Imanuel Haganta Tarigan (Tugas Pengelolaan Lingkungan Migas)

43
MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN MINYAK DAN GAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN MIGAS Disusun Oleh: NAMA : IMANUEL HAGANTA TARIGAN NIM :1109045022 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

description

yeah

Transcript of Imanuel Haganta Tarigan (Tugas Pengelolaan Lingkungan Migas)

MAKALAHPENGELOLAAN LIMBAH YANG DIHASILKAN DARI KEGIATAN MINYAK DAN GAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN MIGAS

Disusun Oleh:NAMA : IMANUEL HAGANTA TARIGANNIM :1109045022

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang Pengelolaan Limbah yang Dihasilkan dari Kegiatan Minyak dan Gas ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, baik dari segi penulisan maupun materi. Oleh karena itu, penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penggunaan gaya bahasa yang tidak berkenan.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca dan dapat memberi sumbangan yang berarti bagi upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya peningkatan mata kuliah Pengelolaan Lingkungan Migas di Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Akhirnya Penulis mengharapkan dari para pembaca agar berkenan memberikan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan laporan ini. Atas perhatiannya Penulis ucapkan terima kasih.

Samarinda, 2 Januari 2015

Penulis,

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini seluruh negara dan mayoritas manusia membutuhkan minyak dan gas bumi (migas) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, mulai dari bensin, minyak tanah, solar, LPG dan sebagainya. Sumber energi yang tidak terbarukan ini memegang peranan sentral dalam berbagai sektor, diantaranya transportasi dan bahan bakar industri. Oleh karena itu, komoditi ini menjadi primadona perdagangan nasional dan internasional. Eksplorasi dan eksploitasi migas dewasa ini telah banyak dilakukan baik di darat (onshore) dan di laut (offshore). Pemboran menghasilkan fluida (gas, minyak, dan air), serbuk bor (cuttings), mineral, dan lumpur bor bekas (used mud).

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bisa membawa dampak negatif bagi lingkungan, terutama perairan. Pada kegiatan eksplorasi, volume limbah pemboran berupa lumpur bor bekas dan serbuk bor yang dihasilkan tidaklah sedikit yakni sebanyak volume silinder dan kedalaman dari total jumlah sumur pemboran. Di wilayah eksplorasi, perusahaan migas memiliki puluhan sumur dengan kedalaman ribuan meter yang telah, sedang dan akan dibor. Fakta ini menggambarkan relatif besarnya potensi pencemaran perairan akibat kegiatan tersebut, jika pengelolaan limbah pengeboran tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi sebagai industry hulu migas adalah suatu mata rantai kegiatan yang diawali dengan kegiatan survey seismik, pemboran eksplorasi, eksploitasi, serta dilanjutkan dengan kegiatan pengembangan lapangan, produksi, dan transportasi. Semua kegiatan tersebut, selain menghasilkan devisa kepada Negara dan kesempatan kerja, dapat pula menimbulkan dampak negative pada lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan dan pengolahan dampak yang diakibatkan dari kegiatan migas baik di bagian hulu maupun hilir.1.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui limbah apa saja yang dihasilkan dari kegiatan hulu migasb. Untuk mengetahui potensi dampak lingkungan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Minyak Bumi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Bumi

Menurut Hofer (1996), semua bahan bakar fosil dihasilkan senyawa karbohidrat dengan rumus kimia Cx(H2O) yang memfosil. Karbohidrat tersebut dihasilkan oleh tumbuhan dengan mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Kebanyakan bahan bakar fosil diproduksi kira-kira 325 juta tahun yang lalu, yaitu pada abad Carboniferous dalam era Paleozoic bumi. Setelah tumbuhan mati, karbohidrat dapat berubah menjadi senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia CxHy akibat tekanan dan temperatur yang tinggi serta tidak tersedianya oksigen (anaerob). Hal yang sama dikemukakan pula oleh Chartor dan Somervile (1978) yang menjelaskan bahwa minyak bumi merupakan salah satu produk minyak mentah alami yang dihasilkan dari konversi biomassa pada temperatur dan tekanan yang tinggi secara alami di lingkungan aerob. Senyawa hidrokarbon dapat dirombak oleh berbagai macam mikroba. Perombakan ini membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak sebanding dengan dampak yang akan ditimbulkannya bila minyak bumi tersebut terakumulasi dalam tanah. Kumpulan dari minyak dan gas tersebut membentuk reservoir-reservoir minyak dan gas (Zulkifli, 2012).

