Katalog Produk RAB Implant Removal KIT DAK BKKBN Juknis 2016
Implant Dan Reaksi Jaringan
-
Upload
ariskurniawan -
Category
Documents
-
view
177 -
download
12
description
Transcript of Implant Dan Reaksi Jaringan
BAB I
Pendahuluan
Biomaterial merupakan bahan yang digunakan untuk membuat alat yang dapat
berinteraksi dengan sistem biologi dalam waktu yang panjang dengan kerusakan yang minimal.
Biomaterial secara luas digunakan dalam reparasi atau penggantian bagian dari sistem
muskuloskeletal yang mengalami kerusakan akibat trauma atau penyakit.
Persyaratan mendasar dari suatu biomaterial adalah bahwa material tersebut dan jaringan
disekitarnya dapat berfungsi secara bersamaan tanpa menimbulkan reaksi yang merugikan satu
sama lain (biokompatibel). Peralatan medis yang ditanamkan didalam tubuh disebut implan jika
alat tersebut dipertahankan didalam tubuh dalam jangka waktu tertentu dan disebut protese jika
alat tersebut secara permanen menggantikan bagian tubuh tertentu. Implan ortopedi secara umum
digunakan pada sistem skeletal. Implan tersebut terpapar oleh lingkungan dinamis dan biokimia
tubuh dan didesain sesuai anatomi dan kondisi fisiologisnya.
Biomaterial, termasuk implan ortopedi, seharusnya tidak menyebabkan respon host,
seperti nekrosis jaringan. Osteolisis, resorpsi tulang dan pembentukan kapsul fibrotik yang tebal
menunjukkan biokompatibilitas yang buruk.1
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
Bahan yang berasal dari logam, keramik, dan bahan polimer banyak digunakan dalam
penanganan gangguan sistem muskuloskeletal. Fiksasi internal dari fraktur, stabilisasi tulang
belakang, penggantian sendi, penggantian dan perpanjangan ligamen, dan rekonstruksi pada
cacat tulang yang luas sebagai hasil dari infeksi, kelainan bawaan, atau keganasan, sampai batas
tertentu, bergantung pada penggunaan material nonbiologik. Bahan-bahan dan produk
degradasinya berinteraksi dengan lingkungan fisiologis sekitarnya dan dapat menimbulkan
respon lokal dari host yang kemudian akan mempengaruhi hasil klinis dari pembedahan
rekonstruksi. Baru-baru ini, terjadi kemajuan yang cukup besar dalam memahami respon kedua
sifat host ini dan hubungan antara peristiwa seluler dan subselular lokal dan performa klinis dari
bahan-bahan tersebut. Pendekatan baru telah dikembangkan untuk memanipulasi respon host dan
memodifikasi efek yang berpotensi merugikan. Selain itu, diketahui juga bahwa implan
ortopaedic memiliki efek lokal dan sistemik sebagai hasil migrasi ion dan degradasi partikulat
produk dari jaringan peri implan ke dalam aliran limfatik dan aliran darah.1
II.1 Persyaratan Implan Orthopedi
Secara umum persyaratan suatu implan dapat dikategorikan dalam 3 faktor yang sangat penting:2
1. Tubuh manusia harus kompatibel dengan material yang digunakan. Sebagaimana
diketahui bahwa tetap terdapat reaksi jaringan terhadap benda asing, namun reaksi
tersebut (mekanik, fisik dan kimia) tidak boleh menimbulkan reaksi yang merugikan.
2. Implan yang digunakan harus memenuhi keseimbangan antara properti fisik dan mekanik
agar memiliki kemampuan seperti yang diharapkan. Optimisasi properti implan seperti:
elastisitas, yield stress, duktilitas, deformasi, ultimate strength, fatique strength,
kekerasan dan resistensi terhadap wear dapat dilakukan tergantung pada tipe dan fungsi
implan spesifik yang diharapkan.
3. Alat yang digunakan harus relative mudah difabrikasi, direproduksi, konsisten dan
memenuhi seluruh syarat teknik dan biologis.
2
Gambar 1. Berbagai aplikasi dari biomaterial dalam tubuh manusia. Sumber: Kapanen a, 2002. Biocompatibility of orthopaedic implants on bone forming cellsdepartment of anatomy and cell biology, and biocenter oulu.
