IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun...

66
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA MEULABOH SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara OLEH EKA DARMA SURYADI 07C20201037 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH - ACEH BARAT TAHUN 2013

Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun...

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI KOTA MEULABOH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Administrasi Negara

OLEH

EKA DARMA SURYADI

07C20201037

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH - ACEH BARAT

TAHUN 2013

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI KOTA MEULABOH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Administrasi Negara

OLEH

EKA DARMA SURYADI

07C20201037

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH - ACEH BARAT

TAHUN 2013

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

DI KOTA MEULABOH

Nama Mahasiswa : Eka Darma Suryadi

NIM : 07C20201037

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Drs.H. Moenawar Iha, MM

NIDN. 01-1206-5202

Pembimbing II

Andi Sayumitra, S.Sos

NIDN. 01-0508-8701

Mengetahui,

Ketua

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Saiful Asra, M.Soc.Sc

NIDN. 01-1305-8201

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk

Sudarman Alwy, M.Ag

NIDN. 01-2504-7601

Tanggal Sidang : 28 September 2013

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi dengan judul :

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN

PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA MEULABOH”

Yang disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Eka Darma Suryadi

NIM : 07C20201037

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 28 September 2013 dan

dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI :

1. Drs.H. Moenawar Iha, MM

NIDN. 01-1206-5202

…………………….

Ketua

2. Andi Sayumitra, S.Sos

NIDN. 01-0508-8701

…………………….

Sekretaris

3. Maria Baren, MM

NIDN. 01-1103-7502

…………………….

Anggota

4. Nurlian, S.Sos

NIDN. 01-2404-8202

…………………….

Anggota

Alue Peunyaring, 28 September 2013

Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Saiful Asra, M.Soc.Sc

NIDN. 01-1305-8201

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Darma Suryadi

Tempat/Tgl. Lahir : Tapak Tuan, 23 Februari 1973

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Alamat : Jl. Syiah Kuala Suak Ribee, Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat

Nama Orang Tua :

Ayah : Syamsuar

Ibu : Alm. Rosniar

Riwayat Pendidikan :

SD Negeri 2 Meulaboh lulus Tahun 1985

SMP Negeri 2 Meulaboh lulus Tahun 1988

SMA Negeri 2 Meulaboh lulus Tahun 1991

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

v

ABSTRAK

Eka Darma Suryadi, 2013. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Kota Meulaboh. Dibawah bimbingan Drs.H. Moenawar Iha, MM

dan Andi Sayumitra, S.Sos.

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan fenomena umum yang terjadi di kota-kota

besar di Indonesia. Kasus PKL ini dinilai banyak pihak sebagai suatu bentuk dari

kegagalan pemerintah menyediakan lapangan kerja untuk kaum miskin. Kota

Meulaboh merupakan salah satu kota yang juga banyak dihuni oleh para

Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, penulis turun ke lapangan melakukan observasi dan wawancara

langsung dengan informan penelitian. Keberadaan PKL di Kota Meulaboh selama

ini telah menimbulkan banyak permasalahan, diantaranya membuat kota menjadi

tidak tertib, kotor dan menimbulkan kemacetan. Selama ini tindakan penertiban

telah dilakukan oleh aparatur Satpol PP. Kegiatan penertiban yang dilakukan oleh

para aparatur penertiban biasanya dalam bentuk pengusiran terhadap para PKL

tersebut. Tidak jarang juga aparat penertiban melakukan penggusuran dan

penyitaan terhadap tempat berjualan PKL yang masih membandel dan tidak

mendengarkan para petugas. Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di

Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum berjalan dengan maksimal. Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: (1) Belum adanya hukuman

yang tegas terhadap para PKL yang masih tetap berjualan dipinggir jalan

walaupun telah berulang kali diperingati oleh petugas. Hukuman yang diberikan

selama ini hanya bersifat administratif atau teguran-teguran, pengusiran dan

penyitaan barang PKL untuk sementara waktu. (2) Pemerintah Kabupaten Aceh

Barat belum konsisten dan kompak dalam menyikapi keberadaan PKL di Kota

Meulaboh. Hal ini terlihat dengan dilakukannya kutipan retribusi terhadap para

PKL yang berjualan di pinggir jalan,sedangkan keberadaan PKL itu sendiri

dilarang dalam qanun Kabupaten Aceh Barat tentang ketertiban umum.

Kata Kunci : Implementasi, Penertiban dan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah

menganugerahkan segala rahmat dan petunjuk-Nya kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Implementasi Kebijakan

Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh” ini dengan baik.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini juga dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang turut

mengambil dalam membatu peneliti menyelesaikan laporan ini, mulai dari

pengarahan di kampus sampai praktek sesungguhnya di lapangan kepada:

1. Bapak Drs. Alfian Ibrahin, M.Si selaku Rektor Universitas Teuku Umar.

2. Bapak Sudarman Alwy, M.Ag selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Teuku Umar sekaligus pembimbing I yang telah

banyak memberi arahan dan masukan.

3. Bapak Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara, Saiful Asra, M.Soc.Sc yang

telah memberikan rekomendasi serta pembekalan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

4. Bapak Drs. Munawar Iha, MM dan Bapak Andi Sayumitra, S.Sos selaku

dosen pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatian membimbing

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

vii

5. Bapak dan Ibu Dosen pada Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP UTU

yang telah banyak memberikan bekal ilmu kepada penulis.

6. Teman-teman seperjuangan pada Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP

UTU khususnya angkatan 2007, terima kasih atas berbagai masukannya

dan terus jaga kekompakan dan kebersamaan.

7. Teristimewa kepada orang tua penulis Ibunda, Ayahanda dan Istri tercinta

beserta anak-anakku yang tersayang dan seluruh keluarga yang telah

membantu terutama dari segi materi, doa dan motivasi.

Sebagai penulis pemula, kami mengakui bahwa dalam penulisan karya

ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam penyempurnaan karya

ilmiah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan

semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan

dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin

Alue Peunyaring, September 2013

Penulis

EKA DARMA SURYADI

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5

1.3 Tujuan penelitian ................................................................................... 6

1.4 Manfaat penelitian ................................................................................. 6

1.5 Sistematika Penulisan . ........................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan ........................................................................ 8

2.2 Pedagang Kaki Lima (PKL) . ................................................................. 16

2.3 Ketertiban Umum ................................................................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 21

3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 22

3.3 Unit Analisis dan Informan Penelitian ................................................. 22

3.4 Sumber Data .......................................................................................... 23

3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 24

3.6 Instrumen Penelitian .............................................................................. 27

3.7 Teknik Analisa Data ............................................................................... 27

3.8 Pengujian Kredibilitas Data ................................................................... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................... 32

4.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 34

4.3 Pembahasan ........................................................................................... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 50

5.2 Saran ....................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 53

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat permohonan judul proposal penelitian

Lampiran 2 : Surat penelitian di lapangan

Lampiran 3 : Surat telah melakukan penelitian dari Kantor Satpol PP dan WH

Lampiran 4 : Pedoman/panduan wawancara

Lampiran 5 : Qanun atau Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 9 Tahun 2010

Lampiran 6 : Profil PKL yang menjadi informan penelitian

Lampiran 7 : Foto-foto penelitian di Lapangan

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap manusia menginginkan kehidupan yang baik dalam hidupnya dan

mempunyai kehidupan yang layak untuk kesejahteraannya bersama keluarga.

Namun faktanya tidak semua mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan

keinginan dan harapannya tersebut. Banyak faktor yang menjadi penyebab baik

secara langsung maupun tidak langsung, seperti bekal pendidikan formal yang

rendah, keterampilan yang tidak memadai, ketimpangan pembangunan secara

geografis yang meningkatkan urbanisasi, dan lain sebagainya. Seiring dengan hal

tersebut, pemenuhan kebutuhan primer tidak dapat ditunda dan terus mendesak.

Hal itulah kemudian mendorong tumbuh suburnya kegiatan ekonomi informal

dalam berbagai bentuk, sebagai alternatif upaya pemenuhan kebutuhan primer

yang dikembangkan oleh masyarakat sendiri.

Salah satu bentuk yang populer di Indonesia adalah pedagang kaki lima

(PKL), yang dalam perkembangannya seperti buah simalakama, dibutuhkan

sekaligus menimbulkan permasalahan. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga

maka sebagian para penganggur terjun dalam kegiatan sektor informal seperti

Pedagang Kaki Lima (PKL), sehingga peranan sektor informal menyerap PKL

menjadi urgen sebagai upaya untuk bertahan hidup. PKL tergolong usaha kecil

dalam sektor informal yang melakukan kegiatan usaha di trotoar dan jalan-jalan

umum.

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

2

Masalah Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah yang pelik

dalam penataan perkotaan. Penanganan dengan jalan pintas melalui penertiban

dengan cara penggusuran seringkali mengundang protes dari berbagai pihak. Cara

tersebut berangkat dari asumsi bahwa PKL bagian dari masalah perkotaan yang

harus dihentikan. Kenyataan menunjukkan bahwa solusi yang demikian tidak

menuju kepada perbaikan penataan perkotaan. Oleh karena itu, dipandang perlu

mencari solusi lain yang lebih manusiawi, yang memandang PKL adalah aset

ekonomi bangsa (Limbong, 2006:1).

PKL sebagai salah satu kelompok sektor informal diakui memiliki

keunggulan kompetitif dibandingkan dengan kelompok lainnya. Keunggulan

kompetitif yang dimiliki adalah kemauannya untuk tetap bertahan dalam kondisi

ekonomi yang sulit. Namun, keberadaanya tidak dibina, tidak ditata, dan tidak

diberi perlindungan yang serius oleh pihak pemerintah. Bahkan sektor ini

dianggap sebagai sumber masalah dalam kebersihan, ketertiban dan kemacetan

lalu lintas, keindahan kota dan sebagainya. Dengan persepsi bahwa PKL sebagai

sumber masalah dalam penataan lingkungan kota, maka pemerintah melakukan

penertiban terhadap PKL dengan cara pembersihan, pengusiran dan penggusuran.

Kebijakan pemerintah yang hanya melakukan tindakan penertiban yang

berakibat penggusuran dan kehilangan tempat berjualan dapat dimengerti karena

para PKL ini merupakan pelaku ekonomi sektor informal dalam menjalankan

usahanya tanpa memiliki alas hak yang dilegitimasi oleh hukum formal. Kegiatan

sektor informal biasanya berlangsung di tempat yang sangat terbatas ruang dan

waktunya. Keterbatasan ruang dan waktu inilah yang terpaksa menjadikan PKL

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

3

untuk melakukan kegiatan di tempat-tempat umum. Di atas ruang yang sangat

terbatas itu pula kadang-kadang para pelaku sektor informal ini harus saling

memberi tempat dengan sesama pelaku sektor informal lainnya atau dengan

pelaku sektor ekonomi formal. Keterbatasan kemampuan sektor informal sebagai

pelaku kegiatan ekonomi modern ditambah dengan keterbatasan ruang dan waktu

untuk melalukan kegiatan membuat sektor ini dicurigai menjadi penyumbang

terhadap kebersihan, ketidaktertiban, bahkan pada kerusakan lingkungan.

