repository.unja.ac.idrepository.unja.ac.id/3571/1/ARTIKEL ILMIAH.docx · Web viewUntuk hasil dan...

21
ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PBL (Problem Based Learning) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI Oleh RINA SAFITRI A1C113006 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

Transcript of repository.unja.ac.idrepository.unja.ac.id/3571/1/ARTIKEL ILMIAH.docx · Web viewUntuk hasil dan...

ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PBL (Problem Based Learning) DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI

SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI

OlehRINA SAFITRI

A1C113006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS JAMBI

JANUARI, 2018

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PBL (Problem Based Learning) DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI

SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI

Rina Safitri1, Afrida2, Fatria Dewi3

1Alumni Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi,2Staf pengajar Prodi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang mampunya siswa mendapatkan konsep nyata dari materi laju reaksi dikarenakan kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak termotivasi untuk berpikir, mengerjakan, dan menyelesaikan permasalahan yang ada dalam pembelajaran. Penerapan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterlaksanaan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) serta pengaruhnya terhadap kemampuan literasi sains siswa pada materi laju reaksi di kelas XI IPA SMAN 8 Kota Jambi. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Deskriptif Korelasional dengan menggunakan metode Mix Methode (Metode Kombinasi). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi keterlaksanaan model oleh guru dan siswa serta kemampuan literasi sains siswa dan tes hasil belajar. Pengujian hipotesis yang digunakan yaitu uji korelasi product moment. yang selanjutnya dilihat signifikasi pengaruhnya dengan uji t. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh persentase keterlakasanaan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) oleh guru sebesar 70,00% (baik) dan siswa sebesar 65,60% (baik). Persentase kemampuan literasi sains siswa sebesar 60,47% (cukup baik) dan tes hasil belajar siswa sebesar 73,13% (baik). Hubungan keterlaksanaan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan kemampuan literasi sains siswa diperoleh rxy= 0,483 dengan tingkat hubungan pada kategori sedang dan uji t sebesar 3,58, sehingga hipotesis penelitian (Ha) diterima. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) terhadap kemampuan literasi sains siswa pada materi laju reaksi kelas XI IPA SMAN 8 Kota Jambi.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Kemampuan Literasi Sains Siswa dan Laju Reaksi.

PENDAHULUANPerkembangan ilmu dan

teknologi di dunia membawa pengaruh pada perkembangan pendidikan di Indonesia. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi ini, ilmu pendidikan juga semakin gencar dikembangkan agar dapat mengalami perubahan yang lebih baik. Dengan adanya kemajuan IPTEK ini, perkembangan pendidikan di bidang kurikulum, media pembelajaran, model pembelajaran, dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pendidikan akan lebih maju. Hal tersebut dapat memberi dampak positif dalam dunia pendidikan dan dapat meningkatkan kualitas SDM yang terlihat pada prestasinya di tingkat nasional maupun internasional.

Seiring dengan perkembangan pendidikan saat ini, prestasi siswa Indonesia dalam studi nasional maupun studi internasional masih tergolong rendah. Hasil temuan PISA (Programme for International student Assesment) yang dilakukan sejak tahun 2000 pun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan karena skor rerata siswa masih jauh dibawah rata-rata internasional yang mencapai skor 500. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah 371 pada tahun 2000, 382 pada 2003, dan 393 pada 2006, dengan rata-rata kemampuan membaca siswa Indonesia hanya mencapai skor 405. Hasil ini tentu saja memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan rata-rata internasional. Hasil capaian tersebut, rata-rata kemampuan sains siswa Indonesia baru sampai pada kemampuan mengenali sejumlah fakta dasar, tetapi mereka belum mampu untuk mengkomunikasikan dan mengaitkan kemampuan tersebut dengan berbagai topik sains, apalagi

sampai dengan menerapkan konsep-konsep. (Arohman. 2016)

