ikms
-
Upload
fransiskus-rivaldy -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
description
Transcript of ikms
Syarat FisikPersyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik tidak sukar.
Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala, bakteri terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari empat bakteri E.coli, maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. Syarat Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l), chlor (250 mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0 mg/l), besi (0,3 mg/l), zat organik (10mg/l), pH (6,5-9,6), dan CO2 (0 mg/l).Berdasarkan hasil penelitian Rahadi (2005) bahwa air mempunyai peranan besar dalam penyebaran beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Hal ini dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja. Banyaknya sarana air bersih berupa sumur gali yang digunakan masyarakat mempunyai tingkat pencemaran terhadap kualitas air bersih dengan kategori tinggi dan amat tinggi.
Kondisi fisik sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan penilaian inspeksi sanitasi dengan kategori tinggi dan amat tinggi dapat mempengaruhi kualitas air bersih dengan adanya pencemaran air kotor yang merembes ke dalam air sumur
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, persyaratan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik. Dari keempat persyaratan di atas, persyaratan bakteriologis, radioaktif dan fisik menjadi concern yang utama.1. Persyaratan Bakteriologis
ParameterSatuanKadar Maksimum yang diperbolehkanKeterangan
1234
a. Air Minum
E.coli atau fecal coliJumlah per 100 ml sample0
b. Air yang masuk sistem distribusi
E.coli atau fecal coli
Total bakteri ColiformJumlah per 100 ml sample
Jumlah per 100 ml sample0
0
c. Air pada sistem distribusi
E.coli atau fecal coli
Total bakteri ColiformJumlah per 100 ml sample
Jumlah per 100 ml sample0
0
2. Persyaratan Radioaktivitas
ParameterSatuanKadar Maksimum yang diperbolehkanKeterangan
1234
Gross alpha activity
Gross Beta activity(Bq/liter)
(Bq/liter)
0,1
1
3. Persyaratan FisikParameterSatuanKadar Maksimum yang diperbolehkanKeterangan
1234
Parameter fisik
Warna
Rasa dan bau
Temperatur
KekeruhanTCU
-
C
NTU15
-
Suhu Udara 3 C
5
c.Kepemilikan Jamban
Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatan.
Menurut Notoatmojo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
Tidak dapat ternjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak dan binatang-binatang lainnya
Tidak menimbulkan bau
Mudah digunakan dan dipelihara
Sederhana desainnya
Murah
Dapat diterima oleh pemakainya
Menurut entjang (2000), macam-macam kakus atau tempat pembuangan tinja, yaitu:
Pit-privy (cubluk)
Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya diperkuat dengan batu atau bata, dan dapat ditembok agar tidak mudah ambruk. Lama pemakaiannya anatara 5-15 tahun
Aqua-privyTerdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti halnya pembusukan tinja dalam air kali. Untuk kakus ini agar berfungsi dengan baik perlu pemasukan air setiap hari baik sedang dipergunakan atau tidak. Watersealed Latrine (Angsa-trine)
Jamban jenis ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus.
Bored Hole Latrine
Sama dengan cubluk, hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara.
Bucket latrine (Pail closet)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat tidur
Trench latrineDibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat penampungan tinja. Tanah galiannya dipakai untuk menimbun lubang tersebut.
Overhung latrine
Kakus ini semacam rumah-rumahan yang dibuat di atas kolam, selokan, kali dan rawa.
Chemical Toilet (Chemical closet)Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum, misalnya pesawat udara atau kereta api. Dapat pula digunakan dalam rumah sebagai pembersih tidak dipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet paper).
