Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam -Abbas Ghozali

download Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam -Abbas Ghozali

of 17

Transcript of Ilmu Ekonomi Dalam Perspektif Islam -Abbas Ghozali

Ilmu Ekonomi dalam Perspeketif Islam1Oleh: Abbas Ghozali

1

Makalah disampaikan dalam Workshop Arsitektur Ilmu Ekonomi Islam yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Konsorsium Ekonomi Islam (KEI) bekerjasama dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) di Ciputat pada 28 Februari 2012.1

1. PendahuluanKegiatan pokok dalam ekonomi Islam pada dasarnya sama saja dengan dalam ekonomi konvensional, yaitu konsumsi, produksi, dan distribusi barang dan jasa. Namun demikian, pandangan dan tujuan hidup serta tujuan ekonomi pelaku ekonomi, yaitu terutama konsumen, produsen, dan pemerintah sangat berbeda antara dalam ekonomi Islam dan ekonomi kovesional. Karena kesamaan kegiatan ekonomi ini dan karena sudah sangat majunya alat analisis yang digunakan oleh ekonomi konvensional maka banyak manfaat dapat diperoleh apabila alat analisis ekonomi konvensional ini digunakan juga untuk menganalisis ekonomi Islam. Akan tetapi karena pandangan dan tujuan hidup pelaku ekonomi kedua sistem itu sangat berbeda maka alat analisis itu juga harus dimodifikasi secara mendasar. Dalam tulisan ini akan dibahas berturut-turut pandangan dan tujuan hidup Islam serta tujuan ekonomi Islam, kebutuhan dan sumberdaya dan kelangkaan, kelembagaan ekonomi Islam, konsumsi, produksi, pasar, distribusi pendapatan, dan peranan pemerintah.

2. Pandangan dan Tujuan Hidup Serta Tujuan Ekonomi Islam2.1 Pandangan dan Tujuan Hidup Pandangan hidup Islam seperti yang dirumuskan dalam tauhid adalah bahwa Allah SWT menciptakan manusia dan seluruh alam semesta serta mengurusnya. Allah SWT menciptakan manusia untuk mengabdi kepada Allah dan menjadi pemimpin di muka bumi. (Q.S. Adz-Dzaariyaat ayat 56 dan Q.S. Al-Anaam ayat 165). Manusia berkomitmen total pada kehendak Allah SWT, yg mencakup penyerahan dan missi ke pola hidup manusia yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kehendak Allah SWT menentukan sumber nilai dan menjadi akhir dari usaha manusia. Kehidupan manusia di dunia merupakan ujian dan kinerjanya di dunia akan menentukan keberhasilan di akhirat. Seluruh alam semesta dengan semua sumber daya alamnya diciptakan Allah SWT untuk dimanfaatkan oleh ummat manusia secara bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan pandangan hidup di atas, tujuan hidup manusia dalam Islam adalah memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan mencari ridlo Allah SWT: menyerahkan diri kepada kehendakNya dan melakukan kegiatan yang Allah SWT senang. (Q.S. Al-Qashash ayat 77 dan Q.S. Al-Baqarah ayat 201). Hal ini melebihi kepentingan personal dengan merekonstruksi kehidupan manusia di bumi yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT.

2.2 Tujuan Ekonomi Islam Tujuan ekonomi Islam adalah kesejahteraan ekonomi yang mendukung kesejahteraan non ekonomi dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam mencapai kesejahteraan ekonomi ini tidak lepas dari nilai-nilai moral dan spiritual yang tinggi. Manusia harus memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi barang dan jasa dengan cara yang memungkinkan untuk hidup berkecukupan, bebas dalam mengabdi kepada Allah SWT, keanggotaan yang sama dalam keluarga manusia, berbuat adil satu sama lain, dan bekerjasama diantara manusia. Tujuan ini dapat dirinci ke dalam tujuan spesifik:

2

1) Memenuhi kebutuhan pokok pangan, sandang, perumahan, pengobatan, dan pendidikan bagi semua manusia; 2) Memastikan kesempatan yang sama bagi semua orang; 3) Mencegah konsentrasi kekayaan dan mengurangi ketidaksamaan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan sehingga, diantaranya, kekayaan tidak menjadi alat dominasi seseorang terhadap orang lain; 4) Memastikan setiap orang bebas untuk melakukan moral yang tinggi; dan 5) Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang diperlukan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang disebutkan di atas.

3. Kebutuhan, Sumberdaya, dan Kelangkaan3.1 Kebutuhan Dalam Islam, kebebasan menyerahkan diri kepada Allah SWT atau kebebasan untuk mengejar nilai (value) tinggi adalah kebutuhan utama manusia karena hal itu adalah kebutuhan paling pokok untuk menjadi manusia. Semua kebutuhan yang lain berada di bawah kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang lain dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhankebutuhan biologis, psikologis, dan moral-spiritual. Kebutuhan-kebutuhan itu juga dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan dasar untuk bertahan hidup (survive), kebutuhan untuk kehidupan yang efisien, dan kebutuhan untuk hidup nyaman. (Q.S. Al-Maaidah ayat 88). Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas dapat dibedakan antara yang dapat dipenuhi dengan barang dan jasa yang dapat diukur dan dipasarkan, dan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh barang dan jasa seperti cinta dan afeksi atau rasa memiliki. Adalah penting memberi perhatian yang besar terhadap kebutuhan-kebutuhan dan pemenuhannya karena kegiatan-kegiatan ekonomi individu, dan kebijakan sosial yang diarahkan pada tujuan ekonomi, muncul dari perlunya memenuhi kebutuhan. Juga karena Islam menganggap sangat penting terhadap pemenuhan kebutuhan universal, subyek ini harus mendapat perhatian besar.

3.2 Sumberdaya dan Kelangkaan Relatif Menurut Quran dan Sunnah, Allah SWT memberikan sumberdaya alam yang sangat berlimpah. Manusia tingggal mengolahya untuk merealisikan potensi ini. Namun karena keterbatasan manusia, kelangkaan hampir selalu terjadi, yang membutuhkan tenaga kerja dan perusahaan untuk memperoleh alat yang dibutuhkan dan mewajibkan ekonomisasi dalam penggunaan bahan/alat ini. Kelangkaan mengharuskan pemilihan dan kajian bagaimana pilihan dibuat menjadi penting. Alat untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan moralspiritual, dapat dikatakan, tidak langka dalam pengertian yanag sama seperti bahan/alat material. Yang terakhir ini pada umumnya tergantung pada perilaku kita dan cara kita mengorganisir kehidupan sosial. Cinta dan afeksi, rasa memiliki, harga diri, atau bahkan rasa aman, dapat disediakan secara berlimpah hanya kalau kita menghendakinya.