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia di SMA N 8 Kota Jambi diketahui bahwa literasi sains siswa masih sangat rendah. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui penyebab permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran khususnya pada materi faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi antara lain adalah: (1) respon siswa masih kecil (tidak tertarik / membosankan).(2) siswa belum mendapat konsep nyata dari apa yang mereka pelajari. Pada subbab faktor - faktor yang mempengaruhi laju reaksi, siswa masih bingung dengan “masalah” yang diberikan oleh guru sehingga mereka seringkali “salah paham” mengenai apa yang di contohkan guru dengan penjelasan yang ada di buku. (3) dalam proses belajar guru hanya menerapkan model pembelajaran Direct Intruction dengan metode ceramah pada saat pembelajaran berlangsung. (4) pengetahuan awal yang ada pada diri siswa masih lemah (belum terlihat) seperti menentukan pengaruh luas permukaan dan katalis pada laju reaksi, siswa cenderung menghapal konsep, mendengarkan, serta meniru pola-pola yang diberikan guru, sehingga ketika siswa diberi tes atau soal yang berhubungan dengan perhitungan secara matematis, siswa belum mampu menyelesaikannya.

Model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa seperti mengidentifikasi masalah, pengumpulan informasi, penyelesaian masalah, dan penarikan kesimpulan yang didapat dari masalah yang akan diselesaikan. Menurut Redjeki (2014) variabel kunci dari PBL adalah masalah dan informasi. Dimana

masalah dan informasi inilah yang akan menjadi landasan siswa dapat memiliki kemampuan literasi sains. Ketika siswa dapat mengidentifikasi masalah, merumuskan dan membuat hipotesis masalah, memecahkan masalah, menjelaskan fenomena ilmiah yang terjadi dan mendapatkan keterampilan yang diperlukan, maka dari sini unsur kemampuan literasi sains akan dimiliki siswa. Sejalan dengan pendapat Sani (2014) yang menyatakan bahwa pembelajaran PBL membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan di dunia nyata secara terstruktur untuk mengonstruksi pengetahuannya yang menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu, Newman (2005) mengemukakan kelebihan model PBL dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya bahwa PBL menghasilkan hasil belajar antara lain PBL meningkatkan kemampuan belajar mandiri siswa, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan bertahan lama, PBL menghasilkan antusias dan motivasi, dan PBL mampu membangun keterampilan interpersonal kelompok.

Melalui model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) ini akan menjadikan siswa lebih sadar dalam memahami konsep-konsep ilmu yang diberikan serta dapat terampil memecahkan masalah yang ada disekitar berkaitan dengan ilmu kimia yang dapat mengembangkan kemampuan literasi sains siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Literasi

Sains Siswa Pada Materi Laju Reaksi SMA Negeri 8 Kota Jambi”.

METODOLOGI PENELITIANJenis penelitian ini adalah

deskriptif korelasional. Penelitian diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dan dengan menggunakan metode mix method. Mix methods yang digunakan oleh peneliti adalah jenis conccurent embedded (campuran tak berimbang), dimana metode penelitian kuantitatif sebagai metode primer dan metode penelitian kualitatif sebagai metode sekunder. Dalam hal ini pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan. Dalam penelitian ini hanya satu kelas yang akan diteliti sebagai kelas eksperimen. Desain penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut ini.

Gambar 1. Desain Penelitian Mixed Method-Concurrent Embeded

Teknik interpretasi data kualitatif dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: Mengumpulkan data, menyeleksi data, menyajika data yang telah diseleksi, lalu menyimpulkan hasil data.

Sedangkan data kuantitatif dapat dilakukan dengan cara menerjemahkan keterkaitan setiap komponen aktivitas belajar siswa dengan hasil dan juga menerjemahkan makna dari hasil lembar observasi.

Teknik interpretasi data gabungan antara data kualitatif dan kuantitatif adalah dengan melakukan analisis secara bersamaan dimana data kuantitatif di analisis terlebih dahulu (data primer), selanjutnya dianalisis data kualitatif (data sekunder), yang menjadi pelengkap data tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk hasil dan pembahasan