Berdasarkan hasil penelitian (Wibowo, 2004) jenis tempat pembuangan tinja yang terbanyak digunakan pada kelompok khusus adalah jenis leher angsa (68,3%), sedangkan 7,9% mempergunakan jenis plengsengan dan 23,8% tidak memiliki jamban.
d. Jenis lantai rumah
Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dari tanah agar tidak berdebu maka diakukan penyiraman air kemudian dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubun atau semen merupakan lantai yang baik sedangkan lantai rumah di pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni rumah tidak sesuai dengan norma-norma kesehatan seperti tidak membersihkan lantai dengan baik, maka akan menyebabkan terjadinya penularan penyakit termasuk diare (Notoatmodjo, 2003).
e. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare (Kemenkes RI, 2005). Perilaku-perilaku itu antara lain:
Tidak menerapkan kebiasaan Cuci tangan pakai sabun (CTPS) sebelum makan, setelah buang air, dan setelah membersihkan kotoran.
Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak
Kebiasaan jajan makanan di tempat yang kurang bersih
5.12Prinsip Tatalaksana Penderita Diare
Intervensi untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan adalah melaksanakan tatalaksana penderita diare yaitu:
Mencegah terjadinya dehidrasiMencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan
Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi, penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengoatan yang lebih cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Penanganan dehidrasi apabila dalam fase lanjut dapat menggunakan terapi cairan. Tetapi terapi cairan dibagi menjadi 2 jenis penggunaan: untuk resusitasi dimana untuk mengganti kehilangan akut (penggantian defisit menggunakan kristaloid dan atau koloid). Sedangkan untuk rumatan memasok kebutuhan harian menggunakan cairan kristaloid
Kebutuhan cairan rumatan yang diberikan dapat menggunakan rumus Hallidey Segar:
BeratKecepatan
10 kg pertama4 ml/kg/jam
10-20 kg berikutnyaTambahkan 2 ml/kg/jam
Di atas 20 kgTambahkan 1 ml/kg/jam
Memberi makanan
Memberikan makanan selama serangan diare sesuai yang dianjurkan dengan memberikan makanan yang mudah dicerna dan memperbanyak minum air
Mengobati masalah lain
Apabila deketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai anjuran, dengan tetap mengutamakan rehidrasi (Depkes RI, 2005)
BAB 6Learning Issue
6.1AssesmentDari seluruh data yang diperoleh dapat ditegakkan suatu diagnosa diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang6.1.1Mempelajari Penilaian Derajat Dehidrasi (WHO, 1995)
PenilaianABC
1. LihatKeadaan umum mata
Rasa hausBaik, sadarNormal
Minum biasa, tidak haus*gelisahCekung
*Haus, ingin minum banyak*Lesu, lunglai, tidak sadarSangat cekung dan kering
*Malas minum atau tidak bisa minum
2. Periksa turgor kulitKembali cepat*kembali lambat*kembali sangat lambat
3.Derajat dehidrasiTanpa dehidrasiDehidrasiRingan/sedag
Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda lainDehidrasi beratBila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda lain
4. TeraoiRencana terapi ARencana terapi BRencana terapi C
Penderita diare segera dirujuk ke rumah sakit jika diare tidak membaik dalam waktu 3 hari atau menderita sebagai berikut: muntah berulang-ulang, BAB cair lebih sering, sangat haus sekali, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah.6.1.2Pencegahan Diare
Pencegahan dilakukan melalui konsep segitiga epidemiologik yaitu melalui host, agent dan environment:
A. Host
Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti: mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, sebelum mempersiapkan makanan, setelah buang air besar dan menggunakan sabun saat mencuci tangan.
B. Agent
Mengkonsumsi makanan yang sehat, diantaranya:
Jangan makan makanan mentah, kecuali buah-buahan dan sayuran yang dikupas dan dimakan langsung
Cuci tangan dengan bersih dengan sabun setelah buang air dan sebelum menyiapkan makanan
Masak makanan sampai matang
Makanlah makanan saat masih panas, atau panaskan secara menyeluruh sebelum makan
Cuci dan keringkan semua peralatan memasak setelah digunakan
Jauhkan makanan yang dimasak dan peralatan bersih secara terpisah dari makanan mentah dan alat-alat yang berpotensi terkontaminasi Lindungi makanan dari lalat
C. Environment
Penggunaan air bersih Penggunaan jamban dan pembuangan kotoran yang aman