2.2 Proses Terjadinya Minyak Bumi menurut Teori Organik dan Teori Anorganik

Menurut teori yang ada menjelaskan asal mula terjdinya atau terbentuknya minyak bumi, jika diklasifikasikan menjadi dua yaitu kelompok teori organik dan kelompok teori anorganik. Teori anorganik mencoba menjelaskan terbentuknya minyak bumi dengan menganggap bahwa terjadi reaksi anatara air, karbon dioksida dan beberapa zat anorganik di dalam bumi. Sedangkan teori organik menganggap bahwa minyak bumi berasal dari dekomposisi (penguraian) tumbuh-tumbuh dan binatang secara perlahan-lahan yang hidup pada masa yang telah silam (Asri, 2010).2.2.1 Teori AnorganikTeori anorganik menganggap bahwa terbentuknya minyak bumi dengan menganggap bahwa terjadi reaksi anatara air, carbon dioksida dan beberapa zat anorganik di dalam bumi. Menurut Barthelot (1886) bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali, yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan membentuk Asetilena yang dapat berubah menjadi benzene. Penganut teori ini menganggap minyak bumi dapat dibuat di laboratorium melalui reaksi tersebut. Tetapi bukti-bukti geologi memberikan indikasi bahwa zat-zat anorganik ini jumlahnya tidak cukup banyak untuk dapat membentuk akumulasi minyak yang ada. Meskipun beberapa teori anorganik sangat ramai dibicarakan dan pada kenyataannya minyak bumi biasa dibuat di laboratorium dengan cara-cara mereaksikan zat-zat anorganik. Umumnya ilmuwan meninggalkan teori ini sebagai teori yang dianggap tidak benar (Asri, 2010).

2.2.2 Teori OrganikTeori organik menganggap bahwa minyak bumi dan gas bumi berasal daripada dekomposisi atau penguraian tumbuh-tumbuhan dan binatang secara perlahan-lahan yang hidup pada masa lalu atau dengan kata lain bahwa: minyak bumi terjadi dari endapan-endapan sisa organism hidup. Endapan-endapan tersebut pelapukannya bersama-sama dengan batuan lain (sedimen) di dalam suatu cekungan bumi (basin) pada suatu lingkungan keadaan kekurangan zat asam. Dengan adanya pengaruh bermacam-macam keadaan, maka sisa zat-zat organism tersebut berubah menjadi zat serupa minyak (proto petroleum) yang terperas keluar dari dalam sedimen (Asri, 2010).

2.3 Eksploitasi Minyak Bumi

Eksploitasi atau produksi minyak dan gas bumi adalah kegiatan industri minyak dan gas bumi yang menghasilkan minyak dan gas sehingga siap untuk diolah lebih lanjut (PPPTMGB Lemigas, 1999). Setelah mengetahui lapangan minyak, sumur berikut yang di bor disebut sumur pengembangan atau sumur produksi. Suatu kandungan kecil mungkin bias diciptakan dengan menggunakan satu atau lebih sumur appraisal. Kandungan yang lebih besar memerlukan pemboran sumur produksi tambahan (Lemigas, 1999).

Beberapa sumur produksi sering dibor dari satu pad yang sama (sistem cluster) untuk mengurangi pemakaian lahan dan biaya prasarana secara keseluruhan. Jumlah sumur yang diperlukan untuk mengeksploitasi kandungan hidrokarbon bervariasi, tergantung besarnya kandungan dan kondisi geologinya. Ladang minyak bumi yang luas memerlukan seratus atau lebih sumur bor (production well). Setiap suumur yang dibor harus siap berproduksi sebelum rig pemboran dipindahkan (Zulkifli, 2012).

Pada tahap awal, umumnya minyak bumi dapat mengalir sendiri secara alamiah ke permukaan (natural flowing). Apabila tekanan formasi sudah berkurang, pengangkatan minyak ke permukaan dapat dibantu dengan pompa. Namun demikian, seringkali eksploitasi minyak bumi dari sumur-sumur minyak belum berhasil memperoleh secara maksimal keseluruhan kandungan minyak bumi yang ada. Perolehan minyak bumi dengan metode konvensional hanya mampu menghasilkan minyak sekitar 30 40% kandungan minyaksecara keseluruhan (Zulkifli, 2012).

2.4 Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

2.4.1 Hulu a. Eksplorasi Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi (UU No 22 tahun 2001). Kegiatan yang dilakukan pada eksplorasi yaitu survei seismik dan pemboran ekplorasi.

b. Eksploitasi Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

2.4.2 Hilira. Pengolahan Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan.b. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.c. PenyimpananPenyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.d. NiagaNiaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.

2.5 Pengelolaan Migas

Sumber daya energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia tentu membutuhkan sifat kerja yang sehat dalam pengelolaannya agar tidak terjadi degradasi sumber energi yang berlebihan untuk cadangan kehidupan generasi yang akan datang. Untuk itu pemerintah Indonesia mengcover pengelolaan yang sehat tersebut dengan hukum yang melindungi sumber energi tersebut dan lingkungan dari limbah hasil pengelolaan tersebut. Sebenarnya apa pengertian dari limbah minyak bumi itu sendiri.

Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak itu yang terdiri atas kontaminan yang sudah ada di dalam minyak, maupun kontaminan yang terkumpul dan terbentuk dalam penanganan suatu proses dan tidak dapat digunakan kembali dalam proses produksi, sedangkan pengelolaan limbah minyak bumi adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah minyak bumi untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya atau sifat racun. Tanah terkontaminasi adalah tanah atau lahan yang terkontaminasi akibat dari tumpahan atau ceceran atau kebocoran atau penimbunan limbah minyak bumi yang tidak sesuai dengan persyaratan dari kegiatan operasional sebelumnya.

