Implant Dan Reaksi Jaringan

32
BAB I Pendahuluan Biomaterial merupakan bahan yang digunakan untuk membuat alat yang dapat berinteraksi dengan sistem biologi dalam waktu yang panjang dengan kerusakan yang minimal. Biomaterial secara luas digunakan dalam reparasi atau penggantian bagian dari sistem muskuloskeletal yang mengalami kerusakan akibat trauma atau penyakit. Persyaratan mendasar dari suatu biomaterial adalah bahwa material tersebut dan jaringan disekitarnya dapat berfungsi secara bersamaan tanpa menimbulkan reaksi yang merugikan satu sama lain (biokompatibel). Peralatan medis yang ditanamkan didalam tubuh disebut implan jika alat tersebut dipertahankan didalam tubuh dalam jangka waktu tertentu dan disebut protese jika alat tersebut secara permanen menggantikan bagian tubuh tertentu. Implan ortopedi secara umum digunakan pada sistem skeletal. Implan tersebut terpapar oleh lingkungan dinamis dan biokimia tubuh dan didesain sesuai anatomi dan kondisi fisiologisnya. Biomaterial, termasuk implan ortopedi, seharusnya tidak menyebabkan respon host, seperti nekrosis jaringan. Osteolisis, resorpsi tulang dan pembentukan kapsul fibrotik yang tebal menunjukkan biokompatibilitas yang buruk. 1 1

description

implant reaksi jaringan orthopedi biomaterial korosi implan inflamasi infeksi periimplan

Transcript of Implant Dan Reaksi Jaringan

Page 1: Implant Dan Reaksi Jaringan

BAB I

Pendahuluan

Biomaterial merupakan bahan yang digunakan untuk membuat alat yang dapat

berinteraksi dengan sistem biologi dalam waktu yang panjang dengan kerusakan yang minimal.

Biomaterial secara luas digunakan dalam reparasi atau penggantian bagian dari sistem

muskuloskeletal yang mengalami kerusakan akibat trauma atau penyakit.

Persyaratan mendasar dari suatu biomaterial adalah bahwa material tersebut dan jaringan

disekitarnya dapat berfungsi secara bersamaan tanpa menimbulkan reaksi yang merugikan satu

sama lain (biokompatibel). Peralatan medis yang ditanamkan didalam tubuh disebut implan jika

alat tersebut dipertahankan didalam tubuh dalam jangka waktu tertentu dan disebut protese jika

alat tersebut secara permanen menggantikan bagian tubuh tertentu. Implan ortopedi secara umum

digunakan pada sistem skeletal. Implan tersebut terpapar oleh lingkungan dinamis dan biokimia

tubuh dan didesain sesuai anatomi dan kondisi fisiologisnya.

Biomaterial, termasuk implan ortopedi, seharusnya tidak menyebabkan respon host,

seperti nekrosis jaringan. Osteolisis, resorpsi tulang dan pembentukan kapsul fibrotik yang tebal

menunjukkan biokompatibilitas yang buruk.1

1

Page 2: Implant Dan Reaksi Jaringan

BAB II

Tinjauan Pustaka

Bahan yang berasal dari logam, keramik, dan bahan polimer banyak digunakan dalam

penanganan gangguan sistem muskuloskeletal. Fiksasi internal dari fraktur, stabilisasi tulang

belakang, penggantian sendi, penggantian dan perpanjangan ligamen, dan rekonstruksi pada

cacat tulang yang luas sebagai hasil dari infeksi, kelainan bawaan, atau keganasan, sampai batas

tertentu, bergantung pada penggunaan material nonbiologik. Bahan-bahan dan produk

degradasinya berinteraksi dengan lingkungan fisiologis sekitarnya dan dapat menimbulkan

respon lokal dari host yang kemudian akan mempengaruhi hasil klinis dari pembedahan

rekonstruksi. Baru-baru ini, terjadi kemajuan yang cukup besar dalam memahami respon kedua

sifat host ini dan hubungan antara peristiwa seluler dan subselular lokal dan performa klinis dari

bahan-bahan tersebut. Pendekatan baru telah dikembangkan untuk memanipulasi respon host dan

memodifikasi efek yang berpotensi merugikan. Selain itu, diketahui juga bahwa implan

ortopaedic memiliki efek lokal dan sistemik sebagai hasil migrasi ion dan degradasi partikulat

produk dari jaringan peri implan ke dalam aliran limfatik dan aliran darah.1

II.1 Persyaratan Implan Orthopedi

Secara umum persyaratan suatu implan dapat dikategorikan dalam 3 faktor yang sangat penting:2

1. Tubuh manusia harus kompatibel dengan material yang digunakan. Sebagaimana

diketahui bahwa tetap terdapat reaksi jaringan terhadap benda asing, namun reaksi

tersebut (mekanik, fisik dan kimia) tidak boleh menimbulkan reaksi yang merugikan.

2. Implan yang digunakan harus memenuhi keseimbangan antara properti fisik dan mekanik

agar memiliki kemampuan seperti yang diharapkan. Optimisasi properti implan seperti:

elastisitas, yield stress, duktilitas, deformasi, ultimate strength, fatique strength,

kekerasan dan resistensi terhadap wear dapat dilakukan tergantung pada tipe dan fungsi

implan spesifik yang diharapkan.

3. Alat yang digunakan harus relative mudah difabrikasi, direproduksi, konsisten dan

memenuhi seluruh syarat teknik dan biologis.

