Ilmu Dalam Peradaban Zaman Kuno
Click here to load reader
-
Upload
ruhil-iswara -
Category
Documents
-
view
35 -
download
2
description
Transcript of Ilmu Dalam Peradaban Zaman Kuno
A. ILMU DALAM PERADABAN ZAMAN KUNO
1. Ilmu Pada Masa Yunani
Banyak literatur menyebutkan bahwa periode yunani merupakan tonggak awal
berkembangnya ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban umat manusia.
Perkembangan ilmu ini dilatarbelakangi dengan perubahan paradigma dan pola
pikir yang berkembang saat itu. Sebelumnya bangsa yunani masih diselimuti oleh
pola pikir mitosentris, namun pada abad ke 6 SM diyunani lahirlah filsafat yang
dikenal dengan the greek miracle. Dengan paradigma ini, ilmu pengetahuan
berkembang sangat pesat karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio
dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahayul tang irrasional.
Sebagaimana yang dikatakan oleh George J. Mouly, dia membagi
perkembangan ilmu pada tahap animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis. Pada
tahap animisme, manusia menjelaskan gejala yang ditemuinya dalam kehidupan
sebagai perbuatan dewa-dewi, hantu dan berbagai makhluk halus. Pada tahap
inilah pola pikir mitosentris masih sangat kental mewarnai pemikiran bangsa
Yunani sebelum berubah menjadi logosentris.
Seiring dengan berkembangnya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan
berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga
berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu
aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu,
periode berkembang filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki
peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk
meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales
(624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480
SM), Parmedines (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500 SM).
Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air.
Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan
meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah.
Berbeda dengan Thales dan Anaximandros, Heraklitos melihat alam semesta
selalu dalam keadaan berubah. Sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang
panas berubah menjadi dingin. Ini berarti bahwa bila kita hendak memahami
kehidupan kosmos, kita harus menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Karena itu
dia berkesimpulan, tidak ada suatupun yang benar-benar ada, semuanya menjadi.
Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan
aktor dan penyebabnya yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam
karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es.
Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap
sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas
merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Dia
menegaskan bahwa yang ada itu ada. Inilah kebenaran. Menurut parmedines, bisa
dibayangkan apa konsekuensi bila ada orang yang memungkiri kebenaran.
Pertama, adalah orang bisa mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada. Kedua,
atau orang dapat mengemukakan bahwa yang ada itu serentak ada dan serentak
tidak ada. Pengandaian pertama tertolak dengan sendirinya karena yang tidak ada
memang tidak ada. Yang tidak ada tidak dapat dipikirkan dan menjadi objek
pembicaraan. Pengandaaian kedua tidak dapat diterima karena antara ada dan
tidak ada tidak terdapat jalan tengah, yang ada akan tetap ada dan tidak mungkin
menjadi tidak ada, begitu juga yang tidak ada tidak mungkin berubah menjadi ada.
Jadi, harus disimpulkan bahwa yang ada itu ada dan itulah satu-satunya
kebenaran.
Benar tidaknya suatu pendapar diukur dengan logika. Bentuk ekstrim
pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia. Dari
pandangan ini dia mengatakan bahwa alam tidak bergerak, tetapi diam karena
alam itu satu, yaitu ada dan yang ada itu satu. Dia menentang pendapat Heraklitos
yang mengatakan alam ini selalu bergerak. Gerak alam yang terlihat, menurut
parmenides adalah semu, sejatinya alam itu diam. Akibat dari pandangan ini
kemudian muncul prinsip panteisme dalam memandamg realitas.
Phytagoras mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Phytagoras
berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi
ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak
terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu
pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini
sangat bergantung pada pendekatan matematika.
Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam
semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justru
merupakan kekayaan Khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka
mengilhami generasi setelahnya.
Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi
terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan
mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia
adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411
SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme.
Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada
ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak
menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut.
Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM). Menurutnya ada tiga proposisi :
pertama, tidak ada yang benar-benar ada. Kedua, kalaupun ada sesuatu yang ada
di dunia ini, kita tidak bisa mengetahui. Ketiga, kalaupun kita bisa mengetahuinya
kita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang kita ketahui itu kepada orang lain.
Ketiga pendirian ini disokong dengan banyak argumen. Soalnya ialah bagaimana
kita harus mengerti maksud Gorgias. Ada sejarawan yang berpendapat bahwa ia
maksudkan memang seperti yang diucapkannya dengan ketiga pendirian ini.
Kalau demikian, Gorgias bukan saja menganut suatu skeptisisme (anggapan
bahwa kebenaran tidak dapat diketahui), melainkan juga memihak kepada
nihilisme (anggapan bahwa tidak ada sesuatu pun atau bahwa tidak ada sesuatu
pun yang bernilai). Jadi, dia lebih ekstrin dibandingkan dengan Protagoras.
Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka
membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final
tentang etika, agama, metafisika. Ini membuka peluang bagi para filosof untuk
lebih kreatif lagi berpikir. Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam
pemikiran kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan
sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Dalam filsafat
ilmu, pandangan relatif tentang kebenaran menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari proses mencari ilmu. Karena itu, ilmu itu terbatas, tetapi proses mencari ilmu
tidak terbatas.
Namun pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof
setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).
Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia.
Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan
metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan,
sehingga metode yang digunakannya biasanya disebut metode dialog karena
dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif.
Contohnya, ketika dia ingin menemukan makna adil, dia bertanya kepada
pedagang, prajurit, penguasa, dan guru. Dari sinilah, menurut Socrates. Kebenaran
universal dapat ditemukan. Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan
adalah satu dan tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dasar
dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi
socrates, pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan tentang diri
sendiri. Semboyan yang paling digemarinya adalah apa yang tertera pada Kuil
Delphi, yaitu : “Kenalilah dirimu sendiri”.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani
karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat
alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalag Plato,
yang sekaligus murid Socrates dan yang menulis ide-ide Socrates. Bagi Plato,
esensi mempunyai realitas yang ada dialam idea. Kebenaran umum ada bukan
dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah
filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika,
metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu
inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu dikemudian hari. Dia dianggap
sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah
secara sistematis.
Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan
Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah
masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap
ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat
islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan
inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik
islami.
2. Ilmu pada zaman Romawi
Ilmu pengetahuan yang pernah ditorehkan oleh Bangsa Romawi tidak bisa
dilepaskan dari bangunan ilmu pengetahuan yang telah disumbangkan oleh
bangsa Yunani.
Didalam banyak literatur yang ada, disebutkan bahwa bangsa Romawi
merupakan bangsa yang pertama kali mengaplikasikan teori-teori yang pernah
dirumuskan oleh bangsa Yunani, sehingga mata rantai kelimuan yang mulai
memudar yang seolah-olah putus dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan
bangsa Yunani menjadi tumbuh kembali. Sehingga didalam lapangan inovasi
ilmu pengetahuan, bangsa Romawi tidak banyak melahirkan para pemikir yang
ulung, konseptor yang handal, dan perumus teori dalam rangka melebarkan
sayap ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, bangsa ini tidak menekankan soal-soal
praktis dan mengabaikan teori ilmiah, sehingga pada masa ini tidak banyak
muncul ilmuwan yang terkemuka.
Kendali demikian, bangsa Romawi bukan berarti tidak memiliki kontribusi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Yang perlu dicatat bahwa bangsa
Romawi membuat pemikiran spekulatif Yunani menjadi praktis dan dapat
diterapkan dengan mudah. Sejarah mencatat bahwa bangsa Romawi memiliki
kemahiran dalam kemampuan keinsinyuran dan keterampilan ketatalaksanaan
serta mengatur hukum dan pemerintahan.
Sumbangan terbesar bangsa Romawi kepada peradaban manusia terutama
dalam bidang pemikiran sistem hukum dan lembaga-lembaga politik, ada tiga
bentuk pemikiran sistem hukum dan lembaga-lembaga politik, ada tiga bentuk
pemikiran hukum Romawi yang banyak diadopsi para pemikir Barat, antara lain :
Ius Civile, Ius Gentium, Ius Naturale. Dari segi pemikiran ilmu politik, Romawi
memberikan pemahaman tentang teori imperium, antara lain : (1) kekuasaan dan
otoritas negara; (2) equal rights (persamaan hak politik); (3) Governmental
Contract (kontrak pemerintah); dan (4) pengadaptasian kekuasaan dan
keagamaan gereja Katholik.
Para sejarawan berspekulasi tentang penyebab kegagalan orang Romawi
dibidang pengembangan ilmu. Ada yang mencoba melihat perbudakan yang
menghambat dorongan bagi industri, sebagai penyebabnya.