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa memang perlu pengelolaan sumber energi yang sehat tersebut dan hukum yang melindungi pengelolaan tersebut diantaranya :1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Limbah Minyak Bumi (Bidang Teknis : Minyak dan Gas)2. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 045 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Limbah Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.

2.6 Pengelolaan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor

Di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 045 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Limbah Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi, tata cara pengujian dan pembuangan limbah lumpur dan serbuk bor ada 2 langkah yaitu :2.6.1 PengujianA. Ketentuan Pengujian1. Perlakuan Limbah Lumpura. Terhadap sumur eksplorasi di darat, perlu dilakukan Uji TCLP pada saat mencapai kedalaman akhir (total depth) untuk setiap jenis lumpur. Hal ini diperlukan untuk memastikan keberadaan logam berat pada suatu struktur yang dibor.b. Terhadap sumur eksplorasi di lepas pantai perlu dilakukan Uji LC50 96 jam sebelum dibuang ke lepas pantai untuk setiap jenis lumpur, sebagai bahan evaluasi untuk program evaluasi berikutnya.c. Terhadap sumur-sumur pengembangan tidak perlu dilakukan Uji LC50 96 jam dan Uji TCLP selama menggunakan jenis lumpur yang sama dengan waktu pengeboran pada tahap eksplorasi.d. Apabila bahan dasar dan bahan aditif yang digunakan berbeda maka uji ulang perlu dilakukan.

2. Perlakuan Serbuk Bora. Terhadap pengeboran di darat, Uji TCLP tidak perlu dilakukan, tetapi apabila ditemukan kandungan logam berat pada lumpur, maka serbuk bor harus dikelola secara aman. Apabila menggunakan lumpur minyak dan sintetis perlu dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali pengujian kandungan minyak pada serbuk bor selama lumpur minyak digunakan.b. Terhadap pengeboran di lepas pantai dengan menggunakan lumpur minyak dan sintesis harus dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali pengujian kandungan minyak pada serbuk bor selama lumpur minyak digunakan.

B. Pengujian Toksisitas, Logam Berat dan Kandungan MinyakPengujian toksisitas, logam berat dan kandungan minyak pada limbah lumpur dan serbuk bor dilakukan menurut lokasi kegiatannya, sebagai berikut :1. Lepas Pantai (Off-Shore)Untuk kegiatan di lepas pantai pengujian yang dilakukan adalah uji toksisitas pada limbah lumpur dan uji kandungan minyak pada serbuk bor.a. Uji toksisitas pada Limbah Lumpur1) Uji LC50 96 jam wajib dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali terhadap sistem limbah lumpur yang sama pada cekungan yang sama dari kegiatan pengeboran lepas pantai.Nilai batas Uji LC50 96 jam limbah lumpur yang dapat dibuang ke laut adalah lebih besar atau sama dengan 30.000 ppm SPP (Suspended Particulate Phase).2) Angka toksisitas LC50 tersebut didasarkan pada periode perlakuan 96 jam SPP terhadap hewan uji.b. Uji Kandungan Minyak pada Serbuk Bor1) Untuk pengelolaan di lepas pantai, konsentrasi hidrokarbon didalam serbuk bor lebih kecil atau sama dengan 10%, maka serbuk bor dapat dibuang langsung di lokasi pengeboran, kecuali didaerah sensitif.2) Bila konsentrasi hidrokarbon di dalam serbuk bor lebih besar 10%, maka wajib dilaksanakan pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Darat (On-Shore)Untuk kegiatan di darat pengujian yang dilakukan adalah Uji TCLP logam berat pada limbah lumpur dan kandungan minyak pada serbuk bor.a. Uji TCLP Logam Berat1) Uji TCLP dilakukan terhadap limbah lumpur dan serbuk bor untuk menentukan persyaratan areal pembuangan limbah lumpur dan serbuk bor didarat.2) Apabila angka TCLP untuk parameter lebih kecil dari baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri, maka serbuk bor diperkenankan untuk dibuang langsung di lokasi pengeboran, kecuali di daerah sensitif.3) Apabila angka parameter TCLP lebih besar atau sama dengan baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri, maka serbuk bor wajib dilakukan pada tempat khusus yang memiliki permeabilitas lebih besar atau sama dengan 10-5 cm/detik.b. Air Sisa Pengeboran/Air BuanganAir buangan yang diperoleh dari proses pemisahan limbah lumpur berbahan dasar air dapat dibuang ke badan air jika hasil uji laboratorium memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas.c. Kandungan Minyak Pada Serbuk Bor1) Untuk pengelolaan di darat, konsentrasi hiodrokarbon di dalam serbuk bor lebih kecil atau sama dengan 1%, dapat dibuang langsung di lokasi pengeboran, kecuali di daerah sensitif.2) Apabila konsentrasi hidrokarbon di dalam serbuk bor lebih besar dari 1%, dilakukan pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.6.2 Pembuangan AkhirA. Pembuangan Akhir Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di Lepas PantaiUpaya pengelolaan dan pembuangan limbah lumpur dan serbuk bor di lepas pantai mencakup:1. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar air.Pada pengeboran eksplorasi, apabila hasil Uji LC50 96 jam dari lumpur segar ternyata lebih besar atau sama dengan 30.000 ppm, maka limbah lumpur dapat langsung dibuang ke lepas pantai, dan apabila hasil Uji LC50 96 jam lebih kecil dari 30.000 ppm maka limbah lumpur wajib dilaksanakan pengelolaan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar minyak dan sintesis.Limbah lumpur dari lumpur bor berbahan dasar minyak dan sintesis dapat dipergunakan kembali dan apabila dilakukan pembuangan, wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3. Pembuangan Serbuk BorSerbuk bor dengan kandungan minyak lebih kecil atau sama dengan 10% dapat dibuang langsung ke lepas pantai, dan apabila kandungan minyak melebihi 10% wajib dilaksanakan pengelolaan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan.

