Ilmu Ulat Sutera 23

download Ilmu Ulat Sutera 23

of 24

Transcript of Ilmu Ulat Sutera 23

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    1/24

    Ilmu Ulat Sutera (23)

    Oleh Huang Ying

    Terdengar suara embusan angin. Seorang manusia berpakaian hitam melesat ke arahnya.

    Rupanya ilmu meringankan tubuh orang ini lebih tinggi dari yang lainnya. Golok di tangannya

    menekan pedang Wan Fei-yang.

    Terima cepat telan! seru orang itu tidak terduga. Tangan kirinya mengibas. Dua bungkus obat

    meluncur ke arah Wan Fei-yang.

    Mendengar suara orang itu, Wan Fei-yang tertegun sesaat, tapi tangannya tetap diulurkan untuk

    menyambut datangnya bungkusan obat tersebut. Tanpa menunda waktu lagi, dia membuka

    bungkusan obat itu dan dua butir pil ditelannya tanpa ragu.

    Ternyata obat itu sangat mujarab. Begitu masuk mulut, serangkum hawa segar segera beredar di

    seluruh jalan darahnya. Semangat Wan Fei-yang terbangkit seketika. Sepasang lengannya

    berputar. Telapak tangannya menghantam ke kiri dan kanan. Dua orang manusia berpakaianhitam kembali roboh di tanah. Dia melesat mendekati manusia berpakaian hitam yang

    memberinya obat tadi.

    Mengapa kau bisa datang ke tempat ini? tanyanya heran.

    Cepat pergi! bentak orang itu tanpa memedulikan pertanyaannya.

    Baru saja ucapannya selesai, Hujan yang berdiri di sudut sana sudah membentaknya dengan

    suara lantang, Hiong-kun, apa lagi yang kau lakukan sekarang?

    Tubuh manusia berpakaian hitam itu bergetar. Dengan panik dia melesat ke atas dindingpekarangan. Wan Fei-yang yang melihat tindakannya, cepat-cepat menyusul. Hujan

    mengibaskan tangannya. Sekumpulan jarum beracun meluncur datang. Wan Fei-yang

    membalikkan tubuhnya dan menggerakkan pedangnya dengan arah memutar. Jarum-jarum

    beracun itu tersapu jatuh ke tanah. Kemudian dia terjungkir balik ke atas dinding. Dia langsung

    menyeret manusia berpakaian hitam tadi dan mengajaknya pergi dengan cepat.

    Kain penutup wajah manusia berpakaian hitam itu sudah dilepas. Ternyata Fu Hiong-kun

    adanya. Meskipun dia sudah menyamar dengan rapi tapi tetap saja Hujan dapat mengenalinya.

    Jarum yang diluncurkan oleh Hujan tidak mengenai sasaran. Angin mendahului melesat naik ke

    atas dinding pekarangan. Thian-ti malah lebih cepat lagi daripada Angin.

    Dari dinding yang tinggi dia memandang ke bawah. Matanya mengedar ke sekeliling dengan

    saksama. Kebetulan pada saat yang sama Fu Hiong-kun juga sedang menolehkan kepalanya. Dua

    pasang mata bertemu pandang. Tanpa dapat menahan diri lagi Thian-ti meraung murka. Hati Fu

    Hiong-kun tergetar dan sedih. Tanpa disadari, kakinya berhenti melangkah. Wan Fei-yang segera

    memeluk pinggangnya dan membawanya lari. Dengan demikian mereka dapat melesat lebih

    cepat dari sebelumnya.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    2/24

    Dengan marah Thian-ti melayang turun. Langkahnya dipercepat. Dia terus mengejar ke depan

    dengan segenap kemampuannya. Namun jaraknya dengan Wan Fei-yang tetap seperti tadi juga.

    Sedangkan Wan Fei-yang mencelat lagi ke udara lalu melayang turun kembali. Dengan memeluk

    pinggang Fu Hiong-kun dia sudah melesat ke dalam sebuah hutan.

    Sekali lagi Thian-ti menghentikan kakinya melesat ke depan untuk mengejar. Ketika dia sampaidi dalam hutan, bayangan Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun sudah tidak terlihat lagi. Dengan

    marah dia menghantamkan sepasang telapak tangannya kalang kabut.

    Blam! Blam! Dua batang pohon besar roboh seketika. Dada Thian-ti seakan hampir meledak.

    Matanya mencorot bagai kobaran api. Rambutnya yang riap-riap seakan berdiri tegak.

    Seandainya diri orang tua itu adalah sebuah bom, pasti saat ini dia sudah meledak.

    Sebuah kuil tua yang sudah bobrok. Pekarangannya tidak terurus. Dinding pekarangan maupun

    dalamnya sudah retak dan pecah-pecah. Sarang laba-laba memenuhi seluruh ruangan luar dan

    dalam. Meja-meja persembahan sudah menjadi kepingan kayu yang hancur dimakan rayap.

    Entah dewa apa yang disembah di kuil ini sebelumnya. Patung-patungnya saja sebagian besartidak berkepala atau somplak di sana-sini sehingga bentuknya tidak terlihat lagi.

    Senja hari sudah menjelang. Sinar matahari menyorot lewat celah-celah jendela yang tidak

    berbentuk lagi. Cahayanya tepat menyinari wajah Fu Hiong-kun. Mata gadis itu berkilauan.

    Bukan karena cahaya matahari, tapi karena air mata yang mengembang. Sekarang dia baru tahu

    bahwa Wan Fei-yang sama sekali tidak membaca surat yang ditinggalkannya karena basah oleh

    air sehingga tulisannya luntur. Hal inilah yang menyebabkan Fu Giok-su dapat menjebak Wan

    Fei-yang datang ke tempat ini. Hatinya semakin tertekan. Dia merasa sedih dan menyesali

    perbuatan abangnya. Akhirnya ia memberanikan diri dan menceritakan apa yang diketahuinya,

    sekalipun mungkin Wan Fei-yang akan membencinya. Dia tidak dapat menutupi kenyataan ini

    berlarut-larut.

    Wan Fei-yang mendengarkan keterangannya dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Tapi

    nada suara serta mimik wajah Fu Hiong-kun demikian yakin dan serius. Bahkan cara

    mengucapkannya pun demikian pilu mengenaskan. Dia tidak ragu mengenai apa yang dikatakan

    oleh Fu Hiong-kun. Meskipun semuanya benar-benar di luar dugaan. Tapi setelah dia

    membayangkan kembali, sebetulnya banyak kesalahan yang dilakukan Fu Giok-su tanpa

    disadarinya.

    Thian membiarkan aku terlahir dalam keluarga yang hanya tahu melakukan berbagai kejahatan.

    Mengapa tidak sekalian membiarkan aku mempunyai hati yang keji dan kejam? setelahmengucapkan kata-kata ini, tanpa dapat ditahan lagi air mata Fu Hiong-kun mengalir dengan

    deras.

    Fu-kouwnio, jangan berkata begitu. Untung saja dalam Siau-yau-kok masih ada manusia yang

    berhati manis sepertimu. Kalau tidak, malam ini aku pasti mati. Bahkan mungkin sejak tempo

    hari. Aku tidak menyalahkanmu. Bahkan dalam hati ini, aku berterima kasih tidak terkira. Kau

    sudah menyelamatkan nyawaku berkali-kali. Bukan salahmu kalau kau terlahir dalam keluarga

    Siau-yau-kok. Jangan juga menyalahkan Thian. Suatu hari nanti Thian pasti akan memberikan

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    3/24

    kebahagiaan kepadamu. Aku akan menjagamu baik-baik! Kata-kata yang diucapkan Wan Fei-

    yang keluar dari hatinya yang tulus. Dia memapah Fu Hiong-kun duduk di lantai lalu mengusap

    air mata gadis itu dengan lengan bajunya. Pada saat itu, hatinya kacau sekali. Dia tidak tahu

    bagaimana caranya menghibur Fu Hiong-kun.

    Malam itu, Thian-ti tidak dapat tidur nyenyak. Apa yang dilakukan Fu Hiong-kun bagai sebilahpisau yang menyayat hatinya. Kata-kata yang diucapkan oleh Hujan bagai jarum beracun yang

    menusuki kulit tubuh Thian-ti sedikit demi sedikit. Sampai saat ini, apa lagi yang dapat

    dikatakan Thian-ti untuk membela cucu perempuannya itu ? Kesunyian di dalam Siau-yau-kokterasa semakin mencekam.

    Apalagi pada hari kedua. Pagi-pagi sekali di depan gua yang merupakan pintu masuk Siau-yau-

    kok berjajar lima buah peti mati. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan peti-peti mati tersebut

    diletakkan di sana. Di atas masing-masing peti tertulis nama Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan

    Geledek.

    Tanpa diragukan lagi pasti Wan Fei-yang yang mengirimkan peti-peti mati ini. Setelah FuHiong-kun berkhianat dan memihak kepada anak muda itu, tidak heran kalau markas Siau-yau-

    kok segera diketahuinya.

    Melihat kelima peti mati itu beserta nama yang tertera di atasnya, Thian-ti sudah hampir kalap.

    Apalagi setelah dia menerima laporan dari anak buahnya bahwa Suma Hong ditemukan sudah

    menjadi mayat di luar lembah tersebut. Hampir saja Thian-ti muntah darah. Di atas mayat Suma

    Hong masih terdapat secarik tulisan: Siapa yang menyamar murid Bu-tong-pay, harus mati!

    Wajah setiap anggota Siau-yau-kok langsung berubah kelam. Semua ini pasti hasil karya Wan

    Fei-yang. Pembalasannya mulai terlihat. Thian-ti mencak-mencak dan berteriak seperti geledek

    bergemuruh. Dia memerintahkan kepada anak buahnya untuk memeriksa seluruh Siau-yau-kok.

    Setelah sibuk sehari penuh, mereka tidak berhasil menemukan apa-apa yang mencurigakan.

    Akhirnya Thian-ti mengumpulkan Hujan, Angin, Geledek, dan Kilat. Mereka langsung

    mengadakan pertemuan untuk membahas masalah ini.

    Bocah she Wan ini sama sekali tidak boleh dipandang remeh. Coba kalau sejak semula Giok-su

    membunuhnya. Sekarang ilmu silatnya sudah demikian tinggi. Mungkin bahkan lebih tinggi dari

    Ci-siong Tojin sendiri semasa hidupnya, kata Geledek menggerutu.

    Betul. Tapi kita tidak usah khawatir. Setingginya tupai melompat, suatu hari pasti akan jatuh

    juga. Kalau bukan Hiong-kun yang menolongnya, kita pasti sudah berhasil melenyapkan kutubusuk itu. Kita perlu mencari akal untuk menjebaknya, tukas Angin.

    Aku yakin dia sengaja membuat kita kalang kabut sehingga kewaspadaan kita berkurang.

    Kalian berempat harus menjaga ketat telaga buatan kita. Aku yakin tujuannya pasti

    menyelamatkan Yan Cong-tian dari tempat ini! kata Thian-ti memperingatkan.

    *****

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    4/24

    Tempat untuk mengurung Yan Cong-tian mempunyai lima jalan tembus. Mereka berlima

    menjaga di setiap jalan. Sebatang seruling sebagai isyarat panggilan sudah tersedia di tangan

    masing-masing. Siapa pun yang pertama-tama melihat Wan Fei-yang harus meniup seruling

    tersebut agar mereka semuanya berkumpul.

    Dengan cara demikian, mereka dapat bergabung mengeroyok Wan Fei-yang. Persis seperti limajari tangan kita sendiri. Kalau hanya satu jari tangan, tentu tidak banyak yang dapat

    dilakukannya. Tapi seandainya kelima jari digabungkan, banyak keuntungan yang dapat diraih.

    Setelah mengatur segalanya, Thian-ti kembali ke pos penjagaannya. Tiba-tiba dia melihat

    Manusia Tanpa Wajah menghampiri dengan tergesa-gesa.

    Han Cong, apakah kau menemukan sesuatu? tanyanya gugup.

    Manusia Tanpa Wajah tidak menyahut. Dia langsung menerjang ke depan Thian-ti. Pada saat

    itulah, si makhluk tua baru merasakan sesuatu yang kurang beres. Tapi terlambat, orang yang

    dipanggil Han Cong itu sudah menghantam dadanya dengan sepasang telapak tangan.

    Seluruh isi perut Thian-ti tergetar. Dia terhitung kuat. Daya tahan dirinya hebat sekali. Mungkin

    ada pengaruhnya dengan terkurungnya dia dalam telaga dingin selama dua puluh tahun.

    Sepasang tangannya segera dikembangkan untuk menyambut serangan ketiga dari manusia

    berpakaian hitam itu.

    Siapa kau sebenarnya? bentak Thian-ti garang.

    Manusia berpakaian hitam segera melepas topi pandannya lalu melemparkannya ke hadapan

    Thian-ti. Terlihatlah seraut wajah yang tidak asing lagi. Mata Thian-ti bersinar tajam.

    Wan Fei-yang! Sepasang telapak tangannya menyambut topi pandan yang meluncur datang.Dalam sekejap mata, topi pandan itu hancur berkeping-keping.

    Memang aku! seru Wan Fei-yang sambil menerjang maju menyerang lagi.

    Thian-ti menyambut serangan itu beberapa kali berturut-turut. Benar-benar cara turun tangan

    yang keji dan licik, sindirnya.

    Wan Fei-yang tertawa dingin. Masih belum terhitung apa-apa kalau dibandingkan dengan kau

    orang tua, sahutnya tenang. Serangannya semakin gencar.

    Thian-ti terdesak mundur satu langkah. Cepat-cepat dia mengeluarkan seruling bambu dan

    meniupnya sebanyak tiga kali. Mendengar suara tiupan seruling itu, Wan Fei-yang segera

    mencelat mundur.

    Thian-ti langsung mengejar. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek yang mendengar suara isyarat itu,

    serentak mereka berlari mendekati. Keluar dari ruangan rahasia, Wan Fei-yang langsung

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    5/24

    menerjang ke dalam lembah. Beberapa anggota Siau-yau-kok berusaha menghalangi, tapi satu

    demi satu terkapar roboh oleh sapuan pedang Wan Fei-yang.

    Dia melesat ke arah air terjun. Namun dia tidak menerobos ke dalamnya. Kakinya mengentak,

    tubuhnya melesat ke atas air terjun! Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terus mengejar.

    Para anggota Siau-yau-kok yang sedang meronda juga berpencaran keluar. Sedangkan yanglainnya ada yang tergetar hatinya sehingga kocar-kacir. Lentera-lentera segera dinyalakan.

    Keadaan jadi terang benderang seketika.

    Wan Fei-yang tidak memedulikan hal lainnya. Dia terus melesat ke depan. Sepanjang perjalanan

    dia juga tidak menghindar ataupun bersembunyi. Di belakangnya Thian-ti berlima terus

    mengejar dengan ketat.

    Kurang lebih tiga li dari luar lembah terdapat sebuah pondok kecil. Wan Fei-yang terus

    menerobos ke dalam rumah dan memalang pintunya rapat-rapat. Di dalam rumah ada cahaya.

    Wan Fei-yang melongok sekilas lewat jendela. Kemudian melesat dan menghilang lagi. Thian-ti

    berlima mengejar sampai tempat itu. Mereka memencarkan diri mengepung dari lima penjuru.Angin mengibaskan lengan bajunya. Setitik cahaya api terlontar ke atas dan memijar di angkasa.

    Cahaya lentera dan obor api yang ada di kejauhan dalam waktu singkat menghampiri arah

    mereka. Dalam waktu sekejap juga pondok tersebut sudah terkurung oleh ratusan anggota Siau-

    yau-kok.

    Wan Fei-yang, kalau berani, hayo keluar! teriak Thian-ti dengan mengerahkan tenagadalamnya. Baru saja ucapannya selesai, segumpal darah segar muncrat dari mulutnya. Rupanya

    hantaman telapak tangan Wan Fei-yang tadi cukup keras. Thian-ti sudah terluka cukup parah di

    dalam. Ditambah lagi dia berteriak dengan mengerahkan tenaga dalam, maka tanpa dapat ditahan

    lagi, dia langsung muntah darah segar.

    Kalau berani, masuk saja kalian ke dalam! terdengar sahutan Wan Fei-yang dari dalam pondok

    tersebut. Disusul dengan terbukanya pintu pondok itu lebar-lebar.

    Kemarahan Thian-ti meledak seketika. Seluruh tubuhnya gemetar. Angin cepat-cepat

    menghampirinya. Loyacu, bagaimana keadaanmu? tanyanya khawatir.

    Tidak apa-apa, sahut Thian-ti sambil mengibaskan tangannya. Beberapa sosok bayangansegera menerjang ke depan.

    Enam orang itu merupakan anggota pasukan berani mati dari Siau-yau-kok. Pakaian merekaberbeda dengan anggota Siau-yau-kok lainnya. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah

    dengan strip hitam di sekitar kerah leher. Tangan mereka semua menggenggam sebatang golok.

    Keenam orang itu dengan nekat menerjang masuk. Terdengar suara jeritan yang menyayat hati.

    Satu demi satu mereka terlempar keluar lalu terpelanting di atas tanah. Semuanya memuntahkan

    darah segar dan tidak bangkit untuk selama-lamanya. Thian-ti mengertakkan giginya erat-erat.

    Sekali lagi dia mengibaskan tangannya.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    6/24

    Enam orang anggota pasukan berani mati kembali menyerbu. Kali ini lebih mengenaskan lagi.

    Belum juga mencapai pintu, satu demi satu sudah roboh tersampuk senjata rahasia yang

    ditimpukkan oleh Wan Fei-yang dari dalam pondok. Hujan yang melihat keadaan itu,

    mengerutkan alisnya seketika.

    Bocah ini menguasai Bu-tong-liok-kiat. Jit-amgi yang dipelajarinya sudah mencapai taraf yangtinggi. Tidak mudah menghadapinya dengan cara begini, katanya.

    Mata Thian-ti mengedar ke sekeliling. Dia melihat mimik wajah para anak buahnya sebagian

    besar sudah gugup dan ketakutan. Hati mereka pasti tergetar menyaksikan kedua belas teman

    mereka mati dalam waktu sekejap mata. Thian-ti mempertimbangkan sejenak.

    Siapkan Ci-cian-sen-kou (sejenis anak panah tapi berukuran lebih besar seperti kaitan dan

    ujungnya disambung dengan tali dari akar pohon yang kuat)! perintahnya kemudian.

    Anggota-anggota Siau-yau-kok itu baru bisa menghela napas lega. Mereka berpencar menjadi

    dua bagian. Dari dalam pondok tidak tampak sedikit reaksi pun. Beberapa saat kemudian, paraanggota Siau-yau-kok itu baru berkumpul kembali. Mereka seperti sudah mengerti maksud

    Thian-ti. Kaitan yang disambung tali dipersiapkan. Begitu perintah Thian-ti diturunkan, mereka

    segera memanah kaitan itu dari segala penjuru.