2

Page 3: Implant Dan Reaksi Jaringan

Gambar 1. Berbagai aplikasi dari biomaterial dalam tubuh manusia. Sumber: Kapanen a, 2002. Biocompatibility of orthopaedic implants on bone forming cellsdepartment of anatomy and cell biology, and biocenter oulu.

II.2 Faktor yang mempengaruhi performa suatu material implan

1. Lingkungan Biologi

Tubuh manusia adalah lingkungan bagi material implan yang mengandung larutan saline

yang teroksigenasi, mengandung garam sekitar 0,9% pada pH 7,4, dengan suhu 37,1 C. Ketika

suatu implan orthopedi ditanamkan, secara otomatis implan tersebut akan dicuci oleh cairan

ekstrasesular (perhatikan gambar dibawah).3

3

Page 4: Implant Dan Reaksi Jaringan

Gambar 2. Pengaruh cairan tubuh terhadap implant. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam

Segala macam material implan mengalami disolusi kimia dan elektrokimia dalam derajat

tertentu oleh karena lingkungan tubuh manusia yang komplek dan korosif. Cairan tubuh manusia

mengandung air, oksigen, dan garam (NaCl) serta elektrolit lainnya seperti bikarbonat dan

sejumlah kecil kalium, kalsium, magnesium, fosfat dan asam amino. Ion-ion yang terdapat dalam

cairan ekstraselular memiliki beberapa fungsi antara lain mempertahankan pH tubuh dan

berpartisipasi dalam reaksi transfer elektron. Dalam proses pemasangan implan secara operatif

lingkungan tubuh akan terganggu, misalnya dalam hal aliran darah normal pada tulang yang

rusak akibat rusaknya pembuluh darah dan ekuilibrium ion yang terganggu. Dari segi

elektrokimia, inisiasi korosi dapat terjadi berbagai macam reaksi yang terjadi pada permukaan

implan. Kondisi ini dapat mengawali pembentukan sel elektrokimia yang diikuti disolusi metal

pada suatu titik pada daerah pertemuan antara implan dan cairan tubuh. Sebuah implan

orthopedi dianggap gagal jika diperlukan pelepasan implan tersebut oleh karena menimbulkan

nyeri, inflamasi atau reaksi lainnya seperti korosi dan wear. 4

2. Korosi implan –jaringan

Selain faktor host dan beban yang dialami implan, interaksi antara material dan jaringan

merupakan hal yang sangat penting. Interaksi tersebut dapat menginduksi korosi/ionisasi dari

4

Page 5: Implant Dan Reaksi Jaringan

implan yang ditanamkan. Korosi dapat menyebabkan dua efek, pertama implan yang ditanamkan

dapat menjadi lemah dan mengalami kerusakan dini. Efek yang kedua adalah reaksi jaringan

menyebabkan pengeluaran produk korosi dari implan. Tidak ada meterial metal yang secara total

resisten terhadap korosi atau ionisasi didalam jaringan hidup. Keberadaan suatu implan dapat

menghambat mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi tidak terjadi atau

terkontrol, respon jaringan dapat berupa edema ringan sampai dengan inflamasi kronis dan

perubahan struktur tulang dan jaringan lunak. Hal ini menyebabkan material suatu implan harus

inert dan ditoleransi dengan baik oleh jaringan tubuh. Respon tubuh terhadap implan inert dapat

berupa pembentukan jaringan fibrosa dengan selularitas rendah yang melingkupi implan (kapsul)

dan memisahkannya terhadap jaringan normal. Kapsul tersebut dapat mengandung area nekrosis

dekat dengan implan yang juga dilingkupi daerah infiltasi selular kronik. Pada beberapa kasus

kapsul yang terjadi dapat berbatas tegas namun dapat juga menyebar secara tidak teratur

disekitar otot. Ketebalan lapisan fibrosa tergantung pada resistensi korosi material. Material

yang menimbulkan lapisan yang paling tipis diketahui sebagai material yang paling baik

ditoleransi olah tubuh. 3,4

Gambar 3. Pembentukan kapsul fibrosa intramuskular. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam

Macam-macam Korosi implan

Korosi adalah proses utama yang menyebabkan masalah ketika suatu metal digunakan

sebagai implan dalam tubuh. Untuk meminimalisir masalah ini maka diperlukan pemahaman

5

Page 6: Implant Dan Reaksi Jaringan

yang baik mengenai prinsip dasar korosi. Korosi terjadi melalui reaksi elektrokimia. Dalam

setiap korosi terdapat 2 macam reaksi, yaitu reaksi anodik dimana metal mengalami oksidasi

menjadi bentuk ionik dan menghasilkan elektron (M → Mn+ + n electrons) dan reaksi Katodik

dimana elektron digunakan (O2 + 2H2O + 4e →4OH–). Reaksi-reaksi tersebut awalnya terjadi

pada permukaan implan, namun seiring progresi korosi, reaksi mulai terjadi pada permukaan

antara head screw dan plate. Reaksi anodik tetap berjalan sedangkan bagian lain mengalami

reaksi katodik. Reaksi korosi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu: korosi

pitting, korosi crevice, korosi galvanic, korosi fatigue dan korosi fretting.:2,3,4

a. Korosi Pitting

Pitting adalah sebuah korosi lokal berat yang menyebabkan kerusakan hebat dan

menimbulkan release ion yang sangat siginifikan. Pitting berarti proses terbentuknya

lubang/kavitas kecil (pits) pada permukaan suatu material. Pits yang terjadi dapat terlihat dengan

