IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI...

423
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK (SPIPISE) DI KABUPATEN LEBAK SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara Oleh DIDI ROSADI NIM 6661121564 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, Oktober 2016

Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI...

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN

INVESTASI SECARA ELEKTRONIK (SPIPISE) DI KABUPATEN LEBAK

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

DIDI ROSADI

NIM 6661121564

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, Oktober 2016

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Didi Rosadi

Nim : 6661121564

Semester : IX (Sembilan)

Program Studi : Administrasi Negara

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA

ELEKTRONIK (SPIPISE) DI KABUPATEN LEBAK adalah hasil karya saya

sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan

dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur

plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.

Serang, Oktober 2016

Didi Rosadi

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Didi Rosadi NIM : 6661121564 Judul Skripsi : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM

PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK (SPIPISE) DI KABUPATEN LEBAK

Serang, Oktober 2016 Skripsi ini Telah Disetujui untuk Disajikan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dirlanudin, M.Si Anis Fuad, M.Si NIP : 196109031987031001 NIP : 198009082006041002

Mengetahui

Dekan Fisip Untirta

Dr. Agus Sjafari, M.Si NIP : 197108242005011002

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : DIDI ROSADI NIM : 6661121564 Judul Skripsi : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN

INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK (SPIPISE) DI KABUPATEN LEBAK

Telah Diuji di Hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, tanggal 21 Oktober 2016 dan dinyatakan LULUS.

Serang, 21 Oktober 2016 Ketua Penguji Gandung Ismanto, MM NIP. 197408072005011001

Anggota: Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si. NIP. 197405012005011005

Anggota: Anis Fuad, M.Si NIP. 198009082006041002

Mengetahui,

Dekan Fisip Untirta

Dr. Agus Sjafari, M.Si NIP. 197108242005011002

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Listyaningsih, S.Sos, M.Si. NIP. 197603292003122001

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

You’ll Never Walk Alone…

Skripsi ini kupersembahkan:

Untuk kedua orang tua,

dan seluruh Keluarga Besar yang tak pernah lelah

memotivasi ku disetiap langkah dan tulus

mencintaiku, terima kasih untuk segalanya.

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

v

ABSTRAK

Didi Rosadi. NIM. 6661121564. 2016. Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I, Dr. Dirlanudin, M.Si; Dosen Pembimbing II, Anis Fuad, M.Si.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal yang belum optimal, pelaksanaan pelayanan perizinan yang mudah, cepat, tepat, transparan dan akuntabel yang belum optimal, adanya pelayanan perizinan yang belum diintegrasikan dengan SPIPISE dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan mengenai penerapan SPIPISE serta metode pelatihan dan pembinaan tentang SPIPISE kepada perusahaan PMDN dan PMA yang belum efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar dan bagaimana implementasi SPIPISE di Kabupaten Lebak. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, disposisi para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kombinasi model concurrent embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan kualitatif sebagai metode sekunder. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 65 orang, dan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh. Adapun pemilihan informan menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan implementasi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak mencapai angka 63,47% dari angka yang diharapkan yaitu 65%, secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Saran peneliti dalam penelitian ini yaitu peningkatan kompetensi dari pelaksana, penambahan jumlah sarana dan prasarana, perbaikan fasilitas pendukung SPIPISE dan dilakukannya sosialisasi menyeluruh dan intensif kepada seluruh penanam modal.

Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Sistem Pelayanan, Perizinan Investasi

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

ABSTRACT

Didi Rosadi. NIM 6661121564. 2016. Policy Implementation of the Electronic

Service System of Investment Information and Licensing (SPIPISE) in Lebak

Regency. Major of Public Administration Science. The Faculty of Social Science

and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor, Dr. Dirlanudin, M.Si; 2nd Advisor, Anis Fuad, M.Si.

This research was motivated by the implementation of One Stop Services (OSS) in the field of investment which is not optimal, the licensing service implementation which easy, fast, accurate, transparent and accountable is not optimal, the licensing services that have not been integrated with SPIPISE and lack of socialization on SPIPISE implementation and training and guidance methods on SPIPISE to domestic and foreign companies that have not been effective. The objective of this study is to know how much and how the implementation of SPIPISE in Lebak. The theory was used in this research is policy implementation theory according to Van Meter and Van Horn is the policy standards and objectives, the resources, the characteristics of the implementers agencies, the disposition of implementers, inter-organizational communication and enforcement activities, and the economic, social and political conditions. This research is descriptive research with used model combination of concurrent embedded with quantitative method as primary method and qualitative method as secondary method. The population of this research is 65 people, and the sample is saturated samples. The selection of informants used purposive sampling. The technique of collecting data used questionnaire, observation, interview and documentation. Data analysis used quantitative and qualitative analysis. The result of this research showed the implementation of SPIPISE policy in Lebak reached 63,47% of the number was expectedist 65%, it included in the unfavorable category quantitatively. The researcher suggestions in this research are increasing of the implementer competence, adding the total of facilities and infrastructures, improving support facilities of SPIPISE and doing a thorough and intensive socialization to all investors.

Keywords: Policy Implementation, Service System, Investment Licensing

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

penulis buat untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa dengan judul “implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi Dan

Perizinan Investasi Secara Elekrronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak”.

Hasil penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak

yang selalu mendukung penulis baik secara moril maupun materiil. Maka dengan

ketulusan hati dan dalam kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan

dan bantuan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan

dan rasa hormat serta terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Rahmawati, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus dosen pembimbing akademik

peneliti selama menempuh jenjang S1 di Program Studi Ilmu Administrasi

Negara.

4. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

vii

5. Kandung Sapto Nugroho, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si, Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Riswanda, Ph.D, Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Dr. Dirlanudin, M.Si, Dosen Pembimbing I yang senantiasa meluangkan

waktunya untuk melakukan bimbingan dan memberikan masukan dalam setiap

bimbingan yang dilakukan selama ini.

9. Anis Fuad, M.Si, Dosen Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

untuk melakukan bimbingan dan memberikan masukan dalam setiap bimbingan

yang dilakukan selama ini.

10. Ibu dan Bapak dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa yang senantiasa memberikan pengajaran yang baik dan ilmu

yang sangat bermanfaat.

11. Rukim, SE., M.Si, Kepala Bidang Data dan Pengaduan Badan Penanaman

Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lebak yang telah

membantu peneliti dalam mengerjakan tugas skripsi ini.

12. Atep Taupik Siregar, S.Kom, Tenaga IT bidang Penanaman Modal Badan

Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lebak yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu peneliti menyelesaikan

skripsi ini.

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

viii

13. Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak membantu peneliti

dalam mengurus segala perijinan, surat-menyurat dan urusan akademik lainnya.

14. Untuk Keluarga saya yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan serta

doa yang selalu mengiringi tiap langkah saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Sahabat terdekat peneliti diantaranya Dodo, Damar, Disur, Fahmy, Restu,

Pradytia, Pangku, Haris, Rafli yang selalu ada dan selalu setia mendukung saya

dalam penulisan skripsi ini.

16. Dan tidak lupa Teman-teman Administrasi Negara Angkatan 2012 yang selalu

berjuang bersama-sama serta saling mendukung satu sama lain dalam

mengerjakan skripsi ini.

Akhirnya penulis tak berhenti mengucapkan syukur kepada Allah SWT,

karena atas ridho-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis

menyadari banyak ditemukan kekurangan dalam penyajian materi. Oleh karena itu

penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut. Penulis mengharapkan masukan,

baik kritik maupun saran dari pembaca yang membangun.

Serang, Oktober 2016

Didi Rosadi NIM. 6661121564

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS .........................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................

ABSTRAK ...............................................................................................................

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................... 12

1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 13

1.4 Rumusan Masalah........................................................................... 13

1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................ 14

1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 14

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .. 16

2.1 Landasan Teori ............................................................................... 16

2.1.1 Kebijakan Publik ............................................................................ 17

2.1.2 Implementasi Kebijakan ................................................................. 20

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

x

2.1.3 Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) ...................................................................... 35

2.1.4 Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing ... 40

2.1.5 Pelayanan Perizinan Yang di Layani Menggunakan SPIPISE oleh

BPMPPT Lebak .............................................................................. 43

2.2 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 50

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 51

2.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 56

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 57

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ................................................. 57

3.2 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 60

3.3 Lokasi Penelitian ............................................................................ 61

3.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 61

3.4.1 Definisi Konsep .............................................................................. 61

3.4.2 Definisi Operasional ....................................................................... 62

3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 65

3.5.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 68

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 68

3.5.3 Pengukuran Validitas Instrumen .................................................... 73

3.5.4 Pengujian Reliabilitas ..................................................................... 75

3.5.5 Uji Normalitas ................................................................................ 76

3.6 Populasi, Sampel dan Informan Penelitian ..................................... 77

3.6.1 Populasi .......................................................................................... 77

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xi

3.6.2 Sampel ............................................................................................ 77

3.6.3 Informan ......................................................................................... 77

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 78

3.7.1 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Kuantitatif ......................... 78

3.7.2 Uji T-test ......................................................................................... 79

3.7.3 Uji Pihak Kanan.............................................................................. 80

3.7.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif ........................... 81

3.7.5 Uji Keabsahan Data ........................................................................ 82

3.8 Jadwal Penelitian ............................................................................ 83

BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 85

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ............................................................ 85

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak .............................................. 85

4.1.2 Sistem Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak ...................................................... 88

4.2 Pengujian Persyaratan Statistik ...................................................... 94

4.2.1 Uji Validitas Instrumen .................................................................. 95

4.2.2 Uji Reliabilitas ................................................................................ 97

4.2.3 Uji Normalitas ................................................................................ 99

4.3 Deskripsi Data .............................................................................. 100

4.3.1 Identitas Responden ...................................................................... 101

4.3.2 Analisis Data................................................................................. 104

4.4 Pengujian Hipotesis ...................................................................... 139

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian .......................................................... 141

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xii

4.6 Pembahasan .................................................................................. 142

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 164

5.1 Simpulan ....................................................................................... 164

5.2 Saran ............................................................................................. 166

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 167

LAMPIRAN ..............................................................................................................

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL 1 Daftar Pelayanan Perizinan yang Menggunakan SPIPISE ...... 9

TABEL 2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik ................................. 33

TABEL 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian .............................................. 63

TABEL 3.2 Skor Item-item Instrumen Penelitian ................................... 67

TABEL 3.3 Pedoman Wawancara Penelitian .......................................... 70

TABEL 3.4 Jadwal Penelitian .................................................................. 84

TABEL 4.1 Hasil uji validitas instrumen penelitian ................................ 96

TABEL 4.2 Case Processing Summary .................................................... 99

TABEL 4.3 Reliability Statistics .............................................................. 99

TABEL 4.5 One-Sample Statistics ........................................................... 140

TABEL 4.6 One-Sample Test ................................................................... 140

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 2.1 Model Implementasi Kebijakan Smith ............................ 32

GAMBAR 2.3 Kerangka Berpikir ............................................................ 55

GAMBAR 3.1 Model concurrent embedded dengan metode kuantitatif

sebagai primer ................................................................. 58

GAMBAR 3.2 Analisis Data Miles & Huberman .................................... 81

GAMBAR 4.1 Ruang Lingkup SPIPISE .................................................. 89

GAMBAR 4.2 Matriks Layanan Subsistem-Subsistem SPIPISE ............. 91

GAMBAR 4.3 Grafik Uji Normalitas ....................................................... 99

Page 17: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xv

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

DIAGRAM 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 101

DIAGRAM 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ........................... 102

DIAGRAM 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir . 103

DIAGRAM 4.4 Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan ........................ 105

DIAGRAM 4.5 Indikator Sumber Daya ................................................... 108

DIAGRAM 4.6 Indikator Karakteristik Agen Pelaksana ......................... 111

DIAGRAM 4.7 Indikator Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana

...................................................................................... 113

DIAGRAM 4.8 Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivtas

Pelaksana ......................................................................... 116

DIAGRAM 4.9 Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ....... 119

Page 18: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN II Angket/kuesioner dan Pedoman Wawancara

LAMPIRAN III Matriks Hasil Penelitian

LAMPIRAN IV Data Pendukung Penelitian

LAMPIRAN V Dokumentasi Penelitian

Page 19: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Investasi memegang peranan penting dalam menggerakkan pertumbuhan

ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Investasi dapat dilakukan oleh pemerintah

melalui anggaran pembiayaan pembangunan dan investasi swasta/masyarakat.

Investasi yang dilaksanakan pemerintah terutama untuk mendorong penciptaan

iklim usaha yang kondusif, penyediaan sarana dan prasarana, serta pemberdayaan

ekonomi rakyat. Sedangkan investasi swasta/masyarakat baik yang berupa

penanaman modal asing maupun penanaman modal dalan negeri, dilaksanakan

terutama untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal menjadi kekuatan

ekonomi riil yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi, membuka kesempatan

kerja, serta menunjang pendapatan daerah.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa iklim investasi mencerminkan

sejumlah faktor yang berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan

dan insentif bagi pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara

produktif dan berkembang. Lebih konkritnya lagi, iklim usaha atau investasi yang

kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan

biaya dan resiko serendah mungkin di satu sisi, dan bisa menghasilkan keuntungan

jangka panjang setinggi mungkin.

Naiknya peringkat investasi Indonesia ke level investment grade

zone dengan outlook positif dan stabil yang disematkan oleh sejumlah lembaga

Page 20: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

2

pemeringkat internasional seperti The Fitch, Moodys, S&P, merupakan modal bagi

kesinambungan pembangunan di masa mendatang. Indonesia kini di mata dunia

menjadi destinasi investasi utama di tengah perlambatan ekonomi global sejak

2008. (Sumber: Investasi dan Perekonomian Indonesia, setkab.go.id, diakses

tanggal 26 Maret 2016).

Menariknya perekonomian nasional di tengah perlambatan ekonomi dunia

mendorong para investor global untuk berinvestasi ke Indonesia. Realisasi investasi

dalam 2 (dua) tahun terakhir tercatat melampaui target yang ditetapkan pemerintah.

Tahun 2012 realisasi investasi sebesar Rp.313 triliun dan tahun 2013 sebesar Rp

398,6 triliun. Pada triwulan 1 -2014, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

menyampaikan data realisasi investasi yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 106,6

triliun atau naik 14,6% dari periode yang sama tahun lalu. Pemerintah menargetkan

investasi yang masuk pada tahun 2014 sebesar Rp 456,6 triliun. (Sumber: Investasi

dan Perekonomian Indonesia, setkab.go.id, diakses tanggal 26 Maret 2016).

Menguatnya prospek ekonomi nasional dengan stabilitas yang terjaga,

menjadi faktor yang menarik bagi para investor global untuk berinvestasi ke

Indonesia. Indonesia saat ini menjadi negara destinasi investasi utama yang menarik

di saat sebagian besar negara berkembang lainnya menghadapi kontraksi ekonomi.

Bahkan Jepang untuk pertama kalinya menempatkan Indonesia sebagai destinasi

investasi utama menggeser Tiongkok yang selama ini dijadikan tujuan utama

investor Jepang. (Sumber: Investasi dan Perekonomian Indonesia, setkab.go.id,

diakses tanggal 26 Maret 2016).

Page 21: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

3

Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif maka kualitas

pelayanan perizinan penanaman modal merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan meningkatnya investasi di daerah. Dengan pelayanan yang sederhana

pasti akan memberi nilai tambah dan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk

menanamkan modalnya. Pemerintah telah membuat beberapa regulasi dalam

rangka penanaman modal dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal dan beberapa peraturan lainnya berkaitan Penanaman

Modal yang semuanya mengarah kepada upaya peningkatan investasi.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam

hal kemudahan berinvestasi ini adalah dengan membentuk Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009. Dibentuknya

PTSP ini karena dari hasil survey Badan Koordinasi Penanaman Modal, Indonesia

masih tertinggal jauh dalam hal lamanya waktu yang dibutuhkan untuk sebuah

proses mendapatkan izin usaha dan banyaknya pos (meja) yang harus dilalui oleh

investor.

Dalam rangka mewujudkan peningkatan investasi di Indonesia, proses

pelayanan perizinan penanaman modal semakin efektif dengan dukungan e-

government. Oleh karena itu pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM) mengembangkan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di berbagai daerah yang menerapkan PTSP,

salah satunya adalah Kabupaten Lebak, sebagai upaya untuk meningkatkan

sinergitas daerah dengan Pemerintah Pusat dalam hal kemudahan berinvestasi.

Page 22: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

4

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor

14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik bahwa SPIPISE adalah sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan

yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/LPNK yang memiliki

kewenangan Perizinan dan NonPerizinan, Perangkat Daerah Provinsi di bidang

Penanaman Modal (PDPPM) dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dibidang

Penanaman Modal (PDKPM). SPIPISE bertujuan untuk mewujudkan:

a. Penyelenggaraan PTSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

Penanaman Modal;

b. Pelayanan perizinan dan nonperizinan yang mudah, cepat, tepat,

transparan, dan akuntabel;

c. Integrasi data dan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

d. Keselarasan kebijakan dalam pelayanan penanaman modal antarsektor

dan pusat dengan daerah.

Pelayanan SPIPISE ini memudahkan investor untuk melakukan pengurusan

perizinan secara simpel, murah, efisien, dan predictable. SPIPISE juga merupakan

sistem informasi yang dibangun untuk memberikan kemudahan, menciptakan

transparansi dan kepastian hukum bagi investor. Pemohon (investor) dapat

mengurus perizinan mereka dengan perangkat teknologi tanpa perlu bersentuhan

langsung dengan petugas pelayanan. Selain itu, SPIPISE juga memberikan

kemudahan bagi petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk melakukan

Page 23: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

5

validasi dan mendapatkan data dalam memproses permohonan penanaman modal

yang menjadi kewenangan PTSP.

Pemerintah Kabupaten Lebak melalui Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) telah terkoneksi dengan BKPM dalam

pelayanan perizinan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman

Modal Asing (PMA). Sehingga setiap pelayanan perizinan PMDN dan PMA di

Lebak, sejak tahap pengajuan hingga penerbitan dapat dipantau prosesnya oleh

BKPM secara langsung (real time).

Selama ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak berkomitmen untuk

mendatangkan investor baik domestik maupun mancanegara terlebih dengan

adanya pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara atau MEA. Kehadiran

investor tentu berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan

asli daerah (PAD) dan penyerapan lapangan pekerjaan. Karena itu, Pemerintah

Daerah Kabupaten Lebak terus mengoptimalkan promosi agar Kabupaten Lebak

menjadikan daerah investasi yang kondusif dan aman.

Disamping itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia

(BKPM RI) tahun 2015 menetapkan Kabupaten Lebak sebagai pilot project

pemetaan investasi nasional di Provinsi Banten. Terpilihnya Kabupaten Lebak

tersebut lantaran dalam dua tahun terakhir berhasil meningkatkan investasi, baik

Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

(Sumber: http://bpmppt.lebakkab.go.id/, diakses tanggal 26 Maret 2016).

Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang

dilaporkan oleh perusahanaan baik baik Penanaman Modal Asing (PMA) atau

Page 24: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

6

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), realisasi nilai investasi di Kabupaten

Lebak hingga 2016 menembus Rp17,156 triliun melalui Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) izin prinsip Rp1,359 triliun, dan Penanaman Modal Asing (PMA)

izin prinsip Rp9,136 triliun, PMA izin usaha Rp4,459 miliar serta Non Fasilitas Rp

6,660 triliun. (Sumber: http://bpmppt.lebakkab.go.id/, diakses tanggal 26 Maret

2016).

Walaupun kondisi iklim investasi di Kabupaten Lebak terbilang kondusif,

dalam kenyataannya masih ada beberapa permasalahan dalam pengimplementasian

SPIPISE pada perusahaan PMDN dan PMA yang terdapat di Kabupaten Lebak,

yang mana sebagai tantangan yang harus di hadapi untuk memperbaiki kualitas

pelayanan yang akan datang, itu semua terlihat pada penjelasan berikut ini.

Pertama, penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang

penanaman modal yang belum optimal. Menurut Peraturan Presiden Nomor 97

tahun 2014 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang

selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu

kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian

produk pelayanan melalui satu pintu. Berdasarkan hasil observasi lapangan, peneliti

menemukan bahwa pelayanan perizinan di Kabupaten Lebak tidak sepenuhnya

diakomodasi oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu

Kabupaten Lebak, melainkan ada sebagian perizinan yang di layani oleh

dinas/instansi terkait. Salah satunya adalah dinas kelautan dan perikanan Kabupaten

Lebak, dimana berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Oni Maelani, Spi,

selaku Kasi Konservasi dan Pengendalian Sumber Daya Perikanan mengatakan

Page 25: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

7

bahwa dinas kelautan dan perikanan masih memproses pelayanan perizinan yakni

Surat Izin Usaha Perikanan dengan cara manual dan bukan menggunakan perizinan

elektronik. (Sumber: Hasil wawancara tanggal 30 Agustus 2016, pukul 09.30 di

Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak). Hal tersebut juga di

konfirmasi oleh Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom, selaku tenaga IT pada bidang

penanaman modal di BPMPPT Kabupaten Lebak yang mengatakan bahwa

pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu di Lebak memang belum optimal, masih

ada pelayanan perizinan yang dikeluarkan oleh dinas teknis terkait, yang mana

seharusnya semua pelayanan perizinan sudah dilayani di BPMPPT Lebak. Oleh

sebab itu, pihak BPMPPT Lebak terus berupaya secara bertahap untuk mewujudkan

pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di Kabupaten Lebak agar optimal sesuai

dengan aturan yang berlaku. (Sumber: Hasil wawancara tanggal 31 Agustus 2016,

pukul 10.00 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Hal tersebut tentunya menjadi penghambat bagi perkembangan iklim

investasi di Kabupaten Lebak, karena menurut Peraturan Presiden Nomor 97 tahun

2014 pasal 2 berbunyi “PTSP bertujuan: (a) memberikan perlindungan dan

kepastian hukum kepada masyarakat; (b) memperpendek proses pelayanan; (c)

mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti dan

terjangkau; dan (d) mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas

kepada masyarakat”. Perizinan yang masih diurus oleh dinas teknis terkait tentunya

tidak sederhana seperti pelayanan yang diurus oleh BPMPPT yang mana akan

membutuhkan waktu yang lama dan belum lagi penanam modal harus mengurus

izin yang lainnya yang juga memakan waktu.

Page 26: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

8

Kedua, belum optimalnya pelaksanaan pelayanan perizinan yang mudah,

cepat, tepat, transparan dan akuntabel. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97

tahun 2014 pasal 2 poin (c) berbunyi “PTSP bertujuan: mewujudkan proses

pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti dan terjangkau; serta dalam

Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 14 tahun 2009 pasal 3 poin b berbunyi

“SPIPISE, bertujuan untuk mewujudkan pelayanan perizinan dan non perizinan

yang mudah, cepat, tepat, transparan dan akuntabel”. Berdasarkan obeservasi

lapangan, peneliti menemukan bahwa pelayanan perizinan dan non perizinan

menggunakan SPIPISE belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan adanya SPIPISE

tersebut, yakni penggunaan SPIPISE belum sepenuhnya diketahui oleh semua

penanam modal yang ada di Kabupaten Lebak, dan juga terbatasnya akses untuk

masyarakat umum dalam melihat informasi dalam SPIPISE. Hal ini berdasarkan

wawancara dengan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom, selaku tenaga IT pada

bidang penanaman modal di BPMPPT Kabupaten Lebak yang mengatakan bahwa

penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak belum dilakukan secara maksimal, hal ini

dikarenakan penggunaan SPIPISE masih menemui beberapa kendala diantaranya

server dan bandwidth yang sering bermasalah sehingga dalam memproses perizinan

kurang cepat. (Sumber: Hasil wawancara tanggal 10 Mei 2016, pukul 09.30 di

Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak). Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa

transparansi dalam hal keterbukaan informasi mengenai adanya penerapan SPIPISE

di Kabupaten Lebak belum terwujud, hal ini dibuktikan bahwa informasi mengenai

SPIPISE belum dimasukkan kedalam website BPMPPT Lebak.

Page 27: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

9

Ketiga, masih adanya izin-izin yang belum terintegrasi dengan SPIPISE.

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lebak

selaku badan yang melayani penanaman modal dan perizinan daerah mulai

terbentuk tahun 2013 dan langsung menerapkan SPIPISE dalam kegiatan

penanaman modalnya. Berikut adalah izin – izin yang dilayani oleh BPMPPT yang

menggunakan SPIPISE:

Tabel 1 Daftar Pelayanan Perizinan yang Menggunakan SPIPISE

No. Perizinan yang dilayani Lamanya Proses 1 Izin Prinsip Penanaman Modal 3 hari kerja 2 Izin Usaha Untuk Berbagai Sektor Usaha 7 hari kerja 3 Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal 3 hari kerja

4 Izin Usaha Perluasan Untuk Berbagai Sektor Usaha 7 hari kerja

5 Izin Prinsip Perbahan Penanaman Modal 5 hari kerja

6 Izin Usaha Perubahan Untuk Berbagai Sektor Usaha 5 hari kerja

7 Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal 10 hari kerja

8 Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal Untuk Berbagai Sektor Usaha

7 hari kerja

9 Surat Izin Usaha Perdagangan 3 hari kerja 10 Izin Usaha Industri 6 hari kerja

Sumber: BPMPPT Kabupaten Lebak, 2016.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada 10 pelayanan perizinan

yang menggunakan SPIPISE, namun dalam kenyataannya hanya 6 pelayanan

perizinan yang menggunakan SPIPISE yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 7, dan 8, sedangkan

nomor 2,6, 9 dan 10 belum diintegrasikan dengan SPIPISE. Berdasarkan observasi

dari peneliti, untuk nomot 2 dan 6 layanan tersebut belum sepenuhnya di akomodir

oleh BPMPPT melainkan masih dilayani oleh dinas teknis terkait. Seharusnya

Page 28: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

10

semua pelayanan izin usaha untuk berbagai sektor usaha dan izin usaha perubahan

untuk berbagai sektor usaha sudah diintegrasikan dengan SPIPISE. Untuk nomor 9

dan 10, menurut Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom, selaku tenaga IT pada bidang

Penanaman Modal di BPMPPT Kabupaten Lebak menjelaskan bahwa seharusnya

semua perizinan dengan nilai investasi diatas 500 juta rupiah sudah diintegarsikan

dengan SPIPISE. Namun dalam kenyataannya, untuk perizinan nomor 9 dan 10,

meskipun nilai investasi di atas 500 juta tetapi masih belum dimasukkan kedalam

SPIPISE, hal ini terjadi karena masih adanya kekurangan-kekurangan fasilitas

pendukung, maka izin tersebut belum diintegrasikan dengan SPIPISE. (Sumber:

Hasil wawancara tanggal 10 Mei 2016, pukul 09.30 di Kantor BPMPPT Kabupaten

Lebak).

Hal ini tentunya belum sesuai dengan Perka BKPM RI Nomor 14 Tahun

2009 pasal 3 poin (c) yang menjelaskan bahwa SPIPISE bertujuan untuk

mewujudkan “integrasi data dan pelayanan perizinan dan non perizinan”. Selain itu

juga hal ini belum sesuai dengan Perka BKPM RI Nomor 5 Tahun 2013 pasal 22

ayat 2 yang berbunyi: “Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dengan total nilai investasi mulai dari Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) izinnya harus diproses menggunakan SPIPISE”.

Keempat, kurangnya sosialsisasi yang dilakukan mengenai penerapan

SPIPISE di Kabupaten Lebak. Sosialisasi tentang SPIPISE merupakan hal yang

sangat penting dilakukan, karena dalam penerapan SPIPISE pada perusahaan

PMDN dan PMA harus mengetahui betul bahwa BPMPPT Kabupaten Lebak telah

menggunakan pelayanan perizinan dan pelaporan kegiatan penanaman modal

Page 29: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

11

secara online melalui SPIPISE tersebut. Menurut Bapak Atep Taupik Siregar,

S.Kom, selaku tenaga IT pada bidang penanaman modal di BPMPPT Kabupaten

Lebak mengatakan bahwa sosialsiasi tentang SPIPISE pada perusahaan PMDN dan

PMA di Kabupaten Lebak memang masih kurang, sosialisasi mengenai SPIPISE

pada perusahaan PMDN dan PMA yang ada di Kabupaten Lebak dilakukan satu

tahun sekali yang pelaksanaannya pada pertengahan tahun padahal BPMPPT

sendiri selaku badan yang berwenang di bidang penanaman modal telah melakukan

usulan untuk sosialisasi dilakukan 3 – 4 kali dalam satu tahun, namun yang di

akomodir oleh BKPM Pusat hanya satu tahun sekali. (Sumber: Hasil wawancara

tanggal 10 Mei 2016, pukul 09.30 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Kelima, belum efektifnya metode pelatihan dan pembinaan tentang

SPIPISE bagi pengguna layanan SPIPISE di Kabupaten Lebak. Pelatihan dan

pembinaan tentang SPIPISE merupakan hal yang sangat penting dilakukan, karena

dalam penerapan SPIPISE pada perusahaan PMDN dan PMA harus memahami

betul tentang cara penggunaan dan pelaporan kegiatan penanaman modal secara

online melalui SPIPISE tersebut. Menurut Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom,

selaku tenaga IT pada bidang penanaman modal di BPMPPT Kabupaten Lebak

mengatakan bahwa pelatihan dan pembinaan tentang SPIPISE pada perusahaan

PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak memang belum efektif, hal ini terjadi karena

pengetahuan perusahaan baik PMDN maupun PMA tentang SPIPISE masih

kurang, sehingga pelatihan dan pembinaan belum efektif. Belum efektifnya

pelatihan dan pembinaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah

pelatihan dan pembinaan dilakukan secara bersamaan dengan sosialisasi terkait

Page 30: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

12

penanaman modal di Kabupaten Lebak dan juga tidak tersedianya sarana dan

prasarana untuk menunjang pelatihan dan pembinaan tersebut. (Sumber: Hasil

wawancara tanggal 10 Mei 2016, pukul 09.30 di Kantor BPMPPT Kabupaten

Lebak).

Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan perusahaan

tersebut tentang bagaimana penggunaan SPIPISE sebagai penunjang untuk

berinvestasi di Kabupaten Lebak. Selain itu juga, hal tersebut belum sesuai dengan

Peraturan Kepala BKPM RI Nomor 14 Tahun 2009 Pasal 10 Ayat 2 poin C yang

berbunyi: “pelatihan penggunaan SPIPISE kepada SDM yang akan menggunakan

SPIPISE”. Pasal 10 ayat 2 poin (c) tersebut menjelaskan bahwa setiap SDM yang

akan menggunakan SPIPISE harus mengikuti pelatihan penggunaan SPIPISE.

Berdasarkan latar belakang tersebut pemerintah yang bersangkutan

diharapkan peka melihat kondisi yang terjadi dilingkungan kegiatan investasi,

permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak diharapkan dapat diatasi dengan baik, dengan latar belakang yang

telah saya paparkan, maka peneliti tertarik dan berinisiatif guna melakukan

penelitian mengenai “implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti mencoba

mengidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan Implementasi Kebijakan

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di

Page 31: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

13

Kabupaten Lebak yang mulai diterapkan sejak tahun 2013 memiliki beberapa

permasalahan yang dapat di kerucutkan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang

penanaman modal yang belum optimal.

2. Belum optimalnya pelaksanaan pelayanan perizinan yang mudah, cepat,

tepat, transparan dan akuntabel.

3. Masih ada perizinan yang belum dintegrasikan dengan SPIPISE.

4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan mengenai penerapan SPIPISE.

5. Metode pelatihan dan pembinaan mengenai SPIPISE kepada

perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak yang belum efektif.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi masalah dan agar

penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan dan manfaat. Maka penelitian ini

terfokus pada objek penelitian yaitu implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten

Lebak.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Seberapa besar implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak?

Page 32: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

14

2. Bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan esensi dasar dari sebuah penelitian, dan

menjadi faktor pendorong bagi para peneliti untuk melakukan penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui seberapa besar implementasi kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di

Kabupaten Lebak.

1.6 Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat dari penelitian merupakan dampak dari tercapainya

tujuan penelitian. Bila tujuan penelitian dapat tercapai, dan rumusan masalah dapat

terjawab secara akurat, maka penelitian ini dapat menghasilkan informasi yang

berguna atau memiliki kegunaan.

Secara lebih detail, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Page 33: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

15

a. Untuk mengembangkan teori yang sudah diperoleh selama dalam

perkuliahan.

b. Sebagai bahan pemahaman untuk penelitian berikutnya.

c. Untuk memberikan pengaruh yang positif bagi seluruh mahasiswa,

khususnya peneliti agar termotivasi untuk meningkatkan kualitas belajar

dan memberikan wawasan yang lebih luas lagi.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah

Daerah pada umumnya dan Badan Koordinasi Penanaman Modal

Republik Indonesia khususnya selaku pihak yang berwenang dalam

urusan investasi dan pelayanan perizinan untuk dapat meningkatkan

investasi melalui pelaksanaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik (SPIPISE).

Page 34: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

16

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

Teori Teori dalam ilmu administrasi negara mempunyai peranan yang sama

dengan teori yang ada dalam bidang ilmu lainnya, yaitu berfungsi untuk

menjelaskan dan panduan dalam penelitian seperti yang dikemukakan oleh Hoy dan

Miskel (Sugiyono, 2007: 55): “Theory is a set of interrelated concepts,

assumptions, and generalizations that systematically describes and explains

regularities in behaviour in organizations”. Berdasarkan hal tersebut, teori

didefinisikan sebagai perangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat

digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai

organisasi baik organisasi formal maupun organisasi informal.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan ada empat kegunaan teori

di dalam penelitian menurut Sugiyono (2007: 55-56), yaitu:

1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis. 2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi

perilaku yang memiliki keteraturan. 3. Teori sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan

pengetahuan. 4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.

Deskripsi teori adalah teori-teori yang dianggap paling relevan untuk

menganalisis objek penelitian. Landasan ini dimaksudkan untuk memberi jawaban

atas pertanyaan dalam rumusan masalah sebelumnya. Untuk menjawab rumusan

Page 35: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

17

masalah tersebut perlu membedah kembali tentang beberapa konsep yang telah

diklarifikasikan oleh penulis.

Dalam penelitian ini, peneliti mengklarifikasikan teori ke dalam beberapa

teori yaitu, Teori Kebijakan Publik, Teori Implementasi Kebijakan Publik.

Kemudian menjelaskan mengenai deskripsi gambaran Sistem Pelayanan Informasi

dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE).

2.1.1 Kebijakan Publik

Dalam melaksanakan agenda dari suatu pemerintahan, maka diperlukan

sebuah program yang mampu diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan

bernegara. Agenda tersebut dapat menghasilkan sebuah gagasan yang kemudian

menjadi sebuah program yang dapat dilaksanakan oleh para stakeholder. Pada

akhirnya program itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang

dimaksud dengan agenda publik tersebut adalah kebijakan publik.

Kebijakan publik tidak serta merta dapat diimplementasikan langsung, tentu

harus ada rumusan-rumusan gagasan yang kemudian di formulasikan ke dalam

suatu tindakan (program). Karena di dalam perumusan tersebut, setiap orang atau

sekelompok orang yang ada di dalam pemerintahan memiliki pandangan dan

pemahaman yang berbeda mengenai kebijakan publik. Begitu pula ketika kebijakan

publik itu dapat dilaksanakan, juga tergantung kepada orang atau sekelompok orang

memahami kebijakan tersebut.

Kata ‘kebijakan’ disepadankan dengan kata kata bahasa inggris ‘policy’

yang dibedakan dari kata kebijaksanaan (wisdom) maupun ‘kebajikan’ (virtues)

(Suharto, 2006: 7). Sedangkan pengertian kebijakan publik itu sendiri menurut

Page 36: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

18

Nugroho (2012: 119) mengatakan kebijakan publik adalah segala sesuatu yang

dikerjakan pemerintah, mengapa mereka lakukan dan hasil yang membuat sebuah

kehidupan bersama tampil berbeda. Fredrich (Agustino, 2008: 7) menjelaskan

bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana

terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan

(kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam

mengatasinya untuk mencapai tujuan yang yang dimaksud atau merealisasikan

suatu sasaran atau maksud tertentu. Nugroho (2012: 143) menjelaskan keputusan

yang dibuat oleh negara, sebagai startegi untuk merealisasikan tujuan dari negara.

Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal,

memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-

citakan.

Dengan demikian, kebijakan publik adalah sebuah fakta strategis daripada

sebuah fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik

sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam

proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Fokus utama kebijakan publik

dalam negara modern adalah pelayanan publik.

Dalam rangka menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban

menyediakan pelayanan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi, dan

pada sisi lain menyeimbangkan berbagai kelompok dalam masyarakat dengan

berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi. Dimana pemerintah yang

baik (good governance) sangat penting dibutuhkan untuk membuat kebijakan-

Page 37: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

19

kebijakan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam yang adil. Intervensi negara

harus lebih difokuskan pada bidang pelayanan umum, seperti pemberian pelayanan

kesehatan. Adapun definisi kebijakan publik adalah sebagai berikut menurut Chief

J.O (Abdul Wahab, 2005: 5) adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada

tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang saling berkaitan

yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

Kebijakan publik adalah fakta strategis daripada fakta politis ataupun teknis.

Sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-

preferensi politik dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya

pada proses perumusan.

Kebijakan publik merupakan keputusan politis yang dikembangkan oleh

badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan publik

adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut Easton

(Agustino, 2006: 42) sebagai “otoritas” dalam sistem politik yaitu; “para senior,

kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat raja, dan

sebagainya”.

Dari beberapa pengetian yang telah dijelaskan oleh beberapa pakar

kebijakan publik di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan

serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan

yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan

tersebut. Kebijakan publik lebih menitikberatkan pada masalah publik (masyarakat)

dan permasalahan lainnya. Keputusan-keputusan dalam kebijakan publik berupaya

untuk mensejahterakan masyarakat.

Page 38: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

20

2.1.2 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno

(2007: 101-102), menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan tehnik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa implementasi kebijakan merupakan

pelaksanaan kegiatan administrasif yang legitimasi hukumnya ada. Pelaksanaan

kebijakan melibatkan berbagai unsur dan diharapkan dapat bekerjasama guna

mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Jadi implementasi itu merupakan

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi, pemerintah dalam

membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut

dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut

bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi

sampai merugikan masyarakat.

Pendapat Dwijowijoto (2004: 158) mengemukakan bahwa implementasi

kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan

publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi

kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Page 39: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

21

Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan

dengan cara agar kebijakan dapat mencapai tujuan kebijakan tersebut melalui

bentuk program-program serta melalui derivate. Derivate atau turunan dari

kebijakan publik yang dimaksud yaitu melalui proyek intervensi dan kegiatan

intervensi. Berikut ini beberapa definisi implementasi kebijakan menurut Bardach

(Agustino, 2006: 54) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah cukup

untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus

diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan

yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih

yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk

yang memuaskan orang”.

Metter dan Horn (Agustino, 2006: 139) implementasi kebijakan ialah

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat

atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya

tujuan-tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan. Mazmanian dan Sabatier

(Agustino, 2006: 139) implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan

kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula

berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau

keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang

ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan

berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Jenkins (Persons, 2006: 463) studi implementasi adalah studi perubahan,

Page 40: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

22

bagaimana perubahan terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa

dimunculkan.

Dari definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan

menyangkut (minimal) tiga hal yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, (2)

adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan (3) adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu

kegiatan.Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan

tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

2.1.2.1 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan

tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yakni:

Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa Lester dan Stewart (2008: 108)

istilah itu dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan

kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market

approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-

masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk

keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Sedangkan pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai

pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan,

walaupun diantara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan,

sehingga meneruskan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya mereka bertitik-

Page 41: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

23

tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis

tentang studi implementasi.

Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan

tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil

dari tingkat pasar. Pendekatan top down bertitik-tolak dari perspektif bahwa

keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat

kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-administratur atau birokrat-

birokrat pada level bawahnya. Jadi, pendekatan top down ini adalah sejauhmana

tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta

tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah

pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin

terjadi oleh karena street-level-bureaucrats tidak dilibatkan dalam formulasi

kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan para pelaksana

sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat

kebijakan di level pusat. Fokus tersebut membawa konsentrasi pada perhatian

terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efesiensi dan efektifitas

pelaksanaan kebijakan.

2.1.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Dalam literatur ilmu kebijakan publik, terdapat beberapa model

implementasi kebijakan publik yang banyak dipergunakan. Diataranya beberapa

model implementasi kebijakan menurut George C. Edward III dengan Direct and

Indirect Impact on Implementation, Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan

Page 42: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

24

A Model of the Policy Implementation Procces, dan Thomas B. Smith dengan The

Policy Implementation Procces.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan elaborasi model

implementasi kebijakan yang mana peneliti memilih teori yang dianggap relevan

dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti yaitu teori George C. Edward

III dan Van Metter dan Van Horn. Tujuannya yaitu untuk mengarahkan peneliti

agar lebih fokus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini.

1. Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III

disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Berdasarkan

pandangan Edward III (Agustino, 2008: 149), keberhasilan implementasi

kebijakan ditentukan oleh empat faktor penting, yaitu komunikasi, sumber

daya, disposisi dan struktur birokrasi. Adapun penjelasan mengenai keempat

faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1) Faktor Komunikasi (communication)

Menurut George Edward III (Agustino, 2008: 150); komunikasi merupakan variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan telaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan baik bila komunikasi berjalan baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukut keberhasilan variabel komunikasi. Edward III (Agustino, 2008: 150-151) mengemukakan tiga variabel tersebut, yaitu:

a. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan

Page 43: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

25

birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-level-bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua).

c. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2) Faktor Sumber Daya (Resourches)

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumber daya. Edward III mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari: “Staff, information, authority, facilities, building, equipment, land and supplies”. Menurut Edward III (Agustino, 2008: 151-152) sumber daya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari:

a. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai (street-level-bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam implementasi kebijakan.

b. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dan para pelaksan terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

c. Wewenang. Pada umumnya wewenang harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang diterapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijaka; tetapi di sisi

Page 44: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

26

lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan sendiri atau kelompoknya.

d. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (saran dan prasaran) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3) Faktor sikap pelaksana/disposisi (Dispotition)

Disposisi atau sikap dari pelaksana adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai implementasi kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

Menurut Edward III (Winarno, 2005: 142-143) mengemukakan bahwa “kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan Edward III tentang “zona ketidakacuhan”, dimana para pelaksana kebijakan melalui keleluasaannya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat implementasi kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda, dan tindakan penghambat lainnya.

4) Faktor Struktur Birokrasi (Bureaucrtic Structure)

Birokrasi merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu.

Menurut Edward III (Agustino, 2008: 153) yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu

Page 45: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

27

kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak terlaksana karena terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi.

Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.

Menurut Edward III (Agustino, 2008: 153) terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi kearah yang lebih baik, adalah melakukan: Standard Operational Procedures (SOP) dan fragmentasi. Standard Operational Procedures (SOP) adalah kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pada tiap harinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas pegawai di antara beberapa unit kerja atau beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan.

Faktor-faktor komunikasi, sumberdaya, sikap pelaksana, dan

struktur birokrasi dapat secara langsung mempengaruhi implementasi

kebijakan. Di samping itu secara tidak langsung faktor-faktor tersebut

mempengaruhi implementasi melalui dampak dari masing-masing faktor.

Dengan kata lain, masing-masing faktor tersebut saling pengaruh

mempengaruhi, kemudian secara bersama-sama mempengaruhi

implementasi kebijakan.

Kelebihan dari model ini adalah menggunakan logika berpikir dari

‘atas’ kemudian melakukan pemetaan ke ‘bawah’ untuk melihat

keberhasilan atau kegagalan suatu implementasi kebijakan dan model

Page 46: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

28

kebijakan ini memfokuskan perhatian peneliti hanya tertuju pada kebijakan

dan berusaha memperoleh fakta apakah kebijakan tersebut efektif atau tidak

serta peneliti lebih fokus pada kegagalan implementasi kebijakan karena

model implementasi kebijakan ini menjelaskan persoalan-persoalan atau

faktor penghambat implementasi kebijakan. Kekurangan terletak pada

bukti-bukti penting atau realisme dan kemampuan pelaksanaan, karena

model ini tidak memperhitungkan level dan peran aktor lain, sehingga

mengabaikan manusia sebagai target group. Model top-down ini juga

memandang bahwa implementasi kebijakan dapat berjalan secara

mekanistis atau linier, maka penekanannya terpusat pada kepatuhan dan

kontrol efektif.

2. Implementasi Kebijakan Model Van Meter dan Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van

Meter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi suatu

implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk

meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung

dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa

implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang

tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Ada enam variabel, menurut Van Meter dan Van Horn dalam buku

Agustino (2008: 142) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik

tersebut, adalah:

Page 47: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

29

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang berkompeten dan kapabel telah tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hali ini pun menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena ini, sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan

Page 48: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

30

agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (disposisi) para Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van

Meter dan Van Horn ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu

pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan

untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung

dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa

implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan politik,

pelaksana dan kinerja kebijakan publik.

Page 49: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

31

Kelebihan dari model implementasi kebijakan Van Meter dan Van

Horn yaitu memberikan skor yang tinggi pada kesederhanaan dan

keterpaduan serta memaksimalkan perilaku berdasarkan pemikiran tentang

sebab akibat dan pertanggung jawaban bersifat singel atau penuh.

Kekurangan terletak pada bukti-bukti penting atau realisme dan

kemampuan pelaksanaan, karena model ini tidak memperhitungkan level

dan peran aktor lain, sehingga mengabaikan manusia sebagai target group.

Model implementasi kebijakan ini termasuk dalam model top-down. Model

top down ini juga memandang bahwa implementasi kebijakan dapat berjalan

secara mekanistis atau linier, maka penekanannya terpusat pada kepatuhan

dan kontrol efektif.

3. Implementasi Kebijakan Model Thomas B. Smith

Menurut Smith (Tachjan, 2006: 38), dalam proses implementasi ada

4 (empat) variabel yang perlu diperhatikan. Model implementasi atau alur

smith tersebut dapat disajikan dibawah ini dan eempat variabel dalam

implementasi kebijakan publik tersebut adalah:

1. Kebijakan yang diidealkan (idealized policy), yakni pola-pola interaksi ideal yang telah mereka definisikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan;

2. Kelompok sasaran (target groups), yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan;

3. Organisasi pelaksana (implementing organization), yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan;

4. Faktor lingkungan (environmental factor), yakni unsur-unsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Page 50: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

32

Gambar 2.1

Model kebijakan Smith (Tachjan, 2006: 39)

Keempat variabel tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan

merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara

timbal balik, oleh karena itu terjadi ketegangan-ketegangan (tensions) yang

bisa menyebabkan tibulnya protes-protes, bahkan aksi fisik, dimana hal ini

menghendaki penegakan institusi-institusi baru untuk mewujudkan sasaran

kebijakan tersebut. Ketegangan-ketegangan itu bisa juga menyebabkan

perubahan-perubahan dalam institusi-institusi lini.

Smith menggunakan model teoritisnya dalam bentuk sistem, dimana

suatu kebijakan sedang diimplementasikan, maka interaksi di dalam dan

diantara keempat faktor tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian dan

menimbulkan tekanan atau ketegangan. Ketidaksesuaian, ketegangan dan

tekanan-tekanan tersebut menghasilkan pola-pola interaksi yang akan

menghasilkan pembentukan lembaga-lembaga tertentu, sekaligus dijadikan

Page 51: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

33

umpan balik untukmengurangi ketegangan dan dikembalikan ke dalam

matriks dan pola-pola interaksi dari kelembagaan.

Kebaikan model pendekatan bottom-up yang dikemukakan Smith

adalah kebijakan tidak berjalan secara linier dan mekanistik (banyak faktor

yang mempengaruhinya) dan memungkinkan terjadinya negosiasi serta

konsensus antara formulator, implementor dan target group. Kelemahannya

adalah, unit birokrasi terendah sebagai pelaksana kadangkala belum siap

ketika kebijakan diimplementasikan serta masih diragukan kesiapan dan

kemampuannya. Berikut adalah tabel mengenai ketiga model implementasi

kebijakan.

Tabel 2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik

Model George Edward III

Model Van Metter dan Van Horn

Model Thomas B. Smith

1. Komunikasi 2. Sumberdaya 3. Disposisi 4. Struktur

Birokrasi

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

2. Sumberdaya 3. Karakteristik Agen

Pelaksana 4. Sikap Pelaksana 5. Komunikasi Antarorganisasi 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial

dan Politik

1. Kebijakan yang di idealkan

2. Kelompok Sasaran 3. Organisasi

Pelaksana 4. Faktor Lingkungan

Sumber: Peneliti, (2016)

Beberapa model implementasi kebijakan di atas menunjukkan

bahwa tidak ada variabel tunggal dalam suatu kegiatan implementasi

kebijakan. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan oleh

banyak faktor, baik menyangkut kebijakan yang diimplementasikan,

pelaksana kebijakan, maupun lingkungan di mana kebijakan tersebut

Page 52: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

34

diimplementasikan (kelompok sasaran). Namun demikian, melihat berbagai

model di atas nampaknya faktor lingkungan (kondisi sosial, ekonomi dan

politik) di mana kebijakan itu diimplementasikan, komunikasi

antarorganisasi dan birokrasi pelaksana menjadi faktor dominan bagi

penentu keberhasilan implementasi kebijakan.

Adapun model-model kebijakan yang dipilih oleh peneliti dalam

penelitian ini dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari

masing-masing model kebijakan diatas adalah model kebijakan menurut

Van Metter dan Van Horn, karena peneliti menilai teori cocok dan relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti.

2.1.2.3 Faktor Pendorong Pelaksanaan Kebijakan

Pada tahap implementasi, berbagai kekuatan akan berpengaruh baik faktor

yang mendorong atau memperlancar maupun kekuatan yang menghambat atau

memacetkan pelaksanaan program atau kebijakan, faktor pendorong (facilitating

condition) pelaksana implementasi kebijakan menurut Donald P. Warwick (Wahab,

1997: 67), adalah sebagai berikut:

a. Komitmen pimpinan politik (commitment of political leader), yakni adanya komitmen dari pimpinan pemerintahan dalam pelaksanaan suatu proyek menjadi hal yang utama, karena pimpinan politik adalah yang memiliki kekuasaan di daerah.

b. Kemampuan organisasi (organization capacity); Dalam implementasi program pada hakikatnya dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang seharusnya, seperti yang telah ditetapkan atau dibebankan pada salah satu unit organisasi. Kemampuan organisasi terdiri dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu kemampuan teknis dan kemampuan dalam menjalin hubungan dengan organisasi lain.

c. Komitmen para pelaksana (the commitment of implementers); Salah satu asumsi yang seringkali keliru adalah jika pimpinan telah siap untuk

Page 53: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

35

bergerak maka bawahan akan segera ikut untuk mengerjakan dan melaksanakan sebuah kebijaksanaan yang telah disetujui amat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, psikologis, dan birokratisme.

d. Dukungan dari kelompok pelaksana (interest group support); Pelaksanaan kebijakan lebih sering mendapat dukungan dari kelompok kepentingan dalam masyarakat, khusunya yang berkaitan langsung dengan kebijakan.

2.1.2.4 Faktor Penghambat (Impending Conditions)

Yang termasuk kondisi-kondisi atau faktor-faktor penghambat menurut

Warwick (Wahab, 1997, 67) antara lain:

a. Banyaknya pemain (aktor) yang terlibat; Semakin banyak pihak yang terlibat dan turut mempengaruhi pelaksanaan, maka semakin rumit komunikasi dalam pengambilan keputusan dan semakin besar kemungkinan terjadi hambatan dalam implementasi proyek tersebut.

b. Terdapatnya komitmen atau loyalitas ganda; Hal ini disebabkan adanaya tugas ganda yang dirangkai dan dijabat oleh suatu organisasi sehingga perhatian pelaksana menjadi terpecah.

c. Kerumitan yang melekat pada program itu sendiri; Hambatan yang biasanya melekat adalah disebabkan oleh faktor-faktor teknis, faktor ekonomi, pengadaan pangan dan faktor perilaku pelaksana dan masyarakat.

d. Jenjang pengambilan keputusan yang terlalu banyak; Semakin banyak jenjang pengambilan keputusan atau memiliki prosedur yang harus disetujui oleh pihak yang berwenang, maka akan memerlukan waktu lama dalam pelaksanaannya.

e. Faktor lain, yaitu waktu dan perubahan kepemimpinan; Perubahan kepeminpinan baik pada tingkat pimpinan pelaksana maupun dalam organisasi di daerah sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap proyek atau program.

2.1.3 Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE)

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang

selanjutnya disingkat SPIPISE, adalah Sistem elektronik pelayanan perizinan dan

non perizinan yang terintegrasi antara BKPM dan kementerian/Lembaga

Page 54: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

36

Pemerintah Non Departemen yang memiliki kewenangan perizinan dan non

perizinan, PDPPM, dan PDKPM.

Implementasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi

Secara Elektronik (SPIPISE) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Peresiden Nomor 97 Tahun 2014

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Peraturan

Kepala BKPM nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan dan Perizinan

Investasi secara Elektronik. SPIPISE pada hakikatnya adalah

sistem elektronik pelayanan perizinan investasi yang terintegrasi

antara BKPM dengan daerah (dalam hal ini adalah BPMPPT), sehingga proses

pelayanan perizinan investasi yang diselenggarakan oleh BPMPPT langsung dapat

diakses dan terpantau oleh Pemerintah. Portal SPIPISE adalah piranti lunak

berbasis situs (website) yang merupakan gerbang informasi dan pelayanan

perizinan dan non perizinan penanaman modal di Indonesia.

Cara mengajukan hak akses yaitu Hak akses adalah hak yang diberikan

kepada pengguna SPIPISE untuk memanfaatkan perangkat

pelayanan elektronik tersebut, namun dengan syarat telah memiliki identitas

pengguna dan kode akses. Hak akses dapat diajukan langsung ke BKPM maupun

instansi penanaman modal tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang telah

mengoperasikan SPIPISE. Pengajuannya melalui formulir permohonan hak akses,

disertai persyaratan:

1. Dokumen perusahaan yang terdiri dari rekaman Akta Perusahaan yang

terbaru serta rekaman pengesahan Akta Perusahaan tersebut oleh

Page 55: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

37

Kementerian Hukum dan HAM atau pengadilan atau Kementerian

Koperasi dan UKM;

2. Dokumen pimpinan (penanggung jawab) perusahaan, berupa rekaman

tanda pengenal pemohon (KTP atau paspor).

Jika pemohon tidak dapat mengajukan sendiri permohonannya, ia dapat

menguasakan kepada pihak lain dengan menyertakan surat kuasa resmi. Surat kuasa

harus bermaterai cukup dan dilengkapi identitas diri yang jelas dari penerima kuasa.

Setelah formulir Permohonan Hak Akses diisi dengan baik dan benar (dan telah

ditandatangani di atas materai yang cukup), berkas permohonan (yang dilengkapi

dokumen yang diperlukan) langsung disampaikan kepada BKPM atau instansi

penanaman modal provinsi atau kabupaten/kota yang dimaksud. Dalam waktu 2

(dua) jam setelah berkas diterima dengan benar dan lengkap, hak akses akan

diberikan oleh petugas PTSP disertai pemberian akun investor.

Penanam modal wajib mengganti kode akses dalam waktu 1 (satu) hari

setelah hak akses diberikan. Ini agar kode akses yang dimilikinya tidak diketahui

pihak lain yang tidak berkepentingan. Jika dalam waktu sehari penanam modal

tidak mengganti kode aksesnya, SPIPISE akan menghapus hak akses tersebut

secara otomatis. Jika ingin mengalihkan hak akses ke instansi penanaman

modal daerah lainnya, investor dapat mengajukan perubahan secara langsung ke

instansi yang menerbitkan hak akses tersebut.

SPIPISE memiliki 3 (tiga) menu utama, yakni: Informasi Penanaman

Modal, Pelayanan Penanaman Modal dan Pendukung. Pada menu Informasi

Penanaman Modal dapat diakses :

Page 56: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

38

1. Peraturan perundang-undangan penanaman modal;

2. Potensi dan peluang penanaman modal;

3. Daftar bidang usaha tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan;

4. Jenis, tata cara proses permohonan, biaya dan waktu pelayanan

perizinan dan non-perizinan;

5. Tata cara pencabutan perizinan dan non-perizinan;

6. Tata cara penyampaian laporan kegiatan penanaman modal;

7. Tata cara pengaduan terhadap layanan penanaman modal;

8. Data referensi yang digunakan dalam layanan perizinan dan non-

perizinan penanaman modal;

9. Data perkembangan penanaman modal, kawasan industri, harga utilitas,

upah dan tanah;

10. Informasi perjanjian internasional di bidang penanaman modal;

Pada menu Pelayanan Penanaman Modal, investor disuguhi informasi tentang:

1. Pelayanan perizinan dan nonperizinan;

2. Pelayanan penyampaian LKPM;

3. Pelayanan pencabutan serta pembatalan perizinan dan nonperizinan;

4. Pelayanan pengenaan dan pembatalan sanksi;

5. Aplikasi antar-muka antara SPIPISE dan sistem pada instansi teknis

serta intansi terkait lainnya;

6. Penelusuran proses pelayanan permohonan perizinan dan non-

perizinan;

Page 57: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

39

7. Jejak audit (audit trail).

Pada menu Pendukung, informasi yang tersaji berupa:

1. Pengaturan penggunaan jaringan elektronik;

2. Pengelolaan keamanan sistem elektronik dan jaringan elektronik;

3. Pengelolaan informasi yang ditampilkan National Single Window for

Investment (NSWi);

4. Pengaduan terhadap pelayanan perizinan dan non-perizinan dan

masalah dalam penggunaan SPIPISE;

5. Pelaporan perkembangan penanaman modal dan perangkat analisis

pengambilan keputusan yang terkait dengan penanaman modal;

6. Pengelolaan pengetahuan sebagai pendukung analisis dalam

pengambilan putusan pengembangan kebijakan penanaman modal;

7. Penyediaan panduan penggunaan SPIPISE.

Adapun maksud dan tujuan SPIPISE adalah untuk mengatur penanam

modal, penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal,

serta instansi teknis dalam mengajukan permohonan, atau penyelenggaraan

perizinan dan non perizinan dengan SPIPISE. SPIPISE bertujuan untuk

mewujudkan :

1. Penyelenggaraan PTSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

Penanaman Modal;

2. Integrasi data dan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

Page 58: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

40

3. Pelayanan perizinan dan nonperizinan yang mudah, cepat, tepat,

transparan, dan akuntabel;

4. Keselarasan kebijakan dalam pelayanan penanaman modal antarsektor

dan pusat dengan daerah.

