Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

6
Tugas Akhir Filsafat Sains (KU7080) Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Islam (Terjemahan) Nadya Amalia (30215006)

description

Islam mencoba untuk mensintesis akal dan wahyu, pengetahuan dan nilai-nilai, dalam p endekatan untuk mempelajari alam. Pengetahuan yang diperoleh melalui upaya manusia yang rasional dan melalui Al-Qur’an dipandang sebagai pelengkap: keduanya adalah tanda-tanda Tuhan yang memungkinkan manusia untuk mempelajari dan memahami alam. Antara abad kedua dan kedelapan abad setelah Hijriah, ketika peradaban Islam berada di puncaknya, metafisika, episte mologi dan studi empiris alam menyatu untuk menghasilkan ledakan semangat ilmiah. Para ilmuwan dan ulama seperti Ibn al-Haytham, al-Razi, Ibnu Tufail, Ibnu Sina dan al- Biruni ditumpangkan ide Plato dan Aristoteles menganai akal dan objektivitas iman Islam mereka sendiri, sehingga menghasilkan sebuah sintesis yang unik dari agama dan filsafat. Mereka juga menempatkan pekanan besar pada metodologi ilmiah, memberikan pentingnya pengamatan sistematis, eksperimen dan membangun teori.

Transcript of Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

Page 1: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

Tugas Akhir Filsafat Sains (KU7080)

Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Islam

(Terjemahan)

Nadya Amalia (30215006)

Page 2: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

Pendahuluan

Islam mencoba untuk mensintesis akal dan wahyu, pengetahuan dan nilai-nilai, dalam pen-dekatan untuk mempelajari alam. Pengetahuan yang diperoleh melalui upaya manusia yangrasional dan melalui Al-Qur’an dipandang sebagai pelengkap: keduanya adalah tanda-tandaTuhan yang memungkinkan manusia untuk mempelajari dan memahami alam. Antara abadkedua dan kedelapan abad setelah Hijriah, ketika peradaban Islam berada di puncaknya,metafisika, epistemologi dan studi empiris alam menyatu untuk menghasilkan ledakan seman-gat ilmiah. Para ilmuwan dan ulama seperti Ibn al-Haytham, al-Razi, Ibnu Tufail, Ibnu Sinadan al-Biruni ditumpangkan ide Plato dan Aristoteles menganai akal dan objektivitas imanIslam mereka sendiri, sehingga menghasilkan sebuah sintesis yang unik dari agama dan filsafat.Mereka juga menempatkan penekanan besar pada metodologi ilmiah, memberikan pentingnyapengamatan sistematis, eksperimen dan membangun teori.

Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Islam

Mungkin tidak ada ilustrasi yang lebih baik dari hubungan dekat antara Islam dan ilmu penge-tahuan dari pernyataan Nabi Muhammad SAW yang sering dikutip:

”Seeking knowledge is compulsory on every Muslim.””Wisdom is the lost property of the believer.””Whoever follows a path seeking knowledge, Allah will make his path to paradise easy.”

Pernyataan-pernyataan ini dan banyak lainnya merupakan undangan bagi umat manu-sia untuk memperkaya pengetahuan mereka dari berbagai sumber. Oleh karena itu tidakmengherankan bahwa dalam Islam agama dan ilmu pengetahuan selalu dianggap sebagaisaudara kembar dan sampai hari ini mereka masih terus berhubungan. Tidak pula menge-jutkan untuk dipelajari bahwa data ilmiah tertentu digunakan untuk pemahaman yang lebihbaik terhadap teks Al-Quran. Ketika semua dikatakan dan dilakukan, pengetahuan ilmiahtampaknya, terlepas dari apa yang banyak orang mungkin mengatakan atau berpikir, menjadisangat kondusif untuk refleksi tentang keberadaan Tuhan.

Islam mencoba untuk mensintesis akal dan wahyu, pengetahuan dan nilai-nilai, dalampendekatan untuk mempelajari alam. Pengetahuan yang diperoleh melalui upaya manusiayang rasional dan melalui Al-Qur’an dipandang sebagai pelengkap: keduanya adalah tanda-tanda Tuhan yang memungkinkan manusia untuk mempelajari dan memahami alam. Antaraabad kedua dan kedelapan abad setelah Hijriah, ketika peradaban Islam berada di puncaknya,metafisika, epistemologi dan studi empiris alam menyatu untuk menghasilkan ledakan seman-gat ilmiah. Para ilmuwan dan ulama seperti Ibn al-Haytham, al-Razi, Ibnu Tufail, Ibnu Sinadan al-Biruni ditumpangkan ide Plato dan Aristoteles menganai akal dan objektivitas imanIslam mereka sendiri, sehingga menghasilkan sebuah sintesis yang unik dari agama dan filsafat.Mereka juga menempatkan penekanan besar pada metodologi ilmiah, memberikan pentingnyapengamatan sistematis, eksperimen dan membangun teori.