kasat mata atau namun sering juga tidak terlihat. Hal ini berbahaya karena dapat memicu

terbentuknya crack stress korosi (Stress corrosion cracking /SCC). Pitting terjadi ketika suatu

area reaksi anodik menjadi terfiksir karena kerusakan lapisan pasif oksida yang kecil,sedangkan

area katodik terjadi ditempat diluar pits yang terjadi. Hal ini menyebabkan densitas korosi yang

tinggi pada dasar pits. Penurunan kadar oksigen menyebabkan potensial elektrokimia yang

berbeda antara pits dan lingkungan sekitarnya. Ketika terjadi pits, ion metal mengalami

presipitasi pada atap pits dan kadang membentuk lapisan film yang menutupi pits. Lapisan

tersebut membatasi masuknya cairan dan oksigen ke dalam pits. Pada sebuah implan pitting

terjadi paling sering pada bagian bawah head screw. Proses terjadinya kerusakan lapisan pasif

oksida pada korosi pitting dijelaskan pada gambar dibawah.

b. Korosi Crevice

Korosi crevice (retak) adalah salah satu bentuk kotosi yang terkait dengan detail

struktural. Korosi ini terjadi ketika permukaan metal tertutup tidak sempurna dari

lingkungannya. Korosi ini sering terjadi dibawah screw head. Syarat dasar untuk terjadinya

korosi tipe ini adalah adanya crevice (retakan) baik pada permukaan yang melekat dengan

implan lain atau adanya defek karena crack. Korosi crevice dapat diminimalisir dengan desain

implan yang baik atau pemilihan material implan yang tepat.

6

Page 7: Implant Dan Reaksi Jaringan

Gambar 4. Proses reaksi Pitting korosi. Sumber:Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira gandhi centre for atomic research, kalpakkam

c. Korosi Galvanic

Galvanic korosi (korosi dua metal) terjadi ketika dua metal yang berbeda mengalami

kontak fisik pada sebuah medium cairan yang mengkonduksi ion seperti serum atau cairan

interstisial. Korosi galvanic tergantung pada beberapa faktor meliputi ion kontak dan area relatif

elektronik. Pada bidang orthopedi korosi Galvanic dapat terjadi jika plate dan screw terbuat dari

material metal yang berbeda.

d. Korosi fatigue

Korosi fatigue terjadi akibat kombinasi antara interaksi elektrokimia dan pembebanan

berulang (cyclic loading). Serangan korosi dapat terjadi akibat beberapa faktor lingkungan

jaringan meliputi tipe cairan, pH cairan, kadar oksigen dan temparatur. Terbentuknya pits korosi

dapat memicu korosi fatique. Kegagalan implan orthopedi seringnya terjadi akibat

environmentally assisted fatigue. Namun demikian proses yang memicu inisiasi crack dan crack

propagasi dapat berbeda, misalnya crack dapat terjadi akibat fretting dan propagasi crack terjadi

akibat stress-corrosion cracking (SCC).

e. Korosi Fretting

Korosi fretting terjadi ketika dua permukaan metal saling bergesekan secara kontinyu

dengan pola oscilating/rotasi didalam lingkungan tubuh. Misalnya pada protese sendi. Korosi

tipe ini dapat menimbulkan produk korosi yang banyak dan memicu inisiasi crack pada implan.

7

Page 8: Implant Dan Reaksi Jaringan

Korosi fretting pada bagian countersink dari plate dapat memicu korosi fatigue melalui screw

hole.

II.3 Respon jaringan terhadap Implan Orthopaedi

1. Trauma (Injury)

Proses implantasi dari suatu material, protese atau alat kedokteran menimbulkan trauma

terhadap jaringan atau organ. Proses trauma ini yang memicu mekanisme homeostasis yang

mengawali reaksi selular dari penyembuhan luka (wound healing). Respon terhadap trauma

tergantung pada berbagai faktor termasuk luasnya trauma, hilangnya membrana basalis, interaksi

material terhadap darah, pembentukan matriks sementara, luasnya dan derajat nekrosis jaringan

dan beratnya respon inflamasi. Proses tersebut diatas akhirnya berpengaruh juga pada derajat

jaringan granulasi yang terbentuk, reaksi benda asing, pembentukan kapsul jaringan fibrosis.

Resume sekuen yang terjadi ditampilkan pada tabel dibawah. Perlu diketahui bahwa reaksi-

reaksi tersebut terjadi dalam 2-3 minggu sejak proses implantasi. Dalam situasi dimana terjadi

trauma disertai adanya inflamasi eksudatif, namun tidak terjadi nekrosis selular atau hilangnya

membrana basalis, maka akan terjadi proses “resolusi”. Resolusi adalah penggantian arsitektur

jaringan atau organ seperti sebelumnya. Disisi lain, ketika terjadi nekrosis, jaringan granulasi

tumbuh menuju daerah inflamasi eksudatif maka akan terjadi pembentukan jaringan fibrosis.