2.1.4 Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing

Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) adalah kegiatan menanam

modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang

dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam

negeri. Penanam modal Dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI,

badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman

modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha

terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha

yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan

modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur di dalam Peraturan Presiden No.

36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang

Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Sumber:

https://id.wikipedia.org, diakses April 2016)..

Lebih lanjut mengenai pengertian, Penanaman Modal Dalam Negeri

(selanjutnya disebut sebagai “PMDN”) berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”), yaitu kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal

dalam negeri. Pengertian dari penanam modal dalam negeri adalah perseorangan

Page 59: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

41

warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau

daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.

Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk perseroan terbatas

(PT) (Sumber: https://id.wikipedia.org, diakses April 2016).

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat

dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan

hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pasal 5 ayat (3) UUPM lebih lanjut menjelaskan, penanam modal dalam

negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT dilakukan

dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;

b. Membeli saham; dan

c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanam modal,

termasuk PMDN, yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang

memiliki kewenangan. Izin sebagaimana disebutkan sebelumnya diperoleh melalui

pelayanan terpadu satu pintu. Pelayananan terpadu satu pintu ini bertujuan untuk

membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas

fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, baik penanaman modal dalam

negeri maupun penanaman modal asing.

Page 60: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

42

Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN

mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya

dimana fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat

(2) UUPM dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan

kepada penanaman modal yang:

a. Melakukan perluasan usaha; atau

b. Melakukan penanaman modal baru.

Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (4) UUPM menjelaskan bentuk fasilitas yang

diberikan oleh Pemerintah kepada penanaman modal, termasuk di dalamnya

PMDN, dapat berupa:

a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai

tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan

dalam waktu tertentu;

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal,

mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat

diproduksi di dalam negeri;

c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan

penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan

persyaratan tertentu;

d. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor

barang modal atau mesin atau peralatn untuk keperluan produksi yang

belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

Page 61: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

43

f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha

tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

Penanaman Modal Asing atau (PMA) merupakan bentuk investasi dengan

jalan membangun, membeli total atau mengakui sisi perusahaan. Penanaman Modal

di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Penanaman

Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan

modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam

negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya

sifatnya jangka panjang, banyak memberikan adil dalam alih teknologi, alih

keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini,

sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan

pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja (Sumber: https://id.wikipedia.org,

diakses April 2016). Adapun jumlah perusahaan PMDN dan PMA yang ada di

Kabupaten Lebak adalah 65 perusahaan, hal ini dilihat berdasarkan perusahaan

yang memiliki izin prinsip. Adapun jumlah perusahaan PMDN yaitu sebanyak 42

dan PMA sebanyak 23. (Sumber: bkpm.go.id, diakses tanggal 4 Mei 2016).

2.1.5 Pelayanan Perizinan Yang di Layani Menggunakan SPIPISE oleh

BPMPPT Lebak

Dalam pelaksanaan kegiatan penanaman di Kabupaten Lebak, tidak semua

pelayanan perizinan di layani menggunakan SPIPISE, hanya ada beberapa

Page 62: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

44

perlayanan perizinan yang memang dilayanai oleh SPIPISE sesuai dengan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor

14 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal dan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor

15 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal. Adapun pelayanan perizinan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Izin Prinsip Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip,

adalah Izin yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha atau

dengan kata lain izin prinsip adalah izin yang wajib dimiliki dalam

memulai kegiatan usaha baik dalam kegiatan Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Kegiatan

yang mencakup memulai usaha adapun sebagai berikut:

a) Pendirian usaha baru baru, baik dalam rangka PMDN maupun

PMA;

b) Perubahan status menjadi PMA, sebagai akibat dari masuknya

modal asing dalam kepemilikan seluruh/sebagian modal

perseroan dalam badan hukum, atau

c) Perubahan status menjadi PMDN, sebagai akibat dari terjadinya

perubahan kepemilikan modal perseroan yang sebelumnya

terdapat modal asing, menjadi seluruhnya modal dalam negeri.

Terdapat beberapa jenis izin prinsip, sebagaimana yang diuraikan di

bawah ini:

Page 63: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

45

a) Izin prinsip baru, yakni izin pertama kali sebelum memulai

kegiatan usaha;

b) Izin prinsip perluasan, yakni izin sebelum melakukan kegiatan

ekspansi perusahaan;

c) Izin prinsip perubahan, yakni izin sebelum melakukan

perubahan rencana investasi atau realisasinya;

d) Izin prinsip penggabungan (merger), yakni izin sebelum

melakukan penggabungan 2 perusahaan atau lebih.

Perizinan sebagaimana yang dimaksud di atas diajukan kepada

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat (PTSP) di BKPM, Badan Penanaman

Modal PTSP (BPMPTSP) Provinsi, Kabupaten/Kota, PTSP Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan PTSP Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK).

1) Ketentuan Nilai Investasi dan Pemodalan

PMA dalam memperoleh izin prinsip wajib melaksanakan ketentuan

persyaratan nilai investasi dan permodalan, sebagai berikut:

a) Total nilai investasi lebih besar dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh

miliar Rupiah), di luar tanah dan bangunan;

b) Untuk proyek perluasan satu bidang usaha dalam satu kelompok

usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Usaha Indonesia (“KBLI”)

di lokasi yang sama, dengan ketentuan akumulasi nilai investasi

atas seluruh proyek di lokasi tersebut mencapai lebih dari Rp

10.000.000.000 (sepuluh miliar Rupiah) di luar tanah dan

Page 64: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

46

bangunan, maka nilai investasi diperkenankan kurang dari Rp

10.000.000.000 (sepuluh miliar Rupiah);

c) Untuk perluasan satu atau lebih bidang usaha dalam sub

golongan usaha berdasarkan KBLI, yang tidak mendapatkan

fasilitas di luar sektor industri, di satu lokasi dalam satu

kabupaten/kota maka nilai investasi untuk seluruh bidang usaha

lebih besar dari Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar Rupiah)

diluar tanah dan bangunan;

d) Nilai modal ditempatkan sama dengan modal disetor minimal Rp

2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta Rupiah);

e) Penyertaan dalam modal perseroan, untuk masing-masing

pemegang saham minimal Rp 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah)

dan presentase kepemilikan saham dihitung berdasarkan nilai

nominal saham.

Perusahaan PMA yang memiliki izin prinsip sebelum peraturan ini

berlaku dengan nilai modal disetor kurang dari Rp 2.500.000.000 (dua

miliar lima ratus juta Rupiah), yang akan mengajukan permohonan untuk

(i) perpanjangan jangka waktu penyelesaian proyek; atau (ii) izin prinsip

perluasan, wajib menyesuaikan penyertaan dalam modal perseroan minimal

Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta Rupiah).

Penanam modal dilarang membuat perjanjian dan/atau penyertaan

yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas

adalah untuk dan atas nama orang lain.

Page 65: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

47

2) Masa Berlaku Izin Prinsip

Masa berlaku izin prinsip sama dengan jangka waktu penyelesaian

proyek yang ditetapkan dalam izin prinsip. Jangka waktu tersebut diberikan

satu sampai lima tahun tergantung karakteristik bidang usahanya. Apabila

jangka waktu tersebut yang ditetapkan dalam izin prinsip telah habis masa

berlakunya dan proyek tersebut belum selesai, maka perusahaan tidak dapat

mengajukan permohonan perizinan dan non perizinan lainnya. Sehingga

apabila perusahaan belum menyelesaikan proyek sesuai dalam izin prinsip,

perusahaan wajib mengajukan perpanjangan jangka waktu penyelesaian

proyek selambat-lambatnya 30 hari kerja sebelum berakhirnya jangka

waktu penyelesaian proyek yang ditetapkan dalam izin prinsip tersebut.

Untuk jangka waktu penyelesaian proyek dalam izin prinsip yang

telah habis masa berlakunya dan perusahaan tidak memperpanjang atau

terlambat dalam mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu

penyelesaian proyek tersebut, maka perusahaan akan dikenakan sanksi

administrasi berupa surat peringatan dan ditindaklanjuti oleh BKPM

mengenai proyek yang tidak diselesaikan tepat waktu. Lebih lanjut, apabila

hasil dari tindak lanjut tersebut perusahaan tidak dapat menyelesaikan

proyek sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dan terlambat dalam

memperpanjang jangka waktu penyelesaian proyek tersebut maka yang

dapat dilakukan perusahaan adalah mengajukan permohonan izin prinsip

baru, seperti diatur dalam Perka 14/2015, apabila perpanjangan waktu

penyelesaian proyek diajukan setelah berakhirnya masa berlaku jangka

Page 66: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

48

waktu penyelesaian proyek maka permohonan perpanjangan tersebut tidak

dapat diproses dan wajib mengajukan permohonan izin prinsip baru.

3) Ketentuan Divestasi

Kewajiban Perusahaan PMA untuk divestasi sebelum berlakunya

Perka BKPM 14/2015 tetap mengikat dan harus dilaksanakan dengan

minimal nominal kepemilikan saham sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta

Rupiah). Apabila kewajiban divestasinya telah jatuh tempo dan Perusahaan

PMA belum mendapatkan calon penanam modal dalam negeri, maka ia

dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu. Setelah

mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM, saham peserta

Indonesia akibat pelaksanakaan divestasi dapat dijual kembali kepada

perseorangan warga Indonesia/warga asing/badan usaha Indonesia/badan

usaha asing.

Dalam peraturan yang sebelumnya ketentuan minimal nominal

kepemilikan saham tidak diatur.

4) Percepatan Izin Investasi

Perka BKPM 14/2015 mengatur hal baru yaitu penerbitan izin

prinsip yang disebut izin investasi. Izin ini dapat diterbitkan hanya dengan

waktu 3 jam. Ketentuan untuk mendapatkan percepatan izin investasi

tersebut adalah (i) nilai investasi minimal Rp 100.000.000.000 (seratus

miliar Rupiah), dan/atau (ii) penyerapan tenaga kerja Indonesia minimal

1.000 (seribu) orang. Khusus untuk izin investasi yang berlokasi di kawasan

industri tertentu dan telah disetujui oleh Kepala BKPM dapat memulai

Page 67: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

49

konstruksi tanpa terlebih dahulu memiliki izin, seperti Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) dan izin lingkungan, namun izin tersebut harus diurus

bersamaan dengan pelaksanaan konstruksi.

2. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin

Prinsip Perluasan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan

untuk memulai kegiatan dalam rangka perluasan usaha.

3. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin

Prinsip Perubahan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan,

dalam rangka legalisasi perubahan rencana atau realisasi Penanaman

Modal yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal, yang

selanjutnya disebut Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan, adalah Izin

Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan hasil penggabungan, untuk

melaksanakan bidang usaha perusahaan hasil penggabungan.

5. Izin Usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk memulai

pelaksanaan kegiatan produksi/operasi yang menghasilkan barang atau

jasa, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

6. Izin Usaha Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk

memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi yang menghasilkan

barang atau jasa atas pelaksanaan perluasan usaha, kecuali ditentukan

lain oleh peraturan perundang-undangan.

Page 68: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

50

7. Izin Perluasan adalah Izin Usaha yang wajib dimiliki perusahaan untuk

memulai pelaksanaan kegiatan produksi yang menghasilkan barang atau

jasa atas pelaksanaan perluasan usaha, khusus untuk sektor industri.

8. Izin Usaha Perubahan adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan,

dalam rangka legalisasi terhadap perubahan realisasi Penanaman Modal

yang telah ditetapkan sebelumnya.

9. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan adalah izin yang wajib dimiliki

perusahaan hasil penggabungan dalam rangka memulai pelaksanaan

kegiatan produksi/operasi untuk menghasilkan barang atau jasa.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini juga pernah diangkat sebagai topik penelitian oleh beberapa

peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari penelitian-

penelitian terdahulu atau sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi

peneliti dalam melakukan penelitian ini.

Adapun penelitian sebelumnya yang memang dinilai serupa oleh peneliti

yaitu penelitian skripsi tentang Implementasi Strategi Sistem Manajemen Informasi

Objek Pajak (SISMIOP) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pandeglang oleh

Ela Kholilah (2010). Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian

tersebut adalah kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling dan penentuan sampel adalah snowball sampling. Teknik analisis data

menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian

dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa Implementasi Strategi SISMIOP

Page 69: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

51

PBB Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pandeglang kurang optimal karena

masih banyak hambatan-hambatan dalam pelaksanaanya.

Sedangkan penelitian kedua yang dijadikan acuan dalam penelitian ini

adalah skripsi tentang “Implementasi Pemanfaatan Sistem Aplikasi Pelayanan

Kepegawaian (SAPK) di Direktorat Kepangkatan dan Mutasi Badan Kepegawaian

Negara” oleh Rizki Fani Fanatandayu (2014). Metodologi dalam penelitian tersebut

adalah kuantitatif deskriptif. Responden yang dijadikan populasinya adalah 60

orang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Implementasi Pemanfaatan Sistem

Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) di Direktorat Kepangkatan dan Mutasi

Badan Kepegawaian Negara masih rendah karena hasil perhitungannya diperoleh

64.54% dari angka minimal 65%.

Persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut adalah sama-

sama meneliti tentang implementasi sistem aplikasi yang diterapkan di lembaga

pemerintahan. Selain itu, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini juga

sama dengan penelitian kedua yaitu kuantitatif deskriptif. Sementara itu,

perbedaannya adalah lokasi penelitian, sistem aplikasi yang digunakan, dan juga

responden yang menjadi populasi.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:60) kerangka berpikir adalah sketsa tentang

hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan

berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya dianalisis secara

kritis dan sistematis sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel

yang diteliti.

Page 70: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

52

Penelitian tentang Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak menggunakan model

kebijakan yang diungkapkan oleh Van Metter dan Van Horn (Agustino, 2008: 142).

Model teori ini menurut peneliti cocok dan sangat berhubungan dengan masalah

yang akan diteliti. Selain itu, Model implementasi kebijakan ini termasuk dalam

model top-down. Model top down ini juga memandang bahwa implementasi

kebijakan dapat berjalan secara mekanistis atau linier, maka penekanannya terpusat

pada kepatuhan dan kontrol efektif. Adapun dalam melakukan penilaiannya dengan

mengacu pada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau

kegagalan implementasi suatu kebijakan antara lain:

a. Ukuran dan tujuan kebijakan. Kinerja implementasi kebijakan dapat

diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan

dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada di

level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan

kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak

sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan

berhasil.

b. Sumber daya. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam

menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap

tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber

daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang

diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi

diluar sumber daya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu

Page 71: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

53

diperhitungkan juga, ialah: Sumber daya finansial dan sumber daya

waktu.

c. Karakteristik agen pelaksana. Pusat perhatian pada agen pelaksana

meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat

pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena

kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi

oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan agen pelaksananya.

d. Sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana. Sikap penerimaan atau

penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi

keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal

ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan

bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan

dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan

“dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil

keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu

menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin

selesaikan.

e. Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana. Koordinasi

merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan

publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-

kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Page 72: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

54

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik. Hal terakhir yang perlu

diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh

mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif

dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi

kebijakan.

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, peneliti gambarkan

melalui gambaran berdasarkan latar belakang permasalahan yang peneliti bahas

sebelumnya, teori yang digunakan yang juga telah peneliti paparkan di atas dan

output atau keluaran serta hasil yang diharapkan atau outcome dapat di gambarkan

dalam gambar berikut ini:

Page 73: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

55

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

Permasalahan yang terjadi: 1. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) di bidang penanaman modal yang belum

optimal.

2. Belum optimalnya pelaksanaan pelayanan

perizinan yang mudah, cepat, tepat, transparan

dan akuntabel.

3. Masih ada pelayanan perizinan yang belum

dintegrasikan dengan SPIPISE.

4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan mengenai

penerapan SPIPISE.

5. Metode pelatihan dan pembinaan mengenai

SPIPISE kepada perusahaan PMDN dan PMA

di Kabupaten Lebak yang belum efektif.

1. Ukuran dan tujuan kebijakan.

2. Sumber Daya.

3. Karakteristik agen pelaksana.

4. Sikap/kecenderungan (disposisi) para

pelaksana.

5. Komunikasi antarorganisasi dan

aktivitas pelaksana.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan

Politik.

Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi

Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak

Keluaran (Output)

Pengetahuan tentang seberapa besar dan bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak.

Implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

berjalan dengan efektif dan efisien.

Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (Agustino, 2008: 142

Page 74: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

56

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan salam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum

jawaban yang empirik (Sugiyono, 2011: 64). Sedangkan dalam Hipotesis ini di

gunakan Hipotesis Deskriptif, masih di kemukakan oleh Sugiyono (2011:67),

bahwa Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah

deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri. Maka hipotesis yang

dipakai adalah dimana peneliti memprediksikan hipotesis paling tinggi sebesar 65%

dengan penjelasan sebagai berikut:

H0 : µ ≤ 65%

H0 : “implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang dari atau

sama dengan 65%”.

Ha : µ ˃ 65 %

Ha : “implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak lebih dari 65%”.

Page 75: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

57

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut

terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu cara ilmiah, data, tujuan,

dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri

keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan

penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau

oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati

oleh indera manusia. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu

menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Sugiyono, 2011: 2).

Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi

(mixed methods). Menurut Sugiyono (2012: 404) metode penelitian kombinasi

adalah suatu metode penelitian yang mengkombinasikan atau menggabungkan

antara metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-

sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih

komprehensif, valid, reliabel, dan obyektif. Adapun metode kombinasi yang

digunakan adalah model concurrent embedded (campuran tidak berimbang), yang

menurut Sugiyono (2012: 537) dikatakan metode penelitian kombinasi model

concurrent embedded adalah metode penelitian yang menggabungkan antara

metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua metode

Page 76: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

58

tersebut secara tidak seimbang. Dalam satu kegiatan penelitian mungkin 70%

menggunakan metode kuantitatif dan 30% metode kualitatif atau sebaliknya.

Metode tersebut digunakan secara bersama-sama, dalam waktu yang sama, tetapi

independen untuk menjawab rumusan masalah yang sejenis. Metode penelitian ini

lebih menarik karena peneliti dapat mengumpulkan dua macam data (kuantitatif

dan kualitatif atau sebaliknya) secara simultan, dalam satu tahap pengumpulan data.

Dengan demikian data yang diperoleh menjadi lengkap dan lebih akurat. Berikut

adalah gambar mengena model concurrent embedded:

Gambar 3.1 Model concurrent embedded dengan metode kuantitatif sebagai primer

Sumber: Sugiyono (2012, 538)

Berdasarkan gambar di atas, dijelaskan bahwa penelitian berangkat dari

permasalahan-permasalahan yang dikemukakan dengan fakta, selanjutnya dibuat

rumusan masalah yang berbentuk pertanyaan penelitian. Setelah masalah

dirumuskan, maka selanjutnya peneliti memilih teori yang dapat digunakan untuk

memperjelas masalah, merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian.

Setelah instrumen disusun, maka selanjutnya diuji validitas, reliabilitas, dan

normalitas. Setelah instrumen valid, reliabel, dan normal, maka selanjutnya

Page 77: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

59

dilakukan pengumpulan data kuantitatif (primer) dan kualitatif (sekunder) secara

bersamaan. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

instrumen, dan pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan observasi dan

wawancara. Data kualitatif diperoleh dengan sampel purposive sampling. Data

yang telah terkumpul kemudian di analisis untuk digabungkan atau dibandingkan,

sehingga ditemukan data kualitatif mana yang memperkuat, memperluas dan

menggugurkan data kuantitatif. Data kuantitatif yang bersifat deskriptif atau

pengujian hasil hipotesis berikut data kualitatif sebagai pelengkapnya selanjutnya

disajikan dalam bentuk tabel atau grafik dan dilengkapi dengan data kualitatif, dan

langkah terakhir adalah kesimpulan dan saran.

Dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, digunakan

metode penelitian kombinasi model concurrent embedded dengan metode

primernya adalah metode kuantitatif dan metode sekundernya adalah metode

kualitatif. Hal ini bertujuan untuk mengukur berapa presentase dan bagaimana

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak. Menurut Sugiyono (2011 : 13)

penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai

variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat

perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Berdasarkan teori

tersebut, penelitian deskriptif kuantitatif, merupakan data yang diperoleh dari

sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang

digunakan.

Page 78: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

60

Penelitian kualitatif sendiri bersifat deskriptif. Langkah kerja untuk

mendeskripsikan suatu obyek, fenomena, atau setting social tertuang dalam suatu

tulisan yang bersifat naratif. Artinya, data, fakta yang dihimpun berbentuk kata atau

gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti menggambarkan

apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi. Dalam menuangkan suatu

tulisan, laporan penelitian kualitatif berisi kutipan, kutipan dari data atau fakta yang

diungkap di lapangan untuk memberikan ilustrasi yang utuh dan untuk memberikan

dukungan terhadap apa yang disajikan (Satori & Komariah 2010:28).

Penelitian deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan

gambaran dan keterangan-keterangan mengenai implementasi kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di

Kabupaten Lebak.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan bagian yang membatasi dan

menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini,

ruang lingkup penelitian digunakan sebagai batasan penelitian agar terfokus pada

fokus penelitian. Dengan itu maka diharapkan dapat memudahkan peneliti untuk

lebih fokus pada penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai implementasi

kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

Pembatasan ruang lingkup penelitian sendiri didasarkan pada penjabaran

yang terdapat pada latar belakang masalah yang mana dipaparkan secara ringkas

Page 79: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

61

dalam identifikasi masalah. Adapun, ruang lingkup dalam penelitian ini adalah

mendeskripsikan fenomena terkait seberapa besar dan bagaimana implementasi

kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

3.3 Lokasi Penelitian

Adapun tempat penelitian ini adalah berlokasi di Kabupaten Lebak.

Pemilihan Kabupaten Lebak sebagai tempat penelitian adalah karena peneliti ingin

mengetahui dan mengkaji secara mendalam seberapa besar dan bagaimana

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik di Kabupaten Lebak.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Definisi konseptual digunakan untuk menegaskan konsep-konsep yang

jelas, yang digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran antara penulis

dan pembaca. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Kebijakan publik merupakan serangkaian instruksi dari para pembuat

keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-

tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan publik

lebih menitikberatkan pada masalah publik (masyarakat) dan

permasalahan lainnya. Keputusan-keputusan dalam kebijakan publik

berupaya untuk mensejahterakan masyarakat.

Page 80: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

62

2) Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang.

Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan

langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk

program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan

dari kebijakan publik tersebut. Implementasi kebijakan merupakan

pelaksanaan kegiatan /aktivitas yang mengacu pada pedoman-pedoman

yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan atau aktivitas yang

dilaksanakan tersebut memberikan akibat/dampak bagi masyarakat.

3) Sedangkan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE, adalah Sistem elektronik

pelayanan perizinan dan non perizinan yang terintegrasi antara BKPM

dan kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang memiliki

kewenangan perizinan dan non perizinan, PDPPM, dan PDKPM.

3.4.2 Definisi Operasional

Implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan kegiatan administrasif

yang legitimasi hukumnya ada. Pelaksanaan kebijakan melibatkan berbagai unsur

dan diharapkan dapat bekerjasama guna mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan

kebijakan. Akan tetapi, pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji

terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk

Page 81: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

63

atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak

bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Donald Van Meter

dan Carl Van Horn dengan A Model of the Policy Implementation Procces.

Berdasarkan pandangan Van Metter Van Horn keberhasilan implementasi

kebijakan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu ukuran dan tujuan

kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderugan

(disposisi) para pelaksana, komunikasi antaroganisasi dan aktivitas pelaksana, dan

lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen

penelitian yang dibuat oleh peneliti, adapun dengan penjelasan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Indikator Sub Indikator No. Butir Pada Instrumen

Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

1. Ukuran 1 2. Tujuan 2,3 3. Ketepatan 4

2. Sumber daya 1. Sumber daya manusia

5,6,7,8,9,10,11

2. Waktu 12 3. Pendanaan 13 4. Sarana dan

prasarana 14,15

3. Karakteristik agen pelaksana

1. Standard Operating Procedure (SOP)

16,17,18,19

4. Sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana

1. Dukungan 20,21, 22,23,24

2. Insentif 25,26,27 5. Komunikasi

antarorganisasi dan aktivitas pelaksana

1. Koordinasi 28,29,30,31 2. Kejelasan 32,33,34,35 3. Sosialisasi 36,37

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

1. Kondisi Ekonomi 38 2. Kondisi Sosial 39 3. Kondisi Politik 40

Sumber: Peneliti, 2016)

Page 82: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

64

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa teori Van Meter dan Van

Horn memiliki 6 (enam) indikator yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya,

karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana,

komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi,

sosial dan politik.

Pada indikator pertama yaitu ukuran dan tujuan kebijakan dijabarkan

dengan 3 (tiga) sub indikator yaitu, ukuran, tujuan dan ketepatan dengan nomor

pertanyaan pada instrumen pertanyaan nomor 1 untuk sub indikator ukuran,

pertanyaan nomor 2 dan 3 untuk sub indikator tujuan dan pertanyaan nomor 4 untuk

sub indikator ketepatan.

Indikator yang kedua, yaitu sumber daya dijabarkan dengan 4 sub indikator

yaitu sumber daya manusia, waktu, pendanaan dan sarana dan prasarana dengan

nomor pertanyaan pada instrumen pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 untuk

sub indikator sumber daya manusia, pertanyaan nomor 12 untuk sub indikator

waktu, dan pertanyaan nomor 13 untuk sub indikator pendanaan dan pertanyaan

nomor 14 dan 15 untuk sub indikator sarana dan prasarana.

Selanjutnya indikator yang ketiga yaitu karakteristik agen pelaksana

dijabarkan dengan 1 (satu) sub indikator yaitu Standard Operating Procedure

(SOP) dengan nomor pertanyaan 16, 17, 18, dan 19 pada instrumen pertanyaan

tersebut.

Indikator yang keempat yaitu sikap/kecenderungan (disposisi) para

pelaksana dijabarkan dengan 2 sub indikator yaitu dukungan dan insentif dengan

nomor pertanyaan pada instrumen pertanyaan nomor 20, 21, 22, 23, dan 24 untuk

Page 83: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

65

sub indikator dukungan dan pertanyaan nomor 25, 26, dan 27 untuk sub indikator

insentif.

Selanjutnya indikator yang kelima yaitu komunikasi antarorganisasi dan

aktivitas pelaksana dijabarkan dengan 3 sub indikator yaitu koordinasi, kejelasan

dan sosialisasi dengan nomor pertanyaan pada instrumen pertanyaan nomor 28, 29,

30 dan 31 untuk sub indikator koordinasi, pertanyaan nomor 32, 33, 34, dan 35

untuk sub indikator kejelasan dan pertanyaan nomor 36 dan 37 untuk sub indikator

sosialisasi.

Indikator yang keenam yaitu lingkungan ekonomi, sosial dan politik

dijabarkan dengan 3 sub indikator yaitu kondisi ekonomi, kondisi sosial dan kondisi

politik dengan nomor pertanyaan pada instrumen pertanyaan nomor 38 untuk sub

indikator kondisi ekonomi, pertanyaan nomor 39 untuk sub indikator kondisi sosial

dan pertanyaan nomor 40 untuk sub indikator kondisi politik.

3.5 Instrumen Penelitian

Menurut Bungin (2009: 94-95) pengertian dasar dari instrumen penelitian

adalah: Pertama, instrumen penelitian menempati posisi teramat penting dalam hal

bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk memperoleh data dilapangan.

Kedua, instrumen penelitian adalah bagian paling rumit dari keseluruhan proses

penelitian. Kesalahan dibagian ini dapat dipastikan suatu penelitian akan gagal atau

berubah dari konsep semula. Oleh karena itu, kerumitan dan kerusakan instrumen

penelitian pada dasarnya tidak terlepas dari peranan desain penelitian yang telah

dibuat. Ketiga, bahwa pada dasarnya instrumen penelitian kuantitatif memiliki dua

fungsi yaitu sebagai substitusi dan sebagai suplemen. Pada beberapa instrumen,

Page 84: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

66

umpamanya angket, instrumen penelitian menjadi wakil peneliti satu-satunya di

lapangan atau wakil satu-satunya orang yang membuat instrumen penelitian

tersebut. Oleh karena itu, kehadiran instrumen penelitian di depan responden

(khususnya untuk instrumen angket) adalah benar-benar berperan sebagai

pengganti (substitusi) dan bukan suplemen penelitian. Sebagai suplemen, instrumen

penelitian hanyalah pelengkap dari sekian banyak alat-alat bantu penelitian yang

diperlukan oleh peneliti pada pengumpulan data yang menggunakan instrumen

penelitian.

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan

diteliti (Sugiyono, 2011:92). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berbentuk kuisioner, dengan jumlah variabel sebanyak 1 (satu) varibael. Dalam

pengumpulan data kualitatif menurut Irawan (2006: 15) menjelaskan bahwa satu-

satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti mungkin menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data, seperti

tape recorder, video kaset, atau kamera. Tetapi alat-alat ini benar-benar tergantung

pada peneliti untuk menggunakannya. Selain itu, konsep human instrument atau

manusia sebagai instrumen sendiri menurut Satori & Komariah (2010: 61),

dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan dan tidak ada

alat yang paling elastis dan tepat untuk mengungkapkan data kualitatif kecuali

peneliti itu sendiri. Sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif, maka peneliti

menentukan siapa yang tepat dijadikan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, dan analisis data kualitatif, dan selanjutnya menyimpulkan

Page 85: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

67

secara kualitatif bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi

dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

Dalam penelitian ini, skala pengukuran instrumen penelitian menggunakan

Skala Likert (Sugiyono, 2011: 93). Indikator variabel yang disusun melalui item-

item instrumen dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan, kemudian diberikan

jawaban setiap item instrumennya secara gradasi dari sangat positif sampai sangat

negatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Dengan

jumlah variabel sebanyak satu variabel. Sedangkan skala pengukuran instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2011: 93).

Indikator variabel yang disusun melalui item-item instrumen dalam bentuk

pertanyaan atau pernyataan diberikan jawaban setiap item instrumennya. Jawaban

setiap item diberi skor, berikut adalah tabel skor item instrumen:

Tabel 3.2 Skor Item-item Instrumen

Pilihan Jawaban Skor

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Kurang Setuju 2

Tidak Setuju 1

(Sumber: Sugiyono, 2011: 93)

Page 86: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

68

3.5.1 Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

1) Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh peneliti melalui angket

(kuisioner), wawancara (interview), dan pengamatan (observasi).

2) Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang

dapat berbentuk buku-buku ilmiah, dokumen administrasi atau bahan

lain yang sudah merupakan sata hasil olahan yang digunakan sebegai

data awal maupun data pendukung dalam penelitian.

b. Sumber Data

1) Responden, pegawai pengguna SPIPISE pada Perusahaan Penanaman

Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di Kabupaten Lebak

yang berjumlah 65 orang.

2) Informan, dalam penelitian mengenai implementasi Kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak, pemilihan informannya menggunakan

teknik Purposive Sampling (sampel bertujuan).

3) Literatur, yaitu data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan

penelitian.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Secara teknik dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

Page 87: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

69

a. Metode Angket

Menurut Sugiyono (2011:142) Angket atau kuisioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Kuisioner merupakan teknis pengumpulan data yang efisien bila peneliti

tahu dengan pasti variabel yang diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan

dari responden.

b. Wawancara

Merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk mencapai tujuan

penelitian yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi verbal berupa

percakapan. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln & Guba

(Moleong 2010: 186), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang,

kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain

kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang

dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang

diharapkan untuk dialami pada masa yang akan mendatang; memverifikasi,

mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik

manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverfikasi,

mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti

sebagai pengecekan anggota.

Page 88: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

70

Metode wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak, yaitu

wawancara mendalam yang mana peneliti melakukannya dengan sengaja

untuk melakukan wawancara dengan informan dan peneliti tidak sedang

observasi partisipasi, ia bisa tidak terlibat intensif dalam kehidupan sosial

informan, tetapi dalam kurun waktu tertentu. Peneliti bisa datang berkali-

kali untuk melakukan wawancara. Sifat wawancaranya tetap mendalam

tetapi dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara.

Tujuannya yaitu untuk memperoleh data secara jelas, konkret, dan lebih

mendalam. Pada prinsipnya metode ini merupakan usaha untuk menggali

keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dari sumber yang relevan

berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainya yang berkaitan

dengan implementasi implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi

dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak.

Adapun pedoman wawancara penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara Penelitian

Variabel Indikator Pertanyaan Kode Informan

Ukuran dan tujuan kebijakan

Menurut anda, apakah ukuran dan tujuan dari penerapan SPIPISE?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran dan tujuan kebijakan SPIPISE?

I1, I2

Apakah penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak sudah sesuai dengan tujuannya?

I1, I2

Page 89: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

71

Implementasi Kebijakan

Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten

Lebak

Apakah kebijakan SPIPISE sudah tepat diterapkan pada perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Sumberdaya

Apakah jumlah dan kompetensi pelaksana untuk penerapan SPIPISE di BPMPPT Lebak dan perusahaan PMDN dan PMA ini sudah cukup dan memadai?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator dalam penginputan data perusahaan ke dalam SPIPISE?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pengetahuan operator SPIPISE mengenai semua informasi tentang SPIPISE tersebut?

I1, I2

Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penginputan ke dalam SPIPISE?

I1, I2

Bagaimana ketepatan waktu penginputan data perizinanan dan non perizinan dengan adanya SPIPISE ini?

I1, I2

Apakah sumber daya finansial mendukung dalam penerapan SPIPISE ini?

I1, I2

Bagaimana fasilitas pendukung di kantor anda, seperti komputer/laptop dan jaringan internet guna menunjang pengoperasian SPIPISE?

I1, I2

Karakteristik agen pelaksana

Dalam penggunaan aplikasi SPIPISE, bagaimana pemahaman operator perusahaan tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat.

I1, I2

Bagaimana pengetahuan dan pemahaman operator SPIPISE mengenai Standard Operating Procedures SOP yang diterapkan?

I1, I2

Apakah penerapan SPIPISE sudah sesuai dengan SOP?

I1, I2

Sikap/ kecenderungan (disposisi)

Apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Page 90: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

72

para pelaksana

Apakah Perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE?

I1, I2

Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

Bagaimana komunikasi dengan perusahaan dan dinas teknis terkait tentang SPIPISE dilakukan?

I1, I2

Bagaimana proses koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan dan antar SKPD teknis terakit dalam penerapan SPIPISE?

I1, I2

Apakah ada sosialisasi yang dilakukan terkait penerapan SPIPISE ini, baik dengan masyarakat atau SKPD terkait?

I1, I2

Bagaimana proses sosialisasi dilakukan?

I1, I2

Apakah Sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak efektif, efisien dan mudah dipahami?

I1, I2

Apakah kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum?

I1, I2

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Apakah kondisi ekonomi turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

Apakah lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

Apakah kondisi politik turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

(Sumber: Peneliti, 2016)

c. Metode Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono.2011:145) berpendapat bahwa observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu suatu proses yang tersusun

dari berbagai proses biologis dan psikologis. Observasi merupakan teknik

Page 91: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

73

pengumpulan data dengan menggunakan media panca indra dan peneliti

sendiri secara langsung ke lapangan penelitiannya.

d. Studi Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan

catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,

sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan

perkiraan. Metode ini juga digunakan untuk mengumpulkan data yang

sudah tersedia dalam catatan dokumen. Dalam penelitian sosial, fungsi data

yang berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data

pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui

kuesioner, observasi dan wawancara mendalam. Penggunaan metode

dokumentasi dalam penelitian mengenai implementasi kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)

di Kabupaten Lebak, digunakan sebagai data pendukung terkait masalah

penelitian. Dengan adanya data pendukung tersebut ditujukan sebagai

penguat argumentasi dari data-data primer yang didapatkan dari hasil

kuesioner, observasi dan wawancara yang telah dilakukan peneliti

sebelumnya.

3.5.3 Pengukuran Validitas Instrumen

Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Uji

validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(mengukur) itu valid.

Page 92: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

74

))(()(((

y)( x)( -xy rxy

2222 yynxxn

n

Pengujian validitas yang diterapkan oleh penulis adalah dengan analisis

faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrumen dalam suatu faktor,

dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total (Sugiono, 2011: 125).

Uji validitas digunakan untuk menunjukan tingkat kevalidan instrumen

penelitian, artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharunya

diukur. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur

tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Validitas

dideteksi dengan memperhatikan kolom terakhir pada hasil output SPSS 22. Pada

penelitian ini, pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

pearson product moment dengan bantuan piranti lunak Statistic Program For Social

Science (SPSS) versi 22. Berikut rumus dari korelasi product moment:

Rumus Pearson Product Moment (Singarimbun, 1989: 137)

Keterangan:

r = Koefisien Korelasi Product Moment

Σx = Jumlah skor per-item pertanyaan

Σy = Jumlah skor total

Σxy = Jumlah hasil kali skor pertanyaan dengan total

Σx2 = Jumlah skor item yang dikuadratkan

Σy2 = Jumlah skor total yang dikuadratkan

n = Jumlah sampel

Page 93: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

75

1-kk

3.5.4 Pengujian Reliabilitas

Sugiyono (2011:130) pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan

secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan

dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal

reliabilitias instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang

ada pada instrumen dengan teknik tertentu.

Pendekatan yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah pendekatan

reliabilitas konsistensi internal. Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur

konsistensi internal adalah dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali

saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis

dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen (Sugiyono, 2011: 131).

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal konsistensi dengan

menggunakan teknik Cronbach Alpha. Cronbach Alpha yaitu penghitungan yang

dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir

pertanyaan dalam kuesioner, variabel di katakan reliabel jika nilai alphanya lebih

dari 0.30. Pengujian reliabilitas dibantu dengan piranti lunak Statistic Program For

Social Science (SPSS) versi 22. Berikut ini rumus Alpha Cronbach yang digunakan

untuk menguji reliabilitas:

Rumus Alpha Cronbach (Husaini, 2008:291)

Keterangan:

α = Reliabilitas Instrumen

Page 94: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

76

K = Jumlah item

Si² = Varians responden untuk item ke i

St² = Jumlah varians skor total

3.5.5 Uji Normalitas

Uji Normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data

sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian diadakan dengan

maksud untuk melihat normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis (Zuriah,

2007: 201). Cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak,

yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.

Uji grafik dapat digunakan dengan melihat grafik normal probability plot,

yaitu deteksi dengan melihat penyebaran titik pada sumbu diagonal sebuah grafik.

Normalitas akan dipenuhi jika titik menyebar disekitar garis diagonal dengan

penyebaran yang mengikuti arah garis diagonal. Sebaliknya, jika menjauh dari garis

diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

Menurut Arikunto (2002: 284) menyebutkan bahwa untuk melihat data

berdistribusi normal dapat dilihat dari:

1. Mengenai data itu sendiri Dikatakan bahwa data itu berdistribusi normal atau mendekati normal (atau dapat di dekati dengan teknik-teknik untuk data berdistribusi normal).

2. Mengenai populasi dari mana data sampel diambil Dikatakan bahwa populasi dari mana data sampel itu diambil ternyata berdistribusi normal atau hampir berdistribusi normal, atau dapat di dekati oleh distribusi normal. Jika titik-titik yang diletakan tidak menunjukan terletak pada garis lurus maka dapat disimpulkan bahwa data atau sampel yang diambil tidak berasal dari populasi normal.

Page 95: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

77

3.6 Populasi, Sampel dan Informan Penelitian

3.6.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2011: 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi untuk pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pegawai pada

Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di

Kabupaten Lebak 65 orang.

3.6.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2011:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti

tidak mungkin mempelajari semua yang ada karena keterbatasan dana, tenaga, dan

waktu, maka peneliti menggunakan sampel dari populasi itu atau dengan kata lain

disebut sampel jenuh. Sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011: 85). Istilah lain dari

sampel jenuh adalah sensus dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai pengguna pada Perusahaan Penanaman

Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing di Kabupaten Lebak yang

berjumlah 65 orang.

3.6.3 Informan

Dalam penelitian mengenai implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten

Page 96: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

78

Lebak, pemilihan informannya menggunakan teknik Purposive Sampling (sampel

bertujuan). Menurut Bungin (2011: 107), purposive sampling adalah strategi

menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria

terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu.

Key informant digunakan sebagai informan didasarkan pada penguasaan

informasi dan secara logika bahwa tokoh-tokoh kunci dalam proses sosial selalu

langsung menguasai informasi yang terjadi di dalam proses sosial itu. Penentuan

key informant dilakukan dengan pemilihan the primary selection (partisipan

pertama), yaitu pemilihan secara langsung memberi peluang bagi peneliti untuk

menentukan sampel dari sekian informan yang langsung ditemui. Dalam hal ini

informan yang dijadikan sebagai key informant adalah Kepala Bidang Data dan

Pengaduan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten

Lebak sebagai informan pertama dengan kode informan (I1) dan juga Tenaga IT

Bidang Penanaman Modal di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan

Terpadu Kabupten Lebak sebagai informan kedua dengan kode informan (I2).

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Kuantitatif

Teknik pengolahan data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan

teknik yang di jelaskan menurut (Bungin, 2009:165-168) yaitu menggunakan cara

sebagai berikut :

1. Editing Data, adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai

menghimpun data dilapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena

Page 97: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

79

kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum

memenuhi harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan,

tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan

tersebut harus diperbaiki melalui editing ini. Proses editing dimulai

dengan memberi identitas pada instrumen penelitian yang telah

terjawab. Kemudian memeriksa satu per satu lembaran dan poin-poin

serta jawaban yang tersedia.

2. Coding Data, setelah tahap editing selesai dilakukan, berikutnya adalah

mengklarifikasi data-data tersebut melalui tahap koding. Maksudnya

adalah bahwa data yang telah di edit tersebut diberi identitas skor

dengan menggunakan Likert.

3. Tabulating Data, yaitu memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan

mengatur angka-angka serta menghitungnya. Penyusunan data dalam

tabel-tabel yang mudah dibaca dan tabel tersebut disiapkan untuk

dianalisis.

Data penelitian ini dianalisis kuantitatifnya dengan menggunakan statistik.

Analisis yang dilakukan dengan dua cara yaitu:

3.7.2 Uji T-test

Uji t-test digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif satu atau lebih

variabel yang datanya berbentuk interval atau ratio. Untuk menganalisis

impelementasi kebijakan sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara

elektronik di Kabupaten Lebak, maka dalam pengujian hipotesis deskriptif

Page 98: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

80

digunakan uji t-test untuk satu sampel atau satu variabel, dengan menggunakan

rumus:

Rumus:

Keterangan: t = Nilai t yang dihitung

x = Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil

pengumpulan data

µo = Nilai yang dihipotesiskan

s = Simpangan baku sampel

n = Jumlah anggota sampel

3.7.3 Uji Pihak Kanan

Menurut Sandjaja (2006: 78) bentuk pengujian hipotesis tergantung pada

bunyi kalimat hipotesis. Hipotesis satu arah harus diuji dengan statistik satu arah

atau uji satu sisi (one- tailed test) dan hipotesis dua arah harus diuji dengan tes

statistik dua arah atau uji dua sisi (two-tailed test). Pada suatu penelitian dengan

tingkat signifikasi 0,05 atau α = 0,05, maka daerah penolakan H0 adalah 5% dan

daerah penerimaan H0 adalah 95%. Pada uji satu sisi, daerah penolakan tersebut

dapat terletak di sebelah kanan atau sebelah kiri dan besarnya 5%.

Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikansi

dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap

pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan rumus t-test satu sampel dan

Page 99: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

81

pengujian t-test satu sampel dibantu dengan piranti lunak Statistic Program For

Social Science (SPSS) versi 22.

3.7.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong

2010:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting

dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain. Dalam menganalisis data penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian di

lapangan, maka peneliti menggunakan analisis data model Miles & Huberman.

Model interaktif Miles & Huberman dapat dipahami dengan gambar dibawah ini:

Gambar 3.2

Analisis Data Miles & Huberman

Berikut adalah penjelasan mengenai gambar analisis data menurut Miles &

Huberman (dalam Fuad & Nugroho 2014:16-18), yang diantaranya:

a. Reduksi Data (Data Reduction), dimaknai sebagai proses memilah dan memilih, menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian saja, abstraksi dan transformasi data-data kasar dari catatan

Page 100: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

82

lapangan. Reduksi data perlu dilakukan karena ketika peneliti semakin lama di kancah penelitian akan semakin banyak data atau catatan lapangan yang peneliti kumpulkan. Tahap dari reduksi adalah memilah dan memilih data yang pokok, fokus pada hal-hal yang penting, mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat ringkasan, member kode, membagi data dalam partisi-partisi dan akhirnya dianalisis sehingga terlihat pola-pola tertentu.

b. Penyajian Data (Data Display) berupa uraian singkat, bagan, hubungan kausal dengan kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dapat membantu peneliti dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan analisis selanjutnya berdasarkan apa yang sudah dipahami sebelumnya.

c. Menarik kesimpulan/ verifikasi (Conclusion: Drawing/ Verifying), merupakan langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman. Berdasarkan pola-pola yang sudah tergambarkan dalam penyajian data, terdapat hubungan kausal atau interaktif antara data dan didukung dengan teori-teori yang sesuai, peneliti kemudian mendapatkan gambaran utuh tentang fenomena yang diteliti dan kemudian dapat menyimpulkan fenomena tersebut sebagai temuan baru.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian mengenai implementasi

kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak”, menggunakan teknik analisis data Miles &

Huberman dengan empat langkah analisis data, yaitu pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hal ini digunakan sebagai alat

untuk mempermudah peneliti untuk menganalisis data yang didapat dari hasil

penelitian lapangan dan mendapatkan kesimpulan mengenai penelitian yang

dilakukan peneliti.

3.7.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan

kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah

tertentu yang kemungkinan dapat dilakukan seperti seperti yang dikatakan Denzin

dengan “triangulasi”. Istilah penggabungan metode ini dikenal lebih akrab di

Page 101: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

83

kalangan pemula dengan istilah ‘meta-metode’ atau ‘mix-method’, yaitu metode

campuran, dimana metode kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama-sama dalam

sebuah penelitian (dalam Bungin 2010:257). Metode ini digunakan sebagai alat

untuk menguji apakah data hasil penelitian yang telah dikumpulkan terdapat

perbedaan atau tidak, sehingga dapat diketahui data tersebut dianggap absah atau

tidak. Penelitian mengenai implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak,

menggunakan satu teknik triangulasi pendekatan untuk menguji keabsahan data

dari hasil penelitian lapangan.

Teknik triangulasi pendekatan yang digunakan peneliti yaitu triangulasi

sumber. Menurut Fuad & Nugroho (2014:19-20) triangulasi sumber dapat

dilakukan dengan mengecek data yang sudah diperoleh dari berbagai sumber. Data

dari berbagai sumber tersebut kemudian dipilah dan dipilih dan disajikan dalam

bentuk tabel matriks. Data dari sumber yang berbeda dideskripsikan,

dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, berbeda dan mana yang lebih

spesifik.

3.8 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti dalam

menyusun penelitian skripsi tentang implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak

adalah sebagai berikut:

Page 102: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

84

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian

Sumber: Peneliti, (2016)

No Kegiatan Tahun 2015 2016

Bulan Bulan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt

1. Pengajuan Judul

2. Observasi Awal

3. Penyusunan Proposal

4. Seminar Proposal 5. Revisi dan

Bimbingan

6. Pengumpulan Data

7. Pengolahan dan Analisis Data

8. Sidang Skripsi

9. Revisi Skripsi

Page 103: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

85

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Deskripsi penelitian menggambarkan mengenai objek penelitian yang

meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi

pada lokasi penelitian, serta hal lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan. Deskripsi objek penelitian juga menjelaskan gambaran umum dari

Kabupaten Lebak serta Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) yang menjadi objek dalam penelitian ini.

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak

Kabupaten Lebak terletak di sebelah selatan wilayah Provinsi Banten dan

berbatasan dengan beberapa kabupaten di Provinsi Banten (Pandeglang, Serang,

dan Tangerang) serta berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, yaitu

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan sebelah selatan berbatasan

langsung dengan Samudra Hindia.

Secara astronomis Kabupaten Lebak terletak pada 6°18’’ - 7°0’’ Lintang

Selatan (LS) dan 105°25’’-106°30’’ Bujur Timur (BT). Luas wilayah Kabupaten

Lebak adalah 3044,72 km2 atau sekitar 31,51 persen dari luas Provinsi Banten.

Sehinggga menempatkan Kabupaten Lebak sebagai Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Banten (sumber: Statistik Daerah Kabupaten Lebak, 2015).

Page 104: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

86

Sebagai Kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Banten, Kabupaten

lebak memiliki potensi pengembangan ekonomi sebagai sumber penghasilan

daerah dari berbagai sektor, diantaranya adalah sektor peternakan, perikanan,

pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata. Berikut adalah penjelasan

dari masing-masing potensi tersebut yang bersumber dari Badan Penanaman Modal

dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Lebak tahun 2016 yaitu:

1. Sektor peternakan, Kabupaten Lebak merupakan wilayah

pengembangan peternakan, pemerintah pusat telah menunjuk

Kabupaten Lebak sebagai daerah terbesar ketujuh tingkat nasional

untuk pengembangan ternak kerbau, maka dengan penetapan tersebut

mulai tahun 2014 hingga 2015 Kabupaten Lebak fokus sebagai daerah

pengembangan ternak kerbau, bahkan di Provinsi Banten, Kabupaten

Lebak adalah salah satu daerah dengan populasi ternak kerbau

terbanyak. Sektor peternakan di Kabupaten Lebak terus mengalami

pertumbuhan dari tahun ke tahun, beberapa jenis ternak yang

dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten Lebak antara lain: sapi,

kerbau, kambing, domba, ayam buras, ayam pedaging dan itik.

Pengembangan ternak besar yakni kerbau sudah mencapai swasembada

daging untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Lebak dan sudah

mencukupi pasokan keluar daerah seperti Tangerang, Bogor dan

Jakarta.

2. Sektor perikanan, potensi sumber daya ikan laut di Kabupaten Lebak

cukup besar, mengingat Kabupaten Lebak mempunyai panjang pantai

Page 105: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

87

sekitar 91,42 km dengan potensi lestari untuk perairan pantai dan zona

ekonomi ekslusif (ZEE) sebesar 10.557,24 ton/tahun yang terdiri dari

potensi lestari perairan pantai sebesar 3.712,40 ton/tahun dan potensi

ZEE sebesar 6.844,84 ton/pertahun. Potensi perikanan di Kabupaten

Lebak terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

Perikanan tangkap terbagi atas perikanan tangkap laut dan perairan

umum. Untuk perikanan budidaya dikelompokkan menjadi budidaya

air tawar dan budidaya air payau. Adapun sarana dan prasarana

pendukung berupa kapal perahu sebanyak 794 unit, Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) sebanyak 10 buah.

3. Sektor pertanian, Kabupaten Lebak adalah salah satu kabupaten

penghasil produk pertanian. Konstribusi sektor pertanian pada

pembentukan PDRB Lebak mencapai 38,16 persen dengan nilai

ekonomi mencapai Rp 1,2 triliyun lebik. Hal ini disebabkan karena

pesebaran produk pertanian berada di seluruh kecamatan.

4. Sektor perkebunan, luas areal perkebunan di Kabupaten Lebak adalah

73.566,73 Ha (28,65%) dari luas wilayah Kabupaten Lebak. Yang

meliputi: Perkebunan Rakyat (PR) seluas 57.717,57 Ha, Perkebunan

Besar Swasta (PBS) seluas 6.968,95 Ha dan Perkebunan Besar Negara

(PBN) seluas 8.880,21 Ha.

5. Sektor pertambangan, Kabupaten Lebak sejak zaman penjajahan

Belanda merupakan wilayah pertambangan emas dan bahan galian lain

seperti perak. Bahan galian lainnya adalah gelena yang merupakan bijih

Page 106: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

88

timas hitam (Pb). Mineralisasi gelena terkait dengan mineralisasi emas

yang tersebar di Kecamatan Cibeber, Cipanas, Panggarangan, dan

Malingping. Di Kabupaten Lebak, bahan galian non logam yang

bernilai ekonomis adalah berbagai jenis bahan galian industri seperti

zeolit, felspar, bentonit, batu gamping, pasir kuarsa, batu sempur, batu

mulia serta batubara. Kabupaten Lebak merupakan cadangan terbatas

batubara untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar industri menengah

dan industri kecil di dalam negeri. Potensi endapannya tersebar di

daerah-daerah Bojongmanik, Panggarangan, Cihara, Cilograng dan

Bayah.

4.1.2 Sistem Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)

di Kabupaten Lebak

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang

selanjutnya disingkat SPIPISE, adalah Sistem elektronik pelayanan perizinan dan

non perizinan yang terintegrasi antara BKPM dan kementerian/Lembaga

Pemerintah Non Departemen yang memiliki kewenangan perizinan dan non

perizinan, PDPPM, dan PDKPM.

Implementasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi

Secara Elektronik (SPIPISE) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Peresiden Nomor 27 Tahun 2009

tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman modal serta Peraturan

Kepala BKPM nomor 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan dan Perizinan

Investasi secara Elektronik. SPIPISE pada hakikatnya adalah

Page 107: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

89

sistem elektronik pelayanan perizinan investasi yang terintegrasi

antara BKPM dengan daerah (dalam hal ini adalah BPMPPT), sehingga proses

pelayanan perizinan investasi yang diselenggarakan oleh BPMPPT langsung dapat

diakses dan terpantau oleh Pemerintah. Portal SPIPISE adalah piranti lunak

berbasis situs (website) yang merupakan gerbang informasi dan pelayanan

perizinan dan non perizinan penanaman modal di Indonesia. Berikut adalah

penjelasan mengenai ruang lingkup SPIPISE:

Gambar 4.1 Ruang Lingkup SPIPISE

Sumber: Pusat Pengolahan Data dan Informasi BKPM RI, 2016

Berdasarkan gambar 4.1 di atas, dapat dilihat bagaiman pelayanan investor

menggunakan SPIPISE. Dari portal SPIPISE, investor melihat dan memperoleh

informasi mengenai investasi, kemudian melakukan registrasi data pribadi dan

perusahaan, untuk Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) pelayanan perizinan

dilayani oleh PTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai dengan persyaratan dan

Page 108: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

90

ketentuan yang berlaku, sedangkan untuk Penanam Modal Asing (PMA) pelayanan

perizinan dilayani oleh PTSP Pusat. Selanjutnya izin-izin yang sudah diproses oleh

PTSP Pusat, PTSP Provinsi dan PTSP Kab/Kota akan di koordinasikan dengan

instansi atau dinas teknis terkait guna mendapatkan informasi perizinan yang jelas

dan akan diberikan kepada investor.

Dalam portal SPIPISE, investor harus mendaftar dan mendapatkan hak

akses. Cara mengajukan hak akses yaitu Hak akses adalah hak yang diberikan

kepada pengguna SPIPISE untuk memanfaatkan perangkat

pelayanan elektronik tersebut, namun dengan syarat telah memiliki identitas

pengguna dan kode akses. Hak akses dapat diajukan langsung ke BKPM maupun

instansi penanaman modal tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang telah

mengoperasikan SPIPISE. Pengajuannya melalui formulir permohonan hak akses,

disertai persyaratan:

1. Dokumen perusahaan yang terdiri dari rekaman Akta Perusahaan yang

terbaru serta rekaman pengesahan Akta Perusahaan tersebut oleh

Kementerian Hukum dan HAM atau pengadilan atau Kementerian

Koperasi dan UKM;

2. Dokumen pimpinan (penanggung jawab) perusahaan, berupa rekaman

tanda pengenal pemohon (KTP atau paspor).

Jika pemohon tidak dapat mengajukan sendiri permohonannya, ia dapat

menguasakan kepada pihak lain dengan menyertakan surat kuasa resmi. Surat kuasa

harus bermaterai cukup dan dilengkapi identitas diri yang jelas dari penerima kuasa.

Setelah formulir Permohonan Hak Akses diisi dengan baik dan benar (dan telah

Page 109: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

91

ditandatangani di atas materai yang cukup), berkas permohonan (yang dilengkapi

dokumen yang diperlukan) langsung disampaikan kepada BKPM atau instansi

penanaman modal provinsi atau kabupaten/kota yang dimaksud. Dalam waktu 2

(dua) jam setelah berkas diterima dengan benar dan lengkap, hak akses akan

diberikan oleh petugas PTSP disertai pemberian akun investor.

