IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

23
Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231 209 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH (Studi Kasus pada Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara) Oleh T. Reza Zulkarnaen Abstrak Angkutan barang memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pergerakan angkutan barang di Provinsi Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan perekonomian dan kemajuan teknologi kendaraan bermotor khususnya angkutan barang. Keadaan tersebut menimbulkan masalah terhadap sarana dan prasarana keselamatan jalan serta kondisi jalan. Pengawasan dan Pengendalian muatan lebih merupakan tugas pengawasan keselamatan jalan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor ( UPPKB ). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom menyebutkan bahwa pengelolaan dan pengoperasian jembatan timbang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sedangkan Pemerintah Pusat bertugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan serta memberikan tindakan korektif dalam rangka peningkatan kinerja jembatan timbang. Key Words : Implementasi Kebijakan, Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih, Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sistim transportasi nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15 tahun 1997 menyebutkan bahwa transportasi memiliki posisi yang strategis dalam pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Transportasi ataupun perangkutan di Indonesia menghadapi tantangan baik dalam skala nasional, regional maupun global. Dampak dari pergolakan ekonomi global yang semakin lama semakin deras yang diwarnai oleh liberalisasi perdagangan dan kesepakatan perdagangan regional seperti AFTA, APEC, WTO serta makin canggihnya teknologi informasi dan telekomunikasi, menuntut kerja keras pemerintah dalam membangun sistim perangkutan yang memiliki keandalan , efisiensi dan daya saing yang tinggi. Undang-Undang nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien serta memadukan transportasi lainnya dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional dan menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional. Lalu lintas dan angkutan memiliki arti dan permasalahan yang berbeda namun tetap merupakan satu kesatuan kegiatan yang saling mendukung. Lalu lintas ( Trafic ) adalah kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan, orang atau

Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

209

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN

PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

(Studi Kasus pada Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan

Provinsi Sumatera Utara)

Oleh

T. Reza Zulkarnaen

Abstrak

Angkutan barang memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu

daerah. Pergerakan angkutan barang di Provinsi Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus

meningkat seiring dengan peningkatan perekonomian dan kemajuan teknologi kendaraan

bermotor khususnya angkutan barang. Keadaan tersebut menimbulkan masalah terhadap

sarana dan prasarana keselamatan jalan serta kondisi jalan.

Pengawasan dan Pengendalian muatan lebih merupakan tugas pengawasan keselamatan jalan

yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor ( UPPKB ).

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom menyebutkan bahwa pengelolaan dan

pengoperasian jembatan timbang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sedangkan

Pemerintah Pusat bertugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan serta memberikan

tindakan korektif dalam rangka peningkatan kinerja jembatan timbang.

Key Words : Implementasi Kebijakan, Pengawasan dan Pengendalian Muatan Lebih,

Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Sistim transportasi nasional yang

ditetapkan melalui Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor 15 tahun 1997

menyebutkan bahwa transportasi memiliki

posisi yang strategis dalam pembangunan

bangsa untuk mencapai tujuan

pembangunan nasional yang tercermin

pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor

dan wilayah. Transportasi merupakan

sarana yang sangat penting dalam

memperlancar roda perekonomian,

memperkukuh persatuan dan kesatuan

serta mempengaruhi semua aspek

kehidupan bangsa dan negara. Transportasi

ataupun perangkutan di Indonesia

menghadapi tantangan baik dalam skala

nasional, regional maupun global. Dampak

dari pergolakan ekonomi global yang

semakin lama semakin deras yang

diwarnai oleh liberalisasi perdagangan dan

kesepakatan perdagangan regional seperti

AFTA, APEC, WTO serta makin

canggihnya teknologi informasi dan

telekomunikasi, menuntut kerja keras

pemerintah dalam membangun sistim

perangkutan yang memiliki keandalan ,

efisiensi dan daya saing yang tinggi.

Undang-Undang nomor 14 tahun

1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan

Jalan menyatakan bahwa transportasi

diselenggarakan dengan tujuan untuk

mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan

yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib,

teratur, nyaman dan efisien serta

memadukan transportasi lainnya dalam

satu kesatuan sistem transportasi nasional

dan menjangkau seluruh pelosok wilayah

daratan untuk menunjang pemerataan,

pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai

pendorong, penggerak dan penunjang

pembangunan nasional. Lalu lintas dan

angkutan memiliki arti dan permasalahan

yang berbeda namun tetap merupakan satu

kesatuan kegiatan yang saling mendukung.

Lalu lintas ( Trafic ) adalah kegiatan lalu

lalang atau gerak kendaraan, orang atau

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

210

hewan di jalan, sedangkan angkutan (

transport ) adalah perpindahan orang dan/

atau barang dari suatu tempat ketempat

lain dengan menggunakan kendaraan.

Pengertian barang dan orang

dalam kaitan dengan moda angkutan

disebut muatan dan dalam konteks

penulisan ini, muatan yang dimaksud

adalah muatan barang. Sedangkan “

muatan lebih ” berarti barang yang

diangkut melebihi kapasitas daya angkut

kendaraan. Kendaraan atau moda angkutan

menurut ketentuan Undang-Undang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 14

tahun 1992 memiliki pengertian sebagai

suatu alat yang dapat bergerak di jalan,

terdiri atas kendaraan bermotor yakni

kendaraan yang digerakkan oleh peralatan

teknik yang berada pada kendaraan itu dan

kendaraan tidak bermotor yakni kendaraan

yang digerakkan oleh tenaga manusia atau

hewan.

Undang-Undang tersebut juga

menentukan persyaratan pengoperasian

kendaraan dijalan yakni :

1. Harus sesuai dengan

peruntukannya yaitu sesuai dengan

rancangan peruntukannya agar

orang atau barang yang diangkut

terjamin keselamatan dan

keamanannya sampai ditempat

tujuan dalam kondisi yang

diinginkan.

2. Harus memenuhi persyaratan

teknis yakni memenuhi

persyaratan tentang susunan

peralatan, perlengkapan, ukuran,

bentuk, karoseri, pemuatan,

rancangan teknis sesuai dengan

peruntukannya, ambang batas

emisi gas buang, penggunaan,

penggandengan dan penempelan

kendaraan bermotor.

3. Harus memenuhi ketentuan laik

jalan yakni memenuhi persyaratan

minimal kondisi suatu kendaraan ,

keselamatan pengendara dan

penumpang terjamin, tidak terjadi

pencemaran udara serta tidak

bising ketika dioperasikan di jalan.

4. Harus sesuai dengan kelas jalan

yang akan dilaluinya yakni untuk

menghindarkan kerusakan jalan

dan jembatan akibat pengoperasian

kendaraan dan muatan yang tidak

seimbang dengan daya dukung

jalannya.

Pengawasan dan pengendalian

pemenuhan persyaratan pengoperasian

kendaraan tersebut menurut ketentuan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992

merupakan tanggung jawab instansi yang

berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan

jalan (Dinas Perhubungan) dan lebih

ditegaskan lagi pembagian tanggung jawab

dan kewenangannya dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Provinsi sebagai Daerah Otonom setelah

keluarnya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Seluruh ketentuan peraturan tersebut

memperlihatkan peran penting dan

strategisnya perangkutan bagi kehidupan

masyarakat sehingga diperlukan

pengaturan dan pengendaliannya.

Peranan perangkutan bagi

pertumbuhan suatu daerah sudah terlihat

setelah revolusi industri di Perancis,

dimana perkembangan perkotaan menjadi

bertambah maju, Daniel & Warner (

1980) menyebutnya sebagai “ the

golden era of urban transport revolution “,

yang dibuktikan dengan kemajuan

teknologi perangkutan yang semakin

nyata yakni peningkatan daya angkut, daya

jelajah dan kecepatan.

Pertambahan penduduk dan hunian

membutuhkan pula pertambahan

perangkutan sehingga terjadinya

peningkatan interaksi kegiatan antar

manusia dalam perolehan suatu produk

maupun dalam pemanfaatannya. Di era

keaneka ragaman kebutuhan manusia saat

ini tidak ada lagi satu daerahpun yang

mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

dengan segala macam keperluannya,

disamping keterbatasan sumber daya alam

juga sumber daya manusianya sendiri.

Oleh karenanya diperlukan daerah-daerah

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

211

lain sebagai produsen sekaligus konsumen

untuk saling melengkapi kebutuhan, dan

kelancaran hubungan tersebut tergantung

kepada kondisi lalu lintas dan angkutan.

Terdapat hubungan segi empat antar

komponen kegiatan dalam pemanfaatan

produk yakni lokasi sumber daya manusia,

lokasi bahan baku, lokasi produksi dan

lokasi pasar yang terwujud karena kegiatan

lalu lintas dan angkutan sebagai akibat

adanya kebutuhan akan perpindahan

sejumlah orang maupun barang dari

suatu tempat ketempat lain ( Warpani,

2002 ; 4 ) seperti ditunjukkan gambar

berikut :

Gambar 1

Diagram antar komponen kegiatan dalam pemanfaatan produk

Peningkatan mobilitas kebutuhan

konsumsi dan hasil produksi masyarakat

yang diikuti dengan kemajuan teknologi

dan jumlah kendaraan pengangkut barang

menyebabkan peningkatan arus lalu lintas

angkutan. Kondisi tersebut menyebabkan

beban jalan semakin berat karena dilalui

kendaraan dengan volume muatan yang

terus bertambah, sehingga dibutuhkan

sarana pengawasan yang berfungsi untuk

mengendalikannya agar tidak berdampak

terhadap kerusakan jalan yang akan

mengakibatkan terganggunya kelancaran,

keselamatan dan kenyamanan bagi

pemakai jalan lainnya.

Pengaruh kelancaran perangkutan

dan dampaknya secara langsung dapat

dirasakan dalam kehidupan masyarakat,

oleh karenanya dibutuhkan pengelolaan

lalu lintas dan angkutan jalan yang tepat

dan berkelanjutan untuk memaksimalkan

dampak positif dan meminimalkan

dampak negatif serta mengendalikan

benturan kepentingan berbagai pihak,

oleh karenanya diperlukan peraturan

yang harus dipatuhi semua pihak (

Iskandar Abubakar, 2000 ;17 ).

Pada Undang-Undang Nomor 14

tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pasal 8 ayat ( 1 ) huruf e

disebutkan bahwa untuk keselamatan,

keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan,

jalan wajib dilengkapi antara lain dengan

alat pengawasan dan pengamanan jalan.

Penjelasan pasal tersebut menyebutkan

alat pengawasan dan pengamanan jalan

adalah alat tertentu yang diperuntukan

guna mengawasi penggunaan jalan agar

dapat dicegah kerusakan jalan karena

melebihi kekuatannya. Peraturan

Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang

Prasarana dan Lalu Lintas Jalan pada pasal

35 dan pasal 38 menyebutkan bahwa alat

pengawasan dan pengamanan jalan

berfungsi untuk melakukan pengawasan

terhadap berat kendaraan beserta

muatannya, berupa alat penimbangan yang

dipasang secara tetap atau alat timbang

yang dapat dipindah-pindahkan.

BAHAN BAKU

SDM

PASAR

PRODUKSI

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

212

Di sisi lain berdasarkan Undang-

Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang

jalan pada Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b

disebutkan bahwa pengoperasian jalan

umum dilakukan setelah dinyatakan

memenuhi persyaratan laik fungsi secara

teknis dan administratif serta

penyelenggara wajib memprioritaskan

pemeliharaan, perawatan dan

pemeriksaaan jalan secara berkala untuk

mempertahankan tingkat pelayanan sesuai

dengan standar pelayanan minimal yang

ditetapkan.

Bila diamati tata laksana regulasi

pengawasan dan pengamanan jalan untuk

pengendalian muatan berdasarkan

peraturan perundangan diatas,

memperlihatkan pengaturan secara umum

dan perlu diperhatikan efektifitasnya .

Undang-Undang nomor 14 tahun 1992

menetapkan tindakan refresif berupa

penegakan hukum seperti disebutkan

bahwa setiap kendaraan bermotor yang

dioperasikan di jalan harus sesuai

peruntukannya dan memenuhi persyaratan

teknis laik jalan ( pasal 12 ayat 1 ), dan

pelanggaran ketentuan tersebut diancam

pidana kurungan paling lama 3 ( tiga )

bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.

3.000.000 ( tiga juta rupiah ) seperti pada

pasal 54. Ketentuan Undang-Undang dan

peraturan pemerintah tersebut tidak

mengatur tindakan lain seperti larangan

melanjutkan perjalanan maupun

pembongkaran muatan, sehingga dapat

diartikan bahwa setiap angkutan barang

yang melanggar batas ketentuan muatan

dan laik jalannya dapat melanjutkan

perjalanan setelah menerima tanda bukti

penindakan refresifnya.

Perkembangan zaman dan

kemajuan teknologi angkutan barang ,

peningkatan arus barang dan jasa,

sekaligus juga membuat penurunan tingkat

keselamatan pengguna jalan dan

peningkatan pergerakan perangkutan di

jalan serta volume muatan yang diangkut.

Pernyataan Dirjen Perhubungan Darat

Departemen Perhubungan dalam rapat

koordinasi teknis Dinas Perhubungan

seluruh Indonesia di Jakarta tanggal 29

Juli 2004 yang dimuat harian Kompas

tanggal 30 juli 2004 menyebutkan bahwa

kecelakaan lalu lintas di Ambarawa

Provinsi Jawa Tengah pada hari minggu

tanggal 11 Juli 2004 dan ambruknya

jembatan cipunagara di Kabupaten Subang

Provinsi Jawa Barat tanggal 23 Juli 2004

serta kerusakan jalan-jalan nasional dan

jalan provinsi diseluruh Indonesia

terindikasi karena angkutan barang yang

tidak memenuhi persyaratan teknis dan

laik jalan serta bermuatan lebih.

Harian Kompas tanggal 7 agustus

tahun 2004 menyatakan kasus ambruknya

Jembatan Cipunagara A memperlihatkan

kelemahan aparat perhubungan yang

mengawasi angkutan barang. Ambruknya

jembatan tersebut karena pada saat yang

sama sembilan kendaraan melewati

jembatan sepanjang 51 meter itu. Satu truk

(22 roda) mengangkut 50 ton semen, satu

truk tangki (22 roda) mengangkut 60 ton

semen cair, satu truk (10 roda)

mengangkut 60 ton pasir, satu truk (10

roda) mengangkut 40 ton asbes, satu truk

tronton (10 roda) mengangkut 40 ton

bahan makanan, satu truk (6 roda)

mengangkut 1,5 ton lembu, satu truk

gandeng bermuatan kayu, lalu sebuah

minibus, dan satu unit sepeda motor. Total

berat barang dan kendaraan yang dipikul

jembatan saat itu 326 ton. Kenyataan ini

sungguh memprihatinkan karena daya

pikul jembatan dengan rangka baja buatan

Inggris yang dibangun tahun 1978 dan

mulai dioperasikan tahun 1980 itu tinggal

170 ton.

Gubernur Sumatera Utara yang

dalam pidato pertanggung jawaban

pelaksanaan APBD tahun anggaran 2005

dihadapan sidang paripurna DPRD

Provinsi Sumatera Utara tanggal 27 juli

2006 menyatakan bahwa tingkat

kerusakan jalan di Provinsi Sumatera

Utara masih cukup tinggi, seperti yang

dikemukakannya bahwa 203,8 km dari

sekitar 2.098,50 km jalan nasional dan

730,5 km dari 2.752,50 km jalan provinsi

di Provinsi Sumatera Utara telah

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

213

mengalami kerusakan parah. Pernyataan

ketua Asosiasi Aspal Beton Indonesia

Sumatera Utara yang dimuat harian

Kompas tanggal 10 Juni 2006 yang

menyebutkan bahwa “ tidak berfungsinya

jembatan timbang menjadi penyebab

utama kerusakan jalan “. Harian Kompas

tanggal 7 Agustus 2004 menuliskan artikel

yang berjudul ketika rakyat menapaki jalan

rusak menekankan bahwa jembatan

timbang sudah tidak berfungsi sebagai

instrumen pengawasan dan pengendalian

muatan sehingga pemakai jalan makin

tidak terkendali, jalan berkembang

menjadi rimba raya yang mengerikan,

truk-truk raksasa dengan alasan efisiensi

sudah tidak lagi mengukur tonase barang

sementara kecelakaan terus meningkat.

Ditambahkan pula bahwa akibat semua itu,

dari 330.495 km jaringan jalan yang ada di

republik ini pada tahun 2002, sepanjang

130.000 km ( 40 % ) diantaranya

mengalami kerusakan, ini termasuk 15.739

km jalan provinsi serta 113.215 km jalan

kabupaten/ kota yang mengalami

kerusakan berat. Rusaknya jalan

menimbulkan peningkatan biaya karena

perjalanan terhambat, pemakaian bahan

bakar meningkat dan perkiraan ongkos

sosial dan ekonomi yang ditimbulkan

ketika rakyat menapaki jalan rusak

mencapai Rp. 200 triliun/ tahun.

Kerusakan banyak terletak di jalan-

jalan strategis, seperti jalan lintas timur

sumatera dan pantai utara jawa yang

paling sering dilewati kendaraan-

kendaraan raksasa. Kepala Bappeda

Provinsi Sumatera Utara didalam harian

Medan Bisnis tanggal 1 November 2006

menyebutkan kondisi jalan dan jembatan

di provinsi sumatera utara baik dari segi

kualitas maupun kuantitas mengalami

penurunan disamping karena

terlampauinya umur kedua infrastruktur

tersebut di sejumlah lokasi juga karena

peningkatan beban jalan. Menurutnya

penurunan kualitas jalan itu juga terkait

dengan keterbatasan dana pembangunan

jalan sehingga menjadi kendala

menciptakan jaringan jalan yang mantap

dan handal. Di dalam buku Sumut Dalam

Angka Tahun 2006 yang diterbitkan Badan

Pusat Statistik Sumatera Utara terlihat

dengan jelas jumlah, status dan kondisi

jalan di Provinsi Sumatera Utara seperti

pada tabel berikut :

Tabel 1

DATA STATUS JALAN NASIONAL,

JALAN PROVINSI, JALAN KABUPATEN/ KOTA DAN JALAN TOL

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

No Status Jalan Panjang Jalan (km)

Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005

1 Nasional 1.305,95 2.098,05 2.098,50

2 Provinsi 3.346,20 2.752,41 2,752.50

3 Kab/Kota 28.246,27 28.711,31 29.112,61

Total 32.898,43 33.561,78 33.963,61

4 Tol 40,00 40,00 40,00

Jumlah 32.938,43 33.601,78 34.003,61

Sumber : Dinas Jalan dan Jembatan Provsu

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

214

Tabel 2

DATA KONDISI JALAN NASIONAL, JALAN PROVINSI DAN

JALAN KABUPATEN/ KOTA

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2005

Status Jalan Panjang

Jalan

(km)

Kondisi Jalan

Baik Sedang Rusak Rusak

Berat

Tidak

Dirinci

Naional 2.098.50 1435,08 382,42 244,61 35,94 __

Provinsi 2.752,50 1783,29 590,73 309,97 68,51 __

Kab/ Kota 29.112,61 9040,91 6227,93 6473,79 5977,00 1393,06

Jumlah 33.963,61 12.259,28 7201,86 7028,28 6081,45 1393,06

Sumber : Dinas Jalan dan Jembatan Provsu / SUDA 2006.

Menyikapi banyaknya

pelanggaran muatan dan ditambah dengan

tudingan masyarakat dan pemberitaan di

media massa bahwa kerusakan jalan

diakibatkan tidak berfungsinya

pengawasan di UPPKB dalam penanganan

muatan lebih, Menteri Perhubungan

dalam suratnya tertanggal 4 Mei 2005

menetapkan pedoman operasional

penanganan muatan lebih dengan

menghunjuk Surat Edaran Dirjen

Perhubungan Darat atas nama Menteri

Perhubungan nomor : SE. 01/ AJ.307/

DRJD/ 2004 tanggal 28 Januari 2004

tentang Pengawasan dan Pengendalian

Muatan Lebih.

Kebijakan yang berupa

pedoman penanganan muatan lebih dengan

cara-cara prefentif dan refresif tersebut,

menunjukkan bahwa selama ini prosedur

penanganan muatan lebih tidak memiliki

aturan yang jelas. Kebijakan pemerintah

dalam pengaturan, pengendalian serta

pengawasan dibidang lalu lintas dan

angkutan jalan khususnya dalam hal

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih akan menjadi konsep-konsep kosong

apabila pada tahap implementasinya tidak

dijalankan sesuai dengan pola tindak yang

telah ditetapkan.

Permasalahan kerusakan jalan

lintas sumatera di Provinsi Sumatera Utara

dan tudingan faktor penyebabnya adalah

kelemahan aparat pengawasan di Unit

Pelaksana Penimbangan Kendaraan

Bermotor ( selanjutnya disingkat UPPKB )

atau dengan kata lain UPPKB tidak

berfungsi optimal dalam

mengimplementasikan kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih perlu diteliti kebenarannya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari

Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera

Utara, angkutan barang yang melakukan

pelanggaran muatan pada tahun 2005

sebagai berikut :

Tabel 3Data Jumlah Kendaraan Yang Ditimbang Dan Jumlah PelanggaranTahun 2005

Jumlah Kendaraan

yang ditimbang Jumlah Pelanggaran Muatan Lebih dari JBI

Jumlah

pelanggaran

5 % - 15 %

15 % - 25 %

> 25 %

876.702 kend. 18.261 kend. 7.193 kend. 4.616 kend. 30.070 kend.

Sumber : Dinas Perhubungan Prov.SU

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

215

Data diatas menggambarkan

bahwa pelanggaran muatan lebih masih

tetap terjadi tetapi angka-angka tersebut

tentunya diragukan banyak orang karena

angkutan barang dalam jumlah yang cukup

besar dan terlihat melanggar batas muatan

masih tetap melintas di jalan. Kondisi

tersebut tentu menimbulkan pertanyaan

tentang efektifitas kebijakan tersebut.

Untuk mengetahui apakah kebijakan

pemerintah tentang pengawasan dan

pengendalian muatan lebih sebagaimana

yang telah dijelaskan sebelumnya telah

dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan

Provinsi Sumatera Utara melalui UPPPKB

perlu dilakukan penelitian.

Pengawasan dan Pengendalian

Muatan Lebih

Kesisteman dari transportasi atau

perangkutan jalan adalah proses

mengangkut atau membawa orang dan/

atau barang ( disebut muatan ) sesuatu

dari suatu tempat ketempat lainnya (

merupakan fungsi keterhubungan antar

lokasi dengan prasarana jalan ) dengan

menggunakan kendaraan ( sarana

angkutan ), dan khususnya untuk

transportasi barang agar terjaminnya

interaksi yang tertib antara muatan

barang, kemampuan prasarana jalan dan

sarana kendaraan diperlukan

pengawasannya di jalan dengan

menggunakan jembatan timbang (

Muchtaruddin Siregar, 1990 ; 3). Sesuai

dengan ketentuan pasal 8 ayat ( 1 ) huruf e

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

serta pasal 35 dan pasal 38 Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang

Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, jembatan

timbang merupakan bagian dari sistem

transportasi bidang pengawasan dan

pengendalian pengguna jalan khususnya

angkutan barang guna terjaganya kondisi

jalan. Fungsi jembatan timbang

sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

Undang tersebut diatas meliputi :

1. Pengawasan jalan melalui

pengawasan terhadap tekanan

sumbu terberat kendaraan.

2. Pengawasan keselamatan

kendaraan yakni pengawasan

terhadap kelebihan berat muatan.

3. Pengawasan terhadap distribusi

barang yaitu pendataan asal dan

tujuan barang, dan jenis barang

yang diangkut.

4. Pengawasan tentang tata cara

pemuatan angkutan barang.

Guna perwujudan fungsi jembatan

timbang tersebut, pemerintah telah

mengeluarkan pedoman penyelenggaraan

penimbangan dan pengawasan muatan

angkutan barang di jalan sebagai berikut :

1. Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor 5 Tahun 1995

penyelenggaraan penimbangan

kendaraan bermotor di jalan yang

berisikan ketentuan seperti :

a. Penentuan lokasi jembatan

timbang yang dipasang secara

tetap harus memperhatikan :

Rencana umum tata ruang.

Jaringan transportasi jalan.

Volume lalu lintas harian

rata-rata ( LHR ) untuk

angkutan barang.

Kelancaran arus lalu lintas.

Kelas jalan.

Kondisi tofografi lokasi

Tersedia lahan sekurang-

kurangnya 4.000 (empat ribu)

m2.

Efektifitas pengawasan berat

kendaraan beserta

muatannya.

b. Tersedia fasilitas penunjang

pada alat penimbangan yang

dipasang secara tetap seperti :

Gedung operasional.

Lapangan parkir kendaran.

Fasilitas jalan keluar masuk

kendaraan.

Gudang penyimpanan

barang.

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

216

Lapangan penumpukan

barang.

Bangunan gedung untuk

generator set.

Pagar.

Perambuan untuk maksud

pengoperasian.

c. Pengoperasian alat

penimbangan tetap dilakukan

oleh unit pelaksana

penimbangan kendaraan

bermotor.

d. Penimbangan kendaraan beserta

muatannya dilakukan dengan

cara :

Penimbangan kendaraan

beserta muatannya dan

penimbangan terhadap

masing-masing sumbu

Perhitungan berat muatan

dilakukan dengan cara

mengurangi hasil

penimbangan kendaran

beserta muatannya dengan

berat kendaraan yang telah

ditetapkan dalam buku uji.

Kelebihan berat muatan dapat

diketahui dengan cara

membandingkan berat

muatan yang ditimbang

dengan daya angkut yang

diizinkan dalam buku uji

atau pelat samping kendaraan

bermotor.

Kelebihan muatan pada tiap-

tiap sumbu dapat diketahui

dengan cara membandingkan

hasil penimbangan setiap

sumbu dengan muatan sumbu

terberat pada kelas jalan yang

dilalui.

e. Mobil barang yang tidak

bermuatan, mobil barang

pengangkut peti kemas, alat

berat, bahan berbahaya dan

mobil barang dengan

menggunakan tangki tidak di

wajibkan untuk dilakukan

penimbangan.

2. Surat Edaran Direktur jenderal

Perhubungan Darat Nomor SE.01/

AJ.307/ DRJD/ 2004 yang

berisikan petunjuk sebagai berikut :

a. Pengawasan dan pengendalian

muatan lebih dilakukan oleh

aparat daerah provinsi di bawah

tanggung jawab dan koordinasi

Kepala Dinas Perhubungan

dengan berpedoman kepada

Peraturan Daerah, Keputusan/

Instruksi Gubernur.

b. Batas faktor keselamatan

adalah 25 % dari Jumlah Berat

Yang Diizinkan ( JBI ) dan

dapat dilakukan pengaturannya

melalui peraturan daerah

dengan klasifikasi pelanggaran

sebagai berikut :

b.1. Pelanggaran tingkat I:

> 5 % - 15 % dari JBI.

b.2. Pelanggaran tingkat II:

> 15 % - 25 % dari

JBI.

b.3 Pelanggaran tingkat III:

> 25 % dari JBI.

c. Pelanggaran tingkat III

dikenakan sanksi pidana

disertai dengan perintah

pengembalian kendaraan

ketempat asal atau penurunan

muatan dengan resiko yang

ditanggung oleh pengemudi.

d. Penurunan muatan harus

memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

d.1. Tersedianya lahan

penumpukan barang.

d.2. Tersedianya peralatan

penanganan penurunan

barang seperti fork lift,

trolly, gerobak

pengangkut, peralatan

pengepakan barang.

d.3. Terjaga keutuhan barang

yang diturunkan.

d.4. Terhadap barang yang

mudah meledak,

berbahaya, cepat busuk

dan mudah rusak

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

217

dilakukan penanganan

khusus dengan bantuan

ahli.

d.5. Dibuat berita acara

penurunan barang yang

ditanda tangani kedua

pihak yakni operator/

pengemudi dan petugas

UPPKB.

d.6. Berkoordinasi dengan

instansi terkait yakni

POM atau POLRI untuk

pengamanan.

Kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih, yang diatur

dengan Surat Edaran Dirjen Perhubungan

Darat atas nama Menteri Perhubungan

Nomor SE.01/ AJ. 307/ DRJD/ 2004

tanggal 28 Januari 2004, adalah untuk

menertibkan pengangkutan muatan secara

berlebihan yang mengakibatkan

kehancuran investasi pemerintah karena

penurunan kualitas pelayanan prasarana

jalan ( Iskandar Abu Bakar, 2004; 7 ).

Berdasarkan ketentuan tersebut

diatas, keberadaan Unit pelaksana

penimbangan kendaraan bermotor/

UPPKB sangat penting dan strategis serta

bertanggung jawab dalam menjaga kondisi

jalan untuk kelancaran transportasi orang

maupun barang di jalan raya. Untuk

mendukung kelancaran pelaksanan tugas

tersebut tentunya UPPKB harus didukung

dengan sarana dan prasarana

penimbangan kendaraan bermotor sesuai

keputusan menteri diatas dan dilaksanakan

oleh aparatur yang memiliki kompetensi

dan moral yang baik.

Pengawasan dan pengendalian

muatan lebih merupakan persoalan

penegakan hukum. Jimly Asshiddiqie (

2006 ) menyebutkan penegakan hukum

adalah proses dilakukannya upaya untuk

tegaknya atau berfungsinya norma-norma

hukum secara nyata sebagai pedoman

perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Hikmahanto Juwana ( 2006 ) menegaskan

bahwa dalam proses bekerjanya aparatur

penegakan hukum itu, terdapat 3 ( tiga )

elemen penting yang mempengaruhinya

yaitu :

1. Institusi beserta berbagai

perangkat sarana dan prasarana

pendukung dan mekanisme kerja

kelembagaannya.

2. Budaya kerja yang terkait dengan

aparatnya, termasuk mengenai

kesejahteraan aparatnya.

3. Perangkat peraturan yang

mendukung baik kinerja

kelembagaannya maupun yang

mengatur materi hukum yang

dijadikan standar kerja, baik

hukum materilnya maupun

hukum acaranya.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dapat

dikelompokkan menurut tujuan,

pendekatan, tingkat eksplanasi ( Level of

explanation ), analisis dan jenis data (

Sugiyono, 2006; 4 ). Fokus penelitian

yang menekankan kepada implementasi

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih tergolong kepada penelitian

terapan, yang bertujuan untuk

memecahkan masalah-masalah

pelaksanaan tugas operasional khususnya

mengenai pengawasan dan pengendalian

muatan lebih di UPPKB. Berdasarkan

fokus penelitian tersebut, akan lebih

memungkinkan apabila tingkat eksplanasi

atau tingkat penjelasan tentang bagaimana

variabel-variabel itu diteliti akan

menjelaskan objek yang diteliti melalui

data yang terkumpul dengan penelitian

deskriptif melalui metode penelitian

kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri, baik

satu variabel atau lebih ( independen )

tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan antara variabel satu

dengan variabel lainnya ( Sugiyono,

2006; 11). Nawawi ( 1998; 63 )

menyebutkan metode deskriptif diartikan

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

218

sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menggambarkan,

melukiskan keadaan subjek atau objek

penelitian ( seseorang, lembaga,

masyarakat dan lain-lain ) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana adanya ( Fact

finding ). Berdasarkan jenis penelitian

deskriftif tersebut, maka peneliti hanya

mengembangkan konsep dan menghimpun

fakta tetapi tidak melakukan pengujian

hipotesis ( Singarimbun, 1989 ; 5 ). Karena

itu penelitian ini terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu keadaan atau

peristiwa atau keadaan subjek/ objek

penelitian pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana

adanya.

Dalam jenis penelitian deskriptif

ini digunakan pendekatan penelitian studi

kasus. Pendekatan studi kasus merupakan

salah satu cara atau metode pendekatan

kualitatif yang dilakukan untuk

menjelaskan fakta, kejadian atau peristiwa

yang dialami kelompok sasaran, baik

individu atau sekelompok orang sebagai

keseluruhan pada saat dilakukan

penelitian. Studi kasus berarti mencermati

suatu gejala secara mendalam dan

mempertahankan keutuhan objek yang

diteliti sebagai suatu keseluruhan yang

terintegrasi.

Sanapiah ( 1192; 109 ) di dalam

Nana Tursino ( 2003 ; 89 ) menegaskan

bahwa pada penelitian studi kasus yang

perlu dijelaskan bukanlah populasi dan

sampel sebagaimana pada penelitian

survey dan eksperimen akan tetapi pada

subjek penelitiannya. Subjek penelitian

menunjuk pada orang/ individu atau

kelompok yang dijadikan unit atau satuan

kelompok yang diteliti, dan studi kasus

berkepentingan dengan upaya

mengkonstruksikan bagaimana seseorang

atau sekelompok orang itu sebagai

keseluruhan.

2. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini yang

juga merupakan objek studi kasus penulis

adalah para pelaksana tugas dan pelaksana

regu UPPKB Dinas Perhubungan yang

berkualifikasi penyidik dan komponen

yang berkaitan dengan penyelenggara

angkutan barang yakni pengusaha

angkutan barang dan pengemudi angkutan

barang pada jenis tertentu yakni mobil

barang dengan jumlah berat yang diizinkan

diatas 23 ton.

Dasar pertimbangan ditetapkannya

para pelaksana tugas dan pelaksana regu

sebagai objek penelitian dikarenakan

kedudukannya sebagai pemimpin

dikelompoknya, dan dianggap paling

mengetahui ketentuan dan peraturan,

kondisi dan situasi pelaksanaan tugasnya

serta bertanggung jawab penuh terhadap

efektifitas tugas-tugasnya. Ditetapkannya

pengemudi angkutan barang sebagai objek

penelitian disebabkan aktifitasnya dalam

perangkutan barang yang menjadi objek

pengawasan aparat dinas perhubungan

melalui jembatan timbang.

Di Provinsi Sumatera Utara

terdapat 13 ( tiga belas ) Unit Pelaksana

Penimbangan Kendaraan Bermotor /

UPPKB/ Jembatan Timbang.

Memperhatikan kepadatan arus barang

keluar dan masuk Provinsi Sumatera Utara

serta jalan-jalan nasional/ provinsi yang

rusak berada pada lintas timur

Sumatera Utara ( Kabupaten Langkat,

Kota Binjai, Kota Medan, Kabupaten Deli

Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai,

Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Asahan,

Kabupaten Labuhan Batu ) maka

penelitian mengenai implementasi

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih hanya dilakukan pada 2 (

dua ) UPPKB yakni UPPKB Gebang di

Kabupaten Langkat dan UPPKB Aek

Batu di Kabupaten Labuhan Batu. Adapun

alasan dilakukannya penelitian hanya pada

2 ( dua ) tempat tersebut adalah berkaitan

dengan jalur pengawasan dan

pengendalian muatan lebih yang dilakukan

merupakan pintu-pintu keluar dan masuk

ke Provinsi Sumatera Utara dan kota

Medan, yang dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

219

UPPKB Aek Batu yang terletak di

perbatasan Provinsi Sumatera Utara

dengan Provinsi Riau pada Kabupaten

Labuhan Batu berfungsi melakukan

pengendalian angkutan barang yang

keluar dan masuk Provinsi Sumatera

Utara dari arah Provinsi Riau dan

sebaliknya.

UPPKB Gebang yang terletak di

perbatasan Provinsi Sumatera Utara

dengan Provinsi Nangroe Aceh

Darrussalam pada Kabupaten Langkat

berfungsi melakukan pengendalian

angkutan barang dari Provinsi

Sumatera Utara ke Provinsi Nangroe

Aceh Darrussalam dan sebaliknya.

Tehnik pengambilan sampel yang

digunakan pada penelitian ini adalah Non

Probability Sampling melalui purposive

sampling yang dikenal juga dengan

sampling pertimbangan. Non Probability

Sampling menurut Riduwan ( 2003; 16)

berarti tehnik sampling yang tidak

memberi kesempatan atau peluang pada

setiap anggota populasi untuk dijadikan

anggota sampel. Sedangkan purposive

sampling ialah tehnik sampling yang

digunakan peneliti jika mempunyai

pertimbangan-pertimbangan tertentu

didalam pengambilan sampelnya, dan

hanya mereka yang ahli yang patut

memberikan pertimbangan untuk

pengambilan sampel yang diperlukan (

Riduwan, 2003; 20 ).

Hal itu dilakukan karena pada

objek yang diteliti yakni UPPKB Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera Utara

terdapat para petugas dengan jabatan yang

berbeda dan para pengemudi angkutan

barang dengan daya angkut yang berbeda

pula. Adapun sampel dalam penelitian ini

secara terperinci adalah sebagai berikut :

1. Para Pelaksana tugas UPPKB 2 orang.

2. Para Pelaksana Regu UPPKB 10 orang.

3. Pengemudi angkutan barang dengan daya angkut diatas 23 ton 80 orang.

Jumlah = 92 orang.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penggalian dan pemahaman atas

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih dilakukan dengan menghimpun data

kualitatif. Data kualitatif adalah data yang

berhubungan dengan kategorisasi

karakteristik berwujud pertanyaan atau

kata-kata yang biasanya didapat dari

wawancara dan bersifat subjektif sebab

data tersebut dapat ditafsirkan lain oleh

orang yang berbeda ( Riduwan, 2003 ; 31

).

Menurut Nawawi (1998; 94 ) terdapat 6

(enam) tehnik penelitian sebagai cara yang

dapat ditempuh untuk mengumpulkan

data yaitu :

a. Tehnik observasi langsung yaitu

mengumpulkan data melalui

pengamatan dan pencatatan gejala

yang tampak pada objek

penelitian.

b. Tehnik observasi tidak langsung ,

yaitu mengumpulkan data melalui

pelaksanaan pengamatan objek

secara tidak langsung.

c. Tehnik komunikasi langsung,

yakni mengumpulkan data

dimana peneliti melakukan

kontak langsung secara lisan

dengan sumber data.

d. Tehnik komunikasi tidak

langsung, yakni mengumpulkan

data dengan mengadakan

hubungan tidak langsung

langsung melainkan dengan

menggunakan alat.

e. Tehnik studi dokumen/ library

research/ bibliografis, yaitu

mengumpulkan data melalui

sumber-sumber bacaan yang

relevan.

Menurut Sugiyono ( 2006 ; 156 )

pengumpulan data dapat dilakukan dalam

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

220

berbagai setting, berbagai sumber dan

berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya,

data dapat dikumpulkan pada setting

alamiah seperti pada laboratorium dengan

metode eksperimen, dirumah dengan

berbagai responden, seminar, diskusi,

dijalan dan lainnya. Bila dilihat dari

sumber datanya maka pengumpulan data

dapat menggunakan sumber primer dan

sumber sekunder. sumber sekunder adalah

sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data misalnya

melalui jasa orang lain atau lewat

dokumen. Sumber primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Selanjutnya bila

dilihat dari segi cara atau tehnik

pengumpulan data, maka tehnik

pengumpulan data dapat dilakukan

dengan interview (wawancara),

Kuesioner (angket), observasi

(pengamatan) dan gabungan

keseluruhannya.

4. Teknis Analisis Data

Untuk menganalisis data maka

diperlukan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya dalam suatu pola,

kategori dan satuan uraian dasar ( Patton,

dalam Moloeng, 2001; 45 ). Dalam proses

ini data disederhanakan dalam bentuk yang

lebih mudah untuk dibaca dan

diinterpretasikan sehingga memberikan

keterangan terhadap permasalahan yang

diteliti dengan mengunakan tabel biasa.

Analisa tabel biasa ini bermaksud untuk

memperinci data-data sekaligus

menyajikan persentase dari masing-masing

jawaban responden sehingga diketahui

data-data yang paling dominan melalui

persentase yang terbesar.

Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik deskriptif. Hal tersebut didasarkan

kepada perumusan permasalahan pada

bagian awal penulisan yang hanya

menggunakan satu variabel atau variabel

tunggal yakni implementasi kebijakan.

Permasalahan dalam kaitan tersebut

disebut juga permasalahan desktiftif.

Permasalahan deskriftif adalah suatu

permasalahan yang berkenaan dengan

pertanyaan terhadap keberadaan variabel

mandiri, baik hanya pada satu variabel

atau lebih atau disebut variabel yang

berdiri sendiri ( Sugiyono, 2003 ; 35 ).

Data-data yang digunakan untuk

menganalisis implementasi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih terdiri dari :

1. Data Primer yakni data kualitatif yang

diperoleh berdasarkan hasil wawancara

dan kuesioner kepada key person yakni

pelaksana tugas dan pelaksana regu

UPPKB serta pengemudi angkutan

barang.

2. Data Sekunder yakni data-data yang

diperoleh dari UPPKB dalam rangka

implementasi kebijakan pengawasan

dan pengendalian muatan lebih berupa

data SDM, sarana dan prasarana

UPPKB, Jumlah kendaraan bermotor

yang ditimbang dan ditindak karena

pelanggaran muatan.

Teknik analisis data dilakukan dengan

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Penyusunan data, dilakukan dengan

cara mengumpulkan seluruh data-data

otentik dan melakukan pemilihan data

yang ada hubungannya dengan

penelitian.

2. Penilaian data, teknik ini

dilakukan dengan memperhatikan

prinsip validitas (kesahihan),

objektifitas dan reliabilitas (

keandalan) dengan menempuh cara :

a. Mengkatagorikan data primer

dan data sekunder yang

dilakukan dengan sistem

pencatatan yang relevan.

b. Menguji keabsahan data yang

dilakukan dengan

membandingkannya dengan

hasil observasi dan

pemeriksaan terhadap sumber-

sumber lainnya.

3. Pengolahan data, melakukan

pengolahan data yang diperoleh untuk

memperjelas perumusan permasalahan.

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

221

4. Interpretasi data, melakukan

interpretasi dengan dasar pengalaman

dan pengetahuan terhadap data, fakta

dan informasi hasil pengolahan data.

5. Penyimpulan data, menyimpulkan

hasil interpretasi data yang berisikan

intisari dari seluruh rangkaian

penelitian termasuk kesulitan dan

hambatan-hambatan yang dialami

dalam penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Prosedur Penimbangan Angkutan

Barang

Sesuai hasil wawancara penulis

dengan pelaksana tugas UPPKB pada

kedua lokasi penelitian diketahui bahwa

prosedur penimbangan kendaraan

dilakukan dengan beberapa cara yakni

penimbangan berat kotor atau

penimbangan sumbu dan kelompok sumbu

dan penimbangan langsung.

Dikemukakannya bahwa penimbangan

berat kotor kendaraan dilakukan jika

panjang angkutan barang yang akan

ditimbang tidak sesuai dengan platform

penimbangan dan kapasitas penimbangan,

sehingga terhadap angkutan barang yang

dilakukan penimbangan harus dilakukan 2

(dua) kali penimbangan yakni terhadap

sumbu depan dan sumbu belakang untuk

kemudian hasil penimbangan kedua sumbu

tersebut dijumlahkan. Dari hasil

penjumlahan akan diketahui kelebihan

berat muatan atau tidak kelebihan dari

jumlah berat yang diizinkan.

Penimbangan langsung adalah kegiatan

penimbangan yang dilakukan terhadap

angkutan barang yang tidak melebihi

platform dan kapasitas timbang sehingga

hasil penimbangan dapat diketahui

langsung dari indikator digital

penimbangan.

Prosedur penimbangan tidak

terlepas dari pengorganisasian dan

pembagian uraian tugas yang telah

ditetapkan oleh Kepala Dinas dan

diimplementasikan oleh pelaksana tugas

serta pelaksana regu pada masing-masing

UPPKB. Melalui pengamatan penulis,

organisasi dan pembagian kerja pada

UPPKB tercermin pada prosedur

penimbangan angkutan barang

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 7

Bagan alir penimbangan angkutan barang di Jembatan Timbang/ UPPKB DISHUB-SU

Penjelasan gambar : 1. Kendaraan memasuki jembatan

timbang dengan kecepatan rendah

melewati high speed in motion dan

datanya direkam pada komputer untuk

diisi data kendaraan serta muatannya

oleh petugas.

2. Dilakukan pemeriksaan STUK dan

teknis laik jalan oleh Penguji.

Kendaraan ditimbang dengan High speed weight

in motion

Keluar

Kendaraan

masuk

Petugas Periksa

dokumen

Petugas catat

data kendaraan

Pemeriksaan

oleh PPNS

Pemeriksaan

oleh penguji

Petugas mengatur

penimbangan

Tidak

melanggar

UU LLAJ

Pelanggaran

UU LLAJ

Penurunan

Muatan

Tilang

Keluar

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

222

3. Dari data yang tercatat, terlihat

kendaraan yang sesuai ketentuan

muatan dan yang melanggar ketentuan

muatan, maka :

a. Kendaraan yang sesuai ketentuan

muatan dan teknis laik jalan dapat

keluar dari jembatan

timbang.

b. Kendaraan yang lebih muatan dan

melanggar ketentuan teknis laik

jalan, dilakukan pemeriksaan dan

dilanjutkan dengan proses

penindakan oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil ( PPNS ).

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah atribut dari

seseorang atau objek yang mempunyai

variasi antara satu orang dengan yang lain

atau satu objek dengan objek yang lain (

Hacth dan Farhady, 1981 dalam Sugiyono,

2006 ; 38 ).

Variabel yang terdapat dalam

penelitian ini adalah variabel tunggal yakni

implementasi kebijakan. Implementasi

kebijakan dalam konteks penelitian ini

meliputi kesiapan organisasi dan

tindakan-tindakan yang dilakukan aparatur

UPPKB Dinas Perhubungan Sumatera

Utara dalam melaksanakan pengawasan

dan pengendalian muatan lebih untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan

yakni tertib muatan angkutan barang.

Faktor-faktor yang diukur dalam

implementasi kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih oleh UPPKB

Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera

Utara disesuaikan dengan model

implementasi kebijakan menurut George

Edward III meliputi faktor sumber-sumber

yang digunakan dalam implementasi

kebijakan seperti sumber daya manusia

yakni jumlah dan kompetensi petugas

UPPKB, dan sumber daya sarana serta

prasarana UPPKB, faktor struktur

birokrasi, faktor komunikasi kebijakan dan

faktor disposisi atau kecenderungan-

kecenderungan implementor dalam proses

implementasi kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih.

B.1. Faktor Komunikasi Kebijakan

Menurut Edward dalam Budi

Winarno ( 2002 ; 126 ) disebutkan

persyaratan pertama bagi implementasi

kebijakan yang efektif adalah bahwa

mereka yang melaksanakan keputusan

harus mengetahui apa yang harus mereka

lakukan. Ditambahkannya pula bahwa

komunikasi kebijakan dapat menimbulkan

dampak buruk bagi implementasi

kebijakan dikarenakan faktor transmisi,

kejelasan dan konsistensi. Faktor

transmisi berarti bahwa setiap kebijakan

yang dikeluarkan harus disertai dengan

petunjuk pelaksanaannya agar tidak

menimbulkan pertentangan pendapat

antara pelaksana kebijakan dengan

pengambil kebijakan. Faktor kejelasan

menyebutkan bahwa disamping

terdapatnya petunjuk pelaksanaan yang

harus segera diterima pelaksana kebijakan,

instruksi-instruksi kebijakan tersebut

harus jelas untuk menghindarkan

interpretasi yang salah dalam

mengimplementasikan kebijakan. Faktor

konsistensi menegaskan bahwa suatu

kebijakan yang telah ditetapkan dan diikuti

segera dengan petunjuk pelaksanaan yang

jelas, harus terhindar dari pertentangan

dengan ketentuan peraturan diatasnya yang

dapat mendorong para pelaksana kebijakan

mengambil tindakan yang longgar dalam

mengimplementasikan kebijakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut

penulis menganalisis materi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih, yang menurut pendapat penulis

memperlihatkan beberapa kelemahan

seperti :

1. Pengaturan kebijakannya hanya

dengan Surat Edaran Direktur Jenderal

walaupun atas nama Menteri

Perhubungan, menurut penulis sangat

bertentangan dengan Undang-Undang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Surat Edaran tersebut memberikan

keleluasaan kepada angkutan barang

untuk membawa muatan lebih

sebanyak 25 % dari jumlah berat yang

diizinkan.

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

223

3. Mengatur jenis hukuman bagi

angkutan barang yang membawa

muatan lebih 25 % dari jumlah berat

yang diizinkan yakni dikenakan sanksi

pidana disertai dengan perintah

pengembalian kendaraan ketempat asal

atau larangan melanjutkan perjalanan

dan perintah kepada operator/

pengemudi untuk menurunkan muatan

lebih angkutan barang jika pengemudi

tidak mau ataupun tidak mampu

kembali ketempat asal.

4. Tidak menjelaskan tindakan yang

diambil terhadap angkutan barang

yang membawa muatan sampai 25 %

dari jumlah berat yang diizinkan

sedangkan Undang-Undang Nomor 14

tahun 1992 tentang lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pasal 54 menetapkan

bahwa setiap kendaraan bermotor yang

dioperasikan dijalan tidak sesuai

dengan peruntukannya dan melanggar

persyaratan teknis laik jalan dikenakan

sanksi pidana kurungan selama 3 (tiga)

bulan atau denda setinggi-tingginya

Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah).

Melihat pendapat responden

tersebut diatas, penulis meragukan

pemahaman para responden terhadap

materi Undang-Undang Nomor 14 tahun

1992 tentang lalu Lintas dan Angkutan

Jalan dan Surat Edaran Dirjen tersebut.

Penulis telah menjelaskan tentang

pertentangan kedua peraturan tersebut

diatas, dan berpendapat bahwa ketidak

jelasan yang dalam hal ini diartikan

sebagai pertentangan, menimbulkan

akibat dimana para pelaksana kebijakan

telah melakukan penafsiran masing-

masing terhadap materi kebijakan tersebut.

B.2. Faktor Sumber Daya Sarana dan

Prasarana UPPKB.

Sesuai dengan ketentuan pasal 4

dari Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor 5 Tahun 1995 tentang

penyelenggaraan penimbangan kendaran

bermotor di jalan disebutkan bahwa alat

penimbangan yang dipasang secara tetap

di jalan harus memiliki fasilitas penunjang,

seperti gedung operasional, lapangan

parkir kendaraan, fasilitas jalan keluar-

masuk kendaraan, gudang penyimpanan

barang, lapangan penumpukan barang,

bangunan untuk generator set, pagar, dan

perambuan untuk maksud pengoperasian.

Fasilitas penunjang tersebut ditambah pula

dengan peralatan penanganan muatan lebih

untuk penurunan muatan seperti, fork lift,

trolly, gerobak pengangkut dan peralatan

pengepakan barang seperti yang ditetapkan

dalam Surat Edaran Direktur Jenderal

Perhubungan Darat atas nama Menteri

Perhubungan tanggal 28 Januari 2004

nomor SE.01/ AJ.307/ DRJD/ 2004

tentang Pengawasan dan Pengendalian

Muatan Lebih.

Melalui wawancara yang dilakukan

penulis dengan para pelaksana tugas dan

pelaksana regu UPPKB Aek Batu dan

UPPKB Gebang mengenai pengelolaan

UPPKB, diperoleh keterangan sebagai

berikut :

1. Bahwa pelaksanaan pengawasan

muatan lebih angkutan barang di

jembatan timbang sebelum keluarnya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah

serta Peraturan Pemerintah Nomor 5

tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Pemerintah Provinsi

Sebagai Daerah Otonom merupakan

kewenangan Pemerintah Pusat yang

pelaksanaan maupun pembangunannya

di daerah dikoordinir oleh Kantor

Wilayah Departemen Perhubungan.

2. Infrastruktur jembatan timbang yang

dikelola oleh Kantor Wilayah

Departemen Perhubungan hingga pada

saat diserahkan pengelolaannya kepada

pemerintah provinsi pada tahun 2001

sebagai tindak lanjut pelaksanaan

otonomi daerah, tidak dilengkapi

dengan fasilitas penunjang seperti

yang ditetapkan dalam Keputusan

Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun

1995 tentang Penyelenggaraan

penimbangan kendaraan bermotor di

jalan.

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

224

3. Pembangunan fasilitas penunjang di

jembatan timbang terkendala karena

luas area jembatan timbang yang ada

sangat terbatas dan tidak sesuai

dengan ketentuan maksimal yang

ditetapkan yakni minimal 4000 m2.

Pendapat responden seperti

tersebut diatas memperlihatkan bahwa,

terdapat ketidak seragaman pendapat

tentang kekurangan sarana UPPKB seperti

yang ditentukan dalam Keputusan Menteri.

Terdapat 7 ( tujuh ) responden atau 58,3

% responden berpendapat kekurangan

sarana UPPKB sangat mempengaruhi

kelancaran pelaksanaan tugas dan 5 ( lima

) responden atau 41,7 % menyatakan hal

tersebut tidak berpengaruh. Terhadap

kriteria jawaban “sangat mempengaruhi”

diperoleh alasan yang disimpulkan sebagai

berikut :

1. Bahwa proses penegakan hukum harus

mengikuti prosedur sesuai ketentuan

yang telah ditetapkan.

2. Bahwa kekurangan sarana dan

prasarana pengawasan dan

pengendalian muatan lebih di UPPKB,

menjadikan tindakan hukum yang

diambil tidak maksimal dan tidak

menimbulkan efek jera.

Terhadap kriteria jawaban “tidak

mempengaruhi” diperoleh alasan yang

disimpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa dengan sarana UPPKB yang

ada telah dapat dilakukan

penimbangan kendaraan bermotor

dengan 2 ( dua ) yakni cara

penimbangan langsung dan

penimbangan berat kotor atau

penimbangan kelompok sumbu.

2. Tindakan hukum berupa penyitaan

surat tanda uji kendaraan sebagai

barang bukti pelanggaran disertai

pembuatan berita acara sidang di

Pengadilan Negeri serta larangan

melanjutkan perjalanan, merupakan

kegiatan yang dapat dilaksanakan pada

UPPKB tanpa kelengkapan sarana dan

prasarana yang ditentukan.

Dengan alasan-alasan yang

diajukan diatas, penulis berpendapat

bahwa kekurangan sarana dan parasarana

di UPPKB tidak dapat dijadikan alasan

bahwa kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih tidak dapat

dilaksanakan. Hal tesebut berdasarkan

pola tindakan penanganan muatan lebih

yang diatur dalam surat edaran direktur

jenderal perhubungan darat tentang

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih menjelaskan, bahwa tindakan

terhadap pelanggaran muatan melebihi 25

% dari jumlah berat yang diizinkan

dikenakan sanksi pidana disertai larangan

melanjutkan perjalanan dan jika

pengemudi atau operator angkutan tidak

bersedia baru kemudian dilakukan

penurunan muatan lebihnya. Dengan

demikian persoalan yang mendasar dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut adalah

persoalan yang menyangkut moral dan

komitmen pelaksananya.

Pelaksanaan kebijakan pengawasan

dan pengendalian muatan di UPPKB

adalah dalam rangka penegakan hukum

lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam

pengamatan penulis di kedua objek

penelitian terlihat bahwa petugas hanya

memberikan surat tilang dan kemudian

memperbolehkan angkutan yang

melanggar batas muatan yang diizinkan

untuk melanjutkan perjalanan.

Memperhatikan alasan tersebut, penulis

berpendapat bahwa disamping melengkapi

sarana jembatan timbang, perlu dilakukan

pengawasan rutin dan sanksi tegas

terhadap aparat sebagai upaya peningkatan

moral dan komitmen petugas UPPKB

dalam proses pengawasan dan

pengendalian muatan lebih.

B.3. Faktor Kecenderungan-

Kecenderungan

Faktor ini mempunyai

konsekuensi-konsekuensi penting bagi

implementasi kebijakan yang efektif,

karena kecenderungan yang timbul dalam

suatu kebijakan tergantung kepada

pelaksananya. Jika suatu kebijakan

cenderung mendapat dukungan oleh para

pelaksananya maka kebijakan tersebut

Page 17: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

225

pasti akan berjalan dengan baik dan jika

sebaliknya maka implementasi kebijakan

tersebut akan sulit mencapai tujuannya.

Dengan kata lain suatu kebijakan akan

berjalan dengan baik apabila terdapat

komitmen dan kejujuran para

pelaksananya.

Mencermati realitas hasil penelitian

terhadap faktor komunikasi kebijakan

diatas yang memperlihatkan perbedaan

pendapat antara materi kebijakan dan

peraturan perundangan oleh para

pelaksananya sendiri , penulis mencoba

melihat proses implementasi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih melalui pelaksanaan penegakan

hukum terhadap pelanggaran kelebihan

muatan oleh angkutan barang menurut

pendapat para pengemudi angkutan barang

yang melintas di UPPKB Aek Batu dan

UPPKB Gebang.

Berdasarkan hasil penelitian pada

diatas terlihat bahwa 59 orang responden

atau 73,75 % responden menyatakan

pelaksanaan penegakan hukum tidak

dilaksanakan, dan hanya 21 responden

atau 26,25 % yang menyatakan proses

penegakan hukum telah dijalankan sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan.

Dengan perolehan data tersebut dapat

diduga bahwa kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih tidak

dilaksanakan sepenuhnya atau tidak

didukung penuh dari para pelaksananya

sendiri.

Disamping penilaian terhadap

faktor disposisi atau kecenderungan-

kecenderungan dari pelaksana tugas dan

pelaksana regu UPPKB, juga harus

diperhatikan faktor disposisi atau

kecenderungan-kecenderungan dari

pengemudi angkutan yang peranannya

sangat mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan tersebut. Pengemudi angkutan

barang yang berperan dalam membawa

angkutan barang harus dilihat juga

dukungannya terhadap kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih melalui pengetahuan dan

pemahamannya terhadap peraturan

perundang-undangan khususnya mengenai

persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan

bermotor

Jawaban responden diatas cukup

mengejutkan, karena dari 80 responden

hanya 14 responden atau 17,5 % yang

mengetahui persyaratan teknis laik jalan

kendaran bermotor sedangkan 66

responden atau 82,5 % responden

menyatakan tidak mengetahuinya.

Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa

pelaksanaan penegakan pemenuhan

persyaratan teknis laik jalan hanya

diketahui oleh pihak yang mengeluarkan

dan melaksanakan peraturan. Keadaan ini

menunjukkan bahwa sosialisasi

perundang-undangan khususnya tentang

materi teknis dan laik jalan kendaran

bermotor masih gagal dan perlu mendapat

perhatian penuh dari pemerintah, karena

pemenuhan persyaratan teknis dan laik

jalan berkaitan dengan faktor keselamatan

dan keamanan kendaraan, pengemudi dan

pengguna jalan lainnya.

Data tersebut menunjukkan bahwa

41,25 % atau 33 responden menginginkan

agar kebijakan tersebut dilaksanakan dan

47 responden atau 58,75 responden yang

menyatakan kebijakan tersebut tidak perlu

dilaksanakan. Dalam kuesioner yang

disampaikan, terdapat responden yang

memberikan beberapa alasan yang

dikemukakan tentang tidak perlunya

dilaksanakan kebijakan pengawasan

pengendalian muatan lebih tersebut yang

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kebijakan tersebut menjadi alasan bagi

petugas mencari-cari kesalahan

kendaraan angkutan barang.

2. Pengemudi yang membawa muatan

lebih akan memperoleh penghasilan

tambahan dari pengusaha angkutan,

karena muatan angkutan barang yang

seharusnya dimuat pada 3 ( tiga )

kendaraan dirubah menjadi 2 ( dua )

kendaraan, sehingga biaya

operasionalnya berkurang .

3. Kebijakan tersebut merugikan

pengemudi angkutan karena biaya

operasional menurun sedangkan biaya

Page 18: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

226

pengeluaran seperti bahan bakar dan

biaya konsumsi terus meningkat.

Memperhatikan ketiga tabel

tersebut diatas, secara nyata didapatkan

data bahwa faktor kecenderungan yang

terjadi dalam implementasi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih yakni terdapatnya mayoritas

pelaksana maupun pihak yang menjadi

sasaran kebijakan yang tidak mendukung

terlaksananya kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih.

B.4. Faktor Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu

badan yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan.

Mustopaadidjaja ( 2003 ) menyatakan

birokrasi berfungsi melakukan pengelolaan

pelayanan dan pengelolaan atas

pelaksanaan berbagai kebijakan publik

sehingga birokrasi merupakan penentu

keberhasilan seluruh agenda pemerintahan

termasuk mewujudkan pemerintahan yang

bersih dan bebas KKN ( clean goverment

) dalam keseluruhan skenario perwujudan

kepemerintahan yang baik ( good

governance ). Birokrasi baik secara sadar

atau tidak, memilih bentuk-bentuk

organisasi untuk kesepakatan kolektif

dalam rangka mendukung kelancaran

pelaksanaan tugasnya. Budi Winarno (

2002 ; 151 ) menjelaskan struktur

organisasi memiliki pengaruh penting

terhadap implementasi kebijakan dan

dalam struktur organisasi terdapat hal yang

paling mendasar dalam mendukung

kelancaran pelaksanaaan tugas yakni

terdapatnya standar pelaksanaan tugas (

Standard Operating Procedure/ SOP ).

Standard operating procedure ( Standar

pelaksanaan tugas ) adalah pedoman-

pedoman baku yang ditetapkan organisasi

untuk pelaksanaan program dan jalannya

organisasi. Standar pelaksanaan tugas

bertujuan untuk menyeragamkan tindakan

para birokrat dalam penerapan peraturan-

peraturan.

Struktur organisasi dan tata kerja

UPPKB Dinas Perhubungan harus disertai

dengan standar pelaksanaan tugas

penyelenggaraan penimbangan serta

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih di UPPKB. Melalui studi

dokumentasi yang dilakukan penulis,

diketahui bahwa UPPKB Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera Utara

melakukan tugas penimbangan kendaraan

bermotor dalam rangka pengawasan dan

pengendalian muatan lebih memiliki 2 (

dua ) pedoman standar pelaksanaan tugas

penimbangan kendaraan bermotor.

Pedoman tersebut yakni Keputusan

Menteri Perhubungan Nomor 5 tahun 1995

tentang Penyelenggaran Penimbangan

Kendaraan Bermotor dan Surat Edaran

Direktur Jenderal Perhubungan Darat atas

nama Menteri Perhubungan Nomor SE.

01/ AJ. 307/ DRJD/ 2004 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Muatan

Lebih.

Dengan terdapatnya struktur

birokrasi dan standar prosedur operasional

di UPPKB, perlu diperhatikan pula

implementasinya. Untuk memperoleh

objektifitas penilaian terhadap

implementasi standar prosedur operasional

di UPPKB, penulis menyampaikan

kuesioner kepada para pengemudi

angkutan barang dan diperoleh data

sebagai berikut : Berdasarkan data diatas

terlihat bahwa dari 80 pengemudi

angkutan barang, 57 orang atau 71,25 %

menyatakan bahwa prosedur

penimbangan terhadap angkutan barang

dilakukan sama di setiap UPPKB, yang

berarti petugas UPPKB telah melakukan

penimbangan kendaraan bermotor sesuai

dengan standar pelaksanaan tugas yang

telah ditetapkan. Terdapat 23 pengemudi

atau 28,75 % pengemudi berpendapat

bahwa prosedur penimbangan kendaraan

bermotor dilakukan berbeda-beda di setiap

UPPKB. Pendapat reseponden

memperlihatkan bahwa masih terdapatnya

petugas yang melanggar ketentuan

pelaksanaan penimbangan kendaraan

bermotor.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa, standar pelaksanaan

Page 19: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

227

tugas pada UPPKB mendukung kelancaran

tugas penimbangan kendaraan angkutan

barang dalam rangka pengawasan dan

pengendalian muatan lebih, walaupun

masih terdapat petugas UPPKB yang

tidak melaksanakan sepenuhnya pedoman

tersebut.

C. Hambatan-Hambatan

Jembatan timbang/ UPPKB yang

merupakan warisan pemerintah pusat ke

provinsi sejalan dengan pelaksanaan

otonomi daerah memiliki banyak

kelemahan, diantaranya letak lokasi

penimbangan yang tidak sesuai dengan

tata ruang dan wilayah, luas lahan dan

peralatan penimbangan yang sudah usang

dibandingkan dengan kemajuan teknologi

perangkutan, keadaan tersebut tentunya

menghambat kelancaran pelaksanaan tugas

jembatan timbang/ UPPKB.

Penerapan kebijakan pengawasan

dan pengendalian muatan bermaksud

untuk menghindarkan kerusakan jalan

serta jembatan yang berarti pula

meningkatkan keselamatan dan

kenyamanan pengguna jalan lainnya.

Hendaknya pembuat kebijakan tersebut

mengantisipasi berbagai kekurangan yang

dimiliki UPPKB yang dapat menghambat

implementasi kebijakan itu sendiri.

Berdasarkan pengamatan penulis pada

kedua UPPKB objek penelitian, terlihat

bahwa pelanggaran kelebihan muatan tetap

terus terjadi dan petugas sepertinya tidak

memiliki kemampuan atau kemauan untuk

mengambil tindakan. Melalui wawancara

yang penulis lakukan terhadap para

pelaksana tugas UPPKB diperoleh

keterangan tentang alasan tidak

terlaksananya kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih di UPPKB

yakni :

1. Kurangnya fasilitas pendukung

pelaksanaan kebijakan seperti gudang

dan lapangan penumpukan.

2. Banyaknya angkutan yang dilindungi

oleh oknum aparat bersenjata, sehingga

mengancam keselamatan jiwa para

petugas dalam pelaksanaan kebijakan.

3. Tidak adanya peraturan yang

memberikan kewenangan kepada

jembatan timbang untuk memungut

denda langsung kepada pelanggar

kelebihan muatan sampai dengan batas

faktor keselamatan yakni 25 % dari

jumlah berat yang diizinkan sesuai

amanat kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih tersebut,

sehingga angkutan barang yang

melanggar ketentuan muatan dibawah

ketentuan tersebut tidak dapat diambil

tindakan apapun dalam rangka

penanganan muatan lebih karena tidak

ada peraturannya.

4. Masih adanya petugas yang secara

sembunyi melanggar ketentuan

pelaksanaan tugas yang telah

ditetapkan.

Pernyataan para pelaksana tugas

tersebut menyiratkan bahwa terdapat

hambatan hambatan dalam pelaksanaan

tugas di UPPKB. Melalui studi

dokumentasi terhadap rencana

pembangunan jangka pendek dan

menengah Dinas Perhubungan Provinsi

Sumatera Utara, tidak terlihat rencana dan

program kegiatan pembangunan UPPKB

yang sesuai dengan kebijakan yang

ditetapkan. Melalui pengamatan langsung

di UPPKB terlihat dengan jelasnya para

petugas UPPKB mengabaikan prosedur

dan tata kerja penimbangan, keadaan

tersebut berlangsung secara terbuka atau

terang-terangan. Begitu rendahnya moral

dan komitmen petugas UPPKB dalam

pelaksanaan tugas, sehingga dapat

dipastikan bahwa perubahan terhadap

kondisi dan perilaku para pelaksana

jembatan timbang di Provinsi Sumatera

Utara belum akan berubah dalam waktu

dekat. Keadaan tersebut akan membawa

dampak dan dirasakan masyarakat

Sumatera Utara yang menggunakan jalan.

Guna objektifitas penilaian

terhadap alasan tersebut diatas, penulis

mengambil keterangan dari beberapa

pengemudi angkutan barang tentang tetap

beroperasinya angkutan barang bermuatan

lebih, walaupun telah dilaksanakannya

Page 20: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

228

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih, dengan hasil sebagai

berikut:

1. Tingginya harga bahan bakar minyak

menyebabkan meningkatnya biaya

operasional angkutan, sehingga setiap

angkutan harus membawa muatan

lebih untuk menutupinya.

2. Meningkatnya jumlah perusahaan

angkutan dan persaingan harga ongkos

angkut menyebabkan muatan yang

dibawa harus melebihi ketentuan yang

diizinkan walaupun memperpendek

usia operasional kendaraan.

3. Rendahnya denda terhadap

pelanggaran kelebihan muatan, karena

denda tilang yang dikeluarkan oleh

pengadilan negeri tempat terjadinya

pelanggaran hanya memberikan

hukuman denda paling tinggi Rp.

60.000,- ( enam puluh ribu rupiah )

setiap pelanggaran kelebihan muatan.

4. Masih adanya petugas yang bisa

diajak berdamai untuk tidak

memberikan tindakan apapun terhadap

angkutan bermuatan lebih dengan

imbalan uang dalam jumlah tertentu.

Alasan yang dikemukakan oleh

pengemudi angkutan barang tersebut

menyiratkan bahwa persoalan pemenuhan

kebutuhan hidup dan pemanfaatan

kelemahan hukum serta rendahnya moral

aparatur, menjadi dasar pelanggaran

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih tersebut Dengan fakta-fakta

yang demikian dapat dipastikan bahwa

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih tidak akan berjalan

sebagaimana diharapkan pembuat

kebijakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab terdahulu

mengenai implementasi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih yang dilaksanakan oleh UPPKB

Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera

Utara khususnya pada objek penelitian

yakni UPPKB Aek Batu dan UPPKB

Gebang diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Bahwa untuk mendukung kelancaran

pelaksanaan tugas pengawasan dan

pengendalian muatan, Dinas

Perhubungan Sumatera Utara telah

menetapkan organisasi dan tata kerja

UPPKB. Penetapan tata kerja yang

disesuaikan dengan standar

pelaksanaan penimbangan menurut

ketentuan Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor 5 Tahun 1995

tentang Penyelenggaran Penimbangan

Kendaraan Bermotor, merupakan

langkah yang tepat untuk

menggerakkan organisasi menuju

perwujudan visi dan misi organisasi.

2. Kebijakan Menteri Perhubungan

menetapkan bahwa pengawasan dan

pengendalian muatan lebih dilakukan

dengan mempedomani Surat Edaran

Direktur Jenderal Perhubungan Darat

Nomor SE. 01/ AJ. 307/ DRJD/ 2004

tentang Pengawasan dan Pengendalian

Muatan Lebih, memiliki beberapa

kelemahan yang dapat menghambat

implementasinya seperti :

2.1. Batas pelanggaran muatan yang

dapat ditindak menurut surat

edaran tersebut adalah 25 %

sedangkan Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor 5 Tahun

1995 tentang Penyelenggaraan

Penimbangan menetapkan

ketentuan batas muatan lebih

yang diizinkan hanya 5 % dari

daya angkut. Adanya perbedaan

ketentuan batas muatan tersebut

memperlihatkan pertentangan

kebijakan yang berarti kebijakan

tersebut tidak jelas dan

menimbulkan interpretasi yang

berbeda-beda oleh pelaksananya.

2.2. Kebijakan pengawasan dan

pengendalian muatan lebih

tersebut tidak diikuti dengan

kesiapan sumber-sumber yang

meliputi kelengkapan sarana dan

prasarana UPPKB. UPPKB Aek

Batu dan UPPKB Gebang hanya

Page 21: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

229

memiliki gedung operasional

dan alat penimbangan sedangkan

alat kelengkapan lain seperti

lapangan penumpukan barang ,

gudang penyimpanan, gedung

generator set dan alat-alat

penurunan muatan seperti yang

dipersyaratkan kebijakan tersebut

tidak ada.

2.3. Organisasi dan tata kerja UPPKB

yang ditetapkan Dinas

Perhubungan Provinsi Sumatera

Utara yang didukung oleh jumlah

petugas yang cukup besar, tetapi

jumlah petugas yang memiliki

kualifikasi teknis khusus untuk

bertugas di UPPKB masih

kurang. Terdapat hanya 177

petugas UPPKB dari 725 petugas

UPPKB yang memiliki

kualifikasi teknis PPNS, Penguji

maupun Operator Jembatan

Timbang.

2.4. Terdapatnya kecenderungan-

kecenderungan penolakan

pelaksanaan kebijakan

pengawasan dan pengendalian

muatan lebih, baik oleh petugas

UPPKB dengan alasan tidak

tersedianya sarana dan prasarana

pendukung kegiatan di UPPKB

membuat pelaksanaan kebijakan

tersebut terhambat, maupun dari

pengemudi angkutan barang

dengan alasan biaya operasional

angkutan yang tinggi membuat

operator angkutan harus memuat

barang melebihi ketentuan yang

diizinkan.

2.5 Rendahnya moral dan komitmen

petugas UPPKB yang tercermin

dari pendapat para pengemudi

angkutan barang yang

menyatakan bahwa pelaksanaan

prosedur penimbangan kendaraan

masih terdapat perbedaan

disetiap UPPKB dan

dimanfaatkan untuk melakukan

pungutan tidak resmi.

3. Pertentangan materi kebijakan,

keterbatasan sarana dan prasarana,

kekurangan kompetensi sumber daya

manusia ditambah dengan pola

penempatan petugas yang

berkualifikasi tersebut dilakukan Dinas

Perhubungan secara tidak merata,

perilaku petugas yang tidak

melaksanakan tugasnya sesuai standar

prosedur operasional penimbangan

angkutan barang, dapat disimpulkan

bahwa bahwa implementasi kebijakan

pengawasan dan pengendalian muatan

lebih tidak berjalan dengan sempurna.

B. Saran-Saran

Untuk menciptakan tertib muatan

angkutan barang sehingga dapat

mempertahankan kualitas jalan dan

jembatan, diperlukan upaya pengawasan

secara terus menerus. Memperhatikan

kebijakan pengawasan dan pengendalian

muatan lebih dan implementasinya di

UPPKB, penulis memberikan saran

sebagai berikut :

1. Pemerintah harus segera melakukan

perubahan aspek regulasi yang

menyangkut kebijakan pengawasan

dan pengendalian muatan lebih.

Perubahan regulasi yang menjadi

landasan bagi pelaksanaan penegakan

hukum oleh petugas Dinas

Perhubungan di UPPKB meliputi :

1.1. Ketentuan pelanggaran muatan

lebih secara umum harus diatur

dengan Undang-Undang dan

dijelaskan secara lebih teknis

melalui Peraturan Pemerintah.

1.2. Penetapan batas kelebihan muatan

yang dinyatakan bukan

pelanggaran kelebihan muatan.

1.3. Pembakuan standar prosedur

operasional penimbangan angkutan

barang.

1.4. Penetapan standar minimal

UPPKB yang harus disiapkan

pemerintah daerah.

1.5. Penetapan hukuman denda yang

tinggi bagi pelanggar kelebihan

muatan.

Page 22: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

230

2. Pemerintah harus melakukan perubahan

aspek administrasi yang meliputi

pembakuan standar kualifikasi usia dan

pangkat/ golongan bagi petugas

UPPKB.

3. Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera

Utara harus melakukan evaluasi

terhadap organisasi dan tata kerja pada

UPPKB untuk meningkatkan kinerja,

sekaligus melakukan perbaikan

perilaku petugas sebagai aparat penegak

hukum lalu lintas dan angkutan jalan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu bakar, Iskandar , 1999, Rekayasa

Lalu Lintas, Direktorat Bina

Transportasi Lalu Lintas dan

Angkutan Kota, Ditjendat ,

Departemen Perhubungan.

Abu Bakar, Iskandar, 2004, Penataan dan

Pengelolaan Jembatan Timbang,

Departemen Perhubungan.

Agustino, Leo, 2006, Dasar-dasar

Kebijakan Publik, Alfabeta,

Bandung.

Albab, Ulul, 2006, Materi kuliah

kebijakan publik, Universitas Bung

Tomo, Surabaya.

Anwar Pabu Mangkunegara, A.A., 2000,

Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung,

A.R Mustopadidjaja, 2003, Makalah,

Reformasi Birokrasi Sebagai

Syarat Pemberantasan KKN, Badan

Pembinaaan Hukum Nasional,

Departemen Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia R I.

Ashari, Edi Topo dan Fernanda, Desi,

2001, Membangun

Kepemerintahan yang baik,

Lembaga Administrasi Negara

Republik Indonesia, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2006, Penegakan

Hukum, www.solusi hukum.com,

Artikel 49.

Abdul Wahab, Solihin, 1990, Pengantar

Analisis Kebijaksanaan Negara,

Rineke Cipta, Jakarta.

Abdul Wahab, Solihin, 2001, Analisis

Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan

Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,

2006, Sumut Dalam Angka Tahun

2006, BPS Sumut.

Bardach, Eugene, 1991, The

Implementation Game, Cambridge,

Massachusette, MIT Press.

David, Stewart & David, 1980, The

Theory and Practice of Transport,

Heinemann, London.

Dunn, N, William , 1998, Analisis

Kebijakan Publik, Gadjah mada

University Press, Yogyakarta.

Juwana, Hikmahanto, 2006, Penegakan

hukum dalam kajian Law and

Development,www.ui .edu, berita.

Kumorotomo, Wahyudi, 1999, Etika

Administrasi Negara, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Keban, Yeremias T, 2004, Enam Dimensi

Strategis Administrasi Publik,

Gava Media, Yogyakarta.

LAN-BPKP, 2000, Akuntabilitas dan good

governance, Jakarta.

Lembaga Administrasi Negara Republik

Indonesia, Rencana Strategis 2000-

2004. Jakarta.

Lester, James P and Stewart, Joseph,

2000, Public Policy : An

Evolutionary Approach Wadsworth

( second edition ), Australia.

Naihasy, Syahrin, 2006, Kebijakan Publik,

Menggapai Masyarakat Madani,

Mida Pustaka, Jogjakarta.

Nawawi, Hadari H, 1998, Metode

Penelitian Bidang Sosial, Gadjah

Mada University Press, Jogyakarta.

Riduan, 2003, Dasar-dasar Statistika,

Alfabeta, bandung.

Siagian, Sondang P, 2002, Manajemen

Sumber Daya Manusia, Penerbit

Bumi Aksara, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofyan,

1995, Metode Penelitian Survei,

PT. Pustaka LP3ES, Jakarta

Siregar, Muchtaruddin, 1990, Beberapa

Masalah Ekonomi dan Manajemen

Page 23: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN ...

Vol . 2, No.1, Desember 2011 T. Reza Zulkarnaen 209-231

231

Pengangkutan, LPFE Universitas

Indonesia, Jakarta.

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian

Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Suharto, Edi, 2006, Modal Sosial dalam

Pembangunan, Makalah pada

Semiloka Kompetensi Sumber

Daya Manusia Kesejahteraan

Sosial, Balai Besar Pendidikan dan

Pelatihan Kesejahteraan Sosial (

BBPPKS ), Banjarmasin 21 Maret

2006.

Sutopo dan Sugiyanto, 2001, Analisis

Kebijakan Publik, Lembaga

Administrasi Negara Republik

Indonesia, Jakarta

Tjokroamidjojo, Bintoro dan Adidjojo,

Mustopa A.R, 1998, Kebijakan

Administrasi Pembangunan,

LP3ES, Jakarta.

UNDP, 1997, Governance For Sustainable

Development- A Policy Document,

New York : UNDP.

Umar, Genius, 2002, Makalah Kebijakan

Transportasi, IPB bogor.

Utomo, Warsito, 2003, Dinamika

administrasi publik, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Wibawa, Samodra, 2005, Reformasi

Administrasi, Gava Media,

Yogyakarta

Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses

Kebijakan Publik, Med Press,

Yogyakarta.

Warpani, Soewardjoko, 2002, Pengelolaan

Lalu Lintas dan Angkutan jalan,

ITB Bandung.

Zulfajri, Em dan Senja , Ratu Aprilia, (

tanpa tahun ),Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia, Difa Publisher.

DAFTAR PERATURAN

Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992

tentang lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan.

Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004

tentang jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun

1993 tentang Prasarana dan lalu

lintas Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun

2000 tentang Diklat Jabatan PNS.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5

tahun 1995 tentang

Penyelenggaraan Penimbangan

Kendaraan Bermotor Di Jalan

Surat Edaran Direktur Jenderal

Perhubungan Darat atas nama

Menteri Perhubungan Nomor AJ.

108/ 3/ 20/ DRJD/ 2001 tentang

Penentuan Lokasi Jembatan

Timbang, Pengawasan dan

Pengendalian, Standar Teknis

Jembatan Timbang, Pelaksanaan

Operasional, Pemeliharaan dan

pengelolaan Jembatan Timbang.

Surat Edaran Direktur Jenderal

Perhubungan Darat atas nama

Menteri Perhubungan Nomor SE.

01 /AJ. 307/ DRJD/ 2004 tentang

Pengawasan dan Pengendalian

Muatan Lebih