B. Pembuangan Akhir Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di DaratUpaya pengolahan dan pembuangan Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di darat mencakup:1. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar air.a. Menyiapkan dan merancang tempat penampungan limbah sesuai dengan jenis limbah yang diproses dan kondisi lokasi pengeboran.b. Melakukan pengolahan pada tempat penampungan air limbah, meliputi:1) Pemisahan limbah padat dan cair;2) Pemisahan minyak dari limbah cair;3) Pemisahan benda padat yang terlarut.c. Pemisahan limbah cair dan limbah padat dengan peralatan.2. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor berbahan dasar minyak dan sintesis dan pembuangan serbuk bor.a. Limbah lumpur dari lumpur bor berbahan dasar minyak dapat dipergunakan kembali, dan apabila dilakukan pembuangan, wajib dilaksanakan sesuai denga ketentuan pertaturan perundang-undangan.b. Proses pengolahan serbuk bor dari lumpur bor berbahan dasar minyak diawali dengan pemisahan minyak dari padatan (deoiling). Lumpur bor dari bahan dasar minyak tersebut dapat dipergunakan kembali. Terhadap padatannya dilaksanakan pengolahan lebih lanjut sampai memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.c. Alternatif Pembuangan Limbah Lumpur dan Serbuk BorPembuangan limbah lumpur dan serbuk bor dapat dilakukan dengan melakukan injeksi ke formasi atau annulus atau dapat dilakukan dengan teknologi lain.

2.7 Pengelolaan Air Limbah Kegiatan Hulu Minyak dan Gas dengan Cara Injeksi

Setiap usaha dan/ataukegiatan hulu minyak dan gas serta panas bumi wajib melakukan pengelolaan air limbah sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sebelum dibuang ke lingkungan. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan cara injeksi air limbah. Air limbah yang dapat diinjeksikan berupa fluida yang diawa ke atas dari strata yang mengandung hidrokarbon selama kegiatan pengambilan minyak dan gas, dan dapat dicampur dengan air limbah yang berasal dari instalasi pengolahan yang merupakan bagian integral dari proses produksi, kecuali limbah tersebut dinyatakan sebagai limbah berbahaya dan beracun atau mengandung radioaktif.

Injeksi air limbah dilakukan pada zona target injeksi yang tidak berhubungan dengan akuifer sumber air minum bawah tanah yang dipisahkan oleh lapisan zona kedap. Dalam menentukan zona target injeksi, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatau hulu minyak, gas, dan panas bumi harus menentukan Daerah Kajian Injeksi.

2.7.1 Prinsip pengelolaan air terbesar produksiProduced water merupakan salah satu limbah terbesar yang dihasilkan oleh sektor hulu migas. Terlebih untuk lapangan marjinal, water cut produksinya saja bisa mencapai 90% (bahkan bisa lebih). Hal tersebut menjadi concern utama untuk pengelolaannya sering bermasalah karena jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Opsi pengelolaan produced water ada 2 macam. Kita bisa treatment untuk di buang ke badan air atau di-re-injeksi. Re-injeksi terbagi menjadi dua, yakni untuk enhance oil recovery /EOR (pressure maintenance, water flooding dll) atau berupa sumur disposal. Semua opsi mewajibkan pre-treatment dulu untuk memenuhi baku mutu, kecuali sumur disposal. Semua opsi perlu perijinan dan pemantauan rutin minimal per bulan dari instansi lingkungan, kecuali untuk re-injeksi sebagai EOR (Permen LH 04 thn 2007 dan Permen LH 13 th 2007).

