Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

18
Nama: Tita Novitasari NIM: 11140460000046 Kelas: III (Tiga) A 1. Jelaskan dan berikan contoh norma dan norma hukum! 2. Jelaskan dan berikan contoh tentang perbedaan kaidah hukum abstrak dan konkret! 3. Apakah diperbolehkan Pemerintah membentuk Kementerian Pemuda dan Olahraga meskipun UUD 1945 tidak pernah menyebutkan atau mengatur kementerian tersebut? Jelaskan jawaban anda! 4. Lembaga negara apa saja yang diberikan wewenang legislasi oleh UUD 1945? Jelaskan jawaban saudara! Jawaban No. 4 sebagai berikut: Legilasi dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pembuatan undang-undang. Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) yang berarti bahwa semua putusan dan peraturan bergantung pada hukum, tidak bisa sewenang-wenang, tidak ada yang namanya kekuasaan absolut, dan kekuasaan tidak tak terbatas alias kekuasaan penyelenggara negara –pemerintah- dibatasi oleh hukum yang mengaturnya. Bentuk dari sistem negara yang lainnya ialah machtstaat (Negara yang berdasarkan pada kekuasaan semata/monarki). Jika berbicara mengenai hukum, maka akan kental hubungannya dengan negara yang memiliki pengaruh besar terhadap eksistensi hukum itu sendiri yakni Prancis, tokoh terkenal sebut saja Napoleon ialah orang pertama yang mencetuskan tentang kodifikasi hukum civil atau hukum yang mengatur keperluan masyarakatnya atau Montesqiu dengan teori separation

Transcript of Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

Page 1: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

Nama: Tita Novitasari

NIM: 11140460000046

Kelas: III (Tiga) A

1. Jelaskan dan berikan contoh norma dan norma hukum!2. Jelaskan dan berikan contoh tentang perbedaan kaidah hukum abstrak dan konkret!3. Apakah diperbolehkan Pemerintah membentuk Kementerian Pemuda dan Olahraga

meskipun UUD 1945 tidak pernah menyebutkan atau mengatur kementerian tersebut? Jelaskan jawaban anda!

4. Lembaga negara apa saja yang diberikan wewenang legislasi oleh UUD 1945? Jelaskan jawaban saudara!

Jawaban

No. 4 sebagai berikut:

Legilasi dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pembuatan undang-undang. Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) yang berarti bahwa semua putusan dan peraturan bergantung pada hukum, tidak bisa sewenang-wenang, tidak ada yang namanya kekuasaan absolut, dan kekuasaan tidak tak terbatas alias kekuasaan penyelenggara negara –pemerintah- dibatasi oleh hukum yang mengaturnya. Bentuk dari sistem negara yang lainnya ialah machtstaat (Negara yang berdasarkan pada kekuasaan semata/monarki).

Jika berbicara mengenai hukum, maka akan kental hubungannya dengan negara yang memiliki pengaruh besar terhadap eksistensi hukum itu sendiri yakni Prancis, tokoh terkenal sebut saja Napoleon ialah orang pertama yang mencetuskan tentang kodifikasi hukum civil atau hukum yang mengatur keperluan masyarakatnya atau Montesqiu dengan teori separation of powers dalam bukunya L’ Spirit des Lois (1748) yang mempu mengubah sistem kekuasaan hampir di seluruh dunia.

Separation of power lahir sebagai bentuk protes Montesqiu terhadap kondisi pemerintahan negaranya saat itu, di mana raja yang monarki berebut kekuasaan dengan para bangsawan Prancis yang berpengaruh. Separation of power ini membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bagian yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku di suatu negara. Kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang yang berlaku dalam suatu negara. Kekuasaan yudikatif ialah kekuasaan peradilan yang fungsi dan kewenangannya adalah menjaga agar undang-undang, peraturan-peraturan

Page 2: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

atau ketentuan-ketentuan hukum lainnya benar-benar ditaati, memutuskan sengketa sipil yang diajukan, dan menguji Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar.