Berbagai hal yang serba terbatas membuat sektor informal menjadi rentan

terhadap kegiatan yang berpotensi untuk mengganggu kelestarian fungsi

lingkungan hidup. Hal ini menjadi tantangan yang menarik untuk dapat

mewujudkan praktek kegiatan/ usaha yang berwawasan lingkungan.

Upaya penggusuran/penertiban terhadap PKL yang terjadi di Kota

Meulaboh yang dilakukan para aparat berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Barat

No 9 Tahun 2010 tentang Ketertiban Umum. Pada Pasal 23 Ayat 2 disebutkan

bahwa,

“Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha dibagian

jalan/trotoar, halte, dan tempat-tempat untuk kepentingan umum lainnya di

luar ketentuan sebagaimana dimaksud”

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh telah lama,

namun tidak jelas kapan kegiatan itu mulai eksis di wilayah tersebut. Ada

beberapa daerah yang menjadi tempat favorit para PKL dalam melaksanakan

kegiatan, diantaranya adalah di Jalan Manek roo, Jalan Nasional, Jalan Teuku

Umar dan Jalan H. Daud Dariah II, yang semuanya terletak di pusat Kota

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

4

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Keberhasilan pembangunan kota selalu

diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, dimana dalam

aspek spasial ditunjukkan akan selalu diikuti dengan peningkatan luasan

pemanfaatan lahan. Penambah luasan ini pada titik tertentu akan menimbulkan

permasalahan kota, karena kemampuan kota untuk menyediakan lahan bagi

aktifitas penduduknya sangat terbatas, dibandingkan dengan kebutuhan yang

harus dipenuhi. (LPPM USU, 2002:1).

Salah satu penyebab PKL adalah terbatasnya serapan tenaga kerja di

sektor formal, sedangkan jumlah angkatan kerja tinggi, maka sebagian besar

tenaga kerja tersebut masuk kedalam sektor informal termasuk Pedagang Kaki

Lima (PKL). Mengingat kegiatan ini mudah dilakukan dan kurang membutuhkan

keahlian/keterampilan tertentu, kemudian tidak membutuhkan modal yang besar

serta hasilnya dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga.

Dengan munculnya kegiatan PKL maka Pemerintah Kabupaten Aceh

Barat harus menyambutnya dengan menyediakan sarana dan prasarana termasuk

ketersediaan ruang untuk PKL. Pemerintah harus terbuka dalam membuat

kebijakan pembangunan terutama terhadap kegiatan usaha sektor informal yang

selama ini belum mendapat perhatian yang layak. Sektor informal terbukti telah

mampu sebagai katup pengamanan perekonomian pada waktu Indonesia

mengalami krisis ekonomi nasional. Oleh karena itu, saat ini pemerintah

seharusnya tidak boleh lagi menutup mata terhadap keberadaan sektor informal

tersebut. Sektor informal harus dipandang sebagai aset ekonomi bangsa.

Konsekuensinya, PKL sebagai salah satu bentuk sektor informal di Kota

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

5

Meulaboh juga harus dikelola sebagai bagian integrasi dari kegiatan ekonomi di

Kota Meulaboh.

Peran PKL sebagai aset ekonomi serta kenyataan kegiatannya yang sering

menimbulkan masalah lingkungan hidup terutama kemacetan lalu lintas dan

kegiatan penertiban/penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Berangkat dari fenomena diatas, berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Barat No. 9

Tahun 2010 Pasal 23 tentang pemakaian tempat berjualan di atas, ternyata masih

banyak pedagang yang tidak mematuhi peraturan yang sudah berlaku, dan

kurangnya perhatian pemerintah terhadap pemberdayaan sektor informal

khususnya PKL. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: “Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota

Meulaboh”.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan agar penelitian dapat dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan

apa penelitian tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam melakukan penelitian ini penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut;

1. Bagaimana implementasi kebijakan penertiban Pedagang Kaki Lima

(PKL) di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat?

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

6

2. Faktor-faktor apasajakah yang mendukung atau menghambat dalam

implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Kota

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi kebijakan penertiban

Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

2. Untuk Mengetahui faktor-faktor pendukung atau penghambat dalam

implementasi kebijakan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai

implementasi penertiban Pedagang Kaki Lima.

2. Sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan

perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang

yang sama.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam

implementasi kebijakan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).

Page 17: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

7

I.5. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan memaparkan konsep-konsep teori yang berhubungan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian,

populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa

data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi seperti jawaban dari informan dan tertulis. Selain

itu, bab ini juga berisi tentang pembahasan dan uraian data-data

yang diperoleh setelah melakukan penelitian

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang

dilakukan.

Page 18: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi Kebijakan

Setelah sebuah kebijakan publik dibuat atau dirumuskan, baik menyangkut

program maupun kegiatan-kegiatan, maka tahapan selanjutnya adalah tindakan

pelaksanaan atau implementasi. Sebab kebijakan publik yang tidak

diimplementasikan hanya menjadi sebatas kumpulan aturan-aturan pemerintah

yang tidak berfungsi sama sekali. Oleh karena itu, pelaksanaan atau implementasi

kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada

pembuatan kebijakan. Menurut Cheema dan Rondinelli (dalam Wibawa, 2004:15)

menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas, implementasi maksudnya adalah

pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa

satu proses interaksi di antara dan menentukan seseorang yang diinginkan.

Tangkilisan (2003:42) menguraikan kerangka proses kebijakan meliputi

persepsi/defenisi, organisasi, representasi, penyusunan agenda, formulasi,

legitimasi, pelaksanaan/implementasi menjadi program, evaluasi, dan

penyesuaian/terminasi.

Implementasi menurut Meter dan Horn dikutip oleh Safaruddin (2006:51)

adalah, “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-

pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta pada tercapainya tujuan-

tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.” Sedangkan

Mazmanian dan Sabatier (Putra, 2003:84) menyatakan bahwa:

Page 19: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

9

Mengkaji masalah implementasi berarti berusaha memahami apa yang

nyata terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni

peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses

mengesahkan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha

mengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyata

pada masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu.

Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat dirumuskan bahwa

proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut

perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan

program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan

menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang

langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak

yang terlibat, pada akhirnya berpengaruh pada kebijakan baik yang negatif

maupun positif (Soenarko, 2002:13).

Ada beberapa model implementasi kebijakan publik yang dapat digunakan

sebagai rujukan sebagaimana diuraikan (dalam Tangkilisan, 2003 :43-45)

diantaranya:

1. Model Meter dan Horn

Meter dan Horn mengemukakan model implementasi kebijakan yang

dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang akan

menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; (2) sumber

daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3) komunikasi inter

organsisasi dan aktivitas pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai

tujuan yang hendak dicapai; (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karateristik

organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya

suatu program; (5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi

Page 20: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

10

hasil kebijakan; dan (6) sikap pelakasanaan dalam memahami kebijakan yang

akan ditetapkan.

2. Model Deskriptif

Menurut Tangkilisan, (2003:45) model kebijakan dapat diperbandingkan

dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting di

antaranya adalah: (1) perbedaan menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3)

fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1)

Model deskriptif; dan (2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah

menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan.

Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan dalam suatu

kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan

kegagalan pelaksanaan di lapangan.

Pada dasarnya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat memiliki

harapan yang sama bahwa suatu kebijakan harus berhasil dalam proses

implementasinya. Sabatier dan Mazmanian, dikutip oleh Tangkilisan (2003:47)

mencoba mengidentifikasikan dua variabel yang dianggap sebagai kondisi yang

akan menentukan keberhasilan implementasi sesuai tujuan atau sasaran kebijakan

yang telah ditetapkan, yakni:

1. Variabel peraturan (statutory variables), mencakup: (a) kejelasan dan

konsistensi sasaran; (b) kepaduan dari teori kausal yang memadai; (c)

sumber daya keuangan, (d) integrasi hierarkis dengan dan antar lembaga

pelaksana; (e) peraturan keputusan dari agen pelaksana; dan (f) rekrutmen

dari pejabat pelaksana; dan (g) akses formal;

2. Variabel Non Peraturan (Non Statutory Variable), (a) kondisi sosial,

ekonomi, dan teknologi; (b) perhatian media terhadap masalah yang

hendak diselesaikan; (c) dukungan publik; (d) sikap sumber daya

kelompok sasaran utama; dan (f) komitmen dan kemampuan pejabat

pelaksana.

Page 21: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

11

Untuk mengimplementasikan kebijakan, secara rinci Casley dan Kumar,

(dalam Wibawa, 2004:16) menawarkan sebuah metode dengan enam langkah

sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah. Batasilah masalah yang akan dipecahkan atau

dikelola dan pisahkan masalah dari gejala yang mendukungnya.

Rumuskan sebuah hipotesis;

2. Tentukan faktor-faktor yang menjadikan adanya masalah tersebut.

Kumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif yang memperkuat hipotesis;

3. Kajilah hambatan dalam pembuatan keputusan. Analisislah situasi politik

dan organisasi yang dahulu mempengaruhi pembuatan kebijakan.

Pertimbangkan berbagai variabel seperti komposisi staf, moral dan

kemampuan staf, tekanan politik, kepekaan budaya, kemauan penduduk

dan efektivitas manajemen. Hindari diskusi yang tidak realistis;

4. Kembangkan solusi-solusi alternatif;

5. Perkirakan solusi yang paling banyak. Tentukan kriteria dengan jelas dan

terapkan (applicable) untuk menguji kelebihan dan kekurangan setiap

solusi alternatif; dan

6. Pantaulah terus umpan balik dari tindakan yang telah dilakukan guna

menentukan tindakan yang perlu diambil berikutnya.

Suatu kebijakan publik dikatakan berhasil bila dalam implementasinya

mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Jadi, ketika suatu kebijakan

tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa disebut sebagai

kebijakan yang berhasil. Tangkilisan (2003:46-47) mengatakan bahwa:

Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu

informasi, dimana kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan

adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun

kepada para pelaksana isi kebijakan itu; isi kebijakan, dimana

implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samanya isi atau tujuan

kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern ataupun ekstern

kebijakan itu sendiri; dukungan, dimana implementasi kebijakan publik

akan sangat sulit bila pada pelaksanannya tidak cukup dukungan untuk

kebijakan tersebut; pembagian potensi, dimana hal ini terkait dengan

pembagian potensi diantaranya para aktor implementasi dan juga

mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan differensiasi tugas

dan wewenang.