3

4. Kelembagaan Ekonomi IslamPerlu dikembangkan pengaturan kelembagaan yang mendefinisikan berbagai aspek dimana keputusan ekonomi dibuat dan kegiatan ekonomi dilakukan. Kita tidak menggunakan asumsi pola kelembagaan dari ekonomi kapitalisme, melainkan menggunakan kelembagaan Islam sebagai dasar untuk analisis. Asumsi-asumsi yang ada dalam ekonomi kapitalisme berkaitan dengan masyarakat Barat dan tidak realistis bagi masyarakat Islam, bahkan juga tidak realistik bagi bagi masyarakat Barat sendiri. Perilaku masyarakat Islam melengkapi kelembagaan Islam dan sebaliknya. Kelembagaan dalam masyarakat Islam dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Meskipun kepemilikan absolut adalah pada Allah SWT, namun Islam mengakui hak kepemilikan individu dan masyarakat. Kepemilikan masyarakat diwakili oleh negara. Kepemilikan pribadi merupakan kepercayaan yang mengandung selain hak juga kewajiban kepada orang lain dan dibatasi kendala moral dalam perolehan, penggunaan, dan pembuangannya. Pemiliki berhak untuk menggunakan asetnya untuk memenuhi kebutuhan dan untuk investasi dan memperoleh hasil balik yang sesuai dengan prinsip Islam. Pemilik tidak punya hak untuk merusak harta kekayaan, dilarang menggunakannya secara boros dan berlebih-lebihan, serta harus menghindari penggunaan yang merugikan orang lain atau mengganggu kepentingan masyarakat. Pemilik berkewajiban untuk menanggung keluarga inti (nuclear family) dan keluarga dekat (extended family) yang membutuhkan. Pemiliki berkewajiban membayar zakat, mendanai kegiatan masyarakat, membantu orang yang membutuhkan bantuan, dan memberikan pinjaman dalam bentuk uang atau barang kepada orang yang betul membutuhkan. 2) Kebebasan kontrak, termasuk kebebasan memproduksi barang dan jasa untuk dijual, dijamin, dengan batasan moral angdirancang untuk melindungi kepentingan orang lain. Persaingan dengan batasan moral diizinkan. 3) Usaha bersama harus berdasarkan kerjasama, keuntungan dibagi ke semua pihak yang menanggung resiko dan ketidakpastian. Hal ini meniadakan hasil balik yang dijamin kepada penyedia modal uang. 4) Musyawarah harus menjadi cara untuk mengambil keputusan dalam urusan sosial, yaitu: urusan-urusan yang melibatkan kepentingan banyak orang, dengan batasan syariah. 5) Negara memiliki kewajiban dan kekuatan untuk mengarahkan individu-individu dan untuk memastikan, melalui tindakan kolektif, realisasi tujuan ekonomi Islam. Perbedaan kelembagaan ekonomi Islam dibanding kelembagaan ekonomi Kapitalis adalah: 1) Peranan positif dari negara; 2) Batasan moral terhadap kebebasan; 3) Kewajban yang menyertai hak dalam kepemilikan; 4) Penekanan pada musyawarah dan bekerjasama.

5. Konsumsi5.1 Motif Konsumen Tentu manusia memiliki motif kepentingan pribadi (self interest) dalam mengkonsumsi barang dan jasa yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan kenyamanan hidup pribadi dan kelaurganya. Tetapi kepentingan pribadi bukan satu-satunya motivasi, terdapat juga4

motivasi-motivasi lain yang mengurangi dan membatasi motivasi kepentingan pribadi tersebut. Motif tunggal mengejar kepentingan pribadi (self interest) semata bertentangan dengan konsep tauhid. Ia tidak sesuai dengan pola kelembagaan ekonomi Islam, dan ia memiliki nilai negatif dalam tujuan ekonomi Islam seperti dinyatakan di atas. Meskipun manusia peduli pada dirinya sendiri, mereka juga peduli pada orang lain. Kepentingan sendiri dan peduli pada kepentingan orang lain mempengaruhi pengambilan keputusan. Karenanya asumsi maksimisasi kepuasan (utility) konsumen perlu dilengkapi dengan menerima motif lain, yang mencakup motif-motif yang berkaitan dengan kepentingan orang lain.

5.2 Perilaku Konsumen dan Hirarki Kebutuhan Manusia Dengan memiliki motif seperti diuraikan di atas, memiliki daya beli tertentu, dan menghadapi pasar dengan ketersediaan barang dan jasa pada harga tertentu, bagaimana konsumen memutuskan apa yang harus dibeli dan berapa banyak membelinya? Adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa konsumen mula-mula berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan, sandang, perumahan, pengobatan, pendidikan, transportasi, dll. Dia akan memenuhi kebutuhan ini untuk dirinya sendiri dan keluarganya dan orang yang tergantung padanya, bila ada. Kualitas dan kuantitas pembelian ini ditentukan oleh level kebiasaan hidup (yang pada gilirannya ditentukan oleh level pendapatan individual relatif terhadap harga barang yang berkaitan dan norma-norma sosial). Kualitas dan kuantitas pembelian ini tidak sangat sensitif terhadap perubahan harga yang kecil. Namun demikian, teori substitusi berguna dalam lingkup kebutuhan tertentu. Konsumen mungkin menggantikan satu makanan dengan barang lain atau satu pakaian dengan barang lain sebagai respon terhadap perubahan harga. Tetapi hal yang sama tidak berlaku antara dua kebutuhan yang berbeda, misalnya kebutuhan pangan dan kebutuhan perumahan, karena level minimum ketersediaan dari masing-masing barang tersebut sangat penting untuk bertahan hidup dan, lebih jauh, orang tidak mau merubah level kebiasaan konsumsi makanan atau perumahan yang dikarenakan oleh perubahan harga relatif tersebut. Ketika konsumen bergerak dari barang-barang yang memenuhi kebutuhan dasar ke barang-barang yang memenuhi kebutuhan yang kurang genting (less urgent need), faktorfaktor sosial dan psikologi berperan penting dalam pemilihan barang dan jasa dan jumlah yang dibeli. Perubahan harga mempengaruhi keputusan konsumen tetapi tidak selalu pasti arah dan besarannya. Komoditas-komoditas dalam kelompok ini umumnya memenuhi lebih dari satu kebutuhan, misalnya mobil adalah simbol status dan alat transportasi. Kenaikan harga mobil model tertentu mungkin menaikkan keinginan sebagai simbol status sedangkan penggantinya yang lebih murah mungkin tersedia sebagai alat transportasi.

5.3 Analisis Utilitas untuk Perilaku Konsumen Penggunaan secara umum analisis utilitas (termasuk versi kurva tak acuh, indifference curve) tidak berguna. Ia gagal untuk memperhitungkan hirarki kebutuhan dan mengabaikan faktorfaktor lain yang mempengaruhi pilihan. Namun demikian, ide elastisitas harga permintaan dan elastisitas pendapatan permintaan berguna dan membantu dalam analisis. Teknik kurva tak acuh hanya berguna untuk mempelajari pilihan konsumen antara barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan yang sejenis atau mirip seperti sesama pangan5

atau sesama sandang. Akan tetapi teknik ini tidak dapat digunakan untuk mempelajari pilihan kombinasi barang dan jasa yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda seperti pangan dan perumahan atau prestise sosial dan efisiensi, dll. Karena ide tingkat substitusi marjinal (marginal rate of substitution) adalah tidak valid dalam konteks itu. Faktor-faktor yang spesifik harus dipertimbangkan di masing-masing kasus dan tidak mungkin digeneralisasi. Asumsi bahwa konsumen berupaya memaksimumkan keguanan (utility) atau kepuasan (satisfaction) berimplikasi bahwa semua barang dan jasa memberikan kegunaan dan kepuasan yang sama yang dapat diukur atau paling tidak dibandingkan satu sama lain. Ide ini tidak dapat diterima dalam pandangan hirarki kebutuhan manusia dan karena fakta bahwa komoditas yang sama dapat melayani sejumlah kebutuhan. Hal ini membuat generalisasi analisis keseimbangan konsumen tidak mungkin. Tidak perlu menggunakan analisis utilitas untuk sampai pada kurva permintaan atau untuk studi perubahan pilihan konsumen sebagai respon terhadap perubahan harga atau pendapatan, yang memang dibutuhkan dalam analisis perilaku konsumen.