Dalam teorinya Montesqiu, kekuasaan tersebut harus dibagi-bagi dan dipisah-pisah. Satu kekuasaan negara dipegang oleh satu lembaga negara atau lebih, kemudian lembaga negara yang sudah memegang salah satu kekuasaan tersebut tidak bisa memegang kekuasaan yang lainnya. Namun dalam sistem pemerintahan Negara kita, sistem/model yang dianut adalah distribution of power. Distribution berarti pembagian, maksudnya ialah kekuasaan negara kita tidak dipisah-pisah (diseparasi) namun hanya dibagi-bagi. Jadi sah-sah saja bila satu lembaga negara memegang dua atau bahkan tiga dari ketiga kekuasaan di atas, yang mesti diutamakan ialah lembaga-lembaga negara yang telah dibagi-bagi kekuasaannya itu menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan penjelasannya, pemegang ketiga kekuasaan negara di Indonesia dilakukan oleh:

- Kekuasaan Eksekutif dipegang oleh Presiden- Kekuasaan Legislatif dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR - Kekuasaan Yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan Badan-badang Peradilan

lainnya.

Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif maka sangatlah jelas bahwa Presiden merupakan lembaga tertinggi dalam pemerintahan negara. Pemerintahan sendiri mengandung dua arti yaitu arti formal yakni pemerintahan memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mengatur dan memutus, dan arti materiel yakni pemerintahan mengandung unsur memerintah dan melaksanakan. Maka dapat dipahami bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif (penyelenggara/pelaksana) berarti Presiden ialah Lembaga Pemerintahan yang fungsinya melaksanakan, memerintah, memutus, dan mengatur.

Amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada 1999 hingga 2001 telah memberikan pengaruh yang besar terhadap tata perundang-undangan kita. Sejak amandemen pertama yang dilakukan pada 19 Oktober 1999, Indonesia menetapkan tiga jenis peraturan: 1). Undang-Undang; 2). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3). Pearturan Pemerintah. Penjelasan mengenai ketiga peraturan tersebut ialal sebagai berikut:

Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengenai hierarki peraturan perundang-undangan: Pasal 3

Page 3: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

(1) Undang-undang Dasar merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalampenyelenggaraan negara.

(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Pemusyawaratan Rakyat pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang Majelis Pemusyawaratan Rakyat.

(3) Undang-undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 serta ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang harus diajukan ke Dewan

Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. b. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah

pengganti undang-undang dengan tidak mengadakan perubahan. c. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang tersebut harus dicabut. (5) Peraturan Pemerintah dibuat oleh Presiden untuk melaksanakan perintah Undang-

undang.

Pasal 5 ayat (1) – sebelum perubahan UUUD 1945:

Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sedangkan dalam penjelasan mengenai Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan sebagai berikut: ‘Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam negara.’

Menurut A. Hamid S, bersama-sama maksudnya adalah berbarengan dengan atau serentak (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sehingga dengan demikian Presiden dalam menjalankan legilative power (Pembentukan Undang-undang), Presidenlah yang benar-benar berkuasa dalam membentuknya sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat hanya memberi persetujuan dengan berbarengan, serentak, atau bersama-sama.

Pasal 5 tersebut menunjukan pada saya bahwa nyatanya Presiden, selain sebagai lembaga tertinggi dalam menjalankan roda pemerintahan Presiden pula ialah lembaga yang paling berhak dalam legislasi. Hal ini memberikan efek yang negatif untuk citra Presiden itu sendiri. Presiden, seakan-akan merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan mutlak di negara kita. Ia memiliki banyak kewenangan dan tentunya memiliki pengaruh besar bagi

Page 4: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

negara kita. Namun setelah amandemen, kewenangan Presiden dalam legislasi akhirnya dibatasi. Presiden hanya memberikan persetujuan terhadap RUU (Rancangan Undang-undang) yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini dipengaruhi oleh prinsip Indonesia yang baru untuk sistem pemerintahannya yakni check and balance dan sharing of powers. Berikut ialah UUD 1945 mengenai lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan dalam legislasi:

Pasal 20 – sesudah perubahan UUD 1945:

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. (2) Setiap rancangan Undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,

rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Pasal 22 ayat (1) – sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945:

Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

Pasal 5 ayat (2) – sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945:

Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Jadi, sangat jelas bahwa yang diberikan wewenang dalam legislasi oleh UUD 1945 adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun yang lebih utamanya ialah Presiden. Selain pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, Presiden pula berwenang untuk mengesahkan satu peraturan yakni undang-undang dan menetapkan dua peraturan yakni PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) dan Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksana dari Undang-undang. Dalam menetapkan undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat terlebih dahulu mengajukan rancangan Undang-undang (RUU) yang kemudian akan disetujui bersama dengan Presiden. Sedangkan pengesahannya dilakukan oleh Presiden.