Page 22: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

12

Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap implementasi

kebijakan publik. Pendekatan yang digunakan untuk implementasi kebijakan

publik di mulai dari debuah intisari yang menanyakan: apakah prakondisi untuk

implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan untuk implementasi

kebijakan tersebut? Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut ada empat faktor

atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik yaitu:

komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi (Tangkilisan,

2003:11). Adapun keempat faktor tersebut adalah:

1. Komunikasi

Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya

untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti harus tahu apa yang

seharusnya mereka kerjakan. Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan

implementator dengan kewenangan ketika mereka mencoba untuk membalik

kebijakan umum menjadi tindakan-tindakan khusus. Kewenangan ini tidak akan

perlu dilakukan untuk memajukan tujuan pembuatan keputusan. Dengan

demikian, perintah-perintah implementasi yang tidak ditransmisikan, tidak pasti

atau yang tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan yang serius bagi

implementasi kebijakan. Sebaliknya, ukuran-ukuran yang terlalu akurat akan

merintangi implementasi dengan perubahan kreatifitas dan sumber daya

adaptasinya.

2. Sumber daya

Tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi ini

tidak akan menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditranmisikan, jika

Page 23: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

13

personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijkan kurang

sumberdaya untuk melakukan sebuah opekerjaan efektif, implementasi tidak akan

efektif pula. Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan

keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk

mengimplementaskan kebijakan dan dalam penyesuaian lainya yang terlibat

dalam implementasi. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-

undang tidak akan dikembangkan.

3. Disposisi

Disposisi atau sikap dari implementator adalah faktor kritis dalam

implementasi kebijakan publik. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan

secara efektif, bukan saja mesti para implementator tahu apa yang harus

dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melaikan mereka juga

bertindak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementator kebanyakan bisa

melakukan seleksi yang layak dalam implementasi kebijakan. Salah satu alasan

untuk ini adalah indepedensinya dari atasan yang merumuskan kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

Sumber daya yang cukup untuk mengimplementasikan suatu kebijakan

akan terhalang karena masih kurang dalam struktur birokrasi. Fragmentasi

organisasi mungkin merintangi koordinasi yang perlu unk mengimplementasikan

dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak

orang, dan mungkin juga menciptakan kekacauan. Sebagaimana unit-unit

organisasional selenggarakan kebijakan mereka mengembangkan prosedur untuk

menangani situasi rutin dan pola hubungan yang beraturan.

Page 24: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

14

Winarno dalam Limbong (2006:190) menyatakan bahwa implementasi

kebijakan adalah suatu proses melaksanakan atau menerapkan kebijakan setelah

kebijakan itu disahkan untuk menghasilkan outcome yang diinginkan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka implementasi merupakan suatu proses

melaksanakan kebijakan baik tingkat lokal maupun nasional melalui serangkaian

program atau proyek dengan implikasi pengaturan dan pengalokasian sumber

daya tertentu serta konsekuensi dan dampak yang ditentukannya. Limbong

(2006:194) ada 3 (tiga) variabel independen/faktor yang mempegaruhi dalam

proses implementasi kebijakan, yaitu:

1 Variabel kebijakan, yakni kejelasan tujuan dari kebijakan, transmisi

(penyampaian kebijakan). Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

adalah Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL), yang bertujuan untuk

menciptakan ketertiban. Agar kehidupan dalam masyarakat berjalan

dengan tertib dan teratur, perlu didukung oleh suatu tatanan/ kebijakan,

dengan kebijakan tersebut kehidupan PKL lebih menjadi tertib.

2 Variabel organisasi, yakni suatu kebijakan publik harus dilaksanakan

melalui sebuah alat serta wahana tertentu. Instrumen untuk melaksanakan

kebijakan publik di dalam konteks administrasi negara dilaksanakan

melalui organisasi publik. Kebijakan publik merupakan sesuatu hal yang

diputuskan oleh pemerintah. Definisi seperti ini menunjukkan bahwa

seolah-olah pemerintahlah sebagai satu-satunya pihak yang memiliki

otoritas untuk membuat kebijakan. Dalam membuat kebijakan, pemerintah

cenderung menggunakan pendekatan top-down. Idealnya proses

Page 25: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

15

pembuatan kebijakan merupakan hasil dari dialog yang dilakukan antara

masyarakat dengan pemerintah. Dengan pendekatan dialog,

memungkinkan proses pembuatan kebijakan berjalan secara dua arah.

3 Variabel lingkungan implementasi. Ini berbentuk kondisi ekonmi

masyarakat, kondisi sosial, serta kondisi politik. Keberadaan PKL

sebenarnya adalah wujud geliat masyarakat, terutama dari golongan

masyarakat kecil, untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi secara

keseluruhan. PKL seharusnya tetap diakui sebagai salah satu faktor

penyangga ekonomi untuk mengatasi tingginya kesenjangan antara suplai

tenaga kerja dengan permintaannya. Para pelaku ekonomi mikro itu

melakoni usaha sebagai pedagang di ruang-ruang publik, karena mereka

tidak terserap di lapangan kerja formal. Munculnya PKL-PKL adalah

wujud upaya masyarakat sendiri untuk mengatasi masalah pengangguran

yang masih dihadapi bangsa ini, ketika pemerintah dan dunia usaha swasta

formal belum dapat mengatasinya. Dampak positif keberadaan PKL

lainnya adalah adanya suplai barang dan jasa yang murah bagi masyarakat

umum. Selama ini, beban rakyat masih berat mengingat tingkat

pendapatan rata-rata masyarakat masih rendah. Harga jual komoditas PKL

yang relatif murah dapat mengurangi beban masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan hidup masyarakat.

Page 26: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

16

2.2. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut

penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena

jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang

ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan

satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada

umumnya (Djaali, 2001:23).

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial

Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya

yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas

untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Pedagang kaki

lima (PKL) merupakan usaha informal yang bergerak dalam distribusi barang dan

jasa. PKL, di satu sisi merupakan salah satu penggerak dalam perekonomian

masyarakat pinggiran. Dalam bidang ini pedagang kaki lima hanya berpengaruh

sebagai produsen yang penting bagi masyarakat Medan mengingat akan

banyaknya masyarakat menengah maupun menengah ke bawah. (www.iman-

nugraha.net/wp-content/files/PKL).

Kegiatan pedagang kaki lima yang merupakan usaha perdagangan sektor

informal perlu diberdayakan guna menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat

dan sekaligus salah satu pilihan dalam menyediakan barang dagangan yang

dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relatif murah. Keberadaan

pedagang kaki lima bagi masyarakat sangatlah penting sebagai penyediaan barang

dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pedangan kaki lima sangat

Page 27: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

17

mempengaruhi pola pasar dan sosial masyarakat Kota Meulaboh. Pengaruhnya

meliputi ekonomi, sosial-budaya dan kebijakan yang diberlakukan oleh

Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

Pedagang kaki lima (PKL) dalam sektor ekonomi (LPPM USU, 2002:10)

dapat dikemukan sebagai berikut:

1. Penggunaan ruang publik seperti jalan-jalan umum bukan untuk fungsi

semestinya dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.

2. Pencemaran yang dilakukan sering diabaikan oleh PKL, pola kegiatanya tidak

teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerjanya.

3. Sebagian besar PKL tidak mendapat perlindungan dari ancaman jiwa,

kesehatan maupun jaminan masa depan. Resiko semacam itu belum mendapat

perhatian, karena perhatian masih tertuju pada pemenuhan kebutuhan pokok.

4. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara pengusaha yang

membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak

membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar ”pajak tidak

resmi/pungutan liar”), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan

berbagai pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara

informal dengan menyebarkan operasinya melalui unit-unit PKL.

5. Ketiadaan perlindungan hukum menyebabkan pekerja di ekonomi informal

rentan eksploitasi, baik pelaku di PKL itu sendiri, rekanan usaha dari sektor

formal maupun dari oknum tertentu baik dari pemegang kebijakan lokal yang

resmi maupun preman.

Page 28: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

18

6. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau

lembaga tidak resmi, dan perputaran modal usaha relatif kecil, sehingga skala

operasinya juga relatif kecil.

7. Timbulnya ”parallel structure” yaitu kerangka aliran uang yang berupa

setoran diluar aliran uang resmi atau pajak ke pemerintah. Hal tersebut

menyebabkan ketergantungan sebagian oknum pemerintah pada keberadaan

PKL.

Oleh sebab itu, PKL dapat dianggap sebagai kegiatan ekonomi masyarakat

kelas bawah. PKL memang pelaku ekonomi di pinggir jalan dan merupakan

masyarakat miskin dan masyarakat marjinal. PKL dalam melakukan aktivitasnya

dimana barang daganganya diangkut dengan gerobak dorong, bersifat sementara,

dengan alas tikar tanpa meja serta memakai atau tanpa memakai tempat

gantungan untuk memajang barang-barang jualannya, dan atau tanpa tenda,

kebanyakan jarak tempat usahanya antara mereka tidak dibatasi oleh batas-batas

yang jelas. Para PKL kini tidak mempunyai kepastian hak atas tempat usahanya.

2.3. Ketertiban Umum

Ketertiban umum dikenal dengan berbagai istilah, dalam bahasa Prancis

“orde publik”, dalam bahasa Jerman “vorbehhaltklausel”, dan di negara-negara

dengan sistem commom law disebut publik policy. Istilah policy dipergunakan

untuk menunjukkan pengaruh yang besar dari faktor-faktor politik, dalam hal

menentukan ada tidaknya ketertiban umum. Ketertiban umum memegang peranan

penting, dalam arti setiap sistem hukum negara manapun memerlukan ancaman

Page 29: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

19

atau “rem darurat” yang disebut dengan istilah ketertiban umum (Limbong,

2006:113).

Menurut Kantaatmadja (Dalam Limbong, 2006:34) ketertiban umum

dalam arti luas merupakan kata lain dari kepentingan umum, adalah untuk

mencapai tujuan negara “masyarakat adil dan makmur”. Aspek ketertiban umum

merupakan salah satu kebutuhan masyarakat baik masyarakat kota maupun

masyarakat pedesaan. Dengan ketertiban umum terdapat suatu keadaan yang

menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama.

Keadaan tertib yang umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan,

supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Meningkatnya kegiatan

PKL hingga menguasai trotoar maupun sebagian besar badan jalan dapat

mengganggu kepentingan kehidupan bersama, dimana para pejalan kaki

terganggu kenyamanannya sebab trotoar dimanfaatkan untuk tempat berdagang

(Soegeng, 2005:15).