Dengan adanya implan, proses “Organisasi” dengan pembentukan fibrosis memicu pembentukan

kapsul fibrosa di permukaan material implan. Kapasitas proliferasi sel dalam jaringan atau organ

juga memiliki peran dalam menentukan proses Resolusi atau Organisasi. Secara umum proses

implantasi jaringan vaskular memicu proses Organisasi dengan pembentukan jaringan fibrosa

dan enkapsulasi fibrous.5

Tabel 1. Sekuen reaksi tubuh terhadap implan. Sumber:Anderson JM. Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001

8

Page 9: Implant Dan Reaksi Jaringan

2. Interaksi Darah - Material dan Inisiasi respon inflamasi

Interaksi darah dan material serta respon inflamasi sangat berhubungan erat, dan faktanya

respon awal terhadap trauma melibatkan darah dan pembuluh darah. Dengan tidak bergantung

pada jenis jaringan atau organ implan yang ditanamkan, respon inflamasi awal diaktivasi oleh

trauma ke jaringan ikat vaskular. Karena darah dan komponennya turut berperan pada respon

inflamasi awal, trombus dan atau cloth juga terbentuk. Pembentukan trombus mengikutsertakan

sistem koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, sistem komplemen, sistem fibrinolitik, sistem kinin dan

platelet. Pembentukan trombus atau cloth pada permukaan implan berhubungan dengan efek

adsorpsi protein dari Vroman. Dari persefeksitif wound healing, deposisi protein darah pada

permukaan biomaterial dijelaskan sebagai provisional matrix formation. Segera setelah trauma,

terjadi perubahan pada aliran vaskular, kaliber dan permeabilitas. Cairan, protein dan sel darah

dapat keluar dari pembuluh darah menuju sistem yang mengalami trauma (eksudasi). 6

Efek trauma dan atau biomaterial terhadap plasma atau sel tubuh dapat menimbulkan

terbentuknya faktor kimia yang memediasi respon selular dan vaskular dari inflamasi. Beberapa

kelas mediator kimia dari inflamasi ditampilkan dalam tabel dibawah. Tipe sel predominan yang

timbul pada respon inflamasi bervariasi sesuai lamanya proses trauma. Secara umum, netrofil

predominan pada beberapa hari pertama pasca trauma dan digantikan oleh monosit sebagai sel

predominan. Diketahui terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut: 6,7

a. Netrofil memiliki durasi hidup yang pendek dan mengalami disintegrasi serta

menghilang pada 24-48 jam, migrasi netrofil berjalan sangat cepat karena faktor kemotaksis

yang mempengaruhi migrasi netrofil diaktivasi pada fase awal inflamasi.

9

Page 10: Implant Dan Reaksi Jaringan

b. Seiring emigrasi dari pembuluh darah, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan

sel-sel ini memiliki waktu hidup yang panjang (sampai beberapa bulan).

c. Emigrasi monosit mungkin dapat terus berlanjut beberapa hari sampai minggu

tergantung pada trauma dan biomaterial yang ditanamkan. Selain itu faktor kemotaktik untuk

monosit diaktivasi dalam waktu yang cukup lama.

Tabel 2. Komponen dan sel dari jaringan ikat. Sumber:Anderson JM. Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001

10

Page 11: Implant Dan Reaksi Jaringan

Tabel 3. Mediator inflamasi yang penting pada trauma jaringan Sumber:Anderson JM.Biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001

3. Pembentukan matriks Provisional

Trauma terhadap jaringan yang memiliki vaskularisasi saat prosedur implantasi memicu

pembentukan matriks provisional pada daerah implantasi. Matriks provisional terdiri atas fibrin,

yang diproduksi oleh aktivasi sistem koagulasi, sistem trombosis dan produk inflamasi yang

dihasilkan sistem komplemen, platelet yang teraktivasi, sel inflamasi serta sel endotel. Proses ini

terjadi pada fase awal, dalam hitungan menit sampai jam pasca implantasi alat medis. Komponen

yang ada didalam dan dikeluarkan dari matriks provisional seperti jaringan fibrin (trombosis)

akan menginisiasi resolusi, reorganisasi, dan proses rapiar. Platelet yang teraktivasi saat

pembentukan jejaring fibrin akan menghasilkan faktor platelet-4, platelet-derived growth factor

(PDGF), dan transforming growth factor –B (TGF-B), yang memiliki peran dalam rekrutmen

fibroblast. Fibrin sebagai komponen utama dari matriks provisional diketahui memiliki peran

kunci dalam neovaskularisasi (angiogenesis). Implan yang mengandung porus, diketahui terisi

oleh fibrin yang mengandung pembuluh darah baru dalam 4 hari. Matriks provisional tersusun

atas molekul adhesif seperti fibronektin dan trombospondin yang melekat pada fibrin, serta

granula platelet yang dikeluarkan saat agregasi platelet. Matriks provisional distabilkan oleh

fibrin cross-link dan faktor XIIIa. Matriks provisional memiliki peran biokimia dan struktural

11

Page 12: Implant Dan Reaksi Jaringan

dalam proses penyembuhan luka. Kompleks struktur 3 dimensi dari jejaring fibrin dengan

protein-protein yang melekat memberikan tempat untuk adhesi sel dan migrasi. 7,8

Sequen waktu pada Inflamasi dan penyembuhan luka

Bentuk, ukuran, faktor kimia serta properti fisik dari biomaterial yang ditanamkan dapat

berpengaruh pada variasi intensitas dan durasi inflamasi dan proses penyembuhan luka.

Intensitas dan durasi reaksi dari inflamasi tersebut menggambarkan biokompatibilitas suatu

material. Secara umum, biokompatibilitas suatu material digambarkan sebagai respon inflamasi

akut dan kronik serta terbentuknya kapsul fibrosa yang dapat dilihat sepanjang waktu pasca

implantasi material implan. Gambar dibawah menunjukan sequen respon jaringan terhadap

material implan.9

Gambar 5. Ilustrasi temporal sekuen reaksi jaringan terhadap implant. Sumber: Bailey LO. The quantification of cellular viability and inflammatory response to stainless steel alloys. Biomaterials

Evaluasi histologi terhadap jaringan yang melekat dengan implan merupakan metode

yang paling sering digunakan dalam evaluasi biokompatibilitas. Biokompatibilitas suatu material

digambarkan sebagai penampakan morfologis dari reaksi inflamasi terhadap material. Netrofil

memiliki waktu hidup yang pendek (jam–hari) dan menghilang dari eksudat lebih cepat

dibanding makrofag yang memiliki umur beberapa hari sampai minggu bahkan sampai hitungan

bulan. Makrofag menjadi sel predominan pada eksudat, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi

12

Page 13: Implant Dan Reaksi Jaringan

kronis. Monosit secara cepat berubah menjadi makrofag, yang merupakan sel yang paling

berperan dalam penyembuhan luka normal dalam reaksi terhadap benda asing. Dahulu

pembentukan jaringan granulasi dianggap sebagai bagian dari reaksi inflamasi kronis, namun

karena adanya reaksi unik pada interaksi jaringan dan material, maka pembentukan jaringan

granulasi dipisahkan dari reaksi inflamasi kronis.10

4. Inflamasi akut

Reaksi inflamasi akut terjadi dalam waktu singkat, berlangsung dalam hitungan menit

sampai hari, tergantung pada beratnya trauma yang terjadi. Karakteristik utama dari inflamasi

akut adalah eksudasi dari cairan dan protein plasma (edema) serta emigrasi dari leukosit

(predominan netrofil). Netrofil dan sel darah putih lainnya mengalami emigrasi dan bergerak dari

pembuluh darah menuju jaringan perivaskular dan tempat implan (implan site). Peran utama dari

netrofil dalam inflamasi akut adalah untuk memfagosit mikroorganisme dan material benda

asing. Fagositosis terjadi dalam 3 tahap meliputi rekognisi dan perlekatan netrofil, engulfment

dan yang terakhir adalah fase degradasi. Pada kondisi adanya material, proses engulfment dan

degradasi mungkin tidak terjadi karena ukuran material yang lebih besar dibanding ukuran sel.

Namun dapat juga terjadi fagositosis jika terdapat partikel yang memiliki ukuran yang kecil.

Netrofil melekat pada permukaan implant melalui komplemen dan imunoglobulin dan akan

menghasilkan enzim. Jumlah enzim yang dihasilkan tergantung pada ukuran partikel material

yang ditanamkan, semakin besar partikelnya maka semakin banyak enzim yang dihasilkan. Hal

ini menggambarkan bahwa aktivasi sel dalam respon inflamasi tergantung pada ukuran implan

serta bentuk material yang mungkin dapat difagositosis. Misalnya material dalam bentuk powder

atau partikulat akan memberikan inflamasi yang berbeda dengan implan yang tidak dapat

difagositosis (bentuk implan berupa Film, lempengan dll).9,10

5. Inflamasi kronis

Inflamasi kronis sering memiliki gambaran histologi yang tidak seragam, berbeda dengan

inflamasi akut. Secara umum, inflamasi kronis memiliki karakteristik berupa adanya makrofag,

monosit, limfosit dengan proliferasi pembuluh darah, dan jaringan ikat. Stimulus inflamasi yang

persisten memicu inflamasi kronis. Faktor kimia, properti fisik serta gerakan pada implan dapat

memicu inflamasi kronis. Reaksi inflmasi kronis terhadap implan akan terlokalisir hanya

disekitar implan saja. Makrofag adalah sel yang berperan dalam reaksi inflamasi kronis karena

banyak produk makrofag yang dihasilkan pada fase ini. Produk yang dihasilkan makrofag antara

13

Page 14: Implant Dan Reaksi Jaringan

lain protease, faktor kemotaktik, metabolit asam arakhidonat, metabolit oksigen reaktif,

komponen komplemen, faktor koagulasi dan sitokin. 9,10,11

6. Pembentukan Jaringan Granulasi

Dalam 1 hari pasca implantasi biomaterial, respon penyembuhan diinisiasi oleh monosit

dan makrofag yang diikuti oleh proliferasi fibroblast dan sel endotel vaskular di sekitar implan

yang nantinya akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan granulasi memiliki penampakan

berwarna merah muda di permukaan luka dengan memiliki karakteristik histologi berupa

proliferasi pembuluh darah baru dan fibroblast. Tergantung pada beratnya trauma yang terjadi

pada proses implantasi, jaringan granulasi dapat terbentuk pada hari ke 3-5 pasca implantasi

biomaterial. Pembuluh darah baru terbentuk dari sprouting pembuluh darah sebelumnya yang

dikenal sebagai neovaskularisasi (neoangiogenesis). Proses ini meliputi proliferasi, maturasi dan

organisasi sel endotel menjadi tabung kapiler. Fibroblast juga mengalami proliferasi dan aktif

dalam mensintesis kolagen dan proteoglikan. Pada tahap awal jaringan granulasi, proteoglikan

adalah komponen predominan dan kolagen tipe 1 predominan pada tahap berikutnya yang

kemudian akan terbentuk kapsul fibrosa. Beberapa fibroblast pada jaringan granulasi memiliki

gambaran seperti otot polos. Sel ini sering disebut sebagai miofibroblast dan diketahui

bertanggung jawab pada kontraksi pada proses penyembuhan luka. Jaringan granulasi berbeda

dengan Granuloma, yang merupakan pengumpulan dalam skala kecil dari sel modifikasi

makrofag yang disebut sebagai Sel epiteloid. Giant sel benda asing (Foreign body giant cells)

dapat melingkupi benda asing yang non-fagostosable membentuk granuloma. Foreign body giant

cells terbentuk dari fusi makrofag/monosit dalam rangka fagositosis benda asing.10,11,12

