telepon (0298) 6031364 Kode Pos 50716 Salatiga Website:http://tarbiyah.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]

    http://tarbiyah.iainsalatiga.ac.id/mailto:[email protected]

  • vi

  • vii

    MOTTO

    “Jangan pernah meremehkan kebaikan, bisa jadi seseorang itu masuk surga

    bukan karena puasa sunnahnya, bukan karena panjang sholat malamnya, tapi

    bisa jadi karena akhlak baiknya dan sabarnya ia ketika musibah datang

    melanda”.

    K.H. Maimun Zubair

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi

    ini penulis persembahkan untuk:

    1. Ibuku tersayang Isnatun Asrifah dan Bapakku tercinta Achmad Choerun yang

    telah menjadi motivator terbaik, mensupport setiap langkah penulis, yang tak

    henti-hentinya memberikan doa dan restu kepada penulis sehingga mampu

    menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menyelesaikan studi.

    2. Adikku Muhammad Faqih Ikhwannudin dan Nenekku Siti Aminah yang telah

    mensupport dan mendoakan setiap langkah penulis.

    3. Saudara sepupu Siti Ulfatul Nadhiroh yang mengajarkan berbagai hal dan

    pengalamannya kepada penulis.

    4. Santriwan santriwati Pondok Pesantren An-Nur, baik alumni maupun yang

    masih dalam sangkar pesantren, terimakasih atas doa dan bantuannya.

    5. Sahabatku Shofi Azzura yang telah menjadi motivator untuk segera

    menyelesaikan skripsi ini.

    6. Sahabatku Widhi Astuti yang telah menjadi sahabat dari awal mondok sampai

    saat ini, terimakasih telah bersedia menjadi partner dalam segala hal.

    7. Nurul Afdhilah, Erika Rohharjanti, Annisa Nuriyana, Sofiatun A’yuni yang

    selalu penulis repotkan dalam hal apapun.

    8. Teman seperjuangan Ujik, mbak Sari, Nova, mbak Muta, mbak Ani, mbak

    Momo, Ela, Choir, yang telah banyak membantu.

    9. Keluarga kamar 13, yang selalu menemani keseharian penulis dalam

    pengerjaan skripsi.

    10. Keluarga besar mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2016

    yang telah membantu, memberikan motivasi, serta dorongan kepada penulis.

    11. Keluarga PAI E angkatan 2016, yang selalu dalam lindungan Allah Swt.

    12. Keluarga PPL MTS Negeri Salatiga, KKN Desa Mejing dan AKAR, atas

    dorongan dan doanya.

    13. Semua orang yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan

    karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. shalawat serta

    salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad

    SAW yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah kelak.

    Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Adapun judul skripsi ini adalah

    “IMPLEMENTASI MANAJEMEN QOLBU DALAM MEMBENTUK

    AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR DUSUN KLEGO

    DESA CANDIREJO KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN 2020”.

    Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.

    Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis memberikan ucapan terimakasih

    kepada:

    1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag.

    2. Dekan FTIK IAIN Salatiga, Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag.

    3. Ketua Program Studi PAI IAIN Salatiga, Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.

    4. Bapak Dr. Ahmad Sultoni, M.Pd. Selaku dosen pembimbing skripsi yang

    telah membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan meluangkan waktunya

    untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

    5. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan para stafnya yang telah memberikan ilmu

    dan bantuannya bagi penulis.

    6. Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Gus Ali Munabah, S.Pd.I yang telah

    memberikan izin untuk penelitian.

    7. Seluruh Asatidz/Asatidzah Pondok Pesantren An-Nur, yang telah

    memberikan ilmu dan pengalamannya.

    8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Kepada mereka semua tidak ada sesuatu yang dapat penulis berikan

    sebagai imbalan, kecuali doa semoga Allah selalu membalas kebaikannya

  • x

    dengan balasan yang lebih banyak dan lebih baik. Penulis menyadari

    sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

    karena itu, kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi

    ini. semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

    pada umumnya.

    Salatiga, 29 April 2020

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    SAMPUL JUDUL i

    LEMBAR BERLOGO ii

    HALAMAN SAMPUL DALAM iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

    HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN v

    PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN vi

    MOTTO vii

    PERSEMBAHAN viii

    KATA PENGANTAR ix

    DAFTAR ISI xi

    DAFTAR TABEL xiv

    DAFTAR LAMPIRAN xv

    ABSTRAK xvi

    BAB I PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang Masalah 1

    B. Fokus Penelitian 6

    C. Tujuan Penelitian 6

    D. Manfaat Penelitian 7

    E. Penegasan Istilah 7

    F. Sistematika Penulisan 11

    BAB II KAJIAN PUSTAKA 12

    A. Landasan Teori 12

  • xii

    1. Implementasi Manajemen Qolbu 12

    a. Definisi Manajemen Qolbu 12

    b. Dasar-dasar Manajemen Qolbu 20

    c. Fungsi dan Tahapan Manajemen Qolbu 22

    2. Pembentukan Akhlak Santri 25

    a. Definisi Akhlak Santri 25

    b. Macam-macam Akhlak 28

    c. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Santri 34

    B. Kajian Penelitian Terdahulu 39

    BAB III METODE PENELITIAN 41

    A. Jenis Penelitian 41

    B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 42

    C. Sumber Data 42

    D. Prosedur Pengumpulan Data 43

    E. Analisis Data 44

    F. Pengecekan Keabsahan Data 45

    BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA 47

    A. Paparan Data 47

    1. Profil Pondok Pesantren An-Nur 47

    a. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren An-Nur 47

    b. Letak Geografis Pondok Pesantren An-Nur 48

    c. Visi Dan Misi 48

    d. Keadaan Asatidz/Asatidzah 49

    e. Tata Tertib 51

    f. Sarana Dan Prasarana 53

    g. Mekanisme Pengelolaan Pesantren 54

    h. Latar Belakang Keberadaan Santri 56

    i. Kelembagaan 57

    j. Kegiatan Secara Umum Yang Wajib Diikuti Oleh Santri 59

  • xiii

    k. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren 62

    2. Konsep Manajemen Qolbu di Pondok Pesantren An-Nur 63

    3. Implementasi Manajemen Qolbu dalam Membentuk Akhlak

    Santri di Pondok Pesantren An-Nur 65

    4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Manajemen

    Qolbu di Pondok Pesantren An-Nur 78

    B. Analisis Data 81

    1. Konsep Manajemen Qolbu di Pondok Pesantren An-Nur 81

    2. Implementasi Manajemen Qolbu dalam Membentuk Akhlak

    Santri di Pondok Pesantren An-Nur 83

    3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Manajemen

    Qolbu di Pondok Pesantren An-Nur 86

    BAB V PENUTUP 88

    A. Kesimpulan 88

    B. Saran 89

    DAFTAR PUSTAKA 90

    LAMPIRAN 94

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Daftar Nama Pengajar Pondok Pesantren An-Nur 49

    Tabel 4.2 Daftar Nama Pengajar Madrasah Diniyah An-Nur 50

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Instrumen Wawancara 94

    Lampiran 2 Transkip Wawancara Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 95

    Lampiran 3 Transkip Wawancara Kesantrian Pondok Pesantren An-Nur 98

    Lampiran 4 Transkip Wawancara Ketua Madin Pondok Pesantren An-Nur 100

    Lampiran 5 Transkip Wawancara Asatidz Pondok Pesantren An-Nur 103

    Lampiran 6 Transkrip Wawancara Pengurus Pondok Pesantren An-Nur 105

    Lampiran 7 Transkrip Wawancara Pengurus Pondok Pesantren An-Nur 108

    Lampiran 8 Transkip Wawancara Santri Pondok Pesantren An-Nur 109

    Lampiran 9 Transkip Wawancara Santri Pondok Pesantren An-Nur 111

    Lampiran 10 Transkip Wawancara Santri Pondok Pesantren An-Nur 113

    Lampiran 11 Dokumentasi Foto Penelitian 115

    Lampiran 12 Dokumen Data Pengajar Pondok Pesantren An-Nur 121

    Lampiran 13 Dokumen Jadwal Pelajaran Pondok Pesantren An-Nur 122

    Lampiran 14 Dokumen Jadwal Pelajaran Madin An-Nur 123

    Lampiran 15 Dokumen Tata Tertib Pondok Pesantren An-Nur 124

    Lampiran 16 Dokumen Struktur Kepengurusan Santri Putra 125

    Lampiran 17 Dokumen Struktur Kepengurusan Santri Putri 126

    Lampiran 18 Surat Izin Penelitian 127

    Lampiran 19 Surat Keterangan Penelitian 128

    Lampiran 20 Laporan Satuan Kredit Kegiatan 129

    Lampiran 21 Surat Penunjukkan Pembimbing Skripsi 130

    Lampiran 22 Lembar konsultasi 131

    Lampiran 23 Daftar Riwayat Hidup Penulis 133

  • xvi

    ABSTRAK

    ‘Aziza, Fatma Kholifatu Nur. 2020. Implementasi Manajemen Qolbu Dalam

    Membentuk Akhlak Santri Di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa

    Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2020. Skripsi,

    Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Dr. Ahmad

    Sultoni, M.Pd.

    Kata Kunci; Manajemen Qolbu, Akhlak Santri

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Konsep manajemen qolbu di

    Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa Candirejo Kecamatan Tuntang

    Kabupaten Semarang. (2) Implementasi manajemen qolbu dalam membentuk

    akhlak santri di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa Candirejo

    Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. (3) Faktor pendukung dan penghambat

    pelaksanaan manajemen qolbu di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa

    Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

    Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat

    deskriptif kualitatif. Sumber data di dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian,

    yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data ditentukan dengan

    menggunakan teknik purposive sampling, dengan menunjuk langsung informan

    yang dapat memberikan informasi yang valid dan akurat menyangkut topik yang

    sedang diteliti. Sedangkan metode pengumpulan data atau instrumen penelitian

    menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan

    kesimpulan.