Awalnya, penyelidikan ilmiah diarahkan oleh praktek sehari-hari Islam. Misalnya,perkembangan astronomi dipengaruhi oleh fakta bahwa waktu sholat muslim didefinisikanastronomis dan arahnya didefinisikan secara geografis. Pada tahap selanjutnya, pencariankebenaran untuk kepentingan dari kebenaran itu sendiri menjadi norma, yang menyebabkanbanyak penemuan-penemuan baru dan inovasi. Ilmuwan muslim tidak mengakui batas-batasdisiplin antara dua budaya ilmu pengetahuan dan humaniora, dan seorang filsuf cenderung se-bagai aturan umum untuk polymaths. Baru-baru ini, para filsuf telah mulai mengembangkanfilsafat Islam kontemporer ilmu dengan menggabungkan konsep-konsep dasar Islam seperti ’ilm(pengetahuan), khilafah (perwalian alam) dan istisla (kepentingan umum) dalam kerangka ke-bijakan ilmu pengetahuan yang terintegrasi.

1

Page 3: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

1. Ilmu dan metafisika

2. Metodologi

3. Upaya revival

Ilmu dan metafisika

Inspirasi muslim untuk studi alam datang langsung dari Al-Qur’an. Al-Qur’an secara khususdan berulang kali meminta umat Islam untuk menyelidiki fenomena alam secara sistematis,tidak hanya sebagai kendaraan untuk memahami alam tetapi juga sebagai sarana untuk se-makin dekat dengan Allah. Dalam Surah 10, misalnya, kita membaca:

”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Diaalah yang men-empatkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan(waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dian menjelaskantnada-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada peran-tian malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi,pasti terdpattanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi orang-orang yang takwa.”(Q.S. 10: 5-6)

Al-Qur’an juga mencurahkan sekitar sepertiga dari ayat-ayatnya untuk menggambarkanthe virtues of reason. Penyelidikan ilmiah, berdasarkan alasan, dengan demikian terlihat dalamIslam sebagai bentuk ibadah. Akal dan wahyu adalah metode komplementer dan terintegrasiuntuk mengejar kebenaran.

Filsafat ilmu dalam Islam klasik adalah produk dari fusi metafisika dengan filsafatYunani. tidak ada yang lebih jelas daripada dalam teori pengetahuan manusia Ibnu Sina,mengikutinnya al-Farabi, transfer skema wahyu Qur’an untuk filsafat Yunani. Dalam AlQur’an, Sang Pencipta menyebutkan satu orang–Nabi–melalui agen malaikat Jibril; dalamskema Neoplatonik Ibnu Sina, kata Ilahi ditularkan melalui akal dan pemahaman untukapapun, dan setiap, orang yang peduli untuk mendengarkan. Hasilnya adalah campuran darirasionalisme dan etika. Untuk filsuf dan ilmuwan Muslim, nilai-nilai adalah obyektif, dan baikdan jahat adalah karakteristik deskriptif dari realitas yang no less ’there’ in things than aretheir other qualities, seperti bentuk dan ukuran. Dalam kerangka ini, semua pengetahuan, ter-masuk pengetahuan tentang Allah, dapat diperoleh dengan alasan saja. Kemanusiaan memilikikekuatan untuk mengetahui serta bertindak dan dengan demikian bertanggung jawab untuktindakan just and unjust. Apa yang filosofi ini mensyaratkan baik dari segi studi alam danmembentuk perilaku manusia digambarkan oleh Ibnu Tufail dalam novel intelektualnya, Hayyibn Yaqzan. Hayy adalah manusia yang terjadi secara spontan yang terisolasi di sebuah pu-lau. Melalui kekekuatan dari pengamatan dan penggunaan kecerdasan, Hayy menemukanfakta umum dan khusus tentang struktur material dan spiritual alam semesta, menyimpulkan(deduksi) keberadaan Tuhan dan tiba pada sistem teologis dan politik.