pada keterlaksanaan model PBL yang tentunya juga sekaligus terkandung didalamnya indikator-indikator kemampuan literasi sains dianalisis secara berurut yaitu melihat keterlaksanaan secara keseluruhan dari tindakan mengajar guru pertemuan 1-3 yang kemudian dihubungkan dengan tindakan belajar siswa dari setiap kegiatan pembelajarannya pertemuan 1-3. Pertama, guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran, menurut observer aktivitas pada langkah ini untuk pertemuan pertama ini yaitu 2.59, dimana siswa sebagian siswa duduk ditempatnya dengan rapi, memulai pelajaran dengan salam dan do’a dengan baik. Hal ini sejalan dengan tindakan guru yang menurut observer guru telah mengkondisikan siswa dengan cukup baik di awal pembelajaran. Untuk pertemuan kedua yaitu dengan rata-rata skor 3,82, menurut observer aktivitas pada langkah ini sudah baik dimana hampir seluruh siswa duduk ditempatnya dengan rapi, memulai pelajaran dengan salam dan do’a dengan baik, hal ini juga sejalan dengan tindakan guru yang sudah berusaha untuk mengajak siswa agar bersiap

menerima pembelajaran dengan tertib. Pada aktivitas pertemuan ketiga, langkah ini sudah berkategori sangat baik yaitu rata-rata skor 3.89, menurut observer aktivitas pada langkah ini sudah baik dimana hampir seluruh siswa duduk ditempatnya dengan rapi, memulai pelajaran dengan salam dan do’a dengan baik. Hal ini didukung dengan pengamatan observer yang menyatakan bahwa guru sudah mengkondisikan siswa dengan waktu yang singkat dan teratur. Dari ketiga pertemuan tersebut dapat dilihat terdapat pengaruh perlakuan mengajar oleh guru yang dilaksanakan dengan baik dan meningkat pada setiap pertemuan dengan kesiapan belajar siswa yang juga meningkat pada setiap pertemuannya.

Kedua, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, hasil pengamatan observer siswa untuk pertemuan pertama dengan rata-rata skor yang diperoleh 2.00, dimana siswa hanya mendengarkan dan tidak mencatat tujuan pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru hanya menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa dan guru tidak memberi penegasan kepada siswa untuk mencatat tujuan pembelajaran. Untuk pertemuan kedua pada langkah ini didapat rata-rata 2.82, dimana terdapat peningkatan dari pertemuan pertama. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai mendengarkan dan sedikit mencatat tujuan pembelajaran yang disebutkan guru. Sejalan dengan aktivitas guru, menurut observer guru pada langkah ini sudah menyampaikan tujuan

pembelajaran dengan baik. Pertemuan ketiga pada langkah ini juga mengalami peningkatan pada rata-rata skornya yaitu 3.16, dimana siswa sudah mencatat tujuan pembelajaran yang disebutkan guru, dan hanya terhitung beberapa orang saja yang tidak mencatat. Hasil ini sesuai dengan usaha guru yang menurut observer guru telah memberikan penegasan kepada semua siswa dengan jelas. Dari ketiga pertemuan dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan skor siswa pada tiap-tiap pertemuan. Hal ini dikarenakan evaluasi dari guru pada pertemuan pertama, sehingga pada pertemuan kedua siswa sudah mulai mencatat tujuan pembelajaran yang disampaikan.

Ketiga, guru memotivasi siswa melalui fenomena yang pernah dialami oleh siswa dan siswa memotivasi diri untuk belajar melalui fenomena, menurut observer aktivitas siswa sudah mulai meningkat,menurut observer aktivitas siswa pada pertemuan pertama memiliki skor rata-rata 1,18, dimana banyak siswa yang masih tak acuh dengan apa yang dijelaskan guru. Hal ini didukung oleh pengamatan observer guru, dimana guru belum mampu memotivasi dan tidak memberi pengetahuan awal dengan baik sehingga siswa pun tidak dapat mengetahui apa yang harus dikerjakan atau dijawab. Pada pertemuan kedua untuk langkah ini mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata skor 2.05, dimana beberapa siswa sudah mulai aktif untuk memberikan pendapatnya dengan baik dan sesuai

dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pengamatan observer, dimana guru sudah memancing siswa untuk menyebutkan kata kunci yang berkaitan dengan pembelajaran. Meskipun beberapa siswa belum merespon guru yang sedang menjelaskan didepan kelas. Kemudian untuk pertemuan ketiga didapat skor rata-rata 2.57, yang meningkat dari pertemuan sebelumnya. Dimana siswa sudah mulai aktif untuk memberikan pendapatnya dengan baik dan sesuai dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini didukung dengan pengamatan observer dimana guru juga memberikan motivasi kepada siswa dan membantu siswa untuk menemukan contoh masalah yang mirip dengan yang ada didalam LKS supaya pengetahuan siswa menjadi bertambah. Pada langkah ketiga ini dapat disimpulkan bahwa semakin baik guru dalam mengajar maka semakin meningkat pula hasil yang diharapkan muncul pada siswa, hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya skor rata-rata dari setiap pertemuan.