II.2 Faktor yang mempengaruhi performa suatu material implan
1. Lingkungan Biologi
Tubuh manusia adalah lingkungan bagi material implan yang mengandung larutan saline
yang teroksigenasi, mengandung garam sekitar 0,9% pada pH 7,4, dengan suhu 37,1 C. Ketika
suatu implan orthopedi ditanamkan, secara otomatis implan tersebut akan dicuci oleh cairan
ekstrasesular (perhatikan gambar dibawah).3
3
Gambar 2. Pengaruh cairan tubuh terhadap implant. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam
Segala macam material implan mengalami disolusi kimia dan elektrokimia dalam derajat
tertentu oleh karena lingkungan tubuh manusia yang komplek dan korosif. Cairan tubuh manusia
mengandung air, oksigen, dan garam (NaCl) serta elektrolit lainnya seperti bikarbonat dan
sejumlah kecil kalium, kalsium, magnesium, fosfat dan asam amino. Ion-ion yang terdapat dalam
cairan ekstraselular memiliki beberapa fungsi antara lain mempertahankan pH tubuh dan
berpartisipasi dalam reaksi transfer elektron. Dalam proses pemasangan implan secara operatif
lingkungan tubuh akan terganggu, misalnya dalam hal aliran darah normal pada tulang yang
rusak akibat rusaknya pembuluh darah dan ekuilibrium ion yang terganggu. Dari segi
elektrokimia, inisiasi korosi dapat terjadi berbagai macam reaksi yang terjadi pada permukaan
implan. Kondisi ini dapat mengawali pembentukan sel elektrokimia yang diikuti disolusi metal
pada suatu titik pada daerah pertemuan antara implan dan cairan tubuh. Sebuah implan
orthopedi dianggap gagal jika diperlukan pelepasan implan tersebut oleh karena menimbulkan
nyeri, inflamasi atau reaksi lainnya seperti korosi dan wear. 4
2. Korosi implan –jaringan
Selain faktor host dan beban yang dialami implan, interaksi antara material dan jaringan
merupakan hal yang sangat penting. Interaksi tersebut dapat menginduksi korosi/ionisasi dari
4
implan yang ditanamkan. Korosi dapat menyebabkan dua efek, pertama implan yang ditanamkan
dapat menjadi lemah dan mengalami kerusakan dini. Efek yang kedua adalah reaksi jaringan
menyebabkan pengeluaran produk korosi dari implan. Tidak ada meterial metal yang secara total
resisten terhadap korosi atau ionisasi didalam jaringan hidup. Keberadaan suatu implan dapat
menghambat mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi tidak terjadi atau
terkontrol, respon jaringan dapat berupa edema ringan sampai dengan inflamasi kronis dan
perubahan struktur tulang dan jaringan lunak. Hal ini menyebabkan material suatu implan harus
inert dan ditoleransi dengan baik oleh jaringan tubuh. Respon tubuh terhadap implan inert dapat
berupa pembentukan jaringan fibrosa dengan selularitas rendah yang melingkupi implan (kapsul)
dan memisahkannya terhadap jaringan normal. Kapsul tersebut dapat mengandung area nekrosis
dekat dengan implan yang juga dilingkupi daerah infiltasi selular kronik. Pada beberapa kasus
kapsul yang terjadi dapat berbatas tegas namun dapat juga menyebar secara tidak teratur
disekitar otot. Ketebalan lapisan fibrosa tergantung pada resistensi korosi material. Material
yang menimbulkan lapisan yang paling tipis diketahui sebagai material yang paling baik
ditoleransi olah tubuh. 3,4
Gambar 3. Pembentukan kapsul fibrosa intramuskular. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam
Macam-macam Korosi implan
Korosi adalah proses utama yang menyebabkan masalah ketika suatu metal digunakan
sebagai implan dalam tubuh. Untuk meminimalisir masalah ini maka diperlukan pemahaman
5
yang baik mengenai prinsip dasar korosi. Korosi terjadi melalui reaksi elektrokimia. Dalam
setiap korosi terdapat 2 macam reaksi, yaitu reaksi anodik dimana metal mengalami oksidasi
menjadi bentuk ionik dan menghasilkan elektron (M → Mn+ + n electrons) dan reaksi Katodik
dimana elektron digunakan (O2 + 2H2O + 4e →4OH–). Reaksi-reaksi tersebut awalnya terjadi
pada permukaan implan, namun seiring progresi korosi, reaksi mulai terjadi pada permukaan
antara head screw dan plate. Reaksi anodik tetap berjalan sedangkan bagian lain mengalami
reaksi katodik. Reaksi korosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu: korosi
pitting, korosi crevice, korosi galvanic, korosi fatigue dan korosi fretting.:2,3,4
a. Korosi Pitting
Pitting adalah sebuah korosi lokal berat yang menyebabkan kerusakan hebat dan
menimbulkan release ion yang sangat siginifikan. Pitting berarti proses terbentuknya
lubang/kavitas kecil (pits) pada permukaan suatu material. Pits yang terjadi dapat terlihat dengan
kasat mata atau namun sering juga tidak terlihat. Hal ini berbahaya karena dapat memicu
terbentuknya crack stress korosi (Stress corrosion cracking /SCC). Pitting terjadi ketika suatu
area reaksi anodik menjadi terfiksir karena kerusakan lapisan pasif oksida yang kecil,sedangkan
area katodik terjadi ditempat diluar pits yang terjadi. Hal ini menyebabkan densitas korosi yang
tinggi pada dasar pits. Penurunan kadar oksigen menyebabkan potensial elektrokimia yang
berbeda antara pits dan lingkungan sekitarnya. Ketika terjadi pits, ion metal mengalami
presipitasi pada atap pits dan kadang membentuk lapisan film yang menutupi pits. Lapisan
tersebut membatasi masuknya cairan dan oksigen ke dalam pits. Pada sebuah implan pitting
terjadi paling sering pada bagian bawah head screw. Proses terjadinya kerusakan lapisan pasif
oksida pada korosi pitting dijelaskan pada gambar dibawah.
b. Korosi Crevice
Korosi crevice (retak) adalah salah satu bentuk kotosi yang terkait dengan detail
struktural. Korosi ini terjadi ketika permukaan metal tertutup tidak sempurna dari
lingkungannya. Korosi ini sering terjadi dibawah screw head. Syarat dasar untuk terjadinya
korosi tipe ini adalah adanya crevice (retakan) baik pada permukaan yang melekat dengan
implan lain atau adanya defek karena crack. Korosi crevice dapat diminimalisir dengan desain
implan yang baik atau pemilihan material implan yang tepat.