    Seratus lebih tali panjang meluncur di udara dan menancap di atas pondok tersebut. Tampaknya

    lebih mirip sarang laba-laba yang kusut tidak keruan.

    Tarik! teriak Thian-ti sekali lagi.

    Para anggota Siau-yau-kok segera berkerumun di tali masing-masing dan menarik sekuat tenaga.

    Tidak berbeda dengan anak kecil yang sedang bermain tarik tambang. Hanya saja mereka bukanmengadu kekuatan dengan sesama teman, tapi mengadu kekuatan dengan pondok tersebut.

    Terdengar suara desiran yang bising, perlahan-lahan atap rumah itu mulai tertarik, kemudian

    hancur berkeping-keping.

    Di dalam pondok masih ada penerangan. Wan Fei-yang duduk di samping meja. Dia tidak

    bergerak sama sekali. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek menyerbu serentak. Senjata rahasia dan

    golok serta pedang berkelebatan. Wan Fei-yang yang berdandan seperti Manusia Tanpa Wajah

    masih tidak memperlihatkan reaksi apa-apa. Topi pandan tertebas oleh pedang Kilat. Golok

    Geledek menyusul cepat menebas kepala orang itu. Batok kepala menggelinding di atas tanah.

    Sekarang wajahnya terlihat jelas. Ternyata memang Manusia Tanpa Wajah. Hujan, Angin, Kilat,

    dan Geledek tertegun. Geledek marah sekali. Dibacoknya lentera di atas meja. Pedang Kilat jugamenebas putus meja itu sendiri. Tiba-tiba mata Hujan bersinar terang.

    Lihat! ternyata di bawah meja terdapat sebuah lubang besar.

    Thian-ti melesat masuk ke dalam pondok. Dia langsung melihat batok kepala Manusia Tanpa

    Wajah yang tergeletak di atas tanah. Kemarahannya semakin meluap.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    7/24

    Kita benar-benar terjebak oleh bocah busuk itu! teriaknya dengan geram.

    Wajah Angin berubah kelam seketika. Bocah itu pasti sudah melarikan diri dari lubang bawahtanah itu. Dia pasti pergi menolong Yan Cong-tian. Cepat kita susul dia!

    Thian-ti mengibaskan tangannya. Percuma! Pasti sudah terlambat!

    Lalu, apa yang harus kita lakukan? tanya Angin panik.

    Dengan tenang Thian-ti melangkah keluar. Ia berdiri tegak di antara embusan angin kencang.

    Kenyataannya dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tepat pada saat itu, orang

    anggota Siau-yau-kok berlari-lari menghampiri dengan gugup. Dia berlutut di depan Thian-ti dan

    mengucapkan beberapa patah kata.

    Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek yang menyaksikan kejadian itu, cepat-cepat menghampiri.

    Loya, ada berita apa?

    Aku kira kita sudah kalah habis-habisan. Tidak tahunya masih ada sedikit harapan, kata Thian-ti sambil mengelus-elus jenggotnya. Meskipun dia tidak mengatakan secara terus terang, tapi

    sudah dapat dipastikan bahwa laporan yang diberikan oleh anggota mereka tadi pasti merupakan

    kabar yang menggembirakan.

    *****

    Yang dilaporkan memang kabar baik. Beberapa anggota Siau-yau-kok sudah berhasil

    menemukan tempat persembunyian Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun. Thian-ti mengajak

    bawahannya mengejar ke tempat itu. Namun mereka masih juga terlambat satu langkah.

    Wan Fei-yang sudah berhasil menyelamatkan Yan Cong-tian. Cepat-cepat dia kembali ke tempat

    persembunyiannya. Setelah itu dia menyiapkan kereta kuda dan menyuruh Fu Hiong-kun naik

    lalu segera berangkat.

    Hujan, Angin, Kilat, Geledek, dan Thian-ti yang mendengar ringkikan kuda langsung memutar

    ke bagian belakang kuil. Hujan tidak peduli yang lainnya. Dia langsung mencelat ke udara dan

    menimpukkan sekumpulan jarum racun dengan jurus Man-tian-hue-ho (hujan bunga memenuhi

    angkasa).

    Wan Fei-yang memutar pedangnya ke sekeliling dan jarum-jarum Hujan berpencaran tanpa satupun mengenai sasaran. Hujan membuka mulutnya lebar-lebar. Sebatang jarum beracun

    berukuran besar meluncur dari dalam mulutnya. Sasarannya kali ini bahu Fu Hiong-kun!

    Kedua tangannya tidak bergerak. Sedangkan mata Wan Fei-yang hanya memerhatikan sepasang

    tangannya saja. Tentu saja dia tidak sempat menangkis jarum yang satu ini. Jarum tersebut

    langsung meluncur ke dalam kereta. Tubuh Wan Fei-yang berkelebat. Dia menyergap ke dalam

    kereta, tangannya terangkat, cemetinya langsung dikibaskan ke bawah. Kuda lari seperti

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    8/24

    kesetanan. Pada saat itu Fu Hiong-kun baru tersadar bahwa bahunya telah tertancap sebatang

    jarum beracun Hujan.

    Tubuh Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek melayang turun. Mata mereka semua

    memandang ke arah kereta kuda yang sudah jauh di ujung jalan. Wajah mereka sungguh tidak

    enak dipandang. Kali ini mereka benar-benar kehilangan muka.

    Geledek membanting goloknya ke atas tanah. Usia bocah ini benar-benar panjang! makinya

    kesal.

    Hujan tertawa dingin.

    Budak Fu Hiong-kun itu telah terkena jarum beracunku. Dalam tujuh hari, apabila tidak

    menemukan obat penawarnya, dia pasti mati dengan penderitaan hebat. Aku ingin lihat

    bagaimana cara bocah she Wan itu menanganinya!

    Mendengar kata-kata itu, wajah Thian-ti semakin kelam.

    *****

    Kereta kuda terus dikendarai sampai jauh. Wan Fei-yang tetap tidak menghentikan pecut di

    tangannya. Dari dalam kereta terdengar suara Yan Cong-tian, Fei-yang, hentikan kereta

    sebentar.

    Wan Fei-yang segera mengiakan. Dia menghentikan kereta di pinggir jalan. Supek, ada apa?

    tanyanya gugup.

    Coba kau lihat Fu-kouwnio!

    Wan Fei-yang terkejut sekali. Cepat-cepat dia meloncat turun dari tempat duduknya di bagian

    depan. Dia menyingkap tirai kereta tersebut dan masuk ke dalam. Dia melihat Fu Hiong-kun

    duduk di sudut dengan tubuh bergetar tiada henti. Wan Fei-yang segera menyalakan sebatang

    lilin. Di bawah cahaya lilin tersebut, tampaklah wajah Fu Hiong-kun yang sudah pucat pasi bagai

    helaian kertas putih. Bahkan ada kesan menyeramkan.

    Fu-kouwnio, bagaimana keadaanmu? tanyanya cemas. Dia memapah tubuh Fu Hiong-kun dan

    membantunya duduk tegak. Pada saat itulah dia melihat jarum beracun yang menancap di bahu

    gadis itu. Jarum Hujan! Wajah Wan Fei-yang langsung berubah.

    Tentu saja Yan Cong-tian juga tahu betapa beracunnya jarum Hujan yang disebutkan oleh Wan

    Fei-yang. Dia tertawa sumbang.

    Fei-yang, gadis ini bukan saja sudah menanamkan budi kepada kita berdua. Dia juga berjasa

    besar terhadap Bu-tong-pay. Bagaimanapun kita harus mencari jalan menyelamatkannya, kata

    Yan Cong-tian.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    9/24

    Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. Tanpa diperintahkan oleh Yan Cong-tian sekalipun,

    dia tidak mungkin membiarkan Fu Hiong-kun begitu saja. Dia cepat-cepat menutuk beberapa

    jalan darah di sekitar luka Fu Hiong-kun agar racunnya jangan menjalar.

    Namun gadis itu sudah cukup lama terkena jarum beracun Hujan. Racunnya sudah menjalar

    sebagian. Dia tidak dapat bersuara lagi. Bahkan merintih pun tidak. Wan Fei-yang kalang kabutseperti seekor semut yang dipanggang di atas kompor. Duduk salah, berdiri pun salah.

    Tiba-tiba matanya bersinar terang. Dia teringat akan seseorang. Tanpa sadar dia berteriak,

    Jangan takut, Supek. Masih tertolong!

    Akal apa lagi yang terpikir olehmu? tanya Yan Cong-tian panik.

    Kita harus secepatnya membawa Fu-kouwnio ke tempat Hay-liong Lojin, kata Wan Fei-yang.

    Hay-liong Lojin? Hay-liong Lojin dari Go-bi-pay? tanya Yan Cong-tian.

    Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya.

    Orang yang tua ini sudah lama tidak cocok dengan It-im Taysu, Ciangbunjin Go-bi-pay yang

    sudah almarhum. Entah ke mana perginya dia setelah meninggalkan Go-bi-san. Kami tidak

    pernah mendengar kabar beritanya lagi.

    Aku tahu di mana orang itu berada, sahut Wan Fei-yang tanpa menunda waktu lagi. Dia

    meloncat turun dan naik ke depan kereta. Lalu memecut kuda seperti orang kesetanan. Yan

    Cong-tian juga tidak banyak tanya lagi.