    Hasil penelitian ini adalah (1) konsep manajemen qolbu di Pondok

    Pesantren An-Nur Klego Candirejo menggunakan tiga langkah pencapaian yaitu

    takhalli, tahalli, dan tajalli. Mengeluarkan sifat tercela kemudian memasukkan

    sifat terpuji baru dapat merasakan kehadiran atau keagungan Allah. (2)

    implementasi manajemen qolbu dalam membentuk akhlak santri di Pondok

    Pesantren An-Nur dengan melakukan beberapa upaya seperti; memberikan

    keteladanan, melalui pembiasaan, pembelajaran kitab akhlak, kegiatan

    keagamaan, adanya tata tertib pondok dan pemberlakuan ta’zir. Dari keenam

    upaya tersebut inti dari pembentukan akhlak santri adalah manajemen qolbu,

    dengan melakukan kegiatan amaliah yang wajib diikuti oleh santri yaitu: sholat

    berjamaah, membaca asmaul husna, membaca Al-Qur’an, mujahadah, dzikir Ratib

    Al-Haddad, dzibaan, berjanji dan ziarah kubur, sedangkan kegiatan yang

    dilakukan santri secara individu dengan sholat malam, sholat dhuha, puasa senin

    kamis, puasa dawud, dan puasa ngrowot. (3) faktor pendukung pelaksanaan

    manajemen qolbu diantaranya; lingkungan pesantren yang agamis, adanya

    kepercayaan wali santri terhadap Pondok Pesantren An-Nur, dan adanya

    kerjasama antara guru dengan santri. sedangkan faktor penghambat pelaksanaan

    manajemen qolbu diantaranya; pemanfaatan tehnologi yang tidak tepat,

    kurangnya kesadaran santri dan dari dirinya sendiri.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Era globalisasi sekarang ini ditandai dengan adanya kemajuan di bidang

    ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK). Berkembangnya IPTEK yang

    mengagumkan membuat manusia tertarik untuk ikut berkecimpung dan

    tenggelam di dalamnya. Manusia dihadapkan pada perubahan yang begitu

    cepat dalam berbagai dimensi kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu

    pengetahuan dan tehnologi yang setiap saat menawarkan sesuatu yang lebih

    baru, dan lebih canggih. Setiap orang berusaha memanfaatkan kemajuan

    IPTEK tersebut, tetapi banyak pula di antara mereka yang tak mampu

    memilih dan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua itu

    dikemas dalam kemasan yang istimewa, yang sulit diketahui isinya dari luar

    (Daradjat,1995:51). Kemajuan IPTEK yang ditandai dengan modernisasi

    disamping membawa dampak positif juga membawa dampak negatif.

    Dampak positifnya modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan

    dalam kehidupan manusia, sementara dampak negatif modernisasi telah

    menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual dan tersingkirnya

    agama dalam kehidupan manusia (Maksun, 2003:69).

    Dampak negatif lain yang paling berbahaya ialah dengan adanya

    kecenderungan menganggap bahwa sumber kebahagiaan hidup satu-satunya

    adalah faktor materi. Manusia terlampau disibukkan dalam mengejar materi,

    sehingga menghiraukan ajaran agama yang sebenarnya berfungsi untuk

    memelihara dan mengendalikan akhlak. Apabila manusia meninggalkan

    ajaran agama, maka akan mudah terjerumus kedalam berbagai tindakan

    penyelewengan, sehingga kerusakan akhlak menjadi akibat yang tidak dapat

    dihindarkan (Amin,2016:78). Menurut Ki Bagus Hadikusumo, dengan

    agamalah krisis akhlak dapat diatasi. Seseorang yang senantiasa berpedoman

    pada agama tidak akan menjalankan suatu kebijakan yang hanya akan

    menimbulkan krisis akhlak. Jadi, salah satu kunci untuk memajukan tujuan

  • 2

    Islam dalam suatu masyarakat Islam adalah akhlak yang baik (Alamsyah,

    2017:66).

    Di tengah masalah-masalah tersebut, perlu adanya solusi untuk

    memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran agama

    Islam, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan kembali kepada

    ajaran Al-Qur’an melalui pendidikan akhlak yang berbasis manajemen qolbu.

    Bagaimana manusia itu bisa mengontrol dan mengatur dirinya sendiri, dengan

    hati sebagai rajanya dan penentu sebuah kebajikan. Manajemen qolbu

    merupakan proses menata hati. Artinya, menjaga niat agar selalu terjaga lurus

    dan ikhlas, sehingga setiap perilaku yang muncul dapat terkendali dan dapat

    dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat (Gymnastiar,

    2002:25).

    Dalam hal ini qolbu mempunyai kedudukan yang sentral bagi seluruh

    gerak manusia. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia bersumber dari

    bisikan hati yang dicerna oleh akal kemudian direalisasikan melalui

    perbuatan. Bisikan hati memang tidak selamanya benar. Terkadang ia

    merupakan bisikan malaikat dan kadang merupakan bisikan syaitan atau

    bisikan nafsu. Bisikan yang datang dari syaitan, biasanya mengajak manusia

    untuk memenuhi panggilan syahwat, ambisi, keinginan nafsu dan berbagai

    ragamnya. Bisikan yang datang dari nafsu biasanya enggan berhenti sebelum

    keinginannya terpenuhi, dan tidak akan pernah puas kecuali meraih apa yang

    diinginkannya. Sementara itu, bisikan yang datang dari malaikat merupakan

    ilham yang dicampakkan Tuhan guna menerangi jalan manusia. Biasanya

    manusia ragu-ragu dalam melakukan suatu perbuatan yang bertentangan

    dengan agama disinilah keimanan manusia itu diuji.

    Rasulullah Saw bersabda :

    َسُد ُكلُُّه َأََلَوِهَي َسُد ُكلُُّه َوِإَذا َفَسَدتج َفَسَد اْلَج َغًة ِإَذاَصَلَحتج َصَلَح اْلَج َسِد ُمضج ِانَّ ِِف اْلَج

    البخاري ومسلم( الجَقلجُب .)رواه

  • 3

    “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika baik

    tubuh itu maka akan baiklah semuanya, dan jika rusak maka akan rusaklah

    seluruh tubuh itu, ketahuilah bahwa gumpalan daging itu adalah qolbu (hati)

    .” (HR. Bukhari Muslim) (Nofiar, 2015:60).

    Berdasarkan sabda Rasulullah Saw tersebut, menunjukkan betapa

    pentingnya hati untuk dibina demi baiknya kondisi seseorang terutama

    akhlaknya. Perlu diketahui bahwa orang yang berakhlak pastilah berilmu,

    tetapi orang yang berilmu belum tentu berakhlak. Fenomena yang terjadi di

    masyarakat saat ini, banyak orang yang memiliki banyak ilmu tetapi dia tidak

    bisa menghargai sesamanya. Artinya, akhlak itu sangatlah penting untuk

    dimiliki setiap individu sehingga memerlukan upaya untuk membentuk

    akhlak yang baik. Jika hati dibina dengan baik maka akhlak berupa tingkah

    laku, tutur kata, maupun kecerdasannya akan baik, sehingga akan

    berimplikasi terhadap meningkatnya kualitas diri seseorang dan lahir

    manusia-manusia yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh pendidikan di

    Indonesia.

    Berbicara mengenai pendidikan Islam di Indonesia, tidak mungkin

    terlepas dari pesantren. Menurut Abd A’la, pesantren ditantang untuk

    menyikapi globalisasi secara kritis dan bijak. Pesantren harus mencari solusi

    yang benar-benar mencerahkan sehingga dapat menumbuhkembangkan kaum

    santri yang memiliki wawasan luas yang tidak gampang menatap globalisasi

    dan sekaligus tidak kehilangan identitas dan jati dirinya. Pesantren diyakini

    dapat mengantarkan masyarakat menjadi komunitas yang menyadari tentang

    persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi dengan penuh kemandirian

    dan keadaban (A’la, 2006:8-9).

    Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia

    yang bersifat nonformal dan religius. Pada awal didirikannya, pesantren tidak

    semata-mata ditujukan untuk memperkaya pikiran santri tetapi meningkatkan

    akhlak, memotivasi, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

    mengajarkan tingkah laku dan bermoral, membiasakan untuk hidup sederhana

    dan memaknai hidup serta mempersiapkan calon penerus bangsa yang unggul

  • 4

    dan bermartabat. Dalam pelaksanaannya, pendidikan pesantren melakukan

    proses pembinaan pengetahuan, sikap dan kecakapan yang menyangkut segi

    keagamaan. Tujuan intinya yaitu mengusahakan pembentukan manusia

    berbudi luhur dengan pengamalan-pengamalan yang istiqomah. Seorang

    santri di pesantren juga harus mengemban fungsi untuk mencari kebenaran

    mutlak, sebagaimana kaum sufi mengembara untuk mendapatkan pendidikan

    tasawuf.

    Menurut Abdul Qadir seperti yang dikutip Mihmidaty Ya’cub,

    pendidikan tasawuf mengandung upaya secara terus menerus agar manusia

    dapat mengharmoniskan antara raga dan jiwa, merasakan makna dari

    kebersihan hati dan keluhuran pekerti dan mencapai ma’rifat Allah

    (Mengenal Allah Swt) dengan seyakin-yakinnya, sehingga hatinya dihiasi

    cinta, ketentraman batin dan merasa dekat dengan Allah Swt karena

    senantiasa dzikir kepada-Nya (Mihmidaty,2013:12). Karena senantiasa

    mengistiqomahkan amalan yang berhubungan dengan Allah Swt. Di sinilah

    peran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan

    pembentukan akhlak individu. Proses pendidikan di pondok pesantren

    diharapkan mampu melahirkan generasi yang bertakwa dan berkarakter

    unggul sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.

    Pondok Pesantren An-Nur menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam

    yang ada di Kabupaten Semarang. Dalam membentuk akhlak santrinya

    pesantren ini membekali, melatih dan juga mempersiapkan santrinya dengan

    berbagai kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan terstruktur. Berbagai

    kegiatan tersebut tidak serta merta diberlakukan oleh semua santri karena

    sifatnya fleksibel dan tidak memaksa. Artinya kegiatan tersebut dilakukan

    atas kesadaran pribadi tanpa pemberian ijazah dari guru atau Kyai dengan

    dasar pengelolaan hati sebagai kendali utamanya. Biasanya orang Jawa

    menyebut hati sebagai manah di mana di dalam manah tersebut tidak ada

    seorang pun yang mengetahui isinya kecuali yang memiliki manah dan yang

    menciptakan manah tersebut. Bahkan dalam pintu masuk pendopo atau

    tempat ngajinya para santri di Pondok Pesantren An-Nur terpampang secara

  • 5

    jelas dengan coretan warna merah menyala yang bertuliskan Lembah Manah

    artinya rendah hati, menerima, dan mengalah. Bahkan nama Lembah Manah

    menjadi populer setelah dijadikan sebagai nama cucu presiden Indonesia Joko

    Widodo. Gibran Rakabuming Raka mengharapkan putranya menjadi putra

    yang rendah hati, lembut, luwes, dan murah hati sesuai dengan namanya.

    Realita di Pondok Pesantren An-Nur, mayoritas santrinya belajar di

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Artinya, mereka nyantri di

    pondok pesantren sambil belajar di pendidikan umum. Latar belakang

    masing-masing santri pun berbeda-beda. Ada yang berasal dari sekolah

    formal non agama seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sehingga

    banyak dari mereka yang belum pernah mengalami atau merasakan hidup di

    sebuah pondok pesantren. Sebaliknya, ada yang sudah pernah nyantri atau

    mondok di pondok pesantren yang kemungkinan besar mereka sudah pernah

    diajari tentang ilmu kepesantrenan dan memahami ilmu agama. Tetapi dari

    latar belakang tersebut, belum menjamin seorang santri dapat

    mengaplikasikannya dalam perbuatan dan tingkah laku yang mencerminkan

    dirinya pernah nyantri di sebuah pondok pesantren. Untuk itu, pesantren

    dijadikan harapan setiap orang tua untuk mengawasi anaknya serta

    memberikan berbagai pendidikan terkait dengan ilmu pengetahuan sosial dan

    ilmu pengetahuan agama.

    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa titik sentral perbuatan

    manusia terletak pada hati. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika seluruh

    aktivitas pendidikan didasarkan pada hati yang bersih. Karena dengan hati

    yang bersih diharapkan akan mampu mencetak generasi muda yang berakhlak

    mulia. Berangkat dari pemikiran tersebut penulis berupaya untuk melakukan

    kajian terhadap pelaksanaan manajemen qolbu sebagai salah satu cara untuk

    membentuk akhlak santri di pondok pesantren. Penelitian ini dilakukan di

    Pondok Pesantren An-Nur dengan alasan karena pondok pesantren ini

    memiliki beberapa kegiatan pesantren dalam berhubungan dengan Allah Swt

    dan berhubungan dengan sesama manusia. Pondok Pesantren An-Nur

    mengutamakan pembinaan hati yang mana ada yang dilakukan secara

  • 6

    individu dan dilakukan secara bersama-sama. Salah satu contohnya

    pembiasaan membaca dzikir Ratib Al-Haddad yang dilakukan setiap satu

    minggu sekali di dalam masjid, membaca asmaul khusna setelah sholat

    maghrib, membaca surat Al-Waqi’ah setelah sholat subuh dan lain

    sebagainya. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

    dengan judul “Implementasi Manajemen Qolbu Dalam Membentuk

    Akhlak Santri Di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego, Desa

    Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2020”

    B. Fokus Penelitian

    Mengacu pada latar belakang masalah secara definitif masalah yang

    penulis teliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Bagaimana konsep manajemen qolbu di Pondok Pesantren An-Nur Dusun

    Klego Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ?

    2. Bagaimana implementasi manajemen qolbu dalam membentuk akhlak

    santri di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa Candirejo

    Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ?

    3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan manajemen

    qolbu di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa Candirejo

    Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan penelitian yang ingin

    dicapai dalam penulisan skripsi ini, sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui konsep manajemen qolbu di Pondok Pesantren An-Nur

    Dusun Klego Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

    2. Untuk mengetahui implementasi manajemen qolbu dalam membentuk

    akhlak santri di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa Candirejo

    Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

    3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

    manajemen qolbu di Pondok Pesantren An-Nur Dusun Klego Desa

    Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

  • 7

    D. Manfaat Penelitian

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau

    penjelas tentang manajemen qolbu yang dilakukan melalui suatu proses yang

    berhubungan dengan Allah Swt dan di implementasikan dalam setiap

    individu dalam kehidupannya serta dapat memberi manfaat baik secara

    teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan antara lain

    sebagai berikut:

    1. Manfaat Teoritis

    a. Penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan

    berupa hasil penelitian ilmiah sebagai bahan kajian dunia pendidikan

    Islam.

    b. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai solusi atas masalah yang

    dihadapi lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren.

    c. Dapat menambah khasanah temuan penelitian khususnya pada fakultas

    tarbiyah tentang manajemen qolbu dalam membentuk akhlak santri.

    2. Manfaat Praktis

    a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dari pihak pengasuh, asatidz,

    dan pengurus lebih memperhatikan santri Pondok Pesantren An-Nur

    dalam bertingkah laku maupun bertutur kata.

    b. Penelitian ini diharapkan hasilnya dapat menjadi motivasi bagi kita

    semua khususnya santri Pondok Pesantren An-Nur untuk meningkatkan

    dan memperbaiki akhlak masing-masing.

    c. Penelitian ini diharapkan hasilnya dapat menjadikan masukan bagi

    pengasuh, asatidz dan pengurus agar lebih memperhatikan akan

    pentingnya manajemen qolbu dalam membentuk akhlak santri.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk mengetahui secara jelas dan untuk menghindari kesalahpahaman

    pengertian terhadap judul skripsi yang penulis bahas, maka akan penulis

    sampaikan batasan-batasan istilah yang terdapat pada judul, yaitu:

  • 8

    1. Implementasi Manajemen Qolbu.

    Implementasi merupakan suatu proses penerapan atau pelaksanaan

    ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis

    sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,

    keterampilan, nilai, maupun sikap (Mulyasa, 2010:178). Jadi,

    implementasi bisa diartikan sebagai suatu tindakan untuk melaksanakan

    atau menerapkan sebuah ide atau gagasan sehingga dapat memberikan

    efek atau dampak tertentu.

    Secara etimologis, istilah manajemen berasal dari bahasa Inggris

    manage yang berarti memegang, mengurus, mengelola (Djamaries,

    2008:206). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) manajemen

    adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran

    (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007:81). Manajemen

    mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-

    induividu yang menyumbang upayanya yang terbaik melalui tindakan-

    tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi

    pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara

    bagaimana melakukannya, memahami bagaimana dan mengatur dari

    efektifitas dari usaha-usahanya (Hasanudin, 2005:3).

    Ungkapan qolbu sering disebut dengan hati. Secara bahasa qolbu

    berasal dari bahasa Arab, yang berakar pada kata kerja qolaba yang

    artinya membalik, berpotensi untuk berbolak-balik, yaitu di suatu saat

    merasa senang, di saat yang lain merasa susah, suatu kali mau menerima

    dan suatu kali menolak. Menurut istilah qolbu berarti sesuatu yang

    berbolak-balik atau sesuatu yang lebih. Menurut M. Quraish Shihab, hati

    tidak konsisten, kecuali yang mendapat bimbingan cahaya ilahi (Shihab,

    2004:3).

    Sedangkan implementasi manajemen qolbu dalam penelitian ini

    adalah tazkiyatul qolb atau pembersihan hati, yaitu segala usaha dan

    upaya yang dilakukan oleh individu untuk membersihkan hatinya dari

    segala macam hal yang dapat mengotori hati sehingga menghasilkan

  • 9

    perbuatan baik yang berdampak bagi diri sendiri dan orang lain di

    sekitarnya.

    2. Akhlak Santri

    Akhlak adalah rangkaian amal kebajikan yang diharapkan akan

    mencukupi untuk menjadi bekal ke negeri akhirat nanti (Gymnastiar,

    2002:6). Menurut Al-Ghozali, akhlak adalah suatu sifat yang tetap pada

    seseorang, yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan yang

    mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran (Aziz,2004:118). Lain

    halnya menurut Ibn Miskawaih yang mengatakan bahwa akhlak tidak

    bersifat natural atau pembawaan, tetapi hal itu perlu diusahakan secara

    bertahap, diantaranya melalui pendidikan di pondok pesantren.

    Sedangkan santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar

    mendalami agama di pesantren. mereka belajar tanpa terikat waktu untuk

    belajar, sebab mereka mengutamakan beribadah. Para santri tinggal

    dalam pondok yang menyerupai asrama, dan mereka disana memasak

    dan mencuci pakaiannya sendiri (Suprayogo,2009:10-11). Santri adalah

    orang yang menuntut ilmu agama di pesantren. pada perkembangan

    selanjutnya santri juga memperdalam ilmu-ilmu umum yang telah

    diprogramkan oleh pesantren yang telah mengalami modernisasi (Zuhriy,

    2013:34).

    Dari paparan di atas, penulis mendefinisikan akhlak santri sebagai

    suatu proses perbuatan yang menjadi kebiasaan seorang santri. dengan

    adanya manajemen qolbu seperti yang penulis paparkan di atas

    diharapkan dapat merubah akhlak santri yang semula tidak baik menjadi

    baik, yang semula belum melakukan pengamalan menjadi termotivasi

    untuk melakukannya. Karena akhlak santri terbentuk dari proses

    keterpaksaan yang membuahkan kebiasaan dalam diri santri. Akhlak

    santri yang terbentuk melalui berbagai kebaikan dapat berdampak bagi

    dirinya sendiri terlebih bagi orang lain.

  • 10

    3. Pondok Pesantren

    Pondok merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional

    dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan

    seseorang atau guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai. Sedangkan

    pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan “pe” dan akhiran “an”

    yang berarti tempat tinggal para santri (Dhofier,1994:18). Menurut

    Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

    mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan

    ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai

    pedoman perilaku sehari-hari (Mastuhu, 1994:55). Dalam (Hamid,

    2017:47-48) pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem

    asrama atau pondok dimana kyai sebagai pusat perhatian utama dan

    masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwai dan pengajaran agama

    Islam itu berasa di bawah bimbingan kyai yang diikuti oleh para santri.

    Marwan Sarijo juga mengatakan bahwa pesantren adalah lembaga

    pendidikan Islam yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama

    Islam dengan sistem bandongan, sorogan, dan wetonan. Para santri

    disediakan pondok yang dalam istilah pendidikan modern memenuhi

    kriteria sebagai pendidikan non formal, dan menyelenggarakan

    pendidikan formal berbentuk madrasah. Bahkan, pesantren juga

    menyediakan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka

    kebutuhan masyarakat (Junaedi, 2005:96).

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren adalah lembaga

    pendidikan Islam dimana terdapat santri yang tinggal atau menetap di

    asrama dengan tujuan untuk mempelajari, mendalami, menghayati, dan

    mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan moral keagamaan yang

    digunakan sebagai pedoman sehari-hari.

    Sedangkan yang dimaksud peneliti disini yaitu Pondok Pesantren

    An-Nur dimana sistem pengajarannya masih mengedapankan sistem

    pengajaran salafi atau pengajaran kitab kuning dan tetap membiasakan

    santrinya untuk membaca Al-Qur’an setiap hari. Disamping itu, santri di

  • 11

    Pondok Pesantren An-Nur melakukan berbagai pengamalan yang

    dilakukan guna untuk mengelola hatinya agar tidak terikat oleh

    kehidupan dunia dan membekali dirinya untuk kehidupan di akhirat.

    Yaitu dengan manajemen qolbu, dengan adanya manajemen qolbu atau

    pembersihan hati melalui berbagai kegiatan keagamaan yang ada di

    Pondok Pesantren An-Nur diharapkan para santri dapat mengatur sikap,

    perilaku, tutur kata bahkan pikirannya dalam realita kesehariannya.

    Sehingga dari sinilah eksistensi pesantren terwujudkan untuk membentuk

    generasi yang berakhlakul karimah.

    F. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini penulis susun dengan sistematika sebagai berikut:

    1. Bagian awal ini terdiri dari: sampul luar, lembar berlogo IAIN, sampul

    dalam, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan

    keaslian tulisan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar

    isi, daftar tabel, lampiran-lampiran.

    2. Bagian inti ini terdiri dari beberapa bab, yaitu:

    Bab I : Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, fokus penelitian,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika

    penulisan skripsi.

    Bab II : Kajian Pustaka, memuat tentang teori implementasi manajemen

    qolbu, teori tentang akhlak santri dan kajian penelitian terdahulu.

    Bab III : Metode Penelitian, memuat tentang jenis penelitian, lokasi dan

    waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,

    dan pengecekan keabsahan data.

    Bab IV : Paparan dan Analisis Data, mencakup tentang paparan data

    hasil penelitian, meliputi deskripsi data umum dan khusus, dan analisis

    hasil penelitian, yang meliputi implementasi manajemen qalbu,

    implementasi manajemen qolbu dalam membentuk akhlak santri, serta

    faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan manajemen qalbu.

    Bab V : Penutup, memuat tentang kesimpulan, saran.

    3. Bagian akhir terdiri dari: daftar pustaka, lampiran, daftar riwayat hidup.

  • 12

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori

    1. Implementasi Manajemen Qolbu

    a. Definisi Manajemen Qolbu

    Manajemen qolbu di Indonesia dipopulerkan oleh salah seorang

    pendakwah terkenal yakni Abdullah Gymnastiar yang lebih dikenal

    dengan sebutan Aa Gym. Manajemen qolbu terdiri dari dua kata yaitu,

    manajemen dan qolbu. Istilah manajemen mengandung makna yang luas,

    yaitu manajemen sebagai suatu sistem, sebagai proses dan sebagai fungsi.

    Menurut G.R Terry manajemen merupakan sebuah kegiatan, pelaksananya

    disebut manajer dan proses pelaksanaannya disebut manajemen.

    Sebagaimana yang telah dikutip oleh Irenius dan Ratna, merumuskan

    fungsi manajemen yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan

    Controlling.

    Planning adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat

    strategi untuk mencapai tujuan itu dan mengembangkan rencana aktivitas

    kerja dalam sebuah organisasi. Perencanaan merupakan proses yang

    penting dari segala bentuk fungsi manajemen, karena tanpa adanya

    perencanaan semua fungsi-fungsi lainnya tidak akan dapat berjalan

    Organizing adalah fungsi kedua dalam manajemen. Organizing adalah

    proses kegiatan dalam menyusun struktur organisasi sesuai dengan tujuan-

    tujuan, sumber-sumber dan lingkungannya. Dengan demikian, hasil dari

    pengorganisasian itu berupa struktur organisasi. Setiap tujuan di sebuah

    organisasi pasti ingin dicapai, dan untuk meraih hal tersebut

    pengorganisasian sangat berperan penting. Di sinilah letak salah satu

    prinsip manajemen yang membagi setiap tugas dan tanggung jawab pada

    semua anggota organisasi. Actuating atau pelaksanaan adalah suatu

    tindakan yang mengusahakan agar semua perencanaan dan tujuan bisa

    terwujud dengan baik seperti yang diharapkan. Controlling atau

    pengawasan adalah proses pengamatan, penentuan standar yang akan

  • 13

    diwujudkan, menilai kinerja pelaksanaan, dan menciptakan kegiatan yang

    dinamis dan terwujud secara efektif dan efisien. (Irenus dan Ratna, 2013:

    245-246).

    Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan

    oleh individu-individu yang menyumbang upayanya yang terbaik melalui

    tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut meliputi

    pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara

    bagaimana melakukannya, memahami bagaimana dan mengatur dari

    efektifitas dari usaha-usahanya (Hasanudin,2005:3). Manajemen juga

    berarti mengatur, mengelola, mengarahkan sesuatu untuk mencapai suatu

    tujuan yang diinginkan (Kristiawan, dkk,2017:1).

    Sedangkan pengertian qolbu atau hati menurut Kamus Besar Bahasa

    Indonesia (KBBI) adalah inti organ badan yang berwarna kemerah-

    merahan di bagian atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari

    makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu (Pusat Bahasa

    Departemen Pendidikan Nasional, 2007:392). Makna hati secara umum

    ialah sesuatu yang suka berbolak-balik, kembali, pergi maju mundur,

    berubah, naik turun (Munawir,1997:1145). Hati mempunyai sifat yang

    selalu berubah karena hati adalah tempat dari kebaikan dan kejahatan,

    kebenaran dan kesalahan, hati adalah tempat dimana Tuhan

    mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia (Al-Kuwarasani,

    2015:23).

    Qolbu adalah hati nurani yang menerima limpahan cahaya kebenaran

    ilahiyah, yaitu ruh. Sebagaimana sejak di alam ruh, kita telah melakukan

    kesaksian kebenaran, dalam firman-Nya:

    يَّتَُهْم َوأَْشَهدَهُْم َعلَى أَنفُِسِهْم َوإِذْ أََخذَ َربَُّك ِمن بَنِي آدََم ِمن ُظُهوِرِهْم ذُر ِ

    واْ يَْوَم اْلِقيَاَمِة إِنَّا كُنَّا َعْن َهذَا َغافِِليَن أَلَْسَت بَِرب ُِكْم قَالُواْ بَلَى َشِهدْنَا أَن تَقُولُ

    ﴿١٧٢﴾

    “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak

    Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka

  • 14

    (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:

    "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang

    demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya

    kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan

    Tuhan)". (Q.S. Al-A’raaf:172).

    Qolbu merupakan lokus atau tempat di dalam wahana jiwa manusia

    yang merupakan titik sentral atau awal segala awal yang menggerakkan

    perbuatan manusia yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan.

    Qolbu juga merupakan saghafa atau hamparan yang menerima suara hati

    yang berasal dari ruh dan sering pula disebut dengan nurani yang

    menerangi atau memberikan arah pada manusia untuk bertindak dan

    bersikap berdasarkan keyakinan atau prinsip yang dimilikinya (Tasmara,

    2001:46).

    Menurut Al-Ghazali, perilaku manusia ditentukan oleh qolbu. Qolbu

    adalah raja yang mengatur dan mengarahkan semua anggota badan, baik

    akal, nafs atau jiwa, mata, telinga, dan seluruh tubuh manusia. Qolbu

    menjadi pemimpin terhadap jiwa, dan seluruh anggota badan taat pada

    perintah dan larangan pemimpinnya. Sebagai raja qolbu memiliki dua

    tentara yakni bashar (semua anggota badan), dan bashiroh (sifat dasar

    hakiki qolbu). Pernyataan ini menggambarkan bahwa qolbu adalah

    substansi yang menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya dengan

    demikian sangat tergantung pada kualitas qolbu. Sementara anggota badan

    lainnya sebagai pasukan dan aktivitasnya menunggu komando dari qolbu

    (suparlan, 2015:195).

    Struktur perilaku menurut Al-Ghazali yang bertumpu pada dinamika

    qolbu, qolbu berperan menengahi atau menyeimbangkan dua pertemuan

    antara hawa nafsu yang mengarah pada fujur atau maksiat, dengan ruh

    yang mengarahkan manusia pada taqwa. Bagaikan seorang raja yang

    menjadi pusat pemimpin qolbu akan menengahi kedua tentaranya yang

    berbeda watak dan perilakunya (suparlan, 2015:196). Jadi, qolbu sebagai

    sentral yang akan mengatur dan menentukan perilaku manusia.

  • 15

    Qolbu adalah sentral penentu baik buruknya diri manusia. Pada area

    qolbu terdapat empat lapisan. Lapisan pertama adalah shadar, yaitu suatu

    tempat dimana terjadinya tarik-menarik antara kutub kebaikan dan kutub

    kefasikan. Lapisan kedua adalah qolbu, yaitu tempat memancarnya cahaya

    imaniah. Lapisan ketiga adalah fuad, yaitu wilayah qolbu yang lebih dalam

    tempat dimana terpancarnya cahaya ma’rifah. Sedangkan lapisan yang

    paling dalam adalah lubb, merupakan pusat kekuatan spiritual manusia

    karena disinilah tersimpan kekuatan ilahiyah (spiritual power). Apabila

    kutub kebaikan lebih kuat daripada lapisan pertama (shadar) maka praktis

    qolbu (cahaya imaniyah) dan fuad (cahaya ma’rifah) semakin bersinar. Ini

    mengindikasikan bahwa qolbu manusia sehat (qolbu salim). Qolbu yang

    sehat menyebabkan cara berpikir atau akal manusia baik dan secara

    otomatis perilakunya menjadi terarah dan terkontrol dengan baik (Razak,

    dkk, 2013:146).

    Hati adalah penghulu segala anggota dan pemimpinnya. Padanya,

    tersimpan semua asas kaidah, akhlak, budi pekerti, niat yang baik dan niat

    yang buruk. Tidak ada kebahagiaan di dunia dan akherat, selagi hati belum

    disucikan dan dibersihkan dari sifat-sifat buruk yang tercela, dan segera

    menyemarakkan dan menghias dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji

    (Maaf,1996:71).

    Segumpal daging yang bernama hati itu adalah bak permata berharga

    bagi manusia, sedangkan puncaknya akan dapat mengenal Allah Swt dan

    akan menjadi penyebab kebahagiaan dunia dan akhirat. Beberapa

    keistimewaan hati, atara lain:

    1) Hati adalah tempat pertarungan antara hawa nafsu dan akal.

    2) Hati banyak sekali menerima saran-saran atau usul-usul yang sukar

    sekali untuk membendungnya.

    3) Hati merupakan perhatian musuh, sebagai tempat ilham yang baik atau

    sebagai tempat was-was kejelekan (yang berasal dari syetan).

    4) Penyakit hati seringkali bergejolak dan lebih cepat gemuruhnya

    daripada air panas yang sedang mendidih.

  • 16

    5) Mengobati penyakit hati itu sulit, sehingga diperlukan banyak perhatian

    dan latihan-latihan untuk dapat menyembuhkannya. (Maaf, 1996:74-75)

    Qolbu bisa membawa manfaat, bisa juga membawa mudharat bagi

    seseorang, itu semua tergantung bagaimana cara mengelola qolbu agar

    dapat memberi manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat atau malah

    memberi mudharat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Berikut adalah

    jenis-jenis qolbu menurut Ibnu Qayyim:

    1) Qolbu yang Sehat

    Qolbu yang sehat ialah qolbu yang selamat pada hari kiamat kelak.

    Allah Swt berfirman:

    َ بِقَْلٍب َسِليٍم ﴿٨٨يَْوَم ََل يَنفَُع َماٌل َوََل بَنُوَن ﴿ ﴾٨٩﴾ إَِلَّ َمْن أَتَى َّللاَّ

    “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali

    orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat”. (Q.S.

    Asy-Syuara’: 88-89).

    Maksud kata salim pada ayat diatas ialah sehat. Al-Qur’an

    menggunakan kata salim, karena itu merupakan kata sifat. Jadi, qolbu

    yang sehat ialah qolbu yang memiliki ciri tersebut dan melekat

    padanya. Pada umumnya qolbu yang sehat itu diartikan sebagai qolbu

    yang bersih dari semua nafsu, segala yang syubhat dan larangan yang

    bertentangan dengan perintah Allah Swt, bersih dari segala

    penyembahan kepada selain Allah Swt, kecintaannya bersih untuk

    Allah Swt, takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya, bertawakal

    kepada-Nya, kembali kepada-Nya dengan ketaatan dan menjauhi

    maksiat, merendahkan diri kepada-Nya, mengutamakan keridhaan-Nya

    dalam segala situasi dan kondisi, dan menjauhkan diri dari segala yang

    membuat-Nya murka. Inilah esensi ubudiyah yang hanya pantas

    diberikan kepada Allah Swt.

    Jadi, qolbu yang sehat ialah qolbu yang hanya untuk Allah Swt

    tidak ada sekutu bagi-Nya. Jika ia mencintai sesuatu atau seseorang, ia

    mencintainya karena Allah. Begitu pun sebaliknya jika ia marah ia

    marah karena Allah, jika ia memberi ia memberi karena Allah, dan jika

  • 17

    ia menolak ia pun menolak karena Allah. Bukan hanya itu saja, qolbu

    yang sehat ialah yang tunduk dan berhukum hanya kepada Rasul-Nya.

    Ia mengikat qolbunya dengan ikatan yang kokoh hanya meniru

    Rasulullah dalam hal ucapan, perbuatan dan taqrirnya (Al-Jauziyah,

    1999:17-18).

    2) Qolbu yang Mati

    Qolbu yang mati ialah qolbu yang tidak ada kehidupan didalamnya.

    Ia tidak mengetahui perintah dan tidak menyembah Allah Swt. Ia selalu

    mengikuti hawa nafsu dan kelezatan dirinya, walaupun itu semua akan

    dibenci dan akan mendatangkan murka Allah, ia tidak memperdulikan

    itu semua, yang terpenting baginya ialah ia mendapatkan semua bagian

    dan apapun yang diinginkannya. Ia menghamba kepada selain Allah,

    dalam cinta, benci, takut harap didasari oleh hawa nafsunya. Jika ia

    membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya, begitupun jika ia

    mencintai ia lebih mengutamakan mencintai hawa nafsunya daripada

    keridhaan Allah. Dalam qolbu yang mati, nafsu adalah pemimpinnya,

    syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah supirnya, kelalaian

    adalah kendaraannya.

    Qolbu yang mati pikirannya akan terbuai dengan kesenangan

    dunia, tujuannya ialah untuk dunia. Hawa nafsu dan kesenangan

    sementara. Ia dipanggil kepada Allah dan ke akhirat dari tempat

    kejauhan. Ia tidak selalu mengikuti setiap langkah dan keinginan

    syaitan. Ia mengabaikan orang yang memberinya nasihat kebaikan.

    Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya

    senang. Hawa nafsunya membuat ia hanya melihat dan mendengar

    kebathilan. Qolbu yang mati ini adalah penyakit, harus dihindari karena

    akan mendatangkan kehancuran untuk dirinya sendiri maupun orang

    yang menjadi temannya.

    3) Qolbu yang Sakit

    Qolbu yang sakit yaitu qolbu yang hidup tetapi didalamnya

    terdapat benih-benih penyakit yang menyebabkannya cacat. Qolbu yang

  • 18

    sakit bisa lebih dekat dengan keselamatan dan bisa lebih dekat pada

    kehancuran, karena terkadang ia hidup sehat, dan terkadang dalam

    keadaan tertentu ia berpenyakit. Kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan

    tawakal kepada Allah ialah makanan yang dapat menghidupkan qolbu

    yang sakit (Selamat,2005:53). Sebaliknya, yang lebih mengutamakan

    keduniaan, tamak, dengki, cinta syahwat, takabur, dan ujub itu semua

    merupakan racun yang dapat menghancurkan qolbu manusia, bahkan

    bisa sampai mematikannya. Qolbu yang sakit pada dasarnya

    mempunyai dua motivasi. Motivasi yang pertama mengajar kepada

    Allah dan Rasul-Nya untuk mencari kebahagiaan abadi di akhirat,

    motivasi yang kedua mengajak kepada kebahagiaan yang bersifat

    sementara yaitu kebahagiaan dunia. Qolbu yang semacam ini akan

    mengikuti pengaruh yang lebih kuat menguasai dirinya.

    Manajemen qolbu ialah pengelolaan sekecil apapun potensi, setiap

    keinginan, perasaan atau dorongan apapun yang keluar dari dalam diri

    seseorang agar tersaring niatnya, sehingga melahirkan suatu kebaikan dan

    kemuliaan serta penuh dengan manfaat, tidak hanya untuk kehidupan di

    dunia tapi juga kehidupan di akhirat kelak (Gymnastiar,2004: xvii-xviii).

    Lebih dari itu, dengan pengelolaan qolbu yang baik maka seseorang juga

    dapat merespon segala bentuk tindakan dari luar dirinya, baik itu yang

    positif maupun yang negatif secara seimbang. Respon yang terkelola

    dengan sangat baik akan menimbulkan reaksi yang dikeluarkannya

    menjadi positif dan jauh dari hal negatif.

    Allah Swt berfirman:

    َن اللَّْيِل إِنَّ اْلَحَسنَاِت يُذِْهْبَن َوأَقِِم الصَّالَةَ َطَرفَيِ النََّهاِر َوُزلَفاً م ِ

    ـي ِئَاِت ذَِلَك ِذْكَرى ﴾١١٤ِللذَّاِكِريَن ﴿السَّ

    “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)

    dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-

    perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang

    buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud:114)

  • 19

    Dalam ayat Al-Qur’an tersebut dijelaskan bahwasannya perbuatan

    yang baik dapat menghapuskan dosa atau perbuatan yang buruk. Artinya

    dengan melakukan pengamalan terkait dengan manajemen qolbu seperti

    sholat malam, puasa, dan dzikir dapat menghapus dosa dari perbuatan

    buruk yang pernah dilakukan sehingga menghasilkan perilaku atau akhlak

    yang baik. Diibaratkan sebuah kopi yang keruh kemudian dituang air putih

    secara terus menerus maka kopi tersebut akan berubah menjadi air putih

    dan bersih, sama halnya dengan manusia apabila manusia itu berbuat

    maksiat kemudian ia bertaubat dan mengisinya dengan kebaikan yang

    dilakukan secara terus menerus maka akan menghapus dosa-dosa yang

    dulu ia lakukan.

    ْحَمِن ُمعَاِذْبِن َجبٍَل َرِضَي هللاُ َعْن أَبِْي ذَر ٍ ُجْندُِب بْ ِن ُجنَادَةَ َوأَبِي َعْبِد الرَّ

    َعْنُهَما َعْن َرُسْوِل هللاِ َصلَّى هللاُ َعلَْيِه َوَسلََّم قَاَل:إِتَِّق هللاَ َحْيثَُما ُكْنَت َوأَتْبِعِ

    ي ِئَةَ اْلَحَسنَةَ تَْمُحَها َوَخاِلِق النَّاِس بُِخلٍُق َحَسٍن. )رو اه الترمذي و قال: السَّ

    حديث حسن وفي بعض النسخ:حسٌن صحيح(.

    “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin

    Jabar r.a, dari Rasulullah Saw bersabda: bertakwalah kepada Allah

    dimana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebaikan maka

    ia akan menghapusnya, dan pergauilah manusia dengan akhlak yang

    baik”. (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan berkata hadits Hasan, dalam

    redaksi lain, hadits Shahih) (Ad-Dimasqi,2007:17).

    Berdasarkan hadits tersebut, penulis mendefinisikan manajemen qolbu

    sebagai upaya pengelolaan hati yang dilakukan individu untuk

    membersihkan hati dari segala macam hal yang mengotori hati melalui

    berbagai pembiasaan baik yang dapat menghasilkan perilaku atau akhlak

    yang baik. Dengan begitu manusia dapat menjalankan kehidupannya

    dengan melakukan berbagai kebaikan yang berdampak bagi dirinya di

    dunia maupun di akhirat.

  • 20

    b. Dasar-dasar Manajemen Qolbu

    Manajemen qolbu memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu niat dan

    perbuatannya akan bernilai mulia yang dapat dipertanggungjawabkan di

    dunia maupun di akhirat. Dalam pelaksanaannya, manajemen qolbu

    memerlukan perpaduan antara ilmu dengan seni, yaitu bagaimana hati

    dapat menyikapi persoalan hidup, ketika mendapatkan musibah, ketika

    mendapatkan kenikmatan, ketika sedih, dan ketika ditimpa kesusahan.

    Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan proses pelatihan dan

    pembiasaan yang sistematis dan berkesinambungan.

    Adapun visi manajemen qolbu adalah menyatukan dimensi dzikir,

    pikir, dan ikhtiar. Dimensi dzikir sangat menekankan keikhlasan dan

    ketawakalan. Sedangkan dimensi pikir menegaskan pentingnya

    rasionalitas dalam setiap pemikiran dan tindakan. Sementara dimensi

    ikhtiar memfokuskan pada etos kerja yang tak mengenal lelah dan pasrah

    (Asmaya,2003: 114-116).

    Dzikir secara sederhana diartikan ingat. Ingat ada kalanya dengan hati

    atau dengan lidah, ingat dari kelupaan dan ketidaklupaan, serta sikap

    senantiasa menjaga sesuatu dalam ingatan. Istilah dzikir atau dzikr Allah

    dalam Islam secara umum diartikan mengingat Allah atau menyebut asma

    Allah. Allah Swt berfirman:

    بََّك إِذَا نَِسيَت َوقُْل َعَسى أَن يَْهِديَِن َرب ِي ُ َواذُْكر رَّ إَِلَّ أَن يََشاَء َّللاَّ

    ﴾٢٤ِِلَْقَرَب ِمْن َهذَا َرَشداً ﴿

    “kecuali (dengan menyebut): "Insya-Allah". Dan ingatlah kepada

    Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku

    akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya

    daripada ini”. (Q.S. Al-Kahfi:24)

    Ketika seseorang ingat kepada Allah berarti ia merasakan kehadiran

    Allah dalam kehidupannya, dan sebaliknya jika ia lupa kepada Allah maka

    hidupnya jauh dari-Nya. Dzikir adalah tiang penopang yang sangat kuat di

    jalan menuju Allah Swt (Ilham dan Yakin, 2004:64). Dzikir

  • 21

    dikelompokkan menjadi empat bentuk, Pertama, dzikir qabliyah atau

    dzikir hati adalah merasakan kehadiran Allah. Jika hendak melakukan

    suatu tindakan ataupun perbuatan maka ia meyakini dalam hatinya yang

    paling dalam bahwa Allah senantiasa bersamanya. Sadar bahwa Allah Swt

    selalu melihatnya. Oleh karena itu, setiap kita ingin melakukan suatu

    perbuatan yang tidak baik, kita akan menyadari dan merasa bahwa setiap

    perbuatan yang kita lakukan pastilah akan dibalas oleh Allah di akhirat

    nanti. Jika kita sudah mencapai pada kesadaran ini, maka akan

    menimbulkan dampak yang besar, yaitu hati akan selalu bersih, apapun

    yang kita kerjakan menjadi ibadah, dan akan memperoleh nilai dalam

    hidup yakni nilai keridhaan Allah Swt.

    Kedua, dzikir aqliyah adalah kemampuan menangkap bahwa Allah di

    balik setiap gerak alam semesta ini. menyadari bahwa semua gerak alam,

    Allah lah yang menjadi sumber gerak dan yang menggerakkannya. Berarti

    Allah senantiasa hadir dan terlibat dalam setiap peristiwa kejadian-

    kejadian alam, setiap peristiwa sejarah dan dalam setiap tindakan yang kita

    lakukan. Jadi, manusia harus saling menjaga baik menjaga diri sendiri atau

    makhluk lain yang allah ciptakan. Seperti halnya menjaga alam. Saat ini,

    manusia kurang menyadari betapa pentingnya menjaga alam untuk

    kepentingan bersama. Dapat kita rasakan saat ini banyak terjadi kekacauan

    yang terjadi mulai dari gunung meletus, banjir, tanah longsor bahkan virus

    corona yang saat ini sedang terjadi, itu semua akibat ulah manusia sendiri.

    Untuk itu, sebagai manusia haruslah menyadari dan intropeksi diri, dan

    lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah serta berupaya sebaik

    mungkin untuk menjaga ciptaan-Nya.

    Ketiga, dzikir lisan adalah buah dzikir hati dan akal. Setelah

    melakukan dzikir hati dan akal, barulah lisan berfungsi untuk senantiasa

    berdzikir, memahasucikan dan mengagungkan Allah Swt. Keempat, dzikir

    amaliyah adalah hasil akhir yang ingin dicapai dari dzikir, yaitu akhlak

    yang mulia. Dalam berdzikir ini, sebenarnya merupakan proses

    pembersihan hati dari berbagai hal yang mengotorinya. Karena setiap

  • 22

    lafadz dzikir punya kekuatan, setiap dzikir merupakan sebuah tali yang

    dapat menghubungkan secara langsung dengan Allah Swt (Ilham dan

    Yakin, 2004:35-54).

    c. Fungsi dan Tahapan Manajemen Qolbu

    Manajemen qolbu memiliki fungsi yang sangat penting, berperan

    untuk mengelola hati manusia menuju kebaikan secara sistematis dan

    terencana. Artinya, sekecil apapun potensi yang ada apabila dikelola

    dengan tepat dapat terbaca, tergali, tertata dan berkembang secara optimal.

    Misalnya, seseorang yang pandai mengelola waktu, baginya tak ada satu

    detik pun yang disia-siakan, setiap waktu yang dia lalui akan jauh lebih

    banyak untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat dibandingkan waktu

    yang sama oleh mereka yang tidak pandai mengelolanya (Mumtahanah,

    2011:132).

    Dalam Islam, kesuksesan tidak hanya terlihat dari aspek duniawi,

    tetapi juga aspek ukhrawi, barang siapa yang mengejar dunia selama masa

    hidupnya, maka ia hanya akan mendapatkan dunianya saja. Lain halnya

    dengan seseorang yang mengejar akhirat ia akan mendapatkan keduanya.

    Kebahagiaan merupakan dambaan setiap manusia, tidak ada satu manusia

    pun yang tidak ingin bahagia. Maka, banyak jalan yang ditempuhnya

    untuk meraih suatu kebahagiaan. Di sinilah kunci dari ketenteraman hidup

    manusia adalah dengan pengendalian hati, karena tidak ada penderitaan

    dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita.

    Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apapun di dunia ini, kecuali hasil

    dari buah pikirannya sendiri.

    Untuk menuju hati yang bersih maka dapat dipahami melalui empat

    aktivitas atau tahapan primer, yaitu:

    1. Membebaskan diri dari distorsi dan kompleks psikologi yang

    menghalangi pembentukan individualitas yang utuh dan sehat.

    2. Membebaskan diri menjadi budak daya tarik dunia.

    3. Mengangkat tabir yang paling halus dan sifat mementingkan diri

    sendiri.

  • 23

    4. Memusatkan diri dan semua atensia pada realitas cinta ilahi

    (Helminski,2002:92-93).

    Dari tahapan itu, manusia dapat memusatkan diri di hadapan realitas

    ilahi, bukan hanya menjadi satu dengan diri sendiri tapi menyatu dengan

    sumber kehidupan. Hati yang sadar akan bersedia menerima perbuatan

    yang salah yang ada pada dirinya dan mau berbuat baik untuk

    memperbaikinya, dan dengan ketenangan hati hidup akan bahagia, maka

    dari itu, menurut Gulam ada beberapa macam perbuatan untuk sebuah

    ketenangan hati, di antaranya: ikhlas, bijaksana, sopan santun, rendah hati,

    sabar, tawakal, ridha, syukur, jujur, menepati janji, prasangka baik,

    pemaaf, toleran, wara’, taqwa, zuhud dan semangat (Sultoni, 2006:23).

    Dalam penjelasan lain menyebutkan setidaknya ada dua kunci utama

    untuk menyelenggarakan manajemen qolbu. (Abdullah,2003:225).

    Pertama, dimulai dengan membiasakan diri untuk senantiasa melakukan

    pembersihan diri atau hati. Dalam hal ini, membersihkan diri dari

    keburukan-keburukan termasuk membersihkan diri dari sifat-sifat tercela

    merupakan dinding tebal yang membatasi manusia dari kebaikan dan

    membatasi manusia dengan Allah Swt. Untuk mendapatkan hati yang

    bersih dan sehat, maka seseorang harus melakukan berbagai tindakan

    untuk memperkuat kondisi hati. Sejumlah tindakan berdasarkan Al-Qur’an

    dan As-Sunnah telah disampaikan oleh para ulama terdahulu sebagai

    upaya yang bisa dilakukan terkait dengan hal tersebut, diantaranya:

    a) Dengan memperkuat iman.

    b) Memiliki sifat ikhlas dan ittiba’.

    c) Dengan memperbanyak taubat.

    d) Mengistiqomahkan membaca Al-Qur’an.

    e) Memperbanyak dzikir agar terus mengingat Allah Swt.

    Kedua, senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas atau

    profesionalitas diri dalam hal apapun. Untuk meningkatkan kualitas diri,

    ada berbagai hal yang bisa dilakukan salah satu diantaranya adalah dengan

    membiasakan diri untuk melakukan perilaku-perilaku terpuji atau

  • 24

    menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Proses pembiasan ini dilakukan

    melalui sebuah proses yang dapat menghantarkan manusia menuju

    gerbang kebahagiaan.

    Dalam menjaga kestabilan fungsi hati dalam proses peningkatan

    kualitas diri, terdapat tiga fase pendidikan dan seni menata hati, yakni

    Takhalli, Tahalli, dan Tajalli (Nawawi,2014:213). Takhalli berarti

    mengkosongkan atau membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan dari

    kotoran penyakit hati yang merusak. Hal ini akan dapat dicapai dengan

    jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dengan segala bentuk dan

    berusaha melepaskan dorongan hawa nafsu jahat. Menurut kelompok sufi,

    maksiat dibagi menjadi dua yaitu maksiat lahir dan bathin. Maksiat bathin

    yang terdapat pada manusia tentu lebih berbahaya lagi, karena ia tidak

    kelihatan dan kadang tidak disadari. Selama maksiat bathin belum bisa

    dihilangkan, maksiat lahir juga tidak bisa dibersihkan karena maksiat

    bathin menjadi penggerak dari maksiat lahir. Di antara jalan untuk dapat

    mengkosongkan diri tersebut antara lain:

    1) Menghayati segala bentuk ibadah, sehingga pelaksanaannya tidak

    sekedar apa yang terlihat secara lahiriyyah, namun lebih memahami

    makna hakikinya.

    2) Riyadhah (latihan) dan mujahadah (perjuangan) yakni berjuang dan

    berlatih membersihkan diri dari kekangan hawa nafsu, dan

    mengendalikan diri tidak menuruti keinginan hawa nafsunya tersebut.

    3) Mencari waktu yang tepat untuk mengubah sifat buruk dan mempunyai

    daya tangkal terhadap kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan

    kebiasaan yang baik.

    4) Muhasabah (koreksi) terhadap diri sendiri dan selanjutnya

    meninggalkan sifat-sifat jelek dengan memohon pertolongan Allah dari

    godaan syaitan (Husnaini, tt: 65).

    Tahalli berarti berhias. Maksudnya adalah membiasakan diri dengan

    sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Berusaha agar dalam setiap

    gerak perilaku selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik kewajiban luar

  • 25

    maupun kewajiban dalam ketaatan lahir maupun bathin. Ketaatan lahir

    maksudnya adalah kewajiban yang bersifat formal seperti, sholat, puasa,

    zakat, haji, dan lain sebagainya. sedangkan ketaatan bathin seperti, iman,

    ihsan dan lain sebagainya. beberapa cara untuk menghiasai diri untuk

    mendekatkan diri pada Allah diantaranya dengan zuhud, qona’ah, sabar,

    tawakal, mujahadah, rida, syukur yang masuk pada aktivitas bathin

    (Husnaini, tt: 67)

    Apabila seseorang bisa melalui dua tahap takhalli dan tahalli maka dia

    akan mencapai tahap ketiga yakni tajalli, yang berarti lenyap atau

    hilangnya hijab dari sifat kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu

    tersembunyi sehingga yang tampak hanya wajah Allah. Tajalli merupakan

    tanda-tanda yang Allah tanamkan di dalam diri manusia supaya ia dapat

    disaksikan (Husnaini, tt: 71).

    Manusia memiliki potensi yang berupa jasad, akal dan qolbu. Jasad

    atau fisik menjalankan sebuah keputusan yang merupakan produk akal

    pikiran dimana mampu mengefektifkan tindakan seseorang, dan qolbu

    membuat sesuatu yang diwujudkan fisik dan akal menjadi berharga.

    Sehingga, dengan hal yang bersih maka potensi jasad dan akal akan

    terkendali dengan baik.

    2. Pembentukan Akhlak Santri

    a. Definisi Akhlak Santri

    Dalam mendefinisikan akhlak santri, penulis mengartikan kata

    akhlak dan santri dengan merujuk pada berbagai sumber yang ada. Kata

    akhlak berasal dari bahasa Arab, jama dari khuluqun, yang menurut bahasa

    berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Mustafa, 1997:19).

    Akhlak menurut Imam Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam

    jiwa yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan

    tanpa memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu). Lafadz khuluq dan

    khalq adalah dua sifat yang dapat dipakai bersamaan. Jika menggunakan

    kata khalq maka yang dimaksud adalah bentuk lahir, sedangkan jika

    menggunakan kata khuluq maka yang dimaksud adalah bentuk bathin.

  • 26

    Karena manusia tersusun dari jasad yang dapat disadari adanya dengan

    kasat mata (bashar) dari ruh dan nafs yang dapat disadari adanya dengan

    penglihatan mata hati (bashiroh). Sehingga kekuatan nafs yang adanya

    disadari dengan mata hati lebih besar daripada jasad yang adanya disadari

    dengan kasat mata (Al-Ghazali, 2002:49).

    Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk

    yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk lainnya.

    Akhlak hendak menjadikan manusia berakhlak baik, bertindak-tanduk

    yang baik terhadap sesama manusa, terhadap makhluk, dan terhadap

    Tuhan. Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir. Akan

    tetapi, tindakan lahir tidak dapat terjadi apabila tidak didahului oleh

    tindakan hati. Misalnya, tidak akan terjadi perkelahian apabila tidak ada

    tindakan hati seperti membenci atau hasad. Oleh karena itu, setiap manusia

    diwajibkan menguasai hatinya dan mengendalikan hawa nafsunya karena

    tindakan hati merupakan motor dari segala tindakan lahir (Masy’ari,

    1990:4). Tujuan akhlak dapat dikatakan sebagai pedoman atau petunjuk

    bagi manusia dalam mengetahui perbuatan baik dan buruk, ketika sudah

    dapat membedakan maka harus memilih mana yang baik dan

    meninggalkan yang buruk (Abdullah, 2007:17). Sementara tujuan

    pendidikan akhlak ialah untuk membentuk manusia yang bermoral baik,

    keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam

    bertingkah laku, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas,

    jujur dan suci (Khozin, 2013:143)

    Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman

    dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia akan sempurna setelah

    munculnya akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber

    pada iman dan takwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu

    harga diri, dan tujuan yang jauh yaitu ridha Allah. Salah satu aspek

    ibadah dalam hal ini adalah shalat, yang mana dalam tataran normatif

    shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan mengingat

    Allah itu lebih besar keutamaannya daripada ibadah yang lain, dengan

  • 27

    demikian prinsip akhlak Islam adalah terletak pada moral force. Moral

    force akhlak Islam terletak pada iman sebagai internal power yang

    dimiliki oleh setiap mukmin, yang berfungsi sebagai motor penggerak

    dan motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata

    rasa, tata karsa, dan tata karya yang konkret (Khozin, 2013:141).

    Sedangkan kata santri adalah mereka yang dengan taat

    melaksanakan perintah agamanya, yaitu agama Islam. sedangkan asal

    usul perkataan santri setidaknya ada dua pendapat yang bisa dijadikan

    rujukan. Pertama, dari kata “santri” dari bahasa sanksekerta yang artinya

    melek huruf. Kedua, kata santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang

    berarti seseorang yang mengikuti seorang ustadz kemanapun pergi atau

    menetap dengan tujuan dapat belajar suatu keilmuan padanya. Pengertian

    ini senada dengan pengertian santri secara umum, yakni orang yang

    belajar agama Islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat belajar

    bagi santri. Jika diruntut dengan adat pesantren, terdapat dua kelompok

    santri, yakni santri kalong adalah santri yang berada di sekitar pesantren

    yang ingin menumpang belajar di pesantren pada waktu-waktu tertentu

    tanpa tinggal atau menginap di asrama pesantren. Santri mukim yakni

    santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap di pesantren biasanya

    menjadi kelompok tersendiri dan sudah memikul tanggung jawab

    mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, seperti halnya mengajar

    santri-santri muda tentang kitab-kitab tingkatan rendah dan menengah

    (Hidayat,2016:387)

    Terlepas dari pengertian diatas, penulis mendefinisikan akhlak santri

    sebagai suatu proses perbuatan atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan

    seorang santri dilakukan secara spontan tanpa adanya paksaan. Ketika

    dilakukan secara spontan maka akhlak ini merujuk pada kebiasaan

    kesehariannya tanpa dibuat-buat. Disinilah eksistensi pesantren dalam

    membentuk akhlak santri agar menjadi manusia yang berakhlak mulia.

  • 28

    b. Macam-macam Akhlak

    Jenis akhlak yang diungkapkan oleh ulama menyatakan bahwa akhlak

    yang baik merupakan sifat Nabi dan orang-orang shiddiq, sedangkan

    akhlak yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang tercela.

    Maka pada dasarnya, akhlak itu menjadi dua macam jenis, yaitu:

    1. Akhlak baik atau terpuji (akhlakul mahmudah) yaitu perbuatan baik

    terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya. Di antara

    akhlak terpuji antara lain (Latuconsinah,2014:129):

    a) Sabar artinya bersikap tabah, tidak lekas putus asa dalam

    menghadapi cobaan, dan terus berjuang sambil memperbaiki diri.

    Sabar diperlukan dalam berinteraksi dengan Allah dan sesama

    manusia, serta menghadapi musibah. Sabar dalam berhubungan

    dengan Allah misalnya dengan sabar dalam melakukan ibadah

    (shalat, puasa, haji). Ibadah-ibadah tersebut memerlukan gerakan

    waktu, bukan penderitaan. Demikian pula dalam berdoa dan

    memohon pertolongan Allah perlu kesabaran. Sabar berarti tidak

    bergeser dari jalan yang mereka tempuh. Sabar berkaitan pula

    dengan masa depan. Janji Allah memberikan nuansa waktu masa

    depan. Sehingga, sabar berkaitan dengan harapan waktu dan proses

    berikhtiar untuk menjadi nyata.

    b) Rajin juga akan menjadi salah satu daya tarik dalam berhubungan

    dengan manusia, karena orang rajin disukai oleh orang lain lebih-

    lebih dalam pekerjaan.

    c) Teliti, sikap teliti sangat dibutuhkan dalam segala aktivitas yang

    dilakukan manusia. Orang yang teliti akan menghindar dari

    kekeliruan, dan ini sangat diperlukan lebih-lebih dalam pekerjaan

    yang rumit misalnya menimbang, meneliti dan memutuskan perkara.

    d) Hemat, artinya perhitungan dari segi kegunaannya dan daya yang

    dimilikinya serta segala sesuatu sebelum dikeluarkan. Dapat

    menghemat uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

  • 29

    e) Ikhlas, yaitu salah sikap terpuji karena dalam melakukan

    pekerjaannya ia semata-mata hanya mengharap ridha Allah Swt, dan

    sekalipun tidak ada orang lain yang melihatnya, ia akan tetap bekerja

    keras. Keikhlasan dalam beribadah menjadi syarat menentukan

    diterimanya amal ibadah oleh Allah Swt.

    f) Jujur, dalam bahasa Arab shiddiq artinya benar yaitu ucapan dan

    perbuatannya sesuai dengan isi hatinya. Kejujuran yang dimiliki

    seseorang sangat diperlukan terutama dalam hubungannya dengan

    seseorang yang diserahi tugas dan amanah.

    g) Pemaaf, sikap lainnya yang terpuji dalam hubungannya dengan

    orang lain adalah sikap pemaaf, sebagai lawan dari sikap dendam.

    Orang yang pemaaf biasanya disukai oleh Allah dan manusia, orang

    yang jujur termasuk ciri orang yang bertaqwa.

    Akhlak terpuji juga merupakan bentuk representasi ketakwaan

    manusia. Ada tujuh indikator seseorang disebut sebagai manusia yang

    mempunyai tingkat ketakwaan yang tinggi, yaitu (Khozin, 2013:144-

    146):

    1) Ia memiliki lidah yang selalu sibuk untuk berdzikir kepada Allah.

    Lisannya tidak pernah digunakan untuk berdusta, menggunjing,

    mengadu domba, dan lain sebagainya.

    2) Ia memiliki qolbu yang selalu melahirkan perasaan tidak bermusuhan,

    dengki, marah kepada orang lain.

    3) Penglihatannya tidak terfokus pada hal-hal yang diharamkan oleh

    agama, ia memandang dunia, materi tidak dengan dorongan nafsu,

    tetapi didasarkan dorongan mengambil pelajaran (i’tibar).

    4) Tidak pernah mengkonsumsi makanan kedalam perutnya sesuatu yang

    diharamkan oleh agama, karena yang demikian adalah dosa.

    5) Tidak pernah panjang tangan kepada hal yang negatif.

    6) Telapak kakinya tidak pernah berjalan dalam maksiat, tetapi ia

    berjalan di jalan Allah dan berteman dengan orang shaleh.

  • 30

    7) Ketaatannya ia perlihatkan sebagai ketaatan murni dan tulus karena

    Allah semata.

    Dari tujuh indikator tersebut, dapat dikatakan telah mencakup

    ranah akhlak manusia sebagai orang yang bertakwa apabila mampu

    memperlihatkan akhlak mulia kepada dirinya sendiri, kepada orang lain,

    dan lingkungan. Dan menciptakan hubungan dengan Allah dan manusia

    dengan cara yang baik.

    2. Akhlak buruk atau tercela (akhlakul madzmumah) yaitu perbuatan

    buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya. Di antara

    akhlak tercela antara lain:

    a) Dusta atau bohong, adalah pernyataan (perkataan dan perbuatan)

    tentang suatu hal yang tidak sesuai dengan keadaan yang

    sesungguhnya.

    b) Dzalim, berarti berbuat aniaya tidak adil dalam memutuskan perkara.

    Keputusannya tidak didasarkan pada kebenaran akan tetapi dapat

    menguntungkan pihak-pihak tertentu.

    c) Takabur, merasa dan mengaku dirinya lebih (mulia, pandai, cakap

    dan lain sebagainya).

    d) Putus asa, hilang harapan hidup atau ketidakmampuan seseorang

    menanggung derita atas musibah dan kesedihan.

    e) Pengecut, sifat ini selalu membuat orang ragu sebelum memulai

    mengerjakan sesuatu, ia merasa tidak mampu atau kadang berbuat

    atau berjuang.

    Adapun penerapan akhlak dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai

    berikut :

    1. Akhlak Kepada Allah Swt.

    Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran

    bahwa tiada tuhan selain Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus

    berakhlak baik terhadap Allah, di antaranya adalah karena Allah telah

    menciptakan manusia dengan segala keistimewaann, Allah telah

    memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada

  • 31

    manusia dan Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan

    yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang

    dan lain sebagainya. semua itu tunduk kepada kemauan manusia atau

    siap untuk dimanfaatkan (Ardani, 2005:49).