6
Gambar 4. Proses reaksi Pitting korosi. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam
c. Korosi Galvanic
Galvanic korosi (korosi dua metal) terjadi ketika dua metal yang berbeda mengalami
kontak fisik pada sebuah medium cairan yang mengkonduksi ion seperti serum atau cairan
interstisial. Korosi galvanic tergantung pada beberapa faktor meliputi ion kontak dan area relatif
elektronik. Pada bidang orthopedi korosi Galvanic dapat terjadi jika plate dan screw terbuat dari
material metal yang berbeda.
d. Korosi fatigue
Korosi fatigue terjadi akibat kombinasi antara interaksi elektrokimia dan pembebanan
berulang (cyclic loading). Serangan korosi dapat terjadi akibat beberapa faktor lingkungan
jaringan meliputi tipe cairan, pH cairan, kadar oksigen dan temparatur. Terbentuknya pits korosi
dapat memicu korosi fatique. Kegagalan implan orthopedi seringnya terjadi akibat
environmentally assisted fatigue. Namun demikian proses yang memicu inisiasi crack dan crack
propagasi dapat berbeda, misalnya crack dapat terjadi akibat fretting dan propagasi crack terjadi
akibat stress-corrosion cracking (SCC).
e. Korosi Fretting
Korosi fretting terjadi ketika dua permukaan metal saling bergesekan secara kontinyu
dengan pola oscilating/rotasi didalam lingkungan tubuh. Misalnya pada protese sendi. Korosi
tipe ini dapat menimbulkan produk korosi yang banyak dan memicu inisiasi crack pada implan.
7
Korosi fretting pada bagian countersink dari plate dapat memicu korosi fatigue melalui screw
hole.
II.3 Respon jaringan terhadap Implan Orthopaedi
1. Trauma (Injury)
Proses implantasi dari suatu material, protese atau alat kedokteran menimbulkan trauma
terhadap jaringan atau organ. Proses trauma ini yang memicu mekanisme homeostasis yang
mengawali reaksi selular dari penyembuhan luka (wound healing). Respon terhadap trauma
tergantung pada berbagai faktor termasuk luasnya trauma, hilangnya membrana basalis, interaksi
material terhadap darah, pembentukan matriks sementara, luasnya dan derajat nekrosis jaringan
dan beratnya respon inflamasi. Proses tersebut diatas akhirnya berpengaruh juga pada derajat
jaringan granulasi yang terbentuk, reaksi benda asing, pembentukan kapsul jaringan fibrosis.
Resume sekuen yang terjadi ditampilkan pada tabel dibawah. Perlu diketahui bahwa reaksi-
reaksi tersebut terjadi dalam 2-3 minggu sejak proses implantasi. Dalam situasi dimana terjadi
trauma disertai adanya inflamasi eksudatif, namun tidak terjadi nekrosis selular atau hilangnya
membrana basalis, maka akan terjadi proses “resolusi”. Resolusi adalah penggantian arsitektur
jaringan atau organ seperti sebelumnya. Disisi lain, ketika terjadi nekrosis, jaringan granulasi
tumbuh menuju daerah inflamasi eksudatif maka akan terjadi pembentukan jaringan fibrosis.
Dengan adanya implan, proses “Organisasi” dengan pembentukan fibrosis memicu pembentukan
kapsul fibrosa di permukaan material implan. Kapasitas proliferasi sel dalam jaringan atau organ
juga memiliki peran dalam menentukan proses Resolusi atau Organisasi. Secara umum proses
implantasi jaringan vaskular memicu proses Organisasi dengan pembentukan jaringan fibrosa
dan enkapsulasi fibrous.5
Tabel 1. Sekuen reaksi tubuh terhadap implan. Sumber:Anderson JM. Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001
8
2. Interaksi Darah - Material dan Inisiasi respon inflamasi
Interaksi darah dan material serta respon inflamasi sangat berhubungan erat, dan faktanya
respon awal terhadap trauma melibatkan darah dan pembuluh darah. Dengan tidak bergantung
pada jenis jaringan atau organ implan yang ditanamkan, respon inflamasi awal diaktivasi oleh
trauma ke jaringan ikat vaskular. Karena darah dan komponennya turut berperan pada respon
inflamasi awal, trombus dan atau cloth juga terbentuk. Pembentukan trombus mengikutsertakan
sistem koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, sistem komplemen, sistem fibrinolitik, sistem kinin dan
platelet. Pembentukan trombus atau cloth pada permukaan implan berhubungan dengan efek
adsorpsi protein dari Vroman. Dari persefeksitif wound healing, deposisi protein darah pada
permukaan biomaterial dijelaskan sebagai provisional matrix formation. Segera setelah trauma,
terjadi perubahan pada aliran vaskular, kaliber dan permeabilitas. Cairan, protein dan sel darah
dapat keluar dari pembuluh darah menuju sistem yang mengalami trauma (eksudasi). 6
Efek trauma dan atau biomaterial terhadap plasma atau sel tubuh dapat menimbulkan
terbentuknya faktor kimia yang memediasi respon selular dan vaskular dari inflamasi. Beberapa
kelas mediator kimia dari inflamasi ditampilkan dalam tabel dibawah. Tipe sel predominan yang
timbul pada respon inflamasi bervariasi sesuai lamanya proses trauma. Secara umum, netrofil
predominan pada beberapa hari pertama pasca trauma dan digantikan oleh monosit sebagai sel
predominan. Diketahui terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut: 6,7
a. Netrofil memiliki durasi hidup yang pendek dan mengalami disintegrasi serta
menghilang pada 24-48 jam, migrasi netrofil berjalan sangat cepat karena faktor kemotaksis
yang mempengaruhi migrasi netrofil diaktivasi pada fase awal inflamasi.