Keempat, guru membantu siswa untuk menentukan masalah dan siswa Menentukan / memilih topik permasalahan, menurut observer pada pertemuan pertama didapar skor rata-rata 1.20, dimana siswa masih belum bisa memberikan contoh masalah yang mirip dengan yang ada di LKS dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aspek ini, guru tidak mengajak siswa untuk memberikan masalah yang mirip

dengan yang ada di dalam LKS . Akibatnya, siswa hanya mengetahui kejadian yang berkaitan dengan pembelajaran dari LKS saja. Pertemuan kedua didapat skor rata-rata 2,05, ini tentu sedikit meningkat dari pertemuan pertama. Dimana siswa sudah dapat memberikan contoh masalah yang mirip dengan yang ada di LKS. Menurut observer guru pada pertemuan kedua ini sudah membantu siswa dalam menentukan masalah. Untuk pertemuan ketiga didapat skor rata-rata 2,43, dimana siswa sudah dapat memberikan contoh masalah yang mirip dengan yang ada di LKS. Hal ini dikarenakan pengalaman siswa pada pembelajaran sebelumnya, sehingga pada penelitian ini siswa sudah bisa meningkatkan partisipasinya.

Kelima dan Keenam, membantu siswa untuk merumuskan dan membuat hipotesis masalah dan siswa merumuskan dan membuat hipotesis masalah, menurut observer pertemuan pertama langkah ini memiliki skor rata-rata yaitu 1,66 dan 1,70, dimana siswa tidak mengetahui apa itu rumusan masalah dan cara membuat hipotesis. Hal ini didukung oleh pengamatan observer guru yang menyatakan guru tidak mengajak siswa merumuskan masalah di awal pembelajaran dan membuat sebagian siswa kebingungan dalam mengambil kesimpulan, karna tidak ada penjelasan yang tepat dari guru. Pertemuan kedua didapat skor rata-rata 2.20 dan 2,30, dimana siswa sudah bisa merumuskan masalah dan

membuat hipotesisnya meskipun beberapa siswa hanya dapat merumuskan satu saja.. Dan untuk pertemuan ketiga didapat skor rata-rata 2,36 dan 2,59, dimana siswa sudah mampu merumuskan masalah dan membuat hipotesisnya meskipun beberapa siswa hanya dapat merumuskan satu saja sama seperti pertemuan kedua.

Ketujuh dan kedelapan, guru membentuk dan mengatur penggunaan waktu kelompok diskusi yang terdiri dari 5-6 orang siswa dan siswa membentuk dan mengatur penggunaan waktu kelompok diskusi yang terdiri dari 5-6 orang, menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 2.86 dan 4.00, dimana sebagian siswa telah membentuk kelompok sesuai yang diarahkan oleh guru dan menggunakan waktu dengan efisien. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 3.09 dan 2.84, dimana siswa sudah membentuk kelompok dalam waktu 2 menit saja, akan tetapi menurut hasil observasi siswa beberapa kelompok siswa terlalu lama dalam melaksanakan praktikum, ada sebagian siswa yang terlalu lama membereskan alat dan bahan praktikum sehingga dalam pembelajaran ini guru mengambil sedikit waktu pembelajaran lain.. Sedangkan untuk pertemuan ketiga didapat data hasil rata-rata 3.39 dan 3.35, dimana seluruh siswa sudah membentuk kelompok dalam waktu yang singkat. Menurut hasil observasi siswa beberapa kelompok siswa sigap

untuk menyelesaikan praktikum dan mencatat hal-hal yang ada dalam LKS dengan cepat, meskipun beberapa kelompok tidak tepat waktu, namun tidak terlalu mengganggu jalannya pembelajaran.