Saat ini re-injeksi merupakan opsi yg paling banyak dipilih karena praktis, tidak ribet bermaslah secara sosial lingkungan terutama juga mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi teknologi. Sebagai contoh, beberapa lapangan akan sangat sulit memenuhi kriteria baku mutu TDS < 4.000 dengan teknologi konvensional. Selain itu ada keuntungan yang didapatkan dari injeksi air terproduksi kedalam formasi yaitu untuk mendorong kandungan crude oil dari dalam formasi kesumur-sumur produksi dan menjaga tekanan fluida didalamnya, namun ada criteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

Air untuk injeksi proses EOR memang perlu memenuhi kriteria tertentu. Jika tidak, alih-alih mendorong produksi crude oil malah membuat plug formasi. Fasprod pipa, pompa dan lain-lain juga cepat plugging, korosif & rusak. Parameter yang biasa dijadikan indikator diantaranya pH, DO, TSS, MPFT, SRB (Sulfur Reduction Bacteria), oil content, RPI, Fe dan turbidity. Untuk kualitas air injeksi ke dalam formasi, ada fenomena swelling atau deflocculating clay mineral dari batuan formasi. Clay merespon terhadap kekurangan kation divalent yang terkandung di dalam air injeksi. Ada beberapa tipe clay yang mempunyai korelasi langsung dengan kation divalent ini, yaitu montmorilonite, illite, koalinite, dan mixed layer mont-illite.Untuk kegiatan water injection, sebagai salah satu strategi EOR, juga digunakan untuk menjaga tekanan dalam formasi, juga bisa digunakan untuk mensiasati limbah produced water yang dihasilkan dari produksi oil/gas.

Namun injeksi produced water ini kedalam formasi, juga harus memenuhi kriteria-kriteria yang pada intinya jangan sampai merusak formasi dan fasilitas produksi. Agar tidak merusak formasi, karakteristik air yang di injeksi diusahakan sesuai dengan karakteristik air yang ada di formasi. Air injeksi dan air formasi yang mempunyai komposisi kimia dan konsentrasi sangat berbeda akan mempunyai potensi besar untuk terjadinya kerusakan formasi terutama di zona injeksi. Selain itu, reaksi antara kandungan kimia kedua fluida tersebut dapat menyebabkan terjadi presipitasi endapan scale. Scale dapat menyebabpan terjadinya penurunan injektivitas sumur, kerusakan formasi dan kerusakan peralatan. Scale yang umum terjadi adalah kalsium karbonat, kemudian yang lainnya seperti : feroksida, ferokarbonat, ferosulfida, kalsium sulfat dan barium sulfat. Kadang karena volume dari air yang diproduksi dari formasi tidak mencukupi untuk menggantikan volume yang hilang akibat produksi minyak dan gas, maka air tambahan (make up) dapat digunakan untuk meyakinkan bahwa kekosongan dalam reservoir dapat tergantikan.

2.8 Pengeboran di laut

Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Contohnya, ledakan anjungan minyak yang terjadi di Teluk Meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai Louisiana pada 22 April 2010. Pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum (BP). Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke perairan di sekitarnya.

2.8.1 Tumpahan minyakTumpahan minyak di laut berasal dari kecelakaan kapal tanker. Contohnya tumpahan minyak terbesar yang terjadi pada tahun 2006 di lepas pantai Libanon. Selain itu, terjadi kecelakaan Prestige pada tahun 2002 di lepas pantai Spanyol. Bencana alam seperti badai atau banjir juga dapat menyebabkan tumpahan minyak. Sebagai contoh pada tahun 2007, banjir di Kansas menyebabkan lebih dari 40.000 galon minyak mentah dari kilang tumpah ke perairan itu.

2.8.2 Dampak atau EfekAkibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah: 1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.

2.8.3 Penanganan di lautA. PemantauanTindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu dengan melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut dan kondisi tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing). Pengamatan secara visualPengamatan secara visual merupakan pengamatan yang menggunakan pesawat. Teknik ini melibatkan banyak pengamat, sehingga laporan yang diberikan sangat bervariasi. Pada umumnya, pemantauan dengan teknik ini kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, pada tumpahan jenis minyak yang ringan akan mengalami penyebaran (spreading), sehingga menjadi lapisan sangat tipis di laut. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna terang. Namun, penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut, sehingga laporannya tidak dapat dipercaya. Pengamatan penginderaan jauhMetode penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR). SLAR dapat dioperasikan setiap waktu dan cuaca, sehingga menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih detail. Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi lapisan minyak yang tebal. Teknik ini tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dalam kondisi laut yang tenang. Selain SLAR digunakan juga teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner, dan Landsat Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan untuk menghasilkan informasi yang cepat dan akurat.

Booms digunakan untuk menghambat perluasan limbah minyak di laut.Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol. Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer. Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan. Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fase minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon). Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.

Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.Peralatan

Pembersihan limbah minyak di kawasan pantai.Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak: Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan hambatan minyak. Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari permukaan air. Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak. Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai atau permukaan laut. Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari minyak di pantai.

2.9 Pengeboran di darat

Pencemaran tanah oleh kegiatan pengabaran minyak bumi di darat telah menimbulkan pencemaran lngkungan. Tanah yang terkontaminasi minyak bumi dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika.

2.9.1 Penanganan di daratPemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologi dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah, sehingga minyak bumi menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana dan tidak membahayakan lingkungan. Teknik seperti ini disebut bioremediasi. Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-situ. Pada umumnya, teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi di mana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi.

Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara alami. Ruang lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi meliputi beberapa tahap yaitu: Treatibility study merupakan studi pendahuluan terhadap kemampuan jenis mikroorganisme pendegradasi dalam menguraikan minyak bumi yang terdapat di lokasi tanah terkontaminasi. Site characteristic merupakan studi untuk mengetahui kondisi lingkungan awal di lokasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Kondisi ini meliputi kualitas fisik, kimia, dan biologi. Persiapan proses bioremediasi yang meliputi persiapan alat, bahan, administrasi serta tenaga manusia. Proses bioremediasi yang meliputi serangkaian proses penggalian tanah tercemar, pencampuran dengan tanah segar, penambahan bulking agent, penambahan inert material, penambahan bakteri, nutrisi, dan proses pencampuran semua bahan. Sampling dan monitoring meliputi pengambilan gambar tanah dan air selama proses bioremediasi. Kemudian, gambar itu dibawa ke laboratorium independen untuk dianalisa konsentrasi TPH dan TCLP. Revegetasi yaitu pemerataan, penutupan kembali drainase dan perapihan lahan sehingga lahan kembali seperti semula.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Kajian Pengelolaan Limbah Pasir Berminyak, Lumpur Bor dan Tanah Terkontaminasi Minyak Pada Proses Eksploitasi Minyak Bumi (Studi Kasus : PT. Chevron Pacific Indonesia)

PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri-Riau bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi dimulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga proses produksi dari dalam perut bumi. Limbah yang dihasilkan berupa pasir berminyak yang diolah melalui injeksi sumur dalam, kemudian lumpur bor yang diolah melalui CMTF (Centralized Mud Treatment Facility), dan tanah terkontaminasi minyak diolah melalui proses remediasi pada mixing cells kemudian ditimbun pada stock pile.

Pada penelitian ini dikaji mengenai kondisi penanganan limbah yang dilakukan dan alternatif teknologi yang dapat digunakan. Analisis kondisi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer berupa uji penurunan polutan air buangan sebelum dan sesudah proses CMTF, kemudian uji TPH dan TCLP pada sludge cake hasil dari pengolahan lumpur bor sebelum dilakukan solidifikasi, serta tanah terkontaminasi minyak yang sudah di remediasi. Data sekunder berupa proses eksplorasi yang menghasilkan limbah, kondisi daerah penelitian dan jumlah timbulan limbah.

Berdasarkan hasil penelitian, sludge cake yang dihasilkan memiliki kandungan logam berat yang sangat kecil, yaitu berada dibawah baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun 2006, dan memiliki TPH 0.6 %. Pada proses remediasi tanah terkontaminasi minyak perlu dilakukan waktu 2 bulan untuk mereduksi logam berat dan TPH dari 14% hingga 1,8 %. Sedangkan untuk pasir berminyak sudah cukup efektif dengan melakukan injeksi ke perut bumi dan sesuai dengan Permen LH No. 13 Tahun 2007 dengan jumlah timbulan 13956 m3/bulan.

Alternatif teknologi untuk penanganan limbah lumpur bor selain dilakukan solidifikasi juga bisa diolah dengan menggunakan injeksi sumur dalam, mengingat jumlah timbulan yang besar yaitu 7165 m3/bulan. Selain itu, stock pile sebaiknya dikembangkan menjadi landfill kategori III dengan penambahan sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE, dan perbaikan fasilitas lainnya agar penanganan limbah lebih maksimal dan ramah lingkungan.

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Kondisi penanganan limbah B3 oleh PT CPI adalah sebagai berikut : a. Penanganan limbah lumpur bor di stabilisasi dan solidifikasi menjadi batako. Batako digunakan di internal PT CPI untuk keperluan taman maupun trotoar di perkantoran. b. Pengolahan tanah terkontaminasi minyak dengan memasukkan ke dalam mixing cells dan dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan 2 bulan tergantung cuaca dan tingkat kematangan tanah. Setelah hasil pada mixing cells sudah baik, maka dilakukan penjemuran pada stock pile untuk dijadikan tanah timbun. c. Sedangkan, limbah pasir berminyak menggunakan metode injeksi ke perut bumi dengan kedalaman sekitar 450 m 480 m pada zona Manggala yang memiliki permeabilitas tinggi.

2. Upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah adalah sebagai berikut: a. Solidifikasi sludge cake yang sudah memenuhi uji TCLP kurang efektif dari segi ekonomis karena menghabiskan semen dan pasir yang cukup banyak. Maka dapat ditempatkan pada landfill untuk dilakukan penjemuran hingga layak dijadikan sebagai tanah urug. b. Pada mixing cells terdapat beberapa ketidaksempurnaan yaitu: Tidak melakukan analisis TPH dan TCLP secara kontinyu sesudah dan sebelum proses berlangsung Saluran drainase masih belum diconcrete dengan sempurna. Kurang memperhatikan luapan air hujan yang tumpah disekitar drainase

c. Berdasarkan standar desain yang dibuat oleh EPA (Environmental Protection Agency, Stock Pile perlu melakukan beberapa perbaikan untuk menuju landfill kategori III, yaitu: Perlunya sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE (High Density Polyethylene) Sistem pengumpulan lindi kurang sempurna karena hanya mengandalkan gravitasi yang dikhawatirkan jika terjadi kebocoran.