    *****

    Meskipun jarum Hujan beracun ganas, tapi masih belum sanggup menyulitkan Hay-liong Lojin

    yang ilmu pengobatannya tinggi sekali itu. Namun dia memerlukan waktu hampir sebulan untuk

    mendesak seluruh racun keluar sampai bersih.

    Dalam jangka waktu ini, Wan Fei-yang selalu melayani di sampingnya. Meskipun Fu Hiong-kun

    tidak mengatakan apa-apa, tapi dari sinar matanya terlihat jelas betapa dia terharu dan berterima

    kasih sekali kepada Wan Fei-yang.

    Bila ada waktu senggang, atau apabila Fu Hiong-kun sudah tertidur nyenyak, Wan Fei-yang

    sering menemani Yan Cong-tian bercakap-cakap, seperti juga malam ini.

    Fei-yang, apabila mengingat perlakuan kami terhadapmu di masa lalu, Supek rasanya malu

    sekali, kata Yan Cong-tian sambil menarik napas panjang.

    Wan Fei-yang tertawa getir.

    Supek jangan berkata demikian. Sekarang semuanya sudah jelas. Inilah yang terpenting.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    10/24

    Betul. Tapi aku masih tidak mengerti. Mengapa ayahmu tidak mau mengatakan terus-terang

    kepadaku tentang dirimu? Seandainya dia berani menceritakan semuanya sejak semula, tentu

    tidak akan terjadi fitnahan terhadap dirimu.

    Wan Fei-yang menarik napas panjang. Supek, maafkan kalau ada kata-kata Tecu yang

    menyinggung perasaanmu .

    Ada apa? Katakan saja .

    Kalau ditilik dari sifat Supek sebelumnya, belum tentu Supek bisa menerima kenyataan ini.

    Apalagi ayah sudah menjabat sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pay. Dia terpaksa mengorbankan

    perasaannya sendiri demi kejayaan Bu-tong-pay. Tecu rasa semua ini memang sudah merupakan

    takdir dari Thian.

    Yan Cong-tian tertawa lebar. Benar apa yang kau katakan, Fei-yang. Dulu aku pasti tidak bisamenerima kenyataan ini walaupun ayahmu ada keberanian untuk menceritakannya. Menurut

    adatku, aku pasti akan marah besar. Aih setelah melewati berbagai penderitaan dan bencana,aku baru menyadari bahwa pendirianku selama ini terlalu kukuh.

    Supek . kepala Wan Fei-yang tertunduk dalam-dalam. Dia tidak ingin memperlihatkan

    kesedihannya. Namun mata tua Yan Cong-tian mana dapat dikelabui.

    Apa lagi yang kau risaukan?

    Wan-ji, dia .

    Wajah Yan Cong-tian ikut muram seketika. Aku juga tidak tahu bagaimana nasibnya. Mungkin

    dia sudah .

    Tecu sudah berusaha menyelidiki ke Kian-wei-piaukiok, tapi perusahaan pengawalan itu sudah

    ditutup. Tidak ada seorang pun yang masih tersisa. Mudah-mudahan saja dia masih hidup.

    Menurut keterangan Fu-kouwnio, Thian-ti memang menyuruh Fu Giok-su membunuhnya.

    Namun dia tidak sampai hati. Sayangnya Fu-kouwnio tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan nasib

    Wan-ji.

    Huh! Manusia pengkhianat itu! Perbuatan apa juga bisa dilakukan olehnya. Mana ada kata-kata

    tidak sampai hati dalam kamus hidupnya!

    Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Wan Fei-yang cepat-cepat membukanya. Hay-liongLojin berdiri di depan pintu dengan wajah serius.

    Locianpwe belum tidur? sapa Wan Fei-yang.

    Yan Cong-tian juga langsung menjura kepada orang tua itu.

    Hay-liong-heng, Siaute rasa kedatangan Hay-liong-heng pasti ada urusan penting, bukan?

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    11/24

    Hay-liong Lojin menganggukkan kepala kemudian berjalan masuk. Dia duduk di atas balai-balai.

    Mengenai penyakit Yan Toheng, Lohu sudah membongkar berbagai buku pengobatan. Hasilnyamemang masih bisa tertolong .

    Benarkah? Kapan dimulai pengobatannya Locianpwe? tanya Wan Fei-yang dengan wajahberseri-seri.

    Tunggu dulu. Ada sejenis obat yang bisa memulihkan tenaga dalam yang hilang serta

    menyambung kembali urat-urat yang putus. Namanya cang-pu, sejenis daun panjang yang

    akarnya berwarna merah. Hanya berkembang di musim panas. Jenis daun dan akar ini tidak sulit

    ditemukan. Namun yang kita butuhkan adalah cang-pu yang berakar tiga belas. Ini yang menjadi

    persoalan. Cang-pu biasanya hanya berakar sembilan. Sepuluh saja sudah sulit dicari, apalagi

    tiga belas. Jenis ini hanya terdapat di Fu-sang (Jepang) dalam sebuah lembah yang bernama Yi-

    ho-kok. Lembah itu penuh dengan racun. Lagi pula dijaga oleh suku Yi-ho-pai yang mengerti

    ilmu sihir.

    Tecu tidak peduli. Biar bagaimana pun Tecu harus pergi ke sana. Tidak ada salahnya berusahabukan?

    Tadinya Yan Cong-tian masih melarang. Begitu pula Hay-liong Lojin. Tapi keputusan Wan Fei-

    yang tampaknya sudah tidak bisa diganggu-gugat. Akhirnya mereka terpaksa mengabulkan juga

    permintaannya.

    Dua bulan kemudian. Pagi hari yang cerah. Wan Fei-yang memohon diri kepada Yan Cong-tian

    dan Hay-liong Lojin untuk berangkat ke timur menuju negara Fu-sang. Fu Hiong-kun

    mengantarkan sampai di depan pintu. Berkali-kali dia mengingatkan Wan Fei-yang untuk

    berhati-hati.

    Yan Cong-tian tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memikirkan bagaimana membalas jasa

    Wan Fei-yang di masa depan. Tentang riwayat hidup anak muda itu yang demikian pilu serta

    mengenaskan, dia merasa kasihan dan iba. Seandainya waktu dapat diputar kembali, dia ingin

    menyayangi Wan Fei-yang sepenuh hati. Sedangkan tentang Ci-siong, dia hanya dapat menarik

    napas panjang. Dia tahu penderitaan sutenya itu cukup berat. Malah boleh dikatakan dia

    menyimpan semuanya rapat-rapat sampai ajalnya tiba. Betapa pedihnya hati seorang laki-laki

    yang tidak bisa mengakui anaknya sendiri bahkan dalam seumur hidupnya belum pernah

    dipanggil ayah sekalipun.

    Hay-liong Lojin malah mengantar Wan Fei-yang sampai di jalan keluar. Rupanya dia masihmenyimpan kata-kata yang ingin disampaikan kepada anak muda itu.

    Kalau kau bertemu lagi dengan Kuan Tiong-liu, tolong seret dia kemari. Seandainya kaupatahkan kaki dan tangannya, aku tidak akan menyalahkan dirimu! Hay-liong Lojinmengatakannya dengan serius. Bocah kurang ajar itu dikejar oleh Hek-pai-siang-mo sampai

    kemari beberapa puluh hari yang lalu. Malah dia mengatakan kepada Hek-pai-siang-mo bahwa

    aku akan melamarkan budak perempuan bernama Yi Pei-sa itu. Akhirnya dia membuat aku

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    12/24

    bertarung dengan kedua iblis hitam-putih tersebut. Dia malah menggunakan kesempatan itu

    untuk melarikan diri. Sam Cun yang mencoba menghalangi diikat dengan tali ke sebatang pohon.

    Dia juga mencuri beberapa macam obat-obatanku yang susah didapatkan!

    Mendengar cerita orang tua itu, Wan Fei-yang hanya dapat tertawa pahit. Dia tahu tujuan Kuan

    Tiong-liu sebenarnya rahasia ilmu pusaka Hek-pai-siang-mo. Maka dia menggunakan segalamacam akal bulus. Namun tidak dinyana manusia itu malah berani mengecoh Hay-liong Lojin

    yang masih merupakan susioknya.

    Satu-satunya murid yang bisa diandalkan malah jenis orang yang licik. Tampaknya kejayaan

    Go-bi-pay benar-benar habis pada generasi itu, kata Hay-liong Lojin sambil menatap langit dan

    menarik napas panjang berulang kali.

    Matanya memandang kepergian Wan Fei-yang. Kemudian dia membalikkan tubuh untuk

    kembali ke rumah. Dari kejauhan tampak Sam Cun berlari-lari kecil mengiringi seorang murid

    Go-bi-pay. Murid Go-bi-pay itu membawa kabar untuk Hay-liong Lojin. Mestinya kabar itu

    kabar baik, tapi begitu mendengarnya Hay-liong Lojin malah berjingkrak marah.

    Tanpa izin dari Lohu, siapa yang berani memakai nama ciangbunjin mengumpulkan para murid

    Go-bi-pay? orang tua itu memaki kalang kabut. Dia memerintahkan kepada Sam Cun untuk

    membereskan perbekalan dan segera berangkat sekarang juga.

    *****

    Hay-liong Lojin cepat-cepat menuju ke Pek-hua-lim, nama sebuah hutan yang pohonnya

    berbunga putih. Itulah sebabnya tempat itu disebut Hutan Bunga Putih. Para murid Go-bi-pay

    sudah berkumpul di tempat itu. Yang memanggil mereka bukan orang lain, tetapi Kuan Tiong-

    liu!