Pada dasarnya PKL mengetahui berdagang di trotoar, jalan sangat

mengganggu ketertiban umum. Adanya pengetahuan PKL terhadap ketertiban

umum ternyata tidak menimbulkan adanya kesadaran hukum akan ketertiban

lingkungan. Hal tersebut karena dorongan rasa lapar para PKL. Di samping itu,

kepedulian pemerintah terhadap golongan masyarakat tersebut sangatlah kurang,

sehingga dengan melihat ruang kosong dan mempunyai potensi ekonomi maka

para PKL memanfaatkan lokasi tersebut untuk berjualan (LPPM USU, 2002:13).

Pada dasarnya PKL mengetahui adanya larangan berjualan di pinggir jalan

umum atau bahkan memanfaatkan sebagian badan jalan untuk berjualan dapat

Page 30: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

20

mengganggu ketertiban umum terutama mengganggu kelancaran lalu lintas yang

menyebakan kemacetan lalu lintas, namun kenyataannya tetap saja para pedagang

tersebut melakukan aktivitas. Hal ini menunjukkan seakan-akan para PKL tidak

peduli terhadap ketentuan peraturan yang melarang aktivitas berjualan.

Dari kenyataan tersebut, ada beberapa hal yang teridentifikasi mengapa

para PKL tidak tergganggu dengan adanya larangan berjulan tersebut adalah:

1. Para penegak hukum tidak tegas dalam menerapkan sanksi hukum.

2. Para PKL merasa bahwa mereka sebagai pedagang legal berjualan di

kaki lima karena kutipan retribusi dilakukan oleh petugas dari

pemerintah daerah.

3. Para PKL tidak mempunyai pilihan lain untuk mencari nafkah, jika

pedagang tersebut terkena kegiatan penertiban maka hal ini dianggap

sebagai hari yang “naas” yang tidak perlu disesalkan, karena setelah

itu pedagang tersebut masih dapat berjualan.

Page 31: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah

metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Narbuko dan Achmadi

(2004:44) memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang

berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan

data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi; ia juga

bisa bersifat komperatif dan korelatif. Danim (2002:41) memberikan beberapa ciri

dominan dari penelitian deskriptif yaitu:

1. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual.

Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau

narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan

antar variabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan.

2. Dilakukan secara survei. Oleh karena itu penelitian deskriptif sering

disebut juga sebagai penelitian survei. Dalam arti luas, penelitian

deskriptif dapat mencakup seluruh metode penelitian, kecuali yang bersifat

historis dan eksperimental.

3. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail.

4. Mengidentifikasi masalah-masalah untuk mendapatkan keadaan dan

praktek-praktek yang sedang berlangsung; dan

5. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang

tertentu dalam waktu yang bersamaan.

Page 32: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

22

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Provinsi

Aceh. Daerah tersebut dipilih karena merupakan salah satu Ibu Kota Kabupaten

yang banyak munculnya para Pedagang Kaki Lima (PKL).

3.3. Unit Analisis Dan Informan Penelitian

Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,

kelompok, benda atau suatu peristiwa sosial misalnya aktivitas individu atau

kelompok sebagai subjek penelitian. Dari cara mengungkap unit analisis data

dengan menetapkan kriteria responden tersebut, penelitian kualitatif dengan

sendirinya akan memperoleh siapa saja yang menjadi subjek penelitiannya.

Berapa jumlah responden atau informan dalam penelitian kualitatif belum

diketahui sebelum peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data di lapangan.

Yang demikian pengumpulan data di lapangan dimaksudkan untuk tercapainya

kualitas data yang memadai sehingga sampai ke informan keberapa data tidak

berkualitas lagi atau sudah mencapai titik jenuh karena tidak memperoleh

informasi baru lagi. (Sugiyono, 2006:75)

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah

penelitian yang sedang dibahas, maka dari keseluruhan unit analisis peneliti

mengambil beberapa orang informan. Informan adalah seseorang yang benar-

benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat

diperoleh informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa pernyataan-

pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memahami

persoalan atau permasalahan tersebut.

Page 33: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

23

Adapun informan yang diambil dari unit analisis dalam penelitian ini

adalah: Aparat Penertiban Umum sebanyak 5 orang, Aparatur UPTD Pasar

Meulaboh sebanyak 2 orang, Tokoh Masyarakat sebanyak 5 orang dan Pedagang

Kaki Lima (PKL) yang ada di Kota Meulaboh sebanyak 8 orang. Jadi, jumlah

informan penelitian dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah sebanyak 20

orang. Jumlah tersebut ditetapkan karena para informan penelitian dalam

penelitian ini telah memberikan jawaban yang sama atas permasalahan yang

penulis tanyakan atau telah mencapai titik jenuh, sehingga telah dapat diambil

kesimpulan.

3.4. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan yang

diperoleh melalui:

1. Observasi, yaitu suatu teknik dengan mengamati langsung serta

mencatat hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti

(Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, 2004: 76-77); Pada penelitian

kualitatif, observasi merupakan salah satu mengumpulkan data

yang populer. Untuk terlaksananya observasi dengan baik perlu

disusun instrumen, yaitu pedoman observasi. Pedoman tersebut

biasanya dalam bentuk daftar cek (chek list) atau daftar isian.

Adapaun aspek yang diobservasi meliputi keperilakuan, keadaan

Page 34: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

24

fisik, pertumbuhan dan perkembangan subjek tertentu dan

sebagainya. (Danim, 2002: 140)

2. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan sebuah percakapan

antara dua orang atau lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh

peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk

dijawab (Danim, 2002: 130). Instrumen yang digunakan dalam

melakukan wawancara yaitu pedoman wawancara. Wawancara

biasanya dilakukan kepada sejumlah informan yang jumlahnya

relatif terbatas dan memungkinkan bagi peneliti untuk mengadakan

kontak langsung secara berulang-ulang sesuai dengan keperluan.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun

telah diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Dalam penelitian

ini data-data sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan

dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, perarutan-

peraturan, struktur organisasi, jadwal, waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk

teknis dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Observasi, yaitu suatu teknik dengan mengamati langsung serta mencatat

hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Chalid Narbuko dan

Abu Achmadi, 2004: 76-77); Pada penelitian kualitatif, observasi

merupakan salah satu mengumpulkan data yang populer. Untuk

Page 35: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

25

terlaksananya observasi dengan baik perlu disusun instrumen, yaitu

pedoman observasi. Pedoman tersebut biasanya dalam bentuk daftar cek

(chek list) atau daftar isian. Adapaun aspek yang diobservasi meliputi

keperilakuan, keadaan fisik, pertumbuhan dan perkembangan subjek

tertentu dan sebagainya. (Danim, 2002: 140). Dalam hal ini, pengamatan

dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1) Pengamat berperan serta, yaitu seorang pengamat melakukan dua

peran sekaligus sebagai pengamat dan menjadi anggota resmi dari

objek atau kelompok yang diamati.

2) Pengamatan tanpa berperan serta, yaitu seorang pengamat hanya

berfungsi untuk melakukan pengamatan saja, tanpa ikut menjadi

anggota dari objek yang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi langsung

yaitu Pengamatan dilakukan sendiri secara langsung ditempat yang

menjadi objek penelitian, sedangkan objek yang diamati adalah aktifitas

para pedagang kaki lima (PKL) dan aparatur pemerintah daerah

Kabupaten Aceh Barat dalam menjalankan wewenangnya masing-masing.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002:135). Ada

bermacam-macam cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan

Page 36: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

26

dalam kepustakaan, diantaranya dikemukakan oleh Patton (dalam

Moleong, 2002:197) dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua

model wawancara yaitu :

a. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, yaitu jenis

wawancara yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1) Pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok

yang dinyatakan dalam proses wawancara

2) Penyusunan pokok-pokok itu dilakukan sebelum wawancara

dilakukan.

3) Pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara

berurutan.

4) Penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal

tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya.

5) Petunjuk wawancara hanya berisi petunjuk secara garis besar

tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-

pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya.

b. Wawancara baku terbuka, yaitu jenis wawancara yang menggunakan

seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya dan cara

penyajiannya pun sama untuk setiap responden.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data melalui

peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku

tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang

Page 37: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

27

berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen dalam penelitian ini

digunakan sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai

sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsir, bahkan untuk

meramalkan (Moleong, 2002:191).

Pada dasarnya proses studi dokumentasi bukan merupakan kegiatan yang

berdiri sendiri, akan tetapi seringkali bersamaan dengan penggunaan

teknik pengumpulan data yang lainnya.

3.6. Instrumen Penelitian

Penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah suatu metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka

peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Moleong, 2002;4). Peneliti merupakan

instrumen kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan

skenario penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan

wawancara dengan informan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian dimaksudkan untuk

mendapatkan data-data yang valid dan realible. Namun, untuk membantu

kelancaran dalam melaksanakannya, peneliti juga didukung oleh instrumen

pembantu sebagai panduan wawancara. Oleh karena itu, sebelum turun ke

lapangan maka peneliti akan membuat terlebih dahulu panduan wawancara untuk

memudahkan pelaksanaan penelitian di lapangan. Alat bantu yang digunakan

dalam pengumpulan data yaitu dokumen, laporan-laporan dan lain sebagainya.

Page 38: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

28

3.7. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002:103). Analisa data

menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana pembahasan penelitian serta

hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka

analisis data yang digunakan non statistik.

Analisis data dalam penelitian kualitatif berlangsung secara interaktif,

dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Meskipun

tahap penelitian dilakukan sesuai dengan kegiatan yang direncanakan, akan tetapi

kegiatan ini tetap harus dilakukan secara berulang antara kegiatam pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data serat verifikasi atau penarikan suatu

kesimpulan.

Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, digunakan langkah-langkah

atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan atau balur verifikasi data (Miles, 2002:15-19).

1. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-

catatan yang tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 2002:17). Reduksi

data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih mengarahkan,

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data agar diperoleh

kesimpilan yang dapat ditarik atau verifikasi. Dalam penelitian ini, proses

Page 39: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

29

reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan data dari hasil wawancara,

observasi dan dokumentasi kemudian dipilih dan dikelompokkan

berdasarkan kemiripan data.

2. Penyajian data, adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

(Miles dan Huberman, 2002:18). Dalam hal ini, data yang telah

dikategorikan tersebut kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian

data. Data tersebut disajikan secara deskriptif yang didasarkan pada aspek

yang diteliti.

3. Verifikasi data dan penarikan kesimpulan. Verifikasi data adalah sebagian

dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-makna yang muncul dari data

telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya

(Miles dan Huberman, 2007:19). Penarikan kesimpulan berdasarkan pada

pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam pernyataan

singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan

yang diteliti.

3.8. Pengujian Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketentuan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan

member check. Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugiyono, 2008:270). Adapun

pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut :

Page 40: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

30

1. Perpanjangan Pengamatan. Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan

karena berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dirasakan data yang

diperoleh masih kurang memadai. Menurut Moleong (2002:327)

perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian

sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

2. Peningkatan ketekunan, berarti melakukan pengamatan secara lebih

mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan

dilakukan dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun

dokumen yang terkait dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk

memeriksa data apakah benar dan bisa dipercaya atau tidak.

3. Triangulasi. Analisa triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk

mengatasi masalah akibat dari kajian mengandalkan suatu teori saja, satu

macam data atau satu metode penelitian saja (Sugiyono, 2006:225).

Menurut (Sugiyono, 2008:273-274), terdapat minimal 3 (tiga) macam

triangulasi, yaitu :

a) Triangulasi sumber data. Pada triangulasi ini, data di cek

kredibilitasnya dari berbagai sumber data yang berbeda dengan

teknik yang sama, misalnya mengecek sumber data antara

bawahan, atasan dan teman.

b) Triangulasi teknik pengumpulan data. Data di cek kredibilitasnya

dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan

sumber data yang sama.

Page 41: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

31

c) Triangulasi waktu pengumpulan data. Data di cek kredibilitasnya

dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan

teknik yang sama. Triangulasi menjadikan data yang diperoleh

dalam penelitian menjadi lebih konsisten, tuntas dan pasti serta

meningkatkan kekuatan data (Sugiyono, 2008:241)

4. Pemeriksaan teman sejawat. Dilakukan dengan mendiskusikan data hasil

temuan dengan rekan-rekan sesama mahasiswa maupun teman yang bukan

mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan

yang berguna untuk proses penelitian.

5. Analisis kasus negatif. Menurut Sugiyono (2008:275) melakukan analisis

kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan

bertentangan dengan data yang telah ditemukan.

6. Member Check. Dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian

kepada sumber-sumber yang telah memberikan data untuk mengecek

kebenaran data dan interprestasinya. Menurut Moleong (2002:336)

pengecekan dilakukan dengan jalan :

a. Penilaian dilakukan oleh responden

b. Mengkoreksi kekeliruan

c. Menyediakan tambahan informasi

d. Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan

kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisa data

e. Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan

Page 42: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

32

Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari

temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkkan ketika partisipan

mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai

pengalaman dirinya sendiri.

Page 43: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Meulaboh adalah ibu kota Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Indonesia. Kota

ini terletak sekitar 175 km tenggara Kota Banda Aceh di Pulau Sumatera. Kota

Meulaboh meliputi Kecamatan, yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian

Kaway XVI dan Kecamatan Meureubo. Meulaboh adalah kota kelahiran

Pahlawan Nasional Teuku Umar Johan Pahlawan. Sebelum dikenal dengan

sebutan Meulaboh, dahulunya kawasan tanjung ini bernama Pasi Karam.

Penyebutan Meulaboh diduga kuat terkait dengan letaknya yang berdekatan

dengan laut sehingga menjadikannya sebagai kawasan pelabuhan yang strategis.

Disamping itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa penyebutan

Meulaboh terkait dengan sejarah eksodusnya sejumlah warga minangkabau dari

Sumatera Barat yang ketika itu berada dibawah cengkeraman penjajah belanda ke

sejumlah titik di sepanjang pesisir Barat dan Selatan Aceh. Dalam versi ini,

dikisahkan bahwa diantara gelombang besar eksodus tersebut terdapat kelompok

kecil yang berlabuh di Pesisir Kota Meulaboh sekarang, lalu peristiwa pendaratan

ini dikait-kaitkan dengan asal-muasal penamaan meulaboh, mengingat kata

meulaboh sendiri dalam bahasa Aceh berarti berlabuh. Meulaboh tercatat sebagai

daerah ramai pertama Aceh Barat di abad ke-16 yang pada saat itu diperintah raja

bergelar Teuku Keujruen Meulaboh. Meulaboh sebelum bencana gempa tsunami

banyak ditemukan tempat sejarah seperti makam kolonial Belanda tepatnya

Page 44: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

34

didepan Makorem Meulaboh, juga ditemukan peninggalan Jepang seperti Bunker

pertahanan.

Meulaboh merupakan kota terbesar di pesisir barat-selatan Aceh dan salah

satu area terparah akibat bencana tsunami yang dipicu oleh gempa bumi Samudra

Hindia Tahun 2004 lalu. Pekerjaan sebagian besar penduduk Meulaboh

mencerminkan kehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa. Kota Meulaboh

masuk dalam teritorial wilayah Kabupaten Aceh Barat yang memiliki luas

wilayah 2.987,95 KM2 dan secara geografis terletak pada 04

006

I - 04

047

I Lintang

Utara dan 95052

I – 96

030

I Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut;

a. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Aceh Jaya dan kabupaten

Pidie

b. Sebelah selatan berbatasan dengan samudera Indonesia dan kabupaten

Nagan Raya

c. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten

Nagan Raya

d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia

Kota ini sudah dapat dicapai melalui tiga jenis angkutan. Angkutan darat

dari arah barat (via Banda Aceh), dari arah utara (via Bereuneun) dan arah timur

(via Tapaktuan). Angkutan laut melalui pelabuhan Ujong Karang (biasanya

membawa barang). Angkutan udara yang belum lama ini beroperasi adalah

Bandara Cut Nyak Dhien, walaupun sebenarnya sekarang berada dalam wilayah

Kabupaten Nagan Raya, namun jarak tempuh yang tidak jauh (15-25 menit dari

Kota Meulaboh dengan angkutan darat).

Page 45: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

35

Ada beberapa jalan utama di kota ini, antara lain Jalan Nasional, Jalan

Teuku Umar, Jalan Iskandar Muda, Jalan Singgahmata, Jalan Manekroo, Jalan

Imam Bonjol, Jalan Sisingamangaraja, dan Jalan Gajah Mada. Selain merupakan

jalan utama, jalan-jalan tersebut adalah daerah pemusatan ekonomi daerah ini,

termasuk Jalan Daod Dariyah sebagai pusat pasar rakyat.

4.2. Hasil Penelitian

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan fenomena umum yang terjadi di

kota-kota besar di Indonesia. Kasus PKL ini dinilai banyak pihak sebagai suatu

bentuk dari kegagalan pemerintah menyediakan lapangan kerja untuk kaum

miskin. Kota Meulaboh merupakan salah satu kota yang juga banyak dihuni oleh

para Pedagang Kaki Lima. Keberadaan PKL di Kota Meulaboh terlihat terus

berkembang setiap tahunnya.

Gambar Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh

Page 46: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

36

Ketika ditanyakan tentang perkembangan keberadaan Pedagang Kaki

Lima (PKL) di Kota Meulaboh, para informan memberikan tanggapannya melalui

petikan wawancara berikut ini;

“Menurut pengamatan kami, selama ini memang perkembangan

keberadaan PKL di Kota Meulaboh semakin manjamur. Hal ini dapat

kita lihat setiap sudut jalan Kota Meulaboh mulai dihuni oleh para PKL

yang menjajakan dagangannya” (Syarwanizar, Masyarakat Kota

Meulaboh)

“Kalau saya lihat selama ini keberadaan PKL di Kota Meulaboh

semakin banyak dan semakin beragam saja. Tidak hanya di wilayah

pasar saja yang banyak PKL nya, tapi dibeberapa jalan utama di Kota

Meulaboh juga telah banyak PKL yang berjualan” (Khairuzzadi, S.STP,

Kasat Pol PP dan WH)

“Berdasarkan pengamatan dan data yang ada pada kami memang selama

ini jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh semakin

berkembang dan bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini dapat kita lihat

dibeberapa jalan utama di Kota Meulaboh yang semakin dipenuhi oleh

PKL” (Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

Keberadaan PKL di Kota Meulaboh yang semakin menjamur tentunya

memunculkan pandangan berbeda-beda di dalam masyarakat. Ada masyarakat

yang menganggap PKL itu sesuatu kegiatan informal yang mengganggu

ketertiban umum, ada juga masyarakat yang menganggap PKL itu sesuatu hal

yang positif karena membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Ketika

ditanyakan tentang pandangan informan tentang keberadaan PKL, maka para

informan penelitian membrikan tanggapannya sebagai berikut;

“Menurut saya, Pemerintah selama ini menganggap bahwa PKL

merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang tidak formal atau tidak

diakui. Keberadaan PKL dianggap dapat merusak atau mengganggu

ketertiban umum, terutama bagi para pengguna jalan. Sehingga

pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk melarang para PKL

melakukan aktifitasnya karena dianggap mengganggu ketertiban umum”

(Khairuzzadi, S.STP, Kasat Pol PP dan WH)

Page 47: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

37

“Menurut pandangan saya, PKL merupakan sebuah kegiatan ekonomi

masyarakat yang dilakukan tidak pada tempatnya. Keberadaan PKL

selama ini sangat mengganggu ketertiban kota, karena keberadaan PKL

selama ini telah memakan ruas jalan-jalan utama di Kota Meulaboh,

sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat pengguna jalan”

(Husaini, Masyarakat Kota Meulaboh)

“Keberadaan PKL pada dasarnya sangat membantu masyarakat kecil

yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan, namum

perkembangannya selama ini PKL terlihat semakin tidak tertib dan

semeraut, sehingga keberadaan PKL selama ini telah meresahkan

masyarakat lainnya, terutama para pengguna jalan” (Edi Faisal,

Masyarakat Kota Meulaboh)

“Keberadaan PKL selama ini saya lihat telah menggangu pemandangan

dan keindahan kota meulaboh. Disetiap sudut kota telah banyak dihuni

oleh PKL sehingga kota nampak tidak teratur dan tidak tertib”

(Sulaiman D, Anggota Satpol PP dan WH)

Ketika ditanyakan tentang permasalahan yang akan ditimbulkan dari

keberadaan PKL di Kota Meulaboh, para informan memberikan jawabannya

melalui petikan wawancara berikut ini:

“Tentunya banyak permasalahan yang ditimbulkan dari keberadaan PKL

ini, terutama masalah ketertiban umum. Keberadaan PKL membuat Kota

Meulaboh tidak tertib. Selain itu, keberadaan PKL yang memakan

hampir sebagian ruas jalan utama sering sekali menimbulkan kemacetan

dan tidak jarang menyebabkan kecelakaan oleh para pengguna jalan”

(Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Menurut saya ada beberapa permasalahan yang dimunculkan dengan

keberadaan PKL ini, diantaranya adalah masalah keindahan Kota

Meulaboh yang sudah tidak terlihat lagi. Dengan menjamurnya PKL

maka Kota Meulaboh terlihat semberaut dan tidak teratur. Kemudian

juga masalah kebersihan. Keberadaan PKL biasanya menimbulkan

banyak sampah yang berserakan dijalan-jalan sehingga Kota terlihat

sangat kotor” (Syarwanizar, Masyarakat Kota Meulaboh)

“Menurut pandangan saya, keberadaan PKL memang menimbulkan

beberapa masalah seperti seringnya terjadi kecelakaan dibeberapa ruas

jalan karena hampir sebagian besar jalan dihuni oleh para pedagang

sehingga membuat jalan menjadi sempit. Keberadaan PKL juga

membuat Kota tidak tertib dan tidak teratur” (Khairuzzadi, S.STP, Kasat

Pol PP dan WH)

Page 48: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

38

“Ada beberapa masalah yang ditimbulkan oleh PKL selama ini, yaitu

masalah kebersihan kota, ketertiban kota, dan jalan kota yang semakin

sempit karena telah ditempati oleh para pedagang kali lima” (Aidy

Faudi, Anggota Satpol PP dan WH)

“Keberadaan PKL selama ini memang menguntungkan bagi sebagian

orang, terutama para pedagang. Namun permasalahan atau kerugian

yang ditimbulkan jauh lebih besar, terutama bagi masyarakat umum di

Kota Meulaboh. Keberadaan PKL membuat Kota menjadi tidak tertib

dan mengganggu ketertiban umum, yaitu bagi pengguna jalan yang

selama ini sangat resah dengan keberadaan PKL yang menempati

sebagian ruas jalan, sehingga jalan semakin sempit dan memunculkan

kemacetan dan kecelakaan” (Edi Faisal, Masyarakat Kota Meulaboh)

Dari pemaparan di atas, kita melihat bahwa banyak permasalahan yang

timbul dari keberadaan PKL ini, namun keberadaan PKL di Kota Meulaboh

samakin berkembang. Para Pedagang Kaki Lima seakan tidak perduli terhadap

dampak yang ditimbulkan dari keberadaan mereka.

Salah seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Manek Roo sedang

menawarkan barang dagangannya kepada pembeli

Page 49: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

39

Ditanyakan alasan para pedagang berjualan di pinggir jalan umum, maka

informan memberikan jawabannya sebagai berikut;

“Kalau berjualan disini biasanya barang dagangan lebih banyak laku,

karena pembeli tidak harus masuk kepasar untuk membeli barang yang

dibutuhkan. Keberadaan kami sebanarnya juga membantu masyarakat

agar tidak capek-capek ke pasar” (Asnudin, PKL di Jalan Manek Roo)

“Berjualan dipinggir jalan ini lebih mudah dan pembelinya lebih banyak.

Kalau ada yang mau beli, tinggal singgah aja dipinggir jalan, tanpa harus

masuk ke pasar. Kalau ke pasarkan lebih repot, harus berjalan kaki lagi”

(Siti Maria, PKL di Jalan Daud Dariah)

“Menurut saya, alasan ekonomis yang membuat para pedagang berjualan

dipinggir jalan, yaitu barang yang dijual biasanya lebih cepat laku,

karena setiap orang yang lewat akan melihat barang dagangan tersebut

dan tertarik untuk membelinya. Artinya, berjualan dipinggir jalan lebih

mudah dijangkau oleh masyarakat umum” (Husaini, Masyarakat Kota

Meulaboh)

Ketika ditanyakan apakah para PKL mengetahui tentang larangan

berjualan dipinggir jalan umum, para informan memberikan tanggapannya

melalui petikan wawancara sebagai berikut;

“Tahu, kami mengetahui bahwa dilarang berjualan di sekitar sini.

Kawan-kawan lain yang berjualan disini juga tahu, tapi ya coba-coba

aja, selama belum diusir petugas” (Razali, PKL di Jalan Manek Roo)

“Iya, saya tahu. Ada sering beberapa petugas penertiban yang datang

untuk memberitahu dan menempelkan selebaran-selebaran berupa

larangan berjualan disini” (Hamdani, PKL di Jalan Daud Dariah)

“Saya fikir para pedagang kaki lima tersebut sudah tahu kalau dilarang

berjualan dipinggir-pinggir jalan umum, namum mereka tidak peduli

dengan larangan tersebut, yang terpenting bagimana barangnya laku”

(Juriah, Masyarakat Kota Meulaboh)

“Kami pastikan bahwa mereka mengetahui kalau tidak boleh berjualan

di sembarang tempat dan berjualan dipinggir jalan umum, namun

mereka tidak mau mematuhi aturan-aturan yang telah dibuat” (Chairizal

Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

Page 50: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

40

Gambar Lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang memakan sebagian ruas jalan

utama di Kota Meulaboh. Para PKL tetap berjualan walaupun telah memdapat

larangan dari para aparat penertiban.

Larangan tentang berjualan kepada para PKL telah tertuang dalam

peraturan daerah/qanun Kabupaten Aceh Barat. Pemerintah melalui aparaturnya

melakukan kegiatan sosialisasi kepada para pedagang tentang larangan berjualan

di pinggir jalan umum. Ketika ditanyakan tentang sosialisai terhadap larangan

berjualan di pinggir jalan umum terhadap para PKL, informan penelitian

memberikan jawabannya sebagai berikut:

“Selama ini kami dari pihak pemerintah telah melakukan sosialisasi

kepada para PKL tentang larangan berjualan di jalan umum. Kegiatan

sosialisasi tersebut kami lakukan melalui himbauan secara langsung

melalui pengeras suara, mendatangi langsung para PKL untuk

memberitahukan larangan tersebut dan melalui selebaran-selebaran yang

kami tempelkan ditempat-tempat umum” (Khairuzzadi, S.STP, Kasat

Pol PP dan WH)

“Menurut pengamatan saya, pemerintah melalui aparat penertiban umum

telah melakukan sosialisasi kepada para pedagang tentang larangan

berjualan di ruas jalan umum. Para aparat terlihat mendatangi satu

Page 51: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

41

persatu para pedagang kaki lima untuk memberitahukan larangan

berjualan di jalan-jalan umum” (Husaini, Masyarakat Kota Meulaboh)

“Ada, selama ini pemerintah kabupaten telah melakukan sosialisasi

tentang larangan berjualan di ruas-ruas jalan umum. Sosialisasi tersebut

biasanya melalui selebaran-selebaran yang dibagikan kepada para

pedagang kaki lima. Ada juga hibauan dalam bentuk baliho yang

dipajang di tempat para PKL melakukan aktifitasnya” (Chairizal Ramli,

Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Iya, harus diakui memang pemerintah Aceh Barat telah melakukan

sosialisasi kepada kami tentang larangan berjualan dipinggir jalan

melalui selebaran-selebaran yang dibagikan dan spanduk yang

ditempelkan” (Asnudin, PKL di Jalan Manek Roo)

Ketika ditanyakan tentang sikap para PKL terhadap larangan dari

pemerintah untuk berjualan dipinggir jalan, maka informan memberikan

jawabannya;

“Sikap yang ditunjukkan oleh PKL selama ini menurut saya masih diluar

apa yang kita harapkan, PKL tidak memperdulikan larangan tersebut.

Mereka tetap menjalankan aktifitasnya seperti biasa” (Chairizal Ramli,

Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Tidak ada perubahan apapun ketika larangan berjualan itu telah

disampaikan, justru terlihat keberadaan PKL semakin banyak

menempati tiap ruas jalan yang ada di Kota Meulaboh” (Anhar, Anggota

Satpol PP dan WH)

Dengan kondisi seperti itu, tentunya harus ada sikap tegas dari pemerintah

untuk melakukan penertiban terhadap para PKL tersebut. Ditanyakan apakah

selama ini pemerintah telah melakukan penertiban, maka para informan

memberikan tanggapannya sebagai berikut;

“Iya, setelah sosialisasi yang kami sampaikan tidak didengar oleh para

PKL, maka kami selanjutnya melakukan penertiban sesuai dengan

peraturan yang ada. Hal ini kami lakukan demi terciptanya kenyamanan

masyarakat di Kota Meulaboh” (Khairuzzadi, S.STP, Kasat Pol PP dan

WH)

Page 52: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

42

“Ada, selaian melakukan sosialisasi dan larangan kepada para PKL,

pemerintah melalui aparatur penertiban juga melakukan penertiban

terhadap para PKL. Penertiban ini dilakukan dalam rangka menciptakan

keteraturan dan keindahan kota” (Edi Faisal, Masyarakat Kota

Meulaboh)

“Iya, pemerintah melalui petugas Satpol PP sering melakukan penertiban

terhadap kami para PKL disini. Mereka datang beramai-ramai dengan

menggunakan mobil patrol keamanan dan berpakaian dinas lengkap”

(Razali, PKL di Jalan Manek Roo)

Ketika ditanyakan dalam bentuk apa kegiatan penertiban itu dilakukan,

maka para informan secara keseluruhan memberikan tanggapan yang hampir

sama, berikut petikan wawancaranya;

“Kegiatan penertiban yang kami lakukan biasanya dalam bentuk

pengusiran terhadap para PKL tersebut. Tidak jarang juga kami dari

aparat penertiban melakukan penggusuran dan penyitaan terhadap

tempat berjualan PKL yang masih membandel dan tidak mendengarkan

para petugas” (Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Penertiban yang dilakukan berupa pengusiran PKL dari tempat mereka

berjualan, penggusuran tempat berjualan, pembersihan tempat berjualan

dan melakukan penyitaan terhadap tempat dan bahan dagangan para

PKL. Hal itu biasanya kami lakukan kalau memang PKL yang

bersangkutan tidak mau mematuhi dan mendengarkan arahan kami”

(Sulaiman D, Anggota Satpol PP dan WH)

“Kalau saya lihat, bentuk penertiban PKL di Kota Meulaboh selama ini

yang dilakukan oleh Satpol PP sama seperti daerah lain, seperti

pengusiran dan penggusuran tempat berjualan para PKL” (Syarwanizar,

Masyarakat Kota Meulaboh)

Ketika ditanyakan tentang hukuman yang diberikan kepada PKL yang

tetap berjualan meskipun telah mengetahui larangan berjulan di jalan umum,

informan memberikan jawabannya sebagai berikut;

“Hukuman yang selama ini diberikan adalah berupa peringatan kepada

para pedagang kaki lima tersebut melalui surat teguran secara tertulis.

Kemudian pengusiran terhadap mereka yang masih berjualan serta

penyitaan barang PKL untuk didata dan diberi pengarahan dan

bimbingan” (Khairuzzadi, S.STP, Kasat Pol PP dan WH)

Page 53: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

43

“Belum terlihat suatu hukuman yang tegas atau berat dari aparat

penertiban, hukuman selama ini hanya bersifat administrative atau

teguran-teguran, pengusiran dan penyitaan barang PKL untuk sementara,

yang kemudian nanti dikembalikan kepada pemiliknya setelah diberikan

pengarahan” (Husaini, Masyarakat Kota Meulaboh)

Penertiban yang dilakukan oleh aparatur Satpol PP tentunya diharapkan

mampu memberikan efek jera kepada para PKL untuk tidak lagi menjalankan

aktifitasnya di jalam umum. Ketika ditanyakan apakah selama ini penertiban yang

dilakukan memberikan efek jera kepada para PKL, para informan memberikan

tanggapannya melalui petikan wawancara berikut ini;

“Menurut pengamatan kami, penertiban yang dilakukan selama ini tidak

memberikan efek jera kepada para PKL. Kalau pun ada, itu hanya untuk

sesaat. besok-besok pasti mereka kembali berjualan” (Juriah,

Masyarakat Kota Meulaboh)

“Menurut pengamatan saya selama ini, penertiban yang dilakukan belum

memberikan efek jera kepada para pedagang kaki lima. Mereka terlihat

tetap berjualan ketika sudah tidak ada lagi petugas. Penertiban yang

dilakukan seolah-olah hanya untuk sesaat saja” (Anhar, Anggota Satpol

PP dan WH)

“Menurut saya tidak, karena beberapa rekan kami yang dulu pernah kena

dalam penertiban, sekarang telah kembali lagi berjualan. Kami ini kan

cuma mencari makan, jangan lah diusir-usir. Kalau pun diusir, kami

akan tetap berjualan juga, kalau tidak disini, ya ditempat lain” (Razali,

PKL di Jalan Manek Roo)

Dari penjelasan di atas, kita melihat bahwa PKL di Kota Meulaboh seakan

tidak takut terhadap larangan-larangan dari pemerintah setempat, hal ini terlihat

dari keberadaan PKL yang masih saja ada walaupun pemerintah melalui

aparaturnya telah melakukan kegiatan-kegiatan penertiban. Dari hasil penelitian

melalui observasi di lapangan, para PKL merasa kalau mereka mendapatkan izin

berjualan di pinggir jalan karena telah membayarkan retribusi kepada petugas.

Page 54: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

44

Ketika ditanyakan apakah pemerintah Kabupaten Aceh Barat melakukan

pungutan retribusi kepada para PKL, maka informan penelitian memberikan

tanggapannya melalui petikan wawancara berikut ini;

“Ada, setiap hari ada petugas yang berpakaian lengkap mengutip

pajak/retribusi kepada kami, dan kami setiap hari memberikannya, tidak

pernah absen, ini contoh karcis retribusinya (sambil menunjukkan

sepotong kertas bukti pembayaran retribusi berwarna kuning)” (Siti

Maria, PKL di Jalan Daut Dariah)

“Kami selalu dikutip uang retribusi setiap hari, makanya kami santai saja

berjualan disini, karena kami sudah bayar pajaknya kepada petugas,

berarti secara tidak langsung kan kami telah boleh berjualan disini”

(Asnudin, PKL di Jalan Manek Roo)

“Kutipan retribusi selalu dilakukan oleh pemerintah melalui

pegawainya. Pasti ada petugas yang datang mengutip iuaran pajak setiap

hari” (Sulaiman D, Anggota Satpol PP dan WH)

“Menurut pengamatan saya, memang selama ini para pedagang kaki

lima dikutip retribusi oleh para petugas. Hal ini juga yang mengherankan

bagi saya, PKL dilarang berjualan oleh petugas penertiban, tetapi

petugas lain melakukan pungutan retribusi” (Husaini, Masyarakat Kota

Meulaboh)

“Iya, ada. Pengutipan itu memang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten

Aceh Barat melalui petugas yang bekerja pada Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Kekayaan Daerah” (Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP

dan WH)

“Iya, petugas kami selama ini yang melakukan kutipan retribusi kepada

para PKL. Kami hanya menjalankan perintah atasan saja, mengenai

kebijakan lain kami tidak tahu” (Maman, Kepala UPTD Pasar

Meulaboh)

Ketika ditanya mengenai tanggapan para informan terhadap kutipan yang

dilakukan oleh para petugas, maka masing-masing informan memberikan

jawabannya sebagai berikut;

“Kalau kami tidak jadi masalah, yang penting kami bisa berjualan dan

mencari nafkah. Kamudian, karena kami sudah bayar, jadi kepada

pemerintah jangan lah mengusir-ngusir kami berjualan. Jangan sampai

Page 55: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

45

uang kami di ambil, tapi kami dilarang berjualan” (Asnudin, PKL di

Jalan Manek Roo)

“Itulah yang mengherankan bagi kami, disuatu sisi kami diharuskan

melakukan penertiban, tapi disisi lain petugas pemerintah melakukan

kutipan. Bagaimana kita mau melakukan penertiban karena kalau

pemerintah melakukan kutipan retribusi, berarti pemerintah mengakui

keberadaan PKL tersebut dan berarti tidak ada maslah kalau mereka

berjualan di jalan umum” (Khairuzzadi, S.STP, Kasat Pol PP dan WH)

“Hal tersebut perlu dilakukan pengkajian ulang. Karena memang terlihat

pemerintah belum konsisten atau belum satu suara dalam menanggapi

keberadaan PKL yang semakin hari semakin menjamur di Kota

Meulaboh” (Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Melakukan kutipan retribusi kepada PKL merupakan kesalah dari

pemerintah daerah, karena itu sama dengan memberikan izin kepada

mereka untuk berjualan di pinggir-pinggir jalan utama Kota Meulaboh,

dan hal tersebut sangat bertentangan dengan peraturan yang dibuat oleh

pemerintah itu sendiri” (Syarwanizar, Masyarakat Kota Meulaboh)

Ketika ditanyakan bagaimanakah pelaksanaan penertiban PKL secara

keseluruhan yang telah berlangsung di Kota Meulaboh, para informan

memnerikan jawabannya melalui prtikan wawancara berikut ini;

“Menurut saya, secara keseluruhan pelaksanaan penertiban Pedagang

Kaki Lima di Kota Meulaboh belum berjalan dengan baik atau belum

maksimal. Karena samapai saat ini kita masih melihat keberadaan PKL

di beberapa ruas jalan utama di Kota Meulaboh” (Edi Faisal, Masyarakat

Kota Meulaboh)

“Penertiban PKL selama ini telah dilakukan sebagaimana mestinya,

walaupun hasilnya masih belum maksimal. Hal ini tidak terlepas dari

kebijakan melakukan kutipan retribusi yang dilakukan oleh petugas

pasar kepada para PKL, sehingga para aparatur penertiban sulit untuk

menertibkan PKL” (Chairizal Ramli, Kasi Trantib Pol PP dan WH)

“Menurut pendapat saya, penertiban PKL di Kota Meulaboh belum

berjalan dengan maksimal. Hal ini terjadi karena pemerintah belum

konsisten dan kompak dalam menyikapi tentang keberadaan PKL ini.

Kutipan retribusi yang dilakukan oleh petugas pasar menjadi salah satu

penyebab sulitnya menertibkan PKL di Kota Meulaboh, karena kutipan

retribusi tersebut secara mengakui keberadaan PKL di Kota Meulaboh”

(Husaini, Masyarakat Kota Meulaboh)

Page 56: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

46

4.3. Pembahasan

Implementasi merupakan tahapan proses kebijakan publik yang memiliki

banyak pengertian. Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang penting,

bahkan lebih penting dari sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi

dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Implementasi kebijakan

sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran

keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran

birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut konflik, keputusan, dan siapa

yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Winarno dalam Limbong (2006:190)

menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanakan

atau menerapkan kebijakan setelah kebijakan itu disahkan untuk menghasilkan

outcome yang diinginkan.

Fenomena menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota-kota besar

di Indoenesia memunculkan berbagai permasalahan. Masalah PKL merupakan

dilema bagi semua pihak, di satu sisi PKL sebagai sarana jual beli yang sebagian

besar masyarakat menggunakan jasanya, di sisi lain PKL dapak membuat kota

menjadi semberawut. Berbagai kebijakan dan peraturan telah dibuat dalam rangka

menangani keberadaan PKL ini, namun keberadaan PKL masih saja belum dapat

teratasi dengan baik. Implementasi kebijakan penertiban di lapangan sering sekali

mendapat berbagai kendala, baik yang muncul dari pemerintah sebagai

pelaksanaan kebijakan, lingkungan masyarakat dan PKL itu sendiri.

Kota Meulaboh merupakan salah satu kota yang juga banyak dihuni oleh

para Pedagang Kaki Lima. Dari hasil penelitian di lapangan ditemukan fakta

Page 57: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

47

bahwa keberadaan PKL di Kota Meulaboh terlihat terus berkembang setiap

tahunnya. Hal ini dapat kita lihat dibeberapa jalan utama di Kota Meulaboh yang

semakin dipenuhi oleh PKL. Keberadaan PKL di Kota Meulaboh yang semakin

menjamur tentunya memunculkan pandangan berbeda-beda di dalam masyarakat.

Ada masyarakat yang menganggap PKL itu sesuatu kegiatan informal yang

mengganggu ketertiban umum, ada juga masyarakat yang menganggap PKL itu

sesuatu hal yang positif karena membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

4.3.1. Implementasi Kebijakan Penertiban PKL

Dari hasil penelitian di lapangan, secara keseluruhan para informan

penelitian baik yang berasal dari masyarakat maupun pemerintah memberikan

pandangan yang sama terhadap keberadaan PKL ini, yaitu PKL merupakan salah

satu kegiatan ekonomi yang tidak formal atau tidak diakui. Keberadaan PKL

dianggap dapat mengganggu ketertiban umum, menggangu pemandangan dan

keindahan kota.

Keberadaan PKL di Kota Meulaboh selama ini telah menimbulkan banyak

permasalahan, keberadaan PKL membuat Kota Meulaboh menjadi tidak tertib dan

menimbulkan banyak sampah yang berserakan dijalan-jalan sehingga Kota terlihat

sangat kotor. Selain itu, keberadaan PKL yang memakan hampir sebagian ruas

jalan utama sering sekali menimbulkan kemacetan dan tidak jarang menyebabkan

kecelakaan oleh para pengguna jalan. Dari penjelasan di atas, kita melihat bahwa

banyak permasalahan yang timbul dari keberadaan PKL ini, namun demikian

keberadaan PKL di Kota Meulaboh samakin berkembang. Para Pedagang Kaki

Page 58: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

48

Lima seakan tidak perduli terhadap dampak yang ditimbulkan dari keberadaan

mereka.

Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, terdapat beberapa hal yang

menyebabkan para PKL tetap menjalankan aktifitasnya. Dari hasil penelitian

ditemukan fakta bahwa alasan ekonomis yang membuat para PKL tetap bertahan

untuk berjualan di pinggir jalan. Berjualan dipinggir jalan ini lebih mudah dan

pembelinya lebih banyak. Masyarakat tidak harus masuk ke pasar untuk membeli

barang yang diinginkan. Para PKL mengetahui tentang larangan berjualan

dipinggir jalan umum, namun alasan ekonomis inilah yang membuat sampai saat

ini para PKL masih tetap bertahan. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui

aparaturnya telah melakukan kegiatan sosialisasi kepada para pedagang tentang

larangan berjualan di pinggir jalan umum.

Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan melalui himbauan secara langsung

melalui pengeras suara, mendatangi langsung para PKL untuk memberitahukan

larangan tersebut dan melalui selebaran-selebaran yang kami tempelkan ditempat-

tempat umum. Selain itu, terdapat juga hibauan dalam bentuk baliho tentang

larangan berjualan di tempat umum yang dipajang di tempat para PKL melakukan

aktifitasnya.

Tindakan sosialisasi yang dilakukan oleh para aparatur pemerintah selama

ini terkesan hanya sia-sia. Dari hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa sikap

yang ditunjukkan oleh PKL selama ini menurut saya masih diluar apa yang

diharapkan, PKL tidak memperdulikan larangan tersebut. Mereka tetap

menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Tidak ada perubahan apapun ketika

Page 59: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

49

larangan berjualan itu telah disampaikan, justru terlihat keberadaan PKL semakin

banyak menempati tiap ruas jalan yang ada di Kota Meulaboh. Dengan kondisi

seperti itu, tentunya harus ada sikap tegas dari pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

Selama ini tindakan yang dilakukan oleh aparatur Satpol PP adalah dengan

melakukan penertiban terhadap para PKL tersebut. Penertiban dilakukan demi

terciptanya keteraturan, keindahan kota dan kenyamanan masyarakat di Kota

Meulaboh. Kegiatan penertiban yang dilakukan oleh para aparatur penertiban

biasanya dalam bentuk pengusiran terhadap para PKL tersebut. Tidak jarang juga

aparat penertiban melakukan penggusuran dan penyitaan terhadap tempat

berjualan PKL yang masih membandel dan tidak mendengarkan para petugas.

Selain tindakan penertiban, pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui

aparatur penertiban juga memberikan hukuman kepada para PKL yang berulang

kali melaksanakan aktifitasnya walaupun sudah mendapatkan peringatan dari

aparat. Hukuman yang diberikan selama ini hanya bersifat administratif atau

teguran-teguran, pengusiran dan penyitaan barang PKL untuk sementara, yang

kemudian nanti dikembalikan kepada pemiliknya setelah didata, diberikan

pengarahan dan bimbingan. Sampai saat ini belum terlihat pemberian hukuman

yang tegas kepada para PKL, sehingga apa yang telah dilakukan oleh aparatur

penertiban selama ini tidak memberikan efek jera kepada para PKL, mereka akan

kembali berjualan setelah dilakukan penertiban,pengarahan dan pembinaan seperti

yang telah dijelaskan di atas.

Page 60: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

50

4.3.2. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Penertiban PKL

Dari penjelasan di atas, maka terlihat para PKL di Kota Meulaboh selama

ini cukup sulit untuk ditertibkan. Sikap yang ditunjukkan para PKL tersebut

bukannya tanpa alasan, selama ini para PKL merasa mereka adalah pelaku

ekonomi formal dan diakui oleh pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat, karena

meraka. Para PKL merasa kalau mereka mendapatkan izin berjualan di pinggir

jalan karena telah membayarkan retribusi kepada petugas. Dari hasil penelitian

yang penulis lakukan, ditemukan fakta bahwa selama ini memang pemerintah

Kabupaten Aceh Barat melalui dinas terkait melakukan kutipan retribusi kepada

para PKL. Kutipan tersebut dilakukan setiap hari oleh petugas dari Unit Pengelola

Teknis Daerah (UPTD) Pasar Meulaboh. Bagi para PKL, kutipan retribusi

tersebut tidak menjadi masalah, mereka selalu membayarkan retribusi tersebut,

bagi mereka yang penting bisa berjualan dan mencari nafkah. Harapan PKL,

karena mereka sudah membayar retribusi, jadi kepada pemerintah untuk tidak

mengusir para PKL yang berjualan.

Melakukan kutipan retribusi kepada PKL merupakan kesalah dari

pemerintah daerah, karena itu sama dengan memberikan izin kepada mereka

untuk berjualan di pinggir-pinggir jalan utama Kota Meulaboh, dan hal tersebut

sangat bertentangan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten

Aceh Barat sendiri. Hal tersebut juga mengherankan bagi para aparatur penertiban

khususnya Satpol PP, disuatu sisi mereka diharuskan melakukan penertiban

terhadap para PKL, namun disisi lain petugas pemerintah yang lain juga

melakukan kutipan. Bagaimana mungkin penertiban berhasil dilakukan kalau

Page 61: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

51

pemerintah sendiri mengakui keberadaan PKL tersebut dengan melakukan kutipan

retribusi. Oleh karena itu, sangat wajar apabila penertiban yang dilakukan selama

ini belum berjalan dengan maksimal. Pemerintah belum konsisten dan kompak

dalam menyikapi tentang keberadaan PKL ini. Kutipan retribusi yang dilakukan

oleh petugas pasar menjadi salah satu penyebab sulitnya menertibkan PKL di

Kota Meulaboh, karena kutipan retribusi tersebut secara mengakui keberadaan

PKL di Kota Meulaboh.

Page 62: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat diambil beberapa

keseimpulan sebagai berikut;

1. Implementasi penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh

selama ini belum berjalan dengan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari

masih banyaknya para PKL yang berjualan dipinggir jalan utama di Kota

Meulaboh dan jumlahnya pun terus mengalami peningkatan setiap tahun.

2. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi

kebijakan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Kota Meulaboh

Kabupaten Aceh Barat, yaitu :

a) Belum adanya hukuman yang tegas terhadap para PKL yang masih

tetap berjualan dipinggir jalan walaupun telah berulang kali diperingati

oleh petugas. Hukuman yang diberikan selama ini hanya bersifat

administratif atau teguran-teguran, pengusiran dan penyitaan barang

PKL untuk sementara, yang kemudian nanti dikembalikan kepada

pemiliknya setelah didata, diberikan pengarahan dan bimbingan,

sehingga hal tersebut tidak memberikan efek jera kepada para

Pedagang Kaki Lima (PKL).

b) Pemerintah Kabupaten Aceh Barat belum konsisten dan kompak dalam

menyikapi keberadaan PKL di Kota Meulaboh. Hal ini terlihat dengan

dilakukannya kutipan retribusi terhadap para PKL yang berjualan di

Page 63: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

53

pinggir jalan. Melakukan kutipan retribusi kepada PKL merupakan

kesalahan dari pemerintah daerah, karena itu sama dengan

memberikan izin kepada mereka untuk berjualan di pinggir-pinggir

jalan utama Kota Meulaboh, dan hal tersebut sangat bertentangan

dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Aceh Barat

sendiri. Kutipan retribusi yang dilakukan oleh petugas pasar menjadi

salah satu penyebab sulitnya menertibkan PKL di Kota Meulaboh.

Disuatu sisi Petugas penertiban Satpol PP diharuskan melakukan

penertiban terhadap para PKL, namun disisi lain petugas pemerintah

yang lain juga melakukan kutipan retribusi. Bagaimana mungkin

penertiban berhasil dilakukan kalau pemerintah sendiri mengakui

keberadaan PKL tersebut dengan melakukan kutipan retribusi.

5.2. Saran

Berdasarkan uraian di atas, melalui kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan beberapa saran atau rekomendasi yang kiranya dapat digunakan

untuk perbaikan dalam menangani keberadaan PKL di Kota Meulaboh di masa

yang akan datang sebagai berikut:

1. Dalam rangka memberikan efek jera kepada para Pedagang Kaki Lima

(PKL), maka pemerintah dirasa perlu untuk membuat sebuah hukuman

atau sanksi yang tegas (tidak hanya hukuman administratif) terhadap para

PKL yang tetap melakukan aktifitasnya walaupun telah mendapat

peringatan dari petugas.

Page 64: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

54

2. Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan pengutipan retribusi

kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh karena di

pandang bertentangan dengan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah

Kabupaten Aceh Barat.

3. Pemerintah harus lebih konsisten dan kompak terutama antara instansi

DPKKD dengan Kantor Satpol PP dan WH serta Dinas Perhubungan

dalam menyikapi keberadaan PKL di Kota Meulaboh serta menjalankan

peraturan yang telah dibuat sendiri oleh pemerintah.

4. Kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui instansi terkait

hendaknya dapat melakukan relokasi terhadap para PKL sehingga mereka

mendapatkan tempat berjualan yang layak dan permanen.

Page 65: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

55

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia.

Djaali, dkk, 2001, Wawasan Pengembangan Masyarakat dan Pembinaan Sektor

Informal, Jakarta, PT. Penebar Swadaya

Lexy,J Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya

Limbong, Dayat. 2006, Penataan Lahan PK-5 Ketertiban vs Kelangsungan hidup,

Jakarta: Pustaka Bangsa Press.

LPPM USU, 2002, Studi Penataan Dan Pembinaan Usaha Kaki Lima Di Kota

Medan, Pemko-Medan.

Mardalis. 2003, Metode penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi

Aksara.

Milles, MB & Hubberman, AM, 2002, Analisis Data Kualitatif , Terjemahan oleh

Tjetjep Rohidi dan mulyarto, Jakarta, UI Percetakan

Narbuko, Cholid, dan Abu Achmadi. 2004, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi

Aksara.

Putra, Fadillah, 2003, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik,

Yogyakarta.

Safaruddin, 2006, Implementasi Kebijakan Pembentukan Kabupaten Aceh Barat

Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Medan.

Soegeng Sarjadi, 2005. Kaum Pinggiran, Kelas Menengah Quo Vadis?, Jakarta,

BalaiPustaka.

Page 66: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA …repository.utu.ac.id/809/1/I-V.pdf · Namun penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Meulaboh selama ini dilakukan belum

56

Soenarko, 2002, Kebijaksanaan Perintah, Yogyakarta, Aditya Cipta Media,

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.

------------, 2008. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.

Tangkilisan, Hessel Nogi. 2003, Implementasi Kebijakan Publik, Yogyakarta:

Lukman Offset dan Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik.

Wibawa, Samudra. 2004, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: Raja Grafindo.

Kebijaksanaan Negara, Malang: Pustaka Bangsa.

Sumber lain:

Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 9 Tahun 2010

Hadiman Rico, Kebijakan Nasional dalam Penataan Ruang Kota, http://

www.bakosurtanal.go.id

http/www.arikresna.org/blog/online/penataan/pkl

http://www.pemkabacehbarat.go.id/sejarah/kota/meulaboh

http://www.iman-nugraha.net/content/files/PKL%20Riwayatmu%20Kini.20

Januari 2009

http://www.wikipwdia.com