3. Alternatif metoda pengolahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengolahan lumpur bor dapat dilakukan dengan penyuntikan limbah ke perut bumi menggunakan metode injeksi sumur dalam . b. Pada tanah terkontaminasi minyak dapat dilakukan fitoremediasi dengan tumbuhan jenis paku pakuan yang dapat mereduksi arsen hingga 10000 ppm. Dan tanaman sengon yang mampu mereduksi kandungan logam berat dan minyak hingga 51,23%. c. Untuk limbah pasir berminyak, teknologi yang tepat guna pada saat ini adalah dengan metoda penginjeksian ke perut bumi dengan kedalaman 450 480 m. Hal ini mempertimbangkan jumlah limbah yang dihasilkan perharinya cukup besar.

3.2 Studi Kasus Limbah Air Terproduksi Lapangana Minas, Propinsi Riau PT. Chevron Pacific Indonesia

Pengolahan limbah air terproduksi yang dilaksanakan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia adalah sebagai berikut : Proses pengolahan air terproduksi PT. CPI menggunakan metode Reverse Osmosis (RO) yang cukup efektif dan ekonomis dalam mengolah kontaminan air terproduksi. Kegiatan perminyakan yang biasannya menghasilkan air terproduksi adalah kegiatan produksi sumur-sumur minyak dan gas bumi. Sumur-sumur produksi mengalirkan minyak ke stasiun pengumpul (Gathering Station/GS). Di areal kota batak-petapahan terdiri dari 5 GS, yaitu kotabatak GS, petapahan GS, suram GS, lindai GS, langgak GS. Proses produksi yang dilakukan di Minas GS adalah melakukan pemisahan minyak, gas, dan air terproduksi. Minyak hasil pemisahan (crude oil) akan ditampung di oil tank untuk kemudian diekspor melalui pelabuhan Dumai. Pada air terproduksi yang dihasilkan kemudian diinjeksikan kembali ke reservoir dengan zero water discharge, air bertekanan ini diinjeksikan pada perut bumi melalui sumur injeksi dan menjadi air terproduksi dengan menggunakan sistem pemompaan yang disediakan di GS.

PT. Chevron Pacific Indonesia, saat ini 95% air terproduksi diinjeksikan kembali dan sisanya 5 % diolah lebih lanjut di kolam skimming dan kolam pendingin (cooling pit) sebelum dialirkan ke kanal. Karena semua parameter kualitas air terproduksi telah sesuai dengan standar baku mutu lingkungan, dan tidak ada yang melebihi standar tersebut. Sehingga limbah air terproduksi dapat dialirkan ke kanal, kanal-kanal ini mengalir ke sungai dan sungai yang lebih besar yang bermuara di Sungai Siak dan Sungai Rokan, Propinsi Riau.

3.3 KAJIAN DAMPAK TUMPAHAN MINYAK DARI KEGIATAN OPERASI KILANG MINYAK TERHADAP KUALITAS AIR DAN TANAH (Studi Kasus Kilang Minyak Pusdiklat Migas Cepu)

Kilang minyak Pusdiklat Migas berada di daerah Cepu, kabupaten Blora, provinsi Jawa Tengah, terletak pada areal seluas + 34 Ha, adalah salah satu sarana pendidikan dan pelatihan Pusdiklat Migas Cepu yang sampai saat ini masih beroperasi mengolah minyak mentah (crude oil) milik PT. Pertamina EP Region Jawa Field Cepu dari lapangan Kawengan, Ledok dan Nglobo. Kapasitas kilang yang dimiliki rata-rata sebesar 200 m3/hari, dengan produknya berupa pertamina solvent (pertasol), minyak tanah (kerosene), solar danresidu. Dari kegiatan pengolahan minyak tersebut sudah barang tentu akan menghasilkan limbah minyak dan juga berpotensi untuk terjadinya tumpahan minyak (oil spill) di sekitar kilang minyak.Limbah minyak akibat tumpahan minyak (oil spill) pada operasi kilang minyak Pusdiklat Migas berasal dari buangan air yang bercampur minyak saat penurasan (drain) tangki timbun. Penurasan tangki timbun dilakukan setiap hari yang fungsinya untuk memisahkan air yang bercampur dengan minyak. Selain itu limbah minyak akibat tumpahan minyak dapat terjadi pada saat loading dan unloading di tangki timbun (storage tank), pembersihan tangki timbun (tank cleaning), pada proses di separator dan pada pompa feed maupun pompa produk. Minyak yang tumpah bias berupa minyak mentah (crude oil) maupun produk.. Sehingga berdasarkan neraca massa arus minyak kilang Pusdiklat Migas, minyak yang hilang (losses) karena menguap, tumpah maupun tercecer selama proses produksi rata-rata 0,4% atau 108,38 barrel per bulan atau 17.232,42 liter per bulan (Pusdiklat Migas, 2011).

Dalam analisis kualitas air limbah kilang minyak akan dikaitkan dengan baku mutu air limbah menurut Permen LH no. 19 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan /atau Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi. Sedangkan untuk kualitas air sungai dan air sumur akan dikaitkan dengan baku mutu pengelolaan kualitas air menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun parameter yang diamati yaitu BOD, COD, Fe, fenol, kadar minyak dan lemak. Dengan membandingkan kualitas air limbah kilang minyak dari hasil pengujian laboratorium dengan syarat baku mutu air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pengolahan minyak bumi dan gas serta panas bumi, maka akan dapat ditentukan kesesuaian setiap parameter kualitas air limbah didaerah penelitian. Begitu pula dengan membandingkan kualitas air sumur hasil pengujian laboratorium dengan persyaratan baku mutu pengelolaan kualitas air, maka akan dapat diketahui seberapa jauh kadar pencemaran air sumur tersebut. Membandingkan hasil laboratorium kualitas air sumur dengan kualitas air limbah kilang minyak sehingga dapat diketahui apakah ada dampak air limbah kilang minyak terhadap kualitas air sumur di sekitarnya.

Dalam kasus ini perlu adanya penanganan atau pengolahan akibat dari tumpuhan minyak. Baik pengolahan secara in-situ maupun ex-situ agar tidak terganggunya lingkungan sekitar baik komponen abiotik maupun biotic. Perlu dilakukan pengolahan secara fitoremediasi bila tumpahan minyak mencemari perairan dan bioremediasi bila tumpahan mencemari tanah.

3.4 Pencemaran Lingkungan oleh Lapindo Brantas di Porong, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur

Sejak tahun 2006, pipa gas milik Lapindo Brantas, yang terletak di porong, mengalami kebocoran dan mengeluarkan lumpur dan air panas, bukan minyak atau gas, yang mencemari Kali Porong. Kondisi masih berlangsung sampai sekarang, bahkan semakin memburuk. Sebenarnya, Lapindo Brantas, pada tahun 2004 memperoleh peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup sepanjang tahun 2003. Peringkat merah inni diberikan pada badan usaha yang telah melaksanakan upaya pengendalian dan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kasus ini perlu adanya penangan pemanfaatan dari limbah semburan lumpur yang semakin banyak. Misalnya pemanfaatan lumpur dijadikan batako atau keramik, tetapi harus di uji sampel dulu apakah lumpur tersebut mengandung Toksiksitas. Sampai saat ini belum adanya penanganan yang serius dari pihak Lapindo, hanya dibuat tanggul agar semburan lumpur tidak meluas ke area pemukiman yang lainnya. Ini perlu dilakukan pemantauan kualitas air dan tanah di sekitar area yang terpapar.

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Macam-macam limbah yang dihasilkan dari kegiatan migas yaitu limbah lumpur bor dan serbuk bor dari kegiatan eksploitasi migas, limbah pasir berminyak, tanah yang terkontaminasi minyak dan limbah air terproduksi dari kegiatan eksploitasi migas. Limbah B3 dari kegiatan eksploitasi migas, limbah domestik dari kegiatan hulu migas. Polusi udara dari genset yang mana genset digunakan sebagai tenaga listrik di area hulu migas, pembakaran pipa flare di area hulu migas.

b. Kegiatan Survei seismic dengan jenis kegiatan peledakan bahan yang berpotensi dampak kerusakan sarana dan prasarana, kegiatantransportasi alat-alat yang berpotensi dampak lingkungan yaitu kebisingan dan terjadinya ceceran minyak. Kegiatan Pemboran eksplorasi dengan jenis kegiatan ceceran bahan kimia dan pembuangan lumpur bor bekar yang berpotensi dampak lingkungan yaitu pencemaran air dan terganggunya flora dan fauna. Kegiatan produksi dengan jenis kegiatan ceceran bahan kimia, air terproduksi, oil sludge, penggunaan B3, ceceran minyak mentah, limbah domestic, kebocoran pipa, dan emisi gas buang (flare) yang berpotensi dampak lingkungan yaitu pencemran tanah dan air, terganggunya kehidupan floran dan fauna dan pencemaran udara.

4.2 Saran

Untuk mengelola limbah yang dihasilkan dari kegiatan migas harus sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan sebelum limbah dibuang ke lingkungan sekitar perlu dilakukan pengolahan dan pemantauan dan pengukuran disekitar area aktivitas kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisyah Styawardani. 2011. Kajian Pengelolaan Limbah Pasir Berminyak, Lumpur Bor dan Tanah Terkontaminasi Minyak Pada Proses Eksploitasi Minyak Bumi (Studi Kasus : PT. Chevron Pacific Indonesia). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

2. Nugrahanti Asri. 2010. Mengenal Teknik Perminyakan dan Minyak Bumi Indonesia. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta

3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu Minyak dan Gas serta Panas Bumi dengan Cara Injeksi.

4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 45 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.

5. Rangkuti Zulkifli. 2012. Model Ekonomi Pemanfaatan Gas Ikutan. IPB Press. Bogor

6. Sulistyono, Suntoro, M. Masyukri. 2012. Kajian Dampak Tumpahan Minyak Dari Kegiatan Operasi Kilang Minyak Terhadap Kualitas Air dan Tanah (Studi Kasus Kilang Minyak Pusdiklat Migas (Cepu). Jawa Tengah : Universitas Sebelas Maret.