Penanam modal wajib mengganti kode akses dalam waktu 1 (satu) hari

setelah hak akses diberikan. Ini agar kode akses yang dimilikinya tidak diketahui

pihak lain yang tidak berkepentingan. Jika dalam waktu sehari penanam modal

tidak mengganti kode aksesnya, SPIPISE akan menghapus hak akses tersebut

secara otomatis. Jika ingin mengalihkan hak akses ke instansi penanaman

modal daerah lainnya, investor dapat mengajukan perubahan secara langsung ke

instansi yang menerbitkan hak akses tersebut. Untuk lebih jelas mengenai kegunaan

hak akses dapat dijelaskan dalam gambar berikut. Berikut adalah matriks layanan

subsistem-subsistem SPIPISE:

Gambar 4.2 Matriks Layanan Subsistem-Subsistem SPIPISE

Subsistem/ aplikasi Subsistem/ aplikasi

Layanan SPIPISE Publik Penanam

Modal Pelaksana Pengelola

I Informasi: Potensi dan Persyaratan

V V V V

II Pelayanan Penanaman Modal

A. Perizinan dan Nonperizinan

-Pendaftaran Penanaman Modal

No V (tanpa Hak

Akses)

Hak akses Hak akses

Page 110: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

92

-Izin Prinsip & Fasilitas No Hak Akses Hak akses Hak akses

-Izin Usaha No Hak akses Hak akses Hak akses

-Rekomendasi No Hak akses Hak akses Hak akses

-Izin & Non Izin daerah No Hak akses Hak akses Hak akses

B. Pencabutan/Pembatalan No No Online Hak akses Hak akses

C. LKPM No Hak akses Hak akses Hak akses

D. Penelusuran No Hak akses Hak akses Hak akses

E. Audit Trail No No Hak akses Hak akses

III Pendukung

1) Panduan Penggunaan V V V V

2) Business Intelligent No No Hak akses Hak akses

3) Knowledge Management No No Hak akses Hak akses

4) Helpdesk/Call Center V V V V

Keterangan: V dapat mengakses tanpa hak akses. Sumber: Pusat Pengolahan Data dan Informasi BKPM RI, 2016.

SPIPISE memiliki 3 (tiga) menu utama, yakni: Informasi Penanaman

Modal, Pelayanan Penanaman Modal dan Pendukung. Pada menu Informasi

Penanaman Modal dapat diakses :

1. Peraturan perundang-undangan penanaman modal;

2. Potensi dan peluang penanaman modal;

3. Daftar bidang usaha tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka

dengan persyaratan;

4. Jenis, tata cara proses permohonan, biaya dan waktu pelayanan

perizinan dan non-perizinan;

5. Tata cara pencabutan perizinan dan non-perizinan;

6. Tata cara penyampaian laporan kegiatan penanaman modal;

Page 111: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

93

7. Tata cara pengaduan terhadap layanan penanaman modal;

8. Data referensi yang digunakan dalam layanan perizinan dan non-

perizinan penanaman modal;

9. Data perkembangan penanaman modal, kawasan industri, harga utilitas,

upah dan tanah;

10. Informasi perjanjian internasional di bidang penanaman modal;

Pada menu Pelayanan Penanaman Modal, investor disuguhi informasi tentang:

1. Pelayanan perizinan dan nonperizinan;

2. Pelayanan penyampaian LKPM;

3. Pelayanan pencabutan serta pembatalan perizinan dan nonperizinan;

4. Pelayanan pengenaan dan pembatalan sanksi;

5. Aplikasi antar-muka antara SPIPISE dan sistem pada instansi teknis

serta intansi terkait lainnya;

6. Penelusuran proses pelayanan permohonan perizinan dan non-

perizinan;

7. Jejak audit (audit trail).

Pada menu Pendukung, informasi yang tersaji berupa:

1. Pengaturan penggunaan jaringan elektronik;

2. Pengelolaan keamanan sistem elektronik dan jaringan elektronik;

3. Pengelolaan informasi yang ditampilkan National Single Window for

Investment (NSWi);

4. Pengaduan terhadap pelayanan perizinan dan non-perizinan dan

masalah dalam penggunaan SPIPISE;

Page 112: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

94

5. Pelaporan perkembangan penanaman modal dan perangkat analisis

pengambilan keputusan yang terkait dengan penanaman modal;

6. Pengelolaan pengetahuan sebagai pendukung analisis dalam

pengambilan putusan pengembangan kebijakan penanaman modal;

7. Penyediaan panduan penggunaan SPIPISE.

Adapun maksud dan tujuan SPIPISE adalah untuk mengatur penanam

modal, penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal,

serta instansi teknis dalam mengajukan permohonan, atau penyelenggaraan

perizinan dan non perizinan dengan SPIPISE. SPIPISE bertujuan untuk

mewujudkan :

1. Penyelenggaraan PTSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

Penanaman Modal;

2. Integrasi data dan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

3. Pelayanan perizinan dan nonperizinan yang mudah, cepat, tepat,

transparan, dan akuntabel;

4. Keselarasan kebijakan dalam pelayanan penanaman modal antarsektor

dan pusat dengan daerah.

4.2 Pengujian Persyaratan Statistik

Dalam penelitian ini, pengujian persyaratan statistik merupakan hal yang

harus dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dan disajikan berasal

dari instrumen yang berbentuk kuisioner yang telah diuji validitas, uji reliabilitas

Page 113: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

95

))(()(((

y)( x)( -xy rxy

2222 yynxxn

n

dan uji normalitas. Berikut adalah hasil uji validitas, uji reliabilitas dan uji

normalitas yang dilakukan oleh peneliti.

4.2.1 Uji Validitas Instrumen

Uji validitas digunakan untuk menunjukan tingkat kevalidan instrumen

penelitian, artinya instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharunya

diukur. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur

tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Validitas

dideteksi dengan memperhatikan kolom terakhir pada hasil output SPSS 22. Pada

penelitian ini, pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

pearson product moment dengan bantuan piranti lunak Statistic Program For Social

Science (SPSS) versi 22. Berikut rumus dari korelasi product moment:

Rumus Pearson Product Moment (Singarimbun, 1989: 137)

Keterangan:

r = Koefisien Korelasi Product Moment

Σx = Jumlah skor per-item pertanyaan

Σy = Jumlah skor total

Σxy = Jumlah hasil kali skor pertanyaan dengan total

Σx2 = Jumlah skor item yang dikuadratkan

Σy2 = Jumlah skor total yang dikuadratkan

n = Jumlah sampel

Page 114: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

96

Adapun kriteria item/butir instrumen yang digunakan adalah di mana jika r

hitung > r tabel, berarti item/butir instrumen dinyatakan valid, dan jika r hitung ≤ r

tabel berarti item/butir dinyatakan tidak valid. Perolehan nilai r hitung diperoleh

dari perhitungan statistik korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS statistik

versi 22.

Tabel 4.1 Hasil uji validitas instrumen penelitian

Nomor item

r hitung r tabel Keterangan

1 0,771 0,244 Valid 2 0,476 0,244 Valid 3 0,795 0,244 Valid 4 0,790 0,244 Valid 5 0,539 0,244 Valid 6 0,693 0,244 Valid 7 0,451 0,244 Valid 8 0,347 0,244 Valid 9 0,795 0,244 Valid 10 0,771 0,244 Valid 11 0,476 0,244 Valid 12 0,795 0,244 Valid 13 0,790 0,244 Valid 14 0,539 0,244 Valid 15 0,693 0,244 Valid 16 0,451 0,244 Valid 17 0,347 0,244 Valid 18 0,790 0,244 Valid 19 0,451 0,244 Valid 20 0,693 0,244 Valid 21 0,771 0,244 Valid 22 0,476 0,244 Valid 23 0,795 0,244 Valid 24 0,790 0,244 Valid 25 0,771 0,244 Valid 26 0,771 0,244 Valid 27 0,476 0,244 Valid 28 0,795 0,244 Valid 29 0,790 0,244 Valid 30 0,539 0,244 Valid

Page 115: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

97

31 0,693 0,244 Valid 32 0,451 0,244 Valid 33 0,347 0,244 Valid 34 0,790 0,244 Valid 35 0,451 0,244 Valid 36 0,795 0,244 Valid 37 0,476 0,244 Valid 38 0,771 0,244 Valid 39 0,476 0,244 Valid 40 0,795 0,244 Valid

Sumber: Pengolahan Data dengan SPPS versi 22, 2016.

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 40 item/butir

instrumen yang valid. Perolehan nilai 0,244 dari r tabel merupakan perolehan dari

korelasi product moment dengan tingkat kesalahan 5% tingkat signifikasi untuk uji

satu arah.

4.2.2 Uji Reliabilitas

Pendekatan yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah pendekatan

reliabilitas konsistensi internal. Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur

konsistensi internal adalah dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali

saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis

dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen (Sugiyono, 2011: 131).

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal konsistensi dengan

menggunakan teknik Cronbach Alpha. Cronbach Alpha yaitu penghitungan yang

dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir

pertanyaan dalam kuesioner, variabel di katakan reliabel jika nilai alphanya lebih

dari 0.30. Pengujian reliabilitas dibantu dengan piranti lunak Statistic Program For

Social Science (SPSS) versi 22. Berikut ini rumus Alpha Cronbach yang digunakan

untuk menguji reliabilitas:

Page 116: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

98

1-kk

Rumus Alpha Cronbach (Husaini, 2008:291)

Keterangan:

α = Reliabilitas Instrumen

K = Jumlah item

Si² = Varians responden untuk item ke i

St² = Jumlah varians skor total

Dikatakan reliabel menurut Siegel, jika rhitung> rtabel, dimana r tabel telah

ditentukan sebesar 0,244. Instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah

instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid

maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dengan menggunakan teknik perhitungan

SPSS, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Case Processing Summary

N % Cases Valid 65 100.0

Excludeda 0 .0 Total 65 100.0

Tabel 4.3 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items .963 40

Sumber: Pengolahan dengan SPSS versi 22, 2016.

Page 117: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

99

Nilai di atas menunjukkan bahwa rhitung > rtabel atau 0,963 > 0.244. Sehingga

dapat diberikan kesimpulan bahwa, butir instrumen penelitian ini adalah reliabel.

Berdasarkan uji validitas dan uji reliabilitas yang telah dilakukan, maka instrumen

dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data dalam

penelitian ini.

4.2.3 Uji Normalitas

Uji grafik dapat digunakan dengan melihat grafik normal probability plot,

yaitu deteksi dengan melihat penyebaran titik pada sumbu diagonal sebuah grafik.

Normalitas akan dipenuhi jika titik menyebar disekitar garis diagonal dengan

penyebaran yang mengikuti arah garis diagonal. Sebaliknya, jika menjauh dari garis

diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas. Berikut adalah uji grafik terhadap sebaran data instrumen:

Gambar 4.3

Grafik Uji Normalitas Sumber: Pengolahan dengan SPSS versi 22, 2016.

Page 118: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

100

Berdasarkan data uji grafik diatas, dapat dilihat bahwa titik menyebar

disekitar garis diagonal dengan penyebaran yang mengikuti arah garis diagonal.

Dengan ini dinyatakan bahwa penyebaran titik tersebut memenuhi kriteria bahwa

data ini berdistribusi normal.

4.3 Deskripsi Data

Deskripsi data merupakan bagian untuk menjelaskan penelitian yang telah

diolah dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data. Peneliti dalam

tahap ini akan melakukan analisis data berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara

yang dilakukan peneliti pada 65 responden dari perusahaan pengguna SPIPISE dan

2 orang informan penelitian, yang terdiri dari Kepala Bidang Data dan Pengaduan

dan Tenaga IT Bidang Penanaman Modal di Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Lebak dengan menggunakan

teknik pengumpulan informan Purposive Sampling. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui seberapa besar dan

bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak. Analisis data hasil

penelitian dilakukan dengan menggunakan teori implementasi dari Van Metter Van

Horn (Winarno 2012:159) yang mana terdiri dari enam indikator dalam

implemantasi kebijkan, yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya,

karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana,

komunikasi antar organisasi dan aktivitas para pelaksana dan lingkungan

ekonomi,sosial serta lingkungan politik.

Page 119: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

101

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kombinasi model

concurrent embedded, dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan

kualitatif sebagai metode sekunder, maka dalam proses menganalisis datanya pun

peneliti melakukan analisis kuantitatif dan kualitatif. Seperti yang telah dipaparkan

dalam bab sebelumnya, bahwa dalam prosesnya analisis dalam penelitian ini

menggunakan pengujian statistik untuk metode kuantitatif dan untuk metode

kualitatif menggunakan model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan

Huberman, yaitu melakukan tiga kegiatan penting, yaitu reduksi data, penyajian

data dan menarik kesimpulan atau verifikasi hasil penelitian.

4.3.1 Identitas Responden

Adapun responden yang peneliti pilih yakni berjumlah 65 orang. Pada

pengisian kuesioner, responden diharuskan mengisi identitas diri yang meliputi

jenis kelamin, usia dan pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

beberapa diagram di bawah ini:

Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

0% 20% 40% 60% 80%

PERMPUAN

LAKI-LAKI

29%

71%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2016

Page 120: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

102

Berdasarkan diagram 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa persentase

responden laki-laki sebanyak 46 responden atau 71%, sedangkan responden

perempuan sebanyak 19 responden atau 29%. Hasil pengumpulan dan olah data

hasil kuesioner menunjukkan bahwa responden yang terpilih pada penelitian

mengenai implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak sebagian besar adalah berjenis

kelamin laki-laki, sedangkan selisih perbedaan adalah 42% dari responden yang

berjenis kelamin perempuan.

Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

> 56 TAHUN

46 - 55 TAHUN

36 - 45 TAHUN

26 - 35 TAHUN

17 - 25 TAHUN

0%

3%

12%

63%

22%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Tahun 2016

Berdasarkan diagram 4.2 di atas, terlihat bahwa responden berusia antara 17

– 25 tahun sebanyak 14 responden atau 22%, responden yang berusia 26 – 35 tahun

sebanyak 41 responden atau 63%, responden yang berusian 36 – 45 tahun sebanyak

8 responden atau 12% dan responden yang berusia 46 – 55 tahun sebanyak 2 orang

atau 3%.

Page 121: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

103

Mayoritas responden yang terpilih pada penelitian mengenai implementasi

kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak adalah pada rentang 26 – 35 tahun dan yang paling

sedikit adalah responden dengan usia pada rentang 46 – 55 tahun.

Diagram 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

0% 20% 40% 60% 80% 100%

PASCASARJANA

SARJANA

DIPLOMA

SMA / SEDERAJAT

SLTP / SEDERAJAT

3%

83%

14%

0%

0%

Sumber: Hasil Penelitian Lapanga Tahun 2016

Berdasarkan diagram 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 9

responden atau 14% berpendidikan diploma, 54 responden atau 83% berpendidikan

sarjana dan 2 orang atau 3% berpendidikan pascasarjana. Mayoritas responden yang

terpilih pada penelitian mengenai implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak

adalah berpendidikan sarjana.

Adapun informan dalam penelitian ini adalah informan yang menurut

peneliti memahami betul mengenai permasalahan-permasalahan yang diteliti atau

biasa disebut peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Untuk

Page 122: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

104

mempermudah peneliti dalam melakukan analisis data kualitatif sebagai bagian

hasil penelitian yang akan digabungkan dengan analisis kuantitatif, maka peneliti

memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. Kode-kode tersebut ditentukan

berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Yakni I1 adalah Bapak Rukim, SE.,M.Si selaku Kepala Bidang Data dan

Pengaduan BPMPPT dan I2 adalah Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku

Tenaga IT Bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak.

4.3.2 Analisis Data

4.3.2.1 Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif merupakan tahap penyajian data untuk

mendeskripsikan data dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan

kuesioner. Kuesioner ini disebarkan kepada 65 responden. Dengan menggunakan

satu variabel penelitian, peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan dari

Van Meter dan Van Horn. Dalam teori tersebut mengemukakan enam indikator

yang akan diuraikan ke dalam 40 pernyataan. Skala yang dipakai dalam kuesioner

adalah skala Likert, dengan pilihan jawaban sangat setuju bernilai 4, setuju bernilai

3, kurang setuju bernilai 2 dan tidak setuju bernilai 1. Maka semakin tinggi nilai

yang diperoleh dari kuesioner semakin baik pula implementasi kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di

Kabupaten Lebak begitupun sebaliknya.

Pemaparan jawaban responden atas kuesioner ini akan digambarkan dalam

bentuk diagram disertai pemaparan dan kesimpulan hasil jawaban dari pernyataan

yang diajukan melalui kuesioner berdasarkan indikator dalam teori tersebut serta

Page 123: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

105

akan dipaparkan hasil wawancara dengan informan sebagai hasil dari analisis data

kualitatif yang dilakukan sebelumnya. Adapun pemaparan jawaban atas kuesioner

dan wawancara tersebut peneliti adalah sebagai berikut:

1. Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan dari teori implementasi Van

Metter Van Horn didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor –

faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Suatu kebijakan memiliki

ukuran dan tujuan yang dijadikan acuan berhasil atau tidaknya suatu

kebijakan tersebut diimplementasikan. Berikut adalah pemaparan mengenai

indikator ukuran dan tujuan kebijakan.

Diagram 4.4 Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 1-4, 2016.

Berdasarkan diagram 4.4 di atas, hasil jawaban responden terhadap

indikator ukuran dan tujuan kebijakan yaitu pemahaman responden

mengenai ukuran kebijakan penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan

Page 124: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

106

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) adalah sebesar 65%,

pemahaman responden mengenai tujuan kebijakan penerapan SPIPISE

sebesar 61.54%, kesesuaian antara pelaksanaan SPIPISE dengan tujuan

yang telah ditetapkan sebesar 62,31%, dan penilaian responden mengenai

kebijakan SPIPISE sudah tepat dan sesuai diterapkan pada perusahaan

Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA)

di Kabupaten Lebak sebesar 62,31% serta di dapatkan rata-rata jawaban

responden mengenai ukuran dan tujuan kebijakan sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan

yang nilai persentasenya rendah adalah pada pertanyaan mengenai

pemahaman tujuan kebijakan yaitu sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif

berarti pemahaman responden mengenai tujuan kebijakan pada indikator

ukuran dan tujuan kebijakan termasuk dalam kategori kurang baik. Nilai

persentase yang sama terjadi pada pernyataan mengenai pemahaman

responden mengenai kesesuaian antara pelaksanaan SPIPISE dengan tujuan

yang telah ditetapkan sebesar 62,31% dan kebijakan SPIPISE sudah tepat

dan sesuai diterapkan pada perusahaan Penanam Modal Dalam Negeri

(PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA) di Kabupaten Lebak sebesar

62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori kurang baik.

Sementara itu untuk hasil jawaban responden yang nilai persentasenya

tinggi yakni mengenai pemahaman reponden terhadap ukuran kebijakan

sebesar 65%, hal ini berarti secara kualitatif penilaian responden mengenai

pemahaman mengenai ukuran kebijakan SPIPISE termasuk dalam kategori

Page 125: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

107

baik. Selanjutnya rata-rata jawaban responden mengenai ukuran dan tujuan

kebijakan didapat angka sebesar 63%, hal ini secara kualitatif berarti

termasuk dalam kategori kurang baik.

2. Indikator Sumber daya

Keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan sangat bergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk

menunjang setiap kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan tersebut.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan sumber daya yang terpenting

dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

Setiap implementasi kebijakan akan menuntut keberadaan sumber

daya manusia yang berkualitas dalam hal ini untuk mendukung pemanfaatan

SPIPISE secara optimal. Selain itu sumber daya finansial dan waktu juga

merupakan faktor penunjang keberhasilan suatu kebijakan tersebut. Dalam

hal ini, salah satu hal terpenting dari implementasi SPIPISE ini adalah

fasilitas yang disediakan agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan

harapan. Selain itu waktu pun dipertimbangkan agar dapat berjalan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu diharapkan agar

SPIPISE ini dapat meningkatkan iklim investasi di Kabupaten Lebak.

Berikut adalah pemaparan mengenai indikator sumber daya.

Page 126: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

108

Diagram 4.5 Indikator Sumber Daya

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA

FASILITAS PENDUKUNG BAIK DAN MEMADAI

KETERSEDIAAN FASILITAS PENDUKUNG

DUKUNGAN FINANSIAL

WAKTU PENGINPUTAN CEPAT DAN AKURAT

MEMAHAMI KEWENANGAN

SENANTIASA BERDISKUSI BERTUKAR …

MENGETAHUI SEGALA INFORMASI SPIPISE

MENGETAHUI MAKSUD DAN TUJUAN SPIPISE

MEMAHAMI PROSES INPUT SPIPISE

KOMPETENSI YANG BAIK

SESUAI BIDANG

64%

64.62%

63.08%

62.31%

62.31%

61.54%

65%

62.31%

65%

65.38%

64.62%

63.08%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 5 – 15, 2016.

Berdasarkan diagram 4.5 di atas, hasil jawaban responden terhadap

indikator sumber daya yaitu, operator yang menangani SPIPISE memiliki

tingkat pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaanya sebesar 63,08%,

operator yang menangani SPIPISE mempunyai kompetensi yang baik

dalam mengoperasikan SPIPISE sebesar 64,62%, operator yang menangani

SPIPISE memahami proses penginputan data dalam SPIPISE sebesar

65,38%, operator yang menangani SPIPISE mengetahui maksud dan tujuan

pelayanan SPIPISE sebesar 65%, para operator pengguna aplikasi SPIPISE

mengetahui segala informasi yang terdapat dalam penerapan SPIPISE

sebesar 62,31%, para operator pengguna aplikasi SPIPISE senantiasa

berdiskusi dan bertukar informasi dengan sesama rekan kerja sebesar 65%,

operator pengguna aplikasi SPIPISE memahami kewenangan dalam

menjalankan SPIPISE sebesar 61,54%, waktu yang dibutuhkan dalam

Page 127: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

109

penginputan data baik perizinan dan non perizinan ke dalam SPIPISE cepat

dan akurat sebesar 62,31%, penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak di

dukung oleh sumber daya finansial yang cukup sebesar 62,31%, operator

pengguna aplikasi SPIPISE disediakan fasilitas pendukung yang memadai

dalam pelaksanaan pelayanan informasi dan perizinan investasi sebesar

63,08%, dan fasilitas pendukung baik sarana dan prasarana dalam

penerapan SPIPISE sudah memadai sebesar 64,62% serta di dapatkan rata-

rata jawaban responden mengenai sumber daya mencapai angka sebesar

64%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan

yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai pemahaman operator

pengguna aplikasi SPIPISE mengenai kewenangan dalam menjalankan

SPIPISE yakni sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk

dalam kategori kurang baik. Nilai persentase yang tinggi didapat pada

pernyataan mengenai pemahaman operator yang menangani SPIPISE dalam

proses penginputan data dalam SPIPISE yakni sebesar 65,38%, hal ini

secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik. Nilai persentase yang

sama yakni sebesar 63,08% didapat dari hasil jawaban responden mengenai

tingkat pendidikan operator SPIPISE sudah sesuai bidang kerjanya dan

ketersediaan fasilitas pendukung penggunaan SPIPISE, hal ini secara

kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan

mengenai kompetensi operator dalam menggunakan SPIPISE dan kondisi

fasilitas pendukung yang baik dan memadai mempunyai nilai persentase

Page 128: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

110

yang sama juga yakni 64,62%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk

dalam kategori kurang baik. Pernyataan mengenai pengetahuan operator

pengguna SPIPISE tentang maksud dan tujuan penggunaan SPIPISE dan

operator SPIPISE yang senantiasa berdiskusi dan bertukar informasi

keduanya mencapai angka sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti

termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya rata-rata jawaban responden

mengenai sumber daya didapatkan angka sebesar 64%, hal ini secara

kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik.

3. Indikator Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik agen pelaksana merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Agen pelaksana

dari kebijakan ini adalah BPMPPT Lebak, BKPMPT Provinsi, BKPM RI

dan investor.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh para implementor tersebut

adalah kemampuan IT minimal sudah familiar dengan penggunaan

komputer atau laptop dan melakukan penelusuran di jaringan internet

karena hal ini berkaitan dengan pengoperasian SPIPISE, dedikasi,

pemahaman SOP serta komitmen yang dimiliki oleh setiap personal dari

pengguna SPIPISE dan pengelola SPIPISE ini. Berikut adalah pemaparan

mengenai penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak dengan indikator

karakteristik agen pelaksana.

Kesesuaian karakteristik ini bisa dilihat dari kinerja mereka setelah

keberadaan dari SPIPISE berkaitan dengan proses perencanaan

Page 129: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

111

pembangunan di Kabupaten Lebak. Jika memang kinerja mereka lebih baik

setelah kebaradaan SPIPISE maka karakteristik agen pelaksana dari

implementasi kebijakan ini sudah dapat dikatakan sesuai, begitu pun

sebaliknya.

Diagram 4.6 Indikator Karakteristik Agen Pelaksana

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dar Kuesioner Nomor 16 – 19, 2016.

Berdasarkan diagram 4.6 di atas, hasil jawaban responden terhadap

indikator karakteristik agen pelaksana yaitu, operator pengguna aplikasi

SPIPISE memahami tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh

PUSDATIN BKPM Pusat sebesar 65,38%, semua operator pengguna

aplikasi SPIPISE megetahui tentang Standard Operating Procedures (SOP)

yang diterapkan sebesar 65%, pelaksanaan SPIPISE sudah sesuai dengan

Standard Operating Procedures (SOP) sebesar 62,31%, dan di dalam

lingkungan kerja Operator pelaksana SPIPISE dalam aktivitasnya sudah

60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA

SESUAI TUPOKSI

SESUAI STANDARD OPERATING PROCEDURES

MENGETAHUI STANDARD OPERATING PROCEDURES

MEMAHAMI FAQ & TROUBLESHOOT SPIPISE

65%

65.38%

62.31%

65%

65.38%

Page 130: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

112

sesuai dengan tupoksinya masing-masing sebesar 65,38%, serta didapatkan

rata-rata sebesar 65%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa

pernyataan yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai kesesuaian

pelaksanaan SPIPISE dengan Standard Operating Procedures (SOP) yakni

sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori kurang

baik. Sementara itu, pernyataan yang nilai persentasenya tinggi adalah

mengenai pemahaman pengguna SPIPISE tentang FAQ & troubleshoot

yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat dan pelaksana SPIPISE

dalam aktivitasnya sudah sesuai dengan tupoksinya masing-masing yakni

sebesar 65,38%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori

baik. Selanjutnya pernyataan mengenai pengetahuan pengguna SPIPISE

tentang Standard Operating Procedures (SOP) yang diterapkan mencapai

angka sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk kategori baik.

Adapun rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 65%, hal ini secara

kualitatif berarti termasuk dalam kategori baik.

4. Indikator Sikap/kecenderungan (disposisi) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan. Sikap tersebut bisa berbentuk dukungan yang mana dukungan

tersebut akan sangat berpengaruh dalam penerapan suatu kebijakan.

Dalam hal ini kaitannya adalah SPIPISE maka kita bisa mengetahui

bagaimana kecenderungan para pengguna SPIPISE ini, apakah mereka

Page 131: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

113

cenderung menerima atau menolak kebijakan ini berkaitan dengan

keberadaan SPIPISE yang bertujuan untuk memudahkan proses

pembangunan di bidang investasi di Kabupaten Lebak. Berikut adalah

pemaparan mengenai indikator sikap/kecenderungan (disposisi) para

pelakasana:

Diagram 4.7 Indikator Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65%

RATA-RATA

SETIAP IMBALAN DIPERINCI DENGAN …

BEBAN TUGAS SESUAI INSENTIF ATAU GAJI

MENDAPATKAN INSENTIF ATAU GAJI …

MEMENTINGKAN KEPENTINGAN …

KEMAUAN MENGOPERASIKAN SPIPISE

TERWUJUDNYA TRANSPARANSI DAN …

DUKUNGAN PERUSAHAAN PMDN DAN …

DUKUNGAN PEMDA LEBAK UNTUK SPIPISE

63%

61.54%

65%

65%

62.31%

62.31%

61.54%

65%

64.62%

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 20-27, 2016.

Berdasarkan diagram 4.7 di atas, hasil jawaban responden terhadap

indikator sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana yaitu, Pemerintah

Daerah Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE pada

perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing

yang ada di Kabupaten Lebak sebesar 64,62%, perusahaan PMDN dan

PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE sebesar

65%, terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan

penanaman modal dengan adanya SPIPISE ini sebesar 61,54%, operator

Page 132: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

114

pengguna aplikasi SPIPISE memiliki kemauan yang tinggi dalam

mengoperasikan SPIPISE sebesar 62,31%, operator pengguna aplikasi

SPIPISE selalu mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan

dengan kepentingan pribadi sebesar 62,31%, operator pelaksana SPIPISE

mendapatkan insentif atau gaji sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan

sebesar 65%, beban tugas yang diberikan dalam input data perizinan dan

penanaman modal sesuai dengan insentif atau gaji yang diberikan sebesar

65% dan setiap jenis imbalan diperinci dengan jelas dan sesuai dengan

aturan yang berlaku sebesar 61,54% serta didapatkan rata-rata sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan

yang nilai persentasenya rendah adalah mengenai terwujudnya transparansi

dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya

SPIPISE dan setiap jenis imbalan diperinci dengan jelas dan sesuai dengan

aturan yang berlaku yakni sebesar 61,54%, hal ini secara kualitatif berarti

termasuk dalam kategori kurang baik. Pernyataan yang nilai persentasenya

tinggi adalah mengenai dukungan perusahaan PMDN dan PMA di

Kabupaten Lebak penerapan SPIPISE, operator pelaksana SPIPISE

mendapatkan insentif atau gaji sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,

dan beban tugas yang diberikan dalam input data perizinan dan penanaman

modal sesuai dengan insentif atau gaji yang diberikan sebesar 65%, hal ini

secara kualitatif termasuk dalam kategori baik. Sementara itu dukungan

Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam penerapan SPIPISE pada

perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing

Page 133: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

115

yang ada di Kabupaten Lebak sebesar 64,62%, hal ini secara kualitatif

termasuk dalam kategori kurang baik. Selanjutnya mengenai pernyataan

operator pengguna aplikasi SPIPISE memiliki kemauan yang tinggi dalam

mengoperasikan SPIPISE dan operator pengguna aplikasi SPIPISE selalu

mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

pribadi sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori

kurang baik. Adapun rata-rata yang didapatkan dari hasil jawaban

responden adalah 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori

kurang baik.

5. Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Para

Pelaksana

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para

pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten

dan seragam dari berbagai sumber informasi. Kejelasan dan konsistensi

komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para pelaksana sangat penting agar

memberi kemudahan dalam pelaksanaann suatu kebijakan. Disamping itu,

koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak – pihak

yang terlibat dalam implementasi kebijakan, dalam hal ini adalah

implementasi SPIPISE di Kabupaten Lebak maka kesalahan akan semakin

kecil, begitupun sebaliknya. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator

tersebut:

Page 134: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

116

Diagram 4.8 Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivtas Pelaksana

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 28 – 37, 2016.

Berdasarkan diagram 4.8 di atas, dapat dilihat bahwa hasil jawaban

responden terhadap indikator komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para

pelaksana yaitu, penyampaian komunikasi dari atasan kepada operator yang

menangani SPIPISE sudah baik dinilai responden sebesar 62,31%, operator

pelaksana SPIPISE berkomunikasi dengan baik dengan sesama operator

dalam pelaksanaan SPIPISE sebesar 62,31%, operator pengguna aplikasi

SPIPISE melakukan koordinasi yang baik dengan atasan dalam proses

pelayanan SPIPISE sebesar 63,08%, koordinasi dengan sesama operator

pengguna SPIPISE sudah terjalin dengan baik sebesar 64,62%, kejelasan

komunikasi tentang pelaksanaan SPIPISE sudah baik sebesar 65,38%,

dalam menjalankan tugas operator pengguna SPIPISE diberi pengarahan

sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing sebesar 65%, konsistensi

arahan dari atasan kepada operator dalam pelaksanaan inputing data

SPIPISE sudah terjalin dengan baik sebesar 62,31%, operator pelaksana

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65% 66%

RATA-RATA

KEMUDAHAN LAYANAN DIKETAHUI …

SOSIALISASI PENERAPAN SPIPISE

KONSISTENSI KOMUNIKASI DAN …

KONSISTENSI ARAHAN DARI ATASAN

PENGARAHAN SESUAI BIDANG KERJA

KEJELASAN KOMUNIKASI

KOORDINASI SESAMA OPERATOR

KOORDINASI DENGAN ATASAN

KOMUNIKASASI SESAMA OPERATOR …

KOMUNIKASI DENGAN ATASAN

63%

61.54%

62.31%

65.38%

62.31%

65%

65.38%

64.62%

63.08%

62.31%

62.31%

Page 135: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

117

SPIPISE konsisten melakukan koordinasi dan komunikasi dengan sesama

operator dalam pelaksanaan SPIPISE sebesar 65,38%, sosialisasi yang

dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak cukup baik dan

mudah dipahami sebesar 62,31%, kemudahan layanan informasi tentang

SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum sebesar 61,54%. Sehingga

didapatkan rata-rata sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan

yang nilai persentasenya rendah terdapat pada pernyataan tentang

kemudahan layanan informasi SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat

umum dengan angka sebesar 61,54%, hal secara kualitatif berarti termasuk

dalam kategori kurang baik. Pernyataan yang nilai persentasenya tinggi

terdapat pada pernyataan tentang kejelasan komunikasi tentang pelaksanaan

SPIPISE yang sudah baik dan komunikasi dengan sesama operator dalam

pelaksanaan SPIPISE yakni sebesar 65,38%, hal ini secara kualitatif berarti

termasuk dalam kategori baik. Sementara itu, untuk pernyataan

penyampaian komunikasi dari atasan kepada operator yang menangani

SPIPISE sudah baik, operator pelaksana SPIPISE berkomunikasi dengan

baik dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE, konsistensi

arahan dari atasan kepada operator dalam pelaksanaan inputing data

SPIPISE sudah terjalin dengan baik, dan sosialisasi yang dilakukan dalam

penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak cukup baik dan mudah dipahami

didapatkan nilai sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam

kategori kurang baik. Selanjutnya pernyataan tentang koordinasi yang baik

Page 136: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

118

dengan atasan dalam proses pelayanan SPIPISE sebesar 63,08% dan

koordinasi dengan sesama operator pengguna SPIPISE sudah terjalin

dengan baik sebesar 64,62%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam

kategori kurang baik. Untuk pernyataan tentang pemberian arahan sesuai

dengan bidang kerjanya masing-masing di dalam menjalankan tugas

operator pengguna SPIPISE sebesar 65%, hal ini secara kualitatif berarti

termasuk dalam kategori baik. Adapun untuk rata-rata yang didapatkan

adalah sebesar 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang

baik.

6. Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan

politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan

kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi

eksternal yang kondusif. Berikut adalah pemaparan mengenai indikator

tersebut.

Page 137: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

119

Diagram 4.9 Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

59% 60% 61% 62% 63% 64% 65%

RATA-RATA

PENGARUH POLITIK

PENGARUH SOSIAL

PENGARUH EKONOMI

63%

62.31%

61.54%

65%

Sumber: Hasil Peneitian Lapangan dari Kuesioner Nomor 38 – 40, 2016.

Berdasarkan diagram 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa hasil jawaban

responden terhadap indikator lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yaitu,

lingkungan ekonomi turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten

Lebak sebesar 65%, lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan

SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 61,54%, dan lingkungan politik turut

mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar 62,31%

serta didapatkan rata-rata sebesar 63%.

Dari hasil jawaban responden di atas, dapat dilihat bahwa pernyataan

yang nilai persentasenya rendah terdapat pada pernyataan tentang pengaruh

lingkungan sosial terhadap kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak sebesar

61,54%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang

baik. Untuk pernyataan yang nilai persentasenya tinggi terdapat pada

pernyataan tentang pengaruh lingkungan ekonomi terhadap kebijakan

SPIPISE di Kabupaten Lebak yakni sebesar 65%, hal ini secara kualitatif

Page 138: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

120

berarti termasuk dalam kategori baik. Selanjutnya untuk pernyataan tentang

pengaruh lingkungan politik terhadapa kebijakan SPIPISE di Kabupaten

Lebak adalah sebesar 62,31%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk

dalam kategori kurang baik. Adapun nilai rata-rata untuk indikator ini

adalah 63%, hal ini secara kualitatif termasuk dalam kategori kurang baik.

4.3.2.2 Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif merupakan pemaparan hasil penelitian yang

didapatkan dengan melakukan wawancara dengan dua orang informan yang

dianggap mewakili dalam memberikan data terhadap implementasi kebijakan

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)

di Kabupaten Lebak yakni I1 adalah Bapak Rukim, SE.,M.Si selaku Kepala Bidang

Data dan Pengaduan BPMPPT dan I2 adalah Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom

selaku Tenaga IT Bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak.

Adapun dalam menganalisis data hasil penelitian lapangan dengan

menggunakan teori dari Van Metter dan Van Horn yang mana terdiri dari enam

indikator dalam impelementasi, yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya,

karakteristik agen pelaksana, sikap atau kecenderungan para pelaksana, komunikasi

antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Berikut adalah analisis data penelitian mengenai “implementasi kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di

Kabupaten Lebak.

Page 139: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

121

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan dari teori implementasi Van

Metter Van Horn didasarkan pada kepentingan utama terhadap faktor –

faktor yang menentukan kinerja kebijakan. Suatu kebijakan memiliki

ukuran dan tujuan yang dijadikan acuan berhasil atau tidaknya suatu

kebijakan tersebut diimplementasikan. Berikut adalah analisis data peneliti

terkait indikator ukuran dan tujuan kebijakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 mengenai ukuran dan tujuan

kebijakan dijelaskan bahwa Ukurannya adalah Perka BKPM RI Nomor 14

tahun 2009 tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuannya adalah untuk

mengindentifikasi jumlah investasi yang masuk dan untuk

mengintegrasikan semua perizinan, mempermudah serta mempercepat

pelayanan perizinan bagi para investor. Sedangkan hasil wawancara dengan

I2 dijelaskan bahwa Ukuran dan tujuannya tertuang dalam Perka BKPM RI

Nomor 14 tahun 2009 tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuan SPIPISE ini

adalah mengakomodasi data-data perusahaan dari tahap pembangunan

sampai produksi. (Hasil wawancara dengan Bapak Rukim, SE,.M.Si selaku

Kepala Bidang Data dan Pengaduan dan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom

selaku Tenaga IT bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak

pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten

Lebak).

Page 140: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

122

a) Pemahaman Operator Perusahaan Mengenai Ukuran Kebijakan

SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengapa pengetahuan

operator perusahaan tentang ukuran kebijakan SPIPISE yang mencapai

angka 65%, walaupun angka tersebut sesuai dengan hipotesis yang peneliti

tuliskan namun tentunya peneliti ingin mengetahui secara mendalam

tentang hal ini.

Dari kedua informan yang telah peneliti wawancara, kedua informan

tersebut memberikan informasi yang sama bahwa pemahaman operator

perusahaan mengenai ukuran kebijakan SPIPISE dinilai masih kurang

karena memang hal ini dipengaruhi oleh sosialisasi yang kurang sehingga

penyerapan informasi juga kurang, namun kedua informan tersebut juga

menjelaskan bahwa baik perusahaan PMDN dan PMA tetap konsisten

menggunakan SPIPISE karena memang mempermudah dalam urusan

pelayanan perizinan investasi di Kabupaten Lebak.

b) Pemahaman Operator Perusahaan Mengenai Tujuan Kebijakan

SPIPISE.

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pemahaman

operator mengenai tujuan kebijakan SPIPISE yang hanya mendapatkan

persentase sebesar 61,54% dari hasil yang hipotesiskan yaitu sebesar 65%.

Dari wawancara dengan kedua infoman dijelaskan bahwa

pemahaman mengenai tujuan kebijakan SPIPISE memang masih kurang,

hal ini disebabkan oleh sosialisasi yang kurang, pembinaan dan pelatihan

Page 141: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

123

yang belum optimal serta kurangnya jumlah dan kompetensi operator

perusahaan, sehingga informasi mengenai tujuan SPIPISE belum

sepenuhnya di pahami oleh operator perusahaan.

c) Kesesuaian Pelaksanaan SPIPISE dengan Tujuannya

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengapa kesesuaian

pelaksanaan SPIPISE dengan tujuannya hanya mencapai angka sebesar

62,31% dari hasil yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan SPIPISE sudah

tertuang dengan jelas dalam Perka BKPM RI Nomor 14 tahun 2009. Adapun

maksud dan tujuan SPIPISE adalah untuk mengatur penanam modal,

penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal,

serta instansi teknis dalam mengajukan permohonan, atau penyelenggaraan

perizinan dan non perizinan dengan SPIPISE. SPIPISE bertujuan untuk

mewujudkan :

1. Penyelenggaraan PTSP sebagaimana diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Bidang Penanaman Modal;

2. Integrasi data dan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

3. Pelayanan perizinan dan nonperizinan yang mudah, cepat, tepat,

transparan, dan akuntabel;

4. Keselarasan kebijakan dalam pelayanan penanaman modal

antarsektor dan pusat dengan daerah.

Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dijelaskan bahwa

penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak dinilai belum sesuai dengan

Page 142: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

124

tujuannya karena masih adanya kendala – kendala atau permasalahan yang

sering terjadi dan permasalahan tersebut menghambat implementasi

SPIPISE di Kabupaten Lebak. Permasalahan yang terjadi, diantaranya

server dan bandwidth sering bermasalah, hal ini terjadi karena server dan

bandwidth tersebut berada di BKPM Pusat dan diakses oleh semua

pemerintah daerah di bidang perizinan sehingga tidak mampu

menampungnya, sumber daya manusia yang kurang, masih ada izin usaha

yang nilainya lebih dari 500 juta belum terintegrasi dengan SPIPISE dan

belum optimalnya pelayanan terpadu satu pintu karena masih ada perizinan

yang dikelola oleh dinas teknis terkait.

d) Ketepatan Penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui secara mendalam mengapa

ketepatan penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak hanya mencapai angka

persentase sebesar 62,31% dari hasil yang diharapkan. Jika kebijakan ini

tepat maka tentunya akan membantu daerah dalam pertumbuhan nilai

realisasi investasi dan PAD Kabupaten Lebak tersebut, namun sebaliknya

jika kebijakan ini tidak tepat maka diperlukan kebijakan lainnya untuk

meningkatkan nilai realisasi investasi di Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil wawancara dijelaskan bahwa kebijakan SPIPISE

sudah tepat diterapkan pada PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak, namun

diperolehnya persentase sebesar 62,31% karena dalam pelaksanaannya

masih terdapat beberapa kekurangannya diantaranya investasi di Lebak bisa

dikatakan belum berskala besar sehingga perlu adanya kebijakan yang

Page 143: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

125

bersifat teknis untuk mendukung kebijakan SPIPISE tersebut, fasilitas

pendukung seperi jaringan internet, komputer dan lainnya yang menunjang

penerapan SPIPISE belum sepenuhnya mencukupi sehingga perlu

dilengkapi.

2. Sumber Daya

Dalam hal ini, salah satu hal terpenting dari implementasi SPIPISE

ini adalah kompetensi pelaksana, fasilitas pendukung, dukungan finansial

yang disediakan agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan.

Selain itu waktu pun dipertimbangkan agar dapat berjalan sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu diharapkan agar SPIPISE ini

dapat meningkatkan PAD Kabupaten Lebak di bidang penanaman modal.

Berikut adalah hasil analisis kualitatif untuk indikator sumber daya.

a) Kompetensi Pelaksana

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai kompetensi para

pelaksana dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak yang dalam

analisis kuantitatif hanya mencapai angka sebesar 64,62% dari hasil yang

diharapkan. Kompetensi para pelaksana yang mendukung tentunya akan

memudahkan penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak, namun jika

sebaliknya maka kebijkan ini akan sulit diterapkan di Kabupaten Lebak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa jumlah dan kompetensi pelakana dalam penerapan SPIPISE baik di

BPMPPT Lebak dan perusahaan PMDN dan PMA dinilai belum mecukupi.

Hal ini terjadi karena jumlah operator SPIPISE di BPMPPT masih kurang

Page 144: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

126

yakni hanya ada 4 orang, padahal jumlah yang di perlukan di kantor

BPMPPT Lebak untuk pengoperasian SPIPISE minimal 6 orang. Sementara

untuk operator SPIPISE pada perusahaan PMDN dan PMA dinilai oleh

kedua informan bahwa pemahaman mereka tentang SPIPISE masih kurang

karena SDM di perusahaan belum ada yang secara khusus memahami

SPIPISE.

b) Pemahaman Operator Mengenai Proses Input SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui tentang pemahaman

operator dalam penginputan data perusahaan ke dalam SPIPISE yang pada

analisis kuantitatif mencapai angka 65,38% dan sudah mencapai apa yang

diharapkan oleh peneliti.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa operator SPIPISE sudah memahami penginputan data perusahaan ke

dalam SPIPISE. SPIPISE sendiri digunakan untuk pembuatan laporan

kegiatan penanaman modal (LKPM) yang mana menjadi hal wajib bagi

setiap perusahaan untuk melakukannya setiap triwulan. Meskipun masih

ada permasalahan dalam hal penginputan namun selama ini belum ada

pengaduan resmi dari para investor.

c) Pengetahuan Operator Mengenai Maksud dan Tujuan Penerapan

SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pengetahuan

operator SPIPISE tentang maksud dan tujuan diterapkannya SPIPISE di

Page 145: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

127

Kabupaten Lebak yang pada analisis kuantitatif mencapai angka sebesar

65% dan sesuai dengan hasil yang diharapkan peneliti.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa pemahaman operator SPIPISE mengenai maksud dan tujuan

diterapkannya SPIPISE di Kabupaten Lebak sudah baik, karena SPIPISE

bertujuan untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat di bidang

penanaman modal dan juga untuk meningkatkan nilai realisasi investasi.

d) Pengetahuan Operator Mengenai Segala Informasi Tentang

SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai penyebab

pengetahuan operator mengenai segala informasi tentang SPIPISE yang

hanya mencapai angka sebesar 62,31% dan hal ini belum sesuai dengan

harapan peneliti.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa untuk pengetahuan operator SPIPISE mengenai semua informasi

tentang SPIPISE masih kurang, hal ini karena sosialisasi yang dilakukan

belum optimal, dan juga pembinaan serta pelatihan belum efektif, namun

selama ini belum ada pengaduan mengenai kendala dalam penggunaan

SPIPISE dari para penanam modal.

e) Waktu Penginputan Data Cepat dan Akurat

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai lama waktu yang

dibutuhkan dalam penginputan data ke dalam SPIPISE yang pada analisis

kuantitatif hanya mencapai angka sebesar 62,31% dari hasil yang

Page 146: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

128

diharapkan peneliti. Hal ini tentunya belum sesuai dengan apa yang

diharapkan peneliti.

Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dijelaskan bahwa

dalam hal lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penginputan ke

dalam SPIPISE tergantung perizinan yang diproses, ada yang 3 hari, 7 hari

dan 10 hari, semua sudah ada mekanisme yang mengaturnya. Adapun

ketepatan waktu penginputan data perizinanan dan non perizinan dengan

adanya SPIPISE ini dinilai jika tidak ada gangguan server dan jaringan

internet bisa tepat waktu sesuai SOP tergantung perizinan yang di proses.

Namun seringkali terjadi tidak sesuai SOP yang ada.

f) Dukungan Finansial

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai dukungan

finansial dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak yang pada analisis

kuantitatif hanya mencapai angka sebesar 62,31%. Hal ini tentunya tidak

sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti karena tidak mencapai angka

yang dihipotesiskan yaitu 65%.

Berdasarkan hasil wawancara dijelaksan bahwa untuk dukungan

dari sumber daya finansial dalam penerapan SPIPISE ini dijelaskan sudah

mendukung namun masih belum mencukupi karena masih ada

permasalahan dari segi finansial dalam penerapan SPIPISE yang kurang,

salah satunya adalah dana untuk mengadakan sosialisasi, dimana

pelaksanaan sosialisasi hanya 1 tahun sekali seperti dijelaskan dalam

wawancara dengan I1 dan I2 berikut.

Page 147: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

129

“Sudah mendukung, karena sarana dan prasarana disediakan oleh BKPM RI, sementara dana dari APBD digunakan untuk biaya operasional turut serta dalam pendidikan dan pelatihan tentang pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang mana termasuk di dalamnya ada materi tentang SPIPISE.” (Wawancara dengan Bapak Rukim, SE,.M.Si selaku Kepala Bidang Data dan Pengaduan BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

“Untuk sarana dan prasarana sudah didukung oleh BKPM RI. Namun dukungan finansial untuk acara sosialisasi masih kurang, dimana BPMPPT Lebak sering kali mengajukan pelaksanaan sosialisasi 3-4 kali namun yang di acc hanya 1 kali dalam setahun.” (Wawancara dengan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku Tenaga IT bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

g) Ketersediaan dan Kondisi Fasilitas Pendukung

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai ketersediaan

fasilitas pendukung pengoperasian SPIPISE yang pada analisis kuantitatif

hanya mencapai angka sebesar 63,08%. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan

apa yang diharapkan peneliti dari angka yang dihipotesiskan sebesar 65%.

Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dijelaskan bahwa

untuk fasilitas pendukung untuk menunjang penggunaan SPIPISE masih

kurang yakni dari segi pengadaan komputer atau pc dan jaringan internet

yang masih kurang baik, dan hal ini sedikit menghambat dalam penggunaan

SPIPISE di Kabupaten Lebak dan tentunya dibutuhkan penambahan untuk

fasilitas tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik yang harus dimiliki oleh para implementor tersebut

adalah kemampuan IT minimal sudah familiar dengan penggunaan

Page 148: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

130

komputer atau laptop dan melakukan penelusuran di jaringan internet karena

hal ini berkaitan dengan pengoperasian SPIPISE, dedikasi serta komitmen

yang dimiliki oleh setiap personal dari pengguna SPIPISE dan pengelola

SPIPISE ini. Berikut adalah hasil analisis kualitatif untuk indikator

karakteristik agen pelaksana. adalah hasil analisis kualitatif untuk indikator

sumber daya.

a) Pemahaman Operator SPIPISE Mengenai FAQ & Troubleshoot

SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pemahaman

operator SPIPISE mengenai FAQ & Troubleshoot SPIPISE di Kabupaten

Lebak yang dalam analisis kuantitatif mencapai angka sebesar 65,38% dan

melebihi hasil yang diharapkan yakni 65%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa pemahaman operator perusahaan tentang FAQ & troubleshoot yang

diberikan oleh Pusdatin BKPM Pusat dijelaskan bahwa operator perusahaan

cukup memahami, karena FAQ & troubleshoot sudah diberitahu sejak awal

penerapan SPIPISE ini, dan itu dibuktikan dengan belum ada laporan ke kita

mengenai kendala tentang itu.

b) Pengetahuan Operator SPIPISE Mengenai Standard Operating

Procedures (SOP) SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pengetahuan

operator SPIPISE mengenai SOP dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten

Lebak yang pada analisis kuantitatif mencapai angka sebesar 65%, dalam

Page 149: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

131

kategori kualitatif dikatakan baik. Hal ini sesuai dengan angka yang

dihipotesiskan peneliti yakni 65%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa dalam hal pemahaman operator SPIPISE mengenai Standard

Operating Procedures SOP yang diterapkan sudah cukup. Karena

perusahaan menggunakan SPIPISE untuk memudahkan pelayanan

perizinan dan sudah ada SOP yang mengatur itu.

c) Penerapan SPIPISE Sesuai dengan Standard Operating Procedures

(SOP)

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai mengapa

penerapan SPIPISE belum sesuai dengan SOP, karena pada analisis

kuantitatif diperoleh angka sebesar 62,31% dari kriteria yang diharapkan

yakni 65%. Hal ini dalam kategori kualitatif termasuk rendah.

Adapun mengenai Apakah penerapan SPIPISE sudah sesuai dengan

SOP, dijelaskan oleh I1 sebagai berikut:

“Belum sesuai, karena memang seringkali perizinan yang diproses mendapatkan tanda merah yang artinya perizinan tersebut keluar dari SOP. Hal ini terjadi karena server dan bandwidth yang bermasalah. Namun tidak berpengaruh terhadap perizinan hanya saja sering keluar dari SOP.” (Wawancara dengan Bapak Rukim, SE,.M.Si selaku Kepala Bidang Data dan Pengaduan BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Hal ini dikonfirmasi oleh I2 terkait dengan penerapan SPIPISE sudah

sesuai dengan SOP sebagai berikut:

“Sangat belum sesuai karena seringnya gangguan server dan jaringan, data perizinan sering mendapatkan tanda merah yang artinya keluar dari SOP dan tentunya hal ini harus bisa

Page 150: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

132

diselesaikan.” (Wawancara dengan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku Tenaga IT bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa penerapan

SPIPISE belum sesuai dengan SOP karena seringnya gangguan server dan

jaringan, data perizinan sering mendapatkan tanda merah yang artinya

keluar dari SOP dan tentunya hal ini harus bisa diselesaikan. Namun tidak

berpengaruh terhadap perizinan hanya saja sering keluar dari SOP.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan. Dalam hal ini kaitannya adalah SPIPISE maka kita bisa

mengetahui bagaimana kecenderungan para pengguna SPIPISE ini, apakah

mereka cenderung menerima atau menolak kebijakan ini berkaitan dengan

keberadaan SPIPISE yang bertujuan untuk memudahkan proses

perencanaan pembangunan Kabupaten Lebak. Berikut adalah hasil analisis

kualitatif mengenai indikator ini.

a) Dukungan Pemda Lebak dan Perusahaan PMDN dan PMA

terhadap SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai dukungan Pemda

Lebak dan perusahaan PMDN dan PMA terhadap penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan angka sebesar

64,62% untuk dukungan Pemda Lebak terhadap SPIPISE, hal ini secara

kualitatif termasuk dalam kategori rendah dan angka sebesar 65% untuk

Page 151: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

133

dukungan perusahaan PMDN dan PMA terhadap SPIPISE, hal ini secara

kualitatif termasuk kategori baik dari angka yang dihipotesiskan peneliti

yakni 65%.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan I1 dan I2 mengenai

dukungan Pemda Lebak dalam penerapan SPIPISE ini adalah sangat

mendukung walaupun belum optimal, hal ini dibuktikan dengan adanya

rencana pengajuan pembuatan peraturan bupati yang mengatur tentang izin

usaha. Dimana setiap izin usaha yang nilai investasinya di atas 500 juta

maka wajib membuat izin prinsip menggunakan SPIPISE. Selain itu juga

dukungan perusahaan PMDN dan PMA terhadap penerapan SPIPISE dinilai

oleh I1 dan I2 mendukung, namun hal ini tergantung dari Pemda Lebak

sebagai pemerintah daerah di bidang penanaman modal yang memang

memberikan pelayanan kepada PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak.

b) Terwujudnya Transparansi dan Akuntabilitas dalam penerapan

SPIPISE

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai kenapa

transparansi dan akuntabilitas hanya memperoleh angka sebesar 61,54%

dari kriteria yang diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini secara kualitatif

termasuk dalam kategori rendah.

Adapun mengenai bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas

dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE, dijelaskan oleh

I1 sebagai berikut:

“Untuk transparansi bagi investor itu sudah, karena dalam hal ini perusahaan yang telah mendaftar di SPIPISE itu memiliki hak akses.

Page 152: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

134

Untuk masyarakat umum sifatnya terbatas, karena hak akses itu hanya dimiliki perusahaan. Sedangkan untuk akuntabilitas itu sudah cukup baik.” (Wawancara dengan Bapak Rukim, SE,.M.Si selaku Kepala Bidang Data dan Pengaduan BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Hal ini dikonfirmasi oleh I2 terkait dengan transparansi dan

akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE

sebagai berikut:

“Transparansi untuk semua investor itu sudah, hanya saja untuk masyarakat umum itu hanya beberapa informasi tertentu saja. Dan untuk akuntabilitasnya sudah baik.” (Wawancara dengan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom selaku Tenaga IT bidang Penanaman Modal BPMPPT Kabupaten Lebak pada hari Rabu tanggal 7 September 2016 di Kantor BPMPPT Kabupaten Lebak).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa transparansi

dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya

SPIPISE bagi investor itu sudah dilakukan, karena dalam hal ini perusahaan

yang telah mendaftar di SPIPISE itu memiliki hak akses. Untuk masyarakat

umum sifatnya terbatas, karena hak akses itu hanya dimiliki perusahaan.

Sedangkan untuk akuntabilitas itu sudah cukup baik.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana

Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para

pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten

dan seragam dari berbagai sumber informasi. Disamping itu, koordinasi

merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan.

Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak – pihak yang terlibat

dalam implementasi kebijakan, dalam hal ini adalah implementasi SPIPISE

Page 153: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

135

di Kabupaten Lebak maka kesalahan akan semakin kecil, begitupun

sebaliknya.

a) Komunikasi dan Koordinasi Para Pelaksana dalam Penerapan

SPIPISE di Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai bagaimana

komunikasi dan koordinasi para pelaksana dalam implementasi SPIPISE di

Kabupaten Lebak. Yang mana komunikasi dan koordinasi adalah hal

penting agar implementasi SPIPISE berjalan sesuai dengan tujuannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1 dan I2 mengenai bagaimana

komunikasi dengan perusahaan dan dinas teknis terkait tentang SPIPISE

dijelaskan bahwa Komunikasi dengan perusahaan dilakukan sejak awal,

karena memang untuk mengurusi perizinan perusahaan terlebih dahulu

datang ke BPMPPT Lebak, disana dijelaskan secara jelas mengenai

informasi terkait perizinan termasuk di dalamnya tentang SPIPISE. Untuk

komunikasi antar pegawai BPMPPT terjalin baik dan komunikasi dengan

SKPD terkait perizinan juga baik, hal ini dilakukan karena memang

BPMPPT sendiri hanya memiliki kewenangan mengeluarkan izin, untuk

teknisnya ada dinas teknis tekait. Untuk hal terkait komunikasi tentang

SPIPISE yang berwenang hanya BKPM dan BKPMD sementara dinas lait

tidak punya keterkaitan langsung tentang SPIPISE ini.

Dalam hal proses koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan dan

antar SKPD teknis terakit dalam penerapan SPIPISE dijelaskan oleh I1 dan

I2 bahwa ada tim pengendalian penanaman modal sudah di SK kan dan

Page 154: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

136

bahkan sudah di Perbup kan serta sudah jalan maret 2015. Gunanya adalah

dimana SKPD terkait dikumpulkan dan membahas terkait penanaman

modal. Dengan adanya tim pengendalian penanaman modal, maka sering di

adakan pengawasan dan juga koordinasi antarSKPD terkait perizinan

melalui rapat.

b) Sosialisasi Penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai kenapa sosialisasi

penerapan SPIPISE hanya memperoleh angka sebesar 62,31% dari kriteria

yang diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini secara kualitatif termasuk

dalam kategori rendah.