    Kuan Tiong-liu menggunakan kewibawaannya sebagai murid satu-satunya It-im Taysu. Dia

    membujuk para murid Go-bi-pay yang berpencar di luaran untuk berkumpul di Pek-hua-lim ini.

    Tujuannya adalah menggempur Bu-ti-bun serta membangkitkan kembali kejayaan Go-bi-pay.

    Dia juga menekankan bahwa tujuan menggempur Bu-ti-bun ini, yang terutama adalah untuk

    membalas dendam bagi kematian It-im Taysu. Oleh karena itu, rata-rata murid Go-bi-pay

    langsung menyetujui niatnya.

    Para murid Go-bi-pay yang mengira hati Kuan Tiong-liu begitu tulus dan setia segera

    memilihnya sebagai pengganti It-im Taysu yang sudah meninggal dunia menjabat sebagai

    ciangbunjin generasi baru. Mereka baru saja menjatuhkan diri berlutut, ketika Hay-liong Lojinmelayang turun di tengah-tengah sambil membentak dengan suara keras.

    Kuan Tiong-liu tidak pantas menjadi Ciangbunjin Go-bi-pay!

    Para hadirin tertegun seketika. Berbondong-bondong mereka berdiri. Kuan Tiong-liu masih

    tenang-tenang saja. Tidak terlihat sedikit pun rasa gentar di wajahnya. Dia malah maju ke depan

    menyambut Hay-liong Lojin.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    13/24

    Kedatangan Susiok sungguh tepat. Dengan adanya Susiok yang memimpin upacara

    pengangkatan ini, semua akan berlangsung lancar dan meriah. Tidak ada lagi yang lebih pantas

    menjadi saksi dan juga merupakan satu-satunya angkatan tua yang masih hidup, katanya sok

    serius.

    Hay-liong Lojin menuding Kuan Tiong-liu dengan mata mendelik, Nyalimu semakin harisemakin besar saja!

    Wajah Kuan Tiong-liu semakin serius.

    Sebelum menutup mata, Suhu memang tidak sempat menyampaikan pesan apa-apa. Tapi

    sebagai murid satu-satunya dari Ciangbunjin Go-bi-pay, Tecu merasa mempunyai hak untuk

    meneruskan jabatan ini. Rasanya memang pantas bukan?

    Kau melarikan anak gadis Tibet. Mencuri belajar ilmu sesat Hek-pai-siang-mo. Kau sama sekalitidak pantas menjadi murid Go-bi-pay! Sekarang juga aku sebagai Tianglo Go-bi-pay memecat

    kau dari perguruan ini! kata Hay-liong Lojin tegas.

    Para hadirin jadi kebingungan melihat perkembangan ini. Mereka saling pandang satu dengan

    lainnya. Kuan Tiong-liu malah tertawa terbahak-bahak.

    Waktu dulu, kau orang tua sendiri tidak bersedia mematuhi peraturan Go-bi-pay dan

    meninggalkan perguruan begitu saja. Sebetulnya kau sendiri sejak lama bukan lagi murid Go-bi-

    pay. Sekarang masih tidak malu menyebut diri sendiri sebagai Tianglo Go-bi-pay!

    Hay-liong Lojin marah sekali. Sekali lagi dia menuding Kuan Tiong-liu, Murid murtad.

    Mulutmu sungguh tidak sopan. Berani kau melawan angkatan tua. Hukuman apa yang harus kau

    terima?

    Aku mengerti kau orang tua selama ini mengandung maksud tidak baik. Kau memang tidak

    berharap Go-bi-pay dapat bangkit kembali! sahut Kuan Tiong-liu dengan suara datar.

    Kau berani sembarang mengoceh lagi, aku langsung membunuhmu! teriak Hay-liong Lojin

    hampir pecah kepalanya.

    Tampaknya kau orang tua bukan hanya ingin membunuh aku. Kau memang ingin membunuh

    semua murid Go-bi-pay sampai tuntas. Diam-diam kau tentu senang It-im Taysu beserta saudara

    kita yang lainnya terbunuh habis-habisan. Dengan demikian, Go-bi-pay tidak mempunyai

    harapan untuk bangkit kembali, dan kau pun sama dengan sudah melampiaskan rasa dendammusejak meninggalkan Go-bi-san! Kuan Tiong-liu paham sekali sifat orang tua itu. Setiap ucapan

    yang dikeluarkannya memang sengaja memancing kemarahan Hay-liong Lojin.

    Saking marahnya Hay-liong Lojin sampai tertawa terbahak-bahak. Bagus! Aku tidak

    menyangka It-im Suheng bisa mendidik seorang murid yang demikian setia dan menjunjung

    tinggi keadilan!

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    14/24

    Tingkah laku Kuan Tiong-liu masih ramah dan sopan seperti sebelumnya. Cianpwe terlalu

    memuji, tapi sebutannya terhadap Hay-liong Lojin sudah berubah. Dia tidak memanggil Susiok

    lagi, melainkan Cianpwe.

    Bagus! Hari ini biar orang yang kau sebut Cianpwe ini membantu It-im Taysu membersihkan

    perguruannya! Pedangnya langsung dihunus. Terdengar, singg! dan sekumpulan cahayaberkilauan.

    Maaf . dengan tenang Kuan Tiong-liu mencabut pedangnya. Dua jari telunjuk dan tengahmenekan gagang pedang. Sebagai permulaan, dia langsung mengerahkan tiga jurus terakhir dari

    Lok-jit-kiam-hoat.

    Pedang Hay-liong Lojin diulurkan ke depan kemudian digetarkan. Jurus yang dimainkannya

    sama dengan Kuan Tiong-liu. Tiba-tiba kakinya bergerak dan meluncur ke depan. Kuan Tiong-

    liu menyambut dari arah yang berlawanan.

    Trang! pedang mereka berbenturan kemudian terlepas kembali. Keadaan masih seimbang.Mereka tidak berhenti tetapi terus melangsungkan pertarungan dengan seru. Dalam sekejapsekitar tempat itu diselimuti oleh kilauan pedang yang menari-nari.

    Trang! Tring! Trang! suara benturan pedang mereka bagaikan irama sumbang yangmemekakkan telinga. Tubuh mereka berkelebat cepat membentuk bayangan. Tampaknya mereka

    bukan sedang bertarung tetapi mengadu kekuatan pedang masing-masing karena berkali-kali

    pedang mereka beradu kemudian terlepas lagi setelah itu berbenturan kembali. Terus begitu

    berulang-ulang.

    Kiam-hoat yang sama, gerakan pun tidak berbeda. Pertama-tama melihat sepertinya sama-sama

    kuat alias seimbang. Namun setelah serang-menyerang sebanyak tiga puluh enam kali, KuanTiong-liu mulai menguasai keadaan. Hay-liong Lojin mulai kewalahan. Kakinya terdesak

    mundur beberapa langkah. Dia hanya sanggup mengikuti gerakan Kuan Tiong-liu saja.

    Jurus yang dikerahkan oleh Kuan Tiong-liu memang tiga jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat

    ajarannya. Namun selain daya yang, dia sudah menambah kehebatan ilmu pedangnya dengan

    tenaga lembut im hasil curian dari Hek-pai-siang-mo. Sekarang ilmu Lok-jit-kiam-hoatnya sudah

    mencapai taraf kesempurnaan. Itulah sebabnya dia berani melawan Hay-liong Lojin tanpa

    merasa gentar sedikit pun. Sebelumnya dia sudah memperhitungkan kekuatannya sendiri sampai

    matang. Kala ditilik dari sifatnya yang licik, sebelum yakin, mana mungkin dia berani

    mengumpulkan murid Go-bi-pay yang masih hidup dan mengumumkan dirinya sebagai

    ciangbunjin. Dia tahu Hay-liong Lojin pasti akan marah sekali. Tapi dengan mengandalkan

    kekuatannya sekarang, dia tidak memandang sebelah mata lagi kepada orang tua itu.

    Dalam keadaan terdesak, api marah Hay-liong Lojin semakin berkobar. Dari matanya tersorot

    sinar merah membara. Dia meraung murka dan dengan nekat menerjang ke depan mengerahkan

    segenap tenaganya memainkan jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    15/24

    Segurat cahaya pedang yang berkilauan menyinari wajah Kuan Tiong-liu. Anak muda itu hanya

    menggeser kakinya dua langkah ke samping. Serangan orang tua yang dahsyat itu pun luput dari

    sasaran.

    Pedang Kuan Tiong-liu tidak berkilauan. Bahkan setitik cahaya pun tidak tampak. Tapi ketika

    sinar pedang Hay-liong Lojin hampir pudar secara keseluruhan, pedangnya baru memijarkansinar yang menusuk mata. Dia menggerakkan pedangnya menyerang tujuh kali berurut-turut.

    Hay-liong Lojin meraung murka. Tubuhnya yang sedang melayang turun tiba-tiba melemah.

    Kening, tenggorokan, jantung, dada, dan bagian lain lagi sudah tertikam sebanyak tujuh kali.

    Dari tujuh lubang lukanya terlihat darah mengalir dengan deras. Pakaiannya penuh noda merah.

    Tubuhnya terjatuh di atas tanah dengan keras. Sepasang matanya masih terbelalak. Tentu saja dia

    mati dengan penasaran.

    Kuan Tiong-liu mengangkat pedangnya dan mulutnya mengambil gaya meniup, dia

    mengembuskan darah yang masih tersisa di pedangnya. Penampilannya tenang sekali. Dia

    memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung yang terselip di pinggang. Seakan tidak adasesuatu pun yang telah terjadi.

