Imidazol Dan Triazol

5
Imidazol Dan Triazol I. Anti Jamur Untuk Infeksi Sistemik A. Ketokonazol Sebagai antijamur sistemik dan non sistemik, efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H. Capsulatum, B. Dermatitidis, Aspergillus dan Sporothrix sp. Farmakokinetik: absorbsi melalui saluran cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian bersama anatagonis H2 atau bersama antasida. Obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, liur, pada kulit yang mengalami infeksi, tendon, cairan sinovial, dan cairan vaginal. Dalam plasma 84% ketokonazol berikatan dengan protein plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan eritrosit, dan 1% dalam bentuk bebas. Diekskresikan bersamaan cairan empedu ke lumen usus dan sebagian kecil melalui urin. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang ringan tidak memperngaruhi kadarnya dalam plasma. Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, pruritus, parastesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia. Tidak diberikan untuk wanita hamil. Indikasi: histoplasmosis paru, tulang, sendi, dan jaringan lemak Interaksi obat: jika diberikan dengan obat yang menginduksi enzim mikrosom hati (rifampisin, isoniazid, fenitoin) dapat menurunkan kadar ketokonazol. Ketokonazol dapat meningkatkan kadar obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 sitokrom P450 (siklosporin, warfarin, midazolam, indinavir) Kontraindikasi: digunakan bersamaan dengan terfenadin, astemizol, atau sisaprid karena dapat menyebabkan aritmia ventrikel jantung dan perpanjang interval QT.

description

Imidazol Dan Triazol

Transcript of Imidazol Dan Triazol

Page 1: Imidazol Dan Triazol

Imidazol Dan Triazol

I. Anti Jamur Untuk Infeksi SistemikA. Ketokonazol

Sebagai antijamur sistemik dan non sistemik, efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H. Capsulatum, B. Dermatitidis, Aspergillus dan Sporothrix sp.

Farmakokinetik: absorbsi melalui saluran cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian bersama anatagonis H2 atau bersama antasida. Obat ini ditemukan dalam urin, kelenjar lemak, liur, pada kulit yang mengalami infeksi, tendon, cairan sinovial, dan cairan vaginal. Dalam plasma 84% ketokonazol berikatan dengan protein plasma terutama albumin, 15% berikatan dengan eritrosit, dan 1% dalam bentuk bebas. Diekskresikan bersamaan cairan empedu ke lumen usus dan sebagian kecil melalui urin. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang ringan tidak memperngaruhi kadarnya dalam plasma.

Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, pruritus, parastesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia. Tidak diberikan untuk wanita hamil.

Indikasi: histoplasmosis paru, tulang, sendi, dan jaringan lemak Interaksi obat: jika diberikan dengan obat yang menginduksi enzim mikrosom hati

(rifampisin, isoniazid, fenitoin) dapat menurunkan kadar ketokonazol. Ketokonazol dapat meningkatkan kadar obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 sitokrom P450 (siklosporin, warfarin, midazolam, indinavir)

Kontraindikasi: digunakan bersamaan dengan terfenadin, astemizol, atau sisaprid karena dapat menyebabkan aritmia ventrikel jantung dan perpanjang interval QT.

Posologi: tablet 200 mg, krim 2%, shampo 2%. Dosis dewasa satu kali 200-400 mg sehari. Dosis anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB/hari. Lama pengobtan 5 hari untuk kandidiasis vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandidiasis esofagus, dam 6-12 bulan untuk mikosis dalam.

B. Itrakonazol Dapat diberikan per oral atau IV. Aktivitas antijamur lebih lebar dan efek

samping lebih kecil dibandingkan ketokonazol. Diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna bila bersamaan makanan. Tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, dosis yang disarankan 200 mg sehari

sekali. Dalam sediaan suspensi 10 mg/ml dan larutan IV 10 mg/ml dengan bioavabilitas.

Efek samping 10-15% sebesar mual atau muntah, kemerahan, pruritus, lesu, pusing, edema kaki, parastesia.

Indikasi: blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis, sariawan pada mulut dan tenggorokan serta tinea vesikolor.

Page 2: Imidazol Dan Triazol

Untuk mikosis diberikan 2x200 mg sehari yang diberikan bersamaan dengan makanan.

Untuk onimikosis diberikan 1x200 mg sehari selama 12 minggu atau dengan terapi berkala yaitu 2x200 mg sehari selama 1 minggu diikuti 3 minggu periode bebas obat setiap bulannya. Lama pengobatan biasanya 3 bulan.