Kesembilan dan kesepuluh, guru membimbing siswa untuk membuat langkah kerja berdasarkan praktikum yang akan dilaksanakan serta membimbing siswa menggunakan sumber dan siswa membuat langkah kerja berdasarkan praktikum serta menggunakan sumber, menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 1.66 dan 2.27, dimana menurut observer, pada setiap kelompok hanya satu orang yang membuat langkah kerja sehingga teman sekelompoknya yang lain hanya tinggal menyalin dan hampir sebagian siswa menggunakan buku kimia dan LKS sebagai sumber yang dapat mereka gunakan. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 2.50 dan 2.55, dimana menurut observer, siswa sudah mulai membuat membuat langkah kerja dengan bahasa sendiri dan hampir sebagian siswa menggunakan buku kimia dan LKS sebagai sumber yang dapat mereka gunakan dalam menguatkan pendapat mereka saat persentasi. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 2.61 dan 2.95, menurut observer siswa sudah mulai membuat membuat langkah kerja dengan bahasa sendiri, meskipun masih ada saja siswa yang menyalin punya temannya. Hal ini

dikarenakan siswa mulai terbiasa dengan cara belajar menggunakan model PBL.

Kesebelas dan keduabelas, guru melakukan cek pada tiap kelompok serta membimbing siswa untuk membuat grafik dari hasil praktikum dan siswa mengerjakan praktikum dengan sungguh - sungguh serta membuat grafik dari hasil praktikum,

menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 3.20 dan 3.20, dimana menurut observer, Menurut hasil observer, dalam satu kelompok siswa hampir semua anggotanya mengerjakan praktikum dengan aktif dan teliti serta hampir seluruh siswa dapat membuat grafik disertai dengan keterangan yang akan memperjelas maksud dari grafik. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 3.30 dan 3.52, dimana menurut observer, dalam satu kelompok siswa hampir semua anggotanya mengerjakan praktikum dengan aktif, teliti dalam mengisi seluruh bagian yang harus diisi didalam LKS meskipun beberapa siswa tidak mengerjakannya dengan baik, dan dapat membuat grafik disertai dengan keterangan yang akan memperjelas maksud dari grafik. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 3.50 dan 3.23, menurut hasil observer, dalam satu kelompok siswa hampir semua anggotanya mengerjakan praktikum dengan aktif, teliti dalam mengisi seluruh bagian yang harus diisi didalam LKS. Akan tetapi, beberapa siswa tidak membuat grafik dengan tepat seperti yang

dibimbing oleh guru. Meskipun begitu sebagian siswa sudah dapat membuat grafik disertai dengan keterangan yang akan memperjelas maksud dari grafik dengan tepat.

Ketigabelas dan keempatbelas, guru membantu siswa berbagi tugas dengan teman sekelompoknya serta membantu merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan siswa membagi tugas dengan teman sekelompoknya dan merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai, menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 2.34 dan 1.00, dimana menurut hasil pengamatan observer siswa lebih senang untuk mengerjakan praktikum secara bersamaan, ketika tugas temannya untuk menyiapkan alat dan bahan praktikum yang lain ikut-ikutan untuk melakukannya. Hal ini didukung oleh pengamatan observer guru dimana guru sibuk untuk menenangkan kelas yang belum kondusif, sehingga guru hanya mengajak seperempat siswa berbagi tugas dengan teman sekelompoknya. Siswa juga belum mengerti cara membuat gambar pelaksanaan langkah kerja dan karena keterlambatan pemberitahuan dari guru sehingga siswa tidak memiliki cukup waktu untuk menggambar. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 2.34 dan 2.52, dimana guru sudah mengajak seluruh siswa untuk berbagi tugas dengan temannya. Hal ini didukung oleh pengamatan observer guru

dimana guru mengajak sebagian siswa untuk berbagi tugas dengan teman sekelompoknya dan siswa sudah mengerti cara membuat gambar pelaksanaan langkah kerja meskipun beberapa siswa ada yang tidak menggambarnya sama sekali. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 2.91 dan 2.91, menurut hasil pengamatan observer beberapa siswa sudah membagi tugas dengan temannya dan membuat waktu praktikum menjadi lebih efektif serta siswa yang membuat gambar pelaksanaan langkah kerja bertambah meskipun sebagiannya lagi tidak membuat gambar.