9
b. Seiring emigrasi dari pembuluh darah, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan
sel-sel ini memiliki waktu hidup yang panjang (sampai beberapa bulan).
c. Emigrasi monosit mungkin dapat terus berlanjut beberapa hari sampai minggu
tergantung pada trauma dan biomaterial yang ditanamkan. Selain itu faktor kemotaktik untuk
monosit diaktivasi dalam waktu yang cukup lama.
Tabel 2. Komponen dan sel dari jaringan ikat. Sumber:Anderson JM. Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001
10
Tabel 3. Mediator inflamasi yang penting pada trauma jaringan Sumber:Anderson JM.Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001
3. Pembentukan matriks Provisional
Trauma terhadap jaringan yang memiliki vaskularisasi saat prosedur implantasi memicu
pembentukan matriks provisional pada daerah implantasi. Matriks provisional terdiri atas fibrin,
yang diproduksi oleh aktivasi sistem koagulasi, sistem trombosis dan produk inflamasi yang
dihasilkan sistem komplemen, platelet yang teraktivasi, sel inflamasi serta sel endotel. Proses ini
terjadi pada fase awal, dalam hitungan menit sampai jam pasca implantasi alat medis. Komponen
yang ada didalam dan dikeluarkan dari matriks provisional seperti jaringan fibrin (trombosis)
akan menginisiasi resolusi, reorganisasi, dan proses rapiar. Platelet yang teraktivasi saat
pembentukan jejaring fibrin akan menghasilkan faktor platelet-4, platelet-derived growth factor
(PDGF), dan transforming growth factor –B (TGF-B), yang memiliki peran dalam rekrutmen
fibroblast. Fibrin sebagai komponen utama dari matriks provisional diketahui memiliki peran
kunci dalam neovaskularisasi (angiogenesis). Implan yang mengandung porus, diketahui terisi
oleh fibrin yang mengandung pembuluh darah baru dalam 4 hari. Matriks provisional tersusun
atas molekul adhesif seperti fibronektin dan trombospondin yang melekat pada fibrin, serta
granula platelet yang dikeluarkan saat agregasi platelet. Matriks provisional distabilkan oleh
fibrin cross-link dan faktor XIIIa. Matriks provisional memiliki peran biokimia dan struktural
11
dalam proses penyembuhan luka. Kompleks struktur 3 dimensi dari jejaring fibrin dengan
protein-protein yang melekat memberikan tempat untuk adhesi sel dan migrasi. 7,8
Sequen waktu pada Inflamasi dan penyembuhan luka
Bentuk, ukuran, faktor kimia serta properti fisik dari biomaterial yang ditanamkan dapat
berpengaruh pada variasi intensitas dan durasi inflamasi dan proses penyembuhan luka.