7. Reaksi benda asing (Foreign Body Reaction)

Reaksi benda asing terdiri atas foreign body giant cells dan komponen jaringan granulasi

yang terdiri atas macrophag, fibroblasts, dan kapiler dalam jumlah yang bervariasi tergantung

pada bentuk dan topografi material implan. Implan yang memiliki permukaan datar dan halus

(misalnya pada protese payudara) akan menghasilkan reaksi yang teridiri atas lapisan makrofag

satu sampai dua lapisan. Sedangkan implan dengan permukaan kasar misalnya pada implant

pembuluh darah yang terbuat dari Poliethilene akan terbentuk lapisan berupa makrofag dan

foreign body giant cells pada permukaan implan. Pada implan yang memiliki porus akan

memiliki rasio makrofag dan foreign body giant cells yang lebih besar pada implan site

dibanding dengan implan yang halus dinaman akan ditemukan banyak komponen fibrosis.

14

Page 15: Implant Dan Reaksi Jaringan

Foreign body giant cells dapat ditemukan pada interface implan pada jaringan lunak atau tulang

dan akan tetap berada disana dalam waktu lama bahkan sampai 20 tahun.12,13

8. Fibrosis dan Enkapsulasi Fibrosa

Fase akhir respon jaringan terhadap biomaterial secara umum adalah fibrosis atau

enkapsulasi fibrosa. Proses repair pada implan site terjadi dalam 2 macam proses yang berbeda.

Pertama disebut sebagai proses “regenerasi” dimana terjadi penggantian jaringan yang rusak oleh

sel parenkim dengan tipe yang sama. Proses tersebut dikontrol oleh kapasitas proliferasi sel

dalam jaringan atau organ yang menerima implan dan beratnya truama yang terjadi pada

jaringan. Kapasitas regenerasi sel dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu: sel Labil, sel

Stabil dan sel Permanen. Sel labil terus mengalami proliferasi sepanjang hidup, sel stabil masih

memiliki kapasitas proliferasi namun tidak secara normal mengalami replikasi, sedangkan sel

permanen tidak dapat mengalami reproduksi sendiri setelah lahir. Restitusi jaringan dengan

jaringan normal secara teoritis terjadi hanya pada jaringan yang terdiri atas sel labil dan sel

stabil, sebaliknya trauma yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen akan

menimbulkan fibrosis dan kapsul fibrosa dengan jaringan normal yang sangat sedikit. Jaringan

yang terdiri atas sel permanen antara lain ( sel saraf, sel otot skelet dan sel otot jantung) paling

banyak akan mengalami proses “ Organisasi” eksudat inflamasi menjadi fibrosis. Jaringan yang

terdiri atas sel stabil ( sel parenkim hepar, ginjal dan pankreas), sel mesenkim (fibroblast, sel otot

polos, osteoblast dan kondroblast dan endotel vaskular) serta sel labil ( sel epiitel, sel limfoid dan

sel hematopoietik) dapat juga mengalami fibrosis atau mengalami resolusi eksudat dan diganti

oleh jaringan normal.11,12

Faktor lokal dan sistemik memiliki peran dalam respon jaringan terhadap biomaterial.

Faktor lokal antara lain organ tempat implantasi, aliran darah dan petensi infeksi. Faktor

sistemik antara lain nutrisi, imunologi, penggunaan steroid, penyakit kronis.

15

Page 16: Implant Dan Reaksi Jaringan

Gambar 6. Proses transformasi Monosit menjadi Foreign body Giant Cell. Sumber : Hofstetter et al. Inflammatory reactions to implant materials & bone resorption: observations and mechanisms. European Cells and Materials vol. 5.

II.4. Infeksi terkait Implan

Mekanisme adhesi bakteri ke permukaan biomaterial

Adhesi bakteri ke permukaan implan merupakan langkah pertama dalam perkembangan

infeksi terkait implan. Adhesi terjadi melalui dua langkah : langkah pertama adalah seketika dan

reversibel yang melibatkan interaksi fisikokimia (van der Waals, gaya gravitasi, interaksi

hidrofobik) antara permukaan implan dan bakteri, sedang langkah kedua, sering ireversibel,

dimana terjadi interaksi tingkat molecular (kovalen atau binding hidrogen). Gristina

menggambarkan peristiwa pertama sebagai "race for surface" di mana permukaan implant yang

"kosong" pertama kali terbentuk kolonisasi baik oleh sel-sel atau bakteri yang berasal dari

organisme tersebut sendiri dimana setelahnya keseimbangan sangat sulit untuk diubah. Spesies

dan strain bakteri yang berbeda menempel pada permukaan material. Hal ini disebabkan

perbedaan sifat fisikokimia antara permukaan dengan spesies dan strain bakteri.13

Adhesi pada permukaan diikuti oleh fase akumulasi bakteri ke implan.  Fenomena yang

paling tampak pada fase ini adalah kemampuan beberapa bakteri untuk menghasilkan biofilm

mukopolisakarida ekstra-seluler, "lendir", dan menutupi koloni yang terbentuk. Lendir tersebut

memberikan nutrisi bagi bakteri, mengganggu fungsi fagositosis dan antibodi dari host, dan

meningkatkan agregasi bacteria lebih lanjut. Bakteri yang paling mampu menghasilkan lendir

16

Page 17: Implant Dan Reaksi Jaringan

mucopolysaccaride tersebut adalah staphylococci koagulase negatif, yang relevan secara klinis

adalah Staphylococcus epidermidis. Telah lama diketahui bahwa strain S. epidermidis yang

memproduksi “lender” menyebabkan infeksi akibat benda asing lebih sering daripada strain yang

tidak menghasilkan “lendir”. Selain mempengaruhi mekanisme pertahanan host, lendir ekstra

selular juga menyediakan penghalang fisikokimia terhadap antibiotik baik secara sistemik

maupun implant-released, sehingga infeksi menjadi sulit untuk diatasi.13,14

Faktor-faktor terkait Implan yang berpengaruh terhadap adhesi bakteri

Ada banyak faktor terkait implan yang mempengaruhi melekatnya bakteri ke permukaan.

Termasuk didalamnya adalah komposisi kimia, kekasaran dan konfigurasi dari permukaan, dan

lapisan pada permukaan implan. Komposisi kimia implan dapat menyebabkan dominasi bakteri

tertentu dalam perlekatannya terhadap permukaan. Dalam studi klasik oleh Gristina dan kawan-

kawan menunjukkan bahwa, karena sifat pengikatan kapsul bakteri dan lendir ke bahan

implan, S. epidermidis adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada implan

polimer, sedangkan S.aureus kebanyakan ditemukan pada permukaan logam. Kemudian Arens et

al menemukan perbedaan yang signifikan, yang mempengaruhi perlekatan bakteri, tergantung

pada logam yang digunakan dimana titanium umumnya kurang rentan terhadap kolonisasi

bakteri dibandingkan dengan baja. Sebuah pertanyaan menarik adalah apakah implan polimer

bioabsorbable mampu membuat host menjadi kurang rentan terhadap invasi bakteri, karena,

secara teoritis, jenis implan tersebut tidak memiliki permukaan yang stabil bagi bakteri untuk

melekat. Petas et al telah meneliti secara in vitro perlekatan bakteri pada stent urologis yang

terbuat dari polyglycolic atau poliasamlaktat. Mereka menemukan bahwa flora normal yang

terdapat pada system urologis melekat pada permukaan bioabsorbable tersebut. Satu penelitian

eksperimental secara tidak langsung telah menguji hipotesis ini dalam hubungannya dengan

kejadian infeksi : asam poli-L-laktat dan asam batang poly-L/DLlactic ditanamkan rongga

meduler tibiae pada kelinci yang sebelumnya telah diinkubasi dengan inokulum

berbeda S. aureus dalam upaya untuk mengukur efek bakteriostatik dari produk degradasi

implan. Ditemukan bahwa upaya untuk meningkatkan kekasaran permukaan dan membuat

konfigurasi permukaan menjadi lebih kompleks akan membuat implan lebih rentan terhadap

kolonisasi bakteri. Merritt et al sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri cenderung

berkoloni lebih mudah pada permukaan implant yang berpori segera setelah implantasi,

17

Page 18: Implant Dan Reaksi Jaringan

sedangkan permukaan implant yang padat cenderung lebih mudah untuk terjadinya invasi

bakteri.14

Biofilm

Biofilm merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang menempel ke permukaan dari

suatu material dan satu sama lain melalui EPS (Extra-cellular polymeric substances). Perlekatan

sel dan pembentukan biofilm ke suatu permukaan bahan sistetis seperti material medis berbahan

dasar polymer merupakan hal yang sudah dikenal baik, tetapi mungkin memiliki konsekuensi

klinis yang tidak diinginkan. Kolonisasi dan perlekatan bakteri ke implant membawa

konsekuensi berupa terjadinya infeksi terkait implant. Pada beberapa keadaan, pembentukan dari

biofilm, membantu untuk melindungi organism yang melekat tersebut dari antibiotic dan

mekanisme pertahanan tubuh inang. Hal ini dapat berpotensi terhadap persistensi dan

kemampuan bertahan hidup pada bahan polimer. Biofilm mungkin berpengaruh terhadap

kompleksitas dalam penanganan infeksi oleh benda asing. Begitu banyak variasi dari biomaterial

yang diimplankan kedalam tubuh dengan berbagai fungsinya, semuanya dapat berpotensi sebagai

tempat untuk kolonisasi bakteri dan infeksi. Kontaminasi mikroba pada peralatan medis

disebabkan oleh berbagai factor. Ketika suatu material ditanamkan atau dipasang ke dalam

tubuh, segera akan menimbulkan respon imun local antimicrobial yang akan menghasilkan

konggregasi dari mikroba. Kebanyakan pasien yang mengalami infeksi oleh mikroba karena

adanya impaln yang ditanamkan dalam tubuh mereka lebih mudah terjadi pada pasien dengan

immunocompromised. Mekanisme terjadinya biofilm dicirikan melalui 3tahap. Tahap 1

merupakan perlekatan seluler awal dan irreversible terhadap permukaan polimer. Tahap 2 adalah

perluasan dan maturasi dari biofilm tersebut. yang terakhir, tahap 3 adalah adhesi atau perlekatan

dari sel-sel individual atau koloni seluler yang berasal dari biofilm tersebut. seperti ditunjukkan

pada gambar berikut.15

18

Page 19: Implant Dan Reaksi Jaringan

Gambar7. Penjabaran secara skematik dari ketiga tahap pembentukan Biofilm. Lima tahapan perkembangan biofilm: (1) penempelan awal, (2) penempelan yang irreversible, (3) Maturasi I,(4) Maturasi II,(5) Dispersi. Sumber : Wikipedia.org/wiki/biofilm diakses 25 Oktober 2013 pkl 22.00

Pencegahan biofilm

Setelah implantasi dari alat medis, tubuh manusia merespon dengan menyelimuti impaln

tersebut dengan lapisan protein. Lapisan tersebut terdiri dari terutama albumin, laminin, fibrin,

dan fibronekstin. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengatasi pembentukan lapisan protein

tersebut, atau pertumbuhan biofilm pada implant. Salah satunya adalah dengan memodifikasi

polimer secara kimia untuk mencegah perlekatan mikroba secara primer dan dapat melepaskan

zat antimikroba untuk mencegah pertumbuhan mikroba pada permukaan material tersebut.