Kelimabelas dan keenambelas, guru memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan hasil diskusi dan memberikan komentar, dan siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas dan memberi tanggapan,menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 4.00 dan 1.25, dimana menurut hasil pengamatan observer siswa mempresentasikan hasilnya tidak lebih dari 15 menit. Akan tetapi, sebagian siswa hanya menyamakan hasil mereka dengan temannya yang persentasi di depan kelas. Sehingga kelas terasa monoton. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 4.00 dan 1.98, sama seperti pertemuan pertama dimana siswa mempresentasikan hasilnya tidak lebih dari 15 menit. Dan terjadi peningkatan dalam menanggapi teman yang sedang persentasi, dimana beberapa siswa ada yang menyanggah atau memberi

pendapatnya kepada temannya yang sedang persentasi.. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 4.00 dan 2.66, sama seperti pertemuan pertama dan kedua, dikarenakan siswa mempresentasikan hasilnya tidak lebih dari 15 menit. Dan sebagian siswa sudah mulai menyanggah atau memberi pendapatnya kepada temannya yang sedang persentasi. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh guru yang terus memberi motivasi dan arahan agar siswa lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya.

Ketujuhbelas dan kedelapanbelas, guru mengecek hasil kerja siswa terhadap permasalahan yang telah didiskusikan dan memeriksa jurnal dan klarifikasi terhadap praktikum yang telah dilaksanakan,dan siswa mendengarkan komentar guru pada saat diskusi berlangsung dan memberikan bukti dan klarifikasi terhadap permasalahan, menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 1.86 dan 1.25, dimana menurut observer siswa mulai mencatat apa yang di katakan oleh guru untuk keperluan dipertemuan berikutnya. Meskipun beberapa siswa masih tidak mencatat dan hanya mencatat satu komentar dari guru. sebagian siswa juga telah menunjukkan bukti dari mana jawaban mereka berasal. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 2.34 dan 2.07, dimana menurut observer siswa mulai mencatat apa yang di katakan oleh guru untuk keperluan dipertemuan

berikutnya. Meskipun beberapa siswa masih tidak mencatat dan hanya mencatat satu komentar dari guru. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 2.64 dan 2.70, dimana menurut observer siswa sudah mencatat apa yang di katakan oleh guru untuk keperluan dipertemuan berikutnya, meskipun sebagian siswa menunggu temannya yang sudah mencatat. Dan terjadi peningkatan dalam pengumpulan bukti, sebagian siswa sudah menunjukkan bukti dari mana jawaban mereka berasal.

Kesembilanbelas dan keduapuluh, guru mengajak siswa untuk memberikan kesimpulan terhadap kegiatan pembelajaran dan memberi penguatan kesimpulan untuk memperjelas tujuan pembelajaran, dan siswa memberikan kesimpulan terhadap kegiatan pembelajaran dan mencocokkan kesimpulan dengan tujuan pembelajaran, menurut pengamatan observer pada pertemuan pertama untuk langkah ini belum terlaksana dengan baik dan didapat hasil rata-rata 1.73 dan 1.80, dimana menurut observer siswa hanya membuat satu kesimpulan yang tepat, dan selebihnya masih dirasa kurang tepat dan menyebabkan kemampuan literasi sains siswa belum terlihat. Siswa juga telah mencocokkan kesimpulandengan tujuan pembelajaran meskipun beberapa siswa hanya mencocokkan satu saja. Pada pertemuan kedua didapat hasil rata-rata 2.89 dan 3.02, dimana menurut observer siswa sudah dapat menyimpulkan hasil praktikum dengan

tepat dan telah mencocokkan kesimpulan dengan tujuan pembelajaran meskipun beberapa siswa hanya mencocokkan satu saja. Pada pertemuan ketiga didapat hasil rata-rata 3.27 dan 3.45, terdapat peningkatan dari pertemuan sebelumnya, hal ini dikarenakan siswa semakin sadar dalam menjalankan aktivitas pembelajaran dengan baik.

Pada kemampuan literasi sains siswa dilihat dari saat siswa mengerjakan praktikum, yang dipandu dari butir aktivitas pembelajaran yang harus dilalui atau dipahami siswa dari (1) Mengidentifikasi isu ilmiah, (2) Menjelaskan fenomena ilmiah, (3) Menggunakan bukti ilmiah, (4) Membuat grafik secara tepat dari data, (5) Memecahkan masalah menggunakan kuantitatif, (6) Memahami dan menginterpretasikan statistik dasar, (7) Melakukan inferensi, prediksi, dan penarikan kesimpulan dari data kuantitatif.