Intensitas dan durasi reaksi dari inflamasi tersebut menggambarkan biokompatibilitas suatu
material. Secara umum, biokompatibilitas suatu material digambarkan sebagai respon inflamasi
akut dan kronik serta terbentuknya kapsul fibrosa yang dapat dilihat sepanjang waktu pasca
implantasi material implan. Gambar dibawah menunjukan sequen respon jaringan terhadap
material implan.9
Gambar 5. Ilustrasi temporal sekuen reaksi jaringan terhadap implant. Sumber: Bailey LO. The quantification of cellular viability and inflammatory response to stainless steel alloys. Biomaterials
Evaluasi histologi terhadap jaringan yang melekat dengan implan merupakan metode
yang paling sering digunakan dalam evaluasi biokompatibilitas. Biokompatibilitas suatu material
digambarkan sebagai penampakan morfologis dari reaksi inflamasi terhadap material. Netrofil
memiliki waktu hidup yang pendek (jam–hari) dan menghilang dari eksudat lebih cepat
dibanding makrofag yang memiliki umur beberapa hari sampai minggu bahkan sampai hitungan
bulan. Makrofag menjadi sel predominan pada eksudat, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi
12
kronis. Monosit secara cepat berubah menjadi makrofag, yang merupakan sel yang paling
berperan dalam penyembuhan luka normal dalam reaksi terhadap benda asing. Dahulu
pembentukan jaringan granulasi dianggap sebagai bagian dari reaksi inflamasi kronis, namun
karena adanya reaksi unik pada interaksi jaringan dan material, maka pembentukan jaringan
granulasi dipisahkan dari reaksi inflamasi kronis.10
4. Inflamasi akut
Reaksi inflamasi akut terjadi dalam waktu singkat, berlangsung dalam hitungan menit
sampai hari, tergantung pada beratnya trauma yang terjadi. Karakteristik utama dari inflamasi
akut adalah eksudasi dari cairan dan protein plasma (edema) serta emigrasi dari leukosit
(predominan netrofil). Netrofil dan sel darah putih lainnya mengalami emigrasi dan bergerak dari
pembuluh darah menuju jaringan perivaskular dan tempat implan (implan site). Peran utama dari
netrofil dalam inflamasi akut adalah untuk memfagosit mikroorganisme dan material benda
asing. Fagositosis terjadi dalam 3 tahap meliputi rekognisi dan perlekatan netrofil, engulfment
dan yang terakhir adalah fase degradasi. Pada kondisi adanya material, proses engulfment dan
degradasi mungkin tidak terjadi karena ukuran material yang lebih besar dibanding ukuran sel.
Namun dapat juga terjadi fagositosis jika terdapat partikel yang memiliki ukuran yang kecil.
Netrofil melekat pada permukaan implant melalui komplemen dan imunoglobulin dan akan
menghasilkan enzim. Jumlah enzim yang dihasilkan tergantung pada ukuran partikel material
yang ditanamkan, semakin besar partikelnya maka semakin banyak enzim yang dihasilkan. Hal
ini menggambarkan bahwa aktivasi sel dalam respon inflamasi tergantung pada ukuran implan
serta bentuk material yang mungkin dapat difagositosis. Misalnya material dalam bentuk powder
atau partikulat akan memberikan inflamasi yang berbeda dengan implan yang tidak dapat
difagositosis (bentuk implan berupa Film, lempengan dll).9,10
5. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis sering memiliki gambaran histologi yang tidak seragam, berbeda dengan
inflamasi akut. Secara umum, inflamasi kronis memiliki karakteristik berupa adanya makrofag,
monosit, limfosit dengan proliferasi pembuluh darah, dan jaringan ikat. Stimulus inflamasi yang
persisten memicu inflamasi kronis. Faktor kimia, properti fisik serta gerakan pada implan dapat
memicu inflamasi kronis. Reaksi inflmasi kronis terhadap implan akan terlokalisir hanya
disekitar implan saja. Makrofag adalah sel yang berperan dalam reaksi inflamasi kronis karena
banyak produk makrofag yang dihasilkan pada fase ini. Produk yang dihasilkan makrofag antara
13
lain protease, faktor kemotaktik, metabolit asam arakhidonat, metabolit oksigen reaktif,
komponen komplemen, faktor koagulasi dan sitokin. 9,10,11
6. Pembentukan Jaringan Granulasi
Dalam 1 hari pasca implantasi biomaterial, respon penyembuhan diinisiasi oleh monosit
dan makrofag yang diikuti oleh proliferasi fibroblast dan sel endotel vaskular di sekitar implan
yang nantinya akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi memiliki penampakan
berwarna merah muda di permukaan luka dengan memiliki karakteristik histologi berupa
proliferasi pembuluh darah baru dan fibroblast. Tergantung pada beratnya trauma yang terjadi
pada proses implantasi, jaringan granulasi dapat terbentuk pada hari ke 3-5 pasca implantasi
biomaterial. Pembuluh darah baru terbentuk dari sprouting pembuluh darah sebelumnya yang
dikenal sebagai neovaskularisasi (neoangiogenesis). Proses ini meliputi proliferasi, maturasi dan
organisasi sel endotel menjadi tabung kapiler. Fibroblast juga mengalami proliferasi dan aktif
dalam mensintesis kolagen dan proteoglikan. Pada tahap awal jaringan granulasi, proteoglikan
adalah komponen predominan dan kolagen tipe 1 predominan pada tahap berikutnya yang
kemudian akan terbentuk kapsul fibrosa. Beberapa fibroblast pada jaringan granulasi memiliki
gambaran seperti otot polos. Sel ini sering disebut sebagai miofibroblast dan diketahui
bertanggung jawab pada kontraksi pada proses penyembuhan luka. Jaringan granulasi berbeda
dengan Granuloma, yang merupakan pengumpulan dalam skala kecil dari sel modifikasi
makrofag yang disebut sebagai Sel epiteloid. Giant sel benda asing (Foreign body giant cells)
dapat melingkupi benda asing yang non-fagostosable membentuk granuloma. Foreign body giant
cells terbentuk dari fusi makrofag/monosit dalam rangka fagositosis benda asing.10,11,12
7. Reaksi benda asing (Foreign Body Reaction)
Reaksi benda asing terdiri atas foreign body giant cells dan komponen jaringan granulasi
yang terdiri atas macrophag, fibroblasts, dan kapiler dalam jumlah yang bervariasi tergantung
pada bentuk dan topografi material implan. Implan yang memiliki permukaan datar dan halus
(misalnya pada protese payudara) akan menghasilkan reaksi yang teridiri atas lapisan makrofag
satu sampai dua lapisan. Sedangkan implan dengan permukaan kasar misalnya pada implant
pembuluh darah yang terbuat dari Poliethilene akan terbentuk lapisan berupa makrofag dan
foreign body giant cells pada permukaan implan. Pada implan yang memiliki porus akan
memiliki rasio makrofag dan foreign body giant cells yang lebih besar pada implan site
dibanding dengan implan yang halus dinaman akan ditemukan banyak komponen fibrosis.