Page 5: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

No. 2 sebagai berikut:

Kaidah berarti rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang sudah pasti, patokan atau dalil. Konkret ialah nyata atau sesuatu yang berwujud, sedangkan abstrak kebalikannya (tidak nyata, tidak berwujud). – Kamus Besar Bahasa Indonesia-

Kaidah dipersamakan dengan norma. Norma berasal dari bahasa latin yakni dari kata nomos yang berari nilai, namun dewasa ini arti norma dipersempit menjadi norma hukum saja. Dalam bahasa inggris norma diartikan sebagai The Law, sedangkan kaidah dalam bahasa Arab diartikan sebagai qa’idah yang berarti ukuran atau nilai pengukur atau dasar-dasar. Kaidah merupakan patokan, ukuran, pedoman dan berperilaku atau bersikap (Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1979 : 14). Dalam bahasa kita, baik norma maupun kaidah diartikan sebagai patokan, pedoman, atau aturan.

Kaidah hukum atau norma hukum ini dapat dibedakan menjadi kaidah hukum umum abstrak (general and abstract norm) dan kaidah hukum individual konkret (concrete and individual norms). Dalam peraturan perundang-undangan atau dalam materi peraturan hukum, kaidah hukum jenis pertama (kaidah hukum umum abstrak) adalah yang biasa digunakan. Hukum dengan sifatnya yang memaksa (imperatif) dan mengatur (fakultatif), maka seyogyanya hukum di suatu negara memaksa dan mengatur semua warga negaranya tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa hukum mesti umum (general), sedangkan kaidah hukum umum selalu bersifat abstrak karena kaidah ini tidak mengaitkan aturannya pada suatu subjek konkret, pihak, atau individu tertentu. Namun dalam kaidah hukum yang ditentukan oleh pengadilan dalam bentuk putusan (vonis) maka jenis kaidah hukum yang kedua (individual and concrete norm) yang biasa/mesti digunankan. –Prof Dr. Jimly Ash-shidqi S.H.-

Dari buku Maria Farida, saya kutip pengertian dari norma hukum abstrak dan konkret tersebut yakni sebagai berikut:

Norma hukum abstrak: adalah suatu norma suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya. Contoh:

BAB XIX: Kejahatan terhadap Nyawa

Pasal 338: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. –Kitab Undang-undang Hukum Pidana-

Hukum/aturan di atas jelas bersifat umum yakni diberlakukan untuk semua subjek, pihak, atau individu tanpa terkecuali. Dan, hukum di atas juga bersifat abstrak yakni hukum yang

Page 6: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

melihat pada perbuatan seseorang yang tidak dibatasi oleh apapun baik oleh tempat, jenis barang, alat, dll.

Norma hukum konkret: suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara lebih nyata (konkret). Contoh:

a). vonis hakim yang menetapkan bahwa si A dipidana selama 10 tahun, b). keputusan pejabat pemerintah yang memutuskan bahwa si B diberi izin untuk mengimpor mobil bekas, atau si X diangkat menjadi Direktur Jenderal suatu Departemen, c). dalam urusan kepolisian misalnya si A ditahan untuk urusan penyidikan, dan d). dalam urusan perdata misalnya si B diwajibkan untuk membayar sewa kepada pihak yang menyewakan (pemilik rumah), e). Kontrak/akad yang dijalankan oleh beberapa pihak (dalam urusan keperdataan).

Maka dari penjelasan di atas sangat dapat dipahami perbedaan antara hukum abstrak dan konkret. Keduanya jelas sangat berbeda, jika abstrak bersifat umum dan tidak dibatasi oleh apapun sedangkan konkret ialah hukum yang dibatasi oleh sesuatu yang nyata misalnya oleh subjek, pihak, dan/atau individu yang nyata. Hukum yang sifatnya abstrak biasanya digunakan untuk merumuskan materi peraturan yang diberlakukan di suatu negara. Mengingat bahwa hal ini sesuai dengan asas equality before the law. Sedangkan hukum yang sifatnya konkret biasanya diaplikasikan pada putusan (vonis) hakim/jaksa, pejabat pemerintah, kepolisian, dll. Karena, biarbagaimana pun suatu keputusan dari pihak di atas pastinya bersifat khusus (individual) yakni ditujukan kepada suatu pihak tertentu yang terlibat dalam persidangan (hakim), dalam penyidikan (kepolisian), dll.

No. 1 sebagai berikut:

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas mengenai norma dan norma hukum, dapat dipahami bahwa norma ialah aturan, pedoman, patokan, atau kaidah dasar mengenai sesuatu. Norma dibagi menjadi empat bagian yaitu di antaranya:

Norma Agama, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari Tuhan YME.