    Para anggota Go-bi-pay yang melihat kematian Hay-liong Lojin, tidak ada satu pun yang

    wajahnya tidak berubah. Tapi juga tidak ada seorang pun yang berani meninggalkan tempat itu.

    Kuan Tiong-liu mengedarkan pandangannya. Dia tahu para murid Go-bi-pay sudah dibuat gentar

    oleh kehebatan ilmu pedangnya. Wajahnya malah tidak menyunggingkan seulas senyum pun.

    Dia menghadap ke arah timur dan menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.

    Hay-liong Lojin menghina perguruan. Hari ini akhirnya Tecu bisa juga membersihkan nama

    baik perguruan kita dengan membunuhnya. Harap Suhu damai di alam baka, gumamnya lirih.

    Tanpa sadar para murid Go-bi-pay semuanya ikut menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.

    Perlahan-lahan Kuan Tiong-liu membalikkan tubuhnya.

    Para murid Go-bi-pay, dengarkan baik-baik! Mulai hari ini, kita harus menjunjung tinggikeadilan dan mengutamakan pembalasan dendam. Basmi Bu-ti-bun dan bangkitkan kembali Go-

    bi-pay! serunya lantang. Tentu saja kata-kata ini bukan keluar dari hatinya yang tulus. Dapat

    dibayangkan manusia sekeji dan selicik Kuan Tiong-liu, mana mungkin dia mementingkan

    pembalasan dendam bagi It-im Taysu dan sesama saudara seperguruannya. Tujuannya yang

    utama adalah menonjolkan diri di dunia Kangouw dan mencari nama besar. Dia belum

    melupakan Wan Fei-yang yang telah mengalahkannya beberapa kali berturut-turut. Tapi diasudah lupa budi pertolongan yang diberikan oleh anak muda itu.

    *****

    Malam sudah larut. Di bagian belakang gunung Bu-tong di mana terdapat sebuah hutan lebat, Fu

    Giok-su masih terlihat giat berlatih Coa-tiau-cap-sa-sut. Malam itu ketika bertarung melawan

    Wan Fei-yang, dia merasakan bahwa setiap serangan yang dilakukannya berhasil dihindari atau

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    16/24

    disambut oleh Wan Fei-yang dengan mudah. Hal ini semakin menguatkan keputusannya melatih

    Coa-tiau-cap-sa-sut lebih keras lagi.

    Dari pagi sampai malam larut, kalau dia belum sampai letih sekali, dia tetap tidak mau berhenti.

    Coa-tiau-cap-sa-sut mempunyai banyak perubahan. Hal ini tidak mengherankan karena Tio Sam-

    hong menciptakannya dengan mengikuti pertarungan antara rajawali sakti dan ular. Kecepatankedua binatang ini hampir sama. Perbedaannya yang satu lincah di darat sedangkan yang satunya

    lagi gesit di udara. Tadinya Fu Giok-su berlatih di dalam ruangan rahasia tempat para

    ciangbunjin berlatih ilmu. Tapi tempat itu kurang leluasa. Dia tidak dapat mengembangkan

    jurus-jurusnya dengan baik. Oleh karena itulah, dia memilih bagian belakang gunung ini untuk

    berlatih.

    Para murid Bu-tong-pay jarang datang ke bagian belakang gunung ini. Terlebih-lebih pada

    malam hari seperti sekarang. Selama ini Fu Giok-su tidak pernah ada perasaan khawatir sama

    sekali. Kecuali malam ini. Baru berlatih sampai jurus kedua belas, dia sudah merasakan

    kehadiran seseorang yang mendekatinya dengan perlahan. Dan ilmu ginkang orang itu

    tampaknya cukup tinggi. Seandainya dia tidak kebetulan menginjak sebatang ranting kering sertamenimbulkan sedikit suara, Fu Giok-su pasti masih belum mengetahui kehadirannya.

    Fu Giok-su menahan kemarahannya. Dia berlatih terus sampai ketiga belas jurus itu selesai

    dimainkan. Kemudian tubuhnya mendadak melesat menerjang ke arah rimbunan pohon di mana

    orang itu bersembunyi. Dalam waktu yang bersamaan, suara kibasan lengan baju memecahkan

    keheningan malam. Sesosok bayangan berpakaian hitam meluncur dari balik pepohonan dan

    berkelebat secepat kilat ke depan.

    Fu Giok-su terus mengejar. Bayangan manusia berpakaian hitam itu lari secepat terbang. Dia

    terus melesat kurang lebih setengah kemudian tahu-tahu dia menyelinap ke dalam gua di mana

    telaga dingin berada. Dalam hati Fu Giok-su merasa curiga. Dia mempertimbangkan sejenak,akhirnya mengejar ke dalam.

    Hawa di dalam gua dingin sekali. Keadaannya juga gelap gulita. Sampai-sampai kelima jari

    tangan sendiri pun tidak terlihat. Dengan berhati-hati Fu Giok-su mengendap-endap maju ke

    depan. Kemudian telinganya menangkap desiran lengan baju.

    Siapa? bentaknya dengan suara keras.

    Tidak ada yang menyahut, tiba-tiba keadaan dalam gua menjadi terang benderang seketika. Lima

    obor api menyala dalam waktu yang bersamaan. Di belakang kelima obor tadi, ternyata duduk

    dengan berdampingan Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek.

    Fu Giok-su terkejut setengah mati. Yaya ! serunya tanpa sadar.

    Thian-ti tertawa datar. Giok-su, apakah kau merasa di luar dugaan melihat kemunculan kami?

    Fu Giok-su menenangkan hatinya. Dia mengangguk dua kali. Apakah telah terjadi sesuatu didalam Siau-yau-kok?

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    17/24

    Kali ini Thian-ti yang menganggukkan kepalanya.

    Siau-yau-kok sudah diubrak-abrik oleh Wan Fei-yang. Kami tidak bisa menetap di sana lagi.Telaga dingin ini merupakan daerah terlarang bagi murid Bu-tong-pay. Dengan bersembunyi di

    tempat ini, aku yakin Wan Fei-yang pasti tidak akan menduganya.

    Mata Fu Giok-su bersinar terang.

    Tidak salah. Seandainya bocah Wan Fei-yang itu benar-benar mencari sampai ke sini, Sun-ji

    pun tidak akan khawatir lagi!

    Justru ini merupakan salah satu maksud kedatangan kami. Sekalian kami bersembunyi di sini.

    Rahasiamu sekarang sudah bocor. Cepat atau lambat dia pasti akan mencarimu. Dengan adanya

    kami di sini, setidaknya kau masih mempunyai bantuan yang dapat diandalkan. Tentu saja kami

    harap kedatangannya semakin lambat semakin baik!

    Maksud Yaya . Fu Giok-su tidak mengerti.

    Sebelum dia datang, kau harus mengerahkan para murid Bu-tong untuk menggempur Bu-ti-bun.

    Pada saat itu aku yakin Wan Fei-yang pasti tidak akan berdiam diri. Kita biarkan sampai kedua

    belah pihak sama-sama terluka, barulah kita turun tangan membasmi Bu-ti-bun sekaligus Bu-

    tong-pay!

    Fu Giok-su langsung mengembangkan senyuman licik. Sun-ji merasa ide ini cemerlang sekali!

    Thian-ti mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak. Suara tawanya bergema di gua

    tersebut dan menggidikkan hati siapa pun yang mendengarnya, tentu saja kecuali Fu Giok-su dan

    keempat bawahannya.

    Fu Giok-su mengerutkan keningnya. Seakan-akan dia teringat sesuatu yang tidak dimengertinya.

    Bagaimana Wan Fei-yang bisa menyerbu ke Siau-yau-kok? Padahal kita tidak memancingnya

    ke sana.

    Bocah itu benar-benar selalu menimbulkan kesulitan!

    Suara tawa Thian-ti sirap seketika. Siapa lagi kalau bukan gara-gara budak Hiong-kun!

    Hiong-kun? wajah Fu Giok-su menjadi kelam kembali.

    Jangan sebut nama budak itu lagi! kemarahan Thian-ti mulai meluap. Dia berhenti sejenakuntuk menenangkan perasaannya yang bergejolak. Ohya . Apakah kau sudah tahu bahwa

    Kuan Tiong-liu telah mengangkat dirinya menjadi Ciangbunjin Go-bi-pay? Dan dia sekarang

    dalam perjalanan membawa para muridnya menuju Bu-tong-san ini!

    Fu Giok-su mengerutkan alisnya sekali lagi.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    18/24

    Mungkinkah dia datang kemari untuk membuat perhitungan denganku atas kekalahannya di

    tangan Ci-siong Tojin tempo hari?

    Mungkin juga dia ingin mengajak Bu-tong-pay bekerja sama menggempur Bu-ti-bun, kata

    Thian-ti dengan mata setengah terpejam.

    Fu Giok-su langsung mengulaskan senyuman lebar.

    Seandainya benar demikian, tentunya bagus sekali. Dengan bergabungnya Go-bi-pay dan Bu-

    tong-pay, tidak takut Bu-ti-bun masih bisa berdiri lebih lama lagi. Dia tertawa terbahak-bahak.

    Kali ini suaranya lebih menyeramkan daripada suara tawa Thian-ti tadi.

    *****

    Dugaan Thian-ti memang tidak salah. Pada hari kedua menjelang matahari berada di atas kepala,

    surat undangan Kuan Tiong-liu sudah sampai. Tentu saja Fu Giok-su menyambutnya sebagai

    Ciangbunjin Go-bi-pay.

    Kuan Tiong-liu menyatakan minatnya mengajak Bu-tong-pay bekerja sama menggempur Bu-ti-

    bun. Fu Giok-su menyambutnya dengan gembira. Meskipun Kuan Tiong-liu adalah seorang

    pemuda yang cerdas, tapi dalam hal kelicikan, dia masih kalah jauh kalau dibandingkan dengan

    Fu Giok-su.

    Dalam dunia Kangouw, asal-usul Fu Giok-su masih merupakan misteri. Sedangkan para murid

    Bu-tong-pay memercayai dia sepenuhnya tanpa pernah tebersit kecurigaan sedikit pun. Apalagi

    partai lainnya. Sikapnya tidak pernah meragukan. Caranya berbicara ataupun menghadapi tamu

    jauh lebih berwibawa daripada Kuan Tiong-liu.

    Pada dasarnya dia memang keturunan tokoh terkenal. Nenek moyangnya pernah menggetarkan

    dunia persilatan sebagai tokoh paling misterius pada zamannya. Baik didikan ataupun silsilah

    keluarga saja, Kuan Tiong-liu sudah bukan apa-apa dibandingkan dengannya.

    Bu-ti-bun adalah musuh seluruh Bu-lim. Asalkan Go-bi-pay dan Bu-tong-pay bergabung

    menyerangnya, partai lurus lainnya pasti tidak akan tinggal diam. Mereka pasti turun tangan

    memberi bantuan untuk membasmi kejahatan Bu-ti-bun yang sudah sekian lama merajalela.

    Ajakan Kuan-ciangbunjin memang tepat. Kalau bukan kita yang memulai, partai lain tentu

    belum berani mengambil tindakan mengingat besar dan kuasanya Bu-ti-bun di dunia Kangouw

    saat ini.

    Tidak salah! sahut Kuan Tiong-liu dengan nada berat. Tapi ular tidak mungkin tanpa kepala.

    Kita harus memilih seorang bengcu untuk memimpin penyerangan ini!

    Fu Giok-su merenung sejenak. Kemudian dia tertawa lebar. Kalau dihitung dari usia, bengcu

    seharusnya dijabat oleh Kuan-heng.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    19/24

    Diam-diam hati Kuan Tiong-liu senang sekali mendengar kata-kata Fu Giok-su. Tapi dia pura-

    pura menolaknya agar terlihat rendah diri dan tidak sok. Keputusan ini kurang adil. Menurut

    pandangan Siaute, lebih baik mengikuti peraturan Bu-lim. Memilih bengcu berdasarkan

    tingginya ilmu silat masing-masing.

    Kuan Tiong-liu berhasil mengalahkan Hay-liong Lojin dengan mengandalkan Lok-jit-kiam-hoatnya yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Tentu saja rasa percaya dirinya lebih besar

    lagi sekarang. Tentu saja Fu Giok-su juga tidak menolak. Tidak mudah mendapat seorang lawan

    seperti Kuan Tiong-liu. Kebetulan dia bisa menguji sampai di mana hasil latihan Coa-tiau-cap-

    sa-sut yang dilatihnya.

    Salah seorang murid Bu-tong segera turun ke bawah gunung untuk mengambil pedang Kuan

    Tiong-liu yang ditinggalkan di tempat itu. Fu Giok-su sendiri tidak menggunakan senjata yang

    biasa dipakainya. Dia sembarangan mengambil sebatang toya dari penyimpanan senjata. Kali ini

    dia sama sekali tidak berminat mengerahkan Bu-tong-liok-kiat dalam menghadapi lawannya.

    *****

    Di luar pendopo angin bertiup dengan kencang. Batasnya memang hanya saling menutul saja.

    Tapi ketika kedua orang mulai bertarung dengan seru, tanpa terasa hati para murid Bu-tong

    menjadi tegang.

    Kuan Tiong-liu berniat menyelesaikan pertandingan itu dalam waktu secepatnya. Begitu

    berhadapan dengan Fu Giok-su, dia langsung memainkan tiga jurus terakhir dari Lok-jit-kiam-

    hoat. Serangannya gencar sekali. Pertama-tama Fu Giok-su menghindar serangan tersebut secara

    asal-asalan saja. Namun ketika jurus kedua mulai dimainkan oleh Kuan Tiong-liu, dia pun tidak

    ayal lagi. Coa-tiau-cap-sa-sut langsung dilancarkan. Tubuh Fu Giok-su meluncur bagai seekor

    rajawali sakti yang mengincar mangsanya. Kadang-kadang gerakannya berubah laksana seekorular yang siap menggigit. Sekali waktu dia melayang di udara, sekejap kemudian dia seakan

    melata di atas tanah. Perubahan yang dilakukannya berturut-turut terlihat ruwet sekali. Bahkan

    orang yang ilmunya tidak seberapa tinggi langsung berkunang-kunang matanya mengikuti

    gerakan Fu Giok-su.

    Kuan Tiong-liu terkejut sekali. Tiga jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat telah dikerahkan

    seluruhnya, tapi dia tetap tidak sanggup menahan Fu Giok-su apalagi menyentuh tubuhnya. Baru

    saja dia berniat mengerahkan kembali tiga jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat, toya Fu Giok-su

    sudah meluncur mengancamnya.

    Kuan Tiong-liu tidak berani ayal. Cepat-cepat dia mencelat mundur beberapa langkah. Fu Giok-

    su malah bagaikan seekor ular yang menerjang terus. Kecepatannya sungguh mengejutkan. Toya

    di tangannya juga ibarat seekor ular berbisa yang siap menggigit musuhnya. Enam puluh empat

    kali berturut-turut dia menyerang Kuan Tiong-liu. Pada serangan yang keenam puluh empat, Fu

    Giok-su melihat titik kelemahan Kuan Tiong-liu. Toyanya langsung menerjang masuk.

    Tampaknya toya itu akan menghantam hancur pangkal lengan Kuan Tiong-liu. Tapi pada detik

    yang menegangkan itu, tiba-tiba Fu Giok-su menarik kembali senjatanya kemudian gerakannya

    pun terhenti.

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    20/24

    Wajah Kuan Tiong-liu berubah hebat. Tapi dia berusaha menahan kekesalannya. Pedangnya

    sendiri ditarik kembali. Ilmu simpanan Bu-tong-pay ternyata merupakan pusaka yang tidak

    tertandingi. Aku Kuan Tiong-liu mengaku kalah. Kedudukan bengcu memang tepat dijabat oleh

    Fu-heng!

    Fu Giok-su menggelengkan kepalanya. Meskipun Siaute menang setengah jurus, tapibagaimana pun pengalaman dalam dunia Kangouw masih dangkal. Menurut pendapat Siaute,

    lebih baik urungkan saja niat memilih bengcu. Urusan besar maupun kecil, kita rundingkan

    bersama dan mencari keputusan yang adil!

    Ini . Kuan Tiong-liu memerhatikan Fu Giok-su dengan tajam. Tapi dia tidak menemukan

    apa pun yang mencurigakan. Ucapan yang dikeluarkan oleh Fu Giok-su demikian tulus. Hatinya

    tergerak. Dia sudah mempunyai perhitungan yang matang. Akhirnya dia menganggukkan kepala

    tanda setuju dengan usul Fu Giok-su tadi.

    Fu Giok-su langsung-mengajak Kuan Tiong-liu duduk di ruangan dalam. Sementara itu, dia juga

    memerintahkan kepada salah seorang anak buahnya untuk mengantarkan surat tantangan kepadaTok-ku Bu-ti. Dalam surat itu dinyatakan bahwa dia mengajak Tok-ku Bu-ti bertemu di Kuan-jit-

    hong, Giok-hong-teng, untuk bertanding secara adil. Batas waktu setengah tahun yang dijanjikan

    juga sudah hampir sampai.

    Ketika aku bertarung melawan Tok-ku Bu-ti di Giok-hong-teng. Kuan-heng segeramengumpulkan para murid Go-bi-pay dan Bu-tong-pay dan mengadakan serangan ke Bu-ti-bun.

    Basmi perkumpulan itu sampai bersih, Fu Giok-su mengemukakan siasat yang sudah

    dipikirkannya matang-matang.

    Tentu saja Kuan Tiong-liu setuju. Dengan ilmu silat yang dimiliki oleh Fu Giok-su, seandainya

    dia dapat mengalahkan Tok-ku Bu-ti tapi dia sendiri pasti tidak terhindar dari luka yang cukupparah. Pada saat itu, dia baru turun tangan menghadapi Fu Giok-su dan kalau perlu merampas

    kedudukannya sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pay.

    Sudah pasti dia tidak mengemukakan hatinya kepada siapa pun. Bahkan wajahnya pun tidak

    menunjukkan perasaan apa-apa. Sampai dia memohon diri kepada Fu Giok-su dan turun ke

    bawah gunung, dia baru mengeluarkan suara tawa dingin dua kali. Tapi hanya dua kali suara

    tawa dingin itu saja.

    Fu Giok-su sendiri juga tidak menunjukkan perasaan apa-apa.

    *****

    Malam hari, kentungan ketiga baru saja terdengar. Di dalam telaga dingin, Fu Giok-su

    mengemukakan siasat yang akan dijalankannya di hadapan Thian-ti.

    Dalam pertarungan hari ini, meskipun aku menempuh bahaya dengan memenangkan Kuan

    Tiong-liu secara nekat, tapi dalam pandangan para murid Bu-tong-pay, kedudukan sekarang

    bagaikan pohon besar dan kukuh. Di samping itu, aku juga tidak menghilangkan muka Kuan

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    21/24

    Tiong-liu di depan umum. Tentu saja diam-diam orang itu bersyukur dan para murid Bu-tong

    menganggap Sun-ji berjiwa besar. Kuan Tiong-liu adalah manusia yang angkuh dan tinggi hati.