14
Foreign body giant cells dapat ditemukan pada interface implan pada jaringan lunak atau tulang
dan akan tetap berada disana dalam waktu lama bahkan sampai 20 tahun.12,13
8. Fibrosis dan Enkapsulasi Fibrosa
Fase akhir respon jaringan terhadap biomaterial secara umum adalah fibrosis atau
enkapsulasi fibrosa. Proses repair pada implan site terjadi dalam 2 macam proses yang berbeda.
Pertama disebut sebagai proses “regenerasi” dimana terjadi penggantian jaringan yang rusak oleh
sel parenkim dengan tipe yang sama. Proses tersebut dikontrol oleh kapasitas proliferasi sel
dalam jaringan atau organ yang menerima implan dan beratnya truama yang terjadi pada
jaringan. Kapasitas regenerasi sel dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu: sel Labil, sel
Stabil dan sel Permanen. Sel labil terus mengalami proliferasi sepanjang hidup, sel stabil masih
memiliki kapasitas proliferasi namun tidak secara normal mengalami replikasi, sedangkan sel
permanen tidak dapat mengalami reproduksi sendiri setelah lahir. Restitusi jaringan dengan
jaringan normal secara teoritis terjadi hanya pada jaringan yang terdiri atas sel labil dan sel
stabil, sebaliknya trauma yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen akan
menimbulkan fibrosis dan kapsul fibrosa dengan jaringan normal yang sangat sedikit. Jaringan
yang terdiri atas sel permanen antara lain ( sel saraf, sel otot skelet dan sel otot jantung) paling
banyak akan mengalami proses “ Organisasi” eksudat inflamasi menjadi fibrosis. Jaringan yang
terdiri atas sel stabil ( sel parenkim hepar, ginjal dan pankreas), sel mesenkim (fibroblast, sel otot
polos, osteoblast dan kondroblast dan endotel vaskular) serta sel labil ( sel epiitel, sel limfoid dan
sel hematopoietik) dapat juga mengalami fibrosis atau mengalami resolusi eksudat dan diganti
oleh jaringan normal.11,12
Faktor lokal dan sistemik memiliki peran dalam respon jaringan terhadap biomaterial.
Faktor lokal antara lain organ tempat implantasi, aliran darah dan petensi infeksi. Faktor
sistemik antara lain nutrisi, imunologi, penggunaan steroid, penyakit kronis.
15
Gambar 6. Proses transformasi Monosit menjadi Foreign body Giant Cell. Sumber : Hofstetter et al. Inflammatory reactions to implant materials & bone resorption: observations and mechanisms. European Cells and Materials vol. 5.
II.4. Infeksi terkait Implan
Mekanisme adhesi bakteri ke permukaan biomaterial
Adhesi bakteri ke permukaan implan merupakan langkah pertama dalam perkembangan
infeksi terkait implan. Adhesi terjadi melalui dua langkah : langkah pertama adalah seketika dan
reversibel yang melibatkan interaksi fisikokimia (van der Waals, gaya gravitasi, interaksi
hidrofobik) antara permukaan implan dan bakteri, sedang langkah kedua, sering ireversibel,
dimana terjadi interaksi tingkat molecular (kovalen atau binding hidrogen). Gristina
menggambarkan peristiwa pertama sebagai "race for surface" di mana permukaan implant yang
"kosong" pertama kali terbentuk kolonisasi baik oleh sel-sel atau bakteri yang berasal dari
organisme tersebut sendiri dimana setelahnya keseimbangan sangat sulit untuk diubah. Spesies
dan strain bakteri yang berbeda menempel pada permukaan material. Hal ini disebabkan
perbedaan sifat fisikokimia antara permukaan dengan spesies dan strain bakteri.13
Adhesi pada permukaan diikuti oleh fase akumulasi bakteri ke implan. Fenomena yang
paling tampak pada fase ini adalah kemampuan beberapa bakteri untuk menghasilkan biofilm
mukopolisakarida ekstra-seluler, "lendir", dan menutupi koloni yang terbentuk. Lendir tersebut
memberikan nutrisi bagi bakteri, mengganggu fungsi fagositosis dan antibodi dari host, dan
meningkatkan agregasi bacteria lebih lanjut. Bakteri yang paling mampu menghasilkan lendir
16
mucopolysaccaride tersebut adalah staphylococci koagulase negatif, yang relevan secara klinis
adalah Staphylococcus epidermidis. Telah lama diketahui bahwa strain S. epidermidis yang
memproduksi “lender” menyebabkan infeksi akibat benda asing lebih sering daripada strain yang
tidak menghasilkan “lendir”. Selain mempengaruhi mekanisme pertahanan host, lendir ekstra
selular juga menyediakan penghalang fisikokimia terhadap antibiotik baik secara sistemik
maupun implant-released, sehingga infeksi menjadi sulit untuk diatasi.13,14
Faktor-faktor terkait Implan yang berpengaruh terhadap adhesi bakteri
Ada banyak faktor terkait implan yang mempengaruhi melekatnya bakteri ke permukaan.
Termasuk didalamnya adalah komposisi kimia, kekasaran dan konfigurasi dari permukaan, dan
lapisan pada permukaan implan. Komposisi kimia implan dapat menyebabkan dominasi bakteri
tertentu dalam perlekatannya terhadap permukaan. Dalam studi klasik oleh Gristina dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa, karena sifat pengikatan kapsul bakteri dan lendir ke bahan
implan, S. epidermidis adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada implan
polimer, sedangkan S.aureus kebanyakan ditemukan pada permukaan logam. Kemudian Arens et
al menemukan perbedaan yang signifikan, yang mempengaruhi perlekatan bakteri, tergantung
pada logam yang digunakan dimana titanium umumnya kurang rentan terhadap kolonisasi
bakteri dibandingkan dengan baja. Sebuah pertanyaan menarik adalah apakah implan polimer
bioabsorbable mampu membuat host menjadi kurang rentan terhadap invasi bakteri, karena,
secara teoritis, jenis implan tersebut tidak memiliki permukaan yang stabil bagi bakteri untuk
melekat. Petas et al telah meneliti secara in vitro perlekatan bakteri pada stent urologis yang
terbuat dari polyglycolic atau poliasamlaktat. Mereka menemukan bahwa flora normal yang
terdapat pada system urologis melekat pada permukaan bioabsorbable tersebut. Satu penelitian
eksperimental secara tidak langsung telah menguji hipotesis ini dalam hubungannya dengan
kejadian infeksi : asam poli-L-laktat dan asam batang poly-L/DLlactic ditanamkan rongga
meduler tibiae pada kelinci yang sebelumnya telah diinkubasi dengan inokulum
berbeda S. aureus dalam upaya untuk mengukur efek bakteriostatik dari produk degradasi
implan. Ditemukan bahwa upaya untuk meningkatkan kekasaran permukaan dan membuat
konfigurasi permukaan menjadi lebih kompleks akan membuat implan lebih rentan terhadap
kolonisasi bakteri. Merritt et al sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri cenderung
berkoloni lebih mudah pada permukaan implant yang berpori segera setelah implantasi,
17
sedangkan permukaan implant yang padat cenderung lebih mudah untuk terjadinya invasi
bakteri.14
Biofilm
Biofilm merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang menempel ke permukaan dari
suatu material dan satu sama lain melalui EPS (Extra-cellular polymeric substances). Perlekatan
sel dan pembentukan biofilm ke suatu permukaan bahan sistetis seperti material medis berbahan
dasar polymer merupakan hal yang sudah dikenal baik, tetapi mungkin memiliki konsekuensi
klinis yang tidak diinginkan. Kolonisasi dan perlekatan bakteri ke implant membawa
konsekuensi berupa terjadinya infeksi terkait implant. Pada beberapa keadaan, pembentukan dari
biofilm, membantu untuk melindungi organism yang melekat tersebut dari antibiotic dan
mekanisme pertahanan tubuh inang. Hal ini dapat berpotensi terhadap persistensi dan
kemampuan bertahan hidup pada bahan polimer. Biofilm mungkin berpengaruh terhadap
kompleksitas dalam penanganan infeksi oleh benda asing. Begitu banyak variasi dari biomaterial
yang diimplankan kedalam tubuh dengan berbagai fungsinya, semuanya dapat berpotensi sebagai
tempat untuk kolonisasi bakteri dan infeksi. Kontaminasi mikroba pada peralatan medis
disebabkan oleh berbagai factor. Ketika suatu material ditanamkan atau dipasang ke dalam
tubuh, segera akan menimbulkan respon imun local antimicrobial yang akan menghasilkan
konggregasi dari mikroba. Kebanyakan pasien yang mengalami infeksi oleh mikroba karena
adanya impaln yang ditanamkan dalam tubuh mereka lebih mudah terjadi pada pasien dengan
immunocompromised. Mekanisme terjadinya biofilm dicirikan melalui 3tahap. Tahap 1
merupakan perlekatan seluler awal dan irreversible terhadap permukaan polimer. Tahap 2 adalah
perluasan dan maturasi dari biofilm tersebut. yang terakhir, tahap 3 adalah adhesi atau perlekatan
dari sel-sel individual atau koloni seluler yang berasal dari biofilm tersebut. seperti ditunjukkan
pada gambar berikut.15
18
Gambar7. Penjabaran secara skematik dari ketiga tahap pembentukan Biofilm. Lima tahapan perkembangan biofilm: (1) penempelan awal, (2) penempelan yang irreversible, (3) Maturasi I,(4) Maturasi II,(5) Dispersi. Sumber : Wikipedia.org/wiki/biofilm diakses 25 Oktober 2013 pkl 22.00
Pencegahan biofilm
Setelah implantasi dari alat medis, tubuh manusia merespon dengan menyelimuti impaln
tersebut dengan lapisan protein. Lapisan tersebut terdiri dari terutama albumin, laminin, fibrin,
dan fibronekstin. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengatasi pembentukan lapisan protein
tersebut, atau pertumbuhan biofilm pada implant. Salah satunya adalah dengan memodifikasi
polimer secara kimia untuk mencegah perlekatan mikroba secara primer dan dapat melepaskan
zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan material tersebut.