Itrakonazol suspensi diberikan dalam keadaan lambung kosong dengan dosis 2x100 mg sehari dan sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan untuk mengoptimalkan efek topikalnya. Lamanya pengobatan 2-4 minggu.

Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis 2x200 mg sehari, diikuti 1x200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan dalam waktu 1 jam.

C. Flukonazol Diabsorbsi sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi bersamaan

makanan atau keasaman lambung. Flukonazol tersebar dalam cairan tubuh, dalam sputum dan saliva. Kadarnya

dalam cairan serebro spinal 50-90% kadar plasma. Kadar puncak 4-9 mikrogram dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg. Waktu eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal 90%.

Flukonazol sistemik dengan IV mengandung b2 mg/ml dan per oral kapsul 50, 100, 150, 200 mg. Di Indonesia tersedia dosis 50 dan 150 mg. Dosis 100-400 mg per hari.

Efek samping: mual muntah Kadar plasma fenitoin dan sulfonilurea meningkat pada pemberian flukonazol,

dan menurun kadar plasma warfarin dan siklosporin. Indikasi: cegah relaps meningitid karena Cryptococcus

D. Vorikonazol Untuk infeksi jamur berat yang disebabkan oleh Scedosporium apiospermun dan

Fusarium sp, Candida sp, Cryptococcus sp dan Dermatophyte sp. Absorbsi melalui saluran cerna , kadar puncak dalam 2 jam. Metabolisme oleh sitokrom P450 di hati. Dosis IV 6 mg/kgBB yang diulang sekali lagi setelah 12 jam dan terapi

dilanjutkan dengan dosis 4 mg/kgBB tiap 12 jam. Pemberian obat IV harus secepat mungkin diubah menjadi permberian secara per

oral. Dosis oral dengan BB >40 kg ialah 400 mg dan yang berat <40 kg diberikan 200 mg. Dosis diberikan hanya 2 kali dengan interval 12 jam. Pengobatan lanjut dengan pemberian oral dengan BB >40 kg sebesar 200 mg tiap 12 jam dan BB <40 kg sebesar 100 mg sehari.

Page 3: Imidazol Dan Triazol

Pasien dengan creatin clearens <50 ml/menit atau yang mengalami dialisis tidak diperbolehkan mendapatkan terapi vorikonazol IV tetapi boleh diberikan vorikonazol per oral.

Efek samping berupa fotofobia. Obat ini tidak boleh diberikan dengan rifampisin, karbamazepin, kuinidin,

sirolimus. Sedangkan pemberian obat ini bersamaan rifabutin, ranitidin, omeprazol, fenitoin, benzodiazepam dan golongan statin memerlukan penyesuaian dosis.

Sediaan: tablet 50 dan 200 mg, suspensi oral 40 mg/ml, bubuk IV 200 mg. Bubuk dilarutkan dengan 19 ml air lalu diencerkan lagi dengan larutan garam faal, ringer laktat, atau dekstros 5% dan diberikan dengan infus IV selama 1-2 jam.

II. Antijamur Untuk Infeksi Dermatofit Dan MukokutanA. Mikonazol

Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum, Candida, dan Malassezia furfur, serta aktif untuk kuman gram +

Mikonazol menyebabkan kerusakan pada dinding sel sehingga permiabilitas terhadap zat intrasel meningkat. Obat ini dapat menembus ke dalam lapisan tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari.

Diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea vesikolor, dan kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat meneganai kulit kepala, telapak dan kuku sebaiknya dipakai griseofulvin.

Efek samping: iritasi dan rasa terbakar Tidak boleh diberikan kepada kehamilan trisemester 1 Sediaan dan posologi: krim 2% dan bedak tabur yang dipakai 2x sehari selama 2-

4 minggu. Krim 2% untuk penggunaan intravaginal diberikan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari. Gel 2% untuk kandidiasis oral. Mikonazol tidak boleh dibubuhkan pada mata.

B. Klotrimazol Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja

mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris, dan korporis yang disebabkan oleh T. Rubrum, T. Metagrophytes, E. Floccosum, dan M. canis dan tinea vesikolor.

Tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1% untuk dioleskan 2 kali sehari. Krim vaginal 1% atau tablet vaginal 100 mg digunakan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari atau tablet vaginal 500 mg, dosis tunggal.

Pada pemakaian topikal dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema, gatal dan urtikaria.