Dari hasil observasi secara kuantitatif, maka didapatkan data kemampuan literasi sains siswa yang memuat dua aspek yaitu kompetensi sains dan pengetahuan sains. Pada pertemuan pertama aspek kompetensi sains menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar 1,694 dan aspek pengetahuan siswa menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar 2,374. Pada pertemuan kedua aspek kompetensi sains menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar 2,07 dan aspek pengetahuan siswa menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar 2,718. Pada pertemuan pertama aspek kompetensi sains menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar 2,866 dan aspek pengetahuan siswa menunjukkan rata-rata skor dari tiap indikator sebesar

2,682. Dari hasil rata-rata ketiga pertemuan aspek yang dominan yang dimiliki siswa adalah pengetahuan sains dengan rata-rata 2,593 dibanding dengan kompetensi sains dengan rata-rata 2,21.

Jadi secara keseluruhan kemampuan literasi sains siswa meningkat meskipun tidak secara signifikan. Hal ini dikarenakan kurang maksimalnya guru dalam menjalankan model pembelajaran PBL didalam kelas.Kemudian dilakukan uji untuk mencari korelasi menggunakan metode pearson atau sering disebut product moment antara keterlaksanaan model problem based learning dengan kemampuan literasi sains siswa. Dari perhitungan perhitungan koefisien korelasi (r) dari kedua data tersebut, diperoleh niali (r) 0,483. Berdasarkaan tabel pedoman interpretasi koefisien korelasi (tabel 3.6) nilai (r) 0,483 berada pada interval 0,40-0,599 (Arikunto, 2013), dengan demikian hubungan antara keterlaksanaan model pembelajaran problem based learning dengan kemammpuan kemampuan literasi sains siswa pada penelitian ini memiliki tingakat hubungan yang sedang.

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan penelitian, yaitu: 1. Keterlaksanaan model problem based learning pada materi asam dan basa di kelas XI IPA SMAN 8 Kota Jambi terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada hasil dari tiap aspek model pembelajaran PBL yang telah

terlaksana semua, meskipun belum mencapai pada kondisi yang maksimal. Rata-rata persentase keterlaksanaan model pembelajaran PBL oleh guru sebesar 70,00% dan rata-rata keterlaksanaan model pembelajaran PBL oleh siswa sebesar 65,60%.2. Terdapat pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran PBL terhadap kemampuan literasi sains siswa pada materi laju reaksi. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji korelasi sebesar 0,483 dengan kategori hubungan sedang dan uji t sebesar 3,58.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:1. Langkah-langkah model

pembelajaran PBL sebaiknya dikenalkan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan penelitian agar siswa terbiasa mengikuti tahapan-tahapan model tersebut pada saat pembelajaran berlangsung.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh antara model pembelajaran PBL dan kemampuan literasi sains siswa pada materi lainnya, sehingga dapat dilihat dan diukur sejauh mana pelaksanaan model pembelajaran PBL digunakan dalam proses pembelajaran kimia.

3. Penelitian ini disarankan dapat dilakukan untuk mengetahui sikap ilmiah siswa yang lain selain kemampuan literasi sains siswa.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Sani Ridwan. 2014,

Pembelajaran saintifik untuk kurikulum 2013. Jakarta : Bumi Aksara

Addin, I., Redjeki, T., dan Ariani, Sri, R.D. 2014. Penerapaan Model

Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pada Materi Pokok Larutan Asam dan Basa di Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2 Karanganyar T.A 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia 3(4) : 125 :129

Arikunto, S, dkk. 2013. Dasar-dasar Evaaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arohman,Mamat, dkk. 2016. Kemampuan Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran Ekosistem. Proceeding Biology Education Conference Vol 13: 90-92. Bandung.

Fathurrohman, M. (2015). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

OECD. 2010. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World. Volume 1 : Analysis. OECD Publishing. 19 September 2017 http://www.nbbmuseum.be/doc/seminar2010/nl/bibliografie/opleiding/analysis.pdf.