Penurunan pada perlekatan bakteri terjadi dengan merubah muatan pada permukaan polimer.
Karena kebanyakan bakteri bermuatan negative, material polimer yang bermuatan negative akan
menolak bakteri untuk melekat lebih baik dibandingkan material polimer yang tidak bermuatan.
Cara lain untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan perlekatan baketri ke material implant
adalah dengan melapisi material implant dengan menggunakan perak. Dengan mengikat DNA
bakteri dan grup sulphidril, ion perak akan membatasi replikasi dari bakteri dan mendeaktivasi
enzim metabolik. 15
19
BAB III
Simpulan
Bahan yang berasal dari logam, keramik, dan bahan polimer banyak digunakan dalam
penanganan gangguan sistem muskuloskeletal. Fiksasi internal dari fraktur, stabilisasi tulang
belakang, penggantian sendi, penggantian dan perpanjangan ligamen, dan rekonstruksi pada
cacat tulang yang luas sebagai hasil dari infeksi, kelainan bawaan, atau keganasan, sampai batas
tertentu, bergantung pada penggunaan material nonbiologik. Bahan-bahan dan produk
degradasinya berinteraksi dengan lingkungan fisiologis sekitarnya dan dapat menimbulkan
respon lokal dari host yang kemudian akan mempengaruhi hasil klinis dari pembedahan
rekonstruksi. Biomaterial, termasuk implan ortopedi, seharusnya tidak menyebabkan respon
host, seperti nekrosis jaringan. Osteolisis, resorpsi tulang dan pembentukan kapsul fibrotik yang
tebal menunjukkan biokompatibilitas dari implant tersebut yang buruk.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira
gandhi centre for atomic research, kalpakkam 603 102, india s¯adhan¯a vol. 28, parts 3
& 4, june/august 2003, pp. 601–637.
2. Gregor Voggenreiter, Immuno-inflammatory tissue reaction to stainless-steel and
titanium plates used for internal fixation of longbones. Biomaterials 24 (2003) 247–254
3. Anderson JM biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001 by annual
reviews. all rights reserved. institute of pathology, 2085 adelbert road, case western
reserve university, cleveland,
4. Jacobs JJ, 2010 Response to Orthopaedic Implants.Orthopaedic Basic Science American
Academy of Orthopaedic Surgeons
5. Hallab NJ, Jacobs JJ. Biologic effects of implant debris. Bull NYU Hosp Jt Dis.
2009;67(2):182-8.e
6. Bailey LO. The quantification of cellular viability and inflammatory response to
stainless steel alloys. Biomaterials 26 (2005) 5296–5302
7. Kapanen a, 2002. Biocompatibility of orthopaedic implants on bone forming
cellsdepartment of anatomy and cell biology, and biocenter oulu, university of oulu
8. Devine et al. Tissue reaction to implants of different metals: a study using guide wires in
cannulated screws.AO research institute davos, clavadelerstrasse 8, ch-7270 davos,
switzerland. European Cells a.n d Materials V o l . 1 8 2 0 0 9 ( p a g e s 4 0 - 48 )
9. Meyer et al, Basic reactions of osteoblasts on structured material surfaces. european
cells a.n d materials v o l 9, 2005.
10. Raymond golish, et al. Principles of biomechanics and biomaterials in orthopaedic
surgery an instructional course lecture, american academy of orthopaedic surgeons. the
journal of bone & joint surgery d jbj s .org volume 93-a d number 2 d january 19, 2011
11. Dallari et al. In Vivo Study on the Healing of Bone Defects Treated with Bone Marrow
Stromal Cells, Platelet-Rich Plasma, and Freeze-Dried Bone Allografts, Alone and in
Combination. J Orthop Res 24:877–888, 2006
21
12. Hofstetter et al. Inflammatory reactions to implant materials & bone resorption:
observations and mechanisms. European Cells and Materials vol. 5. suppl. 2, 2003
(pages 13-14)
13. Rabih O. Darouiche, M.D. Treatment of Infections Associated with Surgical Implants.
NEJM. 2004
14. Werner Zimmerli, M.D., Andrej Trampuz, M.D., and Peter E. Ochsner, M.D. Prosthetic-
Joint Infections. NEJM. 2004
15. Proal Amy, 2008, Understanding Biofilm, [online]
(http:www.Bacteriality.com/2008/biofilm,diakses tanggal 25 oktober 2013 pkl 22.00)
22