5.4 Perilaku Konsumen dan Altruisme Dalam pandangan Islam, perlu dikemukakan asumsi bahwa berdampingan dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, baik yang dasar maupun yang lainnya, konsumen peduli kepada pihak lain dalam masyarakat. Konsumen peduli khususnya kepada mereka yang kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi. Mereka juga peduli tentang kepentingan masyarakat secara keseluruhan, seperti lingkungan, konservasi sumberdaya yang langka, tingkat kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan pembentukan modal, sesuai dengan ketersediaan informasi yang relevan. Kepedulian ini mempengaruhi pilihan konsumen akan barang dan jasa, kuantitasnya, juga responnya terhadap perubahan harga. Dalam kasus tertentu, faktor-faktor selain harga mungkin lebih menentukan dalam pilihan konsumen, seperti dalam kasus barang-barang pokok yang berada dalam persediaan yang sedikit, barangbarang impor dalam kasus masyarakat menghimbau untuk mengurangi impor, barang dan jasa yang konsumsinya disarankan untuk dikurangi atau ditingkatkan karena pertimbangan lingkungan, dll. Idenya adalah bahwa permintaan individu akan barang dan jasa dapat naik atau turun karena pertimbangan sosial, bukan hanya karena harga atau pendapatan.

5.5 Keputusan untuk Berinvestasi dan Perilaku Konsumen Ide penting lain yang berkaitan dengan perilaku konsumen untuk dipertimbangkan adalah hubungan antara konsumsi, tabungan, dan investasi. Penghapusan bunga dan pemberlakuan zakat pada tabungan yang diakumulasikan selama satu tahun mempengaruhi integrasi antara keputusan untuk mengkonsumsi dan keputusan untuk berinvestasi yang secara keseluruhan berbeda dari pilihan antara keputusan untuk mengkonsumsi sekarang dan keputusan untuk mengkonsumsi di masa yang akan datang. Selain itu, seseorang mungkin lebih ingin berinvestasi daripada mengkonsumsi karena kepedulian pada masyarakat dan pembangunan. Peduli pada kebutuhan orang lain, termasuk kebutuhan sosial, mungkin juga mendorong seseorang untuk menabung agar supaya dapat meminjamkan tanpa bunga. Dengan alasan yang sama, seseorang mungkin menabung agar dapat memberikannya ke orang miskin atau tujuan sosial yang lain. Keputusan untuk tidak mengkonsumsi, karena termotivasi oleh

6

kepedulian kepada yang lain, harus dipertimbangkan dalam pembahasan kesembangan konsumen dalam pandangan Islam.

6. Produksi6.1 Motif Produsen Bahwa produksi dalam ekonomi pasar dilakukan untuk menghasilkan keuntungan adalah benar sepanjang hal ini merupakan satu cara bagi manusia untuk memperoleh pendapatan. Produsen menggunakan jasa produktif dan mengorganisasikan produksi dengan pandangan untuk menjual produk pada harga yang lebih tinggi dari biaya sehingga perbedaannya, yaitu keuntungan, mengalir mereka sebagai pendapatan. Akan tetapi asumsu bahwa keuntungan merupakan satu-satunya motif produsen dan bahwa mereka berupaya memaksimumkan keuntungan tidak bisa diterima dan ia meniadakan unsur-unsur penting lain. Produsen adalah manusia yang digerakkan oleh berbagai tujuan. Mereka adalah anggota masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah sosial disamping peduli terhadap pendapatannya sendiri. Hal ini berlaku bagi masyarakat kontemporer. Dalam masyarakat Islam, individu diasumsikan mempertimbangkan kepentingan orang lain. Keuntungan merupakan salah satu motif, tetapi keinginan melayani masyarakat dengan memproduksi kebutuhan masyarakat, atau sesuatu yang akan meningkatkannya (dalam bentuk material, moral, atau keindahan) adalah juga pertimbangan yang penting. Dalam keadaan tertentu, produksi barang dan jasa esensial, atau barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pertahanan dan keamanan masyarakat akan dipandang sebagai tugas. Keinginan untuk menyediakan kesempatan kerja juga menjadi motif dalam kondisi membengkaknya pengangguran. Disamping tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kepentingan sosial, individu-individu juga termotivasi oleh kekuatan dan prestise yang terdapat dalam kepemilikan perusahaan besar. Jadi berbagai motif produsen mesti dipertimbangkan dalam menganalisis perilaku produsen. Apa yang menjadi motif bagi produsen juga berlaku bagi pemilik modal uang yang mencari pendapatan dari penggunaan uang terebut. Ia mencari hasil balik terhadap modal, apakah dengan menggunakan sendiri atau menawarkannya kepada produsen dengan cara bagi-hasil. Tetapi adalah tidak realistis untuk mengasumsikan bahwa keuntungan adalah satu-satunya motif atau bahwa ia selalu berupaya memaksimumkan keuntungan. Pemilik modal uang berupaya mencari keuntungan tetapi ia juga memiliki tujuan-tujuan lain seperti disebutkan di atas, yaitu peduli kepada orang lain dan masyarakat. Apakah tingkat hasil balik pada modal uang atau keuntungan akan memuaskan pemilik modal uang atau produsen tergantung pada tujuan campuran mereka. Tingkat keuntungan yang lebih rendah yang dikombinasikan dengan tujuan sosial, yaitu memproduksi barang dan jasa pokok atau penciptaan kesempatan kerja bagi penganggur, dapat memuaskan produsen/pemilik modal uang, sementara orang lain tidak tergerak kecuali oleh tingkat keuntungan/hasil yang lebih tinggi.