    Akhlak terhadap Allah merupakan cerminan hubungan baik antara

    manusia dengan Allah, pada dasarnya mengambil sikap mematuhi

    perintah-Nya. Dengan kata lain sikap tersebut adalah sikap taqwa, taat

    dan berbakti kepada Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Akhlak

    yang baik terhadap Allah Swt, secara garis besar meliputi:

    a) Bertaubat, adalah sikap yang menyesali perbuatan buruk yang

    pernah dilakukannya dan berusaha menjauhi serta melakukan

    perbuatan baik.

    b) Bersabar, adalah sikap menahan diri pada kesulitan yang

    dihadapinya.

    c) Bersyukur, adalah sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan

    sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.

    d) Bertawakal, adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah

    berbuat semaksimal mungkin.

    e) Ikhlas, adalah sikap yang menjauhkan diri dari riya ketika

    mengerjakan amal baik.

    f) Berharap atau raja’, adalah sikap yang sedang menunggu sesuatu

    yang disenangi dari Allah.

    g) Bersikap takut atau khauf, adalah sikap yang sedang menunggu

    sesuatu yang tidak disenangi dari Allah (Ardani, 2005:70).

    Jadi, akhlak kepada Allah dapat terealisasi dengan penghambaan

    hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan dengan apapun dan siapa

    pun. Hal itu dapat dilakukan dengan menjalankan perintah Allah dan

    berusaha semaksimal mungkin menghindari segala larangan.

    2. Akhlak Kepada Rasulullah Saw.

    Seperti halnya akhlak kepada Allah harus beriman kepada-Nya,

    maka akhlak kepada Rasulullah yaitu percaya beliau adalah Nabi dan

  • 32

    Rasul Allah Swt kepada seluruh umat manusia. Iman bukan hanya

    sekedar percaya terhadap sesuatu yang diyakini, melainkan harus

    dibuktikan dengan amal perbuatan. Amal perbuatan yang dijelaskan

    dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist tentang bagaimana bersikap kepada

    Rasulullah Saw. Di antara perilaku atau macam-macam akhlak yang

    harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah terhadap Rasulullah,

    ialah sebagai berikut:

    a) Ikhlas beriman kepada Rasulullah Saw.

    b) Mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw.

    c) Taat kepada Rasulullah Saw.

    d) Cinta kepada Rasulullah Saw.

    e) Percaya atas semua berita yang disampaikan Rasulullah Saw.

    f) Tidak boleh mengabaikan Rasulullah Saw.

    g) Menghidupkan sunnah Rasulullah Saw.

    h) Menghormati pewaris Rasulullah Saw.

    i) Laksanakan hukum Allah Swt dan Rasulullah Saw (Ardani,

    2005:73).

    Akhlak mulia kepada Rasulullah dapat juga dilakukan dengan

    mencintai dan mengikuti jejak kehidupan Rasulullah dan melaksanakan

    perintah atau sunnah Rasulullah Saw.

    3. Akhlak Kepada Orang Tua

    Adapun akhlak kepada orang tua adalah sebagai berikut:

    a) Bersikap baik kepada orang tua meskipun kurang menyenangkan

    hatinya.

    b) Berkata halus dan mulia baik bahasanya, isi perkataannya maupun

    cara mengungkapkanya, berkata kepada orang tua dengan lemah

    lembut, sopan, agar hati keduanya bahagia.

    c) Merendahkan diri terhadap keduanya.

    d) Berbuat baik kepada orang tua yang sudah meninggal, ketika kedua

    orang tuanya sudah tidak ada lagi di dunia, kewajiban anak adalah

    dengan mendoakannya, menepati janji keduanya apabila semasa

  • 33

    hidup masih ada janji yang belum dilaksanakan maka itulah

    kewajiban seorang anak, dan bersilaturahmi kepada orang yang

    mempunyai hubungan dengan orang tua (Ardani, 2005:80).

    4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

    Manusia selain sebagai makhluk individu juga makhluk sosial,

    karena manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi membutuhkan orang

    lain atau masyarakat lain untuk dapat hidup. Manusia agar dapat hidup

    tentram, serasi dan selamat bersama orang lain dalam masyarakat,

    membutuhkan etika pergaulan yang mengatur hubungan dengan orang

    lain. Di antara etika pergaulan atau akhlak kepada sesama manusia

    antara lain, bermuka manis dan berkata lemah lembut, susila dalam

    tingkah laku dan menghindarkan kecurigaan, berbicara yang halus dan

    enak didengar, ramah tamah dan memperlihatkan keakraban, pandai

    membawa diri dan menyesuaikannya dengan adab masyarakat luas,

    merendahkan diri meski berpangkat tinggi, berbicara yang bermanfaat

    atau jika tidak demikian lebih baik diam, sederhana dan wajar dalam

    tingkah laku dan bukan dibuat-buat (Ardani, 2005:84).

    5. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

    Selaku individu, manusia diciptakan oleh Allah dengan segala

    kelengkapan jasmaniah dan ruhaniyah. Manusia diciptakan dengan

    dilengkapi ruhani seperti akal pikiran, hati nurani, naluri, perasaan, dan

    kecakapan batiniah atau bakat. Dengan kelengkapan ruhani ini manusia

    dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya secara

    konseptual dan terencana, dapat menimbang antara baik dan salah,

    dapat memberikan kasih sayang, yang selanjutnya dapat

    mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan

    peradaban yang menyangkut harkat dan rtabatnya.

    Seorang muslim juga beriman dan percaya, bahwa yang dapat

    membersihkan hati dan menyelamatkannya ialah iman yang baik dan

    amal shaleh, sedangkan yang mengotori dan merusaknya ialah dampak

    negatif dari kekafiran dan perbuatan dosa maksiat. Dalam rangka inilah

  • 34

    seorang muslim dalam hidup dan kehidupanya senantiasa berlaku hidup

    sopan santun dalam menjaga hatinya agar selalu bersih, dapat terhidar

    dari perbuatan dosa, maksiat, dengan menjaga hatinya dapat

    menyelamatkannya dari hal-hal yang mengotori atau merusaknya dari

    aqidah atau kepercayaan yang menyesatkan, dan perbuatan amoral,

    kemudian hati juga sebaiknya mendapat pembinaan secara khusus,

    pengawasan sepenuhnya yang menghasilkan perbuatan baik yang

    mendorongnya kepada ketaatan, seperti usaha dalam mencegahnya dari

    kejahatan dan kerusakan dengan penuh disiplin dan ketekunan menuju

    perbaikan dan pembinaan manusia mukmin yang kamil seutuhnya

    (Ardani, 2005:54).

    Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai,

    menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-

    baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah

    Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya dan

    akhlak yang baik ini merupakan suatu tuntutan yang harus

    direalisasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

    c. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

    1. Insting

    Setiap kelakuan manusia lahir dari suatu kehendak yang

    digerakkan oleh naluri (insting). Naluri merupakan tabiat yang dibawa

    sejak lahir, jadi insting merupakan suatu pembawaan asli. Insting dalam

    bahasa Arab disebut garizah atau fitrah dan dalam bahasa Inggris

    disebut instinct. Naluri adalah sifat yang dapat menimbulkan perbuatan

    yang menyampaikan pada tujuan dengan terpikir lebih dahulu kearah

    tujuan itu tanpa didahului latihan dalam melakukan perbuatan.

    Ahli psikologi menerangkan macam-macam naluri yang ada pada

    manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya adalah:

    a) Naluri makan, yaitu dari manusia lahir telah membawa suatu hasrat

    makan tanpa didorong oleh orang lain.

  • 35

    b) Naluri mendapatkan pasangan, yaitu laki-laki menginginkan wanita

    dan wanita ingin berpasangan dengan laki-laki.

    c) Naluri keibuan atau kebapaan, yaitu tabiat kecintaan orang tua

    kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya.

    d) Naluri berjuang, yaitu tabiat manusia yang cenderung

    mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.

    e) Naluri ber-Tuhan, yaitu tabiat manusia mencari dan merindukan

    penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya,

    naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.

    Kekuatan naluri di dalam diri masing-masing pribadi berbeda

    antara satu dengan yang lainnya sehingga menyebabkan daya

    pendorong dan kesanggupan berbuat masing-masing berbeda pula

    (Ya’qub,1988:56).

    2. Kebiasaan

    Salah satu faktor penting dalam tingkah laku manusia adalah

    kebiasaan atau adat kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah

    perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah

    dikerjakan. Dalam usaha menjadikan akhlak yang baik menjadi

    kebiasaan, hendaklah dibina melalui latihan yang didahului dengan

    kesadaran. Sebagaimana halnya dalam membina kebiasaan yang baik

    terkadang mengalami rintangan, demikian pula dalam merubah suatu

    kebiasaan buruk, juga mengalami rintangan yang terkadang lebih berat

    lagi. Kebiasaan yang perlu dirubah tentulah kebiasaan yang buruk.

    Untuk merubah suatu kebiasaan yang buruk, para ahli akhlak

    mengajarkan beberapa teori, yaitu sebagai berikut:

    a) Niat yang sungguh-sungguh tanpa keraguan sedikitpun untuk

    merubah kebiasaan itu, niat itu perlu disertai dengan kemauan keras.

    b) Pengertian dan kesadaran yang mendalam akan perlunya kebiasaan

    itu ditinggalkan.

  • 36

    c) Dalam melaksanakan niat itu hendaklah terus-menerus, sesuai

    dengan yang diniatkan, yakni tidak bergeser dari pendirian dan niat

    semula walaupun bertemu dengan kesukaran.

    d) Mengisi waktu kosong dengan kebaikan setelah kebiasan buruk itu

    digeser.

    e) Mencari waktu yang baik dan tepat untuk melaksanakan niat itu

    (Ya’qub,1988:61).

    3. Lingkungan

    Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang

    adalah lingkungan (milieu). Milieu adalah suatu yang melingkupi suatu

    tubuh yang hidup, misalnya tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara

    dan lingkungan pergaulan. Dalam hubungan ini lingkungan dibagi

    menjadi dua bagian, yaitu:

    a) Lingkungan alam, alam yang melingkupi manusia merupakan faktor

    yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.

    Lingkungan alam dapat mematahkan atau mematangkan

    pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Dengan kata lain,

    kondisi alam ini turut mempengaruhi akhlak manusia yang berada di

    dalamnya.

    b) Lingkungan pergaulan, mausia hidup selalu berhubunan dengan

    manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan dalam

    pergaulan itu timbul saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan

    tingkah laku. Lingkungan pergaulan ini dapat dibagi menjadi

    beberapa kategori, yaitu:

    1. Lingkungan dalam rumah tangga, yaitu akhlak orang tua di rumah

    yang dapat mempengaruhi akhlak anak-anaknya.

    2. Lingkungan sekolah, yaitu akhlak anak sekolah dapat terbina dan

    terb