Penurunan pada perlekatan bakteri terjadi dengan merubah muatan pada permukaan polimer.

Karena kebanyakan bakteri bermuatan negative, material polimer yang bermuatan negative akan

menolak bakteri untuk melekat lebih baik dibandingkan material polimer yang tidak bermuatan.

Cara lain untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan perlekatan baketri ke material implant

adalah dengan melapisi material implant dengan menggunakan perak. Dengan mengikat DNA

bakteri dan grup sulphidril, ion perak akan membatasi replikasi dari bakteri dan mendeaktivasi

enzim metabolik. 15

19

Page 20: Implant Dan Reaksi Jaringan

BAB III

Simpulan

Bahan yang berasal dari logam, keramik, dan bahan polimer banyak digunakan dalam

penanganan gangguan sistem muskuloskeletal. Fiksasi internal dari fraktur, stabilisasi tulang

belakang, penggantian sendi, penggantian dan perpanjangan ligamen, dan rekonstruksi pada

cacat tulang yang luas sebagai hasil dari infeksi, kelainan bawaan, atau keganasan, sampai batas

tertentu, bergantung pada penggunaan material nonbiologik. Bahan-bahan dan produk

degradasinya berinteraksi dengan lingkungan fisiologis sekitarnya dan dapat menimbulkan

respon lokal dari host yang kemudian akan mempengaruhi hasil klinis dari pembedahan

rekonstruksi. Biomaterial, termasuk implan ortopedi, seharusnya tidak menyebabkan respon

host, seperti nekrosis jaringan. Osteolisis, resorpsi tulang dan pembentukan kapsul fibrotik yang

tebal menunjukkan biokompatibilitas dari implant tersebut yang buruk.

20

Page 21: Implant Dan Reaksi Jaringan

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamachi mudali, et al. Corrosion of bio implants. Metallurgy and materials group, indira

gandhi centre for atomic research, kalpakkam 603 102, india s¯adhan¯a vol. 28, parts 3

& 4, june/august 2003, pp. 601–637.

2. Gregor Voggenreiter, Immuno-inflammatory tissue reaction to stainless-steel and

titanium plates used for internal fixation of longbones. Biomaterials 24 (2003) 247–254

3. Anderson JM biological responses to materials. annu. rev. mater. res. 2001 by annual

reviews. all rights reserved. institute of pathology, 2085 adelbert road, case western

reserve university, cleveland,

4. Jacobs JJ, 2010 Response to Orthopaedic Implants.Orthopaedic Basic Science American

Academy of Orthopaedic Surgeons

5. Hallab NJ, Jacobs JJ. Biologic effects of implant debris. Bull NYU Hosp Jt Dis.

2009;67(2):182-8.e

6. Bailey LO. The quantification of cellular viability and inflammatory response to

stainless steel alloys. Biomaterials 26 (2005) 5296–5302

7. Kapanen a, 2002. Biocompatibility of orthopaedic implants on bone forming

cellsdepartment of anatomy and cell biology, and biocenter oulu, university of oulu

8. Devine et al. Tissue reaction to implants of different metals: a study using guide wires in

cannulated screws.AO research institute davos, clavadelerstrasse 8, ch-7270 davos,

switzerland. European Cells a.n d Materials V o l . 1 8 2 0 0 9 ( p a g e s 4 0 - 48 )

9. Meyer et al, Basic reactions of osteoblasts on structured material surfaces. european

cells a.n d materials v o l 9, 2005.

10. Raymond golish, et al. Principles of biomechanics and biomaterials in orthopaedic

surgery an instructional course lecture, american academy of orthopaedic surgeons. the

journal of bone & joint surgery d jbj s .org volume 93-a d number 2 d january 19, 2011

11. Dallari et al. In Vivo Study on the Healing of Bone Defects Treated with Bone Marrow

Stromal Cells, Platelet-Rich Plasma, and Freeze-Dried Bone Allografts, Alone and in

Combination. J Orthop Res 24:877–888, 2006

21

Page 22: Implant Dan Reaksi Jaringan

12. Hofstetter et al. Inflammatory reactions to implant materials & bone resorption:

observations and mechanisms. European Cells and Materials vol. 5. suppl. 2, 2003

(pages 13-14)

13. Rabih O. Darouiche, M.D. Treatment of Infections Associated with Surgical Implants.

NEJM. 2004

14. Werner Zimmerli, M.D., Andrej Trampuz, M.D., and Peter E. Ochsner, M.D. Prosthetic-

Joint Infections. NEJM. 2004

15. Proal Amy, 2008, Understanding Biofilm, [online]

(http:www.Bacteriality.com/2008/biofilm,diakses tanggal 25 oktober 2013 pkl 22.00)

22