6.2 Faktor Produksi Semua input produktif dikelompokkan ke dalam dua kategori: input habis pakai dan input faktor pproduksi. Input habis pakai adalah input yang habis dipakai selama proses produksi dan kehilangan sifat dan bentuk aslinya. Contoh: bahan baku atau bahan mentah, utilities (listrik, air, gas, telepon, dan internet), dll. Input faktor produksi adalah input yang tidak7

habis dipakai dalam proses produksi, yang tetap dalam sifat dan bentuk aslinya kecuali kerusakan normal. Contoh: tenaga kerja, kewirausahaan, tanah, gedung, pabrik, mesin, peralatan, dll. Input faktor produksi juga dapat digolongkan menurut fungsinya yang terdiri dari input faktor produksi upah/sewa dan input faktor produksi kewirausahaan. Input faktor produksi upah/sewa adalah faktor produksi yang dapat memberikan jasa produksi yang pasti dan dapat dihargai dengan pasti serta dapat ditetapkan sebelumnya. Contoh: tenaga kerja, tanah, gedung, pabrik, mesin, peralatan, dll. Input faktor produksi kewirausahaan adalah faktor porduksi yang menanggung resiko kewirausahaan dan dihargai berdasarkan proporsi keuntungan atau kerugian yg dialami. Contoh: kewirausahaan. Bagaimana dengan uang? Uang merupakan input faktor produksi tidak langsung yg tdk berguna kecuali dikonversi ke dalam input habis pakai atau input faktor. Penghargaan terhadap uang dapat dibedakan menurut fungsinya. Apabila uang secara jelas dan khusus digunakan untuk pengadaan input habis pakai maka penghargaan terhadap uang dapat berupa keuntungan dari jual beli input habis pakai tersebut (salaf). Apabila uang secara jelas dan khusus digunakan untuk membeli barang modal maka penghargaan terhadap uang dapat berupa keuntungan dari jual beli barang modal tersebut (murabaha, leasing). Apabila uang diperlakukan sebagai penyertaan modal usaha yang dapat digunakan untuk pengadaan berbagai input faktor produksi maka penghargaan terhadap berupa bagi hasil keuntungan atau kerugian (mudharabah), bukan berupa suku bunga yang ditetapkan. Dalam hal ini fungsi uang sama dengan kewirausahaan yang menanggung resiko.

6.3 Biaya Produksi dan Hukum Hasil Balik yang Makin Menurun Proses produksi pada umumnya mencakup penggunaan input-input tetap seperti tanah, bangunan, mesin, dll dan input-input variabel seperti tenaga kerja. Dalam proses produksi terjadi apa yang disebut huku hasil balik yang semakin menurun (law of diminishing returns). Hukum ini berdasarkan pengamatan bahwa kenaikan sejumlah input variabel relatif terhadap input tetap, dalam tingkat teknologi tertentu, akan menyebabkan output total meningkat, tetapi setelah titik tertentu tambahan output yang dihasilkan dari tambahan input variabel yang sama akan semakin berkurang. Penurunan hasil balik tambahan ini merupakan akibat dari fakta bahwa penambahan input variabel menyebabkan input variabel menggunakan input tetap yang semakin berkurang. Implikasinya adalah bahwa kurva biaya variabel (variabel cost) dan kurva biaya rata (average cost) meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi. Hal ini membentuk kurva penawaran (supply curve) produsen pada umumnya berkemiringan naik (upward sloping) dari ke kiri ke kanan.

6.4 Pendanaan Perusahaan dan Biaya Modal Perusahaan membutuhkan modal uang untuk memperoleh faktor produksi fisik modal, tenaga kerja, tanah, dll. Produksi menghasilkan produk yang dapat dijual di pasar dan mendatangkan penghasilan yang dapat digunakan untuk membayar pembelian faktor produksi. Tetapi perusahaan harus menanggung biaya uang dibayarkan kepada pemilik faktor produksi selama proses produksi dan sebelum penghasilan diperoleh. Karenanya uang dibutuhkan selama periode produksi. Produsen dapat menginvestasikan uangnya sendiri apabila ia memilikinya secara cukup, mengundang partisipasi kepemilikan (menjual saham),8

atau memperoleh uang dengan dasar bagi-hasil. Penjualan saham kepada pemegang saham baru memungkinkan pemegang saham baru mempunyai hak kepemilikan dan manajemen perusahaan. Uang dapat juga diperoleh dari perantara finansial, yaitu bank, atas dasar bagihasil. Penyedia dana atas dasar bagi-hasil tidak mempunyai hak kepemilikan perusahaan dan tidak memiliki hak manajemen perusahaan. Apakah dimiliki oleh produsen sendiri atau pemilik saham atau bank, hasil balik positif diharapkan dari modal uang yang diinvestasikan pada produksi. Perusahaan tidak akan bertahan hidup apabila harapan ini tidak dipenuhi. Tingkat hasil balik (rate of return) yang positif ke modal uang sesuai dengan tingkat hasil balik ke saham biasa. Bagi-hasil sebesar hasil balik ke modal uang yang diharapkan (expected return to money capital) digunakan oleh wirausahawan sebagai biaya modal (uang), sehingga ia mampu memenuhi harapan pemilik modal uang. Namun perlu dibedakan antara unsur biaya ini dengan unsur biaya lain yang secara kontrak pasti seperti upah dan sewa. Upah, sewa, dan sejenisnya harus dibayar berdasarkan kontrak, terlepas dari berapapun penghasilan perusahaan. Tetapi hasil balik ke modal uang yang diharapkan adalah alat penghitungan yang diadopsi oleh perusahaan untuk memungkinkan perusahaan untuk memenuhi pemilik modal uang dan melanjutkan usaha. Tetap disadari bahwa pembayaran yang sesuangguhnya kepada pemilik modal uang harus sesuai dengan penghasilan perusahaan yang sesungguhnya. Ada juga perbedaan penting yang lain antara hasil balik ke modal uang sebagai biaya dan item biaya yang lain. Hasil balik ke modal uang selalu ditentukan sebagai bagian persentase dari hasil balik ke perusahaan. Keuntungan untuk wirausahawan (perusahaan) dan hasil balik ke modal uang selalu melekat bersama. Sekali rasio bagi hasil (profit-loss sharing ratio) disepakati, wirausahawan pun tidak dapat membuat hasil balik ke modal uang independen dari keuntungan perusahaan. Dua hal penting harus diperhatikan. Pertama, unsur yang dimasukkan dalam penghitungan biaya adalah bukan hasil balik ke modal uang melainkan tingkat keuntungan yang diharapkan. Dengan rasio bagi-hasil tertentu yang ditentukan sebelumnya dan berdasarkan kontrak, perusahaan akan berusaha untuk memperoleh tingkat keuntunga ke modal uang yang diinvestasikan di perusahaan yang akan mengasilkan hasil balik ke modal uang yang memuaskan pemilik modal uang. Misalnya, jika wirausahawan telah melakukan kontrak untuk memberikan separuh keuntungan perusahaan ke pemilik modal uang, dan tingkat yang kurang dari 10 persen tidak akan memuaskan pemilik modal uang, perusahaan akan berusaha keras untuk menghasilkan keuntungan sebesar paling tidak 20 persen. Kedua, meskipun dimasukkan sebagai unsur biaya, hasil balik ke modal uang akan tetap fleksibel, yang besarannya dapat turun atau naik tergantung pada penghasilan perusahaan. Menurut analisis konvensional terhadap perusahaan, kebutuhan modal kerja untuk membeli bahan baku dan membayar upah dan sewa dipenuhi dengan meminjam dana. Bunga yang dibayarkan pada tingkat bunga pasar menjadi bagian biaya variabel perusahaan. Kurva biaya rata-rata juga memasukkan penghargaan untuk jasa wirausahawan yang cukup untuk membuatnya tetap di perusahaan, yang didefinisikan sebagai sama dengan penghasilan alternatifnya apabila ia menawarkan jasa ke pasar tenaga kerja. Dengan asumsi maksimisasi keuntungan, titik keseimbangan diindikasikan oleh perpotongan kurva biaya marjinal dengan kurva penghasilan marjinal dan titik tutup diindikasikan oleh perpotongan kurva biaya variabel marjinal dan kurva penghasilan marjinal. Hal ini tidak memberikan ruang kepada perusahaan untuk melakukan manuver dalam situasi bersaing. Tetapi keadaan ini berubah apabila perusahaan beroperasi dengan modal kerja yang diperoleh dengan dasar bagi-hasil bukan pinjaman dengan bunga. Keadaan yang terakhir ini memperlihatkan perbedaan antara biaya variabel yang memasukkan tingkat keuntungan yang diharapkan dan biaya variabel9