Adapun dari segi sosialisasi yang dilakukan terkait dengan

penerapan SPIPISE ini dijelaskan oleh I1 dan I2 bahwa sosialisasi dilakukan

setiap satu tahun sekali, dimana BPMPPT mengirimkan surat undangan

kepada perusahaan baik itu PMDN maupun PMA, bagi yang berhalangan

hadir, BPMPPT sendiri yang mendatangi perusahaan tersebut. Adapun

Proses sosialisasi dilakukan dengan memberikan materi pemahaman terkait

penanaman modal yang termasuk di dalamnya ada materi tentang SPIPISE,

dan dihadiri oleh BKPM RI dan BKPMPT Provinsi Banten. Sosialisasi ini

dapat dikatakan belum efektif karena sosialisasi hanya dilakukan satu kali

dalam satu tahun yang mana seharusnya dilakukan 3 – 4 kali setahun, dan

tentunya pemahaman para investor masih kurang.

Page 155: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

137

c) Kemudahan layanan SPIPISE Diketahui Masyarakat Umum

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai kenapa

kemudahan layanan untuk masyarakat umum hanya mencapai angka

sebesar 61,54% dari kriteria yang diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini

secara kualitatif termasuk dalam kategori rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa untuk masyarakat umum itu terbatas, namun apabila masyarakat

butuh data terkait penanaman modal seperti LSM atau wartawan itu

diberikan akan tetapi itu bukan data yang dikecualikan.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan

politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan

kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi eksternal yang kondusif. Berikut adalah analisis

kualitatif tentang indikator ini.

a) Pengaruh Kondisi Ekonomi Terhadap Penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pengaruh kondisi

ekonomi Kabupaten Lebak terhadap penerapan SPIPIS dari kriteria yang

diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini secara kualitatif termasuk dalam

kategori baik.

Page 156: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

138

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan I1 dan

I2 mengenai pengaruh ekonomi terhadap kebijakan ini yakni sangat

mempengaruhi, dimana kondisi ekonomi masyarakat Kabupaten Lebak

yang masih rendah bisa ditingkatkan dengan adanya investor yang bisa

menciptakan lapangan pekerjaan baru, kemudahan pelayanan lewat

penerapan SPIPISE tentunya akan mengundang investor ke Lebak. Hal ini

akan berpengaruh dalam pemasukan PAD Lebak dan bisa mengurangi

angka pengangguran masyarakat Lebak.

b) Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap Penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pengaruh

lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap penerapan

SPIPISE yang mana dalam analisis kuantitatif yang hanya mencapai angka

sebesar 61,54%% dari kriteria yang diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini

secara kualitatif termasuk dalam kategori rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua informan dijelaskan

bahwa pengaruh lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap

kebijakan ini kurang mempengaruhi karena kebijakan ini hanya diketahui

oleh para investor yang nilai investasinya di atas 500 juta rupiah.

Lingkungan sosial masyarakat Lebak yang memang belum sepenuhnya

melek akan teknologi belum berpengaruh secara signifikan dalam

penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak.

Page 157: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

139

c) Pengaruh Kondisi Politik Terhadap Penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak

Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui mengenai pengaruh

lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap penerapan

SPIPISE yang mana dalam analisis kuantitatif yang hanya mencapai angka

sebesar 62,31%% dari kriteria yang diharapkan yakni sebesar 65%. Hal ini

secara kualitatif termasuk dalam kategori rendah.

Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dijelaskan bahwa

kondisi politik lebak yang kondusif tentunya mempengaruhi kebijakan ini.

Angka dari analisis kuantitatif tersebut termasuk dalam kategori rendah

karena memang dukungan politik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak

belum optimal. Hal ini terjadi karena belum dibentuknya Perda atau Perbup

Kabupaten Lebak untuk mendukung secara teknis penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak. Perda dan Perbup dibutuhkan karena untuk memperjelas

secara teknis bagaimana pengoperasian SPIPISE dan menyesuaikan

penerapan SPIPISE dengan keadaan iklim investasi di Kabupaten lebak.

4.4 Pengujian Hipotesis

Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah

deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri. Maka hipotesis yang

dipakai adalah dimana peneliti memprediksikan hipotesis paling tinggi sebesar

65%, dengan penjelasan sebagai berikut:

Page 158: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

140

H0 : µ ≤ 65%

H0 : “Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang dari atau

sama dengan 65%”.

Ha : µ ˃ 65 %

Ha : “Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak lebih dari 65%”.

Berdasarkan hipotesis deskriptif, variabel yang diuji bersifat mandiri dan

sampelnya hanya ada satu, maka peneliti menggunkan rumus one sample t-test pada

SPSS versi 22 dan diperoleh hasil sabagai berikut:

Tabel 4.5 One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Implementasi 65 101.5538 19.14421 2.37455

Tabel 4.6 One-Sample Test

Test Value = 65

t df Sig. (1-tailed) Mean

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

Implementasi 15.394 64 .000 36.55385 31.8101 41.2976 Sumber: Pengolahan dengan SPSS versi 22, 2016.

Page 159: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

141

Berdasarkan tabel di atas diperoleh thitung = 15,394. T tabel diperoleh dengan

derajat kebebasan (df) dengan nilai 64 dan taraf signifikasi sebesar 5% dengan nilai

1,671. Karena ttabel ≤ dari thitung (1.671 ≤ 15.394), maka H0 diterima dan Ha ditolak.

Dari perbandingan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal,

ditemukan bahwa Implementasi Kebijakan Sistem Pelayaan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak yaitu:

6601 x 100% = 63,47% 10400

Artinya bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa Implementasi Kebijakan

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di

Kabupaten Lebak kurang dari atau sama dengan 65% diterima, karena hasil dari

perhitungan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal hanya mencapai angka

63,47%.

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, yang berjudul Implementasi Kebijakan Sistem

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten

Lebak, ada hal yang paling penting dan utama yaitu menjawab rumusan masalah

yang telah dibuat oleh peneliti pada awal penelitian. Rumusan masalah tersebut

adalah “seberapa besar dan bagaimana implementasi kebijakan Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten

Lebak”.

Page 160: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

142

Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, kita dapat melihat

dari pembahasan yang memaparkan pengujian hipotesis dengan menggunakan

rumus t-test satu sampel dengan menguji pihak kanan bahwa t tabel lebih kecil (<)

dari t hitung dan hal itu dapat diartikan bahwa H0 diterima dan Ha di tolak. Karena

hasil pengujian hipotesis mencapai angka 63,47% dari angka yang diharapkan

yakni 65%.

Sehingga dari pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan bahwa hasil

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak mencapai angka 63,47% dari angka

minimal yang di hipotesiskan yaitu 65%, hal ini secara kualitatif berarti termasuk

dalam kategori kurang baik. Hal tersebut dapat dilihat pada kategori berikut:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 2600 5200 7800 10400

6601

Nilai 6601 termasuk dalam kategori interval kurang baik dan baik, maka

hasil di atas masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori

kurang baik.

4.6 Pembahasan

Pembahasan yakni mencakup pemaparan lebih lanjut dari hasil analisis data

yang ditujukan untuk memaparkan lebih jauh lagi terkait masing – masing indikator

dari keberhasilan suatu implementasi kebijakan berkaitan dengan SPIPISE di

Kabupaten Lebak. Penelitian dengan judul implementasi kebijakan Sistem

Page 161: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

143

Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak

menggunakan teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn

dalam Agustino (2008: 142) yang mempunyai enam indikator diantaranya: ukuran

dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana,

sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan

aktivitas para pelaksana dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Berikut adalah

hasil pembahasan mengenai keenam indikator tersebut:

1. Indikator Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Dalam indikator ukuran dan tujuan kebijakan, kinerja implementasi

kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran

dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang

mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan

kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopsi) untuk dilaksanakan dilevel

warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang

dapat dikatakan berhasil. Indikator ukuran dan tujuan kebijakan ini

diwujudkan dalam 3 (tiga) sub indikator.

Sub indikator yang pertama adalah ukuran, dimana ukuran dalam

implementasi kebijkan jika dibuat realistis tentunya akan mudah untuk

dilihat hasil dari implementasi kebijakan tersebut. Sub indikator yang kedua

adalah tujuan, dimana tujuan adalah target yang harus dicapai berdasarkan

aturan atau kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, tujuan ini tentunya

juga bersifat realistis. Sub indikator yang ketiga adalah ketepatan, dimana

Page 162: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

144

ketepatan pengimplementasian kebijakan akan sangat berpengaruh dalam

proses implementasi kebijakan tersebut.

Dari pengolahan data dalam indikator ukuran dan tujuan kebijakan

yang memuat 3 (tiga) sub indikator dan terdiri dari 4 (empat) pernyataan,

maka diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 4 = 1040 (4 = nilai dari setiap

jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor

berdasarkan pada skala Likert, 65 = jumlah sampel yang dijadikan

responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator ukuran dan

tujuan kebijakan). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan

dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 653 : 1040 = 0,627

x 100 = 62,7% atau dibulatkan 63%. Hal ini dapat diartikan bahwa

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi

Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang baik bila dilihat dari indikator

ukuran dan tujuan kebijakan. Sebagaimana diuraikan dalam kategori berikut

ini:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 260 520 780 1040

653

Nilai 653 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang

baik.

Page 163: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

145

Pada temuan lapangan diketahui bahwa ukuran dan tujuan dari

kebijakan SPIPISE ini adalah Perka BKPM RI Nomor 14 tahun 2009

tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuannya adalah untuk mengindentifikasi

jumlah investasi yang masuk dan untuk mengintegrasikan semua perizinan,

mempermudah serta mempercepat pelayanan perizinan bagi para investor

dan mengakomodasi data-data perusahaan dari tahap pembangunan sampai

produksi.

Dalam pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran dan

kebijakan SPIPISE dinilai masih kurang karena memang hal ini dipengaruhi

oleh sosialisasi yang kurang sehingga penyerapan informasi juga kurang.

Hal ini tentunya memperkuat hasil analisis data kuantitatif yang

menghasilkan nilai persentase untuk pemahaman operator perusahaan

mengenai ukuran kebijakan SPIPISE yang mencapai angka 65% dan

pemahaman operator perusahaan mengenai tujuan kebijakan hanya

mencapai angka 61,54%.

Penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak dinilai belum sesuai

dengan tujuannya karena masih adanya kendala – kendala atau

permasalahan yang sering terjadi diantaranya adalah server dan bandwidth

dan jaringan internet sering bermasalah, hal ini disebabkan oleh jauhnya

lokasi perusahaan dari jangkauan internet sehingga sulit menggunakan

SPIPISE, sumber daya manusia yang kurang, masih ada izin usaha yang

nilainya lebih dari 500 juta belum terintegrasi dengan SPIPISE, dan belum

optimalnya pelayanan terpadu satu pintu karena masih ada perizinan yang

Page 164: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

146

dikelola oleh dinas teknis terkait. Hal ini memperkuat hasil analisis

kuantitatif yang menghasilkan nilai persentase sebesar 62.31% untuk

kesesuaian penerapan SPIPISE dengan tujuannya.

Adapun dalam hal kebijakan SPIPISE diterapkan pada PMDN dan

PMA di Kabupaten Lebak diketahui sudah tepat walaupun masih terdapat

beberapa kekurangannya diantaranya investasi di Lebak bisa dikatakan

belum berskala besar sehingga perlu adanya penyesuaian dengan keadaan

setiap daerah yang berbeda-beda. Hal ini juga memperkuat hasil analisis

kuantitatif yang menghasilkan nilai persentase mencapai 62,31% untuk

ketepatan SPIPISE di terapkan di Kabupaten Lebak.

2. Indikator Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang

telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas

dari sumber-sumbernya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit

untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber-sumber daya

lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: Sumber daya finansial dan

sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumber daya manusia

yang berkompeten dan kapabel telah tersedia, maka memang menjadi

Page 165: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

147

persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan

kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat

sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik,

tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hali ini pun

menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Berikut ini

merupakan sub indikator dari indikator sumber daya.

Sub indikator yang pertama adalah sumber daya manusia, dimana

sumber daya manusia dalam implementasi kebijkan memegang peranan

yang sangat penting, manusia yang berkualitas dan dengan jumlah yang

cukup tentunya akan memudahkan terlaksananya suatu kebijakan sesuai

tujuan. Sub indikator yang kedua adalah waktu, dimana waktu memegang

peranan yang penting guna mengoptimalkan pelaksanaan suatu kebijakan

agar cepat dan akurat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Sub indikator yang ketiga adalah pendanaan, dimana

dukungan dana yang cukup akan menunjang kemudahan pelaksanaan

kebijakan. Sub indikator yang keempat adalah sarana dan prasarana, dimana

sarana dan prasarana adalah bagian pendukung implementasi kebijakan agar

melengkapi sub indikator yang lainnya.

Dari pengolahan data dalam indikator sumber daya yang memuat 4

(empat) sub indikator dan terdiri dari 11 (sebelas) pernyataan, maka

diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 11 = 2860 (4 = nilai dari setiap jawaban

pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada

skala Likert, 65 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 11 = jumlah

Page 166: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

148

pernyataan yang ada pada indikator ukuran dan tujuan kebijakan). Setelah

menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh

responden yaitu sebesar 1818 : 2860 = 0,6356 x 100 = 63,56% atau

dibulatkan 64%. Hal ini dapat diartikan bahwa implementasi kebijakan

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik di

Kabupaten Lebak kurang baik bila dilihat dari indikator sumber daya.

Sebagaimana diuraikan dalam kategori berikut ini:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 715 1430 2145 2860

1818

Nilai 1818 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang

baik.

Pada temuan lapangan diketahui bahwa mengenai bahwa jumlah dan

kompetensi pelaksana untuk penerapan SPIPISE di BPMPPT Lebak dinilai

belum mencukupi karena belum memiliki admin khusus SPIPISE. Selain

itu, SDM di perusahaan juga belum cukup memahami mengenai

penggunaan SPIPISE di Kabupaten Lebak. Hal ini juga mempertegas hasil

penelitian kuantitatif yang mencapai 64.62% untuk hal kompetensi operator

perusahaan dalam penggunaan SPIPISE.

Dalam hal pemahaman operator dalam penginputan data perusahaan

ke dalam SPIPISE dijelaskan sudah memahami, karena memang dalam

Page 167: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

149

pembuatan laporan kegiatan penanaman modal itu menggunakan SPIPISE,

meskipun masih ada permasalahan, belum ada pengaduan dari perusahaan

mengenai hal ini. Hal ini juga mempertegas hasil analisis kuantitatif yang

mencapai 65,38% untuk hal pemahaman operator dalam penginputan data

perusahaan ke dalam SPIPISE.

Dalam hal lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan

penginputan ke dalam SPIPISE dijelaskan bahwa tergantung perizinan yang

diproses, ada yang 3 hari, 7 hari dan 10 hari, semua sudah ada mekanisme

yang mengaturnya. Adapun ketepatan waktu penginputan data perizinanan

dan non perizinan dengan adanya SPIPISE ini dinilai oleh jika tidak ada

gangguan server dan jaringan internet bisa tepat waktu sesuai SOP

tergantung perizinan yang di proses. Namun seringkali terjadi tidak sesuai

SOP. Hal ini juga mempertegas hasil analisis kuantitatif yang mana

mencapai angka 62,31% untuk hal lama waktu yang dibutuhkan dalam

melakukan penginputan ke dalam SPIPISE dan juga ketepatan waktu

penginputan data perizinanan dan non perizinan dengan adanya SPIPISE

tersebut.

Untuk dukungan dari sumber daya finansial dalam penerapan

SPIPISE ini dijelaskan sudah mendukung namun masih belum mencukupi

karena masih ada permasalahan dari segi finansial dalam penerapan

SPIPISE yang kurang, salah satunya adalah dana untuk mengadakan

sosialisasi, dimana pelaksanaan sosialisasi hanya 1 tahun sekali yang

seharusnya 3 – 4 kali dalam setahun. Hal ini juga mempertegas hasil analisis

Page 168: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

150

kuantitatif yang mana mencapai angka 62,31% untuk hal dukungan dari

sumber daya finansial dalam penerapan SPIPISE.

Sementara untuk fasilitas pendukung untuk menunjang penggunaan

SPIPISE dijelaskan bahwa masih kurang yakni dari segi pengadaan

komputer atau pc dan jaringan internet yang masih kurang baik, dan hal ini

sedikit menghambat dalam penggunaan SPIPISE di Kabupaten Lebak. Hal

ini juga mempertegas hasil analisis kuantitatif yang mana mencapai angka

63,08% untuk hal ketersediaan fasilitas pendukung dan 64,62% untuk hal

fasilitas pendukung yang baik dan memadai.

3. Indikator Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik

akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan

agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang

berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal,

maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat

pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak

terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana

yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas gambaran yang pertama.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga

diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin

luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula

Page 169: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

151

agen yang dilibatkan. Sub indikator dari indikator karakteristik agen

pelaksana adalah Standard Operating Procedure (SOP), dimana Standard

Operating Procedure (SOP) menjadi acuan atau pedoman kerja guna

melaksanakan tujuan pelaksanaan kebijakan yang telah ditentukan

sebelumnya.

Dari pengolahan data dalam indikator ukuran dan tujuan kebijakan

yang memuat 1 (satu) sub indikator dan terdiri dari 4 (empat) pernyataan,

maka diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 4 = 1040 (4 = nilai dari setiap

jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor

berdasarkan pada skala Likert, 65 = jumlah sampel yang dijadikan

responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator ukuran dan

tujuan kebijakan). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan

dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 671 : 1040 = 0,6451

x 100 = 64,51% atau dibulatkan 65%. Hal ini dapat diartikan bahwa

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak baik bila dilihat dari

indikator karakteristik agen pelaksana sebagaimana diuraikan dalam

kategori berikut.

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 260 520 780 1040

671

Page 170: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

152

Nilai 671 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori baik karena lebih mendekati kategori baik.

Pada temuan dilapangan diketahui bahwa pemahaman operator

perusahaan tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh Pusdatin

BKPM Pusat dijelaskan bahwa operator perusahaan cukup memahami,

karena FAQ & troubleshoot sudah diberitahu sejak awal penerapan SPIPISE

ini, dan itu dibuktikan dengan belum ada laporan ke kita mengenai kendala

tentang itu. Hal ini mempertegas hasil analisis kuantitatif yang mencapai

angka 65,38% untuk hal pemahaman operator perusahaan tentang FAQ &

troubleshoot yang diberikan oleh Pusdatin BKPM Pusat.

Dalam hal pengetahuan dan pemahaman operator mengenai SOP

dinilai sudah cukup. Karena perusahaan menggunakan SPIPISE untuk

memudahkan pelayanan perizinan dan sudah ada SOP yang mengatur itu.

Hal ini memperkuat analisis kuantitatif yang mencapai angka 65% untuk

hal pengetahuan dan pemahaman operator mengenai SOP.

Adapun dalam hal penerapan SPIPISE dinilai belum sesuai dengan

SOP karena seringnya gangguan server dan jaringan, data perizinan sering

mendapatkan tanda merah yang artinya keluar dari SOP dan tentunya hal ini

harus bisa diselesaikan. Namun tidak berpengaruh terhadap perizinan hanya

saja sering keluar dari SOP. Hal ini memperkuat analisis kuantitatif yang

mencapai angka 62,31% untuk hal penerapan SPIPISE dinilai belum sesuai

dengan SOP.

Page 171: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

153

4. Indikator Sikap/kecenderungan (disposisi) Para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul

persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah akan implementor laksanakan adalah kebijakan

“dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya

tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan,

keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. Sub indikator

dari indikator ini terdiri dari dua diantaranya adalah sebagai berikut.

Sub indikator yang pertama adalah dukungan, dimana dukungan

para pelaksana dalam implementasi kebijkan memegang peranan yang

sangat penting, dukungan tersebut tentunya akan memudahkan

terlaksananya suatu kebijakan sesuai tujuan. Sub indikator yang kedua

adalah insentif dimana insentif merupakan bagian yang tak terpisahkan,

dengan insentif yang adil dan sesuai para pelaksana akan merasa dihargai

dan bisa melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari pengolahan data dalam indikator sikap/kecenderungan

(disposisi) para pelaksana yang memuat 2 (dua) sub indikator dan terdiri

dari 8 (delapan) pernyataan, maka diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 8 =

2080 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada

responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 65 = jumlah sampel

Page 172: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

154

yang dijadikan responden, 8 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator

ukuran dan tujuan kebijakan). Setelah menemukan skor ideal kemudian

dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1319 :

2080 = 0,634 x 100 = 63,4% atau dibulatkan 63%. Hal ini dapat diartikan

bahwa implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang baik bila dilihat dari

indikator sikap/kecenderungan (disposisi) para pelaksana. Sebagaimana

diuraikan dalam kategori berikut ini:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 520 1040 1560 2080

1319

Nilai 1319 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang

baik.

Pada temuan lapangan diketahui bahwa dukungan Pemda Lebak

dalam penerapan SPIPISE ini adalah sangat mendukung walaupun belum

optimal, hal ini dibuktikan dengan adanya rencana pengajuan pembuatan

peraturan bupati yang mengatur tentang izin usaha. Dimana setiap izin

usaha yang nilai investasinya di atas 500 juta maka wajib membuat izin

prinsip menggunakan SPIPISE. Hal ini memperkuat hasil analisis

kuantitatif yang mencapai angka 64,62% untuk hal dukungan Pemda Lebak

dalam penerapan SPIPISE.

Page 173: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

155

Selain itu juga dukungan perusahaan PMDN dan PMA terhadap

penerapan SPIPISE dinilai mendukung, namun hal ini tergantung dari

komitmen pemerintah daerah di bidang penanaman modal yang memang

memberikan pelayanan kepada PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak. Hal

ini memperkuat hasil analisis kuantitatif yang mencapai angka 65% untuk

hal dukungan perusahaan PMDN dan PMA terhadap penerapan SPIPISE.

Dalam hal transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman

modal dengan adanya SPIPISE bagi investor dinilai sudah dilakukan,

karena dalam hal ini perusahaan yang telah mendaftar di SPIPISE itu

memiliki hak akses. Untuk masyarakat umum sifatnya terbatas, karena hak

akses itu hanya dimiliki perusahaan. Sedangkan untuk akuntabilitas itu

sudah cukup baik. Hal ini memperkuat hasil analisis kuantitatif yang

mencapai angka 61,45% untuk hal transparansi dan akuntabilitas dalam

kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE.

5. Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Para

Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-

pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya

kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula

sebaliknya. Dalam indikator ini terdapat tiga sub indikator diantaranya

adalah sebagai berikut.

Page 174: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

156

Sub indikator yang pertama adalah koordinasi, dimana koordinasi

dalam implementasi kebijkan merupakan proses kerja sama yang aktif dan

berkelanjutan yang tentunya akan mudah untuk menunjang keberhasilan

tujuan dari implementasi kebijakan tersebut. Sub indikator yang kedua

adalah kejelasan, dimana kejelasan dalam pelaksanaan imlementasi

kebijakan akan memuluskan koordinasi dalam setiap kegiatan kebijakan

yang dilakukan. Sub indikator yang ketiga adalah sosialisasi dimana

sosialisasi tentang implementasi kebijakan harus dilakukan agar terjadinya

pemahaman dan pengetahuan dari semua pelaksana kebijakan.

Dari pengolahan data dalam indikator komunikasi antarorganisasi

dan aktivitas para pelaksana yang memuat 3 (tiga) sub indikator dan terdiri

dari 10 (sepuluh) pernyataan, maka diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 10 =

2600 (4 = nilai dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada

responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 65 = jumlah sampel

yang dijadikan responden, 10 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator

ukuran dan tujuan kebijakan). Setelah menemukan skor ideal kemudian

dibagikan dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1649 :

2600 = 0,634 x 100 = 63,4% atau dibulatkan 63%. Hal ini dapat diartikan

bahwa implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang baik bila dilihat dari

indikator komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para pelaksana.

Sebagaimana diuraikan dalam kategori berikut ini:

Page 175: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

157

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 650 1300 1950 2600

1649

Nilai 1649 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang

baik.

Pada temuan lapangan diketahui bahwa komunikasi dengan

perusahaan dan dinas teknis terkait tentang SPIPISE dijelaskan bahwa

Komunikasi dengan perusahaan dilakukan sejak awal, karena memang

untuk mengurusi perizinan perusahaan terlebih dahulu datang ke BPMPPT

Lebak, disana dijelaskan secara jelas mengenai informasi terkait perizinan

termasuk di dalamnya tentang SPIPISE. Untuk komunikasi antar pegawai

BPMPPT terjalin baik dan komunikasi dengan SKPD terkait perizinan juga

baik, hal ini dilakukan karena memang BPMPPT sendiri hanya memiliki

kewenangan mengeluarkan izin, untuk teknisnya ada dinas teknis tekait.

Untuk hal terkait komunikasi tentang SPIPISE yang berwenang hanya

BKPM dan BKPMD sementara dinas lait tidak punya keterkaitan langsung

tentang SPIPISE ini. Hal ini mempertegas hasil kuantitatif yang mencapai

angka 65,38% untuk hal kejelasan komunikasi tentang SPIPISE.

Dalam hal proses koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan dan

antar SKPD teknis terakit dalam penerapan SPIPISE dijelaskan bahwa ada

tim pengendalian penanaman modal sudah di SK kan dan bahkan sudah di

Page 176: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

158

Perbup kan serta sudah jalan maret 2015. Gunanya adalah dimana SKPD

terkait dikumpulkan dan membahas terkait penanaman modal. Dengan

adanya tim pengendalian penanaman modal, maka sering di adakan

pengawasan dan juga koordinasi antarSKPD terkait perizinan melalui rapat.

Sosialisasi dilakukan setiap satu tahun sekali, dimana BPMPPT

mengirimkan surat undangan kepada perusahaan baik itu PMDN maupun

PMA, bagi yang berhalangan hadir, BPMPPT sendiri yang mendatangi

perusahaan tersebut. Adapun Proses sosialisasi dilakukan dengan

memberikan materi pemahaman terkait penanaman modal yang termasuk di

dalamnya ada materi tentang SPIPISE, dan dihadiri oleh BKPM RI dan

BKPMPT Provinsi Banten. Sosialisasi ini dapat dikatakan belum efektif

karena sosialisasi hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun yang mana

seharusnya dilakukan 3 – 4 kali setahun, dan tentunya pemahaman para

investor masih kurang. Hal ini mempertegas hasil analisis kuantitatif yang

mencapai angka 62,31% untuk hal sosialisasi penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak.

Dan yang terakhir adalah kemudahan layanan informasi tentang

SPIPISE bahwa untuk masyarakat umum itu terbatas, namun apabila

masyarakat butuh data terkait penanaman modal seperti LSM atau

wartawan itu diberikan akan tetapi itu bukan data yang dikecualikan. Hal

ini mempertegas hasil analisis kuantitatif yang mencapai angka 62,31%

untuk hal kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE diketahui

masyarakat umum.

Page 177: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

159

6. Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan

Van Horn adalah sejauh mana lingkungan ekonomi, sosial dan politik turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Dalam

indikator ini terdapat tiga sub indikator yang dijelaskan sebagai berikut.

Sub indikator yang pertama adalah pengaruh lingkungan ekonomi,

dimana pengaruh lingkungan ekonomi akan berdampak langsung dalam

proses implementasi kebijkan, lingkungan ekonomi yang bagus akan

mempermudah suatu kebijakan untuk diimpelementasikan. Sub indikator

yang kedua adalah pengaruh lingkungan sosial, dimana pengaruh

lingkungan sosial juga akan berdampak pada kebijakan, apakah itu

signifikan atau tidak, tentunya lingkungan sosial yang baik akan

berpengaruh baik pula dalam pelaksanaan imlementasi kebijakan. Sub

indikator yang ketiga adalah pengaruh lingkungan politik dimana kondisi

politik yang kondusif akan memuluskan suatu kebijakan untuk

diimplemetasikan.

Dari pengolahan data dalam indikator lingkungan ekonomi, sosial

dan politik yang memuat 3 (tiga) sub indikator dan terdiri dari 3 (tiga)

pernyataan, maka diperoleh skor idela yaitu 4 x 65 x 3 = 780 (4 = nilai dari

setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor

berdasarkan pada skala Likert, 65 = jumlah sampel yang dijadikan

responden, 3 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator ukuran dan

Page 178: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

160

tujuan kebijakan). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan

dengan skor riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 491 : 780 = 0,629 x

100 = 62,9% atau dibulatkan 63%. Hal ini dapat diartikan bahwa

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan

Investasi Secara Elektronik di Kabupaten Lebak kurang baik bila dilihat dari

indikator lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Sebagaimana diuraikan

dalam kategori berikut ini:

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 195 390 585 780

491

Nilai 491 termasuk dalam interval kurang baik dan baik, maka

masuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang

baik.

Pengaruh kondisi ekonomi dalam penerapan SPIPISE sangat

berpengaruh. Pada temuan lapangan diketahui bahwa mengenai pengaruh

ekonomi terhadap kebijakan ini yakni sangat mempengaruhi, dimana

kondisi ekonomi masyarakat Kabupaten Lebak yang masih rendah bisa

ditingkatkan dengan adanya investor yang bisa menciptakan lapangan

pekerjaan baru, kemudahan pelayanan lewat penerapan SPIPISE tentunya

akan mengundang investor ke Lebak dan bisa meningkatkan PAD Lebak

serta bisa mengurangi pengangguran di Kabupaten Lebak. Hal ini

Page 179: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

161

mempertegas hasil analisis kuantitatif yang mencapai angka 65% untuk hal

pengaruh kondisi ekonomi terhadap kebijakan SPIPISE di Lebak.

Begitupun dengan pengaruh lingkungan sosial, dimana pengaruh

lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap kebijakan ini

kurang mempengaruhi karena kebijakan ini hanya diketahui oleh para

investor yang nilai investasinya di atas 500 juta rupiah. Lingkungan sosial

masyarakat Lebak yang memang belum sepenuhnya melek akan teknologi

belum berpengaruh secara signifikan dalam penerapan SPIPISE di

Kabupaten Lebak. Hal ini mempertegas hasil analisis kuantitatif yang

mencapai angka 61,54% untuk hal pengaruh kondisi sosial terhadap

SPIPISE di Lebak.

Yang terakhir adalah pengaruh kondisi politik turut mempengaruhi

kebijakan ini karena kondisi lingkungan politik yang kondusif akan

mempermudah penerapan SPIPISE dalam PTSP di Kabupaten Lebak.

Dimana tergantung pada kebijakan dan dukungan Pemda Kabupaten Lebak

itu sendiri, dan sejauh ini Pemda Lebak mendukung penerapan SPIPISE ini

walaupun belum optimal. Hal ini terjadi karena belum dibentuknya Perda

atau Perbup Kabupaten Lebak untuk mendukung secara teknis penerapan

SPIPISE di Kabupaten Lebak. Perda dan Perbup dibutuhkan karena untuk

memperjelas secara teknis bagaimana pengoperasian SPIPISE dan

menyesuaikan penerapan SPIPISE dengan keadaan iklim investasi di

Kabupaten lebak. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kuantitatif yang

Page 180: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

162

mencapai angka 62,31% untuk hal pengaruh kondisi politik terhadap

SPIPISE di Lebak.

Adapun penelitian terdahulu yang peneliti baca sebelumnya yang memang

dinilai serupa oleh peneliti yaitu penelitian skripsi tentang Implementasi Strategi

Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Pandeglang oleh Ela Kholilah (2010). Metodologi penelitian yang

digunakan dalam penelitian tersebut adalah kualitatif. Teknik sampling yang

digunakan adalah purposive sampling dan penentuan sampel adalah snowball

sampling. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan

Huberman. Hasil penelitian dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Implementasi Strategi SISMIOP PBB Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Pandeglang kurang optimal karena masih banyak hambatan-hambatan dalam

pelaksanaanya.

Sedangkan penelitian kedua yang dijadikan acuan dalam penelitian ini

adalah skripsi tentang “Implementasi Pemanfaatan Sistem Aplikasi Pelayanan

Kepegawaian (SAPK) di Direktorat Kepangkatan dan Mutasi Badan Kepegawaian

Negara” oleh Rizki Fani Fanatandayu (2014). Metodologi dalam penelitian tersebut

adalah kuantitatif deskriptif. Responden yang dijadikan populasinya adalah 60

orang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Implementasi Pemanfaatan Sistem

Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) di Direktorat Kepangkatan dan Mutasi

Badan Kepegawaian Negara masih rendah karena hasil perhitungannya diperoleh

64.54% dari angka minimal 65%. Persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian

tersebut adalah sama-sama meneliti tentang implementasi sistem aplikasi yang

Page 181: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

163

diterapkan di lembaga pemerintahan. Sementara itu, perbedaannya adalah metode

penelitian, dimana peneliti menggunakan penelitian kombinasi model concurrent

embedded atau kombinasi tidak berimbang, lokasi penelitian, sistem aplikasi yang

digunakan, dan juga responden yang menjadi populasi.

Peneliti dalam pembahasan ini juga ingin menyampaikan keterbatasan

dalam penelitian ini. Keterbatasan peneliti dalam penelitian ini adalah masih

banyak temuan-temuan penelitian yang sekiranya masih perlu diteliti dalam

penelitian selanjutnya. Peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya akan lebih

baik lagi untuk dapat menyempurnakan penelitian yang dilakukan peneliti.

Page 182: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

164

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan,

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Persentase implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan

Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak

mencapai angka sebesar 63,47% dari kriteria yang diharapkan, hal ini

secara kualitatif berarti termasuk dalam kategori kurang baik dan ini

berarti ketercapaiannya kurang dari 65% yang mana angka tersebut

merupakan hipotesis yang peneliti tentukan sejak awal.

2. Berdasarkan hasil analis data kualitatif, diketahui bahwa implementasi

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik

(SPIPISE) di Kabupaten Lebak masih terdapat kendala atau

permasalahan sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi

kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak belum optimal. Permasalahan

tersebut diantaranya:

1) Dalam indikator ukuran dan tujuan kebijakan permasalahan yang

terjadi adalah pemahaman para investor mengenai ukuran dan tujuan

kebijakan dalam penerapan SPIPISE masih kurang, pelaksanaan

SPIPISE belum sesuai dengan tujuannya dan untuk ketepatan dan

Page 183: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

165

kesesuaian penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak masih belum

optimal.

2) Dalam indikator sumber daya permasalahan yang terjadi adalah

jumlah dan kompetensi pelaksana dalam penerapan kebijakan

SPIPISE belum mencukupi, sumber daya manusia di perusahaan

juga belum cukup memahami mengenai penggunaan SPIPISE,

dukungan dari sumber daya finansial dalam penerapan SPIPISE

belum mencukupi dan ketepatan waktu penginputan data perizinan

dan non perizinan dengan adanya SPIPISE seringkali terjadi tidak

sesuai SOP dan menjadi masalah yang berulang-ulang setiap

tahunnya serta fasilitas pendukung untuk penggunaan SPIPISE

masih kurang yakni dari segi pengadaan komputer atau pc dan

jaringan internet yang masih kurang baik.

3) Dalam indikator karakteristik agen pelaksana permasalahan yang

terjadi adalah penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak belum sesuai

dengan SOP yang ada.

4) Dalam indikator komunikasi antarorganisasi dan aktivitas para

pelaksana permasalahan yang terjadi adalah sosialisasi tentang

penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak belum berjalan dengan

optimal.

Page 184: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

166

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, dapat dilihat bahwa

implementasi kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten Lebak kurang baik sehingga saran peneliti

dalam penelitian ini adalah:

1. Peningkatan komptensi para pelaksana yang menggunakan SPIPISE

baik untuk operator Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

(BPMPPT) Kabupaten Lebak dan operator Perusahaan Penanam

Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing (PMA).

2. Perlu ada penambahan jumlah sarana dan prasarana penunjang SPIPISE

serta perbaikan fasilitas pendukung SPIPISE.

3. Dilaksanakan Sosialisasi yang menyeluruh dan intensif, bila perlu 3 – 4

kali dalam satu tahun agar pemahaman para pelaksana mengenai

SPIPISE semakin baik.

Page 185: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

167

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.

_______. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.

Fuad, Anis & Kandung Sapto Nugroho. 2014. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya Offsett.

Nugroho, Riant D. 2012. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Parsons, Weynes. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sandjaja B., Alberto Heriyanto. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustakakarya.

Santoso, S. 2003. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Satori, Djam’an & Aan Komariah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Siagian, Sondang. 2009. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Singarimbun, M., Effendi,. S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Page 186: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

168

_______. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

_______. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung.

Usman, Husaini, & Purnomo Setiady A. 2008. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara

Wahab, S.A. 1997. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo, M.S, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Jawa Timur: Bayu Media Publishing.

Widya Wicaksono, Kristian. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Penelitian:

Kholilah, Eka. 2010. Implementasi Strategi Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pandeglang. Serang: FISIP UNTIRTA.

Fani Fanatandayu, Rizki. 2014. Implementasi Pemanfaatan Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) di Direktorat Kepangkatan dan Mutasi Badan Kepegawaian Negara. Serang: FISIP UNTIRTA.

Dokumen:

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal.

Page 187: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

169

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal.

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Sumber Lain:

setkab.go.id, diakses tanggal 26 Maret 2016 pukul 10.30 WIB.

http://www.bkpm.go.id/, diakses tanggal 20 Maret 2016 pukul 11.35 WIB.

http://bpmppt.lebakkab.go.id/, diakses tanggal 26 Maret 2016 pukul 16.20 WIB.

https://online-spipise.bkpm.go.id/, diakses tanggal 31 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB.

Page 188: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN

Page 189: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN I (Surat Ijin Penelitian)

Page 190: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...
Page 191: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN II (Angket/Kuesioner dan Pedoman Wawancara)

Page 192: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

JUDUL PENELITIAN:

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK (SPIPISE)

DI KABUPATEN LEBAK

INFORMASI RESPONDEN

Kuesioner

I. Petunjuk 1. Berikanlah tanda ceklis (√) pada jawaban yang anda pilih dari pernyataan

dibawah ini. 2. Untuk memudahkan dalam mengisi data, mohon diisi sesuai dengan

keadaan dan kondisi yang terjadi dilapangan. 3. Keterangan dari jawaban :

SS = Sangat Setuju S = Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju

II. Identitas Responden

Nomor Responden ………………….(Diisi oleh petugas) Jenis Kelamin (1) Laki – laki (2) Perempuan

Usia (1) 17 – 25 tahun (4) 46 – 55 tahun (2) 26 – 35 tahun (5) > 56 tahun (3) 36 – 45 tahun

Pendidikan Terakhir (1) SLTP / sederajat (4) Sarjana (2) SMA / sederajat (5) Pascasarjana (3) Diploma

PERNYATAAN

Implementasi Kebijakan Indikator 1 : Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Pernyataan SS S KS TS 1. Ukuran dari penerapan SPIPISE sudah cukup

jelas dan mudah dipahami.

2. Tujuan dari penerapan SPIPISE sudah cukup jelas dan mudah dipahami.

3. Pelaksanaan SPIPISE sudah sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.

4. Kebijakan SPIPISE sudah tepat dan sesuai diterapkan pada perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak.

Page 193: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

Indikator 2 : Sumber Daya 5. Operator yang menangani SPIPISE memiliki

tingkat pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.

6. Operator yang menangani SPIPISE mempunyai kompetensi yang baik dalam mengoperasikan SPIPISE.

7. Operator yang menangani SPIPISE memahami proses penginputan data dalam SPIPISE.

8. Operator yang menangani SPIPISE mengetahui maksud dan tujuan pelayanan SPIPISE.

9. Para operator pengguna aplikasi SPIPISE mengetahui segala informasi yang terdapat dalam penerapan SPIPISE.

10. Para operator pengguna aplikasi SPIPISE senantiasa berdiskusi dan bertukar informasi dengan sesama rekan kerja.

11. Operator pengguna aplikasi SPIPISE memahami kewenangan dalam menjalankan SPIPISE.

12. Waktu yang dibutuhkan dalam penginputan data baik perizinan dan non perizinan ke dalam SPIPISE cepat dan akurat.

13. Penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak di dukung oleh sumber daya finansial yang cukup.

14. Operator pengguna aplikasi SPIPISE disediakan fasilitas pendukung yang memadai dalam pelaksanaan pelayanan informasi dan perizinan investasi.

15. Fasilitas pendukung baik sarana dan prasarana dalam penerapan SPIPISE sudah memadai.

Indikator 3 : Karakteristik Agen Pelaksana 16. Operator pengguna aplikasi SPIPISE memahami

tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat.

17. Semua operator pengguna aplikasi SPIPISE megetahui tentang Standard Operating Procedures (SOP) yang diterapkan.

18. Pelaksanaan SPIPISE sudah sesuai dengan Standard Operating Procedures (SOP).

19. Di dalam lingkungan kerja Operator pelaksana SPIPISE dalam aktivitasnya sudah sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

Indikator 4 : Sikap/Kecenderungan (Disposisi) Para Pelaksana 20. Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak

mendukung penuh penerapan SPIPISE pada

Page 194: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing yang ada di Kabupaten Lebak.

21. Perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE.

22. Terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE ini.

23. Operator pengguna aplikasi SPIPISE memiliki kemauan yang tinggi dalam mengoperasikan SPIPISE.

24. Operator pengguna aplikasi SPIPISE selalu mementingkan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan pribadi.

25. Operator pelaksana SPIPISE mendapatkan insentif atau gaji sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

26. Beban tugas yang diberikan dalam input data perizinan dan penanaman modal sesuai dengan insentif atau gaji yang diberikan.

27. Setiap jenis imbalan diperinci dengan jelas dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Indikator 5 : Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana 28. Penyampaian komunikasi dari atasan kepada

Operator yang menangani SPIPISE sudah baik.

29. Operator pelaksana SPIPISE berkomunikasi dengan baik dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE.

30. Operator pengguna aplikasi SPIPISE melakukan koordinasi yang baik dengan atasan dalam proses pelayanan SPIPISE.

31. Koordinasi dengan sesama operator pengguna SPIPISE sudah terjalin dengan baik.

32. Kejelasan komunikasi tentang pelaksanaan SPIPISE sudah baik.

33. Dalam menjalankan tugas operator pengguna SPIPISE diberi pengarahan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing.

34. Konsistensi arahan dari atasan kepada operator dalam pelaksanaan inputing data SPIPISE sudah terjalin dengan baik.

35. Operator pelaksana SPIPISE konsisten melakukan koordinasi dan komunikasi dengan sesama operator dalam pelaksanaan SPIPISE.

Page 195: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

36. Sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak cukup baik dan mudah dipahami.

37. Kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum.

Indikator 6 : Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik 38. Lingkungan ekonomi turut mempengaruhi

kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak.

39. Lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak.

40. Lingkungan politik turut mempengaruhi kebijakan SPIPISE di Kabupaten Lebak.

Terimakasih atas partisipasinya, semoga penelitian ini bermanfaat dalam

membangun Kabupaten Lebak yang lebih baik.

Page 196: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

Pedoman Wawancara Penelitian

Variabel Indikator Pertanyaan Kode Informan

Implementasi Kebijakan

Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik (SPIPISE) di Kabupaten

Lebak

Ukuran dan tujuan kebijakan

Menurut anda, apakah ukuran dan tujuan dari penerapan SPIPISE?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran dan tujuan kebijakan SPIPISE?

I1, I2

Apakah penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak sudah sesuai dengan tujuannya?

I1, I2

Apakah kebijakan SPIPISE sudah tepat diterapkan pada perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Sumberdaya

Apakah jumlah dan kompetensi pelaksana untuk penerapan SPIPISE di BPMPPT Lebak dan perusahaan PMDN dan PMA ini sudah cukup dan memadai?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator dalam penginputan data perusahaan ke dalam SPIPISE?

I1, I2

Menurut anda, bagaimana pengetahuan operator SPIPISE mengenai semua informasi tentang SPIPISE tersebut?

I1, I2

Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penginputan ke dalam SPIPISE?

I1, I2

Bagaimana ketepatan waktu penginputan data perizinanan dan non perizinan dengan adanya SPIPISE ini?

I1, I2

Apakah sumber daya finansial mendukung dalam penerapan SPIPISE ini?

I1, I2

Bagaimana fasilitas pendukung di kantor anda, seperti komputer/laptop dan jaringan internet guna menunjang pengoperasian SPIPISE?

I1, I2

Karakteristik agen pelaksana

Dalam penggunaan aplikasi SPIPISE, bagaimana pemahaman operator perusahaan tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh PUSDATIN BKPM Pusat?

I1, I2

Bagaimana pengetahuan dan pemahaman operator SPIPISE mengenai Standard Operating Procedures SOP yang diterapkan?

I1, I2

Page 197: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

Apakah penerapan SPIPISE sudah sesuai dengan SOP?

I1, I2

Sikap/ kecenderungan (disposisi) para pelaksana

Apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Apakah Perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1, I2

Bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE?

I1, I2

Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

Bagaimana komunikasi dengan perusahaan dan dinas teknis terkait tentang SPIPISE dilakukan?

I1, I2

Bagaimana proses koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan dan antar SKPD teknis terakit dalam penerapan SPIPISE?

I1, I2

Apakah ada sosialisasi yang dilakukan terkait penerapan SPIPISE ini, baik dengan masyarakat atau SKPD terkait?

I1, I2

Bagaimana proses sosialisasi dilakukan? I1, I2 Apakah Sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak efektif, efisien dan mudah dipahami?

I1, I2

Apakah kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum?

I1, I2

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Apakah kondisi ekonomi turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

Apakah lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

Apakah kondisi politik turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1, I2

(Sumber: Peneliti, 2016)

Page 198: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN III (Matriks Hasil Penelitian)

Page 199: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

MATRIKS HASIL WAWANCARA

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

I

Q1

Menurut anda, apakah ukuran dan tujuan dari penerapan SPIPISE?

I1

Ukurannya adalah Perka BKPM RI Nomor 14 tahun 2009 tentang

SPIPISE. Pada dasarnya tujuannya adalah untuk mengindentifikasi

jumlah investasi yang masuk dan untuk mengintegrasikan semua

perizinan, mempermudah serta mempercepat pelayanan perizinan

bagi para investor.

I2

Ukuran dan tujuannya tertuang dalam Perka BKPM RI Nomor 14

tahun 2009 tentang SPIPISE. Pada dasarnya tujuan SPIPISE ini

adalah mengakomodasi data-data perusahaan dari tahap

pembangunan sampai produksi.

I

Q2

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran dan tujuan kebijakan SPIPISE?

I1

Pemahaman operator perusahaan mengenai ukuran dan kebijakan

SPIPISE masih kurang. Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya

sosialisasi yang dilakukan mengenai SPIPISE tersebut. Dari belum

optimalnya sosialisasi tersebut, maka informasi mengenai ukuran dan

kebijakan SPIPISE belum terserap dengan baik oleh operator

perusahaan tersebut. Namun demikian, perusahaan PMDN dan PMA

tetap konsisten menggunakan SPIPISE karena memang

penggunannya mempermudah pelayanan perizinan.

I2 Pemahaman operator perusahaan PMDN dan PMA mengenai ukuran

dan tujuan kebijakan masih kurang, karena informasi mengenai

Page 200: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

SPIPISE juga kurang, hal ini disebabkan oleh sosialisasi yang belum

optimal.

I

Q3

Apakah penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak sudah sesuai dengan tujuannya?

I1

Belum, karena dalam penerapan SPIPISE masih banyak permasalahan

yang terjadi, diantaranya server dan bandwidth sering bermasalah, hal

ini terjadi karena server dan bandwidth tersebut berada di BKPM

Pusat dan diakses oleh semua pemerintah daerah di bidang perizinan

sehingga tidak mampu menampungnya, sumber daya manusia yang

kurang, dan belum optimalnya pelayanan terpadu satu pintu karena

masih ada perizinan yang dikelola oleh dinas teknis terkait.

I2

Belum, karena pelaksanaanya masih terdapat kendala atau

permasalahan diantaranya jaringan internet yang bermasalah, hal ini

disebabkan oleh jauhnya lokasi perusahaan dari jangkauan internet

sehingga sulit menggunakan SPIPISE, permasalahan selanjutnya

adalah sumber daya manusia yang belum memahami mengenai

SPIPISE itu, dan yang terakhir adalah masih ada izin usaha yang

nilainya lebih dari 500 juta belum terintegrasi dengan SPIPISE,

padahal jika diintegrasikan tentunya akan meningkatkan realisasi

invetsasi di Lebak.

I

Q4

Apakah kebijakan SPIPISE sudah tepat diterapkan pada perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak?

I1 Sudah tepat, walaupun investasi di Lebak bisa dikatakan belum

berskala besar. Fasilitas pendukung seperti SPIPISE sangat

dibutuhkan menarik investor agar menanamkan modal di Lebak,

Page 201: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

karena mau tidak mau untuk ikut berkonstribusi dalam MEA, maka

pelayanan investasi harus ditingkatkan dan disediakan dengan baik.

I2

Bisa dikatakan tepat, namun perlu adanya pengembangan lagi karena

masing-masing wilayah berbeda kebutuhan dalam pelayanan

penanam modalnya sehingga butuh penyesuaian agar penerapan di

daerah sesuai.

2. Sumber daya

I

Q5

Apakah jumlah dan kompetensi pelaksana untuk penerapan SPIPISE di BPMPPT Lebak dan perusahaan PMDN dan PMA ini sudah cukup dan memadai?

I1

Belum mencukupi, karena jumlah operator SPIPISE hanya ada 4

orang, diperlukan setidaknya 6 orang termasuk admin. Untuk

diperusahaan kompetensi pelaksanannya dinilai belum memadai

karena memang pemahamannya kurang.

I2 Kalau di BPMPPT cukup, namun diperusahaan masih kurang, karena

SDM di perusahaan belum ada yang secara khusus memahami

SPIPISE.

I

Q6

Menurut anda, bagaimana pemahaman operator dalam penginputan data perusahaan ke dalam SPIPISE?

I1

Cukup memahami untuk proses penginputan karena memang dalam

pembuatan laporan kegiatan penanaman modal itu menggunakan

SPIPISE, meskipun masih ada permasalahan, belum ada pengaduan

dari perusahaan mengenai hal ini.

I2 Cukup memahami untuk proses penginputan data karena dalam

pembuatan izin prinsip misalnya itu menggunakan SPIPISE selain itu

Page 202: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

dalam melaporkan kegiatan penanaman modal itu juga menggunakan

SPIPISE.

I

Q7

Menurut anda, bagaimana pengetahuan operator SPIPISE mengenai semua informasi tentang SPIPISE tersebut?

I1

Pengetahuan operator SPIPISE mengenai semua informasi SPIPISE

itu masih kurang, hal ini karena sosialisasi yang memang belum

optimal, namun selama ini belum ada pengaduan mengenai kendala

dalam penggunaan SPIPISE.

I2 Pengetahuan operator perusahaan dalam hal tahu tentang semua

informasi itu masih kurang, karena sosialisasi yang dilakukan belum

optimal.

I

Q8

Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan penginputan ke dalam SPIPISE?

I1 Tergantung perizinan yang diproses, ada yang 3 hari, 7 hari dan 10

hari, semua sudah ada mekanisme yang mengaturnya.

I2 Tergantung perizinan yang diproses, ada yang 3 hari, 7 hari dan 10

hari, semua sudah ada mekanisme yang mengaturnya.

I

Q9

Bagaimana ketepatan waktu penginputan data perizinanan dan non perizinan dengan adanya SPIPISE ini?

I1

Jika tidak ada gangguan server dan jaringan internet bisa tepat waktu

sesuai SOP tergantung perizinan yang di proses. Namun seringkali

terjadi tidak sesuai SOP. Namun selama ini belum ada komplain dari

para investor.

Page 203: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

I2 Kurang tepat karena seringkali keluar dari SOP dan itu menjadi

masalah yang berulang-ulang setiap tahunnya.

I

Q10

Apakah sumber daya finansial mendukung dalam penerapan SPIPISE ini?

I1

Sudah mendukung, karena sarana dan prasarana disediakan oleh

BKPM RI, sementara dana dari APBD digunakan untuk biaya

operasional turut serta dalam pendidikan dan pelatihan tentang

pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang mana termasuk di

dalamnya ada materi tentang SPIPISE.

I2

Untuk sarana dan prasarana sudah didukung oleh BKPM RI. Namun

dukungan finansial untuk acara sosialisasi masih kurang, dimana

BPMPPT Lebak sering kali mengajukan pelaksanaan sosialisasi 3-4

kali namun yang di acc hanya 1 kali dalam setahun.

I

Q11

Bagaimana fasilitas pendukung di kantor anda, seperti komputer/laptop dan jaringan internet guna menunjang pengoperasian SPIPISE?

I1 Masih kurang, terutama komputer atau pc dan jaringan internet masih

kurang baik.

I2 Masih kurang, terutama komputer atau pc dan jaringan internet masih

kurang baik.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

I

Q12

Dalam penggunaan aplikasi SPIPISE, bagaimana pemahaman operator perusahaan tentang FAQ & troubleshoot yang diberikan oleh Pusdatin BKPM Pusat?

Page 204: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

I1 Menurut saya cukup memahami, karena FAQ & troubleshoot sudah

diberitahu sejak awal penerapan SPIPISE ini, dan itu dibuktikan

dengan belum ada laporan ke kita mengenai kendala tentang itu.

I2 Cukup memahami menurut saya, walapun belum secara keseluruhan

paham tentang FAQ & troubleshoot itu.

I

Q13

Bagaimana pengetahuan dan pemahaman operator SPIPISE mengenai Standard Operating Procedures SOP yang diterapkan?

I1 Pengetahuan dan pemahaman operator mengenai SOP sudah cukup.

Karena perusahaan menggunakan SPIPISE untuk memudahkan

pelayanan perizinan dan sudah ada SOP yang mengatur itu gitu.

I2 Pemahamannya dan pengetahuannya sudah cukup baik. Karena

memang SPIPISE ini dibuat untuk kemudahan perizinan dan

tentunya sudah ada SOP yang mengatur tentang itu.

I

Q14

Apakah penerapan SPIPISE sudah sesuai dengan SOP?

I1

Belum sesuai, karena memang seringkali perizinan yang diproses

mendapatkan tanda merah yang artinya perizinan tersebut keluar dari

SOP. Hal ini terjadi karena server dan bandwidth yang bermasalah.

Namun tidak berpengaruh terhadap perizinan hanya saja sering

keluar dari SOP.

I2 Sangat belum sesuai karena seringnya gangguan server dan jaringan,

data perizinan sering mendapatkan tanda merah yang artinya keluar

dari SOP dan tentunya hal ini harus bisa diselesaikan.

Page 205: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

4. Indikator Sikap/kecenderungan (disposisi) Para Pelaksana

I

Q15

Apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mendukung

penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1 Sangat mendukung walaupun belum optimal, karena memang

penerapan SPIPISE ini masih dalam pengembangan dan penerapan

di Kabupaten Lebak pun masih bertahap.

I2

Sangat mendukung, dalam hal ini kita berencana mengajukan

pembuatan peraturan bupati yang mengatur tentang izin usaha.

Dimana setiap izin usaha yang nilai investasinya di atas 500 juta

maka wajib membuat izin prinsip menggunakan SPIPISE.

I

Q16

Apakah Perusahaan PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak mendukung penuh penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak?

I1

Sangat mendukung. Dibuktikan dengan realisasi investasi Lebak

yang melebih target yang ditetapkan dalam RPJMD Lebak, dimana

target setiap tahunnya adalah 1 triliyun rupiah, kita dapat 5 triliyun

rupiah dan itu respon yang bagus dari perusahaan.

I2 Mendukung, dan ini tergantung dari kita sebagai pemerintah daerah

di bidang penanaman modal yang memang memberikan pelayanan

kepada PMDN dan PMA di Kabupaten Lebak.

I

Q17

Bagaimana dengan transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan penanaman modal dengan adanya SPIPISE?

I1 Untuk transparansi bagi investor itu sudah, karena dalam hal ini

perusahaan yang telah mendaftar di SPIPISE itu memiliki hak akses.

Untuk masyarakat umum sifatnya terbatas, karena hak akses itu

Page 206: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

hanya dimiliki perusahaan. Sedangkan untuk akuntabilitas itu sudah

cukup baik.

I2 Transparansi untuk semua investor itu sudah, hanya saja untuk

masyarakat umum itu hanya beberapa informasi tertentu saja. Dan

untuk akuntabilitasnya sudah baik.

5. Indikator Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Para Pelaksana

I

Q18

Bagaimana komunikasi dengan perusahaan dan dinas teknis terkait tentang SPIPISE dilakukan?

I1

Komunikasi dengan perusahaan dilakukan sejak awal, karena

memang untuk mengurusi perizinan perusahaan terlebih dahulu

datang ke BPMPPT Lebak, disana dijelaskan secara jelas mengenai

informasi terkait perizinan termasuk di dalamnya tentang SPIPISE.

Untuk komunikasi antar pegawai BPMPPT terjalin baik dan

komunikasi dengan SKPD terkait perizinan juga baik, hal ini

dilakukan karena memang BPMPPT sendiri hanya memiliki

kewenangan mengeluarkan izin, untuk teknisnya ada dinas teknis

tekait. Untuk hal terkait komunikasi tentang SPIPISE yang

berwenang hanya BKPM dan BKPMD sementara dinas lait tidak

punya keterkaitan langsung tentang SPIPISE ini.

I2

Untuk komunikasi dengan perusahaan sangat baik, karena memang

untuk mengurusi perizinan perusahaan terlebih dahulu datang ke

BPMPPT Lebak, disana dijelaskan secara jelas mengenai informasi

terkait perizinan termasuk di dalamnya tentang SPIPISE.

Komunikasi antar pegawai BPMPPT terjalin baik dan komunikasi

dengan SKPD Terkait perizinan juga baik. Hal itu dibuktikan dengan

dibentuknya tim pengendalian penanaman modal yang sudah

memiliki SK Bupati dan sudah berjalan dari maret 2015. Untuk hal

Page 207: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

terkait komunikasi tentang SPIPISE yang berwenang hanya BKPM

dan BKPMD sementara dinas lait tidak punya keterkaitan langsung

tentang SPIPISE ini.

I

Q19

Bagaimana proses koordinasi yang dilakukan dengan perusahaan dan antar SKPD teknis terakit dalam penerapan SPIPISE?

I1

Proses koordinasi selalu dilakukan, baik ketika BPMPPT

mengundang SKPD teknis terkait melalu rapat koordinasi ataupun

sebaliknya, SKPD terkait perizinan selalu melibatkan BPMPPT

dalam rapat terkait dengan perizinan.

Jadi ada tim pengendalian penanaman modal sudah di SK kan dan

bahkan sudah di Perbup kan serta sudah jalan maret 2015. Gunanya

adalah dimana SKPD terkait dikumpulkan dan membahas terkait

penanaman modal.

I2

Ada tim pengendalian penanaman modal sudah di SK kan dan

bahkan sudah di Perbup kan serta sudah jalan maret 2015. Gunanya

adalah dimana SKPD terkait dikumpulkan dan membahas terkait

penanaman modal.

Dengan adanya tim pengendalian penanaman modal, maka sering di

adakan pengawasan dan juga koordinasi antarSKPD terkait perizinan

melalui rapat.

I

Q20

Apakah ada sosialisasi yang dilakukan terkait penerapan SPIPISE ini, baik dengan masyarakat atau SKPD terkait?

I1

Ada, sosialisasi dilakukan setiap satu tahun sekali, dimana BPMPPT

mengirimkan surat undangan kepada perusahaan baik itu PMDN

maupun PMA, bagi yang berhalangan hadir, BPMPPT sendiri yang

mendatangi perusahaan tersebut.

Page 208: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

I2

Ada, sosialisasi dilakukan setiap satu tahun sekali, dimana BPMPPT

mengirimkan surat undangan kepada perusahaan baik itu PMDN

maupun PMA, bagi yang berhalangan hadir, BPMPPT sendiri yang

mendatangi perusahaan tersebut.

I

Q21

Bagaimana proses sosialisasi dilakukan?

I1

Proses sosialisasi dilakukan dengan memberikan materi pemahaman

terkait penanaman modal yang termasuk di dalamnya ada materi

tentang SPIPISE, dan dihadiri oleh BKPM RI dan BKPMPT Provinsi

Banten.

I2

Proses sosialisasi dilakukan dengan memberikan materi pemahaman

terkait penanaman modal yang termasuk di dalamnya ada materi

tentang SPIPISE, dan dihadiri oleh BKPM RI dan BKPMPT Provinsi

Banten.

I

Q22

Apakah Sosialisasi yang dilakukan dalam penerapan SPIPISE di Kabupaten Lebak efektif, efisien dan mudah dipahami?

I1 Belum efektif, karena sosialisasi hanya dilakukan satu kali dalam

satu tahun, dan tentunya pemahaman para investor masih kurang.

I2 Belum efektif, karena sosialisasi hanya dilakukan satu kali dalam

satu tahun seharusnya 3 – 4 kali dalam satu tahun hal ini tentunya

pemahaman para investor masih kurang.

I

Q23

Apakah kemudahan layanan informasi tentang SPIPISE sudah diketahui oleh masyarakat umum?

Page 209: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

I1 Untuk masyarakat umum bukan investor itu informasinya itu

terbatas.

I2 Untuk masyarakat umum itu terbatas, namun apabila masyarakat

butuh data terkait penanaman modal seperti LSM atau wartawan itu

diberikan akan tetapi itu bukan data yang dikecualikan.

6. Indikator Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

I

Q26

Apakah kondisi ekonomi turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1

Sangat mempengaruhi, dimana kondisi ekonomi masyarakat

Kabupaten Lebak yang masih rendah bisa ditingkatkan dengan

adanya investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru,

kemudahan pelayanan lewat penerapan SPIPISE tentunya akan

mengundang investor ke Lebak.

I2

Sangat mempengaruhi, dimana kondisi ekonomi masyarakat

Kabupaten Lebak yang masih rendah bisa ditingkatkan dengan

adanya investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru,

kemudahan pelayanan lewat penerapan SPIPISE tentunya akan

mengundang investor ke Lebak.

I

Q27

Apakah lingkungan sosial turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1

Pengaruh lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap

kebijakan ini kurang mempengaruhi karena kebijakan ini hanya

diketahui oleh para investor yang nilai investasinya di atas 500 juta

rupiah.

Page 210: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

I2

Pengaruh lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak terhadap

kebijakan ini kurang mempengaruhi karena kebijakan ini hanya

diketahui oleh para investor yang nilai investasinya di atas 500 juta

rupiah.

I

Q28

Apakah kondisi politik turut mempengaruhi kebijakan ini?

I1

Sangat mempengaruhi karena kondisi lingkungan politik yang

kondusif akan mempermudah penerapan SPIPISE dalam PTSP di

Kabupaten Lebak. Dimana tergantung pada kebijakan dan dukungan

Pemda Kabupaten Lebak itu sendiri, dan sejauh ini Pemda Lebak

mendukung penerapan SPIPISE ini.

I2

Sangat mempengaruhi karena kondisi lingkungan politik yang

kondusif akan mempermudah penerapan SPIPISE dalam PTSP di

Kabupaten Lebak. Dimana tergantung pada kebijakan dan dukungan

Pemda Kabupaten Lebak itu sendiri, dan sejauh ini Pemda Lebak

mendukung penerapan SPIPISE ini.

Page 211: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN IV (Data Pendukung Penelitian)

Page 212: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 97 TAHUN 2014

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendekatkan dan meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat serta memperpendek proses

pelayanan guna mewujudkan pelayanan yang cepat,

mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau

dilaksanakan suatu pelayanan terpadu satu pintu;

b. bahwa pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dilakukan untuk menyatukan

proses pengelolaan pelayanan baik yang bersifat pelayanan

Perizinan dan Nonperizinan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan

Presiden tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun

Page 213: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-2-

Tabun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4724);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

9. Peraturan

Page 214: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-3-

9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan

Penanaman Modal di Daerah ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor. 4861);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5357);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN

PELAYANAN TERPADU SATU PINTU.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :

1. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat

PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu

kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai

dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu

pintu.

2. Penyelenggara PTSP adalah Pemerintah, pemerintah

daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus.

3. Penanaman

Page 215: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

P RESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-4-

3. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan

menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri

maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha

di wilayah negara Republik Indonesia.

4. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha

yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa

penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

5. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang

memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan,

fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

7. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,

kewajiban, dan pertan.ggungjawaban Perizinan dan

Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama

pemberi wewenang.

8. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,

kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan

Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama

penerima wewenang.

9. Pelayanan Secara Elektronik, yang selanjutnya disingkat

PSE adalah pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang

diberikan melalui PTSP secara elektronik.

10. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah

Sistem

Page 216: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-5-

Sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang

terintegrasi antara Pemerintah yang memiliki kewenangan

Perizinan dan Nonperizinan dengan pemerintah daerah.

BAB II

TUJUAN, PRINSIP, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

PTSP bertujuan:

a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada

masyarakat;

b. memperpendek proses pelayanan;

c. mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah,

transparan, pasti, dan terjangkau; dan

d. mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas

kepada masyarakat.

Pasal 3

PTSP dilaksanakan dengan prinsip:

a. keterpaduan;

b. ekonomis;

c. koordinasi;

d. pendelegasian atau pelimpahan wewenang;

e. akuntabilitas; dan

f. aksesibilitas.

Pasal 4

Ruang lingkup PTSP meliputi seluruh pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan

pemerintah daerah.

Pasal

Page 217: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 6 -

Pasal

( 1) Penyelenggaraan PTSP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4, dilaksanakan oleh:

a. Pemerintah yang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Penanaman Modal untuk pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan di bidang penanaman modal yang

merupakan urusan Pemerintah;

b. Pemerintah provinsi untuk pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan dari urusan wajib dan urusan pilihan

yang menjadi urusan provinsi; dan

c. Pemerintah kabupaten/kota untuk pelayanan

Perizinan dan Nonperizinan dari urusan wajib dan

urusan pilihan yang menjadi urusan kabupaten/kota.

(2) Urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah,

pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/

kota.

BAB III

PENYELENGGARAAN PTSP

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah

Pasal 6

( 1 ) Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a mencakup

urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang

menjadi kewenangan Pemerintah.

(2) Urusan

Page 218: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-7-

(2) Urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang

lingkupnya lintas provinsi;

b. urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal

yang meliputi:

1) Penanaman Modal terkait dengan sumber daya

alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko

kerusakan lingkungan yang tinggi;

2) Penanaman Modal pada bidang industri yang

merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3) Penanaman Modal yang terkait pada fungsi

pemersatu dan penghubung antar wilayah atau

ruang lingkupnya lintas provinsi;

4) Penanaman Modal yang terkait pada pelaksanaan

strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang

menggunakan modal asing, yang berasal dari

pemerintah negara lain, yang didasarkan

perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan

pemerintah negara lain; dan

6) Bidang Penanaman Modal lain yang menjadi

urusan Pemerintah menurut undang-undang.

( 3) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang

menggunakan modal asing, sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b angka 5 meliputi:

a. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh

pemerintah negara lain;

b. Penanaman Modal Asing yang dilakukan oleh warga

negara asing atau badan usaha asing;

c. Penanam

Page 219: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-8-

c. Penanam Modal yang menggunakan modal asing yang

berasal dari pemerintah negara lain,

yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat oleh

Pemerintah dan pemerintah negara lain.

Pasal 7

(1) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman

Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6:

a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mendapat

pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari

Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki

kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang

merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman

Modal;

b. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dapat

melimpahkan wewenang yang diberikan oleh Menteri

teknis/Kepala Lembaga dengan hak subsitusi kepada

PTSP provinsi, PTSP kabupaten/kota, PTSP Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, atau

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus;

c. Menteri teknis/Kepala Lembaga dapat menugaskan

pejabatnya di Badan Koordinasi Penananam Modal

untuk menerima dan menandatangani Perizinan dan

Nonperizinan yang kewenangannya tidak dapat

dilimpahkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan melalui

Peraturan Menteri teknis/Kepala Lembaga.

Pasal

Page 220: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-9-

Pasal 8

(1) Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki

kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan

urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal,

menyusun dan menetapkan bidang-bidang usaha

Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (2) huruf b angka 1), angka 2), angka 3), angka 4),

dan angka 6).

(2) Kepala Badan Koordinasi

Penanaman Modal

berkoordinasi dengan Menteri teknis/Kepala Lembaga

untuk menginventarisasi perjanjian yang dibuat oleh

Pemerintah dan pemerintah negara lain di bidang

Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (2) huruf b angka 5.

Pasal 9

( 1 ) Menteri teknis/Kepala Lembaga yang memiliki

kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan

urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal,

menetapkan jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan untuk

penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal.

(2) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan untuk setiap jenis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri

teknis/Kepala Lembaga yang memiliki kewenangan

tersebut dalam bentuk Petunjuk Teknis yang meliputi:

a. persyaratan teknis dan nonteknis;

b. tahapan memperoleh Perizinan dan Nonperizinan; dan c. mekanisme pengawasan dan sanksi.

(3) Dalam ...

Page 221: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 10 -

( 3) Dalam menetapkan jenis dan tata cara Perizinan dan

Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2), Menteri teknis/Kepala Lembaga berkoordinasi

dengan lembaga/instansi terkait.

Pasal 10

(1) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b

mencakup urusan pemerintahan provinsi dalam

penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan yang

diselenggarakan dalam PTSP.

(2) Urusan pemerintahan provinsi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terdiri atas:

a. urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam

perundang-undangan;

b. urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya

lintas kabupaten/kota; dan

c. urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan

wewenang kepada Gubernur.

( 3 ) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah provinsi

dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (BPMPTSP).

(4) Dalam menyelenggarakan PTSP oleh provinsi, Gubernur

memberikan pendelegasian wewenang Perizinan dan

Nonperizinan yang menjadi urusan pemerintah provinsi

kepada Kepala BPMPTSP Provinsi.

(5) BPMPTSP Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal

Page 222: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c

mencakup urusan pemerintahan kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan yang

diselenggarakan dalam PTSP.

(2) Urusan pemerintahan kabupaten / kota sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. urusan pemerintah kabupaten / kota yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan; dan

b. urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan

wewenang kepada Bupati/Walikota.

( 3) Penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah kabupaten / kota

dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota

(BPMPTSP) Kabupaten/ Kota.

(4) Dalam menyelenggarakan PTSP oleh kabupaten/kota,

Bupati/ Walikota memberikan pendelegasian wewenang

Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan

pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala BPMPTSP

Kabupaten/ Kota.

(5) BPMPTSP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) ditetapkan sesuai peraturan perundang-

undangan.

Pasal 12

BPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan

Pasal 11 ayat (3) selain penyelenggaraan fungsi pelayanan

terpadu Perizinan dan Nonperizinan, melakukan fungsi

penyelenggaraan penanaman modal.

Pasal

Page 223: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 12 -

Pasal 13

(1) Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan

Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota di Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas atau di Kawasan Ekonomi Khusus

diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan

pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari

Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur, dan/atau Bupati/

Walikota.

BAB IV

STANDAR DAN PEMBINAAN PTSP

Bagian Kesatu

Standar

Pasal 14

(1) Penyelenggara PTSP wajib menyusun standar pelayanan

publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang pelayanan publik.

(2) Standar pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi komponen:

a. dasar hukum;

b. persyaratan;

c. sistem, mekanisme dan prosedur/Standar Operasional

Prosedur;

d. jangka

Page 224: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 13 -

d. jangka waktu penyelesaian;

e. biaya/ tarif;

f. produk pelayanan;

g. prasarana dan Sarana;

h. kompetensi pelaksana;

i. pengawasan internal;

j. penanganan pengaduan, saran dan masukan;

k. jumlah pelaksana;

1. jaminan pelayanan;

m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan; dan

n. evaluasi kinerja pelaksana;

( 3) Standar Pelayanan Publik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) ditetapkan oleh:

a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk

pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang

Penanaman Modal;

b. Gubernur untuk pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan provinsi;

c. Bupati/Walikota untuk pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan kabupaten/kota;

d. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk pelayanan

Perizinan dan Nonperizinan di Kawasan Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Administrator

Kawasan Ekonomi Khusus untuk pelayanan Perizinan

dan Nonperizinan di Kawasan Ekonomi Khusus.

(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, gubernur,

Bupati/Walikota, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus dalam

menetapkan Standar Pelayanan Publik sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan norma, standar,

prosedur

Page 225: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 14 -

prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh

Menteri/Kepala Lembaga.

Pasal 15

Jangka waktu pelayanan PTSP ditetapkan paling lama 7 (tujuh)

hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen Perizinan dan

Nonperizinan secara lengkap dan benar, kecuali yang diatur

waktunya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Pembinaan

Pasal 16

(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan

penyelenggaraan BPMPTSP Provinsi dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota.

(2) Menteri teknis/Kepala Lembaga melakukan pembinaan

teknis penyelenggaraan BPMPTSP sesuai dengan

kewenangannya masing-masing.

(3) Kepala BKPM melakukan pembinaan atas

penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di

bidang Penanaman Modal dan penyelenggaraan fungsi

koordinasi penanaman modal oleh BPMPTSP Provinsi,

BPMPBTSP Kabupaten/ Kota, Badan Pengusahaan

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus.

BAB V

PERIZINAN DAN NONPERIZINAN SECARA ELEKTRONIK

Pasal 17

Penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan oleh PTSP wajib menggun.akan PSE.

Pasal

Page 226: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 15 -

Pasal 18

( I ) PSE oleh PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

mencakup aplikasi otomasi proses kerja (business process)

dan informasi yang diperlukan dalam pelayanan Perizinan

dan Nonperizinan.

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-

kurangnya meliputi:

a. potensi dan peluang usaha;

b. perencanaan umum penanaman modal;

c. pelaksanaan promosi dan kerjasama ekonomi;

d. perkembangan realisasi penanaman modal;

e. daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan;

f. jenis, persyaratan teknis, mekanisme penelusuran

posisi dokumen pada setiap proses, biaya, dan waktu

pelayanan;

g. tata cara layanan pengaduan; dan

h. hal-hal lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan di bidang Penanaman Modal.

Pasal 19

PTSP dalam mengelola PSE, mempunyai kewajiban:

a. menjamin PSE beroperasi secara terus menerus sesuai

standar tingkat layanan, keamanan data dan informasi;

b. melakukan manajemen sistem aplikasi otomatisasi proses

kerja (business process) pelayanan Perizinan dan

Nonperizinan, serta data dan informasi;

c. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pertukaran data dan informasi secara langsung (online) dengan pihak terkait;

d. melakukan tindakan untuk mengatasi gangguan terhadap PSE;

e. menyediakan

Page 227: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 16 -

e. menyediakan jejak audit (audit trail); dan f. menjamin keamanan dan kerahasiaan data dan informasi

yang disampaikan Kementerian/ Lembaga, BPMPTSP

Provinsi, dan BPMPTSP Kabupaten/ Kota melalui PSE.

Pasal 20

PSE untuk Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman

Modal clilakukan melalui SPIPISE.

Pasal 21

(1) Kementerian/ Lembaga yang memiliki kewenangan

Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan

Pemerintah menyampaikan dan membuka akses informasi

Perizinan dan Nonperizinan meliputi jenis, persyaratan

teknis, mekanisme, biaya dan Service Level Arrangement

(SLA) serta informasi potensi Penanaman Modal kepada

Badan Koordinasi Penanaman Modal dan/atau BPMPTSP

Provinsi dan BPMPTSP Kabupaten/ Kota dan secara

bertahap mengintegrasikan dengan PSE.

(2) Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan

Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan

Pemerintah yang belum memberikan pendelegasian

wewenang atau pelimpahan wewenang kepada Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal:

a. menetapkan tingkat layanan SLA; dan

b. menggunakan standar data referensi yang ditetapkan

PSE.

(3) BPMPTSP Provinsi dan BPMPTSP Kabupaten/ Kota

menggunakan standar data referensi yang ditetapkan

dalam SPIPISE serta menyampaikan dan membuka akses

informasi Perizinan dan Nonperizinan yang meliputi jenis,

persyaratan

Page 228: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 17 -

persyaratan teknis, mekanisme, biaya dan SLA serta

informasi potensi Penanaman Modal daerah kepada

Badan Koordinasi Penanaman Modal.

(4) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP

Kabupaten/ Kota menyediakan perangkat pendukung

untuk pengolahan data, jaringan dan keterhubungan

(interkoneksi) PSE di lingkungan masing-masing.

Pasal 22

(1) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota memiliki hak akses terhadap PSE.

(2) Kementerian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertanggung jawab atas data dan informasi dan menjaga

keamanan atas penggunaan hak akses tersebut.

Pasal 23

(1) Kernenterian/Lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota yang menggunakan PSE menyediakan

jejak audit (audit trail) atas seluruh kegiatan dalam PSE.

(2) Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

digunakan untuk mengetahui dan menguji kebenaran

proses transaksi elektronik melalui PSE.

(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian/

Lembaga BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota menggunakan jejak audit yang ada di

PSE sebagai dasar penelusuran apabila terjadi perbedaan

data dan informasi.

Pasal 24

Dalam menyelenggarakan PSE tanggung jawab pembiayaan

dibebankan kepada:

a. Badan

Page 229: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 18 -

a. Badan Koordinasi Penanaman Modal, untuk antarmuka

sistem (interface) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal

ke kementerian/lembaga, BPMPTSP Provinsi, dan

BPMPTSP Kabupaten/Kota;

b. Kementerian/lembaga untuk jaringan dan keterhubungan

dari BPMPTSP Provinsi, dan BPMPTSP Kabupaten/Kota;

c. Pemerintah Provinsi, untuk jaringan dan keterhubungan

dari BPMPTSP Provinsi ke Badan Koordinasi Penanaman

Modal dan BPMPTSP Kabupaten/Kota; dan

d. Pemerintah Kabupaten/Kota, untuk jaringan dan

keterhubungan dari BPMPTSP Kabupaten/Kota ke Badan

Koordinasi Penanaman Modal dan BPMPTSP Provinsi.

Pasal 25

(1) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan PSE diatur

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

(2) Ketentuan pelaksanaan SPIPISE diatur dengan Peraturan

Kepala/Badan Koordinasi Penanaman Modal.

BAB VI

PEMBIAYAAN PTSP

Pasal 26

Biaya yang diperlukan oleh pemerintah daerah untuk

penyelenggaraan PTSP dibebankan pada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah masing-masing.

Pasal

Page 230: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 19 -

Pasal 27

(1) Segala penerimaan negara yang timbul dari pelayanan

Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

diserahkan kepada Kementerian/ Lembaga se suai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

penerimaan negara bukan pajak.

(2) Segala penerimaan daerah yang timbul dari pelayanan

Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan

pernerintahan daerah diserahkan kepada daerah sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

pajak dan retribusi daerah.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:

a. Dalam hal BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP

Kabupaten/Kota belum terbentuk, permohonan Perizinan

dan Nonperizinan yang telah disampaikan kepada daerah

dan belum memperoleh persetujuan diselesaikan lebih

lanjut oleh instansi yang berwenang.

b. Dalam hal BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP

Kabupaten/Kota telah terbentuk permohonan Perizinan

dan Nonperizinan yang telah disampaikan kepada daerah

dan belum memperoleh persetujuan diselesaikan lebih

lanjut oleh BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP Kabupaten/

Kota.

Pasal

Page 231: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 20 -

Pasal 29

(1) Pemerintah daerah yang belum membentuk atau

menetapkan penyelenggara PTSP sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3), agar

membentuk dan mengoperasikan PTSP paling lama 1

(satu) tahun setelah Peraturan Presiden ini diundangkan.

(2) Pemerintah daerah yang telah membentuk atau

menetapkan penyelenggara PTSP sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3) namun

belum beroperasi, segera mengoperasikan PTSP paling

lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Presiden ini

diundangkan.

Pasal 30

(1) Peraturan Menteri/Kepala Lembaga mengenai

pendelegasian wewenang atau pelimpahan wewenang

Pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang

Penanaman Modal yang diberikan kepada Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal, Gubernur, dan/atau

Bupati/Walikota sebelum ditetapkannya Peraturan

Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku dan disesuaikan

dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini paling

lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini

diundangkan.

(2) Pendelegasian wewenang atau pelimpahan wewenang

pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a yang belum

diberikan Menteri/Kepala Lembaga kepada Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal pada saat ditetapkannya

Peraturan Presiden ini, dilakukan paling lambat 24 (dua

puluh empat) bulan sejak Peraturan Presiden ini

diundangkan.

(3) Menteri

Page 232: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-21-

(3) Menteri/Kepala Lembaga dalam rangka pendelegasian

wewenang atau pelimpahan wewenang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), melakukan

penyederhanaan tahapan memperoleh Perizinan dan

Nonperizinan untuk setiap jenis Perizinan dan

Nonperizinan yang berada dalam lingkup tugas dan

kewenangannya paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak

Peraturan Presiden ini diundangkan.

(4) Penyederhanaan tahapan memperoleh Perizinan dan

Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

dilakukan Menteri/Kepala Lembaga secara berkoordinasi

dengan Lembaga/Instansi terkait tanpa mengurangi faktor

keselamatan, keamanan, kesehatan dan perlindungan

lingkungan dari kegiatan Penanarnan Modal.

Pasal 31

Perizinan dan Nonperizinan yang telah diperoleh dari

Pemerintah sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,

dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya

Perizinan dan Nonperizinan terse but dan dapat

diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penanam Modal yang sebelumnya telah memperoleh

Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), yang membutuhkan Perizinan dan Nonperizinan

lebih lanjut, permohonannya diajukan kepada Badan

Koordinasi Penanaman Modal atau BPMPTSP Provinsi

atau BPMPTSP Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.

( 1)

Pasal

Page 233: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 22 -

Pasal 32

Badan yang telah melaksanakan fungsi pelayanan Perizinan

dan Nonperizinan secara terpadu satu pintu sebelum

berlakunya dan tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden

ini, tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan

terbentuknya BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP

Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Presiden ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini maka Peraturan

Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu

Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 34

Peraturan yang mengatur PTSP yang telah ada disesuaikan

dengan ketentuan Peraturan Presiden ini paling lambat 6

(enam) bulan setelah Peraturan Presiden ini diundangkan.

Pasal 35

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar ...

Page 234: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-23-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 15 September 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 18 September 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 221

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI

DeputH3idang Perekonomian, • e•Cr;+::,

e7 I j1 *

,‹- 4 A t .itt,4 1

V . ..t.c: 2., Ardiati

Page 235: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyederhanaan Perizinan dan

Nonperizinan Penanaman Modal telah diterbitkan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara

Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun

2013;

b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16

ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan

Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf c Peraturan Presiden

Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dipandang perlu

mengganti Peraturan Kepala Badan Koordinasi

Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang

Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 12 Tahun 2013;

c. bahwa . . .

Page 236: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 2 -

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan

Nonperizinan Penanaman Modal;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3817);

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang

Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4054);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4279);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4724);

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4725);

6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4756);

7. Undang . . .

Page 237: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 3 -

7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4775);

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 58 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4866);

11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5038);

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

13. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan

Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5066);

14. Undang . . .

Page 238: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 4 -

14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana

telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negera

Republik Indonesia Nomor 5679);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang

Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3718);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4585);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang

Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4757) sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5195);

19. Peraturan . . .

Page 239: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 5 -

19. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang

Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Bintan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4758);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007 tentang

Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4759);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan

Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 68, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4861);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang

Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4987);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang

Pelimpahan Wewenang Kepada Dewan Kawasan Sabang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5175);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 3,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5186);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2012 tentang

Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5284);

26. Peraturan . . .

Page 240: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 6 -

26. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5285);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 tentang

Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 54, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5287);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2012

tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5357);

29. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang

Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan

Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

30. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan

Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2012

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

210);

31. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar

Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang

Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

93);

32. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

221);

33. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang;

34. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang

Kantor Perwakilan Perusahaan Asing;

35. Peraturan . . .

Page 241: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 7 -

35. Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia

Nomor SKEP/638/XII/2009 tentang Pendelegasian

Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Usaha Jasa

Pengamanan dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal kepada

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

36. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-

DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal

Importir (API) sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59/M-

DAG/PER/9/2012;

37. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012

tentang Perusahaan Modal Ventura;

38. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2014 dan

tentang pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Badan

Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 1 Tahun

2015;

39. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 122/M-

IND/PER/12/2014 tentang Pendelegasian Wewenang

Pemberian Perizinan Bidang Industri dalam Rangka

Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

40. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 25 Tahun

2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Bidang Ketenagakerjaan di Badan Koordinasi Penanaman

Modal;

41. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 40

Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang

Komunikasi dan Informatika kepada Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal;

42. Peraturan . . .

Page 242: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 8 -

42. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 93 Tahun 2014

tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Bidang Kesehatan di Badan Koordinasi Penanaman

Modal;

43. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pendelegasian Wewenang

Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan dalam Rangka

Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

44. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96/M-

DAG/PER/12/2014 tentang Pendelegasian Wewenang di

Bidang Perdagangan dalam Rangka Pelayanan Terpadu

Satu Pintu kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/1/2015;

45. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

1312/Kpts/KP.340/12/2014 tentang Pendelegasian

Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Pertanian

dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Bidang Penanaman Modal kepada Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal;

46. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2014 tentang

Penunjukan Pejabat Kementerian Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk

ditugaskan pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan

Koordinasi Penanaman Modal;

47. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pendelegasian

Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat dalam Rangka Pelayanan

Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman

Modal;

48. Peraturan . . .

Page 243: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 9 -

48. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.011/2014

tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

Badan Koordinasi Penanaman Modal;

49. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69

Tahun 2014 tentang Izin Penyelenggaraan Pendidikan

Nonformal Dengan Modal Asing;

50. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik

Indonesia Nomor 40/2014 tentang Pendelegasian

Wewenang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Bidang Komunikasi dan Informatika Kepada Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal;

51. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Nomor P.97/MENHUT-II/2014 tentang Pendelegasian

Wewenang Pemberian Perizinan dan Non Perizinan di

Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dalam Rangka

Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana

diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Nomor P.1/Menhut-II/2015;

52. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

3/PERMEN-KP/2015 tentang Pendelegasian Wewenang

Pemberian Izin Usaha di Bidang Pembudidayaan Ikan

dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu

PIntu kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Modal;

53. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang

Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang

Minyak dan Gas Bumi dalam Rangka Pelaksanaan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Badan

Koordinasi Penanaman Modal;

54. Peraturan . . .

Page 244: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 10 -

54. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2015 tentang

Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam Rangka

Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu kepada

kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

55. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 03 Tahun

2015 tentang Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Bidang Perhubungan di Badan Koordinasi Penanaman

Modal;

56. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun

2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia;

57. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 14 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Penanaman Modal Provinsi dan

Kabupaten/Kota;

58. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Pendaftaran dan Izin Prinsip Penanaman

Modal Kepada Dewan Kawasan Sabang;

59. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal

Kepada Dewan Kawasan Sabang;

60. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata Cara

Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal;

61. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 10 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Standar

Pelayanan Minimal Bidang Penanaman Modal Provinsi

dan Kabupaten/Kota;

62. Peraturan . . .

Page 245: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 11 -

62. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal Kepada Kepala

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Batam, Kepada Kepala Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten, Kepala

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang

dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdaganan

Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun;

63. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Usaha Dalam Rangka Penanaman Modal

Kepada Kepala Badan Pengusahaan Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kepala

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten, Kepala

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Tanjung Pinang dan

Kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun;

64. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Kepala

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei;

65. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei;

66. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 4 Tahun 2014 tentang Sistem Pelayanan Informasi

Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik;

67. Peraturan . . .

Page 246: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 12 -

67. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Prinsip Penanaman Modal kepada Kepala

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung

Lesung;

68. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Izin Usaha Penanaman Modal kepada Kepala

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung

Lesung;

69. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraaan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat di Badan Koordinasi

Penanaman Modal;

70. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara

Izin Prinsip Penanaman Modal;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN

DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan

menanam modal, baik oleh Penanam Modal Dalam Negeri

maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan usaha

di wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penanam . . .

Page 247: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 13 -

2. Penanam Modal adalah perorangan atau badan usaha

yang melakukan Penanaman Modal yang dapat berupa

Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Asing.

3. Penanaman Modal Dalam Negeri, yang selanjutnya

disingkat PMDN, adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

yang dilakukan oleh Penanam Modal Dalam Negeri dengan

menggunakan modal Dalam Negeri.

4. Penanaman Modal Asing, yang selanjutnya disingkat PMA,

adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha

di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

Penanam Modal Asing, baik yang menggunakan modal

asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

Penanam Modal Dalam Negeri.

5. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat

PTSP, adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu

kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai

dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu

pintu.

6. Penyelenggara PTSP adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas

dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan

Ekonomi Khusus.

7. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,

kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan

nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama

pemberi wewenang.

8. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,

kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan

nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama

penerima wewenang.

9. Pelayanan . . .

Page 248: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 14 -

9. Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat, yang selanjutnya

disebut PTSP Pusat di BKPM, adalah pelayanan terkait

dengan penanaman modal yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat, yang diselenggarakan secara

terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari

tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian

produk pelayanan melalui satu pintu di Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM), yang penyelenggaraannya

dilakukan dengan:

a. pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari

Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian

(LPNK) kepada Kepala BKPM; dan/atau

b. penugasan Pejabat Kementerian/LPNK di BKPM.

10. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk

melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus,

yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

11. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan

dan informasi mengenai Penanaman Modal, sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

12. Perusahaan Penanaman Modal adalah badan usaha yang

melakukan Penanaman Modal baik yang berbadan hukum

maupun belum berbadan hukum.

13. Memulai produksi/operasi adalah saat dimana

perusahaan Penanaman Modal telah siap untuk

melakukan produksi/operasi barang dan/atau jasa.

14. Siap Produksi adalah kondisi dimana 80% (delapan puluh

persen) mesin utama dari kegiatan produksi perusahaan

di bidang usaha industri telah terpasang di lokasi proyek.

15. Siap . . .

Page 249: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 15 -

15. Siap Operasi adalah kondisi dimana perusahaan di bidang

usaha selain industri, telah menyiapkan seluruh sarana

dan prasarana dalam rangka menjalankan kegiatan

usahanya.

16. Izin Prinsip Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut

Izin Prinsip, adalah Izin yang wajib dimiliki dalam rangka

memulai usaha.

17. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, yang

selanjutnya disebut Izin Prinsip Perluasan, adalah Izin

Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan untuk memulai

kegiatan dalam rangka perluasan usaha.

18. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, yang

selanjutnya disebut Izin Prinsip Perubahan, adalah Izin

Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan, dalam rangka

legalisasi perubahan rencana atau realisasi Penanaman

Modal yang telah ditetapkan sebelumnya.

19. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal,

yang selanjutnya disebut Izin Prinsip Penggabungan

Perusahaan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki

perusahaan hasil penggabungan, untuk melaksanakan

bidang usaha perusahaan hasil penggabungan.

20. Izin Investasi adalah Izin Prinsip yang dimiliki oleh

Perusahaan dengan kriteria tertentu yang diatur dalam

Peraturan Kepala BKPM.

21. Izin Usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan

untuk memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi

yang menghasilkan barang atau jasa, kecuali ditentukan

lain oleh peraturan perundang-undangan.

22. Izin Usaha Perluasan adalah izin yang wajib dimiliki

perusahaan untuk memulai pelaksanaan kegiatan

produksi/operasi yang menghasilkan barang atau jasa

atas pelaksanaan perluasan usaha, kecuali ditentukan

lain oleh peraturan perundang-undangan.

23. Izin . . .

Page 250: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 16 -

23. Izin Perluasan adalah Izin Usaha yang wajib dimiliki

perusahaan untuk memulai pelaksanaan kegiatan

produksi yang menghasilkan barang atau jasa atas

pelaksanaan perluasan usaha, khusus untuk sektor

industri.

24. Izin Usaha Perubahan adalah izin yang wajib dimiliki

perusahaan, dalam rangka legalisasi terhadap perubahan

realisasi Penanaman Modal yang telah ditetapkan

sebelumnya.

25. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan adalah izin yang

wajib dimiliki perusahaan hasil penggabungan dalam

rangka memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi

untuk menghasilkan barang atau jasa.

26. Izin Usaha Penempatan Tenaga Kerja adalah izin usaha

jasa penempatan tenaga kerja untuk menyelenggarakan

pelayanan penempatan tenaga kerja.

27. Izin Kantor Perwakilan adalah izin untuk perusahaan

asing di luar negeri yang memiliki perwakilannya di

Indonesia.

28. Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang selanjutnya

disebut KPPA, adalah kantor yang dipimpin oleh satu atau

lebih perorangan warga negara asing atau warga negara

Indonesia yang ditunjuk oleh perusahaan asing atau

gabungan perusahaan asing di luar negeri sebagai

perwakilannya di Indonesia.

29. Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing, yang

selanjutnya disebut KP3A, adalah kantor yang dipimpin

oleh perorangan WNI atau WNA yang ditunjuk oleh

Perusahaan Asing atau Gabungan Perusahaan Asing di

luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia.

30. Kantor . . .

Page 251: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 17 -

30. Kantor Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing,

adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan

berdomisili di negara asing, memiliki kantor perwakilan di

Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum

Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa

konstruksi.

31. Angka Pengenal Importir, yang selanjutnya disingkat API,

adalah tanda pengenal sebagai importir.

32. Pimpinan Perusahaan adalah direksi/pimpinan

perusahaan yang tercantum dalam Anggaran Dasar/Akta

Pendirian Perusahaan atau perubahannya yang telah

mendapatkan pengesahan/persetujuan/pemberitahuan

dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menteri

Hukum dan HAM) bagi badan hukum Perseroan Terbatas

dan sesuai peraturan perundang-undangan untuk selain

badan hukum Perseroan Terbatas.

33. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia

yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

Republik Indonesia yang dibantu Wakil Presiden dan

menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

34. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin

pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah otonom.

35. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya

disingkat BKPM, adalah Lembaga Pemerintah Non

Kementerian yang bertanggung jawab di bidang

Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang Kepala

yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

36. Pejabat . . .

Page 252: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 18 -

36. Pejabat penghubung adalah pejabat Kementerian/LPNK

yang ditunjuk sebagai front officer dan back officer untuk

memberikan layanan konsultasi dan/atau memproses

permohonan Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan

penanaman modal yang menjadi kewenangan Menteri

Teknis/Kepala LPNK dengan uraian tugas, hak,

wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang

jelas.

37. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Provinsi, atau perangkat pemerintah provinsi yang

menyelenggarakan urusan penanaman modal dengan

nomenklatur lain sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang selanjutnya disebut BPMPTSP Provinsi,

adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah provinsi, yang

menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang

penanaman modal di Pemerintah Provinsi.

38. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten/Kota, atau perangkat Pemerintah

Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan urusan

penanaman modal dengan nomenklatur lain sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

selanjutnya disebut BPMPTSP Kabupaten/Kota, adalah

unsur pembantu kepala daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah daerah Kabupaten/Kota,

yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang

penanaman modal di Pemerintah Kabupaten/Kota.

39. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang

selanjutnya disebut KPBPB, adalah suatu kawasan yang

berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga

bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan

nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.

40. Kawasan . . .

Page 253: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 19 -

40. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK,

adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian

dan memperoleh fasilitas tertentu.

41. Laporan Kegiatan Penanaman Modal, yang selanjutnya

disingkat LKPM, adalah laporan mengenai perkembangan

realisasi penanaman modal dan kendala yang dihadapi

Penanam Modal yang wajib disampaikan secara berkala.

42. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara

Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE, adalah

sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang

terintegrasi antara Pemerintah Pusat yang memiliki

kewenangan Perizinan dan Nonperizinan dengan

Pemerintah Daerah.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal dimaksudkan sebagai panduan

pelaksanaan pelayanan Penanaman Modal terkait prosedur

pengajuan dan persyaratan permohonan Perizinan dan

Nonperizinan Penanaman Modal, yang ditujukan bagi para

pejabat BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota,

PTSP KPBPB, PTSP KEK, para pelaku usaha serta masyarakat

umum lainnya.

Pasal 3

Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal bertujuan:

a. terwujudnya . . .

Page 254: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 20 -

a. terwujudnya kesamaan dan keseragaman prosedur

pengajuan permohonan, persyaratan dan tata cara

Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal di instansi

BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota,

PTSP KPBPB, PTSP KEK di seluruh Indonesia;

b. memberikan informasi kepastian waktu penyelesaian

permohonan Perizinan dan Nonperizinan Penanaman

Modal; dan

c. tercapainya pelayanan yang mudah, cepat, tepat, akurat,

transparan dan akuntabel.

BAB III

KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN

PENANAMAN MODAL

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal

dilakukan oleh Pemerintah Pusat, PTSP KPBPB, PTSP

KEK, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

(2) Penyelenggaraan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yaitu:

a. Pemerintah Pusat dilakukan oleh PTSP Pusat di BKPM;

b. Pemerintah Provinsi dilakukan oleh BPMPTSP Provinsi;

c. Pemerintah Kabupaten/Kota dilakukan oleh BPMPTSP

Kabupaten/Kota;

d. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas oleh PTSP KPBPB; dan

e. Administrator Kawasan Ekonomi Khusus oleh PTSP

KEK.

(3) Pemerintah . . .

Page 255: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 21 -

(3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mendelegasikan/melimpahkan kewenangan dalam bentuk

penyerahan tugas, hak, kewajiban dan

pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan

termasuk penandatanganannya kepada penyelenggara

PTSP di bidang Penanaman Modal.

(4) Penyelenggara PTSP Bidang Penanaman Modal

memperoleh pendelegasian/pelimpahan wewenang sebagai

berikut:

a. Kepala BKPM dari Menteri/Kepala LPNK;

b. Kepala BPMPTSP Provinsi dari Gubernur;

c. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota dari

Bupati/Walikota;

d. Kepala Badan Pengusahaan KPBPB dari

Menteri/Kepala LPNK, Gubernur dan Bupati/Walikota;

dan

e. Administrator KEK dari Menteri/Kepala LPNK,

Gubernur dan Bupati/Walikota.

Bagian Kedua

PTSP Pusat di BKPM

Pasal 5

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang

menjadi kewenangan Pemerintah Pusat diselenggarakan

pada PTSP Pusat di BKPM dan terdiri atas:

a. penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang

lingkupnya lintas provinsi;

b. urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal

yang meliputi:

1. Penanaman Modal terkait dengan sumber daya

alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko

kerusakan lingkungan yang tinggi;

2. Penanaman . . .

Page 256: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 22 -

2. Penanaman Modal pada bidang industri yang

merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

3. Penanaman Modal yang terkait pada fungsi

pemersatu dan penghubung antar wilayah atau

ruang lingkupnya lintas provinsi;

4. Penanaman Modal yang terkait pada pelaksanaan

strategi pertahanan dan keamanan nasional;

5. Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang

menggunakan modal asing, yang berasal dari

Pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian

yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah

negara lain; dan

6. bidang Penanaman Modal lain yang menjadi

urusan Pemerintah Pusat menurut peraturan

perundang-undangan.

(2) Penyelenggaraan PTSP Pusat di BKPM sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas dasar

pelimpahan/pendelegasian wewenang dari Menteri/Kepala

LPNK yang memiliki kewenangan Perizinan dan

Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang

merupakan urusan Pemerintah Pusat.

(3) Bidang-bidang usaha Penanaman Modal sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1, angka 2, angka

3, angka 4, dan angka 6 sesuai dengan yang ditetapkan

oleh Menteri/Kepala LPNK yang memiliki kewenangan

Perizinan yang merupakan urusan Pemerintah Pusat di

bidang Penanaman Modal.

Bagian Ketiga

PTSP Pemerintah Provinsi

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang

menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi diselenggarakan

oleh BPMPTSP Provinsi dan terdiri atas:

a. urusan . . .

Page 257: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 23 -

a. urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam

perundang-undangan;

b. urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya

lintas kabupaten/kota; dan

c. urusan Pemerintah yang diberikan pelimpahan

wewenang kepada Gubernur.

(2) Dalam rangka penyelenggaraan PTSP sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Gubernur memberikan

pendelegasian/pelimpahan wewenang pemberian Perizinan

dan Nonperizinan atas urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Provinsi dan Nonperizinan

kepada Kepala BPMPTSP Provinsi.

Bagian Keempat

PTSP Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 7

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang

menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota

diselenggarakan oleh BPMPTSP Kabupaten/Kota terdiri

atas:

a. urusan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang

Penanaman Modal yang ruang lingkupnya dalam satu

Kabupaten/Kota; dan

b. urusan Pemerintah Pusat yang diberi pelimpahan

wewenang kepada Bupati/Walikota.

(2) Penyelenggaraan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Bupati/Walikota memberikan pendelegasian/

pelimpahan wewenang pemberian Perizinan dan

Nonperizinan atas urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Kepala

BPMPTSP Kabupaten/Kota.

Bagian . . .

Page 258: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 24 -

Bagian Kelima

PTSP di KPBPB

Pasal 8

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang

berlokasi di KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (3) huruf d dilakukan berdasarkan pelimpahan atau

pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala LPNK,

Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

PTSP di KEK

Pasal 9

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang

berlokasi di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(3) huruf e dilakukan berdasarkan pelimpahan atau

pendelegasian kewenangan dari Menteri/Kepala LPNK,

Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

RUANG LINGKUP PELAYANAN

PENANAMAN MODAL

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 10

(1) Ruang lingkup layanan yang diatur dalam Peraturan

Kepala ini terdiri atas:

a. layanan Perizinan; dan

b. layanan Nonperizinan;

(2) Layanan . . .

Page 259: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 25 -

(2) Layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP

KEK sesuai kewenangannya, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8.

Bagian Kedua

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 11

(1) Jenis Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. Izin Usaha untuk berbagai sektor usaha;

b. Izin Usaha Perluasan untuk berbagai sektor usaha;

c. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman

Modal untuk berbagai sektor usaha;

d. Izin Usaha Perubahan untuk berbagai sektor usaha;

e. Izin Kantor Perwakilan; dan

f. Izin operasional berbagai sektor usaha.

(2) Jenis Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

b. Angka Pengenal Importir; dan

c. Rekomendasi teknis berbagai sektor usaha.

Pasal 12

(1) Jenis Perizinan dan Nonperizinan yang diterbitkan oleh

PTSP Pusat di BKPM, ditetapkan oleh Menteri/Kepala

LPNK yang memiliki kewenangan Perizinan dan

Nonperizinan.

(2) Jenis Perizinan dan Nonperizinan yang tidak diatur

pedoman dan tata caranya dalam Peraturan Kepala ini,

mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala

LPNK terkait, Gubernur dan Bupati/Walikota.

(3) Jenis . . .

Page 260: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 26 -

(3) Jenis Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) terdiri dari:

a. Pertimbangan Teknis Pertanahan;

b. Izin Lokasi;

c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

d. Izin Lingkungan; dan

e. Perizinan dan Nonperizinan lainnya sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Izin Usaha

Pasal 13

(1) Perusahaan yang telah memiliki Izin Prinsip/Izin Investasi,

dan akan melakukan kegiatan produksi/operasi wajib

memiliki Izin Usaha.

(2) Permohonan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK

sesuai kewenangannya secara dalam jaringan (daring),

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(3) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

secara manual, menggunakan formulir permohonan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dilengkapi

dengan persyaratan sebagaimana tercantum pada

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Kepala ini.

(4) Perusahaan tidak dapat mengajukan Izin Usaha dalam hal

Izin Prinsip/Izin Investasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) telah habis masa berlakunya.

(5) Dalam . . .

Page 261: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 27 -

(5) Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) akan melanjutkan kegiatan usaha, perusahaan wajib

mengajukan permohonan Izin Prinsip baru dengan

mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Perusahaan PMA dapat mengajukan Izin Usaha dengan

total nilai realisasi investasi lebih besar dari

Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) diluar nilai

investasi tanah dan bangunan:

a. di dalam subgolongan usaha yang sama di 1 (satu)

lokasi proyek di 1 (satu) Kabupaten/Kota; dan

b. dalam subgolongan usaha yang sama di dalam 1 (satu)

Kabupaten/Kota, di luar sektor industri.

(7) Perusahaan PMA yang telah memiliki Izin Prinsip dengan

nilai investasi sama atau lebih kecil dari

Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) diluar nilai

investasi tanah dan bangunan dan jangka waktu

penyelesaian proyeknya masih berlaku, dapat mengajukan

Izin Usaha tanpa perlu memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (6).

(8) Perusahaan yang telah memiliki Pendaftaran Penanaman

Modal dan Akta Perusahaan telah disahkan oleh

Kementerian Hukum dan HAM, telah merealisasikan

proyeknya, dan siap/telah berproduksi/beroperasi dapat

langsung mengajukan Izin Usaha.

(9) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha yang

diterbitkan oleh:

a. PTSP Pusat di BKPM, PTSP KPBPB, PTSP KEK; atau

b. BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, untuk

bidang usaha di luar sektor perdagangan;

sesuai kewenangannya, tidak wajib memiliki Surat Izin

Usaha Perdagangan (SIUP) yang diterbitkan oleh

Pemerintah Daerah.

(10) Izin . . .

Page 262: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 28 -

(10) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak

diterimanya permohonan yang lengkap dan benar atau

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11) Bentuk Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(12) Izin Usaha berlaku sepanjang perusahaan masih

melakukan kegiatan usaha, kecuali ditentukan lain

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(13) Dalam hal permohonan Izin Usaha sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan (3) ditolak, Kepala BKPM

atau pejabat yang ditunjuk membuat Surat Penolakan

Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(14) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

ayat (13) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Pasal 14

(1) Perusahaan yang memiliki Izin Prinsip/Izin Investasi lebih

dari 1 (satu) sektor/bidang usaha dan/atau lokasi proyek

dapat mengajukan permohonan Izin Usaha pada waktu

yang berbeda sepanjang Izin Prinsip/Izin Investasi

tersebut masih berlaku.

(2) Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) masih berminat untuk melaksanakan sektor/bidang

usaha dan/atau lokasi proyek yang belum direalisasikan,

namun masa berlaku Izin Prinsip/Izin Investasi telah

berakhir, maka izin terhadap sektor/bidang usaha

dan/atau lokasi proyek tersebut dinyatakan batal dan

perusahaan harus mengajukan Izin Prinsip baru.

(3) Perusahaan PMDN yang memiliki Izin Prinsip dengan

lokasi proyek lintas provinsi, yang Izin Prinsip diterbitkan

oleh PTSP Pusat di BKPM, apabila:

a. jangka . . .

Page 263: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 29 -

a. jangka waktu penyelesaian proyek sama, pada saat

akan melakukan kegiatan produksi/operasi harus

mengajukan permohonan Izin Usaha pada saat yang

bersamaan ke PTSP Pusat di BKPM;

b. jangka waktu penyelesaian proyek berbeda, pada saat

akan melakukan kegiatan produksi/operasi harus

mengajukan permohonan Izin Usaha kepada BPMPTSP

Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kota sesuai

kewenangannya; atau

c. hanya merealisasikan proyeknya di 1 (satu) provinsi,

maka permohonan izin usaha diajukan kepada

BPMPTSP Provinsi, atau BPMPTSP Kabupaten/Kota

sesuai kewenangannya.

(4) Perusahaan PMDN yang memiliki Izin Prinsip dengan

lokasi proyek lintas Kabupaten/Kota, yang Izin Prinsip

diterbitkan oleh BPMPTSP Provinsi, apabila:

a. jangka waktu penyelesaian proyek sama, pada saat

akan melakukan kegiatan produksi/operasi harus

mengajukan permohonan Izin Usaha pada saat yang

bersamaan ke BPMPTSP Provinsi;

b. jangka waktu penyelesaian proyek berbeda, pada saat

akan melakukan kegiatan produksi/operasi harus

mengajukan permohonan Izin Usaha kepada BPMPTSP

Kabupaten/Kota; atau

c. hanya merealisasikan proyeknya di 1 (satu)

Kabupaten/Kota, maka permohonan Izin Usaha

diajukan kepada BPMPTSP Kabupaten/Kota.

(5) Atas kegiatan usaha di lokasi proyek yang tidak

direalisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf

c dan ayat (4) huruf c, maka kegiatan usaha di lokasi

proyek tersebut dinyatakan batal.

Bagian . . .

Page 264: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 30 -

Bagian Keempat

Izin Usaha Perluasan

Pasal 15

(1) Perusahaan yang memiliki Izin Prinsip Perluasan yang

masih berlaku dan akan melakukan kegiatan

produksi/operasi diwajibkan memiliki Izin Usaha

Perluasan.

(2) Khusus untuk Perusahaan PMA, pada saat pengajuan

permohonan Izin Usaha Perluasan, total nilai realisasi

investasi wajib di atas Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah) di luar investasi tanah dan bangunan.

(3) Dalam hal Izin Prinsip Perluasan yang telah disetujui

dengan nilai investasi kurang dari Rp.10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah) di luar investasi tanah dan

bangunan, dan jangka waktu penyelesaian proyek masih

berlaku, perusahaan PMA dapat mengajukan Izin

Perluasan dengan total nilai investasi kurang dari

Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) di luar

investasi tanah dan bangunan, sesuai peraturan

perundang-undangan.

(4) Permohonan Izin Usaha Perluasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara daring,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(5) Bagi . . .

Page 265: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 31 -

(5) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

secara manual, menggunakan formulir permohonan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dilengkapi

dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Kepala ini.

(6) Izin Usaha Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak

diterimanya permohonan yang lengkap dan benar atau

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Bentuk Izin Usaha Perluasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(8) Dalam hal permohonan Izin Usaha Perluasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dan (5) ditolak, Kepala BKPM atau

pejabat yang ditunjuk membuat Surat Penolakan Izin

Usaha Perluasan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(8) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(10) Pengaturan terkait Izin Usaha Perluasan sama dengan

pengaturan tentang Izin Usaha sebagaimana tercantum

dalam Pasal 13 dan Pasal 14.

Bagian Kelima

Izin Usaha Penggabungan Perusahaan

Pasal 16

(1) Perusahaan hasil penggabungan yang telah memiliki Izin

Prinsip Penggabungan Perusahaan, wajib memiliki Izin

Usaha Penggabungan Perusahaan pada saat siap

melakukan produksi/operasi.

(2) Izin . . .

Page 266: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 32 -

(2) Izin Usaha Penggabungan Perusahaan atas pelaksanaan

Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), diterbitkan terpisah untuk setiap

sektor atau bidang usaha tertentu, sesuai ketentuan

Kementerian/LPNK pembina sektor atau bidang usaha.

(3) Permohonan Izin Usaha Penggabungan Perusahaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke PTSP

Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK sesuai

kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

secara manual, menggunakan formulir permohonan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dilengkapi

dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

(5) Izin Usaha Penggabungan Perusahaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya 6

(enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang

lengkap dan benar atau sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(6) Bentuk Izin Usaha Penggabungan Perusahaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam

Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

(7) Dalam . . .

Page 267: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 33 -

(7) Dalam hal permohonan Izin Usaha Penggabungan

Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4)

ditolak, Kepala BKPM atau pejabat yang ditunjuk

membuat Surat Penolakan Izin Penggabungan

Perusahaan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(8) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

ayat (7) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Keenam

Izin Usaha Perubahan

Paragraf 1

Umum

Pasal 17

(1) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha/Izin Usaha

Perluasan/Izin Usaha Penggabungan Perusahaan dapat

melakukan perubahan realisasi Penanaman Modal.

(2) Perubahan realisasi Penanaman Modal sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mencakup perubahan:

a. lokasi proyek;

b. ketentuan bidang usaha; dan/atau

c. masa berlaku izin usaha;

(3) Atas perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

perusahaan wajib memiliki Izin Usaha Perubahan.

(4) Perubahan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaporkan di dalam LKPM.

(5) Izin Usaha Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dapat berlaku sebagai penyesuaian jika terjadi

ketidaksesuaian izin yang diterbitkan dengan

permohonan yang disampaikan oleh perusahaan, dalam

hal kekeliruan berasal dari PTSP Pusat di BKPM, PTSP

KPBPB, PTSP KEK, BPMPTSP Provinsi dan BPMPTSP

Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.

(6) Permohonan . . .

Page 268: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 34 -

(6) Permohonan Izin Usaha Perubahan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM,

BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK sesuai kewenangannya secara

daring, dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(7) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan

secara manual, menggunakan formulir permohonan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII dilengkapi

dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

(8) Izin Usaha Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar

atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(9) Bentuk Izin Usaha Perubahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran IX yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(10) Dalam hal permohonan Izin Usaha Perubahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan (6) ditolak,

Kepala BKPM atau pejabat yang ditunjuk membuat Surat

Penolakan Izin Usaha Perubahan selambat-lambatnya 5

(lima) hari kerja.

(11) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

ayat (9) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Paragraf 2 . . .

Page 269: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 35 -

Paragraf 2

Perubahan Lokasi Proyek

Pasal 18

(1) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha/Izin Usaha

Perluasan/Izin Perluasan/Izin Usaha Penggabungan

Perusahaan yang melakukan perubahan lokasi proyek

serta telah memenuhi persyaratan untuk mengajukan

permohonan Izin Usaha di lokasi baru, dapat langsung

mengajukan Izin Usaha Perubahan.

(2) Khusus untuk bidang usaha perdagangan besar

(distributor utama), dalam pengajuan permohonan

perubahan lokasi proyek disertai dengan mencantumkan

besaran luas tanah untuk kantor pusat dan gudang.

(3) Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) belum memenuhi persyaratan untuk mengajukan

permohonan Izin Usaha Perubahan di lokasi baru, dapat

diterbitkan terlebih dahulu Izin Prinsip Perubahan.

(4) Izin Prinsip Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) harus ditindaklanjuti dengan pengajuan permohonan

Izin Usaha Perubahan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun

terhitung sejak Izin Prinsip Perubahan diterbitkan.

Paragraf 3

Perubahan Ketentuan Bidang Usaha

Pasal 19

Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha/Izin Usaha

Perluasan/Izin Perluasan/Izin Usaha Penggabungan

Perusahaan dapat melakukan perubahan ketentuan bidang

usaha yang mencakup:

a. jenis produksi akibat dilakukannya diversifikasi produk

tanpa menambah mesin/investasi;

b. kapasitas . . .

Page 270: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 36 -

b. kapasitas produksi yang tercantum dalam Izin Usaha/Izin

Usaha Perluasan/Izin Perluasan/Izin Usaha

Penggabungan Perusahaan tidak sesuai dengan kapasitas

terpasang di lokasi proyek berdasarkan hasil pemeriksaan

lapangan;

c. pemasaran dan nilai ekspor per tahun;

d. penyesuaian KBLI;

e. penambahan komoditi tanpa menambah kapasitas dan

investasi, khusus di bidang usaha perdagangan besar;

atau

f. penambahan subkualifikasi, khusus untuk bidang usaha

jasa konsultansi konstruksi asing dan/atau jasa

pelaksana konstruksi asing.

Paragraf 4

Perubahan Masa Berlaku Izin Usaha

Pasal 20

(1) Perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha/Izin Usaha

Perluasan/Izin Perluasan/Izin Usaha Penggabungan

Perusahaan yang masa berlakunya akan berakhir, wajib

memiliki Izin Usaha Perubahan sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

diterbitkan Izin Usaha Perubahan, yang menyatakan

bahwa Izin Usaha berlaku selama perusahaan masih

melakukan kegiatan produksi/operasi atau untuk jangka

waktu tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(3) Bagi perusahaan yang telah habis masa berlaku Izin

Usaha dan bukan diterbitkan oleh PTSP Pusat di BKPM,

BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK sesuai kewenangannya, wajib

menyesuaikan Izin Usaha dengan melampirkan

persyaratan yang tercantum sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Khusus . . .

Page 271: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 37 -

(4) Khusus untuk bidang usaha jasa konsultansi konstruksi

asing dan/atau jasa pelaksana konstruksi asing, apabila

masa berlaku Izin Usaha telah berakhir, mengajukan Izin

Usaha baru pada bidang usaha yang sama ke PTSP Pusat

di BKPM tanpa mengajukan Izin Prinsip baru dengan

melampirkan persyaratan yang tercantum sesuai

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Izin Kantor Perwakilan

Paragraf 1

Umum

Pasal 21

Izin Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

angka 27 terdiri atas:

a. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA);

b. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing

(KP3A); dan

c. Izin Kantor Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi

Asing (BUJKA).

Paragraf 2

KPPA

Pasal 22

(1) Kegiatan KPPA terbatas:

a. mengurus kepentingan perusahaan atau perusahaan-

perusahaan afiliasinya; dan/atau

b. mempersiapkan pendirian dan pengembangan usaha

perusahaan Penanaman Modal Asing di Indonesia atau

di negara lain dan Indonesia; dan

c. berlokasi di ibukota provinsi dan beralamat di gedung

perkantoran.

(2) Untuk . . .

Page 272: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 38 -

(2) Untuk melaksanakan kegiatan kantor perwakilan

perusahaan asing di Indonesia wajib memiliki Izin KPPA.

(3) Dalam hal Kepala KPPA yang ditunjuk adalah WNA

dan/atau memperkerjakan TKA, harus memperkerjakan

TKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Jangka waktu Izin KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) ditetapkan 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang

sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun.

(5) Setelah periode jangka waktu 5 (lima) tahun, KPPA dapat

diberikan perpanjangan waktu kembali apabila kegiatan

KPPA berbeda dengan kegiatan periode sebelumnya.

(6) Permohonan Izin KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Izin KPPA diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan

benar.

(8) Bentuk Izin KPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(9) Dalam hal permohonan Izin KPPA sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) ditolak, Kepala BKPM atau pejabat yang

ditunjuk membuat Surat Penolakan Izin KPPA selambat-

lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(10) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(10) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Pasal 23

(1) KPPA dapat mengubah ketentuan yang telah disetujui dan

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat di dalam Izin KPPA

antara lain mencakup perubahan:

a. keterangan . . .

Page 273: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 39 -

a. keterangan tentang perusahaan asing yang diwakili:

1. nama perusahaan principal;

2. alamat kantor pusat/principal; dan

3. kegiatan usaha principal;

b. tempat kedudukan kantor perwakilan di Indonesia:

1. alamat; dan

2. wilayah kegiatan;

c. keterangan tentang Chief of Representative Office:

1. nama;

2. kewarganegaraan;

3. nomor paspor/KTP; dan

4. alamat (di negara asal dan di Indonesia);

d. Penggunaan tenaga kerja:

1. manajemen;

2. tenaga ahli; dan

3. staf dan karyawan.

(2) Dengan terjadinya perubahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), perusahaan harus memiliki Izin Perubahan

Ketentuan KPPA.

(3) Permohonan Izin Perubahan Ketentuan KPPA sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(4) Izin Perubahan Ketentuan KPPA diterbitkan selambat-

lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar.

(5) Bentuk Izin Perubahan Ketentuan KPPA sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran XI

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) ditolak, Kepala BKPM atau pejabat yang ditunjuk

membuat Surat Penolakan Izin Perubahan Ketentuan

KPPA selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(7) Bentuk . . .

Page 274: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 40 -

(7) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Paragraf 3

KP3A

Pasal 24

(1) KP3A dapat berbentuk Agen Penjualan (Selling Agent)

dan/atau Agen Pabrik (Manufactures Agent) dan/atau

Agen Pembelian (Buying Agent) namun dilarang melakukan

kegiatan perdagangan dan transaksi penjualan, baik dari

tingkat permulaan sampai dengan penyelesaiannya seperti

mengajukan tender, menandatangani kontrak,

menyelesaikan klaim dan sejenisnya.

(2) KP3A dapat dibuka di ibukota provinsi dan

kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.

(3) Dalam hal Kepala KP3A yang ditunjuk adalah WNA

dan/atau memperkerjakan TKA, harus memperkerjakan

TKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Dalam penyelenggaraan kegiatan KP3A, harus

mengajukan permohonan Surat Izin Usaha Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing (SIUP3A) pada PTSP Pusat

di BKPM dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I.

(5) SIUP3A Sementara, SIUP3A Tetap, dan SIUP3A

Perpanjangan diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam)

hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap

dan benar.

(6) SIUP3A Perubahan diterbitkan selambat-lambatnya 5

(lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang

lengkap dan benar.

(7) Bentuk . . .

Page 275: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 41 -

(7) Bentuk SIUP3A sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan

ayat (6) tercantum dalam Lampiran XII, Lampiran XIII,

Lampiran XIV, dan Lampiran XV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (5) dan ayat (6) ditolak, Kepala BKPM atau pejabat

yang ditunjuk membuat Surat Penolakan SIUP3A

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(8) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Pasal 25

(1) Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan

Asing (SIUP3A), terdiri dari:

a. SIUP3A Sementara;

b. SIUP3A Tetap;

c. SIUP3A Perpanjangan;

d. SIUP3A Perubahan; dan

e. Kantor Cabang Perwakilan Perusahaan Perdagangan

Asing.

(2) SIUP3A Sementara berlaku selama 2 (dua) bulan terhitung

sejak tanggal diterbitkan.

(3) SIUP3A Tetap berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung

sejak tanggal diterbitkan.

(4) SIUP3A Perpanjangan berlaku paling lama 3 (tiga) tahun

kecuali ditentukan kurang dari 3 (tiga) tahun dalam surat

penunjukan dan dapat diperpanjang sesuai dengan masa

berlaku penunjukan yang tercantum dalam surat

penunjukan.

Pasal 26

(1) KP3A dapat mengubah ketentuan yang telah disetujui dan

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat di dalam Izin Kegiatan

KP3A dengan mengajukan SIUP3A Perubahan, antara lain

mencakup perubahan:

a. keterangan . . .

Page 276: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 42 -

a. keterangan tentang perusahaan asing yang diwakili:

1. nama perusahaan principal;

2. alamat kantor pusat/principal; dan

3. kegiatan usaha;

b. tempat kedudukan kantor perwakilan di Indonesia:

1. alamat;

2. wilayah kegiatan; dan

3. bidang kegiatan;

c. keterangan tentang pimpinan kantor perwakilan:

1. nama;

2. kewarganegaraan; dan

3. nomor paspor/KTP;

4. alamat (di negara asal dan di Indonesia);

d. penggunaan tenaga kerja:

1. asisten kepala perwakilan;

2. tenaga ahli; dan

3. staf dan karyawan.

(2) Dengan terjadinya perubahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), perusahaan harus memiliki SIUP3A

Perubahan.

(3) Pengaturan terkait SIUP3A Perubahan sama dengan

pengaturan mengenai SIUP3A sebagaimana tercantum

dalam Pasal 24 Peraturan Kepala ini.

Pasal 27

(1) KP3A dapat membuka Kantor Cabang Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing di ibukota Provinsi

dan/atau Kabupaten/Kota lainnya.

(2) Pembukaan Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilakukan setelah Kantor Pusat Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing memiliki SIUP3A.

(3) Izin . . .

Page 277: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 43 -

(3) Izin Kantor Cabang Perwakilan Perusahaan Perdagangan

Asing berlaku paling lama 3 (tiga) tahun kecuali

ditentukan kurang dari 3 (tiga) tahun dalam surat

penunjukan dan dapat diperpanjang sesuai dengan masa

berlaku penunjukan yang tercantum dalam surat

penunjukan.

Paragraf 4

Kantor Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing

Pasal 28

(1) Izin Perwakilan diberikan kepada Badan Usaha Jasa

Konstruksi Asing (BUJKA) dengan kualifikasi besar

sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

(2) Izin Perwakilan dapat digunakan untuk melakukan

kegiatan usaha jasa konstruksi di seluruh wilayah

Indonesia.

(3) Izin Perwakilan berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat

diperpanjang.

(4) Dalam penyelenggaraan kegiatannya, harus memiliki Izin

Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA)

dari PTSP Pusat di BKPM dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum pada Lampiran I.

(5) Izin Perwakilan BUJKA diterbitkan selambat-lambatnya 2

(dua) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang

lengkap dan benar.

(6) Bentuk Izin Perwakilan BUJKA sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran XVI yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (5) ditolak, Kepala BKPM atau pejabat yang ditunjuk

membuat Surat Penolakan Izin Perwakilan BUJKA

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja.

(8) Bentuk . . .

Page 278: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 44 -

(8) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(7) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Pasal 29

(1) Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing

(BUJKA) terdiri dari:

a. Izin Baru BUJKA;

b. Perpanjangan izin BUJKA;

c. Pergantian data izin BUJKA; dan

d. Penutupan izin BUJKA.

(2) Permohonan Izin baru, perpanjangan Izin dan/atau

pergantian data Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), dikenakan biaya administrasi sebagai berikut:

a. Bidang jasa konsultansi perencana/pengawasan

konstruksi senilai USD 5.000 (lima ribu dolar Amerika

Serikat); dan/atau

b. Bidang jasa pelaksana konstruksi senilai USD 10.000

(sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).

(3) Biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

langsung disetor oleh BUJKA kepada kas Negara.

(4) Permohonan pergantian data sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. pergantian data badan usaha;

b. pergantian data alamat;

c. perubahan jenis usaha; dan/atau

d. pergantian data Kepala Perwakilan BUJKA.

(5) Permohonan penutupan Izin BUJKA sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d diajukan pada PTSP Pusat

di BKPM sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Bagian . . .

Page 279: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 45 -

Bagian Kedelapan

Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Paragraf 1

Umum

Pasal 30

(1) Perusahaan Penanaman Modal dan Perwakilan

Perusahaan Asing dapat mempekerjakan Tenaga Kerja

Asing (TKA).

(2) Untuk dapat memperkerjakan TKA, Perusahaan

Penanaman Modal dan Perwakilan Perusahaan Asing

harus memiliki perizinan TKA, yaitu:

a. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); dan

b. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

(3) TKA yang akan bekerja pada Perusahaan Penanaman

Modal dan Perwakilan Perusahaan Asing, yang sudah siap

datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Untuk Bekerja

yang diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Republik

Indonesia di luar negeri.

(4) Permohonan untuk perizinan TKA diajukan secara daring

ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, atau PTSP KEK sesuai

kewenangannya.

Paragraf 2

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

Pasal 31

(1) Permohonan untuk memperoleh pengesahan RPTKA

diajukan pada PTSP Pusat di BKPM dengan menggunakan

formulir RPTKA, sebagaimana diatur dalam Peraturan

mengenai Ketenagakerjaan.

(2) Surat . . .

Page 280: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 46 -

(2) Surat Keputusan Pengesahan RPTKA sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya 3

(tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang

lengkap dan benar.

(3) Setiap perubahan dan perpanjangan RPTKA harus

memperoleh pengesahan RPTKA.

(4) Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

meliputi perubahan jabatan, lokasi dan jumlah tenaga

kerja asing diajukan pada PTSP Pusat di BKPM dengan

menggunakan formulir RPTKA sebagaimana diatur dalam

Peraturan mengenai Ketenagakerjaan.

(5) Perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

diajukan kepada:

a. PTSP Pusat di BKPM apabila lokasi kerjanya lintas

provinsi, atau

b. BPMPTSP Provinsi apabila lokasi kerjanya dalam 1

(satu) wilayah provinsi;

dengan menggunakan formulir RPTKA sebagaimana diatur

dalam Peraturan mengenai Ketenagakerjaan.

(6) Permohonan perubahan dan/atau perpanjangan RPTKA

dilengkapi persyaratan sebagaimana diatur dalam

Peraturan mengenai Ketenagakerjaan.

(7) Atas permohonan perubahan dan/atau perpanjangan

RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan

Surat Keputusan Perubahan RPTKA yang ditandatangani

oleh pejabat Kementerian Ketenagakerjaan sesuai

kewenangannya.

(8) Surat Keputusan Perubahan dan/atau Perpanjangan

RPTKA diterbitkan selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

Paragraf 3 . . .

Page 281: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 47 -

Paragraf 3

Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)

Pasal 32

(1) Permohonan IMTA diajukan pada PTSP Pusat di BKPM

dengan menggunakan formulir IMTA, sebagaimana diatur

dalam Peraturan mengenai Ketenagakerjaan.

(2) Surat Keputusan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.

(3) Surat Keputusan IMTA sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan dapat

diperpanjang.

(4) Dalam hal perusahaan dan Perwakilan Perusahaan Asing

akan memperpanjang IMTA wajib mengajukan

permohonan perpanjangan IMTA dengan menggunakan

formulir IMTA, kepada:

a. PTSP Pusat di BKPM untuk TKA yang lokasi kerjanya

lebih dari 1 (satu) wilayah provinsi dan TKA yang

bekerja di Kantor Perwakilan;

b. BPMPTSP Provinsi untuk TKA yang lokasi kerjanya

lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu)

provinsi; atau

c. BPMPTSP Kabupaten/Kota untuk TKA yang lokasi

kerjanya dalam satu kabupaten/kota.

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum SK

IMTA dari TKA yang bersangkutan berakhir masa

berlakunya, dengan menggunakan formulir IMTA

sebagaimana diatur dalam Peraturan mengenai

Ketenagakerjaan.

(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),

pejabat Kementerian Ketenagakerjaan yang ditempatkan

pada PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Keputusan

Perpanjangan IMTA.

(7) Surat . . .

Page 282: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 48 -

(7) Surat Keputusan Perpanjangan IMTA diterbitkan

selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar.

Bagian Kesembilan

Angka Pengenal Importir

Paragraf 1

Umum

Pasal 33

(1) Impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir yang

memiliki Angka Pengenal Importir (API).

(2) API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. API Produsen (API-P); dan

b. API Umum (API-U);

(3) Setiap importir hanya memiliki 1 (satu) jenis API dan

Penandatangan Kartu API adalah Direksi dan Kuasa

Direksi.

(4) API berlaku sejak ditetapkan dan berlaku untuk seluruh

wilayah Indonesia.

(5) Permohonan API sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diajukan ke PTSP Pusat di BKPM atau BPMPTSP Provinsi

sesuai kewenangannya secara manual, menggunakan

formulir permohonan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran XVII dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(6) Perusahaan pemilik API sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), wajib melakukan pendaftaran ulang pada PTSP Pusat

di BKPM atau BPMPTSP Provinsi, sesuai dengan

kewenangannya, setiap 5 (lima) tahun sejak tanggal

penerbitan.

(7) Pendaftaran . . .

Page 283: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 49 -

(7) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah

masa 5 (lima) tahun.

(8) API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar.

(9) Bentuk API yang diterbitkan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran XVII dan Lampiran XIX yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(10) Dalam hal permohonan API sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) ditolak, Kepala BKPM atau pejabat yang ditunjuk

membuat Surat Penolakan API selambat-lambatnya 5

(lima) hari kerja.

(11) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(10) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Paragraf 2

Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)

Pasal 34

(1) API-P diberikan hanya kepada perusahaan yang

melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri

sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong,

dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.

(2) Barang yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan

kepada pihak lain.

(3) Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) merupakan barang modal yang diberikan fasilitas

pembebasan bea masuk dan telah dipergunakan sendiri

dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sejak

tanggal pemberitahuan pabean impor, barang impor

tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.

Paragraf 3 . . .

Page 284: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 50 -

Paragraf 3

Angka Pengenal Importir Umum (API-U)

Pasal 35

(1) API-U diberikan hanya kepada perusahaan yang

melakukan impor barang tertentu untuk tujuan

diperdagangkan.

(2) Impor barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) hanya untuk kelompok/jenis barang yang tercakup 1

(satu) bagian (section) sebagaimana tercantum pada Daftar

Bagian Dalam Sistem Klasifikasi Barang berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan.

(3) Perusahaan pemilik API-U dapat mengimpor

kelompok/jenis barang lebih dari 1 (satu) bagian (section)

apabila:

a. perusahaan pemilik API-U tersebut mengimpor barang

yang berasal dari perusahaan yang berada di luar

negeri dan memiliki hubungan istimewa dengan

perusahaan pemilik API-U dimaksud; atau

b. perusahaan pemilik API-U tersebut merupakan badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh Negara.

(4) Daftar Bagian Dalam Sistem Klasifikasi Barang

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

(5) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf a dapat diperoleh melalui:

a. persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian

terhadap suatu aktivitas ekonomi;

b. kepemilikan saham;

c. anggaran dasar;

d. perjanjian keagenan/distributor;

e. perjanjian pinjaman (loan agreement);

f. perjanjian penyediaan barang (supplier agreement);

atau

g. diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 . . .

Page 285: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 51 -

Paragraf 4

Perubahan API

Pasal 36

(1) Untuk setiap perubahan ketentuan yang telah ditetapkan

dalam API harus mengajukan permohonan perubahan API.

(2) Pengaturan terkait perubahan API sama dengan

pengaturan mengenai API sebagaimana tercantum dalam

Pasal 33 Peraturan Kepala ini.

Bagian Kesembilan

Pembukaan Kantor Cabang

Pasal 37

(1) Perusahaan yang akan membuka Kantor Cabang melaporkan

rencana Pembukaan Kantor Cabang kepada BPMPTSP

Provinsi sesuai lokasi Kantor Cabang.

(2) Laporan rencana pembukaan kantor cabang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(3) Persetujuan atas rencana pembukaan kantor cabang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-

lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan

yang lengkap dan benar.

(4) Bentuk Persetujuan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

BAB V . . .

Page 286: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 52 -

BAB V

JENIS, PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN

NONPERIZINAN SEKTORAL

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 38

(1) Jenis Perizinan dan Nonperizinan sektoral yang diatur

dalam Peraturan Kepala ini adalah Perizinan dan

Nonperizinan yang diterbitkan oleh PTSP Pusat di BKPM,

BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB, PTSP KEK sesuai kewenangannya.

(2) Jenis Perizinan dan Nonperizinan sektoral yang

merupakan kewenangan Pemerintah Daerah mengikuti

ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala LPNK

terkait, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Bagian Kedua

Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 39

Jenis Perizinan di Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat antara lain:

a. Izin penanaman modal di bidang usaha pengusahaan jalan

tol;

b. Izin usaha pengusahaan air minum;

c. Izin usaha pembangunan dan pengusahaan properti;

d. Izin usaha jasa konstruksi asing;

e. Izin usaha jasa konsultansi konstruksi asing; dan

f. Izin usaha bidang perumahan;

Paragraf 2 . . .

Page 287: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 53 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara Perizinan

Pasal 40

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK

sesuai kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

secara manual, menggunakan formulir permohonan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dilengkapi

dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar atau sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk . . .

Page 288: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 54 -

(6) Bentuk Perizinan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f

mengikuti ketentuan teknis dari instansi pembina

sektornya, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Bentuk Perizinan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 39 huruf d dan huruf e, sebagaimana

tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(7) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Ketiga

Sektor Perdagangan

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 41

Jenis Perizinan di Sektor perdagangan antara lain:

a. Surat Izin Usaha Perdagangan untuk eksportir, importir

dan distributor;

b. Surat Izin Usaha Pergudangan untuk jasa pergudangan

dan cold storage;

c. Surat Izin Usaha Perdagangan untuk jasa konsultansi

manajemen bisnis;

d. Surat Izin Usaha Perdagangan untuk jasa Pengelolaan

Gedung/ Apartemen;

e. Surat . . .

Page 289: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 55 -

e. Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) Sementara;

dan

f. Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) Tetap dan

Pendaftaran Ulang Surat Izin Usaha Penjualan Langsung

(SIUPL).

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 42

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,

diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK

sesuai kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(2) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)

huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, diajukan secara

manual, menggunakan formulir permohonan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(3) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf e dan huruf f, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM,

secara daring, dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(4) Bagi . . .

Page 290: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 56 -

(4) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(5) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(6) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar atau sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Bentuk Perizinan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 mengikuti ketentuan teknis dari instansi

pembina sektornya, sebagaimana tercantum dalam

Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(7) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Paragraf 3

Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL)

Pasal 43

(1) Perusahaan Penanaman Modal yang telah memiliki Izin

Prinsip untuk melakukan kegiatan di bidang usaha

penjualan langsung (multi level marketing/MLM) dan telah

siap untuk melakukan kegiatan operasi, wajib memiliki

Izin Usaha dengan nomenklatur Surat Izin Usaha

Penjualan Langsung (SIUPL).

(2) Dalam. . .

Page 291: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 57 -

(2) Dalam proses penerbitan Izin Usaha sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), perusahaan harus melakukan

presentasi tentang program pemasaran/marketing plan

dan kode etik di hadapan pejabat BKPM, Direktorat Bina

Usaha Kementerian Perdagangan, dan Asosiasi Penjualan

Langsung Indonesia (APLI) pada PTSP Pusat di BKPM.

(3) Masa berlaku:

a. SIUPL Sementara adalah 1 tahun; dan

b. SIUPL Tetap adalah selama perusahaan menjalankan

bidang usahanya, dengan kewajiban melakukan

pendaftaran ulang setiap 5 (lima) tahun.

(4) Bentuk SIUPL Sementara, SIUPL Tetap dan Pendaftaran

Ulang SIUPL tercantum dalam Lampiran XXII dan

Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Keempat

Sektor Pariwisata

Paragraf 1

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 44

Jenis Perizinan dan Nonperizinan di Sektor Pariwisata antara

lain:

a. Tanda Daftar Usaha Daya Tarik Wisata;

b. Tanda Daftar Usaha Kawasan Pariwisata;

c. Tanda Daftar Usaha Jasa Transportasi Wisata;

d. Tanda Daftar Usaha Jasa Perjalanan Wisata;

e. Tanda Daftar Usaha Jasa Makanan dan Minuman;

f. Tanda Daftar Usaha Penyediaan Akomodasi;

g. Tanda Daftar Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan

dan Rekreasi;

h. Tanda . . .

Page 292: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 58 -

h. Tanda Daftar Usaha Penyelenggaraan Pertemuan,

Perjalanan Insentif, Konferensi dan Pameran;

i. Tanda Daftar Usaha Jasa Informasi Pariwisata;

j. Tanda Daftar Usaha Jasa Konsultan Pariwisata;

k. Tanda Daftar Usaha Wisata Tirta;

l. Tanda Daftar Usaha Usaha Spa;

m. Surat Izin Produksi (SIP) film oleh produser film/TV asing

di Indonesia;

n. Izin Usaha Perfilman Jasa Teknik Film;

o. Izin Usaha Perfilman Pengedaran Film;

p. Izin Usaha Perfilman Pengarsipan Film;

q. Izin Usaha Perfilman Ekspor Film;

r. Izin Usaha Perfilman Impor Film; dan

s. Rekomendasi Terkait Pemberian Izin Lokasi Syuting.

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 45

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 huruf a sampai dengan huruf l dilengkapi

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(2) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 huruf a sampai dengan huruf l, diajukan ke PTSP

Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK sesuai

kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(3) Bagi . . .

Page 293: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 59 -

(3) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(4) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(5) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a

sampai dengan huruf l, diajukan secara manual,

menggunakan formulir permohonan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(6) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a

sampai dengan huruf l diterbitkan selambat-lambatnya 6

(enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang

lengkap dan benar atau sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(7) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 huruf a sampai dengan huruf l

mengikuti ketentuan teknis dari instasi pembina sektor,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(8) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 46 huruf m sampai dengan huruf s

diatur dalam Peraturan mengenai Pariwisata.

(9) Dalam . . .

Page 294: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 60 -

(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Perizinan selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(10) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Paragraf 3

Jangka Waktu Tanda Daftar Usaha Penyediaan Akomodasi

Pasal 46

Khusus untuk Tanda Daftar Usaha Penyediaan Akomodasi

jangka waktu diberikan dalam 2 (dua) tahap:

a. Bagi perusahaan yang belum memiliki sertifikasi bintang

dari Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU), diberikan Tanda

Daftar Usaha Penyediaan Akomodasi yang berlaku 1 (satu)

tahun; atau

b. Perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi bintang

dari Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU), wajib mengajukan

Tanda Daftar Usaha Penyediaan Akomodasi yang berlaku

sepanjang perusahaan masih beroperasi.

Bagian Kelima

Sektor Energi Dan Sumber Daya Mineral

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 47

Jenis Perizinan di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral

antara lain:

a. Izin Usaha Jasa Penunjang Minyak Dan Gas Bumi;

b. Izin Usaha Jasa Pertambangan;

c. Izin Sektor Panas Bumi;

d.Izin. . .

Page 295: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 61 -

d. Izin Sektor Ketenagalistrikan;

e. Izin Sektor Minyak dan Gas Bumi; dan

f. Izin Sektor Mineral dan Batu Bara.

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 48

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47 huruf a dan b, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM,

BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK sesuai kewenangannya secara

daring, dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf a

dan b, diajukan secara manual, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(5) Perizinan . . .

Page 296: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 62 -

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar atau sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 47 huruf a dan b mengikuti

ketentuan teknis dari instansi pembina sektor,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 47 diatur dalam Peraturan mengenai Energi dan

Sumber Daya Mineral.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat

Surat Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima)

hari kerja sejak diterimanya permohonan.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Keenam

Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Paragraf 1

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 49

Jenis Perizinan dan Nonperizinan di Sektor Lingkungan Hidup

dan Kehutanan antara lain:

a. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan

Alam (IUPHHK-HA);

b. Izin . . .

Page 297: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 63 -

b. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan

Tanaman Industri Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI);

c. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi

Ekosistem Dalam Hutan Alam (IUPHHK–RE);

d. Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA);

e. Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon Dan/Atau

Penyimpanan Karbon (UP RAP-KARBON dan/atau UP

PAN-KARBON) Pada Hutan Lindung;

f. Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon Dan/Atau

Penyimpanan Karbon (UP RAP-KARBON dan/atau UP

PAN-KARBON) Pada Hutan Produksi;

g. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu di atas 6.000

m3/tahun;

h. Izin Perluasan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan

Kayu di atas 6.000 m3/tahun;

i. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Silvo Pastura Pada

Hutan Produksi;

j. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan;

k. Pelepasan Kawasan Hutan;

l. Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam;

m. Izin Lembaga Konservasi;

n. Izin Pengusahaan Taman Buru;

o. Izin Peminjaman Satwa Liar Dilindungi Ke Luar Negeri

Untuk Kepentingan Pengembangbiakan (breeding loan);

p. Izin Usaha Pemanfaatan Air Untuk Skala Menengah dan

Skala Besar di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,

Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya; dan

q. Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air Untuk Skala Menengah

dan Skala Besar di Suaka Margasatwa, Taman Nasional,

Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya.

Paragraf 2 . . .

Page 298: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 64 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 50

(1) Permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 49, diajukan ke PTSP Pusat di

BKPM secara manual.

(2) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 49 diatur dalam Peraturan mengenai Lingkungan

Hidup dan Kehutanan.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(4) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Ketujuh

Sektor Pertanian

Paragraf 1

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 51

Jenis Perizinan dan Nonperizinan di Sektor Pertanian antara

lain:

a. Izin Usaha Tanaman Pangan;

b. Izin Usaha Hortikultura;

c. Izin Usaha Perkebunan;

d. Izin Usaha Peternakan;

e. Izin Usaha Obat Hewan (produsen); dan

f. Rekomendasi teknis;

Paragraf 2 . . .

Page 299: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 65 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 52

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,

diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK

sesuai kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, diajukan secara

manual, dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar atau sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk . . .

Page 300: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 66 -

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 huruf a sampai dengan huruf e

mengikuti ketentuan teknis dari instansi pembina sektor,

sebagaimana tercantum pada Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 huruf f diatur dalam Peraturan mengenai

Pertanian.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Kedelapan

Sektor Perindustrian

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 53

Jenis Perizinan di Sektor Perindustrian antara lain:

a. Izin Usaha Industri; dan

b. Izin Usaha Kawasan Industri.

Paragraf 2 . . .

Page 301: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 67 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 54

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 53, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara daring,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,

diajukan secara manual, dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan

selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya

permohonan yang lengkap dan benar atau sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk . . .

Page 302: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 68 -

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan teknis dari

instansi pembina bidang usahanya, sebagaimana

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK membuat Surat Penolakan Izin Usaha

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya

permohonan.

(8) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Kesembilan

Sektor Kesehatan

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 55

Jenis Perizinan di Sektor Kesehatan antara lain:

a. Izin Usaha untuk Izin Industri Farmasi Obat;

b. Izin Usaha untuk Izin Industri Farmasi Bahan Obat;

c. Izin Usaha untuk Izin Alat Kesehatan;

d. Izin Usaha untuk Izin Rumah Sakit Kelas A;

e. Izin Usaha untuk Izin Rumah Sakit PMA;

f. Izin Usaha untuk Izin Bank Sel Punca;

g. Izin Usaha untuk Izin Laboratorium Pengolahan Sel

Punca;

h. Izin Usaha untuk Izin Klinik Utama/Spesialis PMA; dan

i. Izin Usaha untuk Izin Bank Jaringan.

Paragraf 2 . . .

Page 303: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 69 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 58

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara manual.

(2) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 diatur dalam Peraturan mengenai Kesehatan.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(4) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Kesepuluh

Sektor Komunikasi dan Informatika

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 57

Jenis Perizinan di Sektor Komunikasi dan Informatika antara

lain:

a. Izin Usaha Penyelenggaraan Pos Nasional;

b. Izin Usaha Penyelenggaraan Pos Provinsi;

c. Izin Usaha Penyelenggaraan Pos Kabupaten/Kota;

d. Izin Usaha Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;

e. Izin Usaha Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi;

f. Izin Usaha Penetapan Lembaga Uji Perangkat

Telekomunikasi;

g. Izin . . .

Page 304: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 70 -

g. Izin Usaha Penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran

Swasta;

h. Izin Usaha Penyelenggaraan penyiaran Lembaga-Lembaga

Penyiaran Berlangganan;

i. Verifikasi operasional penyelenggaraan pos;

j. Izin prinsip penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;

k. Izin prinsip penyelenggaraan jasa telekomunikasi teleponi

dasar, multimedia dan nilai tambah teleponi;

l. Izin prinsip penyelenggaraan jasa telekomunikasi untuk

Badan Hukum;

m. Izin stasiun radio: pita frekuensi radio dan kanal frekuensi

radio;

n. Sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi;

o. Pengujian alat dan perangkat telekomunikasi;

p. Penempatan lembaga uji; dan

q. Pendaftaran Penyelenggaraan sistem elektronika.

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 58

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 57 huruf a sampai dengan huruf h, diajukan ke

PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau PTSP KEK sesuai

kewenangannya secara daring, dilengkapi dengan

persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi . . .

Page 305: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 71 -

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a

sampai dengan huruf h, diajukan secara manual,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(5) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 57 huruf i sampai dengan huruf q, diajukan ke PTSP

Pusat di BKPM secara manual.

(6) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2)

dan ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari

kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan

benar atau sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(7) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 57 huruf a sampai dengan huruf h

mengikuti ketentuan teknis dari instansi pembina sektor,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(8) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 57 diatur dalam Peraturan

mengenai Komunikasi dan Informatika.

(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) ditolak, PTSP Pusat di BKPM

membuat Surat Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya

5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan.

(10) Bentuk . . .

Page 306: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 72 -

(10) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(7) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Kesebelas

Sektor Kelautan Dan Perikanan

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 59

Perizinan di Sektor Kelautan dan Perikanan, yaitu Izin Usaha

Tetap Perikanan Budidaya.

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 60

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 59, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara daring,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi . . .

Page 307: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 73 -

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,

diajukan secara manual, dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar

atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan teknis dari

instansi pembina bidang usahanya, sebagaimana

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya, membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(8) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Keduabelas

Sektor Pendidikan dan Kebudayaan

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 61

Perizinan di Sektor Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Izin

Usaha Pendidikan Non-formal.

Paragraf 2 . . .

Page 308: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 74 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 62

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 61, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara daring,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61,

diajukan secara manual, dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar

atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk . . .

Page 309: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 75 -

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan teknis dari

instansi pembina bidang usahanya, sebagaimana

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya, membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(8) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

Bagian Ketigabelas

Sektor Ketenagakerjaan

Paragraf 1

Jenis Perizinan

Pasal 63

Jenis Perizinan di Sektor Ketenagakerjaan antara lain:

a. Izin Usaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di

Dalam Negeri;

b. Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh; dan

c. Izin Usaha Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

Paragraf 2

Izin Usaha Penempatan Tenaga Kerja

Pasal 64

(1) Izin Usaha Penempatan Tenaga Kerja meliputi:

a. Penerbitan Izin Usaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja

baru.

b. Penerbitan . . .

Page 310: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 76 -

b. Penerbitan Izin Usaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja

perpanjangan.

c. Penerbitan Izin Usaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja

perubahan yang mencakup Perubahan nama

perusahaan, perubahan alamat dan/atau Perubahan

direksi atau komisaris.

(2) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 63, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM secara

manual, dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(3) Pelaksanaan verifikasi:

a. Pada saat penyerahan dokumen, perusahaan wajib

menunjukkan dokumen aslinya;

b. Verifikasi terdiri dari verifikasi dokumen,

pemaparan/ekspose dan verifikasi lapangan;

c. Pemaparan/ekspose dilakukan oleh pimpinan

perusahaan atau setingkat direktur kepada tim yang

terdiri dari unsur BKPM dan Kementerian atas profile

usaha dan rencana kerja sekurang-kurangnya 1 (satu)

tahun kedepan.

(4) Penerbitan Izin:

a. Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja

sejak diterimanya dengan lengkap dan benar laporan

verifikasi dokumen, pemaparan/ekspose, dan verifikasi

lapangan, atau sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. Izin usaha diberikan untuk jangka waktu 5 (lima)

tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka waktu

yang sama;

c. Dalam . . .

Page 311: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 77 -

c. Dalam hal hasil verifikasi dokumen,

pemaparan/ekspose dan verifikasi lapangan sesuai

dengan dokumen yang dipersyaratkan maka Kepala

BKPM untuk atas nama menteri menerbitkan izin

usahanya;

d. Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku,

dan format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 63 diatur dalam Peraturan mengenai

Ketenagakerjaan.

e. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada

huruf c ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

f. Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

huruf d tercantum dalam Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

g. Izin usaha perpanjangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, tidak dapat diterbitkan apabila permohonan

yang diajukan melampaui batas waktu yang

ditetapkan.

h. Dalam hal perusahaan tidak melakukan pengajuan

perpanjangan izin usaha jasa penempatan tenaga,

maka perusahaan wajib mengembalikan izin usaha

tersebut kepada Kepala BKPM atas nama Menteri.

.

Paragraf 3

Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

Pasal 65

(1) Izin Usaha penyediaan jasa pekerja/buruh yaitu izin yang

tertulis diberikan kepada perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh yang memiliki modal asing dan memenuhi

syarat untuk melaksanakan usaha penyediaan jasa

pekerja/buruh.

(2) Permohonan . . .

Page 312: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 78 -

(2) Permohonan Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/buruh

meliputi:

a. Penerbitan Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/buruh

baru;

b. Penerbitan Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/ buruh

perpanjangan.

(3) Syarat perusahaan PMA yang dapat mengajukan

permohonan izin usaha penyediaan jasa pekerja/buruh

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:

a. Mempunyai izin prinsip;

b. Berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) yang

telah disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi

manusia;

c. Mempunyai kantor dan alamat tetap;

d. Mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP);

e. Mempunyai tanda daftar perusahaan (TDP).

f. Mempunyai izin usaha penyediaan jasa pekerja/buruh

(khusus untuk perpanjangan); dan

g. Mempunyai bukti wajib lapor ketenagakerjaan (khusus

untuk perpanjangan).

(4) Jenis kegiatan usaha penyediaan jasa pekerja/buruh yang

dapat dilakukan perusahaan PMA:

a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);

b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh

(catering);

c. Usaha tenaga pengamanan (security/satuan

pengamanan);

d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan

perminyakan; dan

e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.

(5) Penerbitan . . .

Page 313: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 79 -

(5) Penerbitan Izin:

a. Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja

sejak persyaratan diteliti dan diterima dengan lengkap

dan benar, atau sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan

b. Izin pelatihan kerja diberikan untuk jangka waktu 3

(tiga) tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka

waktu yang sama;

c. Pada saat penyerahan dokumen, perusahaan wajib

menunjukan dokumen aslinya;

d. Dalam hal hasil verifikasi sesuai dengan dokumen

yang dipersyaratkan maka kepala BKPM menerbitkan

izin usaha pelatihan kerja;

e. Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku,

dan format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 63 diatur dalam Peraturan mengenai

Ketenagakerjaan.

f. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

g. Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

huruf e tercantum dalam Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

.

Paragraf 4

Izin Usaha Lembaga Pelatihan Kerja (LPK)

Pasal 66

(1) Lembaga Pelatihan Kerja yaitu instansi pemerintah,

badan hukum atau perseorangan yang memenuhi

persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja.

(2) Permohonan . . .

Page 314: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 80 -

(2) Permohonan Izin Usaha Lembaga Pelatihan Kerja

meliputi:

a. Penerbitan izin usaha pelatihan kerja baru;

b. Penerbitan izin usaha pelatihan kerja perpanjangan;

c. Penerbitan izin usaha pelatihan kerja perubahan/

penambahan program pelatihan.

(3) Pelaksanaan verifikasi:

a. Verifikasi terdiri dari verifikasi dokumen dan lapangan;

b. Verifikasi dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur

BKPM dan Kementerian;

(4) Penerbitan Izin:

a. Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja

sejak diterimanya dengan lengkap dan benar laporan

verifikasi dokumen dan verifikasi lapangan, atau

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Izin pelatihan kerja diberikan untuk jangka waktu 3

(tiga) tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka

waktu yang sama;

c. Dalam hal hasil verifikasi sesuai dengan dokumen

yang dipersyaratkan maka PTSP Pusat di BKPM

menerbitkan izin usaha pelatihan kerja;

d. Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku,

dan format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 63 diatur dalam Peraturan mengenai

Ketenagakerjaan.

e. LPK yang telah mendapatan izin harus melapor kepada

instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota di mana LPK

berlokasi.

f. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

g. Bentuk . . .

Page 315: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 81 -

g. Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada

huruf e tercantum dalam Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

h. Perpanjangan izin pelatihan kerja sebagaimana

dimaksud pada huruf a, tidak dapat diterbitkan

apabila permohonan yang diajukan melampaui batas

waktu yang telah ditetapkan.

Bagian Keempatbelas

Sektor Kepolisian

Paragraf 1

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 67

Jenis Perizinan dan Nonperizinan di Sektor Kepolisian antara

lain:

a. Izin Usaha Jasa Konsultansi Keamanan;

b. Izin Usaha Jasa Penerapan Peralatan Keamanan;

c. Izin Usaha Jasa Pendidikandan Latihan Keamanan;

d. Izin Usaha Jasa Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga;

e. Izin Usaha Jasa Penyediaan Tenaga Keamanan;

f. Izin Usaha Jasa Penyediaan Satwa;

g. Surat Izin Operasional (SIO).

Paragraf 2 . . .

Page 316: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 82 -

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 68

(1) Permohonan Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 67 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan

huruf f, diajukan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya secara daring,

dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

(2) Bagi Permohonan yang telah diverifikasi dan masih

terdapat kekurangan data maka pemberitahuan akan

terkirim secara otomatis melalui email pemohon dan

catatan detail hasil verifikasi dapat dilihat dalam sistem

permohonan secara daring.

(3) Bagi permohonan yang dinyatakan lengkap dan benar

maka pemberitahuan akan dikirim secara otomatis melalui

email pemohon dan pemohon dapat mencetak tanda

terima dalam sistem permohonan secara daring.

(4) Bagi BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB atau PTSP KEK yang belum menerapkan

permohonan perizinan secara daring, permohonan

Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, diajukan

secara manual, dilengkapi dengan persyaratan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(5) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diterbitkan selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja

sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar

atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Bentuk . . .

Page 317: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 83 -

(6) Bentuk Izin Usaha yang diterbitkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengikuti ketentuan

teknis dari instansi pembina bidang usahanya,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Kepala ini.

(7) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 67 huruf g diatur dalam Peraturan mengenai

Kepolisian.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) ditolak, PTSP Pusat di BKPM BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB atau

PTSP KEK sesuai kewenangannya, membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan.

(9) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(6) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini

Bagian Kelimabelas

Sektor Perhubungan

Paragraf 1

Jenis Perizinan dan Nonperizinan

Pasal 69

Jenis Perizinan dan Nonperizinan di Sektor Perhubungan

antara lain:

a. Surat Izin Usaha Perusahaan Angkatan Laut (SIUPAL);

b. Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus

(SIOPSUS);

c. Surat Penetapan Badan Usaha Pelabuhan;

d. Surat . . .

Page 318: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 84 -

d. Surat Izin Usaha Perusahaan Salvage Dan Pekerjaan

Bawah Air;

e. Izin Usaha Perekrutan Dan Penempatan Awak Kapal

(IUPPAK);

f. Izin Pengusahaan Bandar Udara Komersil (Izin Badan

Usaha Bandar Udara);

g. Izin Usaha Angkutan Udara.

Paragraf 2

Pedoman dan Tata Cara

Pasal 70

(1) Permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69, diajukan ke PTSP Pusat di

BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota,

PTSP KPBPB atau PTSP KEK sesuai kewenangannya

secara manual.

(2) Persyaratan, jangka waktu penerbitan, masa berlaku, dan

format bentuk Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 diatur dalam Peraturan

mengenai Perhubungan.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditolak, PTSP Pusat di BKPM, membuat Surat

Penolakan Izin Usaha selambat-lambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya permohonan dengan menyebutkan

alasan penolakan.

(4) Bentuk Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.

BAB VI . . .

Page 319: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 85 -

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu

Penandatangan

Pasal 71

(1) Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan berdasarkan

pelimpahan dan/atau pelimpahan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, ditandatangani

oleh Kepala BKPM atas nama Menteri/Kepala LPNK,

kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Menteri/Kepala

LPNK.

(2) Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan berdasarkan

pelimpahan dan/atau pelimpahan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, ditandatangani

oleh Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal atas

nama Kepala BKPM untuk Menteri/Kepala LPNK, kecuali

ditentukan lain oleh Peraturan Menteri/Kepala LPNK.

Pasal 72

Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan berdasarkan

pendelegasian dan pelimpahan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b, ditandatangani oleh

Kepala BPMPTSP Provinsi.

Pasal 73

Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan berdasarkan

pendelegasian dan pelimpahan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c, ditandatangani oleh

Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.

Pasal 74 . . .

Page 320: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 86 -

Pasal 74

Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan di KPBPB

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d,

dilaksanakan oleh PTSP KPBPB berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan terkait KPBPB dengan berpedoman

pada Peraturan ini, ditandatangani oleh Kepala PTSP KPBPB.

Pasal 75

Penerbitan Perizinan dan Nonperizinan di KEK sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf e dilaksanakan oleh

PTSP KEK berdasarkan peraturan perundang-undangan

terkait KEK dengan berpedoman pada Peraturan ini,

ditandatangani oleh Kepala PTSP KEK.

Bagian Kedua

SPIPISE

Pasal 76

(1) Perusahaan mengajukan permohonan Perizinan dan

Nonperizinan ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSPKabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP KEK,

sesuai kewenangannya, secara daring melalui SPIPISE.

(2) Perusahaan yang menyampaikan permohonan secara

daring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

mengunggah seluruh dokumen asli perusahaan ke dalam

folder perusahaan yang tersedia dalam SPIPISE.

(3) Bagi perusahaan yang telah memiliki folder perusahaan

dapat mengunggah tambahan kelengkapan dokumen asli

sesuai dengan jenis permohonan yang disampaikan.

(4) Permohonan Perizinan dan Nonperizinan yang belum

dapat dilakukan secara daring melalui SPIPISE, dapat

diajukan secara manual.

Bagian . . .

Page 321: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 87 -

Bagian Ketiga

Sanksi

Pasal 77

(1) Direksi/Pimpinan Perusahaan dan/atau pemohon

Perizinan dan Nonperizinan yang memberikan keterangan

dan/atau data palsu, tidak dapat melakukan pengurusan

Perizinan dan Nonperizinan pada PTSP Pusat di BKPM,

BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP

KPBPB, PTSP KEK, sesuai dengan kewenangannya, untuk

paling sedikit 1 (satu) tahun dan akan diumumkan secara

terbuka.

(2) Direksi/Pimpinan Perusahaan dan/atau pemohon

Perizinan dan Nonperizinan yang memberikan keterangan

dan/atau data palsu yang telah terbukti dalam

permohonan Penanaman Modal yang disampaikan pada

PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP KEK, sesuai

kewenangannya, akan dikenakan sanksi pidana sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Surat Kuasa

Pasal 78

(1) Pengurusan permohonan Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal ke PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP

Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, atau

PTSP KEK, sesuai dengan kewenangannya, dilakukan

oleh:

a. direksi/pimpinan perusahaan sebagai pemohon;

b. karyawan perusahaan yang diberi kuasa khusus untuk

pengurusan permohonan tanpa hak substitusi;

c. Advokat perseorangan;

d. Advokat yang membentuk persekutuan perdata

sebagai konsultan hukum;

e. Notaris . . .

Page 322: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 88 -

e. Notaris;

f. Perwakilan Kamar Dagang dan Industri dari negara

calon pemegang saham perusahaan; atau

g. Perusahaan Badan Hukum Indonesia Penanaman

Modal Dalam Negeri dibidang usaha jasa konsultasi;

(2) Karyawan atau kuasa lain sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g harus mempunyai

kompetensi dan kemampuan untuk memberikan

keterangan yang lengkap dan akurat kepada Pejabat PTSP

Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP KEK, sesuai

kewenangannya serta bertanggungjawab atas seluruh

informasi yang disampaikan.

(3) Pemberian kuasa kepada Karyawan atau kuasa lain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai

dengan huruf g wajib dilengkapi dengan surat kuasa asli

bermeterai cukup, identitas diri yang jelas dari pemberi

dan penerima kuasa, serta legalitas penerima kuasa.

(4) Legalitas penerima kuasa sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) adalah sebagai berikut:

a. Karyawan perusahaan: Surat keputusan

pengangkatan sebagai pegawai/kontrak kerja dengan

perusahaan atau surat keterangan sebagai karyawan;

b. Advokat Perseorangan: kartu advokat (tidak dapat

ditugaskan kepada associate/karyawan

kantor/perusahaan);

c. Kantor Konsultan Hukum: akta pendirian firma atau

akta persekutuan perdata, surat keputusan sebagai

pegawai atau kontrak kerja dengan Kantor konsultan

Hukum atau surat keterangan sebagai karyawan;

d. Kantor Notaris: Surat Keputusan Penetapan Notaris

dari Kementerian Hukum dan HAM, dan Surat

keputusan sebagai pegawai atau kontrak kerja

dengan Kantor Notaris;

e. Perwakilan . . .

Page 323: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 89 -

e. Perwakilan kamar dagang dan industri dari negara

calon pemegang saham perusahaan (Chamber of

Commerce): surat keputusan sebagai pegawai atau

kontrak kerja dengan perusahaan;

f. Kantor Konsultan berbadan hukum Indonesia (100%

Dalam Negeri): Izin Usaha/SIUP (jasa konsultasi

manajemen bisnis/pengurusan dokumen), Surat

keputusan sebagai karyawan perusahaan

Pasal 79

(1) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (3)

wajib menggunakan format/bentuk surat kuasa

sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BKPM ini.

(2) Bentuk surat kuasa penandatanganan permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam

Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

(3) Bentuk surat kuasa pengurusan permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam

Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Kepala ini.

Pasal 80

Direksi/Pimpinan Perusahaan dan/atau pemohon Perizinan

dan Nonperizinan wajib memahami, menyetujui, menjamin

dan bertanggungjawab atas:

a. keaslian seluruh dokumen yang disampaikan;

b. kesesuaian semua rekaman data yang disampaikan

dengan dokumen aslinya (jika disampaikan secara

manual); dan

c. keaslian seluruh tandatangan yang tercantum dalam

permohonan

Bagian . . .

Page 324: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 90 -

Bagian Kelima

Standar Penomoran Perizinan

Pasal 81

(1) Dalam rangka penyeragaman penomoran atas Perizinan

dan Nonperizinan Penanaman Modal yang diterbitkan

oleh PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP

Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP KEK, perlu

dilakukan pengaturan format penomoran.

(2) Format penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

mencakup penomoran perusahaan serta penomoran

produk Perizinan dan Nonperizinan.

(3) Penomoran perusahaan diberikan secara otomatis oleh

SPIPISE.

(4) Penomoran produk Perizinan mencakup komponen antara

lain:

a. nomor urut surat;

b. kode wilayah instansi penyelenggara PTSP penerbit

Perizinan;

c. kode jenis Perizinan yang diterbitkan;

d. kode jenis perusahaan penanaman modal;

e. tahun penerbitan Perizinan;

setiap komponen tersebut dipisahkan dengan garis

miring.

(5) Penomoran produk Nonperizinan mencakup komponen

antara lain:

a. nomor urut surat;

b. kode wilayah instansi penyelenggara PTSP penerbit

Nonperizinan;

c. kode pejabat penandatangan;

d. kode jenis Nonperizinan yang diterbitkan;

e. tahun penerbitan Nonperizinan;

setiap komponen tersebut dipisahkan dengan garis

miring.

Pasal 82 . . .

Page 325: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 91 -

Pasal 82

(1) Kode wilayah PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal

81 ayat (4) huruf b, diatur sebagai berikut:

a. penulisan kode wilayah untuk PTSP Pusat adalah

angka 1 (satu);

b. penulisan kode wilayah untuk PTSP KPBPB adalah

KPBPB- diikuti kode wilayah dimana KPBPB tersebut

berada;

c. penulisan kode wilayah untuk PTSP KEK adalah KEK-

diikuti kode wilayah dimana KEK tersebut berada;

d. penulisan kode wilayah untuk BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, PTSP KEK,

mengacu kepada ketentuan kode wilayah yang diatur

oleh Badan Pusat Statistik;

e. penulisan kode wilayah untuk BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, diawali dengan kode

wilayah provinsi dilanjutkan dengan kode wilayah

kabupaten/kota mengacu kepada ketentuan kode

wilayah yang diatur oleh Badan Pusat Statistik;

(2) Kode jenis Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

81 ayat (4) huruf c, diatur sebagai berikut:

a. Izin Usaha adalah IU (huruf dalam kapital);

b. Izin Usaha Perluasan adalah IU-PL (huruf dalam

kapital);

c. Izin Usaha Perubahan adalah IU-PB (huruf dalam

kapital);

d. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan adalah

IU-PP (huruf dalam kapital).

(3) Kode jenis Perusahaan Penanaman Modal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4) huruf d adalah:

a. kode untuk Penanaman Modal yang mengandung

modal asing adalah PMA (huruf dalam kapital);

b. kode . . .

Page 326: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 92 -

b. kode untuk Penanaman Modal yang seluruh modalnya

adalah modal dalam negeri adalah PMDN (huruf dalam

kapital).

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

(1) Semua Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan

Kepala ini dinyatakan tetap berlaku sampai masa

berlakunya Perizinan berakhir.

(2) Dalam hal masa berlaku Izin Prinsip perusahaan telah

habis, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4),

perusahaan dapat mengajukan Izin Usahanya paling

lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Kepala

ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 84

Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini, Peraturan Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013

tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman

Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 85

Peraturan Kepala ini mulai berlaku:

(1) untuk PTSP Pusat di BKPM setelah 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak tanggal diundangkan; dan

(2) untuk BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota,

PTSP KPBPB, dan PTSP KEK selambat-lambatnya 90

(sembilan puluh) hari kerja sejak tanggal diundangkan.

Agar . . .

Page 327: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 93 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

Pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya

dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

FRANKY SIBARANI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

WIDODO EKATJAHJANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

Page 328: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

DAFTAR LAMPIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

NO LAMPIRAN JUDUL

1. LAMPIRAN I Persyaratan Perizinan dan Nonperizinan

2. LAMPIRAN II Bentuk formulir Izin Usaha/Izin Perluasan (khusus

bidang industri)/Izin Usaha Perluasan/Izin Usaha

Penggabungan Perusahaan/Izin Usaha Penjualan

Langsung/ Izin Usaha Jasa Konstruksi/Tanda Daftar

Usaha (khusus di bidang kepariwisataan)

3. LAMPIRAN III Bentuk Izin Usaha Penanaman Modal Asing/Izin Usaha

Penanaman Modal Dalam Negeri

4. LAMPIRAN IV Bentuk Surat Penolakan

5. LAMPIRAN V Bentuk Izin Perluasan (Khusus di bidang industri)/ Izin

Usaha Perluasan

6. LAMPIRAN VI Bentuk Izin Usaha Penggabungan Perusahaan

Penanaman Modal

7. LAMPIRAN VII Bentuk Permohonan Perubahan Penanaman Modal

8. LAMPIRAN VIII Bentuk Izin Usaha Perubahan

9. LAMPIRAN IX Bentuk Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing

10. LAMPIRAN X Bentuk Perubahan Ketentuan Izin Kantor Perwakilan

Perusahaan Asing

11. LAMPIRAN XI Bentuk Surat Persetujuan Sementara Penunjukan

Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing

12. LAMPIRAN XII Bentuk Izin Usaha Kantor Perwakilan Perusahaan

Perdagangan Asing

13. LAMPIRAN XIII Bentuk Perpanjangan Izin Usaha Kantor Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing

14. LAMPIRAN XIV Bentuk Perubahan Izin Usaha Kantor Perwakilan

Perusahaan Perdagangan Asing

15. LAMPIRAN XV Bentuk Izin Usaha Jasa Konstruksi Penanaman Modal

Asing

16. LAMPIRAN XVI Bentuk Formulir Angka Pengenal Impor

17. LAMPIRAN XVII Bentuk Angka Pengenal Importir Produsen

Page 329: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

NO LAMPIRAN JUDUL

18. LAMPIRAN XVIII Bentuk Angka Pengenal Importir Umum

19. LAMPIRAN XIX Bentuk Izin Pembukaan Kantor Cabang

20. LAMPIRAN XX Bentuk Izin Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing

21. LAMPIRAN XXI Bentuk Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL)

Sementara

22. LAMPIRAN XXII Bentuk Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) Tetap

23. LAMPIRAN XXIII Bentuk Surat Kuasa Penandatanganan

24. LAMPIRAN XXIV Bentuk Surat Kuasa Pengurusan

Page 330: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN I

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

PERSYARATAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

No. Jenis Perizinan Persyaratan

1. Izin Usaha/Izin

Usaha

Perluasan

1. Rekaman perizinan berupa Izin Prinsip/Izin

Investasi/Izin Usaha/Izin Kementerian/

Lembaga/Dinas terkait yang telah dimiliki;

2. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dilengkapi

dengan pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan

dan persetujuan/pemberitahuan perubahan dari

Menteri Hukum dan HAM, dan perubahannya

(apabila ada)

3. NPWP perusahaan;

4. Rekaman legalitas lokasi proyek dan/atau alamat

perusahaan terdiri dari:

a. Rekaman bukti penguasaan tanah dan/atau

bangunan untuk kantor dan/atau gudang

berupa:

1) Perjanjian pengingkatan jual-beli (PPJB)

disertai dengan bukti pelunasan, atau

2) akta jual beli oleh PPAT atas nama

Perusahaan, atau

3) sertifikat Hak Atas Tanah, dan

4) IMB;

atau

b. Bukti perjanjian sewa menyewa tanah

dan/atau gedung/bangunan, berupa rekaman

perjanjian sewa-menyewa tanah dan/atau

bangunan atas nama perusahaan dengan

jangka waktu sewa:

Page 331: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 2 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

1) minimal 3 (tiga) tahun untuk bidang usaha

industri,

2) minimal 1 (satu) tahun untuk bidang usaha

jasa/perdagangan,

terhitung sejak tanggal permohonan diajukan;

Keterangan:

- dengan mencantumkan luasan lahan yang

dipergunakan.

- bila kurang dari jangka waktu tersebut,

dilampirkan surat keterangan dari direksi

untuk memperpanjang atau pindah ke lokasi

lain.

c. Bukti afiliasi dan perjanjian pinjam pakai, bila:

1) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada dalam 1 (satu) bangunan secara utuh

dan terpadu dengan beberapa perusahaan

lainnya yang memiliki afiliasi, atau

2) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada di lahan atau bangunan yang

dikuasai oleh perusahaan lain yang memiliki

afiliasi,

3) afiliasi sebagaimana dimaksud di atas,

apabila 1 (satu) grup perusahaan, yang

dibuktikan dengan kepemilikan saham

dalam Akta perusahaan.

5. Izin lokasi/surat dari instansi terkait mengenai

tata ruang kota dan peruntukan lokasi industri

bila perusahaan berada di luar Kawasan Industri.

6. Kelengkapan perizinan daerah sesuai lokasi

proyek:

a. rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau

SITU bagi perusahaan yang berlokasi di luar

kawasan industri sesuai dengan ketentuan

Peraturan Daerah setempat;

b. bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan

Industri atau gedung perkantoran, tidak

Page 332: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 3 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

diwajibkan melampirkan rekaman Izin

Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU;

7. Rekaman dokumen lengkap dan

persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya

Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Surat

Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);

8. Rekaman Izin Lingkungan untuk perusahaan

yang telah memiliki AMDAL atau UKL-UPL;

9. LKPM periode terakhir dan tanda terima

penyampaian dari PTSP Pusat Di

BKPM/BPMPTSP Provinsi/ Kabupaten/Kota;

10. Rekomendasi dari Kementerian/Lembaga

pembina apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan

bidang usaha, misalnya:

- rekomendasi dari Kementerian Perdagangan

c.q. Direktorat Bina Usaha untuk pengajuan

SIUPL;

- rekomendasi dari Kementerian Perindustrian:

Industri dengan KBLI 2410 dan 2420/ Industri

cakram optic / Industri minuman beralkohol;

- rekomendasi teknis Izin Usaha dari Direktur

Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian

untuk perkebunan buah kelapa sawit dan

industri minyak kelapa sawit;

- dan lainnya

11. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa;

12. Formulir permohonan sesuai dengan Lampiran II

untuk pengajuan permohonan secara manual;

Page 333: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 4 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

13. Untuk pengurusan SIUPL Sementara

ditambahkan:

a. rekaman surat izin atau surat pendaftaran

lainnya dari Kementerian/Lembaga untuk jenis

produk yang diperdagangkan sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan dengan

minimal 2 (dua) jenis produk;

b. rekaman kontrak kerjasama atau surat

penunjukan (apabila perusahaan mendapat

barang/jasa dari perusahaan

lain/produsen/supplier);

c. rekaman identitas Direktur Utama atau

penanggungjawab perusahaan dan pasfoto

berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua)

lembar;

d. rancangan program kompensasi mitra usaha,

kode etik, dan peraturan perusahaan;

14. Untuk permohonan SIUPL Tetap ditambah

persyaratan:

a. melampirkan asli dari SIUPL Sementara;

b. rekaman neraca perusahaan tahun terakhir;

15. Untuk Permohonan IUJK ditambah persyaratan:

a. Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang masih

berlaku;

b. Rekaman identitas Direktur Utama atau

penanggungjawab perusahaan dan Pasfoto

berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua)

lembar;

16. Untuk permohonan Izin Usaha Tetap Jasa

Penunjang Pertambangan (Minerba, atau Panas

Bumi, atau Migas) ditambahkan persyaratan:

a. Izin Usaha Jasa Penunjang Pertambangan

(IUJP) atau;

b. Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

17. Khusus untuk bidang usaha perdagangan dan

jasa, dilampirkan dengan:

Page 334: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 5 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

a. rincian investasi yang mencantumkan alokasi

investasi terbesar;

b. bukti setor modal ditempatkan dan disetor atau

neraca keuangan yang mencantumkan equity

perusahaan;

18. Khusus untuk bidang usaha perdagangan besar

(distributor utama) ditambahkan persyaratan:

a. Surat Penunjukan Distributor dan;

b. Bukti penguasaan gudang.

19. Hasil pemeriksaan lapangan bila diperlukan;

20. Presentasi bila diperlukan.

2. Izin Usaha

Perubahan

(Perubahan

Lokasi Proyek)

1. Rekaman Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan yang

mencantumkan lokasi proyek dan/atau alamat

perusahaan yang dimohonkan untuk diubah;

2. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan

perubahannya dilengkapi dengan pengesahan

Anggaran Dasar Perusahaan dan

persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila

ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP

perusahaan;

3. Untuk perubahan lokasi proyek dan/atau alamat

perusahaan dilengkapi dengan data pendukung

berupa rekaman legalitas lokasi proyek dan/atau

alamat perusahaan terdiri dari:

a. Rekaman bukti penguasaan tanah dan/atau

bangunan untuk kantor dan/atau gudang

berupa:

1) Perjanjian pengingkatan jual-beli (PPJB)

disertai dengan bukti pelunasan, atau

2) akta jual beli oleh PPAT atas nama

Perusahaan, atau

3) sertifikat Hak Atas Tanah, dan

4) IMB;

atau

b. Bukti perjanjian sewa menyewa tanah

dan/atau gedung/bangunan, berupa rekaman

Page 335: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 6 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

perjanjian sewa-menyewa tanah dan/atau

bangunan atas nama perusahaan dengan

jangka waktu sewa:

1) minimal 3 (tiga) tahun untuk bidang usaha

industri,

2) minimal 1 (satu) tahun untuk bidang usaha

jasa/perdagangan,

3) terhitung sejak tanggal permohonan

diajukan;

Keterangan:

- dengan mencantumkan luasan lahan yang

dipergunakan.

- bila kurang dari jangka waktu tersebut,

dilampirkan surat keterangan dari direksi

untuk memperpanjang atau pindah ke lokasi

lain (pilih salah satu),

c. Bukti afiliasi dan perjanjian pinjam pakai, bila:

1) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada dalam 1 (satu) bangunan secara utuh

dan terpadu dengan beberapa perusahaan

lainnya yang memiliki afiliasi, atau

2) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada di lahan atau bangunan yang

dikuasai oleh perusahaan lain yang memiliki

afiliasi,

3) afiliasi sebagaimana dimaksud di atas,

apabila 1 (satu) grup perusahaan, yang

dibuktikan dengan kepemilikan saham

dalam Akta perusahaan.

4. Izin lokasi/surat dari instansi terkait mengenai

tata ruang kota dan peruntukan lokasi industri

bila perusahaan berada di luar Kawasan Industri.

5. Kelengkapan perizinan daerah sesuai lokasi

proyek:

a. rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau

SITU bagi perusahaan yang berlokasi di luar

Page 336: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 7 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

kawasan industri sesuai dengan ketentuan

Peraturan Daerah setempat;

b. bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan

Industri atau gedung perkantoran, tidak

diwajibkan melampirkan rekaman Izin

Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU;

6. Rekaman dokumen lengkap dan

persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya

Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Surat

Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);

7. Rekaman Izin Lingkungan untuk perusahaan

yang telah memiliki AMDAL atau UKL-UPL;

8. Akta perubahan tempat kedudukan beserta

persetujuan Menteri Hukum dan HAM apabila

lokasi kantor pusat perusahaan yang baru

berbeda Kabupaten/Kota dengan lokasi lama;

9. Rekaman NPWP sesuai lokasi proyek atau alamat

perusahaan yang baru;

10. LKPM periode terakhir dan tanda terima

penyampaian dari PTSP Pusat Di

BKPM/BPMPTSP Provinsi/ Kabupaten/Kota;

11. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa;

12. Formulir permohonan sesuai dengan Lampiran

VIII untuk pengajuan permohonan secara

manual;

3. Izin Usaha

Perubahan

(Perubahan

1. Rekaman Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan yang

mencantumkan bidang usaha dan jenis serta

kapasitas produksi yang dimohonkan untuk

Page 337: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 8 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Ketentuan

Bidang Usaha)

diubah;

2. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan

perubahannya dilengkapi dengan pengesahan

Anggaran Dasar Perusahaan dan

persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila

ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP

perusahaan;

3. Data pendukung perubahan jenis produksi akibat

dari dilakukannya diversifikasi berupa:

a. diagram alir produksi (flow chart of production)

dilengkapi dengan penjelasan detail;

b. penjelasan perhitungan kapasitas produksi dan

gambar jenis produksi;

4. Untuk perubahan pemasaran dan perkiraan nilai

ekspor per tahun, ditambah persyaratan:

lampirkan alasan perubahan dari

direksi/pimpinan perusahaan;

5. Untuk penyesuaian KBLI, ditambah persyaratan:

melampirkan alasan penyesuaian KBLI dan bukti

atau penjelasan secara detail;

6. Untuk penambahan komoditi (khusus di bidang

usaha perdagangan besar tanpa menambah

kapasitas dan investasi) ditambah persyaratan:

surat penunjukan distributor untuk komoditi

baru yang ditambahkan;

7. Untuk penambahan subkualifikasi (khusus untuk

bidang usaha jasa pelaksana konstruksi atau jasa

konsultansi konstruksi) ditambah persyaratan:

sertifikasi badan usaha (SBU) terbaru;

8. LKPM periode terakhir dan tanda terima

penyampaian dari PTSP Pusat Di

BKPM/BPMPTSP Provinsi/ Kabupaten/Kota;

9. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

Page 338: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 9 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

penerima kuasa

10. Hasil pemeriksaan lapangan (apabila

diperlukan);

11. Formulir permohonan sesuai dengan Lampiran

VIII untuk pengajuan permohonan secara

manual.

4. Izin Usaha

Perubahan

(Perubahan

Masa Berlaku

Izin Usaha)

1. Rekaman Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan yang

dimohonkan untuk diubah;

2. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan

perubahannya dilengkapi dengan pengesahan

Anggaran Dasar Perusahaan dan

persetujuan/pemberitahuan perubahan, apabila

ada, dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP

perusahaan;

3. Data pendukung tentang perpanjangan masa

berlaku Izin Usaha, apabila dipersyaratkan,

berupa:

- rekomendasi/izin operasioal dari kementerian

terkait bidang usaha; atau

- persyaratan perpanjangan masa berlaku izin

usaha sesuai ketentuan Peraturan

Perundang-undangan;

4. LKPM periode terakhir dan tanda terima

penyampaian dari PTSP Pusat Di

BKPM/BPMPTSP Provinsi/ Kabupaten/Kota;

5. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa

6. Hasil pemeriksaan lapangan (apabila diperlukan).

7. Formulir permohonan sesuai dengan Lampiran

VIII untuk pengajuan permohonan secara

manual.

Page 339: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 10 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

5. Izin Usaha

Penggabungan

1. Rekaman perizinan yang dimiliki berupa Izin

Prinsip Penggabungan Perusahaan;

2. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan

perubahannya (Jika ada) dilengkapi dengan

pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dan

persetujuan/pemberitahuan perubahan, dari

Menteri Hukum dan HAM serta NPWP

perusahaan;

3. Legalitas lokasi proyek:

a. rekaman bukti penguasaan tanah dan/atau

bangunan untuk kantor dan/atau gudang

berupa:

1) Perjanjian pengingkatan jual-beli (PPJB)

disertai dengan bukti pelunasan, atau

2) akta jual beli oleh PPAT atas nama

Perusahaan; atau

3) sertifikat Hak Atas Tanah; dan

4) IMB;

atau

b. Bukti perjanjian sewa menyewa tanah

dan/atau gedung/bangunan, berupa rekaman

perjanjian sewa-menyewa tanah dan/atau

bangunan atas nama perusahaan dengan

jangka waktu sewa:

1) minimal 3 (tiga) tahun untuk bidang usaha

industri,

2) minimal 1 (satu) tahun untuk bidang usaha

jasa/perdagangan,

terhitung sejak tanggal permohonan diajukan;

Keterangan:

- dengan mencantumkan luasan lahan yang

dipergunakan.

- bila kurang dari jangka waktu tersebut,

dilampirkan surat keterangan dari direksi

untuk memperpanjang atau pindah ke lokasi

lain.

Page 340: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 11 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

c. perjanjian pinjam pakai:

1) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada dalam 1 (satu) bangunan secara utuh

dan terpadu dengan beberapa perusahaan

lainnya yang memiliki afiliasi; atau

2) tempat kedudukan kantor pusat perusahaan

berada di lahan atau bangunan yang

dikuasai oleh perusahaan lain yang memiliki

afiliasi,

afiliasi sebagaimana dimaksud di atas, apabila

1 (satu) grup perusahaan, yang dibuktikan

dengan kepemilikan saham dalam Akta

perusahaan;

4. Izin lokasi/surat dari instansi terkait mengenai

tata ruang kota dan peruntukan lokasi industri

bila perusahaan berada di luar Kawasan Industri;

5. Kelengkapan perizinan daerah sesuai lokasi

proyek:

a. rekaman Izin Gangguan (UUG/HO) dan/atau

SITU bagi perusahaan yang berlokasi di luar

kawasan industri sesuai dengan ketentuan

Peraturan Daerah setempat;

b. bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan

Industri atau gedung perkantoran, tidak

diwajibkan melampirkan rekaman Izin

Gangguan (UUG/HO) dan/atau SITU;

6. Rekaman dokumen lengkap dan

persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya

Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan (UPL) atau Surat

Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL);

7. LKPM periode terakhir dan tanda terima

penyampaian dari PTSP Pusat Di

BKPM/BPMPTSP Provinsi/ Kabupaten/Kota;

Page 341: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 12 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

8. Rekomendasi dari Kementerian/Lembaga

pembina apabila dipersyaratkan sesuai ketentuan

bidang usaha, misalnya :

- rekomendasi dari Kementerian Perdagangan

c.q. Direktorat Bina Usaha untuk pengajuan

SIUPL;

- rekomendasi dari Kementerian Perindustrian:

Industri dengan KBLI 2410 dan 2420/

Industri cakram optic / Industri minuman

beralkohol;

- rekomendasi teknis Izin Usaha dari Direktur

Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian

untuk perkebunan buah kelapa sawit dan

industri minyak kelapa sawit;

- dan lainnya

9. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa;

10. Hasil pemeriksaan lapangan (apabila

diperlukan);

11. Formulir permohonan sesuai dengan Lampiran II

untuk pengajuan permohonan secara manual

6. Izin Usaha

Lembaga

Pelatihan Kerja

(LPK)

1. Rekaman perizinan berupa Izin Prinsip dari

BKPM;

2. Surat permohonan tertulis yang ditujan kepada

Menteri Ketenagakerjaan melalui Kepala BKPM,

diketik di atas kertas dengan kop perusahaan

beralamat lengkap disertai nomor telepon, nomor

faksimil, alamat email, distempel dan

ditandatangani oleh perusahaan;

3. Rekaman akte pendirian dan/atau akte

perubahan sebagai badan hukum yang dilegalisir

oleh instansi yang berwenang;

Page 342: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 13 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

4. Daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan

identitas diri (KTP/paspor) dan pasfoto ukuran

4X6 berlatar belakang merah (foto memakai

pakaian formal);

5. Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas

nama lembaga;

6. Rekaman surat tanda bukti kepemilikan atau

penguasaan sarana dan prasarana pelatihan

kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun

sesuai dengan program pelatihan yang akan

diselenggarakan;

7. Surat keterangan domisili dari pejabat yang

berwenang;

8. Rekaman bukti registrasi standar kompetensi dari

Kementerian Ketenagakerjaan yang dijadikan

acuan pelaksanaan program pelatihan;

9. Surat kerjasama dengan LPK yang sudah

terakreditasi dari LA-LPK;

10. Profil perusahaan sekurang-kurangnya:

a. struktur organisasi dan uraian tugas;

b. program pelatihan kerja berbasis kompetensi

yang akan diselenggarakan;

c. program kerja LPK dan rencana pembiayaan

selama 1 (satu) tahun;

d. daftar riwayat hidup instruktur dan tenaga

pelatihan;

e. instruktur tenaga kerja asing minimal memiliki

kualifikasi sebagai tenaga ahli dibidangnya;

f. daya kapasitas/daya tampung peserta.

11. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa.

Page 343: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 14 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

7. Izin Usaha

Lembaga

Pelatihan Kerja

(LPK)Perpanjan

gan

1. Rekaman Izin Usaha Lembaga Pelatihan Kerja

yang masih berlaku;

2. Surat permohonan tertulis yang ditujukan kepada

Menteri melalui Kepala BKPM, diketik di atas

kertas dengan kop LPK beralamat lengkap disertai

nomor telepon, nomor faksimil, alamat email,

distempel dan ditandatangani oleh kepala LPK;

3. Surat rekomendasi dari dinas yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;

4. Rekaman sertifikat akreditasi dari LA-LPK;

5. Rekaman surat tanda bukti kepemilikan atau

penguasaan sarana dan prasarana pelatihan

kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun

sesuai dengan program pelatihan yang telah

diselenggarakan;

6. Realisasi program pelatihan kerja yang telah

dilaksanakan;

7. Laporan kinerja LPK selama 3 (tiga) tahun;

8. Program kerja LPK dan rencana pembiayaan

selama 1 (satu) tahun;

9. Daftar dan riwayat hidup instruktur dan tenaga

pelatihan; dan

10. Dalam hal terdapat instruktur tenaga asingnya

minimal memiliki kualifikasi sebagai tenaga ahli

di bidangnya.

11. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa

8. Izin Usaha

Lembaga

Pelatihan Kerja

(LPK)Perubahan

/ Penambahan

1. Yang terkait dengan susunan direksi/komisaris.

Bagi LPK yang melakukan perubahan terkait

dengan susunan direksi/komisaris, LPK wajib

melaporkan perubahan dimaksud secara tertulis

kepada Menteri melalui Kepala BKPM dengan

Page 344: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 15 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Program

Pelatihan

melampirkan dokumen perubahan berupa akte

pendirian perusahaan dan akte perubahan yang

telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

2. Perubahan Program Pelatihan

a. Bagi LPK yang akan melakukan perubahan

terkait dengn program pelatihan baik berupa

penambahan atau pengurangan program

pelatihan kerja, harus mengajukan surat

permohonan secara tertulis kepada Menteri

melalui kepala BKPM dengan melampirkan

syarat sebagai berikut:

1) Rekaman Izin Usaha Lembaga Pelatihan

Kerja yang masih berlaku;

2) daftar usulan penambahan atau

pengurangan program pelatihan;

3) daftar instruktur dan tenaga pelatihan

sesuai perubahan program;

4) Rekaman tanda bukti kepemilikan atau

penguasaan saran dan prasarana pelatihan

kerja sesuai perubahan program.

b. Dalam hal penerbitan izin penambahan

program pelatihan maka akan dilakukan

verifikasi dokumen dan lapangan dalam jangka

waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung

sejak pengajuan permohonan perubahan

diterima.

c. Dalam hal hasil verifikasi sesuai dengan

dokumen yang dipersyaratkan maka Kepala

BKPM menerbitkan izin perubahan program

pelatihan.

d. Izin penambahan program pelatihan hanya

diberikan kepada LPK yang tidak sedang

dihentikan sementara (suspend).

e. Jangka waktu berlakunya izin penambahan

program pelatihan kerja tidak boleh melebihi

jangka waktu berlakunya izin LPK.

Page 345: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 16 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

3. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa

9. Izin Usaha Jasa

Penempatan

Tenaga Kerja Di

Dalam Negeri

1. Rekaman perizinan berupa Izin Prinsip dari

BKPM;

2. Rekaman akta pendirian (berikut perubahannya)

yang telah mendapatkan pengesahan dari

Kementerian Hukum dan HAM

3. Rekaman domisili

4. Rekaman NPWP

5. Rekaman bukti wajib lapor ketenagakerjaan

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1981 yang masih berlaku

6. Rekaman anggaran dasar yang memuat kegiatan

di bidang jasa penempatan tenaga kerja

7. Rekaman bukti kepemilikan sarana dan

prasarana kantor serta peralatan kantor atau

bukti surat perjanjian sewa menyewa

kantor/kerjasama dalam waktu 5 (lima) tahun

8. Bagan struktur organisasi dan personil

9. Rencana kerja lembaga penempatan tenaga kerja

minimal 1 (satu) tahun

10. Pas foto pimpinan perusahaan berukuran 4x6

sebanyak 3 lembar

11. Bukti surat pemberitahuan rencana pendirian

LPTKS dari instansi yang bertangung jawab

dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota

sesuai dengan domisili perusahan

12. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa.

Page 346: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 17 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

10. Izin Usaha Jasa

Penempatan

Tenaga Kerja

Perpanjangan

1. Rekaman surat Izin Usaha Jasa Penempatan

Tenaga Kerja yang masih berlaku;

2. Bukti penyampaian laporan kepada direktur

jenderal pembinaan penempatan tenaga kerja

atau kepala instansi yang bertanggungjawab di

bidang ketenagakerjaan provinsi atau kepala

instansi yang bertanggungjawab di bidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota dalam bentuk

rekapitulasi penempatan;

3. Rekaman NPWP;

4. Rencana penempatan tenaga kerja yang akan

datang sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

5. Rekaman bukti kepemilikan sarana dan

prasarana kantor serta peralatan kantor atau

bukti surat perjanjian sewa menyewa

kantor/kerjasama dalam waktu 5 (lima) tahun;

6. Pas foto pimpinan perusahaan berukuran 4x6

sebanyak 3 lembar;

7. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa.

11. Izin Usaha Jasa

Penempatan

Tenaga Kerja

Perubahan

1. Rekaman Izin Usaha Jasa Penempatan Tenaga

Kerja yang masih berlaku;

2. Surat permohonan perubahan dari pimpinan

perusahaan;

3. Rekaman pengesahan perubahan akta notaris;

4. Rekaman KTP pimpinan perusahaan yang baru

5. Rekaman NPWP;

6. Alamat lengkap dan nomor telp/fax yang baru;

7. Pas foto pimpinan perusahaan berukuran 4x6

sebanyak 3 lembar;

Page 347: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 18 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

8. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa.

12. Izin Usaha

Penyediaan

Jasa

Pekerja/Buruh

Baru

1. Rekaman perizinan berupa Izin Prinsip dari

BKPM;

2. Rekaman akta pendirian dan anggaran dasar

perusahaan serta perubahannya dan surat

keputusan pengesahan serta surat keputusan

persetujuan dan/atau pemberitahuan yang

dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak

asasi manusia;

3. Rekaman surat keterangan domisili yang masih

berlaku sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum

jatuh tempo, yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala

Desa setempat atau surat izin tempat usaha

(SITU);

4. Rekaman surat keterangan sewa gedung yang

dikeluarkan oleh Pengelola Gedung, apabila

penggunaan gedung oleh perusahaan PMA

didasarkan pada perjanjian sewa/kontrak;

5. Rekaman NPWP dan surat keterangan terdaftar

(SKT) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal

Pajak, Kementerian Keuangan;

6. Rekaman TDP yang masih berlaku, yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah provinsi atau

kabupaten/kota yang berwenang;

7. Rekaman surat keterangan dari instansi yang

berwenang mengenai kegiatan usaha jasa

penunjang yang akan dilakukan (misalnya surat

keterangan dari kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang energi dan sumber daya mineral, untuk

Page 348: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 19 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

jasa penunjang di pertambangan atau

perminyakan);

8. Asli profil perusahaan yang ditandatangani oleh

direktur utama;

9. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa

13. Izin Usaha

Penyediaan

Jasa

Pekerja/Buruh

Perpanjangan

1. Rekaman Izin Usaha Penyediaan Jasa

Pekerja/Buruh yang masih berlaku;

2. Rekaman akta perubahan nama dan kedudukan

perusahaan, maksud dan tujuan serta kegiatan

usaha, permodalan, susunan direksi dan

komisaris (bila ada) dan surat keputusan

persetujuan dan/atau pemberitahuan yang

dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak

asasi manusia (bila ada);

3. Rekaman surat keterangan domisili yang masih

berlaku sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum

jatuh tempo, yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala

Desa setempat atau surat izin tempat usaha

(SITU);

4. Rekaman surat keterangan sewa gedung yang

dikeluarkan oleh Pengelola Gedung, apabila

penggunaan gedung oleh perusahaan PMA

didasarkan pada perjanjian sewa/kontrak;

5. Rekaman TDP yang masih berlaku, yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah provinsi atau

kabupaten/kota yang berwenang;

6. Rekaman surat keterangan dari instansi yang

berwenang mengenai kegiatan usaha jasa

penunjang yang akan dilakukan (misalnya surat

keterangan dari kementerian yang

Page 349: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 20 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang energi dan sumber daya mineral, untuk

jasa penunjang di pertambangan atau

perminyakan);

7. Fotocopy bukti wajib lapor ketenagakerjaan;

8. Asli profil perusahaan yang ditandatangani oleh

direktur utama;

9. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa

14. KPPA 1. Rekaman anggaran dasar (article of association/

incorporation), dari perusahaan asing yang akan

membuka kantor perwakilan, dalam bahasa

Inggris atau terjemahannya dalam bahasa

Indonesia dari penterjemah tersumpah;

2. Surat penunjukan (Letter of Appointment) dari

perusahaan asing yang akan membuka kantor

perwakilan kepada pihak yang ditunjuk sebagai

Chief ofRepresentative Office;

3. Bukti diri Chief of Representative Office:

a. jika perorangan WNA, melampirkan rekaman

paspor yang masih berlaku yang

mencantumkan dengan jelas nama,

tandatangan pemilik paspor;

b. jika perorangan WNI, melampirkan rekaman

KTP yang masih berlaku;

4. Surat pernyataan (Letter of Statement) dari Chief

of Representative Office yang menyatakan

kesediaan untuk tinggal dan hanya bekerja

sebagai Chief of Representative Office, tanpa

melakukan kegiatan bisnis lainnya di Indonesia;

5. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

Page 350: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 21 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa

15. KPPA

PERUBAHAN

1. Rekaman Izin KPPA;

2. Rekaman Laporan KPPA;

3. Dalam hal terjadi perubahan:

a. keterangan tentang perubahan nama

perusahaan (principal) yang diwakili, agar

melampirkan rekaman anggaran dasar (article

of association/incorporation) atau certificate

change of name dalam Bahasa Inggris atau

terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari

penterjemah tersumpah atau di legalisasi oleh

perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

b. untuk permohonan perubahan alamat Kantor

Pusat/Principal di luar negeri ditambah

persyaratan berupa bukti registrasi kedudukan

perusahaan dari instansi terkait di luar negeri;

c. tempat kedudukan kantor perwakilan, agar

melampirkan domisili terbaru

d. keterangan tentang Chief of Representative

Office, agar melampirkan:

1) surat penunjukan (Letter of Appointment) dari

perusahaan asing yang akan membuka

kantor perwakilan kepada pihak yang

ditunjuk sebagai Chief of Representative

Office;

2) bukti diri Chief of Representative Office:

perorangan asing, melampirkan rekaman

paspor yang masih berlaku yang

mencantumkan nama dan tandatangan

pemilik paspor dengan jelas;

perorangan Indonesia, melampirkan

rekaman KTP yang masih berlaku dan

rekaman NPWP;

3) surat pernyataan (Letter of Statement) dari

Page 351: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 22 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Chief of Representative Office yang

menyatakan kesediaan untuk tinggal dan

hanya bekerja sebagai Chief ofRepresentative

Office, tanpa melakukan kegiatan bisnis

lainnya di Indonesia;

4. Penggunaan tenaga kerja agar melampirkan surat

pernyataan jumlah tenaga kerja yang digunakan

disertai rekaman identitas dan surat keterangan

kerja;

5. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

16. SIUP3A

Sementara

1. Letter of Appointment yang dibuat oleh direksi dari

principal company, menunjuk orang yang akan

menjadi kepala perwakilan dan mencantumkan

dengan jelas masa berlakunya serta dilegalisasi

oleh Notaris Publik dan Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal ;

2. Letter of Intent berisi tentang kegiatan kantor

perwakilan di Indonesia dan tidak boleh

melakukan kegiatan perdagangan serta transaksi

penjualan yang dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di negara

asal;

3. Letter of Statement yang dibuat oleh kepala

perwakilan yang ditunjuk yang isinya

menyatakan bahwa tinggal di Indonesia dan

hanya bekerja di kantor perwakilan tanpa bekerja

di tempat lain serta dilegalisasi oleh Notaris

Publik dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di

negara asal;

4. Letter of Reference dari Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal;

5. Rencana kerja perwakilan

6. Kepala kantor perwakilan melampirkan:

Page 352: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 23 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

a. curiculum vitae/riwayat hidup dan ijazah;

b. perorangan asing, rekaman paspor yang masih

berlaku yang mencantumkan nama dan

tandatangan pemilik paspor dengan jelas; atau

c. perorangan Indonesia, rekaman KTP yang

masih berlaku dan NPWP;

7. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative

Office dengan dilengkapi dokumen penerima

kuasa

17. SIUP3A Tetap 1. Letter of Appointment yang dibuat oleh direksi dari

principal company, menunjuk orang yang akan

menjadi kepala perwakilan dan mencantumkan

dengan jelas masa berlakunya serta dilegalisasi

oleh Notaris Publik dan Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal ;

2. Letter of Intent berisi tentang kegiatan kantor

perwakilan di Indonesia dan tidak boleh

melakukan kegiatan perdagangan serta transaksi

penjualan yang dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di negara

asal;

3. Letter of Statement yang dibuat oleh kepala

perwakilan yang ditunjuk yang isinya

menyatakan bahwa tinggal di Indonesia dan

hanya bekerja di kantor perwakilan tanpa bekerja

ditempat lain serta dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di negara

asal;

4. Letter of Reference dari Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal;

5. Kepala kantor perwakilan melampirkan:

a. curiculum vitae/riwayat hidup dan ijazah;

b. perorangan asing, rekaman paspor yang masih

Page 353: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 24 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

berlaku yang mencantumkan nama dan

tandatangan pemilik paspor dengan jelas dan

rekaman IMTA; atau

c. perorangan Indonesia, rekaman KTP yang

masih berlaku dan NPWP;

6. Surat Domisili dari Kelurahan setempat/Surat

keterangan ruang kantor dari pengelola gedung;

7. Rekaman SIUP3A Sementara;

8. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

18. SIUP3A

Perpanjangan

1. Letter of Appointment yang dibuat oleh direksi dari

principal company, menunjuk orang yang akan

menjadi kepala perwakilan dan mencantumkan

dengan jelas masa berlakunya serta dilegalisasi

oleh Notaris Publik dan Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal ;

2. Letter of Intent berisi tentang kegiatan kantor

perwakilan di Indonesia dan tidak boleh

melakukan kegiatan perdagangan serta transaksi

penjualan yang dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di negara

asal;

3. Letter of Statement yang dibuat oleh kepala

perwakilan yang ditunjuk yang isinya

menyatakan bahwa tinggal di Indonesia dan

hanya bekerja di kantor perwakilan tanpa bekerja

ditempat lain serta dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di negara

asal;

4. Letter of Reference dari Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal;

5. kepala kantor perwakilan melampirkan:

a. curiculum vitae/riwayat hidup dan ijazah;

Page 354: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 25 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

b. perorangan asing, rekaman paspor yang masih

berlaku yang mencantumkan nama dan

tandatangan pemilik paspor dengan jelas dan

rekaman IMTA; atau

c. perorangan Indonesia, rekaman KTP yang

masih berlaku dan NPWP;

6. Surat Domisili dari Kelurahan setempat/Surat

keterangan ruang kantor dari pengelola gedung;

7. Rekaman TDP;

8. Rekaman SIUP3A Tetap;

9. Laporan kegiatan kantor perwakilan;

10. Penggunaan tenaga kerja (perbandingan tenaga

kerja asing dan tenaga kerja pendamping

Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan) agar melampirkan surat

pernyataan jumlah tenaga kerja yang digunakan

disertai rekaman identitas dan slip gaji;

11. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa

19. SIUP3A

PERUBAHAN

1. Rekaman SIUP3A;

2. Laporan kegiatan kantor perwakilan;

3. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Kepala KP3A;

4. Untuk permohonan perubahan nama perusahaan

asing (principal) ditambah persyaratan rekaman

anggaran dasar (article of association/

incorporation) atau certificate change of name

dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam

Bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah

atau di legalisasi oleh perwakilan Republik

Indonesia di luar negeri;

5. Untuk permohonan perubahan alamat Kantor

Page 355: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 26 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Pusat/Principal di luar negeri ditambah

persyaratan berupa Letter of Reference dari Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal;

6. Untuk permohonan perubahan tempat

kedudukan kantor perwakilan KP3A di Indonesia

ditambah persyaratan:

a. Surat Domisili alamat baru dari Kelurahan

setempat atau surat keterangan ruang kantor

dari pengelola gedung;

b. rekaman TDP atas alamat lama;

7. Untuk permohonan perubahan Kepala/pimpinan

Kantor Perwakilan KP3A ditambah persyaratan:

a. Letter of Appointment Kepala KP3A yang baru

yang dilegalisasi oleh Notaris Publik dan Atase

Perdagangan/Perwakilan RI di negara asal;

b. Letter of Statement yang ditandatangani oleh

Kepala /pimpinan kantor perwakilan di

Indonesia yang dilegalisasi oleh Notaris Publik

dan Atase Perdagangan/Perwakilan RI di

negara asal

c. curriculum vitae/riwayat hidup dan ijazah;

d. perorangan asing, rekaman paspor yang masih

berlaku yang mencantumkan nama dan

tandatangan pemilik paspor dengan jelas; atau

e. perorangan Indonesia, rekaman KTP yang

masih berlaku dan NPWP;

f. pasfoto berwarna 2 (dua) lembar ukuran 4 x 6;

g. Penggunaan tenaga kerja (perbandingan tenaga

kerja asing dan tenaga kerja pendamping

Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan) agar melampirkan surat

pernyataan jumlah tenaga kerja yang

digunakan disertai rekaman identitas dan slip

gaji;

8. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

Page 356: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 27 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

20. Izin Baru

BUJKA

1. Surat permohonan;

2. Rekaman akta pendirian BUJKA induk di negara

asal yang telah dilegalisir oleh notaris publik atau

lembaga yang berwenang di negara asal;

3. Data umum BUJKA;

4. Surat rekomendasi dari kedutaan besar negara

asal di Indonesia yang menyatakan bahwa BUJKA

yang bersangkutan merupakan badan usaha yang

teregistrasi dengan sah dan memiliki reputasi

baik;

5. Rekaman Izin Usaha Jasa Konstruksi BUJKA

induk yang masih berlaku yang telah dilegalisir

oleh instansi penerbit;

6. Rekaman Sertifikat Penyetaraan yang telah

dilegalisir oleh Lembaga Tingkat Nasional;

7. Surat penunjukan Kepala Perwakilan BUJKA oleh

BUJKA induk (Letter of Appointment);

8. Rekaman laporan keuangan BUJKA induk yang

terbaru dan telah diaudit oleh akuntan publik;

9. Rekaman paspor atau kartu tanda penduduk

calon Kepala Perwakilan;

10. Daftar riwayat hidup calon Kepala Perwakilan

BUJKA;

11. Rekaman surat keterangan domisili kantor

perwakilan BUJKA di Indonesia yang diterbitkan

oleh Kelurahan setempat;

12. Surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen; dan

13. Surat pernyataan bahwa direksi atau komisaris

BUJKA induk tidak sedang menjabat sebagai

direksi atau komisaris pada BUJKA lain.

14. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

Page 357: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 28 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

21. perpanjangan

Izin Perwakilan

BUJKA

1. Surat permohonan;

2. Data umum BUJKA;

3. Izin perwakilan asli yang akan/sudah habis masa

berlakunya;

4. Sertifikat penyetaraan yang telah dilegalisir

Lembaga Tingkat Nasional;

5. Surat rekomendasi yang telah diperbarui dari

kedutaan besar negara asal di Indonesia yang

menyatakan bahwa BUJKA yang bersangkutan

merupakan badan usaha yang teregistrasi dengan

sah dan memiliki reputasi baik;

6. Rekaman Izin Usaha Jasa Konstruksi BUJKA

induk yang masih berlaku;

7. Laporan kegiatan tahunan dan tanda terima

penyerahan.

8. Rekaman NPWP Perwakilan BUJKA yang

bersangkutan;

9. Rekaman paspor atau kartu tanda pengenal

Kepala Perwakilan;

10. Rekaman surat keterangan domisili kantor

perwakilan BUJKA di Indonesia yang diterbitkan

oleh kelurahan setempat;

11. Rekaman bukti pembayaran jaminan sosial

ketenagakerjaan untuk setiap proyek konstruksi

yang dilaksanakan dan telah dilegalisir oleh

instansi terkait jaminan sosial ketenagakerjaan;

dan

12. Surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen.

13. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

Page 358: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 29 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

22. Penutupan izin

BUJKA

1. Surat permohonan;

2. Izin Perwakilan asli; dan

3. Surat pajak nihil.

4. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

23. Pergantian data

izin BUJKA

1. Persyaratan permohonan pergantian data badan

usaha meliputi:

a. surat permohonan;

b. izin Perwakilan asli yang masih berlaku;

c. rekaman akta penggantian nama perusahaan

yang telah dilegalisir oleh notaris publik di

negara asal;

d. surat rekomendasi dari kedutaan besar negara

asal di Indonesia yang menyatakan bahwa

BUJKA yang bersangkutan telah berganti

namanya;

e. rekaman surat keterangan domisili kantor

perwakilan BUJKA di Indonesia yang

diterbitkan oleh kelurahan setempat; dan

f. surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen.

2. Persyaratan permohonan pergantian data alamat

meliputi:

a. surat permohonan;

b. izin Perwakilan asli yang masih berlaku;

c. rekaman Akta Penggantian alamat perusahaan

yang telah dilegalisir;

d. surat rekomendasi dari kedutaan besar Negara

asal di Indonesia yang menyatakan bahwa

Page 359: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 30 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

BUJKA yang bersangkutan telah berganti

alamatnya;

e. rekaman surat keterangan domisili kantor

perwakilan BUJKA di Indonesia yang

diterbitkan oleh kelurahan setempat; dan

f. surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen.

3. Persyaratan permohonan perubahan jenis usaha

meliputi:

a. surat permohonan;

b. izin Perwakilan asli yang masihberlaku;

c. rekaman Sertifikat Penyetaraan yang telah

dilegalisir Lembaga Tingkat Nasional; dan

d. surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen.

4. Persyaratan permohonan pergantian data Kepala

Perwakilan BUJKA meliputi:

a. surat permohonan;

b. izin Perwakilan asli yang masih berlaku;

c. surat penunjukan Kepala Perwakilan BUJKA

baru oleh BUJKA induk (Letter of

Appointment);

d. daftar riwayat hidup Kepala Perwakilan BUJKA

baru;

e. Exit Permit Only (EPO) Kepala Perwakilan

BUJKA lama;

f. rekaman paspor atau kartu tanda penduduk

Kepala Perwakilan yang baru;

g. surat pernyataan kebenaran dan keaslian

dokumen; dan

h. surat pernyataan bahwa direksi atau komisaris

BUJKA induk tidak sedang menjabat sebagai

direksi atau komisaris pada BUJKA lain.

Page 360: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 31 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

5. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh Chief of Representative Office

dengan dilengkapi dokumen penerima kuasa.

24. Angka Pengenal

Importir

Produsen

(API-P)

1. Rekaman akta pendirian dan perubahannya yang

terkait dengan susunan direksi terakhir serta

pengesahan/persetujuan/permberitahuan dari

Kementerian Hukum dan HAM;

2. Rekaman surat keterangan domisili kantor pusat

perusahaan dari kantor kelurahan

setempat/pengelola gedung/ pengelola kawasan;

3. Rekaman NPWP dan Rekaman Tanda Daftar

Perusahaan (TDP);

4. Rekaman Izin Prinsip Penanaman Modal/Surat

Persetujuan/Izin Usaha yang dimiliki dan masih

berlaku;

5. Rekaman Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

(IMTA), Kartu Izin Tinggal (KITAS), paspor dan

NPWP bagi penandatangan dokumen impor warga

negara asing (WNA);

6. Rekaman Kartu Tanda Penduduk dan NPWP bagi

Warga Negara Indonesia (WNI);

7. Pasfoto terakhir dengan latar belakang warna

merah masing-masing Pengurus atau Direksi

Perusahaan yang menandatangani API 2 (dua)

lembar ukuran 3 x 4;

8. Penandatangan API-P maksimal 4 (empat) orang

yang terdiri dari minimal 1 (satu) orang direksi

dan lainnya kuasa direksi dengan melampirkan

Surat Kuasa untuk penandatangan dokumen

impor (kartu API-P);

9. Permohonan ditandatangani oleh pimpinan

perusahaan bermeterai cukup dan cap

Page 361: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 32 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

perusahaan sesuai dengan Lampiran XVII untuk

pengajuan permohonan secara manual;

10. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa; atau

11. Persyaratan lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Untuk permohonan perubahan API-P ditambah

persyaratan :

12. Asli API-P lama.

25. Angka Pengenal

Importir Umum

(API-U)

1. Rekaman akta pendirian dan perubahannya yang

terkait dengan susunan direksi terakhir serta

pengesahan/persetujuan/permberitahuan dari

Kementerian Hukum dan HAM;

2. Rekaman surat keterangan domisili kantor pusat

perusahaan dari kantor kelurahan

setempat/pengelola gedung/ pengelola kawasan;

3. Rekaman NPWP dan Rekaman Tanda Daftar

Perusahaan (TDP);

4. Rekaman Pendaftaran/ Surat Persetujuan yang

dimiliki;

5. Rekaman Izin Usaha dibidang perdagangan impor

yang dimiliki;

6. Referensi asli dari bank devisa;

7. Rekaman Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

(IMTA), Kartu Izin Tinggal (KITAS), paspor dan

NPWP bagi penandatangan dokumen impor warga

negara asing (WNA);

8. Rekaman Kartu Tanda Penduduk dan NPWP bagi

Warga Negara Indonesia (WNI);

9. Pasfoto terakhir dengan latar belakang warna

merah masing-masing Pengurus atau Direksi

Page 362: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 33 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Perusahaan yang menandatangani API 2 (dua)

lembar ukuran 3 x 4;

10. Untuk yang mengimpor lebih dari 1 (satu) bagian,

melampirkan:

a. surat pernyataan bermeterai cukup yang

mencantumkan jenis hubungan istimewa dan

negara asal dengan perusahaan yang berada di

luar negeri, bagian (section);

b. bukti hubungan istimewa (persetujuan

kontraktural yang menyatakan jangka waktu

persetujuan, kepemilikan saham, anggaran

dasar, perjanjian keagenan/distributor,

perjanjian pinjaman atau perjanjian

penyediaan barang) yang ditandasahkan oleh

Atase Perdagangan/Pejabat Diplomatik/

konsuler/perwakilan RI di luar negeri;

dan/atau

c. surat keterangan dari Atase

Perdagangan/Pejabat Diplomatik/ konsuler/

perwakilan RI di luar negeri.

11. Penandatangan API-U maksimal 4 (empat) orang

yang terdiri dari minimal 1 (satu) orang direksi

dan lainnya kuasa direksi dengan melampirkan

surat Kuasa untuk penandatangan dokumen

impor (kartu API-U);

12. Permohonan ditandatangani oleh pimpinan

perusahaan bermeterai cukup dan cap

perusahaan sesuai dengan Lampiran XVII untuk

pengajuan permohonan secara manual;

13. Surat kuasa asli bermeterai cukup dan stempel

perusahaan, bila pengurusan tidak dilakukan

secara langsung oleh direksi/pimpinan

perusahaan dengan dilengkapi dokumen

penerima kuasa; atau

14. Persyaratan lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Page 363: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 34 -

No. Jenis Perizinan Persyaratan

Untuk permohonan perubahan API-U ditambah

persyaratan :

15. Asli API-U lama.

26. Pembukaan

Kantor Cabang

1. Rekaman seluruh Izin Prinsip/Izin Prinsip

Perluasan/Izin Prinsip Perubahan/Izin

Usaha/Izin Usaha Perluasan;

2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan

perubahannya, dilengkapi dengan pengesahan

dan persetujuan/pemberitahuan perubahan dari

Menteri Hukum dan HAM;

3. Rekaman Akta Pembukaan Kantor Cabang;

4. Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

5. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal

(LKPM) periode terakhir;

6. Laporan yang tidak disampaikan secara langsung

oleh pelapor harus dilampiri surat kuasa asli

bermeterai cukup dan stempel perusahaan, bila

pengurusan tidak dilakukan secara langsung oleh

direksi/pimpinan perusahaan dengan dilengkapi

dokumen penerima kuasa.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 364: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN II

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk formulir Izin Usaha/Izin Perluasan (khusus bidang industri)/Izin Usaha

Perluasan/Izin Usaha Penggabungan Perusahaan/Izin Usaha Penjualan Langsung/

Izin Usaha Jasa Konstruksi/Tanda Daftar Usaha (khusus di bidang kepariwisataan)

FORMULIR

IZIN USAHA/IZIN PERLUASAN (KHUSUS BIDANG INDUSTRI)/IZIN USAHA

PERLUASAN/IZIN USAHA PENGGABUNGAN PERUSAHAAN/IZIN USAHA

PENJUALAN LANGSUNG/IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI/TANDA DAFTAR USAHA

(KHUSUS DI BIDANG KEPARIWISATAAN)*

I. KETERANGAN PEMOHON

1. Nama Perusahaan : ................................................

2. Nomor & Tanggal Izin Prinsip PM : ................................................

3. Bidang Usaha : ................................................

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ................................................

5. a. Akte Pendirian dan Perubahannya : ........................................

(Nama Notaris, Nomor dan Tanggal)

b. Pengesahan Menteri Hukum & HAM : ........................................

(Nomor dan Tanggal)

6. Alamat Kantor Pusat : .................................................

- Nomor Telepon : .................................................

- Faksimile : .................................................

- E-mail : .................................................

7. Alamat Lokasi Proyek/Pabrik : ..................................................

- Nomor Telepon : .................................................

- Faksimile : .................................................

- E-mail : .................................................

8. Penanggungjawab Perusahaan a) : .................................................

Nama : .................................................

Page 365: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 2 -

Alamat Tempat Tinggal : .................................................

Nomor Telepon/Faksimile : .................................................

Nomor KTP/IMTA : ..................................................

a) Diisi untuk Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL), Izin Usaha Jasa

Konstruksi (IUJK) dan Izin Usaha di bidang industri hanya untuk

minuman beralkohol.

9. Nama Penanggung Jawab Teknikb) : ..............................................

b) Diisi untuk Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)

10. Kemampuan Keuanganc) : ..................................................

c) Diisi untuk Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK)

II. REALISASI PROYEK

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proyek kami telah siap

produksi/operasi komersial dengan data sebagai berikut :

1. Kapasitas Produksi dan Pemasaran Per Tahun :

Jenis Barang/Jasa Satuan Kapasitas Ekspor (%) Keterangan

…..……… ……… ……. .. …........ ………

…..……… ……… ……. .. …........ ………

Klasifikasi/Kualifikasi Bidang Usaha d):

No. Kualifikasi

Klasifikasi Kemampuan Dasar

Nomor

Kode

Subbidang/bagian

subbidang

Tahun Nilai (juta

Rp)

d) Diisi hanya untuk Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) disesuaikan

dengan Sertifikasi Badan Usaha (SBU)

Jenis barang dagangan:e)

Jenis Barang Nomor Pendaft. BPOM/Kemenkes/ Keterangan

Instansi Teknis

............................ ............................ ............................

............................ ............................ ............................

e) Diisi hanya untuk Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL)

Page 366: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 3 -

2. Nilai Ekspor per tahun : US$ …….…........….…….…….

3. Saat Mulai Berproduksi/Operasi : .............................................

Bulan : ……………......…………………

Tahun : ………………......………………

4. Investasi Proyek (Menggunakan Mata Uang sesuai IP)

a. Modal Tetap : ………………......………………

- Pembelian & Pematangan Tanah : ………………......………………

- Bangunan / Gedung : ………………......………………

- Mesin & Peralatan : ………………......…………..

- Lain – Lain : ………………......……………….

Sub Jumlah : ………………......………………

b. Modal Kerja (untuk 1 turn over) : ………………......………………

c. Jumlah (a+b) : ……………..…………………

5. Penggunaan Tanah*) : …… m2/ha

*) pilih salah satu milik sendiri

menggunakan proyek terdahulu

sewa

6. Sumber Pembiayaan

a. Modal Sendiri : ………………………………

b. Laba yang Ditanam Kembali : ………………………………

c. Modal Pinjaman : ………………………………

Jumlah : ………………………………

7. Modal Perseroan :

a. Modal Dasar : ………………………………

b. Modal Ditempatkan : ………………………………

c. Modal Disetor : ………………………………

8. Tenaga Kerja : Asing (L/P) Indonesia (L/P)

a. Pimpinan Perusahaan : …………. ………….

- PT. .................... : Komisaris : …………. ………….

Direksi : …………. ………….

- Koperasi ............. : Pimpinan : …………. ………….

b. Tenaga Profesional : …………. ………….

- Manager : …………. ………….

- Tenaga Ahli : …………. ………….

c. Tenaga Kerja Langsung : …………. ………….

Jumlah : …………. ………….

Page 367: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 4 -

III.PERNYATAAN

Bahwa saya, nama : ………………………., dalam kapasitas saya sebagai

Pimpinan Perusahaan PT .............................. dengan ini menyatakan :

1. Apabila dalam pelaksanaan penanaman modal ini di kemudian hari

menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan

hidup, Perusahaan bersedia memikul segala akibat yang ditimbulkan

termasuk penggantian kerugian kepada masyarakat.

2. Saya menyatakan bahwa permohonan ini dibuat dengan benar,

ditandatangani oleh yang berhak di atas meterai yang cukup, dan saya

menyatakan bahwa saya menjamin dan bertanggung jawab secara

hukum atas :

a. Keaslian seluruh dokumen yang disampaikan,

b. Kesesuaian seluruh rekaman/fotokopi data yang disampaikan

dengan dokumen aslinya, dan

c. Keaslian seluruh tandatangan yang tercantum dalam permohonan.

Mengetahui/Menyetujui, f)

Direktur/Pimpinan Kawasan Industri

…………………………

Nama terang, tanda tangan

Jabatan dan cap Kawasan Industri

…………………………..,………..20…..

Yang membuat pernyataan,

Direktur Utama,

Meterai Rp.6.000,-

…………………………

Nama terang, tanda tangan

Jabatan dan cap perusahaan

f) bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri

Page 368: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 5 -

Penandatanganan permohonan yang didalamnya tercantum PERNYATAAN

harus dilakukan oleh direksi/pimpinan perusahaan. Untuk kondisi yang

sangat khusus dan terbatas, penandatanganan dapat dilakukan oleh

karyawan perusahaan - satu level dibawah jabatan direksi/pimpinan

perusahaan, dilengkapi dengan:

a. Surat dari direksi/pimpinan perusahaan yang menyatakan penjelasan tentang kondisi yang tidak memungkinan bagi direksi/pimpinan perusahaan untuk menandatangani permohonan dan bahwa direksi/pimpinan perusahaan mengetahui serta menyetujui permohonan yang disampaikan;

b. Surat Perintah Tugas dari direksi/pimpinan perusahaan; c. Rekaman identitas diri direksi/pimpinan perusahaan dengan

menunjukkan aslinya; d. Bagi penerima kuasa dibuktikan dengan rekaman identitas diri dan

surat pengangkatan terakhir sebagai karyawan dengan menunjukkan aslinya.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 369: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN III

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN

NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL

Bentuk Izin Usaha Penanaman Modal Asing/Izin Usaha Penanaman Modal

Dalam Negeri

KOP SURAT BKPM/BPMPTSP PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA/

PTSP KPBPB/PTSP KEK

NOMOR :

TENTANG

IZIN USAHA ......*

PENANAMAN MODAL ASING/

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

KEPALA BKPM/BPMPTSP PROVINSI/ KABUPATEN/KOTA/PTSP KPBPB/

PTSP KEK

Menimbang : a. bahwa berdasarkan penelitian terhadap permohonan

yang diterima tanggal ........…. dan Laporan Kegiatan

Penanaman Modal (LKPM) Triwulan ........…. Tahun

........…. atas pelaksanaan Pendaftaran Penanaman

Modal/Izin Prinsip Penanaman Modal/Surat

Persetujuan Penanaman Modal Nomor ........….

tanggal ........…. atas nama PT. ........…. yang

bergerak di bidang usaha ........…. dengan lokasi di

Kabupaten/Kota ........…. Provinsi ........….,

permohonan tersebut telah memenuhi syarat-syarat

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;

Page 370: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud huruf a, perlu menerbitkan Keputusan

Kepala BKPM/BPMPTSP PROVINSI/BPMPTSP

KABUPATEN/KOTA/PTSP KPBPB/PTSP KEK tentang

Izin Usaha ........….

Mengingat : 1. Undang-Undang ............... (Kementerian teknis

terkait);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal;

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986

tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan

Pengembangan Industri;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994

tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang

Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001;

6. Peraturan Pemerintah ........…. (Kementerian teknis

terkait);

7. Keputusan Presiden ........…. (Kementerian teknis

terkait);

8. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang

Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86

Tahun 2012;

9. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang

Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

10. Peraturan Menteri ........….

(Pelimpahan/Pendelegasian dari Kementerian teknis

terkait);

11. Peraturan Menteri ........…. (Kementerian teknis

terkait);

12. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Modal Nomor ... Tahun ... tentang Pedoman dan Tata

Page 371: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-3-

Cara Pengajuan Permohonan Perizinan dan

Nonperizinan Penanaman Modal.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERTAMA : Memberikan Izin Usaha … kepada perusahaan

penanaman modal asing/dalam negeri:

1. Nama Perusahaan : .................................

2. a. Akta pendirian dan : Nomor... tanggal …

oleh Notaris….. perubahannya

b. Pengesahan/Persetujuan/ : Nomor ... tanggal ......

Pemberitahuan Menteri Hukum dan HAM

3. Bidang Usaha : ................................

4. Nomor perusahaan : ................................

5. NPWP : .................................

6. Penanggung jawab : .................................

Perusahaan **

Catatan:

**) khusus untuk izin usaha di bidang industri hanya

untuk minuman beralkohol

7. Alamat

a. Kantor Pusat : .................................

Telepon/Faksimile : .................................

b. Lokasi Proyek*** : .................................

................................

Telepon/Faksimile : ................................

Catatan:

***) Lokasi proyek berada di luar kawasan industri

sesuai ..........tentang .... (khusus bagi bidang usaha

industri)

Atau

Lokasi telah dimiliki perusahaan sejak tahun....

sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

2009 tentang Kawasan Industri diberlakukan.

Page 372: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-4-

8. a. Jenis dan kapasitas produksi terpasang/jenis jasa

per tahun:

Jenis Barang/Jasa KBLI Satuan Kapasitas

Keterangan****

…..……… …… ……... ........ …........

…..……… …… ……... ........ …........

b. Pemasaran (bila ada ekspor)

- ................. : ...... % ( .....................) ekspor

Keterangan:

****) - Setara ..... ton (untuk satuan produksi bukan

ton, sedangkan untuk jasa dalam Rp. atau

US$.)

- Jenis produksi tidak termasuk yang wajib

ekspor

- Perusahaan dapat melaksanakan diversifikasi

produk dalam lingkup industri ……..

- Tidak diperkenankan melakukan kegiatan

perdagangan ……...

- Melaksanakan kemitraan (bagi bidang usaha

yang

diwajibkan bermitra)

9 . Investasi (Rp. atau US$)

a. Modal Tetap

- Pembelian dan pematangan : ….......................

tanah

- Bangunan dan gedung : …........................

- Mesin dan peralatan : …........................

Lain-lain : …........................

Sub. Jumlah : …........................

b. Modal Kerja (untuk 1 : …........................

turn over/3 bulan)

c. Jumlah : ….......................

Keterangan

10. Tenaga Kerja Indonesia : ......Orang(..L/.P)

11. Penggunaan Tanah : ...... m2/ha*****)

Page 373: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-5-

*****): sesuai dengan HGB Nomor.... tanggal.....atas

nama PT.... untuk lahan seluas ... M2 dari Kepala .....

(instansi pertanahan daerah)

KEDUA : Mewajibkan perusahaan sebagaimana tersebut pada

diktum PERTAMA untuk mentaati ketentuan sebagai

berikut :

1. Mengajukan izin perluasan :

a. di bidang usaha industri melakukan

peningkatan kapasitas produksi untuk jenis

produksi dalam 5 (lima) digit KBLI yang sama

dan kapasitas lebih besar dari 30 persen dari

kapasitas izin dilakukan di lokasi yang sama

dengan kegiatan produksi sebelumnya;

b. di bidang usaha selain industri melakukan

penambahan investasi dan peningkatan

kapasitas produksi untuk KBLI 4 (empat) digit

yang sama yang dilaksanakan di lokasi yang

sama atau berbeda dengan pelaksanaan

kegiatan penanaman modal yang tercantum

dalam izin usaha sebelumnya

2. Melaksanakan semua ketentuan yang tercantum

dalam dokumen AMDAL/RKL-RPL atau UKL-UPL

(atau melaksanakan kegiatan pengelolaan

pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan

ketentuan yang berlaku).

3. Memenuhi ketentuan nilai investasi Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau

setaranya dalam US Dollar di luar nilai investasi

untuk tanah dan bangunan (khusus untuk

pengajuan izin usaha perdagangan dan/atau jasa

sektor tertentu)

4. Menyampaikan LKPM setiap 6 (enam) bulan

(semester) dengan periode laporan sebagai

berikut:

Page 374: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-6-

1) Laporan Semester I disampaikan paling lambat

pada akhir bulan Juli tahun yang

bersangkutan;

2) Laporan Semester II disampaikan paling

lambat pada akhir bulan Januari tahun

berikutnya.

kepada :

a. Kepala BPMPTSP Provinsi;

b. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota;

c. Kepala BKPM c.q. Deputi Bidang Pengendalian

Pelaksanaan Penanaman Modal;

d. Pengelola Kawasan Industri (jika lokasi di

kawasan industri).

KETIGA : Izin Usaha …... ini berlaku:

1. Sejak perusahaan berproduksi/beroperasi bulan

…. dan seterusnya selama perusahaan masih

melakukan kegiatan usaha (atau sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan);

2. Untuk melaksanakan kegiatan

pembelian/penjualan dalam negeri dan ekspor

dengan mengikuti ketentuan yang berlaku (atau

untuk melaksanakan kegiatan usaha ….. dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku);

3. Untuk pemakaian gudang atau tempat

penyimpanan yang berada dalam komplek/tempat

usaha yang bersangkutan.

4. (Khusus untuk perusahaan yang memiliki Izin

Prinsip Penanaman Modal lebih dari satu

sektor/bidang usaha/lokasi proyek dan baru

direalisasi sebagian) Izin Usaha..... (sesuai dengan

nomenklatur) yang diterbitkan berdasarkan Izin

Prinsip Penanaman Modal Nomor...tanggal...

masih tetap berlaku sebagai dasar hukum

pelaksanaan kegiatan usaha .... .

Page 375: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-7-

KEEMPAT : Berdasarkan data formulir Izin Usaha, perusahaan

telah siap produksi/operasi pada bulan.... tahun .....

KELIMA : Apabila ketentuan dalam keputusan ini tidak

dipenuhi, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

KEENAM : Keputusan ini dapat diubah apabila di kemudian hari

terdapat kekeliruan, dan akan diadakan perbaikan

sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :

Pada Tanggal :

a.n. MENTERI ......

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

atau

KEPALA KPBPB/ADMINISTRATOR KEK

………………………………………..

Tembusan disampaikan kepada Yth. :

1. Menteri ........... (kementerian teknis terkait);

2. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (bagi Izin Usaha dalam rangka

penggabungan perusahaan atau akuisisi);

3. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan;

4. Direktur Jenderal Pajak;

5. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;

6. Gubernur yang bersangkutan;

7. Kepala Kantor Perwakilan Republik Indonesia di negara asal Penanam

Modal Asing;

8. Kepala BKPM (bagi izin usaha yang diterbitkan BPMPTSP PROVINSI/

BPMPTSP KABUPATEN/KOTA atau PTSP KPBPB atau PTSP KEK);

9. Kepala BPMPTSP PROVINSI (bagi izin usaha yang diterbitkan PTSP Pusat di

BKPM atau BPMPTSP KABUPATEN/KOTA);

Page 376: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-8-

10. Kepala BPMPTSP KABUPATEN/KOTA (bagi izin usaha yang diterbitkan

PTSP Pusat di BKPM atau BPMPTSP PROVINSI);

11. Pejabat Promosi Investasi Indonesia di negara asal Penanam Modal Asing.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 377: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...
Page 378: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN IV

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk Surat Penolakan

KOP SURAT INSTANSI

(sesuai kewenangan)

Nomor

Sifat

Lampiran

Perihal

:

:

:

:

Penolakan Pemberian Izin…..... *

(sesuai dengan nomenklatur)

Jakarta,

Kepada Yth.

........................................

........................................

........................................

Sehubungan dengan permohonan Saudara yang diterima PTSP

PUSAT DI BKPM/BPMPTSP PROVINSI/BPMPTSP KABUPATEN/

KOTA/PTSP KPBPB/PTSP KEK tanggal ...................... perihal

permohonan ………..* (sesuai dengan nomenklatur), dan

memperhatikan:

a. ......;

b. ......;

c. dst.

dengan ini kami menolak untuk memberikan izin ..........* (sesuai

dengan nomenklatur), dengan alasan sebagai berikut:

1. ......................

2. .......................

3. dst.

Page 379: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

……., …………

a.n. MENTERI ......

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

atau

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

...............................................

Tembusan :

1. Menteri ........…. (kementerian teknis terkait);

2. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan;

3. Direktur Jenderal Pajak;

4. Gubernur yang bersangkutan;

5. Kepala BPMPTSP Provinsi;

6. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 380: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN V

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk Izin Perluasan (Khusus di bidang industri)/ Izin Usaha Perluasan

KOP SURAT INSTANSI

(Sesuai Kewenangannya)

NOMOR :

TENTANG

IZIN PERLUASAN (Khusus di Bidang Industri)/IZIN USAHA PERLUASAN

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI/ PENANAMAN MODAL ASING*

*coret yang tidak perlu

KEPALA BKPM atau BPMPTSP PROVINSI atau BPMPTSP KABUPATEN/KOTA

Menimbang : a. bahwa berdasarkan penelitian terhadap permohonan

yang diterima tanggal .......…. dan Laporan Kegiatan

Penanaman Modal (LKPM) Triwulan.......…. Tahun

.......…. atas pelaksanaan Pendaftaran Perluasan

Penanaman Modal/Izin Prinsip Perluasan

Penanaman Modal/Surat Persetujuan Perluasan

Penanaman Modal No. .......…. tanggal .......…. atas

nama PT. .......…. yang bergerak di bidang usaha

.......…. dengan lokasi di Kabupaten/ Kota .......….

Provinsi .......…., permohonan tersebut telah

memenuhi syarat-syarat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud huruf a, perlu menerbitkan Keputusan

Page 381: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang

Izin Perluasan/Izin Usaha Perluasan;

Mengingat : 1. Undang-Undang .......…. (Kementerian teknis terkait);

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal;

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986

tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan

Pengembangan Industri;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang

Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan

Dalam Rangka Penanaman Modal Asing sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83

Tahun 2001;

5. Peraturan Pemerintah .......…. (Kementerian teknis

terkait);

6. Keputusan Presiden .......…. (Kementerian teknis

terkait);

7. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang

Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86

Tahun 2012;

8. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang

Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

9. Peraturan Menteri .......….

(Pelimpahan/pendelegasian dari Kementerian teknis

terkait);

10. Peraturan Menteri .......…. (Kementerian teknis

terkait);

11. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Modal Nomor .... Tahun ... tentang Pedoman dan Tata

Cara Pengajuan Permohonan Perizinan dan

Nonperizinan Penanaman Modal.

Page 382: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-3-

Memperhatikan : 1. Izin Usaha ...........................;

2. Izin Usaha ...........................;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERTAMA : Memberikan Izin Perluasan/ Izin Usaha Perluasan kepada

perusahaan penanaman modal asing atau penanaman

modal dalam negeri:

1. Nama Perusahaan : .................................

2. a. Akta pendirian dan : Nomor... tanggal …

oleh Notaris….. perubahannya

b. Pengesahan/Persetujuan/ : Nomor ... tanggal ......

Pemberitahuan Menteri Hukum dan HAM

3. Bidang Usaha : ................................

4. Nomor perusahaan : ................................

5. NPWP : .................................

6. Penanggung jawab : …..........................

Perusahaan **

Catatan:

**) khusus untuk izin usaha dibidang industri hanya

untuk minuman beralkohol)

7. Alamat

a. Kantor Pusat : .................................

Telepon/Faksimile : ...............................

b. Lokasi Proyek*** : .................................

................................

Telepon/Faksimile : ................................

Catatan:

***) Lokasi proyek berada di luar kawasan industri

sesuai ..........tentang .... (khusus bagi bidang usaha

industri)

Atau

Page 383: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-4-

Lokasi telah dimiliki perusahaan sejak tahun ....

sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009

tentang Kawasan Industri diberlakukan

8. a. Jenis dan kapasitas produksi terpasang/jenis jasa

per tahun:

Jenis Barang/Jasa KBLI Satuan Kapasitas

Keterangan****

…..……… …… ……... ........ …........

…..……… …… ……... ........ …........

b. Pemasaran (bila ada ekspor)

- ................. : ...... % ( .....................) ekspor

Keterangan:

****) - Setara ..... ton (untuk satuan produksi bukan

ton, sedangkan untuk jasa dalam Rp. atau US$.)

- Jenis produksi tidak termasuk yang wajib

ekspor

- Perusahaan dapat melaksanakan diversifikasi

produk dalam lingkup industri ……

- Tidak diperkenankan melakukan kegiatan

perdagangan ....

- Melaksanakan kemitraan (bagi bidang usaha

yang diwajibkan bermitra)

9 . Investasi (Rp atau US$) :

a. Modal Tetap :

- Pembelian dan pematangan : …......................

tanah

- Bangunan dan gedung : .........................

- Mesin & peralatan : ….....................

- Lain-lain : ….....................

Sub. Jumlah : ….....................

b. Modal Kerja : …....................

c. Jumlah : …....................

10. Tenaga Kerja Indonesia : ..orang (..L /..P)

11. Penggunaan Tanah : ..... m2/ha

*****): sesuai dengan HGB Nomor.... tanggal.....atas nama

PT.... untuk lahan seluas ... M2 dari Kepala ..... (instansi

pertanahan daerah)

Page 384: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-5-

KEDUA : Mewajibkan perusahaan sebagaimana tersebut pada

diktum PERTAMA untuk mentaati ketentuan sebagai

berikut :

1. Mengajukan izin perluasan :

a. di bidang usaha industri melakukan peningkatan

kapasitas produksi untuk jenis produksi dalam 5

(lima) digit KBLI yang sama dan kapasitas lebih

besar dari 30 persen dari kapasitas izin

dilakukan dilokasi yang sama dengan kegiatan

produksi sebelumnya;

b. di bidang usaha selain industri melakukan

penambahan investasi dan peningkatan

kapasitas produksi untuk KBLI 4 (empat) digit

yang sama yang dilaksanakan di lokasi yang

sama atau berbeda dengan pelaksanaan kegiatan

penanaman modal yang tercantum dalam izin

usaha sebelumnya.

2. Melaksanakan semua ketentuan yang tercantum

dalam dokumen AMDAL/RKL-RPL atau UKL-UPL

(atau melaksanakan kegiatan pengelolaan

pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan

ketentuan yang berlaku);

3. Menyampaikan LKPM setiap 6 (enam) bulan (semester)

dengan periode laporan sebagai berikut:

1) Laporan Semester I disampaikan paling lambat

pada akhir bulan Juli tahun yang bersangkutan;

2) Laporan Semester II disampaikan paling lambat

pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

kepada :

a. Kepala BPMPTSP Provinsi;

b. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota;

c. Kepala BKPM c.q. Deputi Bidang Pengendalian

Pelaksanaan Penanaman Modal;

d. Pengelola Kawasan Industri (jika lokasi di kawasan

industri).

Page 385: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-6-

KETIGA : Izin Perluasan/ Izin Usaha Perluasan ini berlaku:

1. Sejak perusahaan berproduksi/beroperasi bulan ….

dan seterusnya selama perusahaan masih melakukan

kegiatan usaha (atau sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan);

2. Untuk melaksanakan kegiatan pembelian/penjualan

dalam negeri dan ekspor dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku (atau untuk melaksanakan kegiatan

usaha ….. dengan mengikuti ketentuan yang berlaku);

3. Untuk pemakaian gudang atau tempat penyimpanan

yang berada dalam komplek/tempat usaha yang

bersangkutan.

4. Khusus untuk perusahaan yang memiliki Izin Prinsip

Penanaman Modal lebih dari satu sektor/bidang

usaha/lokasi proyek dan baru direalisasi sebagian)

Izin Usaha..... (sesuai dengan nomenklatur) yang

diterbitkan berdasarkan Izin Prinsip Penanaman

Modal Asing Nomor...tanggal... masih tetap berlaku

sebagai dasar hukum pelaksanaan kegiatan usaha ....

KEEMPAT : Berdasarkan data formulir Izin Usaha, perusahaan telah

siap produksi/operasi pada bulan.... tahun .....

KELIMA : Apabila ketentuan dalam keputusan ini tidak dipenuhi,

dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

KEENAM : Keputusan ini dapat diubah apabila di kemudian hari

terdapat kekeliruan, dan akan diadakan perbaikan

sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di :

Pada Tanggal :

Page 386: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-7-

a.n. MENTERI .........

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

atau

KEPALA KPBPB/ADMINISTRATOR KEK

atau

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

...........................................

Tembusan disampaikan kepada Yth. :

1. Menteri ....... (kementerian teknis terkait);

2. Kepala BKPM;

3. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan;

4. Direktur Jenderal Pajak;

5. Gubernur yang bersangkutan;

6. Kepala BPMPTSP Provinsi;

7. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 387: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN VI

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal

KOP SURAT INSTANSI

(sesuai kewenangan)

NOMOR :

TENTANG

IZIN USAHA PENGGABUNGAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI/ PENANAMAN MODAL ASING*

*) pilih salah satu

(Kepala PTSP Pusat di BKPM atau BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP

Kabupaten/Kota)

Menimbang : a. bahwa berdasarkan penelitian terhadap permohonan

yang diterima tanggal ........…. dan Laporan Kegiatan

Penanaman Modal (LKPM) Triwulan ........…. Tahun

........…. atas pelaksanaan Izin Prinsip Penggabungan

Perusahaan Penanaman Modal No. ........…. tanggal

........…. atas nama PT. ........…. yang bergerak di bidang

usaha ........…. dengan lokasi di Kabupaten/Kota ........….

Provinsi ........…., permohonan tersebut telah memenuhi

syarat-syarat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;

Page 388: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud huruf a, perlu menerbitkan Keputusan Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal/ Kepala BPMPTSP

Provinsi / Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota/Kepala

PTSP KPBPB/ Kepala PTSP KEK* tentang Izin Usaha

Penggabungan Perusahaan.

Mengingat : 1. Undang-Undang ........…. (Kementerian teknis terkait);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal;

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang

Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan

Pengembangan Industri;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang

Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan

Dalam Rangka Penanaman Modal Asing sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 83

Tahun 2001;

6. Peraturan Pemerintah ........…. (Kementerian teknis

terkait);

7. Keputusan Presiden ........…. (Kementerian teknis

terkait);

8. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang

Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun

2012;

9. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman

Modal;

10. Peraturan Menteri ........…. (Pelimpahan/pendelegasian

dari Kementerian teknis terkait);

11. Peraturan Menteri ........…. (Kementerian teknis terkait);

12. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Nomor.. Tahun .. tentang Pedoman dan Tata Cara

Page 389: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-3-

Pengajuan Permohonan Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERTAMA : Memberikan Izin Usaha Penggabungan Perusahaan kepada

perusahaan penanaman modal asing atau penanaman

modal dalam negeri:

1. Nama Perusahaan : .................................

2. a. Akta pendirian dan : Nomor... tanggal … oleh

perubahannya Notaris…..

b. Pengesahan/Persetujuan/ : Nomor ... tanggal ......

Pemberitahuan Menteri Hukum dan HAM

3. Bidang Usaha : ................................

4. Nomor perusahaan : ................................

5. NPWP : .................................

6. Penanggung jawab : ................................

Perusahaan **

Catatan:

**) khusus untuk izin usaha di bidang industri hanya

untuk minuman beralkohol)

7. Alamat :

a. Kantor Pusat : .................................

Telepon/Faksimile : ...............................

b. Lokasi Proyek*** : .................................

................................

Telepon/Faksimile : ................................

Catatan:

***) Lokasi proyek berada di luar kawasan industri

sesuai ..........tentang .... (khusus bagi bidang usaha

industri)

Atau

Lokasi telah dimiliki perusahaan sejak tahun ....

sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009

tentang Kawasan Industri diberlakukan.

Page 390: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-4-

8. a.Jenis dan kapasitas produksi terpasang/jenis jasa per

tahun:

Jenis Barang/Jasa KBLI Satuan Kapasitas

Keterangan****

…..……… …… ……... ........ …........

…..……… …… ……... ........ …........

b. Pemasaran (bila ada ekspor)

- ................. : ...... % ( .....................) ekspor

Keterangan:

****) - Setara ..... ton (untuk satuan produksi bukan

ton, sedangkan untuk jasa dalam Rp. atau US$.)

- Jenis produksi tidak termasuk yang wajib

ekspor

- Perusahaan dapat melaksanakan diversifikasi

produk dalam lingkup industri ……

- Tidak diperkenankan melakukan kegiatan

perdagangan ....

- Melaksanakan kemitraan (bagi bidang usaha

yang diwajibkan bermitra)

9. Investasi (Rp atau US$)

a. Modal Tetap :

- Pembelian dan pematangan : …......................

tanah

- Bangunan dan gedung : .........................

- Mesin & peralatan : ….....................

- Lain-lain : ….....................

Sub. Jumlah : ….....................

b. Modal Kerja : …....................

c. Jumlah : …....................

10. Tenaga Kerja Indonesia : ..orang (..L /..P)

11. Penggunaan Tanah : ..... m2/ha

*****): sesuai dengan HGB Nomor.... tanggal.....atas nama

PT.... untuk lahan seluas ... M2 dari Kepala ..... (instansi

pertanahan daerah)

Page 391: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-5-

KEDUA : Mewajibkan perusahaan sebagaimana tersebut pada diktum

PERTAMA untuk mentaati ketentuan sebagai berikut :

1. Mengajukan Izin Perluasan:

a. di bidang usaha industri melakukan peningkatan

kapasitas produksi untuk jenis produksi dalam 5

(lima) digit KBLI yang sama dan kapasitas lebih

besar dari 30 persen dari kapasitas izin dilakukan di

lokasi yang sama dengan kegiatan produksi

sebelumnya;

b. di bidang usaha selain industri melakukan

penambahan investasi dan peningkatan kapasitas

produksi untuk KBLI 4 (empat) digit yang sama

yang dilaksanakan di lokasi yang sama atau

berbeda dengan pelaksanaan kegiatan penanaman

modal yang tercantum dalam izin usaha

sebelumnya.

2. Melaksanakan semua ketentuan yang tercantum dalam

dokumen AMDAL/RKL-RPL atau UKL-UPL (atau

melaksanakan kegiatan pengelolaan pemantauan

lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang

berlaku);

3. Menyampaikan LKPM setiap 6 (enam) bulan (semester)

dengan periode laporan sebagai berikut:

1) Laporan Semester I disampaikan paling lambat pada

akhir bulan Juli tahun yang bersangkutan;

2) Laporan Semester II disampaikan paling lambat pada

akhir bulan Januari tahun berikutnya.

kepada :

a. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota;

b. Kepala BPMPTSP Provinsi;

c. Kepala BKPM c.q. Deputi Bidang Pengendalian

Pelaksanaan Penanaman Modal;

d. Pengelola Kawasan Industri (jika lokasi di kawasan

industri).

Page 392: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-6-

KETIGA : Izin Usaha Penggabungan Perusahaan bagi perusahaan

penanaman modal asing atau penanaman modal dalam

negeri ini berlaku :

1. Sejak perusahaan berproduksi/beroperasi bulan …. dan

seterusnya selama perusahaan masih melakukan

kegiatan usaha (atau sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan);

2. Untuk melaksanakan kegiatan pembelian/penjualan

dalam negeri dan ekspor dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku (atau untuk melaksanakan kegiatan usaha

….................. dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku);

3. Untuk pemakaian gudang atau tempat penyimpanan

yang berada dalam komplek/tempat usaha yang

bersangkutan.

4. (Khusus untuk perusahaan yang memiliki Izin Prinsip

Penanaman Modal lebih dari satu sektor/bidang

usaha/lokasi proyek dan baru direalisasi sebagian) Izin

Usaha..... (sesuai dengan nomenklatur) yang diterbitkan

berdasarkan Izin Prinsip Penanaman Modal Asing

Nomor...tanggal... masih tetap berlaku sebagai dasar

hukum pelaksanaan kegiatan usaha .... .

KEEMPAT : Berdasarkan data formulir Izin Usaha, perusahaan telah

siap produksi/operasi pada bulan.... tahun .....

KELIMA : Apabila ketentuan dalam keputusan ini tidak dipenuhi,

dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

KEENAM : Keputusan ini dapat diubah apabila di kemudian hari

terdapat kekeliruan, dan akan diadakan perbaikan

sebagaimana mestinya.

Page 393: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-7-

Ditetapkan di :

Pada Tanggal :

a.n. MENTERI .........

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

atau

KEPALA KPBPB/ADMINISTRATOR KEK

atau

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

……………………………………

Tembusan disampaikan kepada Yth. :

1. Menteri ....... (Kementerian teknis terkait);

2. Direktur Jenderal teknis yang bersangkutan;

3. Direktur Jenderal Pajak;

4. Gubernur yang bersangkutan;

5. Kepala BPMPTSP Provinsi;

6. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 394: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN VII

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk Permohonan Perubahan Penanaman Modal

PERMOHONAN PERUBAHAN PENANAMAN MODAL

Permohonan ini disampaikan kepada PTSP Pusat di BKPM, BPMPTSP Provinsi,

BPMPTSP Kabupaten/Kota, PTSP KPBPB, atau PTSP KEK * untuk mendapatkan

persetujuan perubahan atas realisasi penanaman modal yang sebelumnya telah

dinyatakan dalam Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan/Izin Usaha Penggabungan

Perusahaan, dan seluruh perubahannya.

Nama Perusahaan : PT. ..........................................................

Perizinan yang akan diubah : ............................................sebagai berikut :

KETENTUAN SEMULA MENJADI

*) pilih salah satu

Catatan :

diisi dengan ketentuan yang akan diubah

semula : adalah data ketentuan yang akan diubah sebagaimana yang tercantum

dalam Perizinan yang dimiliki

Page 395: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

menjadi : adalah data ketentuan yang diinginkan perusahaan

Alasan perubahan : …………………………………………………………………………….

……………………………………………………………………………………………………….

PERNYATAAN

Bahwa saya, nama : ………………………., dalam kapasitas saya sebagai

Pimpinan Perusahaan PT .............................. dengan ini menyatakan :

1. Apabila dalam pelaksanaan penanaman modal ini di kemudian hari

menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan hidup,

Perusahaan bersedia memikul segala akibat yang ditimbulkan termasuk

penggantian kerugian kepada masyarakat.

2. Saya menyatakan bahwa permohonan ini dibuat dengan benar,

ditandatangani oleh yang berhak di atas meterai yang cukup, dan saya

menyatakan bahwa saya menjamin dan bertanggungjawab secara hukum

atas:

a. Keaslian seluruh dokumen yang disampaikan,

b. Kesesuaian seluruh rekaman/fotokopi data yang disampaikan dengan

dokumen aslinya, dan

c. Keaslian seluruh tandatangan yang tercantum dalam permohonan.

…………………………..,……….20……..

Pemohon,

Tanda Tangan dan Stempel Perusahaan

Meterai Rp. 6.000,-

……………….………………

Nama dan Jabatan Penandatangan

Page 396: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-3-

Penandatanganan permohonan yang didalamnya tercantum PERNYATAAN

harus dilakukan oleh direksi/pimpinan perusahaan. Untuk kondisi yang

sangat khusus dan terbatas, penandatanganan dapat dilakukan oleh

karyawan perusahaan - satu level dibawah jabatan direksi/pimpinan

perusahaan, dilengkapi dengan:

a. Surat dari direksi/pimpinan perusahaan yang menyatakan penjelasan tentang kondisi yang tidak memungkinan bagi direksi/pimpinan perusahaan untuk menandatangani permohonan dan bahwa direksi/pimpinan perusahaan mengetahui serta menyetujui permohonan yang disampaikan;

b. Surat Perintah Tugas dari direksi/pimpinan perusahaan; c. Rekaman identitas diri direksi/pimpinan perusahaan dengan

menunjukkan aslinya;

d. Bagi penerima kuasa dibuktikan dengan rekaman identitas diri dan surat pengangkatan terakhir sebagai karyawan dengan menunjukkan aslinya.

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 397: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN VIII

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

MODAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

PENANAMAN MODAL

Bentuk Izin Usaha Perubahan

KOP SURAT INSTANSI

(sesuai kewenangan)

IZIN USAHA PERUBAHAN

PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI/ PENANAMAN MODAL ASING*

*) pilih salah satu

Nomor :

Nomor Perusahaan :

Sehubungan dengan permohonan yang Saudara sampaikan tanggal ………

dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah

Republik Indonesia memberikan IZIN USAHA PERUBAHAN, sebagai berikut :

1. Nama Perusahaan : ………………………………………

2. NPWP : ………………………………………

3. Alamat Kedudukan Perusahaan :

a. Alamat Kantor Pusat : ………………………………………

b. Kabupaten/Kota : ………………………………………

c. Provinsi : ………………………………………

d. Telepon : ………………………………………

e. Faksimile : ………………………………………

f. E-mail : ………………………………………

Page 398: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-2-

4. Rekomendasi/Izin Operasional : ………………………………………

(jika dipersyaratkan, diisi dengan nomor, tanggal dan nama

pemerintah/instansi

penerbit rekomendasi /izin operasional)

5. Perizinan yang akan diubah : ………………………………………

(diisi dengan nomor/tanggal perizinan)

6. Data perubahan :

KETENTUAN SEMULA MENJADI

1. Lokasi Proyek

a. Alamat

b. Kabupaten/

Kota

c. Provinsi

2.a. Jenis dan

Kapasitas

produksi

terpasang/

jenis jasa

pertahun

Jenis

KBLI

Satuan

Kapasitas

Keterangan

Jenis

KBLI

Satuan

Kapasitas

Keterangan

b. Pemasaran

(bila ada

ekspor)

...........: ..... % ( ...............) ekspor

...........: ..... % ( ...............) ekspor

3. Masa berlaku

izin usaha

catatan :

dicantumkan catatan yang diperlukan terkait dengan perubahan produksi

LAIN- LAIN :

1. Persetujuan atas perubahan yang dinyatakan dalam Izin Usaha Perubahan

ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Izin Usaha/Izin Usaha

Perluasan/Izin Perluasan Nomor .............. tanggal ..............

2. Hal-hal lain yang tidak dinyatakan dalam Izin Usaha Perubahan ini,

sepanjang tidak bertentangan dengan atau masih dalam ketentuan, hak dan

kewajiban sebagaimana telah ditetapkan dalam perizinan sebelumnya, tetap

berlaku sebagaimana adanya.

Page 399: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

-3-

a.n. MENTERI .........

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

atau

KEPALA KPBPB/ADMINISTRATOR KEK

atau

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

……………………………………

Tembusan disampaikan kepada Yth. :

1. Menteri ....... (kementerian teknis terkait);

2. Kepala BKPM;

3. Direktur Jenderal teknis yang bersangkutan;

4. Direktur Jenderal Pajak;

5. Gubernur yang bersangkutan;

6. Kepala BPMPTSP Provinsi;

7. Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

FRANKY SIBARANI

Page 400: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 14 TAHUN 2009

TENTANG

SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

Menimbang :::: a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal;

b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

c. Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang Penanaman Modal;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik;

Mengingat :::: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

4. Undang-Undang ...

Page 401: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 2 -

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

7. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

TENTANG SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

3. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

5. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Laporan ...

Page 402: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 3 -

7. Laporan Kegiatan Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat LKPM, adalah laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal.

8. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut BKPM, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

9. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDPPM, adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah provinsi.

10. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDKPM, adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah kabupaten/kota.

11. Departemen adalah lembaga yang dipimpin oleh seorang menteri yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan perizinan dan nonperizinan bagi penanam modal.

12. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP, adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

13. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik, yang selanjutnya disingkat SPIPISE, adalah Sistem elektronik pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi antara BKPM dan kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan, PDPPM, dan PDKPM.

14. Portal SPIPISE adalah piranti lunak berbasis situs (website) yang merupakan gerbang informasi dan pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal di Indonesia.

15. Pengelola adalah Pusat Pengolahan Data dan Informasi BKPM yang melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan SPIPISE secara berkelanjutan.

16. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan dan acuan penilaian kualitas layanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

17. Jejak audit adalah rekam jejak seluruh tahap proses yang dilakukan baik dalam satu instansi atau lembaga maupun antarlembaga, untuk menjaga keabsahan hasil proses secara hukum, serta melengkapi semua jejak kejadian dan pertanggungjawaban atas setiap penyimpangan yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemberi layanan perizinan.

18. Akses adalah kegiatan menggunakan SPIPISE.

19. Hak ...

Page 403: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 4 -

19. Hak akses adalah hak yang diberikan oleh pengelola SPIPISE kepada pengguna SPIPISE yang telah memiliki identitas pengguna dan kode akses untuk menggunakan SPIPISE.

20. Identitas pengguna (user ID) adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri dari pengguna SPIPISE.

21. Kode akses adalah kumpulan angka, huruf, simbol, karakter lainnya, atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk memverifikasi identitas pengguna.

22. Akun pengguna (user account) yang selanjutnya disebut akun adalah tempat menyimpan berbagai informasi milik pengguna yang disimpan dalam SPIPISE minimal mencakup identitas pengguna dan kode akses.

23. Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telekopi (telecopy), atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

24. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

25. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti, atau yang dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

26. Antarmuka sistem (system interface) adalah metode interaksi antara SPIPISE dengan sistem lainnya di luar SPIPISE.

27. Sistem rujukan statistika adalah suatu sistem yang ditetapkan sebagai acuan dalam merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data.

28. Data referensi adalah data dasar yang disepakati sebagai acuan dalam lalu-lintas hubungan pertukaran data dalam SPIPISE.

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Peraturan ini dimaksudkan untuk mengatur penanam modal, penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal, serta instansi teknis dalam mengajukan permohonan, atau penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan dengan SPIPISE.

Pasal 3 …

Page 404: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 5 -

Pasal 3

SPIPISE bertujuan untuk mewujudkan

a. penyelenggaraan PTSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman modal;

b. pelayanan perizinan dan nonperizinan yang mudah, cepat, tepat, transparan, dan akuntabel;

c. integrasi data dan pelayanan perizinan dan nonperizinan;

d. keselarasan kebijakan dalam pelayanan penanaman modal antarsektor dan pusat dengan daerah.

BAB III RUANG LINGKUP SPIPISE

Pasal 4

(1) SPIPISE terdiri dari :

a. Subsistem Informasi Penanaman Modal;

b. Subsistem Pelayanan Penanaman Modal;

c. Subsistem Pendukung.

(2) Subsistem Informasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menyediakan jenis informasi, antara lain

a. peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal;

b. potensi dan peluang penanaman modal;

c. daftar bidang usaha tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;

d. jenis, tata cara proses permohonan, biaya, dan waktu pelayanan perizinan dan nonperizinan;

e. tata cara pencabutan perizinan dan nonperizinan;

f. tata cara penyampaian laporan kegiatan penanaman modal;

g. tata cara pengaduan terhadap pelayanan penanaman modal;

h. data referensi yang digunakan dalam pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal;

i. data perkembangan penanaman modal, kawasan industri, harga utilitas, upah, dan tanah;

j. informasi perjanjian internasional di bidang penanaman modal.

(3) Subsistem Pelayanan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari sistem elektronik, antara lain

a. pelayanan perizinan dan nonperizinan;

b. pelayanan penyampaian LKPM;

c. pelayanan pencabutan serta pembatalan perizinan dan nonperizinan;

d. pelayanan pengenaan dan pembatalan sanksi;

e. aplikasi ...

Page 405: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 6 -

e. aplikasi antarmuka antara SPIPISE dan sistem pada instansi teknis dan/atau instansi terkait dengan penanaman modal;

f. penelusuran proses pelayanan permohonan perizinan dan nonperizinan;

g. jejak audit (audit trail).

(4) Subsistem Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari sistem elektronik, antara lain

a. pengaturan penggunaan jaringan elektronik;

b. pengelolaan keamanan sistem elektronik dan jaringan elektronik;

c. pengelolaan informasi yang ditampilkan dalam NSWi;

d. pengaduan terhadap pelayanan perizinan dan nonperizinan dan masalah dalam penggunaan SPIPISE;

e. pelaporan perkembangan penanaman modal dan perangkat analisis pengambilan keputusan yang terkait dengan penanaman modal;

f. pengelolaan pengetahuan sebagai pendukung analisis dalam pengambilan putusan pengembangan kebijakan penanaman modal;

g. penyediaan panduan penggunaan SPIPISE.

Pasal 5

(1) Sistem Elektronik Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a ayat (1) dan (2) dibangun pengelola dalam bentuk

a. sistem elektronik terpusat, bagi perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan PTSP;

b. antarmuka sistem SPIPISE dengan instansi teknis yang memiliki sistem elektronik yang memenuhi persyaratan kelayakan transaksi elektronik, bagi perizinan dan nonperizinan yang tidak menjadi kewenangan PTSP;

c. formulir elektronik permohonan dan persetujuan perizinan dan nonperizinan untuk instansi teknis, bagi pelayanan perizinan dan nonperizinan yang tidak termasuk pada huruf a dan huruf b.

d. fasilitas penyimpanan atau pengisian dokumen elektronik perizinan dan nonperizinan yang telah disahkan oleh BKPM, PDPPM, PDKPM, atau instansi terkait.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah

a. mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang informasi dan transaksi elektronik;

b. menyediakan sistem elektronik pertukaran data dengan SPIPISE sesuai dengan spesifikasi yang disepakati antara pengelola dan instansi yang bersangkutan;

c. menyediakan informasi ketersediaan sistem elektronik kepada pengelola;

d. menyediakan jaringan elektronik yang teramankan.

Pasal 6 …

Page 406: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 7 -

Pasal 6

(1) Penanam Modal dapat menyampaikan pengaduan melalui SPIPISE terhadap

a. pelayanan perizinan dan nonperizinan yang tidak sesuai dengan ketentuan, mekanisme, prosedur, dan tingkat pelayanan (service level arrangement/SLA) yang ditampilkan dalam portal SPIPISE;

b. kendala, hambatan, dan masalah dalam penggunaan aplikasi SPIPISE.

(2) SPIPISE akan mengirimkan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada BKPM, PDPPM, PDKPM, dan/atau instansi terkait yang menerbitkan perizinan dan nonperizinan yang diadukan.

(3) BKPM, PDPPM, PDKPM, dan/atau instansi terkait harus memberikan tanggapan terhadap pengaduan yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui SPIPISE selambat-lambatnya dalam 2 (dua) hari kerja sejak pengaduan diterima.

(4) BKPM, PDPPM, PDKPM, dan instansi terkait dapat menyampaikan pengaduan terkait kendala, hambatan, dan masalah dalam penggunaan aplikasi SPIPISE kepada pengelola.

(5) Pengelola memberikan tanggapan terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (4) melalui SPIPISE selambat-lambatnya dalam 2 (dua) hari kerja sejak pengaduan diterima.

Pasal 7

(1) Server SPIPISE ditempatkan di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

(2) SPIPISE dapat diakses melalui portal SPIPISE yang diberi nama National Single Window for Investment (NSWi).

BAB IV HAK AKSES

Pasal 8

(1) Setiap orang dapat mengakses Subsistem Informasi Penanaman Modal,

tanpa menggunakan hak akses.

(2) Penanam modal dapat mengakses sistem elektronik

a. perizinan dan nonperizinan,

b. laporan kegiatan penanaman modal (LKPM),

c. pencabutan dan pembatalan perizinan dan nonperizinan,

d. pemantauan pelayanan permohonan perizinan dan nonperizinan,

dalam Subsistem Pelayanan Penanaman Modal dengan menggunakan hak akses.

(3) Pelayanan perizinan dan nonperizinan sebagaimana pada ayat (2) huruf a, khusus untuk Pendaftaran Penanaman Modal, dapat diakses penanam modal, tanpa menggunakan hak akses.

(4) Penanam ...

Page 407: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 8 -

(4) Penanam modal hanya dapat mengakses Subsistem Pendukung yang terbatas pada:

a. pelayanan pengaduan terhadap pelayanan perizinan dan nonperizinan;;;;

b. panduan penggunaan SPIPISE,

tanpa menggunakan hak akses.

(5) Pelaksana pelayanan perizinan dan nonperizinan di BKPM, PDPPM, dan PDKPM harus menggunakan hak akses untuk mengakses seluruh Subsistem Pelayanan Penanaman Modal.

(6) Pelaksana pelayanan perizinan dan nonperizinan di BKPM, PDPPM, dan PDKPM dapat mengakses Subsistem Pendukung

a. pengaduan terhadap pelayanan perizinan dan nonperizinan serta masalah dalam penggunaan SPIPISE;

b. pelaporan perkembangan penanaman modal dan perangkat analisis pengambilan putusan yang terkait dengan penanaman modal;

c. pengelolaan pengetahuan sebagai pendukung analisis dalam pengambilan putusan pengembangan kebijakan penanaman modal;

d. panduan penggunaan SPIPISE.

dengan menggunakan hak akses, kecuali huruf a dan huruf d, tanpa menggunakan hak akses.

(7) Pengelola SPIPISE memiliki hak akses ke seluruh subsistem SPIPISE.

Pasal 9

(1) Untuk mendapatkan hak akses SPIPISE, penanam modal harus mengajukan secara langsung ke BKPM, atau PDPPM, atau PDKPM yang telah menggunakan SPIPISE.

(2) Penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membawa dokumen berupa

a. tanda pengenal pemohon berupa KTP/paspor;

b. bukti sebagai pimpinan perusahaan atau badan usaha atau koperasi, seperti:

1. akta atau akta terakhir yang mencantumkan susunan direksi badan usaha yang dilengkapi dengan pengesahan atau persetujuan oleh departemen yang membidangi masalah hukum,

2. tanda daftar di Pengadilan bagi badan usaha tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, atau

3. pengesahan akte pendirian koperasi dari kementerian/dinas yang membidangi koperasi.

(3) Dalam hal penanam modal tidak dapat mengajukan langsung hak akses ke BKPM, PDPPM, atau PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penanam modal dapat menunjuk pihak lain dengan memberikan surat kuasa asli bermeterai cukup yang dilengkapi identitas diri yang jelas dari penerima kuasa.

(4) Bentuk surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I.

(5) Penanam ...

Page 408: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 9 -

(5) Penanam modal atau yang mewakili penanam modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) harus mengisi Formulir Permohonan Hak Akses, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.

(6) BKPM, PDPPM, atau PDKPM menerima dan menilai permohonan hak akses yang diajukan penanam modal.

(7) Jika hasil penilaian permohonan hak akses telah memenuhi persyaratan, BKPM, PDPPM atau PDKPM akan menerbitkan hak akses berupa surat persetujuan secara otomatis oleh SPIPISE, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.

(8) Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sekaligus disampaikan dengan pemberian akun penanam modal.

(9) Pemberian hak akses diterbitkan selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah permohonan hak akses beserta dokumen pendukungnya diterima oleh petugas PTSP dan dinyatakan lengkap dan benar.

(10) Penanam modal wajib mengganti kode akses dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah hak akses diberikan.

(11) Apabila penggantian kode akses sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dilakukan, secara otomatis hak akses akan dinonaktifkan.

(12) Penanam modal dapat mengajukan perubahan atau pengalihan hak akses yang telah dimiliki kepada BKPM, PDPPM, atau PDKPM yang menerbitkan hak akses.

Pasal 10

(1) PDPPM, atau PDKPM, atau instansi teknis dapat mengajukan secara tertulis permohonan hak akses penggunaan SPIPISE dan penetapan administrator hak akses kepada pengelola, dengan mengisi permohonan sebagaimana tercantum pada Lampiran IV.

(2) Atas permohonan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola melakukan

a. evaluasi ketersediaan piranti keras dan piranti lunak serta SDM yang dimiliki pemohon;

b. persiapan awal (setting) piranti keras dan piranti lunak yang akan digunakan;

c. pelatihan penggunaan SPIPISE kepada SDM yang akan menggunakan SPIPISE;

d. evaluasi dan uji coba kesiapan penggunaan SPIPISE.

(3) Jika hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d telah dinyatakan memenuhi syarat, pengelola menerbitkan Surat Penetapan Penggunaan SPIPISE yang juga termasuk penetapan administrator dan jumlah hak akses kepada PDPPM, PDKPM, dan instansi teknis.

(4) Jika hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dinyatakan belum memenuhi syarat, pengelola menerbitkan Surat Penolakan Penggunaan SPIPISE kepada PDPPM, PDKPM dan instansi teknis.

(5) Bentuk Surat Penetapan Penggunaan SPIPISE atau Surat Penolakan Penggunaan SPIPISE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tercantum pada Lampiran V.

(6) Administrator ...

Page 409: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 10 -

(6) Administrator hak akses dari PDPPM, PDKPM, dan instansi teknis bertanggung jawab atas pengelolaan hak akses kepada pimpinan instansinya.

(7) Akibat hukum penyalahgunaan hak akses yang dikelola PDPPM, PDKPM, dan instansi teknis menjadi tanggung jawab instansi masing-masing.

(8) Dalam hal PDPPM sudah mampu melaksanakan evaluasi dan persiapan penggunaan SPIPISE oleh PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelola dapat melimpahkan kewenangan evaluasi persiapan penggunaan SPIPISE kepada PDPPM.

(9) Pelimpahan kewenangan evaluasi persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur tersendiri dengan Peraturan Kepala BKPM.

Pasal 11

(1) Pemilik hak akses wajib menjaga keamanan hak akses dan kerahasiaan

kode akses yang dimilikinya.

(2) Hak akses tidak dapat dipindahtangankan tanpa pemberitahuan kepada BKPM atau PDPPM atau PDKPM pemberi hak akses dengan dilengkapi surat kuasa bermaterai cukup atau surat keterangan penunjukan.

(3) Hak akses berlaku secara hukum sebagai bentuk pemberian persetujuan secara elektronik yang bobot tanggung jawabnya setara dengan tanda tangan tertulis.

(4) Penyalahgunaan hak akses oleh pihak lain yang disebabkan oleh pemindahtanganan tanpa pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab hukum pemilik hak akses.

BAB V

KETENTUAN SUBSISTEM INFORMASI

Pasal 12

Informasi dalam SPIPISE dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pengguna.

Pasal 13

(1) BKPM, PDPPM, PDKPM, dan instansi terkait mengintegrasikan informasi penanaman modal yang dimilikinya ke dalam SPIPISE.

(2) Jenis informasi sesuai dengan yang dimaksud pada ayat (1), antara lain sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2).

(3) BKPM, PDPPM, PDKPM, dan instansi terkait menjaga kebenaran, keamanan, kerahasiaan, keterkinian, akurasi, serta keutuhan data dan informasi.

Pasal 14

(1) BKPM bersama-sama dengan instansi teknis menetapkan standar data dan informasi yang digunakan dalam SPIPISE.

(2) Informasi yang disampaikan oleh BKPM, PDPPM, PDKPM, dan instansi teknis berpedoman pada standar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 15 …

Page 410: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 11 -

Pasal 15

(1) BKPM melakukan harmonisasi dan verifikasi informasi.

(2) Harmonisasi dan verifikasi informasi dilakukan oleh masing-masing unit kerja BKPM sesuai dengan tugas dan fungsinya.

BAB VI KETENTUAN SUBSISTEM PELAYANAN PENANAMAN MODAL

Bagian Kesatu Penanam Modal

Pasal 16

Penanam modal bertanggung jawab atas kebenaran data dan keabsahan permohonan perizinan dan nonperizinan yang diajukan melalui SPIPISE.

Pasal 17

Penanam modal dan penyelenggara SPIPISE berkomunikasi secara elektronik ke alamat email dan/atau akun penanam modal.

Pasal 18

(1) Setiap penanam modal yang telah berbentuk badan hukum atau badan usaha yang mengajukan permohonan perizinan dan nonperizinan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM akan diberikan nomor perusahaan secara otomatis oleh SPIPISE.

(2) Setiap penanam modal yang tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan akan diberikan nomor perusahaan secara otomatis oleh SPIPISE pada saat memperoleh Izin Prinsip Penanaman Modal/Izin Usaha....

(3) Nomor perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai identitas penanam modal.

(4) Penanam modal yang dimaksud pada ayat (1) adalah yang sudah memiliki

a. pengesahan dari departemen yang membidangi hukum bagi badan usaha yang berbentuk badan hukum,

b. tanda daftar di Pengadilan bagi badan usaha tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, atau

c. pengesahan akte pendirian koperasi dari kementerian/dinas yang membidangi koperasi.

Pasal 19

(1) Pendaftaran Penanaman Modal adalah bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.

(2) Penanam modal dapat mengajukan Pendaftaran Penanaman Modal melalui SPIPISE dilengkapi dengan dokumen pendukung secara elektronik.

(3) Apabila terdapat dokumen pendukung yang tidak dapat disampaikan secara elektronik, penanam modal menyampaikan dokumen fisik kepada PTSP BKPM atau PTSP PDPPM atau PTSP PDKPM.

(4) PTSP ...

Page 411: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 12 -

(4) PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM menerbitkan tanda terima permohonan setelah permohonan dinyatakan lengkap dan benar.

Pasal 20

(1) Permohonan perizinan dan nonperizinan penanaman modal diajukan oleh penanam modal yang telah memiliki hak akses melalui SPIPISE kepada PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai dengan kewenangannya.

(2) Permohonan perizinan dan nonperizinan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung secara elektronik.

(3) Kelengkapan dokumen permohonan melalui SPIPISE mengacu pada Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

(4) PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM menerbitkan tanda terima permohonan setelah permohonan dinyatakan lengkap dan benar.

Pasal 21

(1) PTSP-BKPM atau PTSP-PDPPM atau PTSP-PDKPM akan menyampaikan

perizinan dan nonperizinan secara elektronik ke alamat surat elektronik (e-mail) atau ke akun penanam modal setelah seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM.

(2) Dokumen cetak perizinan dan nonperizinan yang telah ditandatangani Kepala BKPM, atau Kepala PDPPM, atau Kepala PDKPM, atau pejabat instansi terkait dapat diambil penanam modal dan/atau penerima kuasa dengan menunjukkan tanda terima.

(3) Dalam hal dokumen perizinan dan nonperizinan tidak diambil dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja, dokumen perizinan dan nonperizinan dikirim melalui pos ke alamat korespodensi.

Pasal 22

Penanam modal dapat menyampaikan LKPM secara elektronik melalui SPIPISE kepada BKPM, PDPPM, atau PDKPM sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu kepada Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

Pasal 23

Sistem elektronik LKPM, pencabutan serta pembatalan perizinan dan nonperizinan serta pengenaan sanksi dan pembatalan sanksi penanaman modal dalam SPIPISE mengacu kepada Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

Bagian Kedua

BKPM, PDPPM, dan PDKPM Pasal 24

(1) PDPPM dan PDKPM yang terintegrasi dengan SPIPISE harus memiliki

tingkat pelayanan (SLA) setiap jenis perizinan dan nonperizinan yang dilayani melalui SPIPISE.

(2) Informasi ...

Page 412: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 13 -

(2) Informasi tingkat pelayanan masing-masing instansi dipublikasikan melalui portal SPIPISE atau NSWi.

Pasal 25

PDPPM atau PDKPM yang terintegrasi dengan SPIPISE, masing-masing, harus

a. mengoperasikan sistem elektronik berdasarkan panduan penggunaan;

b. mengikuti tingkat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1);

c. menjaga kerahasiaan data dan informasi penanam modal;

d. melakukan pemeliharaan keterhubungan/interkoneksi dari PDPPM atau PDKPM ke BKPM;

e. melakukan pemeliharaan piranti keras pendukung pelayanan perizinan dan nonperizinan.

Pasal 26

PTSP PDPPM dan PTSP PDKPM menggunakan SPIPISE dalam melakukan pelayanan perizinan dan nonperizinan.

Pasal 27

Ketentuan pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang menggunakan SPIPISE adalah sebagai berikut:

a. permohonan perizinan dan nonperizinan yang diajukan kepada PTSP BKPM, PTSP PDPPM,,,, dan PTSP PDKPM harus diproses dengan menggunakan SPIPISE;

b. petugas/pejabat yang melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan menggunakan hak akses untuk pemberian persetujuan dalam proses otomasi;

c. perizinan dan nonperizinan yang dikeluarkan oleh SPIPISE tetap memerlukan tanda tangan basah sebagai dokumen yang sah;

d. penomoran perizinan dan nonperizinan dilakukan sesuai dengan Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal;

e. apabila terjadi kesalahan data atau informasi atas perizinan dan nonperizinan yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM, dilakukan perbaikan dengan cara koreksi atas perizinan dan nonperizinan oleh PTSP yang mengeluarkan dengan tembusan kepada pengelola;

f. dalam hal PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM tidak dapat mengakses atau menggunakan SPIPISE

1. permohonan perizinan dan nonperizinan yang lengkap dan benar tetap diterima oleh kantor depan (front office) dengan memberikan tanda terima;

2. penyelesaian permohonan perizinan dan nonperizinan dilakukan oleh PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM, tanpa menggunakan SPIPISE setelah terlebih dahulu memberi tahu secara tertulis kepada pengelola.

Pasal 28 ...

Page 413: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 14 -

Pasal 28

(1) Dalam hal permohonan perizinan dan nonperizinan yang disampaikan melalui SPIPISE telah lengkap dan benar, kantor depan PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM akan memberikan tanda terima melalui surat elektronik atau SPIPISE kepada penanam modal.

(2) Dalam hal permohonan perizinan dan nonperizinan yang disampaikan melalui SPIPISE belum lengkap dan benar, kantor depan PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM memberitahukan bahwa permohonan tersebut belum dapat diterima.

Pasal 29

LKPM yang lengkap yang disampaikan secara manual, dimasukkan ke dalam SPIPISE oleh BKPM, atau PDPPM, atau PDKPM sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 30

Dalam hal LKPM disampaikan secara elektronik

a. BKPM. atau PDPPM, atau PDKPM sesuai dengan kewenangannya akan memberikan tanda terima secara elektronik ke surat elektronik atau akun penanam modal;

b. apabila LKPM yang disampaikan belum lengkap, BKPM, PDPPM atau PDKPM sesuai dengan kewenangannya meminta perbaikan LKPM secara elektronik kepada penanam modal.

Pasal 31

LKPM yang disampaikan secara elektronik akan diproses lebih lanjut sesuai dengan Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

Bagian Ketiga Instansi Teknis

Pasal 32

Instansi teknis yang telah terintegrasi dengan SPIPISE

a. mengoperasikan aplikasi SPIPISE sesuai dengan panduan penggunaan;

b. mengikuti tingkat pelayanan yang telah disepakati dan dipublikasikan dalam NSWi;

c. menjaga kerahasiaan data dan informasi penanam modal;

d. melakukan pemeliharaan piranti keras pendukung dan interkoneksi ke SPIPISE;

e. menjaga keamanan lalu-lintas pertukaran data ke SPIPISE.

Pasal 33

(1) Instansi teknis yang berwenang di bidang perizinan dan nonperizinan penanaman modal mengintegrasikan sistemnya dengan SPIPISE.

(2) Integrasi ...

Page 414: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 15 -

(2) Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a. model interaksi SPIPISE dengan instansi teknis ditetapkan oleh pengelola berdasarkan pemenuhan persyaratan minimum sistem elektronik seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (2);

b. model interaksi SPIPISE dengan instansi teknis yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf a terlebih dahulu dibahas dan dituangkan dalam bentuk kesepakatan antara pengelola SPIPISE dan instansi teknis;

c. kesepakatan sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat hal-hal, antara lain

1. model interaksi yang digunakan;

2. jenis layanan perizinan dan nonperizinan dari instansi teknis yang akan diintegrasikan ke SPIPISE;

3. data yang akan dipertukarkan sesuai dengan format atau standar pertukaran data yang disepakati;

4. tingkat layanan perizinan dan nonperizinan yang tidak dilayani PTSP BKPM, atau PTSP PDPPM, atau PTSP-PDKPM.

Bagian Keempat Pengelola SPIPISE

Pasal 34

Pengelola SPIPISE bertanggung jawab untuk

a. membangun dan mengelola SPIPISE yang menjadi tanggung jawab BKPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan pusat data;

b. melakukan koordinasi dengan instansi teknis, PDPPM, dan PDKPM dalam mengembangkan SPIPISE;

c. menyediakan panduan penggunaan setiap sistem elektronik perizinan dan nonperizinan dalam Portal SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a;

d. menjamin interoperabilitas SPIPISE;

e. menjamin ketersediaan layanan SPIPISE;

f. menjaga keamanan SPIPISE;

g. menjaga kinerja dan ketersediaan pusat data SPIPISE;

h. melakukan pemantauan dan evaluasi SPIPISE;

i. memelihara pusat data, piranti lunak serta piranti keras dan hosting SPIPISE.

j. menerbitkan laporan perkembangan penanaman modal secara nasional yang mencakupi laporan kinerja PTSP secara nasional dan laporan kinerja SPIPISE secara nasional yang diterbitkan berkala.

Pasal 35

(1) Pengelola melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan penggunaan SPIPISE yang meliputi

a. operasionalisasi SPIPISE;

b. jaringan ...

Page 415: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 16 -

b. jaringan, piranti keras, piranti lunak, dan telekomunikasi sebagai bagian dari teknologi informasi pendukung SPIPISE;

c. validitas dan integritas data penanaman modal;

d. informasi dalam Portal SPIPISE.

(2) Pemantauan dan evaluasi SPIPISE dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali.

(3) Pengelola menyampaikan laporan kinerja SPIPISE kepada Kepala BKPM berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Laporan hasil pemantauan dan evaluasi ini sebagai dasar perbaikan dan pengembangan SPIPISE.

Pasal 36

(1) Pengelola menjamin keamanan lalu-lintas pertukaran data dalam SPIPISE melalui

a. kontrol akses (access control), suatu sistem yang memungkinkan

pengelola mengontrol akses terhadap fasilitas fisik dan sistem informasi;

b. kebenaran (authentication), kemampuan setiap pihak yang terlibat dalam transaksi untuk menguji kebenaran dari pihak lainnya;

c. kerahasiaan (confidentiality), perlindungan terhadap data/ informasi terhadap kegiatan akses oleh pihak yang tidak berwenang;

d. keakuratan (Integrity), perlindungan terhadap keakuratan serta keutuhan, baik untuk data/informasi maupun perangkat lunak;

e. non-repudiation, sistem dapat memastikan kebenaran pengirim dan penerima sehingga tidak ada pihak yang dapat menyangkal.

(2) Untuk memberikan jaminan keamanan lalu-lintas pertukaran data dalam SPIPISE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola menerapkan mekanisme, antara lain

a. enkripsi, untuk menjamin authentication dan integrity;

b. tanda tangan digital (digital signature), untuk menjamin kebenaran/keaslian (authentication), keakuratan (integrity), dan non-repudiation.

(3) Gangguan terhadap keamanan lalu-lintas pertukaran data antarinstansi dengan SPIPISE menjadi tanggung jawab masing-masing instansi.

Pasal 37

(1) SPIPISE menyediakan jejak audit atas seluruh kegiatan dalam pelayanan perizinan dan nonperizinan.

(2) Apabila sistem instansi teknis terintegrasi dengan SPIPISE, sistem tersebut memiliki jejak audit atas seluruh proses sistem elektronik dalam pelayanan perizinan dan nonperizinan.

(3) Jejak audit dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) digunakan untuk

a. mengetahui dan menguji kebenaran proses transaksi elektronik melalui SPIPISE;

b. dasar ...

Page 416: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 17 -

b. dasar penelusuran kebenaran dalam hal terjadi perbedaan data dan informasi antarpemangku kepentingan SPIPISE;

c. dasar penelusuran kebenaran dalam hal terjadi perbedaan antara dokumen cetak dan data yang tersimpan dalam SPIPISE.

(5) Dalam hal terjadi perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan c, data dan informasi yang tersimpan dalam SPIPISE merupakan data dan informasi yang dianggap benar.

BAB VII PENGEMBANGAN SPIPISE

Pasal 38

(1) Pengembangan SPIPISE dapat dilakukan apabila terjadi penyempurnaan fungsi sistem elektronik dan penambahan atau penyederhanaan jenis perizinan dan nonperizinan.

(2) Sistem elektronik yang dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diaudit kesesuaian fungsinya oleh instansi yang ditunjuk BKPM.

BAB VIII PEMBIAYAAN SPIPISE

Pasal 39

(1) Pembiayaan SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 28 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

(2) Pembiayaan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara BKPM meliputi pembangunan dan pengelolaan SPIPISE yang terdiri dari

a. perangkat keras dan perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE;

b. perangkat lunak yang meliputi

1. Subsistem Informasi Penanaman Modal;

2. Subsistem Pelayanan Penanaman Modal;

3. Subsistem Pendukung.

(3) Subsistem Pelayanan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b termasuk antarmuka sistem (interface) dari BKPM ke kementerian teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM.

(4) Pembiayaan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara instansi teknis meliputi

a. jaringan dan keterhubungan dari kementerian teknis/LPND ke BKPM;

b. perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE.

(5) Pembiayaan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pemerintah provinsi meliputi

a. jaringan dan keterhubungan dari PDPPM ke BKPM;

b. perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE.

(6) Pembiayaan ...

Page 417: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 18 -

(6) Pembiayaan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pemerintah kabupaten/kota meliputi

a. jaringan dan keterhubungan dari PDKPM ke BKPM;

b. perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE.

BAB IX KEADAAN KAHAR

Pasal 40

(1) Dalam hal SPIPISE tidak dapat berfungsi karena keadaan kahar (force majeur), pelayanan perizinan dan nonperizinan melalui PTSP dilaksanakan dengan menggunakan prosedur keadaan darurat.

(2) Prosedur keadaan darurat sebagaimana pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKPM.

(3) Dalam hal terjadi keadaan kahar, pengelola tidak bertanggung jawab terhadap tidak beroperasinya SPIPISE dan hilangnya data dan informasi penanaman modal.

(4) Setelah berakhirnya keadaan kahar, data dan informasi penanaman modal yang diproses dalam keadaan darurat dimasukkan ke dalam SPIPISE oleh instansi penerbit perizinan dan nonperizinan.

Pasal 41

Pengelola melengkapi SPIPISE dengan pusat pemulihan data.

BAB X KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 42

Penggunaan SPIPISE oleh PTSP BKPM, PTSP PDPPM, dan PTSP PDKPM dalam pelayanan perizinan dan nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan secara bertahap dan berlaku sepenuhnya paling lambat 36 (tiga puluh enam) bulan sejak ditetapkan Peraturan Presiden tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal.

Pasal 43

Dalam masa transisi belum terbangunnya SPIPISE dan/atau sudah terbangun tetapi PDPPM dan PDKPM belum terkoneksi dengan SPIPISE,

a. PDKPM menyampaikan setiap Pendaftaran Penanaman Modal/Izin Prinsip Penanaman Modal/Izin Usaha yang diterbitkan setiap hari kepada kepala PDPPM dengan tembusan kepada kepala BKPM melalui faksimili;

b. PDPPM mengirimkan setiap Pendaftaran Penanaman Modal/Izin Prinsip Penanaman Modal/Izin Usaha yang diterbitkan setiap hari ke BKPM melalui faksimili;

c. BKPM memasukkan data Pendaftaran Penanaman Modal/Izin Prinsip Penanaman Modal/Izin Usaha yang dimaksud pada huruf a dan huruf b ke dalam pangkal data (database) perizinan dan nonperizinan.

BAB XI ...

Page 418: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

- 19 -

BAB XI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Iindonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2009

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, KEPALA,

ttd

GITA WIRJAWAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 510 Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Utama BKPM Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan Natalia Ratna Kentjana

Page 419: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

LAMPIRAN V (Dokumentasi Penelitian)

Page 420: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

DOKUMENTASI

1. Foto Bersama Informan

Wawancara dengan Bapak Rukim, SE., M.Si, Kepala Bidang Data dan Pengaduan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lebak.

Wawancara dengan Bapak Atep Taupik Siregar, S.Kom, Tenaga IT bidang Penanaman Modal Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lebak.

Page 421: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

2. Foto Kegiatan Sosialisasi LKPM Online

Sosialisasi dan pembinaaan mengenai LKPM Online, dimana LKPM Online adalah bagian dari SPIPISE dengan pemateri dari BKPMPT

Provinsi Banten dan BKPM RI.

Page 422: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

CURRICULUM VITAE

DATA DIRI

Nama : Didi Rosadi

Tempat dan Tanggal Lahir : Lebak, 15 Juni 1994

Alamat : Kp. Kadugawir Ds. Sumberwaras Kec. Malingping

Kabupaten Lebak Provinsi Banten Kode Pos.

42391

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum Kawin

Agama : Islam

Moto Hidup : “You’ll Never Walk Alone”

Hobi : Sepakbola dan Futsal

KONTAK

No. Kontak/HP : 08561375663

E-mail : [email protected]

Perguruan Tinggi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Page 423: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN …repository.fisip-untirta.ac.id/750/1/IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM... · embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan ...

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Administrasi Negara

NIM : 6661121564

Riwayat Pendidikan

Tahun Jenjang Pendidikan Nama Institusi Pendidikan

Sedang di tempuh Strata 1 (S1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2009-2012 Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Malingping

2006-2009 Sekolah Menengah Pertama MTs MA Cikeusik Malingping

2001-2006 Sekolah Dasar SD Negeri 2 Bolang

Organisasi

Tahun Jenis/Nama Organisasi

2007-2008 OSIS MTs MA Cikeusik Malingping

2010-2011 KIR Logos SMAN 1 Malingping

2013-2014 Fosmai FISIP UNTIRTA