Norma Kesusilaan, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari hati nurani manusia.

Norma Kesopanan, yaitu ketentuan hidup yang berasal dari pergaulan dalam

masyarakat.

Norma Hukum, yaitu ketentuan yang dibuat oleh pajabat yang berwenang yang mempunyai sifat memaksa.

Norma lahir sebab adanya suatu interaksi yang terjadi di antara beberapa orang. Karena hakikat dari norma itu sendiri ialah aturan yang mengatur tata cara manusia hidup,

Page 7: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

memperlakukan manusia disekitarnya, lingkungannya, dan makhluk lainnya. Dapat dikatakan bahwa di mana ada manusia maka di situlah terdapat norma yang hidup. Norma mengandung suruhan-suruhan atau dalam bahasa Yunani disebut dengan das sollen (seharusnya/ hendaknya/ought to be/ought to do).

Norma kesusilaan dan norma kesopanan merupakan norma yang hidup di masyarakat (the living law). Norma ini lahir dari kebiasaan-kebiasaan (yang berungkali terjadi) masyarakat dan berdasarkan pada apa yang dirasa pantas (baik) dan apa yang dirasa tidak pantas (buruk) oleh masyarakat. Norma kesusilaan dan norma kesopanan berbanding lurus dengan keadilan yang dikehendaki oleh masyarakat.

Sedangkan norma agama adalah aturan/hukum yang berasal dari Tuhan. Norma ini bersifat sakral dan terkadang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Norma agama berisikan tentang perintah-perintah Tuhan yang memaksa dan mengatur manusia dalam menjalankan kehidupannya. Berbeda dengan norma yang lainnya, norma Tuhan atau norma agama memprioritaskan hari akhirat ketimbang dunia, dengan kata lain norma agama bertujuan agar manusia dapat selamat kelak di akhirat.

Norma hukum ialah norma yang dibuat oleh pejabat negara yang berwenang. Tujuan dibuatnya norma ini ialah agar masyarakat yang dipimpin oleh para pejabat itu dapat memperoleh atau merasakan keharmonisan, keamanan, keadilan, kepastian hukum, keseimbangan, ketepatan, kenyamanan, dan lainnya (yang sifatnya kebaikan). Dengan terwujudnya ketertiban sebab terselenggaranya atau dilaksanakannya norma hukum tersebut, maka apa yang menjadi tujuan dari pembentukan norma hukuitu dapat dicapai.

Berikut bagan tentang norma:

Norma

Aspek Hidup Pribadi

Aspek Hidup antar Pribadi

NormaAgama

NormaKesusilaan

NormaKesopanan

NormaHukum

Untuk HidupBeriman

KebersihanHati Nutani

Kebaikan Hidup bersama

Ketertibanmasyarakat

Page 8: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

Berikut adalah tugas norma hukum dan tujuan dibuatnya norma hukum:

No. 3 sebagai berikut:

Presiden memiliki hak prerogatif (hak istimewa). Sebelum amandemen UUD 1945, hak prerogatif Presiden hampir bersifat mutlak. Selain kewenangannya dalam pembuatan undang-undang yang lebih berpengaruh ketimbang Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden juga berperan sebagai lembaga tertinggi dalam menyelenggarakan pemerintahan. Sebagaimana Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi: Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 5 tersebut menunjukan bahwa Presiden adalah lembaga yang paling berhak dalam legislasi.

Amandemen UUD 1945 bukanlah amademen biasa yang hanya merubah kalimat atau isi dari undang-undang tersebut. Amandemen tidak bisa disebut atau disindir dengan pernyataan “lain isi lain bunyi” namun sebagaimana menurut para ahli hukum bahwa amandemen memberikan tambahan dan ketentuan-ketentuan yang berbeda yang sebelumnya tidak tercantum/diatur dalam UUD sebelum perubahan. Dengan kata lain, amandemen telah memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem pemerintahan Indonesia.

TUGAS NORMA HUKUM

Kebaikan

Untuk Menegakkan

KeindahanKebenaran

Keseimbangan KetepatanKebahagiaan

Keadilan Kepastian HkKemanfaatan

TUJUAN NORMA HUKUM

Page 9: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

Oleh karenanya hak prerogatif Presiden yang sebelumnya (sebelum amandemen) hampir bersifat mutlak diubah menjadi tidak tak terbatas. Namun, eksistensi dari hak prerogatif Presiden ini tidak bisa dipungkiri apalagi dihapuskan keberadaannya. Karena biarbagaimanapun sistem negara kita ialah Presidensiil yakni sistem pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden bukan Parlementer (sistem pemerintahannya dipimpin oleh Perdana Menteri sedangkan Presidennya hanya sebagai Kepala Negara). Maka dengan sistem Presidensiil ini, Presiden berhak untuk memutuskan dan mengatur pihak-pihak yang akan membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan Indonesia.