yang tidak memasukkannya. Hasil balik ke modal uang yang diperoleh berdasarkan bagihasil merupakan bagian dari keuntungan. Ia bukan biaya yang ditentukan secara kontrak seperti tingkat bunga. Dapat dilihat bahwa selisih antara kedua kurva biaya variabel merupakan derajat manuverabilitas dalam keadaan bagi-hasil yang tidak dapat diperoleh dalam keadaan tingkat bunga, keduanya berkaitan dengan titik keseimbangan dan titik tutup. Coba lihat kasus kepedulian produsen yang, dalam situasi pengangguran yang meluas, ingin menciptakan lebih banyak kesempatan kerja. Hal ini berangkat dari kombinasi biaya terendah antara tenaga kerja dan modal yang diindikasikan dengan titik singgung garis harga dan kurva produk yang sama. Pilihan ke sebelah kanan titik singgung memiliki biaya per unit output yang lebih tinggi. Hal ini tidak mungkin dalam model konvensional pasar persaingan sempurna karena tidak ada perusahaan yang dapat bertahan hidup apabila mengambil kebijakan itu. Dalam model bagi-hasil, dimungkinkan bagi perusahaan untuk melakukannya pada skala terbatas karena dimungkinkannya manuverabilitas seperti disebutkan di atas yaitu karena adanya perbedaan kurva biaya variabel antara yang memasukkan tingkat keuntungan yang diharapkan dan yang tidak memasukkannya. Cara lain untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak adalah pekerja menerima tingkat upah yang lebih rendah sehingga kemiringan garis harga berubah dan titik singgung bergeser ke kanan, yang berarti menambah kesempatan kerja. Hal ini mesti dilakukan dengan musyawarah antara produsen dan pekerja.

6.5 Keseimbangan Perusahaan dan Industri Kurva penghasilan marjinal (marginal revenue, MR) dan kurva biaya marjinal (marginal cost, MC) dapat digunakan untuk menentukan output keseimbangan (the equilibrium output) perusahaan sepanjang tujuan perusahaan didefiniskan secara jelas dan dikuantitatifkan. Keseimbangan perusahaan adalah konsep yang yang berguna meskipun perusahaan yang sesungguhnya mungkin selalu dalam keadaan tidakseimbangan (disequilibrium) yang merespon perubahan dalam pasar. Hal yang sama berlaku untuk konsep keseimbangan industri. Dengan kurva permintaan tertentu untuk suatu produk, kita membutuhkan kurva penawaran produk tersebut untuk sampai pada harga keseimbangan (the equilibrium price) produk tersebut. Hal ini dapat diperoleh dengan menjumlahkan secara horizontal semua kurva biaya marjinal dari titik tutup (shut-down point) ke atas. Sepintas, ini adalah kurva biaya penuh, termasuk tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of profit), yang relevan. Kurva marjinal penghasilan untuk perusahaan individual adalah garis horizontal yang ditarik pada harga yang ditentukan oleh titik temu (intersection) kurva permintaan dan kurva penawaran pada level industri. Jumlah perusahaan dalam industri akan menyesuaikan dirinya, dengan asumsi kurva-kurva biaya identik, masing-masing perusahaan persis dapat menutup biaya rata-rata (average cost, AC), yang berarti MR = MC = AC. Sekarang kita asumsikan bahwa beberapa atau semua perusahaan memutuskan untuk menawarkan lebih banyak produk, dengan mengorbankan bagian dari keuntungan (yang termasuk dalam kurva biaya mereka). Kurva-kurva penawaran yang baru akan berada di sebelah kanan kurva penawaran yang lama yang menunjukkan output yang lebih banyak dan harga yang lebih rendah. Sejumlah perusahaan dalam industri tidak perlu terpengaruh, dan masing-masing perusahaan mungkin masih berproduksi pada skala produksi yang paling efisien (yaitu berada pada titik singgung antara kurva penghasilan horizontal dan bagian bawah kurva biaya rata-rata yang berbetuk-U).

10

Dengan cara yang sama, dampak dari kebijakan-kebijakan lain pada sisi beberapa atau semua perusahaan dalam industri dapat ditelusuri dengan bantuan kurva penghasilan dan kurva biaya, sepanjang kebijakan-kebijakan ini dapat dikuantitatifkan. Mungkin ada isu-isu sosial yang menghendaki musyawarah antar produsen, antara produsen dengan konsumen dan/atau antara produsen dan pekerja. Sepanjang pilihan-pilihan kebijakan dapat dikuantitaifkan, dampaknya dapat ditelurusi dengan bantuan teknik ini. Analisis di atas mengasumsikan pasar dalam persaingan sempurna dengan jumlah pembeli dan penjual yang banyak dan produk yang homogen. Keadaan yang berbeda dari ini dapat dianalisis dengan teori-teori monopoli, oligopoli, dan/atau persaingan monopolistik. Analisis-analisis ini semuanya menggunakan asumsi maksimisasi keuntungan oleh perusahaan. Dengan melonggarkan asumsi ini untuk memungkinkan tujuan lain, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan untuk masyarakat, perbedaan antara kurva biaya yang memasukkan keuntungan yang diharapkan (expected profit) dan yang tidak memasukkan dapat digunakan untuk menelusuri dampak dari kebijakan yang berorientasi pada sosial. Beberapa kondisi pasar sendiri mungkin berubah begitu perilaku maksimisasi keuntungan berubah dan produsen mempertimbangkan kepentingan pihak lain.

7. Pasar7.1 Peranan Penting dan Keterbatas Pasar Proses pasar bukan hanya satu-satunya cara menyelesaikan dalam konteks pemenuhan kebutuhan, pertumbuhan ekonomi, atau tujuan yang lain yang kita dambakan. Namun, pasar sangat penting di masyarakat bagi berjalannya kegiatan ekonomi. Pengaturan kelembagaan Islam mengakui pentingnya proses pasar tapi bekerjanya pasar harus dalam koridor tujuan ekonomi Islam. Memahami dengan benar bagaimana berfungsinya pasar adalah penting bahkan untuk mengaturnya agar mencapai hasil yang diinginkan. Ide pasar dan ide permintaan dan penawaran perlu dibahas. Hampir setiap individu adalah konsumen dan juga suplier. Kita meminta barang dan jasa dan menawarkan tenaga kerja dan jasa lain. Pemilik lahan, bangunan, mesin, dll menjual atau menyewakan aset-aset ini. Faktor produksi dan jasa produktif diminta oleh perusahaan yang memproduksi dan menawarkan berbagai barang dan jasa. Setiap segala sesuatu di pasar ada harganya. Harga mempertemukan konsumen dan produsen, karenanya mempengaruhi pertukaran. Di samping rumah tangga sebagai konsumen dan perusahaan sebagai produsen, pemerintah dan kelembagaan sosial yang lain juga muncul di pasar sebagai konsumen dan suplier.