Sementara Mu’tazilah ulama memiliki perbedaan filosofis serius dengan lawan utamamereka, para teolog Asy’ariyah, kedua sekolah menyetujui studi rasional alam. Dalam bukunyaal-Tamhid, Abu Bakr al-Baqillani mendefinisikan ilmu sebagai ”the knowledge of the object,as it really is”. Sementara bereaksi terhadap pelanggaran Mu’tazilah pada domain iman,kaum Asy’ariyah mengakui perlunya studi obyektif dan sistematis alam. Memang, beberapailmuwan terbesar dalam Islam, seperti Ibn al-Haytham (d. 1039), yang menemukan hukumdasar optik, dan al-Biruni (d. 1048), yang mengukur lingkar bumi dan membahas rotasi bumipada porosnya, adalah pendukung teologi Asy’ariyah.

Perhatian keseluruhan ilmuwan muslim adalah penggambaran kebenaran. sebagaimanaIbn al-Haytham menyatakan, ”truth is sought for its own sake”, dan al-Biruni mengkonfirmasidalam pengantar nya al-Qanun al-Mas’udi: ”I do not shun the truth from whatever source itcomes”. Namun, ada perselisihan tentang cara terbaik untuk kebenaran rasional. Untuk Ibnu

2

Page 4: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

Sina, pertanyaan umum dan universal datang pertama dan menyebabkan pekerjaan eksperi-mental. Dia mulai l-Qanun fi’l-tibb (Canons of Medicine)-nya, yang merupakan teks standardi Barat sampai abad kedelapan belas, dengan diskusi umum tentang teori obat. Untukal-Biruni, bagaimanapun, universal keluar dari praktis, karya eksperimental; teori yang diru-muskan setelah penemuan. Namun demikian baik, kritik adalah kunci untuk kemajuan menujukebenaran. Ibn al-Haytham menulis, ”it is natural to everyone to regard scientists favourably....God, however, has not preserved the scientist from error and has not safeguarded science fromshortcomings and faults”. Inilah sebabnya mengapa para ilmuwan begitu sering tidak setujudi antara mereka sendiri. Mereka yang peduli dengan ilmu pengetahuan dan kebenaran, Ibnal-Haytham melanjutkan, ”should turn themselves into hostile critics” dan harus mengkritik”from every point of view and in all aspects”. Secara khusus, dalam karya pendahulu seseorangharus ruthlessly exposed. Ide-ide Ibn al-Haytham, al-Biruni dan Ibnu Sina, bersama denganbanyak ilmuwan Muslim lainnya, meletakkan dasar-dasar dari ”semangat ilmiah” seperti yangkita telah tahu.

Metodologi

”Metode ilmiah”, seperti yang dipahami saat ini, pertama kali dikembangkan oleh para il-muwan muslim. Pendukung kedua Mu’tazilism dan Ash’arism menempatkan banyak penekananpada pengamatan sistematis dan eksperimen. Desakan pada pengamatan akurat berlimpahditunjukkan dalam zij, literatur buku pegangan dan tabel astronomi. mereka terus diperbarui,dengan para ilmuwan memeriksa dan mengoreksi karya ulama sebelumnya. Dalam pengob-atan, pengamatan klinis rinci dan sangat akurat oleh Abu Bakar Muhammad al-Razi di abadketiga awal setelah Hijriah memberikan kita dengan model universal. Al-Razi adalah orangpertama yang mengamati secara akurat gejala cacar dan menjelaskan banyak sindrom ’baru’.Namun, itu tidak hanya pengamatan akurat yang penting; sama-sama signifikan adalah ke-jelasan dan presisi dimana pengamatan dijelaskan, seperti yang ditunjukkan oleh Ibnu Sinadalam tulisan-tulisannya.

Penekanan pada konstruksi model dan bangunan teori dapat dilihat dalam kategorisastra astronomi Islam dikenal sebagai ”ilm al-haya, atau ilmu struktur (alam semesta)”, yangterdiri dari eksposisi umum prinsip-prinsip yang mendasari teori astronomi. Itu pada keku-atan dari kedua observasi akurat dan model pembangunan yang astronomi Islam melancarkanserangan ketat pada apa yang dianggap satu set ketidaksempurnaan di astronomi Ptolemaic.Ibn al-Haytham adalah orang pertama yang menyatakan dengan tegas bahwa pengaturan yangdiusulkan untuk gerakan planet di Almagest adalah ”salah”. Ibnu Shatir (d. 1375) dan as-tronom di observatorium terkenal di Maragha, Adharbayjan, membangun pada abad ketigabelas oleh Nasir al-Din al-Tusi, mengembangkan beberapa Tusi dan teorema untuk transfor-masi model eksentrik menjadi yang epicyclic. Itu model matematis ini bahwa Copernicusdigunakan untuk mengembangkan gagasan tentang heliosentris, yang memainkan peran pent-ing dalam ”revolusi ilmiah” Eropa.

Terlepas dari ilmu-ilmu eksakta, daerah yang paling tepat dan menarik di mana peker-jaan teoritis memainkan peran penting adalah obat. Dokter muslim berusaha untuk meningkatkankualitas materia medica dan penggunaan terapi mereka melalui pengembangan teori terusmenerus. Penekanan juga ditempatkan pada pengembangan terminologi yang tepat danmemastikan kemurnian obat, perhatian yang menyebabkan sejumlah prosedur awal kimia danfisik. Sejak penulis muslim pengatur baik pengetahuan, teks murni farmakologi mereka sendirisumber untuk pengembangan teori. Evolusi teori dan penemuan obat baru terkait pertum-buhan kedokteran Islam untuk kimia, botani, zoologi, geologi dan hukum, dan menyebabkanelaborasi luas klasifikasi Yunani. Pengetahuan farmakologi sehingga menjadi lebih beragam,dan menghasilkan jenis baru sastra farmakologis. Sebagai sastra ini dianggap subjek darisejumlah perspektif disiplin ilmu yang berbeda dan berbagai macam arah baru, ada mengem-bangkan cara baru dalam memandang farmakologi; daerah baru dibuka untuk eksplorasi lebihlanjut dan penyelidikan lebih rinci. Pembuatan kertas membuat publikasi yang lebih luas dan

3

Page 5: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

lebih murah daripada menggunakan perkamen dan papirus, dan ini pada gilirannya membuatpengetahuan ilmiah jauh lebih mudah diakses oleh siswa.

Sementara para ilmuwan muslim menempatkan pertimbangan iman yang cukup besardalam metode ilmiah, mereka juga menyadari keterbatasan. Bahkan seseorang yang sangatberiman pada realisme matematika seperti al-Biruni berpendapat bahwa metode penyelidikanadalah fungsi dari sifat investigasi: metode yang berbeda, semua sama-sama valid, diperlukanuntuk menjawab berbagai jenis pertanyaan. Al-Biruni sendiri memiliki jalan lain untuk se-jumlah metode. Dalam risalahnya tentang mineralogi, Kitab al-Jamahir (Book of PreciousStones), dia adalah yang paling tepat dari ilmuwan eksperimental. Namun, dalam pengantarground-breaking study India ia menyatakan bahwa ”to execute our project, it has not beenpossible to follow the geometric method”; Oleh karena itu ia resort merupakan untuk sosiologikomparatif.

Karya seorang filsuf kaliber dan prolificity dari al-Biruni pasti menentang klasifikasisederhana. Menurut dia, pada mineralogi, geografi, kedokteran, astrologi dan berbagai macamtopik yang berurusan dengan dating of Islamic festivals. Al-Biruni adalah produk tertentu darifilsafat ilmu yang mengintegrasikan metafisika dengan fisika, tidak atribut baik posisi superioratau inferior, dan menegaskan bahwa keduanya layak studi dan sama-sama valid. Selain itu,metode belajar penciptaan besar Allah–dari pergerakan bintang-bintang dan planet-planethingga sifat penyakit, sengatan semut, karakter kegilaan, keindahan keadilan, kerinduan spir-itual manusia, ekstasi dari mistik - semua sama-sama valid dan bentuk pemahaman di daerahmasing-masing penyelidikan. Dalam kedua filosofi dan metodologi, Islam telah berupaya sin-tesis lengkap ilmu pengetahuan dan agama.

Polymaths seperti al-Biruni, al-Jahiz, al-Kindi, Abu Bakar Muhammad al-Razi, IbnuSina, al-Idrisi, Ibnu Bajja, Omar Khayyam, Ibnu Zuhr, Ibn Tufayl, Ibn Rusyd, al-Suyutidan ribuan ulama lainnya tidak terkecuali tetapi aturan umum dalam peradaban Muslim.Peradaban Islam dari periode klasik adalah luar biasa untuk jumlah polymaths itu diproduksi.Ini terlihat sebagai kesaksian homogenitas filsafat Islam dari ilmu pengetahuan dan penekananpada sintesis, penyelidikan interdisipliner dan banyaknya metode.

Upaya Revival

Pada akhir abad kedua puluh, ulama, ilmuwan dan filsuf di seluruh dunia Muslim berusaha un-tuk merumuskan versi kontemporer dari filsafat Islam ilmu. Dan muncullah dua gerakan dom-inan. Yang pertama menarik inspirasi dari mistisisme Sufi dan berpendapat bahwa pengertian’tradisi’ dan ’suci’ harus merupakan inti dari pendekatan Islam terhadap ilmu pengetahuan.Kedua berpendapat bahwa isu-isu ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dalam Islam harus diper-lakukan dalam kerangka konsep yang membentuk tujuan dari masyarakat muslim. Sepuluhkonsep-konsep Islam yang mendasar diidentifikasi sebagai yang merupakan kerangka kerjayang penyelidikan ilmiah harus dilakukan, empat berdiri sendiri dan tiga pasang menentang:tawhid (unity), khilafa (trusteeship), ’ibada (worship), ’ilm (knowledge), halal (praisewor-thy) and haram (blameworthy), ’adl (justice) and zulm (tyranny), and istisla (public interest)and dhiya (waste). Dikatakan bahwa, ketika diterjemahkan ke dalam nilai-nilai, sistem inidari konsep-konsep Islam mencakup sifat penyelidikan ilmiah dalam totalitasnya; menginte-grasikan fakta dan nilai-nilai dan melembagakan sistem mengetahui bahwa didasarkan padaakuntabilitas dan tanggung jawab sosial. Hal ini terlalu dini untuk mengatakan apakah salahsatu dari gerakan-gerakan ini akan berbuah nyata.

Referensi

Bakar, O. (1996) ’Science’, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy, London:Routledge, ch. 53, 926-46. (Discussion of some of the main thinkers and principles of science

4

Page 6: Ilmu Pengetahun Dan FIlsafat Islam

in Islam.)Dani, A.H. (1973) Al-Biruni’s India, Islamabad: University of Islamabad Press. (Al-Biruni’sresearch on the people and country of India.)Fakhry, M. (1983) A History of Islamic Philosophy, London: Longman, 2nd edn. (A generalintroduction to the role of reason in Islamic thought.)Hill, D. (1993) Islamic Science and Engineering, Edinburgh: Edinburgh University Press. (Theclassic work on the practical aspects of Islamic science.)Hourani, G. (1975) Essays on Islamic Philosophy and Science, Albany, NY: State Universityof New York Press. (An important collection of articles on particular theoretical issues in thephilosophy of science.)Hourani, G. (1985) Reason and Tradition in Islamic Ethics, Cambridge: Cambridge UniversityPress. (A discussion of the clash between reason and tradition in Islamic culture as a whole,especially in ethics.)Ibn Tufayl (before 1185) Hayy ibn Yaqzan (The Living Son of the Vigilant), trans. S. Oakley,The Improvement of Human Reason Exhibited in the Life of Hai Ebn Yokhdan, Zurich: GeorgOlms Verlag, 1983. (This translation of Hayy ibn Yaqzan was first published in 1708.)Kirmani, Z. (1992) ’An Outline of Islamic Framework for a Contemporary Science’, Journal ofIslamic Science 8 (2): 55-76. (An attempt at conceptualizing modern science from an Islamicpoint of view.)Leaman, O. (1985) An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge: CambridgeUniversity Press. (A general approach to the role of philosophy in Islam.)Nasr, S.H. (1993) The Need for a Sacred Science, Richmond: Curzon Press. (An argument forthe significance of religion in any understanding of science.)Pines, S. (1964) ’Ibn al-Haytham’s Critique of Ptolemy’, in Actes du Xe Congrs internationaled’histoire des sciences, Paris: Ithaca. (One of the most important works in Islamic astronomy.)Sabra, A.I. (1972) ’Ibn al-Haytham’, in C.C. Gillispie (ed.) Dictionary of Scientific Biography,New York: Charles Scribner’s Sons, 6th edn. (An excellent introduction to the thought andwork of Ibn al-Haytham.)Said, H.M. (ed.) (1979) Al-Biruni Commemorative Volume: Proceedings of the InternationalCongress held in Pakistan, November 26-December 12, 1973, Karachi: Hamdard Academy.(Contains numerous papers discussing all the major works of al-Biruni.)Saliba, G. (1991) ’The Astronomical Tradition of Maragha: A Historical Survey and Prospectsfor Future Research’, Arabic Sciences and Philosophy 1 (1): 67-100. (A study of a particularlywell-developed period of astronomical research in the Islamic world.)Sardar, Z. (1989) Explorations in Islamic Science, London: Mansell. (Some contemporarydebates on the nature of Islamic science.)Young, M.J.L., Latham, J.D. and Serjeant, R.B. (1990) Religion, Learning and Sciences inthe Abbasid Period, Cambridge: Cambridge University Press. (The leading work on the mostimportant period for science in the Islamic world.)Ziauddin Sardar. http://www.muslimphilosophy.com/ip/rep/H016.htmhttp://www.whyislam.org/submission/the-holy-quran/the-quran-and-modern-science-3/

5