    Ambisinya juga besar sekali. Aku tahu apa yang terkandung di hatinya. Dia tentu mengira dalam

    pertarungan melawan Tok-ku Bu-ti, setidaknya aku akan terluka parah. Dia sendiri pasti akan

    mengerahkan segenap tenaga untuk membasmi Bu-ti-bun. Pada saat itu, kita baru meringkusnya

    juga belum terlambat.

    Thian-ti yang melihat cucunya demikian cerdas dan banyak akal, tentu saja hatinya girang tak

    terkatakan.

    *****

    Pada malam yang sama, Tok-ku Bu-ti telah membuat sebuah keputusan. Dia akan menikahkan

    Tok-ku Hong dengan Kongsun Hong. Sudah pasti Kongsun Hong menerima keputusan itu

    dengan gembira. Sedangkan Tok-ku Hong terkejut sekali. Dia langsung mengunci dirinya dalam

    kamar dan tidak menemui siapa pun.

    Berita dengan cepat tersebar ke seluruh kantor maupun cabang Bu-ti-bun. Bahkan dayang Sen

    Man-cing yang bernama Guat Ngo juga sudah mendengar berita ini. Setelah mendapat laporan

    dari Guat Ngo, Sen Man-cing tetap tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Dia duduk termenung

    kurang lebih setengah kentungan. Akhirnya dia memerintahkan Guat Ngo untuk mengundang

    Tok-ku Bu-ti datang ke tempat tinggalnya.

    Tok-ku Bu-ti sendiri juga mempertimbangkan sekian lama, baru melangkahkan kakinya menuju

    Liong-hong-kek.

    *****

    Angin malam berembus dari tirai jendela. Sen Man-cing masih duduk di tempatnya semula. Di

    hadapannya ada sebuah lentera yang melambai-lambai tertiup angin. Ketika telinganya

    menangkap suara langkah kaki manusia, baru dia menolehkan kepalanya.

    Dia melihat Tok-ku Bu-ti melangkah ke dalam kamar, cepat-cepat dia memalingkan kepalanya.

    Melihat keadaan itu, Tok-ku Bu-ti memperdengarkan suara tertawa dingin satu kali. Dia

    membalikkan tubuhnya berjalan ke arah pintu. Di situ dia menghentikan langkah kakinya.

    Apakah aku salah masuk? tanyanya datar.

    Kau tidak salah masuk. Tetapi apa yang kau lakukan baru dapat dikatakan kesalahan besar!nada Sen Man-cing bahkan lebih dingin lagi.

    Kesalahan besar? Tok-ku Bu-ti tentu tahu apa yang dimaksudkan oleh Sen Man-cing, tetapi

    dia pura-pura tidak tahu. Hal apa yang kau maksudkan?

    Urusan yang satu ini!

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    22/24

    Aku rasa yang kau maksudkan mungkin pernikahan Hong-ji.

    Sen Man-cing tidak menyangkal.

    Akhirnya kau harus memohon kepadaku juga, kata Tok-ku Bu-ti tertawa bangga.

    Aku hanya mengingatkan, sahut Sen Man-cing sepatah demi sepatah. Hong-ji sama sekali

    tidak ada perasaan apa-apa terhadap Kongsun Hong.

    Perasaan bisa dibina perlahan-lahan.

    Apakah manusia seperti engkau mengerti apa yang dinamakan perasaan?

    Aku hanya tahu bahwa aku mempunyai hak mengurus pernikahan Hong-ji!

    Tapi kau harus berpikir demi Hong-ji. Pernikahan bukan permainan. Ini masalah besar yang

    menyangkut seumur hidup Hong-ji! nada Suara Sen Man-cing begitu pilu. Kau memaksanyamenikahi seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Bukankah sama saja kau ingin membuat dia

    menderita sepanjang hidup ini?

    Urusan apa pun hanya aku yang berhak menentukan. Tidak ada hubungan denganmu!

    Hong-ji adalah anak kandungku. Bagaimana kau bisa mengatakan tidak ada hubungannya?

    Anak kandungmu! wajah Tok-ku Bu-ti berubah menghijau. Lalu, mengapa kau tidak

    mengatakan terus terang apa yang telah kau lakukan tempo dulu?

    Dengan hati pedih Sen Man-cing menundukkan kepalanya. Tok-ku Bu-ti juga tidak banyakbicara lagi. Dia membalikkan tubuhnya berjalan keluar. Dibantingnya pintu kamar keras-keras.

    Sen Man-cing mendongakkan kepalanya. Mulutnya membuka, tapi akhirnya dia tidak jadi

    memanggil.

    Kepalanya tertunduk semakin rendah. Berulang kali dia menarik napas panjang. Entah berapa

    lama telah berlalu, Tiba-tiba terdengar suara pintu didorong dari luar. Sen Man-cing menghela

    napas sekali lagi.

    Apakah kau sudah mempertimbangkan kembali? tanyanya dengan kepala tetap tertunduk.

    Ibu, apa yang harus dipertimbangkannya kembali? yang masuk rupanya Tok-ku Hong.

    Sen Man-cing tertegun. Dia mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. Hong-ji, sudah larut

    malam. Mengapa kau masih belum tidur juga?

    Bukankah ibu juga sama saja?

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    23/24

    Dalam keadaan begini, mana mungkin bisa tidur nyenyak? Sen Man-cing menarik napas sekali

    lagi.

    Tok-ku Hong terdiam.

    Ibu sudah tahu semuanya, kata Sen Man-cing dengan nada pilu.

    Keduanya merenung sekian lama.

    Kau tidak ingin menikah dengan Kongsun Hong bukan? kembali Sen Man-cing membuka

    suara.

    Tok-ku Hong menganggukkan kepalanya. Sen Man-cing tertawa sumbang. Ada bagusnya

    keputusanmu itu. Daripada menderita seumur hidup, kata Sen Man-cing selanjutnya.

    Tapi Tia berkeras .

    Ayahmu memang picik pikirannya. Hong-ji, bagaimana dengan keputusanmu sendiri?

    Mata Tok-ku Hong bersinar terang. Aku akan meninggalkan tempat ini!

    Apa yang kau rasa baik, lakukanlah! Sen Man-cing membelai rambut Tok-ku Hong. Tapi

    dunia Kangouw penuh dengan kejahatan dan kelicikan. Kau harus berhati-hati!

    Kelak ibu akan lebih kesepian lagi!

    Kau tidak perlu khawatir. Ibu sudah terbiasa.

    Ibu, lebih baik kita pergi bersama-sama saja!

    Sen Man-cing menggelengkan kepalanya. Tok-ku Hong merasa heran. Ibu, aku benar-benartidak mengerti .

    Kelak tentu kau akan mengerti. Kalau aku pergi sekarang, kesalahan terletak pada ibumu ini.

    Sudahlah, lebih baik kau pergi sendiri saja!

    Kalau begitu, sekarang juga Hong-ji mohon diri kepada Ibu. Harap Ibu menjaga diri baik-baik,

    Tok-ku Hong menjatuhkan diri dan berlutut di atas tanah. Dia menyembah sebanyak tiga kali.

    Ketika dia berdiri air matanya sudah mengembang.

    Sen Man-cing menahan kepedihan hatinya dalam-dalam. Sampai Tok-ku Hong meninggalkan

    kamar itu, barulah air matanya berderai dengan deras.

    *****

  • 7/31/2019 Ilmu Ulat Sutera 23

    24/24

    Siang terik pada hari kedua. Tok-ku Bu-ti baru tahu bahwa Tok-ku Hong sudah menghilang. Dia

    marah sekali. Dia segera kembali ke ruangan pendopo dan menurunkan Panji Telapak Darah.

    Dia memerintahkan kepada seluruh anggotanya untuk membunuh Tok-ku Hong apabila berhasil

    menemukan gadis itu.

    Tidak ada orang yang berani melarang. Demikian pula Kongsun Hong. Kali ini marah Tok-kuBu-ti tampaknya benar-benar meledak.

    *****

    Suasana sunyi mencekam. Pagi sudah tiba. Sinar matahari yang timbul menerobos lewat jendela.

    Tok-ku Hong sudah bangun. Dipandangnya sekitar rumah tua di mana dia berada. Tanpa sadar

    dia menarik napas panjang.

    Sekarang merupakan hari kedua dia meninggalkan Bu-ti-bun. Rasa kesepian dan kesendirian

    semakin lama semakin menggelayuti hatinya. Keadaan saat ini tidak sama dengan saat pertama

    kali dia pergi dari Bu-ti-bun karena marah. Sekarang dia tidak punya rumah lagi untuk pulang.Ke mana tujuannya, dia sama sekali tidak tahu. Asal di depannya masih ada jalan yang dapat

    ditempuh, dia melangkah terus. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa jejaknya sudah berada

    di bawah pengawasan para penyelidik Bu-ti-bun dan laporan sudah sampai di kantor pusat.

    Suara helaan napas masih terdengar, seseorang sudah muncul di depan pintu. Orang itu

    memandangnya dengan mulut cengar-cengir.

    Tampaknya kedatanganku saat ini memang tepat. Tidak sampai mengejutkan mimpi Toasiocia

    yang indah!

    Kiu-bwe-hu! seru Tok-ku Hong tanpa sadar setelah melihat jelas siapa orang yang masuk itu.Untuk apa kau datang kemari?