7.2 Penawaran dan Permintaan dan Harga Keseimbangan Harga keseimbangan ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Kurva permintaan pasar untuk suatu barang dan jasa biasanya berkemiringan menurun (downward sloping) dari kiri ke kanan, yang mengindikasikan bahwa semakin rendah harga, semakin besar kuantitas yang diminta. Pengecualian dimungkinkan dan diantaranya perlu ditunjukkan. Kurva permintaan pasar suatu komoditas diperoleh dengan cara menjumlahkan secara horizontal kurva-kurva permintaan indivdual. Tapi bentuk normal dari kurva permintaan pasar untuk suatu komoditas tidak mesti berimplikasi pada bentuk yang sama untuk masing-masing dan setiap kurva permintaan individual. Karena jumlah kurva permintaan individual tersebut11

biasanya demikian banyak, beberapa kurva individual mungkin menyimpang jauh dari bentuk normalnya tanpa mempengaruhi bentuk kurva permintaan pasar. Jumlah barang yang diminta dipengaruhi oleh bukan hanya harga tetapi juga faktorfaktor lain seperti pendapatan, selera, harga barang substitusi, dll. Perubahan jumlah yang diminta yang disebabkan oleh perubahan harga ditunjukkan oleh pergerakan sepanjang kurva permintaan, sedangkan perubahan jumlah yang diminta yang disebabkan oleh perubahan pendapatan, selera, atau harga barang substitusi ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan. Namun, adalah terlalu menyederhanakan kalau menganggap semua respon terhadap perubahan faktor-fakor yang mempengaruhi permintaan dapat ditangkap dalam pergerakan sepanjang kurva permintaan atau pergeseran kurva permintaan. Ambil kasus permintaan air minum oleh konsumen kaya pada situasi di mana banyak anggota masyarakat membutuhkan air minum yang suplainya terbatas. Turunnya harga air minum, karena disubsidi, mungkin tidak merubah permintaan individual. Demikian juga himbauan untuk menghemat konsumsi komoditas langka mungkin mendorong konsumen mengurangi konsumsinya, meskipun tidak ada perubahan harga. Karenanya penting untuk mempertimbangkan faktor spesifik yang relevan pada situasi permintaan yang spesifik. Skedul dan kurva penawaran menunjukkan jumlah komoditas yang ditawarkan pada berbagai harga komoditas. Kurva penawaran pasar diperoleh dengan menjumlahkan secara horizontal kurva penawaran individual. Kurva penawaran pasar biasanya berkemiringan ke atas (upward sloping) dari kiri ke kanan. Kurva penawaran berkemiringan ke atas ini merefleksikan kenaikan biaya produksi pada jangka pendek. Bentuk kurva penawaran pasar mungkin berbeda tergantung pada periode waktunya: penawaran yang segera, penawaran jangka pendek yang memungkinkan perubahan dalam input-input variabel saja, penawaran jangka menengah yang memungkinkan perubahan semua input, dan penawaran jangka panjang yang memungkinkan perubahan teknologi yang dapat menghasilkan kurva penawaran dengan kemiringan (slope) berbeda dengan rentang dari kurva vertikal sampai kurva berkemiringan menurun dari kiri ke kanan. Tetapi kurva penawaran yang paling relevan untuk analisis ekonomi pada umumnya adalah kurva yang berkemiringan ke atas dari kiri ke kanan. Kurva penawaran ini berkaitan dengan penawaran barang konsumen manufaktur dalam jangka pendek. Tidak ada salahnya bila kita mengunakan kurva penawaran ini untuk penjelasan bekerjanya mekanisme pasar asalkan kita ingat ketika berurusan dengan penawaran komoditas tertentu pada waktu tertentu, faktor-faktor produksi tertentu yang mempengaruhi situasi tersebut mesti dipertimbangkan. Hal ini berlaku terutama pada penawaran tenaga kerja (jam kerja) dan jasa produktif lain. Alasan mengapa penawaran jasa produktif berperilaku berbeda dari penawaran barang manufaktur adalah karena penawaran jasa produktif mencakup perilaku manusia (yaitu perilaku pekerja, pemilik modal, pemilik lahan, dll) yang lebih langsung daripada yang terjadi pada penawaran barang-barang lain. Perbedaan penting lain adalah bahwa biaya produksi berlaku sangat berbeda terhadap jasa produktif dan berbeda antara jasa produktif yang satu dengan jasa produktif yang lain. Jumlah barang yang ditawarkan dipengaruhi oleh bukan hanya harga tetapi juga faktor-faktor lain seperti harga faktor produksi, iklim, teknologi, dll. Perubahan jumlah yang ditawarkan yang disebabkan oleh perubahan harga ditunjukkan oleh pergerakan sepanjang kurva penawaran, sedangkan perubahan jumlah yang diminta yang disebabkan oleh

12

perubahan harga faktor produksi, iklim, teknologi, dll ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan. Harga keseimbangan suatu komoditas diindikasikan oleh titik perpotogan atara kurva penawaran dan kurva permintaan. Ini adalah harga yang membuat pasar bersih, yaitu harga di mana jumlah barang yang ditawarkan penjual dan jumlah barang yang diminta pembeli adalah sama. Perlu diperhatikan bahwa penetuan harga keseimbangan di atas menggunakan asumsi hal-hal yang lain tetap (other things to be constant). Termasuk dalam hal-hal lain tersebut adalah harga-harga komoditas-komoditas lain yang berkaitan. Keseimbangan di atas adalah keseimbangan parsial atau keseimbangan di pasar satu komoditas. Dalam kenyataannya, hal-hal lain ini jarang tetap sehingga pasar mungkin selalu berada dalam ketidakseimbangan. Namun demikian, konsep keseimbangan parsial adalah sangat berguna sebagai alat analisis ekonomi karena ia membantu kita memahami bagaimana pasar berfungsi.

7.3 Keseimbangan Umum Ide yang menarik dalam ilmu ekonomi adalah keseimbangan umum (general equilibrium), yaitu keseimbangan di semua pasar secara simultan. Ide ini menggambarkan semua harga ditentukan secara saling berkaitan oleh interaksi penawaran dan permintaan di setiap pasar, yang masing-masing pasar terbuka untuk dipengaruhi oleh apa yang terjadi di pasar-pasar lain. Perlu diperhatikan bahwa penentuan semua harga mencakup penentuan semua pendapatan, pendapatan merupakan harga yang dibayar untuk semua faktor produksi. Keseimbangan umum juga mencakup alokasi semua sumberdaya. Singkatnya, keseimbangan umum memberikan jawaban terhadap pertanyaan ekonomi dasar tentang apa yang diproduksi, bagaimana memproduksi, dan untuk siapa diproduksi. Namun, ide ini sulit diterima karena beberapa alasan, yang membuat ragu apakah ide ini berguna atau berbahaya karena menciptakan ilusi tentang berfungsinya ekonomi pasar. Ide keseimbangan umum ini berasumsi persaingan sempurna yang tidak tercapai karena informasi yang tidak sempurna dan adanya ketidakpastian. Ia mengasumsikan maksimisasi (kepuasan oleh konsumen dan keuntungan oleh produsen) yang tidak dapat diterima dan cenderung mengarahkan ke kolusi diatara pencari keuntungan bukan kompetisi. Ia mengabaikan ketidakbisadibagi-bagian sebagian faktor produksi, kekurangmoblitasan sebagian faktor produksi, dan keterbatasan sumber penawaran yang menyebabkan terjadinya monopoli. Ia memperlakukan perilaku manusia sebagai semata ditentukan oleh penghitungan kepuasan-biaya-keuntungan, dengan mengabaikan motif-motif lain. Terakhir, ia tidak mengakomodasikan negara sebagai entitas yang aktif, yang melakukan pembelian dan penjualan serta himbauan, pengarahan, pengaturan, dan pengawasan kejadian-kejadian di pasar. Jadi, berkaitan dengan pasar ini dapat disimpulkan bahwa kita mengakui posisi sentral dari penawaran dan permintaan dalam menentukan harga di pasar tertentu dan adanya kesalingkaitan antar harga-harga, akan tetapi juga harus diakui bahwa disamping faktor pendapatan, harga, dan biaya, faktor-faktor lain juga mempengaruhi penawaran dan permintaan serta pada pasar, khususnya pasar jasa produktif.

13

8. Distribusi Pendapatan8.1 Penghasilan dan Pendapatan Akses ke pasar adalah melalui daya beli yang datang dari pendapatan atau kekayaan. Tidak ada permintaan tanpa daya beli dan tidak ada penawaran tanpa permintaan. Penenekanan pada pemenuhan kebutuhan universal dan tujuan lain dari ekonomi seperti yang disebut di atas mengharuskan koreksi ketidakseimbangan pada sumbernya dari pada mencoba memodifikasi hasil akhir dari proses. Sekarang kita bahas bagaimana penghasilan atau pendapatan diperoleh. Salah satu sumber penghasilan atau pendapatan adalah properti yang dimiliki atau diwariskan. Aset-aset seperti mobil, rumah, dll dapat memberikan kepuasan langsung, sedangkan yang lain seperti tanah, bangunan, mesin, uang tunai dan emas, surat berharga, dll dapat menghasilkan arus pendapatan kepada pemiliknya. Sumber pendapatan yang lain adalah bekerja yang meliputi kerja fisik, jasa profesional, jasa manajerial, dan kewirausahaan. Kualitas kerja seseorang tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang diperoleh. Kesehatan dan nutrisi juga krusial dalam menentukan kuantitas dan kualitas kerja. Pendapatan dari bekerja umumnya datang sebagai pendapatan kontrak seperti upah atau gaji. Keuntungan kewirausahaan dibedakan dari jenis penghargaan ini karena bersifat bukan kontrak dan tidak pasti. Kerja wirausaha mencakup jenis kerja khusus, yang pengambilan keputusan dalam menghadapi ketidakpastian dan menanggung konseksuensi dari keputusan itu, sebagaimana dijelaskan di bawah. Sumber pendapatan yang lain adalah hibah. Hibah datang dari perorangan, lembaga, atau negara untuk mengurangi penderitaan dengan memampukan orang untuk memenuhi kebutuhannya. Atau mereka diberi sebagai penghargaan atas kemampuan (merit) kepada pakar, sastrawan/budayawan, pekerja sosial, veteran, dll. Baik kebutuhan maupun kemampuan dapat dipertimbangkan sebagai jasa yang dihasilkan di masa lalu atau yang diharapkan dihasilkan di masa datang. Ekonomi hibah telah lama diabaikan oleh ekonom yang selalu memfokuskan pada pasar. Padahal hibah memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi, khususnya apabila kita mempertibangkan hibah antar keluarga disamping program kesejahteraan dari pemerintah. Apabila keseluruhan ekonomi dan bukan hanya pasar (yang hanya sebagian) menjadi subyek untuk dikaji, hibah perlu mendapat perhatian yang lebih besar.

8.2 Pekerja dan Upah Ekonom menerapkan alat permintaan dan penawaran untuk mempelajari penentuan upah, sebagaimana mereka menggunakannya untuk semua harga. Permintaan tenaga kerja, seperti permintaan untuk semua faktor produksi adalah permintaan turunan (derived demand). Konsep permintaan turunan dan konsep-konsep yang dihasilkannya yaitu produktivitas fisik, nilai produknya, dan penghasilan produktivitas harus dijelaskan. Kesulitan menghitung produktivitas penghasilan marjinal (marginal revenue productivity) tenaga kerja dan mendasarkan kurva permintaan tenaga kerja pada produktivitas penghasilan marjinal tenaga kerja harus ditunjukkan. Keterbatasan teori produktivitas marjinal utamanya muncul dari ketidaksempurnaan dalam pasar, yaitu ketidakbisadibagi-bagi, kekurangmobilitasan, kekurangan pengetahuan, dll. Sumber keterbatasan lain adalah asumsi skala hasil balik konstan (constant returns to scale). Penyebab lain tidak berlakunya teori produktivitas marjinal tenaga kerja adalah faktor kelembagaan dan historis yang menyebabkan kekakuan dalam struktur uoah dan yang menyebabkan perbedaan upah tidak berubah.14

Penawaran tenaga kerja juga merupakan urusan yang kompleks, karena bentuk kurva penawaran individual biasa, yang berkemiringan naik dari kiri ke kanan, menggunakan asumsi bahwa semua kerja mengandung kesakitan (ketidaknyamanan) yang meningkat sejalan dengan jam kerja yang meningkat. Hal ini tidak selalu benar. Tidak bekerja sendiri sering menyakitkan, disamping kehilangan pendapatan. Dengan kata lain, kerja yang berguna adalah kebutuhan dasar manusia. Mengabaikan isu ini dengan menggunakan kurva tak acuh (indifferent curves) antara berleha-leha (leisure) dan bekerja adalah tidak tepat karena leisure bukan pengganti jenis kerja seperti yang disebut di atas. Selain itu, perilaku manusia tentang penawaran tenaga kerja sangat dipegaruhi oleh pengaturan kelembagaan dalam masyarakat. Ketersediaan hibah yang berdasarkan kebutuhan, pilihan jenis pekerjaan, kesempatan berpartisipasi dalam manajemen, dll mempengaruhi keputusan untuk menawarkan tenaga kerja dalam cara yang berbeda. Menganggap jam kerja yang ditawarkan sebagai fungsi yang meningkat dari tingkat upah mengabaikan semua hal ini. Pada level ekonomi keseluruhan, bentuk kurva penawaran tenaga kerja mencakup penduduk keseluruhan, komposisinya, dan tingkat pertumbuhannya. Adalah tidak realistik untuk menangkap realitas kompleks ini dalam kurva sederhana. Diantara keduanya, kurva penawaran tenaga kerja individual dan kurva penawaran tenaga kerja di ekonomi, ada kurva penawaran tenaga kerja untuk industri tertentu, dan untuk perusahaan tertentu di industri tersebut. Kurva berkemiringan naik dalam kasus yang pertama dan kurva horizontal (penawaran tidak terbatas pada tingkat upah yang berlaku) di kasus yang terakhir mungkin berguna untuk tujuan penjelasan. Dengan mempertemukan kurva penawaran tenaga kerja untuk industri tertentu dengan kurva permintaan tenaga kerja dari industri tersebut, penentuan upah untuk jenis tenaga kerja tertentu dapat ditunjukkan sebagai dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Kurva penawaran yang meningkat dapat dijustifikasi dengan alasan bahwa apabila upah yang lebih tinggi ditawarkan di industri tertentu, pekerja berpindah dari industri yang lain ke industri tersebut, dengan hal-hal lain tetap sama. Kurva permintaan tenaga kerja berkemiringan menurun pada level industri diperoleh dengan penjumlahan horizontal dari kurva permintaan perusahaan-perusahaan di indutri tersebut, yang didasarkan pada produktivitas penghasilan marjinal di perusahaan-perusahaan ini. Hal tersebut di atas didasarkan pada asumsi biasa bahwa setiap perusahaan berupaya memaksimumkan keuntungan dan pekerja memaksimumkan upah. Kita perlu memodifkasi asumsi ini dengan dasar Islam, yaitu dengan mengasumsikan bahwa pekerja dan perusahaan peduli satu sama lain dan peduli kepada masyarakt lain, yaitu pekerja lain, produsen lain, konsumen, dll. Situasi di bawah ini mungkin terjadi. 1) Terjadi skala hasil balik yang meningkat, produk pengasilan total melebihi jumlah produk marjinal yang memungkinkan perusahaan membayar upah yang lebih tinggi dari produktivitas penghasilan tenaga kerja, apabila situasi menghendakinya. 2) Pekerja dibayar lebih tinggi dari produktivitas penghasilan marjinal dengan menurunkan hasil balik kepada modal dan perusahaan (yaitu keuntungan), apabila situasi menghendakinya. 3) Konsumen tidak keberatan dengan harga yang lebih tinggi sehingga produktivitas pengasilan marjinal tenaga kerja meningkat dan pekerja diupah lebih tinggi, apabila situasi menghendakinya. 4) Pekerja setuju dengan upah yang lebih rendah dari produktivitas penghasilan marjinalnya, sehingga keuntungan yang meningkat dapat diinvestasikan kembali ke dalam industri15

untuk menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, atau agar dapat memampukan produsen untuk menurunkan harga komoditas bagi kepentingan konsumen, apabila situasi menghendakinya. Dalam kerangka pikir kerjasama dimana keputusan yang mempengaruhi beberapa pihak diambil secara musyawarah dan setiap pelaku ekonomi mempertimbangkan kepentingan pihak lain disamping kepentingannya sendiri, tidak ada hal yang tidak mungkin. Meskipun kurva permintaan tenaga kerja (yang didasari teori produktivitas marjinal) dan kurva penawaran tenaga kerja biasa dapat terus digunakan, faktor-faktor lain yang muncul dari motivasi pelaku ekonomi dan pengaturan kelembagaan seperti yang diasumsikan di atas harus dipertimbangkan dalam situasi tertentu. Tawar-menawar bersama (collective bargaining) dan peranan pemerintah dalam penyelesaian upah harus juga dipertimbangkan. Kelebihan dan kelemahan peraturan upah minimum juga harus didiskusikan. Apabila pekerja dan majikan berpegang teguh pada kepentingannya masing-masing, tidak peduli pada kepentingan pihak lain dan masyarakat, konfrontasi terjadi dan campur tangan pemerintah pun sulit memecahkannya dalam jangka panjang. Sebaliknya, jika masing-masing pihak saling peduli kepentingan pihak lain dan masyarakat dan semua setuju untuk membuat keputusan dengan musyawarah, akan mudah dicapai kedamaian indutri.

8.3 Keuntungan dan Bagi-Hasil Selain bekerja pada pihak lain untuk mendapat upah yang pasti sesuai dengan kontrak, orang dapat juga melakukan usaha yang mengandung resiko dan ketidakpastian untuk mendapatkan penghasilan. Apabila ia melakukannya dengan menggunakan modal uang atau barang dagangan milik orang lain (atau lembaga) atas dasar bagi-keuntungan, ia disebut wirausahawan. Bahkan pekerja berketerampilan rendah pun dapat melakukan kemitraan dengan pekerja lain, yang terampil atau kurang terampil, masing-masing mengambil tugas seperti tukang potong rambut, tukang jahit, tukang binatu, dll dan berbagi pendapatan bersih dengan proporsi yang disepakati. Advokat, notaris, insinyur, dokter, akuntan, konsultan, dan profesional lain dapat bekerjasama menjalankan jasa konsultan, dll dengan berbagi penghasilan dengan proporsi yang disepakati. Pendapatan ini berbeda dari upah karena mereka tidak diupah tetap. Mereka mengharapkan keuntungan dan beresiko rugi. Orang yang memiliki keahlian dan ingin menjalankan usaha dapat bekerjasama dengan orang yang memiliki modal uang, keduanya dapat memperoleh pengharagaan dari keuntungan kerjasama. Tapi ada perbedaan: penghargaan untuk pihak pertama dapat positif atau nol, penghargaan untuk pihak kedua dapat positif, nol, atau negatif. Karena perbedaan ini maka keduanya perlu dibedakan meskipun mereka memulainya bersama dan pembagian keuntungan bersama dari usaha dan modal antara kedua bagi hasill yang satu ke wirausahawan dan yang lain ke pemilik modal, hanyalah kontrak. Pendapatan wirausahawan disebut keuntungan, sedangkan hasil balik ke modal uang disebut bagi-hasil (profit-loss sharing).

16

9. Peranan PemerintahDalam ekonomi Islam, negara mempunyai peranan penting dalam menjaga keadilan distribusi pendapatan dan barang dan jasa serta alokasi sumber daya yang optimal. Peranan pemerintah ini utamanya dilakukan dengan empat tindakan: (1) Memastikan dipatuhinya aturan main Islam oleh pelaku-pelaku ekonomi melalui pendidikan dan, bila diperlukan, paksaan. (2) Menjaga kondisi pasar yang sehat untuk memastikan pasar berfungsi dengan baik. (3) Memperbaiki alokasi sumber daya dan distribusi pendapatan yg dipengaruhi oleh mekanisme pasar melalui pedoman dan pengaturan serta intervensi langsung dan partisipasi dalam proses. (4) Mengambil tindakan positif dalam kegiatan produksi dan pembentukan modal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial.

Daftar Pustaka Al-Quranul Karim. Khan, M. Fahim. 1995. Essays in Islamic Economics. United Kingdom: The Islamic Foundation. Mannan, M. Abdul. 1987. Islamic Economic: Theory and Practice (A Comparative Study). Tahir, Sayyid, et. al. Editor. 1992. Reading in Microeconomics: An Islamic Perspective. Editted by. Malaysia: Longman.

17