Menteri-menteri ialah pihak yang tugasnya membantu Presiden dalam menjalankan pemerintahannya. Maka menteri-menteri ini diatur oleh Presiden sebagai atasannya, pengaturannya ialah hak prerogatif Presiden itu sendiri. Berikut ialah tabel mengenai kekuasaan Presiden (hak prerogatif Presiden) terhadap para menteri:

Dalam UUD 1945 setelah amandemen, ditetapkan bahwa Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden namun pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian Negara diatur dalam Undang-undang. Dari Undang-undang tersebut dapat disimpulkan, Presiden memiliki hak prerogatif dalam pemilihan orang/pejabat yang memegang suatu kementerian sedangkan lembaga kementerian itu sendiri yakni pembentukannya, pengubahan, atau pembubarannya -seperti pembubaran Kementerian Penerangan dan Sosial pada masa Abdurahman Wahid- bukan termasuk hak prerogatif Presiden. Namun saya mengkritisi redaksi ‘Kementerian Negara’ dalam UUD 1945 setelah amandemen tersebut. Dari redaksi itu saya pahami bahwa hanya Kementerian Negara saja yang pembubaran, pembentukan, dan pengubahannya diatur oleh Undang-undang bukan Presiden.

Terdapat tiga Kementerian di negara kita, 1). Kementerian Koordinatur, 2). Departemen atau Menteri, 3). Kementerian Negara. Tentu ketiganya memiliki kedudukan, tugas, fungsi,

Page 10: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

susunan organisasi, dan mekanisme kerja yang berbeda. Awalnya saya mengira bahwa kementerian negara yang dimaksud dalam redaksi UUD 1945 tentang kementerian -sesudah amandemen- ialah kementerian negara dari tiga macam kementerian di atas (hanya No. 3). Namun ternyata kementerian negara yang dimaksud di sini bersifat umum (general), artinya bahwa pembubaran, pembentukan, dan pengubahan kementerian negara berlaku untuk ketiga jenis kementerian tersebut.

Kita ketahui, Presiden tidak memiliki hak prerogatif dalam pembentukan, pembubaran, dan pengubahan kementerian negara melainkan yang berwenang akan hal itu ialah undang-undang. Oleh karenanya saya lampirkan undang-undang yang dimaksud yakni Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam undang-undang ini saya dapati bahwa Presiden berwenang dalam pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian namun kewenangan tersebut bukan secara mutlak dimiliki oleh Presiden. Untuk beberapa hal, Presiden membutuhkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian yang dilakukan Presiden mesti dilandasi dengan pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan dalam undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian, misalnya dalam pembentukan Kementerian Pemuda dan Olahraga Presiden mesti mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dari Kementerian yang akan dibentuk tersebut.

Berikut ialah UU RI No. 39 Tahun. 2008 Tentang Kementerian:

BAB IV

PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN PEMBUBARAN

KEMENTERIAN

Bagian Kesatu

Pembentukan Kementerian

Pasal 12

Presiden membentuk Kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 13

Page 11: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

(1) Presiden membentuk Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).

(2) Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan: a. Efisiensi dan efektivitas;

b. Cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

c. Kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau

d. Perkembangan lingkungan global.

Pasal 14

Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementerian, Presiden dapat

membentuk Kementerian koordinasi.

Pasal 15

Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan

Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).

Pasal 16

Pembentukan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14

paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji.

Bagian Kedua

Pengubahan Kementerian

Pasal 17

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat diubah oleh Presiden.

Pasal 18

(1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diubah oleh Presiden

Pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a. efisiensi dan efektivitas;

b. perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi;

c. cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;

d. kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas;

e. peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah;

Page 12: Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya

f. kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau

g. kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.

Pasal 19

(1) Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian dilakukan

dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Dewan Perwakilan

Rakyat paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima.

(3) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dewan

Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat

dianggap sudah memberikan pertimbangan.

Bagian Ketiga

Pembubaran Kementerian

Pasal 20

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.

Pasal 21

Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dibubarkan oleh Presiden

dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Kementerian yang

menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan harus dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat.